dt_bab_2

31
BAB 2 PENGUJIAN KEKERASAN I. Tujuan Praktikum a) Menguasaibeberapa metode pengujian yang umum dilakukan untuk mengetahui nilai kekerasan suatu logam. b) Menjelaskan makna nilai kekerasan material dalam lingkungan ilmu metalurgi dan ilmu-ilmu terapan lainnya. c) Menjelaskan perbedaan kekerasan dengan metode gores, pantulan dan indentasi. d) Menjelaskan kekhususkan pengujian kekerasan dengan metode Brindel, Vickers, Knoop, dan Rockwell. e) Mengaplikasikan beberapa formulasi dasar untuk memperoleh nilai kekerasan material dengan uji brinell dan vickers. Untuk mengetahui ketahanan material terhadap deformasi plastis atau deformasi permanen yang diakibatkan oleh penekanan material yang lebih keras. II. Dasar Teori Kekerasan suatu material dapat didefinisikan sebagai ketahanan material tersebut terhadap gaya

Upload: dwisugiyantoroputro

Post on 21-Dec-2015

214 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Semoga bermanfaat untuk yang lain

TRANSCRIPT

BAB 2

PENGUJIAN KEKERASAN

I. Tujuan Praktikum

a) Menguasaibeberapa metode pengujian yang umum dilakukan untuk

mengetahui nilai kekerasan suatu logam.

b) Menjelaskan makna nilai kekerasan material dalam lingkungan ilmu

metalurgi dan ilmu-ilmu terapan lainnya.

c) Menjelaskan perbedaan kekerasan dengan metode gores, pantulan

dan indentasi.

d) Menjelaskan kekhususkan pengujian kekerasan dengan metode

Brindel, Vickers, Knoop, dan Rockwell.

e) Mengaplikasikan beberapa formulasi dasar untuk memperoleh nilai

kekerasan material dengan uji brinell dan vickers.

Untuk mengetahui ketahanan material terhadap deformasi plastis atau

deformasi permanen yang diakibatkan oleh penekanan material yang lebih

keras.

II. Dasar Teori

Kekerasan suatu material dapat didefinisikan sebagai ketahanan

material tersebut terhadap gaya penekanan atau penetrasi semetara dari

material yang lebih keras. Terdapat tiga jenis ukuran kekerasan yang

tergantung dari cara melakukan pengujian yaitu:

a. Metode Gesek (Scratch Hardness)

Metode ini dikenalkan oleh Friedrich Mohs. Metode ini merupakan

perhatian utama dari para ahli mineral. Dengan mengukur kekerasan,

berbagai mineral dan bahan-bahan lain, disusun berdasarkan kemampuan

gesekan yang satu terhadap yang lain. Mohs membagi kekerasan material di

dunia berdasarkan skala (dikenal sebagai skala Mohs). Skala bervariasi dari

nilai 1 sampai 10. Dalam skala Mohs urutan nilai kekerasan material di dunia

diwakili oleh:

a. Talc f. Orthoclase

b. Gipsum g. Quartz

c. Calcite h. Topaz

d. Fluorite i. Corundum

e. Apatite j. Diamond (intan)

Prinsip pengujian :

Bila suatu material mampu digores oleh Orthoclase tetapi tidak mampu

digores oleh apatite maka kekerasan mineral berada pada apatite dengan

orthoclase. Kelemahan metode ini adalah ketidak akuratan nilai kekerasan

suatu material.

b. Metode Elastik /Pantul (Dynamic Hardness)

Metode ini menggunakan alat Shore Scleoroscope yang gunanya untuk

mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat tertentu

yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan benda uji. Tinggi

pantulan yang dihasilkan mewakili kekerasan benda uji. Semakin tinggi

pantulan tersebut yang ditunjukkan oleh dial pada alat pngukur maka

kekerasan benda uji dinilai semakin besar.

c. Metode Lekukan / Indentasi (Indentation Hardness)

