estimasi kebutuhan hutan kota yang optimal …digilib.unila.ac.id/33834/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
ESTIMASI KEBUTUHAN HUTAN KOTA YANG OPTIMAL
BERDASARKAN KEMAMPUAN PENYERAPAN EMISI KARBON DI
KOTA METRO
(Skripsi)
Oleh
DIYAH AYU RATNA NINGSIH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
ESTIMASI KEBUTUHAN HUTAN KOTA YANG OPTIMALBERDASARKAN KEMAMPUAN PENYERAPAN EMISI KARBON DI
KOTA METRO
Oleh
Diyah Ayu Ratna Ningsih
Hutan kota sebagai bentuk dari ruang terbuka hijau publik dinilai perlu ada pada
suatu kota. Hutan kota diperlukan sebagai penyeimbang aktivitas dari
pembangunan kota. Fungsi lainnya adalah membentuk iklim mikro dan menyerap
karbon. Dibandingkan dengan daerah lainnya, di perkotaan memproduksi karbon
lebih tinggi. Penyebab hal tersebut salah satunya yaitu jumlah penduduk dan
penggunaan bahan bakar. Penyerapan karbon dapat dihitung dengan mengukur
biomassa dari vegetasi di hutan kota. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui
luas hutan kota yang optimal dan jumlah karbon yang diserap oleh Hutan Kota
Metro. Penelitian dilakukan pada Februari-Mei 2018 di Hutan Kota Metro yang
terbagi atas enam lokasi hutan. Pengambilan data dilakukan dengan
menggunakan plot persegi sesuai dengan fase pertumbuhan pohon. Perhitungan
biomassa dihitung menggunakan rumus Chave dkk. (2005) yaitu Y = 0,0509 x ρ x
DBH2 x T. Jumlah karbon tersimpan diperoleh dengan mengkonversikan 0,46
Diyah Ayu Ratna Ningsihdari total biomassa, sedangkan karbon terserap adalah 3,67 dari karbon tersimpan.
Luas hutan kota yang ideal didapat berdasarkan metode Gerafkis yaitu jumlah
produksi emisi CO2 hasil resprasi dan penggunaan bahan bakar dibagi dengan
kemampuan penyerapan CO2 oleh Hutan Kota Metro. Luas hutan kota yang
optimal untuk ada di Kota Metro berdasarkan penyerapan CO2 yang berasal dari
respirasi manusia dan konsumsi BBM tahun 2017 yaitu 224,62 ha. Hutan Kota
Metro mampu menyerap CO2 sebesar 296,59 ton/ha. Hutan kota yang paling
banyak menyerap CO2 terdapat di Hutan Kota Tersarigaga yaitu sebesar 188,66
ton/tahun.
Kata kunci : biomassa, hutan kota, karbon, penyerapan emisi, produksi karbon
ABSTRACT
OPTIMAL ESTIMATION OF URBAN FOREST AREA BASED ON THEABILITY TO ABSORB CARBON EMISSIONS IN METRO CITY
By
Diyah Ayu Ratna Ningsih
Urban forests as a form of public green open space are considered necessary in a
city. Urban forests are needed to balance the activities of urban development.
Another function was to form a microclimate and absorb carbon. Compared to
other regions, in urban areas it produces higher carbon. One of the reasons was
population and fuel use. Carbon absorption is calculated by the biomass of
vegetation in urban forests. The aim of this research was to find out the optimal
area of urban forest and the amount of carbon absorbed by Metro Urban Forest.
The research was conducted on February to May 2018 in Metro Urban Forest
which was divided into six forest locations. The data collection was carried out
by using a square plot according to the tree growth phase. The calculation of
biomass was calculated by using the formulation of Chave et al., (2005) namely Y
= 0,0509 x ρ x DBH2 x T. The amount of stored carbon was obtained by
converting 0.46 of the total of biomass, while the absorbed carbon was 3.67 of the
amount of stored carbon. The ideal area of an urban forest was obtained
Diyah Ayu Ratna Ningsihaccording to Gerakis method namely the production amount of CO2 emission
from respiration and the use of fuel divided by the ability to absorb CO2 by Metro
Urban Forest. The optimal area of urban forest in Metro City based on the
absorption of CO2 derived from human respiration and fuel consumption in 2017
was 198,5 ha. Metro Urban Forest is able to absorb the amount of CO2 of 335,51
ton/ha. Tersarigaga Urban Forest absorbs the highest of CO2 which is 118,06
ton/year.
Key words : biomass, carbon, carbon production, emission absorption, urbanforest
ESTIMASI KEBUTUHAN HUTAN KOTA YANG OPTIMALBERDASARKAN KEMAMPUAN PENYERAPAN EMISI KARBON DI
KOTA METRO
Oleh
DIYAH AYU RATNA NINGSIH
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA KEHUTANAN
Pada
Jurusan KehutananFakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kalirejo pada tanggal 27 Maret
1996. Anak pertama dari Bapak Sarjono dan Ibu Nenti.
Penulis menamatkan pendidikan di Taman Kanak-Kanak
(TK) Pertiwi Bangunrejo pada tahun 2002, Sekolah
Dasar (SD) Negeri 6 Metro Selatan pada tahun 2008,
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Kota Metro
tahun 2011, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 4 Kota Metro tahun
2014. Penulis tercatat sebagai mahasiswa Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung melalui Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SBMPTN) pada tahun 2014.
Penulis selama menjalankan masa kuliah pernah menjadi asisten dosen pada mata
kuliah Silvikultur Hutan, Statistika Kehutanan, Perencanaan Kehutanan, dan
Pengelolaan Jasa Lingkungan. Penulis juga aktif dalam organisasi
kemahasiswaan yaitu menjadi Anggota Utama Himpunan Mahasiswa Kehutanan
(Himasylva) Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Staf Pemberdayaan
Wanita Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Lampung periode
2016/2017.
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada Januari 2017 di Desa
Dono Arum, Kecamatan Seputih Agung, Kabupaten Lampung Tengah. Juli 2017
penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di KPH Pekalongan Barat Divisi
Regional Jawa Tengah. Selama melaksanakan perkuliahan penulis pernah
menjadi staff lapang dalam kegiatan penyusunan rencana induk Pengembangan
dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) dan pemetaan sosial di sekitar PT.
Natarang Mining di Provinsi Lampung. Penulis juga mengikuti kegiatan magang
mahasiswa bakti rimbawan dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
selama dua bulan di KPH VI Way Terusan.
Kupersembahkan ini untuk kedua orang tuaku Bapak Sarjono dan Ibu Nenti, adik,sahabat, serta teman-teman yang selalu memberikan dukungan. Semoga mereka
selalu dalam perlindungan dan diberkahi oleh Allah SWT.
ii
SANWACANA
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, karunia, dan
ridhoNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul
“Estimasi Kebutuhan Hutan Kota yang Optimal Berdasarkan Kemampuan
Penyerapan Emisi Karbon di Kota Metro” merupakan salah satu syarat untuk
dapat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Universitas Lampung.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung
dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada beberapa pihak sebagai berikut:
1. Bapak Prof. Dr. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
2. Ibu Dr. Ir. Christine Wulandari, M.P., selaku dosen pembimbing utama yang
telah banyak memberikan saran dan bimbingan dalam proses penyelesaian
skripsi ini.
3. Bapak Dr. Rudi Hilmanto, S.Hut., M.Si., selaku pembimbing kedua atas saran
dan bimbingannya dalam proses penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak Dr. Arief Darmawan, S.Hut., M.Sc., selaku penguji yang telah
memberikan saran dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.
ii
5. Pengelola Hutan Kota Metro dan pegawai di SPBU 24.341.09 PT. Nissa Intan
Cemerlang Kota Metro yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan
skripsi ini.
6. Ibu Dr. Melya Riniarti, S.P., M.Si., selaku Ketua Jurusan Kehutanan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
7. Bapak Dr. Ir. Samsul Bakri, M.Si., selaku pembimbing akademik atas saran
dan bimbingannya selama penulis menjadi mahasiswa di Universitas
Lampung.
8. Seluruh Dosen Pengajar dan Staf Pegawai di Jurusan Kehutanan Universitas
Lampung yang telah memberikan ilmunya selama penulis menempuh
perkuliahan di Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
9. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Sarjono dan Ibu Nenti, terimakasih
karena selalu memberikan dukungan, doa, dan motivasi.
10. Sahabat, teman-teman, dan semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kesalahan dan
kekurangan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
sifatnya membangun demi kebaikan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat
bermanfaat bagi yang membacanya.
