epistemologi keilmuan integratif- interkonektif m. …

26
Epistemologi Keilmuan Integratif-Interkonektif M. Amin Abdullah TAJDID Vol. 18, No. 1, Januari - Juni 2019 | 79 EPISTEMOLOGI KEILMUAN INTEGRATIF- INTERKONEKTIF M. AMIN ABDULLAH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM KEILMUAN ISLAM Atika Yulanda Abstract The development of human life also develops existing knowledge. Between one science with other scientific interrelated and related to one another. But today, there has been a dichotomy between the scientific sciences and the scientific sciences. Each science separates from one another and is not related to each other. This is also influenced by Islamic culture itself which considers that scholarship originating from the West can lead to disbelief. Therefore, efforts are needed to unite the two scholarships to avoid a dichotomy between the two. This effort was carried out by several figures. One figure who seeks to combine the two sciences is Amin Abdullah. He is an Indonesian Islamic intellectual. The unification of the two sciences above is done by sparking an interconnective integrative idea that is applied directly at UIN Sunan Kalijaga. This integrative-interconnection seeks to combine religious scholarship with science and philosophy. The effort made by a Muslim thinker and intellectual in the form of physical buildings and scientific matters at UIN Sunan Kalijaga. For example the integration between the Islamic Scientific Building with science that was never done before. Whereas in terms of science that is including general subjects in Islamic studies and vice versa so that there is no separation or dichotomy between the two sciences. Semakin berkembangnya kehidupan manusia maka berkembang pula keilmuan yang ada. Antara satu ilmu dengan keilmuan lainnya saling berkaitan dan berhubungan satu sama lain. Namun dewasa ini, telah terjadi dikotomi keilmuan antara ilmu-ilmu agama dengan keilmuan sains. Masing-masing keilmuan saling memisahkan diri dan tidak saling terkait. Ini juga dipengaruhi oleh kebudayaan Islam itu sendiri yang menganggap bahwa keilmuan yang berasal dari Barat bisa membawa kepada kekafiran.

Upload: others

Post on 17-Oct-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: EPISTEMOLOGI KEILMUAN INTEGRATIF- INTERKONEKTIF M. …

Epistemologi Keilmuan Integratif-Interkonektif M. Amin Abdullah

TAJDID Vol. 18, No. 1, Januari - Juni 2019 | 79

EPISTEMOLOGI KEILMUAN INTEGRATIF-INTERKONEKTIF M. AMIN ABDULLAH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM KEILMUAN ISLAM

Atika Yulanda

Abstract

The development of human life also develops existing knowledge. Between one science with other scientific interrelated and related to one another. But today, there has been a dichotomy between the scientific sciences and the scientific sciences. Each science separates from one another and is not related to each other. This is also influenced by Islamic culture itself which considers that scholarship originating from the West can lead to disbelief. Therefore, efforts are needed to unite the two scholarships to avoid a dichotomy between the two. This effort was carried out by several figures. One figure who seeks to combine the two sciences is Amin Abdullah. He is an Indonesian Islamic intellectual. The unification of the two sciences above is done by sparking an interconnective integrative idea that is applied directly at UIN Sunan Kalijaga. This integrative-interconnection seeks to combine religious scholarship with science and philosophy. The effort made by a Muslim thinker and intellectual in the form of physical buildings and scientific matters at UIN Sunan Kalijaga. For example the integration between the Islamic Scientific Building with science that was never done before. Whereas in terms of science that is including general subjects in Islamic studies and vice versa so that there is no separation or dichotomy between the two sciences.

Semakin berkembangnya kehidupan manusia maka berkembang pula keilmuan yang ada. Antara satu ilmu dengan keilmuan lainnya saling berkaitan dan berhubungan satu sama lain. Namun dewasa ini, telah terjadi dikotomi keilmuan antara ilmu-ilmu agama dengan keilmuan sains. Masing-masing keilmuan saling memisahkan diri dan tidak saling terkait. Ini juga dipengaruhi oleh kebudayaan Islam itu sendiri yang menganggap bahwa keilmuan yang berasal dari Barat bisa membawa kepada kekafiran.

Page 2: EPISTEMOLOGI KEILMUAN INTEGRATIF- INTERKONEKTIF M. …

Atika Yulanda

80 | TAJDID Vol. 18, No. 1, Januari - Juni 2019

Oleh karena itu diperlukan upaya untuk menyatukan kedua keilmuan itu agar tidak terjadi dikotomi antara keduanya. Upaya ini banyak dilakukan oleh beberapa tokoh. Salah satu tokoh yang berupaya untuk menggabungkan kedua keilmuan itu adalah Amin Abdullah. Ia adalah salah seorang intelektual Islam Indonesia. Penyatuan kedua keilmuan di atas dilakukan dengan mencetus sebuah gagasan yaitu integratif interkonektif yang diaplikasikan langsung di UIN Sunan Kalijaga. Integratif-interkonektif ini berusaha untuk menggabungkan antara keilmuan agama dengan ilmu sains serta filsafat. Upaya yang dilakukan oleh seorang tokoh pemikir sekaligus intelektual Islam ini berupa bangunan fisik maupun dalam hal keilmuan di UIN Sunan Kalijaga. Misalnya pengintegrasian antara Gedung keilmuan Islam dengan sains yang dahulunya tidak pernah dilakukan. Sedangkan dalam hal keilmuan yaitu memasukkan mata kuliah yang bersifat umum ke dalam studi keislaman begitupun sebaliknya agar tidak terjadi pemisahan atau dikotomi antara kedua ilmu tersebut.

Keywords: Ilmu agama dan Sains, Amin Abdullah, Integratif-interkonektif

Pendahuluan

Dalam sejarah Islam Klasik, pengembangan keilmuan hukumnya

wajib bagi setiap orang Muslim apapun jenis ilmunya. Khazanah

keilmuan ini tidak mengenal adanya pemisahan antara satu ilmu

dengan ilmu lain seperti ilmu agama dan ilmu non-agama seperti

yang terjadi saat sekarang ini. Semua ilmu adalah satu, berasal dari

“Sumber Ilmu” yang satu dan harus digunakan manusia untuk lebih

mengenal-Nya.1 oleh karena itu, antara ilmu agama dengan ilmu

umum tidaklah bertentangan dan saling terikat antara satu dengan

yang lain. Hubungan antara kedua keilmuan ini akan melahirkan

kemajuan ilmu pengetahuan bagi manusia. Itu dapat dilihat dalam

perkembangan modern saat ini.

Kemajuan sains dan pengetahuan dalam kehidupan manusia

memerlukan arah dan pedoman. Agama adalah pedoman dan arah

1Pervez Hoodbhoy, Islam and Science, Religious Orthodoxy and the Battle

for Rationality, terj. Sari Meutia, (Bandung: Mizan, 1996), h. 24

Page 3: EPISTEMOLOGI KEILMUAN INTEGRATIF- INTERKONEKTIF M. …

Epistemologi Keilmuan Integratif-Interkonektif M. Amin Abdullah

TAJDID Vol. 18, No. 1, Januari - Juni 2019 | 81

kehidupan. Manusia tidak akan hidup dengan tenang apabila tidak

dihiasi oleh nilai-nilai keagamaan. Agama sesungguhnya merupakan

pembentuk akhlak manusia serta manusia juga tidak akan dapat

hidup berkembang tanpa adanya sains. Oleh karena itu, antara ilmu

agama dan sains sangatlah berhubungan dan saling melengkapi.

Sains akan sempurna kalau manusia memiliki agama dan agama akan

mendalam dan terang apabila diikuti oleh sains.2

Dalam perjalanan sejarah telah terjadinya dikotomi atau

pemisahan antara ilmu keislaman dengan non keislamanan yang

menyebabkan lemahnya pengembangan keilmuan di dunia Islam.