Pengujian ini dilakukan dengan penekanan benda uji dengan indentor

dengan gaya tekan dan waktu indentasi yang ditentukan. Kekerasan material

ditentukan oleh dalam ataupun luas area indentasi yang dihasilkan

(tergantung jenis indentor dan jenis pengujian). Metode ini antara lain:

d. Metode Brinell

Diperkenalkan pertama kali oleh J.A Brinell. Pengujian kekerasan

berupa pembentukan lekukan pada logam dengan memakai bola baja

berdiameter 10mm dan diberi beban 3000kg. Untuk logam lunak, beban

dikurangi hingga tinggal 500kg, untuk menghindari jejak yang dalam. Untuk

bahan yang keras, digunakan paduan karbida tungsten sebagai pemerkecil

terjadina distorsi indentor.

Angka kekerasan Brinell dinyatakan sebagai beban P dibagi luas permukaan

lekukan. Rumus untuk angka kekerasan tersebut adalah

BHP = = (1)

dimana, P = beban yang diterapkan (Kg)

D = diameter bola (mm)

d = diameter lekukan (mm)

t = kedalaman jejak (mm)

Satuan dari BHN adalah kg/mm2. Akan tetapi, BHN tidak memenuhi

hukum fisika, karena pada persamaan (1) tidak melibatkan tekanan rata-rata

pada permukaan lekukan.

Pada gambar 1, dapat dilihat bahwa d = D sin . Dengan memasukan harga ini

ke persamaan (1), akan dihasilkan bentuk persamaan kekerasan Brineel yang

lain, yaitu

BHP = (2)

Gambar 1. Parameter-parameter dasar dalam pengujian Brinell

Untuk mendapatkan BHN yang sama dengan beban atau diameter

bola yang tidak standar, diperlukan keserupaan lekukan secara geometris.

Keserupaan geometris akan diperoleh, sejauh besar sudut 2 tidak berubah.

Pada persamaan (2) menunjukkan bahwa agar dan BHN tetap konstan.

Geometri uji Brinell adalah aksi simetrik sebagai lawan terhadap regangan

bidang. Shaw dan DelSalvo memperlihatkan bahwa daerah plastik di bawah

penumbuk tumpul, berlainan dengan slip, tetapi sangt mirip dengan daerah

batas elastis-plastis berupa garis-garis tegangan gesre maksimun konstan di

bawah bola yang menekan pelat dasar

e. Metode Meyer

Kekerasan Meyer berdasarkan luas proyeksi jejak bukan luas

permukaannya. Tekanan rata-rata antara luas penumbuk (identer) dan

lekukan adalah sama dengan beban dibagi luas proyeksi lekukan.

=

Meyer mengemukakan bahwa tekanan rata-rata dapat diambil sebagai

ukuran kekerasan.

Kekerasan Meyer =

Kekerasan Meyer memiliki satauan sama seperti satuan kekerasan Brinell

yaitu kg/mm².

Hukum Meyer

P = k

dimaana, P= beban yang diterapkan (kg)

D= diameter lekukan (mm)

n’= konstanta bahan yang ada kaitannya dengan

pengerasan regangan.

K= konstanta bahan yang menyatakan ketahanan terhadap

penembusan (penetration)

f. Metode Vickers

Uji kekerasan Vickers menggunakan penumbuk piramida intan yang

dasarnya berbentuk bujur sangkar. Besar sudut antara permukaan-

permukaan piramida yang saling berhadapan adalah . Pengujian Vickers

juga disebut sebagai uji kekerasan piramida intan. Angaka kekerasan intan

didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan lekukan.

