file · web view“berisi petunjuk dan uraian tentang delik, peraturan tentang...
TRANSCRIPT
Jumat , 30 September 2015
DISKUSI MATA KULIAH PERKUMPULAN GEMAR BELAJAR (GEMBEL)
“HUKUM ACARA PIDANA”
Pembicara: 1. R. Ivonne (2012)
2.RiskaKaloko(2012)
Pemateri: 1.Alex Mulandar(2013)
2. Anita S. Tobing(2013)
Moderator: Jimmy Sun(2013)
A. UMUM
1. Pengertian Dan Tujuan Hukum Acara Pidana1
a. Istilah dan Pengertian
Dalam pasal 285 undang-undang hukum acara pidana terdapat nama resmi yang berbunyi: “undang-
undang ini disebut kitab undang-undang hukum acara pidana”. Istilah ‘hukum acara pidana” sudah tepat
dibandingkan dengan istilah “hukum proses pidana” atau “hukum tuntutan pidana”. Belanda memakai istilah
strafvordering yag kalau diterjemahkan akan menjadi tuntutan pidana. Bukan istilah straftprocesrecht yang
padanannya hukum acara pidana. Namun istilah Inggris Criminal Procedure Law lebih tepat dibandingkan
istilah Belanda (Andi Hamzah: 1996). Ada lagi istilah yang mulai popular pula di Indonesia, yaitu criminal
justice system yang artinya menjadi “sistem peradilan pidana”.
Menurut Andi Hamzah dalam bukunya perlu di ingat bahwa istilah hukum acara pidana dan system
peradilan pidana sangat berbeda ruang lingkupnya. Kalau hukum acara pidana hanya mempelajari “hukum”
maka sistem peradilan pidana lebih luas, juga meliputi yang bukan hukum.
Hukum acara pidana ruang lingkupnya lebih sempit, yaitu hanya memulai pada mencari kebenaran,
penyelidikan, penyidikan dan berakhir pada mencari pelaksanaan pidana (eksekusi) oleh jaksa. Pembinaan
narapidana tidak termasuk hukum acara pidana. Apalagi yang menyangkut perencanaan undang-undang
pidana. Dengan terciptanya KUHAP, maka untuk pertama kalinya di Indonesia diadakan kodifikasi dan
unifikasi yang lengkap dalam arti meliputi proses pidana dari awal (mencari kebenaran) sampai pada kasasi
MA, bahkan sampai meliputi Peninjauan Kembali (herziening).
Istilah tuntutan pidana (strafvordering) memang dapat diartikan luas/prosessus criminal (meliputi
seluruh proses pidana) dan dapat pula diartikan sempit/actio publica, yaitu hanya meliputi penuntutan saja.
Dalam ruang lingkup hukum pidana yang lebih luas, baik hukum pidana substantive (materiel)
maupun formil disebut hukum pidana. Hukum acara pidana berfungsi untuk menjalankan hukum pidana
materil sehingga disebut hukum pidana formil atau hukum acara pidana. Pompe merumuskan hukum pidana
materil sebagai “kesuluruhan peraturan hukum yang menunjukkan perbuatan mana yang seharusnya
dikenakan pidana dan dimana pidana itu seharusnya menjelma. Sedangkan Simons merumuskan sebagai
1AndiHamzah, HukumAcaraPidana Indonesia, Jakarta:1996, Hal. 1-9In de bio proreo
1
“berisi petunjuk dan uraian tentang delik, peraturan tentang syarat-syarat dapatnya dipidana suatu perbuatan,
petunjuk tentang orang yang dapat di pidana dan aturan tentang pemidanaan, mengatur kepada siapa dan
bagaimana pidana itu dapat dijatuhkan. Sedangkan hukum pidana formil (hukum acara pidana) mengatur
tentang bagaimana Negara melaluin alat-alatnya melaksanakan haknya utnuk memidana dan menjatuhkan
pidana.
KUHAP tidak memberikan definisi tentang hukum acara pidana, tetapi bagian-bagiannya seperti
penyedikan, penuntutan, mengadili, praperadilan, putusan pengadilan, upaya hukum, penyitaan,
penggeledahan, penangkapan, penahanan dll diberi definisi yang dijelaskan dalam pasal 1.
Menurut Minkenhof yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia bahwa hukum acara pidana mempunyai
peraturan mengenai yang terjadi antara saat timbulnya dugaan bahwa suatu delik telah dilakukan dan
dilaksanakannya pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa.
Menurut van Bemmelen yaitu ilmu hukum acara pidana mempelejari peraturan-peraturan yang
diciptakan oleh Negara, karena adanya terjadi pelanggaran undang-undang pidana:
1. Negara melalui alat-alatnya menyidik kebenaran.
2. Sedapat mungkin menyidik pelaku perbuatan itu.
3. Mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna menangkap si pembuat dan perlu menahannya.
4. Mengumpulkan bahan-bahan bukti (bewijsmateriaal) yang telah diperoleh pada penyidikan
kebenaran guna dilimpahkan kepada hakim dan membawa terdakwa ke depan hakim tersebut.
