ekonomi kelembagaan teori hak kepemilikan
TRANSCRIPT
EKONOMI KELEMBAGAAN
TEORI HAK KEPEMILIKAN
Disusun Oleh :
Firmansyah Handika R. (115020100111033)
Tetuko Waspodo (115020100111036)
Zakie Saiya (115020100111001)
Nursyamsi (115020100111031)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
EKONOMI PEMBANGUNAN
2013
MALANG
1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 2
A. Definisi .................................................................................................... 2B. Hak Kepemilikan dan Rezim Sistem Ekonoi .......................................... 4C. Hak Kepemilikan dan Ekonomi Kelembagaan ........................................ 8D. Hak Kepemilikan dan Efisiensi Ekonomi ................................................ 10
BAB III PENUTUP ...................................................................................................... 13
A. Kesimpulan................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 14
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar BelakangDalam persoalan hak kepemilikan di negara-negara berkembang, tidak seutuhnya
rezim yang dianut merupakan rezim private maupun rezim state property right.
Karena hak kepemilikan memiliki arti yang spesifik dan dinamis sesuai degan
konteks lingkungan sector ekonomi yang hendak diterapkan di suatu Negara.
Bahkan hak kepemilikan juga memiliki makna yang lebih luas dari
perkembanagan ekonomi, demokrasi, politik, kebebasan individu dan persoalan
lingkungan. Sementara itu, bagi pengambil kebijakan (pemerintah) bukan hanya
sekedar memilih jenis hak kepemilikan, namun bagaimana hak kepemilikan itu
diregulasi dan ditegakan sehingga membantu proses pembangunan ekonomi.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Hak kepemilikan bukan hanya merupakan bagian dari kerangka kerja kegiatan
ekonomi, tetapi juga sebagai bagian dari system aturan-aturan (system of rules) yang
merupakan hasil dari proses ekonomi.
Hak kepemilikan didefinisikan sebagai hak-hak untuk memiliki, menggunakan,
menjual, dan mengakses kesejahteraan. Kepemilikan (property) yang dimaksud
dapat berupa kepemilikan fisik (objek konnsumen, tanah, peralatan, modal) dan
kepemilikan yang tak terlihat (intanglble property), seperti ide, puisi,
rumus/formula. Namun dari beberapa macam hak kepemilikan yang ada, dalam teori
ekonomi tenaga kerja dan teori ekonomi adalah yang paling penting [Caporaso dan
Levine, 1992:87]
Dalam perkembangannya, sejarah hak kepemilikan dapat dipelajari melalui dua
pendekatan, yaitu :
1. Teori kepemilikan individu
Merupakan representasi dari doktrin hak-hak alamiah (natural right) ,
yang merupakan basis dari eknomi klasik yang mengarah pada pandangan
individualistic.
2. Teori kepemilikan social
Berargumentasi bahwa masyarakat menyediakan mekanisme perbaikan
bagi keterbatasan alamiah yang inheren dari dalam diri manusia.
Karakteristik Hak Kepemilikan
1. Universalitas (universality), seluruh sumber daya dimiliki secara privat
dan seluruh bagian dispesifikasi secara lengkap.
2. Eksklusivitas (eksclusifity), seluruh keuntungan dan biaya diperluas
sebagai hasil dari kepemilikan dan pemanfaatan seumber daya seharusnya
tertuju kepada pemilik, baik secara langsung maupun tidak langsung.
4
3. Tranferabilitas (transferability), seluruh hak kepemilikan seharusnya
dapat dipindahkan melalui penjualan maupun yang lain.
4. Enforsibilitas (ensforsibility), hak kepemilikan seharusnya dijamin dari
pratik keterpaksaan atau pelanggaran dari pihak lain.
