Download - Proposal Levi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Negara-negara yang sudah maju maupun di negara baru berkembang seperti
Timor-Leste, kesehatan dan keselamatan kerja selalu menjadi hal penting yang telah
diatur dalam Undang-Undang ataupun aturan-aturan yang mengikat, seperti
Undang-Undang dasar Republik Demokratik Timor-Leste (RDTL) Tahun 2002, pasal
50 no 2 dan 4 mengatakan bahwa “pekerja memiliki hak atas keselamatan dan
kebersihan dalam pekerjaan, hak atas bayaran, istirahat dan hak libur serta kerja
paksa dilarang, kecuali sebagaimana ditetapkan dengan Undang-Undang hukuman
penjara”. Pihak-pihak yang terlibat dalam lingkungan kerja, secara konsisten
menjalankan aturan yang telah ditetapkan dengan penuh kesadaran sesuai dengan
Undang-Undang yang berlaku. Sebaliknya di negara-negara berkambang, isu
kesehatan dan keselamatan kerja nampaknya masih menjadi hal yang belum
mendapatkan porsi perhatian yang maksimal.
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu upaya mencegah
penyakit dan kecelakaan akibat kerja dengan menggunakan alat perlindungan diri
(APD). Alfarisi (2008) menjelaskan bahwa untuk menjamin kesehatan dan
keselamatan kerja karyawan diperlukan juga Undang-Undang yang mengatur
tentang kesehatan dan keselamatan kerja, seperti Undang-Undang Republik
Indonesia pasal 86 No 13 tahun 2003 dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh
mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan
kerja, moral, kesusilaan, dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat
1
serta nilai-nilai Agama. Dengan menerapkan Undang-Undang tersebut kita bisah
berharap standar kesehatan dan kesalamatan kerja yang diharapkan para pekerja
akan terlindungi dari kemungkinan resiko kerja, baik yang disebabkan oleh
lingkungan kerja maupun kesehatan pekerja itu sendiri (human error). Pihak
perusahaan harus menjamin bahwa lingkungan kerja dan peralatan yang digunakan
aman. Oleh karena itu, menjadi kewajiban setiap perusahan untuk mengadakan
pelatihan kepada para calon karyawannya sebelum melakukan kegiatan atau
pekerjaan di perusahaan sesuai aturan kesehatan dan keselamatan kerja yang
berlaku atau yang diterapkan dalam perusahaan tersebut.
Karyawan sebagai aset yang berharga bagi perusahaan, maka perlindungan
terhadap tenaga kerja dari segala macam bahaya yang mungkin timbul, serta
menciptakan rasa aman dan nyaman bagi setiap tenaga kerja perlu mendapatkan
perhatian yang labih serius. Semua upaya ditunjukkan pada usaha kesehatan dan
kesalamatan bagi karyawan dalam meningkatkan kualitas hidupnya. Untuk
menjamin kualitas hidupnya karyawan atau pekerja di perusahaan, harus
dipekerjakan bersifat manusIawi, yang memungkinkan pekerja atau karyawan
berada dalam kondisi selamat dan sehat bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat
kerja serta penghasilannya dapat memenuhi kebutuhan hidup yang layak sehingga
tingkat kesejahteraannya dapat terpenuhi sesuai dengan harkat dan martabat
manusia.
News dan Blogs (2009) mengatakan bahwa Eksistensi K3 (kesehatan dan
keselamatan kerja) sebenarnya muncul bersamaan dengan revolusi industri di
Eropa, terutama Inggris, Jerman dan Perancis serta Revolusi di Amerika Serikat. Era
2
ini di tandai dengan adanya pergeseran besar-besaran dalam penggunaan mesin-
mesin produksi menggantikan tenaga kerja manusia. Pekerja hanya berperan
sebagai operator. Penggunaan mesin-mesin menghasilkan barang-barang dalam
jumlah bersifat ganda dibandingkan dengan yang dikerjakan pekerja sebelumnya.
Adanya revolusi industri namun di tandai dengan penggunaan mesin-mesin adalah
pengangguran serta resiko kecelakaan dalam lingkungan kerja, karena banyak
pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) dan penempatan karyawan
tidak sesuai skil dan profesionalismenya. Hal-hal seperti ini yang akan menyebabkan
terjadinya cacat fisik, dan kematian bagi pekerja juga dapat menimbulkan kerugian
material yang besar bagi perusahan.
Untuk mencegah penyakit dan kecelakaan akibat kerja harus dibedakan
antara usaha-usaha tentang keselamatan kerja dengan usaha pencegahan atas
penyakit akibat kerja yaitu bahwa keselamatan kerja menitikberatkan pada peralatan
dari perusahaan, sedangkan pencegahan penyakit akibat kerja ditunjukkan kepada
orang-orang yang bekerja diperusahaan. Disamping kecelakaan-kecelakaan itu
disebabkan karena kelelahan. Makin lama seseorang melakukan pekerjaan makin
berkurang prestasi kerjanya, dan semakin banyak bekerja maka makin cepat dan
baik tingkat keselamatan. kelelahan dapat menimbulkan efek buruk terhadap
jasmani dan rohani. Efek buruk terhadap jasmani sering disebut “Exhaustion“
sedangkan efek buruk terhadap rohani disebut “Neurastheni”
Pada dasarnya masalah tenaga kerja berkaitan dengan produktivitas tenaga
kerja itu sendiri. Oleh karena itu diperlukan perhatian dan tanggung jawab dari
perusahaan yang bersangkutan untuk memeperhatikan dan memberikan jaminan
3
terhadap kesehatan dan keselamatan kerja (K3) karyawan. Menurut Notoatmodjo
(2007:198) mengatakan bahwa dari aspek ekonomi dengan penyelenggaraan K3
(kesehatanan keselamatan kerja) sangat menguntungkan, karena tujuan akhir dari
K3 adalah untuk meningkatkan produktivitas seoptimal mungkin.
Notoatmodjo (2007:198) menambahkan bahwa kesehatan dan keselamatan
kerja (K3) berusaha mengurangi atau mengatur beban kerja para pekerja atau
karyawan dengan cara merencanakan, mendesain suatu alat yang dapat
mengurangi beban kerja, misalnya alat untuk mengangkat beban yang berat
diciptakan gerobak, untuk mempercepat pekerja tulis menulis diciptakan mesin ketik
atau komputer, untuk mengurangi beban hitung-menghitung diciptakan kalkulator
atau computer dan untuk mempercepat proses penggilingan batu harus ada mesin
penggilin batu. Untuk bisa mengantisipasi atau menciptakan keadaan seperti itu,
maka harus dibedakan antara usaha-usaha tentang kesehatan dan keselamatan
kerja menitikberatkan pada peralatan atau alat berat perusahaan, sedangkan
pencegahan penyakit akibat kerja ditujukan kepada orang-orang atau pekerja yang
bekerja dalam perusahaan. Di samping kecelakaan-kecelakaan itu disebabkan
karena persoalan teknis, sebagian kecelakaan disebabkan karena kelelahan. Makin
lama seseorang melakukan pekerjaan makin berkurang prestasi kerjanya dan
semakin banyak bekerja maka akan cepat tingkat kelelahan dari para pekerja atau
karyawan perusahan akhirnya bisa memberikan dampak terhadap tingkat
produktivitas dan pendapatan perusahan.
Hal inilah yang mendorong pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja
karyawan, untuk itu diperlukan hukuman atau sanksi dari pihak perusahaan kepada
4
karyawan yang melanggar atau tidak mematuhi aturan-aturan kesehatan dan
keselamatan kerja yang telah di terapkan di dalam perusahaan. Penggunaan APD
sebagai tindakan kontrol tehadap bahaya-bahaya yang muncul di lingkungan kerja
karyawan serta mencegah, mengurangi bahkan meminimalkan resiko kecelakaan
kerja (zero accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya
pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak
biaya (cost) perusahan melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka
panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang.
Dengan lahirnya revolusi industri tersebut, maka harus diperlukan
manajemen perusahaan yang efektif agar bisa mencegah kecelakaan kerja yang
tidak diduga yang disebabkan oleh kelalaian kerja serta lingkungan kerja yang tidak
kondusif untuk mendukung kesehatan dan keselamatan kerja karyawan, agar tidak
terjadinya hal-hal seperti itu diperlukan juga sebuah Undang-Undang yang bisa
mengatur tentang sikap perilaku karyawan serta tanggung jawab perusahaan
terhadap kesehatan dan keselamatan kerja karywan.
Kondisi perburuhan yang buruk dan angka kecelakaan yang tinggi telah
mendorong berbagai kalangan untuk berupaya meningkatkan perlindungan
kesehatan dan keselamatan kerja. Salah satu diantaranya perlindungan kesehatan
dan keselamatan kerja karyawan. Manusia bukan sekedar alat produksi harus
dilindungi keselamatannya. Sebagai akibatnya, perhatian terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja karyawan mulai meningkat ditangani sebagai bagian penting dalam
proses produksi.
