draft final report of master plan city of bokondini, tolikara, papua
DESCRIPTION
Laporan Draf Akhir ini merupakan laporan ketiga setelah disampaikannya Laporan Antara dan berisi mengenai data, fakta, analisis, usulan konsep pengembangan, tujuan, kebijakan, strategi, rencana struktur ruang dan pola ruang, indikasi program pembangunan dan pedoman pemanfaatan ruang kawasan perkotaan Bokondini. Berdasarkan usulan konsep pengembangan kawasan perkotaan Bokondini tujuan, kebijakan dan strategi pengembangan diarahkan kepada potensi kawasan yang ada, yakni berbasis kepada pertanian pangan dan komplementaris dari pengembangan potensi wisata sejarah, rohani dan budaya dari masyarakat yang ada di Bokondini.Dengan usulan tersebut maka dibuatkan struktur dan pola ruang kawasan yang mendorong pertumbuhan kawasan perkotaan Bokondini sesuai dengan strategi pengembangan dan pengendalian kawasannya.Pada laporan ini, progress yang dicapai adalah disusunnya Tujuan, Kebijakan, Strategi, Rencana Struktur dan Pola Ruang serta Indikasi Program Pengembangan dan Pengendalian Kawasan. Laporan ini terdiri atas 9 bagian, dimana bagian pertama menjelaskan mengenai latar belakang, tujuan, maksud, sasaran dan ruang lingkup pekerjaan yang dilaksanakan. Bagian kedua menjelaskan mengenai peninjauan terhadap peraturan dan kebijakan yang terkait dengan penataan ruang. Bagian ketiga menjelaskan mengenai gambaran umum wilayah kabupaten dan kawasan perkotaan Bokondini. Bagian keempat menjelaskan mengenai hasil analisis terhadap keseluruhan sektor yang ada. Bagian kelima berisi mengenai matrik atau tabel potensi, permasalahan dan rekomendasi dari tiap sektor yang ada. Bagian keenam adalah usulan konsep pengembangan kawasan perkotaan Bokondini. Bagian Ketujuh adalah Tujuan, Kebijakan, Strategi, Rencana Struktur dan Pola Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini. Bagian kedelapan adalah Indikasi Program Pengembangan Kawasan. Bagian Kesembilan adalah Pedoman Pemanfaatan Ruang Kawasan. Pada laporan ini belum disampaikan arahan KDB, KLB dan Matrik IBTX, yang direncanakan akan disampaikan pada Laporan Akhir.Laporan ini merupakan laporan yang akan terus disempurnakan sesuai dengan alur penyampaian laporan hingga Laporan Akhir. Untuk itu masukan dan saran sangat dibutuhkan. Semoga bermanfaat.TRANSCRIPT
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Hal 1
LAPORAN ANTARA P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena kasih dan karuni-Nya laporan Draf Akhir Pekerjaan
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Bokondini dapat selesai.
Laporan Draf Akhir ini merupakan laporan ketiga setelah disampaikannya Laporan Antara dan berisi mengenai
data, fakta, analisis, usulan konsep pengembangan, tujuan, kebijakan, strategi, rencana struktur ruang dan
pola ruang, indikasi program pembangunan dan pedoman pemanfaatan ruang kawasan perkotaan Bokondini.
Berdasarkan usulan konsep pengembangan kawasan perkotaan Bokondini tujuan, kebijakan dan strategi
pengembangan diarahkan kepada potensi kawasan yang ada, yakni berbasis kepada pertanian pangan dan
komplementaris dari pengembangan potensi wisata sejarah, rohani dan budaya dari masyarakat yang ada di
Bokondini.
Dengan usulan tersebut maka dibuatkan struktur dan pola ruang kawasan yang mendorong pertumbuhan
kawasan perkotaan Bokondini sesuai dengan strategi pengembangan dan pengendalian kawasannya.
Pada laporan ini, progress yang dicapai adalah disusunnya Tujuan, Kebijakan, Strategi, Rencana Struktur dan
Pola Ruang serta Indikasi Program Pengembangan dan Pengendalian Kawasan. Laporan ini terdiri atas 9
bagian, dimana bagian pertama menjelaskan mengenai latar belakang, tujuan, maksud, sasaran dan ruang
lingkup pekerjaan yang dilaksanakan. Bagian kedua menjelaskan mengenai peninjauan terhadap peraturan dan
kebijakan yang terkait dengan penataan ruang. Bagian ketiga menjelaskan mengenai gambaran umum wilayah
kabupaten dan kawasan perkotaan Bokondini. Bagian keempat menjelaskan mengenai hasil analisis terhadap
keseluruhan sektor yang ada. Bagian kelima berisi mengenai matrik atau tabel potensi, permasalahan dan
rekomendasi dari tiap sektor yang ada. Bagian keenam adalah usulan konsep pengembangan kawasan
perkotaan Bokondini. Bagian Ketujuh adalah Tujuan, Kebijakan, Strategi, Rencana Struktur dan Pola Ruang
Kawasan Perkotaan Bokondini. Bagian kedelapan adalah Indikasi Program Pengembangan Kawasan. Bagian
Kesembilan adalah Pedoman Pemanfaatan Ruang Kawasan.
Pada laporan ini belum disampaikan arahan KDB, KLB dan Matrik IBTX, yang direncanakan akan disampaikan
pada Laporan Akhir.
Laporan ini merupakan laporan yang akan terus disempurnakan sesuai dengan alur penyampaian laporan
hingga Laporan Akhir. Untuk itu masukan dan saran sangat dibutuhkan. Semoga bermanfaat.
Jakarta, 2013
Konsultan Pelaksana
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Hal 2
LAPORAN ANTARA P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
Daftar Isi
Kata Pengantar ............................................................................................................................................................. 1
Daftar Isi ....................................................................................................................................................................... 2
Daftar Tabel .................................................................................................................................................................. 6
Daftar Peta ................................................................................................................................................................... 9
Daftar Gambar ............................................................................................................................................................ 10
Bab 1 Pendahuluan ........................................................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................................................... 1
1.2 Maksud, Tujuan dan Sasaran............................................................................................................................. 1
1.2.1 Maksud dan Tujuan ............................................................................................................................................ 1
1.2.2 Sasaran ............................................................................................................................................................... 1
1.3 Ruang Lingkup Wilayah Dan Substansi Pekerjaan ........................................................................................... 2
1.3.1 Ruang Lingkup Wilayah Perencanaan .............................................................................................................. 2
1.3.2 Ruang Lingkup Substansi .................................................................................................................................. 2
1.4 Keluaran ............................................................................................................................................................. 3
1.5 Nama Dan Organisasi Pengguna Jasa.............................................................................................................. 4
1.6 Sistematika Pembahasan ................................................................................................................................. 4
Bab 2 Review Peraturan dan Kebijakan ....................................................................................................................... 1
2.1 Peraturan Perundangan Terkait Penataan Ruang ........................................................................................... 1
2.1.1. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang ....................................................................... 1
2.1.2. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah .............................................................. 2
2.1.3. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan .......................................................... 2
2.1.4. Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan ......................................................................................... 3
2.1.5. Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan .............................................. 5
2.1.6. Undang-Undang No. 01 Tahun 2009 Tentang Penerbangan............................................................................ 5
2.1.7. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup ............................................. 6
2.1.8. Undang-Undang No. 01 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman .................................................. 7
2.1.9. Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana ...................................................... 7
2.1.10. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 21 Tahun 2007 Tentang Kawasan Rawan Gempa Bumi .............. 7
2.1.11. Peraturan Pemerintah No.69 Tahun 2001 Tentang Kepelabuhanan ............................................................. 13
2.1.12. Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta ................................................. 13
2.1.13. SNI No. 1733-2000 Tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan .................................................................. 13
2.1.14. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 4 Tahun 2008 Tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana .......................................................................................... 14
2.2 Peraturan Perundangan Terkait Kehutanan ................................................................................................... 19
2.2.1. Umum ................................................................................................................................................................ 19
2.2.2. Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan ............................................................................... 20
2.2.3. Keputusan Menteri Kehutanan No.70/KPTS-II/2001 tentang Penetapan Kawasan Hutan, Perubahan Status
dan Fungsi Kawasan Hutan ............................................................................................................................ 20
2.2.4. Badan Planologi Kehutanan (BAPLAN) dan Badan Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) .......................... 21
2.2.5. Penetapan Kawasan Hutan ............................................................................................................................. 22
2.2.6. Mutasi Kawasan Hutan ................................................................................................................................... 23
Bab 3 Gambaran Umum dan Kawasan ........................................................................................................................ 1
3.1. Gambaran Umum Kabupaten Tolikara ................................................................................................................. 1
3.1.1. Kondisi Kabupaten Tolikara ................................................................................................................................ 1
3.1.2. Administrasi Kawasan Perkotaan Bokondini ................................................................................................... 13
3.1.3. Kependudukan ................................................................................................................................................. 13
3.1.4. Kondisi Fasilitas Umum dan Sosial ................................................................................................................... 14
3.1.4. Kondisi Perekonomian .................................................................................................................................... 20
3.1.6. Penggunaan Lahan ......................................................................................................................................... 25
3.1.7. Status Kawasan Hutan .................................................................................................................................... 25
3.1.8. Rawan Bencana ................................................................................................................................................ 29
3.1.9. Kondisi Transportasi ......................................................................................................................................... 31
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Hal 3
LAPORAN ANTARA P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
3.2. Gambaran Umum Kawasan Perkotaan Bokondini ............................................................................................ 33
3.2.1. Letak Geografis ................................................................................................................................................. 33
3.2.2. Kondisi Fisik Kawasan Perkotaan Bokondini .................................................................................................. 33
3.2.3. Penggunaan Lahan Kawasan Perkotaan Bokondini ......................................................................................47
3.2.4. Kependudukan Kawasan Perkotaan Bokondini ............................................................................................ 50
3.2.5. Sejarah dan Sosial Budaya .............................................................................................................................. 50
3.2.6. Fasilitas Umum Kawasan Perkotaan Bokondini ............................................................................................. 52
3.2.7. Kondisi Kepariwisataan .................................................................................................................................. 58
3.2.8. Prasarana Perkotaan dan Lingkungan Kawasan ........................................................................................... 58
3.2.9. Sistem Transportasi Kawasan Perkotaan ...................................................................................................... 69
3.2.10. Kondisi Sektor Pertanian ................................................................................................................................ 73
Bab 4 Analisis................................................................................................................................................................. 1
4.1 Analisis Wilayah Regional .................................................................................................................................. 1
4.1.3 Analisis Potensi , Permasalahan, Peluang dan Tantangan Pembangunan Skala Regional .............................. 5
4.2 Analisis Sumber Daya Alam Dan Fisik Di Kawasan Perkotaan ......................................................................... 7
4.2.1. Analisis Sumber Daya Air ................................................................................................................................... 7
4.2.2. Analisis Sumber Daya Tanah ............................................................................................................................. 7
4.2.3. Analisis Topografi dan Kelerengan ................................................................................................................... 7
4.2.4. Analisis Geologi Lingkungan ............................................................................................................................ 8
4.2.5. Analisis Klimatologi ........................................................................................................................................... 8
4.2.6. Analisis Sumber Daya Alam .............................................................................................................................. 9
4.2.7. Analisis Sumber Daya Alam dan Fisik Wilayah Lainnya .................................................................................. 10
4.3. Analisis Sektor Pertanian .................................................................................................................................. 11
4.4. Analisis Sosial Budaya ........................................................................................................................................ 2
4.4.1. Analisis Elemen Kota ......................................................................................................................................... 2
4.4.2. Analisis Sosial dan Budaya ................................................................................................................................ 4
4.5. Analisis Kependudukan ................................................................................................................................... 13
4.5.1. Analisis Proyeksi Pertumbuhan dan Perkembangan Penduduk ................................................................... 13
4.5.2. Analisis Proyeksi dan Distribusi Penduduk ..................................................................................................... 13
4.5.3. Analisis Kebutuhan Fasilitas Umum Kawasan Perkotaan Bokondini ............................................................ 14
4.5.4. Analisis Ketersediaan dan Kebutuhan Prasarana Kawasan Perkotaan Bokondini ...................................... 20
4.6. Analisis Daya Tampung Maksimal ..................................................................................................................... 23
4.7. Analisis Kebutuhan Rumah Hingga Tahun 2033 ............................................................................................... 24
4.8. Analisis Kerentanan Gerakan Tanah .................................................................................................................. 24
4.9. Analisis Ekonomi ................................................................................................................................................ 26
4.9.1. Analisis Pembiayaan Pembangunan ............................................................................................................... 26
4.9.2. Analisis Besaran Biaya Pembangunan, Alokasi Dana dan Sumber Pembiayaan .......................................... 27
4.9.3. Proyeksi Struktur Pendapatan Daerah ........................................................................................................... 28
4.9.4. Proyeksi Struktur Belanja Daerah .................................................................................................................. 29
4.9.5. Analisis Pembiayaan Rencana Pemanfaatan Ruang ..................................................................................... 29
4.10. Analisis Kelembagaan ....................................................................................................................................... 30
4.10.1. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Persampahan ................................................................................ 31
4.10.2. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Air Bersih ................................................................................. 32
4.10.3. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Sanitasi..................................................................................... 32
4.10.4. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Listrik dan Energi..................................................................... 33
4.10.5. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Telekomunikasi ....................................................................... 34
4.10.6. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Kesehatan ................................................................................ 35
4.10.7. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Rawan Bencana ....................................................................... 36
4.10.8. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Agroforestri ............................................................................. 36
4.10.9. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Pelayanan Masyarakat ............................................................ 38
Bab 5 Potensi dan Permasalahan ................................................................................................................................ 1
5.1 Potensi Dan Permasalahan Regional ................................................................................................................ 1
5.1.2. Permasalahan Regional ..................................................................................................................................... 1
5.2 Potensi Dan Permasalahan Fisik Alam dan Penggunaan Lahan ...................................................................... 1
5.2.3. Aspek Hukum .................................................................................................................................................... 2
5.2.4. Aspek Penggunaan Ruang ................................................................................................................................ 2
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Hal 4
LAPORAN ANTARA P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
5.2.5. Aspek Transportasi ............................................................................................................................................ 2
5.2.6. Aspek Perumahan .............................................................................................................................................. 2
5.2.7. Aspek Industri .................................................................................................................................................... 3
5.3 Potensi dan Masalah Kependudukan/tenaga kerja; ........................................................................................ 3
5.4 Potensi Dan Masalah Aspek Perkotaan ........................................................................................................... 4
5.5 Potensi Dan Masalah Sarana dan Infrastruktur .............................................................................................. 4
5.6 Potensi Dan Masalah Kelembagaan/Kemasyarakatan ................................................................................... 6
5.7 Potensi Dan Masalah Ekonomi......................................................................................................................... 6
5.8 Potensi Dan Masalah Pertanian ....................................................................................................................... 6
Bab 6 Usulan Konsep Pengembangan ......................................................................................................................... 1
6.1 Dasar Konsep Pengembangan .......................................................................................................................... 1
6.2 Konsep Pengembangan Struktur Ruang .......................................................................................................... 1
6.3 Konsep Pengembangan Pola Ruang ............................................................................................................... 4
6.3.1. Konsep Kota Berbasis Wisata Agro ................................................................................................................. 4
6.3.2. Konsep Kota Agro Bokondini ............................................................................................................................ 5
6.3.3. Konsep Wisata Agro ......................................................................................................................................... 6
6.3.4. Konsep Outbond-Agro ....................................................................................................................................... 7
6.3.5. Konsep Wisata Rohani Kristen .......................................................................................................................... 7
6.3.6. Konsep Taman Botani (Botanical Garden) ....................................................................................................... 8
6.3.7. Rencana Alokasi Pola Ruang ............................................................................................................................ 11
6.4 Konsep Jaringan Jalan dan Jembatan ............................................................................................................ 18
6.5 Konsep Pengembangan Kawasan Prioritas ................................................................................................... 21
6.4.1. Penetapan Kawasan Prioritas .......................................................................................................................... 21
6.4.2 Konsep Pengembangan Kawasan Prioritas ................................................................................................... 22
6.4.3 Struktur Ruang ................................................................................................................................................. 22
6.4.4 Pola Ruang Kawasan Prioritas ........................................................................................................................ 22
Bab 7 Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini .......................................... 1
7.1. Umum ..................................................................................................................................................................... 1
7.2. Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini ............................................. 1
7.3. Rencana Struktur Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini .................................................................................. 2
7.3.1. Rencana Pusat βPusat Kegiatan Utama Kawasan Perkotaan ........................................................................ 2
7.3.2. Rencana Distribusi dan Kepadatan Penduduk Kawasan ................................................................................. 1
7.3.3. Rencana Sistem Transportasi ............................................................................................................................ 1
7.3.3.1. Sistem Transportasi Darat ........................................................................................................................ 1
7.3.3.2. Sistem Transportasi Udara ...................................................................................................................... 2
7.3.4. Rencana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ........................................................................................................ 2
7.3.5. Sistem Jaringan Energi ..................................................................................................................................... 2
7.3.6. Sistem Jaringan Air Minum ............................................................................................................................... 2
7.3.7. Sistem Jaringan Telekomunikasi ...................................................................................................................... 2
7.3.8. Sistem Jaringan Persampahan ......................................................................................................................... 2
7.3.9. Sistem Jaringan Limbah/Sanitasi ...................................................................................................................... 3
7.3.10. Sistem Jaringan Drainase ............................................................................................................................ 3
7.4. Rencana Pola Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini .......................................................................................... 1
7.4.1. Zona Lindung (L) ................................................................................................................................................ 1
7.4.2. Zona Budidaya (B) .............................................................................................................................................. 1
BAB 8 Indikasi Program................................................................................................................................................ 1
8.2 Indikasi Program Pembangunan Kawasan Perkotaan Bokondini ....................................................................... 1
8.2 Rencana Pentahapan dan Prioritas Program Pembangunan............................................................................... 1
8.3 Pembiayaan Pembangunan ................................................................................................................................... 1
8.4 Pengelolaan Pembangunan .................................................................................................................................. 6
BAB 9 Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang ................................................................................................. 1
9.1. Mekanisme Perijinan .............................................................................................................................................. 1
9.2. Mekanisme Pemberian Insentif Dan Disinsentif .................................................................................................. 1
9.3. Mekanisme Pemberian Kompensasi .................................................................................................................... 1
9.4. Mekanisme Pelaporan .......................................................................................................................................... 1
9.5. Mekanisme Pemantauan ..................................................................................................................................... 2
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Hal 5
LAPORAN ANTARA P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
9.6. Mekanisme Evaluasi ............................................................................................................................................. 2
9.7. Mekanisme Pengenaan Sanksi ............................................................................................................................. 2
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Hal 6
LAPORAN ANTARA P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
Daftar Tabel
Tabel 2. 1 Peruntukan Ruang Kawasan Rawan Gempa Bumi Berdasarkan Tipologi Kawasan ..................... 9
Tabel 2. 2 Arahan Struktur Ruang Kawasan Rawan Gempa Bumi ................................................................. 10
Tabel 2. 3 Acuan Peraturan Zonasi Untuk Kawasan Rawan Gempa Bumi ............................................................... 11
Tabel 2. 4 Analisis Kemungkinan Dampak Bencana ................................................................................................. 17
Tabel 2. 5 Unit Pelaksana Teknis (Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah I Sampai Dengan XI) ................... 22
Tabel 3. 1 Nama Distrik di Tolikara ................................................................................................................................ 1
Tabel 3. 2 Luas Kabupaten Tolikara Menurut Sumbernya .......................................................................................... 1
Tabel 3. 3. Potensi Airtanah, Keberadaan Mineral Logam, Mineral Non Logam, Kondisi Geoteknik dan Bencana
Geologi........................................................................................................................................................ 6
Tabel 3. 4 Nama Distrik dan Luasan di Kawasan Perkotaan Bokondini ................................................................... 13
Tabel 3. 5 Indikator Kesehatan Kabupaten Tolikara Tahun 2010 .............................................................................. 13
Tabel 3. 6 Indikator Ketenagakerjaan Kabupaten Tolikara Tahun 2009 ..................................................................14
Tabel 3. 7 PDRB Kabupaten Tolikara Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan Tahun 2006-2010 .......................... 20
Tabel 3. 8 Pertumbuhan PDRB Kabupaten Tolikara Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2006-2010 ....................... 20
Tabel 3. 9 Pertumbuhan PDRB Perkapita Kabupaten Tolikara 2008-2010 .............................................................. 20
Tabel 3. 10 Nilai LQ PDRB per Sektor Tahun 2006-2010 ............................................................................................ 21
Tabel 3. 11 Luas Panen, Produksi, Produktivitas Komoditas Tanaman Pangan Tahun 2010 ................................... 22
Tabel 3. 12. Luas Panen, Produksi, Produktivitas Komoditas Tanaman Buah-buahan Tahun 2010 ........................ 22
Tabel 3. 13. Luas Panen, Produksi, Produktivitas Komoditas Tanaman Sayuran Tahun 2010 ................................ 22
Tabel 3. 14 Luas Panen, Produksi Kopi di Kabupaten Tolikara Tahun 2010 ............................................................. 23
Tabel 3. 15 Populasi Ternak di Kabupaten Tolikara Tahun 2010 ............................................................................... 23
Tabel 3. 16 Produksi Daging Ternak di Kabupaten Tolikara Tahun 2010 (Kg) ......................................................... 24
Tabel 3. 17 Jenis Ikan, Produksi di Kabupaten Tolikara Tahun 2010 ........................................................................ 24
Tabel 3. 18 Luas Kolam, Kelompok Tani dan Jumlah Anggota di Kabupaten Tolikara Tahun 2010 ....................... 24
Tabel 3. 19. Tutupan Lahan Kabupaten Tolikara....................................................................................................... 25
Tabel 3. 20. Status Kawasan Hutan Di Kabupaten Tolikara ..................................................................................... 26
Tabel 3. 21 Data Teknis Jalan Di Kabupaten Tolikara Tahun 2012 ............................................................................. 31
Tabel 3. 22 Luas dan Persentasi BWP didalam Kawasan Perkotaan ........................................................................ 33
Tabel 3. 23 Tutupan Lahan Kawasan Perkotaan Bokondini ..................................................................................... 42
Tabel 3. 24 Data dan parameter sumber gempa fault untuk daerah Papua dan sekitarnya. ................................. 44
Tabel 3. 25 Penggunaan Lahan di BWP I ................................................................................................................... 47
Tabel 3. 26 Penggunaan Lahan di BWP II .................................................................................................................. 47
Tabel 3. 27 Penggunaan Lahan di BWP III ................................................................................................................ 48
Tabel 3. 28 Penggunaan Lahan di BWP IV ................................................................................................................ 48
Tabel 3. 29 Jumlah Penduduk Di Kawasan Perkotaan Bokondini Menurut Distrik Tahun 2011 ..............................50
Tabel 3. 30 Jumlah Penduduk Dan Kepadatan Di Kawasan Perkotaan Bokondini Menurut Distrik Tahun 2011 ...50
Tabel 3. 31 Jumlah Sarana Pendidikan Dasar (SD) Negeri Dan Menurut Distrik Tahun 2011 .................................. 52
Tabel 3. 32 Jumlah Sarana Pendidikan Dasar Menurut Distrik Tahun 2011 .............................................................. 53
Tabel 3. 33 Jumlah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Menurut Distrik Tahun 2011 .............................................. 53
Tabel 3. 34 Jumlah Sekolah Menengah Umum Menurut Distrik Tahun 2011 .......................................................... 53
Tabel 3. 35 Jumlah Puskesmas, Puskesmas Pembantu Dan Balai Pengobatan Menurut Distrik Tahun 2011 ........ 53
Tabel 3. 36 Jumlah Puskesmas Keliling Menurut Distrik Tahun 2011 ....................................................................... 53
Tabel 3. 37 Jumlah Tenaga Kesehatan Menurut Distrik Tahun 2011 ........................................................................ 53
Tabel 3. 38. Data Potensi Objek Wisata di Kawasan Perkotaan Bokondini .............................................................58
Tabel 3. 39 Kondisi Jalan di Dalam Kawasan Prioritas ..............................................................................................59
Tabel 3. 40 Sebaran dan Kondisi Jaringan Kelistrikan di Kawasan Perkotaan Bokondini ..................................... 64
Tabel 3. 41. Sarana Telekomunikasi Di Kabupaten Tolikara .................................................................................... 64
Tabel 3. 42 Pelayanan Sinyal Telekomunikasi dari BTS Telkomsel Di Kabupaten Tolikara .................................... 64
Tabel 3. 43. Tabel Jaringan Telekomunikasi ............................................................................................................. 65
Tabel 3. 44 Tabel Kondisi Jaringan Drainase di Kawasan Perkotaan Bokondini ..................................................... 67
Tabel 3. 45 Kondisi Jaringan Air Bersih di Kawasan Perkotaan Bokondini ............................................................. 68
Tabel 3. 46. Jenis Penanganan Persampahan di Kawasan Perkotaan Bokondini .................................................. 68
Tabel 3. 47. Jenis Penanganan Limbah di Kawasan Perkotaan Bokondini ............................................................. 69
Tabel 3. 48. Rute Kendaraan, Frekuensi dan Biaya Perjalanan Angkutan Darat Bokondini-Wamena .................. 69
Tabel 3. 49. Rute Penerbangan, Frekuensi dan Biaya Perjalanan Bokondini-Wamena .......................................... 70
Tabel 3. 50 Contoh Pola Perjalanan Untuk Perkotaan Agro Bokondini .................................................................. 71
Tabel 3. 51 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Pangan Tahun 2010 ............................................... 73
Tabel 3. 52 Luas Panen, Produksi dan Produkivitas Tanaman Buah-buahan Tahun 2010 ....................................... 74
Tabel 3. 53 Luas Panen, Produksi dan Produkivitas Tanaman Sayuran Tahun 2010 ............................................... 74
Tabel 3. 54 Luas Panen, Produksi dan Produkivitas Kopi Tahun 2010 ..................................................................... 74
Tabel 3. 55 Populasi dan Produksi Daging Ternak Tahun 2010 ................................................................................ 75
Tabel 3. 56. Populasi dan Produksi Daging Ternak Tahun 2010 ............................................................................. 75
Tabel 3. 57. Jenis dan Produksi Ikan Tahun 2010...................................................................................................... 75
Tabel 3. 58. Luas Kolam Budidaya Ikan Tawar, Banyak Kelompok Tani dan Anggotanya Tahun 2010 .................. 75
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Hal 7
LAPORAN ANTARA P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
Tabel 4. 1 Peranan Kawasan Perkotaan Bokondini Skala Kabupaten ....................................................................... 4
Tabel 4. 2 Analisis Fungsi dan Peran Kawasan Perkotaan Bokondini........................................................................ 5
Tabel 4. 3 Matrik IFAS .................................................................................................................................................. 6
Tabel 4. 4 Matrik EFAS ................................................................................................................................................. 6
Tabel 4. 5 Matrik SWOT ............................................................................................................................................... 6
Tabel 4. 6 Nama Sungai di Kawasan Perkotaan ......................................................................................................... 7
Tabel 4. 7 Klasifikasi Jenis Tanah ................................................................................................................................. 7
Tabel 4. 8 Luas Wilayah Menurut Ketinggian Per BWP ............................................................................................. 7
Tabel 4. 9 Luas Kawasan Menurut Kemiringan Lereng Per BWP .............................................................................. 8
Tabel 4. 10 Formasi Geologi Kawasan ......................................................................................................................... 8
Tabel 4. 11 Curah Hujan Menurut Luas BWP ............................................................................................................... 8
Tabel 4. 12 Kawasan Lindung ..................................................................................................................................... 10
Tabel 4. 13 Kawasan Budidaya ................................................................................................................................... 10
Tabel 4. 14 Komoditas Unggulan ................................................................................................................................ 12
Tabel 4. 15. Skema Analisis Landmark ......................................................................................................................... 2
Tabel 4. 16. Skema Analisis Node ................................................................................................................................. 2
Tabel 4. 17. Skema Analisis Distrik/Blok....................................................................................................................... 3
Tabel 4. 18 Skema Analisis Edges ................................................................................................................................. 3
Tabel 4. 19 Skema Analisis Path ................................................................................................................................... 4
Tabel 4. 20 Proyeksi dan Distribusi Penduduk Kawasan Perkotaan Bokondini Hingga 2033 ................................. 13
Tabel 4. 21 Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Taman Kanak-Kanak .................................................................................14
Tabel 4. 22 Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Sekolah Dasar hingga tahun 2033 ...........................................................14
Tabel 4. 23 Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) .............................................14
Tabel 4. 24 Proyeksi Kebutuhan Sekolah Menengah Umum .................................................................................... 15
Tabel 4. 25 Proyeksi Kebutuhan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ..................................................................... 15
Tabel 4. 26 Proyeksi Kebutuhan Taman Bacaan ........................................................................................................ 15
Tabel 4. 27 Proyeksi Kebutuhan Posyandu ................................................................................................................ 15
Tabel 4. 28 Proyeksi Kebutuhan Balai Pengobatan .................................................................................................. 16
Tabel 4. 29 Proyeksi Kebutuhan Klinik Bersalin/BKIA .............................................................................................. 16
Tabel 4. 30 Proyeksi Kebutuhan Puskesmas Pembantu (PUSTU) ........................................................................... 16
Tabel 4. 31 Proyeksi Kebutuhan Puskesmas ............................................................................................................. 16
Tabel 4. 32 Proyeksi Kebutuhan Praktek Dokter ....................................................................................................... 17
Tabel 4. 33 Proyeksi Kebutuhan Apotik/Rumah Obat ............................................................................................... 17
Tabel 4. 34 Proyeksi Kebutuhan Gereja ..................................................................................................................... 17
Tabel 4. 35 Proyeksi Kebutuhan Gereja Skala Kampung .......................................................................................... 18
Tabel 4. 36 Proyeksi Kebutuhan Gereja Skala Distrik ............................................................................................... 18
Tabel 4. 37 Proyeksi Kebutuhan Sarana Ibadah lainnya. .......................................................................................... 18
Tabel 4. 38 Proyeksi Kebutuhan Warung/Toko ........................................................................................................ 18
Tabel 4. 39 Proyeksi Kebutuhan Pertokoan .............................................................................................................. 18
Tabel 4. 40 Proyeksi Pusat Pertokoan/Pasar Lingkungan ........................................................................................ 19
Tabel 4. 41 Proyeksi Pusat Perbelanjaan dan Niaga .................................................................................................. 19
Tabel 4. 42. Proyeksi Kebutuhan Taman dan Lapangan Olah Raga Kampung ....................................................... 19
Tabel 4. 43 Proyeksi Kebutuhan Taman Kota ........................................................................................................... 19
Tabel 4. 44 Proyeksi Kebutuhan Taman Rukun Warga ............................................................................................ 20
Tabel 4. 45 Proyeksi Kebutuhan Air Bersih BWP I Hingga Tahun 2033 (SL) ............................................................ 20
Tabel 4. 46. Proyeksi Kebutuhan Air Bersih BWP II Hingga Tahun 2033 (SL) ......................................................... 20
Tabel 4. 47. Proyeksi Kebutuhan Air Bersih BWP III Hingga Tahun 2033 (SL) ......................................................... 20
Tabel 4. 48. Proyeksi Kebutuhan Air Bersih BWP IV Hingga Tahun 2033 (SL) ........................................................ 20
Tabel 4. 49 Kebutuhan BBM hingga tahun 2033 ...................................................................................................... 23
Tabel 4. 50 Proyeksi dan Asumsi Jiwa/Rumah .......................................................................................................... 24
Tabel 4. 51 Kebutuhan Rumah Sehat Papua Hingga Tahun 2033 ............................................................................. 24
Tabel 4. 52 Penyesuaian Tipologi Kerentanan Gerakan Tanah ................................................................................ 24
Tabel 4. 53 Tipologi Kerusakan Oleh Gempa dan Kerentanan Gerakan Tanah ....................................................... 24
Tabel 4. 54 Perkiraan Perubahan Struktur Ekonomi Distrik Bokondini ................................................................... 26
Tabel 4. 55 Perkiraan Kebutuhan Investasi Distrik Tolikara Hingga Tahun 2033 .................................................... 27
Tabel 4. 56 Kebutuhan dan Persentase Sumber Pembiayaan Pembangunan hingga 2033 ................................... 29
Tabel 4. 57 Proporsi Anggaran Biaya SKPD Hingga Tahun 2033 ..............................................................................30
Tabel 4. 58 Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Kabupaten Tolikara Periode 2012-2017 ...............................30
Tabel 4. 59 Matrik Analisis Kelembagaan Pengembangan Kawasan Perkotaan Bokondini ..................................39
Tabel 6. 1. Arahan Hirarki dan Fungsi Utama RTRW Tolikara .................................................................................... 1
Tabel 6. 2. Kelengkapan Fungsi Fasilitas Distrik Kawasan Perkotaan .......................................................................4
Tabel 6. 3. Perhitungan Indeks Sentralitas..................................................................................................................4
Tabel 6. 4. Hirarki Pelayanan Perkotaan .....................................................................................................................4
Tabel 6. 5 Rencana Kebutuhan Sarana Dan Prasarana Kawasan Agro .................................................................... 6
Tabel 6. 6 Alokasi Pola Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini ................................................................................. 11
Tabel 6. 7 Jaringan Jalan ............................................................................................................................................ 18
Tabel 6. 8 Pengembangan Jembatan ........................................................................................................................ 18
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Hal 8
LAPORAN ANTARA P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
Tabel 6. 9 Matrik Penetapan Kawasan Prioritas ....................................................................................................... 21
Tabel 6. 10 Usulan Alokasi Pola Ruang Kawasan Prioritas ....................................................................................... 22
Tabel 7. 1. Sistem Pusat Pelayanan .............................................................................................................................. 2
Tabel 7. 2. Fungsi Pusat β Pusat Pelayanan Kawasan ................................................................................................. 3
Tabel 7. 3. Rencana Distribusi Penduduk Kawasan ..................................................................................................... 1
Tabel 7. 4. Rencana Kepadatan Penduduk Kawasan .................................................................................................. 1
Tabel 7. 5. Rencana Jaringan Jalan Lingkungan (LK) Jalan Lingkungan Industri (LKI) Distrik Bokondini ............... 1
Tabel 7. 6. Rencana Jaringan Jalan Lingkungan Di Sebagian Distrik Bewani ............................................................ 1
Tabel 7. 7. Rencana Jaringan Jalan Lingkungan disebagian Distrik Bokoneri ............................................................ 1
Tabel 7. 8. Rencana Jaringan Jalan Lingkungan disebagian Distrik Kamboneri ........................................................ 1
Tabel 7. 9. Rencana Jembatan ..................................................................................................................................... 2
Tabel 7. 10. Rencana Luas Kawasan Lindung ............................................................................................................... 1
Tabel 7. 11. Peruntukan Kawasan BWP 1 Bokondini ................................................................................................... 2
Tabel 7. 12. Peruntukan Kawasan BWP II Sebagian Distrik Bewani ........................................................................... 2
Tabel 7. 13. Peruntukan Kawasan BWP III Sebagian Distrik Bokoneri ....................................................................... 2
Tabel 7. 14. Peruntukan Kawasan BWP IV Sebagian Distrik Kamboneri ................................................................... 2
Tabel 8. 1. Indikasi Program Pembangunan Kawasan Perkotaan Bokondini ............................................................. 1
Tabel 8. 2. Sumber Alternatif Pembiayaan Infrastruktur Kawasan ........................................................................... 2
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Hal 9
LAPORAN ANTARA P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
Daftar Peta
Peta 3. 1 Wilayah Kabupaten Tolikara ......................................................................................................................... 2
Peta 3. 2 Ketinggian Kabupaten Tolikara .................................................................................................................... 4
Peta 3. 3 Kelerengan Kabupaten Tolikara ................................................................................................................... 5
Peta 3. 4 Jenis Tanah Kabupaten Tolikara .................................................................................................................. 7
Peta 3. 5 Geologi Kabupaten Tolikara ......................................................................................................................... 8
Peta 3. 6 Kondisi Curah Hujan di Kabupaten Tolikara .............................................................................................. 10
Peta 3. 7 Daerah Aliran Sungai (DAS) Di Kabupaten Tolikara ................................................................................... 11
Peta 3. 8 Hidrogeologi Kabupaten Tolikara ............................................................................................................... 12
Peta 3. 9 Sebaran Fasilitas Pemerintah di Kabupaten Tolikara ............................................................................... 16
Peta 3. 10 Sebaran Fasilitas Pendidikan di Kabupaten Tolikara ................................................................................ 17
Peta 3. 11 Sebaran Fasilitas Perdagangan Dan Jasa di Kabupaten Tolikara ............................................................ 18
Peta 3. 12 Sebaran Fasilitasi Kesehatan di Kabupaten Tolikara ............................................................................... 19
Peta 3. 13 Tutupan Lahan Kabupaten Tolikara ......................................................................................................... 27
Peta 3. 14 Status Kawasan Hutan Kabupaten Tolikara ............................................................................................ 28
Peta 3. 15 Rawan Bencana di Kabupaten Tolikara .................................................................................................... 30
Peta 3. 16 Transportasi Di Kabupaten Tolikara ......................................................................................................... 32
Peta 3. 17 Administrasi Kawasan Perkotaan Bokondini ........................................................................................... 35
Peta 3. 18 Peta Ketinggian Kawasan Perkotaan Bokondini ..................................................................................... 36
Peta 3. 19 Peta Kelerengan Kawasan Perkotaan Bokondini .................................................................................... 37
Peta 3. 20 Curah Hujan Kawasan Perkotaan Bokondini ........................................................................................... 39
Peta 3. 21 Hidrogeologi Kawasan Perkotaan Bokondini .......................................................................................... 40
Peta 3. 22 Daerah Aliran Sungai Kawasan Perkotaan Bokondini .............................................................................41
Peta 3. 23 Tutupan Lahan Kawasan Perkotaan Bokondini ...................................................................................... 43
Peta 3. 24 Penggunaan Lahan Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2013 ............................................................ 49
Peta 3. 25 Sebaran Sarana Pendidikan Kawasan Perkotaan Bokondini .................................................................. 55
Peta 3. 26 Sebaran Sarana Kesehatan Kawasan Perkotaan Bokondini .................................................................. 56
Peta 3. 27 Sarana Peribadatan Kawasan Perkotaan Bokondini ............................................................................... 57
Peta 3. 28 Jaringan Jalan Eksisting Kawasan Perkotaan Bokondini ........................................................................ 60
Peta 3. 29 Sebaran Jembatan Eksisting di Kawasan Perkotaan Bokondini ............................................................. 62
Peta 3. 30 Jaringan Telekomunikasi Kawasan Perkotaan Bokondini ...................................................................... 66
Peta 4. 1 Kesesuaian Lahan Pertanian, Tanaman Pangan dan Perkebunan .............................................................. 1
Peta 6. 1 Kawasan KKOP .............................................................................................................................................. 3
Peta 6. 2 Konsep Struktur Pola Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini .................................................................. 12
Peta 6. 3 Konsep Pengembangan Pola Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini ...................................................... 13
Peta 6. 4 Konsep Pengembangan Pola Ruang Kawasan BWP Bewani ................................................................... 14
Peta 6. 5 Konsep Pengembangan Kawasan Perkotaan BWP Bokondini ................................................................ 15
Peta 6. 6 Konsep Pengembangan Kawasan Perkotaan BWP Bokoneri .................................................................. 16
Peta 6. 7 Konsep Pengembangan Kawasan Perkotaan BWP Kaboneri .................................................................. 17
Peta 6. 8 Peta Konsep Pengembangan Jaringan Jalan Kawasan Perkotaan Bokondini ........................................ 19
Peta 6. 9 Konsep Pengembangan Jaringan Jalan dan Jembatan di Kawasan Prioritas (BWP 1) ........................... 20
Peta 6. 10 Usulan Konsep Struktur dan Pola Ruang Kawasan Prioritas .................................................................. 24
Peta 7. 1. Rencana Struktur Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini .......................................................................... 1
Peta 7. 2. Rencana Pusat Pusat Kegiatan Kawasan .................................................................................................... 1
Peta 7. 4. Rencana Distribusi dan Kepadatan Penduduk ........................................................................................... 1
Peta 7. 5. Rencana Sistem Transportasi ...................................................................................................................... 1
Peta 7. 6. Rencana Sistem Jaringan Energi ................................................................................................................. 1
Peta 7. 7.Rencana Sistem Jaringan Telekomunikasi ................................................................................................... 1
Peta 7. 8. Rencana Sistem Air Bersih ........................................................................................................................... 1
Peta 7. 9. Rencana Sistem Jaringan Persampahan ..................................................................................................... 1
Peta 7. 10. Rencana Sistem Jaringan Limbah/ Sanitasi ............................................................................................... 1
Peta 7. 11. Rencana Sistem Jaringan Drainase ............................................................................................................. 1
Peta 7. 12. Rencana Kawasan Lindung......................................................................................................................... 1
Peta 7. 13. Rencana Pola Ruang ................................................................................................................................... 1
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Hal 10
LAPORAN ANTARA P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
Daftar Gambar Gambar 2. 1 Skematik Rencana Tata Ruang ................................................................................................................ 2
Gambar 2. 2 Sistem Jaringan Jalan Primer .................................................................................................................. 4
Gambar 2. 3 Sistem Jaringan Jalan Sekunder ............................................................................................................. 4
Gambar 2. 4 Ruang Lingkup Pedoman Penataan Ruang Kawasan Gempa .............................................................. 8
Gambar 2. 5 Konsep Penyelenggaraan Bencana .......................................................................................................14
Gambar 2. 6 Perencanaan dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana ..................................................... 15
Gambar 2. 7 Proses Penyusunan Rencana Penanggulangan .................................................................................... 15
Gambar 2. 8 Matrik Kemungkinan Dampak Bencana .............................................................................................. 18
Gambar 3. 1 Sarana Pemerintahan Tolikara ...............................................................................................................14
Gambar 3. 2 Sarana Pendidikan Kabupaten Tolikara ................................................................................................ 15
Gambar 3. 3 Sarana Kesehatan Kabupaten Tolikara ................................................................................................. 15
Gambar 3. 4 Sarana Perdagangan dan Jasa Kabupaten Tolikara ............................................................................. 15
Gambar 3. 5 Kondisi Jalan di salah satu Distrik di Kabupaten Tolikara .................................................................... 31
Gambar 3. 6 Stratigrafi Rencana Kawasan Kota Bokondini..................................................................................... 33
Gambar 3. 7 Tektonik Aktif Papua ............................................................................................................................. 44
Gambar 3. 8 Kejadian Gempa di Papua ..................................................................................................................... 45
Gambar 3. 9 Resiko Gempa Papua ............................................................................................................................ 45
Gambar 3. 10 Beban Gempa Papua ........................................................................................................................... 46
Gambar 3. 11 Resiko Gerakan Tanah di Papua .......................................................................................................... 46
Gambar 3. 12 Resiko Gunung Api ............................................................................................................................... 47
Gambar 3. 13 Resiko Tsunami di Papua ..................................................................................................................... 47
Gambar 3. 14 Rumah Honai Suku Lani ........................................................................................................................ 51
Gambar 3. 15 Pola Permukiman Suku Lani di Tolikara .............................................................................................. 52
Gambar 3. 16 Pola Permukiman Usilimo Suku Dani di Kabupaten Tolikara ............................................................ 52
Gambar 3. 17 Kondisi di sekitar Kawasan Klasis Bogoga .......................................................................................... 58
Gambar 3. 18 Kondisi Objek Daya Tarik Potensi Wisata Bokondini ......................................................................... 58
Gambar 3. 19 Kondisi Jaringan Jalan Menuju Kawasan Perkotaan Bokondini ....................................................... 59
Gambar 3. 20 Kondisi Jembatan Kawasan Perkotaan Bokondini ............................................................................ 61
Gambar 3. 21 Penjualan BBM Eceran ......................................................................................................................... 63
Gambar 3. 22 Kondisi Rumah Pembangkit ................................................................................................................ 63
Gambar 3. 23. Ilustrasi Layout Sistem PLTMH .......................................................................................................... 64
Gambar 3. 24 Penggunaan PLTS Individual .............................................................................................................. 64
Gambar 3. 25. Ilustrasi Penggunaan Radio Antar Penduduk .................................................................................. 65
Gambar 3. 26 Kondisi Jaringan Drainase di Jalan Utama (Kolektor Primer & Sekunder) ....................................... 67
Gambar 3. 27 Kondisi Jaringan Drainase di Jalan Lingkungan (Kondisi Buruk)....................................................... 67
Gambar 3. 28 Penampang Drainase Eksistingi Jalan Utama ..................................................................................... 67
Gambar 3. 29 Kondisi Jaringan Drainase di Lingkungan Klasis ................................................................................ 67
Gambar 3. 30 Kondisi Jaringan Perpipaan, Tangki Penampung Air Hujan, dan Sumber Air ................................. 68
Gambar 3. 31. Kondisi Insenerator Puskesmas dan Ilustrasi Bak Limbah Padat .................................................... 69
Gambar 3. 32 Kondisi Pangkalan Kendaraan Umum Kawasan Perkotaan Bokondini ........................................... 69
Gambar 3. 33 Kondisi Bandar Udara dan Maskapai di Bokondini ............................................................................ 70
Gambar 3. 34 Peta Pola Perjalanan didalam Kawasan Perkotaan Bokondini ......................................................... 72
Gambar 3. 35. Potensi Sistem Jaringan Transportasi Eksisting dalam Kawasan Perkotaan Bokondini ................ 73
Gambar 6. 1 Rencana Perpanjangan Runway Bandar Udara Bokondini.................................................................... 2
Gambar 6. 2 Spesifikasi Pesawat Yang Mendarat ...................................................................................................... 2
Gambar 6. 3 Konsep Dasar Pengembangan Kota Agro Bokondini ............................................................................ 5
Gambar 6. 4. Konsep Interaksi Kota Agro .................................................................................................................. 6
Gambar 6. 5. Potensi Komoditas Lokal Wisata Agro .................................................................................................. 7
Gambar 6. 6. Potensi Komoditas yang perlu dikembangkan ..................................................................................... 7
Gambar 6. 7. Kegiatan Outbound yang dapat dikembangkan ................................................................................... 7
Gambar 6. 8. Potensi Objek Wisata ............................................................................................................................ 8
Gambar 6. 9. Objek yang perlu di revitalisasi/pugar .................................................................................................. 8
Gambar 6. 10 Kebun Raya Bogor ................................................................................................................................ 9
Gambar 6. 11 Brooklyn Botanical Garden ................................................................................................................... 9
Gambar 6. 12 Tanaman di Brooklyn Botanical Garden ............................................................................................... 9
Gambar 6. 13 Singapore Botanical Garden ................................................................................................................ 10
Gambar 6. 14 Tanaman dan Atraksi di Singapore Botanical Gardens ...................................................................... 10
Gambar 6. 15 Mount Tomah Botanical Garden, New South Wales, Australia ......................................................... 10
Gambar 6. 16 Tanaman dan Aktifitas di MTH Botanical Garden .............................................................................. 10
Gambar 6. 17 Ilustrasi Konsep Pengembangan Kawasan Prioritas Bokondini ........................................................ 25
BAB 1 PENDAHULUAN
Saat ini, Kota Bokondini mengalami persoalan buruknya infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, listrik,
telekomunikasi dan sarana pelayanan umum yang tidak berjalan baik seperti kepemerintahan, pendidikan dan
kesehatan. Kota ini mengalami penurunan aktifitas ekonomi dan pertumbuhan ekonomi cenderung stagnan. Selain
itu persolan utama dalam pengembangan wilayah perkotaan Bokondini adalah adanya permukiman tradisional
masyarakat Papua didalam kawasan lindung (konservasi/preservasi) yang dapat tumbuh berkembang sehingga
perlu diatur dan dikendalikan. Kemudian dengan terbatasnya kawasan budidaya sebesar 10%, dibutuhkan konsep
pembangunan kawasan perkotaan Bokondini yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan yang dimaksud
bertujuan untuk mendorong/merangsang pertumbuhan dan kesejahteraan ekonomi, mengurangi degradasi
kualitas sosial dan pelestarian lingkungan hidup.
Bab 1 - Hal 1
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
βBogotiniβ atau yang dikenal sekarang sebagai Bokondini merupakan kawasan perkotaan yang terletak pada
selatan wilayah Kabupaten Tolikara. Kota Bokondini merupakan kota bersejarah paling penting dalam
penyebaran Injil di Pegunungan Tengah Papua, karena wilayahnya yang memiliki posisi strategis dalam
konstelasi transportasi udara di Pegunungan Tengah Papua. Bokondini menjadi titik awal masuknya misionaris
dari Australia dan Canada untuk menyebarkan agama Kristen di Pegunungan Tengah Papua. Kota ini menjadi
pusat pendidikan bagi para pastor-pastor muda dan tempat peristirahatan para misionaris serta para pilot
misionaris.
Kota Bokondini yang dikelilingi oleh pegunungan membuat kota ini tampak indah dan sangat eksotis.
Tumbuhan dan pepohonan yang berada di dalam kawasan perkotaan tumbuh dengan baik dan rapi tersusun.
Potensi yang paling mendominasi pada kawasan ini berupa tanaman holtikultura seperti sayuran dan buah-
buahannya yang dapat tumbuh dengan baik bahkan sudah diperdagangkan ke luar kawasan seperti ke
Kabupaten Mamberamo Tengah dan Jayawijaya. Dahulunya kota ini memegang peranan penting dalam
pergerakan ekonomi di Pegunungan Tengah sebelum Wamena (Kabupaten Jayawijaya) dibuka oleh
Pemerintah Indonesia Paska keluarnya Belanda dari Papua. Kota ini menjadi pusat pelayanan bagi Kabupaten
Jayawijaya, dan seluruh kabupaten di Pegunungan Tengah. Kota Bokondini mandiri dan kuat dengan jaringan
jalan yang terintegrasi ke seluruh kawasan Pegunungan Tengah, jaringan listrik di dalam kawasan kota dan air
bersih dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat di dalam Kota.
Saat ini, Kota Bokondini mengalami persoalan buruknya infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, listrik,
telekomunikasi dan sarana pelayanan umum yang tidak berjalan baik seperti kepemerintahan, pendidikan dan
kesehatan. Kota ini mengalami penurunan aktifitas ekonomi dan pertumbuhan ekonomi cenderung stagnan.
Selain itu persolan utama dalam pengembangan wilayah perkotaan Bokondini adalah adanya permukiman
tradisional masyarakat Papua didalam kawasan lindung (konservasi/preservasi) yang dapat tumbuh
berkembang sehingga perlu diatur dan dikendalikan. Kemudian dengan terbatasnya kawasan budidaya
sebesar 10%, dibutuhkan konsep pembangunan kawasan perkotaan Bokondini yang berkelanjutan.
Pembangunan berkelanjutan yang dimaksud bertujuan untuk mendorong/merangsang pertumbuhan dan
kesejahteraan ekonomi, mengurangi degradasi kualitas sosial dan pelestarian lingkungan hidup.
Diharapkan dimasa mendatang kawasan ini menjadi pusat perekonomian jasa dan perdagangan komoditas
pertanian dan perkebunan terpadu, pusat pelayanan transportasi udara militer dan komersial, pusat
pendidikan tinggi, penunjang pelayanan kesehatan terpadu dan penunjang pelayanan pemerintahan satu atap
serta melalui pengembangan kota berbasis Agro dengan dukungan komplementaris berupa wisata diharapkan
kota ini dapat berkontribusi kepada pendapatan asli daerah.
Untuk itulah sesuai dengan amanat undang-undang penataan ruang undang No. 26 tahun 2007 tentang
penataan ruang, pemerintah daerah Kabupaten Tolikara mempunyai kewenangan untuk menyusun rencana
detail tata ruang didalam wilayahnya, dan Kawasan Perkotaan Bokondini yang terdiri atas distrik Bokondini,
sebagian wilayah Distrik Bewani, sebagian wilayah Distrik Kamboneri dan sebagian wilayah distrik Bokoneri
menjadi kawasan yang akan didetailkan tata ruangnya untuk mewujudkan kota yang berbasis agro dengan
memperhatikan konsep pembangunan yang berkelanjutan.
1.2 Maksud, Tujuan dan Sasaran
1.2.1 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan pada pekerjaan RDTR Kawasan Perkotaan Bokondini antara lain:
1. Menyiapkan perwujudan ruang, dalam rangka pelaksanaan program pembangunan kawasan pusat
pertumbuhan dan pengembangan perkotaan Bokondini sebagai Pusat Perekonomian Jasa dan
Perdagangan Komoditas Pertanian dan Perkebunan Terpadu, Pusat Pelayanan Transportasi Udara
Militer dan Komersial, Pusat Pendidikan Tinggi, Penunjang Pelayanan Kesehatan Terpadu dan
Penunjang Pelayanan Pemerintahan Satu Atap;
2. Menjaga konsistensi pembangunan dan keserasian perkembangan kawasan strategis perkotaan
dengan RTRW Kabupaten;
3. Menciptakan keterkaitan antar kegiatan yang selaras, serasi dan efisien;
4. Menjaga konsistensi perwujudan ruang kawasan melalui pengendalian program-program
pembangunan kawasan;
5. Mewujudkan ruang kawasan yang indah, berwawasan lingkungan, efisien dalam alokasi investasi,
bersinergi dan dapat dijadikan acuan dalam penyusunan program pembangunan;
6. Menentukan struktur dan pola pemanfaatan ruang kawasan berdasarkan kondisi fisik, aspek
administrasi pemerintahan, aspek ekonomi, aspek sosial kependudukan dan aspek pengurangan resiko
bencana;
7. Menyusun rencana peruntukan jenis dan besaran fasilitas (perumahan dan permukiman, perdagangan,
pemerintahan dan sebagainya) dan utilitas (jalan, drainase, kelistrikan, telekomunikasi, limbah cair,
persampahan);
8. Menyusun pedoman bagi instansi dalam penyusunan zonasi sebagai pedoman untuk penyusunan
rencana rinci tata ruang/rencana teknik ruang kawasan perkotaan atau rencana tata bangunan dan
lingkungan, dan pemberian perizinan kesesuaian pemanfaatan bangunan dan peruntukan lahan; dan
9. Menyusun arahan, strategis dan skala prioritas program pembangunan serta waktu dan tahapan
pelaksanaan pengembangan kawasan.
1.2.2 Sasaran
Sasaran dari kegiatan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Kabupaten
Tolikara antara lain:
1. Tersajinya data dan informasi ruang kawasan yang akurat dan aktual;
2. Teridentifikasinya potensi dan permasalahan kawasan sebagai masukan dalam proses penentuan
arah struktur dan pola ruang kawasan;
3. Terwujudnya keterpaduan program pembangunan antar sub-kawasan dalam kawasan perkotaan
maupun antar kawasan dalam wilayah kabupaten;
4. Tersusunnya arahan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan;
5. Tersusunnya pedoman bagi pemerintah daerah dalam penyusunan peraturan zonasi, pemberian
advice planning, pengaturan bangunan setempat dan lingkungannya (RTBL) serta pemberian
perizinan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang;
6. Terciptanya keselarasan, keserasian, keseimbangan antar lingkungan permukiman dalam kawasan;
Bab 1 - Hal 2
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
7. Terkendalinya pembangunan kawasan strategis dan fungsional kabupaten, baik yang dilakukan
pemerintah maupun masyarakat/swasta;
8. Terciptanya percepatan investasi masyarakat dan swasta di dalam kawasan; dan
9. Terkoordinasinya pembangunan kawasan antara pemerintah dan masyarakat/swasta.
1.3 Ruang Lingkup Wilayah Dan Substansi Pekerjaan
1.3.1 Ruang Lingkup Wilayah Perencanaan
Kawasan perencanaan merupakan bagian dari wilayah perencanaan yang diarahkan menjadi kawasan
perkotaan dan menjadi fokus penyusunan rencana hingga kedalaman block plan. Kawasan perencanaan
mencakup suatu kawasan atau beberapa kawasan dan di dalamnya terbentuk fungsi-fungsi lingkungan
tertentu yang saling terkait.
Lingkup kawasan perencanaan akan ditetapkan lebih detail pada tahap awal kajian dengan disepakati dengan
Tim Teknis dan stakeholders terkait. Adapun kriteria dari kawasan perencanaan adalah:
1. Bagian wilayah kabupaten dengan batas administrasi;
2. Bagian wilayah kabupaten dengan tema/karakter kawasan tertentu;
3. Suatu kecamatan, dengan batas administrasinya; dan
4. Suatu bagian wilayah perencanaan yang mempunyai fungsi atau potensi pengembangan fungsi
perkotaan.
1.3.2 Ruang Lingkup Substansi
Adapun ruang lingkup kegiatan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini,
meliputi:
1. Menentukan dan menetapkan kawasan perencanaan Bokondini.
2. Pengumpulan dan pengolahan data:
a) Persiapan survei lapangan;
b) Persiapan peralatan dan perlengkapan survei lapangan;
c) Metode dan program survei lapangan; terdiri atas pengambilan data sekunder, pengambilan data
primer, dan identifikasi lapangan. Adapun muatan data dan informasi yang harus didapatkan di
lapangan adalah sebagai berikut:
1. Fisik dasar kawasan, meliputi informasi dan data: topografi, hidrologi, geologi, klimatologi,
oceanografi, dan tata guna lahan;
2. Kependudukan, meliputi jumlah dan persebaran penduduk menurut ukuran keluarga, umur,
agama, pendidikan, dan mata pencaharian;
3. Perekonomian; meliputi data investasi, perdagangan, jasa, industri, pertanian, perkebunan,
perikanan, pariwisata, pendapatan daerah, dan lain-lain;
4. Penggunaan lahan, menurut luas dan persebaran kegiatan yang diataranya meliputi:
permukiman, perdagangan dan jasa, industri, pariwisata, pertambangan, pertanian dan
kehutanan dan lain-lain; dan
5. Tata bangunan dan lingkungan, meliputi: intensitas bangunan (KDB, KLB, KDH), bentuk
bangunan, arsitektur bangunan, pemanfaatan bangunan, bangunan khusus, wajah lingkungan,
daya tarik lingkungan (node, landmark, dll), garis sempadan (bangunan, sungai, danau, SUTT).
6. Prasarana dan utilitas umum:
a) Jaringan transportasi:
i. Jaringan; jalan raya dan jalur penerbangan (KKOP);
ii. Fasilitas; (terminal dan bandara);
iii. Kelengkapan jalan; halte, parkir, dan jembatan penyeberangan; dan
iv. Pola pergerakan (angkutan penumpang dan barang).
b) Air minum (sistem jaringan, bangunan pengolah, hidran); mencakup kondisi dan jaringan
terpasang menurut pengguna, lokasi bangunan dan hidran, kondisi air tanah dan sungai,
debit terpasang;
c) Sewarage; air limbah rumah tangga;
d) Sanitasi (sistem jaringan, bak kontral, bangunan pengolah); jaringan terpasang, prasarana
penunjang dan kapasitas;
e) Drainase; sistem jaringan makro dan mikro, dan kolam penampung;
f) Jaringan listrik; sistem jaringan (SUTT, SUTM, SUTR), gardu (induk, distribusi, tiang/beton),
sambungan rumah (domistik, non domistik);
g) Jaringan komunikasi; jaringan, rumah telepon, stasiun otamat, jaringan terpasang (rumah
tangga, non rumah tangga, umum);
h) Gas; sistem jaringan, pabrik, jaringan terpasang (rumah tangga, non rumah tangga); dan
i) Pengolahan sampah; sistem penanganan (skala individual, skala lingkungan, skala daerah),
sistem pengadaan (masyarakat, pemerintah daerah, swasta).
7. Identifikasi daerah rawan bencana, meliputi lokasi, sumber bencana, besaran dampak, kondisi
lingkungan fisik, kegiatan bangunan yang ada, fasilitas dan jalur kendali yang telah ada.
d) Elaborasi
Kegiatan elaborasi adalah kegiatan yang meliputi: (i) elaborasi penduduk; dan (ii) elaborasi
kebutuhan sektoral. Kegiatan ini memperhitungkan kemampuan lokasi perencanaan menampung
penduduk dalam kawasan perencanaan.
3. Analisa kawasan perencanaan, meliputi:
a. Analisa struktur kawasan perencanaan, yang meliputi analisis penduduk, analisis fungsi ruang,
analisis sistem jaringan pergerakan;
b. Analisa peruntukan blok rencana, yang meliputi analisis pembagian blok, analisis peruntukan lahan,
analisis fasilitas lingkungan, analisis mitigasi bencana;
c. Analisa prasarana transportasi, meliputi analisis angkutan jalan raya, angkutan kereta api, angkutan
air, angkutan udara;
d. Analisa utilitas umum, meliputi analisis air minum, drainase, air limbah, persampahan, kelistrikan,
telekomunikasi dan gas;
e. Analisa amplop ruang, meliputi analisis:
1. Intensitas pemanfaatan ruang terdiri atas; (i) Koefisien Dasar Bangunan (KDB); (ii) Koefisien
Lantai Bangunan (KLB); (iii) Koefisein Dasar Hijau (KDH); (iv) Koefisien Tapak Basement (KTB);
(v) Koefisien Wilayah Terbangun (KWT); (vi) Kepadatan Bangunan dan Penduduk; dan
2. Tata massa bangunan, meliputi; (i) pertimbangn garis sempadan bangunan (GSB); (ii) garis
sempadan sungai (GSS); dan jarak bebas bangunan; (iii) pertimbangan garis sempadan danau
dan waduk; (iv) pertimbangan tinggi bangunan; (v) pertimbangan selubung bangunan; (vi)
pertimbangan tampilan bangunan.
Bab 1 - Hal 3
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
f. Analisa kelembagaan dan peran masyarakat, meliputi (i) identifikasi aspirasi dan analisis
permasalahan aspirasi masyarakat, (ii) analisis perilaku lingkungan, (iii) analisis perilaku
kelembagaan, (iv) analisis metoda dan sistem.
4. Perumusan konsep rencana dan ketentuan teknis rencana detail:
a. Konsep rencana, pengembangan struktur ruang kawasan, peruntukan lahan blok-blok serta
indikasi hierarki pelayanan;
b. Penyusunan produk rencana detail tata ruang;
c. Rencana struktur ruang kawasan, meliputi (i) rencana persebaran penduduk yaitu jumlah dan
kepadatan penduduk; (ii) struktur kawasan perencanaan yaitu struktur fungsi dan peran
kawasan; (iii) rencana blok kawasan; (iv) rencana skala pelayanan; (v) rencana sistem jaringan
yang meliputi jalan raya, fasilitas jalan raya, angkutan udara; (vi) rencana sistem jaringan
utilitas, meliputi jaringan air minum, listik, gas, drainase, air limbah, persampahan;
d. Rencana peruntukan blok, meliputi perumahan, perdagangan dan jasa, industri dan
perdagangan, pertambangan, pariwisata, agropolitan/pertanian/agroforestry, ruang terbuka
hijau, ruang terbuka non hijau;
e. Rencana penataan bangunan dan lingkungan (amplop ruang), meliputi tata kualitas
lingkungan, tata bangunan, arah garis sempadan;
f. Indikasi program pembangunan, meliputi lokasi, jumlah, waktu dan pembiayaan terhadap; (i)
bangunan/jaringan/lingkungan baru yang akan dibangun; (ii) bangunan/jaringan/lingkungan
yang akan ditingkatkan; (iii) bangunan/jaringan/lingkungan yang akan diperbaiki; (iv)
bangunan/jaringan/lingkungan yang akan diperbaharui; (v) bangunan/jaringan/lingkungan yang
akan dipugar; (vi) bangunan/jaringan/lingkungan yang akan dilindungi.
5. Proses Pendampingan Legalisasi rencana detail tata ruang.
6. Pengendalian rencana detail, meliputi aturan zonasi, aturan insentif dan dis insentif, perijinan dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
7. Kelembagaan dan peran serta aktif masyarakat, meliputi:
a. Peran kelembagaan; dan
b. Peran masyarakat.
1.4 Keluaran
Keluaran dari pekerjaan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Kabupaten
Tolikara, Papua adalah:
1. Dokumen Laporan Pendahuluan.
2. Dokumen Data Fakta dan Analisa (Antara).
3. Dokumen Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Bokondini Kabupaten Tolikara,
Papua.
4. Album peta (A3) dengan skala 1: 5.000.
5. Ringkasan Eksekutif Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini Kabupaten Tolikara,
Papua.
6. Rancangan peraturan daerah (RANPERDA).
Produk Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Bokondini, adalah sebagai berikut:
1. Konsep pengembangan kawasan perkotaan;
2. Tujuan pengembangan kawasan fungsional perkotaan;
3. Rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang kawasan
a. Rencana Distribusi Penduduk Kawasan setiap blok peruntukan;
b. Rencana Struktur Pelayanan Kegiatan Kawasan, yang mencakup:
1. Pelayanan perdagangan;
2. Pelayanan pendidikan;
3. Pelayanan kesehatan; dan
4. Pelayanan rekreasi dan atau olah raga.
c. Rencana sistem jaringan transportasi kawasan; dan
d. Rencana sistem jaringan utilitas kawasan.
4. Rencana blok pemanfaatan ruang (block plan)
a. Kawasan Budidaya, meliputi:
1) Kawasan perumahan dan permukiman;
2) Kawasan perdagangan;
3) Kawasan industri;
4) Kawasan pendidikan;
5) Kawasan kesehatan;
6) Kawasan peribadatan;
7) Kawasan rekreasi;
8) Kawasan olahraga;
9) Kawasan fasilitas sosial lainnya;
10) Kawasan perkantoran pemerintah dan niaga;
11) Kawasan terminal angkutan jalan raya;
12) Kawasan pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan;
13) Taman pemakaman umum, taman pemakaman pahlawan; dan
14) Tempat pembuangan sampah akhir.
b. Kawasan Lindung, meliputi:
1) Kawasan resapan air dan kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan bawahan
lainnya;
2) Sempadan sungai, sekitar danau dan waduk, sekitar mata air, dan kawasan terbuka hijau
kota termasuk jalur hijau;
3) Cagar alam/pelestarian alam, dan suaka margasatwa;
4) Taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam lainnya;
5) Kawasan cagar budaya; dan
6) Kawasan rawan letusan gunung berapi, rawan gempa, rawan tanah longsor, rawan
gelombang pasang dan rawan banjir.
5. Pedoman pelaksanaan pembangunan kawasan:
a. Arahan Kepadatan Bangunan setiap blok peruntukan;
b. Arahan Ketinggian Bangunan setiap blok peruntukan;
c. Arahan Perpetakan Bangunan setiap blok peruntukan;
d. Arahan Garis Sempadan setiap blok peruntukan;
e. Rencana Penanganan setiap blok peruntukan, mencakup:
1) Bangunan/jaringan baru yang akan dibangun;
2) Bangunan/jaringan yang akan ditingkatkan;
3) Bangunan/jaringan yang akan diperbaiki;
4) Bangunan/jaringan yang akan diperbaharui;
Bab 1 - Hal 4
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
5) Bangunan/jaringan yang akan dipugar; dan
6) Bangunan/jaringan yang akan dilindungi.
f. Rencana Penanganan Prasarana dan Sarana setiap blok peruntukan
1) Jaringan prasarana dan sarana baru yang akan dibangun;
2) Jaringan prasarana dan sarana yang akan ditingkatkan;
3) Jaringan prasarana dan sarana yang akan diperbaiki;
4) Jaringan prasarana dan sarana yang akan diperbaharui;
5) Jaringan prasarana dan sarana yang akan dipugar; dan
6) Pedoman pengendalian pemanfaatan ruang.
g. Mekanisme advis planning perijinan sampai dengan pemberian ijin lokasi bagi kegiatan
perkotaan;
h. Mekanisme pemberian insentif dan disinsentif;
i. Mekanisme pemberian kompensasi;
j. Mekanisme pelaporan;
k. Mekanisme pemantauan;
l. Mekanisme evaluasi; dan
m. Mekanisme pengenaan sanksi.
1.5 Nama Dan Organisasi Pengguna Jasa
Pengguna Jasa untuk pelaksanaan pekerjaan ini adalah Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Tolikara. Pekerjaan ini akan dilaksanakan oleh
pihak ketiga (konsultan perencana), dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam
pembahasannya.
1.6 Sistematika Pembahasan
Laporan Draf Akhir ini disusun dalam 9 bab, yang dapat dijabarkan secara detail sebagai berikut:
BAB 1 adalah Pendahuluan: mendeskripsikan latar belakang, maksud, tujuan dan sasaran, ruang lingkup
pekerjaan, jangka waktu pelaksanaan, keluaran, serta sistematika pembahasan.
BAB 2 adalah Kebijakan Dan Strategi Penataan Ruang: mendeskripsikan berbagai peraturan perundangan yang
mengatur penataan ruang, serta payung hukum dan kebijakan perencanaan yang melandasi penyusunan
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini.
BAB 3 adalah Gambaran Umum Wilayah Perencanaan: mendeskripsikan berbagai hal umum terkait dengan
kondisi dan karakteristik wilayah dan kawasan perencanaan, yang mencakup batasan administratif, kondisi
fisik dasar, hidrologi dan drainase, guna lahan eksisting, kondisi sosial kependudukan, kondisi perekonomian,
kondisi prasarana dan sarana pendukung kegiatan perkotaan.
BAB 4 adalah Hasil Analisa: mendeskripsikan mengenai hasil analisis dari aspek wilayah, sumber daya alam dan
fisik atau lingkungan BWP, analisis sosial budaya, analisis ekonomi dan sektor unggulan, analisis sumber daya
buatan, analisis penataan kawasan dan bangunan, dan analisis kelembagaan.
BAB 5 adalah Potensi Dan Permasalahan: mendeskripsikan mengenai potensi dan permasalahan dari aspek
regional, aspek keruangan berupa fisik alam dan penggunaan lahan, aspek kependudukan dan
ketenagakerjaan, aspek perkotaan, aspek kemasyarakatan, dan aspek sarana infrastruktur.
BAB 6 adalah Usulan Konsep Pengembangan: mendeskripsikan dasar konsep pengembangan, berupa aspek
pengembangan struktur ruang, aspek pengembangan pola pemanfaatan ruang dan aspek konsep
pengembangan blok.
BAB 7 adalah Tujuan, Kebijakan, Strategi Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini. Struktur dan pola
ruang kawasan perkotaan Bokondini.
BAB 8 adalah indikasi program pengembangan kawasan perkotaan Bokondini hingga tahun 2033, rencana
pentahapan program, pembiayaan dan pengelolaan program pembangunan.
BAB 9 adalah pedoman umum pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri atas mekanisme perijinan,
pemberian insentif dan disinsentif, pemberian kompensasi, pelaporan, pemantauan, evaluasi dan pengenaan
sanksi.
BAB 2 REVIEW PERATURAN DAN KEBIJAKAN
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang merupakan landasan penting bagi dasar dan arahan dalam
penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan Bokondini terutama yang berkaitan dengan istilah penataan ruang, asas
penataan ruang, wewenang pemerintah daerah kabupaten dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan tata ruang,
produk tata ruang dan hirarkinya, serta batasan, skala dan cakupan penataan ruang pada kawasan perkotaan.
Bab 2 - Hal 1
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Bab 2 Review Peraturan dan Kebijakan
2.1 Peraturan Perundangan Terkait Penataan Ruang
2.1.1. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang merupakan landasan penting bagi dasar dan arahan dalam
penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan Bokondini terutama yang berkaitan dengan istilah penataan ruang,
asas penataan ruang, wewenang pemerintah daerah kabupaten dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan tata
ruang, produk tata ruang dan hirarkinya, serta batasan, skala dan cakupan penataan ruang pada kawasan
perkotaan.
Beberapa definisi terkait dengan penataan ruang yang tertuang dalam undang-undang ini, yaitu pada Pasal 1
mengenai Ketentuan Umum adalah:
1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam
bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan
memelihara kelangsungan hidupnya.
2. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
3. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan,
dan pengawasan penataan ruang.
4. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
5. Perencanaan tata ruang adalah proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi
penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.
6. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan
rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
7. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.
8. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan
sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administatif dan/atau aspek fungsional.
9. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung dan budidaya
10. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungi utama melindungi kelestarian lingkungan
hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
11. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar
kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan.
12. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
13. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih
bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja
ditanam.
Dalam kegiatan penataan ruang terdapat beberapa aspek yang penting untuk diperhatikan. Pada Pasal 6 ayat 1
disebutkan bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan: (a) kondisi fisik wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana; (b) potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buatan, kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan,
lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan; dan (c) geostrategi,
geopolitik, dan geoekonomi.
Selanjutnya pada Pasal 14 dijelaskan bahwa perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana
umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang.
Rencana umum tata ruang berhierarki terdiri atas:
1. Rencana tata ruang wilayah nasional;
2. Rencana tata ruang wilayah provinsi; dan
3. Rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota.
Sedangkan rencana rinci tata ruang terdiri atas:
1. Rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional;
2. Rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan
3. Rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota.
Dari sisi muatan rencana tata ruang haruslah mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang. Pada
pasal 17 ayat 2 disebutkan rencana struktur ruang yang dimaksud meliputi rencana sistem pusat permukiman
dan rencana sistem jaringan prasarana. Sedangkan pada ayat 3 disebutkan rencana pola ruang meliputi
peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya yang mana peruntukan kawasan lindung dan budidaya ini
meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan dan
keamanan.
Lebih jauh lagi dalam Pasal 41 dijelaskan bahwa penataan ruang di Kawasan Perkotaan diselenggarakan pada
Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten dan kawasan yang secara fungsional berciri
perkotaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota pada satu atau lebih wilayah provinsi.
Terkait dengan penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan Bokondini ini, maka penyusunan RDTR tersebut
merupakan bagian dari penataan ruang Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten.
UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang juga tidak melupakan arti pentingnya peran serta masyarakat
dalam penataan ruang. UU yang disusun dalam masa reformasi dengan semangat Good Governance ini
mengisyaratkan bahwa penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan
masyarakat. Peran serta masyarakat tersebut dapat dilakukan melalui:
1. Partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
2. Partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
3. Partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
Bab 2 - Hal 2
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Gambar 2. 1 Skematik Rencana Tata Ruang
Sumber: Undang-Undang 26 Tahun 2007
2.1.2. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Wilayah Indonesia dibagi dalam daerah Provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota yang otonom. Salah satu
pengertian daerah otonom adalah daerah yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingannya sesuai
dengan prakarsa berdasarkan aspirasi masyarakat. UU No. 32/2004 yang merupakan revisi UU No. 22/1999
menjelaskan atau mengatur penyelenggaraan pemerintah di daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi
daerah. Dengan berlakunya undang-undang ini, pada dasarnya seluruh kewenangan sudah berada pada daerah
kabupaten dan daerah kota.
Kewenangan pemerintahan daerah berskala kabupaten/kota dalam undangβundang ini dijelaskan (pasal 14
ayat 1) adalah meliputi:
1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;
2. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
4. Penyediaan sarana dan prasarana umum;
5. Penanganan bidang kesehatan;
6. Penanggulangan masalah sosial;
7. Pelayanan bidang ketenagakerjaan;
8. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;
9. Pengendalian lingkungan hidup;
10. Pelayanan pertanahan;
11. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil;
12. Pelayanan administrasi umum pemerintahan;
13. Pelayanan administrasi penanaman modal;
14. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan
15. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
Termasuk didalamnya melakukan penggabungan beberapa daerah atau pemekaran dari satu daerah menjadi
dua daerah atau lebih (pasal 4 ayat 2). Kaitannya dengan pengelolaan sumber daya di daerah, dalam undang-
undang ini dijelaskan bahwa pemerintah daerah bertanggungjawab memelihara kelestarian lingkungan dan
sumberdaya nasional yang tersedia di wilayahnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun sumber daya yang termasuk sumber daya nasional adalah sumber daya alam, sumber daya buatan,
dan sumber daya manusia yang tersedia di daerah.
2.1.3. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan
Dalam mendukung penyelenggaraan otonomi daerah melalui penyediaan sumber-sumber pembiayaan
berdasarkan desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan, maka perlu adanya aturan kebijakan yang
mengatur sistem keuangan yang didasarkan atas kewenangan, tugas, dan tanggungjawab yang jelas antar
tingkat pemerintah. Adapun tujuan pembentukan undang-undang ini adalah:
1. Memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah;
2. Menciptakan sistem pembiayaan daerah yang adil, proporsional, rasional, transparan, partisipatif,
bertanggungjawab, dan pasti;
3. Mewujudkan sistem perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yang mencerminkan
pembagian tugas kewenangan dan tanggung jawab yang jelas antara pemerintah pusat dan daerah;
4. Menjadi acuan dalam alokasi penerimaan negara bagi daerah;
5. Mempertegas sistem pertanggungjawaban keuangan pemerintah daerah; dan
6. Menjadi pedoman pokok tentang keuangan daerah.
Seperti yang diungkapkan pada uraian di atas bahwa dalam sumber pembiayaan penyelenggaraan di daerah
dapat dibedakan berdasarkan desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Dalam kaitannya dengan
pelaksanaan desentralisasi terdapat sumber pembiayaan yang berupa dana perimbangan dalam pembagian
hasil yang bersumber dari pajak (PBB, BPHTB, PPh) dan dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam
(kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi dan
pertambangan panas bumi). Sumber ini perlu dicermati dan diharapkan sebagai sumber pembiayaan potensial
dalam upaya pengembangan di daerah. Proporsi perimbangan dana bagi hasil tersebut adalah sebagai berikut:
Dana bagi hasil yang bersumber dari Pajak;
1. Dalam penerimaan negara dari pajak bumi dan bangunan dibagi dengan imbangan 10% untuk
pemerintah pusat dan 90% untuk daerah; dan
2. Dalam penerimaan negara dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dibagi dengan imbangan
20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah.
Dana Bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam;
Bab 2 - Hal 3
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
1. Dalam penerimaan negara dari sektor kehutanan dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah pusat
dan 80% untuk daerah;
2. Dalam penerimaan negara dari sektor pertambangan umum dibagi dengan imbangan 20% untuk
pemerintah pusat dan 80% untuk daerah;
3. Dalam penerimaan negara dari sektor perikanan dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah pusat
dan 80% untuk daerah;
4. Dalam penerimaan negara dari sektor pertambangan minyak bumi dibagi dengan imbangan 69,5%
untuk pemerintah pusat dan 15,5% untuk daerah;
5. Dalam penerimaan negara dari sektor pertambangan gas bumi dibagi dengan imbangan 84,5% untuk
pemerintah pusat dan 30,5% untuk daerah; dan
6. Dalam penerimaan negara dari sektor pertambangan panas bumi dibagi dengan imbangan 20% untuk
pemerintah pusat dan 80% untuk daerah.
2.1.4. Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan
Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan unsur bagian dalam perencanaan kawasan
perkotaan. Sebagai bagian sistem transportasi, jalan mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung
bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan dan dikembangkan melalui pendekatan pengembangan
wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah serta pembentukan
struktur ruang.
Dalam undang-undang ini beberapa definisi berkaitan dengan jalan adalah:
1. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan
tanah, di atas permukaan tanah, bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air
kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel;
2. Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum;
3. Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok
masyarakat untuk kepentingan sendiri;
4. Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional
yang penggunanya diwajibkan membayar tol;
5. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-
pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan
hierarkis.
Dilihat dari pengelompokan jalan pada pasal 6 disebutkan jalan sesuai dengan peruntukannya terdiri atas jalan
umum dan jalan khusus. Dimana jalan umum dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status, dan kelas.
Sedangkan jalan khusus
diperuntukkan bagi lalu lintas umum dalam rangka distribusi barang dan jasa yang
dibutuhkan Selanjutnya pada pasal 7 dijelaskan sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer
dan sistem jaringan jalan sekunder.
Definsi jalan menurut UU No 38 Tahun 2004 adalah suatu prasarana transportasi darat yang meliputi segala
bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang
berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas
permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
Undang-undang menjelaskan bahwa jalan memiliki peran penting, yaitu:
1. Sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi, sosial
budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
2. Sebagai prasarana distribusi barang dan jasa merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, bangsa, dan
negara.
3. Merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan menghubungkan dan mengikat seluruh wilayah
Republik Indonesia.
Undang-undang menjelaskan bahwa di dalam sistem jaringan jalan terdiri atas dua sistem jaringan jalan, yaitu:
1. Sistem jaringan jalan primer, merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi
barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan
semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.
2. Sistem jaringan jalan sekunder, merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi
barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.
Sistem jaringan jalan berdasar UU ini dibagi menjadi sistem jaringan jalan primer dan sekunder, untuk fungsi
jalan dibagi menjadi Arteri, Kolektor, Lokal dan lingkungan, sedangkan status jalan dibagi menjadi jalan
Nasional, jalan Provinsi dan jalan Kabupaten. Sistem jaringan, fungsi dan status jalan penting diperhatikan
dalam studi ini karena sistem jaringan, fungsi dan status jalan mengatur tentang peranan pelayanan distribusi
barang dan jasa, ciri perjalanan, kecepatan perjalanan, jumlah jalan masuk dan wewenang penyelenggaraan
jalan.
1. Sistem Jaringan Jalan Primer
Adalah sistem jaringan jalan yang berperan sebagai pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua
wilayah ditingkat Nasional.
Sistem jaringan jalan primer disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang dan struktur pengembangan
wilayah tingkat nasional, yang menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi sebagai berikut:
β’ Dalam satuan wilayah pengembangan menghubungkan secara menerus kota jenjang kesatu (Pusat
Kegiatan Nasional), kota jenjang kedua (Pusat Kegiatan Wilayah), kota jenjang ketiga (Pusat Kegiatan
Lokal), dan kota jenjang dibawahnya sampai ke persil dalam Satuan Wilayah Pengembangan.
β’ Jalan arteri primer menghubungkan kota jenjang kesatu yang terletak berdampingan atau
menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua.
β’ Jalan kolektor primer menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua atau
menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga.
β’ Jalan lokal primer menghubungkan kota jenjang kesatu dengan persil atau menghubungkan kota
jenjang kedua dengan persil atau menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga,
Bab 2 - Hal 4
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
kota jenjang ketiga dengan kota jenjang dibawahnya, kota jenjang ketiga dengan persil, atau kota
dibawah jenjang ketiga sampai persil.
Gambar 2. 2 Sistem Jaringan Jalan Primer
Sumber: Undang-undang No. 38 Tahun 2004
2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder
Sistem jaringan jalan sekunder adalah sistem jaringan jalan yang berperan sebagai pelayanan jasa distribusi
untuk masyarakat di dalam kota. Sistem jaringan jalan sekunder disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata
ruang yang menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi
sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.
Gambar 2. 3 Sistem Jaringan Jalan Sekunder
Sumber: Undang-undang No. 38 Tahun 2004
Hirarki Jalan Sekunder
β’ Jalan arteri sekunder menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu atau
menghubungkan kawasansekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan
kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.
β’ Jalan kolektor sekunder menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua
atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.
β’ Jalan lokal sekunder menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, menghubungkan
kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke
perumahan.
Jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan
lingkungan. Pada pasal 8 undang-undang ini disebutkan sebagai berikut :
1. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan
jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk secara berdaya guna.
2. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi
dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan ratarata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
3. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan
jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
4. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri
perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
5. Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan Provinsi, jalan
kabupaten, jalan kota, dan jalan desa. Pada pasal 9 disebutkan bahwa:
a. Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer
yang menghunbungkan antar ibukota Provinsi, dan jalan strategis nasional serta jalan tol,
b. Jalan Provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan ibukota peropinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau anatar ibukota
kabupaten/kota, dan jalan strategis Provinsi,
c. Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk
jalan nasional dan jalan Provinsi, yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota
kecamatan, anatar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal,
antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam
wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten,
d. Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubugkan antar
pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil,
menghubungkan antar persil, serta menghubungkan antar pusat permukiman yang berada di
dalam kota.
e. Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar permukiman
di dalam desa, serta jalan lingkungan.
Selanjutnya ditinjau dari bagian-bagian jalan, pada pasal 11 disebutkan bagian-bagian jalan meliputi ruang
manfaat jalan, ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan. Adapun defenisi dari bagian-bagian jalan tersebut
adalah sebagai berikut:
Bab 2 - Hal 5
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
1. Ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya, dimana yang
dimaksud badan jalan meliputi jalur lalu lintas, dengan atau tanpa jalur pemisah dan bahu jalan, termasuk
jalur pejalan kaki. Ambang pengaman jalan terletak di bagian paling luar dari ruang manfaat jalan, dan
dimaksudkan untuk mengamankan bangunan jalan.
2. Ruang milik jalan meliputi ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan.
3. Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang ada di bawah
pengawasan penyelenggara jalan.
2.1.5. Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Undang-undang ini dibuat sebagai pengganti UU No 14 tahun 1992 dengan pertimbangan kondisi, perubahan
lingkungan dan kebutuhan penyelenggaraan jalan. Dalam Undang-undang disebutkan bahwa Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan diselenggarakan dengan tujuan:
a. Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu
dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum,
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;
b. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan
c. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Mengenai wewenang Pemerintah Kabupaten / Kota dalam pembinaan lalu lintas dan jalan berdasar UU ini
dalam pasal 6 ayat 4 disebutkan meliputi:
a. penetapan sasaran dan arah kebijakan sistem Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kabupaten/kota yang
jaringannya berada di wilayah kabupaten/kota;
b. pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi, dan izin kepada perusahaan angkutan umum di
kabupaten/kota; dan
c. pengawasan terhadap pelaksanaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kabupaten/kota.
Selain itu UU No 22 tahun 2009 juga mengatur mengenai penyusunan Rencana Induk Jaringan Jalan , dalam
Pasal 14 sampai dengan pasal 18 disebutkan sebagai berikut :
Untuk mewujudkan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang terpadu dilakukan pengembangan Jaringan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan untuk menghubungkan semua wilayah di daratan. Pengembangan jaringan Lalu
lintas dan Angkutan jalan berpedoman pada Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai
dengan kebutuhan.
Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terdiri atas:
a. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional;
b. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi; dan
c. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten/Kota.
Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud diatas pada
poin c disusun secara berkala dengan mempertimbangkan kebutuhan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta
ruang kegiatan berskala kabupaten/kota.
Proses penyusunan dan penetapan Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud di atas dilakukan dengan memperhatikan:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
b. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional;
c. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi;
d. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi; dan
e. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
f. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten/Kota memuat:
i. prakiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan perjalanan lingkup kabupaten/kota;
ii. arah dan kebijakan peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kabupaten/kota dalam keseluruhan moda
transportasi;
iii. rencana lokasi dan kebutuhan Simpul kabupaten/kota; dan
iv. rencana kebutuhan Ruang Lalu Lintas kabupaten/kota.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan dan penetapan Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan diatur dengan peraturan pemerintah. Sampai saat ini Peraturan Pemerintah seperti yang
dimaksud diatas belum ada, untuk itu dalam studi ini dipakai Peraturan Menteri Perhubungan No KM 49 Tahun
2005 tentang Sistranas sebagai acuan dalam penyusunan Tatralok yang juga berfungsi sebagai Rencana Induk
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan jalan Kabupaten.
2.1.6. Undang-Undang No. 01 Tahun 2009 Tentang Penerbangan
UU No 1 tahun 2009 tentang Penerbangan merupakan pengganti UU N0 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan
yang sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi perubahan lingkungan strategis dan kebutuhan penyelenggaraan
penerbangan saat ini.
Salah satu pertimbangan undang-undang adalah bahwa bahwa penerbangan merupakan bagian dari sistem
transportasi nasional yang mempunyai karakteristik mampu bergerak dalam waktu cepat, menggunakan
teknologi tinggi, padat modal, manajemen yang andal, serta memerlukan jaminan keselamatan dan keamanan
yang optimal, perlu dikembangkan potensi dan peranannya yang efektif dan efisien, serta membantu
terciptanya pola distribusi nasional yang mantap dan dinamis.
Dalam UU ini disebutkan beberapa tujuan penerbangan, dalam kaitan dengan daerah terpencil maka tujuan
penerbangan yang terkait secara langsung yang disebut dalam UU ini adalah:
β’ Memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui udara dengan mengutamakan dan
melindungi angkutan udara dalam rangka memperlancar kegiatan perekonomian nasional;
β’ Menjunjung kedaulatan negara;
β’ Menunjang,menggerakkan,dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan nasional;
β’ Memperkukuh kesatuandan persatuan bangsa dalam rangka perwujudan wawasan nusantara; dan
β’ Meningkatkan ketahanan nasional.
Dalam upaya mencapai tujuan tersebut maka diadakan angkutan udara perintis yaitu angkutan udara niaga
(Angkutan udara untuk umum dengan memungut bayaran) dalam negeri yang melayani jaringan dan rute
Bab 2 - Hal 6
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
penerbangan untuk menghubungkan daerah terpencil dan tertinggal atau daerah yang belum terlayani oleh
moda transportasi lain dan secara komersial belum menguntungkan.
Angkutan udara perintis wajib diselenggarakan oleh Pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh Badan
Usaha agkutan udara niaga Nasional berdasar perjanjian dengan Pemerintah, walaupun dalam keadaan
tertentu dapat dilakukan oleh pemilik izin kegiatan angkutan udara bukan niaga. Dalam penyelenggaraan
angkutan udara perintis maka pemerintah daerah mempunyai kewajiban berupa penyediaan lahan, prasarana
angkutan udara, keselamatan penerbangan serta kompensasi lainnya.
Karena secara komersial belum menguntungkan maka angkutan udara niaga dan pemegang izin angkutan
udara bukan niaga yang melakukan kegiatan angkutan udara perintis diberi kompensasi untuk menjamin
kelangsungan pelayanan angkutan udara perintis.
Kompensasi yang diberikan dapat berupa :
a. Pemberian rute lain di luar rute perintis bagi badan usaha angkutan udara niaga berjadwal untuk
mendukung kegiatan angkutan udara perintis;
b. Bantuan biaya operasi angkutan udara; dan/atau
c. Bantuan biaya angkutan bahan bakar minyak.
Penyelenggaraan angkutan udara perintis akan dievaluasi oleh Pemerintah setiap tahun dimana hasil evaluasi
tersebut dapat mengubah suatu rute angkutan udara perintis menjadi rute komersial.
2.1.7. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Kegiatan perencanaan kawasan perkotaan dipandang perlu melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup
untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang
guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.
Pada pasal 1 undang-undang ini, dijelaskan definisi yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup,
sebagai berikut:
1. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk lain;
2. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang
meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan,
dan pengendalian lingkungan hidup;
3. Pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang
memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin
kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan;
4. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling
mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup;
5. Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung
dan daya tampung lingkungan;
6. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan
manusia dan makhluk hidup lain;
7. Pelestarian daya dukung lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan
lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu
kegiatan, agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain;
8. Sumber daya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya alam,
baik hayati, maupun non hayati, dan sumber daya buatan;
9. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau
komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai peruntukkannya;
10. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung
terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam
menunjang pembangunan berkelanjutan;
11. Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam tak terbaharui untuk menjamin
pemanfaatannya secara bijaksana dan sumber daya alam yang terbaharui untuk menjamin kesinambungan
ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya;
12. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan;
13. Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu
usaha atau kegiatan; dan
14. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu
usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Adapun sasaran pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan yang tertera pada pasal 4 undang-undang ini
adalah:
1. Tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup;
2. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi
dan membina lingkungan hidup;
3. Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;
4. Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup;
5. Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana; dan
6. Terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan di luar
wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Dalam kegiatan pengelolaan lingkungan hidup, masyarakat memegang peranan penting. Oleh karena itu pada
pasal 7 disebutkan bahwa masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan
dalam pengelolaan lingkungan hidup. Dalam pelaksanaan tersebut dapat dilakukan dengan cara:
1. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan;
2. Menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;
3. Menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial;
4. Memberikan saran pendapat; dan
5. Menyampaikan informasi dan/atau menyampaikan laporan.
Bab 2 - Hal 7
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
2.1.8. Undang-Undang No. 01 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman
Perumahan dan permukiman merupakan salah satu elemen sektoral dalam perencanaan ruang. Penyediaan
perumahan dan permukiman dalam suatu wilayah ataupun kawasan merupakan salah satu tanggung jawab
pemerintah. Hingga saat ini, UU No.1 Tahun 2011 merupakan rujukan utama dalam perencanaan dan
pengadaan perumahan dan permukiman baik di kawasan perdesaan maupun perkotaan.
Undang-undang ini memberikan uraian lengkap tentang perumahan dan permukiman. Beberapa definisi
terkait dengan kavling siap bangun (Kasiba) yang disebutkan pada kebijakan ini adalah:
1. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan
keluarga;
2. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan;
3. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan
perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan;
4. Satuan Lingkungan Permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan
penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur;
5. Prasarana Lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan
permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya;
6. Sarana Lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan
kehidupan ekonomi, sosial dan budaya; dan
7. Utilitas Umum adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan.
Selain definisi, yang berkaitan langsung dengan pengembangan kavling siap bangun (Kasiba) terdapat pada
Pasal 18 bahwa salah satu upaya pemenuhan permukiman diwujudkan melalui pembangunan kawasan
permukiman skala besar yang terencana secara menyeluruh dan terpadu dengan pelaksanaan yang bertahap.
Lebih lanjut pada Pasal 19 dijelaskan bahwa Pemerintah Daerah menetapkan satu bagian atau lebih dari
kawasan permukiman menurut rencana tata ruang wilayah perkotaan dan rencana tata ruang wilayah bukan
perkotaan.
2.1.9. Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
Pemerintah bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dengan tujuan untuk memberikan perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan termasuk pelindungan
atas bencana, dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum yang berlandaskan Pancasila, sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis
yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam maupun
faktor manusia yang menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda, dan dampak psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional.
Terkait dengan penataan ruang, di dalam pasal 35 dijelaskan bahwa Penyelenggaraan penanggulangan
bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi:
1. Perencanaan penanggulangan bencana;
2. Pengurangan risiko bencana;
3. Pencegahan;
4. Pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
5. Persyaratan analisis risiko bencana;
6. Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
7. Pendidikan dan pelatihan; dan
8. Persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.
Lebih jauh lagi dalam pasal 42 dijelaskan ayat 1 bahwa pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang
dilakukan untuk mengurangi risiko bencana yang mencakup pemberlakuan peraturan tentang penataan ruang,
standar keselamatan, dan penerapan sanksi terhadap pelanggar, dan pasal 42 ayat 2 Pemerintah secara
berkala melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan tata ruang dan pemenuhan standar
keselamatan.
2.1.10. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 21 Tahun 2007 Tentang Kawasan Rawan Gempa Bumi
2.1.10.1 Tipe Kawasan Rawan Gempa Bumi
Tipe kawasan rawan gempa bumi ditentukan berdasarkan tingkat risiko gempa yang didasarkan pada
informasi geologi dan penilaian kestabilan (cara perhitungan terlampir). Berdasarkan hal tersebut, maka
kawasan rawan gempa bumi dapat dibedakan menjadi (6) enam tipe kawasan yang diuraikan sebagai berikut:
a. Tipe A
Kawasan ini berlokasi jauh dari daerah sesar yang rentan terhadap getaran gempa. Kawasan ini juga
dicirikan dengan adanya kombinasi saling melemahkan dari faktor dominan yang berpotensi untuk
merusak. Bila intensitas gempa tinggi (Modified Mercalli Intensity / MMI VIII) maka efek merusaknya
diredam oleh sifat fisik batuan yang kompak dan kuat.
b. Tipe B
1. Faktor yang menyebabkan tingkat kerawanan bencana gempa pada tipe ini tidak disebabkan oleh satu
faktor dominan, tetapi disebabkan oleh lebih dari satu faktor yang saling mempengaruhi, yaitu
intensitas gempa tinggi (MMI VIII) dan sifat fisik batuan menengah.
2. Kawasan ini cenderung mengalami kerusakan cukup parah terutama untuk bangunan dengan
konstruksi sederhana.
c. Tipe C
1. Terdapat paling tidak dua faktor dominan yang menyebabkan kerawanan tinggi pada kawasan ini.
Kombinasi yang ada antara lain adalah intensitas gempa tinggi dan sifat fisik batuan lemah; atau
kombinasi dari sifat fisik batuan lemah dan berada dekat zona sesar cukup merusak.
2. Kawasan ini mengalami kerusakan cukup parah dan kerusakan bangunan dengan konstruksi beton
terutama yang berada pada jalur sepanjang zona sesar.
d. Tipe D
1. Kerawanan gempa diakibatkan oleh akumulasi dua atau tiga faktor yang saling melemahkan. Sebagai
contoh gempa pada kawasan dengan kemiringan lereng curam, intensitas gempa tinggi dan berada
sepanjang zona sesar merusak; atau berada pada kawasan dimana sifat fisik batuan lemah, intensitas
gempa tinggi, di beberapa tempat berada pada potensi landaan tsunami cukup merusak.
Bab 2 - Hal 8
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
2. Kawasan ini cenderung mengalami kerusakan parah untuk segala bangunan dan terutama yang berada
pada jalur sepanjang zona sesar.
e. Tipe E
1. Kawasan ini merupakan jalur sesar yang dekat dengan episentrum yang dicerminkan dengan intensitas
gempa yang tinggi, serta di beberapa tempat berada pada potensi landaan tsunami merusak. Sifat fisik
batuan dan kelerengan lahan juga pada kondisi yang rentan terhadap goncangan gempa.
2. Kawasan ini mempunyai kerusakan fatal pada saat gempa.
f. Tipe F
1. Kawasan ini berada pada kawasan landaan tsunami sangat merusak dan di sepanjang zona sesar
sangat merusak, serta pada daerah dekat dengan episentrum dimana intensitas gempa tinggi. Kondisi
ini diperparah dengan sifat fisik batuan lunak yang terletak pada kawasan morfologi curam sampai
dengan sangat curam yang tidak kuat terhadap goncangan gempa.
2. Kawasan ini mempunyai kerusakan fatal pada saat gempa.
2.1.10.2 Penentuan Pola Ruang
Pola ruang kawasan merupakan distribusi peruntukan ruang dalam suatu kawasan yang meliputi peruntukan
ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
1. Pendekatan dan Prinsip Dasar Penentuan Pola Ruang
Pendekatan penentuan pola ruang pada kawasan rawan kawasan rawan gempa bumi dilakukan melalui:
1. Pendekatan kajian geologi;
2. Pendekatan aspek fisik dan sosial ekonomi;
3. Pendekatan tingkat risiko pada kawasan rawan kawasan rawan gempa bumi; dan
4. Rekomendasi penentuan pola ruang sesuai dengan tipe kawasan rawan bencana dan rekomendasi
tipologi jenis kegiatan yang diperbolehkan berdasarkan tingkat kerentanan.
2. Prinsip Dasar Penentuan
Prinsip dasar penentuan pola ruang pada kawasan rawan kawasan rawan gempa bumi adalah:
1. Kawasan rawan kawasan rawan gempa bumi yang mempunyai fungsi lindung, kawasan tersebut mutlak
dilindungi dan dipertahankan sebagai kawasan lindung.
2. Kawasan rawan kawasan rawan gempa bumi yang tidak mempunyai fungsi lindung dapat dibudidayakan
dengan kriteria tertentu dan memberi peluang bagi masyarakat untuk memanfaatkan kawasan tersebut
untuk kegiatan budi daya.
Gambar 2. 4 Ruang Lingkup Pedoman Penataan Ruang Kawasan Gempa
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 21 Tahun 2007
3. Tipologi Kegiatan yang Diperbolehkan Berdasarkan Tingkat Kerentanan
Tipologi kegiatan yang diperbolehkan berdasarkan tingkat kerentanan terdiri atas dua kawasan yaitu:
1) Kawasan perkotaan:
a) Permukiman
i. Kerentanan tinggi (ktp):
β’ Konstruksi bangunan beton tidak bertulang dengan kepadatan bangunan tinggi
(> 60 unit/Ha) dan sedang (30 β 60 unit/Ha).
β’ Konstruksi bangunan beton bertulang dengan kepadatan bangunan tinggi (> 60
unit/Ha).
ii. Kerentanan sedang (ksp):
β’ Konstruksi bangunan beton bertulang dengan kepadatan bangunan sedang (30 β 60
unit/Ha) dan rendah (< 30 unit/ semi permanen dengan kepadatan bangunan tinggi (>
60 unit/Ha) dan sedang (30 β 60 unit/Ha).
β’ Konstruksi bangunan tradisional dengan kepadatan bangunan tinggi (> 60 unit/Ha)
Bab 2 - Hal 9
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
iii. Kerentanan rendah (krp):
β’ Konstruksi bangunan semi permanen dengan kepadatan bangunan rendah (< 30
unit/Ha).
β’ Konstruksi tradisional dengan kepadatan sedang (30 β 60 unit/Ha) dan rendah (< 30
unit/Ha).
b) Perdagangan dan perkantoran
i. Kerentanan tinggi (ktk)
Konstruksi bangunan tidak tahan gempa dengan kepadatan bangunan tinggi (KDB > 70;
KLB > 200).
ii. Kerentanan sedang (ksk)
β’ Konstruksi bangunan tahan gempa dengan kepadatan bangunan tinggi (KDB > 70; KLB
> 200) dan rendah (< 50; KLB < 100).
β’ Konstruksi bangunan tidak tahan gempa dengan kepadatan bangunan tinggi (KDB >
70; KLB > 200), sedang (KDB = 50- 70; KLB = 100-200), dan rendah (< 50; KLB < 100).
iii. Kerentanan rendah (krk):
Kon s tr uks i ban g un an tah an g empa d en g an k epad atan bangunan sedang (KDB =
50-70; KLB = 100-200).
c) Industri
i. Kerentanan tinggi (kti)
Konstruksi bangunan tidak tahan gempa dengan skala industri besar
ii. Kerentanan sedang (ksi):
β’ Konstruksi bangunan tahan gempa dengan skala industri besar, sedang.
β’ Konstruksi bangunan tidak tahan gempa dengan skala industri sedang dan kecil.
iii. Kerentanan rendah (kri):
Konstruksi bangunan tahan gempa dengan skala industri kecil.
2) Kawasan perdesaan:
a) Permukiman
i. Kerentanan tinggi (ktp)
β’ Konstruksi bangunan beton tak bertulang dengan pola permukiman mengelompok
dan menyebar.
β’ Konstruksi bangunan beton bertulang dengan pola permukiman mengelompok.
ii. Kerentanan sedang (ksp):
β’ Konstruksi bangunan beton bertulang dengan pola permukiman menyebar.
β’ Konstruksi bangunan semi permanen dengan pola permukiman mengelompok dan
menyebar.
β’ Konstruksi bangunan tradisional dengan pola permukiman mengelompok.
iii. Kerentanan rendah (krp):
Konstruksi bangunan tradisional dengan pola permukiman menyebar.
b) Perkantoran dan perdagangan (pusat desa)
i. Kerentanan tinggi (ktpd):
Konstruksi bangunan beton bertulang dan beton tidak bertulang.
ii. Kerentanan sedang (kspd):
Konstruksi bangunan semi permanen.
iii. Kerentanan rendah (krpd):
Konstruksi bangunan tradisional.
