Download - Gas Dan Teori Kinetik
-
1
I. GAS DAN TEORI KINETIK GAS
1. 1. Pendahuluan
Tiap zat dapat berada sebagai padatan, cairan, atau gas, bergantung
pada tekanan dan temperatur. Kondisi untuk menemukan zat dalam suatu
keadaan tertentu dapat diketahui dari diagram fasanya. Diagram ini dijadikan
dasar untuk mengubah keadaan suatu zat dari suatu bentuk keadaan kebentuk
keadaan yang lain.
Dalam keadaan padat molekul-molekul bergetar pada suatu keadaan
kesetimbangan tertentu dan praktis tidak berpindah tempat. Jarak antara molekul-
molekulnya sangat dekat, hal ini menunjukkan bahwa diantara molekul-molekul
terdapat gaya tarik menarik yang kuat. Dalam keadaan cair molekul-molekul tidak
bergetar pada suatu keadaan kesetimbangan tertentu melainkan relatif bebas
untuk bergerak kesegala arah, walaupun gerakan ini sangat terpengaruh oleh
molekul-molekul disekitarnya. Dalam keadaan gas jarak antara molekul-molekul
cukup besar sehingga molekul bergerak secara bebas ke segalah arah dalam
garis lurus. Kecepatan difusi dari molekul-molekul dalam keadaan gas adalah
paling besar dan gas dapat mengisi setiap ruangan bila diletakkan di dalamnya.
Keadaan dari suatu zat tunggal misalnya gas, pada umumnya dapat
dijelaskan oleh empat variabel keadaan, yaitu massa, tekanan, volume, dan suhu.
Setiap besaran dapat diukur dengan cara dan alat tertentu. Hubungan antara
besaran-besaran ini disebut persamaan keadaan. Persamaan keadaan untuk gas
dapat diturunkan dengan relatif mudah dari data eksperimen. Hasil-hasil
eksperimen menunjukkan bahwa pada tekanan rendah, secara pendekatan ,
semua gas memperlihatkan sifat-sifat yang sama. Sifat-sifat ini dikenal sebagai
sifat sifat gas ideal.
-
2
1. 2. Perumusan Persamaan keadaan Gas Ideal
Variabel keadaan dari gas mempunyai hubungan satu sama lain.
Hubungan ini disebut hukum gas yang dapat dinyatakan dalam suatu persamaan
keadaan. Dengan mengetahui hukum gas kita dapat mencari nilai satu variabel
dari variabel yang lain, atau mencari pengaruh perubahan satu variabel terhadap
variabel yang lain.
Pada tahun 1663, Robert Boyle mempelajari pengaruh perubahan volume
terhadap tekanan gas pada suhu tetap. Dalam batas-batas ketelitian
percobaannya, Robert Boyle menemukan suatu hubungan variabel yang disebut
hukum Boyle. :
Volume (V) dari sejumlah tertentu gas berbanding terbalik dengan
tekanan ( P), pada suhu tetap (T).
Secara matematika hukum tersebut dapat dituliskan sebagai ::
P
1V (n,T tetap)
atau P1k V
PV = k1 ( n, T tetap ) (1.1)
k1 = tetapan yang bergantung pada jumlah mol gas dan suhu (T).
Aluran tekanan (P) terhadap Volume (V) yang digambarkan pada suhu
tetap disebut kurva isoterm gas ideal (Gambar 1.1.)
Gambar 1 .1. Isoterm Gas Ideal
-
3
Charles (1787) dan Gay lussac (1802), mempelajari pengaruh perubahan
suhu terhadap volume gas pada tekanan tetap. Berdasarkan hasil percobaan
yang telah dilakukan, Charles dan Gay-Lussac menyatakan hubungan volume dan
suhu yang disebut hukum charles-gay lussac.
Volume dari sejumlah tertentu gas berbanding lurus dengan suhu
pada tekanan tetap.
Secara matematik, hukum tersebut dapat dinyatakan sebagai
V T ( n, P tetap)
V = K2 . T ( n, P tetap) (1.2)
K2 = suatu tetapan yang bergantung pada jumlah mol gas dan tekanan
T 0, V 0.