5
Untuk meminimalkan kerugian, lebih baik melakukan tindakan pencegahan
(preventive) dari pada melakukan tindakan perbaikan setelah terjadi kecelakaan
(incident maupun accident). Apa artinya kita kerja keras jika tidak menjadi sehat tapi
celaka. Justru kita kerja keras memenuhi kebutuhan hidup sehingga kita menjadi
sejahtera. Oleh karena itu, diperlukan perhatian dari semua pihak yang bertanggung
jawab terhadap kesehatan keselamatan kerja karyawan.
AUTO VISION sebagai salah satu perusahaan terbesar di Timor-Leste yang
bergerak di bidang konstruksi sipil (bangunan) dan membuka lapangan kerja bagi
masyarakat kecil serta mendukung pemerintah untuk mengurangi angka
pengangguran di Timor-Leste. Untuk menjamin kelansungan hidup perusahaan dan
meningkatnya produktivitas kerja karyawan dan frekuensi peningkatan pendapatan
perusahaan, maka harus ada pelatihan bagi karyawan untuk meningkatkan
pengetahuan tentang manfaat pengunaan alat pelindung diri (APD) dan harus
memberikan jaminan kesehatan serta keselamatan kerja bagi karyawan.
Denga penjelasan di atas yang mendorong penulis tertarik untuk melakukan
penelitian di perusahan Auto Vision Aimutin, Dili di tempat bangunan tembok yang
berlokasi di usindo I Fatumeta Dili untuk mengetahui tinjauan penggunaan Alat
Pelindung Diri terhadap kesehatan dan keselamatan kerja karyawan.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah ”Tinjauan Penggunaan Alat
Pelindung Diri Terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja Karyawan Autu
6
Vision Aimutin, Dili yang Bekerja pada Bangunan Tembok di Usindo I
Fatumeta, Dlili.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk melihat secara real pengunaan Alat Pelindung Diri Terhadap
Kesehatan dan Keselamatan Kerja Karyawan Perusahan Auto Vision Aimutin,
Dili.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui pengetahuan karyawan tentang penggunaan alat
pelindung diri.
Untuk mengetahui perilaku karyawan tentang penggunaan alat pelindung
diri.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (strata satu)
Kesehatan Masyarakat serta menambah pengetahuan dan daya berpikir
penulis dalam melakukan penelitian ilmiah yang bersifat akademik.
2. Bagi Perusahan
Sebagai bahan informasi bagi perusahan dalam rangka menjamin kesehatan
dan keselamatan kerja karyawan serta meningkatkan pengetahuan karyawan
atau pekerja tentang manfaat penggunaan Alat Pelindung Diri.
7
3. Bagi Kalangan Akademik
Sebagai sumbangan referensi bagi teman-teman mahasiswa yang ingin
mengadakan penelitian lebih lanjut dengan masalah yang berbeda dan
obyek penelitian yang sama demi kesehatan dan keselamatan kerja
karyawan atau tenaga kerja.
1.5 Ruang Lingkup
Dengan adanya keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi oleh penulis, seperti
keterbatasan waktu, kurangnya buku referensi, biaya maka penulis hanya menulis
tentang ”Tinjauan Penggunaan Alat Pelindung Diri Terhadap Kesehatan dan
Keselamatan Kerja Karyawan Bangunan Tembok di Usindo I Fatumeta, Dili.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Dasar Teori
Berdasarkan penulisan judul dan latar belakang pada BAB sebelumnya, maka
dalam BAB ini penulis akan mengambil teori-teori yang relevan dengan pembahasan
penulisan ini. Relevansi teoritis dalam melihat ”pengaruh alat pelindung diri terhadap
kesehatan dan keselamatan kerja karyawan perusahan Auto Vision, Aimutin, Dili
pada tempat bangunan tebok di Usindo I Fatumeta, Dili. Penulis mengutip beberapa
teori dan pendapat para ahli sebagai berikut:
2.1.1 Kesehatan Kerja.
Menurut Laziale (2010), mengatakan bahwa kesehatan kerja hal yang
sangat penting didalam dunia kerja khususnya dunia industri yang bergerak
dibidang produksi, kesehatan kerja hendaknya dapat dipahami betapa pentingnya
kesehatan kerja tersebut di dalam bekerja kesehariannya. Hal ini memiliki
kepentingan yang besar, baik untuk kepentingan diri sendiri maupun dikarenakan
aturan perusahan yang meminta untuk menjaga hal-hal tersebut dalam rangka
meningkatkan kinerja dan mencegah potensi kerugian bagi perusahan.
Namun, seberapa penting kah perusahan wajib menjalankan prinsip
kesehatan kerja di lingkungan perusahannya? Patut diketahui pula bahwa ide
tentang kesehatan telah ada sejak dua puluh (20) tahun yang lalu, namun
sehingga saat ini, masih ada pekerja dan perusahan yang belum memahami
korelasi antara kesehatan dan peningkatan kinerja perusahaan, bahkan tidak
9
mengetahui eksistensi aturan tersebut, sehingga para pengusaha tidak
mementingkan kesehatan para pekerja atau karyawan menjadikan hal tersebut
menjadi hal yang mahal dan dapat mengganggu proses pekerjaan.
Laziale (2010) menjelaskan bahwa dari penjelasan di atas maka pemerintah
Republik Indonesia telah menerbitkan Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang
kesehatan kerja, yaitu:
1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
3. Mencegah mengurangi bahaya peledakan.
4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya.
5. Memberikan pertolongan pada kecelakaan.
6. Memberi alat-alat perlindungan diri (APD) para pekerja.
7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluaskan suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar
atau radiasi, suara dan getaran.
8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik,
psikis, keracunan, infeksi dan penularan.
9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
10. Menyelenggarakan suhu dan kelembaban udara yang baik.
11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.
12. Memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban.
10
13. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara
dan proses kerjanya.
14. Mengamankan dan memperlancar pengankutan orang, binatang, tanaman
atau barang.
15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
16. Mengamankan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan
penyimpanan barang.
17. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.
18. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
berbahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
Dari Undang-Undang yang dibuat tersebut, maka para pekerja dapat bekerja
dengan tenang dan dapat menaikkan pendapatan tenaga kerja atau karyawan agar
ia bekerja tanpa harus memikirkan bagaimana membayar biaya pengobatan apabila
pekerja tersebut sakit karena kesehatan mereka sudah dijamin oleh Undang-
Undang.
Notoatmodjo (2007:198) mengatakan bahwa kesehatan kerja ialah pencegahan
kecelakaan akibat kerja. Di samping itu, dalam kaitannya dengan masyarakat sekitar
perusahaan, kesehatan kerja juga pun mengupayakan agar perusahan tersebut
dapat mencegah timbulnya penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh limbah atau
produk perusahaan tersebut. Sedangkan upaya promotif berpedoman bahwa
dengan meningkatnya kesehatan kerja, akan menigkatkan juga produktivitas kerja.
Oleh sebab itu, upaya pokok kesehatan kerja yang kedua adalah promosi
11
(peningkatan) kesehatan masyarakat pekerja dalam rangka peningkatan
produktivitas kerja.
Seperti halnya pada kesehatan masyarakat, meskipun fokus kegiatannya pada
preventif dan promotif, tetapi tidak meninggalkan sama sekali upaya-upaya kuratif.
Dalam kesehatan kerja juga tidak meninggalkan pelayanan dasar (primary care). Hal
ini berarti kesehatan kerja dalam suatu perusahaan, meskipun upaya pokoknya
pencegahan penyakit dan kecelakaan kerja, serta promosi kesehatan kerja, namun
perlu dilengkapi dengan pelayanan pemeriksaan dan pengobatan penyakit atau
kecelakaan yang terjadi para pekerja atau keluarganya. Keluarga pekerja memang
bukan secara langsung menjadi aggota masyarakat pekerja, namun peranan
keluarga (istri atau suami) sangat penting dalam mencegah penyakit dan kecelakaan
kerja serta peningkatan kesehatan pekerja.
Menurut Russeng (2010) ilmu kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu
kesehatan masyarakat yang secara khusus mempelajari secara luas dan mendalam
mengenai permasalahan kesehatan yang berkaitan dengan pekerjaan.
Kesehatan kerja merupakan bagian dari kesehatan masyarakat atau aplikasi
kesehatan masyarakat dalam suatu masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungan.
Kesehatan bertujuan untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya,
baik fisik, mental, dan ssosial bagi masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungan
perusahan tersebut, melalui usaha-usaha preventif, promotif, dan kuratif terhadap
penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja yang
tidak aman. Kesehatan ini merupakan terjemahan dari (Occpatinonal Health) yang
cenderung diartikan sebagai lapangan kesehatan yang mengurusi masalah-masalah
12
kesehatan secara menyeluruh bagi masyarakat pekerja. Menyeluruh dalam arti
usaha-usaha preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif, higiene, penyesuaian faktor
manusia terhadap pekerjaannya, dan sebagainya. Secara implisit Russeng (2010)
memberikan rumusan atau batasan ini bahwa hakikat kesehatan kerja mencakup
dua hal, yakni:
1. Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-
tingginya. Tenaga kerja disini mencakup antara lain: buruh atau karyawan,
petani, nelayan, pekerja-pekerja sektor non formal, pegawai negeri, dan
sebagainya.
