PANDANGAN GURU TERHADAP RELEVANSI SYUKUR DAN
KESEHATAN MENTAL
(Studi Kasus di Madrasah Miftahul Huda Mayak Tonatan Ponorogo)
SKRIPSI
OLEH
MOHAMAD TAUFIKURROHMAN
210311187
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
2018
ii
ABSTRAK
Taufikurrohman, Mohamad. 2018. Pandangan Guru Terhadap Relevansi Syukur
Dan Kesehatan Mental (Studi Kasus di Madrasah Miftahul Huda Mayak
Tonatan Ponorogo). Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Ponorogo.
Pembimbing, Pryla Rochmahwati, M.Pd.
Kata Kunci :Syukur, Kesehatan Mental
Syukur merupakan salah satu betuk tazkiyatun nafsi (pembersihan
jiwa) yang sangat pokok. Jika seorang hamba mensyukuri apa adanya, maka
hati akan terasa nyaman, tentram dan nikmat. Namun apabila tidak bersyukur
terhadap apa yang dimiliki, maka akan terasa gelisah, karena dihinggapi rasa
tidak puas. Jiwa dan pikiran akan terhasut oleh perasaan ambisi yang
berlebihan. Sehingga akan menjadikan manusia jauh dari pencipta-Nya.
Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya pandangan Guru Madrasah
Miftahul Huda Mayak terhadap relevansi syukur dan kesehatan mental
peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: (1) Bagaimana Pandangan
Guru Madrasah Miftahul Huda Tentang Syukur? (2) Bagaimana Pandangan
Guru Madrasah Miftahul Huda Tentang Kesehatan Mental? (3) Bagaimana
Pandangan Guru Madrasah Miftahul Huda Tentang Relevansi Syukur dan
Kesehatan Mental?
Penelitian ini temasuk penelitian kualitatifberjenis studi kasus dengan
teknik menggumpulkan data wawancara, observasi, dan dokumentasi.
sedangkan teknik analisa data yang digunakan adalah reduksi data (data
reduction), penyajian data (data display), dan kesimpulan (verification).
Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan (1) Syukur adalah
kondisi di mana seseorang merasakan perasaan senang atau puas terhadap apa
yang diterimanya, sehingga syukur memunculkan kondisi psikologi positif
yang dapat menguatkan dan meningkatkan kesehatan mental. (2) Dampak
syukur mendorong orang untuk berprilaku sesuai dengan norma-norma sosial
yang menyebabkan dia lebih mudah diterima secara sosial. (3) Bersyukur
mendorong individu umtuk kembali kepada kebaikan, serta ekspresi
bersyukur menghargai kedermawanan, sehingga memungkinkan mereka
membantu lagi di waktu yang akan datang. (4) Syukur merupakan
pengalaman kekaguman yaitu tahap seseorang menerima dan menyetujui
perbuatan dari pemberi kemudian menimbulkan perasaaan senang karena
menjadi pribadi yang menguntungkan atau bermanfaat.
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi atas nama saudara:
Nama : MOHAMAD TAUFIKURROHMAN
NIM : 210311187
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Judul : PANDANGAN GURU TERHADAP RELEVANSI
SYUKUR DAN KESEHATAN MENTAL (Studi Kasus di
Madrasah Miftahul Huda Mayak Tonatan Ponorogo)
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji dalam ujian munaqosah.
Pembimbing,
Pryla Rochmawati, M.Pd.
NIP. 198103162011012003
Tanggal, __ Juli 2018
Mengetahui;
Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
Institut Agama Islam Negeri Ponorogo,
Kharisul Wathon, M. Pd. I
NIP. 197306252003121002
iv
KEMENTRIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
PENGESAHAN
Skripsi atas nama saudara :
Nama : MOHAMAD TAUFIKURROHMAN
NIM : 210311187
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Judul : PANDANGAN GURU TERHADAP RELEVANSI
SYUKUR DAN KESEHATAN MENTAL (Studi Kasus di
Madrasah Miftahul Huda Mayak Tonatan Ponorogo)
telah dipertahankan pada sidang munaqosah di Institut Agama Islam Negeri
Ponorogo pada :
Hari : Senin
Tanggal : 30 Juli 2018
dan telah diterima sebagai bagian dari persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana
Guruan Agama Islam, pada :
Hari : Senin
Tanggal : 30 Juli 2018
Ponorogo, 30 Juli 2018
Mengesahkan
Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Institut Agama Islam Negeri Ponorogo
Dr. Ahmadi, M.Ag.
NIP. 196512171997031003
Tim Penguji:
1. Ketua Sidang : Kharisul Wathon, M. Pd. I (___________________)
2. Penguji I : Dr. Sutoyo, M.Ag. (___________________)
3. Penguji II : Pryla Rochmahwati, M.Pd. (___________________)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan pesatnya perkembangan sains dan ilmu pengetahuan
teknologi (IPTEK) yang makin marak dewasa ini, telah membawa kemajuan
dan perubahan di berbagai bidang kehidupan manusia, yang berdampak pada
kebudayaan modern. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ini di satu sisi
membawa dampak positif seperti kemudahan-kemudahan dibidang transportasi,
telekomunikasi, serta informasi dan sebagainya. Di sisi lain kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi juga akan membawa dampak negatif, berbagai
problem kemanusiaan yang sangat mencemaskan bermunculan di mana-mana,
seperti pencemaran lingkungan hidup, degradasi moral, kriminalitas dan
persoalan-persoalan kemanusiaan yang lain.
Di samping persoalan di atas, adanya ilmu pengetahuan dan teknologi
yang semakin modern juga akan membawa manusia pada kehidupan yang serba
materi (Materialistik) yang pada akhirnya akan menimbulkan Dehumanisasi
(pengingkaran kemanusiaan) yang dapat berwujud dengan tindakan kekerasan,
penindasan, korupsi, kesewenang-wenangan yang pada akhirnya akan muncul
problem kejiwaan seperti rasa takut, ketegangan, keresahan batin dan berbagai
gangguan kejiwaan yang lain.
Dr. Kartini Kartono, seorang Psikolog mengatakan bahwa :
2
“Masyarakat modern yang memburu keuntungan komersial dan penuh
kompetisi itu banyak mengandung unsur eksplosif, akibatnya tidak
sedikit penduduknya yang menderita ketegangan syaraf dan mengalami
stress atau tekanan-tekanan batin, yang meledak menjadi Simptom
penyakit mental. Kebudayaan modern yang penuh rivalitas dan pacuan
ini menampilkan diri dalam bentuk Kebudayaan Eksposif; yaitu satu
“High Tension Cultur”, di mana orang-orangnya dengan luapan emosi
dan ketegangan batin yang tinggi asyik berebut-rebutan dan berlomba-
lomba memperoleh kemewahan material”.1
Kekurangan kebutuhan kejiwaan (rohani) bagi manusia akan sangat
berbahaya dari pada kurang kebutuhan jasmani, sebab rohani, kejiwaan
merupakan penyebab utama berjalannya fungsi-fungsi kejiwaan lainnya seperti
pikiran, perasaan, sikap jiwa, pandangan dan keyakinan hidup berubah menjadi
pertentangan dalam diri yang mengakibatkan ketidak seimbangan fungsi-fungsi
tubuh, yang pada gilirannya membawa pengaruh buruk apabila tidak segera
diatasi bahkan akan menjalar menjadi gangguan kejiwaan pun mengakibatkan
penyakit jiwa.
Mengingat arti penting kesehatan jiwa (mental) bagi manusia dalam
menghadapi kehidupannya, maka agama yang termanifestasi dalam ajaran-
ajaranya, seperti sholat, sabar dan juga syukur, dapat membantu mengatasi
problema kejiwaan di kalangan Ahli Jiwa, Psikiatri, dan Ahli Agama. Agama
sebagai bagian dari salah satu alternatif mengatasi problem kejiwaan telah
banyak sekali membantu mengatasi masalah-masalah kesehatan mental.
1 Kartini Kartono dan dr. Jenny Andari, Hygiene Mental dan Kesehatan Mental Dalam Islam,
(Bandung: Mandar Maju, Cet IV, 1989), 22.
3
Islam dengan memberikan konsep-konsep mujarab dari ajarannya
memberi jalan keluar/solusi alternatif bagi umatnya terhadap permasalahan
yang dialami. Al-Qur'an telah memberikan berbagai macam terapi kejiwaan,
juga sebagai pegangan hidup telah mengenalkan berbagai macam ajaran dan
petunjuk serta nasehat bagi kesejahteraan dan kebahagiaan hidup manusia baik
yang berhubungan dengan Allah (Habluminallah), dan yang berkaitan erat
dengan hubungan sesama manusia (Hablumminannas) maupun hubungan
manusia dengan lingkungan sekitarnya.
Salah satu konsep mujarab tersebut adalah Syukur. Selama ini ajaran
Syukur telah banyak ditinggalkan oleh umat Islam sendiri. Indikasi hal itu
adalah adanya kecendrungan umat Islam yang terkungkung pada pemikiran
materialistik, menghalalkan segala cara untuk mendapatkan materi dan
kemewahan dunia.
Bersyukur merupakan salah satu sikap terpuji yang harus dimiliki oleh
seorang muslim. Pribadi muslim mempunyai timbangan-timbangan yang
dalam, yang dengan timbangan tersebut dapat diketahui kadar keimanannya.
Manakala seorang muslim mendapatkan nikmat (karunia), ia segera bersyukur
dan senantiasa menjaga hak-haknya, serta meyakini bahwa semua itu adalah
anugerahnya.2
Syukur merupakan salah satu betuk tazkiyatun nafsi (pembersihan
jiwa) yang sangat pokok. Jika seorang hamba mensyukuri apa adanya, maka
2Ahmad Umar Hasyim, Menjadi Muslim Kaffah (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004), 369.
4
hati akan terasa nyaman, tentram dan nikmat. Namun apabila tidak bersyukur
terhadap apa yang dimiliki, maka akan terasa gelisah, karena dihinggapi rasa
tidak puas. Jiwa dan pikiran akan terhasut oleh perasaan ambisi yang
berlebihan. Sehingga akan menjadikan manusia jauh dari pencipta-Nya.3
Di Madrasah Miftahul Huda sendiri dengan bisyarah yang tidak
seberapa besar para pendidik tetap semangat dan penuh kesyukuran
mengabdikan diri dan mesyiarkan ilmu yang dimlilki. Hal tersebut dibuktikan
dengan keaktifan para pengajar walupun jarak yang harus ditempuh olehnya
tidaklah dekat, semisal ada seorang guru dari daerah Magetan, Sooko, dan
Slahung. Berbicara tentang hal tersebut berbagai latar belakang pengajar (guru),
baik dari segi pendidikan, pegaulan, dan lain sebagainya pastilah akan
menimbulkan persepsi atau pandangan yang beragam. Keberagaman pandangan
itulah yang menarik peneliti untuk memunculkan kedalam sebuah tulisan.
Berangkat dari latar belakang masalah tersebut peneliti tertarik untuk
mengadakan penelitian yang terencana dalam penyusunan Skripsi tentang:
“Pandangan Guru Terhadap Relevansi Syukur Dan Kesehatan Mental
(Studi Kasus Di Madrasah Miftahul Huda Mayak Tonatan Ponorogo)”
3Asep Akhmad Hidayat, Mata Air Bening ketenanga Jiwa (bandung: Marja, 2013) 155.
5
B. Identifikasi Dan Fokus Penelitian
1. Identikasi Masalah
Dari pemaparan di atas, maka ditemukan hal-hal yang menarik dan dapat
diidentifikasi yaitu kesenjangan social kemasyarakatan yang disebabkan
karena pengaruh arus globalisasi yang berimplikasi pada maindset manusia
sebagai yang tidak mengenal dirinya dan Tuhan-Nya.
2. Fokus Penelitian
Berangkat dari latar belakang di atas, maka penelitian ini difokuskan pada
hubungan anatara pemahaman tentang syukur yang berimplikasi pada
kesehatan mental pendidik di Madrasah Miftahul Huda.
C. Rumusan Masalah
Untuk memudahkan pembahasan dalam skripsi ini, maka perlu adanya
rumusan masalah. Penulis membatasi pembahasan dalam beberapa rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Pandangan Pendidik Madrasah Miftahul Huda Tentang Syukur?
2. Bagaimana Pandangan Pendidik Madrasah Miftahul Huda Tentang
Kesehatan Mental?
3. Bagaimana Pandangan Pendidik Madrasah Miftahul Huda Tentang
Relevansi Syukur dan Kesehatan Mental?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan yangingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
6
1. Untuk mendeskripsikan Pandangan pendidik Madrasah Miftahul Huda
tentang Syukur.
2. Untuk mendeskripsikan pandangan pendidik Madrasah Miftahul Huda
tentang kesehatan mental.
3. Untuk mendeskripsikan pandanga pendidik Madrasah Miftahul Huda
tentang relevansi syukur dan kesehatan mental.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
khazanah keilmuan dan dapat memberikan pemahaman tentang Syukur dan
relevansinya terhadap kondisi mental pendidik Madrasah Miftahul Huda.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
a. Lembaga pendidikan Islam, dapat dijadikan referensi dalam
peningkatan mutu pendidikan Islam.
b. Peneliti, yaitu menambah wawasan dan pengetahuan serta tambahnya
pengalaman ketika penelitian berlangsung.
F. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah penulisan hasil penelitian dan agar dapat dicerna
secara runtut, diperlukan sebuah sistematika pembahasan. Dalam laporan
penelitian ini, akan dibagi menjadi 5 bab yang masing-masing bab terdiri dari
7
sub-bab yang saling berkaitan satu sama lain. Sistematika selengkapnya sebagai
berikut:
Bab I berisi pendahuluan yang menggambarkan secara umum kajian ini,
yang isinya terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, kajian teori dan telaah hasil penelitian terdahulu,
metode penelitian, dan sistematika pembahasan dengan demikian merupakan
pengantar penelitian ini.
