diktat - universitas nasional
TRANSCRIPT
DIKTAT KEPEMIMPINAN SEKTOR PUBLIK
Oleh : HERU DIAN SETIAWAN
ADMINISTRASI PUBLIK - FISIP UNIVERSITAS NASIONAL
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Pengantar
1) Kepemimpinan adalah komoditas yang sangat dicari dan bernilai tinggi,
karena banyak orang percaya bahwa kepemimpinan adalah cara untuk
meningkatkan kehidupan pribadi, social, dan profesi mereka, bahkan
perusahaan mencari orang dengan kemampuan kepemimpinan yang dapat
membawa perusahaan meningkatkan profit.
2) Sejumlah peneliti memaknai konsep tentang kepemimpinan sebagai sifat atau
sebagai perilaku, sementara yang lain melihat kepemimpinan dari perspektif
pengolahan informasi atau sudut pandang hubungan.
3) Kepemimpinan telah dipelajari dengan menggunakan metode kuantitatif dan
kualitatif dalam banyak konteks untuk menyembuhkan penyakit dan
organisasi.
4) Materi kuliah “Kepemimpinan” ini akan memperlakukannya sebagai proses
kompleks yang memiliki banyak dimensi, dengan penekanan pada bagaimana
teori dapat menginformasikan praktik kepemimpinan.
1.2. Definisi Kepemimpinan
1) Definisi kepemimpinan telah dipengaruhi oleh banyak faktor dari masalah
dunia serta politik untuk perspektif tentang disiplin di mana topic itu
dipelajari.
1.2.1. Evolusi Definisi Kepemimpinan
1) 1900-1929: Definisi kepemimpinan di awal abad 20 ini menekankan control
dan sentralisasi kekuasaan dengan tema umum tentang dominasi, di mana
kepemimpinan sebagai “kemampuan untuk menekankan hasrat pemimpin
terhadap orang yang dipimpin dan mendorong kepatuhan, penghargaan,
loyalitas, dan kerja sama (Moore, 1927:124)
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 2
2) 1930-an: Kepemimpinan sebagai pengaruh, bukan dominasi. Kepemimpinan
juga didefinisikan sebagai interaksi karakter kepribadian khusus yang dimiliki
seseorang dengan yang dimiliki kelompok. Meskipun demikian para pengikut
juga turut mempengaruhi pimpinannya.
3) 1940-an: Kepemimpinan sebagai perilaku individu saat mengarahkan aktivitas
kelompok (Hemphill, 1949). Kepemimpinan dengan persuasi dibedakan dari
“sikap dan metode dalam mengawasi orang” atau kepemimpinan dengan
pemaksaan (Copeland, 1942).
4) 1950-an: Tiga tema yang mendominasi definisi kepemimpinan yaitu:
a) Keberlangsungan teori kelompok, yang membentuk kepemimpinan sebagai apa yang dilakukan pemimpin dalam kelompok.
b) Kepemimpinan sebagai hubungan yang mengembangkan tujuan bersama yang mendefinisikan kepemimpinan berdasarkan pada perilaku peimpin.
c) Keefektifan, di mana kepemimpinan didefinisikan oleh kemampuan untuk memengaruhi seluruh keefektifan kelompok.
5) 1960-an: Masa ini adalah masa kacau untuk masalah dunia, namun terdapat
keselarasan definisi bahwa kepemimpinan sebagai perilaku yang
memengaruhi orang-orang untuk mencapai tujuan bersama (Seeman,
1960:53).
6) 1970-an: Fokus kelompok memberi jalan untuk pendekatan perilaku
organisasional, di mana kepemimpinan dilihat sebagai “membentuk dan
mempertahankan kelompok atau organisasi untuk mencapai tujuan kelompok
atau organisasional” (Rost, 1991:59). Tetapi Burns (1978:425)) merupakan
konsep terpenting tentang kepemimpinan yaitu: “kepemimpinan adalah proses
mobilisasi timbal balik oleh orang-orang dengan motif dan nilai tertentu,
beragam sumber daya ekonomi, politik, dan lainnya, dalam konteks
persaingan dan konflik, untuk menyadari tujuan yang dimiliki secara mandiri
atau bersama oleh pemimpin dan pengikut”.
7) 1980-an: Masa ini penuh dengan karya akademisi dan karya popular tentang
kepemimpinan, sehingga definisi kepemimpinan menjadi terlalu berlebihan
dengan sejumlah tema yang tetap ada yaitu:
a) Lakukan seperti yang diminta pemimpin. Kepemimpinan membuat pengikut melakukan apa yang diinginkan atasan.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 3
b) Pengaruh. Sebagian akademisi menyatakan bahwa kepemimpinan adalah pengaruh yang tidak bersifat memaksa.
c) Sifat. Dicetuskan oleh Peters & Waterman, 1982) terkait gerakan kepemimpinan sebagai kehebatan.
d) Transformasi. Dicetuskan oleh Burns (1978:83) yang memulai gerakan kepemimpinan sebagai proses transformasional. Definisi ini menyatakan bahwa kepemimpinan terjadi “ketika satu atau lebih orang terlibat dengan orang lain dalam cara tertentu, sehingga pemimpin dan pengikutnya saling mengangkat ke tingkatan motivasi dan moralitas yang lebih tinggi”.
8) Memasuki Abad 21: setelah ketidakcocokan selama berpuluh tahun, para
kepemimpinan sepakat tentang satu hal: “Mereka tidak dapat menghasilkan
suatu definisi bersama untuk kepemimpinan, antara lain debat seperti apakah
kepemimpinan dan manajemen merupakan proses terpisah, sementara yang
lain menekankan pada sifat, keterampilan, atau aspek hubungan
kepemimpinan. Intinya kepemimpinan adalah konsep yang kompleks sehingga
suatu definisi yang pasti akan sulit didapat.
1.2.2. Cara Membuat Konsep Kepemimpinan
1) Pada 60 tahun terakhir, sebanyak 65 sistem klasifikasi yang berbeda telah
dikembangkan untuk menetapkan dimensi kepemimpinan.
2) Terkait uraian di atas, menurut Bass (1990:11-20) bahwa:
a) Kepemimpinan sebagai focus proses kelompok. Dari perspektif ini, pemimpin ada di pusat perubahan dan aktivitas kelompok.
b) Konsep kepemimpinan dari sudut pandang kepribadian, adalah kombinasi dari sifat khusus yang dimiliki sejumlah individu. Sifat ini memungkinkan individu tersebut untuk meminta orang lain menyelesaikan tugas.
c) Kepemimpinan sebagai tindakan atau perilaku, yaitu hal-hal yang dilakukan pemimpin untuk menghasilkan perubahan di dalam kelompok.
d) Kepemimpinan dipandang dari segi hubungan kekuasaan yang muncul antara pemimpin dan pengikut.
e) Kepemimpinan sebagai proses transformasional yang menggerakkan pengikut untuk mencapai lebih dari apa yang diharapkan dari mereka.
f) Sejumlah akademisi membicarakan kepemimpinan dari sudut pandang keterampilan, yang menekankan kecakapan (pengetahuan dan keterampilan) yang dapat mewujudkan kepemimpinan yang efektif.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 4
1.2.3. Kesimpulan Definisi dan Komponen Kepemimpinan (Kepemimpinan
sebagai Proses)
1) Beberapa komponen kepemimpinan yang dapat diidentifikasi sebagai pusat
fenomena yaitu:
a) Kepemimpinan adalah proses
b) Kepemimpinan melibatkan pengaruh
c) Kepemimpinan terjadi di dalam kelompok
d) Kepemimpinan melibatkan tujuan yang sama
Sehingga definisi kepemimpinan dalam materi kuliah ini adalah “proses di
mana individu memengaruhi sekelompok individu untuk mencapai tujuan
bersama”.
a) Penetapan kepemimpinan sebagai proses berarti, bukan sifat yang ada di dalam diri pemimpin, tetapi suatu “transaksi” yang terjadi antara pemimpin dan pengikut (followers). Proses menyatakan bahwa pemimpin memengaruhi dan dipengaruhi oleh pengikut. Hal ini menekankan bahwa kepemimpinan itu tidak bersifat linear dan bukan peristiwa satu arah, tetapi merupakan peristiwa interaktif. Sehingga kepemimpinan dapat dimiliki semua orang. Hal itu tidak terbatas pada pemimpin yang ditugaskan secara resmi di dalam suatu kelompok.
b) Kepemimpinan mencakup pengaruh. Kepemimpinan peduli dengan cara pemimpin memengaruhi pengikutnya. Pengaruh adalah elemen penting kepemimpinan. Tanpa pengaruh, kepemimpinan tidak eksis.
c) Kepemimpinan terjadi di dalam kelompok (baik kecil maupun besar). Sekelompok orang dalam kelompok diperlukan agar kepemimpinan terjadi. Program pelatihan kepemimpinan tidak dianggap sebagai bagian dalam diskusi ini.
d) Kepemimpinan mencakup perhatian pada tujuan bersama. Ini memberi kepemimpinan suatu nada tambahan yang etis (tanggung jawab etis dan bukan paksaan) karena hal itu menekankan kebutuhan bagi pemimpin untuk bekerja bersama pengikut guna mencapai tujuan tertentu.
2) Baik pemimpin maupun pengikut terlibat bersama dalam proses
kepemimpinan. Pemimpin memerlukan pengikut, dan pengikut memerlukan
pemimpin (Burns, 1978; Heller & Van Til, 1983; Hollander, 1992; Jago,
1982). Pemimpinlah yang sering kali memulai hubungan, menciptakan jalinan
komunikasi, dan memikul beban untuk mempertahankan hubungan. Menurut
Rost (1991) bahwa hubungan pemimpin dan pengikut merupakan dua sisi
mata uang yang sama.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 5
1.3. Deskripsi Kepemimpinan
1.3.1. Kepemimpinan Sifat versus Proses
1) Kita semua telah mendengar pernyataan seperti “Dia terlahir sebagai
pemimpin” atau “Dia adalah pemimpin alamiah”. Pernyataan ini umumnya
diutarakan oleh orang-orang yang menerima perspektif sifat (trait) untuk
kepemimpinan. Ini berarti individu tertentu memiliki sifat atau kualitas
alamiah khusus yang membuat mereka menjadi pemimpin, yang membedakan
mereka dari orang-orang yang bukan pemimpin.
2) Beberapa sifat pribadi yang digunakan untuk mengidentifikasi pemimpin
mencakup faktor fisik yang unik (misalnya tinggi badan), ciri kepribadian
(misalnya ekstover), dan sifat lain (misalnya kecerdasan dan keyakinan).
(Bryman (1992) . Lihat Gambar 1.1. (J.P. Kotter, 1990)
3) Sudut pandang proses menyatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu
fenomena yang terletak di dalam konteks tentang interaksi antara pemimpin
dan pengikut, serta membuat kepemimpinan dapat dimiliki oleh semua orang.
Sebagai suatu proses, kepemimpinan dapat diamati dalam perilaku pemimpin
(Jago, 1982), dan dapat dipelajari. Lihat Gambar 1.1 (J.P. Kotter, 1990)
Gambar 1.1: Pandangan yang Berbeda tentang Kepemimpinan
Definisi Sifat Tentang Kepemimpinan
Pemimpin
Tinggi badan Kecerdasan
Kepemim- pinan
Sifat ekstrover Keyakinan Sifat lain
Pengikut
Definisi Proses Tentang Kepemimpinan
Pemimpin Kepemim- pinan
Interaksi
Pengikut
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 6
1.3.2. Kepemimpinan yang Ditetapkan versus yang Muncul secara Alami
1) Sejumlah orang adalah pemimpin dikarenakan posisi resmi mereka di dalam
suatu organisasi (kepemimpinan yang ditetapkan, seperti manajer pabrik,
direktur, dll), sementara sejumlah orang adalah pemimpin karena cara anggota
group yang lain merespons mereka (kepemimpinan yang berkembang/alami).
2) Kepemimpinan yang ditetapkan tidak selalu menjadi pemimpin yang
sebenarnya dalam latar tertentu. Sementara anggota kelompok yang paling
berpengaruh, apa pun jabatan itu, maka orang itu menunjukkan kepemimpinan
yang muncul secara alami, sepanjang didukung orang lain dalam organisasi
itu. Kepemimpinan yang muncul secara alami muncul karena peran
komunikasi positif dari orang itu dalam percakapan, memiliki informasi,
mencari pendapat orang lain, mencetuskan ide baru, dan tegas tetapi tidak
ketat (Fisher, 1974). Sedangkan penelitian Smith dan Foti (1998) menilai
bahwa kepribadian (dominan, cerdas, dan percaya diri) memainkan peran
dalam kemunculan kepemimpinan yang muncul secara alami.
3) Kemunculan kepemimpinan juga bisa dipengaruhi oleh persepsi bias gender.
Watson dan Hoffman (2004) menilai bahwa kemampuan perempuan sama
dengan laki-laki, namun umumnya kurang disukai untuk menjadi pemimpin
karena ada sejumlah latar.
4) Bahan MK ini akan menerapkan secara seimbang kedua jenis kepemimpinan
tersebut terhadap kaitannya untuk mencapai tujuan bersama.
1.3.3. Kepemimpinan dan Kekuasaan
1) Konsep kekuasaan terkait dengan kepemimpinan, karena itu adalah bagian
dari proses pengaruh. Kekuasaan adalah kapasitas atau potensi untuk
memengaruhi. Orang memiliki kekuasaan ketika mereka memiliki
kemampuan untuk mempengaruhi keyakinan, sikap, dan tindakan orang lain,
misalnya dokter, pelatih, guru, dll. French dan Raven (1962) membuat konsep
kekuasaan dari kerangka kerja hubungan dua pihak, ke dalam 5 fondasi umum
dan penting: 1) rujukan; 2) pakar; 3) sah; 4) imbalan; dan 5) yang memaksa.
Lihat Tabel 1.1.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 7
Tabel 1.1: Lima Dasar Kekuasaan
1 Kekuasaan Rujukan
Berdasarkan identifikasi pengikut dan rasa suka kepada pemimpin.
2 Kekuasaan Pakar Berdasarkan pada persepsi pengikut tentang kecakapan pemimpin.
3 Kekuasaan Sah Dikaitkan dengan status yang dimiliki atau otoritas jabatan resmi.
4 Kekuasaan Imbalan
Dihasilkan dari kapasitas yang dimiliki untuk memberikan imbalan kepada orang lain.
5 Kekuasaan yang Memaksa
Dihasilkan dari kapasitas untuk memberikan hukuman kepada orang lain.
Sumber: J.R. French Jr, dan B. Raven (1962)
2) Di dalam organisasi, ada dua jenis utama kekuasaan, yaitu: 1) kekuasaan
posisi, dan 2) kekuasaan pribadi. Kekuasaan posisi adalah kekuasaan yang
didapat seseorang dari posisi tertentu atau peringkat di dalam system
organisasi resmi. Kekuasaan posisi mencakup kekuasaan sah, imbalan, an
memaksa. Sedangkan kekuasaan pribadi adalah kapasitas memengaruhi yang
dimiliki pemimpin karena disukai oleh pengikut dan memiliki pengetahuan.
(Lihat Tabel 1.1)
3) Burns (1978) menekankan kekuasaan dari sudut pandang hubungan, guna
mencapai tujuan bersama mereka, sebagaimana halnya pembahasan dalam
makalah MK ini.
1.3.4. Kepemimpinan dan Pemaksaan
1) Kekuasaan yang memaksa adalah jenis kekuasaan tertentu yang tersedia bagi
pemimpin. Memaksa berarti memengaruhi orang lain untuk melakukan
sesuatu yang bertentangan dengan keinginan mereka dan juga memanfaatkan
hukuman dan imbalan. Pemaksaan seringkali mencakup penggunaan
ancaman, hukuman, dan imbalan negatif. Contohnya Adolf Hitler di Jerman,
dll. Pemimpin ini hanya tertarik pada tujuan mereka, dan jarang tertarik
dengan kebutuhan serta keinginan pengikut. Hal ini membuat mereka tidak
bisa bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 8
1.3.5. Kepemimpinan dan Manajemen
1) Kepemimpinan adalah proses yang serupa dengan manajemen dalam banyak
hal. Kepemimpinan mencakup pengaruh, sama seperti manajemen.
2) Namun fungsi dominan manajemen adalah untuk menyediakan keteraturan
dan konsistensi untuk organisasi, sementara fungsi utama kepemimpinan
adalah untuk menghasilkan perubahan dan pergerakan. Manajemen berusaha
mencapai keteraturan dan stabilitas, sedangkan kepemimpinan berusaha
mencapai perubahan yang adaptif dan membangun.
3) Bennis dan Nanus (1985:221) menyatakan bahwa “Manajer adalah orang yang
melakukan segala sesuatu dengan benar, sementara pemimpin adalah orang
yang melakukan hal yang benar”. Rost (1991) menyatakan bahwa:
“Kepemimpinan adalah hubungan pengaruh banyak arah, sementara
manajemen adalah hubungan otoritas satu arah. Kepemimpinan terkait dengan
proses untuk mengembangkan tujuan bersama, dan manajemen ditujukan
untuk mengkoordinasikan aktivitas guna menyelesaikan suatu pekerjaan”.
Zaleznik (1977) menyatakan bahwa: “Manajer bersifat reaktif dan cenderung
bekerja bersama orang untuk memecahkan masalah, tetapi melakukannya
dengan keterlibatan emosional yang rendah, dan mereka bertindak untuk
membatasi pilihan. Sedangkan pemimpin terlibat dan aktif secara emosional,
dan mereka berusaha membentuk ide, bukan merespons ide, serta bertindak
untuk memperluas pilihan yang tersedia untuk memecahkan masalah yang
telah lama ada, dan pemimpin mengubah cara pikir orang-orang tentang
kemungkinan yang ada.
4) Jadi, ketika manajer terlibat di dalam memengaruhi suatu kelompok untuk
mencapai tujuannya, mereka terlibat dalam kepemimpinan. Ketika pemimpin
terlibat dalam perencanaan, pengorganisasian, penetapan staf, dan control,
mereka terlibat dalam manajemen. Jadi dalam bahan MK ini, peran manajer
dan pemimpin adalah sama dan tidak menekankan perbedaan yang ada.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 9
REFERENSI
Bennis, W.G, & Nanus, B. (1985). Leaders: The Strategies for Taking Charge. New York: Harper & Row.
Bryman, A. (1992). Charisma and Leadership in Organizations. London: Sage.
Burns, J.M. (1978). Leadership. New York: Harper & Row.
Copeland, N. (1942). Psychology and The Soldier. Harrisburg, PA: Military Service Publications.
Fisher, B.A. (1974). Small Group Decision Making: Communication and The Group Process. New York: McGraw-Hill.
French, J.R, & Raven, B. (1959). The Bases of Social Power. In D. Cartwright (Ed), Studies in Social Power. Ann Arbor, MI: Institute for Social Research.
Gardner, J.W. (1990). On Leadership. New York: Free Press.
Hemphill, J.K. (1949). Situational Factors in Leadership. Columbus: Ohio State University, Bureau of Educational Research.
Jago, A.G. (1982). Leadership: Perspectives in Theory and Research. Management Science.
Kotter, J.P. (1990). A Force for Change: How Leadership Differs from Management. New York: Free Press.
Northouse, Peter G. (2013). Leadership: Theory and Practice. 6th Edition. California: Sage.
Peters, T.J. & Waterman, R.H. (1982). In Search of Excellence: Lessons from America’s Bestrun Companies. New York: Warner Books.
Rost, T.J. (1991). Leadership for The Twenty-First Century. New York: Praeger.
Seeman, M (1960). Social Status and Leadership. Columbus: Ohio State University, Bureau of Educational Research.
Smith, J.A. & Foti, R.J. (1998). A Pattern Approach to The Study of Leader Emergence. Leadership Quarterly.
Stogdill, R.M. (1974). Handbook of Leadership: A Survey of Theory and Research. New York: Free Press.
Watson, C. & Hoffman, L.R. (2004). The Role of Task-Related Behavior in The Emergence of Leaders. Group & Organization Management.
Zaleznik, A. (1977). Managers and Leaders: Are They Different?. Harvard Business Review.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 10
BAB II
PENDEKATAN SIFAT (TRAIT)
2.1. Deskripsi
1) Pendekatan sifat merupakan salah satu upaya sistematis pertama untuk
memelajari kepemimpinan. Di awal abad ke-20, sifat kepemimpinan dipelajari
untuk menentukan apa yang membuat sejumlah orang tertentu menjadi
pemimpin yang hebat. Misalnya: Indira Gandhi, Abraham Lincoln, Napoleon
Bonaparte, dll. Namun di pertengahan abad ke-20, pendekatan sifat ditantang
oleh penelitian yang mempertanyakan universalitas sifat kepemimpinan.
2) Lord, DeVader dan Alligner (1986) mendapati bahwa “Karakter kepribadian
sangat dikaitkan dengan persepsi individu tentang kepemimpinan”. Demikian
pula Kirkpatrick dan Locke (1991) mengklaim bahwa “Pemimpin yang
efektif, sebenarnya merupakan jenis orang yang unik dalam sejumlah hal
utama”.
3) Pendekatan sifat mendapat perhatian baru melalui penekanan yang baru-baru
ini diberikan oleh banyak peneliti tentang kepemimpinan visioner dan
karismatik (Bass-1990, Bennis & Nanus-1985, Nadler & Tushman-1989,
Zaccaro-2007, Zaleznik-1977).
4) Kepemimpinan karismatik dilontarkan ke hadapan public dengan
dilaksanakannya pemilihan presiden Amerika pada tahun 2008, di mana
Barack Obama menjadi presiden pertama AS yang merupakan orang Afrika-
Amerika. Dia adalah orang yang karismatik, selain sifat lainnya. Jung dan
Sosik (2006) menyatakan bahwa “Pemimpin karismatik selalu memiliki
sejumlah sifat seperti memantau diri sendiri, terlibat dalam manajemen kesan,
serta memiliki motivasi untuk mempertahankan kekuasaan social dan
mendapatkan aktualisasi diri”.
5) Kesimpulan tentang sifat dan karakteristik kepemimpinan dapat dilihat pada
Tabel 2.1 berikut.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 11
Tabel 2.1: Kajian tentang Sifat dan Karakter Kepemimpinan
Stogdill (1948)
Mann (1959)
Stogdill (1974)
Lord, DeVader &
Alliger (1986)
Kirkpatrick and Locke
(1991)
Zaccaro, Kemp, &
Bader (2004)
Kecerdasan, kepekaan, wawasan, tanggung jawab, inisiatif, ketekunan, keyakinan diri, kemam-puan bersosiali-sasi
Kecerdasan, maskulinitas, penyesuaian, kekuasaan, sifat ekstro-ver, aliran konservatif
Orientasi pada keberha-silan, kete-kunan, pema-haman, inisia-tif, keyakinan diri, tanggung jawab, sikap suka bekerja sama, toleran-si, pengaruh, kemampuan bersosialisasi
Kecerdasan, maskulinitas, dan kekuasaan.
Hasrat, motivasi, integritas, keyakinan diri, kemampuan kognitif, pengetahuan akan tugas.
Kemampuan kognitif, sifat ekstrover, kehati-hatian, kestabilan emosi, sikap terbuka, kemampuan bersosialisasi, motivasi, kecerdasan social, kontrol diri, kecerdasan emosional, pemecahan masalah.
Sumber: J.R. French Jr, dan B. Raven (1962), Zaccaro, Kemp & Bader (2004)
Beberapa sifat merupakan pusat dari Tabel di atas adalah: 1) kecerdasan, 2) keyakinan diri, 3) ketekunan, 4) integritas, dan 5) kemampuan bersosialisasi.
6) Beberapa sifat merupakan pusat dari Tabel di atas adalah: 1) kecerdasan, 2)
keyakinan diri, 3) ketekunan, 4) integritas, dan 5) kemampuan bersosialisasi
a) Kecerdasan Zaccaro et al (2004) menyatakan bahwa: “Bila IQ pemimpin sangat berbeda dengan IQ pengikut, bisa memberikan dampak kerugian bagi pemimpin.
b) Keyakinan diri Keyakinan diri adalah kemampuan untuk merasa yakin dengan kemampuan dan keterampilan seseorang.
c) Ketekunan Ketekunan adalah hasrat untuk menyelesaikan pekerjaan dan mencakup karakteristik seperti inisiatif, keuletan, dominasi, dan hasrat.
d) Integritas Integritas adalah karakter kejujuran dan keterandalan. Orang yang patuh pada sekumpulan prinsip yang kuat dan memikul tanggung jawab atas tindakan mereka.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 12
e) Kemampuan bersosialisasi Kemampuan bersosialisasi adalah kecenderungan pemimpin untuk mencari hubungan social yang menyenangkan, seperti ramah, terbuka, sopan, peka dan diplomatis.
