perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id abstrak · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
ABSTRAK
Pratiwi, NIM : I0306052. OPTIMISASI CUTTING STOCK PROBLEM PADA LOG MENJADI ROUGH SAW TIMBER (RST) DENGAN METODE PROGRAMA LINIER. Skripsi. Surakarta : Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Februari 2011.
Banyaknya scrap di CV. Vaasindo Sentra Usaha merupakan salah satu
permasalahan utama perusahaan. Scrap tersebut harus diminimasi karena pemanfaatannya kurang menguntungkan. Semakin kecil scrap yang dihasilkan, menunjukkan banyaknya perolehan potongan/RST yang dihasilkan. Hal ini secara langsung mempengaruhi jumlah log yang diperlukan untuk memenuhi demand. Banyaknya scrap yang dihasilkan pada proses pemotongan dipengaruhi oleh strategi pemotongan dan pola pemotongan yang dipakai. Sehingga, pada penelitian ini mencoba meminimasi scrap dengan pemakaian strategi pemotongan yang lebih baik dari strategi belah jeblos dan pertimbangan pemilihan pola pemotongan yang tepat sesuai dengan demand.
Pada penelitian ini dikembangkan aturan pemotongan log dengan menggunakan strategi pemotongan papan standar. Strategi pemotongan papan standar adalah pemotongan log yang menghasilkan papan dengan ukuran tebal yang distandarkan. Aturan pemotongan dimulai dengan mengkategorikan tebal RST sesuai ketentuan perusahaan yang kemudian dikategorikan lagi berdasarkan lebar dan tebal yang sama. Kemudian dibuat berbagai kemungkinan pola pemotongan sebagai alternatif pola yang akan dipilih. Pemilihan pola pemotongan dan berbagai kombinasinya dioptimisasi dengan menggunakan programa linier. Kriteria performansi yang digunakan pada model programa linier tersebut adalah minimasi total sisa pemotongan. Sedangkan, variabel keputusan yang digunakan adalah pola pemotongan dan jumlah pengulangannya untuk setiap tahapan pemotongan. Perhitungan ini dilakukan secara bertahap yang dimulai dengan perhitungan jumlah kebutuhan balok panjang yang diukur dari jumlah RST demand, kemudian perhitungan kebutuhan papan standar yang diukur dari jumlah balok panjang. Terakhir dengan menghitung jumlah kebutuhan log yang diukur dari jumlah papan standar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aturan pemotongan usulan dengan strategi papan standar secara matematis lebih baik dibanding dengan model strategi belah jeblos. Strategi usulan dapat meminimasi scrap yaitu sebesar 43,79% dari volume log sebesar 33 cm3. Nilai scrap ini jauh lebih kecil dibanding scrap yang dihasilkan pada pemotongan dengan menggunakan strategi perusahaan yang mencapai 65,22 % dari volume log yang nilainya hampir 53 cm3. Dengan kata lain, nilai rendemen pada strategi usulan mencapai 56,21 % yang nilainya jauh lebih baik dibanding strategi belah jeblos yang hanya mencapai 34,78 %.
Kata-kata kunci: pola pemotongan, strategi pemotongan, log, papan standar,
scrap, aturan pemotongan, programa linier. xiv + 144 halaman; 20 gambar; 20 tabel; 5 lampiran; daftar pustaka: 10 (1963-
2006)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
ABSTRACT
Pratiwi, NIM : I0306052. OPTIMIZATION OF CUTTING STOCK PROBLEM ON TRANSFORMED LOG BECOME ROUGH SAW TIMBER (RST) WITH LINIER PROGRAMMING METHOD. Thesis. Surakarta : Industrial Engineering Department, Engineering Faculty, Sebelas Maret University, February 2011.
Amount of scrap in CV. Valasindo Sentra Usaha is one of major case at this factory. It should be minimized because its utilization is fairly unprofitable. Less scrap produced, more RST will be obtained. It directly influence amount of log needed to meet the demand. Scrap obtained in cutting process influenced by cutting strategy and cutting pattern used. Thus, in this research, researcher have a purpose to minimize scrap using better strategy than jeblos cutting and the judgment of selection cutting pattern which suitable for demand.
This research has improved log cutting rules using strategy of standard board cutting. It is a type of log cutting to produce boards with thick size standarized. Cutting rules begins clustering RST thick size which suitable for factory policy and then clustered it again based on the same size of wide and thick. Make some possibilities cutting pattern as alternatives that will be choosen. Cutting pattern selection and its various combination, optimized by using linier programming. Performance criteria which used in that linier programming model is minimize the sum of scrap. Whereas the decision variable used are selected cutting pattern and the sum of its repeating in each cutting stage. This calculation done consecutively, begin from calculating the requirement of long board measured from RST demand, and then calculating the requirement of standard board measured from the sum of long board. The last is calculating log requirement measured from sum of standard board.
Research result shows that cutting rule with standard board strategy is better than jeblos strategy mathematically. Strategy proposed can minimize scrap that reach 43.79 % from log volume 33 m3. This percentage of scrap is less than percentage of scrap which used factory strategy that reach 65.22 % from log volume 53 cm3. In the other words, percentage of recovery using strategy proposed that reach 56.21 %, is better than using factory strategy which only reach 34.78%.
Key words: cutting pattern, cutting strategy, log, standard board, scrap, cutting rules, linier programming
xiv + 144 pages, 20 figures, 20 tables, 5 appendices, bibliography: 10 (1963-2006)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I - 1
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini membahas mengenai apa yang menjadi latar belakang penyusunan
laporan ini, apa yang menjadi masalah dan tujuan penyusunan laporan,
pembatasan masalah yang ada, asumsi dan mengenai sistematika penulisan
laporan.
1.1. Latar Belakang Masalah
Pada dunia nyata cutting problems dapat dilihat diberbagai kasus seperti
pada kasus pemotongan besi, pemotongan kain dan pemotongan kayu bulat (log).
Pemotongan plat besi merupakan kasus pemotongan satu dimensi, yaitu
pemotongan bahan dengan dimensi lebar dan tebal yang sama ukurannya sehingga
yang dioptimalkan pada satu ukuran saja, yaitu dimensi panjang. Berbeda dengan
pemotongan plat besi, pemotongan kain, merupakan contoh kasus pemotongan
dua dimensi dengan dimensi tebal saja yang memiliki ukuran sama. Sedangkan
pemotongan log merupakan kasus pemotongan tiga dimensi yang
mempertimbangan semua dimensi yaitu dimensi panjang, lebar dan tebal.
Pemotongan log lebih komplek dari pemotongan plat besi dan kain. Pemotongan
log membutuhkan tahapan khusus, karena mempertimbangkan 3 dimensi
sekaligus. Log dipotong mulai gelondongan besar menjadi papan kayu, kemudian
dipotong lagi menjadi balok panjang dan akhirnya dipotong menjadi ukuran balok
terkecil yang disebut Rough Saw Timber (RST).
Penentuan pola pemotongan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap besarnya scrap yang dihasilkan. Pola pemotongan sendiri diartikan
sebagai cara pemotongan sedemikian sehingga suatu bahan menjadi ukuran-
ukuran yang lebih kecil. Pada industri kayu yang proses pemotongan bahan
bakunya tanpa mempertimbangkan pola pemotongan, maka bahan baku yang
dibutuhkan pun bertambah banyak. Hal ini dikarenakan hasil perolehan
pemotongan antara satu pola dengan pola yang lain berbeda yang secara langsung
mempengaruhi bahan yang dibutuhkan dalam pemenuhan potongan yang harus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I - 2
dipenuhi. Sehingga, akan menambah biaya yang harus dikeluarkan dalam proses
produksi.
CV. Valasindo Sentra Usaha (VSU) merupakan perusahaan yang bergerak di
bidang furniture mulai dari pemotongan log sampai proses finishing barang jadi
yang dilakukan secara mandiri. Perusahaan ini terkendala pemenuhan persediaan
bahan baku yang semakin sulit dan mahal yang nilai Bahan Baku Industri (BBI)-
nya bisa mencapai 60% dari harga jual produk. BBI adalah biaya total bahan baku
yang dibutuhkan dalam proses prosuksi untuk periode tertentu. Selain itu,
perusahaan harus memenuhi batas persediaan log minimal akhir tahun yang
mencapai 306 m3 untuk menjaga kelangsungan proses produksi sampai
pemesanan bahan baku log di awal periode berikutnya diperoleh. Sehingga,
pemanfaatan log harus bisa dimaksimalkan untuk menjaga kelangsungan proses
produksi. Besarnya nilai log yang terpakai dipengaruhi langsung oleh proses
pemotongan yang digunakan. Setiap pemotongan akan menghasilkan dua jenis
scrap yaitu scrap serbuk dan scrap berupa RST non demand (potongan balok
dengan berbagai ukuran yang belum dibutuhkan pada trend pemesanan saat ini).
Selain kedua scrap tersebut, scrap lain yang terdapat pada proses pemotongan log
adalah bagian tepi log yang dekat dengan kulit terluar dengan bentuk tidak
beraturan sehingga dibuang sebagai bahan kayu bakar.
Banyaknya scrap kayu yang dihasilkan, berhubungan erat dengan strategi
pemotongan kayu yang digunakan. Strategi pemotongan adalah cara pemotongan
mulai dari perencanaan awal sampai tahapan proses pemotongan yang diatur
sesuai tujuan dan hasil potongan yang diinginkan. CV. VSU dalam proses
pemotongan kayu, menggunakan strategi belah jeblos. Strategi belah jeblos adalah
strategi pembelahan tebal langsung sesuai dengan ukuran tebal demand.
Perusahaan sendiri menilai bahwa strategi ini dinilai belum optimal dalam
minimasi scrap. Terbukti, bahwa persediaan RST non demand perusahaan ini
terus bertambah karena perencanaan pemotongan yang belum baik. Nilai
persediaan total ukuran non demand sendiri saat ini mencapai 231.682 m3 atau
setara dengan 236 batang log sepanjang 2 m dengan diameter 0,25 m. Nilai ini
berpengaruh terhadap Harga Pokok Produksi (HPP) yang mencapai 60% dari total
harga produksi. Sementara, penyesuaian HPP terhadap nilai jual tidak dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I - 3
dinaikkan begitu saja mengingat persaingan usaha yang semakin ketat sementara
kondisi demand pada akhir-akhir ini semakin menurun.
Selain itu, hasil rendemen pemotongan hingga mencapai net kayu yang
selama ini dihasilkan perusahaan hanya mencapai 26,09% dari total log bahan
baku. Net kayu merupakan sebutan untuk RST yang sudah diproses sesuai bentuk
akhir part yang siap di-assembly menjadi suatu furniture tertentu. Hasil rendemen
ini dinilai masih rendah dan bisa ditingkatkan lagi. Nilai rendemen total 26,09%
tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 73,91% bahan adalah sisa pemotongan
yang berupa RST non demand dan scrap gergaji potong yang belum
diberdayagunakan untuk memenuhi kebutuhan demand. Simpanan potongan RST
non demand dari awal tahun sampai pertengahan Mei 2010 mencapai angka 31,67
m3. Angka rendemen log ke papan adalah 47% dan angka rendemen papan ke
RST adalah 74%. Masing-masing sisa dari persentase tersebut adalah merupakan
sisa pemotongan yang seharusnya masih bisa dimaksimalkan pemakaiannya.
Melihat kenyataan tersebut, perusahaan mengembangkan stategi
pemotongan yang baru. Strategi pemotongan yang dikembangkan adalah dengan
pemotongan tebal standar sebelum di buat turunan ke ukuran sesuai demand. Pada
strategi ini, sudah ditentukan ukuran papan yang dihasilkan dengan melalui
pembuangan scrap akibat ukuran tidak beraturan di bagian tepi log. Kelebihan
strategi ini adalah kemudahan penyesuaian kualitas dan pertimbangan sisa yang
didapat adalah potongan ukuran papan standar yang memiliki nilai jual di pasaran.
Pertimbangan ini diutamakan karena pembelahan log akan terus dilakukan sampai
RST demand terpenuhi. Sehingga alternatif pembelahan papan standar lebih aman
karena mudah dalam penyesuaian kualitas sekaligus sebagai persediaan yang
fleksibel pemanfaatannya baik terhadap order yang akan datang maupun terhadap
penjualan mandiri keluar dalam bentuk papan standar. Kelebihan lain dari strategi
papan standar ini, dapat pula sebagai safety stock terhadap order dengan lead time
yang pendek, mengingat pemenuhan demand terhadap berbagai order beberapa
kali terkendala waktu sehingga perusahaan terkena pinalty (denda). Namun,
strategi usulan perusahaan ini belum mempertimbangkan kebutuhan RST
melainkan hanya sebatas strategi awal sehingga perlu dikembangkan agar sesuai
dengan demand.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I - 4
Dalam penelitian ini dikembangkan aturan pemotongan log sampai menjadi
ukuran RST yang dapat meminimumkan scrap dengan mempertimbangkan
jumlah kebutuhan RST. Aturan yang dibuat merupakan model pengembangan
strategi pemotongan yang direncanakan oleh perusahaan yaitu strategi
pemotongan papan standar. Model ini mengacu pada penelitian yang sama tentang
permasalahan pemotongan kayu yaitu penelitian dengan Penggunaan Program
Bilangan Bulat untuk Menyelesaikan Masalah Pemotongan Kayu di PT. Indo
Veneer Utama Surakarta, (Habibi, 2006) dengan pengembangan pemenuhan
demand bertahap dari ukuran panjang sampai pada total kebutuhan log. Model
yang dikembangkan Habibi (2006) adalah model satu dimensi pemotongan log
yang fokus pada optimisasi pemotongan dimensi panjang saja. Dengan mengacu
pada metode tersebut, dibuat pengembangan model yang sesuai dengan
permasalahan di CV. VSU yaitu model satu dimensi dengan 3 tahap penyelesaian:
dimensi panjang, dimensi lebar dan dimensi tebal secara sequencial yang dapat
meminimasi sisa potong dengan progarama linier.
1.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana mengembangkan
aturan pemotongan log dengan model programa linier untuk menentukan pola
pemotongan log yang meminimumkan scrap pada proses pemotongan log
menjadi papan, papan menjadi balok panjang dan balok panjang menjadi RST.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Menghasilkan aturan pemotongan log dengan model programa linier
yang dapat meminimumkan scrap.
2. Menghasilkan pola pemotongan terbaik yang menimimumkan scrap.
3. Menentukan jumlah log yang diperlukan untuk memenuhi demand bulan
Mei 2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I - 5
1.4. Manfaat Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini maka diharapkan dapat memberi
kemudahan perusahaan dalam perencanaan produksi sebagai dasar melakukan
proses pemotongan log sehingga dapat meminimumkan sisa pemotongan.
1.5. Batasan Masalah
Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Faktor utama yang dipertimbangkan adalah minimasi scrap saja,
sehingga faktor waktu, biaya maupun faktor lain baik secara langsung
maupun tidak langsung terkena pengaruh tidak dipertimbangkan .
2. Demand merupakan demand bulan Mei tahun 2010 dari buyer ECO.
3. Log yang dipakai adalah 3 jenis ukuran log yaitu log dengan diameter
250 mm, 280 mm dan 370 mm.
4. Panjang log yang diteliti 2000 mm.
5. Persentase nilai bebas cacat log yang digunakan 80%.
6. Penelitian tidak mempertimbangkan persediaan dari bulan sebelumnya.
1.6. Asumsi
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Besarnya scrap akibat pisau potong adalah 4 mm.
2. Bahan baku log yang ada, dimungkinkan untuk dipotong sesuai
dengan standar yang ada, dengan bentuk yang simetri seperti tabung.
3. Ukuran log yang digunakan tersedia di pasaran.
4. Kualitas log yang digunakan dalam perhitungan dianggap sesuai
dengan demand sehingga perhitungan hanya mengacu pada besarnya
persentase nilai bebas cacat.
1.7. Sistematika Penulisan
Dalam membahas permasalahan yang telah dirumuskan di atas, digunakan
sistematika sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I - 6
BAB I : Pendahuluan
Bab ini meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi, dan
sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Pustaka
Bab ini membahas mengenai pengertian pemotongan, kayu, optimisasi
dan programa linier yang berguna sebagai acuan dalam melaksanakan
penelitian ini.
BAB III : Metodologi Penelitian
Bab ini berisi tahapan yang dilalui selama penelitian mulai dari
identifikasi masalah sampai penarikan kesimpulan, beserta penjelasan
dan gambar diagramnya.
BAB IV : Pengumpulan dan Pengolahan Data
Bab ini berisi data yang telah dikumpulkan, identifikasi sistem
sekarang, pemodelan sistem, dan perancangan model optimisasi .
BAB V : Analisis dan Interpretasi Hasil
Bab ini membahas implementasi dari model optimisasi yang
dirancang dalam penelitian ini.
BAB VI : Kesimpulan dan Saran
Bagian ini berisi kesimpulan hasil dari semua tahap yang telah dilalui
selama penelitian beserta saran-saran yang berkaitan dengan penelitian
ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas tentang konsep-konsep yang berkaitan dengan
penelitian. Diawali dengan tinjauan umum perusahaan dan teori pendukung antara
lain sifat kayu, permasalahan optimisasi, cutting stock problems dan linear
programaming.
2.1 Gambaran Umum Perusahaan
2.1.1 Sejarah Perusahaan
CV. Valasindo Sentra Usaha (CV. VSU) merupakan salah perusahaan
ekspor menengah yang bergerak dibidang furniture produk kayu dan besi yang
bertujuan untuk memenuhi pesanan atau make to order. CV. VSU merupakan
bagian dari Roda Jati Group yang memproduksi produk indoor dan outdoor
furniture. Dengan meningkatnya permintaan pasar akan produk-produk furniture
maka tahun 1997 didirikanlah CV. VSU, dan kemudian mulai beroperasi pada 1
Januari 1999 untuk membuka peluang pasar internasional atau pasar export.
Dalam pengadaan bahan baku CV. VSU bersama Perhutani melakukan Kerja
Sama Produksi (KSP) selain itu juga bekerja sama dengan para supplier. Pangsa
pasar perusahaan ini meliputi negara-negara di benua Amerika, Australia dan
Eropa ( Perancis, Denmark, Italia).
2.1.2 Lokasi Perusahaan
CV. VSU berlokasi di Jl. Raya Solo-Purwodadi Km 8,5 Mundu,
Selokaton, Gondangrejo, Karanganyar. Perusahaan didalam memilih lokasi
perusahaan dipengaruhi oleh beberapa pertimbangan :
1. Lingkungan
Kesediaan masyarakat sekitar untuk menerima segala resiko baik itu positif
maupun negatif dengan didirikannya perusahaan di kawasan tersebut.