Bandar Lampung, Oktober 2018
Penulis
Diyah Ayu Ratna Ningsih
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR TABEL ..................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. vi
I. PENDAHULUAN ................................................................................. 11.1 Latar Belakang .............................................................................. 11.2 Tujuan .......................................................................................... 31.3 Kerangka Pemikiran...................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 72.1 Karbon........................................................................................... 7
2.1.1 Definisi Karbon.................................................................... 72.1.2 Penyerapan Karbon.............................................................. 82.1.3 Emisi Karbon ....................................................................... 92.1.4 Pemanasan Global................................................................ 10
2.2 Biomassa dan Allometrik .............................................................. 122.2.1 Definisi Biomassa ................................................................ 12
2.3 Pengukuran Diameter Pohon ........................................................ 132.4 Analisis Vegetasi .......................................................................... 152.5 Hutan Kota dan Fungsinya............................................................ 16
2.5.1 Hutan Kota ........................................................................... 162.5.2 Fungsi Hutan Kota ............................................................... 17
2.6 Kebijakan Hutan Kota................................................................... 18
III. METODE PENELITIAN .................................................................. 203.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 203.2 Bahan dan Alat.............................................................................. 213.3 Jenis Data ...................................................................................... 213.4 Metode .......................................................................................... 22
3.4.1 Pengambilan Sampel Data ................................................... 223.4.2 Membuat Plot Contoh .......................................................... 223.4.3 Mengukur Biomassa ............................................................ 233.4.4 Mengukur Biomassa Tumbuhan Bawah dan Serasah.......... 233.4.5 Mengukur Biomassa Kayu Mati .......................................... 24
3.5 Pengolahan dan Analisis Data ...................................................... 253.5.1 Pengukuran Indeks Nilai Penting......................................... 253.5.2 Pengukuran Biomassa Pohon............................................... 25
iv
Halaman3.5.3 Perhitungan Tumbuhan Bawah dan Serasah........................ 273.5.4 Jumlah Karbon Tersimpan................................................... 273.5.5 Jumlah CO2 yang Mampu Diserap ...................................... 283.5.6 Pengukuran Luas Ideal Hutan Kota ..................................... 29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 304.1 Emisi CO2 dari Respirasi Manusia di Kota Metro........................ 304.2 Luas Hutan Kota Metro ................................................................ 324.3 Kemampuan Menyerap Emisi Karbon Hutan Kota Metro ........... 344.4 Hutan Kota Terminal 16 C............................................................ 354.5 Hutan Kota Tesarigaga ................................................................. 364.6 Hutan Kota Bumi Perkemahan ..................................................... 394.7 Hutan Kota Linara......................................................................... 414.8 Hutan Kota Stadion....................................................................... 434.9 Hutan Kota Islamic Center ........................................................... 45
V. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 485.1 Simpulan ....................................................................................... 485.2 Saran ............................................................................................. 48
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 49
LAMPIRAN............................................................................................... 55Gambar 9-12.......................................................................................... 56
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman1. Pengukuran diameter pohon ................................................................ 13
2. Jumlah plot pada masing-masing hutan kota ....................................... 22
3. Berat jenis pohon di Hutan Kota Metro ............................................... 26
4. Tahun tanam Hutan Kota Metro ............................................................... 28
5. Jumlah CO2 hasil respirasi penduduk Kota Metro............................... 30
6. Luas hutan kota berdasarkan kemampuan dalam penyerapan CO2 ..... 33
7. Kemampuan hutan kota dalam menyerap emisi karbon ...................... 34
8. Indek nilai penting di Hutan Kota Terminal 16 C ............................... 36
9. Indek Nilai Penting di Hutan Kota Tesarigaga .................................... 38
10. Indek Nilai Penting di Hutan Kota Bumi Perkemahan ........................ 40
11. Indek Nilai Penting di Hutan Kota Linara ........................................... 43
12. Indek Nilai Penting di Hutan Kota Stadion ......................................... 45
13. Indek Nilai Penting di Hutan Kota Islamic Center .............................. 47
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman1 Diagram alir kerangka pemikiran ........................................................ 6
2 Peta lokasi penelitian di Hutan Kota Metro ......................................... 20
3 Cotoh plot pengambilan sampel........................................................... 23
4 Hutan Kota Tesarigaga......................................................................... 37
5 Hutan Kota Bumi Perkemahan ............................................................ 40
6 Hutan Kota Linara................................................................................ 42
7 Hutan Kota Stadion Tejosari................................................................ 44
8 Hutan Kota Rejomulyo (Islamic Center) ............................................. 46
9 Peta Hutan Kota Terminal 16 C dan plot pengukuran. ........................ 56
10 Peta Hutan Kota Linara dan plot pengukuran. ..................................... 56
11 Pengukuran diameter pohon ................................................................ 57
12 Tegakan mangium di Hutan Islamic Center ........................................ 57
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hutan kota adalah suatu lahan yang berisi vegetasi yang didominasi oleh pohon
yang ada di perkotaan. Lubis dkk. (2013) berpendapat hutan kota dibangun agar
dapat mengurangi pencemaran lingkungan di daerah kota. Vegetasi dalam hutan
kota secara alami dapat menyerap CO2 yang akan disimpan dalam bentuk
senyawa karbon. Keberadaan hutan dalam kota dinilai penting untuk
mengimbangi aktivitas yang ada di sebuah kota.
Kota Metro merupakan suatu kota yang berkembang ditandai dengan
meningkatnya aktivitas manusia. Kota Metro memiliki luas yaitu 6.874 ha
terletak pada 5º6’-5º8’ LS dan 105º17’-105º19’ BT. Menurut Trisnanta dan
Ummah (2016) saat ini Kota Metro telah menjadi pusat konsentrasi penduduk
dengan bermacam aspek kehidupan seperti pemerintahan, ekonomi, sosial, politik,
dan budaya. Berdasarkan data (BPS, 2016) jumlah penduduk di Kota Metro pada
tahun 2013 berjumlah 153.517 jiwa dan meningkat 4.898 jiwa pada tahun 2015
menjadi 158.415 jiwa. Data lainnya yaitu terkait jumlah kendaraan bermotor di
Kota Metro dari 14.056 unit pada tahun 2013 meningkat tiga kali lipat menjadi
44.452 unit pada tahun 2015 (BPS, 2016). Menurut Marligon (2017) Kota Metro
akan mengalami peningkatan mobilitas atau migrasi penduduk dikarenakan
2lokasinya berada pada persimpangan empat jalur yang menjadi kota transit serta
kota pendidikan unggulan di Provinsi Lampung.
Meningkatnya aktivitas kota yang terjadi akan menambah produksi karbon yang
dikeluarkan di daerah kota. Cara untuk mengatasi masalah ini salah satunya
adalah dengan menjaga dan meningkatkan ruang terbuka hijau yang berupa hutan
kota. Luas hutan kota yang dibangun tidak terlepas dari peraturan dan perundang-
undangan. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun
2008 Tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di
Kawasan Perkotaan menyatakan bahwa luas proporsi ruang terbuka hijau
perkotaan minimal 30% yang terdiri atas 20% ruang terbuka hijau publik dan 10%
ruang terbuka hijau privat. Peraturan terkait penyediaan Ruang Terbuka Hijau
(RTH) di Kota Metro juga tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 1
Tahun 2012 Pasal 30 Ayat 4 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Metro
2011-2031 dimana 20% dari RTH publik harus menyediakan sekurang-kurangnya
650 ha dari luas kota yang ada. Berdasarkan luas RTH publik yang telah
ditetapkan tersebut di dalamnya juga meliputi hutan kota dengan luasan yang
harus disediakan kurang lebih 175 ha atau 2,54% dari luas kota. Berdasarkan data
(BPS, 2016) luasan hutan kota yang telah tersedia hanya 27,2 ha atau 0,39% dari
luas kota yang ada.
Hutan kota yang ada diharapkan dapat membantu dalam proses penyerapan
karbon yang dihasilkan oleh aktivitas perkotaan. Karbon yang dilepasan ke udara
sebagai emisi akan menjadi pencemar sehingga dibutuhkan vegetasi untuk dapat
menyerap dan menyimpan dalam tubuhnya. Menurut Hikmatyar dkk. (2015)
3pengukuran jumlah karbon tersimpan dalam bentuk total biomassa dari tumbuhan
dapat menggambarkan jumlah karbon yang mampu diserap oleh tumbuhan.
Karbon yang berasal dari udara dan air sebagai substrat tumbuhan dengan dibantu
cahaya matahari menjadikannya karbohidrat yang disimpan pada seluruh organ
tanaman. Hasil dari fotosintesis kemudian disebarkan ke seluruh bagian
tumbuhan dan akhirnya menjadi biomassa. Pengukuran biomassa akan
memberikan informasi mengenai berapa banyak karbon yang mampu diserap oleh
vegetasi berdasarkan luasan hutan kota yang ada.
