A. Pendahuluan
Penyakit ginjal kronik (PGK) atau Chronic Kidney disease (CKD) menjadi problem
kesehatan yang besar di seluruh dunia. Perubahan yang besar ini mungkin karena berubahnya
penyakit yang mendasari patogenesis dari PGK. Beberapa dekade yang lalu penyakit
glomerulonefritis merupakan penyebab utama dari PGK. Saat ini infeksi bukan merupakan
penyebab yang penting dari PGK. Dari berbagai penelitian diduga bahwa hipertensi dan
diabetes merupakan dua penyebab utama dari PGK (Zhang dan Rothenbacher, 2008).
Hemodialisis adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan biokimiawi darah yang
terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan dengan menggunakan mesin
hemodialisis. Hemodialisis merupakan salah satu bentuk terapi pengganti ginjal (renal
replacement therapy/RRT) dan hanya menggantikan sebagian dari fungsi ekskresi ginjal.
Hemodialisis dilakukan pada penderita PGK stadium V dan pada pasien dengan AKI (Acute
Kidney Injury) yang memerlukan terapi pengganti ginjal. Menurut prosedur yang dilakukan
HD dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: HD darurat/emergency, HD persiapan/preparative, dan
HD kronik/reguler (Daurgirdas et al., 2007).
B. Anatomi dan Fisiologi Ginjal
Di dalam tubuh terdapat sepasang ginjal yang terletak di sebelah kanan dan kiri yang
berdekatan dengan tulang-tulang pinggang. Bentuk ginjal seperti kacang ercis dengan
panjang lebih kurang 10 cm. Di dalam ginjal terjadi proses pembentukan urine. Urine
terbentuk melalui serangkaian proses filtrasi (penyaringan) zat-zat sisa yang beracun,
reabsorpsi dan sekresi, serta augmentasi (pengumpulan) zat-zat sisa yang tidak diperlukan
lagi.
Ginjal terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan luar yang disebut korteks dan lapisan dalam
disebut medula. Korteks mengandung jutaan alat penyaring yang disebut nefron. Tiap nefron
terdapat badan Malpighi (badan renalis). Badan Malpighi tersusun dari kapsul Bowman dan
glomerulus. Medula terdapat tubulus kontorti (tubulus renalis) yang bermuara pada tonjolan
di pelvis renalis (ruang ginjal). Tubulus renalis ada tiga macam yaitu tubulus kontortus
proksimal yang menyalurkan filtrat dari kapsul Bowman, lengkung Henle yang berupa
saluran panjang menghujam ke bawah kemudian berbelok naik ke atas, dan tubulus kontortus
distal yang menyalurkan filtrat ke duktus kolektivus.
Nefron pada ginjal manusia terdapat 2 tipe yaitu nefron cortikal dan nefron duxtamedular.
Nefron cortikal terdiri dari glomerulus dengan ukuran relatif kecil dan letaknya selalu di
dalam korteks atau di luar medula. Sementara itu, nefron duxtamedular memiliki glomerulus
yang berukuran besar dan memiliki lengkung Henle yang memanjang masuk ke medula.
Lengkung Henle terdiri atas lengkung Henle descending yang mengangkut filtrat dari tubulus
kontortus proksimal dan lengkung Henle ascending mengangkut filtrat menuju tubulus
kontortus distal. Nefron duxtamedular ini berperan mengatur konsentrasi urine agar urine
yang akan diekskresikan bersifat hipertonis dibandingkan cairan tubuh.
Pembentukan urine bermula dengan proses dimana darah yang mengandung air, garam,
glukosa, urea, asam amino, dan amonia mengalir ke dalam glomerulus untuk menjalani
proses filtrasi. Proses ini terjadi karena adanya tekanan darah akibat pengaruh
dari mengembang dan mengerutnya arteri yang memanjang menuju dan meninggalkan
glomerulus. Akhir filtrasi dari glomerulus ditampung oleh kapsul Bowman dan menghasilkan
filtrat glomerulus atau urine primer. Secara normal, setiap hari kapsul Bowman dapat
menghasilkan 180 L filtrat glomerulus. Filtrat glomerulus atau urine primer masih
banyak mengandung zat yang diperlukan tubuh antara lain glukosa,
garam-garam, dan asam amino. Perhatikan gambar dibawah.
