Jurnal Terra Hertz, ICT Research Center UNAS Vol.3, No.1, Pebruari 2009 ISSN 1978 -9505
61
PERANCANGAN JARINGAN KOMUNIKASI SERAT OPTIK UNTUK PROYEK CINCIN PALAPA, STUDI KASUS : BACKBONE
JARINGAN SERAT OPTIK WILAYAH SURABAYA
Ucuk Darusalam, M Iwan Wahyuddin Fakultas Teknologi Komunikasi dan Informatika, Universitas Nasional Jakarta
Jl. Sawo Manila No.61, Pasar Minggu 12520 E-mail: [email protected]
Abstract
The Palapa Ring Project is revolutionary solution to solve the communication problems in Indonesia, such as access limitation, geographic, and bandwidth transmission. It would coverage communication system to whole city in Indonesia via optical fiber. The first step before implement it to whole region is performing transmission planning. This plan must consider with the type of network topology and bandwidth transmission. The chosen topology also consider with natural geographic of Indonesia in order to reach best access performance for all city. The bandwidth transmission also consider with the type of information which would be broadcasted within network. For that reason in this preliminary research, would be designed the method to planning the optical fiber network for its project. The method is calculating the power and loss transmission of component which constitutes the network, such as semiconductor laser, optical fiber, passive component, EDFA (Erbium Doped Fiber Amplifier) and photo-detector.
Keywords: Palapa Ring Project, optical fiber network, optical link budget, performance and
reliability
Abstrak Proyek Cincin Palapa merupakan solusi yang revolusioner dalam mengantisipasi
berbagai kendala komunikasi bagi Bangsa Indonesia, seperti keterbatasan akses informasi, geografis, dan kapasitas transmisi data. Proyek tersebut merupakan jaringan serat optik yang menghubungkan seluruh kota di penjuru nusantara Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut langkah pertama yang perlu dilakukan adalah perencanaan jaringan transmisi serat optik yang meliputi jenis topologi yang sesuai untuk kondis i geografis (kelautan, kepulauan dan pegunungan). Serta memperhitungkan kapasitas transmisi data yang hendak disebarkan diseluruh jaringan, di mana hal tersebut meliputi jenis layanan informasi dan sistem akses. Untuk itu dalam penelitian ini dirancang suatu metode perencanaan jaringan serat optik yang meliputi jenis laser semikonduktor, serat optik, komponen pasif (konektor/sambungan), amplifier optik (EDFA/Erbium Doped Fiber Amplifier) dan fotodetektor. Sehingga dari perencanaan jaringan tersebut dapat dilakukan analisa performansi dan reliabilitas jaringan serat optik untuk proyek tersebut.
Kata kunci: Proyek Cincin Palapa, optical link budget analysis, performansi dan
reliabilitas, serat optik, laser, fotodetektor
I. PENDAHULUAN
Jurnal Terra Hertz, ICT Research Center UNAS Vol.3, No.1, Pebruari 2009 ISSN 1978 -9505
62
Kebutuhan sistem telekomunikasi yang dapat menghubungkan seluruh penjuru kota di
pelosok nusantara merupakan suatu keharusan yang tidak bisa dihindari oleh Bangsa Indonesia sebagai negara kesatuan. Kondisi geografis yang berupa kepulauan dan lautan bukanlah kendala yang berarti mengingat arti penting pemerataan aspek informasi bagi semua warga negara tanpa memandang perbedaan suku atau daerah. Teknologi satelit (Satelit B2 dan C) (Daniel Minoli, 2003) yang selama ini digunakan, belum cukup untuk menopang kebutuhan tersebut, dimana hal ini terbatasi pada kapasitas bandwidth yang masih dalam orde gigabyte serta terbatasnya infrastruktur pendukung. Seiring dengan perkembangan teknologi telekomunikasi, sistem komunikasi serat optik merupakan alternatif terbaik untuk mengantisipasi kebutuhan tersebut. Dengan teknologi tersebut maka kendala kapasitas bandwitdh transmisi dan akses informasi (internet service, dll) akan semakin reliabel (Hoss J. Robert, 1990).