2.1.1. Model Kepribadian dan Kepemimpinan Lima Faktor
Tabel 2.2: Faktor Kepribadian Lima Besar
1 Neurotisisme Kecenderungan untuk tertekan, khawatir, tidak percaya, tak berdaya, dan tidak simpatik.
2 Sikap ekstrover Kecenderungan untuk bisa bersosialisasi dan tegas serta memiliki energy positif.
3 Keterbukaan Kecenderungan untuk mencari informasi, kreatif, peka dan ingin tahu.
4 Keramahan Kecenderungan untuk menerima, patuh, percaya, dan mendukung.
5 Kehati-hatian Kecenderungan untuk bersikap hati-hati, terorganisasi, terkontrol, dapat diandalkan, dan tekun.
Sumber: Goldberg (1990)
1) Sikap Ekstrover merupakan faktor yang paling terkait dengan kepemimpinan. Ini adalah sifat terpenting dari pemimpin yang efektif; 2) Sikap Kehati-hatian, 3) Sikap Keterbukaan, 4) Sikap Neurotisisme, dan 5) Sikap Keramahan.
2.1.2. Kecerdasan Emosional
1) Cara lain untuk menilai dampak sifat pada kepemimpinan adalah melalui
konsep kecerdasan emosional, yang muncul pada tahun 1990-an, terkait
bidang kajian psikologi.
2) Kecerdasan emosional ada kaitannya dengan emosi kita (wilayah afeksi) dan
pemikiran (wilayah kognitif), serta interaksi antara keduanya. Kecerdasan
emosional sebagai kemampuan untuk memahami dan mengekspresikan emosi,
untuk menggunakan emosi guna membantu pemikiran, untuk memahami dan
menganalisis emosi, serta untuk secara efektif mengelola emosi di dalam diri
kita dan dalam hubungan dengan orang lain (Mayer, Salovey & Caruso,
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 13
2000). Skala yang digunakan adalah Mayer-Salovey-Caruso Emotional
Intelligence Test (MSCEIT).
3) Goleman (1995, 1998) menyatakan bahwa “Kecerdasan emosional
mengandung kumpulan kompetensi pribadi dan social”. Kompetensi pribadi
meliputi pemahaman diri, keyakinan diri, control diri, kehati-hatian, dan
motivasi. Sedangkan kompetensi social meliputi empati dan keterampilan
social seperti komunikasi dan manajemen konflik.
4) Shankman dan Allen (2008) mengembangkan model berorientasi praktis
tentang kepemimpinan yang cerdas secara emosional, meliputi: 1) konteks,
diri, dan orang lain.
2.2. Bagaimana Pendekatan Sifat Berfungsi ?
1) Pendekatan sifat sangat terfokus pada pemimpin, bukan pengikut.
2) Pendekatan sifat tidak memberikan sejumlah hipotesis tentang apa jenis
pemimpin yang diperlukan di dalam suatu situasi tertentu atau apa yang
seharusnya dilakukan pemimpin berdasarkan situasi tertentu.
3) Untuk menemukan orang yang benar, adalah umum bagi organisasi untuk
menggunakan instrument penilaian kepribadian, guna menemukan posisi atau
kedudukannya dalam organisasi, kekuatan dan kelemahannya.
4) Pendekatan sifat telah memberi sejumlah standar untuk sesuatu yang perlu
diketahui bila ingin menjadi pemimpin.
2.3. Kekuatan Pendekatan Sifat
1) Pendekatan sifat menarik secara ilmiah, karena terkait dengan penilaian
kepemimpinan oleh masyarakat.
2) Banyak penelitian selama 100 tahun untuk mendukungnya.
3) Pendekatan sifat lebih menonjolkan hanya pada pemimpin saja.
4) Pendekatan sifat telah memberi sejumlah standar untuk sesuatu yang perlu
diketahui bila ingin menjadi pemimpin.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 14
2.4. Kritik Pendekatan Sifat
1) Kegagalan dari pendekatan sifat untuk membatasi daftar pasti sifat
kepemimpinan (ambigu dan tidak jelas).
2) Pendekatan sifat telah gagal untuk menganggap penting situasi (organisasi).
3) Penentuan yang sangat subjektif tentang sifat kepemimpinan adalah terpenting
dalam organisasi.
4) Pendekatan sifat bukanlah pendekatan yang berguna untuk pelatihan dan
pengembangan kepemimpinan. Misal, pengiriman manajer ke suatu program
pelatihan untuk meningkatkan IQ mereka, atau melatih mereka agar menjadi
orang yang ekstrover.
2.5. Penerapan Pendekatan Sifat
1) Pendekatan sifat memberi informasi yang bernilai tentang kepemimpinan.
2) Walaupun pendekatan sifat tidak memberi suatu kumpulan sifat yang pasti,
namun hal itu memberi arah terkait dengan sifat manakah yang bagus untuk
dimiliki bila kita ingin menduduki posisi kepemimpinan.
3) Dengan melakukan tes kepribadian dan kuisioner serupa lainnya, orang bisa
mengetahui apakah mereka memiliki sifat tertentu yang sangat penting untuk
kepemimpinan, dan mereka bisa menemukan kekuatan dan kelemahan mereka
terkait dengan kepemimpinan.
4) Manajer dapat menggunakan informasi dari pendekatan sifat untuk menilai di
manakah mereka berdiri di dalam organisasinya, dan apa yang perlu mereka
lakukan untuk memperkuat posisi mereka, misal dengan pelatihan dan lain-
lain.
2.6. Studi Kasus Pendekatan Sifat
“Memilih Arah Penelitian Baru” Sandra Coke adalah wakil presiden untuk penelitian dan pengembangan di Great Lakes Foods (GLF), suatu perusahaan produsen makanan ringan yang memiliki sekitar 1000 karyawan. Sebagai hasil dari strukturisasi ulang perusahaan baru-baru ini, Sandra harus memilih direktur penelitian baru. Direktur akan melapor secara langsung ke Sandra dan akan bertanggung jawab untuk mengembangkan
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 15
serta menguji produk baru. Divisi penelitian dari GLF mempekerjakan sekitar 200 orang. Pilihan tentang direktur itu penting, karena Sandra telah menerima tekanan dari dewan direksi dan presiden direktur GLF untuk meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas perusahaan secara keseluruhan.
Sandra telah mengidentifikasi tiga kandidat untuk posisi itu. Setiap kandidat ada di tingkat manajerial yang sama. Dia mengalami kesulitan untuk memilih salah satu dari mereka karena masing-masing dari mereka memiliki kualifikasi yang bagus. Alexa Smith adalah karyawan lama GLF yang awalnya merupakan karyawan paruh waktu di ruang pengiriman surat saat masih sekolah di SMA. Setelah lulus, Alexa bekerja dalam 10 posisi yang berbeda di perusahaan itu sebelum akhirnya menjadi manajer pemasaran produk baru. Analisis kinerja tentang karya Alexa secara berulang telah menggambarkan dia sebagai orang yang sangat kreatif dan intuitif. Selama bekerja di GLF, Alexa telah mengem-bangkan dan menghasilkan empat lini produk baru. Alexa juga dikenal di seluruh GLF sebagai orang yang sangat ulet. Ketika dia memulai suatu proyek, dia tetap mengerjakannya hingga pekerjaan itu selesai. Mungkin, kualitaslah yang penting untuk keberhasilan dari keempat produk baru di mana dia terlibat di dalamnya. Kandidat kedua untuk posisi baru adalah Kelsey Mett yang telah bekerja di GLF selama 5 tahun dan merupakan manajer control kualitas untuk produk yang telah ada. Kelsey memiliki reputasi sebagai orang yang sangat cerdas. Sebelum bergabung dengan GLF, dia mendapat gelar MBA dari Harvard, lulus dengan peringkat terbaik. Orang-orang membicarakan Kelsey sebagai jenis orang yang akan menjadi presiden direktur dari perusahaannya sendiri suatu hari kelak. Kelsey juga orang yang sangat menyenangkan. Di semua penilaian kinerjanya, dia menerima nilai yang sangat tinggi untuk kemampuan bersosialisasi dan hubungan antarmanusia. Tidak ada penyelia di perusahaan yang tidak memiliki hal positif untuk dikatakan tentang seberapa menyenangkannya bekerja bersama Kelsey. Sejak bergabung dengan GLF, Kelsey berperan dalam membawa dua lini produk baru ke pasar. Thomas Santiago, kandidat ketiga, telah bekerja di GLF selama 10 tahun dan sering kali dimintai pendapat oleh manajemen tingkat atas tentang perencanaan strategis dan arah korporasi. Thomas sangat terlibat dalam pembenukan visi untuk GLF dan karyawan teladan. Dia percaya dengan nilai GLF dan secara aktif mempromosikan visi itu. Dari penilaian kinerjanya, Thomas memiliki dua karakter yang mengungguli dua kandidat lain. Kedua karakter itu adalah kejujuran dan integritas. Karyawan yang bekerja di bawah pengawasannya selalu melaporkan bahwa mereka merasa bisa memercayai Thomas untuk bersikap adil dan konsisten. Thomas sangat dihormati di GLF. Selama bekerja di GLF, Thomas telah terlibat dengan pengembangan tiga lini produk baru. Tantangan yang dihadapi Sandra adalah memilih orang terbaik untuk posisi direktur yang baru. Karena tekanan yang dia rasakan dari manajemen atas, Sandra tahu bahwa dia harus memilih pemimpin terbaik untuk posisi baru. Pertanyaan: 1) Berdasarkan pada informasi yang disediakan tentang pendekatan sifat di Tabel
2.1 dan 2.2, bila anda adalah Sandra, siapakah yang anda pilih ?
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 16
2) Dalam cara apakah pendekatan sifat membantu dalam jenis seleksi ini ? 3) Dalam cara apakah kelemahan dari pendekatan sifat disoroti dalam kasus ini ?
Tabel 2.1: Kajian tentang Sifat dan Karakter Kepemimpinan Stogdill (1948)
Mann (1959)
Stogdill (1974)
Lord, DeVader &
Alliger (1986)
Kirkpatrick and Locke
(1991)
Zaccaro, Kemp, &
Bader (2004)
Kecerdasan, kepekaan, wawasan, tanggung jawab, inisiatif, ketekunan, keyakinan diri, kemam-puan bersosiali-sasi
Kecerdasan, maskulinitas, penyesuaian, kekuasaan, sifat ekstro-ver, aliran konservatif
Orientasi pada keberha-silan, kete-kunan, pema-haman, inisia-tif, keyakinan diri, tanggung jawab, sikap suka bekerja sama, toleran-si, pengaruh, kemampuan bersosialisasi
Kecerdasan, maskulinitas, dan kekuasaan.
Hasrat, motivasi, integritas, keyakinan diri, kemampuan kognitif, pengetahuan akan tugas.
Kemampuan kognitif, sifat ekstrover, kehati-hatian, kestabilan emosi, sikap terbuka, kemampuan bersosialisasi, motivasi, kecerdasan social, kontrol diri, kecerdasan emosional, pemecahan masalah.
Sumber: J.R. French Jr, dan B. Raven (1962), Zaccaro, Kemp & Bader (2004) Beberapa sifat merupakan pusat dari Tabel di atas adalah: 1) kecerdasan, 2) keyakinan diri, 3) ketekunan, 4) integritas, dan 5) kemampuan bersosialisasi.
Tabel 2.2: Faktor Kepribadian Lima Besar 1 Neurotisisme Kecenderungan untuk tertekan, khawatir, tidak percaya, tak berdaya, dan
tidak simpatik.
2 Sikap ekstrover
Kecenderungan untuk bisa bersosialisasi dan tegas serta memiliki energy positif.
3 Keterbukaan Kecenderungan untuk mencari informasi, kreatif, peka dan ingin tahu.
4 Keramahan Kecenderungan untuk menerima, patuh, percaya, dan mendukung.
5 Kehati-hatian
Kecenderungan untuk bersikap hati-hati, terorganisasi, terkontrol, dapat diandalkan, dan tekun.
Sumber: Goldberg (1990) 1) Sikap Ekstrover merupakan faktor yang paling terkait dengan kepemimpinan. Ini adalah sifat terpenting dari pemimpin yang efektif; 2) Sikap Kehati-hatian, 3) Sikap Keterbukaan, 4) Sikap Neurotisisme, dan 5) Sikap Keramahan.
REFERENSI
Bennis, W.G, & Nanus, B. (1985). Leaders: The Strategies for Taking Charge. New York: Harper & Row.
Bass, B.M. (1990). Bass dan Stogdill’s Handbook of Leadership: A Survey of Theory and Research. New York: Free Press.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 17
Bryman, A. (1992). Charisma and Leadership in Organizations. London: Sage.
Caruso, D.R. & Wolfe, C.J. (2004). Emotional Intelligence and Leadership Development, dalam D.V. Day, S.J. Zaccaro & M. Halpin, Leader Development for Transforming Organizations: Growing Leaders for Tomorrow. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum.
Goldberg, L.R. (1990). An Alternative Description of Personality: The Big-Five Factor Structure. Journal of Personality and Social Psychology.
Goleman, D. (1995). Emotional Intelligence. New York: Bantam.
Jago, A.G. (1982). Leadership: Perspectives in Theory and Research. Management Science.
Jung, D., & Sosik, J.J. (2006) Who Are The Spellbinders? Identifying Personal Attributes of Charismatic Leaders. Journal of Leadership & Organizational Studies.
Kirkpatrick, S.A, Locke, E.A. (1991). Leadership: Do Traits Matter?. The Executive.
Lord, R.G, DeVader, C.L, & Alliger, G.M, (1986). A Meta-Analysis of The Relation Between Personality Traits and Leadership Perceptions: An Application of Validity Generalization Procedures. Journal of Applied Psychology.
Mayer, J.D, Salovey, P, & Caruso, D.R, (2000). Selecting a Measure of Emotional Intelligence: The Case for Ability Scales. New York: Jossey-Bass.
Nadler, D.A, & Tushman, M.L. (1989). What Makes for Magic Leadership. Boulder, CO: Westview.
Northouse, Peter G. (2013). Leadership: Theory and Practice. 6th Edition. California: Sage.
Shankman, M.L, Allen, S.J. (2008). Emotionally Intelligence Leadership: A Guide for College Student. San Fransisco, CA: Jossey-Bass.
Stogdill, R.M. (1974). Handbook of Leadership: A Survey of Theory and Research. New York: Free Press.
Zaccaro, S.J. (2007). Trait-Based Perspectives of Leadership. American Psychologist.
Zaleznik, A. (1977). Managers and Leaders: Are They Different?. Harvard Business Review.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 18
BAB III
PENDEKATAN KETERAMPILAN
3.1. Deskripsi
1) Meskipun kepribadian memainkan peranan penting dalam kepemimpinan,
pendekatan keterampilan menyatakan bahwa pengetahuan dan kemampuan
diperlukan untuk kepemimpinan yang efektif.
2) Dimulai pada awal tahun 1990-an, telah diterbitkan beragam kajian yang
menyatakan bahwa keefektifan pemimpin tergantung pada kemampuan
pemimpin untuk memecahkan masalah organisasi yang kompleks. Antara lain
dikembangkan oleh Mumford dan koleganya (Mumford, Zaccaro, Harding,
Jacobs & Fleishman, Yammarino, 2000 ) menghasilkan model kepemimpinan
berbasis keterampilan yang komprehensif.
3) Dalam bab ini, pendekatan keterampilan dibagi menjadi dua bagian. 1)
Konsep Katz dan 2) Konsep Mumford dan koleganya.
a) Katz (1995:34) menyatakan bahwa administrasi yang efektif (yaitu
kepemimpinan) tergantung pada tiga keterampilan pribadi dasar: (1)
teknis, (2) manusia, dan (3) konseptual.
Keterampilan teknis adalah pengetahuan tentang dan keahlian dalam jenis pekerjaan atau aktivitas tertentu. Misal: kemampuan menerapkan prinsip akuntansi, computer, dll.
Keterampilan manusia adalah pengetahuan tentang dan kemampuan untuk bekerja bersama orang.
Keterampilan konseptual adalah kemampuan untuk bekerja dengan ide dan konsep. Seorang pemimpin dengan keterampilan konseptual merasa nyaman untuk berbicara tentang ide yang membentuk organisasi dan seluk beluk organisasi. Misal: peran seorang Chief Executive Officer (CEO) dalam organisasi.
Kesimpulan: Penting bagi pemimpin untuk memiliki ketiga keterampilan
itu, tetapi tergantung pada posisi mereka di dalam struktur organisasi,
sejumlah keterampilan lebih penting pada posisi tertentu dibanding yang
lain.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 19
b) Konsep Mumford dan koleganya menghasilkan model kepemimpinan
berbasis keterampilan yang komprehensif (2000:12). Kecakapan
kepemimpinan dapat dikembangkan dari tahun ke tahun melalui
pendidikan dan pengalaman. Model ini memiliki lima komponen: (1)
kompetensi,(2) karakter individu, (3) hasil kepemimpinan, (4) pengalaman
karier, dan (5) pengaruh lingkungan. Lihat Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Tiga Komponen dari Model Kepemimpinan
Elemen Kompetensi Hasil Individual Kepemimpinan
Sumber: Mumford dan koleganya (2000:23).
Gambar 3.1 di atas menunjukkan bahwa Kompetensi merupakan
komponen kunci yang penting untuk kinerja yang efektif.
(1) Keterampilan pemecahan masalah adalah kemampuan kreatif
pemimpin untuk memecahkan masalah organisasi yang baru, tidak
biasa, dan tidak terdefinisi dengan baik.
Misal apabila anda adalah direktur SDM untuk perusahaan skala
menengah. Anda telah diberi informasi oleh presiden direktur bahwa
anda harus mengembangkan rencana untuk mengurangi biaya
perawatan kesehatan perusahaan, maka apa yang akan anda lakukan
adalah:
Pertama, anda mengidentifikasi konsekuensi total bagi karyawan, kalau perusahaan mengubah apa yang dicakup oleh asuransi kesehatan mereka. Apa dampak yang terjadi ?
Kemampuan Kognitif Umum
Kemampuan
Kognitif yg Konkret
Motivasi
Kepribadian
Keterampilan Pemecahan
Masalah
Keterampilan Penilaian Kondisi
Sosial
Pengetahuan
Pemecahan Masalah yang Efektif
Kinerja
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 20
Kedua, anda mengumpulkan informasi tentang cara mengurangi manfaat. Adalah perusahaan lain yang telah mencoba perubahan serupa, dan apakah hasil mereka ?
Ketiga, anda menemukan cara untuk mengajarkan dan menginformasikan kepada karyawan tentang perubahan yang diperlukan. Bagaimana anda bisa mengutarakan perubahan dalam cara yang dapat dipahami dengan jelas ?
Keempat, anda menciptakan scenario yang memungkinkan tentang cara memulai perubahan. Bagaimana rencana akan dideskripsikan?
Kelima, anda melihat dengan seksama solusi itu sendiri. Bagaimana penerapan perubahan ini akan memengaruhi misi organisasi dan karier anda ?
Keenam, apakah ada masalah di organisasi (missal peraturan serikat pekerja) yang akan memengaruhi penerapan perubahan ini ?
(2) Keterampilan penilaian kondisi sosial adalah kemampuan untuk
memahami orang-orang dan system social. Ini merupakan empati yang
diterapkan untuk pemecahan masalah.
(3) Pengetahuan adalah akumulasi informasi dan struktur pemikiran yang
digunakan untuk mengelola informasi itu.
Gambar 3.1 di atas menunjukkan bahwa Elemen Individual merupakan
komponen kunci yang penting untuk keterampilan dan pengetahuan
kepemimpinan.
(1) Kemampuan kognitif umum dapat dianggap sebagai kecerdasan
sesorang, mencakup pengolahan persepsi, pengolahan informasi,
keterampilan analisis umum, kapasitas pemikiran yang kreatif dan
beragam, serta kemampuan ingatan. Kemampuan kognitif umum
terkait dengan biologi, bukan pengalaman.
(2) Kemampuan kognitif yang konkret merupakan kemampuan
intelektual yang dipelajari/didapatkan antara lain melalui pengalaman.
(3) Motivasi merujuk pada keinginan pemimpin untuk memikul tanggung
jawab atas upaya meningkatkan seluruh manfaat manusia dan nilai
organisasi.
(4) Kepribadian memiliki dampak pada pengembangan keterampilan
kepemimpinan. Contoh: keterbukaan, toleransi terhadap ambiguitas,
keyakinan diri, kemampuan adaptasi, dll.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 21
Gambar 3.1 di atas menunjukkan bahwa Hasil Kepemimpinan
dipengaruhi oleh kompetensi pemimpin (keterampilan pemecahan
masalah, keterampilan penilaian social, dan pengetahuan).
(1) Pemecahan masalah yang efektif mencakup penciptaan solusi yang
bersifat logis, efektif, dan unik, dan hal itu di luar informasi yang
diberikan.
(2) Kinerja merefleksikan seberapa baik pemimpin telah melakukan
pekerjaannya.
4) Pengalaman karier dan pengaruh lingkungan
Gambar 3.2. Model Keterampilan dari Kepemimpinan
Elemen Kompetensi Hasil Individual Kepemimpinan
Pengalaman Karir
Pengaruh Lingkungan
Sumber: Mumford dan koleganya (2000:23).
Gambar 3.2 di atas menunjukkan bahwa pengalaman karier memiliki
dampak pada karakteristik dan kompetensi pemimpin untuk memecahkan
masalah yang kompleks. Sedangkan pengaruh lingkungan
menggambarkan faktor yang ada di luar kompetensi, karakteristik, dan
pengalaman pemimpin. Pengaruh lingkungan bisa bersifat internal maupun
eksternal. Internal mencakup teknologi, fasilitas, keahlian pengikut dan
komunikasi dalam organisasi. Eksternal mencakup masalah ekonomi,
politik, social, dan masalah bencana alam.
Kemampuan Kognitif Umum
Kemampuan
Kognitif yg Konkret
Motivasi
Kepribadian
Keterampilan Pemecahan
Masalah
Keterampilan Penilaian Kondisi
Sosial
Pengetahuan
Pemecahan Masalah yang Efektif
Kinerja
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 22
3.2. Bagaimana Pendekatan Keterampilan Berfungsi ?
1) Untuk pemimpin yang ada di tingkat bawah manajemen, keterampilan teknik
dan keterampilan hubungan manusia adalah yang terpenting.
2) Untuk pemimpin yang ada di tingkat menengah manajemen, keterampilan
teknik, keterampilan hubungan manusia, dan keterampilan konseptual adalah
yang terpenting.
3) Untuk pemimpin yang ada di tingkat atas manajemen, keterampilan hubungan
manusia dan keterampilan konseptual adalah yang terpenting.
3.3. Kekuatan Pendekatan Keterampilan
1) Penelitian terbaru menempatkan keterampilan sebagai inti dari kinerja
kepemimpinan yang efektif di semua tingkatan manajemen.
2) Tidak seperti kepribadian, keterampilan merupakan kompetensi yang bisa
dipelajari atau dikembangkan.
3) Pendekatan kepemimpinan memberi pandangan yang luas tentang dimensi dan
indicator kepemimpinan, yang tidak ditemukan di model lain.
3.4. Kritik Pendekatan Keterampilan
1) Cakupan pendekatan keterampilan tampaknya meluas hingga keluar dari
batasan kepemimpinan, seperti memasukkan motivasi, kepribadian dll.
2) Model keterampilan lemah dalam nilai analitis, seperti analisis terhadap
keterampilan penilaian social dan pemecahan masalah.
3) Model keterampilan disusun dengan menggunakan banyak contoh dari
anggota militer dan mengamati kinerja mereka di dinas ketentaraan, yang
belum tentu bisa digeneralisasikan ke populasi atau latar organisasi lain.
3.5. Penerapan Pendekatan Keterampilan
1) Pendekatan keterampilan tidak banyak digunakan di latar kepemimpinan
terapan. Tidak ada paket pelatihan yang didesain khusus untuk mengajari
orang keterampilan kepemimpinan dari pendekatan ini.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 23
2) Pendekatan keterampilan membantu untuk mengenali kekuatan dan
kelemahan dalam hal keterampilan teknis, manusia, dan konseptual.
3) Pendekatan keterampilan dapat digunakan di masa depan sebagai model untuk
desain program pengembangan kepemimpinan yang luas cakupannya, yang
memberi bukti untuk mengajarkan pemimpin aspek penting dari
mendengarkan, pemecahan masalah yang kreatif, keterampilan untuk
menangani konflik, dll.
