14
BAB II
KAJIAN TEORI
Bab II berisi tentang kajian teori. Kajian teori yang terdapat pada penelitian
ini membahas mengenai komunikasi verbal, hakikat persuasif, komunikasi
persuasif, pesan persuasif, dan wacana dakwah. Kajian teori digunakan untuk
membantu peneliti dalam meneliti pesan persuasif dalam wacana dakwah Mamah
Dedeh dan AA Beraksi di Indosiar.
2.1 Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata dalam
bentuk lisan maupun tertulis. Mulyana (2005: 15) menjelaskan bahwa komunikasi
verbal merupakan semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih dan
bahasa dapat diartikan sebagai sistem kode verbal. Tokoh lain berpendapat bahwa,
komunikasi verbal merupakan suatu bentuk komunikasi yang mana pesan
disampaikan secara lisan atau tertulis dengan menggunakan bahasa (Sutrisna, 2006:
11). Dari beberapa pendapat yang sudah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa
komunikasi verbal merupakan komunikasi yang penyampaian pesannya
menggunakan kata-kata, baik secara lisan maupun tulisan. Unsur terpenting dari
komunikasi verbal adalah bahasa.
Keraf (1991: 35) berpendapat bahwa bahasa merupakan salah satu alat
komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh
alat ucap manusia. Komunikasi verbal banyak dipakai dalam hubungan
antarmanusia. Melalui kata-kata, seseorang bisa mengungkapkan perasaan, emosi,
pemikiran, gagasan dan informasi yang akan disampaikan. Dalam komunikasi
15
verbal, bahasa memegang peranan penting. Di dalam kehidupan bermasyarakat,
bahasa memiliki tiga fungsi yaitu (a) penamaan; (b) interaksi; dan (c) transmisi
informasi (Barker, dalam Mulyana, 2005: 266).
Barker (dalam Mulyana, 2005: 266-267) menjelaskan bahwa penamaan
mengacu pada usaha mengidentifikasi objek, tindakan, atau orang yang menyebut
namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi. Penamaan yang diberikan
untuk suatu objek, tindakan atau seseorang akan mempermudah dalam proses
komunikasi dalam penyebutan hal-hal yang disebutkan. Penamaan merupakan
kata-kata yang menjadi label setiap makhluk, benda, aktivitas, dan peristiwa di
dunia. Penamaan ini muncul akibat dari kehidupan manusia yang kompleks dan
beragam. Selain itu, Kridalaksana (1993: 10) mengartikan bahwa penamaan sebagai
proses pencarian lambang bahasa untuk menggambarkan objek dan konsep.
Interaksi menekankan pada berbagai gagasan, emosi yang dapat
mengundang simpati, pengertian atau kemarahan dan kebingungan (Barker dalam
Mulyana, 2005: 267). Melalui bahasa, informasi yang disampaikan dapat diterima
oleh orang lain. Interaksi yang sering dilakukan dapat menciptakan perubahan
emosi dalam diri seseorang. Emosi yang tercipta dapat berupa positif dan negatif.
Tokoh lain berpendapat, Homass (dalam Ali, 2004: 87) mendefinisikan interaksi
sebagai suatu kejadian ketika suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang
terhadap individu lain diberi ganjaran atau hukuman dengan menggunakan suatu
tindakatan oleh individu lain yang menjadi pasangannya.
Transmisi informasi memiliki keistimewaan, bahwa bahasa sebagai sarana
transmisi informasi (Baker dalam Mulyana, 2005: 267). Transmisi informasi
menghubungkan masa lalu, saat ini, dan masa depan. Adanya transmisi bahasa
16
memungkinkan kesinambungan antara bahasa terdahulu dan bahasa sekarang.
Transmisi informasi dapat memberikan kontribusi dalam berbagai informasi secara
lintas waktu tersebut.
Selain tiga fungsi yang telah dipaparkan oleh Barker di atas, Book (dalam
Mulyana, 2005: 267-268) menerangkan bahwa agar komunikasi berhasil,
setidaknya bahasa harus memiliki tiga fungsi, yaitu (a) mengenal dunia sekitar; (b)
berhubungan dengan orang lain; dan (c) menciptakan koherensi dalam kehidupan.
Fungsi pertama adalah mengenal dunia sekitar dapat diartikan dengan penyesuaian
diri. Menurut Gerungan (1991: 23) menjelaskan bahwa penyesuaian diri dapat
diartikan mengubah diri pribadi sesuai dengan keadaan lingkungan. Sudah jelas
dikatakan bahwa komunikasi verbal atau bahasa salah satu pengantar untuk
mengenal dunia disekitar masyarakat.
Book (dalam Mulyana, 2005: 267) berpendapat bahwa dengan adanya
bahasa, individu dapat mempelajari apa saja yang menjadi minat dan kesukaan.
Melalui bahasa seseorang dapat mempelajari sejarah suatu bangsa yang hidup pada
masa lalu yang tidak pernah ditemui saat ini, seperti bangsa Mesir Kuno ataupun
bangsa Yunani. Selanjutnya, bahasa digunakan untuk memperoleh dukungan
ataupun persetujuan dari orang lain.
