edisi 99 th. xliii, 2013

80
Edisi 99 TH. XLIII, 2013

Upload: dinhtram

Post on 19-Jan-2017

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

Edisi 99 TH. XLIII, 2013

Page 2: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

2 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

PENGAWAS UMUM:Pimpinan DPR-RI

PENANGGUNG JAWAB/KETUA PENGARAH:Dr. Winantuningtyastiti, M. Si(Plt. Sekretaris Jenderal DPR-RI)

WAKIL KETUA PENGARAH: Achmad Djuned SH, M.Hum

PIMPINAN PELAKSANA: Drs. Djaka Dwi Winarko, M. Si.

PIMPINAN REDAKSI: Dadang Prayitna, S.IP. M.H.(Kabag Pemberitaan)

WK. PIMPINAN REDAKSI: Dra. Tri Hastuti (Kasubag Penerbitan), Mediantoro, SE (Kasubag Pemberitaan)

REDAKTUR: Sugeng Irianto, S.SosM. Ibnur KhalidIwan Armanias

ANGGOTA REDAKSI: Nita Juwita, S.Sos Supriyanto Suciati, S.Sos Agung Sulistiono, SH

FOTOGRAFER: Eka HindraRizka Arinindya

SEKRETARIAT REDAKSI: I Ketut Sumerta, S. IP Jainuri A. Imam S, S. A. P.

SIRKULASI: Abdul Kodir, SH

ALAMAT REDAKSI/TATA USAHA: BAGIAN PEMBERITAAN DPR-RI, Lt.II Gedung Nusantara III DPR RI, Jl. Jend. Gatot Soebroto-Senayan, Jakarta Telp. (021) 5715348,5715586, 5715350 Fax. (021) 5715341, e-mail: [email protected]; www.dpr.go.id/berita

Page 3: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

3EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

Parlementaria Edisi 99 kali ini mengangkat laporan utama “Menanti RUU Harapan Rakyat”, karena DPR dan Pemerintah menargetkan sebanyak 70 RUU bisa diselesai-kan pada tahun 2013. Dari 70 RUU Prolegnas 2013, RUU yang harus segera diselesai-kan pembahasannya antara lain bidang Politik yaitu: RUU tentang Pemilihan Presi-den dan Wakil Presiden, dan RUU Perubahan tentang UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3). Selanjutnya RUU Sistem Pemerintahan di Daerah terdiri RUU tentang Pemer-intahan Daerah, RUU tentang Desa, dan RUU tentang Pemilihan Kepala Daerah.

Kemudian RUU bidang ekonomi yaitu RUU tentang Perindustrian, RUU tentang Per-dagangan dan RUU tentang Keuangan Negara.

Sedangkan RUU masalah Pertanian yaitu RUU tentang Pangan dan RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Terkait RUU tentang Perlindungan pada Petani dan Nelayan harus selesai, karena UU tersebut akan memberikan suatu pelu-ang bagi para petani dan nelayan meningkatkan kualitas dan kesejahteraannya.

Yang juga diprioritaskan adalah RUU tentang KUHP dan KUHAP, dan terakhir RUU tentang Migas. Perubahan UU Migas harus dilakukan, kalau tidak orang yang memi-liki kekuasaan dan kemampuan dana besar bisa sebebas-bebasnya menguasai mi-gas.

Mengenai RUU tentang Keperawatan dan RUU Desa yang sempat mengundang demo besar-besaran di Gedung DPR, sudah pada tingkat harmonisasi, kemudian di-lanjutkan pembahasannya di tingkat Komisi IX dan Pansus

Pertanyaannya mampukah DPR dan pemerintah menyelesaikan70 RUU tersebut? Ketua Baleg Ignatius Mulyono mengatakan asal mau bekerja keras, bisa selesai. Dengan penambahan alokasi waktu dan para anggota bersedia melepaskan seluruh atribut yang dimiliki, dan memposisikan sebagai negarawan, maka target itu bisa dicapai.

Di rubrik pengawasan diturunkan laporan mengenai pungli petugas KUA dan kenaikan TDL 2013, di rubrik legislasi membahas RUU KUHAP dan RUU Keuangan Negara sedangkan di rubrik anggaran diturunkan laporan mengenai anggaran in-frastruktur.

Perlu diketahui, pada Parlementaria edisi awal tahun 2013 ini dibuka rubrik baru yaitu “ Kiat Sehat”. Di kolom ini dikupas mengenai kiat-kiat sehat terutama yang ber-talian dengan kegiatan para politikus agar tetap prima, segar menghadapi kegiatan rapat-rapat, penyerapan aspirasi dan kunjungan kerja yang sangat padat.

Sedangkan di rubrik sorotan, masalah pembubaran Rintisan Sekolah Bertaraf In-ternasional (RSBI) menjadi salah satu laporan yang mendapat tanggapan positif ber-bagai kalangan. Setelah dilaksanakan sekitar 10 tahun ternyata RSBI lebih banyak menimbulkan keresahan lantaran besarnya pungutan. RSBI juga menimbulkan kes-enjangan dan kastanisasi di antara siswa sekolah.

Pada edisi ini juga diturunkan liputan khusus Kunjungan Komisi I ke Palestina dan hasil-hasil Sidang Parlemen negara-negara OKI (PUIC) ke-8 di Khartoum Sudan. (mp)

Pengantar redaksi

Page 4: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

4 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

Terminal 1 dan 2Bandara Soekarno Hatta

Page 5: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

8

12

14

30

34

37

39

42

46

49

51

56

64

67

70

72

74

78

Pesan PiMPinan

PrOLOg

LaPOran UtaMa

sUMBang saran

PengaWasan

anggaran

LegisLasi

kiat seHat

PrOFiL

kUnJUngan kerJa dPr

sOrOtan

LiPUtan kHUsUs

seLeBritis

Pernik

POJOk ParLe

Dampak Perubahan Iklim Bagi Kehidupan Manusia

Prolegnas 2013Menanti UU Harapan Rakyat

DPR Dan Pemerintah Tetapkan 70 RUU Prioritas Tahun 2013

Urgensi Pembenahan Instrumen Perencanaan Legislasi

Hindari Pungli, Biaya Nikah Perlu Dimasukkan APBN

Pro Kontra, Kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL)

Anggaran InfrastrukturTerbesar, Tapi Belum Ideal

Penyelesaian RUU KUHAP, Kado DPR untuk Bangsa

Revisi UU 17/2003 Wujudkan Good and Clean Governance

Nyaman Traveling Lewat Udara

Ida Fauziah

RSBI Pantas Dibubarkan, Karena Meresahkan Masyarakat

Desak Pemerintah Segera Buka Perwakilan DI Tepi Barat dan Gaza

Disepakati, Rencana Pembentukan Parlemen Negara Islam

Slamet Rahardjo

Koordinasi, Kata Kunci Hadapi Pendemo di DPR

Serupa Tapi Tak Sama

LaPOran UtaMa

PrOFiL

PengaWasan

dPr dan PeMerintaH tetaPkan 70 rUU PriOritas taHUn 2013

ida FaUziaH

aktiF dOrOng PartisiPasi POLitik PereMPUan

Hindari PUngLi, Biaya nikaH PerLU diMasUkkan aPBn

Tahun 2013, DPR dan Pemerintah telah me-netapkan 70 RUU sebagai RUU Prioritas. Pimpi-nan Dewan berharap alokasi wak tu yang cukup pada masa persidangan III tahun 2012/2013, dapat lebih diprioritaskan untuk penyelesaian sejumlah RUU, mengingat produktivitas Dewan dalam pelaksanaan fungsi ini masih rendah.

Mereka menyatakan pungli oleh petugas KUA yang sangat memberatkan tersebut harus segera dihentikan. Biaya resmi yang diatur hanya sebesar Rp 30 ribu, namun prakteknya hanya untuk mendapatkan pengesahan dan buku nikah dibebani biaya besar antara Rp 500 ribu hingga Rp 5 juta.

| 14

| 51

| 34

Kala itu, krisis finansial Asia menyebab­kan ekonomi Indonesia melemah, ditambah semakin besarnya ketidak-puasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan Presiden Soeharto, menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organisasi masyarakat maupun mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia.

Page 6: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

6 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

ASPIRASI

DPR RI telah menerima surat dari Rusman Lingga atas nama korban pelanggaran HAM tragedi 1965.

Pelapor menyampaikan petisi hasil rumusan bersama para korban pelanggaran HAM dari 12 kabupaten/kota di Sumut, pada Rabu 1 Agustus 2012 yang mendesak untuk dilakukan pengusutan secara tuntas dan mengungkap kebenaran peristiwa tragedi kemanusiaan 1965.

Petisi tersebut terkait rekomendasi Tim Penyelidik Ad Hoc Komnas HAM yang disampaikan kepada Kejagung terhadap peristiwa 1965 yang digolongkan sebagai kasus pelanggaran HAM berat karena terjadi di seluruh wilayah Indonesia dengan 9 bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan yakni: pembunuhan, pemusnahan, perbudakan pengusiran, perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik, penyiksaan, perkosaan, penganiayaan, penghilangan orang secara paksa.

Menurut pelapor, berdasarkan UU Pengadilan HAM No. 26/2000, hasil rekomendasi tersebut menjadi syarat dibentuknya pengadilan HAM Ad Hoc untuk menuntaskan pelanggaran HAM di masa lalu agar para pelaku mendapat hukuman setimpal dan hak para korban dapat dipulihkan.

Pelapor menyampaikan pernyataan sikap dari korban pelanggaran HAM 1965 di Sumut sebagai berikut:

• Mendukung hasil penyelidikan (rekomendasi) Komnas HAM terhadap pelanggaran HAM 1965.• Mendesak Presiden SBY sebagai Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan segera meminta maaf

kepada korban peristiwa tragedi kemanusiaan 1965.• Mencabut seluruh undang­undang atau peraturan yang masih diskriminatif terhadap korban 1965.

Permohonan Peninjauan Kembali Aktivitas PLTG Bekasi Power

DPR RI telah menerima surat dari Sdr Abdul Jaih dan Ani Sumarni yang masing-masing beralamat di Desa Tanjung Sari dan Desa Pasirgembong Bekasi, Jawa Barat, berdekatan dengan PLTG PT Bekasi Power.

Pelapor menyampaikan kesimpulan dari hasil musyawarah warga di dua desa tersebut yang diselenggarakan pada 22 September 2012 bahwa aktivitas PLTG Bekasi Power telah mengganggu warga dan aktivitas pendidikan, menimbulkan kebisingan akibat mesin turbin, mengganggu saluran pernapasan dan dampak lainnya.

Pelapor memohon agar aktivitas PLTG PT Bekasi Power ditinjau kembali karena mengganggu stabilitas sosial.

Permohonan tersebut telah diteruskan kepada Komisi II (bidang pemerintahan), Komisi VII (bidang lingkungan hidup), serta ke Wakil Ketua Bidang Korpol dan Bidang Korinbang untuk diketahui.

Petisi Korban Pelanggaran HAM 1965 Sumut

Page 7: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

7EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

DPR RI telah menerima surat dari Sdr. Wakidjo Harjadi yang merupakan perwakilan dari 26 pensiunan PT Pos cabang Madiun.

Pelapor menyampaikan dukungannya terhadap Pengurus Pusat Persatuan Pensiunan Pos Indonesia (PPPos) yang sedang memperjuangkan nasib para pensiunan Pos agar penerimaan pensiunan PT Pos setiap bulannya dapat dibayar setara dengan pensiunan PNS.

Aspirasi dan dukungan pelapor telah disampaikan kepada Komisi VI (Bidang BUMN) dan Komisi I (Mitra PT Pos) serta diteruskan kepada Wakil Ketua DPR Bidang Korinbang untuk ditindaklanjuti.

Dukung Perjuangan Nasib Para Pensiunan Pos

DPR RI telah menerima surat dari Sdr. Budiman R, Ketua LSM Mandiri Rumah Bentang.

Pelapor mengadukan Kombes Drs. Armed Wijaya SH, MH Kabid Propam Polda Kaltim yang diduga telah melakukan hal-hal sebagai berikut :

• Pemerasan terhadap PT Calista Berau Rp 2,5 milyar, • Merusak lahan sarang burung hak milik warga Dayak Tidung Kabupaten Berau Kalimantan Timur, • Melakukan pungutan liar pengadaaan finger print / ECP (Alat Catatan Personel ) Rp 500 juta, • Pembobolan uang kas negara Rp 300 juta, • Penggelapan barang bukti mobil, • Becking illegal mining di daerah Gunung Bayan dimana pelaku menjadi sulit diberantas karena

dengan menyetor 1 milyar kepada terlapor maka akan ditempatkan bodyguard dari oknum Provost untuk menjaga lokasi.

• Becking pemerasan anggota DPR Samarinda Kaltim,Laporan tersebut telah disampaikan ke Komisi III (bidang hukum) serta ke Wakil Ketua DPR Bidang

Korpol untuk diketahui.

Pengaduan Ketua LSM Mandiri Rumah Bentang

• Mendesak presiden segera membuat kebijakan politik dan memberikan hak Reparasi berupa rehabilitasi, kompensasi, dan restitusi kepada seluruh korban pelanggaran HAM 1965

• Mendesak Presiden RI dengan berdasarkan rekomendasi DPR RI agar segera membentuk pengadilan HAM Ad Hoc.

Surat Pelapor telah disampaikan kepada Wakil Ketua DPR Bidang Korpolkam, Komisi III DPR RI, dan Anggota DPR RI Dapil Sumut I, II, dan III (F-Hanura, F-PAN, F-Gerindra, F-Golkar, F-PDIP, F-Demokrat, dan F-PKS) untuk diketahui.

Page 8: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

8 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

Salah satu masalah besar yang muncul dalam satu dekade terakhir ini adalah perdebatan mengenai perubahan iklim, siapa yang seharusnya memulai upaya mengatasi perubahan iklim beserta dampak yang ditimbulkannya. Perdebatan menjadi berlarut-larut dan tidak tuntas, karena perbedaan pendapat antara dua kelompok kepentingan, yaitu kelompok negara-negara maju dan kelompok negara-negara berkembang.

Kelompok negara maju sebagai sumber penghasil gas rumah kaca, di masa lalu maupun sekarang, dituntut menjadi yang pertama kali mengurangi emisinya. Mereka tidak memberikan respon positif, karena menurunkan emisi berarti menghambat pertumbuhan ekonominya, sehingga ide pengurangan emisi yang menjadi pesan utama protokol Kyoto menjadi sia-sia. Sementara, menempatkan tanggungjawab perubahan iklim kepada negara-negara berkembang, juga bukanlah pilihan yang tepat dan mendapat resistensi yang kuat. Negara-negara berkembang akan terus melanjutkan pembangunan ekonominya meskipun beresiko tingkat pertumbuhan emisinya akan meningkat pula.

The 2nd World Ecological Safety Assembly 2012 yang diinisiasi International Eco-Safety Cooperative Organization (IESCO), yaitu sebuah lembaga internasional yang berafiliasi dengan United Nations (PBB), dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa, krisis ekologi di seluruh dunia telah mengancam kelangsungan hidup manusia dan pembangunan. Menjaga keselamatan lingkungan, mengantisipasi bencana alam, antisipasi terhadap krisis dan bencana ekologi yang tak terduga, merupakan hal yang penting. Kehadiran para pemimpin dan tokoh dunia dalam pertemuan WESA ini adalah untuk membicarakan berbagai permasalahan tersebut dan mencari solusinya.

Ada banyak masalah lingkungan hidup yang terjadi saat ini, seperti pemanasan global, polusi, penggundulan hutan, hilangnya keanekaragaman hayati, makanan yang tidak aman, krisis pangan, krisis energi, dan lain-lain. Untuk itu, diperlukan cara untuk mengendalikan krisis sumber daya, menyeimbangkan pembangunan sosial-ekonomi dan konservasi ekologi bagi generasi sekarang dan masa depan, dan bagaimana memperkuat kemitraan antara negara maju dan berkembang.

Perubahan iklim telah menghadirkan berbagai dampak dalam kehidupan manusia, baik yang terjadi di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang. Fenomena alam yang luar biasa menuntut adanya respons positif secara global, mengingat dampak yang ditimbulkannya juga berskala global. Inilah yang menjadi alasan utama diselenggarakannya The 2nd World Ecological Safety Assembly 2012 (WESA) di Bali pada 9-12 Desember 2012 dan dihadiri sekitar 500 delegasi, diantaranya adalah pejabat-pejabat negara, mantan ketua parlemen dan tokoh pemimpin dari berbagai negara.

OLeH dr. MarzUki aLie

PESAN PIMPINAN

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BAGI KEHIDUPAN MANUSIA

Page 9: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

9EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

Salah satu tujuan WESA adalah menjaga keselamatan ekologi (ecological safety), melindungi lingkungan, mendirikan organisasi keamanan ekologi internasional, menciptakan mekanisme peringatan dini dan bersama-sama mengatasi bencana ekologi. The 1st World Ecological Safety Assembly telah dilaksanakan di Kamboja pada Desember 2010, dan telah dihasilkan Angkor-Protokol, yang memuat berbagai kebijakan tentang lingkungan hidup. Pada The 2nd World Ecological Safety Assembly 2012 di Bali, dihasilkan kesepakatan yang lebih strategis dan segera dapat diterapkan oleh seluruh negara. Permasalahan lingkungan tidak dapat diselesaikan hanya dengan melibatkan pihak-pihak tertentu saja, tetapi memerlukan kerjasama pemerintah, parlemen, partai-partai politik, LSM, lembaga keuangan dan kelompok-kelompok perusahaan, untuk mencapai pembangunan yang menyeimbangkan antara ekonomi, masyarakat dan lingkungan.

Melindungi ekologi, menjaga lingkungan, mencegah polusi, dan mengantisipasi berbagai bencana alam, tentu menuntut tanggungjawab bersama (common responsibility). Kebersamaan itu memerlukan kesamaan cara pandang (vision)

dan platform yang sama, agar tercapai keseimbangan hidup yang harmonis antara masyarakat dan lingkungan. Dialog antara profesional dan akademisi, partai politik, parlemen, pemerintah, LSM, perusahaan, lembaga keuangan dan seluruh pemangku kepentingan, sangat diperlukan. Untuk itulah, WESA ini juga amat diperlukan bagi perluasan jaringan bagi parlemen, partai politik, profesional, akademisi, lembaga keuangan ataupun perusahaan, untuk mempromosikan kerjasama ekologis yang aman.

Melalui pertemuan WESA di Bali, para peserta telah memperlihatkan keperduliannya

terhadap ancaman kerusakan ekologi akibat eksploitasi yang berlebihan. Seruan agar masyarakat dunia

memanfaatkan SDA sesuai dengan daya

dukung yang dimilikinya perlu dilakukan karena

masa depan pemeliharaan lingkungan hidup menjadi tanggungjawab semua pihak. Parlemen sebagai legislator diharapkan mampu menghasilkan perangkat perundangan-undangan yang menjamin bahwa pemanfaatan SDA akan berlangsung secara berkelanjutan.

Kewaspadaan terhadap Lingkungan

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Kondisi geografis Indonesia juga unik, karena terletak di antara Benua Asia dan Australia, dan Samudera Pasifik dan Hindia. Indonesia terbentang di wilayah lingkaran api (ring of fire), yang setiap saat harus waspada terhadap berbagai bencana alam seperti letusan gunung api dan tsunami. Indonesia

Page 10: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

10 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

juga tercakup dalam dua alam biogeografis utama, yaitu Indomalaya dan Australasia dengan Garis Wallace di antaranya.

Karena faktor geografis, topografis dan iklim, Indonesia memiliki ekosistem yang beraneka ragam, antara yang hidup di laut, pantai, sampai dengan yang berada di kawasan gambut dan hutan. Dengan kondisi alam yang demikian, Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa. Sepuluh persen dari species bunga dunia ada di Indonesia, 12% hewan menyusui di dunia ada di Indonesia, 16% binatang reptil dan ampibhi dunia juga berada di Indonesia, 17% dari aneka burung dunia ada di Indonesia, dan sedikitnya 25% dari aneka ikan dunia berada di Indonesia. Disamping itu, pulau Kalimantan dan Sumatera merupakan habitat dari hewan yang dilindungi, yaitu orangutan dan harimau Sumatera. Laut Indonesia yang meliputi kawasan seluas 33 juta hektar, menyimpan 450 species batu karang. Perekonomian Indonesia sangat bergantung dari ekosistem sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya, yang sekarang ini sedang mengalami ancaman terhadap keberlangsungannya.1

Dengan berbagai fenomena tersebut, Indonesia harus senantiasa waspada terhadap masalah lingkungan, termasuk memperbaiki model pembangunan, agar lebih kuat tanpa harus mengorbankan lingkungan. Setiap tanggal 5 Juni, kita selalu memperingati

Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Tema Green Economy, dengan pertanyaan kunci, Does It Include You?, telah ditetapkan oleh United Nations Environment Programme (UNEP).

Di Indonesia, tema itu telah disesuaikan menjadi “Ekonomi Hijau; Ubah Perilaku, Tingkatkan Kualitas Lingkungan”. Tema ini saya nilai penting dan berorientasi ke masa depan, karena ekonomi hijau yang dimaksud disini adalah pembangunan untuk mencapai tiga sasaran besar yaitu, ekonomi terus tumbuh dan memberikan lapangan kerja serta mengurangi kemiskinan, tanpa mengabaikan perlindungan lingkungan. Karena itu, pelestarian sumber daya alam mempunyai nilai yang sangat strategis bagi implementasi pembangunan yang berkelanjutan di Indonesia. Di sadari bahwa, saat ini laju degradasi sumber daya alam dan lingkungan jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan laju kemampuan manusia melakukan upaya perbaikan.

Pemerintah Indonesia berupaya menerapkan prinsip ekonomi hijau sesuai dengan karakteristik, kondisi, dan kebutuhan bangsa dalam berbagai bentuk kebijakan, perencanaan dan program, di berbagai sektor pembangunan. Parlemen Indonesia juga amat mendorong terwujudnya upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, pengelolaan hutan, laut dan pesisir secara lestari, yang dilanjutkan dengan pengembangan energi bersih

dan energi terbarukan yang ramah lingkungan.

Perubahan model pembangun-an ke arah Ekonomi Hijau ini sudah menjadi komitmen Indonesia, yang tercermin dari rencana penurunan emisi Gas Rumah Kaca melalui pembangunan ekonomi rendah emisi karbon. Pendekatan pembangunan ekonomi tersebut merupakan lompatan besar untuk meninggalkan praktek pembangunan ekonomi masa lalu, yang mementingkan keuntungan jangka pendek tapi mewariskan berbagai permasalahan lingkungan.

Strategi ini menekankan dan memadukan aspek “pertumbuhan kesejahteraan” dan “pelestarian lingkungan” yang didukung melalui Instruksi Presiden mengenai Rencana Aksi Nasional untuk menurunkan Gas Rumah Kaca, Intruksi Presiden tentang Efisiensi Energi, Instruksi Presiden tentang Moratorium Hutan dan Keputusan Presiden tentang Satgas Pemberantasan Mafia Hukum.

Penerapan konsep Ekonomi Hijau juga membutuhkan perubahan paradigma dan gaya hidup yang menghasilkan perasaan adil di antara berbagai kelompok masyarakat, sekaligus memberikan penghematan dan peningkatan daya guna ekonomi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dimaknai dengan pentingnya melakukan perubahan paradigma pembangunan dan perilaku warga masyarakat, termasuk di dalamnya dalam kegiatan

1) Drs. Humprey Wangke MSI, Mencari Solusi Atas Perubahan Iklim, P3DI DPR-RI, 2011.

PESAN PIMPINAN

Page 11: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

11EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

produksi dan konsumsi yang mampu meningkatkan kualitas lingkungan hidup.

Ekonomi Hijau juga dimaknai sebagai kemampuan untuk melibatkan rakyat secara produktif dalam pembangunan yang berkelanjutan yang diimplementasikan sesuai arah pembangunan yang pro-environment. Hal ini memerlukan kerja sama semua pihak untuk membuatnya menjadi bagian dari hidup kita sehari-hari. Dimulai dari hal-hal sederhana yang dapat kita lakukan, misalnya hemat air dan energi, serta menanam pohon.

Kesimpulan

Dari apa yang saya uraikan tersebut, dapat disimpulkan bahwa, pertama, perubahan iklim merupakan masalah dunia karena dampaknya dirasakan oleh semua negara di dunia, dan menjadi tantangan paling besar yang harus dihadapi oleh masyarakat dunia. Para pembi-cara dalam Sidang WESA, telah menekankan kepada berbagai hal, tidak semata-mata hanya kepada dampak dari perubahan iklim dan respon internasional, tetapi juga menginginkan per-lunya kerjasama internasional yang harus lebih ditingkatkan terutama di dalam aturan-aturan dan pelaksanaan yang harus dijalankan berkaitan dengan ecological safety. Pada akhir pertemuan WESA ke-2, para peserta juga telah mendeklarasi-kan World Ecological Civiliza-tion Declaration and Ecological Safety Action, yang selanjut-nya dibawa ke masing-masing negara.

Kedua, berbagai upaya harus juga dilakukan, bukan hanya menyangkut bagaimana menghentikan pemanasan global secepatnya, tetapi juga bagaimana mengantisipasinya agar ke depan tidak lagi menjadi masalah besar bagi negara-negara di dunia.

Ketiga, antisipasi ini penting, karena terkait kebijakan setiap

negara terhadap pola-pola pembangunan yang hendak dijalankan. Hal ini berarti bahwa, pembangunan juga harus mempertimbangkan dengan polusi udara karena adanya penggunaan bahan bakar fosil.

Terakhir, kedepan, semua negara sekarang ini dituntut

untuk menjalankan kebijakan di bidang ekonomi yang ramah lingkungan, yang lebih mengedepankan teknologi baru yang tidak lagi bergantung pada bahan bakar fosil. Di samping itu, dituntut pula untuk mempertimbangkan pola-pola adaptasi yang disesuaikan dengan tingkat kerentanan masyarakatnya.

Indonesia sangat berkepentingan terhadap masalah ini. Oleh karena itu, Indonesia terus berupaya mengedepankan etika lingkungan dalam setiap pembangunan ekonomi sebab kekayaan sumber daya alam Indonesia bukan hanya untuk generasi masa kini tetapi juga yang akan datang.*

Page 12: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

12 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

PROLOG

Dari 70 RUU Prolegnas 2013, RUU yang harus segera diselesaikan

pembahasannya, yaitu RUU Bidang Politik terdiri RUU tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, dan RUU Perubahan tentang UU MD3 serta RUU Sistem Pemerintahan di Daerah terdiri RUU tentang Pemerintahan Daerah, RUU tentang Desa, dan RUU tentang Pemilihan Kepala Daerah.

Sedangkan RUU terkait masalah ekonomi yaitu RUU tentang Perindustrian, RUU tentang Perdagangan dan RUU tentang Keuangan Negara. Selain itu RUU yang terkait dengan masalah Pertanian yaitu RUU tentang Pangan dan RUU tentang Perlindungan

Sebanyak 70 Rancangan Undang-undang (RUU) telah ditetapkan DPR bersama Pemerintah sebagai prioritas untuk diselesaikan pada tahun 2013 ini. Ketujuh puluh RUU prioritas tersebut terdiri dari 32 RUU telah memasuki Pembicaraan Tingkat I, dua RUU sedang dilakukan harmonisasi dan 36 RUU merupakan RUU baru baik yang diusulkan DPR maupun pemerintah.

PROLEGNAS 2013:MENANTI UU HARAPAN RAKYAT

Page 13: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

13EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

dan Pemberdayaan Petani. Terkait RUU tentang Perlindungan pada Petani dan Nelayan harus selesai, karena UU tersebut akan memberikan suatu lorong yang benar-benar pemerintah dan masyarakat itu berkewajiban, dan para petani dan nelayanpun harus menyadari bahwa kualitasnya harus ditingkatkan.

Menurut Ketua Badan Legislasi DPR Ignatius Mulyono, Dewan membuat UU dalam rangka meningkatkan kesejahteraan mereka. Jika dari lingkungan petani dan nelayannya sendiri dengan lingkungan pemerintah dan DPR tidak bisa menyatu dalam satu kubu tentang bagaimana perlindungan itu bisa diberikan akhirnya tidak akan menyelesaikan masalah.

RUU lainnya adalah RUU tentang KUHP dan KUHAP, dan terakhir RUU tentang Migas. Menurut Mulyono, perubahan UU Migas harus dilakukan, kalau tidak orang yang memiliki kekuasaan dan kemampuan dana besar bisa sebebas-bebasnya menguasai migas, dan hal itu bisa juga dibiayai oleh orang luar negeri. Mulyono mengaku sudah tiga tahun mengingatkan Komisi VII untuk melakukan pembahasan dalam bentuk perundang-undangannya.

Menjawab kritik

Banyaknya target RUU yang akan diselesaikan acap kali mengundang kritik masyarakat, sebab antara target dan realisasi terjadi kesenjangan yang cukup mencolok. Untuk itu, Ketua DPR Marzuki Alie menegaskan bahwa pada Masa Sidang III ini Dewan menargetkan, 60% alokasi waktu diperuntukkan bagi kegiatan legislasi, dan 40% bagi kegiatan anggaran dan pengawasan.

Di tahun 2013 inilah, kata Ketua Dewan, sangat kita harapkan bahwa kinerja di bidang legislasi benar-benar tertangani dengan baik, mengingat tahun depan adalah tahun pelaksanaan pemilu. Hal ini juga untuk menjawab kritik masyarakat yang tajam terhadap kinerja Dewan terutama di bidang legislasi.

Tanggungjawab penyelesaian undang-undang bukan hanya DPR tetapi juga pemerintah. Karena

itu kedua pihak diminta mengoptimalkan waktu yang tersedia agar seluruh RUU yang menjadi prioritas dapat diselesaikan dengan baik.

Guna menjawab kritik tersebut, Baleg diusulkan untuk meningkatkan kualitasnya dengan dukungan tiga badan fungsional yaitu Badan Perancang UU, Dewan Pakar, dan Pusat Legislasi.

Pusat Legislasi bertanggung jawab untuk menginventarisir seluruh peraturan-peraturan yang ada sejak negara ini merdeka. UU dan peraturan pemerintah yang ada selama ini seperti apa, sehingga pusat legislasi harus mempelajari UU mana yang masih harus dipertahankan, UU mana yang masih dibutuhkan rakyat, UU apa yang aturannya harus diubah, dan UU mana yang harus dihapus. “Pusat Legislasi juga menyusun UU yang harus disiapkan untuk tahun 2020 atau 2025. Oleh sebab itu harus diisi orang-orang hebat bukan sekedar S2,” jelas Ketua Baleg Ignatius Mulyono.