Penentuan pola ruang kawasan rawan gempa bumi di daerah perkotaan dan perdesaan berdasarkan
tingkat risiko bencana dijelaskan seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel 2. 1 Peruntukan Ruang Kawasan Rawan Gempa Bumi Berdasarkan Tipologi Kawasan
Peruntukan Ruang
Tipologi Kawasan
A B C D E F
Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa
Hutan Produksi
Hutan Kota
Hutan Rakyat
Pertanian Sawah
Pertanian Semusim
Perkebunan
Peternakan
Perikanan
Pertambangan
Industri
Pariwisata
Permukiman
Perdagangan dan Perkantoran
Keterangan:
tidak layak untuk dibangun
dapat dibangun dengan syarat
c) Lahan usaha, t ingkat kerentanan lahan usaha ditentukan oleh jenis
lahan usaha pertanian yang mempunyai karakteristik berbeda:
Bab 2 - Hal 10
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
i. Kerentanan tinggi (ktlh) untuk jenis usaha sawah yang beririgasi
ii. Kerentanan sedang (kslh) untuk jenis usaha ladang.
iii. Kerentanan rendah (krlh) untuk jenis perkebunan.
d) Pariwisata, khususnya wisata/atraksi ekologis dengan jenis atraksi sebagai
berikut:
i. Wisata/Atraksi Geofisik (Kawasan puncak gunung berapi), dengan jenis atraksi
fenomena vulkanis dengan semburan lahar panas dan dingin, keragaman flora fauna,
sosiosistem yang khas dan bernuansa vulkan (wg).
ii. Wisata/Atraksi Biotis yang meliputi: ekosistem hutan alam tropika pengunungan
(Tropical Mountain Forest) yang mempunyai struktur tajuk yang bernuansa
vulkan; model suksesi alami dari hutan alam tropika pegunungan yang dipengaruhi
oleh adanya aktivitas gunung berapi. Selain itu juga dapat berupa atraksi seperti:
tracking, air terjun, dan lain- lain (wb)
iii. Wisata/Atraksi Abiotis, yaitu berbagai atraksi yang sangat berinteraksi dengan
kawasan vulkan tersebut, seperti petualangan dan kepencintaalaman atau wisata
dengan "minat khusus" (wa)
iv. Wisata/Atraksi Sosio-Kultural, kondisi alam dan masyarakat yang percaya akan
supranatural telah membentuk budaya yang khas (ws)
v. Wisata/Atraksi Agro-Kultural, seperti agrowisata, hutan rakyat dan berbagai macam pola
agroforestry (wak)
4. Penentuan Struktur Ruang Kawasan Rawan Kawasan Rawan Gempa Bumi
Susunan pusat-pusat hunian dan sistem jaringan prasarana dan sarana pendukungnya pada
setiap kawasan akan berbeda tergantung dari variasi tingkat kerawanan/tingkat risikonya dan
skala/tingkat pelayanannya. Karena itu dalam perencanaan struktur ruangnya harus mempertimbangkan
daya dukung lingkungan, tingkat kerawanan, fungsi kawasan, dan tingkat pelayanan dari unsur -unsur
pembentuk struktur tersebut. Beberapa ketentuan agar kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sesuai
dengan struktur ruangnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2. 2 Arahan Struktur Ruang Kawasan Rawan Gempa Bumi
Unsur Pembentuk
Struktur
Ruang
Tipologi Kawasan
A B C D E F
Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa
Unsur Pembentuk
Struktur
Ruang
Tipologi Kawasan
A B C D E F
Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa
Pusat Hunian
Jaringan Air Bersih
Drainase
Sewerage
Sistem Pembuangan
Sampah
Jaringan Transportasi Lokal
Jaringan Telekomunikasi
Jaringan Listrik
Jaringan Energi
Keterangan:
tidak layak untuk dibangun
dapat dibangun dengan syarat
5. Acuan Peraturan Zonasi Pada Kawasan Rawan Gempa Bumi
Arahan peraturan zonasi akan dijabarkan untuk masing-masing tipe kawasan rawan gempa bumi.
a. Tipe A
Pada kawasan rawan gempa bumi tipe A untuk kawasan perkotaan dapat juga dikembangkan
kegiatan perdagangan dan perkantoran, permukiman, hutan kota, pariwisata, serta industri
dengan tingkat kerentanan rendah. Begitu pula dengan kawasan rawan gempa bumi di
perdesaan. Kegiatan pertanian, perikanan, pertambangan rakyat, permukiman, perdagangan dan
perkantoran, perkebunan, dan kehutanan dapat dilakukan syarat-syarat tingkat kerentanan rendah.
Bab 2 - Hal 11
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
b. Tipe B
Kawasan rawan gempa bumi tipologi B dapat dikembangkan untuk kegiatan budi daya seperti
pada kawasan rawan gempa bumi tipologi A namun harus memenuhi syarat-syarat tingkat
kerentanan sedang dan rendah.
c. Tipe C
Kawasan rawan gempa bumi tipologi C juga dapat dikembangkan untuk kegiatan budi daya
seperti pada kawasan rawan gempa bumi tipologi A maupun B, namun kegiatan pertambangan
tidak boleh dilakukan pada kawasan tipologi C. Syarat-syarat tingkat kerentanan yang harus dipenuhi
pada kawasan rawan gempa bumi tipologi ini adalah tingkat kerentanan sedang dan tinggi.
d. Tipe D
P ada k awas an rawan gempa bumi t ipologi D t idak d iper bolehk an mengembangkan
kegiatan budi daya mengingat tingkat kerawanan akibat gempa dapat membahayakan. Namun
kegiatan pariwisata (wisata sosiokultural dan agro-kultural) masih dapat dikembangkan secara
terbatas dengan ketentuan bangunan tahan gempa, (kerentanan sedang dan tinggi).
e. Tipe E
Kawasan rawan gempa bumi tipologi E tidak dapat dikembangkan untuk kegiatan budi daya
mengingat tingkat bahaya yang diakibatkan sangat tinggi. Kawasan ini mutlak harus dilindungi.
f. Tipe F
Seperti pada kawasan rawan gempa bumi tipologi E, kawasan rawan gempa bumi tipologi F
juga tidak dapat dikembangkan untuk kegiatan budi daya mengingat tingkat bahaya yang
diakibatkan sangat tinggi. Untuk itu penggunaan ruang diutamakan s ebagai kawasan lindung.
Tabel 2. 3 Acuan Peraturan Zonasi Untuk Kawasan Rawan Gempa Bumi
Tipologi Kawasan
Acuan Peraturan Zonasi
A
β’ Dapat dikembangkan menjadi kawasan budi daya dan berbagai infrastruktur penunjangnya.
β’ Diizinkan untuk kegiatan permukiman dengan persyaratan: a. Konstruksi bangunan beton bertulang maupun tidak bertulang
b. Kepadatan bangunan tinggi (> 60 unit/Ha), sedang (30-60 unit/Ha), dan rendah (< 30 unit/Ha)
c. Pola permukiman dapat mengelompok maupun menyebar β’ Diizinkan untuk kegiatan perdagangan dan perkantoran dengan persyaratan: a. Konstruksi bangunan tahan gempa
b. kepadatan bangunan diperbolehkan tinggi (KDB > 70; KLB > 200) hingga rendah (KDB < 50; KLB < 100)
β’ Diizinkan untuk kegiatan industri dengan persyaratan, pengawasan dan pengendalian yang ketat, yaitu:
a. Konstruksi bangunan tahan gempa
b. Skala industri besar, sedang, maupun kecil
Tipologi Kawasan
Acuan Peraturan Zonasi
β’ Diizinkan untuk kegiatan lahan usaha pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, perikanan, perkebunan dengan syarat pemilihan jenis vegetasi yang sesuai serta mendukung konsep kelestarian lingkungan.
β’ Diizinkan untuk pariwisata dengan jenis wisata sosio-kultural dan wisata agro-kultural
β’ Diizinkan untuk kegiatan pertambangan rakyat, antara lain pertambangan batu dan pasir
β’ Dapat dikembangkan menjadi kawasan budi daya dan berbagai infrastruktur penunjangnya.
β’ Diizinkan untuk kegiatan permukiman dengan persyaratan: a. Konstruksi bangunan beton bertulang; kepadatan bangunan sedang dan rendah;
pola permukiman menyebar
b. Konstruksi bangunan semi permanen; kepadatan bangunan tinggi, sedang, dan rendah; pola permukiman mengelompok dan menyebar
c. Konstruksi bangunan tradisional; kepadatan bangunan tinggi, sedang, dan rendah; pola permukiman mengelompok dan menyebar
β’ Diizinkan untuk kegiatan perdagangan dan perkantoran dengan persyaratan:
B
a. Konstruksi bangunan tahan gempa
b. kepadatan bangunan diperbolehkan tinggi (KDB > 70; KLB > 200) hingga rendah (KDB < 50; KLB < 100)
β’ Diizinkan untuk kegiatan industri dengan persyaratan, pengawasan dan pengendalian yang ketat, yaitu:
a. Konstruksi bangunan tahan gempa
b. Skala industri besar, sedang, maupun kecil β’ Diizinkan untuk kegiatan lahan usaha pertanian lahan basah, pertanian lahan
kering, perikanan, perkebunan dengan syarat pemilihan jenis vegetasi yang sesuai serta mendukung konsep kelestarian lingkungan.
β’ Diizinkan untuk pariwisata dengan jenis wisata sosio-kultural dan wisata agro-kultural.
β’ Diizinkan untuk kegiatan pertambangan rakyat, antara lain pertambangan batu dan pasir.
β’ Dapat dikembangkan menjadi kawasan budi daya dan berbagai infrastruktur penunjangnya.
β’ Diizinkan untuk kegiatan permukiman dengan persyaratan: a. Konstruksi bangunan semi permanen; kepadatan bangunan
sedang dan rendah; pola permukiman mengelompok dan menyebar.
b. Konstruksi bangunan tradisional; kepadatan bangunan sedang dan rendah; pola permukiman mengelompok dan menyebar.
β’ Diizinkan untuk kegiatan perdagangan dan perkantoran dengan persyaratan: C a. Konstruksi bangunan tahan gempa
b. kepadatan bangunan diperbolehkan tinggi (KDB > 70; KLB > 200) hingga rendah (KDB < 50; KLB < 100)
β’ Diizinkan untuk kegiatan industri dengan persyaratan, pengawasan dan pengendalian yang ketat, yaitu:
a. Konstruksi bangunan tahan gempa b. Skala industri sedang dan kecil
β’ Diizinkan untuk kegiatan lahan usaha pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, perikanan, perkebunan dengan syarat pemilihan jenis vegetasi yang sesuai serta mendukung konsep kelestarian lingkungan.
β’ Diizinkan untuk pariwisata dengan jenis wisata sosio-kultural dan wisata agro-kultural.
β’ β’
Dapat dikembangkan menjadi kawasan budi daya dan berbagai infrastruktur penunjangnya.
Bab 2 - Hal 12
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Tipologi Kawasan
Acuan Peraturan Zonasi
Diizinkan untuk kegiatan permukiman dengan persyaratan:
a. Konstruksi bangunan semi permanen; kepadatan bangunan rendah; pola permukiman mengelompok dan menyebar
b. Konstruksi bangunan tradisional; kepadatan bangunan rendah; pola permukiman mengelompok dan menyebar
β’ Diizinkan untuk kegiatan perdagangan dan perkantoran dengan persyaratan:
D
a. Konstruksi bangunan tahan gempa
b. kepadatan bangunan sedang (KDB 50-70; KLB 100-200)
β’ Diizinkan untuk kegiatan industri dengan persyaratan, pengawasan dan pengendalian yang ketat, yaitu:
a. Konstruksi bangunan tahan gempa
b. Skala industri kecil β’ Diizinkan untuk kegiatan lahan usaha pertanian lahan basah, pertanian lahan
kering, perikanan, perkebunan dengan syarat pemilihan jenis vegetasi yang sesuai serta mendukung konsep kelestarian lingkungan.
β’ Diizinkan untuk pariwisata dengan jenis wisata sosio-kultural dan wisata agro-kultural
E β’ Ditentukan sebagai kawasan lindung
F β’ Ditentukan sebagai kawasan lindung
6. Perizinan Pemanfaatan Ruang Kawasan Rawan Kawasan Rawan Gempa Bumi
Ketentuan-ketentuan dalam beberapa peraturan yang terkait dengan perizinan pemanfaatan ruang berlaku
pula dalam perizinan pemanfaatan ruang pada kawasan rawan kawasan rawan gempa bumi selama peraturan
tersebut masih berlaku (belum dicabut), namun sesuai dengan amanat Undang¬Undang No. 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang harus ditambah dengan ketentuan bahwa izin-izin tersebut harus sesuai dengan
rencana tata ruangnya. Izin-izin tersebut antara lain:
1. Izin Prinsip (Persetujuan Prinsip): Persetujuan yang diberikan kepada perusahaan untuk melakukan
beberapa persiapan untuk penyediaan tanah, penyusunan site plan, upaya pembangunan, pengadaan,
pemasangan instalasi, dan sebagainya.
2. Izin Lokasi/fungsi ruang.
3. Persyaratan Amplop Ruang dan Kualitas Ruang.
4. Izin Tetap Kawasan Industri.
5. Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
6. Izin Penggunaan Bangunan (IPB) atau Izin Layak Huni (ILH).
7. Izin Undang Undang Gangguan (UUG) atau HO.
8. Advice Planning.
9. Izin Tempat Usaha.
10. Izin Penambangan Bahan Galian Golongan C.
11. Penerbitan Beschikking: Ketetapan yang dibuat pejabat administrasi negara, dalam kaitannya dengan
kebijakan pemanfaatan ruang tertentu.
12. Izin Reklame.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan perizinan, perlu dilakukan hal-hal berikut ini:
a. Segera menyusun rencana tata ruang kawasan atau rencana detail tata ruang kabupaten/kota serta
peraturan zonasinya. Peraturan zonasi terdiri atas zonning map dan zonning text.
b. Pengupayakan pengawasan ketat terhadap aktivitas yang dilakukan di kawasan dengan tingkat risiko
sedang sampai tinggi (tipe B dan C untuk kawasan rawan tipe C sampai F untuk kawasan rawan gempa
bumi).
c. Pemantauan di lapangan terkait dengan penggunaan ruang di kawasan tersebut.
d. Pemutakhiran data dan perhitungan kembali (review) terhadap analisis yang dilakukan, dengan skala
kawasan yang lebih detail atau setempat, yang ditunjang dengan pelaksanaan penyelidikan lapangan
secara periodik.
e. Menindak tegas semua pelanggaran yang terjadi, melalui perangkat insentif dan disinsentif serta
pengenaan sanksi.
7. Perangkat Insentif dan Disinsentif pada Kawasan Rawan Kawasan Rawan Gempa Bumi
Perangkat insentif adalah perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan dengan tujuan untuk memberikan
rangsangan terhadap pelaksanaan kegiatan yang seiring sejalan dengan rencana tata ruang atau seiring
dengan tujuan pemanfaatan ruang kawasan rawan kawasan rawan gempa bumi. Apabila dengan pengaturan
akan diberikan insentif dalam rangka pengembangan pemanfaatan ruang, dapat berupa:
1. Kemudahan secara ekonomi melalui tata cara pemberian kompensasi atas opportunity cost yang hilang
akibat penetapan lahan masyarakat sebagai kawasan lindung melalui imbalan.
2. Kemudahan secara fisik melalui pembangunan serta pengadaan sarana dan prasarana seperti jalan, listrik,
air minum, telepon dan sebagainya untuk melayani pengembangan kawasan sesuai dengan rencana tata
ruang.
Insentif dapat diberikan dari pemerintah kepada pemerintah daerah; antar pemerintah daerah yang saling
berhubungan berupa subsidi silang dari daerah yang penyelenggaraan penataan ruangnya memberikan
dampak kepada daerah yang dirugikan, atau antara pemerintah dan swasta dalam hal pemerintah memberikan
prefensi kepada swasta sebagai imbalan dalam mendukung perwujudan rencana tata ruang atau dari
pemerintah kepada masyarakat atas partisipasinya menjaga kualitas ruang. Insentif dan disinsentif diberikan
dengan tetap menghormati hak masyarakat.
Pemberian insentif kepada setiap orang yang melakukan aktivitas yang dapat mempertahankan dan/atau
mendukung fungsi lindung pada kawasan rawan kawasan rawan gempa bumi. Insentif yang diberikan dapat
berupa pemberian penghargaan dan kemudahan dalam melaksanakan aktivitasnya. Di samping pemberian
penghargaan kepada masyarakat, swasta, dan/atau pemerintah daerah, pemberian insentif juga dapat berupa:
keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham; pembangunan
dan pengadaan infrastruktur; dan pemudahan prosedur perizinan.
Pemberian insentif dapat juga dilakukan dalam penyelenggaraan kerjasama antar daerah. Daerah yang secara
langsung mendapatkan manfaat dari penyelenggaraan penataan ruang yang diselenggarakan oleh daerah
lainnya dapat memberikan kompensasi dan/atau bantuan kepada daerah lainnya tersebut.
Bab 2 - Hal 13
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Perangkat disinsentif adalah perangkat yang bertujuan membatasi pertumbuhan atau mencegah, mengurangi
kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, dapat berupa:
1. Pengenaan pajak tinggi disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak
yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang.
2. Pembatasan penyediaan sarana dan prasarana/infrastruktur untuk mencegah berkembangnya kegiatan
budi daya pada kawasan rawan kawasan rawan gempa bumi dengan tingkat risiko tinggi, serta pengenaan
kompensasi.
3. Memperketat mekanisme perizinan dan diberikan secara berkala (periodik) yang dapat diperpanjang
setelah melalui mekanisme monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan budi daya yang dilakukan.
Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan arahan pola ruang dalam pedoman ini dapat dikenakan
disinsentif yang berupa:
1. Pengenaan retribusi yang tinggi;
2. Pembatasan penyediaan sarana dan prasarana; dan
3. Memperketat mekanisme perizinan.
Disinsentif berupa pengenaan pajak yang tinggi dapat dikenakan untuk pemanfaatan ruang yang tidak sesuai
rencana tata ruang melalui penetapan nilai jual objek pajak (NJOP) dan nilai jual kena pajak (NJKP).
2.1.11. Peraturan Pemerintah No.69 Tahun 2001 Tentang Kepelabuhanan
Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan peran dalam penyelenggaraan
kepelabuhanan dan pengaturan mengenai penyelenggaraan kepelabuhan perlu untuk ditata dan diatur
kembali agar sejalan dengan otonomi daerah. Dalam hal ini pelabuhan ditata dalam satu kesatuan tatanan
kepelabuhan nasional guna mewujudkan penyelenggaraan pelabuhan yang handal, dan berkemampuan tinggi,
menjamin efisiensi nasional dan mempunyai daya saing global dalam rangka menunjang pembangunan
nasional dan daerah.
Di dalam Pasal 3 ayat 1 dijelaskan bahwa Penyusunan Tatanan Kepelabuhanan Nasional dilakukan dengan
memperhatikan:
1. Tata ruang wilayah;
2. Sistem transportasi nasional;
3. Pertumbuhan ekonomi;
4. Pola/jalur pelayanan angkutan laut nasional dan internasional;
5. Kelestarian lingkungan;
6. Keselamatan pelayaran; dan
7. Standarisasi nasional, kriteria dan norma
2.1.12. Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta
Peta merupakan bagian yang tidak dapat terlepaskan dari penataan ruang, termasuk dalam penyusunan RDTR
Kawasan Perkotaan. Seluruh elemen sektoral yang direncanakan dalam Penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan
Bokondini nantinya harus dituangkan dalam peta, baik dalam tahapan analisis maupun tahapan rencana. Di
dalam pasal 1 Ketentuan Umum dijelaskan beberapa definisi penting yang sering digunakan dalam penataan
ruang, yaitu:
1. Peta adalah suatu gambaran dari unsur-unsur alam dan atau buatan manusia, yang berada di atas maupun
di bawah permukaan bumi yang digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala tertentu;
2. Skala peta adalah angka perbandingan antara jarak dua titik di atas peta dengan jarak tersebut di muka
bumi;
3. Ketelitian peta adalah ketepatan, kerincian dan kelengkapan data dan atau informasi georeferensi dan
tematik;
4. Peta dasar adalah peta yang menyajikan unsur-unsur alam dan atau buatan manusia, yang berada di
permukaan bumi, digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala, penomoran, proyeksi dan
georeferensi tertentu;
5. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya, yang
batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan pada aspek administratif dan atau aspek fungsional;
6. Peta wilayah adalah peta yang berdasarkan pada aspek administratif yang diturunkan dari peta dasar;
7. Peta tematik wilayah adalah peta wilayah yang menyajikan data dan informasi tematik;
8. Peta rencana tata ruang wilayah adalah peta wilayah yang menyajikan hasil perencanaan tata ruang
wilayah;
9. Instansi yang bertanggung jawab adalah instansi yang bertanggung jawab di bidang pemetaan; dan
10. Instansi yang mengadakan peta tematik wilayah adalah instansi baik di tingkat pusat maupun daerah, yang
tugas dan fungsinya mengadakan peta tematik wilayah.
Terkait dengan penataan ruang, dijelaskan bahwa tingkat ketelitian peta untuk tiap hirarki penataan ruang
berbeda-beda (pasal 9). Dijelaskan dalam pasal tersebut (pasal 9 ayat 1), Peta rencana tata ruang wilayah
meliputi tingkat ketelitian peta untuk:
1. Peta rencana tata ruang wilayah nasional;
2. Peta rencana tata ruang wilayah daerah provinsi;
3. Peta rencana tata ruang wilayah daerah kabupaten; dan
4. Peta rencana tata ruang wilayah daerah kota.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa Peta wilayah daerah kota berpedoman pada tingkat ketelitian minimal berskala
1:50.000 (pasal 30) dan untuk wilayah daerah kota yang sempit digunakan peta wilayah dengan tingkat
ketelitian peta dengan skala 1:25.000 atau skala 1:10.000.
2.1.13. SNI No. 1733-2000 Tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan
SNI ini sering digunakan sebagai acuan dalam penghitungan kebutuhan prasarana dan sarana dasar kegiatan
perkotaan dalam penataan ruang, karena penataan ruang pada dasarnya merupakan penataan pusat-pusat
permukiman beserta segala prasarana dan sarana yang mendukung terciptanya kegiatan pada pusat-pusat
permukiman yang ada.
Dalam merencanakan kebutuhan lahan untuk sarana lingkungan, didasarkan pada beberapa ketentuan khusus,
yaitu:
1. Besaran standar ini direncanakan untuk kawasan dengan kepadatan penduduk <200 jiwa/ha;
Bab 2 - Hal 14
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
2. Untuk mengatasi kesulitan mendapatkan lahan, beberapa sarana dapat dibangun secara bergabung dalam
satu lokasi atau bangunan dengan tidak mengurangi kualitas lingkungan secara menyeluruh; dan
3. Untuk kawasan yang berkepadatan >200 jiwa/ha, diberikan reduksi 15-30% terhadap persyaratan
kebutuhan lahan.
Perencanaan prasarana lingkungan, utilitas umum dan sarana lingkungan harus direncanakan secara terpadu
dengan memperhatikan keberadaan prasarana dan sarana yang telah ada dengan tidak mengurangi kualitas
dan kuantitas secara menyeluruh.
2.1.14. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 4 Tahun 2008 Tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana
A. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Sebagaimana didefinisikan dalam UU 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang
berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Rangkaian kegiatan tersebut apabila digambarkan dalam siklus penanggulangan bencana adalah sebagai
berikut :
Pada dasarnya penyelenggaraan adalah tiga tahapan yakni :
1. Pra bencana yang meliputi situasi tidak terjadi bencana dan situasi terdapat potensi bencana
2. Saat Tanggap Darurat yang dilakukan dalam situasi terjadi bencana
3. Pascabencana yang dilakukan dalam saat setelah terjadi bencana
Tahapan bencana yang digambarkan di atas, sebaiknya tidak dipahami sebagai suatu pembagian tahapan yang
tegas, dimana kegiatan pada tahap tertentu akan berakhir pada saat tahapan berikutnya dimulai. Akan tetapi
harus dipahami bahwa setiap waktu semua tahapan dilaksanakan secara bersama-sama dengan porsi kegiatan
yang berbeda. Misalnya pada tahap pemulihan, kegiatan utamanya adalah pemulihan tetapi kegiatan
pencegahan dan mitigasi juga sudah dimulai untuk mengantisipasi bencana yang akan datang.
Gambar 2. 5 Konsep Penyelenggaraan Bencana
Sumber: Perkep BNPB No 4/2008
B. Perencanaan dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
Secara umum perencanaan dalam penanggulangan bencana dilakukan pada setiap tahapan dalam
penyelenggaran penanggulangan bencana. Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, agar setiap
kegiatan dalam setiap tahapan dapat berjalan dengan terarah, maka disusun suatu rencana yang spesifik pada
setiap tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana.
1. Pada tahap Prabencana dalam situasi tidak terjadi bencana, dilakukan penyusunan Rencana
Penanggulangan Bencana (Disaster Management Plan), yang merupakan rencana umum dan menyeluruh
yang meliputi seluruh tahapan / bidang kerja kebencanaan. Secara khusus untuk upaya pencegahan dan
mitigasi bencana tertentu terdapat rencana yang disebut rencana mitigasi misalnya Rencana Mitigasi
Bencana Banjir DKI Jakarta.
2. Pada tahap Prabencana dalam situasi terdapat potensi bencana dilakukan penyusunan Rencana
Kesiapsiagaan untuk menghadapi keadaan darurat yang didasarkan atas skenario menghadapi bencana
tertentu (single hazard) maka disusun satu rencana yang disebut Rencana Kontinjensi (Contingency Plan).
3. Pada Saat Tangap Darurat dilakukan Rencana Operasi (Operational Plan) yang merupakan
operasionalisasi/aktivasi dari Rencana Kedaruratan atau Rencana Kontinjensi yang telah disusun
sebelumnya.
4. Pada Tahap Pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan (Recovery Plan) yang meliputi rencana
rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan pada pasca bencana. Sedangkan jika bencana belum terjadi,
maka untuk mengantisipasi kejadian bencana dimasa mendatang dilakukan penyusunan petunjuk
/pedoman mekanisme penanggulangan pasca bencana.
Bab 2 - Hal 15
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Gambar 2. 6 Perencanaan dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
Sumber: Perkep BNPB No 4/2008
C. Perencanaan Penanggulangan Bencana
Perencanaan penanggulangan bencana disusun berdasarkan hasil analisis risiko bencana dan upaya
penanggulangannya yang dijabarkan dalam program kegiatan penanggulangan bencana dan rincian
anggarannya.
Perencanaan penanggulangan bencana merupakan bagian dari perencanaan pembangunan. Setiap rencana
yang dihasilkan dalam perencanaan ini merupakan program/kegiatan yang terkait dengan pencegahan,
mitigasi dan kesiapsiagaan yang dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Jangka
Menengah (RPJM) maupun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan.
Rencana penanggulangan bencanaditetapkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
Penyusunan rencana penanggulangan bencana dikoordinasikan oleh:
1. BNPB untuk tingkat nasional;
2. BPBD provinsi untuk tingkat provinsi; dan
3. BPBD kabupaten/kota untuk tingkat kabupaten/kota.
Rencana penanggulangan bencana ditinjau secara berkala setiap 2 (dua) tahun atau sewaktu-waktu apabila
terjadi bencana.
D. Proses Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana
Secara garis besar proses penyusunan/penulisan rencana penanggulangan bencana adalah sebagai berikut :
Gambar 2. 7 Proses Penyusunan Rencana Penanggulangan
Sumber: Perkep BNPB No 4/2008
E. Uraian Proses Perencanaan Penanggulangan Bencana
Sebagaimana diuraikan di atas bahwa langkah pertama adalah pengenalan bahaya / anaman bencana yang
mengancam wilayah tersebut. Kemudian bahaya / ancaman tersebut di buat daftar dan di disusun langkah-
langkah / kegiatan untuk penangulangannya. Sebagai prinsip dasar dalam melakukan Penyusunan Rencana
Penanggulangan Bencana ini adalah menerapkan paradigma pengelolaan risiko bencana secara holistik. Pada
hakekatnya bencana adalah sesuatu yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan. Pandangan ini memberikan
arahan bahwa bencana harus dikelola secara menyeluruh sejak sebelum, pada saat dan setelah kejadian
bencana.
F. Pengenalan Dan Pengkajian Ancaman Bencana/ Bahaya Dan Kerentanan
Pada Bab ini diuraikan unsur-unsur bahaya/ancaman risiko bencana berupa ancaman bencana/bahaya (hazard),
dan kerentanan (vulnerability) yang dihadapi oleh wilayah tersebut.
1. Pengenalan Bahaya (hazard)
Bab 2 - Hal 16
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara dengan potensi bahaya (hazard potency)
yang sangat tinggi dan beragam baik berupa bencana alam, bencana ulah manusia ataupun kedaruratan
komplek. Beberapa potensi tersebut antara lain adalah gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, banjir,
tanah longsor, kekeringan, kebakaran lahan dan hutan, kebakaran perkotaan dan permukiman, angin badai,
wabah penyakit, kegagalan teknologi dan konflik sosial. Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat
dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu potensi bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya
ikutan (collateral hazard). Potensi bahaya utama (main hazard potency) ini dapat dilihat antara lain pada peta
rawan bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona
gempa yang rawan, peta kerentanan bencana tanah longsor, peta daerah bahaya bencana letusan gunung api,
peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir, dan lain-lain.
Pada sub bab ini agar disebutkan jenis-jenis ancaman bahaya yang terdapat di wilayah / daerah yang diperoleh
dari data kejadian bencana di daerah yang bersangkutan.
1. Gempa Bumi
Bencana yang dapat timbul oleh gempa bumi ialah berupa kerusakan atau kehancuran bangunan (rumah,
sekolah, rumah sakit dan bangunan umum lain), dan konstruksi prasarana fisik (jalan, jembatan, bendungan,
pelabuhan laut/udara, jaringan listrik dan telekomunikasi, dli), serta bencana sekunder yaitu kebakaran dan
korban akibat timbulnya kepanikan.
2. Tsunami
Tsunami adalah gelombang pasang yang timbul akibat terjadinya gempa bumi di laut, letusan gunung api
bawah laut atau longsoran di laut. Namun tidak semua fenomena tersebut dapat memicu terjadinya tsunami.
Syarat utama timbulnya tsunami adalah adanya deformasi (perubahan bentuk yang berupa pengangkatan
atau penurunan blok batuan yang terjadi secara tiba-tiba dalam skala yang luas) di bawah laut.. Terdapat
empat faktor pada gempa bumi yang dapat menimbulkan tsunami, yaitu: 1). pusat gempa bumi terjadi di Iaut,
2). Gempa bumi memiliki magnitude besar, 3). kedalaman gempa bumi dangkal, dan 4). terjadi deformasi
vertikal pada lantai dasar laut. Gelombang tsunami bergerak sangat cepat, mencapai 600-800 km per jam,
dengan tinggi gelombang dapat mencapai 20 m.
3. Letusan Gunung Api
Pada letusan gunung api, bencana dapat ditimbulkan oleh jatuhan material letusan, awan panas, aliran lava,
gas beracun, abu gunung api, dan bencana sekunder berupa aliran Iahar.
Luas daerah rawan bencana gunung api di seluruh Indonesia sekitar 17.000 km2 dengan jumlah penduduk yang
bermukim di kawasan rawan bencana gunung api sebanyak kurang lebih 5,5 juta jiwa. Berdasarkan data
frekwensi letusan gunung api, diperkirakan tiap tahun terdapat sekitar 585.000 orang terancam bencana
letusan gunung api.
4. Banjir
Indonesia daerah rawan bencana, baik karena alam maupun ulah manusia. Hampir semua jenis bencana terjadi
di Indonesia, yang paling dominan adalah banjir tanah longsor dan kekeringan. Banjir sebagai fenomena alam
terkait dengan ulah manusia terjadi sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu : hujan, kondisi sungai,
kondisi daerah hulu, kondisi daerah budidaya dan pasang surut air laut.
Potensi terjadinya ancaman bencana banjir dan tanah longsor saat Ini disebabkan keadaan badan sungai rusak,
kerusakan daerah tangkapan air, pelanggaran tata-ruang wilayah, pelanggaran hukum meningkat,
perencanaan pembangunan kurang terpadu, dan disiplin masyarakat yang rendah.
5. Tanah Longsor
Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya,
menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut.
Pemicu dari terjadinya gerakan tanah ini adalah curah hujan yang tinggi serta kelerengan tebing.
Bencana tanah longsor sering terjadi di Indonesia yang mengakibatkan kerugian jiwa dan harta benda. Untuk
itu perlu ditingkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi jenis bencana ini.
Dalam bab ini ditampilkan daerah-daerah yang rawan terhadap bencana tanah longsor yang ditampilkan dalam
bentuk peta, serta jika data memungkinan ditampilkan juga statistik kejadian dan kerusakan yang pernah
dialami.
6. Kebakaran
Potensi bahaya kebakaran hutan dan lahan di Indonesia cukup besar. Hampir setiap musim kemarau Indonesia
menghadapi bahaya kebakaran lahan dan hutan dimana berdapak sangat luas tidak hanya kehilangan keaneka
ragaman hayati tetapi juga timbulnya ganguan asap di wilayah sekitar yang sering kali mengganggu negara-
negara tetangga.
Kebakaran hutan dan lahan dari tahun ke tahun selalu terjadi. Hal tersebut memang berkaitan dengan banyak
hal. Dari ladang berpindah sampai penggunaan HPH yang kurang bertanggungjawab, yaitu penggarapan lahan
dengan cara pembakaran. Hal lain yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan adalah kondisi tanah di
daerah banyak yang mengandung gambut. Tanah semacam ini pada waktu dan kondisi tertentu kadang-
kadang terbakar dengan sendirinya.
7. Kekeringan
Bahaya kekeringan dialami berbagai wilayah di Indonesia hampir setiap musim kemarau. Hal ini erat terkait
dengan menurunnya fungsi lahan dalam menyimpan air. Penurunan fungsi tersebut ditengarai akibat rusaknya
ekosistem akibat pemanfaatan lahan yang berlebihan. Dampak dari kekeringan ini adalah gagal panen,
kekurangan bahan makanan hingga dampak yang terburuk adalah banyaknya gejala kurang gizi bahkan
kematian.
8. Epidemi dan Wabah Penyakit
Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya
meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat
menimbulkan malapetaka.
Epidemi baik yang mengancam manusia maupun hewan ternak berdampak serius berupa kematian serta
terganggunya roda perekonomian. Beberapa indikasi/gej ala awal kemungkinan terjadinya epidemi seperti
Bab 2 - Hal 17
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
avian influenza/Flu burung, antrax serta beberapa penyakit hewan ternak lainnya yang telah membunuh
ratusan ribu ternak yang mengakibatkan kerugian besar bagi petani.
9. Kebakaran Gedung dan Pemukiman
Kebakaran gedung dan permukiman penduduk sangat marak pada musim kemarau. Hal ini terkait dengan
kecerobohan manusia diantaranya pembangunan gedung/rumah yang tidak mengikuti standard keamanan
bangunan serta perilaku manusia. Hubungan arus pendek listrik, meledaknya kompor serta kobaran api akibat
lilin/lentera untuk penerangan merupakan sebab umum kejadian kebakaran permukiman/gedung.
10. Kegagalan Teknologi
Kegagalan teknologi merupakan kejadian yang diakibatkan oleh kesalahan desain, pengoperasian, kelalaian
dan kesengajaan manusia dalam menggunakan teknologi dan atau industri. Dampak yang ditimbulkan dapat
berupa kebakaran, pencemaran bahan kimia, bahan radioaktif/nuklir, kecelakaan industri, kecelakaan
transportasi yang menyebabkan kerugian jiwa dan harta benda.
Dalam bab ini ditampilkan daerah-daerah yang rawan terhadap bencana kegagalan teknologi ini serta jika data
memungkinan ditampilkan juga statistik kejadian dan kerusakan yang pernah dialami.
G. Pemahaman Tentang Kerentanan Masyarakat
Kerentanan (vulnerability) adalah keadaan atau sifat/perilaku manusia atau masyarakat yang menyebabkan
ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman. Kerentanan ini dapat berupa:
1. Kerentanan Fisik
Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa daya tahan menghadapi bahaya tertentu,
misalnya: kekuatan bangunan rumah bagi masyarakat yang berada di daerah rawan gempa, adanya tanggul
pengaman banjir bagi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dan sebagainya.
2. Kerentanan Ekonomi
Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat menentukan tingkat kerentanan terhadap
ancaman bahaya. Pada umumnya masyarakat atau daerah yang miskin atau kurang mampu lebih rentan
terhadap bahaya, karena tidak mempunyai kemampuan finansial yang memadai untuk melakukan upaya
pencegahan atau mitigasi bencana.
3. Kerentanan Sosial
Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Dari segi
pendidikan, kekurangan pengetahuan tentang risiko bahaya dan bencana akan mempertinggi tingkat
kerentanan, demikian pula tingkat kesehatan masyarakat yang rendah juga mengakibatkan rentan
menghadapi bahaya.
4. Kerentanan Lingkungan
Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi kerentanan. Masyarakat yang tinggal di daerah
yang kering dan sulit air akan selalu terancam bahaya kekeringan. Penduduk yang tinggal di lereng bukit atau
pegunungan rentan terhadap ancaman bencana tanah longsor dan sebagainya.
H. Analisis Kemungkinan Dampak Bencana
Pertemuan dari faktor-faktor ancaman bencana/bahaya dan kerentanan masyarakat, akan dapat
memposisikan masyarakat dan daerah yang bersangkutan pada tingkatan risiko yang berbeda. Hubungan
antara ancaman bahaya, kerentanan dan kemampuan dapat dituliskan dengan persamaan berikut:
Risiko = f (Bahaya x Kerentanan/Kemampuan)
Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah, maka semakin tinggi risiko daerah tersebut terkena bencana.
Demikian pula semakin tinggi tingkat kerentanan masayarakat atau penduduk, maka semakin tinggi pula
tingkat risikonya. Tetapi sebaliknya, semakin tinggi tingkat kemampuan masyarakat, maka semakin kecil risiko
yang dihadapinya.
Dengan menggunakan perhitungan analisis risiko dapat ditentukan tingkat besaran risiko yang dihadapi oleh
daerah yang bersangkutan.
Sebagai langkah sederhana untuk pengkajian risiko adalah pengenalan bahaya/ancaman di daerah yang
bersangkutan. Semua bahaya/ancaman tersebut diinventarisasi, kemudian di perkirakan kemungkinan
terjadinya (probabilitasnya) dengan rincian :
β’ 5 Pasti (hampir dipastikan 80 - 99%).
β’ 4 Kemungkinan besar (60 β 80% terjadi tahun depan, atau sekali dalam 10 tahun mendatang)
β’ 3 Kemungkinan terjadi (40-60% terjadi tahun depan, atau sekali dalam 100 tahun)
β’ 2 Kemungkinan Kecil (20 β 40% dalam 100 tahun)
β’ 1 Kemungkian sangat kecil (hingga 20%)
Jika probabilitas di atas dilengkapi dengan perkiraan dampaknya apabila bencana itu memang terjadi dengan
pertimbangan faktor dampak antara lain:
β’ Jumlah korban;
β’ Kerugian harta benda;
β’ Kerusakan prasarana dan sarana;
β’ Cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan
β’ Dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan, maka, jika dampak inipun diberi bobot sebagai berikut:
β’ 5 Sangat Parah (80% - 99% wilayah hancur dan lumpuh total)
β’ 4 Parah (60 80% wilayah hancur)
β’ 3 Sedang (40 - 60 % wilayah terkena berusak)
β’ 2 Ringan (20 β 40% wilayah yang rusak)
β’ 1 Sangat Ringan (kurang dari 20% wilayah rusak)
Maka akan di dapat tabel sebagaimana contoh di bawah ini.
Tabel 2. 4 Analisis Kemungkinan Dampak Bencana
No Jenis ancaman bahaya Probabilitas Dampak
1. Gempa Bumi Diikuti Tsunami 1 4
2. Tanah Longsor 4 2
3. Banjir 4 3
Bab 2 - Hal 18
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
No Jenis ancaman bahaya Probabilitas Dampak
4. Kekeringan 3 1
5. Angin Puting Beliung 2 2
Sumber : Peraturan Kepala BNPB No.4 Tahun 2008
Gambar 2. 8 Matrik Kemungkinan Dampak Bencana
Sumber: Perkep BNPB No 4/2008
Berdasarkan matriks diatas kita dapat memprioritaskan jenis ancaman bahaya yang perlu ditangani.
Ancaman dinilai tingkat bahayanya dengan skala (3-1)
β’ Bahaya/ancaman tinggi nilai 3 (merah)
β’ Bahaya/ancaman sedang nilai 2
β’ Bahaya/ancaman rendah nilai 1
I. Pilihan Tindakan Penanggulangan Bencana
Pilihan tindakan yang dimaksud di sini adalah berbagai upaya penanggulangan yang akan dilakukan
berdasarkan perkiraan ancaman bahaya yang akan terjadi dan kemungkinan dampak yang ditimbulkan. Secara
lebih rinci pilihan tindakan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
A. Pencegahan dan Mitigasi
Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi yang dilakukan, bertujuan untuk menghindari
terjadinya bencana serta mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana. Tindakan mitigasi dilihat dari
sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu mitigasi pasif dan mitigasi aktif.
Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain adalah:
1. Penyusunan peraturan perundang-undangan
2. Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.
3. Pembuatan pedoman/standar/prosedur
4. Pembuatan brosur/leaflet/poster
5. Penelitian / pengkajian karakteristik bencana
6. Pengkajian / analisis risiko bencana
7. Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan
8. Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana
9. Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum
10. Pengarus-utamaan PB dalam perencanaan pembangunan
Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif antara lain:
1. Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya, larangan memasuki daerah rawan bencana
dsb.
2. Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang penataan ruang, ijin mendirikan bangunan
(IMB), dan peraturan lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana.
3. Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
4. Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah yang lebih aman.
5. Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.
6. Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur evakuasi jika terjadi bencana.
7. Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah, mengamankan dan mengurangi dampak
yang ditimbulkan oleh bencana, seperti: tanggul, dam, penahan erosi pantai, bangunan tahan gempa dan
sejenisnya.
Adakalanya kegiatan mitigasi ini digolongkan menjadi mitigasi yang bersifat non-struktural (berupa peraturan,
penyuluhan, pendidikan) dan yang bersifat struktural (berupa bangunan dan prasarana).
B. Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari
jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan
dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain:
1. Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukungnya.
2. Pelatihan siaga/ simulasi/ gladi/ teknis bagi setiap sektor Penanggulangan bencana (SAR, sosial, kesehatan,
prasarana dan pekerjaan umum).
3. Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan
4. Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik.
5. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna mendukung tugas kebencanaan.
6. Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early warning)
7. Penyusunan rencana kontinjensi (contingencyplan)
8. Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan)
C. Tanggap Darurat
Bab 2 - Hal 19
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Tahap Tanggap Darurat merupakan tahap penindakan atau pengerahan pertolongan untuk membantu
masyarakat yang tertimpa bencana, guna menghindari bertambahnya korban jiwa.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi:
1. pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian, dan sumber daya;
2. penentuan status keadaan darurat bencana;
3. penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
4. pemenuhan kebutuhan dasar;
5. perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
6. pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
D. Pemulihan
Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya yang dilakukan pada tahap rehabilitasi
adalah untuk mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak menentu ke kondisi
normal yang lebih baik, agar kehidupan dan penghidupan masyarakat dapat berjalan kembali.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi:
1. perbaikan lingkungan daerah bencana;
2. perbaikan prasarana dan sarana umum;
3. pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;
4. pemulihan sosial psikologis;
5. pelayanan kesehatan;
6. rekonsiliasi dan resolusi konflik;
7. pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya;
8. pemulihan keamanan dan ketertiban;
9. pemulihan fungsi pemerintahan; dan
10. pemulihan fungsi pelayanan publik
Sedangkan tahap rekonstruksi merupakan tahap untuk membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak
akibat bencana secara lebih baik dan sempurna. Oleh sebab itu pembangunannya harus dilakukan melalui
suatu perencanaan yang didahului oleh pengkajian dari berbagai ahli dan sektor terkait.
1. Pembangunan kembali prasarana dan sarana;
2. Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;
3. Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat
4. Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana;
5. Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat;
6. Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;
7. Peningkatan fungsi pelayanan publik; atau
8. Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.
Mekanisme Kesiapan Dan Penanggulangan Dampak Bencana
Dalam melaksanakan penanggulangan bencana, maka penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi:
β’ Tahap prabencana,
β’ Saat tanggap darurat, dan
β’ Pasca bencana.
2.2 Peraturan Perundangan Terkait Kehutanan
2.2.1. Umum
Pemerintah saat ini lebih memprioritaskan upaya konservasi kawasan hutan guna mewujudkan pelestarian dan
perlindungan sumberdaya alam hutan, daripada mengalihfungsikan kawasan hutan. Kebijakan
pengalihfungsian kawasan hutan di masa lalu dilakukan melalui kegiatan perubahan fungsi kawasan hutan dari
fungsi hutan konservasi dan atau hutan lindung menjadi hutan produksi untuk tujuan pembangunan
kehutanan (hutan alam, hutan tanaman) maupun non kehutanan (pertambangan dan non kehutanan lainnya).
Dalam UU No. 41 tahun 1999 pasal 19, istilah alih fungsi dikenal sebagai perubahan peruntukan dan fungsi
kawasan hutan;
1. Perubahan peruntukan kawasan hutan, terjadi melalui proses tukar menukar kawasan hutan dan
pelepasan kawasan hutan;
2. Alih fungsi kawasan hutan, yang terjadi melalui perubahan peruntukan kawasan hutan terfokus untuk
mendukung kepentingan di luar kehutanan (pertanian, perkebunan, transmigrasi, pengembangan wilayah,
dan non kehutanan lainnya). Alih fungsi kawasan hutan dapat pula melalui perubahan fungsi hutan namun
tidak mengurangi luas kawasan hutan, misalnya untuk tujuan pembangunan kehutanan (konservasi
kawasan hutan alam/tanaman, hutan pendidikan/penelitian, dan sebagainya); dan
3. Alih fungsi kawasan hutan yang berimplikasi terhadap berkurangnya luas kawasan hutan produksi adalah
kegiatan pelepasan hutan. Kebijakan di masa lalu, dalam upaya mendukung pembangunan di luar sektor
kehutanan telah ditetapkan Rencana Penatagunaan dan Pengukuhan Hutan (RPPH) yang tertuang dalam
TGHK (tahun 1980) bahwa kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi dialokasikan sebesar + 30 juta
hektar.
UU No.41/99 tentang Kehutanan Pasal 19 ayat (1) secara tegas menyebutkan bahwa untuk melakukan
perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan harus didasarkan atas penelitian terpadu yang secara
operasional prosedurnya diatur melalui SK MENHUT No. 70/KPTS-II/2000. Sedangkan pengkajiannya dilakukan
oleh tim terpadu sesuai SK MENHUT No. 1615/KPTS-VII/2001.
Dengan terbitnya UU No.41/99, kegiatan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan tidak dengan
mudah dilaksanakan mengingat di samping perubahan tersebut didasarkan atas kriteria-kriteria sebagaimana
tercantum dalam PP No. 47 tahun 1997, PP No. 68 tahun 1998, KEPPRES No. 32 tahun 1992, Keputusan-
keputusan Menteri/SKB, juga perlu mendapat rekomendasi pemerintah provinsi dan kabupaten, serta harus
didasarkan atas pengkajian secara terpadu oleh tim terpadu tersebut. Dan apabila berdampak penting dan
cakupan yang luas serta bernilai strategis diperlukan persetujuan legislatif (DPR/DPRD).
Bab 2 - Hal 20
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
2.2.2. Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Undang-undang mengenai kehutanan pada dasarnya mengatur mengenai penyelenggaraan kehutanan di
Indonesia. Hal yang melatarbelakangi keberadaan undang-undang ini adalah bahwa hutan, sebagai salah satu
penentu sistem penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat, cenderung menurun kondisinya, oleh
karena itu keberadaannya harus dipertahankan secara optimal, dijaga daya dukungnya secara lestari, dan
diurus dengan akhlak mulia, adil, arif, bijaksana, terbuka, profesional, serta bertanggungjawab.
Dengan adanya undang-undang kehutanan, maka penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan:
1. Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional;
2. Mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi
untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi, yang seimbang dan lestari;
3. Meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai;
4. Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara
partisipatif, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan sosial dan
ekonomi serta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal; dan
5. Menjamn distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Hutan mempunyai tiga fungsi, yaitu:
1. Fungsi konservasi
Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
Hutan konservasi dapat dibagi menjadi:
a. Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai
kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi
sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Kawasan hutan suaka alam dapat dibagi menjadi:
1) Cagar Alam adalah Hutan Suaka Alam yang berhubungan dengan keadaan alamnya yang khas
termasuk alam hewani dan alam nabati, perlu dilindungi untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan
kebudayaan; dan
2) Suaka Margasatwa adalah Hutan Suaka Alam yang ditetapkan sebagai suatu tempat hidup margasatwa
yang mempunyai nilai khas bagi ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta merupakan kekayaan dan
kebanggaan nasional.
b. Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok
perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa,
serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
c. Taman buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisata berburu.
2. Fungsi lindung
Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga
kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan
memelihara kesuburan tanah.
3. Fungsi produksi
Hutan produksi kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.
Mengingat pentingnya keberadaan hutan, maka pengelolaan hutan dilakukan melalui mekanisme
pembentukan wilayah pengelolaan hutan menurut tingkatannya, yaitu:
1. Tingkat provinsi;
2. Kabupaten/kota; dan
3. Unit pengelolaan.
Pembentukan wilayah pengelolaan hutan tingkat unit pengelolaan dilaksanakan dengan mempertimbangkan
karakteristik lahan, tipe hutan, fungsi hutan, kondisi daerah aliran sungai, sosial budaya, ekonomi,
kelembagaan masyarakat setempat termasuk masyarakat hukum adat dan batas administrasi Pemerintahan.
Pembentukan unit pengelolaan hutan yang melampaui batas administrasi Pemerintahan karena kondisi dan
karakteristik serta tipe hutan, penetapannya diatur secara khusus oleh Menteri.
Pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan untuk
setiap daerah aliran sungai dan atau pulau, guna optimalisasi manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat
ekonomi masyarakat setempat. Luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30% (tiga puluh
persen) dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional.
2.2.3. Keputusan Menteri Kehutanan No.70/KPTS-II/2001 tentang Penetapan Kawasan Hutan, Perubahan
Status dan Fungsi Kawasan Hutan
A. Pengertian Terkait
1. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang
didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat
dipisahkan;
2. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk
dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap;
3. Penetapan kawasan hutan adalah pemberian kepastian hukum mengenai status, letak, batas dan luas
suatu wilayah tertentu yang sudah ditunjuk sebagai kawasan hutan menjadi kawasan hutan tetap dengan
Keputusan Menteri;
4. Perubahan fungsi kawasan hutan adalah merubah sebagian atau seluruh fungsi hutan, dalam suatu
kawasan hutan;
5. Perubahan status kawasan hutan adalah merubah status sebagian kawasan hutan menjadi bukan kawasan
hutan;
6. Relokasi fungsi kawasan hutan dengan kawasan Hutan Produksi yang dapat di Konversi (HPK) adalah
perubahan fungsi kawasan hutan tetap menjadi HPK dan kawasan HPK menjadi kawasan hutan tetap.
Bab 2 - Hal 21
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Kawasan hutan yang direlokasi fungsi adalah kawasan hutan tetap dan HPK berdasarkan Peta Penunjukan
Kawasan Hutan (dan Perairan) yang ditetapkan oleh Menteri;
7. Kepentingan umum terbatas adalah kepentingan masyarakat antara lain untuk keperluan jalan umum,
saluran air, waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya, fasilitas pemakaman umum, fasilitas
keselamatan umum, yang tujuan penggunaannya tidak untuk mencari keuntungan;
8. Kepentingan umum komersial adalah kepentingan anggota masyarakat antara lain untuk repeater
telekomunikasi, stasiun pemancar radio, stasiun relay televisi, instalasi air, listrik, yang tujuan
penggunaannya untuk mencari keuntungan; dan
9. Kepentingan strategis adalah kepentingan yang mempunyai pengaruh besar bagi kemajuan perekonomian
nasional dan kesejahteraan rakyat serta diprioritaskan oleh pemerintah, antara lain untuk bangunan
industri, pelabuhan atau bandar udara.
B. Perubahan Status Kawasan Hutan
Pada dasarnya kawasan hutan yang.dapat dirubah statusnya adalah kawasan Hutan Produksi yang dapat di-
Konversi (HPK).
Dalam keadaan tertentu dapat dilakukan perubahan status kawasan hutan produksi apabila memenuhi
persyaratan:
1. Digunakan untuk kepentingan strategis;
2. Tidak berdampak negatif terhadap lingkungan yang didasarkan hasil penelitian terpadu;
3. Tidak menimbulkan enclave atau tidak memotong kawasan hutan menjadi bagian-bagian yang tidak layak
untuk satu unit pengelolaan;
4. Hasil skoring berdasarkan kriteria dan standar penatagunaan kawasan hutan mempunyai nilai kurang dari
125;
5. Tidak mengurangi kecukupan luas minimal kawasan hutan dalam wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu
30% dari luas DAS;
6. Mendapat persetujuan dari DPRD Kabupaten/Kota dan atau DPRD Provinsi .
7. Apabila berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis harus mendapat persetujuan
DPR;
8. Pada wilayah kabupaten/kota atau provinsi yang mempunyai kawasan HPK harus didahului dengan
relokasi fungsi kawasan hutan dengan HPK; dan
9. Pada wilayah kabupaten/kota atau provinsi yang tidak mempunyai HPK harus disediakan tanah pengganti
yang "clear and clean" dengan ratio:
a. 1 : 1 untuk pembangunan kepentingan umum terbatas oleh pemerintah;
b. 1 : 2 untuk pembangunan proyek strategis yang diprioritaskan pemerintah;
c. 1 : 1 untuk penyelesaian okupasi atau enclave; dan
d. Minimal 1 : 3 untuk yang sifatnya komersial.
Perubahan status kawasan hutan ditetapkan dengan Keputusan Menteri dilampiri peta dengan skala minimal 1
: 100.000. Perubahan status kawasan hutan dilakukan dengan cara:
1. Pelepasan kawasan Hutan Produksi yang dapat di-Konversi (HPK); dan
2. Tukar menukar kawasan hutan.
C. Perubahan Fungsi Kawasan Hutan
Perubahan fungsi kawasan hutan hanya dapat dilakukan apabila areal/kawasan yang dirubah fungsi memenuhi
kriteria dan standar penetapan fungsi hutannya. Fungsi kawasan hutan yang akan dirubah fungsinya harus
didasarkan atas Peta Penunjukan Kawasan Hutan (dan Perairan) provinsi yang ditetapkan oleh Menteri.
Perubahan fungsi kawasan hutan didasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Tim Terpadu.
Permohonan perubahan fungsi kawasan hutan diajukan kepada Menteri dilampiri:
1. Saran/pertimbangan teknis Dinas Kehutanan kabupaten/kota atau provinsi untuk yang lintas
kabupaten/kota;
2. Rekomendasi Bupati/Walikota atau Gubernur untuk yang lintas kabupaten/kota;
3. Persetujuan DPRD kabupaten/kota dan DPRD Provinsi untuk yang lintas kabupaten/kota; dan
4. Peta skala minimal 1:100.000.
Atas permohonan tersebut, Eselon I terkait lingkup Kementerian Kehutanan memberikan saran/pertimbangan
teknis kepada Menteri. Berdasarkan saran/pertimbangan teknis tersebut, Menteri menolak atau menyetujui
permohonan perubahan fungsi kawasan hutan.
Apabila permohonan disetujui, Badan Planologi menyiapkan konsep Keputusan Menteri tentang perubahan
fungsi kawasan hutan dilampiri peta dengan skala minimal 1 : 100.000. Menteri menetapkan Keputusan
tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan beserta peta lampiran.
2.2.4. Badan Planologi Kehutanan (BAPLAN) dan Badan Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH)
Dalam rangka mendukung pelaksanaan pembangunan kehutanan untuk mencapai pelaksanaan pengelolaan
hutan yang lestari dibutuhkan kemantapan prakondisi pengelolaan hutan. Dalam lingkup Kementerian
Kehutanan penanggung jawab terwujudnya kemantapan prakondisi tersebut adalah Badan Planologi
Kehutanan. Dengan demikian Badan Planologi Kehutanan dapat dikatakan merupakan βsupporting agencyβ
bagi pelaksanaan kegiatan pembangunan kehutanan yang akan dilakukan oleh instansi-instansi lingkup
Kementerian Kehutanan lainnya.
Kemantapan prakondisi pengelolaan hutan meliputi hal-hal antara lain :
1. Kemantapan status dan fungsi kawasan hutan;
2. Ketersediaan data dan informasi kehutanan yang lengkap dan up to date; dan
3. Ketersediaan rencana-rencana kehutanan.
Tugas pokok Badan Planologi Kehutanan sesuai dengan Surat Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.13/MENHUT-II/2005 tanggal 6 Mei 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kehutanan meliputi
dua hal yaitu perencanaan makro dan pemantapan kawasan hutan.
Sedangkan Tugas pokok Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor 6188/KPTS-II/2002 tanggal 10 Juni 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pemantapan
Kawasan Hutan (BPKH) adalah melaksanakan pemantapan kawasan hutan, penilaian perubahan status dan
fungsi hutan serta penyajian data dan informasi sumberdaya hutan.
Bab 2 - Hal 22
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Tabel 2. 5 Unit Pelaksana Teknis (Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah I Sampai Dengan XI)
No Nama Lokasi Wilayah Kerja
1 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah I
Medan Provinsi: Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau dan Sumatera Barat.
2 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah II
Palembang Provinsi: Jambi, Sumatera Selatan, Bangka-Belitung, Bengkulu dan Lampung
3 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah III
Pontianak Provinsi Kalimantan Barat.
4 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah IV
Samarinda Provinsi Kalimantan Timur
5 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah V
Banjarbaru Provinsi: Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah
6 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VI
Manado Provinsi: Sulawesi Utara, Gorontalo dan Sulawesi Tengah.
7 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VII
Makassar Provinsi: Sulawesi Selatan dan Sulawsi Tenggara.
8 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII
Denpasar Provinsi: Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
9 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah IX
Ambon Provinsi: Maluku dan Maluku Utara.
10 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah X
Jayapura Provinsi Papua.
11 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XI
Yogyakarta Provinsi: Banten, DKI. Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta dan Jawa Timur.
Sumber: SK MENHUT No.6188/KPTS-II/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja BPKH.
2.2.5. Penetapan Kawasan Hutan
A. Kriteria Penetapan Hutan Lindung
1. Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng lapangan, kelas tanah dan kelas kelas intensitas hujan
setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai total nilai (skor) 175 atau lebih besar;
2. Kawasan hutan yang mempunyai kelas lereng lapangan 40% atau lebih;
3. Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian lapangan di atas permukaan laut 2.000 m atau lebih;
4. Menyimpang dari ketentuan butir 1 sampai dengan 3 di atas, kawasan hutan perlu dibina dan dipertahankan
sebagai hutan lindung apabila memenuhi salah satu atau beberapa syarat sebagai berikut:
a. Tanah sangat peka terhadap erosi yaitu jenis tanah regosol, litosol, organosol dan renzina dengan lereng
lapangan lebih besar (>) 15%;
b. Merupakan jalur pengamanan aliran sungai/air, sekurang-kurangnya 100 meter di kiri dan kanan sungai/aliran
air tersebut;
c. Merupakan pelindung mata air, sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekeliling mata air tersebut;
dan
d. Guna keperluan/kepentingan khusus, ditetapkan oleh Menteri sebagai hutan lindung.
B. Kriteria Penetapan Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Produksi Tetap.
1. Hutan Produksi Terbatas (HPT)
Kawasan Hutan dengan faktor-faktor kelas lereng lapangan, kelas tanah dan kelas intensitas hujan setelah
masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai total nilai (skor) 125-174.
2. Hutan Produksi Tetap (HP)
Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng lapangan, kelas tanah dan kelas intensitas hujan setelah
masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai total nilai (skor) kurang dari 124.
C. Kriteria Cagar Alam
1. Kawasan yang ditunjuk mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa dan ekosisitem;
2. Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusun;
3. Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia;
4. Mempunyai luas dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan efektif dengan daerah penyangga yang
cukup luas; dan
5. Mempunyai ciri khas dan dapat merupakan satu-satunya contoh di suatu daerah serta keberadaannya
memerlukan upaya konservasi.
D. Kriteria Suaka Margasatwa
1. Kawasan yang ditunjuk merupakan tempat hidup dan berkembangbiak dari suatu jenis satwa yang perlu
dilakukan upaya konservasinya;
2. Memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi;
3. Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu; dan
4. Mempunyai luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan.
E. Kriteria Hutan Wisata
1. Kawasan hutan yang ditunjuk memiliki keadaan yang menarik dan indah baik secara alamiah maupun buatan
manusia;
2. Memenuhi kebutuhan manusia akan rekreasi dan olah raga serta terletak dekat pusat-pusat pemukiman
penduduk;
3. Mengandung satwa buru yang dapat dikembang biakkan sehingga memungkinkan perburuan secara teratur
dengan mengutamakan segi rekreasi, olah raga dan kelestarian satwa; dan
4. Mempunyai luas yang cukup dan lapangannya tidak membahayakan.
Bab 2 - Hal 23
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
2.2.6. Mutasi Kawasan Hutan
Mutasi kawasan hutan adalah perubahan kawasan hutan akibat perubahan fungsi kawasan hutan menjadi
fungsi lainnya atau perubahan fungsi dalam fungsi pokok kawasan hutan dan perubahan peruntukan kawasan
hutan dari kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan serta penunjukan parsial areal penggunaan lain
menjadi kawasan hutan.
Ruang lingkupnya meliputi :
1. Perubahan fungsi kawasan hutan;
2. Perubahan peruntukan kawasan hutan; dan
3. Penunjukan parsial areal penggunaan lain menjadi kawasan hutan.
Tujuan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan adalah terwujudnya optimalisasi dan manfaat fungsi kawasan hutan
secara lestari dan berkesinambungan.
Prosedur dan mekanisme perubahan fungsi kawasan hutan:
1. Permohonan diajukan kepada Menteri Kehutanan dengan dilampiri persyaratan administrasi berupa
rekomendasi Bupati/walikota, Gubernur dan peta lokasi minimal skala 1 : 100.000;
2. Dilakukan pengkajian terpadu oleh Tim terpadu (KEMHUT, LIPI, KLH, PEMPROV, PEMKAB dan Lembaga terkait
lainnya) dengan mengacu Keputusan Menteri Kehutanan No.1615/KPTS-VII/2001 jo.8637/KPTS-VII/2002;
3. Pengkajian oleh Tim Terpadu menghasilkan rekomendasi Tim Terpadu kepada Menteri Kehutanan;
4. Badan Planologi Kehutanan menyampaikan hasil dan rekomendasi Tim Terpadu kepada Menteri Kehutanan;
5. Menteri Kehutanan menolak atau menyetujui permohonan perubahan fungsi kawasan hutan;
6. Apabila permohonan disetujui, Badan Planologi Kehutanan menyampaikan rancangan (draft) Keputusan
Perubahan Fungsi Kawasan Hutan beserta peta lampirannya kepada Sekretaris Jenderal Kementerian
Kehutanan; dan
7. Menteri Kehutanan menetapkan keputusan tentang Perubahan fungsi kawasan hutan.
Tahapan kegiatan perubahan fungsi kawasan hutan:
1. Permohonan diajukan kepada MENHUT dengan dilampiri saran pertimbangan teknis Dishut
Kabupatan/Kotamadya atau Provinsi, Rekomendasi Bupati/Walikota atau Gubernur dan peta skala minimal 1 :
100.000;
2. Eselon I terkait memberikan pertimbangan teknis kepada menteri Kehutanan;
3. MENHUT menolak dan menyetujui permohonan perubahan fungsi kawasan hutan;
4. Apabila disetujui, BAPLANHUT menyiapkan konsep kepada MENHUT dan dilampiri peta dengan skala 1 :
100.000; dan
5. MENHUT menetapkan keputusan tentang perubahan fungsi kawasan hutan beserta peta lampiran.
Tahapan kegiatan perubahan peruntukan kawasan hutan:
1. Permohonan diajukan kepada Menteri Kehutanan dengan dilampiri rekomendasi Gubernur atau
Bupati/Walikota dan peta dengan skala minimal 1 : 100.000;
2. Eselon I terkait memberikan pertimbangan teknis kepada MENHUT apabila areal yang dimohon bukan HPK
maka harus dilengkapi dengan hasil penelitian Tim terpadu;
3. Menteri menolak atau menyetujui permohonan pelepasan;
4. Perubahan yang disetujui ditindaklanjuti dengan penataan batas di lapangan oleh Panitia Tata Batas;
5. Hasil Berita Acara Tata Batas dan Peta Tata Batas dilakukan penelaahan hukum oleh Sekretariat Jenderal
Kementerian Kehutanan dan telaahan teknis oleh Eselon I terkait;
6. Badan Planologi Kehutanan menyiapkan konsep kepada Menteri Kehutanan; dan
7. Menteri Kehutanan menetapkan perubahan peruntukan kawasan hutan dan Keputusan penetapan batas
kawasan hutan yang baru beserta peta lampirannya.
Penanggung jawab kegiatan mutasi kawasan hutan melibatkan instansi kehutanan di Pusat dan daerah
(pemerintah daerah) dengan Tim terpadu/lembaga pemerintah yang mempunyai kompetensi dan memiliki
otoritas ilmiah (Scientific authority).
Khusus kegiatan perubahan peruntukan kawasan hutan yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta
bernilai strategis, ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Peraturan yang mendasari kegiatan mutasi kawasan hutan adalah:
1. UU No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan;
2. Surat Keputusan MENHUT No. 70/KPTS-II/2001 Jo No. 48/MENHUT-VII/2004;
3. Surat Keputusan MENHUT No. 1615/KPTS-VII/2001 Jo. 8637/KPTS-VII/2002; dan
4. SKB Menteri Pertambangan dan Menteri Kehutanan No. 126/MEN/1994 dan No. 422/KPTS-II/1994.
2.2.5. Perubahan Kawasan Hutan
Terkait dengan perubahan kawasan hutan, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Pengertian:
Perubahan kawasan hutan adalah suatu proses perubahan terhadap suatu kawasan hutan tertentu menjadi
bukan kawasan hutan atau menjadi kawasan hutan dengan fungsi hutan lainnya.
2. Kegiatan Perubahan Kawasan Hutan
a. Perubahan status/peruntukan kawasan hutan.
Perubahan status/peruntukan kawasan hutan adalah merupakan suatu proses perubahan kawasan hutan
menjadi bukan kawasan hutan, kegiatan ini dapat dilakukan dengan cara:
1) Pelepasan kawasan hutan pada hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK); dan
2) Tukar menukar kawasan hutan dilakukan apabila di wilayah yang bersangkutan tidak tersedia HPK dan hanya
pada hutan produksi.
b. Perubahan fungsi kawasan hutan
Perubahan fungsi kawasan hutan adalah suatu proses perubahan fungsi kawasan hutan tertentu menjadi
fungsi kawasan hutan lainnya.
Bab 2 - Hal 24
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
3. Perubahan status/peruntukan kawasan hutan (pelepasan kawasan hutan):
a. Pelepasan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Transmigrasi
Mekanisme:
1) Prosedur pelepasan areal hutan untuk transmigrasi mengacu pada SKB Menteri Transmigrasi dan PPH dan
Menteri Kehutanan Nomor SKB 126/MEN/1994 dan nomor 422/KPTS-II/1994.
2) Diajukan oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi (d/h Kakanwil Deptrans dan PPH) kepada
Menteri Kehutanan melalui Kepala Dinas Kehutanan Provinsi (d/h Kakanwil Kemhut) dengan dilengkapi
persyaratan administrasi berupa: rekomendasi Bupati dan atau Gubernur, studi rencana teknis lokasi yang
diusulkan, dan peta lokasi.
b. Pelepasan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Pertanian.
Mekanisme:
1) Pelepasan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Pertanian mengacu pada SKB MENHUT, Mentan dan BPN No.
364/KPTS-II/1990, 519/KPTS/ JK.050/7/1990 tanggal 23-8-1990 tentang Ketentuan Pelepasan Kawasan Hutan
dan Pemberian HGU untuk Pengembangan Usaha Pertanian;
2) Permohonan disampaikan kepada MENHUT dengan dilampiri data permohonan, peta kawasan hutan yang
dimohon, rekomendasi Disbun Tingkat I, pertimbangan teknis dari Instansi Kehutanan, surat pernyataan tidak
mengalihkan kepemilikan; dan
3) Pertimbangan Teknis dari Baplan, Ditjen BPK (apabila arealnya termasuk HPH/HTI), dan Sekjen sebagai Ketua
Tim Pertimbangan, Persetujuan prinsip dari MENHUT, Penilaian oleh instansi kehutanan dan perkebunan di
Tingkat I.
4. Tukar Menukar Kawasan Hutan
Mekanisme:
a. Mengacu kepada SK MENHUT No. 292/KLPTS-II/1995 tanggal 12 Juni 1995 tentang Tukar Menukar Kawasan
Hutan jo. SK Menteri Kehutanan No. 70/KPTS-II/2001 tanggal 15 Maret 2001 jo SK MENHUT No. 48/KPTS-II/2004
tanggal 23 Maret 2004;
b. Permohonan tukar menukar kawasan hutan yang diajukan kepada MENHUT dilampiri peta dengan skala
minimal 1 : 100.000, rekomendasi Gubernur atau Bupati/Walikota, peta usulan tanah pengganti;
c. Eselon I terkait lingkup Kementerian Kehutanan menyampaikan saran/pertimbangan teknis, Penelitian Tim
terpadu terhadap kawasan hutan, atas dasar saran/pertimbangan teknis atau hasil penelitian Tim terpadu,
MENHUT memberikan penolakan atau persetujuan, apabila permohonan disetujui dilakukan Clear dan Clean,
Pembuatan Berita Acara Tukar Menukar, Penunjukan Tanah Pengganti sebagai Kawasan Hutan dengan
Keputusan Menteri; dan
d. Berdasarkan BATB dan Peta Tata Batas Kawasan Hutan yang telah dilakukan penelaahan hukum dan teknis
oleh eselon I terkait lingkup Kementerian Kehutanan Badan Planologi menyiapkan konsep Keputusan Menteri
beserta lampiran skala minimal 1 : 100.000 tentang Pelepasan Kawasan Hutan, Penetapan Batas kawasan
hutan yang baru yang berbatasan dengan kawasan hutan yang dilepas dan Penetapan Tanah Pengganti
sebagai Kawasan Hutan.
5. Perubahan Fungsi Kawasan Hutan
Mekanisme:
a. Prosedur perubahan fungsi kawasan hutan mengacu pada Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 70/KPTS-
II/2001 jo Nomor SK 48/MENHUT-II/2004;
b. Diajukan oleh pemohon (Bupati/Gubernur) kepada Menteri Kehutanan, dengan dilengkapi persyaratan
administrasi berupa: rekomendasi Bupati dan atau Gubernur, kajian potensi kawasan hutan yang diusulkan,
dan peta lokasi skala minimal 1:100.000; dan
c. Pengkajian oleh Tim Terpadu sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 1615/KPTS-VII/2001.
BAB 3 GAMBARAN UMUM DAN KAWASAN
Kegiatan usaha tani yang dilakukan penduduk meliputi pertanian tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan
perikanan. Sistem usaha tani yang dilakukan masih sederhana yang dilakukan di lahan pekarangan (di sekitar
rumah) yang dimanfaatkan untuk usaha tani sayuran dan tanaman pangan dengan pola tanam campuran dan di
lahan usaha yang lokasi agak jauh dari permukiman. Sistem kepemilikan dan pengelolaan lahan bersifat komunal
(hak ulayat), sehingga pola pengembangan usaha tani sangat tergantung pada ketua suku. Sistem usaha tani
mengikuti pola tanam campuran atau lebih dikenal dengan sistem agroforestri, hal ini mengingat kondisi
topografi lahan mempunyai kelerengan yang curam, sehingga sistem agroforestri sesuai diterapkan pada kondisi
lahan tersebut sekaligus sebagai upaya konservasi.
Bab 3 - Hal 1
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Bab 3 Gambaran Umum dan Kawasan Pada bab ini akan dibahas Gambaran Umum Wilayah dan Gambaran Kawasan, akan dikaji dalam 2 (dua)
kelompok yakni kajian gambaran umum yakni Wilayah Kabupaten Tolikara dan kajian gambaran umum
kawasan perkotaan Bokondini yang telah ditetapkan deliniasi kawasan perkotaannya.
3.1. Gambaran Umum Kabupaten Tolikara
Pada sub bahasan gambara umum Kabupaten Tolikara akan dipaparkan mengenai kondisi umum mulai dari
administrasi kepemerintahan, kependudukan, kondisi fasilitas umum dan sosial, kondisi perekonomian,
penggunaan lahan, status kawasan hutan, kawasan rawan bencana serta kondisi transportasi yang ada.
3.1.1. Kondisi Kabupaten Tolikara
3.1.1.1. Letak Geografis Kabupaten Tolikara
Kabupaten Tolikara merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Jayawijaya berdasarkan Undang-
Undang Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, Kabupaten
Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten
Tolikara, Kabupaten Waropen, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten
Asmat, Kabupaten Teluk Bintuni dan Kabupaten Teluk Wondama di Provinsi Papua. Secara geografis,
Kabupaten Tolikara terletak antara garis koordinat 138Β° 00β57β - 138Β°54β32β BT dan 2Β° 52β58β - 3Β° 51β2β LS.
Wilayah administrasi Kabupaten Tolikara terdiri dari 46 (empat puluh enam) distrik dengan ibukota
kabupatennya berkedudukan di Distrik Karubaga. Untuk lebih jelas nama distrik yang ada di Kabupaten
Tolikara dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3. 1 Nama Distrik di Tolikara
No. Nama Distrik No. Nama Distrik No. Nama Distrik
1 Karubaga 17 Kaboneri 33 Danime
2 Bokondini 18 Bewani 34 Taginere
3 Kanggime 19 Nabunage 35 Yuneri
4 Kembu 20 Gilubandu 36 Wakuwo
5 Goyage 21 Air Garam 37 Telenggeme
6 Wunin 22 Geya 38 Lianogoma
7 Wina 23 Numba 39 Biuk
8 Umagi 24 Dow 40 Wenam
9 Panaga 25 Wari / Taiyeve 41 Aweku
10 Woniki 26 Dundu 42 Anawi
11 Poganeri 27 Gundage 43 Wugi
12 Kubu 28 Egiam 44 Gika
13 Kondaga 29 Timori 45 Bogonuk
14 Nelawi 30 Nunggawi 46 Yuko
No. Nama Distrik No. Nama Distrik No. Nama Distrik
15 Kuari 31 Kai
16 Bokoneri 32 Tagime
Sumber: Tolikara Dalam Angka, 2011
Hingga kini permasalahan batas wilayah menjadi masalah utama di Kabupaten Tolikara, dan bisa menimbulkan
konflik. Saat ini terdapat 4 sumber peta wilayah Kabupaten Tolikara yang memiliki luasan berbeda, yaitu:
1 Peta Wilayah Kabupaten Tolikara seluas 14.564 Km2 yang berdasarkan UU No.26 Tahun 2002 tentang tentang
Pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat,
Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Waropen, Kabupaten
Kaimana, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Teluk Bintuni dan
Kabupaten Teluk Wondama di Provinsi Papua;
Peta Wilayah Kabupaten Tolikara berdasarkan Draf PERDA RTRW Provinsi Papua seluas lebih kurang 6.130
KmΒ²;
Peta RBI dari Badan Informasi Geospasial Tahun 2011, seluas lebih kurang 4.364 KmΒ²; dan
Peta Kehutanan dari KEMENHUT Tahun 2011, seluas lebih kurang 6.196,7 KmΒ².
Ketiga peta tersebut memiliki luas yang berbeda-beda. Mengingat permasalahan peta ini nantinya dapat
berpotensi munculnya konflik, maka konsultan melakukan ratifikasi dengan merujuk pada peta RBI Tahun 2011,
peta administrasi berdasarkan UU No.26 Tahun 2002, hasil survei, serta diskusi dengan para pemangku
kepentingan di Kabupaten Tolikara. Berdasarkan hasil ratifikasi di tahun 2012, maka diperoleh Luas Wilayah
Kabupaten Tolikara adalah 6.357,55 KmΒ².
Tabel 3. 2 Luas Kabupaten Tolikara Menurut Sumbernya
No Sumber Luas
1 Undang-undang No 26 Tahun 2002 14.564 km2
2 Draf Perda RTRW Provinsi Papua 6.130 km2
3 Peta RBI BIG Tahun 2011 4.364 km2
4 Peta Kehutanan dari KEMENHUT tahun 2012
6.196,7 km2
5 Ratifikasi Pemangku Kepentingan 6.357,55 km2
Sementara itu batas wilayah administrasi Kabupaten Tolikara ini, adalah:
1. Sebelah Utara : Kabupaten Mamberamo Raya
2. Sebelah Timur : Kabupaten Mamberamo Raya dan Mamberamo Tengah
3. Sebelah Selatan : Kabupaten Lanny Jaya dan Jayawijaya
4. Sebelah Barat : Kabupaten Puncak Jaya.
Adapun peta wilayah Kabupaten Tolikara dapat dilihat pada gambar 3.1
Bab 3 - Hal 2
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 3. 1 Wilayah Kabupaten Tolikara
Bab 3 - Hal 3
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
3.1.1.2. Topografi
A. Kondisi Topografi dan Kemiringan Lereng
Ditinjau dari kondisi topografinya, Kabupaten Tolikara umumnya berada pada wilayah yang berbukit-bukit
sampai bergunung, berkisar antara 1000 mdpl sampai dengan 3.300 mdpl. Namun terdapat juga sebagian kecil
wilayah yang berada pada dataran rendah dengan kondisi tanah rawa, yaitu pada bagian selatan wilayah
Kabupaten Tolikara, dengan ketinggian < 500 mdpl.
Ditinjau dari kemiringan lerengnya, maka umumnya wilayah Kabupaten Tolikara berada pada kemiringan
lereng >15%, bahkan sebagian kawasan pada bagian tengah wilayah kabupaten, berada pada kemiringan lereng
>30%.
Secara alami faktor ketinggian suatu wilayah diatas permukaan laut (dpl) berpengaruh terhadap lingkungan
fisik seperti suhu dan jenis flora dan fauna yang mendiaminya dan faktor kemiringan lereng akan berdampak
pada potensi pengembangan penggunaan lahan.
Kondisi ketinggian dapat dilihat pada peta 3.2 dan kondisi kemiringan lerengnya pada peta 3.3.
B. Jenis Tanah
Tanah merupakan tubuh alam yang terbentuk sebagai hasil proses terhadap faktor-faktor pembentuk tanah.
Faktor pembentuk tanah yang dimaksud adalah bahan induk, iklim, topografi, organisme dan waktu. Oleh
karena faktor pembentuk tanah tersebut mempengaruhi perkembangan tanah, maka tanah (jenis tanah)
bervariasi dari satu tempat ketempat lain, demikian juga produktivitas dalam pemanfaatannya.
Berdasarkan jenis tanah yang ada di kawasan Perkotaan Bokondini terdiri atas 2 jenis, yaitu:
1. Dominasi Dystrudepts, dengan campuran Udorthents
2. Dominasi Haplustolls, dengan campuran Haplustepts
Tanah dengan dominasi Dystrudepts dan Endoaquepts masuk ke dalam Ordo Inseptisols. Tanah ini merupakan
tanah yang belum matang, perkembangan profilnya lemah dan masih banyak menyerupai bahan induknya.
Penggunaannya untuk pertanian dan non pertanian adalah beragam, daerah berlereng untuk hutan dan untuk
pertanian perlu drainase. Jenis tanah dengan dominasi Dystrudepts tersebar di Distrik Wina, Gudagi, Dundu,
Umagi, Panaga, Kembu, Timori dan Kaboneri. Sementara Jenis tanah dengan dominasi Endoaquepts tersebar
di Distrik Dow dan Wari.
Tanah dengan dominasi Hapludox masuk ke dalam Ordo Spodosols. Tanah yang mempunyai horison spodik dan
bahan albik pada 50 persen atau lebih dari setiap pedon-nya. Horison spodik-nya memiliki ketebalan 10 cm atau
lebih dengan batas atas di dalam kurang dari 200 cm dan horison albik berada langsung di atasnya. Spodosol
merupakan tanah yang telah berkembang lanjut, biasanya pada bahan induk pasir kuarsa, berdrainase tidak
baik, struktur tanah lepas atau masif, sangat miskin unsur hara, dan peka terhada perosi. Potensi tanah ini
tergolong rendah dan tidak digunakan untuk usaha pertanian. Penyebarannya di daerah peralihan antara rawa
gambut. Jenis tanah ini banyak ditemui di Distrik Gudagi, Dundu dan Egiam.
Tanah dengan dominasi Hapludulst masuk ke dalam Ordo Ultisols. Tanah yang mempunyai horison argilik atau
kandik dan memiliki kejenuhan basa sebesar kurang dari 35% pada kedalaman 125 cm atau lebih di bawah batas
atas horison argilik atau kandik. Tanah ini telah mengalami pelapukan lanjut dan terjadi translokasi liat pada
bahan induk yang umumnya terdiri dari bahan kaya aluminium-silika dengan iklim basah. Sifat-sifat utamanya
mencerminkan kondisi telah mengalami pencucian intensif, diantaranya: miskin unsur hara N, P, dan K, sangat
masam sampai masam, miskin bahan organik, lapisan bawah kaya aluminium (Al), dan peka terhadap erosi.
Potensinya bervariasi dari rendah sampai sedang dan biasanya digunakan untuk tanaman keras. Jenis tanah ini
tersebar di Distrik Egiam.
Tanah dengan dominasi Haplustolss masuk ke dalam Ordo Mollisols. Tanah ini terbentuk dari adanya proses
pembentukan tanah yang berwarna gelap karena penambahan bahan organik. Akibat pelapukan bahan
organik di dalam tanah membentuk senyawa-senyawa yang stabil dan berwarna gelap. Warna gelap yang
terbentuk, dengan adanya aktivitas mikro organisme tanah maka terjadi pencampuran bahan organik dan
bahan mineral tanah sehingga terbentuk kompleks mineral-organik yang berwarna kelam. Tanah ini
merupakan tanah yang subur dengan hanya sedikit pencucian sehingga kejenuhan basa tinggi. Sebagian besar
tanah ini digunakan untuk pertanian. Jenis tanah ini tersebar di Distrik Gilombandu, Woniki, Kanggime,
Nunggawi, Goyage, Nabunage, Kuari, Geya, Kondaga, Numba, Kubu, Bokoneri, Bokondini, Bewani dan
Kaboneri.
Tanah dengan dominasi Udorthents masuk ke dalam Ordo Entisols. Dari lima sub ordo dalam kelompok entisol,
tanah pertanian utamanya adalah Aquents (selalu jenuh air dan drainase terhambat); fluvents (terbentuk dari
endapan di dataran banjir sungai); psamments (bertekstur pasir atau pasir berlempeng); orthents
(berpenampung dangkal dan berbatu di lereng yang curam). Aquents, kandungan bahan organiknya sedang
sampai tinggi di seluruh lapisan, reaksi tanahnya masam sampai agak masam. Fluvents dan orthents reaksi
tanahnya cenderung masam sampai agak masam. Psamments, kandungan liatnya tinggi, reaksi tanahnya
sangat masam sampai masam, dan kandungan bahan organiknya sangat rendah sampai rendah. Penggunaan
tanah Aquents biasanya di gunakan untuk persawahan. Fluvents digunakan untuk sawah pengairan dan tadah
hujan selain itu juga untuk tegalan dan pertanian pangan lahan kering. Psamments untuk tegalan, kebun
campuran, dan lahan pertanian kering. Orthents digunakan sebagai ladang berpindah, daerah pengembalaan
ternak, ditanami kayu-kayuan, sebagian lagi untuk hutan pinus, semak dan hutan sekunder. Jenis tanah ini
tersebar di Distrik Poganeri dan Gilombadu.
Kondisi jenis tanah dapat dilihat pada peta 3.5.
Bab 3 - Hal 4
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 3. 2 Ketinggian Kabupaten Tolikara
Bab 3 - Hal 5
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 3. 3 Kelerengan Kabupaten Tolikara
Bab 3 - Hal 6
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
C. Jenis Geologi
Struktur Geologi Kabupaten Tolikara didominasi oleh struktur Malihan Darewo di bagian tengah ke selatan,
disusul oleh batuan Ultrafamik dan batuan terobosan timepa pada bagian tengah ke utara. Potensi dari
masing-masing struktur geologi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3. 3. Potensi Airtanah, Keberadaan Mineral Logam, Mineral Non Logam, Kondisi Geoteknik dan Bencana Geologi
Air Tanah Mineral Material Fondasi Longsor
Aluvium: Kerikil, pasir, lumpur, lanau dan gambut Kuarter Sangat Baik Emas Pasir, Kerikil Dangkal/Dalam Stabil
Endapan Terbiku: Konglomerat, Breksi dan Pasir Kuarter Sangat Baik Emas Pasir, Kerikil Dangkal/Dalam Stabil
QfFanglomerat: Konglomerat oligomiktik, Batupasir dan
BatulumpurKuarter Baik Emas Pasir, Kerikil Dangkal/Dalam Rendah
Ketidak Selarasan
Tmpt Batuan Terobosan Timepa: Diorit, Granodiorit Emas, Perak,
(d.g.a) dan Andesit Platinum
Ketidak Selarasan
Ketidak Selarasan
Tema
Batuan Gunung Api Auwewa: Lava Basal, Diabas dan
Andesit, Breksi, Tuf berselingan dengan Rijang, Napal,
Perlit dan Perlit Tufaan
Eosen BurukEmas, Perak,
Platinum,Batu Dangkal Rendah
Ketidak Selarasan
Batuan Malihan Darewo: Batusabak, Filit, Sekis kuarsa
mika, Sekis klorit.Tersier Buruk Dangkal Tinggi
Kelompok Kambelangan Tak Terpisahkan:
Batulempung, Batusabak, sedikit sisipan Batulanau,
setempat Batugamping lumpuran dan Batupasir
Jura Sedang Dangkal Tinggi
MuBatuan Ultramafik: Dunit, Serpentinit, Peridotit,
Piroksenit, Harzburgit, Batuan Metabasal, Spilit.Mesozoikum Buruk
Nikel, Chromit,
Bijih BesiBatu Dangkal Rendah
Sesar Geser Mata Air
Sesar Naik Mata Air
Td
Qt
Dangkal Rendah
STRATIGRAFI FORMASI UMUR
JKk
POTENSI
Formasi Makats: Grewak, Batulanau dan Batulempung Miosen Buruk Dangkal Rendah
Miosen Buruk Batu
Qa
Tmm
Sumber: Tim Penyusun Geologi, Tolikara, 2012
Kondisi jenis geologi dapat dilihat pada peta 3.6.
Bab 3 - Hal 7
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 3. 4 Jenis Tanah Kabupaten Tolikara
Bab 8 - Hal 8
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 3. 5 Geologi Kabupaten Tolikara
Bab 3 - Hal 9
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
3.1.1.3. Curah Hujan
Intensitas curah hujan di Kabupaten Tolikara termasuk tinggi, di mana curah hujan terkecil mencapai 2.421
mm/tahun dan yang terbesar mencapai 3.681 mm/tahun. Kawasan dengan intensitas curah hujan terendah
terdapat di kawasan pusat kabupaten di Distrik Karubaga dan hinterlandnya seperti Distrik Wunin, Bewani,
Kaboneri, Kubu, Nelawi, Numba, Kuari, Nabunage, Kanggime, Goyage dan Geya. Sementara kawasan dengan
intensitas curah hujan sedang berada di Woniki, Nunggawi, Gilombandu, Timori, Kembu, Panaga dan Poganeri.
Kawasan dengan intensitas curah hujang tinggi berada di Distrik Dow, Wari, Wina, Gundagi, Dundu, Umage,
Egiam.
Kondisi curah hujan di Kabupaten Tolikara dapat dilihat pada peta 3.7.
3.1.1.4. Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terdapat di Kabupaten Tolikara adalah DAS Mamberamo. DAS tersebut
bermuara di Wilayah Sungai (WS) Lintas Negara Mamberamo β Tami β Apauvar.
Kondisi daerah aliran sungai di Kabupaten Tolikara dapat dilihat pada peta 3.8.
3.1.1.5. Hidrogeologi
Ditinjau dari hidrogeologinya, maka Kondisi Hidrogeologi Kabupaten Tolikara umumnya adalah Daerah Air
Tanah Langka. Hal ini menjelaskan bahwa tidak cukup banyak kandungan air tanah di Kabupaten Tolikara, yang
dapat dimanfaatkan. Kondisi air tanah langka ini ditemui di bagian tengah ke selatan, mencakup hampir
seluruh distrik. Hanya dua distrik saja yang berada pada akuifer sedang, yaitu Distrik Dow dan Wari, pada
bagian utara wilayah Kabupaten Tolikara, dan dekat dengan areal tanah rawa.
Kondisi Hidrogeologi di Kabupaten Tolikara dapat dilihat pada peta 3.9.
Bab 3 - Hal 10
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 3. 6 Kondisi Curah Hujan di Kabupaten Tolikara
Bab 3 - Hal 11
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 3. 7 Daerah Aliran Sungai (DAS) Di Kabupaten Tolikara
Bab 3 - Hal 12
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 3. 8 Hidrogeologi Kabupaten Tolikara
Bab 3 - Hal 13
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
3.1.2. Administrasi Kawasan Perkotaan Bokondini
Berdasarkan hasil identifikasi di lapangan, menggunakan karakteristik fisik dasar, lingkup kawasan
permukiman, aksesibilitas eksisting, dan diskusi dengan masyarakat serta arahan dari instansi setempat, maka
diidentifikiasi Kawasan Perkotaan Bokondini mencakup 4 Distrikk dengan luas 100,65 Km2. Adapun luasan dan
nama distrik tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3. 4 Nama Distrik dan Luasan di Kawasan Perkotaan Bokondini
No Nama
Distrik BWP
Luas Distrik Luas Distrik
dalam BWP % Luas
Distrik
Thd BWP (km2) % (km2) %
1 Bokondini I 20,95 9,71 20,95 20,82 100,00
2 Bewani II 97,78 45,33 21,92 21,78 22,42
3 Bokoneri III 80,41 37,28 42,18 41,90 52,45
4 Kaboneri IV 16,58 7,68 15,60 15,50 94,10
Jumlah 215,72 100,00 100,65 100,00
Sumber : Hasil Analisis Konsultan 2013
Dari tabel 3.4 terlihat jelas bahwa Distrik Bokondini merupakan kawasan yang secara keseluruhan termasuk
dalam Kawasan Perkotaan Bokondini yaitu sekitar 20,95 km2, diikuti dengan Distrik Kaboneri seluas 15,60 km2
(94,1%), Distrik Bokoneri dengan luas 42,18 (52,45%) dan luasan terkecil di Distrik Bewani seluas 21,92 km2
(22,42%).
3.1.3. Kependudukan
A. Jumlah Penduduk
Data penduduk Tolikara cukup bervariasi, namun dalam hal ini data penduduk secara keseluruhan
menggunakan data penduduk dari hasil SENSUS penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh Pemerintah
Provinsi Papua. Adapun jumlah penduduk Kabupaten Tolikara di tahun 2010 adalah 114 427 Jiwa, dengan
jumlah penduduk laki-laki 61.801 jiwa dan perempuan 52.626 jiwa.
B. Struktur Penduduk
Struktur penduduk Kabupaten Tolikara dikelompokkan menurut dua aspek, yaitu struktur penduduk menurut
jenis kelamin, dan menurut umur. Kedua aspek tersebut menunjukkan karakteristik masyarakat Kabupaten
Tolikara, yang nantinya dapat menentukan arahan pengembangan.
Ditinjau menurut jenis kelaminnya, maka penduduk Kabupaten Tolikara masih didominasi oleh penduduk
berjenis kelamin pria. Ditinjau dari kelompok umurnya, maka penduduk Kabupaten Tolikara didominasi oleh
penduduk kelompok umur 0 β 4 tahun. Kelompok umur tersebut masuk dalam kategori kelompok umur non
produktif.
C. Indikator Pendidikan
Indikator Pendidikan pada suatu wilayah ditinjau dari 3 aspek, yaitu:
1 Angka Melek Huruf: angka yang menunjukkan persentase jumlah penduduk berumur 10 tahun ke atas yang
sudah bisa membaca
2 Rata-rata Lama Sekolah: angka yang menunjukkan lamanya penddidikan yang ditempuh, dapat disetarakan
dengan jenjang pendidikan
3 Angka Partisipasi Sekolah: angka yang menunjukkan tingkat partisipasi sekolah penduduk pada kelompok usia
sekolah
Berdasarkan Statistik Kabupaten Tolikara Tahun 2010 diperoleh data sebagai berikut:
1 Angka Melek Huruf sebesar 32,87% pada thn 2009, artinya hanya sebagian kecil masyarakat Kabupaten
Tolikara yang dapat membaca, sedangkan sebagian besar tidak dapat membaca.
2 Rata-rata Lama Sekolah sebesar 2,94 pada thn 2009 artinya rata-rata masyarakat Tolikara hanya bersekolah
sampai kelas 3 SD (hampir 3 tahun).
3 Angka Partisipasi Sekolah
a. Angka Partisipasi Sekolah usia 7-12 thn sebesar 75,97%, pada thn 2009 artinya walaupun kelompok usia SD
partisipasinya paling besar, namun belum semua anak usia SD yang bersekolah, hanya sebagian besarnya
saja yang bersekolah.
b. Angka Partisipasi Sekolah usia 13-15 thn sebesar 15,39% pada thn 2009, artinya hanya sebagian kecil anak
usia SLTP yang bersekolah, sebagian besarnya tidak bersekolah
c. Angka Partisipasi Sekolah usia 16-18 thn sebesar 5,76% pada thn 2009, artinya artinya hanya sebagian kecil
anak usia SLTA yang bersekolah, sebagian besarnya tidak bersekolah.
D. Indikator Kesehatan
Indikator kesehatan suatu wilayah dapat ditinjau dari banyaknya sarana kesehatan, tenaga medisnya, seta
Angka Harapan Hidupnya. Angka Harapan Hidup adalah perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan
asumsi tidak ada pola mortalitas menurut umur.
Berdasarkan Statistik Kabupaten Tolikara Tahun 2010 diperoleh data sebagai berikut:
1 Tempat berobat di Kabupaten Tolikara pada tahun 2009 masih sangat terbatas, yang tersedia hanya
puskesmas dan balai pengobatan. Sedangkan rumah sakit dan praktek dokter belum tersedia di Kabupaten
Tolikara.
2 Penolong Kelahiran di Kabupaten Tolikara pada tahun 2009 masih sangat terbatas, dimana sebagian besar
masih menggunakan tenaga Famili dan Dukun. Sedangkan hanya sebagian kecil masyarakat yang
menggunakan tenaga dokter dan bidan sebagai penolong kelahiran.
3 Angka harapan hidup di Kabupaten Tolikara pada tahun 2009 relatif tinggi yaitu sebesar 65,8 tahun, artinya
rata-rata masyarakat Tolikara dapat hidup hingga usia 66 tahun, dimana angka harapan hidup tertinggi adalah
85 tahun
Untuk lebih detailnya Indikator Kesehatan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3. 5 Indikator Kesehatan Kabupaten Tolikara Tahun 2010
Uraian 2007 (%) 2009 (%)
Tempat Berobat
Rumah Sakit 0 0
Praktek Dokter 0 0
Puskesmas 100 41.86
Bab 8 - Hal 14
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Uraian 2007 (%) 2009 (%)
Balai Pengobatan
58.14
Penolong Kelahiran
Dokter 0.01 5.4
Bidan 28.01 9.45
Tenaga Medis Lain 1.75 0
Famili 33.33 43.26
Dukun 36.84 41.89
Lainnya 0 0
Angka Harapan
Hidup 65.6 65.8
Sumber: Hasil SUSENAS Kabupaten Tolikara, 2008-2009
E. Indikator Ketenagakerjaan
Pada tahun 2009, sebagian besar (95,23 persen) penduduk usia kerjanya (15-64 tahun) termasuk ke dalam
angkatan kerja. Hal ini menunjukkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Kabupaten Tolikara
sangatlah besar. Jika angka TPAK ini dibandingkan dengan angka kesempatan kerja, dapat diidentifikasi bahwa
angkatan kerja yang bekerja di Kabupaten Tolikara mengalami peningkatan dari tahun 2008 β 2009, yaitu dari
97,89% naik menjadi 99,47%. Akan tetapi jika dilihat dari sektor pekerjaannya, hampir semua penduduk tolikara
(99,11%) masih bekerja di sektor pertanian di mana notabene merupakan petani gurem (luas lahan kurang dari
0,5 hektar) yang hanya menanam tanaman palawija, khususnya untuk umbi-umbian (petatas). Sehingga
dengan demikian walaupun bekerja, namun penghasilan yang mereka dapatkan sangatlah kecil karena hasil
pertanian yang didapat sangat kecil dan tidak sebanding dengan biaya produksinya.
Indikator Ketenagakerjaan Kabupaten Tolikara dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3. 6 Indikator Ketenagakerjaan Kabupaten Tolikara Tahun 2009
Indikator Tahun (%)
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) 2008 95,45
2009 95,23
Tingkat Pengangguran (%) 2008 2,11
2009 0,53
Persentase Bekerja (%) 2008 97,89
2009 99,47
Persentase Bekerja Sektor Pertanian (%) 2008 95,91
2009 99,11
Persentase Bekerja Sektor Manufaktur (%) 2008 3,04
Indikator Tahun (%)
2009 0,29
Persentase Bekerja Sektor Jasa & Lainnya (%) 2008 1,05
2009 0,60
Sumber: Hasil SUSENAS Kabupaten Tolikara, 2008-2009
3.1.4. Kondisi Fasilitas Umum dan Sosial
3.1.4.1. Sarana Pemerintahan
Sarana pemerintahan yang ada di Wilayah Kabupaten Tolikara umumnya terdapat di Ibu Kota Distrik. Sarana
pemerintahan tingkat kabupaten ada di Distrik Karubaga, sementara beberapa sarana pemerintahan tingkat
lokal (Kantor Distrik) ada di masing-masing distrik.
Saat ini Sarana Pemerintahan skala kabupaten yang ada sudah cukup lengkap, di mana seluruh dinas ataupun
badan sudah memiliki kantor sendiri.
Sebaran sarana kepemerintahan dapat dilihat pada peta 3.13.
Gambar 3. 1 Sarana Pemerintahan Tolikara
Sumber: Survey Lapangan, 2012
3.1.4.2. Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan di Kabupaten Tolikara umumnya adalah sarana pendidikan dasar (SD), di mana hampir
setiap distrik memiliki SD. Jumlah sarana pendidikan untuk SMP cukup terbatas sementara SMA masih sangat
kurang. Sudah terdapat 66 SD, 17 SMP dan 4 SMA. Jika dilihat dari jangkauan pelayanannya, di mana kondisi
geografis berbukit-bukit, maka SMA yang ada hanya dapat menampung peserta didik yang ada di sekitaranya
saja.
Pada umumnya sarana pendidikan yang ada merupakan bangunan bantuan pendidikan dari pemerintah pusat,
sehingga berbentuk SD, SMP, maupun SMA Inpres. Beberapa bangunan sarana pendidikan membutuhkan
perbaikan, karena sudah berusia lama.
Bab 8 - Hal 15
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Gambar 3. 2 Sarana Pendidikan Kabupaten Tolikara
Sumber: Hasil Survei , 2012
Sebaran sarana pendidikan dapat dilihat pada peta 3.14.
3.1.4.3. Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan yang ada di Kabupaten Tolikara terdiri dari Rumah Sakit, Balai Pengobatan,
Puskesmas/Pustu dan Posyandu. Rumah Sakit hanya terdapat di Distrik Karubaga. Rumah Sakit ini sebelumnya
merupakan bagian dari Puskesmas. Sementara Puskesmas/Pustu tersebar di seluruh distrik. Namun Posyandu
yang sangat terkait dengan kebutuhan pelayanan kesehatan anak-anak balita tidak terdapat di seluruh distrik.
Gambar 3. 3 Sarana Kesehatan Kabupaten Tolikara
Sumber: Hasil Survei , 2012
Sebaran sarana kesehatan dapat dilihat pada peta 3.16.
3.1.4.4. Sarana Perdagangan dan Jasa
Sarana perdagangan dan jasa di Kabupaten Tolikara terdiri dari 2 pasar linkungan, 2 pertokoan dan sekitar 354
toko/warung.
Gambar 3. 4 Sarana Perdagangan dan Jasa Kabupaten Tolikara
Sumber: Hasil Survei , 2012
Sebaran sarana perdagangan dan jasa dapat dilihat pada peta3.15.
Bab 3 - Hal 16
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 3. 9 Sebaran Fasilitas Pemerintah di Kabupaten Tolikara
Bab 3 - Hal 17
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 3. 10 Sebaran Fasilitas Pendidikan di Kabupaten Tolikara
Bab 3 - Hal 18
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 3. 11 Sebaran Fasilitas Perdagangan Dan Jasa di Kabupaten Tolikara
Bab 3 - Hal 19
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 3. 12 Sebaran Fasilitasi Kesehatan di Kabupaten Tolikara
Bab 3 - Hal 20
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
3.1.4. Kondisi Perekonomian
3.1.4.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Perkembangannya
Berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku, PDRB Kabupaten Tolikara Tahun 2010 mencapai 505.028 milyar
rupiah atau mengalami kenaikan sebesar 30,72% dari tahun sebelumnya. Sebaliknya berdasarkan harga
konstan PDRB Kabupaten Tolikara mengalami perkembangan yang menurun yakni dari 16,86% pada tahun
2007 menjadi 11,39% pada tahun 2010. Hal ini berarti bahwa peningkatan PDRB di Kabupaten Tolikara secara
signifikan dipengaruhi oleh kenaikan inflasi dan bukan pada kenaikan produksi nyata.
Tabel 3. 7 PDRB Kabupaten Tolikara Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan Tahun 2006-2010
Tahu
n
PDRB Atas Dasar Harga
Berlaku Perkembangan
PDRB Atas Dasar Harga
Konstan Perkembangan
Jumlah (Juta Rupiah) Persentase (%) Jumlah (Juta Rupiah) Persentase (%)
2006 187.030
Data tidak
tersedia 126.377
Data tidak
tersedia
2007 241.242 28,98 147.694 16,86
2008 304.831 26,35 168.166 13,86
2009 386.329 26,73 187.223 11,33
2010 505.028 30,72 208.548 11,39
Sumber: PDRB Kab. Tolikara 2006-2010
3.1.4.2. Pertumbuhan PDRB Kabupaten Tolikara
Rata-rata pertumbuhan PDRB Kabupaten Tolikara atas dasar harga konstan pada kurung waktu 2006-2010
adalah sebesar 13,36%. Jika dilihat pertumbuhan rata-rata (r) tiap-tiap sektor maka sektor jasa-jasa mengalami
pertumbuhan yang lebih tinggi yaitu sebesar 42,58% disusul dengan sektor bangunan sebesar 39,61% serta
pengangkutan dan komunikasi yaitu sebesar 33,4%. Sementara itu sektor pertanian mengalami pertumbuhan
yang menurun dalam kurung waktu 2006-2010 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 4,87% diikuti sektor
industri pengolahan dan pertambangan. Hal ini menjadikan kelompok sektor primer (pertanian; pertambangan
dan penggalian) memiliki angka pertumbuhan yang rendah (19,65%) dibandingkan dengan kelompok sektor
sekunder (industri pengolahan; listrik dan air bersih; serta bangunan) sebesar 52,76% serta kelompok sektor
tersier (perdagangan, hotel dan restoran; angkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan, jasa perusahaan,
dan jasa-jasa lainnya) yakni memiliki angka pertumbuhan tertinggi yaitu 105,09%.
Tabel 3. 8 Pertumbuhan PDRB Kabupaten Tolikara Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2006-2010
No. Lapangan Usaha Tahun (dalam persen)
2006 2007 2008 2009 2010 r
1 Pertanian 6,44 6,18 6,65 1,70 3,38 4,87
2 Pertambangan dan Galian 20,37 10,81 11,32 16,29 15,10 14,78
3 Industri Pengolahan 15,66 13,11 13,42 12,58 11,00 13,15
4 Listrik dan Air Bersih - - - - - -
5 Bangunan 37,26 71,81 29,19 33,09 26,72 39,61
No. Lapangan Usaha Tahun (dalam persen)
2006 2007 2008 2009 2010 r
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 11,97 14,94 15,02 16,13 6,51 12,91
7 Pengangkutan dan Komunikasi 15,25 73,56 40,71 29,81 7,87 33,44
8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 14,56 15,47 18,58 16,34 15,88 16,17
9 Jasa-Jasa 7,25 94,91 39,38 38,6 32,74 42,58
PDRD - 16,86 13,86 11,33 11,39 13,36
Primer 26,81 16,99 17,97 17,99 18,48 19,65
Sekunder 52,92 84,92 42,61 45,67 37,72 52,76
Tersier 49,03 198,88 113,69 100,88 63 105,09
Sumber: PDRB Kab. Tolikara 2006-2010
3.1.4.3. PDRB Perkapita
Untuk mengetahui pendapatan yang diperoleh masyarakat biasanya digunakan indikator pendapatan
perkapita, namun penghitungan pendapatan perkapita suatu wilayah belum dapat dilakukan karena ketiadaan
informasi tentang pendapatan faktor produksi yang masuk dan keluar. Atas dasar hal tersebut PDRB Perkapita
dapat digunakan sebagai proxy bagi pendapatan perkapita, dengan asumsi bahwa pendapatan faktor produksi
dan transfer yang mengalir keluar sama dengan pendapatan faktor produksi dan transfer yang masuk. Angka
PDRB perkapita diperoleh dengan membagi PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh PDRB Perkapita Kabupaten Tolikara mengalami kenaikan dari tahun
ke tahun, dan di tahun 2010 PDRB Perkapita telah mencapai Rp. 1.868.219,- per tahun atau Rp. 155.685,- per
bulan. Angka ini sangat kecil dibandingkan dengan angka UMP Provinsi Papua sebesar Rp.1.710.000,- per
bulan. Bahka jika dibandingkan dengan standar Kemiskinan Berdasarkan Bank Dunia USD2/hari (Rp.