Tipe rezim hak kepemilikan berdasarkan pemilik, hak, dan kewajiban
TIPE PEMILIK HAK PEMILIK KEWAJINBAN
Privat Individu
Pemanfaatan yang
bisa diterima
secara social
Mencegah
penggunaan yang
tidak bias diterima
secara social
Bersama KolektifPengecualian
terhadap orang lain
Merawat, mengatur
tingkat
pemanfaatan
Negara Warga negara Menentukan aturanMenjaga tujuan-
tujuan social
Akses terbuka
(tanpa
kepemilikan)
Tidak ada Memanfaatkan Tidak ada
B. Hak Kepemilikan Dan Rezim Sistem Ekonomi
Jika berbicara mengenai rezim sistem ekonomi, setidaknya dapat didekati dalam
tiga kelompok besar.
1. Rezim sistem ekonomi kapitalis
Dalam sistem ini seluruh kepemiikan dimiliki oleh sektor privat (swasta).
Sistem ini percaya hak kepemilikan privat yang dimediasi oleh
mekanisme pasar akan menghasilkan pancapaian ekonomi yang efisien.
5
Hal ini terjadi karena setiap pemilik hak kepemilikan dijamin kepastian
untuk memperoleh insentif ekonomi atas setiap aktivitas yang dilakukan,
misalnya untuk menjual, mengelola, menyewakan,dll.
2. Rezim sistem ekonomi sosialis
Sistem ekonomi sosialis menempatkan hak kepemilikan berada di tangan
negara. Negara yang berhak untuk memiliki dan mengelola seluruh
sumber daya ekonomi yang tersedia, seperti tanah.
Dengan basis kepemilikan negara tersebut, sistem ini yakin bahwa
pemerataan ekonomi akan lebih mudah diwujudkan daripada hak
kepemilikan yang dipegang oleh pihak swasta.
3. Rezim sistem ekonomi campuran
Sistem ekonomi ini menggabungkan kepemilikan ditangan swasta dan
negara. Setiap negara yang mengadopsi sistem ini berbeda-beda
intensitasnyadalam mengijinkan hak kepemilikan kepada sektor swasta
maupun negara.
Umumnya negara diberi ruang mengelola hak kepemilikan yang strategis,
sperti sumber daya air, hutan,dll. Dengan sistem campuran ini, diharapkan
pertumbuhan ekonomi bisa tercapai tanpa harus mengorbankan tujuan
pemerataan pembangunan.
Sampai hari ini terdapat kecenderungan pandangan sistem ekonomi kapitalis
mengenai hak kepemilikan kian mendominasi dan diadopsi oleh sebagian besar
negara di dunia. Bahkan, negara-negara yang dulunya menganut sistem sistem hak
kepemilikan negara, seperti negara-negara eropa timur, saat ini secara perlahan telah
mentransisikan sistem hak kepemilikannya menuju kepada kepemilikan privat.
Proses perubahan hak kepemilikan ini tentu saja tidak terjadi seketika, melainkan
melalui proses yang panjang dan berliku. Dalam banyak kejadian, transfer model
kepemilikan ini berjalan sepaket dengan sistem ekonomi negara tersebut. Jika sistem
6
ekonomi berubah tanpa penggantian hak kepemilikan, maka dapat dipastikan kegiatan
ekonomi akan macet.
Rezim kepemilikan privat diyakini akan memandu setiap pelaku ekonomi
memperoleh efisiensi melalui internalisasi yang lebih besar terhadap eksternalitas.
Jika suatu sumber daya yang langka ditempatkan dalam wilayah publik, maka orang-
orang memiliki insentif untuk mengeksploitasi secara kompetitif terhadap sumber
daya tersebut agar memperoleh keuntungan, sehingga dalam jangka waktu yang tidak
lama sumber daya itu akan rusak.
Dalam pemikiran lain terdapat pandangan yang menyatakan bahwa edisiensi
ekonomi tidak boleh hanya diukur dari profit terbesar yang dapat diraih. Seharusnya
efisiensi harus didefinisikan untuk tujuan yang lebih luas, misalnya keadilan dan
pemerataan. Jika pemikiran ini diterima, maka privat property rights tentu bukanlah
satu-satunya rezim yang efisien.