1.2 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah.
1. Mengetahui jumlah karbon yang mampu diserap oleh Hutan Kota Metro.
2. Mengetahui luas hutan kota yang ideal yang ada di Kota Metro berdasarkan
kemampuannya dalam menyerap karbon.
1.3 Kerangka Pemikiran
Kota Metro merupakan salah satu kota yang berkembang. Perkembangan ini
terbukti dengan dipilihnya Kota Metro sebagai kota pendidikan dan kota transit
dari empat jalur yang terapit oleh empat kabupaten. Menurut Marligon (2017)
Kota Metro berada pada jalur strategis atas empat jalur yaitu Kota Metro sampai
Tegineneng di Kabupaten Pesawaran, Kota Metro sampai Gunung Sugih di
Kabupaten Lampung Tengah, Kota Metro sampai Natar di Kabupaten Lampung
Selatan, dan Kota Metro sampai Pekalongan di Kabupaten Lampung Timur. Kota
Metro memiliki luas sebesar 6.874 ha dengan jumlah penduduk tahun 2015 yaitu
4158.415 (BPS, 2016). Menurut Putra (2012) kepadatan penduduk di Kota Metro
masih termasuk ke dalam kelompok sedang dengan tingkat kepadatan 2304
jiwa/km2. Meskipun demikian angka tersebut akan terus bertambah seiring
semakin berkembangnya suatu kota. Data lainnya yang diperoleh dari BPS
(2016) terkait jumlah kendaraan bermotor di Kota Metro dari 14.056 unit pada
tahun 2013 meningkat tiga kali lipat menjadi 44.452 unit pada tahun 2015.
Aktivitas kota yang terus berjalan ini tentunya akan semakin menambah produksi
karbon yang akan terlepas ke udara. Oleh karenanya diperlukan ruang terbuka
hijau seperti hutan kota agar dapat menjadi penyeimbang dalam pembangunan.
Pembangunan hutan kota bertujuan agar dapat menyerap karbon yang dihasilkan
dari aktivitas manusia sebagai penyumbang karbon ke udara.
Peraturan terkait penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Metro juga
tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 1 Tahun 2012 Pasal 30 Ayat
4 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Metro 2011-2031 dimana 20% dari
RTH publik harus menyediakan sekurang-kurangnya 650 ha dari luas kota yang
ada. Berdasarkan luas RTH publik yang telah ditetapkan tersebut di dalamnya
juga meliputi hutan kota dengan luasan yang harus disediakan kurang lebih 175 ha
atau 2,54% dari luas kota. Realita yang ada dari peraturan tersebut belum tercapai
karena luas hutan kota yang ada seluas 27,2 ha atau 0,39% dari luas kota.
Pengukuran biomassa yang dilakukan dapat digunakan untuk mengetahui jumlah
karbon yang mampu diserap oleh vegetasi penyusun hutan kota berdasarkan
produksi karbon yang ada di Kota Metro. Produksi karbon yang diukur yaitu
berdasarkan respirasi pernafasan manusia dan perhitungan karbon yang dihasilkan
5dari pembakaran BBM. Jumlah karbon dari keduanya diperoleh dengan
mengalikan jumlah penduduk pada tahun tertentu dengan koefisien jumlah CO2
dalam ton/tahun untuk respirasi pernafasan. Hasil emisi CO2 dari pembakaran
BBM diperoleh dari volume bahan bakar selama satu tahun yang dikalikan
dengan koefisien emisi selama setahun dalam satuan ton/tahun.
Perhitungan tersebut dilakukan untuk mengetahui jumlah karbon yang mampu
diserap oleh vegetasi berdasarkan luas hutan kota yang ada saat ini. Perhitungan
biomassa pohon dilakukan menggunakan persamaan allometrik dengan data yang
diambil menggunakan plot sesuai tingkat pertumbuhan pohon. Hasil dari
perhitungan biomassa tersebut akan dikalikan dengan konsentrasi karbon (C)
sehingga diperoleh estimasi jumlah karbon yang ada dalam hutan kota.
Konsentrasi C bahan organik yang digunakan adalah 46% (Hairiah dan Rahayu,
2007).
Hasil perbandingan produksi karbon dan kemampuan penyerapan karbon akan
dianalisis untuk mengetahui luas hutan kota yang ideal. Hasil tersebut selanjutnya
bisa menjadi bahan pertimbangan dalam pembangunan dan pengembangan Kota
Metro. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
6
Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran.
Luas hutan kota
Menyerap karbon kota
Kebijakan penyediaanhutan kota
Estimasi produksi karbonberdasarkan respirasi
pernafasan manusia danpembakaran BBM di Kota
Metro
Aktivitas kota meningkatPenduduk kota
Kemampuan hutan kotan dalammenyerap karbon
Perhitungan biomassadi atas permukaan
Estimasi jumlah karbonyang diserap oleh hutan kota
Metode Gerafkis danperbandingan unsur C dalam
CO2
Menghitung luas hutan kota ideal berdasarkanproduksi karbon dan kemampuan hutan kota
dalam menyerap karbon
Plot sampel danpersamaan allometrik
Jumlah karbon yangmampu diserap Hutan
Kota Metro
Jumlah produksi karbonKota Metro
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karbon
2.1.1 Definisi karbon
Agus dkk. (2011) menyatakan bahwa karbon adalah unsur kimia bukan logam
dengan simbol atom C yang banyak terdapat pada bahan organik dan bahan
anorganik tertentu. Unsur ini dalam tabel periodik mempunyai nomor atom 6 dan
berat atom 12 g. Cadangan karbon (carbon stock) merupakan jumlah berat atau
massa karbon yang tersimpan pada suatu ekosistem pada waktu tertentu. Bentuk
karbon yang tersimpan tersebut dapat berupa biomasa tanaman, tanaman yang
mati, dan karbon di dalam tanah.
Komponen cadangan karbon terbagi menjadi tiga yaitu:
1. Cadangan karbon diatas permukaan tanah. Komponen ini terbagi terbagi atas
tanaman hidup dan mati. Tanaman hidup yaitu pada bagian bagian batang,
cabang, daun, dan tumbuhan bawah sedangkan untuk tanaman mati merupakan
bagian tanaman yang sudah gugur, pohon yang tumbang atau pohon mati yang
masih berdiri, serta arang sisa pembakaran.
2. Cadangan karbon dibawah permukaan tanah. Komponen ini terdiri atas bahan
organik di dalam tanah, organisme lain yang ada disana dan akar tanaman yang
masih hidup ataupun sudah mati.
83. Cadangan karbon lainnya. Komponen lainnya ini merupakan kegiatan yang
berkaitan dengan vegetasi. Kegiatan yang berkaitan tersebut salah satu
contohnya adalah pemanenan hasil hutan (resin, damar, dan buah-buahan) dan
erosi yang mengakibatkan hilangnya bahan organik tanah.
Unsur karbon terdapat pada bahan organik ataupun bahan anorganik. Unsur
karbon yang sering ditemukan dan erat hubungannnya dengan kehidupan manusia
adalah karbon dioksida CO2. Gas yang tidak berbau dan tidak berwarna dengan
rumus CO2 memiliki berat molekul sebesar 44 g. CO2 terbentuk dari berbagai
proses seperti pembakaran, dekomposisi bahan organik, dan letusan gunung
berapi. Konsentrasi CO2 cenderung meningkat dengan semakin banyaknya
penggunaan bahan bakar minyak dan gas bumi serta emisi dari bahan organik di
permukaan bumi (Agus dkk., 2011).
2.1.2 Penyerapan karbon
Karbon yang terdapat dalam CO2 diserap oleh tanaman melalui proses
fotosintesis. Penyerapan karbon (carbon sequestration) merupakan proses
penyerapan karbon dari atmosfir ke penyimpan karbon tertentu seperti tanah dan
tanaman (Agus dkk., 2011). Karbon yang diserap oleh tanaman akan diolah
menjadi karbohidrat dibantu cahaya matahari pada proses fotosintesis dan
kemudian akan disimpan dalam organ tumbuhan tersebut. Tanaman akan
menyerap CO2 yang akan disimpan dalam bentuk senyawa karbon dan
melepaskan O2 melalui proses fotosintesis sekaligus dapat memberikan manfaat
lain yang dibutuhkan oleh manusia (Aqualdo dkk., 2012; Lubis dkk., 2013).
9Simpanan karbon hutan dipengaruhi oleh laju degradasi dan deforestrasi.