DHP = =

dimana, P = beban yang diterapkan (kg)

L = panjang diagonal rata-rata (mm)

= sudut antara permukaan intan yang berlawanan

Tipe-tipe lekukan piramida intan

a b c

Keterangan : gambar a merupakan lekukan bantal jarum, b lekukan yang sempurna, c

lekukan yang bentuk tong karena penimbunan ke atas

g. Metode Rockwell

Uji kekerasan Rockwell sering digunakan karena cepat, bebas dari

kesalahan manusia, mampu membedakan kekerasan paling kecil pada baja

yang diperkeras. U ji ini berbeda dengan uji Brinell dan Vickers karena pada

uji ini tidak menilai kekerasan suatu bahan dari diagonal jejak yang

dihasilkan tetapi dengan pembacaan langsung (direct reading). Di bawah ini

adalah contoh uji keras Rockweel yang diterapkan pada beban kecil sebesar

10 kg untuk menempatkan benda uji :

Gambar 3. contoh uji kekerasan dengan uji Rockwell

Berikut adalah tabel uji kekerasan berdasarkan metode-metode diatas

III. Metodologi Penelitian

Alat dan bahan :

a. Hoytom macrohardness tester (metode Brinell, Vickers, dan

Rockwell).

b. Buehler Micromet 2100 series microhardness tester (metode vickers).

c. MicrometerR

d. Measrin microscope

e. Sampel uji silinder pejal dan uji tarik

IV. Flow Chart Prosedur Pengujian

Meratakan permukaan logam dengan amplas, kikir, atau gerinda

Memilih indentor sesuai dengan skala kekerasan

yang diinginkan dan letakkan benda uji pada

alat uji

Mengatur beban dan memberikan indentor yang

sesuai dan memberikan beban sesuai dengan jenis logam yang diuji, beban baja 1840 N, Cu 613

N, dan Al 294 N

Mengukur jejak indentor setelah beban dilepaskan

Menghitung nilai kekerasannya sesuai cara

yang digunakan

Menentukan kekerasan pada lima titik dan hitung

rata-ratanya

V. Data dan Pembahasan

A. Tabel Data

Sampel

P (Kg)D

(mm)No.

indentasidx (mm)

dy (mm)

dave

(mm)BHN

(Kg/mm2)Rata-rata

BHN

Fe187,5 3,2 1 1,244 1,394 1,319 131,188

125,331187,5 3,2 2 1,414 1,344 1,379 119,473

Cu62,5 3,2 1 1,06 1,045 1,053 69,874

73,19762,5 3,2 2 1,01 1,004 1,007 76,520

Al31,25 3,2 1 0,587 0,936 0,762 67,664

68,27131,25 3,2 2 0,609 0,792 0,701 80,14331,25 3,2 3 0,696 0,961 0,829 57,007

B. Contoh Perhitungan

Perhitungan nilai kekerasan Brinell

Rumus umum :

BHN =2P

(πD ) (D - √D2 - d2 ) Contoh perhitungan pada tabel menggunakan data dari sample Fe nomor 4

adalah sebagai berikut :

Beban (P) =187.5 Kg

Diameter indentor (D) = 1,6 mm

Pengujian Selesai

Pengukuran jejak saat pengujian dilakukan dua kali, yakni :

Diameter jejak 1 (d1) = 1.16mm

Diameter jejak 2 (d2) = 1.116 mm

Diameter jejak rata-rata (d)= 1.16+1.116= 1.138mm

2

Hitung nilai BHN (Brinell Hardness Number) dengan menggunakan

persamaan :

BHN = 2 x P

(π x D )(D - √ D2 - d2)

BHN = 2 x 187 .5 kg

(π x 3,2 mm )(3,2 mm - √(3,2 mm)2 - (1,319 mm)2)=¿131. 188

kgmm2

¿

C. Grafik

Grafik baja BHN vs dave

Baja

Grafik Al BHN vs dave

Grafik Cu BHN vs dave

D. Pembahasan

Prinsip Pengujian

Kekerasan suatu material secara universal dapat didefinisikan sebagai

ketahanan suatu material terhadap gaya penekanan dari material lain yang

lebih keras. Pengujian yang dilakukan yaitu dengan cara metode indentasi

dengan menggunakan metode brinell. Indentornya terdiri dari bola baja yang

diperkeras (hardened steel ball) dengan beban dan waktu indentasi tertentu.