2. Tenaga kerja
Beberapa tenaga kerja mudah didapatkan dari daerah sekitarnya yaitu bagi
masyarakat yang memenuhi syarat dan sesuai dengan kualifikasi yang
dibutuhkan perusahaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-2
3. Bahan baku
Kemudahan dalam memperoleh bahan baku, karena sebagian besar bahan
baku diambil dan provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.
4. Transportasi
Kemudahan transportasi yang dimaksudkan adalah bahwa perusahaan
memperoleh kemudahan dalam arus pengangkutan bahan baku maupun
pemasaran hasil produksinya, karena lokasi perusahaan berada di tempat yang
strategis yaitu tepat di tepi jalan sehingga hal tersebut memudahkan dalam
akses ke perusahaan.
5. Sarana dan prasarana lainnya
Kemudahan pemenuhan kebutuhan akan air, listrik maupun sambungan
telepon menjadi pertimbangan perusahaan memilih lokasi ini.
2.1.3 Tujuan Pendirian Perusahaan
Didalam mendirikan suatu perusahaan pada hakekatnya ada tujuan-tujuan
tertentu yang hendak dicapai. CV. VSU dalam menjalankan usahanya mempunyai
beberapa tujuan yang ditetapkan, diantaranya:
1. Memperoleh keuntungan yang maksimum.
2. Mengurangi tingkat pengangguran dengan menciptakan lapangan kerja.
3. Menciptakan tenaga kerja yang profesional dan mau bekerja keras.
4. Ikut berpartisipasi dalam perdagangan global dengan menawarkan berbagai
produk berkualitas tinggi.
5. Ikut serta dalam mendorong perkembangan ekonomi di Indonesia.
2.1.4 Struktur Organisasi Perusahaan
Struktur Organisasi CV. VSU dibuat untuk membedakan tingkatan tugas
dan wewenang tiap-tiap bagian. Struktur organisasi CV. VSU secara lengkap
ditampilkan pada gambar 2.1. Adapun tugas, wewenang serta tanggung jawab tiap
bagian dalam struktur organisasi CV. VSU sebagai berikut :
1. Direktur Utama
a. Membuat kebijakan-kebijakan tentang sistem manajemen perusahaan,
ketenagakerjaan, target penjualan, serta membuat keputusan akhir.
b. Menyusun dan merekonstruksi pajak bersama konsultan pajak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-3
2. Direktur Marketing
a. Meneruskan peluang order, menciptakan peluang bisnis, strategi marketing
dan penentuan struktur harga.
b. Menjalankan administrasi pemasaran, koordinasi dengan manajer produksi
ntuk memonitor status perkembangan order berjalan dan dalam pelayanan
pelaksanaan transaksi business dengan buyers.
3. Direktur Keuangan
a. Menjalankan administrasi keuangan, membuat perencanaan dan
menetapkan anggaran, koordinasi dengan semua divisi berkaitan dengan
tagihan jatuh tempo, memberikan laporan pengeluaran keuangan,
menyusun laporan pajak, melakukan transaksi pembelian bahan finishing.
b. Koordinasi dengan direktur utama dalam penentuan kebijakan struktur gaji
manajer, staff, karyawan.
4. Direktur R&D
a Membuat perencanaan yang efektif tentang sistem produksi dan
organisasi, koordinasi dengan semua divisi dalam menjalankan operasional
produksi perusahaan, mengawasi jalannya stuffing.
b Memotivasi team work, mampu bekerjasama dan menciptakan iklim yang
kondusif, serta mampu mengambil keputusan yang berkaitan dengan
produk.
5. Kabag Produksi Furniture
Melakukan perencanaan dan pengawasan proses produksi. menentukan dalam
jumlah berapa produk dibuat, mampu mengambil keputusan yang berkaitan
dengan produk serta membina pekerja agar mampu menghasilkan produk
dengan kualitas, bentuk dan ukuran sesuai standar produk
6. Kabag Personalia Umum /HRD
Membuat perencanaan yang efektif tentang sistem organisasi, memonitoring
karyawan.
7. Kabag PPIC dan R&D
Menentukan rencana produksi, membreakdown kebutuhan volume bahan baku
untuk memenuhi semua order, dan membuat jadwal produksi tiap komponen
yang dibutuhkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-4
8. Pengawas Monitoring Produksi
Memonitoring hasil produksi dari awal penerimaan log sampai pada proses
finishing
9. Pengawas Sawmills
Melakukan breakdawn bahan-bahan penyusun komponen, Mengawasi mutu
dan kualitas produksi, Mengawasi jalannya proses pembelahan log,
mengawasi pemakaian bahan serta peralatan
10. Pengawas Pembahanan
Mengawasi mutu dan kualitas produksi, Mengawasi jalannya proses setting
komponen kering, proses komponen lengkung dan proses laminating dan
mengawasi pemakaian bahan serta peralatan
11. Operator
a. Melaksanakan operasional perusahaan sesuai dengan instruksi, menaati
peraturan dan etika perusahaan sesuai dengan kebijakan direktur utama.
b. Bertanggung jawab terhadap bidang kerja masing-masing.
2.1.5 Tenaga Kerja
Jumlah tenaga kerja di CV. VSU adalah 230 orang dengan perincian
seperti pada table 2.1. Perusahaan ini beroperasi lima hari dalam seminggu, dari
hari senin sampai dengan hari jumat mulai jam 08.00 sampai 16.30. Untuk
memenuhi hak karyawan selain gaji yang diterima setiap minggu/bulan, CV. VSU
memberikan jaminan berupa:
a. Jamsostek, jaminan tersebut meliputi jaminan kesehatan dan tunjangan hari
tua bagi tenaga kerja.
b. Tunjangan Hari Raya, yaitu tunjangan yang diberikan setiap menjelang hari
Lebaran.
Tabel 2.1 Jumlah tenaga kerja
Bagian Jumlah Tenaga borongan 100
Tenaga harian 110
Staff kantor 20
Jumlah 230 Sumber : CV. Valasindo Sentra Usaha, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-5
Gambar 2.1 Struktur organisasi CV. VSU Sumber : CV. Valasindo Sentra Usaha, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-6
2.1.6 Proses Produksi
Proses produksi CV. VSU dilakukan secara berurutan dengan alur sawmill,
kiln dry, pembahanan, konstruksi, assembling, finishing dan loading. Berikut
penjelasan masing-masing proses unit produksi:
1. Unit sawmill
Log kayu dibelah kemudian dijemur sebagai tahap persiapan sebelum kiln
dry. Pada tahap ini, kayu disiram air agar getahnya keluar sehingga akan
mempermudah dalam proses pengeringan dan juga untuk memperbaiki
warna.
2. Unit pengovenan (kiln dry)
Lama kiln dry bahan kurang lebih 10 hari sehingga kapasitas maksimal unit
kiln dry sebesar ±280m3/bulan setelah dikurangi waktu bongkar muat.
3. Unit pembahanan (moulding)
Kayu yang dari unit kiln dry diterima di unit ini dalam bentuk ukuran m3 RST
dan papan, baik GF maupun indoor, sebagai berikut:
a. GF
Kayu GF terdiri dari kayu dalam bentuk m3RST yang dapat langsung
diserahkan ke unit konstruksi dan kayu dalam bentuk papan yang dipotong
bengkok dengan mesin vertical saw 1 dan vertical saw 2 kemudian
dilanjutkan ke pembentukan detail di unit konstruksi.
b. Indoor
1) Dalam bentuk m3RST
Kayu ini dibagi menjadi dua yaitu kayu yang langsung diserahkan ke
unit konstruksidan kayu yang dijadikan bentuk kayu laminating. Kayu
laminating dibuat dengan menyetting ukuran panjang, diberi tanda,
dilem, dan dilaminating dengan mesin clam carier. Kayu dapat
dilaminating berkali – kali sampai pada ukuran ketebalan yang
diinginkan diperoleh. setelah itu, kayu laminating dibentuk siku
dengan mesin planer dan diratakan ketebalannya dengan mesin
thicknesser
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-7
2) Dalam bentuk papan
kayu papan dipotong dengan mesin rip saw 1 dan rip saw 2
dilanjutkan dengan mesin cross cut. kemudian kayu dijadikan kayu
laminating
4. Unit konstruksi
Di unit kayu ini kayu RST dibentuk sesuai dengan pola dan diberi angka
toleransi secukupnya. kayu dengan warna yang belum merata ditreatment
dengan obat dan dikeringkan dengan sinar matahari, kapasitas produksinya
25m3/bulan.
5. Unit assembling
Dari unit konstruksi, part yang telah terbentuk kemudian disatukan atau di
assembling dan diberi bahan bantu seperti sekrup, dowel, handle dll. kapasitas
produksinya 25m3/bulan.
6. Unit finishing, packing dan loading
Diunit ini produk disempurnakan. Apabila warna produk belum merata, part
atau konstruksi produk tersebut diobati, dijemur, dan bahkan dapat dioven
lagi. setelah selesai, produk di packing dan dimuat ke container untuk dikirim
ke buyer. Kapasitas pengiriman rata–rata 25m3NETT/bulan dalam empat
container.
2.1.7 Produk CV. VSU
Produk-produk yang dihasilkan oleh CV. VSU jenisnya bervariasi,
diantaranya dari lemari, meja dan kursi. Contoh produk CV. VSU dapat dilihat
pada gambar 2.2 dibawah ini.
Gambar 2.2 Contoh produk CV. VSU
Sumber : CV. Valasindo Sentra Usaha, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-8
2.2 Permasalahan Optimisasi
Penyelesaian yang berusaha untuk memaksimalkan atau meminimalkan
fungsi matematika dari sejumlah variabel, yang tunduk pada batasan-batasan
tertentu, bentuk kelas yang unik dari suatu permasalahan disebut sebagai
penyelesaian optimisasi (Sarker dan Newton, 2007). Penyelesaian optimisasi
biasanya dikenal sebagai Operations Research (OR) atau riset operasi. Menurut
beberapa pihak, Riset Operasi dapat diartikan sebagai beberapa hal diantaranya:
1. Riset Operasi (Operations Research/OR) berusaha menetapkan arah tindakan
terbaik (optimum) dari sebuah masalah keputusan di bawah pembatasan
sumber daya yang terbatas (Taha, 1996).
2. Riset operasi dapat digambarkan sebagai suatu pendekatan ilmiah kepada
pengambilan keputusan yang meliputi operasi dari sistem-sistem organisasi
(Hillier dkk, 1994).
Tergantung pada sifat dari penyelesaian, variabel-variabel dalam model
dapat menjadi nyata atau bilangan bulat (integer murni atau binary integer) atau
gabungan dari keduanya (Sarker dan Newton, 2007). Kendala dari Model
matematis di sisi kiri dari fungsi kendala (atau satu variabel) dipisahkan dari nilai
sisi-kanan dengan salah satu dari tiga tanda: (1) sama dengan (=), (2) kurang dari
atau sama dengan (≤), atau (3) lebih besar dari atau sama dengan (≥) (Sarker dan
Newton, 2007).
2.2.1 Model Matematis
Pengembangan model matematis dapat dimulai dengan menjawab ketiga
pertanyaan berikut ini (Taha, 1996):
1. Apa yang diusahakan untuk ditentukan oleh model tersebut? Dengan kata
lain, apa variabel (yang tidak diketahui) dari masalah tersebut?
2. Apa batasan yang harus dikenakan atas variabel untuk memenuhi batasan
sistem yang dimodel tersebut?
3. Apa tujuan (sasaran) yang harus dicapai untuk menentukan pemecahan
optimum (terbaik) dari semua nilai yang layak dari variabel tersebut?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-9
Kesulitan dasar dari model matematis adalah pertama-tama
mengidentifikasi variabel lalu mengungkapkan tujuan dan batasan sebagai fungsi
matematis dari variabel-variabel tersebut. Model matematis terdiri dari tiga
komponen utama: variabel keputusan (tidak diketahui dari model), sebuah fungsi
objektif (yang perlu dioptimalkan), dan kendala (batasan atau keterbatasan
model), (Sarker dan Newton, 2007).
1. Variabel Keputusan
Variabel keputusan biasanya dilambangkan dengan x1, x2,. . . atau x, y, and z.
Namun, pengembang model bebas untuk menentukan nama variabel. Nama
pendek biasanya lebih dipilih karena (1) menggunakan nama yang lebih
singkat mengurangi kemungkinan pembuatan kesalahan dalam menulis dan
mengetik dan (2) model tampak lebih kompak.
2. Fungsi Tujuan
Fungsi objektif menggambarkan tujuan dari penyelesaian pada variabel
keputusan. Pembuat keputusan berupaya untuk memaksimalkan atau
meminimalkan fungsi ini. Data seperti keuntungan (untuk maksimisasi) atau
biaya (untuk minimisasi) per unit produk adalah parameter yang diperlukan
dalam hubungannya dengan variabel keputusan untuk membentuk fungsi
tujuan. Parameter tersebut dikenal sebagai koefisien (laba atau biaya) dari
fungsi tujuan.
3. Kendala
Kendala dikenal sebagai pembatasan atau keterbatasan penyelesaian. Sebuah
kendala memiliki dua komponen, biasanya satu fungsi dan konstanta, baik
yang terkait dengan kesetaraan atau tanda ketidaksamaan. Untuk kendala
pada sumber, fungsi menunjukkan total sumber yang diperlukan pada
variabel keputusan dan terus-menerus menetapkan total ketersediaan sumber.
Struktur umum dari model matematis dapat digambarkan sebagai berikut:
Maximize f (x) ……………………………….(2.1)
Subject to gi (x) ≤ gbi, i = 1, … , m
hj (x) = hbj, j = 1,. . . , p
x ≥ 0
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-10
di mana fungsi objektif f adalah fungsi dari satu variabel x, dan fungsi
kendala gi dan hi merupakan fungsi umum dari variabel (jika tidak dinyatakan
sebagai yang tidak diketahui, variabel keputusan atau kadang-kadang sebagai
parameter) x ε Rn (Sarker dan Newton, 2007).
Persamaan sisi kanan, gbi dan hbj, biasanya yang diketahui konstanta untuk
penyelesaian deterministik. Kendala non-negatif, x ≥ 0, diperlukan untuk
setiap penyelesaian-penyelesaian praktis (karena banyak variabel tidak bisa
negatif) dan untuk setiap pendekatan solusi (asumsi secara default). Model
standar di atas dapat bervariasi sebagai berikut: (1) mengandung batas atas
dan bawah dari x, bukan kendala non-negatif, (2) berisi batas atas dan bawah
dari x bukan kendala lain, dan (3) di atas standar model, dengan atau tanpa (1)
dan (2), dengan beberapa variabel (Sarker dan Newton, 2007).
Mari kita asumsikan _
x mewakili satu set variabel, di mana _
x = (x1, x2,...,
xn), maka model di atas dapat ditulis kembali untuk beberapa variabel sebagai
berikut:
Maximize f (_
x ) …………….(2.2)
Subject to gi (_
x ) ≤ gbi, i = 1, … , m
hj (_
x ) = hbj, j = 1,. . . , p
_
x ≥ 0
Ciri-ciri umum model matematis dapat digambarkan sebagai berikut
(Sarker dan Newton, 2007):
1. Kuantitas terbatas sumber (biasanya diwakili oleh sebelah kanan sisi
persamaan kendala) digambarkan oleh parameter.
2. Sumber digunakan untuk beberapa kegiatan (biasanya diwakili oleh variabel
keputusan), seperti untuk memproduksi sesuatu atau untuk memberikan
beberapa layanan.
3. Ada beberapa alternatif cara di mana sumber dapat digunakan.
4. Setiap kegiatan di mana sumber digunakan kembali dalam menghasilkan nilai
yang menyatakan tujuan (kontribusi fungsi tujuan).
5. Alokasi sumber biasanya dibatasi oleh beberapa keterbatasan (dikenal sebagai
kendala).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-11
Misalkan gi (_
x ) dan f (_
x ) pada persamaan 2.1 fungsi linear dan dapat
digambarkan sebagai berikut:
f (_
x ) = c1x1 + c2x2 + … + cnxn ………………………….(2.3)
dan
g1 (_
x ) = a11x1 + a12x2 + a1nxn ≤ gb1
g2 (_
x ) = a21x1 + a22x2 + a2nxn ≤ gb2
Pada kendala g1 (_
x ), a11 adalah sumber yang diperlukan dari gb1 untuk
setiap unit aktivitas x1, a12 adalah sumber yang diperlukan dari gb1 untuk setiap
unit kegiatan x2, dan seterusnya. Dalam fungsi tujuan, f (_
x ), c1 adalah
pengembalian per unit aktivitas x1, c2 untuk kegiatan x2, dan seterusnya. Di sini, ci
dan ain dikenal sebagai koefisien dari masing-masing fungsi tujuan dan fungsi
kendala.
Asumsi umum untuk merumuskan Model matematis dapat diuraikan
sebagai berikut (Sarker dan Newton, 2007):
1. Kembali dari alokasi sumber yang berbeda dapat diukur dengan unit yang
umum (seperti dolar, kilogram, atau utilitas) dan dapat dibandingkan.
2. Sumber digunakan dalam cara yang paling ekonomis.
3. Semua data yang diketahui dengan pasti untuk penyelesaian deterministic.
4. Variabel keputusan bisa nyata atau bilangan bulat atau gabungan dari
keduanya.
5. Tipe fungsi model matematisnya adalah umum (yang berarti tidak terbatas
pada tipe tertentu).
2.2.2 Klasifikasi Penyelesaian Optimisasi
Penyelesaian optimisasi umum dapat diklasifikasikan seperti ditunjukkan
pada gambar 2.1. Masalah umum merupakan level teratas dengan dua pembagian
jenis fungsi tujuan yaitu fungsi tujuan tunggal dan fungsi tujuan jamak.