540.000/bulan) masih jauh lebih kecil.
Detail mengenai PDRB Perkapita di Kabupaten Tolikara dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3. 9 Pertumbuhan PDRB Perkapita Kabupaten Tolikara 2008-2010
2008 2009 2010
PDRB ADHB (Rp miliar) 304,83 386,33 505,03
Jumlah Penduduk (Jiwa) 248.603 262.201 270.327
PDRB Per Kapita (Rp /th) 1.226.172 1.473.412 1.868.219
Pertumbuhan (%)
20% 27%
PDRB Per Kapita (Rp /bln) 102.181 122.784 155.685
Sumber: RTRW Kabupaten Tolikara 2012-2033
Bab 8 - Hal 21
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
3.1.4.4. Potensi Sektor Unggulan Kabupaten Tolikara
Dalam mengidentifikasi peran dan pengaruh Kabupaten Tolikara terhadap sistem ekonomi regional Provinsi
Papua dapat digunakan metoda analisis Location Quotient (LQ). Analisis ini didasarkan pada kontribusi PDRB
Kabupaten Tolikara untuk sektor tertentu (PDRBi) dibandingkan dengan besarnya PDRB secara keseluruhan
(PDRBt) di Kabupaten Tolikara pada tahun yang sama. Selanjutnya dari hasil perhitungan tersebut
dibandingkan dengan kontribusi PDRB Provinsi Papua dari jenis sektor yang sama (PDRBi) terhadap sektor
secara keseluruhan (PDRBt) pada tahun yang sama. Untuk lebih jelasnya perhitungan LQ dapat dilihat pada
rumus sebagai berikut :
(PDRBi/PDRBt) Kab. Tolikara
LQ = ------------------------------------------
(PDRBi/PDRBt) Provinsi Papua
Keterangan :
PDRB i = PDRB sektor i
PDRB t = PDRB total seluruh sektor
Dengan menggunakan data PDRB Kabupaten Tolikara maupun Provinsi Papua atas dasar harga konstan tahun
2000 periode 2006-2010 dapat diketahui hasil perhitungan LQ.
Tabel 3. 10 Nilai LQ PDRB per Sektor Tahun 2006-2010
No. Lapangan Usaha Nilai LQ
2006 2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 4,569 4,254 3,772 4,038 3,488
2 Pertambangan dan Galian 0,011 0,010 0,011 0,011 0,012
3 Industri Pengolahan 0,214 0,218 0,212 0,245 0,199
4 Listrik dan Air Bersih 0,000 0,000 0,000 0,000 0,244
5 Bangunan 1,061 1,397 1,328 1,673 1,506
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 0,734 0,684 0,621 0,705 0,591
7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,270 0,360 0,386 0,478 0,394
8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 0,265 0,186 0,165 0,145 0,137
9 Jasa-Jasa 0,895 1,414 1,569 1,853 1,858
Sumber: RTRW Kabupaten Tolikara Tahun 2012-2033
Keterangan: Jika LQ > 1 : sektor basis; LQ < 1 : bukan sektor basis; LQ = 1 : bersifat netral.
Nilai LQ diatas menunjukkan bahwa 3 (tiga) sektor ekonomi di Kabupaten Tolikara memiliki nilai lebih besar
dari 1 (satu) yaitu sektor pertanian, sektor bangunan dan sektor jasa-jasa selama kurun waktu tahun 2006
sampai dengan 2010. Dengan demikian, ketiga sektor tersebut memenuhi syarat sebagai sektor basis dan
memiliki keunggulan komparatif jika dibandingkan dengan sektor yang sama dalam konteks regional Provinsi
Papua. Dengan demikian ketiga sektor tersebut dapat menjadi andalan dan mempunyai prospek untuk
dikembangkan pada masa yang akan datang oleh Pemerintah Kabupaten Tolikara.
Sebagai tindak lanjut dari hasil analisis LQ, selayaknya Pemerintah Daerah perlu memperhatikan
pengembangan ketiga sektor yang potensial tersebut melalui alokasi pembiayaan pembangunan, sehingga
diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan masing-masing sektor maupun nilai PDRB secara keseluruhan.
3.1.4.5. Sektor Produktif Kabupaten Tolikara
Berdasarkan hasil survei baik pengamatan secara langsung, hasil disuksi, maupun pengumpulan data
sekunder, dapat diidentifikasi bahwa potensi sektor produktif di Kabupaten Tolikara yang perlu diperhatikan
terdiri dari sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, perikanan, perindustrian, perdagangan dan
jasa, serta sektor pertambangan.
A. Sektor Pertanian
Sektor pertanian mempunyai peranan besar dalam pembangunan perekonomian di Kabupaten Tolikara. Pada
tahun 2010, kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mencapai 42,61%
yang menduduki peringkat pertama. Tercatat pertumbuhan sektor pertanian tahun 2010 mencapai 3,38%
terhadap tahun lalu (PDRB Kabuapaten Tolikara, 2010).
Praktek atau budaya bertani di Kabupaten Tolikara masih sangat sederhana, petani dikelompokkan menjadi
petani peramu, ladang berpindah dan petani menetap subsisten. Praktek usaha tani seperti ini menjadi salah
satu hambatan dalam upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Petani meramu adalah
kegiatan pencarian bahan makanan di hutan tanpa melakukan budidaya. Praktek pertanian seperti ini
menyebabkan petani sangat bergantung kepada alam tanpa upaya pemberdayaan terhadap sumberdaya
alam. Praktek pertanian ladang berpindah, biasanya lahan yang sudah diusahakan beberapa lama dan
produktivitas lahan mulai menurun ditinggalkan oleh petani dalam keadaan tidak ditanami (gundul), hal ini
menjadi penyebab utama meluasnya lahan kritis dan kerusakan hutan. Kondisi seperti ini akan diperparah oleh
faktor-faktor jenis tanah, kelerengan lahan dan curah hujan yang tinggi. Beberapa alasan berkembangnya
praktek ladang berpindah, diantaranya : a) masih luasnya lahan yang tersedia dan kurangnya penduduk, b)
status pemilikan lahan komunal (hak ulayat), c) rendahnya pendidikan dan ketrampilan petani, d) sikap petani
yang hanya menerima dari alam. Praktek pertanian menetap sudah mulai berkembang, namun kebanyakan
masih bersifat subsisten atau untuk memenuhi kebutuhan sendiri/ keluarga belum bersifat komersial.
Teknologi pertanian yang diterapkan dalam kegiatan usaha tani masih sangat tradisional yang meliputi
pembukaan hutan dengan peralatan sederhana dan manual, pembersihan lahan, pembakaran sisa-sisa
tanaman dan perakaran, selanjutnya dilakukan penanaman tanpa pemberian pupuk. Praktek usaha tani seperti
ini mengakibatkan produksi dan rata-rata produktivitasnya masih sangat rendah. Peningkatan produksi dan
produktivitas usaha tani dapat diperbaiki dengan penerapan paket teknologi spesifik lokasi yang telah teruji.
Sistem kepemilikan dan pengelolaan lahan bersifat komunal (hak ulayat), sehingga keputusan pengelolaan
lahan sangat ditentukan oleh ketua suku. Hal ini menjadi salah satu penghambat dalam peningkatan dan
pengembangan usaha tani yang diusahakan oleh petani. Dengan demikian, upaya perbaikan dan
pengembangan usaha tani harus mempertimbangkan aspek teknis, sosial, ekonomi dan budaya setempat.
Ubi jalar merupakan komoditas pangan utama penduduk di Kabupaten Tolikara, sehingga sebagian besar
lahan yang ada dimanfaatkan untuk mengusahakan komoditas tersebut. Budaya bertani ubi jalar yang dianut
oleh penduduk meliputi : a) usaha tani ubi jalar di lahan datar sekitar perumahan (pekarangan), b) usaha tani
ubi jalar di lereng dengan kemiringan >40%, c) usaha tani ubi jalar di lahan rendah/ lembah. Lahan pekarangan
Bab 8 - Hal 22
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
dimanfaatkan secara terus menerus oleh petani dan sebagian petani telah menerapkan sistem tanam gilir
antara ubi jalar dengan sayuran. Lahan di lereng dengan kemiringan >40% biasanya merupakan ladang
berpindah yang dimanfaatkan untuk usaha tani antara 1-2 tahun dengan masa istirahat 5-7 tahun. Sementara
itu, lahan di lembah juga merupakan ladang berpindah yang diusahakan selama 3-4 tahun dengan masa
istirahat 4-5 tahun.
1) Pertanian Tanaman Pangan
Penduduk asli Kabupaten Tolikara bukan konsumen beras, pada umumnya penduduk mengkonsumsi umbi-
umbian dan sagu. Dengan demikian, usaha tani tanaman pangan yang banyak diusahakan adalah umbi-umbian,
seperti ubi jalar, ubi kayu dan keladi. Namun secara umum, penduduk mengusahakan hampir semua komoditas
tanaman pangan, yaitu: padi ladang, jagung, kacang tanah dan kedelai. Luas panen, produksi dan produktivitas
untuk masing-masing komoditas tanaman pangan disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 3. 11 Luas Panen, Produksi, Produktivitas Komoditas Tanaman Pangan Tahun 2010
No Komoditas Luas Panen
(Ha)
Produksi
(Ton)
Produktivitas
(Ton/Ha)
1 Padi Ladang 6 7,3 1,22
2 Jagung 120,44 283,20 2,35
3 Ubi Kayu 277,75 1.518,90 5,47
4 Ubi Jalar 1.823,29 10.246,50 5,63
5 Keladi 454,54 2.673,50 5,88
6 Kacang
Tanah
364 974,50 2,67
7 Kedelai 136,09 285,80 2,10
J u m l a h 3.182,11 15.989,70 5,02
Sumber: Tolikara Dalam Angka, 2011
Tabel 3.11 menunjukkan bahwa budidaya ubi jalar mendominasi usaha tani tanaman pangan dengan luas panen
1.823,29 Ha, produksi 10.246,50 ton dengan produktivitas 5,63 ton/Ha, selanjutnya keladi dengan luas panen
454,54 Ha, produksi 2.673,50 ton dan produktivitas 5,88 ton/Ha. Hal ini dapat dipahami karena ubi jalar dan
keladi sebagai bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk di Kabupaten Tolikara. Namun demikian,
petani juga menanam komoditas tanaman pangan lainnya sebagai sumber pangan alternatif. Komoditas
tanaman pangan banyak diusahakan di distrik Bokondini, Kanggime, Goyage, Bokoneri, Wunin, Poganeri, Geya
dan Kembu.
Total luas panen tanaman pangan sebesar 3.182,11 Ha. Tingkat produktivitas komoditas yang diusahakan masih
rendah dibanding dengan rata-rata produktivitas nasional, diantaranya produktivitas padi ladang sebesar 1,22
ton/Ha masih sangat rendah jika dibanding dengan rata-rata produktivitas nasional sebesar 4,98 ton/Ha,
produktivitas jagung sebesar 2,35 ton/Ha masih sangat rendah jika dibanding dengan rata-rata produktivitas
nasional sebesar 4,57 ton/Ha, produktivitas ubi kayu sebesar 5,47 ton/Ha masih sangat rendah jika dibanding
dengan rata-rata produktivitas nasional sebesar 20,30 ton/Ha dan produktivitas ubi jalar sebesar 5,63 ton/Ha
masih sangat rendah jika dibanding dengan rata-rata produktivitas nasional sebesar 12,33 ton/Ha. Rendahnya
tingkat produktivitas komoditas pangan yang diusahakan disebabkan oleh praktek usaha tani yang masih
sangat sederhana, diantaranya tidak menggunakan varitas unggul, tidak dilakukan pemupukan yang
berimbang dan pola tanam campuran. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan pengelolaan usaha tani dengan
penerapan paket teknologi spesifik lokasi yang sesuai dengan kondisi di Kabupaten Tolikara.
Ubi jalar sebagai bahan pangan lokal utama dengan total produksi per tahun sebesar 10.246,50 ton, jumlah
penduduk Kabupaten Tolikara tahun 2010 sebanyak 114.427 jiwa, rata-rata konsumsi ubi jalar penduduk sebesar
38,36 gram/hari atau sekitar 14 kg/orang/tahun, sehingga total konsumsi per tahun sebesar 1.602 ton. Dengan
demikian, total produksi ubi jalar mampu memenuhi kebutuhan konsumsi pangan penduduk di Kabupaten
Tolikara bahkan berlebih, sehingga kelebihan produksi dapat dijual ke luar wilayah atau dijadikan menjadi
produk olahan yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi.
2) Pertanian Hortikultura
Tanaman hortikultura meliputi tanaman buah-buahan dan sayuran. Komoditas tanaman hortikultura yang
diusahakan di Kabupaten Tolikara meliputi buah-buahan diantaranya : jeruk manis, nenas, pisang, nangka,
jambu biji, alpokat dan mangga, sedangkan sayuran diantaranya bayam, cabe, buncis, wortel, bawang merah,
timun, kubis dan terong. Luas panen, produksi dan produktivitas tanaman hortikultura disajikan pada tabel di
bawah ini.
Tabel 3. 12. Luas Panen, Produksi, Produktivitas Komoditas Tanaman Buah-buahan Tahun 2010
No Komoditas Luas Panen
(Ha)
Produksi
(Ton)
Produktivitas
(Ton/Ha)
1 Jeruk
Manis
30,19 138,6 4,59
2 Nenas 37,2 182,2 4,9
3 Pisang 52,22 284,7 4,81
4 Nangka 46,2 143,2 3,09
5 Jambu Biji 11,71 20,60 1,76
6 Alpokat 41,25 60,60 1,46
7 Mangga 31,94 43,60 1,36
8 Pepaya 19,40 34,69 1,79
9 Markisa 49,02 107,1 2,18
J u m l a h 368,15 1.015,29 2,76
Sumber: Tolikara Dalam Angka, 2011
Tabel 3. 13. Luas Panen, Produksi, Produktivitas Komoditas Tanaman Sayuran Tahun 2010
No Komoditas Luas Panen
(Ha)
Produksi
(Ton)
Produktivitas
(Ton/Ha)
1 Bayam 24,93 62,3 2,72
2 Cabe 25,17 68,4 2,72
3 Buncis 22,14 71,60 3,24
4 Wortel 22,59 75,70 3,51
5 Daun Bawang 28,80 133,87 4,64
6 Bawang
Merah
33,78 140,20 4,15
7 Timun 47,05 181,81 3,86
8 Kentang 31,40 96,30 3,07
Bab 8 - Hal 23
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
No Komoditas Luas Panen
(Ha)
Produksi
(Ton)
Produktivitas
(Ton/Ha)
9 Kubis 71,66 223,90 3,21
10 Terong 40,31 91,30 2,27
11 Bawang Putih 29,53 57,60 1,95
12 Ubi-ubian 29,43 94,60 3,21
13 Sawi 31,40 79,90 2,54
14 Tomat 32,02 79,00 2,47
J u m l a h 440,68 1.456,47 3,30
Sumber: Tolikara Dalam Angka, 2011
Tabel 3.12 menunjukkan total luas lahan yang diusahakan untuk tanaman buah-buahan seluas 368,15 Ha
dengan total produksi sebesar 1.015,29 ton. Tanaman buah-buahan biasanya diusahakan di lahan pekarangan
dan di lahan kebun tersendiri. Tanaman pisang mendominasi tanaman buah-buahan dengan total luasan 52,22
Ha dengan produksi 284,70 ton, disusul dengan nangka dengan total luasan 46,2 dengan produksi 143,20 ton
serta alpokat dengan total luasan 41,25 Ha dengan produksi 60,60 ton. Komoditas buah-buahan banyak
diusahakan di distrik-distrik, diantaranya jeruk manis di Karubaga dan Bokondini, nanas di Bokondini dan
Nabunage, pisang di Bokondini dan Karubaga, alpokat di Karubaga dan Nabunage serta manga di Numba dan
Wunin. Hasil produksi buah-buahan biasanya dikonsumsi sendiri dan sebagian dipasarkan di pasar lokal atau
dibawa ke luar wilayah.
Jika produksi buah-buahan seluruhnya dikonsumsi penduduk Kabupaten Tolikara, maka tingkat konsumsi tiap
penduduk sebesar 7,94 kg/ orang/ tahun. Nilai ini masih sangat rendah jika dibandingkan dengan rata-rata
konsumsi buah-buahan nasional sebesar 40,06 kg/orang/tahun.
Tabel 3.13 menunjukkan bahwa total lahan yang diusahakan untuk tanaman sayuran seluas 440,68 Ha dengan
total produksi 1.456,47 ton dan rata-rata produktivitas 3,30 ton/Ha. Tanaman kubis mendominasi sayuran yang
diusahakan dengan total luasan 71,66 Ha, total produksi 223,90 ton dan produktivitasnya 3,21 ton/Ha, disusul
dengan tanaman timun dengan total luasan 47,05 Ha, total produksi 181,81 ton dan produktivitasnya 3,86
ton/Ha serta tanaman terong dengan total luasan 40,31 Ha, total produksi 91,30 ton dan produktivitasnya 2,27
ton/Ha. Beberapa tanaman sayuran banyak diusahakan, diantaranya bayam di distrik Bokondini, cabe di distrik
Nunggawi, buncis di distrik Karubaga serta bawang merah di distrik Bokondini.
Secara umum, produktivitas tanaman sayuran yang diusahakan masih sangat rendah dibanding dengan rata-
rata produktivitas nasional. Produktivitas tanaman kubis sebesar 3,21 ton/Ha masih sangat rendah jika
dibandingkan dengan rata-rata prroduktivitas nasional sebesar 20,51 ton/Ha, produktivitas tanaman cabe
sebesar 2,72 ton/Ha masih sangat rendah jika dibandingkan dengan rata-rata prroduktivitas nasional sebesar
5,60 ton/Ha, produktivitas tanaman wortel sebesar 3,51 ton/Ha masih sangat rendah jika dibandingkan dengan
rata-rata prroduktivitas nasional sebesar 14,87 ton/Ha. Pada dasarnya kondisi fisik dan lingkungan (suhu,
ketinggian dan curah hujan) di wilayah Kabupaten Tolikara sangat mendukung usaha tani tanaman sayuran.
Untuk itu, peningkatan produksi dan produktivitas usaha tani sayuran dapat dilakukan melalui perbaikan
sistem usaha tani dengan penerapan teknologi spesifik lokasi.
Hasil produksi sayuran biasanya dikonsumsi sendiri dan sebagian di jual ke pasar lokal. Jika produksi sayuran
seluruhnya dikonsumsi penduduk Kabupaten Tolikara, maka tingkat konsumsi tiap penduduk sebesar 12,73 kg/
orang/ tahun. Nilai ini masih sangat rendah jika dibandingkan dengan rata-rata konsumsi sayuran nasional
sebesar 40,80 kg/orang/tahun.
B. Perkebunan
Usaha tani perkebunan belum banyak dikembangkan di Kabupaten Tolikara. Sampai saat ini penduduk hanya
menanam komoditas kopi arabika, meskipun kondisi fisik dan lingkungan mendukung untuk beberapa
komoditas perkebunan, diantaranya: kakao, vanili, kelapa sawit.
Tabel 3. 14 Luas Panen, Produksi Kopi di Kabupaten Tolikara Tahun 2010
No Komoditas Luas Tanam
(Ha)
Produksi
(Ton)
1 Kopi 26,48 14,5
Sumber: Tolikara Dalam Angka, 2011
Tabel 3.14 menunjukkan bahwa total luas lahan usaha tanaman kopi seluas 26,48 Ha dengan produksinya 14,5
ton. Tanaman kopi biasanya diusahakan di lahan usaha/ hutan (bukan pekarangan) jauh dari permukiman. Di
kabupaten Tolikara, kopi banyak diusahakan di distrik Bokondini, Kanggime dan Kembu. Kondisi fisik dan
lingkungan (suhu, ketinggian, kelerengan lahan >40%) di Kabupaten Tolikara sangat cocok untuk usaha tani
komoditas perkebunan tertentu, diantara kopi, kakao, vanili dan sebagainya. Pola tanam perkebunan yang
memperhatikan kondisi fisik dan lingkungan lahan dimaksudkan sebagai cara usaha tani konservasi yang akan
menjaga kelestarian hutan. Untuk itu perlu peningkatan usaha tani perkebunan melalui ekstensifikasi dengan
bibit unggul dan pola tanam konservasi agar tidak menganggu kelesatian hutan.
C. Peternakan
Secara umum, usaha ternak di Kabupaten Tolikara masih sangat sederhana dengan cara diliarkan di lahan
kosong tanpa ada perlakuan apapun. Hewan ternak yang diusahakan diantaranya sapi potong, kuda, kambing,
babi dan jenis unggas, diantaranya ayam ras, itik/entok dan kelinci. Populasi ternak dan produksi daging ternak
di Kabupaten Tolikara disajikan pada Tabel berikut ini.
Tabel 3. 15 Populasi Ternak di Kabupaten Tolikara Tahun 2010
No Jenis Ternak/ Unggas Populasi (ekor)
1 Sapi 373
2 Kuda 5
3 Kambing 211
4 Babi 52.782
5 Ayam Ras 44.871
6 Itik 139
7 Kelinci 8.226
J u m l a h 106.607
Sumber: Tolikara Dalam Angka, 2011
Bab 8 - Hal 24
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Tabel 3. 16 Produksi Daging Ternak di Kabupaten Tolikara Tahun 2010 (Kg)
No Jenis Ternak/ Unggas Produksi (Kg)
1 Sapi 2.760
2 Kuda -
3 Kambing 658
4 Babi 137.332
5 Ayam Ras 1.382
6 Itik 56
7 Kelinci 407
J u m l a h 142.595
Sumber: Tolikara Dalam Angka, 2011
Tabel 3.15 menunjukkan bahwa total populasi ternak di Kabupaten Tolikara sebanyak 106.607 ekor. Jumlah
ternak babi mendominasi populasi ternak sebanyak 52.782 ekor (50%), disusul dengan ternak ayam ras
sebanyak 44.871 ekor (42%) serta ternak kelinci sebanyak 8.226 ekor (7,7%). Ternak sapi banyak diusahakan di
distrik Nabunage, Bokondini, kambing di distrik Karubaga, Woniki dan Bokondini, sedangkan kuda hanya
diusahakan di Karubaga. Sementara itu, ternak babi diusahakan di semua distrik di Kabupaten Tolikara.
Di daerah pedalaman pegunungan tengah Papua termasuk Kabupaten Tolikara, babi merupakan hewan
piaraan penduduk. Setiap keluarga mempunyai piaraan babi antara 3 β 5 ekor. Selain ditujukan untuk produksi
daging, ternak babi juga mempunyai hubungan erat dengan status sosial dan budaya di wilayah tersebut,
diantaranya : a) mas kawin (In Nin), salah satu syarat dalam upacara perkawinan adalah pembayaran maskawin
dengan ternak babi, karena ternak babi mempunyai fungsi sebagai alat bayar mas kawin untuk melepaskan
seorang gadis dari tangung jawab orang tuanya kepada keluarga suami, b) alat tukar, ternak babi digunakan
untuk mengembalikan apa yang pernah diberikan oleh sanak saudara kepada keluarga saat mengadakan
upacara adat, atau saat kesulitan seekor ternak pada saat pesta, sanak saudara famili, maka harus melakukan
makan bersama dengan menggunakan ternak babi. c) pesta perdamaian konflik atau pertikaian antar
kelompok, ternak babi dipandang sebagai lambang perdamaian biasanya orang yang mengalami permusuhan,
atau peperangan dan perselisihan akan berupaya mengatasi persoalan tersebut dengan mengorbankan ternak
babi sebagai simbol perdamaian, d) alat denda, budaya di masyarakat pedalaman pegunungan tengah apabila
terjadi pelangaran terhadap tata pergaulan atau norma β norma adat. e) penentu status sosial, dimana
kelompok masyarakat yang memiliki banyak ternak babi, sebagai orang ternama di kalangan masyarakat
seperti kepala suku harus memiliki ternak babi sehingga dianggap mempunyai kedudukan lebih tinggi.
Tabel 3.16 menunjukkan bahwa total produksi daging ternak di Kabupaten Tolikara sebesar 142.595 kg yang
didominasi oleh daging babi sebesar 137.332 kg (96%) dan disusul oleh daging sapi sebesar 2.760 kg (2%).
Konsumsi daging ternak dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan gizi dan protein hewani bagi penduduk.
Jika total produksi daging untuk konsumsi penduduk Kabupaten Tolikara, maka tingkat konsumsi daging
sebesar 1,25 kg/orang/tahun dan hal ini masih lebih rendah dari rata-rata konsumsi daging (sapi) nasional
sebesar 1,87 kg/orang/tahun. Untuk itu perlu peningkatan usaha ternak, khususnya jenis ruminansia melalui
pembibitan dan pengembangan hijauan pakan ternak (HPT) di wilayah tersebut sebagai upaya meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan penduduk di Kabupaten Tolikara.
D. Perikanan
Potensi perikanan darat di Kabupaten Tolikara cukup baik karena didukung oleh ketersediaan sumber air dari
sungai-sungai yang mengalir di wilayah tersebut. Praktek usaha perikanan dilakukan dalam bentuk kolam ikan
yang dilakukan oleh kelompok tani. Jenis ikan yang dibudidayakan, diantaranya : mas, mujair, nila, lele dan
udang. Jenis ikan dan produksi serta kelompok tani di Kabupaten Tolikara disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 3. 17 Jenis Ikan, Produksi di Kabupaten Tolikara Tahun 2010
No Jenis Ikan Produksi (Kg)
1 Mas 420
2 Mujair 200
3 Nila 121
4 Lele 80
5 Udang 10
J u m l a h 831
Sumber: Tolikara Dalam Angka, 2011
Tabel 3. 18 Luas Kolam, Kelompok Tani dan Jumlah Anggota di Kabupaten Tolikara Tahun 2010
No Distrik
Luas Lahan
Dalam Kolam
(Ha)
Jumlah
Kelompok Tani Anggota
1 Karubaga 21,35 25 430
2 Kanggime 14,70 30 665
3 Kembu 14,65 45 951
4 Bokondini 40,65 55 932
J u m l a h 90,85 155 2.978
Sumber: Tolikara Dalam Angka, 2011
Tabel 3.17 menunjukkan bahwa total produksi ikan sebesar 831 kg, dimana ikan mas mendominasi usaha tani
perikanan dengan produksi 420 kg (51%) disusul dengan ikan mujair sebesar 200 kg (24%). Ikan sangat baik
dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan gizi dan protein penduduk. Jika total produksi ikan dikonsumsi
seluruh penduduk, maka tingkat konsumsinya sebesar 0,7 kg/orang/tahun dan nilai ini masih sangat rendah jika
dibandingkan dengan rata-rata konsumsi ikan nasional sebesar 30,48 kg.
Tabel 3.18 menunjukkan total luas lahan dalam kolam di Kabupaten Tolikara seluas 90,85 Ha, dengan jumlah
kelompok sebanyak 155 kelompok dan seluruh anggota sebanyak 2.978 KK. Tidak semua distrik
mengembangkan usaha perikanan, hal ini disebabkan tidak tersedianya sumber air yang cukup diwilayah
tersebut. Dari 36 distrik yang terdapat di Kabupaten Tolikara hanya 4 distrik yang mengembangkan usaha
perikanan, yaitu Distrik Karubaga, Distrik Kanggime, Distrik Kembu dan Distrik Bokondini
E. Sektor Kehutanan
Berdasarkan peta status hutan, kawasan hutan di Kabupaten Tolikara yang dapat dimanfaatkan untuk
kegiatan sektor produktif adalah:
1. Hutan Produksi: 32.026,45 Ha,
Bab 8 - Hal 25
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
2. Hutan Produksi Konversi: 57.904,94 Ha,
Potensi hasil hutan yang ada di kabupaten Tolikara antara lain:
1. Potensi Kayu Lawang
Informasi tentang kayu lawang (Cinamonum spp) belum akurat (penyebaran alami sporadis).
Pengelolaan minyak lawang masih dilakukan dalam skala terbatas, bahkan dapat dikatakan masih dalam
taraf eksplorasi. Sentra-sentra produksi dan penyebaran kayu lawang pada umumnya tersebar di wilayah
perbatasan DAS Baliem dan DAS Mamberamo.
2. Potensi Lebah Madu
Potensi lebah madu cukup besar dan telah dapat dikembangkan oleh masyarakat di seluruh wilayah
Kabupaten Tolikara
3. Potensi Buah Merah
Potensi buah merah (Pandanus Lam) cukup dikenal luas dimasyarakat di Kabupaten Tolikara. Buah merah
ini biasanya diambil langsung masyarakat dari pohonnya di hutan dan dikonsumsi, terutama pada acara-
acara pesta adat
Namun demikian pengelolaan terhadap suatu kawasan hutan harus mengacu pada aspek kelestarian alam,
karena hutan merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources). Kawasan hutan
dapat dikatakan lestari apabila dikelola secara lestari pula. Dalam pengelolaan hutan lestari terkait pada 3
(tiga) komponen yang harus dipenuhi sebagai indikator pengelolaan hutan lestari, yaitu lestari
produksi/ekonomi, lestari ekologi/lingkungan dan lestari sosial budaya. Komponen-komponen tersebut
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya.
F. Sektor Perdagangan Dan Jasa
Kegiatan perdagangan dan jasa di Kabupaten Tolikara, umumnya masih berada di masing-masing Ibukota
Distrik. Pasar regional skala besar dan pertokoan terdapat di Distrik Karubaga, yang melayani beberapa distrik
di sekitarnya. Pasar skala regional ini hanya buka pada hari senin dan kamis setiap minggunya. Sementara itu
untuk melayani kegiatan perdagangan dan jasa skala lokal di masing-masing distrik juga telah tersedia pasar
dan toko/warung.
G. Sektor Industri
Perindustrian merupakan sektor yang belum berkembang di Tolikara. Berdasarkan data dari Dinas Peridagkop
Kabupaten Tolikara, pada tahun 2010 perkembangan industri justru mengalami penurunan karena tidak ada
satu pun industri yang dapat bertahan.
E. Sektor Kepariwisataan
Kabupaten Tolikara memiliki potensi obyek wisata yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan
perekonomian daerah dan pendapatan masyarakat. Beberapa obyek wisata yang juga sangat potensial adalah
wisata penjelajahan alam untuk dikembangkan di wilayah Kabupaten Tolikara adalah sebagai berikut:
a) Objek Wisata Danau Biuk, yang berlokasi dekat kota Karubaga dan Kuari, dimana dapat digunakan
untuk olahraga dan pemancingan dengan pemandangan alam yang indah
b) Suaka Margasatwa Foja, yang terletak sekitar Sungai Mamberamo dan memiliki keanekaragaman
hayati yang tinggi dan beberapa spesies di dalamnya termasuk langka dan dilindungi.
c) Gunung Timorini (Lembah Hitam), yang berlokasi di Distrik Panaga yang merupakan sebagai tempat
ekspedisi tahap II pendakian gunung Trikora dan merupakan pintu masuknya Injil di daerah pedalaman
.
Kabupaten Tolikara juga memiliki potensi wisata budaya, yaitu ritual adat, kultur kehidupan dan hasil kerajinan
tradisional masyarakat. Selain itu Wisata MICE juga dapat dikembangkan. Wisata MICE: merupakan wisata
sambil melakukan kegiatan Meeting (Pertemuan), Invention (Pameran), Convention (Rapat) dan Exhibition
(Eksebisi) dengan tujuan mempromosikan aktivitas pariwisatanya.
3.1.6. Penggunaan Lahan
Tutupan lahan di Kabupaten Tolikara didominasi Hutan Primer yaitu mencapai 47,12% dari total luas lahan atau
299.594,03 Ha. Sedangkan penggunaan lahan terkecil adalah semak belukar dengan luas 1.315,72 Ha.
Berdasarkan peta tutupan lahan tersebut, dapat diidentifikasi bahwa masih banyak lahan yang belum
terbangun di Kabupaten Tolikara. Kondisi tutupan lahan di Kabupaten Bokondini dapat dilihat pada peta 3.17.
Tabel 3. 19. Tutupan Lahan Kabupaten Tolikara
Tutupan lahan Luas Persentase
Awan 26,88 0,004%
Hutan Primer 299.594,03 47,125%
Hutan Rawa Primer 205.115,92 32,264%
Hutan Rawa Sekunder 15.370,89 2,418%
Hutan Sekunder 21.224,18 3,339%
Permukiman 6.321,37 0,994%
Pertanian Lahan Kering + Semak 54.536,50 8,578%
Rawa 2.887,77 0,454%
Semak Belukar 1.315,72 0,207%
Semak Belukar Rawa 12.035,99 1,893%
Tanah Terbuka 3.898,79 0,613%
Tubuh Air 13.411,90 2,110%
Jumlah 635.739,94 100,000%
Sumber: Peta Tutupan Lahan Kabupaten BPKH X 2009 dan
Citra Satelit Geoeye2 Karubaga dan Bokondini 2012
3.1.7. Status Kawasan Hutan
Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.458 Tahun 2012, Kawasan Hutan di Kabupaten Tolikara terbagi menjadi
lima, yaitu Areal Penggunaan Lain, Hutan Produksi Konversi, Hutan Produksi Terbatas, Suaka Marga Satwa
Pegunungan Foja, dan Hutan Lindung. Dari kelima klasifikasi kawasan hutan tersebut, hanya Areal Penggunaan
Lain yang nantinya dapat dikembangkan sebagai kawasan permukiman dan area terbangun lainnya. Detail
Luasan Kawasan menurut Status Hutan di Kabupaten Tolikara dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Bab 8 - Hal 26
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Tabel 3. 20. Status Kawasan Hutan Di Kabupaten Tolikara
Status Kawasan Hutan Luas (ha) %
Arel Penggunaan Lain 11.360,63 1,79%
Hutan Produksi Konversi 62.761,01 9,87%
Hutan Produksi Terbatas 52.524,55 8,26%
Suaka Marga Satwa Pegunungan Foja 229.154,43 36,04%
Hutan Lindung 279.953,76 44,03%
Jumlah 635.754,39 100%
Sumber: SK Menhut No. 458 Tahun 2012
Status Kawasan Hutan di wilayah kabupaten Tolikara dapat dilihat pada peta 3.18.
Bab 3 - Hal 27
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 3. 13 Tutupan Lahan Kabupaten Tolikara
Bab 3 - Hal 28
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 3. 14 Status Kawasan Hutan Kabupaten Tolikara
Bab 3 - Hal 29
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
3.1.8. Rawan Bencana
Kawasan rawan bencana di Kabupaten Tolikara adalah gempa bumi dan kawasan rawan longsor. Dimana
untuk kawasan rawan longsor terbagi atas 2 tingkatan, terdiri atas:
a. Tingkat kerawanan longsor rendah sampai sedang, meliputi:
1) Distrik Poganeri,
2) Distrik Kubu,
3) Distrik Bokoneri,
4) Distrik Kaboneri,
5) Distrik Bokondini; dan
6) Distrik Bewani.
b. Tingkat kerawanan longsor sedang sampai tinggi, meliputi
1) Distrik Wina;
2) Distrik Gudagi;
3) Distrik Dundu;
4) Distrik Egiam;
5) Distrik Umage;
6) Distrik Panaga;
7) Distrik Kembu;
8) Distrik Timori;
9) Distrik Wunin;
10) Distrik Numba;
11) Distrik Kondaga;
12) Distrik Karubaga;
13) Distrik Geya;
14) Distrik Nelawi;
15) Distrik Kuari;
16) Distrik Nabunage;
17) Distrik Goyage;
18) Distrik Kanggime;
19) Distrik Woniki;
20) Distrik Nunggawi; dan
21) Distrik Gilombandu.
Kawasan Rawan Bencana pada wilayah Kabupaten Tolikara dapat dilihat pada peta 3.19.
Bab 3 - Hal 30
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 3. 15 Rawan Bencana di Kabupaten Tolikara
Bab 3 - Hal 31
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
3.1.9. Kondisi Transportasi
3.1.9.1 Kondisi Transportasi Darat
Sistem transportasi darat berupa jaringan jalan sudah terdapat di Kabupaten Tolikara, dan setidaknya sudah 10
distrik yang dapat dihubungkan dengan jalan darat menggunakan angkutan roda 4W (Four Wheel Drive)
maupun roda 2 dengan volume mesin kendaraan CC (centimeter cubic) besar. Identifikasi dan gambaran
Kondisi Jaringan Jalan di Kabupaten Tolikara dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut ini.
Tabel 3. 21 Data Teknis Jalan Di Kabupaten Tolikara Tahun 2012
No
Nama Ruas Jalan
Nomor Ruas
Status Ruas
Panjang Ruas
Satuan
Keterangan
A. JALAN KABUPATEN 368,780 Km
I JALAN DALAM KOTA 21,750 Km
1 Gereja Yerusalem - Pertigaan 001 K 3,30 Km Permukaan Lapen
2 Gereja Yerusalem - Ktr.Bupati - Pertigaan 002 K 4,00 Km Permukaan Lapen
3 Jalan Komp. Kediaman Bupati 003 K 0,12 Km Permukaan Lapen
4 Gereja Yerusalem - Giling Batu 004 K 0,75 Km Permukaan Lapen
5 Gereja Yerusalem - BPD 005 K 0,60 Km Permukaan Lapen
6 BPD - Giling Batu 006 K 0,80 Km Permukaan Lapen
7 Jalan Lingkar Bandara 007 K 1,80 Km Permukaan Lapen
8 Jalan Stadion 008 K 0,12 Km Permukaan Lapen
9 Jalan Polres 009 K 0,65 Km Permukaan Lapen
10 Jalan Gereja Ebenheizer 010 K 0,12 Km Permukaan Tanah
11 Jalan GIDI 011 K 0,12 Km Permukaan Lapen
12 Jalan Ebenheizer - Stadion 012 K 0,16 Km Permukaan Tanah
13 Jalan Komp. Mess GIDI 013 K 0,65 Km Permukaan Lapen
14 Jalan Komp. Ivargunung 014 K 1,50 Km Permukaan Tanah
15 Jalan Hotel Nawi Arigi Karubaga 015 K 0,65 Km Permukaan Lapen
16 Jalan Pasar Baru - Nelawi - Hotel 016 K 8,50 Km Permukaan Tanah
17 Jalan Lingkar Konda Muara 017 K 0,91 Km Permukaan Tanah
II JALAN LUAR KOTA 347,30 Km
1 Bokondini - Kelila 018 K 8,00 Km Permukaan Tanah
2 Karubaga - Goyage - Air Garam 019 K 65,00 Km Permukaan Tanah
3 Karubaga - Wunin - Kanero 020 K 42,00 Km Permukaan Tanah
4 Kanggime - Kembu - Dou 021 K 18,00 Km Permukaan Tanah
5 Karubaga - Taiyeve 022 K 125,00 Km Permukaan Tanah
6 Pidelo - Bokoneri - Bokondini 023 K 35,00 Km Permukaan Tanah
7 Gileme - Kolengger 024 K 4,53 Km Permukaan Tanah
8 Minage - Pidelo 025 K 6,00 Km Permukaan Tanah
9 Yuneri - Air Garam 026 K 7,50 Km Permukaan Tanah
10 Bokoneri (Tolikara) - Tagime (Jayawijaya) 027 K / P 36,00 Km Permukaan Tanah
III B. JALAN NASIONAL / PROVINSI 322,50 Km
No
Nama Ruas Jalan
Nomor Ruas
Status Ruas
Panjang Ruas
Satuan
Keterangan
1 Karubaga - Illu - Mulia 068 N / P 71 Km Permu.
Lapen/Tanah
2 Karubaga - Taiyeve 080 N / P 26,5 Km Permukaan Tanah
3 Krbga-Kembu-Taiyeve-Mamberamo Raya N / P 225 Km Permukaan Tanah
JUMLAH TOTAL ( A + B ) 691,280 Km
Sumber: Data Teknis Jalan Kabupaten Tolikara, 2012
Gambar 3. 5 Kondisi Jalan di salah satu Distrik di Kabupaten Tolikara
Sumber: Hasil Survei , 2013
3.1.9.2. Kondisi Transportasi Udara
Dengan topografi wilayahnya yang berupa pegunungan, Kabupaten Tolikara sulit dicapai melalui darat,
sehingga umumnya dicapai dengan moda angkutan udara. Penerbangan komersial yang melayani Kabupaten
Tolikara adalah Maskapai milik gereja seperti Mission Aviation Fellowship (MAF).
Transportasi udara menjadi salah satu peluang investasi di kabupaten Tolikara ini, distrik Karubaga sebagai
ibukota kabupaten, telah memiliki lapangan terbang perintis yang di gunakan untuk landasan pesawat jenis
Twin Otter atau Fokker berkapasitas 1.000 β 1.500 Kg.
Kondisi eksisting transportasi di Kabupaten Tolikara dapat dilihat pada peta 3.20. berikut ini.
Bab 3 - Hal 32
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 3. 16 Transportasi Di Kabupaten Tolikara
Bab 3 - Hal 33
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
3.2. Gambaran Umum Kawasan Perkotaan Bokondini
Beberapa distrik yang termasuk dalam kegiatan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan
Perkotaan Bokondini yaitu Distrik Bokondini, sebagian Distrik Bokoneri, sebagian Distrik Kaboneri, dan
sebagian Distrik Bewani dengan luasan sekitar 100,65 hektar.
3.2.1. Letak Geografis
Kawasan perkotaan Bokondini berada diantara 138035β40β - 138043β53β BT dan 3038β56β- 3044β29β LS, dengan
batasan administrasi sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan distrik Bewani
Sebelah Selatan berbatasan dengan distrik Tagineri
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Mamberamo Tengah
Sebelah Barat berbatasan dengan Bokoneri
Adapun Luas wilayah kawasan perkotaan seluas 100,65 ha, dengan wilayah terbesar di BWP 3 dengan luas
4216.86 sekitar 42% dari total keseluruhan kawasan perkotaan, kemudian diikuti oleh BWP 1 seluas 2197.09 ha
atau sekitar 22%. untuk lebih jelas batas administrasi kawasan perkotaan Bokondini dapat dilihat pada tabel
3.22 dan peta 3.17.
Tabel 3. 22 Luas dan Persentasi BWP didalam Kawasan Perkotaan
No Bagian Wilayah Pengembangan
Luas %
1 BWP I 2197.09 22%
2 BWP II 2140.08 21%
3 BWP III 4216.86 42%
4 BWP IV 1512.63 15%
5 Total 10066.65 100% Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2013
3.2.2. Kondisi Fisik Kawasan Perkotaan Bokondini
3.2.2.1 Topografi
Ditinjau dari kondisi topografinya, Kawasan Perkotaan umumnya berada pada wilayah yang berbukit-bukit
sampai bergunung, berkisar antara 1000 mdpl sampai dengan 2.500 mdpl. Namun terdapat juga sebagian kecil
wilayah yang berada pada dataran rendah dengan kondisi tanah rawa, yaitu pada bagian selatan kawasan
perkotaan, dengan ketinggian < 500 mdpl.
Ditinjau dari kemiringan lerengnya, maka umumnya kawasan perkotaanBokondini berada pada kemiringan
lereng >2%, bahkan sebagian kawasan pada bagian barat kawasan perkotaan Bokondini, berada pada
kemiringan lereng >30%.
Kondisi ketinggian dan kelerengan pada kawasan Perkotaan Bokondini dapat dilihat pada peta 3.18 dan 3.19.
3.2.2.2 Geologi dan Jenis Tanah
Kawasan Pengembangan Bokondini secara geologi terdiri dari Endapan Aluvial, Endapan Longsor dan Endapan
Terbiku (Terrace Deposit) yang berumur Holosen (0 β 10 ribu tahun yang lalu). Endapan tersebut menindih
secara tidak selaras Batuan Malihan Derewo yang berumur Eosen β Oligosen (25,2 juta β 54 juta tahun yang
lalu).
Kota Bokondini saat ini, umumnya dibangun di atas Endapan Terbiku atau Terrace Deposit karena relatif datar
dengan ruang yang cukup lebar (mencapai 250 m) dan memanjang barat β timur sepanjang lebih dari 2 km.
Dari hasil pengamatan lapangan, secara stratigrafi kesemua batuan dan/ endapan tersebut dapat dilihat pada
Gambar 3.6 berikut:
Gambar 3. 6 Stratigrafi Rencana Kawasan Kota Bokondini
Sumber: Tim Tenaga Ahli Penyusun, 2012
Rincian kondisi geologi endapan dan batuan (formasi) yang mengalasi Kawasan Pengembangan Bokondini
tersebut dari yang berumur tertua hingga yang paling muda adalah sebagai berikut:
a. Batuan Malihan Derewo, berumur Eosen-Oligosen (25,2 juta β 54 juta tahun yang lalu), terdiri dari
batusabak, filit, sekis kuarsa mika, dan sekis klorit. Batuan malihan tersebut karena umumnya berofoliasi
dan terkekarkan kuat, terdapat dengan lereng yang terjal dan curah hujan di daerah Tolikara yang relatif
tinggi serta terletak pula pada daerah dengan kegempaan yang agak tinggi (percepatan permukaan pada
batuan dasar mencapai 0,4g) maka batuan tersebut sangat berpotensi longsor seperti yang dijumpai pada
Bab 8 - Hal 34
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
tebing di sebelah barat-laut kota Bokondini. Namun demikian daya dukung masa tanah/ masa batuan di
daerah ini sangat lebih dari cukup untuk dibebani oleh bangunan berlantai dua atau lebih, tetapi cukup sulit
untuk digali secara manual.
Potensi air tanah pada batuan malihan ini hampir tidak ada atau sangat langka, demikian pula potensi mata
air diduga kuat tidak ada yang besar, kalaupun ada sangat mungkin debitnya kecil dan sangat terpengaruh
oleh musim . Batuan ini terdapat di bagian selatan dan utara kota Bokondini berupa perbukitan yang terjal
yang top soil dan tanah pelapukannya sangat tipis (kurang dari 0,5 m).
Daerah yang di alasi oleh batuan malihan ini tidak baik untuk dikembangkan sebagai daerah pemukiman,
perkantoran apalagi untuk lokasi rumah sakit. Namun dengan pemilihan lokasi secara hati-hati dengan
menghindari daerah yang benar benar berpotensi longsor (agak datar) dan dengan selalu memperhatikan
kaidah membangun dengan prinsip sadar bencana maka beberapa lokasi yang relatif agak datar dengan
luasan yang terbatas mungkin masih dapat diperuntukan bagi pemukiman.
Sementara itu, kebutuhan akan air bersih harus dipenuhi dari aliran permukaan (sungai), dan/ atau
menampung air hujan. Pembuatan sumur resapan tidak disarankan pada daerah ini karena akan semakin
meningkatkan potensi longsor.
b. Secara tidak selaras di atas Batuan Malihan Derewo diendapkan Endapan Terbiku (Terrace Deposit) yang
berumur Holosen (0 β 10 ribu tahun yang lalu), terdiri dari konglomerat, breksi dan pasir dengan ketebalan
total dapat mencapai 50 m. Endapan ini terdapat dengan lereng yang landai dan bahkan digunakan untuk
penempatan landasan pacu bandara Bokondini yang ada sekarang termasuk kota Bokondini sendiri.
Endapan ini diduga kuat memiliki potensi air tanah tak tertekan β dengan kategori potensi sedang dengan
kedalaman muka air tanah mencapai sekitar lima meter di bawah permukaan tanah. Daya dukung Endapan
Terbiku cukup untuk bangunan dua lantai atau lebih.
Umumnya potensi longsor pada batuan ini adalah kecil kecuali pada bagian yang terletak di tebing sungai
yang terjal.
Pada lokasi yang dialasi oleh endapan Terbiku inilah kota Bokondini dibangun dan hingga kini umumnya
terlihat stabil tanpa gangguan longsor yang berarti kecuali pada tepi sungai seperti telah dijelaskan di atas.
Oleh karena itu, Kawasan Pengembangan Bokondini harus diusahakan sedapat mungkin diletakkan pada
Endapan Terbiku. Kebutuhan air baku dapat diharapkan dari air tanah tidak tertekan dan bila masih kurang
dapat dipenuhi dari air permukaan seperti yang umumnya digunakan sekarang dan/ atau penampungan air
hujan. Pembuatan sumur resapan sangat disarankan pada lokasi ini kecuali pada bagian tepi sungai yang
lerengnya terjal.
c. Endapan Longsor (Tallus Deposit), berumur Holosen (0 β 10 ribu tahun yang lalu), terdiri campuran
lempung, lanau, pasir, kerikil, kerakal dan bongkah yang umumnya berasal dari batuan malihan atau
Endapan Terbiku yang melongsor. Tebal endapan ini sangat bervariasi tergantung kepada luasan dan
kedalaman masa tanah dan/atau masa batuan yang melongsor. Endapan longsor ini diendapkan secara
tidak selaras di atas batuan Malihan Derewo dan/atau Endapan Terbiku.
Potensi air tanah umumnya sedang hingga tinggi dan biasanya di bagian elevasi terendah dari endapan ini
ditemukan mata air yang besaran debitnya sangat dipengaruhi oleh musim.
Di atas endapan ini sama sekali tidak disarankan untuk dibagun pemukiman atau bangunan lainnya
termasuk kolam kolam ikan kecuali untuk budidaya tanaman pertanian atau hutan kota.
d. Endapan Aluvial yang berumur Holosen (0 β 10 ribu tahun yang lalu) merupakan endapan sungai yang
terdapat di sepanjang aliran sungai di daerah ini. Endapan ini terdiri dari bongkah, kerakal, kerikil, pasir,
lanau dan lumpur. Ketebalannya bervariasi hingga mungkin sekitar tiga meter. Endapan ini seumur dengan
Endapan Longsor dan juga terdapat secara tidak selaras di atas Batuan Malihan Derewo dan/atau Endapan
Terbiku.
e. Pasir dan kerikil dari endapan ini tidak baik digunakan untuk bahan beton karena relatif lunak dan berbutir
pipih karena umumnya berasal dari bahan rombakan Batuan Malihan Derewo. Bongkah dan kerakal yang
juga berasal dari batuan malihan tersebut, juga tidak baik untuk bahan beton karena kuat tekan uniaxial
batuan tersebut hanya sekitar 250 kg/ cm2 sehingga diperkirakan hanya akan mendapatkan beton dengan
kuat tekan uniaxial 75 kg/ cm2 (K-75).
Bab 3 - Hal 35
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 3. 17 Administrasi Kawasan Perkotaan Bokondini
Distrik Bewani
Distrik Bokoneri
Distrik Tagineri
Kab. Mamberamo Tengah
Bab 3 - Hal 36
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 3. 18 Peta Ketinggian Kawasan Perkotaan Bokondini
Bab 3 - Hal 37
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 3. 19 Peta Kelerengan Kawasan Perkotaan Bokondini
Bab 8 - Hal 38
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
3.2.2.3 Curah Hujan
Intensitas curah hujan di Kawasan Perkotaan Bokondini memiliki intensitas dengan curah hujan rendah yang
meliputi Distrik Bokondini, Bokoneri, Kaboneri dan Bewani.
Kondisi curah hujan di Kawasan Perkotaan Bokondini dapat dilihat pada gambar 3.20.
3.2.2.4 Hidrologi
Seperti yang telah dijelaskan dalam kajian hidrogeologi secara umum di Kabupaten Tolikara, untuk Kawasan
Perkotaan Bokondini berkondisi sebagai Daerah Air Tanah (DAT) Langka.
Kondisi Hidrogeologi di kawasan Perkotaan Bokondini dapat dilihat pada gambar 3.21.
3.2.2.5 Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terdapat di Kawasan Perkotaan Bokondini adalah DAS Mamberamo. DAS
tersebut bermuara di Wilayah Sungai (WS) Lintas Negara Mamberamo β Tami β Apauvar.
Kondisi daerah aliran sungai di kawasan Perkotaan Bokondini dapat dilihat pada peta 3.22.
Bab 3 - Hal 39
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 3. 20 Curah Hujan Kawasan Perkotaan Bokondini
Bab 3 - Hal 40
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 3. 21 Hidrogeologi Kawasan Perkotaan Bokondini
Bab 3 - Hal 41
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 3. 22 Daerah Aliran Sungai Kawasan Perkotaan Bokondini
Bab 3 - Hal 42
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
3.2.2.6 Tutupan Lahan
Dengan menggunakan data pencitraan satelit quickbird pada tahun 2013, teridentifikasi bahwa dari total luas
lahan kawasan perkotaan yang mencapai 10.061, 82 Ha, 0,06%-nya adalah bangunan atau seluas 5,75 hektar.
Sedangkan sisanya yakni sebesar 99,94% atau seluas 10056,07 hektar adalah tutupan lahan dengan kelompok
vegetasi, air, lahan pertanian, dan lahan kering.
Tabel 3. 23 Tutupan Lahan Kawasan Perkotaan Bokondini
No BWP Tutupan Lahan Luas (Ha)
1 BWP I
Bangunan 3.56
Lahan Kosong 221.11
Lahan Pertanian / Lahan Kering 1549.94
Tubuh Air 19.31
Vegetasi 299.96
BWP I Total 2093.89
2 BWP II
Bangunan 0.38
Lahan Kosong 29.28
Lahan Pertanian / Lahan Kering 1509.02
Tubuh Air 36.78
Vegetasi 615.34
BWP II Total 2190.80
3 BWP III
Bangunan 1.38
Lahan Kosong 215.15
Lahan Pertanian / Lahan Kering 2267.06
Tubuh Air 41.91
Vegetasi 1692.13
BWP III Total 4217.64
4 BWP IV
Bangunan 0.44
Lahan Kosong 95.81
Lahan Pertanian / Lahan Kering 1418.64
Vegetasi 44.61
BWP IV Total 1559.49 Sumber: Hasil Analisis Konsultan, Citra Satelit Quickbird, 2013
Kondisi tutupan lahan Kawasan Perkotaan Bokondini dapat dilihat pada peta 3.23.
3.2.2.7 Potensi Bencana
Tektonik aktif yang terdapat di Kabupaten Tolikara tidak lepas dari kondisi tektonik regional yang ada di
Papua, dimana ada beberapa sesar aktif yang mempengaruhi kondisi kegempaan di kawasan kabupaten
Tolikara (Gambar 3.7).
Masyur Irsyam dkk (2010) menyatakan bahwa provinsi Papua yang terletak di bagian barat Papua Nugini sering
dipertimbangkan sebagai salah satu daerah yang memiliki kondisi tektonik yang kompleks di dunia. Hal ini
diakibatkan benturan dengan sudut miring antara lempeng Samudera PasifikβLempeng Caroline yang
bergerak ke selatan dengan kecepatan antara 110 mm β 125 mm/thn terhadap tepian lempeng Benua Australia.
Benturan miring lempeng-lempeng tersebut menghasilkan gerak patahan-patahan kombinasi thrusting dan
geser di seluruh pulau Irian meliputi jalur sesar naik Membramo di utara Papua, jalur anjak perdataran tinggi
(the highland thrust belt) Papua Tengah, Sesar Sorong, Ransiki, Yapen, dan Zone Sesar TareraβAiduna yang
terkonsentrasi di sekitar Papua Barat, kepala dan leher burung Papua. Dengan kata lain, dapat disimpulkan
bahwa Parit Nugini merupakan fitur tektonik utama yang dapat menggambarkan batas antara Lempeng
Pasifik dan Lempeng Australia.
Dari peta tektonik aktif Indonesia yang dibuat oleh Masyur Irsyam dkk (2010), terlihat bahwa di sekitar
provinsi Papua terdapat banyak sesar aktif dan zona penunjaman aktif, sebagaimana terlihat pada Gambar 3.7
dan Tabel 3.24
Kondisi tektonik seperti yang dimiliki Papua menyebabkan wilayah ini rawan akan gempa tektonik, terutama
gempa dangkal yang sering merusak dan menimbulkan tsunami.
a. Kejadian Gempa
Kondisi tektonik seperti yang dimiliki Papua menyebabkan wilayah ini rawan akan gempa tektonik, terutama
gempa dangkal yang sering merusak dan menimbulkan tsunami.
Kejadian gempa yang pernah terjadi di Papua telah direkam dan diterbitkan oleh Badan Geologi Amerika
Serikat (USGS) dan disajikan seperti pada Gambar 3.8. Titik-titik berwarna di dalam peta menunjukkan
kedalaman pusat gempa.
b. Resiko Gempa
Berdasarkan Peta Resiko Bencana Gempa di Indonesia yang diterbitkan oleh Badan Nasional Penanggulangan
Bencana, Kabupaten Tolikara sebagai bagian dari wilayah Papua mempunyai resiko gempa dengan ukuran
sedang hingga agak tinggi (Gambar 3.9).
Gempa yang terjadi di wilayah Kabupaten Tolikara secara tektonik akan dipengaruhi oleh pergerakan sesar
aktif di sekeliling wilayah tersebut.
Bab 3 - Hal 43
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 3. 23 Tutupan Lahan Kawasan Perkotaan Bokondini
Bab 3 - Hal 44
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Gambar 3. 7 Tektonik Aktif Papua
Sumber: Irsyam, Mashur (dkk), Ringkasan Hasil Studi Tim Revisi Gempa Indonesia, 2010
Tabel 3. 24 Data dan parameter sumber gempa fault untuk daerah Papua dan sekitarnya.
Fault Slip Rate Sense
Mechanism Dip Top Bottom
L
(km) Mmax
No Name mm/year weight
1 Yapen 46 1 Strike-slip 90 3 18 391.4 7.90
2 Tarera Aidun 20 1 Strike-slip 90 3 18 102.2 7.30
3 Sula 8.5 1 Strike-slip 90 3 18 753.6 7.70
4 West Sorong 8.5 1 Strike-slip 90 3 18 292.5 7.90
5 East Sorong 17 1 Strike-slip 90 3 18 420.7 7.60
6 Ransiki 8.5 1 Strike-slip 90 3 18 225.8 7.60
7 West Mamberambo
22 1 Reverse-slip 30 3 20 150.4 7.12
8 East Mamberambo 22 1 Reverse-slip 30 3 20 113.3 7.90
9 Manokwari 10 1 Reverse-slip 20 3 20 218.1 7.90
10 Waipago 2 1 Strike-slip 90 3 20 203.5 6.80
11 Highland thrust belt
10 1 Reverse-slip 20 3 18 522.0 7.20
12 North Papua thrust
12 1 Normal-slip 20 3 20 1176.1 8.20
Sumber: Irsyam, Mashur (dkk), Ringkasan Hasil Studi Tim Revisi Gempa Indonesia, 2010
Bab 8 - Hal 45
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Gambar 3. 8 Kejadian Gempa di Papua
Sumber: USGS, 2010
Gambar 3. 9 Resiko Gempa Papua
Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2011
c. Beban Gempa
Beban gempa untuk wilayah Kabupaten Tolikara merupakan bagian dari beban gempa dari Provinsi Papua
berdasarkan Hasil Studi Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010 dengan ketua tim adalah Prof. Mansyur Irsyam.
Penentuan parameter sumber gempa yang digunakan berasal dari katalog gempa terbaru dan informasi sesar
aktif. Katalog gempa yang digunakan mulai dari tahun 1900 hingga 2009 serta katalog yang telah direlokasi
hingga tahun 2005. Pemodelan sumber gempa yang digunakan meliputi sumber gempa sesar, sumber gempa
subduksi dan sumber gempa background.
Sumber gempa sesar dan subduksi menggunakan model tiga dimensi (3D) yang sudah memperhitungkan hasil
tomografi untuk kondisi geometri dan data GPS untuk nilai slip-rate sedangkan sumber gempa background
menggunakan model gridded seismicity. Fungsi atenuasi yang digunakan adalah Next Generation Attenuation
(NGA), dimana fungsi atenuasi ini disusun dengan menggunakan data gempa global (worldwide data).
Hasil analisis berupa data dan parameter fault Indonesia dalam studi ini terangkum pada Tabel 3.24 untuk
daerah Papua dan sekitarnya.
Gambar 3.10 memberikan ilustrasi hasil studi untuk data dan parameter sumber gempa sesar meliputi nama,
lokasi, nilai slip-rate dan maksimum magnituda desain yang digunakan untuk PSHA (Probabilistic Seismic
Hazard Analysis).
Peta hasil studi PSHA untuk percepatan puncak (PGA), spektra 0.2 detik, dan 1.0 detik di batuan dasar untuk
kemungkinan terlampaui 10% dalam 50 tahun (atau gempa 475 tahun) dapat dilihat dalam Gambar 3.11.
Bab 8 - Hal 46
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Gambar 3. 10 Beban Gempa Papua
Sumber: Irsyam, Mashur (dkk), Ringkasan Hasil Studi Tim Revisi Gempa Indonesia, 2010
d. Resiko Gerakan Tanah
Berdasarkan peta resiko gerakan tanah yang dibuat oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana tahun
2011, wilayah Kabupaten Tolikara mempunyai resiko gerakan tanah sedang hingga tinggi (Gambar 3.11).
Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa wilayah Kabupaten Tolikara di bagian selatan dibentuk oleh
batuhan malihan (metamorf) formasi Derewo dimana distrik-distrik seperti Karubaga, Kanggime, Kembu dan
Bokondini berada.
Batuan Malihan (metamorf) Derewo ini umumnya mempunyai foliasi dan terkekarkan sangat kuat
membentuk bidang yang lemah, ditambah dengan curah hujan yang tinggi dan berkembangnya sesar aktif
dan gempabumi menyebabkan batuan tersebut menjadi tidak stabil dan mudah longsor.
e. Resiko Gunung Api
Berdasarkan peta resiko gunung api yang dibuat oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nasional
tahun 2011 (Gambar 3.12) dan pengamatan lapangan awal tidak ditemukan adanya gunung api disekitar
wilayah Kabupaten Tolikara.
f. Resiko Tsunami
Berdasarkan peta resiko Tsunami yang dibuat oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nasional tahun
2011 (Gambar 3.13) dan pengamatan lapangan awal tidak adanya pantai di wilayah Kabupaten Tolikara
sehingga bencana Tsunami tidak akan terjadi disekitar wilayah Kabupaten Tolikara.
Gambar 3. 11 Resiko Gerakan Tanah di Papua
Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), 2011
Bab 8 - Hal 47
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Gambar 3. 12 Resiko Gunung Api
Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB), 2011
Gambar 3. 13 Resiko Tsunami di Papua
Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), 2011
3.2.3. Penggunaan Lahan Kawasan Perkotaan Bokondini
Penggunaan lahan di kawasan Bokondini berdasarkan analisis dengan menggunakan Citra Satelit terdiri atas
beberapa fungsi/zona yakni sarana pelayanan umum, rencana kawasan industri, permukiman, perdagangan
dan jasa, perkantoran, peruntukan khusus serta sarana pelayanan umum. Untuk lebih detailnya penggunaan
lahan dimasing-masing BWP dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 3. 25 Penggunaan Lahan di BWP I
BWP Fungsi Eksisting Uraian Luas (Ha)
Lapangan Olah Raga 0.09
Sarana Pendidikan 4.41
Sarana Peribadatan 1.57
Sarana Perribadatan 0.25
Sosial Budaya 2.19
Transportasi/Jalan 16.48
Hutan Lindung 449.42
RTH 2.28
Sempadan Sungai 240.35
Permukiman Permukiman 151.3
Perdagangan Jasa Pertokoan 1.32
Perkantoran Pemerintah 4.78
Khusus Hankam 0.3
Hutan Produksi 998.13
Perkebunan 86.41
Pertanian 237.79
2197.07BWP I Total
BWP I
Sarana Pelayanan Umum
Kawasan Lindung
Lainnya
Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2013
Tabel 3. 26 Penggunaan Lahan di BWP II
BWP Fungsi Eksisting Uraian Luas (Ha)
Hutan Lindung 342.76
Rawan Bencana Longsor 18.37
Sempadan Sungai 55.09
Permukiman Permukiman 48.36
Lainnya Hutan Produksi 1675.48
2140.06BWP II Total
BWP II
Kawasan Lindung
Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2013
Bab 8 - Hal 48
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Tabel 3. 27 Penggunaan Lahan di BWP III
BWP Fungsi Eksisting Uraian Luas (Ha)
Hutan Lindung 1168.51
Sempadan Sungai 117.61
Permukiman Permukiman 251.6
Kesehatan 0.25
Sarana Peribadatan 0.48
Transportasi 0.42
Hutan Produksi 2512.04
Pertanian 165.96
2679.15BWP III Total
BWP III
Kawasan Lindung
Sarana Pelayanan Umum
Lainnya
Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2013
Tabel 3. 28 Penggunaan Lahan di BWP IV
BWP Fungsi Eksisting Uraian Luas (Ha)
Permukiman Permukiman 47.25
Kawasan Lindung Sempadan Sungai
Lainnya Hutan Produksi 1465.37
1512.62BWP IV Total
BWP V
Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2013
Bab 3 - Hal 49
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 3. 24 Penggunaan Lahan Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2013
Bab 3 - Hal 50
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
3.2.4. Kependudukan Kawasan Perkotaan Bokondini
3.2.4.1 Jumlah Penduduk
Kawasan Perkotaan Bokondini terdiri dari 4 Distrik dan 50 Kampung/Desa dengan luas 100,65 Km2. Jumlah
Penduduk Kawasan Perkotaan Bokondini pada Tahun 2011 adalah 12.694 jiwa, berdasarkan Data Podes
Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2011. Setelah dilakukan analisis oleh Tim Penyusun, maka proyeksi jumlah
penduduk Kawasan Perkotaan Bokondini Tahun 2013 adalah 13.804 jiwa. Terlihat pula bahwa jumlah penduduk
laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan, yaitu dengan sex rasio 113,60.
Tingkat kepadatan penduduk, yaitu 126 jiwa/ Km2. Jumlah penduduk tertinggi ada pada Distrik Bewani,
sedangkan Distrik terpadat adalah Distrik Bokondini dengan tingkat kepadatan 178 jiwa/ Km2, sedangkan
Distrik dengan jumlah penduduk terendah adalah Kamboneri dengan jumlah penduduk 1.280 jiwa dan
kepadatan 82 jiwa/ Km2.
3.2.4.2 Struktur Penduduk
Struktur penduduk Kawasan Perkotaan Bokondini dapat dikelompokan ke dalam dua aspek, menurut jenis
kelamin dan menurut kelompok usia. Melalui kedua aspek tersebut yang merupakan karakteristik masyarakat
Kawasan Perkotaan Bokondini dapat ditentukan arah pengembangan dan pembangunan Kawasan Perkotaan
Bokondini.
Tabel 3. 29 Jumlah Penduduk Di Kawasan Perkotaan Bokondini Menurut Distrik Tahun 2011
No Distrik Banyaknya
Sex ratio Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Bokondini 1.979 1.740 3.719 113,74
2 Bokoneri 2.034 1.797 3.831 113,19
3 Bewani 2.059 1.805 3.864 114,o7
4 Kaboneri 679 601 1.280 112,98
Kawasan Perkotaan Bokondini
6.751 5.943 12.694 112,98
Sumber : Potensi Desa (PODES) Tahun 2011
Pada tabel 3.29 , penduduk Kawasan Perkotaan Bokondini, ditinjau dari jenis kelaminnya masih didominasi oleh
laki-laki dengan sex rasio 113,60 yang artinya adalah terdapat 114 laki-laki diantara 100 perempuan. Bila ditinjau
dari kelompok umur, maka didominasi oleh kelompok umur 0 β 4 tahun, dimana kelompok umur tersebut
masuk dalam kelompok umur non produktif.
Jumlah penduduk di Kabupaten Tolikara sebesar 270.327 jiwa pada tahun 2010, sedangkan pada kawasan
perkotaan Bokondini adalah sebesar 12.694 jiwa (tahun 2011) menurut jumlah penduduk pada Distrik
Bokondini, Distrik Kaboneri, Distrik Bewani dan Distrik Kaboneri.
Tabel 3. 30 Jumlah Penduduk Dan Kepadatan Di Kawasan Perkotaan Bokondini Menurut Distrik Tahun 2011
No Distrik Luas BWP
(km2)
Jumlah Penduduk
(Jiwa)
Kepadatan (Jiwa/Km2)
Rasio Luas thd Luas
1 Bokondini 20,95 3.719 178 20,81
2 Bokoneri 42,18 3.831 91 41,91
3 Bewani 21,92 3.864 176 21,78
4 Kaboneri 15,60 1.280 82 15,50
Kawasan Perkotaan Bokondini 100,65 12.694 126 100 Sumber : Potensi Desa (PODES) Tahun 2011
Tingkat kepadatan di Kawasan Perkotaan Bokondini hanya sekitar 126 jiwa/km2 dan terhadap kepadatan
penduduk yang ada di Kabupaten Tolikara sekitar 21,8 6%.
3.2.5. Sejarah dan Sosial Budaya
Sosial mengandung arti sesuatu yang dibangun dan terjadi dalam sebuah situs komunitas (Keith Yacobs).
Budaya bisa dimaknakan sebagai daya dari budi yang berupa cipta dan rasa. Sedangkan kebudayaan adalah
hasil dari cipta rasa, karsa, dan rasa tersebut (Koentjaraningrat 1976:28).
Analisis sosial budaya adalah suatu usaha untuk memperoleh gambaran lengkap mengenai situasi sosial dan
budaya dengan menelaah kaitan sejarah dan struktur sosial dalam masyarakat. Bila dikaitkan dengan
penyusunan rencana tata ruang, analisis sosial budaya merupakan analisis terhadap kondisi sosial budaya
masyarakat akibat adanya suatu pembangunan atau pun aktivitas kegiatan. Analisis sosial budaya akan menilai
kondisi sosial budaya yang mengalami perubahan atau pun tidak mengalami perubahan akibat adanya suatu
kegiatan dan atau proses pembangunan.
Analisis sosial budaya dapat diartikan sebagai kajian untuk mengenali struktur sosial budaya serta prasarana
dan sarana budaya; kajian ini dilakukan untuk mencapai pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan
bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat yang bersifat lahiriah, batiniah atau spiritual (DPU, 2011)
1.2.5.1. Sejarah Distrik Bokondini
Secara etimologi, Bokondini bukanlah nama asli. Nama Bokondini terbentuk oleh pengaruh logat bahasa dari
penduduk yang bukan penduduk asli, atau pengaruh penduduk pendatang. Nama asli untuk sebutan
Bokondini adalah βBogotiniβ, yang terdiri atas 2 (dua) suku kata, yaitu Bogo dan Tini. Bogo diambil dari nama
Sungai Bogo, sedangkan Tini berarti suatu tempat datar/lembah. Jadi Bogotini (sekarang Bokondini) berarti
suatu tempat tanah datar atau sebuah lembah yang terletak di tepi Sungai Bogo.Lembah Bogo atau Bokondini
merupakan satu-satunya lembah tanah datar yang dimiliki oleh penduduk di daerah Bokondini. Selain Lembah
Bogo, terdapat dua lembah lain, yaitu Lembah Wunin dan Lembah Abena. Namun kedua lembah ini luasnya
lebih kecil dibanding luas Lembah Bogo dan letaknya tidak di tengah wilayah Bokondini.
Lembah Bogo ini terletak di tengah-tengah wilayah Bokondini, sehingga sangat strategis dan dimungkinkan
melakukan berbagai kegiatan kemasyarakatan di lembah ini. Adapun beberapa kegiatan yang dapat dilakukan
di atas tanah datar/lembah Bogo ini dari zaman purbakala hingga sekarang antara lain:
a. Tempat perkemahan pertama nenek moyang penduduk Bokondini. Menurut cerita turun-temurun, nenek
moyang penduduk Bokondini dari Laut Arafura masuk ke tanah Papua pegunungan Tengah melalui Sungai
Digul tiba di Lembah Balim, kemudian terakhir tiba di Lembah Bogo lalu berkemah dan menetap di sana hingga
turun-temurun;
b. Tempat dimulainya kebudayaan baru. Nenek moyang penduduk Bokondini, yang tadinya bermata pencaharian
sebagai nelayan di laut, setelah mereka tiba di Lembah Bogo mereka harus mulai menyesuaikan diri dengan
lingkungan baru, yaitu membuat kebun, membuat rumah/honai, membuat pagar, dan sebagainya. Singkat
Bab 8 - Hal 51
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
kata, kebudayaan nenek moyang sebagai nelayan/pelaut, setelah mereka tiba di Lembah Bogo, berubah
menjadi penduduk agraris/petani dan peternak;
c. Tempat pembagian hak ulayat/tanah adat. Dari Lembah Bokondinilah nenek moyang penduduk Bokondini
membagi-bagi tanah menurut suku dan marga. Suku Gem mendapat bagian tanah/hak ulayat di sebelah
Timurnya, suku Bok mendapat bagian tanah/hak ulayat di sebelah Utaranya, sedangkan suku Lani mendapat
bagian tanah/hak ulayat di sebelah Barat, Selatan, dan Tengahnya;
d. Tempat perdagangan. Karena letak Lembah Bokondini yang sangat strategis -- berada di tengah-tengah
daerah Bokondini--, maka secara otomatis tempat ini menjadi tempat perdagangan/pasar. Penduduk dari arah
Utara, Selatan, Timur, Barat, dan Tengah dapat berkumpul melakukan tukar-menukar, jual-beli hasil-hasil
pertanian/peternakan, dan barang-barang berharga lainnya di tempat ini;
e. Tempat digelarnya pesta rakyat/pesta adat. Pada saat tiba panen hasil pertanian, seperti buah merah, jagung,
kacang-kacangan, ubi, keladi, tebu, dan lainnya serta pemotongan babi masal/pesta bakar batu juga selalu
digelar di tempat ini;
f. Tempat pelaksanaan ritual/penyembahan berhala. Lembah Bokondini sebagai tempat perkemahan pertama
nenek moyang penduduk Bokondini, sekaligus tempat pemakaman nenek moyang tersebut, maka secara
otomatis penduduk Bokondini dari berbagai tempat datang melakukan ritual/sembahyang minta berkat
perlindungan kepada roh-roh nenek moyang di tempat ini. Dalam doa kepada roh nenek moyang, mereka
antara lain meminta: kesuburan tanah, supaya tanaman tidak diserang hama, supaya peternakan tidak
diserang wabah penyakit, supaya penduduk tidak diserang wabah penyakit/tidak diserang musuh, supaya
mendapat jodoh, supaya melahirkan anak dengan selamat; dan
g. Tempat digelarnya perang dan damai antarsuku/marga. Apabila terjadi bentrokan/benturan antara suku/antara
marga di wilayah Bokondini, yang dipicu oleh berbagai faktor seperti pencurian hasil ternak, pencurian hasil
bumi, perzinahan/perkosaan perempuan, masalah tanah adat, dan sebagainya, sehingga berakibat pecahnya
perang suku, maka kegiatan perang suku dilakukan di Lembah Bokondini dan setelah berakhir dan harus
berdamai, maka acara perdamaian pun dilakukan di tempat ini.
1.2.5.2. Status Kepemilikan Tanah
Ihwal status kepemilikan tanah, bagi masyarakat Distrik Bokondini, Kabupaten Tolikara, khususnya, dan
umumnya rakyat Provinsi Papua, tidak mengenal jual-beli atau sewa-menyewa tanah. Dalam kepercayaan
mereka, tanah adalah βmilik Tuhanβ. Sebagaimana milik Tuhan dan bukan milik manusia-, maka tanah tidak
selayaknya diperjualbelikan atau disewakan. Bila ada yang memperjual-belikan tanah milik Tuhan, maka dia
berdosa besar.
Berdasarkan hal itu, bila seseorang berminat hendak memanfaatkan tanah di Bokondini, baik untuk tempat
tinggal atau usaha, prosedurnya cukup menemui Ketua Adat atau Lembaga Masyarakat Adat (LMA). LMA
kemudian meminta pengelola tanah untuk menyediakan tanah sesuai kebutuhan. Prosesnya tidak berbelit-
belit, selama tujuan pemohon tanah adalah demi kemajuan/kebaikan masyarakat Bokondini sendiri.
Berdasarkan keterangan salah seorang βpengelolaβ tanah di Bokondini, bagi si pemohon penggunaan tanah
tidak dikenai biaya apa pun. Paling tidak, untuk ke depannya si pemohon tanah tersebut bisa terlibat dalam
kegiatan-kegiatan sosial di masyarakat. Dalam kepedulian sosial, mereka diperkenankan memberikan
sumbangan bila ada warga masyarakat lainnya yang terkena musibah. Dalam pemikiran masyarakat Bokondini,
oleh siapa pun pemanfaatan tanah, lokasinya tidak akan berpindah, tetap berada di Bokondini. Bila suatu
ketika ada yang berniat pindah kembali ke tempat lain, tanahnya tidak berpindah. Bahkan bangunannya dapat
menjadi aset masyarakat.
1.2.5.3. Pola Pemukiman Suku Lani
Masyarakat Lani di Papua, tidak mengenal konsep keluarga batih, yaitu bapak, ibu, dan anak, tinggal dalam
satu rumah. Mereka adalah masyarakat komunal. Jika rumah dipandang sebagai suatu kesatuan fisik yang
menampung aktivitas-aktivitas pribadi para penghuninya, dalam masyarakat Dani unit rumah tersebut adalah
sili.
Pada dasarnya sili/silimo merupakan kompleks tempat kediaman yang terdiri atas beberapa unit bangunan
(rumah/honai) beserta perangkat lainnya.
Suku Lani sering membangun rumah adat mereka sesuai dengan apa yang ada di daerahnya pada masa
lampau. Pada umumnya orang gunung di Provinsi Papua memiliki rumah adat yang sering disebut Honai.
Istilah honai sendiri berasal dari dua kata, yakni βHunβ yang berarti pria dewasa dan βAiβ yang berarti rumah.
Dari klasifikasinya, terdapat dua jenis honai, yakni honai bagi kaum laki-laki dan perempuan.
Gambar 3. 14 Rumah Honai Suku Lani
Sumber: Hasil Survey, 2013
Bahan yang biasanya digunakan untuk membuat honai, yaitu kayu besi (oopir), kayu buah besar, kayu batu
yang paling besar, kayu buah sedang, jagat (mbore/pinde), tali (kedle), alang-alang (wakngger), papan yang
dikupas (oo nggege nggagalek), papan las, dan lain-lain.
Orang Lani mempunyai tiga honai, yakni honai bagi kaum laki-laki, honai perempuan, dan honai yang
dikhususkan untuk memberi makan atau memelihara ternak seperti babi (wam dabukla). Jadi tidak benar jika
sejauh ini ada anggapan miring bahwa masyarakat asli di Pegunungan Tengah Papua biasanya tidur bersama
ternak babi di dalam honai mereka, sebab ada honai yang dibangun khusus untuk memelihara babi.
Honai memang memiliki nilai filosofis yang mendalam, sebab pada rumah tradisional inilah tempat generasi
awal masyarakat pegunungan tengah Papua dilahirkan dan dibesarkan. Honai juga menjadi tempat belajar
mengenai arti kehidupan dan hubungan timbal balik antara manusia dengan alam sekitar maupun dengan
Sang Pencipta. Jadi, keunikan honai patut dijaga agar tidak cepat tergerus perkembangan zaman. Namun yang
perlu diperhatikan, dalam rumah honai tradisional umumnya tidak memiliki cerobong (saluran) pembuangan
Bab 8 - Hal 52
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
asap hasil pembakaran. Inilah masalah terbesar penyebab gangguan kesehatan pernafasan pada masyarakat
lokal yang kini masih mempertahankan honai sebagai rumah tinggal.
Pemukiman suku Lani biasanya berupa satu unit kecil dari suatu kelompok klen. Satu unit ini terdiri atas empat
bentuk bangunan yang disesuaikan berdasarkan fungsinya. Keempat bentuk bangunan ini terdiri atas:
1 Rumah khusus bagi pria yang dinamakan kunume;
2 Rumah tinggal bagi wanita dinamakan ome; dan
3 Kandang babi sekaligus dapur disebut wam ome.
Kesatuan keluarga inti tidak tinggal bersama dalam satu rumah. Anak laki-laki berusia maksimal 10 tahun
masih tinggal bersama ibu dan saudara wanitanya. Sedangkan anak laki-laki di atas 10 tahun harus tinggal
bersama ayah dan saudara laki-laki lainnya dalam honai laki laki.
Bentuk perkampungan mereka biasanya persegi panjang dengan dikelilingi pagar setinggi 1-1,5 meter. Satu
kampung (otinime) merupakan perkampungan kelompok. Rumah laki-laki berada tepat di hadapan pintu
masuk perkampungan. Tujuannya untuk mengawasi keamanan atau mengamati gerak-gerik tamu yang
mencurigakan. Rumah perempuan selalu berada di sisi halaman rumah sebelah kiri. Sedangkan dapur yang
merangkap kandang babi terletak di belakang dengan pintu babi menghadap ke luar pagar. Posisi ini
dimaksudkan supaya babi piaraannya bisa bebas keluar masuk hutan tanpa memasuki halaman
perkampungan. Kebun petatas, buah merah, atau pisang berada di pemukiman atau pagar halaman.
Rumah adat suku Lani (honai) berbentuk bulat dengan tinggi bangunan dua meter, serta atapnya menyerupai
payung setinggi dua meteran dari lingkaran atas bangunan. Menurut pemahaman mereka, bentuk bulat utuh
dalam keadaan tertutup yang diwujudkan dalam bentuk rumah honai ini dimaksudkan sebagai simbol
hubungan satu kesatuan antara alam, lingkungan, masyarakat serta para leluhurnya. Baik rumah pria maupun
rumah wanita tidak ada sekat, yang ada hanya para buat menyimpan kayu bakar tepat di atas tungku
pembakaran. Tungku pembakaran pria hanya sebagai penghangat, sedangkan tungku rumah wanita selain
penghangat sekaligus untuk memasak.
Gambar 3. 15 Pola Permukiman Suku Lani di Tolikara
Sumber: Hasil Survey, 2013
Pola pemukiman suku Lani di Tolikara dengan Suku Dani yang mendiami sebagian Kabupaten Jayawijaya
berbeda, baik letak maupun istilah penamaannya. Sebagai gambaran, pemukiman Suku Dani dinamakan
usilimo yang di dalamnya terdapat honai laki laki (pilamo) dan sejumlah honai perempuan (ebeai) yang
disesuaikan dengan jumlah istri mereka. Dapur (hunila) berbentuk memanjang dan kandang babi (dabula).
Gambar 3. 16 Pola Permukiman Usilimo Suku Dani di Kabupaten Tolikara
Sumber: Hasil Survey, 2013
3.2.6. Fasilitas Umum Kawasan Perkotaan Bokondini
3.2.6.1. Pendidikan
Jumlah sarana pendidikan di Kabupaten Tolikara tahun 2010 mencapai 88 unit, yang terdiri dari 66 Sekolah
Dasar (SD), 17 Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan 4 Sekolah Menengah Atas (SMA), dan 1 Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK).
Pada kawasan Perkotaan Bokondini, jumlah sarana pendidikan dasar (SD) sebanyak 7 unit, terbagi atas 6
sekolah dasar negeri dan 1 sekolah dasar swasta. Sedangkan untuk sekolah lanjutan tingkat pertama terdapat
2 unit sekolah lanjut tingkat pertama, 253 murid dan 7 orang guru. Dan jumlah sekolah menengah umum hanya
terdapat 1 unit sekolah menengah umum, 89 murid dan 10 orang guru. Untuk sekolah menengah kejuruan
hanya terdapat di Distrik Kuari terdiri 10 unit sekolah menengah kejuruan dan 10 orang guru.
Kondisi sebaran sarana pendidikan di kawasan Perkotaan Bokondini dapat dilihat pada gambar 3.25.
Tabel 3. 31 Jumlah Sarana Pendidikan Dasar (SD) Negeri Dan Menurut Distrik Tahun 2011
No Distrik Jumlah Sekolah Dasar
Jumlah Negeri Swasta
1 Bokondini 2 1 3
2 Bokoneri
3 Bewani 3 0 3
4 Kaboneri 1 0 1
Kawasan Perkotaan Bokondini 6 1 7
Kabupaten Tolikara 61 5 66
Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011
Bab 8 - Hal 53
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Tabel 3. 32 Jumlah Sarana Pendidikan Dasar Menurut Distrik Tahun 2011
No Distrik
Jumlah
Sekolah
beroperasi Murid Guru
1 Bokondini 3 598 12
2 Bokoneri
3 Bewani 3 540 10
4 Kaboneri 1 217 3
Kawasan Perkotaan Bokondini 7 1.138 25
Kabupaten Tolikara 61 14.743 196
Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011
Tabel 3. 33 Jumlah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Menurut Distrik Tahun 2011
No Distrik Jumlah
Sekolah Murid Guru
1 Bokondini 2 253 7
2 Bokoneri
3 Bewani 0 0 0
4 Kaboneri 0 0 0
Kawasan Perkotaan Bokondini 2 253 7
Kabupaten Tolikara 18 2.535 50
Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011
Tabel 3. 34 Jumlah Sekolah Menengah Umum Menurut Distrik Tahun 2011
No Distrik Jumlah
Sekolah Murid Guru
1 Bokondini 1 89 10
2 Bokoneri
3 Bewani 0 - -
4 Kaboneri 0 0 0
Kawasan Perkotaan Bokondini 1 89 10
Kabupaten Tolikara 4 687 27
Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011
3.2.6.2. Kesehatan
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar suatu masyarakat. Oleh karena itu pelayanan kesehatan
yang memadai sangatlah diperlukan. Mengenai Pelayanan Kesehatan, Tolikara hanya mengandalkan
PUSKESMAS dan Balai Pengobatan Pemerintah saja karena tidak terdapat rumah sakit.
Pada kawasan Perkotaan Bokondini hanya terdapat 1 Puskesmas, 2 Puskesmas Pembantu dan 3 Balai
Pengobatan Pemerintah. Guna melayani beberapa daerah yang masih belum terjangkau tersedia juga
Puskesmas Keliling roda dua 1 unit. Disamping itu, kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan juga
dipengaruhi oleh banyaknya tenaga kesehatan yang tersedia. Di Tolikara, jumlah dokter yang tersedia hanya
orang yang terdiri dari 1 dokter spesialis, 16 dokter umum, dan 2 dokter gigi. Untuk penolong kelahiran, di
Tolikara juga terdapat 56 bidan.
Pada kawasan Perkotaan Bokondini untuk jumlah tenaga kesehatan yang ada yaitu 3 dokter umum, 1 dokter
gigi dan 8 bidan.
Tabel 3. 35 Jumlah Puskesmas, Puskesmas Pembantu Dan Balai Pengobatan Menurut Distrik Tahun 2011
No Distrik Puskesmas Puskesmas
Pembantu
Balai pengobatan
Pemerintah Swasta Gigi
1 Bokondini 1 0 1 0 0
2 Bokoneri
3 Bewani 0 1 1 0 0
4 Kaboneri 0 1 1 0 0
Kawasan Perkotaan
Bokondini
1 2 3 0 0
Kabupaten Tolikara 15 20 23 0 0
Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011
Tabel 3. 36 Jumlah Puskesmas Keliling Menurut Distrik Tahun 2011
No Distrik Puskesmas keliling
Jumlah Roda empat Roda dua
1 Bokondini 0 1 1
2 Bokoneri
3 Bewani 0 0 0
4 Kaboneri 0 0 0
Kawasan Perkotaan
Bokondini
0 1 1
Kabupaten Tolikara 2 5 7
Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011
Tabel 3. 37 Jumlah Tenaga Kesehatan Menurut Distrik Tahun 2011
No Distrik
Tenaga kesehatan
Dokter
Spesialis
Dokter
Umum
Dokter
Gigi
Perawat
Gigi Bidan
1 Bokondini 0 3 1 0 3
2 Bokoneri
3 Bewani 0 0 0 0 4
4 Kaboneri 0 0 0 0 1
Kawasan Perkotaan
Bokondini
0 3 1 0 8
Kabupaten Tolikara 1 16 2 1 56
Sumber : Tolikara Dalam Angka Tahun 2011
Bab 8 - Hal 54
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
3.2.6.3 Peribadatan
Sebagian besar masyarakat di kawasan Perkotaan Bokondini memeluk agama Kristen dan sebagian kecil
memeluk agama Islam. Dengan jumlah sarana peribadatan gereja 3 unit, 1 unit klasis dan 1 unit mesjid.
Hal ini dapat ditemukan dengan banyaknya jumlah peribadatan yang tersebar di kawasan Perkotaan
Bokondini. Adapun untuk jelas kondisi sebaran sarana peribadatan dapat dilihat pada gambar 3.26.
Bab 3 - Hal 55
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 3. 25 Sebaran Sarana Pendidikan Kawasan Perkotaan Bokondini
Bab 3 - Hal 56
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 3. 26 Sebaran Sarana Kesehatan Kawasan Perkotaan Bokondini
Bab 3 - Hal 57
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 3. 27 Sarana Peribadatan Kawasan Perkotaan Bokondini
Bab 3 - Hal 58
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
3.2.7. Kondisi Kepariwisataan
Kondisi kepariwisataan kota Bokondini, sebenarnya belum terbentuk bahkan belum memberi sumbangan
terhadap kinerja pembangunan didaerah Tolikara. Berdasarkan analisis dari produk domestik regional bruto
pada tahun 2000-2011, kontribusi sektor pariwisata belum ada. Tingkat hunian perhotelan bahkan kunjungan
wisman ke kabupaten Tolikara khususnya kawasan Perkotaan Bokondini masih nol.
Berdasarkan sejarahnya Bokondini merupakan kota kunci bagi pengembangan wilayah kepada distrik-distrik di
wilayah pegunungan tengah papua. Kota ini menjadi kota kunci untuk membuka akses informasi, budaya,
agama ke luar daerah, regional, dan internasional. Bokondini menjadi kota kunci persebaran injil dimasa
pemerintahan Belanda hingga tahun 1962. Kota Bokondini menjadi tempat utama (base camp) para misionaris
untuk menyebarkan injil di wilayah Pegunungan Papua.
Bukti fisik masih terlihatnya kota bokondini menjadi kota inijl adalah masih adanya kawasan klasis gereja milik
MAF (Mission Aviation Fellowship) yang terdiri atas bangunan rumah tinggal para pastor, dan pilot pesawat
MAF gereja dan tugu salib kristus yang bertuliskan Monumen Injil Masuk di Wilayah Bogoga Papua tanggal 1
Mei 1956 Oleh Pendeta Bert Power dkk.
Gambar 3. 17 Kondisi di sekitar Kawasan Klasis Bogoga
Sumber: Hasil Survei , 2013
Berdasarkan hasil catatan pembicaraan dengan pengelola kawasan klasis sekaligus sebagai direktur sekolah
Ob Anggen Bapak Scotty Willy, aktifitas yang masih berlangsung adalah konferensi-konferensi gereja klasis
Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) yang sering dilakukan di Bokondini. Kawasan klasis sendiri terdiri atas bangunan
tempat tinggal para pastoral, penginapan dengan kapasitas 100 orang lengkap dengan air panas, elektrik dan
internet serta sekolah dasar internasional bagi anak-anak unggulan di Kota Bokondini.
Sejarah terbentuknya kota Bokondini, seperti yang telah dijelaskan diatas telah memiliki nilai pariwisata dan
nilai religious. Nilai-nilai yang dibuktikan dengan peningggalan fisik dan aktifitas yang masih ada dapat dijadikan
potensi pariwisata religious bagi Kota Bokondini. Kawasan klasis yang memiliki pengaruh dalam pembangunan
kawasan perkotaan dapat dijadikan indikator penggerak perekonomian dari sisi kepariwisataan. Namun
dukungan dari peranan pemerintah perlu dilakukan untuk menambah nilai lainnya seperti kepariwisataan alam
dan perkebunan.
Gambar 3. 18 Kondisi Objek Daya Tarik Potensi Wisata Bokondini
Sumber: Hasil Survei , 2013
Berikut ini disampaikan tabel indikasi potensi eksisting objek wisata di Kawasan perkotaan Bokondini.
Tabel 3. 38. Data Potensi Objek Wisata di Kawasan Perkotaan Bokondini
No Nama Objek Kawasan
1 Salib Injil Masuk Klasis
2 Gereja Klasis Klasis
3 Lapangan upacara adat Luar Klasis
4 Sekolah dasar internasional Klasis
5 Perkebunan nenas Luar Klasis
6 Perkebunan buah merah/kuning Luar klasis Sumber : Hasil Pengamatan di lapangan tahun 2013
3.2.8. Prasarana Perkotaan dan Lingkungan Kawasan
3.2.8.1. Prasarana Jaringan Jalan dan Jembatan
A. Jaringan Jalan
Jaringan jalan didalam kawasan perkotaan Bokondini terdiri atas jaringan jalan kolektor primer (K3), kolektor
sekunder (K4), Jaringan jalan lokal sekunder, dan jalan setapak. Berdasarkan hasil survei lapangan jaringan
Bab 8 - Hal 59
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
jalan kolektor primer yang ada didalam kawasan pusat perkotaan bokondini berdimensi 7 m dengan drainase
terbuka tanah di kiri dan kanan jalan. Sedangkan jaringan jalan kolektor sekunder yang dimulai dari pintu
masuk menuju pusat perkotaan bokondini berdimensi 6 m tanpa drainase di kiri dan kanan jalan. Semua
jaringan jalan di dalam kawasan perkotaan bokondini masih menggunakan perkerasan tanah, dan pada musim
hujan cenderung berlumpur.
Kondisi jalan menuju kawasan perkotaan Bokondini, yakni pusat kota sangat buruk. Ini diakibatkan tidak
adanya jaringan drainase pada kiri dan kanan jalan yang mengakibatkan tanah aliran air baik itu dari mata air
permukaan mengaliri jalan dan membuat jalan semakin berlumpur ketika dimasuki oleh kendaraan umum.
Gambar 3. 19 Kondisi Jaringan Jalan Menuju Kawasan Perkotaan Bokondini
Sumber: Hasil Survei , 2013
Tabel 3. 39 Kondisi Jalan di Dalam Kawasan Prioritas
No Fungsi Panjang
(m) BWP Drainase
Dimensi (m)
Kondisi Jenis
perkerasan
1 Jalan Kolektor Primer
875,2 I Ada, Ki-Ka 8,6 Baik tanah
2 Jalan Kolektor Sekunder
7.682 I Tidak ada 6 Rusak berat
tanah
3 Lokal sekunder 32.834,14 BWP I, II, III, IV
Tidak ada 2,8 Tanah tanah
4 Setapak 21.342,86 BWP I, II, III Tidak ada 1,5 Rusak berat
tanah
5 Lingkungan Klasis 349,5 BPW I ada 1,2 - 1,5 baik bebatuan Sumber : Survei Lapangan Tahun 2013
Kondisi jalan di Kawasan Perkotaan Bokondini dapat dilihat pada peta 3.28.
Bab 3 - Hal 60
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 3. 28 Jaringan Jalan Eksisting Kawasan Perkotaan Bokondini
Bab 3 - Hal 61
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
B. Jembatan
Berdasarkan hasil kunjungan lapangan yang dilakukan, terdapat jembatan didalam kawasan perkotaan yang
digunakan untuk menghubungkan jaringan darat agar dapat masuk ke kawasan perkotaan Bokondini.
Jembatan-jembatan tersebut terdapat di BWP I dan BWP II, sedangkan aksesibilitas ditempat lainnya tidak
memiliki jembatan sehingga harus ditembus dengan kendaraan yang mampu menembus sungai.
Kondisi jalan dan jembatan disaat musim hujan
Kontruksi jembatan berupa kayu
Putusnya jembatan kayu menuju Bokondini,
harus melintasi sungai
Kondisi konstruksi jembatan kayu menuju
kampung Malala dan Kanairo
Gambar 3. 20 Kondisi Jembatan Kawasan Perkotaan Bokondini
Sumber: Hasil Survei , 2013
Tabel Sebaran Jembatan di Kawasan Perkotaan Bokondini
No Jembatan Eksisting Kontruksi Dimensi Sungai (L)
1 Jembatan No 3 Kayu 52
2 Jembatan No 5 Kayu 12
3 Jembatan No 7 Belum ada 47 Sumber : Survei Lapangan Tahun 2013
Bab 3 - Hal 62
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 3. 29 Sebaran Jembatan Eksisting di Kawasan Perkotaan Bokondini
Bab 3 - Hal 63
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
3.2.8.2. Prasarana Energi dan Kelistrikan
Prasarana Energi di Kawasan Perkotaan Bokondini masih belum tertata dengan baik, masih mengandalkan
pola distribusi konvensional. Berdasarkan survei yang dilakukan konsultan dilapangan, dikawasan perkotaan
Bokondini tidak terdapat SPBU PT. Pertamina untuk melayani penjualan BBM. Untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari, penduduk dikawasan perkotaan Bokondini membeli BBM di Wamena dan menjualnya secara
eceran di warung-warung yang ada. Untuk kebutuhan memasak mayoritas masyarakat dikawasan perkotaan
Bokondini masih mengandalkan kayu bakar yang banyak tersedia serta kompor minyak tanah. Untuk
penggunaan Gas sebagai bahan bakar masih belum ditemui selama survei.
Penjualan Bensin/Premium Eceran
Penjualan Bensin/Premium Eceran
Penggunaan Kayu bakar Sebagai Bahan Bakar
Memasak
Penggunaan Kayu bakar Sebagai Bahan Bakar
Memasak
Gambar 3. 21 Penjualan BBM Eceran
Sumber : Hasil Survei, Tahun 2013
Untuk memenuhi kebutuhan energi di kawasan perkotaan Bokondini, penggunaan sumber energi nabati
(bioenergi) merupakan pilihan yang paling tepat, mengingat kondisi lahan yang mendukung serta sebagian
besar penduduknya bertumpu pada sektor pertanian. Pengembangan bioenergi ini, disamping dalam rangka
diversifikasi energi untuk mengatasi krisis sumber energi, juga untuk menunjang upaya diversifikasi
pengelolaan hasil pertanian.
Tiga jenis bioenergi terbarukan (renewable) yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang dapat dikembangkan
antara lain :
1) bioetanol yang dibuat dari bahan-bahan bergula seperti singkong, tetes tebu, nira sorgum, ganyong, ubi jalar,
digunakan untuk menyubstitusi bensin
2) biodiesel yang dibuat dari minyak nabati seperti jarak pagar, kelapa sawit, kapuk, dan sejumlah tanaman lain,
digunakan sebagai pengganti solar, dan
3) biogas yang memanfaatkan sampah dan kotoran hewan, digunakan untuk menyubstitusi minyak tanah dan
elpiji yang banyak dikembangkan dalam skala rumah tangga.
Dari ketiga jenis bioenergi tersebut bioetanol dan biodiesel berpotensi untuk dapat dikembangkan dalam skala
besar jika bahan bakunya dapat dibudidayakan secara luas dan kontinyu. Kedua jenis bioenergi ini ramah
lingkungan.Penggunaan bahan bakar nabati untuk mesin diesel sebenarnya bukan hal yang baru, hanya
dikhawatirkan akan bersaing dalam memenuhi kebutuhan pangan.
Prasarana kelistrikan di kawasan perkotaan Bokondini tidak terkoneksi dengan jaringan kelistrikan di Pusat
Kota Kabupaten yakni Kota Karubaga, maupun sistem kelistrikan Kota Wamena. Berdasarkan hasil
pengamatan survei dilapangan, jaringan kelistrikan di Kota Bokondini dulunya mengandalkan turbin atau
pembangkit listrik tenaga mikro hidro milik MAF (Mission Aviation Fellowship) sebesar 15 Kva dan PLTM milik
pemerintah daerah sebesar 17 Kva. Namun dilakukan survei ke lokasi, pembangkit dari MAF (Mission Aviation
Fellowship) sudah rusak parah dan tidak digunakan lagi. Namun untuk kawasan klasis/Gereja sendiri
menggunakan PLMTH sendiri sebesar 15 Kva untuk seluruh kawasannya. Otomatis seluruh kota belum teraliri
listrik kembali. Gambar dibawah memperlihatkan turbin milik MAF yang rusak dan rumah pembangkit yang
mulai rusak.
Kondisi Rumah Pembangkit yang terbengkalai dan mulai
rusak.
Mesin Generator PLMTH yang mengalami kerusakan,
sehingga masyarakat tidak dapat menikmati aliran listrik.
Gambar 3. 22 Kondisi Rumah Pembangkit
Sumber: Hasil Survei, tahun 2013
Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat lokal dan tokoh masyarakat, beberapa permasalahan yang
dihadapi dalam pengelolaan energi di kawasan perkotaan Bokondini adalah :
1) Tidak tersedianya tenaga yang mengerti soal mesin turbin.
2) Kurangnya pelatihan bagi tenaga perawat mesin turbin.
Bab 8 - Hal 64
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
3) Belum ada manajemen pengelolaan termasuk biaya retribusi masyarakat dan upah bagi tenaga perawat mesin.
4) Subsidi pemerintah yang sudah semakin berkurang bahkan tidak ada lagi.
Gambar 3. 23. Ilustrasi Layout Sistem PLTMH
Sumber : www. google.co.id
Tabel 3. 40 Sebaran dan Kondisi Jaringan Kelistrikan di Kawasan Perkotaan Bokondini
No Jaringan
kelistrikan Lokasi Milik Volume Kondisi Ket
1 PLTMH 1 Sungai Bokondini
Klasis/MAF 15 KVa Rusak Jaringan kabel masih ada, Perlu UPT
2 PLTMH 2 Sungai Bokondini
Pemda 17 Kva Rusak parah/hilang
Jaringan kabel masih ada Perlu UPT
3 PLTMH 3 Sungai Bokondini
Klasis/MAF 15 KVa Baik Perlu UPT
4 PLTS Tersebar Individual/ honai
75-85 Wp Baik individual
Sumber : Survei Lapangan Tahun 2013
Sistem kelistrikan lain yang masih digunakan di kawasan perkotaan Bokondini adalah sistem jaringan
kelistrikan mandiri berupa tenaga matahari yang tersebar di BWP II, III, dan IV. Penggunaan tenaga matahari
ini banyak dimanfaatkan secara individual terutama di honai-honai.
Pemilik Honai di Bokondini yang telah mendapat bantuan
PLTS Individual
Pemilik Rumah di Bokondini yang telah mendapat bantuan
PLTS Individual
Gambar 3. 24 Penggunaan PLTS Individual
Sumber : Survei Lapangan Tahun 2013
Untuk memenuhi kebutuhan listrik di kawasan perkotaan Bokondini dapat memanfaatkan potensi sungai yang
ada dengan menggunakan Pembangit Listrik Tenaga Air dengan skala Pico, Micro dan Mini. Pembangunan
Pembangit Listrik Tenaga Air dapat dilakukan dengan pendekatan komunal dan jika jaringan listrik sudah
tersedia dapat dikoneksikan kedalam jaringan listrik yang sudah ada.
3.2.8.3. Prasarana Telekomunikasi
Kabupaten Tolikara hanya mengandalkan sarana telekomunikasi nirkabel (wireless) sebagai alat komunikasi
penduduk. Berdasarkan data buku Statistik Potensi Desa Prov Papua 2011, di tahun 2010 keberadaan Base
Transceiver Station (BTS) Telkomsel di Kabupaten Tolikara hanya ada di 5 desa dari total 507 desa. Coverage
sinyal dari 5 BTS tersebut bisa ditangkap dengan kuat di 91 desa namun lemah di 49 desa. Adapun ketersediaan
sarana komunikasi lainnya di Kabupaten Tolikara adalah 2 telepon umum koin/kartu, 2 wartel, dan 1 pos
keliling.
Tabel 3. 41. Sarana Telekomunikasi Di Kabupaten Tolikara
No Jenis Sarana
Telekomunikasi Jumlah (Desa) Keterangan
1 Telepon Umum Koin/Kartu
2 Tahun 2010
2 Wartel 2 Tahun 2010
3 Pos Keliling 1 Tahun 2010
4 BTS 5 Tahun 2010 Sumber: Statistik Potensi Desa Prov. Papua 2011
Tabel 3. 42 Pelayanan Sinyal Telekomunikasi dari BTS Telkomsel Di Kabupaten Tolikara
No Distrik Keterangan
1 Distrik Karubaga Sinyal kuat
Bab 8 - Hal 65
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
No Distrik Keterangan
2 Distrik Gilubandu Sinyal lemah
3 Distrik Geya Sinyal lemah
4 Distrik Nabunage Sinyal lemah
5 Distrik Nelawi Sinyal lemah
6 Distrik Kembu Sinyal lemah
7 Distrik Kubu Sinyal lemah
8 Distrik Konda Sinyal lemah
9 Distrik Numba Sinyal lemah
10 Distrik Timori Sinyal lemah Sumber: Statistik Daerah Kab. Tolikara 2010
Berdasarkan hasil survei pengamatan di lapangan, kawasan perkotaan Bokondini belum terlayani oleh sistem
jaringan telekomunikasi yang baik. Berdasarkan temuan dilapangan kebutuhan masyakarat kawasan
perkotaan Bokondini masih mengandalkan sistem jaringa radio antar penduduk yang dimiliki oleh Bapak
Scotty Willy (Direktur Sekolah OB Anggen/Klasis). Banyak masyakat kota Bokondini yang meminta bantuan
melalui sistem radio ini meminta pertolongan ke Wamena untuk kebutuhan pelayanan mendesak seperti
masalah kesehatan yang dialami oleh masyarakat.
