Download - APB Aulia Pz
BAB I
PENDAHULUAN
Usaha-usaha menurunkan angka kematian maternal dan angka kematian perinatal
masih menjadi prioritas utama program Departemen Kesehatan RI. Penyebab utama kematian
maternal masih disebabkan oleh tiga hal pokok yaitu perdarahan, preeklamsi/ eklamsi, dan
infeksi. Walaupun angka kematian maternal telah menurun dengan meningkatnya pelayanan
kesehatan obstetric namun kematian ibu akibat perdarahan masih tetap merupakan factor
utama dalam kematian maternal. (1,2,3,4)
Perdarahan dapat terjadi baik selama kehamilan, persalinan maupun masa nifas.
Prognosis dan penatalaksanaan kasus perdarahan selama kehamilan dipengaruhi oleh umur
kehamilan, banyaknya perdarahan, keadaan fetus dan sebab perdarahan. (4,5)
Setiap perdarahan selama kehamilan harus dianggap sebagai keadaan akut dan serius
serta beresiko tinggi karena dapat membahayakan ibu dan janin. (5,6)
Dalam refrat ini hanya dibahas perdarahan selama kehamilan, khususnya perdarahan
ante partum.
- 1 -
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang
berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus,
sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Batas kehamilan muda
dan kehamilan tua ialah kehamilan 22 minggu, mengingat kemungkinan hidup janin
diluar uterus. (7)
2.2 INSIDEN
4-5% dari seluruh kehamilan. (9)
2.3 KLASIFIKASI
Perdarahan antepartum biasanya dibatasi pada perdarahan jalan lahir setelah
kehamilan 22 minggu, walaupun patologi yang sama dapat pula terjadi pada kehamilan
sebelum 22 minggu. Perdarahan setelah kehamilan 22 minggu biasanya lebih banyak
dan lebih berbahaya daripada sebelum kehamilan 22 minggu, oleh karena itu,
memerlukan penanganan yang berbeda. Perdarahan antepartum yang berbahaya
umumnya bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak
bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada
kelainan plasenta umpamanya kelainan serviks biasanya tidak seberapa berbahaya. Pada
setiap perdaqrahan antepartum pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu
bersumber pada kelainan plasenta. (7)
Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta, yang secara
klinis biasanya tidak terlampau sukar untuk menentukannya, ialah plasenta previa dan
solusio plasenta (atau abrupsio plasenta). Oleh karena itu, klasifikasi klinis perdarahan
antepartum dibagi sebagai berikut: plasenta previa, solusio plasenta, dan perdarahan
antepartum yang belum jelas sumbernya. (7)
Perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya itu mungkin disebabkan
oleh ruptura sinus marginalis yang biasanya tanda dan gejalanya tidak seberapa khas
mungkin itu karena plasenta letak rendah atau vasa previa. Plasenta letak rendah baru
menimbulkan perdarahan antepartum pada akhir kehamilan atau pada permulaan
persalinan. Vasa previa baru menimbulkan perdarahan antepartum setelah pemecahan
selaput ketuban. Perdarahan yang bersumber pada kelaian serviks dan vagian biasanya
- 2 -
dapat diketahui apabila dilakukan pemeriksaan dengan spekulum yang seksama.
Kelainan-kelainan yang mungkin tampak ialah erosio porsionis uteri, karsinoma
porsionis uteri, polipus servisis uteri, varises vulva, dan trauma. (7)
2.4 GAMBARAN KLINIK
Pada umumnya penderita mengalami perdarahan pada triwulan ke-3, atau
setelah kehamilan 28 minggu. (7)
Perdarahan antepartum tanpa rasa nyeri merupakan tanda khas plasenta previa,
apalagi kalau desertai tanda-tanda lainnya, seperti bagian terbawah janin belum masuk
kedalam pintu atas panggul, atau kelainan letak janin. Karena tanda pertamanya adalah
perdarahan, pada umumnya penderita akan segera datang untuk mendapatkan
pertolongan. Beberapa penderita yang mengalami perdarahan sedikit-sedikit, mungkin
tidak akan tergesa-gesa datang untuk mendapatkan pertolongan karena disangkanya
sebagai tanda permulaan persaliann biasa. Baru setelah perdarahannya berlangsung
banyak, mereka datang untuk mendapatkan pertolongan. (7)
Lain halnya dengan solusio plasenta. Kejadiannya tidak segera ditandai oleh
perdarahan pervaginam, sehingga mereka tidak segera datang untuk mendapatkan
pertolongan. Gejala pertamanya ialah rasa nyeri pada kandungan yang makin lama
makin hebat, dan berlangsung terus menerus. Rasa nyeri yang terus menerus ini sering
kali diabaikan, atau disangka sebagai tanda permulaan persalinan biasa. Baru setalah
penderita pingsan karena perdarahan retroplasenter yang banyak, atau setelah tampak
perdarahan pervaginam, mereka datang untuk mendapatkan pertolongan. Pada keadaan
demikian biasanya janin telah meninggal dalam kandungan. (7)
- 3 -
(10)
2.5 PENGAWASAN ANTENATAL
Pengawasan antenatal sebagai cara untuk mengetahui atau menanggulangi
kasus-kasus dengan perdarahan antepartum memegang peranan yang terbatas.
Walaupun demikian, beberapa pemeriksaan dan perhatian yang biasa dilakukan pada
pebngawasan antenatal dapat mengurangi kesulutan yang mungkin terjadi. Pemeriksaan
dan perhatian yang dimaksud ialah penentuan golongan darah ibu dan golongan darah
- 4 -
calon donornya, pengobatan anemia dalam kehamilan, seleksi ibu untuk bersalin di
rumah sakit, memperhatikan kemungkinan adanya plasenta-previa, dan mencegah serta
mengobati penyakit hipertensi menahun dan preeklamsia. (7)
Penentuan golongan darah ibu dan golongan darah calon donornya akan sangat
memuidahkan untuk mendapatkan darah yang cocok apabila sewaktu-watu diperlukan.
