efek pemberian bahan organik leguminosa dan pupuk npk terhadap pertumbuhan bibit kakao
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas ekspor
yang menjadi andalan bagi propinsi Riau dalam upaya menambah devisa. Disamping itu
pengusahaan komoditas ini mampu menyediakan lapangan kerja karena dapat dilakukan
dengan sistem padat karya. Menurut Dinas Perkebunan Riau (2005), luas perkebunaan
kakao adalah sebesar 5.663 ha dengan produksi 4.675 ton, dengan rincian perkebunaan
rakyat sebesar 73.98% (4.183 ha), perkebunan negara sebesar 8,1 % (453 ha) dan
perkebunan swasta 18,2 % (1,027 ha).
Pengembangan tanaman kakao amat tergantung dari kualitas bibit. Bibit yang
lamabat tumbuh akan berpengaruh terhadap kemampuan tanaman berproduksi. Faktor
penting yang mempengaruhi kecepatan pertumbuhan bibit adalah ketersediaan hara
terutama Nitrogen, Fosfor dan Kalium.
Sementara itu dalam melaksanakan suatu sistem pertanian yang berkelanjutan,
upaya penambahan hara-hara tersebut yang berasal dari pupuk an-organik, secara bertahap
harus dapat di kurangi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menggunakan
tanaman leguminosa. Bengkuang termasuk tanaman leguminosa, yang mempunyai
kemampuan untuk bersimbiose dengan rhizobium dalam menambat (N2) udara. Setelah
ditanamai bengkuang, kebutuhan tanaman berikutnya dapat dikurangi bahkan dapat
ditiadakan sama sekali (Castellanos, dkk, 1997). Kandungan di dalam biomassa bengkuang
(selain umbi) berkisar dari 3,24-3,51 % N dimana sekitar 70%-77% dari jumlah yang ada
berasal dari penambatan N2 udara oleh bakteri Rhizobium (Peoples dan Craswell, 1992).
Menurut Sorensen (1994) tanaman bengkuang memiliki adaptasi yang baik terhadap iklim
dan tanah, jumlah hasil relaif tinggi yaitu 100 ton/ha, umur panen relatif singkat (5-7
bulan), toleran terhadap kekeringan, serta memiliki sifat menambat nitrogen bebas dari
udara (Biological Nitrogen).
Sentro (Centrosema pubescens Benth.) juga merupakan tanaman dari golongan
leguminosa, yang dapat digunakan sebagai tanaman penutup tanah sehingga dapat
memproteksi lapisan tanah dari erosi aliran air permukaan Sentro tumbuh sangat cepat dan
1
menghasilkan bibit yang banyak (Ditjenbun, 1995). Tanaman ini dapat tumbuh dengan
baik sampai ketinggian tempat 1000m (dpl) (Angkapradipta, 1984), lebih tahan naungan
dibandingkan dengan Centrosema pubescens var. Javanica dan Centrosema mucunoides,
dan relatif tahan terhadap kekeringan. Sentro memiliki daya saing yang kuat dengan
semua jenis gulma dan tidak mengganggu tanaman perkebunaan (Heyme, 1987). Sentro
dengan luas 4 ha dapat menghasilkan 4 ton bahan organik dalam periode 9 bulan, setara
dengan 80 kg N dan 60 kg P2O5 . Untuk mendapatkan penutup tanah yang baik
diperlukan sekitar 30 kg biji per hektar. Penanaman tanamn ini selama 2 tahun dapat
mereklamasi lahan kritis menjadi lahan produktifitas (Barus dan Suwardjo, 1986).
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut :
apakah terdapat pengaruh interaksi dari pemberian bahan organik leguminosa dan
pupuk NPK yang memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan, hasil, dan kualitas
kakao.
taraf kosentrasi yang memberikan pengaruh paling baik terhadap pertumbuhan, hasil,
dan kualitas kakao
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penanaman leguminosa
terhadap sifat kimia tanah dan untuk melihat pengaruh pemberian biomassa leguminosa
dan berbagai dosis pupuk NPK terhadap perumbuhan bibit kakao.
1.4 Kerangka Pemikiran
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik
faktor dalam maupun faktor luar tanaman. Faktor dalam antara lain yaitu faktor genetis,
sedang yang dimaksud dengan faktor luar yaitu semua pengaruh yang datang dari luar
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Ketersediaan unsur
hara yang dapat diserap tanaman merupakan salah satu faktor luar yang dapat
mempengaruhi tingkat produksi tanaman.
2
Pemupukan merupakan upaya memasok unsur hara essensial bagi tanaman
sehingga mampu mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Upaya
pemupukan lebih efektif dibandingkan dengan sarana pertanian lainnya, sehingga penting
untuk meningkatkan produksi tanaman (Egelstad, 1997). Pemupukan yang tepat dalam
meningkatkan produktivitas tanaman yaitu dengan memadukan penggunaan pupuk organik
dan pupuk anorganik, karena disatu sisi lain dapat mengefisienkan penggunaan pupuk
anorganik.
Pupuk memberikan peranan penting untuk memacu pertumbuhan tanaman.
Kebutuhan tanaman akan unsur hara berbeda tergantung dari jenis tanaman, fase
pertumbuhan tanaman dan bagian yang akan dipanen. Kualitas dari tanaman tembakau
selain dipengaruhi oleh kondisi tanah, juga sangat tergantung dari pemupukan.
Pupuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk NPK dimana pupuk NPK
merupakan pupuk majemuk yang mengandung unsur hara utama lebih dari dua jenis.
Dengan kandungan unsur hara Nitrogen 15 % dalam bentuk NH3, fosfor 15 % dalam
bentuk P2O5, dan kalium 15 % dalam bentuk K2O. Sifat Nitrogen (pembawa nitrogen )
terutama dalam bentuk amoniak akan menambah keasaman tanah yang dapat menunjang
pertumbuhan tanaman.(Hardjowigeno, 1992).
Bahan organik diketahui dapat meningkatkan produksi tanaman secara langsung
maupun tidak langsung yaitu, dapat memperbaiki sifat-sifat tanah (struktur, aerasi dan
menambah kemampuan tanah untuk menahan air tanah), sifat kimia tanah (mempercepat
humifikasi, mineralisasi bahan organik dan membuffer perubahan pH tanah) dan sifat
biologi tanah (meningkatkan populasi, aktivitas dan diversitas mikroba tanah).
Penambahan bahan organik dalam tanah dapat dilakukan dengan cara penggunaan bahan
organik leguminosa. Salah satu keunggulan dari bahan organik leguminosa ini adalah tidak
meninggalkan efek residu pada tanah dan lingkungan bila digunakan secara terus-menerus
(Sarwono Hadjowigeno, 2003).
Dari uraian di atas dapat diduga bahwa penggunaan pupuk dan penambahan bahan
organik memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan, hasil, dan kualitas kakao.
3
1.5. Hipotesis
Berdasarkan uraian pada kerangka pemikiran, dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut :
1. Terdapat perbedaan pengaruh pada pemberian bahan organik leguminosa dan
pemberian pupuk NPK pada beberapa kosentrasi terhadap terhadap pertumbuhan,
hasil, dan kualitas kakao.
2. Salah satu taraf kosentrasi pemberian bahan organik leguminosa dan pemberian
pupuk NPK yang akan memberikan pengaruh paling baik terhadap terhadap
pertumbuhan, hasil, dan kualitas kakao.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Tanaman Kakao
Tanaman kakao berasal dari hutan-hutan tropis di Amerika Tengah dan di Amerika
Selatan bagian utara. Penduduk yang pertama kali mengusahakannya sebagai bahan
makanan dan minuman adalah suku Indian Maya dan suku Astek (Aztec). Mereka
memanfaatkan kakao sebelum orang-orang kulit putih di bawah pimpinan Christopher
Colombus menemukan Amerika. Suku Indian Maya adalah suku yang dulunya hidup di
wilayah yang kini disebut sebagai Guatemala, Yucatan, dan Honduras (Amerika Tengah).
Kedatangan suku Astek dari daerah utara kemudian menaklukkan suku Maya dan
menguasai kebun-kebun kakao milik suku Maya. Mereka mulai belajar menanam serta
mengolah kakao menjadi makanan dan minuman cokelat.
Ketika bangsa Spanyol datang pada tahun 1591, suku Astek-lah yang mereka kenal
sebagai penanam dan yang mengusahakan tanaman kakao (Soenaryo, 1978 ; Minifie,
1970).Pada waktu itu, pengolahan biji kakao oleh orang-orang Indian dilakukan dengan
cara menyimpan biji kakao dan mengeringkannya di bawah sinar matahari. Bij yang telah
dikeringkan tersebut selanjutnya disangrai di dalam pot tanah, tetapi sebelumnya kulit
bijinya dihilangkan dan digerus dengan lumpang batu. Adonan ini kemudian dicampur
dengan jagung dan rempah dan dijadikan kue atau dodol. Untuk membuat minuman, secuil
kue ini diaduk dengan air yang dapat juga ditambahkan dengan vanili. Campuran ini
disebut dengan “chocolatl” (Chatt, 1953).
Pada waktu itu biji kakao tidak hanya digunakan sebagai minuman, tetapi juga
digunakan sebagai alat barter, pembayaran upeti, juga digunakan dalam kegiatan upacara
keagamaan dan pengobatan (Wood, 1975).Bangsa Spanyol pada saat itu tidak menyukai
cokelat hasil olahan suku Astek. Mereka mulai mencari cara pengolahan sendiri dengan
menyangrai biji kakao, kemudian menumbuknya dan menambahkan gula tebu. Ternyata
hasil pengolahan dengan cara seperti ini lebih cocok dengan selera mereka. Karena itu,
pada akhirnya bangsa Spanyol memperkenalkan gula tebu ke Meksiko pada tahun 1522 –
1524. Orang – orang Spanyol juga tercatat sebagai penanam pertama kakao di Trinidad
pada tahun 1525.Di samping bangsa Spanyol, bangsa Belanda juga tercatat sebagai perintis
penanam kakao di Asia (Urquhart, 1961).
5
Pengenalan pertama kakao kepada orang-orang Eropa terjadi pada tahun 1528.