Fungsi kedua dari bahasa adalah berhubungan dengan orang lain. Book
(dalam Mulyana, 2005: 267) berpendapat bahwa bahasa memungkinkan seseorang
untuk bergaul dengan orang lain, mempengaruhi untuk mencapai sebuah tujuan
yang diinginkan oleh seorang. Sebagai contoh seorang pendakwah mempengaruhi,
menyakinkan, dan mengajak jamaah untuk melakukan sebuah aktivitas sesuai
dengan ajaran Islam. Kemampuan berkomunikasi dengan orang lain tidak
17
bergantung pada bahasa yang sama, namun juga pengalaman dan makna yang sama.
Semakin jauh perbedaan antara bahasa yang digunakan oleh seorang dengan bahasa
mitra komunikasi, semakin sulit bagi seorang untuk mencapai saling pengertian.
Fungsi lain dari bahasa adalah menciptakan koherensi dalam kehidupan
seorang. Book (dalam Mulyana, 2005: 267) menjelaskan bahwa fungsi ketiga dari
bahasa adalah memungkinkan seorang untuk hidup lebih teratur, saling memahami
mengenai diri sendiri, kepercayaan seorang, dan tujuan seorang. Seorang tidak akan
dapat menjelaskan semua dengan menyusun kata-kata secara acak. Namun,
berdasarkan aturan-aturan tertentu yang sudah disepakati bersama. Akan tetapi,
seorang tidak selamanya dapat memenuhi ketiga fungsi bahasa tersebut, karena
bahasa merupakan sarana komunikasi dengan orang lain.
Dari paparan di atas dapat disimpulan bahwa komunikasi verbal adalah
komunikasi yang penyampaian pesan disampaikan oleh komunikan menggunakan
unsur kebahasaan dengan baik secara lisan maupun tulisan. Tanpa adanya bahasa,
setiap individu tidak bisa berkomunikasi dengan orang lain dan merupakan unsur
terpenting dalam komunikasi verbal. Di dalam kehidupan, bahasa memiliki
berbagai macam fungsi.
2.2 Hakikat Persuasif
Roekomy (1992: 2) berpendapat bahwa persuasi adalah suatu kegiatan
psikologis dalam usaha mempengaruhi pendapat, sikap, dan tingkah laku seseorang
atau orang banyak agar berpendapat, bersikap, dan bertingkah laku seperti yang
diharapkan. Melalui persuasi setiap individu berusaha memparuhi kepercayaan
orang lain. Dalam hal ini, persuasi berbeda dengan pemaksaan. Hal ini senada
18
dengan Perloff (2003: 13) yang menjelaskan bahwa secara konseptual persuasi
berbeda dengan paksaan. Persuasi berurusan dengan kekuatan verbal dan alasan
yang kuat, sedangkan pemaksaan menggunakan kekuatan atas apa yang disarankan.
Persuasi merupakan salah satu strategi dalam proses berkomunikasi. Pada
dasarnya persuasi bertujuan untuk membujuk atau mempengaruhi orang lain sesuai
dengan keinginan yang mempersuasi orang tersebut. Dengan adanya persuasi,
setiap individu mempersuasi individu lainnya. Hal ini yang menjadikan persuasi
banyak digunakan dalam kehidupan bermasyarakat. Persuasi dapat ditemukan
dalam berbagai bidang, misalnya dalam bidang pendidikan, penjualan dan dakwah.
Terdapat elemen yang menjadi karakteristik persuasi dalam proses persuasi.
Simons (1976: 29-30) berpendapat bahwa terdapat tiga elemen yang dijadikan
dalam karakteristik persuasi. Elemen pertama persuasi terlibat dalam komunikasi
manusia. Elemen kedua persuasi berusaha mempengaruhi perilaku dengan cara
yang disukai oleh khalayak. Elemen terakhir adalah persuasi bertujuan
memodifikasi keyakinan, nilai, sikap, dan perilaku secara terbuka dengan pilihan-
pilihan.
2.3 Komunikasi Persuasif
Komunikasi persuasif merupakan sebuah metode dalam berkomunikasi
yang di dalamnya ada dinamika aktif antara sumber pesan dan penerima pesan
(Triwardhani, 2005: 18). Menurut Caroline (2018: 4) menjelasakan bahwa
komunikasi persuasif merupakan sebuah proses penyampaian informasi, baik
berupa pesan, simbol, gagasan yang dilakukan oleh komuikator (pengerim pesan)
kepada komunikan (penerima pesan) untuk suatu efek yang diinginkan. Menurut
19
Nothstine (dalam Soemirat dkk, 2008: 25) mendefinisikan komunikasi persuasif
harus mempertimbangkan beberapa faktor yaitu kejelasan tujuan, komunikan, dan
metode yang dapat mengubah sikap, pendapat, dan perilakunya. Dari beberapa
definisi yang telah dijelaskan para ahli, dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi
persuasif merupakan sebuah pertukaran informasi yang dilakukan oleh
komunikator (pengirim pesan) kepada komunikan (penerima pesan) yang bertujuan
untuk mengubah sikap, pendapat, dan perilaku.