5. Hakim memberi keputusan tentang terbukti tidaknya perbuatan yang dituduhkan kepada terdakwa
dan untuk itu menjatuhkan pidana atau tindakan tata tertib.
6. Upaya hukum untuk melawam keputusan tersebut.
7. Akhirnya melaksanakan keputusan tentang pidana dan tindakan tata tertib.
Menurut Wirjono Prodjodikoro yang mengemukakana hukum acara pidana berhubungan erat dengan
adanya hukum pidana, maka dari itu merupakan suatu rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara
bagaimana badan-badana pemerintah yang berkuasa, yaitu kepolisian, kejaksaan dan pengadilan harus
bertindak guna mencapai tujuan Negara dengan mengadakan hukum pidana.
b. Tujuan Hukum Acara Pidana
Tujuan hukum acara pidana antara lain dapat dibaca pada pedoman pelaksanaan KUHAP yang
dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman sebagai berikut: “Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk
mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materil, ialah kenenaran yang
selengkap-lengkapnya dari acara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur
tepat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan
keputusan dari pengadilan guna menemukkan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan
apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.”
Van Bemmelen mengemukakan tiga fungsi hukum acara pidana yaitu:
1. Mencari dan menemukan kebenaran
In de bio proreo2
2. Pemberian keputusan oleh hakim
3. Pelaksanaan keputusan.
2. Asas-Asas Penting Dalam Hukum Acara Pidana2
1. Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan
Peradilan cepat (terutama untuk menghindari penhanan yang lama sebelum ada keputusan
hakim) merupakan bagian dari hak-hak asasi manusia. Begitu pula peradilan bebas, jujur dan tidak
memihak yang ditonjolkan dalam undang-undang tersebut.
Penjelasan umu yang dijabarkan dalam banyak pasal dalam KUHAP antara lain:
Pasal-pasal 24 ayat (4), 25 ayat (4), 26 ayat (4), 27 ayat (4) dan 28 ayat (4). Umumnya dalam
pasal tersebut dimuat ketentuan bahwa jika telah lewat waktu penahanan seperti tercantum
dalam ayat sebelumnya, maka penyidik, penuntut umum dan hakim harus sudah
mengeluarkan tersangka atau terdakwa dari tahanan demi hukum. Dengan sendirnya hal ini
mendorong penyidik, penuntut umum dan hakim untuk mempercepat penyelesaian perkara
tersebut.
Pasal 50 mengatur tentang hak tersangka dan terdakwa untuk segera diberitahukan dengan
jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada
waktu dimulai pemeriksaan
Pasal 102 ayat (1) mengatakan penelidik yang menerima laporan atau pengaduantentang
terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera
melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan.
Pasal 106 mengatakan hal yang sama tersebut diatas bagi penyidik
Pasal 107 ayat (3) mengatakan bahwa dalam hal tindak pidna selesai disidik oleh penyidik
tersebut pada pasal 6 ayat (1) hurup b, segera menyerahkan hasil penyidikannya kepada
penuntut umum melalui penyidik tersebut pada pasal 6 ayat (1) huruf a.
Pasal 110
Pasal 140 ayat (1)
2. Praduga Tak Bersalah (presumption of innocence)
Dalam undang-undang tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman
menyebutkan “setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan dihadapkan dimuka
sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang
menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”
3. Asas oportunitas
Wewenang penuntutan dipegang oleh penuntut umum sebagai monopoli, artinya tiada badan
lain yang boleh melakukan itu. Ini disebut dominus litis di tangan penuntut umu atau jaksa. Dominus
2Ibid, hal 10-24In de bio proreo
3
artinya pemilik. Hakim tidak boleh meminta supaya delik diajukan kepadanya. Jadi hakim hanya
menunggu saja penuntutan dari penuntut umum.
Dalam hubungan hak penuntutan dikenal dua asas yaitu asal legalitas dan oportunitas (Het legalite
its en het opportunities beginsel). Asas legalitas memaksudkan penuntut umum wajib
menuntut suatu delik. Asas oportunitas yaitu penuntut tidak wajib menuntut seseorang yang
melakukan delik jika menurut pertimbangannya akan merugikan kepentingan umum. Jadi demi
kepentingan umum, seseorang yang melakukan delik tidak dituntut.
A. Z. Abidin Farid memberi perumusan tentang asas oportunitas sebagai berikut : “asas hukum yang
memberikan wewenang kepada penuntut umum untuk menuntut atau tidak menunt ut dengan
tanpa syarat seseorang atau korporasi yang telah mewujudkan delik kepentingan umum.
4. Pemerikasaan Pengadilan Terbuka untuk Umum
Pasal 153 ayat (3) KUHP menyatakan “Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang
membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan
atau terdakwanya anak-anak.”
5. Semua Orang Diperlakukan Sama di Depan Hukim
Pasal 5 ayat (1) berbunyi: “Pengadilan mengadili menurut hukum dan tidak membeda-
bedakan orang.
6. Peradilan Dilakuakan Oleh Hakim Karena Jabatannya Dan Tetap
Pengambilan keputusan salah tidaknya terdakwa dilakukan oleh hakim karena jabatannya
dan bersifat tetap.
