case report dr.dadan eklamsi
DESCRIPTION
rfggreerggregeerge5hrtgrgrtfgbrtyjytjnhgryjtyujhfe4t45hyrthrthfgsdherthgfhyrtktyhgergrepkgipergvekrlgmer,germgler;a'rlg,le;re,argfTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Umur : 24 tahun
No CM : 013266XX
Alamat : Wanaraja
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
BB : 100 kg lebih (menurut pengakuan keluarga)
Kiriman dari : Datang sendiri
MRS : 7 September 2010, pukul 20.30
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis terhadap pasien pada tanggal 8 September
2010 pukul 16.30
Keluhan utama : Kejang
Anamnesis khusus :
G2P0A1 merasa hamil 8 bulan, mengalami kejang-kejang
sebanyak 2x di rumah ± 2 jam SMRS. Masing-masing kejang
lamanya 30 detik dan disertai penurunan kesadaran. Pada
saat kejang mulut tidak berbusa, dan rahang juga tidak kaku.
Riwayat trauma pada kepala belakangan ini disangkal.
Riwayat kejang sebelumnya disangkal. Riwayat muntah
muncrat disangkal. Riwayat demam dan penurunan kesadaran
sebelum terjadinya kejang disangkal. Riwayat tekanan darah
tinggi sebelum hamil disangkal pasien. Riwayat tekanan darah
tinggi selama hamil diakui sejak usia kehamilan 7 bulan saat
kontrol di bidan yaitu (150/100). Keluhan pusing kepala dan
penglihatan kabur diakui pasien sejak ± 1 hari SMRS. Keluhan
nyeri ulu hati disengkal. Keluhan mules-mules yang semakin
sering dan bertambah kuat disangkal. Keluar cairan banyak
dari jalan lahir ataupun keluar lendir bercampur sedikit darah
dari jalan lahir belum dirasakan ibu. Gerak anak masih
dirasakan oleh ibu.
III. RIWAYAT OBSTETRI
1. Abortus pada umur kehamilan 3 bulan
2. Kehamilan saat ini
IV. KETERANGAN TAMBAHAN
Menikah : ♀ : 22 tahun, SMA, IRT
♂ : 20 tahun, SD, pegawai
HPHT : Lupa
Haid : Tidak teratur, 4 hari, biasa, tidak nyeri,
menarche usia
15 tahun
KB : (-)
PNC : 11 x, ke bidan dan Sp. OG, terakhir kali 20 hari
SMRS
Keluhan : (-)
RPD : (-)
V. PEMERIKSAAN FISIK
Status Presens :
Keadaan Umum
Kesadaran : Somnolen
Tekanan Darah : 170/120 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Respirasi : 40 x/menit
Suhu : 36,5 °C
Edema : +/+ pada ekstremitas bawah
Varices : -/-
Refleks Fisiologis : +/+
Berat badan : ¿
Tinggi badan : ¿
Cor : Bunyi jantung I-II murni reguler, murmur -,
gallop -
Pulmo : Sonor, VBS kiri = kanan, Wh -/-, Rh -/-
Hepar : Sulit dinilai
Lien : Sulit dinilai
VI. STATUS OBSTETRI
Tinggi fundus uteri : 42 cm atas symphisis
Lingkar perut : 109 cm
Letak anak : Kepala, U 5/5, punggung kiri
BJA : 144 x/menit
His : -
Pemeriksaan dalam : v/v TAK, portio tebal lembek, Ø 2-3
cm, ketuban +, kepala St -3 (pukul 21.00, setelah diberikan
MgSO4 20% 4 gr dalam 100 cc RL selama 15 menit)
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
7-9-2010
Darah
