BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian dan Manfaat Pengukuran Kinerja
Menurut Stout (dalam Yuwono, 2002) pengukuran kinerja merupakan proses
mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian
misi (mission accomplishment) melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk,
jasa ataupun suatu proses.
Selain itu, Mulyadi dan Setiawan (1999:227) mendefinisikan pengukuran kinerja
sebagai "penentuan atau penilaian secara periodik efektivitas operasional suatu
organisasi, dan karyawan berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya”, sedangkan Widiyanto (1993:19) memberikan definisi
terhadap pengukuran kinerja sebagai “penentuan secara periodik efektivitas
operasional suatu organisasi, bagi organisasi, dan karyawannya berdasarkan sasaran
standar, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya”
Jadi pengukuran kinerja adalah proses menilai kemajuan pencapaian tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan oleh organisasi guna mendukung pencapaian misi
organisasi, termasuk menilai efisiensi dan efektifitas dari aktivitas-aktivitas
organisasi.
10
Widiyanto (1993:19) selanjutnya mengatakan bahwa:
penilaian kinerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi organisasi
karena pengukuran kinerja tersebut dapat digunakan, antara lain:
a) menilai keberhasilan organisasi selama periode tertentu
b) memotivasi suatu lini pekerja untuk mencapai tujuan organisasi dan dalam
mematuhi stnadar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar
menghasilkan tindakan dan hasil yang diinginkan.
c) Menyusun sistem imbalan dalam organisasi
d) Memberikan pedoman bagi usaha perbaikan/peningkatan kinerja organisasi
tersebut.
2.2 Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
Badan Layanan Umum Daerah atau disingkat BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di
lingkungan pemerintah daerah di Indonesia yang dibentuk untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang/jasa yang dijual tanpa
mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan
pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
BLUD merupakan bagian dari perangkat pemerintah daerah, dengan status hukum
tidak terpisah dari pemerintah daerah. Berbeda dengan SKPD pada umumnya, pola
pengelolaan keuangan BLUD memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk
menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada
11
masyarakat, seperti pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada
umumnya. Sebuah satuan kerja atau unit kerja dapat ditingkatkan statusnya sebagai
BLUD.
Berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 2005 (sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor
74 Tahun 2012), BLUD bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa
dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip
ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat.
Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan dengan
PPK-BLUD apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif.
Persyaratan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi apabila instansi
pemerintah yang bersangkutan menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan
dengan:
a. Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum;
b. Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan
perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan/atau
c. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau
pelayanan kepada masyarakat.
12
Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi apabila:
a. Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan
ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan
oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD scsuai dengan kewenangannya;
dan
b. Kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat
sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU.
Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi apabila
instansi pemerintah yang bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen berikut:
a. Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan,
dan manfaat bagi masyarakat;
b. Pola tata kelola;
c. Rencana strategis bisnis;
d. Laporan keuangan pokok;
e. Standar pelayanan minimum; dan
f. Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara
independen.
Menteri/pimpinan lembaga mengusulkan instansi pemerintah yang memenuhi
persyaratan substantif, teknis, dan administratif untuk menerapkan PK-BLU
kepada Menteri Keuangan. Menteri Keuangan melakukan penilaian atas usulan
tersebut dan apabila telah memenuhi semua persyaratan di atas, maka Menteri
13
Keuangan menetapkan instansi pemerintah bersangkutan untuk menerapkan PK-BLU
berupa pemberian status BLU secara penuh atau bertahap.
Dalam rangka penilaian usulan PK-BLU, Menteri Keuangan dapat membentuk Tim
Penilai yang terdiri dari unsur di lingkungan Kementerian Keuangan yang terkait
dengan kegiatan satker BLU yang diusulkan, antara lain Ditjen
Perbendaharaan, Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan, dan Ditjen Anggaran.
Tim Penilai tersebut dapat menggunakan narasumber yang berasal dari lingkungan
pemerintahan maupun masyarakat.
Berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh Tim Penilai, usulan penetapan BLU dapat
ditolak atau ditetapkan dengan status BLU penuh maupun BLU bertahap.
Status BLU penuh diberikan apabila persyaratan substantif, teknis dan administratif
telah dipenuhi dengan memuaskan sesuai dengan kriteria SOP penilaian.
