SINTESIS HIBRIDA ALGA Tetraselmis sp. YANGDIIMOBILISASI DENGAN MATRIKS SILIKA DAN PELAPISAN
MAGNETIT (Fe3O4) SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNAKRISTAL VIOLET
(Skripsi)
Oleh
Asdini Virginia
JURUSAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG2018
ABSTRAK
SINTESIS HIBRIDA ALGA Tetraselmis sp. YANGDIIMOBILISASI DENGAN MATRIKS SILIKA DAN
PELAPISAN MAGNETIT (Fe3O4) SEBAGAI ADSORBEN ZATWARNA KRISTAL VIOLET
Oleh
Asdini Virginia
Pada penelitian ini telah dilakukan immobilisasi biomassa alga Tetraselmis sp.dengan matriks silika (TS) dan pelapisan magnetit (TSM) sebagai adsorben zatwarna kristal violet. Karakterisasi material menggunakan spektrofotometer IRuntuk mengidentifikasi gugus fungsi, XRD untuk mengetahui tingkat kekristalan,SEM-EDX untuk mengetahui morfologi permukaan. Uji adsorpsi zat warnakristal violet menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang591 nm, meliputi variasi pH, variasi waktu, variasi konsentrasi, adsorpsi simultandan adsorpsi sekuensial. Adsorpsi zat warna kristal violet pada hibrida algaTetraselmis sp. silika (TS) dan hibrida alga Tetraselmis sp. silika magnetit (TSM)memiliki pH optimum pH 8 dengan waktu kontak 60 menit dan konsentrasi 200mg L-1. Adsorpsi simultan dan sekuensial pada hibrida alga Tetraselmis sp. silika(TS) dan hibrida alga Tetraselmis sp. silika magnetit (TSM) cenderung lebih baikdalam menyerap zat warna metilen biru. Kinetika adsorpsi pada hibrida algaTetraselmis sp. silika (TS) dan hibrida alga Tetraselmis sp. silika magnetit (TSM)sebagai adsorben zat warna kristal violet cenderung mengikuti model kinetikapseudo orde dua dengan nilai koefisien korelasi (r2) masing-masing 0,990 dan0,971. Selain itu juga isoterm adsorpsi pada hibrida alga Tetraselmis sp. silika(TS) dan hibrida alga Tetraselmis sp. silika magnetit (TSM) sebagai adsorben zatwarna kristal violet cenderung mengikuti model isoterm Freundlich dengan nilaikoefisien korelasi (r2) masing-masing 0,820 dan 0,836.
Kata kunci : Hibrida alga Tetraselmis sp. silika (TS), Hibrida alga Tetraselmissp. silika magnetit (TSM), Adsorpsi, Kristal violet
ABSTRACT
SYNTHESIS OF Tetraselmis sp. ALGAE HYBRIDIMMOBILIZED WITH SILICA MATRIX AND MAGNETITE(Fe3O4) AS ADSORBENT OF CRYSTAL VIOLET DYESTUFF
By
Asdini Virginia
In this research immobilization of Tetraselmis sp. algae biomass was carried outwith a silica matrix (TS) and magnetite coating (TSM) as adsorbent of crystalviolet dyestuff. Material characterization used spectrophotometer IR to identifyfunctional groups, XRD to determine the level of crystallinity, SEM-EDX todetermine surface morphology. Crystal violet adsorption experiment used Uv-Visspectrophotometer at a wavelenght of 591 nm, including variations in pH, timevariation, concentration, simultaneous adsorption and sequential adsorption.Adsorption of crystal violet dyes on silica Tetraselmis sp. algae hybrids (TS) andsilica magnetite Tetraselmis sp. algae hybrids (TSM) had an optimum pH of pH 8with a contact time of 60 minutes and a concentration of 200 mg L-1.Simultaneous and sequential adsorption of silica Tetraselmis sp. algae hybrids(TS) and silica magnetite Tetraselmis sp. algae hybrids (TSM) tend to be better onadsorption methylen blue dyes. Adsorption kinetics on silica Tetraselmis sp.algae hybrids (TS) and silica magnetite Tetraselmis sp. algae hybrids (TSM) asadsorbent of crystal violet dyes tend to follow a second order pseudo kineticsmodel with correlation coefficient values (r2) 0.990 and 0.971 respectively. Andalso adsorption isotherm on silica Tetraselmis sp. algae hybrids (TS) and silicamagnetite Tetraselmis sp. algae hybrids (TSM) as adsorben of crystal violet dyestend to follow the Freundlich isotherm model with correlation coefficients value(r2) 0.820 and 0.836 respectively.
Keyword : silica Tetraselmis sp. algae hybrids (TS), silica magnetite Tetraselmissp. algae hybrids (TSM), Adsorption, Crystal violet
SINTESIS HIBRIDA ALGA Tetraselmis sp. YANGDIIMOBILISASI DENGAN MATRIKS SILIKA DAN
PELAPISAN MAGNETIT (Fe3O4) SEBAGAI ADSORBEN ZATWARNA KRISTAL VIOLET
Oleh
ASDINI VIRGINIA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai GelarSARJANA SAINS
Pada
Jurusan kimiaFakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Lampung
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
RIWAYAT HIDUP
Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 21 Bandar Lampung, diselesaikan pada tahun 2011, dan
Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA AL-Azhar 3 Bandar Lampung, diselesaikan pada tahun
2014.
Pada tahun2014 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Jurusan Kimia FMIPA Unila melalui jalur
SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Pada tahun 2017 penulis melakukan
Praktek Kerja Lapangan di Laboratorium Kimia Anorganik Jurusan Kimia FMIPA Unila. Selama
menjadi mahasiswa penulis pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMAKI) FMIPA Unila
sebagai anggota biro kesekretariatan pada periode kepengurusan 2015/2016.
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 02 september
1996, sebagai anak pertama dari empat bersaudara, putri dari
Sugeng dan Umi Salamah. Jenjang pendidikan dimulai dari
Taman Kanak- Kanak (TK) di TK Karya Utama, diselesaikan
pada tahun 2001, Sekolah Dasar (SD) di SDN 1 Perumnas Way
Kandis, Bandar Lampung, diselesaikan pada tahun 2008,
MOTTO
Start where you are, use what you have, do what you can Arthur Ashe
Learn from yesterday, Live for today, and hope for tomorrowAlbert Einstein
Education is not preparation for life, education is itselfJohn Dewey
A person who never made a mistake never tried anythingnew
Albert Einstein
Your life will not be changed by fate, but be transformedby the changes that you did
Jim Rohn
Rahasia kesuksesan adalah melakukan hal yangbiasa secara tidak biasa
John D. Rockefeller Jr
Waktu bagaikan pedang. Jika engkau tidak memanfaatkannyadengan baik (untuk memotong), maka ia akan memanfaatkanmu(dipotong)
H.R. Muslim
Dengan mengucapkan Alhamdulillah
Kupersembahkan karya sederhana ini untuk :
Almarhumah ibunda tercinta “Umi Salamah” ,Kedua orang tua yang telah merawat danmembesarkanku Bapak “Sugeng” dan Ibu“Lasmiatun”. Terimakasih atas segala doa,dukungan, motivasi, semangat dan nasihat yangtelah kalian berikan hingga aku berada di titik akhirperjalananku menjadi mahasiswa.
Adik- adikku tersayang, Katon Leonardo,
Hilmi Kawadebes dan Rafa Alfarizy
Almamater Tercinta Universitas Lampung
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia - Nyasehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“SINTESIS HIBRIDA ALGA Tetraselmis sp. YANG DIIMOBILISASIDENGAN MATRIKS SILIKA DAN PELAPISAN MAGNETIT (Fe3O4)
SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA KRISTAL VIOLET ”
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains di Jurusan Kimia,Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung. Selamapenulisan skripsi ini tidak luput dari halangan dan rintangan, namun semua dapatdilalui oleh penulis berkat ridho Allah SWT, ridho kedua orang tua, dukungan dansemangat dari orang-orang yang hadir dikehidupan penulis.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT
2. Almarhumah ibuku tercinta “Umi Salamah”. Kedua orang tua yang telahmerawat dan membesarkanku Bpk. “Sugeng” dan Ibu “Lasmiatun”. Adik-adikkutersayang Katon Leonardo, Hilmi Kawadebes, dan Rafa Alfarizy.
3. Ibu Prof. Dr. Buhani, M.Si., selaku pembimbing I yang telah memberikanmotivasi, bimbingan, bantuan, semangat, kritik, saran, dan nasihat kepada penulissehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
4. Bapak Prof. Suharso, Ph.D., selaku pembimbing II yang telah memberikanmotivasi, semangat, kritik, saran, dan nasihat kepada penulis sehingga skripsi inidapat terselesaikan dengan baik.
5. Bapak Dicky Hidayat, M.Sc selaku pembahas yang telah memberikan motivasi,dukungan, semangat, kritik, saran, dan nasihat kepada penulis sehingga skripsi inidapat terselesaikan dengan baik.
6. Bapak Mulyono, Ph.D. selaku pembimbing akademik yang telah memberikanmotivasi,saran, nasihat dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikanpermasalahan seputar akademik.
7. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T., selaku Ketua Jurusan Kimia,Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.
8. Bapak Prof. Warsito, D.E.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Matematika danIlmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.
9. Seluruh Dosen, Staf dan karyawan Jurusan Kimia FMIPA UniversitasLampung.
10. Keluarga besar “Dirjo squad” dan “Dimyati squad” atas semuadukungan,motivasi, semangat dan selalu mendoakan setiap langkahku.
11. Xavierra (Agnesa Anugrah, Grace Nadya Putri Deba, Putri Sendi Khairunnisa,Ismini Hidayati , Diani Widya Pangestika) yang telah memberikan dukungan,motivasi, semangat, bantuan dan mendengarkan semua keluh kesah penulis.
12. My Research team “Adsorption Group’14” : Ana Devita Mutiara, FeritaAngriana, Fitria Luziana, dan Ismi Aditiya yang telah memberikan bantuan,dukungan, semangat, kerjasama dan semua pengorbanan yang kita lalui selamaini.
13. Keluarga besar Kimia 2014: Inorganic Chemistry : Ana Devita Mutiara, FeritaAngriana, Fitria Luziana, Ismi Aditiya, Audina Uci Pertiwi, Hafid Darmais Halan,Fikri Muhammad,Yusuf Hadi Kurniawan, Lucia Arum Hartaty, Rica Royjanah,Devi Tri Lestari, Cindy Claudia Putri, Ainun Nadiyah, Novi Indarwati, Hot Asi,Aniza Vidya Widata, Khumil Ajmila, Putri Sendi Khairunnisa, Widia Sari, BayuAndani, Deni Diora, Dira Fauzi Ridwan. Organic Chemistry : Risa Septiana,Rizky Fijaryani, Nur Laelatul K., Hidayatul Mufidah, Dicky Sildianto, WahyuFictiana Dewi, Kartika Dewi Rachmawati, Elisabeth Yulinda A.P., GabriellaSetiawati, Astriva Novri Harahap, Laili Dini Ariza, Herda Yulia, Nella Merliani,Fransisca Clodina Dacosta, Dhia Hawari, Hamidin, Berliana Anastasia P., ErienRatna P., Rahmah Hanifah, Fitri oktavianica, Fendi Setiawan. Physical Chemistry:Erwin simarmata, Mattew Maranatha, Lilian Elisabeth, Meliana Sari Simarmata,Renaldi Arlento, V. Ari Viggi H., M. Ilhan Imanudin, Sola Gratia, GanjarAndhulangi, Herliana, Tika Dwi Febriyanti, Mahliani Erianti, Liana Hariyanti,Khasandra, Michael Alberto S., Rizky Nur Fitriyani. Analytical Chemistry : Henywijaya, Ayisa Ramadona, Riri Auliya, Yunita Damayanti, Nova Ariska, Rizka AriWandari, Fergina Prawaning Tyas, Siti Fatimah, Dinda Mezia Physca, Rizaumami, Yola Yashinta Batubara, Edith Hendri P., M Firza Ersa, MuhammadFirdaus, Windi antika, Teguh Wijaya Hakim, Desy Tiara E., M. Ilham Haqqiqi,Dellania Frida Y., Fitrah Adhi N., M. Arqam, Grace Nadya Putri Deba, DianiWidya Pangestika, Ismini Hidayati, Agnesa Anugrah. Biochemistry : BidariMaulid Diana, Fernando Silaban, Asrul Fanani, Ni Putu Rahma A., Bunga LantriDwinta, Riza Mufarida A., Rica Aulia, Erika Liandini, Hestianingsuh Famela,
Ayuning Fara M., Diva Amila, Angga Hidayatullah E., Leony Fransiska, Agung,dan Lutfi Hijrianto. Terimakasih telah menjadi bagian dari kehidupan penulis. I’llnever forget you guys.