Hb : 13,9 gr/dL
Lekosit : 16.200 /mm3
Trombosit : 145.000 /mm3
Hematokrit : 42 %
Kimia klinik
AST (SGOT) : 175 U/L
ALT (SGPT) : 88 U/L
Ureum : 19 mg/dL
Kreatinin : 0,8 mg/dL
Glukosa Darah Sewaktu: 136 mg/dL
Urin
Berat Jenis Urine : 1.025
pH Urine : 6.0
Nitrit Urine : Negatif
Protein : Pos (+++)
Glukosa Urine : Negatif
Keton Urine : Pos (+)
Urobilinogen Urine : Normal
Bilirubin Urine : Negatif
VIII. DIAGNOSIS
G2P0A1 gravida aterm + eklampsi
IX. PENGELOLAAN
Infus RL 20 gtt/menit
MgSO4 20% 4 gram dalam RL 100 cc selama 15 menit
MgSO4 20% 10 gram dalam RL 500 cc
O2 5 L/menit
Pasang folley kateter
Nifedipin 10 gr sublingual
Rencana seksio cesaria
Informed consent
Observasi KU, TNRS, kejang, His, DJJ
Observasi
Pasien tidak diobservasi karena langsung dibawa ke OK
Informed Consent
Dilakukan pada tanggal 7-9-2010 pukul 22.22
Keluarga melalui suaminya (Tn. Aldi) setuju untuk dilakukan
tindakan pembedahan & tindakan anestesi dengan segala
resikonya, baik selama & sesudah tindakan operasi.
Laporan Operasi
7-9-2010 pukul 22.00 - 23.15
Jenis Operasi : Akut
Operator : dr. Muliati
Ahli Anestesi : dr. Hj. Hayati Usman Sp. An
D/ prabedah : G2P0A1 gravida aterm + eklampsi
Indikasi Operasi : Eklamkpsi
Jam 22.30 lahir bayi ♂ dengan meluksir kepala
BB : 2300 gr, PB : 45, A/S : 4-6, Anus : +, Kelainan : -
Jam 22.35 lahir plasenta dengan tarikan ringan pada tali pusat
BB : 400 gr, ukuran : 20x15x2
Perdarahan selama operasi ± 700 cc
Diuresis selama operasi ± 200 cc
D/ pascabedah : P1A1 partus maturus dengan SC a/i eklampsi
Follow Up
8/9/10
POD I
T : 160/100 mmHg R :
24x/m
N : 84 x/mnt S :
afebris
KU : CM CA -/- SI -/- ASI
+/+
- Cefotaxim 2x1 gr IV
- Metronidazole 2x500 mg IV
- Kaltrofen 2xsupp 1
- Metildopa 3x500 mg
- Observasi KU, TNRS
- Test feeding bila BU (+)
Abdomen datar lembut
NT (+) DM (-)
BU (-)
TFU sepusat, kontraksi baik
Luka operasi basah
BAB/BAK (-/kateter +) diuresis
350 cc/jam, lochia rubra +
Lab :
Hb 9,5 Ht 30 Leukosit 16.300
Trombosit 120.000 Eritrosit
3,89
DK/ P1A1 partus maturus
dengan SC a/i eklampsi
9/9/10
POD II
KU : CM
T : 140/80 mmHg R : 20
x/m
N: 90 x/m S :
Afebris
CA -/- SI -/- ASI +/+
Abdomen datar lembut
NT (-) DM (-)
BU (+)
TFU sepusat, kontraksi baik
Luka operasi basah
BAB/BAK (-/kateter +)
Lochia rubra +, 1 pembalut/hari
DK/ P1A1 partus maturus
dengan SC a/i eklampsi
- Cefadroxil 3x500 mg po
- Metronidazole 3x500 mg po
- Asam Mefenamat 3x500 mg po
- Aff Infus + Kateter
- Observasi KU, TNRS
- Diet tinggi protein
- Mobilisasi
10/9/10
POD III
KU : CM
T : 140/80 mmHg R : 24
x/m
N: 84 x/m S :
Afebris
CA -/- SI -/- ASI +/+
Abdomen datar lembut
NT (-) DM (-)
BU (+)
TFU 2 jari bawah
pusat,kontraksi baik
- Cek protein urine
- Cefadroxil 3x500 mg po
- Metronidazole 3x500 mg po
