Download - Preskas Ortho Fai
PRESENTASI KASUS BEDAH ORTHOPAEDI
SEORANG LAKI-LAKI 42 TAHUN DENGAN CRUSH INJURY PEDIS (D)
DAN EDH REGIO TEMPOROOCCIPITAL (D)
Oleh :
Jinan Fairuz Anindika Rakhmat
G99141172
Pembimbing:
dr. Udy Herunefi Hancoro, Sp. B., Sp. OT
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2016
1
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. T
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Klaten, Jawa Tengah
MRS : 8 Februari 2016
No. RM : 013289xx
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Kaki hancur dan kepala pusing setelah kecelakaan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Satu jam SMRS saat pasien mengendarai sepeda motor, pasien
bertabrakan dengan pengendara sepeda motor lain dari arah yang
berlawanan. Pasien menggunakan helm standar. Posisi jatuh tidak
diketahui, pingsan (-), muntah (+), mual (-), kejang (-). Setelah kejadian,
pasien mengeluh nyeri pada kaki dan kepala. Kemudian oleh penolong
pasien dibawa ke RSDM.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
R. Sakit jantung/Hipertensi/DM: disangkal
R. Alergi makanan/obat : disangkal
R. Trauma sebelumnya : disangkal
R.Operasi : disangkal
R. Mondok : disangkal
2
3
4. Riwayat Penyakit Keluarga
R. Sakit jantung : disangkal
R. Hipertensi : disangkal
R. DM : disangkal
R. Asma : disangkal
5. Anamnesis Sistemik
Kepala : pusing (+), nyeri (+), jejas (+)
Mata : pandangan kabur (-/-), pucat (-/-), pandangan dobel (-/-)
Hidung : pilek (-), mimisan (-), hidung tersumbat (-)
Telinga : pendengaran kurang (-/-), keluar cairan (-/-), denging (-/-)
Mulut : mulut kering (-), bibir biru (-), sariawan (-), gusi berdarah
(-), bibir pecah-pecah (-)
Tenggorokan : sakit telan (-)
Respirasi : sesak (-), batuk (-), dahak (-), batuk darah (-), mengi (-)
Cardiovascular : nyeri dada (-), pingsan (-), kaki bengkak (-), keringat
dingin(-), lemas (-)
Gastrointestinal: mual (-), muntah (-),perut terasa panas (-), kembung (-),
sebah (-), muntah darah (-), BAB warna hitam (-), BAB
lendir darah (-), BAB sulit (-)
Genitourinaria : BAK warna gelap (-), nyeri saat BAK (-)
Muskuloskeletal: nyeri otot (-), nyeri sendi (-), bengkak sendi (-)
Ekstremitas : Atas : pucat (-/-), nyeri (-/-), bengkak (-/-),luka (-/-),
terasa dingin (-/-)
Bawah: pucat (-/-), nyeri (+/-), bengkak (+/-), luka (+/-)
terasa dingin (-/-)
C. PEMERIKSAAN FISIK
Primary Survey
a. Airway : Bebas
b. Breathing : I: Pengembangan dada kanan=kiri, Rr:20x/menit
P: krepitasi (-/-)
4
P: sonor/sonor
A: SDV (+/+) ST (-/-)
c. Circulation : Tekanan darah : 120/80 mmHg, Nadi 84 x/menit
d. Disability : GCS E3V5M6, reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3 mm/3
mm)
e. Exposure : suhu 36,0ºC, jejas lihat status lokalis
Secondary Survey
1. Keadaan Umum
- Keadaan umum : baik
- Derajatkesadaran : GCS E3V5M6
- Derajatgizi : gizi kesan cukup
2. Kulit
Kulit sawo matang
3. Kepala
Bentuk mesosefalvulnus appertum Regio Occipital ukuran 5 x 0,5 cm
permukaan tidak rata.
