Download - Refreshing BBLR Vera Pediatri RSIJ Cemput
REFRESHING
“BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR)”
Pembimbing :
dr. Heka Mayasari, SpA
Oleh :
Nama : Vera Desniarti
NIDM : 2343.924.2011
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
KEPANITERAAN KLINIK RSUD CIANJUR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
Berat badan bayi lahir rendah didefinisikan oleh WHO sebagai berat badan yang
<2500 gram. Hal ini berdasarkan data yang menunjukkan bahwa bayi dengan berat
badan <2500 gram 20 kali lebih cepat meningkatkan angka kematian bayi daripada
bayi yang lebih >2500 gram. Lebih umumnya lagi, berat badan dari bayi baru lahir
dapat menggambarkan perkembangan kesehatan suatu negara (UNICEF, 2004).
Seorang bayi yang cukup bulan pada umumnya lahir dengan berat badan 2500
gram atau lebih, BBLR merupakan salah satu faktor resiko yang mempunyai
kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal, Angka kejadian
dan kematian BBLR akibat komplikasi seperti asfiksia, infeksi, hipotermia,
hiperbilirubinemia masih tinggi.
Sekitar 40% kematian bayi tersebut terjadi pada bulan pertama kehidupannya.
Penyebab kematian pada masa perinatal/neonatal pada umumnya berkaitan dengan
kesehatan ibu selama hamil, kesehatan janin selama didalam kandungan dan proses
pertolongan persalinan yang diterima ibu/bayi yaitu asfiksia, hipotermia karena
prematuritas/BBLR (Kepmenkes, 2005).
Angka kejadian BBLR di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan
daerah lain, yaitu berkisar antara 2,0%-15,1% (Aisyah,dkk 2010). Statistik
menunjukkan bahwa 90% dari kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan
angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding bayi dengan berat lahir lebih dari
2500 gram. Di Indonesia sendiri 29% kematian bayi secara langsung dikarenakan
BBLR (Proverawati & Ismawati, 2010) Studi di Kuala lumpur memperlihatkan
terjadinya 20% kelahiran prematur bagi ibu yang tingkat kadar haemoglobinnya
dibawah 6,5gr/dl (Amiruddin, dkk 2007).
Berbagai faktor yang dapat meyebabkan terjadinya BBLR diantaranya adalah
faktor genetik, faktor demografi dan psikososial, faktor obstetrik, faktor nutrisi,
penyakit bawaan ibu, paparan racun, faktor pemeriksaan kehamilan (Kramer, 1987)
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. DEFINISI
Bayi berat lahir rendah ialah bayi baru lahir dengan berat badan lahirnya pada
saat kelahiran kurang dari 2500 gram, dimana morbiditas dan mortalitas neonatus
tidak hanya bergantung pada berat badannya tetapi juga pada tingkat kematangan
(maturitas) bayi tersebut.
2.2. PENYEBAB
BBLR dapat terjadi pada bayi kurang bulan (<37 minggu) atau pada bayi
cukup bulan (intrauterine growth restriction). Dari kedua penyebab ini, kehamilan
prematur merupakan penyebab tersering yang dapat mengakibatkan BBLR. Penyebab
ini tidak tersendiri, tetapi ada beberapa faktor yang mempengaruhinya seperti faktor
janin, faktor ibu, dan faktor plasenta.
Tabel 1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Penyebab BBLR
Penyebab Faktor Janin Faktor Ibu Faktor Plasenta Faktor lain
Kehamilan
Preterm
Gawat janin,
gemeli,
eritroblastosis
Usia saat hamil <20 atau >
40 tahun, multiparitas,
pre-eklamsia, infeksi,
konsumsi obat terlarang.
Penyakit vaskular,
plasenta previa,
abrusio plasenta.
Ketuban pecah
dini,
polihidramnion,
iatrogenik
Dismaturitas Gangguan
kromosom, infeksi
janin yang kronin,
anomali
kongenital, jejas
radiasi, aplasia
pankreas,
kehamilan
multiple.
Toksemia, penyakit
hipertensi dan ginjal,
hipoksemia, malnutirisi
atau penyakit kronik,
anemia sel sabit, obat-
obatan.
Berat plasenta atau
selularitas
berkurang atau
keduanya, luas
permukaan
berkurag,
plasentitis vilosa,
infark, tumor,
pelepasan plasenta,
sindrom transfusi.
-
Sumber: Nelson, 1999, Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15 vol 1, hal 561.
3
2.3. KLASIFIKASI BBLR
Klasifikasi BBLR dibagi menjadi dua bagian, yaitu klasifikasi
berdasarkan berat lahir, dan klasifikasi berdasarkan masa gestasinya.
1. Bayi Berat Lahir Rendah dapat digolongkan menjadi 2, yaitu (Merenstein,
2002):
a. Prematur Murni/Bayi Kurang Bulan
Masa gestasi 37 minggu dan berat badan sesuai dengan berat
badan untuk masa gestasi itu, atau biasa disebut neonatus kurang bulan
sesuai untuk masa kehamilan (NKB-SMK).
b. Dismaturitas/Bayi Kecil Masa Kehamilan
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari seharusnya untuk masa
gestasi itu, bayi mengalami retardasi pertumbuhan intra uterin dan
merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya tersebut (KMK).
Berat badan kurang dari seharusnya yaitu dibawah persentil ke-10
(kurva pertumbuhan intra uterin Usher Lubchenco) atau dibawah 2
Standar Deviasi (SD) (kurva pertumbuhan intra uterin Usher dan Mc.
Lean).
2. Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya, bayi berat lahir rendah
dibedakan dalam:
a. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), berat lahir 1500-2499 gr.
b. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR), berat lahir < 1500 gr.
c. Bayi Berat Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR), berat lahir < 1000 gr.