Untuk mewujudkan hal tersebut langkah pertama yang perlu dilakukan adalah perencanaan jaringan transmisi serat optik yang dapat menjangkau seluruh penjuru kota yang tersebar di pelosok nusantara. Perencanaan jaringan serat optik melingkupi perencanaan terestrial (M. ILyas & Hussein,T.,M., 2003) (geografis, bawah laut/submarine optical fiber, konfigurasi jaringan komputer, skema multipleksing transmisi data, dan sistem akses). Untuk itu dalam penelitian ini dilakukan penggunaan metode perhitungan optical power link budget untuk memperoleh solusi komponen-komponen jaringan dan kapasitas bandwidth transmisi yang reliabel untuk Palapa Ring Project.
Untuk mencapai tujuan penelitian sebagaiamana pada pada sub-bab 1.3 dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
− Studi lapangan ke Depkominfo untuk mengkonfirmasi jenis-jenis layanan akses data yang telah direncanakan oleh departemen tersebut.
− Studi lapangan ke operator telekomunikasi untuk mengkonfirmasi proses operasi jaringan yang telah ada.
− Studi simulasi perhitungan secara numerik di komputer untuk menganalisi performans i dan reliabilitas jaringan serat optik pada topologi yang telah dipilih dengan pertimbangan kapasitas data transmisi yang dapat melayani semua jenis akses layanan informasi/data.
Permasalahan yang dimunculkan dalam penelitian ini adalah: - Besarnya kapasitas transmisi data digital yang diperlukan untuk semua titik akses jaringan serat
optik - Jenis topologi/konfigurasi jaringan serat optik yang dapat melayani berbagai jenis layanan data
(internet service, voice, fax, telepon, multimedia, dll).
I. LANDASAN TEORI
2.1 Jaringan SDH Synchronous Digital Hierarchy adalah sistem multipleksing sinyal digital secara sinkron dan
terstruktur secara digital dengan kecepatan transmisi data yang sangat tinggi (155 Mbps, 622 Mbps, 2488 Mbps) yang menggunakan media transmisi serat optik. Sebagaimana semakin bertambahnya jaringan data digital dan komplektisitasnya di awal era 80-an di mana kapasitas bandwidth transmisi dan fitur-fitur semakin membesar. Dan fitur- fitur yang ada saat itu didasarkan pada high-order multiplexing melalui tingkatan dari 1,5 Mbps sampai 140 Mbps atau 565 Mbps. Sehingga fitur -fitur tersebut menyebabkan kenaikan biaya ekonomis dari sistem transmisi bandwidth dan peralatan digital yang digunakan. Teknik multiplexing yang digunakan saat itu adalah PDH (Pleisynchronous Digital Hierarchy). Maka untuk mengantisipasi hal tersebut dirancanglah sistem SDH. Standar SDH yang ditetapkan oleh ITU-T adalah :
Jurnal Terra Hertz, ICT Research Center UNAS Vol.3, No.1, Pebruari 2009 ISSN 1978 -9505
63
a. Basic Transmission Rate : 155 x N Mbps b. Contoh tipe trafik data: Asynschronous Transfer Mode (ATM) dan Internet Protocol (IP). Fitur-fitur dan Manajemen SDH a. Traffic Interfaces Rate transmisi 155 Mbps dapat diaplikasikan untuk fiber optik dan kabel tembaga namun untuk rate transmisi yang lebih besar hanya menggunakan fiber optik. Rate transmisi sebesar 622 Mbps dan 2,5 Mbps ditujukan untuk skala layanan service pada pertumbuhan jaringan kelas menengah. Sedangkan untuk rate transmisi 10 Gbps digunakan untuk mendukung pertumbuhan jaringan yang besar dan jangkauan pelayanan yang lebih luas. b. Operasi
Kemampuan manajemen SDH untuk mengatur sistem jaringan telekomunikasi secara optimal dan reliabel menyertakan prosedur operasi yang meliputi : Proteksi, Restorasi, Provisioning, Konsolidasi, dan Grooming. Fungsi-fungsi tersebut dilakukan oleh komponen-komponen utama sebagaimana gambar 1.