3.6. Studi Kasus Pendekatan Keterampilan
“Suatu Tim Penelitian yang Dipaksakan” Dr. Adam Wood adalah peneliti utama pada penelitian yang didanai Negara senilai $1 juta dolar untuk waktu tiga tahun. Penelitian ini ditujukan untuk memelajari program pendidikan kesehatan bagi kaum manula, yang disebut Elder Care Project (ECP). Tidak seperti program sebelumnya, di mana Dr. Adam Wood bekerja sendirian atau dengan satu atau dua peneliti lain, di dalam proyek ini, Dr. Wood memiliki 11 kolega. Tim proyeknya terdiri dari dua peneliti-pembantu (para doctor), empat staf utama (bergelar S2), dan lima staf umum (bergelar S1). Setelah satu tahun melaksanakan proyek itu, terlihat jelas oleh Dr. Wood dan timnya bahwa proyek itu kekurangan dana dan memiliki terlalu sedikit sumber daya. Anggota tim menghabiskan waktu 20-30% lebih banyak daripada biaya yang telah dianggarkan untuk mereka. Terlepas dari masalah kekurangan sumber data, semua anggota tim tetap setia untuk melakukan proyek itu. Mereka percaya terhadap tujuan proyek dan manfaat proyek tersebut. Dr. Wood terkenal di seluruh penjuru negeri sebagai akademisi hebat di bidang penelitian pendidikan kesehatan. Dia seringkali diminta untuk membantu di dewan penasihat dan analisis nasional. Catatan publikasinya banyak. Selain itu, kolega di universitas mengenal Dr. Wood sebagai peneliti yang sangat cakap. Orang dating ke Dr. Wood untuk meminta saran tentang desain penelitian dan pertanyaan metodologi. Mereka juga datang kepadanya untuk bertanya tentang perumusan teoritis. Dia memiliki reputasi sebagai seseorang yang bisa melihat proyek penelitian sebagai suatu gambaran besar. Terlepas dari kompetensi penelitiannya, ada masalah pada tim penelitian Dr. Wood. Dr. Wood khawatir, ada pekerjaan besar yang harus diselesaikan, tetapi anggota tim tidak meluangkan waktu yang cukup untuk ECP. Dia merasa frustasi, karena banyak tugas penelitian harian dari proyek itu harus dia kerjakan sendiri. Dia memasuki rapat penelitian, melemparkan buku catatannya ke atas meja, dan berkata, “Saya berharap saya tidak pernah menerima proyek ini. Proyek ini menghabiskan sangat banyak waktu saya. Anda semua tidak mengerjakan bagian tugas anda dengan adil.” Anggota tim merasa marah dengan komentar Dr. Wood. Walaupun mereka menghargai kompetensinya, mereka mendapati gaya kepemimpinannya menyedihkan. Komentar negatifnya di
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 24
rapat staf memiliki dampak yang menurunkan semangat tim penelitian. Terlepas dari kerja keras mereka dan kesetiaan mereka pada proyek, Dr. Wood jarang memuji upaya mereka. Anggota tim percaya, mereka telah menghabiskan lebih banyak waktu daripada yang semula direncanakan pada proyek itu, dan telah menerima pujian atau bayaran kurang dari yang diharapkan. Proyek itu telah menyedot banyak energy staf, tetapi Dr. Wood tidak tampak memahami tekanan yang dihadapi stafnya. Staf penelitian mulai merasa kelelahan, tetapi anggota penelitian menyadari bahwa mereka perlu terus mencoba karena mereka telah diberi tenggat waktu dari pemerintah untuk menyelesaikan proyek tersebut. Tim perlu membuat selebaran bagi peserta di ECP, tetapi selebaran itu membutuhkan biaya yang jauh lebih besar daripada yang dianggarkan di dalam dana hibah itu. Dr. Wood sangat ahli dalam mencari sumber dana di mana mereka bisa menemukan sedikit uang untuk membantu menutupi biaya itu. Walaupun anggota tim senang bahwa dia mampu mendapatkan uang, mereka yakin, dia akan menggunakan hal itu hanya sebagai contoh lain bahwa dialah yang paling banyak bekerja di proyek itu. Pertanyaan: 1) Dengan didasarkan pada pendekatan keterampilan, bagaimana anda menilai
kepemimpinan Dr. Wood dan hubungannya dengan anggota tim ECP ? Akankah proyek itu sukses ?
2) Apakah Dr. Wood memiliki keterampilan yang diperlukan untuk menjadi pemimpin yang efektif di tim penelitian ini ?
3) Model keterampilan menggambarkan tiga kompetensi penting untuk pemimpin: keterampilan pemecahan masalah, keterampilan penilaian social, dan pengetahuan. Bila anda akan melatih Dr. Wood untuk menggunakan model ini, kompetensi apakah yang akan anda bicarakan dengan dia ? Apakah perubahan yang anda sarankan untuk dia buat di dalam kepemimpinan ?
REFERENSI
Bass, B.M. (1990). Bass dan Stogdill’s Handbook of Leadership: A Survey of Theory and Research. New York: Free Press.
Connely, M.S., Gilbert, J.A, Zaccaro, S.J., Threfall, K.V., Marks, M.A., & Mumford, M.D (2000). Exploring the Relationship of Leadership Skills and Knowledge to Leader Performance. Leadership Quarterly.
Katz, R.L. (1955). Skill of An Effective Administrator. Harvard Business Review.
Mumford, M.D., Zaccaro, S.J., Harding, F.D., Jacobs, T.O., Fleishman, E.A (2000). Leadership Skills for A Changing World: Solving Complex Social Problems. Leadership Quarterly.
Jago, A.G. (1982). Leadership: Perspectives in Theory and Research. Management Science.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 25
Northouse, Peter G. (2013). Leadership: Theory and Practice. 6th Edition. California: Sage.
Zaccaro, S.J. (2007). Trait-Based Perspectives of Leadership. American Psychologist.
Zaccaro, S.J., Gilbert, J., Thor, K.K., Mumford, M.D. (1991). Leadership and Social Intelligence: Linking Social Perceptiveness and Behavioral Flexibility to Leader Effectiveness. Leadership Quarterly.
Zaccaro, S.J., Mumford, M.D., Marks, M.A., Gilbert, J.A. (2000). Assessment of Leader Problem-Solving Capabilities. Leadership Quarterly.
Zaleznik, A. (1977). Managers and Leaders: Are They Different?. Harvard Business Review.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 26
BAB IV
PENDEKATAN GAYA
4.1. Deskripsi
1) Pendekatan gaya menekankan perilaku pemimpin. Ini membedakannya dari
pendekatan sifat yang menekankan pada karakteristik kepribadian pemimpin,
dan pendekatan keterampilan yang menekankan pada kecakapan pemimpin.
2) Pendekatan gaya terutama berfokus pada apa yang dilakukan pemimpin dan
bagaimana mereka bertindak.
3) Peneliti yang mempelajari pendekatan gaya menyatakan bahwa
kepemimpinan dibentuk dari dua jenis perilaku umum: a) perilaku tugas dan
b) perilaku hubungan. Perilaku tugas membantu anggota kelompok mencapai
tujuan. Perilaku hubungan membantu pengikut merasa nyaman dengan diri
mereka sendiri, dengan orang lain, dan dengan situasi di mana mereka berada.
Tujuan semuanya adalah memengaruhi pengikut dalam upaya mereka
mencapai tujuan.
4) Sejumlah penelitian awal tentang pendekatan gaya kepemimpinan dilakukan
di akhir tahun 1940-an.
a) Penelitian Negara Bagian Ohio. Sekelompok peneliti percaya bahwa hasil dari studi kepemimpinan sebagai karakter kepribadian tampak tak berguna, dan memutuskan untuk menganalisis bagaimana individu bertindak ketika mereka memimpin suatu kelompok atau organisasi. Dalam kajiannya, pemimpin yang memberi struktur untuk pengikut dan pemimpin yang mengembangkan pengikut secara simultan, menunjukkan bentuk terbaik kepemimpinan dibandingkan secara sendiri-sendiri (Stogdill, 1963).
b) Penelitian University of Michigan. Peneliti menganalisis perilaku kepemimpinan dengan member perhatian khusus pada dampak perilaku pemimpin pada kinerja kelompok kecil (Cartwright & Zander, 1960; Katz & Kahn, 1951; Likert, 1967). Terdapat dua jenis perilaku kepemimpinan: a) orientasi karyawan, dan b) orientasi produk. Orientasi karyawan adalah perilaku pemimpin yang mendekati pengikut dengan penekanan hubungan antar-manusia yang kuat. Orientasi produksi mengandung perilaku kepemimpinan yang menekankan aspek teknis dan produksi dari
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 27
suatu pekerjaan, di mana pekerja dilihat sebagai alat untuk menyelesaikan pekerjaan (Bower dan Seashore, 1966).
5) Mungkin, model perilaku manajerial yang paling dikenal adalam Managerial
Grid, yang pertama muncul di awal tahun 1960-an, dan telah diperbaiki serta
disempurnakan berulang kali (Blake & McCanse, 1991). Model ini telah
digunakan secara luas di dalam pelatihan dan pengembangan organisasi.
Managerial Grid atau Leadership Grid didesain untuk menjelaskan
bagaimana pemimpin membantu organisasi untuk mencapai tujuan mereka
melalui dua faktor: a) perhatian pada produksi, dan b) perhatian kepada
orang. Perhatian pada produksi mencakup aktivitas keputusan kebijakan,
pengembangan produk baru, jumlah penjualan, dll. Perhatian pada orang
mencakup membangun komitmen organisasi dan kepercayaan, member
kondisi kerja yang bagus, mempertahankan struktur gaji yang adil, dll.
4.2. Bagaimana Pendekatan Gaya Berfungsi ?
1) Pendekatan gaya memberi sebuah kerangka kerja u/ menilai kepemimpinan
dalam cara yang luas, seperti perilaku dengan dimensi tugas dan hubungan.
2) Pendekatan gaya berfungsi tidak dengan memberi tahu pemimpin cara untuk
berperilaku, tetapi dengan mendeskripsikan komponen utama dari perilaku
mereka.
3) Prof. Smith datang ke kelas, memperkenalkan dirinya, mencatat kehadiran
para siswanya, membahas apa yang ada dalam silabus, menjelaskan tugas
pertamanya, dan membubarkan kelas. Apa yang dilakukan Prof. Smith dapat
disebut perilaku tugas. Sedangkan Prof. Jones datang ke kelas, setelah
memperkenalkan diri serta membagikan silabus, mencoba membantu siswa
saling mengenal, peminatannya, dan aktivitas nonakademis kesukaannya. Apa
yang dilakukan Prof. Jones dapat disebut perilaku hubungan.
4.3. Kekuatan Pendekatan Gaya
1) Pendekatan gaya menawarkan pendekatan yang dapat diterapkan untuk
memahami proses kepemimpinan.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 28
2) Pendekatan gaya bersifat empiris, di mana pemimpin bisa belajar banyak hal
tentang diri mereka dan bagaimana mereka menghadapi orang lain, dengan
mencoba melihat perilaku mereka dalam dimensi tugas dan hubungan.
4.4. Kritik Pendekatan Gaya
1) Pendekatan gaya tidak cukup menunjukkan bagaimana gaya pemimpin
dikaitkan dengan hasil kinerja (Bryman, 1992; dan Yukl, 1994). Yukl
mengatakan bahwa, “Pemimpin yang peduli memiliki pengikut yang lebih
puas.”
2) Pendekatan gaya gagal untuk menemukan gaya kepemimpinan universal yang
bisa efektif di dalam hampir setiap situasi.
3) Gaya kepemimpinan yang paling efektif adalah gaya tinggi-tinggi (yaitu tugas
tinggi dan hubungan tinggi), meskipun demikian tetap tidak jelas dalam
penerapannya pada situasi tertentu dalam organisasi.
4.5. Penerapan Pendekatan Gaya
1) Pendekatan gaya bisa diterapkan dengan mudah dalam latar kepemimpinan
yang ada. Pendekatan gaya memberi cermin bagi manajer yang berguna dalam
menjawab pertanyaan yang sering kali dilakukan, “Seberapa baik saya
menjadi pemimpin?”
2) Banyak pelatihan dan program pengembangan kepemimpinan di seluruh
Negara disusun sesuai dengan pendekatan gaya, yang menilai perilaku tugas
dan hubungan mereka terhadap pengikut, antara lain melalui kuisioner.
4.6. Studi Kasus Pendekatan Gaya
“Makan Siang Sambil Berdiri” Susan Parks adalah manajer dan salah seorang pemilik Marathon Sport, suatu tokok peralatan atletik yang mengkhususkan diri pada sepatu lari dan aksesori. Took itu mempekerjakan 10 orang karyawan, banyak dari mereka merupakan mahasiswa yang bekerja paruh waktu di hari kerja dan purna waktu di akhir pecan. Marathon Sport adalah satu-satunya toko jenis ini di kota pelajar dengan
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 29
populasi sekitar 125000 orang. Data penjualan tahunan untuk toko telah menunjukkan pertumbuhan 15% setiap tahun. Susan memiliki banyak hal yang telah dia investasikan di toko ini, dan dia bekerja sangat keras untuk memastikan bahwa toko itu terus mempertahankan reputasinya dan pola pertumbuhannya. Dia bekerja 50 jam per minggu di toko, di mana dia melakukan banyak fungsi, termasuk sebagai tenaga pembelian, pembuat jadwal, pelatih, pembuat rencana, dan tenaga penjual. Susan selalu sibuk. Ada gosip yang beredar bahwa dia makan siang sambil berdiri. Reaksi karyawan kepada Susan beragam dan kuat. Sejumlah orang menyukai gayanya, dan yang lain tidak. Mereka yang menyukai gayanya berbicara tentang betapa efisien dan rapinya toko ini ketika dia bertugas. Susan membuat tugas dan tujuan untuk semua orang secara sangat jelas. Dia membuat semua orang terus sibuk. Ketika mereka pulang di malam hari, mereka merasa seolah-olah telah menyelesaikan sesuatu. Mereka senang bekerja untuk Susan karena dia tahu apa yang dia lakukan. Mereka yang tidak menyukai gayanya mengeluh bahwa dia terlalu ambisius. Seolah-olah, tujuannya di toko semata-mata hanya untuk menyelesaikan pekerjaan. Dia jarang, bila pernah, beristirahat atau berbincang ringan dengan stafnya. Orang-orang ini mengatakan, Susan cukup sulit bergaul. Sebagai hasilnya, tidak terlalu menyenangkan bekerja di Marathon Sport. Susan mulai merasakan bahwa karyawan memiliki beragam reaksi atas gaya kepemimpinannya. Ini mengganggu dia, tetapi dia tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan itu. Selain pekerjaan dia di toko, Susan berusaha keras untuk menjadi istri dan ibu yang baik dari tiga anaknya. Pertanyaan: 1) Menurut pendekatan gaya, bagaimana anda menggambarkan kepemimpinan
Susan ? 2) Mengapa gaya kepemimpinannya menciptakan reaksi yang jelas seperti itu
dari pengikutnya ? 3) Apakah anda pikir, dia seharusnya mengubah gayanya ? 4) Akankah dia efektif bila dia berubah ?
REFERENSI
Blake, R.R., & McCanse, A.A (1991). Leadership Dilemmas: Grid Solutions. Houston, TX: Gulf Publishing Company.
Blake, R.R,. & Mouton, J.S (1978). The New Managerial Grid. Houston, TX: Gulf Publishing Company.
Bowers, D.G. & Seashore, S.E (1985). Predicting Organizational Effectiveness with A Four-Factor Theory of Leadership. Administrative Science Quarterly.
Bryman, A. (1992). Charisma and Leadership in Organizations. London: Sage.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 30
Cartwright, D, & Zander, A. (1960). Group Dynamics Research and Theory. Evanston, II: Row, Peterson.
Hemphill, D.K., & Coons, A.E. (1957). Development of The Leader Behavior Description Questionnaire. Columbus: Ohio State University, Bureau of Business Research.
Kahn, R.L. (1956). The Prediction of Productivity. Journal od Social Issues.
Katz, S, & Kahn, R.L. (1951). Human Organization and Worker Motivation. Madison, WI: Industrial Relations Research Association.
Likert, R. (1961). New Patterns of Management. New York: McGraw-Hill.
_____, (1967). The Human Organization: Its Management and Value. New York: McGraw-Hill.
Northouse, Peter G. (2013). Leadership: Theory and Practice. 6th Edition. California: Sage.
Stogdill, R.M. (1974). Handbook of Leadership: A Survey of Theory and Research. New York: Free Press.
_____, (1963). Manual for The Leader Behavior Description Questionnaire Form XII. Columbus: Ohio State University, Bureau of Business Research.
Yukl, G. (1994). Leadership in Organizations (ed. 3). Engelwood Cliffs, NJ: Prentice Hall.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 31
BAB V
PENDEKATAN SITUASIONAL
5.1. Deskripsi
1) Pendekatan situasional merupakan salah satu pendekatan kepemimpinan yang
paling diakui, yang dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard (1969) dengan
didasarkan pada Reddin (1967) teori gaya manajemen 3D.
2) Pendekatan situasional telah digunakan secara luas di pelatihan dan
pengembangan kepemimpinan organisasi.
3) Kepemimpinan situasional berfokus pada kepemimpinan pada situasi di
sekitar pemimpin. Prinsip teori ini adalah situasi yang berbeda menuntut jenis
kepemimpinan yang berbeda. Sehingga untuk menjadi pemimpin yang efektif,
seseorang harus menyesuaikan gaya dia dengan tuntutan dari situasi yang
berbeda.
4) Kepemimpinan situasional menekankan bahwa kepemimpinan terdiri dari a)
dimensi perintah dan b) pemberian dukungan. Masing-masing dimensi
diterapkan secara tepat di situasi tertentu. Untuk itu, seorang pemimpin harus
mengevaluasi karyawannya dan menilai seberapa cakap dan setianya mereka,
untuk melaksanakan tugas yang diberikan.
5) Inti dari kepemimpinan situasional menuntut pemimpin untuk menyesuaikan
gaya mereka ke kecakapan dan komitmen pengikut. Pemimpin yang efektif
adalah mereka yang bisa mengetahui apa yang dibutuhkan karyawan, serta
menyesuaikan gaya mereka untuk bisa memenuhi kebutuhan itu.
6) Gambar 5.1 berikut ini adalah pendekatan situasional yang dikembangkan
oleh Blanchard (1985) yang disebut sebagai Model Kepemimpinan Situasional
II (SLII). Model ini adalah perluasan dan penyempurnaan dari model
kepemiminan situasional awal yang dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard
(1969).
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 32
Gambar 5.1 : Kepemimpinan Situasional II (SLII)
EMPAT GAYA KEPEMIMPINAN (Tinggi) (Rendah) Perilaku Perintah (Tinggi) Tinggi Sedang Rendah Maju Berkembang
TINGKAT PERKEMBANGAN PENGIKUT
Sumber: K. Blanchard, P. Zigami, dan D. Zigami (1985).
Penjelasan:
a) GAYA KEPEMIMPINAN
Gaya kepemimpinan mengandung pola perilaku dari seseorang yang
mencoba untuk memengaruhi orang lain. Hal itu mencakup perilaku
perintah (tugas) dan perilaku pemberi dukungan (hubungan). Perilaku
perintah menjelaskan, sering kali dengan komunikasi satu arah, apa yang
perlu dilakukan, bagaimana hal itu dilaksanakan, dan siapa yang
Per
ilak
u pe
mbe
rian
duk
ung
an
Perilaku perintah Perilaku perintah rendah, dan perilaku dan pemberian pemberian dukungan dukungan tinggi tinggi S3 S2 S4 S1 Perilaku perintah Perilaku perintah dan pemberian tinggi dan perilaku dukungan rendah pemberian dukungan rendah
D4 D3 D2 D1
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 33
bertanggung jawab melakukan itu. Perilaku pemberi dukungan membantu
anggota kelompok merasa nyaman tentang diri mereka, rekan kerja
mereka, serta situasi (melibatkan komunikasi dua arah)
Gaya kepemimpinan dikelompokkan ke dalam empat kategori yang
berbeda dari perilaku perintah dan perilaku pemberian dukungan.
Gaya pertama (S1) adalah gaya perintah tinggi-pemberian dukungan rendah, yang juga disebut gaya memerintah.
Gaya kedua (S2) disebut sebagai pendekatan pelatihan dan gaya perintah tinggi dan pemberian dukungan tinggi.
Gaya ketiga (S3) adalah pendekatan yang mendukung. S3 menuntut pemimpin untuk mengambil gaya pemberi dukungan tinggi dan gaya perintah rendah.
Gaya keempat (S4) disebut sebagai gaya perintah dan gaya pemberi dukungan rendah atau pendekatan pendelegasian. Seorang pemimpin yang menggunakan gaya S4 mengontrol pengikut dan menahan diri untuk tidak ikut campur dengan memberi dukungan social yang tidak perlu, guna pengikut bertanggung jawab atas penyelesaian pekerjaan.
b) TINGKAT PERKEMBANGAN
Tingkat perkembangan adalah tingkatan di mana pengikut memiliki
kompetensi dan komitmen yang penting untuk mencapai tugas atau
aktivitas tertentu (Blanchard et al, 1985). Ini mengindikasikan apakah
seseorang menguasai keterampilan untuk melakukan tugas tertentu dan
apakah orang itu telah mengembangkan sikap yang positif terkait dengan
tugas (Blanchard et al, 1993).
Karyawan ada di tingkat perkembangan yang tinggi apabila mereka tertarik dan yakin dengan pekerjaan mereka dan tahu cara melakukan tugasnya.
Karyawan ada di tingkat perkembangan yang rendah apabila mereka memiliki sedikit keterampilan untuk melaksanakan tugas, tetapi percaya bahwa mereka memiliki motivasi atau keyakinan untuk menyelesaikan pekerjaan.
Karyawan bisa dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu D1, D2, D3,
dan D4.
Karyawan D1 rendah dalam kompetensi dan tinggi dalam komitmen. Mereka baru untuk tugas dan tidak tahu dengan pasti cara melakukan itu, tetapi mereka senang dengan tantangan tugas itu.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 34
Karyawan D2 digambarkan sebagai orang yang memiliki sejumlah kompetensi tetapi memiliki komitmen yang rendah.
Karyawan D3 menggambarkan karyawan yang memiliki kompetensi sedang hingga tinggi, tetapi tidak memiliki komitmen.
Karyawan D4 adalah karyawan dengan pengembangan tertinggi. Dia memiliki kompetensi dan komitmen yang tinggi untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
5.2. Bagaimana Pendekatan Situasional Berfungsi ?
1) Pendekatan situasional dibentuk oleh ide bahwa karyawan bergerak maju dan
mundur di sepanjang kontinum pengembangan, yang menggambarkan
kompetensi dan komitmen relative pengikut. Agar seorang pemimpin efektif,
penting kalau mereka menentukan posisi pengikut di dalam kontinum dan
mengadaptasikan gaya kepemimpinan mereka, sehingga mereka bisa langsung
menyesuaikan gaya mereka ke tingkat perkembangan itu.
2) Di dalam situasi tertentu, tugas pertama bagi pemimpin adalah menentukan
karakter situasi. Pertanyaan seperti berikut harus dijawab:
Apa tugas yang diminta untuk dilakukan pengikut ? Seberapa rumitkah tugas itu ? Apakah pengikut memiliki cukup keterampilan untuk menyelesaikan tugas
itu ? Apakah mereka memiliki hasrat untuk menyelesaikan pekerjaan begitu
mereka memulai itu ?
Jawaban terhadap pertanyaan ini akan membantu pemimpin mengenali secara
tepat tingkat perkembangan yang tepat, di mana pengikut mereka bisa bekerja
dengan efektif.
3) Setelah mengidentifikasi tingkat perkembangan yang benar, tugas kedua bagi
pemimpin adalah mengadaptasi gayanya untuk gaya kepemimpinan yang
ditampilkan di Model SLII.
5.3. Kekuatan Pendekatan Situasional
1) Kepemimpinan situasional terkenal dan sering kali digunakan untuk pelatihan
pemimpin di dalam organisasi.
2) Pendekatan situasional bersifat pragmatis, artinya mudah dipahami, dapat
digunakan secara naluriah, dan mudah diterapkan dalam beragam latar.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 35
3) Kepemimpinan situasional adalah nilai yang pasti. Pendekatan situasional
member tahu anda apa yang seharusnya anda lakukan dan seharusnya tidak
anda lakukan dalam beragam konteks.
4) Kepemimpinan situasional menekankan fleksibilitas pemimpin (Graeff, 1983
dan Yukl, 1989). Pemimpin tidak memimpin dengan menggunakan suatu gaya
tunggal. Mereka harus bersedia untuk mengubah gaya mereka guna memenuhi
tuntutan situasi.