Penyelesaian klasifikasi berikutnya menunjukkan apakah penyelesaian
mengandung kendala atau tidak. Beberapa orang percaya bahwa tidak ada yang
tanpa optimisasi penyelesaian di dunia nyata, karena ini semua akan memiliki
fungsi kendala baik atau variabel batas (atas atau bawah) atau keduanya. Level
klasifikasi selanjutnya adalah klasifikasi variabel nyata, integer, atau campuran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-12
bilangan bulat. Namun, banyak praktisi mengenalinya sebagai kontinu, integer,
diskrit, atau campuran. Tujuan atau fungsi kendala dapat bersifat linear, nonlinear,
atau keduanya. Jika semua fungsi linear dalam model tertentu, disebut model
pemrograman linear atau model linier. Jika satu atau lebih dari fungsi melibatkan
suatu model non-linear, kita menyebutnya sebagai model nonlinier. Solusi
pendekatan model nonlinier sangat berbeda dan lebih kompleks dibandingkan
dengan model linier. Sebuah penyelesaian yang tanpa dengan satu fungsi tujuan
linier tidak meningkatkan minat dari sudut pandang optimisasi (Sarker dan
Newton, 2007).
Gambar 2.3 Klasifikasi penyelesaian optimisasi Sumber: (Sarker dan Newton, 2007)
2.2.3 Proses Pengambilan Keputusan
Proses-proses pengambilan keputusan dapat dimulai ketika seorang
individu atau kelompok menjadi prihatin tentang beberapa isu atau penyelesaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-13
yang mereka temui. Kebanyakan analis merumuskan sebuah proses pengambilan
keputusan ke dalam enam langkah utama atau fase (Sarker dan Newton, 2007):
1. Mengidentifikasi dan menjelaskan penyelesaian
2. Mendefinisikan penyelesaian
3. Merumuskan dan membangun model matematis
4. Solusi untuk mendapatkan model
5. Pengujian model, mengevaluasi solusi, dan melaksanakan analisis sensitivitas
6. Menerapkan dan mengelola solusi.
Problem identification andclarification
Validation
Validation
Implementation
Evaluating solution andsensivity analysis
Solving the model(solution)
Model development
Problem definition
Gambar 2.4 Langkah-langkah pengambilan keputusan
Sumber: (Sarker dan Newton, 2007).
Langkah-langkah dari proses pengambilan keputusan yang ditunjukkan
pada gambar 2.4 menunjukkan bahwa penelitian dapat memulai dengan berjalan
melewati fase-fase dalam berurutan, namun sangat jarang bagi seorang analis
untuk mendapatkan dua tahap pertama benar-benar benar, dan karena itu mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-14
perlu untuk meninjau kembali dua tahap pertama selama model-tahap
pengembangan dan tahap-tahap selanjutnya untuk penjelasan lebih lanjut dan
definisi. Pada kebanyakan situasi, mungkin perlu untuk menerapkan pendekatan
rekursif tahap-tahap lain dengan meninjau kembali tahap-tahap sebelumnya untuk
mengubah hasil atau solusi dari tahap sekarang. Karena sifat iteratif ini sebagian
besar proses pengambilan keputusan, mereka tidak perlu harus finish di urutan
yang sama, bahkan, beberapa tahapan dapat berlangsung secara bersamaan sampai
mencapai penyelesaian proyek. (Sarker dan Newton, 2007)
2.2.4 Identifikasi dan Klarifikasi
Langkah pertama dalam proses ini adalah untuk mengembangkan
pemahaman yang jelas tentang penyelesaian, biasanya dengan melakukan
pengamatan yang rinci dari sistem nyata. Untuk menetapkan adanya penyelesaian
dan untuk membawa sebuah pendekatan terstruktur untuk mengatasi itu, maka
(Sarker dan Newton, 2007):
1. Harus ada seseorang atau sekelompok individu yang melalui kekhawatiran
mereka merasa bahwa mereka memiliki jasa penyelesaian yang solutif yang
mencapai beberapa tujuan.
2. Harus ada beberapa alternatif cara untuk mencapai tujuan dan harus ada
keraguan dalam pikiran pembuat keputusan sebagai alternatif yang terbaik
dalam hal mencapai tujuan tersebut.
3. Ada lingkungan yang relevan di mana keprihatinan telah muncul dan telah
menyebabkan persepsi bahwa ada penyelesaian yang harus dipecahkan.
2.3 Linear Programaming Model
Pemrograman linier adalah suatu teknik perencanaan yang bersifat analitis
yang analisisnya menggunakan model matematis, dengan tujuan menemukan
beberapa kombinasi alternatif pemecahan optimum terhadap persoalan.
(Aminudin, 2005). Model Pemrograman linear umum dapat digambarkan sebagai
berikut: satu set m ketidaksetaraan atau persamaan linier dalam n variabel, kita
ingin untuk menemukan nilai-nilai non-negatif dari variabel-variabel ini, yang
akan memenuhi kendala dan memaksimalkan atau meminimalkan beberapa fungsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-15
linear dari variable. Asumsi dasar pemrograman linear: (Sarker dan Newton,
2007)
1. Kepastian: Nilai-nilai parameter (data) yang diketahui dan konstan.
2. Proporsionalitas: Setiap fungsi (tujuan atau kendala) adalah proporsional
dengan tingkat aktivitas (dengan konsisten satuan ukuran).
3. Aditivitas: Aktivitas total adalah jumlah dari setiap kegiatan.
4. Dibagi: Keputusan dapat berupa variabel nyata atau bilangan bulat.
5. Non-negatif: Hanya nilai-nilai positif variabel yang diizinkan.
Aminudin (2008) menyatakan bahwa fungsi matematik yang digunakan berbentuk
linier dalam arti hubungan langsung dan persis proporsional. Berikut bentuk
umum model programa linier oleh Aminudin (2008):
Optimumkan
n
jjj xcZ
1
……...…………………….(2.4)
dengan batasan:
n
jijij bxa
1
untuk i = 1, 2, 3, … , m
X ≥ 0 untuk j = 1, 2, 3, … , n
atau dapat ditulis secara lengkap sebagai berikut:
Optimumkan
Z = c1x1 + c2x2 + … cnxn
dengan batasan:
a1x1 + a2x2 + ... + a1nxn ≥ ≤b1
a21x1 + a22x2 + ... + a2nxn ≥ ≤b2
. . . . . : : : : :
am1x1 + am2x2 + ... + amnxn ≥ ≤bn
x1, x2, x3, ... ,xn ≥ 0
Keterangan:
Z = Fungsi tujuan yang dicari nilai optimalnya (maksimal, minimal)
cj = Kenaikan nilai Z apabila ada pertambahan tingkat kegiatan xj
dengan satu satuan unit atau sumbangan setiap satuan keluaran
kegiatan j terhadap Z
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-16
n = macam kegiatan yang menggunakan sumber atau fasilitas yang
tersedia
m = macam batasan sumber atau fasilitas yang tersedia
xj = tingkat kegiatan ke-j
aij = banyaknya sumber i yang diperlukan untuk menghasilkan setiap
unit keluaran kegiatan j
bi = kapasitas sumber i yang tersedia untuk dialokasikan ke setiap
unit kegiatan
2.4 Cutting Stock Problems
Cutting stock problems sangat mirip dengan bin packing problems dari
sudut pandang pemodelan optimisasi. Misalnya, menemukan pengaturan terbaik
berbagai bentuk dari badan persegi panjang yang lebih besar untuk meminimalkan
limbah atau jumlah persegi panjang. Sebuah Model matematis sederhana dua
dimensi Cutting stock problems, untuk meminimalkan sejumlah gulungan yang
akan digunakan untuk memotong semua item, dijabarkan di bawah ini (Sarker dan
Newton, 2007):
Parameter:
K = diketahui upper bound pada jumlah gulungan diperlukan (indeks- k)
N = jumlah potongan (indeks i)
Bi = jumlah item yang dibutuhkan oleh tiap potongan i
Wi = lebar dari item yang dibutuhkan oleh tiap potongan i
TW = lebar total tiap gulungan
Variabel
xik berapa kali item i dipotong dari roll k
digunakank roll jika 1selainnya 0k
y
Fungsi tujuan:
Tujuannya adalah untuk meminimalkan jumlah gulungan yang akan digunakan
untuk memotong semua item.
Minimalkan
K
kkyZ
1
……………….…(2.5)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-17
Kendala:
Persyaratan: Jumlah item lebar pemotongan yang diberikan harus lebih besar dari
atau sama dengan permintaan.
iBX i
K
kik
;1
……………….…(2.6)
Batasan Lebar (W): lebar total item dipotong dari gulungan harus kurang dari atau
sama dengan lebar roll.
kTWxW yk
N
kiki
;1
……………….…(2.7)
Jadi pemotongan akhir model persediaan menjadi
Minimalkan
K
kkyZ
1
……………….…(2.8)
Subject to
iBX i
K
kik
;1
kTWxW ykik
N
ki
; 0 1
Xik ≥ 0 dan iteger ki,
yk € {0,1}
2.5 Jenis-jenis Pemotongan Bahan
Permasalahan pemotongan bahan dapat diklasifikasikan berdasarkan tiga
kategori utama, yaitu:
1. Berdasarkan jumlah dimensi yang dipertimbangkan.
Jumlah dimensi yang akan dipotong terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a. One dimensional
Bahan yang akan dipotong mempunyai lebar dan tebal yang sama,
sehingga hal yang berpengaruh pada pembuatan pola pemotongan adalah
panjang dari bahan tersebut. Lebar dan ketebalan bahan tidak menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-18
pengaruh dalam pemotongan. One dimensional merupakan kategori yang
paling mudah dalam melakukan pemotongan.
b. Two dimensional
Dalam pembuatan pola pemotongan, seorang desainer harus
memperhatikan panjang dan lebar dari bahan tersebut, jika ketebalan
bahan tidak menjadi pengaruh dalam pemotongan. Ketebalan bahan hanya
mempengaruhi pada waktu proses yang diperlukan untuk melakukan
pemotongan.
c. T'hree dimensional
T'hree dimensional biasanya digunakan untuk kasus pengepakan barang.
Dalam penempatan barang-barang yang akan dipacking harus
memperhatikan panjang, lebar, ketinggian dari bahan. Hal itu dapat
meminimasi ruangan yang kosong.
2. Berdasarkan jenis penugasan.
Berdasarkan jenis penugasan, pemasalahan pemotongan dapat dibagi menjadi
dua,yaitu:
a. Big material to small pieces
Kelas ini merupakan kelas yang sering jumpai. Sejumlah material harus,
dipotong menjadi komponen dengan berbagai ukuran yang telah
ditentukan. Konstrain, membatasi jumlah maksimum komponen yang
diijinkan bisa ada atau tidak. Namun semua material harus dipergunakan.
b. Small pieces to big material
Ada sejumlah komponen dengan berbagai ukuran yang harus dibuat.
Tujuannya adalah, menentukan ukuran material yang didapat dengan
sejumlah pola yang harus dibuat.
3. Berdasarkan jumlah stock yang dipertimbangkan
Permasalahan pemotongan berdasarkan pada jumlah stock dibedakan menjadi
menjadi dua jenis yaitu:
a. Satu macam ukuran stock
Ukuran stock sangat mcnentukan dalam pembuatan pola pemotongan. Satu
macam ukuran stock dapat mempermudah desainer dalam membuat pola
pemotongan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-19
b. Banyak ukuran stock
Semakin bayak ukuran stock, maka semakin sulit seorang desainer dalam
meetapkan pola yang tepat secara manual. Untuk itu seorang desainer
lebih baik menggunakan komputer untuk mempercepat penentuan pola
yang optimal ini.
2.6 Jenis Pola Pemotongan
Pola pemotongan merupakan langkah awal sebelum pemotongan
dilakukan. Pola pemotongan sangat menentukan berapa banyak unit yang
dihasilkan dari pemotongan bahan tersebut dan jumlah sisa yang ada. Pola
pemotongan juga menentukan urutan pengerjaan alat potong.
Jenis-jenis pola pemotongan ada lima. Berikut kelima jenis pola
pemotongan beserta penjelasannya masing-masing (Zulianti, 2005):
1. Guillotine pattern
Guillotine pattern merupakan pola pemotongan yang dimulai dari satu sisi
segi empat yang kemudian dilanjutkan pada sisi lainnya. Pemotongan pertama
dengan tipe guillotine pattern adalah dengan memotong bahan baku pada sisi
panjang atau lebar. Pemotongan tersebut menghasilkan dua atau lebih pieces yang
mempunyai panjang atau lebar tertentu. Pemotongan pada tahap kedua adalah
dengan memotong satu persatu rectangle yang telah dipotong pada tahap pertama.
Pemotongan dengan tipe guillotine membutuhkan waktu proses yang lebih kecil
dari pemotongan dengan tipe non guillotine pattern. Contoh pembuatan guillotine
pattern pada rectangle dapat ditunjukkan pada gambar 2.5.
Gambar 2.5 Guillotine pattern Sumber: Zulianti, 2005
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-20
2. Nonguillotine pattern
Pemotongan dengan tipe non guillotine dilakukan jika ukuran pieces yang
diinginkan tidak dimungkinkan lagi untuk digabung dengan pieces yang lain.
Pemotongan dengan tipe ini hanya dapat dilakukan dengan menggunakan satu alat
pemotong (pisau) saja. Hal ini dikarenakan perubahan posisi rectangle (bahan
baku) yang akan dipotong membutuhkan waktu. Oleh karena itu tipe pemotongan
seperti ini lebih baik dihindari. contoh tipe pemotongan non guillotine dapat
ditunjukkan pada gambar 2.6.
Gambar 2.6 Non guillotine pattern Sumber: Zulianti, 2005
3. Pola dua tahap pemotongan (Two stage pattern)
Pada industri furniture sangat memungkinkan menggunakan tipe guillotine
dalam membuat pola pemotongan green lumber menjadi pieces. Pemotongan
dengan tipe guillotine, jika diaplikasikan pada rectangle, maka menjadi dua
rectangle baru. Untuk menyelesaikan masalah pemotongan dengan tipe dua tahap
pola pemotongan. Tahap pertama, pemotongan secara paralel atau pemotongan
bahan secara horizantal, sehingga rectangle terbagi menjadi beberapa rectangle
dengan panjang yang sama. Tahap kedua adalah pemotongan satu persatu bagian
rectangle. Pembuangan waste dapat dilakukan pada pemotongan tahap kedua ini.
Dari pemotongan kedua sudah didapatkan pieces yang diharapkan dan sudah
diketahui sisa (waste) dari pemotongan. Dengan demikian tipe pemotongan
tersebut dikenal dengan two stage pattern. Contoh pola pemotongan two stage
pattern dapat ditunjukkan pada gambar 2.7.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-21
Gambar 2.7 Two stage pattern Sumber: Zulianti, 2005
Metode ini dikembangkan oleh Gilmore dan Gomory yang terdiri atas dua
fase. Fase pertama, pola pemotongan yang ditentukan dengan setiap pemotongan
mempunyai ukuran (L, wj)), j € Dw, dimana Dw: {j | wj ≠ wi, i > j, i,j = 1,...,m}
untuk mengeset lebar yang berbeda-beda. Sedangkan fase yang kedua adalah
menentukan berapa kali pemotongan tersebut dilakukan. Sebagai catatan kita
hanya perlu satu pola untuk setiap pemotongan, satu tersebut mempunyai nilai
iji
m
i 1
dimana λij adalah jumlah item dengan tipe i pada pemotongan j.
4. Pola Tiga Tahap Pemotongan (Three Stage pattern)
Pada industri furniture sangat dimungkinkan untuk membuat three stage
pattern untuk pemotongan green lumbar menjadi pieces. Sesuai dengan namanya,
three stage pattern merupakan pola yang memiliki tiga tahap pada saat
pemotongan. Tahap pertama, pemotongan green lumbar menjadi bagian-bagian
dengan paniang atau lebar yang sama. Arah pemotongan tersebut dapat secara
horizontal atau secara vertikal. Tahap kedua, hasil dari pemotongan tersebut
dilanjutkan dengan pemotongan satu persatu yang terlebih dahulu harus
mengubah arah pemotongan. Tahap ketiga, pemotongan dilakukan pada bagian
yang menghasilkan pieces pemotongan tersebut dilakukan secara bersamaan
dengan pembuangan waste. Contoh pola dengan tiga tahap pemotongan pada plat
dapat ditunjukkan pada gambar 2.4.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-22
Gambar 2.8 Three stage pattern Sumber: Zulianti, 2005
Prosedur pemotongan ini, dimana setiap pemotongan mempunyai ukuran L
x w, w ≤ W, dimana w, merupakan kombinasi dari lebar w1, w2, ... , wm atau dapat
dituliskan ii
m
iwaw
1
, ai ≥ 0 dan ai integer.
5. One group guillotine pattern.
Tipe pola pemotongan ini adalah dengan memotong rectangle dalam waktu
yang bersamaan. Tipe pola pemotongan seperti ini dapat dipergunakan lebih dari
satu pisau (pemotong) karena sisa pemotongan terletak di pinggir dari bahan baku
tersebut. Pola pemotongan ini merupakan pola yang paling mudah dan paling
cepat dalam menentukan sisa pemotongan. Tipe pola pemotongan satu group
dapat ditunjukkan pada gambar 2.5.
Gambar 2.9 One group guillotine pattern
Sumber: Zulianti, 2005
2.7 Penelitian-penelitian Pendukung
Permasalahan cutting stock problems sudah banyak dilakukan pada
penelitian-penelitian sebelumnya. Permasalahan yang diangkat mempunyai tujuan
utama yaitu optimisasi pemakaian bahan atau pengaturan pemakaian tempat.
Berikut beberapa studi kasus terkait pemotongan bahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-23
1. A linear programaming approach to the cutting tock problem-part II
Penelitian P.C. Gilmore dan R. E. Gomory pada tahun 1963, membahas
permasalahan pola pemotongan dengan minimasi waktu. Permasalahan ini
dipengaruhi besarnya biaya yang dibutuhkan pada setiap pola pemotongan.
Minimasi ii x ……………………. (2.12)
iii xc ……………………. (2.12)
Subject to iiiji Nxa ……………………. (2.13)
Dimana,
xi = jumlah waktu pemotongan pola ke-i
ci = biaya pemotongan pola ke-i
Ni = jumlah roll dengan panjang li yang dipesan
i=1, … , m
ai,j = jumlah roll dengan panjang li yang diproduksi
2. Penggunaan bilangan bulat untuk menyelesaikan masalah pemotongan kayu di
PT. Indo Veneer Utama Surakarta
Penelitian Habibi pada tahun 2006 mengangkat permasalahan bagaimana
membuat model matematika untuk meminimalkan nilai total sisa pemotongan
kayu di suatu industri furniture. Log dipotong pada dimensi panjang untuk
kebutuhan garden furniture dan solid door dengan kebutuhan ukuran yang
berbeda dan beragam. Data utama yang digunakan adalah jenis produksi,
diameter log dan panjang standar kayu. Bentuk umum programa bilangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-24
bulat yang digunakan mengacu pada model Mulyono (1991) yaitu sebagai
berikut:
Maksimalkan/ minimalkan
n
jjj xcZ
1 ……………………. (2.12)
Kendala :
i
n
jjij bxa
1
……….....……….. (2.13)
xj ≥ 0 ; xj bilangan bulat
untuk i = 1, 2, 3, …, m;
j = 1, 2, 3, …, n.