Menurut Ristiara dkk. (2017) degradasi dan deforestrasi yang terjadi di hutan
akan mempengaruhi serapan CO2. Fungsi hutan dalam penyerapan dan
menyimpan karbon akan menurun apabila degradasi semakin tinggi. Hutan akan
menyerap senyawa karbon dan kemudian akan menyimpannya di dalam tubuh
vegetasi. Komponen vegetasi hutan yang berperan untuk menyimpan karbon
diantaranya adalah pohon, tiang, pancang, tumbuhan bawah dan bahan organik
lainnya.
2.1.3 Emisi karbon
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999
Tentang Pengendalian Pencemaran Udara menyatakan bahwa emisi adalah zat,
energi dan/atau komponen lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang masuk
dan/atau dimasukkannya ke dalam udara ambien yang mempunyai dan/atau tidak
mempunyai potensi sebagai unsur pencemar. Zat atau komponen yang berpotensi
menjadi pencemar akan dapat mempengaruhi kehidupan makhluk hidup.
Akibatnya udara bebas dipermukaan bumi yang dibutuhkan oleh manusia dan
makhluk hidup lainnya tidak layak digunakan.
Emisi sebagai pencemaran udara dihasilkan dari sumber yang bergerak dan
sumber tidak bergerak. Sumber emisi merupakan suatu usaha atau kegiatan yang
dapat menghasilkan emisi. Menurut Tiarani dkk. (2016) emisi yang berasal dari
sumber yang bergerak memiliki pengaruh yang besar. Hal tersebut dikarenakan
jumlah kendaraan bermotor di daerah perkotaan terus bertambah. Contoh sumber
emisi tidak bergerak yaitu pabrik industri dan kebakaran hutan.
10Sumber pencemaran udara yang lain menurut Zakaria dan Azizah (2013)
disebabkan secara alami dan manusia. Pencemaran secara alami dapat disebabkan
karena adanya aktivitas vulkanik dari gunung berapi atau pembusukan bahan
organik sehingga partikel debunya bercampur dengan udara. Aktivitas manusia
menjadi penyebab paling besar terjadinya pencemaran. Penggunaan bahan kimia,
kegiatan industri, dan pembakaran bahan bakar adalah salah satu contohnya.
Emisi karbon merupakan adanya komponen karbon yang terkandung dalam udara.
Karbon tersebut berasal dari bermacam hal seperti pembakaran bahan bakar
ataupun respirasi manusia. Apabila emisi karbon terus terjadi akan berdampak
terhadap perubahan iklim, pemanasan global, serta terjadinya efek rumah kaca
(Tiarani dkk., 2016).
2.1.4 Pemanasan global
Pemanasan global yang terjadi akibat gas penyebab efek rumah kaca (CO2, CH4
dan N2O) makan panas dari matahari tidak dapat dipantulkan kembali ke
atmosfer. Menurut Putri dkk. (2016) mengatakan bahwa emisi dihasilkan dari
respirasi heterotrof. Respirasi pada autotrof dinilai tidak memiliki pengaruh
terhadap pemanasan global berbeda dengan respirasi heterotrof. Emisi yang
dihasilkan pada tanaman kelapa sawit rizosfer berdasarkan penelitian yang
dilakukan menunjukkkan bahwa pengaruhnya lebih tinggi dibandingakan dengan
non rizosfer.
Pemanasan global merupakan suatu dampak rusaknya lingkungan. Pemanasan
global disebabkan karena semakin bertambahnya efek rumah kaca. Menurut
Wijaya dan Hermana (2013) gas penyebab efek rumah kaca seperti karbon
11dioksida (CO2), metana (CH4) yang secara alami telah ada di atmosfer, akan tetapi
dikarenakan jumlahnya telah terjadi peningkatan yang pesat dan global maka hal
ini perlu diperhatikan.
Pemanasan global berkaitan erat dengan meningkatnya aktivitas manusia.
Bertambahnya jumlah penduduk otomatis akan meningkatkan aktivitas yang
terjadi. Pemanasan global diartikan dengan meningkatnya suhu rata-rata yang ada
dipermukaan bumi akibat panas yang berasal dari matahari tidak dapat
dikembalikan atau menembus atmosfer bumi akibat adanya gas rumah kaca.
Aktivitas yang dilakukan oleh manusia dinilai berkontribusi terhadap naiknya
suhu bumi. Menurut Lintangrino dan Boedisantoso (2016) aktivitas manusia yang
menghasilkan efek rumah kaca adalah:
a. Aktivitas yang menggunaan bahan bakar sehingga menghasilkan gas CO2.
Contoh dari aktivitas yang menggunakan bahan bakar adalah kendaraan
bermotor, kegiatan industri, rumah tangga, dan kebakaran hutan.
b. Aktivitas yang menghasilkan gas CH4. Aktivitas tersebut diantaranya yaitu
ladang padi dan peternakan, pengangkutan batu bara serta minyak bumi, dan
aktivitas bakteri yang mengurai sampah.
c. Aktivitas penghasil gas N2O. Bentuk aktivitas tersebut salah satunya adalah
penggunaan pupuk nitrogen yang berlebih pada tanaman.
Peningkatan suhu di bumi salah satu penyebabnya adalah jumlah CO2 yang
meningkat Banjarnahor dkk. (2018). Fenomena yang terjadi ini sering disebut
sebagai pemanasan global. Emisi karbon yang bertambah mengakibatkan
temperatur atau suhu meningkat diseluruh bagian bumi termasuk lautan, daratan
12dan atmosfir. Senyawa karbon akan menghalangi proses penerusan panas yang
datang dari matahari sehingga mamantul kembali ke permukaan bumi. Menurut
Rizki dkk. (2016) sumber penghasil karbon sering ditemui pada kehidupan sehari-
hari, diantaranya yaitu penggunaan LPG (Liquified Petroleum Gas), bensin, dan
listrik.
2.2 Biomassa dan Allometrik
2.2.1 Definisi biomassa
Biomassa merupakan suatu bagian dari vegetasi yang masih hidup terdiri atas
tajuk pohon, tumbuhan bawah atau gulma dan tanaman semusim (Hairiah dan
Rahayu, 2007). Menurut Uthbah dkk. (2017) biomassa dapat digunakan untuk
mengetahui kemampuan vegetasi dalam menyerap dan menyimpan karbon.
Karbondioksida merupakan komponen penting dalam proses fotosintesis. Unsur
tersebut akan diserap dan menyusun karbohidrat sebagai hasil fotosintesis dan
disimpan dalam bentuk biomassa. Mengukur besarnya biomassa tegakan dapat
menjadi dasar untuk menentukan jumlah cadangan karbon atau jumlah CO2 yang
diserap dan disimpan oleh tegakan.
Besar ataupun kecilnya diameter suatu batang akan mempengaruhi hasil dari
biomassa yang diukur. Jumlah karbon yang disimpan pada suatu tegakan
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut yaitu jenis pohon, jenis tanah,
produksi serasah, dan umur pohon. Besar ataupun kecilnya biomassa yang ada
pada suatu tegakan tergantung ukuran diameter pohon. Semakin besar diameter
13pohon maka biomassa yang tersimpan akan semakin besar dimana diameter ini
juga dipengaruhi oleh umur dari tegakan tersebut Uthbah dkk. (2017).
2.3 Pengukuran Diameter Pohon (DBH)
Diameter pohon adalah ukuran dari batas tepi batang apabila dilakukan panarikan
garis lurus dan melawati sumbu batang. Diameter pohon dapat juga menjadi
informasi terkait pertumbuhan pohon. Hardjana (2013) mengatakan bahwa
mengukur dimensi pohon yang dianggap paling mudah, murah dan mendapatkan
hasil yang akurat adalah pengukuran diameter pohon. Standar pengukuran
diameter pohon yaitu pada ketinggian 1,3 m di atas tanah atau 20 cm dari atas
banir (BSN, 2011; Abdurachman, 2013).
Mengukur diameter pohon memiliki perbedaan tergantung pada kondisi bentuk
fisik pohon dan lokasi tempat tumbuh. Cara pengukuran diameter pohon menurut
BSN (2011) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengukuran diameter pohon
Gambar Keterangan
Pengukuran normal. DBH pohondiukur pada ketinggian 1,3 m daripermukaan tanah.
14Tabel 1 (lanjutan)
Pohon cabang:Pengukuran diameter batang jika tinggi1,3 m berada di awal percabanganmaka nilai DBH diambil di bagianbawah cabang yang normal. Apabilapohob bercabang dengan ukuran 1,3 mberada di atas cabang maka DBHdiukur pada kedua cabang.
Pohon miring.DBH pohon 1,3 m diukur daripermukaan tanah yang paling dekat.Jika bentuk pohon normal maka diukurdari permukaan tanah yang tertinggi.