Satker yang berstatus BLU Penuh diberikan seluruh fleksibilitas pengelolaan
keuangan BLU, yaitu:
a. Pengelolaan Pendapatan
b. Pengelolaan Belanja
c. Pengadaan Barang/Jasa
d. Pengelolaan Barang
e. Pengelolaan Kas
f. Pengelolaan Utang dan Piutang
g. Pengelolaan Investasi
14
h. Perumusan Kebijakan, Sistem, dan Prosedur Pengelolaan Keuangan.
Status BLU Bertahap
Status BLU Bertahap diberikan apabila persyaratan substantif, teknis, dan
administratif telah terpenuhi, namun persyaratan administratif kurang memuaskan
sesuai dengan kriteria SOP penilaian. Status BLU Bertahap berlaku paling lama tiga
tahun dan apabila persyaratan terpenuhi secara memuaskan dapat diusulkan untuk
menjadi BLU Penuh.
Fleksibilitas yang diberikan kepada satker berstatus BLU bertahap dibatasi:
1. Penggunaan langsung pendapatan dibatasi jumlahnya, sisanya harus
disetorkan ke kas negara sesuai prosedur PNBP.
2. Tidak diperbolehkan mengelola investasi;
3. Tidak diperbolehkan mengelola utang;
4. Pengadaan barang/jasa mengikuti ketentuan umum pengadaan barang/jasa
pemerintah yang berlaku.
5. Tidak diterapkan flexible budget.
2.3 Puskesmas Sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
1. Standar pelayanan dan tarif layanan
Puskesmas yang telah menjadi BLU/BLUD menggunakan standar pelayanan
minimum yang ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya, harus mempertimbangkan kualitas layanan,
15
pemerataan dan kesetaraan layanan. Dalam hal puskesmas maka standar pelayanan
minimal ditetapkan oleh kepala daerah dengan peraturan kepala daerah.
Standar pelayanan minimal tersebut harus memenuhi persyaratan, yaitu:
1. fokus pada jenis pelayanan, dalam arti mengutamakan kegiatan pelayanan
yang menunjang terwujudnya tugas dan fungsi BLU/BLUD.
2. Terukur, merupakan kegiatan yang pencapaiannya dapat dinilai dengan
standar yang tlah ditetapkan.
3. Dapat dicapai, merupakan kegiatan nyata yang dapat dihitung tingkat
pencapaiannya, rasional sesuai kemampuan dan tingkat pemanfaatannya.
4. Relevan dan dapat diandalkan, merupakan kegiatan yang sealan, berkaitan dan
dapat dipercaya untuk menunjang tugas dan fungsi BLU/BLUD.
5. Tepat waktu, merupakan kesesuaian jadwal dan kegiatan pelayanan yang telah
ditetapkan.
Puskesmas yang telah menjadi BLU/BLUD dapat memungut biaya kepada
masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan. Imbalan atas
barang/jasa layanan yang diberikan tersebut ditetapkan dalam bentuk tarif yang
disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana.
Tarif layanan diusulkan oleh puskesmas kepada menteri keuangan/menteri
kesehatan/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya, dan kemudian ditetapkan
oleh menteri keuangan/kepala daerah. Tarif layanan yang diusulkan dan ditetapkan
tersebut harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. kuntinuitas dan pengmbangan layanan.
16
2. daya beli masyarakat.
3. asas keadilan dan kepatuhan.
4. kompetisi yang sehat.
2. Pengelolaan Keuangan
Adanya desentralisasi dan otonomi daerah dengan berlakunya UU tentang
Pemerintahan Daerah (UU Nomor 32 Tahun 2004, terakhir diubah dengan UU
Nomor 12 tahun 2008), UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Pusat dan Daerah, serta PP Nomor 23 Tahun 2005 (terakhir diubah dengan PP Nomor
74 Tahun 2012) tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah, membuat puskesmas harus melakukan
banyak penyesuaian khususnya dalam pengelolaan keuangan maupun
penganggarannya, termasuk penentuan biaya.