- Asam Mefenamat 3x500 mg po
- GV P/S
Luka operasi sedikit basah
BAB/BAK (+/+)
Lochia rubra +, 1 pembalut/hari
DK/ P1A1 partus maturus
dengan SC a/i eklampsi
11/9/10
POD IV
KU : CM
T : 170/100 mmHg R : 20
x/m
N: 92 x/m S :
36,5
CA -/- SI -/- ASI +/+
Abdomen datar lembut
NT (-) DM (-)
BU (+)
TFU 2 jari bawah
pusat,kontraksi baik
Luka operasi kering terawat
BAB/BAK (+/+)
Lochia rubra +, sedikit
Lab :
BJ Urine 1.025 pH Urine 6,5
Nitrit Urine (-) Protein Urine (+
+)
Glikosa Urine (-) Keton Urine
(-)
Urobilinogen Urin (normal)
Bilirubin Urine (-)
DK/ P1A1 partus maturus
dengan SC a/i eklampsi
- Cefadroxil 3x500 mg po
- Metronidazole 3x500 mg po
- Asam Mefenamat 3x500 mg po
- GV P/S
- Amlodopa 2x1 tablet
- Metildopa 3x 500 mg
- Observasi KU, TNRS
- BLPL
PERMASALAHAN
1. Apakah diagnosis dan prosedur penanganan pada kasus ini
sudah benar?
2. Adakah faktor predisposisi pada pasien ini?
3. Bagaimana prognosis pada pasien ini?
PEMBAHASAN
1. Apakah diagnosis dan prosedur penanganan pada kasus ini sudah benar?
Pengertian Eklampsi
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil,
dalam persalinan atau masa nifas yang ditandai dengan
timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan neurologik)
dan/atau koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan
gejala-gejala pre eklampsia.
Eklampsia lebih sering terjadi antepartum, dan bila
terjadi post partum maka timbul dalam 24 jam setelah
partus. Dalam kehamilan lebih sering terjadi dalam triwulan
terakhir dan makin besar kemungkinan mendekati saat
cukup bulan.
Etiologi Eklampsi
Banyak peneliti mengusulkan faktor-faktor seperti
genetic, imunologi, endokrin, nutrisi, dan agen infeksius
sebagai etiologi dari preeklampsi/eklampsi. Meskipun
penelitian luas, tidak ada penyebab definitive yang dapat
diidentifikasi. Diduga, plasenta dan membrane fetus
mempunyai peranan dalam perkembangan preeklampsi
dikarenakan terjadi resolusi cepat dari penyakit setelah
persalinan.
Penyebab potensial yang mungkin adalah :
1. Invasi tropoblastik abnormal pada pembuluh darah
uterine
2. Intoleransi imunologi diantara maternal dan jaringan
fetoplasental
3. Maladaptasi maternal terhadap cardiovascular atau
perubahan inflamasi pada kehamilan normal.
4. defisiensi makanan
5. Pengaruh genetic
Patofisiologi Eklampsi
1. Vasospasme
Konsep vasospasme pertama kali diajukan oleh Volhard
(1918), berdasarkan hasil pengamatan terhadap pembuluh
darah kecil pada pangkal kuku, fundus okuli, serta
konjunctiva bulbi. Penyempitan vaskuler menyebabkan
hambatan aliran darah dan menerangkan proses terjadinya
hipertensi arterial. Kemungkinan vasospasme juga
membahayakan pembuluh darah sendiri, karena peredaran
darah dalam vasa vasorum terganggu, sehingga terjadi
kerusakan vaskuler.