Aluran volume terhadap suhu pada tekanan tetap disebut isobar gas ideal
(Gambar 1.2.)
Gambar 1.2. Isobar gas ideal
Dari hukum Boyle dan hukum Charles-Gay Lussac ternyata bahwa volume
gas adalah fungsi dari jumlah mol (n) , tekanan (P), suhu (T). Jadi ,
V = f (n,P,T) (1.3)
Persamaan ini dapat didiferensiasi sebagai berikut :
(1.4)
dT
Pn,T
VdP
Tn,P
Vdn
TP,n
VdV
-
4
Karena volume gas, pada tekanan dan suhu tetap, berbanding lurus dengan
jumlah mol, maka :
V n
V = k 3 . n ( p,T tetap), sehingga
(1.5)
Menurut Hukum Boyle,
PV = k1 ( n, T tetap )
(1.6)
Menurut hukum Charles- Gay Lussac,
V = K2 . T ( n, P tetap)
(1.7)
Apabila persamaan (1.5), 1.6), dan (1.7) disubtitusikan ke dalam persamaan
(1.4), diperoleh :
Kemudian ruas kiri dan kanan dibagi dengan V, maka
Persamaan diatas dapat diintegrasi menjadi :
ln V = ln n - ln P + ln T + ln R
dimana ln R merupakan tetapan integrasi
Dengan mengambil antilog dan melakukan penyusunan ulang diperoleh :
PV = nRT (1.8)
Persamaan ini dikenal dengan persamaan keadaan gas ideal atau hukum gas
ideal.
n
V
3k
Tn,PV
tetap)Tn,(P1
kV
P
V
Tn,PV
T
V2
kPn,T
V
dTT
VdP
P
Vdn
n
VdV
T
dT
P
dP
n
dn
V
dV
-
5
Hukum gas ideal tidak menggambarkan sifat-sifat gas nyata secara eksak. Gas
nyata hanya menuruti hukum ini untuk P 0.
Harga R dalam persamaan dapat ditentukan mengingat bahwa satu mol gas ideal
pada 0o C dan tekanan 1 atm menempati volume sebesar 22,414 liter.
Dari persamaan (1.8) diperoleh :
(1.9)
Hukum Dalton
Bila campuran gas yang tidak bereaksi terdapat dalam suatu volume (V),
maka menurut Dalton (1801) tekanan total (Pt ) dalam campuran gas ini adalah
sama dengan jumlah tekanan parsial dari masing-masing komponen.
Pt = P1 + P2 + P3 + ....................
Pt = i Pi (1.10)
Pi = tekanan parsial komponen i dalam campuran gas.
Tekanan parsial dari suatu gas dalam campuran gas adalah tekanan dari gas
tersebut bila berada tersendiri dalam volume dan pada temperatur yang sama.
Tekanan parsial suatu gas dalam campuran berbanding lurus dengan jumlah
molnya masing-masing. Apabila tiap gas dalam campuran bersifat ideal maka :
P1 V1 = n1 R T P2 V2 = n2 R T P3 V3 = n3 R T . . . . . . + (P1 + P2 + P3 + .... )V = (n1 + n2 + n3 + ..........) RT
atau,
Pt V = nt R T (1.11)
Dengan, nt = jumlah total molgas dalam campuran.
Tekanan parsial dari suatu gas i dalam campuran gas dapat dihitung apabila
tekanan total dan fraksi mol gas tersebut diketahui.
P1 V = n1 R T
Pt V = nt R T
1-1- KmolatmL08206,0K)5mol)(273,1(1
L)(22,414atm)(1R
-
6
Bila kedua persamaan ini dibagi akan diperoleh
Atau
Pi = Xi Pt (V, T tetap) (1.12) Dengan, Xi = Fraksi mol komponen i dalam campuran gas.
Hukum amagat
Hukum yang menyangkut volume parsial suatu gas dalam campuran gas.