Pohon cacat.Pengukuran DBH pada pohon cacat,jika tinggi 1,3 m berada pada bentukbatang yang cacat maka diukur padabatas bagian yang normal dan palingdekat.
Pohon berbanir.Jika pohon memiliki banir maka DBHpohon 1,3 m diukur 20 cm dari bagianatas banir.
Sumber: BSN (2011).
152.4 Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi adalah suatu cara untuk mengetahui sturktur dan komposisi dari
suatu komunitas pada lokasi tertentu. Analisis vegetasi ini dapat dibedakan
berdasarkan tingkat pertumbuhan yaitu pohon, tiang, semai, dan pancang. Hal
tersebut menurut Munawwaroh (2016) perlu dilakukan karena dapat berguna
dalam pemeliharaan dan pengelolaan hutan. Berdasarkan Peraturan Direktur
Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Nomor 1 (2017) maka
analisis vegetasi dapat dilakukan dengan mengetahui parameter berikut:
A. Kerapatan
Kerapatan (K) merupakan suatu yang dapat menggambarkan jumlah individu dari
spesies dalam petak ukur.
B. Frekuensi
Frekuensi dilambangkan dengan simbol F. Frekuensi pada analisis vegetasi
memberikan gambaran terhadap jumlah penyebaran tempat ditemukannya suatu
jenis pada seluruh petak ukur. Intensitas ditemukan suatu jenis dapat diketahui
dengan menghitung frekuensi.
C. Dominansi
Dominansi (D) dapat memberikan gambaran terkait banyak atau sedikitnya suatu
jenis sehingga diketahui yang paling dominan pada suatu tempat pertumbuhan.
Selain itu, dominansi dapat mengetahui jenis apa yang pertumbuhannya paling
besar.
16D. Indeks Nilai Penting
Indeks Nilai Penting (INP) merupakan suatu paramater kuantitatif untuk dapat
mengetahui tingkat penguasaan suatu spesies di dalam komunitas tumbuhan atau
untuk mengetahui vegetasi yang paling dominan (Aprianto dkk., 2016). Menurut
Zulkarnain dkk. (2015) INP dapat memberikan informasi terkait kemampuan
untuk bertahan dari suatu jenis dalam komunitas.
2.5 Hutan Kota dan Fungsinya
2.5.1 Hutan kota
Kawasan Perkotaan merupakan wilayah terjadinya suatu perkembangan yang
pesat. Aktivitas yang berkembang dan telah menjadi ciri khas dari suatu kawasan
perkotaan adalah aktivitas non agraris, seperti industri, pemerintahan,
perdagangan, dan jasa (Novananda dan Setiawan, 2015). Kota merupakan daerah
pemusatan dari berbagai sektor. Jumlah penduduk, kendaraan bermotor serta
industri yang banyak ditemui di daerah perkotaan mengakibatkan daerah ini
memiliki tingkat emisi gas rumah kaca khususnya CO2 yang lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah pedesaan.
Hutan kota merupakan kumpulan vegetasi yang mempunyai peran penting dalam
suatu ekosistem hal ini merupakan fungsi ekologi dari hutan kota. Hutan kota
selain memiliki fungsi ekologis, fungsi lainnya yaitu estetika, proteksi, dan
manfaat khusus lainnya. Vegetasi penyusun hutan kota merupakan komponen
ekosistem yang yang berfungsi untuk memberikan manfaat terkait perbaikan
kualitas lingkungan. Keberadaa hutan dalam kota yang merupakan pusat dari
17berbagai aktivitas seperti perdagangan, pemukiman, pendidikan, industri dan
lainnya maka perlu ada pembangunan hutan kota (Formen, 2012).
2.5.2 Fungsi hutan kota
Menurut Imansari dan Khadiyanta (2015) tujuan dari pembangunan hutan kota
adalah sebagai penyangga lingkungan untuk memperbaiki dan menjaga iklim
mikro dan milai estetika kota, penyeimbang antara lingungan fisik kota, daerah
resapan air, serta menjadi tempat perlindungan dan menjaga keanekaragaman
hayati. Struktur hutan kota yang idealnya memiliki luas minimal 2500 m2 terbagi
atas dua macam yaitu hutan kota berstrata dua dan berstrata banyak. Hutan kota
berstrata dua hanya memiliki komunitas pepohonan dan rumput sedangkan hutan
kota berstrata banyak memiliki komunitas tumbuhan selain terdiri dari pepohonan
dan rumput, juga terdiri dari semak dan penutup tanah dengan jarak tanam tidak
beraturan.
Pohon yang ada di hutan kota memiliki fungsi lain yaitu menyerap karbon yang
ada di udara. Oleh karena iKarbon yang terserap akan disipan dalam tubuh
tanaman. Jumlah karbon yang tersimpan tersebut dapat diketahui dengan
mengukur berat keringnya (Lubis dkk., 2013). Menurut Hamdaningsih (2010)
hutan kota berisi komunitas vegetasi yang berguna dalam penyimpan dan
penyerap karbon dan dalam satu hektar hutan dapat menyerap 6,24 ton karbon
setiap tahun.
Pelestarian dan pengembangan hutan kota merupakan salah satu upaya strategis
dalam mengurangi pencemaran lingkungan. Hal tersebut dikarenakan pohon
18secara alami dapat menyerap gas CO2 yang disimpan dalam bentuk senyawa
karbon. Sisa dari proses tersebut dikeluarkan dalam bentuk oksigen. Hutan kota
juga memiliki manfaat sebagai wahana konservasi flora dan fauna.
Keberhasilan pengelolaan hutan salah satunya dapat dilihat dari aspek karbon
tersimpan atau cadangan karbon. Hutan memiliki peran penting sebagai
penyimpan karbon. Hutan dengan keanekaragaman spesies yang tinggi dan
seresah yang melimpah merupakan penyimpan karbon yang baik. Perubahan
komposisi dan struktur tegakan hutan berpengaruh pada cadangan karbon.
Pendataan cadangan karbon hutan secara berkala penting dilakukan dalam rangka
penyediaan salah satu indikator untuk menilai kualitas sumberdaya hutan (Idris
dkk., 2013).
2.6 Kebijakan terkait Hutan Kota
Kebijakan yang berkaitan dengan penyediaan hutan kota diantaranya:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang PenataanRuang
Perencanaan tata ruang wilayah kota terdapa pada paragraf. Menurut pasal 29
proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota minimal adalah 30% dari luas
wilayah kota. Ruang terbuka hijau publik yang harus ada minimal 20% dari luas
wilayah kota.
2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008 Tentang PedomanPenyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.
Hutan kota masuk ke dalam bagian dari ruang terbuka hijau (RTH). Hutan kota
merupakan suatu hamparan lahan sebagai tempat tumbuh pohon-pohon di dalam
19wilayah kota baik pada tanah negara ataupun tanah hak yang ditetapkan sebagai
hutan kota oleh pejabat yang berwenang. RTH merupakan daerah
memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya bersifat terbuka
sebagai tempat tumbuh tanaman baik yang tumbuh secara alami atau disengaja.
RTH privat merupakan RTH yang dimiliki institusi tertentu atau orang
perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa
gedung atau kebun mili masyarakat atau swasta yang ditanami tumbuhan. RTH
publik merupakan RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah
kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat umum.
3. Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana TataRuang Wilayah Kota Metro 2011-2031.
Proporsi RTH pada kota metro telah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Metro
Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Metro 2011-
203. Luas hutan kota yang harus ada pada Kota Metro juga dijelaskan dalam
peraturan tersebut. Berdasarkan pasal 30 ayat 4 hutan kota sebagai bagian dari
RTH publik harus memiliki luas kurang lebih 175 ha dari luas wilayah kota.
Hutan kota ini terdiri atas Hutan kota Kota Linara yang berada di Kelurahan
Tejoagung, Hutan Kota Stadion yang berada di Kelurahan Tejosari, Hutan Kota
Terminal 16 C di Kelurahan Mulyojati, Hutan Kota Tesarigaga di Kelurahan
Ganjar Agung dan di Kelurahan Ganjar Asri. Keseluruhan luas RTH publik yang
ditetapkan dengan luas sekurang-kurangnya 20% dari luas kota yaitu 650 ha.