“Badan Perancang UU itu hanya satu, jangan dimana-mana mau jadi perancang UU yang akhirnya yang mengerjakan hanya PUU. Apa gunanya kalau PUU terus yang dianggap sebagai produk komisi. PUU itu jauh dari persyaratan untuk menjadi perancang UU. Perancang UU harus ada tokoh-tokohnya yang terhimpun dalam Dewan Pakar,” tambahnya.

Mencermati masih terjadinya kegagalan mencapai target penyelesaian undang-undang ini maka DPR dan Pemerintah perlu menyusun daftar RUU mana saja yang memiliki tingkat urgensi paling tinggi sampai yang terendah. Daftar itu dapat menjadi panduan untuk menentukan RUU mana yang harus didahulukan pembahasannya.

Kegagalan pencapaian target menurut pengamatan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), karena desain Prolegnas yang tidak memperkirakan kapasitas dan beban kerja kedua belah pihak. Visi, misi,arah kebijakan dan skala prioritas seharusnya disusun dengan baik di awal pembentukan Prolegnas dalam tataran pelaksanaan sehingga kesalahan yang sama tidak terus terulang. (mp)

Pusat Legislasi juga menyusun UU yang harus disiapkan untuk tahun 2020 atau 2025. Oleh sebab itu harus diisi orang-orang hebat bukan sekedar S2.

Page 14: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

14 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

Tahun 2013, DPR dan Pemerintah telah menetapkan 70 RUU sebagai RUU Priori-tas. Pimpinan Dewan berharap alokasi

wak tu yang cukup pada masa persidangan III tahun 2012/2013, dapat lebih diprioritaskan untuk penyelesaian sejumlah RUU, mengingat produk-tivitas Dewan dalam pelaksanaan fungsi ini masih rendah.

Hal itu ditegaskan Ketua DPR Marzuki Alie pa da pem bukaan Masa Persidangan III tahun 2012 / 2013 baru-baru ini. Ke 70 RUU Prioritas tersebut terdiri dari 32 RUU telah memasuki pembicaraan tingkat I, dua RUU sedang dilakukan harmonisasi dan 36 RUU merupakan RUU baru, baik yang diusulkan DPR maupun pemerintah.

“Pimpinan Dewan mengharapkan agar RUU-RUU yang sudah memasuki pembicaraan tingkat I, harus tuntas diselesaikan pada masa ini,” tandas Marzuki Alie.

Menurut Ketua DPR, salah satu RUU yang akhir-

akhir ini menjadi perhatian publik yaitu RUU ten tang Organisasi Kemasyarakatan (RUU Ormas) yang saat ini dalam pembicaraan tingkat I. RUU ini masih menyisakan beberapa substansi yang belum menemukan kata sepakat, diantaranya mengenai definisi, asas, klasifikasi Ormas Asing, larangan, sanksi administrasi, pembekuan dan pembubaran ormas serta ketentuan pidana bagi anggota dan pengurus Ormas.

RUU Ormas sangatlah penting demi perlind-ungan terhadap hak berserikat dan berkumpul yang sesuai dengan hukum negara, serta untuk melindungi negara dari berbagai pengaruh asing yang masuk. Ormas pada masa depan diharapkan berbadan hukum, memiliki kegiatan yang jelas sesuai konstitusi, Pancasila dan semangat Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Selain itu, lanjut Pimpinan DPR, RUU tentang Mahkamah Agung saat ini telah memasuki pem-bicaraan tingkat I di Komisi III, memiliki urgensi

LAPORAN UTAMA

DPR Dan Pemerintah Tetapkan 70 RUU Prioritas Tahun 2013

Ketua DPR RI Marzuki Alie didampingi Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso dan Anis Matta saat memimpin Sidang Paripurna DPR. Foto: wy.

Page 15: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

15EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

terkait menumpuknya perkara di Mahkamah Agung. Dari Laporan Tahunan tahun 2011 ter-dapat 12.990 perkara masuk ke MA, ditambah 8.424 perkara sisa tahun sebelumnya. Sementara perkara yang berhasil diselesaikan pada tahun 2011 adalah 13.719 perkara.

Beban kerja ini membuat kinerja MA tidak bisa menuntaskan perkara baik dalam arti kuantitas maupun kualitas. Mekanisme pembatasan perkara dalam RUU ini diharapkan dapat memperbaiki kinerja MA ke depan.

Demikian halnya dengan RUU tentang Desa, Dewan tetap memperhatikan aspirasi perangkat desa yang melakukan unjuk rasa pada Desember lalu. Masyarakat perlu mengetahui bahwa RUU ini adalah bagian dari penyempurnaan UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. DPR dan Pemerintah sepakat untuk memecah UU Pemda menjadi tiga RUU yaitu RUU tentang Pemda, RUU tentang Desa dan RUU tentang Pemilihan Kepala Daerah. Ketiga RUU ini akan dibahas secara simul-tan karena materinya saling berkaitan. Ketiganya akan diusahakan selesai pada Masa Persidangan III ini.

Dijelaskan, DPR akan menampung setiap aspi-rasi masyarakat, namun masyarakat desa juga harus paham mengenai keterbatasan keuangan negara. “ Pada intinya tujuan yang akan kita capai adalah sama, yaitu upaya mewujudkan kemajuan serta kesejahteraan bagi perkembangan desa dan masyarakat desa,” ungkap Ketua DPR.

Masih kata Pimpinan Dewan dari FPD ini, banyak nya RUU yang harus diselesaikan tahun 2013, menuntut kita untuk mengoptimalkan wak-tu yang tersedia, agar seluruh RUU yang menjadi tanggungjawab DPR dapat terselesaikan dengan baik. Optimalisasi ini tidak hanya kita tuntut ke-pada kalangan dewan, tetapi juga kepada pemer-intah, karena pemerintah juga ikut memegang tanggung jawab penyelesaian RUU tersebut.

Dalam Masa Sidang III ini, Dewan menargetkan 60% alokasi waktu diperuntukkan bagi kegiatan legislasi dan 40% bagi kegiatan anggaran dan pengawasan. “ Di tahun 2013 inilah, sangat kita harapkan bahwa kinerja di bidang legislasi benar-benar tertangani dengan baik, mengingat tahun depanadalah tahun pelaksanaan pemilu. Hal ini juga untuk menjawab kritik masyarakat terhadap

kinerja Dewan, terutama bidang legislasi,” jelas Marzuki Alie.

RUU Lembaga Keuangan Makro.

Menjelaskan mengenai sejumlah RUU yang diselesaikan Pada Masa Sidang II, Ketua Dewan menyebutkan, RUU yang dapat diselesaikan ada-lah RUU tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM). “Kita bersyukur bahwa RUU ini dapat dituntaskan walaupun melalui beberapa kali perpanjangan,” jelasnya.

Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah salah satu lembaga keuangan bukan bank, yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, bertujuan untuk membantu masyarakat miskin dan/atau masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak mendapatkan akses dalam perolehan dana pinjaman atau pembiayaan dari lembaga per-bankan.

Sebagian besar kelompok masyarakat ini mem-butuhkan dana/modal untuk mengembangkan usaha mikro atau usaha kecil, seperti pedagang pasar tradisional, usaha kerajinan rumah tangga, petani, peternak, nelayan, dan lain-lain. Dengan tumbuh dan berkembangnya LKM, diharapkan da-pat membantu meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, terutama masyarakat di pedesaan.

Pembahasan mengenai RUU tentang Pendidikan Kedokteran masih akan dilanjutkan oleh Panja Komisi X DPR, dengan catatan, bahwa Panja ini perlu diperkuat dengan Anggota-anggota Komisi IX, agar diperoleh hasil pembahasan yang lebih komprehensif.

Sementara itu, Komisi-komisi, Badan Legislasi (Baleg) dan beberapa Panitia Khusus (Pansus) masih melanjutkan pembahasan 31 (tiga puluh satu) RUU Prioritas tahun 2012, 2 (dua) RUU da-lam tahap harmonisasi di Baleg, dan 2 (dua) RUU Ratifikasi. Komisi dan Badan Legislasi, juga sedang menyusun/merumuskan 19 (sembilan belas) RUU. Sementara Pemerintah sedang menyelesaikan penyusunan/perumusan 6 (enam) RUU Prioritas tahun 2012.

Di antara 31 (tiga puluh satu) RUU yang dalam tahap Pembicaraan Tingkat I, 20 (dua puluh) RUU di antaranya, telah mengalami perpanjangan beberapa kali karena ada beberapa substansi/ma-

Page 16: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

16 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

teri yang belum disepakati oleh Pemerintah dan DPR. Untuk tahun 2013, diharapkan 31 (tiga puluh satu) RUU tersebut dapat diselesaikan, agar dapat mengatasi kekosongan hukum.

Selanjutnya, perlu kami sampaikan mengenai pembahasan RUU tentang Percepatan Pem-bangun an Daerah Kepulauan (RUU-PPDK). Tahapan pembahasan RUU ini sudah memasuki Pembicaraan Tingkat I oleh Pansus. RUU ini adalah RUU inisiatif DPR-RI dan merupakan RUU Prioritas tahun 2012.

Hal yang melatarbelakangi disiapkannya RUU-PPDK oleh DPR antara lain, bahwa di Indonesia terdapat lebih dari 140 (seratus empat puluh) juta penduduk yang bermukim di wilayah pesisir, di pulau terpencil yang kurang tersentuh pem-bangunan. Kebijakan pembangunan Indonesia selama ini dilakukan dengan pendekatan pem-bangunan kawasan yang berorientasi daratan, padahal Indonesia adalah negara kepulauan. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang berbeda untuk pembangunan di provinsi kelautan.

Dalam perkembangannya, Pemerintah meno-lak meneruskan pembahasan dengan beberapa alasan, antara lain bahwa muatan materi dalam RUU-PPDK dianggap bertentangan dengan bebe-rapa peraturan perundang-undangan di antaranya bertentangan dengan Pasal 18A Ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, UU No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nation Convention on The Law of The Sea, UU No. 32 Ta-hun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara.

Atas sikap Pemerintah ini, Pansus RUU-PPDK menolak pendapat Pemerintah dan berkehendak melanjutkan pembahasan, karena RUU ini sudah memenuhi landasan filosofis, sosiologis dan yu-ridis, serta telah disinkronisasi dengan peraturan perundang-undangan terkait. RUU ini juga dibuat sebagai produk politik-hukum yang responsif atas kebutuhan masyarakat di kepulauan. Dalam fo-rum konsultasi dengan Pimpinan Dewan, akhirnya diputuskan bahwa pembahasan RUU ini tetap dilanjutkan sesuai dengan kewenangan Dewan.

Ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan dari beberapa RUU yang saat ini sedang dibahas bersama antara DPR dan Pemerintah. UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 20 ayat (2)

telah menegaskan bahwa: “setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetu-juan bersama”. Berdasarkan aturan ini, maka DPR dan Presiden mempunyai kewajiban yang sama untuk membahas setiap RUU, baik yang datang dari DPR maupun datang dari Pemerintah.

“ Jadi, tidak boleh satu pihak menyatakan sikap menolak meneruskan pembahasan, hal ini dimak-sudkan agar tidak melanggar amanat konstitusi,” ungkapnya. Kalaupun para pihak menyikapi ada perbedaan mendasar dalam pembahasan, maka tahapan pembahasan dikembalikan kepada me-kanisme pembahasan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan dan Tata Tertib DPR, baik dalam tahap pembahasan di Komisi atau Pansus, ataupun pada tahap pembahasan di Tim Perumus atau Tim Sinkronisasi. Kendala yang dijumpai dalam pembahasan dapat dicarikan jalan keluar melalui forum konsultasi antara Pimpinan Dewan dan Pimpinan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) yang bersangkutan, dan bahkan kalau diperlu-kan, akan dikonsultasikan oleh Pimpinan Dewan d engan Presiden. Hal ini telah beberapa kali dilakukan.

Menurut Ketua DPR, baru-baru ini, Pimpinan Dewan didampingi Pimpinan Baleg dan Komisi XI, telah melakukan konsultasi dengan Pemerin-tah, yaitu Menteri Keuangan dan Pimpinan Bank Indonesia, sehubungan usulan Pemerintah un-tuk meng ajukan RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi Rupiah), dalam Prolegnas Prioritas 2013. RUU ini dimaksudkan untuk mem-perkuat kurs Rupiah terhadap mata uang asing, serta untuk menyederhanakan mata uang Rupiah, tetapi bukan untuk memotong nilai mata uang.

Dalam forum konsultasi tersebut, Pimpinan De-wan meminta Pemerintah untuk mensosialisasi-kan rencana redenominasi kepada masyarakat luas, agar tidak ada kekeliruan penafsiran atas muatan materi RUU ini. Diharapkan, tidak ada salah persepsi bahwa dengan UU ini akan dilaku-kan pemotongan nilai mata uang.

Satu RUU lagi, telah disampaikan oleh Presiden kepada Ketua Dewan, yaitu RUU tentang Hukum Acara Pidana. RUU ini sangat dinantikan, karena merupakan salah satu UU yang berkaitan dengan pembangunan hukum nasional yang sangat mendesak untuk segera dibahas dan diselesaikan.(mp,tt,sc)

Page 17: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

17EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

NO JUDUL RUU PENYIAP­AN RUU DAN NA

KETERANGAN

1 RUU tentang Kompo nen Cadangan Perta hanan Negara.

Pemerintah RUU dalam tahap Pembi­caraan Tk.I di Komisi I

2 RUU tentang Aparatur Sipil Negara.

DPR RUU dalam tahap Pembi­caraan Tk.I di Komisi II

3 RUU tentang Pemilihan Kepala Daerah.

Pemerintah RUU dalam tahap Pembi­caraan Tk.I di Komisi II

4 RUU tentang Mahka­mah Agung.

DPR RUU dalam tahap Pembi­caraan Tk.I di Komisi III

5 RUU tentang Perubah­an atas Undang­Undang Nomor I6 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

DPR RUU dalam tahap Pembi­caraan Tk.I di Komisi III

6 RUU tentang Pembe­rantasan Perusakan Hutan. (Judul dalam Prolegnas: RUU tentang Pencega­han dan Pembe ran tasan Pembalakan Liar).

DPR RUU dalam tahap Pembi­caraan Tk.I di Komisi IV

7 RUU tentang Perlindun­gan dan Pemberdayaan Petani.

DPR RUU dalam tahap Pembi­caraan Tk.I di Komisi IV

8 RUU tentang Jalan. DPR RUU dalam tahap Pembi­caraan Tk.I di Komisi V

9 RUU tentang Perda­gangan

Pemerintah RUU dalam tahap Pembi­caraan Tk.I di Komisi VI

10 RUU tentang Perindus­trian.

Pemerintah RUU dalam tahap Pembi­caraan Tk.I di Komisi VI

11 RUU tentang Keantarik­saan.

Pemerintah RUU dalam tahap Pembi­caraan Tk.I di Komisi VII

12 RUU tentang Jaminan Produk Halal.

DPR RUU dalam tahap Pembi­caraan Tk.I di Komisi VIII

13 RUU tentang Tenaga Kesehatan.

Pemerintah RUU dalam tahap Pembi­caraan Tk.I di Komisi IX

14 RUU tentang Pendidi­kan Kedokteran.

DPR RUU dalam tahap Pembi­caraan Tk.I di Komisi X

15 RUU tentang Penguru­san Piutang Negara dan Daerah.

Pemerintah RUU dalam tahap Pembi­caraan Tk.I di Komisi XI

16 RUU tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan.

Pemerintah RUU dalam tahap Pembi­caraan Tk.I di Komisi XI

17 RUU tentang Usaha Perasuransian.

Pemerintah RUU dalam tahap Pembi­caraan Tk.I di Komisi XI

18 RUU tentang Perce­patan Pembangunan Daerah Tertinggal.

DPR RUU dalam tahap Pembi­caraan Tk.I di Baleg

19 RUU tentang Orga nisasi Masyarakat.

DPR RUU dalam tahap Pembi­caraan Tk.I di Pansus

20 RUU tentang Keamanan Nasional.

Pemerintah RUU dalam tahap Pembi­caraan Tk.I di Pansus

21 RUU tentang Perubahan atas Undang­Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

DPR RUU dalam tahap Pembi­caraan Tk.I di Pansus

22 RUU tentang Penga­wasan Sediaan Farma­si, Alat Kesehatan, dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.

DPR RUU dalam tahap Pembi­caraan Tk.I di Pansus

PROGRAM LEGISLASI NASIONAL RANCANGAN UNDANG­UNDANG PRIORITAS TAHUN 2013

NO JUDUL RUU PENYIAP­AN RUU DAN NA

KETERANGAN

23 RUU tentang Perce­patan Pembangunan Daerah Kepulauan. (Judul dalam Prolegnas: RUU tentang Perlakuan Khusus Daerah Kepu­lauan).

DPR RUU dalam tahap Pembi­caraan Tk.I di Pansus

24 RUU tentang Perlindun­gan Pekerja Indonesia di Luar Negeri. (Judul dalam Prolegnas: RUU tentang Perubahan atas Undang­Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri).

DPR RUU dalam tahap Pembi­caraan Tk.I di Pansus

25 RUU tentang Perjanjian Internasional.

DPR RUU dalam tahap Pembi­caraan Tk.I di Pansus

26 RUU tentang Pemerin­tahan Daerah.

Pemerintah RUU dalam tahap Pembi­caraan Tk.I di Pansus

27 RUU tentang Desa. Pemerintah RUU dalam tahap Pembi­caraan Tk.I di Pansus

28 RUU tentang Pencega­han dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendan­aan Terorisme.

Pemerintah RUU dalam tahap Pembi­caraan Tk.I di Pansus

29 RUU tentang Tabungan Perumahan Rakyat.

DPR RUU dalam tahap Pembi­caraan Tk.I di Pansus

30 RUU tentang Perubahan atas Undang­Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

DPR RUU telah ditetapkan menjadi usul DPR

31 RUU tentang Kepal­angmerahan.

DPR RUU telah ditetapkan menjadi usul DPR

32 RUU tentang Ke­insinyuran.

DPR RUU telah ditetapkan menjadi usul DPR

33 RUU tentang Kepera­watan.

DPR RUU dalam tahap har­monisasi

34 RUU tentang Pengelo­laan Ibadah Haji.

DPR RUU dalam tahap har­monisasi

35 RUU tentang Perta­nahan.

DPR RUU dan NA disiapkan oleh Komisi II

36 RUU tentang Perubahan atas Undang­Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternak an dan Kesehatan Hewan.

DPR RUU dan NA disiapkan oleh Komisi IV

37 RUU tentang Perubahan atas Undang­Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Kon­struksi.

DPR RUU dan NA disiapkan oleh omisi V

38 RUU tentang Pencarian dan Pertolongan.

DPR RUU dan NA disiapkan oleh Komisi V

39 RUU tentang Perubahan atas Undang­Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

DPR RUU dan NA disiapkan oleh Komisi VI

Page 18: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

18 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

NO JUDUL RUU PENYIAP­AN RUU DAN NA

KETERANGAN

40 RUU tentang Perubahan atas Undang­Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

DPR RUU dan NA disiapkan oleh Komisi VII

41 RUU tentang Kese­taraan Gender.

DPR RUU dan NA disiapkan oleh Komisi VIII

42 RUU tentang Per lin­dung an Pekerja Rumah Tangga.

DPR RUU dan NA disiapkan oleh Komisi IX

43 RUU tentang Kesehatan Jiwa.

DPR RUU dan NA disiapkan oleh Komisi IX

44 RUU tentang Kebu­dayaan.

DPR RUU dan NA disiapkan oleh Komisi X

45 RUU tentang Sistem Perbukuan Nasional.

DPR RUU dan NA disiapkan oleh Komisi X

46 RUU tentang Kawasan Pariwisata Khusus.

DPR RUU dan NA disiapkan oleh Komisi X

47 RUU tentang Perubah­an Kedua atas Undang­Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

DPR RUU dan NA disiapkan oleh Komisi XI

48 RUU tentang Perubahan atas Undang­Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Per­wakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

DPR RUU dan NA disiapkan oleh Baleg

49 RUU tentang Perubahan atas Undang­Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

DPR RUU dan NA disiapkan oleh Baleg

50 RUU tentang Perubahan atas Undang­Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

DPR RUU dan NA disiapkan oleh Baleg

51 RUU tentang Perubahan atas Undang­Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

DPR RUU dan NA disiapkan oleh Baleg

52 RUU tentang Pen­gakuan dan Perlin­dungan Hak­Hak Masyarakat Adat.

DPR RUU dan NA disiapkan oleh Baleg

53 RUU tentang Pengelo­laan Keuangan Haji.

Pemerintah RUU dan NA disiapkan oleh Kementerian Agama

54 RUU tentang Kitab Undang­Undang Hukum Pidana.

Pemerintah RUU dan NA disiapkan oleh Kementerian Hukum dan HAM

55 RUU tentang Pembe­rantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pemerintah RUU dan NA disiapkan oleh Kementerian Hukum dan HAM

56 RUU tentang Kitab Undang­Undang Hukum Acara Pidana.

Pemerintah RUU dan NA disiapkan oleh Kementerian Hukum dan HAM

57 RUU tentang Adminis­trasi Pemerintahan.

Pemerintah RUU dan NA disiap­kan oleh Kementerian PAN dan RB

NO JUDUL RUU PENYIAP­AN RUU DAN NA

KETERANGAN

58 RUU tentang Rahasia Negara.

Pemerintah RUU dan NA disiap­kan oleh Kementerian Pertahanan

59 RUU tentang Pertem­bakauan.

DPR RUU dan NA disiapkan oleh Baleg

60 RUU tentang Perubahan atas Undang­Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

DPR RUU dan NA disiapkan oleh Komisi III

61 RUU tentang Konser­vasi Tanah dan Air.

DPR RUU dan NA disiapkan oleh Komisi IV

62 RUU tentang Kelautan. DPR RUU dan NA disiapkan oleh DPD

63 RUU tentang Pe­ngaturan Minuman Beralkohol.

DPR RUU dan NA disiapkan oleh Baleg

64 RUU tentang Perubah­an Ketiga atas Undang­Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

Pemerintah RUU dan NA disiap­kan oleh Kementerian Keuangan

65 RUU tentang Panas Bumi.

Pemerintah RUU dan NA disiap­kan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

66 RUU tentang Perubahan atas Undang­Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Pemerintah RUU dan NA disiapkan oleh Kementerian Hukum dan HAM

67 RUU tentang Perubahan atas Undang­Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kepen­dudukan.

Pemerintah RUU dan NA disiapkan oleh Kementerian Dalam Negeri

68 RUU tentang Peruba­han Harga Rupiah.

Pemerintah RUU dan NA disiap­kan oleh Kementerian Keuangan

69 RUU tentang Stan­dardisasi dan Penilaian Kesesuaian.

Pemerintah RUU dan NA disiapkan oleh Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Standardisasi Nasional

70 RUU tentang Perubahan atas Undang­Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Pemerintah RUU dan NA disiap­kan oleh Kementerian Keuangan

DAFTAR RUU KUMULATIF TERBUKA

1 RUU Kumulatif Terbuka tentang Pengesahan Perjanjian Internasional.2 RUU Kumulatif Terbuka Akibat Putusan Mahkamah Konstitusi.3 RUU Kumulatif Terbuka tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara.4 RUU Kumulatif Terbuka tentang Pembentukan, Pemekaran, dan

Penggabungan Daerah Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota.5 RUU Kumulatif Terbuka tentang Penetapan/Pencabutan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang­Undang Menjadi Undang­Undang.

Jakarta, 13 Desember 2012BADAN LEGISLASI DPR RI

Keterangan: 59. Menunggu judul yang tepat sesuai dengan kesepakatan Rapat Paripurna DPR RI tanggal 13 Desember 2012.

Page 19: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

19EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

Dalam Program Le-gislasi Nasional (Pro-legnas) RUU Prioritas Tahun 2012 lalu, DPR menetapkan 69 judul RUU yang terdiri dari 46 RUU disiapkan oleh DPR dan 23 RUU disiap-kan oleh Pemerintah. Dari 69 RUU tersebut: 10 RUU telah diselesai-kan pembahasannya, 31 RUU dalam tahap Pembicaraan Tingkat I, 2 (dua) RUU dalam ta-hap harmonisasi di Ba-dan Legislatif (Baleg), 1 (satu) RUU dihentikan penyusunannya dalam tahap harmonisasi di Baleg, dan 25 RUU yang masih dalam tahap akhir penyusu-nan (dengan rincian 19 RUU dari DPR dan 6 RUU dari Pemerintah).

Pada Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2013 ini, DPR menetapkan 70 judul RUU dalam Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2013, yang terdiri atas 31 RUU yang sedang dalam Tahap Pembicaraan Tingkat I, 2 (dua) RUU dalam Tahap Harmonisasi di Baleg, 25

Dewan Harus Didukung Tiga Badan Perancang UU

Ignatius Mulyono, Ketua Badan Legislasi DPR. Foto: iw.

Page 20: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

20 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

LAPORAN UTAMA

RUU dalam Tahap Akhir Penyusunan 19 RUU DPR dan 6 (enam) RUU Pemerintah). 5 (lima) RUU baru disiapkan oleh DPR, dan 7 (tujuh) RUU baru disiapkan oleh Pemerintah.

Selain 70 judul RUU yang ditetapkan sebagai Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2013, telah disepa-kati pula 5 RUU yang bersifat kumulatif terbuka, yaitu RUU Kumulatif Terbuka tentang Pengesahan Perjanjian Internasional, RUU Kumulatif Terbuka akibat Putusan Mahkamah Konstitusi, RUU Kumu-latif Terbuka tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, RUU Kumulatif Terbuka tentang Pembentukan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota, RUU Kumulatif Terbuka tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Menjadi Undang-Undang.

Bagaimana sebetulnya DPR menetapkan Prolegnas RUU Prioritas setiap tahunnya? Setiap menetapkan Prolegnas RUU Prioritas, Dewan tidak bisa menghilangkan segala kegiatan yang sudah dilaksanakan pada tahun sebelumnya. Hal tersebut disampaikan Ketua Baleg DPR, Ignatius Mulyono menjawab pertanyaan Tim Parle.

Pada 2013 ini, menurut Mulyono, Dewan tidak bisa menghilangkan segala kegiatan yang sudah dilaksanakan di tahun 2012, dimana harus diteruskan di tahun 2013. Oleh sebab itu, maka pada 2013 ini Prolegnas RUU Prioritas ditetapkan 70 RUU.

Darimana angka 70 tersebut, dijelaskan Mulyono, dari 58 RUU Prioritas 2012 yang masih dalam tahap pembahasan di DPR, yaitu 33 RUU yang sudah dalam Pembahasan Tingkat I dan 25 RUU yang menjadi usul DPR dan usul Pemerintah. Kemudian ditambah 12 RUU usulan baru.

Pada 2013, Baleg menerima 136 RUU usulan baru yang berasal dari stakeholder baik dari masya rakat luas, LSM, lembaga profesi, Perguruan Tinggi, Komisi, fraksi, DPD dan pemerintah. Ber-dasarkan pembahasan bersama dengan Kemente-rian Hukum dan HAM, ditetapkan 12 RUU usulan baru yang dimasukkan dalam prioritas 2013.

Lebih lanjut, dipaparkan Politisi Partai Demokrat ini, bahwa ke 12 RUU usulan baru ini, terbagi 5 RUU dipersiapkan oleh DPR dan 7 RUU dipersiapkan oleh pemerintah. “Jadi 2013 ini kenapa angkanya 70, karena ada 33 RUU dalam

Pembahasan Tingkat I, 25 RUU dijadikan usul DPR dan usul pemerintah dan ada 12 RUU baru,” jelas Mulyono.

Mulyono menyadari, banyak pihak yang mungkin tidak memahami bagaimana proses perjalanan menentukan Prolegnas RUU Prioritas setiap tahunnya. “Seakan-akan sudah jelas tidak bisa dicapai masih merencanakan 70 RUU”, imbuhnya.

Minimal 40 RUU

Seharusnya dari konteks yang ada, menurut Mulyono, minimal 33 RUU harus selesai. Dan RUU usulan baru pun sebaiknya sebagian selesai. “Kalau hitungan saya, kalau memang waktunya betul-betul tersedia dan tidak banyak kegiatan-kegiatan yang menyita terutama isu-isu nasional yang akhirnya para anggota Baleg banyak berkonsentrasi ke komisi, pasti tercapai. Paling tidak 40 RUU tercapai,” katanya yakin.

“Tapi kita juga belum tahu perkembangan ke depan bagaimana, sekarang pun beberapa kegiatan terganggu, contoh saja karena banjir saat ini,” katanya. Selain itu, dengan adanya kondisi untuk kepentingan tahun politik ini (2013), Baleg memberi kesempatan yang lebih luas kepada anggotanya untuk pulang ke Daerah Pemilihan (Dapil) masing-masing. Sehingga kegiatan konsinyering Baleg yang biasanya dilakukan pada Kamis dan Jumat, akan dialihkan ke hari Selasa, Rabu dan Kamis Sore.

“Sekarang saya mengharapkan pengejaran waktu digenjot menggunakan waktu-waktu Selasa sampai Kamis malam untuk pembahasan program untuk penyelesaian prolegnas itu,” ungkapnya. Namun, menurutnya, pemanfaatan waktu seperti ini dilakukan pula oleh komisi-komisi dan pansus-pansus.

Diterangkan Mulyono, untuk tahun 2012, Dewan mampu menyelesaikan kurang lebih 47% RUU Prioritas. Hal ini, lebih baik jika dibandingakan dengan 2011, yang hanya bisa menyerap 27%.

Dari 70 RUU Prolegnas 2013, RUU yang harus segera diselesaikan pembahasannya, pertama RUU Politik yaitu: RUU tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, dan RUU Perubahan tentang UU MD3. Kedua, RUU Sistem Pemerintahan di

Page 21: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

21EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

Daerah yaitu RUU tentang Pemerintahan Daerah, RUU tentang Desa, dan RUU tentang Pemilihan Kepala Daerah.

Ketiga, RUU terkait masalah ekonomi yaitu RUU tentang Perindustrian, RUU tentang Perdagangan dan RUU tentang Keuangan Negara.

Keempat, RUU masalah Pertanian yaitu RUU tentang Pangan dan RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Terkait RUU tentang Perlindungan pada Petani dan Nelayan harus selesai, karena UU tersebut akan memberikan suatu lorong yang benar-benar pemerintah dan masyarakat itu berkewajiban, dan para petani dan nelayanpun harus menyadari bahwa kualitasnya harus ditingkatkan.

