electrolyte & arrhythmias in elderly - romi

20
GANGGUAN ELEKTROLIT SERUM DAN ARITMIA JANTUNG PADA POPULASI LANJUT USIA Romi Ermawan Dyah Prijatini PENDAHULUAN Definisi lanjut usia memiliki batasan yang berbeda-beda di setiap negara. Sebagai contoh, negara-negara maju di Eropa maupun Amerika mengambil batasan usia diatas 65 tahun dengan pertimbangan masa pensiun. Namun menurut ketentuan WHO yang dimaksud dengan lanjut usia adalah orang yang berusia diatas 60 tahun. 1,2 Menurut Badan Pusat Statistik pada tahun 1998, usia harapan hidup orang Indonesia adalah 62.6 tahun untuk laki-laki dan 66.7 tahun untuk perempuan. Seiring dengan kemajuan di bidang ekonomi dan kesehatan, diprediksikan usia harapan hidup tersebut akan bertambah dan akan meningkatkan jumlah penduduk yang tergolong lanjut usia. 1 Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga pada tahun 1986, penyakit terbanyak yang diderita oleh orang berusia diatas 50 tahun adalah penyakit kardiovaskuler yaitu sebesar 15.7 %, diikuti oleh penyakit muskuloskeletal sebesar 14.5 % dan tuberkulosis paru sebesar 13.6 %. 1 Tidak hanya itu, menurut data WHO pada tahun 1995, penyakit kardiovaskuler juga merupakan penyebab kematian dan penyebab disabilitas tertinggi pada populasi diatas 60 tahun di seluruh dunia. 2,3 Saat lanjut usia, manusia mengalami perubahan-perubahan yang bermakna pada tubuhnya baik secara anatomi maupun fisiologi. Salah satu perubahan yang sering terjadi adalah penurunan kemampuan untuk menjaga keseimbangan air, asam-basa dan elektrolit tubuhnya. 4,5,6 Di samping itu, insiden terjadinya aritmia jantung juga meningkat. Ini disebabkan karena pengatur irama jantung mulai 1

Upload: octavianasimbolon

Post on 23-Nov-2015

20 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

electrolyte

TRANSCRIPT

12

1

GANGGUAN ELEKTROLIT SERUM DAN ARITMIA JANTUNGPADA POPULASI LANJUT USIARomi ErmawanDyah Prijatini

PENDAHULUANDefinisi lanjut usia memiliki batasan yang berbeda-beda di setiap negara. Sebagai contoh, negara-negara maju di Eropa maupun Amerika mengambil batasan usia diatas 65 tahun dengan pertimbangan masa pensiun. Namun menurut ketentuan WHO yang dimaksud dengan lanjut usia adalah orang yang berusia diatas 60 tahun.1,2Menurut Badan Pusat Statistik pada tahun 1998, usia harapan hidup orang Indonesia adalah 62.6 tahun untuk laki-laki dan 66.7 tahun untuk perempuan. Seiring dengan kemajuan di bidang ekonomi dan kesehatan, diprediksikan usia harapan hidup tersebut akan bertambah dan akan meningkatkan jumlah penduduk yang tergolong lanjut usia.1 Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga pada tahun 1986, penyakit terbanyak yang diderita oleh orang berusia diatas 50 tahun adalah penyakit kardiovaskuler yaitu sebesar 15.7 %, diikuti oleh penyakit muskuloskeletal sebesar 14.5 % dan tuberkulosis paru sebesar 13.6 %.1 Tidak hanya itu, menurut data WHO pada tahun 1995, penyakit kardiovaskuler juga merupakan penyebab kematian dan penyebab disabilitas tertinggi pada populasi diatas 60 tahun di seluruh dunia.2,3 Saat lanjut usia, manusia mengalami perubahan-perubahan yang bermakna pada tubuhnya baik secara anatomi maupun fisiologi. Salah satu perubahan yang sering terjadi adalah penurunan kemampuan untuk menjaga keseimbangan air, asam-basa dan elektrolit tubuhnya.4,5,6 Di samping itu, insiden terjadinya aritmia jantung juga meningkat. Ini disebabkan karena pengatur irama jantung mulai menurun. Aritmia tersebut ada yang merupakan variasi normal dan ada juga yang patologis serta membutuhkan perhatian khusus. Adapun aritmia yang paling sering terjadi diantaranya adalah sinus takikardia, ekstrasistol supraventrikuler dan ekstrasistol ventrikuler.3,7Meski berada pada kondisi fisik yang sehat, populasi usia lanjut sudah cukup rentan mengalami aritmia jantung. Resiko aritmia jantung tersebut tentunya akan semakin meningkat jika didapatkan kelainan patologis tertentu. Oleh karena itu pada tinjauan kepustakaan ini akan dibahas gangguan-gangguan elektrolit serum yang sering terjadi pada populasi lanjut usia dan aritmia-aritmia jantung yang ditimbulkan oleh gangguan tersebut.