2. Sebagai alat untuk meningkatkan produksi, yang berlandaskan kepada
meningkatnya efisiensi dan produktivitas.
Apabila kedua prinsip tersebut dijabarkan ke dalam bentuk operasional, maka
tujuan utama kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
1. Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan-
kecelakaan akibat kerja.
2. Pemiliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja.
3. Perawatan dan mempertinggi efisiensi dan produktivitas tenaga kerja.
4. Pemberantasan kelelahan kerja dan meningkatkan kegairahan serta
kenikmatan kerja.
5. Perlindungan bagi masyarakat sekitar perusahan terhindar dari bahaya-
bahaya pencemaran yang ditimbulkan oleh perusahan tersebut.
6. Perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang mungkin
ditimbulkan oleh produk-produk perusahaan.
13
Oleh karena itu, tujuan dari kesehatan kerja adalah menciptakan tenaga kerja
yang sehat dan produktif.
Sumakmur (1988) yang dikutip oleh Neutron (2009) berpendapat bahwa
kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan atau kedokteran beserta
prakteknya yang bertujuan, agar pekerja atau masyarakat pekerja dapat
memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, mental, maupun
sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit atau
gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan
lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum. Kesehatan kerja sama
dengan hygiene perusahaan.
Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut:
a. Sasarannya adalah manusia.
b. Bersifat medis.
Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi mental, dan
sosial sesorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan atau
melainkan juga menunjukkan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan
pekerjaannya.
Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap
sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan
kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama di bidang kesehatan
lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta
pemiliharaan kesehatan seoptimal mungkin.
14
Status kesehatan seseorang menurut Blum (1981) yang di kutip oleh Nasution
(2004:2), ditentukan oleh empat (4) faktor yakni:
1. Lingkungan: lingkungan fisik (alami, buatan) kimia (organik atau anorganik,
logam berat, debu), biologik (virus, bakteri, mikroorganisme), dan sosial
budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan).
2. Perilaku: sikap, kebiasaan, tingkah laku.
3. Pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan
kecacatatan, rehabilitasi dan
4. Genetik yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.
Dengan demikian status kesehatan pekerja sangat mempengaruhi
produktivitas kerjanya. Pekerja yang sehat memungkinkan tercapainya hasil
kerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan pekerja yang terganggu
kesehatannya.
2.1.2 Keselamatan Kerja.
Menurut dokumen Teknosehat under occupational health and safety
(2008) mengatakan bahwa keselamatan kerja adalah keselamatan yang
bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya,
landasan, tempat kerja, dan lingkungannya serta cara-cara melakukan kerja,
merupakan sarana utama untuk pencegahan kerugian; cacat dan kematian
sebagai kecelakaan kerja, kebakaran, dan ledakan.
Selain itu dokumen Teknosehat Under Occupational Health and Safety
(2008) memberikan penjelasan mengenai sasaran dan peranan dari
keselamatan kerja, sebagai berikut:
15
Sasaran keselamatan kerja:
1. Tempat kerja: darat, udara, dalam tanah, permukaan air, dalam air.
2. Mencakup: proses produksi dan distribusi (barang dan jasa)
Peranan keselamatan kerja:
1. Aspek teknis: upaya preventif untuk mencegah timbulnya resiko kerja.
2. Aspek hukum: sebagai perlindungan bagi tenaga kerja (TK) dan orang
lain di tempat kerja.
3. Aspek ekonomi: untuk efisiensi.
4. Aspek sosial: menjamin kelansungan kerja dan penghasilan bagi
kehidupan yang layak.
5. Aspek kultural: mendorong terwujudnya sikap dan perilaku yang disiplin,
tertib, cermat, kreatif, inovatif, dan penuh tanggung jawab.
Sasaran keselamatan kerja ditujukan untuk melindungi tenaga kerja dan
orang lain yang berada di tempat kerja, terjadinya kecelakaan kerja,
peledakan, penyakit akibat kerja, dampak negatif terhadap keluarga korban,
perusahaan, teman kerja, pemerintah dan masyarakat.
Kecelakaan tidak terjadi secara kebetulan, melainkan ada penyebabnya.
Kecelakaan dapat dicegah atau dikurangi dengan menghilangkan atau
mengurangi penyebabnya. Kerugian kecelakaan kerja (5K): kerusakan,
kekacauan organisasi, keluhan dan kesedihan, kelainan dan cacat, kematian.
Penyebab dasar kecelakaan kerja:
1. Faktor manusia: kurangnya kemampuan fisik, mental, dan psikologi,
Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan, Stres,serta motivasi yang salah.
16
2. Faktor lingkungan, Kepemimpinan atau pengawasan kurang, Peralatan
dan bahan kurang, Perawatan peralatan yang kurang, standar kerja
kurang, peralatan dan bahan kurang
Menurut Sumakmur (1993) yang dikutip oleh Neutron (2009)
mengatakan bahwa, keselamatan kerja adalah keselamatan yang
bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses
pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungan serta cara-cara
melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut:
1. Sasarannya adalah lingkungan kerja.
2. Bersifat teknik
Keselamatan kerja (Occupational Safety) menurut Alfarisi (2008)
dalam istilah sehari-hari disebut dengan safety saja, secara filosofi
diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan
dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya serta budaya dan keahliannya
tenaga kerja.
Dari segi keilmuan keselamatan kerja diartikan sebagai suatu
pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Pengertian kecelakaan
kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak
diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda,
atau kerugian terhadap proses.
17
Dewasa ini pembangunan nasional tergantung banyak kepada
kualitas, kmpetensi dan profesinalisme sumberdaya manusia termasuk
praktisi kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Dari segi dunia usaha
diperlukan produktivitas dan daya saing yang baik agar dapat berkiprah
dalam bisnis internasional maupun domestik. Salah satu faktor yang
harus dibina sebaik-baiknya adalah implementasi kesehatan dan
keselamatan kerja dalam berbagai aktivitas masyarakat khususnya dalam
dunia kerja.
Pengertian hampir celaka, yang dalam istilah safety disebut dengan
insiden (incident), ada juga yang menyebutkan dengan istilah near-miss
atau near-accident, adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak
diinginkan dimana dengan keadaan yang sedikit berbeda akan
mengakibatkan bahaya terhadap manusia, merusak harta benda atau
kerugian terhadap proses kerja.
Sumakmur (1993) yang dikutip oleh Neutron (2009) menjelaskan
bahwa ada tiga aspek utama hukum kesehatan dan keselamatan kerja
(K3) yaitu norma keselamatan, kesehatan kerja, dan kerja nyata. Norma
keselamatan kerja merupakan sarana atau alat untuk mencegah
terjadinya kecelakaan kerja yang tidak diduga yang disebabkan oleh
kelalaian kerja serta lingkungan kerja yang tidak kondusif.
Konsep ini diharapkan mampu meminimalka kecelakaan kerja
sehingga mencegah terjadinya cacat atau kematian terhadap pekerja,
kemudian mencegah terjadinya kerusakan tempat dan peralatan kerja.
18
Konsep ini juga mencegah pencemaran lingkungan hidup dan
masyarakat sekitar tempat kerja. Norma keselamatan kerja diharapkan
menjadi instrumen yang mampu menciptakan dan memelihara derajat
kesehatan kerja setiggi-tigginya.
Bagiono (2005:2) berpendapat bahwa sebagian besar orang masih
kwatir dan bertanya-tanya dengan keselamatan kerja. Namun kita ketahui
dan percaya bahwa seorang karyawan dan teman sekerjanya merupakan
aset yang paling berharga bagi setiap organisasi atau perusahaan.
Harapan organisasi harus selalu terfokus pada bagaimana mencapai
tujuan yang telah ditentukan. Oleh karena itu, agar semua karyawan
melaksanakan aktivitasnya berjalan dengan baik, maka setiap karyawan
harus waspada dalam kondisi kesehatan yang baik pula. Selanjutnya
Bagiono (2005:2) menuturkan bahwa untuk menjaga organisasi bebas
dari bahaya kecelakaan membutuhkan perhatian dan kewaspadaan yang
terus menerus. Salah satu upaya penyelamatan juga tergantung pada
unjuk kerja setiap karyawan. Kecelakaan itu sangat mudah terjadi,
sehingga para praktisi berpendapat bahwa hanya memerlukan satu
orang karyawan untuk menimbulkan kecelakaan. Jadi, untuk mencegah
kecelakaan diperlukan kerja sama tim yang baik dari setiap anggota itu
sendiri.
19
2.1.3 Kecelakaan kerja
Menurut Notoatmodjo (2007: 218) mengatakan bahwa terjadinya
kecelakaan kerja disebabkan oleh kedua faktor utama seperti telah diuraikan
di atas, yakni faktor fisik dan faktor manusia. Oleh sebab itu, kecalakaan
kerja juga merupakan bagian dari kesehatan kerja. Kecelakaan kerja adalah
kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan akibat dari kerja.