14. Teman – teman KKN : Annisa’ul Mufidah, Cinthia Dewi Maharani, IqbalTejo Hartrianto dan Fauzi Ibrahim.
15. Kakak-kakak angkatan 2013, 2012, 2011, dan 2010 yang tidak bisa sayasebutkan satu persatu, terima kasih atas motivasi, bantuan, kritik, dan saran.
16. Adik-adik angkatan 2015, 2016, 2017 dan 2018 yang tidak bisa saya sebutkansatu persatu, terima kasih atas semangat dan dukungan kalian. Jangan pernahberhenti berjuang, dan selalu semangat dalam menghadapi setiap permasalahan.
17. Almamater tercinta Universitas Lampung.
18. Semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini.
Bandar Lampung, September 2018
Penulis
Asdini Virginia
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... v
I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang dan Masalah ..................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 5
C. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 6
A. Biomassa Alga Tetraselmis sp. ................................................................. 6
B. Immobilisasi Biomassa Alga Tetraselmis sp. ........................................... 9
C. Magnetit (Fe3O4) ...................................................................................... 10
D. Silika Gel ................................................................................................. 11
E. Proses Sol-Gel ......................................................................................... 13
F. Kristal Violet ........................................................................................... 14
G. Adsorpsi ................................................................................................... 16
H. Kinetika Adsorpsi .................................................................................... 20
I. Kesetimbangan Adsorpsi ......................................................................... 21
J. Karakterisasi ............................................................................................ 24
1. Scanning Electron Microscopy With Energy Dispersive X-Ray
(SEM-EDX) ...................................................................................... 24
2. X-Ray Diffraction (XRD) ................................................................. 25
3. Spektrofotometer UV-Vis ................................................................ 26
4. Spektrofotometer Inframerah (IR) .................................................... 27
III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 29
A. Waktu dan Tempat ................................................................................ 29
B. Alat dan Bahan ...................................................................................... 29
C. Prosedur Penelitian ................................................................................ 30
1. Penyiapan Biomassa Alga Tetraselmis sp. ...................................... 30
2. Sintesis Magnetit (Fe3O4) ................................................................. 30
3. Sintesis Hibrida Alga Tetraselmis sp. Silika (TS) ............................ 31
4. Sintesis Hibrida Alga Tetraselmis sp. Silika Magnetit (TSM) ......... 31
5. Karakterisasi Material....................................................................... 32
6. Adsorpsi Kristal Violet Oleh TS dan TSM ...................................... 32
a. Pembuatan Larutan Induk Kristal Violet
1000 mg L-1
...................................................................... 32
b. Kurva Standar .................................................................. 33
c. Variasi pH ....................................................................... 33
d. Variasi Waktu ................................................................. 33
e. Variasi Konsentrasi ......................................................... 34
f. Adsorpsi Simultan ............................................................ 35
g. Adsorpsi Sekuensial ......................................................... 35
IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN .................................... 36
A. Sintesis .................................................................................................. 36
B. Karakterisasi .......................................................................................... 37
1. Karakterisasi dengan Spektrofotometer IR ..................................... 37
2. Karakterisasi dengan XRD .............................................................. 39
3. Karakterisasi dengan Scanning Electron Microscope With Energy
Dispersive X-Ray (SEM-EDX) ...................................................... 41
C. Adsorpsi Kristal Violet Oleh TS dan TSM ........................................... 44
1. Variasi pH ....................................................................................... 44
2. Variasi Waktu.................................................................................. 45
3. Variasi Konsentrasi ......................................................................... 48
4. Adsorpsi simultan ........................................................................... 52
5. Adsorpsi Sekuensial ........................................................................ 53
V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 55
A. Kesimpulan ........................................................................................... 55
B. Saran ...................................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 57
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Perbedaan adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia ............................................... 19
2. Hasil analisis gugus fungsi pada adsorben .................................................... 39
3. Hasil analisis struktur kristal ......................................................................... 41
4. Parameter isoterm adsorpsi Langmuir dan Freundlich TS dan TSM
terhadap zat warna kristal violet ................................................................... 51
5. Kurva standar kristal violet (variasi pH) ....................................................... 64
6. Adsorpsi zat warna kristal violet dengan variasi pH 3-9 ............................. 65
7. Kurva standar kristal violet (variasi waktu kontak) ..................................... 66
8. Adsorpsi zat warna kristal violet dengan variasi waktu
15-120 menit ................................................................................................. 67
9. Kinetika pseudo orde satu pada TS sebagai adsorben zat warna
kristal violet ................................................................................................... 69
10. Kinetika pseudo orde satu pada TSM sebagai adsorben zat warna
kristal violet ................................................................................................. 69
11. Kinetika pseudo orde dua pada TS sebagai adsorben zat warna
kristal violet ................................................................................................. 71
12. Kinetika pseudo orde dua pada TSM sebagai adsorben zat warna
kristal violet ................................................................................................. 72
13. Kurva standar kristal violet (variasi konsentrasi)........................................ 73
14. Adsorpsi zat warna kristal violet dengan variasi konsentrasi
10-400 mg L-1
.................................................................................................... 74
15. Isoterm adsorpsi Langmuir pada TS sebagai adsorben zat warna
kristal violet ................................................................................................. 75
16. Isoterm adsorpsi Langmuir pada TSM sebagai adsorben zat warna
kristal violet ................................................................................................. 77
17. Isoterm adsorpsi Freundlich pada TS sebagai adsorben zat warna
kristal violet ................................................................................................. 78
18. Isoterm adsorpsi Freundlich pada TSM sebagai adsorben zat warna
kristal violet ................................................................................................. 80
19. Kurva standar kristal violet (adsorpsi simultan dan sekuensial) ................. 81
20. Kurva standar metilen biru (adsorpsi simultan dan sekuensial).................. 82
21. Adsorpsi simultan zat warna kristal violet ................................................. 82
22. Adsorpsi sekuensial zat warna kristal violet ............................................... 83
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tetraselmis sp. ............................................................................................... 7
2. Struktur silika gel ......................................................................................... 12
3. Struktur TEOS (tetraetilortosilikat)............................................................... 14
4. Struktur kimia kristal violet ......................................................................... 15
5. Model isoterm adsorpsi Langmuir ................................................................ 22
6. Model isoterm adsorpsi Freundlich ............................................................... 23
7. Spektra IR (a) alga, (b) silika, (c) TS (d) silika-magnetit, dan
(e) TSM ......................................................................................................... 37
8. Difraktogram dari (a) magnetit, (b) TS, dan (c) TSM .................................. 40
9. Mikrograf SEM (a) TS (b) TSM ................................................................... 42
10. Spektrum EDX (a) TS (b) TSM .................................................................. 43
11. Adsorpsi zat warna kristal violet pada TS dan TSM dengan
variasi pH 3-9 .............................................................................................. 44
12. Adsorpsi zat warna kristal violet pada TS dan TSM dengan
variasi waktu 15-120 menit ......................................................................... 46
13. Kinetika pseudo orde satu pada TS dan TSM terhadap
zat warrna kristal violet ............................................................................... 47
14. Kinetika pseudo orde dua pada TS dan TSM terhadap
zat warrna kristal violet .............................................................................. 48
15. Adsorpsi zat warna kristal violet pada TS dan TSM dengan
variasi konsentrasi 10-400 mg L-1
............................................................... 49
16. Pola isoterm adsorpsi Langmuir pada TS dan TSM sebagai adsorben
zat warna kristal violet ................................................................................ 50
17. Pola isoterm adsorpsi Freundlich pada TS dan TSM sebagai adsorben
zat warna kristal violet ................................................................................ 50
18. Adsorpsi simultan pada TS dan TSM terhadap zat warna
kristal violet dan metilen biru .................................................................... 52
19. Adsorpsi sekuensial pada TS dan TSM terhadap zat warna
kristal violet dan metilen biru .................................................................... 53
20. Kurva hasil pengukuran panjang gelombang maksimum kristal violet ...... 64
21. Kurva standar kristal violet (variasi pH) ..................................................... 64
22. Adsorpsi zat warna kristal violet dengan adsorben TS dengan
variasi pH 3-9 .............................................................................................. 65
23. Adsorpsi zat warna kristal violet dengan adsorben TSM dengan
variasi pH 3-9 .............................................................................................. 66
24. Kurva standar kristal violet (variasi waktu kontak) .................................... 67
25. Adsorpsi zat warna kristal violet dengan adsorben TS dengan
variasi waktu kontak 15-120 menit ............................................................. 68
26. Adsorpsi zat warna kristal violet dengan adsorben TSM dengan
variasi waktu 15-120 menit ......................................................................... 68
27. Pola kinetika pseudo orde satu pada TS dan TSM sebagai
adsorben zat warna kristal violet ................................................................. 70
28. Pola kinetika pseudo orde dua pada TS dan TSM sebagai adsorben
zat warna kristal violet ................................................................................ 72
29. Kurva standar kristal violet (variasi konsentrasi)........................................ 74
30. Adsorpsi zat warna kristal violet dengan adsorben TS dan TSM dengan
variasi konsentrasi 10-400 mg L-1
............................................................... 75
31. Pola isoterm adsorpsi Langmuir pada TS sebagai adsorben
zat warna kristal violet ................................................................................ 76
32. Pola isoterm adsorpsi Langmuir pada TSM sebagai adsorben
zat warna kristal violet ................................................................................ 77
33. Pola isoterm adsorpsi Freundlich pada TS sebagai adsorben
zat warna kristal violet ................................................................................ 79
34. Pola isoterm adsorpsi Freundlich pada TSM sebagai adsorben
zat warna kristal violet ................................................................................ 80
35. Kurva standar kristal violet (adsorpsi simultan dan sekuensial) ................. 81
36. Kurva standar metilen biru (adsorpsi simultan dan sekuensial).................. 82
37. Adsorpsi simultan zat warna kristal violet dengan adsorben
TS dan TSM ................................................................................................ 83
38. Adsorpsi sekuensial kristal violet terhadap TS dan TSM ........................... 83
39. Adsorpsi sekuensial metilen biru terhadap TS dan TSM ............................ 84
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Perkembangan industri tekstil di Indonesia memiliki peranan penting dalam
meningkatkan pendapatan negara sebesar 12,72 % terhadap ekspor non migas
(Hermawan, 2011). Kontribusi tersebut menghasilkan dampak positif bagi
pendapatan negara, tetapi berdampak negatif bagi lingkungan akibat air buangannya
(Prapto, 1980). Limbah yang dihasilkan dari industri tekstil memberikan kontribusi
yang besar dalam pencemaran lingkungan dan mengganggu keseimbangan ekosistem
(Sharma et al., 2011).
Zat warna merupakan residu khas yang dihasilkan oleh banyak industri dan biasanya
mengandung beberapa kontaminan. Pewarna tekstil merupakan contoh kontaminan
yang keberadaannya di ekosistem perairan tidak dapat diabaikan (Humelnicu et al.,
2017). Karena bahkan beberapa mg L-1 pewarna dapat menyebabkan perubahan
warna air, mengurangi penetrasi sinar matahari dan dengan demikian menghambat
fotosintesis (Panic et al., 2014). Selain itu, sebagian zat warna juga bersifat toksik.