Dikotomi ini berakibat fatal terhadap pengembangan keilmuan di

negeri-negeri Muslim sehingga terjadi juga dikotomi dalam lembaga-

lembaga Pendidikan. Seperti lembaga-lembaga pendidikan agama

yang hanya mempelajari mata pelajaran agama dan tidak

memasukkan ilmu-ilmu umum kedalamnya. Bahkan, ada juga yang

menyebutkan jika mempelajari ilmu-ilmu umum yang berasal dari

Barat akan membawa kepada kekafiran dan haram hukumnya.

Akibatnya yaitu dunia Islam sekarang ini belum mampu bersaing

dengan dunia luar yang telah mampu dan canggih baik dari bidang

teknologi dan ilmu pengetahuannya. Selain itu, keilmuan umum

yang tidak berdasarkan nilai-nilai keagamaan akan bebas nilai dan

tidak memperdulikan nilai-nilai moralitas dan kemanusiaan. Ini akan

berdampak kepada kehidupan manusia seperti perang saudara

dimana-mana, krisis makna hidup dan lain sebagainya.3 Dikotomi

kedua ilmu ini sangat membekas di hati umat Muslim. Seperti halnya

di atas, sebagian orang masih terkesan bahwa ilmu keislaman adalah

satu hal dan ilmu non-keislaman adalah hal lain. Keadaan demikian

sangatlah merugikan kaum muslim. Kerugian yang dirasakan oleh

2Hasan Basri Jumin, Sains dan Teknologi dalam Islam, (Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2012), cet. I, h. 2 3Roni Ismail dkk, Integrasi-Interkoneksi Keilmuan UIN Sunan Kalijaga:

Sebuah Interpretasi dan Aplikasi, (Yogyakarta: Bagian Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2013), h. 62

Page 4: EPISTEMOLOGI KEILMUAN INTEGRATIF- INTERKONEKTIF M. …

Atika Yulanda

82 | TAJDID Vol. 18, No. 1, Januari - Juni 2019

umat muslim ialah mulai mundurnya keilmuan Islam. Penyebabnya

yaitu mereka yang menganggap keilmuan non-keagamaan tidak

penting, sedangkan antara keduanya tidak dapat dipisahkan.

Dengan melihat kondisi seperti di atas, muncullah beberapa

tokoh yang berusaha untuk menyatukan kembali keilmuan Islam

dengan umum. Di dunia Islam itu sendiri, tokoh yang telah berjasa

seperti Naquib al-Attas4 yang sangat terkenal dalam penyatuan

kembali dikotomi keilmuan ini. Selain itu, penyatuan ini juga

dilakukan oleh seorang sastrawan Indonesia seperti Kuntowijoyo5.

Di samping kedua tokoh yang telah disebutkan di atas, tidak kalah

pentingnya sosok intelektual yang juga berpengaruh dalam

penyatuan antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan seperti M.

Amin Abdullah. Ia adalah seorang pemikir sekaligus intelektual

Indonesia yang berusaha menyatukan dikotomi keilmuan Islam

dengan ilmu umum. Gagasannya yang terkenal yaitu tentang

integrasi-interkonektif keilmuan agama dan umum. Usaha ini

langsung diaplikasikan di UIN Sunan Kalijaga sewaktu ia menjabat

sebagi rektor di Perguruan Tinggi Islam itu. Integrasi-interkonetif

4Ia adalah seorang tokoh intelektual yang berasal dari Bogor, Jawa Barat.

Lahir pada tanggal 5 September 1931. Usaha penyatuan antara ilmu agama dan sains al-Attas ini disebabkan karena melemahnya akhlak yang dimiliki oleh umat Islam dan tidak lagi seperti akhlak yang dicontohkan oleh Nabi SAW. Tujuan islamisasi oleh al-Attas ini bukan untuk melemahkan agama tatapi menunjukkan keistimewaan dari ajaran Islam yang tertuang dalam kitab suci al-Qur’an. Cara yang diberikan dalam islamisasi ilmu pengetahuan al-Attas yaitu dengan membersihkan unsur-unsur yang tidak mempunyai nilai-nilai islami dalam sebuah ilmu pengetahuan serta menghiasi nilai-nilai keislaman ke dalam ilmu pengetahuan agar menjadi nilai-nilai yang sempurna. Lihat Ilyas Hasan dan Dian R. Basuki, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, (Bandung: Mizan, 2002), h. 157

5Ia adalah seorang sejarawan dan sastrawan Indonesia. Ia dilahirkan di Bantul, Yogyakarta pada 18 September 1943 dan meninggal pada 22 Februari 2005. Penyatuan antara ilmu-ilmu keislamanan dengan ilmu pengetahuan umum yaitu dengan konsep integralisasi yaitu pemaduan antara wahyu dan pengetahuan manusia dan secara objektifikasi yaitu produk ilmu harus benar-benar bersifat objektif.

Page 5: EPISTEMOLOGI KEILMUAN INTEGRATIF- INTERKONEKTIF M. …

Epistemologi Keilmuan Integratif-Interkonektif M. Amin Abdullah

TAJDID Vol. 18, No. 1, Januari - Juni 2019 | 83

didasarkan atas paradigma agama dan sains atau paradigma

penyatuan dan terpadu antara agama dan sains.

Paradigma ini mengandaikan terbukanya dialog di antara ilmu-

ilmu. Peluang terjadinya dikotomi tertutup rapat. Tiga peradaban

yang ada di dalamnya yaitu budaya teks (Hadarah al-Nas), budaya

ilmu (hadarah al-‘ilm) dan yang terakhir budaya filsafat (hadarah al-

falsafah). Gagasan ini bertujuan untuk memecahkan kebuntuan dari

problematika kekinian sehingga terhindar dari sifat arogansi

keilmuan (single entity), terjadi isolasi berbagai bidang ilmu atau tidak

adanya saling tegur (isolated entities).6 Penyatuan ini dilakukan dengan

memposisikan dan menghubungkan antara agama dan sains secara

tegas dan jelas. Berkaitan dengan hal tersebut, maka penulis tertarik

untuk mengkaji lebih dalam lagi terkait dengan epistemologi

keilmuan integrasi-interkonetif M. Amin Abdullah dan implikasinya

dalam khazanah keilmuan Islam.

Berangkat dari latar belakang masalah yang telah di paparkan

sebelumnya, maka artikel ini hendak mengetahui bagaimana

Epistemologi Keilmuan Integrasi-Interkonektif M. Amin Abdullah,

dan bagaimana implementasi keilmuan integrasi-interkonektif Amin

Abdullah dalam bidang keislaman?

Dilihat dari tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini,

setidaknya ada dua kegunaan umum yang bisa diharapkan. Pertama,

secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat melengkapi bangunan

epistemologi keilmuan integrasi interkonektif Amin Abdullah.

Kedua, secara praktis penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

pijakan dalam melihat fenomena sosial tertentu secara filosofis

terutama dalam masyarakat Islam, yang dapat dijadikan landasan

untuk memiliki semangat juang dalam mencari karunia Allah SWT

dan saling berbagi antar sesame sehingga melahirkan kemaslahatan

6 Siswanto, Perspektif Amin Abdullah tentang Integrasi Interkoneksi Dalam

Kajian Islam, jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam, vol. 3. No. 2. Tahun 2013. h. 379

Page 6: EPISTEMOLOGI KEILMUAN INTEGRATIF- INTERKONEKTIF M. …

Atika Yulanda

84 | TAJDID Vol. 18, No. 1, Januari - Juni 2019

sosial. Selain itu, adanya semangat dalam mengkaji bukan hanya

keilmuan Islam namun juga keilmuan umum begitu pun sebaliknya.