Pelebaran segmental, yang biasanya disertai
penyempitan arteriol segmental, mungkin mendorong lebih
jauh timbulnya kerusakan vaskuler, mengingat keutuhan
endotel dapat terganggu oleh segmen pembuluh darah
yang melebar dan teregang. Lebih lanjut, angiotensin II
mempengaruhi langsung sel endotel dengan membuatnya
berkontraksi. Semua faktor ini dapat menimbulkan
kerusakan sel endotel yang dapat menyebabkan
kebocoran, sehingga unsur-unsur pembentuk darah,
termasuk trombosit dan fibrinogen terdeposit pada lapisan
subendotelial.
Suzuki (2003) mendemonstrasikan perubahan
ultrastuktural daerah subendotelial arteri yang mengalami
resistensi pada wanita penderita preeklampsi. Dengan
pengurangan aliran darah menyebabkan maldistribusi,
iskemia jaringan sekitar yang mengarah terjadinya
nekrosis, perdarahan, dan gangguan end-organ lain.
2. Aktvasi sel endotel
Pada teori ini, faktor yang tidak diketahui, seperti dari
plasenta, disekresikan pada sirkulasi maternal dan
memprovokasi pengaktifan dan disfungsi dari endotel
vaskuler. Kerusakan atau aktivasi sel endotel
mensekresikan zat yang dapat meningkatkan koagulasi
dan meningkatkan sensitivitas terhadap vasopresor.
Penelitian lebih jauh terhadap aktivasi endotel
memasukkan perubahan karakteristik pada morfologi
endotel kapiler glomerular, meningkatkan permeabilitas
kapiler, dan meningkatkan konsentrasi zat pada darah.
Iskemia uteroplasenta menjadi predisposisi terhadap
produksi dan pelepasan mediator biokimia yang memasuki
sirkulai maternal, menyebabkan disfungsi endothelial yang
luas, konstriksi arteriol dan vasospasme.
Peningkatan respon pressor
Pada keadaan normal, wanita hamil memiliki resistensi
terhadap efek presor dari pemberian angiotensin II.
Kepekaan pembuluh darah yang meningkat terhadap
angiotensin II jelas mendahului awal terjadinya hipertensi
karena kehamilan. Nullipara normal yang tensinya tetap
normal (normotensif) tidak rentan terhadap efek presor
angiotensin II. Namun, wanita yang kemudian menjadi
hipertensi akan kehilangan resistensi, yang seharusnya ada
terhadap angiotensin II selama kehamilan, dalam waktu
beberapa minggu sebelum terjadinya hipertensi.
Prostaglandins
Sejumlah prostanoid merupakan sentral patofisologi dari
sindrom preeklampsi. Secara spesifik, respon presor kasar
terlihat pada kehamilan normal, yang sebagian disebabkan
karena penurunan respons vaskuler yang dimediasi oleh
sintesis prostaglandin endotel vaskuler. Sebagai contoh,
apabila dibandingkan dengan kehamilan normal, produksi
prostasiklin endotel menurun pada preeklampsi. Pada
waktu yang bersamaan, sekresi tromboxan A2 oleh platelet
meningkat, dan rasio prostasiklin : tromboxan A2 menurun.
Hasilnya terdapat peningkatan sensitivitas terhadap
pemberian angiotensin II, yang akhirnya menyebabkan
vasokonstriksi.
Nitric Oxida
Preeklamsi-eklampsi berhubungan penurunan sintesis
nitric oxida endothelial, yang mana meningkatkan
permeabilitas. Tidak ada penurunan pelepasan nitric oxida
atau produksi yang mengawali terjadinya hipertensi.
Produksi bertambah pada preeklampsi berat kemungkinan
sebagai mekanisme kompensasi untuk peningkatan
sintesis dan pelepasan vasokonstriktor dan platelet
aggregating agents. Kemudian peningkatan konsentrasi
nitric oxida serum pada wanita dengan preeklampsi adalah
hasil hipertensi bukan penyebab.