Industri tekstil merupakan salah satu industri yang menggunakan zat warna dalam
jumlah besar. Pada industri tekstil, dikenal 3 jenis zat warna, yaitu anionik (asam dan
2
reaktif), kationik (dasar), dan non-ionik (dispersi) (Sharma, 2011 ; Robinson et al.,
2001). Penggunaan jenis zat warna kationik pada industri tekstil diketahui cukup
luas, pewarna kationik seperti metilen biru dan kristal violet dianggap lebih beracun
dibandingkan zat warna anionik (Gao et al., 2016).
Limbah zat warna dapat dihasilkan dari pabrik kulit, pabrik penyepuhan logam,
perusahan makanan, industri cat, pulp dan yang terutama industri tekstil. Limbah zat
warna ini merupakan limbah bahan berbahaya dan beracun, cukup stabil berada di
lingkungan dan akan mengganggu ekosistem hayati di sekitar, terutama lingkungan
perairan. Pada proses pewarnaan hanya sebagian zat warna yang diserap oleh bahan
tekstil dan sisanya berada dalam air limbah tekstil. Air limbah tekstil menjadi warna-
warni dan mudah dikenali pencemarannya (Gupta, 2005). Kristal violet merupakan
zat warna golongan trifenilmetana, kristal violet telah banyak digunakan dalam
industri tekstil, kertas, kulit, kosmetik dan farmasi (Maley and Arbiser., 2013). Zat
warna kristal violet bersifat mutagenik, karsinogenik dan beracun pada bagian
mitosis. Selain itu, non-biodegradable dan bertahan di lingkungan dalam jangka
waktu yang lama (Shoukat et al., 2017).
Untuk mengurangi pencemaran tersebut beberapa teknik telah digunakan antara lain
metode koagulasi, kompleksasi, pertukaran ion, dan teknik adsorpsi. Dari beberapa
metode tersebut, maka metode adsorpsi merupakan metode yang paling banyak
digunakan untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan (Buhani et al., 2010;
3
Buhani et al., 2012; Buhani et al., 2017; Suharso and Buhani, 2011; Buhani et al.,
2017). Metode adsorpsi ini memiliki beberapa keuntungan antara lain, prosesnya
sangat sederhana, biaya yang digunakan cukup murah,dan ramah lingkungan (Gupta.,
2006; Buhani et al., 2011).
Adsorben yang biasa digunakan dalam proses adsorpsi adalah karbon aktif, silika gel,
alumina, dan zeolit. Pada saat ini mulai dikembangkan penggunaan adsorben
alternatif yang berasal dari alam karena lebih ekonomis,sebagai contohnya biomassa
alga (Suharso et al., 2010). Beberapa jenis alga telah mendapat perhatian karena
kemampuannya yang cukup tinggi untuk mengadsorpsi ion atau molekul dalam
larutan melalui gugus-gugus fungsi yang terdapat pada biomassa alga dan
kemungkinan adanya penggunaan kembali biomassa sebagai biosorben yang dapat
dimanfaatkan untuk pengolahan limbah dalam bentuk cairan (Buhani et al ., 2006;
Buhani et al., 2010). Secara biokimia alga mudah terdegradasi oleh aktivitas bakteri
sehingga penggunaan biomassa alga sebagai biosorben relatif lebih ramah lingkungan
(Buhani, 2006). Penggunaan alga sebagai biosorben memiliki beberapa kelemahan
antara lain ukurannya kecil,berat jenisnya rendah dan mudah rusak karena
dekomposisi oleh mikroorganisme lain (Winfried, 1988; Buhani et al., 2006; Buhani
et al., 2012).
Immobilisasi perlu dilakukan untuk mengatasi kelemahan dari biomassa alga, yang
diharapkan dapat meningkatkan stabilitas kimia maupun fisika dari material tersebut
4
(Buhani et al., 2007) dan dapat menjaga aktivitas gugus fungsi pada biomassa alga
(Buhani and Suharso, 2009). Silika gel merupakan padatan pendukung yang banyak
digunakan dalam proses adsorpsi karena stabil pada kondisi asam, non swelling,
memiliki karakteristik pertukaran massa yang tinggi, porositas dan luas permukaan
spesifik serta memiliki daya tahan tinggi terhadap panas. Selain itu silika gel
memiliki situs aktif berupa gugus silanol (≡SiOH) dan siloksan (≡SiOSi≡) di
permukaan. Adanya gugus OH memberikan peluang secara luas untuk memodifikasi
gugus tersebut menjadi gugus lain yang lebih aktif (Buhani and Suharso, 2010).
Setelah itu biomassa alga dimodifikasi dengan teknik pelapisan partikel magnetit
(Fe3O4). Metode ini cukup baik untuk mengatasi adanya gumpalan padatan
tersuspensi (flocculant) dalam limbah industri yang diolah. Pelapisan magnetit
(Fe3O4) pada biomassa alga Tetraselmis sp. diharapkan dapat meningkatkan kualitas
fisik dan laju adsorpsinya, sehingga dapat digunakan sebagai adsorben yang lebih
efektif terhadap zat warna tekstil (Jeon, 2011; Peng et al., 2010; Lin et al., 2011;
Buhani et al., 2017).
Berdasarkan uraian tersebut, pada penelitian ini dilakukan sintesis hibrida alga silika
dengan metode pelapisan silika-magnetit sebagai adsorben zat warna kristal violet.
Material yang diperoleh dikarakterisasi menggunakan difraktometer sinar-X (XRD)
untuk menentukan struktur kristal dari material tersebut, spektrofotometer inframerah
(IR) untuk mengidentifikasi gugus fungsi, analisis morfologi permukaan
menggunakan spektofotometer Scanning Electron Microscopy (SEM). Kemudian
5
dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis untuk menentukan laju dan pola
isoterm adsorpsi zat warna kristal violet.
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka penelitian ini dilakukan
dengan tujuan sebagai berikut :
1. Mempelajari cara sintesis dan karakterisasi hibrida alga Tetraselmis sp. silika
magnetit.
2. Mempelajari pengaruh pH, waktu kontak dan konsentrasi kristal violet oleh
hibrida alga Tetraselmis sp. silika magnetit
3. Menentukan model kinetika dan isoterm adsorpsi kristal violet oleh hibrida alga
Tetraselmis sp. silika magnetit
4. Membandingkan adsorpsi simultan dan sekuensial kristal violet dan zat warna lain
oleh TS dan TSM
C. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini untuk memberikan informasi tentang proses sintesis
antara alga Tetraselmis sp. dengan pelapisan silika magnetit dan uji aktivitasnya
sebagai adsorben zat warna kristal violet.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Biomassa Alga Tetraselmis sp.
Alga merupakan salah satu mikroorganisme yang hidup di daerah perairan dan
berperan sebagai sumberdaya alam hayati laut yang bernilai ekonomis serta
memiliki peranan ekologis sebagai produsen dalam rantai makanan dan tempat
pemijahan biota-biota laut (Bold, 1985). Alga adalah organisme berklorofil,
tubuhnya merupakan thalus (uniselular dan multiselular), alat reproduksi pada
umumnya berupa sel tunggal, meskipun ada juga alga yang alat reproduksinya
tersusun dari banyak sel (Sulisetijono, 2009).
Alga memiliki bentuk dan ukuran yang beranekaragam, ada yang mikroskopis,
bersel satu, berbentuk benang/pita atau berbentuk lembaran. Berdasarkan
pigmennya, alga dibedakan menjadi 4 divisi yaitu Chrysophyta (alga keemasan),
Phaeophyta (alga pirang/coklat), Rhodophyta (alga merah), dan Chlorophyta (alga
hijau). Adapun alga yang digunakan pada penelitian ini adalah Tetraselmis sp.
Tetraselmis sp merupakan alga dari golongan alga hijau (Chlorophyta) yang
memiliki variasi ukuran dan bentuk sel. Sel dari mikroalga ini berbentuk
bulat,elips,dan pipih serta memiliki panjang sisi berkisar 3,5-25 m (Aroraet al.,
2013). Sel Tetrasemis sp berupa sel tunggal yang berdiri sendiri (Mujiman,
1984). Sel Tetrasemis sp memiliki 4 flagella dengan panjang yang sama, yang
7
muncul dari bagian yang rendah didekat puncak (Norris et al., 1980). Karena
memiliki flagella maka Tetrasemis sp dapat bergerak seperti hewan (Mujiman,
1984). Tetraselmis sp dapat dijumpai pada ekosistem laut dan air tawar,
mikroalga ini menempati ceruk sebagai produsen utama pada jaring makanan
bentik dan plankton (Norris et al., 1980).
Tetraselmis sp dapat tumbuh pada kondisi salinitas optimal antara 25 dan 35 ppm
(Fabregas et al., 1984).
Gambar 1. Tetraselmis sp.
Klasifikasi mikroalga Tetraselmis sp menurut Burlew (1995) adalah sebagai
berikut :
Filum : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Volvocales
Sub Ordo : Chlamidomonacea
Genus : Tetraselmis
Spesies : Tetraselmis sp
8
Secara umum, keuntungan pemanfaatan alga sebagai bioindikator dan biosorben
adalah :
1. Alga mempunyai kemampuan yang cukup tinggi dalam mengadsorpsi karena
di dalam alga terdapat gugus fungsi karboksil, hidroksil, amina, sulfudril
imidazol, sulfat, dan sulfonat yang terdapat dalam dinding sel dalam
sitoplasma.
2. Bahan bakunya mudah didapat dan tersedia dalam jumlah banyak.
3. Biaya operasional yang rendah.
4. Tidak perlu nutrisi tambahan.
Alga dapat dimanfaatkan sebagai bioindikator logam berat karena dalam proses
pertumbuhannya, alga membutuhkan sebagai jenis logam sebagai nutrient alami,
sedangkan ketersediaan logam dilingkungan sangat bervariasi. Suatu lingkungan
yang memiliki tingkat kandungan logam berat yang melebihi jumlah yang
diperlukan, dapat mengakibatkan pertumbuhan alga terhambat, sehingga dalam
keadaan ini eksistensi logam dalam lingkungan adalah polutan bagi alga. Adapun
syarat utama suatu alga sebagai bioindikator adalah harus memiliki daya tahan
tinggi terhadap toksisitas akut maupun toksisitas kronis. Pemanfaatan biomassa
alga terkadang memiliki beberapa kelemahan antaralain:berat jenis yang
rendah,mudah rusak karena dekomposisi oleh mikroorganisme lain dan juga
secara teknik sulit digunakan dalam kolom untuk aplikasinya sebagai adsorben
(Buhani et al., 2006; Buhani et al., 2012).
9
B. Immobilisasi Biomassa Alga Tetraselmis sp.
Biomassa sebagai biosorben memiliki beberapa kelemahan antara lain ukurannya
kecil, berat jenisnya rendah dan menimbulkan kesulitan teknis dalam
penggunaannya serta mudah rusak karena dekomposisi oleh mikroorganisme lain
(Winfried, 1988). Untuk mengatasi kelemahan tersebut berbagai upaya
dilakukan, diantaranya dengan mengimmobilisasi biomassanya. Immobilisasi
biomassa dapat dilakukan dengan menggunakan:
1. Matrik polimer seperti polietilena, glikol dan akrilat.
2. Oksida seperti alumina dan silika
3. Campuran oksida seperti kristal aluminasilikat, asam polihetero, dan
karbon.
Berbagai mekanisme yang berbeda telah dilakukan untuk mengikat antara zat
warna dengan alga/biomassa seperti pertukaran ion, pembentukan kompleks
koordinasi,pengendapan mikro, dan adsorpsi (Harris and Rammelow, 1990).
Agar laju dan kapasitas adsorben meningkat dalam mengadsorpsi kristal violet,
maka dilakukan teknik pelapisan silika dengan magnetit (Fe3O4). Penambahan
magnetit ini dapat meningkatkan stabilitas adsorben dengan jalan melapisi
permukaan silika dengan magnetit secara in-situ. Lapisan permukaan silika
diharapkan berfungsi sebagai perisai terhadap pengaruh lingkungan, sehingga
magnetit lebih stabil. Pertama, karena silika yang melapisi permukaan
nanopartikel magnetit menghalangi gaya tarik-menarik magnetit dipolar antar
partikel, sehingga terbentuk partikel yang mudah terdispersi di dalam media cair
10
dan terlindungi dari kerusakan dalam suasana asam. Kedua, terdapatnya gugus
silanol dalam jumlah besar pada lapisan silika mempermudah aktivasi magnetit.