Gambar. Proses dan Perjalanan Filtrat
Filtrat glomerulus ini kemudian diangkut oleh tubulus kontortus proksimal. Di tubulus
kontortus proksimal zat-zat yang masih berguna direabsorpsi. Seperti asam amino, vitamin,
dan beberapa ion yaitu Na+, Cl–, HCO3–, dan K+ . Sebagian ion-ion ini diabsorpsi kembali
secara transpor aktif dan sebagian yang lain secara difusi. Proses reabsorpsi masih tetap
berlanjut seiring dengan mengalirnya filtrat menuju lengkung Henle dan tubulus kontortus
distal.
Pada umumnya, reabsorpsi zat-zat yang masih berguna bagi tubuh seperti glukosa dan
asam amino berlangsung di tubulus renalis. Akan tetapi, apabila konsentrasi zat tersebut
dalam darah sudah tinggi, tubulus tidak mampu lagi mengabsorpsi zat-zat tersebut. Apabila
hal ini terjadi, maka zat-zat tersebut akan diekskresikan bersama urine. Perhatikan Gambar
8.4 untuk lebih memahami mengenai proses reabsorpsi. Selain reabsorpsi, di dalam tubulus
juga berlangsung sekresi. Seperti K +, H+, NH4+ disekresi dari darah menuju
filtrat. Selain itu, obat-obatan seperti penisilin juga disekresi dari darah. Sekresi ion hidrogen
(H+) berfungsi untuk mengatur pH dalam darah. Misalnya dalam darah terlalu asam maka ion
hidrogen disekresikan ke dalam urine. Sekresi K+ juga berfungsi untuk menjaga
mekanisme homeostasis. Apabila konsentrasi K+ dalam darah tinggi, dapat menghambat
rangsang impuls serta menyebabkan kontraksi otot dan jantung menjadi menurun dan
melemah. Oleh karena itu, K+ kemudian disekresikan dari darah menuju tubulus renalis dan
dieksresikan bersama urine.
Pada saat terjadi proses reabsorpsi dan sekresi di sepanjang tubulus renalis secara
otomatis juga berlangsung pengaturan konsentrasi pada urine. Sebagai contoh, konsentrasi
garam diseimbangkan melalui proses reabsorpsi garam. Di bagian lengkung Henle terdapat
NaCl dalam konsentrasi tinggi. Keberadaan NaCl ini berfungsi agar cairan di lengkung Henle
senantiasa dalam keadaan hipertonik. Dinding lengkung Henle descending bersifat
permeabel untuk air, akan tetapi impermeabel untuk Na dan urea. Konsentrasi Na yang tinggi
ini menyebabkan filtrat terdorong ke lengkung Henle bagian bawah dan air bergerak
keluar secara osmosis.
Di lengkung Henle bagian bawah, permeabilitas dindingnya berubah. Dinding lengkung
Henle bagian bawah menjadi permeabel terhadap garam dan impermeabel terhadap
air. Keadaan ini mendorong filtrat untuk bergerak ke lengkung Henle ascending. Air yang
bergerak keluar dari lengkung Henle descending dan air yang bergerak masuk saat di
lengkung Henle ascending membuat konsentrasi filtrat menjadi isotonik. Setelah itu, filtrat
terdorong dari tubulus renalis menuju duktus kolektivus. Duktus kolektivus bersifat
permeabel terhadap urea. Di sini urea keluar dari filtrat secara difusi. Demikian juga dengan
air yang bergerak keluar dari filtrat secara osmosis. Keluarnya air ini menyebabkan
konsentrasi urine menjadi tinggi. Dari duktus kolektivus, urine dibawa ke pelvis renalis. Dari
pelvis renalis, urine mengalir melalui ureter menuju vesika urinaria (kantong kemih) yang
merupakan tempat penyimpanan sementara bagi urine.
Gambar. Diagram Proses Reabsorpsi
Urine ditampung di dalam kantong kemih (vesica urinaria) hingga mencapai kurang lebih
300 cc. Kemudian melalui uretra, urine dikeluarkan dari tubuh. Pengeluaran urine ini diatur
oleh otot sfinkter.
Pembentukan urine dari plasma darah menyebabkan terjadinya banyak perubahan
kandungan zat. Di dalam urine tidak lagi terdapat protein dan glukosa. Apabila di dalam urine
terdapat senyawa-senyawa tersebut, ini menunjukkan adanya gangguan pada ginjal.