Tidak pada semua tempat di tanah air kita ini terdapat bank donor darah. (7)
Para ibu yang menderita anemia dalam kehamilan akan sangat rentan terhadap
infeksi dan perdarahan, walaupun perdarahan hanya sedikit. Pengalaman membuktikan
bahwa kematian ibu karena perdarahan lebih sering terjadi pada para ibu yang menderita
anemia kehamilan sebelumnya. Anemia dalam kehamilan, yang pada umumnya
disebabkan oleh defisiensi besi, dapat dengan mudah diobati dengan jalan memberikan
preparat besi selama kehammilan. Oleh karena itu, janganlah mengabaikan pengobatan
anemia dalam kehamilan untuk mencegah kematian ibu apabila nantinya mengalami
perdarahan. (7)
Walaupun rumah sakit yang terdekat letaknya jauh, para ibu hamil yang
dicurigai akan mengalami perdarahan antepartum hendaknya diusahakan sedapat
mungkin untuk mengawaskan kehamilannya dan bersalin di rumah sakit itu. Para ibu
hamil yang patut dicurigai akan mengalami perdarahan antepartum ialah para ibu yang
umurnya telah lebih dari 35 tahun, paritasnya 5 atau lebih, bagian terbawah janin selalu
terapung diatas pintu atas panggul, atau menderita pre-eklamsia. (7)
Janin yang letaknya melintang dan sukar diperbaiki dengan versi-luar, atau
kalau berhasil juga, mudah kembali kepada letak semual, atau bagian terbawah janin
belum masuk pintu-atas panggul pada minggu-minggu terakhir kehamilan, patut pula
dicurigai kemungkinan adanya plasenta previa. (7)
Pre-eklamsi atau penyakit hipertensi menahun sering kali dihubungkan dengan
terjadinya solusio plasenta. Apabila hal ini benar, pencegahan dan pengobatannya secara
seksama akan mengurangi kejadian solusio plasenta. (7)
2.6 PERTOLONGAN PERTAMA
Setiap perdarahan pada kehamilan lebih dari 22 minggu yang lebih banyak dari
perdarahan yang biasanya terjadi pada permulaan persalinan biasa, harus dianggap
sebagai perdarahan antepartum. Apapun penyebabnya, penderita harus segera dibawa ke
rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah dan operasi. Jangan sekali-kali
melakukan pemeriksaan dalam dirumah penderita atau ditempat yang tidak
memungkinkan tindakan operatif segera karena pemeriksaan itu dapat menambah
- 5 -
banyaknya perdarahan. Pemasangan tampon dalam vagina tidak berguna sama sekali
untuk menghentikan perdarahan, malahan akan menambah perdarahan karena sentuhan
pada servix sewaktu pemasangannya. Selagi penderita belum jatuh kedalam syok, infus
cairan intravena harus segera dipasang, dan dipertahankan terus sampai tiba di rumah
sakit. Memasang jarum infus kedalam pembuluh darah sebelum terjadi syok akan jauh
lebih memudahkan tranfusi darah, apabila sewaktu-waktu diperlukan. (7)
Segera setelah tiba dirumah sakit, usaha pengadaan darah harus segera
dilakukan, walaupun perdarahannya tidak seberapa banyak. Pengambilan contoh darah
penderita untuk pemeriksaan golongan darahnya, dan pemeriksaan kecocokan dengan
darah donornya harus segera dilakukan. Dalam keadaan darurat pemeriksaan seperti itu
mungkin terpaksa ditunda karena tidak sempat dilakukan sehingga terpaksa langsung
mentranfusi darah yang golongannya sama dengan golongan darah penderita, atau
mentranfusi darah golongan O rhesus positif, dengan penuh kesadaran akan segala
bahayanya. (7)
Pertolongan selanjutnya di rumah sakit tergantung dari paritas, tuanya
kehamilan, banyaknya perdarahan, keadaan ibu, keadaan janin, sudah atau belum
mulainya persalinan, dan diagnosa yang ditegakkan. (7)
- 6 -
(9)
- 7 -
2.7 PLASENTA PREVIA
2.7.1 DEFINISI
Plasenta previa ialah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada
segmen-bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terletak dibagian atas
uterus. (7)
2.7.2 KLASIFIKASI
Klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta
melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu. Disebut plasenta previa
totalis apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta; plasenta
previa parsialis apabial sebagian pembuakaan tertutup oleh jaringan plasenta;
dan plasenta previa marginalis apabila- pinggir plasenta berada tepat pada
pinggir pembukaan. Plasenta yang letaknya abnormal pada segmen-bawah
uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir, disebut
plasenta letak rendah. Pinggir plasenta berada kirakira 3 atau 4 cm di atas pinggir
pembukaan, sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan-lahir. (7)
Karena klasifikasi ini tidak didasarkan pada keadaan anatomik
melainkan fisiologik, maka klasifikasinya akan berubah setiap waktu.
Umpamanya, plasenta previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan
berubah menjadi plasenta previa parsialis pada pembukaan 8 cm. Tentu saja
observasi seperti ini tidak akan terjadi dengan penanganan yang balk. (7)
- 8 -
Jenis plasenta previa: (A) plasenta previa totalis; (B) plasenta previa parsialis; (C) plasenta
previa marginalia; (D) plasenta letak rendah
2.7.3 ETIOLOGI
Mengapa plasenta bertumbuh pada segmen-bawah uterus tidak selalu
jelas dapat diterangkan. Bahwasanya vaskularisasi-yang berkurang, atau
perubahan atrofi pada desidua akibat persalinan yang lampau dapat
menyebabkan plasenta previa, tidaklah selalu benar, karena tidak nyata dengan
jelas bahwa plasenta previa didapati untuk sebagian besar pada penderita dengan
paritas tinggi. Memang dapat dimengerti bahwa apabila aliran darah ke plasenta
tidak cukup atau diperlukan lebih banyak seperti pada kehamilan kembar,
plasenta yang letaknya normal sekalipun akan memperluaskan permukaannya,
sehingga mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan-lahir. (7)
Menurut Kloosterman (1973), frekuensi plasenta previa pada
primigravida yang berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 10 kali lebih sering
dibandingkan dengan primigravida yang berumur kurang dari 25 tahun; pada
grande multipara yang berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 4 kali lebih sering
dibandingkan dengan grande multipara yang berumur kurang dari 25 tahun. (7)
- 9 -
umur Primigravida (%) Multigravida(%)
15-19 1,7 1,6
20-24 2,3 6,925-29 2,9 7,930-34 1,7 9,735- 5,6 9,5
Hubungan frekuensi plasenta previa dengan umur ibu dan paritasnya
di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta(1971-1975)
2.7.4 FAKTOR PREDISPOSISI
Melebarkan pertumbuhan plasenta
kesuburan endometrium kurang,
kehamilan gemelli, '
tumbuh kembang plasenta tipis.
Kurang suburnya endometrium
pada grandemultipara,
jarak kehamilan terlalu pendek,
malnutrisi bumil,
melebarnya plasenta OK gemelli.
Terlambat implantasi
endometrium fundus kurang subur,
terlambatnya tumbuh kembang hasil konsepsi dalam bentuk blastula
siap untuk nidasi. (8)
2.7.5 GAMBARAN KLINIK
Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama
dan pertama, dari plasenta previa. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita
tidur atau bekerja biasa. Perdarahan pertama biasanya tidak banyak, sehingga
tidak akan berakibat fatal. Akan tetapi, perdarahan berikutnya hampir selalu
lebih banyak dari sebelumnya, apalagi kalau sebelumnya telah dilakukan
pemeriksaan dalam. Walaupun perdarahannya sering dikatakan terjadi pada
triwulan ketiga, akan tetapi tidak jarang pula dimulai sejak kehamilan 20
minggu karena sejak itu segmen-bawah ui telah terbentuk dan mulai melebar
serta menipis. Dengan bertambah tua kehamilan, segmen-bawah uterus akan
lebih melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada
segmen bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks
- 10 -
tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat di situ tanpa terlepasnya
sebagian plasenta dari dinding uterus. Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan.
Darahnya berwarna merah segar, berlainan dengan darah disebabkan oleh
solusio plasenta yang berwarna kehitam-hitaman. Sumber perdarahannya ialah
sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau
karena robekan sinus marginalia dari plasenta. Perdarahannya tak dihindarkan
karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus berkontraksi
menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut otot menghentikan
perdarahan pada kala III dengan plasenta yang letaknya normal. Makin rendah
letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh karena itu perdarahan pada
plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta letak rendah,
yang mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai. (7)
Turunnya bagian terbawah janin ke dalam pintu-atas panggul akan
terhalang karena adanya plasenta di bagian bawah uterus. Apabila janin dalam
presentasi kepala, kepalanya akan didapatkan belum masuk ke dalam pintu-atas
panggul yang mungkin karena plasenta previa sentralis; mengolak ke samping
karena plasenta previa parsialis; menonjol di atas simfisis karena plasenta previa
posterior; atau bagian terbawah janin sukar ditentukan karena plasenta previa
anterior. Tidak jarang terjadi kelainan letak, seperti letak-lintang atau letak-
sungsang. (7)
Nasib janin tergantung dari banyaknya perdarahan, dan tuanya
kehamilan pada waktu persalinan. Perdarahan mungkin masih dapat diatasi
dengan transfusi darah, akan tetapi persalinan yang terpaksa diselesaikan dengan
janin yang masih prematur tidak selalu dapat dihindarkan. (7)
Apabila janin telah lahir, plasenta tidak selalu mudah dilahirkan karena
sering mengadakan perlekatan yang erat dengan dinding uterus. Apabila plasenta
telah lahir, perdarahan postpartum sering kali terjadi karena kekurang-mampuan
serabut-serabut otot segmen-bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan
perdarahan dari bekas insersio plasenta; atau, karena perlukaan serviks dan
segmen-bawah uterus yang rapuh dan mengandung banyak pembuluh darah
besar, yang dapat terjadi bila persalinan berlangsung per vaginam. (7)
2.7.6 DIAGNOSA
- 11 -
Pada setiap perdarahan antepartum, pertama kali harus dicurigai bahwa
penyebabnya ialah plasenta previa sampai kemudian ternyata dugaan itu salah.