5) Kepemimpinan situasional mengingatkan kita untuk memperlakukan setiap
pengikut secara berbeda, berdasarkan tugas yang sedang dikerjakan dan
mencari peluang untuk membantu pengikut belajar keterampilan baru dan
menjadi lebih percaya diri dalam melakukan pekerjaan mereka (Fernandez &
Vecchio, 1997, dan Yukl, 1998). Secara keseluruhan, pendekatan ini
menekankan bahwa pengikut memiliki kebutuhan yang unik, dan patut
mendapatkan bantuan kita dalam usaha meningkatkan kinerja mereka.
5.4. Kritik Pendekatan Situasional
1) Hanya sedikit kajian penelitian pendekatan situasional dipublikasikan,
sehingga menimbulkan keterbatasan dasar teoritis.
2) Pendekatan situasional gagal untuk menjelaskan bagaimana karakteristik
demografis (missal, pendidikan, pengalaman, usia, dan gender) memengaruhi
rekomendasi atasan-pengikut dari model itu.
5.5. Penerapan Pendekatan Situasional
1) Kepemimpinan situasional digunakan dalam pemberian konsultasi karena hal
itu adalah pendekatan yang mudah untuk diterapkan dan didefinisikan. Sifat
kepemimpinan situasional yang sederhana membuat hal itu mudah digunakan
oleh manajer.
2) Prinsip dari pendekatan ini bisa digunakan di banyak tingkatan yang berbeda
di organisasi.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 36
3) Kepemimpinan situasional diterapkan selama tahap awal dari suatu proyek
ketika pembentukan ide itu penting, dan selama beragam fase proyek yang
berurutan, ketika masalah penerapan menjadi hal yang penting.
4) Kepemimpinan situasional bisa diukur dengan kuisioner yang menyediakan
informasi tentang kemampuan diagnosis, fleksibilitas, dan keefektifan
pemimpin.
5.6. Kasus Situasi: Kepemimpinan Situasional
1) Situasi 1 Karena pembatasan anggaran yang diterapkan departemen Anda, penting untuk melakukan konsolidasi. Anda terpikir untuk meminta anggota yang sangat cakap dan berpengalaman dari departemen Anda untuk memimpin penggabungan ini. Orang ini bekerja di semua bidang dalam departemen Anda, dan mendapat kepercayaan serta dihargai banyak staf. Dia bersedia untuk membantu konsolidasi ini. A. Menugaskan proyek itu kepadanya dan membiarkan dia memutuskan cara
untuk menyelesaikannya. B. Menugaskan proyek itu kepadanya, memberitahu dia secara rinci apa yang
harus diberitahukan, dan mengawasi kerjanya secara seksama. C. Menugaskan proyek itu kepadanya serta memberi dukungan serta
dorongan ketika diperlukan. D. Menugaskan proyek itu kepadanya dan memberitahukan dengan rinci apa
yang perlu dilakukan tetapi memastikan bahwa Anda menerima sarannya. Tingkat Perkembangan ___________ Tindakan __________ Jawab: Situasi I dalam kuisioner singkat menggambarkan masalah yang umum dihadapi oleh organisasi selama penyusutan: kebutuhan untuk konsolidasi. Di dalam situasi khusus ini, pemimpin telah mengetahui seseorang yang tampak sangat cakap, berpengalaman, dan memiliki motivasi untuk memimpin proyek penyusutan. Menurut model SLII, orang ini ada di Tingkat perkembangan 4, yang memerlukan pendekatan mendelegasikan. Dari empat alternative respon, respon A, “Tugaskan proyek kepadanya dan biarkan dia menentukan cara mencapai itu” adalah respon yang paling menggambarkan gaya mendelegasikan (S4): kepemimpinan pemberian dukungan rendah-perintah rendah.
2) Situasi 2 Anda baru-baru ini menjadi kepala departemen dari kantor wilayah baru. Dalam rangka mengenal staf Anda, Anda memperhatikan bahwa salah satu dari karyawan Anda yang tidak berpengalaman tak memahami tugas yang
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 37
dibebankan kepadanya. Dia antusias dengan pekerjaan barunya dan ingin maji di dalam organisasi. A. Bicarakan ketidakpahamannya dengan dia dan pelajari cara lain untuk bisa
memecahkan masalah ini. B. Jelaskan apa yang harus dia lakukan untuk menyelesaikan tugas ini tetapi
terima saran apa pun yang dia miliki. C. Tetapkan langkah terpenting bagi dia untuk menyelesaikan tugas yang
dibebankan kepadanya dan sering kali memantau kinerjanya. D. Biarkan di tahu tentang ketidaktahuan yang dia miliki dan beri dia lebih
banyak waktu untuk meningkatkan kinerjanya. Tingkat Perkembangan ___________ Tindakan __________ Jawab: Situasi 2 menggambarkan masalah yang sudah dikenal oleh pemimpin di semua tingkatan di hampir semua organisasi: ketidaktahuan karyawan yang antusias. Di dalam contoh tersebut, karyawan berada di Tingkat perkembangan I karena dia tidak memiliki pengalaman untuk melakukan pekerjaan walaupun dia sangat termotivasi untuk sukses. Pendekatan SLII merekomendasikan kepemimpinan memerintah (S1) untuk karyawan jenis ini. Dia perlu diberitahu kapan dan bagaimana melakukan tugasnya. Setelah dia diberi perintah, kinerjnya seharusnya diawasi dengan seksama. Respon yang tepat adalah C, “Tetapkan langkah yang penting bagi dia untuk menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya dan sering kali memantau kinerjanya.”
3) Situasi 3 Karena unit proyek baru dan sangat penting, untuk 3 bulan terakhir, Anda harus memastikan bahwa anggota staf Anda memahami tanggung jawab mereka dan tingkat kinerja yang diharapkan. Anda harus mengawasi mereka dengan seksama. Karena kegagalan sejumlah proyek akhir-akhir ini, anggota staf Anda menjadi agak kecewa. Semangat mereka turun, dan demikian pula dengan kinerja mereka. A. Terus mengawasi secara langsung dan dengan seksama kinerja mereka. B. Memberi anggota kelompok lebih banyak waktu untuk mengatasi
kegagalan tetapi sesekali periksalah kemajuan mereka. C. Tetap definisikan aktivitas kelompok tetapi libatkan anggota kelompok ke
dalam pembuatan keputusan dan terimalah ide mereka. D. Berpartisipasi dalam aktivitas pemecahan masalah mereka dan dukung
upaya mereka untuk mengatasi kegagalan proyek. Tingkat Perkembangan ___________ Tindakan __________ Jawab: Situasi 3 menggambarkan situasi yang sangat berbeda. Di dalam situasi ini, karyawan tampak telah mengembangkan sejumlah pengalaman dan pemahanan tentang apa yang diperlukan dari mereka, tetapi mereka telah
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 38
kehilangan sejumlah motivasi untuk menyelesaikan tugas. Kinerja dan komitmen mereka telah hilang karena kegagalan baru-baru ini, walaupun pemimpin telah mengarahkan mereka dengan seksama. Menurut SLII, respon yang tepat untuk pemimpin adalah mengganti ke gaya kepemimpinan melatih yang mendukung (S2). Respon tindakan yang merefleksikan gaya tersebut adalah C, “Tetap definisikan aktivitas kelompok, tetapi libatkan anggota kelompok ke dalam pembuatan keputusan dan terimalah ide mereka.”
4) Situasi 4 Sebagai direktur departemen penjualan, Anda telah meminta staf Anda untuk bertanggung jawab atas kampanye penjualan baru. Anda telah bekerja dengan orang ini di kampanye penjualan yang lain, dan Anda tahu bahwa dia memiliki pengetahuan akan pekerjaan dan pengalaman yang diperlukan untuk bisa sukses di tugas barunya ini. Tetapi, dia tampak agak tidak yakin dengan kemampuan dia untuk melakukan pekerjaan itu. A. Tugaskan kampanye penjualan baru kepadanya dan biarkan dia bekerja
sendiri. B. Tetapkan tujuan dan sasaran untuk tugas barunya tetapi pertimbangkan
sarannya dan libatkan dia dalam pengambilan keputusan. C. Dengarkan kekhawatirannya tetapi yakinkan dia bahwa dia bisa
melakukan pekerjaan ini dan dukung upayanya. D. Beri tahu dia secara pasti apa yang disampaikan kampanye baru itu dan
apa yang Anda harapkan dari dia, serta awasi kinerjanya dengan seksama. Tingkat Perkembangan ___________ Tindakan __________ Jawab: Situasi 4 menggambarkan sejumlah kekhawatiran yang muncul saat seorang direktur berusaha mencari orang yang tepat untuk memimpin kampanye penjualan yang baru. Orang yang diidentifikasi untuk posisi itu jelas-jelas memiliki keterampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan baru dengan kampanye penjualan baru, tetapi dia tampak tidak yakin dengan kemampuannya sendiri. Di dalam konteks ini, SLII menyarankan agar direktur itu menggunakan gaya mendukung (S3), yang konsisten dengan aktivitas memimpin karyawan yang cakap tetapi tidak memiliki keyakinan diri tertentu. Suatu gaya yang mendukung ditampilkan oleh respon tindakan C, “Dengarkan kekhawatirannya tetapi yakinkan dia, bahwa dia mampu melakukan pekerjaan ini dan dukung upayanya.”
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 39
5.7. Studi Kasus II : Pendekatan Situasional
“Apakah Gaya yang Saya Gunakan” Bruce Cannon adalah pemilik perusahaan plastic kecil yang telah berusia 5 tahun dan mempekerjakan sekitar 20 orang. Perusahaan terdiri dari tiga bidang: teknik, penjualan, dan produksi. Untuk setiap bidang, ada seorang manajer. Rick Nakano adalah kepala kru teknik. Dia adalah ahli teknik yang telah berpengalaman serta merupakan karyawan tertua di perusahaan (dia berusia 55 tahun). Rick dipekerjakan karena kemampuan dan pengalamannya dalam bidang teknik. Sebelum bergabung dengan perusahaan, Rick telah bekerja selama 20 tahun sebagai ahli teknik untuk Ford Motor Company. Teman kerjanya melihat dia sebagai orang yang sangat kompeten, memiliki emosi yang stabil, dan peduli dengan perusahaan. Rich telah menghabiskan waktunya dalam minggu-minggu terakhir untuk mengembangkan rencana jangka panjang untuk perusahaan. Tujuannya adalah mengembangkan model kreatif untuk membuat keputusan tentang pengeluaran di masa depan baik pengeluaran material, peralatan, pengembanan pabrik, dan karyawan. Rick merasa senang dengan cara manajemen puncak bereaksi terhadap naskah awal rencananya. Beth Edward adalah kepala tenaga penjualan yang merupakan unit terkecil di dalam perusahaan. Beth adalah karyawan yang baru saja dipekerjakan di perusahaan ini. Dia telah memiliki 15 tahun pengalaman penjualan di bidang produk yang berbeda. Rekan kerja Beth melihat dia sebagai orang yang memiliki motivasi tinggi tetapi tidak terlalu memiliki pengetahuan tentang produk perusahaan. Tujuan Beth adalah untuk meningkatkan penjualan tahunan perusahaan sekitar 30%. Tetapi, catatan penjualan di empat bulan pertama mengindikasikan bahwa tingkat pertumbuhan hanya sekitar 2%. Walaupun Beth telah bekerja keras sejak dia bekerja di situ, dalam minggu-minggu terakhir terjadi masalah di departemennya. Staf penjualannya berbicara tentang seberapa sedikitnya dia mengetahui tentang industry plastic. Di dalam diskusi tentang produk baru, Beth sering kali bingung. Selain itu, dia mengalami kesulitan untuk menggambarkan kapabilitas perusahaan kepada pelanggan karena dia tidak benar-benar memahami cara kerja jenis perusahaan plastic seperti ini. Steve Lynch adalah manajer produksi dan telah bersama perusahaan sejak perusahaan didirikan. Steve mulai bekerja sejak lulus dari SMA, bekerja di lini produksi ini, dan mendapat promosi sebagai hasil kerja kerasnya. Tujuannya adalah untuk menyederhanakan proses produksi dan mengurangi biaya sebesar 10%. Dia agak takut dengan peran barunya sebagai manajer produksi. Sebenarnya, Steve itu takut bahwa dia akan gagal sebagai manajer. Dia tidak tahun apakah dia siap untuk diandalkan oleh orang lain padahal dia selalu menjadi orang yang tergantung pada orang lain. Pemilik, Bruce, memiliki keyakinan yang besar kepada Steve. Bruce telah melakukan sejumlah pertemuan dengan dia untuk menjelaskan perannya dan terus meyakinkan Steve bahwa dia bisa melakukan
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 40
pekerjaan itu. Dia merasa yakin bahwa Steve akan menjadi manajer produksi yang luar biasa. Bruce bertemu setiap minggu dengan masing-masing manajernya untuk berbicara tentang seberapa sesuai kelompok mereka dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan. Di dalam pertemuan mingguannya yang akan datang. Dia ingin membicarakan dengan mereka prosedur apa yang bisa mereka terapkan di dalam departemennya untuk meningkatkan kinerja jangka panjang mereka. Bruce bertanya-tanya, bagaimana dia seharusnya menangani masing-masing manajernya. Pertanyaan: 1) Menurut asumsi dasar dari kepemimpinan situasional, di manakah anda akan
menempatkan tiga manajer itu dalam kaitannya dengan tingkat perkembangan dalam model SLII ?
2) Bila anda adalah Bruce, akankah anda memperlakukan ketiga manajernya secara sama ?
3) Pertemuan mana yang menjadi paling sulit bagi anda, dan mana yang termudah ? Mengapa ?
REFERENSI
Bass, B.M. (1990). Bass dan Stogdill’s Handbook of Leadership: A Survey of Theory and Research. New York: Free Press.
Blanchard, K.H. (1985). SLII: A Situational Approach to Managing People. Escondido, CA: Blanchard Training and Development.
Blanchard, K.H., Zigarmi, D, & Nelson, R, (1993). Situational Leadership After 25 years: A Retrospective. Journal of Leadership Studies.
Fernandez, C.F, & Vecchio, R.P. (1997). Situational Leadership Theory Revisited: A Test of Across-Jobs Perspective. Leadership Quarterly.
Graeff, C.L. (1997). Evolution of Situational Leadership Theory: A Critical Review. Leadership Quarterly.
Hersey, P, & Blanchard, K.H. (1993). Management of Organizational Behavior: Utilizing Human Resources (ed.6). Englewood Cliff, NJ: Prentice Hall.
Jago, A.G. (1982). Leadership: Perspectives in Theory and Research. Management Science.
Katz, R.L. (1955). Skill of An Effective Administrator. Harvard Business Review.
Northouse, Peter G. (2013). Leadership: Theory and Practice. 6th Edition. California: Sage.
Reddin, W.J. (1967). The 3-D Management Style Theory. Training and Development Journal.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 41
Vecchio, R.P. (1987). Situational Leadership Theory: An Examination of A Prespective Theory. Journal of Applied Psychology.
Vecchio, R.P, & Boatwright, K.J. (2002). Preferences for Idealized Style of Supervision. Leadership Quarterly.
Zaccaro, S.J., Mumford, M.D., Marks, M.A., Gilbert, J.A. (2000). Assessment of Leader Problem-Solving Capabilities. Leadership Quarterly.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 42
BAB VI
TEORI KONTINGENSI
6.1. Deskripsi
1) Walaupun sejumlah pendekatan kepemimpinan dapat disebut sebagai teori
kontingensi, tetapi yang paling diakui secara luas adalah teori dari Fiedler
(1964, 1967; Fiedler & Garcia, 1987). Teori kontingensi adalah teori
kesesuaian pemimpin (Fiedler & Chemers, 1974), yang berarti berusaha
menyesuaikan pemimpin dengan situasi yang tepat. Hal itu disebut sebagai
kontingensi, karena teori ini menyatakan bahwa keefektifan pemimpin
tergantung pada seberapa sesuai gaya pemimpin dengan situasi sekitar. Untuk
memahami kinerja pemimpin, penting untuk memahami situasi di mana
mereka memimpin. Kepemimpinan yang efektif itu tergantung pada
kesesuaian gaya pemimpin dengan latar yang tepat.
2) Fiedler mengembangkan teori kontingensi dengan memelajari gaya dari
banyak pemimpin yang berbeda yang bekerja di konteks yang berbeda,
terutama organisasi militer. Dia menilai gaya pemimpin, situasi di mana
mereka bekerja, dan apakah mereka efektif atau tidak. Setelah menganalisis
gaya ratusan pemimpin yang baik dan buruk, Fiedler dan koleganya mampu
membuat generalisasi yang secara empiris benar tentang manakah gaya
kepemimpinan yang terbaik dan yang terburuk, berdasarkan konteks
organisasi yang ada.
3) Intinya, teori kontingensi terkait dengan gaya dan situasi. Hal itu memberi
kerangka kerja untuk menyesuaikan pemimpin dengan situasi secara efektif.
6.2. Gaya Kepemimpinan
1) Dalam kerangka kerja teori kontingensi, gaya kepemimpinan digambarkan
sebagai termotivasi tugas atau hubungan. Pemimpin yang dikendalikan tugas
terutama peduli dengan pencapaian tujuan, sementara pemimpin yang
dikendalikan hubungan peduli dengan pengembangan hubungan antarpribadi
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 43
yang erat. Untuk mengukur gaya pemimpin, Fielder mengembangkan skala
LPC (Least Preferred Coworker/rekan kerja yang paling tidak dipilih).
Pemimpin yang memiliki nilai tinggi di skala ini digambarkan sebagai
pemimpin yang termotivasi hubungan, dan mereka yang memiliki nilai rendah
pada skala tersebut diidentifikasi sebagai pemimpin yang termotivasi tugas.
2) Variabel Situasional
a) Teori kontingensi menyatakan bahwa situasi dapat dicirikan di dalam tiga
faktor berikut: (1) hubungan pemimpin-pengikut; (2) struktur tugas; dan
(3) kekuatan posisi.
Hubungan pemimpin-pengikut mencakup suasana kelompok dan tingkat keyakinan, kesetiaan, dan daya tarik yang dirasakan pengikut untuk pemimpin mereka. Bila suasana kelompok positif, maka hubungan pemimpin-pengikut didefinisikan sebagai baik, dan sebaliknya.
Struktur tugas adalah tingkatan di mana tuntutan akan tugas jelas dan diutarakan. Tugas yang benar-benar terstruktur cenderung memberi lebih banyak kendali bagi pimpinan. Sebaliknya, tugas yang tidak terstruktur seperti tugas melakukan pengumpulan dana untuk badan amal, yang tidak memiliki kumpulan peraturan untuk diikuti, ada banyak cara untuk melakukan hal itu, tidak ada cara tunggal terbaik untuk melakukan itu, dan tidak bisa membuktikan apakah cara untuk melakukan itu benar atau tidak.
Kekuatan posisi adalah jumlah otoritas yang dimiliki pemimpin untuk menghukum atau memberi imbalan pengikut. Kekuatan posisi itu kuat, bila seseorang memiliki otoritas untuk mempekerjakan dan memecat atau memberi kenaikan jabatan atau gaji, demikian sebaliknya.
b) Berdasarkan temuan penelitian, teori kontingensi menyatakan bahwa gaya
tertentu efektif di situasi tertentu. Orang yang termotivasi tugas (nilai LPC
rendah) akan efektif di situasi yang sangat disukai dan yang sangat tidak
disukai yaitu di dalam situasi yang berjalan dengan sangat mulus atau
situasi yang tak terkendali. Sementara orang-orang yang termotivasi
hubungan (nilai LPC tinggi) efektif di situasi yang cukup disukai, yaitu di
situasi di mana ada sejumlah tingkatan kepastian tetapi hal-hal benar-benar
ada di bawah kendali mereka atau di luar kendali mereka.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 44
6.3. Bagaimana Teori Kontingensi Berfungsi ?
1) Teori kontingensi menekankan bahwa pemimpin tidak efektif di segala situasi.
Bila gaya anda cocok dengan situasi di mana anda bekerja, Anda akan sukses
dalam pekerjaan anda. Bila gaya anda tidak sesuai dengan situasi, anda
mungkin akan gagal.
6.4. Kekuatan Teori Kontingensi
1) Teori kontingensi didukung oleh banyak penelitian empiris. Teori kontingensi
menawarkan pendekatan untuk kepemimpinan yang memiliki tradisi yang
panjang.
2) Teori kontingensi memikirkan dampak situasi pada pemimpin.
3) Teori kontingensi bersifat prediktif dan menyediakan informasi yang berguna
tentang jenis kepemimpinan yang paling mungkin efektif dalam sejumlah
konteks yaitu (1) hubungan pemimpin-pengikut; (2) struktur tugas; dan (3)
kekuatan posisi.
4) Teori ini tidak menuntut orang untuk efektif dalam segala situasi.
5) Teori kontingensi memberi data tentang gaya pemimpin yang bisa berguna
untuk organisasi, dalam mengembangkan profil kepemimpinan.
6.5. Kritik Teori Kontingensi
1) Teori kontingensi gagal menjelaskan secara utuh mengapa orang dengan gaya
kepemimpinan tertentu lebih efektif dalam sejumlah situasi daripada situasi
yang lain.
2) Skala LPC tampak tidak berkorelasi dengan baik dengan ukuran
kepemimpinan standar lainnya, dan tidak mudah dilengkapi dengan benar.
3) Tidak ada penjelasan yang memadai ketika ada ketidakcocokan antara
pemimpin dan situasi di tempat kerja.
6.6. Penerapan Teori Kontingensi
1) Teori kontingensi dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan tentang
kepemimpinan individu di beragam jenis organisasi.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 45
6.7. Instrumen Kepemimpinan Kontingensi
Instruksi: Pikirkan tentang orang yang paling tidak bisa bekerja sama dengan Anda secara baik. Orang itu tidak harus merupakan orang yang paling tidak Anda sukai, tetapi harus orang yang membuat Anda mengalami banyak kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaan. Deskripsikan orang ini seperti yang terlihat oleh Anda dengan melingkari angka yang tepat untuk setiap pertanyaan berikut,
1 Menyenangkan 8 7 6 5 4 3 2 1 TIdak menyenangkan 2 Ramah 8 7 6 5 4 3 2 1 TIdak ramah 3 Menolak 8 7 6 5 4 3 2 1 Menerima 4 Tegang 8 7 6 5 4 3 2 1 Santai 5 Jauh 8 7 6 5 4 3 2 1 Akrab 6 Dingin 8 7 6 5 4 3 2 1 Hangat 7 Mendukung 8 7 6 5 4 3 2 1 Tidak menerima 8 Membosankan 8 7 6 5 4 3 2 1 Menarik 9 Bertentangan 8 7 6 5 4 3 2 1 Harmonis 10 Murung 8 7 6 5 4 3 2 1 Ceria 11 Terbuka 8 7 6 5 4 3 2 1 Tertutup 12 Berkhianat 8 7 6 5 4 3 2 1 Setia 13 Tidak dapat dipercaya 8 7 6 5 4 3 2 1 Dapat dipercaya 14 Peduli 8 7 6 5 4 3 2 1 Tidak peduli 15 Kasar 8 7 6 5 4 3 2 1 Baik 16 Sepakat 8 7 6 5 4 3 2 1 Tidak sepakat 17 Tidak tulus 8 7 6 5 4 3 2 1 Tulus 18 Baik 8 7 6 5 4 3 2 1 Tidak baik Sumber: Fiedler, F.E, & Chemer, M.M (1984)
Penjelasan nilai: 1) Bila nilai Anda 57 atau kurang, Anda termasuk LPC rendah, yang menyatakan
bahwa Anda termotivasi tugas. Kebutuhan utamanya adalah untuk menyelesaikan tugas, dan kebutuhan sekunder terfokus pada pergaulan dengan orang lain. Dalam latar pekerjaan, Anda peduli dengan keberhasilan menyelesaikan tugas yang dibebankan, bahkan dengan menyebabkan hubungan antarpribadi yang buruk dengan rekan kerja. Anda mendapatkan rasa percaya diri dengan mencapai tujuan Anda. Anda mungkin melakukan hubungan antarpribadi, tetapi hanya setelah Anda mengarahkan diri Anda ke penyelesaian tugas kelompok.
2) Bila nilai Anda antara rentang 58 – 63, Anda termasuk LPC sedang, yang berarti Anda mandiri secara social. Dalam konteks pekerjaan, Anda mandiri dan tidak terlalu peduli dengan tugas atau dengan cara orang lain memandang Anda. Anda lebih menarik diri dari situasi dan bertindak secara lebih mandiri daripada orang LPC rendah atau tinggi.
3) Bila nilai Anda 64 atau lebih disebut LPC tinggi, Anda dianggap lebih termotivasi hubungan. Anda mendapatkan kepuasan utama dalam organisasi
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 46
dari hubungan antarpribadi. Dalam latar organisasi, Anda mengerjakan tugas, tetapi hanya setelah merasa yakin bahwa ada hubungan antara orang-orang yang ada.