Gambar 2.1 Blok diagram Manajemen SDH Network.
Lapisan-lapisan SDH (SDH Layers)
Pada proses multipleksing, payload ditempatkan di dalam virtual container dari order yang rendah hingga order yang tinggi dan setiap order tersebut meliputi fungsi untuk manajemen dan monitoring error pada overhead section . Transmisi selanjutnya didukung oleh sentuhan dari layer selanjutnya. Fungsi dari layer pada SDH adalah untuk trafik data dan manajemen,jaringan sesuai dengan konsep layer yang mengacu pada multiservice.
SDH menyertakan Management Layer di mana komunikasinya ditransportkan melalui Data Communication Channel (DCC) slot time disamping rate interfaces. Profil standar yang digunakan adalah struktur dari jaringan management messages.
Aplikasi Jaringan Generik
Jurnal Terra Hertz, ICT Research Center UNAS Vol.3, No.1, Pebruari 2009 ISSN 1978 -9505
64
Jaringan SDH dirancang untuk mendapatkan fleksibilitas dalam layanan traffic telekomunikasi dan elemen dasar jaringannya terdiri atas : a. Optical-line systems b. Radio-delay systems c. Terminal Multiplexer d. Add-drop Multiplexer e. Hub Multiplexer f. Digital-cross connect switch Implementasi Jaringan SDH a.Teknik Multipleksing yang diimplementasikan untuk semua range telekomunikasi adalah : TDM (Time Division Multiplexing), FDM (frequency Division Multiplexing), CDMA (Code Division Multiple Access), dan WDM (Wavelength Division Multiplexing) dan Hybrid Multiplexing b. Struktur Multipleksing yang diperbolehkan untuk diimplementasikan di Indonesia adalah sesuai dengan ketentuan ITU-T Rec. G.707-G.709, G.781-G.784, dan G.957-G.958. Dengan pemetaan standar C-12, TUG-2, TUG-3 dan VC-4, sebagaimana gambar 2.2.
Gambar 2.2. Struktur Multipleksing SDH pada STM-N yang diterapkan di Indonesia.
Multipleksing pada SDH dapat dibedakan menjadi 2 yaitu Multipleksing sinyal SDH orde rendah menjadi sinyal SDH orde tinggi dan Multipleksing sinyal tributary orde rendah menjadi sinyal SDH orde tinggi. Contoh untuk jenis Multipleksing pertama, yaitu Multipleksing sinyal SDH orde STM-1 menjadi sinyal SDH orde STM-4, STM-16 atau STM-N selanjutnya. Sedangkan contoh untuk jenis Multipleksing kedua, yaitu Multipleksing sinyal orde rendah PDH menjadi sinyal SDH. c. Topologi Jaringan, jaringan tradisional mengimplementasikan topologi mesh dan hub , namun dalam SDH dengan adanya DXCs dan Hub multiplexer membuat pengaturan jaringan akan semakin komprehensif. SDH juga memperkuat penyusunannya dengan mengkombinasikan topologi ring dengan menambahkan rantai-rantai ADMs untuk meningkatkan fleksibilitas dan reliabilitasnya melalui core dan area akses. Topology network SDH yang telah diimplementasikan ada lima, yaitu Star, Mesh, Loop, Tree, dan Chain , namun topology Loop adalah yang paling banyak digunakan karena dapat dikonfigurasikan untuk sistem shelf healing dan proteksi yang paling bagus. Gambar 2.3 di bawah ini mengilustrasikan masing-masing jenis topologi di atas.
Jurnal Terra Hertz, ICT Research Center UNAS Vol.3, No.1, Pebruari 2009 ISSN 1978 -9505
65
Gambar 2.3 Topologi jaringan komputer untuk implementasi SDH.