Proses komunikasi persuasif melibatkan empat komponen utama, yaitu
penyampai pesan (sumber), pesan, saluran, dan penerima pesan (Roeckelein, 1980:
166-167). Pertama sumber, menurut Oktavia (2016: 242) menjelaskan bahwa
semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau
pengirim informasi. Dalam komunikasi antarmanusia, sumber terdiri dari satu
orang. Sumber dapat dikatakan sebagai pengirim dan komunikator. Komunikasi
yang dilakukan oleh sumber menjadi persuasif maka sumber harus memiliki
kreadibilitas tinggi.
Hovlan (dalam Krech, 1962: 231) menjelaskan bahwa pesan yang
disampaikan sumber yang memiliki kreadibilitas (keahlian dan kepercayaan) tinggi
akan lebih banyak mempengaruhi perubahan sikap dan perilaku penerima pesan.
Dua komponen kreadibilitas yang paling penting adalah keahlian dan kepercayaan.
Keahlian merupakan kemampuan komunikator dalam hubungannya dengan tema
yang dibicarakan. Komunikator yang tinggi memiliki sifat cerdas, mampu, ahli,
dan berpengalaman. Tentu sebaliknya, komunikator yang rendah memiliki sifat
kebalikan dari komunikator tinggi. Kepercayaan merupakan salah satu hal penting
20
dalam komponen kreadibilitas. Kepercayaan merupakan kesan komunikan tentang
komunikator yang berkaitan dengan wataknya.
Komponen kedua dalam proses komunikasi persuasif adalah pesan.
Applbaum dan Anatol (1974: 15) menjelaskan pesan dalam komunikasi persuasif
merupakan rangsangan utama untuk mencapai perubahan sikap dan pendapat. Oleh
karena itu, komunikasi persuasif dimaksudkan untuk mempengaruhi sikap sasaran
melibatkan aspek pesan. Dalam proses komunikasi, pesan yang disampaikan dapat
berupa verbal dan nonverbal. Pesan verbal merupakan salah satu faktor yang paling
penting dalam menentukan keberhasilan komunikasi persuasif. Maulana dan
Gumelar Gumgum (2013: 24) berpendapat bahwa di dalam pesan persuasif terdapat
adanya aspek rangsangan wicara dan penggunaan kata-kata. Pesan dapat
disampaikan dengan cara tatap muka atau menggunakan media komunikasi.
Saluran merupakan komponen ketiga dalam proses komunikasi persuasif.
Oktavia (2013: 242) berpendapat bahwa saluran yang dimaksud dalam hal tersebut
adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada
penerima. Dalam proses komunikasi persuasif, saluran merupakan hal yang penting
dalam tersampainya pesan antara sumber (pengirim pesan) dengan penerima pesan.
Saluran atau media banyak digunakan oleh sumber (pengirim pesan) dalam
menyampaikan pesan-pesannya. Misalnya media cetak yaitu surat kabar, majalah,
dan buku. Media elektronik seperti radio, film, televisi dan internet.
Komponen yang tidak kalah penting dalam komunikasi persuasif adalah
penerima pesan. Menurut Caroline (2018: 5) penerima pesan merupakan individu
atau kelompok yang merupakan sasaran dari sumber komunikasi. Dalam penerima
pesan yang disampaiakan oleh sumber dan diterima oleh penerima pesan dapat satu
21
orang ataupun dalam bentuk kelompok. Penerima dapat disebut dengan berbagai
istilah, seperti sasaran, komunikan, khalayak, dan jamaah. Oktavia (2013: 242)
berpendapat bahwa dalam proses komunikasi keberadaan penerima karena adanya
sumber. Tidak ada perima pesan jika tidak ada sumber (pengirim pesan). Penerima
pesan merupakan elemen yang penting dalam proses komunikasi, karena penerima
pesan merupakan objek sasaran dari komunikasi.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi
persuasif merupakan pertukaran informasi antara komunikator dengan komunikan
yang bertujuan untuk mengubah sikap, pendapat, membujuk, dan perilaku.
Komunikasi persuasif mempunyai empat komponen utama dalam komunikasi
persuasif. Komponen pertama berhubungan dengan penyampai pesan (sumber).
Komponen kedua berkaitan dengan pesan. Selanjutnya, komponen dalam
komunikasi persuasif adalah saluran. Komponen terakhir dalam komunikasi
persuasif berhubungan dengan penerima pesan.
2.4 Pesan Persuasif
Pesan merupakan salah satu unsur yang penting dalam melakukan proses
komunikasi dengan orang lain. Hal ini dipertegas oleh Ritongga (2005: 1), dalam
proses komunikasi pesan menjadi salah satu unsur penentu efektif atau tidaknya
suatu tindak komunikasi. Dalam proses komunikasi, tanpa adanya pesan maka
komunikasi antarmanusia tidak dapat berlangsung. Pesan dapat diwujudkan dalam
lambang komunikasi yang disebut dengan bahasa.
Berhubungan dengan lambang komunikasi, menurut Sendjaja (1999: 30)
pesan dibentuk berupa lambang atau tanda seperti kata-kata tertulis atau secara
22
lisan, gambar, angka, dan gesture. Efendy (2005: 15) berpendapat bahwa pesan
merupakan seperangkat lambang bermakna yang disampaikan oleh komunikator
kepada komunikan. Oleh karena itu, pesan merupakan suatu bentuk lambang
bermakna atau tanda yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan.