3. Berdasarkan berat badan menurut usia kehamilan dapat digolongkan (Wong,
2004) :
a. Kecil Masa Kehamilan (KMK) yaitu jika bayi lahir dengan BB dibawah
persentil ke-10 kurva pertumbuhan janin.
b. Sesuai Masa Kehamilan (SMK) yaitu jika bayi lahir dengan BB diantara
persentil ke-10 dan ke-90 kurva pertumbuhan janin.
c. Besar Masa Kehamilan (BMK) yaitu jika bayi lahir dengan BB diatas persentil
ke-90 pada kurva pertumbuhan janin.
2.4. PERMASALAHAN PADA BBLR
4
BBLR memerlukan perawatan khusus karena mempunyai permasalahan
yang banyak sekali pada sistem tubuhnya disebabkan kondisi tubuh yang belum
stabil.
a. Ketidakstabilan suhu tubuh
Dalam kandungan ibu, bayi berada pada suhu lingkungan 36°C-37°C
dan segera setelah lahir bayi dihadapkan pada suhu lingkungan yang
umumnya lebih rendah. Perbedaan suhu ini memberi pengaruh pada
kehilangan panas tubuh bayi. Hipotermia juga terjadi karena kemampuan
untuk mempertahankan panas dan kesanggupan menambah produksi panas
sangat terbatas karena pertumbuhan otot-otot yang belum cukup memadai,
ketidakmampuan untuk menggigil, sedikitnya lemak subkutan, produksi
panas berkurang akibat lemak coklat yang tidak memadai, belum matangnya
sistem saraf pengatur suhu tubuh, rasio luas permukaan tubuh relatif lebih
besar dibanding berat badan sehingga mudah kehilangan panas.
b. Gangguan pernafasan
Akibat dari defisiensi surfaktan paru, toraks yang lunak dan otot
respirasi yang lemah sehingga mudah terjadi periodik apneu. Disamping itu
lemahnya reflek batuk, hisap, dan menelan dapat mengakibatkan resiko
terjadinya aspirasi.
c. Imaturitas imunologis
Pada bayi kurang bulan tidak mengalami transfer IgG maternal melalui
plasenta selama trimester ketiga kehamilan karena pemindahan substansi
kekebalan dari ibu ke janin terjadi pada minggu terakhir masa kehamilan.
Akibatnya, fagositosis dan pembentukan antibodi menjadi terganggu. Selain
itu kulit dan selaput lendir membran tidak memiliki perlindungan seperti bayi
cukup bulan sehingga bayi mudah menderita infeksi.
d. Masalah gastrointestinal dan nutrisi
Lemahnya reflek menghisap dan menelan, motilitas usus yang
menurun, lambatnya pengosongan lambung, absorbsi vitamin yang larut
dalam lemak berkurang, defisiensi enzim laktase pada jonjot usus,
menurunnya cadangan kalsium, fosfor, protein, dan zat besi dalam tubuh,
meningkatnya resiko NEC (Necrotizing Enterocolitis). Hal ini menyebabkan
nutrisi yang tidak adekuat dan penurunan berat badan bayi.
5
e. Imaturitas hati
Adanya gangguan konjugasi dan ekskresi bilirubin menyebabkan
timbulnya hiperbilirubin, defisiensi vitamin K sehingga mudah terjadi
perdarahan. Kurangnya enzim glukoronil transferase sehingga konjugasi
bilirubin direk belum sempurna dan kadar albumin darah yang berperan
dalam transportasi bilirubin dari jaringan ke hepar berkurang.
f. Hipoglikemi
Kecepatan glukosa yang diambil janin tergantung dari kadar gula darah
ibu karena terputusnya hubungan plasenta dan janin menyebabkan terhentinya
pemberian glukosa. Bayi berat lahir rendah dapat mempertahankan kadar gula
darah selama 72 jam pertama dalam kadar 40 mg/dl. Hal ini disebabkan
cadangan glikogen yang belum mencukupi. Keadaan hipotermi juga dapat
menyebabkan hipoglikemi karena stress dingin akan direspon bayi dengan
melepaskan noreepinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi paru. Efektifitas
ventilasi paru menurun sehingga kadar oksigen darah berkurang. Hal ini
menghambat metabolisme glukosa dan menimbulkan glikolisis anaerob yang
berakibat pada penghilangan glikogen lebih banyak sehingga terjadi
hipoglikemi. Nutrisi yang tak adekuat dapat menyebabkan pemasukan kalori
yang rendah juga dapat memicu timbulnya hipoglikemi.
2.5. TANDA DAN GEJALA KLINIS
Secara umum gambaran klinis pada bayi berat badan lahir rendah sebagai berikut :
1. Berat badan lahir 2500 gram, panjang badan 45 Cm, lingkar dada 30 Cm,
lingkar kepala 33 Cm.
2. Masa gestasi 37 minggu (Merenstein, 2002).
3. Penampakan fisik sangat tergantung dari maturitas atau lamanya gestasi;
kepala relatif lebih besar dari badan, kulit tipis, transparan, banyak lanugo,
lemak sub kutan sedikit, osifikasi tengkorak sedikit, ubun-ubun dan sutura
lebar, genetalia immatur, otot masih hipotonik sehingga tungkai abduksi, sendi
lutut dan kaki fleksi, dan kepala menghadap satu jurusan.
4. Lebih banyak tidur dari pada bangun, tangis lemah, pernafasan belum teratur
dan sering terjadi apnea, refleks menghisap, menelan, dan batuk belum
sempurna (Wong, 2004).
6
2.6. DIAGNOSIS
Anamnesis
- Umur ibu
- Hari pertama haid terakhir
- Riwayat persalinan sebelumnya
- Paritas, jarak kelahiran sebelumnya
- Kenaikan berat badan selama hamil
- Aktivitas, penyakit yang diderita, dan obat-obatan yang diminum selama
hamil
Pemeriksaan Fisik
- Berat badan <2500 gram
- Tanda prematuritas (bila bayi kurang bulan)
- Tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil untuk masa
kehamilan)
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Skor Ballard
2. Tes kocok (shake test), dianjurkan untuk bayi kurang bulan
3. Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa
kadar elektrolit dan analisa gas darah.
4. Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur
kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau
didapat/diperkirakan akan terjadi sindrom gawat nafas.
7
Gambar 1. Pemeriksaan Skor Ballard
2.7. PENATALAKSANAAN
1. Pemberian vitamin K1
- Injeksi 1 mg IM sekali pemberian; atau
- Per oral 2 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 3-10 hari, dan umur 4-6
minggu).
2. Mempertahankan suhu tubuh normal
- Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh
bayi, seperti kontak ke kulit, kangoroo mother care, pemancar panas,
inkubator, atau ruangan hangat yang tersedia di fasilitas kesehatan setempat
sesuai petunjuk.
Tabel 2. Cara Menghangatkan Bayi
Cara Penggunaan
Kontak Kulit Untuk semua bayi
Untuk menghangatkan bayi dalam wajtu singkat, atau menghangatkan
bayi hipotermi (32-36,4oC) apabila cara lain tidak mungkin dilakukan.
KMC Untuk menstabilkan bayi dengan berat badan <2500 gram, terutama
direkomendasikan untuk perawat berkelanjutan bayi dengan berat badan
1800g dan usia gestasi <34 minggu
8
Pemancar panas Untuk bayi sakit atau bayi dengan berat 1500g atau lebih
Untuk pemeriksaan awal bayi, selama dilakukan tindakan, atau
menghangatkan kembali bayi hipotermi
Inkubator Penghangatan berkelanjutan bayi dengan berat <1500 gram yang tidak
dapat dilakukan KMC
Untuk bayi sakit berat (sepsis, gangguan napas berat)
Ruangan hangat Untuk merawat bayi dengan berat <2500 g yang tidak memerlukan
tindakan diagnostik atau prosedur pengobatan.
Tidak untuk bayi sakit berat (sepsis, gangguan napas)
Tabel 3. Suhu inkubator yang direkomendasikan menurun berat badan dan
umur bayi
Berat bayiSuhu inkubator (oC) menurut umur
Hari
34 33 32
<1500 gram 11 hari-3 minggu 3-5 minggu >5 minggu
1500-2000 gram 1-10 hari 11 hari – 4 minggu >4 minggu
2100-2500 gram 1-2 hari 3 hari-3 minggu >3 minggu
>2500 gram 1-2 hari >2 minggu
3. Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tanga dingin
4. Ukur suhu tubuh sesuai jadwal
Tabel 4. Pengukuran suhu tubuh
Keadaan bayi Bayi sakit Bayi kecil Bayi sangat kecil Bayi keadaan
membaik
Frekuensi
pengukuran
Tiap jam Tiap 12 jam Tiap 6 jam Sekali/hari
5. Pemberian minum
- ASI merupakan pilihan utama
- Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup
dengan cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan
bayi menghisap paling kurang sehari sekali.
- Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20
g/hari selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.
9
- Pemberian minum minimal 8x/hari. Apabila bayi masih menginginkan
dapat diberikan lagi.
- Indikasi nutrisi parenteral yaitu status kardiovaskular dan respirasi yang
tidak stabil, fungsi usus belum berfungsi/terdapat anomali mayor saluran
cerna, NEC, IUGR berat, dan berat lahir <1800 gram.
- Pada bayi sakit, pemberian minum tidak perlu dengan segera ditingkatkan
selama tidak ditemukan tanda dehidrasi dan kadar natrium serta glukosa
normal.
PANDUAN PEMBERIAN MINUM BERDASARKAN BB :
1. Berat lahir <1000 g
- Minum melalui pipa lambung
- Pemberian minum awal : ≤10 ml/kg/hari
- ASI perah/term formula/half-strength preterm formula
- Selanjutnya minum ditingkatkan jika memberikan toleransi yang baik:
tambahan 0,5-1 ml, interval 1 jam, setiap ≥24 jam
- Setelah 2 minggu: ASI perah + HMF (human milk fortifier)/full-strength
preterm formula sampai berat badan mencapai 2000 gram
2. Berat lahir 1000-1500 gram
- Pemberian minum melalui pipa lambung (gavage feeding)
- Pemberian minum awal : ≤10 ml/kg/hari
- ASI perah/term formula/half-strength pretemr formula
- Selanjutnya minum ditingkatkan jika memberikan toleransi yang baik:
tambaan 1-2 ml, interval 2 jam, setiap ≥24 jam.
- Setelah 2 minggu: ASI perah + HMF (human milk fortifier)/full-sterngth
preterm formula sampai berat badan mencapai 2000 g.
3. Berat lahir 1500-2000 gram
- Pemberian minum melalui pipa lambung (gavage feeding)
- Pemberian minum awal : ≤10 ml/kg/hari
- ASI perah/term formula/half strength preterm formula
- Selanjutnya minum ditingkatkan jika memberikan toleransi yang baik:
tambahan 2-4 ml, interval 3 jam, setiap ≥12-24 jam.
- Setelah 2 minggu : ASI perah + HMF/full strength preterm formula sampai
berat badan mencapai 2000 gram.
10
4. Berat lahir 2000-2500 gram
- Apabila mampu sebaiknya diberikan minum per oral
- ASI perah/term formula
5. Bayi sakit :
- Pemberian minum awal ≤10 ml/kg/hari
- Selanjutnya minum ditingkatkan jika memberikan toleransi yang baik:
tambahan 3-5 ml, interval 3 jam, setiap ≥8 jam.
Suportif
- Jaga dan pantau kehangatan
- Jaga dan pantau patensi jalan napas
- Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit
- Bila terjadi penyulit segera kelola sesuai dengan penyulit yang timbul
(misalnya hipotermia, kejang, gangguan napas, hiperbilirubinemia, dll)
- Berikan dukungan emosional ibu, dan anggota keluarga
- Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila tidak memungkinkan, biarkan ia
berkunjung setiap saat dan siapkan kamar untuk menyusui.