Hukum ini menyatakan bahwa volume total dari suatu campuran gas adalah sama
dengan jumlah volume parsial masing-masing komponen.
Vt = V1 + V2 + V3 + ........................ (P, T tetap) (1.13)
Dengan V1, V2, V3, ................ adalah volume parsial dari komponen-komponen,
dan Vt adalah volume total.
Volume parsial dari suatu gas dalam campuran gas didefinisikan sebagai volume
yang ditempati oleh gas tersebut bila berada tersendiri pada temperatur dan
tekanan total yang sama.
Secara analogi dengan hukum Dalton dapat diturunkan :
P Vt = nt R T (1.14)
Dan, Vi = Xi Vt (1.15)
Hukum Graham
Efusi adalah suatu proses pengaliran gas melalui suatu lubang kecil.
Thomas Graham (1846) mempelajari gejala efusi dari gas dan menemukan
bahwa laju efusi berbanding terbalik dengan akar rapat massa gas, pada
temperatur dan tekanan tetap.
Laju efusi relatif dari dua macam gas, pada temperatur dan tekanan yang sama
adalah :
RTn
RTn
VP
VP
T
i
T
i
Xn
n
P
P
T
i
T
i
1
-
7
(1.16)
Bila dalam hal ini volume gas yang berefusi keluar sama besar, maka perba Dik :
t1 = waktu efusi gas 1
t2 = waktu efusi gas 2
Karena diketahui rapat massa berbanding lurus dengan berat molekul
Maka : Sehingga persamaan menjadi :
(1.17) Persamaan ini dapat digunakan dalam penentuan massa molekul gas jika massa molekul gas lain diketahui. 1.3. Beberapa penggunaan persamaan gas ideal A. Penentuan Berat molekul
Untuk gas atau uap yang dianggap ideal P V = n R T Dengan, W = massa gas (gram ) dan M = massa molekul. Maka,
Atau,
(1.18)
)tetapPT,(
1
2
2
1
1
2
2
1
t
t
P
RTM
1M
2M
1
2
)tetapPT,(
1M
M
t
t2
1
2
2
1
TRM
WVP
P
TR
V
WM
P
TRM
-
8
Contoh :
Bila rapat massa udara kering adalah 1,146 g/L pada 27 oC dan 740 mm Hg,
tentukan :
a) Massa molekul udara
b) Komposisi udara dengan menganggap bahwa udara kering hanya
mengandung N2 dan O2
Jawab :
b) Misalkan udara mengandung x % berat N2. Maka:
Udara mengandung 75,25 % N2 dan 24,75 % O2 B. Penentuan Tekanan Uap Zat Cair
Tekanan uap zat cair dapat ditentukan dengan cara mengalirkan suatu gas
tertentu ke dalamnya kemudian campuran gas dan uap dianalisis komposisinya
Contoh :
Tentukan tekanan uap merkuri pada 23 oC jika 50,4 g campuran N2 dan uap Hg
pada 745 mm Hg mengandung 0,702 mg Hg.
Jawab :
P
TRMa)
1
11
molg99,28
atm760
740K-molatmL1g/L)(0,082(1,146
M
99,28)32(100
x100)28(
100
x
32002899x23x28
75,25x301x4
mol610x50,3200,59
3-10x0,702Hg
n
mol799,128
3-10x0,702-50,4N
n2
-
9
Menurut persamaan (1.12),
1.4. Gas Nyata
1.4.1. Konsep Faktor Daya Manpat
Apabila gas bersifat ideal, maka harga :
, pada semua tekanan.
Aluran terhadap P Untuk beberapa jenis gas dapat dilihat pada Gambar
1.3.
Gambar 1.3. Variasi P V/n R T dengan tekanan
untuk beberapa gas pada 0 o C
Gambar 1.3. menunjukkan bahwa gas-gas H2, CH4, NH3, dan C2H4 menyimpang
dari keadaan ideal, terutama pada tekanan tinggi
Hgmm-10x1,45
Hgmm745-10x3,501,799
-10x3,50
tP
Nn
Hgn
Hgn
tP.HgX
HgP
3
6
62
1TRn
VP
TRn
VP
-
10
Untuk dapat menyatakan besarnya penyimpangan ini digunakan faktor daya
mampat, Z, yang didefinisikan sebagai,
(1.19)
Untuk gas ideal, Z = 1, sedangkan untuk gas nyata pada umumnya z =1. Makin
banyak harga Z menyimpang dari satu, makin besar gas yang bersangkutan
menyimpang dari keadan ideal.