Endothelins
Plasma endothelin-1 meningkat pada wanita hamil
normal., tetapi wanita dengan preeklampsi mempunyai
jumlah yang lebih tinggi. Plasenta bukan merupakan
sumber peningkatan endothelin-1 dan ia meningkat dari
aktivasi endotelial sistemik. Pengobatan preeklampsi
denagn MgSO4 menurunkan konsentrasi endhotelin-1.
Faktor angiogenik
Beberapa glikosilasi glikoprotein adalah mitogenik
selektif untuk sel endotel dan penting dalam terjadinya
sindrom preeklampsi. Dua diantaranya adalah vascular
endothelial growth factor (VEGF) dan placental growth
factor(PIGF). Sekresi zat ini jumlahnya melebihi
dibandingkan pada kehamilan normal dan dapat
meningkatkan angiogenesis serta mempengaruhi nitric
oxida dan vasodilator prostaglandin.
Penentuan usia kehamilan
Terdapat beberapa cara untuk menentukan usia
kehamilan pada seorang wanita. Adapun cara-caranya
antara lain :
Dari HPHT
Caranya yaitu :
Usia kehamilan (bulan) x 4 + Usia kehamilan
3
Dari TFU
Caranya yaitu :
TFU + TFU
7
Dari awal gerak janin
Caranya yaitu :
Dari anamnesa kita dapat menanyakan awal pasien mulai
merasakan gerakan janin dalam perutnya.
Primigravida : Biasanya mulai gerak pada usia 18-20
minggu.
Multigravida : Biasanya mulai gerak pada usia 16 minggu.
Pemeriksaan USG
Diagnosa pada pasien ditegakkan dari anamnesa dan
pemeriksaan fisik.
G2P0A1 gravida aterm
Pasien mengaku sekarang sedang hamil yang kedua
kalinya dimana kehamilan pertamanya berakhir dengan
keguguran pada usia kehamilan 3 bulan. Pasien lupa
HPHT sehingga menyulitkan dalam menentukan umur
kehamilan, tetapi dari pengakuan pasien dan keluarga,
pasien sedang hamil hampir 9 bulan dan TFU pasien
yang mencapai 42 cm menunjang diagnosa di atas.
Sementara itu, pasien mengaku belum mengeluh mules-
mules sehingga pada akhirnya diagnosa G2P0A1
gravida aterm ditegakkan.
Pada pasien ini terdapat ketidak sesuaian antara TFU
dengan berat bayi saat lahir. Terdapat beberapa faktor
yang dapat menyebabkan besarnya TFU pada kasus di
atas. Antara lain yaitu :
Bayi besar
Polihidramnion
Berat badan ibu : dapat terjadi kesalahan saat
mengukur TFU karena lemak ibu ikut terukur
sehingga TFU menjadi besar.
Karena TFU yang besar pada kasus ini, juga karena
adanya ketidakpastian usia kehamilan, dapat dilakukan
pemeriksaan USG untuk menentukan dengan pasti usia
kehamilan serta TBBJ.
Karena pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan
USG, melihat ukuran TFU yang besar, seharusnya
ditmabahkan pula diagnosa suspect bayi besar
Eklampsia
Pasien mengalami 2x serangan kejang di rumah yang
disertai penurunan kesadaran. Pada saat kejang mulut
tidak berbusa, dan rahang juga tidak kaku. Riwayat
trauma pada kepala belakangan ini disangkal. Riwayat
kejang sebelumnya disangkal. Riwayat muntah muncrat
disangkal. Riwayat demam dan penurunan kesadaran
sebelum terjadinya kejang disangkal. Riwayat tekanan
darah tinggi sebelum hamil disangkal pasien. Riwayat
tekanan darah tinggi selama hamil diakui sejak usia
kehamilan 7 bulan saat kontrol di bidan yaitu (150/100).