Jenis penelitian dalam artikel ini adalah library Research atau studi

kepustakaan. Artinya, penelitian ini dilakukan melalui penelusuran

dan telaah terhadap karya-karya ilmiah baik yang tertuang dalam

buku, majalah, jurnal, makalah, serta berbagai media yang mengulas

topik penelitian. Sumber data dalam penelitian ini meliputi dua hal,

yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Adapun sumber data

primer yaitu sumber data yang langsung dikumpulkan peneliti dari

sumber pertamanya. Dalam hal ini buku-buku karangan Amin

Abdullah. Adapun sumber sekunder yaitu karya-karya lain yang

membahas tentang Amin Abdullah terkait dengan epistemologi

keilmuan integrasi interkonektif serta karya-karya lainnya.

Untuk mempermudah penelitian ini, peneliti menggunakan

beberapa metode yaitu metode pengumpulan data dan metode

analisis data. Metode pengumpulan data merupakan langkah yang

sangat penting dalam melakukan penelitian. Tanpa upaya

pengumpulan data berarti penelitian tidak dapat dilakukan.7

Langkah awal yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah

mengelompokkan data-data yang berhubungan dengan masalah

penelitian yaitu buku-buku terkait dengan integrasi interkonektif

Amin Abdullah. Sedangkan metode analisis data digunakan untuk

memahami dan menginterpretasikan pernyataan-pernyataan yang

berhubungan dengan subjek penelitian ini sehingga diperoleh

kejelasan arti atau makna yang terkandung di dalam pernyataan itu.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

interpretasi. Metode ini untuk menginterpretasikan karya-karya

Amin Abdullah untuk mengungkap gagasan ataupun ide-idenya.

7Mahi M. Hikmat, Metode Penelitian: Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi

dan Sastra, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 71

Page 7: EPISTEMOLOGI KEILMUAN INTEGRATIF- INTERKONEKTIF M. …

Epistemologi Keilmuan Integratif-Interkonektif M. Amin Abdullah

TAJDID Vol. 18, No. 1, Januari - Juni 2019 | 85

Biografi M. Amin Abdullah

Muhammad Amin Abdullah atau sering disingkat dengan nama

M. Amin Abdullah dilahirkan di Margomulyo, Tayu, Pati, Jawa

Tengah pada tanggal 28 Juli 1953 dari pasangan seorang santri

didikan pondok pesantren H. Ahmad Abdullah dan seorang priyayi

Siti ‘Aisyah yang berasal dari Madiun, Jawa Timur. M. Amin

Abdullah ialah anak pertama dari delapan bersaudara yang masing-

masingnya bernama Muhammad Makmun, Muhammad Anas, Siti

Hindun, Muhammad Lukman, Siti Asma’, Siti Alfiyah dan yang

terakhir Siti Rasyidah.8

Amin Abdullah hidup di sebuah desa kecil yang mayoritas

penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan peternak.

Sebelum melanjutkan pendidikannya ke Gontor, Amin Abdullah

menempuh Pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Margomulyo

sekitaran tahun 1960-1966. Di samping itu, ia juga mengikuti MWB

atau Madrasah Wajib Belajar (seperti Madrasah Diniyah Sore Hari)

yang berada tidak jauh dari rumahnya. Malam harinya menjelang

Shalat Isya’, Amin Abdullah belajar membaca Al-Qur’an bersama

bapaknya Ahmad Abdullah dan dari beliaulah Amin untuk pertama

kalinya belajar agama Islam.9

Setelah menamatkan pendidikannya di Sekolah Dasar

Margomulyo, Amin Abdullah melanjutkan pendidikannya di

Gontor yang diantar langsung oleh ibunya, ‘Aisyah dan Bulek Tatik

(adik ibunya). Enam tahun kemudian, ia menamatkan Pendidikan

Menengah di Kuliyyat al-Mu’allimin al-Islamiyyah (KMI) setingkat SMP

Pesantren Gontor, Ponorogo. Selama belajar di KMI, ia tergolong

sebagai siswa yang tekun dan aktif baik dalam hal akademis maupun

non akademis. Ini terlihat dalam keikutsertaan Amin pada kegiatan

8Waryani Fajar Riyanto, Integrasi-Interkoneksi Keilmuan: Biografi

Intelektual M. Amin Abdullah (1953-…), (Yogyakarta: SUKA Press, 2013), h. 158 9Waryani Fajar Riyanto, Integrasi-Interkoneksi Keilmuan: Biografi

Intelektual M. Amin Abdullah (1953-…), h. 163

Page 8: EPISTEMOLOGI KEILMUAN INTEGRATIF- INTERKONEKTIF M. …

Atika Yulanda

86 | TAJDID Vol. 18, No. 1, Januari - Juni 2019

pramuka dan juga menulis. Pada tahun 1977, Amin Abdullah

kemudian melanjutkan pendidikannya pada Program Sarjana Muda

(Bakalaureat- B.A.) di Institut Pendidikan Darussalam (IPD) Gontor.

Setelah menamatkan Pendidikan di sana ia kemudian melanjutkan

kuliah ke IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan jurusan

Perbandingan Agama (PA) dan lulus pada tanggal 3 Desember 1981

dengan judul skripsi: “Konsep Hak Kebebasan Beragama menurut

Kristen dan Islam”.10

Selama Amin Abdullah menempuh Pendidikan di IAIN Sunan

Kalijaga, ia juga mengajar di Pabelan11 dan tentunya menjadi tempat

yang sangat istimewa bagi Amin karena disinilah ia menemukan

cinta sejatinya yang sekaligus murid Amin di Pabelan. Selain itu,

Amin Abdullah juga pernah menjadi asisten dari Mukti Ali untuk

mengampu mata kuliah Perbandingan Agama. Dapat diketahui juga

bahwa Amin merupakan salah satu murid yang paling dekat dengan

Mukti Ali karena di antara ratusan mahasiswa Mukti Ali hanya Amin

Abdullah yang lulus ujian tanpa adanya remedial atau pengulangan.

Setelah Amin menamatkan kuliahnya di IAIN Sunan Kalijaga,

ia menikah dengan salah seorang muridnya ketika mengajar di

Pabelan, Nurkhayati. Pernikahan mereka dilaksanakan pada tanggal

8 Januari 1982.12 Pada tahun 1985, atas sponsor dari Departemen

Agama Republik Indonesia dan Pemerintahan Turki Amin

melanjutkan program Ph. D bidang studi Filsafat pada Department

10Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi Pendekatan

Integratif-Interkonektif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h. 431 11 Pebelan merupakan sebuah pondok pesantren yang terletak di Mungkid,

Magelang, Jawa Tengah yang mempunyai keterkaitan tersendiri dengan alumni-alumni Gontor. Ini dikarenakan salah seorang penerus Pondok ini merupakan alumni Gontor dan salah satu santri kinasihnya Kyai Imam Zarkasyi (Pendiri Pondok Modern Gontor). Oleh karenanya tidak mengherankan jika Amin selaku alumni Gontor bisa mengajar di Pabelan. Dan menurut salah satu sumber, Amin Abdullah disebutkan secara eksplisit sebagai salah satu ustadz yang membuat pesantren ini maju dan alumninya menonjol di masyarakat.

12Waryani Fajar Riyanto, Integrasi-Interkoneksi Keilmuan: Biografi Intelektual M. Amin Abdullah (1953-…), h. 177

Page 9: EPISTEMOLOGI KEILMUAN INTEGRATIF- INTERKONEKTIF M. …

Epistemologi Keilmuan Integratif-Interkonektif M. Amin Abdullah

TAJDID Vol. 18, No. 1, Januari - Juni 2019 | 87

of Philosophy, Faculty of Art and Science, Middle East Technical

University (METU), Ankara, Turki. Keberangkatan ini

membutuhkan pertimbangan yang cukup sulit karena saat itu ia telah

menikah dengan Nurkhayati dan memiliki seorang anak perempuan

yang baru berusia kurang lebih satu tahun. Selanjutnya pada tahun

1997-1998, Amin juga mengikuti program Post-Doctoral di McGill

University, Kanada.