Gambar 1. 3 mengugkapkan beberapa hal yang menarik :
a. Jika tekanan diturunkan sampai harga yang sangat rendah, maka Z mendekati
harga satu. Hal ini berarti bahwa bagi semua gas, bila P mendekati nol, Z = 1
maka gas bersifat ideal.
b. Kecuali pada H2, kenaikan tekanan dari P = 0 mula-mula menyebabkan
penurunan harga Z < 1 atau sampai nilai minimum , kemudian pada tekanan
tinggi naik sampai mencapai harga Z > 1
Penyimpangan terhadap keadaan ideal disebabkan oleh dua Faktor :
1. Faktor pertama, yang berperanan pada tekanan yang relatif rendah dan
menyabablan harga Z < 1 : pengaruh gaya tarik antara molekul-molekul.
2. Faktor kedua, Faktor kedua yang berperanan pada tekanan tinggi adalah
gaya tolak menolak. Pada tekanan tinggi kedudukan molekul-molekul
sangat berdekatan sehingga menimbulkan gaya-tolak menolak yang kuat
dan hal ini cenderung membuat harga Z > 1.
3. Untuk gas H2 (pada 0 oC), Z > 1 pada semua tekanan. Penelitian
menunjukkan bahwa pada suhu cukup rendah (< - 166 oC), gas H2 juga
memperlihatkan titik minimum pada kurva Z P.
Pengaruh suhu terhadap faktor daya mampat dapat dilihat pada Gambar 1.4 untuk
gas metana
TRn
VPZ
-
11
Gambar 1.4. Faktor daya mampat untuk gas CH4. pada berbagai temperatur Gambar 1.4 menunjukkan bahwa pada suhu di bawah 640 K semua
kurva Z P memperlihatkan titik minimum dan
Pada suhu di atas 640 K harga Z 1 pada semua tekanan dan
Pada suhu 640 K dan P =0, menyinggung garis Z = 1 pada kurva Z P. Dalam
hal ini dan untuk perubahan tekanan selanjutnya , Z tidak banyak
berubah dari satu sehingga gas dianggap ideal. Berdasarkan hal tersebut maka,
pada T = 640 K disebut Temperatur Boyle ( TB). Nilai temperatur Boyle untuk
beberapa jenis gas diberikan pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Temperatur Boyle untuk beberapa jenis gas .
Isoterm gas nyata berbeda dari isoterm gas ideal terutama pada suhu
rendah, dapat di lihat pada Gambar 1.5 untuk gas karbon dioksida.
Jenis Gas He H2 N2 O2 CH4
T B 24 107 320 423 640
00PdP
d
Z
00PdP
d
Z
00PdP
d
Z
-
12
Gambar 1.5. Isotermal gas nyata
Pada suhu dan tekanan rendah, misalnya pada A, CO+ berada sebagai
gas. Jika volume dikurangi pada suhu tetap, dekat titik A, tekanan gas naik kira-
kira sesuai dengan hukum Boyle. Penyimpangan yang besar terjadi jika volume
dikurangi sampai mencapai titik B . Pada C (P ~ 60 atm), semua sifat ideal hilang,
tekanan tidak berubah (garis CDE). Hanya sedikit di sebelah kiri C, cairan
terbentuk. penurunan volume dari C melalui D ke E, jumlah cairan bertambah.