Bab II berisi tentang kajian teori dan telaah hasil penelitian terdahulu.
Bab III berisi tentang metode penelitian
Bab IV berisi deskripsi data.
BAB V berisi tentang analisis penulis terhadap pandangan pendidik
terhadap syukur dan kesehatan mental Madrasah Miftahul Huda Mayak
Ponorogo.
Bab VI berisi penutup, yang meliputi kesimpulan dari penelitian ini dan
saran-saran.
8
BAB II
TELAAH HASIL PENELITIAN TERDAHULU DAN KAJIAN TEORI
A. Telaah Hasil Penelitian Terdahulu
Disamping memanfaatkan toeri yang relevan dengan bahasan ini, penulis
juga melakukan telaah hasil penelitian terdahulu yang jenis penelitiannya ada
dengan penelitian ini. Diantara penelitian-penelitian tesebut adlah sebagai
berikut:
1. M. Shunhaji. 2011. KONSEP QANÂ‟AH MENURUT HAMKA DAN
IMPLIKASINYA TERHADAP KESEHATAN MENTAL (PERSPEKTIF
BIMBINGAN KONSELING ISLAM). Skripsi. Fakultas Dakwah Institut
Agama Islam Negeri WalisongoSemarang. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa menurut Hamka, qanâ‟ah adalah sikap yang menerima
apa adanya, tetapi dalam pengertian tetap harus berusaha. Konsep qanâ‟ah
Hamka menuntut adanya keikhlasan hati dalam menerima apa yang ada
dengan disertai ikhtiar maksimal. Qanâ‟ah menurut Hamka terkandung lima
sikap mental, yaitu: rela (riḍa), memohon tambahan yang pantas dan
berusaha, sabar, tawakal, dan tidak tertarik tipu daya dunia (zuhud).
Berdasarkan keterangan tersebut, menjadi petunjuk bahwa konsep Hamka
tentang qanâ‟ah apabila diamalkan maka akan membentuk mental seseorang
menjadi sehat. Atas dasar itu perluadanya bimbingan dan konseling Islam
untuk membantu individu agar bias menerapkan qanâ‟ah sehingga dapat
membangun kesehatan mental individu dari perasaan iri, dengki, tamak, dan
9
sifat negatif lainnya. Bimbingan dan konseling Islam sangat penting untuk
membantu individu memahami peran, fungsi, dan arti penting qanâ‟ah dalam
memelihara kesehatan mental seseorang.
2. Siti Ernawati. 2009. KONSEP SABAR MENURUT M. QURAISH SHIHAB
DAN HUBUNGANNYA DENGAN KESEHATAN MENTAL. Skripsi.
Fakultas Ushuluddin Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang.
Disimpulkan Konsep M. Quraish Shihab yang menyuruh manusia untuk
sabar sangat relevan dengan kesehatan mental karena dengan sabar maka
dapat membentuk manusia yang bermental sehat. Al-Quran mengajak kaum
muslimin agar berhias diri dengan kesabaran. Sebab, kesabaran mempunyai
faedah yang besar dalam membina jiwa, memantapkan kepribadian,
meningkatkan kekuatan manusia dalam menahan penderitaan,
memperbaharui kekuatan manusia dalam menghadapi berbagai problem
hidup, beban hidup, musibah, dan bencana, serta menggerakkan
kesanggupannya untuk terus-menerus berjihad dalam rangka meninggikan
kalimah Allah SWT. Apabila seseorang bersabar dalam memikul kesulitan
dan musibah hidup, bersabar dalam gangguan dan permusuhan orang lain,
bersabar dalam beribadah, dan taat kepada Allah SWT, maka mentalnya akan
sehat. Sabar dalam melawan syahwat, bersabar dalam bekerja dan berkarya,
ia tergolong orang yang memiliki kepribadian yang matang, seimbang,
paripurna, kreatif, dan aktif. Selain itu, ia juga menjadi orang yang terlindung
dari kegelisahan dan aman dari gangguan-gangguan kejiwaan.
10
Perbedaan antara penelitian terdahulu diatas dengan penelitian sekarang
adalah penulis mencoba mengkaji pandangan pendidik tentang syukur dalam
hubungannya dengan kesehatan mental.
B. Kajian Teori
1. Syukur
a. Pengertian Syukur
Secara bahasa (etimologi) kata “syukur” adalah kata serapan dari
Bahasa Arab “ًشُكْرا”. Kata syukur adalah bentuk mashdar dari kata
kerja syakara – yasykuru – syukran – wa syukranan dalam susunan
bahasa arab:
كْرًا - يشَْكرًَ َ-شَكَرََ( كْرَانًََ-ش )ش
yang berasal dari Fi‟il Madhi “syakara” yang berarti membuka.4
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata ini diartikan sebagai: (1)
rasa terima kasih kepada Allah, dan (2) untunglah (menyatakan lega,
senang dan sebagainya).5
Secara istilah syukur adalah ungkapan terima kasih kepada Allah
dengan cara melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya dan
memanfaatkan semua anugerah-Nya dengan benar.6
Ada juga yang
4 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), 734.
5Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai
Pustaka, 1994), 967. 6Heri Jauhari Muchtar, Fiqh Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), 29.
11
mendefinisikan bahwa syukur adalah keadaan seseorang
mempergunakannikmat yang telah diberikan Allah kepada kebaikan.
Misalnya tangandigunakan untuk mencari rizki yang halal, akal
digunakan untuk mencari ilmu yang berguna, dan lain sebagainya.7
Secara lebih luas para ulama yang mendefinisikan syukur
sebagai berikut:
1) Sayyid, syukur adalah mempergunakan semua nikmat yang
telah diberikan Allah.
2) Ibnu Alan as-Sidiqi, syukur adalah pengakuan atas nikmat dan
suka membantu.
3) Ibnu Ujaibah, syukur adalah kebahagiaan hati atas nikmat yang
diperoleh, dibarengi dengan pengarahan seluruh anggota tubuh.8
4) Abu Uthman, syukur adalah mengetahui kelemahan syukur itu
sendiri.
5) Hamdun al-Qassar, syukur adalah memperhatikan dirinya meskipun
tidak diundang.
6) Abu Bakar al-Waraq, syukur adalah memperhatikan pemberian
dan menjaga kehormatan.
7) Syibli, syukur adalah memperhatikan Dzat yang memberikan
nikmat bukan pada kenikmatan-Nya.9
7 Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawwuf ( Surabaya: Bina Ilmu, 1995), 71.
8Syaikh Abdul Qadir Isa, Hakekat Tasawuf, terjemahan Khairul Amru Harahap dan Afrizal
Lubis, (Jakarta: Qisthi Press, 2011), 267.
12
8) Ar-Raghibal-Isfahani, syukur mengandung arti gambaran dalam
benak tentang nikmat dan menempatkannya ke permukaan.10
9) Abu Ali Daqaq, syukur adalah pengakuan terhadap nikmat yang
telah diberikan Allah kepadanya dengan kedudukannya.11
10) Imam Ghazali, syukur adalah menggunakan nikmat Allah sesuai
dengan maksud pemberian-Nya.12
Dapat peneliti simpulkan bahwa syukur adalah ridha dan
menerima apa yang telah diberikan oleh Sang Maha Pemberi nikmat,
bagi orang yang bersyukur ia harus mengetahui hakikat dari nikmat
yang ia syukuri, diakui dengan ucapan dan dibenarkan dengan hati,
bentuk syukur tersebut diwujudkan melalui tindakan-tindakan yang
baik, sifat tidak menerima dengan ridha apa yang telah diberikan
merupakan bentuk dari lawan sifat syukur yakni sifat kufur.
b. Syukur dalam Al-Qur‟an
1) Surat Al-Baqarah, Ayat 152:
Artinya: Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat
(pula) kepadamu[98], dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah
kamu mengingkari (nikmat)-Ku.13
9Abul Qasim Abdul Karim Hawazinal-Qusyairian- Naisaburi, Risalah Qusyairiyah: Sumber
Kajian Ilmu Tasawuf, terj.Umar Faruq (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), 245. 10
Quraish Syihab, Wawasan Al-Qur’an (Jakarta: Mizan, 2013), 125. 11
Supiana dan Karman, Materi Pendidikan Agama Islam (Bandung: Remaja
Rosdakarya,2008), 233. 12
lyas Ismail, Pilar-Pilar Taqwa: Doktrin, Pemikiran, Hikmat, dan Pencerahan
Spiritual(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), 235.
13
Pada prinsipnya segala bentuk kesykuran harus ditunjukan
kepada Allah SWT. Namun demikian, walaupun kesyukran harus
ditujukan kepad Allah bukan berarti terdapat larangan bersyukur
kepada mereka yang menjadi perantara kehadiran nikmat Allah.14
2) Surat Ibrahim, Ayat 7:
Artinya: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka
Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".15
Satu hal yang menarik untuk disimak dari ayat tersebut
adalah kesyukuran dihadapkan dengan janji yang pasti lagi tegas dan
bersumber dari-Nya langsung. Akan tetapi kekufuran hanya
diisyaratkan dengan siksa tanpa adanya penegasan bagi manusia
yang tidak bersyukur atas nikmat-Nya. dalam penafsiran yang lain
siksa tersebut berupa rasa lapar, cemas dan takut.
3) Surat Al-Dhuha, ayat 11:
13
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: 2016), 478. 14
Quraish Syihab, Wawasan Al-Qur‟an (Jakarta: Mizan, 2013), 289. 15
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: 2016), 456.
14
Artinya: “dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu
siarkan ".16
Hakikat syukur adalah ”menampakkan nikmat”, dan hakikat
kekufuran adalah menyembunyikannya. Menampakkan nikmat dapat
diwujudkan dengan penggunaan nikmat tersebut pada tempat yang
sesuai dengan kehendak dari Dzat pemberi nikmat tersebut. Serta
dengan menyebut-nyebut nikmat dan pemberinya dengan lisan.17
c. Dimensi Syukur
Menurut Umar Faruq, syukur terbagi menjadi tiga. Pertama,
syukur dengan lisan, yakni mengakui kenikmatan yang telah diberikan
oleh Allah Swt dengan sikap merendahkan diri. Kedua, syukur dengan
badan, yakni bersikap selalu sepakat dan melayani (mengabdi) kepada
Alla Swt. Ketiga syukur dengan hati yakni mengasingkan diri di
hadapan Allah Swt dengan konsisten menjaga keagungan-Nya. Syukur
dengan lisan adalah syukurnya orang yang berilmu. Ini dapat
direalisasikan dengan bentuk ucapan. Syukur dengan badan adalah
syukurnya orang yang beribadah. Ini dapat direalisasikan dengan bentuk
perbuatan. Syukur dengan hati adalah syukurnya orang yang ahli
16
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: 2016), 904. 17
Quraish Syihab, Wawasan Al-Qur’an (Jakarta: Mizan, 2013), 290.
15
ma‟rifat. Ini dapat direalisasikan dengan semua hal ikhwal secara
konsisten.18
Hakikat syukur pada dasarnya adalah mencakup syukur secara
lisan maupun penegasan dalam hati atas anugerah dan rahmat Allah
SWT. Syukur dengan lisan berupa pengakuan atas anugerah dalam
derajat kepasrahan, syukurnya anggota badan adalah mengambil sikap
serta dan mengabdi (ibadah) kepada Allah, dan syukurnya hati adalah
dengan mengundurkan diri ke tataran persaksian dengan terus-menerus
melaksanakan pengabdian. 19
Ulya Alwi Ubaid dalam bukunya menjelaskan syukur sebagai
bentuk pujian seorang hamba yang diungkapkan untuk memuji Dzat
yang memberi kenikmatan atas limpahan kebaikan yang dianugerahkan
kepadanya. Syukur seorang hamba mempunyai tiga rukun, yang tanpa
tiga rukun tersebut seorang hamba belum dikatakan bersyukur. Tiga
rukun tersebut adalah:
1) Mengakui nikmat yang diterima secara batin
2) Menceritakan nikmat yang diterima secara dzahir.
3) Menggunakan nikmat yeng diterima untuk ketaatan kepada Allah.20
18
Umar Faruq, Risalah Qusyairiyah: Sumber Kajian Ilmu Tasawuf(Jakarta: Pustaka Amani,
2007), 245. 19
Asep Akhmad Hidayat, Mata Air Bening Ketenangan Jiwa 17 Cara Mencari Ketentraman
dan Kemuliaan (ESQ Perspektif Tasawuf) (Bandung: Marjaa, 2012), 155-156. 20
Ulya Alwi Ubaid, Sabar dan Syukur (Jakarta: Amzah, 2012), 171.
16
Syukur bersifat responsif dan ekspresif, semua berpendapat
bahwa syukur merupakan bentuk ekspresi atas nikmat Allah dengan cara
yang baik. Tidak adanya ekspresi atau tidak adanya respon atas nikmat
Allah, maka disebut kufur. Yang dimaksud kufur adalah menutupi rasa
bersyukur atas nikmat yang Allah berikan. Syukur juga melibatkan sifat
ridha. Orang yang telah ridha dengan kenikmatan adalah orang yang
bersyukur. 21
d. Manfaat Syukur
Mendayagunakan segenap potensi untuk mengubah kehidupan
menjadi lebih baik adalah salah satu bentuk syukur kepada Allah swt
atas nikmat anggota tubuh dan potensi luar biasa yang telah
dikaruniakan oleh Allah swt. Kemudian, Men-syukur-i kesehatan yang
ada pada diri dengan mempersembahkan yang terbaik dalam kehidupan
ini. Yang nantinya akan membuat diri melakukan apa yang bisa
dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga mampu mengubah diri
menjadi lebih baik. Syukur menuntun diri untuk tetap berbaik sangka
terhadap Allah swt dalam segala hal yang terjadi pada kehidupan ini,
sehingga mampu menggerakkan hati untuk ikhlas menerima ketetapan
21
Ahmad Rusdi, Jurnal Ilmiah penelitian Psikologi: Kajian Empiris dan Non-Empiris, vol. 2
No. 2, (Jakarta: Universitas Islam Indonesia, 2016), 42.