Gugus silanol menjadi tempat terikatnya berbagai gugus fungsi seperti karbonil,
biotin, avidin, dan molekul lainnya sehingga memudahkan aplikasi magnetit
terutama di bidang biomedis. Selain itu, lapisan silika memberikan sifat inert yang
berguna bagi aplikasi pada sistem biologis (Pankhurst et al., 2003). Teknik
pelapisan silika dengan magnet merupakan teknik yang ramah lingkungan, karena
tidak membentuk produk yang mengandung kontaminasi seperti padatan
tersuspensi (Buhani et al., 2013).
C. Magnetit (Fe3O4)
Oksida besi merupakan kelompok mineral yang tersusun dari oksida, hidroksida
atau oksi-hidroksida. Oksida besi memiliki beberapa sifat karakteristik yaitu
kelarutan yang rendah, stabilitas yang tinggi, warna yang mencolok dan luas
permukaan yang tinggi. Karakteristik oksida besi tersebut menjadikan oksida besi
adsorben yang sangat efektif untuk sejumlah spesies kimia terlarut (Schwertmann
and Connel, 2000). Karakteristik dari adsorben yang diharapkan adalah
keuntungan tinggi, ramah lingkungan, dan metode sintesis yang sederhana.
Magnetit (Fe3O4) merupakan salah satu bentuk oksida besi di alam selain
maghemit (γ-Fe2O3) dan hematit (α-Fe2O3). Magnetit dikenal sebagai oksida besi
hitam (black iron oxide), magnetic iron ore, loadstone, ferrous ferrite, atau
Hercules stone. Magnetit merupakan oksida logam yang paling kuat sifat
magnetisnya di antara oksida-oksida lainnya (Teja dan Koh, 2009). Magnetit
11
merupakan oksida besi yang mudah disintesis dalam skala laboratorium
menggunakan reagen kimia [Fe3+] dan [Fe2+] pada umumnya (Alorro et al., 2010).
Fe3O4 dapat dihasilkan dari endapan campuran FeCl2.4H2O dan FeCl3
.6H2O
dalam suasana basa (dengan kehadiran NH4Cl), reaksinya menurut (Dung et al.,
2009) adalah sebagai berikut :
FeCl2.4H2O + FeCl3
.6H2O + 8NH4OH Fe3O4 + 8NH4Cl + 20H2O
Secara umum reaksinya : 2Fe3+ + Fe2
+ + 8OH- Fe3O4 + 4H2O
Beberapa metode sintesis magnetit yang telah dikembangkan adalah sol-gel
(Sugimoto and Matijevic, 1980 ) dan hidrotermal (Itoh and Sugimoto., 2003).
Metode sol-gel dan hidrotermal lebih unggul dalam hal mengontrol ukuran dan
komposisi kimiawi magnetit yang dihasilkan dalam ukuran nanopartikel
(Sugimoto and Matijevic., 1980; Itoh and Sugimoto., 2003). Namun di sisi lain
cara sol-gel biasanya menggunakan reaktan alkoksida yang harganya relatif
mahal, suhu kalsinasi tinggi dan waktu sintesis yang panjang. Demikian juga
dengan cara hidrotermal yang juga membutuhkan suhu tinggi dan waktu yang
lama untuk mencapai produk akhir (Liu et al., 2004).
D. Silika Gel
Silika gel merupakan silika amorf yang terdiri atas globula – globula SiO4
tetrahedral yang tersusun secara tidak teratur dan beragregasi membentuk
kerangka tiga dimensi yang lebih besar. Rumus kimia silika gel secara umum
adalah SiO2.H2O struktur satuan mineral silika pada dasarnya mengandung kation
Si4+ yang terkoordinasi secara tetrahedral dengan anion O2-. Silika amorf dapat
12
digunakan sebagai adsorben dan pendukung katalis karena luas permukaan yang
besar dan porositas yang tinggi.
Gambar 2. Struktur silika gel
Silika gel merupakan padatan pendukung yang banyak digunakan dalam proses
adsorpsi karena stabil pada kondisi asam, non swelling, memiliki karakteristik
pertukaran massa yang tinggi, porositas dan luas permukaan spesifik serta
memiliki daya tahan tinggi terhadap panas. Selain itu silika gel memiliki situs
aktif berupa gugus silanol (≡SiOH) dan siloksan (≡SiOSi≡) di permukaan.
Adanya gugus OH memberikan peluang secara luas untuk memodifikasi gugus
tersebut menjadi gugus lain yang lebih aktif. Kelemahan penggunaan silika gel
sebagai adsorben adalah rendahnya efektivitas adsorpsi silika terhadap ion logam,
ini disebabkan oleh rendahnya kemampuan oksigen (silanol dan siloksan) sebagai
donor pasangan elektron, yang berakibat lemahnya ikatan ion logam pada
permukaan silika (Liu et al., 2004).
Silika amorf adalah material yang dihasilkan dari reaksi alkali-silika. Reaksi
alkali-silika dimulai dengan pecahnya ikatan Si-O-Si dan hasilnya membentuk
fasa amorf dan nanokristal (Boinski, 2010). Silika amorf terbentuk ketika silikon
teroksidasi secara termal. Silika amorf terdapat dalam beberapa bentuk yang
13
tersusun dari partikel-partikel kecil yang kemungkinan ikut tergabung. Biasanya
silika amorf mempunyai kerapatan 2,21 g/cm (Harsono, 2002).
E. Proses Sol-Gel
Proses sol-gel merupakan proses yang dapat digambarkan sebagai pembentukan
suatu jaringan oksida melalui reaksi polikondensasi yang progresif dari molekul
prekursor dalam medium cair atau merupakan proses untuk membentuk material
melalui suatu sol, gelation dari sol dan akhirnya penghilangan pelarut. Proses
sol-gel telah banyak dikembangkan terutama untuk pembuatan hibrida, kombinasi
oksida anorganik (terutama silika) dengan alkoksisilan. Proses ini didasarkan
pada prekursor molekular yang dapat mengalami hidrolisis, kebanyakan
merupakan alkoksida logam atau semilogam (Schubert and Husing, 2000).
Proses sol-gel berlangsung melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Hidrolisis dan kondensasi
2. Gelation (transisi sol-gel)
3. Aging (pertumbuhan gel)
4. Drying (pengeringan)
Melalui polimerisasi kondensasi akan terbentuk dimer, trimer, dan seterusnya
sehingga membentuk bola-bola polimer. Sampai pada ukuran tertentu (diameter
sekitar 1,5 nm) dan disebut sebagai partikel silika primer. Gugus silanol
permukaan partikel bola polimer yang berdekatan akan mengalami kondensasi
disertai pelepasan air sampai terbentuk partikel sekunder dengan diameter sekitar
4,5 nm. Pada tahap ini larutan sudah mulai menjadi gel ditandai dengan
14
bertambahnya viskositas. Gel yang dihasillkan masih sangat lunak dan tidak kaku
yang disebut alkogel (Farook and Ravendran, 2000).
Gambar 3. Struktur TEOS (tetraetilortosilikat)
Reaksi pada proses sol-gel dapat dilihat pada persamaan berikut:
Reaksi Hidrolisis ≡Si-OR + H-O-H → ≡Si-OH + ROH
Reaksi Polikondensasi ≡Si-OH + HO-Si → ≡Si-O-Si≡ + H2O
≡Si-OH + RO-Si → ≡Si-O-Si≡ + ROH (Prassas,2002).
F. Kristal Violet
Kristal violet adalah pewarna kationik yang dapat dengan mudah berinteraksi
dengan permukaan sel membran bermuatan negatif, masuk kedalam sel dan dapat
berkonsentrasi dalam sitoplasma ( Rajeswari et al., 2017). Kristal violet
merupakan kelompok dari trifenil metana. Meskipun pewarna karsinogenik itu
masih secara luas digunakan sebagai pewarna biologis untuk mengidentifikasi
sidik jari menjadi pewarna protein, sebagai agen dermatologis dan digunakan
dalam berbagai macam pewarna tekstil secara komersial (Idrissi et al., 2016).
15
Gambar 4. Struktur kimia kristal violet (Shariati et al., 2011).
Berbagai penelitian telah melaporkan bahwa kristal violet dapat menyebabkan
efek karsinogenik, beracun untuk sel mamalia dan juga bersifat mutagenik
(Jayganesh et al., 2017). Hal ini dapat menyebabkan iritasi kulit dan saluran
pencernaan.kristal violet juga dapat menyebabkan iritasi mata sehingga
menyebabkan nyeri sensitisasi terhadap cahaya dan dapat menyebabkan cedera
permanen pada kornea dan konjungtiva (Guzel, 2015). Kristal violet bersifat non
biodegradable dan tetap dalam lingkungan untuk waktu yang lebih lama
(Benjelloun et al., 2017).
Oleh karena itu, air limbah yang mengandung kristal violet harus dimurnikan
sebelum tersebar dilingkungan untuk melindungi ekosistem dan kesehatan
manusia. Beberapa metode yang umum digunakan yaitu secara biologi, fisika,
kimia, filtrasi membran, ozonation, digunakan untuk mempercepat oksidasi dan
proses pengolahan yang terintegrasi (Miyah et al., 2016). Namun, kelemahan
utama teknologi tersebut memiliki waktu operasi yang panjang, biaya mahal, tidak
ramah lingkungan dan lain-lain (Kumar, 2013).
16
G. Adsorpsi
Adsorpsi merupakan proses pemisahan secara selektif terhadap suatu komponen
atau zat pengotor (impurity) yang terkandung dalam fluida dengan cara
mengkontakkan fluida tersebut dengan adsorben padatan (Ho and Kay , 2003).
Adsorpsi menyangkut akumulasi atau pemutusan substansi adsorbat pada
adsorben dan pada hal ini dapat terjadi pada antar muka dua fasa. Fasa yang
menyerap disebut adsorben dan fasa yang terserap disebut adsorbat (Oscik, 1982).
Dalam adsorpsi terjadi proses pengikatan oleh permukaan adsorben padatan
terhadap atom-atom, ion-ion, atau molekul adsorbat dengan gaya yang lemah
(Seader and Henley, 1998).
Adsorpsi oleh zat padat dibedakan menjadi dua, yaitu adsorpsi fisis (fisisorpsi)
dan adsorpsi khemis (chemisorpsi). Adsorpsi fisis disebabkan oleh gaya Van der
Walls. Pada adsorpsi fisik, molekul-molekul teradsorpsi pada permukaan dengan
ikatan yang lemah. Adsorpsi fisik umumnya terjadi pada temperatur rendah dan
dengan bertambahnya temperatur jumlah adsorpsi berkurang dengan mencolok
(Adamson, 1990).
Adsorpsi fisika terjadi karena gaya Van der Walls dimana ketika gaya tarik
molekul antara larutan dan permukaan media lebih besar dari pada gaya tarik
substansi terlarut dan larutan, maka substansi terlarut akan diadsorpsi oleh
permukaan media. Adsorpsi fisika memiliki molekul terikat sangat lemah dan
energi yang dilepaskan pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20 kJ/mol.
Semakin besar luas permukaan, maka semakin banyak substansi terlarut yang
melekat pada permukaan media adsorpsi (Atkins, 1999). Adsorpsi fisika
17
merupakan suatu peristiwa reversibel. Jika dalam keadaan setimbang kondisinya
bisa diubah misalnya tekanan diturunkan atau temperatur dinaikkan, maka
sebagian adsorbat akan terlepas dan akan membentuk kesetimbangan baru.
Peristiwa adsorpsi disertai dengan pengeluaran panas, umumnya panas adsorpsi
fisik relatif rendah berkisar (5-10) kkal g-1.mol dan terjadi pada temperatur rendah
yaitu di bawah titik didih adsorbat. Hal ini yang menyebabkan kesetimbangan dari
proses adsorpsi fisik bersifat reversibel dan berlangsung sangat cepat (Sukardjo,
1985).