Orang – orang Spanyol membawa pulang beberapa kakao yang sudah mereka olah dan
mereka persembahkan kepada Raja Charles V. Karena rasanya yang sangat lezat, cokelat
menjadi terkenal di Spanyol sebagai makanan dan minuman yang baru. Pada awal tahun
1550, pengenalan kakao semakin meluas hingga ke seluruh daratan Eropa. Beberapa
pabrik cokelat telah berdiri, seperti di Lisbon (Portugal), Genoa, Turin (Italia), dan
Marseilles (Prancis). Selanjutnya, perdagangan biji kakao antara Amerika dan Eropa
berkembang pesat (van Hall, 1932).
Kakao semakin terkenal setelah ditemukannya cara dan alat untuk mengekstrak biji
kakao menjadi lemak kakao (cocoa butter)dan bubuk cokelat (cocoa powder) oleh C.J.
Van Houten sekitar tahun 1828 di Belanda. Setelah tahun 1878 cara membuat susu cokelat
ditemukan oleh M. Daniel Peter di Swiss.
Di Indonesia, tanaman kakao diperkenalkan oleh orang Spanyol pada tahun 1560 di
Minahasa, Sulawesi Utara. Ekspor dari pelabuhan Manado ke Manila tahun 1825 hingga
1838 sebanyak 92 ton. Nilai ekspor tersebut dikabarkan menurun karena adanya serangan
hama pada tanaman kakao. Tahun 1919 Indonesia masih mampu mengekspor sampai 30
ton, tetapi setelah tahun 1928 ternyata ekspor tersebut terhenti (van Hall, 1932).Menurut
van Hall, pada tahun 1859 sudah terdapat 10.000 – 12.000 tanaman kakao di Ambon. Dari
pohon sebanyak itu dihasilkan 11,6 ton kakao. Namun, kemudian tanamannya hilang tanpa
ada informasi lebih lanjut. Sekitar tahun 1880, beberapa perkebunan kopi di Jawa Tengah
milik orang-orang
Belanda mulia melakukan percobaan menanam kakao yang kemudian disusul
perkebunan di Jawa Timur karena pada saat itu kopi Arabika mengalami kerusakan akibat
terserang penyakit karat daun (Hemileia vastatrix).Pada tahun 1888 oleh Henri D.
MacGilavry yang mengenal sifat-sifat baik kakao Venezuela terutama mengenai mutunya,
didatangkan puluhan semaian baru dari Venezuela.
Namun, sangat disayangkan karena yang bertahan hidup hanya satu pohon. Pada
saat tanaman kakao tersebut mulai menghasilkan ternyata buahnya kecil-kecil, bijinya
gepeng, dan warna kotiledonnya ungu, tetapi setelah biji-biji yang dihasilkan tersebut
ditanam kembali, ternyata dapat menghasilkan tanaman yang sehat, buah dan bijinya besar,
serta tidak disukai hama penggerek buah kakao (kakao mot) dan Helopeltis. Dari pohon-
pohon yang baik tersebut dipilih beberapa pohon sebagai pohon induk dan dikembangkan
6
secara klonal. Upaya ini dilakukan di Perkebunan Djati Runggo (dekat Salatiga, Jawa
Tengah), sehingga klon-klon yang dihasilkan diberi nama DR atau kependekan dari Djati
Runggo. Berkat penemuan klon-klon DR (DR 1, DR 2, dan DR 3) ini perkebunan kakao
ini dapat bertahan, bahkan selain di Jawa Tengah berkembang juga perkebunan kakao di
Jawa Timur dan Sumatera.
2.2 Botani Tanaman Kakao
Daerah utama pertanaman kakao adalah hutan hujan tropis di Amerika Tengah,
tepatnya pada wilayah 180 Lintang Utara sampai 150 Lintang Selatan. Daerah-daerah dari
Selatan Meksiko sampai Bolivia dan Brazilia adalah tempat-tempat tanaman kakao tumbuh
sebagai tanaman liar.
Beberapa spesies Theobroma yang diketahui antara lain Theobroma bicolor,
Theobroma sylvestris, Theobroma pentagona, dan theobroma augustifolia, merupakan
sepesies yang pada awalnya juga dimanfaatkan sebagai penghasil biji sebagai campuran.
Kakao merupakan tanaman yang menumbuhkan bunga dari batang atau cabang. Karena itu
tanaman ini digolongkan ke dalam kelompok tanaman caulifloris. Adapun sistematikanya
menurut klasifikasi botanis sebagai berikut:
Divisio : Spermatophyta,
Klas : Dicotyledon,
Ordo : Malvales,
Famili : Sterculiceae,
Genus : Theobroma,
Spesies : Theobroma cacao.
Gambar 1. Tanaman Kakao
Sumber : www.google.cm/wikipedia
7
Kakao merupakan tumbuhan tahunan (perennial) berbentuk pohon, di alam dapat
mencapai ketinggian 10m. Meskipun demikian, dalam pembudidayaan tingginya dibuat
tidak lebih dari 5m tetapi dengan tajuk menyamping yang meluas. Hal ini dilakukan untuk
memperbanyak cabang produktif. Bunga kakao, sebagaimana anggota Sterculiaceae
lainnya, tumbuh langsung dari batang (cauliflorous). Bunga sempurna berukuran kecil
(diameter maksimum 3cm), tunggal, namun nampak terangkai karena sering sejumlah
bunga muncul dari satu titik tunas.