“Dewan membuat UU dalam rangka meningkat-kan kesejahteraan mereka. Jika dari lingkungan petani dan nelayannya sendiri dengan lingkungan pemerintah dan DPR tidak bisa menyatu dalam satu kubu tentang bagaimana perlindungan itu bisa diberikan akhirnya tidak akan menyelesaikan masalah,” ungkap Mulyono.

Kelima, RUU tentang KUHP dan KUHAP, dan terakhir RUU tentang Migas. Menurut Mulyono, perubahan UU Migas harus dilakukan, kalau tidak orang yang memiliki kekuasaan dan kemampuan dana besar bisa sebebas-bebasnya menguasai migas, dan hal itu bisa juga dibiayai oleh orang luar negeri. Mulyono mengaku sudah tiga tahun mengingatkan Komisi VII untuk melakukan pembahasan dalam bentuk perundang-undangannya.

Dijelaskan Mulyono, bahwa untuk RUU tentang Keperawatan saat ini posisinya sudah di Baleg, sudah pada tingkat harmonisasi, kemudian diperbaiki Komisi IX dan dikembalikan lagi ke Baleg.

Yang menjadi masalah, pemerintah menurun-kan RUU tentang Tenaga Kesehatan dimana pera-wat termasuk didalamnya. “Hal ini dikhawatirkan menjadi bertentangan masalah tenaga kesehatan dengan keperawatan, karena keperawatan juga ada disitu tapi dilahirkan menjadi UU sendiri,” tandasnya.

Sedangkan RUU tentang Desa, menurut Mulyono permasalahannya sangat kompleks. Para perangkat desa menuntut diangkat menjadi

PNS, desa minta diberikan anggaran sebesar 10%, dan masa pengabdian kepala desa menjadi 8 tahun meningkat dua tahun dari saat ini 6 tahun. Harapan kepala desa bisa sampai 16 tahun jadi kepala desa.

Jika seluruh perangkat desa diangkat menjadi PNS, bagaimana dengan pembinaan PNSnya? Jika harus pindah tempat dan pindah jabatan, mau dipindahkan kemana? Jika satu desa terdiri dari 10 perangkat desa dikali 78.000 desa menjadi 780.000 perangkat desa. “Itu jumlah yang tidak sedikit. Kita menangani tenaga honorer yang hanya kurang lebih 1.050 saja sulitnya sudah luar biasa,” katanya.

Terkait anggaran 10% dari APBN, dimana 10% itu kurang lebih 160 Triliyun dibagi untuk 78 desa kira-kira masing-masing desa mendapat 2 Milyar lebih. Bagaimana sistem penanganannya? Apakah kondisi setiap desa sama? Jika dibagi sama, apakah desa yang satu cukup, bagaimana dengan desa yang lain? Jika memang begitu, apakah desa mau dikategorikan menjadi desa A, desa B, desa C? Kategori A, B, dan C, ini juga menjadi masalah.

Tiga hal tersebut, menurut Mulyono sampai sekarang masih butuh penanganan yang baik dan RUU tentang Desa ini tidak boleh bententan-gan dengan UU tentang Pemerintahan Daerah. Kemudian jika semua kepala desa diangkat men-jadi PNS, otomatis mereka menjadi lurah dan tidak ada lagi desa.

“Saya mengharapkan untuk bisa sabar. Tapi ke-marin dari pimpinan DPR pun sudah memberikan ancang-ancang harus selesai bulan April, masa sidang ini. Itu bagus menurut saya untuk mendo-rong kami semua untuk bisa bekerja lebih optimal lagi, tapi apakah itu bisa terwujud itu harus ada usaha yang maksimal,” paparnya.

Diperlukan usaha yang maksimal, kata Mul-yono, baik dari pemerintah sendiri maupun dari anggota dewan, demikian pula para perangkat desa itu sendiri. Jika ketiga pihak ini tidak bisa menyatu dalam pemikirannya, pengambilan suatu sikap tidak mungkin bisa dilakukan. Sebagai contoh, Menteri Keuangan, bagaimana nanti pertanggungjawaban keuangannya. Sementara saat ini dari semua kementerian sudah mengge-lontorkan dana ke desa, apa semua itu disambut,“

Page 22: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

22 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

LAPORAN UTAMA

ungkap Mulyono mempertanyakan.

Banyak sekali yang perlu dipertimbangkan da-lam kehidupan bernegara. Mulyono mengharap-kan anggota dewan tidak seolah-olah berjuang dalam rangka untuk membela kepentingan para perangkat desa, yang akhirnya UU Desa ini akan rusak.

Dijelaskan, UU Desa ini akan menjadi lebih bermanfaat dan berkualitas apabila didalam pemikiran untuk penentuan UU ini kita bersedia melepaskan seluruh atribut yang kita miliki, kita ini harus betul sebagai negarawan, tidak ada titipan partai, tidak ada titipan organisasi, tidak ada memikirkan masa depan sendiri.

Mulyono mengharapkan, jika masuk ke dalam lembaga legislasi itu, orangnya harus betul-betul mau menanggalkan seluruh atribut, hingga pemikirannya itu betul-betul sudah mengarah pada satu kepentingan bangsa dan negara.

Sementara untuk RUU tentang KUHP dan KUHAP, sebetulnya sudah beberapa kali menjadi prioritas, tapi nyatanya sampai saat ini belum bisa diwujudkan, karena pemerintah belum siap.

Menurut Mulyono, anggota Baleg sempat mengusulkan untuk mengambil alih. Namun Baleg tidak memiliki kemampuan untuk mengambil alih. KUHP dan KUHAP sudah sejak

tahun 1982 dicanangkan untuk diganti, tapi sampai sekarang sudah 31 tahun nyatanya pihak dari pemerintah untuk mengubah juga belum selesai.

Hal ini memang sangat berat, jika Baleg akan mengambil alih menjadi usulan DPR, apakah Baleg memiliki kemampuan pendukung seperti pemerintah?, ujar Anggota Komisi II ini.

Tiga Badan Fungsional

Menurut Mulyono, jika Baleg ingin meningkat-kan kualitasnya, harus didukung oleh tiga badan fungsional yang selama ini telah diminta untuk dibentuk ke Sekjen DPR, yaitu: Badan Perancang UU, Dewan Pakar, dan Pusat Legislasi.

Pusat Legislasi bertanggung jawab untuk meng-inventarisir seluruh peraturan-peraturan yang ada sejak negara ini merdeka. UU dan peraturan pemerintah yang ada selama ini seperti apa. Se-hingga pusat legislasi harus mempelajari UU mana yang masih harus dipertahankan, UU mana yang masih dibutuhkan rakyat, UU apa yang aturannya harus dirubah, dan UU mana yang harus dihapus. “Pusat Legislasi juga menyusun UU yang harus disiapkan untuk tahun 2020 atau 2025. Oleh sebab itu harus diisi orang-orang he-bat bukan sekedar S2,” jelas Mulyono.

“Badan perancang UU itu hanya satu, jangan

Page 23: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

23EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

dimana-mana mau jadi perancang UU yang akhirnya yang mengerjakan hanya Perancang Undang Undang (PUU). Apa gunanya kalau PUU terus yang dianggap sebagai produk komisi. PUU itu jauh dari persyaratan untuk menjadi perancang UU. Perancang UU harus ada tokoh-tokohnya,” tambahnya.

Pengalaman jam terbang untuk merancang UU itu harus dimiliki, dan kita tidak memilikinya. Pemerintah memiliki lembaga-lembaga itu. Tapi karena pasal 20 ayat 1 UUD mewajibkan itu menjadi haknya DPR. DPR-lah yang harus diperkuat, ternyata sudah diusulkan disini namun sampai saat ini belum juga dibentuk.

Menurut pemahamannya, jika dewan ingin berkualitas dan mempunyai produktivitas tinggi, Anggota Dewan harus dibagi ke dalam tiga komisi saja. Sesuai dengan fungsi DPR, yaitu fungsi le-gislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Karena yang memiliki fungsi adalah DPR, bukan anggotanya.

Anggota dewan yang berjumlah 560 ini dibagi tiga. Pertama, anggota dewan di bidang penga-wasan dia akan berada di komisi pengawasan yang didukung oleh 30 orang anggota Dewan. Komisi DPR terdiri dari 11 dikalikan 30 anggota maka keseluruhannya berjumlah 330 anggota. Kedua, Komisi Anggaran didukung oleh 80 orang anggota. Dan, ketiga, Komisi Legislasi didukung 150 orang.

Dalam pembagian seperti di atas, dalam waktu yang serentak bisa membahas 5 Undang-Undang. “Kalau satu bulan bisa menghasilkan 5 undang-undang, minimal prolegnas kami dapat 60 seta-hun. Dan kalau satu Undang-undang ditangani oleh tim tersendiri satu bulan bisa selesai. Con-tohnya kemarin Masa Persidangan II itu hanya 18 hari. Itupun sebagian anggota merangkap di badan anggaran dan di badan legislasi,” papar Mulyono.

Saat ini, pada dasarnya seluruh anggota sudah terbagi dalam komisi, bahkan ada yang merangkap di Badan Anggaran, BURT, Bamus, BKSAP dan sebagainya. Rangkapan itu saja, kata Mulyono, hanya 348 anggota Dewan. Jadi masih ada 212 anggota Dewan yang hanya duduk di Komisi.

Jikalau 80 orang anggota dewan yang duduk di Komisi Anggaran betul-betul melaksanakan tugas dengan baik dan khusus di anggaran mulai dari rencana menyusun APBN, sampai pada waktu penyerahan DIPA dan diserahkan di daerah-daerah diawasi oleh komisi anggaran ini, begitu pula dengan penggunaan anggaran di daerah dan penggunaan anggaran di kementerian.

Demikian pula untuk Komisi Legislatif, di si-ni harus ditempatkan anggota dewan yang ha rus berpikir keras dan memanfaatkan waktu yang disediakan. Sehingga RUU Prioritas setiap ta-hunnya dapat tercapai.

Untuk Komisi Pengawasan, bertugas untuk mengawasi pasangan kerja termasuk pasangan kerja yang berada di daerah. Sebagai contoh: untuk Kementerian Pekerjaan Umum, Komisi Pengawasan bisa mengawasi proyek-proyek se-perti pembangunan jembatan hingga di daerah- daerah.

“Jika ketiga Komisi ini dapat dilaksanakan, berarti ketiga fungsi DPR dapat dilaksanakan dengan baik,” kata Mulyono.

Mulyono menceritakan pengalamannya waktu berkunjung ke Parlemen Kanada. Bahwa di Ka-nada, undang-undang hanya tiga lembar, dan hanya terdiri dari lima pasal saja. “Ini dalam rang-ka mengatur, bukan hanya asal membuat suatu bahan bacaan yang enak dibaca atau kisah-kisah percintaan, ini kalau tidak jalan bisa hancur-han-curan negara ini. Makanya seluruh atribut harus ditinggalkan. Undang-undang ini diturunkan harus bisa dioperasionalkan,” paparnya.

Undang-undang yang berkualitas menurutnya adalah apabila bermanfaat bagi masyarakat luas dan dapat dipatuhi oleh rakyat, dapat mendukung pelaksanaan program-program pemerintah, dan tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

Mulyono mengharapkan, DPR betul-betul dapat meningkatkan kualitas kinerjanya. “Jika ingin meningkatkan kinerjanya, berikan spesialisasi, orang itu tidak mungkin bisa merangkap. Pimpinan DPR pun nanti dibagi menjadi Pimpinan DPR Bidang Pengawasan, Pimpinan DPR Bidang Legislasi, dan Pimpinan DPR Bidang Anggaran,” jelasnya. (sc.mp.tt)

Page 24: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

24 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

UU Keperawatan Sangat Mendesak Untuk Persiapan Pelaksanaan BPJS 2014

LAPORAN UTAMA

Perangkat Desa dan paraTenaga Keperawatan itu menuntut agar UU tentang Desa dan UU tentang

Keperawatan segera disahkan.

Mereka yang tergabung dalam Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) melakukan demonstrasi di pintu belakang DPR RI, dekat Lapangan Tembak Senayan.

Ketua PPNI Kota Bogor Yusniar Ritonga mengaku aksi turun untuk demonstrasi di gedung DPR

karena RUU Keperawatan sejak 2007 sampai 2012 belum juga disahkan DPR RI.

Sekitar 1.000 perawat termasuk mahasiswa keperawatan dari Jawa Barat, Lampung, Jawa Tengah, Sumatera Selatan, tumplek blek memperjuangkan aspirasi mereka agar RUU Keperawatan segera disahkan.

Menurut Yusniar, teman-teman tidak saja memperjuangkan hak sebagai perawat tapi juga untuk pasien. Lantaran selama ini persepsi kuat

Bertepatan dengan Penutupan Masa Persidangan II Tahun Sidang 2012 - 2013 pada pertengahan Desember lalu, gedung Parlemen diguncang dengan demonstrasi besar-besaran dari perangkat desa dan tenaga keperawatan.

Demonstrasi ribuan perangkat desa dan tenaga keperawatan di gedung DPR. Foto : HR

Page 25: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

25EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

yang melekat bahwa perawat adalah pembantu dokter, padahal pendidikan keperawatan sudah mengarah pada profesi yang berdasarkan ilmu pengetahuan.

Yusniar mencontohkan hal kecil. Sebut saja pemasangan infus kepada seorang pasien harusnya dilakukan oleh dokter, tapi faktanya di lapangan para perawat lah yang melakukan. Jika ada kesalahan, lagi-lagi perawat yang akan dikenai hukuman.

Dengan pengesahan RUU Keperawatan menjadi UU Keperawatan, maka pelayanan perawat akan terlindungi dalam tugasnya.

Terkait dengan RUU Keperawatan yang menjadi tuntutan para tenaga perawat ini, Badan Legislasi (Baleg) telah melakukan harmonisasi, pembulatan dan pemantapan konsepsi.

Wakil Ketua Baleg Dimyati Natakusumah yang juga sebagai Ketua Panja Harmonisasi RUU tentang Keperawatan ini mengatakan, Panja berpendapat bahwa RUU ini dapat diajukan sebagai RUU usul inisiatif DPR.

Namun, sebagai catatan bahwa pembahasan atau RUU tentang Keperawatan tersebut seyogyanya harus dilakukan dan disinkronkan dengan pembahasan atas RUU tentang Tenaga Kesehatan yang merupakan RUU usul inisiatif Pemerintah dan saat ini statusnya dalam tahap Pembicaraan Tingkat I di Komisi IX DPR.

Berikut Pendapat Mini Fraksi-fraksi terkait RUU Keperawatan.

LAPORAN UTAMA

Fraksi-fraksi menandatangani Naskah RUU Keperawatan dijadikan RUU usul inisiatif DPR. Foto : wy.

Page 26: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

26 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

Kehadiran Undang-undang Keperawatan menjadi kebutuhan yang sangat mendesak, terutama dalam rangka mempersiapkan pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tahun 2014. Hal itu dikatakan jubir Fraksi Partai Golkar Tetty Kadi Bawono ketika menyampaikan pendapat akhir mini dalam Rapat Badan Legislasi DPR Selasa 22 Januari 2013.

Bagi FPG, secara politis UU Keperawatan merupakan keputusan yang sangat strategis untuk didukung, karena sangat berpengaruh atas pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang sampai saat ini masih memerlukan banyak perhatian.

“ Bilamana RUU Keperawatan disahkan, maka perawat merasa mendapat perhatian yang adil secara hukum dan profesional. Bagi masyarakat juga merasa terlindungi dengan baik secara proporsional yaitu dapat meminimalkan kesalahan prosedur dalam penanganan dan tindakan kesehatan,”ungkap Tetty Kadi.

KH Aus Hidayat Nur dari Fraksi PKS mengemukakan, hampir 75% pelayanan kesehatan di rumah sakit termasuk kegiatan promotif dan pencegahan penyakit kepada masyarakat di berbagai instansi kesehatan ditangani oleh perawat. Hal itu juga didukung oleh fakta bahwa jumlah tenaga kesehatan yang ada, lebih 60%nya adalah perawat. Perawat dengan kompetensi sesuai standar yang diharapkan, berperan vital dalam penyelamatan jiwa manusia. “ Hal-hal ini menjadikan perawat sebagai posisi kunci dalam pelayanan kesehatan secara nasional,” ungkap Aus Hidayat dengan menambahkan, adanya regulasi keperawatan, sekaligus akan menjamin kepastian hukum bagi perawat dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, terutama ketika memberikan pelayanan kesehatan.

Anggota Fraksi Hanura Djamal Aziz berpendapat, keberadaan UU tentang Keperawatan sangat ditunggu oleh banyak pihak terutama mereka yang berprofesi sebagai perawat. Saat ini terdapat ratusan ribu perawat yang tersebar di seluruh Indonesia dengan penambahan jumlah 20 ribu hingga 24 ribu pertahun. Namun sangat disayangkan jumlah yang banyak tersebut tidak dibarengi dengan kompetensi yang memadai dan pengaturan

hukum yang jelas.

Indonesia menurut Fraksi Hanura, mengirim banyak perawat untuk bekerja di luar negeri, namun pengaturan hukumnya tidak jelas, terutama wewenang, tugas dan tanggungjawab. Maka dari itu RUU tentang Keperawatan perlu disahkan.

Fraksi PDI Perjuangan melalui jubirnya Sri Rahayu berharap RUU tentang Keperawatan harus

menjamin tidak adanya diskriminasi terhadap profesi perawat. Munculnya RUU ini berawal dari keresahan para perawat yang mengalami perlakuan yang diskriminatif dalam melaksanakan profesinya.

Terkait dengan rumusan uji kompetensi, registrasi dan lisensi bagi peserta didik keperawatan yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan maupun bagi perawat yang telah bekerja, maka dalam RUU ini harus dihindari adanya birokrasi profesi yang berlebihan. Ini bisa menjadi penyebab adanya profesi dengan biaya tinggi yang pada akhirnya menjadi beban masyarakat sebagai pengguna pelayanan kesehatan.

Peran ganda

Fraksi PAN melalui jubirnya Taslim menilai, hadirnya perawat yang memiliki kompetensi dan berdedikasi tinggi sangat penting untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat hingga ke pelosok daerah terpencil. Harus diakui pelayanan kesehatan dapat menurunkan angka penyakit, membantu persalinan, bahkan pada kondisi tertentu

LAPORAN UTAMA

Page 27: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

27EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

terutama di daerah pedesaan dan perbatasan, perawat mempunyai peran ganda sebagai pendidik.

Kehadiran UU Keperawatan sangat penting untuk mengatur pelayanan perawat secara professional. Pengaturan ini pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan mutu perawat dan pelayanan keperawatan. Lebih jauh lagi dimaksudkan untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada perawat dan klien serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Sedangkan Fraksi PKB lewat jubirya Abdul Malik Haramain menyatakan, adanya UU Keperawatan menjadi Regulatory Body dan menjadi salah satu prasyarat mutlak untuk ikut berperan dalam kancah pasar bebas, apalagi Indonesia telah memproduk tenaga keperawatan dalam jumlah besar. UU Keperawatan merupakan jaminan terhadap mutu dan standar keperawatan. Selain itu UU Keperawatan berfungsi sebagai perlindungan hukum bagi pemberi dan penerima jasa pelayanan keperawatan.

Sementara Fraksi Gerindra mencatat, sejak tahun 2005 tercatat 33 kasus penangkapan perawat di 7 Propinsi. Misalnya kontroversi kewajiban perawat menolong tindakan gawat darurat yang dapat dipidana karena tidak boleh menyimpan obat. Beberapa penyebab kejadian tersebut adalah belum adanya undang-undang Keperawatan.

Menurut jubirnya Mestariany Habie, uraian tersebut menggambarkan betapa pentingnya UU Keperawatan tidak hanya bagi perawat sendiri, melainkan juga bagi masyarakat selaku penerima asuhan keperawatan. “ Dengan adanya UU Keperawatan ini perawat dapat memberikan tindakan pertolongan pertama untuk menyelamatkan nyawa pasien dalam keadaan darurat,” ungkap dia.

Bagi Fraksi Partai Demokrat, kepastian hukum atau legalitas keperawatan menjadi sangat penting bagi peningkatan pelayanan keperawatan melalui sebuah peraturan perundang-undangan yang tidak saja melindungi para perawat, tetapi utamanya untuk memberikan kepastian pelayanan menyeluruh bagi masyarakat. “ Perawat harus mampu menjamin untuk memberikan pelayanan maksimal dan terbaik bagi pasien maupun klien,” ungkap Zulmiar Yanri, jubir Fraksi PD.

Ahmad Yani dari FPP mengusulkan rumusan pasal 61 adalah sesuai dengan pasal 25 UU Praktik Kedokteran, yang mana Konsil Keperawatan Indonesia hanya dibiayai oleh APBN meskipun nantiya secara tidak langsung akan menerima biaya registrasi setelah dicatat oleh Kementerian Keuangan.

Fraksi ini berpendapat, institusi atau lembaga penyelenggara pendidikan keperawatan dimaksud seyogyanya tidak mengurangi hak pemerintah dan masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan keperawatan pada lembaga yang sudah ada. Pendidikan keperawatan menjadi salah satu program studi dari lembaga pendidikan tersebut. (mp)

Wakil Fraksi PKS Aus Hidayat Nur menyerahkan Pendapat Mini Fraksinya.

Page 28: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

28 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

Demikian ditegaskan Lucius Karus Peneliti Forum Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi) kepada Parlementaria. Menurutnya, setiap tahun kritikan terhadap target Prolegnas yang terlalu berlebihan itu kita sampaikan ke publik dan mereka mengapresiasi.

Karena itu Formappi meminta agar Baleg fokus kepada RUU yang benar-benar prioritas tidak usah terlalu banyak. Kalau itu menyangkut RUU yang langsung menyentuh kepentingan rakyat saya pikir rakyat akan bisa menerima. “ Lima atau enam UU tapi sangat berfaedah pasti akan diapresiasi,” tandas Lucius Karus.

Namun sambungnya, apa yang terjadi, Baleg menyusun target penyelesaian RUU yang begitu tinggi tetapi pada akhirnya RUU yang dihasilkan tidak bersentuhan langsung dengan kepentingan rakyat. Jadi target 70 UU seperti mimpi di siang hari. “ Karena kita tahu, hanya separo pikiran

para wakil rakyat yang ada di DPR sekarang,” ungkapnya dengan menambahkan bahwa

separo lagi pikirannya sudah terfokus ke tahun 2014 yakni pemilu.

Disebutkan, dari 560 angggota DPR sekarang ini lebih separonya akan

mencalonkan diri lagi, bagaimana

LAPORAN UTAMA

Target Legislasi Terlalu Bombastis

Tekad pemerintah dan DPR untuk menyelesaikan 70 RUU pada tahun 2013 merupakan target yang terlalu bombastis. Pasalnya selama hampir tiga tahun masa baktinya DPR periode 2009-2014, setiap tahunnya hanya mampu menyelesaikan sekitar 30 UU. Bahkan tahun 2009 dan tahun 2010 masing-masing hanya sekitar 10 RUU.

Page 29: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

29EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

Target Legislasi Terlalu Bombastis

bisa berkonsentrasi penuh untuk membahas RUU. Ditanya mengenai hambatan dalam pembahasan RUU, dia menyatakan benar bila salah satu hambatan karena andil pemerintah. Tapi juga Baleg ini terlalu banyak mengambil porsi dalam pembahasan RUU, padahal anggota Baleg juga menjadi anggota Komisi.

“Tabrakan kepentingan ini mengakibatkan banyak pembahasan RUU mandek. Baleg itu hanya punya tugas perencanaan legislasi, mungkin pembahasanya lebih banyak di Komisi karena mereka lebih banyak tahu masalahnya,” tukas Lucius. Komisilah, lanjut dia, yang paling tahu soal kebutuhan dari departemen.

Perlu Terobosan

Peneliti Formappi ini lebih jauh mengemukakan, Baleg perlu membuat terobosan dan ide-ide serta evaluasi atas kinerja yang ada sekarang ini. Harus iklhas dan serius dilaksanakan, jangan sampai hasil evelauasinya bagus tapi implementasinya sering terhambat. Jadi terobosan seperti legislasi center dan bidang anggaran Parlement Budget Office (PBO) perlu dilakukan. Kita sepakat itu memang ada ahli dalam penyusunan RUU yang direkrut khusus secara independen, sedangkan DPR hanya ditataran kebijakannya saja.

Dari sisi pembahasan, Formappi melihat pembahasan suatu RUU terlalu bertele-tele. Selain itu, soal kehadiran perlu disorot dan semangat motivasi untuk menyelesaikan RUU itu lemah, mungkin karena tidak menyangkut kepentingannya secara langsung. Justru itu seharusnya sebagai wakil rakyat, memperjuangkan aspirasi rakyat bukan kepentingan golongan atau pribadi anggota Dewan. Jadi semangat harus selalu diperbarui sebab mewakili sekelompok orang di luar sana.

Sedangkan masalah redaksional, RUU yang mempermasalahkan titik, koma seharusnya itu masalah teknis yang bisa diselesaikan oleh satu atau dua orang saja. DPR seharusnya fokus apa yang diperjuangkan lebih banyak untuk kepentingan rakyat, menyangkut satu atau dua poin saja. Sekali lagi masalah-masalah teknis bisa diselesaikan oleh kelompok seperti legislasi center.

RUU apa saja menurut Formappi yang benar-benar dibutuhkan rakyat, kalau RUU Pilpres menyangkut masalah yang sudah terjadwal dikatakan mendesak karena jadwal itu. Tapi sebenarnya masih ada UU lain yang langsung menyentuh kepentingan rakyat sebagai limpahan tahun2012 menyangkut tenaga kerja, seperti RUU Perlindungan TKI. Selain itu masih ada beberapa masalah di masyarakat tetapi belum diatur dalam Undang-undang, itu yang seharusnya diprioritaskan.

Menanggapi RUU Desa dan RUU Keperawatan yang dituntut ribuan pendemo, Lucius mengatakan bahwa kedua RUU dibahas sudah lama sejak tahun 2010. Terlalu berlarut-larut menghabiskan waktu untuk satu undang-undang itulah yang selalu menjadi titik kritis evaluasi Formappi kepada DPR. Artinya tidak jelas masalahnya dimana, mencari solusinya seperti apa lalu waktunya sampai kapan. “ Manajemen seperti itu yang perlu dibenahi. Perlu kristalisasi problem sehingga tidak berlarut-larut, perlu disusun sistematika kira-kira jalan keluarnya seperti apa, lalu sampaikan ke pimpinan fraksi-fraksi masing-masing. (mp,sc)

Page 30: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

30 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

SUMBANG SARAN

Sudah satu dekade lebih, setiap akhir

tahun DPR menge-luarkan daftar Ran-cangan Undang-undang (RUU) prioritas yang akan dibahas pada tahun berikutnya. Daftar itu yang kemudian menjadi acuan kin-

erja DPR (bersama pemerintah) dalam melakukan pembahasan RUU. Berdasarkan Pasal 16 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pemben-tukan Peraturan Perundang-undangan disebutkan bahwa perencanaan penyusunan undang-undang dilakukan dalam Program Legislasi Nasional (Pro-legnas). Prolegnas merupakan instrumen peren-canaan program pembentukan undang-undang yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis.1 Oleh karena itu, Prolegnas merupa-kan instrumen perencanaan yang digunakan oleh DPR untuk menjalankan fungsinya dalam bidang legislasi. Dimulai dari perencanaan itu, DPR se-lanjutnya menentukan target yang akan dicapai. Kemudian capaian itu yang dapat menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan kedepannya.

Dalam melakukan evaluasi UU yang menjadi capaian Prolegnas dapat ditinjau dari dua aspek yaitu kuantitas dan kualitas. Namun masyarakat pada umumnya lebih tertarik pada aspek kuantitas saja. Hal itu terjadi karena aspek kuantitas relatif lebih mudah dipahami karena menyajikan angka-angka statistik dan perbandingannya setiap tahun, dibandingkan dengan aspek kualitas yang membutuhkan analisis dan pengetahuan yang lebih mendalam. Jika ditinjau dari segi hasil, evaluasi terhadap Prolegnas secara kuantitas kerap kali tidak menggambarkan kondisi yang utuh. Hal itu dapat melahirkan hasil evaluasi yang tidak tepat sasaran.

Evaluasi ditinjau dari aspek kuantitas bukan berarti tanpa manfaat. Melalui aspek kuantitas dapat dilihat pencapain Prolegnas pada tahun tertentu. Pencapaian itu dilihat dengan membandingkan RUU yang direncanakan dengan UU yang berhasil disahkan. Selain itu, UU itu juga dapat dibagi kedalam kategori atau bidang tertentu sehingga dapat diketahui kecenderungan UU yang lebih banyak disahkan dalam satu tahun. Data itu dapat menjadi petunjuk awal terhadap arah politik-hukum DPR dan Pemerintah pada tahun itu.

Tinjauan dari aspek kuantitas merupakan tahap awal dalam mengevaluasi capaian Prolegnas secara paripurna. Untuk itu perlu ditindaklanjuti atau ditinjau lebih dalam dengan aspek kualitas. Penilaian terhadap kualitas undang-undang tertuju pada dua wilayah, yaitu proses dan substansi (rancangan) undang-undang. Kualitas proses bisa kita telusuri sejak tahap perencanaan, penyusunan, pembahasan hingga pengesahan. Sedangkan kualitas substansi atau isi rancangan undang-undang dapat kita kaji mulai dari bacaan terhadap Naskah Akademik (NA), tujuan pengaturan, pengaruh terhadap pemangku kepentingan (stakeholders) dan prinsip-prinsip dasar (seperti HAM, konstitusi, peraturan terkait, lingkungan, gender, dll), beban keuangan hingga hal-hal teknis berupa struktur penulisan dan kalimat perundang-undangan.

Catatan Kuantitatif Prolegnas 2012

Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2012, DPR dan Pemerintah merencanakan penuntasan 64 RUU serta 5 kategori RUU Kumulatif Terbuka, kemudian muncul penambahan 5 RUU sehingga totalnya ada 69 RUU dengan 5 kategori RUU Kumulatif Terbuka. Sepanjang 2012, DPR (dan Pemerintah) telah menyelesaikan pembahasan 30 RUU menjadi undang-undang. Berdasarkan nomor urut UU, secara keseluruhan ada 32 UU. Namun, dua UU pertama, yaitu UU No. 1 Tahun 2012 tentang

Urgensi PeMBenaHan instrUMen Perencanaan LegisLasiOleh Rachmad M. FirmansyahPeneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK)

1) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Pasal 1 angka 9

Page 31: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

31EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

Pengesahan Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir dan UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum disahkan pada tahun 2011. DPR dan Pemerintah dalam hal ini hanya mampu menyelesaikan kurang dari 50% dari jumlah target yang direncanakan pada Prolegnas 2012.