Tinjauan Kepustakaan Departemen-SMF Kardiologi dan Kedokteran VaskulerFakultas Kedokteran Universitas Airlangga - RSUD Dr.SoetomoSurabaya, 22 Februari 2011

PROSES MENUA PADA SISTEM KARDIOVASKULERProses menua terjadi pada semua sistem organ dan salah satunya adalah sistem kardiovaskuler. Dimulai pada usia 30 tahun sampai 90 tahun, otot jantung manusia akan semakin hipertrofi dimana massanya akan bertambah 1 gram per tahun pada laki-laki dan 1,5 gram per tahun pada perempuan. Dengan demikian, jika ditemukan cardiothoracic rate (CTR) diatas 50 % tidaklah selalu diartikan sebagai pembesaran jantung.3 Adapun perubahan tersebut baik secara struktural dan fungsional dapat dilihat pada tabel 1.Tabel 1. Proses Menua Pada Sistem Kardiovaskuler8PerubahanMekanismeKelainan Yang Ditimbulkan

Perubahan secara strukturalPenebalan lapisan intima pembuluh darahPeningkatan migrasi dan produksi matriks oleh sel otot polos pembuluh darahTerjadinya proses aterosklerosis

Peningkatan kekakuan pembuluh darahFragmentasi elastinHipertensi sistolik

Peningkatan aktivitas elastasePenebalan dinding ventrikel kiri

Peningkatan produksi kolagenStroke

Terganggunya regulasi growth factor dan mekanisme perbaikan jaringanAterosklerosis dan hipertrofi ventrikel kiri

Peningkatan ketebalan dinding ventrikel kiriPeningkatan ukuran sel miosit ventrikel kiriBerkurangnya pengisian awal diastolik

Berkurangnya sel miosit (nekrosis dan apoptosis)Meningkatnya tekanan pengisian jantung

Terganggunya pengaturan growth factorMenurunnya ambang sesak napas

Penumpukan matriks kolagenMeningkatnya resiko gagal jantung dengan fungsi sistolik yang relatif normal

Peningkatan ukuran atrium kiriPeningkatan tekanan dan volume atrium kiriPeningkatan resiko terjadinya fibrilasi atrial atau aritmia atrial lainnya

Perubahan secara fungsionalGangguan pengaturan tonus pembuluh darahPenurunan produksi NOKekakuan pembuluh darah, hipertensi, aterosklerosis dini

Penurunan ambang jenuh Ca2+Perubahan protein ekspresi gen yang mengatur aktivitas Ca2+Penurunan ambang terjadinya aritmia atrial dan ventrikuler

Bertambahnya kematian sel miosit

Peningkatan proses fibrosis

Penurunan fungsi sistolik dan diastolik

Penurunan kemampuan jantungPeningkatan beban pembuluh darahPenurunan ambang terjadinya gagal jantung dan meningkatkan derajat keparahan gagal jantung