(7)
Anamnesis. Perdarahan jalan-lahir pada kehamilan setelah 22 minggu
berlangsung tanpa nyeri, tanpa alasan, terutama pada multigravida.
Banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari
pemeriksaan hematokrit.
Pemeriksaan luar. Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu-atas
panggul. Apabila presentasi kepala, biasanya kepalanya masih terapung di
atas pintu-atas panggul atau mengolak ke samping, dan sukar didorong ke
dalam pintu atas panggul. Tidak jarang terdapat kelainan letak janin, seperti
letak-lintang atau letak-sungsang.
Pemeriksaan in spekulo. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah
perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan
vagina, seperti erosio porsionis uteri, karsinoma porsionis uteri, polipus
servisis uteri, varises vulva, dan trauma. Apabila perdarahan berasal dari
ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.
Penentuan letak plasenta tidak langsung. Penentuan letak plasenta secara
tidak langsung dapat dilakukan dengan radiografi, radioisotopi, dan
ultrasonografi. Nilai diagnostiknya cukup tinggi di tangan yang ahli, akan
tetapi ibu dan janin pada pemeriksaan radiografi dan radioisotopi masih
dihadapkan pada bahaya radiasi yang cukup tinggi pula, sehingga cara ini
mulai ditinggalkan.
Ultrasonografi. Penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata sangat
tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya, dan tidak
menimbulkan rasa myeri.
Penentuan letak plasenta secara langsung. Untuk menegakkan diagnosis yang
tepat tentang adanya dan jenis plasenta previa ialah secara langsung meraba
plasenta melalui kanalis servikalis. Akan tetapi pemeriksaan ini sangat
berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan banyak. Oleh karena itu
pemeriksaan melalui kanalis servikalis hanya dilakukan apabila penanganan
pasif ditinggalkan, dan ditempuh penanganan aktif. Pemeriksaannya harus
dilakukan dalam keadaan slap operasi. Pemeriksaan dalam di meja operasi
dilakukan sebagai berikut.
- 12 -
Perabaan fornises. Pemeriksaan ini hanya bermakna
apabila janin dalam presentasi kepala. Sambil mendorong sedikit kepala
janin ke arah pintu-atas panggul, perlahanlahan seluruh fornises diraba
dengan jari. Perabaannya terasa lunak apabila antara jari dan kepala janin
terdapat plasenta; dan akan terasa padat (keras) apabila antara jari dan
kepala janin tidak terdapat plasenta. Bekuan darah dapat dikeluarkan
dengan plasenta. Plasenta yang tipis mungkin tidak terasa lunak.
Pemeriksaan ini harus selalu mendahului pemeriksaan melalui kanalis
servikalis, untuk mendapat kesan pertama ada tidaknya plasenta previa.
Pemeriksaan melalui kanalis servikalis. Apabila kanalis
servikalis telah terbuka, perlahan-lahan jari telunjuk dimasukkan ke
dalam kanalis servikalis, dengan tujuan kalau-kalau meraba kotiledon
plasenta. Apabila kotiledon plasenta teraba, segera jari telunjuk
dikeluarkan dari kanalis servikalis. Jangan sekali-kali berusaha
menyelusuri pinggir plasenta seterusnya karena mungkin plasenta akan
terlepas dari insersionya yang dapat menimbulkan perdarahan banyak.
(7)
2.7.7 PENANGANAN
Di negara yang sedang berkembang, perdarahan hampir selalu
merupakan malapetaka besar bagi penderita maupun penolongnya. Keadaan
yang serba kurang akan memaksa penolong menangani setiap kasus secara
individual, tergantung pada keadaan ibu, keadaan janin, dan keadaan fasilitas
pertolongan dan penolongnya pada waktu itu. (7)
Ibu yang menderita anemia sebelumnya akan sangat rentan terhadap
perdarahan, walaupun perdarahannya tidak terlampau banyak. Darah sebagai
obat utama untuk mengatasi perdarahan belum selalu ada atau cukup tersedia di
rumah sakit. Kurangnya kesadaran akan bahaya perdarahan, atau sukarnya
pengangkutan cepat ke rumah sakit mengakibatkan terlambatnya penderita
mendapatkan pertolongan yang layak. Semua keadaan tersebut di atas, ditambah
dengan fasilitas pertolongan dan tenaga penolong yang kurang, akan sangat
melipatgandakan beban pekerjaan para penolongnya. Dengan demikian
penanggulangannya pun tidak selalu akan berhasil dengan balk. (7)
- 13 -
Prinsip dasar penanganan. Setiap ibu dengan perdarahan antepartum
harus segera dikirim ke rumah sakit yang memiliki fasilitas melakukan transfusi
darah dan operasi. (7)
Perdarahan yang terjadi pertama kali jarang sekali, atau boleh
dikatakan tidak pernah menyebabkan kematian, asal sebelumnya tidak
diperiksa-dalam. Biasanya masih terdapat cukup waktu untuk mengirimkan
penderita ke rumah sakit, sebelum terjadi perdarahan berikutnya yang hampir
selalu akan lebih banyak daripada sebelumnya. Jangan sekali-kali melakukan
pemeriksaan-dalam kecuali dalam keadaan siap operasi. (7)
Apabila dengan penilaian yang tenang dan jujur ternyata perdarahan
yang telah berlangsung, atau yang akan berlangsung tidak akan membahayakan
ibu dan/atau janinnya (yang masih hidup); dan kehamilannya belum cukup 36
minggu, atau taksiran berat janin belum sampai 2500 gram, dan persalinan
belum mulai, dapat dibenarkan untuk menunda persalinan sampai janin dapat
hidup di luar kandungan lebih baik lagi. Penanganan pasif ini, pada kasus-kasus
tertentu sangat bermanfaat untuk mengurangi angka kematian neonatus yang
tinggi akibat prematuritas, asal jangan dilakukan pemeriksaan-dalam.
Sebaliknya, kalau perdarahan yang telah berlangsung atau yang akan
berlangsung akan membahayakan ibu dan atau janinnya; atau kehamilannya
telah cukup 36 minggu, atau taksiran berat janin telah mencapai 2500 gram; atau
persalinan telah mulai, maka penanganan pasif harus ditinggalkan, dan ditempuh
penanganan aktif. Dalam hal ini pemeriksaan dalam dilakukan di meja operasi
dalarn keadaan siap operasi. (7)
Penanganan pasif. Pada tahun 1945 Johnson dan Macafee
mengumumkan cara baru penanganan pasif beberapa kasus plasenta previa yang
janinnya masih prematur dan perdarahannya tidak berbahaya, sehingga tidak
diperlukan tindakan pengakhiran kehamilan segera. Pengalamannya
membuktikan bahwa perdarahan pertama pada plasenta previa jarang sekali fatal
apabila sebelumnya tidak dilakukan pemeriksaandalam; dan perdarahan
berikutnya pun jarang sekali fatal apabila sebelumnya ibu tidak menderita
anemia dan tidak pernah dilakukan pemeriksaan-dalam. Atas dasar pengalaman
itu, tindakan pengakhiran kehamilan untuk beberapa kasus tertentu dapat
ditunda, sehingga janin dapat hidup dalam kandungan lebih lama, dan dengan
demikian, kemungkinan janin hidup di luar kandungan lebih besar lagi. (7)
- 14 -
Berhasilnya Macafee menurunkan angka kematian perinatal pada
plasenta previa ini berkat kepatuhannya menjalankan penanganan pasif seperti
tersebut di atas, dan berkat tindakan seksio sesarea yang lebih liberal.