Perbandingan Capaian dan Target Prolegnas 2010, 2011, dan 2012

2010

70

1624

93

69

30

2011 2012

CapaianTarget

Dari grafik di atas, dapat terlihat bahwa ada peningkatan jumlah UU yang disahkan dalam dua tahun terakhir. Pencapaian 30 UU itu merupakan jumlah terbanyak apabila dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya, yaitu 16 UU pada 2010 dan 24 UU pada 2011. Hal itu patut diapresiasi, namun jelas masih jauh dari target yang dicanang-kan oleh DPR. Dari sudut pandang perencanaan, legislasi tahun 2012 masih sama seperti legislasi pada tahun-tahun sebelumnya yang tidak pernah mencapai jumlah target dalam Prolegnas. Apabila dilihat secara presentase, kuantitas capaian Prolegnas dalam 3 tahun terakhir selalu dibawah 50% yaitu 23% pada 2010, 26% pada 2011, dan 43% pada 2012.

67%33%

Kumulatif TerbukaNon Kumulatif Terbuka

Namun apabila dilihat lebih mendalam, dari 30 UU tersebut, hanya 10 UU yang merupakan UU Non-Kumulatif Terbuka (di luar UU tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), UU tentang Pengesahan Perjanjian Internasional, dan UU tentang Pembentukan Daerah Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota) sedangkan 20 UU

lainnya merupakan UU yang masuk kategori UU Kumulatif Terbuka. Oleh karena itu, data-data diatas menunjukan bahwa evaluasi secara kuantitas belum bisa menjadi patokan baik atau tidaknya materi muatan yang terkandung dalam UU yang telah disahkan.

Catatan Dalam Aspek Kualitas Prolegnas 2012

Selama 2012 berdasarkan hasil pemantauan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), dapat dilihat bahwa proses yang ada pada tahap perencanaan sangat mempengaruhi pola pembahasan dan substansi rancangan undang-undang. Temuan ini menjadi bahan penilaian bah-wa desain Prolegnas yang bermasalah mengaki-batkan pembahasan rancangan undang-undang menjadi berlarut-larut, karena tidak diawali dan dilengkapi dengan persiapan waktu dan bahan yang memadai. Selain itu, sejumlah perdebatan tentang teknis pembahasan maupun substansi RUU sebenarnya bisa diantisipasi seandainya Pro-legnas hadir sebagai instrumen perencanaan yang sensitif terhadap kapasitas kelembagaan serta kemampuan mengolah aspirasi dan merespon dinamika.

Beberapa fakta berikut mengkonfirmasi penilaian PSHK itu, antara lain:

Dalam Rapat Pleno Badan Legislasi (4 Desember 2012), fraksi-fraksi meminta penundaan pemba-hasan RUU Pilpres. Alasannya, fraksi-fraksi masih akan mengkaji dan mempertimbangkan kembali perlu tidaknya revisi UU Pilpres. Sikap yang se-perti ini seharusnya sudah bisa disampaikan pada saat sebelum Prolegnas lima tahun atau prioritas tahunan ditetapkan.

Komisi VIII mengusulkan RUU Pengelolaan Iba dah Haji, sedangkan pemerintah memper-siapkan RUU Keuangan Haji. Materi pengaturan yang sebenarnya bisa ditempatkan dalam satu undang-undang. Namun, Prolegnas 2010-2014 mencantumkan keduanya secara terpisah. Potensi tumpang tindih sangat besar, seperti yang terjadi pula saat penyusunan RUU Perkoperasian dan RUU Lembaga Keuangan Mikro.

Dalam sebuah forum Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang diselenggarakan oleh Komisi VIII, Senin, 18 Juni 2012, Wakil Ketua Komisi VIII

Page 32: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

32 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

pernah menyatakan bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Kesetaraan dan Keadilan Gender (RUU KKG) tidak pernah dibuat oleh Komisi VIII. Padahal RDPU itu sendiri diselenggarakan dalam rangka mendapatkan masukan atas RUU KKG. Selain itu pula, RUU KKG sendiri masuk dalam daftar Prolegnas RUU Prioritas 2012. Situasi ini jelas mengkonfirmasi adanya ketidaksinkronan antara Prolegnas (Prioritas 2012) dengan apa yang seharusnya dipersiapkan oleh alat kelengkapan, dalam hal ini komisi.

Sikap pro dan kontra terhadap suatu rancangan undang-undang bukan menjadi sebuah kemun-duran. Namun, melalui perencanaan yang baik, beragam respon dan perdebatan yang muncul dapat difasilitasi dan diolah dalam situasi yang relevan, seperti pada tahap penyusunan naskah akademik atau memunculkan lebih dulu isu pokok yang melatarbelakangi suatu rancangan undang-undang. Langkah ini yang seharusnya bisa diber-lakukan untuk jenis rancangan undang-undang dengan polarisasi kepentingan yang cukup tajam seperti RUU Aparatur Sipil Negara, atau yang kon-troversial dengan tingkat resistensi publik yang tinggi, seperti RUU Keamanan Nasional dan RUU Organisasi Masyarakat.

Perencanaan legislasi berpeluang untuk mem-fasilitasi dan mendialogkan urgensi atau ala-san kenapa suatu rancangan undang-undang mengamanatkan pembentukan suatu lembaga atau badan baru. Sedangkan selama 2012, masih tersisa beberapa rancangan undang-undang yang menghendaki adanya lembaga atau badan baru, seperti RUU Jaminan Produk Halal, RUU Perlindun-gan dan Pencegahan Pembalakan Liar, dan RUU Aparatur Sipil Negara.

Selain kualitas perencanaan yang bermasalah, baik DPR dan Pemerintah masih memperlihatkan koordinasi internal yang lemah. Dampaknya, proses pembicaraan tingkat I menjadi terganggu, bahkan tahap- tahap tertentu tidak bisa dimulai atau akhirnya ditunda. Kita bisa mengamatinya saat:

Pembahasan RUU Pendidikan Kedokteran yang berlangsung lama, bahkan sempat mengalami penundaan dari April hingga berakhirnya Masa Sidang II (Desember 2012), ternyata disebabkan juga oleh hal teknis, yaitu koordinasi di internal DPR maupun pemerintah yang lemah. Awalnya,

RUU Pendidikan Kedokteran dibahas oleh Komisi X. Belakangan setelah sekian lama dibahas, Komisi IX ingin turut terlibat. Di sisi pemerintah, kelambanan terjadi karena presiden belum mendapatkan laporan yang memadai dari wakil pemerintah yang ditugaskan membahas RUU tersebut.

Komitmen penyelesaian Daftar Inventaris Masalah (DIM) masih lemah, baik di internal DPR maupun Pemerintah. Tidak ditentukannya batas waktu penyerahan DIM oleh fraksi-fraksi di DPR turut berkontribusi terhadap dimulainya pembahasan RUU Pemilukada. Di sisi Pemerintah, kelambanan penyerahan DIM terjadi pada RUU Perlindungan Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, sebagai pengganti UU No 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri. Meskipun sudah ada Surat Presiden pada 2 Agustus 2012, namun hingga 17 September 2012, DIM dimaksud belum diserahkan juga oleh Pemerintah. Situasi yang kurang lebih sama terjadi pula pada RUU Perubahan UU No 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Pembenahan Instrumen Perencanaan Legislasi

Membaca catatan di atas, maka pembenahan mutlak dilakukan, baik oleh DPR maupun Pemerin-tah. DPR dan Pemerintah merupakan aktor utama dalam penyusunan dan pengeja wantah an Proleg-nas. Pembenahan itu dapat dimulai dengan per-baikan internal DPR. Perbaikan internal DPR harus dilakukan dengan melibatkan semua elemen terutama fraksi yang ada. Fraksi dapat berperan dengan menempatkan anggota yang tepat dalam setiap pembahasan RUU. Sedangkan perbaikan internal pemerintah dapat ditempuh dengan men-jaga konsistensi penyaringan RUU yang dipriori-taskan dalam Prolegnas. RUU yang diprioritaskan sudah harus memiliki Naskah Akademis, Naskah RUU, dan dokumen-dokumen pendukung lainnya.

Dalam penyusunan RUU Prolegnas, PSHK pernah mengusulkan agar Prolegnas disusun tiap satu tahun saja, tidak untuk 5 (lima) tahun seperti saat ini. Hal itu terkait dengan arah kerja dan mekanisme penganggaran Pemerintah maupun DPR yang disusun pada setiap tahunnya. Penyusunan Prolegnas seharusnya tidak dilakukan dalam tahun pertama masa jabatan DPR dan Pemerintah. Tahun pertama dapat dioptimal

SUMBANG SARAN

Page 33: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

33EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

sebagai tahun persiapan untuk penyusunan dokumen-dokumen pendukung seperti Naskah Akademis serta Naskah RUU. Dengan begitu, potensi timbulnya permasalahan dapat terbaca dan bisa segera ditemukan solusinya. Selain itu, masyarakat juga dapat lebih banyak berpartisipasi.

Proses RUU yang akan menjadi prioritas juga per-lu dibenahi. RUU itu harus melewati persyaratan yang ketat. DPR dan Pemerintah harus dengan te-gas hanya memprioritaskan RUU yang sudah san-gat siap untuk dibahas. Kesiapan itu merujuk pada ketersediaan terkait dengan dokumen-dokumen pendukung. RUU itu juga memiliki urgensi yang tinggi untuk dibahas dan memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan. Selain itu, dalam penyusu-nannya juga harus melihat dan memperbaiki hasil evaluasi pelaksanaan Prolegnas sebelumnya.

Oleh karena itu, desain ulang Prolegnas adalah suatu kebutuhan untuk memulai sebagian upaya memperbaiki kualitas proses maupun substansi (rancangan) undang-undang. Desain yang berlaku sekarang sebagaimana yang diatur UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan perundangan harus ditinjau ulang dan dipersiapkan revisi terbatas. Jika tidak, DPR dan Pemerintah hanya akan mengulang kesalahan tanpa upaya menuntaskan akar permasalahan.

Prolegnas RUU Prioritas 2013

Sebanyak 70 RUU telah ditetapkan masuk Pro-legnas RUU Prioritas Tahun 2013. Penetapan itu disahkan pada 13 Desember 2012 dalam sidang paripurna di DPR. Dari 70 RUU yang masuk dalam Prolegnas antara lain 31 RUU dalam tahap pem-bicaraan tingkat I. Kemudian 2 (dua) RUU dalam tahap harmonisasi di Badan Legislasi (Baleg), 25 RUU dalam tahap akhir penyusunan terdiri dari 19 RUU dari DPR dan 6 (enam) dari pemerintah. Kemudian, 5 (lima) RUU sedang disiapkan oleh DPR dan 7 (tujuh) RUU lainnya baru disiapkan oleh pemerintah.

Selain juga disepakati 5 (lima) RUU yang bersifat kumulatif terbuka. Kelima RUU bersifat kumulatif terbuka adalah daftar RUU kumulatif terbuka ten-tang Pengesahan Perjanjian Internasional. Ked-ua, daftar RUU kumulatif terbuka akibat putusan Mahkamah Konstitusi. Ketiga, daftar RUU kumu-latif terbuka tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Keempat, daftar RUU kumulatif

terbuka tentang pembentukan daerah provinsi dan kabupaten/kota. Kelima, daftar RUU kumulatif terbuka tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU menjadi UU.

Dalam Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2013 ter-dapat RUU yang menarik perhatian publik antara lain yaitu: RUU tentang Organisasi Masyarakat, RUU tentang Keamanan Nasional, RUU tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHP), RUU tentang Kitab Undang-undang Hu-kum Pidana (KUHAP), dan RUU tentang Perubahan Harga Rupiah. RUU itu menarik perha ti an publik dengan berbagai alasan. Sebagai contoh, RUU Organisasi Masyarakat menarik perhatian publik dan juga melahirkan resistensi publik yang tinggi karena RUU Ormas berpotensi membatasi hak semua orang untuk berkumpul dan berorganisasi.

Rekomendasi Prolegnas RUU Prioritas 2013

Friksi antara kepentingan untuk memenuhi tar-get kuantitas RUU Prioritas dan target kua litas dari proses substansi UU yang disahkan melahirkan permasalahan yang tidak jua terselesaikan selama ini di DPR. Sistem perencanaan legislasi melalui Prolegnas yang sekarang digunakan oleh DPR dan Pemerintah berpotensi besar menghasilkan kegagalan capaian dari aspek kuantitas. Dengan kata lain, Pemerintah maupun DPR masih terjebak dalam situasi yang menyebabkan mereka sulit lepas dari kegagalan mencapai target, khususnya prioritas tahunan. Penyebabnya adalah desain Prolegnas yang tidak memperkirakan kapasitas dan beban kerja kedua belah pihak. Visi, misi, arah kebijakan, dan skala prioritas seharusnya disusun dengan baik diawal pembentukan Prolegnas da-lam tataran pelaksanaan sehingga kesalahan yang sama tidak terus menerus berulang.

DPR dan Pemerintah perlu memiliki daftar RUU mana saja yang memiliki tingkat urgensi yang pa-ling tinggi sampai yang terendah. Daftar itu dapat menjadi panduan DPR dan Pemerintah untuk menentukan mana yang harus didahulukan dalam pembahasannya. Hal itu penting agar DPR tidak dan Pemerintah tidak berfokus pada kuantitas dan mengabaikan aspek kualitas. Selain itu, RUU itu juga sudah harus memiliki dokumen-dokumen pendukung yang lengkap sehingga pembahasan terarah dan tidak tertunda hanya karena menung-gu persiapan dokumen. Hal itu juga akan mening-katkan kualitas dari UU yang disahkan kelak.

Page 34: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

34 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

PENGAWASAN

Hindari Pungli, Biaya Nikah Perlu Dimasukkan APBN

Tingginya biaya pencatatan nikah yang dipungut petugas KUA mengundang tanggapan sejumlah kalangan termasuk anggota DPR. Mereka

menyatakan pungli oleh petugas KUA yang sangat memberatkan tersebut harus segera dihentikan. Biaya resmi yang diatur hanya sebesar Rp 30 ribu, namun prakteknya hanya untuk mendapatkan pengesahan dan buku nikah dibebani biaya besar antara Rp 500 ribu hingga Rp 5 juta.

Ketua Komisi VIII Ida Fauziah.

Page 35: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

35EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

Adalah Irjen Kementerian Agama M Yasin yang mengakui adanya pungli tersebut. Jumlahnyapun sangat mencengangkan, kalau diakumulasikan mencapai Rp.1,2 triliun. Pungli itu terjadi kebanyakan ketika penghulu meminta ongkos menikahkan dari pasangan yang telah mendaftar ke KUA, taripnya bervariasi dari Rp.500 ribu sampai Rp 3 juta padahal ongkos resmi yang ditetapkan oleh Kementerian Agama hanya 30 ribu rupiah.

Ketua Komisi VIII DPR Ida Fauziah mengakui, memang belum ada ketentuan pemberian honor kepada penghulu yang melakukan kerja diluar jam kerja. Padahal, kebanyakan masyarakat kita memanfaatkan hari Sabtu dan Minggu untuk menikah atau menikahkan. “Kita sudah memberikan rekomendasi kepada Kementerian Agama dan meminta untuk membuat simulasi tentang ini,” katanya.

Menurut politisi dari PKB ini, ada beberapa pilihan mi-salnya membebaskan biaya nikah dan masuk APBN. Yang sekarang perlu diatur adalah bagaimana memberikan stan-dar honor bagi penghulu dan uang transport. Pemberian uang transport mungkin nanti diper-hitungkan index kemahalan bagi daerah-daerah tertentu. “ Memang lebih baik di atur dan dibiayai oleh APBN daripada ke-mudian ada pungutan-pungutan yang dianggap sebagai pung-utan liar,” tandas Ida dengan menambahkan, yang memung-kinan bisa di dorongkan di masukkan APBN Perubahan.

Secara terpisah, anggota DPR

Hidayat Nurwahid mendesak agar pungutan liar (pungli) yang dilakukan petugas KUA dalam masalah pernikahan harus segera dihentikan. Hal ini menjadi masalah bagi Kementerian Agama karena

tidak mensosialisasikan biaya pencatatan pernikahan dengan maksimal.

“Prinsipnya, saya setuju dengan Irjen Kemenag Muhammad Yasin bahwa pungli ini harus dihentikan melalui beragam cara. Diantaranya adalah rakyat harus diberitahu bahwa sesungguhnya biayanya rendah sekali, 30 ribu rupiah saja,” tandas politisi yang juga Ketua Fraksi PKS DPR.

Menurut Hidayat, kalau ke-mudian diperlukan anggaran operasional, supaya menutup terjadinya pungli atau gratifikasi, seharusnya pihak Kementerian Agama menyediakan anggaran yang memungkinkan agar KUA bisa melakukan perannya den-gan maksimal.

Bisa dibayangkan, sambung-nya, jika kemudian mereka tidak mau datang ke daerah untuk menikahkan orang, hanya ka-rena tidak ada anggaran opera-sional, bagaimana orang-orang

di lapangan. Mereka tidak nikah atau mereka harus nikah siri?

“Jangan dijadikan alasan buat nikah siri karena petugas KUA nya tidak ada, ini tidak boleh ter-jadi. Karenanya Komisi VIII DPR segera mendukung untuk me-nyelesaikan masalah ini, kita berharap dalam Rapat Kerja Komisi VIII dengan Kemenag bisa dibahas termasuk juga akan mendatangkan Irjen Kemenag Mohamad Yasin,” ujarnya.

Sementara itu Wakil Ketua Komisi VIII DPR Jazuli Juwaini mengatakan, yang perlu dibe-nahi sistem pelayanannya. Yang dimaksud dengan sistem pelayanan sebenarnya dalam undang-undang, kewajiban KUA atau Kementerian Agama adalah mencatat sebuah keja-dian pernikahan yang beragama Islam kemudian dikeluarkan buku nikahnya.

Tradisi selama ini petugas KUA juga memberikan khotbah nikah, bahkan kadang-kadang juga menggantikan jadi wali. Padahal walinya ada. “ Menurut saya harus diubah, mereka tidak perlu hadir dicara pernikahan itu. Mereka cukup menerima laporan dengan syarat-syarat yang ditentukan. Umpanya si

Page 36: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

36 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

A akan menikah dengan si B mau menikah tanggal sekian. Orang lapor di kantor KUA, diverifikasi syaratnya, setelah itu dicetak buku nikahnya sesuai dengan jam dan tanggal pernikahannya,” jelas dia.

Menurut Jazuli, pelayanan publik buku nikah itu perlu dipampang di seluruh kantor KUA. Proses pembuatan dan pencetakan kartu atau buku nikah itu juga ditentukan waktunya. “Jadi yang dibutuhkan pencatatan dan memproduk buku nikah, kalau jumlahnya besar dan dicetak kolektif biayanya akan lebih murah,” imbuhnya.

Delapan alternatif

Data yang dihimpun dari Detik.com menyebutkan, Kementerian Agama (Kemenag) sudah menginventaris jalan keluar atas keluhan warga tentang pungutan liar di Kantor Urusan Agama (KUA). Ada 8 jalan keluar, namun yang paling mungkin dilakukan adalah menetapkan tarif yang sesuai dengan tempat pernikahan atau memberikan petugas KUA insentif.

“Kami sudah menyiapkan dengan Bimas Islam dan Itjen yang terkait dengan usaha mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Ada delapan alternatif yang disiapkan, termasuk yang disampaikan oleh Pak Menteri, kawin di kantor saja pada hari kerja, tapi kan itu ekstrem,” jelas Irjen Kemenag M Jasin.

Dari beberapa alternatif tersebut, antara lain tidak usah mengubah PP Penerimaan Negara Bukan Pajak, biaya pernikahan tetap Rp 30 ribu apabila di kantor (KUA). Apabila nikah di luar kantor dibiayai Rp 110 ribu, ditambah jasa profesi Rp 200 ribu sampai Rp 250 ribu, jadi tidak genap Rp 500 ribu. Jadi misalkan dia selain menikahkan, diminta ceramah juga, ngisi pengajian juga, jadi bisa diberikan uang jasa profesi Rp 200 ribu sampai Rp 250 ribu,” jelas mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini.

Sedangkan usulan lain adalah membebaskan biaya administrasi pernikahan di KUA. Sebagai gantinya, Kemenag akan memberikan insentif

petugas KUA yang bekerja di hari libur. Jadi biaya pernikahan ditanggung APBN.

“Rp 30 ribu itu dibebaskan saja, ini menunjukkan niat Kemenag dalam hal keberpihakan kepada publik. Lalu atas biaya penghulu di luar hari kerja, dari pemerintah Rp 110 ribu wilayah Jawa, kemudian ada real cost, khususnya di pegunungan dan kepulauan yang harus menyeberang laut, kita sudah memantau di 227 KUA, ada yang satu KUA ini lingkup kerjanya 120 km,” jelasnya.

Jasin memaparkan, skemanya insentif di Pulau Jawa di luar kantor dan hari libur Rp 110 ribu. Sedangkan di luar Jawa, ditambah real cost, alias biaya transportasi yang sesungguhnya.

“Kalau real cost-nya Rp 200 ribu, jadi tinggal ditambah Rp 90 ribu (dari Rp 110 ribu + Rp 90 ribu) Mudah-mudahan ini bisa ditalangi oleh APBN. Dengan hitung-hitungan tadi kalau ada sekitar 2,5 juta pernikahan, asumsinya butuh Rp 1 triliun. Ini yang sedang kita pikirkan, kalau masuk APBN-P alasannya juga saya rasa kurang, karena tidak mudah untuk masuk ke APBN-P. Kalau Pak Menteri punya kebijakan menggeser (anggaran) dari direktorat lain, saya rasa bisa mengcover 80 persen, ini hanya mimpi saya,” harap mantan Wakil Ketua KPK ini.(mp,ray,ul)

Page 37: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

37EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

Seperti diketahui, Sesuai Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 30 Tahun 2012 tentang Tenaga Listrik yang disediakan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang terbit pada 21 Desember 2012 menyebutkan, tarif tenaga listrik untuk pemakaian di atas 900 VA akan naik mulai tahun 2013. Tarif baru itu berlaku untuk 26 golongan dari 37 golongan pemakai listrik. Kenaikan itu berlangsung bertahap setiap triwulan melalui empat periode yaitu Januari-Maret 2013, April-Juni 2013, Juli-September 2013, dan terakhir Oktober 2013.

Menurut data PLN, sekitar 80 persen konsumen listrik PLN adalah kalangan rumah tangga. terutama dengan pemakaian 1.300 VA. Tarif listrik konsumen ini akan naik 5,44 persen pada periode 1 Januari 2013- 31 Maret 2013. Naik dari Rp 790 per kWh menjadi Rp 833 per kWh.

Konsumen 1.300 VA ini kem-

bali akan naik 5,52 persen pada periode 1 April 2013-30 Juni 2013. Berarti naik dari Rp 833 per kWh menjadi Rp 879 per kWh. Konsumen dengan 1.300 VA selanjutnya akan naik lagi 5,57 persen pada periode 1 Juli 2013-30 September 2013, dari Rp 879 per kWh menjadi Rp 928 per kWh. Adapun pada periode 1 Oktober 2013 sampai Desember 2013 akan naik lagi 5,49 persen, dari Rp 928 per kWh menjadi Rp 979 per kWh. Jadi total tarif rumah tangga 1.300 VA akan naik sepanjang tahun 2013 dari Rp 790 per kWh menjadi Rp 979 per kWH. Naik sekitar 24 persen.

Secara keseluruhan, tarif baru berlaku untuk 8 golongan utama, yaitu golongan tarif pelayanan sosial, tarif rumah tangga, tarif bisnis, tarif industri, tarif kantor dan penerangan umum, tarif traksi, tarif curah (bulk), dan tarif pelayanan layanan khusus.

Menanggapi hal itu, Anggota DPR dari Partai Golkar Satya

W. Yudha mengharapkan pe-me rintah mengkaji secara komprehensif dengan mempertimbangkan suasana kebatinan masyarakat. “Skema kenaikan TTL harus dilakukan secara bertahap untuk meng-antisipasi gejolak inflasi, dan kenaikan TTL setiap triwulan lebih rasional jika dibandingkan dengan penaikan sekaligus dalam setahun,”ujar Satya.

Satya mengatakan, Pemerintah harus mendorong (geothermal) dan air sebagai pengganti bahan bakar minyak (BBM) untuk meng op timalkan pembangkit listrik. Selain itu, lanjutnya, perlu

PENGAWASAN

Tahun 2013 ini, kita semua dikejutkan dengan pemberlakuan kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) rata-rata sebesar 15 persen pada tahun 2013 hanya untuk pelanggan kategori 1300 KVA ke atas. Namun Golongan pelanggan 450 KVA dan 900 KVA tidak mengalami kenaikan.

Page 38: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

38 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

didorong penerapan skema feed in tariff untuk menunjang program elektrifikasi nasional yang lebih feasible.

“Dengan menerapkan kebijak-an feed-in tariff, harga listrik di setiap daerah berbeda-beda bergantung pada nilai investasi, kapasitas pembangkit, dan jenis energi terbarukan yang diman-faatkan. Penggunaan/peman-faatan energy mix seperti panas bumi,”ujarnya.

Terkait Subsidi BBM dan Sub sidi Listrik, lanjut Satya, tren subsidi energi selalu mengalami pening-katan dalam setiap penetap an anggaran. Bahkan dalam APBN 2012, subsidi energi sebesar Rp 168,5 triliun yang terdiri dari subsidi BBM Rp 123,5 triliun dan subsidi listrik Rp 45 triliun.

Sementara dalam APBN-P 2012, subsidi energy membeng-kak menjadi Rp 225 triliun, untuk subsidi BBM sebesar Rp 137,37 triliun dan Rp 65 triliun untuk subsidi listrik (cadangan fiskal Rp 23 triliun). Subsidi energi dalam APBN 2013 juga membengkak menjadi Rp 274,7 triliun. Dari besaran tersebut, subsidi BBM Rp 193,8 triliun dan Rp 80,9 triliun.

Pemerintah, lanjutnya, harus me lakukan pengelolaan ang-garan subsidi energi khusus nya subsidi BBM secara ketat untuk menghindari terjadinya pem-bengkakan pada APBN berjalan 2013. “Pemerintah harus me-rubah paradigma subsidi BBM. Saat ini, pola subsidi masih ter-fokus pada harga BBM, padahal BBM bersubsidi banyak disalah-gunakan dan tidak tepat sasaran karena harganya terlalu murah. Ke depan, pemerintah harus

merancang program subsidi langsung yang bisa tepat sasaran kepada penduduk berpenghasil-an rendah dan mis kin. Bukan BLT, melainkan dalam bentuk cash transfer (ber da sarkan data akurat kependudukan),” ujarnya.

Dia menambahkan, harus dilaku kan efisiensi terhadap cost operasional PLN, berdasarkan hasil audit investigatif BPK yang menemukan adanya pemboros-an pengelolaan energi primer di PLN tahun 2009/2010 mencapai Rp 37 triliun. “Saya mengusulkan bahwa subsidi BBM dialihkan secara bertahap dalam lima tahun ke depan untuk subsidi energi terbarukan dalam rangka membangun ketahanan energi,”katanya.

Sementara Wakil Ketua Komisi VI DPR Aria Bima secara tegas menolak keputusan pemerin-tah yang menaikkan tarif dasar listrik (TDL) per 1 Januari 2013. Menurutnya, kenaikkan TTL akan semakin membebani industri dan melemahkan daya saing nasio-nal. “Industri kecil dan padat karya merasakan beban berat menyusul kenaikan tarif dasar listrik,” katanya

Aria mengatakan, akibat rezim perdagangan bebas, industri nasional harus bersaing ketat dengan produk impor, bahkan di pasar dalam negeri sendiri. Kenaikan TDL, katanya, akan semakin melemahkan daya saing produk dalam negeri. “Apalagi bunga bank yang harus ditang-gung industri kita jauh lebih mahal daripada negara kompeti-tor. Sementara masih buruknya infrastruktur berakibat tingginya biaya transportasi,” kata legisla-tor asal Fraksi PDI Perjuangan ini.

Jika ditambah kenaikan TTL, Lanjutnya, Dia khawatir akan banyak industri kecil gulung tikar dan terjadi deindustrialisasi yang akan meningkatkan pengangguran serta kemiskinan.

Kajian Komprehensif

Karena itu, Aria Bima menya-ran kan pemerintah meng kaji se-cara komprehensif masalah tarif dasar listrik ini. Dia meminta Pe-merintah jangan hanya melihat masalah TDL dari aspek penyela-matan APBN, tapi harusnya lebih kepada penyelamatan ekonomi secara umum. "Rekomendasi Panja Daya Saing DPR yang me-minta pemerintah menciptakan iklim kondusif bagi peningkatan daya saing nasional juga harus diperhatikan,” kata Aria.

Pemerintah, lanjutnya, juga perlu memperhatikan prinsip pro-growth, pro-poor, dan pro-job yang dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri. Artinya, kebijakan terkait tarif dasar listrik tidak hanya mempertimbangkan pembangun an infrastruktur (pro-growth), melainkan juga dampaknya bagi kemungkinan terjadinya PHK massal (pro-job) dan meningkatnya penganggu-ran dan kemiskinan (pro-poor). (si)

PENGAWASAN

Page 39: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

39EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

Anggaran InfrastrukturTerbesar, Tapi Belum Ideal

ANGGARAN

Kita akui bahwa alokasi belanja modal sebesar 216,1 triliun rupiah, 203,7 triliun rupiah merupakan belanja

untuk infrastruktur. Angka itu lebih tinggi dari keseluruhan belanja pegawai untuk kegiatan produktif. Belanja pegawai sebesar Rp. 241,1 triliun, seharusnya dikeluarkan sekitar 77 triliun

Anggaran belanja infrastruktur dalam APBN 2013 mendapatkan alokasi tertinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal itu seiring dengan perkembangan belanja infrastruktur yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Namun, kenaikan tersebut dirasa masih belum optimal dibandingkan kebutuhan pembangunan infrastruktur di Indonesia.

MUHidin M. said

Page 40: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

40 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

rupiah untuk kebutuhan pensiun sehingga bila diurutkan, belanja modal nomor satu, kedua belanja pegawai, ketiga belanja barang.