M. Amin Abdullah dikenal sebagai sosok yang aktif di berbagai

bidang. Ia pernah menjabat sebagai Ketua Divisi Ummat, Orwil

Daerah Istimewa Yogyakarta. Amin Abdullah pernah menjadi

asisten Direktur Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

(1993-1996), Wakil Kepala Lembaga Pengkajian dan Pengalaman

Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (1992-1995),

pembantu Rektor I, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1998-2001),

Guru Besar Ilmu Filsafat IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1999),

dan tidak kalah pentingnya M. Amin Abdullah pernah menjabat

sebagai rektor UIN Sunan Kalijaga selama dua periode yaitu dari

tahun 2001-2010. Pada periode ini terjadinya transformasi dari IAIN

menjadi UIN dan sebuah paradigma baru dalam lingkungan UIN

Sunan Kalijaga yaitu Integrasi-Interkonektif yang menjadi cikal

bakal keilmuan di UIN Sunan Kalijaga. Sosok M. Amin Abdullah

digambarkan sebagai the right man in the right place, in the right momentum,

and in the right intellectual.13

Integrasi-Interkonektif Amin Abdullah

Integrative itu sendiri berarti menyatu, menggabungkan.

Sedangkan interkonektif dapat diartikan dengan menghubungkan.

Dalam penggunaan integratif dalam Permendikbud No. 49 tahun

2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi meniscayakan

adanya unsur pendekatan antardisiplin dalam studi integrative

13Waryani Fajar Riyanto, Integrasi-Interkoneksi Keilmuan: Biografi

Intelektual M. Amin Abdullah (1953-…), h. 395

Page 10: EPISTEMOLOGI KEILMUAN INTEGRATIF- INTERKONEKTIF M. …

Atika Yulanda

88 | TAJDID Vol. 18, No. 1, Januari - Juni 2019

meskipun tidak adanya penjelasan terkait hal tersebut. Ada beberapa

istilah yang identik dengan integratif dan interkonektif. Pertama,

tematik yaitu menyeluruh dalam satu tema. Kedua, holistic atau

menyeluruh. Ketiga, pemaduan dan yang terakhir sinkron atau

keserasian.14

Sebelum memasuki pembahasan terkait dengan epistemologi

keilmuan integrasi-interkonektif Amin Abdullah ini, terlebih dahulu

kita harus mengetahui seluk beluk keilmuan tersebut. Integrasi-

interkonektif ini digagas oleh Amin Abdullah ketika ia menjabat

sebagai rektor UIN Sunan Kalijaga periode pertama. Pada periode

ini ia mulai mentransformasi IAIN menjadi UIN Sunan Kalijaga.

Syarat untuk menjadi sebuah UIN diperlukan perubahan yang

mendasar di UIN, walaupun sebelumnya rektor-rektor sebelum

Amin Abdullah telah berusaha untuk mengubah dan mengalihkan

IAIN menjadi UIN namun itu semua terlaksana ketika Amin

Abdullah menjabat sebagai rektor.

Paradigma integrasi interkonektif ini dibangun oleh Amin Abdullah sebagai respons atas persoalan masyarakat yang terjadi di era modern sekarang ini. Gagasan ini sebagai jawaban dari Amin Abdullah terkait dengan adanya dikotomi antara keilmuan Islam dengan keilmuan umum. Asumsi yang dibangun dalam paradigma ini adalah dalam memahami kompleksitas fenomena-fenomena yang terjadi di dalam kehidupan manusia baik dalam segi keilmuan apapun seperti ilmu agama, sosial, humaniora dan lain sebagainya tentu saja tidak dapat berdiri sendiri dan saling terkait dan membutuhkan. Menurut Badarussyamsi, adanya keterkaitan serta saling menyatunya antara satu ilmu dengan ilmu lainnya seperti ilmu agama dan ilmu sains serta ilmu-ilmu yang ada dapat membantu dalam memecahkan permasalahan yang ada dalam kehidupan

14Amin Abdullah, Implementasi Pendekatan Integratif-Interkonektif dalam

Kajian Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014), h. 33

Page 11: EPISTEMOLOGI KEILMUAN INTEGRATIF- INTERKONEKTIF M. …

Epistemologi Keilmuan Integratif-Interkonektif M. Amin Abdullah

TAJDID Vol. 18, No. 1, Januari - Juni 2019 | 89

manusia.15

Jadi dapat dikatakan bahwasannya paradigma ini membuka

pandangan baru bagi manusia beragama dan ilmuwan agar lebih

terbuka dan tidak saling menyalahkan antara satu ilmu dengan ilmu

lain serta antara disiplin ilmu semakin mencair meskipun masih

ditemukan batas-batas atau blok dalam keilmuan.

Paradigma integrasi-interkonektif menurut Amin Abdullah

pada hakikatnya ingin menunjukkan bahwa antar berbagai bidang

keilmuan, termasuk antar pendekatan yang dipakai dalam kajian

sebenarnya saling memiliki keterkaitan karena memang yang dibidik

oleh seluruh disiplin ilmu adalah realitas dan alam semesta yang

sama hanya saja dimensi dan fokus perhatian yang dilihat oleh

masing-masing disiplin ilmu berbeda. Oleh karena itu usaha untuk

pemilahan secara dikotomis antara bidang-bidang keilmuan hanya

akan merugikan diri sendiri. oleh karena itu mengkaji suatu bidang

keilmuan dengan memanfaatkan bidang keilmuan yang lainnya

itulah integrasi dan melihat ketersalingkaitan antara berbagai disiplin

ilmu itulah interkoneksi.16

Adapun tawaran dari keilmuan integratif-interkonektif adalah:

Memulai dari gagasan normativitas dan historisitas Islam.

Agama sebagai produsen budaya dan produk budaya,

pentingnya membedakan antara agama dan pemikiran keagamaan.

Paradigma integratif-interkonektif dalam pengembangan studi

Islam. Beberapa kegelisahan akademis yang memasung pemikiran

Islam antara lain. Pertama, Truth Claim dan dogmatism pemikiran

Islam. Kedua, adanya dikhotomi antara keilmuan Islam dengan

umum. Ketiga, tantangan globalisasi. Dan terakhir, kurangnya

15 Badarussyamsi, B. (2015). Spiritualitas Sains Dalam Islam: Mengungkap

Teologi Saintifik Islam. MIQOT: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, 39(2). 16Roni Ismail dkk, Integrasi-Interkoneksi Keilmuan UIN Sunan Kalijaga:

Sebuah Interpretasi dan Aplikasi, h. 40

Page 12: EPISTEMOLOGI KEILMUAN INTEGRATIF- INTERKONEKTIF M. …

Atika Yulanda

90 | TAJDID Vol. 18, No. 1, Januari - Juni 2019

pendekatan historis, empiris, kritikal-anatikal dalam memahami

fenomena sosial keagamaan. Amin Abdullah sebelum mengusung

keilmuan integratf-interkonektif terlebih dahulu menggagas tentang

normativitas dan historisitas yang terdapat dalam sebuah karyanya

yang berjudul Studi Agama: normativitas atau historisitas. Dari sinilah

cikal bakal munculnya epistemology keilmuan integratif-

interkonektif.

