draff makalah

Upload: erny-gent

Post on 13-Jul-2015

412 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ANALISIS KEANEKARAGAMAN SPESIES TUMBUHAN PADA VEGETASI HUTAN ALAMI BATUKARU KECAMATAN PENEBEL KABUPATEN TABANAN

OLEH I GUSTI AGUNG KETUT JAYA ASTIKA 0813041033 VIIB

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2011/2012

BAB I PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem yang merupakan hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan, dalam perseketuan alam lingkungannya antara yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan (Undang-Undang No.41 Tahun 1999). Sumber daya hutan ini merupakan ekosistem alam dan manusian yang mempunyai ketergantungan satu sama lainnya. Hutan memiliki fungsi ekonomi dan fungsi perlindungan lingkungan. Adanya fungsi tersebut menuntut konsentrasi suatu pengelolaan hutan yang dapat mengakomodir kelangsungannya. . Hutan apabila dilihat dari fungsinya maka dapat diklasifikasikan menjadi hutan lindung, hutan produksi, hutan suaka alam, dan hutan wisata, hal ini sesuai dengan pasal 3 UndangUndang No.5 tahun 1967 Tentang Tindak Pidana Terhadap Hutan (Marpaung, 1995). Di Indonesia hutan merupakan vegetasi alami utama dan salah satu sumber daya alam yang sangat penting. Hutan tropis Indonesia merupakan yang terluas ketiga di dunia setelah Brazil dan Zaire, dengan luas kurang lebih 142,3 juta ha atau 74% dari luas daratan (Manik, 2003). Menurut Deshmukh (1992), hutan dikatakan sebagai suatu komunitas biologi dengan lapisan pohon yang membentuk kanopi tertutup dengan lapisan terna yang jarang dan beberapa rumput-rumputan Hutan lindung adalah kawasan hutan yang berfungsi untuk mengatur tata air, mencegah banjir dan erosi, serta mempertahankan kesuburan tanah. Luas hutan lindung 30,3 juta ha atau 21,3% dari seluruh luas kawasan hutan. Di Bali khususnya di kabupaten Tabanan juga terdapat kawasan hutan lindung. Salah satunya daerah hutan Batukaru yang terletak di kecamatan Penebel kabupaten Tabanan. Selain sebagai hutan lindung hutan batukaru yang terbentang luas tersebut juga berfungsi sebagai hutan cagar alam. Secara keseluruhan luas hutan Batukaru sekitar 15.153,28 Ha, terdiri dari 14.262,74 Ha hutan alam, dan 890,54 Ha hutan tanaman. Dalam hutan yang luas tersebut terdapat berbagai jenis tumbuhan dan hewan yang tentunya sangat beragam.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka penulis mencoba menulis makalah dengan mengangkat topik analisis keanekaragaman spesies tumbuhan pada vegetasi hutan alami batukaru kecamatan penebel kabupaten tabanan yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana keadaan keanekaragaman spesies tumbuhan yang terdapat di hutan lindung batukaru. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana keadaan hutan batukaru? 2. Apa yang dimaksud dengan vegetasi? 3. Apa yang dimasud dengan keanekaragaman spesies? 4. Faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi keanekaragaman spesies? 1.3 Tujuan Tujuan penulisan makalah ini adalah 1. Untuk mengetahui bagaimana keadaan hutan batukaru 2. Apa yang dimaksud dengan vegetasi 3. Apa yang dimasud dengan keanekaragaman spesies 4. Faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi keanekaragaman spesies 1.4 Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat mengetahui keadaan hutan batukaru 2. Dapat mengetahui apa itu vegetasi 3. Dapat mengetahui keanekaragaman spesies dan faktor-faktor yang mempengaruhi keanekaragaman spesies.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Hutan Hutan adalah suatu komunitas biologi dengan lapisan pohon yang membentuk kanopi tertutup dengan lapisan terna yang jarang dan berupa rumput-rumputan (Deshmuskh, 1992). Manik (2003) menyampaikan bahwa hutan menurut fungsinya dibedakan menjadi; 1) Hutan Lindung yaitu kawasan hutan yang berfungsi untuk mengatur tata air, mencegah banjir dan erosi, serta mempertahankan kesuburan tanah, 2) Hutan Suaka Alam adalah hutan yang diperuntukkan untuk perlindungan dan pelestarian sumber daya plasma nutfah dan penyangga kehidupan, 3) Hutan Wisata adalah kawasan hutan yang diperuntukkan secara khusus untuk dibina dan dipelihara guna kepentingan wisata, pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan, dan 4) Hutan produksi yaitu hutan yang diperuntukkan guna memproduksi hasil hutan untuk memenuhi kepentingan masyarakat. Selain pembagian hutan menurut fungsinya, Manik (2003) juga menjelaskan pengelompokan hutan berdasarkan formasinya, yang dibedakan menjadi hutan hujan, hutan musim, hutan kerangas, hutan savana, hutan pantai, hutan mangrove, hutan rawa, dan hutan rawa rambut. Arifin (1994) membagi hutan dalam beberapa bagian, yakni bagian atas tanah meliputi tajuk-tajuk pepohonan, batang kayu, dan tumbuhan bawah, bagian permukaan tanah meliputi semak, rumput-rumputan, dan serasah yang sering disebut lantai hutan yang terdiri dari tumpukan daun, ranting, bunga, buah serta bagian dalam tanah meliputi akar dari semua vegetasi. Hutan merupakan ekosistem alami yang sangat kompleks dengan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang tumbuh rapat, mulai dari yang lebih kecil hingga yang berukuran besar, termasuk di dalamnya jamur dan lumut dan selanjutnya mengadakan hubungan kehidupan terutama pada hutan yang berisi struktur aneka lingkungan hidup. Pada lantai hutan yang lembab dan gelap akan dijumpai sedikit kehidupan tumbuh-tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan

yang memerlukan sinar matahari tidak akan mampu hidup pada daerah tersebut (Hardjosuwarno, 1989). Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar. Hutan merupakan suatu kumpulan tetumbuhan, terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas. Pohon sendiri adalah tumbuhan tinggi dengan masa hidup bertahuntahun. Jadi, tentu berbeda dengan sayur-sayuran atau padi-padian yang hidup semusim saja. Pohon juga berbeda karena secara mencolok memiliki sebatang pokok tegak berkayu yang cukup panjang dan bentuk tajuk (mahkota daun) yang jelas. Suatu kumpulan pepohonan dianggap hutan jika mampu menciptakan iklim dan kondisi lingkungan yang khas setempat, yang berbeda daripada daerah di luarnya. Jika kita berada di hutan hujan tropis, rasanya seperti masuk ke dalam ruang sauna yang hangat dan lembab, yang berbeda daripada daerah perladangan sekitarnya. Pemandangannya pun berlainan. Ini berarti segala tumbuhan lain dan hewan (hingga yang sekecil-kecilnya), serta beraneka unsur tak hidup lain termasuk bagian-bagian penyusun yang tidak terpisahkan dari hutan. Di Indonesia, hutan merupakan vegetasi alami utama dan salah satu sumber daya alam utama yang sangat penting. Hutan tropis Indonesia merupakan yang terluas ketiga di dunia setelah Brazil dan Zaire, dengan luas kurang lebih 142,3 juta ha atau 74% dari luas daratan (Manik, 2003). Dahulu berlaku suatu ketentuan, bahwa hutan harus tetap merupakan 60% dari luas tanah suatu wilayah atau negara. Bagi suatu Negara, hutan diharapkan berfungsi seperti halnya suatu penyegar bagi kehidupan penduduknya. Selain itu hutan merupakan sumber kekayaan alam yang pemanfaatannya dapat menunjang kesejahteraan hidup masyarakat. Kalau dirinci, fungsi hutan sebagai berikut (Dwidjoseputro, 1990): 1. Hutan merupakan penyimpan tumbuhan dan hewan yang sudah teruji kebenarannya, dengan demikian hutan merupakan gudang gen yang

sewaktu-waktu dapat diambil untuk pemulihan tanaman-tanaman yang mengalami kemunduran akibat pemanjaan terlalu lama. 2. Hutan merupakan penyangga penyakit dan hama. Ketika ada ledakan hama penyakit maka akibatnya dapat diperkecil dengan hutan sebagai penampungnya. 3. Hutan atau vegetasi pada umumnya dapat menyerap CO2 di suatu lingkungan yang sedang tercemar oleh asap kendaraan dan pabrik, dapat dikatakan hutan sebagai penyaring udara. 4. Hutan merupakan pelindung terhadap angin. Lebatnya vegetasi menghalangi tiupan angin bagi tanaman budi daya atau pemukiman. 5. Hutan merupakan pengatur tata air. Pertama karena daun-daun yang lebat menyebabkan air hujan yang jatuh dengan derasnya tidak langsung mengena tanah sehingga tidak terjadi pelumpuran yang bisa mengakibatkan erosi atau tanah longsor. Perakaran dari pohon-pohonan menyerap dan menahan air hujan, sehingga berkesempatan masuk dalam tanah sampai lapisan tanah kedap air dan muncul di suatu tempat sebagai mata air. Terkait dengan keadaan danau Buyan, fungsi hutan yang ini sangat berpengaruh. Pengubahan lahan perhutanan di daerah kemiringan di sekitar danau menjadi pemukiman dan lahan pertanian ataupun pembabatan hutan memberikan dampak pada jumlah debit air danau. Seperti pada penjelasan hidrologi danau merupakan air permukaan yang sumber airnya berasal dari air resapan. Kalau pembabatan hutan terus dilakukan maka diversitas akan terganggu, hutan akan kekurangan tenaga dalam menahan air hujan dan berimplikasi pada mata air yang keluar. 6. Hutan merupakan pengatur suhu lingkungan. Sinar matahari yang langsung memancar ke permukaan bumi sebagian terserap ke permukaan bumi, sebagian diserap tumbuhan sehingga lingkungan tidak langsung panas. 7. Sumber kekayaan alam baik nabati maupun hewani.