Bunga kakao tumbuh dari batang. Penyerbukan bunga dilakukan oleh serangga
(terutama lalat kecil (midge) Forcipomyia, semut bersayap, afid, dan beberapa lebah
Trigona) yang biasanya terjadi pada malam hari1. Bunga siap diserbuki dalam jangka
waktu beberapa hari.
Kakao secara umum adalah tumbuhan menyerbuk silang dan memiliki sistem
inkompatibilitas-sendiri (lihat penyerbukan). Walaupun demikian, beberapa varietas kakao
mampu melakukan penyerbukan sendiri dan menghasilkan jenis komoditi dengan nilai jual
yang lebih tinggi. Buah tumbuh dari bunga yang diserbuki. Ukuran buah jauh lebih besar
dari bunganya, dan berbentuk bulat hingga memanjang. Buah terdiri dari 5 daun buah dan
memiliki ruang dan di dalamnya terdapat biji. Warna buah berubah-ubah. Sewaktu muda
berwarna hijau hingga ungu. Apabila masak kulit luar buah biasanya berwarna kuning.
Biji terangkai pada plasenta yang tumbuh dari pangkal buah, di bagian dalam. Biji
dilindungi oleh salut biji (aril) lunak berwarna putih. Dalam istilah pertanian disebut pulp.
Endospermia biji mengandung lemak dengan kadar yang cukup tinggi. Dalam pengolahan
pascapanen, pulp difermentasi selama tiga hari lalu biji dikeringkan di bawah sinar
matahari.
II.3 Syarat Tumbuh Tanaman Kakao
Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi
tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian
curah hujan, temperatur, dan sinar matahari menjadi bagian dari faktor iklim yang
menentukan. Demikian juga faktor fisik dan kimia tanah yang erat kaitannya dengan daya
tembus (penetrasi) dan kemampuan akar menyerap hara.
Ditinjau dari wilayah penanamannya, kakao ditanam di daerah-daerah yang berada
pada 100 LU sampai dengan 100 LS. Walaupun demikian penyebaran pertanaman kakao
8
secara umum berada pada daerah-daerah antara 70 LU sampai dengan 180 LS. Hal ini
tampaknya erat kaitannya dengandistribusi curah hujan dan jumlah penyinaran matahari
sepanjang tahun.
1. Curah Hujan
Hal terpenting dari curah hujan yang berhubungan dengan pertanaman kakao
adalah distribusinya sepanjang tahun. Hal tersebut berkaitan dengan masa pembentukan
tunas muda dan produksi. Areal penanaman kakao yang ideal adalah daerah-daerah
bercurah hujan 1.100 - 3.000 mm per tahun.Disamping kondisi fisik dan kimia tanah, curah
hujan yang melebihi 4.500 mm per tahun tampaknya berkaitan dengan serangan penyakit
busuk buah (black pods).
Didaerah yang curah hujannya lebih rendah dari 1.200 mm per masih dapat
ditanami kakao, tetapi dibutuhkan air irigasi. Hal ini disebabkan air yang hilang karena
transpirasi akan lebih besar daripada air yang diterima tanaman dari curah hujan, sehingga
tanaman perlu dipasok dengan air irigasi.
Ditinjau dari tipr iklimnya, kakao sangat ideal ditanam pada daerah-daerah yang
tipe iklimnya Am (menurut Koppen) atau B (menurut Scmid dan Fergusson). Di daerah-
daerah yang tipe iklimnya C (menurut Scmid dan Fergusson) kurang baik untuk
penanaman kakao karena bulan keringnya yang panjang.
2. Temperatur
Pengaruh temperatur pada kakao erat kaitannya dengan ketersediaan air, sinar
matahari, dan kelembaban. Faktor-faktor tersebut dapat dikelola melalui pemangkasan,
penanaman tanaman pelindung, dan irigasi. Temperatur sangat berpengaruh pada
pembentukan flush, pembungaan, serta kerusakan daun.
Temperatur ideal bagi pertumbuhan kakao adalah 300-320C (maksimum) dan 180-
210 (minimum). Temperatur yang lebih rendah dari 100 akan mengakibatkan gugur daun
dan mengeringnya bunga, sehingga laju pertumbuhannya berkurang. Temperatur yang
tinggi akan memacu pembungaan, tetapi kemudian akan segera gugur.
3. Sinar Matahari
Lingkungan hidup alami tanaman kakao adalah hutan tropis yang di dalam
pertumbuhannya mebutuhkan naungan untuk mengurangi pencahayaan penuh. Cahaya
matahari yang terlalu banyak menyoroti tanaman kakao akan mengakibatkan lilit batang
kecil, daun sempit, dan tanaman relatif pendek.
9
Kakao termasuk tanaman yang mampu berfotosintesis pada suhu daun rendah.
Fotosintesis maksimum diperoleh pada saat penerimaan cahaya pada tajuk sebesar 20%
dari pencahayaan penuh. Kejenuhan cahaya di dalam fotosintesis setiap daun kakao yang
telah membuka sempurna berada pada kisaran 3-30 persen cahaya matahari penuh atau
pada 15 persen cahaya matahari penuh. Hal ini berkaitan pula dengan pembukaan stomata
yang menjadi lebih besar bila cahaya yang diterima lebih banyak.