Tekanan yang berhubungan dengan garis CDE disebut tekanan uap (cairan dan
uap berada dalam kesetimbangan). Pada E semua gas telah mencair. Pada suhu
yang lebih tinggi, pola sama kecuali titik C dan E menjadi lebih dekat. Pada 31,04o
C, kedua titik berimpit, di atas 31,04o C, CO2 tidak dapat dicairkan meskipun pada
tekanan tinggi.Titik ini disebut titik kritis. Suhu, tekanan dan volume molar pada
titik kritis disebut suhu kritik (Tc), tekanan kritis (Pc) dan volume molar kritis (Vc).
Pc, Tc dan Vc adalah tetapan kritis
1. 4.2. Persamaan Keadaan van der Waals
Persamaan keadaan gas ideal tidak berlaku untuk gas nyata, kecuali pada
tekanan yang cukup rendah. Bertitik tolak dari persamaan keadan gas ideal yaitu
PV = nRT , dan dengan cara mengadakan koreksi terhadap tekanan dan volume
-
13
dalam persamaan ini, Van der Waals (1873) berhasil menurunkan suatu
persamaan yang lebih memuaskan.
Koreksi terhadap tekanan didasarkan atas pertimbangan bahwa antara
molekul-molekul gas terdapat gaya tarik-menarik. Gaya tarik-menarik yang dialami
oleh molekul-molekul dibagian dalam gas, oleh molekul disekitarnya saling
meniadakan, akan tetapi pada molekul yang berada di dekat dinding, ada gaya
sisa yang mengarah ke dalam. Karena tekanan gas disebabkan oleh tabrakan molekul-molekul pada dinding, maka dengan adanya gaya sisa itu
menyebabkan tekanan menjadi kecil.
Menurut van der Waals :
P = Pid P
Diketahui :
P = tekanan sebenarnya
Pid = tekanan ideal
P = besarnya pengurangan tekanan yang disebabkan oleh gaya tarik
menarik
Menurut van der Waals, P1 berbanding lurus dengan C2 (C = konsentrasi molar)
dan karena C = n / V, maka
P1 C2
atau
Koreksi terhadap volume diperlukan oleh karena molekul gas mempunyai volume
sendiri. Dalam memperhitungkan pengaruh dari volume molekul-molekul ini, van
der Waals menganggapnya sebagai bola kaku, sehingga volum bebas untuk
gerakan molekul bukan lagi V melainkan V nb, dengan b ialah suatu tetapan
2
V
naP'
2
V
nP'
2
id V
naPP
-
14
yang besarnya empat kali volum sebenarnya dari molekul-molekul dalam satu
mola gas, n ialah jumlah mol gas dan V ialah volum wadah.
Dengan memperhatikan koreksi-koreksi di atas, maka persamaan gas ideal dapat
diubah menjadi,
(1.20)
Persamaan ini terkenal sebagai persamaan van der Waals. Tetapan-tetapan a
dan b dapat ditentukan dari data P, V, T atau dari tetapan-tetapan kritis (lihat
fatsal berikutnya). Persamaan van der Waals merupakan suatu perbaikan yang
nyata terhadap persamaan gas ideal, seperti dapat dinilai dari Tabel 1.2. Pada
tekanan tinggi persamaan van der Waals tidak memuaskan; hal ini disebabkan
karena tetapan-tetapan a dan b merupakan fungsi dari tekanan dan temperatur.
Tabel 1.2. Tetapan van der Waals
GGaass aa,, LL22 aattmm mmooll--22 bb,, LL mmooll--11
HHee 00..00334400 00..00223344
HH22 00..224444 00..00226666
OO22 11..3366 00..00331188
CCOO22 33..6611 00..00442299
HH22OO 55..7722 00..00331199
HHgg 22..8888 00..00005555
1.5. Teori konetik gas
Pengamatan dari kelakuan gas pada berbagai kondisi yang dilakukan oleh
Boyle, Charles, Avogadro dan lain-lain, menghasilkan data yang dapat
disimpulkan menjadi perumusan-perumusan umum atau hukum. Hukum-hukum ini
tidak bergantung pada setiap teori tentang hakekat gas.