6.8. Studi Kasus Teori Kontingensi
“Tidak Ada Kendali atas Dewan Siswa” Tamara Popovich telah diangkat sebagai presiden dewan siswa di perguruan tinggi setempat tempat dia kuliah. Dia menyukai anggota dewan siswa yang lain, dan mereka tampak menyukai dia. Tugas pertamanya sebagai presiden di dewan itu adalah untuk mengembangkan kebijakan baru untuk biaya computer siswa. Ini adalah tahun pertama biaya computer dinilai, sehingga tidak ada panduan tentang apa yang seharusnya dimasukkan di dalam kebijakan ini. Karena pengikut dewan dipilih oleh badan mahasiswa, Tamara tidak memiliki kendali atas kerja mereka, dan tidak memiliki cara untuk memberi imbalan atau hukuman. Di dalam kursus kepemimpinan yang diambil Tamara, dia mengisi kuisioner LPC, dan nilainya 98. Pertanyaan: 1) Bagaimana Tamara akan bertindak sebagai presiden dewan siswa ? 2) Menurut nilai LPC-nya, apa kebutuhan utamanya ? 3) Bagaimana kebutuhan ini akan memengaruhi kemampuannya untuk
mengembangkan kebijakan baru untuk biaya computer ? 4) Bagaimana Tamara bisa mengubah situasi ini agar sesuai dengan gaya
manajemennya ?
REFERENSI
Bass, B.M. (1990). Bass dan Stogdill’s Handbook of Leadership: A Survey of Theory and Research. New York: Free Press.
Blanchard, K.H. (1985). SLII: A Situational Approach to Managing People.
Fiedler, F.E. (1993). The Leadership Situation and The Black Box in Contingency Theories. Dalam Chemer & R. Ayman (Ed). New York: Academic Press.
Fiedler, F.E & Chemers, M.M. (1984). Improving Leadership Effectiveness: The Leader Match Concept (ed. 2). New York: Wiley.
Fielder, F.E. & Garcia, J.E. (1987). New Approaches to Leadership: Cognitive Resources and Organizational Performance. New York: Wiley.
Hersey, P, & Blanchard, K.H. (1993). Management of Organizational Behavior: Utilizing Human Resources (ed.6). Englewood Cliff, NJ: Prentice Hall.
Jago, A.G. (1982). Leadership: Perspectives in Theory and Research. Management Science.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 47
Katz, R.L. (1955). Skill of An Effective Administrator. Harvard Business Review.
Northouse, Peter G. (2013). Leadership: Theory and Practice. 6th Edition. California: Sage.
Reddin, W.J. (1967). The 3-D Management Style Theory. Training and Development Journal.
Vecchio, R.P, & Boatwright, K.J. (2002). Preferences for Idealized Style of Supervision. Leadership Quarterly.
Zaccaro, S.J., Mumford, M.D., Marks, M.A., Gilbert, J.A. (2000). Assessment of Leader Problem-Solving Capabilities. Leadership Quarterly.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 48
BAB VII
TEORI JALUR–TUJUAN
7.1. Deskripsi
1) Teori jalur-tujuan (path-goal) adalah tentang bagaimana pemimpin
memotivasi bawahan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2) Teori ini muncul di awal tahun 1970-an dalam karya Evans (1970), House
(1971), House dan Dessler (1974), serta House dan Mitchell (1974). Tujuan
teori kepemimpinan ini adalah untuk meningkatkan kinerja karyawan serta
kepuasan karyawan dengan memusatkan pada motivasi karyawan.
3) Berlawanan dengan pendekatan situasional, yang menyatakan bahwa seorang
pemimpin harus beradaptasi dengan tingkat perkembangan bawahan, dan
tidak seperti teori kontingensi yang menekankan kesesuaian antara gaya
pemimpin dan variable situasi tertentu, sedangkan teori jalur-tujuan
menekankan hubungan antara gaya pemimpin dan karakteristik bawahan serta
latar pekerjaan. Asumsi yang mendasari teori jalur-tujuan didapat dari teori
harapan. Asumsi itu menyatakan bahwa bawahan akan termotivasi bila
mereka berpikir, mereka mampu melaksanakan pekerjaan mereka, bila mereka
percaya bahwa upaya mereka akan memberi hasil tertentu, dan bila mereka
percaya bahwa hasil yang didapat bernilai.
4) Menurut House dan Mitchell (1974), kepemimpinan menghasilkan motivasi
ketika hal itu meningkatkan jumlah dan jenis hasil yang diterima bawahan dari
pekerjaan mereka. Lihat Gambar 7.1 di bawah ini.
Hambatan
Bawahan Jalur Jalur Tujuan
Produktivitas Kepemimpinan Jalur-Tujuan Menetapkan tujuan Menjelaskan jalur Menyingkirkan hambatan Memberi dukungan
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 49
5) Secara teoritis, teori jalur-tujuan itu kompleks. Penting untuk memecah-mecah
pendekatan ini menjadi unit yang lebih kecil, sehingga dapat memahami
dengan lebih baik kompleksitas pendekatan ini.
6) Gambar 7.2 di bawah ini menggambarkan komponen yang berbeda dari teori
jalur-tujuan, termasuk perilaku pemimpin, karakteristik bawahan, karakteristik
tugas, dan motivasi.
Perilaku Pemimpin
Memberikan pengarahan Mendukung Partisipatif
Berorientasi pada prestasi
Karakteritik Bawahan
Karakteritik Tugas
Bawahan Jalur Motivasi Jalur Tujuan (Produktivitas)
a) Perilaku Pemimpin Pendekatan ini telah menguji perilaku kepemimpinan yang memberikan pengarahan, mendukung, partisipatif, dan berorientasi pada prestasi (House & Mitchell, 1974:83). (1) Memberikan pengarahan (Kepemimpinan yang Directive). Seorang
pemimpin yang directive, menetapkan standar kinerja yang jelas dan membuat peraturan serta hukum yang jelas bagi bawahan.
(2) Mendukung (Kepemimpinan yang mendukung). Kepemimpinan yang ramah dan dapat ditemui serta memenuhi kesejahteraan dan kebutuhan bawahan.
(3) Partisipatif (Kepemimpinan Partisipatif). Kepemimpinan partisipatif mengundang bawahan untuk terlibat dalam pembuatan keputusan.
(4) Berorientasi pada prestasi (Kepemimpinan yang berorientasi pada Prestasi), ditandai oleh pemimpin yang menantang bawahan untuk melakukan pekerjaan di tingkat setinggi mungkin (standar tinggi untuk bawahan)
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 50
b) Karakteristik Bawahan Karakteristik bawahan menentukan bagaimana perilaku pemimpin dimaknai oleh bawahan di dalam konteks pekerjaan tertentu. Bagi bawahan yang dogmatis dan otoriter, serta harus bekerja dalam situasi yang tidak pasti, maka disarankan melakukan teknik kepemimpinan yang directive, karena memberikan struktur psikologis dan kejelasan tugas.
c) Karakteristik Tugas Karakteristik tugas mencakup desain tugas bawahan, system otoritas resmi organisasi serta kelompok kerja utama dari para bawahan.
7.2. Bagaimana Teori Jalur-Tujuan Berfungsi ?
1) Teori jalur-tujuan adalah pendekatan untuk kepemimpinan yang tidak hanya
kompleks secara teoritis, tetapi juga pragmatis. Table 7.1 menggambarkan
bagaimana perilaku kepemimpinan terkait dengan karakteristik bawahan dan
tugas dalam teori jalur-tujuan.
Tabel 7.1 : Teori Jalur-Tujuan: Bagaimana Hal itu Berfungsi
Perilaku Kepemimpinan Karakteristik Bawahan Karakteristik Tugas
Memerintah (Directive) Memberi panduan dan struktur psikologis
Dogmatis Otoriter
Ambigu Peraturan yang tidak jelas Kompleks
Mendukung Menyediakan dukungan
Tidak puas Membutuhkan hubungan pertemanan Memerlukan sentuhan manusia
Berulang Tidak menantang Membosankan
Partisipatif Menyediakan keterlibatan
Otonom Kebutuhan untuk control Kebutuhan untuk menjadi yang terbaik
Ambigu Tidak jelas Tidak terstruktur
Berorientasi pada Prestasi Menyediakan tantangan
Harapan tinggi Kebutuhan untuk menjadi yang terbaik
Ambigu Menantang Kompleks
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 51
7.3. Kekuatan Teori Jalur-Tujuan
1) Teori jalur-tujuan memberi kerangka teoritis yang berguna, untuk memahami
bagaimana beragam perilaku kepemimpinan memengaruhi kepuasan dan
kinerja kerja bawahan, melalui: a) pemberian pengarahan (Kepemimpinan
yang Directive), b) Mendukung (Kepemimpinan yang mendukung); c)
Partisipatif (Kepemimpinan Partisipatif), d) Berorientasi pada prestasi
(Kepemimpinan yang berorientasi pada Prestasi).
2) Teori ini berusaha untuk menyatakan prinsip motivasi dari teori harapan ke
dalam teori kepemimpinan. Teori ini menjadi unik karena tidak ada
pendekatan kepemimpinan yang mengurusi masalah motivasi secara langsung
dengan cara ini.
3) Teori ini memberi model praktis tentang bagaimana cara pemimpin dalam
membantu bawahan (lihat Tabel 7.1).
7.4. Kritik Teori Jalur-Tujuan
1) Teori ini sangat kompleks dan mencampurkan sangat banyak aspek
kepemimpinan (Kepemimpinan yang Directive, Kepemimpinan yang
mendukung, Kepemimpinan Partisipatif, dan Kepemimpinan yang berorientasi
pada Prestasi), sehingga untuk memahami teori bisa memusingkan.
2) Teori ini hingga sekarang tidak member gambaran penuh dan konsisten dari
asumsi dasar dan dampak dari teori jalur-tujuan (Evans, 1996; Jermier, 1996;
dan Schriesheim & Neider, 1996).
3) Teori ini telah gagal menjelaskan secara cukup baik hubungan antar perilaku
kepemimpinan dan motivasi pekerja.
4) Pendekatan ini memperlakukan kepemimpinan sebagai peristiwa satu arah:
pemimpin memengaruhi bawahan. Sehingga pemimpin mempunyai banyak
tanggung jawab daripada bawahan, dan bersifat ketergantungan bawhaan pada
pemimpin/kontraproduktif.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 52
7.5. Penerapan Teori Jalur-Tujuan
1) Teori ini bukan pendekatan kepemimpinan yang telah dikembangkan oleh
banyak program pelatihan manajemen. Jarang ditemukan seminar dengan
judul “Meningkatkan Kepemimpinan Jalur-Tujuan”, dll.
2) Teori ini menginformasikan kapan harus bersikap memberikan pengarahan,
mendukung, partisipatif, atau berorientasi pada prestasi.
7.6. Studi Kasus Teori Jalur-Tujuan
“Tiga Giliran Kerja, Tiga Penyelia” Brako adalah perusahaan manufaktur kecil yang menghasilkan bagian-bagian untuk industry otomotif. Perusahaan memiliki sejumlah paten pada onderdil yang cocok dengan komponen rem dari hampir semua mobil domestic dan asing. Setiap tahun, perusahaan menghasilkan tiga juta bagian yang dikapalkan ke pabrik komponen di seluruh dunia. Untuk menghasilkan bagian-bagian itu, Brako menjalankan tiga giliran kerja dengan sekitar 40 pekerja di setiap giliran kerja. Penyelia untuk tiga giliran kerja itu (Art, Bob, dan Carol) adalah karyawan yang berpengalaman, dan masing-masing telah bersama perusahaan lebih dari 20 tahun. Penyelia tampak puas dengan pekerjaan mereka dan tidak mengalami kesulitan besar dalam mengawasi karyawan di Brako. Art mengawasi giliran kerja pertama. Karyawan menggambarkan dia sebagai pemimpin yang sangat terlibat secara pribadi. Dia sangat terlibat dalam kegiatan operasional harian pabrik. Pekerja membuat lelucon bahwa Art bahkan mengetahui hingga sekecil mungkin ukuran bahan mentah yang dimiliki perusahaan kapan pun. Art sering kali didapati berjalan berkeliling pabrik dan mengingatkan orang-orang tentang prosedur yang tepat untuk diikuti dalam melakukan pekerjaan mereka. Bahkan bagi mereka yang bekerja di lini produksi, Art selalu memberikan sejumlah petunjuk dan peringatan. Pekerja di giliran kerja pertama memiliki sedikit komentar negative tentang kepemimpinan Art. Tetapi, mereka memiliki penilaian negative tentang banyak aspek lain dari pekerjaan mereka. Banyak dari pekerjaan di giliran kerja ini sangat mudah dan bersifat berulang. Sebagai hasilnya, hal itu bersifat monoton. Peraturan untuk bekerja pada lini produksi atau di dalam bidang pengepakan, semua dengan jelas diutarakan dan tidak membutuhkan pengambilan keputusan mandiri dari pihak pekerja. Pekerja hanya perlu masuk kerja dan pergi mengikuti aliran kerja yang ada. Di saat istirahat makan siang, pekerja sering kali terdengar mengeluh tentang betapa bosannya mereka melakukan hal yang sama berulang kali. Pekerja tidak mengkritik Art, tetapi mereka berpikir bahwa dia tidak benar-benar memahami situasi mereka. Bob mengawasi pekerja di giliran kerja kedua. Dia benar-benar senang bekerja di Brako dan menginginkan semua pekerja yang bekerja di giliran kerja
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 53
siang hari menikmati pekerjaan mereka juga. Bob adalah penyelia yang berorientasi orang yang digambarkan pekerja sebagai sangat perhatian dan tulus. Hampir setiap hari Bob memasang pesan tentang ulang tahun seseorang atau pujian pribadi kepada seseorang. Bob bekerja keras dalam menciptakan pertemanan, termasuk menjadi sponsor tim softball perusahaan, mengajak orang untuk makan siang, dan mengundang orang-orang datang ke rumahnya sekadar untuk berbincang. Terlepas dari sikap Bob yang menyenangkan dan sopan, tingkat kemangkiran dan tingkat perputaran tenaga kerja adalah yang tertinggi di giliran kerja kedua ini. Karyawan yang bekerja di giliran kerja kedua ini bertanggung jawab untuk menyiapkan mesin dan peralatan kerja ketika perubahan dibuat dari membuat satu bagian ke membuat bagian lain. Selain itu, karyawan di giliran kerja kedua bertanggung jawab untuk program komputer yang rumit yang memantau mesin. Pekerja di giliran kerja kedua menerima banyak keluhan dari karyawan lain di Brako karena tidak melakukan pekerjaan dengan baik. Pekerja di giliran kedua merasakan tekanan karena cara melakukan tugas mereka tidak selalu mudah diketahui. Masing-masing tugas itu berbeda dan mengandung prosedur yang berbeda. Walaupun perusahaan sangat membantu ketika kedua hal itu diatur secara tepat untuk suatu tugas, hal itu bisa sangat problematic kalau perangkat lunak yang digunakan secara tidak tepat. Pekerja telah sering kali mengeluh kepada Bob dan manajemen tingkat atas tentang kesulitan pekerjaan mereka.
Carol melakukan penyeliaan giliran ketiga. Gayanya berbeda dari yang lain di Brako. Carol secara berkala melakukan rapat, yang dia sebut sebagai sesi penyelesaian masalah. Sesi itu dilakukan untuk mengenali masalah yang dihadapi pekerja. Kapan pun ada masalah di lini produksi, Carol ingin mengetahui tentang hal itu sehingga dia bisa membantu pekerja untuk menemukan solusi. Bila pekerja tidak bisa melakukan pekerjaan tertentu, dia akan menunjukkan kepada mereka cara untuk melakukan hal tersebut. Bagi mereka yang tidak merasa yakin dengan kecakapan mereka, Carol memberikan dukungan. Carol mencoba untuk meluangkan waktu dengan setiap pekerja dan membantu pekerja untuk berfokus pada tujuan pribadi mereka. Selain itu, dia menekankan tujuan perusahaan dan imbalan yang tersedia bila pekerja mampu mencapai itu.
Orang-orang di giliran kerja ketiga senang bekerja dengan Carol. Mereka mendapati, dia bagus dalam membantu mereka untuk melakukan pekerjaannya. Mereka mengatakan, dia memiliki cara yang bagus untuk membuat segala sesuatu berada di tempat yang tepat. Ketika ada masalah, dia mengatasinya. Ketika karyawan merasa kecewa, dia membangun semangat mereka. Carol digambarkan oleh pekerja sebagai perpaduan yang menarik dari orangtua, pelatih, pakar manufaktur. Manajemen puncak di Brako senang dengan kepemimpinan Carol, tetapi mereka menghadapi masalah secara berulang ketika pekerja dari giliran Carol di rotasi ke giliran kerja lain di Brako. Pertanyaan: 1) Berdasarkan prinsip teori jalur-tujuan, gambarkan mengapa Art dan Bob
tampak kurang efektif dibandingkan Carol ?
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 54
2) Bagaimana kepemimpinan dari setiap tiga penyelia ini memengaruhi motivasi bawahan mereka masing-masing?
3) Bila Anda diminta memberi saran oleh Brako tentang kepemimpinan, maka perubahan dan rekomendasi apa yang Anda buat terkait pengawasan dari Art, Bob, dan Carol ?
7.7. Instrumen Kepemimpinan Jalur-Tujuan
Keterangan: 1 = Tidak pernah ; 2 = Hampir tidak pernah 3 = Jarang ; 4 = Kadang-kadang 5 = Sering kali ; 6 = Biasanya 7 = Selalu
No. Butir Instrumen Kepemimpinan Jalur-Tujuan Nilai
1 Saya membiarkan bawahan tahu apa yang diharapkan dari mereka.
1 2 3 4 5 6 7
2 Saya mempertahankan hubungan kerja yang menyenangkan dengan bawahan.
1 2 3 4 5 6 7
3 Saya berkonsultasi dengan bawahan ketika menghadapi masalah.
1 2 3 4 5 6 7
4 Saya mendengarkan ide dan saran bawahan secara terbuka.
1 2 3 4 5 6 7
5 Saya menginformasikan bawahan tentang apa yang perlu dilakukan dan bagaimana hal itu perlu dilakukan.
1 2 3 4 5 6 7
6 Saya membiarkan bawahan tahu apa yang saya harapkan untuk mereka lakukan di tingkatan tertinggi mereka.
1 2 3 4 5 6 7
7 Saya bertindak tanpa konsultasi dengan bawahan saya. 1 2 3 4 5 6 7 8 Saya melakukan sedikit hal yang menyenangkan
anggota kelompok. 1 2 3 4 5 6 7
9 Saya meminta bawahan untuk mengikuti peraturan dan hukum standar.
1 2 3 4 5 6 7
10 Saya menetapkan tujuan untuk kinerja bawahan yang cukup menantang.
1 2 3 4 5 6 7
11 Saya mengatakan hal-hal yang menyakiti perasaan pribadi bawahan.
1 2 3 4 5 6 7
12 Saya meminta saran dari bawahan terkait dengan cara melaksanakan tugas.
1 2 3 4 5 6 7
13 Saya mendorong perbaikan kinerja bawahan yang berkelanjutan.
1 2 3 4 5 6 7
14 Saya menjelaskan tingkat kinerja yang diharapkan dari bawahan.
1 2 3 4 5 6 7
15 Saya membantu bawahan untuk mengatasi masalah yang menghentikan mereka dari melaksanakan tugas mereka.
1 2 3 4 5 6 7
16 Saya menunjukkan bahwa saya meragukan kemampuan bawahan untuk memenuhi sebagian besar tujuan.
1 2 3 4 5 6 7
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 55
17 Saya meminta saran kepada bawahan tentang penugasan yang seharusnya dibuat.
1 2 3 4 5 6 7
18 Saya member penjelasan yang tak jelas tentang apa yang diharapkan dari bawahan pada pekerjaan itu.
1 2 3 4 5 6 7
19 Saya secara konsisten menetapkan tujuan yang menantang untuk dicapai bawahan.
1 2 3 4 5 6 7
20 Saya berperilaku dengan sikap yang memikirkan secara seksama kebutuhan pribadi bawahan.
1 2 3 4 5 6 7
Sumber: J. Indvik (1985 dan 1988)
Penilaian: 1) Baliklah nilai untuk pertanyaan di nomor 7, 11, 16, dan 18. 2) Gaya directive: Jumlah nilai pada pertanyaan 1, 5, 9, 14, dan
18. 3) Gaya mendukung: Jumlah nilai pada pertanyaan 2, 8, 11, 15,
dan 20. 4) Gaya partisipatif: Jumlah nilai pada pertanyaan 3, 4, 7, 12, dan
17. 5) Gaya berorientasi pada prestasi: Jumlah nilai pada pertanyaan
6, 10, 13, 16, da, 19.
Penjelasan Nilai: 1) Gaya directive: Nilai umumnya adalah 23, rentang standar adalah antara
18 < GD < 23. 2) Gaya mendukung: Nilai umumnya adalah 28, rentang standar adalah
antara 23 < GD < 33. 3) Gaya partisipatif: Nilai umumnya adalah 21, rentang standar adalah
antara 16 < GD < 26. 4) Gaya berorientasi pada prestasi: Nilai umumnya adalah 19, rentang
standar adalah antara 14 < GD < 24.
REFERENSI
Bess, J.L & Goldman, P. (2001). Leadership Ambiguity in University and K-12 Schools and The Limits of Contemporary Leadership Theory. Leadership Quarterly.
Evans, M.G. (1996). R.J. House: A Path-Goal Theory of Leader Effectiveness. Leadership Quarterly.
House, R.J. (1996). Ath-Goal Theory of Leadership: Lessons, Legacy, and A Reformulated Theory. Leadership Quarterly.
Hersey, P, & Blanchard, K.H. (1993). Management of Organizational Behavior: Utilizing Human Resources (ed.6). Englewood Cliff, NJ: Prentice Hall.
Indvik, J. (1988). A More Complete Testing of Path-Goal Theory. Makalah yang dipresentasikan di Academy of Management, Anaheim, CA.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 56
Jermier, J.M. (1996). The Path-Goal Theory of Leadership: A Subtextual Analysis. Leadership Quarterly.
Jago, A.G. (1982). Leadership: Perspectives in Theory and Research. Management Science.
Katz, R.L. (1955). Skill of An Effective Administrator. Harvard Business Review.
Northouse, Peter G. (2013). Leadership: Theory and Practice. 6th Edition. California: Sage.
Reddin, W.J. (1967). The 3-D Management Style Theory. Training and Development Journal.
Schriesheim, C.A, & Neider, L.L. (1996). Path-Goal Leadership Theory: The Long and Winding Road. Leadership Quarterly.
Vecchio, R.P, & Boatwright, K.J. (2002). Preferences for Idealized Style of Supervision. Leadership Quarterly.
Zaccaro, S.J., Mumford, M.D., Marks, M.A., Gilbert, J.A. (2000). Assessment of Leader Problem-Solving Capabilities. Leadership Quarterly.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 57
BAB VIII
TEORI PERTUKARAN PEMIMPIN-ANGGOTA
8.1. Deskripsi
1) Teori pertukaran pemimpin-anggota (Leader-Member Exchange/LMX)
berbeda dengan pendekatan pada bab sebelumnya, di mana mendefinisikan
kepemimpinan sebagai proses yang terpusat pada interaksi antara pemimpin
dan pengikut.
2) Secara spesifik, kajian teori ini berfokus pada bagaimana kualitas pertukaran
pemimpin-anggota terkait dengan hasil positif pemimpin, pengikut, kelompok,
dan organisasi secara umum. Pertukaran pemimpin-anggota yang berkualitas
menghasilkan perputaran karyawan yang lebih rendah, evaluasi kinerja yang
lebih tinggi, frekuensi promosi yang lebih tinggi, komitmen organisasi yang
lebih besar, penugasan yang lebih diinginkan, sikap kerja yang lebih baik,
perhatian dan dukungan dari pemimpin yang lebih besar, partisipasi yang
lebih besar, dan kemajuan karier yang lebih cepat selama 25 tahun (Graen, dan
Uhl-Bien, 1995; dan Liden, Wayne, & Stiwell, 1993).
3) Teori LMX juga mulai berfokus pada cara untuk menggunakan pertukaran
antara pemimpin dan pengikut sebagai pembentukan kepemimpinan. Graen,
dan Uhl-Bien (1991) menyatakan bahwa pembentukan kepemimpinan
berkembang secara pesat selama tiga fase: (1) fase orang asing, (2) fase
perkenalan; dan (3) fase hubungan pertemanan yang matang. Lihat Tabel 8.1.