Tampaknya penanganan pasif ini sangat sederhana, akan tetapi dalam
kenyataannya, kalau dilakukan secara konsekuen, menuntut fasilitas rumah sakit
dan perhatian dokter yang luar biasa. Penderita harus dirawat di rumah sakit
sejak perdarahan pertama sampai perneriksaan menunjukkan tidak adanya
plasenta previa, atau sampai bersalin. Transfusi darah dan operasi harus dapat
dilakukan setiap saat apabila diperlukan. Anemia harus segera diatasi mengingat
kemungkinan perdarahan berikutnya. Menilai banyaknya perdarahan harus lebih
didasarkan pada pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit secara berkala,
daripada memperkirakan banyaknya darah yang hilang per vaginam. Ada atau
tidaknya plasenta previa diperiksa dengan penentuan letak plasenta secara tidak
langsung. (7)
Menurut Pedowitz (1965), penanganan pasif ini tidak akan berhasil
menurunkan angka kematian perinatal pada kasus-kasus plasenta previa
sentralis. (7)
Plasenta previa sentralis
Memilih cara persalinan. Pada umumnya memilih cara persalinan yang
terbaik tergantung dari derajat plasenta previa, paritas, dan banyaknya
perdarahan. Beberapa hal lain yang harus diperhatikan pula ialah apakah
terhadap penderita pernah dilakukan pemeriksaan-dalam, atau penderita sudah
mengalami infeksi seperti seringkali terjadi pada kasus-kasus kebidanan yang
terbengkalai. (7)
Plasenta previa totalis merupakan indikasi mutlak untuk seksio sesarea,
tanpa menghiraukan faktor-faktor lainnya. Plasenta previa parsialis pada
- 15 -
primigravida sangat cenderung untuk seksio sesarea. Perdarahan banyak, apalagi
yang berulang, merupakan indikasi mutlak untuk seksio sesarea karena
perdarahan itu biasanya disebabkan oleh plasenta previa yang lebih tinggi
derajatnya daripada apa yang ditemukan pada pemeriksaan-dalam, atau
vaskularisasi yang hebat pada serviks dan segmen-bawah uterus.
Multigravida dengan plasenta letak rendah, plasenta previa marginalia,
atau plasenta previa parsialis pada pembukaan lebih dari 5 cm dapat
ditanggulangi dengan pemecahan selaput ketuban. Akan tetapi, apabila ternyata
pemecahan selaput ketuban tidak mengurangi perdarahan yang timbul kemudian,
maka seksio sesarea harus dilakukan. Dalam memilih cara persalinan per
vaginam hendaknya dihindarkan cara persalinan yang lama dan sulit karena akan
sangat membahayakan ibu dan janinnya.
Pada kasus yang terbengkalai, dengan anemia berat karena perdarahan
atau infeksi intrauterin, baik seksio sesarea maupun persalinan per vaginam
sama-sama tidak mengamankan ibu maupun janinnya. Akan tetapi, dengan
bantuan transfusi darah dan antibiotika secukupnya, seksio sesarea masih lebih
aman daripada persalinan per vaginarn untuk semua kasus plasenta previa totalis
dan kebanyakan kasus plasenta previa parsialis. Seksio sesarea pada
multigravida yang telah mempunyai anak-hidup cukup banyak dapat
dipertimbangkan dilanjutkan dengan histerektomia untuk menghindarkan
perdarahan postpartum yang sangat mungkin akan terjadi, atau sekurang-
kurangnya dipertimbangkan untuk dilanjutkan dengan sterilisasi untuk
menghindarkan kehamilan berikutnya. (7)
Terdapat 2 pilihan cara persalinan, yaitu persalinan per vaginam, dan
persalinan per abdominam (seksio sesarea). Persalinan per vaginam bertujuan
agar bagian terbawah janin menekan plasenta dan bagian plasenta yang berdarah
selama persalinan berlangsung, sehingga perdarahan berhenti. Seksio sesarea
bertujuan untuk secepatnya mengangkat sumber perdarahan; dengan demikian,
memberikan kesempatan kepada uterus untuk berkontraksi menghentikan
perdarahannya, dan untuk menghindarkan perlukaan serviks dan segmen-bawah
uterus yang rapuh apabila dilangsungkan persalinan per vaginam. (7)
Persalinan per vaginam. Pemecahan selaput ketuban adalah cara yang
terpilih untuk melangsungkan persalinan per vaginam, karena (1) bagian
terbawah janin akan menekan plasenta dan bagian plasenta yang berdarah; dan
(2) bagian plasenta yang berdarah itu dapat bebas mengikuti regangan segmen-
- 16 -
bawah uterus, sehingga pelepasan plasenta dari segmen-bawah uterus lebih
lanjut dapat dihindarkan. (7)
Cunam Willett dan alai pemecah ketuban. Pernecahan selaput ketuban
dilakukan dengan alas pemecah ketuban yang khusus untuk itu, atau dengan
setengahnya cunam Kocher yang panjang. Setelah selaput ketuban dipecahkan,
fundus uteri ditekan ke bawah, agar bagian terbawah janin masuk ke dalam
pintu-atas panggul dan dengan dernikian menekan plasenta
Pemasangan cunarn Willett. Cunam Willett dipasang pada kulit kepala
janin, kemudian ditarik terus menerus dengan jalan mengikat cunam itu dengan
seutas tali yang dibebani 500 gram, untuk menambah tekanan pada placenta.
Apabila pemasangannya berlangsung lama, atau bebannya ditambah lagi, dapat
menyebabkan kerusakan kulit kepala janin
- 17 -
Versi Braxton-Hicks. Versi Braxton-Hicks bertujuan untuk melahirkan
salah satu kaki janin, kemudian menarik kaki tersebut dengan beban secukupnya,
agar paha dan bokong janin dapat menekan placenta. Cara mi sangat sukar, dan
hanya dapat dilakukan apabila telah ada pembukaan lebih dari 4 cm. Baru
setelah pembukaan lengkap, bayi dapat segera dilahirkan
Apabila pemecahan selaput ketuban tidak berhasil menghentikan
perdarahan, maka terdapat 2 cara lainnya yang lebih keras menekan plasenta dan
mungkin pula lebih cepat menyelesaikan persalinan, yaitu pemasangan cunam
Willett, dan versi Braxton-Hicks. Kedua cara ini sudah ditinggalkan dalam dunia
kebidanan mutakhir karna seksio sesarea jauh lebih aman bagi ibu dan janinnya
daripada kedua cara itu. Akan tetapi, kedua cara ini masih mempunyai tempat
tertentu dalam dunia kebidanan, umpamanya dalam keadaan darurat sebagai
pertolongan pertama untuk mengatasi perdarahan banyak, atau apabila seksio
sesarea tidak mungkin dilakukan. (7)
Semua cara ini mungkin mengurangi atau menghentikan perdarahan;
dengan demikian, menolong ibu, akan tetapi tidak selalu menolong janinnya.
Tekanan yang ditimbulkan terus menerus pada plasenta akan mengurangi
sirkulasi darah antara uterus dan plasenta, sehingga dapat menyebabkan anoksia
sampai kematian janin. Oleh karma itu, cara ini cenderung dilakukan pada janin
yang telah mati, atau yang prognosisnya untuk hidup di luar uterus tidak baik.