Sistem radio Komunikasi Radio Antar Penduduk adalah komunikasi radio yang pada awalnya menggunakan
band frekuensi 26.968 - 27.405 MHz yang di negara asalnya Amerika Serikat terkenal dengan nama Citizen Band
Radio (CB). Sejak tahun 1958, di Amerika, secara resmi radio CB telah dilegalisir penggunaannya sebagai alat
komunikasi radio antar penduduk, sebagai organisasi pengelolanya adalah Federal Communication Commission
(FCC) yang bertugas mengendalikan dan membina serta membina para penggemarnya yang semakin banyak.
Mulai era tahun 70-an penggunaan CB merambah bumi Nusantara, Indonesia dan terus berkembang walaupun
penggunaannya masih belum terkendali karena belum ada ketentuan yang mengaturnya.
Perangkat radio antar penduduk (Citizen Band Radio)
Perangkat antenna yang berada diluar rumah/bangunan
Gambar 3. 25. Ilustrasi Penggunaan Radio Antar Penduduk
Sumber : www. google.com dan Survei Lapangan Tahun 2013
Tabel 3. 43. Tabel Jaringan Telekomunikasi
No Jaringan Telekomunikasi Milik
1 Radio Antar Penduduk (CB) Klasis/Scotty Willy
2 BTS (Telkom, dll) Tidak ada
3 Jaringan internet nirkabel Klasis/Scotty Willy Sumber : Survei Lapangan Tahun 2013
Kondisi jaringan telekomunikasi di Kawasan Perkotaan Bokondini dapat dilihat pada peta 3.30.
Bab 3 - Hal 66
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 3. 30 Jaringan Telekomunikasi Kawasan Perkotaan Bokondini
Bab 3 - Hal 67
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
3.2.8.4. Prasarana Drainase
Sistem prasarana drainase didalam kawasan perkotaan Bokondini, berdasarkan hasil survei yang dilakukan
oleh konsultan sudah terdapat jaringan didalam pusat kota Bokondini. Pada jaringan jalan utama kota
(Kolektor Primer K3) dimensi jaringan drainase hingga 1 meter dengan tinggi 80 cm, namun kontruksinya tidak
menggunakan beton maupun paving drainase. Drainase yang ada di jalan K4 (Kolektor Sekunder) hanya
berupa saluran tanah dan terbuka. Sedangkan untuk sistem jaringan di jalan lokal rata-rata berdimensi 40 cm
dengan tinggi 60-80 cm berupa saluran tanah terbuka. Sedangkan di jalan lingkungan di kawasan klasis
cenderung berkondisi baik dengan dimensi 30 x 15 cm. Untuk dikawasan permukiman (dalam lingkungan) di
beberapa saluran drainase di pasar dan dibelakang puskesmas berkondisi buruk, dimana drainase tidak
berfungsi dengan baik.
Jaringan drainase di kiri dan kanan jalan tanpa konstruksi
dan terbuka dengan dimensi (l) 1 m
Jaringan drainase di kiri jalan menuju permukiman
Klasis/MAF. Dimensi 80 cm dan terbuka.
Gambar 3. 26 Kondisi Jaringan Drainase di Jalan Utama (Kolektor Primer & Sekunder)
Sumber : Hasil Survey, Tahun 2013
Tidak adanya jaringan drainase yang baik didalam kawasan
permukiman menimbulkan genangan dan menyulitkan masyarakt berjalan di lingkungan permukiman
Kondisi jalan lingkungan yang tidak dilengkapi dengan
jaringan drainase sehingga berdampak timbulnya genangan di jalan dan merusak perkerasan jalan yang ada.
Gambar 3. 27 Kondisi Jaringan Drainase di Jalan Lingkungan (Kondisi Buruk)
Sumber : Hasil Survey, Tahun 2013
Gambar 3. 28 Penampang Drainase Eksistingi Jalan Utama
Kondisi jaringan drainase terbuka yang ada di dalam
kawasan klasis dirawat dengan baik.
Kondisi jaringan drainase terbuka dengan dimensi 40 cm didalam komplek perumahan klasis/MAF dirawat dengan
baik.
Gambar 3. 29 Kondisi Jaringan Drainase di Lingkungan Klasis
Sumber : Hasil Survey, Tahun 2013
Tabel 3. 44 Tabel Kondisi Jaringan Drainase di Kawasan Perkotaan Bokondini
No Jaringan jalan Jenis saluran Dimensi (cm) Kondisi drainase
1 Utama Kota (Kolektor Sekunder/K3)
Saluran terbuka tanah
100 x 80 Baik
2 Lokal sekunder Saluran terbuka tanah
40 x 20 Kurang baik
3 Lingkungan klasis Saluran terbuka tanah
30 x 15 Baik
4 Lingkungan perumahan Saluran terbuka tanah
30 x 15 Kurang baik/Buruk
Sumber : Survei Lapangan Tahun 2013
80 cm
80 cm
Bab 3 - Hal 68
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
3.2.8.5. Jaringan Air Bersih
Prasarana perkotaan jaringan air bersih di kawasan pusat kota Bokondini terdiri atas 3 sumber, yakni dari
sungai yang ditampung oleh masyarakat dan MAF lalu mengalirkannya kedalam kota dengan menggunakan
pipa distribusi. Berdasarkan hasil survei pengamatan di lapangan, belum semua rumah terlayani air bersih
melalui pipa distribusi tersier. Artinya pipa distribusi masih dialirkan kepada Bak Air Komunal yang kemudian
masyarakat dapat mengambil sesuai keperluannya.
Sumber yang kedua yakni melalui pemanfaatan bak penampung air hujan. Beberapa pemilik rumah di kawasan
perkotaan yang memiliki tingkat perekonomian yang relatif baik juga menggunakan bak penampung air hujan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat, tingkat curah hujan di Bokondini juga relatif lebih banyak.
Untuk itu sumber air bersih dari hujan juga dimanfaatkan oleh warga.
Sumber air yang ketiga adalah pemanfaatan mata air yang berada pada jalan-jalan lokal terutama kawasan
perkotaan yang berada di BWP II, III dan IV. Pemanfaatan mata air menjadi solusi dari masyarakat karena selain
mata airnya yang tidak pernah kering/mengalir, mata air ini juga dijaga baik oleh masyarakat.
Jaringan pipa air bersih dari generator PLTMH
Yang dialirkan ke permukiman warga di distrik Bokondini
Tangki penampungan air hujan
Kapasitas hingga 1000 lt
Kondisi mata air (air permukaan) yang
Berada di perkampungan distrik
Bak Retensi yang dimanfaatkan sebagai Sumber air PLTM dan air bersih warga
Gambar 3. 30 Kondisi Jaringan Perpipaan, Tangki Penampung Air Hujan, dan Sumber Air
Sumber : Hasil survei, Tahun 2013
Tabel 3. 45 Kondisi Jaringan Air Bersih di Kawasan Perkotaan Bokondini
No Kawasan Sistem Jaringan Kondisi
1 Kawasan pusat kota bokondini
Perpipaan, gravitasi dan bak penampung
Rusak
2 Kawasan klasis Perpipaan Baik
3 Kawasan permukiman pusat kota
tidak teraliri Kurang baik
4 BWP II (Bewani) Mata air, bak penampung Baik
5 BWP III (Bokoneri) Mata air Baik
6 BWP IV (Kaboneri) Mata air Baik Sumber : Survei Lapangan, Tahun 2013
3.2.8.6. Limbah dan persampahan
Kondisi jaringan limbah dan persampahan di kawasan perkotaan bokondini terdiri atas limbah padat individual
dan penanganan limbah puskesmas. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan untuk penanganan limbah
puskesmas di Kawasan perkotaan Bokondini telah menggunakan mini insenerator, yaitu pembakaran hingga
menjadi abu. Sedangkan untuk sampah domestik seperti kertas dan plastik dilakukan dengan metoda
pengumpulan di belakang pekarangan dan dibakar hingga habis. Metode pengumpulan dan pembakaran ini
banyak di lakukan oleh masyarakat di kawasan pusat perkotaan Bokondini.
Tabel 3. 46. Jenis Penanganan Persampahan di Kawasan Perkotaan Bokondini
No Kawasan Jenis Penanganan Sampah
Metoda
1 Pusat Perkotaan Individual Pengumpulan dan dibakar
2 BWP II (Bewani) Individual Pengumpulan dan dibakar
3 BWP III (Bokoneri)
Individual Pengumpulan dan dibakar
4 BWP IV (Kaboneri)
Individual Pengumpulan dan dibakar
5 Puskesmas Insenerator Pemilahan dan pembakaran Sumber : Survei Lapangan Tahun 2013
Untuk penanganan limbah padat, masyakarat kawasan pusat perkotaan bokondini telah mengenal
pengelolaan model individual. Dimana tiap rumah memiliki ruang MCK (mandi, cuci dan kakus). Namun belum
semua masyarakat di kawasan perkotaan seperti di Bewani, Kaboneri dan Bokoneri mengenal konsep
pengelolaan model individual MCK. Rata-rata masyarakat yang masih tinggal di honai belum mengenal konsep
ini dan cenderung membuang limbah/padat (membuang hajat) di kebun dan di hutan.
Bab 8 - Hal 69
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Incenerator Mini yang
Digunakan oleh puskesmas Bokondini
Ilustrasi teknis desain bak limbah padat yang digunakan masyarakat Bokondini
Gambar 3. 31. Kondisi Insenerator Puskesmas dan Ilustrasi Bak Limbah Padat
Sumber : Hasil Survey, Tahun 2013 dan www.google.com
Tabel 3. 47. Jenis Penanganan Limbah di Kawasan Perkotaan Bokondini
No Kawasan Jenis Penanganan
Limbah Keterangan
1 Pusat Perkotaan MCK Tiap rumah (tipe rumah sehat)
2 Kawasan klasis MCK Tiap rumah
3 BWP II (Bewani) Belum terlayani -
4 BWP III (Bokoneri) Belum terlayani -
5 BWP IV (Kaboneri) Belum terlayani - Sumber : Survei Lapangan Tahun 2013
3.2.9. Sistem Transportasi Kawasan Perkotaan
3.2.9.1 Sistem Transportasi Regional
A. Sistem Transportasi Darat
Sistem transportasi perkotaan di kawasan Bokondini terdiri atas transportasi darat dan udara. Untuk sistem
transprotasi darat, kawasan perkotaan Bokondini dilayani oleh kendaraan jenis 4 WD (Wheel Drive) seperti
Turbo Storm Mitsubishi maupun jenis Toyota, kendaraan ini memiliki rute Bokondini β Kelila β Wamena (pp)
dengan frekuensi sebanyak 1-2 kali dalam sehari dan sangat bergantung kepada kondisi cuaca di lokasi. Rata-
rata kendaraan yang menuju ke wamena dari Bokondini berjumlah 2-5 unit kendaraan dengan kapasitas angkut
(duduk) 4 (empat penumpang) dan kapasitas bagasi hingga 300 kg dibagian belakang. Tarif angkutan ini
adalah Rp 150.000,- untuk penumpang duduk di dalam dan Rp. 100.000,- untuk penumpang duduk di belakang.
Perjalanan Wamena-Bokondini dapat ditempuh kurang lebih tiga jam.
Adapun jaringan jalan yang mendukung sarana transportasi ini adalah jaringan jalan dengan fungsi sebagai
kolektor sekunder. Sedangkan terminal didalam kawasan sendiri belum ada, dan masih menggunakan tempat
umum milik masyarakat atau disebut pangkalan mobil.
Jenis kendaraan yang melayani masyarakat
masuk/keluar dari kawasan perkotaan Bokondini
Pangkalan terminal kendaraan yang mengangkut masyarakat dan komoditas dari Bokondini ke Kelila dan juga ke Wamena
Masyarakat petani Bokondini yang sedang berkumpul
menantikan angkutan umum
Jenis kendaraan yang melayani angkutan barang dan orang
dari dan ke Bokondini
Gambar 3. 32 Kondisi Pangkalan Kendaraan Umum Kawasan Perkotaan Bokondini
Sumber : Hasil Survey, Tahun 2013
Tabel 3. 48. Rute Kendaraan, Frekuensi dan Biaya Perjalanan Angkutan Darat Bokondini-Wamena
No Rute Kendaraan Biaya Perjalanan Frekuensi
1 Bokondini - Wamena Mitsubishi Turbo 4WD Rp. 100.000.00 (p) 1-2 kali sehari
2 Bokondini - Wamena Toyota Turbo 4WD Rp. 100.000.00 (p) 1-2 kali sehari Sumber: Wawancara di lapangan tahun 2013
B. Sistem Transportasi Udara
Bab 8 - Hal 70
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Pada sistem transportasi udara, kawasan perkotaan Bokondini telah memiliki satu landasan udara pacu
dengan kode IATA/ICAO : BUI/WAJB. Menurut Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Udara Republik
Indonesia, kategori Bandar udara Bokondini masuk dalam kategori bandara domestic, kelas IV yang dikelola
oleh UPT (Unit Pengelola Teknis) Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Bandar udara Bokondini memiliki
panjang runway 800 meter dengan tipe perkerasan landasan pacu aspal.
Pada dasarnya pelayanan transportasi udara di kawasan perkotaan Bokondini terbagi menjadi dua, yaitu
penerbangan perintis dan penerbangan sewa. Penerbangan perintis adalah penerbangan non komersial yang
disediakan oleh pemerintah yang menghubungkan bandar udara bukan pusat penyebaran (BPP) dengan
bandar udara bukan pusat penyebaran (BPP) yang terletak pada daerah terisolasi/tertinggal. Penerbangan
perintis yang melayani Wamena-Bokondini dilayani oleh Merpati Nasional Airlines dengan masing-masing
pelayanan adalah dua kali seminggu, yaitu Rabu dan Kamis. Biaya perjalanan dari Bandar Udara Bokondini β
Bandar Udara Wamena adalah Rp. 200.000,00.
Sedangkan penerbangan sewa atau charter adalah penerbangan yang melayani kebutuhan perorangan atau
instansi/perusahaan tertentu yang membutuhkan perjalanan udara ke lokasi tertentu yang sulit dicapai dengan
jalan darat. Perusahaan yang melayani penerbangan sewa ini di antaranya adalah Susi Air, AMA, MAP, dan
Trigana. Selain itu terdapat pula maskapai penerbangan MAF biasanya melayani pesanan khusus untuk
penerbangan komersialnya. Tugas utama dari MAF sendiri dalam organisasinya adalah untuk pelayanan
pengkabaran injil di daerah-daerah yang terpencil termasuk Bokondini.
Runway Bandar Udara Bokondini dengan panjang 800 m. direncanakan akan diperpanjang hingga mencapai 1200 m sehingga jenis pesawat berbadan besar dapat mendarat
untuk meningkatkan perekonomian masyarakat Bokondini/Tolikara
Maskapai yang melayani penerbangan Bokondini β
Wamena
Kantor dan Terminal Bandar Udara Bokondini
Ruang Tunggu Penumpang yang berada di dalam Kantor
dan Terminal Penumpang Bandar Udara Bokondini
Kondisi Bandar Udara dan Sekitarnya Tampak dari Udara
Maskapai Susi Air yang melayani penerbangan dari
Wamena - Bokondini
Gambar 3. 33 Kondisi Bandar Udara dan Maskapai di Bokondini
Sumber : Hasil Survey, Tahun 2013
Tabel 3. 49. Rute Penerbangan, Frekuensi dan Biaya Perjalanan Bokondini-Wamena
No Rute Maskapai Ongkos Frekuensi
1 Bokondini - Wamena SusiAir Rp. 200.000.00 (p) Kamis dan Jumat
2 Bokondini - Wamena MAF Charter Charter Sumber : Hasil survei 2013
3.2.9.2 Sistem Transportasi didalam Kawasan Perkotaan
Walaupun kawasan Bokondini telah memiliki sistem transportasi regional, untuk didalam kawasan
perkotaannya sendiri belum terbentuk termasuk sistem transportasi darat dari pusat kota bokondini menuju
pusat kawasan Bewani, Bokoneri, dan Kaboneri. Selain faktor jaringan jalan yang belum terhubung baik itu
jalan darat dan jembatannya, jaringan yang menghubungkan antar pusat pelayanan kawasan belum terbentuk
dengan baik. Untuk itu didalam perencanaan kawasan perkotaannya akan disusun program dan kegiatan yang
Bab 8 - Hal 71
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
bertujuan untuk membentuk jaringan didalam kawasan perkotaan Bokondini ( 4 BWP), agar terjadi interaksi
yang kuat baik didalam struktur ekonomi maupun sosial budaya.
Jaringan jalan di suatu wilayah dapat merupakan jalan yang menghubungkan antar kawasan dengan pola
perjalanan sebagai berikut:
1) Perjalanan di dalam wilayah (Internal - internal).
2) Perjalanan dari dalam wilayah ke luar wilayah (internal - eksternal)
3) Perjalanan dari luar ke dalam wilayah (eksternal - internal)
4) Perjalanan melalui wilayah, dari luar ke luar wilayah melalui akses yang berbeda (eksternal - eksternal)
Tabel 3. 50 Contoh Pola Perjalanan Untuk Perkotaan Agro Bokondini
1 2
Perjalanan didalam satu wilayah dari kawasan A ke B (Internal - internal).
Perjalanan didalam Kawasan Perkotaan Agro Bokondini sendiri, seperti: Pusat Perkotaan Bokondini β Kaboneri, Bewani β Bokondini, dll.
Perjalanan dari dalam wilayah ke luar wilayah dari Kawasan A ke C (internal - eksternal)
Perjalanan dari dalam Kawasan Perkotaan Agro Bokondini keluar Kawasan, seperti Pusat Perkotaan Bokondini β Wamena.
3 4
Perjalanan dari luar wilayah ke dalam wilayah dari Kawasan A ke B (eksternal - internal)
Perjalanan dari luar Kawasan Perkotaan Agro Bokondini ke dalam Kawasan, seperti Wamena β Kaboneri atau Wamena β Bokondini.
Perjalanan dari luar ke luar wilayah melalui akses yang berbeda dari Kawasan C ke D (eksternal - eksternal)
Perjalanan melalui Kawasan Perkotaan Agro Bokondini dari luar Kawasan ke luar Kawasan, seperti dari Wamena β Bokondini β Wamena kembali.
Sumber: Analisis Konsultan tahun 2013
Bab 3 - Hal 72
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Gambar 3. 34 Peta Pola Perjalanan didalam Kawasan Perkotaan Bokondini
Pola Perjalanan Internal-internal Internal β Eksternal Eksternal β internal Eksternal-eksternal
Peta Pola Perjalanan
Bab 3 - Hal 73
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Gambar 3. 35. Potensi Sistem Jaringan Transportasi Eksisting dalam Kawasan Perkotaan Bokondini
Sumber : Hasil Analisis
Sumber : Hasil Olahan Konsultan, Tahun 2013
3.2.10. Kondisi Sektor Pertanian
Deliniasi rencana pengembangan Kawasan Perkotaan Bokondini seluas 100,65 km2 yang meliputi 4 (empat)
distrik, yaitu Distrik Bokondini seluas 20,95 km2 (20,81%), Distrik Bewani seluas 21,92 km2 (21,78%), Distrik
Bokoneri seluas 42,18 km2 (41,91%) dan Distrik Kamboneri seluas 15,60 km2 (15,5%). Secara umum, kondisi
Kawasan Perkotaan Bokondini relatif lebih maju dibanding dengan distrik-distrik lainnya di Kabupaten Tolikara.
Sebagian besar kegiatan penduduknya berpencaharian sebagai petani.
Kegiatan usaha tani yang dilakukan penduduk meliputi pertanian tanaman pangan, hortikultura, peternakan
dan perikanan. Sistem usaha tani yang dilakukan masih sederhana yang dilakukan di lahan pekarangan (di
sekitar rumah) yang dimanfaatkan untuk usaha tani sayuran dan tanaman pangan dengan pola tanam
campuran dan di lahan usaha yang lokasi agak jauh dari permukiman. Sistem kepemilikan dan pengelolaan
lahan bersifat komunal (hak ulayat), sehingga pola pengembangan usaha tani sangat tergantung pada ketua
suku. Sistem usaha tani mengikuti pola tanam campuran atau lebih dikenal dengan sistem agroforestri, hal ini
mengingat kondisi topografi lahan mempunyai kelerengan yang curam, sehingga sistem agroforestri sesuai
diterapkan pada kondisi lahan tersebut sekaligus sebagai upaya konservasi.
3.2.10.1 Tanaman Pangan
Komoditas tanaman pangan yang diusahakan meliputi padi ladang, ubi kayu, ubi jalar, keladi, kacang tanah dan
kedelai. Luas panen, produksi dan produktivitas komoditas tanaman pangan di Kawasan Perkotaan Bokondini
disajikan pada tabel 3.52.
Tabel 3. 51 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Pangan Tahun 2010
Komoditas
Distrik : Bokondini, Bewani, Bokoneri dan Kamboneri
Luas Panen
(Ha)
Produksi
(Ton)
Produktivitas
(Ton/Ha)
Padi ladang 2 2 1
Ubi kayu 78,69 493,82 6,28
Ubi jalar 168,56 1.632,27 9,68
Jagung 27,81 57,58 2,07
Keladi 63,70 325,22 5,11
Kacang Tanah 62,01 107,20 1,73
Kedelai 29,28 58,52 1,99
Perkotaan Bokondini 432,05 2.676,61 6,20
Kab. Tolikara 3.182,11 15.989,70 5,02
Sumber : Kabupaten Tolikara Dalam Angka Tahun 2011
Pada tabel 3.52 menunjukkan bahwa total luas panen tanaman pangan sebesar 432,05 Ha, produksi sebesar
2.676,61 ton dan rata-rata produktivitasnya sebesar 6,20 ton/Ha. Jika dibandingkan dengan Kabupaten
Tolikara, maka prosentase total luas panen sebesar 13,58 % dan produksi 16,74%. Hal ini menunjukkan bahwa
keragaan tanaman pangan di kawasan Perkotaan Bokondini mempunyai kontribusi cukup besar terhadap
capaian di tingkat kabupaten.
Rata-rata produktivitas tanaman pangan di kawasan Perkotaan Bokondini sebesar 6,2 ton/Ha atau lebih tinggi
jika dibandingkan dengan di Kabupaten Tolikara sebesar 5,02 ton/ Ha, namun secara umum masih lebih rendah
dibandingkan dengan rata-rata produktivitas nasional. Rata-rata produktivitas ubi kayu sebesar 6,28 ton/ha
masih sangat rendah jika dibanding dengan rata-rata produktivitas nasional sebesar 20,3 ton/ha, demikian juga
ubi jalar sebesar 9,68 ton/ha sedangkan rata-rata produktivitas nasional sebesar 12,32 ton. Hal ini juga
ditunjukkan oleh komoditas tanaman pangan lainnya, sehingga perlu upaya peningkatan produksi dan
produktivitas melalui penerapan teknologi pertanian yang sesuai dengan lokasi.
3.2.10.2 Tanaman Hortikultura
Tanaman hortikultura meliputi buah-buahan dan sayuran. Tanaman buah-buahan yang diusahakan di kawasan
Perkotaan Bokondini, diantaranya jeruk manis, nenas, pisang, mangga, nangka, markisa, sedangkan tanaman
sayuran diantaranya bayam, cabe, kubis, wortel dan sebaginya. Luas panen, produksi dan produktivitas
tanaman hortikultura di kawasan Perkotaan Bokondini disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Bab 8 - Hal 74
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Tabel 3. 52 Luas Panen, Produksi dan Produkivitas Tanaman Buah-buahan Tahun 2010
Komoditas
Distrik : Bokondini, Bewani, Bokoneri dan Kamboneri
Luas Panen
(Ha)
Produksi
(Ton)
Produktivitas
(Ton/Ha)
Jeruk manis 5,30 22,16 4,18
Nenas 12,53 56,79 4,53
Pisang 15,38 77,96 5,07
Nangka 11,82 33,91 2,87
Jambu biji 3,72 5,55 1,49
Alpokat 7,73 10,91 1,41
Mangga 6,80 7,60 1,12
Pepaya 4,38 7,30 1,67
Markisa 12,39 25,30 2,04
Perkotaan Bokondini 80,05 247,48 3,09
Kabupaten Tolikara 368,15 1.015,29 2,76
Sumber : Kabupaten Tolikara Dalam Angka Tahun 2011
Pada tabel 3.53 menunjukkan total luas panen buah-buahan sebesar 80,05 Ha, total produksi sebesar 247,48
ton dan rata-rata produktivitas sebesar 3,09 ton/ha. Jika dibandingkan dengan di Kabupaten Tolikara,
prosentase terhadap luas dan produksi buah-buahan berturut-turut sebesar 21,73% dan 15,24% serta rata-rata
produktivitasnya lebih tinggi sebesar 3,09 ton/Ha . Hal ini menunjukkan peran dan kontribusi yang signifikan
tanaman buah-buahan di kawasan Perkotaan Bokondini terhadap Kabupaten Tolikara.
Tabel 3. 53 Luas Panen, Produksi dan Produkivitas Tanaman Sayuran Tahun 2010
Komoditas
Distrik : Bokondini, Bewani, Bokoneri dan Kamboneri
Luas Panen
(Ha)
Produksi
(Ton)
Produktivitas
(Ton/Ha)
Bayam 3,97 7,86 1,98
Cabe 3,97 10,51 2,65
Buncis 4,37 13,21 3,02
Wortel 4,36 14,25 3,27
Daun Bawang 6,57 21,51 3,28
Bawang merah 7,44 2,34 0,31
Timun 11,17 42,45 3,80
Kentang 7,44 20,18 2,71
Kubis 14,88 41,79 2,81
Terong 9,92 17,65 1,78
Bawang putih 6,82 7,70 1,13
Sawi 6,19 14,33 2,32
Tomat 6,19 12,04 1,95
Perkotaan Bokondini 93,29 225,82 2,42
Kabupaten Tolikara 440,68 1.456,47 3,30
Sumber : Kabupaten Tolikara Dalam Angka Tahun 2011
Pada tabel 3.54 memperlihatkan bahwa total luas panen sayuran seluas 49,23 Ha dengan produksi 143,62 ton
dan rata-rata produktivitas 2,92 ton/Ha. Prosentase luas lahan dan produksi sayuran di Perkotaan Bokondini
terhadap Kabupaten Tolikara sebesar 11,17% dan 9,9%. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi sayuran di
Perkotaan Bokondini cukup besar.
Rata-rata produktivitas sayuran di kawasan Perkotaan Bokondini lebih rendah jika dibanding dengan rata-rata
produktivitas di Kabupaten Tolikara. Demikian pula jika dibandingkan dengan rata-rata produktivitas nasional,
diantaranya : cabe produktivitasnya sebesar 2,65 ton/ha lebih rendah dibanding rata-rata produktivitas
nasional sebesar 5,60 ton/ha, kentang produktivitas sebesar 2,71 ton/ha lebih rendah dibanding rata-rata
produktivitas nasional sebesar 15,94 ton/ha, sedangkan komoditas kubis produktivitas sebesar 2,81 ton/ha
lebih rendah dibanding rata-rata produktivitas nasional sebesar 20,51 ton/ha. Peningkatan produksi dan
produktivitas sayuran perlu dilakukan melalui penerapan teknologi pertanian yang spesifik lokasi.
3.2.10.3 Perkebunan
Subsektor perkebunan belum banyak dikembangkan di kawasan Perkotaan Bokondini, bahkan juga di
Kabupaten Tolikara. Padahal kondisi fisik dan lingkungan sangat mendukung diusahakan beberapa komoditas
perkebunan. Tanaman perkebunan dapat diusahakan pada lahan dengan kelerengan >40% sekaligus sebagai
sistem usaha tani konservasi. Dengan demikian, upaya ini akan mampu mengembangkan dan meningkatkan
tanaman perkebunan, juga sebagai upaya menjaga kelestarian lahan/ hutan. Luas panen, produksi dan
produktivitas perkebunan disajikan pada tabel 3.55.
Tabel 3. 54 Luas Panen, Produksi dan Produkivitas Kopi Tahun 2010
Distrik
Kopi
Luas Panen
(Ha)
Produksi
(Ton)
Produktivitas
(Ton/Ha)
Bokondini 8,17 8,07 0,98
Bewani - - -
Bokoneri 1,23 1,73 1,41
Kamboneri 1,06 0,17 0,16
Perkotaan Bokondini 10,46 9,97 0,95
Kabupaten Tolikara 26,46 14,50 3,30
Sumber : Kabupaten Tolikara Dalam Angka Tahun 2011
Saat ini komoditas perkebunan yang diusahakan dan telah menghasilkan adalah kopi, meskipun potensi
pengembangan komoditas perkebunan lainnya cukup baik, misalnya kakao, vanili dan sebagainya. Seperti
ditunjukkan pada Tabel 4, bahwa total luas lahan panen kopi 10,46 Ha atau 39,50% dan produksi sebesar 9,97
ton atau 68,76% terhadap luas panen dan produksi kopi di Kabupaten Tolikara. Hal ini menunjukkan bahwa
produksi kopi di Perkotaan Bokondini memberikan sumbangan cukup besar terhadap Kabupaten Tolikara.
Bab 8 - Hal 75
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
3.2.10.4 Peternakan
Secara umum, usaha ternak masih dilakukan sebagai usaha sampingan dengan cara diliarkan tanpa perlakukan
apapun, sehingga populasi ternak belum banyak berkembang. Populasi dan daging ternak serta unggas
disajikan pada tabel 3.56 dan tabel 3.57.
Tabel 3. 55 Populasi dan Produksi Daging Ternak Tahun 2010
Distrik
Populasi (ekor) Daging (kg)
Sapi Kambing Babi Sapi Kambing Babi
Bokondini 57 25 2.779 292 75 4.373
Bewani 0 0 1.998 - - 4.049
Bokoneri 19 17 2.043 260 33 3.725
Kamboneri 0 0 1.499 184 0 4.049
Perkotaan Bokondini 76 42 8.319 736 105 16.196
Kab. Tolikara 373 211 52.782 2.760 658 137.332
Sumber : Kabupaten Tolikara Dalam Angka Tahun 2011
Tabel 3. 56. Populasi dan Produksi Daging Ternak Tahun 2010
Distrik
Populasi (ekor) Daging (kg)
Ayam Itik Kelinci Ayam Itik Kelinci
Bokondini 822 19 764 52 5 67
Bewani 1.024 11 73 40 3 39
Bokoneri 770 18 94 52 4 37
Kamboneri 109 0 838 19 8 59
Kota Bokondini 2.725 48 1.769 163 20 202
Kab. Tolikara 44.871 139 8.226 1.382 56 407
Sumber : Kabupaten Tolikara Dalam Angka Tahun 2011
Pada tabel 3.56 menunjukkan bahwa ternak babi mendominasi ternak yang diusahakan di kawasan Perkotaan
Bokondini, hal yang sama juga di Kabupaten Tolikara. Babi sebagai hewan peliharaan selain ditujukan untuk
produksi daging, namun juga untuk tujuan sosial masyarakat Papua pada umumnya. Hampir semua keluarga
memelihara babi sebanyak 3 β 5 ekor per keluarga, sehingga populasi babi mendominasi ternak di Perkotaan
Bokondini. Populasi babi di kawasan Perkotaan Bokondini tercatat sebanyak 8.319 ekor atau 15,76%, sapi
sebanyak 76 ekor atau 20,38% dan kambing sebanyak 42 ekor atau 19,90% terhadap populasi ternak di
Kabupaten Tolikara. Untuk produksi daging, maka daging babi sebanyak 16.196 kg atau 11,79%, daging sapi
sebanyak 736 kg atau 26,67% dan daging kambing sebanyak 105 kg atau 15,96% terhadap produksi daging di
Kabupaten Tolikara.
Pada tabel 3.57 menunjukkan bahwa populasi ayam buras mendominasi jenis unggas di kawasan Perkotaan
Bokondini sebanyak 2.725 ekor atau 6,07%, disusul kelinci sebanyak 1.769 ekor atau 21,50%, kemudian itik
sebanyak 48 ekor atau 34,53% terhadap populasi unggas di Kabupaten Tolikara. Sementara itu, produksi
daging ayam 163 kg atau 11,79%, daging kelinci sebanyak 202 kg atau 49,63% dan daging itik sebanyak 20 kg
atau 35,71% terhadap produksi daging unggas di Kabupaten Tolikara.
3.2.10.5 Perikanan
Secara umum, usaha bidang perikanan belum banyak berkembang di kawasan Perkotaan Bokondini. Melihat
kondisi kawasan, usaha perikanan mempunyai potensi pengembangan yang baik karena kawasan tersebut
dilewati aliran Sungai Bogo dan Sungai Pun sebagai sumber air dalam usaha perikanan. Jenis ikan yang
diusahakan, diantaranya ; ikan mas, mujair, nila, lele dan udang. Produksi ikan, luas kolam dan kelompok tani di
kawasan Perkotaan Bokondini disajikan pada tabel 3.58 dan tabel 3.59.
Tabel 3. 57. Jenis dan Produksi Ikan Tahun 2010
Distrik
Produksi Jenis Ikan (kg)
Mas Mujair Nila Lele Udang
Bokondini 22 15 8 - -
Bewani 5 5 - - -
Bokoneri 11 6 - - -
Kamboneri 8 5 - - -
Perkotaan Bokondini 46 31 8 - -
Kabupaten Tolikara 420 200 121 80 10
Sumber : Kabupaten Tolikara Dalam Angka Tahun 2011
Tabel 3. 58. Luas Kolam Budidaya Ikan Tawar, Banyak Kelompok Tani dan Anggotanya Tahun 2010
Distrik
Kegiatan Perikanan Darat
Luas Lahan Kolam
(Ha)
Kelompok Tani Anggota
Bokondini 40,65 55 932
Bewani - - --
Bokoneri - - -
Kamboneri - - -
Perkotaan Bokondini 40,65 55 932
Tolikara 90,85 155 2.978
Sumber : Kabupaten Tolikara Dalam Angka Tahun 2011
Pada tabel 3.58 jenis ikan yang banyak diusahakan adalah ikan mas sebanyak 46 kg, disusul ikan mujair 31 kg
dan selanjutnya ikan nila 8 kg. Prosentase produksi ikan di kawasan Perkotaan Bokondini terhadap Kabupaten
Tolikara menunjukkan ikan mas, mujair, nila berturut-turut 10,95%, 15,50% dan 6,6%.
Tabel 5.59 menunjukkan kegiatan perikanan darat di Perkotaan Bokondini, luas lahan kolam seluas 40,65 ha
atau 44,74 %, kelompok tani sebanyak 55 kelompok atau 35,48% dan jumlah anggotanya 932 KK atau 31,30%
terhadap Kabupaten Tolikara. Hal ini menunjukkan bahwa peran usaha perikanan darat di kawasan Perkotaan
Bokondini cukup besar di wilayah Kabupaten Tolikara.
BAB 4 ANALISIS
Dilihat dari sisi lokasi, Kawasan Perkotaan Bokondini dikelilingi oleh distrik lainnya seperti distrik Wari, Egiam, Panaga, Wunin,
Kaiga, Anawi, Tagineri, Danime, Yuneri dan Yuko. Selain itu juga pada sisi timur Kawasan Perkotaan Bokondini adalah Kabupaten
Mamberamo Tengah. Dengan posisi lokasi yang tidak terlalu strategis dari sisi potensi sumber daya alam dan jaringan sistem
transportasinya kawasan perkotaan Bokondini semakin jauh dari aksesibilitas masyarakat luar. Untuk itu dukungan infrastruktur
jaringan jalan sangat diperlukan untuk dapat berinteraksi antar distrik dan kabupaten lainnya.
Bab 4 - Hal 1
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Bab 4 Analisis
4.1 Analisis Wilayah Regional
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Berdasarkan PP No 26 Tahun 2008 tentang RTRW Nasional,
Kabupaten Tolikara masih berada didalam sistem interaksi wilayah Wamena. Berdasarkan analisis terhadap
RTRW Nasional, terdapat 2 hal penting yang dihasilkan yakni struktur ruang wilayah nasional dan pola ruang
nasional. Untuk struktur ruang nasional terdaapat 2 (dua) hal yakni sistem perkotaan nasional dan prasarana
utama nasional sedangkan untuk pola ruang nasional arahan kawasan lindung nasional, kawasan andalan, dan
kawasan strategis nasional.
A. Sistem Perkotaan
1. Pusat Kegiatan Nasional (PKN) berada di Timika, Jayapura
2. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) berada di Biak, Nabire, Muting, Bade, Merauke, Sarmi, Arso, Wamena
3. Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) berada di Jayapura, Tanah Mera, Merauke
B. Prasarana Utama
Sistem prasarana utama adalah jaringan transportasi yang menghubungkan antar kabupaten dan provinsi
yang dibutuhkan dalam interaksi antar wilayah. Terdapat 2 prasarana utama yang terdapat didalam arahan
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN/PP No 26 tahun 2008) yakni;
1. Sistem Jaringan Transportasi Laut
a) Pelabuhan Pomako sebagai Pelabuhan Internasional
b) Pelabuhan Biak sebagai Pelabuhan Nasional
c) Pelabuhan Jayapura sebagai Pelabuhan Nasional
d) Pelabuhan Merauke sebagai Pelabuhan Nasional
2. Sistem Jaringan Transportasi Udara
a) Bandara Sentani sebagai pusat penyebaran sekunder
b) Bandara Mopah sebagai pusat penyebaran sekunder
c) Bandara Wamena sebagai pusat penyebaran sekunder
d) Bandara Wamena sebagai pusat penyebaran tersier
e) Bandara Timika sebagai pusat penyebaran tersier
Berdasarkan arahan struktur ruang nasional tersebut, terlihat bahwa kabupaten Tolikara memiliki peranan
βtersierβ didalam pengembangan wilayah nasional. Peranan tersier yang dimaksud adalah belum memiliki
peranan strategis nasional namun menjadi satu kesatuan sistem struktur wilayah nasional yang terhubung
melalui Wamena.
Sedangkan berdasarkan arahan pola ruang, didalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Kabupaten Tolikara
menjadi satu kesatuan wilayah yang tidak lepas dalam ruang kawasan lindung yakni kawasan Konservasi
Memberamo Foja.
A. Kawasan Lindung Nasional
a) Suaka Margasatwa: Pulau Dolok, Jayawijaya, Mamberamo Foja, Danau Bian, Anggromeos, Komolon
b) Cagar Alam: Cycloops, Enarotali, Bupul
c) Cagar Alam Laut Pegunungan Wayland
d) Taman Nasional: Lorentz, Wasur
e) Taman Wisata Alam Teluk Youteta
B. Kawasan Andalan
a) Kawasan Timika (Tembagapura) dan sekitarnya
b) Kawasan Biak,
c) Kawasan Nabire dan Sekitarnya (Aran, Moswaren, dan Lagare)
d) Kawasan Merauke dan sekitarnya
e) Kawasan Mamberamo-Lereh (Jayapura) dan sekitarnya,
f) Kawasan Wamena dan sekitarnya,
g) Kawasan Andalan Laut Teluk Cendrawasih-Biak dan sekitarnya,
h) Kawasan Andalan Laut Jayapura βSarmi
C. Pusat Kawasan Strategis Nasional
a) Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Biak
b) Kawasan Stasiun Bumi Satelit Cuaca dan Lingkungan
c) Kawasan Stasiun Telemetry Tracking and Command Wahana Peluncur Satelit
d) Kawasan Timika
e) Kawasan Taman Nasional Lorentz
f) Kawasan Konservasi Keanekaragaman Hayati Teluk Bintuni
g) Kawasan Perbatasan Darat RI dengan negara Papua Nugini
h) Kawasan Perbatasan Laut RI termasuk 20 pulau kecil terluar
i) Kawasan Perbatasan Laut RI termasuk 8 pulau kecil terluar
Gambar 4. 1. Peranan Kabupaten Tolikara dalam Struktur RTRW Nasional
Sumber: PP No 26 Tahun 2008 tentang RTRWN Republik Indonesia
Tolikara
Bab 8 - Hal 2
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Gambar 4. 2. Peranan Pola Ruang Kabupaten Tolikara dalam RTRW Nasional
Sumber: PP No 26 Tahun 2008 tentang RTRWN Republik Indonesia
Rencana Tata Ruang Provinsi Papua (RTRW). Berdasarkan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Papua, beberapa peranan penting yang diarahkan kepada Kabupaten Tolikara sebagai berikut;
A. Sistem Perkotaan
a) Pusat Kegiatan Nasional (PKN) ditetapkan di Timika, Jayapura
b) Pusat Kegiatan Nasional Promosi (PKNp) ditetapkan di Biak, Merauke
c) Pusat Kegiatan Wilayah Nasional (PKW) ditetapkan di Nabire, Bade, Merauke, Sarmi, Wamena, Yamas
d) Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) ditetapkan di Jayapura, Tanah Mera, Merauke
e) Pusat Kegiatan Lokal (PKL) ditetapkan di Genyem, Waiya, Ongan Jaya, Topo, Karadiri, Mimika Baru, Mimika
Barat Jauh, Andei, Yomdori, Ofdori, Yemburu, Pasi, Keppi, Waemeaman, Eci, Sumuraman, Kotiak, Dekai,
Obalma, Yahulikma, Muting, Wanam, Okaba, Harapan Makmur, Muli, Serui, Tanah Merah, Mindiptanah,
Asiki, Kouh, Agats, Oksibil, Karubaga, Botawa, Sorendeweri, Kasoneweja, Dabra, Gesabaru, Kobakma,
Elelim, Abenai, Tiom, Kenyam, Ilaga, Kigamani, Waghete, Kapiraya, Bowobado
B. Prasarana Utama
1. Sistem Jaringan Jalan:
a) Lintas Tengah Nabire - Weghete β Enarotali
b) Tengah Timika Mapurujaya, Pomako
c) Lintas Tengah Serui -Manawi β Saubeba
d) Lintas Tengah Jayapura - Wamena β Mulai
e) Lintas Tengah Jayapura β Sarmi
f) Lintas Tengah Jayapura - Hamadi - Holtekamp - Batas PNG
g) Lintas Timurmerauke β Waropka
h) Lintas Timur Ring Road Jayapura Sentani
i) Lintas Timur Depapre β Bongrang
j) Lintas Tengah Wamena - Habema - Nduga - Kenyem β Yoguru
k) Lintas Tengah Timika - Fotawaiburu β Enarotali
l) Lintas Tengah Sarmi β Nabire
m) Lintas Timur Waropka - Oksibil β Muaranawa
n) Lintas Tengah Waghete - Sugapa - Ilaga - Mulia
2. Terminal:
a) Tipe A: Nabire, Merauke Kota, Jayapura
b) Tipe B: Jayapura, Keerom, Sarmi, Jayawijaya, Puncak Jaya, Boven, Digoel, Mimika, Biak, Pegunungan
Bintang, Waropen, Yalimo
3. Dermaga :
a) Sungai: Mamberamo Raya, Yahukimo, Merauke, Boven Digul, Mimika, Mappi, Nduga, Puncak
4. Danau:
a) Jayapura, Paniai
5. Pelabuhan Penyeberangan:
a) Biak Numfor, Kep. Yapen, Nabire, Waropen, Jayapura, Merauke, Timika
6. Pelabuhan Nasional:
a) Jayapura, Biak Numfor
7. Pelabuhan Lokal:
a) Seluruh Kabupaten
8. Bandara Pelayanan Primer:
a) Jayapura, Biak, Numfor, Mimika, Merauke
9. Bandara Perintis:
a) Seluruh Kabupaten
10. Pembangkit Listrik:
a) PLTA: Mimika, Boven Digoel, Mamberamo Raya, Jaywijaya, Nabire, Paniai
b) PLTD: seluruh kabupaten
Bab 8 - Hal 3
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Gambar 4. 3. Peranan Kabupaten Tolikara dalam Skala Provinsi
Sumber: RTRW Provinsi Papua
Gambar 4. 4. Peranan Kabupaten Tolikara dalam Pola Ruang Provinsi Papua
Sumber: RTRW Provinsi Papua
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tolikara. Didalam wilayah regional Kabupaten Tolikara,
Kawasan Perkotaan Bokondini menjadi bagian penting didalam pembentukan struktur dan pola ruang wilayah.
Berdasarkan analisis dari dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tolikara terdapat beberapa
peranan penting dari Kawasan Perkotaan Bokondini sebagai berikut;
A. Sistem Perkotaan.
a) Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Promosi, yakni yang melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten
ditetapkan distrik Karubaga.
b) Pusat Kegiatan Lokal (PKL) promosi, yakni yang melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan
ditetapkan di Dow, Teiyeve, Kembu, Kanggime, Bokondini
c) Pusat Pelayanan Kecamatan/kawasan (PPK), yakni yang melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa
desa ditetapkan di Gudagi, Egiam, Bewani, Nunggawi, Poganeri
Berdasarkan analisis fungsinya Kawasan Perkotaan Bokondini yang terdiri atas Distrik Bokondini, Sebagian
Wilayah Distrik Bewani, Sebagian Wilayah Distrik Kaboneri dan Sebagian Wilayah Distrik Kamboneri ditetapkan
sebagai PKLp (Distrik Bokondini dan Kamboneri), PPL (Distrik Bokoneri), PPK (Bewani).
B. Prasarana Utama
1. Sistem Jaringan Jalan Strategis Nasional:
a. Ruas Jalan Ilu (Kabupaten Puncak) β Woniki;
b. Ruas Jalan Woniki β Kanggime;
c. Ruas Jalan Kanggime β Karubaga;
d. Ruas Jalan Karubaga β Tagime;
e. Tagime β Kelila (Kabupaten Mamberamo Tengah);
f. Kelila (Kabupaten Mamberamo Tengah) - Bokondini
2. Sistem Jaringan Jalan Kolektor Primer:
a. Karubaga - Bokondini;
b. Karubaga β Dow;
c. Karubaga β Teiyeve;
d. Karubaga β Kembu
e. Karubaga β Kanggime
3. Sistem Jaringan Jalan Lokal Primer:
a. Ruas Jalan Batas Kabupaten Mamberamo Raya β Yagweme β Kembu - Kurupu
b. Ruas Jalan Kembu β Nolopur;
c. Ruas Jalan Kembu β Gelok β Gika β Egiyam;
d. Ruas Jalan Gelok β Yibinu β Panaga β Tirip β Bulobur;
e. Ruas Jalan Nolopur β Umagi β Kalarin β Woraga β Wamolo β Kembu β Mamit β Telenggeme β Kagi β
Dulunggun β Tinggon β Lerewere β Egoni β Kupara β Logoni β Dombogu β Martelo β Larugwi;
f. Ruas Jalan Dimbogu β Marlo;
g. Ruas Jalan Kembu β Alkuni β Tenek β Biuk β Wokiluk β Kuari β Timijnu β Kogimage β Karubaga;
h. Ruas Jalan Karubaga β Aburage β Molera β Longgobama;
i. Ruas Jalan Karubaga β Konda;
Bab 8 - Hal 4
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
j. Ruas Jalan Karubaga β Ampera β Alopur β Bangeri β Aruku;
k. Ruas Jalan Karubaga β Geya β Goyage β Tiri β Doge β Yemarima β Dugi; Dan
l. Ruas Jalan Mondangul β Yalipura β Arulo β Konda β Wurineri β Wunin β Pogeku - Genelub
4. Terminal
a. Tipe B: Karubaga
b. Tipe C: Bokondini, Dow, Teiyeve, Kembu, Kanggime
5. Trayek Angkutan Antar Kota Dalam Kabupaten
a. Wamena β Karubaga
b. Mulia β Karubaga
6. Trayek Angkutan Dalam Kota di Kabupaten:
a. Trayek Karubaga - Bokondini
b. Trayek Karubaga β Dow
c. Trayek Karubaga β Teiyeve
d. Trayek Karubaga β Kembu
e. Trayek Karubaga β Kanggime
7. Bandara:
a. Bandar Udara Pengumpul Tersier di Distrik Karubaga, Teiyeve, Bokondini
b. Lapangan Terbang di seluruh distrik
8. Pembangkit Listrik:
a. PLTA memanfaatkan air terjun Distrik Geya
b. PLTMH di Distrik Konda, Poga, Distrik Goyage
c. PLTS di seluruh distrik
Sedangkan berdasarkan struktur ruang dalam skala kabupaten, Kawasan Perkotaan Bokondini didalam jaringan transportasi daratnya akan terintegrasi melalui Jalan Strategis Nasional (JSN) melalui Distrik Kelila (Kabupaten Memberamo Tengah) Ke Bokondini. Sedangkan untuk interaksi dengan Ibukota Kabupaten akan terintegrasi melalui jaringan Jalan Kolektor Primer (JKP) melintasi antara Karubaga dan Bokondini yang juga dilengkapa dengan terminal angkutan dan bandar udara.
Gambar 4. 5. Peranan Kawasan Perkotaan Bokondini Skala Kabupaten
Sumber: RTRW Kabupaten Tolikara, 2013
Berdasarkan analisis pola ruang wilayah Kabupaten Tolikara, Kawasan Perkotaan Bokondini memiliki peranan
penting terutama kontribusinya terhadap kebutuhan tanaman pangan holtikultura. Selain itu fungsi-fungsi
utama didalam kawasan juga tetap diarahkan untuk dapat melayani kebutuhan masyarakat.
Tabel 4. 1 Peranan Kawasan Perkotaan Bokondini Skala Kabupaten
Hirarki Fungsional
Fungsi Utama Pola Ruang
PKLp Bokondini
1. Pusat Pelayanan Pemerintahan Distrik
2. Pusat Pengembangan Pertanian 3. Pusat Perkantoran 4. Pusat Permukiman
1. Permukiman Perkotaan Dan Perdesaan/Perkampungan
2. Industri 3. Pariwisata 4. Peternakan (Sapi) 5. Perkebunan 6. Pertanian Holtikultura 7. Tanaman Pangan 8. Rawan Bencana Longsor 9. Perlindungan Setempat 10. Lindung Geologi 11. Permukiman
Bab 8 - Hal 5
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Hirarki Fungsional
Fungsi Utama Pola Ruang
PPL Bokoneri
1. Pusat Permukiman 2. Pusat Komersial Skala Kampung
3. Permukiman Perkotaan Dan Perdesaan/Perkampungan
4. Pertanian Holtikultura 5. Tanaman Pangan 6. Rawan Bencana Longsor 7. Perlindungan Setempat 8. Lindung Geologi 9. Hutan Produksi 10. Permukiman
PPK Bewani
1. Pusat Pelayanan Pemerintahan Distrik
2. Pusat Permukiman 3. Pusat Komersial Skala Kampung
1. Permukiman Perkotaan Dan Perdesaan/Perkampungan
2. Pariwisata 3. Pertanian Holtikultura 4. Tanaman Pangan 5. Rawan Bencana Longsor 6. Perlindungan Setempat 7. Lindung Geologi 8. Hutan Produksi 9. Permukiman
PKLp Kamboneri
1. Pusat Pelayanan Pemerintahan Distrik
2. Pusat Pengembangan Pertanian 3. Pusat Perkantoran 4. Pusat Permukiman
1. Permukiman Perkotaan Dan Perdesaan/Perkampungan
2. Perkebunan 3. Pertanian Holtikultura 4. Tanaman Pangan 5. Rawan Bencana Longsor 6. Perlindungan Setempat 7. Lindung Geologi 8. Hutan Produksi 9. Permukiman
Sumber: Hasil olahan konsultan, 2013
Gambar 4. 6 Posisi Kawasan Perkotaan dalam skala Regional
Sumber: Olahan Konsultan, 2013
Tabel 4. 2 Analisis Fungsi dan Peran Kawasan Perkotaan Bokondini
No Uraian Kawasan Perkotaan Bokondini
RTRWN (PP No 26 Tahun 2008)
RTRW Provinsi Papua
RTRW Kabupaten Tolikara
1 Struktur Ruang Wilayah
Sistem Perkotaan X PKL Karubaga PKLp
Prasarana Utama X β β
Sistem transportasi darat, dan udara
β β
Sistem jaringan energy dan telekomunikasi
β β
Sistem Sarana Pelayanan Umum
β β
Sistem Pengelolaan Lingkungan
β β
2 Pola Ruang Wilayah
Kawasan Lindung: -
Kawasan Lindung Nasional Memberamo Foja
Hutan Lindung - - β
Sempadan sungai - - β
Kawasan Budidaya: - -
Permukiman - - β
Pertanian - - β
Perkebunan - - β
Perdagangan Jasa - - β
Pertahanan dan Keamanan - - β Sumber: Hasil olahan konsultan, 2013
Dilihat dari sisi lokasi, Kawasan Perkotaan Bokondini dikelilingi oleh distrik lainnya seperti distrik Wari, Egiam,
Panaga, Wunin, Kaiga, Anawi, Tagineri, Danime, Yuneri dan Yuko. Selain itu juga pada sisi timur Kawasan
Perkotaan Bokondini adalah Kabupaten Mamberamo Tengah. Dengan posisi lokasi yang tidak terlalu strategis
dari sisi potensi sumber daya alam dan jaringan sistem transportasinya kawasan perkotaan Bokondini semakin
jauh dari aksesibilitas masyarakat luar. Untuk itu dukungan infrastruktur jaringan jalan sangat diperlukan untuk
dapat berinteraksi antar distrik dan kabupaten lainnya. (Lih Gambar 4.6).
Dengan melihat kajian RTRW Nasional, RTRW Provinsi Papua dan RTRW Kabupaten Tolikara maka Kawasan
Perkotaan Bokondini merupakan salah satu kawasan perkotaan yang masih memerlukan dukungan
infrastruktur yang kuat agar masyarakatnya dapat lebih produktif dan kota menjadi semakin baik untuk dihuni.
(lihat table 4.2)
4.1.3 Analisis Potensi , Permasalahan, Peluang dan Tantangan Pembangunan Skala Regional
Analisis potensi, permasalahan, peluang dan tantangan dalam pembangunan dilihat dari sisi regional/wilayah
dilakukan untuk mendapatkan factor-faktor strategi internal maupun eksternal yang diukur dengan
menggunakan teknik pembobotan dan pemberian ranking (skor) antar factor. Hal ini dilakukan untuk
mendapatkan gambaran apakah factor-faktor kekuatan dan factor-faktor kelemahan kota sudah ditingkatkan
dan atau perlu dikaji ulang peranan dan fungsi kota berdasarkan potensi kota yang ada. Matrik analisis ini
Bab 8 - Hal 6
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
dikenal dengan nama IFAS dan EFAS. IFAS adalah Internal Factor Strategic sedangkan EFAS adalah External
Factor Strategic.
Tabel 4. 3 Matrik IFAS
No Faktor-faktor Strategi Internal Bobot Rating B X R
1 Kekuatan;
Lokasi yang strategis 0.15 4 0.80
Memiliki produk unggulan yang pasarannya hingga ekspor 0.10 3 0.30
Lahan pertanian yang luas 0.15 3 0.45
Sarana transportasi, komunikasi dan teknologi yang mendukung 0.05 3 0.15
Memiliki 3 sektor potensial, yaitu sector pertanian, bangunan, perdagangan dan sektor pengangkutan
0.05 4 0.20
Adanya otonomi daerah 0.10 3 0.30
Jumlah 2.2
2 Kelemahan:
Lahan pertanian luas namun pemanfaatan belum maksimal 0.12 1 0.12
Belum terbentuk industry pertanian 0.15 2 0.30
Struktur kegiatan masuh terbentuk di kawasan pusat kota 0.13 2 0.26
Jumlah 0.68
TOTAL (1 + 2) 1.00 2.88 Sumber: Hasil olahan konsultan, 2013
Dari matrik IFAS diatas terlihat bahwa bobot yang paling besar adalah factor strategis internal lokasi dengan
total bobot rangking mencapai 0.8. ini memperlihatkan bahwa keberadaan Kawasan Perkotaan Bokondini
memiliki peranan penting dalam skala regional/kabupaten terutama di wilayah sekitarnya yakni berada
diantara Kabupaten Mamberamo Tengah dan Kabupaten Jayawijaya. Sedangkan pada faktor kelemahan
terlihat angka yang paling besar adalah factor belum terbentuknya industry pertanian (0,30), struktur kegiatan
yang masih berada di pusat kawasan (0.26) dan factor lahan pertanian yang belum dimanfaatkan secara
maksimal (0.12).
Tabel 4. 4 Matrik EFAS
No Faktor-faktor Strategi External Bobot Rating B X R
1 Peluang;
Kota Bokondini yang berdekatan dengan Kelila (Memberamo Tengah) 0.15 3 0.80
Adanya pembangunan disekitar Kota Bokondini 0.10 4 0.40
Kedekatan dengan Ibukota Jayawijaya yakni Wamena 0.15 3 0.45
Memiliki situs dan sejarah kota pekabaran injil di Pegunungan Tengah Papua untuk dapat dikembangkan sebagai wisata rohani dan pengembangan pendidikan sosial budaya.
0.05 3 0.15
Kebutuhan komoditas holtikultura di regional wilayah 0.15 4 0.6
Jumlah 2.4
2 Ancaman;
Mudah tersaingi dengan daerah lainnya 0.12 1 0.12
Tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat rendah 0.15 2 0.30
Kondisi keamanan dan kenyamanan 0.13 2 0.26
Jumlah 0.68
TOTAL (1 + 2) 1.00 3.08 Sumber: Hasil olahan konsultan, 2013
Berdasarkan matrik EFAS tersebut, terlihat bahwa masyarakat di Kawasan Perkotaan Bokondini telah
memanfaatkan peluang yang ada melalui berbagai interaksi ekonomi dimana total skor bobot yang dihitung
mencapai 0,8 dan 0,6. Hal ini perlu terus mendapatkan dukungan pemerintah agar peluang ini terus bertahan
dan meningkat produktif sehingga mampu meningkatkan taraf penerimaan pendapatan masyarakat. Factor
eksternal kelompok peluang yang perlu dikembangkan adalah adanya situs sejarah, catatan sejarah,
dokumentasi sejarah mengenai Kota Bokondini dalam penyebaran injil di Pegunungan Tengah Papua. Factor
peluang eksternal ini harus dikembangkan dan didorong oleh berbagai elemen termasuk didalamnya adalah
pemerintah sebagai regulator dan fasilitator pengembangan Kawasan Perkotaan Bokondini sebagai bagian
dari situs kawasan penyebaran injil di Pegunungan Tengah Papua.
Tabel 4. 5 Matrik SWOT
Kawasan Perkotaan Bokondini
Kekuatan;
Lokasi yang strategis
Memiliki produk unggulan yang pasarannya hingga ekspor
Lahan pertanian yang luas
Sarana transportasi, komunikasi dan teknologi yang mendukung
Memiliki 3 sektor potensial, yaitu sector pertanian, bangunan, perdagangan dan sektor pengangkutan
Adanya otonomi daerah
Kelemahan;
Lahan pertanian luas namun pemanfaatan belum maksimal
Belum terbentuk industri pertanian
Struktur kegiatan masih terbentuk di kawasan pusat kota
Peluang;
Kota Bokondini yang berdekatan dengan Kelila (Memberamo Tengah)
Adanya pembangunan disekitar Kota Bokondini
Kedekatan dengan Ibukota Jayawijaya yakni Wamena
Memiliki situs dan sejarah kota pekabaran injil di Pegunungan Tengah Papua untuk dapat dikembangkan sebagai wisata rohani dan pengembangan pendidikan sosial budaya.
Kebutuhan komoditas holtikultura di regional wilayah
KP:
Pengembangan industri pertanian pangan/holtikultura.
Pengembangan pertanian guna menarik investor
Menggunakan kewenangan pemerintah daerah dalam mendorong masuknya pengusaha industri pangan/holtikultura
Pengembangan industri kecil yang terkoneksi dengan pembeli (buyer) diluar kawasan perkotaan
LP:
Pemanfaatan lahan secara optimal melalui pengembangan komoditas pertanian.
Penyiapan rencana kawasan industri kecil dan menengah di kawasan perkotaan Bokondini dan rencana bisnis UKM.
Mulai mengembangakan pusat-pusat pertumbuhan baru yang menyebar terintegrasi dengan pusat kawasan.
Ancaman;
Mudah tersaingi dengan daerah lainnya
Tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat rendah
Kondisi keamanan dan kenyamanan
KA:
Fokus kepada pengembangan produk komoditas basis kawasan
Pengembangan, penelitian produk komoditas basis pertanian
Pengembangan basis kurikulum pendidikan yang berorientasi
LA:
Menyusun kajian kelayakan industri dan memorandum antara pengusaha dan kelompok tani masyarakat kota dalam perdagangan komoditas pertanian.
Menyusun rencana kerja strategis bidang bisnis pertanian di
Bab 8 - Hal 7
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
kepada praktek dan hasil.
Sosialisasi dan kerjasama dalam stabilitas politik, sosial dan budaya.
kawasan pertanian yang terintegrasi antara pengusaha, pendidikan, dan kelompok masyarakat tani.
Sumber: Hasil analisis dan olahan konsultan, 2013
4.2 Analisis Sumber Daya Alam Dan Fisik Di Kawasan Perkotaan
Pada sub bahasan ini, akan dibahas beberapa kelompok analisis sumber daya alam pada kawasan perkotaan
Bokondini. Diantaranya adalah analisis sumber daya air yang berkaitan dengan sungai, sumber daya tanah
yang berkaitan dengan jenis tanah dan potensinya, analisis topografi dan kelerengan, analisis geologi
lingkungan, analisis klimatologi, analisis sumber daya alam dan
4.2.1. Analisis Sumber Daya Air
Berdasarkan analisis wilayah cakupan daerah aliran sungainya. Pada peta kawasan perkotaan Bokondini
terdapat daerah aliran sungai yang utama yakni sungai Niyo Bogo yang melintasi distrik Bokoneri, Bokondini
dan Bewani. DAS Niyo Bogo ini memiliki peranan penting dalam pembentukan tekstur air pada kawasan
perkotaan Bokondini. Sungai ini bermuaran pada selatan kawasan perkotaan yang kemudian menyatu dengan
DAS Mamberamo. Selain itu terdapat beberapa sungai kecil yang mengalir tanpa henti dan menjadi sumber air
utama kawasan yakni sungai Bokondini, dan Sungai Anggok. Sungai Bokondini dimanfaatkan sebagai
pembangkit listrik tenaga mikro hidro dan air minum kawasan perkotaan Bokondini. Demikian juga halnya
dengan sungai Niyo Bogo yang dimanfaatkan menjadi sumber pembangkit energy mikro hidro.
Tabel 4. 6 Nama Sungai di Kawasan Perkotaan
BWP Sungai
BWP I (Distrik Bokondini) Bokondini dan Niyo Bogo
BWP II (Sebagian Wilayah Distrik Bewani) Niyo Anggok, Niyo Bogo
BWP III (Sebagian Distrik Bokoneri) Niyo Bogo
BWP IV (Sebagian Distrik Kamboneri) Kamboneri Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
4.2.2. Analisis Sumber Daya Tanah
Berdasarkan analisis keseuaian lahan pada kawasan perkotaan Bokondini didapati bawha sumber daya tanah
yang ada adalah tanah dengan dominasi Haplustolss masuk ke dalam Ordo Mollisols. Tanah ini terbentuk dari
adanya proses pembentukan tanah yang berwarna gelap karena penambahan bahan organik. Akibat
pelapukan bahan organik di dalam tanah membentuk senyawa-senyawa yang stabil dan berwarna gelap.
Warna gelap yang terbentuk, dengan adanya aktivitas mikro organisme tanah maka terjadi pencampuran
bahan organik dan bahan mineral tanah sehingga terbentuk kompleks mineral-organik yang berwarna kelam.
Tanah ini merupakan tanah yang subur dengan hanya sedikit pencucian sehingga kejenuhan basa tinggi.
Sebagian besar tanah ini digunakan untuk pertanian.
Berdasarkan hasil pemantauan dan pengecekan ke lapangan dapat dinyatakan bahwa sumber daya tanah pada
kawasan perkotaan Bokondini didominasi dengan Haplustolss yang berpotensi kepada tanaman pertanian
holtikultura seperti sayuran dan buah-buahan. Sesuai dengan tabel dibawah ini, maka kawasan perkotaan
Bokondini didominasi oleh jenis tanah Dystrudepts dan Hapludults.
Tabel 4. 7 Klasifikasi Jenis Tanah
BWP KlasifikasI Luas (Ha)
BWP I (Distrik Bokondini) Dystrudepts, Hapludults 558.74
Haplustolls, Haplustepts 1538.79
BWP II (Sebagian Wilayah Distrik Bewani) Dystrudepts, Hapludults 923.566
Haplustolls, Haplustepts 1272.41
BWP III (Sebagian Distrik Bokoneri) Haplustolls, Haplustepts 4205.65
BWP IV (Sebagian Distrik Kamboneri) Dystrudepts, Hapludults 456.162
Haplustolls, Haplustepts 1105.42 Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
4.2.3. Analisis Topografi dan Kelerengan
Berdasarkan hasil analisis topografi dan kelerengan dengan melakukan proses tumpang tindih untuk
mendapatkan kawasan yang berada pada ketinggian tertentu didapatkan bawah dominasi kawasan perkotaan
memiliki kawasan yang berada pada ketinggian >2000 mdpl (meter diatas permukaan laut). Sedankan
kawasan yang berada ketinggian dibawah <1000 hanya terdapat pada distrik Bokondini, dan distrik Bewani.
(lihat tabel 4.8)
Tabel 4. 8 Luas Wilayah Menurut Ketinggian Per BWP
BWP Ketinggian (mdpl) Luas (Ha)
BWP I (Distrik Bokondini) < 1000 0.30
1000 - 1500 1178.79
1501 - 2000 843.84
2001 - 2500 61.27
BWP II (Sebagian Wilayah Distrik Bewani) < 1000 4.79
1000 - 1500 1056.79
1501 - 2000 984.21
2001 - 2500 137.55
BWP III (Sebagian Distrik Bokoneri) 1000 - 1500 255.46
1501 - 2000 1874.76
2001 - 2500 1983.03
> 2500 100.12
BWP IV (Sebagian Distrik Kamboneri) 1000 - 1500 349.49
1501 - 2000 1043.72
2001 - 2500 164.85 Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
Sedangkan analisis geografis dengan metoda tumpang tindih, untuk kemiringan lereng didapatkan kawasan-
kawasan yang dapat dikategorikan landau (<2%) dan <5% berada pada BWP I,II, III dan IV. Namun luas dari
kawasan yang landai ini tidak banyak. Malahan semua distrik yang masuk dalam kawasan perkotaan Bokondini
didominasi oleh kemiringan lereng > 30% atau sangat curam/lereng. Dengan memperhatikan data tersebut
dapat disimpulkan bahwa lahan dengan kelandaian <5% sangat terbatas dan pengembangan kawasan sangat
terbatas, sehingga diperlukan pendekatan tertentu dalam pengembangan kawasan perkotaan Bokondini.
Bab 8 - Hal 8
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Tabel 4. 9 Luas Kawasan Menurut Kemiringan Lereng Per BWP
BWP Kemiringan Lereng (%) Luas (Ha)
BWP I (Distrik Bokondini) < 2 4.83
2 - 4.99 68.14
5 - 7.99 72.20
8 - 14.99 267.50
15 - 29.99 571.06
> 30 1,095.92
BWP II (Sebagian Wilayah Distrik Bewani) < 2 1.44
2 - 4.99 18.11
5 - 7.99 22.38
8 - 14.99 103.28
15 - 29.99 320.96
> 30 1,715.78
BWP III (Sebagian Distrik Bokoneri) < 2 1.12
2 - 4.99 18.20
5 - 7.99 23.25
8 - 14.99 143.95
15 - 29.99 617.86
> 30 3,407.84
BWP IV (Sebagian Distrik Kamboneri) < 2 0.80
2 - 4.99 11.13
5 - 7.99 19.39
8 - 14.99 128.85
15 - 29.99 498.78
> 30 898.42 Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
4.2.4. Analisis Geologi Lingkungan
Berdasarkan hasil analisis dari geologi lingkungan, kawasan perkotaan Bokondini dilingkupi oleh formasi
geologi yang terdiri atas Alluvium Terbiku dan Batuan Malihan Derewo. Kedua formasi ini merupakan formasi
utama geologi kawasan perkotaan Bokondini. Berdasarkan hasil perhitungan pada BWP I, luas kawasan yang
dilingkupi formasi paling dominan yaitu Batuan Malihan Derewo seluas 2075.77 ha. Terletak di sisi utara dan
selatan distrik Bokondini. Sedangkan pada BWP II yakni sebagian dari distrik Bewani dilingkupi oleh batuan
geologi berformasi Batuan Malihan Derewo. Formasi ini tidak direkomendasikan untuk dikembangkan sebagai
kawasan pembangunan, namun lebih diarahkan kepada pertanian dan perkebunan.
Formasi yang sama yakni Batuan malihan Derewo juga terdapat di BWP III yakni sebagian wilayah distrik
Bokoneri. Distrik ini merupakan distrik yang berada pada kawasan status Hutan Lindung menurut penetapan
dari Kementerian Kehutanan. Namun masih terdapat kawasan yang dilingkupi formasi batuan Aluvium Terbiku
yakni seluas 392.37 ha. Terakhir adalah BWP IV yakni sebagian wilayah dari distrik Kamboneri, kawasan
perkotaan ini juga didominasi oleh formasi Batuan Malihan Derewo seluas 1415.31 ha yang berada di sisi utara
dan selatan. Sedangkan formasi Alluvium Terbiku terdapat di pusat kawasan kota Kamboneri.
Tabel 4. 10 Formasi Geologi Kawasan
Ket Formasi Luas (Ha)
BWP I (Distrik Bokondini) Alluvium Terbiku 18.08
Batuan Malihan Derewo 2075.77
BWP II (Sebagian Wilayah Distrik Bewani) Batuan Malihan Derewo 2160.49
BWP III (Sebagian Distrik Bokoneri) Alluvium Terbiku 392.37
Batuan Malihan Derewo 3825.28
BWP IV (Sebagian Distrik Kamboneri) Alluvium Terbiku 144.17
Batuan Malihan Derewo 1415.31 Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
4.2.5. Analisis Klimatologi
Berdasarkan analisis klimatologi dengan menggunakan data curah hujan pada wilayah kabupaten Tolikara,
teridentifikasi bahwa pada BWP I Distrik Bokondini mengalami curah hujan yang rendah yakni sekitar 2421-2721
pada luas kawasan mencapai 1250.09 ha. Sedangkan kawasan yang mengalami curah hujan yang tinggi yakni
seluas 404.98 ha. Sedangkan pada BWP II yakni Sebagian Wilayah Distrik Bewani kawasan yang mendapatkan
curah hujan tahunan yang rendah mencapai 1484.79 ha. Untuk kawasan yang mendapatkan curah hujan yang
tinggi mencapai 426.83 ha.
Untuk kawasan curah hujan di BWP III yakni sebagian wilayah distrik Bokoneri hanya mengalami curah hujan
rendah seluas 3831.44 ha dan curah hujan sedang seluas 386.20 ha. Sedangkan untuk BWP IV yakni sebagian
dari wilayah distrik Kamboneri, curah hujan rendah dialami oleh kawasan dengna luas mencapai 1451.88 ha.
Sedangkan kawasan yang mendapatkan curah hujan tahunan yang rencah mencapai 1.57 ha.
Tabel 4. 11 Curah Hujan Menurut Luas BWP
BWP Curah Hujan (Mm/Tahun) Luas (Ha) Kelompok
BWP I (Distrik Bokondini) 2421-2721 1250.09 Rendah
2722-2915 438.81 Sedang
2916-3070 404.98 Tinggi
BWP II (Sebagian Wilayah Distrik Bewani) 2421-2721 1484.79 Rendah
2722-2915 280.62 Sedang
2916-3070 426.83 Tinggi
BWP III (Sebagian Distrik Bokoneri) 2421-2721 3831.44 Rendah
2722-2915 386.20 Sedang
BWP IV (Sebagian Distrik Kamboneri) 2421-2721 1451.88 Rendah
2722-2915 97.04 Sedang
2916-3070 10.57 Tinggi
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
Bab 8 - Hal 9
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Gambar 4. 7 Agro Klimatologi Papua
Sumber: Balai Agro Klimatologi Indonesia, 2013
4.2.6. Analisis Sumber Daya Alam
Berdasarkan hasil analisis pencitraan satelit dan dengan menggunakan pendekatan intrepetasi dan digitasi
dengan menggunakan perangkat lunak sistem informasi geografis serta pedoman dalam identifikasi dan
penyusunan blok plan kawasan perkotaan. Maka Kawasan lindung terdapat di semua BWP (Bagian Wilayah
Perencanaan). Hutan Lindung terdapat di BWP 1 Distrik Bokondini, BWP 2 Sebagian Wilayah Distrik Bewani,
BWP 3 Sebagian Wilayah Distrik Bokoneri. Sedangkan kawasan lindung dengan klasifikasi perlindungan
setempat berupa sempadan sungai, terdapat disemua BWP.
Dipastikan bahwa pada kawasan lindung yang ada di kawasan perkotaan Bokondini terdapat berbagai macam
fauna dan flora yang masuk dalam perlindungan hukum. Diantaranya adalah;
1. Burung Cenderawasih
2. Anggrek Papua
3. Giant Bent-Toed Gecko
4. Fleshy-Flowered Orchid
5. Kadal biru kehijauan
6. Kuskus bermata biru
7. Wattled Smoky Honeyeater
8. βMagnificentβ Orchid
9. Katak Pohon
10. Kasuari Gelambir Tunggal
11. Kayu Matoa
Berdasarkan data dari Conservation International (CI) disampaikan bahwa Papua memiliki tingkat
keanekaragaman hayati dan endemisitas yang tinggi dan unik. Perhitungan baru memperkirakan sekitar 20-
25.000 spesies tumbuhan berkayu (55% endemik), 164 spesies mamalia (58% endemik), 329 spesies amphibia
dan reptilia (35% endemik), 650 spesies burung (52% endemik), dan 1.200 spesies ikan laut. Diperkirakan ada
sekitar 150.000 spesies serangga, dan ratusan spesies hewan avertebrata air tawar dan laut.
Giant Bent-Toed Gecko
Fleshy-Flowered Orchid
Kuskus Bermata Biru
Fleshy-Flowered Orchid
Burung Cenderawasih
Buah Merah
Bab 8 - Hal 10
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Gambar 4. 8 Fauna dan Flora Papua
Sumber: WWF, Conservation International, 2013
Tabel 4. 12 Kawasan Lindung
BWP Kawasan Lindung Luas (HA)
BWP I (Distrik Bokondini) Hutan Lindung 454.66 Perlindungan
Setempat 143.28
BWP II (Sebagian Wilayah Distrik Bewani) Hutan Lindung 331.46
Perlindungan Setempat 105.11
Rawan Gerakan Tanah 57.68
BWP III (Sebagian Distrik Bokoneri) Hutan Lindung 926.09
Perlindungan Setempat 274.95
BWP IV (Sebagian Distrik Kamboneri) Perlindungan Setempat 60.04
Total 2353.27 Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2013
4.2.7. Analisis Sumber Daya Alam dan Fisik Wilayah Lainnya
Berdasarkan hasil analisis pencitraan satelit dan dengan menggunakan pendekatan intrepetasi dan digitasi
dengan menggunakan perangkat lunak sistem informasi geografis serta pedoman dalam identifikasi dan
penyusunan blok plan kawasan perkotaan. Maka teridentifikasi bahwa kawasan budidaya yang ada di kawasan
perkotaan Bokondini mencakup kawasan perdagangan dan jasa, perumahan, ruang terbuka hijau, sarana
pelayanan umum, perkantoran distrik dan hutan produksi.
Luas kawasan budidaya pada BWP 1 yakni Distrik Bokondini adalah 1505.82 ha dengan dominasi oleh
peruntukan lainnya seluas 1421.28. direncanakan pada kawasan ini akan dilakukan konversi kepada
penggunaan lahan industry, pertanian dan perkebunan.
Sedangkan pada BWP 2 yakni sebagian wilayah distrik Bewani total luas kawasan budidaya mencapai 1698.16
ha. Dengan dominasi lahan berupa Hutan Produksi Konversi. Sesuai dengan potensi dan kemampuan lahannya
pada distrik ini akan dikembangkan lahan untuk pertanian dan perkebunan yang diarahkan kepada tanaman
holtikultura yang didukung dengan pengembangan untuk wisata alamnya.
Untuk BWP 3 yakni sebagian dari wilayah distrik Bokoneri, kawasan budidayanya mencakup hutan produksi,
jasa, perkantoran distrik, perumahan dan sarana pelayanan umum, total luas kawasan budidaya mencapai
3003.44 Ha. Dengan dominasioleh kawasan Hutan Produksi Konversi seluas 2510.86 ha. Berdasarkan hasil
analisis tumpang tindih antara status hutan dari Kementerian Kehutanan Republik Indonesia dengan
intrepetasi citra satelit, terdapat perumahan pada kawasan lindung di distrik Bokoneri. Hal ini sejalan dengan
isu utama bahwa terdapat hunian pada kawasan lindung seperti yang telah disampaikan pada laporan
pendahuluan dan kerangka acuan kerja yang menjadi penanganan didalam kawasan lindung.
Sedangkan pada BWP 4 yakni sebagian dari wilayah distrik Kamboneri, total luas kawasan budidaya mencapai
1504.58 dengan dominasi kawasan peruntukan lainnya sebesar 1416.84 ha. Didalam analisis potensinya
sebagian wilayah distrik Kamboneri yang masuk dalam kawasan perkotaan Bokondini akan dikembangkan
menjadi kawasan agroforestry dan diarahkan untuk dikembangkan menyatu menjadi kawasan wisata agro.
Tabel 4. 13 Kawasan Budidaya
BWP Kawasan Budidaya LUAS (HA)
BWP I (Distrik Bokondini) Campuran 3.46
Perdagangan dan Jasa 3.66
Perkantoran 5.73
Perumahan 32.89
Peruntukan Khusus 2.30
Peruntukan Lainnya (Pertanian Perkebunan) 1421.28
Ruang Terbuka Hijau 3.51
Sarana Pelayanan Umum 32.99
Jumlah 1505.82
BWP II (Sebagian Wilayah Distrik Bewani) Hutan Produksi Konversi 1184.50
Perdagangan dan Jasa 11.40
Perkantoran 0.94
Perumahan 72.12
Peruntukan Lainnya (Pertanian Perkebunan) 426.41
Sarana Pelayanan Umum 2.79
Jumlah 1698.16
BWP III (Sebagian Distrik Bokoneri) Hutan Produksi Konversi 2510.86
Perdagangan dan Jasa 3.55
Perkantoran 0.34
Perumahan 486.44
Sarana Pelayanan Umum 2.25
Jumlah 3003.44
BWP IV (Sebagian Distrik Kamboneri) Perdagangan dan Jasa 0.22
Perkantoran 0.02
Perumahan 76.48
Peruntukan Lainnya (Pertanian Perkebunan) 1416.84
Sarana Pelayanan Umum 11.02
Jumlah 1504.58
Total 7712 Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2013
Bab 8 - Hal 11
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
4.3. Analisis Sektor Pertanian
A. Komoditas Unggulan Pertanian
Menurut Handewi Rachman (2003) komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang memiliki posisi
strategis untuk dikembangkan di suatu wilayah. Posisi strategis ini didasarkan pada pertimbangan teknis
(kondisi tanah dan iklim), sosial ekonomi dan kelembagaan. Penentuan ini penting dengan pertimbangan
bahwa ketersediaan dan kemampuan sumberdaya (alam, modal dan manusia) untuk menghasilkan dan
memasarkan semua komoditas yang dapat diproduksi di suatu wilayah secara simultan relatif terbatas.
Sementara itu, Daryanto dan Hafizrianda (2010) menjelaskan bahwa komoditas unggulan mempunyai kriteria
sebagai berikut : 1) Harus mampu menjadi penggerak utama (prime mover) pembangunan perekonomian,
dengan kata lain, komoditas unggulan tersebut dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada
peningkatan produksi, pendapatan dan pengeluaran; 2) Mempunyai keterikatan ke depan dan ke belakang
(forward and backward langkages) yang kuat, baik sesama komoditas unggulan maupun komoditas lainnya; 3)
Mampu bersaing dengan produk sejenis dari wilayah lain (competitiveness) di pasar nasional dan pasar
internasional, baik dalam harga produk, biaya produksi dan kualiatas pelayanan; 4) Memiliki keterkaitan
dengan wilayah lain (regional lingkages), baik dalam hal pasar (konsumen) maupun pemasokan bahan baku; 5)
Memiliki status teknologi (state of the art) yang terus meningkat, terutama melalui inovasi teknologi; 6)
Mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal sesuai dengan skala produksinya; 7) Dapat bertahan
dalam jangka panjang tertentu, mulai fase kelahiran, fase pertumbuhan fase kejenuhan/ penurunan; 8) Tidak
rentan terhadap gejolak eksternal dan internal; 9) Pengembangannya harus mendapat berbagai bentuk
dukungan, misalnya : keamanan, sosial, budaya, informasi, peluang pasar, kelembagaan, fasilitas intensif-
disintensif, dll dan 10) Pengembangannya berorentasi pada kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan.
Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa komoditas unggulan adalah komoditas yang layak diusahakan
karena memberikan keuntungan kepada petani baik secara biofisik, sosial dan ekonomi. Komoditas tertentu
dikatakan layak secara biofisik jika komoditas tersebut diusahakan sesuai dengan zona agroekologi, layak
secara sosial jika komoditas tersebut memberi peluang berusaha, bisa dilakukan dan diterima oleh masyarakat
setempat sehingga berdampak pada penyerapan tenaga kerja. Sedangkan layak secara ekonomi artinya
komoditas tersebut memberi keuntungan. Pada era pasar bebas seperti saat ini, baik ditingkat pasar lokal,
nasional maupun global hanya komoditas yang diusahakan secara efisien dari sisi teknologi dan sosial
ekonomi serta mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif yang akan mampu bersaing secara
berkelanjutan dengan komoditas yang sama dari wilayah lain.
Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan komoditas unggulan adalah dengan metode Location
Quotient (LQ) yang diakomodasi dari Miller and Wright (1991), Isserman (1997) dan Ron Hood (1998) yang
merupakan suatu pendekatan tidak langsung untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis
atau non basis. Teknik LQ merupakan salah satu pendekatan yang paling umum digunakan dalam model
ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor yang menjadi pemacu pertumbuhan. Teori
ekonomi basis mengkelompokkan seluruh kegiatan ekonomi ke dalam dua sektor, yaitu sektor basis dan non
basis. Kegiatan basis adalah kegiatan suatu masyarakat yang hasilnya (barang atau jasa) yang ditujukan untuk
ekspor atau beorentasi keluar regional, nasional dan internasional. Sedangkan, kegiatan non basis merupakan
kegiatan masyarakat yang hasilnya ditujukan bagi masyarakat itu sendiri. Teknik LQ banyak digunakan untuk
membahas kondisi perekonomian mengarah pada identifikasi kegiatan perekonomian atau untuk mengukur
konsentrasi relatif kegiatan perekonomian untuk mengukur konsentrasi relatif sebagai upaya mendapatkan
gambaran dalam menetapkan sektor unggulan sebagai leading sector.
Metode LQ ini merupakan perbandingan antara pangsa relatif produksi komoditas βiβ pada tingkat provinsi
terhadap total produksi di provinsi tersebut dengan pangsa relatif produksi komoditas βiβ pada tingkat
nasional terhadap total produksi di tingkat nasional. Jika ingin dijabarkan sampai tingkat kabupaten berarti
komoditas βiβ pada tingkat kabupaten dibandingkan dengan total produksi di kabupaten tersebut kemudian
dibandingkan lagi dengan produksi komoditas βiβ pada tingkat provinsi terhadap total produksi di tingkat
provinsi, demikian seterusnya untuk tingkat kecamatan terhadap kabupaten/ kota. Untuk komoditas yang
berbasis lahan, seperti tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan, perhitungannya didasarkan pada lahan
pertanian (areal tanam atau areal panen), produksi atau produktivitas, sedangkan komoditas yang tidak
berbasis lahan, usaha ternak, dasar perhitungannya menggunakan jumlah populasi.
Produksi dijadikan indikator utama dalam perhitungan LQ, karena produksi suatu komoditas adalah resultan
akhir dari semua proses sistem budidaya. Jika produksi suatu komoditas tinggi dan cenderung meningkat
setiap tahun, maka diasumsikan bahwa komoditas tersebut sangat diminati oleh masyarakat, sehingga
berdampak pada peningkatan pendapatan petani secara nyata. Minat yang tinggi terhadap suatu komoditas
ini tentunya akan diikuti dengan perawatan yang lebih baik dibanding komoditas lain yang produksinya lebih
rendah.
Secara matematis perhitungan LQ dapat diformulasikan sebagai berikut :
Dimana :
pi = Produksi komoditas βiβ pada tingkat kabupaten atau kota atau kecamatan;
pt = Produksi total kelompok komoditas pada tingkat kabupaten, kecamatan;
Pi = Produksi komoditas βiβ pada tingkat provinsi, kabupaten/kota
Pt = Produksi total kelompok komoditas pada tingkat provinsi , kabupaten/kota
Kriteria :
LQ > 1 : Sektor basis artinya komoditas i disuatu wilayah memiliki keunggulan komparatif
LQ = 1 : Sektor non basis, artinya komoditas i disuatu wilayah tidak memiliki keunggulan, produksinya hanya
cukup untuk memenuhi kebutuhan wilayah sendiri
LQ < 1 : Sektor non basis, artinya komoditas i disuatu wilayah tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri,
sehingga perlu pasokan dari luar
Penjelasan : Semakin tinggi nilai LQ sektor disuatu wilayah, semakin tinggi potensi keunggulan sektor
tersebut.
t
i
t
i
PP
pp
LQ
Bab 8 - Hal 12
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
B. Komoditas Unggulan Pertanian Di Kawasan Perkotaan Bokondini
Hasil perhitungan masing-masing komoditas yang diusahakan di Kawasan Perkotaan Bokondini, Kabupaten
Tolikara menggunakan metode LQ disajikan pada tabel 4.6
Tabel 4. 14 Komoditas Unggulan
No Subsektor/ Komoditas
Nilai LQ Keterangan
A TANAMAN PANGAN
1 Padi ladang 2,7 Basis
2 Jagung 0,98 Non Basis
3 Ubi kayu 2,19 Basis
4 Ubi jalar 0,92 Non Basis
5 Keladi 0,69 Non Basis
6 Kacang tanah 0,68 Non Basis
7 Kedelai 1,38 Basis
B HORTIKULTURA
1 Jeruk Manis 0,6 Non Basis
2 Nenas 1,65 Basis
3 Pisang 1,1 Basis
4 Nangka 0,64 Non Basis
5 Jambu Biji 0,84 Non Basis
6 Alpokat 0,64 Non Basis
7 Mangga 0,68 Non Basis
8 Pepaya 0,87 Non Basis
9 Markisa 0,69 Non Basis
10 Bayam 0,68 Non Basis
11 Cabe 0,84 Non Basis
12 Buncis 1,00 Basis
13 Wortel 0,98 Non Basis
14 Daun Bawang 0,98 Non Basis
15 Bawang Merah 1,98 Basis
16 Timun 0,87 Non Basis
17 Kentang 2,43 Basis
19 Kubis 0,54 Non Basis
20 Terong 0,28 Non Basis
21 Bawang Putih 1,59 Basis
22 Ubi-ubian 0,72 Non Basis
23 Sawi 1,15 Basis
24 Tomat 0,85 Non Basis
C PERKEBUNAN
1 Kopi 0,55 Non Basis
D TERNAK DAN UNGGAS
1 Sapi 1,68 Basis
2 Kuda -
3 Kambing 1,28 Basis
4 Babi 1,00 Basis
5 Ayam Ras 0,81 Non Basis
6 Itik 3,08 Basis
No Subsektor/ Komoditas
Nilai LQ Keterangan
7 Kelinci 2,06 Basis
E PERIKANAN
1 Mas 0,96 Non Basis
2 Mujair 1,55 Basis
3 Nila 0,97 Non Basis Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2013
Berdasarkan nilai LQ masing-masing komoditas pertanian, komoditas dengan nilai LQ > 1 dikatakan sebagai
komoditas unggulan pertanian di kawasan Perkotaan Bokondini. Pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa
komoditas unggulan pertanian di kawasan Perkotaan Bokondini untuk kelompok komoditas tanaman pangan
adalah padi ladang, ubi kayu, kedelai, kelompok tanaman komoditas hortikultura adalah nenas, pisang, buncis,
bawang merah, kentang, bawang putih dan sawi, kelompok komoditas ternak dan unggas adalah sapi,
kambing, itik dan kelinci, sedangkan kelompok komoditas perikanan adalah ikan mujair. Hasil identifikasi
komoditas unggulan dengan menggunakan metode LQ perlu dilakukan paduserasi dengan pemangku
kepentingan (stakeholders) pembangunan di kawasan Perkotaan Bokondini, sehingga didapatkan komoditas
unggulan yang menjadi prioritas pengembangan sektor pertanian. Namun demikian, untuk komoditas non
basis (LQ <1) juga perlu diusahakan untuk memenuhi kebutuhan di dalam kawasan Perkotaan Bokondini.
C. Arah Kebijakan Pengembangan Komoditas Unggulan di Kawasan Perkotaan Bokondini
Dengan mempertimbangkan berbagai hal terkait dengan pembangunan sektor pertanian, maka arah kebijakan
prioritas pengembangan komoditas unggulan pertanian di kawasan Perkotaan Bokondini, yaitu :
1. Pengembangan kelompok komoditas tanaman pangan, yaitu padi ladang dan ubi kayu;
2. Pengembangan kelompok komoditas hortikultura, yaitu nenas dan kentang;
3. Pengembangan kelompok komoditas ternak dan unggas, yaitu sapi dan itik;
4. Pengembangan kelompok komoditas perikanan, yaitu ikan mujair.
D. Konsep Kawasan Pertanian
Menurut Arsyad (1989) pengertian penggunaan lahan adalah suatu bentuk intervensi manusia terhadap lahan
dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidup, baik kebutuhan material maupun kebutuhan spiritual. Anwar
(1980) berpendapat bahwa penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar, yaitu: a)
penggunaan lahan untuk pertanian, b) penggunaan lahan bukan untuk pertanian. Sementara itu, penggunaan
lahan untuk pertanian dibedakan ke dalam jenis penggunaan berdasarkan atas ketersediaan air dan bentuk
pemanfaatan di atas lahan tersebut, sehingga dikenal macam penggunaan lahan, yaitu : a) tegalan, b) sawah,
c) perkebunan, d) padang rumput, e) hutan produksi, f) hutan lindung dan g) padang alang-alang. Sedangkan
penggunaan lahan bukan pertanian dibedakan ke dalam beberapa bagian, yaitu: a) permukiman, b) industri, c)
tempat rekreasi dan d) pertambangan.
Bab 8 - Hal 13
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Menurut Sandy (1985) mengatakan bahwa penggunaan/ pemanfaatan lahan pertanian dikelompokkan ke
dalam beberapa macam, yaitu :
1. Pekarangan, yaitu merupakan areal lahan kosong yang biasanya terdapat di sekitar rumah/ permukiman
dan biasanya ditanami dengan berbagai tanaman, seperti sayuran, buah-buahan, tanaman pangan dan
sebagainya dengan sistem campuran (multicropping);
2. Sawah, dibuat dengan tujuan terutama untuk tanaman padi dan juga palawija
3. Ladang berpindah, biasanya terjadi pada kawasan dengan jumlah penduduk yang kurang;
4. Kebun campuran, jenis pemanfaatan yang sebenarnya kurang intensif, meskipun jumlah tanaman yang
terdapat di lahan tersebut cukup banyak;
5. Tegalan, jenis pemanfaatan lahan kering yang cukup intensif, biasanya ditanami dengan tanaman semusim
dan biasanya terdapat di daerah penduduk yang cukup padat;
6. Perkebunan, ditanami dengan tanaman perkebunan dan biasanya dilihat dari skala usahanya dibedakan
menjadi perkebunan rakyat dan perkebunan besar (swasta atau Negara).
Sementara itu, menurut Direktorat Tataguna Tanah (1984) mengemukaan bahwa penggunaan lahan adalah
sebagai berikut :
1. Permukiman, adalah kelompok bangunan untuk tempat tinggal dengan lahan pekarangannya, termasuk
disini perumahan dan emplasemen (stasiun, pasar dan pabrik);
2. Sawah, tanah berpematang terdapat saluran pengairan yang ditanami padi atau tanaman semusim yang
lainnya (palawija);
3. Tanah kering, yaitu terdiri atas tegalan (tanah kering yang diusahakan menetap dengan tanaman semusim)
dan ladang berpindah yaitu tanah pertama yang ditanami tanaman semusim.
E. Konsep Pola Penggunaan Lahan di Kawasan Perkotaan Bokondini
Secara umum sistem pemilikan dan penguasaan lahan di Kabupaten Tolikara, Papua ditentukan oleh sistem
kepemimpinan suatu etnis/ suku. Terdapat tiga tipologi sistem pemilikan dan penguasaan lahan umumnya di
Papua, yaitu: 1) klen, subklen lineage, 2) individu subklen dan 3) individu.
Pada sistem pemilikan lahan kelompok 1, tanah dimiliki secara bersama-sama oleh masing-masing klen, tetapi
berada dibawah kekuasaan kepala klen atau yang sering disebut Ondoafi. Perkembangan individu dalam
pemanfaatan lahan sepenuhnya tergantung pada kelompok subklen masing-masing. Sedangkan
perkembangan kelompok/ klen sangat tergantung pada kebijakan kepala klen/ Ondoafi. Kelompok 2
mempunyai kekuasaan dalam pengelolaan kebun. Pada kelompok ini, tiap kampong mempunyai batas sungai,
rawa, hutan atau padang rumput yang merupakan batas wilayah kekuasaan klen. Tipe kepemilikan lahan
kelompok ini susah memberi kesempatan pada anggota masyarakat untuk emmiliki hak individu atas lahan.
Pemilikan tipe 3 tidak memberi tempat bagi pemilikan secara bersama, tetapi hak individu mempunyai tempat
tertinggi. Masyarakat kelompok ini sudah banyak memperoleh kemajuan, namun kepedulian terhadap orang
lain mulai berkurang, sehingga kehidupan individu cukup menonjol.
Dalam menentukan konsep penggunaan lahan di kawasan Perkotaan Bokondini sebaiknya memperhatikan
sistem kepemilikan lahan yang dianut masyarakat setempat agar tidak menimbulkan permasalahan antar
individu atau kelompok/ klen. Kepala suku/ Ondoafi harus dilibatkan dalam menentukan pola penggunaan/
pemanfaatan lahan untuk kegiatan pertanian. Melihat pola penggunaan lahan yang saat ini dilakukan
masyarakat di Bokondini, maka hal ini dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan konsep pola
penggunaan lahan di kawasan Perkotaan Bokondini. Pola penggunaan lahan terdiri atas : a) pekarangan yaitu
luasan lahan tertentu yang terdapat disekitar rumah/ permukiman penduduk yang dimanfaatkan untuk usaha
tani untuk menopang kebutuhan hidup sehari-hari, diantaranya mengusahakan tanaman sayuran, tanaman
pangan (ubi kayu, ubi jalar, keladi), buah-buahan dengan sistem campuran. Selain itu juga dapat dimanfaatkan
untuk memelihara hewan piaraan, seperti ayam, babi dalam jumlah beberapa ekor, b) lahan usaha berupa
kebun campuran yang cukup luas dan dikelola secara bersama serta lokasinya jauh dari permukiman yang
diusahakan untuk tanaman pangan, sayuran, buah-buahan atau tanaman perkebunan dengan sistem
agroforestri. Pengelolaan usaha tani sistem agroforestri sangat sesuai karena untuk diterapkan di kawasan ini
mengingat kondisi topografi, ketinggian dan kelerengan lahan yang curam, sehingga dapat menjadi sistem
usaha tani konservasi.
Sistem agroforestri adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi penggunaan lahan,
yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu
(pohon, perdu, palem, bambu dll.) dengan tanaman pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan, yang
dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis
antar berbagai komponen yang ada (Lundgren dan Raintree, 1982). Pengertian agroforestri menitikberatkan
pada dua karakter pokok yang umum dipakai pada seluruh bentuk agroforestri yang membedakan dengan
sistem penggunaan lahan lainnya, yaitu : 1) adanya pengkombinasian yang terencana/disengaja dalam satu
bidang lahan antara tumbuhan berkayu (pepohonan), tanaman pertanian dan/atau ternak/hewan baik secara
bersamaan (pembagian ruang) ataupun bergiliran (bergantian waktu), 2) ada interaksi ekologis dan/atau
ekonomis yang nyata/jelas, baik positif dan/atau negatif antara komponen-komponen sistem yang berkayu
maupun tidak berkayu.
Lundgren dan Raintree, (1982) selanjutnya menyatakan terdapat beberapa ciri penting sistem agroforestri
adalah:
1. Sistem agroforestri biasanya tersusun dari dua jenis tanaman atau lebih (tanaman dan/atau hewan), paling
tidak satu di antaranya tumbuhan berkayu.
2. Siklus sistem agroforestri selalu lebih dari satu tahun.
3. Ada interaksi (ekonomi dan ekologi) antara tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu.
4. Selalu memiliki dua macam produk atau lebih (multi product), misalnya pakan ternak, kayu bakar, buah-
buahan, obat-obatan.
5. Minimal mempunyai satu fungsi pelayanan jasa (service function), misalnya pelindung angin, penaung,
penyubur tanah, peneduh sehingga dijadikan pusat berkumpulnya keluarga/masyarakat.
6. Untuk sistem pertanian masukan rendah (low external input and sustainable agriculture = LEISA) di daerah
tropis, agroforestri tergantung pada penggunaan dan manipulasi biomasa tanaman terutama dengan
mengoptimalkan penggunaan sisa panen.
Beberapa keunggulan sistem agroforestri dibandingkan sistem penggunaan lahan lainnya, yaitu dalam hal,
yaitu:
1. Produktivitas (Productivity): Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa produk total sistem campuran dalam
agroforestri jauh lebih tinggi dibandingkan pada monokultur. Hal tersebut disebabkan bukan saja keluaran
(output) dari satu bidang lahan yang beragam, akan tetapi juga dapat merata sepanjang tahun. Adanya
tanaman campuran memberikan keuntungan, karena kegagalan satu komponen/jenis tanaman akan dapat
ditutup oleh keberhasilan komponen/jenis tanaman lainnya.
Bab 8 - Hal 14
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
2. Diversitas (Diversity): Adanya pengkombinasian dua komponen atau lebih daripada sistem agroforestri
menghasilkan diversitas yang tinggi, baik menyangkut produk maupun jasa. Dengan demikian dari segi
ekonomi dapat mengurangi risiko kerugian akibat fluktuasi harga pasar. Sedangkan dari segi ekologi dapat
menghindarkan kegagalan fatal pemanen sebagaimana dapat terjadi pada budidaya tunggal (monokultur).
3. Kemandirian (Self-regulation): Diversifikasi yang tinggi dalam agroforestri diharapkan mampu memenuhi
kebutuhan pokok masyarakat, dan petani kecil dan sekaligus melepaskannya dari ketergantungan
terhadap produk- produk luar. Kemandirian sistem untuk berfungsi akan lebih baik dalam arti tidak
memerlukan banyak input dari luar (a.l. pupuk, pestisida), dengan diversitas yang lebih tinggi daripada
sistem monokultur.
4. Stabilitas (Stability): Praktek agroforestri yang memiliki diversitas dan produktivitas yang optimal mampu
memberikan hasil yang seimbang sepanjang pengusahaan lahan, sehingga dapat menjamin stabilitas (dan
kesinambungan) pendapatan petani.
Bab 4 - Hal 1
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 4. 1 Kesesuaian Lahan Pertanian, Tanaman Pangan dan Perkebunan
Bab 8 - Hal 2
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
4.4. Analisis Sosial Budaya
4.4.1. Analisis Elemen Kota
Landmark bagi sebuah kota atau kawasan merupakan elemen eksternal dan merupakan bentuk visual yang
menonjol dari kota, misalnya gunung atau bukit, gedung tinggi, menara, tanda tinggi, tempat ibadah dan lain
sebagainya yang dapat dijadikan sebagai titik orientasi di dalam kota sehingga dapat membantu orang untuk
mengenali suatu daerah. Selain sebagai pembentuk identitas/ citra kota, landmark juga bisa digunakan sebagai
penanda, misalnya dalam konteks perkotaan bisa diimplemetasikan dalam bentuk skala landmark. Secara
umum dalam lingkup kota/ perkotaan, skala landmark dibedakan menjadi skala kota, skala kawasan dan skala
lingkungan. Keberadaan 3 skala tersebut seolah sebagai penanda eksistensi ruang yang ada di sekitarnya.
Tabel 4. 15. Skema Analisis Landmark
No BWP Distrik Fungsi Distrik Luas Kawasan
Potensi Landmark
Skala
1 I/Prioritas Bokondini Pemerintahan skala distrik, Jasa Perdagangan, Wisata, Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/Agroforestry, Pendidikan, Pusat Perdagangan Komoditas Unggulan, Pusat Perkantoran dan Permukiman
2197.09
Gereja Distrik, Gerbang Selamat Datang di Jalan Masuk ke Distrik (Kamboneri), Gerbang Selamat Datang di Bandar Udara, Tugu Injil, Bandar Udara
Kota
2 II Sebagian Wilayah Bewani
Pemerintah skala distrik, Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/agroforestry, Pusat Perkantoran dan Permukiman
2140.08
Gereja, Kantor Distrik
Kawasan dan Lingkungan
3 III Sebagian Wilayah Bokoneri
Pemerintah skala distrik, Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/agroforestry, Pusat Perkantoran dan Permukiman
4216.86
Gereja, Kantor Distrik
Kawasan dan Lingkungan
4 IV Sebagian Wilayah Kamboneri
Pemerintah skala distrik, Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/agroforestry, Pusat Perkantoran
1512.63
Gereja, Kantor Distrik
Kawasan dan Lingkungan
No BWP Distrik Fungsi Distrik Luas Kawasan
Potensi Landmark
Skala
dan Permukiman Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2013
Node merupakan komponen yang biasanya berupa obyek simpangan. Obyek ini bisa berupa lahan yang besar,
maupun yang kecil, yang biasanya berguna sebagai titik pertemuan dari berbagai jalur. Sebagai ilustrasi,
beberapa bentuk node ini antara lain bisa berupa terminal. Dalam posisi yang berbeda, node ini juga menjadi
komponen yang menghubungkan dua hal yang memiliki sifat berbeda. Seperti juga landmark, node juga
mengenal skala, yaitu node skala kota, skala kawasan, dan node skala lingkungan
Tabel 4. 16. Skema Analisis Node
No BWP Distrik Fungsi Distrik Luas Kawasan
Potensi Node Skala
1 I/Prioritas Bokondini Pemerintahan skala distrik, Jasa Perdagangan, Wisata, Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/Agroforestry, Pendidikan, Pusat Perdagangan Komoditas Unggulan, Pusat Perkantoran dan Permukiman, Pusat Industri Agroforestry
2197.09
Simpul jalan kolektor sekunder (K4) dan kolektor primer (K3)
Simpul jalan kolektor dengan local
Simpul jalan local dengan lingkungan
Kota
2 II Sebagian Wilayah Bewani
Pemerintah skala distrik, Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/agroforestry, Pusat Perkantoran dan Permukiman
2140.08
Simpul jalan kolektor sekunder dengan jalan local
Simpul jalan local dan lingkungan
Kawasan dan Lingkungan
3 III Sebagian Wilayah Bokoneri
Pemerintah skala distrik, Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/agroforestry, Pusat Perkantoran dan Permukiman
4216.86
Simpul jalan kolektor sekunder dengan jalan local
Simpul jalan local dan lingkungan
Kawasan dan Lingkungan
4 IV Sebagian Wilayah Kamboneri
Pemerintah skala distrik, Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/agroforestry, Pusat Perkantoran
1512.63
Simpul jalan kolektor sekunder dengan jalan local
Simpul jalan
Kawasan dan Lingkungan
Bab 8 - Hal 3
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
No BWP Distrik Fungsi Distrik Luas Kawasan
Potensi Node Skala
dan Permukiman local dan lingkungan
Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2013
Tujuan utama dari pembagian distrik ini seperti memberi βtemaβ bagi lingkup spasial yang dimaksud, dengan
harapan hal ini menjadi ciri khas kegiatannya. Penetapan tema/ ciri dari distrik menjadi inspirasi bagi
pengelolaan dan perencanaan lingkup spasial ini di masa mendatang. Kebutuhan data dari komponen ini
adalah berupa luasan lahan/spasial, fungsi distrik, elemen fisik penunjang fungsi, serta potensi-masalah yang
dipunyainya.