4. Tanah
Tanaman kakao dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asal persyaratan fisik dan
kimia tanah yang berperan terhadap pertumbuhan dan produksi kakao terpenuhi.
Kemasaman tanah (pH), kadar zat organik, unsur hara, kapasitas adsorbsi, dan kejenuhan
basa merupakan sifat kimia yang perlu diperhatikan, sedangkan faktor fisiknya adalah
kedalaman efektif, tinggi permukaan air tanah, drainase, struktur, dan konsistensi tanah.
Selain itu kemiringan lahan juga merupakan sifat fisik yang mempengaruhi pertumbuhan
dan pertumbuhan kakao.
Tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik pada tanaman yang memiliki pH 6 - 7,5;
tidak lebih tinggi dari 8 serta tidak lebih rendah dari 4; paling tidak pada kedalaman 1
meter. Hal ini disebabkan terbatasnya ketersediaan hara pada pH tinggi dan efek racun dari
Al, Mn, dan Fe pada pH rendah.
Disamping faktor keasaman, sifat kimia tanah yang juga turut berperan adalah
kadar zat organik. Kadar zat organik yang tinggi akan meningkatkan laju pertumbuhan
pada masa sebelum panen. Untuk itu zat organik pada lapisan tanah setebal 0 - 15 cm
sebaiknya lebih dari 3 persen. Kadar tersebut setara dengan 1,75 persen unsur karbon yang
dapat menyediakan hara dan air serta struktur tanah yang gembur.
Usaha meningkatkan kadar organik dapat dilakukan dengan memanfaatkan serasah
sisa pemangkasan maupun pembenaman kulit buah kakao. Sebanyak 1.990 kg per ha per
tahun daun gliricida yang jatuh memberikan hara nitrogen sebesar 40,8 kg per ha, fosfor
1,6 kg per ha, kalium 25 kg per ha, dan magnesium 9,1 kg per ha. Kulit buah kakao
sebagai zat organik sebanyak 900 kg per ha memberikan hara yang setara dengan 29 kg
urea, 9 kg RP, 56,6 kg MoP, dan 8 kg kieserit. Sebaiknya tanah-tanah yang hendak
ditanami kakao paling tidak juga mengandung kalsium lebih besar dari 8 Me per 100 gram
contoh tanah dan kalium sebesar 0,24 Me per 100 gram, pada kedalaman 0 - 15 cm.
10
Tekstur tanah yang baik untuk tanaman kakao adalah lempung liat berpasir dengan
komposisi 30 - 40 % fraksi liat, 50% pasir, dan 10 - 20 persen debu.
II.4 Pupuk NPK
Pupuk NPK merupakan pupuk majemuk dengan kandungan unsur hara yang
lengkap. Beberapa Unsur hara yang terkandung dalam pupuk NPK adalah sebagai berikut :
Nitrogen
Nitrogen keberadaannya mutlak ada untuk kelangsungan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman dan dibutuhkan dalam jumlah yang banyak.
Tanaman menyerap N :
Sebagian besar dalam bentuk ion NO3- dan NH4+
Sedikit Urea melalui daun
Sedikit asam amino larut dalam air
Tanaman mengandung cukup N akan menunjukkan warna daun hijau tua yang
artinya kadar klorofil dalam daun tinggi. Sebaliknya apabila tanaman kekurangan atau
defisiensi N maka daun akan menguning (klorosis) karena kukarangan klorofil.
Pertumbuhan tanaman lambat, lemah dan tanaman menjadi kerdil juga bisa disebabkan
oleh kekurangan N. Tanaman cepat masak bisa disebabkan oleh kekurangan N. Defisiensi
N juga dapat meningkatkan kadar air biji dan menurunkan produksi dan kualitas.
Kelebihan N akan meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman, tetapi akan
memperpendek masa generatif, yang akhirnya justru menurunkan produksi atau
menurunkan kualitas produksi tanaman. Tanaman yang kelebihan N menunjukkan warna
hijau gelap sukulen, yang menyebabkan tanaman peka terhadap hama, penyakit dan mudah
roboh.
Apabila N tersedia didalam tanah hanya atau sebagian besar dalam bentuk
amonium, dapat menyebabkan keracunan pada tanaman dan akhirnya dapat mengakibatkan
jaringan vascular pecah dan berakibat pada terhambatnya serapan air.
Semua atau sebagian besar pupuk N komersiil mempunyai kelarutan tinggi jika diberikan
ke dalam tanah. Berbeda dengan pupuk N dari bahan organik baik pupuk kandang, pupuk
hijau, dan kompos, akan melepas N jika telah didekomposisikan. Semua bentuk N di dalam
tanah akan dikonversikan atau dioksidasi menjadi NO3-, yang selanjutnya menjadi subjek
11
reaksi/proses denitrifikasi, erosi, dan pencucian. Sehingga bentuk NO3- di dalam tanah
sangat tidak stabil.