Sumakmur (1989) yang di kutip oleh Notoatmodjo (2007: 218) membuat
batasan bahwa kecelakan kerja adalah suatu kerja yang berkaitan dengan
hubungan kerja dengan perusahaan. Hubungan kerja di sini bahwa
kecelakaan terjadi karena akibat dari pekerjaan atau pada waktu
melaksanakan pekerjaan. Oleh sebab itu, kecelakan akibat kerja lain ini
mencakup dua permasalahan pokok, yakni:
1. Kecelakaan akibat langsung pekerjaan.
2. Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan.
Dalam perkembangan selanjutnya ruang lingkup kecelakaan ini
diperluaskan lagi sehingga mencakup kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja
yang terjadi pada saat perjalanan atau transporte ke dan dari tempat kerja.
Dengan kata lain kecalakaan lalu lintas yang menimpa tenaga kerja dalam
perjalanan ke dan dari tempat kerja atau dalam rangka menjalankan
pekerjaannya juga termasuk kecalakaan kerja. Peyebabkan kecelakaan kerja
pada umumnya digolongkan menjadi dua, yakni:
1. Perilaku pekerja itu sendiri (faktor manusia), yang tidak memenuhi
keselamataan, misalnya: karena kecelakan, kecerobohan, ngantuk,
20
kelelahan, dan sebagianya. Menurut hasil penilitian yang ada, 85% dari
kecelakaan yang terjadi disebabkan karena faktor manusia.
2. Kondisi-kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman atau ’unsafety
condition’, misalnya lantai licin, pencahayaan kurang, silau, mesin yang
terbuka, dan sebagainya.
Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) yang dikutip oleh
Notoatmodjo (2007:219) kecelakaan akibat kerja ini diklasifikasikan
berdasarkan empat (4) macam penggolongan, yakni:
1. Klasifikasi menurut jenis Kecelakaan: terjatuh, tertimpa benda, tertumbuk
atau terkena benda-benda, terjepit oleh benda-benda, gerakan-gerakan
melebihi kemampuan, pengaruh suhu tinggi, terkena arus listrik, kontak
bahan-bahan berbahaya atau radiasi
2. Klasifikasi menurut penyebab: mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga
listrik, mesin penggergajian kayu, alat angkut, alat angkut darat, udara,
dan alat angkut air. Peralatan lain, misalnya: dapur pembakar dan
pemanasan, instalasi pendingin, alat listrik, dan sebagainya. Bahan-
bahan, zat-zat, dan radiasi, misalnya: bahan peledak, gas, zat-zat kimia,
dan sebagainya. Lingkungan kerja (di luar bangunan, di dalam bangunan,
dan di bawah tanah) serta penyebab lain yang belum termasuk yang
tersebut di atas.
3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan: Patah tulang, dislokasi
(keseleo), regang otot (urat), memar dan luka dalam serta amputasi,
21
luka dipermukaan, gegar dan remuk, luka bakar, keracunan- keracunan
mendadak, pengaruh radiasi, dan lain-lain
4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh: Kepala, leher,
badan, anggota atas, anggota bawah, banyak tempat, letak lain
yang tidak termasuk klasifikasi tersebut.
Klasifikasi-klasifikasi tersebut bersifat jamak, karena pada kenyataannya
kecelakaan akibat kerja bisanya tidak hanya satu faktor, tetapi banyak faktor.
Menurut Isfany (2010) membagikan penyebab kecelakaan menjadi dua
penyebab dasar yaitu:
1. Penyebab langsung (immediate causes)
Penyebab langsung kecelakaan adalah suatu keadaan yang
biasanya bisa dilihat dan dirasakan langsung, yang dibagi dua
kelompok:
2. Tindakan-tindakan tidak aman (unsafe acts) yaitu perbuatan bahaya
dari manusia yang dalam beberapa hal dapat dilatar belakangi antara lain:
mesin, peralatan, bahan, lingkungan, proses pekerjaan, sifat pekerjaan, cara
kerja
3. Penyebab dasar (basic causes).
Penyebab dasar (basic causes) terdiri dari dua faktor yaitu:
1. Faktor manusia (personal factor): kurang kemampuan fisik, mental dan
psiologi, kurangnya atau lemahnya pengetahuan dan skill, stres,
motivasi yang tidak cukup atau salah.
22
2. Faktor kerja atau lingkungan kerja (job work enviroment factor)
Faktor fisik yaitu: kebisingan, radiasi penerangan, iklim dan lain-
lain.
Faktor kimia yaitu: debu, uap, logam, asap, gas, dan
seterusnya.
Faktor biologi yaitu: bakteri, virus, parasit, serangga.
Ergonomi dan psikososial.
Menurut Olailani (2008) untuk mencegah gangguan daya kerja, ada
beberapa usaha yang dapat dilakukan agar para buruh tetap produktif dan
mendapatkan jaminan perlindungan keselamatan kerja, yaitu:
1. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja (calon pekerja) untuk
mengetahui apakah calon pekerja tersebut serasi dengan pekerjaan
barunya, baik secara fisik maupun mental.
2. Pemeriksaan kesehatan berkala atau ulangan, yaitu untuk mengevaluasikan
apakah faktor-faktor penyebab itu telah menimbulkan gangguan pada pekerja.
3. Pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kerja diberikan kepada
para buruh secara berlanjut agar mereka tetap waspada dalam menjalankan
pekerjaannya.
4. Pemberian informasi tentang peraturan-peraturan yang berlaku di tempat
kerja sebelum mereka memulai tugasnya, tujuanya agar mereka mentaatinya.
5. Penggunaan pakaian pelindung.
23
6. Isolasi terhadap operasi atau proses yang membahayakannya, misalnya:
proses pencampuran bahan kimia berbahaya, dan pengoperasian mesin yang
sangat bising.
7. Pengaturan ventilasi setempat/lokal, agar bahan-bahan atau gas sisa dapat
dihisap dan dialirkan keluar.
8. Subsitusi bahan yang lebih berbahaya dengan bahan yang kurang
berbahaya atau tidak berbahaya sama sekali.
9. Pengadaan ventilasi umum untuk mengalirkan udara ke dalam ruang
kerja sesuai dengan kebutuhan.
Dapat disimpulkan bahwa pekerja sebagai sumber daya lingkungan
kerja konstruksi harus dikelola dengan baik, sehingga dapat memacu
produktivitas yang tinggi. Keinginan untuk mencapai produktivitas yang tinggi
harus memeperhatikan segi kesehatan dan keselamatan kerja karyawan,
seperti memastikan bahwa pekerja dalam kondisi kerja aman dan sehat.
2.1.4 Alat Pelindung Diri
Menurut Occupational Safety And Health Administration/OSHA (2008), Alat
Pelindung Diri (personal protective equipment) didefenisikan sebagai alat yang
digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh
adanya kontak dengan bahaya (hazards) di tempat kerja, baik bersifat kimia,
biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik, dan lainnya.
Dalam hirarki hazard control atau pengendalian bahaya paling akhir. Artinya,
sebelum memutuskan untuk menggunakan alat pelindung diri (APD), metode-
metode lain harus dilalui terlebih dahulu, dengan melakukan upaya optimal agar
24
bahaya bisa dihilangkan atau paling tidak dikurangi. Di dalam dokumen OSHA
(Occupational Safety And Health Administration) juga menyebutkan hirarki
pengendalian bahaya di tempat kerja, termasuk di pabrik kimia adalah sebagai
berikut:
1. Elimination, merupakan upaya menghilangkan bahaya dari sumbernya.
2. Reduction, mengupayakan agar tingkat bahaya bisa dikurangi.
3. Engineering control, artinya bahaya diisolasi agar tidak kontak dengan
pekerja.
4. Administrative control, artinya bahaya dikendalikan dengan
menerapkan instruksi kerja atau penjadualan kerja untuk
mengurangi paparan terhadap bahaya.
5. Personal protective equipment, artinya pekerja dilindungi dari bahaya
dengan menggunakan alat pelindung diri (APD).
OSHA (Occupational Safety And Health Administration),
mengklasifikasikan alat pelindung diri (APD) berdasarkan target organ
tubuh yang berpotensi terkena resiko dari bahaya, seperti:
1. Mata, sumber bahaya: cipratan bahan kimia atau logam cair, debu
katalis powder, proyektil, gas, uap, dan radiasi.
APD: safety spectacles, goggle, faceshield, welding shield.
2. Telinga, sumber bahaya: suara dengan tingkat kebisingan lebih dari
58 db (desible).
APD: ear plug,ear muff, canal caps.
25
3. Kepala, sumber bahaya: tertimpa benda jatuh, terbentur benda
keras, rambut terlitit benda berputar.
APD: helmet, bump caps.
4. Pernapasan, sumber bahaya: debu, uap, gas, kekurangan oksigen
(oxygen defiency).
APD: respirator, breathing, apparatus.