Adapun metode pengujian yang biasa digunakan, antara lain :

a. Metode Gores

Metode ini tidak banyak digunakan dalam dunia metalurgi, namun masih

digunakan dalam dunia mineralogi. Metode ini dikenalkan oleh Friedrich

Mohs, yaitu dengan mengukur kedalaman atau lebar goresan pada

permukaan benda uji dengan cara menggoreskan permukaan benda uji

dengan material pembanding (ASTM, 47-43, 1951, E. B. Begsman).

Indentor yang biasa digunakan adalah jarum yang terbuat dari intan.

Metode ini membagi kekerasan material di dunia ini berdasarkan skala

(yang kemudian dikenal sebagai skala Mohs). Skala ini bervariasi dari

nilai 1 untuk kekerasan yang paling rendah, hingga skala 10 sebagai nilai

kekerasan tertinggi. Standar Mohs (ASTM E 448) tidak cocok dilakukan

untuk logam, karena skala kekerasan logam umumnya tinggi. Disamping

itu, metode ini memiliki kemampu-ulangan rendah karena tidak akurat

dalam perhitungan skala / nilai kekerasannya.

b. Metode Elastik / Pantul (Rebound)

Pada metode ini, kekerasan material ditentukan oleh alat Scleroscope

yang mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat

tertentu yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan

benda uji. Tinggi pantulan (rebound) yang dihasilkan mewakili kekerasan

benda uji.

c. Metode Indentasi

Pada metode ini, pengujian dilakukan dengan penekanan benda uji

menggunakan indentor, dimana gaya tekan dan waktu indentasi

ditentukan. Kekerasan material ditentukan oleh dalam ataupun luas area

indentasi yang dihasilkan (tergantung jenis indentor dan jenis pengujian).

Berdasarkan prinsip bekerjanya, uji kekerasan jenis ini dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Metode Brinell

Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh J.A.Brinell pada tahun

1900. Pengujian kekerasan dilakukan dengan memakai bola baja yang

diperkeras (hardened steel ball) dengan beban dan waktu indentasi tertentu.

Hasil penekanan adalah jejak berbentuk lingkaran bulat, yang harus dihitung

diameternya dibawah mikroskop khusus pengukur jejak. Pengukuran nilai

kekerasan suatu material diberikan oleh rumus:

dimana :

P adalah beban (Kg)

D diameter indentor (mm)

d diameter jejak (mm)

2 PBHN =

(( D) (D - D2 - d2

)

Prosedur standar pengujian mensyaratkan bola baja dengan

diameter 10 mm dan beban 3000 kg untuk pengujian logam-logam ferrous,

atau 500 kg untuk logam-logam non ferrous. Untuk logam-logam ferrous,

waktu indentasi biasanya sekitar 10 detik, sementara untuk logam-logam

non ferrous sekitar 30 detik. Walaupun demikian pengaturan beban dan

waktu indentasi untuk setiap material dapat pula ditentukan oleh

karakteristik alat penguji. Nilai kekerasan suatu material yang dinotasikan

dengan “HB” tanpa tambahan angka di belakangnya menyatakan kondisi

pengujian standar dengan indentor bola baja 10mm, beban 3000 kg selama

waktu 1-15 detik. Untuk kondisi yang lain nilai kekerasan HB diikuti angka-

angka yang menyatakan kondisi pengujian.

Syarat menggunakan metode Brinell :

- indentor bola baja yang dikeraskan berdiameter 2,5-10 mm,

beban 300-3000 Kg

- permukaan test harus sesuai dengan karakteristik material, tidak

mengalami karburasi ataupun proses sejenis lainnya

- diameter jejak dihitung dengan mikroskop elektronik

- ketebalan minimum 0.6 mm dan permukaan tanpa dikeraskan

- pengujian tidak boleh terlalu dipinggir

- beban yang digunakan harus steady dan terbebas dari

kemungkinan pembebanan tak diinginkan disebabkan oleh gaya

inersia dari beban

- jarak antar uji minimum 3d

- tidak terjadi penggelembungan di bagian belakang material uji

disebabkan penggunaan beban yang terlalu besar

- permukaan harus rata, jika perlu diamplas atau dimachining

terlebih dahulu

2. Metode Vickers

Pada metode ini digunakan indentor intan berbentuk piramida

dengan sudut 136o. Prinsip pengujian adalah sama dengan Brinell,

walaupun jejak yang dihasilkan berbentuk bujursangkar berdiagonal.