7. Tersangka/Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan Hukum
dalam pasal 69 sampai pasal 74 KUHAP diatur tentang bantuan hukum tersebut dimana
tersangka/terdakwa mendapat kebebasan yang sangat luas.
8. Asas Akusator dan Inkisitor (Accusatoir dan inquisitoir)
Kebebasan memberi dan mendapatkan nasihat hukum menunjukkan bahwa dengan KUHAP
telah dianut asas akusator itu. Itu berarti perbedaan antara pemeriksaan pendahuluan dan
pemeriksaan sidang pengadilan pada asasnya telah dihilangkan.
Asas inkisitor itu berarti tersangka dipandang sebagai objek pemeriksaan yang masih dianut oleh
HIR untuk pemeriksaan pendahuluan.
Di Belanda di anut juga asaa genatigd accusatoir yang berarti asas bahwa tersangka
dipandang sebagai pihak pada pemeriksaan pendahuluan dalam arti terbatas, yaitu pemeriksaan
perkara-perkara untuk mencapai maksud tersebut pemeriksa melakukan tindakan kekerasan atau
penganiayaan.
9. Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan
Pemeriksaan disidang pengadilan dilakukan oleh hakim secara langsung artinya langsung
kepada terdakwa dan para saksi. Ini berarti berbeda dengan dengan acara perdata di mana tergugat
In de bio proreo4
dpat diwakili oleh kuasanya. Pemeriksaan hakim juga dilakukan secara lisan, artinya bukan tertulis
antara hakim dan terdakwa.
4. Ilmu-ilmu Pembantu Hukum Acara Pidana3
Guna menegakkan kebenaran materil para penegak hukum, tidak cukup hanya bersandarkan kepada
penguasaan hukum pidana dan acara pidana tetapi diperlukan pemahaman dan penguasaan kepada ilmu-ilmu
yang membantu hukum acara pidana antara lain:
a. Logika
Dibutuhkan logika untuk memakai pikiran dalam menghubungkan keterangan yang satu dengan
yang lain. Bagian yang paling membutuhkan logika adalah masalah pembuktian dan metode
penyelidikan.
b. Psikologi
Hakim, Jaksa dan terdakwa juga manusia yang mempunyai perasaan yang dapat di usahakan untuk
dimengerti tingkah lakunya kemudian diberi penilaian atas itu.
Pemeriksa pun perlu menempatkan diri bukan sebagai pemeriksa yang akan menggiring tersangka ke
penjara, tetapi sebagai kawan yang berbicara dari hati ke hati tersangka. Sikap-sikap kekerasan sama
sekali dihindari.
c. Kriminalistik
Perlunya ilmu kriminalistik dalam hukum acara pidana adalah untuk menilai faktnya. Selain itu juga
untuk pengumpulan dan pengolahan data secara sistematis yang dapat berguna bagi penyidik suatu
perkara pidana dalam merekonstruksi kejadian-kejadian yang telah terjadi guna pembuktian.
d. Psikiatri
Psikiatri yang dipakai sebagi pembantu hukum acara pidana biasa disebut psikiatri untuk peradilan
atau psikiatri forensic.
e. Kriminologi
Perlunya ilmu kriminologi dalam hukum acara pidana adalah untuk mengetahui sebab-sebab atau
latar belakang suatu kejahatan dan akibat-akibatnya terhadap masyarakat.
B. PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT KEPOLISIAN
1. Penyelidikan
Untuk mengetahui ada dugaan telah terjadi suatu tindak pidana adalah melalui :
Ad. 1) Laporan. Yaitu pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban
berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan
terjadinya peristiwa pidana (Pasal 1 butir 24 KUHAP)
3Ibid, hal 24-27In de bio proreo
5
Ad. 2) Pengaduan. Yaitu pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada
pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seseorang yang telah melakukan tindak pidana
aduan yang merugikan (Pasal 1 butir 25 KUHAP)
Ad. 3) Tertang kaptangan. Yaitu tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak
pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian
diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya atau apabila sesaat kemudian padanya
ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang
menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu
(Pasal 1 butir 19).
Ad. 4) Media Massa. Aparat penegak hukum dapat mengetahui terjadinya tindak pidana melalui media
massa misalnya televise, surat kabar majalah dll. Informasi yang diberikan melalui media massa dapat
menjadi informasi bagi aparat penegak hukum terutama penyelidik & penyidik untuk melakukan tindakan-
tindakan apabila dari informasi tersebut diduga telah terjadi suatu tindak pidana.
Adapun mengenai “penyelidik” dalam Pasal 1 angka 5 KUHAP adalah orang yang melakukan
“penyelidikan” yaitu serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari & menemukan suatu peristiwa yang
diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang.