Z = jumlah sisa pemotongan total
cj = besarnya sisa pada pemotongan dengan pola ke-j
xj = jumlah pengulangan pola pemotongan ke-j
aij = jumlah perolehan potongan panjang i dengan pola pemotongan ke-j
bi = permintaan panjang i
3. Optimisasi pemotongan bahan dua dimensi dengan menggunakan programa
linier di PT Port Rush Semarang
Model matematis ini ditulis oleh Zulianti (2005) dengan mengadopsi
permasalahan cutting stock dengan satu dimensi dari Gilmore dan Gomory
(1963). Model didefinisikan dimana setiap tipe bahan baku dapat memuat
semua pola pemotongan yang akan dibuat. Dalam kasus ini tidak ada aturan-
aturan pieces dan semua bahan dianggap sama. Hal yang membedakan antar
pieces dan antar bahan baku terletak hanya pada ukuran saja. n merupakan
jumlah pola yang mungkin pada tipe bahan baku j. Untuk mempermudah
penggambaran pola yang telah dibuat. Maka dibuatlah matriks kolom m x l.
Matriks tersebut menjelaskan pada pola ke i terdapat jumlah piece tertentu
yang akan dipotong.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-25
jm
j
j
j
j
a
a
a
a
a
1
::
31
21
11
1 ,
jm
j
j
j
j
a
a
a
a
a
2
::
32
22
12
2 ,
jmn
jn
jn
jn
jn
a
a
a
a
a::
3
2
1
, j=1, … , N
Dimana jkia adalah jumlah tipe k dengan pola i pada tipe rectangle j. Variabel
keputusannya adalah xij, dengan jumlah tipe rectangle j yang akan dipotong
dengan menggunakan pola i, dimana i = 1,...,nj dan j=1,....N, d adalah jumlah
kebutuhan pieces.
Fungsi tujuannya adalah:
a. Fungsi objektif dengan meminimalkan biaya material
Minimimasi
iN
n
iNi
n
ii
n
i
xcxcxcN
Z
1
21
211
11...
21
………….(2.14)
Dimana:
cn = harga bahan baku tipe ke-n
x1n = pola pemotongan ke-i dengan bahan baku tipe ke-n.
b. Fungsi objektif dengan meminimalkan sisa pemotongan.
Meminimasi
iN
n
iiNi
n
iii
n
ii xcxSxS
N
Z
1
21
211
12...
21
…………….(2.15)
Fungsi pembatas:
dxaxaxa iN
n
i
nii
n
iii
n
ii
N
1
21
21
1
1 ...21
11
1
i
n
i
x
1D
21
2
i
n
i
x
2D
.
:
iN
n
i
xN
1
ND
xij ≥ 0, integer
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-26
i = 1,.....,nj
j = 1,.....,N
Dimana:
i = jenis pola yang digunakan
n = jumlah pola yang dapat digunakan dalaam proses pemotongan
bahan
l = tipe bahan baku yang tersedia
N = jumlah tipe bahan baku yang ada
Dj = jumlah bahan baku dengan tipe j, dimana j = 1, ..., N
Cj = harga perunit bahan dengan tipe j, dimana j = 1, … , N
d = jumlah pieces yang dibutuhkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-1
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai metodologi penelitian, yaitu tahapan-
tahapan yang dimulai dari perumusan masalah sampai dengan kesimpulan, yang
membentuk sebuah alur yang sistematis. Metodologi penelitian ini digunakan
sebagai pedoman dalam melaksanakan penelitian ini agar hasil yang dicapai tidak
menyimpang dari tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Alur metodologi penelitian bisa dilihat pada gambar 3.1.Urutan
pemecahan masalah dalam penelitian ini secara detail dijelaskan pada masing-
masing tahap berikut ini :
3.1 Pengumpulan Data
Penyelesaian masalah dimulai dengan pengambilan data yang dibutuhkan
yang berhubungan dengan permasalahan pemotongan kayu. Pengumpulan data
yang dilakukan meliputi pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh melalui pengamatan dan wawancara sedangkan data sekunder diperoleh
dari dokumentasi perusahaan. Data primer yang dikumpulkan adalah:
a. Pola potong saat ini
b. Proses pemotongan
Data-data sekunder yang dikumpulkan adalah sebagai berikut:
a. Jumlah sisa pemotongan
b. Stock log bulan Mei 2010
c. Demand bulan Mei 2010
d. Rencana strategi pemotongan yang sedang dikembangkan perusahaan
3.2 Tahap Pengolahan Data
Pada tahap ini dilakukan pengolahan data dari data-data yang telah
dikumpulkan. Adapun pengolahan data tersebut meliputi langkah-langkah sebagai
berikut:
3.2.1 Karakteristik sistem
Tahapan ini merupakan penjelasan sistem pemotongan log menjadi RST
beserta faktor-faktor yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-2
Pengumpulan Data : 1. Demand bulan Mei 2010
2. Persediaan log bulan Mei 2010
3. Jumlah sisa pemotongan 4. Pola proses pemotongan saat ini 5. Rencana strategi pemotongan yang sedang dikembangkan perusahaan
Karakterisasi Sistem
Pengembangan model matematis1. Penentuan fungsi tujuan (objective function)2. Penentuan fungsi pembatas (constraint set)
Analisis hasil
Kesimpulan dan saran
Selesai
Mulai
Penentuan pola pemotongan usulan dan total kebutuhan:1. Tahap I penentuan kebutuhan balok panjang2. Tahap II penentuan kebutuhan papan standar (lebar dan tebal standar)3. Tahap III oenentuan kebutuhan log
Studi pustaka Studi lapangan
Identifikasi dan perumusan masalah
Penetapan Tujuan dan Manfaat Penelitian
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-3
Tahapan ini berisikan variabel-variabel yang berpengaruh terhadap sistem
penentuan kebutuhan bahan baku industri dan keterkaitan antar variabel tersebut
serta sifat dari variabel dan sistem tersebut. Proses produksi pemotongan kayu
dilakukan berdasarkan demand. Demand furniture di generate menjadi ukuran-
ukuran masing-masing part untuk diketahui dimensi dan jumlah yang dibutuhkan.
Laporan ini kemudian ditindaklanjuti oleh karyawan bagian pemotongan dengan
membelah log sesuai ukuran tersebut.
Log dibelah melalui tiga tahapan. Tahap pertama adalah belah tebal. Pada
pembelahan ini diperoleh potongan dengan variasi tebal yang berbeda antara 3
sampai 4 varian. Hasil belahan terebut merupakan papan tebal yang kemudian
dibelah pada tahap pemotongan yang kedua yaitu belah lebar. Pembelahan ini
disesuaikan dengan jenis demand dengan ketebalan dan lebar tertentu yang
kemudian dipotong panjang untuk diperoleh ukuran RST sesuai dengan demand.
Pada saat ini strategi pemotongan yang dilakukan perusahaan adalah dengan
strategi belah jeblos. Strategi belah jeblos adalah strategi pembelahan tebal
langsung sesuai dengan ukuran tebal demand. Strategi belah jeblos tersebut
menimbulkan sisa potongan papan dan RST non demand yang sangat banyak. Hal
ini menunjukkan bahwa strategi tersebut belum bisa memaksimalkan bahan baku
yang ada sehingga perusahaan harus mengimbanginya dengan persediaan bahan
baku yang lebih banyak. Pemenuhan tersebut membutuhkan biaya besar
sementara sisa hasil potongan belum dapat dimanfaatkan sepenuhnya. Sisa
pemotongan belah jeblos tersebut mencapai 73,91% dari total bahan baku. Hal
inilah yang manjadi indikasi pemotongan yang kurang bagus.
Permasalahan pemotongan dengan sisa yang banyak tersebut menjadi bahan
kajian perusahaan sehingga perlu dirumuskan strategi baru untuk
menyelesaikannya. Bakrie (2003) pada seminar technopreneurship dalam
konvensi kelistrikan Indonesia menyatakan bahwa teknologi dapat meningkatkan
efisiensi melalui penerapan metoda produksi yang bersifat menghemat pemakaian
bahan baku dan perencanaan stock yang optimal. Penggunaan bahan baku menjadi
lebih terukur yang pada gilirannya akan meminimumkan pemakaian bahan baku,
dan mengurangi bahan sisa (scrap).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-4
b sisa
b b b b b sisa
b ba
a a
a
Gambar 3.2 Rich Picture Proses pemotongan log
Strategi belah baru yang sedang dikembangkan adalah strategi belah papan
standar. Strategi belah papan standar adalah pembelahan log dengan ukuran tebal
yang distandarkan yaitu ukuran 53 cm, 58 cm, 63 cm, 68 cm, 73 cm dan 78 cm.
Kelemahan strategi tersebut, belum mempertimbangkan demand sebagaimana
seharusnya perencanaan pembelahan untuk menentukan jumlah kebutuhan log
yang tepat. Sehingga rendemen yang muncul masih kecil, yang berarti jumlah
scrap sangat tinggi .
Tujuan yang ingin dicapai perusahaan adalah ingin memupuk keuntungan
semaksimal mungkin dalam pengembangan usahanya, namun dalam perencanaan
proses produksi pemotongan bahan baku, perusahaan belum menerapkan prinsip-
prinsip optimasi minimasi scrap dengan pengembangan pola terbaik untuk
memenuhi demand.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-5
Gambar 3.3 Sistem belah papan standar
Kesesuaian antara tujuan pemenuhan demand dengan ketersediaan bahan
baku sangat dipengaruhi oleh pemakaian bahan baku itu sendiri. Pemanfaatan
bahan baku yang baik, akan memudahkan perusahaan dalam menekan biaya
produksi sekaligus perencanaan pemesanan bahan baku. Bahan baku yang harus
dipesan jauh-jauh hari, harus diimbangi pula dengan ketersediaan budget
pemesanan yang secara langsung ter-supply dari pembayaran penjualan barang
oleh buyer.
Pada pemakaian bahan baku tersebut perlu dibahas secara khusus
mengenai pola pemotongan yang terbaik untuk meminimasi scrap dan
menghasilkan sisa potong yang fleksibel pemakaian maupun penjualannya. Dari
sinilah dikembangkan model pemotongan standar yang mampu memperbaiki
strategi pemotongan jeblos yang disesuaikan dengan kebutuhan bahan baku
terhadap demand yang ada.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-6
3.2.2 Pengembangan Model Matematis
Pada tahap ini dilakukan pengolahan data dengan menggunakan model
linear programming yang dilakukan secara parsial tahap demi tahap, belum secara
simultan untuk semua ukuran dimensinya. Adapun penyusunan metode tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Kriteria performansi,
Kriteria performansi yang dipakai adalah meminimumkan total sisa
pemotongan yang dihasilkan pada proses pemotongan log menjadi bentuk
demand RST. Sisa pemotongan dinilai tidak berguna dengan nilai jual yang
rendah dan pemanfaatannya membutuhkan biaya penyambungan dengan hasil
yang tidak sebaik dari hasil pemotongan langsung.
2. Parameter,
Yang menjadi parameter dalam sistem ini adalah besarnya scrap serbuk sekali
pemotongan adalah 4 mm untuk semua pemotongan baik panjang, lebar
maupun tebal.
3. Variabel keputusan,
Variabel keputusan dalam sistem ini adalah:
xij = variabel keputusan potongan pola i pada bahan j
Variabel keputusan atau dikenal dengan decision merupakan jumlah balok
panjang, lebar atau tebal yang dibutuhkan untuk memenuhi demand pada
masing-masing kategori.
4. Penyususunan fungsi tujuan dan batasan-batasannya,
Fungsi tujuan dari model yang dikembangkan adalah meminimasi sisa
pemotongan dari bahan baku kayu log menjadi demand RST secara bertahap
dan sequencial untuk memenuhi kebutuhan total RST demand.
Berikut alur aturan penyelesaian pemotongan kayu dari bahan log sampai
diperoleh ukuran RST yang sesuai dengan kebutuhan RST berdasarkan demand
dari buyer dapat dilihat pada gambar 3.4.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-7
Gambar 3.5 Alur pengembangan model penyelesaian masalah pemotongan log
Secara ringkas alur pada gambar 3.5 dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengkategorian tebal RST
Pengkategorian ukuran RST demand bertujuan untuk memudahkan pihak
perencana dalam menyusun perancangan pola pemotongan, yang dilakukan
dengan membagi ukuran-ukuran tebal RST demand ke dalam beberapa ukuran
turunan yang telah dirumuskan perusahaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-8
2. Tahap I
Tahap I adalah menentukan jumlah kebutuhan panjang yang di-generate
melalui pembagian panjang dari masing-masing kemungkinan dimensi. Pada
tahap ini dipisah antara dimensi dengan lebar dan tebal yang sama dan
dirumuskan penentuan kebutuhan panjangnya. Seberapa banyak dimensi lebar dan
tebal yang sama tersebut dipenuhi oleh ukuran balok panjang maksimum dengan
tebal dan lebar yang sama. Model yang digunakan untuk penentuan pola
didasarkan jumlah sisa. Dan pola yang memberikan nilai sisa terkecil merupakan
pola yang menjadi kandidat alternatif variabel keputusan. Variabel keputusan atau
dikenal dengan decision merupakan banyaknya pola terpilih yang dapat
memenuhi kebutuhan demand.
Tahapan penentuan banyaknya kebutuhan balok panjang maksimum
dihitung berdasarkan jumlah kebutuhan RST dengan mempertimbangkan lebar
dan tebal yang sama. Seberapa banyak dimensi lebar dan tebal yang sama tersebut
dipenuhi oleh ukuran balok panjang maksimum dengan tebal dan lebar yang sama
pula. Perhitungan ini dibagi lagi menjadi dua kategori yaitu kategori dimensi satu
dan dimensi kombinasi. Kategori dimensi satu adalah kategori RST yang hanya
terdapat satu jenis ukuran panjang untuk lebar dan tebal yang sama. Sedangkan
kategori dimensi kombinasi adalah kategori RST dengan berbagai tipe ukuran
panjang untuk kategori lebar dan tebal yang sama.
a. Dimensi satu (Tidak ada variasi kombinasi panjang)
1) Penentuan pola dan sisa pemenuhan kebutuhan balok panjang maksimum
Penentuan pola dimulai dengan menentukan perolehan potongan panjang
yang mungkin dihasilkan dari setiap balok panjang maksimum. Perolehan
potongan panjang adalah jumlah demand RST dimensi panjang (mm) yang
mungkin diperoleh (syarat total sisa adalah lebih dari atau sama dengan nol)
dari hasil pemotongan balok panjang maksimum. Perincian persamaan
penentuan jumlah perolehan potongan panjang dijelaskan pada rumus I
sebagai berikut:
Rumus I
SBt = BP –Pt *PPt .......... (3.1)
Untuk SBt = 0,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-9
STt = (PPtj -1) * Sc .......... (3.2)
Untuk SBt > 0
STt = PPtj * Sc .......... (3.3)
ct = SBt– STt .......... (3.4)
Keterangan notasi:
t = panjang RST kategori lebar tebal ke-t dengan t=1,2,3 .... t’
t’ = banyaknya kategori lebar tebal
BP = balok panjang maksimum
SBt = sisa bahan kategori lebar tebal ke-t
Pt = dimensi panjang kategori lebar tebal ke-t
PPt = perolehan potongan kategori lebar tebal ke-t
STt = scrap total akibat pisau potong untuk kategori lebar tebal ke-t
Sc = scrap serbuk akibat pisau potong
ct = total sisa kategori lebar tebal ke-t
2) Penentuan kebutuhan balok panjang maksimum kategori dimensi satu
Demand RST Balok panjang 2000 mm Gambar 3.4 Pemotongan RST demand dari balok panjang 2000 m
Rumus II
t
tt
PP
De roundupx ......... (3.5)
1
n
jjt xX …… (3.6)
Keterangan notasi:
xt = decision jumlah balok panjang maksimum yang dibutuhkan untuk
kategori lebar tebal ke-t
PPt = perolehan potongan kategori lebar tebal ke-t
De = demand panjang kategori lebar tebal ke-t
t = panjang RST kategori lebar tebal ke-t dengan t =1,2,3 .... t’
t’ = banyaknya kategori lebar tebal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-10
b. Dimensi kombinasi (Panjang bervariasi dengan tebal dan lebar sama)
1) Penentuan pola dan sisa pemenuhan kebutuhan balok panjang maksimum
Penentuan pola dimulai dengan menentukan perolehan potongan panjang
yang mungkin dihasilkan dari setiap balok panjang maksimum. Perolehan
potongan panjang adalah jumlah demand RST dimensi panjang (mm) yang
mungkin diperoleh (syarat total sisa adalah lebih dari atau sama dengan nol)
dari hasil pemotongan balok panjang maksimum. Perincian persamaan
penentuan jumlah perolehan potongan panjang dijelaskan pada rumus I
sebagai berikut:
Rumus III
SBtj = BP –Ptj *PPtj .......... (3.7)
Untuk SBtj = 0,
STtj = (PPtj -1) * Sc .......... (3.8)
Untuk SBt > 0,
STtj = (PPtj -1) * Sc .......... (3.9)
ctj = SBtj– STtj .......... (3.10)
Keterangan notasi:
t = panjang RST kategori lebar tebal ke-t dengan t=1,2,3 .... t’
t’ = banyaknya kategori lebar tebal
j = pola pemotongan ke-j dengan j =1, 2, 3, ... , T
T = banyaknya gabungan kombinasi panjang yang mungkin
BP = balok panjang maksimum
SBtj = sisa bahan kategori lebar tebal ke-t pada pola ke-j
Ptj = dimensi panjang kategori lebar tebal ke-t pada pola ke-j
PPtj = perolehan potongan kategori lebar tebal ke-t pada pola ke-j
STtj = scrap total akibat pisau potong untuk kategori lebar tebal ke-t
pada pola ke-j
Sc = scrap serbuk akibat pisau potong
ctj = total sisa kategori lebar tebal ke-t pada pola ke-j
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-11
2) Penentuan kebutuhan balok panjang maksimum kategori dimensi kombiansi
Model I
Minimasi,
j
n
jjtxcZ
1
……….(3.11)
Batasan:
ij
n
jij ExA
1
1
……….(3.12)
1
n
jjt xX
……….(3.13)
xj = bilangan bulat (integer)
untuk i = ukuran panjang, dengan i= 1, 2, …, m
j = pola pemotongan, dengan j = 1, 2, …, n
cj = sisa pemotongan untuk setiap pola pemotongan panjang ke-j
xj = banyaknya kayu panjang standar yang dipotong menurut pola j
t = jenis lebar tebal ke-t , untuk t = 1,2 … T
m = banyaknya jenis kebutuhan panjang
n = banyaknya pola pemotongan panjang yang mungkin
T = banyaknya gabungan kombinasi panjang yang mungkin
Xt = banyaknya kebutuhan balok panjang maksimum yang
dibutuhkan pada lebar tebal ke-t
Aij = jumlah potongan untuk panjang i dengan pola j
Ei = banyaknya kebutuhan untuk panjang i
3. Tahap II
Tahap II adalah menentukan jumlah kebutuhan lebar dan tebal yang
digenerate melalui pembagian lebar dan tebal dari masing-masing kemungkinan
dimensi dari ukuran papan standar. Model yang digunakan untuk penentuan pola
didasarkan jumlah sisa. Dan pola yang memberikan nilai sisa terkecil merupakan
pola yang menjadi kandidat alternatif variabel keputusan. Tahapan penentuan
banyaknya kebutuhan balok tebal dihitung berdasarkan jumlah kebutuhan balok
panjang maksimum pada perumusan sebelumnya dengan mempertimbangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-12
lebar dan tebal papan standar. Seberapa banyak dimensi papan standar tersebut
dibutuhkan untuk memenuhi ukuran balok panjang maksimum.