Tabel 8.1: Fase-fase dalam Pembentukan Kepemimpinan
Fase I Orang Asing
Fase 2 Perkenalan
Fase 3 Pertemanan
Peran Tertulis (dibatasi peraturan)
Diuji (adanya tawaran yang berorientasi karir)
Dinegosiasikan (adanya pertukaran pemimpin-anggota yang berkualitas tinggi)
Pengaruh Satu arah (mengikuti perintah
Campuran (mengikuti aturan
Timbal balik (saling pengaruh
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 58
pemimpin) dan perintah pemimpin)
mempengaruhi)
Pertukaran Kualitas rendah (belum teruji kompetensinya)
Kualitas sedang (menuju taraf kepercayaan dan penghargaaan yang lebih besar)
Kualitas tinggi (saling percaya, sikap saling menghormati, dan saling menghargai)
Minat Diri sendiri (lebih bertujuan pada imbalan ekonomi)
Diri sendiri dan orang lain (lebih mengarah pada tujuan kelompok)
Kelompok (mencapai tujuan tim dan organi-sasi yang lebih besar)
Sumber: Graen, dan Uhl-Bien ( 1995)
8.2. Bagaimana Teori LMX Berfungsi
1) Graen dan Uhl-Bien (1991) menyarankan pemimpin seharusnya menciptakan
hubungan khusus dengan semua pengikut (baik dalam-kelompok maupun
luar-kelompok), serupa dengan hubungan yang dideskripsikan sebagai
hubungan dalam-kelompok. Caranya dengan membangun kepercayaan dan
penghargaan dengan semua pengikut mereka, sehingga membuat seluruh unit
kerja menjadi suatu dalam-kelompok.
8.3. Kekuatan Teori LMX
1) Teori ini dapat menggambarkan unit kerja dalam hal siapa yang berkontribusi
lebih banyak, dan siapa yang berkontribusi lebih sedikit untuk organisasi,
terkait konflik dalam-kelompok dan luar-kelompok.
2) Teori ini membuat konsep dari hubungan dua pihak menjadi pihak dari proses
kepemimpinan. Artinya bahwa kepemimpinan yang efektif, tergantung pada
pertukaran pemimpin-anggota yang efektif.
3) Teori ini mengarahkan perhatian pada manfaat komunikasi dalam
kepemimpinan. Kepemimpinan yang efektif terjadi ketika komunikasi
pemimpin dan pengikut dicirikan oleh rasa saling percaya, saling
menghormati, dan komitmen.
4) Teori ini mengingatkan pemimpin untuk bersikap adil dan setara dalam
menghadapi setiap pengikut mereka.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 59
5) Graen dan Uhl-Bien (1995) menyebutkan bahwa pertukaran pemimpin-
anggota terkait dengan kinerja, komitmen organisasi, iklim pekerjaan, inovasi,
perilaku organisasi yang peduli pada lingkungan, pemberdayaan, keadilan
procedural dan distributive, kemajuan karir, dan banyak variable organisasi
penting lainnya.
8.4. Kritik Teori LMX
1) Teori LMX membagi unit kerja menjadi dua kelompok dan satu kelompok
menerima perhatian khusus, hal ini menunjukkan bentuk diskriminasi
terhadap luar-kelompok.
2) Teori ini tidak menjelaskan strategi tentang bagaimana seseorang
mendapatkan akses ke dalam-kelompok, bila seseorang memilih untuk
melakukan itu.
3) Teori ini tidak membicarakan masalah keadilan seperti kenaikan gaji dan
peluang promosi, peraturan pengambilan keputusan, dll.
4) Teori ini tidak menjelaskan secara detail bagaimana pertukaran pemimpin-
anggota yang berkualitas tinggi diciptakan (Anand et all, 2011).
5) Validitas isi dan dimensionalitas dari skala pengukuran dipertanyakan
keakuratannya.
8.5. Penerapan Teori LMX
1) Teori ini mengarahkan pemimpin untuk menilai kepemimpinannya dari sudut
pandang hubungan, sehingga dapat menginformasikan tentang cara dalam-
kelompok dan luar-kelompok berkembang di dalam unit kerja mereka sendiri,
untuk kemudian dapat meningkatkan unit kerjanya.
2) Teori ini dapat digunakan untuk menjelaskan bagaimana individu
menciptakan jejaring kepemimpinan di seluruh organisasi untuk membantu
mereka mencapai pekerjaan yang lebih efektif (Graen & Scandura, 1987).
3) Teori LMX bisa diterapkan dalam jenis organisasi berbeda, seperti dalam latar
organisasi sukarela, bisnis tradisional, pendidikan, dan pemerintahan.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 60
4) Intinya teori LMX memberi tahu untuk memahami cara kita berhubungan
dengan pengikut secara adil dan setara.
8.6. Studi Kasus Teori LMX
“Berusaha Keras untuk Adil” City Mortgage adalah perusahaan pemberi pinjaman berskala sedang yang mempekerjakan sekitar 25 orang. Jenny Hernandez adalah manajer produksi yang mengawasi operasional perusahaan setiap hari dan telah bersama perusahaan selama 10 tahun. Orang yang melapor ke Jenny adalah para penggagas pinjaman (tenaga penjual), petugas melakukan finalisasi peminjaman, dan karyawan pengolahan serta pengiriman. Jenny bangga terhadap perusahaan itu dan merasa seolah-olah dia telah banyak berkontribusi pada pertumbuhan yang stabil dan perluasan. Iklim di City Mortgage sangat positif. Orang-orang senang untuk masuk kerja karena lingkungan kantor itu menyenangkan. Mereka saling menghargai di perusahaan serta menunjukkan toleransi kepada mereka yang berbeda dengan diri mereka sendiri. Di banyak perusahaan pemberi pinjaman lain, umum terjadi kekesalan di antara orang yang mendapatkan pendapatan berbeda. Tetapi, hal tersebut tidak terjadi di perusahaan ini. Kepemimpinan Jenny berguna untuk membentuk keberhasilan City Mortgage. Filosofinya menekankan pada upaya untuk mendengarkan karyawan dan kemudian menentukan bagaimana setiap karyawan bisa berkontribusi dengan sangat baik untuk misi perusahaan. Dia berusaha membantu setiap karyawan untuk mengeksplorasi kemampuannya, dan menantang setiap orang untuk mencoba hal baru. Di pesta liburan tahunan, Jenny membuat kegiatan menarik yang menyimbolkan gaya kepemimpinannya. Dia membeli sepotong besa kaca berwarna dan memotongnya menjadi 25 potong dan memberikan ke satu potongan kaca untuk setiap orang. Lalu, dia meminta setiap karyawan untuk maju dengan potongan kaca itu dan secara singkat menyatakan apa yang dia sukai tentang City Mortgage serta bagaimana dia berkontribusi pada perusahaan di tahun sebelumnya. Setelah peryataan dibuat, potongan kaca dibentuk menjadi sepotong jendela kaca yang tergantung di depan lobi kantor. Kaca itu menjadi pengingat tentang bagaimana setiap individu mengontribusikan keunikan mereka ke tujuan perusahaan secara umum. Karakteristik lain dari gaya Jenny adalah keadilannya. Dia tidak ingin memberi siapa pun kesan bahwa orang tertentu memiliki pengalaman tak terlupakan, dan dia harus berusaha keras mencegah terjadinya hal ini. Contoh, dia menghindari makan siang bersama anak buahnya karena dia berpikir, hal tersebut memperkuat persepsi diskriminasi. Demikian pula, walaupun sahabatnya adalah salah seorang tenaga penjual, dia jarang terlihat
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 61
berbicara dengan dia, dan bila dia berbicara dengan sahabatnya, itu selalu tentang masalah bisnis. Jenny juga menerapkan prinsip keadilan tentang bagaimana informasi dibagi di dalam kantor. Dia tidak ingin ada orang yang merasa seolah-olah ada di luar lingkaran, sehingga dia berusaha sangat keras untuk tetap membuat semua karyawan mendapat informasi tentang semua masalah yang bisa memengaruhi mereka. Banyak dari hal ini dia lakukan melalui kebijakan kantor pintu-terbuka. Jenny tidak memiliki kelompok khusus karyawan dengan siapa dia bisa mengungkapkan masalahnya, dia lebih suka menceritakan secara terbuka dengan mereka semua. Jenny sangat setia pada pekerjaannya di City Mortgage. Dia bekerja dalam jam kerja yang panjang dan membawa beeper (alat telekomunikasi seperti pager). Di titik karier ini, dia hanya khawatir bahwa dia bisa kelelahan. Pertanyaan: 1) Berdasarkan pada model LMX, bagaimana Anda mendeskripsikan
kepemimpinan Jenny ? 2) Menurut Anda, bagaimana karyawan di City Mortgage merespons Jenny ? 3) Bila Anda diminta untuk mengikuti langkah Jenny, apakah Anda berpikir
Anda bisa dan ingin mengelola City Mortgage dengan gaya serupa ? REFERENSI
Bass, B.M. (1990). Bass dan Stogdill’s Handbook of Leadership: A Survey of Theory and Research. New York: Free Press.
Graen, G.B., Scandura, T.A. (1987). Toward A Psychology of Dyadic Organizing. Greenwich, CT: JAI.
Graen, G.B., & Uhl-Bien, M (1991). The Transformation of Professionals into Self-Managing and Partially Self-Designing Contributions: Toward a Theory of Leadership Making. Journal of Management Systems.
Graen, G.B., & Uhl-Bien, M (1995). Relationship-Based Approach to Leadership: Development of Leader-Member Exchange (LMX) Theory of Leadership Over 25 years: Applying A Multi-Level, Multi-Domain Perspective. Leadership Quarterly.
Scandura, T.A. (1999). Rethinking Leader-Member exchange: An Organizational Justice Perspective. Leadership Quarterly.
Schriesheim, C.A., Castro, S.L., Cogliser, C.C. (1999). Leader-Member Exchange (LMX) Research: A Comprehensive Review of Theory, Measurement, and Data Analytic Practices. Leadership Quarterly.
Yukl, G. (1994). Leadership in Organizational (ed. 3). Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.
Hersey, P, & Blanchard, K.H. (1993). Management of Organizational Behavior: Utilizing Human Resources (ed.6). Englewood Cliff, NJ: Prentice Hall.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 62
Jago, A.G. (1982). Leadership: Perspectives in Theory and Research. Management Science.
Katz, R.L. (1955). Skill of An Effective Administrator. Harvard Business Review.
Northouse, Peter G. (2013). Leadership: Theory and Practice. 6th Edition. California: Sage.
Reddin, W.J. (1967). The 3-D Management Style Theory. Training and Development Journal.
Vecchio, R.P, & Boatwright, K.J. (2002). Preferences for Idealized Style of Supervision. Leadership Quarterly.
Zaccaro, S.J., Mumford, M.D., Marks, M.A., Gilbert, J.A. (2000). Assessment of Leader Problem-Solving Capabilities. Leadership Quarterly.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 63
BAB IX
KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL
9.1. Deskripsi
1) Pendekatan transformasional dimulai sejak awal tahun 1980-an, dan menjadi
bagian dari paradigma Kepemimpinan Baru (Bryman, 1992), yang lebih
memberi perhatian pada elemen kepemimpinan yang kharismatik dan peka.
2) Kepemimpinan transformasional adalah proses yang mengubah orang-orang,
yang peduli dengan emosi, nilai, etika, standar, dan tujuan jangka panjang.
3) Istilah kepemimpinan transformasional pertama kali dicetuskan oleh Downton
(1973) kemudian James MacGregor Burns (1978) berupaya menghubungkan
peran kepemimpinan dan pengikut. Burns membedakan dua jenis
kepemimpinan: transaksional dan transformasional. Kepemimpinan
transaksional merujuk ke kumpulan model kepemimpinan yang berfokus pada
pertukaran yang terjadi antara pemimpin dan pengikutnya. Contohnya politisi
yang memenangkan pemilihan dengan menjanjikan “tidak ada pajak baru”
menunjukkan kepemimpinan transaksional. Sedangkan kepemimpinan
transformasional merupakan proses di mana orang terlibat dengan orang lain,
dan menciptakan hubungan yang meningkatkan motivasi dan moralitas dalam
diri pemimpin dan pengikut. Mohandas Gandhi sebagai contoh klasik
kepemimpinan transformasional, yang menaikkan harapan dan permintaan
dari jutaan pengikutnya, dan dalam proses, mengubah dirinya sendiri.
Sementara Adolf Hitler dan Saddam Husein juga melakukan perubahan tetapi
dalam cara yang negative. Dalam konteks ini, Bass (1998) memperkenalkan
istilah kepemimpinan pseudotransformasional, karena merujuk pada
pemimpin yang hanya peduli dengan dirinya, kasar, dan berorientasi pada
kekuatan dengan nilai moral yang rusak.
4) Kepemimpinan karisma (House, 1976) hampir sama dengan kepemimpinan
transformasional. House menyatakan bahwa pemimpin karismatik bertindak
dalam cara unik yang memiliki dampak karismatik tertentu pada pengikut
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 64
mereka. Karakteristik kepribadian dari pemimpin karismatik mencakup sikap
dominan, memiliki hasrat yang kuat untuk memengaruhi orang lain, percaya
diri, dan memiliki pemahaman yang kuat tentang nilai moral diri sendiri.
5) Pemimpin karismatik juga menunjukkan jenis perilaku khusus, yaitu:
a) Mereka adalah teladan yang kuat bagi nilai dan keyakinan yang mereka
inginkan. Contohnya Gandhi yang menyarankan tidak ada kekerasan dan
merupakan teladan luar biasa bagi pembangkangan masyarakat.
b) Pemimpin karismatik tampak cakap bagi pengikut.
c) Pemimpin karismatik menyuarakan tujuan ideologis yang memiliki
dampak moral. Kemudian pidato Martin Luther King, Jr, yang bertajuk “I
Have A Dream” adalah contoh dari jenis perilaku karismatik.
d) Pemimpin karismatik mengomunikasikan harapan tinggi bagi
pengikutnya, dan mereka menampilkan keyakinan dalam kemampuan
pengikut untuk mengikuti harapan ini.
e) Pemimpin karismatik meningkatkan motivasi pengikut yang terkait
dengan tugas yang bisa mencakup pertemanan, kekuatan, atau harga diri.
John F. Kennedy memikat nilai manusia dari orang Amerika ketika dia
mengutarakan, “Jangan tanyakan apa yang bisa dilakukan Negara bagi
Anda, tanyakan apa yang bisa Anda lakukan untuk Negara Anda.”
Tabel 9.1: Karakteristik Kepribadian, Perilaku, dan Dampak pada
Pengikut dari Kepemimpinan Karismatik
Karakteristik Kepribadian
Perilaku Dampak pada Pengikut
Dominan Hasrat untuk
memengaruhi Percaya diri Nilai moral yang kuat
Sejumlah teladan yang kuat
Menunjukkan kecakapan
Mengutarakan tujuan Mengomunikasikan
harapan yang tinggi Mengekspresikan
keyakinan diri Meningkatkan motivasi
Percaya dengan ideology Kesamaan keyakinan
antara pemimpin dan pengikut
Penerimaan yang tak diragukan lagi
Menyukai pemimpin Kepatuhan Simpati pada pemimpin Keterlibatan emosional Tujuan meningkat Keyakinan diri
meningkat
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 65
9.2. Model Kepemimpinan Transformasional
1) Bass memperluas karya Burns dengan menyatakan bahwa Kepemimpinan
Transformasional memotivasi pengikut untuk melakukan lebih dari yang
diharapkan, dengan (a) meningkatkan tingkat pemahaman pengikut akan
kegunaan dan nilai dari tujuan yang rinci dan ideal, (b) membuat pengikut
mengalahkan kepentingan sendiri demi tim atau organisasi, (c) menggerakkan
pengikut untuk memenuhi kebutuhan tingkatan yang lebih tinggi.
Tabel 9.2: Faktor Kepemimpinan
Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan Laissez-Faire
Faktor I Pengaruh ideal atau karisma Faktor 2 Motivasi yang menginspirasi Faktor 3 Rangsangan intelektual Faktor 4 Pertimbangan yang diadaptasi
Faktor 5 Imbalan kondisional (transaksi yang membangun) Faktor 6 Manajemen dengan pengecualian (aktif dan pasif; transaksi yang berguna)
Factor 7 Laissez-Faire (nontransaksional)
a) Factor-faktor Kepemimpinan Transformasional Kepemimpinan transformasional peduli dengan perbaikan kinerja pengikut, dan mengembangkan pengikut ke potensi maksimal mereka (Avolio, 1999; Bass dan Avolio, 1990). Kepemimpinan ini memiliki kumpulan nilai serta prinsip internal yang kuat (memiliki standar yang sangat tinggi akan moral dan perilaku yang etis). (1) Pengaruh Ideal (Faktor I) disebut sebagai karisma. Ini adalah
komponen emosional dari kepemimpinan (Antonakis, 2012). Pemimpin sebagai teladan yang kuat bagi pengikut, sehingga pengikut sangat ingin menirukannya. Contohnya Nelson Mandela terhadap perubahan standar moral dan visi bagi Afrika Selatan.
(2) Motivasi yang Menginspirasi (Faktor 2) menggambarkan pemimpin yang mengomunikasikan harapan tinggi kepada pengikut, dengan menggunakan symbol dan daya tarik emosional. seperti seorang manajer penjualan yang memotivasi anggotanya melalui kata-kata yang mendorong dan percakapan singkat untuk memberi semangat.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 66
(3) Rangsangan Intelektual (Faktor 3) yaitu pemimpin merangsang pengikut untuk bersikap kreatif dan inovatif serta merangsang keyakinan dan nilai mereka sendiri, seperti juga nilai dan keyakinan pemimpin serta organisasi.
(4) Pertimbangan yang Diadaptasi (Faktor 4) yaitu pemimpin memberikan iklim yang mendukung, di mana mereka mendengarkan dengan seksama kebutuhan masing-masing pengikut. Pemimpin bertindak sebagai pelatih dan penasihat untuk mewujudkan apa yang diinginkan pengikutnya.
Kepemimpinan transformasional menghasilkan dampak yang lebih besar daripada kepemimpinan transaksional (lihat Gambar 9.1).
Gambar 9.1 : Dampak Lain dari Kepemimpinan Transformasional
KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL
Pengaruh Motivasi yang Rangsangan Pertimbangan Ideal menginspirasi intelektual yang diadaptasi
KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL
Hasil yang Kinerja melebihi diharapkan harapan
Sumber: Bass dan Avolio (1990)
b) Factor-faktor Kepemimpinan Transaksional Kepemimpinan transaksional berbeda dari kepemimpinan transformasional, karena pemimpin transaksional tidak menyesuaikan kebutuhan pengikut (Kuhnert, 1994). (1) Imbalan Kondisional (Faktor 5) adalah proses pertukaran antara
pemimpin dan pengikut di mana upaya pengikut, dipertukarkan untuk imbalan tertentu. Contoh, orangtua yang bernegosiasi dengan anaknya tentang berapa lama anak bisa menonton televisi setelah anak itu berlatih piano. Atau seorang Dekan melakukan negosiasi dengan dosen
Manajemen dengan
pengecualian
Imbalan kondisional
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 67
tentang jumlah dan kualitas publikasi yang perlu dia tulis, untuk mendapatkan kenaikan jabatan akademis dan kontrak pekerjaan.
(2) Manajemen dengan pengecualian (Faktor 6) di mana pemimpin memberikan kritik membangun, umpan balik negative, dan dorongan negative. Pemimpin menggunakan manajemen dengan pengecualian bentuk aktif mengawasi pengikut secara seksama, kalau-kalau pengikut melakukan kesalahan. Sedangkan pemimpin menggunakan manajemen dengan pengecualian bentuk pasif melalui intervensi hanya setelah standar tidak bisa dipenuhi atau masalah telah terjadi.
c) Factor-faktor Nonkepemimpinan Faktor nonkepemimpinan sangat berbeda dari kepemimpinan transaksional dan menggambarkan perilaku nontransaksional. (1) Laissez-Faire (Faktor 7) merupakan ketiadaan kepemimpinan di mana
pemimpin meninggalkan tanggung jawab, menunda keputusan, tidak memberikan umpan balik, dan membuat sedikit upaya untuk membantu pengikut memuaskan kebutuhan mereka. Tidak ada pertukaran dengan pengikut atau upaya untuk membantu mereka tumbuh. Contohnya presiden perusahaan manufaktur berskala kecil yang tidak melakukan rapat dengan penyelia pabrik, tidak memiliki rencana jangka panjang untuk perusahaan, dan membuat sedikit kontak dengan karyawan.
9.3. Bagaimana Pendekatan Transformasional Berfungsi ?
1) Pemimpin transformasional memberdayakan pengikut dan memupuk mereka
secara bergantian, dan meminta mereka menekan kepentingan pribadi demi
kepentingan orang lain.
2) Menuntut pemimpin untuk menjadi arsitektur social, berarti pemimpin
membuat jelas nilai dan norma baru organisasi.
3) Selama proses, pemimpin transformasional efektik untuk bekerja bersama
orang-orang, dan pada akhirnya menghasilkan orang-orang yang merasa lebih
baik akan diri dan kontribusi mereka, demi kepentingan bersama yang lebih
besar.
9.4. Kekuatan Pendekatan Transformasional
1) Kepemimpinan transformasional telah secara luas diteliti dari banyak
perspektif yang berbeda.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 68
2) Kepemimpinan transformasional memiliki daya tarik alami, karena konsepnya
masuk akal bagi pengikut akan visi masa depan.
3) Kepemimpinan transformasional memperlakukan kepemimpinan sebagai
proses yang terjadi antara pengikut dan pemimpin.
4) Kepemimpinan transformasional memberi pandangan yang lebih luas tentang
kepemimpinan yang meningkatkan model kepemimpinan lain, tidak hanya
pertukaran imbalan, tetapi juga perhatian pemimpin pada kebutuhan dan
pertumbuhan pengikut (Avolio, 1999; dan Bass, 1985)
5) Kepemimpinan transformasional memberikan penekanan yang kuat pada
kebutuhan, nilai, dan moral pengikut. Burns (1978) menyatakan bahwa
kepemimpinan transformasional mencakup upaya pemimpin untuk
memindahkan orang ke standar tanggung jawab moral yang lebih tinggi.
6) Kepemimpinan transformasional adalah bentuk efektif dari kepemimpinan
dalam beragam situasi yang berbeda (Yukl, 1999, dengan menggunakan
kuisioner Kepemimpinan Faktor Jamak atau MLQ untuk menilai pemimpin
terkait dengan kepuasan pengikut, motivasi, dan kinerja).
9.5. Kritik Pendekatan Transformasional
1) Kepemimpinan transformasional tidak memiliki kejelasan konseptual karena
mencakup banyak aktivitas serta karakteristik, termasuk menciptakan visi,
memotivasi, menjadi agen perubahan, membangun kepercayaan, memberikan
dukungan, dan bertindak sebagai arsitektur sosial.
2) Kepemimpinan transformasional memperlakukan kepemimpinan sebagai
suatu karakter kepribadian atau kecenderungan pribadi, bukan perilaku yang
dapat dipelajari orang-orang (Bryman, 1992).
3) Kepemimpinan transformasional tidak membuktikan bahwa pemimpin
transformasional benar-benar mengubah individu dan organisasi (Antonakis,
2012).
4) Kepemimpinan transformasional bersifat elit dan antidemokratis karena
pemimpinnya sering kali memainkan peran langsung dalam menciptakan
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 69
perubahan, membentuk visi, dan menyarankan arah baru (Avolio, 1999; Bass
& Avolio, 1993)
5) Kepemimpinan transformasional mengalami bias “Kepemimpinan heorik”
(Yukl, 1999).
9.6. Penerapan Pendekatan Transformasional
1) Tidak seperti teori kontingensi dan situasional, kepemimpinan
transformasional tidak memberi kumpulan asumsi yang didefinisikan dengan
jelas, tentang bagaimana pemimpin seharusnya bertindak dalam situasi
tertentu agar bisa sukses.
2) Satu aspek khusus dari Kepemimpinan transformasional yang telah
memberikan penekanan khusus dalam program pelatihan adalah proses
pembentukan visi, seperti mendeskripsikan rencana karier lima tahunannya,
dan persepsi mereka akan arah masa depan organisasinya.