Cara ini, apabila akan dilakukan, lebih tepat dilakukan pada multipara karna
persalinannya dijamin lebih lancar; dengan demikian tekanan pada plasenta
berlangsung tidak terlampau lama.
Seksio sesarea. Di rumah sakit yang serba lengkap, seksio sesarea akan
merupakan cara persalinan yang terpilih. Nesbitt (1962) melaporkan 65% dari
- 18 -
semua kasus plasenta previanya diselesaikan dengan seksio sesarea. Gawat janin,
atau kematian janin tidak boleh merupakan halangan untuk melakukan seksio
sesarea, demi keselamatan ibu. Akan tetapi, gawat ibu mungkin terpaksa
menunda seksio sesarea sampai keadaannya dapat diperbaiki, apabila fasilitas
memungkinkan. Apabila fasilitasnya tidak memungkinkan untuk segera
memperbaiki keadaan ibu, jangan ragu-ragu untuk melakukan seksio sesarea jika
itu satu-satunya tindakan yang terbaik, seperti pada plasenta previa totalis
dengan perdarahan banyak. (7)
Dalam keadaan gawat, laparotomi dengan sayatan kulit median jauh
lebih cepat dapat dilakukan daripada dengan sayatan Pfannenstiel yang lebih
kosmetik itu. Sayatan pada dinding uterus sedapat mungkin menghindarkan
sayatan pada plasenta, agar perdarahan dari pihak ibu dan janin jangan lebih
banyak lagi. Perdarahan dari pihak janin akan sangat
- 19 -
membahayakan kehidupannya, apabila tidak segera ditemukan tali pusatnya
untuk kemudian dijepit. (7)
Walaupun diakui bahwa seksio sesarea transperitonealis profunda
merupakan jenis operasi yang terbaik untuk melahirkan janin per abdominam,
akan tetapi hendaknya jangan ragu-ragu untuk melakukan seksio sesarea
korporalis apabila ternyata plasenta pada dinding-depan uterus, untuk
menghindarkan sayatan pada plasenta, dan menghindarkan sayatan pada
segmen-bawali uterus yang biasanya rapuh dan penuh dengan pembuluh darah
besar-besar; dengan demikian, menghindarkan perdarahan postpartum. (7)
Perdarahan yang berlebihan dari bekas insersio plasenta tidak selalu
dapat diatasi dengan pemberian uterotonika, apalagi kalau penderita telah sangat
anemis. (7)
Memasukkan tampon ke dalam uterus untuk menghentikan perdarahan
dari segmenbawah uterus selagi melakukan seksio sesarea merupakan suatu
tindakan yang tidak adekuat. Histerektomia totalis merupakan tindakan yang
cepat untuk menghentikan perdarahan, dan dapat menyelamatkan jiwa penderita;
namun sebelumnya sebaiknva dicoba terlebih dahulu untuk menghentikan
perdarahan itu dengan jahitan. Apabila cara-cara tersebut tidak berhasil
mengatasi perdarahan, dianjurkan untuk menghentikan perdarahan demikian itu
dengan jalan mengikat arteria hipogastrika. (7)
- 20 -
(8)
- 21 -
2.7.8 PROGNOSA
Dengan penanggulangan yang baik seharusnya kematian ibu karena
plasenta previa rendah sekali, atau tidak ada sama sekali. Sejak
diperkenalkannya penanganan pasif pada tahun 1945, kematian perinatal
berangsur-angsur dapat diperbaiki. Walaupun demikian, hingga kini kematian
perinatal yang disebabkan prematuritas tetap memegang peranan utama.
Penanganan pasif maupun aktif memerlukan fasilitas tertentu, yang
belum dicukupi pada banyak tempat di tanah air kita, sehingga beberapa
tindakan yang sudah lama ditinggalkan oleh dunia kebidanan mutakhir masih
terpaksa dipakai juga seperti pemasangan cunam Willett, dan versi Braxton-
Hicks. Tindakan-tindakan ini sekurang-kurangnya masih dianggap penting untuk
menghentikan perdarahan di mana fasilitas seksio sesarea belum ada. Dengan
demikian tindakan-tindakan itu lebih banyak ditujukan demi keselamatan ibu
daripada janinnya. (7)
2.8 SOLUSIO PLASENTA
2.8.1 DEFINISI DAN KLASIFIKASI
Solusio plasenta ialah terlepasnya plasenta yans letaknya normal pada
korpus uteri sebelum janin lahir. Biasanya terjadi dalarn triwulan ketiga,
walaupun dapat pula terjadi setiap saat dalam kehamilan. Apabila terjadi
sebelum kehamilan 20 minggu, mungkin akan dibuat diagnosis abortus
imminens. Plasenta dapat terlepas seluruhnya: Solusio plasenta totalis, atau
sebagian: solusio plasenta parsialis, atau hanva sebagian kecil pinggir plasenta
yang sering disebut ruptura sinus marginalia. Perdarahan yang terjadi karena
terlepasnya plasenta dapat menyelundup ke luar di bawah selaput ketuban yaitu
pada solusio plasenta dengan perdarahan keluar; atau tersembunyi di belakang
plasenta yaitu pada Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunvi; atau
kedua-duanya; atau perdarahannya menembus selaput ketuban masuk ke dalam
kantong ketuban. (7)
Secara klinis solusio plasenta dibagi dalam (1) solusio plasenta ringan;
(2) solusio plasenta sedang, dan (3) Solusio plasenta berat. Klasifikasi ini dibuat
berdasarkan tanda-tanda kliniknya; hal ini sesuai dengan derajat terlepasnya
plasenta. (7)
2.8.2 ETIOLOGI
- 22 -
Etiologi solusio plasenta hingga kini belum diketahui dengan jelas,
walaupun beberapa keadaan tertentu dapat menyertainya, seperti umur ibu yans
tua, multiparitas, penyakit hipertensi menahun, pre-eklampsia, trauma, tali pusat
yang pendek, tekanan pada vena kava inferior, dan defisiensi asam folik. (7)
ruptura sinus marginalis dengan perdarahan keluar
2.8.3 PATOLOGI
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang
membentuk hematoma pada desidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya
terlepas. (7)
Apabila perdarahan sedikit, hematoma yang kecil itu hanya akan
mendesak jaringan plasenta, peredaran darah antara uterus dan plasenta belum
terganggu, dan tanda serta gejalanya pun belum jelas. Kejadian baru diketahui
setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada
permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitam-
hitaman. (7)
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus menerus karena otot
uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih
berkontraksi menghentikan perdarahannya. Akibatnya, hematoma retroplasenter
akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta terlepas
dari dinding uterus. Sebagian darah akan menyelundup dibawah selaput ketuban
keluar dari vagina, atau menembus selaput ketuban masuk kedalam kantong
ketuban, atau mengadakan extravasasi diantara serabut-serabut otot uterus.
Apabila extravasasinya berlangsung hebat, seluruh permukaan uterus akan
- 23 -
berbecak biru atau ungu. Hal ini disebut uterus Couvelaire, menurut orang yang
pertamakali menemukannya. Uterus seperti itu akan terasa tegang dan nyeri.
Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter, banyak
tromboplastin akan masuk kedalam peredaran darah ibu, sehingga terjadi
pembekuan intravascular dimana-mana, yang akan menghabiskan sebagian besar
persediaan fibrinogen. Akibatnya terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan
gangguan pembekuan darah tidak hanya di uterus, akan tapi juga pada alat-alat
tubuh lainnya. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan
intravaskuler. Oliguria dan proteinuria akan terjadi akibat nekrosis tubuli ginjal
mendadak yang masih dapat sembuh kembali, atau akibat nekrosis korteks ginjal
mendadak yang biasanya berakibat fatal. (7)
Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus.
Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas anoksia akan mengakibatkan
kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas, mungkin tidak
berpengaruh' sama sekali, atau mengakibatkan gawat janin.
Waktu, sangat menentukan hebatnya gangguan pembekuan darah,
kelainan ginjal, dan nasib janin. Makin lama sejak terjadinya solusio plasenta
sampai persalinan selesai, makin hebat umumnya komplikasinya. (7)
- 24 -
2.8.4 GAMBARAN KLINIK
Solusio plasenta ringan. Ruptura sinus marginalia atau terlepasnya
sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak, sama sekali tidak
mempengaruhi keadaan ibu atau pun janinnya. Apabila terjadi perdarahan per
vaginam, warnanya akan kehitamtaman dan sedikit sekali. Perut mungkin terasa
agak sakit, atau terus-menerus agak tegang. Walaupun demikian, bagian-bagian
janin masih mudah teraba. Uterus yang agak tegang ini harus diawasi terus-
menerus apakah akan menjadi lebih tegang lagi karena perdarahan yang
berlangsung terus. Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan akan
kemungkinan solusio plasenta ringan ialah perdarahan per vaginam yang
berwarna kehitam-hitaman, yang berbeda dengan perdarahan pada plasenta
previa yang berwarna merah segar. Apabila dicurigai keadaan demikian,
sebaiknya lakukan pemeriksaan ultrasonografi. (7)
Solusio plasenta sedang. Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih
dari seperempatnya, tetapi belum sampai dua pertiga luas permukaannya. Tanda
dan gejalanya dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, atau
mendadak dengan gejala sakit perut terus-menerus, yang tidak lama kemudian
disusul dengan perdarahan per vaginam. Walaupun perdarahan per vaginam
tampak sedikit, seluruh perdarahannya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu
mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya kalau masih hidup
dalam keadaan gawat. dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri
tekan sehingga bagian-bagian janin sukar diraba. Apabila janin masih hidup,
bunyi jantungnya sukar didengar dengan stetoskop biasa; harus dengan
stetoskop ultrasonik. Tanda-tanda persalinan biasanya telah ada, dan persalinan
itu akan selesai dalam waktu 2 jam. Kelainan pembekuan darah dan kelainan
ginjal mungkin telah terjadi, walaupun kebanyakan terjadi pada solusio plasenta
berat. (7)
Solusio plasenta berat. Plasenta telah terlepas lebih dari dua pertiga
permukaannya. Terjadinya sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh ke dalam
syok, dan janinnya telah meninggal. Uterusnya sangat tegang seperti papan, dan
sangat nyeri. Perdarahan per vaginam tampaknya tidak sesuai dengan keadaan
syok ibunya; malahan perdarahan per vaginam mungkin belum sempat terjadi.
Besar kemungkinan telah terjadi kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal.
(7)
- 25 -
2.8.5 DIAGNOSIS
Tanda dan gejala solusio plasenta berat ialah sakit perut terus-menerus,
nyeri tekan pada uterus, uterus tegang terus menerus, perdarahan per vaginam,
syok, dan bunyi jantung janin tidak terdengar lagi. Air ketuban mungkin telah
berwarna kemerahmerahan karena bercampur darah. (7)
Pada solusio plasenta sedang tidak semua tanda dan gejala perut itu
lebih nyata, seperti sakit perut terus-menerus, nyeri tekan pada uterus, dan uterus
tegang terusmenerus. Akan tetapi dapat dikatakan, tanda ketegangan uterus yang
terus-menerus itu merupakan tanda satu-satunya yang selalu ada pada solusio
plasenta; juga pada solusio plasenta ringan. (7)
Sering dikatakan bahwa syok yang terjadi tidak sesuai dengan
banyaknya perdarahan per vaginam. Kalau memang demikian, pasti sesuai
dengan tanda dan gejala perut yang ditemukan. (7)
Tidak disangkal bahwa menegakkan diagnosis solusio plasenta kadang-
kadang sukar sekali, apalagi diagnosis solusio plasenta ringan. Pemeriksaan
ultrasonografi sangat membantu dalam hal keragu-raguan diagnostik solusio
plasenta. (7)
2.8.6 KOMPLIKASI
Komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang
terlepas dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat
terjadi ialah perdarahan,.kelainan pembekuan darah, oliguria, dan gawat janin
sampai kematiannya. Pada solusio plasenta yang berat semua komplikasi ini
dapat terjadi sekaligus dalam waktu singkat, sedangkan pada solusio plasenta
sedang apalagi yang ringan, terjadinya satu per satu dan perlahan-lahan. (7)
Perdarahan. Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta
hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera.
Bila persalinan telah selesai, penderita belum bebas dari bahaya perdarahan
postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan
perdarahan pada kala III, dan kelainan pembekuan darah.
Kontraksi uterus yang tidak kuat itu disebabkan oleh ekstravasasi darah di
anatara otot-otot miometrium, seperti yang terjadi pada uterus Couvelaire.
Apabila perdarahan post-partum itu tidak dapat diatasi dengan kompresi
bimanual uterus, pemberian uterotonika, maupun pengobatan kelainan
- 26 -
pembekuan darah, maka tindakan terakhir untuk mengatasi perdarahan
postpartum itu ialah histerektomia atau pengikatan arteria hipogastrika.
kelainan pembekuan darah. Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta
yang biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemi terjadi kira-kira
10%.Terjadinya hipofibrinogenemi diterangkan oleh Page (1951) dan
Schneider (1955) dengan masuknya tromboplastin ke dalam peredaran darah
ibu akibat terjadinya pembekuan darah retroplasenter, sehingga terjadi
pembekuan darah intravaskular di mana-mana, yang akan menghabiskan
faktor-faktor pembekuan darah lainnya, terutama fibrinogen. Selain
keterangan yang sederhana ini, masih terdapat banyak keterangan lain yang
lebih rumit.
Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup-bulan ialah 450
mg%, berkisar antara 300-700 mg%.Apabila kadar fibrinogen lebih rendah
dari 100 mg%, akan terjadi gangguan pembekuan darah.
Kecurigaan akan adanva kelainan pembekuan darah harus dibuktikan dengan
pemeriksaan secara laboratorium.
- 27 -
Penentuan kuantitatif kadar fibrinogen.
Pengamatan pembekuan darah untuk menemukan:
waktu pembekuan darah;
besarnya dan kemantapan bekuan
darah;
adanya faktor seperti heparin
(antikoagulansia) dalam peredaran darah, dan adanya fibrinolisin
dalam peredaran darah.
Hitting trombosit.
Penentuan waktu protrombin.
Penentuan waktu tromboplastin.
Dalam praktek, pengamatan pembekuan darah merupakan cara pemeriksaan
yang terbaik. Pemeriksaan laboratorium lainnya memakan waktu terlampau
lama, sehingga hasilnya tidak mencerminkan keadaan penderita pada saat itu.
Pengamatan pembekuan darah (clot observation test)
Kira-kira 5 ml darah ibu dimasukkan ke dalam tabung reaksi berukuran 15
ml, kemudian digoyang perlahan-lahan setiap menit sekali. Apabila dalam 6
menit tidak terjadi bekuan, atau pun terjadi bekuan, tetapi bentuknya tidak
padat dan mencair I jam kemudian, hal itu menunjukkan adanya kelainan
pembekuan darah.
Besar bekuannya abnormal apabila hanya menempati kurang dari 35-45%,
dari volume darah semula; dan kemantapannya abnormal apabila bekuannya
tidak tahan kocokan beberapa kali setelah setengah jam.
Waktu pembekuan seperti diperiksa pengamatan pembekuan darah itu
menunjukkan kira-kira kadar fibrinogen darahnya. Apabila waktu
pembekuannya kurang dari 6 menit, kadar fibrinogen darahnya kirakira lebih
dari 150 mg%. Apabila waktu pembekuannya lebih dari 6 menit dan
bekuannya kurang baik, kadar fibrinogen darahnva kira-kira 100-150 mg%.