Sementara saat diperiksa di rumah sakit 170/120.
Keluhan pusing kepala dan penglihatan kabur diakui
pasien sejak ± 1 hari SMRS. Karena diferensial diagnosa
kejang lainnya dapat disingkirkan maka dapat
ditegakkan diagnosa eklampsia pada pasien ini.
Dengan demikan, maka diagnosa pada pasien kasus di
atas yang tepat adalah G2P0A1 gravida aterm +
eklampsia + suspect bayi besar.
Pengelolaan Eklampsi
Rawat bersama di unit perawatan intensif dengan
bagian-bagian yang terkait.
Pengobatan medisinal :
1. Obat anti kejang
a. Pemberian MgSO4 sesuai dengan pengelolaan
preeklamsi berat.
b. Bila timbul kejang-kejang ulangan maka dapat
diberikan 2 g MgSO4 20 % i.v. selama 2 menit,
sekurang-kurangnya 20 menit setelaj pemberian
terakhir. Dosis tambahan 2 g hanya diberikan sekali
saja. Bila setelah diberi dosis tambahan masih tetap
kejang maka diberikan amobarbital 3-5 mg/kg/bb/i.v.
pelan-pelan.
2. Perawatan pasien dengan serangan kejang :
a. Dirawat di kamar isolasi yang cukup terang.
b. Masukkan sudip lidah ke dalam mulut pasien.
c. Kepala direndahkan, daerah orofaring dihisap.
d. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendur
guna menghindari fraktur.
e. Pasien yang mengalami kejang-kejang secara
berturutan (status konvulsivus), diberikan
pengobatan sebagai berikut :
i. Suntikan Benzodiazepin 1 ampul (10 mg) i.v.
perlahan-lahan.
ii. Bila pasien masih tetap kejang, diberikan
suntikan ulang.
iii. Benzodiazepin i.v. setiap ½ jam sampai 3 kali
berturut-turut.
iv. Selain Benzodiazepin, diberikan juga Phenitoin
(untuk mencegah kejang ulangan) dengan
dosis 3 x 300 mg (3 kapsul) hari pertama, 3 x
200 mg (2 kapsul) pada hari kedua, dan 3 x
100 mg (1 kapsul) pada hari ketiga dan
seterusnya.
v. Apabila setelah pemberian Benzodiazepin i.v. 3
kali berturut-turut pasien masih tetap kejang,
maka diberikan tetes valium (Diazepam 50
mg/5 ampul di dalam 250 cc NaCl 0.9 %)
dengan kecepatan 20-25 tetes/menit selama 2
hari.
f. Atas anjuran Bagian Saraf, dapat dilakukan :
i. Pemeriksaan CT scan untuk menentukan ada
tidaknya perdarahan otak.
ii. Punksi lumbal, bila ada indikasi.
iii. Pemeriksaan elektrolit Na, K, Ca, dan Cl;
kadar glukosa, Urea N, Kreatinin, SGOT, SGPT,
analisis gas darah, dll untuk mencari
penyebab kejang yang lain.
3. Perawatan pasien dengan koma :
a. Rawat bersama dengan Bagian Saraf :
i. Diberikan infus cairan Manitol 20 % dengan
cara : 200 cc (diguyur), 6 jam kemudian
diberikan 150 cc (diguyur), 6 jam kemudian
150 cc lagi (diguyur). Total pemberian 500 cc
sehari. Pemberian dilakukan selama 5 hari.
ii. Dapat juga diberikan cairan gliserol 10 %
dengan kecepatan 30 tetes/menit selama 5
hari.
iii. Dapat juga diberikan Dexamethason i.v. 4 x 8
mg sehari, yang kemudian di tappering off.
b. Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dengan
memakai Glasgow-Pittsburgh-Coma Scale.
c. Pada perawatan koma perlu diperhatikan
pencegahan dekubitus.
d. Pada koma yang lama, pemberian nutrisi melalui NGT
(Naso Gastric Tube).