Panjang diagonal diukur dengan skala pada mikroskop pengukur

jejak. Nilai kekerasan suatu material diberikan oleh:

Pengujian metode Vickers akan memberikan dampak hasil yang

berbeda-beda tergantung pada elestisitas material. Apabila material

lunak atau keelastisitasannya tinggi, maka hasil indentasi akan

mengempis. Dan pada material yang kaku, maka akan berbentuk

menggembung.

Gambar. Distorsi oleh indentor pyramid intan karena efek elastisitas;

(a)Indentasi sempurna; (b)Indentasi mengempis; (c)Indentasi menggembung

3. Metode Rockwell

Indentor yang digunakan kerucut intan dengan sudut yang dibentuk

muka intan 120o. Pembebanan dilakukan dengan dua tahap; tahap

pertama adalah pembebanan minor kemudian pembebanan mayor.

Nilai kekerasan ditentukan dengan perbandingan kedalaman kedua

tahap pembebanan. Berbeda dengan metode Brinell dan Vickers

dimana kekerasan suatu bahan dinilai dari diameter atau diagonel

jejak yang dihasilkan, maka metode Rockwell merupakan uji

kekerasan dengan pembacaan langsung (direct reading). Metode ini

1854 PVHN = d2

banyak dipakai dalam industri karena pertimbangan praktis. Variasi

dalam beban dan indentor yang digunakan membuat metode ini

memiliki banyak macamnya. Metode yang paling umum dipakai

adalah Rockwell B (dengan indentor bola baja berdiameter 1/6 inci

dan beban 100 kg) dan Rockwell C (dengan indentor intan dan beban

150 kg). Walaupun demikian lainnya biasa dipakai. Oleh karenanya

skala kekerasan Rockwell suatu material harus dispesifikasikan

dengan jelas.

Berikut beberapa standar pengujian kekerasan :

Hardness Test ASTM JIS DIN

Brinell ASTM E JIS B 7736 DIN EN ISO 6506

Vickers ASTM E 92 JIS Z 2244 DIN EN ISO 6507

Rockwell ASTM D 785 ISO

2039

JIS Z 2245 DIN EN ISO 6508

Pada pengujian yang dilakukan, indentornya mempunyai diameter

sebesar 3 mm. Ada 3 sampel benda uji yang digunakan, yakni Fe, Cu, dan Al.

Pengujian yang dipakai pada percobaan kali ini adalah pengujian dengan

metode indentasi, untuk lebih spesifiknya metode Brinell. Indentor bola baja

yang digunakan memiliki diameter (D) sebesar 3 mm. Sebelum melakukan

proses indentasi Brinell, ada beberapa persyaratan yang perlu diperhatikan,

antara lain :

- Spesimen yang digunakan tidak boleh terlalu keras, karena bola

indentor yang digunakan akan terdeformasi terlalu besar

- Ketebalan minimum 0.6 mm dan tanpa dikeraskan permukaan.

Material yang terlalu tipis tidak diperkenankan untuk digunakan

karena indentasi yang terjadi bisa jadi lebih besar daripada tebal

spesimen itu sendiri, sehingga bisa menimbulkan penggelembungan

di bagian belakan material, merusak sampel, atau bahkan merusak

bola indentor. Syarat ini terpenuhi, dimana ketebalan sampel yang

digunakan antara 1 – 1.5 cm

- Permukaan test haruslah haruslah sesuai dengan sifat karakteristik

materialnya, tidak mengalami karburisasi, case hardening dan proses

sejenis lainnya.

