Download - Paper Psikiatri Skizofrenia Katatonik
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Banyak orang menyalahartikan skizofrenia sebagai kepribadian terbelah
dimana seseorang dapat berprilaku normal namun tiba-tiba dapat berubah menjadi
aneh atau berbahaya. Kenyataannya, skizofrenia ditandai oleh ‘terbelahnya’
hubungan normal antara persepsi, mood, pikiran, perilaku, dan kontak dengan
kenyataan. (1)
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1%
penduduk di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia
biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Awitan pada laki-laki
biasanya antara 25-35 tahun. Prognosis biasanya lebih buruk pada laki-laki bila
dibandingkan dengan perempuan. Awitan setelah umur 40 tahun jarang terjadi. (2)
Di Amerika Serikat prevalensi skizofrenia seumur hidup dilaporkan secara
bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5 persen konsitensi dengan rentang tersebut,
penelitian Epidemiological Catchment Area (ECA) yang disponsori oleh National
Institute of Mental Health (NIMH) melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar 1,3
persen. Kira-kira 0.025 sampai 0.05 persen populasi total diobati untuk skizofrenia
dalam satu tahun. Walaupun dua pertiga dari pasien yang diobati tersebut
Skizofrenia Katatonik 1
membutuhkan perawatan di rumah sakit, hanya kira-kira setengah dari semua pasien
skizofrenik mendapat pengobatan, tidak tergantung pada keparahan penyakit. (3)
Diagnosis skizofrenia, menurut sejarahnya, mengalami perubahan-perubahan.
Ada beberapa cara untuk menegakkan diagnosis. Pedoman untuk menegakkan
diagnostik adalah DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual) dan PPDGJ-III/ICD-
X. Dalam DSM-IV terdapat kriteria objektif dan spesifik untuk mendefinisikan
skizofrenia. Belum ada penemuan yang patognomonik untuk skizofrenia. Diagnosis
berdasarkan gejala atau deskripsi klinis dan merupakan suatu sindrom. (2)
Skizofrenia Katatonik 2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab dan
perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai
oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi,
serta oleh afek yang tidak wajar. Kesadaran yang jernih tetap terpelihara, walaupun
kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian. (4)
Subtipe skizofrenia terdiri dari skizofrenia paranoid, skizofrenia katatonik,
skizofrenia hebefrenik (tak terorganisasi), skizofrenia residual, skizofrenia simpleks,
skizofrenia tak terinci (undifferentiated). (1)
2.2. Etiologi
Skizofrenia merupakan suatu kelompok gangguan dengan penyebab yang
berbeda, diantaranya (1,2,3,5):
Genetik
Dapat dipastikan bahwa ada juga faktor keturunan yang juga menentukan
timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang
keluarga-keluarga skizofrenia dan terutama anak kembar satu telur. Angka
kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 – 1,8 %; bagi saudara kandung 7 – 15 %;
Skizofrenia Katatonik 3
bila anak dengan salah satu orang tua menderita skizofrenia 7 – 16 %; bila
kedua orang tua menderita skizofrenia 40 – 68 %; bila kembar satu telur
(monozigot) 61 – 86 %.
Perkembangan saraf atau biologis
Faktor yang menganggu perkembangan awal otak mengakibatkan gangguan
yang terlihat pada otak saat dewasa. Faktor yang menganggu perkembangan
awal otak diantaranya adalah; trauma otak janin, musim kelahiran (musim
dingin), komplikasi obstetrik, berat lahir rendah. Hipotesis perkembangan
saraf juga didukung dengan penemuan meningkatnya ukuran ventrikel dan
hilangnya sebagian kecil substansia abu-abu pada hasil CT/MRI.
Ganja
Orang yang menghisap ganja pada usia remaja besar peluangnya menderita
skizofrenia, kemungkinan karena ganja mengganggu perkembangan saraf.
Orang yang memiliki gen katekol-O-metil transferase homozigot bepeluang
10 kali lebih besar menderita skizofrenia bila mereka menghisap ganja. Hal
ini merupakan contoh interaksi antara lingkungan dan gen.