Studi Agama: Normativitas-Historisitas

Sebelum Amin merumuskan model integrasi-interkonektif, ia

pertama kali merumuskan model diadik dengan normativitas dan

historisitas. Menurut Amin hubungan antara dimensi normativitas

dan historisitas itu seperti manusia itu sendiri. Keberadaan manusia

itu terdiri dari sisi normativitas dan historisitas. Hubungan keduanya

ini diibaratkan dengan sebuah koin (mata uang) dengan dua

permukaan.17

Agama tidak bisa lepas dari dua dimensi yaitu historis dan

normatif. Pada dimensi normatif, kita mengakui adanya realitas

transendental yang bersifat mutlak dan universal, melampaui ruang

dan waktu. Inilah realitas ketuhanan (Tuhan yang hakiki). Sedangkan

dimensi historis, agama tidak bisa dipisahkan dengan sejarah dan

kehidupan umat manusia yang berada dalam ruang dan waktu. Oleh

karenanya, akses pemahaman manusia terhadap realitas

transendental agama tidak akan pernah sama persis seperti apa yang

17Hubungan antara keduanya tidak harus mengambil posisi berhadap-

hadapan dan bersifat dikotomis. Hubungan keduanya adalah ibarat sebuah koin (mata uang) dengan dua permukaan. Hubungan antara kedua permukaan koin tidak dapat dipisahkan tetapi secara tegas dan jelas dapat dibedakan. Hubungan antara keduanya bukan seperti dua entitas yang berdiri sendiri-sendiri dan saling berhadap-hadapan tetapi keduanya teranyam, terjalin dan terajut sedemikian rupa, sehingga keduanya menyatu dalam satu keutuhan yang kokoh dan kompak” lihat M. Amin Abdullah, studi agama: normativitas atau historisitas, (Yogyakarta: pelajar 2002), h. v

Page 13: EPISTEMOLOGI KEILMUAN INTEGRATIF- INTERKONEKTIF M. …

Epistemologi Keilmuan Integratif-Interkonektif M. Amin Abdullah

TAJDID Vol. 18, No. 1, Januari - Juni 2019 | 91

dikehendaki-Nya. Ia hanyalah batas dari manifestasi keberagamaan

umat manusia dalam menghayati spiritualitas agama.18

Aspek normativitas adalah ajaran wahyu yang bersifat

doktrinal-teologis dan aspek keagamaan adalah telaah dari sudut

pendekatan keilmuan sosial-keagamaan yang bersifat multi dan

interdisipliner baik lewat pendekatan historis, filosofis, psikologis,

sosiologis, kultural maupun antropologis.19 Kedua pendekatan ini

bagi Amin Abdullah merupakan hubungan yang seharusnya tidak

dapat dipisahkan satu sama lain. Kedua pendekatan ini sangat

diperlukan dalam melihat keberagamaan masyarakat pluralistik.

Keduanya akan saling mengoreksi, menegur dan memperbaiki

kekurangan yang ada pada kedua pendekatan ini. Pendekatan

teologis-normatif saja akan menghantarkan masyarakat kepada

keterkungkungan berfikir sehingga akan muncul truth claim sehingga

melalui pendekatan historis-empiris akan terlihat seberapa jauh

aspek-aspek eksternal seperti aspek sosial, politik, ekonomi yang

ikut bercampur dalam praktek-praktek ajaran teologis.20

Amin Abdullah berusaha untuk merumuskan kembali

penafsiran ulang agar sesuai dengan tujuan dari jiwa agama itu

sendiri, di sisi lain gagasan itu dituntut mampu menjawab tuntunan

zaman, di mana membutuhkan kebebasan dalam berpikir, berkreasi

dan berinovasi yang terus menerus serta menghindari

keterkungkungan berpikir. Keterkungkungan berpikir disebabkan

adanya penilaian terhadap suatu hal bersikap objektif, tidak

terbukanya terhadap kebenaran lain serta tidak menerima kebenaran

yang datang dari luar. Pemikiran seperti inilah yangh harus dihindari

oleh manusia pada umumnya. Manusia dituntut untuk terbuka dan

menerima semua kebenaran yang datang dari luar asalkan mampu

18Waryani Fajar Riyanto, Integrasi-Interkoneksi Keilmuan: Biografi

Intelektual M. Amin Abdullah (1953-…), h. 994 19Amin Abdullah, Falsafah Kalam di Era Postmodernisme, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 1995), h. 21 20M. Amin Abdullah, studi agama: normativitas atau historisitas, h. 5

Page 14: EPISTEMOLOGI KEILMUAN INTEGRATIF- INTERKONEKTIF M. …

Atika Yulanda

92 | TAJDID Vol. 18, No. 1, Januari - Juni 2019

menyeleksi mana yang benar dan sesuai dengan ajaran Islam. Jangan

sampai menerima begitu saja, diperlukan juga penyeleksian akan

kebenaran yang datang dari luar. Oleh karena itulah diperlukan

pemikiran yang matang.2

Paradigma Integrasi-interkonektif

Dikotomi yang terjadi antara keilmuan umum dengan keilmuan

agama merupakan suatu hal yang memprihatinkan. Keadaan ini

sangat berpengaruh terhadap pendidikan serta ilmu pengetahuan

yang ada di Tanah Air. Adanya perguruan tinggi yang hanya

mengajarkan terkait dengan keilmuan umum seperti perguruan

tinggi umum dan ada pula yang hanya keilmuan agama seperti

perguruan tinggi agama. Padahal seperti yang diketahui, antara

kedua keilmuan itu saling keterkaitan dan saling berhubungan. Lebih

parahnya lagi, adanya anggapan bahwa jika mempelajari keilmuan

umum apalagi yang berasal dari luar akan membawa kepada

kesesatan dan dianggap kafir. Oleh karena itu, paradigma integrasi

interkonektif yang ditawarkan oleh Amin Abdullah ini berusaha

untuk memecahkan persoalan demikian. Paradigma ini berusaha

untuk menyatukan antara natural sciences, sosial sciences dan humanities.

Meskipun belum begitu terlihat penyatuan antara ketiga keilmuan

ini, paling tidak telah terlihat bagaimana hubungan dan saling

terkaitnya antara ketiganya ini.

Konsep integrasi-interkonektif ini memberikan pandangan

bahwa semua ilmu pengetahuan yang telah berkembang dalam

berbagai bidang itu sesungguhnya merupakan satu kesatuan yang

saling berhubungan satu dengan lainnya. Misalkan apabila di sekolah

dasar kita mengenai pembelajaran tematik dan pembelajaran

integrasi-interkonektif ini hampir sama dengan pembelajaran

tematik itu namun yang membedakannya adalah pembelajaran

tematik hanya sekedar penjelasan bahwa setiap tema mengandung

berbagai macam ilmu namun kalau integrasi-interkonektif lebih

mengedepankan bahwa setiap ilmu itu tidak dapat dipisahkan nilai-

Page 15: EPISTEMOLOGI KEILMUAN INTEGRATIF- INTERKONEKTIF M. …

Epistemologi Keilmuan Integratif-Interkonektif M. Amin Abdullah

TAJDID Vol. 18, No. 1, Januari - Juni 2019 | 93

nilai khususnya nilai agama (Islam). Oleh karena itulah seorang

ilmuan harus mengembangkan keilmuannya berasaskan kepada nilai

nilai agama. Begitupun sebaliknya, ilmu agama yang syarat akan nilai

tidak bisa dipisahkan dengan ilmu pengetahuan ketika agama

berhadapan dengan perkembangan peradaban manusia yang

semakin hari semakin maju dan kompleks.21

Keilmuan interkonektif yang digagas Amin Abdullah

menegaskan bahwa bangunan keilmuan apapun baik keilmuan

agama, sosial, humaniora maupun kealaman tidak dapat berdiri

sendiri to be single entity. Akan tetapi kerja sama, saling tegur sapa,

saling membutuhkan, saling koreksi dan saling keterhubungan

antara disiplin keilmuan akan lebih dapat membantu manusia dalam

memahami kompleksitas persoalan kehidupan dan sekaligus upaya

pemecahannya. Interkonektif ini memecahkan permasalahan

tentang adanya dikotomi antara pendidikan umum dengan

pendidikan agama.22

Pendekatan integrasi-interkonektif merupakan pendekatan

yang tidak akan saling melumatkan dan peleburan antara keilmuan

umum dan agama. Pendekatan keilmuan umum dan agama Islam

dapat dibagi menjadi tiga corak yaitu paralel, linear dan sirkular.23

Pendekatan integrasi-interkoneksi adalah pendekatan yang berusaha

saling menghargai, keilmuan umum dan agama sadar akan

21Waryani Fajar Riyanto, Integrasi-Interkoneksi Keilmuan: Biografi

Intelektual M. Amin Abdullah (1953-…), h. 1024 22Roni Ismail dkk, Integrasi-Interkoneksi Keilmuan UIN Sunan Kalijaga:

Sebuah Interpretasi dan Aplikasi, h. 66 23Corak paralel merupakan corak di mana masing-masing ilmu akan berjalan

sendiri-sendiri tanpa ada hubungan dan persentuhan antara satu dengan lainnya. Selain itu corak linear adalah di mana salah satu dari keduanya akan menjadi primadona sehingga ada kemungkinan berat sebelah. Sedangkan corak sirkular merupakan corak di mana masing-masing ilmu dapat memahami keterbatasan, kekurangan dan kelemahan yang melekat pada diri masing-masing dan sekaligus bersedia mengambil manfaat dari temuan-temuan yang ditawarkan oleh tradisi keilmuan lain serta memiliki kemampuan untuk memperbaiki kekurangan yang melekat pada diri sendiri.