Dengan terbitnya PP Nomor 74 Tahun 2012, Unit Pelaksana Teknis (UPT)
puskesmas mengalami perubahan menjadi BLUD. Perubahan ini berimbas pada
pertanggungjawaban keuangan tidak lagi kepada Departemen Kesehatan tetapi
kepada Departemen Keuangan sehingga harus mengikuti standar akuntansi keuangan
yang pengelolaannya mengacu pada prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi dan
efisiensi. Anggaran yang akan disusun pun harus berbasis kinerja.
Penyusunan anggaran puskesmas harus berbasis kinerja dan perhitungan akuntansi
biaya menurut jenis layanannya dengan mempertimbangkan kebutuhan dan
kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima dari masyarakat, badan lain,
17
dan APBNAPBD, sebagaimana diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 74
Tahun 2012 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Permendagri
Nomor 61 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum Daerah.
3. Pelaporan dan pertanggungjawaban
BLUD sebagai Instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual
tanpa mengutamakan mencari keuntungan merupakan organisasi pemerintahan yang
bersifat nirlaba.
Laporan keuangan puskesmas merupakan laporan yang disusun oleh pihak
manajemen sebagai bentuk penyampaian laporan keuangan suatu entitas. Laporan
keuangan tersebut merupakan penyampaian informasi kepada pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap entitas tersebut, sehingga isi pelaporan keuangan puskesmas
harus mengikuti ketentuan untuk pelaporan keuangan sebagaimana diatur menurut
SAK, yaitu sebagal organisasi nirlaba (PSAK Nomor 45) dan menyanggupi untuk
laporan keuangannya tersebut diaudit oleh auditor independen. Laporan keuangan
rumah sakit yang harus diaudit oleh auditor independen.
Adapun Laporan Keuangan puskesmas daerah sebagai BLUD yang disusun harus
menyediakan informasi untuk:
1. mengukur jasa atau manfaat bagi entitas yang bersangkutan.
18
2. pertanggungjawaban manajemen Puskesmas (disajikan dalam bentuk laporan
aktivitas dan laporan arus kas).
3. mengetahul kontinuitas pemberian jasa (disajikan dalam bentuk laporan posisi
keuangan).
4. mengetahui perubahan aktiva bersih (disajikan dalam bentuk laporan
aktivitas).
Laporan keuangan puskesmas daerah sebagai BLUD mencakup sebagai berikut:
1. Laporan posisi keuangan (aktiva, utang dan aktiva bersih, tidak disebut
neraca). Klasifikasi aktiva dan kewajiban sesuai dengan perusahaan pada
umumnya. Sedangkan aktiva bersih diklasifikasikan aktiva bersih tidak
terikat, terikat kontemporer dan terikat permanen. Yang dimaksud pembatasan
permanen adalah pembatasan penggunaan sumber daya yang ditetapkan oleh
penyumbang. Sedangkan pembatasan temporer adalah pembatasan
penggunaan sumber daya oleh penyumbang yang menetapkan agar sumber
daya tersebut dipertahankan sampai pada periode tertentu atau sampel dengan
terpenuhinya keadaan tertentu.
2. Laporan aktivitas operasional yang terdiri dari pendapatan dan biaya.
3. Laporan arus kas yang mencakup arus kas dan aktivitas operasi, aktivitas
investasi dan aktivitas pembiayaan.
4. Catatan atas laporan keuangan, antara lain sifat dan jumlah pembatasan
permanen atau temporer. dan perubahan klasifikasi aktiva bersih.
19
2.4 Balanced Scorecard
2.4.1 Konsep Balanced Scorecard
Pada tahun 1990, Nolan Norton Institute, yang dipimpin oleh Norton (1996)
mensponsori studi tentang “Pengukuran Kinerja dalam Organisasi Masa Depan”.
Studi ini didorong oleh kesadaran bahwa pada waktu itu ukuran kinerja keuangan
yang digunakan oleh semua perusahaan untuk mengukur kinerja eksekutif tidak lagi
memadai. Hasil studi tersebut diterbitkan dalam sebuah artikel berjudul “ Balanced
Scorecard Measures That Drive Performance” dalam Harvard Business Review
(Yuwono, 2002).
Balanced scorecard adalah suatu pendekatan untuk mengukur kinerja yang akan
menilai kinerja keuangan dan kinerja bukan keuangan. Pemikiran dari Balanced
Scorecard adalah mengukur kinerja serta target perusahaan dari empat sudut berbeda.