Adapun pihak yang berwenang untuk melakukan penyelidikan menurut pasal 4 KUHAP adalah setiap
pejabat polisi negara RI. Menurut ketentuan dalam Pasal 5 KUHAP, penyelidik karena kewajibannya
memiliki kewenangan antara lain sebagai berikut :
Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
Mencari keterangan & barangbukti;
Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai & menanyakan serta memeriksat anda pengenal diri;
Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab;
Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa :
o Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan & penahanan;
o Pemeriksaan & penyitaansurat;
o Mengambil sidik jari& memotret seorang;
o Membawa & menghadapkan seseorang pada penyidik;
Penyelidik membuat & menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan sebagaimana
tersebut diatas;
Untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik berwenang melakukan
penangkapan.
Tujuan Penyelidikan
Berdasar pada ketentuan dalam KUHAP diatas, maka tujuan penyelidikan dilaksanakan adalah
untuk :
In de bio proreo6
1. Mencari keterangan guna menentukan suatu peristiwa yang dilaporkan/diadukan merupakan
tindak pidana atau bukan.
2. Melengkapi keterangan yang telah diperoleh agar menjadi jelas sebelum dapatnya dilakukan
penindakan.
3. Merupakan kegiatan persiapan pelaksana penyelidikan
Penyelidikan biasa dilakukan terhadap orang, benda, & tempat yang patut diduga dan indikasi
telah terjadi tindak pidana.
Penyelidikan merupakan tindakan tahap pertama permulaan penyidikan. Akan tetapi,
penyelidikan bukan merupakan tindakan yang berdiri sendiri terpisah dari fungsi penyidikan.
Penyelidikan merupakan bagian yang tidak terpisah dari fungsi penyidikan.4
2. Penyidikan
KUHAP dengan tegas membedakan istilah “Penyidik” atau “opsporing/interrogation” & “Penyelidik”.
Pada Bab 1 tentang Ketentuan Umum Pasal 1 angka 1, bahwa “penyidik” adalah pejabat polisi negara RI
atau pejabat pegawai negri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan.
Sedangkan menurut Pasal 1 angka 2 KUHAP disebutkan bahwa “penyidikan” itu adalah serangkaian
tindakan penyidik dalam hal & menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi & guna menemukan
tersangkanya.5
Menurut PP No. 27/1983, syarat kepangkatan Penyidik :
1. Pejabat polisi RI tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan II Polisi (sekarang
AIPDA)
2. Pejabat PNS tertentu yang sekurang-kurangnya Pengatur Muda Tk. 1 gol 1. IIB atau yang
disamakan dengan itu.
Contoh Penyidik PNS antara lain Penyidik dari Pejabat Kehutanan, Penyidik dari pejabat Bea
Cukai, Penyidik dari Pejabat Imigrasi dll, yang bertugas sesuai dengan bidang teknisnya masing-
masing. Dalam hal penyidik PNS tertentu yang menerima laporan atau pengaduan maka ia wajib
memberitahukannya kepada Penyidik Polri & oleh Penyidik Polri diteruskan kepada Penuntut
Umum (Pasal 107 ayat (2) & (3) KUHAP). Dalam rangka koordinasi & pengawasan penyidik Polri
& penyidik PNS maka penyidik PNS harus melaporkannya kepada penyidik Polri yaitu apabila
pejabat PNS tertentu telah mengakhiri penyidikannya & akan diteruskan pada penuntut umum atau
untuk tidak diteruskannya.
4Bahan kuliah dari Dr. Mahmud Mulyadi, SH.,M.Hum hal 11- 13.5 Lilik Mulyadi, S.H. HUKUM ACARA PIDANA, hal 18-20.
In de bio proreo7
Ketentuan-ketentuan KUHAP tentang penyidikan diatur dalam pasal 6 s/d 9, 106 s/d 136. Di dalam
Pasal 1 ayat (3) : Penyidik pembantu adalah pejabat Kepolisian negara Republik Indonesia yang diberi
wewenang tertentu dalam melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini.
Menurut PP No. 27/1983, Penyidik Pembantu adalah :
a. Pejabat Polisi tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi (sekarang
BRIPDA)
b. Pejabat PNS tertentu dalam lingkungan Kepolisian Negara RI yang sekurang-kurangnya
berpangkat Pengatur Muda gol. IIA atau yang disamakan dengan itu
Seorang penyidik sekurang-kurangnya Pembantu Letnan Dua Polisi (sekarang AIPDA). Melihat
kenyataan bahwa polisi yang berpangkat Pembantu Letnan Dua (AIPDA) untuk seluruh RI terbatas sekali
terlebih dengan keluarnya KUHAP tugas dari kepolisian semakin berat maka sudah barang tentu tidak
sanggup melaksanakan tugas sampai ke pelosok-pelosok dimana sebagian penduduk Indonesia tinggal
disana.
Hal ini merupakan tantangan bagi kepolisian dalam rangka menunjang tugas-tugas yang berat. Dengan
alasan inilah maka didalam KUHAP diatur atau diadakan lembaga baru yang disebut Penyidik Pembantu
yaitu polisi yang berpangkat Bripda & Briptu.6
Adapun tindakan penyidikan yang diatur dalam Pasal 7 akan dijabarkan sebagai berikut :
a) Menerima Laporan & Pengaduan
Sesuai dengan tugas & kewajibannya, maka Penyidik harus menerima laporan atau
pengaduan tentang telah terjadinya tindak pidana. Perbedaan antara laporan dengan pengaduan
yaitu :
Laporan adalah tindakan seseorang untuk memberitakan kepada penyelidik atau
penyidik bahwa tindak pidana telah terjadi atau dilakukan oleh seseorang, dimana
tindakan tersebut harus dituntut.