Sebabnya sederhana, yakni kesempatan untuk mengakses dan memiliki property
rights bagi setiap individu tidaklah sama. Bila hal ini terjadi, maka keuntungan
ekonomi hanya digenggam oleh mereka yang menguasai hak kepemilikan. Hal inilah
yang menjadi alasan bahwa negara harus hadir untuk mengusai dan mengelola hak
kepemilikan dalam skala tertentu untuk menghindari pemusatan kesejahteraan
ekonomi yang hanya digenngam oleh pihak-pihak yang memiliki akses terhadap hak
kepemilikan.
Sekurangnya terdapat empat kritik terhadap model ekonomi sosialis (Jafee,
1998:121).
1. Dibawah kekuasaan dan kontrol sosialisme, ekonomi akan dipegang oleh
sekelompok birokrat negara yang umumnya tidak responsif terhadap
kebutuhan masyarakat (pasar).
2. Menempatkan peran wirausahawan dalam sektor publik akan mengurangi
pentingnya motif laba individu dan insentif melakukan investasi, inovasi,
mengambil resiko, dan merespon pasar baru.
7
3. Sosialisme, melalui kontrol terhadap alat-alat produksi ditangan negara
menyebabkan konsentrasi kekuasaan politik berada di tangan pihak yang
ditunjuk oleh negara.
4. Ketiadaan pasar berarti menempatkan dewan perencanaan pusat sebagai
pihak yang memutuskan segala urusan ekonomi, seperti penawaran
permintaan dan harga. Faktanya urusan tersebut sangatlah kompleks yang
tidak mungkin dikelola sepenuhnya oleh negara sehingga berpotensi
menimbulkan pemanfaatan dan alokasi sumber daya yang tidak efisien.
Dalam posisi yang saling bertentangan sosialisme dan kapitalisme itulah dimana
keduanya memiliki efek negatif terhadap pencapaian ekonomi, lalu muncul sistem
ekonomi campuran. Inti dari sistem ekonomi ini adalah mencoba mengambil hal
yang terbaik dari kedua sistem ekonomi tersebut, sehingga efek-efek negatif yang
ditimbulkan dari kedua sistem tersebut dapat direduksi.
Dalam proses integrasi kedua sistem tersebut bila ditinjau dari sisi hak
kepemilikan maka berujung pada dua postulat sebagai berikut:
1. Hak kepemilikan dipunyai oleh sektor privat sepanjang itu bisa
memberikan insentif ekonomi yang lebih baik bagi pelakunya.
2. Hak kepemilikan harus diserahkan kepada negara jika pasar tidak
responsif terhadap tujuan sosial dan eksternalitas
Dengan dua postulat itulah masing-masing instrumen yang bagus dari kapitalisme
dan sosialisme diambil untuk kemudian diaplikasikan dalam sistem ekonomi
campuran.
Dalam kasus kesejahteraan negara, misalnya kegiatan ekonomi sebagian besar
diserahkan kepada sektor swasta sehingga secara otomatis hak kepemilikan juga
diberikan pada sektor prifat. Aplikasi ini menyebabkan setiap individu diberi ruang
yang leluasa untuk membuka dan mendirikan usaha, memiliki faktor produksi dan
mempertukarkan keterampilan.
8
Sebagian besar kegiatan ekonomi dibimbing oleh mekanisme pasar sehingga
alokasi dan pemanfaatan sumber daya ekonomi menjadi efisien. Seterusnya, pasar
bisa sangat tamak bila seluruh sumber daya ekonomi yang dipegang oleh sebagian
pelaku ekonomi swasta akan menimbulkan ketimpangan kesejahteraan ekonomi.
Tepat pada titik inilah negara masuk untuk mengendalikan pasar agar tidak
menimbulkan disparitas kesejahteraan melalui kepemilikan sebagian hak milik yang
dianggap strategis, seperti sumber daya air, hutan, migas dll.
Dalam beberapa hal negara/pemerintah mesti turut campur dalam kegiatan
ekonomi bila dirasa kepentingan sebagian rakyat belum bisa dipenuhi oleh sektor
privat. Jadi, bisa dilihat bahwa argumen kepemilikan negara dalam sistem negara
kesejahteraan bukanlah karena neggara bisa lebih efisien daripada kepemilikan
privat, melainkan negara hadir untuk menghindari tidak tercapainnya tujuan
pembangunan yang lebih luas, seperti pemerataan dan keadilan.