Penggunaan pupuk nitrogen dalam tanah sebagian besar akan berpengaruhpada
penurunan pH tanah. Hal ini disebabkan bahwa perubahan bentuk NH4+ menjadi NO3-
akan melepas H+ sehingga akan menurunkan pH tanah. Selain itu NO3- merupakan faktor
utama yang berhubungan dengan pencucian ion-ion basa seperti Ca+2, Mg+2, dan K+. Ion
nitrat dan basa-basa tersebut tercuci secara bersama-sama yang akhirnya meninggalkan
tapak-tapak pertukaran di dalam tanah yang bermuatan negatif. Selanjutnya tapak-tapak
petukaran tersebut diganti H+ yang dapat menyebabkan penurunan pH tanah. Pengaruh
kemasaman dan kebasahan beberapa pupuk sumber N yang dapat menurunkan pH tanah,
diukur berdasarkan jumlah CaCO3 murni (Kg CaCO3. Kg N-1) yang dibutuhkan untuk
mengebalikan pH tanah sebelum terjadi perubahan pH.
P (Fosfor)
Tidak ada unsur lain yang dapat menggantikan fungsinya dalam tanaman, sehingga
tanaman harus mendapatkan atau mengandung P secara cukup untuk pertumbuhannya
secara normal. Fungsi penting forfor di dalam tanaman yaitu dalam proses fotosintesis,
respirasi, transfer dan penyimpanan energi, pembelahan dan pembesaran sel serta proses-
proses di dalam tanaman lainnya. Pada umumnya kadar P di dalam tanaman di bawah
kadar N dan K yaitu sekitar 0,1 hingga 0,2%. Di Indonesia pupuk P sangat bermasalah,
karena selain efisiensi pemupukan P rendah juga tambang P di Indonesia jarang, beragam
dan berkadar rendah. Hal ini mengakibatkan untuk mencukupi kebutuhan P harus import.
Tanaman menyerap sebagian besar unsur hara P dalam bentuk ion ortofosfat primer
(H2PO4-). Sejumlah kecil diserap dalam bentuk ion ortofosfat sekunder (HPO4-2). pH
tanah sangat besar pengaruhnya terhadap perbandingan serapan ion-ion tersebut, yaitu
makin masam H2PO4- makin besar sehingga makin banyak yang diserap tanaman
dibandingkan dengan HPO4-2.
Fosfor didalam tanaman mempunyai fungsi sangat penting yaitu dalam proses
fotosintesis, respirasi, transfer dan penyimpanan energi, pembelahan dan pembesaran sel
serta proses-proses di dalam tanaman lainnya. Fosfor meningkatkan kualitas buah, sayuran,
biji-bijian dan sangat penting dalam pembentukan biji. P juga sangat penting dalam
transfer sifat-sifat menurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Fosfor membantu
mempercepat perkembangan akar dan perkecambahan, dapat meningkatkan efisiensi
12
penggunaan air, meningkatkan daya tahan terhadap penyakit yang akhirnya meningkatkan
kualitas hasil panen.
Gejala pertama tanaman yang kekurangan P adalah tanaman menjadi kerdil. Bentuk
daun tidak normal dan apabila defisiensi akut maka ada bagian-bagian daun, buah dan
batang yang mati. Defisiensi P juga dapat menyebabkan penundaan kemasakan, juga
pengisian biji berkurang.
Sebagian besar tanaman dapat mengambil (merecovery) P yang diberikan dari
pupuk sebesar 10 hingga 30% dari total P yang diberikan selama tahun pertama pemberian.
Besarnya kemampuan tanaman ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : sumber P,
tipe tanah, tanaman, metode aplikasi dan musim. Akan tetapi banyak residu P dari
pemupukan menjadi lebih tersedia setelah penanaman berikutnya.
Macam-macam pupuk P yang umum digunakan petani adalah sebagai berikut :
Normal atau single superphosphate (NSP atau SSP), dibuat dengan mencampurkan
dengan 60 – 70% asam sulfat. Mengandung sekitar 20% P2O5 dan 12%S
Concentrated superphosphate (CSP) atau Triple superphosphate (TSP) dihasilkan dari
batuan fosfat dengan asam fosfat dan mengandung 46% P2O5
Ammonium ortophosphate (AOP), dihasilkan dari pemberian ammonium pada asam
fosfat. Monoammonium orthophosphate, MAP, 10 – 12% N dan 48 – 55% P2O5.
Diammonium orthophosphate, DAP, 18 – 46 – 0 dibuat dengan mengendalikan jumlah
amoniak yang direaksikan dengan asam fosfate.
Ammonium poliphosphate (APP). Pembuatan asam fosfate secara termal akan
menghasilkan unsur P melalui proses reduksi batuan fosfat di dalam electric arc
furnace. Selanjutnya elemen P dioksidasi menjadi P2O5 yang selanjutnya direaksikan
dengan air akan membentuk asam fosfate.
Kalium
Kalium didalam jaringan tanaman ada dalam bentuk kation dan bervariasi sekitar
1,7 – 2,7% dari berat kering daun yang tumbuh secara normal. Ion K di dalam tanaman
berfungsi sebagai aktivator dari banyak enzim yang berpartisipasi dalam beberapa proses
metabolisme utama tanaman.
Kalium sangat vital dalam proses fotosintesis. Apabila K defisiensi maka proses
fotosintesis akan turun, akan tetapi respirasi tanaman akan meningkat. Kejadian ini akan
menyebabkan banyak karbohidrat yang ada dalam jaringan tanaman tersebut digunakan
13
untuk mendapatkan energi untuk aktivitas-aktivitasnya sehingga pembentukan bagian-
bagian tanaman akan berkurang yang akhirnya pembentukan dan produksi tanaman
berkurang. Fungsi kalium yang lain adalah :
Esensiil dalam sintesis protein
Penting dalam pemecahan karbohidrat, proses pemberian energi bagi tanaman.