Tabel 4. 17. Skema Analisis Distrik/Blok
No BWP Distrik Fungsi Distrik Luas
Lahan (ha)
Elemen penunjang
1 I/Prioritas Bokondini
Pemerintahan 4,78 Kantor distrik
Jasa Perdagangan 1,32 Warung, took
Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/Agroforestry
1278,13
Pertanian, perkebunan
Pusat Permukiman
210,83 Rumah
Pusat Industri Agro 32
Kawasan industri
2 II Sebagian Wilayah Bewani
Pemerintah 1 Kantor distrik
Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/agroforestry,
1529.2
Pertanian, perkebunan
Permukiman Pusat
194.3 Rumah
3 III Sebagian Wilayah
Bokoneri
Pemerintah 1 Kantor distrik
Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/agroforestry,
1529.2
Pertanian, perkebunan
Pusat Permukiman 492.5 Rumah
4 IV Sebagian Wilayah
Kamboneri
Pemerintah 1 Kantor distrik
Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/agroforestry,
2518.6
Pertanian, perkebunan
Pusat Permukiman 77.3 Rumah Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2013
Edges merupakan komponen citra kota yang didefinisikan sebagai batas. Batas yang dimaksud bisa berupa
elemen fisik, maupun elemen non fisik. Bentuk elemen fisik dari edge bisa berupa sungai, jalan, garis pantai,
vegetasi/ green belt, pagar, gapura dan lain sebagainya. Fungsi dari elemen edge ini bisa menjadi pembatas
antar fungsi, antar blok/ distrik, antar kota, dan juga antara kota dengan luar kota. Batas non fisik bisa terjadi,
misalnya berupa garis imaginer, yang hanya kelihatan pada tampilan peta. Berdasarkan kajian citra kota,
elemen edge sangat berfungsi untuk bisa membedakan antara blok/zona/sub zona 1 dengan lainnya.
Pembedaan ini berkaitan dengan aspek pengkuatan citra kota/kawasan yang mau diangkat. Batas (edge) yang
jelas akan membuat orang akan terbantu dalam mendefinisikan karakteristik/citra kawasan yang ada di
sekelilingnya. Perwujudan dan desain edge yang jelas yang konsisten dengan citra yang akan diangkat, serta
diusahakan serasi dengan lingkungan sekitarnya.
Tabel 4. 18 Skema Analisis Edges
No BWP Distrik Fungsi Distrik Issue Blok Komponen
Lokal
1 I/Prioritas Bokondini
Pemerintahan Revitalisasi
kembali
Kayu, ilalang, pohon buah
Jasa Perdagangan Penataan
Pagar, vegetasi
Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/Agroforestry
Ekstensifikasi dan
intensifikasi
Sayuran kol, tomat, bawang, umbi, wortel, buah nenas, buah merah, pisang, cabe
Pusat Permukiman
Pengembangan dan
peningkatan rumah sehat
dan jalan lingkungan
Batuan dan tenaga lokal
Pusat Industri Agro Pengembangan lahan
-
2 II Sebagian Wilayah Bewani
Pemerintah Revitalisasi
kembali
Kayu, ilalang, pohon buah
Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/agroforestry,
Ekstensifikasi dan
intensifikasi
Sayuran kol, tomat, bawang, umbi, wortel, buah nenas, buah
Bab 8 - Hal 4
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
No BWP Distrik Fungsi Distrik Issue Blok Komponen
Lokal
merah, pisang, cabe
Pusat Permukiman
Pengembangan dan
peningkatan rumah sehat
dan jalan lingkungan
Batuan dan tenaga lokal
3 III Sebagian Wilayah
Bokoneri
Pemerintah Revitalisasi
kembali
Kayu, ilalang, pohon buah
Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/agroforestry,
Ekstensifikasi dan
intensifikasi
Sayuran kol, tomat, bawang, umbi, wortel, buah nenas, buah merah, pisang, cabe
Pusat Permukiman Pengembangan dan
peningkatan rumah sehat
dan jalan lingkungan
Batuan dan tenaga lokal
4 IV Sebagian Wilayah
Kamboneri
Pemerintah Revitalisasi
kembali
Kayu, ilalang, pohon buah
Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/agroforestry,
Ekstensifikasi dan
intensifikasi
Sayuran kol, tomat, bawang, umbi, wortel, buah nenas, buah merah, pisang, cabe
Pusat Permukiman Pengembangan dan
peningkatan rumah sehat
dan jalan lingkungan
Batuan dan tenaga lokal
Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2013
Path merupakan komponen berupa jalur penghubung, yang secara fisik bisa berupa jaringan jalan, (rel) kereta
api, sungai sebagai jalur transportasi kapal dan lain sebagainya.
Tabel 4. 19 Skema Analisis Path
No BWP Distrik Fungsi Distrik Elemen
penghubung
1 I/Prioritas Bokondini
Pemerintahan, Jasa Perdagangan, Pusat Permukiman, Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/Agroforestry
Transportasi udara, jalan
kolektor primer (K3),
dan jalan kolektor
sekunder (K4) dan lokal
Pusat Industri Agro jalan kolektor sekunder (K4)
2 II Sebagian Wilayah Bewani
Pemerintah, Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/agroforestry, Pusat Permukiman.
Transportasi udara, jalan
kolektor primer (K3),
dan jalan kolektor
sekunder (K4) dan lokal
3 III Sebagian Wilayah
Bokoneri
Pemerintah, Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/agroforestry, Pusat Permukiman
Transportasi udara, jalan
kolektor primer (K3),
dan jalan kolektor
sekunder (K4) dan lokal
4 IV Sebagian Wilayah
Kamboneri
Pemerintah, Pusat Pengembangan pertanian berbasis hutan/agroforestry, Pusat Permukiman
Transportasi udara, jalan
kolektor primer (K3),
dan jalan kolektor
sekunder (K4) dan lokal
Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2013
4.4.2. Analisis Sosial dan Budaya
4.4.2.1. Fungsi dan Kegunaan Analisis Sosial Budaya
Fungsi dan kegunaan analisis sosial budaya dalam menyusun rencana tata ruang, yaitu;
Bab 8 - Hal 5
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
1) Sebagai dasar penyusunan rencana tataruang wilayah/atau kawasan serta pembangunan sosial budaya
masyarakat;
2) Mengidentifikasi struktur sosial budaya masyarakat;
3) Menilai pelayanan sarana dan prasarana sosial budaya yang mendukung pengembangan wilayah dan atau
kawasan;
4) Menentukan prioritas-prioritas utama dalam formulasi kebijakan pembangunan sosial budaya masyarakat;
5) Memberikan gambaran situasi dan kondisi objektif dalam proses perencanaan;
6) Sebagai acuan pelaksanaan pemantauan, pelaporan, dan penilaian program-program pembangunan sosial
budaya secara integratif. (DPU Dirjen Penataan Ruang 2007).
4.4.2.2 . Unsur-unsur Budaya Lokal
Bertolak dari pandangan ini, maka adalah penting untuk mengidentifikasi dan mengkaji kearifanβkearifan lokal
apa yang ada dalam kebudayaanβkebudayaan di Tanah Papua, sehingga dapat dijadikan modal sosial bagi
pembangunan. Kearifan lokal sebagaimana yang dimaksud, terkandung dalam unsurβunsur budaya, seperti
pengetahuan lokal, kesenian, bahasa, dan nilaiβnilai budaya.
A. Unsur Budaya Kesenian
Unsur budaya yang mengandung kearifan lokal, di antaranya unsur budaya kesenian (seni tari, seni arsitektur
bangunan rumah, seni suara (laguβlagu tradisional seperti wor), dan seni ukir. Kearifan lokal yang tersimpan
dalam bidang kesenian ini merupakan potensi yang dapat ditingkatkan untuk menunjang pembangunan
daerah, misalnya dalam bidang kepariwisataan, arsitektur bangunan (rum sram), industri kerajinan tangan,
dunia tari, dan dunia musik. Selain itu, pesanβpesan moral yang terkandung dalam berbagai bentuk kesenian
itu dapat djadikan pegangan hidup dalam membina kehidupan bersama yang berahlak dan bermoral.
Pemanfaatan potensiβpotensi seni budaya seperti ini sangat penting, sebab di satu sisi dapat mendatangkan
keuntungan ekonomis dan pada sisi yang lain melalui upayaβupaya seperti ini nilaiβnilai estetika dan pesanβ
pesan moral yang terkandung di dalamnya dapat dikembangkan dan dilestarikan untuk tetap dihayati dan
dipedomani oleh generasi sekarang maupun generasiβgenerasi penerus di kemudian hari.
1. Honai
Kesenian masyarakat suku Dani dapat dilihat dari cara membangun tempat kediaman, seperti disebutkan
dalam satu silimo ada beberapa bangunan, seperti Honai, Ebeai, dan Wamai.
Masyarakat Dani di Papua, tidak mengenal konsep keluarga batih, yaitu bapak, ibu, dan anak, tinggal dalam
satu rumah. Mereka adalah masyarakat komunal. Jika rumah dipandang sebagai suatu kesatuan fisik yang
menampung aktivitas-aktivitas pribadi para penghuninya, dalam masyarakat Dani unit rumah tersebut adalah
sili.
Pada dasarnya Sili/Silimo merupakan kompleks tempat kediaman yang terdiri atas beberapa unit bangunan
(rumah/honai) beserta perangkat lainnya.
Suku Dani sering membangun rumah adat mereka sesuai dengan apa yang ada di daerahnya pada masa
lampau. Pada umumnya orang gunung di Provinsi Papua memiliki rumah adat yang sering disebut Honai.
Istilah honai sendiri berasal dari dua kata, yakni βHunβ yang berarti pria dewasa dan βAiβ yang berarti rumah.
Dari klasifikasinya, terdapat dua jenis honai, yakni honai bagi kaum laki-laki dan perempuan.
Bahan yang biasanya digunakan untuk membuat honai, yaitu kayu besi (oopir), kayu buah besar, kayu batu
yang paling besar, kayu buah sedang, jagat (mbore/pinde), tali (kedle), alang-alang (wakngger), papan yang
dikupas (oo nggege nggagalek), papan las, dan lain-lain.
Orang Dani mempunyai tiga honai, yakni honai bagi kaum laki-laki, honai perempuan, dan honai yang
dikhususkan untuk memberi makan atau memelihara ternak seperti babi (wam dabukla). Jadi tidak benar jika
sejauh ini ada anggapan miring bahwa masyarakat asli di Pegunungan Tengah Papua biasanya tidur bersama
ternak babi di dalam honai mereka, sebab ada honai yang dibangun khusus untuk memelihara babi.
2. Noken
Perempuan rata-rata senang sekali memakai tas. Hal tersebut, juga terjadi pada perempuan Papua, yang
memiliki tas tradisional bernama Noken. Tas tersebut memiliki simbol kehidupan yang baik, perdamaian, dan
kesuburan.
Noken tidak bisa dipisahkan dari kebudayaan Papua. Kita bisa melihat orang memakai Noken di mana-mana,
mulai dari di kampung, di kota, di jalan raya, hingga di hutan. Ada 250 etnis dan bahasa di Papua, namun semua
suku memiliki tradisi kerajinan tangan Noken yang sama. Fungsi Noken sangat beragam dan serba guna. Para
Mama (wanita) biasa memakai Noken untuk membawa barang seperti kayu bakar, tanaman hasil panen,
sampai barang-barang belanjaan. Noken yang kecil biasa dipakai untuk membawa kebutuhan pribadi. Tidak
hanya itu, Noken dipakai dalam upacara dan sebagai kenang-kenangan untuk tamu.
Hal menarik dari Noken adalah hanya orang Papua yang boleh membuat Noken. Membuat Noken sendiri
dahulu bisa melambangkan kedewasaan seorang perempuan. Jika perempuan Papua belum bisa membuat
Noken, dia tidak bisa dianggap dewasa dan itu merupakan syarat untuk menikah. Dahulu Noken dibuat karena
suku Papua membutuhkan sesuatu yang dapat memindahkan barang ke tempat yang lain. Tetapi sekarang,
para wanita di Papua sudah jarang yang bisa membuat Noken, padahal itu adalah warisan budaya yang
menarik.
Meski bentuknya sederhana, pembuatan noken ternyata tidak mudah dan makan waktu. Ada proses
pengumpulan bahan, pengolahan, hingga merajut. Merajutnya juga tidak sembarang orang bisa. Kebanyakan
pengrajin adalah perempuan.
Berbagai suku di Papua menyebut Noken dengan berbagai nama. Kayu yang digunakan sebagai bahan baku
juga berbeda-beda. Ada kulit kayu pohon Manduam, pohon Nawa, bahkan anggrek hutan. Namun demikian,
bahan-bahan pembuatan Noken asli terdiri atas kayu pohon Hekel atau Yangkik.
Prosesnya; kulit dikupas, kemudian batangnya dijemur selama 3-4 hari. Setelah kering, batang dipilih lagi
menurut kualitasnya. Batang yang bagus itu nanti diambil seratnya untuk dijadikan benang rajutan. Setelah
bahan terkumpul, barulah pengrajin mulai merajut. Noken bisa dirajut dalam berbagai macam ukuran, mulai
dari sekecil tas pinggang hingga yang muat untuk angkut manusiaβpara wanita suka menggendong anak
pakai Noken. Mereka bahkan suka mengangkut babi di dalamnya. Butuh waktu dua bulan untuk membuat
Noken ukuran besar.
Bab 8 - Hal 6
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Seiring perkembangan zaman, pembuatan noken semakin kreatif. Pengrajin Noken zaman sekarang suka
memadukan dengan benang yang berwarna-warni, atau menambahkan hiasan dari buah Hilimpa. Ia jadi
terlihat lebih memikat. Tujuan pembuatan Noken juga menjadi lebih luas. Selain sebagai alat pengangkut atau
mas kawin, kini Noken diproduksi sebagai cinderamata bagi para turis. Noken dijual dengan harga bervariasi.
Noken berbahan benang nilon dan serat kulit kayu misalnya, dijual dengan harga rata-rata Rp 100 ribu-Rp 300
ribu, bergantung ukuran dan motif. Warna-warni nan ceria dari tas ini menjadi kekhasan tersendiri.
Di kota-kota besar sudah tidak ada yang menjual Noken tradisional. Hanya di Pasar Wamena yang masih
menjual Noken tradisional. Padahal Noken merupakan salah satu ikon budaya Papua.
Kendala lain adalah semakin sedikit orang yang bisa membuat Noken. Kalau pun ada, sebagian besar adalah
wanita berusia di atas 40 tahun. Selain itu, para perajin kesulitan mendapatkan bahan. "Banyak yang memakai
plastik karena susah mencari bahan kayu," kata Yonas Kogoya, seorang tenaga pendidik dari Karubaga,
Kabupaten Tolikara.
Yoko βdemikian biasa Yonas Kogoya dipanggil--, bersyukur karena Noken telah diusulkan pemerintah
Indonesia melalui Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata untuk masuk dalam nominasi warisan budaya tak
benda Unesco. Ia diusulkan dalam Daftar yang Membutuhkan Perlindungan Mendesak (Urgent Safeguarding of
Intangible Cultural Heritage).
Yoko menuturkan imbas dari pengusulan ini selain rasa bangga masyarakat Papua karena pengakuan, juga dari
aspek ekonomi dapat terbantu. Dengan pengusulan tersebut, ia berharap Noken semakin terkenal dan banyak
orang akan membeli Noken, karena Noken juga menjadi salah satu cenderamata untuk para wisatawan yang
berkunjung ke Papua.
3. Saly
Saly adalah pakaian bawahan perempuan suku Dani, di Pegunungan Tengah Papua, terbuat dari serat kayu
atau serat pelepah pisang. Batang serat (pelepah) pisang dihaluskan kemudian diiris dalam bentuk tali-tali
panjang, dikeringkan, kemudian dirajut menyerupai pakaian bawahan perempuan. Belakangan bahan dasar
saly dari benang dan kulit kayu berkualitas.
Seorang perempuan suku Dani mengenakan saly pada usia lima tahun. Bagian atas tidak ada pakaian khusus.
Bagi anak-anak gadis saly yang sama juga sering digunakan untuk menutup bagian dada. Tetapi, bagi
kebanyakan kaum ibu, bagian atas (dada) sengaja tidak tertutup dengan maksud supaya mudah menyusui
sang bayi.
Tetapi dalam perkembangan terakhir, seiring kemajuan pembangunan di daerah itu, sejumlah alat-alat
tradisional Papua tersebut mulai dipadukan dengan beberapa pakaian hasil produksi pabrik. Misalnya, saly
dipadukan dengan celana pendek, bra, dan pakaian perempuan jenis lainnya. Di kalangan perempuan
terpelajar di Pegunungan Tengah, pakaian perempuan tradisional ini tidak lagi digunakan. Bahkan, perempuan
suku Dani pun sudah sangat jarang terlihat mengenakan saly kecuali pada upacara adat tertentu.
Di beberapa pemerintah daerah setempat menganggap, noken, saly, koteka, busur panah, umbi-umbian, dan
sejumlah keunikan lain di Pegunungan Tengah adalah suatu simbol βketerbelakanganβ. Karena itu, tidak ada
perhatian serius dari pemda setempat untuk melestarikan keunikan-keunikan tersebut. Bahkan, ada upaya
pemda menghapus keunikan itu karena dinilai sebagai bagian dari ketertinggalan pembangunan.
Belum ada satu konsep terpadu bagaimana mempertahankan sejumlah keunikan ini sambil terus
meningkatkan pembangunan, kemajuan dan kesejahteraan di kalangan masyarakat pedalaman. Seharusnya,
keunikanβkeunikan Papua tidak harus dikorbankan demi pembangunan atau sebaliknya.
4. Ritual Bakar Batu
Lubang digali, batu dibakar, babi dipanah. Ratusan lelaki berlarian berkeliling memanggul babi, ratusan lelaki
dan perempuan lain berlarian membawa daun singkong, daun pakis, dan dedaunan lain. Para perempuan,
sanak saudara, yang lama tidak bersua melepas rindu dengan bersenda-gurau. Para gadis saling menggoda,
sementara ibu-ibu mengupas ubi atau menjaga bayi mereka. Persiapan pesta yang riuh. Itulah ritual bakar batu
yang secara turun-temurun dilakukan masyarakat Papua.
Bakar batu adalah cara khas masyarakat tradisional Papua memasak babi dengan batu yang dibakar dalam
tungku perapian besar, biasanya berukuran 2 x 8 meter. Proses ini awalnya dengan cara menumpuk batu
sedemikian rupa, lalu mulai dibakar sampai kayu habis terbakar dan batu menjadi panas. Setelah itu, babi yang
telah di persiapkan dipanah terlebih dahulu. Biasanya yang memanah adalah kepala suku dan dilakukan secara
bergantian.
Pada tradisi ini ada pemandangan yang cukup unik dalam ritual memanah babi. Ketika semua kepala suku
sudah memanah babi dan langsung mati, pertanda acara akan sukses dan bila babi yang dipanah tersebut
tidak langsung mati, diyakini acara tidak akan sukses.
Setelah mati, seluruh isi perut babi dikeluarkan, menyisakan daging dan lemak tebal yang menempel di kulit
babi. Beberapa anak segera berebut usus babi yang biasa mereka tiup layaknya balon.
Dari tungku pembakaran, batu dipindahkan ke dalam galian yang dialasi dedaunan itu, kemudian ditutup
dedaunan lagi. Daging dan lemak babi yang masih menempel di kulitnya dimasukkan ke dalam galian itu,
ditimbun dengan daun singkong, umbi-umbian, dan dedaunan. Batu panas kembali diletakkan di atas
βadonanβ itu dan galian pun ditutup rapat.
Setelah makanan itu matang, semua suku yang hadir pada saat acara bakar batu ini, berkumpul dengan
kelompoknya masing-masing dan mulai makan bersama. Tradisi ini dipercaya bisa mengangkat solidaritas dan
kebersamaan rakyat Papua.
Bakar batu adalah salah satu acara adat terpenting di Papua, biasanya menyertai pesta kegembiraan
menyambut kelahiran, merayakan kematian, atau mengumpulkan prajurit untuk berperang. Bakar batu juga
jadi sarana memulihkan keharmonisan hidup manusia yang terganggu dendam peperangan atau kematian.
Prosesi bakar batu juga bisa untuk menghimpun dukungan politik atau sekadar mengumpulkan massa
menyambut pejabat dan petinggi negeri. Karena itu, tidak jarang politisi di Papua berkampanye dengan
menyelenggarakan bakar batu. Namun, keindahan sesungguhnya prosesi bakar batu adalah persaudaraan,
kebersamaan, dan berbagi kebahagiaan.
Pada perkembangannya, tradisi bakar batu ini mempunyai berbagai nama, misalnya ada yang menyebutnya
Gapiia, ada yang menyebutnya Kit Oba Isogoa.
Bab 8 - Hal 7
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Merunut pada asal-usul ritual bakar batu, pada zaman dahulu nenek moyang mereka berkebun. Saat mereka
panen dan hasil panennya hendak dimasak, tetapi tidak ada pancinya. Salah satu pasangan suami-istri berpikir
dan mengambil batu di kali, lalu batu itu dimasukkan dalam tungku api. Ia menunggu selama beberapa menit,
sampai batu itu menjadi panas/arang. Kemudian ia membuat kolam bundaran kecil di dalam rumah itu dan
mengambil dedaunan, lalu menyiapkan alas di kolam bundaran kecil itu. Selanjutnya menyusun batu di kolam
sesuai dengan ukuran kolam; sayuran dan umbian itu dituangkan ke dalam kolam bundaran itu, kemudian
menutupinya dengan daunan. Setelah beberapa jam, lalu di buka. Hasilnya ternyata baik untuk dimakan.
Dari situ mereka mulai berkembang untuk membuat bakar batu. Semakin lama semakin berkembang di
seluruh pelosok daerah Pegunungan Tengah sampai kini. Walaupun masakannya dengan dedaunan maupun
sayuran sembarangan, tetapi mereka tidak bisa meninggalkan, karena ini merupakan makanan khas mereka
dan makanan ini pun tidak mengandung zat kimia dan proteinnya lebih tinggi.
Pada setiap tahun, banyak pengunjung dari dalam negeri maupun luar negeri datang ke Papua untuk
merasakan masakan hasil bakar batu itu. Dengan demikian, ritual bakar batu telah menjadi aset wisata. Kini
tinggal pemerintah daerah mengemasnya, sehingga ritual ini lebih berdaya fungsi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat setempat.
4.4.2.3. Budaya Bahasa
Bahasa merupakan modal dalam pembangunan di bidang pendidikan. Misalnya menjadikan bahasa lokal
sebagai muatan lokal bagi mata pelajaran bahasa dalam pendidikan, terutama pada pendidikan tingkat dasar.
Melalui cara seperti ini, bahasa lokal tetap dilestarikan sebagai suatu warisan budaya dan jati diri kesatuan
etnik yang tidak boleh dibiarkan punah. Selain itu, perlu dicatat bahwa di Tanah Papua terdapat lebih dari 250
bahasa lokal, sehingga menjadikan Tanah Papua sebagai laboratorium bahasa terbesar di Indonesia bagi para
ahli bahasa di negeri ini untuk mengembangkan teoriβteori baru dalam bidang bahasa yang kiranya menjadi
sumbangan bagi kemajuan ilmu pengetahuan di dunia.
Ratusan bahasa daerah yang berkembang pada kelompok etnik yang ada di Papua pun, telah menyebabkan
kesulitan dalam berkomunikasi antara satu kelompok etnik dengan kelompok etnik lainnya. Oleh sebab itu,
Bahasa Indonesia digunakan secara rasmi oleh masyarakat-masyarakat di Papua bahkan hingga ke pedalaman.
Bahasa Dani sendiri terdiri atas 3 sub keluarga bahasa, yaitu Sub keluarga Wano di Bokondini, Sub keluarga
Dani Pusat yang terdiri atas logat Dani Barat dan logat lembah Besar Dugawa, dan Sub keluarga Nggalik dan
Ndash.
4.4.2.4. Budaya Kepemilikan Tanah
Normaβnorma adat yang menata pemanfaatan sumber daya alam, seperti misalnya sistem kepemilikan tanah
atau hak ulayat yang berlaku di masyarakat merupakan modal penting yang harus dipakai sebagai dasar
hukum dalam memperlancar sekaligus untuk menjamin kepastian proses penglepasan tanah bagi kepentingan
projekβprojek pembangunan.
Ihwal status kepemilikan tanah, bagi masyarakat Distrik Bokondini, Kabupaten Tolikara, khususnya, dan
umumnya rakyat Provinsi Papua, tidak mengenal jual-beli atau sewa-menyewa tanah. Dalam kepercayaan
mereka, tanah adalah βmilik Tuhanβ. Sebagaimana milik Tuhan βdan bukan milik manusia--, maka tanah tidak
selayaknya diperjualbelikan atau disewakan. Bila ada yang memperjual-belikan tanah milik Tuhan, maka dia
berdosa besar.
Berdasarkan hal itu, bila seseorang berminat hendak memanfaatkan tanah di Bokondini, baik untuk tempat
tinggal atau usaha, prosedurnya cukup menemui Ketua Adat atau Lembaga Masyarakat Adat (LMA). LMA
kemudian meminta pengelola tanah untuk menyediakan tanah sesuai kebutuhan. Prosesnya tidak berbelit-
belit, selama tujuan pemohon tanah adalah demi kemajuan/kebaikan masyarakat Bokondini sendiri.
Berdasarkan keterangan salah seorang βpengelolaβ tanah di Bokondini, bagi si pemohon penggunaan tanah
tidak dikenai biaya apa pun. Paling tidak, untuk ke depannya si pemohon tanah tersebut bisa terlibat dalam
kegiatan-kegiatan sosial di masyarakat. Dalam kepedulian sosial, mereka diperkenankan memberikan
sumbangan bila ada warga masyarakat lainnya yang terkena musibah. Dalam pemikiran masyarakat Bokondini,
oleh siapa pun pemanfaatan tanah, lokasinya tidak akan berpindah, tetap berada di Bokondini. Bila suatu
ketika ada yang berniat pindah kembali ke tempat lain, tanahnya tidak berpindah. Malahan bangunannya
menjadi aset masyarakat.
Secara lebih jauh, bagi masyarakat adat Papua, tidak ada kehidupan diatas muka bumi ini jika tidak ada tanah.
Tanah menjadi segala sumber kehidupan di muka bumi ini. Itulah filosofi tanah bagi orang Papua, sehingga jika
masyarakat modern memandang tanah terpisah dari segala sesuatu yang ada di atas maupun di dalam tanah
sebagai bentuk-bentuk sumber daya alam, masyarakat adat Papua justru memandang tanah sebagai
keseluruhan dari sumber daya alam itu. Tanah menjadi satu kesatuan dengan apa yang ada di atas maupun di
dalamnya. Kepemilikan atas tanah pada masyarakat adat Papua adalah kepemilikan komunal berdasarkan klan,
marga, atau keret. Dijumpai pula kepemilikan komunal berdasarkan gabungan beberapa klan seperti di Sentani
dan Genyem.
Dalam kepemilikan komunal yang berdasarkan satu klan, berlaku hak kesulungan. Hak yang diberikan kepada
anak sulung laki-laki untuk mengatur pemanfaatan tanah dan kekuasaan tersebut dapat diwariskan kepada
keturunan berikutnya dalam sistem patrilinear. Meski dalam beberapa kelompok masyarakat hukum adat
(MHA) ditemui kepemilikan individu, namun secara mendasar kepemilikan individu tersebut merupakan akibat
dari bertambahnya keturunan sebuah klan. Pendistribusian tanah dari seorang orangtua kepada anak-anaknya
seringkali diartikan sebagai kepemilikan individu, namun sesungguhnya kepemilikan atas tanah-tanah yang
didistribusikan tersebut berada pada sebuah klan atau gabungan klan.
Secara turun-temurun tanah bagi orang Papua merupakan sumber kehidupan dan identitas orang Papua,
sehingga mereka tidak mengenal jual beli tanah. Namun perubahan dan perkembangan telah membuat
masyarakat adat harus rela melepaskan beribu hektar lahan kehidupan mereka sebagai tempat mata
pencaharian.
Seperti dikatakan Dosen Antropolog Universitas Cenderawasih (Uncen), Dr. J.R. Mansoben, MA., bagi orang
Papua, tanah itu sangat penting karena sama dengan kehidupan manusia dan juga sebagai identitas dari setiap
kelompok etnis yang memiliki wilayah tertentu. Kalau ada pemanfaatan terhadap tanah itu oleh pihak lain,
maka itu akan menjadi persoalan besar, karena setiap kelompok etnis mempunyai cara-cara tertentu untuk
memanfaatkan tanah. Ada bagian-bagian yang dipakai untuk berkebun, ada bagian lain yang dibiarkan tetap
hutan alami agar menjadi tempat tinggal hewan untuk berburu atau tempat mencari kayu untuk bahan-bahan
membangun rumah. Jadi ada bagian-bagian tanah tertentu yang harus mereka tebang atau dijaga
pelestariannya.
Sebenarnya orang Papua dari berbagai suku dan etnis memiliki persepsi tentang tanah yang berbeda-beda.
Antara lain ada yang menyebut tanah itu sama dengan mama. Tanah sama dengan manusia dan tanah itu
adalah kehidupan. Tanpa tanah orang Papua tidak akan hidup. Di tanah orang Papua menjadikannya sebagi
Bab 8 - Hal 8
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
tempat tinggal, tempat untuk mencari tumbuh-tumbuhan untuk makanan, tempat menyimpan jutaan tanaman
obat-obatan yang berguna bagi kesehatan dan menyembuhkan penyakit. Jadi lumrah kalau tanah itu sangat
penting.
Tanah menurut sebagian besar klen adalah milik hak bersama. Setiap klen mempunyai hak milik atas wilayah-
wilayah tertentu dan bukan milik pribadi. Oleh karena itu, pemakaian hak milik bersama jika dimanfaatkan oleh
mereka sendiri yang mempunyai hak atas tanah itu tidak jadi masalah. Namun yang jadi soal adalah kalau ada
pihak lain yang dengan sengaja mengklaim tanah tersebut menjadi hak milik. Sebenarnya harus ada
perundingan terlebih dahulu secara kekeluargaan.
Banyak terjadi pilihan dari norma-norma adat. Norma adat itu adalah hak milik bersama atau hak kegunaan. Itu
artinya bahwa warga yang berada dalam kelompok yang memiliki hak guna pakai. Biasanya kelompok klen saja
yang menempati bersama, tetapi hanya hak pakai.
Hak penglepasan tanah tidak bisa dilakukan secara perseorangan, harus dilakukan melalui perundingan secara
bersama karena pemilikannya secara kolektif atau bersama. Karena itu, semua harus duduk dan bicara
bersama mencari jalan keluar atau solusi yang terbaik agar di kemudian hari tidak ada permusuhan antara klen
pemakai dan klen pemilik.
Tetapi dalam hal budaya orang Papua, tidak mengenal apa yang namanya hak pemilikan dan penglepasan
tanah. Ini sebenarnya merupakan budaya baru karena ada mobilisasi karena kepentingan dari pemerintah atau
perusahaan dan pembangunan yang membutuhkan tanah.
Begitu tanah dilepas, sama saja dengan kita membunuh orang Papua sebab di atas tanah mereka hidup
terkecuali ada subsitusi atau penganti mata pencaharian. Kalau ada orang yang punya keahlian dan bekerja di
kantor atau mempunyai kemampuan berusaha mungkin tidak jadi masalah. Tetapi bagi orang Papua yang lahir
dan mempunyai kehidupan sangat tergantung pada tanahnya, maka mau tidak mau hak bersama harus diatur.
Ini artinya dalam melepaskan tanah tersebut harus diatur secara baik dan transparan secara nersama.
Sekarang ini banyak terjadi benturan-benturan atau konflik karena ada kepentingan pribadi. Sering kali ada
yang mengatakan mereka memiliki hak atas tanah tersebut, sehingga secara sewenang-wenang melepaskan
tanah demi kepentingan mereka.
Kebudayaan berkaitan erat sekali dengan nilia-nilai atau norma-norma yang mengatur nilai hak kepemilikan. Itu
yang menjadi kepentingan bersama dan kebudayaan juga merupakan jati diri orang Papua. Kalau sampai ada
yang merampas hak kepemilikan tanah, berarti mereka telah merampas kebudayaan asli orang Papua.
Mansoben menilai, saat ini banyak masyarakat Papua yang rela melepaskan tanah mereka begitu saja,
mungkin karena ada kepentingan-kepentingan pribadi atau tekanan ekonomi. Misalnya membangun rumah
yang bagus, ingin mendapat uang yang banyak dalam seketika. Mau mengubah taraf hidup, sehingga mereka
melepaskan tanah tersebut. Namun ada warga masyarakat yang sudah tidak mematuhi norma-norma atau
nilai-nilai tanah sebagai kebudayaan orang Papua, sehingga mau melepaskan begitu tanpa bicarakan secara
bersama.
Tetapi ada juga yang dilepaskan untuk kepentingan umum, seperti membangun kantor pemerintahan, bandar
udara, rumah sakit, dan sekolah. Semua itu harus melalui prosedur dan ganti rugi bagi si pemilik tanah secara
kolektif. Hasil ganti rugi tanah itu boleh dikatakan jumlahnya sangat besar bisa mencapai miliaran rupiah.
Tetapi jangan lupa kalau itu hanya bisa dinikmati sesaat saja. Sesudah uang itu habis, mereka akan kembali
kekehidupan semula, yaitu mengantungkan hidup pada tanah, mereka sudah tidak ada tempat tinggal di kota
dan kalah bersaing dengan orang non-Papua. Hal ini membuat mereka tersisih dan akhirnya hidup menjauh
dari keramain kota. Tetapi bagi mereka yang hidup di kampung, mereka tidak akan menjual tanah sebagai milik
pusaka, karena tanah memberi mereka tempat untuk hidup.
Masyarakat asli Papua sudah mengetahui bahwa tanah dan kebudayaan sangatlah penting bagi kelangsungan
hidup mereka. Tetapi kadang-kadang ada warga masyarakat tertentu yang dalam kelompok sendiri tidak
mengerti peraturan tentang aturan adat mereka, sehingga melepaskan tanah itu secara perseorangan.
Padahal tanah itu sebenarnya milik bersama atau kolektif, sehingga terjadi ketidakjelasan antar warga lain
dalam kelompok mereka sendiri.
Kalau memang ada kepentingan dari dunia usaha atau pemerintah, kata Mansoben, harus dicari solusi yang
terbaik agar tidak merugikan masyarakat. Mereka tidak mempunyai pilihan lain, sehingga melepaskan tanah
tersebut. Tetapi seharusnya tanah tidak perlu dilepaskan atau sebagai hak kepemilikan seseorang begitu saja.
Sebaiknya tanah itu diberikan masa kontrak dengan jangka waktu tertentu yang sudah disepakati, sehingga
kita bisa memiliki tanah itu sebagai hak paten bagi orang Papua.
4.4.2.5. Budaya Hubungan Antar Manusia
Demikian pula bentuk kearifan lokal yang terkait dengan nilai yang mengatur hubungan antarmanusia yang
terwujud dalam nilai budaya menghargai dan mengakui kemampuan dan kapasitas pribadi individu yang
dijadikan sebagai dasar untuk menentukan atau menetapkan status sosial tertentu bagi seseorang.
Selain itu, nilai kepedulian sosial atau berbagi kasih adalah suatu nilai yang sangat tinggi dijunjung oleh orang
Papua. Dalam budaya orang Papua, seseorang menduduki posisi penting tertentu di dalam masyarakat
hendaknya menggunakan kedudukan dan kewenangnanya untuk mengayomi, melindungi, dan
menyejahterakan seluruh masyarakatnya, dan bukan hanya melindungi dan menyejahterakan keluarga atau
kelompoknya sendiri.
Nilaiβnilai budaya seperti contohβcontoh tersebut, hendaknya dijaga, dilestarikan, dan diaktualisasikan dalam
kehidupan sehariβhari sebab sesuai dengan nilaiβnilai dan norma-norma yang dijadikan acuan bagi suatu
kehidupan bermasyarakat modern dewasa ini.
A. Sistem Kekerabatan
Masyarakat Dani tidak mengenal konsep keluarga batih, yaitu bapak, ibu, dan anak tinggal dalam satu rumah.
Mereka adalah masyarakat komunal. Jika rumah dipandang sebagai suatu kesatuan fisik yang menampung
aktivitas-aktivitas pribadi para penghuninya, dalam masyarakat Dani unit rumah tersebut adalah sili.
Sistem kekerabatan masyarakat Dani ada tiga, yaitu kelompok kekerabatan, paroh masyarakat, dan kelompok
teritorial.
1 Kelompok kekerabatan yang terkecil dalam masyarakat suku Dani adalah keluarga luas. Keluarga luas ini terdiri
atas tiga atau dua keluarga inti bersama-sama menghuni suatu kompleks perumahan yang ditutup pagar
(lima).
2 Paroh masyarakat. Struktur masyarakat Dani merupakan gabungan beberapa ukul (klen kecil) yang disebut
ukul oak (klen besar)
Bab 8 - Hal 9
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
3 Kelompok teritorial. Kesatuan teritorial yang terkecil dalam masyarakat suku bangsa Dani adalah kompleks
perumahan (uma) yang dihuni untuk kelompok keluarga luas yang patrilineal (diturunkan kepada anak laki-
laki).
Masyarakat Dani senantiasa hidup berdampingan dan tolong-menolong. Kehidupan masyarakat Dani memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Masyarakat Dani memiliki kerjasama yang bersifat tetap dan selalu bergotong royong
2. Setiap rencana pendirian rumah selalu didahului dengan musyawarah yang dipimpin oleh seorang penata adat
atau kepala suku
3. Organisasi kemasyarakat pada suku Dani ditentukan berdasarkan hubungan keluarga dan keturunan dan
berdasarkan kesatuan teritorial.
B. Kepala Suku
Suku Dani dipimpin oleh seorang kepala suku besar, yaitu disebut Ap Kain yang memimpin desa adat
watlangka. Selain itu, ada 3 kepala suku yang posisinya berada di bawah Ap Kain dan memegang bidang
sendiri-sendiri. Mereka adalah Ap. Menteg, Ap. Horeg, dan Ap Ubaik. Silimo biasa yang dihuni oleh masyatakat
biasa dikepalai oleh Ap. Waregma. Dalam masyarakat Dani tidak ada sistem pemimpin, kecuali istilah kain
untuk pria yang berarti kuat, pandai, dan terhormat.
Pada tingkat uma, pemimpinnya adalah laki-laki yang sudah tua, tetapi masih mampu mengatur urusannya
dalam satu halaman rumah tangga maupun kampungnya. Urusan tersebut antara lain pemeliharaan kebun dan
babi serta melerai pertengkaran.
Pemimpin federasi berwenang untuk memberi tanda dimulainya perang atau pesta lain. Pertempuran dipimpin
untuk para win metek. Pemimpin konfederasi biasanya pernah juga menjadi win metek, meski bukan syarat
mutlak, syarat menjadi pemimpin masyarakat Dani; pandai bercocok tanam, bersifat ramah dan murah hati,
pandai berburu, memiliki kekuatan fisik dan keberanian, pandai berdiplomasi, dan pandai berperang.
C. Peran Gender
Gender adalah ciri atau sifat yang melekat pada kaum lelaki maupun perempuan yang dikonstuksional secara
sosial dan kultural (Faqih Mensoer, 1996). Gender bukanlah perempuan. Gender berkaitan dengan peran apa
saja yang dianggap wajar bagi laki-laki dan peran apa yang dianggap wajar bagi perempuan. Karakteristik yang
dianggap khas perempuan dan laki-laki tersebut merupakan hal-hal yang telah ditanamkan melalui sosialisasi.
Dengan adanya konstruksi sosial dan budaya, maka mestinya gender dapat berubah, diubah, atau
dipertukarkan.
Berbeda dengan pengertian jenis kelamin (seks), yang adalah merupakan kategori perempuan atau laki-laki
yang dibawa sejak lahir, sering di sebut sebagai ketentuan ilahi atau kodrati, sehingga tidak dapat di
pertukarkan satu dengan yang lainnya.
Sejarah perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan terbentuk melalui sosialisasi, diperkuat dan
dikembagakan baik secara sosial, kultural, maupun ajaran keagamaan, bahkan oleh negara sehingga sering
dianggap bahwa ketentuan gender tersebut tidak dapat diubah karena diannggap sebagai ketentuan
sewajarnya.
Masyarakat Papua umumnya telah menetapkan karakteristik laki-laki dan perempuan (gender) berdasarkan
nilai-nilai budaya yang dianut, termasuk di dalamnya adalah peran apa yang harus dilakukan oleh laki-laki dan
perempuan, serta sumber daya apa saja yang dapat dijangkau dan dikontrol oleh laki-laki dan perempuan.
Pada zaman dahulu, peran tradisional laki-laki dan perempuan dikatakan cukup seimbang. Laki-laki dan
perempuan memiliki tanggung jawab yang sama beratnya. Laki-laki bertanggung jawab terhadap urusan
politik (perang, membuat negosiasi dengan musuh, menggelar perdamaian), menjaga keamanan kampung,
mengawal/menjaga perempuan di kebun, mengurus upacara adat, menyiapkan ladang baru, dan mencari kayu
bakar, berburu, berdagang. Perempuan bertanggung jawab terhadap pencarian makan di kebun, menyiapkan
makanan bagi keluarga, mengurus ternak babi, mengurus anak-anak dan pekerjaan rumah tangga serta
membantu laki-laki dalam menyiapkan upacara adat.
Saat ini, setelah adanya akulturasi (kontak budaya) dengan dunia luar, peran-peran tersebut berubah.
Sebagian besar peran laki-laki berkurang atau hilang, seperti urusan perang, menjaga keamanan, dengan
adanya teknologi baru yang diperkenalkan. Dengan demikian, saat ini laki-laki memiliki banyak waktu luang.
Dengan demikian, di satu sisi laki-laki bertangan kosong karena perannya berkurang/hilang. Di sisi lain
perempuan memiliki beban kerja yang cukup berat. Laki-laki dikatakan pada kondisi yang sedang
βkebingunganβ untuk mengisi kekosongan perannya. Bahkan bisa dikatakan laki-laki Papua dari daerah
pegunungan, saat ini sedang berada pada tahap kehilangan identitas (mempertanyakan keberadaan dirinya).
Dapat dibilang bahwa pada saat ini telah terjadi ketimpangan/ketidakadilan dalam pembagiaan peran antara
laki-laki dan perempuan yang berada pada posisi yang berbeban berat.
Pembedaan gender dalam masyarakat Papua sangat dipengaruhi oleh budaya patriarki. Patriarki merupakan
kekuasaan bapak (kaum lelaki) yang mendominasi, menyubordinasikan, dan mendiskriminasikan kaum
perempuan. Segala bidang terpusat pada laki-laki, perempuan memiliki peran untuk mengurus pangan, ternak,
anak, dan pekerjaan rumah tangga (urusan domestik). Sedangkan segala urusan publik berada di kaum lelaki.
Perempuaan kurang terlibat dalam proses pengambilan keputusan, baik dalam keluarga maupun dalam
masyarakat.
Perempuan menghasilkan hampir 80% kegiatan produktif (pertanian dan peternakan), namun kontrol
terhadap hasil tersebut ada di tangan laki-laki. Kondisi ini sama, baik sebelum ada kontak dengan dunia luar
maupun saat ini. Bahkan dapat dikatakan bahwa kini dominasi/tekanan laki-laki terhadap perempuan lebih kuat
sebagai kompensasi dari keadaan lelaki yang sedang kehilangan identitas diri.
Ada dua faktor penyebab terjadinya ketimpangan gender, yakni pertama, budaya masyarakat sendiri, dan ke
dua, kontak dengan dunia luar. Penyebab pertama, antara lain: (a) budaya patriarki, yakni segala bidang
kehidupan terpusat pada kekuasaan laki-laki; (b) budaya denda, yakni segala persoalan dalam masyarakat
harus diselesaikan dengan pembayaran denda uang/babi. Kaum perempuan dituntut untuk dapat
menghasilkan banyak uang/babi untuk keluarga/kerabatnya; (c) sistem pembayaran mas kawin, yakni laki-laki
membayar mas kawin terhadap pihak perempuan yang disertai dengan sejumlah kewajiban yang harus
dipenuhi oleh perempuan tersebut; (c) sistem keluarga besar, yakni seorang perempuan tidak hanya milik
Bab 8 - Hal 10
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
suami atau anaknya tetapi juga kaum kerabatnya, sehingga kaum perempuan pun juga harus
memberikan/memperhatikan kaum kerabatnya; (d) keterpisahan hidup perempuaan dan laki-laki, yakni dalam
pemisahan tempat tidur dan kelakuan saling menghindar antara laki-laki dan perempuaan. Karena takut akan
bahaya yang disebabkan oleh kaum perempuaan, laki-laki harus melindungi dirinya dengan tabu-tabu; (e)
pandangan atau nilai bahwa perempuan adalah lambang kesuburan, yakni hal ini sering dimanfaatkan kaum
lelaki untuk memperoleh harta lebih banyak dan kebun yang luas dan melimpah; dan (f) tabu, yakni laki-laki
dianggap tidak pantas mengerjakan tugas yang selama ini dianggap sebagai tugas perempuan dan lainnya.
Penyebab ke dua adalah kontak dengan budaya luar, antara lain: (a) pendekatan, yakni pendekatan dalam
pengenalan religi baru yang cenderung mengganti/membuang unsur-unsur agama asli; (b) sistem politik, yakni
saat ini laki-laki tidak perlu setiap saat dengan tombak/anak panah untuk perang/menjaga keamanan kampung;
(c) perubahan sistem ekonomi dari tribal ke ekonomi pasar, yakni banyak produk yang ditawarkan, kebutuhan
menjadi meningkat, dan kaum perempuan harus bekerja lebih keras lagi untuk bersaing dalam sistem ekonomi
ini untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya; dan (d) teknologi baru, yakni adanya teknologi yang
diperkenalkan, yang cenderung menolak laki-laki.
D. Lembaga Upacara Perkawinan
Konstruksi upacara perkawinan dalam masyarakat Lani memiliki beberapa fungsi, yakni sebagai pendidikan,
spiritual, keteraturan sosial, ekonomi, dan reproduksi.
Pada masyarakat Lani, termasuk di Bokondini, terdapat beberapa lembaga penyelenggara upacara
perkawinan:
1. Perkawinan Adat
Perkawinan adat dimaksudkan sebagai sarana untuk memaknai dan mewarisi nilai identitas suku Lani.
Biasanya, mas kawin berupa 5 ekor babi yang diberikan mempelai pria sebagai tanda keseriusan dan
kesanggupan sekaligus menunjukkan kejantanannya. Artinya, berapa pun jumlah yang diminta pihak
perempuan sebagai harta mas kawin, dapat dibayar dengan tuntas. Mas kawin biasanya diterima oleh saudara
laki-laki dari mempelai perempuan sebagai pewaris harta mas kawin. Oleh saudara pria itulah mas kawin
kemudian dibagikan esok harinya.
2. Perkawinan Gereja
Biasanya yang melaksanakan pernikahan di gereja adalah kaum intelektual yang sudah mengenyam pendidikan
tinggi, dan para pekerja gereja. Kedua mempelai dengan mengenakan pakaian resmi dikawinkan oleh pastor.
Besarnya pembayaran harta mas kawin ditetapkan oleh gereja melalui Konferensi Gereja Sinode Gereja Injil di
Indonesia (GIDI), yakni 5 ekor babi. Jumlah babi ini, empat ekor untuk pihak perempuan dan satu ekor untuk
dibagikan ke gereja.
3. Pola Perkawinan Pemerintah
Perkawinan Pemerintah dimaksudkan untuk memenuhi ketentuan hukum positif, mendapat akta nikah dan
akte anak dari Pencatatan Sipil.
Bentuk Bentuk Perkawinan Suku Lani:
1. Perkawinan monogami (akui ambir); Di zaman sekarang, terutama setelah ajaran Injil masuk ke Tolikara
dan Bokondini, perkawinan bentuk akui ambir merupakan suatu keharusan sebagai tanda kesetiaan
suami-istri.
2. Perkawinan poligami (akuwi abugwa); Poligami memiliki dua bentuk, yaitu poligini dan poliandri. Poligini
adalah seorang lelaki menikahi lebih dari satu perempuan. Upacara ini dilangsungkan hanya secara adat.
Poligini biasa dilakukan oleh mereka yang memiliki harta berlebih atau seorang kepala perang (wim anuak)
yang menang dalam sebuah peperangan.
3. Perkawinan eksogami (amiya ambi); Awuluk Oweluk, yakni perkawinan dengan saudara kandung sangat
ditentang oleh Suku Lani. Suku Lani pun melarang perkawinan dengan semua marga sejenis atau eksogami
marga.
4. Perkawinan endogami: Perkawinan antaretnis, klan suku, kekerabatan dalam lingkungan yang sama.
Masyarakat Lani menggolongkan dua kelompok marga besar, seperti Wenda dan Kogoya. Setiap klan dalam
satu marga satu sama lainnya tidak diperbolehkan melakukan ikatan perkawinan. Klan yang termasuk marga
Wenda antara lain Bogum, Liwiya, Yanengga, Enambe. Sedangkan klan yang tergolong marga Kogoya adalah
Tabuni, Wanimbo, Tabo, Wandik.
4.4.2.6. Budaya Agama
Dalam pemahaman disiplinβdisiplin antropologi dan sosiologi, agama adalah juga salah satu unsur budaya.
Unsur budaya agama ini amat penting dan terdapat dalam setiap kebudayaan. Oleh karena unsur ini amat
penting, maka dapat dijadikan pula modal dalam pembangunan, terutama pembangunan mental spiritual
penduduk. Berkaitan dengan itu, agamaβagama besar yang telah diakui oleh negara dan dipeluk, seperti agama
Kristen (Kristen Protestan dan Katolik), agama Islam, yang telah diterima dan diyakini oleh penduduk di Tanah
Papua sudah berabadβabad lamanya, perlu dijadikan aset dalam pembangunan mental spiritual penduduknya.
Agar kualitas kehidupan beragama benarβbenar terwujud dalam kehidupan keseharian penduduk, maka
diperlukan upayaβupaya tertentu untuk meningkatkan dan melindungi penduduk dalam melaksanakan
keyakinannya. Upayaβupaya termaksud, antara lain dapat berupa penggunaan metoda-metoda pelayanan yang
bersifat kontekstual menurut ajaran masingβmasing agama, pembinaan kerukunan antaragama, menjamin
kebebasan masingβmasing penganut agama untuk menjalankan ajaran agamanya sesuai dengan amanat UU
No.21 Tahun 2001 pasal 54 sebagai jaminan hukumnya. Secara lengkap Pasal 54 dari UU No. 21 Tahun 2001
memuat ketentuanβketentuan itu sebagai berikut.
Pemerintah Provinsi Papua berkewajiban untuk:
1. menjamin kebebasan, membina kerukunan, dan melindungi semua umat beragama untuk menjalankan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya;
2. menghormati nilaiβnilai agama yang dianut oleh umat beragama;
3. mengakui otonomi lembaga keagamaan;
Bab 8 - Hal 11
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
4. memberikan dukungan kepada setiap lembaga keagamaan secara proporsional berdasarkan jumlah umat dan
tidak bersifat mengikat.
Semua modal sosial dari komponen kebudayaan seperti itu secara hukum dijamin perlindungan dan
pemanfaatnya oleh UU Otsus (seperti tertera dalam pasal 57 ayat 1: Pemerintah Provinsi wajib melindungi,
membina, dan mengembangkan kebudayaan asli Papua; dan Pasal 58 ayat 1: Pemerintah Provinsi Papua
berkewajiban membina, mengembangkan, dan melestarikan keragaman bahasa dan sastra daerah guna
mempertahankan jati diri orang Papua).
Dasar religi masyarakat Dani adalah menghormati roh nenek moyang dan juga diselenggarakannya upacara
yang dipusatkan pada pesta babi. Konsep kepercayaan/keagamaan yang terpenting adalah Atou, yaitu
kekuatan sakti para nenek moyang yang diturunkan secara patrilineal (diturunkan kepada anak laki-laki).
Kekuasaan sakti ini antara lain kekuatan menjaga kebun, kekuatan menyembuhkan penyakit dan menolak bala,
kekuatan menyuburkan tanah.
Untuk menghormati nenek moyangnya, suku Dani membuat lambang nenek moyang yang disebut Kaneka.
Selain itu, adanya Kaneka Hagasir yaitu upacara keagamaan untuk menyejahterakan keluarga masyarakat serta
untuk mengawali dan mengakhiri perang
4.4.2.7. Trilogi : Manusia, Ubi , Babi
A. Manusia
Sejak awal tahun β70-an, ketika rezim Orde Baru berjaya, makanan pokok orang Papua bergeser ke beras. Ubi
pun perlahan-lahan ditinggalkan. Pergeseran pola makanan pokok itu semakin kentara memasuki akhir tahun
1990-an hingga saat ini. Beras yang mulanya hanya dikonsumsi masyarakat di perkotaan, kini juga dikonsumsi
oleh warga yang tinggal di pedalaman Papua.
Sebenarnya tidak ada yang salah dari fenomena pergeseran pola makan pokok ini. Terlebih, selain karena
kebijakan rezim sejak Orde Baru, pergeseran pola makan ini didorong semakin banyaknya kaum pendatang
dari luar Papua. Namun jika βinvasiβ beras ini mematikan perkembangan pangan lokal, maka ketahanan
pangan masyarakat Papua sebenarnya terancam.
Berdasarkan keterangan Oxfam Papua Programme (Gatra, No. 35 Tahun XVIII, 2012), angka kebergantungan
kalori terhadap beras secara umum di Papua sudah sangat tinggi, yaitu mencapai 80-90%. Ini sangat
mengkhawatirkan di masa mendatang, karena konsumsi beras di tingkat rumah tangga bertambah besar,
sedangkan konsumsi pangan lokal cenderung menurun. Kaitan antara semakin hilangnya pangan lokal dan
kerawanan pangan, memang sangat erat.
Terlebih, ketersediaaan pangan lokal ini terkait erat dengan kebudayaan masyarakat Papua. Kebudayaan
masyarakat Papua sudah lama mengenal trilogi antara manusia-ubi-babi. Kebudayaan ini berkembang,
sehingga ubi dan babi menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan 13 suku Melanesia yang hidup di Papua
yang terpola dalam 13 daerah budaya atau teritori pemerintahan adat.
B. Ubi
Sejak ratusan tahun silam, ubi telah menempati posisi yang sangat unik dalam peri kehidupan dan peri
kebudayaan masyarakat Papua. Terutama ubi jalar atau petatas, berkembang menjadi makanan pokok
masyarakat yang tinggal di pegunungan, pesisir pantai, dan kepulauan. Sedangkan sagu menjadi makanan
sekunder. Misalnya di wilayah pegunungan tengah Papua, ubi jalar diusahakan sejak dahulu dengan
pengetahuan lokal yang tidak kalah oleh teknologi pertanian modern.
Masyarakat di pegunungan tengah Papua sejak lama sudah mengenal teknik bertani ubi jalar yang maju,
seperti proses pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan, pemupukan, dan pengolahan hasil panen. Bagi
masyarakat di dataran rendah dan pinggiran sungai, sagu menjadi makanan pokok, sebaliknya ubi jalar menjadi
makanan sekunder.
Seperti umumnya masyarakat di pegunungan tengah, kontribusi utama perekonomian daerah di Kabupaten
Tolikara datang dari pertanian. Di daerah pedalaman yang merupakan ulayat mereka secara turun temurun,
kegiatan pertanian dilakukan secara tradisional. Lahan tanaman bahan pangan sebagian besar ditanami ubi
jalar. Tanaman rambat ini memang merupakan makanan pokok penduduk kabupaten ini. Sentra penghasil ubi
jalar berada di Distrik Karubaga.
Ubi jalar merupakan makanan pokok masyarakat di pedalaman pegunungan tengah. Di samping itu, petani
menggunakan ubi jalar dan daunnya sebagai pakan ternak babi. Untuk menghindari persaingan dalam hal
pakan babi dengan pangan manusia, maka pakan yang diberikan pada ternak babi adalah ubi jalar dan daunnya
yang telah dimasak maupun masih mentah. Model ini di samping dapat meningkatkan produktivitas ternak --
karena pakan tersedia dari kebun ubi jalar--, demikian juga kotoran ternak dapat dimanfaatkan sebagai pupuk
ubi jalar setelah areal tersebut diolah kembali.
Namun, menghilangnya ubi jalar telah mengikis kekayaan hayati yang terdapat di tanah Papua. Dari sekitar
300-an jenis umbi-umbian yang pernah tumbuh, kini sebagian besar sudah punah. Bukan tidak mungkin suatu
saat ubi akan punah sama sekali bila didiamkan. Oleh karena itu, saat beberapa waktu lalu Pemerintah
Kabupaten Tolikara berencana akan mengangkat βkejayaanβ ubi jalar Papua.
Sejak ada beras, ubi dianggap makanan tidak bergizi dan hanya dimakan orang miskin. Padahal, di Papua dulu
ukuran kekayaan adalah berapa babi yang dia punya dan berapa luas lahan ubi yang dia punya.
Petatas memang tidak hanya menjadi makanan khas orang Papua yang mempunyai nilai gizi, protein, dan
mineral yang tinggi, namun melengkapi referensi makanan khas Indonesia. Untuk itu, Usman merencanakan
untuk mengupayakan industri pengolahan ubi jalar. Nantinya, industri ubi jalar dapat membantu
pembangunan dalam sektor perekonomian khususnya di Tolikara dan dapat memberikan harapan untuk
membantu pembangunan di Papua.
Apabila sektor pertanian ini dibuka βindustri pengolahan ubi jalar--, maka akan menyerap banyak tenaga kerja,
sehingga dapat mengurangi angka pengangguran. Selain itu, sektor ekonomi masyarakat akan berubah
menjadi lebih baik.
Dengan dilakukannya pemberdayaan kepada para petani, diyakini dapat mengangkat sektor ekonomi secara
kuat bila produk pertanian yang dihasilkan banyak dan berkesinambungan. Contohnya, dengan adanya hasil
produksi tepung ubi jalar dan produksi lainnya yang diambil dari ubi jalar, bisa membantu membangun sektor
ekonomi yang dilakukan bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Papua.
Bab 8 - Hal 12
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
C. Babi
Di beberapa daerah di Indonesia, ternak babi memberikan manfaat yang besar bagi peternak, misalnya daerah
Toraja, Bali, Ambon, Nusa Tengara Barat, Nusa Tengara Timur, dan Papua. Masyarakat di Kabupaten Tolikara
memelihara ternak babi merupakan kegiatan turun-temurun, yang mana dikaitkan dengan adat-istiadat di
daerah ini. Selain itu, ternak babi berperan penting dalam upacara adat dan ritual keagamaan. Umumnya
mereka menganggap ternak babi sebagai hewan yang mempunyai nilai sosial tinggi. Nilai sosial ternak babi
sangat tinggi, karena budaya masyarakat memelihara hewan ini erat kaitannya dengan praktek adat istiadat
dan upacara ritual budaya setempat. Hewan yang dianggap sakral ini, sering digunakan dalam berbagai
kegiatan ritual budaya, termasuk untuk mas kawin dan sebagai alat tukar. Selain itu, jumlah babi yang dimiliki
biasanya dijadikan sebagai ukuran kekayaan seseorang (status sosial). Semakin banyak babi yang dimiliki,
berarti semakin tinggi pula status sosial orang yang bersangkutan.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua melaporkan, pada 2010 kebutuhan protein hewani asal daging di
Papua adalah 28.617.148,10 kg atau 28.617,15 ton/tahun. Kondisi ini menjadi peluang bagi pengusaha di bidang
peternakan untuk menyediakan produk-produk asal ternak, salah satunya adalah ternak babi yang merupakan
salah satu jenis ternak potong yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi gizi masyarakat.
Ternak babi di Papua umumnya dipelihara oleh masyarakat, baik yang berdomisili di daerah pesisir pantai dan
pegununungan atau pun masyarakat di perdesaan maupun perkotaan. Hal ini dilakukan, karena ternak babi
dapat memenuhi kebutuhan keluarga dan meningkatkan pendapatan keluarga. Ternak babi juga mempunyai
beberapa keuntungan, antara lain dapat mengonsumsi semua bahan makanan dan bisa diubah menjadi
daging, lemak, secara sangat efisien. Ternak babi sangat peridi (prolific), yaitu satu kali beranak bisa mencapai
6-12 ekor dan setiap induk bisa beranak dua kali dalam satu tahun.
Peternakan di Papua yang masih bersifat tradisional dan turun-temurun, dalam ketersediaan pakannya masih
apa adanya dari limbah pertanian, sedangkan pengolahan dan pencegahan penyakit masih belum
diperhatikan. Pemberian vaksin dan obat-obatan kurang dikenal oleh masyarakat peternak, sehingga angka
kematian tinggi dan pertumbuhan yang kurang optimal. Ternak babi yang dominan adalah jenis babi lokal (Sus
papuaensis), babi ras Vereedelde Deutse Landvanken (VDL).
Untuk kandang ternak babi di pegunungan tenggah Papua sampai saat masih menggunakan honai. Hal ini
masih tradisional turun-temurun dari orangtua mereka, sedangkan masyarakat yang sudah beradaptasi
dengan lingkungan kota, mereka tidak lagi menggunakan kandang honai, namun membangun kandang
sebagaimana selayaknya, tetapi belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan atau syarat kandang lazimnya.
Sama seperti daerah lain di Papua, peternakan di Tolikara didominasi oleh peternakan babi . Karubaga dan
Kanggime merupakan distrik yang terbanyak memelihara ternak ini. Babi tersebut kebanyakan dipelihara oleh
keluarga sebagai hewan peliharaan. Menurut data Dinas Peternakan Kabupaten Tolikara, jumlah populasi
ternak babi di Tolikara pada 2010 berjumlah 52.782 ekor.
Memang diketahui bahwa dalam upaya budidaya ternak atau hewan, diperlukan kearifan pengetahuan
kehewanan secara komprehensif. Namun, seperti masyarakat petani di Tolikara tentunya memiliki local
knowledge yang patut diaplikasikan dan dikembangkan menjadi locally scienctific knowledge, sehingga dengan
demikian upaya-upaya adaptasi dan behaviour dalam penangkaran atau ranch tentunya dapat membantu
masyarakat petani untuk budidaya ternak babi.
Di beberapa daerah di Indonesia, ternak babi memberikan manfaat yang besar bagi peternak, termasuk di
Papua. Seperti masyarakat di Kabupaten Tolikara memelihara ternak babi merupakan kegiatan turun-temurun,
yang mana dikaitkan dengan adat-istiadat di daerah ini. Selain itu, ternak babi berperan penting dalam
upacara adat dan ritual keagamaan. Umumnya mereka menganggap ternak babi sebagai hewan yang
mempunyai nilai sosial tinggi, seperti untuk mas kawin, alat tukar, alat denda, dan penentu status sosial.
1. Mas Kawin (In Nin)
Salah satu syarat dalam upacara perkawinan adalah pembayaran mas kawin dengan ternak babi, karena ternak
babi mempunyai fungsi sebagai alat bayar mas kawin untuk melepaskan seorang gadis dari tangung jawab
orangtuanya kepada keluarga suami. Untuk masyarakat pedalaman pegunungan tengah, ternak babi
merupakan salah satu bentuk mas kawin. Selain ternak babi, berbagai macam peralatan lain yang
dipergunakan sebagai mas kawin, antara lain kulit biah, kampak, parang, dan garam.
2. Alat Tukar
Sebagai alat tukar, ternak babi digunakan untuk mengembalikan apa yang pernah diberikan oleh sanak
saudara kepada keluarga saat mengadakan upacara adat, saat kesulitan, atau pada saat pesta. Saat sanak
saudara famili, ipar keluarga terdekat datang dari jauh, maka harus melakukan makan bersama dengan
menggunakan ternak babi. Jika tidak ada ternak babi, maka ternak ayam. Bila kedua belah pihak sudah
mencapai kata sepakat, barulah mereka mengadakan hubungan tukar menukar itu bisa terjadi. Dalam pesta
perdamaian konflik atau pertikaian antarkelompok, ternak babi dipandang sebagai lambang perdamaian.
Biasanya orang yang mengalami permusuhan, peperangan, dan perselisihan akan berupaya mengatasi
persoalan tersebut dengan mengorbankan ternak babi sebagai simbol perdamaian.
3. Alat Denda
Budaya di masyarakat pedalaman pegunungan tengah, apabila terjadi pelanggaran terhadap tata pergaulan
atau norma-norma adat yang berlaku pada masyarakat, maka tindakan tersebut dianggap sebagai menyalai
aturan adat. Pelanggaran aturan adat harus diproses lewat jalur hukum adat. Selain itu, perjinahan dengan
isteri orang lain juga harus didenda dengan sejumlah ekor ternak babi. Dampak konflik sosial pertikaian antar-
kelompok atau suku biasanya diselesaikan dengan pengunaan ternak babi.
4. Penentu Status Sosial
Ternak babi sebagai penentu status sosial. Sebagai orang ternama di kalangan masyarakat --seperti kepala
suku--, harus memiliki ternak babi, sehingga dianggap mempunyai kedudukan lebih tinggi, mempunyai istri
lebih dari satu, mempunyai kemampuan dan naluri perang yang baik secara fisik maupun secara ekonomis
yang biasa sebut Nagawan.
Jika ubi berkembang menjadi makanan pokok, dalam perkembangannya babi menjadi makanan untuk
memenuhi kebutuhan protein, khususnya protein hewani. Sejak itu, ubi dan babi menjadi tulang punggung
penghidupan secara turun-temurun bagi masyarakat Papua. Trilogi manusia-ubi-babi telah menciptakan
sebuah keseimbangan dalam sistem kehidupan masyarakat Papua.
Trilogi manusia-ubi-babi secara turun-temurun berkembang menjadi unsur yang saling berkait dan saling
membutuhkan satu sama lain, membentuk satu kesatuan ekologis. Ubi berperan sentral bagi kehidupan orang
Bab 8 - Hal 13
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Papua dan juga menjadi sumber pakan bagi ternak babi. Selanjutnya, babi menjadi sumber protein bagi
manusia.
Di sisi lain, ubi dan babi membutuhkan manusia untuk merawat dan membudidayakannya demi
keberlangsungan hidupnya. Begitulah seterusnya siklus itu tercipta. Orang Papua, terutama di wilayah
pegunungan, pesisir pantai, dan kepulauan mengenal istilah: Mbingga inikime time wam wonage, wuu wonage
niniebe op wonoge, kwe wonoge, ninamindik-ninamendek abok aret wonage menggerak!β Artinya, kira-kira:
Tanaman ubi memberikan harapan hidup dan berkembang biak bagi babi dan manusia, tanaman ubi dari sisi
ekonomi adalah penghasil uang, sehingga memungkinkan orang memiliki apa saja yang dibutuhkan. Karena
rantai yang saling mengait inilah, jika salah satu unsur hilang, maka keseimbangan akan terganggu. Hilangnya
keseimbangan, tentu akan memunculkan berbagai masalah sosial.
Sejak beras perlahan-lahan menggantikan ubi jalar sebagai makanan pokok masyarakat Papua, ubi jalar pelan-
pelan semakin ditinggalkan dan terabaikan. Hal ini ternyata tidak saja membawa dampak pada masalah
kerawanan pangan, secara keseluruhan keseimbangan ekologis juga menjadi terganggu.
Hilangnya ubi secara langsung ternyata membawa dampak menurunnya produktivitas ternak babi. Pakannya
jadi tidak memadai bagi babi, sehingga pada 2003 ribuan ternak babi mati akibat kolera.
Hilangnya babi dalam rantai kehidupan masyarakat Papua, bukan hanya berarti kehilangan sumber protein,
melainkan juga identitas budaya. Babi memiliki posisi yang tidak kalah unik daripada ubi jalar dalam
kebudayaan masyarakat Papua. Selain sebagai sumber pangan, babi menjadi bagian penting dalam semua
peristiwa kehidupan orang Papua, dari kelahiran, perkawinan, hingga kematian. Semua peristiwa itu ditandai
dengan penyembelihan babi.
Hilangnya dua sumber makanan masyarakat Papua ini, juga sangat berpengaruh pada munculnya berbagai
masalah, seperti kelaparan, kurang gizi, bahkan penyakit. Sejak beras menggantikan ubi, secara tidak sadar
masyarakat Papua menggantungkan pakannya pada makanan pokok yang tidak ditanamnya sendiri.
Masyarakat kemudian bergantung pada makanan yang harus didatangkan dari luar.
Infrastruktur alam Papua yang tidak mungkin dilakukannya budi daya padi secara luas, membuat kebutuhan
konsumsi beras pertahun yang mencapai 132.000 ton, sebagian besar (74%) harus dipenuhi dari luar Papua.
Pasokan lokal hanya bisa memenuhi 25% kebutuhan. Akibatnya, beras menjadi komoditas yang sangat mahal.
Harga sekilo beras di Papua bisa mencapai Rp 25.000, bahkan di pedalaman mencapai Rp 50.000. Karena pola
makan yang sudah bergeser ke beras, sementara masyarakat asli βterutama kaum petani, peternak, dan
pemburu yang ada di pedalamanβtidak memiliki cukup uang, maka masalah kekurangan gizi, kelaparan, dan
busung lapar pun terjadi.
Keseimbangan alam juga terganggu, karena sistem pertanian ubi yang berdasarkan pengetahuan lokal yang
memanfaatkan pupuk organik dan menabukan pestisida, juga ikut menghilang. Sebagai gantinya adalah sistem
pertanian modern yang banyak menggunakan pupuk kimia dan juga pestisida. Selain itu, kebutuhan air yang
besar dari sistem ini mengganggu keamanan air.
βInvasiβ beras di Tanah Papua nyatanya telah mengancam perkembangan pangan lokal. Telah dan nyaris
merusak keseimbangan sistem kehidupan masyarakat Papua, dalam trilogi manusia-ubi-babi. Beruntung β
sebelum semuanya terlambat--, kesadaran untuk mengangkat harkat masyarakat Papua itu, telah muncul dari
para pemimpin baru di Papua, terutama di Kabupaten Tolikara. Untuk hal ini, kita boleh turut bangga.
4.5. Analisis Kependudukan
4.5.1. Analisis Proyeksi Pertumbuhan dan Perkembangan Penduduk
Proyeksi penduduk kawasan Perkotaan Bokondini hingga 20 tahun mendatang, yaitu hingga tahun 2033
menggunakan beberapa asumsi, antara lain:
1. Pertumbuhan alami, dengan asumsi masih dalam tahap persiapan pembangunan, yaitu sekitar 4,28%.
Asumsi ini digunakan untuk proyeksi tahun 2013-2023.
2. Pertumbuhan meningkat pesat, dengan asumsi telah terjadi pembangunan yang meningkat pesat,
menggunakan pertumbuhan penduduk Provinsi Papua yaitu 5,5%. Asumsi ini duginakan untuk proyeksi
tahun 2024 β 2033.
3. Hingga Tahun 2033 jumlah penduduk Kawasan Perkotaan Bokondini diproyeksikan akan berjumlah 35.854
jiwa. Tingkat kepadatan penduduk diproyeksikan akan mencapai 356 jiwa/ Km2. Distrik dengan jumlah
penduduk tertinggi adalah Distrik Bewani dengan jumlah penduduk diproyeksi akan mencapai 10.914,
sedangkan Distrik terpadat adalah Distrik Bokondini dengan tingkat kepadatan 501 jiwa/ Km2.
4.5.2. Analisis Proyeksi dan Distribusi Penduduk
Dengan menggunakan metoda regresi linier dan pertumbuhan sebesar (r) 4.28% maka proyeksi jumlah
penduduk kawasan Perkotaan Bokondini pada tahun 2033 mencapai 35,854 jiwa. Dimana jumlah penduduk
terkecil mencapai 3,615 jiwa di BWP IV distrik Kaboneri. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan
metoda tersebut, didapatkan bahwa persentase penduduk flat mendatar sebesar 29,30% untuk BWP 1 distrik
Bokondini, untuk BWP II Distrik Bewani sebesar 30,44%, untuk BWP III Distrik Bokoneri sebesar 30,18% dan
terakhir BWP IV Kamboneri sebesar 0,1%.
Tabel 4. 20 Proyeksi dan Distribusi Penduduk Kawasan Perkotaan Bokondini Hingga 2033
No Distrik Proyeksi Jumlah Penduduk Kepadatan
Pddk/Km2 2013 2018 2023 2028 2033
1 Bokondini 4,044 4,987 6,149 8,037 10,504 501
2 Bokoneri 4,166 5,137 6,335 8,279 10,821 257
3 Bewani 4,202 5,181 6,389 8,350 10,914 498
4 Kamboneri 1,392 1,716 2,117 2,766 3,615 232
Jumlah 13,804 17,022 20,990 27,433 35,854 356 Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2013
Bab 8 - Hal 14
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Gambar 4. 9 Kepadatan Penduduk Pada Tahun 2033 Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2013
4.5.3. Analisis Kebutuhan Fasilitas Umum Kawasan Perkotaan Bokondini
Analisis kebutuhan fasilitas umum kawasan perkotaan bokondini terdiri atas analisis kebutuhan besaran
jumlah fasilitas yang terdiri atas fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas peribadatan, fasilitas
perdagangan jasa, fasilitas pemerintahan, fasilitas rekreasi olah raga, fasilitas ruang terbuka hijau, dan utilitas
lainnya seperti drainase.
4.5.5.1. Fasilitas Pendidikan
A. Taman Kanank-Kanak
Berdasarkan hasil survey dan data dari badan pusat statistik baik itu Tolikara dan BPS Pusat Jakarta, kawasan
perkotaan Bokondini belum memiliki fasilitas pendidikan taman kanak-kanak. Dengan menggunakan standar
pelayanan kota KepMen PU No 534/kpts/M/2001 tentang pedoman penentuan standar pelayanan minimal
bidang penataan ruang perumahan permukiman dan pekerjaan umum diharapkan semua kota-kota di
Indonesia memiliki fasilitas pendidikan ini. Dengan menggunakan pedoman tersebut didapat bahwa pada
tahun 2018 ada 4 unit Taman Kanak-Kanak di masing-masing distrik/BWP. Dan fasilitas ini akan terus
berkembang dan bertumbuh sejalan dengan pertambahan penduduk di dalam kawasan perkotaan.
Tabel 4. 21 Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Taman Kanak-Kanak
UnitLahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)
1 Bokondini - - 4 0.20 5 0.25 7 0.35 9 0.45
2 Bokoneri - - 4 0.20 5 0.25 7 0.35 9 0.45
3 Bewani - - 4 0.20 5 0.25 7 0.35 9 0.45
4 Kamboneri - - 4 0.20 5 0.25 7 0.35 9 0.45
0.80 1.00 1.40 1.80
1,250 0.05
No Distrik / BWP
Proyeksi Kebutuhan
Taman Kanak-kanak (TK)
Standar
jmlh
penduduk
(jiwa)
Standar
lahan
minimal
(Ha)
2013 2018 2023 2028 2033
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
B. Sekolah Dasar
Untuk sekolah dasar, berdasarkan data BPS Tolikara pada tahun 2010, terdapat 2 unit di distrik Bokondini, 3
unit di distrik Bokoneri, 3 unit di distrik Bewani dan 3 unit di distrik Kamboneri. Dengan menggunakan
pedoman yang sama, maka pada tahun 2023 akan ada pertumbuhan jumlah siswa sekolah dasar. Untuk itu jika
lahan di kawasan masing-masing distrik ada dan tersedia, maka dapat dicarikan lokasi yang baru. Dan jika tidak
tersedia lahan yang cukup, dapat ditingkatkan sekolah dasar yang ada melalui pertambahan kelas maupun
peningkatan bangunan yang ada menjadi 2 lantai atau lebih dengan konstruksi yang aman.s
Tabel 4. 22 Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Sekolah Dasar hingga tahun 2033
UnitLahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)
1 Bokondini 2 - 3 0.60 4 0.80 5 1.00 7 1.40
2 Bokoneri 3 - 3 0.60 4 0.80 6 1.20 7 1.40
3 Bewani 3 - 3 0.60 4 0.80 6 1.20 7 1.40
4 Kamboneri 3 - 3 0.60 4 0.80 6 1.20 7 1.40
2.40 3.20 4.60 5.60
Proyeksi Kebutuhan
Sekolah Dasar (SD)
Standar
jmlh
penduduk
(jiwa)
Standar
lahan
minimal
(Ha)
2013 2018 2023 2028 2033
1,500 0.20
No Distrik / BWP
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
C. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
Untuk pemenuhan kebutuhan pendidikan pada fasilitas sekolah lanjutan tingkat pertama, pada tahun 2033
diproyeksikan pada masing-masing BWP dan atau distrik akam mengalami pertumbuhan kebutuhan fasilitas
bangunan sekolah yakni 1 unit pada masing-masing distrik/BWP. Peningkatan ini akan terjadi pada tahun 2028.
Kebutuhan lahannya masing-masing adalah 1,80 hektar. Pengembangan lahan sekolah lanjutan tingkat
pertama dapat dilakukan dengan lokasi eksisting yang ada atau juga mencari lokasi yang baru. Peningkatan
kebutuhan diharapkan juga dipersiapa prasarana lainnnya seperti guru dan perangkat pengajaran lainnya.
Tabel 4. 23 Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)
Bab 8 - Hal 15
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
UnitLahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)
1 Bokondini 1 - 1 0.90 1 0.90 2 1.80 2 1.80
2 Bokoneri 1 - 1 0.90 1 0.90 2 1.80 2 1.80
3 Bewani 1 - 1 0.90 1 0.90 2 1.80 2 1.80
4 Kamboneri 1 - 1 0.90 1 0.90 2 1.80 2 1.80
3.60 3.60 7.20 7.20
Proyeksi Kebutuhan
No Distrik / BWP
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)
Standar
jmlh
penduduk
(jiwa)
Standar
lahan
minimal
(Ha)
2013 2018 2023 2028 2033
4,800 0.90
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
D. Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
Sekolah lanjutan tingkat atas merupakan tahapan bagi para siswa di Kawasan Perkotaan Bokondini untuk
mendapatkan pengetahuan dan kemampuan yang lebih spesifik. Saat ini, di dalam kawasan perkotaan
bokondini, fasilitas 1 unit SLTA hanya berada di Pusat Kawasan Perkotaan yakni Bokondini. Walaupun telah ada
fasilitas swasta SLTA, fasilitas yang dimiliki yayasan gereja ini telah lama tidak aktif. Untuk itu fasilitas SLTA
yang ada agar dimaksimalkan dan disesuaikan dengan kebutuhan pendidikan dalam skala kawasan perkotaan.
Dan pada tahun 2028 akan membutuhkan peningkata jumlah fasilitas sebesar 1 unit. Asumsikan jika tingkat
pencapaian terhadap pendidikan dan kemampuan ekonomi masyarakat serta keinginan yang kuat dari siswa-
siswa yang ada di deistrik lainnya untuk mau mendapatkan pengajaran di tingkat SLTA.
Tabel 4. 24 Proyeksi Kebutuhan Sekolah Menengah Umum
UnitLahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)
1 Bokondini 1 - 1 1.25 1 1.25 2 2.50 2 2.50
2 Bokoneri 0 - 1 1.25 1 1.25 2 2.50 2 2.50
3 Bewani 0 - 1 1.25 1 1.25 2 2.50 2 2.50
4 Kamboneri 0 - 1 1.25 1 1.25 2 2.50 2 2.50
5.00 5.00 10.00 10.00
No Distrik / BWP
Proyeksi Kebutuhan
Sekolah Menengah Umum (SMU)
Standar
jmlh
penduduk
(jiwa)
Standar
lahan
minimal
(Ha)
2013 2018 2023 2028 2033
4,800 1.25
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
E. Sekolah Menengah Kejuruan
Walaupun di dalam kawasan perkotaan bokondini belum memiliki fasilitas sekolah menengah kejuruan,
diharapkan pada tahun 2018 pemerintah dapat mewujudkan sekolah kejuruan ini dengan berbasis kepada
potensi pengembangan ekonomi local. Yaitu agroforestry. Pemerintah dapat bekerja dengan Kementerian
Kehutanan dan Pertanian serta Universitas dan Perguruan Tinggi yang ada di Provinsi Papua untuk
membangun Sekolah Menengah Kejuruan Berbasis Potensi Ekonomi Lokal. Yakni Sekolah Menengah Kejuruan
Pertanian/Perkebunan.
Tabel 4. 25 Proyeksi Kebutuhan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
UnitLahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)
1 Bokondini 0 - 1 1.25 1 1.25 2 2.50 2 2.50
2 Bokoneri 0 - 1 1.25 1 1.25 2 2.50 2 2.50
3 Bewani 0 - 1 1.25 1 1.25 2 2.50 2 2.50
4 Kamboneri 0 - 1 1.25 1 1.25 2 2.50 2 2.50
5.00 5.00 10.00 10.00
No Distrik / BWP
Proyeksi Kebutuhan
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
Standar
jmlh
penduduk
(jiwa)
Standar
lahan
minimal
(Ha)
2013 2018 2023 2028 2033
4,800 1.25
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
F. Taman Bacaan/Perpustakaan Kota
Taman bacaan merupakan fasilitas kota yang paling penting dalam pengembangan pengetahuan anak-anak di
dalam kota. Diharapkan fasilitas ini dimiliki oleh seluruh BWP/Distrik dan bila diperlukan dapat disatukan
dengan kantor distrik dan atau kantor kepala kampung yang berada di pusat distrik. Diharapkan fasilitas ini
menjadi tempat bagi anak-anak perkotaan untuk dapat bertukar informasi.
Tabel 4. 26 Proyeksi Kebutuhan Taman Bacaan
UnitLahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)
1 Bokondini 0 - 2 0.04 2 0.04 3 0.06 4 0.08
2 Bokoneri 0 - 2 0.04 3 0.06 3 0.06 4 0.08
3 Bewani 0 - 2 0.04 3 0.06 3 0.06 4 0.08
4 Kamboneri 0 - 2 0.04 3 0.06 3 0.06 4 0.08
0.16 0.22 0.24 0.32
No Distrik / BWP
2,500 0.02
Proyeksi Kebutuhan
Taman Bacaan
Standar
jmlh
penduduk
(jiwa)
Standar
lahan
minimal
(Ha)
2013 2018 2023 2028 2033
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
4.5.5.2. Fasilitas Kesehatan
A. Posyandu
Untuk fasilitas kesehatan, diharapkan ada fasilitas Posyandu ditiap distrik/BWP. Namun berdasarkan data dari
Biro Pusat Statistik Tolikara 2010, semua distrik di Kawasan Perkotaan Bokondini tidak memiliki Posyandu. Jika
ada kebijakan yang kuat dari Dinas untuk memelihara kesehatan balita dan batita, maka fasilitas ini dapat
diaktifkan. Dan pada tahun 2018 ditiap distrik/BWP diproyeksikan dipenuhi sebesar 4 unit tiap distrik. Dan jika
pertumbuhan penduduk dan tingkat fertilitas masyarakat baik, maka pada tahun 2033 harus dipersiap
posyandu sebesar 8-9 unit ditiap distrik/BWP.
Tabel 4. 27 Proyeksi Kebutuhan Posyandu
Bab 8 - Hal 16
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
UnitLahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)
1 Bokondini - - 4 0.04 5 0.05 6 0.06 8 0.08
2 Bokoneri - - 4 0.04 5 0.05 7 0.07 9 0.09
3 Bewani - - 4 0.04 5 0.05 7 0.07 9 0.09
4 Kamboneri - - 4 0.04 5 0.05 7 0.07 9 0.09
0.16 0.20 0.27 0.35
No Distrik / BWP
Proyeksi Kebutuhan
Standar
jmlh
penduduk
(jiwa)
Standar
lahan
minimal
(Ha)
2013 2018 2023 2028 2033
Posyandu
1,250 0.01
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
G. Balai Pengobatan
Balai pengobatan adalah balai yang memberikan pelayanan medik dasar secara rawat jalan. Berdasarkan data
yang bersumber dari BPS Tolikara, 2010 terdapat 1 unit balai pengobatan pada masing-masing distrik/BWP.
Diharapkan fasilitas ini dimiliki oleh setiap distrik/BWP dimana pada tahun 2033 berjumlah 4 unit/per distrik-
BWP.
Tabel 4. 28 Proyeksi Kebutuhan Balai Pengobatan
UnitLahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)
1 Bokondini 1 - 2 0.06 2 0.06 3 0.09 4 0.12
2 Bokoneri 1 - 2 0.06 3 0.09 3 0.09 4 0.12
3 Bewani 1 - 2 0.06 3 0.09 3 0.09 4 0.12
4 Kamboneri 1 - 2 0.06 3 0.09 3 0.09 4 0.12
0.24 0.33 0.36 0.48
No Distrik / BWP
Proyeksi Kebutuhan
Balai Pengobatan
Standar
jmlh
penduduk
(jiwa)
Standar
lahan
minimal
(Ha)
2013 2018 2023 2028 2033
2,500 0.03
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
H. Klinik Bersalin/BKIA
Walaupun ditiap distrik tidak memiliki klinik bersalin, namun diharapkan pada tahun 2028 disetiap distrik dapat
dipenuhi dengan jumlah 1 unit/distrik.
Tabel 4. 29 Proyeksi Kebutuhan Klinik Bersalin/BKIA
UnitLahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)
1 Bokondini - - - - - - 1 0.30 1 0.30
2 Bokoneri - - 1 0.30 1 0.30 1 0.30 1 0.30
3 Bewani - - 1 0.30 1 0.30 1 0.30 1 0.30
4 Kamboneri - - 1 0.30 1 0.30 1 0.30 1 0.30
0.90 0.90 1.20 1.20
No Distrik / BWP
Proyeksi Kebutuhan
Klinik Bersalin/BKIA
Standar
jmlh
penduduk
(jiwa)
Standar
lahan
minimal
(Ha)
2013 2033
30,000 0.30
2018 2023 2028
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
B. Puskesmas Pembantu (PUSTU)
Puskesmas pembantu adalah puskesmas yg bertugas memberi pelayanan kepada masyarakat di daerah
terpencil dan berfungsi sebagai pembantu puskesmas induk. Berdasarkan data dari BPS dan lapangan yang
ada, terdapat 1 unit puskesmas pembantu di distrik Bokondini. Dengan menggunakan pedoman perhitungan
kebutuhan maka pada tahun 2018 semua distrik diharapkan memiliki puskesmas pembantu. Dan pada tahun
2033 semua distrik/BWP akan memiliki puskesmas sejumlah 3 unit.
Tabel 4. 30 Proyeksi Kebutuhan Puskesmas Pembantu (PUSTU)
UnitLahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)
1 Bokondini 1 - 3 0.90 3 0.90 3 0.90 3 0.90
2 Bokoneri 0 - 1 0.30 3 0.90 3 0.90 3 0.90
3 Bewani 0 - 1 0.30 3 0.90 3 0.90 3 0.90
4 Kamboneri 0 - 1 0.30 3 0.90 3 0.90 3 0.90
1.80 3.60 3.60 3.60
2033
30,000 0.30
2018 2023 2028No Distrik / BWP
Proyeksi Kebutuhan
Puskesmas Pembantu (PUSTU)
Standar
jmlh
penduduk
(jiwa)
Standar
lahan
minimal
(Ha)
2013
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
C. Puskesmas
Puskesmas adalah pusat kesehatan masyarakat dan atau poliklinik di tingkat kecamatan tempat rakyat
menerima pelayanan kesehatan dan penyuluhan mengenai keluarga berencana. Berdasarkan data dari BPS
Tolikara dan hasil survey lapangan semua distrik belum memiliki pusat kesehatan masyarakat. Namun dengan
pertumbuhan penduduk dan kebutuhan terhadap layanan kesehatan, maka pada tahun 2018 dapat dibangun
dimasing-masing distrik/BWP sebesar 1 unit/distrik.
Tabel 4. 31 Proyeksi Kebutuhan Puskesmas
Bab 8 - Hal 17
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
UnitLahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)
1 Bokondini 0 - 1 0.10 1 0.10 1 0.10 1 0.10
2 Bokoneri 0 - 1 0.10 1 0.10 1 0.10 1 0.10
3 Bewani 0 - 1 0.10 1 0.10 1 0.10 1 0.10
4 Kamboneri 0 - 1 0.10 1 0.10 1 0.10 1 0.10
0.40 0.40 0.40 0.40
No Distrik / BWP
Proyeksi Kebutuhan
PUSKESMAS
Standar
jmlh
penduduk
(jiwa)
Standar
lahan
minimal
(Ha)
2013 2018 2023 2028 2033
120,000 0.10
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
D. Praktek Dokter
Praktek dokter adalah praktik umum dokter yg memiliki kemampuan mengobati berbagai penyakit dan
melakukan praktik medis untuk umum. Biasanya praktek dokter ini merupakan praktek pribadi maupun
swasta. Kebutuhan fasilitas ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat kota di masing-masing
distrik/BWP dan kesesuaian ekonomi dan potensi kebutuhan masyarakat.
Tabel 4. 32 Proyeksi Kebutuhan Praktek Dokter
UnitLahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)
1 Bokondini 0 - 1 - 1 - 2 - 2 -
2 Bokoneri 0 - 1 - 1 - 2 - 2 -
3 Bewani 0 - 1 - 1 - 2 - 2 -
4 Kamboneri 0 - 1 - 1 - 2 - 2 -
0.00 0.00 0.00 0.00
No Distrik / BWP
Proyeksi Kebutuhan
Praktek Dokter
Standar
jmlh
penduduk
(jiwa)
Standar
lahan
minimal
(Ha)
2013 2018 2023 2028 2033
5,000
dis
esua
ikan
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
E. Apotik/Rumah Obat
Apotik adalah balai atau rumah obat yang berfungsi untuk menyediakan obat-obatan yang berdasarkan
rujukan maupun non rujukan untuk pemenuhan pemulihan kesehatan pasien. Saat ini disemua distrik tidak
memiliki apotik/rumah obat. Semua fasilitas layanan kesehatan termasuk layanan obat-obatan ditangani
langsung oleh puskesmas pembantu.
Tabel 4. 33 Proyeksi Kebutuhan Apotik/Rumah Obat
UnitLahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)
1 Bokondini 0 - 1 0.03 1 0.03 2 0.06 2 0.06
2 Bokoneri 0 - 1 0.03 1 0.03 2 0.06 2 0.06
3 Bewani 0 - 1 0.03 1 0.03 2 0.06 2 0.06
4 Kamboneri 0 - 1 0.03 1 0.03 2 0.06 2 0.06
0.12 0.12 0.24 0.24
30,000 0.03
No Distrik / BWP
Proyeksi Kebutuhan
Apotik/Rumah Obat
Standar
jmlh
penduduk
(jiwa)
Standar
lahan
minimal
(Ha)
2013 2018 2023 2028 2033
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
4.5.5.3. Fasilitas Peribadatan
Fasilitas peribadatan di kawasan perkotaan bokondini terdiri atas gereja, gereja skala rukun warga, gereja skala
kampung , gereja skala distrik, dan sarana ibadah lainnya. Secara prinsip pemenuhan kebutuhan terhadap
fasilitas peribadatan disesuaikan dengan kebutuhan dimasing-masing distri/BWP. Perbedaan klasifikasi gereja
tersebut didasarkan atas adanya sarana dukungan kebutuhan masyarakat seperti sekolah dan klinik.
Standar pemenuhan kebutuhan tersebut disesuaikan dengan jumlah dimasing-masing distrik/BWP dan jumlah
penduduk yang ada. Indicator lainnya adalah tingkat aksesibilitas masyarakat terhadap fasilitas juga menjadi
syarat.
A. Gereja
Gereja dengan kapasitas bangunan sebanyak 250 jiwa, memiliki fungsi untuk ibadah dihari minggu dan
perayaan hari khusus. Berdasarkan hasil perhitungan maka dengan kapasitas gereja tersebut maka pada tahun
2033, seluruh distrik/BWP di kawasan perkotaan mencapai 42 dan 43 per distriknya.
Tabel 4. 34 Proyeksi Kebutuhan Gereja
UnitLahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)
1 Bokondini - - 20 0.20 25 0.25 32 0.32 42 0.42
2 Bokoneri - - 21 0.21 25 0.25 33 0.33 43 0.43
3 Bewani - - 21 0.21 25 0.25 33 0.33 43 0.43
4 Kamboneri - - 21 0.21 25 0.25 33 0.33 43 0.43
0.83 1.00 1.31 1.71
No Distrik / BWP
Proyeksi Kebutuhan
Standar
jmlh
penduduk
(jiwa)
Standar
lahan
minimal
(Ha)
2013 2018 2023 2028 2033
Gereja
250 0.01
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
B. Gereja Skala Kampung
Bab 8 - Hal 18
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Adalah gereja dengan kapasitas 30,000 jiwa. Saat ini berdasarkan data lapangan terdapat 4 unit di distrik
Bokondini, 3 unit di distrik Bokoneri, 3 unit di distrik Bewani dan 3 unit distrik Kamboneri. Untuk tahun 2033,
dengan proyeksi jumlah penduduk yang telah dilakukan maka pada tahun 2033 jumlah gereja yang ada masih
cukup dan dapat digunakan.
Tabel 4. 35 Proyeksi Kebutuhan Gereja Skala Kampung
UnitLahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)
1 Bokondini 4 - 4 1.44 4 1.44 4 1.44 4 1.44
2 Bokoneri 3 - 3 1.08 3 1.08 3 1.08 3 1.08
3 Bewani 3 - 3 1.08 3 1.08 3 1.08 3 1.08
4 Kamboneri 3 - 3 1.08 3 1.08 3 1.08 3 1.08
4.68 4.68 4.68 4.68
No Distrik / BWP
Proyeksi Kebutuhan
Gereja Kampung
Standar
jmlh
penduduk
(jiwa)
Standar
lahan
minimal
(Ha)
2013 2033
30,000 0.36
2018 2023 2028
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
C. Gereja Skala Distrik
Gereja skala distrik adalah gereja dengan kapasitas bangunan mencapai 120,000 jiwa. Berdasarkan data yang ada (BPS dan survey lapangan) maka kapasitas yang ada dan jumlah bangunan yang ada masih dapat difungsikan sebagai bangunan ibadah hingga tahun 2033. Masing-masing per distrik memiliki gereja skala distrik sebanyak 1 unit dan berada di pusat distrik.
Tabel 4. 36 Proyeksi Kebutuhan Gereja Skala Distrik
UnitLahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)
1 Bokondini 1 - 1 0.54 1 0.54 1 0.54 1 0.54
2 Bokoneri 1 - 1 0.54 1 0.54 1 0.54 1 0.54
3 Bewani 1 - 1 0.54 1 0.54 1 0.54 1 0.54
4 Kamboneri 1 - 1 0.54 1 0.54 1 0.54 1 0.54
2.16 2.16 2.16 2.16
No Distrik / BWP
Proyeksi Kebutuhan
Gereja Distrik
Standar
jmlh
penduduk
(jiwa)
Standar
lahan
minimal
(Ha)
2013 2033
120,000 0.54
2018 2023 2028
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
D. Rumah Ibadah Lainnya
Rumah ibadah lainnya adalah rumah ibadah selain Kristen, seperti Mesjid. Berdasarkan data dan hasil survey
lapangan yang ada terdapat 1 bangunan Mesjid di Kawasan Perkotaan yakni di Pusat Kota Bokondini.
Bangunan rumah ibadah dapat dibangun sesuai dengan kapasitas dan lokasi yang berdekatan dengan Jemaah
berada. Dan dalam perijinan mengacu kepada keputusan bersama menteri.
Tabel 4. 37 Proyeksi Kebutuhan Sarana Ibadah lainnya.
UnitLahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)
1 Bokondini 1 - 1 0.54 1 0.54 1 0.54 1 0.54
2 Bokoneri 1 - 1 0.54 1 0.54 1 0.54 1 0.54
3 Bewani 1 - 1 0.54 1 0.54 1 0.54 1 0.54
4 Kamboneri 1 - 1 0.54 1 0.54 1 0.54 1 0.54
2.16 2.16 2.16 2.16
120,000 0.54
No Distrik / BWP
Proyeksi Kebutuhan
Sarana Ibadah Lainnya
Standar
jmlh
penduduk
(jiwa)
Standar
lahan
minimal
(Ha)
2013 2018 2023 2028 2033
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
4.5.5.4. Fasilitas Perdagangan dan Jasa
Berdasarkan hasil perhitungan kebutuhan terhadap fasilitas perdagangan dan jasa di Kawasan Perkotaan
Bokondini diperlukan warung/toko pada tahun 2033 berjumlah 43 unit. Sedangkan pertokoan akan dibutuhkan
higga 2 unit pada BWP 1 dan BWP 2 sedangkan pada BWP 3 dan BWP 4 hanya 1 unit masing masing. Untuk
kebutuhan pusat pertokoan pada kawasan perkotaan diperhitungkan akan dibutuhkan 6 unit yang tersebar
dimasing- masing pusat pelayanan. Sedangkan kebutuhan pusat perbelanjaan dan niaga pada hingga pada
tahun 2028 belum dapat dipenuhi dan baru pada tahun 2033 kawasan pusat perbelanjaan dapat dipenuhi yakni
sebanyak 2 unit, dengan prasayarat jumlah penduduk didalam kawasan telah mencapai 120.000 jiwa.
Tabel 4. 38 Proyeksi Kebutuhan Warung/Toko
UnitLahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)
1 Bokondini 10 - 20 0.20 25 0.25 33 0.33 43 0.43
2 Bokoneri 10 - 21 0.21 25 0.25 33 0.33 43 0.43
3 Bewani 10 - 21 0.21 25 0.25 33 0.33 43 0.43
4 Kamboneri 10 - 21 0.21 25 0.25 33 0.33 43 0.43
0.83 1.00 1.32 1.72
No Distrik / BWP
Proyeksi Kebutuhan
Standar
jmlh
penduduk
(jiwa)
Standar
lahan
minimal
(Ha)
2013 2018 2023 2028 2033
Toko / Warung
250 0.01
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
Tabel 4. 39 Proyeksi Kebutuhan Pertokoan
Bab 8 - Hal 19
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
UnitLahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)
1 Bokondini 1 - 1 0.30 1 0.30 1 0.30 2 0.60
2 Bokoneri 0 - 1 0.30 1 0.30 1 0.30 2 0.60
3 Bewani 0 - 1 0.30 1 0.30 1 0.30 1 0.30
4 Kamboneri 0 - 1 0.30 1 0.30 1 0.30 1 0.30
1.20 1.20 1.20 1.80
No Distrik / BWP
Proyeksi Kebutuhan
Pertokoan
Standar
jmlh
penduduk
(jiwa)
Standar
lahan
minimal
(Ha)
2013 2018 2023 2028 2033
6,000 0.30
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
Tabel 4. 40 Proyeksi Pusat Pertokoan/Pasar Lingkungan
UnitLahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)
1 Bokondini 0 - 1 1.00 1 1.00 1 1.00 1 1.00
2 Bokoneri 0 - 1 1.00 1 1.00 1 1.00 1 1.00
3 Bewani 0 - 1 1.00 1 1.00 1 1.00 1 1.00
4 Kamboneri 0 - 1 1.00 1 1.00 1 1.00 1 1.00
4.00 4.00 4.00 4.00
No Distrik / BWP
Proyeksi Kebutuhan
Pusat Pertokoan + Pasar Lingkungan
Standar
jmlh
penduduk
(jiwa)
Standar
lahan
minimal
(Ha)
2013 2033
30,000 1.00
2018 2023 2028
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
Tabel 4. 41 Proyeksi Pusat Perbelanjaan dan Niaga
UnitLahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)
1 Bokondini 0 - 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00
2 Bokoneri 0 - 0 0.00 0 0.00 0 0.00 1 3.60
3 Bewani 0 - 0 0.00 0 0.00 0 0.00 1 3.60
4 Kamboneri 0 - 0 0.00 0 0.00 0 0.00 1 3.60
0.00 0.00 0.00 10.80
No Distrik / BWP
Proyeksi Kebutuhan
Pusat Perbelanjaan dan Niaga
Standar
jmlh
penduduk
(jiwa)
Standar
lahan
minimal
(Ha)
2013 2033
120,000 3.60
2018 2023 2028
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
4.5.5.6. Fasilitas Rekreasi dan Olahraga
Untuk fasilitas rekreasi dan olah raga diperkirakan pada tahun 2018 mulai diperlukan untuk dapat
meningkatkan kebutuhan interaksi sosial masyarakat melalui saran ataman dan lapangan olah raga. Dengan
kebutuhan hingga pada tahun 2033 masih sekitar 4 unit dan dapat diletakkan pada masing-masing pusat
pelayanan kawasan.
Tabel 4. 42. Proyeksi Kebutuhan Taman dan Lapangan Olah Raga Kampung
UnitLahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)
1 Bokondini 0 - 1 0.90 1 0.90 1 0.90 1 0.90
2 Bokoneri 0 - 1 0.90 1 0.90 1 0.90 1 0.90
3 Bewani 0 - 1 0.90 1 0.90 1 0.90 1 0.90
4 Kamboneri 0 - 1 0.90 1 0.90 1 0.90 1 0.90
3.60 3.60 3.60 3.60
No Distrik / BWP
Proyeksi Kebutuhan
Taman dan Lapangan Olahraga Kampung
Standar
jmlh
penduduk
(jiwa)
Standar
lahan
minimal
(Ha)
2013 2033
30,000 0.90
2018 2023 2028
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
4.5.5.7. Fasilitas Ruang Terbuka Hijau
Walaupun di dalam kawasan perkotaan Bokondini belum terbentuk taman-taman kota berdasarkan bagian
wilayah kotanya (BWP), diharapkan melalui perhitungan standar pemenuhan kebutuhan penduduk dalam
satuan kawasan tertentu diharapakan pemerintahan distrik didalam kawasan perkotaan Bokondini dapat
memulai untuk menetapkan dan membangun taman-taman kota berdasarkan pola sebaran penduduk dan
kawasan permukiman yang ada. Berdasarkan hasil perhitungan, pada tahun 2033 seluruh BWP akan
membutuhan 171 unit taman kota, dengan asumsi bahwa didalam satuan wilayah penduduk yang berjumlah
250 orang.
Sedangkan untuk satuan wilayah penduduk yang lebih luas yakni sebesar 2500 jiwa di tetapkan harus dipenuhi
taman warga. Hal ini dapat ditetapkan menurut bagian wilayah masing-masing. Berdasarkan hasil
perhitugannya maka pada tahun 2033 jumlah taman warga yang dibutuhkan untuk masing-masing bagian
wilayah perencanaan adalah 16 unit taman warga.
Tabel 4. 43 Proyeksi Kebutuhan Taman Kota
UnitLahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)
1 Bokondini 0 - 20 0.60 25 0.75 32 0.96 42 1.26
2 Bokoneri 0 - 21 0.63 25 0.75 33 0.99 43 1.29
3 Bewani 0 - 21 0.63 25 0.75 33 0.99 43 1.29
4 Kamboneri 0 - 21 0.63 25 0.75 33 0.99 43 1.29
2.49 3.00 3.93 5.13
No Distrik / BWP
Proyeksi Kebutuhan
Standar
jmlh
penduduk
(jiwa)
Standar
lahan
minimal
(Ha)
2013 2018 2023 2028 2033
Taman Warga
250 0.03
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
Bab 8 - Hal 20
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Tabel 4. 44 Proyeksi Kebutuhan Taman Rukun Warga
UnitLahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)Unit
Lahan
(Ha)
1 Bokondini 0 - 2 0.26 2 0.26 3 0.39 4 0.52
2 Bokoneri 0 - 2 0.26 3 0.39 3 0.39 4 0.52
3 Bewani 0 - 2 0.26 3 0.39 3 0.39 4 0.52
4 Kamboneri 0 - 2 0.26 3 0.39 3 0.39 4 0.52
1.04 1.43 1.56 2.08
No Distrik / BWP
Proyeksi Kebutuhan
Taman RW
Standar
jmlh
penduduk
(jiwa)
Standar
lahan
minimal
(Ha)
2013 2018 2023 2028 2033
2,500 0.13
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
4.5.4. Analisis Ketersediaan dan Kebutuhan Prasarana Kawasan Perkotaan Bokondini
Analisis ketersediaan dan kebutuhan prasarana kawasan perkotaan bokondini terdiri atas prasarana air bersih,
persampahan, drainase, energi, dan kelistrikan.