C. Pengertian Penyakit Gagal Ginjal Kronik
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama atau lebih tiga
bulan dengan laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/men./1,73 m2.(NKF, 2015)
Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsiginjal
yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap,
berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori
yang luas yaitu kronik dan akut. Penyakit ginjal kronik merupakan perkembangan gagal
ginjal yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun), mengakibatkan
tertumpuknya sisa-sisa metabolik yang toksik serta gangguan keseimbangan air, elektrolit,
dan asam basa. (Suwitra, 2007)
Suryanto (2007) menyatakan pernyataan tentang “Penyakit Ginjal Kronik ( PGK )
merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, dimana ginjal kehilangan
kemampuan untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dengan nilai
glomerular filtration rate ( GFR ) 25% - 10% dari nilai normal. Transplantasi atau HD
digunakan sebagai terapi pengganti untuk menggantikan fungsi ginjal yang memburuk”.
(Wilson, 2003)
D. Patofisiologi Kerusakan Ginjal
Fungsi ginjal sebagai alat ekskresi dapat terganggu oleh berbagai sebab yang dapat
menimbulkan penyakit dan kelainan-kelainan pada tubuh. Macam-macam penyakit
dan kelainan tersebut antara lain yaitu nefritis.
Nefritis merupakan keadaan dimana rusaknya ginjal pada glomerulus akibat infeksi
bakteri Streptococcus. Infeksi ini dapat menyebabkan urea dan asam urat masuk kembali ke
dalam darah serta terganggunya reabsorpsi air. Jika urea dan asam urat masuk ke dalam darah
menyebabkan uremia, dan apabila reabsorpsi air terganggu akan mengakibatkan edema
atau pembengkakan kaki akibat terjadinya penimbunan air. Apabila nefritis ini tidak segera
terobati dapat mengakibatkan ”gagal ginjal”, yaitu tidak bekerjanya fungsi ginjal
sebagai organ ekskresi.
Gagal ginjal ini dapat ditolong dengan melakukan cuci darah. Apabila fungsi ginjal
terganggu, maka nefron tidak lagi mampu menyerap secara efektif beberapa substrat
yang seharusnya diserap, contohnya: albumin, protein, dan glukosa. Apabila dalam urine
seseorang terdapat albumin maka diduga menderita albuminuria. Namun, apabila di dalam
urine ditemukan adanya glukosa maka diduga menderita glukosuria. Adanya glukosa dalam
urine dapat disebabkan oleh tingginya glukosa dalam darah, sehingga nefron tidak mampu
menyerap kelebihan glukosa tersebut. Tingginya kadar glukosa dalam aliran darah dapat
dipicu oleh kurangnya hormon insulin dalam tubuh.
Gangguan pada ginjal dapat disebabkan oleh pola makan yang tidak sehat. Misalnya
terlalu banyak mengonsumsi garam mineral dan sedikit mengonsumsi air. Hal ini dapat
memicu terbentuknya batu ginjal di dalam rongga ginjal, saluran ginjal, atau kandung kemih.
Apabila batu ginjal terdapat di saluran ginjal, maka saluran urine akan tersumbat. Keadaan ini
menyebabkan membesarnya salah satu ginjal (hidronefrosis) karena urine tidak dapat
dialirkan keluar. Gesekan akibat batu ginjal menyebabkan peradangan pada organ urinaria
sehingga memungkinkan eritrosit terangkut dalam urine. Apabila ini terjadi maka orang
tersebut menderita hematuria. (Wilson, 2003)
E. Pengertian Hemodialisa
Hemodialisis berasal dari kata “hemo” artinya darah, dan “dialisis ” artinya pemisahan
zat-zat terlarut. Hemodialisis berarti proses pembersihan darah dari zat-zat sampah, melalui
proses penyaringan di luar tubuh. Hemodialisis menggunakan ginjal buatan berupa
mesin dialisis. Hemodialisis dikenal secara awam dengan istilah ‘cuci darah’. (NKF, 2015)
Pada hemodialisis darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan diedarkan dalam sebuah
mesin di luar tubuh, sehingga cara ini memerlukan jalan keluar-masuk aliran darah. Untuk itu
dibuat jalur buatan di antara pembuluh arteri dan vena atau disebut fistula arteriovenosa
melalui pembedahan. Lalu dengan selang darah dari fistula, darah dialirkan dan dipompa ke
dalam mesin dialisis. Untuk mencegah pembekuan darah selama proses pencucian, maka
diberikan obat antibeku yaitu Heparin. (Graham, 1854)
Sebenarnya proses pencucian darah dilakukan oleh tabung di luar mesin yang bernama
dialiser. Di dalam dialiser, terjadi proses pencucian, mirip dengan yang berlangsung di dalam
ginjal. Pada dialiser terdapat 2 kompartemen serta sebuah selaput di tengahnya. Mesin
digunakan sebagai pencatat dan pengontrol aliran darah, suhu, dan tekanan.