Adsorpsi kimia terjadi ketika terbentuknya ikatan kimia antara substansi terlarut
dalam larutan dengan molekul dalam media. Adsorpsi kimia terjadi diawali
dengan adsorpsi fisik, yaitu partikel-partikel adsorbat mendekat ke permukaan
adsorben melalui gaya Van der Waals atau melalui ikatan hidrogen. Kemudian
diikuti oleh adsorpsi kimia yang terjadi setelah adsorpsi fisika. Dalam adsorpsi
kimia partikel melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia
(biasanya ikatan kovalen), dan cenderung mencari tempat yang memaksimumkan
bilangan koordinasi dengan substrat (Atkins, 1999). Adsorpsi kimia terjadi
karena adanya gaya-gaya kimia dan diikuti oleh reaksi kimia. Pada adsorpsi
kimia, hanya satu lapisan gaya yang terjadi. Besarnya energi adsorpsi kimia ±100
kJ/mol. Adsorpsi jenis in i menyebabkan terbentuknya ikatan secara kimia
sehingga diikuti dengan reaksi kimia, maka adsorpsi jenis ini akan menghasilkan
produksi reaksi berupa senyawa yang baru. Ikatan kimia yang terjadi pada
adsorpsi kimia sangat kuat mengikat molekul gas atau cairan dengan permukaan
padatan sehingga sangat sulit untuk dilepaskan kembali (irreversibel), dengan
demikian dapat diartikan bahwa pelepasan kembali molekul yang terikat di
18
adsorben sangat kecil (Alberty and Daniel, 1997). Menurut (Bahl et al., 1997),
daya adsorpsi dipengaruhi lima faktor, yaitu :
1. Jenis Adsorbat
Ukuran Molekul Adsorbat
Ukuran molekul yang sesuai merupakan hal penting agar proses adsorpsi dapat
terjadi, karena molekul-molekul yang dapat diadsorpsi adalah molekul-molekul
yang diameternya lebih kecil atau sama dengan diameter pori adsorben.
Kepolaran Zat
Apabila berdiameter sama, molekul-molekul polar lebih kuat diadsorpsi daripada
molekul-molekul tidak polar. Molekul-molekul yang lebih polar dapat
menggantikan molekul-molekul yang kurang polar yang terlebih dahulu
teradsorpsi.
2. Karakteristik Adsorben
Kemurnian Adsorben
Sebagai zat untuk mengadsorpsi, maka adsorben yang lebih murni lebih
diinginkan karena kemampuan adsorpsi lebih baik.
Luas Permukaan dan Volume Pori Adsorben
Jumlah molekul adsorbat yang teradsorp meningkat dengan bertambahnya luas
permukaan dan volume pori adsorben.
3. Temperatur Absolut (T)
Temperatur yang dimaksud adalah temperatur adsorbat. Pada saat molekul-
molekul gas atau adsorbat melekat pada permukaan adsorben akan terjadi
pembebasan sejumlah energi yang dinamakan peristiwa eksotermis.
19
Berkurangnya temperatur akan menambah jumlah adsorbat yang teradsorpsi
demikian juga untuk peristiwa sebaliknya.
4. Tekanan (P)
Tekanan yang dimaksud adalah tekanan adsorbat. Kenaikkan tekanan adsorbat
dapat menaikkan jumlah yang diadsorpsi.
5. Interaksi Potensial (E)
Interaksi potensial antara adsorbat dengan dinding adsorben sangat bervariasi,
tergantung dari sifat adsorbat-adsorben.
Tabel 1. Perbedaan adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia
Karakteristik Adsorpsi Fisika Adsorpsi KimiaGaya yang bekerja Gaya tarik secara fisika
sehingga adsorpsi fisiksering disebut adsorpsi
Van der Waals
Gaya tarik atau ikatankimia sehingga adsorpsi
kimia sering disebutadsorpsi teraktifasi
Tebal Lapisan Banyak lapisan(multilayer)
Satu lapis (single layer )
Energi aktifasi Kurang dari 1 kkalgr -1mol
10-60 kkal gr -1 mol
Temperatur Terjadi pada temperaturdi bawah titik didih
adsorbat
Dapat terjadi padatemperatur tinggi
Kemampuan adsorpsi Lebih bergantung padaadsorbat daripada
adsorben
Bergantung padaadsorben dan adsorbat
Jumlah zat teradsorpsi Sebanding dengankenaikan tekanan
Sebanding denganbanyaknya inti aktifadsorben yang dapat
bereaksi dengan adsorbatDriving force Tidak ada transfer
elektron, meskipunmungkin terjadi
polarisasi pada sorbet
Ada transfer elektron,terbentuk pada ikatan
antara sorbat danpermukaan padatan
Kalor adsorpsi 5-10 kkal gr-1 mol gas 10-100 kkal gr-1 mol gas
Sumber : (Seader and Henley, 1998)
20
H. Kinetika Adsorpsi
Analisa kinetika didasarkan pada kinetika reaksi terutama pseudo orde pertama
atau mekanisme pseudo pertama bertingkat. Untuk meneliti mekanisme adsorpsi,
konstanta kecepatan reaksi sorpsi kimia, digunakan persamaan sistem pseudo
order pertama oleh Lagergren dan mekanisme pseudo order kedua (Buhani et al.,
2010). Untuk konstanta laju kinetika pseudo orde satu:
= k1 (qe qt) (1)
Dengan qe adalah jumlah ion yang teradsorpsi (mg g-1) pada waktu keseimbangan,
qt adalah jumlah ion yang teradsorpsi pada waktu t (menit), k1 adalah konstanta
kecepatan adsorpsi (jam-1). Integrasi persamaan ini dengan kondisi batas t=0
sampai t=t dan qt=qt, memberikan :
ln(qe qt) = ln qe k1t (2)
Dengan menggunakan regresi linear dan mengalurkan (qe qt) terhadap t
diperoleh konstanta k1. Untuk konstanta kecepatan reaksi order kedua proses
kemisorpsi:
k2 (qe qt)2 (3)
Integrasi persamaan ini dengan kondisi batas t = 0 sampai t = t dan qt = 0 sampai
qt = qt, memberikan :
( − ) = + k2t (4)
Dengan k2 konstanta keseimbangan order kedua kemisorpsi (g mg-1.jam). Model
kinetika order kedua dapat disusun untuk mendapatkan bentuk linear :
21
= + (5)
I. Kesetimbangan Adsorpsi
Kesetimbagan adsorpsi menunjukkan hubungan antara konsentrasi solut pada fasa
padatan (qe) konsentrasi solut pada fasa cairan (Ce). Kesetimbangan adsorpsi
mencakup informasi penting yang diperlukan untuk mengevaluasi afinitas atau
kapasitas dari suatu adsorben. Kesetimbangan adsorpsi dapat ditunjukan oleh
persamaan isoterm adsorpsi, yaitu isoterm Langmuir dan isoterm Freundlich.
a. Isoterm Langmuir
Teori Langmuir menjelaskan bahwa terdapat sejumlah tertentu situs aktif yang
sebanding dengan luas permukaan pada permukaan adsorben. Setiap situs aktif
hanya satu molekul yang dapat diadsorpsi (Oscik, 1982). Menurut (Husin and
Rosnelly, 2005) bagian yang terpenting dalam proses adsorpsi yaitu situs aktif
yang dimiliki oleh adsorben yang terletak pada permukaan yang tertutup semakin
bertambah. Model adsorpsi isoterm langmuir dapat ditulis dalam persamaan :
= + (6)
Dimana C adalah konsentrasi kesetimbangan (mg L-1), m adalah jumlah logam
yang teradsorpsi per gram adsorben pada konsentrasi C (mmol g-1), b adalah
jumlah ion logam yang teradsorpsi saat keadaan jenuh (kapasitas adsorpsi) (mg g-
1) dan K adalah konstanta kesetimbangan adsorpsi (L mol-1). Dengan kurva linier
hubungan antara C/m versus C, maka dapat ditentukan nilai b dari kemiringan
(slop) dan K dari intersep kurva. Energi adsorpsi (Eads) yang didefinisikan
22
sebagai energi yang dihasilkan apabila satu mol ion logam teradsorpsi dalam
adsorben dan nilainya ekuivalen dengan nilai negatif dari perubahan energi bebas
Gibbs standar, ∆G0, dapat dihitung menggunakan persamaan :∆Gads = ∆G0 = RT ln K (7)
Dimana R adalah tetapan gas mulia (8,314 J mol-1 K), T temperatur (K) dan K
adalah tetapan kesetimbangan adsorpsi yang diperoleh dari persamaan Langmuir
dan energi total adsorpsi adalah sama dengan energi bebas Gibbs. ∆G sistem
negatif artinya adsorpsi berlangsung spontan (Oscik, 1982; Buhani and Suharso,
2010; Buhani et al., 2015). Sehingga dapat dibuat grafik sebagai berikut :
Gambar 5. Model isoterm adsorpsi Langmuir (Husin and Rosnelly, 2007)
b. Isoterm Freundlich
Model isoterm Freundlich menjelaskan bahwa proses adsorpsi pada bagian
permukaan adalah heterogen dimana tidak semua permukaan adsorben
mempunyai daya adsorpsi. Model isoterm Freundlich menunjukkan bahwa
lapisan adsorbat yang terbentuk pada permukaan adsorben adalah multilayer. Hal
tersebut berkaitan dengan ciri-ciri dari adsorpsi secara fisika dimana adsorpsi
dapat terjadi pada banyak lapisan (multilayer) (Husin dan Rosnelly, 2005).
23
Bentuk persamaan Freundlich menurut (Buhani et al., 2012) adalah sebagai
berikut :
Qe = Kf Ce (8)
Dimana :
Qe = Banyaknya zat yang terserap per satuan berat adsorben (mol g-1)
Ce = Konsentrasi adsorbat pada saat kesetimbangan (mol L-1)
n= Kapasitas adsorpsi maksimum (mol g-1)
Kf = Konstanta Freundlich (L mol-1)
Menurut (Buhani et al., 2014) persamaan diatas dapat diubah kedalam bentuk
linier dengan mengambil bentuk logaritmanya :
log Qe = log Kf + log Ce (9)
Sehingga dapat dibuat grafik seperti berikut :
Gambar 6. Model isoterm adsorpsi Freundlich
Bentuk linear dapat digunakan untuk menentukan kelinearan data percobaan
dengan cara membuat plot C/Q terhadap Ce. Konstanta Freundlich Kf dapat
diperoleh dari kemiringan garis lurusnya dan 1/n merupakan harga slop. Bila n
diketahui Kf dapat dicari, semakin besar harga Kf maka daya adsorpsi akan dapat
dihitung (Rousseau, 1987).
24
Selain itu, untuk menentukan jumlah zat teradsorpsi, rasio distribusi dan koefisien
selektivitas pada proses adsorpsi zat warna terhadap adsorben TS dan TSM dapat
digunakan persamaan berikut :
Q = (Co-Ca)V/W (10)
Dimana Q menyatakan jumlah logam te radsorpsi (mg g-1), Co dan Ca menyatakan
konsentrasi awal dan kesetimbangan dari ion logam (mg L-1), W adalah massa
adsorben (g), V adalah volume larutan ion logam (L) (Buhani et al., 2009)
J. Karakterisasi
1. Scanning Electron Microscopy With Energy Dispersive X-ray (SEM-EDX)
SEM merupakan salah satu jenis mikroskop elektron yang menggunakan berkas
elektron untuk menggambarkan profil permukaan benda. Prinsip kerja SEM
adalah menembakkan permukaan benda dengan berkas elektron berenergi tinggi
(Abdullah et al., 2009).
Prinsip kerja SEM, dengan cara mengalirkan arus pada kawat filamen tersebut dan
perlakuan pemanasan, sehingga dihasilkan elektron. Elektron tersebut
dikumpulkan dengan tegangan tinggi dan berkas elektron difokuskan dengan
sederetan lensa elektromagnetik. Ketika berkas elektron mengenai target,
informasi dikumpulkan melalui tabung sinar katoda yang mengatur intensitasnya.
