eklamsi
DESCRIPTION
Laporan AnestesiTRANSCRIPT
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN :
Nama : Ny. K
Umur : 21 tahun
Alamat : Panican 11/04 Kemangkon
Kelamin : Perempuan
No. RM : 535044
Ruang : VK
Masuk RS : 10 Juli 2013
Operasi : 15 Juli 2013
II. PRIMARY SURVEY
1. Airway
Clear, mallampati I, tidak terdapat gigi ompong.
2. Breathing
Nafas spontan, normochest, tidak tampak ketertinggalan gerak pada dada
(gerak dada simetris). RR 16 kali per menit, reguler, tidak terdapat
retraksi, trakea terletak di median, suara nafas vesikuler +/+, terdapat
suara ronkhi +/+, tidak terdapat wheezing.
3. Circulation
Kulit hangat, nadi 114 kali per menit, reguler, S1>S2 reguler, gallop (-),
murmur (-).
4. Disability
Keadaan umum baik, gizi cukup, kesadaran Compos mentis, pupil
bulat, isokor, 3 mm / 3 mm, reflek cahaya +/+.
1
III. SECONDARY SURVEY
1. Anmanesa
a. Keluhan utama
Pusing dan lemas
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien baru datang dari poli kebidanan, G1A0P0 hamil 34 minggu 3 hari
dengan preeklamsia berat. Keluhan lain disertai dengan rasa pusing (+),
badan terasa lemas (+). Pagi sebelum dilakukannya operasi pasien
mengalami kejang (+) 1 kali ± 3-4 menit.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat Hipertensi sebelumnya. Riwayat Asma (-),
Alergi (-).
d. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat Hipertensi pada keluarga (-), Asma (-), Alergi (-).
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum: Baik
b. Kesadaran : Compos mentis
c. GCS : E4V5M6
d. Vital sign :
- Tekanan Darah : 150/ 110 mmHg
- Nadi : 96 x/mnt
- Suhu : 36,5˚C
- Respirasi : 18 x/mnt
e. Status Generalis :
- Kulit : Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor
kulit cukup, capilari refill kurang dari 2 detik.
- Kepala :
2
o Rambut hitam dan distribusi merata serta tidak mudah dicabut.
o Muka : tidak terdapat jejas.
o Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor
Ø 3 mm / 3 mm, reflek cahaya +/+
o Hidung : deviasi septum (-), discharge (-), nafas cuping hidung (-).
o Tenggorokan : Mallampati I, Cormack and Lehane grade I
- Leher : Tidak terdapat jejas, trakea teraba ditengah, tidak terdapat
pembesaran kelenjar tiroid maupun limfe.
- Thorax
Paru : Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : Simetris, vokal fremitus simetris.
Perkusi : Sonor
Auskultasi :Vesikuler +/+, wheezing (-), ronkhi
(+/+)
Jantung : Inspeksi : Tak tampak ictus cordis
Palpasi : IC teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : S1>S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : Perut cembung, Striae gravidarum (+)
Ekstremitas : Edema (-)
3
T1 T1
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan 10 Juli 2013 Nilai normal
Hematologi
Trombosit 147 x 103 Ul 150 – 440
GDS 79 mg/dl 100 – 150
SGOT 36 U/L ≤ 31
SGPT 38 U/L ≤ 32
Urine Rutin
Reduksi +1 -/ Negatif
IV. DIAGNOSIS
GIA0P0 Hamil 35 minggu 1 hari dengan Eklampsia
V. KESIMPULAN
Acc ASA V
VI. LAPORAN ANESTESI
1. Diagnosis Pra Bedah
GIA0P0 dengan Eklampsia
2. Diagnosis Pasca Bedah
Post SC atas indikasi Eklampsia gagal drip
3. Penatalaksanaan Preoperasi
a. Informed consent
b. Puasa 5 jam pre operasi
c. Pasang IVFD RL 20 tpm
4. Penatalaksanaan Operasi
4
a. Jenis pembedahan : Sectio Caesar
b. Jenis anestesi : General Anestesi
c. Teknik anestesi : Semi closed dengan ET no 7
d. Mulai anestesi : 13.15
e. Mulai operasi : 13.25
f. Selesai anastesi : 14.15
g. Premedikasi : SA 0,25 mg, Ondancentron 4 mg, Fentanyl
100 μg, Midazolam 3 mg.