Untuk dapat menerangkan kelakukan gas itu telah disusun suatu teeori
yang dikenal sebagai Teori Kinetik Gas. Teori ini, yang untuk pertama kalinya
dikemukakan oleh Bernoulli pada tahun 1738, mempostulatkan suatu model
nRTnb)(VV
anP
2
2
-
15
dimana diandaikan bahwa molekul-molekul gas berada dalam gerakan cepat ke
segala arah dan bahwa tabrakannya dengan dinding menimbulkan tekanan gas.
Walaupun Bernoulli berhasil menurunkan hukum Boyle, namun teorinya baru
mendapat perhatian kurang lebih satu abad kemudian, antara lain dari Joule
(1848) dan Clausius (1857) yang mengembangkan teori tersebut lebih lanjut.
1.5.1. Teori kinetik gas ideal
Teori ini didasarkan atas beberapa postulat sebagai berikut :
1. Gas terdiri atas sejumlah besar partikel-partikel kecil (molekul) yang
bergerak dengan cepat dalam garis lurus dan saling bertabrakan dan
bertabrakan dengan dinding. Tekanan gas adalah akibat dari pada
tabrakan antara molekul dengan dinding.
2. Tabrakan antar molekul berdifat kenyal, artinya walaupun pada tabrakan itu
dapat terjadi pemindahan energi, akan tetapi energi kinetik total tidak
berubah,
3. Antara molekul-molekul dan antara molekul dengan dinding tidak ada gaya
tarik menarik.
4. Volum dari molekul-molekul cukup kecil dibandingkan terhadap volum total
dari gas sehingga dapat diabaikan.
5. Energi kinetik rata-rata dari molekul-molekul berbading lurus dengan
tempratur mutlak.
Dengan model ini berhasil diturunkan suatu persamaan yang memungkinkan
perhitungan tekanan gas dari sifat-sifat dasar molekul. Perhatikan suatu ruang
l dan yang mengandung N molekul dari suatu gas.
-
16
Gambar 1.6. Komponen-komponen kecepatan
Sebuah molekul, dengan massa m, yang bergerak dengan kecepatan c, dapat
diuraikan kecepatannya ke dalam komponen-komponen cx, cy, dan cz (lihat
gambar 1-6). Molekul yang bergerak dengan kecepatan cx pada arah x akan
bertumbukan dengan dinding yz dengan momentum mcx; setelah tumbukan
molekul bergerak dalam araah yang berlawanan dengan kecepatan cx dan
momentum mcx. Perubahan momentum yang terjadi pada molekul pada satu
kali tabrakan ialah mcx (-mcx) = 2 mcx. Dinding yang sama akan ditabraknya lagi
setelah molekul menempuh jarak 2L. Jumlah tabrakan dengan dinding ini adalah
cx/2L sehingga perubahan momentum per molekul per detik adalah (2mcx)(cx/2L)
= mcx2/L. Perubahan momentum yang sama akan terjadi pada dinding yz yang
satu lagi. Jadi,
Perubahan momentum/ molekul /detik pada arah X adalah:
L
2C m 2 X
Perubahan momentum total / molekul / detik adalah;
L
2C m 2
L
2C m 2
L
2C m 2
L
2C m 2 ZYX
-
17
Untuk jumlah total molekul N, perubahan momentum / detik adalah
L
2C N m 2
L
2C m 2 ............
L
2C m 2
L
2C m 2 N21
dimana rata-ratakuadrat kecepatan C2
2
N
2
2
2
12 C ........ C (C
N
1 C
Menurut hukum Newton kedua,
dt
d(mC)
dt
dC m a m F
Jadi gaya adalah perubahan momentum per detik. Bila luas total dari kubus
adalah A = 6 l2, maka
lll 26
C m N 2
A
C m N 2
A
F P
22
atau
V
C m N
3
1 P
2
(1.21)
Persamaan ini terkenal sebagai persamaan pokok teori kinetik gas ideal.
Beberapa penurunan dari Teori Kinetik.
1. Hukum Boyle
C m N 2
1
3
2 C m N
3
1 V P 22
Menurut postulat (s) energi kinetik rata-rata dari semua molekul berbanding lurus
dengan temperatur mutlak.