a. Penentuan pola dan sisa pemenuhan kebutuhan balok panjang maksimum
Sama halnya dengan penentuan pola untuk panjang, penentuan pola untuk
pemenuhan kebutuhan lebar dilakukan dengan penentuan perolehan potongan
lebar. Perolehan potongan lebar (JL) adalah jumlah demand RST dimensi
lebar (mm) yang mungkin diperoleh (syarat total sisa adalah lebih dari atau
sama dengan nol) dari hasil pemotongan papan standar. Berikut rumusan
penentuan pola tahap lebar:
Rumus IV
SBl = Lk– Ll *JLl .......... (3.14)
STl = (JLl -1) * Sc .......... (3.15)
dl = SBl– STl ......... (3.16)
Keterangan notasi:
l = ukuran tebal dengan l= 1, 2, 3 ... L
L = banyaknya gabungan kombinasi lebar yang mungkin
k = ukuran lebar dari papan standar
SBl = sisa bahan kategori tebal ke-l
Lk = lebar standar ke-k
Ll = lebar kategori tebal ke-l
STl = scrap total akibat pisau potong untuk kategori lebar ke-l
JLl = perolehan potongan kategori tebal ke-l
Scl = scrap serbuk akibat pisau potong
dl = total sisa kategori lebar tebal ke-l
b. Tahap penentuan kebutuhan lebar dari lebar balok panjang maksimum
Pada tahap ini dipisah antara balok dengan tebal yang sama dan dirumuskan
penentuan kebutuhan lebarnya. Seberapa banyak dimensi tebal yang sama
tersebut dipenuhi oleh ukuran balok lebar tertentu dengan tebal yang sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-13
Balok panjang 2000 mm Papan lebar standar
Gambar 3.5 Penentuan kebutuhan papan standar untuk memenuhi balok panjang
maksimum
Model II
j
n
jjuydZ
1
……….(3.17)
1
n
jju yY
……….(3.18)
tj
n
jij XyB
1
1
……….(3.19)
yj = bilangan bulat (integer)
j = pola pemotongan lebar , untuk j = 1, 2, …, p
dj = banyaknya scrap untuk setiap pola pemotongan lebar ke-j
yj = banyaknya kayu dengan lebar standar yang dipotong menurut pola j
u = jenis tebal ke-u , untuk u = 1,2 … U
U = banyaknya gabungan kombinasi lebar yang mungkin
p = banyaknya pola pemotongan lebar yang mungkin
Yu = banyaknya kebutuhan papan standar pada tebal turunan ke-u
Bij = jumlah potongan untuk lebar i dengan pola j
Xt = banyaknya kebutuhan balok panjang maksimum yang dibutuhkan
pada lebar tebal ke-t
4. Tahap III
Tahap III merupakan tahap penentuan kebutuhan log. Penentuan kebutuhan
log didasarkan pada jumlah papan standar yang dihasilkan oleh masing-
masing log. Setiap log yang diteliti masing-masing menghasilkan 2 papan
standar dengan lebar dan tebal tertentu sesuai ukuran standar yang berlaku di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-14
pasaran. Kemudian hasil dari log yang didapatkan dilakukan penyesuaian
dengan persentase bebas cacat 80%. (Ginoga, 1995)
Rumus V
uYG2
1
……….(3.20)
Keterangan notasi:
G = jumlah kebutuhan log dengan diameter
= diameter log
Yu = banyaknya kebutuhan papan standar pada tebal turunan ke-u
3.2.3 Algoritma pemotongan log menjadi RST
Pada poin sebelumnya dijelaskan mengenai tahapan penyelesaian
permasalahan pemotongan secara umum tahap demi tahap. Berikut teknis
operasional pemotongan log menjadi RST sesuai bagan alir dan pemakaian rumus
maupun model yang tertuang pada poin sebelumnya.
Langkah 0 : mengkategorikan RST demand ke dalam ukuran tebal sesuai
kebijakan ukuran pemotongan perusahaan
Langkah 1 : mengkategorikan RST berdasarkan kesamaan dimensi lebar (l)dan
tebal (t)
Langkah 2 : a. untuk kategori lebar (l) dan tebal (t) yang tidak mempunyai
variasi panjang (i) selanjutnya ke langkah 3; b. untuk kategori lebar
(l) dan tebal (t) yang mempunyai variasi panjang (i) selanjutnya ke
langkah 4
Langkah 3 : cari kandidat pola (j) dengan menggunakan rumus I kemudian cari
kebutuhan balok panjangnya dengan rumus II dapatkan nilai xj dan
Xt, selanjutnya ke langkah 5
Langkah 4 : cari kandidat pola (j) dengan menggunakan rumus III kemudian
cari kebutuhan balok panjangnya dengan model I dapatkan nilai xj
dan Xt, selanjutnya ke langkah 5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-15
Langkah 5 : gabung hasil penentuan kebutuhan balok panjang Xt dari langkah 3
dan 4 sebagai input demand pada tahap penentuan kebutuhan papan
standar
Langkah 6 : tentukan ukuran log yang dipakai untuk pemenuhan masing-masing
balok panjang yang diperoleh dari hasil bagi papan standar dimana
untuk log dengan diameter akan menghasilkan papan standar
dengan lebar dan tebal Y dan sekaligus menghasilkan tebal
turunannya
Langkah 7 : cari kandidat pola dari masing-masing tebal turunan terhadap tebal
standar yang disesuaikan dengan jumlah perolehan papan standar
dari masing-masing log berdasarkan langkah 6 dengan
menggunakan rumus IV
Langkah 8 : hitung kebutuhan papan standar berdasar ketentuan pada langkah 6
dengan model II
Langkah 9 : hitung jumlah kebutuhan log berdasarkan jumlah total langkah 8
yang disesuaikan dengan jumlah papan standar yang dihasilkan
untuk masing-masing diameter log.
3.3 Analisis dan Interpretasi Hasil
Pada tahap ini dilakukan pembahasan dan analisis tiap langkah dalam
pengolahan data dan hasil perhitungan. Analisis dilakukan dengan
membandingkan model yang dikembangkan (model stategi pemotongan standar)
dengan model yang sedang dijalankan perusahaan (model strategi pemotongan
jeblos). Hasil pengolahan data diinterpretasikan dengan jelas untuk membantu
penarikan kesimpulan pada tahap berikutnya.
3.4 Kesimpulan dan Saran
Tahap ini memuat pokok-pokok hasil penelitian yang diharapkan mampu
memjawab tujuan yang ditetapkan sebelumnya serta saran yang berhubungan
dengan model matematis yang dibangun dan usulan pemotongan yang
meminimumkan scrap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-1
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab ini membahas proses pengumpulan data dan proses pengolahan data
dari perusahaan. Data yang dikumpulkan meliputi langkah-langkah serta hasil
pengumpulan dan pengolahan data diuraikan pada sub bab di bawah ini.
4.1 Pengumpulan Data
Pada sub bab ini disajikan data yang dibutuhkan untuk pengolahan data yang
berasal dari perusahaan. Data yang di sajikan adalah data demand dan data pola
strategi perusahaan yang meliputi data strategi belah log ke papan standar dan
strategi pemotongan papan standar menjadi tebal turunan yang diijinkan.
4.1.1 Data Demand
Data permintaan konsumen merupakan data penjualan nyata tahun 2010
pada bulan Mei yaitu dari buyer ECO. Data permintaan tersebut terdiri dari 57
jenis perangkat furniture dengan 72 jenis kebutuhan RST seperti pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Kebutuhan RST bulan Mei 2010
P L T P L T
1 946 44 21 210 37 1820 149 36 18
2 325 22 21 120 38 1620 149 36 18
3 265 22 21 180 39 720 274 36 14
4 190 22 21 60 40 904 236 36 90
5 70 22 21 28 41 590 66 36 12
6 60 22 21 28 42 1641 64 36 8
7 170 22 21 28 43 1040 64 36 8
8 134 27 21 256 44 610 64 36 16
9 134 27 21 360 45 524 64 36 24
10 876 44 26 366 46 524 64 36 4
11 776 44 26 22 47 488 52 36 180
12 770 44 26 64 48 420 48 36 12
13 416 44 26 372 49 1020 144 41 132
14 276 44 26 4 50 470 144 41 108
15 876 42 26 20 51 590 66 41 56
16 870 40 26 12 52 440 144 46 32
17 770 40 26 12 53 876 52 46 12
18 769 40 26 12 54 778 52 46 12
19 180 54 26 32 55 776 51 46 12
20 650 62 31 60 56 1406 47 46 4
21 613 64 31 28 57 976 47 46 4
22 650 49 31 14 58 976 47 46 8
23 600 49 31 12 59 2000 44 46 8
24 590 49 31 14 60 1436 44 46 8
25 560 49 31 30 61 1006 44 46 16
26 545 74 31 60 62 876 44 46 128
27 531 74 31 28 63 776 44 46 76
28 510 59 31 360 64 760 44 46 72
29 450 59 31 120 65 620 44 46 8
30 510 49 31 60 66 492 44 46 48
31 402 61 31 24 67 468 44 46 12
32 2000 44 31 12 68 320 44 46 76
33 1406 44 31 6 69 276 44 46 8
34 976 44 31 6 70 125 44 46 48
35 2000 149 36 18 71 730 144 46 32
36 2000 149 36 18 72 730 144 46 16
Jumlah
batangNo No
Dimensi Jumlah
batang
Dimensi
Sumber: CV. Valasindo Sentra Usaha, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-2
4.1.2 Pola Strategi Perusahaan
Pada saat ini perusahaan pemotongan yang dilakukan perusahaan
menggunakan strategi belah jeblos. Strategi belah jeblos, pembelahan log ke
papan didasarkan pada ukuran tebal demand langsung, bukan berdasar ukuran
papan standart. Berikut gambaran pemotongan tersebut:
1. Pemotongan didasarkan jumlah kebutuhan tebal di setiap harinya yang
direncanakan oleh pihak PPIC.
2. Log yang digunakan adalah log yang sudah memenuhi kriteria dengan
pengambilan secara random ukuran diameternya.
3. Log dibelah menjadi 3 ukuran yang berbeda.
4. Masing-masing disesuaikan dengan perkiraan jumlah kebutuhan oleh
karyawan shawmill.
5. Perkiraan jumlah kebutuhan didasarkan pada rendemen yaitu sebuah papan
akan menghasilkan 75% RST.
6. Pemotongan tersebut akan terus dilakukan dengan kombinasi berbeda sampai
target papan untuk menghasilkan RST demand dipenuhi
Ukuran tebal sesuai demand (mm)
22 22 22 26 26 31 31 36
Gambar 4.1 Pola pemotongan belah jeblos
Sumber: CV. Valasindo Sentra Usaha, 2010
Seiring dengan tingkat pemborosan pola strategi pemotongan jeblos yang
dinilai tidak efisien, perusahaan mengembangkan strategi belah log dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-3
pembelahan papan standar yaitu pembelahan dari log ke papan yang dilakukan
dengan membelah log menjadi beberapa papan dengan ukuran standart yang laku
dipasaran. Papan standar tersebut terdiri dari 6 jenis ukuran seperti yang
tercantum pada tabel 4.2. papan standar merupakan ukuran papan dengan
ketebalan yang laku di pasaran. Ukuran tersebut merupakan ukuran tebal mulai
dari 53 mm sampai dengan 78 mm. Strategi ini merupakan strategi pengembangan
pembelahan sebelumnya yaitu strategi belah jeblos.
Tabel 4.2 Strategi belah stock papan blok basah LOG Diameter (mm) Panjang (mm) Lebar (mm) Tebal (mm) Jumlah
2000 117 63 2
2000 187 68 2
2000 132 73 2
2000 206 78 2
2000 178.5 78 4
2000 281.5 68 2
LOG AII cm 250
LOG AII cm 280
LOG AIII cm 370
SAW analis
Sumber: CV. Valasindo Sentra Usaha, 2010
Papan standar dihasilkan dari berbagai jenis log dengan diameter yang
berbeda diantaranya 250 mm, 280 mm dan 370 mm. Log tersebut hanya
memenuhi 4 jenis papan standar yaitu 63 mm, 68 mm, 73 mm dan 78 mm yang
dengan keempatnya mampu memenuhi 6 jenis ukuran demand berdasarkan tebal
turunannya.
Tabel 4.3 Kriteria papan standar CV. Valasindo Sentra Usaha
Tebal Kotor stock BBI Blok (mm) 78 73 68 63 58 53
Solid PP Blok untuk tebal jadi (mm) 74 69 64 59 54 49
Kriteria kebebutuhan BBI Saw Mill " Stock Bahan Basah "
Sumber: CV. Valasindo Sentra Usaha, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-4
Strategi belah stock papan ke tebal turunan merupakam hasil perhitungan
cermat dengan minimasi scrap yang dianggap paling optimal bagi perusahaan.
Balok dengan tebal turunan tersebut adalah hasil pembelahan papan standar
dengan aturan tertentu seperti pada tabel 4.4. Blok dengan tulisan tebal merupakan
blok yang tidak dianjurkan karena hasil potongannya kurang optimal. Sebaliknya,
untuk blok tidak berwarna akan menghasilkan potongan dengan sisa yang masih
dapat digunakan.
Tabel 4.4 Strategi belah stock papan ke tebal turunan
Net (mm) @ kotor (mm)
43 46 1.6 1.5 1.4 1.3 1.2 1.1
26 22 16.9 12.2 7.5 2.8
38 41 1.8 1.6 1.5 1.4 1.3 1.2
31 26 21 16.8 12.1 7.5
33 36 2.0 1.8 1.7 1.6 1.5 1.3
0 30 26 21 16.6 12.0
28 31 2.3 2.1 2.0 1.8 1.7 1.5
8.2 3.6 0 26 21 16.4
23 26 2.7 2.5 2.3 2.1 2.0 1.8
17.0 12.6 8.1 3.6 0 21
18 21 3.2 3.0 2.8 2.6 2.4 2.2
4.4 0 16.6 12.3 7.9 3.5
Sisa u/ @ ktr mm
Sisa u/ @ ktr mm
Pembagian belah Blok PP
Sisa tebal blok PP hasil belah untuk BBI @ kotor
Sisa u/ @ ktr mm
Sisa u/ @ ktr mm
Sisa u/ @ ktr mm
Sisa u/ @ ktr mm
Sumber: CV. Valasindo Sentra Usaha, 2010
4.2 Pengolahan Data
Pada sub bab pengolahan data dilakukan penghitungan dan pengolahan data
sesuai dengan langkah-langkah yang telah dijelaskan dalam metodologi penelitian.
Pengolahan data yang dilakukan meliputi pengkategorian ukuran RST demand,
perhitungan kebutuhan balok tahap panjang, perhitungan kebutuhan papan
standart dan penentuan jumlah kebutuhan log beserta perancangan model Linear
Programaming-nya. Penyelesaian tersebut secara ringkas dijelaskan pada gambar
4.2. Dimulai dengan pengkategorian tebal RST, kemuadian perhitungan jumlah
kebutuhan tahap demi tahap yaitu tahap panjang (penentuan kebutuhan balok
panjang 2000 mm dari panjang RST demand ), tahap penentuan lebar dan tebal
dan terakhir tahap penentuan kebutuhan log.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-5
4.2.1 Pengkategorian ukuran RST demand
Pengkategorian ukuran RST demand bertujuan untuk memudahkan pihak
perencana dalam menyusun perancangan pola pemotongan, yang dilakukan
dengan membagi ukuran-ukuran tebal RST demand ke dalam beberapa ukuran
turunan yang telah dirumuskan perusahaan. Ukuran yang dimaksud adalah ukuran
RST dengan tebal 21 mm, 26 mm, 31 mm, 36 mm, 41 mm dan 46 mm.