Lingkungan
Skizofrenia berhubungan dengan penurunan sosio-ekonomi dan kejadian
hidup yang berlebihan pada tiga minggu sebelum onset kejadian. Penderita
skizofrenia pada keluarga dengan ekspresi emosi tinggi, keluarga yang
berkomentar kasar dan mengkritik secara berlebihan memiliki peluang lebih
besar untuk kambuh.
Skizofrenia Katatonik 4
Neurokimia
Pada skizofrenia terdapat alur umum yang memperlihatkan adanya
keterlibatan kelebihan dopamin atau aktivitas berlebihan pada alur
mesolimbik (obat perangsang seperti amfetamin, melepaskan dopamin dan
menyebabkan psikosis; antipsikotik yang menghambat reseptor dopamin,
mengobati psikosis dengan baik). Peningkatan serotonin di saraf pusat
terutama 5HT dan kelebihan NE di forebrain terjadi pada beberapa penderita
skizofrenia. Setela pemberian antagonis terhadap neurotransmitter tersebut
terjadi perbaikan klinis skizofrenia.
2.3. Manifestasi Klinis
Ditandai dengan penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran
dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul. Kesadaran
yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun
kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (4).
Pada skizofrenia katatonik gangguan psikomotor lebih terlihat menonjol,
seringkali muncul bergantian antara imobilitas motorik (stupor) dan aktifitas
berlebihan (kegembiraan), kekakuan postur tubuh, echolalia, dan echopraxia dapat
terjadi (1).
2.4. Diagnosis Banding
Skizofrenia katatonik
Gangguan skizoafektif
Skizofrenia Katatonik 5
Gangguan afektif berat
Penyalahgunaan zat yang kronik
Halusinasi alkoholik kronik (2)
2.5. Diagnosis
2.5.1. Pedoman Diagnostik Skizofrenia: (4)
Harus ada satu gejala berikut yang sangat jelas (dan biasanya dua gejala atau
lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas).
a) - Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya, dan isi pikiran ulangan, walau isinya sama, namun
kualitasnya berbeda.
- Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar
masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya
- Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang
lain atau umum mengetahuinya.
b) - Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar.
- Delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh
kekuatan tertentu dari luar.
- Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar.
Skizofrenia Katatonik 6
- Delusional perception = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat.
c) Halusinasi auditorik :
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien.
- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara)
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d) Waham-waham menetap jenis lainnya yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di
atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca).
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus ada secara jelas
e) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
yang menetap, atau terjadi setiap hari selama seminggu atau berbulan-
bulan.
f) Arus pikiran yang terputus atau mengalami sisipan, yang berakibat
inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.
Skizofrenia Katatonik 7
g) Perilaku katatonik, seperti gaduh gelisah, posisi tubuh tertentu, atau
fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
h) Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat apatis bicara yang jarang dan
respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial; tetapi harus jelass
bahwa hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi
neuroleptika.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih.
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan dari beberapa aspek perilaku pribadi, bermanifestasi sebagai
hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam
diri sendiri, dan penarikan diri secara sosial.
2.5.2. Pedoman Diagnostik Skizofrenia Katatonik : (4)
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran
klinisnya:
a) Stupor : amat berkurangnya terhadap reaktivitas terhadap lingkungan dan
dalam gerakan serta aktivitas spontan.
b) Gaduh gelisah : tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang
tak dipengaruhi oleh stimuli eskternal.
Skizofrenia Katatonik 8
c) Menampilkan posisi tubuh tertentu : secara sukarela mempertahankan atau
menampilkan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh.
d) Negativisme : tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap
semua perintah atau upaya untuk menggerakan, atau pergerakan kearah
yang berlawanan.
e) Rigiditas : mempertahankan posisi yang kaku untuk melawan upaya
mengerakkan dirinya.
f) Fleksibilitas cerea/waxy flexibility : mempertahankan anggota gerak dan
tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar.
g) Gejala-gejala lain seperti “ command automatism” : kepatuhan secara
otomatis terhadap perintah dan pengulangan kata-kata serta kalimat-
kalimat.
Pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia harus ditunda sampai diperoleh bukti yang
memadai tentang adanya gejala-gejala lain.
2.6. Penatalaksanaan
a. Psikofarmaka
Pada dasarnya semua obat antipsikosis mempunyai efek primer (efek klinis)
yang sama pada dosis ekivalen. Perbedaan utama pada efek sekunder (efek samping).