17
Allah swt. Sehingga mengarahkan seseorang untuk menerima
kekurangan-kekurangan yang ada pada dirinya. 22
Selain itu, nilai dalam ajaran syukur mengarahkan untuk selalu
memaknai setiap peristiwa dalam kehidupan dengan sudut pandang
positif. Maka mampu meningkatkan kemampuan untuk berpikir positif
dan memiliki evaluasi diri yang bagus serta membangun konsep diri
yang lebih positif. Secara psikologis rasa syukur dapat memberikan
kepuasan pada diri sendiri sehingga mampu menghilangkan perasaan
resah ketika gagal memperoleh sesuatu yang diinginkan. Dan juga,
Syukur mengandung arti mengenali semua nikmat yang telah Allah swt
karuniakan, termasuk didalamnya yakni dengan mengenali potensi
potensi yang Allah swt anugerahkan pada diri ini, yang nantinya akan
menumbuhkan optimisme yang membuat diri bersemangat menghadapi
tantangan. Maka dengan perasaan ber-syukur menumbuhkan rasa tidak
takut gagal dan berani mencoba hal baru sehingga tidak bersikap
pesimis terhadap kompetisi, dan meningkatkan rasa percaya diri.23
Manfaat syukur itu kembali pada orang yang ber-syukur,
kebaikan yang ada kembali pada mereka yang ber-syukur, sebagaimana
dalam surat An-Naml ayat 40.
22
Aura Husna (Neti Suriana), Kaya dengan Bersyukur: Menemukan Makna Sejati Bahagia
dan Sejahtera dengan Mensyukuri Nikmat Allah (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2013),154. 23
Hendriati Agustiani, Psikologi Perkembangan (Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan
Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja) (Bandung: PT. Refika Aditama, 2009), 139.
18
Sayyid Quthb yang dikutip oleh Ahmad Yani, menyatakan empat
manfaat ber-syukur, yakni:24
1) Menyucikan Jiwa
2) Mendorong jiwa untuk beramal saleh
3) Menjadikan orang lain ridha
4) Memperbaiki dan memperlancar interaksi sosial
Manfaat syukur lainnya, disebutkan oleh Aura Husna sebagai
berikut:
1) Menuntun hati untuk ikhlas
2) Menumbuhkan optimisme
3) Memperbaiki kualitas hidup
4) Membentuk hubungan persahabatan yang lebih bai
5) Mendatangkan pertolongan Allah swt.25
Dalam metode bimbingan ruhani, Frankl menekankan realisasi
nilai-nilai bersikap dengan menunjukkan sikap positif terhadap
penderitaan yang dialami manusia. Dalam pandangan Islam, sikap
positif tersebut antara lain qonaah, sabar, syukur dan tawakal. Dengan
menunjukkan sikap-sikap tersebut, seorang muslim dapat mengambil
24
Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an: Tafsir Maudhu‟i atas Pelbagai Persoalan
Umat, (Bandung: Mizan, 1996), 218. 25
Aura Husna (Neti Suriana), Kaya dengan Bersyukur: Menemukan Makna Sejati Bahagia
dan Sejahtera dengan Mensyukuri Nikmat Allah, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2013),
19
hikmah dan menemukan makna dibalik musibah atau penderitaan yang
dialaminya, sehingga dapat merasakan kebermaknaan hidup.
Rasa syukur merupakan kecenderungan seseorang menunjukan
respon terhadap segala yang terjadi di sekitarnya dengan adanya rasa
terima kasih terhadap orang lain. Rasa syukur pada diri seseorang
biasanya ditunjukan dengan sikap positif terhadap lingkungannya seperti
memberi kenyamanan dengan perasaan cinta dan kasih sayang terhadap
orang lain, memiliki niat baik untuk berbagi dan sebagainnya.
Syukur merupakan salah satu bentuk dari ekspresi kebahagiaan
yang berhubungan dengan kesejahteraan. Syukurmerupakan elemen
penting serta fundamental dalam meningkatkan kesejahteraan.
Disamping itu aktifitas bersyukur dapat memelihara dan
mempertahankan kesejahteraan psikologis pada diri seseorang. Dengan
demikian syukur merupakan salah satu bentuk dari emosi positif yang
bertolak belakang dengan emosi negatif seperti marah, cemas,cemburu,
dan bentuk emosi negatif lainnya.
Rasa syukur dapat dicirikan sebagai konsep moral dan pro-
sosial, serta ekspresi yang memiliki implikasi potensial untuk kepuasan
hidup dan kesejahteraan. Konsep kebersyukuran berlakutermasuk dalam
pada setiap situasi tergantung bagaiamana individu memposisikan
kebersyukuran sebagaisebuah solusi. Syukur memiliki relevansi yang
tak terbantahkan untuk kedua pemahaman dan pengembangan dari
20
kedua kesejahteraan dan kepuasan hidup, bahkan pada hasil penelitian
yang relevan saat ini akan tampil lebih valid sebagai prediktor
kesejahteraan psikologis. Bersyukur bisa membuat seseorang lebih baik
dan bijak, seseorang yang lebih bijaksana dapat menciptakan
keharmonisan antara dirinya dengan lingkungan dan komunitasnya.
Dalam penelitian lain, aktivitas bersyukur menjadikan seseorang merasa
bahagia, optimistis dan merasakan kepuasan hidup. 26
2. Kesehatan Mental
a. SecaraEtimologi
Secara etimologi, kesehatan mental yang biasanya disebut
mental hygiene, berasal dari dua kata yaitu mental dan hygeia. Hygeia
adalah nama dewi kesehatan Yunani. Dan hygiene berarti “ilmu
kesehatan”. Sedangkan mental (dari kata latin mens, mentis) artinya:
jiwa, nyawa, sukma, roh, semangat. Mental hygiene dalam hal ini sering
disebut pula sebagai psiko hygiene. Psyche (dari kata yunani psuche)
artinya: nafas, asas kehidupan, hidup, jiwa, roh, sukma, semangat. Jadi
pengertian kesehatan mental secara etimologi adalah jiwa yang sehat
atau ilmu yang mempelajari tentang kesehatan jiwa.
b. Secara Terminologi
26
Eko Kristanto, Perbedaan Tingkat Kebersyukuaran pada Laki-laki dan
Perempuan,SeminarASEAN2nd Psycology and Humanity, Psycology Forum UMM,19-20 Februari
(Malang: Universitas Muhammadiyah, 2016), 129.
21
Adapun pengertian kesehatan mental secara terminologi,
beberapa pakar memberikan definisi yang berbeda-beda. Berikut ini
adalah rumusan-rumusan pengertian kesehatan mental menurut pakar-
pakar tersebut :
1) Kartini Kartono
“Hygiene mental adalah ilmu kesehatan jiwa yang
mempermasalahkan kehidupan kerohanian yang sehat, dengan
memandang pribadi manusia sebagai satu totalitas psiko-fisik yang
kompleks”.
2) Abdul Aziz El-Quussy
“Kesehatan mental adalah keserasian yang sempurna atau integrasi
antara fungsi-fungsi jiwa yang bermacam-macam, disertai
kemampuan untuk menghadapi kegoncangan-kegoncangan jiwa
yang ringan, yang biasa terjadi pada orang, disamping secara positif
dapat merasakan kebahagiaan dan kemampuan”.
3) M. Hamdani Bakran Adz-Dzaky
“Mental yang sehat adalah integrasinya jiwa muthmainnah (jiwa
yang tenteram), jiwa radhiyyah (jiwa yang meridloi), dan jiwa
mardhiyyah (jiwa yang diridloi)”.
4) Zakiah Daradjat
“Kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-
sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian
diri antara manusia dengan dirinya dan lingkungannya, berlandaskan
keimanan dan ketakwaan serta bertujuan untuk mencapai hidup
bermakna dan bahagia di dunia dan di akhirat”.
5) Jalaluddin
“Kesehatan mental adalah ilmu yang meliputi sistem tentang prinsip-
prinsip, peraturan-peraturan serta prosedur-prosedur untuk
mempertinggi kesehatan rohani. Orang yang sehat mentalnya ialah
22
orang yang dalam ruhani atau dalam hatinya selalu merasa tenang,
aman, dan tentram.”27
6) Tamami
“Kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian, keharmonisan,
dan integralitas kepribadian yang mencakup seluruh potensi manusia
secara optimal dan wajar. 28
Dari beberapa definisi di atas, secara umum dapat disimpulkan
bahwa kesehatan mental adalah integrasi keserasian antara fungsi-fungsi
kejiwaan yang perasaan tentram dan mampu menyesuaikan diri
lingkungannya, sehingga mampu menghadapi goncangan-goncangan
kejiwaan dengan berlandaskan keimanan danketakwaan untuk mencapai
hidup yang bermakna dan bahagia di dunia dan akhirat.
c. Tanda-Tanda Kesehatan Mental
Untuk mengetahui sehat dan tidaknya mental seseorang, pada
tahun 1959, Organisasi Kesehatan Dunia merumuskan kriteria jiwa atau
mental yang sehat, adalah sebagai berikut :
1) Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan,
meskipun kenyataan itu buruk baginya.
2) Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah usahanya.
3) Merasa lebih puas memberi dari pada menerima.
4) Secara relatif bebas dari rasa tegang dan cemas.
27
Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), 154. 28
Tamami HAG. Psikologi Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2011), 87-88.
23
5) Berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling
memuaskan.
6) Menerima kekecewaan untuk dipakainya sebagai pelajaran untuk
dikemudian hari.
7) Menjuruskan rasa permusuhan kepada penyelesaian yang kreatif dan
konstruktif.
8) Mempunyai rasa kasih sayang yang besar
Kriteria jiwa yang sehat menurut WHO tersebut, belum
memasukkan elemen agama. Oleh karena itu, pada tahun 1984, WHO
menyempurnakan batasan sehat dengan menambah satu elemenspiritual
(agama), sehingga sekarang ini yang dimaksud dengan sehat adalah
tidak hanya sehat dalam arti fisik, psikologis dan sosial, tetapijuga sehat
dalam arti spiritual atau agama (empat dimensi sehat: biopsiko-sosio-
spiritual).
d. PengertianGangguan Mental
Berdasarkan pengertian kesehatan mental yang dikemukakan
oleh Zakiah Daradjat, Yahya Jaya menjelaskan bahwa penyesuaian diri
meliputi:
Pertama, Penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya sendiri,
adalah dalam arti usaha seseorang untuk menyesuaikan diri secara sehat
terhadapdirinya, yang mencakup di dalam pembangunan dan
pengembangan seluruh potensi dan daya yang terdapat dalam diri, serta
24
kemampuan dalam memanfaatkan potensi dan daya seoptimal mungkin
sehingga penyesuaian diri membawa kepada kesejahteraan dan
kebahagiaan diri sendiri dan orang lain.
Kedua, penyesuaian diri yang sehat dengan lingkungan dan
masyarakat, merupakan tuntutan kepada seseorang untuk meningkatkan
keadaan masyarakatnya dan keadaan dirinya sendiri sebagai anggota.
Dalam hal ini ia tidak hanya memenuhi tuntutan masyarakat dan
mengadakan perbaikan di dalamnya, tetapi juga dapat membangun dan
mengembangkan dirinya sendirisecara serasi dalam masyarakat
tersebut.29
Zakiah Daradjat membagi keabnormalan (penyakit mental)
tersebut menjadi dua bagian, yakni neurosa dan psikosa. Neurosa
berkaitan dengan gangguan kejiwaan pada perasaan, dan psikosa pada
gangguan pikiran. Perbedaan antara psikosa dan neurosa terletak pada
perasaan, pikiran dan kepribadian penderita. Neurosis yang terganggu
hanya perasaannya, karena itu ia masih merasakan kesukaran yang
dihadapinya sehingga kepribadiannya tidak memperlihatkan kelainan
yang berarti dan masih berada dalam alam kenyataan.30
29
Skripsi, Bakhtiyar Zain, Pemikiran Viktor E. Frankl Tentang Logoterapi dan Implikasinya
Terhadap Kesehatan Mental (Analisis Bimbingan Konseling Islam), (Semarang: Institut Agama Islam
Negeri (Iain) Walisongo, 2005), 177. 30
Ibid., 178.
25
Sebaliknya, manusia kadang-kadang tidak dapat menyesuaikan
diridengan situasi yang penuh dengan berbagai konflik, masalah dan
cobaan yang dihadapinya. Artinya dia tidak bisa bersikap tenang dan
cenderung tidak bisa menerima keadaan dirinya, serta mengalami
ketegangan batin.Jika konflik dan ketegangan batin ini tidak
mendapatkan penyaluran serta penyelesaian yang baik, dan berlangsung
dalam jangka waktu yang lama,maka akan menimbulkan macam-macam
bentuk gangguan atau kekalutan mental. Kekalutan mental ini sifatnya
bisa ringan; akan tetapi juga bisa serius, sehingga memerlukan
perawatan di rumah sakit jiwa dan bimbingan khusus.
Menurut Islam, indikasi orang yang tidak sehat mentalnya antara
lain adalah pemarah, pendendam, pendengki (hasad), takabur (sombong,
angkuh), suka pamer (riya‟), membanggakan diri sendiri („ujub),
berburuk sangka (su‟udzan), was-was, pendusta (kadzib), rakus dan
serakah, berputus asa, pelupa (lalai), pemalas, kikir (bathil), dan
hilangnya perasaanmalu.
Menurut Frankl, penyebab utama gangguan mental yang di
derita seseorang adalah kegagalan manusia modern memperoleh arti
kehidupan. Kehidupan modern telah mengabaikan keinginan manusia
untuk mencari arti atau dasar hidup yang sesungguhnya.31
Upaya
manusia untuk mencari makna hidup bisa menimbulkan ketegangan
31
Malik B.Badri, Dilema Psikolog Muslim (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), 74.