Penekanan pada pesan, karena unsur pesan merupakan hal yang sangat vital
dalam komunikasi. Penakanan pesan khususnya dalam komunikasi persuasi.
Kevitalan pesan bagi komunikasi berupa menyusun dan mengatur pesan-pesan
sedemikian rupa, sehingga sumber (pengirim pesan) memperoleh respon yang
sesuai kehendak sumber daripada hanya mendapatkan respon yang tidak sesuai
dengan sumber. Hal ini senada dengan Rakhmat (1991: 295) bahwa penyajian
pesan yang tersusun akan lebih efektif daripada penyajian pesan yang tidak
tersusun. Penyusunan pesan yang terstruktur akan menghasilkan respon tertentu
ataupun mendapatkan respon yang baik dari penerima pesan. Oleh karena itu, pesan
hendaknya mengoptimalkan lambang komunikasi yang tersedia berupa verbal,
nonverbal, dan paralinguistik yang disesuaikan dengan topik yang akan
dikomunikasikan, saluran komunikasi, dan khalayak yang dituju.
Pesan persuasif yang dirancang merupakan refleksi dan kesadaran khalayak
yang dituju, sehingga tanggapan yang dituju oleh khalayak sesuai dengan perkataan
oleh sumber. Persuasif yang terdapat di dalam pesan tidak hanya sebatas
menstimulasi emosi khalayak sasaran. Pesan yang dikatakan sebagai pesan
persuasif jika pesan dapat menyentuh ratio (akal) khalayak sasaran. Bahkan tidak
sedikit pesan yang persuasif diarahkan pada ratio dan emosi khalayak sasaran.
Pesan persuasif semata-mata dirancang untuk mengubah pikiran dan
memanipulasi motif-motif ke arah tujuan yang telah ditetapkan. Istilah
23
memanipulasi tersebut bukanlah menambah ataupun mengurangi fakta sesuai
konteksnya. Memanfaatkan fakta-fakta tersebut berkaitan dengan motif khalayak
sasaran sehingga bergerak untuk mengikuti maksud pesan yang disampaikan
kepadanya. Fakta-fakta yang akan dioptimalkan dalam merancang pesan persuasif
berhubungan pada tujuan komunikasi dan khalayak yang dituju.
Menurut Crider (1983: 426) ada dua hal yang harus diperhatikan dalam
kaitan dengan pesan persuasif, yaitu pesan tidak bias dan pesan harus memotivasi
pendengarnya untuk mengubah pikiran atau bertindak. Tiga hal yang harus
dipenuhi agar pesan tidak bias. Pertama, pesan yang disampaikan tidak
mengandung unsur kebohongan. Pesan yang disampaikan berupa fakta-fakta yang
relevan dengan kebutuhan khalayak. Kedua, pesan hendaknya berisi dua
kepentingan sekaligus, yaitu penyampai dan penerima pesan. Dua kepentingan
tersebut hendaknya disajikan secara seimbang. Ketiga, pesan persuasif tidak
terdapat unsur paksaan di dalam kemasannya, baik paksaan psikologis maupun
fisik. Secara sederhana, suatu pesan yang dikatakan persuasif bila berisi pesan,
struktur pesan, dan penyajian pesan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan
khalayak sasaran.
2.4.1 Isi Pesan Persuasif
Secara elementer, komunikasi berarti menyampaikan pesan oleh sumber
kepada penerima pesan. Pesan komunikasi terdiri dari dua aspek, yaitu isi pesan
dan lambang. Pesan diwujudkan dalam bentuk lambang yang memiliki makna.
Pesan dirancang oleh sumber (pengirim pesan) untuk disampaikan kepada penerima
pesan melalui saluran komunikasi. Penyandian pesan disinkronkan dengan
24
karakteristik saluran yang dipilih untuk menyampaikan pesan pada penerima pesan.
Saluran tersebut menentukan pengemasan dalam suatu pesan.
Penyandian pesan menggambarkan proses yang kompleks, unsur satu
dengan unsur lainnya saling berhubungan. Pesan yang disajikan oleh sumber
kepada penerima pesan pada dasarnya merupakan refleksi persepsi atau perilaku
sumber. Maka dari itu, sumber (pengirim pesan) dalam merancang pesan perlu
disesuaikan pada penerima pesan. Dengan kehendak pesan yang dirancang oleh
sumber (pengirim pesan) memperoleh tafsiran sama dan diharapkan dapat
mempengaruhi penerima pesan untuk bersikap dan berperilaku sesuai yang
diharapkan sumber (pengirim pesan).
Ritongga (2005: 20) berpendapat bahwa pandangan penyandian pesan
tersebut sejalan dengan dengan teori perilaku (behaviorisme). Para pendukung teori
ini berasumsi bahwa semua perilaku manusia dapat diobservasikan dan dijelaskan
melalui variabel lingkungan. Stone (1976: 6-7) memiliki pandangan bahwa teori
perilaku memiliki tiga asumsi, yaitu perilaku dipelajari dengan membangun
asosiasi, manusia pada dasarnya bersifat hedonistik, dan perilaku manusia
ditentukan oleh lingkungan. Oleh karena itu, teori perilaku tersebut menganggap
bahwa manusia akan menerima apa saja yang datang dari luar dirinya. Manusia
disangka pasif dan akan mengikuti begitu saja semua anjuran pesan (stimulus) yang
diperolehnya.