Sebelumnya, anggaran belanja infrastruktur dalam APBN Perubahan 2012 hanya ditetapkan 174,9 triliun rupiah, dan pada APBN 2011 128,7 triliun rupiah. Alokasi belanja infrastruktur pada 2013 akan digunakan untuk membangun sarana dan prasarana pengairan dan irigasi, transportasi, perumahan dan permukiman, komunikasi dan informatika, serta pertanahan dan penataan ruang. Sementara itu, fokus

prioritas dari anggaran infrastruktur adalah peningkatan dukungan daya saing sektor riil dan penyediaan infrastruktur dasar bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Kementerian yang mendapatkan alokasi belanja infrastruktur terbesar adalah Kementerian Pekerjaan Umum sekitar Rp. 80 triliun rupiah, Kementerian Perhubungan Rp. 36 triliun rupiah, dan Kementerian ESDM 18 triliun rupiah. Berdasarkan rencana kerja pemerintah 2013, pemerintah akan membangun infrastruktur jaringan rel kereta api 383,37 kilometer dan pengadaan 92 unit lokomotif, kereta rel diesel, kereta rel listrik, trem, dan railbus.

Rencana berikutnya yaitu, mengembangkan dan merehabilitasi 120 bandara serta membangun 15 bandara baru, dan membangun transmisi sepanjang 3.625 km, gardu induk sebesar 4.740 mVA, serta meningkatkan kapasitas pembangkit 188 mw.

Pemerintah juga akan mempreservasi jalan sepanjang 35.017 kilometer dan jembatan 247.692 meter, membangun 110 rusunawa dan 1.088 rumah khusus serta rumah sejahtera, kemudian memperluas jaringan irigasi 107.302 hektare, mengembangkan jaringan optimasi air sepanjang 524.084 hektare, dan membangun 164 situ. “Jadi jatah buat Kementerian PU 77 Triliun, Perhubungan 34 T, kedua kementerian itu sekitar Rp. 111 Triliun. Kenaikan tidak terlalu besar dari APBN-P tidak terlalu besar dibandingkan APBN bahkan dengan APBN-P hampir sama,”ujar Wakil Ketua Komisi V DPR Muhidin M. Said kepada Parlementaria di ruang kerjanya baru-baru ini.

Menurutnya, dari sisi jumlah memang diakui programnya secara kuantitatif banyak namun jika dilihat dari sisi kebutuhan relatif sangat kecil. “dilihat dari sisi anggaran untuk Infrastruktur termasuk kecil, jika kita melihat anggaran infrastruktur dari sisi GDPnya memang kurang lebih 2.5 persen, swasta dan BUMN 2 persen, jadi total sekitar 4 persen. Idealnya 5 persen dari GDP,”paparnya.

Muhidin melihat bahwa kondisi infrastruktur di Indonesia masih minim karena itu perlu diprioritaskan infrastruktur di berbagai daerah. Peluang investasi di Indonesia, lanjutnya, cukup besar namun daya saing tidak bagus karena salah satu penyebabnya yaitu infrastruktur yang buruk. “Apabila dibandingkan Negara Asean kita paling rendah, Cina dalam membangun infrastrukturnya menganggarkan sampai 10 persen, tiap hari ada 20 km jalan tol. Di Indonesia itu jauh sekali.”katanya.

Dia menambahkan, anggaran memang besar tapi diperuntukkan untuk subsidi, artinya kita potong dan dialihkan maka anggaran infrastruktur Indonesia akan semakin besar. “Sebenarnya banyak uang namun uangnya untuk subsidi, kalau di cut dialihkan BBM, tetapi diperuntukkan bagi Infrastruktur sangat memungkinkan, memang sia-sia uang dibakar untuk kendaraan dibandingkan infrastruktur,”katanya.

Page 41: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

41EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

Indonesia, lanjutnya, merupakan negara yang besar dalam memberikan subsidi bagi masyarakat, hal ini membuat kondisi fiscal kita kurang sehat. “Negara ini merupakan Negara kepulauan dan membutuhkan infrastruktur lebih banyak seperti dibidang pelabuhan, bandara, jalan bila tidak ada interkoneksi laut udara dan jalan tidak tercapai sulit sekali pembangunan tercapai,”ujarnya.

Keberpihakan Kawasan Timur

Muhidin mengakui, pada Tahun anggaran 2013 ini memang sudah ada keberpihakan pemerintah yang mendorong pembangunan infrastruktur ke kawasan Timur. “Mulai tahun anggaran lalu, Presiden dalam APBNP memberikan prioritas yang luar biasa tapi baru 6 Propinsi, harusnya secara umum setiap Propinsi diberikan prioritas sehingga konektivitas menjadi lebih baik dari jawa dan luar jawa sehingga nilai cost dapat ditekan dan daya saing meningkat,”ujarnya.

Dia menambahkan, melihat kebutuhan Kementerian Pekerjaan Umum itu sebesar Rp. 109 Triliun namun yang dianggarkan hanya sekitar 77 Triliun. “Jadi ini jauh sekali dari kebutuhan yang ada. di bidang perhubungan kebutuhannya Rp. 55 Triliun sementara dana yang ada 34 triliun jadi ada deadlock 21 Triliun. Kesimpulannya yaitu angka besar tetapi dibandingkan kebutuhan masih terbatas,”katanya.

Menurutnya, Infrastruktur itu merupakan lokomotif pertumbuhan ekonomi, sementara investasi bisa masuk ke Indonesia apabila infrastruktur itu bagus. Bahkan, Pelabuhan hub internasional saja, Indonesia belum punya bahkan kalah dengan Negara Vietnam. “Komisi V DPR RI akan memberikan dorongan untuk terciptanya pelabuhan hub internasional. Kita punya pelabuhan banyak tetapi tidak ada yang menjadi kebanggaan luar biasa dan semua harus dibawa ke Singapura padahal itu Negara yang kecil,”paparnya.

Menyinggung pengalihan subsidi, Muhidin

mengatakan, anggaran terbesar merupakan subsidi namun kita ketahui, seringkali sasaran subsidi minyak tidak tepat sasarannya. Karena itu, usulnya, idealnya anggaran dapat dialihkan untuk pembangunan infrasatruktur di Indonesia. “Komisi V DPR akan mendorong kalau ingin bangsa ini maju maka Infrastruktur harus ditingkatkan karena keluhan daerah itu infrastruktur yang tidak layak,”lanjutnya.

Khusus pembangunan jalan raya, Muhidin mengatakan, dirinya optimis jalan nasional pada tahun 2014, 95 persen layak namun itu hanya sejumlah 38.500 jalan Negara saja dibandingkan jalan propinsi/kabupaten yang jumlahnya lebih banyak dan kondisi yang tidak layak.

“Untuk jalan nasional tidak ada masalah tetapi bagaimana dengan jalan daerah, propinsi kabupaten yang hanya mampu dipelihara 30 persen ada lebih 50 persen tidak dapat ditangani. Ini persoalan besar yang harus ditangani,”katanya.

Menurutnya, terdapat lebih 450 ribu jalan daerah yang masih bermasalah. termasuk juga persoalan irigasi yang dikelola oleh daerah dan propinsi. “khusus irigasi, Negara wajib mengelola irigasi yang berkapasitas 3000 hektar keatas sementara sisanya itu wewenang daerah dan propinsi,”katanya.

Jika melihat target swasembada pangan, Muhidin mengaku target tersebut tidak akan tercapai karena persoalan irigasi di daerah masih banyak yang tidak berfungsi dan layak. Karena memang itu, dikelola oleh daerah dan propinsi yang memiliki keterbatasan dari sisi anggaran.

Karena itu, tambahnya, perlu adanya revisi UU tentang jalan tekait wewenang pemerintah pusat dalam mengelola jalan daerah. “Harapan pemerintah dapat fokus menyelesaikan persoalan infrastruktur baik dari sisi biaya atau anggaran. Ke depan kita harapkan masyarakat bisa sejahtera seiring dengan perbaikan infrastruktur yang ada,”jelasnya. (si)

Komisi V DPR RI akan memberikan dorongan untuk terciptanya pelabuhan hub internasional. Kita punya pelabuhan banyak tetapi tidak ada yang menjadi kebanggaan luar biasa dan semua harus dibawa ke Singapura padahal itu Negara yang kecil

Page 42: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

42 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

LEGISLASI

Setiap rapat kerja ia selalu ‘berteriak’, menanyakan kenapa pemerintah tidak kunjung menyerahkan draf revisi RUU KUHAP. Indonesia sudah 67 tahun merdeka tetapi kenapa kita masih betah menggunakan KUHAP peninggalan kolonial Belanda.

Keteguhan menagih janji itu berbuah, Desembar 2012 lalu pemerintah akhirnya mengirimkan draf revisi RUU KUHAP kepada DPR. Nudirman jelas antusias. Mantan Ketua Dewan Mahasiswa UI ini menyatakan siap membahas undang-undang yang akan menjadi payung bagi beragam produk legislasi lain dalam penegakan hukum di tanah air.

Parle mewawancarai Nudirman Munir di ruang kerjanya, Gedung Nusantara I, lantai 13. Bagaimana menuntaskan RUU KUHAP ditengah beragam kepentingan

Penyelesaian RUU KUHAP, Kado DPR untuk BangsanUdirMan MUnir

Draf RUU KUHAP (Kitab Hukum Acara Pidana) sudah ditunggu DPR sejak lama, paling tidak sejak ditetapkan menjadi bagian dari Program Legislasi Nasional 2009-2014. Nudirman Munir termasuk anggota Komisi III yang dikenal paling getol menagih janji pemerintah, mulai dari era Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar sampai era Amir Syamsudin.

Foto: wy.

Page 43: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

43EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

penegak hukum?. Bagaimana DPR bekerja dalam waktu yang cukup sempit 1,5 tahun, apalagi menjelang pelaksanaan pemilu? Berikut petikan wawancaramya.

Draf RUU KUHAP akhirnya datang juga ya?

Iya akhirnya pemerintah menyerahkan drafnya kepada DPR setelah lama dinanti akhirnya datang juga. Kita masih menunggu ini dibicarakan dalam rapat Badan Musyawarah untuk kemudian ditentukan apakah dibahas di Komisi III atau lintas komisi. Maunya kita tentu saja di Komisi III karena ini bidang kita dan untuk menjaga sinkronisasi dengan undang-undang terkait yang juga dibahas di Komisi III.

Dalam rapat kerja anda terus mengingatkan pemerintah segera menyerahkan draf RUU KUHAP?

Iya, ini penegak hukum sudah sangat dienakkan, KUHAP itu sudah menjadi mata pencaharian bagi mereka. Dengan KUHAP sekarang mereka seakan-akan hidup di negara yang bisa semau-maunya, sewenang-wenang, itu inti hakekatnya.

Kenapa bisa begitu?

Karena KUHAP kita diambil dari KUHAP Belanda. Nah roh dari KUHAP Belanda itu adalah Belanda selalu benar inlander selalu salah. Ini yang menjadi penyebab utamanya. Jadi walaupun ngomong kelangit ke tujuh pokoknya inlander salah aja. Inilah yang kita adobsi dari KUHAP Belanda itu, hanya bedanya kata Belanda-nya diganti dengan penegak hukum. Sekarang kondisinya menjadi, penegak hukum selalu benar walaupun melanggar UU sedangkan pencari keadilan selalu salah. Makanya saya selalu bilang begitu seorang manusia biasa dilantik menjadi polisi, maka berubahlah statusnya menjadi malaikat, karena yang tidak pernah salah itu hanya malaikat. Begitu juga begitu dilantik jadi jaksa berubah statusnya menjadi malaikat. Apalagi hakim, begitu seseorang dilantik menjadi hakim berubah statusnya menjadi malaikat, dia nggak akan mungkin khilaf, wong lupa aja nggak mungkin. Itulah yang menjadi momok hancurnya hukum kita.

Jadi istilah Betawinya kudu harus diganti ya. Tapi kenapa bisa berlarut-larut, harusnya ini

jadi agenda segera setelah Indonesia merdeka?

Itu dia begitu KUHAP mau diganti mereka kelabakan, mereka nggak mau diganti, untuk apa itu diganti. Mereka sudah keenakan bisa sewenang-wenang dengan dalih menjalankan perintah UU. Kalau hakim dalilnya lebih hebat lagi, jangan meng-intervensi kekuatan kehakiman padahal yang namanya intervensi kekuasaan kehakiman adalah kalau mereka menyidangkan perkara lalu kita telepon hakimnya tolong menangkan si A. Nah itu baru intervensi, sekarang silahkan putuskan perkara sesuka hati dengan syarat jangan melanggar UU. Sekarang mereka mengusung teori yang hanya ada di abad ke 16.

Teori abad ke-16?

Saya punya catatan dalam sidang judicial review di MK terkait UU Sistem Peradilan Anak. Mari kita lihat, teori Leica Marzuki yang menyebut kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menjalankan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh MA dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, peradilan Tata Usaha Negara (TUN) dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Nah disini tidak ada kata-kata mereka tidak boleh melanggar UU, nggak ada. Dia menggunakan teori kekuasaan yang merdeka yang melekat secara inheren pada kekuasaan yang mandiri - self standing mengandung makna terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan manapun.

Pendapat ini disampaikan dalam sidang MK ya?

Iya, Leica Marzuki, Bagir Manan, Romli Atmasasmita masih dengan pendekatan teori abad pertengahan, dimana sekarang kehidupan sudah digital itu sudah nggak laku lagi, artinya hakim-pun dalam melaksanakan tugasnya kalau melanggar UU, dia bisa dihukum. Jangan campur adukkan antara melanggar UU dengan yurisprudensi. Jadi yurisprudensi itu adalah sesuatu yang belum diatur dalam UU. Jangan lagi dipakai bahwa hakim itu hanya terompet UU.

Kenapa?

Itu cerita abad pertengahan waktu itu hukum

Page 44: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

44 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

masih terbatas. Kalau hakim hanya berpedoman pada patokan UU maka banyak yang tidak tercover oleh UU karena masih terbatas. Jadi hakim harus menemukan hukum bukan hanya sekedar terompet UU. Di abad 21 ketika produk legislasi sudah semakin lengkap teori itu sudah tidak berlaku lagi.

Sanksi terhadap pelanggaran UU oleh aparat, oleh hakim?

Kalau di ranah pro-justicia belum ada. Kasus hakim agung Yamanie misalnya dinyatakan melanggar kode etik, melanggar UU lalu dipecat, pidananya gimana tidak jalan. Presiden melanggar UU hukumannya jelas di-impeach oleh DPR, hakim selalu berdalih jangan melanggar independensi hakim, melanggar kebebasan hakim, itu selalu menjadi alasan, itu teori abad ke 16.

Teori abad 21 bagaimana?

Teori yang paling modern yang kita tahu sekarang adalah teori kedaulatan rakyat, itu yang terjadi di era reformasi sekarang tapi sisa-sisanya masih berjalan. Hal ini karena perubahan kekuatan yudikatif tidak seimbang dengan kekuatan legislatif. Kekuasaan legislatif sudah maju menerobos abad ke 21. Sementara pendekatan kekuatan eksekutif dan legislatif masih bersandar pada pemahaman abad ke-16.

Bisa dikatakan perdebatan di MK sudah seperti pembahasan pendahuluan RUU KUHAP ya?

Betul, sejumlah hakim mewakili Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) keberatan pada ancaman pemidanaan hakim pada Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Mereka salah dalam UU itu tidak ada intervensi terhadap kekuasaan peradilan, yang ada adalah sebelum terjadi persidangan kita memberikan sanksi bagi hakim kalau tidak melaksanakan restorative justice. Kalau dia melaksanakan itu tidak ada masalah. Jadi mereka wajib memperlakukan keadilan restoratif justice artinya terhadap mereka yang berperkara itu diwajibkan untuk dilakukan perdamaian, amanat UU ini perlu ada perdamaian. Kalau korban menerima perdamaian maka perkaranya wajib dihentikan. Maka saya katakan dalam pembelaan

saya di MK, hal ini tidak ada kaitan dengan persidangan tetapi sebelum hakim melaksanakan kekuasaan kehakiman dalam bentuk persidangan kita mewajibkan bagi mereka untuk diversi. Apa itu diversi yaitu perkara dalam peradilan anak harus dilakukan restorative justice.

Aparat penegak hukum lain bagaimana?

Dalam peradilan anak yang namanya diversi itu artinya hakim, jaksa, polisi itu mempunyai kewajiban untuk tidak menyelesaikan perkara di peradilan, itu wajib hukumnya kalau tidak dilaksanakan maka ancaman pidana. jadi melaksanakan diversi dalam bentuk restorative justice tadi. Apa itu diversi yaitu memperlakukan perkara ini dengan mendamaikan kedua belah pihak terlebih dahulu. Coba bayangkan anak-anak kita berantem, lalu disidang di pengadilan. Pendidikannya jadi terlantar, masa depannya terlantar, masuk penjara, disana malah belajar kriminal sama napi dewasa bahkan disodomi. Padahal kasus berantem anak itu terjadi di seluruh Indonesia. Kalau nggak percaya coba nongkrong di depan sekolah, setiap hari coba lihat ada tidak anak yang berantem? Saya berani taruhan pasti ada karena itu bagian dari kehidupan anak-anak. Apa iya diperlakukan dengan cara seperti peradilan biasa? ya tidak bisa. Maka itu lah kita buat apa yang namanya restorative justice artinya terhadap mereka kita berlakukan diversi. Lalu dimana dosanya kalau kita katakan penegak hukum yang tidak melakukan diversi harus diberikan sanksi pidana. Publik pasti sudah mencatat kalau ini sering jadi mata pencarian aparat. Ada anaknya toke berantam, kemudian ditahan dan ditunggu setorannya, kalau lawannya sama-sama anak toke, dua-duanya ditahan. Itu kejadiannya sekarang. Saat disidang jaksa dapat lagi, kalau tidak nurut dituntut sekian tahun, duit lagi.

Sepertinya pembahasan RUU KUHAP akan penuh perdebatan dan kepentingan penegak hukum ya?

Saya rasa pembahasannya akan ramai memang, karena disitu banyak pelanggaran UU yang dilakukan oleh penegak hukum, mereka nggak mau diberi sanksi. Bagaimana caranya hukum ditegakkan kalau pelanggaran UU tidak diberikan sanksi. Kita jadi bertanya untuk apa bikin UU.

LEGISLASI

Page 45: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

45EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

Ada perbandingan dengan negara lain?

Kita nggak usah jauh-jauh cari contoh, tonton aja televisi bagaimana polisi, jaksa menerapkan hukum. Ada kasus misalnya mereka stres ketika seorang terdakwa ingin melakukan penuntutan terhadap pelanggaran yang dilakukan prosecutor (jaksa-red) dalam hal prosedur, tata beracara. Bahkan polisi apabila memperlakukan tersangka atau apapun namanya diberikan tempat yang tidak nyaman apalagi dipukul maka tersangka bisa menuntut itu polisi. Ini diterapkan di negara Eropa Kontinental maupun negara Anglo Saxon. Polisi, hakim, jaksa bisa dituntut di depan pengadilan kalau dia melanggar UU. Nah sekarang disini dalam KUHAP lama nggak ada itu, nggak bisa dituntut.

Waktu pembahasan tinggal 1,5 tahun rakyat pasti sangat berharap banyak pada RUU KUHAP ini?

Saya rasa cukup kalau waktunya sampai akhir periode masa jabatan anggota DPR kali ini 1 Oktober 2014 nanti, sekitar 1 tahun 6 bulan ya. Jadi dalam pembahasan kita perhatikan mana hal yang prinsip mana yang tidak. Kita tidak perlu membicarakan masalah titik koma dan hal lain, serahkan saja pada ahlinya misalnya ahli bahasa.

Dalam RUU KUHAP apa yang menurut perkiraan anda akan menjadi poin krusial?

Misalnya masalah penangkapan, jaminan terhadap penangguhan penahanan, siapa saja

yang harus atau wajib ditahan, siapa yang boleh dilakukan penangguhan penahanan, ini harus clear. Selama ini sengaja tidak dibuat clear, karena disitulah letaknya kenikmatan itu, disitulah uang masuk, mata pencarian aparat dalam tanda petik.

Poin Krusial itu banyak juga ya?

Iya cukup banyak, mulai dari penyidikan nggak boleh orang mendadak begitu jadi saksi langsung dijadikan tersangka dan langsung ditahan. Tidak boleh harus ada dulu kejelasan, kalau dicekal boleh. Kalau saya jadi saksi saya datang tahu-tahu saya dijadikan tersangka dan ditahan, pengacara punya kewenangan untuk menolak. Sekarang kenapa terjadi berat sebelah dalam penegakan hukum di Indonesia, karena posisi pengacara selalu dalam posisi tangan dibawah, selalu dalam posisi memohon, begitu juga tersangka. Tidak ada tersangka sepanjang hidup dikandung badan, tiap mau lebaran ditelepon.

Ditelepon selamat lebaran maksudnya?

Hahaha.. anda tahulah kenapa ditelpon. Jadi status tersangka itu perlu dibatasi misalnya satu tahun, masa proses penyelidikan 2,3 tahun dijadikan tersangka masa nambah lagi, untuk apa lagi.

Bagaimana dengan pembantaran?

Pembataran itu termasuk wajib, ada kasus tersangka meninggal di tahanan gara-gara tidak diberi hak untuk melakukan pembantaran. Contoh kasus di Bogor, tahanan meminta pembantaran karena sedang serius sakitnya tapi petugas tidak mengizinkan akhirnya meninggal di penjara. Nah untuk hal-hal seperti ini harus ada sanksi pidana.

Bisa dikatakan penyelesaian RUU KUHAP bisa jadi kado khusus untuk bangsa dari anggota DPR periode 2009-2014 ya?

Betul, terus terang saja saya mau masuk DPR salah satu tujuannya adalah tergerak memperbaharui sejumlah undang-undang diantaranya KUHAP, KUHP, UU Mahkamah Agung, Kejaksaan, Kepolisian Negara, UU Perbendaharaan Negara dan UU mengenai Peradilan Adat. Sesudah itu selesai, saya berhenti jadi anggota DPR, keluar dari persidangan saya sujud ke bumi, kehadapan Tuhan. Hanya itu tujuan saya. (iky)

Page 46: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

46 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

LEGISLASI

Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Keuangan Negara, Dimyati Natakusumah (F-PPP) mengata-kan kolaborasi tersebut layak mendapat predikat sebagai penjarahan. Menurut Dimyati, penjarahan tersebut dilakukan dengan melibatkan keluarga-nya, kerabatnya atau kelompoknya yang bersama-sama merampok keuangan negara di APBN dan APBD baik yang berasal dari pendapatan sektor pajak, non pajak (PNBP), pinjaman ataupun hibah.

Bahkan politisi dari Partai Persatuan Pembangu-nan (PPP) itu menilai penyelenggara negara yang mendapatkan amanah untuk mengelola keuang-an negara malah menjadi aktor pengendali dan

turut serta merampok bersama-sama baik untuk kepentingan pribadi, keluarga dan kelompoknya dan untuk melanggengkan kekuasaannya juga.

“Hampir di semua sektor posisi strategis baik di pemerintah pusat maupun di pemerintahan daerah, ada oknum-oknum yang sangat menen-tukan di dalam penyelenggara negara di republik ini yang jumlahnya cukup banyak melakukan pe-nyimpangan terhadap keuangan negara,” ujarnya.

Parahnya lagi lanjut Dimyati, penyimpangan atau praktek-praktek jahat tersebut dianggap wajar dan lumrah. “Akibat ulah oknum-oknum pe-

Revisi UU 17/2003 Wujudkan Good and Clean Governance

Pengelolaan keuangan negara dianggap penuh rekayasa destruktif yang massif, terstruktur dan sistematis dalam pengadaan barang dan jasa, baik jasa konsultan, jasa konstruksi maupun pengadaan barangnya itu sendiri. Pemerintah dianggap seakan-akan membiarkan metode dan cara kolusif, koruptif, maupun nepotisme yang dilakukan oleh oknum-oknum penyelenggara negara yang bekerjasama dengan pengusaha hitam untuk melakukan perampokan terhadap uang negara.

Foto: wy.

Page 47: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

47EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

nyelenggara negara dan kerabatnya serta pengu-saha hitam, Indonesia diambang kehancuran dari tahun ke tahun bukan semakin bersih dan maju tapi sebaliknya menuju kehancuran,” katanya.

Ia mencontohkan soal kasus banjir yang baru-baru ini terjadi. Menurut dia, banjir sepertinya dianggap hal sepele oleh para penyelenggara negara bahkan dianggap merupakan hak penda-patan baru bagi oknum-oknum tertentu untuk merencanakan, menganggarkan, melaksanakan program penanganan banjir tersebut yang diambil dari keuangan negara.

Masalahnya, kata Dimyati, uang rakyat yang su-dah dianggarkan itu justru tidak mampu menye-lesaikan persoalan banjir. “Yang jadi pertanyaan kemana uang atau anggaran pembangunan yang sudah trilyunan rupiah dihabiskan untuk program-program tersebut,” ujarnya.

Dimyati menjelaskan pengelolaan keuangan negara diatur dalam UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pen-gelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara yang selanjutnya diiringi dengan lahirnya UU No-mor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuan-gan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan undang-undang turunannya.

Di dalam undang-undang tersebut, pengelolaan

keuangan negara meliputi proses perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan, pengawasan, pertanggungjawaban dan pemeriksaan. “Jika dalam pengelolaan ada penyimpangan, maka proses selanjutnya adalah penegakan hukum baik perdata maupun pidana,” katanya.

Ia mengatakan saat ini Badan Legislasi (Baleg) DPR sedang melakukan perubahan terhadap UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Baleg DPR pun berharap perubahan yang dibahasnya kali ini hasilnya bisa berkualitas dan maksimal.

Dalam sebuah kesempatan, Dimyati menga-takan, pembahasan RUU ini perlu kehati-hatian mengingat UU ini sangat urgen dan penting serta mengingat problematika dari UU ini sebelumnya dianggap tidak sistemik dan tidak berkualitas, sehingga orang mudah melakukan pelanggaran-pelanggaran serta mudah melakukan KKN.

Sementara itu anggota Baleg DPR dari Fraksi PKS, Abdul Hakim mengatakan DPR mengingin-kan RUU tentang Perubahan UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dapat mewujud-kan sebuah sistem penyelenggaraan keuangan negara yang efektif, efisien sesuai dengan prinsip good governance untuk sebesar-besarnya kemak-muran rakyat.

“RUU ini diharapkan mampu memberikan jamin an kepada keuangan negara terkait dengan pendapatan negara yang diperoleh dalam sebuah perlindungan regulasi yang se-aman mungkin tidak bisa dikorup.” kata Abdul Hakim di Gedung DPR, Jakarta, Senin (14/1).

Dalam pembahasan perubahan atas UU Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara ini, Ba-leg DPR mengundang Pusat Pelaporan dan Anali-sis Transaksi Keuangan (PPATK). Di dalam rapat tersebut, Baleg DPR meminta masukan mengenai aturan terkait pencucian uang. PPATK juga di-minta membantu memperkuat keuangan negara.

“Kita harapkan peran PPATK dalam memperkuat sistem keuangan, kita harapkan ada masukan dalam perubahan UU ini,” ujar Ketua Baleg DPR, Ignatius Mulyono, dalam rapat beberapa waktu lalu.

Dalam paparannya, Kepala PPATK Muhammad Yusuf menyatakan bahwa perlu adanya pembi-

Page 48: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

48 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

naan keuangan negara oleh Menteri Keuangan/Menteri Dalam Negeri. “Serta perlu adanya pe-meriksaan secara berkala terhadap pengelolaan keuangan negara tersebut,” katanya.

Hal itu sebagai masukan atas pasal 10. Semen-tara untuk pasal 17 dan 25, PPATK mendorong adanya identifikasi dan verifikasi terhadap sumber pembiayaan, khususnya yang berasal dari kredi-tor swasta. “Hal tersebut bertujuan agar sumber pembiayaan tersebut dipastikan berasal dari harta kekayaan/dana yang sah/legal,” tambahnya.

Identifikasi dan verifikasi terhadap asal­usul sumber pembiayaan tersebut dapat dimintakan informasinya kepada PPATK. Kemudian perlu juga diterapkan prinsip kehati-hatian dengan pendekatan tidak hanya berdasarkan pada aspek keuntungan.

Dalam memberikan pinjaman dan/atau melaku-kan penyertaan modal tersebut perlu diperhatikan upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang oleh pelaku kejahatan karena telah pinjaman dan/atau penyertaan modal dari pemerintah. Diusul-kan perlu adanya koordinasi dengan PPATK.

Dalam rapat ini, sebagian anggota Baleg juga bertanya tentang cara kerja PPATK yang berhasil mengungkapkan sejumlah pejabat yang transak-sinya dinilai mencurigakan. Namun PPATK tidak bisa menjawabnya karena menyangkut rahasia yang dilindungi oleh undang-undang.

Menurut Yusuf, prinsip dalam pengelolaan keuangan negara harus akuntabel berorientasi pada hasil, profesionalitas, proporsionalitas, ke-terbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, dan pemeriksaan keuangan oleh Badan Pemeriksa yang bebas dan mandiri.

Sementara itu Anggota Komisi XI DPR Arif Budi-manta mengatakan revisi Undang Undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara perlu di-lakukan. Tujuannya, agar perencanaan yang telah disusun oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dapat terimplementasikan secara maksimal.

“Intinya begini, Bappenas fungsinya itu ‘make a dreams come true’, Bappenas susun ‘road map’

pembangunan dan menunjukkan arahnya. Nah, kalau kita lihat UU 17/2003 itu fungsi perenca-naan secara kelembagaan Bappenas memang sangat minim. UU 17/2003 itu fungsinya lebih pada akuntasi keuangan negara, bukan bicara pada kegiatan implementasi pembangunan dari rencana yang telah disusun,” kata politisi PDIP itu di Jakarta, Selasa (11/12).

Ditambahkan, revisi UU 17/2003 diperlukan untuk penguatan sistem perencanaan, implemen-tasi dan pengawasan pembangunan. Dia mema-parkan, UU 17/2003 lebih mengedepankan fungsi akuntansi dan hampir meniadakan tujuan akhir dari implementasi pembangunan. Di sisi lain, ada UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pem-bangunan Nasional yang mengamanatkan peren-canaan saja tanpa cerita mengenai mekanisme penganggaran dan pengawasan implementasi pembangunan.

“Menurut saya mekanisme kedua UU harus diselaraskan dengan merevisi UU 17/2003 agar implementasi dari perencanaan dapat terkontrol. Kadang terjadi perbedaan antara RKP (Rencana Kerja Pemerintah) dan tujuan akhir, kadang secara tiba-tiba muncul istilah multiyears yang tidak pernah direncanakan dan dianggarkan,” ujarnya menjelaskan.

Oleh karena itu, lanjutnya, sistem perencanaan harus diperkuat agar dapat pula mengawasi proses realisasi dari RKP. Dengan demikian, apa yang sudah tersusun dalam perencanaan dapat terimplementasikan secara maksimal dan tidak terjadi lagi penyelewengan perencanaan, teru-tama dalam proyek-proyek pembangunan.