Apabila tidak terbentuk bekuan dalam waktu 30 menit, kadar fibrinogen
darahnya mungkin lebih rendah dari 100 mg % .
Oliguria. Pada tahap oliguria, keadaan umum penderita biasanya masih baik.
Oleh karena itu, oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran teliti
pengeluaran air kencing yang harus secara rutin dilakukan pada solusio
plasenta sedang, dan solusio plasenta berat, apalagi yang disertai perdarahan
tersembunyi, pre-eklampsia, atau hipertensi menahun. Terjadinya oliguria
- 28 -
belum dapat diterangkan dengan jelas. Sangat mungkin berhubungan dengan
hipovolemi, dan penyempitan pembuluh darah ginjal akibat perdarahan yang
banyak. Ada pula yang menerangkan bahwa tekanan intrauterin yang
meninggi karna solusio plasenta menimbulkan refleks penyempitan
pembuluh darah ginjal. Kelainan pembekuan darah berperanan pula dalam
terjadinya kelainan fungsi ginjal ini.
Gawat janin. Jarang kasus solusio plasenta yang datang ke rumah sakit
dengan janin yang masih hidup. Kalau pun didapatkan janin masih hidup,
biasanya keadaannya sudah sedemikian gawat, kecuali pada kasus solusio
plasenta ringan.
Solusio plasenta ringan. Perdarahan antepartum yang sedikit, dengan uterus
yang tidak tegang, pertama kali harus ditangani sebagai kasus plasenta
previa. Apabila kemudian ternyata kemungkinan plasenta previa dapat
disingkirkan, barulah ditangani sebagai solusio plasenta.
Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu, dan perdarahannya kemudian
berhenti, perutnya tidak menjadi sakit, dan uterusnya tidak menjadi tegang,
kiranya penderita dapat dirawat konservatif di rumah sakit dengan observasi
ketat.
Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio plasenta itu
bertambah jelas, atau dalam pemantauan ultrasonografik daerah solusio
plasenta bertambah luas, maka pengakhiran kehamilan tidak dapat
dihindarkan lagi. Apabila janin hidup, dilakukan seksio sesarea; apabila janin
mati ketuban segera dipecahkan disusul dengan pemberian infus oksitosin
untuk mempercepat persalinan.
Solusio plasenta sedang dan berat. Apabila tanda dan gejala klinik solusio
plasenta jelas dapat ditemukan, penanganannya di rumah sakit meliputi (1)
transfusi darah; (2) pemecahan ketuban; (3) infus oksitosin; dan (4) jika
perlu, seksio sesarea.
Apabila diagnosis klinik solusio plasenta dapat ditegakkan, itu berarti
perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Dengan demikian,
transfusi darah harus segera diberikan, tidak peduli bagaimana keadaan
umum penderita waktu itu. Tekanan darah tidak merupakan petunjuk
banyaknya perdarahan karna vasospasmus sebagai reaksi dari perdarahan ini
akan meninggikan tekanan darah. Petunjuk yang paling tepat untuk
memberikan transfusi darah secukupnva ialah dengan mengukur tekanan
- 29 -
vena pusat (CVP atau central venous pressure). CVP pada triwulan ketiga
sekitar 10 cm air.
Ketuban segera dipecahkan, tidak peduli bagaimana keadaan umum
penderita waktu itu, dan tidak peduli apakah persalinan akan diselesaikan
per vaginam atau per abdominam. Pemecahan ketuban ini merangsang
dimulainya persalinan, dan mengurangi tekanan intrauterin yang dapat
menyebabkan komplikasi nekrosis korteks ginjal, mungkin melalui apa yang
dinamakan refleks uterorenal; dan gangguan pembekuan darah. Apabila
perlu, persalinan dapat lebih dipercepat lagi dengan pemberian infus
oksitosin.
Payah ginjal, yang sering merupakan komplikasi solusio plasenta, pada
dasarnva disebabkan oleh hipovolemi karna perdarahan. Apabila telah
terjadi nekrosis korteks ginjal, prognosisnya buruk sekali. Biasanya terjadi
nekrosis tubuli ginjal mendadak, yang umumnya masih dapat tertolong
dengan penanganan yang baik.
Pada tahap oliguria keadaan umum penderita biasanya masih baik. Oleh
karna itu, oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran air
kencing yang teliti, yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta
sedang dan berat, apalagi yang disertai hipertensi menahun atau pre-
eklampsia.
Pencegahan payah ginjal meliputi penggantian darah yang hilang
secukupnya, pemberantasan infeksi yang mungkin terjadi, segera mengatasi
hipovolemi di bawah pengawasan CVP, secepat mungkin menyelesaikan
persalinan, dan mengatasi kelainan pembekuan darah.
Kemungkinan kelainan pembekuan darah karna hipofibrinogenemia atau
afibrinogenemia harus selalu diawasi dengan pengamatan pembekuan darah.
Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis. Oleh karna
itu, pengobatan dengan fibrinogen hanya bagi penderita yang sangat
memerlukan, dan bukan merupakan pengobatan rutin pada setiap kasus
solusio plasenta. Pemberian setiap I gram fibrinogen akan meningkatkan
kadar fibrinogen darah 40 mg%. Jadi, apabila kadar fibrinogen sangat rendah
atau tidak ada sama sekali, diperlukan sekurangkurangnva 4 gram fibrinogen
untuk menaikkan di atas kadar kritis fibrinogen darah 150 mg%. Biasanya
diperlukan antara 4-6 gram fibrinogen yang dilarutkan dalam glukosa 10%;
diberikan secara intravena perlahan-lahan selama 15-30 menit. Apabila tidak
- 30 -
tersedia fibrinogen, darah segar yang ditransfusikan mengandung kirakira 2
gram fibrinogen per 1000 ml, sehingga dengan transfusi darah secepatnya
lebih dari 2000 ml, kekurangan fibrinogen dalam peredaran darah dapat
diatasi.
Masih terdapat perbedaan pendapat dalam cara pengobatan dengan
fibrinogen ini pada solusio plasenta. Apabila fibrinogen diberikan pada
waktu proses solusio plasenta masih berlangsung, fibrinogen itu hanya akan
diubah menjadi fibrin dengan akibat sumbatan-sumbatan pada pembuluh
darah kapilar. Pemberian fibrinogen pada waktu itu dilukiskan sebagai
"membina rumah yang sedang terbakar, yang seharusnya memadamkan
kebakaran." Oleh karna itu, penanggulangan solusio plasenta harus ditujukan
pada penanggulangan perdarahan yang banyak itu saja. Basu (1969), dan
Bonar dkk, (1969) mengemukakan bahwa dengan pengosongan uterus
secepatnya dan transfusi darah segar secukupnya, kelainan pembekuan darah
akan banyak dapat dihindarkan.
Apabila persalinan tidak selesai, atau diharapkan tidak akan selesai dalam 6
jam setelah terjadinya solusio plasenta, walaupun dengan pemecahan selaput
ketuban dan infus oksitosin, satu-satunya cara untuk segera mengosongkan
uterus ialah dengan seksio sesarea. Seksio sesarea tidak usah menunggu
sampai darah tersedia secukupnya, atau syok telah dapat diatasi, karna
tindakan yang terbaik untuk mengatasi perdarahan ialah dengan segera
menghentikan sumber perdarahannya.