- Ijinkan dan anjurkan kunjungan oleh keluarga atau teman dekat apabila
dimungkinkan.
2.8. KOMPLIKASI
Bayi berat lahir rendah berisiko untuk hipotermia, hipoglikrmia,
hiperbilirubinemia, respiratory distress syndrome, sepsis, problem feeding, patent
ductus arteriosus, enterokolitis nekrotikan, dan perdarahan serebral. Semakin
kecil bayi semakin tinggi risiko. Semua Bayi Berat Lahir Sangat Rendah
(BBSLR) harus dikirim ke perawatan khusus atau unit neonatal.
a. Hipotermia
Hipotermia adalah pengukuran suhu aksilar dengan hasil kurang dari 36,0oC.
Sedangkan suhu normal yang seharusnya pada bayi baru lahir adalah 36,0 – 36,5oC
atau 96,8 – 97,7oF, dan pada suhu basal (rektal) antara 36 ,5 – 37,5oC atau 97,7 –
99,5oC.
11
Prinsip suhu tubuh normal : produksi panas = hilanganya panas
Klasifikasi hipotermia :
1. Hipotermia ringan (cold stress) : 36 – 36,5oC
2. Hipotermia sedang : 32 – 36oC
3. Hipotermia berat : <32oC
Faktor Risiko Hipotermia :
- Bayi prematur dan bayi-bayi kecil;
- Kelainan bawaan;
- Gangguan saraf sentral, seperti perdarahan intrakranial, konsumsi obat-
obatan, dan asfiksia;
- Sepsis;
- Tindakan resusitasi yang lama;
- IUGR.
Tanda dan Gejala
- Akral dingin
- Bayi tidak mau minum
- Kurang aktif
- Kutis mamorata
- Takipneu/takikardia
Diagnosis
Pengukuran suhu aksila secara rutin dapat menunrunkan angka kejadia
hipotermia pada bayi baru lahir. Tetapi pengukuran suhu rektal lebih baik pada
saat bayi terlahir 24 jam pertama dan beguna juga untuk mendeteksi anus
imperforatus.
10 MANAJEMEN PROTEKSI THERMAL
Tujuan untuk menghindarkan terjadinya stress hipotermia serta menjaga suhu tubuh
bayi tetap dalam keadaan normal yaitu antara 36,5 – 37,5oC.
1. Persiapkan ruang melahirkan yang hangat;
2. Lakukan pengeringan segera setelah bayi lahir;
3. Lakukan metode kontak kulit dengan kulit;
4. Lakukan pemberian ASI segera atau IMD;
5. Tidak segera memandikan/menimbang bayi;
6. Berilah pakaian dan selimut bayi yang adekuat;
7. Lakukan rawat gabung bersama ibu;
12
8. Transportasi hangat;
9. Resusitasi hangat;
10. Dan lakukan pelatihan dan sosialisasi rantai berat.
b. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan hasil pengukuran kadar glukosa darah <45
mg/dl (2,6 mmol/dl)
Faktor predisposisi
- Prematuritas
- Hipotermia
- Hipoksia
- Diabetes ibu
- Infus glukosa pada ibu dalam persalinan
- IUGR.
Manifetasi klinis
1. Asimptomatik : lebih berbahaya;
2. Simptomatik
Gejala : kecemasan atau tremor, apati, episode sianosis, konvulsi, serangan
apneu intermitten atau takipneua, menangis lemah atau dengan frekuensi
tinggi, lemas atau lesu, sukar makan, dan mata berputar, serta adanya episode
berkeringat, pucat mendadak, hipotermia, dan henti serta gagal jantung.
Terapi
Batasan gula darah :
<20 mg/dl (bayi prematur)
<30 mg/dl (bayi matur 72 jam setelah lahir)
<40 mg/dl (bayi matur >72 jam sesudah lahir)
<45 mg/dl (bayi dan anak)
Prinsip terapi
- Bila untuk anak sadar dan kooperatif berikan glukosa oral.
- Bila anak terdapat perubahan status mental berikan glukosa bolus 10%
Dengan kejang 2 ml/kgBB
Tanpa kejang 4 ml/kgBB
Dengan kecepatan 1 ml/menit
13
Loading dose
Maintenance : D 10% 8 mg/kgBB/menit
- Bila tidak terdapat akses iv dan anak tidak dapat diberi glukosa secara oral
maka berikan glukagon 0,5 – 1 mg sc atau im.
c. Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar plasma bilirubin 2 SD atau lebih
dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil 90. Ikterus
neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus
pada kulit dan sklera akibat akumulai bilirubin indirek yang berlebih. Ikterus akan
mulai pada bayi dengan kadar bilirubin darah 5 – 7 mg/dl.
Klasifikasi Ikterus :
1. Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologi adalah kadar bilirubun indirek pada minggu pertama >2
mg/dl;
2. Ikterus patologi
Adalah ikterus yang :
- Terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan;
- Peningkatan atau akumulasi bilirubin >5 mg/dl/hari;
- Disertai dengan tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi
(muntah, letargi, malas menetk, penurunan berat badan yang cepat,
apneu, takipneu, atau suhu yang tidak stabil);
- Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi yang cukup bulan atau setelah
14 hari pada bayi yang kurang bulan.