Sehingga proporsi luas hutan kota yaitu 26,92% dari luas RTH publik yang harus
disediakan.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian terdiri atas enam hutan kota seluas 27,2 ha. Hutan kota yang
berada di Kecamatan Timur yaitu Hutan Kota Linara Desa Tejoagung seluas 0,8
ha dan Hutan Kota Stadion Desa Tejosari seluas 7,5 ha. Di Kecamatan Metro
Barat terdapat Hutan Kota Terminal 16 C Desa Mulyojati seluas 0,5 ha dan Hutan
Kota Tesarigaga Desa Ganjarasri dan Ganjaragung 8,4 ha. Dua hutan kota
terakhir adalah Bumi Perkemahan Desa Sumbersari 7 ha dan Islamic Centre Desa
Rejomulyo Kecamatan Metro Selatan 3 ha. Peta lokasi penelitian yang dilakukan
bulan Februari-Mei 2018 ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Peta lokasi penelitian di Hutan Kota Metro.
213.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data jumlah penduduk Kota
Metro, data penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk transportasi di Kota
Metro, pohon, tiang, pancang, seresah, tumbuhan bawah, dan nekromassa
penyusun hutan kota yang ada dalam plot sampel. Peralatan yang digunakan yaitu
pita ukur (meteran), tali dan kantong plastik, tongkat kayu/bambu sepanjang
1,3 m, spidol, parang, timbangan, oven, kalkulator, alat pengukur tinggi pohon
(christen hypsometer), Global Positioning System (GPS), tally sheet, alat tulis,
dan kamera.
3.3 Jenis Data
Jenis data pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer
adalah data yang diperoleh secara langsung di lokasi penelitian pada saat
berlangsungnya penelitian. Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari
berbagai sumber yang telah ada.
A. Data primer
Data primer dalam penelitian ini berupa tinggi pohon, diameter pohon, berat
basah tumbuhan bawah dan seresah.
B. Data sekunder
Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu data jenis pohon, luas
Hutan Kota Metro, jumlah penduduk Kota Metro berguna untuk mengetahui hasil
respirasi dari manusia, jumlah penggunaan BBM untuk transportasi di Kota
Metro, dan study literature yang berkaitan dengan pengukuran karbon di atas
tanah.
223.4 Metode
3.4.1 Pengambilan sampel data
Data diambil dalam plot sampel berbentuk bujur sangkar berukuran 20m x 20m
(Badan Standarisasi Nasional (BSN), 2011). Jumlah plot yang digunakan yaitu 34
plot dengan Intensitas Sampling (IS) sebesar 5%. Jumlah plot pada masing-
masing hutan kota dapat dilihat pada Tabel 2.
Perhitungan jumlah plot = (luas hutan kota x IS) /ukuran plot
= (27,2 x 0,05)/ 0,04
= 1,36/0,04
=34 plot
Tabel 2. Jumlah plot pada masing-masing hutan kota
No. Hutan Kota Jumlah plot1 Linara 12 Terminal 16 c 13 Stadion 94 Islamic Center 45 Bumi Perkemahan 96 Tesarigaga 10
3.4.2 Membuat plot contoh
Plot yang digunakan adalah plot berbentuk persegi dengan ukuran berbeda setiap
tingkat pertumbuhan vegetasi. Ukuran plot untuk tiap tingkatan pertumbuhan
vegetasi menurut BSN (2011) dan contohnya terdapat pada Gambar 3 yaitu.
23
1. 20m x 20m
2. 10m x 10m
3. 5m x 5m
4. 2m x 2m
Gambar 3. Cotoh plot pengambilan sampel.
Keterangan:1. Luasan minimal = 400 m2 (mengukur pohon dan nekromassa)2. Luasan minimal = 100 m2 (mengukur tiang)3. Luasan minimal = 25 m2 (mengukur pancang)4. Luasan minimal = 4 m2 (mengukur semai dan serasah)
3.4.3 Mengukur biomassa pohon
Pengukuran biomassa pohon dilakukan dengan cara tanpa merusak bagian
tanaman (non destructive) menggunakan persamaan allometrik. Persamaan
allometrik memiliki kelebihan yaitu lebih efisien dan efektif untuk digunakan
selain itu tidak melakukan penebangan atau perusakan pada pohon hutan (Lubis
dkk., 2013). Pengukuran dilakukan dengan mencatat nama, diameter batang
setinggi dada/ Diameter at Breast Height (DBH), dan tinggi semua pohon yang
dalam plot pengukuran, kemudian menghitung biomassanya.
3.4.4 Mengukur biomassa tumbuhan bawah dan serasah
Pengambilan biomassa tumbuhan bawah dilakukan dengan merusak bagian
tanaman (destuctive) pada petak contoh berukuran 0,5 m x 0,5 m. Tumbuhan
400m2
100 m2
25 m2
4 m2
24bawah dan serasah yang ada pada plot sampel diambil kemudian ditimbang berat
basahnya. Langkah selanjutnya yaitu dilakukan pengeringan dengan suhu 80°C
hingga mencapai berat konstan. Menimbang berat kering konstan tumbuhan
bawah dan serasah yang selanjutnya akan dihitung biomassanya (BSN, 2011).
3.4.5 Mengukur biomassa kayu mati
Pengukuran dilakukan pada plot yang terdapat kayu mati di dalamnya.
Pengukuran ini dimaksudkan agar hasil dari biomassa lahan hutan menjadi lebih
akurat. Mengukur biomassa pohon mati hal yang dilakukan terlebih dahulu yaitu
menghitung volume batang kayu mati. Tahapan yang dilakukan adalah mengukur
diameter pangkal serta ujung kayu mati selanjutnya mengukur panjang
keseluruhan dari kayu mati. Persamaan yang digunakan untuk mengitung volume
kayu mati menggunakan rumus Brereton (BSN, 2011).
Vkm = 0,25π x p
Keterangan:Vkm = Volume kayu mati (m3)dp = Diameter pangkal kayu mati (cm)du = Diameter ujung kayu mati (cm)p = panjang kayu mati (m)π = 22/7 atau 3,14
Perhitungan biomassa dilakukan setelah diperoleh hasil volume kayu mati dengan
persamaan yaitu.
Bkm = Vkm x BJkm
Keterangan:Bkm = Biomassa kayu mati (m3)Vkm = Voume kayu mati (m3)BJkm = Berat jenis kayu mati (kg/m3)
253.5 Pengolahan dan Analisis Data
3.5.1 Pengukuran indeks nilai penting
Mengukur INP dalam penelitian ini dapat menunjukkan spesies dominan yang ada
di Hutan Kota Metro. Spesies yang paling dominan dalam suatu komunitas akan
memiliki nilai INP yang tinggi dibandingkan dengan spesies yang lainnya.
Persamaan yang digunakan untuk mengukur INP berdasarkan Peraturan Direktur
Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (2017).
INP = KR + FR + DR
Keterangan:Jumlah individu suatu spesies
Kerapatan (K) = Luas seluruh petak contoh
Kerapatan suatu spesies x 100%Kerapatan Relatif (KR) = Kerapatan seluruh spesies
Jumlah petak ditemukannya suatu spesiesFrekuensi (F) = Jumlah seluruh petak
Frekuensi suatu spesies x 100%Frekuensi Relatif (FR) = Frekuensi seluruh spesies
Luas basal areaDominansi (D) = Luas seluruh petak contoh
Dominansi suatu spesies x 100%Dominansi Relatif (DR) = Dominansi seluruh spesies
3.5.2 Perhitungan biomassa pohon
Perhitungan biomassa pohon diukur menggunakan persamaan allometrik.
Perhitungan dengan permasaan ini data yang digunakan yaitu diameter pohon.
26Rumus allometrik yang digunakan untuk mengukur biomassa menurut Chave dkk.
(2005).
Y = 0,0509 x ρ x DBH2 x H
Keterangan:Y = Berat Kering (kg/pohon)H = Tinggi Total Tanaman (cm)DBH = Diameter Setinggi Dada (cm)ρ = Berat jenis masing-masing spesies
(Sumber: ICRAF, 2018)
Berat jenis dari masing-masing spesies vegetasi yang ada di Hutan Kota Metro
dapat dilihat pada Tabel 3. Data berat jenis didapat berdasarkan data yang
dimiliki oleh ICRAF. Data diakses melalui web resmi ICRAF terkait atribut
fungsi pohon dan ekologis pada db.worldagroforestry.org.