C. Hak Kepemilikan dan Ekonomi Kelembagaan
Untuk memahami konsep dasar dari hak kepemilikan, langkah terbaik adalah
dengan mula-mula mengasumsikan bahwa seluruh kegiatan ekonomi mengambil
tempat dalam kerangka kelembagaan dasar dari negara liberal klasik (classical
liberal state). Asumsi itu menyebutkan bahwa hak kepemilikan ditetapkan kepada
individu menurut prinsip kepemilikan pribadi (private ownership) dan bahwa sanksi
atas hak kepemilikan dapat dipindahkan (transferable) melalui ijin menurut prinsip
kebebasan kontrak (freedom of contract).
Melalui konsep dasar tersebut, hak kepemilikan (right of ownership) atas suatu
aset dapat dimengerti sebagai hak untuk menggunakan (right to use), untuk
mengubah bentuk dan isi hak kepemilikan (to change its form and substance), dan
untuk memindahkan seluruh hak-hak atas aset (to transfer all rights in the asset),
atau beberapa hak (some rights) yang diinginkan.
Dengan deskripsi ini, hak kepemilikan hampir selalu berupa hak eksklusif
(exclusive right), tetapi kepemilikan bukan berarti hak yang tanpa batas (unrestricted
right). Sedangkan Bromley dan Cernea mendefinisikan hak kepemilikan sebagai hak
9
untuk mendapatkan aliran laba yang hanya aman (secure) bila pihak-pihak yang lain
respek dengan kondisi yang melindungi aliran laba tersebut. Makna ini dengan
cukup terang mendonorkan gambaran yang jelas, bahwa sesungguhnya hak
kepemilikan menyangkut penguasaan individu atas aset (dalam pengertian yang luas
bisa berupa ilmu pengetahuan dan ketrampilan) sehingga di dalam dirinya terdapat
hak untuk menggunakan atau memindahkan atas yang aset yang dikuasai/dimiliki.
Basis konsep ini pula yang nantinya dapat dipakai untuk memperluas cakupan dan
pemahaman terhadap hak kepemilikan.
Dengan basis pemikiran neoklasik yang berpendapat bahwa pasar tidak bisa
menyelesaikan masalah eksternalitas, seperti halnya pasar tidak akan mampu
memecahkan masalah hak kepemilikan, maka dari itu coase memberikan usulan
bahwa eksternalitas dapat diinternalisasikan dalam kegiatan ekonomi jika hak
kepemilikan telah dikelola dengan baik. Hal inilah yang menjadi pokok utama dari
teori coase. Teori coase ini merupakan antithesis dari teori yang diberikan oleh
pigou yang merujuk kepada instrument pajak untuk mengatasi adanya eksternalitas.
Menurut coase jika hak kepemilikan sudah diatur dengan baik, maka peran
pemerintah tidak dibutuhkan lagi dalam memecahkan masalah eksternalitas.
Dari teori coase tersebut menggambarkan bahwa Negara tidak diperlukan untuk
mengatasi masalah eksternalitas, coase lebih menyarankan agar hak kepemilikan
lebih diperjelas lagi sehingga untuk mengatasi eksternalitas dapat diselesaikan
melalui mekanisme pasar, Negara tidak perlu turun tangan unutk mengatasinya.
Bertentangan dengan teori coase tersebut pigou justru memaparkan bahwa
pentingnya peran Negara dalam mengatasi eksternalitas melalui adanya pajak.
Terlepas dari perdebatan antara teori coase dan pigous, hubungan antara hak
kepemilikan dan ekonomi kelembagaan tidaklah hanya dipicu oleh masalah
eksternalitas semata. Ekonomi kelembagaan juga meperhatikan urusan-urusan yang
lebih besar seperti halnya hubungan antara penelolaan hak kepemilikan terhadap
kesejahteraan, efisiensi, dan sosialis.