- Beban yang digunakan haruslah steady dan terbebas dari

kemungkinan pembebanan tak diinginkan disebabkan gaya inersia

dari beban

- Permukaan harus rata, jika perlu sebelumnya permukaan diamplas

atau di machining. Penggunaan amplas dimulai dari grit terkecil

(amplas kasar) dilanjutkan dengan grit terbesar (amplas halus).

Permukaan yang tidak rata akan mempersulit penghitungan diameter

indentasi di bawah mikroskop.

Spesimen yang telah siap diuji, kemudian diaruh pada meja spesimen

pada mesin Brinell, kemudian meja tersebut diputar dan disetting hingga

permukaan sampel menyentuh bola indentor (tanpa tekanan). Kemudian

tuas pompa didorong untuk menandai dimulainya proses indentasi, dan

biarkan pada posisi tersebut selama 10 – 15 detik. Setelah itu, tarik kembali

tuas pompa, longgarkan meja dengan bola indentor, dan pengujian dapat

dilanjutkan untuk titik permukaan lainnya (jarak antar titik pengujian jangan

terlalu berdekatan untuk menghindari pengaruh deformasi yang terjadi di

bawah permukaan jejak indentasi yang mampu mengganggu hasil pengujian

yang representatif; pengujian jangan terlalu di pinggir). Setelah itu, sampel

dibawa ke bawah mikroskop untuk dihitung besar diameter jejak

indentasinya.

Ukuran dan uniformitas dari bola indentor diperiksa melalui

pengukuran dengan menggunakan micrometer caliper dengan tingkat

akurasi yang baik. Mikroskop Brinell diperiksa dengan membandingkan hasil

pembacaannya dengan skala standar. Kesalahan pembacaan terhadap

standar tidak boleh lebih dari 0.02 mm. Untuk pengujian dengan spesimen

yang kecil atau tipis, biasanya digunakan bola indentor dengan ukuran

diameter kurang dari 10 mm. Beberapa pengujian (yang bukan merupakan

uji Brinell standar) akan mendekati uji standar jika perbandingan /

hubungan antara beban aplikasi (P) dan diameter bola (D) sama dengan pada

uji standar. Jejak yang ideal maksimal sebesar diameter indentor, idealnya

sebesar d/2 dari indentor.

Analisa Grafik

Analisa Grafik BHN vs Beban (Fe)

Dari percobaan yang dilakukan terhadap sampel Fe didapatkan data

berupa diameter jejak indentasi. Dari perhitungan didapatkan kekerasan

BHN dari sampel Fe ini adalah 125,331 kg/mm2 (pada skala pengujian

dengan beban 187,5 kg). Nilai BHN ini akan saya gunakan untuk

dibandingkan dengan literatur

Data tersebut dibandingkan dengan literatur berikut ini :

Data perbandingan untuk Fe

Material BHN

Steel 0.6%C 200 - 235Steel 0.8%C 240 – 360Malleable iron 120Nickel cast iron 200Steel 0.4%C 130 - 190

Dari sini dapat praktikan simpulkan bahwa sampel yang digunakan

kemungkinan adalah Steel 0,4%C atau mungkin Malleable iron, karena untuk

jenis material tersebut memiliki skala kekerasan BHN antara 130 -

190kg/mm2 untuk Steel 0,4%C dan Malleable Iron 120 BHN .

Dari grafik dapat dilihat bahwa dalam hubungannya pembebanan

dengan kekerasan sampel,terlihat bahwa semakin besar diameter rata-rata

maka yang terjadi makin kecil BHN. Terlihat dari grafik bahwa terjadi

perbedaan kekerasan BHN yang cukup jauh antara kedua pembebanan.