Tabel 3. Berat jenis pohon di Hutan Kota Metro
No. Nama Lokal Nama IlmiahBerat jenis
g/cm3
1. Sengon laut Falcataria moluccana 0,31062. Akasia Acacia auriculiformis 0,5813. Mangium Acacia mangium 0,53174. Jati Tectona grandis 0,61275. Mahoni daun kecil Switenia mahagony 0,666. Mahoni daun lebar Switenia macrophylla 0,53347. Ketapang Terminalia catappa 0,54048. Cempaka Magnolia champaca 0,579. Angsana Pterocarpus indicus 0,742710. Trembesi Samanea samman 0,523711. Bayur Pterosperium javanicum 0,459012. Petai cina Leucaena leucocephala 0,641113. Johar Cassia siamea 0,682314. Medang Phoeba hunanensis 0,4915. Bungur lilin Lagerstroemia speciosa 0,632516. Jeluak Microcos tomentosa 0,7217. Waru Hibiscus tillaceus 0,3718. Flamboyan Delonix regia 0,592519. Kupu-kupu Bauhinia purpurea 0,72
27Tabel 3 (lanjutan)
No. Nama Lokal Nama IlmiahBerat jenis
g/cm320. Sonokeling Dalbergia latifolia 0,77421. Wareng Gmelina arborea 0,4389
Sumber: ICRAF (2018).
Sehingga total biomassa pohon yang didapat = BK1 + BK2 + .......... + BKn
Menghitung biomassa tiap saluan luas (ton/ha) yaitu
Total biomassa (ton)Satuan area (ha)
3.5.3 Perhitungan biomassa tumbuhan bawah dan serasah
Menurut Hairiah dan Rahayu (2007) rumus yang digunakan dalam pengukuran
biomassa tumbuhan bawah dan serasah yaitu.
BK sub contoh x total BBTotal BK = BB sub contoh
Keterangan:BK = Berat Kering (kg)BB = Berat Basah (kg)
3.5.4 Jumlah karbon tersimpan
Seluruh hasil dari perhitungan seluruh komponen biomassa akan dikalikan dengan
konsentrasi karbon. Menurut Hairiah dan Rahayu (2007) dalam mengukur
estimasi jumlah karbon yang tersimpan dapat dihitung dengan mengalikan total
berat massanya dengan konsentrasi C yang biasanya pada bahan organik sebesar
46%. Sehingga persamaannya yaitu.
28Karbon tersimpan (ton/ha) = Berat kering (biomassa) (ton/ha) x 0,46
3.5.5 Jumlah CO2 yang tersimpan atau terserap
Nilai serapan CO2 dihitung dengan mengalikan banyaknya karbon tersimpan
dikalikan dengan 3,67 yang merupakan angka ekivalen/konversi unsur karbon (C)
ke CO2 [massa atom C=12 dan O=16, CO2= (1x12)+(2x16)= 44; konversinya =
(44:12)= 3,67]. Persamaan yang diperoleh menurut Agus dkk. (2011) yaitu
Jumlah CO2 yang tersimpan (ton/ha) = Karbon tersimpan (ton/ha) x 3,67
Persamaan jumlah CO2 yang diserap hutan kota per tahun yaitu
Jumlah CO2 yang diserap atau yang disimpan (ton/ha) x luas hutan kota (ha)Umur pohon (tahun)
Hutan Kota Metro ditanam pada tahun yang berbeda. Berdasarkan data yang
didapat dari pengelola hutan kota maka tahun tanam pohon pengisi Hutan Kota
Metro dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Tahun tanam Hutan Kota Metro
No Hutan KotaLuas(ha)
Tahun tanamUmur
(tahun)
1 Linara 0,8 1999 192 Terminal 16 c 0,5 1999 193 Stadion 7,5 1999 194 Islamic Center 3 2012 65 Bumi Perkemahan 7 2003 156 Tesarigaga 8,4 1999 19
Sumber: Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman serta hasil wawancarapengelola Hutan Kota Metro.
293.5.6 Pengukuran luas ideal hutan kota
A. Perhitungan emisi CO2 yang dikeluarkan manusia
Jumlah yang dikeluarkan oleh setiap manusia diasumsikan sama, menurut
Suryaningsih dkk. (2015) manusia bernafas CO2 yang dihasilkan sebanyak
0,0396 kg/jam atau 0,9504 kg/hari, atau 0,347 ton/tahun sehingga dapat dihitung
melalui persamaan.
Emisi(ton/tahun) = Jumlah penduduk x 0,347 ton/tahun
B. Perhitungan CO2 yang dihasilkan dari pembakaran BBM berdasarKementerian Lingkungan Hidup (2012).
Konsumsi Energi = Konsumsi energi (liter) x Nilai kalor (TJ/liter)
Emisi CO2 = Konsumsi BB x Faktor emisi
Emisi = Emisi CO2 (kg)Konsumsi energi = Jumlah bahan bakar dikonsumsi = dijual (TJ)Faktor emisi = Faktor emisi CO2 menurut jenis bahan bakar (kg/TJ)Premium = 33x10-6 TJ/literSolar = 36x10-6 TJ/liter
C. Perhitungan estimasi luas berdasarkan kebutuhan karbon
Perhitungan estimasi luas berdasarkan kebutuhan karbon dikembangkanmenggunakan Metode Gerafkis (Fandeli dkk., 2004) yaitu.
At + Bt x m2
L = Total CO2 yang diserap
Keterangan:L = Luas hutan kota (m2)At = Produksi CO2 oleh proses respirasi penduduk (ton/tahun)Bt = Produksi CO2 oleh kendaraan bermotor (ton/tahun)Total CO2 = CO2 yang diserap oleh hutan kota (ton/tahun)
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Simpulan dari penelitian yang telah dilakukan yaitu.
1. Jumlah CO2 yang diserap oleh Hutan Kota Metro adalah 296,59 ton.ha/tahun.
2. Luas hutan kota yang optimal untuk ada di Kota Metro seluas 224,62 ha. Luas
optimal tersebut diperoleh berdasarkan kemampuan hutan kota dalam
menyerap CO2 dari respirasi dari jumlah penduduk tahun 2017 dan konsumsi
BBM tahun 2017 yang diperoleh dari SPBU 24.341.09 PT. Nissa Intan
Cemerlang di Kota Metro.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan yaitu agar pengelola Hutan Kota Metro dapat
meningkatkan pemeliharaan dan perbaikan hutan kota serta menambah RTH pada
fasilitas umum diperkotaan. Selain itu dilakukan perbanyakan tanaman pada
hutan kota yang masih dapat ditanami agar kerapatan tegakan semakin meningkat.
50
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman. 2013. Model pendugaan volume pohon dipterocarpus confertus v.slooten di wahau kutai timur, kalimantan timur. J. PenelitianDipterokarpa. 7(1): 29-34.
Agus, F., Hairiah, K. dan Mulyani, A. 2011. Pengukuran Cadangan KarbonTanah Gambut. Petunjuk Praktis. Buku. World Agroforestry Centre-ICRAF, SEA Regional Office dan Balai Besar Penelitian danPengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP). Bogor. 58 hlm.
Aprianto, D., Wulandari, C. dan Masruri, N.W. 2016. Karbon tersimpan padakawasan sistem agroforestri di register 39 datar setuju kphl batu tegikabupaten tanggamus. J. Sylva Lestari. 4(1):21-30.
Aqualdo, N., Eriyati, dan Indrawati, T. 2012. Penyeimbang lingkungan akibatpencemaran karbon yang ditimbulkan industri warung internet di kotapekanbaru. J. Ekonomi. 20(3): 1-11.
Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2011. Pengukuran dan PerhitunganCadangan Carbon: Pengukuran Lapangan untuk Penaksiran CadanganKarbon Hutan (Ground Based Forest Carbon Accounting). Buku. BSN.Jakarta. 24 hlm.
Baiquni, M. 2009. Revolusi industri, ledakan penduduk dan masalah lingkungan.J. Sains dan Teknologi Lingkungan. 1(1): 38-59.
Baliton, R.S., Wulandari, C., Landicho, L.D., Cabahug, R.E.D., Paelmo, R.F.,Comia, R.A., Visco, R.G., Budiono, P., Hermawanti, S., Rusita, danCastillo, A.K.S. Ecological services of agroforestry landscapes in selectedwatershed areas in the philippines and indonesia. Biotropia. 24(1): 71-84.
Banjarnahor, K. G., Setiawan, A. dan Darmawan, A. 2018. Estimasi perubahankarbon tersimpan di atas tanah di arboretum universitas lampung. J. SylvaLestari. 6(2): 51-59.
BPS Kota Metro. 2016. Banyaknya Kendaraan Bermotor Menurut JenisKendaraan di Kota Metro Tahun 2013-2015. https://metrokota.bps.go.id/.diakses bulan November 2017.
51BPS Kota Metro. 2016. Banyaknya Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis
Kelamin di Kota Metro Tahun 2015. https://metrokota.bps.go.id/. diaksesbulan November 2017.
Chanan, M. 2012. Pendugaan cadangan karbon (c) tersimpan di atas permukaantanah pada vegetasi hutan tanaman jati (tectona grandis linn. f) di rphsengguruh bpkh sengguruh kph malang perum perhutani ii jawa timur. J.Gamma. 7(2): 61-73.