2.2 Perhitungan Optical Link Budget Plann
Optical Link Budget Plann merupakan metode perencanaan daya laser yang berfungsi sebagai pembawa informasi dalam skema SDH multiplexing . Dalam operasinya daya laser tidak diperbolehkan terlalu lemah untuk diterima atau terlalu kuat sehingga melebihi batas ambang sensitivitas detektor optik. Untuk itu dalam perencanaan jaringan serat optik beberapa hal yang perlu diperhitungkan adalah:
a. Daya laser semikonduktor b. Sensitivitas detektor optik c. Panjang saluran transmisi serat optik d. Tingkat loss splicing (rugi daya sambungan) e. Jenis sinyal transmisi digital f. Bandwidth sinyal (kapasitas informasi)
Formulasi sederhana untuk menghitung daya sinar laser sebagi transmitter yang terpandu dalam transmisi serat optik adalah:
fPmLsnsLcncPP
L RXTX
σ)..()(
max++−−
= (2.1)
Persamaan 2.1 merupakan formulasi perhitungan jarak maksimal dari daya laser semikonduktor yang merambat dalam bentangan kabel serat optik. Parameter pada persamaan tersebut adalah:
PTX = Daya laser semikonduktor sebagai transmitter (dBm) PRX = Daya yang diterima oleh detektor (dBm) Pm = Loss daya margin (dBm) Lc = Loss daya sambungan (dBm) Ls = Loss daya splicing (dBm) σf = Loss daya bandwidth (dBm)
2.3 Infrastruktur Jaringan Proyek Cincin Palapa
Palapa Ring adalah proyek infrastruktur telekomunikasi berupa pembangunan jaringan serat optik nasional, yang akan menjangkau 440 kota/kabupaten di seluruh Indonesia sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.4. Jaringan ini akan menjadi tumpuan semua penyelenggara telekomunikasi dan pengguna jasa telekomunikasi. Serta jaringan ini akan terintegrasi dengan jaringan yang telah ada milik penyelenggara telekomunikasi Manfaat dari Palapa Ring adalah:
Jurnal Terra Hertz, ICT Research Center UNAS Vol.3, No.1, Pebruari 2009 ISSN 1978 -9505
66
a. Ketersediaan layanan telekomunikasi dari voice hingga broadband sampai seluruh kota/kabupaten
b. Akan terjadi efisiensi investasi yang akan mendorong tarif layanan telekomunikasi semakin murah.
c. Terjadi percepatan pembangunan dalam sektor telekomunikasi khususnya di Indonesia Bagian Timur, danakan mendorong bertumbuhnya varian penyelenggaraan jasa telekomunikasi dan aplikasinya.
d. Keberadaan aplikasi seperti distance learning, telemedicine, e-government dan aplikasi lainnya, dapat diimplementasikan hingga mencapai kota/kabupaten
e. Percepatan pengembangan potensi ekonomi di wilayah.
Gambar 2.4. Rencana Jaringan Serat Optik pada Palapa Ring Project.
Pada Gambar 2.4 dapat diketahui bahwa jaringan serat optik yang telah ada (garis biru)
hingga kini belum melingkupi semua wilayah Indonesia serta terbatas pada wilayah tertentu. Hal ini mengakibatkan keterbatasan akses informasi pada daerah-daerah yang terpencil sehingga berakibat ketimpangan pengetahuan, pendidikan, budaya dan kesejahteraan. Rencana jaringan serat optik tersebut untuk dapat mengintegrasikan 440 node diberbagai kota nusantara membutuhkan koneksi backbone sepanjang 35.280 Km. Sehingga perencanaan jaringan serat optik yang akurat merupakan salah satu parameter utama pencapaian keberhasilan proyek tersebut.
Jurnal Terra Hertz, ICT Research Center UNAS Vol.3, No.1, Pebruari 2009 ISSN 1978 -9505
67
II. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian ini adalah dijelaskan dalam
bentuk diagram alir sebagai berikut:
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam rencana penelitian adalah sebagai berikut: Service Clustering, merupakan proses menghitung berbagai jenis layanan data yang hendak ditransmisikan ke dalam jaringan serat optik. Tujuan dari hal tersebut adalah untuk mengitung jumlah total bandwidth transmisi sinyal digital.