2.2 Deskripsi Hutan Batukaru Peta lokasi hutan batukaru

Lokasi Hutan Batukaru Hutan batukaru terletak di kabupaten Tabanan yang sebagian besar teeletak di kecamatan penebel kabupaten tabanan. Batukaru termasuk dalam Register Tanah Kehutanan (RTK) 4, Kelompok Hutan Batukaru, yang terletak pada koordinat geografis 810- 823 LS dan 11502 11515 BT. Luas seluruh Kelompok Hutan Batukaru 15.153,28 Ha, terdiri dari 14.262,74 Ha hutan alam, dan 890,54 Ha hutan tanaman. Menurut fungsinya Kelompok Hutan Batukaru didominasi oleh Hutan Lindung seluas 11.899,32 Ha, kemudian Cagar Alam seluas 1.762,80 Ha, dan Taman Wisata Alam seluas 1.491,16 Ha. Tipe Ekosistem Tipe ekosistem hutan Batukaru, termasuk dalam hutan hujan tropis dataran tinggi yang dicirikan dengan curah hujan yang tinggi, kondisi kawasan selalu basah, dengan keanekaragaman jenis tumbuhan yang cukup tinggi. Karena letaknya pada daerah pegunungan menyebabkan kawasan hutan ini sangat penting dan strategis bagi daerah resapan dan perlindungan tata air

(hidro-orologis) bagi daerah di bawahnya terutama Kabupaten-kabupaten di Propinsi Bali bagian selatan. Karena keanekaragaman tumbuhan dan satwa yang cukup tinggi, kawasan ini memiliki nilai konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang penting dan prioritas di Propinsi Bali. Topografi dan Iklim Keadaan topografi kawasan ini berbukit dan bergelombang, yang terdiri atas tiga lokasi bukit yang terpisah, yaitu Cagar Alam Batukaru I (Bukit Tapak), Cagar Alam Batukaru II (Bukit Pohang/Pohen), dan Cagar Alam Batukaru III (Bukit Lesong), dengan altitude/ketinggian antara 1.860 m 2.089 m dari permukaan laut (dpl). Iklim pada kawasan ini termasuk dalam iklim Tipe A, menurut klasifikasi iklim Schmidt & Fergusson. Rata-rata curah hujan 2.000 mm 2.800 mm per tahun, dengan jumlah hari hujan rata-rata 155,6 hari/tahun. Jumlah bulan basah 4 10 bulan, bulan kering rata-rata 0 5 bulan. Suhu udara rata-rata berkisar antara 11,5 C 24 C. Potensi Flora Keanekaragaman jenis tumbuhan di hutan Batukaru cukup tinggi dan paling tidak terdapat 45 jenis pohon yang diantaranya termasuk jenis yang langka. Beberapa jenis yang dominan adalah Bunut (Ficus indica), Sompang (Laplaceae sp.), Seming (Engelhardia spicata), Cemara Geseng (Casuarina junghuniana), Udu (Litsea velutina), Belantih (Homalanthus giganteus), Lateng (Laportea sp.), dan Kedukduk (Astronia spectabilis). Jenis flora yang tergolong langka adalah Cemara Pandak (Podocarpus imbricatus), dan Kepelan (Manglitia glouca). 2.3 Vegetasi Vegetasi mempunyai arti umum dan luas dari pada komunitas tumbuhan. Hardjosuwarno (1989) mendefinisikan sebagai kumpulan keseluruhan yang hidup bersama pada suatu area khusus, dan dapat dicirikan oleh baik spesies penyusun maupun oleh gabungan karakter struktur dan fungsional yang memberi ciri fisiologis (kenampakan luar) vegetasi. Subudi (1995)