Sedangkan ukuran tebal RST demand meliputi 19 mm, 20 mm, 22 mm, 24 mm,
27 mm, 29 mm, 32 mm, 34 mm, 39mm, 44 mm dan 49 mm. Pengkategorian
tersebut dilakukan dengan lagkah sebagai berikut:
a. Menggolongkan ukuran 19 mm, 20 mm dan 22 mm ke dalam ukuran 21 mm
b. Menggolongkan ukuran 24 mm dan 27 mm ke dalam ukuran 26 mm
c. Menggolongkan ukuran 32 mm dan 34 mm ke dalam ukuran 36 mm
d. Menggolongkan ukuran 39 mm ke dalam ukuran 41 mm
e. Menggolongkan ukuran 44 mm dan 49 mm ke dalam ukuran 46 mm
Hasil pengkategorian tersebut dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5 Hasil pengkategorian dimensi RST
P L T
1 946 44 21 210 37 1820 149 36 18
2 325 22 21 120 38 1620 149 36 18
3 265 22 21 180 39 720 274 36 14
4 190 22 21 60 40 904 236 36 90
5 70 22 21 28 41 590 66 36 12
6 60 22 21 28 42 1641 64 36 8
7 170 22 21 28 43 1040 64 36 8
8 134 27 21 256 44 610 64 36 16
9 134 27 21 360 45 524 64 36 24
10 876 44 26 366 46 524 64 36 4
11 776 44 26 22 47 488 52 36 180
12 770 44 26 64 48 420 48 36 12
13 416 44 26 372 49 1020 144 41 132
14 276 44 26 4 50 470 144 41 108
15 876 42 26 20 51 590 66 41 56
16 870 40 26 12 52 440 144 46 32
17 770 40 26 12 53 730 144 46 32
18 769 40 26 12 54 730 144 46 16
19 180 54 26 32 55 876 52 46 12
20 650 62 31 60 56 778 52 46 12
21 613 64 31 28 57 776 51 46 12
22 650 49 31 14 58 1406 47 46 4
23 600 49 31 12 59 976 47 46 4
24 590 49 31 14 60 976 47 46 8
25 560 49 31 30 61 2000 44 46 8
26 545 74 31 60 62 1436 44 46 8
27 531 74 31 28 63 1006 44 46 16
28 510 59 31 360 64 876 44 46 128
29 450 59 31 120 65 776 44 46 76
30 510 49 31 60 66 760 44 46 72
31 402 61 31 24 67 620 44 46 8
32 2000 44 31 12 68 492 44 46 48
33 1406 44 31 6 69 468 44 46 12
34 976 44 31 6 70 320 44 46 76
35 2000 149 36 18 71 276 44 46 8
36 2000 149 36 18 72 125 44 46 48
No Dimensi (mm) Jumlah
batangNo
Dimensi (mm) Jumlah
batangDimensi (mm)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-6
4.2.2 Tahap I (Perhitungan kebutuhan balok tahap panjang 2000 mm dari
panjang RST demand)
Perhitungan kebutuhan balok tahap panjang adalah perhitungan tahap awal
yang merupakan bagian dari penyusunan kebutuhan total suatu RST yang ditarik
dari kebutuhan total RST ke tahapan pemotongan. Tahapan tersebut adalah tahap
pemotongan log ke papan standar, tahap pemotongan papan standart ke balok
panjang kemudian pemotongan balok panjang ke ukuran RST sesuai dengan
demand. Perumusan kebutuhan masing-masing tahapan ditarik dari belakang,
yaitu dimulai dari penentuan kebutuhan ukuran balok panjang 2000 mm.
a. Penentuan kategori panjang dengan tebal dan lebar yang sama
Pada tahap ini, masing-masing ukuran RST dipilah berdasarkan kategori
lebar dan tebal yang sama. Pengkategorian ini dimaksudkan untuk menentukan
jumlah kebutuhan panjang yang digenerate melalui pembagian panjang dari
masing-masing kemungkinan dimensi dengan lebar dan tebal yang sama.
Seberapa banyak dimensi lebar dan tebal yang sama tersebut dipenuhi oleh ukuran
balok panjang 2000 mm dengan tebal dan lebar yang sama pula.
Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa dari 72 jenis ukuran RST yang
ada, terdapat 29 kategori ukuran RST dengan lebar dan tebal yang sama. Kategori
tersebut dipilah lagi menjadi dua tipe dimensi yaitu dimensi dengan 1 ukuran
panjang, 1 ukuran lebar dan 1 ukuran tebal saja, serta dimensi dengan berbagai
ukuran panjang dengan lebar dan tebal yang sama. Pada tipe dimensi yang
pertama, hanya dimungkin panjang balok ukuran 2000 mm untuk satu jenis
ukuran panjang saja. Sedangkan pada tipe dimensi yang kedua, dimungkinkan
dibuatnya lebih dari satu pola dengan berbagai kombinasi untuk berbagai ukuran
panjang dengan lebar dan tebal yang sama.
Dari pembagian tersebut kemudian disusunlah model kebutuhan total yang
dapat dipenuhi dari suatu balok yang berukuran panjang 2000 mm dengan lebar
dan tebal sesuai kategori yang tersebut dalam tabel 4.6.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-7
Tabel 4.6 Kategori ukuran RST dengan lebar dan tebal yang sama
P L T P L T
1 1 946 44 21 210 37 1820 149 36 18
2 325 22 21 120 38 1620 149 36 18
3 265 22 21 180 17 39 720 274 36 14
4 190 22 21 60 18 40 904 236 36 90
5 70 22 21 28 19 41 590 66 36 12
6 60 22 21 28 42 1641 64 36 8
7 170 22 21 28 43 1040 64 36 8
8 134 27 21 256 44 610 64 36 16
9 134 27 21 360 45 524 64 36 24
10 876 44 26 366 46 524 64 36 4
11 776 44 26 22 21 47 488 52 36 180
12 770 44 26 64 22 48 420 48 36 12
13 416 44 26 372 49 1020 144 41 132
14 276 44 26 4 50 470 144 41 108
5 15 876 42 26 20 24 51 590 66 41 56
16 870 40 26 12 52 440 144 46 32
17 770 40 26 12 71 730 144 46 32
18 769 40 26 12 72 730 144 46 16
7 19 180 54 26 32 53 876 52 46 12
8 20 650 62 31 60 54 778 52 46 12
9 21 613 64 31 28 27 55 776 51 46 12
22 650 49 31 14 56 1406 47 46 4
23 600 49 31 12 57 976 47 46 4
24 590 49 31 14 58 976 47 46 8
25 560 49 31 30 59 2000 44 46 8
26 545 74 31 60 60 1436 44 46 8
27 531 74 31 28 61 1006 44 46 16
28 510 59 31 360 62 876 44 46 128
29 450 59 31 120 63 776 44 46 76
13 30 510 49 31 60 64 760 44 46 72
14 31 402 61 31 24 65 620 44 46 8
32 2000 44 31 12 66 492 44 46 48
33 1406 44 31 6 67 468 44 46 12
34 976 44 31 6 68 320 44 46 76
35 2000 149 36 18 69 276 44 46 8
36 2000 149 36 18 70 125 44 46 48
26
28
29
25
Kategori Lebar
Tebal ke-
Dimensi (mm) Jumlah
batang
Kategori Lebar
Tebal ke-
Dimensi (mm) Jumlah
batang
16
No
2
3
4
16
20
23
No
6
10
11
12
15
Pada tabel 4.6 diperoleh 29 jenis ukuran hasil pengkategorian berdasarkan
lebar dan tebal yang sama. Kategori lebar tebal ke-1 menunjukkan bahwa hanya
terdapat satu ukuran panjang untuk lebar 44 mm dan tebal 21 mm. Begitu pula
dengan kategori lebar tebal ke-3. Kategori ini hanya memiliki satu jenis ukuran
panjang yaitu panjang 134 mm dengan tebal 27 mm dan lebar 1 mm. Kedua
kategori tersebut merupakan kategori dengan satu jenis panjang untuk lebar dan
tebal yang sama. Kategori ini meliputi 13 kategori lainnya kategori lebar tebal ke-
5, 7, 8, 9, 13, 14, 17, 18, 19, 21, 22, 24 dan 27.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-8
Tabel 4. 7 Kategori lebar tebal dengan satu jenis ukuran panjang
P L T
1 1 946 44 21 210
8 134 27 21 256
9 134 27 21 360
5 15 876 42 26 20
7 19 180 54 26 32
8 20 650 62 31 60
9 21 613 64 31 28
13 30 510 49 31 60
14 31 402 61 31 24
17 39 720 274 36 14
18 40 904 236 36 90
19 41 590 66 36 12
21 47 488 52 36 180
22 48 420 48 36 12
24 51 590 66 41 56
27 55 776 51 46 12
3
Kategori Lebar
Tebal ke-No
Dimensi (mm) Jumlah
batang
Berbeda dengan kategori 1 dan 3, kategori lebar tebal ke-2 merupakan
kategori dimensi dengan berbagai jenis panjang untuk ukuran lebar dan tebal yang
sama. Dapat dilihat pada kategori lebar dan tebal ke-2, terdapat 6 jenis ukuran
panjang yang berbeda dengan lebar dan tebal yang sama yaitu lebar 22 mm dan
tebal 21 mm. Kategori lebar tebal ke-2 ini merupakan kategori dengan variasi
panjang lebih dari satu, yang juga berlaku untuk 13 kategori lebar tebal lainnya
yaitu kategori lebar tebal ke 4, 6, 10, 11, 12, 15, 16, 20, 23, 25, 26, 28 dan 29.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-9
Tabel 4. 8 Kategori lebar tebal dengan berbagai jenis ukuran panjang
P L T P L T
2 325 22 21 120 16 38 1620 149 36 18
3 265 22 21 180 42 1641 64 36 8
4 190 22 21 60 43 1040 64 36 8
5 70 22 21 28 44 610 64 36 16
6 60 22 21 28 45 524 64 36 24
7 170 22 21 28 46 524 64 36 4
10 876 44 26 366 49 1020 144 41 132
11 776 44 26 22 50 470 144 41 108
12 770 44 26 64 52 440 144 46 32
13 416 44 26 372 71 730 144 46 32
14 276 44 26 4 72 730 144 46 16
16 870 40 26 12 53 876 52 46 12
17 770 40 26 12 54 778 52 46 12
18 769 40 26 12 56 1406 47 46 4
22 650 49 31 14 57 976 47 46 4
23 600 49 31 12 58 976 47 46 8
24 590 49 31 14 59 2000 44 46 8
25 560 49 31 30 60 1436 44 46 8
26 545 74 31 60 61 1006 44 46 16
27 531 74 31 28 62 876 44 46 128
28 510 59 31 360 63 776 44 46 76
29 450 59 31 120 64 760 44 46 72
32 2000 44 31 12 65 620 44 46 8
33 1406 44 31 6 66 492 44 46 48
34 976 44 31 6 67 468 44 46 12
35 2000 149 36 18 68 320 44 46 76
36 2000 149 36 18 69 276 44 46 8
37 1820 149 36 18 70 125 44 46 48
26
25
28
29
16
2
6
15
12
11
4
10
Kategori Lebar
Tebal ke- No
Dimensi (mm) Jumlah
batang
20
23
Kategori Lebar
Tebal ke-No
Dimensi (mm) Jumlah
batang
b. Penentuan kandidat pola panjang 2000 mm dengan rumus I
Model yang digunakan untuk penentuan pola didasarkan jumlah sisa dan
pola yang memberikan nilai sisa terkecil merupakan pola yang menjadi kandidat
alternatif variabel keputusan. Penentuan pola dimulai dengan menentukan
perolehan potongan panjang yang mungkin dihasilkan dari setiap balok panjang
2000 mm. Pada kategori lebar tebal dengan satu jenis panjang menunjukkan tidak
adanya variasi ataupun kombinasi panjang karena jenis panjang pada kategori
tersebut hanya satu. Sehingga dapat secara langsung diketahui hasil perolehan
panjang masing-masing kategori ini, yang dihasilkan dari pemotongan kayu
dengan panjang 2000 mm seperti tercantum pada tabel 4.9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-10
Tabel 4.9 Jumlah perolehan potongan pada kategori lebar tebal satu jenis panjang
Sisa Scrap Total sisa
1 946 108 8 100 2
3 134 124 56 68 14
5 876 248 8 240 2
7 180 200 40 160 10
8 650 50 12 38 3
9 613 161 12 149 3
13 510 470 12 458 3
14 402 392 16 376 4
17 720 560 8 552 2
18 904 192 8 184 2
19 590 230 12 218 3
21 488 48 16 32 4
22 420 320 16 304 4
24 590 230 12 218 3
27 776 448 8 440 2
Panjang
(mm)
Dimensi
P (mm)
Perolehan
potongan
Kategori lebar
tebal ke-
2000
Sisa(mm)
Dari tabel 4.9 dapat diketahui bahwa balok panjang 2000 mm dapat
menghasilkan 2 buah balok RST dengan panjang 946 mm. Sedangkan jika dibelah
dengan panjang 134 mm akan diperoleh 14 buah balok RST. Hasil perolehan
potongan ini menjadi dasar pemenuhan kebutuhan masing-masing kategori lebar
tebal yang terdapat pada tabel 4. 9
Berikut contoh perhitungan untuk kategori lebar tebal ke-1 yaitu dimensi
P= 946 mm, L=44 mm dan T=21 mm. Perolehan potongan untuk kategori lebar
tebal ke-dengan dimensi P= 946 mm adalah sebanyak 2. Angka 2 ini berarti
bahwa balok panjang 2000 mm jika dibelah aka menghasilkan balok dengan
panjang 946 mm sebanyak 2 buah saja. Nilai ini merupakan nilai optimum
perolehan hasil pemotongan 2000 mm menjadi ukuran balok dengan panjang 946
mm. Sedangkan besarnya scrap akibat pisau potong, rata-rata adalah 4 mm dalam
satu kali potongnya.
SB1 = 2000 mm –P1 *PP1
= 2000 mm – 946 mm*2
= 2000 mm – 1892 mm
= 108 mm
Sc1 = PP1 * 4mm
= 2*4mm
= 8 mm
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-11
c1 = SB1– Sc1
= 108 mm - 8 mm
= 100 mm
Begitu pula dengan kategori balok panjang dengan variasi kombinasi.
Rincian dapat dilihat langsung pada tabel masing-masing penyelesaian di
lampiran.
c. Penentuan pola dan decision kebutuhan balok panjang 2000 mm
Variabel keputusan atau dikenal dengan decision merupakan banyaknya
pola terpilih yang dapat memenuhi kebutuhan demand. Masing-masing kategori
diselesaikan dengan konsep yang sama yaitu dengan tujuan pemenuhan kebutuhan
dengan minimasi sisa. Berikut penjelasan masing-masing kategori:
1. Penentuan kebutuhan balok panjang 2000 mm dengan rumus II (tanpa
kombinasi panjang)
Terdapat 15 ukuran dimensi yang termasuk dalam kategori ini, yaitu
kategori lebar tebal ke-1, 3, 5, 7, 8, 9, 13, 14, 17, 18, 19, 21, 22, 24 dan 27. Hasil
perhitungan kebutuhan balok panjang 2000 mm untuk masing-masing ukuran
dimensi tersebut dapat dilihat pada tabel 4.7. Hasil perhitungan tersebut
didasarkan pada jumlah balok yang mungkin dihasilkan dari balok panjang 2000
mm yang dibelah menjadi ukuran dimensi panjang pada masing-masing kategori.
1
111
PP
De roundupx
2
210 roundup
105
Dari hasil perhitungan di atas, dapat diketahui bahwa untuk menghasilkan
balok RST dengan dimensi panjang 946 mm, lebar 44 mm dan tebal 21 mm
dibutuhkan 105 batang balok panjang 2000 mm dengan dengan lebar 44 mm dan
tebal 21 mm. Dengan cara yang sama, 16 kategori lebar tebal lainnya diperoleh
angka kebutuhan balok masing-masing kategori seperti yang tertera pada kolom
decision tabel 4.7.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-12
Tabel 4.10 Kebutuhan balok panjang 2000 mm untuk tipe dimensi satu ukuran
Sisa Scrap Total sisa
1 946 108 8 100 2 210 105
3 134 124 56 68 14 616 44
5 876 248 8 240 2 20 10
7 180 200 40 160 10 32 4
8 650 50 12 38 3 60 20
9 613 161 12 149 3 28 10
13 510 470 12 458 3 60 20
14 402 392 16 376 4 24 6
17 720 560 8 552 2 14 7
18 904 192 8 184 2 90 45
19 590 230 12 218 3 12 4
21 488 48 16 32 4 180 45
22 420 320 16 304 4 12 3
24 590 230 12 218 3 56 19
27 776 448 8 440 2 12 6
DecisionPanjang
(mm)
Dimensi
P (mm)
Perolehan
potonganDemand
Kategori lebar
tebal ke-
2000
Sisa(mm)
2. Tipe Penentuan kebutuhan balok panjang 2000 mm dengan rumus IV
(dengan kombinasi panjang)
Seperti yang tercantum dalam tabel 4.6 terdapat 14 ukuran dimensi yang
termasuk ke dalam kategori ini diantaranya kategori lebar tebal ke-2, 4, 6, 10, 11,
12, 15, 16, 20, 23, 25, 26, 28 dan 29. Sedikit berdeda dengan model perumusan
penentuan kebutuhan tipe satu, pada tipe dimensi lebar tebal sama dengan
berbagai ukuran panjang, perlu digenerate terlebih dahulu seluruh kombinasi pola
yang mungkin untuk masing-masing kategori. Perumusan pola tersebut dilakukan
dengan cara yang sama dengan tipe dimensi satu namun dengan pola lebih dari
satu. Selain itu, perumusan decision-nya mengunakan model minimasi scrap dari
berbagai kemungkinan pola yang ada berikut dengan kombinasinya seperti yang
tercantum pada Model I.