Dalam merespon pesan, Tan (1981: 25) berpendapat bahwa memiliki
empat pandangan dalam merespon pesan, yaitu perhatian selektif, persepsi selektif,
ingatan selektif, dan tindakan selektif. Pertama, perhatian selektif merupakan suatu
memilih pesan tertentu untuk diperhatikan. Seseorang akan memilih pesan sesuai
25
minat atau suatu informasi yang dapat membangun citra hubungan dengan manusia
lain. Kedua, persepsi selektif merupakan salah satu setiap individu berbeda
persepsinya pada pesan yang sama. Ketiga, menurut ingatan selektif, seseorang
menjurus memilih kembali pesan-pesan yang diingatnya dan memilih pesan yang
paling berkesan. Terakhir, dalam prinsip tindakan selektif menunjukkan bahwa
tidak seorangpun bertindak sama akibat terpaan pesan media massa.
Ketika memilih isi pesan, isi pesan haruslah memperhatikan materi,
lambang komunikasi, etika, estetika, dan rasa keadilan (Soehoet, 2002: 34). Dari
keempat unsur yang dikemukakan oleh Soehoet tersebut akan mengacu dari
khalayak yang dituju, selanjutnya dikemas dengan memperhatikan unsur
kesederhanaan dan memberikan penekanan pada hal-hal yang dianggap penting.
Hal tersebut senada dengan pendapat Pavlik (1987: 72) yang berasumsi bahwa
pesan akan lebih efektif bila sederhana, karena mudah dimengerti dan relevan
dengan kebutuhan personal. Pesan yang terlalu kompleks akan menimbulkan
bermacam-macam interpretasi dan mengurangi sejumlah sifat perilaku yang
diinginkan.
Isi pesan persuasif memuat pernyataan berdasarkan fakta psikologis,
sosiologis, dan budaya khalayak yang dituju. Hal ini bermaksud untuk
mempertahankan atau mengubah sikap, motivasi, kepercayaan, dan perilaku
khalayak yang akan dijadikan sasaran. Untuk meyakinkan khalayak, informasi yang
disampaikan oleh sumber (pengirim pesan) sebaiknya didukung dengan adanya
bukti-bukti atau argumen (klaim) yang kuat. Ritongga (2005: 26) berpendapat
bahwa ada empat bukti yang harus ada di dalam pesan yang akan dikomunikasikan,
yaitu fakta, contoh, statistik, dan testimoni.
26
Kekuatan argumen (klaim) menjadi penting dalam meningkatkan
kepersuasifan suatu pesan. Argumen yang kuat akan menghalangi pikiran yang
negatif sementara mendorong pikiran yang positif. Klaim objektivitas merupakan
salah satu karakteristik penting. Klaim yang objektif berfokus pada informasi
faktual yang tindak tunduk pada tafsiran individual. Sebaliknya, klaim yang
subjektif adalah klaim yang mungkin menghasilkan tafsiran yang berbeda
antarindividu.
Klaim yang kuat lebih disukai oleh pendengar dibandingkan klaim-klaim
yang subjektif karena lebih tepat dan mudah dipastikan. Klaim yang yang objektif
dipandang lebih dipercaya, mengurangi argumentasi kontra, meningkatkan jumlah
argumen pendukung, dan menciptakan keyakinan. Dengan kata lain, kekuatan
klaim yang dibuat di dalam isi pesan dapat mempengaruhi pendengar (persuasi).
Mengemas pesan agar pesan lebih persuasif, maka perlu diperhatikan isi
pesan dan penyajiannya (Ritongga, 2005: 27). Seyogianya isi pesan yang
disampaikan oleh sumber (pengirim pesan) berupa kebutuhan penerima pesan. Hal
ini bahwa, efektivitas komunikasi persuasif meningkat jika pesan-pesannya
memenuhi kebutuhan atau aspirasi sasarannya dan jika pesan tersebut sesuai
dengan nilai, sikap, opini, keyakinan, atau norma yang ada pada khalayak.
Unsur kesantunan, penting, dan kesederhanaan merupakan salah satu
unsur pesan yang dikemas dengan kebutuhan atau aspirasi khalayak sasaran. Pesan-
pesan yang dinilai penting dapat diulang dengan melakukan pengubahan pada
komposisi pesannya. Nilai, sikap, opini, keyakinan, dan norma merupakan pesan
yang harus dikemas serta disesuaikan oleh sumber (pengirim pesan).
27
2.4.2 Struktur Pesan Persuasif
Ritongga (2005: 26) menjelaskan bahwa struktur pesan berkaitan dengan
pernyataan informasi yang akan ditempatkan. Dalam struktur pesan tersebut
penempatan pesan dakwah dapat diletakkan di awal materi, di tengah materi, dan
diakhir materi. Pertimbangan penempatan pesan dapat memudahkan penerima
pesan untuk memahami pesan yang disampaikan oleh sumber (pengirim pesan).