Pengaduan merupakan laporan yang khusus mengenai tindakan pidana
aduan(klachtdelict), tindak pidana mana jika tidak ada permintaan dari orang yang
kena perkara, tidak bisa diadakan penuntutan.
Apabila sesorang mengetahui telah terjadi tindak pidana, tapi ternyata yang bersangkutan tidak
melaporkannya kepada yang berwajib, maka orang tersebut dapat dipidana seperti yang diatur 164 KUHP.
Sedangkan delik aduan atau klachtdelict, bagi mereka yang dirugikan tetapi tidak melakukan pengaduan
terhadap kejadian tersebut, maka baginya tidak dikenakan ancaman hukuman. Selain itu pengaduan yang
telah diajukan kepada penyidik dalam waktu 3 bulan dapat ditarik kembali. Sedangkan laporan tidak dapat
ditarik kembali. Apabila ditarik kembali hal itu merupakan laporan palsu, maka bagi si pelapor diancam
dengan pidana.7
b) Melakukan Tindakan Pertama Pada Saat di Tempat Kejadian6 Bahan kuliah dari Dr. Mahmud Mulyadi, SH.,M.Hum hal 13.7 MOCH. FAISAL SALAM, SH. M.H HUKUM ACARA PIDANA DALAM TEORI & PRAKTEKhlmn 55-56.
In de bio proreo8
Setelah menerima laporan atau pengaduan dari seseorang maka penyidik mengecek
kebenaran laporan atau pengaduan tersebut dengan memeriksa di tempat kejadian. Jika laporan
atau pengaduan itu benar telah terjadi peristiwa pidana, maka apabila si tersangka masih berada
di tempat tersebut, penyidik dapat melarang si tersangka meninggalkan tempat kejadian.
Selanjutnya penyidik mengadakan pemeriksaan seperlunya termasuk memeriksa identitas
tersangka atau menyuruh berhenti orang-orang yang dicurigai melakukan tindak pidana dan
melarang orang-orang keluar masuk tempat kejadian. Kemudian penyidik harus berusaha
mencari & mengumpulkan bahan keterangan & bukti yang digunakan untuk melakukan
kejahatan. Misalnya dalam hal terjadi penganiayaan atau pembunuhan maka harus dicari bekas-
bekas tanda penganiayaan, pembunuhan atau tetesan darah korban selanjutnya kalau penyidik
kebetulan membawa kamera, maka tempat kejadian tersebut difoto atau direkam dengan kamera
video.
Apabila pemeriksaan di tempat kejadian selesai dilakukan & barang-barang bukti telah
dikumpulkan maka selanjutnya harus disusun suatu kesimpulan sementara yaitu apakah
kejadian tersebut merupakan penganiayaan, pembunuhan ataukah bunuh diri & sebagainya.
Setelah kejadian tersebut telah dapat disimpulkan, maka petugas penyelidik/penyidik
mencocokkan barang-barang bukti yang telah dikumpulkan itu sama lainnya, misalnya antara
barang bukti yang didapatkan di tempat kejadian dengan keterangan para saksi yang melihat
sendiri kejadian tersebut atau saksi korban penganiayaan itu sendiri. Pencocokkan barang-
barang bukti ini sangat penting, karena barang-barang bukti tersebut sangat menentukan
pembuktian perbuatan si tersangka dalam persidangan. Kalau alat-alat bukti yang telah
dikumpulkan itu tidak sesuai dengan keterangan tersangka atau para saksi, maka barang-barang
bukti itu tidak bernilai, bahkan kesalahan tersangka mungkin tidak dapat dibuktikan.8
c) Menyuruh Berhenti Seorang Tersangka & Memeriksa Tanda Pengenal Diri Tersangaka
d) Melakukan Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan & Penyitaan
1. Penangkapan
UU Pokok Kekuasaan Kehakiman No. 14 Tahun 1970 No. 74 telah meletakkan dasar bagi
peradilan pada umumnya & asas-asas bagi Hukum Acara Pidana. Pada pasal 7 memuatu suatu
asa, bahwa “tiada seorang jugapun dapat dikenakan penangkapan, selain atas perintah tertulis
oleh kekuasaan yang sah dalam hal-hal & menurut cara-cara yang diatur dalam undang-
undang”.
Adapun maksud dari asas yang terkandung dalam pasal 7 ini adalah untuk melindungi hak
asasi manusia. Oleh karena itu, seorang pejabat apakah ia penyidik atau penyelidik dan penyidik
PNS, tidak dapat dengan cara yang sembarangan untuk menangkap seseorang. Bahwa
penangkapan, penggeledahan serta penyitaan harus dilakukan dengan hati-hati, serta ada bukti-
bukti yang cukup.