START
Study Geografis Jaringan Infrastruktur
Service Clustering
Simulasi perhitungan
Optical Link Budget
Analisis Jaringan Serat Optik
Rekomendasi komponen-komponen jaringan SDH
END
Jurnal Terra Hertz, ICT Research Center UNAS Vol.3, No.1, Pebruari 2009 ISSN 1978 -9505
68
Studi geografis merupakan proses untuk menentukan konfigurasi jaringan komputer yang mengimplementasikan skema SDH multiplexing. Konfigurasi tersebut dirancang untuk dapat menghubungkan 440 kota yang tersebar dalam 11 area, sebagaimana pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Rencana deployment jaringan pada 11 area.
Simulasi perhitungan optical link budget, merupakan proses untuk menghitung besarnya daya laser yan diperlukan untuk mentransmisikan data dari suatu area ke area yang lain. Analisis Jaringan Serat Optik, merupakan proses langkah evaluasi performansi jaringan transmisi dari jenis konfigurasi jaringan yang telah dipilih. Langkah ini diparameterisasi oleh BER (bit error rate), yakni tingkat kesalahan bit yang ditransmisikan. Rekomendasi komponen-komponen jaringan SDH, merupakan proses untuk membandingkan tingkat performansi jaringan serat optic dari komponen-komponen utama pembentuknya. Langkah ini menghasilkan persyaratan minimal yang harus dipenuhi oleh komponen-komponen utama pembentuk jaringan SDH Mux pada area-area yang telah ditentukan. Komponen-komponen tersebut terdiri atas:
a. Jenis laser semikonduktor b. Jenis fotodetektor c. Jenis splice d. Jenis konektor e. Jenis Add/Drop MUX
Jurnal Terra Hertz, ICT Research Center UNAS Vol.3, No.1, Pebruari 2009 ISSN 1978 -9505
69
IV. HASIL DAN ANALISA
Setelah mempertimbangkan parameter, kriteria, dan kebutuhan transmisi data yang
diperlukan selanjutnya dirancang jaringan serat optik dalam bentuk topologi loop-ring untuk service coverage telekomunikasi Propinsi Jawa Timur. Di mana jaringan backbone utama dirancang berada pada wilayah Metro Surabaya dan Metro Malang, sebagaimana Gambar 4.1.
Wg
Snt Pan
Ldy
Ksb
Bgu
BL
SWJ
PdaPge
Pws
Tos
Nja
Gdw
Gem
BeBg
Gra
P S
ML
Klj
Gkw
KpnSbp
SgsKpo
Blb
Ntg
Pjo
Btu
DptDno
Pks
BrgGdg
TuGdi
SbmBnr
Klt Spl
Bug
SkwTgl
Pgr
Ajs
Bck
Abl
Rbp Jr2Kno
Jgw
Prj
Bk
Bo Sks
Mla
Asb
Sit
Glm
Ktp
Psg
Gen
Kbr
Mc
BW
Wso
Rgj
PB
Psr
Klk
JtoLM
YsnTph
Sdo
Kr
Lcs
Gdn
Ptn
Skp
Tgs
Bkl
Kml
Arb
Blg
Tjb
AbtKpp
PM
Smp
Spg
Bat