h. Medikasi induksi : Recofol 120 mg, fasilitas intubasi, Noveron 40
mg, Prostigmin 0,5 mg.
i. Maintenance : O2, N2O, Sevofluran
j. Respirasi : Terkontrol
k. Posisi : Supine
l. Cairan durante operasi : RL 500 ml
Wida HES 500 ml
m. Pemantauan HR
Waktu Hasil Pantauan Tindakan
13.15 N 115x/m ; TD 160/100
mmHg
Pasein masuk ruang OK
kemudian diberikan injeksi SA,
Ondancentron, Fentanyl dan
Midazolam. Setelah itu dimulai
anestesi dengan pemberian
Recofol dan Noveron
13.20 N 115 x/m ; TD 140/90
mmHg
Dilakukan pemasangan ET
13.25 N 120 x/m ; TD 130/80
mmHg
Dimulai pembedahan
13.55 N 110 x/m ; TD 140/90 Pemberian Prostigmin
5
mmHg
14.05 N 120 x/m ; TD 150/100
mmHg
Pemberian Induxin
14.10 N 130 x/m ; TD 170/120
mmHg
Pembedahan selesai
14.15 N 135 x/m ; TD 185/130
mmHg
Anestesi selesai
n. Selesai operasi : 14.10
o. Selesai anestesi : 14.15
Pemantauan di ICU:
Waktu Kesadaran EKG SpO2 RR Mata
14.45 DPO Reguler 100 13 +3 / +3
15.00 CM Reguler 97 19 +3 / +3
16.00 CM Reguler 96 18 +3 / +3
17.00 Somnolen Ireguler 93 39 +3 / +3
18.30 Coma STC 94 39 +3 / +3
19.00 Coma STC 97 15 -4 / -3
20.00 Coma STC 97 15 -4 / -3
21.00 Coma STC 88 15 -4 / -3
22.05 Coma STC 100 15 -5 / -5
22.10 Coma VF 68... ... -5 / -5
Masalah: 18.30-20.00 TD 81/43, pasang Levosol dosis maksimal
20.00-21.15 TD tidak terukur, dosis Levosol ditingkatkan 1,5 mg
22.00 Nadi turun, Sp02 turun
22.05 EKG : Ventrikel Fibrilasi Injeksi Epinefrin 1 ampul
6
22.10 Pasien dinyatakan meninggal dihadapan dokter.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
EKLAMSIA
Definisi
Eklamsi adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan atau masa
nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, dimana sebelumnya sudah
menunjukkan gejala-gejala pre eklamsi (hipertensi, edems, proteinuri)
(Wirjoatmodjo, 1994). Eklamsi merupakan kasus akut, pada penderita dengan
gambaran klinik pre eklamsi yang disertai dengan kejang dan koma yang timbul pada
ante, intra dan post partum (Angsar MD, 1995).
Klasifikasi
Menurut saat terjadinya, eklampsi dapat dibedakan atas:
1. Eklampsi antepartum, yang terjadi sebelum persalinan.
2. Eklampsi intrapartum, yang terjadi saat persalinan.
3. Eklampsi pascapersalinan, yang terjadi setelah persalinan.
Eklampsi pasca persalinan dapat dibagi menjadi dua:
1. Terjadi segera (early postpartum) yaitu: eklampsi terjadi setelah 24 jam
pascapersalinan sampai 7 hari pascapersalinan.
2. Terjadi lambat ( late postpartum) yaitu: eklampsi yang terjadi setelah 7 hari
pascapersalinan.
Serangan kejang dibagi dalam 4 tingkatan:
7
1. Tingkat invasi (tingkat permulaan): mata terpaku, kepala dipalingkan ke satu sisi, dan
kejang-kejang halus terlihat pada muka. Berlangsung beberapa detik.