Uterus Couvelaire tidak merupakan indikasi untuk histerektomia. Akan
tetapi, kalau perdarahan tidak dapat diatasi setelah dilakukan seksio sesarea,
tindakan histerektomia perlu dipertimbangkan. Menjelang saat pengakhiran
kehamilan ini, kelainan pembekuan darah yang mungkin terdapat harus
diatasi dengan pemberian fibrinogen. (7)
2.8.7 PROGNOSIS
Prognosis ibu tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari
dinding uterus, banyaknya perdarahan, derajat kelainan pembekuan darah, ada
tidaknya hipertensi menahun atau pre-eklampsia, tersembunyi tidaknya
perdarahannya, dan jarak waktu antara terjadinya solusio plasenta sampai
pengosongan uterus. (7)
- 31 -
Prognosis janin pada solusio plasenta berat hampir 100% mengalami
kematian. Pada solusio plasenta ringan dan sedang kematian janin tergantung
dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus dan tuanya kehamilan.
Perdarahan yang lebih dari 2000 ml biasanya menyebabkan kematian janin. Pada
kasus solusio plasenta tertentu seksio sesarea dapat mengurangi angka kematian
janin. Sebagaimana pada setiap kasus perdarahan, persediaan darah secukupnya
akan sangat membantu memperbaiki prognosis ibu dan janinnya. (7)
- 32 -
2.8.8 PENANGANAN
(8)
2.9 KOAGULOPATI (KEGAGALAN PEMBEKUAN DARAH)
- 33 -
Koagulopati dapat menjadi penyebab dan akibat perdarahan yang hebat.
Kondisi ini dapat dipicu oleh solusio plasenta, kematian janin dalam uterus, eklampsia,
emboli air ketuban, dan banyak penyebab lain. Gambaran klinisnya bervariasi mulai
dari perdarahan hebat, dengan atau tanpa komplikasi trombosis, sampai keadaan klinis
yang stabil yang hanya terdeteksi oleh tes laboratorium. (10)
Catatan: Pada banyak kasus kehilangan darah yang akut, perkembangan
menuju koagulopati dapat dicegah jika volume darah dipulihkan segera dengan cairan
infus (NaCl atau Ringer Laktat). (10)
Tangani kemungkinan penyebab kegagalan pembekuan ini:
solusio plasenta
eklampsia
Gunakan produk darah untuk mengontrol perdarahan:
Berikan darah lengkap segar, jika tersedia, untuk
menggantikan faktor pembekuan dan sel darah merah;
Jika darah lengkap segar tidak tersedia, pilih salah satu
di bawah ini berdasarkan ketersediaannya:
plasma beku segar untuk menggantikan faktor
pembekuan (15 ml/kg bent badan);
sel darah merah packed (atau yang tersedimentasi) untuk
penggantian sel darah merah
kriopresipitat untuk menggantikan fibrinogen
konsentrasi trombosit (jika perdarahan berlanjut dan
trombosit di bawah 20.000). (10)
2.10 RUPTUR UTERI
Perdarahan dapat terjadi intraabdominal atau melalui vagina kecuali jika
kepala janin menutupi rongga panggul. Perdarahan dari ruptura uteri pada ligamentum
latum tidak akan menyebabkan perdarahan intraabdominal(10)
- 34 -
Hematoma pada Ligamentum latum
Ruptur segmen bawah uterus ke ligamentum latum tidak akan
membebaskan darah ke rongga abdomen
Perbaiki kehilangan darah dengan pemberian infus LVN cairan (NaCl 0,9%
atau Ringer Laktat) sebelum tindakan pembedahan.
Lakukan seksio sesarea dan lahirkan placenta segera setelah kondisi stabil.
Jika uterus dapat diperbaiki dengan risiko operasi lebih rendah daripada risiko
pada histerektorni dan ujung ruptura uterus tidak nekrosis lakukan histerorafi.
Tindakan ini akan mengurangi waktu dan kehilangan darah scat histerektomi.
Jika uterus tidak dapat diperbaiki lakukan histerektomi supravaginal, atau
histerektomi total jika didapatkan robekan sampai serviks dan vagina.
Pertimbangkan kontrasepsimantap mengingat risiko ru} intra uteri pada kehamilan
berikut (10)
2.11 PERDARAHAN PADA VASA PREVIA
Perdarahan vasa previa adalah perdarahan yang terjadi saat ketuban pecan,
diikuti perdarahan dari pembuluh darah insersio vilamentosa plasenta dan darah justru
berasal dari janin sendiri.(8)
Kejadian vasa previa sangat jarang seiring dengan jarangnya kejadian insersio
vilamentosa plasenta, yang kebetulan teraba menyilang pada pembukaan serviks.(8)
- 35 -
Sulit ditegakkan dan kebetulan teraba saat melakukan pemeriksaan dalam.
Bila dijumpai pada pembukaan kecil, segera dikirim untuk pemeriksaan dan
terminasi dengan seksio sesarea.
Diferensial diagnosis
harus dibedakan dengan tali pusat terkemuka, yang mungkin teraba saat
melakukan pemeriksaan dalam;
untuk membedakan keduanya, dilakukan perubahan posisi ibu sehingga pada
tali pusat terkemuka akan menghilang, sedangkan pada vasa previa akan tetap
posisinya.
Gejala Minis ("Trigs gejala Minis")
Ketuban pecah
Disertai perdarahan segar (karena berasal dari janin)
Diikuti fetal distress
Tindakan
Pada pembukaan kecil, segera dikirim untuk dilakukan seksio sesarea
dengan indikasi menyelamatkan janin.(8)
- 36 -
BAB III
RINGKASAN
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervagianm setelah 22 minggu
kehamilan. Insidennya 4-5% dari seluruh kehamilan.
Perdarahan yang terjadi umumnya lebih berbahaya dibandingkan perdarahan pada
umur kehamilan kurang dari 22 minggu karena biasanya disebabkan factor plasenta,
perdarahan dan plasenta biasanya hebat dan menggangu sirkulasi O2, CO2, dan nutrisi dari
ibu kejanin.
Penyebab utama perdarahan antepartum yaitu plasenta previa dan solusio plasent,
penyebab lainnya biasanya berasal dari lesi local pada vagian.
Setiap pasien perdarahan antepartum harus dikelola oleh spesialis. Pemeriksaan
dalam merupakan kontraindikasi kecuali dilakukan dikamar operasi dengan perlindungan
infuse atau tranfusi darah. USG sebagai pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk
membantu diagnosis. Bila plasenta previa dapat disingkirkan dengan pemeriksaan USG dan
pemeriksaan dengan speculum dapat menyingkirkan kelainan local pada serviks atau vagian
maka kemungkinan solusio plasenta harus dipikirkan dan dipersiapkan penanganannya
dengan seksama.
- 37 -
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Nardho Gunawan. Kebijaksanaan Departemen Kesehatan RI dalam upaya
menurunkan kematian maternal. Simposium Kemajuan Pelayanan Obstetri 1.
Semarang: 13a dan Penerbit UNDIP, 2004, 1-2
2. Soejoenoes A. Morbiditas maternal dan perinatal. Pelatihan Gawat Darurat Perinatal.
Semarang: Badan Penerbit UNDIP, 2001: 1-4
3. Bagian Obstetric dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNPAD Bandung. Obstetric
Patologi. Bandung: elstar offset, 2000, 110-27
4. Mochtar BA, Praptohardjo U. Kedaruratan dalam kebidanan karena perdarahan.
Symposium Kemajuan Obstetri II. Semarang: Balai penerbit UNDIP, 2004; 9-13
5. Granger K, Pattison N. Vaginal Bleeding in Pregnancy. J, Obst & Gynaec 1994, 20,
14-6
6. Rambulangi J. Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum. Dexamedia 2005, 8:21-23
7. Sarwono. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo 2011
8. Bagus Ida. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri & Ginekologi. Penerbit Buku
Kedokteran Edisi II
9. Norwitz Errol. At a Glance Obstetri & Ginekologi Edisi II
10. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta, 2007
- 38 -