4. Pengobatan obstetrik :
Sikap terhadap kehamilan :
a. Sikap dasar :
Semua kehamilan dengan eklamsi dan impending
eklamsi harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan
dan keadaan janin. Gejala impending eklamsi, adalah :
i. Penglihatan kabur.
ii. Nyeri uluhati yang hebat.
iii. Nyeri kepala yang hebat.
b. Saat pengakhiran kehamilan :
i. Terminasi kehamilan pasien preeklamsi dan
impending eklamsi adalah dengan seksio
sesarea.
ii. Persalinan pervaginam dipertimbangkan pada
keadaan-keadaan sebagai berikut :
- Pasien inpartu, kala II.
- Pasien yang sangat gawat (terminal
state), yaitu dengan kriteria Eden yang
berat.
- Sindroma HELLP.
- Komplikasi serebral (CVA, Stroke, dll).
- Kontra indikasi operasi (ASA IV).
5. Penyulit :
Sindroma HELLP, gagal ginjal, gagal jantung, edema
paru, kelainan pembekuan darah, dan perdarahan otak.
Sindroma HELLP
Weinstein 1982 yang mula-mula menggunakan istilah
Hellp syndrome untuk kumpulan gejala Hemolysis,
Elevated Liver enzym, dan Low Platelets yang merupakan
gejala utama dari sindroma ini. Diagnosis laboratorium :
- Hemolisis :
o Adanya sel-sel spherocytes, schistocytes,
triangular, dan sel Burr pada apus darah perifer.
o Kadar bilirubin total > 1.2 mg %.
- Kenaikan kadar enzim hati :
o Kadar SGOT > 70 IU/I.
o Kadar LDH > 600 IU/I.
- Trombositopeni :
o Trombosit < 100 x 103/mm3.
6. Pengelolaan :
Pada prinsipnya pengelolaan terdiri dari :
a. Atasi hipertensi dengan pemberian obat
antihipertensi.
b. Cegah terjadinya kejang dengan pemberian MgSO4.
c. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
d. Hemoterapi dengan pemberian transfusi trombosit
apabila kadar trombosit < 30000/mm3 untuk
mencegah perdarahan spontan.
e. Terapi konservatif dilakukan apabila umur kehamilan
< 34 minggu, tekanan darah terkontrol < 160/110
mmHg, diuresis normal (> 30 cc/jam), kenaikan
kadar enzim hati yang tidak disertai nyeri perut
kuadran atas kanan atau nyeri uluhati.
f. Pemberian kortikosteroid, terutama pada kehamilan
24-34 minggu atau kadar trombosit < 100000/mm3.
Diberikan dexametason 10 mg i.v. 2 x sehari sampai
terjadi perbaikan klinis (trombosit > 100000/mm3,
kadar LDH menurun, dan diuresis > 100 cc/jam).
Pemberian dexametazon dipertahankan sampai
pasca salin sebanyak 10 mg i.v. 2 kali sehari selama
2 hari, kemudian 5 mg i.v. 2 kali sehari selama 2 hari
lagi.
g. Dianjurkan persalinan per vaginam, kecuali bila
ditemukan indikasi seperti : serviks yang belum
matang (Skor Bishop < 6), bayi prematur, atau ada
kontraindikasi.
h. Bila akan dilakukan operasi SS, kadar trombosit <
50000/mm3 merupakan indikasi untuk melakukan
transfusi trombosit.
i. Pemasangan drain intraperitoneal dianjurkan untuk
mengantisipasi adanya perdarahan intra abdominal.
Bila ditemukan cairan asites yang berlebihan,
perawatan pasca bedah di ICU merupakan indikasi
untuk mencegah komplikasi gagal jantung kongestif
dan sindroma distres pernafasan.