Kesalahan yang terjadi dimungkinkan oleh beberapa hal diantaranya seperti

pemberian jarak antar penjejakan. Bila antar penjejakan jaraknya terlalu

dekat, maka dapat menimbulkan pengerasan yang lebih pada jejak di dkat

penjejakan yang baru. Hal ini disebabkan karena pembebanan pada jejak

tersebt mempengaruhi keadaan wilayah disekitar penjejakan, dan hal inilah

dapat menyebabkan pengerasan berlebih di penjejakan di dekat penjejakan

tersebut .

Analisa Grafik BHN vs Beban (Cu)

Dari grafik bisa dilihat pada beban 62,5 kg pada lokasi 1 kekerasan

sebesar 76,520 BHN, beban 62.5 kg pada lokasi 2 kekerasan 69,874 BHN, an

kekerasan rata-ratanya adalah 73,197 BHN. Berikut perbandingan BHN

untuk beban 62.5kg dengan literatur ditujuka pada tabel 2.3

Material BHN (Brinell Hardness

Number)

Sampel pengujian Cu 73,197

Cu alloy C11000 64.06 – 131.88

Cu alloy C17200 135.94 – 423.77

Cu alloy C36000 97.97 – 135.94

Cu alloy C71500 107.83 – 149.86

Table 2.3 Perbandingan kekerasan sampel Cu dengan literatur

Dari table bisa dilihat bahwa kekerasan Cu hasil uji mendekati

kekerasan literatur untuk Cu alloy C11000. Namun dari hasil tersebut masih

memiliki kesalahan literature jika mengambil nilai bawah dari literatur

sebesar 64,06 BHN kesalahan literatur sebesar 14,3%. Kesalahan yang terjadi

disebabkan oleh perhitungan diameter jejak indentasi di bawah mikroskop

yang kurang akurat, karena ada beberapa permukaan jejak yang tidak

berbentuk bulat sempurna sehingga panjang diameter untuk arah yang

berbeda menghasilkan nilai yang berbeda. Hal ini menurut literatur

disebabkan karena bola indentor mengalami deformasi dibawah

pembebanan dan terjadi mekanisme recovery dari spesimen ketika beban

dilepaskan. Kesalahan pembacaan diameter seharusnya tidak boleh lebih

dari 0.02 mm. Disamping itu, waktu pembebanan yang terlampau lama akan

mengakibatkan tingkat deformasi yang terjadi menjadi lebih besar.

Analisa Grafik BHN vs Beban (Al)

Dari grafik diatas kita dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut

67,664 68,27180,14357,007

Maka Nilai rata-rata 68,271 BHN untuk 31,25 kg.

Kekerasan Al rata-rata dari sample yang kita miliki adalah 68,271 BHN,

jika dikonversikan ketable maka sample yang kita gunakan adalah Al alloy

5052. Al marupakan logam yang lebih lunak dibandingkan dengan CU dan

juga Fe. Oleh karena itu Al juga mamiliki batas elastis yang lebih rendah

dibandingkan dengan keduanya. Pada percobaan ini range kekerasan yang

dihasilkan cukup besar, hal ini mungkin disebabkan karena adanya stain

hardening pada sample, atau kesalahan juga dapat terjadi karena adanya

kurang teliti dalam pengamatan. Karena Al lebih lunak maka pembebanan

optimum untuk Al adalah 31,25 Kg.

Al memiliki sifat kekerasan yang rendah karena :

1. mempunyai struktur kristal FCC

2. mempunyai kekuatan yang rendah dibandingkan dengan Fe dan Cu

3. bersifat ulet dan mudah ditempa

Analisa Grafik BHN vs Sample

Material BHN (Brinell Hardness Number)

Al alloy 1100 21.74 – 47.83Al alloy 2024 53.62 – 143.48Al alloy 2014 53.62 – 140.58Al alloy 5052 56.52 – 84.06Al alloy 5456 89.86 – 101.45Al alloy 7075 66.67 – 165.22