Chave, J., Andalo, C., Brown, S., Cairns, M. A., Chambers, J. Q., Eamus, D.,Folster, H., Fromard, F., Higuchi, N., Kira, T., Lescure, J. P., Nelson, B.W., Ogawa, H., Puig, H., Riera, B. dan Yamakura, T. 2005. Treeallometry and improved estimation of carbon stocks and balance intropical forests. Oecologia. 145: 87-99.
Fandeli, C., Kaharuddin, dan Mukhlison. 2004. Perhutanan Kota. Buku. FakultasKehutanan Universitas Gadjah Mada. Jogjakarta. 203 hlm.
Formen, R. 2012. Analisis strategi pembangunan hutan kota (studi kasus kawasandanau raja kabupaten ndragiri hulu). J. Ilmu Lingkungan. 6(1): 1-14.
Hamdaningsih, S. S. 2010. Studi kebutuhan hutan kota berdasarkan kemampuanvegtasi dalam penyerapan karbon di kota mataram. Majalah GeografiIndonesia. 24(1): 1-9.
Hardjana, A. K. 2013. Model hubungan tinggi dan diameter tajuk dengandiameter setinggi dada pada tegakan tengkawang tungkul putih (shoreaacrophylla (de vriese) p.s. ashton) dan tungkul merah (shorea stenopteraburck.) di semboja, kabupaten sanggau. J. Penelitian Dipterokarpa. 7(1):7-18.
Hariah, K. dan Rahayu, S. 2007. Pengukuran Karbon Tersimpan di berbagaiMacam Penggunaan Lahan. Buku. World Agroforestry Centre. ICRAF,SEA Regional Office, Universitas of Brawijaya. Bogor. 77 hlm.
Hikmatyar, M. F., Ishak, T. M., Pamungkas, A. P., Soffie, S. dan Rajaludin, A.2015. Estimasi karbon tersimpan pada tegakan pohon di hutan pantau pulaubesar, bagian barat, kepulauan seribu. J. Biologi. 8(1): 40-45.
ICRAF. 2018. Wood Density. db.worldagroforestry.org. diakses bulan September2018.
Idris, M. H., Latifah, S., Aji, I. M. L., Wahyuningsih, E., Indriyatno, dan Ningsih,R. V. 2013. Studi vegetasi dan cadangan karbon di kawasan hutan dengantujuan khusus (khdtk) senaru, bayan lombok utara. J. Ilmu Kehutanan.7(1): 25-36.
52Imansari, N. dan Khadiyanta, P. 2015. Penyediaan hutan kota dan taman kota
sebagai ruang terbuka hijau (rth) publik menurut preferensi masyarakat dikawasan pusat kota tangerang. J. Ruang. 1(3): 101-110.
Istomo, dan Farida, N. E. 2017. Potensi simpanan karbon di atas permukaan tanahtegakan acacia nilotica l. (willd) ex. del. di taman nasional baluran, jawatimur. J. Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 7(2): 155-162.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2012. Pedoman Penyelenggaraan InventarisasiGas Rumah Kaca Nasional. Buku. Kementerian Lingkungan Hidup. Jakarta.116 hlm.
Latifah, S., Patana, P. dan Rahmawaty. 2016. Potensi biomassa permukaan tanahpada jalur hijau di kota medan. J. Abdimas Talenta. 1(1). 70-75.
Lintangrino, M.C. dan Boedisantoso, R. 2016. Inventarisasi emisi gas rumah kacapada sektor pertanian dan peternakan di kota surabaya. J. Teknik ITS. 5(2):53-57.
Lubis, S. H., Arifin, H. S. dan Samsoedin, I. 2013. Analisis cadangan karbonpohon pada lanskap hutan kota di dki jakarta. J. Penelitian Sosial danekonomi Kehutanan. 10(1): 1-20.
Marligon. 2017. Inventarisasi dan Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau(RTH) di Kota Metro, Provinsi Lampung. Tesis. Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta. 104 hlm.
Munawwaroh, A. 2016. Penerapan analisis vegetasi di hutan mbeji daerahwonosalam jombang. J. Pedagogia. 5(1): 103-110.
Novananda, E. dan Setiawan, R.P. 2015. Persebaran spasial produksi emisi karbondioksida (co2) dari penggunaan lahan permukiman di kawasan perkotaangresik bagian timur. J. Teknik ITS. 4(1): 11-16.
Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 1. 2012. Rencana Tata Ruang Wilayah KotaMetro 2011-2031. Lembaga Daerah Kota Metro. Kota Metro. 98 hlm.
Peraturan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Nomor 1.2017. Petunjuk Teknis Inventarisasi Hutan dan Sosial Budaya Masyarakatpada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan KesatuanPengelolaan Hutan Produksi (KPHP). Kementerian Lingkungan Hidupdan Kehutanan. Jakarta. 4 hlm.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5. 2008. Pedoman Penyediaan danPemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. DirektoratJendral Penataan Ruang: Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta. 84 hlm.
53Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4. 1999. Pengendalian
Pencemaran Udara. Presiden Republik Indonesia. Jakarta. 25 hlm.
Putra, A. A. M. 2012. Analisis sistem geografis kepadatan penduduk kotadenpasar dengan menggunakan arc view 3.3. J. Elektronik Ilmu Komputer.1(2): 35-47.
Putri, T. T. A., Syaufina, L. dan Anshari, G. Z. 2016. Emisi karbon dioksida (co2)rizosfer dan non rizosfer dari perkebunan kelapa sawit (elaeis guineensis)pada lahan gambut dangkal. J. Tanah dan Iklim. 40(1): 43-50.
Raynaldo, A., Rafdinal, dan Linda, R. 2018. Kerapatan dan biomassa pohon dikampus universitas tanjungpura sebagai kantong karbon kota pontianak. J.Protobiont. 7(1): 6-12.
Ristiara, L., Hilmanto, R. dan Duryat. 2017. Estimasi karbon tersimpan padahutan rakyat di pekon kelungu kabupaten tanggamus. J. Sylva Lestari.5(1): 128-138.
Rizki, G.M., Bintoro, A. dan Hilmanto, R. 2016. Perbandingan emisi karbondengan karbon tersimpan di hutan rakyat desa buana sakti kecamatanbatanghari kabupaten lampung timur. J. Sylva Lestari. 4(1): 89-96.
Suryaningsih, L., Haji. A. T. S. dan Wirosoedarmo, S. 2015. Defisinsi ruangterbuka hijau (rth) di kota mojokerto dengan analisis spasial. J.Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 2(2): 1-10.
Syaufina, L. dan Ikhsan, M. 2013. Estimasi simpanan karbon di atas permukaanlahan reklamasi pasca tambang. J. Silvikultur Tropika. 4: 100-107.
Tiarani, V. L., Sutrisno, E. dan Huboyo, H. S. 2016. Kajian beban emisi pencemarudara (tsp, nox, so2, hc, co) dan gas rumah kaca (co2, ch4, n2o) sektortransportasi darat kota yogyakarta dengan metode tier 1 dan tier 2. J. TeknikLingkungan. 5(1): 1-10.
Trisnanta, H. S. dan Ummah, R. 2016. Ruang terbuka hijau kota metro lampungdan pandangan aspek keagamaan. Kontekstual. 31(1): 55-80.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26. 2007. Penataan Ruang.Pemerintah Republik Indonesia. Jakarta. 107 hlm.
Uthbah, Z., Sudiana, E. dan Yani, E. 2017. Analisis biomasa dan cadangan karbonpada berbagai umur tegakan damar (agathis dammara (lamb.) rich.) di kphbanyumas timur. J. Scripta Biologica. 4(2): 119-124.
54Wijaya, R.W. dan Hermana, J. 2016. Efektivitas removal massa gas karbon
dioksida (co2) yang dihasilkan lumpur tinja dari tangki septik denganmenggunakan media briket arang dan kapur tohor. J. Teknik Pomits.2(3):197-201.
Zakaria, N. dan Azizah, R. 2013. Analisis pencemaran udara (so2), keluhan iritasitenggorokan dan keluhan kesehatan iritasi mata pada pedagang makanandi sekitar terminal joyoboyo surabaya. J. Occupational Safety and Health.2(1): 75-81.
Zuhri, M. S. 2014. Pengaruh faktor-faktor demografi terhadap emisi udara diIndonesia. J. Ilmu Ekonomi dan Pembangunan. 14(2): 13-37.
Zulkarnain, S., Kasim, dan Hamid. 2015. Analisis vegetasi dan visualisasi strukturvegetasi hutan kota baruga, kota kendari. J. Hutan Tropis. 3(2): 99-109.