2. Tingkat kontraksi (tingkat kejang tonis): seluruh badan menjadi kaku kadang-kadang
terjadi epistotonus. Lamanya 15 sampai 20 detik.
3. Tingkat konvulsi (tingkat kejang klonis): terjadi kejang yang hilang timbul, rahang
dan mata membuka dan menutup, otot- otot muka dan otot badan berkontraksi dan
berelaksasi berulang. Kejang ini sangat kuat sehingga pasien dapat terlempar dari
tempat tidur dan lidah dapat tergigit.ludah berbuih bercampur darah dari mulut, mata
merah,muka biru berangsur-angsur kejang berkurang dan akhirnya berhenti. Lamanya
± 1menit.
4. Tingkat koma: jatuh dalam keadaan koma. Lama dapat beberapa menit sampai
beberapa jam. Pasien sadar dengan amnesia retrograd.
Berdasarkan waktu terjadinya eklamsi dapat dibagi menjadi:
1. Eklamsi gravidarum
Kejadian 50-60 % serangan terjadi dalam keadaan hamil
2. Eklamsi Parturientum
Kejadian sekitar 30-35 %, terjadi saat inpartu dimana batas dengan eklamsi
gravidarum sukar dibedakan terutama saat mulai inpartu.
3. Eklamsi Puerperium
Kejadian jarang sekitar 10 %, terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan
berakhir (Manuaba, 1998)
Penyebab kematian eklamsi adalah edema paru, apopleksia, dan asidosis.
Pasien juga dapat mangelami kematian setelah beberapa hari karena pneumonia
aspirasi, kerusakan hati , dan gangguan faal ginjal. Pada eklamsi biasanya tekanan
darah tinggi, sekitar 180/110 mmHg. Denyut nadi kuat dan berisi, kecuali pada
8
keadaan yang sudah buruk. Oleh karena itu nadi menjadikecil dan cepat. Demam
yang tinggi dapat menunjukan prognosis yang buruk. Pernafasan biasanya cepat dan
berbunyi pada keadaan yang lebih berat dapat terjadi sianosis. Proteinuri hampir
selalu ada bahkan kadang-kadang sangat banyak, dengan demikian edema, biasanya
ada. Eklamsi yang tidak segera di susul dengan persalinan disebut eklampsi
intercurrent. Dalam keadaan ini pasien belu dianggap sembuh, tetapi mengalami
perbaikan ke tingkat yang lebih ringan, yaitu dari eklampsi kekeadaan preeklampsi.
Etiologi
Penyebab eklampsi sampai sekarang belum jelas. Penyakit ini dianggap
sebagai suatu “ Maldaptation Syndrom” dengan akibat suatu vaso spasme general
dengan akibat yang lebih serius pada organ hati, ginjal, otak, paru-paru dan jantung
yakni tejadi nekrosis dan perdarahan pada organ-organ tersebut. (Pedoman Diagnosis
dan Terapi, 1994: 49).
Gejala Klinis
Gejala klinis Eklamsi adalah sebagai berikut:
1. Terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih
2. Terdapat tanda-tanda pre eklamsi ( hipertensi, edema, proteinuri, sakit kepala
yang berat, penglihatan kabur, nyeri ulu hati, kegelisahan atu hiperefleksi)
3. Kadang kadang disertai dengan gangguan fungsi organ. (Wirjoatmodjo, 1994)
4. Kejang-kejang atau koma
Kejang dalam eklamsi ada 4 tingkat, meliputi: a) Tingkat awal atau aura
(invasi). Berlangsung 30-35 detik, mata terpaku dan terbuka tanpa melihat
(pandangan kosong) kelopak mata dan tangan bergetar, kepala diputar kekanan
dan kekiri; b) Stadium kejang tonik. Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah
kaku tangan menggenggam dan kaki membengkok kedalam, pernafasan berhenti
muka mulai kelihatan sianosis, lodah dapat trgigit, berlangsung kira-kira 20-30
detik; c) Stadium kejang klonik. Semua otot berkontraksi dan berulang ulang
9
dalam waktu yang cepat, mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa dan
lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah
berlangsung selama 1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar,
menarik mafas seperti mendengkur; d) Stadium koma. Lamanya ketidaksadaran
ini beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang antara kesadaran timbul serangan
baru dan akhirnya penderita tetap dalam keadaan koma. (Muchtar Rustam, 1998)
Diagnosis
Dalam kehamilan dan masa nifas mengalami kejang-kejang dan hipertensi
harus dianggap sebagai penderita eklampsi sampai terbukti kemudian bukan eklamsi.