Aliran darah masuk ke salah satu kompartemen dialiser. Pada kompartemen lainnya
dialirkan dialisat, yaitu suatu carian yang memiliki komposisi kimia menyerupai cairan tubuh
normal. Kedua kompartemen dipisahkan oleh selaput semipermeabel yang mencegah dialisat
mengalir secara berlawanan arah. Zat-zat sampah, zat racun, dan air yang ada dalam darah
dapat berpindah melalui selaput semipermeabel menuju dialisat. Itu karena, selama
penyaringan darah, terjadi peristiwa difusi dan ultrafiltrasi. Ukuran molekul sel-sel dan
protein darah lebih besar dari zat sampah dan racun, sehingga tidak ikut menembus selaput
semipermeabel. Darah yang telah tersaring menjadi bersih dan dikembalikan ke dalam tubuh
penderita. Dialisat yang menjadi kotor karena mengandung zat racun dan sampah, lalu
dialirkan keluar ke penampungan dialisat.
F. Indikasi Hemodialisis
Indikasi HD dibedakan menjadi HD emergency atau HD segera dan HD kronik.
1. Hemodialis segera adalah HD yang harus segera dilakukan. Indikasi hemodialisis segera
antara lain (Daurgirdas et al., 2007):
1) Kegawatan ginjal
Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi
Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)
Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)
Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K >6,5 mmol/l )
Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
Uremia ( BUN >150 mg/dL)
Ensefalopati uremikum
Neuropati/miopati uremikum
Perikarditis uremikum
Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L)
Hipertermia
2) Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis.
2. Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan berkelanjutan seumur hidup
penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis. Menurut K/DOQI dialisis dimulai
jika GFR <15 ml/mnt. Keadaan pasien yang mempunyai GFR <15ml/menit tidak selalu
sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika dijumpai salah satu dari hal
tersebut di bawah ini (Daurgirdas et al., 2007):
GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis
Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan muntah.
Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
Komplikasi metabolik yang refrakter.
G. Konsep Fisiologi Tindakan dan Prosedur Hemodialisa
Sistem ginjal buatan (kidneys artificial organs) memiliki prosedur kerja sebagai
berikut:
1) Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat.
2) Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah dan
bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan tekanan
negatif (penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi).
3) Mempertahankan dan mengembalikan system buffer tubuh.
4) Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
Hemodialisa bertujuan untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam
darah dan mengeluarkan air yang berlebih. Pada hemodilisa, aliran darah yang penuh dengan
toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialiter tempat darah tersebut
dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien.
Hemodialisis terdiri dari 3 kompartemen yaitu kompartemen darah, kompartemen
cairan pencuci (dialisat), dan ginjal buatan (dialiser). Darah dikeluarkan dari pembuluh darah
vena dengan kecepatan aliran tertentu, kemudian masuk ke dalam mesin dengan proses
pemompaan. Setelah terjadi proses dialisis, darah yang telah bersih ini masuk ke pembuluh
balik, selanjutnya beredar di dalam tubuh. Proses dialisis (pemurnian) darah terjadi dalam
dialiser (Daurgirdas et al., 2007).
Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan
produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan fungsi tersebut.
Pada dialisis, molekul solut berdifusi lewat membran semipermeabel dengan cara mengalir
dari sisi cairan yang lebih pekat (konsentrasi solut lebih tinggi) ke cairan yang lebih encer
(konsentrasi solut lebih rendah) sementara molekul zat terlarut yang lebih besar tidak dapat
melewati barier membran semipermiabel. Cairan mengalir lewat membran semipermeabel
dengan cara osmosis atau ultrafiltrasi (aplikasi tekakan eksternal pada membran).