4.5.6.1. Analisis Ketersediaan Air Bersih dan Timbulan Air Limbah
A. Air Bersih
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan asumsi bahwa setiap distrik memiliki sumber air yang cukup
(10 lt/dtk) dan menggunakan sistem gravitasi dan perpipaan yang menjangkau dalam pusat kawasan
distrik/BWP. Maka dengan menggunakan proyeksi penduduk yang ada dan asumsi cakupan pelayanan yang
sebesar 20% maka pada tahun 2023 di BWP I/Prioritas penduduk yang akan terlayani akan mencapai 997 jiwa.
Sedangkan pada tahun 2033 diharapkan jumlah penduduk yang terlayani akan dilayani mencapai 6,828 jiwa.
Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4. 45 Proyeksi Kebutuhan Air Bersih BWP I Hingga Tahun 2033 (SL)
Uraian 2018 2023 2028 2033
Jumlah Penduduk (Jiwa) 4.987 6.149 8.037 10.504
Tingkat Kepadatan (Jiwa/Km2) 501,39 501,39 501,39 501,39
Cakupan Pelayanan (%) 20% 35 50 65
Penduduk Terlayani (Jiwa) 997 2.152 4.019 6.828
Penduduk Domestik Terlayani (% = Jiwa) 80 = 798 80 = 1.722
80 = 3.215
80 = 5.462
Penduduk Non Domestik Terlayani (%) 20 20 20 20
Kebutuhan air sebanyak (lt/dtk) 10 10 10 10 Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
Sedangkan untuk BWP II yang mencakup kawasan perkotaan Bewani dan sebagian wilayah lainnya,
diharapkan dengan menggunakan model penyediaan fasilitas air bersih yang sama yaitu gravitasi, dengan
cakupan layanan paling kecil 20% maka penduduk yang dapat dilayani adalah 1,036 jiwa.
Tabel 4. 46. Proyeksi Kebutuhan Air Bersih BWP II Hingga Tahun 2033 (SL)
Uraian 2018 2023 2028 2033
Jumlah Penduduk (Jiwa) 5.181 6.389 8.350 10.914
Tingkat Kepadatan (Jiwa/Km2) 497,89 497,89 497,89 497,89
Cakupan Pelayanan (%) 20 35 50 65
Uraian 2018 2023 2028 2033
Penduduk Terlayani (Jiwa) 1.036 2.236 2.236 7.094
Penduduk Domestik Terlayani (% = Jiwa) 80 = 1.036 80% = 1.789
80% = 1.789
80% = 5.675
Penduduk Non Domestik Terlayani (%) 20 20 20 20
Kebutuhan air sebanyak (lt/dtk) 10 10 10 10 Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
Untuk BWP III yang terdiri atas kampung Kanaero sebagai pusat distrik, diharapkan jangkaun pelayanan sistem
penyediaan air bersihnya mencapai 1,027 jiwa.
Tabel 4. 47. Proyeksi Kebutuhan Air Bersih BWP III Hingga Tahun 2033 (SL)
Uraian 2018 2023 2028 2033
Jumlah Penduduk (Jiwa) 5.137 6.335 8.279 10.821
Tingkat Kepadatan (Jiwa/Km2) 256,53 256,53 256,53 256,53
Cakupan Pelayanan (%) 20 35 50 65
Penduduk Terlayani (Jiwa) 1.027 2.217 4.140 7.033
Penduduk Domestik Terlayani (% = Jiwa) 80% = 822 80% = 1.419
80% = 3.312
80% = 5.627
Penduduk Non Domestik Terlayani (%) 20 20 20 20
Kebutuhan air sebanyak (lt/dtk) 10 10 10 10 Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
Untuk BWP IV Distrik Kamboneri, sama halnya dengan asumsi dan pendekatan cakupan layanan yang
dilakukan diharapkan pada tahun 2023 akan terlayani sebesar 343 jiwa dan pada tahun 2033 akan diharapkan
dapat terlayani sebesar 2,350 jiwa.
Tabel 4. 48. Proyeksi Kebutuhan Air Bersih BWP IV Hingga Tahun 2033 (SL)
Uraian 2018 2023 2028 2033
Jumlah Penduduk (Jiwa) 1.716 2.117 2.766 3.615
Tingkat Kepadatan (Jiwa/Km2) 231,75 231,75 231,75 231,75
Cakupan Pelayanan (%) 20 35 50 65
Penduduk Terlayani (Jiwa) 343 741 1.384 2.350
Penduduk Domestik Terlayani (% = Jiwa) 80% = 220
80% = 593
80% = 1.106
80% = 1.880
Penduduk Non Domestik Terlayani (%) 20 20 20 20
Kebutuhan air sebanyak (lt/dtk) 5 5 5 5 Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
4.5.6.2. Analisis Prasarana Drainase
Definisi drainase secara umum yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari usaha untuk mengalirkan air yang
berlebihan dalam suatu konteks pemanfaatan tertentu. Sedangkan drainase perkotaan adalah sistem
prasarana drainase dalam wilayah kota yang intinya berfungsi selain untuk mengendalikan dan mengalirkan
limpasan air hujan yang berlebihan dengan aman, juga untuk mengendalikan dan mengalirkan kelebihan air
lainnya yang mempunyai dampak mengganggu dan /atau mencemari lingkungan perkotaan, yaitu air buangan
atau air limbah lainnya (Hardjosuprapto dan.Masduki, 1999).
Bab 8 - Hal 21
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Tidak tersedianya data curah hujan tahunan pada kawasan perencanaan sangat menyulitkan tim konsultan
untuk melakukan analisis dalam perencanaan drainase di dalam kawasan perkotaan Bokondini. Namun dengan
menggunakan metoda yang dapat diterima dan asumsi yang digunakan seperti ;
1. Curah hujan yang mencapai 2421 β 2721 mm/tahun.
2. Kawasan perkotaan yang didominasi dengan topografi yang curam dan ekstrim.
3. Sistem drainase yang ada tercampur, yakni limpasan air hujan dan air buangan rumah tangga.
4. Saluran yang ada adalah saluran terbuka.
5. Saluran terdiri dari saluran tersier, sekunder dan primer
6. Dimensi dari saluran bervariasi tergantung dari debit yang ditampung.
7. Perencanaan drainase di kawasan perkotaan Bokondiini langsung dibuang ke muara sungai didaerah
selatan Kota.
8. Perencanaan ini tidak diperlukan sumur resapan dan kolam retensi ataupun polder karena tempat
pengaliran sangat mudah dan tidak ada potensi genangan serta dari sis geologi tanah yang tidak
disarankan/rekomendasi.
Maka, beberapa kesimpulan yang dapat dijadikan acuan dalam perencanaan drainase bagi kawasan perkotaan
Bokondini adalah saluran terbuka. saluran terbuka segi empat karena saluran drainase yang berbentuk segi
empat tidak banyak membutuhkan ruang dan berfungsi untuk saluran air hujan, air rumah tangga maupun air
irigasi.
Sistem jaringan drainase selain sistem tertutup juga bisa berupa sistem terbuka dengan pertimbangan bahwa
pada saluran tertutup tidak terlalu banyak memakan lahan karena lahan di atasnya masih dapat digunakan
untuk keperluan yang lain seperti jalan atau trotoar di samping itu dari segi estetika dan kesehatan lingkungan
pada saluran tertutup diharapkan tidak menimbulkan bau dan meningkatkan populasi nyamuk. Namun pada
kenyataannya saluran drainase perkotaan banyak yang memakai sistem terbuka dengan pertimbangan untuk
memudahkan dalam operasional dan pemeliharaan.
Tujuan pada perencanaan ini adalah untuk mengalirkan genangan air sesaat yang terjadi pada musim hujan serta untuk
mengalirkan air kotor hasil buangan dari rumah tangga. Kelebihan air atau genangan air sesaat yang terjadi pada daerah
studi karena keseimbangan air pada daerah tersebut terganggu. Yang disebabkan air yang masuk ke dalam daerah
tersebut lebih besar dari yang ke luar. Pada daerah perkotaan termasuk di dalamnya pada daerah studi ini sendiri
kelebihan air ini terjadi biasanya dikarenakan oleh kelebihan air hujan, disamping itu kapasitas infiltrasi pada daerah
perkotaan sangat kecil akibat adanya banyak pembebasan lahan untuk mendukung kepentingan sosial ekonomi, sehingga
menyebabkan terjadinya limpasan air sesaat setelah hujan turun. Untuk itu sangat dibutuhkan perencanaan sistem
drainase yang baik yang meliputi besar dimensi berdasarkan debit air hujan, bentuk saluran, macam material disamping
aspek ekonomi dan teknis lainnya harus dipertimbangkan dengan matang.
Berikut ini disampaikan beberapa alternative tata letak saluran drainase yang dapat dilaksanakan di kawasan perkotaan Bokondini.
1. Pola Alamiah
Letak drain (b) ada di bagian terendah (lembah) dari suatu daerah yang secara efektif berfungsi sebagai pengumpul
dari anak cabang saluran/collector drain (a), dengan collector dan conveyor drain merupakan saluran alamiah.
Gambar 4. 10 Pola Alamiah Saluran Drainase
Sumber : Drainase Perkotaan, 1997
2. Pola siku
Conveyor drain (b) terletak di lembah dan merupakan saluran alamiah, sedangkan collector drain (a) dibuat
tegak lurus dari conveyor drain.
Gambar 4. 11 Pola Siku
Sumber : Drainase Perkotaan, 1997
3. Pola Paralel
Collector drain yang menampung debit dari sungai-sungai yang lebih kecil, dibuat sejajar satu sama lain dan
kemudian masuk ke dalam conveyor drain.
Gambar 4. 12 Pola Paralel
Sumber : Drainase Perkotaan, 1997
4. Pola Grid Ion
Beberapa interceptor drain (a) dibuat satu sama lain sejajar, kemudian ditampung di collector drain (b) untuk
selanjutnya masuk ke dalam conveyor drain (c)
Bab 8 - Hal 22
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Gambar 4. 13 Pola Grid Ion
Sumber : Drainase Perkotaan, 1997
5. Pola Radial
Suatu daerah genangan dikeringkan melalui beberapa collector drain dari satu titik menyebar ke segala arah
(sesuai dengan kondisi topografi daerah).
Gambar 4. 14 Pola Radial
Sumber : Drainase Perkotaan, 1997
6. Pola Jaring-Jaring
Untuk mencegah terjadinya pembebanan aliran dari suatu daerah terhadap daerah lainnya, maka dapat dibuat
beberapa interceptor drain (a) yang kemudian ditampung ke dalam saluran collector (b), dan selanjutnya
dialirkan menuju saluran conveyor (c).
Gambar 4. 15 Pola Jaring-Jaring
Sumber : Drainase Perkotaan, 1997
Dalam pengertian jaringan drainase, maka sesuai dengan fungsi dan sistem kerjanya, jenis saluran dapat
dibedakan menjadi :
1. Interceptor drain, adalah saluran yang berfungsi sebagai pencegah terjadinya pembebanan aliran dari suatu
daerah terhadap daerah lain di bawahnya.
2. Collector drain, adalah saluran yang berfungsi sebagai pengumpul debit yang diperoleh dari saluran drainase
yang lebih kecil dan akhirnya akan dibuang ke saluran conveyor (pembawa).
3. Conveyor drain, adalah saluran yang berfungsi sebagai pembawa air buangan dari suatu daerah ke lokasi
pembuangan tanpa harus membahayakan daerah yang dilalui.
Letak conveyor di bagian terendah lembah dari suatu daerah, sehingga secara efektif dapat berfungsi sebagai
pengumpul dari anak saluran yang ada.
4.5.6.3. Analisis Prasarana Energi dan Kelistrikan
A. Energi non Listrik
Prasarana Energi dikawasan perkotaan bokondini masih belum tertata dengan baik, masih mengandalkan pola
distribusi konvensional. Berdasarkan survai yang dilakukan konsultan dilapangan, dikawasan perkotaan
Bokondini tidak terdapat SPBU PT.Pertamina untuk melayani penjualan BBM. Untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari, penduduk dikawasan perkotaan Bokondini membeli BBM di Wamena dan menjualnya secara
eceran di warung-warung yang ada. Untuk kebutuhan memasak mayoritas masyarakat dikawasan perkotaan
Bokondini masih mengandalkan kayu bakar yang banyak tersedia serta kompor minyak tanah. Untuk
penggunaan Gas sebagai bahan bakar masih belum ditemui selama survai.
Dalam melakukan analisa kebutuhan Energi non listrik, maka harus disusun asumsi sebagai berikut:
1. Sektor industri
a) Sektor industri yang berkembang adalah industri pengelolaan hasil pangan dan pengelolaan hasil
hutan dan bersifat Industri Rumah Tangga
b) Industri pengelolaan hasil pangan membutuhkan 20 liter solar/bensin perhari atau 4800 liter/tahun
dengan assumsi kenaikan 2.5 % / tahun untuk efisiensi peralatan.
c) Industri pengelolaan hasil hutan membutuhkaan 25 liter solar/bensin perhari atau 6000 liter/tahun
dengan assumsi kenaikan 2.5 % /tahun untuk efisiensi peralatan.
d) Peningkatan pertumbuhan sektor sekitar 3,5 % pertahun
2. Sektor rumah tangga
a) Sektor rumah tangga membutuhkan 2 liter minyak tanah atau 672 liter/tahun untuk memasak dan
membutuhkan 1 liter minyak tanah atau 336 liter/tahun untuk penerangan dan hanya tercukupi 25 %.
Sisanya menggunakan kayu bakar untuk memasak dan listrik untuk penerangan
b) Asumsi pertumbuhan sektor rumah tangga sekitar 4 %
3. Sektor transportasi
a) Berdasarkan hasil survei pada tahun 2012, didapati jumlah mobil Angkutan yang melayani angkutan
penduduk dari/ke bokondini adalah 8 mobil perhari. Mobil angkutan diperkirakan menempuh
perjalanan total sepanjang 268.800 km.
Bab 8 - Hal 23
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
b) Berdasarkan hasil survei, mobil pribadi mempunyai rata-rata jumlah penumpang (load factor) 10 orang.
c) Survei juga menemukan bahwa mobil pribadi mengkonsumsi bahan bakar 1 liter untuk perjalanan
sejauh 2 km.
d) Pertumbuhan sektor transportasi sebesar 15 % pertahun
Gambar 4. 16 Proyeksi Kebutuhan Energi Non Listrik Hingga Tahun 2033
Tabel 4. 49 Kebutuhan BBM hingga tahun 2033
Sektor Tahun
2012 2017 2022 2027 2032 2033
1. Industri 10,800 12,219 13,825 15,642 17,697 18,139
- Pengelolaan hasil pangan 4,800 5,431 6,144 6,952 7,865 8,062
- Pengelolaan hasil Hutan 6,000 6,788 7,681 8,690 9,832 10,077
2. Rumah Tangga 475,263 581,354 707,306 860,546 1,046,986 1,088,865
3. Transportasi 134,300 270,125 543,318 1,092,807 2,198,026 2,527,730
Total 622,375 865,716 1,266,472 1,971,022 2,648,895 2,648,895 Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
Untuk memenuhi kebutuhan energi di kawasan perkotaan Bokondini, penggunaan sumber energi nabati
(bioenergi) merupakan pilihan yang paling tepat, mengingat kondisi lahan yang mendukung serta sebagian
besar penduduknya bertumpu pada sektor pertanian. . Pengembangan bioenergi ini, disamping dalam rangka
diversifikasi energi untuk mengatasi krisis sumber energi, juga untuk menunjang upaya diversifikasi
pengelolaan hasil pertanian.
Empat jenis bioenergi terbarukan (renewable) yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang dapat dikembangkan
antara lain :
(1) Bioetanol yang dibuat dari bahan-bahan bergula seperti singkong, tetes tebu, nira sorgum, ganyong, ubi
jalar, digunakan untuk menyubstitusi bensin
(2) Biodiesel yang dibuat dari minyak nabati seperti jarak pagar, kelapa sawit, kapuk, dan sejumlah tanaman
lain, digunakan sebagai pengganti solar, dan
(3) Biogas yang memanfaatkan sampah dan kotoran hewan, digunakan untuk menyubstitusi minyak tanah
dan elpiji yang banyak dikembangkan dalam skala rumah tangga.
(4) Biomassa yang menanfaatkan sisa organik dari hasil pertanian atau sampah. Umumnya digunakan secara
komunal atau industri dan dapat diubah menjadi panas dan listrik.
Dari keempat jenis bioenergi tersebut bioetanol dan biodiesel berpotensi untuk dapat dikembangkan dalam
skala besar jika bahan bakunya dapat dibudidayakan secara luas dan kontinyu. Kedua jenis bioenergi ini ramah
lingkungan.Penggunaan bahan bakar nabati untuk mesin diesel sebenarnya bukan hal yang baru, hanya
dikhawatirkan akan bersaing dalam memenuhi kebutuhan pangan.
Untuk potensi pengembangan bioenergi, dapat menggunakan lahan kritis dan/atau alokasi lahan pertanian
yang dikembangkan khusus untuk sektor energi. Untuk pengembangan potensi bioenergi dan tanaman yang
cocok harus dilakukan studi lebih lanjut.
4.6. Analisis Daya Tampung Maksimal
Analisis daya tampung maksimal adalah analisis mengenai luasan wilayah budidaya yakni kawasan permukiman
yang dapat menampung penduduk pada tahun proyeksi. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran di
masa depan terhadap ketersediaan kawasan permukiman. Ketersediaan lahan ini menjadi penting bagi
kawasan perkotaan untuk menghasilkan rekomendasi apakah diperlukan perluasan kawasan perkotaan, atau
diperlukannya konversi lahan budidaya pada kawasan perkotaan. Metoda yang digunakan adalah dengan
menggunakan formulasi dari SKB (Surat Keputusan Bersama) antara Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan
Umum, Menteri Perumahan Rakyat Nomor 648-384 Tahun 1998 tentang pedoman pembangunan perumahan
dan permukiman dengan lingkungan hunian yang berimbang (1:3:6).
Gambar 4. 17 Analisis Daya Tampung Maksimal
Sumber: Hasil analisis dan olahan konsultan, 2013
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut (lihat gambar 4.8), maka pada tahun ke-20 diperlukan luas lahan baru
seluas 82.72 hektar. Jika dianalisis berdasarkan kelerengan lahan yang sesuai untuk permukiman dan analisis
-
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
3,000,000
2012 2014 2016 2018 2020 2022 2024 2026 2028 2030 2032
Vo
lum
e (
Lite
r) 1. Industri
Series2
Series3
2. Rumah Tangga
3. Transportasi
Bab 8 - Hal 24
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
kerentanan gerakan tanah, maka lahan untuk kawasan permukiman di perkotaan Bokondini sangat terbatas,
untuk diperlukan pengembangan kawasan permukiman baru di distrik Bewani dan Kamboneri.
4.7. Analisis Kebutuhan Rumah Hingga Tahun 2033
Rumah Sehat Papua merupakan bantuan sosial dari Kementerian Sosial Republik Indonesia kepada masyarakat
Papua. Rumah Sehat Papua berkontruksi kayu, panggung dan non panggun dengan ukuran berdiameter 6 dan
atau rumah standar sehat berukuran 6 m x 6 m (Luas Lahan = 60 m), sesuai dengan Keputusan Menteri
Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 403/KPTS/M/2002.
Gambar 4. 18 Contoh Rumah Homese di Yahukimo (Honai Menuju Sehat)
Sumber: www.kompasiana.com, 2013
Tabel 4. 50 Proyeksi dan Asumsi Jiwa/Rumah
Tipe Rumah
Asumsi Jumlah Jiwa/Rumah
Proyeksi Jumlah Penduduk (Jiwa) Pada Tahun
2013 2018 2023 2028 2033
Tipe 36 (6 x 6) (Rumah Sehat Papua)
5 13,804 17,022 20,990 27,433 35,854
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
Tabel 4. 51 Kebutuhan Rumah Sehat Papua Hingga Tahun 2033
Tipe Rumah
Asumsi Jumlah
Jiwa/Rumah
Kebutuhan Rumah Pada Tahun (Unit)
2013 2018 2023 2028 2033
Tipe 36 (6 x 6) (Rumah Sehat Papua)
5 2761 3404 4198 5487 7171
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
4.8. Analisis Kerentanan Gerakan Tanah
Didalam membuat arahan rencana pola ruang kawasan perkotaan Bokondini, issue strategis yang menjadi
dasar menyusun pola ruang adalah analisis kebencanaan. Salah satu aspek kebencanaan yang ada di wilayah
Kawasan Perkotaan Bokondini adalah adanya kerentanan gerakan tanah pada seluruh wilayah kawasan
perkotaan Bokondini. Sesuai dengan pedoman penataan ruang pada kawasan rawan letusan gunung berapi
dan kawasan rawan gempa bumi, peraturan menteri pekerjaan umum no.21/PRT/M/2007 perlu untuk
menghasilkan tipologi kerentanan gerakan tanah. Berdasarkan hasil kajian pedoman dan hasil
survey/pengamatan di lapangan dan diskusi antar ahli yang ada, maka dilakukan penyesuaian indikasi dan
parameter khususnya pada kawasan perkotaan Bokondini. Hal ini dilakukan agar indicator dan parameter yang
ada sesuai/mendekati kondisi yang ada dilapangan.
Tabel 4. 52 Penyesuaian Tipologi Kerentanan Gerakan Tanah
Sifat fisik Kemiringan
lereng
Kegempa
an
Struktur
Geologi Tipologi
Sifat
fisik
Kemiringan
lereng
Kegempaa
n
Struktur
Geologi Tipologi
nilai 1.0 3.5 4.0 2.5 3.5 3.5 4.0 2.5
bobot 3.0 3.0 5.0 4.0 3.0 3.0 5.0 4.0
skor 3.0 10.5 20.0 10.0 43.5 10.5 10.5 20.0 10.0 51.0
nilai 1.0 2.5 4.0 2.5 3.5 2.5 4.0 2.5
bobot 3.0 3.0 5.0 4.0 3.0 3.0 5.0 4.0
skor 3.0 7.5 20.0 10.0 40.5 10.5 7.5 20.0 10.0 48.0
nilai 1.0 2.0 4.0 2.5 3.5 2.0 4.0 2.5
bobot 3.0 3.0 5.0 4.0 3.0 3.0 5.0 4.0
skor 3.0 6.0 20.0 10.0 39.0 10.5 6.0 20.0 10.0 46.5
nilai 1.0 1.0 4.0 2.5 3.5 1.0 4.0 2.5
bobot 3.0 3.0 5.0 4.0 3.0 3.0 5.0 4.0
skor 3.0 3.0 20.0 10.0 36.0 10.5 3.0 20.0 10.0 43.5
Kerentanan
Penyesuaian dari Permen PU
Ket
Sesuai Permen PU
B bawah C
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat
Rendah
C E bawah
C bawah D
B atas D bawah
Sumber: Hasil Olahan Konsultan, 2013
Selain itu setelah menetapkan penyesuaian indikasi dan parameter tersebut, maka dengan menggunakan
matrik tipologi kerusakan gempa dan zona kerentanan gerakan tanah. Didapatkanlah rekomendasi bangunan
yang dapat dibangun. (lih table dibawah ini)
Tabel 4. 53 Tipologi Kerusakan Oleh Gempa dan Kerentanan Gerakan Tanah
Tipologi Kawasan Rawan Gempa Bumi
(PerMen PU No.21 tahum 2007)
Peta Zona Kerentanan Tanah (SNI 13-682-1999)
Pola Ruang
(PerMen PU No.21 tahum 2007)
Kawasan Bukan Rawan Gempa ( skor <30)
Tipe A
Skor 31 - 35
a. Jauh dari daerah sesar yang rentan terhadap getaran gempa
b. Kombinasi saling melemahkan dari faktor dominan yang
Perkotaan: perdagangan dan perkantoran, pemukiman, hutan kota , parawisita dan industri dgn kerentanan rendah. Pedesaan: permukiman, pertanian, perkebunan, pertambangan
Bab 8 - Hal 25
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Tipologi Kawasan Rawan Gempa Bumi
(PerMen PU No.21 tahum 2007)
Peta Zona Kerentanan Tanah (SNI 13-682-1999)
Pola Ruang
(PerMen PU No.21 tahum 2007)
Kawasan Bukan Rawan Gempa ( skor <30)
berpotensi saling merusak, c. Efek merusak gempa
intensitas kuat akan diredam oleh batuan yang kompak dan kuat
rakyat, hutan produksi dan hutan rakyat serta perdagangan dan perkantoran. Dengan Syarat kerentanan rendah - sedang
Tipe B
Skor 36 - 40
a. Kerusakan disebabkan oleh lebih dari satu faktor dominan yang menyebabkan kerawanan tinggi, antara lain: intensitas gempa tinggi dan kekuatan batuan menengah
b. Kawasan ini rusak cukup parah terutama bangunan konstruksi sederhana
Kerentanan Tanah Sangat Rendah a. Gerakan tanah
jarang atau tidak pernah terjadi
b. Tidak ditemukan gejala gerakan tanah lama
a. Safety Factor > 2,00
Kawasan Perkotaan: seperti tipologi A namun harus memenuhi syarat kerentanan sedang dan tinggi
Tipe C
Skor 41 - 45
a. Kerusakan disebabkan dua atau tiga faktor yang saling mempengaruhi, yaitu: Intensitas gempa dan kekuatan batuan lemah atau batuan lemah terletak dekat zona sesar yang cukup merusak
b. Kawasan ini rusak cukup parah dan bangunan konstuksi beton terutama yang berada pada zona sesar
Kerentanan Tanah Rendah b. Gerakan tanah
jarang terjadi kecuali bila diganggu dan pada gerakan tanah lama
c. Safety Factor 1,70 β 2,00
Kawasan Perkotaan: seperti tipologi A kecuali kegiatan pertambangan rakyat namun harus memenuhi syarat kerentanan sedang dan tinggi
Tipe D
Skor 46 - 50
a. Kerusakan disebabkan akumulasi dua atau tiga faktor dominan yang saling melemahkan, contoh: kemiringan lereng curam, intensitas gempa tinggi dan kekuatan batuan lemah
b. Kawasan ini cenderung rusak parah untuk segala bangunan terutama yang berada pada zona sesar
Kerentanan Tanah Menengah a. Gerakan tanah
terjadi pada lembah sungai, gawir, tebing galian jalan
b. Gerakan tanah lama mungkin bergerak kembali karena hujan
c. Safety Factor 1,20 - 1,70
Tidak diperbolehkan sebagai kawasan budidaya kecuali untuk kawasan parawisata terbatas dengan bangunan tahan gempa dgn kerentanan sedang dan tinggi
Tipe E
Skor 51 β 55
a. Kerusakan disebabkan berada pada jalur sesar yang dekat dengan epicentrum yang berintensitas gempa tinggi. Sifat fisik batuan dan kelerengan rentan terhadap goncangan gempa
Kerentanan Tanah Tinggi a. Gerakan tanah
sering terjadi b. Safety Factor < 1,20
Tidak diperbolehkan sebagai kawasan budidaya dan kawasan ini harus dilindungi
Tipologi Kawasan Rawan Gempa Bumi
(PerMen PU No.21 tahum 2007)
Peta Zona Kerentanan Tanah (SNI 13-682-1999)
Pola Ruang
(PerMen PU No.21 tahum 2007)
Kawasan Bukan Rawan Gempa ( skor <30)
b. Kawasan ini cenderung rusak fatal pada saat terjadi gempa
Tipe F
Skor 56 β 60
a. Kerusakan disebabkan berada pada landaan tsunami merusak, pada zona sesar sangat merusak, intensitas gempa tinggi, sifat fisik batuan lunak dan lereng curam
b. Kawasan ini rusak fatal pada saat terjadi gempa
Tidak diperbolehkan sebagai kawasan budidaya dan diutamakan sebagai kawasan lindung
Sumber: Hasil Olahan Konsultan, 2013
Berdasarkan hasil penyesuaian tersebut dan proses pengolahan di perangkat lunak sistem informasi geografis
(GIS), maka didapatkan bahwa untuk wilayah BWP 1 Bokondini dominasi kerentanan gerakan tanah adalah
menengah sebesar 51% atau seluas 1.167 Ha. Sedangkan di BWP 2 sebagian wilayah dari distrik Bewani juga
didominasi dengan kerentanan tinggi sebesar 41% dengan luas area mencapai 1.089 ha. Sedangkan di BWP3
sebagian wilayah distrik Bokoneri didominasi dengan kerentanan gerakan tanah yang tinggi sebesar 49% atau
seluas 2.071 ha. Dan terakhir adalah sebagian wilayah distrik Kamboneri (BWP 4) didominasi oleh kerentanan
gerakan tanah menengah yakni sebesar 55% atau seluas 858 Ha.
Bab 8 - Hal 26
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Gambar 4. 19 Tipologi Kerentanan Gerakan Tanah Menurut BWP
Sumber: Hasil Analisis dan Olahan Konsultan, 2013
4.9. Analisis Ekonomi
Adam Smith membagi tahapan pertumbuhan ekonomi menjadi 5 tahap yang berurutan yang dimulai dari
masa berburu, masa berternak, masa bercocok taman, masa berdagangan, dan tahap masa industri. Menurut
teori ini, masyarakat akan bergerak dari masyarakat tradisional kemasyarakat modern yang kapitalis. Dalam
prosesnya, pertumbuhan ekonomi akan semakin terpacu dengan adanya sistem pembagian kerja antar pelaku
ekonomi. Adam Smith memandang pekerja sebagai salah satu input bagi proses produksi, pembagian tenaga
kerja merupakan titik sentral pembahasan dalam teori ini, dalam upaya peningkatan produktifitas kerja.
Akumulasi modal akan menentukan cepat atau lambatnya pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada suatu
negara. Proses pertumbuhan akan terjadi secara simultan dan memiliki hubungan keterkaitan satu sama
lainnya. Timbulnya peningkatan kinerja pada suatu sektor akan meningkatkan daya tarik bagi pemupukan
modal, mendorong kemajuan teknologi, meningkatkan spesialisasi dan memperluas pasar. Hal ini akan
mendorong pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat. Proses pertumbuhan ekonomi sebagai suatu fungsi
tujuan pada akhirnya harus tunduk pada pada fungsi kendala yaitu keterbatasan sumber daya ekonomi
(Mudrajat Kuncoro,1997).
Untuk mendorong peningkatan pendapatan daerah, diperlukan strategi peningkatan sektoral. Sektor primer
yang menjadi prioritas diarahkan pada persentase tertentu untuk memaksimalkan dukungan. Pada tahun 2013
sektor primer memiliki kontribusi sebesar 42,97 persen. Sektor primer didorong untuk dapat meningkatkan
nilai tambah sehingga tidak terlalu menggantungkan pada luasan lahan yang dapat tergarap. Untuk
meningkatkan nilai tambah tersebut, dibutuhkan peran dari sektor sekunder, seperti industri pengolahan yang
semakin efisien, sehingga peran sektor sekunder dapat ditingkatkan. Sedangkan sektor tersier yang semakin
meningkat peranannya, didorong untuk terus meningkat. Adapun perkiraan struktur perekonomian pada
tahun 2033 adalah sebagai berikut.
Tabel 4. 54 Perkiraan Perubahan Struktur Ekonomi Distrik Bokondini
No Sektor
2013 2033
% Rp Juta % Rp Juta
1 Primer 42,97 14.899.758.072,96 40,00 263.710.229.241,96
2 Sekunder 13,02 4.514.657.903,42 15,00 98.891.335.965,74
3 Tersier 44,00 15.256.908.429,37 45,00 296.674.007.897,21
Jumlah 100,00 34.674.791.884,94 100,00 659.275.573.104,90
Sumber: Hasil Analisis dan Olahan Konsultan, 2013
4.9.1. Analisis Pembiayaan Pembangunan
Gambaran struktur ekonomi 2033 diatas bisa dianggap sebagai petunjuk jalan yang akan memandu kemana
pembiayaan diarahkan menuju ke sasaran-sasaran yang lebih sistematis, konsisten, efektif dan efisien. Namun
jika tidak ada pembiayaan yang memadai baik dari swasta, pemerintah maupun masyarakat, hanyalah menjadi
anggan-angan kosong yang tidak banyak manfaatnya.
Pembagian menurut klasifikasi sektor tersebut maksudnya untuk mempermudah perhitungan-perhitungan
dalam mencapai sasaran makro. Sektor ini kecuali mempunyai cirri-ciri yang berbeda satu sama lain, juga
pengalokasian investasi pada masing-masing sektor akan menghasilkan daya dorong yang berbeda-beda.
Dalam bahasa teknis dapat juga dikatakan bahwa Incremental Capital Output Ratio (ICOR) pada masing-
masing sektor berbeda. Dengan kata lain, modal dengan jumlah yang sama diinvestasikan pada dua sektor
yang berbeda, misalnya sektor industry dan sektor pertanian, akan menghasilkan tambahan pendapatan
masyarakat yang berbeda pula. Investasi yang dibutuhkan untuk masing-masing sektor dapat diperkirakan
apabila kita mengetahui berapa pertumbuhan sektor yang kita inginkan dan angka ICOR pada masing-masing
sektor yang bersangkutan.
ICOR merupakan sebuah koefisien yang digunakan untuk mengetahui berapa kebutuhan investasi guna
menghasilkan penambahan output sebanyak 1 unit. Selain itu juga dapat dilihat terjadinya inefficiency dalam
investasi, yaitu bila koefisien ICOR bernilai relatif besar. Kondisi investasi yang efisien akan terjadi pada
koefisien ICOR yang nilainya relatif kecil. Besarnya ICOR dipengaruhi oleh strategi pembangunan, kombinasi
pemanfaatan sumberdaya, tingkat teknologi yang digunakan, dan sebagainya. Karena itu besarnya ICOR antar
sektor antar wilayah juga berbeda-beda.
Dalam konsep ICOR, investasi yang dimaksud adalah total dari pembentukan modal tetap (fixed capital
formation) dan stok barang yang terdiri dari gedung, mesin dan perlengkapan, kendaraan, stok bahan baku
dan barang modal lainnya. Sedangkan output adalah Nilai Tambah Bruto (NTB) yang merupakan selisih antara
nilai produksi dengan biayaβbiaya untuk bahan baku dan penolong. Dalam penggunaan koefisien ICOR
diasumsikan bahwa faktor faktor lain yang dapat meningkatkan tambahan output seperti penambahan tenaga
kerja dan penggunaan teknologi pada mesin mesin produksi dianggap konstan.
Secara matematis ICOR dinyatakan sebagai rasio antara penambahan modal (investasi) terhadap tambahan
output. ICOR dapat dinotasikan sebagai berikut:
Bab 8 - Hal 27
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
ICOR = βK/βY,
dimana :
K : Investasi atau penambahan kapasitas, dan
Y : Pertumbuhan output (PDRB).
Untuk mengetahui nilai ICOR Distrik Tolikara tentu memerlukan penelitian tersendiri pada kesempatan yang
lain. Namun demikian dengan belum tersediannya data ini untuk sementara βmeminjamβ hasil kajian-kajian lain
untuk memperkirakan. Berdasarkan pengamatan berbagai kajian di Kawasan Barat Indonesia nilai ICOR kurang
lebih 4, sedangkan di Kawasan Timur Indonesia kurang lebih 6. Artinya barang dan jasa diproduksi lebih efisien
di Kawasan Barat Indonesia dibandingkan dengan Kawasan Timur. Hal ini sesuai dengan perbedaan tingkat
kualitas sumberdaya dan teknologi yang digunakan dikedua kawasan. Kemudian dengan meminjam angka-
angka ICOR hasil penelitian BPS di wilayah tertinggal lain Kawasan Timur Indonesia yang memiliki karakteristik
kurang lebih serupa dengan kondisi yang Distrik Tolikara, maka kebutuhan investasi Distrik Tolikara bisa
diperkirakan. Kebutuhan investasi keseluruhan dan per sektor Distrik Tolikara kurang lebih digambarkan pada
tabel ...
ICOR yang digunakan disini diadaptasi dari penelitian ICOR disalah satu daerah tertinggal di Kawasan Timur
Indonesia yaitu Kabupaten Bone Bolango tahun 2005 (hasil kerjasama antara Bappeda dan BPS setempat).
Diperkirakan ICOR daerah-daerah tertinggal lain di Kawasan Timur Indonesia nilainya tak jauh berbeda.
Tabel 4. 55 Perkiraan Kebutuhan Investasi Distrik Tolikara Hingga Tahun 2033
No Sektor 2013 2033 Y
ICOR I I /th
% (Rp Juta) % (Rp Juta) (Rp Juta) (Rp Juta) (Rp Juta)
1 Pertanian 42,61 14.774,93 39,5 260.413,85 245.638,92 7,04 1.729.298,01 86.464,90
2 Pertambagan dan Penggalian
0,36 124,83 0,5 3.296,38 3.171,55 12,47 39.549,21 1.977,46
3 Industri pengolahan 0,34 117,89 1,0 6.592,76 6.474,86 5 32.374,31 1.618,72
4 Listrik,gas,air bersih 0,03 10,40 1,0 6.592,76 6.582,35 15,8 104.001,18 5.200,06
5 Bangunan 12,65 4.386,36 13,0 85.705,82 81.319,46 1,99 161.825,73 8.091,29
6 Perdagangan, hotel dan restouran
3,92 1.359,25 4,0 26.371,02 25.011,77 19,03 475.974,00 23.798,70
7 Pengangkutan dan komunikasi
2,52 873,80 2,5 16.481,89 15.608,08 1,02 15.920,25 796,01
8 Keuangan, persewaan dan jasa perusahan
0,35 121,36 1,0 6.592,76 6.471,39 6,59 42.646,49 2.132,32
9 Jasa-jasa 37,21 12.902,49 37,5 247.228,34 234.325,85 4,29 1.005.257,90 50.262,89
Sumber: Hasil Analisis dan Olahan Konsultan, 2013
4.9.2. Analisis Besaran Biaya Pembangunan, Alokasi Dana dan Sumber Pembiayaan
Berdasarkan tabel tersebut, maka perkiraan besarnya kebutuhan investasi pembiayaan untuk pengembangan
masing-masing sektor perekonomian di Distrik Tolikara dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Pertanian
Kebutuhan dana untuk pengembangan sektor pertanian setiap tahunnya kurang lebih Rp 86,46 milyar. Sektor
ini mencakup subsektor tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan dan
perikanan. Subsektor tanaman bahan makanan terdiri dari kegiatan pertanian yang menghasilkan komoditi
padi, jagung, ketela pohon, umbi-umbian lain., kacang-kacangan, sayur-sayuran, buah-buahan dan pertanian
bahan makanan lain. Kegiatan yang dicakup dalam subsektor tanaman perkebunan meliputi kegiatan
pertanian yang mengusahakan tanaman perkebuanan, baik yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan
maupun yang dilakukan oleh rakyat.
2. Pertambangan dan penggalian
Kebutuhan dana untuk pengembangan sektor pertambangan dan penggalian setiap tahunnya kurang lebih Rp
1,98 milyar. Sektor pertambangan dan penggalian sebenarnya terdiri dari tiga subsektor, yaitu pertambangan
minyak dan gas bumi (migas), pertambangan bukan migas dan penggalian. Namun khusus untuk Distrik
Tolikara, sektor ini hanya terdiri dari satu subsektor saja, yaitu penggalian. Kegiatan yang dicakup dalam
subsektor penggalian meliputi pengambilan segala jenis barang galian seperti batu-batuan, pasir dan tanah
yang pada umumnya berada di permukaan bumi.
3. Industri pengolahan
Kebutuhan dana untuk pengembangan sektor industri pengolahan setiap tahunnya kurang lebih Rp 1,63
milyar. Sektor industri pengolahan sebenarnya mencakup subsektor industri migas dan bukan migas.
Sedangkan yang relevan untuk Distrik Tolikara hanyalah industri bukan migas. Kegiatan pada subsektor
industri bukan migas dapat dikelompokkan lebih jauh berdasarkan barang atau komoditas yang dihasilkan;
antara lain industri makanan, minuman dan tembakau; indutri barang kulit; industri barang dari kayu dah hasil
hutan lainnya; industri barang galian bukan logam; industri barang lainnya; dan lain-lain.
4. Listrik, gas dan air bersih
Kebutuhan dana untuk pengembangan sektor listrik, gas dan air bersih setiap tahunnya kurang lebih Rp 5,2
miliyr. Sesuai dengan namanya, sektor ini terdiri dari tiga subsektor, yaitu subsektor listrik, subsektor gas dan
subsektor air bersih. Subsektor listrik mencakup kegiatan pembangkitan dan penyaluran listrik baik yang
diselenggarakan oleh PLN maupun oleh perusahaan non-PLN seperti PLTMH. Subsektor gas meliputi kegiatan
penyediaan dan penyaluran gas kota kepada konsumen dengan menggunakan pipa. Sedangkan kegiatan yang
dicakup oleh subsektor air bersih meliputi proses pembersihan, pemurnian dan proses kimiawi lain untuk
menghasilkan air bersih, serta kegiatan pendistribusian dan penyalurannya secara langsung melaui pipa dan
alat lain langsung ke konsumen.
5. Bangunan
Kebutuhan dana untuk pengembangan sektor bangunan setiap tahunnya kurang lebih Rp 8,09 miliar. Kegiatan
ekonomi pada sektor bangunan meliputi berbagai kegiatan seperti pembuatan, pembangunan, pemasangan,
dan perbaikan semua jenis bangunan/ konstruksi.
6. Perdagangan, hotel dan restoran
Kebutuhan dana untuk pengembangan sektor perdagangan, hotel dan restoran setiap tahunnya kurang lebih
Rp 23,79 milyar. Sektor ini sesuai dengan namanya terdiri dari tiga sub sektor, yaitu perdagangan besar dan
Bab 8 - Hal 28
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
eceran, hotel, dan restoran. Kegiatan pada sub sektor perdagangan besar dan eceran terdiri dari semua jenis
kegiatan membeli dan menjual barang (baik baru maupun bekas) tanpa mengubah bentuk dan sifat barang
tersebut. Sedangkan kegiatan pada subsektor hotel mencakup semua jenis kegiatan penyediaan akomodasi
baik yang menggunakan sebagian atau seluruh bangunan. Subsektor restoran mancakup kegiatan penyediaan
makanan dan minuman jadi, pada umumnya langsung dikonsumsidi tempat penjualan. Kegiatan ekonomi yang
termasuk dalam subsektor restoran misalnya rumah makan, warung nasi, kantin, catering dan sejenisnya.
7. Pengangkutan dan komunikasi
Kebutuhan dana untuk pengembangan sektor pengangkutan dan komunikasi setiap tahunnya kurang lebih Rp
769 juta. Sektor ini terdiri dari dua subsektor, yaitu subsektor pengangkutan dan subsektor komunikasi.
Kegiatan subsektor pengangkutan mencakup angkutan jalan raya angkutan udara dan jasa penunjang
angkutan. Sedangkan kegiatan yang dicakup oleh subsektor komunikasi terdiri dari kegiatan pos dan
telekomunikasi dan jasa penunjang komunikasi seperti wartel.
8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.
Kebutuhan dana untuk pengembangan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan setiap tahunnya
kurang lebih Rp 2,1 miliar. Sektor ini terdiri dari enam subsektor, yaitu subsektor bank (kegiatannya
memberikan jasa keuangan kepada pihak lain), lembaga keuangan bukan bank (asuransi, dana pension, dan
pegadaian), jasa penunjang keuangan, sewa bangunan (usaha persewaan bangunan dan tanah baik untuk
tempat tinggal maupun bukan), dan jasa perusahaan (jasa hukum, akuntansi, pengolahan data, persewaan
mesin, dan sejenisnya).
9. Jasa-jasa
Kebutuhan dana untuk pengembangan sektor jasa-jasa setiap tahunnya kurang lebih Rp 50,26 milyar. Sektor
ini terdiri dari dua subsektor, yaitu jasa pemerintahan umum dan jasa swasta. Jasa pemerintahan umum
mencakup kegiatan yang dilakukan oleh semua instansi (departemen, non departemen, dinas, dan
sebagainya). Sementara kegiatan pada subsektor jasa swasta antara lain mencakup jasa social
kemasyarakatan, hiburan dan rekreasi yang diselenggarakan oleh swasta (bukan pemerintah), serta jasa
perorangan dan rumah tangga.
Berdasarkan hasil penelitian kemampuan pembiayaan oleh pemerintah dalam pembangunan yang tercermin
dari rasio APBD terhadap PDRB hanyalah kecil. Dari hasil penelitian kota-kota besar di Indonesia, rata-rata rasio
APBD terhadap PDRB-nya sebesar 4 %. Untuk ukuran kota-kota sedang sebesar 9,8 %. Sedangkan kota-kota
kecil sebesar 20 %. Artinya, semakin maju suatu daerah maka semakin kecil peranan pemerintah dalam
perekonomian. Sebaliknya semakin terbelakang suatu daerah, maka semakin besar peranan pemerintah dalam
perekonomian. Hal ini bisa dipahami karena di daerah yang sudah maju pelaku ekonomi swasta sangatlah
besar. Sebaliknya di daerah terbelakang pelaku ekonomi swasta sangat sedikit.
Dengan data tersebut jika diasumsikan bahwa peranan pembiayaan pembangunan tahunan oleh pemerintah
di Distrik Tolikara adalah 20 % dari seluruh kebutuhan dana Rp 180,23 milyar, maka kira-kira yang harus
ditanggung oleh pemerintah sekitar Rp 36 milyar. Karena itu agar pembiayaan tersebut tepat guna dan tepat
sasaran, maka pemerintah haruslah menetapkan program-program prioritas yang diharapkan dapat
menimbulkan dampak manfaat yang sebesar dan seluas mungkin dalam pembangunan serta dapat
menstimulir kegiatan ekonomi produktif masyarakat lainnya lebih lanjut
Nilai Pendapatan Daerah di dalam APBD Kabupaten Tolikara tahun 2007 sampai 2011 mengalami peningkatan
dari Rp. 547,63 miliar pada tahun 2007 menjadi Rp. 635,64 miliar pada tahun 2011, walaupun mengalami
penurunan pada tahun 2008 dan 2010. Nilai Pendapatan Asli Daerah (PAD) di dalam APBD Kabupaten Tolikara
tahun 2007 dan 2008 belum tercatat, dimana baru tercatat mulai tahun 2009 dengan proporsi yang sangat
kecil yaitu 2%, 3% dan 1% pada tahun 2009, tahun 2010 dan tahun 2011. Hal ini memperlihatkan kemandirian
daerah dalam hal keuangan masih sangat lemah.
Nilai Perimbangan di dalam APBD Kabupaten Tolikara tahun 2007 sampai 2011 memiliki proporsi terbesar
dalam APBD, yaitu mencapai 65% pada tahun 2007 hingga 85% pada tahun 2011. Hal ini memperlihatkan
Kabupaten Tolikara masih sangat bergantung pada dana perimbangan dari pemerintah pusat. Nilai Lain-Lain
Pendapatan Daerah yang Sah di dalam APBD Kabupaten Tolikara tahun 2007 sampai 2011 memiliki proporsi
yang cukup besar, yaitu mencapai 31% tahun 2007 dan 14% tahun 2011. Dalam hal ini Kabupaten Tolikara juga
masih sangat bergantung pada dana otonomi khusus yang termasuk di dalamnya.
Nilai Belanja Daerah di dalam APBD Kabupaten Tolikara tahun 2007 sampai 2011 mengalami peningkatan dari
Rp. 516,25 miliar pada tahun 2007 menjadi Rp. 631,19 miliar pada tahun 2011, walaupun mengalami penurunan
pada tahun 2010. Nilai Belanja Tidak Langsung di dalam APBD Kabupaten Tolikara tahun 2007 sampai 2011
mengalami peningkatan dari Rp. 174,89 miliar pada tahun 2007 menjadi Rp. 220,14 miliar pada tahun 2011,
walaupun mengalami penurunan pada tahun 2010. Nilai Belanja Langsung di dalam APBD Kabupaten Tolikara
tahun 2007 sampai 2011 mengalami peningkatan dari Rp. 341,35 miliar pada tahun 2007 menjadi Rp. 411,05
miliar pada tahun 2011, walaupun mengalami penurunan pada tahun 2008, 2009 dan 2010 .
Proporsi Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung di dalam APBD Kabupaten Tolikara tahun 2007 sampai
2011 secara rata-rata 40:60, artinya porsi untuk pembiayaan program pembangunan di Kabupaten Tolikara
tahun 2007 sampai 2011 lebih besar dari pembiayaan rutin. Dalam kacamata pembangunan, hal ini dapat
dipandang sebagai hal yang positif, artinya porsi anggaran untuk pembangunan lebih besar dibandingkan porsi
untuk belanja rutin. Kondisi positif ini perlu dipertahankan dalam kebijakan keuangan daerah ke depannya
dalam rangka percepatan pembangunan daerah.
Proyeksi pertumbuhan APBD Kabupaten Tolikara untuk kurun waktu 5 tahun ke depan sangat diperlukan
untuk mengetahui seberapa besar kemampuan keuangan daerah untuk membiayai program pembangunan
selama 5 tahun ke depan. Proyeksi pertumbuhan APBD Kabupaten Tolikara untuk kurun waktu 5 tahun ke
depan didasarkan pada kondisi APBD tahun 2011 dan tren dari data 5 tahun ke belakang dari tahun 2007.
Proyeksi pertumbuhan APBD Kabupaten Tolikara untuk kurun waktu 5 tahun ke depan menggunakan angka
pertumbuhan sebesar 4%, yaitu rata-rata yang diperhitungkan dari tren 5 tahun terakhir. Sehingga berdasarkan
angka pertumbuhan sebesar 4% tersebut diperkirakan nilai APBD Kabupaten Tolikara akan meningkat dari Rp.
689,33 Miliar pada tahun 2013 hingga mencapai Rp. 810,69 Miliar pada tahun 2017.
4.9.3. Proyeksi Struktur Pendapatan Daerah
Struktur pendapatan daerah Kabupaten Tolikara untuk kurun waktu 5 tahun ke depan diproyeksikan
berdasarkan hasil proyeksi nilai APBD Kabupaten Tolikara untuk kurun waktu 5 tahun ke depan, sebagaimana
telah dijelaskan sebelumnya. Berdasarkan proyeksi nilai APBD Kabupaten Tolikara untuk kurun waktu 5 tahun
ke depan, maka diproyeksikan proporsi PAD terhadap struktur pendapatan daerah dapat meningkat setiap
tahunnya mulai dari 5% menjadi 9% pada tahun 2017. Perkiraan ini didasarkan pada adanya pergerakan
perekonomian akibat pembangunan yang dibiayai oleh pemerintah maupun swasta, sehingga dapat
mendorong peningkatan PAD.
Bab 8 - Hal 29
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peningkatan proporsi PAD tentunya akan diimbangi dengan menurunnya proporsi dari dana perimbangan dan
dana lain-lain yang sah, sehingga memperlihatkan penurunan ketergantungan daerah terhadap pusat
walaupun masih sangat kecil penurunannya.
4.9.4. Proyeksi Struktur Belanja Daerah
Berdasarkan proyeksi nilai APBD Kabupaten Tolikara untuk kurun waktu 5 tahun ke depan, maka diproyeksikan
proporsi belanja langsung terhadap struktur belanja daerah dapat meningkat setiap tahunnya mulai dari 60,0%
menjadi 64,0% pada tahun 2017. Perkiraan ini didasarkan bahwa dengan adanya peningkatan pendapatan
daerah yang ada dimanfaatkan secara optimal untuk kebutuhan pembangunan. Peningkatan proporsi belanja
langsung tentunya akan diimbangi dengan menurunnya proporsi dari belanja tidak langsung, sehingga struktur
belanja daerah yang positif untuk proporsi pembangunan dapat ditingkatkan untuk mengejar ketertinggalan
daerah.
Kebutuhan dana investasi berdasarkan penghitungan dengan pendekatan ICOR, per tahun dibutuhkan dana
sebesar Rp 180,34 miliar. Dana tersebut akan diusahan dari berbagai sumber yaitu Pendapatan Asli Daerah,
Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, PMDN dari swasta atau masyarakat bantuan luar negeri dan sumber
lain. Mengingat PAD diproyeksikan tumbuh, maka persentasenya akan semakin meningkat. Begitu juga
dengan dana dari masyarakat, semakin kondusif ekonomi Bokondini, akan semakin tinggi minat swasta untuk
berinvestasi. Ke depan diharapkan invesatasi akan terus meningkat hingga pada tahun 2033 akan mampu
berkontribusi 35% dari kebutuhan pembangunan. Adapun dana dari pemerintah pusat, provinsi dan bantuan
asing masih diperlukan untuk memperbanyak kapital yang ada. adapun skenario persentase sumber
pembiayaan disajikan dalam tabel berikut ini.
Tabel 4. 56 Kebutuhan dan Persentase Sumber Pembiayaan Pembangunan hingga 2033
Tahun Kebutuhan Dana
(miliar per tahun)
Persentase (%)
PAD Pusat Provinsi Swasta/
Masyarakat Bantuan
Luar Negeri Sumber Lain
2013 180.342,35 30 20 10 20 10 10
2014 180.342,35 30 20 10 20 10 10
2015 180.342,35 30 20 10 20 10 10
2016 180.342,35 30 20 10 20 10 10
2017 180.342,35 30 20 10 20 10 10
2018 180.342,35 35 20 5 20 10 10
2019 180.342,35 35 20 5 25 5 10
2020 180.342,35 35 20 5 25 5 10
2021 180.342,35 35 20 5 25 5 10
2022 180.342,35 35 20 5 25 5 10
2023 180.342,35 35 20 5 25 5 10
2024 180.342,35 40 10 5 30 5 10
2025 180.342,35 40 10 5 30 5 10
2026 180.342,35 40 10 5 30 5 10
2027 180.342,35 40 10 5 30 5 10
2028 180.342,35 40 10 5 30 5 10
2029 180.342,35 45 5 5 35 0 10
Tahun Kebutuhan Dana
(miliar per tahun)
Persentase (%)
PAD Pusat Provinsi Swasta/
Masyarakat Bantuan
Luar Negeri Sumber Lain
2030 180.342,35 45 5 5 35 0 10
2031 180.342,35 45 5 5 35 0 10
2032 180.342,35 45 5 5 35 0 10
2033 180.342,35 45 5 5 35 0 10 Sumber: Hasil Analisis dan Olahan Konsultan, 2013
4.9.5. Analisis Pembiayaan Rencana Pemanfaatan Ruang
Nilai Pendapatan Daerah di dalam APBD Kabupaten Tolikara tahun 2007 sampai 2011 mengalami peningkatan
dari Rp. 547,63 miliar pada tahun 2007 menjadi Rp. 635,64 miliar pada tahun 2011, walaupun mengalami
penurunan pada tahun 2008 dan 2010. Dalam hal ini Kabupaten Tolikara juga masih sangat bergantung pada
dana otonomi khusus yang termasuk di dalamnya. Nilai Belanja Daerah di dalam APBD Kabupaten Tolikara
tahun 2007 sampai 2011 mengalami peningkatan dari Rp. 516,25 miliar pada tahun 2007 menjadi Rp. 631,19
miliar pada tahun 2011, walaupun mengalami penurunan pada tahun 2010.
Proyeksi pertumbuhan APBD Kabupaten Tolikara untuk kurun waktu 5 tahun ke depan menggunakan angka
pertumbuhan sebesar 4%, yaitu rata-rata yang diperhitungkan dari tren 5 tahun terakhir. Sehingga
berdasarkan angka pertumbuhan sebesar 4% tersebut diperkirakan nilai APBD Kabupaten Tolikara akan
meningkat dari Rp. 689,33 Miliar pada tahun 2013 hingga mencapai Rp. 810,69 Miliar pada tahun 2017.
Struktur pendapatan daerah Kabupaten Tolikara untuk kurun waktu 5 tahun ke depan diproyeksikan
berdasarkan hasil proyeksi nilai APBD Kabupaten Tolikara untuk kurun waktu 5 tahun ke depan, sebagaimana
telah dijelaskan sebelumnya. Berdasarkan proyeksi nilai APBD Kabupaten Tolikara untuk kurun waktu 5 tahun
ke depan, maka diproyeksikan proporsi PAD terhadap struktur pendapatan daerah dapat meningkat setiap
tahunnya mulai dari 5% menjadi 9% pada tahun 2017. Perkiraan ini didasarkan pada adanya pergerakan
perekonomian akibat pembangunan yang dibiayai oleh pemerintah maupun swasta, sehingga dapat
mendorong peningkatan PAD.
Berdasarkan proyeksi nilai APBD Kabupaten Tolikara untuk kurun waktu 5 tahun ke depan, maka diproyeksikan
proporsi belanja langsung terhadap struktur belanja daerah dapat meningkat setiap tahunnya mulai dari 60,0%
menjadi 64,0% pada tahun 2017. Perkiraan ini didasarkan bahwa dengan adanya peningkatan pendapatan
daerah yang ada dimanfaatkan secara optimal untuk kebutuhan pembangunan.
Peningkatan proporsi belanja langsung tentunya akan diimbangi dengan menurunnya proporsi dari belanja
tidak langsung, sehingga struktur belanja daerah yang positif untuk proporsi pembangunan dapat ditingkatkan
untuk mengejar ketertinggalan daerah.
Berdasarkan dokumen RPJMD Kabupaten Tolikara Tahun 2006-2010 dapat diketahui proporsi anggaran biaya
untuk setiap SKPD dalam kurun waktu 5 tahun. Proporsi biaya untuk setiap SKPD selama kurun waktu 5 tahun
dibutuhkan sebagai pertimbangan kebijakan penganggaran 5 tahun ke depan. Proporsi biaya untuk setiap
SKPD secara prinsip dapat memperlihatkan sektor yang diprioritaskan dalam pembangunan daerah.
Dengan mengetahui struktur penerimaan dan pembiayaan daerah, alokasi pembiayaan pembangunan
kawasan perkotaan Bokondini dapat dihitung. Persentase pembiayaan masing-masing SKPD diperkirakan
Bab 8 - Hal 30
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
akan berubah. Untuk mendukung pengembangan agro-forestri, maka persentase pembiayaan untuk dinas
pertaniandan perkebunan, kehutanan, pariwisata dan perhubungan akan ditingkatkan. Peningkatan ini
dialokasikan dari dinas pekerjaan umum, karena diasumsikan bahwa sarana dan prasarana sudah selesai
dikerjakan dan persentase penyerapan biayanya akan semakin berkurang. Adapun proporsi anggaran untuk
setiap SKPD disajikan dalam tabel berikut ini.
Tabel 4. 57 Proporsi Anggaran Biaya SKPD Hingga Tahun 2033
No. SKPD Proporsi Per Lima Tahun
2013 2018 2023 2028 2033
1 SEKRETARIAT DAERAH 22.42% 22.32% 22.32% 22.32% 22.32%
2 BAPPEDA 2.44% 2.44% 2.44% 2.44% 2.44%
3 BAWASDA 0.47% 0.47% 0.47% 0.47% 0.47%
4 SEKRETARIAT DPRD 0.87% 0.87% 0.87% 0.87% 0.87%
5 DINAS PEKERJAAN UMUM 43.44% 41.54% 40.04% 39.04% 35.04%
6 DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 5.85% 5.85% 5.85% 5.85% 6.85%
7 DINAS KESEHATAN 7.43% 7.43% 7.43% 7.43% 7.43%
8 DINAS PERTANIAN DAN PERKEBUNAN 1.49% 3.49% 3.49% 3.49% 4.49%
9 DINAS PERIKANAN DAN PETERNAKAN 1.01% 1.01% 1.01% 1.01% 1.01%
10 DINAS KEHUTANAN 0.44% 0.44% 0.44% 1.44% 2.44%
11 DINAS PERINDAGKOP 2.60% 2.60% 2.60% 2.60% 2.60%
12 DINAS KEPENDUDUKAN DAN NAKER 0.31% 0.31% 0.31% 0.31% 0.31%
13 DINAS PERHUBUNGAN DAN PARIWISATA 4.23% 4.23% 5.73% 5.73% 6.73%
14 DINAS KESEJAHTERAAN SOSIAL 5.36% 5.36% 5.36% 5.36% 5.36%
15 DINAS PENDAPATAN DAERAH 0.12% 0.12% 0.12% 0.12% 0.12%
16 KANTOR PEMBERDAYAAN PEREMPUAN 0.21% 0.21% 0.21% 0.21% 0.21%
17 KANTOR PEMUDA DAN OLAH RAGA 0.49% 0.49% 0.49% 0.49% 0.49%
18 KANTOR KESBANG DAN LINMAS 0.82% 0.82% 0.82% 0.82% 0.82% Sumber: Hasil Analisis dan Olahan Konsultan, 2013
4.10. Analisis Kelembagaan
Kabupaten Tolikara merupakan salah satu Daerah Otonom yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Tolikara di Provinsi Papua. Dengan amanat Undang-
Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, bahwa Pemerintah Daerah dalam hal ini Kabupaten
Tolikara mempunyai kewenangan untuk menyusun rencana detail tata ruang didalam wilayahnya.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, Kepala Daerah dibantu oleh Perangkat Daerah yang terdiri dari
unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi, diwadahi dalam sekretariat, unsur pengawas
yang diwadahi dalam bentuk inspektorat, unsur perencana yang diwadahi dalam bentuk badan, unsur
pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik,
diwadahi dalam lembaga teknis daerah, serta unsur pelaksana urusan daerah yang diwadahi dalam dinas
daerah. Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan, namun
tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menyatakan bahwa kabupaten/kota
merupakan daerah otonom, yaitu daerah yang memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk
memberi pelayanan, peningkatan partisipasi, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada
pemberdayaan daerah dan peningkatan kesejahteraan rakyat.
Permendagri No 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah memuat
ketentuan-ketentuan terkait kelembagaan SKPD. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut
SKPD adalah satuan kerja perangkat daerah Kabupaten Tolikara yang terdiri dari Kepala Daerah, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Badan, Inspektorat, Dinas, Kantor
dan Distrik
Tabel 4. 58 Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Kabupaten Tolikara Periode 2012-2017
Jenis Satuan Kerja Pemerintah Daerah (Skpd) Periode 2012-2017
1 Sekretariat 1 Sekretariat Daerah
2 Sekretariat DPRD
2 Badan-Badan
3 Inspektorat
4 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
5 Badan Kepegawaian Daerah Dan Diklat
6 Badan Pemberdayaan Masyarakat Kampung
3 Dinas-Dinas 7 Dinas Pekerjaan Umum
8 Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga
9 Dinas Kesehatan
10 Dinas Perhubungan, Informasi dan Telekomunikasi
11 Dinas Kesejahteraan Sosial dan Tenaga Kerja
12 Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil
13 Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi Dan Ukm
14 Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah
15 Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata
16 Dinas Pertanian Dan Perkebunan
17 Dinas Peternakan Dan Perikanan
18 Dinas Kehutanan
4 Kantor-Kantor
19 Kantor Kesbanglinmas
20 Kantor Pemberdayaan Perempuan
21 Kantor Perpustakaan, Arsip Dan Dokumentasi
22 Kantor Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian
Sumber: Bagian Tata Pemerintahan, 2012
Selain unsur-unsur Kedinasan/SKPD tersebut diatas di Kabupaten Tolikara juga sudah terbentuk Jajaran dari
Kesatuan TNI dan Polri yang bertanggung jawab atas stabilitas Pertahanan dan Keamanan, masing-masing
kesatuan tersebut terdiri dari :
1. Komando Distrik Militer (KODIM) di Distrik Karubaga
2. Kepolisian Resort (Polres) di Distrik Karubaga;
Bab 8 - Hal 31
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
3. Komando Rayon Militer (Koramil) di setiap ibukota distrik
4. Kepolisian Sektor (Polsek) di setiap ibukota distrik
Sedangkan untuk mendukung pelaksanaan program-program percepatan pembangunan di Kabupaten
Tolikara juga perlu melibatkan peran serta masyarakat setempat, serta kerja sama yang melibatkan potensi-
potensi organisasi masyarakat seperti :
Dari kalangan agama/gereja/missionaris (Pemuda GIDI) tetapi juga melibatkan pula dari
Kalangan akademisi perguruan tinggi yang ada di Indonesia umumnya dan Papua serta Papua Barat
khususnya. Hal tersebut sangat bermanfaatan terutama untuk kegiatan-kegiatan penelitian,
pengembangan, dan peningkatan mutu pendidikan serta kegiatan penyuluhan program pembangunan
pemerintah kabupaten Tolikara.
Lembaga Swadaya Masyarakat
4.10.1. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Persampahan
Dalam penanganan timbulan sampah domestik, dilakukan rencana pembangunan TPA dengan sistem sanitary
landfil perlu memperhatikan topografi kawasan agar tidak mencemari sumber-sumber air (sungai, mata air,
danau) dibangun sebaiknya pada kawasan yang topografinya lebih rendah dan tidak dibangun pada areal
rawan longsor.
Sistem pengelolaan sampah di Kabupaten Tolikara masih belum menggunakan Sistem Pengelolaan
Persampahan yang terintegrasai (Tempat Sampah, Pengangkutan dan TPS). Pengelolaan masih bersifat
individual (dikumpulkan dimasing-masing halaman rumah atau kantor kemudian dibakar), sebagian dibuang
langsung di sungai. Tempat sampah umum jarang ditemui, sebagian kecil hanya terdapat di pasar dan Jenis
sampah umumnya merupakan sampah organik dengan volume yang sangat kecil.
Kelembagaan dan Perundangan
Mengenai Sektor Sampah diatur dalam peraturan perundangan yaitu :
- Undang-undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
- Peraturan Pemerintah No 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah
Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Menurut Undang-undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pengelolaan sampah merupakan
kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan
sampah yang ditujukan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan
sampah sebagai sumber daya.
Pengurangan sampah dapat dilakukan melalui pembatasan timbulan sampah (reduce), pemanfaatan kembali
sampah (reuse) dan pendauran ulang sampah (recycle).
Kegiatan penanganan sampah meliputi :
a. Tempat Pemrosesan Akhir sampah (TPA) di Distrik Karubaga;
b. Tempat Pengolahan Sementara Terpadu (TPST) di Distrik Bokondini dan Distrik Kembu
c. Penanganan limbah bahan berbahaya dan beracun (B 3) mengacu pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Kelembagaan yang terkait adalah:
- SKPD terkait Penorganisasian Kedinasan adalah Sekretaris Daerah
- SKPD terkait Pengawasan adalah Inspektorat Daerah
- SKPD terkait Perencanaan dan Anggaran adalahBadan Perencanaan Pembangunan Daerah
- SKPD terkait Kesehatan dan Pengendali Lingkungan adalah Dinas Kesehatan dan Dinas PU
- SKPD terkait Informasi dan Komunikasi adalah Dinas Perhubungan, Informasi dan Telekomunikasi
- SKPD penanggung jawab Peklaksanaan Anggaran adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan
Dan Aset Daerah
- SKPD terkait pemberdayaan usaha kecil menengah adalah Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi
Dan Ukm
- SKPD terkait pemberdayaan Masyarakat adalah
a. Kepala Pemberdayaan Masyarakat Kampung
b. Kepala Distrik Karubaga ( ibukota Kabupaten )
c. Kepala Distrik Bokondini; dan Distrik-distrik Lain, serta
d. Kelompok-kelompok Masyarakat
Gambar 4. 20 Kelembagaan Sektor Persampahan
Sumber: Analisis Konsultan, 2013
Sekretaris Daerah
Dinas Kesehatan
Bappeda
Dis UKM
Pemberdayaan Masy Kampung
Ka Distrik
Dinas PU Dis Hub Info Dis Pen Da
Inspektorat
Bab 8 - Hal 32
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
4.10.2. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Air Bersih
Pelayanan kebutuhan air bersih yang dilakukan oleh pemerintah daerah Tolikara dengan sistem perpipaan
masih sangat terbatas dimana pelayanan yang dilakukan untuk air bersih perkotaan baru sebagian dari
masyarakat yang ada di Karubaga (Ibukota Kabupaten).
Sedangkan untuk distrik-distrik lain langkah-langkah yang telah dilaksanakan program air bersih baru terdapat
di sebagian wilayah yaitu:
a. peningkatan Instalasi Pengolahan Air Minum (IPA) dan pompa hidran di Distrik Karubaga, Bokondini,
Kanggime, Geya, Wina, Wunin, Woniki, Kembu, Gilubandu, Kuari, Nelawi, Nunggawi, Nabunage,
Kubu, Kondaga, Timori, Gundagi, Goyage, Numba, Kamboneri, Panaga, Bokoneri, Bewani, Umagi,
Wari/Tayeve, Wumage, Poganeri, Air Garam, Dow, Egiam, dan Distrik Ndundu
b. Penyediaan Modul Tangki Air Minum yang terdapat di Distrik Bewani, Bokoneri, Goyage, Gundagi,
Kamboneri, Kondaga, Kuari,Kubu,Nabunage, Nelawi, Numba, Nunggawi, dan Distrik Umagi
c. Pembangunan hidran umum yang terdapat di Distrik Timori, Wari/Tayeve, Wumage, Poganeri, Air
Garam, Dow, Egiam, Ndundu, dan Distrik Umagi
d. Pendirian Organisasi Masyarakat Lokal Air Minum di setiap distrik
Kelembagaan dan Perundangan
Pemerintah melalui Direktorat Pengembangan Air Minum (PAM), Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan
Umum, sejak tahun 2007 telah membangun Sistem Penyediaan Air Minum Ibu Kota Kecamatan (SPAM IKK) di
berbagai daerah.
Di daerah yang telah mempunyai perusahaan daerah air minum (PDAM), SPAM IKK dikelola oleh PDAM
Kabupaten/kota pemekaran yang belum memiliki PDAM, Pemerintah Daerah membentuk Unit Pelayanan
Terpadu Daerah Sistem Penyediaan Air Minum (UPTD SPAM) di bawah Dinas PU sebagai pengelola SPAM IKK.
Hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah,
yanga menyatakan bahwa UPTD berada di dalam struktur organisasi Dinas PU, yaitu di bawah Kepala Dinas PU
Provinsi/Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya.
Apabila UPTD belum masuk dalam struktur organisasi Dinas PU, maka harus dibuat Perda Perubahan struktur
organisasi Dinas PU terlebih dahulu.
Jajaran Kedinasan yang terkait adalah :
- SKPD terkait pengorganisasian kedinasan adalah Sekretariat Daerah
- SKPD terkait Pengawasan adalah Inspektorat Daerah
- SKPD terkait Perencanaan dan Anggaran adalahBadan Perencanaan Pembangunan Daerah
- SKPD terkait Kesehatan dan Pengendali Lingkungan adalah Dinas Kesehatan dan Dinas PU
- SKPD terkait Informasi dan Komunikasi adalah Dinas Perhubungan, Informasi dan Telekomunikasi
- SKPD penanggung jawab Peklaksanaan Anggaran adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan
Dan Aset Daerah
- Organisasi Masyarakat Lokal Air Minum/Air Bersih disetiap Distrik
Gambar 4. 21 Kelembagaan SPAM
Sumber: Analisis Konsultan, 2013
4.10.3. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Sanitasi
Masih sangat buruknya kondisi sanitasi di Wilayah Kabupaten Tolikara menimbulkan dampak negatif yang
telah ditimbulkannya, maka dipandang perlu adanya suatu upaya percepatan pembangunan sanitasi yang
komprehensif dan terintegrasi untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Untuk mengatasi hal tersebut Pemerintah Pusat telah mencanangkan Program Percepatan Pembangunan
Sanitasi (PPSP).
Kelembagaan dan Perundangan
Untuk mengatasi masalah sanitasi di kawasan perkotaan/distrik di Kabupaten Tolikara selain dinas terkait
sangat penting kiranya juga melibatkan peran serta Masyarakat dimulai dari Kepala Distrik Karubaga sebagai
Ibukota Kabupaten dan kemudian diikuti distrik- distrik lainnya untuk memulai kegiatan Sanitasi Berbasis
Masyarakat.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan kegiatan tersebut dan mengacu pada program yang dicanangkan oleh
Pemerintah Pusat yaitu Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP), langkah awalnya
Sekretaris Daerah
Bappeda
Dinas Kesehatan Dinas PU Dis Hub Info Tel
Organisasi Masyarakat lokal
Dispenda
Inspektorat
Bab 8 - Hal 33
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
untuk di daerah-daerah kabupaten/kota pemekaran, perlu dibentuk atau pendayagunakan Kelompok Kerja
(POKJA).
Beberapa ketentuan dari POKJA adalah sebagai berikut:
Berbentuk Pokja yang legitimate
Prinsip Tugas : membantu SKPD, dan tidak mengambil alih tugas SKPD.
Tugas dan struktur yang jelas
Anggota yang mencakup perwakilan SKPD, masyarakat, dan institusi pendidikan
Anggaran yang jelas dan memadai
Sekretariat yang jelas (ideal berkedudukan di Bappeda)
Peran POKJA Kab/Kota:
Koordinator pembangunan sanitasi
Perwakilan seluruh stakeholder pembangunan sanitasi
Mewadahi koordinasi dan membangun sinergi antar pelaku pembangunan sanitasi kabupaten/kota
Mengawal dan memudahkan proses pencapaian target pembangunan sanitasi kabupaten/kota
Membantu Pemerintah Kabupaten/Kota dan tidak mengambil alih tugas SKPD
Fungsi POKJA Kab/Kota:
Menyusun Buku Putih Sanitasi
Menyusun Strategi Sanitasi Kab/Kota
Koordinasi pembangunan sanitasi
Melakukan upaya penyadaran pentingnya sanitasi
Menyampaikan keputusan Pokja kepada SKPD
Mengawal pembangunan sanitasi ke depan
Anggota POKJA Kab/Kota
1) Pemerintah Kab/Kota:
SKPD terkait penyedia layanan sanitasi adalah Dinas Pekerjaan Umum
SKPD terkait dengan perencanaan & penganggaran adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
SKPD terkait penguatan kesehatan dan pengendalian lingkungan hidup adalah Dinas Kesehatan
SKPD terkait pemberdayaan masyarakat adalah Badan Pemberdayaan Masyarakat Kampung
SKPD terkait dengan penyebarluasan & pengelolaan informasi / komunikasi adalah Dinas Perhubungan,
Informasi dan Telekomunikasi
SKPD penanggungjawab anggaran dan program adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan
Aset Daerah
2) Masyarakat :
Tokoh Masyarakat / Adat/Gereja (GIDI), Kepala Kampung dan Para Kepala Distrik
LSM, Pers, dll yang terkait
3) Institusi Pendidikan:
Pusat Studi Lingkungan Hidup
Jurusan Lingkungan Hidup
Gambar 4. 22 Kelembagaan SANIMAS
Sumber: Analisis Konsultan, 2013
4.10.4. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Listrik dan Energi
Untuk sektor kelistrikan, Kabupaten Tolikara sudah mempunyai Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) milik
Pemerintah Kabupaten Tolikara dengan daya 2,5 MWh. Daerah yang dialiri listrik di Kabupaten Tolikara hanya
ada di 3 Distrik yaitu Karubaga, Bokondini, dan Kembu. Listrik di Karubaga menggunakan sumber dari PLTD
milik Pemda, di Bokondini menggunakan sumber dari mini hidro milik Pemda, sedangkan di Kembu
menggunakan sumber PLTD milik swasta.
Selain PLTD, sebagian masyarakat mendapatkan bantuan dari Pusat berupa Solar Cell dengan kapasitas 80 Wp
dan beberapa bangunan sudah menggunakan PLTS dengan kapasitas 75 KWp.
Tolikara Bersinar adalah salah satu program Bupati untuk memberikan pelayanan terkait penerangan listrik
bagi warga masyarakat di kabupaten tolikara 1Γ24 jam. Untuk itu perlu segera memaksimalkan segala potensi
terkait energi kelistrikan
Adapun potensi tenaga listrik yang dapat terus dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan seluruh
masyarakat Tolikara sebagai berikut :
- Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), memanfaatkan air terjun Geya yang terdapat di Distrik Geya;
- Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), terdapat di Distrik Konda, Distrik Poga, dan Distrik
Goyage. Potensi mikrohidro di Kabupaten Tolikara tersedia dan memiliki prospek yang sangat baik
untuk dikembangkan sebagai alternatif pemenuhan energi listrik masyarakat.
Bappeda
Dinas PU
Tokoh Masyarakat
Kepala Distrik
LSM
DinKes
Pusat Studi Lingk Hidup
Dishubtel Dispenda BPM
Kampung
Bab 8 - Hal 34
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
- Potensi energi mikrohidro yang telah terukur dan dapat dikembangkan menjadi PLTMH di Kabupaten
Tolikara
- Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), terdapat di Distrik Nelawi, Distrik Kubu, Distrik Kanggime,
Distrik Kembu, Distik Wunin, Distrik Nabunage, Distrik Woniki, Distrik Panaga
Pemanfaatan energi matahari memiliki prospek yang sangat baik untuk di kembangkan di Kabupaten
Tolikara. Pengembangan PLTHS dapat menjadi solusi yang terbaik dalam upaya pemerintah memenuhi
kebutuhan listrik bagi masyarakat pedalaman
Kelembagaan dan Perundangan
- Undang-undang no 30 tahun 2009 mengenai ketenagalistrikan ( pasal 5 (3) )
- Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah
SKPD terkait adalah:
- SKPD Dinas ESDM Propinsi Papua adalah yang membidangi Kelistrikan di Propinsi Papua
- SKPD terkait pengorganisasian kedinasan adalah Sekretariat Daerah
- SKPD terkait Pengawasan adalah Inspektorat Daerah
- SKPD terkait Perencanaan dan Anggaran adalahBadan Perencanaan Pembangunan Daerah
- SKPD terkait Kesehatan dan Pengendali Lingkungan adalah Dinas Kesehatan dan Dinas PU
- SKPD terkait Informasi dan Komunikasi adalah Dinas Perhubungan, Informasi dan Telekomunikasi
- SKPD penanggung jawab Peklaksanaan Anggaran adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan
Dan Aset Daerah
Gambar 4. 23 Kelembagan Sektor Listrik dan Energi
Sumber: Analisis Konsultan, 2013
4.10.5. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Telekomunikasi
Di Kabupaten Tolikara Sistem Jaringan Telekomunikasi terdiri atas :
a. sistem jaringan kabel; dan
b. sistem jaringan nirkabel
Sistem jaringan kabel sebagaimana terdapat di perkotaan Karubaga Sedangkan sistem jaringan nirkabel ,
terdiri atas :
a. menara Base Transceiver Sistem (BTS) terpadu yang mampu melayani seluruh ibukota distrik; dan
adalah Telekomunikasi Seluler
b. komunikasi radio SSB atau HT pada wilayah perkampungan.--> Sisitem Radio
Sistem Komunikasi Satelit umumnya terdapat di Kantor Pemerintah. Sementara dari sisi komunikasi seluler,
penduduk di Kabupaten Tolikara dapat menggunakan provider Telkomsel di beberapa distrik. Sistem Radio
terdapat di Kantor-kantor Kontraktor ataupun masyarakat secara mandiri.
Kelembagaan dan Perundangan
Tentang Telekomunikasi diatur dalam Permenkominfo No 17 Tahun 2009 tentang Diseminasi Informasi
Nasional oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
Dalam Bab IV Bagian Pertama Permenkominfo No 17 Tahun 2009 diatur mengenai Kelembagaan Kominfo
Pemerintah Daerah
Instansi Pemerintah Daerah yang terkait adalah sebagai berikut:
- SKPD terkait pengorganisasian kedinasan adalah Sekretariat Daerah
- SKPD terkait Pengawasan adalah Inspektorat Daerah
- SKPD terkait Perencanaan dan Anggaran adalahBadan Perencanaan Pembangunan Daerah
- SKPD terkait Informasi dan Komunikasi adalah Dinas Perhubungan, Informasi dan Telekomunikasi
- SKPD penanggung jawab Peklaksanaan Anggaran adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan
Dan Aset Daerah
Masyarakat Umum
- Provider-provider Telekomunikasi
- Media Massa Nasional dan Lokal
- Media Massa Komunitas Gereja/Missionaris
- Media Massa Swasta Nasional dan Lokal
Dinas ESDM Prop Papua
Bappeda Dinas PU
Dinas Kesehatan
Dishubtel
Dispenda
Sekretaris Daerah
Bab 8 - Hal 35
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Gambar 4. 24 Kelembagaan Sektor Telekomunikasi
Sumber: Analisis Konsultan, 2013
4.10.6. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Kesehatan
Sarana kesehatan yang ada di Kabupaten Tolikara terdiri dari Rumah Sakit, Balai Pengobatan,
Puskesmas/Pustu dan Posyandu. Rumah Sakit hanya terdapat di Distrik Karubaga. Rumah Sakit ini sebelumnya
merupakan bagian dari Puskesmas. Sementara Puskesmas/Pustu tersebar di seluruh distrik. Namun Posyandu
yang sangat terkait dengan kebutuhan pelayanan kesehatan anak-anak balita tidak terdapat di seluruh distrik.
Kelembagaan dan Perundangan
- Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan
- Kepmenkes no 128 Tahun 2004 tentang kebijakan dasar Pusat Kesehatan Masyarakat
- Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa penyelenggaraan
pembangunan kesehatan harus dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, berkesinambungan dan
dilaksanakan bersama antara pemerintah dan masyarakat. Selain dari pada itu, peran serta masyarakat
dalam penyelenggaraan kesehatan termasuk pembiayaannya perlu didayagunakan dan diarahkan
sehingga dapat berdayaguna dan berhasil guna.
- Dalam Bab III huruf A 2 Kepmenkes no 128 Tahun 2004 dinyatakan bahwa Sistem Kesehatan
Kabupaten/Kota adalah Kedudukan Puskesmas dalam sistem Pemerintahan Daerah adalah sebagai
Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
sebagian tugas pembangunan kesehatan kabupaten/kota di wilayah kerjanya
- Peran masyarakat. Dalam pembangunan kesehatan di wilayahnya, dirasa perlu untuk mengembangkan
suatu lembaga perwakilan masyarakat yang "peduli" kesehatan, yang selain berfungsi sebagai
"penyantun" sekaligus membantu meningkatkan kinerja Puskesmas.
Program yang harus dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Tolikara adalah segera melakukan langkah-langkah
untuk peningkatan Pelayanan Puskesmas di distrik Karubaga dan Distrik Bokondini menjadikan PUSKESMAS
RAWAT INAP yang sudah dilengkapi dengan ruang operasi tersendiri di Distrik-distrik yang sudah ada
Pelayanan Kesehatan. diharapkan dengan dibangunnya PUSKESMAS ini dapat melayani kebutuhan kesehatan
masyarakat secara cepat, sehingga masyarakat tidak lagi harus berjalan jauh sampai Wamena dan Jayapura
untuk pelayanan kesehatan.
Kedinasan yang terkait adalah :
- SKPD terkait pengorganisasian kedinasan adalah Sekretariat Daerah
- SKPD terkait Perencanaan dan Anggaran adalahBadan Perencanaan Pembangunan Daerah
- SKPD terkait Kesehatan dan Pengendali Lingkungan adalah Dinas Kesehatan dan Dinas PU
- SKPD terkait Informasi dan Komunikasi adalah Dinas Perhubungan, Informasi dan Telekomunikasi
- SKPD penanggung jawab Peklaksanaan Anggaran adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan
Dan Aset Daerah
- SKPD terkait Pemberdayaan Masyarakat Kampung
Dari Masyarakat :
- Para Kepala Distrik
- Tokoh Masyarakat dari masing-masing Distrik
- Akademisi Ilmu Kesehatan
Gambar 4. 25 Kelembagaan Sektor Kesehatan
Sumber: Analisis Konsultan, 2013
Sekretaris Daerah
Bappeda Dishubtel
Provider
Dispenda
Inspektorat Daerah
Sekretaris Daerah
Dinas Kesehatan
Dinas Dishubtel
Dispenda
Pemberdayaan Masyarakat Kampung
Dinas PU
Inspektorat
Bab 8 - Hal 36
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
4.10.7. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Rawan Bencana
Kabupaten Tolikara mempunyai wilayah yang dapat dikategorikan sebagai wilayah rawan bencana, hal
tersebut dapat dirinci sebagai berikut
(1) Kawasan rawan bencana alam , terdiri atas :
a. kawasan rawan tanah longsor;
b. kawasan rawan banjir.
(2) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud , meliputi seluruh distrik kecuali di Distrik Bokondini
dan Distrik Taiyeve.
(3) Kawasan rawan tanah longsor dengan resiko tertinggi terdapat di Distrik Panaga, Kembu, Umagi, Distrik
Wina, dan sekitarnya
(4) kawasan rawan banjir terdapat di sekitar sungai-sungai besar
Sehubungan dengan hal tersebut maka telah diantisipasi antara lain dengan menyiapkan Jalur evakuasi
bencana dengan memanfaatkan jalan menuju ruang evakuasi bencana di dataran Distrik Bokondini dan
Distrik Taiyeve
Kelembagaan dan Perundangan
Untuk menangani masalah bencana tersebut, maka Pemerintah Pusat menerbitkan peraturan perundangan
untuk pembentukan suatu badan yang dinamakan Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang dapat
khusus menangani segala aspek yang berkaitan dengan Bencana Alam. Perundangan tersebut antara lain
adalah:
- Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
- Permendagri No 46 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan
Bencana Daerah
- Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No 3 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Di dalam Pasal 18, ayat 2b Undang Undang no 24 Tahun 2007 dinyatakan bahwa di tingkat kabupaten/kota
BPBD dipimpin oleh seorang pejabat setingkat di bawah Bupati/walikota atau setingkat eselon IIa, pejabat
setingkat eselon IIa di tingkat kabupaten/kota adalah setara dengan Sekretaris Daerah (Sekda).
Kedinasan yang terkait adalah :
- SKPD terkait pengorganisasian kedinasan adalah Sekretariat Daerah
- SKPD terkait Perencanaan dan Anggaran adalahBadan Perencanaan Pembangunan Daerah
- SKPD terkait Kesehatan dan Pengendali Lingkungan adalah Dinas Kesehatan dan Dinas PU
- SKPD terkait Informasi dan Komunikasi adalah Dinas Perhubungan, Informasi dan Telekomunikasi
- SKPD penanggung jawab Peklaksanaan Anggaran adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan
Dan Aset Daerah
- SKPD terkait Pemberdayaan Masyarakat Kampung
Koordinasi dengan :
- Jajaran dari Kesatuan TNI dan Polri
- Organisasi organisasi Pencinta Alam
Gambar 4. 26 Kelembagaan Sektor Kebencanaan
Sumber: Analisis Konsultan, 2013
4.10.8. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Agroforestri
Sektor Agroforestri
Dengan adanya agroforestri diharapkan dapat menjaga fungsi hutan dalam bentuk proses pertanian selain
juga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan pemenuhan produksi pertanian.
Kelembagaan dan Perundangan
- Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.40/menhut-II/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementrian Kehutanan
- Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.28/menhut-II/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai
Penelitian Agroforestri Kementrian Kehutanan
Dinas / SKPD terkait
1. Sekretariat Daerah
2. Inspektorat Daerah
3. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
4. SKPD Dinas Kehutanan
5. SKPD Dinas Pertanian Dan Perkebunan
6. SKPD Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan
7. SKPD Dinas Kesejahteraan Sosial dan Tenaga Kerja Dan Aset Daerah
8. SKPD Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi Dan Ukm
Pusat BNPB
Bappeda BPBD
Dishubtel
Pemberdayaan
Masyarakat Kampung
TNI Polri
Organisasi Pecinta Alam
Dinas Kesehatan
Dinas PU
Bab 8 - Hal 37
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
9. SKPD Dinas Perhubungan, Informasi dan Telekomunikasi
10. SKPD Dinas Pekerjaan Umum
11. SKPD Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga
12. SKPD Dinas Kesehatan
Gambar 4. 27 Kelembagaan Sektor Agroforestri
Sumber: Analisis Konsultan, 2013
Dalam hal pengenbangan Distrik Bokondini dijadikan sebagai Kota Agro akan melibatkan banyak Instansi
Pemerintah Daerah baik itu tingkat Propinsi maupun tingkat Kabupaten yang berarti pula akan melibatkan
banyak Peraturan Perundangan yang terlibat di dalamnya.
Untuk mendukung kegiatan ini dapat dilakukan langkah-langkah dengan membuat serangkaian arahan yang
dituangkan dalan Renstra 5 tahunan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan rencana tahunan. Meskipun
kegiatan tersebut dilakukan oleh SKPD yang bersangkutan namun dana-dana untuk kegiatan tersebut pada
umumnya masih didanai oleh pemerintah pusat, hal ini terutama karena pemerintah daerah hanya memiliki
anggaran yang sangat terbatas terutama untuk kegiatan tersebut yang tentunya banyak membutuhkan biaya,
disamping itu pemerintah daerah cenderung berorientasi pada meningkatkan target PAD.
Dalam program kegiatan tersebut Instansi/ SKPD yang terlibat adalah sebagai berikut :
1. Pemerintah Pusat Dalam hal ini Kementrian Kehutanan
Sebagai unit pelaksana teknis Kementrian Kehutanan, organisasi ini memiliki' tugas pokok membuat arahan
teknik rehabilitasi Iahan pada daerah yang menjadi wilayah kerjanya.
2. Dinas Kehutanan Propinsi
Lembaga ini memiliki tanggung jawab membuat rencana kegiatan 5 tahunan yang kini disebut Rencana
Pengelolaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RPRHL).
3. Bappeda Kabupaten
Menjadi organisasi yang penting karena arahan pengembangan wilayah dan pembangunan daerah menjadi
tanggung jawab lembaga ini. Selanjutnya lembaga ini juga bertanggung jawab mengontrol setiap kegiatan
yang dilakukan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah), oleh karenanya Bappeda kemudian
menjadi Instansi yang keterlibataanya cukup signifikan dalam Program Kota Agro ini.
4. Dinas Kehutanan Kabupaten Tolikara bersama dengan Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten
Tolikara
Dua Instansi ini memiliki tanggung jawab dan terlibat langsung dalam pelaksanaan kegiatan langsung.
5. Dinas Pekerjaan Umum
Dinas Pekerjaan Umum selain berperan sebagai SKPD terkait, juga menjalankan fungsi sebagai pelaksana
program kegiatan. Dinas PU akan bertanggung jawab antara lain apabila ada aliran sungai utama yang
melintasi wilayah tersebut mengalami gangguan.
6. Masyarakat dan Petani
Masyarakat dan Petani adalah merupakan pelaku utama dari program ini melalui kegiatan penanaman pohon
dengan sistem agroforestry yang diterapkannya.
Pada saat ini kesadaran masyarakat mengenai penanaman pohon sudah semakin meningkat, namun
meningkatnya kesadaran menanam pohon ini utamanya bukan karena motivasi untuk memperbaiki
lingkungan namun karena manfaat ekonomi.
Hal-hal lain yang patut juga untuk menjadi perhatian dan pedoman adalah sebagai berikut
Menggunakan rencana tata ruang yang sudah ditetapkan sebagai pedoman penyusunan program-
program pembangunan dan penerbitan perijinan pemanfaatan ruang, serta alat kendali dalam
pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang.
Penguatan peran Gubernur dan Bupati dalam penataan ruang yang didukung oleh masyarakat,
peningkatan kapasitas dan pemahaman para anggota DPRD dalam penataan ruang,peningkatan
kapasitas dan kemampuan aparat perencana didaerah, dunia usaha yang memahami rencana tata
ruang.
Sekretaris Daerah
Dinas PU Dispenda Dishubtel Dinas
Kesehatan
Dinas Perindagkop/U
KM
Inspektorat Daerah
Bappeda
Dinas Pertanian dan Perikanan
Dinas Kehutanan
Bab 8 - Hal 38
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Perlu komitmen semua pihak untuk melakukan kosolidasi antara Provinsi dan Kabupaten/Kota serta
melakukan suatu langkah-langkah kebijakan bersama guna menjadi arahan Bokondini sebagai Kota
Agro.
4.10.9. Kelembagaan dan Perundangan Sektor Pelayanan Masyarakat
Dikarenakan masih minimnya sarana jalan dan sarana transportasi antar Distrik/Kota di kabupaten Tolikara, hal
tersebut menyebabkan masyarakat yang membutuhkan pelayanan seperti pengurusan perijinan, pembayaran
retribusi/pajak, dll sering terhambat, oleh karena itu Pemerintah Kabupaten Tolikara harus segera menjalankan
Pusat Pola Pelayanan Publik.
Pola Terpusat adalah Pola Pelayanan Publik diberikan secara tunggal oleh penyelenggara pelayanan
berdasarkan pelimpahan wewenang dari penyelenggara pelayanan terkait lainnya yang bersangkutan .
Pola terpadu terbagi 2 yaitu :
a. Terpadu Satu Atap, Pola Pelayanan terpadu satu atap diselenggarakan dalam satu tempat yang
meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui
beberapa pintu.
b. Terpadu Satu Pintu, Pola Pelayanan terpadu satu pintu diselenggarkan pada satu tempat yang meliputi
berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu;
Untuk Tolikara idealnya menerapkan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan bertempat di distrik Karubaga
sebagai Ibukota Kabupaten dan Distrik Bokondini yang menjadi kota Pusat Pelayanan untuk melayani
Kebutuhan Masyarakat dari distrik-distrik sekitarnya.
Manfaat Keberadaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Bagi Masyarakat : Dengan adanya PTSP masyarakat dapat memperoleh pelayanan publik yang lebih baik
serta mendapatkan kepastian dan jaminan hukum dari formalitas yang dimiliki
Bagi Dunia Usaha :
a. Diharapkan mampu memberikan kemudahan dalam perizinan usaha akan meningkatkan minat pelaku
usaha untuk melakukan investasi dan pengembangan usaha
b. Diharapkan memperoleh manfaat dalam bentuk efisien pelayanan yang menghasilkan pengurangan
waktu dan biaya membuat pelaku usaha dapat mengalokasikan lebih banyak waktu dan biaya pada
kegiatan produktif
Kelembagaan dan Perundangan
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ;
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
4. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja
Unit Pelayanan Perijinan Terpadu di Daerah
7. Peraturan Daerah
Pelayanan Terpadu satu Pintu dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dibawah Koordinasi
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kedinasan terkait :
1. SKPD Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi Dan Ukm
2. SKPD Dinas Pekerjaan Umum
3. SKPD Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga
4. SKPD Dinas Kesehatan
5. SKPD Dinas Perhubungan, Informasi dan Telekomunikasi
6. SKPD Dinas Kesejahteraan Sosial dan Tenaga Kerja
7. SKPD Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil
8. SKPD Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah
9. SKPD Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata
10. SKPD Dinas Pertanian Dan Perkebunan
11. SKPD Dinas Peternakan Dan Perikanan
12. SKPD Dinas Kehutanan
Bab 8 - Hal 39
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Gambar 4. 28 Kelembagaan Sektor Pelayanan Masyarakat
Sumber: Analisis Konsultan, 2013
Tabel 4. 59 Matrik Analisis Kelembagaan Pengembangan Kawasan Perkotaan Bokondini
No SKPD/ Instansi Air Bersih Persampahan Sanitasi Listrik Dan Energi Telekomunikasi Kesehatan Kepariwisataan Kebencanaan
Agroforestri/ Pertanian/ Perikanan/
Peternakan/ Perkebunan
1 Sekretariat Daerah Pengorganisasian Kedinasan
Pengorganisasian Kedinasan
Pengorganisasian Kedinasan
Pengorganisasian Kedinasan
Pengorganisasian Kedinasan
Pengorganisasian Kedinasan
Pengorganisasian Kedinasan
Pengorganisasian Kedinasan
Pengorganisasian Kedinasan
2 Inspektorat Pengawasan Fungsi Pengawasan
Pengawasan
Fungsi Pengawasan
Fungsi Pengawasan
3 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Perencanaan Dan Anggaran
Perencanaan Dan Anggaran
Perencanaan & Penganggaran
Perencanaan Dan Anggaran
Perencanaan Dan Anggaran
Perencanaan Dan Anggaran
Perencanaan Dan Anggaran
Perencanaan Dan Anggaran
Perencanaan Dan Anggaran
4 Badan Kepegawaian Daerah Dan Diklat
Pengembangan Dan Mutasi Pegawai
Pengembangan Dan Mutasi Pegawai
Pengembangan Dan Mutasi Pegawai
Pengembangan Dan Mutasi Pegawai
Pengembangan Dan Mutasi Pegawai
Pengembangan Dan Mutasi Pegawai
Pengembangan Dan Mutasi Pegawai
Pengembangan Dan Mutasi Pegawai
Pengembangan Dan Mutasi Pegawai
5
Badan Pemberdayaan Masyarakat Kampung
Mempeloporori Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan Potensi Masyarakat
Pemberdayaan Potensi Masyarakat
Pemberdayaan Potensi Masyarakat
Pemberdayaan Potensi Masyarakat
Sekretaris Daerah
Dis Pen Capil Dispenda
Dishubinfotel Dinas Pertanian dan
Perkebunan
Dinas Kehutanan
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Dinas Kesehatan
Dinas Peternakan dan Perikanan
DisPerindag-UKM
Inspektorat Bappeda
Bab 8 - Hal 40
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
No SKPD/ Instansi Air Bersih Persampahan Sanitasi Listrik Dan Energi Telekomunikasi Kesehatan Kepariwisataan Kebencanaan
Agroforestri/ Pertanian/ Perikanan/
Peternakan/ Perkebunan
6 Dinas Pekerjaan Umum
Kesehatan Dan Pengendali Lingkungan
Kesehatan Dan Pengendali Lingkungan
Penyedia Layanan Sanitasi
Kesehatan Dan Pengendali Lingkungan
Kesehatan Dan Pengendali Lingkungan
Pelaksana Dan Pengendali Lingkungan
Kesehatan Dan Pengendali Lingkungan
Kesehatan Dan Pengendali Lingkungan
7 Dinas Pendidikan, Pemuda Dan Olahraga
Pembinaan,Pengembangan Dan Pemberdatyaan Pemuda
Pembinaan,Pengembangan Dan Pemberdatyaan Pemuda
Pembinaan,Pengembangan Dan Pemberdatyaan Pemuda
Pembinaan,Pengembangan Dan Pemberdatyaan Pemuda
Pembinaan,Pengembangan Dan Pemberdatyaan Pemuda
Pembinaan,Pengembangan Dan Pemberdatyaan Pemuda
Pembinaan,Pengembangan Dan Pemberdatyaan Pemuda
Pembinaan,Pengembangan Dan Pemberdatyaan Pemuda
Pembinaan,Pengembangan Dan Pemberdatyaan Pemuda
8 Dinas Kesehatan Kesehatan Dan Pengendali Lingkungan
Kesehatan Dan Pengendali Lingkungan
Penguatan Kesehatan Dan Pengendalian Lingkungan Hidup
Kesehatan Dan Pengendali Lingkungan
Kesehatan Dan Pengendali Lingkungan
Kesehatan Dan Pengendali Lingkungan
Kesehatan Dan Pengendali Lingkungan
Kesehatan Dan Pengendali Lingkungan
Kesehatan Dan Pengendali Lingkungan
9 Dinas Perhubungan, Informasi Dan Telekomunikasi
Informasi Dan Komunikasi
Informasi Dan Komunikasi
Penyebarluasan & Pengelolaan Informasi / Komunikasi
Informasi Dan Komunikasi
Informasi Dan Komunikasi
Informasi Dan Komunikasi
Penyebarluasan & Pengelolaan Informasi / Komunikasi
Penyebarluasan & Pengelolaan Informasi / Komunikasi
Penyebarluasan & Pengelolaan Informasi / Komunikasi
10 Dinas Kesejahteraan Sosial Dan Tenaga Kerja
Pemberdayaan Potensi Masyarakat Dan Penyedia Tenaga Kerja
Pemberdayaan Potensi Masyarakat Dan Penyedia Tenaga Kerja
Pemberdayaan Potensi Masyarakat Dan Penyedia Tenaga Kerja
Pemberdayaan Potensi Masyarakat Dan Penyedia Tenaga Kerja
Pemberdayaan Potensi Masyarakat Dan Penyedia Tenaga Kerja
Pemberdayaan Potensi Masyarakat Dan Penyedia Tenaga Kerja
Pemberdayaan Potensi Masyarakat Dan Penyedia Tenaga Kerja
Pemberdayaan Potensi Masyarakat Dan Penyedia Tenaga Kerja
Pemberdayaan Potensi Masyarakat Dan Penyedia Tenaga Kerja
11 Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil
Administrasi Kependudukan
Administrasi Kependudukan
Administrasi Kependudukan
Administrasi Kependudukan
Administrasi Kependudukan
Administrasi Kependudukan
Administrasi Kependudukan
Administrasi Kependudukan
Administrasi Kependudukan
12 Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi Dan Ukm
Pemberdayaan Usaha Kecil Dan Menengah
Pemberdayaan Usaha Kecil Dan Menengah
Pemberdayaan Usaha Kecil Dan Menengah
Pemberdayaan Usaha Kecil Dan Menengah
Pemberdayaan Usaha Kecil Dan Menengah
Pemberdayaan Usaha Kecil Dan Menengah
Pemberdayaan Usaha Kecil Dan Menengah
Pemberdayaan Usaha Kecil Dan Menengah
Pemberdayaan Usaha Kecil Dan Menengah
13
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah
Penanggung Jawab Peklaksanaan Anggaran
Penanggung Jawab Pelaksanaan Anggaran Daerah
Penanggungjawab Anggaran Dan Program
Penanggung Jawab Peklaksanaan Anggaran
Penanggung Jawab Peklaksanaan Anggaran
Penanggung Jawab Peklaksanaan Anggaran
Penanggung Jawab Peklaksanaan Anggaran
Penanggung Jawab Peklaksanaan Anggaran
14 Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata
Pengelola Lokasi Pariwisata
Pengelola Lokasi Pariwisata
Pengelola Lokasi Pariwisata
Pengelola Lokasi Pariwisata
Pengelola Lokasi Pariwisata
Pengelola Lokasi Pariwisata
Pengelola Lokasi Pariwisata
Pengelola Lokasi Pariwisata
Pengelola Lokasi Pariwisata
15 Dinas Pertanian Dan Perkebunan
Pembuat Kebijakan Agroforestry Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat
Pembuat Kebijakan Agroforestry Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat
Pembuat Kebijakan Agroforestry Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat
Pembuat Kebijakan Agroforestry Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat
Pembuat Kebijakan Agroforestry Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat
Pembuat Kebijakan Agroforestry Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat
Pembuat Kebijakan Agroforestry Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat
Pembuat Kebijakan Agroforestry Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat
Pembuat Kebijakan Agroforestry Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat
16 Dinas Peternakan Dan Perikanan
Pembuat Kebijakan Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat
Pembuat Kebijakan Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat
Pembuat Kebijakan Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat
Pembuat Kebijakan Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat
Pembuat Kebijakan Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat
Pembuat Kebijakan Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat
Pembuat Kebijakan Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat
Pembuat Kebijakan Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat
Pembuat Kebijakan Dan Pembinaan Penyuluhan Masyarakat
17 Dinas Kehutanan Pembuat Kebijakan Agroforestry
Pembuat Kebijakan Agroforestry
Pembuat Kebijakan Agroforestry
Pembuat Kebijakan Agroforestry
Pembuat Kebijakan Agroforestry
Pembuat Kebijakan Agroforestry
Pembuat Kebijakan Agroforestry
Pembuat Kebijakan Agroforestry
Pembuat Kebijakan Agroforestry
18 Kantor Kesbanglinmas
Urusan Pemerintahan Di Bidang Kesatuan Bangsa Dan Politik
Urusan Pemerintahan Di Bidang Kesatuan Bangsa Dan Politik
Urusan Pemerintahan Di Bidang Kesatuan Bangsa Dan Politik
Urusan Pemerintahan Di Bidang Kesatuan Bangsa Dan Politik
Urusan Pemerintahan Di Bidang Kesatuan Bangsa Dan Politik
Urusan Pemerintahan Di Bidang Kesatuan Bangsa Dan Politik
Urusan Pemerintahan Di Bidang Kesatuan Bangsa Dan Politik
Urusan Pemerintahan Di Bidang Kesatuan Bangsa Dan Politik
Urusan Pemerintahan Di Bidang Kesatuan Bangsa Dan Politik
19 Kantor Pemberdayaan Perempuan
Penyelenggaraan Administrasi Dan Pelayanan Umum Kepada Masyarakat
Penyelenggaraan Administrasi Dan Pelayanan Umum Kepada Masyarakat
Penyelenggaraan Administrasi Dan Pelayanan Umum Kepada Masyarakat
Penyelenggaraan Administrasi Dan Pelayanan Umum Kepada Masyarakat
Penyelenggaraan Administrasi Dan Pelayanan Umum Kepada Masyarakat
Penyelenggaraan Administrasi Dan Pelayanan Umum Kepada Masyarakat
Penyelenggaraan Administrasi Dan Pelayanan Umum Kepada Masyarakat
Penyelenggaraan Administrasi Dan Pelayanan Umum Kepada Masyarakat
Penyelenggaraan Administrasi Dan Pelayanan Umum Kepada Masyarakat
20 Kantor Perpustakaan, Arsip
Pelayanan, Kearsipan Dan Dokumentasi
Pelayanan, Kearsipan Dan Dokumentasi
Pelayanan, Kearsipan Dan Dokumentasi
Pelayanan, Kearsipan Dan Dokumentasi
Pelayanan, Kearsipan Dan Dokumentasi
Pelayanan, Kearsipan Dan Dokumentasi
Pelayanan, Kearsipan Dan Dokumentasi
Pelayanan, Kearsipan Dan Dokumentasi
Pelayanan, Kearsipan Dan Dokumentasi
Bab 8 - Hal 41
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
No SKPD/ Instansi Air Bersih Persampahan Sanitasi Listrik Dan Energi Telekomunikasi Kesehatan Kepariwisataan Kebencanaan
Agroforestri/ Pertanian/ Perikanan/
Peternakan/ Perkebunan
Dan Dokumentasi
21
Kantor Ketahanan Pangan Dan Penyuluhan Pertanian
Sebagai Pusat Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Dan Perikanan
Sebagai Pusat Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Dan Perikanan
Sebagai Pusat Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Dan Perikanan
Sebagai Pusat Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Dan Perikanan
Sebagai Pusat Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Dan Perikanan
Sebagai Pusat Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Dan Perikanan
Sebagai Pusat Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Dan Perikanan
Sebagai Pusat Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Dan Perikanan
Sebagai Pusat Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Dan Perikanan
Sumber: Analisis Konsultan, 2013
BAB 5 POTENSI DAN PERMASALAHAN
Didalam bab ini, dibahas potensi dan permasalahan setiap aspek dalam upaya mewujudkan visi, misi, tujuan,
kebijakan dan strategi rencana program pembangunan pemerintah kabupaten Tolikara. Tujuan dari
pembahasan ini adalah untuk mendapatkan tujuan, kebijakan dan strategi serta pola dan struktur ruang
penataan ruang kawasan perkotaan Bokondini dalam upaya kota ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
Kabupaten Tolikara. Beberapa aspek yang akan dibahas adalah sebagai berikut regional, keruangan fisik alam
dan penggunaan lahan, kependudukan dan tenaga kerja, perkotaan, kelembagaan/Kemasyarakatan, sarana dan
infrastruktur;
Bab 5 - Hal 1
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
Bab 5 Potensi dan Permasalahan Didalam bab ini, dibahas potensi dan permasalahan setiap aspek dalam upaya mewujudkan visi, misi, tujuan,
kebijakan dan strategi rencana program pembangunan pemerintah kabupaten Tolikara. Tujuan dari
pembahasan ini adalah untuk mendapatkan tujuan, kebijakan dan strategi serta pola dan struktur ruang
penataan ruang kawasan perkotaan Bokondini dalam upaya kota ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari Kabupaten Tolikara. Beberapa aspek yang akan dibahas adalah sebagai berikut;
1. Regional;
2. Keruangan fisik alam dan penggunaan lahan;
3. Kependudukan dan tenaga kerja;
4. Perkotaan;
5. Kelembagaan/Kemasyarakatan;
6. Sarana dan infrastruktur;
5.1 Potensi Dan Permasalahan Regional
Potensi regional adalah kemampuan sosial , budaya, politik dan ekonomi masyarakat regional yang
bersinggungan langsung dengan kawasan perkotaaan bokondini. Potensi ini dapat saling menguatkan
interaksi regional dalam pembangunan dimasing-masing wilayah distriknya. Interaksi ini dapat dimulai dari
interaksi sosial , budaya, ekonomi dan politik. Berdasarkan hasil analisis dan data sekunder yang ada, beberap
potensi regional yang dapat dipaduserasikan dalam pembangunan kawasan perkotaan Bokondini adalah
sebagai berikut :
1) Kemampuan lahan sebagai pertanian pangan, holtikultura dan perkebunan berkarakter hutan yang dimiliki
oleh seluruh distrik yang berbatasan langsung dengan kawasan perkotaan bokondini.