Dalam hal ini, struktur pesan bergantung pada daya serap penerima pesan.
Struktur pesan yang diletakkan di awal bertujuan untuk menarik perhatian
para penerima pesan. Struktur pesan yang diletakkan di tengah bertujuan untuk
menarik minat dan kesadaran bagi penerima pesan. Dalam struktur pesan yang
diletakkan di tengah dapat membangkitkan rasa rasional dan emosional. Struktur
pesan yang diletakkan di akhir berisikan tentang informasi-informasi lain yang
berhubungan dengan topik dakwah. Hal tersebut sejalan dengan pandangan Benoit
& Benoit (2008: 76) bahwa penataan pesan persuasif menggunakan pendahuluan-
tubuh-kesimpulan.
Pendahuluan pesan persuasif memiliki fungsi yang penting yang berguna
untuk mempersuasi penerima pesan yaitu, menarik perhatian, membangun
hubungan yang baik, memberikan alasan pada khayalak sasaran untuk terlibat
komunikasi, menyatakan tujuan, dan memberikan pengantar pendahuluan utama
pesan persuasif (Benoit & Benoit, 2008: 76). Pada bagian pendahuluan harus
mampu mendapatkan perhatian dari khalayak sasaran. Khalayak sasaran lebih
tertarik bila seorang dapat melihat pesan yang disampaikan memiliki hubungan
dengan kehidupan seorang tersebut. Pada bagian pendahuluan, sumber (pengirim
sumber) harus menyampaikan sebuah pengantar terlebih dahulu sebelum masuk
28
pada inti wacana. Dengan demikian, khalayak sasaran dapat mengetahui inti dari
pesan yang akan disampaikan oleh sumber (pengirim pesan).
Benoit & Benoit (2008: 78) berasumsi bahwa ada lima jenis yang dapat
dimanfaatkan dan dapat menarik perhatian khalayak sasaran. Pertama, pernyataan
yang mengejutkan atau statistik yang dapat membuat khalayak sasaran penasaran
untuk mengetahui pesan selanjutnya. Kedua, pengajuan pernyataan provokatif
untuk para khalayak yang dapat membangkitkan minat. Ketiga, penggunaan sebuah
kutipan berupa kata-kata mutiara yang menarik atau pengalaman hidup orang lain
atau diri sendiri. Keempat, mengacu pada konteks atau situasi berbicara,
penggunaan analogi dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang mirip,
bercerita dengan urutan yang menarik. Terakhir, berbicara tentang pengalaman
pribadi yang berkaitan dengan topik yang disajikan.
Bagian tubuh berisi penjelasan rinci tentang gagasan utama wacana dakwah.
Hal ini senada dengan Benoit & Benoit (2008: 76) yang menjelaskan bahwa tubuh
merupakan perincian tentang pendahulan dalam wacana dakwah. Bagian tubuh
merupakan inti dari struktur wacana dan merupakan tempat penyampai pesan
berupa argumen (bukti) untuk mendukung gagasan utama. Benoit & Benoit (2008:
77) berpendapat bahwa dalam pola organisasi yang dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan bagian tubuh wacana persuasif yang menggunakan pendahuluan-
tubuh-kesimpulan yaitu, pola sebab-akibat, pola sekuensial, pola dua sisi, pola
masalah-solusi, dan pola organisasi topikal.
Kesimpulan menurut Benoit & Benoit (2008: 81) merupakan bagian akhir
dari wacana persuasif yang memiliki fungsi, yaitu merangkum gagasan utama,
menciptakan rasa koneksi, menginspirasi kerangka berpikir, dan membuat banding
29
akhir. Pertama, merangkum gagasan utama merupakan meringkas suatu
pembicaraan menjadi satu uraian yang lebih singkat dengan perbandingan secara
proposional antara bagian yang dirangkum dengan rangkumannya. Kedua
menciptakan rasa koneksi merupakan tempat dimana semua bagian harus terjalin
bersama. Hal ini dapat merujuk pada sebuah contoh. Ketiga, menginspirasi
kerangka pikir merupakan fungsi lain dari kesimpulan yang menjelaskan pada titik
ini sumber (pengirim pesan) menginginkan penerima pesan (khalayak sasaran)
menjadi yang tersentuh dan termotivasi. Keempat, fungsi terakhir dari kesimpulan
yaitu membuat banding akhir. Pada bagian ini sumber (pengirim pesan) untuk
mempengaruhi penerima pesan dan pesan ini harus menjadi bujukan kuat untuk
mengubah sikap yang diingkan oleh sumber.
2.4.3 Teknik Penyajian Pesan Persuasif
Penyajian pesan persuasif berkenaan dengan tipe penyajian pesan yang
akan digunakan dan dipilih sumber untuk penyampaian pesan persuasif. Pemilihan
tipe penyajian tersebut bermaksud untuk menambah daya tarik informasi yang akan
disampaikan. Pemilihan tipe penyajian pesan dipilih dan digunakan berdasarkan
dengan yang disukai oleh penerima pesan. Ritongga (2005: 32) berpendapat bahwa
tipe penyajian pesan berupa (a) pesan satu sisi dan dua sisi; (b) pesan klimaks dan
pesan antiklimaks; (c) pesan emosional dan rasional; (d) pengulangan pesan dan
pesan satu kali; dan (e) simpulan tersirat dan tersurat. Uraian kelima penyajian
pesan persuasif akan dijelaskan pada bagian berikut.