Membantu dalam kesetimbangan ion dalam tanaman.
Penting dalam translokasi logam-logam berat seperti Fe.
Membantu tanaman mengatasi gangguan penyakit
Penting dalam pembentukan buah
Meningkatkan daya tahan tanamanterhadap iklim tidak menguntungkan
Terlibat aktif dalam lebih dari 60 sistem enzim yang mengatur reaksi-reaksi
kecepatan pertumbuhan tanaman.
Fungsi penting K dalam pertumbuhan tanaman adalah pengaruhnya pada efisiensi
penggunaan air. proses membuka dan menutup pori-pori daun tanaman, stomata,
dikendalikan oleh konsentrasi K dalam sel yang terdapat disekitar stoma. Kadar K tidak
cukup (defisien) dapat menyebabkan stomata membuka hanya sebagian dan menjadi lebih
lambat dalam penutupan.
Gejala kekurangan K ditunjukkan dengan : tanda-tanda terbakarnya daun yang
dimulai dari ujung atau pinggir, bercak-bercak nekrotik berwarna coklat pada daun-daun
dan batang yang tua. Sumber pupuk K utama diantaranya :
Klium Klorida (KCl) atau Muriate of Potash, mengandung 60 – 62% K2O dan larut
air. Grade pupuk KCl tersedia dalam 5 ukuran : larut berwarna putih, standart
khusus, standart, kasar dan granular.
Kalium Sulfat (K2SO4) atau Sulphate of Potash (SOP), mengandung 50% K2O dan
18%S, serta Cl dibawah 2,5% sehingga cocok digunakan pada tanaman yang
sensitive terhadap Cl seperti buah-buahan dan tembakau.
Kalium-magnesium Sulfat (K2SO4.2MgSO4) disebut juga ”Sul-po-mag” dan ”K-
mag”, mengandung 22% K2O, 11% Mg dan 22%S.
Kalium Nitrat (KNO3), mengandung 44% K2O dan 13% N.
14
II.5 Bahan Organik
Bahan organik sangat berperan sebagai sumber energi dan makanan mikroba tanah
sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara tanaman.
Penambahan bahan organik di samping sebagai sumber hara bagi tanaman, juga sebagai
sumber energi dan hara bagi mikroba. Pupuk organik dapat berperan sebagai pengikat
butiran primer menjadi butir sekunder tanah dalam pembentukan pupuk. Keadaan ini
mempengaruhi penyimpanan, penyediaan air, aerasi tanah, dan suhu tanah. Bahan organik
dengan karbon dan nitrogen yang banyak, seperti jerami, sekam lebih besar pengaruhnya
pada perbaikan sifat-sifat fisik tanah dibanding dengan bahan organik yang terdekomposisi
seperti kompos.
Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan
produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan. Sumber bahan untuk pupuk
organik sangat beranekaragam, dengan karakteristik fisik dan kandungan kimia yang
sangat beragam sehingga pengaruh dari penggunaan pupuk organik terhadap lahan dan
tanaman dapat bervariasi. Selain itu, peranannya cukup besar terhadap perbaikan sifat
fisika, kimia biologi tanah serta lingkungan. Pupuk organik yang ditambahkan ke dalam
tanah akan mengalami beberapa kali fase perombakan oleh mikroorganisme tanah untuk
menjadi humus. Pupuk organik memiliki fungsi kimia yang penting seperti:
1. Penyediaan hara makro (nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium, dan sulfur)
dan mikro seperti zink, tembaga, kobalt, barium, mangan, dan besi, meskipun
jumlahnya relatif sedikit.
2. Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah.
3. Membentuk senyawa kompleks dengan ion logam yang meracuni tanaman seperti
aluminium, besi, dan mangan.
15
BAB III
BAHAN DAN METODE PERCOBAAN
3.1 Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan dilaksanakan selama 9 bulan (April-Desember) di Kebun Program
Agribisnis Universitas (PAU), Universitas Riau,
3.2 Bahan dan Alat Percobaan
Penelitian Tahap I
Bahan yang digunakan pada percobaan ini antara lain : benih bengkuang (varietas
lokal Bogor) dan sentro, pupuk urea, SP-36 dan KCL.
Penelitian Tahap II
Bahan yang digunakan pada percobaan ini antara lain : tanah bekas penanaman
bengkuang dan sentro, benih kakao jenis Forestero, pupuk NPK mutiara (15:15:15),
rumbia, Dithane M-45, polibag ukuran 20 X 30 cm dan air.
Alat yang digunakan pada percobaan ini antara lain : ayakan tanah, sketmat (alat
pengukur diameter), oven, cangkul, emrat, tali rapia, meteran, kored, pisau, ,
mistar, timbangan analitik, label, alat tulis, buku untuk pencatatan data.