2) Penyebaran permukiman berupa kampung-kampung.
3) Keterpaduan kekuatan politik pemerintahan kampung di semua distrik dan kampung yang memiliki
interaksi kuat ke dalam pemerintahan kabupaten Tolikara di pusat kota Karubaga.
4) Persebaran prasarana keagamaan seperti gereja dari klasis GIDI yang menjadi alat perubahan sosial dan
budaya masyarakat.
5) Kepemilikan modal sosial di masyarakat papua dalam pola kehidupan bermasyarakat, baik itu dalam
pembangunan sarana kelompok/komunal dan individual.
6) Kepemilikan nilai-nilai pemahaman local dalam pola bercocok tanam untuk dapat mampu hidup mandiri
dan bergenerasi didalam setiap kelompok masyarakat.
7) Kepemilikan nilai-nilai budaya yang kuat terikat disetiap kelompok masyarakat dalam berperilaku toleransi
dan menghargai.
Tabel 5. 1. Kelompok Potensi Regional
No Aspek Kelompok Potensi
1 Sosial Jumlah penduduk, kelompok marga dan suku,
2 Budaya Kekuatan modal kemasyarakatan, toleransi,
gotong royong, kemampuan bercocok tanam,
3 Politik Pemerintahan level pusat, distrik dan kampung,
tokoh masyarakat/kepala suku adat.
4 Ekonomi Kemampuan lahan, jaringan jalan local,
No Aspek Kelompok Potensi
pelabuhan udara regional
Sumber: Olahan konsultan, 2013
5.1.2. Permasalahan Regional
Permasalahan regional adalah permasalahan yang dihadapi antar distrik dan yang berbatasan dengan kawasan
perkotaan bokondini baik itu permasalahan sosial , politik, ekonomi dan budaya. Permasalahan yang dihadapi
dapat mengakibatkan pelemahan terhadap interaksi antar kota yang mengakibatkan pembangunan kota
semakin tidak terarah dan tidak mencapai visi dan misi kepala daerah. Beberapa permasalahan regional yang
didapat dari lapangan dan beberapa diskusi yang dilakukan dengan tokoh masyarakat dan pemangku
kepentingan di pemerintahan adalah sebagai berikut;
1) Jangkauan ke pusat ibukota mencapai 5 jam perjalanan darat dengan kendaraan roda 4 (empat)
wheeldrive;
2) Adanya isu pemisahan diri dari kabupaten tolikara;
3) Kondisi jaringan jalan menuju Bokondini yang rusak berat;
4) Jaringan jalan antar distrik yang belum terbentuk secara utuh;
5) Aksesibilitas terhadap sarana pendidikan yang masih jauh dari harapan
6) Aksesibilitas terhadap sarana kesehatan yang masih jauh dari harapan
7) Pola hidup sehat masyarakat yang masih perlu di dorong.
8) Tidak adanya perangkat komunikasi antar distrik yang dapat memberi perkembangan antar distrik dan
antar wilayah;
9) Sistem transportasi antar distrik yang tidak terbentuk baik itu dari sisi darat dan udara. Sementara dari
kawasan perkotaan bokondini dengan kabupaten jayawijaya telah terbentuk sistem transportasi udara
dengan frekuensi penerbangan yang regular.
10) Tidak adanya kegiatan sosial dan budaya antar distrik dan atau antar kawasan perkotaan regional yang
dilandasi atas kesamaan visi dan misi yang dapat meningkatkan interaksi sosial dan budaya yang lebih
harmonis dan humanis.
Tabel 5. 2. Kelompok Isu Permasalahan Regional
No Aspek Kelompok Masalah
1 Sosial Sarana sosial kemasyarakat, pemerintah distrik,
pemerintah kampung, lembaga adat/suku.
2 Budaya Kesehatan, Pendidikan.
3 Politik Kemiskinan, keamanan.
4 Ekonomi Komoditas perdagangan, infrastruktur jalan,
telekomunikasi.
Sumber: Olahan konsultan, 2013
5.2 Potensi Dan Permasalahan Fisik Alam dan Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan adalah rangkaian kegiatan pembangunan yang memanfaatkan ruang tanah/lahan menurut
jangka waktu tertentu. Penggunaan lahan tersebut diselenggarakan secara bertahap maupun massive yang
dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama, tanpa perencanaan
tata ruang maupun adanya perencanaan tata ruang. Dalam hal ini kegiatan pemanfaatan ruang seharusnya
Bab 8 - Hal 2
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
disesuaikan dengan produk rencana tata ruang yang telah disusun, namun pada kenyataannya masih banyak
terjadi permasalahan-permasalahan pemanfaatan ruang. Permasalahan tersebut dapat terjadi akibat tiga
faktor, yaitu tidak adanya produk rencana tata ruang, atau adanya rencana tata ruang tetapi tidak
memperhatikan aspek perkembangan kota dan terjadinya perkembangan kota yang terlalu cepat, sehingga
rencana tata ruang yang telah tersusun menjadi tidak sesuai lagi. Untuk mengetahui lebih detail maka
permasalahan pemanfaatan ruang yang terjadi di kawasan perkotaan dilihat berdasarkan 5 (lima) aspek yaitu
aspek hukum/norma, tata ruang, aspek transportasi, aspek perumahan, dan aspek industri.
5.2.3. Aspek Hukum
Seperti yang diketahui oleh khalayak umum, bahwa permasalahan dalam pengelolaan lahan di Papua pada
umumnya adalah permasalahan kepemilikan lahan/tanah yang dimiliki oleh adat/suku dengan batas-batas alam
atau kesepakatan antar kepala suku. Hal ini juga terdapat di dalam isu strategis dalam pengembangan wilayah
kabupaten Tolikara pada umumnya yakni;
1. Potensi masalah lahan pembangunan yang terbatas, karena seluruh lahan pada umumnya dimiliki oleh
adat/tanah ulayat. Lahan pembangunan untuk kantor-kantor dinas merupakan hibah dari tanah ulayat atas
persetujuan suku-suku yang ada. Penyediaan lahan pembangunan untuk kepentingan bersama, perlu
dirumuskan bersama dengan ketua adat, agar memperoleh solusi dalam penyediaan lahan untuk
pengembangan.
2. Potensi konflik kepemilikan lahan untuk bermukim, karena masyarakat pendatang ataupun dari luar suku
adat, tidak dapat memiliki lahan adat.
3. Permasalahanan sistem persil yang tidak beraturan, menyebabkan inefisiensi lahan, karena terdapat
beberapa bagian lahan yang tidak ada kepemilikannya.
Ketiga (3) persoalan diatas menjadi permasalahan pembangunan disetiap sektor khususnya juga di kawasan
perkotaan Bokondini.
5.2.4. Aspek Penggunaan Ruang
Permasalahan lainnya dalam permasalahan di kawasan perkotaan adalah sebagai berikut;
1. Adanya kecenderungan pemusatan kegiatan (over-concentration) pada kawasan-kawasan tertentu;
2. Perkembangan penggunaan lahan yang bercampur (mixed-use); dan
3. Terjadinya alih fungsi lahan (land conversion) dari ruang terbuka, lahan konservasi, atau ruang terbuka
hijau menjadi kawasan terbangun intensif (permukiman, industri, perkantoran, prasarana).
Sedangkan permasalahan besar yang dihadapi oleh kawasan sub urban adalah :
1. Terjadinya pengalihan fungsi kawasan resapan air menjadi kawasan terbangun;
2. Terjadinya pembangunan fisik kawasan secara terpencar (urban sprawl); dan
3. Banyaknya lahan tidur di wilayah sub urban dan wilayah transisi.
Tabel 5. 3. Permasalahan Penggunaan Lahan di Kawasan Perkotaan Bokondini
No Permasalahan Lokasi
1 Kepemilikan tanah berdasarkan hak atas
ulayat/suku/marga
Seluruh kawasan perkotaan
2 Mixed use (bercampur) Pusat perkotaan
No Permasalahan Lokasi
3 Urban sprawl Distrik Bokondini, Distrik Bewani,
Distrik Kaboneri, Distrik Bokoneri
4 Land conversion di dalam Hutan Lindung Distrik Bokoneri, Kampung Kanaero
Sumber : Hasil Analisis Konsultan Tahun 2013
5.2.5. Aspek Transportasi
Didalam kawasan perkotaan Bokondini sendiri, aspek transportasi belum mengalami permasalahan seperti
pada umumnya di perkotaan besar. Kawasan perkotaan Bokondini masih menjadi dikategorikan sebagai kota
urban/town. Namun untuk mengantisipasi permasalahan penggunaan lahan dari aspek transportasi,
diharapkan seluruh jaringan transportasi di kawasan perkotaan memenuhi ketentuan perencanaan dan
prediksi volume arus barang dan orang di dalam kawasan perkotaan.
Beberapa permasalahan yang harus diantisipasi sebagai berikut;
1. Kemacetan lalu lintas yang terjadi di pusat-pusat aktivitas;
2. Berkembangnya kegiatan on street parking.
Sedangkan permasalahan transportasi yang terjadi di kawasan suburban adalah :
1. Terjadinya kemacetan di daerah kawasan industri;
2. Kemacetan lalu lintas pada daerah perbatasan kawasan urban dan sub urban; serta
3. Berkembangnya angkutan umum plat hitam.
Tabel 5. 4. Antisipasi Permasalahan Aspek Transportasi
No Permasalahan Lokasi
1 Kemacetan Pusat Kota Agro Bokondini
2 Street parking Pusat Kota Agro Bokondini
3 Angkutan tidak resmi Kawasan Perkotaan
Sumber : Hasil Analisis Konsultan Tahun 2013
5.2.6. Aspek Perumahan
Aspek perumahan merupakan aspek yang penting dalam kegiatan dan aktivitas perkotaan. Hal ini disebabkan
perumahan merupakan pemakai lahan terbesar dari lahan terbangun perkotaan, sekitar 40 % dari lahan,
sedangkan penggunaan lainnya adalah untuk ruang terbuka hijau, olah raga dan industri. Dari kondisi di atas,
terlihat bahwa aspek perumahan berpotensi menimbulkan permasalahan dalam pemanfaatan lahan
perkotaan.
Pertambahan penduduk perkotaan dan sub urban serta perkembangan aktivitas perkotaan membutuhkan
supply perumahan yang tidak sedikit, namun saat ini supply untuk perumahan murah masih belum mencukupi.
Kondisi seperti inilah yang memunculkan permasalahan permukiman, ketidakseimbangan antara permintaan
dan penyediaan rumah murah. Selain itu, penurunan kualitas lingkungan, tidak meratanya distribusi
perumahan, dan tidak tercukupinya fasilitas perumahan akan berujung pada permasalahan permukiman
Bab 8 - Hal 3
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
kumuh. Selain itu, akibat tidak adanya supply lahan dan perumahan murah di perkotaan, mengakibatkan
munculnya permukiman-permukiman liar.
Dilihat dari kondisi tersebut, permasalahan pengendalian untuk sektor permukiman termasuk permasalahan
yang cukup berat, dimana tuntutan kebutuhan rumah murah selalu naik, sedangkan penyediaan selalu kurang.
Selama permasalahan tersebut belum terselesaikan masalah permukiman masih akan selalu ada.
Secara garis besar permasalahan permukiman perkotaan antara lain : (1) percampuran fungsi
bangunan/kawasan; (2) alih fungsi bangunan; (3) permukiman liar; dan (4) permukiman kumuh. Sedangkan
permasalahan permukiman yang terjadi di wilayah sub urban adalah (5) pembangunan perumahan di kawasan
rawan bencana.
Permasalahan utama dalam hal pembangunan perumahan di Papua, khususnya di kawasan perkotaan
Bokondini adalah mahalnya harga pembangunan rumah sehat tipe 36, bahkan sangat tinggi.
Pembangunan perumahan rakyat layak huni type 36 untuk wilayah pantai dan kepulauan minimal berkisar Rp.
100-150 juta/ unit, sedangkan di wilayah pegunungan dan daerah yang berawa berkisar Rp. 250-300 juta/ unit
untuk setiap keluarga.
Gambar 5. 1. Contoh Rumah Rakyat Layak Huni Tipe 36 di Papua
Sumber : Hasil Survei Konsultan Tahun 2013
5.2.7. Aspek Industri
Walaupun didalam kawasan perkotaan Agro Bokondini belum ada kegiatan industry skala besar namun, sudah
ditetapkan arahan spasial kawasan industri, dan didalam rencana tata ruang kawasan perkotaanya juga
disiapkan kawasan industri/pergudangan/perkantoran agribisnis. Maka diharapkan dapat diantisipasi
permasalahan-permasalahan yang akan timbul pasca kegiatan investasi masyarakat/swasta di sektor
agroforestry. Beberapa permasalahan yang biasanya akan timbul dalam kawasan industri adalah (1)
pencemaran lingkungan dan penurunan cadangan air tanah; dan (2) penurunan kualitas fisik dan tingkat
pelayanan jalan.
Untuk itu disiapkan badan layanan kawasan industri khusus menangani kawasan industri agroforestry bisnis ini
kedepan. Beberapa badan layanan pemerintah yang akan berada di Bokondini adalah (1) Badan Penelitian
Teknologi Agroforestry; (2) UPT Perhubkomintel; (3) UPT Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perikanan,
Peternakan; (3) Kantor Pemerintah Distrik; dan (4) UPT Lingkungan Hidup.
Tabel 5. 5. Aspek Permasalahan Kawasan Perkotaan
Aspek
Penggunaan
Lahan Aspek Transportasi Aspek Industri Aspek Perumahan
1. Over
concentration
2. Mixed-use
3. Land
Conversion
4. Urban Sprawl
5. Lahan tidur
1. Kemacetan
2. On street parking
3. Perkembangan
angkutan umum plat
hitam
1. Pencemaran
lingkungan
2. Penurunan
cadangan air
tanah
3. Penurunan
kualitas fisik dan
tingkat pelayanan
jalan
1. Percampuran fungsi
kawasan/bangunan
antara kawasan
permukiman dengan non
permukiman
2. Alih fungsi bangunan,
penurunan kualitas
estetika bangunan
3. Permukiman kumuh
4. Munculnya permukiman
di kawasan rawan
bencana
Sumber : Hasil Analisis Konsultan Tahun 2013
5.3 Potensi dan Masalah Kependudukan/tenaga kerja;
Permasalahan didalam sektor kependudukan yang paling krusial adalah ketiadaan informasi yang tepat
tentang populasi penduduk yang merupakan asli penduduk papua. Selain itu juga soal perdasi nomor 15 tahun
2008 tentang kependudukan yang pada prakteknya tidak seluruhnya dapat dilaksanakan, pembatasan
penduduk yang masuk ke Papua tidak serta merta dapat dilakukan, karena melanggar hak asasi manusia, yakni
hak untuk hidup layak dan bertempat tinggal dimana saja di Indonesia.
Dalam bidang tenaga kerja, walaupun telah banyak program dilakukan seperti pelatihan keterampilan dan
bantuan pembinaan tenaga kerja di papua, belum dapat mempengaruhi lebih luas dari program-program
ketenagakerjaan ini. Program ketenagakerjaan dari pemerintah provinsi, kabupaten dan kota belum
menyentuh kebutuhan masyarkat yang sebenarnya. Untuk itu diperlukan kajian yang lebih mendalam
terhadap kebutuhan keterampilan kepada masyarakat dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Faktor lain yang menghambat adalah faktor budaya yang menetapkan bahwa para lelaki papua yang tidak
diposisikan sebagai pekerja (ladang, kebun, pertanian, swasta, jasa/dagang) namun sebagai pejuang-pejuang
perang suku. Untuk itu perlu transformasi budaya yang bertahap untuk mengasimilasi peran lelaki di dalam
keluarga.
Bab 8 - Hal 4
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Tabel 5. 6 Potensi dan Permasalahan Kependudukan/Tenaga Kerja
Potensi Permasalahan Rekomendasi
1 Jumlah penduduk usia produktif yang tinggi.
2 Sektor pekerjaan yang masih terbuka lebar.
3 Potensi sumber daya alam dan mineral yang besar.
1 Tingkat pendidikan 2 Tingkat ekonomi
masyarakat 3 Faktor budaya peran laki-
laki dan perempuan.
1. Transformasi budaya masyarakat papua
2. Asimilasi budaya melalui keterbukaan mobilitas antar dan intra wilayah di Republik Indonesia
3. Pelaksanaan kegiatan/program pemberdayaan ekonomi lokal
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
5.4 Potensi Dan Masalah Aspek Perkotaan
Tabel 5. 7. Potensi dan Masalah Perkotaan
Potensi Permasalahan Rekomendasi
1. Suku budaya yang khas dan kuat
2. Terdapat rumah honai yang merupakan salah satu ciri khas bangunan lokal
3. Kawasan gereja menjadi pusat komunitas sosial, agama dan olahraga
1. Pola sebaran rumah yang tidak terpusat (komunal) dan cenderung menyebar
2. Beberapa rumah (komunal) berada dalam kawasan lindung
1. Peningkatan jaringan jalan antar kampung yang nyaman, aman dan dapat mengakses pusat pelayanan (kesehatan, sosial, peribadatan, pendidikan) di Distrik atau kawasan gereja.
2. Memberi kompensasi atas pinjam pakai kawasan lindung dengan meningkatkan fungsi kawasan lindung (Kanaero) menjadi TWA (Taman Wisata Alam), jika berpotensi menjadi Kebun Raya dapat dimulai dengan skala kecil (< 50 ha).
3. Memberikan arahan/ rekomendasi KDB/KLB bagi kawasan permukiman yang berada dalam kawasan lindung dan penetapan peraturan zonasi.
4. Penguatan dan peningkatan sarana dan prasarana kawasan gereja menjadi pusat komunitas sosial, agama, pendidikan dan kesehatan.
5. Mengarahkan pembentukan kampung mandiri yang terintegrasi dengan gedung/gereja klasis dimasing-masing wilayah.
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
5.5 Potensi Dan Masalah Sarana dan Infrastruktur
Tabel 5. 8. Potensi dan Masalah Energi Kelistrikan
Potensi Permasalahan Rekomendasi
1. Sungai disekitar kawasan berpotensi sebagai PLTMH
1. Tidak tersedianya data tentang potensi sungai dan curah hujan
2. Tidak terawatnya PLTMH eksisting dikarenakan kurang Maintenance dari komunitas
3. Tidak tersedia SDM Lokal yang dapat me-maintain PLTMH Eksisting
1. Dilakukan studi potensi sungai disekitar kawasan perkotaan Bokondini
2. Dilakukan perawatan berkala dan dukungan dari pemerintah daerah
3. Pelatihan SDM lokal
2. Sungai disekitar kawasan berpotensi sebagai PLTMH
1. Intensitas matahari yang kurang lama.
2. Kurangnya SDM lokal yang dapat me-maintain PLTS Eksisting
3. Harga investasi yang mahal
1. Dilakukan desain teknologi yang sesuai dengan kondisi alam
2. Pelatihan SDM Lokal 3. Bantuan dan dukungan dari
pemerintah pusat dan pemerintah daerah
3. Pertanian dan hasil Hutan sebagai sumber nergi biomassa
1. Tidak tersedianya data tentang potensi pertanian dan hasil hutan sebagai suber energi biomassa
2. Implementasi skala komunal dan/atau terpusat
3. Biaya investasi yang mahal 4. Tidak tersedianya SDM Lokal
1. Dilakukan kajian tentang potensi pertanian dan hasil hutan sebagai suber energi biomassa
2. Implementasi skala komunal dan/atau terpusat
3. Bantuan dan dukungan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah
4. Pelatihan SDM Lokal
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
Tabel 5. 9. Potensi dan Masalah Telekomunikasi
Potensi Permasalahan Rekomendasi
1. Bokondini di Distrik Bokondini telah ditetapkan menjadi PKLp, Distrik Kaboneri sebagai PKLp, Kaniro di Distrik Bokoneri sebagai PPK, dan Bilubaga di Distrik Bewani sebagai PPL.
2. Jumlah penduduk Kawasan Perkotaan Bokondini yang terdiri dari 4 distrik diproyeksikan mencapai 35.854 jiwa pada tahun 2033.
Jaringan sistem telekomunikasi baik kabel maupun nirkabel (wireless) bisa dikatakan masih sangat terbatas
Mengembangkan sistem telekomunikasi nirkabel (wireless) dalam jangka pendek dan sistem kabel dalam jangka panjang yang bisa menjangkau sebagian besar warga
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
Bab 8 - Hal 5
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Tabel 5. 10. Potensi dan Masalah Transportasi
Potensi Permasalahan Rekomendasi
1. Terdapat jaringan jalan eksisting di kawasan perkotaan Agro Bokondini.
2. Dari jaringan jalan eksisting yang belum menyambung, masih dapat disambungkan sehingga dapat memenuhi pola perjalanan yang diinginkan.
1. Kondisi tanah yang kurang stabil, sehingga harus dapat memilih trase jalan yang terbaik untuk pembangunan jalan.
2. Jalan-jalan yang ada tidak memiliki saluran drainase yang baik
3. Terdapat sungai-sungai yang memotong jalan.
4. Pembangunan jalan di Papua membutuhkan biaya yang sangat besar
1. Menyambungkan ruas simpul dari Wunin ke Bokondini dan Kubu ke Bokondini
2. Menyiapkan pembangunan jembatan di beberapa titik lokasi yang potensial
3. Peningkatan jalan eksisting dan pembangunan jalan baru di lingkungan industri
4. Pembangunan terminal Tipe C
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
Tabel 5. 11. Potensi dan Masalah Air Bersih
Potensi Permasalahan Rekomendasi
1. Pertumbuhan penduduk akan di sertai dengan pertumbuhan infrastruktur dasar perkotaan yang menuntut pemenuhan kebutuhan air, sehingga pengembangan pengelolaan air minum akan menjadi prioritas utama dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.
2. Tingginya curah hujan yang bisa dijadikan sumber utama untuk air baku air minum masyarakat.
3. Masih banyak tersedia lahan kosong yang luasannya bisa digunakan sebagai tempat untuk membangun bak penampung air hujan komunal, yang pengelolaanya bisa dilaksanakan oleh dinas terkait melalui sistem perpipaan secara gravitasi.
1. Kualitas lingkungan semakin menurun sehingga sumber air baku berkurang, di sisi lain pengaturannya kurang tepat
2. Tidak adanya prsarana air bersih yang memadai mengakibatkan masyarakat kurang mampu mengaksesnya
3. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam penggunaan air dan menjaga kelestarian lingkungan sebagai sumber air
4. Kurangnya sosialisasi tentang pemanfaatan dan pemeliharaan secara efektif dan efisiensi
5. Luasnya kawasan perkotaan 6. Rendahnya tingkat
kepadatan penduduk 7. Rendahnya angka
pertumbuhan penduduk
1 Air baku yang akan menjadi prioritas dimanfaatkan adalah air hujan
2 Pegembangan SPAM dikelompokan menjadi SPAM Perkotaan dan SPAM Pedesaan
3 Untuk masyarakat yang berada jauh di luar kawasan perkotaan baik BWP I β BWP IV dan tidak terlayani sistem perpipaan PAH komunal, perlu menyediakan bak penampung (tong plastik 1 m3) secara individual dan atau mendapat bantuan hibah dari pemda.
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
Tabel 5. 12.Potensi dan Masalah Persampahan
Potensi Permasalahan Rekomendasi
1. Pertumbuhan penduduk akan di sertai dengan pertumbuhan infrastruktur dasar perkotaan yang pada setiap aktivitas/kegiatan masyarakat akan menghasilkan sampah baik sampah rumah tangga, sampah industri maupun sampah B3 serta membiasakan masyarakat dengan pola hidup bersih dan sehat (PHBS)
2. Tingginya tingkat kebersamaan masyarakat dalam mencapai tujuan hidup bersama khususnya yang memiliki nilai ekonomi.
3. Masih banyak tersedia lahan kosong yang luasannya bisa digunakan sebagai tempat untuk membangun TPS/TPST yang pengelolaanya berbasis masyarakat.
1. Minimnya sarana dan prasarana pengelolaan persampahan yang dimiliki pemerintah daerah
2. Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kebersihan
3. Rendahnya masyarakat yang memiliki sarana penampung sampah
4. Kurangnya sosialisasi tentang pengelolaan persampahan yang memiliki nilai ekonomi
5. Luasnya kawasan perkotaan
1 80% cakupan pelaanan ditangani oleh dinas terkait, 20% individual
2 Seluruh kawasan BWP, dibutuhkan sarana dan prasarana pengelolaan sampah :
Timbulan sampah : 642 Ton
Hibah BIN (pemda) : 586 unit
Gerobak Sampah 1 m3 : 3 unit
TPS/Container 2 m3 : 3 unit
Truck Sampah 6 m3 : 1 unit
TPST : 6 unit
TPA : 1 unit 1 unit
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
Tabel 5. 13.Potensi dan Masalah Air Limbah
Potensi Permasalahan Rekomendasi
1. Pertumbuhan penduduk akan di sertai dengan pertumbuhan infrastruktur dasar perkotaan serta perumahan yang pada setiap aktivitas/kegiatan masyarakat akan menghasilkan limbah rumah tangga baik grey water maupun black water yang menuntut pemenuhan kebutuhan pengelolaan air limbah yang baik guna menghindari pencemaran air tanah sehingga dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat serta membiasakan masyaarakat dengan pola hidup bersih dan sehat (PHBS)
2. Tingginya curah hujan sehingga ketersediaan air bersih untuk MCK dapat terpenuhi.
3. Masih banyak tersedia lahan kosong yang luasannya bisa digunakan sebagai tempat untuk membangun IPAL/IPLT yang pengelolaanya diawah dinas terkait.
1. Minimnya sarana dan
prasarana pengelolaan
air limbah yang dimiliki
pemerintah daerah
6. Kurangnya kesadaran
masyarakat terhadap
kebersihan
7. Kurangnya sosialisasi
tentang pengelolaan
air limbah yang baik
dan benar
8. Luasnya kawasan
perkotaan
1. 80% cakupan pelaanan ditangani oleh dinas terkait, 20% individual
2. Sistem on-site 3. Seluruh kawasan BWP,
dibutuhkan sarana dan prasarana pengelolaan air limbah :
Jamban/Septic Tank : 586 KK
Truck Tinja : 1 unit
IPLT : 1 unit
Bab 8 - Hal 6
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Potensi Permasalahan Rekomendasi
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
5.6 Potensi Dan Masalah Kelembagaan/Kemasyarakatan
Tabel 5. 14. Potensi dan Masalah Kelembagaan/Masyarakat
Potensi Permasalahan Rekomendasi
1. Sudah memiliki data tata Pemerintahan
2. Terdapat kantor instansi Pemerintah
3. Sudah ada data pemberdayaan masyarakat Kampung
4. Sudah mempunyai Kepala-kepala Distrik
5. Terdapat pusat kegiatan di wilayah Kota
6. Memiliki kekayaan sumberdayaan yang melimpah
1. Tidak ada data organisasi masyarakat, LSM, dll
2. Komunikasi antar dinas/SKPD sering terhambat karena faktor alam, sarana prasarana, dan sarana telekomunikasi
3. Perlu peningkatan Mutu SDM dari masyarakat setempat terutama untuk mengisi personil Kedinasan Kabupaten.
1. Pembentukan kelembagaan swadaya masyarakat, perguruan tinggi, asosiasi, dan lembaga masyarakat adat papua (LMAP)
2. Meningkatkan dinas SKPD yang belum terdapat di kawasan perencanaan
3. Menyiapkan dan penguatan kelembagaan dan koordinasi antar SKPD terhadap sektor pembangunan
4. Melakukan bimbingan teknis dan pemantapan tata pemerintahan guna mendapatkan mutu sumber daya masyarakat yang lebih baik
5. Menyiapkan kelembagaan dalam sektor agropolitan
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
5.7 Potensi Dan Masalah Ekonomi
Tabel 5. 15. Potensi dan Masalah Ekonomi Makro
Potensi Permasalahan Rekomendasi
1. Sektor potensial atau masih dapat berkembang (developing sektor) di antara lain Perdagangan dan pertanian.
2. Kegiatan pertanian khususnya pertanian Palawija dan Ladang yang merupakan penyumbang terbesar PDRB di Kabupaten Tolikara.
3. Kawasan hutan terdiri dari Hutan
1. Bencana alam merupakan ancaman besar mengingat kondisi topografi yang berbukit-bukit dengan kemiringan umumnya >15% bahkan beberapa wilayah memiliki kemiringan lebih dari >40%. Tanah longsor menjadi ancaman utama
1. Perlu pengembangan dan peningkatan kegiatan sarana perdagangan dan jasa agar dapat lebih merangsang pertumbuhan kota
2. Upaya mitigasi bencana yang efektif dapat memberikan kontribusi
Potensi Permasalahan Rekomendasi
Lindung,Hutan Produksi Konversi, Hutan Produksi Biasa dan Kawasan Cagar alam dapat dikembangkan untuk wisata dan juga wisata edukasi. Fakta tersebut memberikan pengaruh pada kegiatan perdagangan dan jasa di Bokondini yang berbasis pada komoditas pertanian, perkebunan dan hasil hutan. Cadangan lahan budidaya dan lahan untuk lingkungan terbangun masih cukup besar, tanpa harus mengalih-fungsikan hutan, pertanian umbi-umbian termasuk sektor yang potensial untuk dikembangkan.
2. Kurangnya dukungan infrastruktur kelistrikan, air bersih, sanitasi, komunikasi dan transportasi, serta kerusakan infrastruktur fisik yang selanjutnya akan meningkatkan biaya operasional dalam menjalankan bisnis.
bagi kepercayaan investor guna peningkatan perekonomian di Bokondini.
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
5.8 Potensi Dan Masalah Pertanian
Tabel 5. 16.Potensi dan Masalah Pertanian
Potensi Permasalahan Rekomendasi
1. Tersedianya sumberdaya lahan pertanian yang cukup luas
2. Menyediakan lapangan kerja bagi penduduk
3. Memberikan kontribusi terhadap perekonomian wilayah
1. Sistem usaha tani masyarakat masih tradisional, sehingga produktivitas dan produksinya rendah
2. Pengetahuan dan ketrampilan serta penguasaan teknologi pertanian penduduk/ petani masih rendah
3. Belum tersedianya prasarana dan sarana serta infrastruktur pendukung pertanian
4. Belum tersedianya kelembagaan petani, perbankan, penyuluhan yang mendukung kegiatan pertanian
1. Menerapkan sistem usaha tani yang benar dan teknologi spesifik lokasi (penggunaan bibit unggul, pemupukan, pemeliharaan dan pasca panen) untuk meningkatkan produktivitas dan produksi pertanian
2. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan penduduk/ petani dalam penguasaan teknologi pertanian dan praktek usaha tani yang produktif melalui pelatihan dan sekolah lapang
3. Membangun prasarana jalan desa untuk meningkatkan akses ke kawasan produksi dan pemasaran hasil pertanian
4. Membentuk kelompok tani atau gabungan kelompok tani, lembaga keuangan, penyuluhan pertanian untuk meningkatkan
Bab 8 - Hal 7
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Potensi Permasalahan Rekomendasi
kinerja usaha tani 5. Menyusun kebijakan
pemerintah daerah dan menyediakan anggaran yang cukup untuk pengembangan sektor pertanian
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2013
BAB 6 USULAN KONSEP PENGEMBANGAN
Berdasarkan arahan dari rencana tata ruang wilayah kabupaten Tolikara tahun 2013-2033, Kawasan Perkotaan
Bokondini yang terdiri atas distrik Bokondini, sebagian wilayah Bewani, sebagian wilayah Bokoneri, sebagian
wilayah Kamboneri merupakan kawasan yang berfungsi utama sebagai pusat pelayanan pemerintahan distrik,
pusat pengembangan pertanian, pusat perkantoran, pusat permukiman, dan pusat komersial skala kampong.
Selain itu berdasarkan hasil analisisnya, hirarki fungsional kota adalah PKLp (promosi) untuk distrik Bokondini dan
Distrik Kamboneri, PPL distrik Bewani dan PPK adalah distrik Bokoneri.
Bab 6 - Hal 1
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
Bab 6 Usulan Konsep Pengembangan
6.1 Dasar Konsep Pengembangan
Untuk mewujudkan kawasan perkotaan Bokondini yang aman, nyaman dan berkelanjutan perlu disusun
beberapa konsep pengembangan yang menjadi landasan dalam mengembangan struktur dan pola ruang
kawasan perkotaan Bokondini. Landasan atau dasar ini merupakan aspek penting dalam mengarahkan
pengembangan kota yang diharapkan dapat berperan dalam konstelasi intra dan inter-regional.
Konsep dasar pengembangan kawasan perkotaan Bokondini didasarkan atas beberapa hal;
1. Arahan dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tolikara;
2. Analisis aspek sosial budaya, ekonomi, infrastruktur, sarana, permukiman/perkotaan;
3. Potensi, masalah dan rekomendasi aspek pengembangan kota.
Selain itu juga dilakukan penetapan kawasan prioritas didalam kawasan perkotaan Bokondini yang menjadi
bagian dari pengembangan kawasan perkotaan.
Berdasarkan arahan dari rencana tata ruang wilayah kabupaten Tolikara tahun 2013-2033, Kawasan Perkotaan
Bokondini yang terdiri atas distrik Bokondini, sebagian wilayah Bewani, sebagian wilayah Bokoneri, sebagian
wilayah Kamboneri merupakan kawasan yang berfungsi utama sebagai pusat pelayanan pemerintahan distrik,
pusat pengembangan pertanian, pusat perkantoran, pusat permukiman, dan pusat komersial skala kampong.
Selain itu berdasarkan hasil analisisnya, hirarki fungsional kota adalah PKLp (promosi) untuk distrik Bokondini
dan Distrik Kamboneri, PPL distrik Bewani dan PPK adalah distrik Bokoneri.
Tabel 6. 1. Arahan Hirarki dan Fungsi Utama RTRW Tolikara
Kawasan Perkotaan Hirarki
Fungsional Fungsi Utama Pola Ruang
Distrik Bokondini PKLp 1. Pusat Pelayanan Pemerintahan Distrik
2. Pusat Pengembangan Pertanian
3. Pusat Perkantoran 4. Pusat Permukiman
1. Permukiman Perkotaan Dan Perdesaan/Perkampungan
2. Industri 3. Pariwisata 4. Peternakan (Sapi) 5. Perkebunan 6. Pertanian Holtikultura 7. Tanaman Pangan 8. Rawan Bencana Longsor 9. Perlindungan Setempat 10. Lindung Geologi
Sebagian Wilayah Distrik Bewani
PPL 1. Pusat Permukiman 2. Pusat Komersial Skala
Kampung
1. Permukiman Perkotaan Dan Perdesaan/Perkampungan
2. Pertanian Holtikultura 3. Tanaman Pangan 4. Rawan Bencana Longsor 5. Perlindungan Setempat 6. Lindung Geologi 7. Hutan Produksi
Sebagian Wilayah PPK 1. Pusat Pelayanan 1. Permukiman Perkotaan Dan
Distrik Bokoneri Pemerintahan Distrik 2. Pusat Permukiman 3. Pusat Komersial Skala
Kampung
Perdesaan/Perkampungan 2. Pariwisata 3. Pertanian Holtikultura 4. Tanaman Pangan 5. Rawan Bencana Longsor 6. Perlindungan Setempat 7. Lindung Geologi 8. Hutan Produksi
Sebagian Wilayah Distrik Kamboneri
PKLp 1. Pusat Pelayanan Pemerintahan Distrik
2. Pusat Pengembangan Pertanian
3. Pusat Perkantoran 4. Pusat Permukiman
1. Permukiman Perkotaan Dan Perdesaan/Perkampungan
2. Perkebunan 3. Pertanian Holtikultura 4. Tanaman Pangan 5. Rawan Bencana Longsor 6. Perlindungan Setempat 7. Lindung Geologi 8. Hutan Produksi
Sumber: Hasil olahan konsultan, 2013
6.2 Konsep Pengembangan Struktur Ruang
Pengembangan yang mendasar dalam pembentukan struktur kawasan perkotaan Bokondini adalah sebagai
berikut;
1. Adanya rencana perpanjangan landasan pacu bandar udara Bokondini yang semula sepanjang 800 m
menjadi 1200 m. rencana ini akan membawa dampak kepada perubahan kepada fungsi jalan menuju
bandar udara serta berdampak kepada pola ruang kota dimana rencana perpanjangan landasan pacu
tersebut mengharuskan berpindahnya fasilitas pelayanan pendidikan SMP dan SMA Bokondini.
2. Adanya kawasan permukiman berkepadatan rendah pada kawasan lindung Kanairo menjadikan kawasan
permukiman ini berstatus sebagai kawasan yang dikendalikan/dipenuhi sarana prasarana namun tidak
didorong untuk berkembang yang berimplikasi kepada beralih fungsinya kawasan lindung.
3. Implikasi pengembangan lainnya terhadap struktur kawasan perkotaan adalah peningkatan fungsi jalan
yakni Kolektor Primer (K3) yang menghubungkan antara distrik Wunin melalui distrik Bewani hingga distrik
Bokondini (Kp. Galala). Pengembangan jaringan jalan ini menggunakan kawasan lindung sepanjang 4,3 km.
dan sesuai dengan peraturan pemerintah no 24 tahun 2010 tentang penggunaan kawasan hutan, hal ini
dapat dilakukan dengan mempertimbangkan keberlangsungan kehidupan liar hutan lainnya. Membuat
design jalan meninggi yaitu sebagai underpass crossing untuk satwa liar lainnya.
4. Adanya potensi pengembangan taman botani (Botanical Garden) di sebagian distrik Bokoneri (Kampung
Kanairo). Potensi ini dapat dikembangkan dengan mengintegrasi pengembangan kawasan Taman Wisata
Alam sekaligus sebagai kawasan penelitian, koleksi dan pemeliharaan tumbuhan. Pengembangan kawasan
ini dapat dimulai dengan luas kawasan 40 hektar yang kemudian dapat terus dikembangkan sesuai dengan
kebutuhannya.
5. Implikasi pengembangan struktur kawasan perkotaan berikutnya adalah rencana penetapan kawasan
klasis dan pusat perkotaan (Pusat Pelayanan Primer) Bokondini menjadi kawasan yang harus dikendalikan
lingkungannya karena memiliki ruang terbuka hijau, situs sejarah agama, topografi yang indah, vegetasi
pepohonan yang tua, permukiman MAF (Mission Aviation fellowship), gereja klasis Bogoga dan kawasan
perkantoran distrik yang menyatu (kompak) rapi, asri dan indah. Kawasan yang kompak ini diarahkan
Bab 8 - Hal 2
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
menjadi kawasan potensi wisata. Maka struktur ruang kawasan yakni jaringan jalan yang dikembangkan
yakni Kolektor Primer (K3) tidak melintasi di kawasan ini.
6. Implikasi berikutnya adalah adanya arahan dan rencana kawasan industri berbasis agro (pertanian dan
perkebunan) didalam kawasan perkotaan distrik Bokondini seluas 32 ha. Kawasan industri ini berada di sisi
tenggara. Dengan adanya kawasan industri, agar tidak terjadi degradasi lingkungan didalam pusat
perkotaan maka dibuatkan jaringan jalan baru (outer road) dengan fungsi kolektor sekunder (K4) yang
menghubungkan kawasan industry menuju sisi barat daya terkoneksi ke terminal tipe C dan terhubung ke
jaringan jalan kolektor primer (K3) di simpang Kp. Galala.
Gambar 6. 1 Rencana Perpanjangan Runway Bandar Udara Bokondini
Sumber: Tim Master Plan dan DED Bandar Udara Karubaga, 2013
Berdasarkan dari laporan studi kelayakan, master plan dan detail desain bandar udara Bokondini, diajukan 3
opsi pengembangan yang secara langsung berimplikasi kepada alokasi ruang di Pusat Kawasan Perkotaan
Bokondini. Untuk itu pada tahap ini pemilihan konsep pengembangan akan diarahkan pada konsep yang
mempertahankan situs sejarah kota, kawasan yang telah terbangun. Dan pengembangan bandar udara
Bokondini akan mengembangkan ke kawasan yang belum terbangun, yakni opsi pengembangan nomor 2 dan
atau nomor 3. Diharapkan dengan adanya pengembanga landasan pacu bandar udara Bokondini, pesawat
berbadan besar seperti ATR 72 dapat mendarat dan dapat menstimulasi pergerakan orang dan barang dari
kawasan perkotaan Bokondini dan masyarakat di pegunungan tengah yang berbatasan langsung yakni
Kabupaten Memberamo Tengah. Lihat gambar 6.2.
Gambar 6. 2 Spesifikasi Pesawat Yang Mendarat Sumber: Tim Master Plan dan DED Bandar Udara Karubaga, 2013
Selain itu, untuk mendapatkan struktur hirarki kota yang kuat juga dilakukan analisis sederhana dengan
metoda skalogram. Analisis skalogram merupakan salah satu alat untuk mengidentifikasi pusat pertumbuhan
wilayah berdasarkan fasilitas yang dimilikinya, dengan demikian dapat ditentukan hirarki pusat-pusat
pertumbuhan dan aktivitas pelayanan suatu wilayah. Wilayah dengan fasilitas yang lebih lengkap merupakan
pusat pelayanan, sedangkan wilayah dengan fasilitas yang kurang akan menjadi daerah belakang (hinterland).
Skalogram pada umumnya digunakan untuk menganalisis pusat-pusat permukiman, khususnya hirarki atau
orde pusat-pusat permukiman. Subjek dalam analisis ini merupakan pusat permukiman (settlement),
sedangkan obyek diganti dengan fungsi atau kegiatan. Dengan beberapa tambahan analisis, misalnya aturan
Marshall, atau algoritma Reed-Muench, tabel skalogram menjadi indikasi awal analisis jangkauan pelayanan
setiap fungsi dan pusat permukiman yang dihasilkan.
Bab 8 - Hal 3
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 6. 1 Kawasan KKOP
Bab 6 - Hal 4
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
Alat analisis skalogram membahas mengenai fasilitas perkotaan yang dimiliki suatu daerah sebagai indikator
difungsikannya daerah tersebut sebagai salah satu pusat pertumbuhan. Tujuan digunakannya analisis ini
adalah untuk mengidentifikasi kota-kota yang dapat dikelompokkan menjadi pusat-pusat pertumbuhan
berdasarkan pada fasilitas kota yang tersedia (Blakely, 1994: 94-99).
Analisis skalogram mengelompokkan klasifikasi kota berdasarkan tiga komponen fasilitas dasar yang
dimilikinya yaitu :
A. Differentiation
Adalah fasilitas yang berkaitan dengan aktifitas ekonomi. Fasilitas ini menunjukkan bahwa adanya struktur
kegiatan ekonomi lingkungan yang kompleks, jumlah dan tipe fasilitas komersial akan menunjukkan derajat
ekonomi kawasan/kota dan kemungkinan akan menarik sebagai tempat tinggal dan bekerja.
B. Solidarity
Adalah fasilitas yang berkaitan dengan aktifitas social. Fasilitas ini menunjukkan tingkat kegiatan social dari
kawasan/kota. Fasilitas tersebut dimungkinkan tidak seratus persen merupakan kegiatan social namun
pengelompokkan tersebut masih dimungkinkan jika fungsi sosialnya relative lebih besar dibandingkan sebagai
kegiatan usaha yang berorientasi pada keuntungan (benefit oriented).
C. Centrality
Adalah fasilitas yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi-politik/pemerintahan. Fasilitas ini menunjukkan
bagaimana hubungan dari masyarakat dalam sistem kota/komunitas. Sentralitas ini diukur melalui
perkembangan hierarki dari insitusi sipil, misalnya kantor pos, sekolahan, kantor pemerintahan dan sejenisnya.
Hirarki kota akan berfungsi sebagai pusat-pusat pelayanan baik skala regional maupun lokal. Tahapan
penyusunan analisis skalogram adalah sebagai berikut (Rondinelli, 1985:115 dan Budiharsono, 2005:151).
Tabel 6. 2. Kelengkapan Fungsi Fasilitas Distrik Kawasan Perkotaan
No Distrik Jumlah
Penduduk
Kelengkapan Fungsi (Fasilitas) Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Bokondini 3,719 3 2 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 14
2 Bokoneri 3,831 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 4
3 Bewani 3,864 3 0 0 0 1 0 0 0 0 6 1 0 11
4 Kaboneri 1,280 1 0 0 1 3 0 0 0 0 6 1 0 12
1=SD, 2=SLTP, 3=SMU, 4=Puskesmas, 5=Pustu, 6=Puskesmas Keliling, 7=Pasar Lingkungan, 8=Pertokoan, 9=Hotel, 10=Gereja Kampung, 11=Gereja Distrik, 12=Lainnya Sumber: Hasil analisis konsultan, 2014
Tabel 6. 3. Perhitungan Indeks Sentralitas
No Distrik Jumlah
Penduduk
Kelengkapan Fungsi (Fasilitas) Jumlah Indeks Sentralitas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Bokondini 3,719 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 11
2 Bokoneri 3,831 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 2
3 Bewani 3,864 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 4
4 Kaboneri 1,280 1 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 5
1=SD, 2=SLTP, 3=SMU, 4=Puskesmas, 5=Pustu, 6=Puskesmas Keliling, 7=Pasar Lingkungan, 8=Pertokoan, 9=Hotel, 10=Gereja Kampung, 11=Gereja Distrik, 12=Lainnya
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2014
Maka, berdasarkan hasil perhitungan pada table 6.2 dan 6.3 dapat ditetapkan bahwa pusat pelayanan kawasan
perkotaan Bokondini adalah Distrik Bokondini (Pusat), sedangkan daerah hinterland nya adalah sebagian
wilayah dari distrik Bokoneri, sebagian wilayah distrik Bewani dan sebagian wilayah Distrik Kamboberi.
Tabel 6. 4. Hirarki Pelayanan Perkotaan
No Wilayah Hirarki Keterangan
1 Distrik Bokondini Pusat Pelayanan Kawasan (Primer)
PPP Pusat Pertumbuhan
2 Sebagian Distrik Bokoneri
Pusat Pelayanan Kawasan (Tersier)
PPT Hinterland
3 Sebagian Distrik Kamboneri
Pusat Pelayanan Kawasan (Sekunder)
PPS Hinterland
4 Sebagian Distrik Bewani Pusat Pelayanan Kawasan (Sekunder)
PPS Hinterland
Sumber: Hasil analisis konsultan, 2014
6.3 Konsep Pengembangan Pola Ruang
6.3.1. Konsep Kota Berbasis Wisata Agro
Dikatakan oleh Beatley dan Manning (1997) bahwa penyebab perkembangan suatu kota tidak disebabkan oleh
satu hal saja melainkan oleh berbagai hal yang saling berkaitan seperti hubungan antara kekuatan politik dan
pasar, kebutuhan politik, serta faktor-faktor sosial budaya.
Teori Central Place dan Urban Base merupakan teori mengenai perkembangan kota yang paling populer dalam
menjelaskan perkembangan kota-kota. Menurut teori central place seperti yang dikemukakan oleh Christaller
(Daldjoeni, 1992), suatu kota berkembang sebagai akibat dari fungsinya dalam menyediakan barang dan jasa
untuk daerah sekitarnya. Teori Urban Base juga menganggap bahwa perkembangan kota ditimbulkan dari
fungsinya dalam menyediakan barang kepada daerah sekitarnya juga seluruh daerah di luar batas-batas kota
tersebut. Menurut teori ini, perkembangan ekspor akan secara langsung mengembangkan pendapatan kota.
Disamping itu, hal tersebut akan menimbulkan pula perkembangan industri-industri yang menyediakan bahan
mentah dan jasa-jasa untuk industri-industri yang memproduksi barang ekspor yang selanjutnya akan
mendorong pertambahan pendapatan kota lebih lanjut (Hendarto, 1997).
Bab 8 - Hal 5
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Konsep dasar pengembangan kota agro bokondini terdiri atas beberapa hal;
1. Penetapan peran dan fungsi kawasan perkotaan dalam konstelasi regional (Kabupaten).
2. Potensi sejarah, sosial dan budaya.
3. Sarana dan prasarana yang mendukung peran dan fungsi kota.
Gambar 6. 3 Konsep Dasar Pengembangan Kota Agro Bokondini
Sumber: Olahan Konsultan, 2013
6.3.2. Konsep Kota Agro Bokondini
Kota Agro Bokondini akan menjadi kota dengan basis pertanian dan perkebunan tanaman pangan dan
holtikultura. Kota Agro Bokondini akan dipersiapkan dengan dukungan infrastruktur perekonomian yang
mampu untuk meningkatkan kinerja peran dan fungsi kawasannya dalam konstelasi regional (kabupaten) dan
interregional (antar kabupaten) hingga ke provinsi. Beberapa dukungan infrastruktur yang akan disiapkan
adalah jasa keuangan perbankan (Bank Papua, Bank BRI), jasa pertokoan/perdagangan, kawasan industri
pertanian dan perkebunan, sarana pendidikan dasar, menengah, atas dan kejuruan pertanian, dinas pertanian,
dinas peternakan, dinas perkebunan, puskesmas plus rawat inap, perpustakaan milik kota, agro demo center,
cultural center milik kota, gymnasium milik kota, lapangan olah raga sebagai sport, social and cultural activity
place, tempat menonton milik kota.
Beberapa bagian wilayah kota yang akan menjadi kota agro adalah;
1. BWP Agro Pusat Kota Bokondini,
Pusat Kawasan Kota Bokondini akan menjadi pusat kawasan jasa/perdagangan komoditas pertanian
pangan dan perkebunan dengan jumlah penduduk 3.719 jiwa. Kawasan produksi agro hingga 10.504 ha.
Bokondini akan menjadi pusat kawasan perkotaan yang dilengkapi dengan Bandar udara dengan panjang
runway 1200 m yang dapat didarati oleh pesawat ATR 72, terminal angkutan umum dan barang dengan
tipe C, sekolah taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah, sekolah menengah atas, sekolah
kejuruan pertanian, perguruan tinggi pertanian, perguruan tinggi Kristen, puskesmas plus dengan
kemampuan rawat inap dan dokter, gymnasium milik kota, lapangan olah raga sekaligus sebagai tempat
kegiatan social dan budaya, fasilitas peribadatan, perbankan, perkantoran pemerintah seperti kepala
distrik, dinas pertanian, dinas perkebunan, dinas peternakan, dinas perikanan, perkantoran swasta,
perhotelan/penginapan, jaringan internet dan telekomunikasi, jaringan kelistrikan, kawasan perumahan.
Selain itu pusat kota Bokondini akan dipersiapkan untuk menjadi kota wisata berbasis agro dimana akan
diintegrasikan antara kawasan produksi agro dengan kegiatan cinta alam seperti outbond. Konsep wisata
ini dapat menarik pengunjung skala regional dan interregional terutama untuk kegiatan-kegiatan
pengembangan diri organisasi. Dukungan berupa hotel dan penginapan akan dipersiapkan dengan baik di
dalam pusat kota. Dan saat inipun telah ada penginapa dan rumah-rumah milik MAF (mission aviation
fellowship) dan penginapan milik klasis yang telah beraktifitas dalam memberkan pelayanan dalam skala
kota Bokondini.
Selain itu menurut catatan sejarah terbentuknya kota Bokondini, bukti fisik berupa tugu injil, lokasi
pembaptisan air, Bandar udara perintis menjadi bukti otentik catata sejarah perkembangan kota yang
dapat di dokumentasikan dan dijadikan objek wisata rohani dengan bekerjasama pihak Klasis dan
missionaris dari luar negeri yang masih berada di Kota Bokondini. Catatan sejarah ini dapat dipublikasikan
di pusat informasi budaya kota di kawasan perkantoran distrik dan perlu dipelihara.
2. BWP Agro Bewani,
Kawasan agro Bewani berpenduduk 10.914 jiwa pada tahun 2033 dengan kawasan produksi agro hingga
1654,3 hektar lahan produksi.
Kawasan ini akan menjadi kawasan penyokong pusat pengolahan dan industry di Bokondini, yang telah
dilengkapi dengan infrastruktur kawasan agro. Bewani akan memiliki pusat perkantoran distrik,
puskesmas, perpustakaan milik kota, taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah, kantor pos
dan gereja.
Pengembangan BWP Agro Bewani juga diarahkan untuk pengembangan pariwisata berbasis cinta alam
seperti olah raga alam ganthole/terbang laying. Bewani memiliki puncak dengan ketinggian 2000 mdpl,
dengan tujuan ke pusat kawasan kota Bokondini, pecinta olah raga terbang layang dapat menikmati
seluruh kawasan perkotaan, sungai, dan perkebunan. Keindahan alam ini menjadi daya tarik bagi
pengunjung.
3. BWP Agro Kaboneri,
Kawasan agro Kaboneri berpenduduk 3.615 jiwa pada tahun 2033 dengan kawasan produksi agro hingga
2714,26 hektar lahan produksi.
Kawasan ini akan menjadi kawasan penyokong komoditas unggulan baik itu pertanian pangan dan
perkebunan di Bokondini. Kawasan ini akan didukung dengan fasilitas pendidikan seperti taman kanak-
kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, fasilitas kesehatan puskesmas, kantor pos, dan kantor
pemerintahan distrik.
4. BWP Agro Bokoneri,
Kawasan agro Bokoneri berpenduduk 10.821 jiwa pada tahun 2033 dengan kawasan produksi agro hingga
1486,4 ha.
Kawasan ini akan menjadi kawasan penyokong komoditas unggulan baik itu pertanian pangan dan
perkebunan di Bokondini. Kawasan ini akan didukung dengan fasilitas pendidikan seperti taman kanak-
kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, fasilitas kesehatan puskesmas, kantor pos dan kantor
pemerintahan distrik.
Peran & Fungsi
Sejarah, Sosial, Budaya
Sarana & Prasarana
Bab 8 - Hal 6
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Tabel 6. 5 Rencana Kebutuhan Sarana Dan Prasarana Kawasan Agro
No Sarana/Prasarana Kawasan BWP Agro Bokondini
BWP Agro Bewani
BWP Agro Kaboneri
BWP Agro Bokoneri
1 Jumlah Penduduk Rencana 2033 10.504 10.914 3.615 10.821
2 Kawasan Produksi Agro (Ha) 1340,79 1654,3 2714,26 1486,4
3 Kawasan Industri Agro (Ha) 4 - - -
4 Kawasan Wisata Agro-Outbond β - - -
5 Kawasan Wisata Alam - β - -
6 Kawasan Wisata Rohani β - - -
7 Bandar Udara β - - -
8 Terminal C β - - -
9 Sekolah Taman Kanak β β β β
10 Sekolah Dasar β β β β
11 Sekolah Menengah pertama β β β β
12 Sekolah menengah atas β - - -
13 Sekolah kejuruan pertanian/perkebunan
β - - -
14 Sekolah Teknik Pertanian β - - -
15 Puskesmas Plus Rawat Inap β - - -
16 Apotik β - - -
17 Puskesmas β β β β
18 Perpustakaan kota β - β -
19 Gymnasium kota β - - -
20 Lapangan β - - -
21 Gereja β β β β
22 Mesjid β - - -
23 Perbankan β - - -
24 Kantor Pemerintah Distrik β β β β
25 Kantor UPT Dinas Pertanian β - - -
26 Kantor UPT Dinas Perkebunan β - - -
28 Kantor UPT Dinas Peternakan β - - -
29 Kantor UPT Dinas Pariwisata β - - -
30 Kantor Pos β β β β
31 Fasilitas internet dan telekomunikasi
β - - -
32 Jaringan listrik β β β β
33 Jaringan air bersih β β β β
34 TPST β - - -
35 IPAL β - - -
36 Kantor Polisi dan Koramil β - - -
37 Tempat Pemakaman Umum (TPU)
β β β β
Sumber : Olahan Konsultan, 2013
Gambar 6. 4. Konsep Interaksi Kota Agro Sumber : Olahan Konsultan, 2013
6.3.3. Konsep Wisata Agro
Konsep wisata agro adalah wisata yang berada ditengah-tengah kawasan pertanian kehutanan (agroforestry)
Bokondini. Tema wisata buah seperti nenas, jeruk, mangga, strawberry, apel dan sayuran seperti brokolli akan
menjadi tematik di kawasan agro Bokondini. Kawasan wisata ini akan dilengkapi dengan dukungan dari sarana
prasarana perkotaan di Bokondini seperti:
1. Kawasan Agro Bogoga;
a. Nenas, Buah Merah/Kuning
b. Mangga, Jeruk, Kopi, Strawberry, Tomat, Brokoli
c. Umbi/Petatas, Ketela, dll
2. Balai teknologi agroforestri
3. Hotel/penginapan
a. Restaurant
b. Bar, coffee shop, souvenir
4. Fasilitas pendukung
a. Sepeda gunung
b. Gymnasium
c. Dll
Kota Agro; Wisata Agro Wisata Rohani Taman Botani
Bab 8 - Hal 7
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Gambar 6. 5. Potensi Komoditas Lokal Wisata Agro Sumber: Survey dan Olahan Konsultan, 2013
Gambar 6. 6. Potensi Komoditas yang perlu dikembangkan Sumber: Olahan Konsultan dan www.google.com, 2013
6.3.4. Konsep Outbond-Agro
Outbound adalah program manajemen pelatihan untuk meningkatkan kinerja organisasi melalui pengalaman
belajar. Program-program tersebut sering juga disebut sebagai pelatihan petualangan perusahaan dan
pengembangan manajemen outdoor. Program-program ini umumnya berkisar kegiatan yang dirancang untuk
meningkatkan kepemimpinan, kemampuan komunikasi, perencanaan, manajemen perubahan, delegasi, kerja
sama tim, dan motivasi.
Dengan memanfaat potensi kawasan perkotaan berbasis agro, maka model-model pelatihan petualangan
dialam dapat diintegrasi di dalam kawasan Agro Bokondini. Beberapa kegiatan outbond yang dapat di buat
adalah;
1. High rope (Flying Fox, Two line Bridge, Spider Net)
2. Air Soft Gun+outbound
3. Paralayang/Paragliding
Kegiatan outbound berupa flying fox
Kegiatan Outbound berupa
olah raga Air Soft Gun Combat
Kegiatan outbound berupa SpiderNet
Kegiatan Olah Raga Paralayang
Gambar 6. 7. Kegiatan Outbound yang dapat dikembangkan Sumber: Olahan Konsultan dan www.google.com, 2013
6.3.5. Konsep Wisata Rohani Kristen
Seperti yang diketahui, bahwa Kota Bokondini merupakan kota utama penyebaran injil di kawasan
pengunungan tengah papua (Kab. Jayawijaya, Tolikara, Yahukimo, Lani Jaya, Puncak Jaya, Memberamo
Tengah, Yalimo, Nduga, Pegunungan Bintang, Puncak, Memberamo Raya) yang memiliki nilai sejarah dalam
pembukaan kawasan di pegunungan tengah. Kota Bokondini memiliki arti dan peran penting dalam konstelasi
perubahan social dan budaya masyarakat pegunungan tengah papua. Untuk itu Kawasan Klasis Bogoga yang
Bab 8 - Hal 8
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
berada di Bokondini diharapkan dapat dijadikan kawasan warisan budaya/social masyarakat pegunungan
tengah papua.
Untuk itu bangunan yang telah ada di kawasan klasis seperti cottage (dulunya rumah tinggal para pilot udara
MAF) dapat dimanfaat untuk penginapan umum dengan fasilitas pemanas air, listrik 24 jam, internet, dll.
Gambar 6. 8. Potensi Objek Wisata Sumber: Survey dan Olahan Konsultan, 2013
Objek yang perlu dikembangkan di kawasan klasis Bogoga;
1. Gedung/bangunan social budaya (Culture building) perkembangan sejarah injil, social, budaya
masyarakat pegunungan tengah papua.
2. Perpustakaan sejarah, budaya dan social masyarakat pegunungan papua masa masuknya misionaris
tahun 1950 β hingga tahun 2000 dan sekarang.
3. Dokumentasi rute dan perjalanan para misionaris dalam mengabarkan injil di pegunungan tengah
papua.
4. Revitalisasi dan penataan bangunan/objek sejarah seperti kolam baptis, tugu baptis, lokasi
pembakaran alat-alat mistik, gereja. Yang kemudian di tata dalam bentuk perjalanan suku papua di
Bokondini yang mengalami perubahan sosial dan budaya.
Gambar 6. 9. Objek yang perlu di revitalisasi/pugar Sumber: Survey dan Olahan Konsultan, 2013
Konsep pengembangan pola ruang kawasan perkotaan yang dikembangkan berlandaskan kepada arahan
rencana tata ruang wilayah kabupaten Tolikara seperti yang telah dijelaskan pada sub bab 5.1. selain itu
dengan tingkat kedalaman yang lebih mendetail dengan skala peta 1:5000 maka pola ruang kawasan
perkotaan Bokondini akan semakin jelas baik itu kondisi eksisting dan arahan rencana pengembangannya.
6.3.6. Konsep Taman Botani (Botanical Garden)
Kebun botani (atau taman botani) adalah suatu lahan yang ditanami berbagai jenis tumbuhan yang ditujukan
untuk keperluan koleksi, penelitian, dan konservasi ex-situ (di luar habitat). Selain untuk penelitian, kebun
botani dapat berfungsi sebagai sarana wisata dan pendidikan bagi pengunjung. Arboretum adalah semacam
kebun botani yang mengkoleksi pepohonan.
Dalam kebun botani, tumbuhan koleksi dipelihara dan diberi keterangan nama dan beberapa informasi lainnya
yang berguna bagi pengunjung. Dua tambahan penting bagi suatu kebun botani adalah perpustakaan dan
herbarium. Keduanya diperlukan untuk kegiatan penelitian dan dokumentasi. Identifikasi/klasifikasi adalah hal
yang umum dilakukan di kebun botani. Kebun botani dapat pula memiliki bangunan khusus untuk
menumbuhkan koleksi yang tidak dapat hidup pada iklim alami tempat itu atau memerlukan perawatan
khusus. Bangunan khusus ini dapat berupa rumah kaca atau klimatron dan iklim buatan dapat dibuat di
dalamnya.
Bab 8 - Hal 9
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Umumnya kebun botani dapat dikunjungi umum. Pemilik kebun botani dapat suatu lembaga tertentu, negara,
maupun perorangan. Namun demikian, tidak semua kebun botani dibuka untuk umum, contohnya Chelsea
Physic Garden.
Kebun botani di Indonesia tidak banyak. Kebun botani milik negara di Indonesia memakai nama "Kebun Raya"
karena ukurannya yang luas. Di bawah LIPI/negara terdapat empat kebun botani, yaitu Kebun Raya Bogor,
Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya Purwodadi di utara Malang, dan Kebun Raya Eka Karya Bali di Bedugul, Bali.
Puspiptek Serpong juga memiliki Kebun Botani Puspiptek Serpong. Taman Buah Mekarsari adalah kebun
botani yang mengkhususkan diri bagi tanaman buah-buahan. Di Tawangmangu juga terdapat taman koleksi
tanaman obat-obatan milik Balittro.
Kebun Botani terkenal lainnya di luar negeri adalah di Brooklyn yang disebut dengan Brooklyn Botanical
Garden, di New York America disebub dengan New York Botanical Garden, di Australia dikenal adalah The Blue
Mountains Botanic Garden, Mount Tomah, di Hongkong dikenal dengan The Hong Kong Zoological and
Botanical Gardens (HKZBG). Di Singapore yang dikenal dengan SBG (Singapore Botanic Gardens).
Gambar 6. 10 Kebun Raya Bogor
Sumber: http://www.bogorbotanicgardens.org/
Gambar 6. 11 Brooklyn Botanical Garden
Sumber: http://www.bbg.org/discover/gardens
Gambar 6. 12 Tanaman di Brooklyn Botanical Garden Sumber: http://www.bbg.org/discover/gardens
Bab 8 - Hal 10
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Gambar 6. 13 Singapore Botanical Garden
Sumber: http://www.sbg.org.sg/visitorinfo/mapofground.asp
Gambar 6. 14 Tanaman dan Atraksi di Singapore Botanical Gardens Sumber: http://www.google.com
Gambar 6. 15 Mount Tomah Botanical Garden, New South Wales, Australia
Sumber: http://www.mounttomahbotanicgarden.com.au/the-jungle/maps/
Gambar 6. 16 Tanaman dan Aktifitas di MTH Botanical Garden Sumber : http://www.mounttomahbotanicgarden.com.au/the-garden/images/
Bab 8 - Hal 11
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
6.3.7. Rencana Alokasi Pola Ruang
6.3.7.1. Zona Lindung
Zona kawasan lindung terdapat di semua distrik. Kelompok zona kawasan lindung terdiri atas Hutan Lindung
(HL) dan Kawasan Perlindungan Setempat. Luas zona kawasan lindung di kawasan perkotaan seluas 2,261.51
ha. Selain itu diusulkan adanya Kebun Botani (Botanical Garden) seluas 100,64 ha di distrik Bokondini sebagai
bentuk konpensasi terhadap penggunaan kawasan lindung sebagai permukiman dan pengembangan jaringan
jalan kolektor primer (K3) dan potensi keindahan topografi.
6.3.7.2. Zona Permukiman
Zona kawasan permukiman terdapat disemua distrik. Permukiman terdiri atas permukiman perkotaan dan
permukiman perdesaan. Permukiman perdesaan terdapat di BWP II, III, dan IV. Sedangkan permukiman
perkotaan terdapat di pusat perkotaan Bokondini.
6.3.7.3. Zona Perkantoran
Zona perkantoran berada di pusat kawasan perkotaan Bokondini dan BWP IV Kamboneri. Luas kawasan
perkantoran 5,72 ha.
6.3.7.4. Zona Sarana Pelayanan Umum
Zona sarana pelayanan umum berada di semua distrik, berupa kantor distrik dan kantor kampung. Luas zona
sarana pelayanan umum 40,49 ha.
6.3.7.5. Zona Industri
Zona industry terdapat di Kawasan Perkotaan Bokondini dengan luas 32 ha. Zona Industri ini diarahkan dan
ditetap sebagai kawasan industri berbasis agro (agroforestry). Dan sesuai dengan arahan dari rencana tata
ruang wilayah provinsi Papua, industri diarahkan kepada industri berbasis low carbon.
6.3.7.6. Zona Kebun Botani (Botanical Garden)
Zona Pariwisata kebun Botani akan diarahkan di Distrik Bokoneri berdampingan dengan kampong Kanairo.
Lokasi diarahkan untuk pengembangan kawasan Taman Botani yang terintegrasi dengan kawasan wisata agro
di Bokoneri, Kamboneri, Bewani dan Bokondini. Luas Taman Botani ini dirancang dengan luas awal mencapai
40 hektar.
6.3.7.7. Zona Peruntukan Lainnya
Zona peruntukan lainnya terdiri atas kegiatan yang bersifat khusus seperti pertahanan dan keamanan dan
pertanian, hutan produksi, lahan terbuka, Tempat Pemakaman Umum (TPU) di masing-masing distrik, Instalasi
Pengolahan Limbah Terpadu (IPLT) di dalam Kawasan Industri, Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST),
dan alokasi kawasan bagi rumah pembangkit, telekomunikasi, dan lainnya. Terdapat di seluruh distrik yang
berada di dalam kawasan perkotaan Bokondini, yakni seluas 6750,20 ha.
Tabel 6. 6 Alokasi Pola Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini
BWP POLA RUANG LUAS (HA)
BWP I (Distrik Bokondini)
Campuran 3.46
Hutan Lindung 354.66
Industri 28.37
Perdagangan dan Jasa 3.66
Perkantoran 5.73
Perlindungan Setempat 143.28
Perumahan 32.89
Peruntukan Khusus 2.30
Peruntukan Lainnya 1392.91
Ruang Terbuka Hijau 3.51
Sarana Pelayanan Umum 32.99
Botanical Garden/Taman Wisata Alam 100.64
BWP II (Sebagian Wilayah Distrik Bewani)
Hutan Lindung 331.46
Hutan Produksi Konversi 1184.50
Perdagangan dan Jasa 11.40
Perkantoran 0.94
Perlindungan Setempat 105.11
Perumahan 72.12
Peruntukan Lainnya 426.41
Rawan Gerakan Tanah 57.68
Sarana Pelayanan Umum 2.79
BWP III (Sebagian Distrik Bokoneri)
Hutan Lindung 926.09
Hutan Produksi Konversi 2510.86
Perdagangan dan Jasa 3.55
Perkantoran 0.34
Perlindungan Setempat 274.95
Perumahan 486.44
Sarana Pelayanan Umum 2.25
BWP IV (Sebagian Distrik Kamboneri)
Perdagangan dan Jasa 0.22
Perkantoran 0.02
Perlindungan Setempat 60.04
Perumahan 76.48
Peruntukan Lainnya 1416.84
Sarana Pelayanan Umum 11.02 Sumber : Analisis dan Olahan Konsultan, 2013
Bab 6 - Hal 12
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
Peta 6. 2 Konsep Struktur Pola Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini
Bab 6 - Hal 13
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
Peta 6. 3 Konsep Pengembangan Pola Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini
Bab 6 - Hal 14
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
Peta 6. 4 Konsep Pengembangan Pola Ruang Kawasan BWP Bewani
Bab 6 - Hal 15
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
Peta 6. 5 Konsep Pengembangan Kawasan Perkotaan BWP Bokondini
Bab 6 - Hal 16
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
Peta 6. 6 Konsep Pengembangan Kawasan Perkotaan BWP Bokoneri
Bab 6 - Hal 17
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
Peta 6. 7 Konsep Pengembangan Kawasan Perkotaan BWP Kaboneri
Bab 6 - Hal 18
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
6.4 Konsep Jaringan Jalan dan Jembatan
Dengan berpedoman kepada Undang-Undang No.38 Tahun 2004 Tentang Jalan, serta arahan dari rencana
tata ruang wilayah kabupaten Tolikara beberapa fungsi jalan yang dikembangkan di Kawasan Perkotaan
Bokondini adalah;
1. Jalan Kolektor Primer (K3)
2. Kolektor Sekunder (K4)
3. Jalan Lokal
4. Jalan Lingkungan
Selain itu didalam Kawasan Perkotaan Bokondini, juga akan dikembangkan jalan bagi ;
1. Pejalan kaki/pedestrian
2. Sepeda/Bycylce
Tabel 6. 7 Jaringan Jalan
No Fungsi Jalan No Ruas Nama Ruas Panjang (M)
1 Kolektor Primer (K3) Kp01 Karubaga β Wunin β Galala (B0kondini) 10.281,30
2 Kolektor Sekunder (K4) Ks01 B0kondini β Kab0neri β Kelila / Wamena 7.214,57
3 Kolektor Sekunder (K4) Ks02 Kandang - Wanggulam 3.807,24
4 Lokal Sekunder Ls01 B0kondini β Bewani β Wanggulam 9719,36
5 Lokal Sekunder Ls02 B0kondini β Mairini 1425,14
6 Lokal Lo1 Bagoga1 94,00
7 Lokal Lo2 Bagoga2 94,00
8 Lokal Lo3 Bagoga3 51,20
9 Lokal Lo4 Bagoga4 970,28
10 Lokal L05 Bagoga5 129,87
11 Lokal L06 Bagoga6 184,84
12 Lokal L07 Bagoga7 129,69
13 Lokal L08 Bagoga8 70,42
14 Lokal L09 Bagoga9 156,26
15 Lokal L010 Bagoga10 105,67
16 Lokal L011 Bagoga11 89,87
17 Lokal L012 Bagoga12 353,93
18 Lokal L013 Bagoga13 95,03
19 Lokal L014 Bagoga14 382,94
20 Lokal L015 Bagoga15 149,76
21 Lokal L016 Bagoga16 146,30
22 Lokal L017 Bagoga17 517,60
23 Lokal L018 Bagoga18 344,48
24 Lokal L019 Bagoga19 208,30
25 Lokal L020 Bagoga20 37,17
26 Lokal L021 Bagoga21 61,00
27 Lokal L022 Bagoga22 183,63
28 Lokal L023 Bagoga23 135,43
29 Lokal L024 Bagoga24 143,00
30 Lokal L025 Bagoga25 743,92
31 Lokal L026 Bagoga26 243,22
32 Lokal L027 Bagoga27 188,76
33 Lokal L028 Bagoga28 269,74
34 Lokal L029 Bagoga29 182,58
35 Lokal L030 Bagoga30 165,28 Sumber : Analisis dan Olahan Konsultan, 2013
Tabel 6. 8 Pengembangan Jembatan
No Distrik BWP Ruas Panjang Jembatan (m) Rencana Pembangunan
1 Bokondini BWP I K3.1.3 30.20 Jembatan Belly
2 Bokondini BWP I K3.1.2 34.05 Jembatan Belly
3 Bokondini BWP I K3.1.1 12.50 Jembatan Belly
4 Bewani BWP II K4.2.1 30.50 Jembatan Belly
5 Bokoneri BWP III K4.3.1 20.90 Jembatan Belly
6 Bokoneri BWP III L.3.1 42.50 Jembatan Kayu
7 Bokoneri BWP III LK.3.12 15.00 Jembatan Kayu
8 Bokoneri BWP III LK.3.13 22.70 Jembatan Kayu
9 Bokoneri BWP III LK.3.14 11.50 Jembatan Kayu
10 Bokoneri BWP III K3.3.1 40.20 Jembatan Belly
11 Bokoneri BWP III K3.3.1 45.00 Jembatan Belly
12 Bokoneri BWP III K3.3.1 24.00 Jembatan Belly
13 Bokoneri BWP III K3.3.1 15.00 Jembatan Belly
14 Bokoneri BWP III K3.3.2 20.00 Jembatan Belly
15 Bokoneri BWP III K3.3.2 51.00 Jembatan Belly Sumber : Analisis dan Olahan Konsultan, 2013
Bab 6 - Hal 19
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
Peta 6. 8 Peta Konsep Pengembangan Jaringan Jalan Kawasan Perkotaan Bokondini
Bab 6 - Hal 20
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
Peta 6. 9 Konsep Pengembangan Jaringan Jalan dan Jembatan di Kawasan Prioritas (BWP 1)
Bab 6 - Hal 21
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
6.5 Konsep Pengembangan Kawasan Prioritas
Sesuai dengan amanat dari undang-undang penataan ruang nomor 26 tahun 2007 pasal 1 butir 30 dan
pedoman penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan, Peraturan Menteri nomor 20 PRT M
2011 tentang kawasan prioritas. Maka didalam penyusunan RDTR, harus ditetapkan kawasan prioritas.
Kawasan prioritas menurut amanat undang-undang tersebut adalah kawasan yang memiliki peranan penting
dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan atau lingkungan. Untuk itu dalam sub ini
hal pertama yang harus dilakukan sebelum menetapkan kawasan prioritas tersebut adalah menyusun matrik
analisis penetapan kawasan prioritas yang kemudian menyusun konsep pengembangan kawasannya.
6.4.1. Penetapan Kawasan Prioritas
Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya merupakan upaya dalam rangka operasionalisasi
rencana tata ruang yang diwujudkan ke dalam rencana penanganan Sub BWP yang diprioritaskan. Penetapan
Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya bertujuan untuk mengembangkan, melestarikan, melindungi,
memperbaiki, mengkoordinasikan keterpaduan pembangunan, dan/atau melaksanakan revitalisasi di kawasan
yang bersangkutan, yang dianggap memiliki prioritas tinggi dibandingkan Sub BWP lainnya.
Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya merupakan lokasi pelaksanaan salah satu program prioritas dari
RDTR. Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya berfungsi sebagai:
a) Dasar penyusunan RTBL dan rencana teknis pembangunan sektoral; dan
b) Dasar pertimbangan dalam penyusunan indikasi program prioritas RDTR.
Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya ditetapkan berdasarkan:
a) Tujuan penataan BWP;
b) Nilai penting Sub BWP yang akan ditetapkan;
c) Kondisi ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan Sub BWP yang akan ditetapkan;
d) Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup BWP; dan
e) Ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.
Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya ditetapkan dengan kriteria:
a) Merupakan faktor kunci yang mendukung perwujudan rencana pola ruang dan rencana jaringan prasarana,
serta pelaksanaan peraturan zonasi di BWP;
b) Mendukung tercapainya agenda pembangunan dan pengembangan kawasan;
c) Merupakan Sub BWP yang memiliki nilai penting dari sudut kepentingan ekonomi, sosial-budaya,
pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, fungsi dan daya dukung lingkungan hidup,
dan/atau memiliki nilai penting lainnya yang sesuai dengan kepentingan pembangunan BWP; dan/atau
d) Merupakan Sub BWP yang dinilai perlu dikembangkan, diperbaiki, dilestarikan, dan/atau direvitalisasi agar
dapat mencapai standar tertentu berdasarkan pertimbangan ekonomi, sosial-budaya, dan/atau
lingkungan.
Tabel 6. 9 Matrik Penetapan Kawasan Prioritas
BWP/Sub
BWP
Fungsi Utama
BWP/Sub BWP
Tingkat
Kesesuaian
Dengan
Tujuan BWP
Nilai Penting
BWP/Sub BWP
Kondisi
Sosial,
Ekonomi Dan
Lingkungan
Daya
Dukung
Dan Daya
Tampung
Ketentuan
Peraturan
Perundangan
Terkait
Tota
l
Skor
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
Distrik
Bokondini
1. Pusat
Pelayanan
Pemerinta
han
Distrik
2. Pusat
Pengemb
angan
Pertanian
3. Pusat
Perkantor
an
4. Pusat
Permukim
an
Sangat Tinggi
β Merupakan
Kawasan
Utama
Dengan Fungsi
Perkantoran,
Perdagangan
β Jasa,
Pendidikan,
Kesehatan,
Peribadatan,
Dan Olah Raga
Sangat Penting,
Kondisi
sesuai Dan
Sangat
Potensial Dalam
Pengembangan
Perkotaan
Cukup
Menunjang,
Memiliki
Karakter
Dasar Cukup
(SDM Cukup,
Ekonomi
Rendah Dan
Kondisi
Lingkungan
Cukup
Menunjang)
Kebutuha
n DD:
4202 ha.
Kebutuha
n DT:
2.101 jiwa
Sangat Sesuai
Dan
Mendukung
Arahan RTRW
19
Skor : 5 Skor : 5 Skor : 3 Skor : 1 Skor : 5
Sebagian
Wilayah
Distrik
Bewani
1. Pusat
Permukim
an
2. Pusat
Komersial
Skala
Kampung
Rendah βTidak
Memiliki
Hubungan
Langsung
Dengan
Pengembanga
n
Perdagangan
Dan
Pendidikan
Kurang Penting,
Kondisi Kurang
Didukung Oleh
Sarana
Pelayanan
Umum
Pengembangan
Perkotaan
Kurang
Menunjang,
Memiliki
Karakter
Dasar Yang
Rendah (SDM
Rendah/Kura
ng, Ekonomi
Rendah Dan
Kondisi
Lingkungan
Cukup
Menunjang)
Kebutuha
n DD:
4366 ha.
Kebutuha
n DT:
2183 jiwa
Cukup Sesuai,
Terdapat
Beberapa
Fungsi Yang
Mendukung
Pengembanga
n Perkotaan
10
Skor : 2 Skor : 2 Skor :2 Skor : 1 Skor :3
Sebagian
Wilayah
Distrik
Bokoneri
1. Pusat
Pelayanan
Pemerinta
han
Distrik
2. Pusat
Permukim
an
3. Pusat
Komersial
Skala
Sedang β
Menunjang
Pengembanga
n Kota Dengan
Pengembanga
n Perumahan
Dan Prasarana
Umum
Kurang Penting,
Kondisi Kurang
Didukung Oleh
Sarana
Pelayanan
Umum
Pengembangan
Perkotaan
Kurang
Menunjang,
Memiliki
Karakter
Dasar Yang
Rendah (SDM
Rendah/Kura
ng, Ekonomi
Rendah Dan
Kondisi
Lingkungan
Kebutuha
n DD:
4328 ha.
Kebutuha
n DT:
2164 jiwa
Cukup Sesuai,
Terdapat
Beberapa
Fungsi Yang
Mendukung
Pengembanga
n Perkotaan
11
Bab 8 - Hal 22
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
BWP/Sub
BWP
Fungsi Utama
BWP/Sub BWP
Tingkat
Kesesuaian
Dengan
Tujuan BWP
Nilai Penting
BWP/Sub BWP
Kondisi
Sosial,
Ekonomi Dan
Lingkungan
Daya
Dukung
Dan Daya
Tampung
Ketentuan
Peraturan
Perundangan
Terkait
Tota
l
Skor
Kampung
Cukup
Menunjang)
Skor : 3 Skor : 2 Skor :2 SKOR : 1 Skor : 3
Sebagian
Wilayah
Distrik
Kamboner
i
1. Pusat
Pelayanan
Pemerinta
han
Distrik
2. Pusat
Pengemb
angan
pertanian
3. Pusat
Perkantor
an
4. Pusat
Permukim
an
Tinggi β
Menunjang
Pengembanga
n Kota Dengan
Perkantoran,
Perdagangan
β
Jasa Dan
Prasarana
Pelayanan
Umum,
Potensial
Berkembang
Menjadi
Perdagangan
β Jasa Skala
Wilayah
Penting,
Pengembangan
Kota Didukung
Oleh Sarana
Pelayanan
Umum Dan
Sesuai Dengan
Pengembangan
Perkotaan
Kurang
Menunjang,
Memiliki
Karakter
Dasar Yang
Rendah (SDM
Rendah/Kura
ng, Ekonomi
Rendah Dan
Kondisi
Lingkungan
Cukup
Menunjang)
Kebutuha
n DD:
1446 ha.
Kebutuha
n DT:
723 jiwa
Sesuai,Sebagia
n Besar Fungsi
Sesuai Dan
Mendukung
Pengembanga
n Perkotaan
16
SKOR : 4 SKOR : 4 SKOR :2 SKOR : 2 SKOR : 4
Sumber : Analisis dan Olahan Konsultan, 2013
Berdasarkan hasil perhitungan pada table 6.5 tersebut, maka kawasan yang dipriotaskan dalam penanganan
kawasannya adalah BWP I Bokondini. Didalam perhitungan ini beberapa konstrain yang menjadi kendala dalam
penyusunannya adalah ketiadaan batas unit administrasi skala desa atau unit kampung yang definitive.
Sehingga berdampak terhadap proses penyusunan kriteria dan penetapan kawasannya. Untuk itu didalam
pekerjaan ini direkomendasikan kepada pemberi pekerjaan agar dibuatkan sebuah kajian mendalam
penetapan tapal batas administrasi desa dan atau tapal batas administrasi kampung. Hal ini penting untuk
mewujudkan penataan ruang yang berbasis keruangan (spasial) yang dapat diukur dan akurat.
6.4.2 Konsep Pengembangan Kawasan Prioritas
Konsep pengembangan kawasan prioritas diarahkan kepada pengembangan Kota Berbasis Agro dengan
kegiatan komplementaris berupa wisata, pendidikan dan pengembangan sosial & budaya (cultural heritage).
Konsep dari pengembangan kawasan prioritas tidak terlepas dari konsep pengembangan kawasan perkotaan
yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya.
6.4.3 Struktur Ruang
Struktur ruang kawasan prioritas akan diarahkan untuk menyiapkan kawasan perkotaan Bokondini sebagai
kota berbasis agro. Untuk itu hirarki pusat pelayanan kawasan akan terdiri atas;
1. Pusat Pelayanan Kawasan Prioritas (PPKP), dan
2. Sub Pusat Pelayanan Kawasan Prioritas (SPPKP)
Sedangkan dukungan prasarana dan sarana kawasan prioritas yang terintegrasi dengan dukungan prasarana
dan sarana kawasan perkotaan Bokodini terdiri atas;
1. Jaringan Jalan Kolektor Primer (K3).
2. Jaringan Jalan Kolektor Sekunder (K4).
3. Jalan Lokal.
4. Jalan Lingkungan.
5. Jalan Sepeda, Pejalan Kaki.
6. Jaringan Drainase.
7. Bandar Udara Bokondini.
8. Jembatan, yang menghubungkan antar pusat pelayanan.
9. Instalasi Pengolahan Air Bersih dan Jaringan Perpipaannya.
10. Instalasi Pengolahan Limbah Terpadu di Kawasan Industri Agro.
11. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST).
12. Pembangkit Listrik Tenaga Mikro/Piko Hidro.
13. Satelit Komunikasi dan atau BTS (Base Transceiver Station), serta Jaringan Radio Antar Penduduk.
6.4.4 Pola Ruang Kawasan Prioritas
Usulan pola ruang kawasan prioritas akan menyatu kompak dengan pengembangan kawasan perkotaan
Bokondini, untuk itu alokasi alokasi ruang didalam kawasan prioritas akan diarahkan mendukung tujuan
penataan ruang kawasan perkotaan Bokondini yakni mewujudkan Kota Berbasis Agro. Adapun alokasi ruang di
dalam kawasan prioritas terdiri atas beberapa Zona yakni;
1. Zona Budidaya; Wisata, Perkantoran, Perumahan, Sarana Pelayanan Umum, Perdagangan & Jasa, industry,
Peruntukan Khusus, dan Campuran
2. Zona Lindung; RTH yang didorong terus untuk dipertahankan dan dipelihara, dan Sempadan Sungai
sebagai kawasan perlindungan setempat.
Tabel 6. 10 Usulan Alokasi Pola Ruang Kawasan Prioritas
Kawasan Kegiatan
Wisata Kawasan Klasis (Warisan Sosial & Budaya Pegunungan Tengah) : 1. Keagamaan (Gereja) 2. Pendidikan (Internasional) 3. Gymnasium 4. Penginapan/ Inn 5. Wisata Rohani 6. Tugu Sejarah Injil di Pegunungan Tengah
Perkantoran 1. Kantor Distrik 2. Kantor Pemerintahan 3. Pusat Kesehatan 4. Rumah Dinas
Bab 8 - Hal 23
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Kawasan Kegiatan
5. UPT : a. UPT Air Bersih b. UPT Lingkungan Hidup c. UPT Kelistrikan d. UPT Pos, Telekomunikasi, Perhubungan Dan Telematika e. UPT Kepariwisataan f. UPT Penanggulangan Bencana Daerah g. UPT Penelitian Teknologi Agroforestri & BBIA h. UPT Perkebunan i. UPT Pertanian j. UPT Perikanan k. UPT Kehutanan l. UPT Kesehatan m. UPT Pendidikan
Perumahan 1. Perumahan Padat, 2. Perumahan sedang dan 3. Perumahan rendah
Pelayanan Umum
1. Peribadatan Mesjid dan Gereja 2. Pendidikan (+SMK Pertanian) 3. Kesehatan 4. Demplot Agro 5. Demo Center
Perdagangan & Jasa
1. Hotel 2. Pasar (Tradisional dan Kerajinan) 3. Ruko/Toko 4. Cafe & Resto 5. Perbankan (Bank Papua dan atau BRI) 6. Kantor Swasta
Industri 1. Kawasan Perindustrian 2. Terminal Agribisnis/ Peti Buah dan Sayur 3. IPLT
Peruntukan Khusus
1. Kodim/ TNI 2. Polsek 3. Pos TNI
RTH 1. Taman / Landmark/ Tugu 2. Lapangan Olahraga
Campuran 1. Kawasan Pergudangan Agroforestry 2. Sarana Produksi Pertanian
Lainnya 1. Tempat Pemakaman Umum (TPU) 2. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) 3. Instalasi Pengolahan Limbah Terpadu (IPLT) 4. Instalasi Pengolahan Air Sungai (IPAS) 5. Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro/Piko Hidro (PLTMH) 6. Jaringan Telekomunikasi
Sumber : Analisis dan Olahan Konsultan, 2013
Bab 6 - Hal 24
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
Peta 6. 10 Usulan Konsep Struktur dan Pola Ruang Kawasan Prioritas
Bab 8 - Hal 25
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Gambar 6. 17 Ilustrasi Konsep Pengembangan Kawasan Prioritas Bokondini
Bab 7 - Hal 1
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Kover Bab 7 dari Pak Legowo
Bab 6 - Hal 2
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
BAB 7 TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Dengan memperhatikan hasil analisis mikro pada kawasan perkotaan yang ada maka, dirumuskan bahwa tujuan
penataan ruang kawasan perkotaan Bokondini sebagai berikut; Tujuan ke β 1 : β Pengembangan Kawasan
Pertanian Pangan Berskala Regional yang terintegrasi dengan hutan produksi dan pengendalian kawasan
budidaya sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup serta adaptif terhadap bencana
alamβ. Tujuan ke β 2 : β Pengembangan Kawasan Pariwisata, Kawasan Kampung Adat dan ekosistemβ. Tujuan
ke β 3 : β Peningkatan fungsi kawasan pertahanan dan keamanan Negaraβ.
Bab 7 - Hal 1
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Bab 7 Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini
7.1. Umum
Dengan memperhatikan arahan kawasan strategis dalam Rencana Tata Ruang Provinsi Papua yakni Kabupaten
Tolikara yang berada dalam irisan kawasan ;
1. Kawasan Strategis Pengelolaan ekonomi rendah karbon,
2. Kawasan strategis fungsi dan daya dukung lingkungan hidup, serta
3. Kawasan strategis sosial dan budaya.
arahan tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tolikara
yakni;
βMewujudkan ruang wilayah Kabupaten Tolikara sebagai Pintu Gerbang wilayah pegunungan tengah yang
aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berbasis pada potensi dan keunggulan komoditas lokal berupa
pertanian , kehutanan, dan pariwisata Melalui melalui peningkatan pelayanan sarana dan prasarana wilayah,
peningkatan peran dan fungsi perkotaan dengan prinsip-prinsip keadilan dan kemerataan serta
memperhatikan daya dukung lingkungan dan faktor kebencanaanβ.
Dengan kebijakan dan strategi sebagai berikut;
1. Pengembangan pertanian, perkebunan, kehutanan dan Pariwisata sebagai sektor unggulan kabupaten
a. Mewujudkan kawasan agroforestri untuk meningkatkan kualitas hasil pertanian
b. Meningkatkan produktivitas dan pengolahan hasil perkebunan
c. Mempertahankan lahan pertanian tanaman pangan berkelanjutan
d. Meningkatkan usaha pengembangan peternakan
e. Meningkatkan sarana produksi pertanian dan pembinaan petani
f. Meningkatkan kegiatan pariwisata melalui peningkatan prasarana dan sarana pendukung,
pengelolaan objek wisata yang lebih profesional serta pemasaran yang lebih agresif dan efektif
g. Menyediakan sarana dan prasarana penunjang kegiatan sekunder berbasis pertanian yang ramah
lingkungan
2. Peningkatan pelayanan prasarana wilayah ke seluruh wilayah kabupaten
a. Meningkatkan kualitas jaringan prasarana dan mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi
darat (termasuk transportasi sungai) dan udara dengan skala prioritas terkait dengan daya dukung
lingkungan
b. Meningkatkan kualitas pelayanan jaringan energi sesuai dengan daya dukung lingkungan
c. Meningkatkan kualitas jaringan telekomunikasi dengan skala prioritas pengembangan jaringan
nirkabel dan satelit untuk membuka keterisolasian wilayah
d. Meningkatkan pemanfaatan sumberdaya air dengan memperhatikan kuantitas dan kualitas
sumber-sumber air baku yang ada
e. meningkatkan jaringan pengelolaan lingkungan yang sesuai dengan daya dukung wilayah
3. Peningkatan peran dan fungsi perkotaan sebagai pusat permukiman, pelayanan sosial, dan pelayanan
pemerintah secara berimbang dan hirarki
a. Meningkatkan dan memantapkan peran pusat-pusat kegiatan yang sudah ada dan
mengembangkan pusat-pusat kegiatan baru yang melayani daerah sekitarnya
b. Mengembangkan infrastruktur dasar perkotaan yang layak dan memadaidan Penertiban
Pelanggaran terhadap Pengaturan.
c. Mengakomodasi dan memantapkan sistem permukiman perkotaan dan perkampungan sebagai
representasi keberadaan masyarakat
4. Pengembangan sarana wilayah perkotaan dan perkampungan untuk mendukung pengembangan wilayah,
dan peningkatan kualitas pelayanan public
a. Meningkatkan sarana permukiman
b. Meningkatkan sarana pelayanan publik khususnya pendidikan dan kesehatan.
c. Mengembangkan skema kerjasama antar daerah untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan
pelayanan publik dan pembangunan infrastruktur khususnya di kawasan perbatasan.
5. Pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta pencegahan dampak negatif
kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup.
a. Menetapkan dan memantapkan fungsi kawasan lindung
b. Mewujudkan kawasan berfungsi lindung sesuai dengan kondisi ekosistemnya
c. Mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun dalam rangka
mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem wilayah.
d. Membatasi kegiatan di sekitar kawasan lindung yang dapat memberikan dampak terhadap
penurunan fungsi lindung kawasan
e. Meningkatkan nilai pemanfaatan dari kawasan lindung yang ada khususnya menyangkut
keberadaan kawasan Suaka Margasatwa Mamberamo β Foja di bagian utara wilayah kabupaten.
6. Peningkatan pelayanan prasarana wilayah ke seluruh wilayah kabupaten
a. Memantapkan kegiatan permukiman yang terintegrasi di pusat-pusat kegiatan wilayah
b. Mengembangkan infrastruktur perkotaan yang layak dan memadai
c. Mewujudkan kawasan budidaya yang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung serta mampu
menjaga keseimbangan ekosistem wilayahnya
7. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan Negara
a. Mendukung penetapan kawasan strategis nasional dengan fungsi khusus pertahanan dan
keamanan
b. Mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun disekitar kawasan
khusus pertahanan dan kemanan.
c. Turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan dan keamanan Negara.
7.2. Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini
Dengan memperhatikan hasil analisis mikro pada kawasan perkotaan yang ada maka, dirumuskan bahwa
tujuan penataan ruang kawasan perkotaan Bokondini sebagai berikut;
Tujuan ke β 1 : β Pengembangan Kawasan Pertanian Pangan Berskala Regional yang terintegrasi dengan
hutan produksi dan pengendalian kawasan budidaya sesuai dengan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup serta adaptif terhadap bencana alamβ.
Adapun kebijakan dan strategi yang diambil sebagai berikut;
1. Pemertahanan kawasan pertanian tanaman pangan untuk ketahanan pangan.
a. Mempertahankan luas lahan pertanian tanaman pangan.
b. Mempertahankan kawasan pertanian pangan dengan kelerengan 25 % - 35 % melalui penerapan
sistem agroforestry.
Bab 8 - Hal 2
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
c. Pengembangan kawasan pertanian pangan melalui sistem tanaman organik
2. Pengendalian budidaya peternakan, holtikultura dan perkebunan berbasis masyarakat dan ramah
lingkungan.
a. Mengendalikan kawasan budidaya peternakan dengan berbasis perdagangan/ bisnis dan
masyarakat yang ramah lingkungan.
b. Mengembangkan jenis tanaman budidaya perkebunan yang sesuai dengan kondisi lahan dan iklim
setempat.
c. Mengendalikan perkembangan kawasan budidaya pertanian holtikultura yang potensi
menyebabkan kawasan hutan lindung dan hutan produksi.
3. Pengembangan kerjasama pengelolaan dan pemeliharaan kawasan lingkungan hidup, pemasaran
produksi dan peningkatan pelayanan sarana dan prasarana.
a. Mengembangkan dan mengelola kawasan pertanian tanaman pangan upaya peningkatan produksi
dan pengemasan komoditas unggulan di kawasan perkotaan Bokondini.
b. Mengembangaan dan meningkatkan kerjasama pengelolaan jaringan air limbah, air minum dan
prasarana persampahan kawasan.
c. Mengembangkan dan meningkatkan kerjasamana pengelolaan kawasan industri berbasis agro
yang telah direncanakan dalam kawasan perkotaan Bokondini.
d. Memberi insentif kepada investor lokal, nasional dan internasional yang dapat mengelola kawasan
industri agro Bokondini.
e. Mengembangkan, meningkatkan dan memantapkan sistem jaringan jalan didalam kawasan
perkotaan.
f. Mengembangkan, meningkatkan dan memantapkan sistem jaringan telekomunikasi, energi
kelistrikan dan air minum.
g. Mengembangkan pola kerjasama pengelolaan energi kelistrikan berbasis masyarakat.
h. Mengendalikan kawasan perlindungan setempat (DAS dan Sungai) sebagai bagian yang vital dalam
sistem jaringan energi kelistrikan berbasis mikro/ piko hidro kawasan perkotaan Bokondini.
Tujuan ke β 2 : β Pengembangan Kawasan Pariwisata, Kawasan Kampung Adat dan ekosistemβ.
Adapun kebijakan dan strategi yang akan diambil sebagai berikut;
1. Pengembangan dan pengendalian pemanfaatan kawasan pariwisata alam dan taman botani berdaya tarik
regional, nasional dan internasional.
a. Pengembangan kawasan pariwisata yang berkonsep tantangan alam di distrik bewani, distrik
Bokoneri dan Kamboneri.
b. Merevitalisasi bukti fisik dan kawasan klasis sebagai bagian yang menyatu menjadi kawasan wisata
rohani sejarah masuknya injil di Pengunungan Tengah Papua.
c. Mengembangkan kawasan pariwisata rohani klasis Bogoga di pusat kawasan perkotaan Bokondini.
d. Mengembangkan kawasan taman botani terintegrasi di dalam kawasan hutan lindung dengan
memperhitungkan ekosistem yang ada.
e. Mengembangkan kawasan kampong adat di Kanairo dan Bewani.
f. Mengembangkan dan meningkatkan sarana perbankan, perhotelan dan jasa di kawasan perkotaan
g. Mengembangkan, meningkatkan dan memantabkan kuantitas dan kualitas prasarana umum
mendukung kawasan pariwisata seperti sistem air minum, pengolahan air limbah, persampahan,
drainase dan ruang terbuka hijau.
h. Mengembangkan, meningkatkan dan memantabkan kuantitas dan kualitas sistem jaringan
telekomunikasi satelit dan jaringan energy kelistrikan berbasis mikro dan piko hidro.
i. Mengembangkan dan meningkatkan bandar udara Bokondini agar dapat diakses oleh pesawat
ATR 42.
j. Mengendalikan aktifitas yang memberi tekanan lingkungan di dalam kawasan pusat perkotaan
Bokondini yang telah terintegrasi kompak alami dan asri dengan kawasan wisata rohani serta
alamnya melalui pembangunan jalan kolektor sekunder lingkar luar.
k. Mengembangkan dan meningkatkan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan di kawasan
kampong adat.
l. Menerapkan syarat kawasan terbangun dengan konsep langgam arsitektur papua.
Tujuan ke β 3 : β Peningkatan fungsi kawasan pertahanan dan keamanan Negaraβ.
1. Pengembangan, peningkatan dan pemantapan kawasan pertahanan dan keamanan Negara
a. Menetapkan kawasan bandar udara Bokondini sebagai kawasan fungsi pertahanan dan keamanan
Negara.
b. Mengembangkan dan meningkatkan kawasan bandar udara Bokondini
7.3. Rencana Struktur Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini
Seperti yang telah dijelaskan pada bab 6 Usulan Konsep Pengembangan Kawasan Perkotaan Bokondini,
bahwa indeks sentralitas dukungan sarana dan prasarana perkotaan membentuk struktur pusat pusat
pelayanan didalam kawasan perkotaan dimana Bokondini menjadi pusat pelayanan primer, Kamboneri dan
Bewani menjadi pusat pelayanan sekunder serta pusat pelayanan tersier kawasan perkotaan adalah Bokoneri.
Tabel 7. 1. Sistem Pusat Pelayanan
No Kawasan Hirarki Keterangan
1 Distrik Bokondini Pusat Pelayanan Kawasan (Primer)
PPP Pusat Pertumbuhan
2 Sebagian Distrik Bokoneri
Pusat Pelayanan Kawasan (Tersier)
PPT Hinterland
3 Sebagian Distrik Kamboneri
Pusat Pelayanan Kawasan (Sekunder)
PPS Hinterland
4 Sebagian Distrik Bewani Pusat Pelayanan Kawasan (Sekunder)
PPS Hinterland
Sumber: Rencana, 2013
7.3.1. Rencana Pusat βPusat Kegiatan Utama Kawasan Perkotaan
Rencana pusat pusat kegiatan utama kawasan perkotaan bokondini terdiri atas;
1. Kegiatan Pertanian Pangan berbasis kehutanan (agro forestry) berada di distrik Bokondini, Sebagian
disktrik Bewani, sebagian distrik Kamboneri dan sebagian distrik Kaboneri.
2. Kegiatan Industri pertanian pangan berada di distrik Bokondini.
3. Kegiatan wisata tantangan alam berada di sebagian distrik bewani dan sebagian distrik Bokoneri.
4. Kegiatan wisata alam taman botani (botanical garden) berada di distrik Bokondini.
5. Kegiatan wisata rohani berada di distrik Bokondini.
6. Kegiatan perdagangan, jasa, dan keuangan berada di distrik Bokondini.
Bab 8 - Hal 3
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Sedangkan sektor-sektor pendukung seperti ;
1. Pendidikan dasar dan sekolah menengah akan berada di seluruh distrik yakni Bewani, Bokoneri, Kamboneri
dan Distrik Bokondini
2. Pendidikan Menengah Atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan pertanian berada di distrik Bokondini.
3. Pelayanan Kesehatan berupa puskesmas plus berada di distrik Bokondini.
4. Pelayanan kesehatan berupa puskesmas pembantu (PUSTU) berada di distrik Bewani, Kaboneri dan
Bokoneri.