9.7. Studi Kasus Pendekatan Transformasional
“Visi Gagal” High Tech Engineering (HTE) adalah perusahaan manufaktur milik keluarga yang telah berdiri selama 50 tahun dengan 250 karyawan yang memproduksi bagian kecil untuk industry pesawat terbang. Presiden HTE adalah Harold Barelli, yang datang ke perusahaan dari bisnis yang lebih kecil dengan kualifikasi yang bagus sebagai pemimpin di teknologi pesawat terbang yang maju. Sebelum Harold, presiden HTE lain satu-satunya adalah pendiri dan pemilik perusahaan. Struktur organisasi di HTE sangat tradisional, dan hal itu didukung oleh budaya organisasi yang sangat kuat. Sebagai presiden baru, Harold secara tulus ingin mengubah HTE. Dia ingin membuktikan bahwa teknologi baru dan teknik manajemen yang maju bisa membuat HTE sebagai salah satu perusahaan manufaktur terbaik di perusahaan. Hingga titik itu, Harold menciptakan visi yang ditampilkan di seluruh perusahaan. Visi sebanyak dua halaman itu, yang memiliki nada sangat demokratis, menggambarkan seluruh tujuan, arah, dan nilai perusahaan. Selama 3 tahun pertama masa jabatan Harold sebagai presiden, sejumlah reorganisasi utama terjadi di perusahaan. Hal ini didesain oleh Harold dan memilih beberapa manajer seniornya. Niat dari setiap reorganisasi adalah ingin menerapkan struktur organisasi yang lebih maju, untuk memperkuat visi HTE yang ada.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 70
Tetapi, hasil utama dari setiap perubahan diperlemah oleh kepemimpinan dan menciptakan suatu perasaan ketidakstabilan di kalangan karyawan. Banyak dari perubahan dibuat dari atas ke bawah, dengan sedikit masukan dari manajemen tingkat bawah atau menengah. Beberapa perubahan memberi karyawan lebih banyak kendali dalam situasi di mana mereka membutuhkan lebih sedikit hal itu, di mana perubahan lain membatasi masukan karyawan di dalam konteks di mana karyawan seharusnya memberi lebih banyak masukan. Ada sejumlah situasi di mana seorang pekerja melapor ke tiga bos berbeda, dan situasi lain di mana satu manajer memiliki terlalu banyak pengikut untuk diawasi. Bukannya merasa nyaman dengan beragam peraturan di HTE, karyawan mulai merasa tidak yakin tentang tanggung jawab mereka, dan bagaimana mereka berkontribusi pada tujuan perusahaan yang ada. Dampak secara keseluruhan dari reorganisasi itu adalah semangat dan produksi pekerja yang menurun secara drastis. Di tengah semua perubahan ini, visi yang dimiliki Harold untuk perusahaan hilang. Ketidakstabilan yang dirasakan karyawan membuat mereka sulit mendukung visi perusahaan. Orang-orang di HTE mengeluhkan bahwa walaupun misi ditampilkan di seluruh perusahaan, tidak ada orang yang paham ke mana mereka akan melangkah. Untuk karyawan di HTE, Harold adalah masalah. HTE adalah perusahaan Amerika yang menghasilkan produk AS, tetapi Harold mengemudikan mobil asing. Harold mengklaim bersikap demokratis dalam gaya kepemimpinannya, tetapi dia subjektif dalam memperlakukan orang. Dia bertindak dalam suatu gaya yang tidak directive kepada sejumlah orang, dan dia menunjukkan kontrol yang subjektif kepada yang lain. Dia ingin dilihat sebagai manajer yang suka membantu, tetapi dia mendelegasikan control operasional dari perusahaan kepada orang lain saat dia berfokus pada hubungan pelanggan eksternal dan masalah dewan direksi. Terkadang, Harold tampak tidak peka terhadap masalah karyawan. Dia ingin HTE menjadi lingkungan di mana semua orang bisa merasa diberdayakan, tetapi dia sering kali gagal untuk mendengarkan dengan seksama pada apa yang dirasakan karyawannya. Dia jarang terlibat dalam komunikasi terbuka dan dua arah. HTE memiliki sejarah panjang dan lama dalam banyak cerita unik, tetapi karyawan merasa bahwa Harold salah paham atau tidak peduli dengan sejarah itu. Empat tahun setelah kedatangannya di HTE, Harold mundur sebagai presiden setelah kepemimpinannya membuat perusahaan mengalami krisis aliran-kas dan hutang besar. Impiannya untuk membangun HTE ke dalam perusahaan manufaktur kelas dunia tidak pernah terwujud. Pertanyaan: 1) Bila Anda berkonsultasi dengan dewan direktur HTE segera setelah Harold
mulai membuat perubahan, apakah yang akan Anda sarankan kepada mereka terkait dengan gaya kepemimpinan Harold dari perspektif transformasional ?
2) Apakah Harold memiliki visi yang jelas untuk HTE ? Apakah dia mampu menerapkan itu ?
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 71
3) Seberapa efektifkah Harold sebagai agen perubahan dan arsitektur social untuk HTE ?
4) Apakah yang akan Anda sarankan kepada Harold untuk bertindak secara berbeda bila dia memiliki kesempatan untuk kembali menjadi presiden HTE lagi ?
REFERENSI
Antonakis, J. (2012). Transformational dan Charismatic Leadership. Thousand Oaks, CA: Sage.
Avolio, B.J. (1999). Full Leadership Development: Building the Vital Forces in Organizations. Thousand Oaks, CA: Sage.
Avolio, B.J., & Gibbsons, T.C. (1988). Developing Transformational Leaders: A Life Span Approach. San Fransisco: Jossey-Bass.
Bass, B.M. (1990). From Transactional to Transformational Leadership: Learning to Share the Vision. Organizational Dynamic.
Bass, B.M. & Avolio, B.J. (1990a). The Implications of Transactional and Transformational Leadership for Individual, Team, and Organizational Development. Research in Organizational Change and Development.
Bass, B.M. & Avolio, B.J. (1994). Improving Organizational Effectiveness Through Transformational Leadership. Thousand Oaks, CA: Sage.
Bennis, W.G., & Nanus, B. (1985). Leaders: The Strategic for Taking Charge. New York: Harper & Row.
Bryman, A. (1992). Charisma and Leadership in Organizations. London: Sage.
Burns, J.M. (1978). Leadership. New York: Harper & Row.
House, R.J. (1976). A 1976 Theory of Charismatic Leadership. Carbondale: Southern Ilinois University Press.
_____, (1996). Ath-Goal Theory of Leadership: Lessons, Legacy, and A Reformulated Theory. Leadership Quarterly.
Kuhnert, K.W. (1994). Tranforming Leadership: Developing People Through Delegation. Thousand Oaks, CA: Sage.
Northouse, Peter G. (2013). Leadership: Theory and Practice. 6th Edition. California: Sage.
Yukl, G.A. (1999). An Evaluation of Conceptual Weaknesses in Transformational and Charismatic Leadership Theories. Leadership Quarterly.
Zhu, W., Avolio, B.J., Riggio, R.E., & Sosik, J.J. (2011). The Effect of Authentic Transformational Leadership on Follower and Group Ethics. Leadership Quarterly.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 72
BAB X
KEPEMIMPINAN YANG MELAYANI
10.1. Deskripsi
1) Kepemimpinan yang melayani (Servant Leadership), yang bermula dari karya
tulis Greenleaf (1970), telah menjadi minat pakar kepemimpinan, sebagai
pendekatan yang berfokus pada kepemimpinan dari sudut pandang dan
perilakunya.
2) Greenleaf (1970:15) menyatakan bahwa kepemimpinan yang melayani
dimulai dengan perasaan alamiah bahwa kita ingin melayani lebih dulu. Lalu
pilihan yang disadari membawa seseorang berharap untuk memimpin…..
Perbedaan muncul dengan sendirinya dalam perhatian yang diberikan oleh
pelayan: pertama memastikan bahwa kebutuhan prioritas tertinggi dari orang
lain telah terpenuhi. Tes terbaik adalah: apakah mereka yang dilayani tumbuh
sebagai manusia yang baik; apakah mereka saat dilayani menjadi lebih sehat,
bijak, bebas, otonom, lebih mungkin menjadi pelayan? Dan, apakah
dampaknya pada kelompok yang paling tidak beruntung di masyarakat;
akankah mereka untuk, atau, setidaknya, akankah mereka tidak akan semakin
kekurangan?
Pemimpin yang melayani memiliki tanggung jawab social untuk peduli
dengan orang-orang yang tak berpunya dan mereka yang tidak beruntung.
Kepemimpinan yang melayani menghargai komunitas karena hal itu memberi
peluang bagi individu untuk langsung mengalami saling ketergantungan,
penghargaan, dan pertumbuhan individual.
3) Sepuluh karakter dari Pemimpin yang melayani (Spears, 2002):
a) Mendengarkan b) Empati c) Menyembuhkan (kesehatan) d) Perhatian e) Persuasi f) Konseptualisasi g) Peramalan
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 73
h) Tugas untuk mengurus i) Komitmen untuk pertumbuhan orang-orang j) Membangun komunitas.
4) Karakteristik Utama Kepemimpinan yang Melayani (lihat Tabel 10.1)
Tabel 10.1: Karakteristik Utama Kepemimpinan yang Melayani
Laub (1999) Wong & Davey (2007)
Barbuto & Wheeler (2006)
Dennis & Bocarnea
(2005)
Sendjaya, Sarros, & Santora (2008)
Van Dierndonc
k & Nuijten (2011)
Mengem-bangkan orang-orang
Kepemim-pinan bersama
Menampil-kan kebenaran
Menghargai orang-orang
Menyedia-kan kepe-mimpinan
Membangun komunitas
Melayani dan mengem-bangkan orang lain
Berkonsultasi dan melibatkan orang lain
Rendah hati & tidak egois
Mencontohkan integritas dan ketulusan
Menginspi-rasi dan memenga-ruhi orang lain
Jabatan yang tidak egois
Menyem-buhkan emosi
Pemetaan persuasive
Tugas untuk mengurus organisasi
Bijaksana
Pember-dayaan
Keperca-yaan
Kerendah-an hati
Cinta Tuhan kepada umatNya
Visi
Pengaruh yang mengubah
Pengura-ngan secara sukarela
Diri yang tulus
Spiritualitas transendetal
Hubungan dengan perjanjian
Moralitas yang bertanggung jawab
Pemberda-yaan
Keren-dahan hati
Mendu-kung
Ketulusan Memaaf-
kan Kebera-
nian Akuntabi-
litas Tugas
untuk mengurus
Sumber: van Dierendonck, D. (2011).
5) Model Kepemimpinan yang Melayani berikut ini didasarkan pada Liden,
Wayne, Zhao, dan Henderson (2008) serta Liden, Panaccio, Hu, dan Meuser
yang memiliki tiga komponen utama, yaitu: a) Kondisi yang ada, b) Perilaku
pemimpin yang melayani, dan c) Hasil kepemimpinan. Model ini
dimaksudkan untuk menjelaskan fenomena kepemimpinan yang melayani, dan
member kerangka kerja untuk memahami kompleksitasnya. (lihat Gambar
10.1)
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 74
Gambar 10.1: Model Kepemimpinan yang Melayani
Intinya, Model Kepemimpinan yang Melayani mengandung tiga komponen:
kondisi yang ada, perilaku pemimpin yang melayani, dan hasil. Fokus sentral
dari model itu adalah tujuh perilaku pemimpin yang memperkuat
kepemimpinan yang melayani: membentuk konsep, memulihkan emosi,
mengutamakan pengikut, membantu pengikut tumbuh dan sukses, berperilaku
secara etis, memberdayakan, menciptakan nilai untuk masyarakat. Perilaku ini
dipengaruhi oleh konteks dan budaya, sifat pemimpin, dan daya penerimaan
pengikut terhadap jenis kepemimpinan ini. Ketika individu terlibat dalam
kepemimpinan yang melayani, ini mampu meningkatkan hasil di tingkat
individu, organisasi, dan masyarakat.
10.2. Bagaimana Kepemimpinan yang Melayani Berfungsi ?
1) Kepemimpinan yang melayani berfungsi dengan sangat baik ketika
kepemimpinannya tidak egois dan memiliki motivasi yang kuat serta minat
yang besar dalam membantu orang lain.
Kondisi yang Ada
Perilaku Pemimpin yang Melayani
Hasil
Konteks dan Budaya
Sifat Pemimpin
Daya Penerimaan Pengikut
Membentuk konsep Memulihkan emosi Mengutamakan
pengikut Membantu pengikut
tumbuh dan sukses Berperilaku secara etis Memberdayakan Menciptakan nilai
untuk masyarakat
Kinerja dan Pertum-buhan Pengikut
Kinerja Organisasi
Dampak bagi Masyarakat
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 75
10.3. Kekuatan Kepemimpinan yang Melayani
1) Kepemimpinan yang melayani menyatakan secara tegas bahwa pemimpin
harus mendahulukan pengikut, berbagai control dengan pengikut, serta
mendukung perkembangan mereka.
2) Kepemimpinan yang melayani menyediakan pendekatan yang provokatif dan
bertentangan dengan naluri tentang penggunaan pengaruh, atau kekuasaan,
dalam kepemimpinan. Pemimpin seharusnya tidak mendominasi, memerintah,
atau mengontrol. Tetapi, pemimpin seharusnya berbagi kendali dan pengaruh.
Tujuannya adalah untuk menyerahkan kendali, bukan mencari kendali. Jadi
kepempinan yang melayani adalah proses memengaruhi yang tidak melibatkan
pengaruh dalam cara tradisional.
3) Kepemimpinan yang melayani akan efektif jika pengikut siap dan terbuka
untuk dipandu, mendukung, berdaya.
4) Liden, Wayne, et al (2008) mengembangkan dan membuktikan Kuisioner
Kepemimpinan yang Melayani (Servant Leadership Questionnaire atau SLQ)
yang mengandung 28 pertanyaan yang mengidentifikasi 7 dimensi berbeda
dari kepemimpinan yang melayani yaitu: a) memulihkan emosi; b)
menciptakan nilai bagi masyarakat; c) keterampilan konseptual; d)
memberdayakan; e) membantu pengikut tumbuh dan sukses; f) ras etis
mengutamakan pengikut; dan g) berperilaku secara etis.
10.4. Kritik Kepemimpinan yang Melayani
1) Kepemimpinan yang melayani kontradiktif dengan sifat memimpin.
2) Kepemimpinan yang melayani diasumsikan mencakup banyak kemampuan,
sifat, dan perilaku, sehingga tidak mempunyai consensus yang umum.
10.5. Penerapan Kepemimpinan yang Melayani
1) Kepemimpinan yang melayani dapat diterapkan di segala tingkatan
manajemen dan dalam segala jenis organisasi.
2) Kepemimpinan yang melayani telah digunakan secara luas dalam beragam
organisasi selama lebih dari 30 tahun. Pelatihan dalam Kepemimpinan yang
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 76
melayani biasanya melibatkan latihan penilaian-diri, sesi pendidikan, dan
penetapan tujuan.
3) Liden, Wayne et al (2008) menyatakan bahwa organisasi yang ingin
membangun budaya Kepemimpinan yang melayani seharusnya berhati-hati
dalam memilih orang yang tertarik dalam dan mampu membangun hubungan
jangka panjang dengan pengikut.
4) Kepemimpinan yang melayani menyediakan filosofi dan seperangkat perilaku
yang bisa dipelajari dan dikembangkan oleh individu dalam organisasi.
REFERENSI
Bennis, W. (2002). Become A Tomorrow Leader. New York: John Wiley & Sons.
Dennis, R.S., & Bocarnea, M. (2005). Development of The Servant Leadership Assessment Instrument. Leadership & Organization Development Journal.
DePree, M. (2002). Servant-Leadership: Three Things Necessary. New York: John Wiley & Sons.
Graham, J.W. (1991). Servant Leadership in Organizations: Inspirational and Moral. Leadership Quarterly.
Greenleaf, R.K. (1977). Servant Leadership: A Journey into The Nature of Legitimate Power and Greatness. New York: Paulist Press.
Liden, R.C., Wayne, S.J., Zhao, H., & Henderson, D. (2008). Servant Leadership: Development of A Multidimensional Measure and Multi-Level Assessment. Leadership Quarterly.
Northouse, Peter G. (2013). Leadership: Theory and Practice. 6th Edition. California: Sage.
Sendjaya, S., Sarros, J.C., & Santora, J.C. (2008). Defining and Measuring Servant Leadership Behavior in Organizations. Journal of Management Studies.
Spears, L.C. (2010). Servant Leadership and Robert K. Greenleaf’s Legacy. New York: Palgrave Macmillan.
Van Dierendonck, D. (2011). Servant Leadership: A Review and Synthesis. Journal of Management.
Van Dierendonck, D., & Nuijen, I. (2011). The Servant Leadership Survey: Development and Validation of A Multidimensional Measure. Journal of Business and Psychology.
Jago, A.G. (1982). Leadership: Perspectives in Theory and Research. Management Science.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 77
BAB XI
KEPEMIMPINAN AUTENTIK
11.1. Kesimpulan Kepemimpinan Autentik
1) Kepemimpinan autentik muncul sebagai respons terhadap permintaan
masyarakat akan kepemimpinan autentik, dapat dipercaya, dan baik.
2) Kepemimpinan autentik menggambarkan kepemimpinan yang transparan,
berdasarkan pada moral, serta responsive terhadap kebutuhan dan nilai
masyarakat.
3) Walaupun Kepemimpinan autentik tetap ada di dalam tahap awal
perkembangan, kajian kepemimpinan autentik ini baik dan bernilai,
menawarkan harapan kepada orang-orang yang rindu dengan kepemimpinan
yang sebenarnya.
4) Walaupun tidak ada definisi tunggal tentang Kepemimpinan autentik, hal itu
bisa dideskripsikan dari sudut antarpribadi, dalampribadi, dan pertumbuhan.
Perspektif dalam-pribadi berfokus pada pemimpin dan pengetahuan,
pengaturan diri, dan konsep diri. Perspektif antarpribadi mengklaim bahwa
kepemimpinan autentik adalah proses bersama, diciptakan oleh pemimpin
bersama dengan pengikut. Perspektif pertumbuhan menekankan komponen
utama dari kepemimpinan autentik yang berkembang dari waktu ke waktu dan
dipicu oleh peristiwa utama dalam hidup.
5) Kepemimpinan autentik dipengaruhi oleh kapasitas psikologis positif,
interprestasi moral, dan peristiwa penting dalam hidup pemimpin.
6) Kepemimpinan autentik memiliki tujuh ciri positif, yaitu:
a) Hal itu menyediakan jawaban untuk orang yang mencari kepemimpinan
yang baik dan kuat dalam dunia yang tidak pasti.
b) Kepemimpinan autentik itu bersifat pasti dan member banyak informasi
tentang bagaimana pemimpin bisa belajar untuk menjadi autentik.
c) Hal itu dibatasi sebagai suatu proses yang dikembangkan oleh pemimpin
dari waktu ke waktu, bukan sifat yang tetap.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 78
d) Hal itu memiliki dimensi moral yang eksplisit yang menegaskan bahwa
pemimpin perlu melakukan apa yang “benar” dan ”baik” untuk pengikut
dan masyarakat mereka.
e) Kepemimpinan autentik bisa diukur dengan instrument berbasis teori.
7) Ada juga cirri negative untuk Kepemimpinan autentik, yaitu:
a) Ide yang diajukan di pendekatan praktis perlu diperlakukan dengan hati-
hati, karena mereka belum pernah diteliti secara penuh.
b) Komponen moral dari kepemimpinan autentik tidak dijelaskan secara
penuh.
8) Kepemimpinan autentik adalah bidang penelitian bari dan menarik, yang
memiliki banyak janji. Kalau lebih banyak penelitian tentang kepemimpinan
autentik dilaksanakan, gambaran yang lebih jelas akan muncul tentang ciri
yang sebenarnya dari proses dan asumsi, serta prinsip yang dimiliki
kepemimpinan itu.
REFERENSI
Avolio, B.J. & Gardner, W.L. (2005). Authentic Leadership Development: Getting to The Root of Positif Forms of Leadership. Leadership Quarterly.
Bandura, A. (1997). Self-Efficacy: The Exercise of Control. New York: Freeman.
Bass, B.M. (1990). Handbook of Leadership. New York: Free Press.
Bass, B.M., & Steidlmeier, P. (1999). Ethics, Character, and Authentic Transformational Leadership. Leadership Quarterly.
Burns, J.M. (1978). Leadership. New York: Harper & Row.
Gardner, W.L., Avolio, B.J., & Walumbwa, F.O. (2005). Authentic Leadership Development: Emergent Trends and Future Directions. Oxford: Elsevier Science.
George, B. (2003). Authentic Leadership: Rediscovering The Secrets to Creating. Leadership Quarterly.
Northouse, Peter G. (2013). Leadership: Theory and Practice. 6th Edition. California: Sage.
Jago, A.G. (1982). Leadership: Perspectives in Theory and Research. Management Science.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 79
BAB XII
KEPEMIMPINAN TIM
12.1. Deskripsi
1) Kepemimpinan dalam tim kerja organisasi, menjadi salah satu bidang teori
dan penelitian kepemimpinan yang paling popular dan berkembang dengan
sangat cepat. Suatu tim adalah jenis khusus dari kelompok yang anggotanya
saling tergantung, memiliki tujuan bersama, dan harus mengkoordinasikan
aktivitas mereka untuk mencapai tujuan tersebut. Contoh Tim Manajemen
Proyek, gugus tugas, unit kerja, panitia kerja, tim kualitas an tim
penyempurnaan (Levi, 2011).
2) Organisasi memiliki kecakapan respons yang lebih cepat karena struktur
organisasi yang lebih landai, yang mengandalkan pada tim dan teknologi baru
untuk memungkinkan terjadinya komunikasi lintas waktu dan ruang (Porter T
Beyerlein, 2000).
3) Penelitian pada keefektifan dari tim organisasi telah menyatakan bahwa
penggunaan tim menghasilkan produktivitas yang lebih besar, penggunaan
sumber daya yang lebih efektif, keputusan dan pemecahan masalah yang lebih
baik, produk serta layanan dengan kualitas yang lebih baik, dan inovasi serta
kreativitas yang lebih besar (Parker, 1990). Tetapi agar tim bisa sukses,
budaya organisasi perlu mendukung keterlibatan karyawan. banyak tim gagal
karena mereka muncul dalam struktur otoritas tradisional yang tidak
mendukung komunikasi ke atas, atau pengambilan keputusan di tingkat
bawah. Tim akan mendapat kesulitan besar dalam budaya organisasi yang
tidak mendukung kerja sama dan pengambilan keputusan secara bersama.
Adalah mungkin untuk mengubah budaya organisasi ke suatu budaya yang
lebih mendukung tim, tetapi ini membutuhkan waktu dan upaya (Levi, 2011).
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 80
12.2. Bagaimana Model Kepemimpinan Tim Berfungsi ?
1) Bila pemantauan mengungkapkan bahwa semua aspek dari aktivitas tim
memuaskan, maka pemimpin seharusnya tidak mengambil tindakan langsung
tetapi langsung memantau lingkungan internal dan eksternal, dalam hal kinerja
dan pengembangan tim. Bila pemantauan mengungkapkan bahwa tindakan
diperlukan, pemimpin memutuskan apakah mengambil tindakan tingkat
internal atau tindakan tingkat eksternal atau keduanya. Akhirnya, pemimpin
memutuskan tindakan mana yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tim.
2) Model kepemimpinan tim dapat menunjukkan jalan untuk analisis dan
perbaikan tim yang konstan, seperti tim olahraga. Dalam olahraga, pelatih
tidak berhenti bekerja hanya karena timnya menang. Pelatih terus bekerja
untuk membangun komitmen, mengembangkan pemain muda, berbagi
keahlian, menciptakan metode dan strategi baru, serta secara bersama
meningkatkan kerja tim.
12.3. Kekuatan Kepemimpinan Tim
1) Kepemimpinan tim focus pada kinerja dan keefektifan tim memungkinkan
pemimpin serta anggota tim untuk mendiagnosis dan memperbaiki masalah
tim.
2) Model ini tidak berfokus pada kekuatan posisi dari pemimpin tetapi justru
focus pada fungsi penting kepemimpinan sebagai diagnosis dan pengambilan
keputusan. Anggota tim manapun dapat melakukan fungsi kepemimpinan
yang penting untuk menilai keefektifan yang ada dari tim, dan kemudian
mengambill tindakan yang tepat.
3) Pendekatan untuk kepemimpinan tim bisa membantu dalam pemilihan
pemimpin tim. Bila Anda harus memilih pemimpin untuk tim, yang paling
baik mungkin memilih orang yang peka, terbuka, objektif, analitis, dan
pendengar yang baik dengan keterampilan diagnotis. Contoh, bila saya
mengetahui bahwa dua anggota dari tim saya saling berkonflik, saya perlu bisa
menentukan akar masalahnya dan memilih tindakan yang paling tepat (atau
memilih untuk tidak melakukan tindakan apa pun).
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 81
12.4. Kritik Kepemimpinan Tim
1) Pemimpin tim perlu menghabiskan waktu untuk menyesuaikan diri dengan
kerangka kerja sehingga hal itu muncul secara alami ketika keputusan perlu
diambil. Kerangka kerja ini tidak memberi jawaban pasti untuk masalah
tertentu yang dihadapi oleh pemimpin itu, seperti “Kapan waktu terbaik untuk
melakukan intervensi:, atau “Apakah tindakan yang Anda ambil untuk
menghadapi budaya organisasi yang tidak mendukung kerja tim”.