5. Tubuh, sumber bahaya: temperatur ekstrim, cuaca buruk, cipratan
bahan kimia, atau logam cair, semburan dari tekanan yang bocor,
penetrasi benda tajam, dust terkontaminasi.
APD: boiler suits, chemical suits, vest, apron, fully body suit, jacket.
6. Tangan san lengan, sumber bahaya, temperatur ekstrim, benda
tajam, tertinpa benda berat, sengatan listrik, bahan kimia, infeksi kulit.
APD: sarung tangan (gloves), armlets, mitts.
7. Kaki, sumber bahaya: lantai licin, lantai basah, benda tajam, benda
jatuh, cipratan bahan kimia, dan logam air, aberasi.
APD: safety shoes, safety boots, legging, spat.
Sebelumnya memutuskan jenis alat pelindung diri yang kita gunakan, lakukan
terlebih dahulu hazard dentification (identifikasi bahaya) dan risk assessment atau
penilaian resiko dari suatu pekerjaan, proses atau activitas. Tinjau ulang setiap
aspek dari pekerjaan, agar potensi bahaya bisah kita identifikasi.jangan
memutuskan hanya berdasarkan perkiraan.
Alat Pelindung Diri yang digunakan oleh tenaga kerja dalam melakukan
pekerjaan, menurut Occupational Safety and Health Administration/OSHA (2008)
26
alat pelindung tersebut adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja
sesuai bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan
orang di sekelilingnya. Kewajiban itu sudah disepakati oleh pemerintah melalui
Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia.
Adapun bentuk dari alat tersebut adalah:
Safety helmet, berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda yang bisa
mengenai secara langsung.
Sabuk keselamatan (safety belt), berfungsi sebagai alat pengaman ketika
menggunakan alat transportasi ataupun peralatan lain yang serupa (mobil,
pesawa, alat berat, dan lain-lain).
Sepatu pelindung (safety shoes), berfungsi sebagai sepatu biasa, tapi dari
bahan kulit dilapisi metal dengan sol dari karet tebal dan kuat, befungsi untuk
mencegah kecelakaan fatal yang menimpa kaki karena tertimpa benda tajam
atau berat, benda panas, cairan kimia, dan sebagainya.
Sarung tangan, befungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di
tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan. Bahan dan
bentuk sarung tangan disesuaikn dengan masing-masing fungsi pekerjaan.
Tali pengaman (safety harness), berfungsi sebagai pengaman bekerja di
ketinggian. Diwajibkan menggunakan alat ini di ketinggian lebih dari 1,8
meter.
Penutup telingga (ear plug / ear muff), berfungsi sebagai pelindung telinga
pada saat bekerja di tempat yang bising.
27
Kaca mata pengaman (safety glasses), berfungsi sebagai pelindung mata
bekerja (misalnya mengelas).
Masker (respirator) berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat
bekerja di tempat dengan kualitas udara buruk (misalnya berdebu, beracun,
dan sebagainya).
Pelindung wajah (face shield), berfungsi sebagai pelindung wajah dari
percikan benda asing saat bekerja? (misalnya pekerjaan menggerinda).
Jas hujang (rain coat), berfungsi sebagai melindungi dari percikan air saat
bekerja (misalnya bekerja pada waktu hujan atau sedang mencuci alat).
Semua alat pelindung diri (APD) harus digunakan seabagaimana mestinya,
gunakan pedoman yang benar-benar sesuai dengan standar keselamatan kerja
(K3L”kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan”).
2.1.5 Ruang lingkup kesehatan dan keselamatan kerja
Menurut Bagyono (2005:5), mengatakan bahwa pada prinsipnya, ruang
lingkup kesehatan, keselamatan dan keamanan kerja (K3) mencakup dua (2) aspek,
antara lain:
1. Pekerja
Para pekerja atau karyawan di suatu organisasi atau perusahaan harus
dijaga dengan baik kesehatannya. Hal tersebut sangat penting untuk
meningkatkan produktivitas atau kinerjanya sehingga memperoleh tenaga-
tenaga yang produktif dan profesional. Produktivitas dan profesionalisme
yang meningkat pada gilirannya akan membantu perusahaan dalam
mencapai tujuannya.
28
Bagyono (2005:5) juga menjelaskan usaha-usaha kesehatan,
keselamatan dan keamanan kerja (K3), yaitu:
1. Mengadakan seleksi dari calon pegawai.
2. Pemeriksaan kesehatan secara rutin terhadap para pegawai.
3. Meningkatkan kesejahteraan dan mengusahakan suasana, serta cara
hidup para pekerja seoptimal mungkin.
4. Imunisasi berkala terhadap penyakit-penyakit khusus.
Tugas dan tanggung jawab pekerjaan:
1. Mempelajari dan melaksanakan aturan dan instruksi keselamat
kerja.
2. Memberikan contoh cara kerja yang aman kepada pekerja
baru atau yang kurang pengalaman.
3. Menunjukkan kesiapan dan minat untuk mempelajari dan
melatih diri terhadap kerja yang aman.
4. Melakukan secara sungguh-sungguh terhadap keselamatan
kerja pada setiap tugas atau pekerjaannya.
2. Pekerjaan
Pekerjaan dapat diselesaikan jika terdapat pekerja. Namun para pekerja
juga tidak banyak berarti pekerjaan yang diaksanakan tidak diperlakukan
sesuai dengan aturan atau prosedur yang telah ditetapkan.
Upaya-upaya untuk mengurangi resiko dalam hal pekerjaan, antara lain:
Mengadakan perubahan dalam kerja yang salah, misalnya
pemakaian alat kerja yang tidak sesuai harus diganti secepatnya.
29
Mencegah terjadinya penularan atau pelajaran dari faktor-faktor
yang membahayakan, misalnya tindakan pencegahan harus dilakukan
terhadap para pekerja yang bekerja dalam ruangan yang terdapat gas
beracun atau berdebu atau tindakan peringatan terhadap jenis
pekerjaan yang melelahkan.
Diberlakukannya tindakan atau aturan ketat untuk melindungi para
pekerja terhadap penggunaan alat-alat yang membahayakan,
misalnya menggunakan pakaian sesuai dengan pekerjaan yang
dilakukan dan juga melarang seseorang melakukan pekerjaan yang
bukan menjadi keahliannya.
Pencahayaan atau penerangan yang sesuai dengan jenis pekerjaan
yang dilakukan. Pekerjaan yang membutuhkan ketelitian dan
cenderung rumit harus diberikan penerangan yang lebih. Hal ini
dimaksudkan:
1. Untuk mencegah dan menghilangkan terjadinya kecelakaan.
2. Untuk menjaga mutu pekerjaan.
3. Untuk tidak menurunkan produktivitas.
4. Untuk tidak merusak mata.
Mengadakan latihan-latihan terhadap para pekerja di dalam bidang
khusus. Setiap jenis pekerjaan mempunyai sifat-sifat dan cara-cara
sendiri. Sifat dan cara-cara ini harus dikenal serta dipelajari oleh para
pekerja dengan tujuan:
30
1. Untuk mencegah timbulnya kecelakaan-kecelakaan sebagai
akibat kuran mengetahui sifat dan cara bekerja.
2. Menambah pengetahuan pekerja, sesuai bidangnya masing-
masing.
3. Tempat bekerja.
Menurut Rachman (1990) yang di kutip oleh Anshul dan
Videos (2010), menjelaskan ruang lingkup kesehatan dan
keelamatan kerja sebagai berikut:
Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat
kerja yang di dalamnya melibatkan aspek manusia sebagai
tenaga kerja, bahaya akibat kerja dan usaha yang dikerjakan.
Aspek perlindungan dalam HYPERKES (hygiene perusahaan
dan kesehatan) meliputi:
1. Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian.
2. Peralatan dan bahan yang dipergunakan.
3. Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi maupun
sosial.
4. Proses produksi.
5. Karakteristik dan sifat pekerjaan.
6. Teknologi dan metodologi kerja.
Penerapan hyperkes dilaksanakan secara holistik sejak
perencanaan hingga perolehan hasil dari kegiatan industri
barang maupun jasa.
31
Semua pihak yang terlibat dalam proes industri atau perusahan
ikut bertanggung jawab atas keberhasilan usaha hyperkes.
2.2 Kerangka konsep
Dari hasil tinjauan kepustakaan serta kerangka teori tersebut serta masalah
penelitian yang telah dirumuskan, maka dikembangkan suatu ”kerangka konsep
penelitian”. Menurut Notoatmodjo (2010:83), yang dimaksud kerangka konsep
penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep
satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel yang satu dengan variabel
yang lain dari masalah yang diteliti.
Konsep adalah suatu abstraksi yang dibentuk dengan mengeneralisasikan
suatu pengertian. Oleh sebab itu, konsep tidak dapat diukur dan diamati secara
langsung. Agar dapat diamati dan dapat diukur, maka konsep tersebut harus
dijabarkan ke dalam variabel-variabel. Dari konsep itulah konsep dapat diamati dan
diukur.