Diagnosis eklamsi dapat ditegakkan apabila terdapat tanda-tanda sebagai berikut:
1. Berdasarkan gejala klinis diatas
2. Pemeriksaan laboratorium meliputi adanya protein dalam air seni, fungsi
organ hepar, ginjal dan jantung, fungsi hematologi atau hemostasis.
Diagnosis Banding
1. Febrile convulsion ( panas +)
2. Epilepsi ( anamnesa epilepsi + )
3. Tetanus ( kejang tonik atau kaku kuduk)
4. Meningitis atau encefalitis ( pungsi lumbal)
Komplikasi Serangan
1. Lidah tergigit
2. Terjadi perlukaan dan fraktur
3. Gangguan pernafasan
4. Perdarahan otak
5. Solutio plasenta dan merangsang persalinan
10
Bahaya Eklamsi
1. Bahaya eklamsi pada ibu
Menimbulkan sianosis, aspirasi air ludah menambah gangguan fungsi paru,
tekanan darah meningkat menimbulkan perdarahan otak dan kegagalan
jantung mendadak, lidah dapat tergigit, jatuh dari tempat tidur menyebabkan
fraktura dan luka-luka, gangguan fungsi ginjal: oligo sampai anuria,
pendarahan atau ablasio retina, gangguan fungsi hati dan menimbulkan
ikterus.
2. Bahaya eklamsi pada janin
Asfiksia mendadak, solutio plasenta, persalinan prematuritas, IUGR (Intra
Uterine Growth Retardation), kematian janin dalam rahim.
Prognosis
Ekalamsi adalah suatu keadaan yang sangat berbahaya. Oleh karena itu,
prognosisnya kurang baik bagi ibu maupun anak.
Gejala-gejala yang memberatkan prognosis,yaitu:
1. Koma yanglama.
2. Nadidiatas 120x/mnt
3. Suhu diatas 39,2 oC
4. Tensi diatas 200 mmHg
5. Kejang yang lebih dari 10 kali serangan
6. Proteinuri 10 gr sehari atau lebih
7. Tidak adanya edema.
11
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan eklampsi adalah: mencegah timbulnya kejang kembali,
menurunkan/ kontrol tekanan darah, mengatasi hemokonsentrasi dan memperbaiki
diuresis dan mencegah hipovolemi yang dapat menyebabkan syok, mengatasi
hipoksia dan asidosis.
1. Perawatan Ruang ICU
2. Terminasi Kehamilan
3. Obat untuk anti kejang
MgSO4 ( Magnesium Sulfat), dosis awal: 4gr 20 % I.V. pelen-pelan selama 3
menit atau lebih disusul 10gr 40% I.M. terbagi pada bokong kanan dan kiri.
Dosis ulangan : tiap 6 jam diberikan 5 gr 50 % I.M. diteruskan sampai 6 jam
pasca persalinan atau 6 jam bebas kejang. Syarat : reflek patela harus
positif, tidak ada tanda-tanda depresi pernafasan (respirasi >16 kali /menit),
produksi urine tidak kurang dari 25 cc/jam atau 150 cc per 6 jam atau 600 cc
per hari.
Apabila ada kejang lagi, diberikan Mg SO 4 20 %, 2gr I.V. pelan-pelan.