Penurunan kontraktilitas intrinsik miokard

Peningkatan kadar katekolamin dalam plasma

Penurunan frekuensi detak jantung karena penurunan modulasi beta-adrenergic

Penurunan tonus otot vaskuler

Proses menua yang dialami oleh sistem organ kardiovaskuler, secara khusus juga mengenai jaringan-jaringan yang mendukung sistem konduksi organ jantung.9,10 Beberapa diantaranya adalah: 1. Nodus sino-atrial (SA Nodes). Terjadi penumpukan amiloid dan kolagen pada miokardium atrial sehingga meningkatkan resiko terjadinya penyakit sick sinus syndrome. Selain itu terjadi destruksi sel-sel konduksi sinus yang bisa mencapai 90 % pada usia 75 tahun.2,92. Nodus atrio-ventrikuler (AV nodes). Berkurangnya jumlah sel konduksi meningkatkan terjadinya insiden blok atrio-ventrikuler dalam berbagai macam derajat.2,10 Insiden blok AV derajat I bahkan ditemukan pada 6-10 % individu lanjut usia yang sehat.23. Berkas HIS dan Purkinje. Terjadi penumpukan kolagen, amiloid, lemak dan jaringan fibrotik serta kalsifikasi di sekitar sistem konduksi. Hal ini menyebabkan terjadinya perlambatan dalam pembentukan dan penghantaran impuls sehingga insiden terjadinya depolarisasi atrial dan ventrikuler yang prematur meningkat.9,10Dengan perubahan-perubahan akibat proses menua tersebut, populasi lanjut usia memiliki resiko yang tinggi mengalami aritmia jantung. Aritmia-aritmia yang sering terjadi adalah sebagai berikut:1. Bradikardia. Seiring dengan bertambahnya usia, individu lanjut usia memiliki frekuensi detak jantung yang semakin lambat.8 Disfungsi SA nodes merupakan penyebab utama bradikardia. Penebalan dinding pembuluh darah karotis juga merupakan faktor predisposisi terjadinya bradiaritmia yang diperantarai hipersensitivitas sinus karotikus. Penyebab lainnya yang reversibel diantaranya adalah penyakit jantung koroner (khususnya iskemia inferior), stimulasi parasimpatis, disfungsi sistem saraf otonom, hipotiroidisme dan gangguan elektrolit.102. Takikardia supraventrikuler. Takikardia atrial multifokal merupakan salah satu bentuk takikardia supraventrikuler yang sering terjadi pada populasi lanjut usia yang memiliki penyakit paru kronis yang berat. Fibrilasi atrial atau gelepar atrial (atrial flutter) merupakan takiaritmia yang paling sering terjadi pada populasi lanjut usia dimana 20-25 % individu lanjut usia pernah mengalaminya semasa hidupnya, dimana aritmia ini disebabkan oleh adanya penyakit jantung yang mendasari, proses fibrosis, gangguan hemodinamik di atrium, proses remodelling jantung, diabetes mellitus, gangguan fungsi tiroid dan gangguan elektrolit (khususnya hipokalemia).8,10 3. Aritmia ventrikuler. Terjadinya aritmia ini, baik depolarisasi prematur ventrikel maupun takikardia ventrikel yang tidak menetap, meningkat frekuensinya seiring dengan bertambahnya usia dan dapat disebabkan oleh penyakit jantung koroner, hipertensi, penyakit jantung katub dan gangguan elektrolit (khususnya hipokalemia, hiperkalemia dan hipomagnesia).8,10 Kontraksi ventrikel prematur merupakan jenis aritmia terbanyak, yaitu ditemukan pada 76 % populasi lanjut usia yang dilakukan pemeriksaan EKG secara ambulatoar 24 jam.2

FISIOLOGI POTENSIAL AKSIDetak jantung yang normal diawali oleh suatu aliran kompleks sinyal elektrik yang disebut sebagai potensial aksi. Potensial aksi dihasilkan dari perubahan-perubahan konduksi ion yang melalui pintu saluran membran sarkolema dan dijelaskan melalui gambar 1.11

Gambar 1. Fisiologi Potensial Aksi11

Fase 0 adalah fase dimulainya depolarisasi, ditandai dengan peningkatan potensial transmembran secara mendadak dari keadaan istirahat yaitu sekitar -90 mV menjadi sekitar +20 mV. Pada keadaan ini Na+ masuk ke dalam sel dan mengubah keadaan intraseluler yang semula bermuatan negatif menjadi positif.11Fase 1 adalah fase dimulainya repolarisasi, ditandai dengan menurunnya potensial transmembran menuju isoelektrik 0 mV. Lalu dilanjutkan dengan fase 2 yaitu fase mendatar di sekitar isoelektrik 0 mV. Pada fase 2, terjadi repolarisasi cepat dimana Ca2+ masuk ke dalam sel untuk mengimbangi K+ intraseluler yang bergerak menuju ke ekstraseluler.11Fase 3 merupakan akhir dari repolarisasi cepat dimana Ca2+ yang masuk ke dalam sel mulai berkurang sampai akhirnya berhenti sedangkan K+ yang bergerak ke ekstraseluler masih terus berlanjut. Akhirnya muatan listrik intraseluler semakin menjadi negatif dengan cepat. Sedangkan fase 4 adalah fase depolarisasi diastolik yang lambat dan spontan.11Konsentrasi elektrolit di dalam serum memberikan pengaruh kepada sistem konduksi jantung melalui pengaruhnya terhadap potensial aksi tersebut. Adapun pengaruh-pengaruh tersebut dapat dilihat pada tabel 2.12

Tabel 2. Pengaruh Konsentrasi Elektrolit Serum Pada Potensial Aksi Sel Jantung12ParameterK+Ca2+Mg2+Na+