Tabel 6. Tanda-tanda Diagnostik Berbagai Tipe Ikterus Neonatorum
Diagnosis
Sifat
reaksi
Van
den
Bergh
IkterusKadar puncak
bilirubinAngka
akumulasi
bilirubin
(mg/dl/hari)
Keterangan
Muncul Hilang mg/dl
Umur
dalam
hati
Ikterus fisiologi Berhubungan dengan
tingkat kematangan Cukup bulan Indirek 2-3 hari 4-5 hari 10-12 2-3 <5
Prematur Indirek 3-4 hari 7-9 hari 15 6-8 <5
14
Hiperbilirubinemia akibat faktor metabolik Hipoksia, kegawatan
pernapasan, tidak ada
karbohidrat
Pengaruh hormonal:
kretinisme, hormon
Faktor-faktor genetik:
sindrom Crigler-
Najjar,
hiperbilirubinemia
familial sementara
Obat-obatan: vitamin
K, novobion
Cukup bulan Indirek 2-3 hari Variasi >2 Minggu
pertama
Prematur Indirek 3-4 hari Variasi >15 Minggu
pertama
Status hemolitik dan
hematoma
Indirek Dapat
muncul
pada 24
jam
pertama
Variasi Tak
terbata
s
Variasi Biasanya >5 Ertiroblastoasis: Rh,
ABO, status hemolitik
kongenital: sferositosis
dan nossferositosis.
Infantil piknositosis.
Obat-obatan: vitamin
K
Perdarahan
terselubung-hematoma
Faktor-faktor
campuran hemolitik
dan hepatotoksik
Indirek
dan
direk
Dapat
muncul
24 jam
pertama
Variasi Tak
terbata
s
Variasi Biasanya >5 Infeksi : sepsis bakteri,
pielonefritis, hepatitis,
toksoplasmosis,
penyakit inkusi
sitomegali, rubela
Cedera
hepatoseluler
Indirek
dan
direk
Biasany
a 2-3
hari
Variasi Tak
terbata
s
Variasi Variabel
biasanya >5
Obat-obatan: vit. K
Atresis biliaris,
galatosemia, hepatitis
dan infeksi.
Sumber: Brown AK: Pediatric Clin North Am 9: 589, 1962 dalam Ilmu Kesehatan
Anak Nellson-2000
15
Faktor Risiko Hiperbilirubinemia Indirek
1. Diabetes pada ibu
2. Ras (Cina, Jepang, Korea, dan Amerika Asli)
3. Prematuritas
4. Obat-obatan (Vit. K3, Novobion)
5. Tempat yang tinggi
6. Polisitemia
7. Jenis kelamin laki-laki
8. Trisomi-21
9. Kehilangan berat bdan (dehidrasi atau kehabisan kalori)
10. Pembentukan feses lambat
11. Riwayat keluarga
Jadi proses metabolisme bilirubin dibagi menjadi 3 bagian, yaitu pre-hepatik,
intra hepatik, dan pasca hepatik. Pada pre-hepatik, gangguan yang terjadi biasanya
akibat dari hemolisis eritrosit, sedangkan itrehepatik lebih sering terjadi akibat adanya
proses inflamasi seperti yang terjadi pada hepatitis B, dan pada pasca hepatik terjadi
akibat adanya obstruksi pada kanalikuli hepatika akibat adanya batu atau tumor. pada
bayi baru lahir gangguan yang tersering terjadi adalah pada fase pre-hepatik, dimana
pada bayi baru lahir terjadi hemolisis eritrosit yang lebih cepat (70-90 hari) sedangkan
hepar belum berfungsi maksimal. Produksi bilirubin pada bayi baru lahir adalah 8-10
mg/kgBB/hari, sedangkan dewasa 3-4 mg/kgBB/hari.
Manifestasi Klinis
Sklea, puncak hidung, sekitar mulut, dada, perut, dan ekstremitas berwarna kuning.
PENATALAKSAAN HIPERBILIRUBINEMIA
Tujuan terapi adalah mencegah kadar bilirubi indirek dalam darah mencapai kadar
neurotoksisitas. Terapi dapat dilakukan dua cara, yaitu fototerapi atau transfusi tukar.
Hal ini dapat dilakukan jika sesuai dengan indikasi.
16
Tabel 7. Indikasi Fototerapi dan Transfusi Ganti Berdasarkan Berat Badan
Berat badan
(g)Terapi
<1000 Fototerapi
Transfusi ganti jika bilirubin 10-12
mg/dl
1000-1500 Fototerapi jika bilirubin 7-9 mg/dl
Transfusi ganti jika 12-15 mg/dl
1500-2000 Fototerapi jika bilirubin 10-12 mg/dl
Transfusi ganti 15-18 mg/dl
2000-2500 Fototerapi jika bilirubin 13-15 mg/dl
Transfusi ganti jika 18-20 mg/dl
>2500 dan bayi
sakit
Fototerapi jika 12-15 mg/dl
Transfusi ganti jika 18-20 mg/dl
d. Necrotizing Enterocolitis (NEC)
Penyakit saluran cerna yang serius pada bayi yang baru lahir dan ditandai
dengan bercak nekrosis atau nekrosis difus pada mukosa atau submukosa usus serta
vaskularisasi usus. Insidensi terjadinya dihubungkan denga umur kehamilan yang
kurang, dan merupakan komplikasi yang penting yang terjadi pada kelahiran
premature. Terhitung 7,5 % kasus EKN sebagai penyebab kematian neonatal.
Tanda dan gejala umum EKN :
- Distensi abdomen dan nyeri tekan;
- Toleransi minum buruk;
- Muntah kehijauan atau cairan kehijauan keluar melalui pipa lambung;
- Darah pada feses (+).
Gangguan sistemik :
- Apneu
- Terus mengantuk atau tidak sadar
- Demam atau hipotermia.
Cara mendiagnosis :
1. Rontgen abdomen yang akan terlihat gambaran dilatasi usus, paucity of gas,
fixed loop, pneumatosis intestinal, portal venous gas, dan pneumoperitoneum.
2. USG : berfungsi untuk mendeteksi adanya komplikasi.
17
Tiga stadium berdasarkan tanda klinis :
1. Apnea, bradikardi, letargi, distensi abdomen, dan muntah;
2. Pneumatosis intestinal + tanda-tanda di stadium I;
3. Penurunan tekanan darah, bradikardi, asidosis, DIC, dan anuria.
PENATALKSANAAN
Pengelolaan dasar
Menghentikan nutrisi per.oral
Dekompresi saluran cerna dengan pipa nasogastrik
Observasi tanda-tanda vital, perdarahan saluran cerna, masukan/keluaran cairan,
elekterolit, dan tanda sepsis.