Setiap jumlah sinar yang dihasilkan dari tabung sinar katoda dihubungkan dengan
jumlah target, jika terkena berkas elektron berenergi tinggi dan menembus
permukaaan target, elektron kehilangan energi, karena terjadi ionisasi atom dari
cuplikan padatan. Elektron bebas ini tersebar keluar dari aliran sinar utama,
25
sehingga tercipta lebih banyak elektron bebas, dengan demikian energinya habis
lalu melepaskan diri dari target. Elektron ini kemudian dialirkan ke unit
demagnifikasi dan dideteksi oleh detektor dan selanjutnya dicatat sebagai suatu
foto (Wagiyo and Handayani, 1997).
EDX adalah salah satu teknik analisis untuk menganalisis unsur atau karakteristik
kimia dari spesimen. Karakterisasi ini bergantung pada penelitian dari interaksi
beberapa eksitasi sinar x dengan spesimen. Kemampuan untuk mengkarakterisasi
sejalan dengan sebagian besar prinsip dasar yang menyatakan bahwa setiap
elemen memiliki struktur atom suatu unsur, sehingga memungkinkan sinar-x
untuk mengidentifikasinya (Nurjana, 2015).
2. X-Ray Diffraction (XRD)
Difraksi sinar x atau biasa disebut XRD merupakan alat yang digunakan untuk
mengetahui pengaturan atom-atom dalam sebuah tingkat molekul (Park , 2004).
Difraksi sinar x sangat penting dalam mengidentifikasi senyawa kristalin.
Kekuatan dari cahaya yang terdifraksi tergantung pada kuantitas material kristalin
yang sesuai didalam sampel sehingga sangat mungkin mendapatkan analisa
kuantitatif dari sejumlah relatif konstituen dari campuran senyawa padatan
(Ewing, 1960).
Hasil yang didapatkan dari difraksi sinar-X adalah berupa puncak-puncak intesitas
dan bentuk difraksi, versus sudut hamburan (2θ). Sistem kerja peralatan difraksi
sinar-X didasarkan pada teori yang dikemukakan oleh fisikawan Inggris Bragg.
26
yang dikenal sebagai hukum Bragg (Bragg Condition) dan secara matematis
dirumuskan sebagai berikut :
n.dhkl.Sin 2 (11)
Keterangan :
n : Orde difraksi (1,2,3....)
Panjang gelombang
dhkl : Jarak antar atom
Sin 2 : Sudut difraksi
Hukum Bragg dapat dikatakan sebagai representasi non-vektorial dua dimensi
sebagai syarat terjadinya difraksi (Bragg et al., 1975).
3. Spektrofotometer UV-Vis
Spektrum sinar UV terentang pada panjang gelombang 100 - 400 nm, sedangkan
untuk spektrum tampak (visible) pada panjang gelombang 400 nm (ungu) hingga
800 nm (merah). Dalam setiap molekul atau atom, foton dari cahaya UV dan
tampak memiliki energi untuk menyebabkan transisi antara tingkat energi
elektronik yang spesifik (Creswell et al., 1982). Spektrofotometer UV-Vis
melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis,
sehingga spektrofotometer UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif
dibandingkan analisis kualitatif (Nurmawati et al., 2009).
Absorbansi sampel tergantung pada konsentrasi larutan ( c dalam mg L-1) panjang
sel pada sampel (b dalam cm) dan karakteristik konstanta fisika dari sampel yang
27
menyerap (absorptivitas, a dalam L mg-1cm-1). Hal ini sesuai dengan persamaan
Lambert Beer :
A = a.b.c atau A= .b.c (12)
Keterangan :
A = absorbansi
b = tebal kuvet (cm)
c = konsentrasi
= tetapan absorptivitas molar
a = tetapan absorptivitas (jika konsentrasi larutan yang diukur dalam mg L-1)
( Sastrohamidjojo, 1999).
4. Spektrofotometer Inframerah (IR)
Spektrofotometri inframerah adalah suatu metode analisis yang didasarkan pada
penyerapan sinar inframerah. Bagian molekul yang sesuai bila berinteraksi
dengan sinar IR adalah ikatan didalam molekul. Proses interaksi menghasilkan
eksitasi energi vibrasi. Fungsi spektrofotometer inframerah adalah
mengidentifikasi gugus-gugus fungsi yang ada dalam suatu molekul berdasarkan
serapan gugus fungsi terhadap infra merah (Anwar,1999).
Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi
getaran (vibrasi) atau osilasi (oscillation). Bila molekul menyerap radiasi
inframerah, energi yang diserap menyebabkan kenaikan dalam amplitudo getaran
atom-atom yang terikat itu. Jadi molekul ini berada pada keadaan vibrasi
28
tereksitasi (excited vibrational state); energi yang diserap ini akan dibuang dalam
bentuk panas bila molekul itu kembali ke keadaan dasar. Panjang gelombang
eksak dari absorpsi oleh suatu tipe ikatan, bergantung pada macam getaran dari
ikatan tersebut. Oleh karena itu, tipe ikatan yang berlainan menyerap radiasi
inframerah pada panjang gelombang yang berlainan (Supratman, 2010).
III.METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan pada Januari-Mei 2018. Pengambilan biomassa alga
Tetraselmis sp. dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung
(BBPBL). Sintesis dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik FMIPA
Universitas Lampung, identifikasi gugus fungsional menggunakan spektrofotometer
IR Prestige-21 Shimadzu dilakukan Kimia Organik FMIPA Universitas Gajah Mada,
XRD digunakan untuk mengidentifikasi material kristalit, dilakukan di Laboratorium
Kimia Dasar FMIPA Universitas Gajah Mada, analisis morfologi permukaan
dilakukan dengan spektrofotometer SEM-EDX dilakukan di UPT Laboratorium
Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi Universitas Lampung dan adsorpsi zat warna
kristal violet dianalisis menggunakan Spektrofotometer UV-Vis di Laboratorium
Kimia Anorganik-fisik FMIPA Universitas Lampung
B. Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat gelas, wadah
plastik, pipet tetes, spatula, neraca analitik, pengaduk magnet, oven, sentrifius,
30
shaker, pH indikator universal, kertas saring Whatman No.42, spektrofotometer
IR, XRD, SEM-EDX, dan spektrofotometer UV-Vis.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biomassa alga
Tetraselmis sp., TEOS (tetraetilortosilikat), akuades, larutan HCl 1M, NH4OH
1M, NaOH, FeSO4.7H2O, FeCl3.6H2O, etanol, dan zat warna kristal violet.
C. Prosedur Penelitian
1. Penyiapan Biomassa Alga Tetraselmis sp.
Biomassa alga diperoleh dari isolasi alga Tetraselmis sp. yang dihasilkan dari
pembudidayaan dalam skala laboratorium di Balai Besar Pengembangan
Budidaya Laut Lampung (BBPBL) Lampung. Biomassa alga yang dihasilkan
dalam bentuk nata, dinetralkan dengan menggunakan aquades hingga pH ≈ 7, dan
dikeringkan pada suhu ruang selama 3-4 hari. Kemudian alga yang sudah kering
digerus sampai halus dan dioven dengan T±40ºC dalam selang waktu 2-3 jam
hingga berat konstan.
2. Sintesis Magnetit (Fe3O4)
Sebanyak 3,96 g FeCl3.6H2O dilarutkan dalam 10 mL etanol (larutan A) dan 1,45
g FeSO4.4H2O dilarutkan dalam 10 mL etanol ( larutan B). Selanjutnya (larutan
A) dicampur dengan (larutan B) disertai pengadukkan hingga larutan menjadi
homogen. Setelah larutannya homogen ditambahkan NH4OH 1 M tetes demi tetes
(kurang lebih sampai pH > 10,5) sampai terbentuk endapan hitam. Endapan hitam
31
yang terbentuk disaring dengan kertas saring Whatmann No 42. Setelah itu
endapan tersebut dibilas dengan aquades dan etanol (60:40) hingga pH ≈ 7.
Endapan kemudian dioven pada suhu 40°C selama 2-3 jam hingga berat konstan,
selanjutnya digerus hingga halus (Tamara, 2015).
3. Sintesis Hibrida Alga Tetraselmis Sp. Silika (TS)
Larutan A, sebanyak 5 mL TEOS dicampurkan dengan 2,5 mL akuades
dimasukkan ke dalam wadah plastik, lalu diaduk dengan pengaduk magnet selama
30 menit dan ditambahkan HCl 1 M hingga pH 2. Larutan B, 0,4 g alga
Tetraselmis sp. dicampurkan dengan 5 mL etanol dimasukkan ke dalam wadah
plastik lalu diaduk dengan pengaduk magnet selama 30 menit. Larutan A yang
telah homogen kemudian dicampur dengan larutan B disertai pengadukan
menggunakan pengaduk magnet sampai larutan tersebut menjadi gel. Gel yang
terbentuk didiamkan selama 24 jam lalu dicuci dengan aquades dan etanol (60:40)
sampai pH ≈ 7. Gel dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 40ºC
dalam selang waktu 2-3 jam hingga berat konstan selanjutnya digerus hinga halus
(Buhani et. al., 2009).
4. Sintesis Hibrida Alga Tetraselmis sp. Silika Magnetit (TSM)
5 mL TEOS dan 2,5 mL akuades ditambahkan magnetit 0,1 g dimasukan dalam
wadah plastik, lalu diaduk selama 30 menit. Saat pengadukan, ditambahkan HCl
tetes demi tetes hingga pH larutan mencapai pH 2. Di wadah lain, 0,4 g biomasa
Tetraselmis sp. dicampur dengan 5 mL etanol diaduk dengan pengaduk magnet
32
selama 30 menit. Kemudian kedua larutan tersebut dicampur hingga terbentuk
gel. Gel yang terbentuk didiamkan selama 24 jam lalu dicuci dengan aquades dan
etanol (60:40) hingga pH filtrat mendekati pH ≈ 7. Gel dikeringkan dengan
menggunakan oven pada suhu 400C selama 2-3 jam hingga berat konstan.
Selanjutnya digerus hingga halus (Tamara, 2015).
5. Karakterisasi Material
Analisis gugus fungsi pada hibrida alga Tetraselmis sp. silika (TS) dan hibrida
alga Tetraselmis sp. silika magnetit (TSM) dikarakterisasi menggunakan
spektrofotometer IR. Analisis morfologi permukaan dari hibrida alga Tetraselmis
sp. Silika (TS) dan hibrida alga Tetraselmis sp. silika magnetit (TSM)
dikarakterisasi menggunakan scanning electron microscopy with energy
dispersive X-ray (SEM-EDX). Magnetit, hibrida alga Tetraselmis sp. silika (TS),
dan hibrida alga Tetraselmis sp. silika Magnetit (TSM) dianalisis menggunakan
XRD untuk menentukan perubahan struktur kristalnya. Kadar kristal violet yang
teradsorpsi pada hibrida alga Tetraselmis sp. silika (TS) dan hibrida alga
Tetraselmis sp. silika magnetit (TSM) dilakukan analisis menggunakan
spektrofotometer UV-Vis.