MeningkatMenurunMeningkatMenurunMeningkatMenurunMeningkatMenurun

Potensial Membran Istirahat (V) (P)TetapTetapTetap---Tetap---

dV/dt atau tetapTetap

Amplitudo Potensial Aksi atau tetap---------------

Durasi Potensial Aksi---

Periode Refrakter---------

Ambang PotensialTetap------------

AutomatisitasTetap

Konduktivitas lalu ---

Eksitabilitas lalu lalu TetapTetap---

KeterangandV/dt: laju kenaikan fase 0 V: ventrikuler---: belum diketahui P: purkinje

GANGGUAN ELEKTROLIT SERUM PADA PADA POPULASI LANJUT USIADalam keadaan normal, populasi lanjut usia memiliki konsentrasi elektrolit serum yang sama dengan populasi pada umumnya. Yang membedakannya adalah populasi lanjut usia mengalami penurunan kemampuan pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit apabila terjadi suatu kondisi patologis. Pengaturan elektrolit sangat dipengaruhi oleh performa ginjal. Pada usia 70 tahun keatas terjadi penurunan jumlah glomerulus sebesar 30-50 %. Pada arteriol ginjal juga terjadi hipertrofi tunika media, proliferasi tunika intima, bertambahnya jaringan elastis dan hialinisasi pembuluh darah. Laju filtrasi glomerulus (GFR) menurun seiring berjalannya proses penuaan dengan penurunan sebesar 1 % per tahun dan 10 % per dekade sejak usia 40 tahun keatas, meskipun kreatinin serum cenderung tidak meningkat karena pada saat yang bersamaan terjadi penurunan massa otot dan penurunan produksi kreatinin endogen.4Pengaturan homeostasis cairan tubuh secara umum dipengaruhi oleh 3 faktor penting, yaitu mekanisme haus yang baik, pengendalian keseimbangan cairan dan elektrolit oleh ginjal dan fungsi hormon anti diuretik (ADH) yang baik. Gangguan keseimbangan air mencerminkan perubahan konsentrasi natrium serum. Pada populasi lanjut usia terjadi gangguan mekanisme haus sehingga mudah jatuh pada dehidrasi dan hipernatremia. Kemampuan untuk mengeksresikan air juga terganggu karena penurunan GFR dan penurunan sensitivitas terhadap ADH sehingga mudah sekali terjadi hiponatremia. Populasi lanjut usia yang memiliki sejumlah komorbid tertentu sebagian mengkonsumsi beberapa obat tertentu yang dapat mempengaruhi sekresi ADH dan metabolisme air.4 Beberapa obat diantaranya tercantum pada tabel 3.Tabel 3. Obat-obatan Yang Mempengaruhi Sekresi ADH dan Metabolisme Air4Nikotin aAlkohol bLitium c