Antibiotik kombinasi
- Ampisilin p.o, im, atau iv
Usia ≤7 hari 50 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis
Usia >7 hari 75 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis
- Gentamisin i.m atau i.v
Usia ≤7 hari
BB <1000 g dan usia kehamilan <28 mgg, 2,5 mg/kgBB/hari dosis
tunggal
BB <1500 g dan usia kehamilan <34 mgg 2,5 mg/kgBB/dosis/18 jam
BB >1500 g dan usia kehamilan ≥34 mgg 2,5 mg/kgBB/dosis/12 jam
Usia > 7 hari
BB <1200 g 2,5 mg/kgBB/dosis/18-24 jam
BB ≥1200 g 2,5 mg/kgBB/dosis/8 jam
Foto Abdomen serial (setiap 6-8 jam)
Stadium I
Nutrisi p.o dihentikan dan pemberian minum dapat diberikan sesudah 3 hari perbaikan
Antibiotik diberikan selama 3 hari
Stadium II
Nutrisi p.o dihentikan selama 2 mgg. Pemberian minum dapat mulai diberikan 7-10
hari sesudah pemeriksaan radiologis tidak tampak pneumatosis.
Nutrisi parenteral 90-110 kal/kgBB/hari
Oksigen
18
Antibiotik selama 7-10 hari
Na bikarbonat 2 mEq/kgBB jika terjadi asidosis mtabolik
Dopamin 2-4 μg/kgBB/mnt memperbaiki sirkulasi darah usus.
Stadium III
Sesuai stadium II, disertai ventilator mekanik jika dibutuhkan.
Pembedahan dilakukan bila keadaan kilinis meburuk, tidak memberikan respon
terhadap pengobatan di atas, sentinel loop menetap selama 24 jam, massa abdomen
kuadran bawah, eritena dinding abdomen (tanda peritonitis), dan perforasi usus
spontan.
e. Respiratory Distress syndrom
Dikenal juga sebagai respiratory distress sydrom yang idiopatik, hyaline
membrane disease merupakan keadaan akut yang terutama ditemukan pada bayi
prematur saat lahir atau segera setelah lahir, lebih sering pada bayi dengan usia
gestasi dibawah 32 yang mempunyai berat dibawah 1500 gram. Kira – kira 60% bayi
yang lahir sebelum gestasi 29 minggu mengalami RDS.
Bangunan paru janin dan produksi surfactan penting untuk fungsi respirasi
normal. Bangunan paru dari produksi surfaktan bervariasi pada masing-masing bayi.
Bayi prematur lahir sebelum produksi surfactan memadai. Surfactan, suatu senyawa
lipoprotein yang mengisi alveoli, mencegah alveolar colaps dan menurunkan kerja
respirasi dengan menurunkan tegangan permukaan. Pada defisiensi surfactan,
tegangan permukaan meningkat, menyebabkan kolapsnya alveolar dan menurunnya
komplians paru, yang mana akan mempengaruhi ventilasi alveolar sehingga terjadi
hipoksemia dan hiperkapnia dengan acidosis respiratory. Reduksi pada ventilasi akan
menyebabkan ventilasi dan perfusi sirkulasi paru menjadi buruk, menyebabkan
keadaan hipoksemia. Hipoksia jaringan dan acidosis metabolik terjadi berhubungan
dengan atelektasis dan kegagalan pernafasan yang progresif.
RDS merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan pada bayi prematur,
biasanya setelah 3 – 5 hari. Prognosanya buruk jika support ventilasi lama diperlukan,
kematian bisa terjadi setelah 3 hari penanganan.
19
Etiologi
a) Prematuritas dengan paru – paru yang imatur (gestasi dibawah 32 minggu) dan
tidak adanya, gangguan atau defisiensi surfactan.
b) Bayi prematur yang lahir dengan operasi Caesar.
c) Penurunan suplay oksigen saat janin atau saat kelahiran pada bayi matur atau
prematur.
Patofisiologi
Pada bayi dengan RDS, dimana adanya ketidakmampuan paru untuk
mengembang dan alveoli terbuka. RDS pada bayi yang belum matur menyebabkan
gagal pernafasan karena imaturnya dinding dada, Parenchyma paru, dan imaturnya
endothelium kapiler yang menyebabkan kolaps paru pada akhir ekspirasi.
Pada bayi RDS disebabkan oleh menurunnya jumlah surfaktan atau perubahan
kualitatif surfaktan, dengan demikian menimbulkan ketidakmampuan alveoli untuk
ekspansi. Terjadi perubahan tekanan intra extra thoracic clan menurunnya pertukaran
udara.
Secara alamiah perbaikan mulai setelah 24 – 48 jam. Sel yang rusak akan
diganti. Membran hyaline, berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam
proteinaceous filtrate serum (saringan serum protein), di fagosit oleh makrofag. Sel
cuboidal menempatkan pada alveolar yang rusak dan epithelium jalan nafas,
kemudian terjadi perkembangan selo kapiler baru pada alveolar. Sintesis surfaktan
memulai lagi clan kemudian membantu perbaikan alveoli untuk pengembangan.