Pesan satu sisi dan dua sisi menurut Engel (1995: 509) berpendapat bahwa
pesan satu sisi adalah komunikasi yang disajikan hanya hal-hal yang mendukung
posisi yang dianjurkan. Ritongga (2005: 32) menjelaskan bahwa pesan dua sisi
30
adalah komunikasi yang menyajikan hal-hal yang pro dan kontra dari posisi yang
dianjurkan. Hal-hal yang mendukung posisi yang dianjurkan dapat berupa pesan-
pesan yang positif atau negatif. Makna dari positif dan negatif tersebut sesuai
dengan tujuan komunikasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa pesan satu sisi hanya
sepihak yang bersifat positif atau negatif, sedangkan pesan dua sisi berisi pesan
yang pro (positif) dan kontra (negatif).
Pesan klimaks dan pesan antiklimaks merupakan bentuk penyajian pesan
klimaks merupakan penempatan materi yang paling penting pada bagian akhir
(Betinghaus, 1973: 152). Sementara itu penyajian pesan antiklimaks peletakan
materi yang paling penting diletakkan dibagian depan. Dari pengertian penyajian
pesan klimaks dan antiklimaks tampak jelas bahwa materi (pesan) berkaitan dengan
penempatan hal yang terpenting dalam pesan yang dikomunikasikan.
Pesan emosional dan rasional menurut Sendjaja (1999: 210) berpendapat
bahwa pesan emosional memberikan penekanan pada hal-hal yang bersifat
emosional. Penyajian pesan emosional tersebut diarahkan pada upaya yang
digambarkan tentang keindahan, kesedihan, kasih sayang, cinta, seksual dan hal-
hal yang berkaitan dengan perasaan. Ritongga (2005: 56) berpendapat bahwa pesan
rasional adalah pesan yang berisi fakta atau bukti-bukti yang relevan dan logis yang
disajikan secara argumentatif dengan menonjolkan kualitas dan nilai keuntungan
dari ide yang dikomunikasikan.
Pengulangan pesan dan pesan satu kali menurut Ritongga (2005: 65)
beramsusi bahwa pengulangan pesan mengandung dua pengertian. Pertama, pesan
yang dinilai penting mengenai suatu topik dikomunikasikan beberapa kali tanpa
harus sama persis. Kedua, pesan yang disampaikan sama baik kepada khalayak
31
sasaran berulang kali. Sementara itu, penyajian pesan satu kali dapat diartikan
bahwa pesan mengenai sesuatu topik yang dikomunikasikan hanya satu kali. Makna
satu kali tersebut dalam pengulangan pesan adalah pesan yang dinilai penting untuk
dikomunikasikan kepada khalayak sasaran tidak diulang atau keseluruhan, pesan
yang dinilai penting hanya disampaikan satu kali.
Simpulan tersirat dan tersurat menurut Ritongga (2005: 77) berpendapat
bahwa simpulan tersirat adalah tidak memuat uraian singkat berupa rangkuman
penting dari keseluruhan isi pesan yang disampaikan atau dikomunikasikan.
Sementara itu, simpulan tersurat adalah uraian singkat yang berupa rangkuman
penting dari keseluruhan isi pesan yang disampaikan atau dikomunikasikan.
Simpulan tersurat paling efektif dalam mengubah pengetahuan dan sikap khalayak
daripada khalayak menyimpulkan pesan sendiri. Akan tetapi, akan lebih baik jika
khalayak sasaran membuat simpulan sendiri terhadap pesan yang diterimanya.
2.5 Wacana Dakwah
Dakwah adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak, dan memanggil
orang untuk beriman dan taat kepada Allah SWT sesuai dengan garis aqidah,
syar’iat dan akhlak Islam (Amran, 2012: 70). Di dalam dakwah, sumber (pengirim
pesan) disebut dengan dai, sedangkan penerima pesan dapat disebut mad’u.
Seorang dai menyampaikan pesan keagamaan menggunakan simbol verbal dan
nonverbal. Ma’arif (2010: 36) berpendapat bahwa simbol verbal yaitu, ucapan dan
tulisan yang lazim dimengerti, sedangkan simbol nonverbal dalam dunia dakwah
mengacu pada gerak, raut wajah, pakaian, tindakan atau perilaku, dan situasi
lingkungan. Dalam pelaksanaan dakwah, dapat berupa dengan ucapan lisan, tulisan,
32
karangan, maupun dengan memberikan contoh yang baik dalam kehidupan umat
manusia.