4. Mata
Oedema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-),
refleks cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm)
5. Hidung
Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-), deviasi (-/-)
6. Mulut
Mukosa basah (+), sianosis (-), pucat (-), kering (-)
7. Telinga
Daun telinga dalam batas normal, sekret (-)
8. Tenggorok
Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1 - T1
9. Leher
Limfonodi tidak membesar, glandula thyroid tidak membesar, kaku kuduk
(-), gerak bebas, deviasi trakhea (-), terpasang collar brace
10. Toraks :
5
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+)
Suara tambahan (-/-)
11. Abdomen
Inspeksi : Perut distended(-), jejas (-)
Palpasi : Supel
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
12. Ekstremitas
Akral dingin Edema Ikterik
13. Genital
Nyeri saat BAK (-)
14. Status Lokalis
- R. Manus (D) :
Look : vulnus apertum 1,3x0,5x0,5 cm
Feel : NVD (-), nyeri tekan (+)
Move : ROM wrist joint terbatas karena nyeri
- R. Femur (D) :
Look : vulnus apertum 2x4x0,5 cm, swelling (+), deformitas (+)
Feel : NVD (-), nyeri tekan (+)
Move : ROM femur terbatas karena nyeri
- R. Cruris (D)
Look : swelling (+), deformitas (+)
6
- -
- -
- -
- -
- -
- +
Feel : NVD (-), nyeri tekan (+)
Move : ROM genu terbatas karena nyeri
- R. Pedis (D)
Look : bone exposed, swelling (+), deformitas (+), crush injury
Feel : NVD (-), nyeri tekan (+)
Move : ROM ankle terbatas karena nyeri
7
D. ASSESMENT I :
1. Cedera Otak Ringan E3V5M6
2. CF Manus (D)
3. OF Femur (D)
4. OF Cruris (D)
5. OF Pedis (D)
E. PLANNING I :
1. O2 3 lpm
2. Infus NaCl 20 tpm
3. Injeksi Cefazolin 1 g / 12 jam
4. Injeksi Ranitidine 50 mg / 12 jam’
5. Injeksi Metamizol 1 g / 8 jam
6. Injeki ATS 1500 IU IM
7. Cek lab lengkap
8. Rontgen Femur (D), Genu (D), Thorax, Manus (D), Cruris (D), Pedis
(D)
9. CT Scan kepala
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto rontgen regio manus (D)
8
2. Foto rontgen thorax
3. Foto rontgen regio femur (D)
9
4. Foto rontgen regio genu (D)
5. Foto rontgen regio cruris (D)
10
6. Foto rontgen regio pedis (D)
7. CT Scan kepala
11
8. Hasil Laboratorium Darah (8/02/2016)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai NormalDarah Rutin
Hemoglobin 12.3 g/dl 12.0 – 15.6Hematokrit 37 % 33 – 45
Leukosit 19.4 ribu/ul 4.5 – 14.5Trombosit 239 ribu/ul 150 – 450Eritrosit 4.48 ribu/ul 4.50 – 5.90
Golongan darah BHBsAg Non reactive Non reactive
KIMIA KLINIKGula darah sewaktu 104 mg/dl 60 - 140
Creatinin 1.1 mg/dl 0.9 – 1.3Ureum 36 mg/dl < 50
ELEKTROLITNatrium darah 138 mmol/L 136 - 145Kalium darah 2.8 mmol/L 3.3 – 5.1Calsium ion 1.23 mmol/L 1.17-1.29
G. ASSESMENT II
1. Crush Injury Pedis (D)
2. EDH region temporooccipital (D)
H. PLANNING II
1. Pro craniotomy evakuasi EDH
2. Pro debridement + Amputasi Transtibia (D)
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Regio Cruris
Tulang tibia merupakan tulang besar dan utama pada tungkai bawah.
Tulang ini mempunyai kondilus besar tempat berartikulasi. Pada sisi depan
tulang hanya terbungkus kulit dan periosteum yang sangat nyeri jika
terbentur. Pada pangkal proksimal berartikulasi dengan tulang femur pada
sendi lutut. Bagian distal berbentuk agak pipih untuk berartikulasi dengan
tulang tarsal. Pada tepi luar terdapat perlekatan dengan tulang fibula. Pada
ujung medial terdapat maleolus medialis. Tulang fibula merupakan tulang
panjang dan kecil dengan kepala tumpul tulang fibula tidak berartikulasi
dengan tulang femur ( tidak ikut sendi lutut ) pada ujung distalnya terdapat
maleolus lateralis.