3.3 Metode Percobaan
Penelitian Tahap I: Sifat kimia tanah dan pengaruhnya terhadap penanaman
bengkuang (Pachurhizus erosus) dan sentro (Centrosema pubescens)
Penelitian Tahap II: Tanggap bibit Kakao (Theobroma cacao) terhadap
pemberian biomassa leguminosa bengkuang dan sentro serta dosis pupuk NPK
3.4 Pelaksanaan Percobaan
Penelitian Tahap I
Lahan percobaan dicangkul dan digaru, kemudian dibuat petakan dengan ukuran
5m X 3m sebanyak 12 petakan. Sampel tanah untuk keperluan analisis tanah awal
diambil secara komposit pada garis diagonal petakan. Bengkuang ditanam dengan
jarak 30 X 20 Cm, ditanam 2 biji/lubang tanam, setelah 2 minggu dijarangkan
16
menjadi 1 tanaman / lubang sentro ditanam pada alur sedalam 2-3 cm dengan jarak
barisan 50 cm dengan benih sebanyak 30 kg/ha. Pada saat penanaman diberi pupuk
urea, SP-36 dan KCl dengan dosis 50 kg, 72 kg dan 60 kg/ha. Panen dilakukan
pada umur 5 bulan setelah tanam. Peubah yang diamati adalah sifat kimia tanah
meliputi pH tanah, N total, P dan K.
Penelitian Tahap II
Pada tahap ini Rancangan Acak lengkap (RAL) disusun secara faktorial.
Faktor I adalah pemberian biomassa leguminosa yang terdiri dari B1 (pemberian
biomassa bengkuang 40 gram/polibag) dan B2 (pemberian biomassa sentro 40
gram/polibag)
Faktor II adalah pemberian pupuk NPK (15:15:15) yang terdiri atas 4 taraf, yait:
P0 (0 gram/polibag), P1 (2 gram/polibag), P3 (6 gram/polibag).
Masing-masing biomassa bengkuang dan sentrosema dipotong 1 cm kemudian
dicampurkan dengan tanah yang telah diayak, setelah itu dimasukkan kedalam
polibag. Penanaman dilakukan setelah benih berkecambah yang dilakukan pada
umur 12 hari dipersemaian , dimana kotiledon terangkat ke permukaan medium dan
belum terbuka . benih yang telah berkecambah dicabut dari medium persemaian
kemudian ditanam ke polibag yang telah dipersiapkan. Perlakuan diberikan setelah
bibit berumur dua minggu di polibag.
3.5 Pengamatan
3.5.1 Pengamatan Utama
Pengamatan utama dilakukan terhadap Sifat Kimia yang meliputi pH tanah,
N total, P dan K pH
17
3.5.2 Pengamatan Penunjang
Pengamatan penunjang dilakukan terhadap faktor-faktor di luar perlakuan
yang dapat mempengaruhi proses penelitian dan tidak dianalisis secara
statistik, meliputi:
1. Data cuaca (suhu, kelembaban, dan curah hujan)
2. Analisis tanah awal
Hama dan penyakit yang menyerang tanaman percobaan serta gulma yang
tumbuh
18
DAFTAR PUSTAKA
Angkapradipta, P. 1984. Tanaman penutup tanah di perkebunan. Makalh Seminar satu Hari tentang Penutup Tanah. BPP Bogor.
Ayub S. Pranata. 2004. Pupuk Organik Cair Aplikasi dan Manfaatnya. Agromedia Pustaka, Bandung.
Barus, A. Dan H. Suwardjo. 1986. Pengaruh kehilangan lapisan atas tanah dan tanaman penutup tanah terhadap produktifitas haplortox di citayam. Pemberitaan penelitian Tanah dan Pupuk 5:37-41. Pusat Penelitian Tanah. Bogor
Castellanos, J.Z, Zapata, F. Badillo. 1997 . Symbiotic nitrogen fixation and yield in pachirhizus ahipa (wedd). Parodi landerases as affected by flower pruning. Soil Biol. And Biochman. 29(5/6)
Dinas Perkebunan Riau.2000. Laporan Tahunan 1999.Pekanbaru. Direktorat jendral Perkebunan, 1995. Tanman penutup tanah di perkebunan. Jakarta
Eti Erawati. 2006. Pengaruh Pupuk Organik Cair dan Pupuk Anorganik terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Kultivar Maja. Skripsi Program Sarjana, Universitas Padjadjaran. Bandung.
Gardener, F. P, R.B. Pearce dan R.L, Mitchell. 1991.Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia. Jakarta.
Heyne, K.1987. Tumbuhan Berguna Indonesi. Jilid II. Terjemahan. Yayasan Sarana Wana Jaya. Jakarta
People and Raswell.1992.Soil and plant in marginal area, dikutip dari www.wikipedia.com/terjemahan/tanahdantanaman. Diakses tanggal 21 Desember 2005
Sorensen, M.1998. A.taxonomic reversion of the genus Pachyrhizus (Fabaceae-Phaseoleae)-Nord J.Bot
Stevenson.1998. Humus chemistru, genesis,composition and reaction. Dikutip dari www.wikipedia.com/terjemahan/kimiahumussusunan dan reaksinya. Diakses ada tanggal 26 Juli 2006.
Sukamto. 1977. Pemupukan Melalui Daun. Warta BPTK Gambung, Bandung
Tejoyuwono, 1998. Tanah dan lingkungannya. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Jakarta.
19