Dari uraian di atas maka gambaran umum mengenai kerangka konsep
penelitian tentang pengaruh alat pelindung diri terhadap kesehatan dan keselamatan
kerja karyawan dapat dilihat pada skema berikut ini:
Bagan: 1Kerangka konsep penelitian
Tinjauan Pengunaan Alat Pelindung Diri (APD).
(X)
Kesehatan dan Keselamatan
Kerja Karyawan (K3).
(Y)
32
Keterangan: X adalah variabel bebas
Y adalah variabel terikat
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep-konsep (variabel-variabel)
yang akan diamati berdasarkan bagan diatas yaitu: tinjauan pengunaan alat
pelindung diri sebagai variabel independen (independent variable) dan kesehatan
dan keselamatan kerja karyawan sebagai variabel terikat (dependent variable).
Sekaligus penelitian ini akan membuktikan pengaruh dari kedua variabel tersebut
yaitu: variabel bebas (alat pelindung diri) terhadap variabel terikat (kesehatan dan
keselamatan kerja karyawan).
2.3 Defenisi Operasional
Untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel yang diamati
atau diteliti, perlu sekali variabel-variabel tersebut diberi batasan atau ”defenisi
oprasional”. Menurut Notoatmodjo ((2010:85) mengatakan bahwa defenisi
operasional ini bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau
pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan
instrumen (alat ukur). Selanjutnya Efendi (1989:150) menjelaskan bahwa defenisi
operasional adalah mendiskripsikan suatu variabel penelitian sedemikian rupa
sehingga bersifat spesifik dan terukur dan juga untuk membatasi ruang lingkup
variabel-variabel yang telah diamati dan diteliti. Untuk itu, peneliti ingin membatasi
ruang lingkup pada variabel-variabel di atas berdasarkan defenisi operasionalnya,
sebagai berikut:
33
1. Alat pelindung diri
Alat Pelindung Diri (personal protective equipment) didefenisikan sebagai alat
yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang
diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazards) di tempat kerja, baik
bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik, dan lainnya.
2. Kesehatan dan keselamatan kerja
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan instrumen yang
memproteksipekerja, perusahaan lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari
bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hka asasi
yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. Kesehatan dan keselamatan kerja
bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan meminimalkan resiko kecelakaan
kerja (zero accident).
34
2.4. Definisi Operasional Variabel
No Variabel Defenisi Operasional Alat ukur Indikator Hasil ukur Skala
1. Alat
Pelindung
Diri (APD)
Alat yang digunakan
untuk melindungi
pekerja dari luka atau
penyakit yang
diakibatkan oleh
adanya kontak
dengan bahaya
(hazards) di tempat
kerja, baik bersifat
kimia, biologis, radiasi,
fisik, elektrik, mekanik,
dan lainnya.
Kuesioner Penggunaan
alat
pelindung diri,
seperti: helm,
masker, kaca
mata, sarung
tangan, botas,
dan alat
pelindung
badan.
<55% (tidak
setuju), 56-
75%
(setuju),
76-100%
(sangat
setuju)
Ordinal
2. Kesehata
n dan
Keselamat
an Kerja
(K3)
Instrumen yang
memproteksi
pekerja, perusahan
lingkungan hidup, dan
masyarakat sekitar
dari bahaya akibat
kecelakaan kerja.
Perlindungan tersebut
merupakan hak asasi
yang wajib dipenuhi
oleh perusahan.
Kesehatan dan
keselamatan kerja.
Kuesioner mencegah,
mengurangi,
bahkan
meminimalka
n resiko
kecelakaan
kerja (zero
accident) di
tempat kerja.
<55% (tidak
setuju), 56-
75%
(setuju),
76-100%
(sangat
setuju)
Ordinal l
BAB III
35
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain penelitian
Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam melakukan penelitian
tentang tinjauan pengunaan alat pelindung diri terhadap kesehatan dan
keselamatan kerja karyawan Auto Vision Aimutin, Dili, khusunya tenaga kerja
bangunan tembok di Usindo I Fatumeta, Dili yaitu Survei Deskriptif dengan
pendekatan cross sectional dimana data yang menyangkut variabel bebas atau
resiko dan variabel terikat atau variabel akibat, akan dikumpulkan dalam waktu
yang bersamaan. Menurut Notoatmodjo (2010:35) mengatakan bahwa survei
deskriptif dilakukan terhadap sekumpulan objek yang biasanya bertujuan untuk
melihat gambaran fenomena (termasuk kesehatan) yang terjadi di suatu populasi
tertentu. Metode penelitian ini dilakukan dengan menempuh langkah-langkah
pengumpulan data, klasifikasi data, pengolahan atau analisis data, membuat
kesimpulan dan laporan.
3.2. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian kualitatif.
Mennurut Bogdan dan Tylor (1990) yang dikutip oleh Zuriah (2006:91) menjelaskan
bahwa penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari oran-orang dan perilaku yang
diamati dan Penelitian kualitatif (termasuk penelitian historis dan deskriptif) adalah
penelitian yang tidak menggunakan model-model matematik, statistik atau komputer.
Proses penelitian dimulai dengan menyusun asumsi dasar dan aturan berpikir
36
yang akan digunakan dalam penelitian. Asumsi dan aturan berpikir tersebut
selanjutnya diterapkan secara sistematis dalam pengumpulan dan pengolahan data
untuk memberikan penjelasan dan argumentasi. Dalam penelitian kualitatif informasi
yang dikumpulkan dan diolah harus tetap obyektif dan tidak dipengaruhi oleh
pendapat peneliti sendiri. Penelitian kualitatif banyak diterapkan dalam penelitian
historis atau deskriptif.
3.3 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian, Usindo I Fatumeta berhapan dengan Clinik Cito Hudilaran.
3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
Notoatmodjo (2010:115) mengatakan bahwa populasi penelitian adalah
keseluruha objek yang diteliti atau (universe). Dalam penelitian ini yang dijadikan
populasi adalah semua karyawan yang bekerja di tempat bangunan tembok di
Usindo Fatumeta, Dili yaitu lima (5) orang tenaga kerja.
3.4.2 Sampel
Notoatmodjo (2002:79) dikutip oleh Belo (2008:35) menjelaskan bahwa objek
yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi penelitian disebut sampel.
Tetapi dalam penelitian ini peneliti mengambil semua populasi yang diteliti
dijadikan sebagai sampel penelitian, karena jumlah populasi yang diteliti yaitu lima
(5) orang tenaga kerja.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
37
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penggumpulan data dengan cara
membagi kuesioner sesuai dengan sampel dan kemudian melakukan wawancara
tidak terstruktur untuk menkonfirmasi beberapa data yang dianggap tidak jelas dan
sekaligus melakukan observasi (partisipatif) secara langsung pada lokasi penelitian.
Setelah kuesioner selesai diisi maka data tersebut direkapitulasi pada format data
dan kemudian diolah secara deskriptif.
3.6 Instrumen Penelitian
Dalam menjalangkan penelitian ini, alat bantu yang digunakan oleh peneliti
dalam poses penelitian, seperti: angket (kuesioner), pensil, dan 1 camera digital.
3.7 Teknik Analisis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data ordinal dan nominal
yang yang didapat dari rekapitulasi kuesioner pada format data dasar yang
dianalisa dalam bentuk presentasi (analisis kualitatif) yaitu setiap jawaban
responden dalam bentuk presentasi yang digunakan dalam tabel berdasarkan
distribusi jawaban. Arikunto (1998:120) yang dikutip oleh Baptista (2008:23)
menjelaskan bahwa penelitian kualitatif yaitu data yang digunakan dengan kata-
kata atau kalimat-kalimat, dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh
kesimpulan, tetapi kadang-kadang sudah sampai ke presentasi kemudian
ditafsirkan dengan kalimat-kalimat yang bersifat kualitatif.
Kalimat-kalimat yang bersifat kualitatif seperti:
1. Tidak setuju (<55%)
38
2. Setuju (56-75%)
3. Sangat setuju (76-100%)
Sebaiknya data kualitatif yang ada sering kali dikualifikasikan, diangkakan
sekedar untuk mempermudah penggabungan dua atau lebih variabel setelah
mendapat hasil akhir maka dikualifikasikan kembali. Oleh karena itu, maka peneliti
menggunakan Rumus yang dikutip oleh Aikunto (1998:120), sebagai berikut:
Keterangan:
N = nilai akhir
SP = skor yang di dapat
SM = skor tertinggi maksimum
3.8 Etika Penelitian
Dalam penelitian ini mendapat rekomendasi dari Pembantu Dekan I (PD I)
Fakultas Kesehatan Masyarakat UNPAZ. Setelah disetujui oleh pembimbing I dan II.
Kemudian permintaan secara tertulis ke Manager Perusahan AUTOVISION Aimutin
Dili.
Kemudian penelitian akan dilakukan dengan perhatikan masalah etika antara
lain sbb :
1. (Informed Consent) saat pengambilan sampel terlebih dahulu peneliti
meminta izin kepada responden secara lisan atas kesediaannya menjadi
responden.