13
Tulang tibia bersama-sama dengan otot-otot yang ada di sekitarnya
berfungsi menyangga seluruh tubuh dari paha ke atas, mengatur pergerakan
untuk menjaga keseimbangan tubuh pada saat berdiri.
Dan beraktivitas lain disamping itu tulang tibia juga merupakan
tempat deposit mineral ( kalsium, fosfor dan hematopoisis). Fungsi tulang
adalah sebagai berikut, yaitu :
1) Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk kepada kerangka tubuh
2) Melindungi organ-organ tubuh ( contoh, tengkorak melindungi otak )
3) Untuk pergerakan ( otot melekat kepada tulang untuk berkontraksi dan
bergerak.
4) Merupakan gudang untuk menyimpan mineral ( contoh, kalsium)
5) Hematopoeisis ( tempat pembuatan sel darah merah dalam sumsum
tulang )
Vaskularisasi regio cruris oleh a.Tibialis anterior dan posterior
cabang dari arteri besar poplitea. Dan vena saphena magna dan sapena parva
serta vena poplitea dengan cabang- cabangnya.
Persarafan di regio cruris oleh n.tibialis anterior dan n. peroneus
menginervasi otot extensor dan abductor serta n. tibialis posterior n.poplitea
menginervasi fleksor dan otot tricep surae.
14
Gbr. N. Tibialis posterior
Struktur Otot Bagian posterior region crurys superficial terdiri dari ;
lapisan ; m.Gastrocnemius, tendon dan muskulus plantaris, muskulus soleus,
lapisan posterior paling dalam muskulus flexor digitorum longus, bagian
lateral muskulus peroneus longus dan muskulus brevis, bagian anterior lagi ;
muskulus tibialis anterior, muskulus extensor digitorum longus dan muskulus
brevis. Dari masing-masing otot memiliki tendon dibagian origo dan
insertionya.
B. Crush Injury
1. Definisi
15
Crush Injury didefinsikan sebagai luka yang hancur pada extremitas atau
anggota badan lain yang mengakibatkan terjadinya kerusakan yang serius,
meliputi; kulit dan jaringan lunak dibawa kulit, kerusakan pembuluh
darah, persarafan, tendon, fascia , bone joint (lokasi penghubung anatara
tulang ), kerusakan tulang serta komponen didalam tulang. Crush injury
lebih sering mengenai anggota gerak dibanding anggota tubuh yang lain.
2. Patofisiologi
Pada crush injury kerusakan lapisan kulit dan subkutan dapat
mempermudah masuknya kuman melalui lokasi luka yang terbuka
sehingga sangat penting pada ada anamnesis dapat diketahui mengenai
mekanisme trauma dan lokasi kejadian, agar dapat mengetahui risiko
terjadinya infeksi.
Kerusakan pembuluh darah dapat disebabkan oleh kekuatan crush
injury yang mengakibatkan hilangnya suplai darah ke otot. Biasanya otot
dapat bertahan selama 4 jam tanpa aliran darah ( warm ischemia time)
masuk dalam sel otot, kemudian sel-sel otot akan mati. Selanjutnya terjadi
kebocoran membrane plasma sel otot serta kerusakan pembuluh darah
yang akan mengakibatkan cairan intravaskuler akan terakumulasi ke
jaringan yang cedera. Hal ini dapat dapat menyebabkan hipovelemia yang
signifikan sehingga mengakibatkan terjadi syok hipovolemik, serta
kehilangan ion calcium (Ca+) sehingga berpotensi menyebabkan terjadinya
hipokalsemia.
Kerusakan saraf tibialis, dapat mengakibatkan hilangnya reflek
neurologis yang signfikan pada sebelah distal regio cruris, sebab cabang
n.Tibialis dapat menginervasi regio pedis.