Perhitungan masing-masing kebutuhan balok panjang dijelaskan di
lampiran. Berikut contoh perhitungan kategori lebar tebal ke-2 (L= 22 mm dan T=
21 mm), berdasarkan perhitungan solver. Pada kategori yang kedua ini, dapat
dibuat 50 pola terbaik dari ribuan pola yang ada dengan total sisa minimum dari 6
jenis panjang yang berbeda yaitu panjang 60 mm, 70 mm, 170 mm, 190 mm, 265
mm dan 325 mm. Masing-masing kebutuhan keenam jenis panjang tersebut secara
urut adalah 28, 28, 28, 60, 180 dan 120. Pola dan decision dapat dilihat pada tabel
4.8.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-13
Tabel 4.11 Pola dan decision pemenuhan kebutuhan kategori lebar tebal ke-2
60 70 170 190 265 325 sisa bahan scrap total sisa
1 29 2 120 120 0 0
2 19 1 1 80 80 0 180
3 16 8 2 100 100 0 30
4 16 2 1 2 80 80 0 28
5 15 6 80 80 0 0
6 15 1 5 80 80 0 0
7 14 10 1 1 100 100 0 0
8 14 3 2 2 80 80 0 0
9 12 12 2 100 100 0 0
10 12 6 1 1 1 80 80 0 0
11 20 1 1 85 84 1 0
12 19 7 1 105 104 1 0
13 18 3 1 85 84 1 0
14 18 3 1 85 84 1 0
15 16 2 1 2 1 85 84 1 0
16 14 4 2 1 1 85 84 1 0
17 12 7 2 1 85 84 1 0
18 12 6 3 1 85 84 1 0
19 12 1 1 3 65 64 1 0
20 5 2 25 24 1 0
21 20 3 90 88 2 0
22 19 8 1 110 108 2 0
23 18 1 4 90 88 2 0
24 15 6 1 1 90 88 2 0
25 14 5 2 2 90 88 2 0
26 12 7 3 1 90 88 2 0
27 12 4 2 70 68 2 0
28 12 1 1 2 1 1 70 68 2 0
29 17 4 2 1 95 92 3 0
30 15 7 1 1 95 92 3 0
31 15 1 2 1 75 72 3 0
32 14 4 1 75 72 3 033 14 4 1 75 72 3 0
34 13 9 1 1 95 92 3 0
35 12 1 4 1 1 75 72 3 0
36 22 8 120 116 4 0
37 17 5 2 1 100 96 4 0
38 15 7 3 100 96 4 0
39 15 4 1 80 76 4 0
40 14 3 3 80 76 4 0
41 13 3 2 1 1 80 76 4 0
42 12 2 4 2 80 76 4 0
43 24 1 1 105 100 5 0
44 22 2 1 1 105 100 5 0
45 18 7 1 105 100 5 0
46 17 3 1 85 80 5 0
47 15 2 1 2 1 85 80 5 0
48 15 1 4 1 85 80 5 0
49 14 4 3 85 80 5 0
50 13 4 2 1 1 85 80 5 0
DEMAND 28 28 28 60 180 120 min sisajumlah
balok
PRODUKSI 928 3716 28 60 180 236 0 238
Pola ke-Panjang (mm) Sisa (mm)
Decision
Dari hasil running solver, hasil minimum pemotongan dicapai dengan
penggunaan 3 pola saja yaitu pola ke-2 sebanyak 180 kali, pola ke-2 sebanyak 30
kali dan pola ke-3 sebanyak 28 kali, dari 50 pola yang ada. Angka jumlah balok
pada tabel tersebut menunjukkan bahwa untuk memenuhi masing-masing demand
6 jenis panjang, diperlukan 238 balok panjang 2000 mm tanpa sisa pemotongan.
Berikut perhitungan manualnya:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-14
Zmin = c1*x1 + c2*x2 + c3*x3+ ... + c50*x50
= 0*180 + 0*30 + 0*28
= 0
50
122
j
jxX
= x2+x3+x4
= 180 + 30 + 28
= 238
Hasil pemotongan 238 balok panjang 2000 mm tersebut menghasilkan 928
batang RST panjang 60 mm, 3716 mm batang RST panjang 70, 28 batang RST
panjang 170mm, 60 batang RST panjang 190mm, 180 batang RST panjang
265mm, 120 batang RST panjang 325mm.
Rekap hasil pola pemotongan terpilih dari masing-masing pemotongan tahap
I ditunjukkan pada tabel 4.12 sampai dengan tabel 4.25 yang secara detail dapat
dilihat di lampiran 3:
Tabel 4.12 Pola dan decision pemenuhan kebutuhan kategori lebar tebal ke-2
60 70 170 190 265 325 sisa bahan scrap total sisa
2 19 1 1 80 80 0 180
3 16 8 2 100 100 0 30
4 16 2 1 2 80 80 0 28
DEMAND 28 28 28 60 180 120 min sisajumlah
balok
PRODUKSI 928 3716 28 60 180 236 0 238
Pola ke-Panjang (mm) Sisa (mm)
Decision
Tabel 4.13 Pola dan decision pemenuhan kebutuhan kategori lebar tebal ke-4
276 416 770 776 876sisa
bahanscrap total sisa
1 1 1 1 178 8 170 4
4 1 1 1 38 8 30 22
12 1 1 454 4 450 3
13 1 1 354 4 350 35
14 1 1 348 4 344 337
Demand 4 22 64 366 372
Produksi 4 22 64 366 372 130868 401
sisa (mm)
decisionPola
panjang (mm)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-15
Tabel 4.14 Pola dan decision pemenuhan kebutuhan kategori lebar tebal ke-6
769 770 870 sisa bahan scrap total sisa
1 2 462 4 458 6
2 2 460 4 456 6
3 2 260 4 256 6
Demand 12 12 12 MinJumlah
balok
Produksi 12 12 12 7020 18
decisionsisa (mm)
PolaPP panjang (mm)
Tabel 4.15 Pola dan decision pemenuhan kebutuhan kategori lebar tebal ke-10
560 590 600 650 sisa bahan scrap total sisa
1 3 320 8 312 10
2 3 230 8 222 1
4 3 50 8 42 1
16 1 2 100 8 92 1
19 1 1 1 160 8 152 11
Demand 30 14 12 14
Produksi 30 14 12 16 5148 24
panjang sisadecisionPola
Tabel 4.16 Pola dan decision pemenuhan kebutuhan kategori lebar tebal ke-11
531 545 sisa bahan scrap total sisa
2 3 365 8 357 2
4 1 2 379 8 371 28
Demand 28 60 MinJumlah
balok
Produksi 28 62 11102 30
decisionpanjang (mm) sisa (mm)
Pola ke-
Tabel 4.17 Pola dan decision pemenuhan kebutuhan kategori lebar tebal ke-12
450 510 sisa bahan scrap total sisa
3 1 3 20 12 8 120
Demand 120 360 MinJumlah
balok
Produksi 120 360 960 120
decisionsisa (mm)
Polapanjang (mm)
Tabel 4.18 Pola dan decision pemenuhan kebutuhan kategori lebar tebal ke-15
976 1406 2000 sisa bahan scrap total sisa
1 2 48 4 44 3
3 1 594 0 594 6
4 1 0 0 0 12
Demand 6 6 12 MinJumlah
balok
Produksi 6 6 12 3696 21
decisionpanjang (mm) sisa (mm)
Pola
Tabel 4.19 Pola dan decision pemenuhan kebutuhan kategori lebar tebal ke-16
1620 1820 2000 sisa bahan scrap total sisa
1 1 380 0 380 18
2 1 180 0 180 18
3 1 0 0 0 36
Demand 18 18 36 MinJumlah
balok
Produksi 18 18 36 10080 72
decisionsisa (mm)
Polapanjang (mm)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-16
Tabel 4.20 Pola dan decision pemenuhan kebutuhan kategori lebar tebal ke-20
524 610 1040 1641 sisa bahan scrap total sisa
1 3 428 8 420 4
5 1 1 436 4 432 8
7 1 359 0 359 8
11 1 2 256 8 248 8
Demand 28 16 8 8 MinJumlah
balok
Produksi 28 16 8 8 9992 28
decisionsisa (mm)
Polapanjang (mm)
Tabel 4.21 Pola dan decision pemenuhan kebutuhan kategori lebar tebal ke-23
470 1020 sisa bahan scrap total sisa
4 2 1 40 8 32 132
Demand 108 132 MinJumlah
balok
Produksi 264 132 4224 132
decisionsisa (mm)
Polapanjang (mm)
Tabel 4.22 Pola dan decision pemenuhan kebutuhan kategori lebar tebal ke-25
440 730 sisa bahan scrap total sisa
3 2 1 390 8 382 16
5 2 540 4 536 16
Demand 32 48 MinJumlah
balok
Produksi 32 48 14688 32
decisionsisa (mm)
Polapanjang (mm)
Tabel 4.23 Pola dan decision pemenuhan kebutuhan kategori lebar tebal ke-26
778 876 sisa bahan scrap total sisa
1 2 444 4 440 6
2 2 248 4 244 6
Demand 12 12 MinJumlah
balok
Produksi 12 12 4104 12
decisionpanjang (mm) sisa (mm)
Pola
Tabel 4.24 Pola dan decision pemenuhan kebutuhan kategori lebar tebal ke-28
976 1406 sisa bahan scrap total sisa
1 2 48 4 44 6
2 1 594 0 594 12
3 1 1024 0 1024 0
Demand 12 12 MinJumlah
balok
Produksi 12 12 7392 18
decisionsisa (mm)
Polapanjang (mm)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-17
Tabel 4.25 Pola dan decision pemenuhan kebutuhan kategori lebar tebal ke-29
125 276 320 468 492 620 760 776 876 1006 1436 sisa bahan scrap total sisa9 3 1 1 1 23 20 3 16
11 1 2 1 15 12 3 128
17 2 3 1 30 20 10 72
22 2 1 1 1 34 16 18 64
24 1 1 1 1 1 35 16 19 12
45 2 1 1 38 12 26 8
Demand 48 8 76 12 48 8 72 76 128 16 8 MinJumlah
balok
Produksi 476 36 308 12 256 64 72 76 128 16 8 2740 300
Sisa (mm)decisionpola
Panjang (mm)
Secara keseluruhan hasil dari generate kebutuhan masing-masing ukuran RST
terhadap kebutuhan balok panjang 2000 mm dapat dilihat pada tabel 4.25
sedangkan pola pemotongan tiap tahap dapat dilihat di Lampiran 3.
Tabel 4.26 Kebutuhan balok setiap kategori lebar tebal Kategori lebar
tebal ke-
Lebar
(mm)
Tebal
(mm)Jumlah
1 44 21 105
2 22 21 238
3 27 21 44
4 44 26 401
5 42 26 10
6 40 26 18
7 54 26 4
8 62 31 20
9 64 31 10
10 49 31 24
11 74 31 30
12 59 31 22
13 49 31 20
14 61 31 6
15 44 31 18
16 149 36 18
17 274 36 7
18 236 36 45
19 66 36 4
20 64 36 28
21 52 36 45
22 48 36 3
23 144 41 132
24 66 41 19
25 144 46 8
26 52 46 12
27 51 46 6
28 47 46 18
29 44 46 300
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-18
4.2.3 Tahap II (Penentuan kebutuhan papan standar dengan rumus IV dan
model II)
Pada tabel 4.12 ditunjukkan 6 jenis ukuran tebal turunan yang dipakai oleh
perusahaan yaitu tebal 21 mm, 26 mm, 31 mm, 36 mm, 41 mm dan 46 mm berikut
masing-masing kebutuhannya. Ke-enam jenis tebal turunan tersebut menjadi dasar
pembagian tebal standar ke tebal turunan dalam penentuan kebutuhan papan lebar
masing-masing ukuran. Sekaligus menjadi dasar penentuan log tipe diameter
berapa yang seharusnya digunakan. Penentuan tersebut mengacu pada tabel 4.3
dan tabel 4.4.
Terdapat 3 jenis log dengan standar pemotongannya masing-masing.
Masing-masing log memiliki aturan pembelahan yang mengahasilkan 2 jenis tebal
standar dengan tebal dan jumlah yang berbeda. Begitu pula pada pembelahan
papan standar menjadi balok panjang 2000 m, akan diperoleh 2 ukuran tebal
turunan dengan sisa pemotongan scrap yang sama. Dengan demikian penentuan
tebal dan log dapat diatur berdasarkan pendekatan ukuran dan kemudahan
perencanaan yang terbagi berdasarkan log sebagai berikut:
1. Log diameter 250 mm dibelah menghasilkan 2 ukuran papan standar 63 mm
dan 68 mm dengan lebar masing-masing 117 mm dan 187 mm. Papan standar
berukuran 63 mm akan dibelah menjadi dua yang menghasilkan 2 ukuran tebal
turunan yaitu 31 mm dan 26 mm dengan jumlah yang sama. Sedangkan papan
standar berukukuran 68 akan dibelah menjadi 2 ukuran tebal yaitu 41 mm dan
21 mm dengan jumlah yang sama pula.
2. Log diameter 280 mm dibelah menghasilkan 2 ukuran papan standar 73 mm
dan 78 mm dengan lebar masing-masing 132 mm dan 206 mm. Kedua ukuran
tersebut dibelah lagi menjadi 2 ukuran tebal yaitu 46 mm dan 21 mm dengan
perbandingan yang sama.
3. Log diameter 370 mm dibelah menghasilkan 2 ukuran papan standar 78 mm
dan 68 mm dengan lebar masing-masing 178,5 mm dan 218,5 mm. Papan
standar berukuran 78 mm akan dibelah menjadi dua yang menghasilkan 2
buah balok dengan tebal turunan yaitu 36 mm. Sedangkan papan standar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-19
berukukuran 68 akan dibelah menjadi 2 ukuran tebal yaitu 36 mm dan 26 mm
dengan jumlah yang sama.
Setiap pembelahan papan standar menjadi papan turunan selalu
menghasilkan 1 ukuran 22 mm atau 26 mm dari 2 jenis ukuran yang dihasilkan.
Dengan demikian perhitungan kebutuhan ukuran keduanya diakhirkan karena
merupakan ukuran yang pasti ada dan kemungkinan berlebih.
Berikut pejelasan pembelahan log menjadi ukuran tebal turunan:
1. Pembelahan log diameter 250 mm
Log diameter 250 mm dibelah menjadi 2 ukuran papan standar yaitu :
a. Papan standar tebal 63 mm lebar 117 mm
Kebutuhan balok panjang dengan tebal 31 mm dapat dilihat pada tabel
4.22 . Kebutuhan ini dapat dicukupi dengan belah papan standar 63 mm. Pada
pembelahan tersebut juga dihasilkan balok panjang dengan tebal turunan 26
mm. Balok panjang tebal 31 mm mempunyai 2 jenis ukuran lebar yaitu 66 mm
dan 144 mm dengan kebutuhan 19 dan 132 balok. Sedangkan untuk balok
panjang dengan tebal turunan 26 mm mempunyai 4 jenis ukuran lebar yaitu 44
mm, 42 mm, 40 mm, dan 54 mm dengan kebutuhan masing-masing 401, 10,
18 dan 4 balok. Berbagai ukuran lebar tersebut dapat dipenuhi dari papan
standar tebal 63 mm lebar 117 mm. Penentuan pola dan nilai sisanya
dicontohkan pada persamaan berikut ini:
SB1 = L1– L1 *JL1
= 117 mm – 44*2 mm
= 29 mm
Scl = (JLl -1) * 4mm
= (2-1)*4 mm
= 4 mm
dl = SBl– Scl
= 29 mm – 4 mm
= 25 mm
Berdasar nilai sisa tersebut, dibuatlah fungsi tujuan meminimasi sisa
dengan rumusan sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-20
kj
k ydZ
18
11
18
11
k
kyY
Dengan pembatas sebagai berikut:
yk = bilangan bulat (integer) ,
yk ≥ 0
ikk
ij FyB
18
1
k = 1, 2, 3, ... , 18
i = 44, 49, 59, 61, 62, 64, 74
Tabel 4.27 Pola dan decision pemenuhan kebutuhan tebal turunan 31 mm
44 49 59 61 62 64 74 sisa bahan scrap total sisa
1 2 29 4 25 0
2 2 19 4 15 0
3 1 1 24 4 20 0
4 1 1 14 4 10 21
5 1 1 12 4 8 0
6 1 1 11 4 7 0
7 1 1 9 4 5 0
8 1 1 9 4 5 8
9 1 1 7 4 3 6
10 1 1 6 4 2 20
11 1 1 4 4 0 10
12 1 73 0 73 0
13 1 68 0 68 0
14 1 58 0 58 91
15 1 56 0 56 0
16 1 55 0 55 0
17 1 53 0 53 0
18 1 43 0 43 30
Demand 21 44 120 6 20 10 30
Produksi 21 44 120 6 20 10 30 sum 186
6876
polaLebar (mm)
Z Opt
DecisionSisa (mm)
Dari hasil running solver, hasil minimum pemotongan dicapai dengan
penggunaan 7 pola dari 18 pola yang ada dengan total 186 pola yang ada yaitu
pola ke-4 sebanyak 21 kali, pola ke-8 sebanyak 8 kali, pola ke-9 sebanyak 6
kali pula, pola ke-10 sebanyak 20 kali pula, pola ke-14 sebanyak 91 kali pula
dan pola ke-18 sebanyak 30 kali pula.
Angka 186 menunjukkan bahwa untuk memenuhi 7 jenis demand lebar
yang berbeda dari balok panjang dengan lebar 31 mm, diperlukan 186 papan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-21
standar lebar 117 mm. Hal ini juga menunjukkan bahwa jumlah balok panjang
dengan lebar 26 mm juga sejumlah 186 balok.
b. Papan standar tebal 68 mm lebar 187 mm
Sebagaimana halnya pada poin sebelumnya, kebutuhan balok panjang
dengan tebal 41 mm dapat dilihat pada tabel 4.23 . Kebutuhan ini dapat
dicukupi dengan belah papan standar 68 mm. Pada pembelahan tersebut juga
dihasilkan balok panjang dengan tebal turunan 21 mm. Balok panjang tebal 41
mm mempunyai 2 jenis ukuran lebar diantaranya 66 mm dan 144 mm yang
masing-masing kebutuhannya sebanyak 19 dan 132 balok. Ukuran lebar
tersebut dapat dipenuhi dari papan standar tebal 68 mm dan lebar 187 mm.
Dari hasil running solver, hasil minimum pemotongan dicapai dengan
penggunaan 2 pola dari 3 pola yang ada yaitu pola pertama sebanyak 10 kali,
dan pola ke-3 sebanyak 176 kali. Total jumlah tersebut menunjukkan bahwa
untuk memenuhi 7 jenis demand lebar yang berbeda dari balok panjang
dengan lebar 31 mm, diperlukan 186 papan standar lebar 117 mm. Hal ini juga
menunjukkan bahwa jumlah balok panjang dengan lebar 26 mm juga sejumlah
186 balok.
2. Pembelahan log diameter 280 mm
Kebutuhan balok panjang dengan tebal 46 mm dapat dilihat pada tabel
4.24 . Kebutuhan ini dapat dicukupi dengan belah papan standar 78 mm dan 73
mm. Pada pembelahan tersebut juga dihasilkan balok panjang dengan tebal
turunan 21 mm. Balok panjang tebal 46 mm mempunyai 5 jenis ukuran lebar yaitu
44 mm, 47 mm, 51 mm, 52 mm dan 144 mm dengan kebutuhan masing-masing
300, 12, 6, 12 dan 32 balok.
Dari hasil running solver, hasil minimum pemotongan dicapai dengan
penggunaan 6 pola dari 65 pola yang ada, masing-masing 3 pola untuk 2 jenis
lebar yang berbeda dengan total 71 pola. Papan standar lebar 206 mm pola terbaik
yang disarankan agar dicapai minimasi scrap adalah pola pertama dilakukan
sebanyak 39 kali, pola ke-14 sebanyak 20 kali dan pola ke 51 sebanyak 12 kali.