Arif mengakui, revisi UU 17/2003 sebenarnya telah dimasukkan dalam Program Legislasi Na-sional (Proglegnas) 2012, namun hal ini belum bisa dilakukan karena banyaknya undang-undang lain yang harus disahkan.

“Kita sudah masukkan itu ke Prolegnas 2012 tapi itu tidak selesai, saya sarankan pemerintah khususnya Bappenas untuk melakukan inisiatif penyiapan RUU 17/2003, ini harus inisiatif dari pemerintah bisa cepat pembahasannya,” katanya. (nt)

LEGISLASI

Page 49: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

49EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

KIAT SEHAT

Pada dasarnya ada empat masalah umum yang muncul saat naik pesawat terbang, Jet Lag, Dehidrasi, Nyeri Kuping, dan Pembekuan Darah. Agar Anda tetap merasa nyaman, di bawah ini kami paparkan cara mengatasi masalah tersebut sehingga Anda tetap nyaman dan fit selama penerbangan.

Jet Lag

Kondisi ini dipicu oleh perjalanan panjang yang melintasi zona waktu, yang biasanya dapat menimbulkan rasa takut hingga sakit kepala.

Sebelum terbang, Anda harus memilah tujuan penerbangan. Jika perjalanan Anda menuju timur, pilihlah penerbangan pagi hari. Sebaliknya, jika menuju ke Barat, pilihlah penerbangan pada malam hari. Konsumsilah makanan yang mengandung protein tinggi. Anda dianjurkan juga mengatur jam tangan sesuai dengan tempat tujuan.

Setelah penerbangan sebaiknya Anda menyediakan waktu untuk beristirahat saat sampai di tujuan atau tempat penginapan. Hal itu untuk menghindari sakit kepala dan mual setelah

Nyaman Traveling Lewat UdaraTingginya mobilitas karena jam kerja padat dan jadwal kunjungan mendesak,

membuat orang menjatuhkan pilihan pada transportasi udara. Alasan utama tentu saja waktu tempuh yang lebih cepat, disamping kenyamanan tentunya. Namun, tak sedikit yang merasa pusing dan mual saat pesawat lepas landas atau mendarat. Tak sedikit pula yang merasa takut naik pesawat terbang, terutama pesawat kecil atau propeller.

Page 50: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

50 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

penerbangan. Jangan lupa untuk mengisi perut. Jangan sampai perut Anda kosong saat bepergian.

Dehidrasi

Kurang mengonsumsi air putih dan rendahnya tingkat kelembaban udara di pesawat dapat memicu dehidrasi. Ada baiknya Anda menyiapkan sebotol air putih begitu melewati pemeriksaan. Meskipun penerbangan hanya memakan waktu singkat usahakan untuk mengonsumsi air putih yang cukup. Jangan sampai tubuh Anda mengalami dehidrasi karena akan berefek buruk pada tubuh. Selama di pesawat jangan mengonsumsi alkohol dan minuman yang mengandung kafein, karena akan mempercepat dehidrasi. Meminum air putih setiap satu jam dapat mencegah dehidrasi. Begitu tiba di tujuan, Anda tetap dianjurkan minum air putih untuk memenuhi kebutuhan tubuh Anda.

Nyeri Kuping

Ini hal yang umum terjadi. Pemicunya adalah tekanan udara saat pesawat lepas landas ataupun hendak mendarat. Tekanan udara yang terjadi pada saat itu membuat telinga bagian tengah mengalami tekanan. Sebelum terbang persiapkan permen atau konsumsi obat pereda sakit 30-60 menit sebelum pesawat lepas landas. Penggunaan obat sebaiknya hanya bagi yang merasakan sakit berlebihan. Ketika lepas landas sebaiknya mengunyah permen atau permen karet. Anda juga bisa mencoba menggerakkan mulut seperti menguap. Jika Anda membawa bayi, beri dia susu botol.

Pembekuan Darah (Deep Vein Thrombosis)

Kondisi ini dipicu duduk dalam waktu lama di dalam pesawat sehingga membuat peredaran darah tidak lancar. Darah akan terhambat dan dapat membeku. Jika Anda memiliki kecenderungan pembekuan darah sebaiknya berkosultasi dengan dokter sebelum melakukan penerbangan. Di dalam penerbangan, untuk menghindari terjadinya pembekuan darah, sebaiknya Anda berjalan di jalur antara tempat duduk. Atau cobalah untuk membentangkan kaki, lalu regangkan engkel, dan gerakkan hingga jari-jari kaki. Tarik jari-jari kaki ke bawah, lalu lemaskan. Lakukan hingga lima kali. Begitu sampai di tujuan, berjalanlah agar peredaran darah lancar. Jika Anda mengalami rasa nyeri pada kaki dan napas yang pendek sebaiknya segera periksa ke dokter. Boleh jadi hal tersebut itu gejala pembekuan darah. (sumber merpati.com)

Page 51: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

51EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

PROFIL

Aktif Dorong Partisipasi Politik Perempuan

ida FaUziaH

Reformasi 1998, mungkin tidak asing bagi warga masyarakat Indonesia. Kala itu, krisis finansial Asia menyebabkan ekonomi Indonesia melemah, ditambah semakin besarnya ketidakpuasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan Presiden Soeharto, menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organisasi masyarakat maupun mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia.

Foto: iw.

Page 52: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

52 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

Soeharto akhirnya mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden, dan era demokrasi pun dimulai. Salah satu hal inilah yang menarik Ida Fauziah untuk memulai karier politiknya. Selain pengaruh ayahnya yang aktivis partai politik dan anggota DPRD Mojokerto, Ida sudah memiliki ketertarikan dalam aktivitas sosial dan organisasi di masa sekolahnya, yang menunjang dirinya untuk terjun ke dunia politik.

“Pada era reformasi 1998 keran demokrasi pun dibuka, sehingga kesempatan masyarakat untuk memilih partai yang dekat dengan hati nurani dan visinya semakin terbuka, karena tidak hanya 3 partai saja. Pada tahun ini (1998), banyak partai bermunculan, termasuk Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Saya memilih PKB karena sesuai dengan visi saya, dan partai ini lahir dari Nahdlatul Ulama (NU),” jelas lulusan MAN Tambak Beras, Jombang ini.

Keinginan untuk memasuki dunia politik sudah muncul ketika Ida menjalani jenjang pendidikannya. Ketika menjalani Sekolah

Menengah Pertama (SMP), SMA sampai tingkat perguruan tinggi, Ida bergabung dengan berbagai organisasi. Dari berbagai organisasi itu, Ida mendapatkan banyak pengalaman.

Setelah cukup mantap untuk memasuki dunia politik, Ida pun mencalonkan diri untuk menjadi anggota DPR RI dari Dapil Jawa Timur VII, Partai Kebangkitan Bangsa. Berkat kegigihan dan kontribusinya, Ida terpilih menjadi wakil rakyat sampai tiga periode (1999-sekarang).

“Saya pikir banyak cara untuk mengabdikan diri kepada bangsa dan negara, dengan berbagai kontribusi yang sesuai dengan minatnya masing-masing. Saya menilai partai politik bisa menjadi salah satu pintu untuk mengabdikan diri kepada bangsa dan negara. Mengawali dari partai politik, kemudian jika bisa bergabung dengan DPR maka kita punya peran yang tidak sedikit untuk membangun bangsa ini. DPR memiliki fungsi budgeting, legislatif, pengawasan, fungsi yang akan membangun check and balance antar lembaga dan antar eksekutif, legislatif dan

PROFIL

Foto: wy.

Page 53: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

53EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

yudikatif,” jelas Ibu dari Syibly Adam Firmanda dan Adil Haq Firmanda.

Menjadi wakil rakyat setelah reformasi tahun 1998, menjadi kejutan tersendiri bagi Ida. Di tahun pertamanya (1999), dia terlibat bersama anggota MPR memutuskan untuk melakukan amandemen UUD 1945. Baginya, amanat reformasi ini merupakan misi mulia mewujudkan tuntutan dari masyarakat Indonesia akan adanya perubahan. Dari hasil sidang ini, dimulailah reformasi politik yang mendorong partisipasi politik dari masyarakat.

“Kita masih ingat bagaimana suasana pemilu pertama di tahun 1999 setelah reformasi. Partisipasi masyarakat sangat luar biasa. Sebelum kepemimpinan Soeharto jatuh, masyarakat merasa tidak nyaman dalam mengapresiasikan sikap politiknya. Sampai saat ini, kita sudah menjalankan 3 kali pemilu di era reformasi. Kewajiban kita adalah menjaga harapan masyarakat itu agar reformasi memang memberi dampak bagi masyarakat dalam pembangunan,” jelas wanita berjilbab ini dengan menambahkan, keterbukaan masyarakat memperoleh informasi dan akses manfaat dari pembangunan itu juga harus dijawab oleh partai politik dan masyarakat harus bisa merasakan manfaat dari reformasi itu sendiri.

Walaupun pemilu sudah 3 kali dilaksanakan di era reformasi, tak urung tetap ada kelompok masyarakat tertentu ada yang merasa mendapatkan keuntungan atau manfaat yang lebih pada masa orde baru. Tapi tentu saja diperlukan data dan fakta misalnya, apakah kemudian tingkat kesejahteraan lebih tinggi, angka kemiskinan apakah menurun dibanding dengan era dulu. Data bisa diambil dari data yang dapat dipercaya dan memiliki kredibilitas, kemudian dibandingkan dengan realitas yang terjadi di masyarakat.

Proses demokrasi yang terus berjalan sampai saat ini masih tetap menimbulkan polemik di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat menilai bahwa demokrasi hanya untuk keperluan politik saja. Namun, hal inilah yang seharusnya menjadi tugas wakil rakyat untuk meyakinkan masyarakat untuk meluruskan paradigma itu. Demokrasi merupakan alat untuk kesejahteraan masyarakat. Selain itu, efek dari reformasi ini adalah desentralisasi pembangunan, sehingga pembangunan lebih merata ke seluruh Indonesia.

Dengan adanya demokrasi ini, rakyat di daerah pun dapat menentukan pilihannya sendiri, sehingga bisa saja setiap harinya di Indonesia terdapat pilkada. Perjalanan pilkada mengalami kedewasaan yang cukup signifikan. Bahkan,

Foto: iw.

Page 54: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

54 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

pilkada ini juga bisa menjadi ikon wisata untuk Indonesia. Kita dapat memperlihatkan bahwa pesta demokrasi Indonesia dapat berjalan dengan aman.

Saat ini Ida menjabat sebagai Ketua Komisi VIII, yang konsentrasi utamanya bidang pemberdayaan perempuan, agama dan sosial. Ida sangat mengkritisi tentang partisipasi perempuan di dunia politik. Konsentrasi Ida di komisi ini hampir sama dengan tugas Ida di komisi sebelumnya, yaitu bagaimana membangun gender mainstreaming. Termasuk penyusunan UU keadilan dan kesetaraan gender, sehingga diharapkan tidak ada lagi ketidakadilan gender.

“Sebenarnya dalam bahasa Undang-undang Partai Politik tidak ada kuota 30% untuk partisipasi politik, namun di UU No. 31 tentang keterwakilan perempuan, kemudian mengikutsertakan perempuan dalam rekruitmen caleg, itu diperkenalkan dalam UU Parpol No. 23. Saya terlibat dalam proses penyusunan paket Undang-undang partai politik dan mendorong partisipasi politik perempuan baik dalam partai politik melalui keikutsertaan dalam pemilu,” jelas Ida.

Sebagai bentuk dukungan terhadap kaum perempuan, Ida ikut mengawal dan berkoalisi dengan teman-teman di luar parlemen, terutama aktivis perempuan. Perjuangan Ida agar perempuan dapat menjadi wakil rakyat belumlah selesai. Jumlah perempuan di parlemen semakin bertambah dari 9% kemudian 12% dan sampai saat ini 18%. Kita berharap sekurang-kurangnya 30% itu bisa terpenuhi untuk di pemilu 2014 ini. Ida berharap partai politik dapat menyadari bahwa kehadiran perempuan dibutuhkan untuk menyeimbangkan proses pengambilan kebijakan. Tiga puluh persen perempuan di parlemen dirasa cukup untuk mewakili kepentingan perempuan.

Komisi ”Akhirat”

Mungkin kata akhirat terdengar agak seram, namun tak dipungkiri inilah yang terjadi di Komisi VIII. Komisi yang menangani urusan agama dan sosial ini bisa dianggap yang paling berhubungan dengan akhirat.

“Saya enjoy juga di komisi ini karena menangani isu-isu tentang kemiskinan, termasuk

yang dekat dengan kepentingan masyarakat lainnya, pelayanan ibadah haji. Indonesia kan sudah melayani haji sudah berpuluh-puluh tahun lamanya dan sebenarnya kita juga bisa mengetahui persoalan-persoalan yang timbul dan yang akan timbul. Saya mengapresiasi Kementrian Agama yang meminta Komisi VIII untuk mencari formula yang terbaik dalam memberikan pelayanan kepada jemaah haji,” puji Ida.

Pelayanan terbaik menjadi hal yang penting karena Indonesia memiliki jemaah haji yang jumlahnya lebih banyak dibanding dengan negara-negara lain. Animo berhaji masyarakat yang besar, menjadikan jumlah jemaah haji semakin besar dari tahun ke tahun. Maka dari itu diperlukan upaya terobosan untuk memberikan layanan lebih baik lagi. Perbaikan layanan juga dilakukan pada UU Haji yang sedang mengalami proses revisi.

Dalam RUU Haji itu, parlemen tidak menginginkan adanya swastanisasi pelayanan haji. Haji harus tetap dikelola oleh negara, dan nantinya ditentukan bentuk badan seperti apa yang bisa memberikan layanan yang lebih baik lagi, tanpa melanggar ketentuan yang ada.

“Saya kira negara memiliki kewajiban untuk mem beri kan pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya. Jika pelayanan haji ini kemudian di swastanisasi, dikhawatirkan akan menjadi komersial, sehingga nanti akan berorientasi ke keuntungan saja. Pelayanan haji itu bukan hanya masalah ekonomi, tapi hal paling pokok adalah pelayanan kepada masyarakat. Jaminan untuk menjalankan agama dan keyakinan kan sudah diatur dalam UUD kita, itulah yang menjadi dasar bahwa negara menjamin pelayanan itu,” jelas perempuan yang pernah menjadi guru ini.

Lalu, inovasi apa yang akan dilakukan oleh DPR dan instansi terkait? “Yang sedang kita rekomendasikan adalah membangun suatu kawasan khusus bagi jamaah haji Indonesia, apakah itu berbentuk kampung haji Indonesia atau apapun namanya, direncanakan di kawasan itu akan terdapat pelayanan jemaah haji dalam satu area. Inovasi ini juga disambut oleh Menteri Agama,” ujar Ida. Dengan jumlah jemaah haji yang sangat banyak, tak dipungkiri turut mempengaruhi sektor lainnya, misalnya

PROFIL

Page 55: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

55EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

sektor ekonomi. Dengan asumsi jemaah haji Indonesia yang memiliki kawasan tersendiri, sehingga dibutuhkan pasar atau penyedia barang dan jasa untuk kebutuhan jemaah haji. Lalu, siapa yang yang jadi pelayan atau penjual di pasar ini? Tenaga kerjanya bisa diambil dari Indonesia, ditunjang penyetok barang dan jasa itu pengusaha-pengusaha Indonesia, sehingga manfaatnya pun akan kembali ke Indonesia.

Keuntungan dari penyatuan kawasan haji ini diantaranya untuk mempermudah koordinasi, mempermudah pelayanan, termasuk dampak ekonomi yang dapat dimanfaatkan dari dan oleh untuk bangsa Indonesia sendiri.

Pengalaman Ida di Komisi II yang menangani Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, membuat Ida tergelitik untuk berkomentar soal pemekaran daerah. Ida menilai konsep pemekaran daerah perlu dipertimbangkan, misalnya memang dibutuhkan dalam masyarakat kendali yang cukup jauh terlalu luas sehingga persebaran pembangunan itu tidak terlalu merata dan lebih lambat.

“Kita bisa bayangkan 1 kecamatan di luar Jawa itu rentang kendalinya sama dengan 1 kabupaten atau 1 provinsi. Dengan tingkat kesulitan geografis yang tinggi, bisa mengakibatkan pembangunan yang menjadi lambat. Yah.. tentu dengan persyaratan dan ketentuan yang tidak boleh dipersulit, tapi juga tidak boleh dipermudah, dan tetap harus dipertimbangkan masak-masak. Indonesia kan luas. Saat ini, Indonesia memiliki 34 provinsi, dengan provinsi baru Kalimantan Utara, dan 497 kota dan kabupaten,” jelas istri dari Taufiq R. Abdullah ini.

Keluarga dan Harapan

Kehidupan Ida saat ini tak lepas dari peran keluarga yang sangat mendukung aktifitas berpolitiknya. Namun,

sesibuk-sibuknya Ida, ia juga harus berperan sebagai ibu bagi keluarganya.

“Saya berusaha untuk menjadi sosok ibu yang terbaik, mungkin saya belum menjadi ibu yang sempurna, tetapi pada momen-momen yang dibutuhkan, saya berusaha untuk hadir untuk anak saya. Saya tidak bisa mendampingi tiap hari ke sekolah, tapi jika memungkinkan saya berangkat bersama anak. Dan jika memungkinkan, malam hari setelah beraktifitas saya di rumah mendampingi anak­anak, menemani dia, menceritakan aktivitas dia, mendongeng, membacakan buku cerita atau apa saja yang dibutuhkan anak-anak saya,” urai Ida.

Dukungan sang suami yang juga aktivis, tak kalah penting untuk karier Ida. Suami pun tak keberatan dengan jalan yang dipilih Ida. Ia dan suami sudah memiliki komitmen dari awal agar lebih mudah bagi mereka untuk mengkomunikasikan kembali hal-hal yang dirasa mengganggu pada suatu saat nanti.

“Saya berharap DPR dapat menjalankan fungsi check and balance dengan baik dan memperkuat DPR sebagai fungsi legislatif. Harus dibuat desain bagaimana legislasi itu lebih menonjol dan lebih kuat. Titik beratnya memang di fungsi legislasi,” tutup Ida.(sf,mp,ry).

Ida Fauziah menyampaikan bantuan saat kunjungan kerja. Foto: hr.

Page 56: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

56 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

KUNJUNGAN KERJA

Ada pemandangan menarik ketika Tim Kunker Komisi V akan melanjutkan kunjungan ke lokasi yang telah ditetapkan di Provinsi DKI Jakarta, akhir Masa Persidangan II, Tahun Sidang 2012-2013, pertengahan Desember lalu. Bis telah disiapkan, sopir telah sedia di belakang kemudi, penumpang rombongan tim kunker-pun telah siap berangkat, termasuk rombongan wartawan. Tujuan juga sudah jelas, meninjau Kawasan Rumah Susun Marunda, di Jakarta Utara. Tapi kok belum jalan?

Hiphi Hidupati, dari Sekretariat Komisi V yang selalu repot mengatur jadwal kunjungan kali ini juga diam, sambil matanya terus memantau dua pimpinan yang sepertinya sedang berunding. “Kita tunggu saja ada arahan dari pimpinan,” ungkapnya sambil melirik ke dalam bis. Pasalnya di dalam bis juga sebagian Tim Kunker mulai menunjukkan gelagat tidak sabar. Ada apa ini kok belum berangkat?

Beberapa menit kemudian aba-aba itu akhirnya datang. “Kita meninjau ATC Bandara Soeta,” kata Ketua Komisi V Yasti Soepredjo Mokoagow memberi perintah. Kontan saja Hiphi dan tim sekretariat kelabakan. Perintah ini di luar jadwal yang telah ditetapkan. Setengah berlari, ia cepat melakukan koordinasi dengan bagian transportasi dan petugas voorijder dari kepolisian. “Wah ini benar-benar sidak,” katanya sambil berlalu.

Kunjungan ke Rusun Marunda diputuskan batal, karena hasil monitoring komisi terbaru, masalah aturan hibah yang membelit pemerintah pusat

dalam hal ini Kemenkeu dengan Pemprov DKI sudah berhasil diselesaikan. Komisi V dalam hal ini tinggal menunggu langkah selanjutnya dari pemprov.

Dalam penjelasannya kepada wartawan Wakil Ketua Komisi V Muhidin Mohamad Said mengatakan inspeksi mendadak ke Air Traffic Control (ATC) Bandara Soekarno Hatta untuk mengetahui lebih jauh tentang insiden tidak berfungsinya sistem radar pemandu penerbangan beberapa waktu lalu. Sebagai bandara internasional kejadian tersebut patut disikapi serius karena dapat berdampak negatif bagi citra Indonesia di mata dunia.

“Komisi V serius mencermati kasus ini karena menyangkut keselamatan penumpang kemudian menyangkut image Indonesia di mata dunia, bagaimana menjamin keselamatan penerbangan. Apabila lalai bukan tidak mungkin kita dapat sanksi atau penerbangan asing ragu mendarat di sini,” tegasnya.

Sidak itu memang mengejutkan manajemen ATC Bandara Soeta. Christina karyawan yang bertugas di bagian resepsionis terbata-bata menyambut kedatangan Tim Kunker Komisi V. “Pimpinan sedang tidak di tempat, ada deputi tapi sedang di toilet,” jawabnya. Setelah ditunggu beberapa menit akhirnya tuan rumah datang Deputi Senior General Manager PT AP 2, Prijono Widjojo.

Dalam penjelasannya ia mengatakan mogoknya radar ATC Bandara Soeta selama 1 jam karena tidak berfungsinya Uninterrupted Power Supply (UPS) pendukung karena komponen kapasitor sebagai penghubung dari UPS utama pecah. Kondisi ini membuat pihak ATC terpaksa mengatur lalu lintas penerbangan secara manual yang hanya mampu melayani 1 pesawat setiap 5 menit. Jauh berbeda dengan dukungan radar yang bisa 1 pesawat/menit.

Sementara itu Budi Hendro Setiyono, Pelaksana Tugas General Manager ATS (Air Traffic Services) PT AP 2 menyatakan untuk menjaga agar hal

Komisi V ke ATC Bandara Soeta, Ini Baru Sidak

Page 57: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

57EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

yang sama tidak terulang dalam waktu dekat segera dipasang UPS cadangan yang diperkuat pula dengan genset. Disamping itu menjelang kedatangan UPS berkekuatan dua kali lebih besar dari Jerman, kantor perwakilan produsen di Singapura akan meminjamkan cadangan lain sampai barang yang dipesan terpasang.

Dalam pertemuan tersebut anggota Komisi V dari Fraksi PDIP Sadarestuwati mempertanyakan keterlambatan pemasangan UPS produksi Jerman yang diperkirakan baru terealisasi Januari 2013 yang akan datang. “Kalau prosesnya sudah dimulai sejak bulan Maret 2012 menurut aturan perundang-undangan paling lambat bulan Desember seharusnya sudah terpasang. Apabila kontrak tahun ini barang datang tahun depan, ini janggal,” tanyanya.

Untuk memeriksa dugaan penyimpangan dalam proses pengadaan ia berharap Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dapat melakukan audit. DPR menurutnya akan terus menjalankan fungsi pengawasan untuk dapat mendukung terwujudnya layanan publik yang lebih baik di bandara. Usai pertemuan Tim Kunker Komisi V meninjau secara langsung ruang UPS. Peninjauan ini tertutup bagi para wartawan.

Indonesia Belum Memiliki Pelabuhan Internasional

Sebelumnya dalam kunjungan ke Pelabuhan Tanjung Priok, Tim Kunker juga menyampaikan keprihatinan ternyata Indonesia belum memiliki pelabuhan internasional. 2/3 wilayah Indonesia adalah lautan. Namun ironinya sampai saat ini negara bahari ini belum memiliki pelabuhan internasional, jauh tertinggal dari negara Asean lain seperti Singapura, Malaysia bahkan Vietnam. Untuk meningkatkan daya saing Indonesia dalam konteks global kondisi ini perlu mendapat perhatian serius.

“Tanjung Priok ini adalah pelabuhan andalan Indonesia, tetapi statusnya belum internasional. Ada rencana pengembangan tetapi kalau sulit mencapai standar internasional, jelas ini tidak memberi kontrubusi untuk daya saing Indonesia dalam konteks global,” kata Sudewo, anggota Tim Kunker Komisi V DPR RI.

Ia menyambut upaya pemerintah untuk

mengembangkan kawasan Tanjung Priok ke wilayah Kali Baru. Akan tetapi langkah itu diperkirakan masih terkendala prasyarat lain seperti kedalaman laut minimal, keterbatasan lahan. “Patut dipertimbangkan untuk mengembangkan pelabuhan di kawasan lain di Indonesia untuk mewujudkan pelabuhan internasional,” tandasnya.

Dalam kunjungan kerja yang dipimpin Ketua Komisi V Yasti Soepredjo Mokoagow beberapa permasalahan lain juga menjadi sorotan seperti, sempitnya pintu kanal pelabuhan. Hanya satu kapal yang dapat masuk sehingga mengakibatkan antrian. Sistem online yang dimiliki Bea Cukai pelabuhan juga dinilai belum optimal sehingga pemeriksaan dokumen ekspor impor menjadi lebih lama. Kondisi ini membuat sejumlah kapal transhipment dengan kapasitas besar memilih membongkar kargonya di Malaysia. Baru kemudian dibawa kapal ukuran sedang ke Indonesia.

“Untuk mencapai standar pelabuhan internasional itu kita tidak hanya perjuangkan Tanjung Priok. Kita upayakan di Sumatera ada satu pelabuhan internasional, di Sulawesi ada satu. Khusus untuk Tanjung Priok kita berikan target sampai tahun 2015. Tentu DPR akan beri dukungan anggaran tapi mekanisme seluruhnya ada di pemerintah,” papar Yasti.

Walaupun masih bergelut dengan upaya perbaikan ia memberikan apresiasi kepada Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok. Terminal pelabuhan penumpang yang baru saja dibangun dinilai sudah lebih manusiawi. Aparat

Page 58: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

58 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

Bea Cukai juga telah berhasil menekan angka penyelundupan di pelabuhan.

Kepala Kantor Otoritas Utama Pelabuhan Tanjung Priok, Sahat Simanjuntak menjelaskan sejak tahun 2009 pertumbuhan pelabuhan terbesar di Indonesia ini termasuk pesat mencapai 28 persen/tahun.

Untuk mengejar standar pelabuhan internasional saat ini sedang dikembangkan kawasan Kali Baru seluas 200 hektar ditambah dukungan Cikarang Dry Port seluas 200 hektar. “Kawasan Cikarang yang kita kelola saat ini telah

terhubung dengan jaringan kereta api. Hanya saja minat perusahaan ekspor impor untuk memanfaatkannya masih rendah. Kalau ini bisa optimal kepadatan di pelabuhan bisa dikurangi,” jelasnya.

Ia menyebut salah satu kendala utama Tanjung Priok meraih predikat internasional adalah pelabuhan belum dapat dilewati kapal berkapasitas 10.000 teus. Langkah yang perlu dilakukan adalah menambah kedalaman laut di area pelabuhan sampai 20 meter. Proses penataan saat ini masih berlangsung diantaranya didukung pendanaan dari Jepang. (iky)

Komisi VIII Minta Penanganan Bencana DIY Jadi Contoh Daerah Lain

Selama reses Masa Persidangan II tahun 2012-13, Komisi VIII DPR mengirim empat Tim kunjun-gan kerja ke Propinsi DI Yogyakarta, Propinsi Riau dan Propinsi Sultra serta Maluku Utara.

Tim kunker ke DI Yogyakarta dipimpin Ida Fau-ziah eninjau hasil pelaksanaan program penan-ganan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana Merapi di Kabupaten Sleman. Dari hasil rekon-struksi terdapat delapan puluh persen bangunan yang telah memenuhi standar konstruksi tahan gempa. Dan hanya sebesar dua puluh persen ba-ngunan yang tidak memenuhi standar konstruksi rumah tahan gempa.

Khusus untuk rumah-rumah yang belum me-menuhi standar akan diperbaiki melalui program sektoral atau tata bangunan dan lingkungan. Komisi VIII cukup mengapresiasi hasil kinerja

pemeritah DIY tersebut,bahkan komisi VIII yang diketuai Dra. Hj. Ida Fauziyah, Msi ini menjadikan penanganan bencana yang dilakukan pemerintah DIY ini sebagai percontohan bagi daerah lain yang terkena bencana.

Meski demikian bukan berarti daerah tersebut bebas dari permasalahan sosial. Komisi VIII me-nemukan berbagai faktor penghambat Program-program Pokok Pembangunan Kesos melalui Dana Dekonsentrasi tahun 2011 dan 2012 yang didanai oleh APBN provinsi Daerah Istimewa Yogjakarta itu sehingga berjalan kurang sempurna.

Diantaranya adalah kurangnya pekerja social fungsional, sarana dan prasarana yang masih terbatas, kurangnya dana yang dialokasikan untuk program sehingga mempengaruhi pelayanan, se-ringnya mutasi staff yang pada akhirnya menjadi penghambat dilaksanakannya program-program pokok pembangunan.

Komisi VIII juga menyambangi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga dan Kanwil Kemente-rian Agama Provinsi Daerah Istimewa Yogjakarta. Dalam tinjauannya ini Komisi VIII menilai belum adanya keseimbangan atau proporsionalitas penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan oleh PTAI (perguruan tinggi agama Islam) yang ber-naung dalam Kementerian Agama dengan Pergu-ruan Tinggi di Lingkungan Kemendiknas. Salah satunya masih rendahnya biaya pendidikan di UIN

KUNJUNGAN KERJA

Page 59: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

59EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

Sunan Kalijaga, yaitu sebesar enam ratus ribu per semester.

Kinerja pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak juga menjadi perhatian Komisi VIII. Dari hasil pengawasan ketena-gakerjaan di provinsi DIY tidak terjadi lagi diskriminasi pengupahan antara laki-laki dan perempuan sebagai pelaksanaan dari UU No.13 tahun 2003. Perusahaan di DIY juga telah melaksanakan berbagai keten-tuan diantaranya adalah bagi tenaga kerja perempuan yang dalam masa haid merasa-kan sakit memberitahukan kepada pengu-saha tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua waktu haid.

Pemberian cuti bagi tenaga kerja perem-puan yang melahirkan selama 1,5 bulan sebelum dan 1,5 bulan sesudah melahirkan, bahkan su-dah ada nya kesadaran di pengusaha bahwa bagi peker ja perempuan yang anaknya masih menyusu diberikan kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya, jika hal ini harus dilakukan selama waktu kerja. Bahkan perusahaan di DIY juga memberikan kesempatan cuti bagi tenaga kerja perempuan yang mengalami keguguran kandungan untuk istirahat selama 1,5 bulan atau sesuai keterangan dokter kandungan atau bidan.