Pemberian I.V. ulangan ini hanya sekali saja, apabila masih timbul kejang lagi
maka diberikan pentotal 5 mg / kg BB / I.V. pelan-pelan. Bila ada tanda-tanda
keracunan Mg SO 4 diberikan antidotum glukonas kalsikus 10 gr % 10 cc /
I.V pelan-pelan selama 3 menit atau lebih. Apabila diluar sudah diberi
pengobatan diazepam, maka dilanjutkan pengobatan dengan MgSO 4.
1. Profilaksis
12
Tindakannya dapat berupa: identifikasi faktor predisposisi, menemukan
gejala awal hipertensi, edema, dan proteinuria, rujukan yang tepat, perawatan
jalan atau inap, pengobatan medicinal, pengobatan obstetrik.
2. Pengobatan obstetrik
Semua kehamilan dengan eklampsi harus di akhiri tanpa memandang umur
kehamilan dan keadaan janin. Saat pengakhiran kehamilan di tetapkan,yaitu
apabila sudah terjadi stabilisasi ( pemulihan) hemodinamik dan metabolisme
ibu, yaitu 4-8 jam setelah salah satu atau lebih dari keadaan-keadan berikut:
setelah pemberian obat antikejang terakhir, setelah kejang berakhir, setelah
pemberian obat-obat antihipertensi terakhir, pasien mulai sadar.
13
HELLP Syndrome
Sindroma HELLP merupakan suatu kerusakan multisistem dengan tanda-
tanda : hemolisis, peningkatan enzim hati, dan trombositopenia yang diakibatkan
disfungsi endotel sistemik. Insidens sindroma hellp pada kehamilan berkisar antara
0,2-0,6 %, 4-12% pada preeklampsia berat, dan menyebabkan mortalitas maternal
yang cukup tinggi (24 %), serta mortalitas perinatal antara 7,7%-60%.
Pada penderita preeklampsia, Sindroma HELLP merupakan suatu gambaran
adanya Hemolisis (H), Peningkatan enzim hati (Elevated Liver Enzym-EL), dan
trombositopeni (Low Platelets-LP). Sindroma HELLP dapat timbul pada pertengahan
kehamilan trimester dua sampai beberapa hari setelah melahirkan.
Diagnosis Sindroma HELLP secara obyektif lebih berdasarkan hasil
laboratorium, sedangkan manifestasi klinis bersifat subyektif, kecuali jika keadaan
sindroma HELLP semakin berat. Berdasarkan hasil laboratorium dapat ditemukan
anemia hemolisis, disfungsi hepar, dan trombositopeni.
Sampai saat ini diagnosis Sindroma hellp lebih berdasarkan parameter
laboratorium, dan parameter yang digunakan selama ini lebih mengarah pada
keadaan sindroma hellp lanjut, dimana morbiditas dan mortalitas ibu maupun janin
cukup tinggi.
Sindrom HELLP ditandai:
1. Hemolisis
14
Tanda hemolisis dapat dilihat dari ptekie, ekimosis, hematuria dan secara laboratorik
adanya Burr cells pada apusan darah tepi.
2. Elevated liver enzymes
Dengan meningkatnya SGOT, SGPT (> 70 iu) dan LDH (> 600 iu) maka merupakan
tanda degenerasi hati akibat vasospasme luas. LDH > 1400 iu, merupakan tanda
spesifik akan kelainan klinik.
3. Low platelets
Jumlah trombosit < 100.000/mm3 merupakan tanda koagulasi intravaskuler.
Sindroma HELLP merupakan salah satu keadaan preeklampsia yang
memburuk yang dapat didiagnosis dengan parameter laboratorium, sementara proses
kerusakan endotel juga terjadi diseluruh sistem tubuh, karenanya diperlukan suatu
parameter yang lebih dini dimana preeklampsia belum sampai menjadi perburukan,
dan dapat ditatalaksana lebih awal yang akan menurunkan terutama morbiditas dan
mortalitas ibu, dan mendapatkan janin se-viable mungkin.
Pada pemeriksaan darah tepi terdapat bukti-bukti hemolisis dengan adanya
kerusakan sel eritrosit, antara lain burr cells, helmet cells. Hemolisis ini
mengakibatkan peningkatan kadar bilirubin dan lactate dehydrogenase (LDH).