Shihab (1996: 398) memberikan pendapat bahwa dakwah memiliki dua
macam, yaitu dakwah bil al-lisan dan dakwah bil al-bal. Pertama, dakwah bil al-
lisan merupakan suatu ajakan atau penyebarluasan nilai-nilai keagamaan dengan
pendekatan komunikasi verbal melalui bahasa lisan (verbal) dan tulisan, seperti
ceramah, pidato, orasi, tulisan, dan karangan. Kedua, dakwah bil al-bal yaitu suatu
penyebarluasan nilai keagamaan dengan pendekatan komunikasi nonverbal melalui
amal, seperti contoh konkret dan tersedia lingkungan yang kondusif. Atabik (2014:
122) beranggapan bahwa dakwah bil al-lisan berkaitan erat dengan tatanan
komunikasi.
Unsur-unsur dakwah yang mencapai persuasif harus didukung dengan
adanya beberapa unsur. Alimuddin (2007: 76) berpendapat bahwa ada empat dalam
unsur dakwah yaitu, (a) subjek dakwah; (b) materi dakwah; (c) metode dakwah;
dan (d) tujuan dakwah. Pertama subjek dakwah menurut Alimuddin (2007: 76)
menjelaskan bahwa pelaku aktivitas dakwah. Dalam hal ini pelaku aktivitas dakwah
dapat dikatan sumber (dai). Seorang dai harus membekali dirinya dengan landasan
keilmuan yang cukup serta teladan yang baik dalam berdakwah.
Materi dakwah menurut Alimuddin (2007: 76) menjelaskan bahwa materi
dakwah tidak terlepas dari ajaran Islam, yaitu Al-quran dan hadis. Materi yang
diperlukan untuk suatu kelompok masyarakat belum tentu sesuai untuk kelompok
masyarakat yang berbeda. Pemilihan materi haruslah tepat dan sesuai dengan
kehadiran khalayak sasaran. Oleh sebab itu, dengan pemilihan materi khalayak
sasaran mengerti materi yang disampaikan oleh sumber (dai).
33
Unsur lain dakwah yang mencapai persuasif adalah metode dakwah.
Metode dakwah cara yang digunakan oleh seorang sumber (dai) dalam
menyampaikan pesan dakwahnya kepada khalayak sasaran. Dalam menyampaikan
pesan, metode ini merupakan unsur yang terpenting dalam menyampaikan materi
ataupun pesan dakwahnya. Suatu materi yang baik, akan tetapi jika pemilihan
metode yang kurang sesuai maka pesan tidak dapat ditangkap dengan baik oleh
penerima pesan. Dalam kegiatan dakwah metode yang digunakan harus sesuai
dengan kondisi khalayak sasaran baik dari segi ekonomi, pendidikan, latar belakang
sosial, dan adat sehingga dapat tercapainya dalam berdakwah.
Unsur terakhir dakwah yang mencapai persuasif adalah tujuan dakwah.
Menurut Alimuddin (2007: 76) menjelaskan tujuan dakwah merupakan untuk
menyelamatkan umat dari kehancuran dan untuk mewujudkan cita-cita ideal
masyarakat utama menuju kebahagian dan kesejahteraan hidup di dunia dan di
akhirat yang diridai oleh Allah SWT. Secara umum tujuan dakwah adalah mengajak
manusia menuju jalan Islam sesuai dengan ajaran Islam.
Wacana dakwah pada umumnya berisi pesan-pesan yang mengajak jamaah
sebagai pesan persuasif untuk melakukan semua aktivitas sesuai dengan ajaran
Islam. Pesan persuasif dakwah seyogianya mampu membangkitkan rasa motivasi
bagi penerima pesan. Motivasi yang dimaksud berupa seseorang yang sudah salah
jalan atau terjerumus hal-hal yang menyimpang dari ajaran Islam, maka dai
(sumber) dapat memberikan motivasi supaya meninggalkan hal yang menyimpang
dari ajaran Islam. Dalam pelaksanaan dakwah dapat menentukan kelangsungan
hidup setiap individu. Pada dasarnya setiap individu memiliki karakter-karakter
yang berbeda, dan pola berpikirnya.
34
Keberhasilan dakwah jika dai harus membekali dirinya dengan teori-teori
persuasif. Ilahi (2010: 126) berpendapat ada teori yang digunakan dalam melakukan
persuasif dan dapat dikembangkan dalam metode, yaitu metode asosiasi, metode
integrasi, metode play-off serta fear-arousing, dan metode icing. Pertama, metode
asosiasi merupakan penyajian pesan dengan jalan menumpangkan pada suatu
peristiwa yang sedang menarik dan sedang hangat. Kedua, metode integrasi
merupakan kemampuan untuk menyatukan diri dengan penerima pesan dengan
menggunakan verbal maupun nonverbal. Ketiga, metode play-off dan fear-arousing
merupakan kegiatan mempengaruhi orang lain dengan jalan melukiskan hal-hal
yang menyenangkan perasaan dan sebaliknya. Keempat, metode icing menjelaskan
dalam metode icing dapat disebut metode memanis-maniskan.
Persuasif dalam dakwah bukan hanya menggunakan metode yang sudah
dijelaskan di atas. Akan tetapi, dakwah yang persuasif mengarah pada pernyataan,
sejauh mana pesan-pesan dan aktivitas dakwah dapat mempengaruhi dan
meyakinkan khalayak (mad’u). Kekuatan persuasi berkaitan dengan berbagai
komponen komunikasi.