Wru
PrgLmg
Brd
BbaGs
CrbJog
Ggr
MN
KtdBJ
Mgt
Krj
Mpt
Nw
SarUtr
Po Plg
Sat
Slh
Smt
TNJtr
Rgl
Bcr
Krk
Smj
Taw
Jen
Pad
WatSbi
Pe
Ppr
Ndl
GrhKaa
Gdn
Wrj
Kts
Nj
Pbn
KD
Cat
Drn
Kwi
Nt
Pii
Tl TA
Pun
Pn
Lrg
Tmp
Apg
Sdy
JR
LW
Cme
Pgg
Sapudi
Msl Sap AjaBwn
Tds
Mgo
Dmo
RktSDAKrn
Skd Omben
Pct
Dlu
Mjs
Ngi
PosMR
Ngj
Moj
Jg
KBL
Dds
Kdg
Mli
RL-9STM-4
RL-1 STM-4
RL-2STM-4
RL-3STM -4
RL-4STM-4
RL-5STM -4
RL-6STM-4
RL-7STM-1
RL-8STM -4
IJK
MGO
KPSKJR
CERME
G R E S I K
BANGKALAN
SEDATIWRINGINANOM
KDM
JUANDA
SKD
K B L
KAMAL
MENGANTI
DUDUKSAMPEAN
BUNGAH
BALONGPANGGANG
PULAU MADURA
LKR
BBE
KPL
KDN
KLK
TDS
PR
DMO
MYR
JGRR K T
SPJ W A RTPO
KRIANGDN
S D A
MEA SURABAYA
SEDAYUPANCENG
TLG
NGL
Selat Madura
NGANTANGPUJON
BATUK . P L O S O
LAWANG
SINGOSARI
P A K I SMALANG
S.PUCUNG KEPANJEN
TUMPANG
TURENG.LEGI
DAMPIT
DONOMULYOBANTUR
S.MANJING
A.GADINGPAGAK
G.KAWI
GADANG
BLBKLOJEN
BURING
S.JAJAR
Loop MEA ML(Lucent)
P. NusabasrungSamudra Indonesia
Laut Jawa
Selat Madura
Samudra Indonesia
SDH Transport Network
Metro Surabaya
Metro Malang
Gambar 4.1 Implementasi jaringan SDH MUX untuk service area Jatim.
Jaringan Backbone Metro Surabaya adalah topologi loop-ring yang menghubungkan 10
node sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 9. (inset). garis penghubung warna Biru dan merah. Dimana garis biru adalah ordinary working line dan merah adalah line proteksi sedangkan garis hijau adalah akses node dari STM-4. Primary Central Office adalah pada node RKT. Backbone metro Surabaya dikonfigurasikan pada level multip leksing STM-16. Jarak antar node kota adalah 0,5 - 5 KM , ? = 1550 nm, Bandwidth = 2,5 Gbps, Sinyal NRZ, dan BER = 10-10. Sistim multipleksing yang digunakan pada STM-16 adalah WDM pada panjang gelombang utama 1500 nm. Sedangkan Mux WDM pada STM-4 adalah menggunakan panjang gelombang utama 1300 nm.
Contoh Perhitungan Link Budget SDH via fiber optics pada backbone Metro Surabaya: Bandwidth Transmisi : F STM-16 = 155 Mbps x 16 = 2480 Mbps = 2,5 Gbps F STM-4 = 155 Mbps x 4 = 620 Mbps Perhitungan rise time sistem untuk STM -16 yang dibutuhkan adalah : B (Hz) = BT/2 = 2,5 Gbps/2 = 1,25 GHz. Tsis = 0,35/B = 0,35 / 1,25 GHz = 0,28 ns Fiber yang dirancang adalah TWRS single mode untuk WDM pada panjang gelombang 1550 nm, 1540 nm, 1530 nm, 1520 nm, 1510 nm, 1500 nm, 1490 nm, 1480 nm, dan 1470nm.