Disfungsi hepar direfleksikan dari peningkatan enzim hepar yaitu Aspartate
transaminase (AST/GOT), Alanin Transaminase (ALT/GPT), dan juga peningkatan
LDH. Semakin lanjut proses kerusakan yang terjadi, terdapat gangguan koagulasi dan
hemostasis darah dengan ketidak normalan protrombin time, partial tromboplastin
time, fibrinogen, bila keadaan semakin parah dimana trombosit sampai dibawah
50.000 /ml biasanya akan didapatkan hasil-hasil degradasi fibrin dan aktivasi
15
antitrombin III yang mengarah terjadinya Disseminated Intravascular Coagulopathy
(DIC). Insidens DIC pada sindroma hellp 4-38%.
Klasifikasi Sindroma HELLP berdasarkan klasifikasi Missisippi, terdiri dari
kelas I bila trombosit dibawah sampai dengan 50.000/ml, kelas II trombosit antara
>50.000-100.000/ml, dan kelas III trombosit antara >100.000-150.000/ml. LDH >
600 iu/l, AST dan ALT > 40 iu/l. Kelas I Sindroma HELLP mengakibatkan insiden
morbiditas dan mortalitas perinatal dan periode pemulihan post partum yang
memanjang.
Diagnosa banding pre eklampsia-sindroma HELLP : Trombotik angiopati,
Kelainan konsumtif fibrinogen, misalnya : Acute fatty liver of pregnancy,
Hipovolemia berat / perdarahan berat, Sepsis; Kelainan jaringan ikat : SLE, dan
Penyakit ginjal primer.
Terapi Medikamentosa antara lain : mengikuti terapi medikamentosa pre
eklampsia dan eklampsia. Pemeriksaan laboratorium untuk trombosit dan LDH setiap
12 jam, bila trombosit kurang 50.000/ml atau adanya tanda koagulopati konsumtif
maka harus diperiksa : waktu protombin, waktu tromboplastin parsial, fibrinogen.
Pemberian dexamethasone rescue antepartum : diberikan double strength
dexamethasone (double dose). Jika didapatkan trombosit kurang 100.000/cc atau
trombosit 100.000-150.000/cc dan dengan eklampsia, hipertensi berat, nyeri
epigastrium, gejala fulminant maka diberikan dexamethasone 10 mg IV setiap 12
jam. Postpartum : Dexamehasone diberikan 10 mg intravena setiap 12 jam 2 kali lalu
diikuti 5 mg intravena setiap 12 jam 2 kali. Terapi dexamethasone dihentikan bila
terjadi : perbaikan laboratorium : Trombosit lebih 100.000/ml dan penurunan LDH,
perbaikan tanda dan gejala klinik pre eklampsia – eklampsia. Dapat dipertimbangkan
pemberian transfusi trombosit bila trombosit kurang 50.000/cc dan antioksidan.
16
BAB III
KESIMPULAN
1. Pada kasus ini, Pasien Ny. K dengan diagnosis G1A0P0 hamil 35 minggu
1 hari dengan Eklampsia dilakukan tindakan Sectio Caesar. Pasien dalam
kondisi yang hampir meninggal tidak diharapkan untuk bertahan hidup
tanpa operasi, sehingga dikategorikan ASA V.
2. Pasien dilakukan anestesi dengan teknik general anestesi menggunakan
semi closed face mask. Sebagai medikasi induksi diberikan Recofol,
Noveron dan diberikan sebagai maintenance diberikan Sevofluran 2%,
N2O, O2 selama operasi. Medikasi yang digunakan adalah fentanyl, sulfat
atropin, Ondancetron, Midazolam, Prostigmin, Induxin.
3. Cairan yang dipakai adalah RL 500 cc dan Wida HES 500 cc.
4. Lama operasi pasien adalah 60 menit.
5. Pasien kemudian dibawa ke RR dan langsung dipindahkan ke ICU untuk
mendapatkan perawatan intensif pasca operasi.
17