Sampel Pengujian Al 68,271

Dari grafik kita dapat mengetahui bahwa kekerasan yang

paling besar adalah

kekerasan yang dimiliki oleh Fe, kemudian Cu dan Al. Kekerasan yang

dimiliki Fe adalah sekitar 125,331 BHN , kekerasan yang dimiliki oeh

Cu adalah 73,197 BHN, dan kekerasan yang dimiliki oleh Al adalah

68,271 BHN. Disini kekerasan yang dihasilkan adalah berbanding

terbalik dengan diameter penjejakan, logam yang semakin keras maka

akan memiliki diameter yang lebih kecil. Jadi disini Fe memiliki

diameter paling kecil dibandingkan dengan yang lain. Grafik sample

diatas telah sesuai dengan literatur yaitu ketiga pembebanan yang

diberikan menghasilkan urutan kekerasa Fe-Cu-Al.

Hubungan nilai kekerasan dengan sifat lain

Sifat-sifat mekanik yang lain untuk material sangat berkaitan

erat dengan nilai kekerasan yang dimiliki suatu material. Berikut

kaitan nilai kekerasan dengan sifat-sifat lain dari suatu material .

Bila dikaitkan dengan mekanisme keausan, maka semakin tinggi nilai

kekerasan suatu material, maka material tersebut semakin tahan

terhadap mekanisme keausan. Disamping ditentukan oleh nilai

kekerasannya, pemilihan material tahan aus juga ditentukan pula oleh

tingkat ketangguhan, komposisi kimia, dan struktur mikronya, dan

variabel lainnya.

Bila dikaitkan dengan kekuatan material, maka nilai kekerasan memiliki

nilai yang ekivalen terhadap kekuatan materialnya. Artinya, semakin

tinggi nilai kekerasan suatu material, maka material tersebut memiliki

kekuatan yang tinggi. Bila dikaitkan dengan kekuatan tarik, tegangan

tarik maupun kekerasan dapat dijadikan indikator ketahanan material

terhadap deformasi plastis. Konsekuensinya, kedua variabel tersebut

proporsional satu sama lain. Sebagai aturan konversi (untuk sebagian

besar steel / baja), kekerasan Brinell dan tegangan tarik (tensile strength)

dihubungkan melalui persamaan :

Tensile Strength (MPa) = 3.45 x BHN

Tensile Strength (psi) = 500 x HB

Gambar Hubungan kekerasan Brinell dengan tensile strength

Makin keras material maka kekuatan tariknya semakin besar pula.

Walaupun demikian, semakin keras suatu material, maka kecenderungan

material tersebut untuk bersifat getas semakin besar. Hal ini dikarenakan

pergerakan dislokasi sangat kecil apabila dilakukan pembebanan pada

material, sehingga deformasi plastis yang terjadi sangat kecil, bahkan hampir

tidak ada. Oleh karena itu, tingkat kekerasan material harus seimbang

dengan ductility (keuletan) yang dimiliki , dalam artian material tersebut

merupakan material yang tangguh.

VI. Kesimpulan

1. Nilai kekerasan sample untuk variable beban yang sama dari yang

tertinggi secara berurutan adalah Fe – Cu – Al.

2. Semakin keras suatu material maka material tersebut akan semakin

getas (patah lebih cepat) dan nilai keuletannya rendah.

3. Semakin tinggi nilai BHN suatu material, kekerasannya pun makin

tinggi.

4. Tensile strength dan kekerasan memiliki perbandingan yang lurus dan

sama untuk besi tuang, baja dan perunggu.

5. Semakin tinggi nilai kekerasan suatu material maka akan semakin

rendah nilai keausannya

6. Metode Brinell hanya mencerminkan kekerasan dilapisan permukaan.

Daftar Pustaka

1. Callister, William D. Materials Science and Engineering. 1996. John Wiley

& Sons, Inc.

2. Diktat Teori Dasar Parktikum Metalurgi Fisik

3. Buku Paduan Kerja Mahasiswa Praktikum Metalurgi Fisik

4. Davis, Harmer Elmer. The Testing of Engineering Materials. 1964. Mc-

Graw Hill.