Morfin (dosis tinggi) aMorfin (dosis rendah) bKolkisin c

Epinefrin aKlonidin bDemklosiklin c

Siklofosfamid aGlukokortikoid bGliburid c

Tolbutamid dHaloperidol bLoop diuretics c

Klorpropamid dCisplatinum bVinblastin c

Anti Inflamasi Non Steroid dKarbamazepin bMetoksifluran c

Keterangana :Meningkatkan sekresi ADH c :Menurunkan responsivitas tubulus renalb :Menurunkan sekresi ADH d : Meningkatkan responsivitas tubulus renalKadar kalium pada populasi lanjut usia mengalami perubahan. Beberapa mekanisme yang mendasari penurunan konsentrasi kalium adalah menurunnya masa otot, perubahan karakteristik membran sel, defisiensi nutrisi dan ketidakmampuan ginjal untuk mempertahankan cadangan kalium.5Gangguan elektrolit serum yang sering terjadi pada populasi lanjut usia adalah hiperkalemia, hipokalemia, hopikalsemia, hipomagnesia, hipernatremia dan hiponatremia. Diantara gangguan elektrolit serum tersebut, hipernatremia dan hiponatremia tidak memberikan efek aritmia jantung secara langsung, akan tetapi dapat mengakibat aritmia secara tidak langsung melalui pengaruhnya terhadap keseimbangan kalium serum.4,5,6,12,13HiperkalemiaKadar kalium serum normal berkisar 3.5-5.0 mEq/L. Tanpa adanya faktor komorbid seperti penyakit ginjal atau penggunaan obat-obat tertentu, sebenarnya hiperkalemia pada populasi lanjut usia merupakan hal yang tidak umum terjadi. 5 Hiperkalemia pada populasi lanjut usia disebabkan oleh penurunan aktivitas sistem renin-angiotensin aldosteron, penggunaan obat-obatan tertentu (beta-blocker dan anti inflamasi non steroid) ataupun obat-obatan yang menurunkan aktivitas aldosteron (ACE inhibitor dan diuretik hemat kalium). Penderita hipertensi dan diabetes mellitus juga memiliki resiko besar mengalami hiperkalemia.4Manifestasi yang ditimbulkan adalah letargi dan kelemahan yang nonspesifik. Gambaran EKG pada hiperkalemia adalah semakin mendatarnya sampai menghilangnya gelombang P, meningginya gelombang T, melebarnya kompleks QRS sampai kepada perlambatan konduksi atrioventrikuler.4Pada konsentrasi kalium serum 6.0-6.5 mEq/L, terjadi peningkatan konduksi atrioventrikuler. Efek ini dapat terlihat pada irama fibrilasi atrial, yaitu jumlah respons ventrikelnya akan meningkat. Namun jika peningkatan konsentrasi kalium serum melampaui 6.5 mEq/L, justru terjadi depresi sistem konduksi dengan manifestasi depresi intraventrikuler difus dalam bentuk blok cabang berkas, blok sino-atrial dengan irama lolos penghubung maupun ventrikuler, sampai dengan bentuk henti jantung maupun fibrilasi ventrikel. Pada penderita yang menggunakan preparat digitalis, keadaan hiperkalemia dapat mendepresi fase 4 dengan meningkatkan efluks K+ sehingga terjadi supresi automatisasi dan mendepresi irama ektopik yang diakibatkan digitalis.12HipokalemiaHipokalemia merupakan gangguan kalium yang paling menonjol pada populasi lanjut usia yang dapat disebabkan oleh terapi diuresis, kegagalan proses pemekatan urin pada nefron distal karena penurunan jumlah dan fungsi nefron, ataupun karena diet kalium yang tidak adekuat.5,6Manifestasi yang ditimbulkan adalah letargi dan kelemahan yang nonspesifik sebagaimana yang terjadi pada hiperkalemia. Gambaran EKG pada hipokalemia adalah semakin mendatarnya gelombang T dan timbulnya gelombang U. Hipokalemia berat dapat memperpanjang interval PR, memperlebar dan menurunkan voltase kompleks QRS dan menyebabkan aritmia ventrikuler.4Pada hipokalemia terjadi perlambatan sampai dengan blok sino-atrial dan blok atrio-ventrikuler dengan bebagai derajat. Hipokalemia melalui mekanisme peningkatan automatisitas dapat merangsang keluarnya irama ektopik, baik dari atrial, junctional maupun ventrikuler. Pada penderita yang menggunakan preparat digitalis, keadaan hipokalemia dapat meningkatkan sensitivitas terhadap digitalis sehingga dapat meningkatkan insiden aritmia ektopik yang dicetuskan digitalis.12HipokalsemiaKeseimbangan kalsium mengalami gangguan pada usia lanjut meskipun kadar kalsium serum masih dalam batas normal. Batasan hipokalsemia adalah kadar kalsium serum terkoreksi kurang dari 8.8 mg/dL atau 2.2 mmol, yang pada populasi lanjut usia terjadi karena penurunan absorpsi kalsium intestinal dapat terkait dengan kadar vitamin D yang dibawah normal, meningkatnya kadar hormon paratiroid (PTH) di sirkulasi atau rendahnya asupan kalsium.4,5 Mengingat 40 % kalsium serum terikat pada protein, maka kadar albumin dapat digunakan untuk mengkonfirmasi apakah hipokalsemia tersebut adalah hipokalsemia yang sebenarnya atau hipokalsemia semu, dimana untuk setiap penurunan kadar albumin 1 g/dL maka kadar serum kalsium juga turun sebesar 0.8 mg/dL dan berlaku untuk nilai albumin dibawah 4 g/dL.4Manifestasi yang ditimbulkan adalah spasme otot, kram, spasme karpopedal, kejang, miopati, gangguan psikiatrik, gagal ganjung kongestif dan aritmia. Pada pemeriksaan EKG dapat ditemukan pemanjangan interval QT. Pemanjangan interval QT merupakan suatu resiko tinggi terjadinya berbagai macam aritmia ventrikuler.4 Hipokalsemia dapat meningkatkan efek toksik digitalis dan mengurangi kontraktilitas miokard jantung.13HipomagnesiaMagnesium memegang peranan penting dalam fungsi neuromuskuler. Sekitar 60 % magnesium terdapat di tulang, sedangkan sisanya di dalam sel dan hanya 1 % yang berada di cairan ekstraseluler, sehingga kadar magnesium serum tidak menggambarkan keberadaan magnesium yang sebenarnya. Kadar magnesium serum normal berkisar antara 1.3-2.2 mEq/L. Hipomagnesia dianggap bermakna apabila kurang dari 1 mEq/L. Hipomagnesia pada populasi lanjut usia lebih banyak disebabkan karena asupan nutrisi magnesium yang kurang, setelah itu disebabkan karena diabetes mellitus tipe 2 dan penggunaan diuretik hipermagnesurik.4Umumnya keluhan dan gejala hipomagnesia menjadi prominen saat kadar magnesium serum dibawah 0.8 mEq/L. Manifestasi yang bisa terjadi adalah kelainan saraf seperti letargi, kebingungan, tremor, fasikulasi, ataksia, nistagmus, tetani ataupun kejang. Kelainan EKG dapat berupa pemanjangan interval PR dan QT, dan pada penderita yang mengkonsumsi digoksin berada pada resiko tinggi untuk terjadinya aritmia atrial maupun ventrikuler.4 Aritmia yang sering terjadi adalah takikardia ventrikuler multifokal yang biasanya diikuti oleh Torsade de Pointes.13HipernatremiaKadar natrium serum normal berkisar 135-145 mEq/L. Peningkatan kadar natrium serum dinyatakan bermakna apabila lebih dari 150 mEq/L. Hipernatremia mudah terjadi pada populasi lanjut usia mengingat persentase total body water semakin menurun, berkurangnya ambang respon haus dan mudahnya terjadi dehidrasi.4,5,14Manifestasi yang muncul adalah gangguan sistem saraf pusat mulai dari kelemahan dan letargi non spesifik sampai kepada koma. Tanda-tanda klinis yang bisa dijumpai adalah turgor kulit menurun, hipotensi ortostatik, mulut kering, tidak bisa berkeringat dan hemokonsentrasi. Pada kasus yang ekstrem dapat terjadi pengkerutan volume otak, perdarahan kapiler dan hematoma subdural spontan.4 Adapun penyebab-penyebab hipernatremia dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Penyebab Hipernatremia Pada Populasi Lanjut Usia4,5Penurunan Asupan AirPeningkatan Kehilangan AirPeningkatan Asupan Natrium