Manifestasi Klinis
a. Takipneu
b. Retraksi interkostal dan sterna
c. Pernapasan cuping hidung
d. Sianosis
e. Penurunan daya komplain paru
f. Penurunan suara nafas, Ronchi +
g. Tachicardi pada saat terjadi asidosis dan
h. Hipoksemia
20
Pemeriksaan Penunjang
a. Seri rontgen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma dengan
overdistensi duktus alveolar.
b. Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
c. Analisa gas darah
d. Imatur lecithin / sphingomyolin (L/S)
Penatalaksanaan
a. Pemberian oksigen
b. Pertahankan nutrisi adekuat
c. Pertahankan suhu lingkungan netral
d. Diet 60 kal/hari (sesuaikan dengan protocol yang ada) dengan asam amino yang
mencukupi untuk mencegah katabolisme protein dan ketoasidosis endogenous
e. Pertahankan PO2 dalam batas normal
f. Intubasi bila perlu dengan tekanan ventilasi positif
Komplikasi
a. Ketidakseimbangan asam basa
b. Pneumothoraks, hipotensi, asidosis
c. Pneumodiastinum, PDA, BPD.
d. Sianosis
e. Penurunan daya komplain paru
f. Hipotensi sistemik
g. Penurunan keluaran urine
h. Penurunan suara nafas, Ronchi +
i. Tachicardi pada saat terjadi asidosis dan
j. Hipoksemia
f. Asfiksia
Asfiksia adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernapas spontan dan teratur,
sehingga dapat menurunkan oksigen dan menimbukan karbon dioksida yang dapat
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan yang lebih lanjut. Semua tipe BBLR bisa
kurang, cukup atau lebih bulan, semuanya berdampak pada proses adaptasi
21
pernapasan waktu lahir sehingga mengalami asfiksia lahir. Bayi BBLR membutuhkan
kecepatan dan keterampilan resusitasi.
Asfiksia intrapartum sering terjadi pada bayi kecil masa kehamilan, karena
bayi ini tidak mendapatkan nutrisi dari plasenta secara adekuat hingga akhir masa
intra uteri. Sehingga tidak ada makanan glukosa dari ibu, persediaan karbohidrat
rendah, dan oksigenasi terbatas. Asfiksia ini berhubungan dengan gangguan
perkembangan lebih lanjut pada bayi kecil masa kehamilan.
g. Perdarahan Intrakranial
Intraventrikular hemorrhage, perdarahan intrakranial (otak) pada neonatus.
Bayi mengalami masalah neurologis, seperti gangguan mengendalikan otot
(cerebral palsy), keterlambatan perkembangan dan kejang
h. Sepsis
Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala
sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis dapat
berlangsung cepat sehingga sering kali tidak terpantau tanpa pengobatan yang
memadai sehingga neonatus dapat meninggal dalam waktu 24 sampai 48 hari.
(Surasmi, 2003). Sepsis neonatal adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit
sistemik akibat infeksi selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur,
dan protozoa dapat menyebabkan sepsis bayi baru lahir. (DEPKES 2007). Sepsis
neonatorum adalah infeksi yang terjadi pada bayi dalam 28 hari pertama setelah
kelahiran. (Mochtar, 2005)
Faktor yang mempengaruhi terjadinya sepsis :
a) Faktor maternal terdiri dari:
Ruptur selaput ketuban yang lama
Persalinan prematur
Amnionitis klinis
Demam maternal
Manipulasi berlebihan selama proses persalinan
Persalinan yang lama
b) lingkungan yang dapat menjadi predisposisi bayi yang terkena sepsis, tetapi
tidak terbatas pada buruknya praktek cuci tangan dan teknik perawatan,
22
kateter umbilikus arteri dan vena, selang sentral, berbagai pemasangan kateter
selang trakeaeknologi invasive, dan pemberian susu formula.
c) Faktor penjamu meliputi jenis kelamin laki-laki, bayi prematur, berat badan
lahir rendah, dan kerusakan mekanisme pertahanan dari penjamu.
(Wijayarini,2005)
Patofisiologi
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui
beberapa cara yaitu:
a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir
Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus
masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Penyebab infeksi adalah
virus yang dapat menembus plasenta antara lain:virus rubella, herpes, sitomegalo,
koksaki, influenza, parotitis. Bakteri yang melalui jalur ini antara lain: malaria,
sipilis, dan toksoplasma.
b. Pada masa intranatal atau saat persalinan
Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks
naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya terjadi amnionitis dan korionitis,
selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk ketubuh bayi. Cara lain yaitu pada saat
persalinan, kemudian menyebabkan infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi
atau port de entre, saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman
( misalnya: herpes genetalia, candida albicans, gonorrhea).
c. Infeksi pascanatal atau sesudah melahirkan
Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi sesudah kelahiran,
terjadi akibat infeksi nasokomial dari lingkungan di luar rahim (misalnya melalui
alat-alat penghisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol
minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi, dapat
menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial. Infeksi juga dapat melalui luka
umbilikus. (Surasmi, 2003)
Faktor predisposisi
23
Terdapat berbagai faktor predisposisi terjadinya sepsis, baik dari ibu maupun
bayi sehingga dapat dilakukan tindakan antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya
sepsis.
Faktor predisposisi itu adalah: Penyakit yang di derita ibu selama kehamilan,
perawatan antenatal yang tidak memadai; Ibu menderita eklamsia, diabetes mellitus;
Pertolongan persalinan yang tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan;
Kelahiran kurang bulan, BBLR, cacat bawaan. Adanya trauma lahir, asfiksia
neonatus, tindakan invasif pada neonatus; Tidak menerapkan rawat gabung. Sarana
perawatan yang tidak baik, bangsal yang penuh sesak. Ketuban pecah dini, amnion
kental dan berbau; Pemberian minum melalui botol, dan pemberian minum buatan.