26
batin, bukan keseimbangan batin. Tetapi ketegangan seperti itu justru
merupakan pra syarat yang sangat dibutuhkan bagi tercapainya
kesehatan mental. Frankl percaya bahwa tidak ada sesuatu pun di dunia
ini yang bisa lebih efektif membantu seseorang untuk bertahan hidup,
bahkan dalam kondisi terburuk sekalipun, selain kesadaran bahwa
hidupnya memiliki makna.32
Kesehatan mental seseorang didasarkan pada ketegangan dengan
tingkatan tertentu; yaitu tingkatan ketegangan yang sudah dicapainya
dan tingkatan yang masih harus dicapainya, atau kesenjangan diantara
kondisi seseorang pada saat tertentu dengan kondisi yang seharusnya
dicapai. Ketegangan seperti itu merupakan bagian tak terpisahkan dari
manusia, dan karena itu sangat diperlukan bagi kesehatan mental.33
Jadi, kita tidak perlu ragu-ragu menantang manusia untuk
menemukan potensi makna hidup yang harus dipenuhinya. Dengan cara
itulah kita bisa memicu keinginannya untuk mencari makna hidupnya
yang masih tersembunyi. Salah jika kita beranggapan bahwa yang
dibutuhkan manusia untuk mencapai kesehatan mental adalah
keseimbangan, atau yang dalam ilmu biologi disebut dengan istilah
homeostatis, yaitu sebuah kondisi tanpa tekanan. Yang dibutuhkan
32
Skripsi Bakhtiyar Zain, Pemikiran Viktor E. Frankl Tentang Logoterapi dan Implikasinya
Terhadap Kesehatan Mental (Analisis Bimbingan Konseling Islam), (Semarang: Institut Agama Islam
Negeri (Iain) Walisongo, 2005, 133. 33
Ibid., 133.
27
manusia bukan kondisi tanpa tekanan melainkan upaya dan perjuangan
untuk meraih sasaran yang bermakna, sebuah tugas yang dipilih dengan
bebas. Yang dibutuhkan manusia bukan menghilangkan tekanan dengan
ongkos apapun, melainkan panggilan untuk mencari makna hidup yang
potensial yang harus dia penuhi. Yang dibutuhkan manusia bukan
kondisi homeostatis, tetapi sesuatu yang dinamakan Frankl sebagai
noodinamik, yaitu dinamika eksistensi atau kehidupan yang terletak
diantara dua kutub medan ketegangan; kutub pertama mewakili makna
yang harus dipenuhi manusia, sedangkan kutub lain mewakili orang
yang harus memenuhi makna tersebut. Jadi, jika para terapis ingin
memperkuat kesehatan mental pasien mereka, mereka tidak boleh ragu-
ragu untuk menciptakan sejumlah ketegangan yang logis dengan
mengajak si pasien untuk meninjau kembali makna hidupnya.34
Suatu kepribadian yang sehat mengandung tingkat ketegangan
tertentu antara apa yang telah dicapai atau diselesaikan, suatu jurang
pemisah antara siapa kita dan bagimana seharusnya kita. Ini berarti
bahwa orang-orang sehat selalu memperjuangkan tujuan yang
memberikan arti bagi kehidupan. Orang-orang ini terus menerus
berhadapan dengan tantangan untuk memperoleh maksud baru yang
harus dipenuhi. Dan perjuangan yang terus menerus ini menghasilkan
kehidupan yang penuh semangat dan gembira. Kemungkinan lain tidak
34
Ibid., 134.
28
berusaha mencari menyebabkan suatu kekosongan eksistensial dan
menyebabkan kita merasa bosan, masa bodoh, dan tanpa tujuan.
Kehidupan tidak mempunyai arti; kita tidak mempunyai alasan untuk
meneruskan kehidupan.35
Frankl juga mengakui peran agama dalam kesehatan mental,
meskipun menurutnya hubungan antar agama dan kesehatan mental
tidak merupakan hubungan kausalitas langsung, seperti dijelaskan dalam
skema berikut ini:
Mental health Salvation & Faith
Psychotherapy Religion
Tujuan psikoterapi pada umumnya adalah mengembangkan
kehidupan dengan mental yang sehat (mental health), sedangkan tujuan
akhir agama adalah mengembangkan keimanan (faith) danpenyelamatan
ruhani (spiritual salvation). Walaupun keduanya mempunyai tujuan
yang berbeda, yang satu berdimensi psikologis dan yang lain berdimensi
spiritual, tetapi keduanya mungkin berkaitan dalam hal akibat
sampingnya. Seseorang yang beriman diharapkan sehat mentalnya,
walaupun mungkin tidak selalu demikian. Sebaliknya seseorang yang
sehat mentalnya diharapkan akan lebih terbuka baginya untuk beriman,
sekalipun tidak selalu demikian kenyataannya. Dengan kata lain,
35
Ibid., 135.
29
seorang beriman belum tentu sehat mentalnya, dan orang yang sehat
mentalnya belum tentu beriman.36
Mental mempunyai pengertian yang sama dengan jiwa, nyawa,
roh, dan semangat. Ilmu kesehatan mental merupakan ilmu kesehatan
jiwa yang mempersalahkan kehidupan rohani yang sehat, dengan
memandang pribadi manusia sebagai satu totalitas psiko fisik yang
kompleks. Kesehatan mental ialah pondamen (pondasi) yang harus
ditegakkan orang dalam dirinya guna mendapatkan kesehatan mental
dan terhindar dari gangguan kejiwaan. Diantara prinsip tersebut adalah:
1) Gambaran dan sikap yang baik terhadap diri sendiri. Memiliki
gambaran dan sikap yang baik terhadap diri sendiri (self image)
merupakan dasar dan syarat utama untuk mendapatkan kesehatan
mental.
2) Keterpaduan atau integrasi diri.
3) Perwujudan diri.
4) Berkemampuan menerima orang lain, melakukan aktivitas social,
dan menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat tinggal.
5) Berminat dalam tugas dan pekerjaan.
6) Memiliki agama, cita-cita dan falsafah hidup.
36
Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam, Menuju Psikologi Islami
(Yogyakarta: Yayasan Insan Kamil dan Pustaka Pelajar, 2001), 131.
30
7) Pengawasan diri terhadap hawa nafsu atau dorongan yang
bertentangan dengan hukum, baik hukum agama, Negara, adat
maupun aturan moral dalam hidupnya.
8) Rasa benar dan bertanggung jawab, hal ini penting karena setiap
individu ingin babas dari rasa dosa, salah dan kecewa.37
Mental sakit (suffering) dalam hal ini,mental sakit merupakan
lawan dari mental sehat dalam agama yaitu penderitaan. Terkait dengan
penderitaan ini, penderitaan dapat dibagi 2:
1) Faktor dari luar
a) Malapetaka/musibah Musibah yang serius dapat
menggoncangkan kejiwaan seseorang. keguncangan jiwa ini
sering menimbulkan kesadaran pada diri manusia, berbagai
macam interpretasi untuk mereka waktu sehatnya kurang
memiliki pengalaman dan kesadaran agama yang cukup
umumnya menafsirkan musibah sebagai peringatan Tuhan
kepada dirinya.
b) Kontemplasi kejahatan Orang yang menekuni kehidupan
dilingkungan dunia hitam, baik sebagai pelaku maupun sebagai
pendukung kejahatan umumnya akan mengalami keguncangan
batin dan rasa berdosa. perasaan itu mereka tutupi dengan perbuatan
37
Masyhuri, Prinsip-Prinsip Tazkiyah Al-Nafs Dalam Islam Dan Hubungannya Dengan
Kesehatan Mental, Jurnal Pemikiran Islam; Vol. 37, No. 2 Juli-Desember 2012, 98-99.
31
yang bersifat kompensatif. Seperti melupakan sejenak minuman
keras, berjudi, maupun berfoya-foya. Namun upaya untuk
menghilangkan keguncangan batin sering tidak berhasil. Karena itu
jiwa mereka menjadi labil dan terkadang dilampiaskan dengan
tindakan yang brutal, pemarah, mudah tersinggung, dan berbagai
tindakan negatif lainnya.
2) Faktor intern
a) Watak merupakan salah satu unsur dalam membentuk
kepribadian manusia sehingga dapat tercermin dari kehidupan
kejiwaan seseorang.
b) Penyakit saraf Orang yang menderita penyakit saraf ini
menunjukkan kelainan dalam sikap dan tingkahlakunya.
keagamaan dan pengalaman keagamaan yang ditampilkan
tergantung dari segi gejala yang mereka derita. misal; para
schizoprenia, Paranoia, Psychostenia dan gangguan jiwa
lainnya.
c) Konfik dan keraguan Konflik kejiwaan yang terjadi pada diri
seorang mengenaikeagamaan mempengaruhi sikap
keagamaannya. konflik dan keraguan ini dapat mempengaruhi
sikap seseorang terhadap agama seperti taat, fanatik ataupun
agnostik sampai ke atheis.
32
d) Jauh dari Tuhan Orang yang dalam kehidupannya jauh dari
ajaran agama, lazimnya akan merasa dirinya lemah dan
kehilangan pegangan saat menghadapi cobaan. hal ini
menyebabkan terjadi semacam perubahan sikap keagamaan
pada diri seseorang.38
Sementara itu, Sururin menjelaskan kesehatan mental dengan
beberapa pengertian: 1). Terhindarnya seseorang dari gangguan dan
penyakit jiwa (neorosis dan psikosis). 2). Kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, orang lain, dan masyarakat
serta lingkungan dimana ia hidup. 3). Terwujudnya keharmonisan yang
sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa serta mempunyai
kesanggupan untuk mengatasi problem yang bisa terjadi dari
kegelisahan dan pertengkaran batin (konflik). 4). Pengetahuan dan
perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan
potensi, bakat dan pembawaan semaksimal mungkin. Sehingga
membawa kebahagiaan diri dan orang lain, terhindar dari gangguan dan
penyakit jiwa.39
38
Ulin Nihayah, Peran Komunikasi Interpersonal Untuk Mewujudkan Kesehatan Mental Bagi
Konseling, Islamic Communication Journal Voll. 01, No. 01, Mei-Oktober 2016, 37-38. 39
Sururin. Ilmu Jiwa Agama (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), 142-143.
33
e. Tolak Ukur dan Kriteria Kesehatan Mental
Daradjat menyatakan bahwa untuk mengetahui apakah seseorang
terganggu mentalnya atau tidak bukanlah hal yang mudah, sebab tidak
mudah diukur, diperiksa ataupun dideteksi dengan alat-alat ukur seperti
halnya dengan kesehatan jasmani/badan. Bisa dikatakan bahwa
kesehatan mental adalah relatif, dalam arti tidak terdapat batas-batas
yang tegas antara wajar dan menyimpang, maka tidak ada pula batas
yang tegas antara kesehatan mental dengan gangguan kejiwaan.40
Keharmonisan yang sempurna di dalam jiwa tidak ada, yang diketahui
adalah seberapa jauh kondisi seseorang dari kesehatan mental yang
normal. Meskipun demikian ada beberapa ahli yang berusaha
merumuskan tolok ukur kesehatan mental seseorang, salah satunya
adalah Sadli. Ia mengemukakan tiga orientasi dalam kesehatan mental,
yakni: Pertama, orientasi Klasik: Seseorang dianggap sehat bila ia tak
mempunyai keluhan tertentu, seperti: ketegangan, rasa lelah, cemas,
yang semuanya menimbulkan perasaan “sakit” atau “rasa tak sehat”
serta mengganggu efisiensi kegiatan sehari-hari. Kedua, orientasi
penyesuaian diri: Seseorang dianggap sehat secara psikologis bila ia
mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan orang-orang
lain serta lingkungan sekitarnya. Ketiga, orientasi pengembangan
potensi: Seseorang dianggap mencapai taraf kesehatan mental, bila ia
40
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), 6.
34
mendapat kesempatan untuk mengembang-kan potensialitasnya menuju
kedewasaan sehingga ia bisa dihargai oleh orang lain dan dirinya
sendiri.41
Bastaman memberikan tolak ukur kesehatan mental, dengan
kriteria-kriteria sebagai berikut: 1) Bebas dari gangguan dan penyakit-
penyakit kejiwaan. 2) Mampu secara luwes menyesuaikan diri dan
menciptakan hubungan antar pribadi yang bermanfaat dan
menyenangkan. 3) Mengembangkan potensi-potensi pribadi (bakat,
kemampuan, sikap, sifat, dan sebagainya) yang baik dan bermanfaat
bagi diri sendiri dan lingkungan. 4) Beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan dan berupaya menerapkan tuntutan agama dalam kehidupan
sehari-hari.42
Dari berbagai ciri orang yang memiliki mental yang sehat
sebagaimana dijelaskan di atas, penelitian ini memilih ciri kesehatan
mental yang dikemukakan Bastaman dengan alasan bahwa tolak ukur
kesehatan mental ini sesuai dengan kajian peniliti seperti keserasian
dengan ketaatan beribadah, potensi diri serta keterkaitannya dengan
lingkungan dan atas hasil diskusi dari berbagai pihak. Pendapat yang
dikemukakan Bastaman ini akan dijadikan dasar dalam membuat skala
kesehatan mental dengan memberikan tolok ukur kesehatan mental
41
H. D. Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam; Menuju Psikologi Islami. (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1985), 132. 42
Ibid.,134.
35
secara operasional sesuai kriteria-kriteria: 1). Bebas dari gangguan dan
penyakit-penyakit kejiwaan; 2). Mampu secara luwes menyesuaikan diri
dan menciptakan hubungan antar pribadi yang bermanfaat dan
menyenangkan; 3). Mengembangkan potensi-potensi pribadi (bakat,
kemampuan, sikap, sifat, dan sebagainya) yang baik dan bermanfaat
bagi dirinya sendiri dan lingkungannya; 4). Beriman dan bertakwa
kepada Tuhan dan berupaya menerapkan tuntunan agama dalam
kehidupan sehari-hari.