6. Adsorpsi Kristal Violet Oleh TS dan TSM
a. Pembuatan Larutan Induk Kristal Violet 1000 mg L-1
Sebanyak 1 g kristal violet dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL, kemudian
ditambahkan akuades hingga tanda terra dan dihomogenkan
33
b. Kurva Standar
Pembuatan kurva standar dilakukan dengan cara mengukur nilai absorbansi
larutan kristal violet dari konsentrasi 0,1-0,7 mg L-1 pada panjang gelombang
591nm. Setelah dilakukan pengukuran absorbansi larutan kristal violet maka
dibuat kurva yang berupa garis lurus hubungan antara nilai absorbansi dan
konsentrasi
c. Variasi pH Larutan Kristal Violet
Sebanyak 20 mL larutan kristal violet dengan konsentrasi 100 mg L-1 dimasukkan
ke dalam 7 erlenmeyer yang berbeda. Masing-masing larutan diatur pH yang
berbeda yaitu 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Pengaturan pH dilakukan dengan
penambahan HCl untuk suasana asam dan penambahan NaOH untuk suasana
basa, setelah itu ditambahkan buffer untuk mempertahankan nilai pH, untuk pH 3-
6 digunakan buffer asetat dan untuk pH 7-9 digunakan buffer phospat. Kemudian
ditambahkan 100 mg adsorben ke masing-masing erlenmeyer. Selanjutnya
larutan tersebut dikocok selama 60 menit. Setelah selesai, adsorben dan larutan
dipisahkan menggunakan sentrifugasi. Filtrat yang diperoleh kemudian dianalisis
secara kuantitatif dengan spektroskopi UV-Vis panjang gelombang maksimum
kristal violet adalah 591 nm (Briao et al., 2017).
d. Variasi Waktu Kontak
Sebanyak 20 mL larutan kristal violet konsentrasi 100 mg L-1 dengan pH optimum
dimasukkan ke dalam 5 erlenmeyer yang berbeda. Pengaturan pH dilakukan
34
dengan penambahan HCl untuk suasana asam dan penambahan NaOH untuk
suasana basa, setelah itu ditambahkan buffer untuk mempertahankan nilai pH,
untuk pH 3-6 digunakan buffer asetat dan untuk pH 7-9 digunakan buffer phospat.
Kemudian ditambahkan 100 mg adsorben ke masing-masing erlenmeyer.
Selanjutnya larutan tersebut dikocok dengan variasi waktu dari 15, 30, 60, 90 dan
120 menit. Setelah selesai, adsorben dan larutan dipisahkan menggunakan
sentrifugasi. Filtrat yang diperoleh kemudian dianalisis dengan spektroskopi UV-
Vis pada panjang gelombang maksimum kristal violet 591 nm.
e. Variasi Konsentrasi
Sebanyak 20 mL larutan kristal violet pH optimum dengan konsentrasi yang
berbeda, yaitu 10, 25, 50, 75, 100, 150, 200 , 300 dan 400 mg L-1 dimasukkan ke
dalam 9 erlenmeyer yang berbeda. Pengaturan pH dilakukan dengan penambahan
HCl untuk suasana asam dan penambahan NaOH untuk suasana basa, setelah itu
ditambahkan buffer untuk mempertahankan nilai pH, untuk pH 3-6 digunakan
buffer asetat dan untuk pH 7-9 digunakan buffer phospat. Kemudian ditambahkan
100 mg adsorben dan diaduk dengan teknik batch selama waktu pengadukan
optimum. Setelah pengadukan, adsorben dan larutan dipisahkan menggunakan
sentrifugasi. Filtrat yang diperoleh kemudian dianalisis spektroskopi UV-Vis
pada panjang gelombang maksimum kristal violet 591 nm.
35
f. Adsorpsi Simultan
Sebanyak masing-masing 20 mL larutan metilen biru dan kristal violet dengan
konsentrasi optimum 200 mg L-1 dicampur dan ditambahkan adsorben dengan
dosis optimum pada pH optimum. Kemudian campuran tersebut diaduk
menggunakan pengaduk pada waktu kontak optimum dengan kecepatan 100 rpm.
Setelah itu dilakukan pemisahan dengan teknik sentrifugasi. Filtrat yang
diperoleh, diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 664 nm untuk larutan metilen biru dan 591 nm untuk larutan kristal
violet.
g. Adsorpsi Sekuensial
Sebanyak 20 mL larutan kristal violet dengan konsentrasi optimum 200 mg L-1
ditambahkan adsorben dengan dosis optimum pada pH optimum. Kemudian
diaduk menggunakan pengaduk pada waktu kontak optimum dengan kecepatan
100 rpm. Setelah itu dilakukan pemisahan dengan teknik sentrifugasi. Filtrat yang
diperoleh diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 591nm. Endapan yang diperoleh selanjutnya ditambahkan dengan 20
mL larutan metilen biru dengan konsentrasi optimum. Kemudian diaduk
menggunakan pengaduk pada waktu kontak optimum dengan kecepatan 100 rpm.
Setelah itu dilakukan pemisahan dengan teknik sentrifugasi. Filtrat yang
diperoleh diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 664 nm. Dilakukan hal yang sama dengan menggunakan larutan awal
metilen biru.
V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Sintesis hibrida alga Tetraselmis sp silika (TS) dan hibrida alga Tetraselmis sp
silika magnetit (TSM) telah berhasil dilakukan yang ditunjukkan melalui hasil
karakterisasi menggunakan spektrofotometer IR, XRD, dan SEM-EDX.
2. Adsorpsi zat warna kristal violet oleh hibrida alga Tetraselmis sp silika (TS)
dan hibrida alga Tetraselmis sp silika magnetit (TSM) optimum pada pH 8
dengan waktu kontak 60 menit cenderung mengikuti model kinetika pseudo
orde dua dengan nilai koefisien relatif (R2) mendekati 1.
3. Isoterm adsorpsi hibrida alga Tetraselmis sp silika (TS) dan hibrida alga
Tetraselmis sp silika magnetit (TSM) terhadap zat warna kristal violet
cenderung mengikuti model isoterm Freundlich dengan nilai koefisien relatif
(R2) masing-masing 0,820 dan 0,836.
4. Adsorpsi simultan dan sekuensial pada hibrida alga Tetraselmis sp silika (TS)
dan hibrida alga Tetraselmis sp silika magnetit (TSM) cenderung lebih baik
dalam mengadsorpsi zat warna metilen biru yang memiliki berat molekul lebih
rendah dibandingkan zat warna kristal violet.
56
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan disarankan untuk penelitian
selanjutnya :
1. Mempelajari lebih lanjut mengenai adsorpsi simultan dan sekuensial
2. Melakukan kompetisi dengan zat warna lain untuk mengetahui keefektifan
adsorben dalam menyerap zat warna tekstil
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. 2009. Review: Karakterisasi Nanomaterial . Journal Nanosains danNanoteknologi. 2(1):1-2.
Adamson. 1990. Physical Chemistry First Edition. John Willey And Sons Inc.New York
Alberty, R.A. and F. Daniel. 1987. Physical Chemistry Fifth edition. John Willeyand Sons Inc. New York.
Alorro, R. D, N. Hiroyoshi, H. Kijitani, M. Ito, M. Tsunekawa. 2010. On The Useof Magnetite for Gold Recovery from Chloride Solution. MineralProcessing and Extractive Metallurgy. 31(4):201-213
Anwar, C. 1999. FTIR : Prinsip dan Aplikasinya dalam Industri. LaboratoriumKimia Organik FMIPA UGM.Yogyakarta.
Arora, M., Anil, A.C., Leliaert, F., Delany, J. and Mesbahi,E. 2013. Tetraselmisindica (Chlorodendrophyceae, Chlorophyta), a new species isolated from saltpans in Goa, India. European Journal of Phycology. 48:61-78.
Atkins, P. W. 1999. Kimia Fisik Jilid Dua. Erlangga. Jakarta
Bahl, B.S., G.D Tuli, and A. Bahl. 1997. Essential of Physical Chemistry. SChand and Company, Ltd. New Delhi.
Benjelloun Y., Lahrichi A., Boumchita S., Idrissi M., Miyah Y., Anis Kh., NenovV., Zerrouq F., J. 2017. Mater. Environmental Science. 8(7) 2259.
Boinski, F. 2010. Study of Mechanism Involved In Reactive Silica . MaterialsChemistry And Physics. 122:311-315.
Bold, H. a. 1985. Introduction to The Algae: Structure and Reproduction. secondedition. Prentice Hall. USA.
Bragg, L. P. 1975. The Development of X-ray Analysis. Bell. London.
Briao., G.V. S.L. Jahn., E.L. Foletto., G.L. Dotto. 2017. Adsorption of CrystalViolet Dye onto a Mesoporous ZSM-5 Zeolite Synthetized using Chitin asTemplate. Journal of Colloid and Interface Science. 08:070.
58
Buhani. 2006. Tinjauan Kinetika Adsorpsi Ion Logam Cd(II) dan Pb (II) padaBiomassa Nannocholoropsis sp dengan matrik pendukung zeolit. JurnalSains dan Teknologi. 36-40.
Buhani, Narsito, Nuryono dan Kunarti, E.S. 2009. Amino and Mercapto-SilicaHybrid For Cd(II) Adsorption in Aqueous Solution. Indonesian Journal ofChemistry. 9(2): 170-176.
Buhani and Suharso. 2009. Immobilization of Nannochloropsis sp Biomass bySol-Gel Technique as Adsorben of Metal Ion Cu(II) from AqueousSolutions. Asian Journal of Chemistry. (21): 3799-3808.
Buhani and Suharso. 2010. Modifikasi Silika dengan 3-Aminopropiltrimetoksisilan melalui Proses Sol Gel untuk Adsorpsi Ion Cd (II) dari Larutan. JurnalSains MIPA Universitas Lampung. 8(3): 177-183.
Buhani and Suharso. 2010. The Influence of pH Towards Multiple Metal IonAdsorption of Cu(II), Zn(II), Mn(II) and Fe(II) on Humic Acid. IndonesianJournal of Chemistry. 6(1), 43-46.
Buhani, D. Herasari, Suharso, S. D. Yuwono. 2017. Correlation of IonicImprinting Cavity Sites on the Amino-Silica Hybrid Adsorbent withAdsorption Rate and Capacity of Cd 2+ Ion in Solution. Oriental Journal ofChemistry. 33(1), 418-429.
Buhani, Suharso, and H Satria. 2011. Hybridization of Nannochloropsis spBiomass -Silica through Sol-Gel Process to Adsorp Cd(II) Ion in AqueousSolutions. European Journal of Scientific Research. 51(4), 467-476.
Buhani, Mita.R., dan Fitriyah. 2007. Pengaruh Temperatur Pada laju AdsorpsiBiomassa Sargassum duplicatum yang Diimobilisasi dengan Polietilena-Glutaraldehida Terhadap Ion Logam Pb(II), Cu(II), dan Cd(II). Jurnal SainsMIPA. 139-142.
Buhani, Musrifatun, D.S. Pratama, Suharso and Rinawati. 2017. Modification ofChaetoceros sp. Biomass with Silica-Magnetite Coating and AdsorptionStudies towards Cu (II) Ions in Single and Binary System. Asian Journal ofChemistry. Vol.29, No.12, 2734-2738.
Buhani, Narsito, Nuryono dan Kunarti, E.S. 2010. Production of Metal IonImprinted Polymer from Mercapto Silica through Sol Gel Process asSelective Adsorbent of Cadmium. Desalination. 251: 8389.
Buhani, Narsito, Nuryono, Kunarti, E.S and Suharso. 2014. Adsorptioncompetition of Cu (II) ion in ionic pair and multi-metal solution by ionicimprinted amino-silica hybrid adsorbent.Desalination and WaterTreatment.1-13.
Buhani, Narsito, Nuryono, Kunarti, E.S and Suharso.2015. AdsorptionCompetition of Cu(II) Ion in Ionic Pair and Multi-Metal Solution by IonicImprinted Amino-Silica Hybrid Adsorbent. Desalination and WaterTreatment. 55(5), 1240-1252.
59
Buhani, Rinawati, Suharso, D.P. Yuliasari, S. D. Yuwono. 2017. Removal of Ni(II), Cu (II), and Zn (II) Ions from Aqueous Solutionusing Tetraselmis sp.Biomass Modified with Silica Coated Magnetite Nanoparticles.Desalination and Water Treatment. 80, 203-213.
Buhani, Suharso, dan Albert Ferdinan Partogi. 2013. Isoterm Adsorpsi Ion Ni(II)dalam Larutan oleh Biomassa Alga Nannochloropsis sp yang Dimodifikasidengan Silika-Magnet.Seminar dan Rapat Tahunan.
Buhani, Suharso, and L.Aprilia. 2012. Chemical Stability and AdsorptionSelectivity on Cd2+ Ionic Imprinted Nannochloropsis sp Material with SilicaMatrix from Tetraethyl Orthosilicate. Indonesian Journal of Chemistry.12(1), 94-99.
Buhani, Suharso, and Sumadi. 2012. Production of Ionic Imprinted Polymer fromNannochloropsis sp Biomass and its Adsorption Characteristics Toward Cu(II) Ion in Solution. Asian Journal of Chemistry. 24(1), 133-140.