menyatakan bahwa vegetasi lebih dari sekedar sekelompok tumbuhan yang hidup bersama-sama, secara individual hidup bersama-sama dan saling berinteraksi antara satu dengan lainnya. Selanjutnya secara bersama-sama pula memodifikasi habitatnya sehingga menyebabkan lingkungan di bawah kanopi menjadi lebih rendah, mampu memperkaya tanah dan dapat mengurangi pancaran cahaya matahari. Hardjosuwarno (1989) menyampaikan bahwa vegetasi adalah keseluruhan tumbuhan yang terdapat di suatu tempat. Vegetasi dibentuk oleh individu tumbuhan yang beraneka ragam serta memiliki variasi pada setiap kondisi tertentu. Wijana (1994) menyebutkan bahwa tumbuh-tumbuhan hanya dapat hidup di tempat yang kondisinya sesuai bagi tumbuhan tersebut, jenis tumbuhan yang berbeda akan memerlukan kondisi yang berbeda pula. Hal ini berarti bahwa kondisi setempat merupakan faktor utama dalam membatasi agihan jenis tumbuhan tertentu. Lebih lanjut dalam Wijana (1994) disampaikan bahwa habitat akan mengadakan seleksi terhadap spesies tumbuhan yang mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, sedangkan komposisi vegetasi ditentukan oleh adanya kesempatan ruang yang dimiliki oleh suatu spesies tumbuhan untuk mengadakan regenerasi. Namun, vegetasi akan memiliki pengertian yang lebih praktis bagi pembuat peta vegetasi, dimana vegetasi adalah bentuk mozaik komunitas pada suatu bentuk lahan. Di sini vegetasi mempunyai makna sendiri dari berbagai unit yang dapat dipetakan secara jelas (Hardjosuwarno, 1989) Hardjosuwarno (1989) disebutkan terbentuknya vegetasi sebagai berikut: berbagai tumbuhan hidup berkelompok dan tumbuh secara bersama, karena mereka terikat dalam tanah tempat tumbuh mereka, memperbanyak diri secara masal dengan perantara biji atau spora atau dengan sarana rhizoma dan kadang-kadang dengan tunas akar (sucker). Dengan cara tersebut mereka akan membentuk vegetasi sebagai bentuk masa tumbuhan dan kemungkinan dapat dibedakan ke dalam unit-unit yang jelas dan unit ini dinamakan komunitas tumbuhan. Sehingga vegetasi lebih dari sekedar sekelompok tumbuhan yang hidup bersama dan saling berinteraksi antara satu dengan lainnya, dimana vegetasi dapat terbentuk satu atau lebih komunitas.

Vegetasi berperan besar terhadap kelestarian hutan dan lingkungan pada umumnya. Vegetasi mempunyai pengaruh terhadap adanya suatu erosi, karena melindungi tanah terhadap kerusakan tanah oleh butir-butir hujan. Pada dasarnya vegetasi mampu mempengaruhi erosi karena adanya, 1) Intersepsi air hujan oleh tajuk dan absorpsi energi air hujan sehingga memperkecil erosivitasnya 2) Pengaruh terhadap limpasan permukaan 3) Peningkatan aktivitas biologi dalam tanah; dan 4) Peningkatan kerapatan kehilangan air karena transpirasi (Rahim, 2006) Pengaruh vegetasi tersebut berbeda-beda, bergantng pada jenis tanaman, perakaran, tinggi tanaman, tajuk, dan tingkat pertumbuhan dan musim. Pengaruh musim sebenarnya erat hubungannya dengan pengelolaan lahan dan tanaman. Adanya vegetasi penutup tanaman yang baik, seperti rumput yang tebal dan hutan yang lebat dapat menghilangkan pengaruh topografi terhadap erosi. Tanaman yang menutup permukaan tanah secara rapat tidak saja memperlambat limpasan, tetapi juga menghambat pengangkutan partikel tanah (Rahim.2006) Perakaran tanaman berperan sebagai pemantap agregat dan memperbesar porositas tanah. Akar juga berfungsi menggenggam massa tanah sehingga mempengaruhi nilai daya geser tanah (shear strength). Dengan demikian tanah yang memiliki perakaran tanaman, baik disalah satu sisi kemampuan meneruskan air ke lapisan bawah tinggi, disisi lain ketahanan tanah terhadap perusakan oleh air menjadi tinggi pula. Tanaman yang berbeda ternyata mempunyai karakter yang berbeda dalam berinteraksi dengan tanah. Tanaman yang mempunyai daun yang lebat dan mudah lapuk menyuburkan tanah, dengan demikian mengurangi kepekaan tanah terhadap erosi. 2.4 Diversitas (keanekaragaman) Spesies Diversitas adalah suatu keragaman atau perbedaan di antara anggotaanggota suatu kelompok. Dalam ekologi, umumnya diversitas mengarah ke diversitas spesies yang pengukurannya melalui jumlah spesies dalam