Kartini Kartono berpendapat ada tiga prinsip pokok untuk
mendapatkan kesehatan mental, yaitu:
1) Pemenuhan kebutuhan pokok.
2) Kepuasan
3) Posisi dan status sosial.
Dalam usaha untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan hidup,
seseorang kadang-kadang mendapat halangan dan rintangan, bahkan
mengalami jalan buntu. Kondisi ini akan mengganggu ketenangan,
bahkan dapat mengganggu keseimbangan mentalnya. Kegagalan dalam
usaha untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan itu ada yang berasal
dan dalam dirinya, yaitu kegagalan penyesuaian dalam dirinya, dan ada
pula yang berasal dari luar dirinya.43
43
Skripsi Siti Ernawati, Konsep Sabar Menurut M. Quraish Shihab dan Hubungannya
dengan Kesehatan Mental, (Semarang: Institut Agama Islam Negeri Walisongo, 2009), 21
36
Dalam kehidupan sehari-hari, kebutuhan dan keinginan manusia
beraneka ragam, sesuai dengan tingkat kehidupan, lingkungan, dan
tingkat rasa kepuasannya. Di samping itu, ada kebutuhan yang dirasakan
harus ada pada setiap orang, yaitu rasa ingin disayang, rasa aman, harga
diri, ingin tahu, dan ingin sukses. Apabila salah satu kebutuhan yang
dirasakan harus ada itu tidak terpenuhi secara wajar akan timbul rasa
tidak senang pada diri seseorang. Kadar ketidaksenangan itu sesuai
dengan keadaan jiwanya, lingkungannya, dan banyak sedikitnya
kebutuhan tersebut terpenuhi. Ketidaksenangan inilah yang dapat
menimbulkan kecemasan dan mengganggu keseimbangan mental
seseorang.44
Seorang pedagang yang mengalami kegagalan dalam
perniagaannya atau pegawai yang gagal menduduki jabatan, tentu
merasa tidak senang dan kecewa. Kekecewaan tersebut akan
mengganggu keseimbangan mental. Makin tinggi tingkat kekecewaan
itu makin berat gangguan keseimbangan mental tersebut. Hal ini dapat
membawanya melakukan apa saja demi menghilangkan kekecewaan
tersebut, bahkan ada yang bunuh diri, jika mentalnya tidak sehat dan
kuat. Tetapi, jika mentalnya atau jiwanya sehat dan kuat, apa pun
masalah yang dihadapinya, ia akan selalu tenang dan mampu
44
Dadang Hawari, Religi dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi(Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2002), 140-145.
37
mengendalikan diri. Kegagalan baginya bukan membuatnya putus asa
apalagi bunuh diri, tetapi menjadi pelajaran berharga dan memacu
dirinya untuk lebih giat dan gigih berusaha mencapai sukses. Karena itu,
kesehatan mental sangat penting bagi seseorang agar ia dapat
menghadapi dan mengatasi problema kehidupan dengan jiwa yang
tenang, tenteram, dan damai.
3. Syukur dan Kesehatan Mental
Tsang, Rowatt dan Buechsel menyimpulkan bahwa pengalaman
bersyukur memiliki potensi untuk mempengaruhi secara positif terhadap
kesehatan mental dan fisik, bahkan berfungsi untuk menguatkan ikatan sosial,
komunitas dan keagamaan. Berdasarkan kesimpulan tersebut dapat dinyatakan
pula bahwa bersyukur mendorong individu umtuk kembali kepada kebaikan,
serta ekspresi bersyukur menghargai kedermawanan,sehingga memungkinkan
mereka membantu lagi di waktu yang akan datang. Penelitian Watkins
Woodward, Stone dan Kolts, menyimpulkan bahwa kepribadian bersyukur
berkorelasi negatif dengan depresi, agresireligiusitas yang dangkal, kebencian
(dendam) dan narcisistik. Selanjutnya Rowatt dan Buechsel menyatakan
bahwa kepribadian bersyukur berkaitan dengan sifat-sifat positif, selanjutnya
orang yang bersyukur cenderung bahagia dan memiliki kepribadian suka
membantu, lebih memaafkan dan lebih tidak depresif dibandingkan dengan
orang yang tidak bersyukur.
38
Orang-orang yang bersyukur adalah orang-orang yang memiliki level
lebih tinggi dalam emosi-emosi positif dan kepuasan hidup serta lebih rendah
dalam emosi-emosi negatif seperti kecemasan, depresi dan iri hati.
Selanjutnya orang yang bersyukur lebih berorientasi prososial, lebih empatik,
memaafkan, suka menolong dan memberi bantuan kepada orang lain.45
45
Quratul Uyun, Kebersyukuran dan Kesehatan Mental: Studi Metaa Analisis, jurnal
Psikolog, Vol. 1 No. 1, (Bandung: UII, Mei, 2015), 47-48.
39
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatandan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif, dalam hal ini Moleong menjelaskan metodologi kualitatif
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.46
Pendekatan kualitatif ini memiliki karakteristik alami (natural setting) sebagai
sumber data langsung, deskriptif, proses lebih dipentingkan daripada hasil,
analisis dalam penelitian kualitatif cenderung dilakukan secara analisa induktif,
dan ma’na merupakan hal yang esensial.
Jenis penelitian yang diguanakan adalah studi kasus, yaitu suatu
deskripsi intensif dan analisi fenomena tertentu atau satuan social seperti
individu, kelompok,institusi atau masyarakat. Studi kasus dapat digunakan
secara tepat dalam bnayak bidang. Disamping itu merupakan penyelidikan
pendiaikan secara rinci satu setting, satu subjek tunggal, satu kumpulan
dokumen atau satu kejadian tertentu.
B. Kehadiran Peneliti
Ciri khas peneliti kualitatif tidak bisa dipisahkan dari pengamatan
berperan namun peran peneliti yang menentukan keseluruhan scenarionya.
46
Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2000), 3.
40
Sebagai pengamat peneliti brperan serta dalam kehidupan sehari-hari subjeknya
pada setiap situasi yang diinginkan untuk dpat difahaminya. Kehadiran peneliti
didini merupakan perencanaan, pelaksanaan pengumpulan data, analisis
penafsir data dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil penelitiannya. Adapun
penelitian ini dilakukan oleh penulis di Madrasah Miftahul Huda Mayak
dengan responden pendidik.
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Madrasah Miftahul Huda Mayak Tonatan
Kabupaten Ponorogo Jawa Timur Indonesia. Peneliti memilih tempat tersebut
karena peneliti tertarik dengan kesemangatan para pengajar (guru) dalam
memenuhi tanggungjawabnya menyebarkan ilmu. Karea semangat dan
loyalitas tersebut menunjukkan tingkat kesyukuran seorang guru atas nikmat
ilmu yang diberikan Allah SWT.
D. Sumber Data
Data yang akan dikumpulkan melalui penelitian ini adalah data yang
ssuai dengan focus penelitian. Sumber data utama penelitian ini adalah kata-
kata dan tindakan, sedangkan sumber data tertulis, foto dan statistik sebagai
data tambahan, yang meliputi data kelembagaan, data dari responden
(pendidik) di Madrasah Miftahul Huda Mayak Tonatan Ponorogo.
41
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah interview, observasi,
dan dokumentasi.47
1. Teknik wawancara
Wawancara adalah proses Tanya jawab dalam penelitian yang
berlangsung secara lisan yang mana dua orang atau lebih bertatab muka
mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-
keterangan.48
Dewasa ini teknik wawancara banyak dilakukan di Indonsia
sebab merupakan salah satu bagian yang terpenting dalam setiap akan
observasi. Meskipun daftar pertanyaan telah lanjur dibuat sempurna oleh
peneliti, namun tetap kuncinya terletak pada para pewawancara.Adapun
tujuan wawancara adalah untuk mengumpulkan informasi dan bukanya
untuk merubah ataupun mempengaruhi pendapat responden.49
Sebagaimana bentuk-bentuk pertanyaan dalam wawancara ada dua
yaitu:
a. Wawancara yang bersifat tertutup terdiri dari pertanyaan-pertanyaan
yang bentuknya sedemikian rupa sehingga kemungkinan jawaban
responden maupun informan (pemberi informasi/keterangan) amat
terbatas.
47
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), 158 48
Cholid Narbuko & Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005) 83. 49
Ibid, 86.
42
b. Wawancara yang bersifat terbuka terdiri dari pertanyaan-pertanyaan
yang sedemikian rupa bentuknya sehingga responden/informan
diberikan kebebasan dalam menjawab
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara terbuka
karena dengan cara demikian sesuai dengan peneliti kualitatif yang
biasanya berpandangan berbukti, jadi para subjek atau pelaku kejadian
mengetahui pula maksud dari wawancara tersebut.50
Dalam penelitian ini, peneliti akan mewawancarai:
a. Kepala Madin untuk mengetahui lebih lanut terkait dengan profil
Madin tersebut.
b. Ustadz untuk mengetahui latar belakang pengembangan kepribadian
Muslim santri berbasis hukuman edukatif.
2. Teknik observasi
Observasi merupakan suatu proses yang komplek, suatu proses
yang tersesat dan sebagai proses biologis, dan psikologis. Dua diantaranya
yang terpenting adalah proses pengamatan dan ingatan.51
Penggunaan teknik-teknik observasi tergantung sekali kepada
situasi dimana observasi diadakan. Adapun teknik-teknik tersebut yaitu:
a. Observasi partisipan atau nonpartisipan.
b. Observasi sistematik atau nonsistematik.
50
Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, hal.137. 51
Sutrisno Hadi, Metodologi Reseach, (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), 152
43
c. Observasi eksperimental atau noneksperimental.
Dalam penelitian ini menggunakan tekhnik observasi yang
pertama yakni bertindak sebagai partisipan. Dimana peneliti mengamati
aktivitas-aktivitas sehari-hari objek penelitian, karakteristik fisik situasi dan
bagaimana perasaan pada waktu menjadi bagian dari situasi tersebut.52
Hasil observasi, dicatat dalam cacatan lapangan, sebab catatan
lapangan merupakan alat yang sangat penting dalam penelitian kualitatif.
Dapat dikatakan bahwa penelitian kualitatif jantungnya adalah catatan
lapangan pada penelitian ini bersifat deskriptif. Artinya catatan lapangan
ini berisi gambaran tentang latar pengamatan, orang, tindakan dan
pembicaraan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan fokus
penelitian.
Pada observasi ini, peneliti akan mengambil data dan hukuman
edukatif yang diterapkan dalam rangka mengembangkan kepribadian
Muslim santri di lingkungan madin Mifathul Huda.
3. Teknik dokumentasi
Teknik dokumentasi ini digunakan untuk mengumpulkan data dari
sumber insani, sumber ini terdiri sumber dokumen dan rekaman.53
Rekaman sebagai setiap tulisan atau pertanyaan yang diarsipkan oleh
individual ataupun organisasi dengan tujuan membuktikan adanya suatu
52
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Renika Cipta, 1997), 161. 53
Sutrisno Hadi, Metodologi Penelitian jilid II, 226
44
peristiwa atau memenuhi acaunting. Sedangkan “dokumen” digunakan
untuk mengacu atau bukan selain dari rekaman, yaitu tidak diarsipkan
secara khusus untuk tujuan tertentu, seperti surat-surat, buku harian, catatan
khusus, foto dan sebagainya,
Teknik dokumentasi ini sengaja digunakan dalam penelitian ini
mengingat (1) sumber ini selalu tersedia dan murah terutama ditinjau dari
kosumsi waktu, (2) rekaman dan dokumen merupakan sumber informasi
yang kaya secara kontekstual relevan dan mendasar dalam konteksnya. (3)
sumber ini sering merupakan pertanyaan yang legal yang dapat memenuhi
akuntabilitas. Hasil pengupulan data melalui cara dokumentasi ini dicatat
dalam format traskip dokumentasi.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dokumentasi untuk
mengetahui data umum tentang Madin Miftahul Huda, serta perkembangan
kepribadian Muslim santri yang ada di Madin Putra Mifathul Huda.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan
hasil observasi, wawancara, dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman
peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi
orang lain.54
54
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998), hal
104.
45
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
konsep Miles dan Huberman yang mengemukakan bahwa aktivitas dalam
analisis kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus
menerus sampai tuntas, dan datanya menjadi jenuh. Aktivitas dalam analisis
data, meliputi data reduction, data display, dan conclusion
drawing/verification. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut55
:
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan
membuang yang tidak perlu. Dengan demikian, data yang direduksi akan
memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila
diperlukan.56
2. Penyajian Data (Data Display)
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Dalam penelitian kualitatif beberapa jenis bentuk penyajian
datanya adalah bentuk uraian singkat, bagan dan sebagainya.57
55
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan R & D,
(Bandung: Alfabeta, 2012), 338. 56
Ibid, 338. 57
M. Djunaidi Ghony, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012),
308.
46
3. Penarikan Kesempulan (Conclusion Drawing)
Langkah ketiga dalam penelitian ini adalah penarikan
kesimpulan/verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang
diharapkan adalah berupa temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada.
Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang
sebelumnya masih belum jelas sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat
berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.
G. Pengecekan Keabsahan Data
Adapun uji keabsahan data dilakukan dengan metode triangulasi.
Triangulasi yang penulis gunakan ada dua jenis, yaitu triangulasi teknik dan
triangulasi sumber.58
Dimana penulis menggunakan teknik pengumpulan data
yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama yang
dinamakan triangulasi teknik. Sedangkan triangulasi sumber berarti, untuk
mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama.
Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah observasi pasif,
wawancara terstruktur, dan dokumentasi. Tujuan dari triangulasi adalah untuk
mengecek data-data hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi agar data
yang diperoleh valid.
58
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan R & D,
330.
47
H. Tahapan-tahapan Penelitian
Tahap - tahap penelitian dalam penelitian ini ada tiga tahapan dan
ditambah dengan tahap terakhir dari penelitian yaitu tahap penulisan laporan
hasil penelitian. Tahap-tahap penelitian tersebut adalah :
1. Tahap pra lapangan, yang meliputi: menyusun rancangan penelitian,
memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajagi dan menilai
keadaan lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan
perlengkapan penelitian dan yang menyangkut persoalan etika penelitian..
2. Tahap pekerjaan lapangan, yang meliputi: memahami latar penelitian dan
persiapan diri, memasuki lapangan dan berperan serta sambil mengumpulkan
data.
3. Tahap analisis data, yang meliputi: analisis selama dan setelah pengumpulan
data.
4. Tahap penulisan hasil laporan penelitian.
48
BAB IV
DESKRIPSI DATA
A. Deskripsi Data Umum
1. Sejarah Berdirinya Madin Miftahul Huda59
Madrasah Diniyah Miftahul Huda berdiri tahun 1967. Berdirinya
Madrasah Diniyah Miftahul Huda ini tidak terlepas dari keberadaan Pondok
Pesantren Darul Huda. Pondok Pesantren Darul Huda Mayak Tonatan
Ponorogo pada awal berdirinya mempunyai pengertian yang sangat sederhana
sekali, yaitu sebagai tempat pendidikan yang mempelajari ilmu pengetahuan
agama Islam di bawah bimbingan seorang kyai atau guru. Sejalan dengan
perkembangn jaman tuntutan masyarakat dewasa ini, lembaga pesantren
masih tetap bertahan dalam pendidikan salafiyah dan modern, bahkan
semakin eksis berkembang, baik dari segi jumlah santrinya, tujuannya,
maupun sistem pendidikan yang diselenggarakan.
Pondok Pesantren Darul Huda merupakan salah satu pondok
pesantren yang merupakan metode salafiyyah dan haditsah, berdiri tahun
1968 di bawah asuhan KH. Hasyim Sholeh. Metode salaf yang digunakan di
Pondok Pesantren Darul Huda adalah metode sorogan, wetonan, dan sekolah
diniyah Miftahul Huda. Sedangkan metode modern yang dimaksudkan adalah
adanya penyelenggaraan sekolah formal kurikulum Departemen Agama.
59
Lihat Transkip Dokumentasi Nomor 01/D/23-V/2017 dalam lampiran laporan hasil
penelitian ini.
49
Dengan metode tersebut santri Pondok Pesantren Darul Huda diharapkan
dapat mempelajari ilmu agama secara utuh.
Untuk menjawab tantangan dan tuntutan jaman serta terdorong untuk
berperan aktif melaksanakan program pemerintah dalam membangun manusia
seutuhnya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pondok Pesantren Darul
Huda mendirikan Madrasah Diniyah Miftahul Huda dengan jenjang sekolah
persiapan selama satu tahun, ibtidaiyyah selama enam tahun, Tsanawiyah
selama tiga tahun dan Madrasah Aliyah selama tiga tahun. Kemudian karena
adanya beberapa faktor yang memungkinkan untuk menarik minat santri,
maka sekitar tahun 2001 sistem pendidikan di Madrasah Diniyah Miftahul
Huda diubah dengan jenjang selama enam tahun. Hal ini dimaksudkan untuk
santri yang memulai pendidikan di Pondok Pesantren Darul Huda, sejak di
Tsanawiyah, yang kemudian melanjutkan ke Madrasah Aliyah Darul Huda
juga selesai Madrasah Diniyah Miftahul Huda.
2. Visi dan Misi Madin Miftahul Huda60
Bagi setiap lembaga pastilah mempunyai visi, misi untuk mewujudkan
tujuan dari lembaga tersebut. Adapun visi dan misinya yaitu:
a. Visi : Berilmu, beramal, dan bertaqwa dengan dilandasi akhlaq al-
karimah.
60
Lihat Transkip Dokumentasi Nomor 02/D/23-V/2017 dalam lampiran laporan hasil
penelitian ini.
50
b. Misi : Menumbuhkan budaya ilmu, amal dan Taqwa disertai akhlaq
al-karimah pada jiwa santri dalam pengabdiannya pada Agama dan
masyarakat.
3. Letak Geografis Madin Miftahul Huda61
Lokasi Madrasah Diniyah Miftahul Huda Mayak Tonatan Ponorogo
secara geografis terletak di Kota Ponorogo, tepatnya di jalan Ir. H. Juanda Gg
IV nomor 38 Ponorogo, tepatnya di Dusun Mayak, Kelurahan Tonatan,
Kecamatan Kota Ponorogo, Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa Timur.
Adapun batasan lokasi tersebut adalah:
Sebelah Utara : dibatasi oleh jalan Menur Ronowijayan
Sebelah Selatan : dibatasi oleh kantor Kementerian Agama
Sebelah Timur : dibatasi oleh jalan Suprapto
Sebelah Barat : dibatasi oleh jalan Ir. H. Juanda Gg. VI
Letak Madrasah Diniyah Miftahul Huda Mayak Tonatan Ponorogo
dari Kecamatan Kota Ponorogo sekitar kurang lebih 1 km, sedangkan dari
Kabupaten Ponorogo sekitar kurang lebih 3 km.
4. Struktur Madin Miftahul Huda62
Dalam suatu lembaga pendidikan perlu adanya penataan kestrukturan
untuk memudahkan dalam membagi tugas dalam suatu organisasi, begitu pula
61
Lihat Transkip Dokumentasi Nomor 03/D/23-V/2017 dalam lampiran laporan hasil
penelitian ini. 62
Lihat Transkip Dokumentasi Nomor 04/D/23-V/2017 dalam lampiran laporan hasil
penelitian ini.
51
dalam sekolah. Dengan adanya stuktur dalam sekolah, kewenangan masing-
masing unit saling bekerja sama dan membantu untuk mencapai tujuan yang
sudah ditetapkan.
Adapun struktur organisasi Madin Miftahul huda Mayak adalah
sebagai berikut:
a. Pimpinan Yayasan : KH. Abdussami‟ Hasyim
b. Kepala Madin Mifathul Huda : Ust. H. Ahmad Saifuddin Rofi‟i
c. WaKa. Kurikulum : Ust. H. Abdul „Adhim
d. WaKa. Kesiswaan : Ust. „Izzuddin Abdul Aziz
e. WaKa. Tata Usaha : Ust. Ahmad Hamrofi
f. Dewan Asatidz/Ustadzat
g. Siswa/Siswi
5. Keadaan Dewan Asatidz/Ustadzat dan Santri63
a. Keadaan Dewan Asatidz/Ustadzat
Keadaan Asatidz/Ustadzat dan tenaga pengajar di Madin Miftahul
Huda berjumlah ± 183 orang. Tenaga pengajar yang ada memiliki latar
belakang pendidikan yang berbeda, baik yang berasal dari lulusan Madin
Miftahul Huda, alumni Pondok-pondok Salaf di Jawa seperti Pondok Al
Anwar Sarang, pondok Lirboyo Kediri, Pondok Ploso Kediri dan beberapa
63
Lihat Transkip Dokumentasi Nomor 04/D/23-V/2017 dalam lampiran laporan hasil
penelitian ini.
52
Universitas/Perguruan Tinggi. Adapun untuk rinciannya sebagaimana
terlampir.
b. Keadaan Jumlah Santri/Siswa
Jumlah santri Madin Miftahul Huda baik putra maupun putri ±
4.835 mulai dari jenjang kelas 1, EXP, 2, 3, 4, 5 dan 6. Adapun untuk
rinciannya sebagaimana terlampir.
6. Sarana dan Prasarana64
Adapun sarana dan prasarana suatu lembaga mutlak harus ada dan
harus memenuhi kebutuhan pendidikan. Fasilitas berfungsi untuk
kelangsungan kegiatan belajar mengajar, sehingga santri yang belajar dapat
menimba ilmu sesuai dengan tujuan yang diinginkan pihak madrasah dan juga
diri mereka sendiri. Data sarana dan prasarana Madin Miftahul Huda
sebagaimana terlampir.
B. Deskripsi Data Khusus
1. Pandangan Pendidik Madrasah Miftahul Huda tentang Syukur
Sebelum kita masuk pada pembahasan tentang pandangan Pendidik
Madrasah Miftahul Huda Mayak tentang syukur terlebih dahulu kita
membahas tentang makna syukur antara lain sebagi berikut:
Syukur adalah ridha dan menerima apa yang telah diberikan oleh Sang
Maha Pemberi nikmat, bagi orang yang bersyukur ia harus mengetahui
64
Lihat Transkip Dokumentasi Nomor 06/D/23-V/2017 dalam lampiran laporan hasil
penelitian ini.
53
hakikat dari nikmat yang ia syukuri, diakui dengan ucapan dan dibenarkan
dengan hati, bentuk syukur tersebut diwujudkan melalui tindakan-tindakan
yang baik, sifat tidak menerima dengan ridha apa yang telah diberikan
merupakan bentuk dari lawan sifat syukur yakni sifat kufur.
Hakikat syukur adalah ”menampakkan nikmat”, dan hakikat kekufuran
adalah menyembunyikannya. Menampakkan nikmat dapat diwujudkan
dengan penggunaan nikmat tersebut pada tempat yang sesuai dengan
kehendak dari Dzat pemberi nikmat tersebut. Serta dengan menyebut-nyebut
nikmat dan pemberinya dengan lisan.65
Syukur merupakan salah satu bentuk
dari ekspresi kebahagiaan yang berhubungan dengan kesejahteraan. Syukur
merupakan elemen penting serta fundamental dalam meningkatkan
kesejahteraan. Disamping itu aktifitas bersyukur dapat memelihara dan
mempertahankan kesejahteraan psikologis pada diri seseorang. Dengan
demikian syukur merupakan salah satu bentuk dari emosi positif yang
bertolak belakang dengan emosi negatif seperti marah, cemas,cemburu, dan
bentuk emosi negatif lainnya.
Dari penjelasan di atas dapat di pahami bahwa dengan bersykur
manusia mampu memahami nikmat yang sebenarnya dan sifat syukur
merupakan bentuk dari emosi positif yang berimplikasi terhadap kesehatan
mental, karena dengan bersyukur manusia akan lebih merasakan ketenangan
jiwanya dan tidak mudah mengalami gangguan jiwa atau emosi negatif seperti
65
Ibid., hlm. 290.
54
marah, cemas, cemburu. Yang mana emosi negatif tersebut dapat
menyebabkan manusia kufur nikmat. Sedangkan sifat yang berlawanan
dengan syukur adalah kufur yang dapat diartikan sebagai sifat tidak menerima
dengan ridha apa yang telah diberikan.
Madrasah Miftahul Huda merupakan salah satu Madrasah Diniyah
terbesar yang berada di daerah Kabupaten Ponorogo. Jumlah peserta didik
dalam setiap tahunnya mengalami perkembangan yang cukup banyak. Dengan
jumlah peserta didik yang banyak tersebut memberikan konsekuensi akan
jumlah pendidik yang dibutuhkan oleh Madrasah. Madrasah memberdayakan
produk lokal untuk menjadi pendidik guna memenuhi kebutuhan yang ada.
Dengan latar belakang pendidik yang berbeda beda, tentunya akan
melahirkan pola pikir dan pandangan yang berbeda-beda sesuai dengan gaya
dan karakter masing-masing. Berkaitan dengan hal tersebut akan kami
paparkan mengenai perspektif masing-masing pendidik tentang makna dari
syukur.
Nikmat yang diberikan Allah kepada manusia didunia ini sangatlah
banyak. Sungguhpun kita mampu menghitung jumlah bintang yang ada di
alam raya ini, kita tetap tidak akan mampu menghitung nikmat yang telah
diberikan Allah kepada kita. Contoh kecil adalah nikmat memiliki tubuh yang
sehat, bagaimana tubuh ini berjalan secara sistematis dan padu antara anggota
satu dan anggota lainnya. Sebagai mana yang dikatakan oleh Ust. Misnan Ali
(salah satu Ustadz yang mengampu mata pelajaran Tauhid):
55
“Menjadi manusia merupakan suatu nikmat yang amat besar.
Bagaimana tidak. Seluruh aktifitas yang ada dalam tubuh kita, bisa
berjalan otomatis dan terstruktur sehingga kita dapat melihat,
berbicara, mendengar dan lain sebagainya. Kalau dihitung dengan
hitungan matematika tidak akan cukup dengan bilangan 0 sampai 10.
Kalau diibaratkan seperti itu.”66
Dari hasil wawancara dengan pendidik lain di Madrasah Miftahul
Huda Mayak juga dapat peneliti temukan tentang pandangan syukur dari
pendidik yang memiliki relevansi dengan kesehatan mental yakni seperti yang
diungkapkan oleh Ustadh Miftahul Ni‟am:
“Jika saya ditanya tentang syukur saya bisa menjawabnya dengan
singkat saja, misalkan saja saya sebagai pengajar di Pondok Mayak ini
diminta oleh romo Yai namun hati saya sebenarnya kepingin berada di
luar tidak di sini lagi, dengan anggapan di luar lebih ini dan itu, namun
dengan seiring berjalannya waktu saya menerima tugas dan tanggung
jawab yang diberikan kepada saya, dan akhirnya saya masih berada di
sini, dan ternyata masih diberikan banyak kenikmatan selama saya
masih di Pondok Mayak, dan semakin lama ternyata saya bisa
menerima dengan lapang dada dan tidak terbebani sama sekali selama
berada di Pondok Mayak selain bisa kembali menuntut ilmu,
menambah pengalaman, dan banyak lagi nikmat lain yang tidak bisa
saya sebutkan satu persatu.67
Dari wawancara di atas peneliti dapat merefleksikan tentang
pandangan syukur dari para pendidik di Pondok Darul Huda Mayak yang
memiliki relevansi dengan kesehatan mental yakni segala sesuatu yang di
jalani baik dan buruknya itu tergantung dari yang menjalani yakni jika kita
semakin bersyukur dengan apa yang ada dan mampu menerimanya dengan
lapang hati hikmah yang di dapatkan dari hal tersebut adalah ketenangan hati,
66
Misnan Ali, wawancara, Ponorogo, 1 Juni 3018. 67
Miftahul Ni‟am, wawancara, Ponorogo 1 Juni 2018.