10
Pada dasarnya hak kepemilikan tidaklah statis, tetapi selalu berubah sesuai
dengan kebutuhan dan situasi masyarakat, dengan kata lain hak kepemilikan atas
aset-aset yang pasti akan berubah seiring berjalannya waktu dan perkembangan
teknologi.
Ketika manusia yang hidup dibumi masih sedikti maka masalah kelangkaan
sumber daya akan jarang ditemui, tetapi bila jumlah manusia yang tinggal di bumi
semakin bertambah maka kelangkaan akan menjadi masalah terbesar, untuk itu
diperlukan adanya kelembagaan atau aturan main baru. Seperti contohnya, suku-
suku asli bisa saja menyingkirkan para pendatang yang tinggal disekitar mereka
dengan mengandalkan alasan kepemilikan. Seterusnya, apabila kelompok-kelompok
terus bertumbuh dan aturan informal yang digunakan sebagai aturan dalam hak
kepemilikan bersama gagal dalam menjalankan fungsinya, maka hak kepemilikan
bersama pada awalnya akan menjadi hak kepemilikan individu (privat) sebagai
solusi terakhir.
Permasalahan bertambahnya populasi menjadi pemicu perubahan bentuk hak
kepemilikan terhadap sumber daya (ekonomi) agar kehidupan bersama tetap bisa
dilangsungkan. Contoh lain yang dapat diberikan dalam masalah hak kepemilikan,
misalnya sosialisme sudah tidak berfungsi secara efektif, maka cara yang paling
masuk akal untuk ditempuh yaitu memecah kelompok-kelompok besar dan
membuatnya menjadi lebih terbuka, sehingga kepemilikan sosialis sebelumnya dapat
dijadikan semacam kepemilikan terbatas yang informal dan lebih murah.
Kesimpulan yang dapat diambil dari berbagai contoh kasus hal kepemilikan
diatas yaitu sangat tergantung kepada pilihan dan perkembangan teknologi yang ada,
serta masyarakat pada dasarnya mereka berbeda satu sama lain, maka akan
memaknai hak kepemilikan secara berbeda pula.
D. Hak Kepemilikan dan Efisiensi Ekonomi
Tema efisiensi ekonomi selalu relavan dalam bidang ekonomi mengingat tujuan
terpenting dari kegiatan ekonomi (setidaknya menurut paham klasik/ neoklasik)
adalah untuk mencapai efisiensi. Efisiensi sendiri secara sederhana sebagai upaya
11
memperoleh output yang lebih besar dengan input (faktor produksi) yang sama.
Dalam pendekatan ekonomi kelembagaan, efisiensi tersebut bisa dicapai melalui dua
cara, yakni pendekatan statis dan pendekatan dinamis. Dalam pendekatan statis,
efisiensi ekonomi dicapai melalui spesialisasi tenaga kerja (division of labor).
Sedangkan dalam pendekatan dinamis, efisiensi ekonomi diperoleh dengan jalan
meningkatkan kapasitas dan inovasi teknologi sehingga produktivitas akan
meningkat. Umumnya, di negara maju pendekatan dinamis yang lebih banyak di
adopsi, sedangkan di negara berkembang pendekatan statis yang lebih banyak
dipakai untuk meningkatkan efisiensi.
Jika persoalan efisiensi ekonomi tersebut dikaitkan dengan hak kepemilikan,
maka ada beberapa perspektif yang bisa digunakan. Pertama, melihat hubungan
antara hak kepemilikan dengan kepastian hukum untuk melindungi penemuan-
penemuan baru (seperti teknologi). Dalam sudut pandang ini, negara yang bisa
menjamin hak kepemilikan terhadap penemuan/ inovasi teknologi (lewat paten) akan
memiliki implikasi yang besar terhadap produktivitas dan efisiensi ekonomi.
Kedua, melihat hubungan antara hak kepemilikan dengan degradasi lingkungan.