Selama ini ukuran itu secara formal hanya untuk keuangan (finance) seperti
menggunakan “Balanced Sheet” dan “Income Statement” atau dengan menghitung
rasio-rasio keuangan seperti rasio likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas perusahaan.
Pada konsep Balanced scorecard tidak hanya aspek keuangan (finance) saja yang
menjadi tolak ukur kinerja perusahaan, ada tiga sudut pengukuran lain yang juga
diperhitungkan aspek tersebut yaitu, Customer, Internal Business Process dan
Learning & Growth.
20
Menurut Kaplan dan Norton (1996) Balanced Scorecard terdiri dari 2 kata, yaitu:
1. Scorecard
Yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang yang
nantinya digunakan untuk membandingkan dengan hasil kinerja yang sesungguhnya.
2. Balanced
Menunjukkan bahwa kinerja personel atau karyawan diukur secara seimbang dan
dipandang dari 2 aspek yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka
panjang dan dari segi internal maupun eksternal. Dari definisi tersebut pengertian
sederhana dari Balanced Scorecard adalah kartu skor yang digunakan untuk
mengukur kinerja dengan memperhatikan keseimbangan antara sisi keuangan dan non
keuangan, jangka panjang dan jangka pendek.
Menurut Kaplan dan Norton langkah-langkah Balanced scorecard meliputi empat
proses manajemen baru. Pendekatan ini mengkombinasikan antara tujuan strategi
jangka panjang dan peristiwa jangka pendek. Keempat proses tersebut adalah:
1. Menerjemahkan visi, misi dan strategi perusahaan.
Untuk menentukan ukuran kinerja, visi organisasi dijabarkan dalam tujuan dan
sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh perusahaan di
masa datang. Tujuan juga menjadi salah satu landasan bagi perumusan strategi untuk
mewujudkannya. Dalam proses perencanaan strategik dengan ukuran pencapaiannya.
21
2. Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis.
Balanced scorecard memperlihatkan kepada tiap karyawan apa yang dilakukan
perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para pemegang saham dan
konsumen, karena oleh tujuan tersebut dibutuhkan kinerja karyawan yang baik.
3. Merencanakan, menetapkan sasaran, menyelaraskan berbagai inisiatif strategis.
Rencana bisnis memungkinkan organisasi mengintegrasikan antara rencana bisnis
dan rencana keuangan mereka. Balanced scorecard sebagai dasar untuk
mengalokasikan sumber daya dan mengatur mana yang lebih penting untuk
diprioritaskan , akan menggerakkan kearah tujuan jangka panjang perusahaan secara
menyeluruh.
4. Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis.
Proses keempat ini akan memberikan strategic learning kepada perusahaan. Dengan
Balanced scorecard sebagai pusat sistem perusahaan, maka perusahaan melakukan
monitoring terhadap apa yang telah dihasilkan perusahaan dalam jangka pendek.
Menurut Yuwono, dkk (2002) Balanced Scorecard merupakan suatu sistem
manajemen, pengukuran, dan pengendalian yang secara cepat, tepat dan
komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang kinerja bisnis.
Pengukuran kinerja tersebut memandang unit bisnis dari empat perspektif yaitu
perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan
perspektif pertumbuhan dan pembelajaran.
22
2.4.2 Perspektif dalam Balanced Scorecard
Balanced Scorecard menunjukkan adanya pengukuran kinerja yang menggabungkan
antara pengukuran keuangan dan non keuangan (Kaplan dan Norton,1996:47). Ada
empat perspektif kinerja bisnis yang diukur dalam Balanced Scorecard, yaitu:
1. Perspektif keuangan (Financial Perspective)
Tujuan perspektif keuangan terkait dengan upaya untuk meningkatkan kinerja
keuangan dengan cara meningkatkan pendapatan sekaligus mengurangi biaya. Upaya
untuk meningkatkan pendapatan dan mengurangi biaya tersebut untuk meningkatkan
kemandirian fiskal yang dapat digunakan untuk meningkatkan pelayanan (Mahmudi,
2005).