Kerukunan Umat Beragama

Saat pertemuan dengan Rektor UIN Sunan Kalijaga, Yogjakarta, Prof. Dr. H. Musa Asy’arie disepakati bahwa pentingnya peran Perguruan Tinggi Islam dalam menyiapkan grand design penanganan masalah kerukunan umat beragama, kekerasan yang mengatasnamakan agama, kesetaraan gender yang dikembangkan melalui pendekatan agama, akademik dan sosial budaya.

Komisi VIII juga melakukan evaluasi pelaksa-naan ibadah haji 1433 H. Masa pelunasan BPIH tahun ini sangat dekat dengan waktu pelaksanaan haji, sehingga menyulitkan untuk proses persiap-an, pembinaan, pengkloteran dan pemantapan jamaah haji. Tenda di Mina yang sangat sempit bahkan banyak jamaah haji yang tidak mendapat tenda menjadi perhatian khusus Komisi VIII ter-hadap kementerian agama.

Banyaknya jamaah yang harus antri catering dan malah kehabisan makanan menggangu kekhusyuk an jamaah dalam beribadah, apalagi saat jamaah haji akan melaksanakan Wukuf. Untuk hal ini Komisi VIII menyarankan untuk mengganti system pendistribusian makanan jamaah haji dari catering menjadi box. Dengan begitu seluruh jamaah haji akan mendapat makanan tanpa harus mengantri. Pada akhirnya para jamaah hajipun dapat menjalankan ibadahnya di tanah suci dengan khusyuk dan insya Allah akan menciptakan haji mabrur. (HR). foto: hr/parle.

KDRT MeningkatTim Kunker Komisi VIII yang dipimpin Jazuli

Juwaeni melakukan pertemuan dengan Gubernur Riau dan jajarannya di Kantor Gubernur Riau, Senin (17/12). Dalam kesempatan ini Komisi VIII menyoroti meningkatnya kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Provinsi Riau. Dalam laporan masyarakat kepada lembaga Pelayanan dan Penanganan Kekerasan Pada Perempuan Dan Anak pada Pusat Pelayanan Terpadu

Anggota Tim Kunker Komisi VIII DPR saat beramah tamah dengan Gubernur Provinsi Riau. (foto : ray)

Page 60: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

60 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

Sementara itu Tim Kunker Komisi VIII ke Sultra yang dipimpin Gondo Radityo Gambiro menyoroti persoalan RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG). Saat pertemuan dengan Pemprov Sultra, di Kendari, Senin (17/12) mengemuka adanya isu di media atau berita-berita bahwa RUU KKG membolehkan pernikahan sesama jenis dan sebagainya.

“Isu seperti ini kami anggap berita yang sangat menyesatkan. Setipis-tipisnya iman saya sepertinya tidak begitu saya memimpin, saya masih normal,” ujarnya.

Gondo mengakui tidak paham dan tidak tahu darimana isu itu muncul. Mungkin ada pihak-pihak tertentu yang mengeluarkan draft RUU KKG yang seolah-olah keluarnya draft RUU tersebut dari Komisi VIII DPR. “Padahal Komisi VIII DPR sama sekali belum pernah membahasnya, kok bisa ada isu seperti itu,” tegasnya.

Menurutnya, keberadaan undang-undang ini memang untuk mengutamakan gender. Gender ini bukan hanya perempuan, gender ini laki-laki juga perempuan juga, tetapi yang seperti kita harapkan adalah untuk keluarga bagaimana menata kesempatan kerja, kesempatan saling menghargai sama seperti membina keluarga.(hr, ray,iw,)

Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di Provinsi Riau, jumlah kasus ini mengalami peningkatan.

Anggota Komisi VIII Soemintarsih Moetoro menjelaskan bahwa Komisi VIII sedang menyusun RUU Kesetaraan Gender yang merupakan amanat UUD 1945. RUU ini, katanya, akan mengatur fungsi pengarusutamaan perempuan dalam potensi membangun negeri, agar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memiliki satu persepsi yang sama.

Selain itu, juga mengatur tanggung jawab masyarakat untuk bisa menjadikan gerakan yang berpola pengarusutamaan gender, demikian pula bagi anak yang harus dipersiapkan sebagai generasi bangsa," jelas anggota dewan yang akrab disapa Bu Min ini.

Selain hal tersebut, menanggapi Gubernur Rusli Zainal yang mengutarakan keresahan masyarakat Riau akan kejahatan penipuan kandungan bahan makanan seperti bakso daging sapi yang bercampur daging babi yang akhir-akhir ini marak terjadi, Tim Kunker menerangkan bahwa Komisi VIII sedang membahas RUU tentang Jaminan Produk Halal. Menurutnya, RUU ini telah dibahas hampir dua periode masa sidang.

Wakil Ketua Komisi VIII Jazuli Juwaini menjelaskan adanya UU ini nantinya menjadi kekuatan hukum, yang dapat menindak tegas bagi pelaku yang melanggar. Dia menambahkan, perlu ditanamkan tanggung jawab moral kepada para pedagang dan pengusaha makanan. "Mengenai tanggung jawab moral. ini penting dimiliki setiap orang. Pedagang masih bisa nakal dengan memberikan sampel yang bagus, benar, tapi begitu mereda dia akan kembali curang.

RUU KKG

KUNJUNGAN KERJA

Page 61: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

61EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

Dalam Reses Masa Persidangan II Tahun Sidang 2012-2013, Komisi X DPR RI berkesempatan melakukan Kunjungan Kerja ke tiga daerah, yaitu Provinsi Nusa Tenggara Barat, Sumatera Barat dan Kalimantan Selatan.

Di Provinsi NTB, Tim Kunker melakukan kunjungannya ke beberapa sekolah, Selasa (18/12). Dalam kunjungan kali ini, Ketua Tim Kunker Utut Adianto mengatakan, bahwa Pemerintah pada Juli 2013 akan menerapkan program kurikulum baru, namun KomisiX DPR menilai bebannya masih terlalu berat.

Menurut Utut, sebetulnya Komisi X DPR hanya ingin menyederhanakan serta menjawab tantangan jaman yang makin ke depan dirasakan makin berat. “Kita tidak mau membebani atau memaksa masyarakat untuk beban yang berat, tetapi jika kita tidak mengikuti perubahan jaman kita akan makin ketinggalan,“ tukasnya.

Untuk itu, Utut menegaskan, yang perlu

diatur sekarang adalah kesiapan kita seperti materi konten, serta teknis-teknis pelaksanaannya termasuk juga kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) nya seperti guru dan para pelaksana pendidik. Inilah yang perlu dibenahi dan dipersiapkan, jangan sampai kurikulum baru diterapkan mereka tidak siap.

Kurikulum baru, lanjut politisi PDI Perjuangan ini memang sesuatu yang serius untuk dipelajari, karena itu Komisi X DPR sudah membentuk Panja Kurikulum. Panja ini kewenangannya hanya memberikan rekomendasi yang dinilai baik bagi kita semua, seperti isi kontennya apa yang diajarkan. Sedangkan rekomendasi

bisa juga mengenai waktu penetapannya tidak mesti bulan Juli 2013.“ Mungkin saja mundur tahunnya, meski pemerintah sudah menetapkan bulan Juli 2013, panja bisa saja tidak seperti itu,” ungkapnya.

Sebelumnya Ketua DPR Marzuki Alie mengata-kan, rencana penggantian kurikulum dari Kuriku-lum Berbasis Kompetensi (KBK) menjadi Kuriku-lum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang akan diberlakukan tahun depan, diharapkan tidak akan membuahkan kebingungan di kalangan guru sebagai pelaksana di lapangan.

Marzuki berharap, gagasan Pemerintah ini harus benar-benar matang dan para guru mampu mengikuti perubahan ini dengan sebaik-baiknya Dia juga berharap agar, pelajar, guru dan sekolah dapat menyesuaikan diri dengan perubahan. Selain itu, implementasi kurikulum baru akan dilakukan hanya kepada sekolah-sekolah di daerah yang sudah siap.

Beban Kurikulum Baru Terlalu Berat

Pariwisata Sumbar Tidak Berkembang Selain NTB, Komisi X DPR RI berkesempatan

m e la ku kan kunjungan kerja ke Provinsi Sumatera Ba rat.

Dalam kunjungan kerja ke Sumbar, Anggota Tim Kunjungan Kerja Dedi Suwandi Gumelar (F-PDIP) menilai Pariwisata di Sumatera Barat (Sumbar) tidak ada perkembangan yang signifikan.

“Dari tahun 1980 saya sudah ke Sumbar, tidak ada perkembangan yang cukup signifikan di bid­ang pariwisata terutama dikotanya,” jelas Dedi saat pertemuan dengan jajaran Pem da Provinsi Sumatera Barat, Barat di Pendopo Gubernur Su-matera Barat, Padang, Senin (17/12)

Dijelaskan Dedi, mengapa Sumbar menjadi

Page 62: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

62 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

Harus Bersinergi

KUNJUNGAN KERJA

tujuan Komisi X DPR RI. Sumbar sebagai kota seja-rah dan kota pendidikan yang sedemikian besar potensi pariwisatanya harus didorong lebih maju.

Namun dirinya tidak melihat investasi di kota Padang. “Mulai dari bandara sampai ke Pendopo Gubernur Sumbar, investasi tidak kelihatan”, kata Dedi.

Padahal menurutnya, orang Sumbar di Jakarta adalah orang-orang maju dan besar semua, na-mun ketika datang ke Sumbar, sangat ironis.

Dedi menyatakan bahwa pariwisata Sumbar be-lum mendorong investasi. Pasalnya destinasi wisa-ta di Sumbar belum dilengkapi dengan fasilitas penginapan. Misalnya saja orang yang berwisata ke Bukit Tinggi dia harus kembali ke Padang, kar-ena tidak bisa bermalam disana. “Bagaimana kita bisa mendongkrak wisata di Sumbar?” tanyanya.

“Industri pariwisata akan sulit menjual dan mempromosikan, apabila fasilitas daerah minim,” imbuh politikus dari F-PDIP.

Dedi memberikan saran kepada Asita Sumbar yang turut hadir dalam pertemuan tersebut. Seba-gai pihak swasta Asita diminta ikut berperan da-

lam perkembangan industri pariwisata di Sumbar.

“Kami mohon dari Asita, karena yang menjalan-kan pariwisata adalah industri. Kementerian Pari-wisata dan Kepala Dinas hanya sebagai fasilitator dan regulator dan 17 instansi yang terlibat dida-lamnya. Motornya adalah industri” terang Dedi.

Dedi meminta kepada Kepala Dinas Pariwisata Sumbar, data kunjungan ke situs-situs di Sumbar dan Kawasan yang belum dikelola baik oleh pe-merintah pusat maupun pemda.

Sependapat dengan Dedi, Itet Tridjajati Sumari-janto (F-PDIP) menyatakan bahwa potensi pari-wisata di Sumbar sangat luar biasa terutama dari segi arsitektur bangunan khas Sumbar yang tidak ada duanya di dunia.

Menurutnya, pemerintah daerah Sumbar bisa mengundang wisatawan dari seluruh dunia untuk mellihat adat istiadat Sumbar dan bentuk khas arsitektur Sumbar.

Itet minta kepada Pemda Sumbar, agar dibuat kebijakan pemda Sumbar bahwa gedung-gedung instansi pemerintah, gedung perkantoran jangan diubah. Karena itu merupakan salah satu aset Sumbar.

“Karena aset kedua adalah pariwisata setelah pertambangan, yang tidak pernah akan habis,” jelas Itet.

Dalam kesempatan tersebut, Itet juga memper-tanyakan besarnya biaya promosi pariwisata Sum-bar. Karena dia pernah ke salah satu tujuan wisata di Sumbar, namun tidak ada brosur atau apapun yang mempromosikan tempat wisata tersebut.

Sementara itu, di Kalimantan Selatan, Tim Kunker Komisi X DPR berjanji akan melakukan sinkronisasi antara program pendidikan yang dikelola Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan pendidikan di bawah Kemen-terian Agama (Kemenag).

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi X DPR Syamsul Bachri kepada wartawan usai melakukan pertemuan dengan Gubernur Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) Rudy Ariffin, Senin (17/12).

Sebelumnya, dalam pertemuan antara Komisi

X DPR dengan Pemprov Kalsel, Gubernur Rudy Ariffin ber harap dilakukannya sinkronisasi atau keterkaitan antara program pendidikan dikelola Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan pendidikan di bawah Kementerian Agama.

“Saya belum bisa menangkap secara utuh mak-sud dari sinkronisasi tersebut, tetapi selayaknya usulan tersebut ditindaklanjuti,” kata Syamsul Bachri.

Menurut politisi dari Partai Golkar itu pendidikan yang dibina oleh Kementerian Pendidikan dan

Page 63: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

63EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

Kebudayaan dan Kementerian Agama selayaknya untuk bisa bersinergi, sehingga pengembangan pendidikan nasional bisa lebih cepat tercapai ses-uai dengan yang diharapkan.

Sebagaimana diketahui, selama ini program pendidikan di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama seakan berjalan sendiri-sendiri, tidak saling terkait. Bah-kan dalam beberapa kali pertemuan, pemerintah provinsi mengeluh tidak bisa memberikan ban-tuan untuk madrasah atau sekolah agama karena terkendala pada peraturan.

Di hadapan anggota Komisi X DPR, Gubernur Rudy Ariffin mengatakan, bahwa program pen-ingkatan pendidikan melalui wajib belajar seakan-akan hanya dilaksanakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

“Selama ini yang melakukan penandatanganan kerja sama untuk pelaksanaan program pendidi-kan seperti wajib belajar sembilan atau 12 tahun hanyalah Kementerian Pendidikan dan Kebu-dayaan,” katanya.

Padahal sekolah-sekolah yang di bawah pem-binaan Kementerian Agama juga cukup banyak dalam membantu peningkatan sumber daya ma-nusia dan pelaksanaan wajib belajar sebagaimana program pemerintah pusat.

Apalagi di Provinsi Kalimantan Selatan yang dikenal sebagai daerah dengan penduduk mus-lim yang cukup tinggi, banyak masyarakat yang memilih menyekolahkan anak-anaknya ke pondok pesantren maupun ke madrasah.

Sayangnya, karena belum ada penandatan-ganan kerja sama dan belum adanya aturan yang mengatur tentang sekolah-sekolah di bawah pembinaan Kementerian Agama dan pemerintah provinsi, sehingga bantuan berupa dana pembi-naan atau pengembangan sekolah dari provinsi juga tidak bisa diberikan secara maksimal seperti halnya sekolah umum.

“Kita berharap ada aturan dan sinkronisasi baik itu program belajar maupun pendanaan, dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama yang dijembatani oleh DPR,” katanya.

Sementara itu, menurut Syamsul Bachri, keda-

tangan anggota Komisi X DPR ke Provinsi Kalsel dalam rangka kunjungan kerja rutin untuk me-nyerap berbagai aspirasi terkait pengembangan pendidikan di Provinsi Kalsel juga untuk mengeta-hui kesiapan daerah untuk menerima perubahan kurikulum yang telah diprogramkan pemerintah pusat.

Menurut Syamsul yang juga Ketua Tim Rom-bongan Komisi X DPR ke Provinsi Kalsel, pihaknya akan melihat dan menyerap aspirasi secara lang-sung ke daerah, apakah perubahan kurikulum tersebut sudah tepat untuk dilakukan perubahan pada tahun ini.

Selain itu, apa kelebihan dan kendalanya, seh-ingga pada saat pembahasan pada Panitia Kerja DPR yang akan dibentuk, mendapatkan bahan-bahan yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan, baik untuk evaluasi maupun pelaksanaannya.

Usai melakukan pertemuan dengan Pemprov Kalsel, Komisi X DPR juga mengunjungi kawasan ekonomi kreatif Martapura.Martapura adalah sen-tra industri batu mulia, pakaian khas Dayak, dan cenderamata khas Borneo.

Komisi X DPR juga melakukan peninjauan ke beberapa sekolah yang rusak ringan dan berat di tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), SD, SMP, SMA dan SMK. Selanjutnya Komisi X DPR akan melakukan peninjauan ke Perpustakaan dan Arsip Daerah Pemprov Kalsel.

Tim kunker Komisi X DPR terdiri Nurul Qomar (Partai Demokrat), Jefirstson R Riwu Kore (Partai Demokrat), Oelfah AS Harmanto (Partai Golkar), Ferdiansyah (Partai Golkar), Selina Gita (Partai Golkar), Asdi Narang (PDIP), Rohmani (PKS) dan Budi Heryadi (Partai Gerindra). (Tim)

Page 64: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

64 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

SOROTAN

Anggota Komisi X DPR Reni Marlinawati menyambut baik pembubaran Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), karena setelah hampir 10 tahun dilaksanakan lebih banyak menimbulkan keresahan masyarakat. Keresahan itu berupa kerisauan masyarakat karena besarnya pungutan yang dilakukan oleh sekolah-sekolah yang berlabel RSBI.

Dalam perbincangannya dengan Parlementaria, anggota Dewan dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini mengungkapkan, RSBI ini menimbulkan kesenjangan dan juga menimbulkankan kastanisasi diantara siswa sekolah.

Akibatnya, sambung Reni, kastanisasi ini tentu dalam kurun waktu yang panjang akan menimbulkan efek yang tidak bagus. Efek tersebut selanjutnya bisa mengakses sekolah RSBI itu hanyalah siswa-siswa yang cerdas saja,

RSBI Pantas Dibubarkan, Karena Meresahkan Masyarakat

Page 65: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

65EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

hanyalah siswa-siswa yang punya uang saja. Sementara anak-anak yang kurang cerdas dan kurang mampu, agak sulit menikmati sekolah RSBI tersebut.

“Tetapi dari semua itu, menurut hemat saya, RSBI itu memang sejak awal sudah keliru,” jelas Reni. Ia menyebutkan, ada tiga kekeliruan dalam RSBI, yang pertama dalam tataran konseptual, konsep tentang RSBI itu kan tidak jelas.

Adanya dua model, yang pertama model sekolah yang benar-benar baru, gedung sekolahnya baru, tanahnya baru, alat-alatnya baru, kurikulumnya baru, itu ternyata tidak terwujud. Faktanya adalah konsep yang baru diterapkan kepada model yang kedua.

Dimana model yang kedua itu sekolah yang sudah mencapai standard nasional plus eks, eksnya itu gedungnya sudah bagus, gurunya sudah memadai dan fasilitasnya sudah lengkap.

Yang kedua, kata Reni, adanya pemahaman bahwa RSBI itu harus serba lengkap alat bela-jarnya, serba canggih teknologi informasi dan komunikasinya, lalu peralatan segala macamnya harus serba luks.

Adanya pemikiran seperti itu, lanjut politisi Partai Persatuan Pembangunan, menjadikan RSBI lebih kepada hal­hal yang sifatnya fisik harus serba komplit. Sehingga harus dibeli barang-barangitu, akibatnya maka mengambil pungutan dari masyarakat atau dari orang tua murid.

Banyak masalah

Lebih jauh, Reni mengatakan, karena salah dalam tataran konsepsi maka di dalam pelaksana-annya sendiri banyak masalah, maka permasala-han yang muncul di dalam pelaksanaan RSBI adanya keharusan untuk menggunakan dua bahasa.

Untuk menggunakan bahasa Inggris di dalam beberapa mata pelajaran semua gurunya juga dituntut harus memiliki toefl 500.

Padahal kata Reni, orang yang memiliki toefl 500 belum tentu bisa berbahasa Inggris. Selain itu, orang yang sudah bisa berbahasa Inggris pun belum tentu bisa mengajar, belum tentu bisa menyampaikan materi pelajaran di sekolah.

Oleh karena itu, pelajaran-pelajaran yang disampaikan melalui bahasa asing oleh guru Indonesia yang notabene hanya bisa menguasai toefl 500, tentu materinya itu tidak tersampaikan dengan baik.

“Jangankan pakai bahasa asing, pakai bahasa Indonesia saja terbukti banyak nilainya yang jeblok,” tegas Reni.

Yang berikut, akibat dari banyaknya permasalahan di dalam tataran pelaksanaan, maka dampak yang ditimbulkan tentu tidak baik, salah satunya adalah adanya kerisauan tadi. Kerisauan akibat besarnya pungutan, menimbulkan kastanisasi, menimbulkan kecemburuan sosial, jadi akhirnya ada kelas-kelas.

“Tiga poin besar itulah yang kemudian saya mengapresiasi ketika Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) ini dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), maka dengan dasar itulah harus ada solusinya,” ungkap dia.

Kemudian solusinya adalah, pemerintah harus terus mendorong sekolah-sekolah yang memang sudah leading. Kemudian pemerintah juga terus mendorong sekolah-sekolah yang masih dibawah standard nasional supaya semua sekolah tersebut bermutu.

Kenapa semua sekolah ini bermutu? Amanat UU Pendidikan Nasional Pasal 50 ayat 3 dimana seluruh masyarakat Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu.

Reni mengemukakan, bahwa kemudian sekarang faktanya RSBI ini yang sekolah memang sudah bagus, unggul terus saja berjalan seperti biasa, tidak perlu dilabelisasi apalagi label tersebut menimbulkan kastanisasi.

Reni Marlinawati mengatakan, tidak setuju jika RSBI dihidupkan kembali. Walau bagaimanapun juga kita tetap akan mendorong bahwa sekolah ini sudah lebih unggul, jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah lain yang bukan RSBI.

“Maka kita tetap mendorong sekolah ini tetap unggul, tapi juga jangan kita melupakan sekolah-sekolah yang belum unggul. Itu juga kita dorong supaya mereka juga unggul,” ujarnya.

Page 66: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

66 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

Jangan berhenti

Adanya daerah yang menolak RSBI dibubarkan, anggota Komisi X DPR Reni Marlinawati mengatakan, boleh-boleh saja kalau mereka menolak, pasalnya, selama ini mungkin RSBI itu jadi ikon buat mereka. Sekolah-sekolah di daerahnya memang memiliki keunggulan tersendiri.

Tetapi menurutnya, dengan dihapuskannya RSBI sekalipun, upaya pemerintah untuk tetap memajukan sekolah tersebut jangan berhenti. Kalau sekarang pemerintah mengalokasikan anggaran untuk sekolah RSBI, jangan berhenti mengalokasikan anggaraan itu.

Lagi pula, lanjut Reni, alokasi anggaran pemerintah daerah itu amanat Undang-Undang. Anggaran pendidikan disebutkan sekurang-kurangnya 20 % dari APBN dan APBD.

Pemerintah mengupayakan pendidikan yang bermutu itu sudah merupakan suatu kewajiban. Sehingga jangan sampai dengan RSBI dihapuskan lalu anggaran yang selama ini menyertainya menjadi hilang. “Itu tidak boleh terjadi,” tegas Reni.

Mengenai masalah anggaran 2013, menurutnya, hal itu harus di-pending terlebih dulu, dan jangan digunakan. Tetapi bagi anggaran-anggaran yang selama ini sudah masuk, dan sudah terlanjur dipungut dari masyarakat itu harus dimusyawarahkan, sarannya.

Reni Marlinawati mengatakan, jika dimungkin -kan dana itu tetap saja dipakai untuk pengem-bangan sekolah tersebut. Biar bagaimanapun juga setiap sekolah yang bermutu, dipastikan anak-anaknya juga akan menikmati sekolah bermutu.

Lebih jauh Reni menyatakan, tetap mendukug pemerintah untuk memprioritaskan sekolah-sekolah unggulan tersebut untuk tetap unggul, tanpa harus dilabelisasi oleh label yang justru akan menimbulkan kastanisasi. Hal itulah yang membuat dia tidak setuju.

Dia mengakui, sejak awal di Komisi X DPR sudah meminta kepada pemerintah agar mempertimbangkan masalah RSBI tersebut, Kementerian Dikbud untuk mengevaluasi, untuk mengkaji tentang pelaksanaan RSBI ini. Tetapi pemerintah tetap tidak menghiraukan.

Dijelaskan, soal alasan Komisi X DPR meminta untuk mengkaji RSBI, karena ketika kelapangan muncul keluhan yang sangat merisaukan masyarakat. Mayoritas keberatan dengan keberadaan RSBI, dan masyarakat lebih banyak yang tidak setuju adanya RSBI.

“Mungkin kalau orangtuanya orang berada dan memiliki banyak uang tidak keberatan. Tapi bagi masyarakat yang ingin anaknya pintar tapi tidak mempunyai banyak uang, tidak bisa menjangkau RSBI.Sementara anak Indonesia mayoritas bisa dikatakan tidak mampu untuk menyekolahkan anaknya di RSBI,” ungkapnya.

Politisi PPP ini mengharapkan, pemerintah agar melakukan penuntasan wajib belajar 9 tahun. Kalaupun sekarang pemerintah menyatakan ini telah tuntas, faktanya kalau berkunjung ke daerah-daerah masih banyak anak-anak sekolah yang bisa menikmati pendidikan sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Selain itu, perlu meningkatkan kualitas guru, serta menyelesaikan sarana dan prasarana pendidikan terutama di daerah-daerah. “Kan sekarang kalau kita lihat antara kota dan desa itu luar biasa kesenjangannya, seperti bumi dan langit,“ jelas Reni Marlinawati menambahkan. (spy).

Page 67: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

67EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

Terjadinya konflik bersenjata antara Palestina dan militer Israel di Gaza serta sengketa yang terus berlarut di antara keduanya, mendorong Komisi I DPR RI melakukan kunjungan spesifik ke Palestina, Mesir dan Yordania. 26 Nopember – 5 Desember 2012.

Kunjungan tersebut dalam rangka pelaksanaan peran parliamentary diplomacy serta peran pengawasan DPR RI terhadap mitra kerja bidang luar negeri. Secara lebih spesifik, memiliki tujuan membangun dan meningkatkan hubungan kerjasama antara Indonesia dengan Negara-negara sahabat melalui Parliament Diplomacy antara Komisi I DPR RI dengan pihak legislatif maupun eksekutif dari pemerintahan atau otoritas

Palestina, Mesir dan Yordania.

Selain itu, penjajakan pembukaan kantor perwakilan Indonesia di Palestina secara formal dan permanen. Di sisi lain, melakukan peran dan fungsi pengawasan Komisi I DPR RI terhadap kantor perwakilan Indonesia di luar negeri (KBRI) baik di Mesir dan Yordania khususnya dalam perlindungan WNI serta dalam peran fasilitator dan mediator bagi perdamaian di Timur Tengah. Selain itu melakukan pemantauan langsung terhadap perkembangan situasi sosial politik Timur Tengah dalam era transformasi negara-negara Arab menuju sistem demokrasi (Arab Spring), khususnya Mesir dan Yordania.

Desak Pemerintah Segera Buka Perwakilan di Tepi Barat dan Gaza

kOMisi i kUnJUngi PaLestina:

LIPUTAN KHUSUS

Ketua Komisi I DPR Mahfud Sidiq memimpin delegasi DPR ke Palestina. Doc Parle.

Page 68: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

68 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

Palestina merupakan tujuan utama dari kunjungan spesifik Komisi I DPR RI ke luar negeri. Tujuannya adalah untuk menjajaki pembukaan perwakilan RI di Palestina, melihat kondisi dinamika sosial politik terkini secara langsung pasca serangan Gaza oleh Israel selama 8 hari, dukungan terhadap perjuangan rakyat Palestina, serta penyampaian bantuan kemanusiaan.

Kunjungan Komisi I DPR RI di Palestina bertepatan dengan momen bersejarah yaitu ditetapkannya status Palestina sebagai non-state member di PBB pada 29 November 2012. Dengan demikian, kunjungan Komisi I DPR RI ke Palestina merupakan kunjungan kehormatan dan resmi yang dilakukan pertama kali oleh masyarakat internasional setelah Palestina memperoleh status barunya di PBB. Komisi I DPR RI juga merupakan institusi asing yang pertama kali secara langsung bertemu dengan Presiden Mahmoud Abbas untuk menyampaikan ucapan selamat.

Status baru Palestina di PBB dihasilkan berdasarkan voting Majelis Umum PBB pada 29 November 2012. Dari 193 negara anggota

PBB, 138 menyetujui Palestina tidak lagi hanya berstatus sebagai “pengamat” melainkan sudah menjadi “negara pengamat non-anggota” atau “non state member”.

Seperti diketahui, Palestina saat ini “terbelah dua” antara Gaza yang dikontrol oleh pejuang HAMAS dan Tepi Barat yang dikontrol oleh pejuang Fatah. Gaza berada pada posisi yang berbatasan dengan Mesir, sementara Tepi Barat berbatasan dengan Yordania. Kunjungan ke Gaza dilakukan setelah Komisi I DPR RI menyelesaikan agendanya di Mesir dan kunjungan ke Ramallah dilakukan setelah usai agenda di Yordania.

Terkait kunjungan spesifik Komisi I DPR RI ke Palestina, Mesir dan Yordania, maka beberapa hal berikut yang menjadi 12 rekomendasi Komisi I DPR RI diantaranya, Komisi I DPR RI memberikan apresiasi terhadap peran dan perjuangan Menteri Luar Negeri dalam mendukung perjuangan Palestina sehingga Palestina mendapatkan status baru di PBB sebagai non state member.

Selain itu, perlunya ditindaklanjuti usulan peningkatan hubungan Indonesia – Mesir mengingat banyaknya pemuda Indonesia saat ini yang belajar di Mesir dan berpotensi menjadi pemimpin bangsa dan negara di masa depan, serta menjajaki kerja sama ekonomi perdagangan yang lebih intensif antar pelaku ekonomi Mesir dan Indonesia.

Terkait dengan persoalan TKI yang menciptakan stigma bagi Indonesia dan menghambat kinerja dan upaya diplomasi, Komisi I DPR RI minta agar Kementerian Luar Negeri mendesak semua instansi terkait untuk menghentikan pengiriman TKI non-profesional ke luar negeri serta memberikan sanksi tegas bagi siapapun dan dari instansi manapun yang memberikan akses bagi TKI non-profesional untuk bekerja di luar negeri;

Buka Kantor Perwakilan

Sehubungan dengan telah ditetapkannya status Palestina di PBB sebagai non-state member yang juga berarti pengakuan terhadap Palestina sebagai negara, Komisi I DPR RI mendesak Pemerintah untuk sesegera mungkin membuka kantor perwakilan di Tepi Barat dan Gaza. Pembukaan kantor perwakilan tersebut selain sebagai dukungan dan pengakuan akan

LIPUTAN KHUSUS

Page 69: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

69EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

eksistensi Palestina, juga merupakan upaya untuk mempercepat rekonsiliasi nasional rakyat Palestina. Melalui kantor perwakilan, Indonesia akan dapat lebih mudah memerankan diri sebagai fasilitator atau mediator.