Sampai saat ini ketergantungan aktivitas ekonomi terhadap Sumber Daya Alam
(SDA) masih sangat besar, khususnya di negara berkembang. Ketergantungan
terhadap SDA tentu akan menyebabkan terjadinya kecenderungan melakukan
eksploitasi sebesar- besarnya sehinggan berpotensi merusak lingkungan. Dalam
konteks ini, hak kepemilikan yang tidak jelas terhadap SDA cenderung akan
merusak lingkungan dan dalam jangka panjang akan menurunkan pertumbuhan
(efisiensi) ekonomi.
Dari kacamata relasi antara hak kepemilikan dan kerusakan lingkungan, tanpa
hak milik atas sumber daya alam yang ditegakkan, kepentingan yang berasal dari
luar akan mengambil keuntungan dari akses yang terbuka dan tanpa rasa tanggung
jawab sekali, mereka mengeksploitasi modal secara berlebihan. Tetapi, bila
kelompok komunal tertentu diberi hak milik terhadap sumber daya alam, maka
kelompok tersebut akan mengembangkan mekanisme untuk membatasi akses oleh
12
orang luar, mendistribusikan tanggung jawab pengelolaan, mengalokasikan hak- hak
penggunaan di antara kelompok, serta pemantauan dan pemenuhan/ pelaksanaan.
Oleh karena itu, aliran hak kepemilikan menganggap bahwa hak kepemilikan
swasta (private property rights) sebagai jalan terbaik untuk memberikan insentif
yang baik bagi individudemi mau melakukan tindakan yang secara sosial maupun
efisien (Baland dan Plateau, 1996). Sebaliknya, daripada harus memindahkan hak
kepemilikan sumber daya alam kepada individu, paham hak kepemilikan bersama
(common property right school) beragumentasi bahwa hak kepemilikan atas SDA
seharusnya dikelola dan diatur oleh masyarakat (community), yang menberikan
keuntungan bagi masyarakat maupun pihak luar (outsiders).
Riset empiris yang dilakukan oleh Olstrom (1990) dan Bromley (1992)
melaporkan penemuan yang impresif, baik dari sisi sejarah maupun saat ini
(kontemporer), dimana masyarakat mengembangkan kelembegaan (institutions)
yang memampukan mereka mengelola sumber daya yang dimiliki oleh bersama
secara sukses dalam jangka waktu yang lama.
Dengan begitu, kesimpulan umum yang bisa diambil adalah adanya hubungan
yang kuat antara hak milik yang jelas dan kualitas lingkungan. Misalnya, para petani
dengan hak atas tanah yang aman lebih besar kecenderungannya mau melakukan
investasi dalam konservasi tanah, teknik- teknik pembudidayaan yang
berkesinambungan dan praktek perlindungan lingkungan lain (Feder, 1987).
Penemuan- penemuan tersebut semakin menyakinkan bahwa kepastian hak
kepemilikan hanya akan jatuh kepada pihak pemilik.
Sebaliknya, apabila terdapat kerusakan terhadap hak kepemilikan, maka biaya
yang keluar atas kerusakan hak kepemilikan tersebut Cuma ditanggung oleh
pemiliknya.
Dari paparan tersebut, terlihat bahwa yang paling penting adalah adanya
kejelasan/ kepastian atas hak kepemilikan sehingga setiap pemilik/ pengelolanya
mempunyai insentif untuk memakai dan melindungi hak kepemilikannya agar dapat
dimanfaatkan untuk memperoleh keuntungan yang besar.
13
Inilah yang menjadi kunci efisiensi ekonomi (khususnya untuk kasus sumber
daya alam), yakni adanya kepastian hak kepemilikan yang dijamin melalui produk
dan penegakan hukum (law enforcement).
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam studi ini telah dipelajari tentang berbagai rezim atas hak kepemilikan,
kelebihan dan kekurangan dari rezim tersebut. Di berbagai Negara rezim tersebut
telah berkembang dan diterapkan berdasarkan atas kebijakan yang akan diterapkan.
Sehingga tercapainya kesejahteraan dalam Negara tersebut.
15
DAFTAR PUSTAKA
Yustika, Ahmad Erani. 2012, Ekonomi Kelembagaan ; Paradigma, Teori, dan
Kebijakan,
Erlangga, Jakarta
16