Page 16: EPISTEMOLOGI KEILMUAN INTEGRATIF- INTERKONEKTIF M. …

Atika Yulanda

94 | TAJDID Vol. 18, No. 1, Januari - Juni 2019

keterbatasan masing-masing dalam memecahkan persoalan manusia

dan akan melahirkan sebuah kerja sama setidaknya saling memahami

pendekatan dan metode berpikir di antara kedua ilmu itu.24

Perbedaan mendasar antara islamisasi ilmu dengan integrasi

adalah dalam hal pelumatan keilmuan umum dan agama. Dalam

islamisasi ilmu, keilmuan Islam akan memilih dan memilah ilmu-

ilmu yang dianggap Islami dan ilmu yang bukan Islami dengan

menghilangkan ilmu-ilmu yang bukan Islami atau yang tidak cocok

dengan nilai-nilai keislamanan. Sedangkan integrasi dalam hal ini

berkaitan dengan usaha memadukan keilmuan umum dengan Islam

tanpa harus menghilangkan keunikan-keunikan antara kedua

keilmuan ini.25

Konsep integrasi-interkonektif Amin Abdullah merupakan

jalan tengah antara konsep islamisasi ilmu26 oleh Ismail Raji Al-

Faruqi dan ilmuisasi Islam oleh Kuntowijoyo. Amin Abdullah tidak

menolak kedua pandangan dari tokoh tersebut terkait dengan

Islamisasi Ilmu dan Ilmuisasi Islam, namun disini Amin juga

berdialog terkait dengan isu seputar Islamisasi Ilmu. Di sisi lain ia

juga mengambil sebagian teori dari Ilmuisasi Islam. Namun, pada

akhirnya Amin merumuskan sendiri paradigmanya yang disebut

dengan integrasi-interkonektif. Dengan demikian, yang menjadi

persoalan menurut Amin Abdullah adalah bagaimana setiap ilmu

yang dikembangkan itu harus dalam kerangka tiga perspektif yaitu

24 Amin Abdullah, Islamic Studies: Paradigma Integrasi-Interkoneksi Sebuah

Antologi, (Yogyakarta: SUKA Press, 2007), h. 53 25Amin Abdullah, Islamic Studies: Paradigma Integrasi-Interkoneksi Sebuah

Antologi, h. 50 26Islamisasi ilmu Ismail Raji ini adalah bagaimana upaya untuk menarik ilmu-

ilmu pengetahuan (konteks) yang dianggap kurang islami ke ranah teks Islam. Islamisasi ilmu pada dasarnya adalah suatu upaya pembebasan pengetahuan dari asumsi-asumsi Barat dan kemudian menggantikannya dengan pandangan keislaman. Menurut pandangan Hamdi, islamisasi Ilmu ini selalu mengambil semangat kembali kepada al-Qur’an dan Hadis dengan meletakkannya sebagai sumber ilmu pengetahuan.

Page 17: EPISTEMOLOGI KEILMUAN INTEGRATIF- INTERKONEKTIF M. …

Epistemologi Keilmuan Integratif-Interkonektif M. Amin Abdullah

TAJDID Vol. 18, No. 1, Januari - Juni 2019 | 95

perspektif teks (hadarat an-nas), perspektif ilmu pengetahuan (hadarat

al-‘ilm) dan perspektif filosofis yang kritis dan transformatif (hadarat

al-falsafah).

Hadarat al-‘Ilm merupakan ilmu-ilmu empiris seperti sains,

teknologi, dan ilmu-ilmu yang terkait dengan realitas tidak lagi

berdiri sendiri tetapi juga bersentuhan dengan hadarat al-Falsafah

sehingga tetap memperhatikan etika emansipatoris. Begitu juga

sebaliknya, hadarat al-falsafah akan terasa kering dan gersang apabila

tidak dikaitkan dengan isu-isu keagamaan yang termuat dalam

budaya teks dan lebih-lebih jika menjauh dari problem-problem

yang ditimbulkan dan dihadapi oleh hadarat al-‘ilm. Dari hadarah

tersebut melahirkan pola single entity, isolated entities, dan

interconnected.27

Dalam konteks trikotomik hadarat ini, Islamisasi Ilmu lebih

cenderung kepada wilayah hadarat an-nas dan Ilmuisasi Islam lebih

cenderung kepada hadarat al-‘ilm. Sebagaimana dalam bagan di

bawah ini:28

Islamisasi Ilmu

Konteks (ilmu) Teks (Islam)

Ilmuisasi Islam

Teks (Islam) konteks (Ilmu)

Integrasi-Interkonektif

hadarat an-nas

27Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi Pendekatan

Integratif-Interkonektif, h. 402-403 28Waryani Fajar Riyanto, Integrasi-Interkoneksi Keilmuan: Biografi

Intelektual M. Amin Abdullah (1953-…), h. 772

Page 18: EPISTEMOLOGI KEILMUAN INTEGRATIF- INTERKONEKTIF M. …

Atika Yulanda

96 | TAJDID Vol. 18, No. 1, Januari - Juni 2019

Hadarat al-falsafah hadarat al-

‘Ilm

Secara epistemologis, interkonesitas merupakan jawaban atas

respon terhadap kesulitan-kesulitan yang dirasakan selama ini, yang

diwariskan dan diteruskan selama berabad-abad dalam peradaban

Islam tentang adanya dikotomi pendidikan umum dan pendidikan

agama. Masing-masing berdiri sendiri tanpa adanya saling sapa.

Namun secara aksiologis, paradigma interkoneksitas hendak

menawarkan pandangan dunia manusia beragama dan ilmuan yang

baru yang lebih terbuka mampu membuka dialog dan kerja sama,

transparan, dapat dipertanggungjawabkan secara publik dan

berpandangan ke depan. Sedangkan secara ontologis, hubungan antara

berbagai disiplin ilmu menjadi semakin terbuka dan cair, meskipun

blok-blok dan batas-batas wilayah antara kedua budaya pendukung

keilmuan agama yang bersumber pada teks-teks (hadarat an-nas), dan

budaya pendukung keilmuan faktual-historis empiris, yakni ilmu-

ilmu sosial dan ilmu-ilmu kealaman (hadarat al-‘ilm) serta budaya

pendukung keilmuan etis-filosofis (hadarat al-falsafah) masih tetap

saja ada hanya saja cara berpikir dan sikap ilmuan yang membidangi

dan menekuni ilmu-ilmu ini yang harus dirubah.29

Konsep keilmuan integrasi-interkonektif dengan trikotomik

hadarat-nya adalah konsep keilmuan yang terpadu dan terkait antara

keilmuan agama (an-nas), dengan keilmuan alam dan sosial (‘ilm)

dengan harapan menghasilkan sebuah out put yang seimbang

dengan etis filosofis (al-falsafah). Jadi, hubungan antara bidang

keilmuan tidak lagi terjadi konflik dan tetapi saling menghargai dan

membangun, bidang keilmuan satu sama lain saling mendukung.