N = SM X100% SP
39
2. Anonymity (tanpa nama) pada lembaran persetujuan maupun lembar
pertanyaan wawancara tidak akan menuliskan nama responden tetapi hanya
memberi symbol saja.
3. Confidentiality (kerahasiaan) pembenaran informasi oleh responden dan
semua data yang terkumpul akan menjadi koleksi pribadi, dan tidak akan di
sebarluaskan kepada orang lain tanpa seizing responden.
40
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum dan Letak Geografis
Perusahan AUTO VISION, UNIPESSOAL, Lda didirikan pada tanggal 23 Maret
Tahun 2009 dengan tenaga kerja 13 orang adalah tenaga kerja pribumi. Perusahan
ini didirikan oleh orang Timor-Leste tersendiri dengan modal milik pribadi. Perusahan
AUTO VISION, UNIPESSOAL,Lda berdiri untuk melayani masyarakat dan membuka
lapangan kerja bagi masyarakat pada umumnya khususnya bagi yang berminat.
Pelayanan yang diberikan terdiri dari 2 sektor yaitu: sektor publik dan sektor pribadi
yang menjadi pelangan bagi perusahan untuk memberikan pelayanan yang
bervariasi sesuai harga yang ditetapkan.
Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yant diingingkan, maka pihak
perusahan harus berusaha semaksimal mungkin untuk mempersiapkan suatu
prosedur operasional yang baik, efisien untuk memperbaiki mutu kerja karyawan
atau tenaga kerja, menciptakan lingkungan kerja yang sehat, aman dan tetrtib agar
karyawan dapat bekerja seefktif mungkin.
Perusahan AUTO VISION, UNIPESSOAL,Lda bukan saja bergerak di bidang
bangunan tetapi juga bergerak juga di bagian Otomotif (bengkel).
Keadaan lingkungan: luas wilayah dengan panjang 77m, lebar 72m 50c,
ketinggian tembok 4m 40c dengan lamanya waktu pekerjaan 2 bulan (Juli-Agustus).
tembok ini di ini dibangun oleh lima (5) orang tenaga kerja.
41
Letak Geografis:
Seselah Utara : Berbatasan dengan Aimuti Hudilaran
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Usindo I Fatumeta
Sebelah Timur : Berbatasan dengan RUDAL SDSB
Sebelah Barat : Aimutin Aimetilaran.
Selama penelitian berjalan, peneliti melihat bahwa pihak perusahan punya
tanggung jawab penuh terhadap proyek bangunan tembok tersebut, bukan itu saja
tetapi juga menyediakan tempat tinggal bagi tenaga kerja atau karyawan yang
bekerja pada bangunan tembok.
4.2 Data Demografi
Masalah pengetahuan dan pemahaman di pengaruhi oleh tingkat pendidikan
seseorang, selain itu juga masalah pengetahuan dan pemahaman tergantung pada
perilaku dan sikap seseorang yang memiliki kepribadiannya tersendiri. Oleh karena
itu, maka berikutnya peneliti menjelaskan tingkat pendidikan tenaga kerja pada
bangunan tembok di Usindo I Fatumeta, berdasarkan hasil penelitian yang
ada,seperti pada tabel berikut ini:
No. Nomor Responden Jenis Kelamin Tingkat Pendidikan Status
1. 01 Laki-laki SD Keluarga
2. 02 Laki-laki SD Keluarga
3.
03
Laki-laki SD Keluarga
4. 04 Laki-laki SD Keluarga
5. 05 Laki-laki SD Keluarga
Sumber data: hasil interview dengan responde, Tahun 2011
42
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 5 orang tenaga kerja pada bangunan
tembok di Usindo I Fatumeta, Aimutin Dili, menunjukkan bahwa dengan tingkat
pendidikan yang rendah tetapi para tenaga kerja tahu tentang manfaat pengunaan
alat pelindung diri (APD).
4.3 Analisa Data dan Pembahasan
4.3.1 Analisa Data
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti selama dua minggu dari
tanggal 25 Juli hingga 5 Agustus Tahun 2011 oleh tenaga kerja atau karyawan
yang dijadikan sebagai sampel atau responden dalam penelitian ini. Jumlah
responden 5 orang yang bekerja pada banggunan tembok di Usindo I Fatumeta
Dili. Berikut ini peneliti akan menjelaskan hasil dari penelitian berdasarkan
jawaban yang diberikan oleh responden sesuai kuesioner yang ada. Untuk lebih
jelas lihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.3.1.1
Kesehatan dan keselamatan kerja karyawan perusahan AUTO VISION pada
bangunan tembok di Usindo I Fatumeta.
No
.
Jawaban Responden Jumlah Responden Presentase (%)
1. Sangat setuju 5 100 %
2. Setuju 0 0 %
3. Tidak setuju 0 0 %
Total 5 100%
Sumber: data dari responden berdasarkan jawaban yang diberikan, Tahun 2011
43
Masalah kesehatan dan keselamatan karyawan sangat penting bagi tenaga
kerja pada bagian bangunan. Oleh karena itu, pada tabel 4.3.1.1 di atas
menunjukkan bahwa jumlah 5 orang reasponden memilih jawaban sangat setuju
dengan tingkat presentase 100%, sedangkan untuk jawaban setuju dan tidak setuju
adalah 0 responden dengan tingkat presentase 0%.
Tabel 4.3.1.2
Kesehatan kerja karyawan di lingkungan kerja perusahan AUTO VISION pada
bangunan tembok di Usindo I Fatumeta.
No
.
Jawaban Responden Jumlah Responden Presentase (%)
1. Sangat setuju 5 100 %
2. Setuju 0 0 %
3. Tidak setuju 0 0 %
Total 5 100%
Sumber: data dari responden berdasarkan jawaban yang diberikan, Tahun 2011
Masalah kesehatan kerja karyawan di lingkungan kerja sangat penting dan
perlu tanggung jawab oleh pihak yang berkompeten. Untuk itu, Pada tabel 4.3.1.2 di
atas menunjukkan bahwa jumlah 5 orang responden memilih jawaban sangat setuju
dengan tingkat presentase 100%, sedangkan untuk jawaban setuju dan tidak setuju
adalah 0 responden dengan tingkat presentase 0%.
44
Tabel 4.3.1.3
Keselamatan kerja sebagai sarana utama untuk pencegahan kerugian bagi
tenaga kerja Perusahan AUTO VISION pada bangunan di Usnido I Fatumeta.
No
.
Jawaban Responden Jumlah Responden Presentase (%)
1. Sangat setuju 5 100 %
2. Setuju 0 0 %
3. Tidak setuju 0 %
Total 5 100%
Sumber: data dari responden berdasarkan jawaban yang diberikan, Tahun 2011
Masalah keselamatan kerja karyawan sangat penting bagi tenaga dan
masyarakat di sekitar perusahan, karena sasaran utama keselamatan kerja adalah
lingkungan kerja dan bersifat teknik. Oleh karena itu, pada tabel 4.3.1.3 di atas
menunjukkan bahwa jumlah 5 orang responden memilih jawaban sangat setuju
dengan tingkat presentase 100%, sedangkan untuk jawaban setuju dan tidak setuju
adalah 0 responden dengan tingkat presentase 0%.
Tabel 4.3.1.4
Pentingnya pengunaan alat pelindung diri tenaga kerja perusahan AUTO
VISION pada bangunan tembok di Usindo I Fatumeta.
No
.
Jawaban Responden Jumlah Responden Presentase (%)
1. Sangat setuju 5 100 %
2. Setuju 0 0 %
3. Tidak setuju 0 0 %
45
Total 5 100%
Sumber: data dari responden berdasarkan jawaban yang diberikan, Tahun 2011
Pengunaan alat pelindung diri (APD) sangat penting bagi tenaga kerja,
karena untuk menghindari adanya kontak antara tenaga kejrha dengan bahaya
(hazards) di lingkungan kerja. Oleh karena itu, pada tabel 4.3.1.4 di atas
menunjukkan bahwa jumlah 5 orang responden memilih jawaban sangat setuju
dengan tingkat presentase 100%, sedangkan untuk jawaban setuju dan tidak setuju
adalah 0 responden dengan tingkat presentase 0%.
4.2.2 Pembahasan Hasil
Proses berjalannya penelitian:
1. Pengumpulan data
2. Analisa data atau tabulasi data
3. Pembahasa atau interpretasi data.
Setelah peneliti melakukan penelitian dan analisa data, maka berikut ini peneliti ingin
menjelaskan atau menginterpretasi hasil dari penelitian ini.
Tabel 4.3.1.1 tentang kesehatan dan keselamatan kerja karyawan bahwa
kesehatan dan keselatan kerja karyawan (K3) merupakan salah satu upaya
mencegah penyakit dan kecelakaan akibat kerja dengan menggunakan alat
pelindung diri.