komunitas dan kelimpahan relatifnya. Diversitas spesies terdiri atas dua komponen yaitu jumlah spesies yang ada, umumnya mengarah ke kekayaan spesies (richness) dan kelimpahan relatif spesies yang mengarah ke kesamaan atau kerataan (eveness atau equitability) (Rai, 1999). Lebih lanjut Irwan (1992) menyatakan bahwa keanekaragaman hayati (biodiversitas) adalah jumlah jenis yang dapat ditinjau dari tiga tingkat sebagai berikut: 1) pada tingkat gen dan kromosom merupakan pembawa sifat keturunan, 2) pada tingkat jenis yaitu berbagai golongan makhluk yang mempunyai susunan gen tertentu, 3) pada tingkat ekosistem atau ekologi yaitu tempat jenis itu melangsungkan kehidupannya dan berinteraksi dengan faktor biotik dan abiotik. Desmuskh (1992) menggolongkan keanekaragaman (diversitas) spesies menjadi: keanekaragaman A (alfa) yaitu keanekaragaman di dalam habitat tertentu, keanekaragaman B (beta) yaitu keanekaragaman antara habitat, dan keanekaragaman gamma yaitu habitat dan landscape atau area geografi. Keanekaragaman beta sebagai akibat dari diversitas alfa dalam komunitas dan perubahan-perubahan dalam komposisi spesies sepanjang gradian habitat (sebagai perbedaan spesies pada perbedaan posisi dalam guardian). Sedangkan keanekaragaman gamma tergantung pada diversitas alfa dalam komunitas dan derajat deferensiasi, juga diversitas beta antara komunitas. Diversitas spesies mengacu pada konsep yang disampaikan oleh Barbour et al (1987) menyatakan bahwa keanekaragaman spesies merupakan kombinasi dari kekayan spesies dan kemerataan spesies (equilibitas) di alam suatu komunitas. Kekayaan spesies adalah jumlah total spesies di dalam suatu komunitas dan kemerataan spesies adalah distribusi individu-individu diantara spesies. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan (jumlah individu) yang sama. Sebaliknya jika komunitas itu disusun oleh spesies dan spesies dominan juga sedikit maka keanekaragaman spesiesnya rendah.

Menurut Barbour et al (1987), indeks keanekaragaman spesies merupakan informasi penting tentang suatu komunitas. Semakin luas areal sampel dan semakin banyak spesies yang dijumpai, maka nilai indeks keanekaragaman spesies cenderung akan lebih tinggi. Nilai indeks keanekaragaman yang relatif rendah umum dijumpai pada komunitas yang telah mencapai klimaks. Untuk mempertahankan keanekaragaman yang tinggi, komunitas memerlukan gangguan secara teratur dan acak. Komunitas yang sangat stabil, meluas secara regional, dan homogen, mempunyai indeks keanekaragaman lebih rendah dibandingkan bentuk hutan mosaik atau secara regional diganggu secara periodik oleh api, angin, banjir, hama, dan intervensi manusia. Biasanya setelah gangguan berlalu, akan terjadi peningkatan keanekaragaman spesies sampai pada suatu titik dimana komunitas mencapai klimaks. Selanjutnya setelah klimaks ada kecenderungan indeks keanekaragaman menurun lagi. Lebih lanjut Wijana (1994) mengemukakan bahwa keanekaragaman spesies terbentuk oleh kesesuaian perangkat genetika yang mengatur sifat-sifat kebakaan dalam berinteraksi dengan ligkungannya, dalam hal ini adanya keserasian mahluk hidup dengan tempat hidupnya. Irwan (1992) menyatakan bahwa, jika tatanan lingkungan yang hanya terdiri dari sedikit jenis hayati, maka lingkungan tersebut sangat peka dan mudah terganggu keseimbangannya. Semakin beranekaragam sumber hayati maka sangat penting bagi kelangsungan hidup mahluknya, tetapi juga untuk kelestarian tatanan lingkungan itu sendiri. Keanekaragaman hayati yang terhimpun dalam berbagai ragam ekosistem berpengaruh baik secara langsung atau tidak langsung pada kehidupan. Dalam segala tipe ekosistem, mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling lengkap akan terjadi dua aspek penting yaitu adanya siklus energi dan daur mineral. Dengan keanekaragaman ekosistem akan mempertinggi pertahanan ekosistem terhadap pengaruh-pengaruh dari luar. Keanekaragaman akan cenderung rendah dalam ekosistem-ekosistem yang secara fisik terkendali biologi (Irwan, 1992).