Jika tulang patah maka periosteum dan pembuluhh darah pada
kortek, sum-sum dan jaringan lunak sekitarnya mengalami
gangguan / kerusakan. Perdarahan terjadi dari ujung tulang yang rusak dan
dari jaringan lunak (otot) yang ada disekitarnya. Hematoma terbentuk pada
kannal medullary antara ujung fraktur tulang dan bagian bawah
periosteum. Jaringan nekrotik ini menstimulasi respon inflamasi yang kuat
yang dicirikan oleh vasodilasi, eksudasi plasma dan lekosit , dan infiltrasi
16
oleh sel darah putih lainnya. Kerusakan pada periosteum dan sum-sum
tulang dapat mengakibatkan keluarnya sumsum tulang terutama pada
tulang panjang, sumsum kuning yang keluar akibat fraktur masuk ke
dalam pembuluh darah dan mengikuti aliran darah sehingga
mengakibatkan terjadi emboli lemak (Fat emboly ). Apabila emboli lemak
ini sampai pada pembuluh darah kecil, sempit, dimana diameter emboli
lebih besar dari pada diameter pembuluh darah maka akan terjadi
hambatan aliran-aliran darah yang mengakibatkan perubahan perfusi
jaringan. Emboli lemak dapat berakibat fatal apabila mengenai organ-
organ vital seperti otak, jantung, dan paru-paru.
Kerusakan pada otot dan jaringan lunak juga dapat menimbulkan
nyeri yang hebat karena adanya spasme otot. Sedangkan kerusakan pada
tulang itu sendiri mengakibatkan terjadinya perubahan ketidakseimbangan
dimana tulang dapat menekan persyarafan pada daerah yang terkena
fraktur sehingga dapat menimbulkan penurunan fungsi syaraf, yang
ditandai dengan kesemutan, rasa baal dan kelemahan. Selain itu apabila
perubahan susunan tulang dalam keadaan stabil atau benturan akan lebih
mudah terjadi proses penyembuhan fraktur dapat dikembalikan sesuai
dengan anatominya.
Biasanya jika penanganan awal tidak dilakukan dengan baik, akan
berkembang timbul tanda-tanda dari crush syndrome yang mana akibat
kerusakan sel-sel otot sebagai akibat dari crush injury. Crush syndrome
ditandai dengan adanya gangguan sistemik.
3. Gejala dan Tanda
Gejala dan tanda jelas berbeda tergantung dari keparahan crush
injury. Pada trauma yang ringan dapat ditandai dengan adanya luka robek,
nyeri terlokasir dan ringan. Namun pada trauma crush injury yang berat
dapat terlihat kerusakan hebat dibawa kulit lokasi lesi, dan sering dijumpai
kerusakan hebat terhadap kulit, jaringan lunak , fascia, saraf, pembuluhh
darah, tulang serta tendon dan organ lainnya. Beberapa tanda yang
mungkin dan sering timbul yaitu; klinis pada kulit mungkin hampir sama
dengan trauma bukan crush injury, bengkak daerah trauma, paralisis ( jika
17
mengenai vertebra), parestesi , nyeri, pulsasi ujung distal dari lokasi
trauma mungkin ada atau tidak ada, mioglobinuri yang mana warna urine
menjadi merah gelap atau coklat.
4. Kelainan Metabolik
Hipokalsemia sistemik; akibat kalsium masuk kedalam sel otot
melalui membrane yang bocor,
Hiperkalemia ; kalium dilepaskan oleh sel otot iskemik ke sirkulasi
sistemik
Asidosis metabolic ; akibat pelepasan asam laktat dari sel otot iskemik
ke sirkulasi sistemik
Ketidakseimbangan Kalsium dan kalium menyebabkan aritmia
jantung memperburuk kondisi penderita ( cardiac arrest ) dan
asidosis metabolic memperburuk kondisi pasien.
5. Etiologi
Penyebab utama dari crush injury adalah banyak faktor antara lain ;
tertindih oleh objek berat, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja pada
Industri, kecelakaan kerja lain yang menyebabkan luka hancur yang
serius.