Menurut Permendagri Nomor 61 Tahun 2007 UPT Puskesmas yang berstatus BLUD,
penilaian kinerja keuangannya dapat diukur berdasarkan tingkat kemampuan BLUD
dalam:
a. Memperoleh hasil usaha atau hasil kerja dari layanan yang diberikan
(rentabilitas).
b. Memenuhi kewajiban jangka pendeknya (likuiditas).
c. Memenuhi seluruh kewaibannya (Solvabilitas).
Menurut Munawir (2001), kinerja keuangan dapat diukur dari rasio laporan
keuangan, antara lain rasio likuiditas, solvabilitas, rentabilitas dan aktivitas.
23
a. Rasio Likuiditas
Rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan/organisasi dalam memenuhi
kewajiban keuangannya pada saat ditagih/kewajiban jangka pendek. Rasio
likuiditas yang sering digunakan adalah current ratio. Ukuran baku current
ratio perumahsakitan sebesar 1,75-2,75 (Syaaf, 2000 dalam Khadijah, 2002).
b. Rasio Solvabilitas
Rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan/organisasi dalam memenuhi
kewajiban keuangannya baik kewajiban jangka pendek maupun jangka
panjang. Salah satu rasio yang dipakai dalam mengukur solvabilitas
puskesmas adalah rasio modal sendiri terhadap total aset. Ukuran baku Rasio
Modal Sendiri dengan Total Aset perumahsakitan sebesar 0,4-0,5 (Syaaf,
2000 dalam Khadijah, 2002).
c. Rasio Aktivitas
Rasio untuk menilai kemampuan perusahaan/organisasi dalam melaksanakan
aktivitas sehari-hari. Rasio ini digunakan oleh Puskesmas untuk menganalisis
hubungan antara pendapatan usaha/operasional dengan investasi dalam
berbagai bentuk aktiva, antara lain periode perputaran piutang dan perputaran
total aset.
Collection Period (Periode Perputaran Piutang)
Rasio ini untuk mengukur berapa lamanya dana ditanamkan dalam
piutang atau berapa lama penagihan piutang. Makin kecil rasio ini
makin baik karena semakin cepat piutang dilunasi. Ukuran baku
24
periode perputaran piutang perumahsakitan sebesar 50-70 hari (Syaaf,
2000 dalam Khadijah, 2002).
Total Assets Turnover (Perputaran Total Aset)
Rasio ini untuk mengukur berapa kali dana yang ditanamkan dalam
aset berputar dalam satu tahun. Semakin besar rasio ini makan
semakin baik karena semakin efektif puskesmas memanfaatkan
keseluruhan hartanya untuk memperoleh pendapatan. Ukuran baku
perputaran total aset perumahsakitan sebesar 0,9-1,1 (Syaaf, 2000
dalam Khadijah, 2002).
2. Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif ini, organisasi sektor publik berfokus untuk memenuhi kepuasan
masyarakat melalui barang dan pelayanan publik yang berkualitas dengan harga yang
terjangkau. Dalam rangka memenuhi kepuasan pelanggan organisasi sektor publik
harus mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan,
kemudian membuat ukuran-ukuran kepuasan tersebut (Mahmudi, 2005).
25
Kualitas layanan merupakan driver kepuasan pelanggan yang bersifat multi dimensi
(Irawan, 2006). Menurut Zeithaml, Parasuraman dan Berry (dalam Ratminto, 2005),
ada lima dimensi penentu kualitas layanan yang dinamakan konsep Servqual. Kelima
dimensi tersebut meliputi:
a) Tangibles atau wujud fisik, adalah penampakan fisik dari gedung,
peralatan, pegawai, dan fasilitas-fasilitas lain yang dimiliki oleh
providers.
b) Reliability atau keandalan adalah kemampuan untuk
menyelenggarakan pelayanan yang dijanjikan secara akurat.
c) Responsiveness atau responsivitas adalah kerelaan untuk mendorong
customers dan menyelenggarakan pelayanan secara ikhlas.
d) Assurance atau kepastian/jaminan adalah pengetahuan dan kesopanan
para pekerja dan kemampuan mereka dalam memberikan kepercayaan
kepada customers.
e) Emphaty adalah perlakuan atau perhatian pribadi yang diberikan
providers kepada customers.