Sedangkan munculnya kesan adanya ketimpangan dukungan dan program Indonesia terhadap salah satu faksi di Palestina (bantuan materi hanya untuk Gaza sementara program pelatihan hanya untuk Tepi Barat), maka Kementerian Luar Negeri perlu melakukan pemetaan dan kajian ulang serta mengkoordinir penyaluran seluruh program dan bantuan yang mengalir ke Palestina agar lebih berimbang.

Tinjau RS Indonesia

Dalam kunjungan ke Gaza, Komisi I DPR RI melakukan lawatan ke Palestinian Legislative Council/PLC, Perdana Menteri Palestina Ismael Haniya, takziah ke rumah korban penyerangan Israel, Ahmed Ja’bar, serta meninjau lokasi pembangunan rumah sakit Indonesia, Assyifa.

Perjalanan ke Gaza ditempuh melalui jalur darat dari Kairo menembus perbatasan Semenanjung Sinai, sebuah wilayah yang bersejarah karena pernah direbut Israel pada perang 1967 tetapi berhasil kembali direbut Mesir pada perang Yom Kippur 1973.

Delegasi menempuh perjalanan sekitar lima jam untuk tiba di kota El Arish yang berjarak 35 Km dari Rafah, wilayah perbatasan Mesir-Palestina (Gaza). Di El Arish, senyampang menunggu izin lewat dari imigrasi Mesir ke Gaza, delegasi beristirahat semalam dan bertemu dengan para sukarelawan dari beberapa LSM Indonesia.

Memasuki gerbang pintu Gaza, Palestina, delegasi Komisi I DPR RI disambut oleh salah seorang anggota Parlemen Palestina Dr Yousef beserta protokoler parlemen. Sejenak beramah tamah, delegasi kemudian diantar untuk bertemu Parlemen Palestina (PLC) di Gaza.

Dalam perjalanan tersebut, nampak jelas beberapa reruntuhan gedung akibat serangan Israel. Di PLC, delegasi diterima oleh Wakil Parlemen, Ahmed Bahar. Ketua Komisi menyampaikan maksud dan kedatangan kunjungan sebagai bentuk dukungan, simpati dan

empati dari bangsa Indonesia terhadap pejuangan dan penderitaan rakyat Palestina di Gaza.

Ketua Komisi I Mahfud Siddiq menyampaikan bahwa Palestina merupakan bagian dari sejarah dan psikologi sosial masyarakat Indonesia yang tidak bisa dipisahkan. Secara resmi, kunjungan ini juga dimaknai sebagai dukungan politik secara penuh dari Indonesia terhadap Palestina.

Wakil Parlemen Ahmed Bahar menyampaikan ucapan terimakasih atas dukungan warga Indonesia terhadap Palestina baik pada serangan pada tahun 2008 maupun 2012 serta pembangunan rumah sakit Indonesia di Gaza.

Bahar juga menyampaikan kisah bagaimana penderitaan rakyat Palestina dalam menghadapi serangan roket-roket Israel. Namun dibalik penderitaan tersebut, nampak adanya kekuatan dan tekad kuat rakyat Gaza untuk terus melakukan perlawanan terhadap agresi Israel. Kesepakatan gencatan senjata yang dibuat Israel adalah wujud dari ketidakmampuan Israel dalam mengalahkan rakyat Gaza.

Delegasi kemudian menuju ke rumah atau kamp penampungan dimana di dalamnya terdapat kediaman Perdana Menteri Palestina Ismael Haniya. Dalam kesederhaannya, wibawa Ismael Haniya kuat memancar. Dalam sambutannya, Ismael Haniya menyampaikan bahwa kunjungan ini bukan kunjungan pertama dari indonesia, tetapi sangat spesial karena dilakukan setelah gencatan senjata serangan 8 hari Israel.

Ismael Haniya mengatakan kunjungan ini memiliki 3 makna. Pertama menunjukkan bahwa masalah Palestina bukan saja masalah rakyat Palestina, tetapi milik Arab, Islam dan dunia. Kedua, karena itu, kemenangan yang dicapai Palestina di Gaza bukan hanya milik Palestina, tetapi milik semua. Makna terakhir dari kunjungan ini adalah menunjukkan bahwa Palestina tidak sendiri dalam menghadapi blokade Israel.

Dari delegasi Indonesia, selain menyampaikan rasa simpati dan dukungan, juga disampaikan adanya bantuan dari masyarakat Indonesia dalam bentuk obat-obatan, perlengkapan medis dan juga uang. Jumlah total keseluruhan mencapai US$ 1 juta. (as)

Page 70: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

70 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

LIPUTAN KHUSUS

Demikian ditegaskan Ketua BKSAP DPR yang juga Ketua Delegasi DPR pada Sidang PUIC ke-8 yang berlangsung di Khartoum Sudan, pada 17-22 Januari 2013 lalu.

Namun demikian, lanjut Surahman, Indonesia bersama Turki dan Iran meminta agar negara anggota diberi tambahan waktu untuk mempelajari draft Deklarasi Pembentukan Parlemen Islam, mengingat tidak semua negara anggota turut serta dalam pembahasan tingkat pakar.

Disamping itu, ketiga negara menilai masih lemahnya rancangan mekanisme dan modalitas tindak lanjut bagi pelaksanaan rencana pembentukan Parlemen Islam tersebut. Di lain pihak UEA didukung kelompok Afrika menuntut agar suatu keputusan segera diberlakukan mengingat pembahasan telah berlangsung selama 2 tahun.

Pada akhirnya, Komite memutuskan untuk merujuk kembali dokumen tersebut kepada satu pertemuan pakar yang dijadwalkan akan berlangsung di Khartoum dalam satu bulan mendatang untuk menentukan penerimaan deklarasi dimaksud.

Pertemuaan Komite Eksekutif PUIC-ke 29 yang dipimpin Ketua Parlemen Sudan dan dari 10 agenda yang dibahas, isu tindak lanjut dokumen Deklarasi Parlemen Islam telah mendapatkan pembahasan yang cukup mendalam. Mata agenda yang diajukan Uni Emirat Arab (UEA) tersebut akhirnya secara prinsip menyepakati rencana pembentukan Parlemen Islam yang anggotanya merupakan perwakilan dari seluruh negara yang tergabung dalam PUIC.

Ketua BKSAP DPR Surahman Hidayat memimpin delegasi DPR ke Sidang PUIC ke-8 di Khartoum Sudan.

Page 71: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

71EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

Di bagian lain disebutkan bahwa Komite Eksekutif juga merencanakan untuk kembali mengunjungi Jalur Gaza guna menegaskan kembali dukungan terhadap perjuangan Palestina. Kunjungan ke Gaza merupakan inisiatif Indonesia pada saat Keketuaan PUIC dijabat Ketua DPR-RI.

Perlindungan TKW

Delegasi DPR-RI kembali berhasil memasukkan satu draft resolusi terkait perlindungan tenaga kerja, khususnya tenaga kerja wanita (TKW) di negara Islam. Ketua BKSAP DPR Surahman Hidayat kepada Parlementaria mengenai hasil-hasil Konperensi Parliamentary Union of the OIC Member States (Parlemen Negara-negara OKI) yang berlangsung di Sudan menambahkan, secara khusus, resolusi ini meminta seluruh anggota parlemen anggota PUIC agar bersama pemerintahnnya menciptakan kerangka hukum yang kuat dalam melindungi tenaga kerja wanita. Hal ini juga merupakan tindak lanjut dari resolusi yang sebelumnya dihasilkan di Palembang, Indonesia.

Pada pertemuan ke-8 dari Konperensi PUIC, lanjut Surahman, Indonesia secara resmi menye-rahkan keketuaannya kepada Sudan untuk satu tahun kedepan.

Konferensi juga telah mengikuti laporan dari ke-empat Specialized Standing Committee (SSC) serta membahas Deklarasi Khartoum beserta resolusi-resolusi yang dicapai pada pertemuan ini.

Dalam sambutan penyerahan keketuaan, In-donesia dalam pidato serah terima jabatan yang diwakili oleh KH. Dr. Surahman Hidayat, menyam-paikan laporan berbagai kegiatan yang dilakukan oleh Ketua DPR sebagai Ketua PUIC periode 2012-2013 dan capaiannya.

Dalam kesempatan itu Indonesia menekankan tiga hal untuk kemajuan PUIC yaitu, perlu adanya kesungguhan anggota-anggota PUIC untuk mengerahkan upaya maksimal agar PUIC menjadi lembaga yang disegani di fora internasional. Selain itu, memperluas keanggotaan PUIC, dan penguatan kesekretariatan PUIC.

Di akhir pertemuan, Indonesia kembali terpilih menjadi salah satu wakil Asia pada Komite Eksekutif serta Komite Politik. Selain itu, Indonesia juga terpilih menjadi anggota Komite Ekonomi

hingga satu tahun mendatang. Pertemuan juga menerima usulan Burkina Faso untuk menjadi tuan rumah PUIC di tahun 2014.

Dalam pertemuan Standing Specialized Commit-tee on Political Affairs and Foreign Rela tions, 4 rancangan Resolusi yang diajukan oleh Indonesia telah disepakati dengan tambahan masukan dari Sekretariat dan delegasi lain. Secara keseluruhan komite ini 25 rancangan resolusi yang mayoritas merupakan pengulangan dari pertemuan sebelumnya dengan penekanan perlunya realisasi kunjungan ketua-ketua Parlemen PUIC ke Gaza.

Selanjutnya, dalam pertemuan Standing Specialized Committee of Human Rights, Women and Family Affairs satu rancangan resolusi dari Indonesia telah disepakati dengan amandemen terkait penguatan kapasitas bagi parlemen wani-ta di negara-negara dimana muslim menjadi minoritas. Dalam kesempatan itu, Delegasi RI telah memberikan masukan implementatif terhadap 5 rancangan resolusi yang disepakati termasuk bahaya polio sebagai salah satu penyakit endemic.

Secara khusus Wakil Sekjen PUIC menyampaikan apresiasinya kepada Dr. Nurhayati Assegaf atas kontribusi dan komitmennya selama menjadi ketua Parlemen Wanita Muslim sebelumnya sekaligus pemrakarsa terselenggaranya pertemuan Parlemen Wanita Muslim pertama di Palembang tahun 2012 lalu.

Selain Surahman Hidayat sebagai Ketua Delegasi, anggota lain yang ikut hadir dalam Konperensi PUIC ke-8 di Khartoum Sudan adalah, Nurhayati Ali Assegaf, Atte Sugandi dan Muhammad Baghowi (FPD), Harbiah Salahuddin (FPG), Arif Budimanta (FPDI Perjuangan), Mustofa Assegaf (FPP) dan Chusnunia Chalim (FPKB). (mp)

Page 72: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

sLaMet raHardJO

72 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

Terlepas dari hiruk pikuk sosial dan politik di dalam negeri, pengalaman Indonesia yang telah mengalami 15 tahun reformasi, sejatinya telah banyak meraih kemajuan. “Walaupun simpang siur ya suasana hari ini kacau balau, tapi saya suka suasana hari ini. Dibandingkan ketika jaman seolah-olah tenteram, zaman orde baru. Tapi tidak bebas mengeluarkan pendapat, banyak larangan. Dan Kita tidak boleh berpikir ingin kembali. Ngapain?” kata Slamet Rahardjo yang ditemui Parlementaria baru-baru ini.

Proses Demokrasi tidak bisa berjalan instan memerlukan pembelajaran dan pengalaman yang juga tidak singkat

Demokrasi Perlu Pembelajaran dan Pengalaman

SELEBRITIS

Page 73: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

73EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

“Wawasan politik berasal dari komposisi berpikir masyarakat tertentu. Kalau saya tidak sadar politik, tidak sadar bahwa masyarakat itu terbangun dari sosial ekonomi politik budaya, tidak mungkin saya menguasai ilmu politik. Pengalaman lah yang menempa” ungkap aktor bernama lengkap Slamet Rahardjo Djarot.

Memang tidak perlu ditanya lagi pengalaman tokoh legendaris ini. Di dunia perfilman Indonesia, pria kelahiran tahun 1949 ini menjelma menjadi salah satu pionir film Indonesia. Tak ada gosip menghebohkan yang pernah menderanya, tak ada pula warisan darah akting dari orangtua. “Bapak saya tentara, ibu saya ibu rumah tangga biasa tapi dia hobi melukis, tidak ada pemain di rumah kami. Bahkan niat saya semula masuk Akabri. Saya sudah mendaftar tapi enggak diterima,” Jalan berkesenian terbuka saat pria yang waktu kecil dipanggil Memet ini memutuskan kuliah di Akademi Film Indonesia tahun 1968. Satu tahun berlalu, Slamet bertemu dengan Usmar Ismail, Teguh Karya, Sjuman Djaya dan kawan-kawan.

Ditemui di sela acara press screening film Gending Sriwijaya yang bercerita tentang polemik sebuah kerajaan di Palembang, Slamet mengutarakan kebanggaannya akan Indonesia yang beragam budayanya. “Kesulitan jadi aktor Indonesia kita punya 100-200 ethnical group. Dan kita kalau mainin orang Ternate kan kita harus bergaya Ternate, berbahasa Ternate. Saya kan lidah Jawa dan untuk bisa belajar dialek bahasa daerah lain merupakan tantangan yang membanggakan,” ungkapnya.

Slamet mengingatkan bahwa banyak hal membanggakan yang dilupakan bangsa Indonesia. Demikian dengan dunia politik Indonesia. “Sekarang kita sedang belajar bernegara, belajar berdemokrasi, belajar menjadi anggota parlemen, belajar jadi rakyat. Jangan seperti diberi motor langsung ke jalan raya, tidak ngerti rambu lalu lintas, sehingga suka melanggar aturan,” ujarnya.

Sejauh ini banyak negara yang mengagumi perkembangan demokrasi Indonesia yang terus mengalami pembelajaran. “Sehingga dengan demikian saya rasa jangan memandang dari sudut mirisnya. Ini adalah pelajaran. Saya orang yang sangat optimis kok, ini bukan kiamat, kita sama-

sama perbaiki. Rakyat perbaiki, parlemen perbaiki, pemerintah perbaiki, yudikatif perbaiki, saya kira kita semua ini bagusnya melakukan bersama-sama” imbuhnya.

Menurutnya demokrasi yang berazaskan dari oleh dan untuk rakyat ini memerlukan banyak pembelajaran dan kesatuan sistem. Parlemen yang merupakan kumpulan para politisi wakil rakyat sangat diharapkan dapat menyalurkan aspirasi mereka.

“Bila sekarang banyak catatan-catatan bahwa masih banyak teman-teman di parlemen yang belum sesuai harapan masyarakat ya harus ditelaah, belajar lebih baik. Jadi sampaikan kepada teman-teman di parlemen tidak usah kecil hati, kalau ada kesalahan kita harus tahu dan mau memperbaikinya. Perbaiki itu. Dan Rakyat juga jangan suudlan (sangka jelek) seolah-olah ngga butuh parlemen.” himbau aktor senior yang kini dikenal tokoh Sentilan-Sentilun. (ray).

Page 74: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

74 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

PERNIK

Sejak saat itulah DPR RI menjadi rumah rakyat yang membuka diri menampung semua aspirasi yang disampaikan rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke.

Untuk mengupas seluk beluk penanganan para pendemo, Parlementaria mewancarai Kepala Bagian Humas dan Kepala Bagian Pengamanan

Dalam (Pamdal). Tidak jarang pendemo yang jumlahnya ribuan melakukan tindakan anarkis yang merugikan kepentingan masyarakat umum.

Menurut Kabag Humas Drs. Suratna Msi, untuk mengatasi banyaknya pendemo pihaknya melakukan koordinasi dengan kepolisian dan pamdal dengan sangat intens. Apalagi kalau

Koordinasi, Kata Kunci Hadapi Pendemo di DPRPendudukan gedung DPR/MPR RI adalah peristiwa monumental dalam proses

pelengseran Soeharto dari tampuk kekuasaan Presiden. Dalam peristiwa ini ribuan mahasiswa dari berbagai kampus bergabung menduduki gedung DPR/MPR RI untuk mendesak Soeharto mundur. Setelah berhari-hari para mahasiswa menduduki gedung DPR/MPR RI akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Soeharto mengumumkan berhenti dari jabatan Presiden setelah 32 tahun berkuasa.

Petugas Humas melakukan negosiasi dengan pendemo. Foto: wy.

Page 75: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

75EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

melihat eskalasi massa dan juga isu-isu sudah demikian tinggi, maka akan diambil alih oleh pihak kepolisian untuk keamanannya karena sudah mengkhawatirkan untuk kelembagaan DPR.

Dari pamdal DPR pun hanya mem back-up dan yang mengambil peran penuh itu dari kepolisian. Contohnya demo kenaikan harga BBM yang eskalasinya sangat tinggi, disampaikan ke pihak kepolisian bahwa pihak DPR sekarang masih rapat paripurna sehingga tidak bisa diganggu. “ Akhirnya prosedur tetap (protap) kepolisian yang main. Aparat kepolisian kan juga punya protap pada ring mana mereka harus mengambil sikap tegas. Protap negosiasi mereka itu kan pada institusi-institusi negara,” ungkapnya.

Menghadapi pendemo, ada juga anggota dewan yang berinisiatif menemui secara langsung, tapi kadang-kadang mereka juga berkoordinasi dengan Humas diantar dengan pamdal dan dikawal oleh kepolisian.

Dijelaskan Suratna, pengaduan itu tidak ada musimnya. Semakin banyak kebijakan politik yang menyentuh kepentingan rakyat itu biasanya tinggi. Misalkan masalah kebijakan BPJS, itukan menyangkut bagaimana proses pengambilan keputusan politik di DPR maka tentu tekanan-tekanan ada misalnya dari kaum buruh. Juga misalkan masalah rokok, dimana menyangkut masalah kesejahteraan petani tembakau.

“Tinggal bagaimana isu-isu politik yang berkembang di DPR. Tentu setiap hari juga ada kelompok-kelompok masyarakat yang merasa dirugikan oleh kebijakan-kebijakan pemerintah lokal atau daerah itu mereka menyampaikannya

pengaduan ke Humas,” paparnya.

Keputusan politik:

Menanggapi banyaknya demo ke DPR, dia berharap masyarakat mengetahui persis mengenai kelembagaan dewan, bahwa DPR itu adalah lembaga politik maka tentu keputusan-keputusan yang dihasilkan adalah keputusan-keputusan yang sifatnya politis. Bukan yang sifatnya eksekusi kebijakan karena masyarakat misalkan mengharapkan harga BBM turun, mereka berpikir bahwa lembaga itu bisa mengambil alih semua, termasuk harga pupuk misalnya.

Semua keputusan eksekusi terhadap kebijakan pembangunan, kebijakan-kebijakan terhadap proses pembangunan inikan semuanya di pemerintah, tentu ini bergantung pada bagaimana pemerintah menerima aspirasi itu secara intens. “ Sekali lagi DPR itu bukan lembaga yang bisa mengeksekusi kebijakan,” ujarnya.

Ia mengaku tugas yang diemban menghadapi demo belum begitu berat. Meskipun kadang-kadang masyarakat kecewa karena anggota DPR sibuk, tapi intinya momennya saja yang tidak tepat. “ Saat reses mereka datang, dan kita merasa kecewa juga karena kita tidak bisa menyalurkan aspirasi delegasi masyarakat. Dengan membantu mereka adalah kepuasan kita juga,” ungkap Suratna.

Untuk menghadapai tugas-tugas ke depan, dia berharap Komisi-komisi dan alat kelengkapan dewan dibentuk tim khusus untuk masalah pengaduan. Dengan demikian, masyarakat yang menyampaikan aspirasi bisa lebih optimal untuk ditampung oleh DPR. Ini adalah bagian penting dari proses bagaimana Dewan mendapatkan input dari proses pengawasan yang harus dilakukan terhadap pemerintah.

Artinya kalau nanti ada tim khusus alat kelengkapan Dewan (AKD), itu akan optimal dan DPR menjadi lebih memperhatikan aspirasi masyarakat, selanjutnya untuk diperjuangkan menjadi sebuah kebijakan yang berpihak kepada rakyat yang mengalami ketidak adilan.

“Adanya tim-tim khusus di DPR yang nantinya akan menangani pengaduan yang ada secara spesifik dan tentunya akan efektif dan cepat Kabag. Humas Setjen DPR Suratna. Foto: iw.

Page 76: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

76 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

ditanggapi. Misalnya ada surat dari masyarakat, jauh dari pedalaman, akan menjadi input kelengkapan dewan dan menyelesaikannya,” tegasnya .

Diakui Suratna, yang paling responsif terhadap pengaduan adalah Komisi III. Disana ada jaring aspirasi rakyat (aspara), jaringan penyampaian aspirasi masyarakat. Mereka membentuk tim khusus untuk memperhatikan masalah-masalah pengaduan. Dan yang melakukan itu adalah anggota-anggota Komisi III sendiri, bahkan mereka ada waktu-waktu tertentu menampung aspirasi itu.

Menjawab pertanyaan mengenai kendala-kendala yang dihadapi Humas, persepsi pendemo yang menganggap kedatangannya ke DPR pasti diterima DPR. Padahal kesibukan DPR sangat

luar biasa, dan ada masa sidang dan masa reses. Masyarakat tidak mengetahui kalau saat-saat reses itu kapan, sehingga terkadang saat reses mereka malah datang padahal anggota Dewan tidak ada di tempat. “Akibatnya kita tidak bisa menerima masyarakat, sebab anggotanya berada di luar daerah. Ini yang sering menjadi masalah,” jelasnya.

Ihwal delegasi yang ditolak, Suratna mengata-kan, kalau ditolak nggak, tapi kalau tidak bisa diterima kita menyampaikan kepada alat kelengkapan Dewan yang dituju kapan akan diterima.

Soal pengamanan, Kepala Bagian Pamdal Dwi

Maryanto, menjelaskan, sesuai dengan protap tugas Pamdal adalah mengamankan seluruh sarana dan prasarana yang ada di perkantoran DPR RI. Secara umum memberikan keamanan dan kenyamanan dalam rapat-rapat anggota dewan, kemudian mengamankan semua aset-aset yang ada di kompleks perkantoran DPR.

Selain itu pengaman terhadap seluruh mereka yang hadir di kantor ini yaitu ada pegawai tetap atau PNS, jumlah selain anggota DPR juga pegawai tidak tetap seperti tenaga ahli dan staf pribadi. “Mereka semua di bawah pengamanan kita,” tandasnya

Yang berkaitan dengan unjuk rasa, ini peng-aman an nya lebih cenderung di dalam karena unjuk rasa itu tidak hanya diluar. Memang DPR itu adalah tempat menyampaikan aspirasi seluruh rakyat dan terbuka sifatnya, sehingga perlu diberikan pengamanan dengan baik.

Dia mengakui, ada unjuk rasa yang benar-benar mendadak artinya tidak diinfokan oleh kepolisian, ada juga diinfokan. Selama menyampaikan aspirasinya di luar gedung, maka dibatasi untuk tidak masuk ke dalam. Tapi ketika dia sudah mulai masuk kedalam dengan berbagai cara yang dilakukan tentunya nanti kita akan berkoordinasi dengan kepolisian, dengan “pamov” (pengamanan objek vital). Kalau sifatnya lebih jauh lagi sampai ada pengrusakan-pengrusakan sampai ada masuk ke dalam itu nanti kita serahkan, diambil alih oleh pihak kepolisian.

Menurut Dwi Maryanto, jika terjadi kerusuhan di suatu rapat yang dilakukan oleh pengunjung, kalau masih tahap bisa dinasehati akan diarahkan. Tapi kalau arahnya sudah terlalu anarkis, suasana rapat sudah mulai terganggu, pimpinan rapat menginstruksikan untuk itu dikeluarkan, maka dibawa keluar dari ruang rapat.

“Kalaupun mereka melakukan gerakan lagi diluar rapat tetap kita akan berkoordinasi dengan pihak pamovit. Itu juga sama dilakukan pada saat rapat paripurna atau rapat komisi-komisi yang sifatnya ada peninjau,” sambungnya.

Tanpa kekerasan:

Lebih lanjut Kepala Pamdal mengungkapkan, dalam menghadapi pendemo yang jumlahnya sangat besar dan bertingkah brutal, petugas di

PERNIK

Page 77: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

77EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

lapangan sering tersulut emosinya. Namun telah ada panduan bahwa seorang pengamanan tidak boleh melakukan tindakan kekerasan karena itu pelanggaran.

Petugas pamdal melakukan pengamanan tertutup sehingga yang dilakukan negoisasi dan mencari korlapnya. “Selama ini Alhamdulillah dengan melakukan pendekatan mereka paham, sehingga tidak berlaku anarkis,” tandasnya.

Sejak DPR dicanangkan sebagai rumah rakyat, siapa saja boleh masuk tetapi ada aturan, ada tatacara. Tatacara ini yang perlu dimengerti oleh semua pihak. Sebelum ini permasalahan penerimaan tamu ini dipegang oleh humas ternyata banyak kendala. Ketika malam hari, untuk mengambil tanda pengenalnya mereka bingung. Karena itu sekarang sudah diambil alih oleh pamdal karena mempunyai satuan yang piket malam.

Personil pamdal termasuk outsourching sebanyak 300 orang, ditambah tenaga honorer 53 orang serta PNSnya 130 orang, maka jumlahnya sekitar 500 orang. Dia mengharapkan, protap yang sudah ditentukan dipahami oleh semua orang yang ada di DPR. Dari segi peralatan-peralatan, dia minta ada perbaruan karena alat-alatnya sudah lama, diantaranya check door yang mulai kurang berfungsi.

Disamping itu pengadaan CCTV, peralatan ini merupakan salah satu bagian protap yang harus ada di lembaga ini. Memang diakui CCTV yang ada cukup lama, namun di beberapa titik ada yang belum terjangkau. Perlu penataan lagi sehingga ada penambahan pemasangan CCTV sehingga semua wilayah bisa dipantau. (Iw,mp)

Aparat Kepolisian, Pamdal DPR dan Petugas Humas berdialog dengan pendemo. Foto: wy.

Page 78: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

78 EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

POJOK PARLE

Pengibaran kedua bendera bermotif sama tetapi beda negara ini tentu saja mengundang berbagai tanggapan. Sebagian karyawan Setjen DPR dan tamu-tamu termasuk sejumlah mahasiswa yang sedang praktek kerja menilai pemasangan bendera itu terbalik. Bahkan ada yang langsung menghubungi Kepala Bagian Pengamanan Dalam sebagai institusi yang bertanggungjawab mengibarkan bendera untuk segera memperbaiki letak bendera tersebut. Pemasangan ke dua bendera yang “hampir sama itu” memang termasuk peristiwa langka. Jadi, tak heran jika banyak yang mengatakan pemasangan bendera itu terbalik.

Namun setelah diberi penjelasan bahwa pengibaran bendera putih merah tersebut sebagai penghormatan atas kehadiran

SERUPA TAPI TAK SAMA

Hari Senin 7 Januari 2013 bersamaan dengan Rapat Paripurna DPR dengan agenda Pembukaan Masa Persidangan III tahun 2012/2013, di halaman Gedung DPR berkibar dua bendera yang terkesan dipasang terbalik. Bendera pertama merupakan bendera kebangsaan bangsa kita merah putih, di sebelahnya berkibar bendera putih merah. Pengibaran bendera putih merah bertepatan dengan kehadiran Delegasi Parlemen Polandia sebagai penghormatan atas kunjungannya ke Indonesia, sebagai tamu DPR-RI.

Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso saat pertemuan dengan Delegasi Parlemen Polandia. Foto: iw.

Page 79: Edisi 99 TH. XLIII, 2013

79EDISI 99 TH. XLIII, 2013PARLEMENTARIA

Delegasi Parlemen Polandia, akhirnya mereka memakluminya. Demikianlah pemasangan sepasang bendera dua negara itu akhirnya tetap berkibar menandai persahabatan antara Indonesia dengan negara di kawasan Eropa Timur tersebut.

Dalam pertemuan antara Pimpinan DPR dan BKSAP DPR dengan Delegasi Parlemen Polandia, keakraban nampak tercermin dalam suasana kehangatan dan penuh persaudaraan. Di depan meja dipasang bendera dua negara merah putih dan putih merah, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengawali pertemuan dengan kalimat penuh makna bahwa Polandia adalah negara sahabat terpenting Indonesia di kawasan Eropa.

Hal itu terbukti, sejak 58 tahun yang lalu atau sejak dibukanya hubungan diplomatik kedua negara tahun 1955. Menurut Priyo, hubungan kedua negara terus berkembang dengan ditandai posisi saling kunjung pejabat tinggi kedua negara baik parlemen maupun eksekutif, diantaranya kunjungan Presiden Soekarno tahun 1959, Presiden Megawati tahun 2003. Sebaliknya kunjungan balasan juga dilakukan Presiden Polandia Alexander Zawadski tahun 1961 dan Presiden Lech Walesa tahun 2010.

Hubungan baik itu juga ditandai dengan bantuan Polandia terhadap Indonesia untuk

bencana Tsunami Aceh dan Sumatera Utara tahun 2004 dan gempa bumi Yogyakarta tahun 2006. Intinya, menurut Priyo Budi Santoso kehangatan dan persaudaraan hubungan kedua negara telah terjalin cukup lama, sehingga di masa yang akan datang bisa lebih ditingkatkan lagi dengan skala yang lebih luas lagi baik di bidang ekonomi, sosial budaya termasuk pariwisata dan pertahanan.

Hubungan historis kedua negara, kata Pimpinan Dewan dari Partai Golkar ini juga tercermin dengan bendera kedua negara yang hanya memilih dua warna yaitu merah dan putih. “ Kita memiliki bendera yang bermotif sama yaitu warna merah dan putih. Bedanya Indonesia menempatkan warna merah diatas sedangkan warna putih dibawah. Sementara Polandia menetapkan warna putih di bagian atas dan warna merah di bagian bawah,” tegasnya.

Priyo menjelaskan arti bendera kebangsaan kita, bahwa warna merah berarti berani sedangkan warna putih artinya suci. Sayang, Delegasi Parlemen Polandia tidak menjelaskan makna bendera mereka yang menetapkan warna putih diatas dan warna merah dibawah. Namun yang pasti dengan motif bendera dengan hanya dua warna, hubungan Indonesia Polandia terjalin sangat baik penuh keakraban dan persaudaraan. (mp)

Suasana pertemuan Pimpinan DPR dan BKSAP dengan Delegasi Parlemen Polandia. Foto: iw.

Page 80: Edisi 99 TH. XLIII, 2013