6. Penatalaksanaan.
Pada crush injury , perlu adanya penanganan yang sergera, karena
lebih dari 6-8 jam setelah kejadian, jika tidak dapat ditangani dengan baik
akan menyebabkan kondisi pasien semakin memburuk dan terjadi banyak
komplikasi lain yang dapat memperberat kondisi pasien dan penanganan
selanjutnya menjadi semakain sulit.
Penanganan pada crush injury dapat dimulai dari tempat kejadian
yaitu dengan prinsip primary surface ( ABC) terutama mempertahankan
atau mengurangi perdarahan dengan cara bebat tekan sementara dilarikan
ke rumah sakit.
Penanganan di rumah sakit harus di awali dengan prinsip ATLS.
Pemberian oksigen (O2) guna mencegah terjadinya hipoksia jaringan serta
terutama organ-organ vital. Kemudian dilanjutkan dengan terapi cairan,
terapi cairan awal harus diarahkan untuk mengoreksi takikardia atau
18
hipotension dengan memperluas volume cairan tubuh dengan cepat dengan
menggunakan cairan NaCl ( isotonic) atau ringer laktat diguyur dan
kemudian dilanjutkan perlahan ± 1-1.5 L/jam ( Barbera& Macintyre,
1996; Gonzalez, 2005; Gunal et Al., 2004; Malinoski et Al., 2004;
Stewart, 2005).
Untuk mencegah gagal ginjal dengan hidrasi yang sesuai, anjuran
terapi akhir–akhir ini berupa pemberian cairan Intravena dan manitol
untuk mempertahankan diuresis minimal 300- 400 mL/jam, dalam hal ini
penting dipasang folley cateter guna menghitung balance cairan masuk
dan cairan keluar (Malinoski et Al., 2004). Volume agresif ini dapat
mencegah kematian yang cepat dan dikenal sebagai penolong kematian,
dimana dapat memperbaiki perfusi jaringan yang iskemik sebagai akibat
crush injury.
Natrium bikarbonat berguna pada pasien dengan Crush Syndrome.
Ini akan mengembalikan asidosis yang sudah ada sebelumnya yang sering
timbul dan juga sebagai salah satu langkah pertama dalam mengobati
hiperkalemia. Hal ini juga akan meningkatkan pH urin, sehingga
menurunkan jumlah mioglobin yang mengendap di ginjal. Masukkan
natrium bikarbonat intravena sampai pH urine mencapai 6,5 untuk
mencegah mioglobin dan endapan sama urat di ginjal. Disarankan bahwa
50-100 mEq bikarbonat, tergantung pada tingkat keparahan.
Selain natrium bikarbonat, perawatan lain mungkin diperlukan
untuk memperbaiki hiperkalemia, tergantung pada cedera yang
mengancam , biasanya diberikan ;
Insulin dan glukosa.
Kalsium - intravena untuk disritmia.
Beta-2 agonists - albuterol, metaproterenol sulfat (Alupent), dll
Kalium-pengikat resin seperti natrium sulfonat polystyrene
(Kayexalate).
Dialisis, terutama pada pasien gagal ginjal akut
19
Pemberian Manitol intravena memiliki tindakan yang
menguntungkan beberapa korban crush syndrome guna melindungi ginjal
dari efek rhabdomyolisis, peningkatan volume cairan ekstraselular, dan
meningkatkan kontraktilitas jantung. Selain itu, intravena manitol selama
40 menit berhasil mengobati sindrom kompartemen, dengan
menghilangkan gejala dan mengurangi bengkak ( edema).
Manitol dapat diberikan dalam dosis 1 gram / kg atau ditambahkan
ke cairan intravena pada pasien sebagai infuse lanjutan. Dosis maksimum
adalah 200 gm/d, dosis yang lebih tinggi dari ini dapat merusak fungsi
ginjal. Mannitol boleh diberikan hanya setelah aliran urin baik yang
dikoreksi dengan cairan IV lain sebelumnya.