Gambar. Mekanisme Dialisis Pada Ginjal Buatan
Prinsip kerja hemodialisis adalah komposisi solute (bahan terlarut) suatu larutan
(kompartemen darah) akan berubah dengan cara memaparkan larutan ini dengan larutan lain
(kompartemen dialisat) melalui membran semipermeabel (dialiser). Proses penggeseran
(eliminasi) zat-zat terlarut (toksin uremia) dan air melalui membran semipermiabel atau
dializer berhubungan dengan proses difusi dan ultrafiltrasi (konveksi) sedangkan perpindahan
solute melewati membran disebut sebagai osmosis.
Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa atau
bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat dengan berat molekul
rendahseperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga sangat kecil dan
bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri, dan sel-sel
darah terlalubesar untuk melewati pori-pori membran. Perbedaan konsentrasi zat pada dua
kompartemen disebut gradien konsentrasi.
Perpindahan solute melewati membran terjadi melalui mekanisme difusi dan
ultrafiltrasi (UF). Difusi adalah perpindahan solute terjadi akibat gerakan molekulnya secara
acak, utrafiltrasi adalah perpindahan molekul terjadi secara konveksi, artinya solute
berukuran kecil yang larut dalam air ikut berpindah secara bebas bersama molekul air
melewati porus membran. Perpindahan ini disebabkan oleh mekanisme hidrostatik, akibat
perbedaan tekanan air (transmembrane pressure) atau mekanisme osmotik akibat perbedaan
konsentrasi larutan (Daurgirdas et al.,2007). Pada mekanisme UF konveksi merupakan proses
yang memerlukan gerakan cairan disebabkan oleh gradient tekanan transmembran
(Daurgirdas et al., 2007).
Gambar. Proses Hemodialisis
Ada 3 prinsip dasar dalam HD yang bekerja pada saat yang sama dan merupakan 3
proses dasar dari Hemodialisa, yaitu:
1. Proses Difusi
Proses difusi adalah proses pergerakan spontan dan pasif zat terlarut. Molekul zat terlarut
dari kompartemen darah akan berpindah kedalam kompartemen dialisat setiap saat bila
molekul zat terlarut dapat melewati membran semipermiabel demikian juga sebaliknya.
2. Proses Ultrafiltrasi
Proses ultrafiltrasi adalah proses pergeseran zat terlarut dan pelarut secara simultan dari
kompartemen darah kedalam kompartemen dialisat melalui membran semipermiabel.
Proses ultrafiltrasi ini terdiri dari ultrafiltrasi hidrostatik dan osmotik.
Gambar. Proses Ultrafiltration
1) Ultrafiltrasi hidrostatik
Transmembrane pressure (TMP)
TMP adalah perbedaan tekanan antara kompartemen darah dan
kompartemendialisat melalui membran. Air dan zat terlarut didalamnya
berpindah dari darahke dialisat melalui membran semipermiabel adalah akibat
perbedaan tekanan hidrostatik antara kompertemen darah dan kompartemen
dialisat. Kecepatan ultrafiltrasi tergantung pada perbedaan tekanan yang
melewati membran.
Koefisien ultrafiltrasi (KUF)
Besarnya permeabilitas membran dializer terhadap air bervariasi tergantung
besarnya pori dan ukuran membran. KUf adalah jumlah cairan (ml/jam) yang
berpindah melewati membran per mmHg perbedaan tekanan
(pressuregradient) atau perbedaan TMP yang melewati membran.
2) Ultrafiltrasi osmotik
Dimisalkan ada 2 larutan “A” dan “B” dipisahkan oleh membran semipermiabel,
bila larutan “B” mengandung lebih banyak jumlah partikel dibanding “A” maka
konsentrasi air dilarutan “B” lebih kecil dibanding konsentrasi larutan “A”.
Dengan demikian air akan berpindah dari “A” ke “B” melalui membran dan
sekaligus akan membawa zat -zat terlarut didalamnya yang berukuran kecil dan
permiabel terhadap membran, akhirnya konsentrasi zat terlarut pada kedua bagian
menjadi sama.
3. Proses Osmosis
Proses berpindahnya air karena tenaga kimia, yaitu perbedaan osmolaritas darah dan
dialisat (Lumenta), dimana terjadi perpindahan cairan dari larutan dengan osmolaritas
rendah ke osmolaritas yang lebih tinggi.
Gambar. Proses Hemodialisa