Pemilihan jenis antipsikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan
Skizofrenia Katatonik 9
efek samping obat. Bila gejala negatif lebih menonjol dari gejala positif pilihannya
adalah obat antipsikosis atipikal (golongan generasi kedua), sebaliknya jika gejala
positif lebih menonjol dibandingkan gejala negatif pilihannya adalah tipikal
(golongan genersi pertama). (1)
Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang
dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen,
misalnya: Chlorpomazine dan Thioridazine yang efek sedative kuat terutama
digunakan terhadap sindrom psikosis dengan gejala dominan: gaduh, gelisah,
hiperaktif, sulit tidur, kekacauan pikiran, perasaan, perilaku, dan lain-lain. Sedangkan
Trifuloparazine, Fluphenazine, dan Haloperidol yang efek samping sedatif lemah
digunakan terhadap sindrom psikosis dengan gejala dominan: apatis, menarik diri,
perasaan tumpul, kehilangan minat dan inisiatif, hipoaktif, waham, halusinasi, dan
lain-lain. Untuk pasien yang timbul “Tardive Dyskinesia”, obat antipsikosis yang
tanpa efek samping ekstapiramidal adalah Clozapine. (1,2)
Penggolongan obat anti psikosis: (1,2,3)
1. Tipikal
A. Phenotiazine
i. Rantai alifatik
a. Chlorpromazine (largactile)
Dosis anjuran: 150 – 600 mg/hari
b. Levomepromazine (nozinan)
Dosis anjuran: 25 – 50 mg/hari
ii. Rantai piperazine
Skizofrenia Katatonik 10
a. Perphenazine (trifalon)
Dosis anjuran: 12 – 24 mg/hari
b. Trifluoperazin (stelazine)
Dosis anjuran: 10 – 15 mg/hari
c. Fluphenazine (anatensol)
Dosis anjuran: 10 – 15 mg/hari
iii. Rantai piperadine
a. Thioridazine
Dosis anjuran: 150 – 600 mh/hari
b. Butyrophenone
Dosis anjuran: 150 – 600 mh/hari
c. Diphenyl-butyl-piperidine
Dosis anjuran: 2 – 4 mg/hari
2. Atipikal
a. Benzamide
Sulpride (dogmatil forte)
Dosis anjuran: 300 – 600 mg/hari
b. Dibenzodiazepine
i. Clozapine (novartis)
Dosis anjuran: 25 – 100 mg/hari
ii. Olazapine (zyprexa)
Dosis anjuran: 10 – 20 mg/hari
iii. Quitipine (serequel)
Dosis anjuran: 50 – 400 mg/hari
c. Benzisoxazole
Risperidone (risperdal)
Dosis anjuran: 2 – 6 mg/hari
Skizofrenia Katatonik 11
Obat golongan tipikal bekerja dengan memblok reseptor D2 dimesolimbik,
mesokortikal, nigostriatal dan tuberoinfundibular sehingga dengan cepat menurunkan
gejala positif tetapi tidak memberikan efek yang baik pada pemulihan fungsi kognitif
(kemampuan berfikir dan mengingat) penderita.(5)
Pemakaian lama memberikan efek samping berupa gangguan ekstrapiramidal,
tardive dyskinesia, peningkatan kadar prolaktin yang akan menyebabkan disfungsi
seksual atau peningkatan berat badan dan memperberat gejala negatif maupun
kognitif. Selain itu juga bisa menimbulkan efek samping antikolinergik seperti mulut
kering, pandangan kabur, gangguan miksi, dan gangguan defekasi serta hipotensi. (5)
b. Terapi Psikososial
Terapi Perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial
untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan
praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan
pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak
istimewa dan pas jalan di rumah sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku
maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di
masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan. (2)
Terapi Berorientasi-Keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan
dalam keadaan remisi parsial, dimana pasien skizofrenia kembali seringkali
Skizofrenia Katatonik 12
mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari).
Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi
keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali,
anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena
skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu
optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari
penyangkalan tentang keparahan penyakitnya.-Ahli terapi harus membantu keluarga
dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah
penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan
relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik.
Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan
terapi keluarga. (2)
Terapi Kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi
secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi
kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan
meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan
cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi
pasien skizofrenia. (2)
Psikoterapi Individual
Skizofrenia Katatonik 13
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam
pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi akan membantu dan
menambah efek terapi farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi
pasien skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami
pasien. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak
emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang
diinterpretasikan oleh pasien. (2)
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di
dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit
dilakukan, pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban
dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi
jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah
sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah
lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama
yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah
tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau
eksploitasi. (2)
c. Hospitalisasi
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik,
menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh,
prilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.
Skizofrenia Katatonik 14
Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif
antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang
dilakukan pada perawatan rumah sakit harus direncanakan. Dokter harus juga
mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien tentang skizofrenia. (2)
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka
menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari
keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana
pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah
kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan
di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas perawatan
termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang
membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup. (2)
2.7. Prognosis
Sebanyak 90% dengan episode psikotik pertama, sehat dalam waktu satu tahun
tetapi 80% mengalami episode selanjutnya dalam 5 tahun, dan 10% meninggal akibat
bunuh diri. (1)
Faktor-faktor prognostik : (1)
Baik Buruk
Wanita Pria
Memiliki pasangan Lajang
Skizofrenia Katatonik 15
Sedang menjalin hubungan,
dukungan sosial baik
Isolasi sosial
Onset-lambat
Stressor jelas
Akut
Onset-dini,
Stressor tidak diketahui
Gejala positif, komponen afektif,
subtipe paranoid
Gejala “negatif”
Afek datar/tumpul
Kepribadian pramorbid baik Penyalahgunaan zat
IQ tinggi IQ rendah
CitraCT/MRI normal Riwayat keluarga positif
BAB 3
PENUTUP
Skizofrenia Katatonik 16
3.1 Kesimpulan
Skizofrenia ditandai dengan penyimpangan yang fundamental dan karakteristik
dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau
tumpul. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara,
walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (4).
Pada skizofrenia katatonik gangguan psikomotor lebih terlihat menonjol,
seringkali muncul bergantian antara imobilitas motorik (stupor) dan aktifitas
berlebihan (kegembiraan), kekakuan postur tubuh, echolalia, dan echopraxia dapat
terjadi.
Penyebab skizofrenia tidak diketahui. Diduga adanya keterlibatan genetik,
biologis, lingkungan, dan psikologis dalam terjadinya skizofrenia. Salah satu teori
yang banyak mendapat perhatian adalah keterlibatan neurotransmitter.
Pasien yang mengalami skizofrenia memiliki gejala seperti delusi, halusinasi,
gangguan bentuk pikiran dan perilaku, bahasa yang terganggu, dan ada yang berupa
perilaku katatonik. Kebanyakan penderita memiliki ketidakmampuan untuk
menjalankan fungsi hidup seperti biasa, namun ada juga yang hanya memiliki
gangguan aktivitas tetap seperti bekerja, ataupun ketidakmampuan dalam
berkomunikasi.
Terapi skizofrenia meliputi psikofarmaka dan psikoterapi. Pemilihan jenis
antipsikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping
obat. Bila gejala negatif lebih menonjol dari gejala positif pilihannya adalah obat
Skizofrenia Katatonik 17
antipsikosis atipikal (golongan generasi kedua), sebaliknya jika gejala positif lebih
menonjol dibandingkan gejala negatif pilihannya adalah tipikal (golongan generasi
pertama). Dalam psikoterapi, bisa digunakan metode individual, keluarga, ataupun
kelompok. Peran serta lingkungan sekitar sangat membantu dalam menangani
skizofrenia secara keseluruhan.
DAFTAR RUJUKAN
x
Skizofrenia Katatonik 18
1. Katatona C, Cooper C, Robertson M. At a Glance Psikiatri Astikawati R, editor.
Jakarta: Erlangga; 2012.
2. Amir N. Skizofrenia. In Elvira DS, Hadisukanto G, editors. Buku Ajar Psikiatri.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. p. 170-
196.
3. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri S IMW, editor. Tangerang:
Binarupa Aksara; 2010.p.147-168.
4. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ-III Salim R, editor.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya; 2001.p.46-50.
5. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Surabaya: Airlangga University
Press; 2005.
Skizofrenia Katatonik 19