8 Ibid, hal 57-58In de bio proreo
9
Setelah penyelidik/penyidik menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu
peristiwa pidana, maka sebagai kelanjutan daripada adanya tindak pidana yang dilakukan oleh
seseorang, apabila penyidik mempunyai dugaan keras disertai bukti-bukti permulaan yang
cukup maka penyidik dapat melakukan penangkapan terhadap tersangka.
Apabila penyelidik/penyidik masih merasa ragu mengenai kesalahan tersangka, maka harus
dipilih tindakan yang meringankan, dengan jalan tidak melakukan penanahan atas diri
tersangka. Tindakan penyelidik/penyidik mengambil putusan yang demikian dalam bidang
hukum dikenal dengan asas in de bio proreo. Kalau penyelidik/penyidik telah merasa yakin akan
kesalahn tersangka, maka penyidik dapat melakukan penangkapan dengan memenuhi syarat-
syarat seperti diatur dalam Pasal 16 KUHAP, yaitu :
Untuk kepentingan penyelidikan;
Untuk kepentingan penyidikan.
Penangkapan tidak dapat dilakukan secara sewenang-wenang, karena hal itu melanggar hak
asasi manusia. Untuk menangkap seseorang, maka penyidik harus mengeluarkan surat perintah
penangkapan disertai alasan-alasan penangkapan & uraian singkat sifat perkara kejahatan yang
dipersangkakan. Tanpa surat perintah penangkapan tersangka dapat menolak petugas yang
bersangkutan. Perintah penangkapan baru dikeluarkan kalau sudah ada dugaan keras telah
terjadi tindak pidana disertai bukti permulaan yang cukup.
Adapun yang dimaksud dengan bukti permulaan yang cukup ialah bukti permulaan untuk
menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1 butir 14. Surat perintah
penangkapan dikeluarkan oleh pejabat kepolisian negara yang berwenang dalam melakukan
penyidikan seperti diatur dalam 18 KUHP. Surat perintah penangkapan tersebut selain diberikan
kepada tersangka, maka tembusannya diberikan kepada keluarganya segera setelah
penangkapan itu dilakukan. Dalam hal tertangkap tangan, maka penangkapan dilakukan tanpa
surat perintah.
Pengertian daripada tertangkap tangan adalah :
Sesorang ditangkap ketika ia sedang melakukan kejahatan.
Sesorang ditangkap tidak lama setelah kejahatan itu dilakukan.
Teriakan masa yang menunjuk tersangka sebagai pelaku kejahatan tidak seberapa lama
setelah kejahatan itu dilakukan,
Adanya barang bukti diketemukan setelah beberapa saat kejahatan itu dilakukan yang
diduga digunakan oleh tersangka.
Setelah tersangka ditangkap baik ditangkap dengan surat perintah maupun tersangka yang
tertangkap tangan, maka dalam waktu 1x24 jam tersangka telah selesai diperiksa. Apabila tidak
cukup bukti untuk alasan penahanan, maka tersangka harus dibebaskan Pasal 19 ayat (1)9
2. Penahanan
9Ibid, hal 58-62In de bio proreo
10
Syarat-syarat Penahanan
Kebebasan bergerak adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh Negara kita dalam
UUD 1945 bagi setiap warganegara. Oleh karena itu penahanan adalah perampasan hak
pribadi orang, maka hal itu hanya dapat dilakukan atas perintah kekuasaan yang sah menurut
perarturan yang ditetapkan dalam undang-undang.
Herziene Inlands Reglement (HIR) yang merupakan Hukum Acara Pidana yang berlaku
di Indonesia sebelum merumuskan KUHAP tidak memberikan batasan yang tegas maupun
defenisi yang jelas tentang penahanan. Penangkapan & penahanan itu dibedakan menjadi 2
macam :
o Pertama penangkapan & penahanan dengan surat perintah, dan kedua penangkapan &
penahanan tanpa surat perintah. Penangkapan & penahanan tanpa surat perintah hanya
diperbolehkan dalam hal peristiwa tertangkap tangan paling lama 1 atau 2 hari oleh Jaksa
pembantu & 8 hari oleh Jaksa.
o Penahanan memakai surat perintah dibedakan antara penahanan sementara (Voorlopige
aanhbuding) yang dilakukan oleh Jaksa Pembantu & Jaksa sebagai penyidik, lamanya 20
hari, & penahanan (Voorlopige hechtenis) yang dilakukan oleh Jaksa sebagai penuntut
umum, lamanya 30 hari & dapat diperpanjang oleh Ketua PN, tiap-tiap kali perpanjangan 30
hari, apabila dipandang perlu sampai perkara selesai diputus.
Penahanan hanya dapat diperintahkan oleh penuntut umum yaitu Jaksa dengan alasan :
Untuk kepentingan pemeriksaan &
Untuk menjaga jangan sampai tersangka melarikan diri.
Berbeda dengan penangkapan, dasar penahanan tidaklah cukup atas bukti permulaan yang
cukup saja, tetapi penyidik harus mempunyai setidak-tidaknya pembuktian minimum yang
diisyaratkan KUHAP, yaitu sekurang-kurangnya telah terdapat 2 alat bukti yang tersebut
dalam pasal 184 ayat (1)
Selain itu KUHAP menentukan pula syarat-syarat untuk dapat melakukan penahanan
yang terdiri dari syart-syarat subjektif & syarat objektif.