Per vaginam- Inpartu Kala II- Terminal state- Sindroma HELLP dan DIC- Komplikasi serebral (CVA, stroke,
dsb)- ASA IV
EKLAMSIA(Impending Eklamsi)
MgSO4
R/ AntihipertensiR/ Suportif
Dalam kehamilan Pasca salin
Terminasi
Seksio sesarea
Prosedur penangan pada pasien ini kurang tepat. Hal ini
terjadi karena :
Prosedur penanganan yang tepat :
Infus RL 20 gtt/menit, MgSO4 20% 4 gram dalam RL 100
cc selama 15 menit, MgSO4 20% 10 gram dalam RL 500
cc, O2 5 L/menit, pasang folley kateter, nifedipin 10 gr
sublingual.
Dilakukan test urin dengan hasil positif (+++).
Diputuskan untuk dilakukan SC.
Terapi pasien post operasi.
Prosedur penangan yang kurang tepat :
Tidak diobservasi di ruang VK.
Tidak dilakukan pemeriksaan USG.
Operasi sedang berlangsung saat informed consent
disetujui oleh keluarga pasien.
Pasien diperbolehkan pulang pada tanggal 11-09-2010
padahal hasil lab menunjukkan protein urin masih positif
(++) dan tensi naik dari 140/80 pada hari sebelumnya
menjadi 170/100.
Atas pertimbangan semua yang disebutkan di atas,
maka dapat dikatakan bahwa penanganan pada pasien ini
kurang tepat.
2. Adakah faktor predisposisi pada pasien ini?
Faktor predisposisi untuk terjadinya eklampsia yaitu :
Nulliparitas
Ras kulit hitam
Usia ibu < 20 atau > 35 tahun
Tingkat sosioekonomi rendah
Multipara
Riwayat mola hidatidosa
Polihidramnion
Non-imun fetal hidrops
Penyakit yang menyebabkan gangguan microvaskular
( diabetes melitus, hipertensi kronis, gangguan vaskular
dan jaringan ikat )
Sindroma anti fosfolipid
Nefropati
Pada pasien ini ditemukan adanya faktor predisposisi
yang dapat menyebabkan terjadinya eklampsia, yaitu
tingkat sosioekonomi yang rendah.
3. Bagaimana prognosis pada pasien ini?
Quo ad Vitam : Ad Bonam
Quo ad Functionam :
Fungsi Menstruasi : Ad Bonam
Fungsi Kehamilan: Ad Bonam
Fungsi Seksual : Ad Bonam
Keterangan :
Quo ad Vitam = ad bonam, karena kejang pada pasien
sudah dapat ditangani dan hipertensi pada pasien
terjadi karena kehamilannya.
Quo ad Functionam :
o Fungsi menstruasi = ad bonam, karena pada
pasien ini tidak ditemukan hal yang dapat
mempengaruhi fungsi menstruasi. Pasien masih
dapat mengalami periode menstruasi seperti
biasanya.
o Fungsi kehamilan = ad bonam, karena pasien
masih dapat hamil lagi seperti sebelumnya.
o Fungsi seksual = ad bonam, karena tidak ada
gangguan pada organ ataupun fungsi seksual
pasien. Pasien tetap bisa menjalankan kehidupan
seksualnya dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF, Obstetri
Patologi. Jakarta: EGC, 2003: 34-5; 76-82
2. Cunningham FG, Bloom L SL, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC,
Wenstrom KD. William’s Obstetrics. 22nd ed. Hypertensive
Disorders in Pregnancy. London : McGrawHill, 2005: p765-778
3. Fugate, Stephanie R. Eclampsia. Cited on October 2nd 2010.
available from : www.emedicine.com/med/topic633.htm
4. Eclamsia. Cited on October 2nd 2010. available from :
www.healthscout.com/ency/1/000899.html
5. Causes of Eclampsia. Cited on Octoberber 2nd 2010. available
from : www.wrongdiagnosis.com/e/eclampsia/intro.htm