Misalkan bagaimanan keilmuan sains dan teknologi dapat

mendukung eksistensi keilmuan agama, begitu juga sebaliknya.

29Waryani Fajar Riyanto, Integrasi-Interkoneksi Keilmuan: Biografi

Intelektual M. Amin Abdullah (1953-…), h. 776

Page 19: EPISTEMOLOGI KEILMUAN INTEGRATIF- INTERKONEKTIF M. …

Epistemologi Keilmuan Integratif-Interkonektif M. Amin Abdullah

TAJDID Vol. 18, No. 1, Januari - Juni 2019 | 97

Adanya hubungan yang erat antara keilmuan agama, keilmuan alam

dan sosial serta filsafat seperti yang terdapat dalam gambar di bawah

ini:30

Pada skema di atas dapat diketahui bahwa masing-masing

rumpun ilmu sadar akan keterbatasan-keterbatasan yang melekat

dalam diri sendiri dan bersedia untuk berdialog, bekerja sama dan

memanfaatkan metode dan pendekatan yang digunakan oleh

rumpun ilmu lain untuk melengkapi kekurangan yang melekat jika

keilmuan itu terpisah satu dengan yang lain. Diperlukan upaya yang

sungguh-sungguh dari berbagai pihak dari waktu ke waktu dengan

kesediaan mengorbankan kepentingan pribadi demi menyongsong

realisasi keilmuan baru pada era UIN. Begitu jelaslah bagaimana

keterkaitan antara satu ilmu dengan ilmu lainnya baik bidang

keagamaan maupun bidang umum sehingga tidak akan terjadi lagi

dikotomi antara keilmuan itu.31

Paradigma integrasi interkonektif Amin Abdullah sangat

dipengaruhi oleh Muhammad Abid al-Jabiri. Ia membagi

epistemologi Islam kepada tiga aspek yaitu epistemologi burhani,

epistemologi irfani dan epistemologi bayani. Muhammad abid al-

Jabiri memandang bahwa epistemologi ‘irfani tidak penting dalam

30Amin Abdullah, Islamic Studies: Paradigma Integrasi-Interkoneksi Sebuah

Antologi, h. 38 31Amin Abdullah, Islamic Studies: Paradigma Integrasi-Interkoneksi Sebuah

Antologi, h. 38

Page 20: EPISTEMOLOGI KEILMUAN INTEGRATIF- INTERKONEKTIF M. …

Atika Yulanda

98 | TAJDID Vol. 18, No. 1, Januari - Juni 2019

perkembangan pemikiran Islam sedangkan menurut Amin Abdullah

antara ketiganya sangat penting dan saling beriringan. Bunganan

yang baik antara ketiga ini tidak dalam bentuk paralel ataupun linear

melainkan dalam bentuk sirkular. Bentuk dari paralel akan

melahirkan corak epistemologi yang berjalan sendiri-sendiri tanpa

adanya hubungan dengan yang lain serta tidak adanya keterkaitan.

Bentuk linear akan melahirkan asumsi bahwa salah satu dari

ketiganya akan menjadi primadona sehingga sangat tergantung pada

latar belakang, kecendrungan kepentingan pribadi atau kelompok.

Sedangakan yang terakhir yaitu bentuk sirkular diharapkan masing-

masing corak epistemologi keilmuan dalam Islam akan memahami

kekurangan dan kelebihan masing-masing sehingga dapat

mengambil manfaat dari temuan-temuan yang ditawarkan oleh

tradisi keilmuan lain dalam rangka memperbaiki kekurangan yang

ada.32

Konsep integrasi-interkoneksi dari Amin Abdullah dapat dilihat

dalam jaring laba-laba atau spider web kreasi dari Amin Abdullah:

32Siswanto, Perspektif Amin Abdullah tentang Integrasi Interkoneksi Dalam

Kajian Islam, h. 392

Page 21: EPISTEMOLOGI KEILMUAN INTEGRATIF- INTERKONEKTIF M. …

Epistemologi Keilmuan Integratif-Interkonektif M. Amin Abdullah

TAJDID Vol. 18, No. 1, Januari - Juni 2019 | 99

Dalam jaring laba-laba di atas menjelaskan bahwa sumber dari

segala ilmu itu adalah nash al-Qur’an atau Kalamullah dan alam

semesta (hukum alam) Sunnatullah. Al-Qur’an dan alam semesta

merupakan ciptaan Allah SWT dan juga disebut sebagai ayat-ayat

Allah. Kalamullah disebut sebagai ayat-ayat qauliyah33 dan

Sunnatullah disebut sebagai ayat Kauniyyah34. Oleh karena itu, tidak

akan saling bertentangan. Jika ada pertentangan antara keduanya

maka pasti ada salah satu pemahamannya yang salah. Semua ilmu

pengetahuan yang ada dalam jaring laba-laba di atas digali dan

dikembangkan dari dua sumber Kalamullah dan Sunnatullah

tersebut dan Nampak jelas hubungan antara keilmuan itu. Garis

putus-putus yang membatasi satu pengetahuan menunjukkan

adanya pintu yang terbuka untuk saling menerima pengetahuan

lainnya.35 oleh karena itu, sumber dari semua ilmu pengetahuan

adalah al-Qur’an dan Sunnah. Jika terdapat pertentangan antara

berbagai keilmuan yang ada maka diharapkan kembali kepada al-

Qur’an dan Sunnah untuk memecahkan semua persoalan. Dapat

juga dilihat bahwa semua keilmuan yang bersumber dari al-Qur’an

dan Sunnah hendaknya harus saling berhubungan dan saling

membantu dalam memecahkan permasalahan. Jangan sampai

adanya dikotomi antara keilmuan itu.

33Ayat-ayat qauliyah adalah ayat-ayat yang difirmankan oleh Allah swt. di

dalam Al-Qur’an. Ayat-ayat ini menyentuh berbagai aspek, termasuk tentang cara mengenal Allah.

34Ayat-ayat Kauniyah adalah ayat-ayat atau tanda yang wujud di sekeliling yang diciptakan oleh Allah. Ayat-ayat ini dalam bentuk benda, kejadian, peristiwa dan sebagainya yang ada di dalam alam ini.

35Sangkot dkk, Sosialisasi Pembelajaran UIN Sunan Kalijaga 2019, (Yogyakarta: Bagian Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2019), h. 62

Page 22: EPISTEMOLOGI KEILMUAN INTEGRATIF- INTERKONEKTIF M. …

Atika Yulanda

100 | TAJDID Vol. 18, No. 1, Januari - Juni 2019

Hubungan antara integrasi-interkonektif, triple hadarat dan

model spider web yang digagas oleh Amin Abdullah adalah seperti

model pancara energi dalam istilah ilmu fisika. Dimana sumber

energinya (matahari) adalah integrasi-interkoneksi, pancarannya

(spektrum sinar-sinar) adalah trikotomik hadarat, dan hasil

pancarannya adalah spider web atau jaring laba-laba (warna-warni

pelangi).

Salah satu implementasi keilmuan integrasi-interkonektif Amin

Abdullah dalam betuk wujud bangunan fisik diantaranya terkait

dengan arsitek bangunan. Pertama, semua bangunan Gedung di UIN

harus terintegrasi dan terinterkoneksi antara satu dengan yang lain.

Hal ini diwejawantahkan dengan adanya bangunan jembatan-

jembatan koneksitas yang menghubungkan antara gedung termasuk

jembatan koneksitas yang melintas di atas jalan Timoho yang

menghubungkan antara Mazhab Timur (religion) dan Mazhab Barat

(Science). Hal ini diharapkan mampu menerobos dikotomi yang ada.