3. Perspektif Proses Bisnis Internal
Kaplan dan Norton (2000), mengemukakan bahwa tujuan dan ukuran perspektif
proses bisnis internal diturunkan dari strategi eksplisit yang ditujukan untuk
memenuhi harapan para pemegang saham dan pelanggan sasaran. Beberapa tujuan
sasaran strategik pada proses bisnis internal misalnya peningkatan proses layanan,
26
perbaikan siklus layanan, peningkatan kapasitas infrastruktur, pemutakhiran
teknologi, dan pengintegrasian proses layanan pelanggan.
Dalam rangka meningkatkan kinerja pada perspektif proses internal, organisasi sektor
publik harus mengidentifikasi dan mengukur kompetensi inti organisasi,
mengidentifikasi proses utama pelayanan, mengidentifikasi teknologi utama yang
perlu dimiliki dan menentukan ukuran dan target kinerja. Identifikasi proses
pelayanan diperlukan untuk mengetahui tahap yang menyebabkan pelayanan lambat
dan proses yang tidak menambah nilai. Apabila proses atau siklus utama telah
teridentifikasi, organisasi dapat melakukan penyederhanaan siklus pelayanan dengan
cara menghilangkan proses pelayanan menjadi lebih cepat (Mahmudi, 2005).
Jadi dapat disimpulkan bahwa kinerja pada perspektif ini dapat ditingkatkan dalam
beberapa faktor antara lain:
a. Peralatan adalah variabel yang menggambarkan peralatan medis dan non
medis yang digunakan Puskesmas dalam memberikan pelayanan kesehatan.
b. Sarana dan prasarana adalah variabel yang menggambarkan sarana dan
prasarana yang dimiliki Puskesmas dalam mendukung kegiatan operasional
puskesmas.
c. Proses adalah variabel yang menggambarkan aktivitas yang dilakukan oleh
Puskesmas untuk menciptakan suatu layanan yang dapat memberikan
kepuasan tertentu bagi pelanggan. Proses juga meliputi kemampuan para
pegawai Puskesmas dalam menjalankan rangkaian kegiatan pelayanan.
27
4. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran
Perspektif ini difokuskan untuk menjawab pertanyaan bagaimana organisasi terus
melakukan perbaikan dan menambah nilai bagi pelanggan dan stakeholder-nya. Hal
ini berkaitan dengan pengembangan kemampuan sumber daya manusia yang bekerja
dalam organisasi. Beberapa sasaran strategik untuk perspektif pertumbuhan dan
pembelajaran tersebut antara lain: peningkatan keahlian pegawai, peningkatan
komitmen pegawai. Ukuran kinerja untuk perspektif pertumbuhan dan pembelajaran
misalnya kepuasan pegawai dan penguasaan keahlian (Mahmudi, 2005). Sasaran
strategik ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Davis (dalam Riduwan,
2004) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai adalah faktor
kemampuan dan faktor motivasi, dengan uraian sebagai berikut:
a) Kemampuan
Menurut Davis (dalam Riduwan, 2004), kemampuan pegawai dipengaruhi
oleh faktor pengetahuan dan keterampilan. Sebagaimana dirumuskan: ability
= knowledge + skill. Secara psikologis, kemampuan pegawai terdiri dari
kemampuan potensi dan kemampuan reality. Artinya, pegawai yang memiliki
kemampuan di atas rata-rata dengan pendidikan dan pengetahuan yang
memadai untuk menjalankan pekerjaan terampil dalam mengerjakan
pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja (prestasi)
yang diharapkan.
28
b) Motivasi
Menurut teori motivasi yang dikemukakan oleh Clelland (dalam Riduwan,
2004), bahwa pegawai mempunyai energi potensial. Bagaimana energi
dilepaskan tergantung kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta
peluang yang tersedia. Energi akan dimanfaatkan oleh pegawai karena
didorong oleh motif, harapan, dan insentif.
Jadi dapat dikatakan bahwa peningkatan kemampuan pegawai dan motivasi pegawai
merupakan variabel penting dalam menambah nilai organisasi bagi pelanggan. Untuk
kepentingan penelitian ini maka variabel kemampuan pegawai dan motivasi pegawai
digunakan dalam mengukur perspektif pertumbuhan dan pembelajaran.