5. Pelayanan dasar pemerintah berupa kantor distrik berada di distrik Bokondini, Bewani, Bokoneri dan
Kaboneri.
6. Sedangkan dalam upaya untuk meningkatkan daya produktifitas kota berbasis pertanian dan kehutanan
(agro forestry) maka fungsi kepemerintahan akan ditempatkan Unit Pelayanan Teknis dari Satuan
Perangkat Daerah Kabupaten Tolikara di Pusat Perkantoran Distrik Bokondini.
Berikut ini adalah tabel fungsi dari pusat pusat pelayanan didalam kawasan perkotaan Bokondini.
Tabel 7. 2. Fungsi Pusat β Pusat Pelayanan Kawasan
No Hirarki Pusat Pelayanan Fungsi
1 Pusat Pelayanan Primer (PPP) Bokondini 1. Permukiman.
2. Pemerintahan Skala Perkotaan. 3. Pertanian pangan berbasis kehutanan
(agroforestry). 4. Industri Pertanian Pangan. 5. Perdagangan, Jasa, Perhotelan,
Perbankan Perkotaan. 6. Wisata Alam. 7. Wisata Rohani.
2 Pusat Pelayanan Sekunder (PPS)
Kamboneri dan Bewani
1. Permukiman.
2. Pemerintahan Skala Distrik & Kampung.
3. Pertanian pangan berbasis kehutanan (agroforestry).
4. Perdagangan skala lokal. 5. Wisata Alam.
3 Pusat Pelayanan Sekunder (PPT) Bokoneri 1. Permukiman.
2. Pemerintahan Skala Distrik & Kampung.
3. Pertanian pangan berbasis kehutanan (agroforestry).
4. Perdagangan skala lokal. 5. Wisata Alam.
Sumber: Rencana, 2013
Bab 7 - Hal 1
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 7. 1. Rencana Struktur Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini
Bab 7 - Hal 1
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 7. 2. Rencana Pusat Pusat Kegiatan Kawasan
Bab 7 - Hal 1
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
7.3.2. Rencana Distribusi dan Kepadatan Penduduk Kawasan
Rencana distribusi penduduk kawasan perkotaan Bokondini dibagi menjadi 5 masa tahapan pengembangan,
yakni tahun 2013, 2018, 2023, 2028 dan 2033. Pengaturan dari distribusi penduduk ini tidak serta merta
membatasi perpindahan penduduk (migrasi) antar distrik dan antar wilayah. Namun demikian, berdasarkan
hasil perhitungan daya tampung dan daya dukung dengan memperhitungkan kebutuhan akan tempat tinggal
(hunian) dan tempat untuk bermata pencaharian didalam kawasan perkotaan, maka akan terjadi konversi
lahan dengan dampak berkurangnya lahan pertanian pangan dan kawasan lindung. Untuk itu diharapkan
pengembangan kawasan perkotaan bokondini diharapkan dapat diperluas hingga keseluruhan distrik
Kamboneri dan Bewani. Selain itu pengendalian permukiman yang berada didalam kawasan lindung di Kanairo
harus terus dilakukan untuk mengurangi dampak ekologis kawasan perkotaan.
Tabel 7. 3. Rencana Distribusi Penduduk Kawasan
No Pusat Pelayanan Distribusi Penduduk Kepadatan
Pddk/Km2 2013 2018 2023 2028 2033
1 Primer - Bokondini 4,044 4,987 6,149 8,037 10,504 501
2 Tersier - Bokoneri 4,166 5,137 6,335 8,279 10,821 257
3 Sekunder - Bewani 4,202 5,181 6,389 8,350 10,914 498
4 Sekunder - Kamboneri 1,392 1,716 2,117 2,766 3,615 232
Jumlah 13,804 17,022 20,990 27,433 35,854 356 Sumber: Rencana, 2013
Tabel 7. 4. Rencana Kepadatan Penduduk Kawasan
No Distrik Luas BWP
(Km2)
Proyeksi Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk/Km2
2013 2018 2023 2028 2033
1 Bokondini 20.95 4,044 193 4,987 238 6,149 294 8,037 384 10,504 501
2 Bokoneri 42.18 4,166 199 5,137 245 6,335 302 8,279 395 10,821 257
3 Bewani 21.92 4,202 201 5,181 247 6,389 305 8,350 399 10,914 498
4 Kamboneri 15.60 1,392 66 1,716 82 2,117 101 2,766 132 3,615 232
Jumlah 100.65 13,804
17,022
20,990
27,433
35,854 356
Sumber: Rencana, 2013
Bab 7 - Hal 1
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 7. 3. Rencana Distribusi dan Kepadatan Penduduk
Bab 7 - Hal 1
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
7.3.3. Rencana Sistem Transportasi
Rencana sistem transportasi di kawasan perkotaan Bokondini terdiri atas jaringan transportasi darat dan
jaringan transportasi udara.
7.3.3.1. Sistem Transportasi Darat
Sistem transportasi darat terdiri atas jaringan jalan kolektor primer (K3), jalan kolektor sekunder (k4), jalan
lokal sekunder (Ls) , jalan lingkungan dan jembatan penghubung antar distrik maupun penghubung antar
kampung.
1. Rencana Jaringan Jalan Kolektor Primer (K3)
Jalan kolektor primer (K3) yang menghubungka n Ibukota Kabupaten Tolikara yakni dari dari Distrik Karuba β
Distrik Wunin β Galala (Bokondini) sepanjang 10.3 Km.
2. Rencana Jaringan Jalan Kolektor Sekunder (K4)
1. Jalan kolektor sekunder yang menghubungkan Bokondini β Distrik Kamboneri βKelila (Kabupaten
Mamberamo Tengah) menuju ke Wamena (Kabupaten Jayawijaya) sepanjang 7.3 Km.
2. Jalan Kolektor Sekunder wanggulan (Bokoneri) β Kp. Kandang (Kanairo/Bokoneri) sepanjang 3.8
Km.
3. Rencana Jaringan Jalan Lokal Sekunder (Ls)
1. Jalan Lokal Sekunder (Ls) Bokondini β Wania β Duma β Bilu β yibalo β Windik β Bambugaobak -
Nokombumbu β Wanggulam sepanjang 9.7 Km.
2. Jalan Lokal Sekunder (Ls) Simpang Industri Agro/Bokondini β Simpang (Sp) Mairini sepanjang 1.4
Km.
4. Rencana Jaringan Jalan Lingkungan
Jalan lingkungan berada di seluruh kawasan perkotaan Bokondini, sbb;
Jalan lingkungan di Distrik Bokondini terdapat pada tabel dibawah ini.
Tabel 7. 5. Rencana Jaringan Jalan Lingkungan (LK) Jalan Lingkungan Industri (LKI) Distrik Bokondini
BWP Ruas Panjang (m)
BWP I
Bokondini LK.1.1 71.64
Bokondini LK.1.2 258.16
Bokondini LK.1.3 121.06
Bokondini LK.1.4 387.44
Bokondini LK.1.5 76.60
Bokondini LK.1.6 174.35
Bokondini LK.1.7 430.77
Bokondini LKI.1.1 761.13
Bokondini LKI.1.2 247.49
Bokondini LKI.1.3 285.81
Bokondini LKI.1.4 255.10
Bokondini LKI.1.5 217.74
Bokondini LKI.1.6 164.97 Sumber: Rencana, 2013
Jaringan jalan lingkungan di sebagian wilayah Bewani terdapat pada tabel dibawah ini.
Tabel 7. 6. Rencana Jaringan Jalan Lingkungan Di Sebagian Distrik Bewani
BWP Ruas Panjang (m)
BWP II
Bewani LK.2.1 369.50
Bewani LK.2.2 68.40
Bewani LK.2.3 245.45
Bewani LK.2.4 246.26 Sumber: Rencana, 2013
Jaringan jalan lingkungan di sebagian wilayah Bokoneri terdapat pada tabel dibawah ini.
Tabel 7. 7. Rencana Jaringan Jalan Lingkungan disebagian Distrik Bokoneri
BWP Ruas Panjang (m)
BWP III
Bokoneri LK.3.1 85.30
Bokoneri LK.3.10 111.84
Bokoneri LK.3.11 202.00
Bokoneri LK.3.12 972.40
Bokoneri LK.3.13 830.41
Bokoneri LK.3.14 240.68
Bokoneri LK.3.15 979.61
Bokoneri LK.3.16 271.67
Bokoneri LK.3.17 265.52
Bokoneri LK.3.18 209.81
Bokoneri LK.3.19 513.04
Bokoneri LK.3.2 225.13
Bokoneri LK.3.20 251.26
Bokoneri LK.3.21 183.53
Bokoneri LK.3.3 424.22
Bokoneri LK.3.4 458.16
Bokoneri LK.3.5 41.33
Bokoneri LK.3.6 135.14
Bokoneri LK.3.7 239.23
Bokoneri LK.3.8 187.73
Bokoneri LK.3.9 832.93 Sumber: Rencana, 2013
Jaringan jalan lingkungan di sebagian wilayah Kamboneri terdapat pada tabel dibawah ini.
Tabel 7. 8. Rencana Jaringan Jalan Lingkungan disebagian Distrik Kamboneri
BWP Ruas Panjang (m)
BWP IV Kaboneri LK.4.1 146.06
Kaboneri LK.4.2 179.16
Bab 8 - Hal 2
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
BWP Ruas Panjang (m)
Kaboneri LK.4.3 292.02
Kaboneri LK.4.5 97.27 Sumber: Rencana, 2013
5. Jembatan
Jembatan sebagai penghubung antar distrik/ kawasan perkotaan dan penghubung antar kampong berada di
distrik Bokondini sebanyak 3 lokasi. Di sebagian distrik Bewani sebanyak 1 unit. Di sebagian distrik Bokoneri
sebanyak 11 lokasi.
Tabel 7. 9. Rencana Jembatan
No Distrik BWP Ruas Panjang Jembatan (m) Rencana Pembangunan
1 Bokondini BWP I K3.1.3 30.20 Jembatan Belly
2 Bokondini BWP I K3.1.2 34.05 Jembatan Belly
3 Bokondini BWP I K3.1.1 12.50 Jembatan Belly
4 Bewani BWP II K4.2.1 30.50 Jembatan Belly
5 Bokoneri BWP III K4.3.1 20.90 Jembatan Belly
6 Bokoneri BWP III L.3.1 42.50 Jembatan Kayu
7 Bokoneri BWP III LK.3.12 15.00 Jembatan Kayu
8 Bokoneri BWP III LK.3.13 22.70 Jembatan Kayu
9 Bokoneri BWP III LK.3.14 11.50 Jembatan Kayu
10 Bokoneri BWP III K3.3.1 40.20 Jembatan Belly
11 Bokoneri BWP III K3.3.1 45.00 Jembatan Belly
12 Bokoneri BWP III K3.3.1 24.00 Jembatan Belly
13 Bokoneri BWP III K3.3.1 15.00 Jembatan Belly
14 Bokoneri BWP III K3.3.2 20.00 Jembatan Belly
15 Bokoneri BWP III K3.3.2 51.00 Jembatan Belly Sumber: Rencana, 2013
7.3.3.2. Sistem Transportasi Udara
Bandar udara Bokondini ditetapkan sebagai bagian dari sistem transportasi udara dengan rencana
pengembangan landasan pacu mencapai 1200 m. Kawasan ini ditetapkan dengan menggunakan SNI No 03-
7115-2005 tentang kawasan keselamatan operasi penerbangan.
7.3.4. Rencana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Rencana lalu lintas dan angkutan jalan ditetapkan ke seluruh jaringan jalan dengan standar minimum sebagai
bagian dari keamanan dan kenyamanan berkendaraan dan bagi pejalan kaki. Pengembangan lalu lintas dan
angkutan jalan berupa ;
1. Jalur dan lajur kendaraan.
2. Pedestrian bagi pejalan kaki.
3. Terminal angkutan umum tipe C di Bokondini.
4. Pengembangan angkutan massal perkotaan.
7.3.5. Sistem Jaringan Energi
Sistem jaringan energi terdiri atas;
1. Pembangkit Listrik Mikro/ Piko Hidro dan jaringan distribusi
Pembangkit listrik mikro/ piko hidro berada di distrik Bokondini, sebagian distrik Bewani, disebagian distrik
Bokoneri dan sebagian distrik Kamboneri.
2. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) baik dalam skala individual dan skala komunal berada di Distrik
Bokondini, di sebagian distrik Bewani, di sebagian distrik Bokoneri dan sebagian distrik Kamboneri.
3. Rencana Integrasi Jaringan Energi dari kesisteman Ibukota Tolikara, yang juga diharapkan dapat
terintegrasi dari kesisteman energy PLN Wamena (Jayawijaya).
Integrasi jaringan energy kelistrikan PLN terdiri atas Gardu Induk (GI) yang berada di distrik Bokondini, di
sebagian distrik Bewani, di sebagian distrik Bokoneri dan di sebagian distrik Kamboneri. Sedangkan
jaringan distribusi baik tegangan tinggi dan tegangan rendah melalui jaringan distribusi dari Karubaga.
7.3.6. Sistem Jaringan Air Minum
Sistem jaringan air minum terdiri atas;
1. Untuk pengembangan jangka pendek sistem jaringan air minum/air bersih diarahkan kepada
pengembangan berbasis masyarakat berupa invidual dan kelompok. Pengembangan air minum individual
dilakukan melalui penampungan air hujan melalui tanki air bersih individual. Sedangkan untuk
pengembangan air minum/air bersih berbasis kelompok masyarakat dapat dilakukan terintegrasi dengan
sistem penyediaan air melalui pembangkit Mikro/Piko hidro yang dialirkan ke titik hidran umum.
2. Sedangkan untuk pengembangan jangka panjang dapat dilakukan melalui pengembangan sistem jaringan
perkotaan yang berada di distrik Bokondini, sebagian distrik Bewani, sebagian distrik Bokoneri dan
sebagian distrik Kamboneri.
7.3.7. Sistem Jaringan Telekomunikasi
Sistem jaringan telekomunikasi terdiri atas:
1. Radio Komunitas atau yang dikenal dengan Radio Antar Penduduk Indonesia.
Untuk jangka pendek dan menengah pengembangan radio antar penduduk di tetapkan di distrik
Bokondini, di sebagian distrik Bewani, di sebagian distrik Bokoneri dan di sebagian distrik Kamboneri.
2. BTS (Base Telecomunication Selular) berbasis satelit komunikasi.
BTS untuk komunikasi selular atau handphone berada di distrik Bokondini.
3. Sistem Telekomunikasi Otomat (STO) berupa jaringan kabel telekomunikasi untuk Pengembangan Jangka
Panjang berada di STO Bokondini, STO Bewani, STO Bokoneri dan STO Kamboneri.
7.3.8. Sistem Jaringan Persampahan
Rencana Sistem jaringan persampahan adalah kesatuan tahapan pengelolaan persampahan yang terdiri atas:
1. Individul/Komunal.
Sistem pengelolaan individu dan komunal terdapat di seluruh kawasan perkotaan berupa pemisahan dan
penginsenerasian secara individual maupun komunal.
2. Kawasan Perkotaan.
Didalan rencana jangka panjang, sistem pengelolaan persampahan didalam kawasan perkotaan akan
dimulai dari tersedianya TPS (Tempat Pengumpulan Sementara) yang terintegrasi dengan hunian
Bab 8 - Hal 3
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
kepadatan sedang (B2) yang diangkut melalui truk sampah dan dilanjutkan dengan pengumpulan,
pemisahan dan pengolahan sampah di TPST/TPA di Bokondini.
7.3.9. Sistem Jaringan Limbah/Sanitasi
Rencana sistem jaringan sanitasi/ limbah diharapkan pada masa jangka pendek dan jangka pendek dapat
dimulai dengan sistem setempat. Pengembangan jangka panjang dapat dilakukan dengna sistem terpusat
pada kawasan distrik Bokondini. Sistem setempat dilaksanakan diseluruh distrik yakni disebagian distrik
Bewani, di sebagian distrik Bokoneri, di sebagian distrik Kamboneri.
7.3.10. Sistem Jaringan Drainase
Rencana sistem jaringan drainase menggunakan sistem jaringan terbuka dan tertutup. Seluruh jaringan jalan
lingkungan menggunakan drainase tertutup demikian juga dengan jaringan jalan lokal sekunder, kolektor
sekunder dan kolektor primer.
Bab 7 - Hal 1
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 7. 4. Rencana Sistem Transportasi
Bab 7 - Hal 1
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 7. 5. Rencana Sistem Jaringan Energi
Bab 7 - Hal 1
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 7. 6.Rencana Sistem Jaringan Telekomunikasi
Bab 7 - Hal 1
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 7. 7. Rencana Sistem Air Bersih
Bab 7 - Hal 1
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 7. 8. Rencana Sistem Jaringan Persampahan
Bab 7 - Hal 1
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 7. 9. Rencana Sistem Jaringan Limbah/ Sanitasi
Bab 7 - Hal 1
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 7. 10. Rencana Sistem Jaringan Drainase
Bab 7 - Hal 1
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Bab 7 - Hal 1
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
7.4. Rencana Pola Ruang Kawasan Perkotaan Bokondini
Rencana pola ruang kawasan perkotaan Bokondini terdiri atas 2 (dua) zona, yakni Zona Lindung dan Zona
Budidaya.
7.4.1. Zona Lindung (L)
Zona lindung adalah Zona lindung adalah zona yang ditetapkan karakteristik pemanfaatan ruangnya
berdasarkan dominasi fungsi kegiatan masing-masing zona pada kawasan lindung. Zona Lindung yang
terdapat pada kawasan perkotaan Bokondini terdiri atas Hutan Lindung (L1), Perlindungan Setempat berupa
Sempadan Sungai (L2), Taman Botani atau dikenal dengan botanical garden, Kawasan Rawan bencana alam
berupa kawasan rawan gerakan tanah (L4).
7.4.1.1. Kawasan Hutan Lindung (L1) Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan
Dibawahnya
Hutan lindung (protection forest) adalah kawasan hutan yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau
kelompok masyarakat tertentu untuk dilindungi, agar fungsi-fungsi ekologisnya terutama menyangkut tata air
dan kesuburan tanah dan tetap dapat berjalan dan dinikmati manfaatnya oleh masyarakat di sekitarnya.
Undang-undang RI no 41/1999 tentang Kehutanan menyebutkan hutan lindung adalah kawasan hutan yang
mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air,
mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Dari
pengertian di atas tersirat bahwa hutan lindung dapat ditetapkan di wilayah hulu sungai (termasuk
pegunungan di sekitarnya) sebagai wilayah tangkapan hujan (catchment area), di sepanjang aliran sungai
bilamana dianggap perlu, di tepi-tepi pantai (misalnya pada hutan bakau), dan tempat-tempat lain sesuai
fungsi yang diharapkan.
Dalam hal ini, undang-undang tersebut juga menjelaskan bahwa yang dimaksud sebagai kawasan hutan dalam
pengertian di atas adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk
dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
Kawasan Lindung yakni hutan lindung didalam kawasan perkotaan Bokondini berada di Distrik Bokondini
seluas 354.66 Ha, di Sebagian Distrik Bewani seluas 331.46 Ha, Di sebagian distrik Bokoneri seluas 926.09 Ha.
7.4.1.2. Kawasan Perlindungan Setempat (L2) Sempadan Sungai
Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air didalamnya,
mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Garis sempadan adalah
garis maya di kiri dan kanan palung sungai yang ditetapkan sebagai batas perlindungan sungai.
Garis sempadan pada sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 PP No 38 Tahun 2011 ayat (2) huruf a ditentukan:
1. Paling sedikit berjarak 10 m (sepuluh meter) dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai,
dalam hal kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan 3 m (tiga meter);
2. Paling sedikit berjarak 15 m (lima belas meter) dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai,
dalam hal kedalaman sungai lebih dari 3 m (tiga meter) sampai dengan 20 m (dua puluh meter); dan
3. Paling sedikit berjarak 30 m (tiga puluh meter) dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur
sungai,dalam hal kedalaman sungai lebih dari 20 m (dua puluh meter).
Kawasan perlindungan setempat (L2) yakni sempadan sungai yang berada di kawasan perkotaan Bokondini
berada di Distrik Bokondini seluas 146.64 Ha, di sebagian distrik Bewani seluas 105,11 ha, dii sebagian distrik
Bokoneri seluas 274,95 Ha dan di sebagian distrik Kamboneri seluas 60,64 Ha.
7.4.1.3. Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disebut RTH adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun
yang sengaja ditanam. RTH yang massive dan kompak berada di Distrik Bokondini seluas 3.51 Hektar. RTH ini
berada di pusat kawasan perkotaan kompak dan kuat didalam rancangan tata bangunan dan lingkungan
kawasan perkotaan.
7.4.1.4. Kawasan Rawan Bencana Longsor
Longsor atau sering disebut gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi yang terjadi karena pergerakan
masa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah.
Secara umum kejadian longsor disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor pendorong dan faktor pemicu. Faktor
pendorong adalah faktor-faktor yang memengaruhi kondisi material sendiri, sedangkan faktor pemicu adalah
faktor yang menyebabkan bergeraknya material tersebut. Meskipun penyebab utama kejadian ini adalah
gravitasi yang memengaruhi suatu lereng yang curam, namun ada pula faktor-faktor lainnya yang turut
berpengaruh:
1. Erosi yang disebabkan aliran air permukaan atau air hujan, sungai-sungai atau gelombang laut yang
menggerus kaki lereng-lereng bertambah curam
2. Lereng dari bebatuan dan tanah diperlemah melalui saturasi yang diakibatkan hujan lebat
3. Gempa bumi menyebabkan getaran, tekanan pada partikel-partikel mineral dan bidang lemah pada
massa batuan dan tanah yang mengakibatkan longsornya lereng-lereng tersebut
4. Gunung berapi menciptakan simpanan debu yang lengang, hujan lebat dan aliran debu-debu
5. Getaran dari mesin, lalu lintas, penggunaan bahan-bahan peledak, dan bahkan petir
6. Berat yang terlalu berlebihan, misalnya dari berkumpulnya hujan atau salju
Seperti yang telah dijelaskan pada analisis geologi yakni kerentanan gerakan tanah yang terjadi untuk seluruh
wilayah di kabupaten Tolikara, maka kawasan rawan bencana ini berada di semua distrik yakni sebagian distrik
Bewani seluas 1974.21 ha, sebagian distrik Bokoneri seluas 3901.99 ha, sebagian distrik Kamboneri seluas
1249.63, Distrik Bokondini seluas 1491.19 Ha.
Tabel 7. 10. Rencana Luas Kawasan Lindung
No Wilayah
Pengembangan Kode Kawasan Luas (Ha)
1 BWP I
L1 Hutan Lindung 354.66
L2 Sempadan Sungai 146.33
L3 Botanical Garden atau Taman Botani 100.64
L4 Rawan Gerakan Tanah 1491.19
2 BWP II
L1 Hutan Lindung 331.46
L2 Sempadan Sungai 105.11
L4 Rawan Gerakan Tanah 1974.21
3 BWP III L1 Hutan Lindung 926.09
L2 Sempadan Sungai 274.95
Bab 8 - Hal 2
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
No Wilayah
Pengembangan Kode Kawasan Luas (Ha)
L4 Rawan Gerakan Tanah 3901.99
4 BWP IV L2 Sempadan Sungai 60.04
L4 Rawan Gerakan Tanah 1249.63 Sumber: Rencana, 2013
Bab 7 - Hal 1
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 7. 11. Rencana Kawasan Lindung
Bab 7 - Hal 1
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
7.4.2. Zona Budidaya (B)
Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang kawasan perkotaan Bokondini yang mengandalkan sektor
pertanian pangan berbasis agroforestry maka zona budidaya (B) didalam kawasan perkotaan terdiri atas;
1. Kawasan Perumahan Kepadatan Sedang (B2)
2. Kawasan Perumahan Kepadatan Rendah (B3)
3. Kawasan Industri Agro (B5)
4. Kawasan Pariwisata Alam (B6.1)
5. Kawasan wisata Rohani (B6.2)
6. Kawasan Bandar Udara (B7.1)
7. Kawasan Pendidikan Riset Pertanian, Demplot Center (B7.2)
8. Kawasan Pertahanan dan Keamanan (B7.3)
9. Kawasan Perdagangan dan Jasa (Pertokoan, Jasa, Keuangan, Hotel) (B8)
10. Kawasan Kesehatan (B9.1)
11. Kawasan Olah raga (B9.2)
12. Kawasan Peribadatan (B9.3)
13. Kawasan Pendidikan (B9.4)
14. Tempat Pemakaman Umum (B9.5)
15. Tempat Pembuangan Sampah Akhir (B9.6)
16. Perkantoran Pemerintahan Distrik dan Kampung (B10)
17. Pertanian Pangan berbasis AgroForestry (B11)
7.4.2.1. Kawasan Perumahan Kepadatan Sedang (B2)
Kawasan Perumahan Kepadatan Sedang berada di Bokondini seluas 21,75 Ha, sebagian distrik Bewani seluas
35,89 Ha, sebagian distrik Bokoneri 171.09 Ha dan sebagian Distrik Kamboneri seluas 75.20 Ha. Kawasan
Perumahan Kepadatan Sedang (B2) yang berada di Bokoneri diarahkan menjadi kawasan permukiman yang
dikendalikan dan dibatasi pengembangannya, karena masuk dalam Kawasan Lindung yakni Hutan Lindung (L1)
atau dikenal dengan protection forest.
7.4.2.2. Kawasan Perumahan Kepadatan Rendah (B3)
Kawasan Perumahan Kepadatan Rendah berada di Bokondini seluas 11.15 ha, sebagian distrik bewani seluas
36.23 ha, dan di sebagian distrik Bokoneri seluas 315.35 Ha serta di sebagian distrik Kamboneri seluas 76.48 ha.
Kawasan Perumahan Kepadatan Rendah (B3) yang berada di Bokoneri diarahkan menjadi kawasan
permukiman yang dikendalikan dan dibatasi pengembangannya, karena masuk dalam Kawasan Lindung yakni
Hutan Lindung (L1) atau dikenal dengan protection forest.
7.4.2.3. Kawasan Terpadu Industri Agro (B5)
Kawasan Industri Agro berada di distrik Bokondini seluas 28.37 ha. Kawasan Industri ini akan dipersiapkan
menjadi kawasan terpadu yang dilengkapi dengan sarana pergudangan, perkantoran, utilitas energy,
telekomunikasi dan pengolahan limbah. Diharapkan kawasan industry ini dapat menjadi andalan pengelolaan
komoditas pangan dan dapat berperan dalam skala regional di Pegunungan Tengah Papua.
7.4.2.4. Kawasan Pariwisata Alam (B6.1)
Kawasan Pariwisata Alam berupa wisata alami dengan konsep outbound dan belajar di alam berada di distrik
Bokondini seluas 50 ha, di sebagian distrik Bewani seluas 44.94 ha, dan di sebagian distrik Bokoneri seluas 50
ha.
7.4.2.5. Kawasan Pariwisata Rohani (B6.2)
Kawasan wisata rohani berupa komplek kawasan Klasis Bogoga yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana
pendukung berada di Bokondini seluas 11.99 Ha, sebagai kawasan wisata sejarah masuknya injil di Pegunungan
Tengah Papua.
7.4.2.6. Kawasan Bandar Udara (B7.1)
Kawasan bandar udara berada di Bokondini seluas 15.13 ha.
7.4.2.7. Kawasan Pendidikan Riset Pertanian dan Demplot Center (B7.2)
Kawasan Pendidikan Riset Pertanian dan Demplot Center berada di Distrik Bokondini seluas 1.09 Ha
7.4.2.8. Kawasan Pertahanan dan Keamanan (B7.3)
Kawasan Pertahanan dan keamanan berada di distrik Bokondini seluas 0.66 ha.
7.4.2.9. Kawasan Perdangangan dan Jasa (B8)
Kawasan Perdagangan dan jasa skala kawasan perkotaan berada di Bokondini seluas 9.06 ha, sedangkan
perdagangan dengan layanan skala distrik dan kampong berada di sebagian wilayah Bewani seluas 11.40 ha, di
sebagian distrik Bokoneri seluas 3.55 ha, dan disebagian distrik Kamboneri seluas 0.22 Ha.
7.4.2.10. Kawasan Kesehatan (B9.1)
Kawasan kesehatan skala kota berupa Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) Plus berada di distrik
Bokondini seluas 0.09 Ha, sedangkan skala distrik/ kampong berada di masing masing distrik di Bewani,
Bokoneri dan Kaboneri.
7.4.2.11. Kawasan Olah Raga (B9.2)
Kawasan olah raga berupa lapangan olah raga skala kawasan berada di Distrik Bokondini seluas 14.21 Ha dan
skala distrik/ kampong berada di sebagian distrik Bewani seluas 0.22 Ha, di sebagian distrik Bokoneri seluas
0.03 ha, di sebagian distrik Kamboneri 2.73 ha.
7.4.2.12. Kawasan Peribadatan (B9.3)
Kawasan peribadatan berupa Gereja skala kawasan dan skala distrik/ kampong berada di seluruh distrik sesuai
dengan tingkat pelayanannya, berada di distrik Bokondin seluas 0.38 ha, di sebagian distrik Bewani seluas 0.55
ha, di sebagian distrik Bokoneri seluas 1.10 dan di sebagian distrik Kamboneri seluas 2.70 ha.
7.4.2.13. Kawasan Pendidikan (B9.4)
Kawasan pendidikan berupa sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan kejuruan
pertanian sesuai dengan tingkat pelayanan di masing-masing kawasan berada di Distrik Bokondini seluas 8.95
Ha, di sebagian distrik Bewani seluas 1.65 ha, di sebagian distrik Bokoneri seluas 0.7 Ha dan di sebagian distrik
Kamboneri seluas 2.15.
7.4.2.14. Kawasan Tempat Pemakaman Umum (B9.5)
Tempat pemakamanan umum kristen berada di Distrik Bokondini seluas 2.5 ha, sedangkan pemakaman umum
umat Islam diupayakankan untuk dapat diintegrasikan di kawasan Masjid Besar/Agung di distrik Bokondini.
7.4.2.15. Kawasan Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) (B9.6)
Tempat pembuangan sampah akhir (TPA) yang dilengkapi dengan TPST (Tempat Pengolahan Sampah
Terpadu) Skala Kawasan berada di Distrik Bokondini seluas 0.47 Ha.
Bab 8 - Hal 2
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
7.4.2.16. Kawasan Perkantoran Pemerintah Distrik/ Kampung (B10)
Kawasan Perkantoran Skala Kawasan Perkotaan Bokondini berada di Distrik Bokondini seluas 3.79 Ha.
Sedangkan untuk skala distrik dan kampong berada di sebagian distrik Bewani seluas 0.94 ha, di sebagian
distrik Bokoneri seluas 0.32 ha dan di sebagian distrik Kamboneri seluas 1.02 ha.
7.4.2.17. Kawasan Pertanian Pangan Berbasis Agroforestry (B11)
Kawasan pertanian pangan berbasis agroforestry berada di distrik Bokondini seluas 1352.28 Ha, di sebagian
distrik Bewani seluas 381.47 ha, di sebagian distrik Bokoneri seluas 2460.86 ha dan di sebagian distrik
Kamboneri seluas 1415.84 ha.
Tabel 7. 11. Peruntukan Kawasan BWP 1 Bokondini
No
Wilayah Pengembangan
Kode Kawasan Peruntukan Luas
1 BWP I (Distrik
Bokondini)
B2 Kawasan perumahan kepadatan sedang 18.55
B3 Kawasan perumahan kepadatan rendah 12.40
B5 Industri Agro 27.71
B6.1 Pariwisata Alam 43.89
B6.2 Pariwisata Rohani 11.99
B7.1 Bandar udara 15.13
B7.2 Pendidikan Riset Pertanian dan Demplot Center 1.09
B7.3 Pertahanan dan Keamanan (Polsek & Koramil) 0.66
B8 Perdagangan dan Jasa (Pertokoan, Jasa, Keuangan, hotel) 6.83
B9.1 Kesehatan 0.52
B9.2 Olah Raga 1.15
B9.3 Pendidikan 3.73
B9.4 Peribadatan 1.56
B9.5 Tempat Pemakaman Umum (TPU) 2.11
B9.6 Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) & IPAL 0.47
B10 Perkantoran Pemerintahan Distrik & UPT Agro 3.78
B11 Pertanian Pangan Berbasis Agroforestry 1347.86
Jumlah 1499.44 Sumber: Rencana, 2013
Tabel 7. 12. Peruntukan Kawasan BWP II Sebagian Distrik Bewani
No Wilayah Pengembangan Kode Kawasan Peruntukan Luas
2 BWP II
B2 Kawasan perumahan kepadatan sedang 35.89
B3 Kawasan perumahan kepadatan rendah 36.23
B6.1 Pariwisata Alam 44.94
B8 Perdagangan 11.40
B9.1 Kesehatan 0.11
B9.2 Olah Raga 0.22
B9.3 Pendidikan 1.65
B9.4 Peribadatan 0.55
B9.7 Sosial Budaya (Gedung Serba Guna) 0.26
No Wilayah Pengembangan Kode Kawasan Peruntukan Luas
B10 Perkantoran Pemerintah Distrik dan Kampung 0.94
B11 Pertanian Pangan Berbasis Agroforestry 381.47
Jumlah 513.67 Sumber: Rencana, 2013
Tabel 7. 13. Peruntukan Kawasan BWP III Sebagian Distrik Bokoneri
No Wilayah Pengembangan Kode Kawasan Peruntukan Luas
3 BWP III
B2 Kawasan perumahan kepadatan sedang 171.09
B3 Kawasan perumahan kepadatan rendah 315.35
B6.1 Pariwisata Alam (B11/HPK) 50
B8 Perdagangan 3.55
B9.1 Kesehatan 0.42
B9.2 Olah Raga 0.03
B9.3 Pendidikan 0.70
B9.4 Peribadatan 1.10
B10 Perkantoran Pemerintah Distrik dan Kampung 0.32
B11 Pertanian Pangan Berbasis Agroforestry (B11/HPK) 2,460.86
Jumlah 3,003.41 Sumber: Rencana, 2013
Tabel 7. 14. Peruntukan Kawasan BWP IV Sebagian Distrik Kamboneri
No Wilayah
Pengembangan Kode Kawasan Peruntukan Luas
4 BWP IV
B3 Kawasan perumahan kepadatan rendah 76.48
B8 Perdagangan 0.22
B9.1 Kesehatan 3.43
B9.2 Olah Raga 2.73
B9.3 Pendidikan 2.15
B9.4 Peribadatan 2.70
B10 Perkantoran Pemerintah Distrik dan Kampung 1.02
B11 Pertanian Pangan Berbasis Agroforestry 1,415.84
Jumlah 4,507.99 Sumber: Rencana, 2013
Bab 7 - Hal 1
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Peta 7. 12. Rencana Pola Ruang
Bab 7 - Hal 1
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
BAB 8 INDIKASI PROGRAM
Indikasi program pembangunan kawasan perkotaan Bokondini dibagi menjadi 4 tahapan dimana setiap tahapan
pembangunan terdiri atas 5 tahun masa pembangunannya. Pada Jangka Pendek dan menengah, pembangunan di
kawasan perkotaan Bokondini akan dimulai dengan pengembangan program-program yang mengarahkan
kawasan Bokondini untuk lebih produktif dan bermultiplier ke luar kawasan perkotaan sehingga mulai
membentuk visi kota menjadi lumbung pangan regional dengan dukungan peningkatan pelayanan dasar dan
infrastruktur. Sedangkan dalam masa jangka panjang, program program pembangunan lebih dimantabkan untuk
mencapai visi kota menjadi kota Agro dan memiliki kawasan industri agro yang mantab mampu melayani
kebutuhan skala kawasan dan regional Papua.
Bab 7 - Hal 1
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
BAB 8 Indikasi Program
8.2 Indikasi Program Pembangunan Kawasan Perkotaan Bokondini
Tabel 8. 1. Indikasi Program Pembangunan Kawasan Perkotaan Bokondini
No Program Utama Lokasi Besaran
Waktu Pelaksanaan Sumber
Dana Instansi
Pelaksana Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV
I II III IV V I II III IV V I II III IV V I II III IV V (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26)
A PERWUJUDAN RENCANA POLA RUANG
1. ZONA LINDUNG (L)
1.1. Zona L1 Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Dibawahnya
Tahun Pertama dan Kedua
Pengembangan, rehabilitasi dan revitalisasi fungsi hutan lindung meliputi;
1. Mempertahankan, merehabiltiasi dan merevitalisasi hutan lindung
Sebagian distrik Bokondini,
Sebagian Distrik Bewani dan
sebagian distrik Bokoneri
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Kehutanan, Dinas Tata Ruang dan
Permukiman
Tahun Ketiga dan Keempat
1. Mempertahankan, merehabiltiasi dan merevitalisasi hutan lindung
Sebagian distrik Bokondini,
Sebagian Distrik Bewani dan
sebagian distrik Bokoneri
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Kehutanan, Dinas Tata Ruang dan
Permukiman
1.2. Zona L2 Kawasan Perlindungan Setempat
Tahun Pertama dan Kedua
Pengembangan, rehabilitasi dan revitalisasi fungsi-fungsi lindung meliputi;
1. Sempadan sungai di Sungai Bogo, Klasis Bogoga, Bokoneri, Kamboberi dan Bokodini.
Sebagian distrik Bokondini,
Sebagian Distrik Bewani dan
sebagian distrik Bokoneri
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Kehutanan, Dinas Tata Ruang dan
Permukiman
2. RTH di Pusat Perkotaan Bokondini Bokondini
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Kehutanan, Dinas Tata Ruang dan
Permukiman
Tahun Ketiga dan Keempat
3. Sempadan sungai di Sungai Bogo, Klasis Bogoga, Bokoneri, Kamboberi dan Bokodini.
Sebagian distrik Bokondini,
Sebagian Distrik Bewani dan
sebagian distrik Bokoneri
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Kehutanan, Dinas Tata Ruang dan
Permukiman
4. RTH di Pusat Perkotaan Bokondini Bokondini
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Kehutanan, Dinas Tata Ruang dan
Permukiman
1.3. Zona L3 Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Kawasan Cagar Budaya
Bab 8 - Hal 2
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
No Program Utama Lokasi Besaran
Waktu Pelaksanaan Sumber
Dana Instansi
Pelaksana Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV
I II III IV V I II III IV V I II III IV V I II III IV V (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26)
Tahun Pertama dan Kedua
Pengembangan, peningkatan dan revitalisasi fungsi β fungsi lindung meliputi;
1. Taman Botani (Botanical Garden) selanjutnya disebut BT/L3
Sebagian wilayah Bokondini
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Kehutanan, Dinas Tata Ruang dan
Permukiman
2. Kawasan Cagar Budaya dan Pengetahuan di Klasis Bogoga
Sebagian wilayah Bokondini
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Kehutanan, Dinas Tata Ruang dan
Permukiman
Tahun Ketiga dan Keempat
Pengembangan, peningkatan dan revitalisasi fungsi β fungsi lindung meliputi;
3. Taman Botani (Botanical Garden) selanjutnya disebut BT/L3
Sebagian wilayah Bokondini
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Kehutanan, Dinas Tata Ruang dan
Permukiman
4. Kawasan Cagar Budaya dan Pengetahuan di Klasis Bogoga
Sebagian wilayah Bokondini
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Kehutanan, Dinas Tata Ruang dan
Permukiman
1.4. Zona L4 Kawasan Rawan Bencana Alam
Tahun Pertama dan Kedua
Pengembangan, peningkatan dan revitalisasi fungsi β fungsi lindung meliputi;
1. Kawasan rawan tanah longsor Sebagian wilayah bokondini,
bewani, bokoneri dan kamboneri
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Kehutanan, Dinas Tata Ruang dan
Permukiman
Tahun Kedua dan Ketiga
Pengembangan, peningkatan dan revitalisasi fungsi β fungsi lindung meliputi;
1. Kawasan rawan tanah longsor Sebagian wilayah bokondini,
bewani, bokoneri dan kamboneri
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Kehutanan, Dinas Tata Ruang dan
Permukiman
1.5. Zona L5 Kawasan Lindung Geologi
Tahun Pertama dan Kedua
Pengembangan, peningkatan dan revitalisasi fungsi β fungsi lindung meliputi;
1. Kawasan rawan gerakan tanah di jalur sesar
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Kehutanan, Dinas Tata Ruang dan
Permukiman
Tahun Ketiga dan Keempat
Pengembangan, peningkatan dan revitalisasi fungsi β fungsi lindung meliputi;
2. Kawasan rawan gerakan tanah di jalur sesar
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Kehutanan, Dinas Tata
Bab 8 - Hal 3
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
No Program Utama Lokasi Besaran
Waktu Pelaksanaan Sumber
Dana Instansi
Pelaksana Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV
I II III IV V I II III IV V I II III IV V I II III IV V (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26)
Ruang dan Permukiman
2 PERWUJUDAN ZONA BUDIDAYA (B)
2.1. Zona B2 Kawasan Peruntukan Permukiman Kepadatan Sedang
Tahap Pertama dan Kedua
Pengembangan, rehabilitasi dan revitalisasi fungsi kawasan peruntukan permukiman kepadatan sedang
Sebagian Distrik Bewani,
Bokoneri, Kamboneri dan
Seluruh Bokondini
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Tata Ruang dan
Permukiman, Dinas
Pekerjaan Umum
Tahap Ketiga dan Keempat
Pengembangan, rehabilitasi, revitalisasi dan peningkatan fungsi kawasan peruntukan permukiman kepadatan sedang
Sebagian Distrik Bewani,
Bokoneri, Kamboneri dan
Seluruh Bokondini
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Tata Ruang dan
Permukiman, Dinas
Pekerjaan Umum
2.2 Zona B3 Kawasan Peruntukan Permukiman Kepadatan Rendah
Tahap Pertama dan Kedua
Pengembangan, rehabilitasi dan revitalisasi fungsi kawasan peruntukan permukiman kepadatan rendah
Sebagian Distrik Bewani,
Bokoneri, Kamboneri dan
Seluruh Bokondini
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Tata Ruang dan
Permukiman, Dinas
Pekerjaan Umum
Tahap Ketiga dan Keempat
Pengembangan, rehabilitasi, revitalisasi dan peningkatan fungsi kawasan peruntukan permukiman kepadatan rendah
Sebagian Distrik Bewani,
Bokoneri, Kamboneri dan
Seluruh Bokondini
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Tata Ruang dan
Permukiman, Dinas
Pekerjaan Umum
2.3 Zona B5 Kawasan Peruntukan Industri
Tahap Pertama dan Kedua
Pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan peruntukan industry berbasis pertanian kehutanan (agro forestry)
Bokondini
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Perindustrian
dan perdagangan,
Dinas Pertanian,
Perkebunan dan
Peternakan
Tahap Ketiga dan Keempat
Pengembangan, peningkatan dan pemantapan fungsi kawasan peruntukan industry berbasis pertanian kehutanan (agro forestry)
Bokondini
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Perindustrian
dan perdagangan,
Dinas Pertanian,
Perkebunan
Bab 8 - Hal 4
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
No Program Utama Lokasi Besaran
Waktu Pelaksanaan Sumber
Dana Instansi
Pelaksana Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV
I II III IV V I II III IV V I II III IV V I II III IV V (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26)
dan Peternakan
2.4. Zona B6 Kawasan Peruntukan Pariwisata
Tahap Pertama dan Kedua
Pengembangan dan Peningkatan kawasan peruntukan pariwisata
Sebagian Distrik Bewani,
Bokoneri, Kamboneri dan
Seluruh Bokondini
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Pariwisata
Tahap Ketiga dan Keempat
Pengembangan dan Peningkatan kawasan peruntukan pariwisata
Sebagian Distrik Bewani,
Bokoneri, Kamboneri dan
Seluruh Bokondini
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Pariwisata
2.5. Zona B7 Kawasan Peruntukan Ekonomi, Sosial, Pertahanan dan Keamanan Negara, serta Transportasi
Tahap Pertama dan Kedua
Pengembangan dan Peningkatan Kawasan Peruntukan Ekonomi, Sosial, Pertahanan dan Keamanan Negara serta Transportasi yang meliputi;
1. Kawasan Peruntukan Bandar Udara Bokondini
Sebagian Distrik Bewani,
Bokoneri, Kamboneri dan
Seluruh Bokondini
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Perhubungan
2. Kawasan Pendidikan, riset dan teknologi pertanian, social budaya
Sebagian Distrik Bewani,
Bokoneri, Kamboneri dan
Seluruh Bokondini
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Pendidikan,
Dinas Pertanian,
Perkebunan dan
Peternakan
3. Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan berupa Koramil
Bokondini - ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Koramil, Kodim dan
Polse
4. Kawasan Peruntukan Perdagangan dan Jasa
Sebagian Distrik Bewani,
Bokoneri, Kamboneri dan
Seluruh Bokondini
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Perindustrian
dan Perdagangan
Tahap Ketiga dan Keempat
Pengembangan dan Peningkatan Kawasan Peruntukan Ekonomi, Sosial, Pertahanan dan Keamanan Negara serta Transportasi yang meliputi;
1. Kawasan Peruntukan Bandar Udara Bokondini
Sebagian Distrik Bewani,
Bokoneri, Kamboneri dan
Seluruh Bokondini
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Perhubungan
2. Kawasan Pendidikan, riset dan teknologi pertanian, social budaya
Sebagian Distrik Bewani,
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ APBD dan
Sumber lain Dinas
Pendidikan,
Bab 8 - Hal 5
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
No Program Utama Lokasi Besaran
Waktu Pelaksanaan Sumber
Dana Instansi
Pelaksana Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV
I II III IV V I II III IV V I II III IV V I II III IV V (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26)
Bokoneri, Kamboneri dan
Seluruh Bokondini
yang sah Dinas Pertanian,
Perkebunan dan
Peternakan
3. Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan berupa Koramil
Bokondini -
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Koramil, Kodim dan
Polse
4. Kawasan Peruntukan Perdagangan dan Jasa
Sebagian Distrik Bewani,
Bokoneri, Kamboneri dan
Seluruh Bokondini
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Perindustrian
dan Perdagangan
B PERWUJUDAN STRUKTUR RUANG
1. RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (RTBL), MASTER PLAN KAWASAN
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan BWP Prioritas Kawasan Perkotaan Bokondini
Bokondini - ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah Bappeda
Master Plan Kawasan Wisata Rohani Pegunungan Tengah
Bokondini - ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah Bappeda
Master Plan Kawasan Industri Agroforestry
Bokondini - ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah Bappeda
2. SISTEM PUSAT PELAYANAN
Pengembangan dan Peningkatan Fungsi Kegiatan Utama
Tahap Pertama dan Kedua
Pengembangan dan peningkatan pusat kegiatan pertanian pangan di Bewani, Kaboneri, Bokoneri dan Bokondini
Sebagian Distrik Bewani,
Bokoneri, Kamboneri dan
Seluruh Bokondini
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Perkebunan,
Pertanian dan
Peternakan
Pengembangan dan peningkatan pusat kegiatan Industri pertanian pangan di Bokondini
Bokondini
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Perkebunan,
Pertanian dan
Peternakan
Pengembangan dan peningkatan pusat kegiatan Jasa dan Perdagangan di Bokondini
Bokondini
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Perindustrian
dan Perdagangan
Pengembangan dan peningkatan pusat kegiatan kepemerintahan di Bokondini
Bokondini - ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
SetDa, Bappeda
Pengembangan dan peningkatan pusat kegiatan pariwisata alam di Bewani, Kaboneri, Bokoneri dan Bokondini
Sebagian Distrik Bewani,
Bokoneri, Kamboneri dan
Seluruh Bokondini
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Pariwisata
Bab 8 - Hal 6
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
No Program Utama Lokasi Besaran
Waktu Pelaksanaan Sumber
Dana Instansi
Pelaksana Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV
I II III IV V I II III IV V I II III IV V I II III IV V (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26)
Pengembangan dan peningkatan pusat kegiatan wisata taman botani (botanical garden) di Bokondini
Bokondini - ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Kehutanan
Pengembangan dan peningkatan pusat kegiatan wisata rohani (pilgrimage) pegunungan tengah di Bokondini
Bokondini - ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Pariwisata
Pengembangan dan peningkatan pusat kegiatan transportasi darat di Bokondini
Bokondini - ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Perhubungan
Pengembangan dan peningkatan pusat kegiatan pertahanan dan keamanan di Bokondini
Bokondini - ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Kodim, Koramil, Polsek
Pengembangan dan peningkatan pusat kegiatan kesehatan di Bewani, Kaboneri, Bokoneri dan Bokondini
Sebagian Distrik Bewani,
Bokoneri, Kamboneri dan
Seluruh Bokondini
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Kesehatan
Tahap Ketiga dan Keempat
Pengembangan, peningkatan dan pemantapan pusat kegiatan pertanian pangan di Bewani, Kaboneri, Bokoneri dan Bokondini
Sebagian Distrik Bewani,
Bokoneri, Kamboneri dan
Seluruh Bokondini
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Perkebunan,
Pertanian dan
Peternakan
Pengembangan, peningkatan dan pemantapan pusat kegiatan Industri pertanian pangan di Bokondini
Bokondini
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Perkebunan,
Pertanian dan
Peternakan
Pengembangan, peningkatan dan pemantapan pusat kegiatan Jasa dan Perdagangan di Bokondini
Bokondini
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Perindustrian
dan Perdagangan
Pengembangan, peningkatan dan pemantapan pusat kegiatan kepemerintahan di Bokondini
Bokondini -
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
SetDa, Bappeda
Pengembangan, peningkatan dan pemantapan pusat kegiatan pariwisata alam di Bewani, Kaboneri, Bokoneri dan Bokondini
Sebagian Distrik Bewani,
Bokoneri, Kamboneri dan
Seluruh Bokondini
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Pariwisata
Pengembangan, peningkatan dan pemantapan pusat kegiatan wisata taman botani (botanical garden) di Bokondini
Bokondini -
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Kehutanan
Pengembangan, peningkatan dan pemantapan pusat kegiatan wisata rohani (pilgrimage) pegunungan tengah di Bokondini
Bokondini
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Pariwisata
Pengembangan, peningkatan dan pemantapan pusat kegiatan transportasi
Bokondini -
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
Dinas Perhubungan
Bab 8 - Hal 7
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
No Program Utama Lokasi Besaran
Waktu Pelaksanaan Sumber
Dana Instansi
Pelaksana Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV
I II III IV V I II III IV V I II III IV V I II III IV V (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26)
darat di Bokondini yang sah
Pengembangan, peningkatan dan pemantapan pusat kegiatan pertahanan dan keamanan di Bokondini
Bokondini -
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Kodim, Koramil, Polsek
Pengembangan, peningkatan dan pemantapan pusat kegiatan kesehatan di Bewani, Kaboneri, Bokoneri dan Bokondini
Sebagian Distrik Bewani,
Bokoneri, Kamboneri dan
Seluruh Bokondini
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Kesehatan
3 PERWUJUDAN SISTEM JARINGAN PRASARANA
3.1. SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI
3.1.1. SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI DARAT
Tahap Pertama dan Kedua
Jaringan Jalan Kolektor Primer (K3):
Pengembangan Jaringan Jalan Karubaga β Wunin β Galala (B0kondini)
Wunin, Bokondini, Kaboneri
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Pekerjaan
Umum/ Dinas Bina Marga
Jaringan Jalan Kolektor Sekunder (K4):
Pengembangan dan peningkatan Jaringan jalan (lingkar luar) Kawasan Indusrtri β Kp Galala
Bokondini
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Pekerjaan
Umum/ Dinas Bina Marga
Pengembangan dan peningkatan jaringan jalan Bokondini β Kaboneri β Kelila/ Wamena
Bokondini, Kaboneri
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Pekerjaan
Umum/ Dinas Bina Marga
Jaringan Jalan Lokal Sekunder (Ls):
Pengembangan dan Peningkatan Jaringan Jalan Kandang β Wanggulam
Bokondini
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Pekerjaan
Umum/ Dinas Bina Marga
Pengembangan dan Peningkatan seluruh jaringan jalan lokal
Bokondini, Bewani,
Kamboneri, Bokoneri
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Pekerjaan
Umum/ Dinas Bina Marga
Pengembangan Angkutan Umum Kota Bokondini, Bewani,
Kamboneri, Bokoneri
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
Tahap Ketiga dan Keempat
Pengembangan Jaringan Jalan Karubaga β Wunin β Galala (B0kondini)
Wunin, Bokondini, Kaboneri
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Pekerjaan
Umum/ Dinas Bina Marga
Jaringan Jalan Kolektor Sekunder (K4)
Pengembangan dan peningkatan Jaringan jalan (lingkar luar) Kawasan Indusrtri β Kp Galala
Bokondini
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Pekerjaan
Umum/ Dinas Bina Marga
Pengembangan dan peningkatan jaringan Bokondini, - ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ APBD dan Dinas
Bab 8 - Hal 8
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
No Program Utama Lokasi Besaran
Waktu Pelaksanaan Sumber
Dana Instansi
Pelaksana Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV
I II III IV V I II III IV V I II III IV V I II III IV V (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26)
jalan Bokondini β Kaboneri β Kelila/ Wamena
Kaboneri Sumber lain yang sah
Pekerjaan Umum/ Dinas Bina Marga
Jaringan Jalan Lokal Sekunder (Ls)
Pengembangan dan Peningkatan Jaringan Jalan Kandang β Wanggulam
Bokondini
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Pekerjaan
Umum/ Dinas Bina Marga
Pengembangan dan Peningkatan seluruh jaringan jalan lokal
Bokondini, Bewani,
Kamboneri, Bokoneri
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Pekerjaan
Umum/ Dinas Bina Marga
3.1.2 JEMBATAN
Tahap Pertama dan Kedua
Pengembangan dan Peningkatan Seluruh Jembatan Penghubung Antar Distrik
Bokondini, Bewani,
Kamboneri, Bokoneri
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Pekerjaan
Umum/ Dinas Bina Marga
Pengembangan dan Peningkatan Seluruh Jembatan Penghubung Antar Kampung
Bokondini, Bewani,
Kamboneri, Bokoneri
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Pekerjaan
Umum/ Dinas Bina Marga
Tahap Pertama dan Kedua
Pengembangan dan Peningkatan Seluruh Jembatan Penghubung Antar Distrik
Bokondini, Bewani,
Kamboneri, Bokoneri
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Pekerjaan
Umum/ Dinas Bina Marga
Pengembangan dan Peningkatan Seluruh Jembatan Penghubung Antar Kampung
Bokondini, Bewani,
Kamboneri, Bokoneri
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Pekerjaan
Umum/ Dinas Bina Marga
3.1.3. SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI UDARA
Tahap Pertama dan Kedua
Pengembangan dan peningkatan bandar udara
Bokondini - ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Perhubungan
Pengembangan jalur pelayanan penerbangan reguler
Bokondini - ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
Tahap Ketiga dan Keempat
Pengembangan, Peningkatan dan Pemantapan bandar udara
Bokondini -
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Perhubungan
Pengembangan jalur pelayanan penerbangan reguler
Bokondini -
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
3.1.4. LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
Tahap Pertama dan Kedua
Pengembangan dan Peningkatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi;
1. Lajur, Jalur jalan khusus angkutan massal
Bokondini, Bewani,
Kamboneri, Bokoneri
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Perhubungan
Bab 8 - Hal 9
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
No Program Utama Lokasi Besaran
Waktu Pelaksanaan Sumber
Dana Instansi
Pelaksana Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV
I II III IV V I II III IV V I II III IV V I II III IV V (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26)
2. Terminal Penumpang Tipe C Bokondini - ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Perhubungan
3. Terminal Agro Bokondini - ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Perhubungan
4. Penataan Sistem Parkir on-street Bokondini - ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
Tahap Ketiga dan Keempat
Pengembangan, Peningkatan dan Pemantapan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi;
1. Lajur, Jalur jalan khusus angkutan massal
Bokondini, Bewani,
Kamboneri, Bokoneri
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ APBD dan
Sumber lain yang sah
Dinas Perhubungan
2. Terminal Penumpang Tipe C Bokondini -
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Perhubungan
3. Terminal Agro Bokondini -
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Perhubungan
4. Penataan Sistem Parkir on-street Bokondini - ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
3.2. SISTEM JARINGAN ENERGI
3.2.1. JARINGAN KELISTRIKAN
Tahap Pertama dan Kedua
KELEMBAGAAN
Pengembangan kelembagaan energy kelistrikan berbasis masyarakat dan swasta
Bokondini, Bewani,
Kamboneri, Bokoneri
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah/ Masyarakat/
Swasta
Dinas Pekerjaan
Umum/ Masyarakat/
Swasta
3.2.2. PEMBANGKIT TENAGA MIKRO/ PIKO
Pengembangan dan Peningkatan Sumber Energi Mikro/ Piko Hidro
Bokondini, Bewani,
Kamboneri, Bokoneri
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah/ Masyarakat/
Swasta
Dinas Pekerjaan
Umum/ Masyarakat/
Swasta
3.2.3 JARINGAN TRANSMISI TENAGA LISTRIK
Pengembangan dan Peningkatan Sistem Jaringan Distribusi Kawasan
Bokondini, Bewani,
Kamboneri, Bokoneri
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah/ Masyarakat/
Swasta
Dinas Pekerjaan
Umum/ Masyarakat/
Swasta
Tahap Ketiga dan Keempat
3.2.4. KELEMBAGAAN ENERGI KELISTRIKAN
Pengembangan, peningkatan dan pemantapan kelembagaan energy kelistrikan berbasis masyarakat dan swasta
Bokondini, Bewani,
Kamboneri, Bokoneri
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah/ Masyarakat/
Swasta
Dinas Pekerjaan
Umum/ Masyarakat/
Swasta
3.2.5. PEMBANGKIT TENAGA MIKRO/ PIKO
Pengembangan, Peningkatandan pemantapan Sumber Energi Mikro/ Piko Hidro
Bokondini, Bewani,
Kamboneri, -
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah/
Dinas Pekerjaan
Umum/
Bab 8 - Hal 10
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
No Program Utama Lokasi Besaran
Waktu Pelaksanaan Sumber
Dana Instansi
Pelaksana Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV
I II III IV V I II III IV V I II III IV V I II III IV V (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26)
Bokoneri Masyarakat/ Swasta
Masyarakat/ Swasta
3.2.6. JARINGAN TRANSMISI TENAGA LISTRIK
Pengembangan, Peningkatan dan Pemantapan Sistem Jaringan Distribusi Kawasan
Bokondini, Bewani,
Kamboneri, Bokoneri
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah/ Masyarakat/
Swasta
Dinas Pekerjaan
Umum/ Masyarakat/
Swasta
Pengembangan, peningkatan dan pemantapan jaringan energy kelistrikan terintegrasi dengan PLN Wamena
Bokondini, Bewani,
Kamboneri, Bokoneri
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah/ Masyarakat/
Swasta
Dinas Pekerjaan
Umum/ Masyarakat/
Swasta
3.2.7. SISTEM JARINGAN TELEKOMUNIKASI
Tahap Pertama dan Kedua
Pengembangan dan peningkatan jaringan telekomunikasi berbasis radio masyarakat (CB/Community Base Radio)
Bokondini, Bewani,
Kamboneri, Bokoneri
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah/ Masyarakat/
Swasta
Dinas Pekerjaan
Umum/ Masyarakat/
Swasta
Pengembangan dan peningkatan jaringan telekomunikasi nirkabel (satelit)
Bokondini, Bewani,
Kamboneri, Bokoneri
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah/ Masyarakat/
Swasta
Dinas Pekerjaan
Umum/ Masyarakat/
Swasta
Pengembangan dan peningkatan warung telekomunikasi dan warung internet oleh DepKomInfo
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah/ Masyarakat/
Swasta
Dinas Pekerjaan
Umum/ Masyarakat/
Swasta
Tahap Ketiga dan Keempat
Pengembangan, peningkatan dan pemantapan jaringan telekomunikasi berbasis radio masyarakat (CB/Community Base Radio)
Bokondini, Bewani,
Kamboneri, Bokoneri
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah/ Masyarakat/
Swasta
Dinas Pekerjaan
Umum/ Masyarakat/
Swasta
Pengembangan dan peningkatan jaringan telekomunikasi nirkabel (satelit)
Bokondini, Bewani,
Kamboneri, Bokoneri
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah/ Masyarakat/
Swasta
Dinas Pekerjaan
Umum/ Masyarakat/
Swasta
3.2.8. SENTRAL TELEPON OTOMAT
Pengembangan, Peningkatan dan Pemantapan STO
Bokondini, Bewani,
Kamboneri, Bokoneri
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah/ Masyarakat/
Swasta
Dinas Pekerjaan
Umum/ Masyarakat/
Swasta
3.2.9. SISTEM JARINGAN SUMBER DAYA AIR
1 SUMBER AIR
Sistem Jaringan Sungai
Tahap Pertama dan Kedua
Pengembangan dan peningkatan sungai Bokondini, - ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ APBD dan Dinas
Bab 8 - Hal 11
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
No Program Utama Lokasi Besaran
Waktu Pelaksanaan Sumber
Dana Instansi
Pelaksana Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV
I II III IV V I II III IV V I II III IV V I II III IV V (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26)
Bogo, klasis, bokondini, kamboneri dan bokoneri
Bewani, Kamboneri,
Bokoneri
Sumber lain yang sah/
Masyarakat/ Swasta
Pekerjaan Umum/
Masyarakat/ Swasta
Tahap Kedua dan Ketiga
Pengembangan, peningkatan dan pemantapan sungai Bogo, klasis, bokondini, kamboneri dan bokoneri
Bokondini, Bewani,
Kamboneri, Bokoneri
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah/ Masyarakat/
Swasta
Dinas Pekerjaan
Umum/ Masyarakat/
Swasta
2 SISTEM JARINGAN PRASARANA KAWASAN PERKOTAAN
2.1 SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM (SPAM)
2.1.1 JARINGAN PERPIPAAN
2.1.1.1 UNIT AIR BAKU
Tahap Pertama dan Kedua
Pengembangan dan peningkatan jaringan perpipaan berupa unit air bersih yang dipasok dari Sungai Klasis, Bogo, Bokondini, Kamboneri, Bokoneri.
Bokondini, Bewani,
Kamboneri, Bokoneri
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah/ Masyarakat/
Swasta
Dinas Pekerjaan
Umum/ Masyarakat/
Swasta
Tahap Ketiga dan Keempat
Pengembangan, peningkatan dan pemantapan jaringan perpipaan berupa unit air bersih yang dipasok dari Sungai Klasis, Bogo, Bokondini, Kamboneri, Bokoneri.
Bokondini, Bewani,
Kamboneri, Bokoneri
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Pekerjaan
Umum/ Masyarakat/
Swasta
3.2.10. SISTEM JARINGAN DRAINASE
Tahap Pertama dan Kedua
Pengembangan dan peningkatan sistem jaringan drainase berupa saluran drainase primer dan sekunder
Bokondini, Bewani,
Kamboneri, Bokoneri
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Pekerjaan
Umum
Tahap Ketiga dan Keempat
Pengembangan, peningkatan dan pemantapan sistem jaringan drainase berupa saluran drainase primer dan sekunder
Bokondini, Bewani,
Kamboneri, Bokoneri
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Pekerjaan
Umum
3.2.11. SISTEM JARINGAN AIR LIMBAH
1 SISTEM PEMBUANGAN AIR LIMBAH
Tahap Pertama dan Kedua
Pengembangan dan peningkatan IPAL Bewani, Bokoneri, Kamboneri dan Bokondini
Bokondini, Bewani,
Kamboneri, Bokoneri
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Kebersihan
Tahap Ketiga dan Keempat
Pengembangan, peningkatan dan pemantapan IPAL Bewani, Bokoneri, Kamboneri dan Bokondini
Bokondini, Bewani,
Kamboneri, Bokoneri
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Kebersihan
Pengembangan, peningkatan dan pemantapan IPAL Kawasan Industri Bokondini
Bokondini -
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Kebersihan
Bab 8 - Hal 12
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
No Program Utama Lokasi Besaran
Waktu Pelaksanaan Sumber
Dana Instansi
Pelaksana Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV
I II III IV V I II III IV V I II III IV V I II III IV V (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26)
3.2.12. SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN
Tahap Pertama dan Kedua
Pengembangan dan peningkatan TPST Bokondini, Bewani, Bokoneri dan Kamboneri
Bokondini, Bewani,
Kamboneri, Bokoneri
- ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Kebersihan
Pengembangan dan peningkatan TPA Bokondini
Bokondini - ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Kebersihan
Tahap Ketiga dan Keempat
Pengembangan, peningkatan dan pemantapan TPST Bokondini, Bewani, Bokoneri dan Kamboneri
Bokondini, Bewani,
Kamboneri, Bokoneri
-
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Kebersihan
Pengembangan, peningkatan dan pemantapan TPA Bokondini
Bokondini -
ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ ββ
APBD dan Sumber lain
yang sah
Dinas Kebersihan
Sumber: Rencana, 2013
Bab 7 - Hal 1
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
8.2 Rencana Pentahapan dan Prioritas Program Pembangunan
Tahapan pelaksanaan pembangunan merupakan suatu upaya mengidentifikasi langkah untuk
mengoperasionalisasikan rencana. Pentahapan pelaksanaan program pembangunan akan direncanakan dalam
tahapan/periode waktu pelaksanaan 5 (lima) tahunan, yaitu tahapan/waktu pelaksanaan I (2014-2018) yang
akan dirinci per tahun.
Sesuai dengan uraian di atas, dasar penentuan skala prioritas untuk setiap tahapan adalah unsur-unsur yang
bersifat strategis yang perlu dilaksanakan pembangunannya, dan pengarahan pelaksanaan pembangunan dari
unsur/sarana dan prasana yang akan dikembangkan/dilaksanakan pembangunannya oleh Pemerintah maupun
masyarakat.
Yang dimaksud dengan unsur-unsur strategi di sini adalah :
1. Yang berkaitan dengan perbaikan dan kelestarian lingkungan, misalnya untuk menangani kerusakan
lingkungan hidup, banjir, maupun pengamanan daerah konservasi dan sempadan (Strategi "Ekologis")
2. Yang berkaitan dengan kebutuhan penyediaan sarana dan prasarana yang sudah sangat mendesak sekali,
baik ditinjau dari skala kebutuhan maupun dari segi kelancaran sistem kegiatan Kabupaten (Strategi "Basic
Needsβ)
3. Pengembangan sarana dan prasarana di sub BWK tertentu untuk menarik perkembangan ke daerah
tersebut, misalnya jaringan jalan atau jaringan penunjang lingkungan (Strategi "Insentif untuk
pengembanganβ).
8.3 Pembiayaan Pembangunan
Secara garis besar, sumber-sumber dana pembiayaan pembangunan berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa
sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi adalah sebagai berikut:
1. Pendapatan asli daerah berupa :
a. Hasil pajak daerah,
b. Hasil retribusi daerah,
c. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan,
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.
2. Dana perimbangan berupa :
a. Bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (90% dari penerimaan negara di daerah),
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (80% dari penerimaan negara di daerah), dan
Penerimaan dari sumber daya alam (20% dari penerimaan negara di daerah untuk sektor
kehutanan, perikanan, pertambangan umum, sedang dari sektor minyak bumi sebesar 15%, dan dari
pertambangan gas alam sebesar 30 %).
b. Dana Alokasi Umum, yang besarnya ditentukan dengan perhitungan khusus.
c. Dana Alokasi Khusus, yang besamya sesuai kebutuhan yang bersifat khusus atau prioritas nasional.
3. Pinjaman daerah.
4. Lain-lain penerimaan yang sah.
Sejalan dengan berlakunya otonomi daerah pada tanggal 1 Januari 2001, maka otonomi pembangunan daerah
pun menjadi nyata. Oleh karena itu, pembiayaan program-program pembangunan di Kawasan Perkotaan
Bokondini Kabupaten Tolikara pun sangat tergantung dari besarnya pendapatan daerah Kabupaten Tolikara.
Satu pertimbangan penting yang harus menjadi perhatian adalah bahwa pembangunan di Bagian Wilayah
Kawasan Perkotaan Bokondini Kabupaten Tolikara tentunya harus seimbang dengan pembangunan di bagian-
bagian wilayah lain di Kabupaten Tolikara.
Selain sumber-sumber pembiayaan di atas, terdapat sumber pembiayaan lain dengan menyertakan pihak
swasta. Dalam kenyataannya banyak sarana dan prasarana Kabupaten dapat dikelola dengan prinsip βcost
recoveryβ, yaitu biaya operasional dipungut dari masyarakat yang mendapat pelayanan. Tentunya kemampuan
masyarakat berbeda-beda, sehingga perlu dilakukan subsidi silang melalui kebijaksanaan tarif berbeda antara
golongan kuat, menengah, dan lemah.
Kebijaksanaan pemerintah, dalam kaitan itu, dapat berperan melalui peraturan maupun penyertaan modal.
Cara yang dikenal, adalah BOT (Build, Operate and Transfer), artinya dibangun swasta, dioperasikan swasta dan
pada suatu saat diserahkan kepada pemerintah. Cara lain adalah BOO (Build, Own, Operate), yaitu suatu cara
penyertaan swasta. Modifikasi sistem tersebut cukup banyak, sepeti yang dikenal di Perancis, yaitu :
1. Concesions : swasta diberi hak membangun sarana, mengoperasikannya dan menarik retribusinya dengan
tarif ditentukan pemerintah. Konsesi ini umumnya jangka panjang, atara 10 -25 tahun.
2. After-merge : suatu bentuk kerjasama antara swasta dan pemerintah, bentuknya bisa bermacam-macam,
misalnya sarana dibangun pemerintah, pengoperasiannya oleh swasta. Jumlah persentase pembiayaan
tergantung dari sarana yang akan di after-marge-kan. Kontrak manajemen menunjukkan swasta sebagai
pengelola suatu sarana karena kerap dinilai lebih dapat bertindak efisien.
Untuk BOT yang dananya besar dan merupakan program jangka panjang, dapat dilaksanakan dengan
menggabungkan dengan kegiatan lain, misalnya dengan memberi izin lokasi pengelolaan plaza, gudang, pusat
olah raga, dan civic center.
Sedangkan dana masyarakat adalah dana yang bersumber dari masyarakat secara langsung untuk membiayai
sebagian anggaran proyek yang kerap dikenal sebagai swadaya. Pelibatan masyarakat secara langsung dalam
pembangunan (mulai dari informasi, perencanaan, dan pembiayaan) sangat penting, terutama pada
program/proyek yang menyangkut kepentingan masyarakat yang bersangkutan.
Bentuk partisipasi dapat bermacam-macam, antara lain :
1. Partisipasi dalam bentuk paling rendah, yaitu mengerti arti pembangunan yang sedang dilaksanakan tanpa
harus mengeluarkan biaya apapun dan mendukung kegiatan tersebut.
2. Merelakan sebagian tanah atau rumahnya untuk digunakan oleh proyek.
3. Ikut membiayai proyek yang dilaksanakan untuk kepentingan mereka.
Pada dasarnya pelayanan prasarana dan sarana dapat dibebankan kepada masyarakat pengguna, dengan
prinsip "quit pro qud'. Namun mengingat tidak semua penduduk berkemampuan sama, maka dalam hal ini
perlu pula diterapkan prinsip "subsidi silang". Untuk sarana makro, dapat dilaksanakan dengan sistem
perpajakan, misalnya kawasan strategis dan memiliki nilai ekonomis tinggi dikenai retribusi lebih besar.
Bab 8 - Hal 2
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
Untuk prasarana dan sarana yang langsung melayani kebutuhan masyarakat, maka biaya atau sebagian
biayanya dapat dibebankan kepada mereka secara swadaya. Misalnya pembuatan jalan lokal di kompleks
perumahan baru, dapat dilaksanakan dengan pembiayaan dipikul bersama. Hal ini ternyata berdasarkan
pengalaman dapat membangkitkan dana swadaya relatif besar. Bantuan pemerintah berperan sebagai modal
dasar yang kemudian menstimulir swadaya masyarakat. Karena itu, dalam segi pembiayaan untuk program
mikro, maka swadaya masyarakat merupakan andalan untuk mengurangi beban anggaran pemerintah.
Dana pinjaman dapat diperoleh dari dalam negeri maupun luar negeri. Pinjaman luar negeri dapat
dikembangkan di Kabupaten Tolikara melalui perjanjian penerusan pinjaman atau sub loan management.
Arahan dalam meminjam dari dalam negeri maupun luar negeri, yaitu :
1. Program/proyek harus cost recover dihitung berdasarkan tingkat bunga yang berlaku dan kemudian
diberikan waktu mengangsur serta tenggang waktu bebas bunga.
2. Berdampak luas terhadap kehidupan masyarakat maupun pertumbuhan Kabupaten, misalnya
pembangunan instalasi pengolahan air bersih, jalan arteri, atau perbaikan kampung kumuh.
3. Dapat menyediakan dana pendamping (bagi pinjaman luar negeri), sedangkan untuk pinjaman dalam
negeri telah ditentukan kriterianya (dalam hal ini pemda termasuk BUMD-nya).
Secara lebih lanjut, ketentuan pinjaman daerah ini didasarkan pada peraturan pemerintah yang berlaku.
Pinjaman bagi pemerintah daerah berfungsi sebagai :
1. Sumber dana untuk membiayai investasi prasarana dan sarana Kabupaten guna memenuhi kebutuhan dan
permintaan masyarakat.
2. Memacu laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten terutama dalam menciptakan iklim bagi
pengembangan usaha swasta.
3. Memperbesar anggaran pembangunan.
4. Memperbesar kemampuan daerah dalam pembangunan.
Pinjaman merupakan sumber dana yang dapat diandalkan, dengan catatan Debt Service Ratio (DSR) pinjaman
tidak melebihi maksimum yang ditentukan. Prinsip tersebut dikenal sebagai βTurn Key Projectβ.
Tidak semua prasarana dan sarana Kabupaten dapat dikelola oleh swasta. Untuk sektor prasarana dan sarana
Kabupaten yang dapat dikelola swasta, maka dalam pengelolaannya dapat diterapkan prinsip "cost recover".
Untuk prinsip "full cost recover", hanya ada beberapa prasarana dan sarana Kabupaten, karena biasanya
investasinya sangat besar dan jangka pengembaliannya lama. Namun dalam prinsip cost recover ini umumnya
tidak perlu full, tetapi cukup sebagian saja.
Untuk itu perlu didefinisikan lebih dahulu sektor-sektor yang dapat dikelola swasta, seperti terlihat pada tabel
berikut.
Tabel 8. 2. Sumber Alternatif Pembiayaan Infrastruktur Kawasan
No Sektor/Sub Sektor Infrastruktur
Jenis Infrastruktur Alternatif Sumber Pembiayaan
Kriteria
SUMBER DAYA AIR
1 Sumber Daya Air Bangunan air dan
Saluran pembawa Kerjasama
Pemerintah Badan Usaha Swasta tidak
tertarik dengan pola
(SDA) air baku. Dan Swasta (KPS)
pembiayaan murni korporasi
Layak secara Ekonomi: Manfaat sosial ekonomi > Biaya
Insentif Pemerintah yang diperlukan 1) Insentif Fiskal:
Keringanan PPN dan PPh
2) Insentif Non Fiskal: Keringanan biaya
perizinan pengadaan tanah Sebagian atau seluruh
biaya pengadaan tanah dibebankan kepada Pemerintah agar proyek layak secara finansial (Pasal 10 Permen PU 13/2010).
2 2. BUMN Badan Usaha Swasta tidak tertarik baik dengan pola pembiayaan murni korporasi maupun dengan pola KPS
Layak secara Ekonomi: Manfaat sosial ekonomi > Biaya
Insentif Pemerintah yang diperlukan 1) Insentif Fiskal:
Keringanan PPN dan PPh
2) Insentif Non Fiskal: Keringanan biaya
perizinan pengadaan tanah Sebagian atau seluruh
biaya pengadaan tanah dibebankan kepada Pemerintah agar proyek layak secara finansial Memperoleh prioritas
penyertaan modal dari Pemerintah agar kinerja ekuitas (modal sendiri) BUMN tersebut
Bab 8 - Hal 3
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
membaik. 3 3. APBN Badan Usaha Swasta ataupun
BUMN tidak tertarik dengan baik
pola pembiayaan murni korporasi
maupun pola KPS.
KECIPTAKARYAAN
1 Cipta Karya _ Air
Limbah
Instalasi pengolah
air limbah, Jaringan
pengumpul air
limbah, dan
Jaringan utama air
limbah.
1. Kerjasama
Pemerintah
Dan Swasta
(KPS)
Badan Usaha Swasta tidak
tertarik dengan pola
pembiayaan murni korporasi
Layak secara Ekonomi:
Manfaat sosial ekonomi >
Biaya
Insentif Pemerintah yang
diperlukan
1) Insentif Fiskal:
Keringanan PPN dan
PPh
2) Insentif Non Fiskal:
Keringanan biaya
perizinan pengadaan
tanah
Sebagian atau seluruh
biaya pengadaan tanah
dibebankan kepada
Pemerintah agar
proyek layak secara
finansial (Pasal 10
Permen PU 13/2010).
2. BUMN Badan Usaha Swasta tidak
tertarik baik dengan pola
pembiayaan murni korporasi
maupun dengan pola KPS
Layak secara Ekonomi:
Manfaat sosial ekonomi >
Biaya
Insentif Pemerintah yang
diperlukan
1) Insentif Fiskal:
Keringanan PPN dan
PPh
2) Insentif Non Fiskal:
Keringanan biaya
perizinan pengadaan
tanah
Sebagian atau seluruh
biaya pengadaan tanah
dibebankan kepada
Pemerintah agar
proyek layak secara
finansial
Memperoleh prioritas
penyertaan modal dari
Pemerintah agar
kinerja ekuitas (modal
sendiri) BUMN tersebut
membaik.
3. APBN Badan Usaha Swasta ataupun
BUMN tidak tertarik dengan baik
pola pembiayaan murni korporasi
maupun pola KPS.
2 Cipta Karya _
Persampahan
Sarana dan
Prasarana
persampahan
(Pengangkut dan
Tempat
Penampungan/
Pemrosesan).
1. Kerjasama
Pemerintah
Dan Swasta
(KPS)
Badan Usaha Swasta tidak
tertarik dengan pola
pembiayaan murni korporasi
Layak secara Ekonomi:
Manfaat sosial ekonomi >
Biaya
Insentif Pemerintah yang
diperlukan
1) Insentif Fiskal:
Keringanan PPN dan
PPh
2) Insentif Non Fiskal:
Keringanan biaya
perizinan pengadaan
tanah
Sebagian atau seluruh
biaya pengadaan tanah
dibebankan kepada
Pemerintah agar
proyek layak secara
Bab 8 - Hal 4
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
finansial (Pasal 10
Permen PU 13/2010).
2. BUMN Badan Usaha Swasta tidak
tertarik baik dengan pola
pembiayaan murni korporasi
maupun dengan pola KPS
Layak secara Ekonomi:
Manfaat sosial ekonomi >
Biaya
Insentif Pemerintah yang
diperlukan
1) Insentif Fiskal:
Keringanan PPN dan
PPh
2) Insentif Non Fiskal:
Keringanan biaya
perizinan pengadaan
tanah
Sebagian atau seluruh
biaya pengadaan tanah
dibebankan kepada
Pemerintah agar
proyek layak secara
finansial
Memperoleh prioritas
penyertaan modal dari
Pemerintah agar
kinerja ekuitas (modal
sendiri) BUMN tersebut
membaik.
3. APBN Badan Usaha Swasta ataupun
BUMN tidak tertarik dengan baik
pola pembiayaan murni korporasi
maupun pola KPS.
3
Cipta Karya _
Drainase
APBN Badan Usaha Swasta ataupun
BUMN tidak tertarik dengan baik
pola pembiayaan murni korporasi
maupun pola KPS.
PERHUBUNGAN
1 Kebandarudaraan Pelayanan jasa
kebandarudaraan.
1. Badan Usaha
Swasta
Layak secara Ekonomi:
Manfaat sosial ekonomi >
Biaya
Layak secara Finansial:
1) Net Present Value (NPV)
positif
2) IRR > Suku Bunga Acuan
BI
Insentif Pemerintah yang
diperlukan
1) Insentif Fiskal:
Keringanan PPN dan
PPh
2) Insentif Non Fiskal:
Keringanan biaya
perizinan pengadaan
tanah
2. Kerjasama
Pemerintah
Dan Swasta
(KPS)
Badan Usaha Swasta tidak
tertarik dengan pola
pembiayaan murni korporasi
Layak secara Ekonomi:
Manfaat sosial ekonomi >
Biaya
Insentif Pemerintah yang
diperlukan
1) Insentif Fiskal:
Keringanan PPN dan
PPh
2) Insentif Non Fiskal:
Keringanan biaya
perizinan pengadaan
tanah
Sebagian atau seluruh
biaya pengadaan tanah
dibebankan kepada
Pemerintah agar
proyek layak secara
finansial (Pasal 10
Permen PU 13/2010).
3. BUMN Badan Usaha Swasta tidak
tertarik baik dengan pola
Bab 8 - Hal 5
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
pembiayaan murni korporasi
maupun dengan pola KPS
Layak secara Ekonomi:
Manfaat sosial ekonomi >
Biaya
Insentif Pemerintah yang
diperlukan
1) Insentif Fiskal:
Keringanan PPN dan
PPh
2) Insentif Non Fiskal:
Keringanan biaya
perizinan pengadaan
tanah
Sebagian atau seluruh
biaya pengadaan tanah
dibebankan kepada
Pemerintah agar
proyek layak secara
finansial
Memperoleh prioritas
penyertaan modal dari
Pemerintah agar
kinerja ekuitas (modal
sendiri) BUMN tersebut
membaik.
ENERGI
1 Ketenagalistrikan Pembangkit listrik,
Pengembangan
tenaga listrik yang
berasal dari panas
bumi, dan
Transmisi/Distribusi
tenaga listrik.
1. Kerjasama
Pemerintah
Dan Swasta
(KPS)
Badan Usaha Swasta tidak
tertarik dengan pola
pembiayaan murni korporasi
Layak secara Ekonomi:
Manfaat sosial ekonomi >
Biaya
Insentif Pemerintah yang
diperlukan
1) Insentif Fiskal:
Keringanan PPN dan
PPh
2) Insentif Non Fiskal:
Keringanan biaya
perizinan pengadaan
tanah
Sebagian atau seluruh
biaya pengadaan tanah
dibebankan kepada
Pemerintah agar
proyek layak secara
finansial (Pasal 10
Permen PU 13/2010).
2. BUMN Badan Usaha Swasta tidak
tertarik baik dengan pola
pembiayaan murni korporasi
maupun dengan pola KPS
Layak secara Ekonomi:
Manfaat sosial ekonomi >
Biaya
Insentif Pemerintah yang
diperlukan
1) Insentif Fiskal:
Keringanan PPN dan
PPh
2) Insentif Non Fiskal:
Keringanan biaya
perizinan pengadaan
tanah
Sebagian atau seluruh
biaya pengadaan tanah
dibebankan kepada
Pemerintah agar
proyek layak secara
finansial
Memperoleh prioritas
penyertaan modal dari
Pemerintah agar
kinerja ekuitas (modal
sendiri) BUMN tersebut
membaik.
TELEKOMUNIKASI
Telekomunikasi Jaringan
Telekomunikasi.
1. Badan Usaha
Swasta
Layak secara Ekonomi:
Manfaat sosial ekonomi >
Biaya
Layak secara Finansial:
Bab 8 - Hal 6
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
1) Net Present Value (NPV)
positif
2) IRR > Suku Bunga Acuan
BI
Insentif Pemerintah yang
diperlukan
1) Insentif Fiskal:
Keringanan PPN dan
PPh
2) Insentif Non Fiskal:
Keringanan biaya
perizinan pengadaan
tanah
2. Kerjasama
Pemerintah
Dan Swasta
(KPS)
Badan Usaha Swasta tidak
tertarik dengan pola
pembiayaan murni korporasi
Layak secara Ekonomi:
Manfaat sosial ekonomi >
Biaya
Insentif Pemerintah yang
diperlukan
1) Insentif Fiskal:
Keringanan PPN dan
PPh
2) Insentif Non Fiskal:
Keringanan biaya
perizinan pengadaan
tanah
Sebagian atau seluruh
biaya pengadaan tanah
dibebankan kepada
Pemerintah agar
proyek layak secara
finansial (Pasal 10
Permen PU 13/2010).
3. BUMN Badan Usaha Swasta tidak
tertarik baik dengan pola
pembiayaan murni korporasi
maupun dengan pola KPS
Layak secara Ekonomi:
Manfaat sosial ekonomi >
Biaya
Insentif Pemerintah yang
diperlukan
1) Insentif Fiskal:
Keringanan PPN dan
PPh
2) Insentif Non Fiskal:
Keringanan biaya
perizinan pengadaan
tanah
Sebagian atau seluruh
biaya pengadaan tanah
dibebankan kepada
Pemerintah agar
proyek layak secara
finansial
Memperoleh prioritas
penyertaan modal dari
Pemerintah agar
kinerja ekuitas (modal
sendiri) BUMN tersebut
membaik. Sumber: Olahan berdasarkan ketentuan dalam berbagai peraturan perundangan terkait infrastruktur Ke-PU-an, Perhubungan, Energi dan
Sumber Daya Mineral, dan Komunikasi dan Informasi.
8.4 Pengelolaan Pembangunan
Salah satu faktor penentu agar rencana dapat terlaksana adalah kesiapan dan kemampuan aparatur pelaksana
dalam mengelola dan mewujudkan tujuan-tujuan rencana tersebut. Oleh karena itu, pada bagian ini akan
dibahas mengenai struktur organisasi dari badan-badan pengelola pembangunan di Kabupaten Tolikara serta
mekanisme pengelolaannya.
A. Struktur Organisasi Badan Pengelola Pembangunan
Susunan Perangkat Daerah di Kabupaten Tolikara adalah sebagai berikut:
1. Sekretariat Daerah,
2. Dinas Daerah, yang terdiri dari :
a. Dinas Pekerjaan Umum,
b. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga,
c. Dinas Kesehatan,
d. Dinas Tata Ruang Kabupaten,
e. Dinas Pekerjaan Umum,
f. Dinas Perhubungan, Informasi dan Telekomunikasi,
g. Dinas Kesejahteraan Sosial dan Tenaga Kerja,
Bab 8 - Hal 7
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
h. Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil,
i. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi Dan Ukm,
j. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah,
k. Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata,
l. Dinas Pertanian Dan Perkebunan,
m. Dinas Peternakan dan Perikanan,
n. Dinas Kehutanan
3. Lembaga Teknis Daerah yang berbentuk badan, terdiri atas :
a. Inspektorat
b. Badan Perencanaan Daerah,
c. Badan Pemberdayaan Masyarakat Kampung d. Badan Kepegawaian Daerah Dan Diklat
4. Lembaga Teknis Daerah yang berbentuk kantor, terdiri atas :
a. Kantor Kesbanglinmas,
b. Kantor Pemberdayaan Perempuan,
c. Kantor Perpustakaan, Arsip Dan Dokumentasi,
d. Kantor Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian,
B. Mekanisme Pengelolaan Pembangunan
1. Koordinasi Antar-instansi Dalam Pengelolaan Pembangunan
Dalam mekanisme pengelolaan pembangunan, koordinasi sangat diperlukan dalam upaya
mengimplementasikan dan mengendalikan rencana tata ruang.
Dalam perencanaan pembangunan ada beberapa aspek koordinasi yang penting diperhatikan, yaitu:
a. Aspek fungsional, yaitu adanya kaitan dan keterpaduan fungsional antar berbagai kegiatan adanya kaitan
dan keterpaduan fungsional antara suatu instansi dengan instansi yang lain adanya kaitan fungsional
antara program/proyek pada suatu wilayah dengan wilayah lain,
b. Aspek formal, dimaksudkan adanya kaitan antara program/proyek yang direncanakan dengan peraturan,
instruksi, edaran dan petunjuk dari instansi yang lebih tinggi.
c. Aspek struktural, dimaksudkan adanya kaitan dan koordinasi dalam bentuk penugasan pada setiap tingkat
instansi yang bersangkutan.
d. Aspek materiil, dimaksudkan adanya kaitan dan koordinasi antara program/proyek intra dan antar
instansi.
e. Aspek operasional, dimaksudkan adanya kaitan dan keterpaduan dalam penentuan langkah-langkah
pelaksanaan baik menyangkut waktu, lokasi maupun kebutuhan material.
Bab 6 - Hal 8
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
BAB 9 PEDOMAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN
RUANG
Indikasi program pembangunan kawasan perkotaan Bokondini dibagi menjadi 4 tahapan dimana setiap tahapan
pembangunan terdiri atas 5 tahun masa pembangunannya. Pada Jangka Pendek dan menengah, pembangunan di
kawasan perkotaan Bokondini akan dimulai dengan pengembangan program-program yang mengarahkan
kawasan Bokondini untuk lebih produktif dan bermultiplier ke luar kawasan perkotaan sehingga mulai
membentuk visi kota menjadi lumbung pangan regional dengan dukungan peningkatan pelayanan dasar dan
infrastruktur. Sedangkan dalam masa jangka panjang, program program pembangunan lebih dimantabkan untuk
mencapai visi kota menjadi kota Agro dan memiliki kawasan industri agro yang mantab mampu melayani
kebutuhan skala kawasan dan regional Papua.
Bab 9 - Hal 1
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
BAB 9 Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang
9.1. Mekanisme Perijinan
Setiap kegiatan harus memohonkan ijinnya sebelum melakukan pembangunan, sehingga pengembangan
kegiatan tersebut berlokasi pada ruang yang sesuai atau tidak menyimpang dari fungsi atau pemanfaatan
ruang yang telah ditetapkan. Sebagai kelengkapan dari ijin dari lokasi, guna melihat seberapa jauh
gangguannya terhadap fungsi kawasan dan lingkungan, perlu dilengkapi dengan analisis mengenai dampak
terhadap lingkungan dari pengembangan kegiatan tersebut.
Perijinan dimaksudkan sebagai konfirmasi persetujuan atas pemanfaatan ruang dalam proses pengendalian
pemanfaatan ruang. Perijinan yang terkait langsung dengan pemanfaatan ruang adalah:
1. Ijin Pemanfaatan Ruang (IPR), yaitu ijin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Tolikara dalam
rangka memanfaatkan ruang pada lokasi tertentu;
2. Ijin Lokasi (Pembebasan Tanah), yaitu persetujuan dari Kepala Daerah (Bupati) tentang pembebasan tanah
yang terletak pada lokasi yang ditentukan peruntukannya sesuai dengan rencana tata ruang yang
ditetapkan;
3. Pengesahan Rencana Tapak (Siteplan), yaitu persetujuan dari Kepala Dinas tentang rencana pemanfaatan
ruang dan rencana pemanfaatan prasarana dasar lingkungan (jalan, drainase, listrik, dll);
4. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), yaitu ijin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Tolikara kepada
pemilik bangunan dalam rangka mendirikan bangunan gedung yang telah disahkan oleh instansi yang
berwenang;
5. Ijin Penggunaan Bangunan, yaitu ijin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Tolikara kepada pemilik
bangunan gedung dalam rangka menggunakan bangunan yang telah selesai dibangun sebagian atau
seluruhnya sesuai Ijin Mendirikan Bangunan, setelah terhadap bangunan tersebut dilakukan pengkajian
teknis dalam hal kelayakan fisik;
6. Ijin Merubah Bangunan, yaitu ijin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Tolikara kepada pemilik
bangunan gedung dalam rangka merubah bangunan sebagian atau seluruhnya;
7. Ijin Merobohkan Bangunan, yaitu ijin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Tolikara kepada pemilik
bangunan gedung dalam rangka merobohkan sebagian atau seluruhnya;
8. Ijin Menghapus Bangunan, yaitu ijin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Tolikara kepada pemilik
bangunan gedung dalam rangka menghapus atau membongkar bangunan sebagian atau seluruhnya.
9.2. Mekanisme Pemberian Insentif Dan Disinsentif
Pemberian insentif bertujuan untuk merangsang perkembangan yang sesuai dengan fungsi atau pemanfaatan
ruang. Sementara pemberian disinsentif adalah untuk menghambat atau membatasi perkembangan yang
tidak sesuai dengan fungsi atau pemanfaatan ruangnya.
Pemberian insentif yang sifatnya akan merangsang perkembangan dapat ditempuh dengan memberikan
kemudahan-kemudahan pengembangan sejak dari tahap pemberian perijinan sampai dengan tahap
pembangunan dan operasional. Selain itu dapat pula ditempuh upaya mendahulukan infrastruktur atau
prasarana yang memberikan kemudahan juga akan mengarahkan bentuk perkembangannya. Keberadaan
infrastruktur atau prasarana yang mendahului tersebut akan akan merangsang perkembangan kegiatan-
kegiatan yang ada didalamnya.
Pemberian disinsentif yang sifatnya akan menghambat atau membatasi perkembangan dapat ditempuh
dengan penolakan sejak dari tahap perijinan pemanfaatan ruang dan perijinan pembangunan lainnya sampai
dengan pemberian sanksi. Selain itu dapat pula ditempuh dengan cara tidak memberikan pelayanan
infrastruktur atau prasarana yang bersangkutan. Dalam hal ini badan atau lembaga yang bertanggung jawab
menangani infrastruktur atau prasarana tersebut harus konsisten dan konsekuen dengan penerapan
perangkat disinsentif tersebut.
9.3. Mekanisme Pemberian Kompensasi
Pemberian kompensasi ini merupakan mekanisme penggantian yang diberikan oleh pemerintah kepada
masyarakat pemegang hak atas tanah, hak pengelolaan sumber daya alam seperti hutan, tambang, bahan
galian, kawasan lindung yang mengalami kerugian akibat perubahan nilai ruang dan pelaksanaan
pembangunan sesuai dengan rencana tata ruang.
Untuk mewujudkan pembangunan, pemberian kompensasi diperlukan supaya pembangunan yang
dilaksanakan dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan tanpa ada pihak yang dirugikan.
Oleh karena itu kerjasama antara masyarakat dengan pemerintah memegang peranan penting, mengingat
tanpa adanya kerjasama tersebut pembangunan yang dirtencanakan tidak dapat terwujud. Jika lahan yang ada
terbatas, maka harus dipertimbangakan diprioritaskan kebutuhan apa yang paling mendesak.
Pelaksanaan atau implementasi rencana pemanfaatan ruang berupa kawasan lindung pada lahan atau tanah
yang dimiliki atau dikelola oleh masyarakat atau pihak tertentu, perlu menerapkan mekanisme pemberian
kompensasi ini. Oleh karena kawasan lindung ini merupakan kepentingan publik, maka pihak yang
memberikan kompensasi adalah Pemerintah.
Begitu juga pada kawasan atau bagian kawasan yang dinamis sifatnya, dimana akan terjadi alih fungsi dan alih
kepemilikan lahan, akan diterapkan mekanisme pemberian kompensasi ini. Bila alih fungsi tersebut dilakukan
untuk kepentingan publik, maka pihak yang memberikan kompensasi adalah Pemerintah, dan bila untuk
kepentingan privat atau swasta/masyarakat lainnya, maka pihak yang memberikan kompensasi adalah pihak
yang diuntungkan dengan alih fungsi tersebut. Dalam mekanisme pemberian kompensasi ini tercakup juga
pola tukar - guling atau ruislag.
9.4. Mekanisme Pelaporan
Dalam melaksanakan pembangunan, pemerintah melaporkan kegiatan yang akan dilakukan dalam bentuk
laporan yang merupakan informasi secara obyektif mengenai pemanfaatan ruang yang dapat dilakukan oleh
masyarakat dan instansi yang berwenang. Sehingga dalam pelaksanaan pembangunan yang dilakukan
merupakan aspirasi masyarakat yang disampaikan kepada pemerintah atau sebaliknya.
Dengan adanya informasi terhadap masyarakat tentang pembangunan yang akan dilaksanakan oleh
pemerintah, maka dalam pelaksanaannya pemerintah telah mendapat masukan dari masyarakat mengenai
aspirasinya dalam membantu mewujudkan pembangunan.
Bentuk pelaporan dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang ini meliputi kegiatan pengumpulan data
atau penyampaian informasi secara obyektif mengenai pemanfaatan ruang, baik yang sesuai maupun yang
tidak sesuai dengan rencana. Pada prinsipnya setiap stakeholders atau pelaku pembangunan (pemerintah,
masyarakat, dan swasta) dapat menyampaikan pelaporan ini. Pelaporan tersebut disampaikan kepada pihak
Pemerintah Kabupaten yang dalam hal ini adalah instansi yang memberi wewenang pengendalian
pemanfaatan ruang. Atas dasar pelaporan ini akan dilakukan penilaian dan ditentukan tindak lanjutnya.
Bab 8 - Hal 2
LAPORAN DRAF AKHIR P e n y u s u n a n R e n c a n a D e t a i l T a t a R u a n g ( R D T R ) K a w a s a n P e r k o t a a n B o k o n d i n i
B a d a n P e r e n c a n a a n P e m b a n g u n a n D a e r a h ( B A P P E D A ) | K a b u p a t e n T o l i k a r a | P r o v i n s i P a p u a
9.5. Mekanisme Pemantauan
Pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah melalui program-program yang telah ditetapkan, terjadi
pemantauan yang mencakup pengamatan, pengawasan, pemeriksaan dengan cermat terhadap perubahan
kualitas dan lingkungan yang tidak sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan pemantauan dilakukan
oleh instasi yang berwenang.
Monitoring dilakukan supaya pembangunan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana dan anggaran yang
telah ditetapkan dan tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan dilapangan. Di dalam menjamin konsistensi
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dengan pelaksanaan atau implementasi perlu dilakukan pemantauan.
Sebagai lanjutan dapat dilakukan pengendalian, yang ditujukan untuk menertibkan kegiatan dan
menyelesaikan kemungkinan permasalahan yang muncul.
Monitoring pelaksanaan perencanaan yang merupakan salah satu kegiatan yang penting didalam menilai dan
melihat sejauh mana rencana dilaksanakan dan tujuan yang dicapai, maka pemantauan mutlak dilaksanakan.
Dari monitoring tersebut, maka akan diperoleh berbagai data serta informasi yang merupakan umpan balik
(feedback) dari RDTR yang sekaligus sebagai bahan masukan (input) bagi perencanaan dan juga memberikan
informasi akan perlu atau tidaknya peninjauan kembali (review) RDTR tersebut.
Mekanisme monitoring ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari mekanisme pelaporan, ataupun yang dilakukan
secara berkala oleh instansi yang berwenang tersebut. Dalam pengamatan dan pemeriksaan, dilakukan
menurut metode, teknik, atau cara-cara yang sesuai (appropriate) dan hasilnya sedapat mungkin terukur dan
transparan.
Hasil monitoring berupa umpan balik (feedback) menjadi bahan masukan untuk perumusan kebijaksanaan dan
pengendalian serta pengawasan pelaksanaan rencana, yang memungkinkan adanya fleksibelitas dalam proses
perancangan, sehingga senantiasa dapat mengikuti keadaan atau perkembangan baru (up to date) dan tidak
kehilangan konteks permasalahan yang dihadapi (kontekstual).
Aspek yang perlu dicermati di dalam proses monitoring adalah sebagai berikut:
1. Monitoring terhadap aspek aktivitas serta intensitas kawasan, yang meliputi identifikasi kecenderungan
perubahan kegiatan, sehingga memungkinkan terjadinya pergeseran dari peruntukan ruang (lahan) yang
ada. Dengan adanya monitoring ini maka pengendalian atau kontrol terhadap perkembangan kegiatan
dapat diketahui sedini mungkin, sehingga dapat diantisipasi serta dapat dilakukan tindakan pengaturan
peruntukan sebagai umpan balik.
2. Monitoring terhadap perkembangan daerah yang terbangun, meliputi keteraturan desain lingkungan fisik,
pembanguna jaringan jalan. Hal ini penting terutama dalam hubungannya dengan pengaruh terhadap
perubahan-pembahan atau gangguan sistem yang sudah ada. Melalui pemantauan dapat dibuat sistem
pencegahan dan pengendalian atau kontroling terhadap penurunan fungsi pelayanan.
9.6. Mekanisme Evaluasi
Mekanisme evaluasi dilakukan untuk menilai kemajuan kegiatan pemanfaatan ruang dalam mencapai tujuan
rencana tata ruang. Dalam mekanisme evaluasi ini, terbuka kemungkinan bahwa:
1. Kegiatan pemanfaaatan ruang sesuai atau sejalan dengan tujuan rencana atau;
2. Kegiatan pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan atau tidak sejalan dengan tujuan rencana.
Kemungkinan pertama (sesuai dan sejalan), maka kegiatan pemanfaatan ruang dapat dilanjutkan dan rencana
tata ruang dipertahankan atau efektif.
Kemungkinan kedua (tidak sesuai atau tidak sejalan), maka perlu dilakukan evaluasi secara seksama mengenai
sebab-sebab ketidaksesuaian atau perbedaan wujud antara rencana dengan fakta implementasi, serta dinilai
sejauh mana penyimpangan yang terjadi. Dalam evaluasi ini perlu pula mempertimbangkan faktor-faktor
ekstemal yang dapat atau telah mempengaruhi kegiatan pemanfaatan ruang, antara lain :
1. Adanya kebijakan baru, yang berbada dengan kebijaksanaan pada rencana pemanfaatan ruang ini disusun
dan ditetapkan;
2. Adanya pengaturan atau rujukan teknis baru mengenai penataan ruang yang berbada dengan yang
dipakai pada rencana tata ruang yang berlaku sekarang;
3. β’ Adanya dinamika perkembangan yang kuat dan berpangaruh dalam kegiatan pemanfaatan
ruang yang harus diakomodasikan dalam perkembangan kawasan maupun Regional (Kabupaten);
4. Adanya perkembangan di wilayah sekitar yang signifikan mempengaruhi perkembangan kawasan maupun
Regional (Kabupaten).
Sebagai tindak lanjut dari evaluasi ini adalah penyesuaiain rencana ataupun revisi rencana secara parsial atau
total.
9.7. Mekanisme Pengenaan Sanksi
Dalam pelaksanaan pembangunan, pada tahap pelaporan dan tahap pemantauan terdapat penyimpangan
dalam melaksanakan pembangunan maka instansi yang berwenang berhak menegur dan menberikan sanksi
administrasi, sanksi pidana, dan sanksi perdata terhadap pihak yang melaksanakan pembangunan.
1. Sanksi administrasi, dapat berupa pencabutan atau pambatalan ijin. Sanksi administrasi ini diterapkan atas
penyimpangan kegiatan pemanfaatan ruang seperti dikemukanan pada mekanisme pemantauan di atas.
2. Sanksi pidana, dapat berupa hukuman kurungan atau hukuman denda yang dikenakan atas pelanggaran
atau penyimpangan kegiatan pemanfaatan ruang, yang berakibat pada terganggunya kepentingan
publik.
3. Sanksi perdata, dapat berupa penggantian rugi atau lainnya, yang dikenakan atas pelanggaran atau
penyimpangan kegiatan pemanfaatan ruang, yang berakibat terganggunya kepentingan seseorang,
kelompok, atau badan hukum tertentu. Tetapi jika ada penggunaan lahan yang tidak berdampak negatif
terhadap orang lain dan kelompok lain maka, itu disebut hak, sehingga tidak dikenakan sanksi hukum.
Selama lahan tersebut tidak mengganggu kepentingan orang lain dan memiliki izin yang sah.
Sebelum pelaksanaan mekanisme pengenaan sanksi ini, terlebih dahulu harus dilakukan pemberian peringatan
atau teguran kepada pihak atau pelaku pelanggaran tersebut. Bila peringatan atau teguran (sampai 3 kali)
tidak diindahkan, maka barulah diterapkan mekanisme pengenaan sanksi ini.
Dalam mekanisme pengenaan sanksi ini terlebih dahulu diterapkan sanksi administrasi. Apabila sanksi
administrasi ini tidak diindahkan oleh pelanggar yang bersangkutan, maka ditindaklanjuti dengan pengaduan
ke lembaga peradilan. Dalam proses peradilan ini pelanggar dapat dikenai sanksi pidana dan atau sanksi
perdata. Dengan adanya pemberian sanksi terhadap pelanggaran atau penyimpangan dalam
melaksanakan pembangunan sangat penting supaya pihak yang melaksanakan pembangunan
berhati-hati dan melaksanakan sesuai aturan yang berlaku.