2) Banyak tim dengan kepemimpinan bersama menuntur bahwa semua orang
yang melakukan kepemimpinan tim memiliki banyak keterampilan
berorientasi tim.
12.5. Penerapan Kepemimpinan Tim
1) Model untuk membantu pemimpin membuat keputusan:
a) Haruskah saya bertindak ?
b) Bila demikian, bagaimana saya melakukannya ?
2) Pemimpin bisa memilih untuk menggunakan survey untuk membantu
melaksanakan diagnosis tim, dan sekumpulan langkah yang diperlukan untuk
mengambil tindakan.
REFERENSI
Bass, B.M. (1990). Handbook of Leadership. New York: Free Press.
Burns, J.M. (1978). Leadership. New York: Harper & Row.
Cobb, A.T. (2012). Leading Project Teams: The Basic of Project Management and Team Leadership. Thousand Oaks, CA: Sage.
Day, D.V., Gronn, P., & Sallas, E. (2004). Leadership Capacity in Teams. Leadership Quarterly.
Hackman, J.R. (2002). Leading Teams: Setting the Stage for Great Performances. Boston: Harvard Business Scholl Press.
Jago, A.G. (1982). Leadership: Perspectives in Theory and Research. Management Science.
Levi, D. (2011). Group Dynamic for Teams. Thousand Oaks, CA: Sage.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 82
Northouse, Peter G. (2013). Leadership: Theory and Practice. 6th Edition. California: Sage.
Parker, G.M. (1990). Team Players and Teamwork. San Fransisco: Jossey-Bass.
Porter, G., & Beyerlein, M. (2000). Historic Roots of Team Theory and Practice. Dordrecht, Netherland: Kluwer.
Zaccaro, S.J., Heinen, B., & Shuffler, M. (2009). Team Leadership and Team Effectiveness. New York: Taylor & Francis Group.
Zaccaro, S.J., Rittman, A.L., & Marks, M.A. (2001). Team Leadership. Leadership Quarterly.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 83
BAB XIII
KEPEMIMPINAN PSIKODINAMIKA
13.1. Deskripsi
1) Satu konsep fundamental mendasari pendekatan psikodinamika yaitu
kepribadian. Kepribadian ditandai oleh daftar kecenderungan atau sifat, seperti
bahwa seseorang mungkin malu, cerdas, dan ketat dalam perilaku, sementara
yang lain kreatif, mandiri, dan spontan. Kuisioner untuk deskripsi kepribadian
menggunakan Myers-Briggs Type Indicator.
2) Pendekatan kepribadian berbeda dari pendekatan sifat dan pendekatan gaya.
Di dalam pendekatan sifat, karakteristik tertentu dari seseorang diasumsikan
sebagai hal yang penting dalam mendapatkan status kepemimpinan atau
melakukan tugas kepemimpinan. Pendekatan gaya menyatakan bahwa gaya
kepemimpinan tertentu, terutama gaya kepemimpinan tim adalah yang terbaik.
Kepemimpinan situasional menyatakan bahwa elemen kunci adalah
kesesuaian antara gaya atau perilaku pemimpin dan kebutuhan pengikut.
Dalam pendekatan psikodinamika, ditekankan jenis kepribadian dan
ditampilkan bukti yang menyatakan, bahwa beragam jenis kepribadian lebih
cocok untuk posisi atau situasi kepemimpinan tertentu.
3) Pendekatan psikodinamika dimulai dengan menganalisis asal mula individu
dalam keluarga.
4) Jenis dan Kepemimpinan
Kroeger dan Theusen (2002) mengaitkan delapan fungsi ke kekuatan dan
kelemahan kepemimpinan (Lihat Tabel 13.1).
Tabel 13.1: Pilihan dan Kepemimpinan Psikologis
Kecenderungan Kelebihan Kekurangan
Pemikir (menggunakan logika, berusaha mencari objektivitas, dan bersifat analitis)
Objektif Rasional Pemecah masalah
Serius Banyak tuntutan Tidak peka
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 84
Orang yang menggunakan perasaan (cenderung lebih subjektif, mencari keselarasan dengan orang lain dan memperhitungkan perasaan orang lain)
Simpatik Kooperatif Setia
Tidak tegas Dapat berubah
Orang yang ekstrover (kecenderungan untuk mendapatkan informasi, inspirasi, dan energy dari luar diri)
Memotivasi Komunikatif Terbuka
Terlalu banyak berkomunikasi
Orang yang introver (menggunakan ide dan pemikirannya sendiri serta tidak membutuhkan rangsangan eksternal)
Pendiam Pemikir yang
reflektif
Lambat untuk memutuskan
Tidak pasti
Orang yang menggunakan intuisi (cenderung lebih konseptual dan teoritis, seperti , membuat fantasi tentang masa depan, dan menerapkan imajinasi untuk suatu masalah)
Pemikir strategis Berorientasi ke
masa depan
Tidak jelas Tidak spesifik
Orang yang mengetahui lewat indera (focus pad apa yang bisa dilihat, didengar, disentuh, dicium, dan dirasakan)
Konkret Berorientasi pada
tindakan
Tidak imajinatif Berorientasi pada
detail
Orang yang menggunakan penilaian (menyukai struktur, rencana, jadwal, dan keputusan)
Tegas Berpegang pada
rencana
Kaku Tidak fleksibel
Orang yang menyadari (cenderung lebih fleksibel, bisa beradaptasi, tidak yakin, dan tidak pasti)
Fleksibel Ingin tahu Tidak resmi
Sporadis Tidak fokus
13.2. Bagaimana Pendekatan Psikodinamika Berfungsi ?
1) Tujuan utama dari pendekatan psikodinamika adalah meningkatkan
pemahaman pemimpin dan pengikut akan jenis kepribadian mereka dan
dampak jenis itu pada pekerjaan dan hubungan kerja.
13.3. Kekuatan Pendekatan Psikodinamika
1) Kekuatan dari pendekatan psikodinamika adalah hasilnya dalam analisis
hubungan antara pemimpin dan pengikut.
2) Kepemimpinan yang efektif dengan menggunakan pendekatan psikodinamika
didasarkan pada pemahaman diri dan toleransi untuk gaya dan perilaku orang
lain.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 85
13.4. Kritik Pendekatan Psikodinamika
1) Tidak ada penilaian yang terstandarisasi untuk mendeskripsikan kondisi ego
dalam diri manusia.
2) Pendekatan psikodinamika hanya focus pada kepribadian pemimpin dan
pengikut yang mengatur sifat hubungan antara mereka. Hal ini tidak
memperhitungkan faktor organisasi (budaya, struktur, dan lain-lain)
REFERENSI
Bass, B.M. (1990). Handbook of Leadership. New York: Free Press.
Bennis, W.G, & Nanus, B. (1985). Leaders: The Strategies for Taking Charge. New York: Harper & Row.
Burns, J.M. (1978). Leadership. New York: Harper & Row.
Copeland, N. (1942). Psychology and The Soldier. Harrisburg, PA: Military Service Publications.
Gardner, J.W. (1990). On Leadership. New York: Free Press.
Hemphill, J.K. (1949). Situational Factors in Leadership. Columbus: Ohio State University, Bureau of Educational Research.
Jung, C.G. (1993). Psychological Types. New York: Modern Library.
Jago, A.G. (1982). Leadership: Perspectives in Theory and Research. Management Science.
Kotter, J.P. (1990). A Force for Change: How Leadership Differs from Management. New York: Free Press.
Maslow, A. (1998). Maslow on Management. New York: Wiley.
Northouse, Peter G. (2013). Leadership: Theory and Practice. 6th Edition. California: Sage.
Schiffer, I. (1973). Charisma: A Psychoanalytic Look at Mass Society. Toronto: Toronto University Press.
Stogdill, R.M. (1974). Handbook of Leadership: A Survey of Theory and Research. New York: Free Press.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 86
BAB XIV
PEREMPUAN DAN KEPEMIMPINAN
14.1. Kesimpulan
1) Dimulai di tahun 1970-an, peneliti mulai meneliti perbedaan gender dalam
kepemimpinan.
2) Penelitian tentang gaya kepemimpinan telah mengungkapkan bahwa
perempuan agak lebih mungkin menggunakan gaya transformasional dan
demokratis daripada laki-laki.
3) Perempuan secara nyata tidak terwakili dalam posisi kepemimpinan yang
penting. Hambatan ini diberi julukan labirin kepemimpinan, karena ketiadaan
investasi modal manusia yang dimiliki perempuan dalam bidang pendidikan,
pelatihan dan pengalaman kerja.
4) Perempuan dinilai tidak kurang efektif pada kepemimpinan, setia pada
pekerjaan mereka, atau termotivasi untuk mendapatkan peran kepemimpinan
dibandingkan laki-laki. Tetapi, perempuan kurang suka untuk
mempromosikan diri dibandingkan laki-laki. Dan, perempuan kurang senang
memulai negosiasi, peralatan penting yang diperlukan pemimpin untuk
mendapatkan peluang dan sumber daya yang benar, baik dalam lingkup
professional maupun domestic.
5) Akhirnya, ada sejumlah pendekatan untuk mengatasi labirin. Perubahan
organisasi yang nyata akan membuat perempuan lebih mudah mencapai posisi
puncak, termasuk perubahan dalam norma di tempat kerja serta dalam budaya
organisasi, peningkatan dalam pengembangan karir bagi perempuan dan
dalam peluang pemdampingan yang efektif.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 87
BAB XV
BUDAYA DAN KEPEMIMPINAN
15.1. Deskripsi
1) Peningkatan globalisasi telah menciptakan banyak tantangan, termasuk
kebutuhan untuk mendesain organisasi multinasional yang efektif, untuk
mengidentifikasi dan memilih pemimpin yang tepat untuk kesatuan ini, dan
untuk mengelola organisasi dengan karyawan yang berbeda secara budaya
(House & Javidan, 2004). Globalisasi telah menciptakan kebutuhan untuk
memahami bagaimana perbedayaan budaya memengaruhi kinerja
kepemimpinan.
2) Adler dan Bartholomew (1992:53) menyatakan bahwa pemimpin global perlu
mengembangkan lima kompetensi lintas budaya yaitu:
(1) Pemimpin perlu memelajari bisnis, politik, dan lingkungan budaya di
seluruh dunia.
(2) Mereka perlu memelajari perspektif, selera, tren, dan teknologi dari
banyak budaya lain.
(3) Mereka perlu bisa bekerja sama dengan orang dari banyak budaya.
(4) Pemimpin harus bisa beradaptasi untuk tinggal dan berkomunikasi di
budaya lain.
(5) Mereka perlu belajar untuk berhubungan dengan orang lain dari budaya
lain, tetapi dengan kesetaraan posisi dan bukan keunggulan budaya.
3) Ting-Toomey (1999) mengatakan bahwa pemimpin global perlu terampil
dalam menciptakan visi transbudaya. Mereka perlu mengembangkan
kecakapan komunikasi yang akan memungkinkan mereka untuk
mengutarakan, dan menerapkan visi mereka di tempat kerja yang beragam.
Intinya, pemimpin di masa sekarang perlu mendapatkan sekumpulan
kecakapan yang menantang, bila mereka ingin efektif dalam masyarakat
global masa kini.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 88
15.2. Definisi Budaya
1) Dalam konteks keseragaman, budaya didefinisikan sebagai keyakinan, nilai,
peraturan, norma, symbol, serta tradisi yang telah dipelajari dan merupakan
hal yang umum bagi sekelompok orang. Intinya, budaya adalah cara hidup,
kebiasaan, dan kata-kata sekelompok orang (Gudykunst & Ting-Tomey,
1988).
2) Terkait dengan budaya adalah istilah multicultural dan keberagaman.
Multicultural berarti suatu pendekatan atau system yang memperhatikan lebih
dari satu budaya. Hal itu merujuk pada keberadaan banyak budaya seperti
Afrika, Amerika, Asia, Eropa, dan Timur Tengah. Multicultural bisa juga
merujuk pada sekelompok subbudaya yang ditetapkan oleh ras, gender,
etnisitas, atau usia. Sedangkan keberagaman merujuk pada keberadaan budaya
atau etnisitas yang berbeda di dalam suatu kelompok atau organisasi.
15.3. Konsep yang Terkait dengan Budaya dan Kepemimpinan
1) Konsep yang terkait dengan budaya dan kepemimpinan adalah: (1)
etnosentrisme; dan (2) prasangka. Kedua konsep ini bisa memiliki dampak
pada cara pemimpin memengaruhi orang lain.
(1) Etnosentrisme a) Etnosentrisme adalah kecenderungan dari seseorang untuk
menempatkan (etnis, ras, atau budaya) kelompok mereka sebagai pusat dari pengamatan mereka, terhadap orang lain dan dunia. Etnosentrisme adalah persepsi bahwa budaya sendiri lebih baik atau lebih alamiah daripada budaya orang lain. Etnosentrisme adalah kecenderungan universal, dan masing-masing dari kita bersifat etnosentrisme hingga tahap tertentu.Contoh: Beberapa orang Amerika berpikir bahwa prinsip demokrasinya yang lebih hebat dibandingkan keyakinan politis budaya lain.
b) Etnosentrisme bisa menjadi hambatan besar untuk kepemimpinan yang efektif, karena hal itu mencegah orang-orang untuk memahami secara penuh atau menghargai sudut pandangan orang lain. Semakin etnosentris kita, akan semakin kurang terbuka atau kurang toleran kita terhadap tradisi dan praktik budaya orang lain.
c) Pemimpin yang cakap mampu menegosiasikan garis yang tepat, antara mencoba untuk mengatasi etnosentrisme dan mengetahui kapan untuk tetap berpegang pada nilai budaya mereka sendiri.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 89
(2) Prasangka a) Prasangka merupakan sikap, keyakinan, atau emosi yang secara kuat
dimiliki seseorang tentang individu atau kelompok lain yang didasarkan pada data yang keliru atau tidak jelas. Prasangka biasanya negative, dan seringkali dipikirkan dalam konteks ras, juga diterapkan dalam gender, usia, dan lain-lain.
b) Kita semua memiliki prasangka hingga tingkatan tertentu. Pemimpin juga menghadapi tantangan untuk berhadapan dengan prasangka bawahan.
c) Prasangka bisa terkait dengan budaya pemimpin atau pemimpin itu sendiri. Seorang pemimpin yang cakap perlu menemukan cara untuk bernegosiasi dengan bawahan dari beragam latar budaya.
15.4. Dimensi Budaya
1) Dalam 30 tahun terakhir, sejumlah kajian penting telah memfokuskan diri
secara khusus mengenai dimensi budaya.
2) Peneliti GLOBE (Global Leadership and Organizational Behavior
Effectiveness), antara lain: House, Hanges, Javidan, Dorfman, dan Gufta
(2004) serta Hofstede (1980), Kluckhohn & Srodtbeck (1961), McClelland
(1961), Triandis (1995), mengidentifikasi Sembilan dimensi budaya yaitu:
penghindaran ketidakpastian, jarak kekuasaan, kolektivisme institusional,
kolektivisme dalam-kelompok, egalitarianisme gender, ketegasan, orientasi
masa depan, orientasi kinerja/prestasi, dan orientasi kemanusiaan.
(1) Penghindaran ketidakpastian Dimensi ini merujuk hingga tingkat mana masyarakat, organisasi, atau kelompok yang didasarkan pada norma social, ritual, dan prosedur untuk menghindari ketidakpastian. Penghindaran ketidakpastian peduli dengan cara budaya menggunakan peraturan, struktur, dan hukum untuk membuat hal-hal lebih dapat diduga dan kurang pasti.
(2) Jarak kekuasaan Dimensi ini merujuk pada tingkatan di mana anggota kelompok percaya dan sepakat bahwa kekuasaan seharusnya dimiliki secara berbeda-beda. Jarak kekuasaan tertarik dengan cara budaya dikelompokkan, sehingga menciptakan tingkatan antara orang berdasarkan pada kekuasaan, otoritas, harga diri, status, kesejahteraan dan kepemilikan materi.
(3) Kolektivisme institusional Dimensi ini menggambarkan tingkatan di mana organisasi atau masyarakat mendorong tindakan kolektif institusi atau masyarakat. Kolektivisme
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 90
institusional tertarik dengan apakah budaya mengidentifikasi kepentingan masyarakat yang lebih luas daripada dengan tujuan dan prestasi individu.
(4) Kolektivisme dalam-kelompok Dimensi ini merujuk pada tingkatan di mana orang mengekspresikan kebanggaan, loyalitas, dan kekompakan di dalam organisasi atau keluarga mereka. Kolektivisme dalam-kelompok tertarik dengan hingga sejauh mana orang setia pada organisasi atau keluarga mereka.
(5) Egalitarianisme gender Dimensi ini mengukur tingkatan di mana organisasi atau masyarakat meminimalkan perbedaan peran gender dan meningkatkan kesetaraan gender. Egalitarianisme gender tertarik dengan seberapa besar masyarakat tidak menganggap penting jenis kelamin anggota dalam menentukan peran yang dimainkan anggota di rumah, organisasi, dan masyarakat mereka.
(6) Ketegasan Dimensi ini merujuk pada tingkatan di mana orang-orang dalam suatu budaya bersifat terfokus, tegas, menantang, dan agresif dalam hubungan social mereka. Ketegasan terkait dengan seberapa banyak budaya atau masyarakat mendorong orang-orang untuk bersikap tegas, agresif dan kuat, bukan mendorong mereka untuk malu-malu, pasif, dan sensitive dalam hubungan social.
(7) Orientasi masa depan Konsep ini tentang hingga tingkat mana orang terlibat dalam perilaku berorientasi masa depan, seperti membuat rencana, melakukan investasi untuk masa depan, dan menunda rasa puas diri. Orientasi masa depan menekankan bahwa orang di dalam suatu budaya bersiap untuk masa depan, bukan menikmati masa sekarang dan bersikap spontan.
(8) Orientasi kinerja/prestasi Dimensi ini menggambarkan tingkatan di mana organisasi atau masyarakat mendorong serta menghargai anggota kelompok atas kinerja dan kehebatan yang baik. Orientasi prestasi adalah tentang apakah orang di dalam budaya dihargai karena menetapkan dan memenuhi tujuan yang menantang.
(9) Orientasi kemanusiaan Dimensi ini merujuk pada tingkatan di mana budaya mendukung dan menghargai orang-orang untuk bersikap adil, tidak egois, murah hati, peduli, dan baik kepada orang lain. Orientasi kemanusiaan terkait dengan seberapa besar suatu masyarakat atau organisasi menekankan kepekaan kepada orang lain, dukungan social, dan nilai masyarakat.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 91
3) Berdasarkan hasil penelitian GLOBE terhadap karakter dari 62 negara yang
berbeda, diidentifikasi enam perilaku kepemimpinan global, yaitu: karismatik/
berbasis nilai, berorientasi tim, partisipatif, berorientasi manusia, otonom, dan
protektif-diri (House & Javidan, 2004).
(1) Kepemimpinan karismatik/berbasis nilai merefleksikan kemampuan untuk menginspirasi, memotivasi, dan mengharapkan kinerja tinggi dari orang lain, dengan didasarkan pada nilai inti yang mereka pegang dengan kuat. Jenis kepemimpinan ini mencakup sikap yang visioner, inspiratif, mengorbankan diri, dapat dipercaya, tegas, serta berorientasi kinerja.
(2) Kepemimpinan berorientasi tim menekankan pembentukan tim dan tujuan bersama di antara anggota tim. Jenis kepemimpinan ini mencakup karakter kolaboratif, integrative, diplomatis, tidak berhati dengki, dan cakap dalam hal administrasi.
(3) Kepemimpinan partisipatif merefleksikan tingkatan di mana pemimpin melibatkan orang lain dalam membuat dan menerapkan keputusan. Hal itu mencakup sikap partisipatif dan non-otokratis.
(4) Kepemimpinan berorientasi kemanusiaan menekankan sikap suportif, peduli, baik hati, simpatik. Jenis kepemimpinan ini mencakup kepekaan dan kerendahan hati.
(5) Kepemimpinan otonom merujuk pada kepemimpinan mandiri dan individualistis, yang mencakup sikap otonom dan unik.
(6) Kepemimpinan protektif-diri merefleksikan perilaku yang memastikan keamanan dan keselamatan pemimpin serta kelompok. Hal ini mencakup kepemimpinan yang terpusat pad diri, sadar akan status, mendorong konflik, menyelamatkan muka, dan procedural.
4) Karakter Kepemimpinan yang Diinginkan Secara Universal menurut GLOBE
(lihat Tabel 15.1)
Tabel 15.1 : Karakter Kepemimpinan yang Diinginkan Secara Universal
Karakter Pemimpin yang Positif yang Diinginkan secara Universal
Karakter Pemimpin yang Negatif yang tidak Diinginkan
secara Universal
Dapat dipercaya Memiliki pandangan masa depan Positif Pembangun keyakinan diri Cerdas Pemecah masalah menang-menang Terampil secara administrative Berorientasi kehabatan
Penyendiri Mudah marah Kasar Antisosial Tidak jelas Diktator Tidak kooperatif Egosentris
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 92
Objektif Merencanakan dulu Dinamis Motivasional Fokus Komunikatif Koordinatif Jujur Mendukung Pembangkit motivasi Dapat diandalkan Penawar yang efektif Memiliki informasi terbaru Pembangun tim
15.5. Kekuatan
1) Walaupun bahasan tentang budaya dan kepemimpinan dalam bab ini tidak
mewakili satu teori tunggal tentang kepemimpinan, tetapi menghasilkan
temuan yang memiliki sejumlah kekuatan terutama bahwa kita perlu
memperluas kecenderungan etnosentris kita untuk melihat kepemimpinan
hanya dari perspektif kita sendiri, bukan “membuka jendala kita” ke beragam
cara tentang bagaimana kepemimpinan dilihat oleh orang-orang dari wilayah
dunia yang berbeda.
2) Kajian GLOBE member informasi yang berguna tentang apa yang secara
universal diterima sebagai kepemimpinan yang bagus dan buruk.
15.6. Kritik
1) Sulit mendefinisikan sejumlah dimensi budaya dan perilaku kepemimpinan
terkait memahami apakah makna dari jarak kekuasaan, dan juga makna
kepemimpinan protektif—diri yang tidak jelas.
2) Kajian GLOBE cenderung mengisolai kumpulan karakter yang merupakan
karakeristik pemimpin yang efektif, tanpa mempertimbangkan dampak situasi
sekitar.
Heru Dian Setiawan/UNAS/AP/Kepemimpinan Sektor Publik/2018 93
15.7. Penerapan
1) Temuan tentang budaya bisa membantu pemimpin memahami bias dan
kecenderungan budaya mereka sendiri.
2) Temuan bisa membantu pemimpin global untuk berkomunikasi secara lebih
efektif dengan orang dari beragam budaya dan batasan geografis.
3) Temuan membantu pemimpin untuk memahami apa maknanya menjadi
pemimpin yang bagus.
REFERENSI
Adler, N.J. & Bartholomew, S. (1992). Managing Globally Competent People. Academy of Management Executive.
Bass, B.M. (1990). Handbook of Leadership. New York: Free Press.
Bennis, W.G, & Nanus, B. (1985). Leaders: The Strategies for Taking Charge. New York: Harper & Row.
Burns, J.M. (1978). Leadership. New York: Harper & Row.
Gardner, J.W. (1990). On Leadership. New York: Free Press.
Hall, E.T. (1976). Beyond Culture. New York: Doubleday.
Hofstede, F. (1980). Culture’s Consequences: International Differences in Work-Related Values. Beverly Hills, CA: Sage.
_____, (2001). Culture’s Consequences: Comparing Values, Behaviors, Institutions, and Organizations Across Nations. Thousand Oaks, CA: Sage.
House, R.J, & Javidan, M. (2004). Overview of Globe. Thousand Oaks, CA: Sage.
Kotter, J.P. (1990). A Force for Change: How Leadership Differs from Management. New York: Free Press.
Khluchohn, R.R., & Strodtbeck, F.L. (1961). Variations in Value Orientations. New York: HarperCollins.
McClelland, D.C. (1961). The Achieving Society. Princeton, NJ: Van Nostrand.
Porter, R.E., & Samovar, L.A. (1997). An Introduction to Intercultural Communication. Belmont, CA: Wadsworth.
Ting-Toomey, S. (1999). Communicating Across Cultures. New York: Guilford.
Northouse, Peter G. (2013). Leadership: Theory and Practice. 6th Edition. California: Sage.
Stogdill, R.M. (1974). Handbook of Leadership: A Survey of Theory and Research. New York: Free Press.