Syart-syarat subjektif bila penyidik menganngap keadaan menimbulkan kekhawatiran
tersangka akan :
Melarikan diri
Merusak atau menghilangkan barang bukti
Mengulangi melakukan tindak pidana
Syarat-syarat subjektif ini berdasarkan pertimbangan serta penilaian semata-mata dari
penyidik yang bersangkutan.
Sedangkan syarat-syarat objektif adalah :
Tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih.
In de bio proreo11
Tindak pidana sebagaimana diatur pasal 21 ayat (4) huruf b KUHAP, yaitu ancaman
hukuman kurang dari 5 tahun meliputi beberapa pasal KUHAP & perundang-undangan
pidana diluar KUHAP seperti pasal 25 & 26 Ordonnansi Bea, Pasal-pasal 1,2,4 UU Tindak
Pidana Imigrasi & Pasal 36 ayat (7), 41, 42,43,47,48 UU tentang Narkotika
Tujuan Penahanan
Penahanan dilakukan untuk memudahkan penyidikan, karena pemeriksaan atas diri
tersangka akan lebih mudah & lancar bila tersangka berada dalam tahanan daripada
tersangka berada di luar tahanan.
Selain untuk memudahkan pemeriksaan, maka kemungkinan untuk melarikan diri, atau
mempengaruhi saksi yang mengetahui tentang perbuatan tersangka dapat dicegah kalau
tersangka berada dalam tahanan.
Selain ditahan untuk kepentingan pemeriksaan permulaan/penyidikan, tersangka juga
dapat ditahan untuk kepentingan penuntutan. Jaksa dalam mempersiapkan penuntutannya
memerlukan keterangan-keterangan langsung dari tersangka, hal itu akan lebih mudah
didapat kalau tersangka berada dalam tahanan. Selain itu apabila tersangka ditahan, maka
penuntut umum akan lebih mudah pula menghadirkannya dalam persidangan.
Tindak Pidana Yang Dapat Dilakukan Penahanan
Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang
melakukan tindak pidana & atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana
tersebut dalam hal : Pasal 282 (3), Pasal 296, Pasal 335 (1), Pasal 372, 378, 379 (a), 453,
454, 455, 459, 480, 506, Pasal 25&26 LN 1931 No. 471 pelanggaran terhadap ordonansi
bea & cukai.10
3. Penggeledahan
Penggeledahan merupakan salah 1 tindakan penyidik dalam rangka melakukan
penyidikan dengan tujuan :
Menemukan barang bukti yang telah dipergunakan dalam melakukan tindak pidana.
Mencari tersangak yang belum tertangkap, sehingga tersangka dapat ditangka & diperiksa.
Menurut KUHAP, dikenal 3 macam penggeledahan yaitu :
Penggeledahan rumah/ruang tertutup
Penggeledahan badan yaitu memeriksa badan seseorang untuk mencari alat bukti
Penggeledahan pakaian yaitu pemeriksaan terhadap pakaian yang sedang dikenakan oleh
tersangka untuk mencari barang bukti yang disimpan dalam pakaian
KUHAP mengatur tentang penggeledahan dalam pasal-pasal 5(1) huruf b angka 1, 7 (1)
huruf a, 11,32,33,34,35,36,37,125,126. Perbuatan memasuki rumah atau rumah seseorang
tanpa izin dapat diancam dengan pidana sebagaimana diatur dalam pasal KUHP yaitu : Pasal
167 (1), 429 (1)11
10 Ibid, hal 64-7211Ibid, hal 82-83.
In de bio proreo12
4. Penyitaan
Penggeledahan yang dilakukan oleh penyidik bertujuan untuk mencari alat-alat bukti,
yaitu alat-alat atau barang yang digunakan untuk melakukan tindak pidana atau kejahatan.
Alat-alat atau barang-barang yang dipakai untuk melakukan kejahatan perlu diadakan
penyitaan atau diamankan. Penyitaan dilakukan harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :
Untuk melakukan penyitaan maka penyidik harus mendapat izin dari ketua pengadilan negeri
setempat.
Dalam keadaan yang sangat perlu & mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak,
maka penyidik dapat segera bertindak melakukan penyitaan, akan tetapi tindakan tersebut
segera dilaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh
persetujuannya.12
5. Pemeriksaan & Penyitaan Surat
Barang sitaan terdiri barang bergerak & barang tidak bergerak, barang berwujud &
barang tidak berwujud termasuk surat-surat yang ada hubungan dengan tindakan kejahatan,
dimana hal itu diatur dalam pasal-pasal : Pasal 47 (1), (2), (3). Penyidik tidak dapat
sembarangan untuk memeriksa surat & menyitanya. Untuk memeriksa surat & kemudian
apabila ada hubungannya dengan tindak pidana menyita surat tersebut, maka untuk itu
penyidik harus mendapat izin dari ketua pengadilan negeri setempat.13
C. PEMERIKSAAN DI TINGKAT PENUNTUTAN
1. Prapenuntutan
Kalau ditelaah dalam pasal 14 KUHAP tentang prapenuntutan maka kita dapat menarik kesimpulan
bahwa prapenuntutan terletak diantara dimulainya penuntutan dalam arti sempit (perkara dikirim ke
pengadilan) dan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik.