Berdasarkan tabel 4.3.1.1 di atas menunjukkan bahwa dari total tenaga kerja
5 orang sangat beresiko terkena bahaya dari lingkungan kerja karena tidak dapat
menggunakan alat perlindungan diri, maka kesehatan dan keselamatan tenaga kerja
tidak akan terjamin. Dari 5 orang tenaga kerja yang ada semuanya menjawab
46
sangat setuju dengan tingkat presentase 100%. Jawaban yang diberikan oleh
responden ini sangat baik, karena mereka tahu bahwa penguanaan alat pelindung
diri (APD) itu sangat baik, karena menjamin kesehatan dan keselamatan kerja
karyawan, tetapi masalahnya, karena alat pelindung (APD) tersebut tidak disediakan
oleh pihak perusahan, maka responden merasa bahwa hal tersebut sangat bahaya
bagi mereka, sedangkan untuk kategori setuju dan sangat tidak setuju dengan nilai
presentase 0%.
Jadi bagi pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung diri pada saat
melakukan pekerjaan atau sebelum, akan mempengaruhi kesehatan dan
keselamatan kerja karyawan atau tenaga kerja.
Tabel 4.3.1.2 pengetahuan responden tentang kesehatan kerja karyawan
dilingkungan kerja.
Berdasarkan tabel 4.3.1.2 di atas menunjukkan bahwa dari 5 orang tenaga
kerja yang bekerja pada bagian bangunan tembok di Uindo I Fatumeta Surikmas
menjelaskan bahwa kesehatan kerja di lingkungan kerja sangat penting bagi tenaga
kerja karyawan, tetapi hal tersebut tudak dapat diimplementasikan oleh pihak
perusahaan, maka kesehatan kerja tenaga kerja tidak akan terjamin. Jawaban yang
diberikan oleh responden adalah sangat setuju dengan presentase nilai 100%,
sedangkan untuk kaegoti setuju, tidak setuju dengan persentase nilai 0%.
Jadi kesehatan kerja karyawan terjamin karena idak menggunakan alat
pelindung diri pada saat atau sebelum melakukan pekerjaan.
Tabel 4.3.1.3 persepsi responden tentang keselamatan kerja untu
pencegahan kerugian; cacat, dan kematian sebagai kecelakaan kerja.
47
Berdasarkan tabel 4.3.1.3 di atas menguraikan hasil dari 5 orang responden
berdasarkan jawaban responden dengan presentase nilai sangat setuju dengan nilai
100%. Hasil ini mejelaskan bahwa keselamatan kerja sangat penting bagi tenaga
kerja di lingkungan kerja, tetapi yang menjadi ganjalan bagi tenaga kerja adalah
tidak menggunakan alat pelindung diri, sehingga akan memberikan resiko bagi
keselamatan tenaga kerja di lingkungan kerja, sedangkan untuk kategori setuju dan
sangat tidak setuju dengan presentase nilai 100%.
Jadi pengunaan alat pelindung diri sangat penting bagi keselamatan kerja karyawan
pada saat berada di lingkungan kerja, selain itu keselamatan kerja pun sangat
penting juga bagi masyarakat disekitar lingkungan kerja.
Tabel 4.3.1.4 pengetahuan responden tentang alat pelindung diri (APD).
Apakah alat pelindung diri dapat menjamin kesehatan keselamatan kerja karyawan?.
Oleh karena itu, hasil yang diperoleh dari jawaban responden menunjukkan bahwa
untuk pernyataan sangat setuju dengan presentase nilai 100%, dari hasil ini kita
melihat bahwa para tenaga kerja memiliki pemahaman dan pengetahuan tentang
manfaat penguaan alat pelindung diri, tetapi masalah yang ada tidak disediakan oleh
pihak yang bertanggung jawab, sedangkan untuk kategori setuju dan sangat tidak
setuju dengan presentase nilai 0%.
Jadi peneliti melihat bahwa sangat bahaya bagi tenaga kerja yang tidak
menggunakan alat pelindung diri, karena akan berpengaruh terhadap efektifitas
kerja karyawan, karena mudah terkena bahaya di lingkungan kerja.
48
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan di atas, maka penulis dapat
simpulkan bahwa mayoritas tenaga kerja AUTO VISION pada bangunan tembok di
Usindo I Fatumeta punya pengetahuan dan pemahaman tentang masalah kesehata
dan keselamatan kerja (K3), tetapi yang menjadi masalah bagi tenaga kerja adalah
alat pelindung diri tidak disediakan oleh pihak perusahaan.
5.2 Saran
Berdasarkan kesempulan diatas, maka peneliti memberikan saran-
saran sebagai berikut:
5.2.1 Bagi Perusahan
1. Program keselamatan dan kesehatan kerja harus tetap dipertahankan
bahkan ditingkatkan. Hal ini dikarenakan berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan kedua program tersebut secara signifikan berpengaruh terhadap
produktivitas.
2. Mengefektifkan program keselamatan dan kesehatan kerja karyawan
yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kerja yang lebih baik,
maka kekuatan perusahaan yang terletak pada sumber daya manusianya
harus lebih diprioritaskan, yang dimulai dari pengadaaan tenaga kerja,
49
peningkatan sumber daya manusia, sampai kepada perhatian aspek
kesehatan, baik yang bersifat fisik maupun psikologis karyawan itu sendiri.
3. Untuk Meningkatkan out put yang dihasilkan oleh perusahaan
maka produktivitas perlu ditingkatkan dengan mempekerjakan tenaga kerja
yang benar-benar trampil dan berkualitas kerena hal ini dapat
mengurangi terjadinya kecelakaan selama bekerja, maka pihak perusahan
harus menyediakan alat perlindungan diri bagi karyawa atau tenaga kerja.
4. Pihak manajemen perusahan agar lebih memperhatikan dan melakukan
pengadaan alat-alat pelindung diri (APD) agar keselamatan dan kesehatan
karyawan lebih terjamin.
5.2.2 Bagi Pemerintah
Pemerintah melalui Sekretaris Negara Urusan Tenaga Kerja harus membentuk
salah satu tim monitoring terhadap pengunaan Alat Pelindung Diri (APD) oleh
tenaga kerja di perusahan nasional maupun internasional, agar bisah
menjamin kesehatan dan keselatan (K3) kerja karyawan pada saat melakukan
pekerjaan.
5.2.3 Bagi Tenaga Kerja
Diharapkan para pekerja harus memperhtikan kesehatan dan
keselamatannya dengan menggunakan alat pelindung diri pada saat atau
sebelum melakukan pekerjaan.
Dalam penelitian ini peneliti melihat bahwa kesehatan dan keselamatan
kerja (K3) ini sangat penting bagi kita semua bukan saja tenaga kerja, karena
kita semua sebagai calon tenaga kerja. Untuk itu dengan adanya
50
pembelajaran ini kita menjadi semakin tahu bahwa begitu banyaknya manfaat
yang bisa kita dapatkan darisini, oleh Karen aitu mari kita pelajari K3 ini
sebagai pedoman kita untuk dimasa yang akan datang.
51
DAFTAR PUSTAKA
Anshul and Videos. F (2011), Pengertian dan Ruang Lingkup Kesehatan
dan Keselamatan Kerja, http://masteropik.blogspot.com. Last Accessed
27/05/2011
Alfarisi K. I, (2008), Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Indonesia saat ini,
http://www.wikimu.com, Last Accessed 27/05/2011
Belo A. (2008), Skripsi, UNPAZ, Dili, Timor-Leste.
Baptista M. J. (2008), Skripsi, UNPAZ, Dili, Timor-Leste.
Isfany (2010), Penyebab Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja,
http://tuloe.wordpress.com, Last Accessed 5/06/2011
Laziale A. (2010), Keselamatan Kerja, http://ariz-laziale.blogspot.com.
Newtron T. (2009), Ruang Lingkup Kesehatan Dan Keselamatan Kerja,
http://masteropik.blogspot.com, Last Accessed 5/06/2011
News. M. J. (2009), Kesehatan Dan Keselamatan Perkantoran http://albelp
rasetyo.blogspot.com, Last Accessed 12/06/2011
Notoatmodjo. S (2007), Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta,
Indonesia.
Notoatmodjo. S (2010), Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta,
Jakarta, Indonesia.
52
Notoatmodjo. S (2005), Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta,
Jakarta, Indonesia.
Tenosehat Under Occupational Health And Safety, (2008), Keselamatan Kerja,
http://hiperkes.wordpress.com, Last Accessed 14/06/2011
OSHA (Occupational Safethy Health Administration), (2008), Mengenal Jenis
Alat Pelindung Diri, http://www.pc3news.com, Last Accessed
6/07/2011
Olailani (2008), Usaha-Usaha Pencegahan Terjadinya Kecelakaan Kerja,
http://id.shvoong.com, Last Accessed 6/07/2011
Riedley Jhon (2006), Kesehatan dan Keselamatan Kerja, edisi ke tiga, Erlangga,
Jakarta, Indonesia.
Ramli Soehatman (2010), System Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja, edisi pertama, Dian Rakyat, Jakarta, Indonesia.
Wittens S. and Nagtegaal S. (2011), makalah keselamatan kerja,
http://emperodeva.wordpress.com, Last Accessed 6/07/2011
53