2.5 Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Keanekaragaman Spesies Faktor utama yang menyebabkan terjadinya perubahan vegetasi dalam suatu daerah yang sama adalah perbedaan pada tanah. Tanah merupakan faktor edafik yang dominan dan mempengaruhi kesuburan suatu lahan atau lingkungan. Faktor edafik merupakan faktor-faktor yang terdapat dalam tanah, yang mengandung air, udara dan organisme yang hidup di dalamnya. Lahan (tanah) merupakan sumber daya alam yang dapat pulih (renewable). Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air, vegetasi, dan benda yang ada di atasnya sepanjang berpengaruh terhadap penggunaannya. Dengan pengertian ini, lahan juga mengandung makna ruang atau tempat (Manik, 2003). Sarna, dkk (2007) mengatakan bahwa tanah merupakan media pertumbuhan bagi tanaman, tempat melekatkan diri dengan akarnya dan sebagai sumber nutrisi. Kondisi fisik tanah sangat penting bagi tumbuhan yang hidup diatasnya, dari fisik tanah biasanya sangat ditentukan oleh tekstur dan struktur tanah. Tekstur tanah ditentukan oleh partikel-partikel yang membangun tanah tersebut. Partikel-partikel ini dapat dikelompokkan menjadi 3 berdasarkan ukurannya, seperti tertera pada tabel berikut. Tabel 2.1 Jenis partikel tanah beserta ukuran masing-masing partikel tanah Partikel Ukuran Diameter (mm) Pasir 2 0,02 Debu (silt) 0,02 0,002 Liat (clay) < 0,002 Campuran ketiga komponen partikel tanah terebut dalam proporsi yang sama disebut tanah lempung (Loam). Struktur tanah terjadi akibat partikel-partikel tanah berkumpul/bergabung yang kemudian membentuk pola-pola tertentu. Jadi struktur tanah tergantung pada macam partikel yang membentuknya. Seperti misalnya dapat membentuk struktur tanah lepas (clump), remah (crumb) dan tanah berat (puddle/heavy clay). Tekstur dan struktur tanah banyak juga tergantung dari komponen tanah seperti mineral tanah, organik tanah, air dan larutan tanah, atmosfer tanah, dan organisme tanah. Istilah tanah (soil) sudah lama dikenal dan digunakan, dengan pengertian sebagai berikut:

1).

Tanah merupakan benda alami sebagai tempat

tumbuhnya berbagai tumbuh-tumbuhan. Dalam hal ini tanah lebih ditekankan pada kualitas atau kesuburannya. 2). Tanah merupakan bahan hancuran iklim, yang berasal dari batuan atau bahan organik, yang dimanfaatkan untuk bahan galian, tambang, dan bahan bangunan. Di sini tanah merupakan suatu satuan berat (ton) atau volume (m3). 3). Tanah merupakan ruangan atau tempat di permukaan bumi yang digunakan manusia untuk melakukan berbagai macam kegiatannya. Pada pengertian ketiga ini tanah dinyatakan dalam luas (ha, are, m2). Tanah juga dapat dipandang sebagai tubuh alami yang tersusun atas kompleks ekosistem, didalamnya terdapat berbagai jenis mineral dan organisme hidup, mulai dari mikroorganisme hingga vertebrata. Keberadaan dan prilaku mikroorganisme ini membuat tanah bersifat dinamis (Manik, 2003). Yulius (1997) berpendapat bahwa pada tanah yang tersebar luas ditemukan berbagai perbandingan susunan butiran tanah. Suatu butiran tanah menentukan sifat-sifat fisik tertentu pada tanah. Tanah merupakan suatu sistem yang terdiri atas tiga lapisan mintakat yang berturut-turut dari atas sampai ke bawah yaitu: Lapisan L, lapisan searah yang terdiri atas tumbuhan dan hewan yang telah mati tetapi belum mengalami perubahan, namun apabila sudah mengalami dekomposisi masih bisa diidentifikasi asalnya; Lapisan F atau fragmentasi, merupakan mintakat yang berada dibawah lapisan L, terdiri atas fragmen-fragmen serasah sebagai material organik inang telah mengalami dekomposisi; Lapisan H atau lapisan humus, terdiri atas fragmen-fragmen serasah sebagai material organik yang telah terdekomposisi dengan baik, materi organik dalam keadaan amorf dan lapisan ini berhubungan langsung dengan mineral tanah (Pritcheet & Oosting dalam Wijana, 1994). a. Bahan Organik Tanah Bahan organik adalah kumpulan beragam senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi

dan termasuk juga mikrobia heterotrofik dan ototrofik yang terlibat dan berada didalamnya. Bahan organik tanah dapat berasal dari: 1. 2. 3. sumber primer, yaitu: jaringan organik tanaman (flora) yang dapat berupa: (a) daun, (b) ranting dan cabang, (c) batang, (d) buah, dan (e) akar. sumber sekunder, yaitu: jaringan organik fauna, yang dapat berupa: kotorannya dan mikrofauna. sumber lain dari luar, yaitu: pemberian pupuk organik berupa: (a) pupuk kandang, (b) pupuk hijau, (c) pupuk bokasi (kompos), dan (d) pupuk hayati (Madjid, 2007). Bahan organik dapat berpengaruh terhadap perubahan sifat-sifat tanah berikut:(1) sifat fisik tanah, (2) sifat kimia tanah, dan(3) sifat biologi tanah. Peranan bahan organik terhadap perubahan sifat fisik tanah, meliputi: (1) stimulan terhadap granulasi tanah, (2) memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah, (3) menurunkan plastisitas dan kohesi tanah, (4) meningkatkan daya tanah menahan air sehingga drainase tidak berlebihan, kelembaban dan temperatur tanah menjadi stabil, (5) mempengaruhi warna tanah menjadi coklat sampai hitam, (6) menetralisir daya rusak butir-butir hujan, (7) menghambat erosi, dan (8) mengurangi pelindian (pencucian/leaching). Peranan bahan organik terhadap perubahan sifat kimia tanah, meliputi: (1) (2) meningkatkan hara tersedia dari proses mineralisasi bagian bahan organik yang mudah terurai, menghasilkan humus tanah yang berperanan secara koloidal dari senyawa sisa mineralisasi dan senyawa sulit terurai dalam proses humifikasi, (3) meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah 30 kali lebih besar ketimbang koloid anorganik,

(4)

menurunkan muatan positif tanah melalui proses pengkelatan terhadap mineral oksida dan kation Al+ dan Fe+ yang reaktif, sehingga menurunkan fiksasi P tanah, dan

(5)

meningkatkan ketersediaan dan efisiensi pemupukan serta melalui peningkatan pelarutan P oleh asam-asam organik hasil dekomposisi bahan organik.

Peningkatan baik keragaman mupun populasi berkaitan erat dengan fungsi bahan organik bagi organisme tanah, yaitu: (1) bahan organik sebagai sumber energi bagi organisme tanah terutama organisme tanah heterotropik, dan (2) bahan organik sebagai sumber hara bagi organisme tanah. Sedangkan menurut Polunin (1990) bahan organik merupakan tempat utama kegiatan mikroorganisme yang membebaskan (kadang-kadang menghasilkan) zat hara. Bahan organik tanah berasal dari organisme hidup baik tumbuhan maupun hewan. Bahan organik tanah dibedakan atas bahan organik kasar dan bahan organik halus atau humus, yang berasal dari penghancuran bahan organik kasar serta senyawa-senyawa baru yang dibentuk dari penghancuran bahan organik tersebut sebagai hasil kegiatan mikroorganisme dalam tanah. Humus merupakan senyawa yang resisten (tidak mudah hancur) berwarna hitam atau coklat serta mempunyai daya menahan air unsur hara yang tinggi. Tanah yang banyak mengandung humus atau bahan organik adalah tanah-tanah lapisan atas atau top soil, dimana lapisan ini dengan mikrofauna dan mikrofloranya selalu dalam kondisi dinamis. Semakin ke bawah kandungan bahan organik semakin sedikit, sehingga dalam hal ini top soil perlu dipertahankan. Pohon-pohon yang tumbuh sepanjang tahun di daerah tropika menyumbangkan sisa-sisa berupa daun, ranting, cabang, dan akar semuanya berperan dalam penambahan organik tanah, demikian pula tumbuhan belukar dan berbagai jenis rerumputan, Sebagian serasah sisa-sisa tumbuhan dirombak oleh mikroorganisme. Kelembaban juga memberikan pengaruh terhadap organik tanah. Kelembaban semakin tinggi pada suhu konstan maka bahan organik makin tinggi pada jenis vegetasi yang sama (Yulius, 1997).