Manifestasi klinis
Tanda dan gejala sepsis neonatorum umumnya tidak jelas dan tidak
spesifik.Tanda dan gejala sepsis neonatorum yaitu: Tanda dan gejala umum meliputi
hipertermia atau hipotermi bahkan normal, aktivitas lemah atau tidak ada tampak
sakit, berat badan menurun tiba-tiba; Tanda dan gejala pada saluran pernafasan
meliputi dispnea, takipnea, apnea, tampak tarikan otot pernafasan,merintih,
mengorok, dan pernafasan cuping hidung; Tanda dan gejala pada system
kardiovaskuler meliputi hipotensi, kulit lembab, pucat dan sianosis; Tanda dan gejala
pada saluran pencernaan mencakup distensi abdomen, malas atau tidak mau minum,
diare; Tanda dan gejala pada sistem saraf pusat meliputi refleks moro abnormal,
iritabilitas, kejang, hiporefleksia, fontanel anterior menonjol, pernafasan tidak teratur;
Tanda dan gejala hematology mencakup tampak pucat, ikterus, patikie, purpura,
perdarahan, splenomegali.
Pencegahan
a. Pada masa antenatal
Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala,
imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang di derita ibu, asupan gizi yang
memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan
ibu dan janin, rujukan segera ketempat pelayanan yang memadai bila diperlukan.
b. Pada saat persalinan
Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik, yang artinya dalam
melakukan pertolongan persalinan harus dilakukan tindakan aseptik. Tindakan
24
intervensi pada ibu dan bayi seminimal mungkin dilakukan (bila benar-benar
diperlukan). Mengawasi keadaan ibu dan janin yang baik selama proses persalinan,
melakukan rujukan secepatnya bila diperlukan dan menghindari perlukaan kulit dan
selaput lendir.
c. Sesudah persalinan
Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi normal,
pemberian ASI secepatnya, mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap bersih,
setiap bayi menggunakan peralatan tersendiri, perawatan luka umbilikus secara steril.
Tindakan invasif harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip aseptik.
Menghindari perlukaan selaput lendir dan kulit, mencuci tangan dengan
menggunakan larutan desinfektan sebelum dan sesudah memegang setiap bayi.
Pemantauan bayi secara teliti disertai pendokumentasian data-data yang benar dan
baik. Semua personel yang menangani atau bertugas di kamar bayi harus sehat. Bayi
yang berpenyakit menular di isolasi, pemberian antibiotik secara rasional, sedapat
mungkin melalui pemantauan mikrobiologi dan tes resistensi. (Sarwono, 2004)
Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan sepsis neonatorum adalah mempertahankan metabolisme
tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk
kebutuhan nutrisi.
Pilihan obat yang diberikan ialah ampisilin dan gentamisin atau ampisilin dan
kloramfenikol, eritromisin atau sefalasporin atau obat lain sesuai hasil tes resistensi.
Dosis antibiotik untuk sepsis neonatorum : Ampisislin 200 mg/kgBB/hari,
dibagi 3 atau 4 kali pemberian; Gentamisin 5 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2
pemberian; Kloramfenikol 25 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 atau 4 kali pemberian;
Sefalasporin 100 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 kali pemberian; Eritromisin 500
mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis.(Surasmi,2003)
2.9 PENCEGAHAN BBLR
25
Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama
kurun kehamilan
Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
rahim,
Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur
reproduksi sehat (20-34 tahun)
Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam
meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga
2.10 PROGNOSIS BBLR
• Pada saat ini harapan hidup bayi dengan berat 1501- 2500 gram adalah 95 %,
tetapi berat bayi kurang dari 1500 gram masih mempunyai angka kematian
yang tinggi.
• BBLR yang tidak mempunyai cacat bawaan selama 2 tahun pertama akan
mengalami pertumbuhan fisik yang mendekati bayi cukup bulan dengan berat
sesuai masa gestasi. Pada BBLR , makin imatur dan makin rendah berat lahir
bayi, makin besar kemungkinan terjadi kecerdasan berkurang dan gangguan
neurologik
26
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. KESIMPULAN
Bayi lahir dengan berat lahir rendah (BBLR) merupakan masalah kesehatan
yang sering dialami pada sebahagian masyarakat yang ditandai dengan berat lahir
kurang dari 2500 gram. BBLR yang tidak ditangani dengan baik dapat
mengakibatkan timbulnya masalah pada semua sistem organ tubuh meliputi
gangguan pada pernafasan (aspirasi mekonium, asfiksia neonatorum), gangguan
pada sistem pencernaan (lambung kecil), gangguan sistem perkemihan (ginjal
belum sempurna), gangguan sistem persyarafan (respon rangsangan
lambat).Selain itu bayi berat lahir rendah dapat mengalami gangguan mental dan
fisik serta tumbuh kembang.
3.2. SARAN
Diharapkan setelah dirawat bayi dapat:
Berat badan naik mencapai normal, daya hisap kuat, tidak terjadi infeksi dan
hipotermi,maupun resiko infeksi.
Kepada bidan dan perawat diharapkan dapat meningkatkan proses
keperawatan pada BBLR dengan mempertahankan teknik aseptis dalam setiap
melakukan tindakan. Kepada mahasiwa diharapkan dapat menganalisis dan
menegakkan diagnosa kebidanan sesuai dengan prioritas masalah yang ada,
menetapkan intervensi dan mengevaluasi tindakanyang dilakukan pada BBLR.
27
DAFTAR PUSTAKA
Arvin, Kliegman, Behrman. 2000. Nelson –Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15. Jakarta:
EGC
Betz, C.L., Sowden, L.A. 2000. Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. EGC. Jakarta
Dicky Pribadi Herman. 2007. Pediatri Praktis, edisi 3. Bandung: Catatan Pediatri
Carpenito, L.J. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta
Henry Garna, dan Heda Melinda Nataprawira. 2012. PEDOMAN Diagnosis dan
Terapi-ILMU KESEHATAN ANAK, edisi ke-4. Bandung: Departemen Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung.
Kliegman, R. 2000. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. EGC. Jakarta
Merenstein, G.B. et all. 2002. Buku Pegangan Pediatri. Edisi 17. Widya Medika.
Jakarta
Wong, L. D. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. EGC. Jakarta
WHO Indonesia. 2008. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di RS-Pedoman bagi
Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Jakarta : WHO Indonesia
28