T k C m N 2
1 2
sehingga
T k 3
2 V P
-
18
dimana k adalah tetapan perbandingan. Jadi,
Sehingga pada temperatur tetap, PV = tetap
2. Hukum Avogadro
Menurut hukum ini, dua gas yang mempunyai volume yang sama pada tekanan
dan temperatur yang sama mengandung jumlah molekul yang sama.
Menurut teori kinetik,
2
11111 C m N 3
1 VP
dan
2
22222 C m N 3
1 VP
Pada tekanan dan volume yang sama, P1V1 = P2V2
Sehingga,
2
222
2
111 CmN CmN
Pada temperatur yang sama energi kinetik molekul akan sama,
2
22
2
11 Cm Cm 2
1
2
1
atau
2
22
2
11 Cm Cm
Jadi, N1 = N2
3. Energi Kinetik translasi molekul
Untuk satu mole gas,
C m 2 o
N 3
1 PV
dimana No adalah bilangan Avogadro. Karena PV = nRT, maka
RT C m 2 o
N 3
1
-
19
kinetik2 E
3
2 RT C m
oN
3
1
Jadi,
RT 2
3 Ekinetik (1.22)
4. Kecepatan Molekul Gas
Untuk satu mol gas, RT C m 2 o
N 3
1 PV
Karena Nom = M (berat molekul), maka
RT C 2M 3
1
M
RT 3 C2
Jadi
M
RT 3 C C 2akr
(1.23)
Cakr disebut kecepatan akar kuadrat rata-rata.
1.5.2. Distribusi Kecepatan Molekul
Walaupun persamaan teori kinetik memungkinkan perhitungan kecepatan
akr dari molekul-molekul, akan tetapi persamaan ini tidak memberikan keterangan
apa-apa tentang kecepatan dari masing-masing molekul. Molekul-molekul dalam
suatu gas bergerak dengan kecepatan yang berbeda-beda. Lagipula kecepatan
dari sebuah molekul selalu berubah dab dapat bervariasi antara harga yang
rendah sekali dan harga yang sangat tinggi, akibat dari pada tabrakan dengan
molekul-molekul lain.
-
20
dc
dN
N
1
Pada tahun 1860 Maxwell menunjukkan bahwa distribusi kecepatan
diantara molkeul-molekul mengikuti suatu pola tertentu. Berdasarkan teori
kebolehjadian Maxwell berhasil menurunkan suatu persamaan untuk menghitung
fraksi dari jumlah total molekul yang mempunyai kecepatan antara c dan c + dc,
dengan dc ialah suatu bilangan yang sangat kecil. Persamaan ini, yang terkenal
sebagai Hukum Distribusi Kecepatan Molekul, adalah
dcc e kT 2
m 4
N
dN 223
kT /2mc - 2
(1.24)
Dengan dN ialah jumlah molekul, dari jumlah total N, dengan kecepatan antara c
dan c + dc, m ialah massa molekul dan k ialah tetapan Boltsmann (R/No = 1,3805
x 10-16 erg. Molekul-1det-1). dN/N menyatakan fraksi dari jumlah total molekul
dengan kecepatan antara c dan c + dc. Persamaan Maxwell biasanya
digambarkan dengan mengalurkan
Terhadap c (lihat Gambar 1.7). Kebolehjadian untuk menemukan sebuah molekul
dengan kecepatan antara dua harga diberikan oleh luas di bawah kurva antara
kedua harga kecepatan ini.
Gambar 1-7 Distribusi kecepatan molekul untuk gas N2 menurut Maxwell.
-
21
C
N
1i ic
N
1C
c
0c
cdNN
1C
Titik maksimum pada kurva menunjukkan bahwa sebagian besar dari molekul-
molekul mempunyai kecepatan disekitar titik maksimum ini. Bila tempratur dan
kurvaa-kurva ini adalah sama, yaitu sama dengan satu.
Kecepatan pada titik maksimum disebut kecepatan paling boleh jadi, Cpb yang
dapat dihitung dengan cara mendiferensialkan pers. (1.24) dan hasilnya
disamakan dengan nol.