Jika ada yang menilai bahwa antara keilmuan itu berbeda dan tidak

terikat maka dengan adanya jembatan penghubung itu maka akan

terlihat bagaimana antara keduanya saling terikat. Itu salah satu

contoh dari pengaplikasian integrasi interkoneksi di lingkungan UIN

Sunan Kalijaga. Kedua, bentuk arsitektur antara satu bangunan

dengan bangunan lain harus plural, tidak monolitik. Ketiga, bangunan

Gedung mengikuti desain akademik, yaitu mengutamakan fungsi

daripada bentuk. Di sini dapat dilihat bagaimana implementasi dari

keilmuan integrasi-interkonektif yang digagas oleh Amin Abdullah

sewaktu ia menjabat menjadi rektor UIN Sunan Kalijaga. Harus

adanya hubungan antara satu ilmu dengan ilmu lainnya.

Implikasi bagi Pemikiran Islam

Menurut hemat penulis, gagasan integrasi-interkonektif Amin

Abdullah ini sangat berpengaruh dalam kemajuan pendidikan dan

keilmuan di UIN Sunan Kalijaga. Integrasi-interkonektif ini

memberikan gambaran yang baru dalam transformasi IAIN menjadi

Page 23: EPISTEMOLOGI KEILMUAN INTEGRATIF- INTERKONEKTIF M. …

Epistemologi Keilmuan Integratif-Interkonektif M. Amin Abdullah

TAJDID Vol. 18, No. 1, Januari - Juni 2019 | 101

UIN walaupun melalui tahap yang cukup sulit. Walaupun UIN yang

notabene menggeluti bidang keislamanan namun tidak menutup

kemungkinan juga mempelajari dan memasukkan kurikulum ilmu-

ilmu umum ke dalam mata kuliahnya.

Paradigma yang ditawarkan oleh Amin Abdullah ini secara

konseptual sangat relevan dengan perkembangan keilmuan Islam.

Itu dapat dilihat dengan adanya dialog antar disiplin ilmu dan

mengakibatkan semakin kuatnya keilmuan Islam dalam menghadapi

tantangan zaman dengan segala perubahan yang ada. Seperti yang

telah dijelaskan di atas, jika hanya menuntut kepada keilmuan agama

saja tanpa mempelajari keilmuan umum maka akan berdampak

kepada kemajuan keilmuan itu sendiri. kehidupan semakin hari

semakin maju dan terus melahirkan penemuan-penemuan yang

baru. Begitu juga dengan keilmuan umum. Jika hanya mengandalkan

keilmuan umum tanpa disandarkan dengan keilmuan agama maka

bisa saja ilmuan itu tidak memahami nilai-nilai agama dan hanya

mengandalkan ilmu umum saja. Oleh sebab itu, antara keduan

keilmuan baik agama dan umum saling berhubungan. Integrasi

antara ilmu agama dan ilmu umum muncul di tengah kesadaran

beragama yang sarat dengan kemajuan pengetahuan dan teknologi.

Konsep integrasi-interkonektif ini telah menyatukan dikotomi

antara agama dan sains yang terjadi pada masyarakat sekarang ini.

Adanya yang beranggapan bahwa kita hanya perlu mempelajari ilmu-

ilmu keislamanan tanpa ilmu-ilmu umum. Namun, sebagaimana

yang penulis ketahui, antara ilmu agama dan ilmu umum atau ilmu

pengetahuan sangatlah berhubungan antara satu dengan yang lain.

Antara kedua disiplin ilmu itu tidak dapat dipisahkan. Seorang

ilmuan yang ingin mengembangkan keilmuannya harus

berlandaskan kepada nilai-nilai agama atau dihiasi oleh nilai-nilai

agama begitu pun sebaliknya. Oleh karena itu gagasan integrasi-

interkonektif ini sangat penting dan cocok dalam pengembangan

disiplin ilmu pada saat sekarang ini.

Page 24: EPISTEMOLOGI KEILMUAN INTEGRATIF- INTERKONEKTIF M. …

Atika Yulanda

102 | TAJDID Vol. 18, No. 1, Januari - Juni 2019

Dalam dunia pendidikan, gagasan integrasi-interkonektif telah

menghubungkan dan menyatukan antara bidang keilmuan umum

dan agama. Mahasiswa tidak hanya terpaku terhadap ilmu-ilmu

agama walaupun mereka notabene berasal dan belajar di perguruan

tinggi Islam.

Penutup

Paradigma baru yang dibangun oleh Amin Abdullah dengan

integratif-interkonektif ini memang sangat relevan dengan

kebutuhan zaman saat ini. Koneksitas ini diharapkan mampu

menjawab kebuntuan dalam keilmuan Islam dan lebih jauh lagi

dapat menjawab kompleksitas problem kemanusiaan di era

globalisasi. Namun paradigma ini tidak mudah untuk diaplikasikan,

hal ini bisa dilihat ketika paradigma ini coba diterapkan dalam

pengembangan perguruan tinggi agama yang mengejawantah

dengan perubahan IAIN menjadi UIN ternyata banyak

menimbulkan kerancuan terutama bagi program-program studi

yang muncul kemudian.

Namun dalam hal ini, gagasan integrasi-interkonektif ini

mampu menyatukan kembali bidang keilmuan agama dan umum

dengan menggunakan pendekatan sirkular dan model trikotomi

yaitu menggabungkan antara hadarat an-nas, hadarat al’ilm dan hadarat

al-falsafah. Dengan penyatuan ini diharapkan tidak ada lagi dikotomi

antara pendidikan agama dan pendidikan umum.

Page 25: EPISTEMOLOGI KEILMUAN INTEGRATIF- INTERKONEKTIF M. …

Epistemologi Keilmuan Integratif-Interkonektif M. Amin Abdullah

TAJDID Vol. 18, No. 1, Januari - Juni 2019 | 103

Daftar Kepustakaan

Abdullah, Amin. 1995. Falsafah Kalam di Era Postmodernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

------, 2002. studi agama: normativitas atau historisitas. Yogyakarta: pelajar.

------, 2006. Islamic Studies di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-Interkonektif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

------, 2007. Islamic Studies: Paradigma Integrasi-Interkoneksi Sebuah Antologi. Yogyakarta: SUKA Press.

------, 2014. Implementasi Pendekatan Integratif-Interkonektif dalam Kajian Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Badarussyamsi, B. (2015). Spiritualitas Sains Dalam Islam: Mengungkap Teologi Saintifik Islam. MIQOT: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, 39(2).

Hasan, Ilyas dan Dian R. Basuki. 2002. Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern. Bandung: Mizan.

Hikmat, Mahi M. 2011. Metode Penelitian: Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi dan Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Hoodbhoy, Pervez. 1996. Islam and Science, Religious Orthodoxy and the Battle for Rationality, terj. Sari Meutia. Bandung: Mizan.

Ismail, Roni, dkk. 2013. Integrasi-Interkoneksi Keilmuan UIN Sunan Kalijaga: Sebuah Interpretasi dan Aplikasi. Yogyakarta: Bagian Akademik UIN Sunan Kalijaga.

Jumin, Hasan Basri. 2012. Sains dan Teknologi dalam Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Riyanto, Waryani Fajar. 2013. Integrasi-Interkoneksi Keilmuan: Biografi Intelektual M. Amin Abdullah (1953-…). Yogyakarta: SUKA Press.

Sangkot dkk. 2019. Sosialisasi Pembelajaran UIN Sunan Kalijaga 2019. Yogyakarta: Bagian Akademik UIN Sunan Kalijaga.

Page 26: EPISTEMOLOGI KEILMUAN INTEGRATIF- INTERKONEKTIF M. …

Atika Yulanda

104 | TAJDID Vol. 18, No. 1, Januari - Juni 2019

Siswanto, Perspektif Amin Abdullah tentang Integrasi Interkoneksi Dalam Kajian Islam, jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam, vol. 3. No. 2. Tahun 2013. h. 379