DemamDiare, demamInfus cairan normal saline berkepanjangan

Gangguan status mentalDiuresis osmosisTerapi Sodium Bicarbonate

Gangguan fungsi fisikDiabetes insipidus, hiperkalsemia, hipokalemia, penyakit ginjal kronik

HiponatremiaPenurunan kadar natrium serum dinyatakan bermakna apabila kurang dari 130 mEq/L. Hiponatremia merupakan gangguan elektrolit yang paling sering terjadi pada populasi lanjut usia yang disebabkan oleh menurunnya fungsi ginjal (khususnya nefron distal), menurunnya kapasitas dilusi, sekresi ADH yang berlebihan dan terganggunya kemampuan untuk mengekskresi air.4,5,6Hiponatremia sendiri terbagi atas 3 kondisi yang menyertai. Yang pertama adalah hiponatremia dengan penurunan volume cairan ekstraseluler yang disebabkan oleh stimulus baroreseptor yang mengalahkan osmoreseptor dan mencetuskan pelepasan ADH serta akibat penggunaan obat-obatan diuretik. Yang kedua adalah hiponatremia dengan peningkatan volume cairan ekstraseluler yang disebabkan oleh sindroma overload seperti sirosis hepatis, gagal jantung kongestif ataupun sindroma neforotik. Yang ketiga adalah hiponatremia dengan volume cairan ekstraseluler yang normal yang bisa disebabkan karena gangguan endokrin (sekresi ADH yang berlebihan, hipotiroidisme dan defisiensi glukokortikoid) serta obat-obatan.4,5 Manifestasi yang ditimbulkan adalah gangguan sistem saraf pusat seperti letargi, kejang, koma sampai kematian.4

PENATALAKSANAANUntuk mengatasi aritmia jantung yang disebabkan oleh gangguan elektrolit serum, maka selain pemberian obat-obatan aritmia jantung, gangguan elektrolit serum yang mendasari harus dikoreksi dan diatasi penyebabnya agar keseimbangan elektrolit tersebut tidak terganggu kembali.4Penatalaksanaan HiperkalemiaDalam menghadapi hiperkalemia, pemberian calcium glunonate sangat diperlukan untuk meminimalkan depolarisasi membran sel jantung, terutama jika sudah didapatkan pelebaran kompleks QRS. Jika kompleks QRS masih normal namun ditemui gelombang T yang meninggi, pemberian insulin 10 unit intravena diikuti dengan cairan dextrose 50 % sebanyak 50 ml sangat berguna untuk mendorong kalium masuk ke dalam sel. Pemberian preparat potassium-sodium exchange resin sodium polystyrene sulfonate (Kayexalate) secara oral juga berguna mencegah naiknya kadar kalium serum. Pemberian furosemid sebesar 20-40 mg intravena dapat meningkatkan ekskresi kalium jika fungsi ginjal normal. Pada keadaan-keadaan tertentu, hemodialisis dapat dilakukan.4Penatalaksanaan HipokalemiaSetiap penurunan 1mEq kalium serum setara dengan defisit total body potassium sebesar 100-150 mEq/L. Preparat yang sering digunakan adalah cairan KCl. Pemberian kalium secara intravena tidak boleh melebihi 10 mEq/jam kecuali penderita dimonitor secara ketat di ruang perawatan intensif.4