b. pH Tanah pH adalah tingkat keasaman atau kebasa-an suatu benda yang diukur dengan menggunakan skala pH antara 0 hingga 14. Sifat asam mempunyai pH antara 0 hingga 6,5 dan sifat basa mempunyai nilai pH 7,5 hingga 14. Sebagai contoh, jus jeruk dan air aki mempunyai pH antara 0 hingga 7, sedangkan air laut dan cairan pemutih mempunyai sifat basa (yang juga disebut sebagai alkaline) dengan nilai pH 7 14. Air murni adalah netral atau mempunyai nilai pH 7. Dalam kaitannya dengan pH tanah Barbour et al (1987) menyatakan bahwa efek tak langsung pH terhadap pertumbuhan lebih nyata dibandingkan dengan efek langsungnya, misalnya pada pH yang rendah (dibawah 5,5) aluminium, besi, mangan, kerap kali larut dalam jumlah yang cukup besar, keadaan ini dapat menyebabkan racun bagi beberapa tumbuhan. Pada pH sekitar 6, fosfor dapat larut dengan mudah, fiksasi nitrogen baik pada pH diatas 5,5. pH yang mendekati netral (antara 6,5-7,5) paling baik bagi ketersediaan unsur hara dan baik bagi pertumbuhan tumbuhan. c. Kelengasan Tanah Kelengasan tanah merupakan keadaan yang memberikan volume air (cairan) yang tertahan didalam pori-pori sistem tanah sebagai akibat adanya saling tindak antara air dengan jarak tanah (adesi) dan sesama masa air (kohesi). Salah satu hal yang mempengaruhi pasokan air pada tanaman adalah kelengasan tanah. Salah satu tetapan lengas adalah kapasitas lapang. Kapasitas lapang merupakan kandungan air yang tersekap oleh sistem tanah setelah laju gerakan air ke bawah banyak berkurang. Tanaman umumnya hanya mampu memanfaatkan air yang berada pada kapasitas lapang dan presentase layu tetap (Poerwowidodo, 1992). Persediaan air dalam tanah tergantung dari banyaknya curah hujan atau irigasi, kemampuan tanah menahan air, evapotranspirasi (penguapan langsung dari tanah maupun dari vegetasi) dan tingginya muka air tanah. Air terdapat dalam tanah karena ditahan (diserap) oleh masa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air atau karena keadaan drainase yang kurang baik. Kelebihan ataupun

kekurangan kandungan air dalam tanah dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.

BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Hutan adalah suatu komunitas biologi dengan lapisan pohon yang membentuk kanopi tertutup dengan lapisan terna yang jarang dan berupa rumput-rumputan. 2. Hutan batukaru terletak di kabupaten Tabanan. Secara keseluruhan luas hutan Batukaru seluas 15.153,28 Ha. hutan Batukaru, termasuk dalam hutan hujan tropis dataran tinggi. dengan keanekaragaman jenis tumbuhan yang cukup tinggi. Keanekaragaman jenis tumbuhan di hutan Batukaru cukup tinggi dan paling tidak terdapat 45 jenis pohon yang diantaranya termasuk jenis yang langka. sekelompok tumbuhan yang hidup bersama-sama, secara individual hidup bersamasama dan saling berinteraksi antara satu dengan lainnya yang hidup dalam suatu tempat. 3. 4. Diversitas adalah suatu keragaman atau perbedaan Faktor yang mempengaruhi keanekaragaman di antara anggota-anggota suatu kelompok. spesies adalah keadaan tanah yang meliputi tekstur tanah, struktur tanah, dan bahan organic serta kelengasan tanah 3.2 1. komponen ekosistem 2. Hutan batukaru sebagai salah satu bagian dari hutan batukaru yang terdapat dikabupaten Tabanan memegang peranan penting terhadap kelangsungan hidup manusia dan fauna lainnya spatut dijaga kelestariannya. Saran Hutan adalah suatu ekosistem

yang harus dijaga kelestariannya sehingga terjadi keseimbangan antar

Daftar Rujukan Anonim. 2009. Cagar Alam Batukaru. Tersedia pada: http://www.ksdabali.go.id/?page_id=11. Diakses pada tanggal 25 Desember 2011 Arifin. 1994. Hutan, Hakekat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Barbour, M.G.; J.H. Burk and W.D. Pitts. 1987. Terestrial Plant Ecology. California: The Benjamin/Coming Publishing Company, Inc. Deshmukh, Ian. 1992. Ekologi dan Biologi Tropika. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Dwidjoseputro, D. 1990. Ekologi Manusia dengan Lingkungannya. Jakarta: Erlagga Hardjosuwarno, Sunarto. 1989. Ekologi Tumbuhan. Yogyakarta: Fakultas Biologi Universitas Gajah Mada Hardjosuwarno, Sunarto. 1992. Komposisi dan Struktur Vegtasi Gunung Perahu Dataran Tinggi Dieng. Yogyakarta: Fakultas Biologi Universitas Gajah Mada. Irwan. 1992. Prinsip-Prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem, Komunitas dan Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara Madjid, Abdul. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas Sriwijaya Manik, Karden Eddy Sontang. 2003. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: Djambatan. Marpaung, Leden. 1995. Tindak Pidana Terhadap Hutan, Hasil Hutan, dan Satwa. Jakarta: Gelora Aksara Pratama Odum, gugene P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi Edisi ke-3. Yogyakarta: UGM Rai, Gusti Ngurah, Wijana, dan Arnyana. 1999. Buku Ajar Ekologi Tumbuhan. Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Singaraja Sarna, Ketut; Budi adnyana; I.G.A.N Setiawan, 2007. Buku Ajar Fisiologi Tumbuhan Bermuatan Local genius. Jurusan Pendidikan Biologi: Fakultas Matematika dan Ilm Pengtahuan Alam UNDIKSHA

Simon. 1988. Pengantar Ilmu Kehutanan. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM