Karakteristik Laju Perambatan Retak Fatik Bahan Komposit
Berpenguat Serat Kenaf Dengan Matrik Polyester
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
HAFIS SYAFRUDIN ANSHARI I 1405005
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Dalam dunia yang modern ini, penggunaan material komposit mulai
banyak dikembangkan di dunia industri manufaktur. Penggunaan material
komposit yang ramah lingkungan dan bisa didaur ulang merupakan tuntutan
teknologi saat ini. Pada dasarnya material komposit merupakan gabungan dari dua
atau lebih material yang berbeda menjadi suatu bentuk unit makroskopik, yang
terbuat dari bermacam-macam kombinasi sifat atau gabungan antara serat dan
matrik. Saat ini, bahan komposit yang diperkuat dengan serat merupakan bahan
teknik yang banyak digunakan karena kekuatan dan kekakuan spesifik yang jauh
di atas bahan teknik pada umumnya, sehingga sifatnya dapat didesain mendekati
kebutuhan (Jones, 1975).
Penelitian dan pengembangan teknologi dengan melakukan eksploitasi
besar-besaran dapat menimbulkan kepunahan sumber daya alam. Back to nature
merupakan istilah yang tepat untuk menggambarkan kondisi ilmu pengetahuan
dan teknologi dewasa ini. Teknologi komposit sebenarnya mencontoh komposit
alam yang sudah ada sebelumnya, seperti kayu dan bambu sebagai komposit alam
berpenguat serat selulosa dan matrik lignin (Sumardi, 2003).
Aplikasi panel komposit serat alam sudah digunakan di dunia transportasi,
seperti mobil Toyota di Jepang dan mobil Mercedez Benz di Jerman. Industri yang
paling gencar menggunakan serat alam sebagai material penguat komposit
polimer adalah produsen otomotif Daimler Chrysler. Produsen mobil Amerika-
Jerman ini mulai meneliti dan menggunakan bahan komposit polimer berbasis
serat-serat alam. Bahan komposit ini terutama digunakan sebagai bahan eksterior
dan interior mobil (Wagenugraha, 2008).
Hasil riset oleh Diharjo dkk (2005-2007) dan Jamasri (2005-2006) telah
memanfaatkan serat kenaf dan limbah serat sawit sebagai penguat panel meja
kereta eksekutif (K1) dan kereta ekonomi (K3) di PT INKA Madiun. Santoso dkk
(2006) juga menimpulkan bahwa optimasi peningkatan kekuatan bending dan
geser dapat dilakukan dengan memberikan variasi penambahan serat kenaf acak.
Berdasarkan uraian hasil riset dan aplikasi green panel composite yang telah
diamati penulis tersebut, menunjukkan bahwa prospek pemanfaatan serat alam
kenaf di masa mendatang dipastikan sangat berpeluang untuk digunakan sebagai
panel struktur utama, baik yang menderita beban dinamis atau pun statis.
Mayoritas kegagalan plat panel yang menderita beban dinamis adalah adanya
retak awal (initial crack) yang terus merambat. Oleh karena itu, pengujian dan
analisis perambatan retak pada plat panel green composite menjadi penting untuk
diselidiki.
1.2. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Perlunya meneliti karakteristik laju perambatan retak fatik komposit serat
kenaf (acak, anyam, kontinyu, acak-anyam-acak, kontinyu-anyam-
kontinyu) untuk meyakinkan potensi aplikasi serat kenaf sebagai struktur.
1.3. Batasan masalah
Untuk menentukan arah penelitian yang baik, ditentukan batasan
masalah sebagai berikut:
1. Serat kenaf yang dipakai diasumsikan keadaannya homogen.
2. Distribusi serat dalam komposit dianggap seragam.
1.4. Tujuan dan Manfaat penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu :
1. Mengetahui korelasi hubungan antara siklus pembebanan dengan panjang
retak komposit serat kenaf (acak, anyam, kontinyu, acak-anyam-acak, dan
kontinyu-anyam-kontinyu).
2. Membandingkan karakteristik laju perambatan retak fatik komposit serat
kenaf (acak, anyam, kontinyu, acak-anyam-acak, kontinyu-anyam-
kontinyu).
3. Menganalisa penampang patahan uji fatik komposit serat kenaf (acak,
anyam, kontinyu, acak-anyam-acak, kontinyu-anyam-kontinyu).
Beberapa manfaat penelitian ini adalah :
1. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya pada pengembangan
keilmuan komposit serat alam dan perambatan retak fatik.
2. Memberikan gambaran tentang pentingnya prediksi kegagalan komponen
akibat beban dinamis.
3. Memberikan acuan prediksi kegagalan bahan komposit serat alam kenaf-
polyester yang menerima beban dinamis dengan menggunakan persamaan
PC. Paris.
1.5. Sistematika penulisan
Sistematika penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, perumusan masalah, batasan masalah serta
sistematika penulisan.
BAB II : Dasar teori, berisi tinjauan pustaka yang berkaitan dengan sejarah
perkembangan komposit berpenguat serat kenaf dan teori-teori yang
berhubungan dengan komposit.
BAB III : Metodologi penelitian, menjelaskan bahan dan peralatan yang
digunakan dalam pembuatan komposit, langkah-langkah penelitian
dan pengambilan data.
BAB IV : Data dan analisa, menjelaskan data hasil pengujian, perhitungan data
hasil pengujian serta analisa hasil dari perhitungan.
BAB V : Penutup, berisi tentang kesimpulan dan saran.
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan pustaka
Kegagalan fatik bending pada batang komposit sandwich serat gelas
dengan core foam Rihacell WF51 terdiri dari 3 tahap yaitu (1) kegagalan lelah
cepat pada daerah sekeliling bridge zone, (2) retak fatik awal, (3) perambatan
retak fatik pada core dengan sudut penjalaran retak 700. Kegagalan spesimen uji
pada daerah sekitar bridge zone terjadi pada siklus awal umur lelah, yaitu sekitar
3-15% dari total jumlah siklus beban (Pmax). Pada 20.000 siklus beban,
peningkatan level displacement mengindikasikan peningkatan tiba-tiba pada
kekakuan batang, yang ada kaitannya dengan kegagalan fatik pada bridge zone
(Shipsha dan Zenkert, 2003).
Modulus spesifik komposit serat kenaf-polypropylene (PP) sebanding
dengan komposit serat gelas-PP. Harga serat kenaf lebih murah dibandingkan
dengan matrik resinnya, padahal kemampuan menahan beban material serat lebih
tinggi. Kekuatan komposit serat kenaf-PP meningkat seiring dengan
bertambahnya fraksi volume serat, namun regangan gagalnya mengalami
penurunan (Rowell dkk, 1999).
Pengaruh stress ratio (R) terhadap perambatan retak fatik pada sambungan
las gas metal arc weld (GMAW) pada baja tahan karat 316L. Penelitian dilakukan
dengan variasi stress ratio mulai dari 0,1, 0,4, 0,5, 0,7, dan 0,8. Secara umum
perambatan retak terjadi semakin cepat seiring dengan semakin meningkatnya
stress ratio. Saat spesimen diuji dengan stress ratio 0,1, 0,4, dan 0,5 terjadi
peningkatan laju perambatan retak (da/dN) yang cukup signifikan. Pada saat
variasi stress ratio yang diberikan 0.7 dan 0.8 laju perambatan retak yang terjadi
tidak berbeda terlalu jauh (Kusko, dkk. 2004).
Pengujian kekuatan tarik terhadap komposit kenaf-polyester untuk mencari
sifat mekanisnya. Nilai modulus tarik (E) untuk Komposit Kenaf Fiber-Polyester
adalah 5,49 GPa; 6,28 GPa dan 8,75 GPa untuk fraksi volume serat (Vf) 18,18%;
22,81% dan 32,39%. Material komposit dibuat dengan metode cetak tekan (press
mold method). Bahan yang digunakan adalah resin unsaturated polyester 157
BQTN (UPRs), dan metil etil keton peroxide (MEKPO) sebagai pengeras
(hardener). Hal ini menunjukkan semakin tinggi nilai fraksi volume serat yang
digunakan pada material komposit berpenguat serat kenaf maka semakin tinggi
pula nilai modulus tariknya (Rowell dkk.1999).
2.2. Kajian Teori Komposit.
Komposit adalah material teknik yang dibuat dari dua atau lebih material
yang mempunyai sifat fisik/ kimia yang secara signifikan berbeda dimana material
tersebut tetap berbeda dan terpisah pada tingkat makroskopik dalam struktur yang
sudah selesai. Dengan kata lain, komposit didefinisikan sebagai suatu sistem
material yang tersusun dari campuran atau kombinasi dua atau lebih unsur-unsur
utama yang secara makro berbeda didalam bentuk dan atau komposisi material
yang pada dasarnya tidak dapat dipisahkan (Gibson, 1994).
Dalam hal ini gabungan bahan ada dua macam (Schwartz, 1984) :
a. Gabungan makro :
1. Bisa dibedakan secara visual.
2. Penggabungan lebih secara fisis dan mekanis.
3. Bisa dipisahkan secara fisis dan mekanis.
b. Gabungan mikro :
1. Tidak bisa dibedakan secara visual.
2. Penggabungan ini lebih secara kimia.
3. Sulit dipisahkan, tetapi dapat dilakukan secara kimia.
Karena bahan komposit merupakan bahan gabungan secara makro, maka
bahan komposit dapat didefinisikan sebagai suatu sistem material yang tersusun
dari campuran / kombinasi dua atau lebih unsur-unsur utamanya yang secara
makro berbeda di dalam bentuk dan atau komposisi material pada dasarnya tidak
dapat dipisahkan (Schwartz, 1984).
2.3. Unsur Penyusun Komposit
Pada umumnya bahan komposit terdiri dari dua unsur, yaitu serat (fiber)
dan bahan pengikat serat tersebut yang disebut matriks.
2.3.1. Serat
Berbagai jenis tanaman serat tumbuh subur di Indonesia, seperti kenaf,
rosella, rami, dan abaca. Tingginya produksi serat alam dunia adalah: kenaf
970.00 ton/tahun, rosella 250.000 ton/tahun, rami 100.000 ton/tahun, dan abaca
70.000 ton/tahun (Eichhorn dkk, 2001). Salah satu faktor pendukung tingginya
produksi serat kenaf (Hibiscus Cannabinus) adalah masa tanam yang pendek (4
bulan) dan tahan di lahan yang sering banjir. Serat kenaf (Hibiscus Cannabinus)
biasanya hanya digunakan sebagai bahan pembuat karung goni. Hingga saat ini,
industri karung goni yang masih beroperasi di Indonesia hanya tinggal dua yaitu
di PT Rosella Baru Surabaya dan satu lagi terletak di Banten. Tutupnya beberapa
industri karung goni ini disebabkan karena kalah bersaing dengan karung plastik.
Oleh karena itu, pemanfaatan serat kenaf perlu ditingkatkan. Salah satu
pemanfaatan serat kenaf yang dapat dilakukan yaitu dengan memanfaatkannya
sebagai bahan panel struktur sehingga memiliki nilai ekonomi dan teknologi
tinggi (Ismoyo I, 1999).
Gambar 2.1. Tanaman kenaf (Forum Komunikasi PBT, 2009)
Kenaf (Hibiscus canabinus) merupakan tumbuhan asli Afrika. Tepatnya di
negara Angola dan Sudan. Untuk daerah Asia, negara penghasil kenaf terbesar
adalah India. Kenaf dikenalkan di Indonesia dari India pada tahun 1904. Di
Indonesia, kenaf banyak dijumpai di Lamongan. Serat kenaf kering digunakan
untuk industri tekstil kasar seperti, karung dan pakaian Hesian. Kenaf juga banyak
digunakan sebagai bahan tali, karpet, dan permadani. Di beberapa negara Asia dan
Afrika serat kenaf sering digunakan sebagai campuran katun yang digunakan
dalam pembuatan pakaian, dan pelapis benang tenun. Ditinjau dari
karakteristiknya, inti serat kenaf mempunyai panjang serat 2 mm hingga 3 mm,
lebar serat 15 µm hingga 25 µm, dan ketebalan dinding sel 4 µm hingga 9 µm ( M
Brink, 2003).
Tabel 2.1. Komposisi kandungan serat alam (Rowell, 1997).
2.3.2. Matrik Resin Unsaturated Polyester
Unsaturated Polyester merupakan jenis resin thermoset. Resin jenis ini
banyak digunakan pada proses hand lay up yang diakhiri dengan press mold.
Resin ini banyak digunakan dalam aplikasi komposit pada dunia Industri dengan
pertimbangan harga relatif murah, curing yang cepat, warna jernih, kestabilan
dimensional dan mudah penggunaanya (Billmeyer, 1984).
Pemberian bahan tambah katalis jenis metyl etyl keton peroksida,
bertujuan untuk mempercepat proses pengerasan cairan resin pada suhu yang
lebih tinggi. Pemakaian katalis dibatasi sampai 1% dari volume resin (P.T. Justus
Kimia Raya, 2001).
Tabel 2.2. Sifat resin Unsaturated Polyester YukalacR 157 BQTN - EX setelah mengeras(sumber PT. Justus Kimia Raya, 2001).
Komposisi Kandungan Serat Jenis Serat Selulosa (%) Lignin (%) Pentosan (%) Ash (%) Silica (%)
Kenaf 45 - 57 15 - 19 22 - 23 2 - 5 -
Jute 45 - 53 21 - 26 18 - 21 0,5 - 2 -
Sisal (abaca) 47 - 62 7 - 9 21 - 24 0,6 - 1 -
Seed Flax 43 - 47 21 - 23 24 - 26 5 -
Bambu 26 - 43 21 - 31 15 - 26 1,7 - 5 0,7
Item Satuan Nilai Tipikal Keterangan
2.4. Fraksi Volume Serat (Vf)
Salah satu faktor penting yang menentukan karakteristik dari komposit
adalah perbandingan matrik dan penguat atau serat. Perbandingan ini dapat
ditunjukkan dalam bentuk fraksi volume serat (Vf) (Shackelford, 1992).
Jumlah perbandingan yang biasanya digunakan dalam pembuatan
komposit adalah rasio berat (fraksi berat) dan rasio volume (fraksi volume), hal ini
dikarenakan satuan dari matrik dan serat bisa dihitung dengan menggunakan
satuan massa dan satuan volume (Prayetno, 2007) :
%100xositvolumekomptvolumesera
Vserat = (1)
%100x
m
mm
m
V
m
m
f
f
f
f
serat
+=
r
r (2)
%100xositvolumekompikvolumematr
Vmatrik = (3)
%100x
m
mm
m
V
m
m
f
f
m
m
serat
+=
r
r (4)
2.5. Kajian Teori Laju Perambatan Retak Fatik.
2.5.1. Definisi fatik.
Pembebanan pada suatu konstruksi umumnya berupa beban statis atau
beban dinamis. Beban statis adalah sistem pembebanan pada suatu komponen
dengan beban konstan, sedangkan beban suatu komponen dengan beban berubah-
ubah dari beban maksimum ke beban minimum secara terus-menerus. Beban yang
Berat jenis Suhu distorsi panas Serapan air (suhu ruang) Flexural strenght Flexural modulus Tensile strenght Tensile modulus Elongation
gr/cm3 0C % kg/mm2
kg/mm2 kg/mm2 kg/mm2 %
1.215 70 0,188 0,466 9,4 300 5,5 300 1,6
250 C 24 jam 7 jam
berubah-ubah ini sering disebut beban berfluktuasi. Pada kondisi tegangan yang
sama, komponen struktur yang mengalami pembebanan dinamis akan mempunyai
batas umur pakai lebih pendek dibandingkan dengan batas umur pakai komponen
yang mengalami pembebanan statis, karena komponen seolah-olah mendapat
beban kejut secara tiba-tiba. Setelah sekian siklus pembebanan dinamis,
komponen akan mengalami kegagalan (patah). Patah yang terjadi akibat beban
berulang inilah yang disebut fatik atau patah lelah (Diharjo K, 1996).
Penyebab terjadinya fatik adalah adanya retak yang berawal pada daerah
yang konsentrasi tegangannya tinggi. Daerah ini antara lain: lekukan, lubang pada
material, permukaan yang kasar, dan rongga baik di dalam maupun di permukaan
material. Jadi, terjadinya fatik adalah retak yang terus bertambah panjang hingga
komponen tidak lagi mempunyai toleransi terhadap tegangan dan regangan yang
lebih tinggi, dan akhirnya terjadi patah statis secara tiba-tiba. Panjang retak ini
akan terus bertambah karena pembebanan dinamis yang terus-menerus. Semakin
besar amplitudo pembebanan dinamis semakin cepat retak merambat (Diharjo K,
1996).
2.5.2. Tegangan Uji Fatik
Pengujian fatik pada umumnya dilakukan dengan memberikan tegangan
atau beban dinamis uniaksial. Tegangan dinamis yang dikenakan dapat bervariasi
seperti tarik-tarik, tarik-tekan ataupun tekan-tekan.
Gambar 2.2. Siklus pembebanan dengan amplitudo konstan
(Fuchs, 1980).
Gambar 2.2. menunjukkan siklus tegangan tarik berulang dengan tegangan
maksimum (Smax) dan tegangan minimum (Smin). Siklus tegangan bervariasi terdiri
dari dua komponen yaitu : tegangan rata-rata (Sm), dan tegangan bolak-balik (Sa).
Daerah jangkauan tegangannya disebut Sr. Daerah tegangan atau jangkauan
tegangan adalah selisih antara tegangan maksimum dan tegangan minimum
(Fuchs, 1980).
minmax SSSr -= (5)
Tegangan bolak-balik adalah setengah dari jangkauan tegangan, yang dirumuskan
sebagai berikut :
22minmax SSS
S r -==a (6)
Tegangan rata-rata adalah harga rata-rata aljabar tegangan maksimum dan
tegangan minimum, yang dirumuskan sebagai berikut :
2minmax SS
Sm
-= (7)
Faktor lain yang sangat membantu dalam mengemukakan data-data kelelahan
digunakan 2 buah besaran perbandingan, yaitu :
Perbandingan tegangan : max
min
S
SR = (8)
Perbandingan amplitudo : mS
S
RR
A a=+-
=11
(9)
2.6. Faktor Intensitas Tegangan (K).
Faktor K merupakan cara yang sangat mudah untuk membahas distribusi
tegangan di sekitar retak. Dua retak dengan geometri yang berbeda yang
mempunyai harga K yang sama akan memiliki distribusi tegangan yang identik.
Secara umum faktor intensitas tegangan (K) dapat dihitung dari persamaan
P.C.Paris dan G.C. Sih (Dieter, 1986) :
aSK .pb= (10)
Dimana b adalah faktor geometri retakan.
Menurut Feddersen nilai b untuk spesimen center crack tension (CCT)
adalah (Schijve, 2001) :
)/sec( Wapb = (11)
Sehingga harga K dapat dihitung dengan rumus :
)/sec(. WaaSK pp= (12)
Berdasar ASTM harga K untuk spesimen center crack tension (CCT) dapat
dihitung dengan rumus :
2sec
2papa
WBP
KD
=D (14)
Dengan catatan : ΔP = Pmax - Pmin
α = 2a /W
Di dalam mekanika perpatahan ada 3 macam mode sehingga ada 3 macam
nilai K. KI untuk mode I yaitu mode tarik dengan arah membuka retak. KII untuk
mode II yaitu model geser. KIII untuk mode III model geser sejajar. KI merupakan
faktor intensitas tegangan untuk mode I dimana retak terentang oleh tegangan
tarik yang bekerja pada arah tegak lurus terhadap permukaan bidang retak. Jadi KI
adalah faktor intensitas tegangan untuk arah pembebanan membuka retak
(Broek,1986).
Gambar 2.3. Mode Perpatahan (Broek,1986).
Pada mode I merupakan sistem pembebanan yang paling penting, karena
pembebanannya membuka retak dimana nilai KI kritisnya disebut KIC, yang lebih
dikenal dengan istilah ketangguhan perpatahan regangan bidang. KIC merupakan
sifat ketahanan bahan terhadap perpatahan. Ada 2 macam keadaan ekstrim yaitu;
benda uji tipis keadaan tegangannya disebut tegangan bidang (plane stress),
sedangkan benda uji tebal terdapat regangan bidang (plane strain). Plane stress
adalah kondisi munculnya tegangan bidang pada daerah sekitar retak yang
disebabkan oleh pembebanan pada komponen. Plane strain adalah meningkatnya
tegangan bidang menjadi kondisi regangan yang terjadi pada daerah sekitar retak
yang disebabkan oleh pembebanan pada komponen. Kondisi regangan bidang
ditinjau dari segi tegangan bidang lebih berbahaya dan nilai faktor intensitas
tegangan kritisnya lebih rendah dibanding benda uji yang hanya mengalami
tegangan bidang (Broek,1986).
Secara umum harga KIC bervariasi terhadap ketebalan pada daerah plane
stress. Akan tetapi pada daerah plane strain nilai KIC lebih rendah dan relatif
konstan. Hal ini menunjukkan bahwa spesimen yang tebal tidak selamanya
memiliki ketangguhan yang tinggi, tetapi ketangguhan tertinggi diperoleh pada
ketebalan tertentu (Broek,1986).
Gambar 2.4. Harga KIC pada daerah plane stress dan plane strain
(Broek,1986).
Seperti pada Gambar 2.4 harga KIC paling tinggi adalah pada specimen
dengan ketebalan Bo. Ketebalan Bo merupakan pembatas antara daerah plane
stress dan plane strain. Karena harga KIC merupakan salah satu nilai ketangguhan
bahan, maka makin besar KIC makin tinggi ketangguhannya. Ketangguhan
tertinggi dari suatu bahan diperoleh pada ketebalan tertentu. Harga KIC sama untuk
spesimen dengan bentuk dan ukuran yang sama meskipun bentuk geometri
retakan berbeda (Broek,1986).
2.7. Mekanisme Penjalaran Retak
Perpatahan adalah pemisahan atau pemecahan suatu benda padat, menjadi
dua bagian atau lebih diakibatkan adanya tegangan. Proses perpatahan terdiri atas
dua tahap, yaitu timbulnya retak dan tahap penjalaran retak. Tahap awal
pembentukan retak ini memerlukan jumlah siklus yang cukup besar. Perambatan
retak yang terjadi pada tahap ini sangat lambat. Mekanisme penjalaran retak fatik
dapat dijelaskan pada Gambar 2.5 (Broek,1986).
Gambar 2.5. Mekanisme perambatan retak fatik (Broek,1986).
Kegagalan lelah ditunjukkan oleh aspek-aspek sebagai berikut (Dieter, 1986) :
1. Sisi-sisi retak awal jelas.
2. Adanya perambatan retak ditunjukkan oleh beach mark.
3. Daerah patah akhir jelas (final failure).
Daerah patahan biasanya memiliki ciri-ciri bidang patahan yang mirip
patahan pada uji impact atau pada uji fracture thoughness (ketangguhan patahan)
pada material yang sama. Bidang patahannya tampak kasar atau berserabut
(Dieter, 1986).
2.8. Hubungan Laju Perambatan Retak dan Faktor Intensitas
Tegangan (da/dN - ΔK)
Metode dalam perhitungan umur kelelahan adalah dengan
menggunakankurva da/dN-ΔK, yakni dengan pemetaan perbandingan
pertambahan retak dengan jumlah siklus terhadap selisih faktor intensitas
tegangan karena pembebanan dinamis. Dalam menentukan da/dN dan harus
mengamati pertambahan retak dan jumlah siklus yang tercatat.
Secara umum persamaan karakteristik laju perambatan retak dinyatakan
oleh rumus P.C. Paris dan G.C. Sih (Broek, 1986) sebagai berikut :
mKCdNda )(D= (15)
Apabila persamaan (2.10) diubah menjadi persamaan linier adalah
dijadikan persamaan dalam log, seperti persamaan berikut :
)log()log( 1 KmCdNda D+= (16)
Dengan catatan : 1C = log C = konstanta
Konstanta yang penting pada persamaan (2.15) adalah m. Karakteristik
bahan hasil pengujian fatik biasanya ditunjukkan dalam bentuk kurva da/dN - ΔK
dalam skala log. Harga m pada persamaan (2.15) menunjukkan kemiringan atau
angka eksponensial dari kurva tersebut. Secara umum daerah yang
dipertimbangkan untuk menghitung harga m adalah daerah linier yang
mempunyai kecepatan perambatan retak teratur (Broek, 1986).
Secara umum karakteristik perambatan retak fatik untuk bahan metal
dibagi menjadi tiga daerah seperti diperlihatkan pada Gambar 2.6 (Ritchie, 1979).
Gambar 2.6. Kurva karakteristik Perambatan Retak Fatik log da/dN terhadap ΔK
(Ritchie, 1979).
2.9. Prediksi Umur Lelah Komponen
Beberapa faktor yang mempengaruhi umur lelah komponen adalah :
1. Beban (jenis beban, frekuensi siklus beban, pola beban, rasio beban, dan
ragam beban).
2. Kontinyuitas, yaitu ada tidaknya rongga.
3. Ketelitian proses pengerjaan.
4. Bentuk dan ukuran spesimen.
5. Temperatur operasi.
Batas lelah komponen dengan beban tarik dinamis biasanya dinyatakan
dalam jumlah siklus N. Dengan menggunakan persamaan P.C. Paris dapat
diperkirakan berapa siklus lagi komponen akan gagal. Untuk memperkirakan
umur lelah suatu komponen, maka harus diketahui harga C, m, dan KIC yang
diperoleh dengan penelitian perambatan retak. Harga KIC dihitung dengan
berdasarkan panjang retak kritis yang terjadi pada spesimen.
kritismakIC aSK pb= (17)
Dengan mengggunakan harga KIC di atas, maka persamaan tersebut diubah
menjadi bentuk persamaan seperti di bawah, sehingga diperoleh besarnya siklus
yang terjadi sampai spesimen patah.
( )mkritismak aSC
dadN
pb= (18)
2.10. Karakteristik Makroskopis Perambatan Retak Fatik
Karakteristik makroskopis dari kelelahan logam adalah sebagai berikut
1. Tidak adanya deformasi plastis secara makro.
2. Terdapat tanda ’garis-garis pantai’(beach marks) seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 2.7 dibawah ini.
Gambar 2.7. Permukaan patah lelah dari Baut
Tanda garis-garis pantai (beach marks) yang merupakan tanda penjalaran
retakan, mengarah tegak lurus dengan tegangan tarik dan setelah menjalar
sedemikian hingga penampang yang tersisa tidak mampu lagi menahan beban
yang bekerja, maka akhirnya terjadilah patah akhir atau patah statik
(Abrianto,2009).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan sampel terdiri dari:
1. Kertas amplas
2. Jarum suntik
3. Gelas ukur
4. Jangka sorong
5. Timbangan Elektronik HR 200 AND
6. Oven Pengering
7. Mesin gerinda
8. Dongkrak Hidraulik
9. Cetakan besi berbentuk persegi panjang
10. Realease (margarin blue band)
11. Alat Uji Fatik lab. Material Teknik Mesin UGM
12. Kamera digital.
Gambar 3.1. Peralatan dalam pembuatan spesimen
Bahan yang digunakan dalam pembuatan benda uji antara lain:
1. Serat kenaf (kontinyu, anyam, acak)
2. Resin Unsaturated Polyester Yukalac type 157® BQTN EX. Resin ini
didapat dari PT. Justus Sakti Raya
3. Katalis jenis Metyl Etyl Keton Perokside (MEKPO).
3.2. Metode Penelitian
3.2.1. Persiapan Alat dan Bahan
Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan seperti : serat kenaf
anyam, acak, kontinyu, resin, katalis, dan alat pembuatan spesimen lainya.
3.2.2. Pengolahan serat kenaf
A. Pencucian serat kenaf
Serat kenaf kontinyu dicuci dengan menggunakan air bersih untuk
menghilangkan kotoran dan kulit kayu yang masih menempel. Pencucian
dilakukan dengan cara perendaman dan dilanjutkan penyemprotan dengan
menggunakan air. Serat dikeringkan secara alami dengan tidak terkena sinar
matahari secara langsung hingga kadar air relatif konstan.
B. Pemotongan serat kenaf
Untuk serat anyam dilakukan pemotongan dengan ukuran lebar 120 mm
dan panjang 250 mm dengan orientasi serat 45/ - 45 , orientasi serat 45/ - 45
dipilih karena memiliki kekuatan tarik tertinggi dibandingkan dengan komposit
berpenguat serat kenaf anyam dengan orientasi serat lainya (Santoso dkk, 2008).
Sedangkan untuk serat kontinyu pemotongan dilakukan dengan panjang 250 mm
dan lebar 130 mm. Setelah dilakukan pemotongan, pada serat kontinyu dilakukan
pemisahan serabut serat dengan cara disisir menggunakan sisir rambut.
(a) (b) (c)
Gambar 3.2. (a)serat kenaf kontinyu(b)serat kenaf anyam(c)serat kenaf acak.
C. Pengeringan serat kenaf
Sebelum dilakukan pencetakan, serat ditimbang terlebih dahulu dengan
menggunakan timbangan digital. Serat kenaf dikeringkan di dalam oven pada
suhu 60ºC selama 15 menit untuk menghilangkan kadar air berlebih pada serat
kenaf. Pengeringan ini dilakukan sebelum proses pembuatan komposit. Dengan
pemanasan tersebut, kadar air menjadi sekitar 5% dimana serat memiliki kekuatan
yang tertinggi (Diharjo K, 2005).
3.2.3. Persiapan cetakan
Cetakan yang digunakan untuk membuat spesimen harus dirangkai
terlebih dahulu. Setelah perangkaian selesai dilanjutkan dengan pelapisan seluruh
permukaan bagian cetakan yang bersentuhan dengan pembuatan komposit dengan
menggunakan isolasi. Kemudian diberi stopper pada kedua ujung cetakan. Fungsi
stopper ini, selain untuk pembatas panjang, juga berfungsi sebagai pemberi batas
tebal bahan panel komposit yang akan dibuat.
Gambar 3.3. Persiapan cetakan
3.2.4. Proses Pembuatan Spesimen
Pembuatan komposit lamina dilakukan dengan metoda kombinasi
hand lay up dan press mold. Matrik resin dan hardener yang dipakai adalah
unsaturated polyester (UP) Yukalac tipe 157R BQTN-EX dan MEKPO,
produksi PT. Justus Sakti Raya Jakarta. Kadar hardener yang digunakan adalah
1% (sesuai acuan dari PT. Justus).
Penambahan matrik dilakukan untuk tiap lapisan serat hingga serat
terbasahi seluruhnya. Fraksi volume komposit lamina yang dipakai adalah (Vf)
40% serat dan 60% matrik. Setelah semua bahan dimasukkan ke dalam cetakan
maka segera dilakukan proses penekanan cetakan dengan menggunakan dongkrak
hidrolik manual. Setelah proses pengeringan di ruang terbuka (curing) sekitar 4 -
6 jam, komposit lamina dapat dikeluarkan dari cetakan.
Gambar 3.4. Pembuatan spesimen
P
cetakan
stopper
komposit
(a) (b)
Gambar 3.5. (a) Susunan serat komposit lamina 3 layer (b) susunan komposit lamina 1 layer.
Untuk spesimen yang dibuat ada 5 buah, yaitu komposit lamina 1 layer
ada 3 macam (acak, anyam, kontinyu,) dan lamina 3 layer ada 2 macam (acak-
anyam-acak dan kontinyu-anyam-kontinyu). jumlah spesimen plat komposit
lamina yang dibuat sebanyak satu buah sehingga total spesimen yang dibuat
adalah lima buah spesimen uji.
Tabel 3.1. Spesimen uji Spesimen Uji Jumlah
Acak 1 Anyam 1
Kontinyu 1 Acak-anyam-acak 1
Kontinyu-anyam-kontinyu 1
Perhitungan massa serat dan matrik yang dibutuhkan untuk membuat
spesimen adalah sebagai berikut:
a. Komposit serat kenaf acak-polyester
Massa serat = mf = ρf x vf
= 1,3 gr/cm3 x 40% x 60 cm3
= 31,2 gr.
Massa resin = mm = ρm x vm
= 1,215 gr/cm3 x 60% x 60 cm3
= 43, 74 gr.
b. Komposit serat kenaf anyam-polyester
Massa serat = mf = ρf x vf
= 1,3 gr/cm3 x 40% x 60 cm3
= 31,2 gr.
Massa resin = mm = ρm x vm
= 1,215 gr/cm3 x 60% x 60 cm3
= 43, 74 gr.
c. Komposit serat kenaf kontinyu-polyester
Volume spesimen = panjang x lebar x tinggi
= 200mm x 100mm x 3mm
= 60.000 mm3
vspesimen = 60 cm3
Massa serat = mf = ρf x vf
= 1,3 gr/cm3 x 40% x 60 cm3
= 31,2 gr.
Massa resin = mm = ρm x vm
= 1,215 gr/cm3 x 60% x 60 cm3
= 43, 74 gr.
d. Komposit serat kenaf kontinyu-anyam-kontinyu-polyester
Massa serat kontinyu = density serat kontinyu x luas cetakan
= 400 gr/m2 x 0,02 m2
mf kontinyu = 8 gr.
Massa serat anyam = density serat anyam x luas cetakan
= 810 gr/m2 x 0,02 m2
mf anyam = 16,2 gr.
Massa serat total = 2 x mf kontinyu + mf anyam
= 2 x 8 gr + 16,2 gr
mf = 32,2 gr.
Massa resin = ρ x vm
= 1,215 gr/ cm3 x (volume total - volume serat)
= 1,215 gr/cm3 x (61,925 cm3 – 24,77cm3) = 45,14 gr
e. Komposit serat kenaf acak-anyam-acak-polyester
Massa serat acak = density serat acak x luas cetakan
= 400 gr/m2 x 0,02 m2
mf kontinyu = 8 gr.
Massa serat anyam = density serat anyam x luas cetakan
= 810 gr/m2 x 0,02 m2
mf anyam = 16,2 gr.
Massa serat total = 2 x mf kontinyu + mf anyam
= 2 x 8 gr + 16,2 gr
mf = 32,2 gr.
Massa resin = ρ x vm
= 1,215 gr/ cm3 x (volume total – volume serat)
= 1,215 gr/cm3 x (61,925 cm3 – 24,77cm3)
= 1,215 gr/cm3 x 37,15 cm3
= 45,14 gr
Tabel 3.2. Massa serat dan matrik spesimen
Spesimen Massa serat (gr)
Massa komposit (gr)
Massa matrik (gr)
Acak 31,2 74,94 43,74 Anyam 31,2 74,94 43,74
Kontinyu 31,2 74,94 43,74 Acak-anyam-acak 32,2 77,35 45,15
Kontinyu-anyam-kontinyu 32,2 77,35 45,15
3.2.5. Pemotongan Spesimen Komposit lamina dan Post Cure
Komposit hasil pencetakan dipotong dengan menggunakan mesin gerinda
kemudian dihaluskan dengan amplas. Setelah mengalami pemotongan, spesimen
dikirim ke Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) untuk pembuatan initial crack
dengan Electro Discharge Machining (EDM). Sedangkan dimensi spesimen uji
perambatan retak mengacu pada standar ASTM E - 647.
Sebelum dilakukan pengujian perambatan retak terlebih dahulu dilakukan
proses post cure di dalam oven pada suhu 60°C selama 4 jam. Post cure dilakukan
untuk mematangkan ikatan rantai polimer polyester.
Gambar 3.6. Dimensi spesimen uji perambatan retak.
3.3. Mesin Uji Servopulser
Spesifikasi mesin servopulser yang digunakan pada penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Jenis mesin : Mesin Servopulser
Merk : Shimadzu
Model : 4825
Ukuran : 430 x 250 x 475 mm
Berat : 1800 kg
Pola beban : Sinusoidal, segitiga, segi empat
Frekuensi : 0,001 – 110 Hz
Beban maksimal : 20 ton
Gambar 3.7. Mesin Uji Perambatan Retak
Prinsip kerja mesin servopulser pada pengujian kali ini adalah dengan
memberikan variasi jenis pembebanan tarik-tarik dan tekan-tarik terhadap benda
uji. Pembebanan mesin servopulser dapat diatur dengan menyetel pengatur
pembebanan. Mesin ini digunakan untuk uji dinamis. Penyetel beban terdiri dari
dua bagian, yaitu beban maksimum dan beban minimum. Pembebanan disini
dinyatakan dalam persen dari beban seting maksimal pada mesin. Beban seting
maksimal ini dapat diatur, mulai dari 2 ton, 4 ton, 10 ton, dan 20 ton.
Pembacaan persentase beban maksimum dan beban minimum yang
diberikan pada spesimen dapat dibaca pada layar. Sistem pembebanan dapat
diseting dengan angka yang bernilai positif (menghasilkan pembebanan tarik) atau
bernilai negatif (menghasilkan pembebanan tekan). Pengaturan frekuensi siklus
dapat disesuaikan, sehingga frekuensi dapat dinaikkan atau diturunkan selama
pengujian. Siklus beban yang bekerja dapat ditampilkan pada layar monitor,
sehingga dapat mengamati bentuk siklus pembebanan. Jumlah siklus dapat dibaca
pada layar saat terjadi pengujian.
3.4. Pengujian Perambatan Retak
Pengujian perambatan retak ini merupakan pengujian dengan beban tarik
dinamis hingga terjadi kegagalan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
karakteristik pertambahan retak suatu komponen. Pengujian yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah dengan memberikan jenis pembebanan tarik-tarik dan tarik-
tekan dengan menggunakan mesin uji servopulser sehingga dapat diketahui
karakteristik laju perambatan retak dengan variasi jenis pembebanan tersebut.
Pengamatan yang dilakukan pada pengujian ini adalah dengan mengamati
laju pertambahan retak pada panel komposit serat kenaf acak, anyam, kontinyu,
acak-anyam-acak dan kontinyu-anyam-kontinyu. Dalam uji perambatan retak ini,
rasio tegangan (R) yang dipakai adalah menggunakan R = 0, frekuensi 9 hz dan
stress level 20%. Retak diamati dengan optical traveling microscop, dengan
perbesaran 10x.
3.5. Pembahasan dan Analisa Data
Dalam pengujian ini data yang diamati dan ditulis adalah kecepatan
pertumbuhan retak (mm) pada optical traveling microscop dengan perbesaran 10
kali dan siklus pembebanan (N) pada layar monitor mesin servopulser dari awal
terjadinya permulaan retak sampai terjadi perpatahan pada spesimen. Hasil data
yang diperoleh dari pengujian diolah untuk menghasilkan dalam kurva laju
perambatan retak fatik (kurva da/dN-ΔK) dan persamaan laju perambatan retak
(da/dN = C[ΔK]m).
Pengamatan spesimen pasca pengujian dilakukan foto makro daerah
patahan, hal ini dilakukan untuk mendukung analisis mekanis yang diperoleh dari
pengujian spesimen. Dari pengamatan tersebut diharapkan dapat mengidentifikasi
karakteristik perambatan retak fatik.
3.6. Diagram Alir Penelitian
Pengolahan serat kenaf Pencucian serat kenaf
Penimbangan serat
Pengontrolan kadar air
Pembuatan benda uji komposit serat (kontinyu, acak, anyam, acak-anyam-acak dan kontinyu-anyam-kontinyu)
Pencucian dan pengeringan kain karung goni
Pemotongan karung goni 10x20 cm
Mulai
Matrik Polyester YukalacR 157 BQTN
Gambar 3.8. Bagan alir penelitian
BAB IV
HASIL DAN ANALISA
4.1. Analisis hubungan panjang retak versus siklus beban dinamis
Data pengujian yang diambil dari spesimen uji komposit serat kenaf acak,
anyam, kontinyu, acak-anyam-acak, dan kontinyu-anyam-kontinyu adalah
menggunakan stress ratio (R) = 0. Dari pengujian dihasilkan analisis hubungan
panjang retak versus siklus beban dinamis. Secara umum, trend kurva analisis
hubungan panjang retak terhadap jumlah siklus beban bending dinamis. Kurva
menunjukkan bahwa ada perubahan proses perambatan retak yang sangat
signifikan. Pada tahap awal, retak menjalar sangat lambat, pada tahap
pertengahan, retak menjalar stabil dan pada tahap akhir, retak menjalar sangat
Uji Fatik
Foto makro
Post cure komposit pada suhu 600 C selama 4 jam
Analisa Data
Data dan Pembahasan
Selesai
Kesimpulan
cepat hingga sampel uji mengalami kegagalan. Kurva hubungan jumlah siklus
pembebanan terhadap panjang retak fatik dari hasil pengujian ditunjukan pada
Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Kurva hubungan jumlah siklus beban fatik 600 kg terhadap
panjang retak fatik pada plat komposit serat kenaf-polyester
Gambar 4.2. Kurva hubungan jumlah siklus beban fatik 1000 kg terhadap
panjang retak fatik pada plat komposit serat kenaf kontinyu-anyam-kontinyu-polyester
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa kurva karakteristik perambatan
retak plat komposit berpenguat serat kenaf acak dan anyam saling berimpitan. Hal
ini menunjukkan bahwa kedua plat komposit tersebut memiliki proses perambatan
yang sangat mirip. Proses perambatan yang sangat mirip tersebut dikarenakan
kedua spesimen uji mempunyai susunan serat satu lamina saja sehingga proses
perambatan retak kedua spesimen mempunyai karakter yang hampir sama. Plat
komposit berpenguat serat kenaf acak-anyam-acak menunjukkan bahwa
perambatan retak yang terjadi lebih lambat dan jumlah siklus yang dibutuhkan
untuk mematahkan spesimen pun lebih lama. Hal ini disebabkan oleh pengaruh
susunan serat acak yang berfungsi memperlambat retakan sehingga siklus yang
dibutuhkan untuk mematahkan spesimenpun lebih lama.
Spesimen uji plat komposit berpenguat serat kenaf acak, anyam, acak-
anyam-acak dan kontinyu-anyam-kontinyu mempunyai panjang retak kritis
masing-masing adalah 25,25 mm, 23,95 mm, 25,75 mm dan 25,6 mm. Panjang
retak kritis dihitung dari tengah-tengah spesimen uji. Berdasarkan analisis
ketahanan lelah fatik, diantara keempat plat komposit tersebut, plat komposit
berpenguat serat kenaf anyam dikatakan memiliki ketahanan lelah yang paling
rendah. Hal ini ditunjukkan oleh panjang retak terkecil. Spesimen uji plat
komposit berpenguat serat kenaf acak-anyam-acak memiliki panjang retak kritis
terbesar dan mempunyai jumlah siklus untuk mematahkan spesimen paling besar
yaitu 1.275.680 siklus. Spesimen plat komposit berpenguat serat kenaf acak-
anyam-acak dapat disebut sebagai spesimen uji yang memiliki ketahanan lelah
tertinggi. Plat komposit serat kontinyu pada kurva tidak ditampilkan dikarena
mengalami failure. Kegagalan tersebut dikarenakan perambatan retak pada plat
komposit serat kontinyu menjalar dengan arah serat sampai besar siklus maksimal
spesimen uji tidak mengalami perpatahan.
Tabel 4.1. Pengujian perambatan retak fatik beban 600kg Spesimen uji komposit Jumlah siklus Retak Kritis (mm)
Acak 684665 25,25 Anyam 726157 23,95
Acak-anyam-acak 1275680 25,75
Tabel 4.2. Pengujian perambatan retak fatik beban 1000kg Spesimen uji komposit Jumlah siklus Retak Kritis (mm) Kontinyu anyam kontinyu 87889 25,6
Kontinyu - -
4.2. Karakteristik laju perambatan retak fatik
Kurva karakteristik laju perambatan retak fatik plat komposit berpenguat
serat kenaf acak, anyam, acak-anyam-acak, dan kontinyu-anyam-kontinyu
ditunjukkan pada Gambar 4.2, Gambar 4.3, Gambar 4.4, dan Gambar 4.5.
Persamaan karakteristik laju perambatan retak fatik keempat spesimen uji tersebut
di atas juga ditunjukkan pada masing-masing kurva. Persamaan ini sangat
bermanfaat untuk melakukan analisis prediksi kegagalan plat komposit yang sama
ketika mengalami pembebanan dinamis yang sama dengan panjang retak awal
tertentu.
Prinsip yang digunakan adalah sesuai dengan Teori P.C. Paris dan G.C.
Sih (Broek, 1987) tentang formula dasar karakteristik laju perambatan retak
da/dN=C(∆K)m, maka semakin besar harga konstanta m (angka eksponensial),
maka semakin cepat retak merambat. Dengan kata lain, material atau spesimen uji
yang memiliki harga m lebih besar maka material tersebut memiliki laju
perambatan retak yang lebih cepat (ketahanan lelahnya lebih rendah). Berdasarkan
persamaan P.C. Paris dan G.C. Sih, plat komposit yang memiliki laju perambatan
retak paling cepat adalah plat komposit berpenguat serat kenaf anyam seperti
ditunjukan Gambar 4.3. Sedangkan plat komposit yang memiliki laju perambatan
retak paling lambat adalah plat komposit berpenguat serat kontinyu-anyam-
kontinyu seperti ditunjukan pada Gambar 4.5.
Gambar 4.3. Kurva karakteristik laju perambatan retak fatik pada plat komposit serat kenaf acak-polyester.
Gambar 4.4. Kurva karakteristik laju perambatan retak fatik pada plat
komposit serat kenaf anyam (45/45)-polyester.
Gambar 4.5. Kurva karakteristik laju perambatan retak fatik pada plat
komposit serat kenaf acak-anyam-acak.
Gambar 4.6. Kurva karakteristik laju perambatan retak fatik pada plat
komposit serat kenaf kontinyu-anyam-kontinyu.
Gambar 4.7. Kurva karakteristik laju perambatan retak fatik pada plat
komposit serat kenaf (acak, anyam, acak-anyam-acak dan kontinyu-anyam-kontinyu ) dengan matrik polyester.
Pergeseran kurva karakteristik laju perambatan retak fatik plat komposit
berpenguat serat kenaf acak-anyam-acak (seperti pada Gambar 4.4) dapat
disebabkan oleh perbedaan susunan serat antar spesimen satu dengan yang lainya.
Akibatnya adalah terjadi proses perambatan retak yang lebih lama dan
membutuhkan siklus kegagalan yang lebih besar seperti ditunjukkan pada Gambar
4.1. Namun jika nilai dari perambat retak spesimen uji tersebut dinyatakan dalam
bentuk kurva karakteristik laju perambatan retak fatik maka kurva tersebut
memiliki konstanta m (angka eksponensial) yang lebih kecil dari komposit
berpenguat serat kenaf anyam.
Dari keempat spesimen uji, komposit serat kontinyu-anyam-kontinyu
memiliki laju perambatan retak yang paling lambat dikarenakan nilai dari
konstanta m (angka eksponensial) paling kecil. Komposit serat kontinyu-anyam-
kontinyu dapat dikatakan memiliki laju perambatan retak yang lambat. Untuk
komposit berpenguat serat anyam dapat dinyatakan memiliki karakteristik laju
perambatan retak yang lebih cepat dari keempat spesimen uji lainya. Hal ini
disebabkan oleh paling besarnya harga m (angka eksponensial) yang terbesar dari
ke empat spesimen uji. Dengan kata lain semakin tinggi harga konstanta m (angka
eksponensial) atau semakin tegak kurva karakteristik perambatan retak, maka
semakin cepat spesimen mengalami kegagalan (laju perambatan retak semakin
meningkat).
Tabel 4.3. Karakteristik perambatan retak fatik Spesimen uji komposit Laju perambatan retak
Acak da/dN = 8.10-14(ΔK)4,810 Anyam da/dN = 7.10-15(ΔK)4,918
Kontinyu - Acak-anyam-acak da/dN=1.10-14(ΔK)5,500
Kontinyu-anyam-kontinyu da/dN = 7.10-9(ΔK)2,254
4.3. Analisa penampang patahan uji fatik.
Hasil dari penampang patahan uji menunjukan adanya karakteristik patah
lelah, seperti pembentukan retak awal/ initial crack, daerah perambatan retak/
beach mark dan daerah patah tiba-tiba (final fracture). Foto makro penampang
patahan uji fatik plat komposit serat kenaf-polyester menunjukkan bahwa keempat
spesimen uji memiliki bentuk patahan yang hampir sama, yaitu adanya bentuk
patahan yang tidak rata, tidak halus, dan berserabut. Perkecualian untuk untuk
serat kontinyu yang tidak mengalami kegagalan, dikarenakan proses perambatan
retak menjalar keatas sampai chuck pemegang spesimen mesin servopulser dan
spesimen tidak mengalami patahan.
a. Komposit berpenguat serat kenaf acak
. 5 mm Initial crack Beach mark
Gambar 4.8. Penampang patahan uji fatik komposit serat kenaf acak.
b. Komposit berpenguat serat kenaf anyam
Initial crack Beach mark
. 5 mm Initial crack Beach mark
Gambar 4.9. Penampang patahan uji fatik komposit serat kenaf anyam.
b. Komposit berpenguat serat kenaf acak-anyam-acak
. 5 mm Beach mark Initial crack
Gambar 4.10. Penampang patahan komposit serat kenaf acak-anyam-acak.
d. Komposit berpenguat serat kenaf kontinyu-anyam-kontinyu.
. 5 mm Initial crack Beach mark
Gambar 4.11. Penampang patahan komposit serat kenaf kontinyu-anyam-kontinyu.
Uji fatik plat komposit serat kenaf menunjukkan kegagalan yang tidak
lurus terhadap arah pembebanan. Hal ini disebabkan oleh faktor pengaruh
orientasi serat yang tidak teratur sehingga retak membelok ketika mendekati
daerah yang memiliki kekuatan tarik tinggi. Penampang patahan plat komposit
yang mengandung penguat serat kenaf anyam memiliki penampang patahan yang
kasar. Hal ini disebabkan oleh adanya kegagalan secara bersamaan pilinan serat
pada anyaman serat kenaf. Pada plat komposit berpenguat serat kenaf acak seperti
ditunjukan pada Gambar 4.7. Penampang kegagalan fatik menunjukkan kegagalan
yang seragam dan lebih halus. Hal ini menunjukkan keteraturan proses
perambatan retak fatik secara perlahan-lahan. Pada komposit serat kenaf
kontinyu-anyam-kontinyu (Gambar 4.10) menunjukkan bahwa retak sulit
merambat pada arah melintang terhadap penguat serat kenaf kontinyu. Ketika
dilakukan pengujian, retak justru merambat searah dengan arah serat (searah
pembebanan).
Dari hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa komposit serat
kenaf serat kenaf kontinyu-anyam-kontinyu memiliki ketahanan perambatan retak
yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya serat kenaf kontinyu sebagai
komponen penahan arah perambatan retak.
4.4. Aplikasi karakteristik laju perambatan retak untuk memperkirakan
umur lelah
Penggunaan dari persamaan P.C. Paris dan G.C. Sih (Broek, 1986) adalah
untuk memperkirakan umur fatik pada spesimen yang mengalami cacat. Biasanya
umur lelah spesimen ditentukan dalam jumlah siklus pembebanan. Komponen
yang akan ditentukan umur lelahnya harus telah diketahui persamaan karakteristik
perambatan retaknya, pembebanan yang mengenainya dan panjang retak yang
muncul pada spesimen.
Aplikasi dari hasil penelitian ini, tentang persamaan karakteristik laju
perambatan retak, atau persamaan-persamaan karakteristik karakteristik laju
perambatan retak material yang lain, yaitu untuk memperkirakan jumlah siklus
pembebanan hingga material mengalami kegagalan fatik. Penelitian disini
memberikan salah satu contoh langkah-langkah untuk memberikan umur lelah
suatu komponen. Langkah-langkah perhitungan untuk memperkirakan batas umur
lelah fatik adalah sebagai berikut (Rolfe, 1977) :
1. Data-data yang diperlukan adalah sebagai berikut :
a. Persamaan karakteristik laju perambatan retak material yaitu ; da/dN=
C(ΔK)m, ini diperoleh dari hasil penelitian.
b. Besar Kc atau KIc , untuk menentukan panjang retak kritis dan
persamaan faktor intensitas tegangannya serta faktor geometri, yaitu
c. Data-data pembebanan yaitu tegangan maksimum (σmax) dan tegangan
minimum (σmin) dan panjang retak (cacat) yang muncul ( 0a ).
2. Menghitung retak kritis ( cra ) ;
3.
4. Asumsikan perambatan retak sebesar Δ , semakin kecil Δ perhitungan
semakin akurat. aD maksimal 2,5 mm. Asumsi perambatan retak ini
dilakukan hingga mencapai panjang retak kritis.
5. Menghitung selisih faktor intensitas tegangan, ΔKI dengan persamaan
Dimana =avga panjang retak rata-rata.
Perhitungan ini dilakukan hingga mencapai panjang retak kritis.
6. Melakukan perhitungan untuk menentukan jumlah siklus (dN) dengan
persamaan ;
mKCa
dN)(
D=
Perhitungan ini dilakukan setiap perambatan retak , hingga mencapai
panjang retak kritis.
7. Jumlah siklus hasil perhitungan, setiap akhir pertambahan retak
dijumlahkan dengan jumlah siklus sebelumnya, sehingga jumlah siklus
pada panjang retak kritis merupakan jumlah total siklus pembebanan
hingga spesimen fatik.
8. Biasanya hasil perhitungan iterasi ini ditampilkan dalam bentuk table hasil
perhitungan.
Dibawah ini peneliti memberikan contoh hasil perhitungan perkiraan umur
lelah dari salah satu material plat tipis komposit serat kenaf anyam. Plat komposit
dikenai beban dinamis sehingga mengalami retak. Data-data dari plat tersebut
adalah :
a.
b. Panjang retak awal : mma 20 =
c. Dimensi Lebar material 100 mm, tebal 3,6mm (plane stress)
d. kg600max =s
e. dan da/dN= 1.10-9 (ΔK)2,313
Hitung sampai berapa siklus pembebanan lagi plat komposit akan mengalami
kegagalan fatik.
Penyelesaian :
1. Menghitung pembebanan fatik
kg600max =s
MPa33,16max =s
2. Menghitung Faktor geometri retakan )(b
0157,0.sec=b
1=b 1=b
3. Menghitung panjang retak kritis )( kritisa ,saat σ =16,33MPa.
mmacr 14=
4. Asumsi pertambahan retak mma 1)( =D
5. Mencari faktor perambatan retak
IKD
IKD
6. Menghitung selisih siklus setiap perambatan retak
738.144=DN siklus
Pada saat mma 20 = dan mma 31 = , maka =DN 144.738 siklus (hitungan
ke-1)
7. Perhitungan (2) dan (3) dilakukan untuk setiap pertambahan retak
mma 1=D (seperti pada asumsi) hingga panjang retak mencapai panjang
retak kritis. Hasil perhitungan iterasi ini ditmapilkan dalam table dibawah
ini.
8. Dari hasil perhitungan ini, dapat diperkirakan bahwa spesimen plat
komposit serat kenaf anyam akan mengalami kegagalan setelah siklus
624.332 siklus.
Tabel 4.4. Perhitungan perkiraan umur lelah komposit serat kenaf anyam a₀
(mm) a1
(mm) aavg ∆K
(Mpa.mm½) ∆a
(mm) ∆K²·³¹³ pembagi ∆N ∑N 2 3 2,5 45,70 1 6909,03 6,91E-06 144738,20 144738,20 3 4 3,5 54,07 1 10195,63 1,02E-05 98081,27 242819,47
4 5 4,5 61,31 1 13634,51 1,36E-05 73343,31 316162,79 5 6 5,5 67,79 1 17196,05 1,72E-05 58152,89 374315,68 6 7 6,5 73,69 1 20860,92 2,09E-05 47936,52 422252,20 7 8 7,5 79,16 1 24615,44 2,46E-05 40624,91 462877,11 8 9 8,5 84,27 1 28449,34 2,84E-05 35150,20 498027,31 9 10 9,5 89,09 1 32354,64 3,24E-05 30907,47 528934,78
10 11 10,5 93,66 1 36324,92 3,63E-05 27529,31 556464,09 11 12 11,5 98,02 1 40354,90 4,04E-05 24780,14 581244,23 12 13 12,5 102,19 1 44440,16 4,44E-05 22502,17 603746,40 13 14 13,5 106,20 1 48576,95 4,86E-05 20585,90 624332,30
BABV
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan hasil-hasil penelitian tersebut di atas, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Kurva hubungan jumlah siklus beban fatik terhadap panjang retak fatik pada
plat komposit serat kenaf acak dan anyam saling berimpitan. Komposit
acak-anyam-acak mempunyai perambatan retak yang paling lambat dan
jumlah siklus yang paling besar.
2. Karakterisitik laju perambatan retak fatik komposit serat kenaf acak adalah
da/dN = 8.10-14(ΔK)4,810, serat kenaf anyam adalah da/dN = 7.10-
15(ΔK)4,918, serat kenaf acak-anyam-acak da/dN=1.10-14(ΔK)5,500, serat
kontinyu-anyam-kontinyu adalah da/dN = 7.10-9(ΔK)2,254.
3. Hasil dari penampang patahan uji menunjukan adanya karakteristik patah
lelah, seperti pembentukan retak awal/ initial crack, daerah perambatan
retak/ beach mark dan daerah patah tiba-tiba/ final fracture.
5.2. Saran
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini jauh dari kesempurnaan dan
masih banyak hal yang menyimpang. Penyimpangan ini disebabkan keterbatasan
kemampuan dan kurang cermatnya dalam melakukan penelitian. Oleh karena itu,
peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun demi kesempurnaan hasil penelitian ini.
Saran dari penulis yang dapat diberikan guna penelitian selanjutnya adalah
pendayagunaan bahan baku serat alam lainya untuk dijadikan material komposit
lamina sebagai pengganti material sintetis.
DAFTAR PUSTAKA
Abrianto, 2009, Karakteristik Kelelahan Logam, UNJANI.
Anonim, 2003, ASTM. Annual Book of ASTM standart, Section 4, Vol. 04.06,
ASTM. West Conshohocken, E-647.
Anonim, 2009, Forum Komunikasi PBT, Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan
Serat, Malang.
Anonim, 2001, P.T. Justus Kimia Raya, Technical Data Sheet, Jakarta.
Billmeyer, F. 1984, Text Book of Polymer Science, Shonwiley & Sons: New York.
Broek, D., 1986, Elementary Enginering Fracture Mechanics, Kluwer Academics
Publiser, London: UK.
Dieter G.E.,1986, Mechanical Metallurgi, McGraw Hill Company, Tokyo.
Diharjo K., 1996, Karakteristik Laju Perambatan Retak pada Plat Al 6061 T6
Berlubang dengan Retak Tunggal dan Ganda, Skripsi, Teknik Mesin FT
UGM, Yogyakarta.
Eichhorn S.J., Zafier poulus C.A.B.N., 2001, Review Current International
Research Into Celulosic Fiber and Composite.
Fuchs H. O. dan Stephens R. I., 1980, Metal Fatique in Engineering, John Williey
and sons :New York.
Gibson, O.F. 1994, Principle of Composite Materials, McGraw Hill Company
:New York. USA.
Ismoyo, I. 1999, Dokumen Riset INKA - Rosella Baru, Litbang PTPN XI PK
Rosella Baru, Surabaya.
Jamasri dan Kuncoro D., 2006, Kajian Sifat tarik Komposit Serat Buah Sawit
Acak Bermatrik Polyester.
Jones, RM. 1975, Mechanics of Composite Materials, Washington DC: Scripta
Book Company.
Kusko, C.S. Dupont J.N., 2004, Influnce of Stress Ratio on Fatigue Crack
Propagation Behavior of Stainless Stell Welds, Welding Journal. pp.59-64.
Bethlehem, Pa.
M. Brink, & Escobin, RP., 2003, PROSEA Plant Resources of South-East Asia
No.17 Fibre Plant, Indonesia.
Prayetno, E., 2007, Sifat Bending Komposit Sandwich Serat Kenaf (acak-anyam-
acak) Bermatrik Polyester Dengan Core Kayu Sengon Laut, Skripsi,
Teknik Mesin FT UNS, Surakarta.
R. O. Ritchie., 1979, Near Threshold Fatigue Crack Propagation in Steels, Int.
Met, New York.
Rolfe S.T, Barson J.M, 1977, Fracture and Fatiuge Control in Structure,
Prentice-Hall, Anglewood Cliffs, New Jersey, USA.
Rowell R.M., Sanadi A., Jacobson R., 1999, Properties of kenaf Polypropylene
Composite, Processing and Product, Mississipi State University, Ag. &
Bio Engineering, pp. 381-392. ISBN 0-9670559-0-3, Chapter 32.
Santoso, Jamasri dan Diharjo K., 2006-2007, Kajian Ketahanan Lelah Gesar dan
Bending Dinamis Panel berlapis Komposit Sandwich Serat Kenaf-
Polyester Dengan Core Limbah Kayu Sengon Laut, Laporan Penelitian
Fundamental, Dikti, Jakarta.
Santoso, Diharjo K., 2008 – 2009, Teknik Penghambat Perambatan Retak Pada
Plat Panel Bahan Komposit Berpenguat Serat Alam Kenaf Untuk
Meningkatkan Ketahanan Lelah Akibat Beban Dinamis, Laporan
Fundamental, Dikti, Jakarta.
Shackelford., 1992, Intruduction to Material cience for Engineer, Thrid Edition,
Macmilan Publishing, Newyork, USA.
Shipsha A. dan Zenkert D., 2003, Fatigue behavior of Foam Core sandwish beam
with Sub-Interface Impact Damage, Journal of Sandwich Structure
Materials, Vol.5, pp. 147-160.
Sumardi T.P., Zulfa A., Basukriadi A., Raditya D.,dan Rahman F., 2003,
Rekayasa dan Manufaktur bahan Komposit berpenguat Serat Limbah
Pisang Sebagai bahan Interior Otomotif dan pesawat terbang, Hibah
Bersaing X, DP3M-Dikti, Jakarta.
Schwartz,M.M., 1984, Composit Manual Handbook, McGraw Hill Inc., New York
USA.
Wagenugraha, 2008, Material Komposit Tangguh Berbasis Serat Alam.
Universitas Indonesia, Jakarta.