Jurnal Terra Hertz, ICT Research Center UNAS Vol.3, No.1, Pebruari 2009 ISSN 1978 -9505
70
M = 4 ps/nm -M s ? = 2 – 10 nm dan jarak antar node pada STM-4 adalah 0,5 - 5 Km. Sehingga dispersi fiber pada jarak 5 km adalah : sM = M x s ? x L = 4.10-3 x 10 x 5 = 0,2 ns TTX = 0,05 – 0,25 ns untuk Laser Source DFB TRX = 0,05 – 0,25 ns untuk APD GaInAsP Maka perhitunan Tsis
ns
TTTsis MRXTX
21,03,005,005,0 222
222
=++=
++= σ
Sehingga Tsis secara perhitungan lebih cepat dari Tsis yang dibutuhkan untuk transmisi data 2,5 Gbps. Perhitungan daya DFB Laser Source 1550 nm : Jika daya laser yang digunakan adalah 10 – 20 mWatt dan daya laser pada backbone untuk setiap panjang gelombang dituning pada 15 mWatt Maka P dBm = 10 log P = 10 log 15 = 11,76 dBm Perhitungan sensitivitas daya APD GaInAsP 1550 nm : > Jika R = 3 – 28 > Dan Excess Noise Factor (K) = 0,95 – 1 > M = 5 – 40 > SNR untuk BER 10-10 adalah 322,58
89,38
4095,040)95,01(140
)1(1)40()(
2
2
=
−−−=
−
−−==M
KMKFMF
Dan Bandwidth (B) = 2,5 GHz Maka
mWatt
xxxx
SNRMFBePRX
6
1219
10.25
58,32289,3810.5,210.6,125
).(...2
−
−
=
=
=
dan dalam dBm
dBm
mWattxPxdBmP RXRX
97,56
10.2log10log10)( 6
−=== −
Perhitungan Jarak Maksimal, Lmax :
Jika 1 drum = 10 Km maka untuk jaringan backbone metro yang berjarak 5 Km tidak
memperhitungkan Loss Splice dan besarnya jarak transmisi maksimal adalah : > nc = 2 > Lc = 1 dBm > Ls = 1 dBm > Pm = 6 dBm
Jurnal Terra Hertz, ICT Research Center UNAS Vol.3, No.1, Pebruari 2009 ISSN 1978 -9505
71
> s f = 0,5 dBm
( )[ ] ( )
Km
xf
PmLsnsLcncPPL RXTX
46,1215,0
601297,5676,11
)..()(max
=
++−−−=
++−−=σ
Maka Lmax lebih besar dari jarak tranmisi yang dibutuhkan (5 Km). Dan bisa disimpulkan bahwa dengan besarnya jarak maksimal yang bisa dicapai oleh fiber maka dengan kebutuhan area backbone metro yang pasti < 20 km maka bandwith transmisi bisa diperbesar hingga 5 X. Sehingga kapasitas transmisi maksimalnya adalah 6,25 Gbps.
Perhitungan rise time sistem untuk STM -4 yang dibutuhkan adalah : B (Hz) = BT/2 = 620 Mbps/2 = 310 MHz. Tsis = 0,35/B = 0,35 / 310 MHz = 1,13 ns Fiber yang dirancang adalah TWRS single mode untuk WDM pada panjang gelombang 1300 nm, 1310 nm, 1320 nm, 1330 nm, dan 1340 nm. M = 4 ps/nm -M s ? = 2 – 10 nm dan jarak antar node pada STM-4 adalah 0,5 -15 Km. Sehingga dispersi fiber pada jarak 15 Km adalah : s M = M x s ? x L = 4.10-3 x 10 x 15 = 0,6 ns TTX = 0,05 – 0,25 ns untuk Laser Source DFB TRX = 0,05 – 0,25 ns untuk APD GaInAsP Maka perhitunan Tsis
ns
TTTsis MRXTX
64,06,005,005,0 222
222
=++=
++= σ
Sehingga Tsis secara perhitungan lebih cepat dari Tsis yang dibutuhkan untuk transmisi data 620 Mbps. Perhitungan daya DFB Laser Source 1300 nm : Jika daya laser yang digunakan adalah 10 – 20 mWatt dan daya laser pada backbone untuk setiap panjang gelombang ditala pada 17,5 mWatt Maka P dBm = 10 log P = 10 log 15 = 12,43 dBm Perhitungan sensitivitas daya APD GaInAsP 1300 nm > Jika R = 3 – 28 > Dan Excess Noise Factor (K) = 0,95 – 1 > M = 5 – 40 > SNR untuk BER 10-10 adalah 322,58
89,38
4095,040)95,01(140
)1(1)40()(
2
2
=
−−−=
−
−−==M
KMKFMF
Dan Bandwidth (B) = 620 MHz Maka
Jurnal Terra Hertz, ICT Research Center UNAS Vol.3, No.1, Pebruari 2009 ISSN 1978 -9505
72
mWatt
xxxx
SNRMFBePRX
7
619
10.97,45
58,32289,3810.62010.6,125
).(...2
−
−
=
=
=
dan dalam dBm
dBmmWattxPxdBmP RXRX
02,6310.2log10log10)( 6
−=== −
Perhitungan Jarak Maksimal, Lmax : Jika 1 drum = 10 Km maka untuk jaringan backbone metro yang berjarak 15 Km perhitungan Lmax adalah : > 5,01
10151
10=−=−= Lns
> Ls = 1 dBm > nc = 2 > Lc = 1 dBm > Pm = 6 dBm > s f = 0,5 dBm
( )[ ] ( )
Km
xxf
PmLsnsLcncPPL RXTX
9,1335,0
615,01202,6343,12
)..()(max
=
++−−−=
++−−=
σ
Maka Lmax lebih besar dari jarak transmisi yang dibutuhkan (15 Km). Sebagaimana hasil
perhitungan untuk STM-16 maka jarak maksimal dari fiber ternyata lebih besar 8 kali dari jarak backbone secara aktual sehingga kapas itas bandwidth memiliki kemungkinan untuk diperlebar 7 X yakni sebesar 4,34 Gbps.