Istilah prapenuntutan itu tercantum di dalam pasal 14 KUHAP (tentang wewenang penuntut umum),
khususnya butir b; “mengadakan penuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan
memperhatikan ketentuan pasal 110 ayat (3) dan (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka
penyempurnaan penyidikan dari penyidik.”
Jadi yang dimaksud dengan istilah prapenuntutan ialah tindakan penuntut umum untuk memberi
petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan oleh penyidik. Inilah yang terasa janggal, Karen ameberi
petunjuk kepada penyidik untuk menyempurnakan penyidikan disebut prapenuntutan.
2. Penuntutan
Pada pasal 1 butir 7 KUHAP tercantum definisi penuntutan sebagai berikut: “penuntutan adalah
tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pangadilan negeri yang berwenang dalam 12Ibid, hal 87.13Ibid, hal 90-91.
In de bio proreo13
hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus
oleh hakim di sidang pengadilan.”
Menurut Wirjono Prodjodikoro, menuntut terdakwa di muka hakim pidana adalah menyerahkan perkara
terdakwa dengan berkas perkaranya kepada hakim, dengan permohonan, supaya hakim memeriksa dan
kemudian memutuskan perkara pidana itu terhadap terdakwa”.
Pasal 137 menentukan bahwa penuntut umu berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang
didakwa melakukan suatu delik dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang
berwenang mengadili.
Selanjutnya ditentukan dalam pasal 141 bahwa penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara
dengan satu surat dakwaan. Tetapi kemungkinan penggabungan itu dibatasi dengan syarat-syarat oleh pasal
tersebut. Syarat-syarat itu adalah:
1. Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang sama dan kepentingan pemeriksaan
tidak menjadikan halangan terhadap penggabungannya.
2. Beberapa tindak pidana yang bersangkut-paut satu dengan yang lain.
3. Beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut-paut satu dengan yang lain, akan tetapi satu dengan
yang lain itu ada hubungannya, yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan
pemeriksaaan.
Apa yang dimaksud dengan kata “penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan” tidak
disebut, dan dipenjelasan pasal tersebut mengatakan cukup jelas. Yang dijelaskan ialah kata “bersangkut –
paut”:
1. Oleh lebih dari sesorang yang berkeja sama dan dilakukan pada saat yang bersamaan.
2. Oleh lebih dari sesorang pada saat dan tempat yang berbeda, akan tetapi merupakan pelaksanaan dari
permufakatan jahat yang dibuat oleh mereka sebelumnya
3. Oleh seseorang atau lebih dengan maksud mendapatkan alat yang akan dipergunakan untuk
melakukan delik lain atua menghindarkan diri dari pemidanaan.
3. Surat Dakwaan
Dakwaan merupakan dasar penting hukum acara pidan karena berdasarkan hal yang dimuat dalam
surat itu hakim akan memeriksa perkara itu. Pemeriksaan didasarkan kepada surat dakwaan dan menurut
Nedenburg, pemeriksaan tidak batal jika batas-batas dilampaui, namun putusan hakim hanya bleh mengenai
peristiwa-peristiwa yang terletak dalam batas itu.
Pasal 143 ayat (2) KUHAP menentukan syarat surat dakwaan itu sebagai berikut:
“Surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi:
a. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal,
agama dan pekerjaan tersangka.
In de bio proreo14
b. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan
menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.
Dengan demikian terdakwa hanya dapat dipidana jika telah terbukti melakukan delik yang disebut
dalam dakwaan. Jika terdakwa terbukti melakukan delik tetapi tidak disebut dalam dakwaan, maka ia tidak
dapat dipidana.
Hal-Hal Yang Diuraikan Dalam Dakwaan
Dalam pasal 143 KUHAP hanya disebut hal yang harus dimuat dalam surat dakwaan ialah uraian
secara cermat, jelas dan lengkap mengenai delik yang didakwakan dengan menyebut waktu dan tempat delik
itu dilakukan.Menurut Jonkers, yang harus dimuat ialah selain dari perbuatan yang sungguh dilakuakan yang
bertentangan dengan hukum pidana juga harus memuat unsur-unsur yuridis kejahatan yang bersangkutan.
Soal
1. Kata penyelidikan dan penyidikan berasal dari kata dasar “sidik’, jelaskan apa perbedaan antara
penyelidikan dengan penyidikan!
2. Jelaskan mengenai asas Presumtion of Innocebse!
DAFTAR PUSTAKA
1. AndiHamzah, HukumAcaraPidana Indonesia, Jakarta:1996
2. Lilik Mulyadi, S.H. HUKUM ACARA PIDANA
3. Bahan kuliah dari Dr. Mahmud Mulyadi, SH.,M.
In de bio proreo15