0 - 2 dc
dN
kT
2c mkT /2mc - 2ec N
1
c
(1.25)
Kecepatan rata-rata, yang didefinisikan sebagai,
(1.26)
Dapat dihitung dari,
Dengan mensubstitusikan harga dN dari persamaan (1.24) ke dalam persamaan
ini diperoleh,
0
dT
2cm
2
M
TR2
m
Tk2
pbC
dcce
Tk2
m4
N
dN2
23/2
Tk/2cm-
dceo
c
Tk2
m4c
Tk/2cm-2
2
3/2
-
22
Yang akhirnya menghasilkan,
(1.27)
Kecepatan rata-rata antara lain digunakan pada perhitungan jarak bebas rata-rata
dan viskositas gas.
1.5.3. Tumbukan molekul dan jarak bebas rata-rata
Perhatikan dua jenis gas, A dan B, dengan molekul-molekulnya yang dianggap
kaku dan dengan diameter masing-masing dA dan dB. Tabrakan antara molekul A
dan B akan terjadi apabila jarak antara titik pusat kedua molekul ini adalah dAB =
(dA + dB). Andaikan bahwa molekul-molekul B diam dan molekul A bergerak
dengan kecepatan rata-rata Ac melalui suatu volume yang berisi molekul-molekul
B. Dalam waktu satu detik molekul A akan melalui volume sebesar
Acd 2AB
Bila jumlah molekul B per satuan volume adalah NB/V, maka jumlah molekul B
yang ditabrak oleh molekul A per satuan volume per satuan waktu adalah,
Bila jumlah molekul A dalam satuan volume adalah NA/V, maka jumlah tabrakan
yang terjadi antara molekul-molekul A dan molekul-molekul B dalam satuan volum
per satuan waktu adalah,
Persamaan di atas memerlukan koreksi karena pada penurunannya dianggap
bahwa molekul-molekul B tidak bergrak. Bila molekul-molekul B bergerak dengan
kecepatan rata-rata CB, maka dalam persamaan tersebut CA harus diganti dengan
M
TR8
m
Tk8c
V
Ncdz B
A2AB
AB
2V
NNcdZ BA
A2AB
AB
-
23
V
Ncd2z A
2
AA
2
2A
2
AA V
Ncd2Z
2/1
CAB, yaitu kecepatan rata-rata A relatif terhadap B. Kecepatan relatif CAB dapat
diperoleh sebagai selisih vektor antara CA dan CB.
Kecepatan relatif,
Jadi,
Dapat dibuktikan (lihat Moore 5th ed., hal 150-152) bahwa
Dengan ialah massa tereduksi, = mAmB / (mA + mB) sehingga,
(1.28)
Bila A = B, yaitu bila hanya ada satu jenis gas, maka kecepatan relatif menjadi,
Sehingga,
(1.29)
dan (1.30)
VNcd
z BAB2AB
AB
2BAAB
2AB
AB V
NNcdZ
1/2BA
2B
2AAB )coscc2cc(c
cosBcAc2
2Bc
2A
ccAB
Tk8
C
Tk8
V
NNdZ
2BA
2AB
AB
c2mTk82m
Tk8c1/2
AA
-
24
V
Ncd2z
2
AA
AAz
c
N/Vd2
2
1
Persamaan (1.30) menyatakan jumlah tabrakan molekul yang terjadi dalam satuan
volume per satuan waktu. Faktor diperlukan untuk tidak menghitung tiap
tabrakan dua kali.
Suatu besaran penting dalam teori kinetik adalah jarak rata-rata yang ditempuh
suatu molekul antara dua tabrakan. Jarak ini, yang disebut jarak bebas rata-rata,
, dapat dihitung sebagai berikut.
Jumlah tabrakan yang dialami oleh satu molekul per satuan waktu diberikan oleh
pers. (1.29),
Jarak yang ditempuh dalam waktu ini adalah C. Jadi jarak bebas rata-rata, ,
adalah
atau,
Jarak bebas rata-rata antara lain digunakan dalam perhitungan viskositas gas.