Buhani, Suharso, and Sumadi. 2010. Adsorption Kinetics and Isoterm of Cd (II)Ion on Nannochloropsis sp Biomass Imprinted Ionic Polymer. Desalination.259 (1-3), 140-146
Buhani, Suharso and Zipora Sembiring. 2006. Biosorption of Metal Pb(II), Cu(II), and Cd(II) On Sargasum Duplicatum Immobilized Silica Gel Matrix.Indonesian Journal of Chemistry. 6(3): 245-250
Buhani, Suharso and Zipora Sembiring. 2012. Immobilization of Chetoceros spMicroalgae with Silica Gel Through Encapsulation Technique as Adsorbentof Pb Metal from Solution. Oriental Journal of Chemistry. 28(1), 271-278
Burlew, J.S. 1995. Algal Culture from Laboratories to Pilot Plant. CarnegieInstitution of Washington.USA
Creswell, C. J. 1982. Analisa Spektrum Senyawa Organik. Edisi ke-2. TerjemahanKosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung.
Derakhsan, Z. B.2013. Adsorption of methylen blue dye from aqueos solutions bymodified pumice stone : kinetics and equilibrium studies. Health scope, 136-44.
Dung, K.T.D., Hai, H.T., Phuc, H.L., and Long, D.B.2009. Preparation andCharacterization of Magnetic Nanoparticles with Chitosan Coating. Journalof Physics. Conference Series 187 Vietnam. No.1.
Drbohlavova, J., Hardy, R., Adam, V., Kizek, R., Schneesweiss, O., Hubalek., J.2009. Preparation and properties of various Magnetic Nanoparticles.Sensors. Vol. 9, p.2352-2362.
Elizabeth, I.R. 2011. Biosintesis dan Karakterisasi Nanopartikel Silika (SiO2) dariSekam Oleh Fusarium Oxyporum. (skripsi). Fakultas MIPA ITB. Bandung.
60
Ewing, G.W. 1960. Instrumental Methods of Chemical Analysis third Edition. McGraw Hill Book Company Inc,Kogasuka Company,Ltd. Tokyo.
Fabregas, J., Abalde, J., Herrero, C., Cabezas, B., Veiga, M. 1984. Growth ofmarine Microalga Tetraselmis svecica in Batch Culture with DifferentSalinities and Nutrient Concentrations. Aquaculture. Vol(42) : 3-4
Farook, A. and S. Ravendran. 2000. Saturated Fatty Acids Adsorption by Acidfied Rice Hull Ash. Journal Chemical Society. 77: 437-440.
Gao, W., S. Zhao, H. Wu, W. Deligeer, S.2016. Asuha, Direct acidactivation of kaolinite and its effects on the adsorption of methyleneblue, Applied Clay Science. 126.
Gupta, S. 2006. Adsorption of Ni(II) on Clay. Journal of Colloid InterfaceScience. 295 (1): 21-32.
Gupta, V. A. 2005. Removal of Dyes from Wastewater Using Bottom Ash. Ind,Eng. Chemical Research. 44, 3655-3664.
Guzel F., S. G.2015. Journal of Molecular Liquids. 244.
Harris, P.O. and G. J. Ramelow. 1990. Binding of Metal Ions by ParticulateQuadricaudia. Environmental Science and technology. 24, 220-228.
Harsono, H.2002. Pembuatan Silika Abu Amorf dari Abu Sekam Padi.Jurnal Ilmu Dasar. 3, 98-103
Hermawan, I.2011.Analisa Dampak Kebijakan Makroekonomi terhadapPerkembangan Industri Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia. BuletinEkonomi Moneter dan Perbankan. Jakarta.
Humelnicu, I., A. Baiceanu., M.E. Ignat., and V. Dulman. The removal of BasicBlue 41 textile dye from aqueous solution by adsorption onto naturalzeolitic tuff: Kinetics and thermodynamics. Process Safety andEnvironmental Protection. 105, 274–287.
Husin, G. and C. M. Rosnelly. 2005. Studi Kinetika Adsorpsi Larutan LogamTimbal Menggunakan Karbon Aktif dari Batang Pisang. Tesis. FakultasTeknik Universitas Syiah Kuala Darrusalam. Banda Aceh.
Ho, Y.S. and Mc Kay, G. 2000. The Kinetics of Sorption of Divalent Metal IonsOnto Sphagnum Moss Peat. Water Research. 34(3) : 735-742.
Idrissi M., Miyah Y., Benjelloun Y., Chaouch M., J. 2016. Mater. EnvironmentalScience. 50.
Itoh, H., T and Sugimoto. 2003. Systematic Control Of Size, Shape, Structure, andMagnetic Properties of Uniform Magnetite and Maghemite Particles.Journal of Colloid Interface Science. 265, 283-295.
61
Jayganesh D., Tamilarasan R., Kumar M., Murugavelu M., Sivakumar V., J.2017. Mater. Environmental Science. 1508.
Jeon, C. 2011. Adsorption Characteristic of Cooperation Using MagneticallyModifield Medicinal Stones. Journal of Industrial and EngineeringChemistry.17: 1487-1493.
Kumar R., B. M.2013. Chemical engineering journal. 377.
Lin, Y., H. Chen, K. Lin, B. Chen. and C. Chiou. 2011. Application ofMagnetic Particles Modified with Amino Groups to Adsorb Cooper Ions inAqueous Solution. Journal Environmental Scient. 23:44-50.
Liu, Y, Chang, X., Wang, S., Guo, Y., Din, B. and Meng, S. 2004. Solid-phaseExtraction and Preconcentration of Cadmium(II) in Aqueous Solution withCd(II)-imprinted Resin (poly-Cd(II)-DAAB-VP) Packed Columns.Analytica Chimica Acta. 519: 173-179.
Maley, A.,and J. Arbiser. 2013.Gentian Violet: a 19th century drug reemerge inthe 21st century.Exp. Dermatol. 22 775–780.
Martell, A. E. and R.D. Hancock. 1996. Metal Complexes in Aqueose Solution.Plenum Press. New York.
Miyah Y., Idrissi M., Zerrouq F. 2016. Journal of Materials and EnvironmentalScience.7 (1). 96.
Mujiman,A. 1984. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Nurjana.2015. Pembuatan Elektroda Ag-N-TiO2/Ti dan Aplikasinya TerhadapDegradasi Senyawa Rhodamin B Secara Fotoelektrokatalisis. UniversitasHalu Oleo. Kendari.
Nurmawati, I. A. 2009. Distribusi celah pita energi titania kotor. Jurnal Nanosainsdan Nanoteknologi. 95(1):69-96.
Norris, R.E., Hori, T., and Chihara, M. 1980. Revision of the Genus Tetraselmis(Class Prasinophyceae). Bot Mag. Tokyo
Oscik, J.1982. Adsorption. Chichester: John Wiley & Sons Inc. New York.
Panic, V.V., S.J. Velickovic. 2014. Removal of model cationic dye byadsorption onto poly(methacrylic acid)/zeolite hydrogel composites:Kinetics, equilibrium study and image analysis. Separation PurificationTechnology. 122 : 384–394.
Pankhurst, Q. A., J. Connolly., S. K. Jones., and J. Dobson. 2003. Applications ofMagnetic Nano Particles in Biomedicine. Journal Physical. 36:R167- R181.
Park, N. G.2004. Morphological and Photoelectrochemical Characterization ofCore-Shell Nanoparticle Film for Dye-Sensitized Solar Cells : Zn-O TypeShell on SnO2 and TiO2 Cores. 20:4246-4253.
Peng, Q., Liu,Y., Zeng, G., Xu, W.,Yang,C., and Zhang, J. 2010. Biosorption of
62
Copper (II) Immobilizing Saccharomyces sereviceae on the Surface ofChitosan Coated Magnetic Nanoparticle from Aqueous Sollution. Journalof Hazardous Materials.177: 676-682.
Prapto, W. 1980. Teknik Pengolahan Air Buangan Industri. HimpunanKaranganIlmiah di Bidang Perkotaan dan Lingkungan.
Prassas,M. 2002. Silica Glass from Aerogels. Journal of Materials Science.25(7):3118-3126.
Rahayu dan Purnavita. 2007. Optimalisasi Adsorpsi Zat Warna Rhodamin B olehBiomassa Chlorella sp yang diimobilisasi dalam silica gel (Tugas Akhir).Universitas Negeri Semarang. Semarang
Rajeswari Kulkarni M., Revanth T., Acharya A., Bhat P. 2014. Resource-EfficientTechnologies. 209-172.
Ren, Y., M.,Zhang., Zhao 2007. Shyntesis and Properties of Magnetic Cu (II) IonImprinted Composite Adsorbent for Selective removal of Copper. Journal ofMaterials Chemistry.Harbin Engineering University.
Robinson, T., G. Mc Mullan., R. Marchant., P. 2001. Nigam, Remediation of dyesin textile effluent: A critical review on current treatment technologies with aproposed alternative. Bioresour Technology. 77 247255.
Rousseau, R. W. 1987. Handbook of Separation Process Technology. John Wileyand Sons Inc. USA.
Sastrohamidjojo, H.1999. Spektroskopi. Liberty.Yogyakarta.
Schubert, U., and Husing, N. 2000. Synthesis of Inorganic Material. Willey VCHVerlag Gmbh. Wernbeim. Federal Republik of Germany.
Schwertmann, U. R.2000. Iron Oxides in the Laboratory: Preparation andCharacterization. John Wiley & Sons Inc. New York.
Seader, J and Henley. 1998. Separation Process Principles. John Willey AndSons Inc. New York.
Shariati S., Faraji M., Yamini Y., Rajabi A.A . Fe3O4 Magnetic NanoparticlesModified with Sodium Dodecyl Sulfate for Removal of Safranin O Dye fromAqueous Solutions. Desalination. 2011; 270:160–5.
Sharma, P. H. 2011. A review on applicability of naturally available adsorbentsfor the removal of hazardous dyes from aqueos waste. EnvironmentalMonitoring Assessment . 151-195.
Shoukat, S., H.N. Bhatti., M. Igbal., S. Noreen. 2017. Mango stone biocompositepreparation and application for crystal violet adsorption: A mechanisticstudy Micro Meso Mater. 239 180–189.
63
Sugimoto, T. E and Matijevic. 1980. Formation of Uniform Spherical MagnetiteParticles by Crystallization from Ferrous Hydroxide Gels. Journal of ColloidInterface Science .74, 227-243.
Suharso., Buhani. 2011. Biosorption of Pb (II), Cu(II) and Cd(II) from AqueousSolution using Cassava Peel Waste Biomass. Asian Journal of Chemistry.23(3), 1112-1116.
Suharso., Buhani., and Sumadi. 2010. Immobilization of S. Duplicatum SupportedSilica Gel Matrix and its Application on Adsorption-Desorption of Cu (II),Cd(II) and Pb (II) Ions. Desalination. 263 (1-3), 140-146.
Sukardjo.1985. Kimia Koordinasi. Bumi Aksara. Jakarta.
Sulisetijono. 2009. Bahan Serahan Alga. UIN Malang. Malang.
Supratman, U. 2010. Equilibrium Penentuan Senyawa Organik. UNPAD.Bandung.
Tamara, D. 2015. Modifikasi Biomassa Nitzschia sp dengan Silika-Magnetitsebagai Adsorben Ion Cd(II), Cu(II) dan Pb(II) Dalam Larutan.(Skripsi).FMIPA Universitas Lampung. Lampung.
Teja, A.S. and Koh, P. 2009. Synthesis, Properties, and Application of MagneticIron Oxide Nanoparticles. Progress in Crystal Growth and Characterizationof Materials. 2009 (55): 22-45.
Wagiyo and A. Handayani. 1997. Petunjuk Praktikum Scanning ElectronMicroscope, SEM dan Energy Dispersive Spectrometer, EDS. BadanTenaga Atom Nasonal. Tangerang.
Winfried, H.1988.Immobilized Biocatalysts. Springer Berlin Heidelberg.Germany.