Luka harus dibersihkan, debridemen, dan ditutup dengan dressing
sterile dengan kain kasa. Lokasi cedera diangkat lebih tinggi dari posisi
jantung akan membantu untuk membatasi edema dan mempertahankan
perfusi. Antibiotik intravena sering digunakan guna mencegah infeksi,
obat-obatan untuk mengontrol rasa sakit ( analgetik) dapat diberikan yang
sesuai. Torniket yang kontroversial perlu jika perdarahan aktif , namun
biasanya jarang digunakan.
Amputasi di lapangan atau tempat kejadian digunakan hanya
sebagai upaya terakhir. Ini mungkin sesuai strategi penyelamatan untuk
pasien yang hidupnya berada dalam bahaya langsung dan yang tidak dapat
melepaskan diri dengan cara lain. Ini merupakan bidang yang sulit dengan
prosedur yang sangat meningkatkan risiko infeksi dan perdarahan pada
pasien. Amputasi dirumah sakit harus dilakukan oleh dokter ahli yang
berkompeten berdasarkan keahlian.
Pada amputasi bawah lutut dapat dilakukan jika ada kerusakan
yang sulit untuk dipertahan lagi dan kerusakan fungsi komponen yang
terdapat pada daerah bawah lutut ( under of knee) yang melibatkan
kerusakan kulit , soft tissue, otot, vaskularisasi, persarafan, tendon, fascia
serta tulang. Sehingga amputasi pada daerah bawah lutut dapat dilakukan
dengan cara mempertahankan otot dan komponen lainnya serta kondilus
tulang paha, namun pada kasus crush injury ( Regio cruris) yang
20
kerusakannya mencapai tulang patella, dapat dilakukan tindakan amputasi
daerah diatas lutut (Amputation above the knee).Pastikan tindakan ini
membantu pasien untuk berlatih seketika setelah amputasi, supaya dapat
memperkuat: otot adductor sisa, mencegah prosthesis gerakkan keluar
ketika ia berjalan, dan otot extensors, sebab kedua fungsi otot ini akan
melebarkan pinggul pasien dan prosthesis, yang mana untuk membentuk
lututnya dan juga harus belajar untuk menyeimbangkan pinggulnya
sebagai ganti otot yang diamputasi. Tujuan operasi amputasi bawah lutut
adalah untuk menghasilkan sebuah alat gerak yang padat, berbentuk
silindris, bebas dari jaringan parut yang sensitif dengan tulang yang cukup
baik ditutupi oleh otot dan jaringan subkutan yang sesuai dengan
panjangnya. Ujung puntung sebaiknya dilapisi oleh jaringan kulit,
subkutan, fasia dan otot yang sehat dan tidak melekat.
Dalam hal ini sangat penting pengetahuan yang lebih mengenai
anatomi dan fisiologi pada lokasi amputasi. Oleh karena itu tindakan ini
harus dilakukan oleh ahli orthopedic.
Adapun indikasi yang sangat penting diketahui yaitu :
(1) Live saving (menyelamatkan jiwa), contoh trauma disertai keadaan
yang mengancam jiwa (perdarahan dan infeksi). Sangat mengancam
21
nyawa bila dibiarkan, misalnya pada crush injury, sepsis yang berat,
dan adanya tumor ganas.
(2) Limb saving (memanfaatkan kembali kegagalan fungsi ekstremitas
secara maksimal), seperti pada kelainan kongenital dan keganasan.
Anggota gerak tidak berfungsi sama sekali, sensibilitas anggota gerak
hilang sama sekali, adanya nyeri yang hebat, malformasi hebat atau
ostemielitis yang disertai dengan kerusakan tulang hebat. Serta
kematian jaringan baik akibat diabetes melitus (DM), penyakit
vaskuler, setelah suatu trauma, dapat di indikasikan amputasi.
7. Komplikasi
Hypotensi
Crush Syndrome
Renal failure
Compartmen Syndrome
Cardiac Arres
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Solomon L, et al (eds). Apley’s system of orthopaedics and fractures. 9 th ed.