III. KESIMPULAN
Metode analisis optical link budget dapat digunakan untuk mengetahui tingkat performansi
dan reliabilitas jaringan serat optik. Serta metode perhitungan tersebut dapat digunakan untuk merencanakan jaringan transmisi serat optik dalam bentuk topologi/konfigurasi yang telah ditentukan sebelumnya. Sehingga metode tersebut dapat digunakan untuk merencanakan jaringan serat optik pada Palapa Ring Project yang diperkirakan akan selesai pada 2011.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Daniel Minoli, 2003, Telecommunication Technology Handbook, Artech House Telecommunication Library.
[2]. Dahai Han, Xuepeng Li, Wanyi Gu, 2006, The Impact of LCAS Dynamic Bandwidth Adjustment on SDH/SONET Network, Journal of Optical Communications.
[3]. Diceu Cavendish, Kurenai Murakami, Su-Hun Yun et al., 2002, “New [4]. Transport Services for Next Generation SONET/SDH Systems”; [5]. IEEE Communication Magazine 40, pp.80-87.
Jurnal Terra Hertz, ICT Research Center UNAS Vol.3, No.1, Pebruari 2009 ISSN 1978 -9505
73
[6]. Enrico Forestieri, 2005, Optical Communication:Theor y & Techniques, Springer, USA. [7]. G Keisser, 1983, “Fiber Optics Communication Systems”, J&W Sons, New York. [8]. Gerd Keiser, 2005, Optical Communication Esential, McGraw Hill, Newyork, USA. [9]. Gerd Keiser, 2006, FTTX Concept & Application, IEEE Press. [10]. Gerard M . & Michel B.,2002, Satellite Communication System, Edisi Ke-4, J&W Son. [11]. Hoss J. Robert, 1990, “Fiber Optics Communication Design Hand Book” , Prentice Hall
International. [12]. Hoss R. J. And Lacy Edward A.,1993.,”Fiber Optics” Prentice-Hall Int. Inc, [13]. Huub, van Helvoort, 2005, Next Generation SONET/SDH: Evolution or Revolution. John
& Willey Son. [14]. J. Wilson & Hawkes,1998, Optoelectronics : An Introducton”, 2nd.Ed., J&W Sons New
York . [15]. M. ILyas & Hussein,T.,M., 2003, Optical Communication Network, CRC Press, USA. [16]. M. Kodialam, T.V. Lakshman,2001 „Integrated Dynamic IP and Wave length Routing in
IP over WDM Networks.“ Proceedings of INFO - [17]. COM 2001, Vol.1, , pp. 358-366. [18]. R. Dutta, G. Rouskas, 2002, Traffic Grooming in WDM Networks: Past and Future.“
IEEE Network, 16 (6), pp. 46-56. [19]. Regis J. Bates, Budd ,2002, SONET and SDH Inc NetLibrary, McGraw-Hill . [20]. Stephen S, 2001, SONET & SDH Demistified, McGraw Hill. [21]. Todd D. Steiner, 2004, Semiconductor nanostructures for optoelectronic applications,
Artech House Library. [22]. web.dev.depkominfo.go.id/blog/2008/01/09/pemerintah -targetkan-palapa-ring-i-selesai-
tahun-2010/ - 25k