Penatalaksaaan HipokalsemiaPenanganan segera hipokalsemia dapat berupa pemberian 1 ampul calcium gluconate 10 % (90 mg kalsium per 10 mL) pemberian per infus secara berkelanjutan dapat berupa 3 ampul calcium gluconate dalam 1 L cairan dextrose 5 % sebesar 50 mL/jam dan dititrasi sesuai kadar kalsium di serum.4Penatalaksanaan HipomagnesiaHipomagnesia ringan dapat diatasi dengan pemberian magnesium oksida oral 250 mg (12.5 mEq) dalam dosis 2-4 kali sehari. Untuk hipomagnesia simptomatis, penatalaksanaan berupa pemberian infus magnesium sulfat 50 % 10 mL (40 mEq) per liter dengan kecepatan 100 mL/jam selama 24 jam pertama lalu dilanjutkan 40 mEq/hari sampai kadar magnesium serum yang diinginkan tercapai. Pada kasus yang berat, pemberian bolus inisial magnesium sulfat 50 % sebesar 4 mL dalam 100 mL dextrose 5 % selama 30 menit dapat dilakukan.4Penatalaksanaan HipernatremiaHipernatremia dapat dikoreksi dengan cara memperbaiki defisit cairan dengan cairan hipotonis. Jika kesadaran penderita baik maka pengembalian defisit cairan diberikan per oral. Pemberian melalui infus biasanya melalui cairan infus dextrose. pengembalian defisit cairan dilakukan dalam 48-72 jam. Adapun formula untuk menghitung kebutuhan pengembalian cairan tertera pada tabel 5. Cairan dextrose 5 % dapat diberikan sebesar 100-125 mL/jam, dimana setiap peningkatan natrium serum sebesar 10 mEq/L maka penambahan cairan yang dibutuhkan sebesar 50 mL/jam.4Tabel 5. Formula Penghitungan Defisit Cairan Pada Hipernatremia5Defisit Cairan={(Na+ aktual : Na+ normal) - 1}xTotal Body Water

LiterLiter

KeteranganTotal Body Water: BB (kg) x 0,6Na normal: Kadar Na yang diinginkan, 140 mEq/LNa aktual: Kadar Na dalam keadaan hipernatremia

Penatalaksanaan HiponatremiaPenatalaksanaan hiponatremia bergantung kepada patogenesis yang mendasarinya dan derajat keparahan gejala yang ditimbulkan. Kadar natrium serum yang rendah dapat dikoreksi dengan pemberian infus cairan normal saline atau hypertonic saline. Peningkatan kadar natrium serum harus dijaga tidak melebihi 0.3-0.4 mEq/jam atau 8 mEq/24jam karena jika melebihi batas tersebut akan mengakibatkan komplikasi neurologis. Untuk kadar natrium serum 115-125 mEq/L, pemberian normal saline sebesar 75-100 mL/jam selama 24-48 jam sudah cukup adekuat. Namun jika didapatkan penyakit jantung yang membutuhkan pembatasan cairan, pemberian disarankan sebesar 50-75 mL/jam.4Untuk menghitung kebutuhan koreksi natrium dengan lebih dapat digunakan formula seperti yang tertera pada tabel 6. Sebagai contoh, jika selisih natrium serum adalah 8 mEq/L pada seorang dengan berat badan 60 kg maka kebutuhan koreksi natrium adalah 288 mEq, setara dengan pemberian 1.9 L normal saline atau 560 ml cairan NaCL 3 %.4Tabel 6. Formula Penghitungan Defisit Natrium Pada Hiponatremia4Kekurangan Natrium=Total Body Waterx(Na normal - Na aktual)

mEqLitermEq/Liter

KeteranganTotal Body Water: BB (kg) x 0,6Na normal: Kadar Na yang diinginkan, 135mEq/LNa aktual: Kadar Na dalam keadaan hiponatremia

RINGKASANPenyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang paling sering didapatkan pada manusia yang sudah berada di usia lanjut. Dari berbagai macam penyakit jantung tersebut, aritmia jantung merupakan penyakit jantung yang termasuk sering dijumpai. Selain penyakit jantung, akibat berjalannya proses penuaan, gangguan elektrolit serum juga sangat sering dijumpai pada populasi lanjut usia. Gangguan elektrolit serum yang sering terjadi adalah hiperkalemia, hipokalemia, hipokalsemia, hipomagnesia, hipernatremia dan hiponatremia. Selain hipernatremia dan hiponatremia, semua gangguan elektrolit serum tersebut secara langsung dapat memberikan komplikasi berbagai macam aritmia jantung. Dengan adanya gangguan elektrolit serum ini, populasi lanjut usia yang sebelumnya sudah memiliki resiko mengalami aritmia jantung, akan mendapatkan peningkatan resiko mengalami aritmia jantung tersebut.Untuk mengatasi aritmia jantung yang disebabkan oleh gangguan elektrolit serum, maka selain pemberian obat-obatan aritmia jantung, gangguan elektrolit serum yang mendasari harus dikoreksi dan diatasi penyebabnya agar keseimbangan elektrolit tersebut tidak terganggu kembali.

DAFTAR PUSTAKA

1. Boedhi-Darmojo R. Demografi dan epidemiologi populasi usia lanjut. In: Martono H, Pranaka K, editors. Buku ajar boedhi-darmojo: geriatri (ilmu kesehatan usia lanjut). 4th ed. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004. p. 35-5.2. Schwartz JB, Zipes DP. Cardiovascular disease in elderly. In: Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, editors. Braunwald's heart disease. 8th ed. Philadelphia: Elsevier; 2008. p. 1923-54.3. Boedhi-Darmojo R. Penyakit kardiovaskuler pada usia lanjut. In: Martono H, Pranaka K, editors. Buku ajar boedhi-darmojo: geriatri (ilmu kesehatan usia lanjut). 4th ed. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004. p. 340-61.4. Adetola A, Norris KC. Alterations in electrolyte and acid-base homeostasis with aging. In: Yoshikawa TT, Norman DC, editors. Acute emergencies and critical care of the geriatric patient. New York: Marcel Dekker; 2000. p. 293-322.5. Anderson S. Nephrology/fluid and electrolyte disorders. In: Cassel CK, Leipzig RM, Cohen HJ, Larson EB, Meier DE, editors. Geriatric medicine: an evidence-based approach. 4th ed. New York: Springer; 2003. p. 769-82.6. Timiras ML, Leary J. The kidney, lower urinary tract, body fluids and the prostate. In: Timiras PS, editor. Physiological basic of aging and geriatrics. 4th ed. New York: Informa Healthcare USA; 2007. p. 297-314.7. Wenger NK. Cardiovascular disease. In: Cassel CK, Leipzig RM, Cohen HJ, Larson EB, Meier DE, editors. Geriatric medicine: an evidence-based approach. 4th ed. New York: Springer; 2003. p. 509-44.8. Lakatta EG, Najjar SS, Schulman SP, Gerstenblith G. Aging and cardiovascular disease in elderly. In: Fuster V, O'Rouke RA, Walsh RA, Paole-Wilson P, editors. Hurst's the heart. 12th ed. The MacGraw-Hill Companies; 2008. p. 2247-74.9. Camm AJ, Nunn L. Arrhythmias in the elderly. In: Pathy MSJ, Sinclair AJ, Morley JE, editors. Principles and practise of geriatric medicine. 4th ed. Chichester: John Willey & Sons; 2006. p. 493-514.10. Stolker JM, Rich MW. Diagnosis and management of heart disease in the elderly. In: Areson C, Busby-Whitehead J, Brummel-Smith K, O'Brien JG, Palmer MH, Reichel W, editors. Reichel's care of the elderly. 6th ed. Cambridge: Cambridge University Press; 2009. p. 102-22.11. Hoit BD, Walsh RA. Normap physiology of the cardiovascular system. In: Fuster V, O'Rouke RA, Walsh RA, Paole-Wilson P, editors. Hurst's the heart. 12th ed. The MacGraw-Hill Companies; 2008. p. 83-5.12. Fisch C. Relation of electrolyte disturbance to cardiac arrhythmias. Circulation 1973;48:408-19.13. Life-threatening electrolyte abnormalities. Circulation 2005;112;IV.121-5.14. Wilson MG. Dehydration. In: Pathy MSJ, Sinclair AJ, Morley JE, editors. Principles and practise of geriatric medicine. 4th ed. Chichester: John Willey & Sons; 2006. p. 321-8.

---oooOooo---