2.5 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian mengenai Balanced Scorecard telah dilakukan pada beberapa
perusahaan untuk mengukur kinerja perusahaan. Penelitian tersebut menunjukkan
bahwa pengukuran kinerja dengan konsep Balanced Scorecard lebih memberikan
informasi yang akurat, karena tidak hanya mengukur kinerja keuangan, tetapi juga
kinerja non keuangan.
Beberapa penelitian terdahulu mengenai Balanced Scorecard adalah sebagai berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Hartati (2012) mengenai Pengukuran Kinerja
BLUD RSUD DR. Moewardi Surakarta dengan menggunakan metode Balanced
Scorecard menunjukkan hasil kurang baik pada perspektif bisnis internal, sedangkan
pada perspektif keuangan, perspektif pelanggan dan perspektif pertumbuhan dan
29
pembelajaran dinilai baik walaupun terdapat beberapa indikator yang harus
diperhatikan dari masing masing perspektif.
2. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Febriana (2012) tentang Kinerja Puskesmas
Pahandut Kota Palangkaraya dengan analisis dasar aspek-aspek Balanced Scorecard
menunjukkan hasil yang baik pada perspektif pelanggan, proses internal, dan
pertumbuhan dan pembelajaran, sedangkan pada perspektif keuangan kurang baik
disebabkan oleh anggaran habis untuk belanja gaji pegawai penerimaan retribusi dari
tahun ke tahun mengalami penurunan dan untuk rencana kerja anggaran (RKA)
mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.
3. Kuwanto (2013) meneliti tentang Evaluasi Program perubahan bentuk
Kelembagaan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) menjadi Badan Layanan Umum
Daerah (BLUD) ditinjau dari Kinerja Balance Scorecard pada Tempat Pelelangan
Ikan Dinas Peternakan Perikanan & Kelautan kota Pekalongan. Hasil evaluasi
kinerja UPTD TPI secara menyeluruh dari empat perspektif yaitu keuangan,
pelanggan, tata kelola, aparatur pemerintah dan kapasitas organisasi publik diperoleh
peringkat CUKUP.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
NamaPeneliti
Judul Penelitian Alat Ukur Hasil Penelitian
Hartati(2012)
Pengukuran Kinerja RSUDDR. Moewardi Surakartadengan menggunakan metodeBalanced Scorecard
BalancedScorecard
Terdapat hasil yang kurangbaik pada perspektif bisnisinternal, sedangkan padaperspektif keuangan, perspektifpelanggan dan perspektifpertumbuhan dan pembelajarandinilai baik walaupun terdapat
30
beberapa indikator yang harusdiperhatikan dari masingmasing perspektif.
YeniFebriana(2012)
Kinerja Puskesmas PahandutKota Palangkaraya DenganAnalisis Dasar Aspek-AspekBalanced Scorecard
BalancedScorecard
Hasil yang baik pada perspektifpelanggan, proses internal, danpertumbuhan danpembelajaran, sedangkan padaperspektif keuangan kurangbaik disebabkan oleh anggaranhabis untuk belanja gajipegawai penerimaan retribusidari tahun ke tahun mengalamipenurunan dan untuk rencanakerja anggaran (RKA)mengalami penurunan daritahun sebelumnya.
HedyKuwanto
(2013)
Evaluasi Program perubahanbentuk Kelembagaan UnitPelaksana Tehnis Daerah(UPTD) menjadi BadanLayanan Umum Daerah(BLUD) ditinjau dari KinerjaBalance Scorecard padaTempat Pelelangan IkanDinas Peternakan Perikanan& Kelautan kota Pekalongan
BalancedScorecard
Hasil evaluasi kinerja UPTDTPI secara menyeluruh dariempat perspektif yaitukeuangan, pelanggan, tatakelola, aparatur pemerintah dankapasitas organisasi publikdiperoleh peringkat CUKUP.
31
2.6 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.6.1 Kerangka Pemikiran
Visi dan MisiPuskesmas
Pengukuran KinerjaBerdasarkan Balance
Scorecard
Memberikan atau MenunjukkanGambaran Kinerja PerusahaanBerdasarkan Konsep Balanced
Scorecard
Pertumbuhandan
Pembelajaran
Bisnis InternalPelangganKeuangan