London: Hodder Arnold; 2010.
2. Chapman MW. Chapman’s orthopaedic surgery. 3rd ed. Boston: Lippincott
Williams&wilkins; 2001. p 756-804.
3. Sjamsuhidat. R., De Jong., Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah.. Edisi 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran; 2003.
4. Rasjad C. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Jakarta: Yarsif Watampone; 2009.
p. 325-6; 355-420.
5. Clifton Rd. “ Crush Injury and Crush Syndrome” Centers for Disease Control
and Prevention, Atlanta,USA 2009
6. James R. Dickson M. D., FACEP, Crush Injury
h
t t p: / /ww w .bt.cd c . g ov/ m a ssc a sualti e s/b l a st i nju r y f ac ts.asp
7. Clifton Rd. “ Crush Injury and Crush Syndrome” Centers for Disease
Control and Prevention, Atlanta,USA 2009 ;
ht t p : / / www. b t.cd c .go v / m asscasualties/blast i njury f a c ts.a s p
8. Darren J. Malinoski, MD, Matthew S. Slater, MDc, Richard J. Mullins, MD
“Crush injury and rhabdomyolysis”Department of Surgery, Oregon Health &
Science University” D.J. Malinoski et al / Crit Care Clin 20 (2004) 171–192.
ht t p: // w ww.thed e n ve r c l in ic. c om/s e r v i c e s/mangl e d / ex tre m i t y - traum a -
hom e / 3 5- n e ws/5 0 - c rush - in j ury - to - lo w e r - legs.html
9. Edward J. Newton, MD“Acute Complications of Extremity Trauma”
Department of Emergency Medicine, Keck School of Medicine, LACþUSC
Medical Center, Building GNH 1011, 1200 North State Street, Los
Angeles, CA 90033, USA.
ht t p : / / www . thed e n ve r c l i n ic. c om/s e r v i c e s/mangl e d / ex tre m i t y - traum a -
hom e / 3 5- n e ws/5 0 - c rush - in j ury - to - lo w e r - legs.html
10. dr. Vitriana, Sprm “ Bagian Ilmu Kedokteran Fisik Dan Rehabilitasi Fk-
Unpad / Rsup.Dr.Hasan Sadikin Fk-Ui / R supn
Dr.Ciptomangunkusumo. 2002
11. Mychael.B. Straut “ Lower Leg Amputation”
23
http://search.mywebsearch.com/mywebsearch/redirect.jhtml?searchfor
Leg+ Amputation+Surgery. Apload 08 Feb 2003; 21.30
12. Jusi HD. Dasar-dasar ilmu bedah vaskuler edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2008. h.50-65.
13. Rich NM, Mattox KL, Hirshberg A. Vascular trauma, 2nd ed. USA: Elsevier
Saunders; 2004.
14. Dueck AD, Kucey DS. The management of vascular injuries in extremity
trauma. Current Orthopedics 2003; 17: 287-91.
15. Fields C E, Latifi RI, Ivatury R R: Brachial and Forearm vessel Injuries:
Vascular Trauma Complex and Challenging Injuries,Part II.Surg Clin of
North Am 82:105 – 114,2002 Frykberg ER: Combined vascular and skeletal
trauma: Vascular Trauma
16. Levy RM, Alarcon RH, Frykberg ER: Peripheral Vascular Injuries : Trauma
manual, The Trauma and Acute Care Surgery,3 rd Edition. Lippincott
William & Wilkins 2008.
17. Management of Complex Extremity Trauma: American College of Surgeons
Committee on Trauma. Ad Hoc Committee On Outcomes 2005.
18. Starnes BW, Arthurs ZM: Endovascular Management of Vascular Trauma.
Perspect Vasc Surg Endovasc Ther 2006; 18:114 – 124.
19. Tiwari A, Haq AI, Myint F, Hamilton G: Acute Compartement Syndromes.
Br J Surg 2002;89397 – 412.
20. Manthey DE, Nicks BA: Penetrating Trauma to The Extremity.J Emerg
Med;2008:34: 187- 193.\
24