56
qona‟ah dan perasangka yang baik tentang apa yang telah dijalani. Dan hal
demikian, tentu sangat berpengaruh terhadap pikiran yang kemudian
berimplikasi pada kesehatan mental dan perilaku seseorang.
2. Pandangan Pendidik Madrasah Miftahul Huda tentang Kesehatan Mental
Secara umum dapat kita pahami dari beberapa paparan teori yang telah
di sebutkan terdahulu bahwa kesehatan mental adalah integrasi keserasian
antara fungsi-fungsi kejiwaan yang perasaan tentram dan mampu
menyesuaikan diri lingkungannya, sehingga mampu menghadapi goncangan
goncangan kejiwaan dengan berlandaskan keimanan dan ketakwaan untuk
mencapai hidup yang bermakna dan bahagia di dunia dan akhirat.
Kriteria jiwa atau mental yang sehat menurut WHO, adalah sebagai
berikut :1) Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan,
meskipun kenyataan itu buruk baginya,2) memperoleh kepuasan dari hasil
jerih payah usahanya, 3) merasa lebih puas memberi dari pada menerima,4)
secara relatif bebas dari rasa tegang dan cemas. 5) berhubungan dengan orang
lain secara tolong menolong dan saling memuaskan 6) menerima kekecewaan
untuk dipakainya sebagai pelajaran untuk dikemudian hari, 7) menjuruskan
rasa permusuhan kepada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif, 8)
mempunyai rasa kasih sayang yang besar.68
68
Ibid.,Skripsi, Bakhtiyar Zain, Pemikiran Viktor E. Frankl Tentang Logoterapi dan
Implikasinya Terhadap Kesehatan Mental (Analisis Bimbingan Konseling Islam), 177.
57
Dari hasil wawancara peneliti dengan informan tentang pandangan
pendidik terhadap kesehatan mental dapat peneliti paparkan wawancara
dengan ustadh Fathur sebagai berikut:
Kesehatan mental berarti mental yang sehat, kalau menurut saya
sendiri mental yang sehat dapat kita lihat pada orang yang dapat
menjalani segala aktivitas dengan senang, ridha dan menerima apapun
yang ada, sehingga seseorang dapat menyesuaikan diri dengan keadaan
dan kondisi meskipun pada awalnya mungkin ada saja yang belum bisa
menerima keadaan dan kondisi yang menurutnya tidak membuatnya
senang.69
Dari beberapa hasil wawancara di atas dapat di pahami bahwa syukur
menurut pandangan pendidik merupakan salah satu bentuk ungkapan dan
realisasi seseorang terhadap apa yang diterima dan dijalani dengan perasaan
senang ridho, qanaah dan kemudian mampu beradaptasi dengan lingkungan
dengan baik.
Salah satu penelitian yang telah menguji pengaruh pemaafan dan
syukur terhadap tinggi rendahnya kesehatan mental, telah dilakukan oleh
Toussaint dan Friedman yang menemukan korelasi positif antara pemaafan
dengan kesejahteraan psikologis dan berkorelasi negatif dengan tekanan
emosional. Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa kemampuan
syukur berhubungan positif dengan kesejahteraan psikologis dan berkorelasi
negatif dengan tekanan emosional.
Kesehatan mental diartikan sebagai terwujudnya keserasian antara
fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara individu dengan
69
Fatkhurrahman, wawancara, Ponorogo, 15 juni 2018.
58
dirinya dan lingkungannya. Data ini diperoleh melalui alat ukur modifikasi
penulis terhadap alat ukur Mental Health Inventory (MHI-38) yang telah
dibuat oleh Veit dan Ware. Aspek yang diungkap oleh alat ukur ini adalah
kondisi kesehatan mental positif (perasaan positif secara umum, kondisi
emosional atau rasa cinta, dan kepuasan hidup) dan kondisi kesehatan mental
negatif (kecemasan, depresi, dan hilangnya kontrol perilaku dan emosi). Alat
ukur ini berupa skala likert yang jawabannya berupa pilihan dengan enam
alternatif jawaban.70
Jadi dapat dipahami bahwa Syukur dapat dipahami merupakan kondisi
di mana seseorang merasakan perasaan senang atau puas terhadap apa yang
diterimanya, sehingga syukur memunculkan kondisi psikologi positif yang
dapat menguatkan dan meningkatkan kesehatan mental. Seorang individu
dapat dikatakan mempunyai kesehatan mental yang baik jika ia mempunyai
tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi dan tingkat stress yang rendah.
3. Pandangan Pendidik Madrasah Miftahul Huda tentang Relevansi Syukur dan
Kesehatan Mental
Ada beberapa alasan mengapa syukur dapat meningkatkan kesehatan
mental di tempat kerja, yaitu syukur dapat mengurangi perasaan bosan yang
biasanya menjadi pemicu stres bagi para pekerja serta meningkatkan kepuasan
bekerja, mendorong perilaku prososial di tempat kerja dan memberikan
70
Rahmat Aziz dkk, “Kontribusi Bersyukur dan Memaafkand dalam Mengembangkan
Kesehatan Mental di Tempat Kerja”, Psikologi dan Kesehatan Mental, Vol 2(1), Juni 2017,
35-36.
59
persepsi positif di tempat kerja. Secara moral, syukur dapat menstimulasi
orang untuk berprilaku moral, yaitu perilaku yang memotivasi untuk
menghargai dan memahami orang lain seperti empati dan simpati. Syukur
dapat memelihara hubungan interpersonal yang harmonis.71
Dari hasil wawancara dengan pendidik di Pondok Darul Huda Mayak
tentang hubungan syukur dengan kesehatan mental dapat di paparkan sebagai
berikut:
Kesehatan mental memang erat kaitannya dengan syukur, terutama
kita yang berada di lingkungan pondok ini, mengapa demikian... ya
karena dengan adanya syukur dalam hati masing-masing pendidik
terutama saya sendiri ini secara tidak langsung dapat kita rasakan
dampaknya, semisal kita tidak bersyukur pasti yang ada di dalam hati
ini hanya buruk sangka dan merasa tidak tenang, dan bisa saja
kemudian kita malah ngersulo bahasa kita atau tidak terima dengan
keadaan yang ada.72
Pada kesempatan lain peneliti juga mewawancarai ustadz Afif yang
mengajar di Pondok Darul Huda Mayak mengungkapkan:
Kita itu di pondok ini bukan semata-mata sebagai pendidik yang hanya
memiliki tugas mengajar dan pulang dengan membawa gaji, lebih dari
itu, kita mengajar di pondok ini adalah sebagai bentuk pengabdian dan
manut dawuh yai, semisal kita memiliki angan lain seperti keluar dari
pondok untuk mencari sesuatu yang menurut kita lebih sedangkan dari
pihak pondok masih menginginkan kita masih berkhidmah di pondok
pasti sebagian dari kita ada yang terpaksa pada awalnya, namun
dengan berjalannya waktu kita akan dapat menerima dan memahami
mengapa kita masih dikehendaki di sini bukan di tempat lain, yang
kemudian kita akan menerima dan menyesuaikan diri dengan situasi
dan kondisi yang ada.73
71
Aziz, “Aplikasi Model Rasch dalam Pengujian Alat Ukur Kesehatan Mental di
Tempat Kerja”, Psikoislamika, 12(2). Juli 2015, 1-16. 72
Misnan Ali, wawancara,Ponorogo, 16 Juli 2018. 73
Afif, wawancara, Ponorogo 16 Juli 2018.
60
Dari hasil wawancara di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa rasa
syukur berdampak pada kesehatan mental seseorang, dengan adanya rasa
syukur pada diri seseorang akan menimbulkan perilaku yang positif dari
adanya pengaruh syukur tersebut. Perilaku-perilaku yang mencerminkan
syukur tersebut dapat menciptakan suasana yang nyaman bagi hubungan
interpersonal dan menimbulkan emosi positif yang merupakan bagian dari
konstruk syukur.
61
BAB V
ANALISIS DATA
A. Pandangan Pendidik Madrasah Miftahul Huda tentang Syukur
Dari hasil wawancara, Ustadz Misnan Ali menjelaskan bahwa syukur
merupakan keniscayaan yang menjadi keharusan setiap manusia. Syukur
mempunyai andil yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Sebagai
seorang hamba yang diberi kenikmatan sudah sepantasnya menyanjungkan
pujian kepada orang/Dzat yang telah memberi nikmat. Syukur adalah
menampakkan bentuk semua nikmat dengan ucapan (memuji dan mengakui
nikmat), dengan hati (ridho atas nikmat) dan dengan anggota badan (melakukan
ketaqwaan) kepada Dzat yang telah memberi nikmat.
Hal senada juga diungkapkan oleh Imam Ghazali terkait dengan syukur.
Beliau mengatakan bahwa syukur adalah menggunakan nikmat Allah sesuai
dengan maksud pemberian-Nya. Menggunakan nikmat sesuai dengan maksud
pemberian-Nya berarti ridho atas nikmat, memuji nikmat dan menggunkan
nikmat dalam ketaatan kepada Allah SWT. Mendayagunakan segenap potensi
untuk mengubah kehidupan menjadi lebih baik adalah salah satu bentuk syukur
kepada Allah swt atas nikmat anggota tubuh dan potensi luar biasa yang telah
dikaruniakan oleh Allah swt. Syukur menuntun diri untuk tetap berbaik sangka
terhadap Allah SWT dalam segala hal yang terjadi pada kehidupan ini, sehingga
mampu menggerakkan hati untuk ikhlas menerima ketetapan Allah SWT.
62
Sehingga mengarahkan seseorang untuk menerima kekurangan-kekurangan yang
ada pada dirinya.
Ustadz Miftahul Ni’am menyatakan pandangannya tentang syukur ridho
atas nikmat dan menggunakannya dijalan Allah SWT. Menurut Umar Faruq,
dalam bukunya mengatakan syukur terbagi menjadi tiga. Pertama, syukur
dengan lisan, yakni mengakui kenikmatan yang telah diberikan oleh Allah Swt
dengan sikap merendahkan diri. Kedua, syukur dengan badan, yakni bersikap
selalu sepakat dan melayani (mengabdi) kepada Alla Swt. Ketiga syukur dengan
hati yakni mengasingkan diri di hadapan Allah Swt dengan konsisten menjaga
keagungan-Nya. Syukur dengan lisan adalah syukurnya orang yang berilmu. Ini
dapat direalisasikan dengan bentuk ucapan. Syukur dengan badan adalah
syukurnya orang yang beribadah. Ini dapat direalisasikan dengan bentuk
perbuatan. Syukur dengan hati adalah syukurnya orang yang ahli ma’rifat. Ini
dapat direalisasikan dengan semua hal ikhwal secara konsisten
.Dari beberapa uraian diatas di atas dapat dipahami tentang pandangan
pendidik tentang syukur yaitu ridho atas nikmat yang diberikan Allah SWT.
Dengan lisan yang selalu memuji, dan hati yang selalu ikhlas dan anggota badan
yang selalu ta’at kepada Allah.
B. Pandangan Pendidik Madrasah Miftahul HudaTentang Kesehatan Mental
Seorang individu dikatakan mempunyai kesehatan mental yang baik jika
ia mempunyai tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi dan tingkat stress
yang rendah. Ustad Afif dalam keterangannya menjelaskan bahwa kesehatan
63
mental adalah menjalani segala aktivitas dengan senang, ridha dan menerima
apapun yang ada, sehingga seseorang dapat menyesuaikan diri dengan keadaan
dan kondisi meskipun pada awalnya mungkin ada saja yang belum bisa
menerima keadaan dan kondisi yang menurutnya tidak membuatnya senang.
Kesehatan mental juga dapat diartikan sebagai kesesuaian antara raga, hati, dan
fikiran manusia sehingga bisa terintegrasi dengan baik dengan lingkungannya.
Zakiah Daradjat dalam suatu kesempatan mengatakan bahwa kesehatan
mental adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-
fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya
dan lingkungannya, berlandaskan keimanan dan ketakwaan serta bertujuan untuk
mencapai hidup bermakna dan bahagia di dunia dan di akhirat.
Bastaman memberikan tolak ukur kesehatan mental, dengan kriteria-
kriteria sebagai berikut: 1) Bebas dari gangguan dan penyakit-penyakit kejiwaan.
2) Mampu secara luwes menyesuaikan diri dan menciptakan hubungan antar
pribadi yang bermanfaat dan menyenangkan. 3) Mengembangkan potensi-potensi
pribadi (bakat, kemampuan, sikap, sifat, dan sebagainya) yang baik dan
bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungan. 4) Beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan dan berupaya menerapkan tuntutan agama dalam kehidupan sehari-hari.
Dari hasil wawancara tersebut dapat dipahami bahwa kesehatan mental
adalah integrasi keserasian antara fungsi-fungsi kejiwaan yang perasaan tentram
dan mampu menyesuaikan diri lingkungannya, sehingga mampu menghadapi
64
goncangan-goncangan kejiwaan dengan berlandaskan keimanan dan ketakwaan
untuk mencapai hidup yang bermakna dan bahagia di dunia dan akhirat.
C. Pandangan Pendidik Madrasah Mfitahul HudaTentang Relevansi Syukur
dan Kesehatan Mental
Dari hasil wawancara dengan pendidik lain di Madrasah Miftahul Huda
Mayak Ustadz Miftahul Ni’am berpadangan bahwa syukur dan kesehatan mental
mempunyai hubungan yang sangat erat. Hal tersebut dapat dilihat dari prilaku
seseorang yang selalu penuh kesyukuran. Mereka memandang bahwa kehidupan
yang dijalaninya adalah sebuah keniscayaan atas apa yang Allah berikan.
Pandang positif dan sikap positif ini merupakan salh satu bentuk pembersihan
hati, sebagai mana dalam maqam-maqam tasawwuf. Tazkiyatun Nafs adalah
saratbmuthlaq kesehatan mental.
Segala sesuatu yang di jalani baik dan buruknya itu tergantung dari yang
menjalani, yakni jika kita semakin bersyukur dengan apa yang ada dan mampu
menerimanya dengan lapang hati hikmah yang di dapatkan dari hal tersebut
adalah ketenangan hati, qona’ah dan perasangka yang baik tentang apa yang
telah dijalani. Dan hal demikian, tentu sangat berpengaruh terhadap pikiran yang
kemudian berimplikasi pada kesehatan mental dan perilaku seseorang.
Tsang, Rowatt dan Buechsel menyimpulkan bahwa pengalaman
bersyukur memiliki potensi untuk mempengaruhi secara positif terhadap
kesehatan mental dan fisik, bahkan berfungsi untuk menguatkan ikatan sosial,
komunitas dan keagamaan.
65
Berdasarkan kesimpulan tersebut dapat dinyatakan pula bahwa
bersyukur mendorong individu untuk kembali kepada kebaikan, serta ekspresi
bersyukur menghargai kedermawanan, sehingga memungkinkan mereka
membantu lagi di waktu yang akan datang. kepribadian bersyukur berkorelasi
negatif dengan depresi, agresireligiusitas yang dangkal, kebencian (dendam)
dan narcisistik. Kepribadian bersyukur berkaitan dengan sifat-sifat positif,
selanjutnya orang yang bersyukur cenderung bahagia dan memiliki
kepribadian suka membantu, lebih memaafkan dan lebih tidak depresif
dibandingkan dengan orang yang tidak bersyukur.
Orang-orang yang bersyukur adalah orang-orang yang memiliki level
lebih tinggi dalam emosi-emosi positif dan kepuasan hidup serta lebih rendah
dalam emosi-emosi negatif seperti kecemasan, depresi dan iri hati.
Selanjutnya orang yang bersyukur lebih berorientasi prososial, lebih empatik,
memaafkan, suka menolong dan memberi bantuan kepada orang lain.
Dari beberapa hasil wawancara di atas dapat di pahami bahwa syukur
menurut pandangan pendidik merupakan salah satu bentuk ungkapan dan
realisasi seseorang terhadap apa yang diterima dan dijalani dengan perasaan
senang ridho, qanaah dan kemudian mampu beradaptasi dengan lingkungan
dengan baik.
Berbagai penjelasan mengenai syukur dan kesehatan mental telah
peneliti paparkan di atas, dan pendangan pendidik tentang relevansi syukur
dan kesehatan mental telah peneliti paparkan, dari data dan teori yang ada
66
mengenai syukur dan kesehatan mental tersebut dapat peneliti temukan
adanya relevansi antara syukur dan kesehatan mental diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Syukur adalah kondisi di mana seseorang merasakan perasaan senang
atau puas terhadap apa yang diterimanya, sehingga syukur memunculkan
kondisi psikologi positif yang dapat menguatkan dan meningkatkan
kesehatan mental. Seorang individu dikatakan mempunyai kesehatan
mental yang baik jika ia mempunyai tingkat kesejahteraan psikologis
yang tinggi dan tingkat stres yang rendah.
2. Selanjutnya dampak syukur mendorong orang untuk berprilaku sesuai
dengan norma-norma sosial yang menyebabkan dia lebih mudah diterima
secara sosial. Kondisi tersebut memberikan rasa sejahtera secara sosial
sebagai salah satu konstruk kesehatan mental selain kesejahteraan
psikologi.
3. Bersyukur mendorong individu umtuk kembali kepada kebaikan, serta
ekspresi bersyukur menghargai kedermawanan, sehingga memungkinkan
mereka membantu lagi di waktu yang akan datang.
4. Syukur merupakan pengalaman kekaguman yaitu tahap seseorang
menerima dan menyetujui perbuatan dari pemberi kemudian
menimbulkan perasaaan senang karena menjadi pribadi yang
menguntungkan atau bermanfaat.
67
5. Syukur memiliki relevansi yang tak terbantahkan pada kesejahteraan dan
kepuasan hidup.
Jadi dapat kita pahami bahwa syukur merupakan pengalaman
kekaguman yaitu tahap seseorang menerima dan menyetujui perbuatan dari
pemberi kemudian menimbulkan perasaaan senang karena menjadi pribadi
yang menguntungkan atau bermanfaat. Syukur secara langsung ditimbulkan
oleh emosi positif, yaitu rasa kagum dan menyenangkan sehingga lebih
mudah menciptakan kondisi sejahterah secara psikologi. Sehingga orang yang
pandai bersyukur akan berdampak secara positif terhadap kesehatan
mentalnya.
68
BAB VI
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang penulis paparkan tesebut,
maka dapat diambil sebuah kesimpulan. Pandangan pendidik tentang relevansi
syukur dan kesehatan mental diantaranya sebagai berikut:
1. Pandangan pendidik tentang syukur yakni kondisi di mana seseorang
merasakan perasaan senang atau puas terhadap apa yang diterimanya,
sehingga syukur memunculkan kondisi psikologi positif yang dapat
menguatkan dan meningkatkan kesehatan mental. Selain itu kemampuan
seseorang dalam bersyukur berhubungan positif dengan kesejahtreaan
psikologis dan berkorelasi negatif dengan tekanan emosional.
2. Kesehatan mental adalah integrasi keserasian antara fungsi-fungsi kejiwaan
yang perasaan tentram dan mampu menyesuaikan diri lingkungannya,
sehingga mampu menghadapi goncangan-goncangan kejiwaan dengan
berlandaskan keimanan dan ketakwaan untuk mencapai hidup yang bermakna
dan bahagia di dunia dan akhirat.
3. Relevansi antara syukur dan kesehatan mental diantaranya adalah sebagai
berikut:
a. Syukur adalah kondisi di mana seseorang merasakan perasaan senang atau
puas terhadap apa yang diterimanya, sehingga syukur memunculkan
69
kondisi psikologi positif yang dapat menguatkan dan meningkatkan
kesehatan mental.
b. Dampak syukur mendorong orang untuk berprilaku sesuai dengan norma-
norma sosial yang menyebabkan dia lebih mudah diterima secara sosial.
c. Bersyukur mendorong individu umtuk kembali kepada kebaikan, serta
ekspresi bersyukur menghargai kedermawanan, sehingga memungkinkan
mereka membantu lagi di waktu yang akan datang.
d. Syukur merupakan pengalaman kekaguman yaitu tahap seseorang
menerima dan menyetujui perbuatan dari pemberi kemudian menimbulkan
perasaaan senang karena menjadi pribadi yang menguntungkan atau
bermanfaat.
B. Saran
Berdasarkan hasil temuan peneliti, sebagai bahan pertimbangan bagi
pihak-pihak terkait, peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Bagi kepala Madin
Diharapkan kepada kepala Madin untuk lebih memberikan motivasi
dan arahan kepada seluruh pendidik yang ada di Pondok Darul Huda Mayak,
agar dalam mengemban tugas di pondok sebagai pendidik terus ditingkatkan
sebagai bentuk rasa syukur dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab
terhadap pondok serta dapat terus meningkatkan kinerja para pendidik.
70
2. Bagi Dewan Asatidz
Diharapkan kepada seluruh dewan Asatidz agar lebih memperhatikan
dan meningkatkan pengembangan diri menjadi pribadi yang dapat
bermanfaat bagi yang lain serta mampu beradaptasi dengan lingkungan
pondok dengan segala bentuk aktivitas dan tuntutan sebagai pendidik,
sebagai salah satu bentuk rasa syukur dan kemudian akan memunculkan
kondisi psikologi positif yang dapat menguatkan dan meningkatkan
kesehatan mental.
DAFTAR PUSTAKA
Agustiani, Hendriati. Psikologi Perkembangan (Pendekatan Ekologi Kaitannya
dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja). Bandung: PT. Refika
Aditama, 2009.
an-Naisaburi, Abul Qasim Abdul Karim Hawazin al-Qusyairi. Risalah Qusyairiyah:
Sumber Ka jia n Ilmu Tasa wuf, terj. Umar Faruq. Jakarta: Pustaka Amani,
2007.
Aziz, Rahmat dkk. “Kontribusi Bersyukur dan Memaafkand dalam Mengembangkan
Kesehatan Mental di Tempat Kerja”, Psikologi dan Kesehatan Mental, Vol
2(1). Juni 2017.
Aziz. “Aplikasi Model Rasch dalam Pengujian Alat Ukur Kesehatan Mental di
Tempat Kerja”, Psikoislamika, 12(2). Juli 2015.
B.Badri, Malik. Dilema Psikolog Muslim. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994.
Bahreisy, Fauzi Faizal. Terjemah Kitab Al-Hikam Karya Sekh Ibnu Atho’illah.
Jakarta: Zaman, 2011.
Bastaman, H. D. Integrasi Psikologi dengan Islam; Menuju Psikologi Islami.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1985.
Bastaman, Hanna Djumhana. Integrasi Psikologi dengan Islam, Menuju Psikologi
Islami. Yogyakarta: Yayasan Insan Kamil dan Pustaka Pelajar, 2001.
Daradjat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1992.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka, 1994
Ernawati, Siti. Konsep Sabar Menurut M. Quraish Shihab dan Hubungannya dengan
Kesehatan Mental. Semarang: Institut Agama Islam Negeri Walisongo, 2009
Faruq, Umar. Risalah Qusyairiyah: Sumber Kajian Ilmu Tasawuf. Jakarta: Pustaka
Amani, 2007.
Ghony, M. Djunaidi. Metode Penelitian Kualitatif. (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2012).
Hadi, Sutrisno. Metodologi Reseach. (Yogyakarta: Andi Offset, 1989).
Hasyim, Ahmad Umar. Menjadi Muslim Kaffah. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004.
Hawari, Dadang. Religi dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2002.
Hidayat, Asep Akhmad. Mata Air Bening Ketenangan Jiwa 17 Cara Mencari
Ketentraman dan Kemuliaan (ESQ Perspektif Tasawuf). Bandung: Marjaa, tt.
Husna, Aura. Kaya dengan Bersyukur: Menemukan Makna Sejati Bahagia dan
Sejahtera dengan Mensyukuri Nikmat Allah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2013.
Isa, Syaikh Abdul Qadir. Hakekat Tasawuf, terj. Khairul Amru Harahap dan Afrizal
Lubis. Jakarta: Qisthi Press, 2011.
Ismail, Lyas. Pilar-Pilar Taqwa: Doktrin, Pemikiran, Hikmat, dan Pencerahan
Spiritual. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009.
Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.
Kartono, Kartini. dan dr. Jenny Andari. Hygiene Mental dan Kesehatan Mental
Dalam Islam. Bandung: Mandar Maju, Cet IV, 1989.
Kristanto, Eko. Perbedaan Tingkat Kebersyukuaran pada Laki-laki dan Perempuan,
Seminar ASEAN 2nd Psycology and Humanity. Psycology Forum UMM: 19-20
Februari. Malang: Universitas Muhammadiyah, 2016.
Margono, S. Metodologi Penelitian Pendidikan. (Jakarta: Rineka Cipta, 2003).
Masyhuri. Prinsip-Prinsip Tazkiyah Al-Nafs Dalam Islam Dan Hubungannya
Dengan Kesehatan Mental, Jurnal Pemikiran Islam; Vol. 37, No. 2. Juli-
Desember 2012.
Moleong, Lexi J. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2000).
Moleong, Lexi J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2000.
Muchtar, Heri Jauhari. Fiqh Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008.
Muhadjir, Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Yogyakarta: Rake Sarasin,
1998).
Munawwir, Ahmad Warson. Kamus Al-Munawwir. Surabaya: Pustaka Progresif,
1997.
Narbuko, Cholid & Abu Achmadi. Metodologi Penelitian. (Jakarta: Bumi Aksara,
2005).
Nihayah, Ulin. Peran Komunikasi Interpersonal Untuk Mewujudkan Kesehatan
Mental Bagi Konseling, Islamic Communication Journal Voll. 01, No. 01.
Mei-Oktober 2016.
Rusdi, Ahmad. Jurnal Ilmiah penelitian Psikologi: Kajian Empiris dan Non-Empiris,
vol. 2 No. 2. Jakarta: Universitas Islam Indonesia, 2016.
Shihab, Muhammad Quraish. Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai
Persoalan Umat. Bandung: Mizan, 1996.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan R &
D. (Bandung: Alfabeta, 2012).
Supiana dan Karman. Materi Pendidikan Agama Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2008.
Sururin. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004.
Tamami HAG. Psikologi Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia, 2011.
Ubaid, Ulya Alwi. Sabar dan Syukur. Jakarta: Amzah, 2012.
Uyun, Quratul. Kebersyukuran dan Kesehatan Mental: Studi Metaa Analisis, jurnal
Psikolog, Vol. 1 No. 1. Bandung: UII, Mei, 2015.
Zahri, Mustafa. Kunci Mema hami Ilmu Tasawwuf. Surabaya: Bina Ilmu, 1995.
Zain, Bakhtiyar. Pemikiran Viktor E. Frankl Tentang Logoterapi dan Implikasinya
Terhadap Kesehatan Mental (Analisis Bimbingan Konseling Islam). Semarang:
Institut Agama Islam Negeri (Iain) Walisongo, 2005).