Sedangkan untuk papan standar lebar 132 mm, disarankan pemotongannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-22
menggunakan 3 pola saja yaitu pola ke-57, pola ke-58 dan pola ke- 59 masing-
masing sebanyak 40 kali, 34 kali dan 26 kali.
Angka 71 menunjukkan bahwa untuk memenuhi 5 jenis demand lebar
yang berbeda dari balok panjang dengan lebar 46 mm, diperlukan papan standar
lebar 206 mm dan 132 mm masing-masing 71 papan. Hal ini juga menunjukkan
bahwa jumlah balok panjang dengan lebar 22 mm yang dihasilkan merupakan
penjumlahan dari keduanya yaitu sebanyak 142 balok.
3. Pembelahan log diameter 370 mm
Kebutuhan balok panjang dengan tebal 36 mm dapat dilihat pada tabel
4.25 . Kebutuhan ini dapat dicukupi dengan belah papan standar 68 mm dan 78
mm yang dihasilkan dari pembelahan log 370. Pada pembelahan tersebut juga
dihasilkan balok panjang dengan tebal turunan 26 mm. Balok panjang tebal 36
mm mempunyai 7 jenis ukuran lebar yaitu 48 mm, 52 mm, 64 mm, 66 mm, 149
mm, 236 mm dan 274 mm dengan kebutuhan masing-masing ukuran sebanyak 3,
45, 28, 4, 45, 7 dan 72 balok.
Dari hasil running solver, hasil minimum pemotongan dicapai dengan
penggunaan 2 pola yang berbeda dari 2 jenis pemotongan papan dengan lebar
178,5 mm dan lebar 281,5. Pada pemotongan balok dengan lebar 178,5
pencapaian nilai minimasi adalah dengan penggunaan pola pemotongan yang ke 7
yaitu sebanyak 248 kali. Sedangkan untuk pemotongan balok dengan lebar 281,5
mm diperlukan 4 pola yang berbeda untuk mencapai nilai minimasi pemotongan.
Pola yang dipakai adalah pola ke- 69 sebanyak 28 kali, pola ke-70 sebanyak 17
kali, pola ke-76 sebanyak 7 kali dan pola ke- 77 sebanyak 72 kali.
Jumlah 248 tersebut menunjukkan bahwa untuk memenuhi 7 jenis demand
lebar yang berbeda dari balok panjang dengan lebar 36 mm, diperlukan papan
standar dengan lebar 178,5 mm sebanyak 248 dan papan standar dengan lebar
281,5 mm sebanyak 124 balok. Hal ini juga menunjukkan bahwa jumlah balok
panjang dengan lebar 36 mm yang diperoleh adalah 124 balok.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-23
4. Rekap hasil potongan masing-masing tebal standar dari masing-masing
log
Setiap log dibelah menjadi 2 tebal standar dengan lebar tertentu. Masing-
masing tebal standar dibelah lagi menjadi 2 ukuran tebeal turunan. Berikut rekap
hasil pembelahan tersebut:
Tabel 4.28 Rekap hasil belah log berdasarkan kebutuhan
Lebar (mm) Tebal (mm) Jumlah
250 117 63 2 31 186 26 186
187 68 2 41 186 21 186
280 132 73 2 46 71 21 71
206 78 2 46 71 21 71
370 178.5 78 4 36 248 36 248
281.5 68 2 36 124 26 124
Tebal turunan
II (mm)
Jumlah balok
pemenuhan
kebutuhan
Hasil belahan/1 batang Tebal turunan
I (mm)
Jumlah balok
pemenuhan
kebutuhan
Diameter
(mm)
Berdasarkan tabel 4.27, bahwa kebutuhan tebal turunan 21 mm dan 26 mm
diakhirkan karena merupakan hasil pembelahan dari setiap ukuran papan standar.
Pemenuhan kedua jenis tebal tersebut dapat dipenuhi dari 2 log yang berbeda dan
selebihnya adalah sisa hasil belahan yang tidak dapat dihindari. Berikut penjelasan
model minimasi scrap pada pemotongan belahan papan standar dengan lebar
tertentu untuk memenuhi kebutuhan tebal turunan 21 mm dan 26 mm:
a. Pemenuhan balok tebal turunan 21 mm
Jumlah kebutuhan dari balok dengan tebal 21 mm dapat dilihat pada
tabel 4.27 Terdapat 3 jenis lebar untuk tebal turunan 21 mm yaitu lebar 22 mm,
27 mm dan 44 mm. Masing-masing lebar tersebut mempunyai kebutuhan
sebanyak 44, 238 dan 105 balok. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut
terdapat banyak 3 alternatif yaitu mengambil dari hasil belah log 250 mm, log
280 mm atau kombinasi dari keduanya. Dari hasil running diperoleh bahwa
pemakaian log 280 mm adalah keputusan terbaik untuk meminimasi scrap.
(lihat pada lampiran).
Dari hasil running solver, hasil minimum pemotongan dicapai dengan
penggunaan pola pada pemotongan lebar yang kedua yaitu 206 mm. Pada
pemotongan balok tersebut pencapaian nilai minimasi adalah dengan
penggunaan 6 pola pemotongan yaitu pola ke-23 sebanyak 4 kali, pola ke-25
dan ke-27 sebanyak 1 kali, pola ke-28 sebanyak 2 kali, pola ke 33 sebanyak 45
kali dan pola ke-43 sebanyak 15 kali dengan total pemakaian 68 pola. Angka
68 menunjukkan bahwa untuk memenuhi 3 jenis demand lebar yang berbeda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-24
dari balok panjang dengan tebal 21 mm, diperlukan papan standar dengan
lebar 206 mm sebanyak 68 balok tanpa pemakaian papan standar 132 mm.
b. Pemenuhan balok tebal turunan 26 mm
Jumlah kebutuhan dari balok dengan tebal 26 mm dapat dilihat pada
tabel 4.28. Terdapat 4 jenis lebar untuk tebal turunan 26 mm yaitu lebar 40
mm, 42 mm, 44 mm dan 54 mm. Masing-masing lebar tersebut mempunyai
kebutuhan sebanyak 18, 10, 401 dan 4 balok.
Dari hasil running solver, hasil minimum pemotongan dicapai dengan
penggunaan 2 pola yang berbeda dari 2 jenis papan dengan lebar 117 mm dan
lebar 281,5. Pemotongan balok dengan lebar 117 pencapaian nilai minimasi
didapat dengan penggunaan pola pemotongan yang ke 4 yaitu sebanyak 2 kali.
Sedangkan untuk pemotongan balok dengan lebar 281,5 mm diperlukan 3 pola
yang berbeda yaitu pola ke- 23 sebanyak 69 kali, pola ke-68 sebanyak 9 kali
dan pola ke-69 sebanyak 5 kali sehingga total pemakaian pola adalah 85.
Angka 85 menunjukkan bahwa untuk memenuhi 4 jenis demand lebar
yang berbeda dari balok panjang dengan tebal 26 mm, diperlukan papan
standar dengan lebar 117 mm sebanyak 2 balok dan papan stsndar dengan
lebar 281,5 mm sebanyak 83 mm sehingga total kebutuhannya adalah 85
balok.
4.2.4 Tahap VI (Penentuan jumlah log dengan rumus V)
Seperti pada tabel 4.14 , setiap log yang dibelah akan menghasilkan papan
dengan ukuran standar tertentu dengan jumlah tertentu pula. Banyaknya
kebutuhan log didasarkan pada banyaknya jumlah papan standar yang dibutuhkan.
Log dengan diameter 250 mm dapat menghasilkan 2 buah papan standar tebal 63
mm dan2 buah papan standar tebal 68 mm. Sehingga kebutuhan balok ini
merupakan setengah dari kebutuhan total balok dengan tebal turunan 31 mm atau
total kebutuhan balok tebal 41 mm. Begitu pula dengan log 280 mm dan 370 mm,
sesuai dengan jumlah papan standar yang dihasilkan seperti tercantum pada tabel
4.26. Berikut pengolahan jumlah kebutuhan log 250 mm, 280 mm dan 370 mm
berdasarkan persamaan Model VI seperti pada bab sebelumnya:
93186*2
1
2
11250 YG
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-25
3671*2
1
2
13280 YG
62248*4
1
4
14370 YG
Dari hasil perhitungan diketahui bahwa jumlah log yang dibutuhkan untuk
memenuhi semua demand yang ada adalah 93 batang untuk log dengan diameter
250 mm, 36 batang untuk log dengan diameter 280 mm dan 63 batang untuk log
dengan diameter 370 mm.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-1
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
Pada bab ini diuraikan analisis dan interpretasi terhadap hasil dari
pengumpulan dan pengolahan data yang dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan
dari proses pengembangan model minimasi scrap pada proses pemotongan log
menjadi RST sesuai demand.
5.1 Analisis Strategi Pemotongan
Penelitian yang telah dilakukan merupakan usulan sebagai tindak lanjut
dari berbagai faktor kelemahan strategi pemotongan yang dilakukan perusahaan.
Proses pembelahan log yang dilakukan perusahaan menggunakan strategi belah
jeblos. Pada strategi ini, dilakukan pemotongan langsung sampai dihasilkan
ukuran RST dengan pembelahan awal pembelahan tebal sesuai dengan tebal RST
demand. Sehingga, pembelahan dilakukan setelah order kebutuhan komponen
masuk untuk memenuhi permintaan furniture yang terkait dengan komponen
tersebut. Hal ini menyebabkan waktu pembelahan lama karena sortimen tebal
bervariasi. Selain itu, pihak PPIC juga cukup kesulitan dalam menentukan bahan
yang akan dipakai (pemilihan log) baik kelas maupun kualitasnya. Kontrol
kualitas tersebut hanya bisa diketahui saat pembelahan log untuk order , sehingga
menyebabkan adanya resiko pembelahan log lain untuk memenuhi komponen
dengan kualitas yang sesuai dengan order. Pembelahan semacam ini
menimbulkan stok belahan RST dengan kualitas yang tidak sesuai dengan order
pada saat itu. Pada tahapan selanjutnya, pengolahan RST dari pembelahan dengan
strategi jeblos membutuhkan waktu yang lama ketika proses killen dry. Spare
komponen RST menjadi lebih tebal, karena komponen RST yang masuk proses
ini masih dalam kondisi basah.
Strategi belah yang ingin dikembangkan perusahaan adalah strategi belah
papan standar. Pembelahan awal pada strategi ini, dilakukan dengan membelah
log ke dalam ukuran tebal yang distandarkan, kemudian di buat papan sesuai
panjang awal log dan lebar yang distandarkan pula. Pembelahan ini bisa langsung
diakukan tanpa menunggu order dari buyer masuk. Sehingga, waktu pembelahan
yang dibutuhkan relatif lebih cepat dan waktu estafet ke proses setelah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-2
pemotongan juga lebih cepat. Pembelahan log dilakukan lebih terencana, sesuai
perintah belah log yang langsung disertai kelas dan kualitas kayu untuk memenuhi
demand maupun stok papan. Hasil belah papan blok stok , langsung dipisah kelas
dan kualitasnya sebelum digunakan untuk order komponen. Hal ini memudahkan
PPIC untuk merencanakan dan mengatur order komponen ke bagian pemotongan
sehingga lebih terkontrol efisiensinya. Pada tahapan selanjutnya yaitu proses
killen dry, waktu pengisian jauh lebih cepat dengan ukuran papan balok dibanding
dengan ukuran RST. Strategi ini kemudian dikembangkan dengan penyesuaian
kebutuhan pemotongan berdasarkan demand secara langsung dengan pemilihan
pola yang terbaik untuk meminimalkan sisa pemotongan baik serbuk, sisa RST
non demand maupun karena faktor kecacatan.
Perbandingan kedua strategi diatas secara rinci dapat dilihat pada tabel 5.1.
Pada strategi usulan, berbagai kelebihan yang disebutkan di atas tidak dibahas
pada penelitian, namun penjelasannya dimunculkan sebagai penekanan
kemudahan strategi usulan untuk diimplementasikan dibandingkan strategi belah
jeblos.
Tabel 5.1 Perbandingan strategi belah jeblos dengan strategi belah papan standar
Keterangan Strategi Belah Jeblos Strategi Papan Standar
Proses
belah log
a. Menunggu order
komponen.
a. Belah sesuai standar stok .
b. Waktu belah lama, karena
sortimen tebal bervariasi.
b. Waktu belah lebih cepat.
c. Waktu estafet ke killen dry
lama.
c. Waktu estafet ke killen dry
cepat.
Kontrol
Kualitas
a. Diketahui saat belah order. a. Hasil belah papan blok stok ,
langsung dipisah klas
kualitas sebelum digunakan
untuk order komponen.
b. Resiko belah lain log,
karena tidak sesuai kualitas.
b. Belah log tanpa ragu, sesuai
perintah belah log (kelas,
kualitas) untuk stok papan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-3
Lanjutan tabel 5.1
Informasi
stock
a. Stok yang ada: log dan
sisa belahan RST.
a. Stok yang ada: log, papan
blok sesuai rencana.
b. Rencana R&D harus tunggu
belah log baru untuk new
design.
b. Mempermudah R&D untuk
merencanakan komponen
develop design.
c. PPIC cukup sulit untuk
menentukan bahan yang
akan dipakai, balik kelas
maupun kualitas.
c. Memudahkan rencana PPIC
untuk pengatur order proses
pembahananyang terkontrol
efisiensinya.
Efisiensi
a. Waktu proses saw mill
lama, harus menyesuaikan
kualitas komponen.
a. Waktu proses saw mill cepat.
b. Kecepatan isi killen dry
lama, dengan ukuran RST
komponen.
b. Waktu isi killen dry cepat,
dengan ukuran papan blok.
c. Sering terjadi hasil belah
log, papan basah cukup
berat diproses sircle saw
lanjutan.
c. Belah papan blok kering,
lebih mudah dan cepat.
d. Spare komponen RST lebih
tebal, akibat komponen
RST masuk killen dry
dalam kondisi basah.
d. Spare komponen RST bisa
lebih tipis dari hasil papan
blok yang sudah kering.
e. Merencanakan belah
komponen dari bahan log
lebih sulit dan resiko boros
atau salah proses.
e. Merencanakan belah
komponen lebih mudah
dengan bahan kondisi papan
blok.
5.2 Analisis Volume Pemakaian Log Kayu
Perusahaan pada bulan Mei tahun 2010 menghabiskan log kayu dengan
total volume 52.473.983,57 cm3. Jumlah tersebut terinci dalam tabel 5.2 yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-4
terdiri dari berbagai jenis log dengan panjang rata-rata 160 mm. Sedangkan dari
hasil model usulan, dibutuhkan 191 batang dengan perincian seperti pada tabel
5.3.
Tabel 5.2 Jumlah log yang dibutuhkan perusahaan bulan Mei 2010
Diameter ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah Total Volume total
(cm3) Diameter (cm)
20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 578
611 52.473.983,57
Jumlah (batang)
0 0 177 0 0 214 0 0 187 0
Diameter ke-
11 12 13 14 15 16 17 18 19 40 Jumlah
Diameter (cm)
30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 33
Jumlah (batang)
11 1 4 4 7 2 0 3 0 1
Perusahaan menggunakan 11 jenis ukuran diameter dari 20 jenis ukuran
diameter yang tersedia di pasaran dengan jumlah bervariasi dari masing-masing
diameter tersebut. Sedangkan pada model usulan, hanya menggunakan 3 jenis
ukuran diameter. Pemilihan diameter ini disesuaikan dengan ukuran papan standar
yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan. Tidak semua ukuran log dapat
menghasilkan papan dengan ukuran standar. Selain itu, pemilihan ukuran ini juga
dimaksudkan sebagai upaya kemudahan penerapan hasil penelitian.
Tabel 5.3 Jumlah log yang dibutuhkan dengan metode usulan
Diameter (cm)
Jumlah Panjang
(cm) Volume (cm3)
25 93 200 9.133.928 28 36 200 4.435.200 37 62 200 13.337.971
Total volume 26.907.100 Volume penyesuaian 33.633.875
Kisaran volume log yang dibutuhkan dengan model usulan hanya
dibutuhkan setengah dari pemakaian log dengan strategi yang digunakan oleh
perusahaan. Jumlah volume kebutuhan log pada strategi usulan merupakan jumlah
volume total yang telah disesuaikan dengan persen kecacatan yang tidak dibahas
langsung dalam perhitungan model utama. Berikut visualisasi perbandingan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-5
kebutuhan log yang diperlukan dengan strategi yang digunakan oleh perusahaan
terhadap kebutuhan log dengan model strategi usulan, ditunjukkan pada gambar
5.1.
Strategi perusahaan, 52,473,984
Strategi usulan, 33,633,875
-
10,000,000
20,000,000
30,000,000
40,000,000
50,000,000
60,000,000
Volume total (cm )
Gambar 5.1 Perbandingan kebutuhan log
5.3 Analisis Hasil Perolehan RST dan Rendemen
Hasil RST pada pemotongan log dengan strategi perusahaan dan metode
usulan diperoleh nilai yang hampir sama dengan selisih sebesar 654.651,66 cm3
lebih banyak perolehan yang dihasilkan dengan metode usulan. Hal ini
dipengaruhi langsung oleh pertimbangan jumlah demand pada metode usulan dan
usulan pola pemotongan dengan meminimasi sisa. Secara visual, perbandingan
perolehan dari kedua metode dapat dilihat pada gambar 5.2.
Berdasarkan gambar 5.2, model strategi usulan dapat dinilai lebih baik,
karena tidak hanya mencukupi jumlah RST demand, tetapi juga menghasilkan
RST berlebih sebagai persediaan. Volume RST pada strategi perusahaan
merupakan jumlah demand yang harus dipenuhi pada bulan Mei serta sisa RST
non demand yang pemnafaatannya memerlukan perlakuan khusus untuk dapat
diberdayakan gunakan. Total hasil perolehan tersebut merupakan inputan untuk
mengetahui seberapa besar rendemen yang dihasilkan pada pemotongan kayu.
3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-6
Strategi perusahaan, 18,250,452
Strategi usulan, 18,905,103
17,800,000
18,000,000
18,200,000
18,400,000
18,600,000
18,800,000
19,000,000
Volume hasil (cm )
Gambar 5.2 Perbandingan Volume hasil pembelahan
Rendemen kayu merupakan besarnya volume kayu RST total yang
dihasilkan terhadap volume awal log yang dipotong. Semakin besar persentase
rendemen kayu, menunjukkan semakin besar pula jumlah perolehan yang kayu
yang dihasilkan. Pada gambar 5.3, dapat dilihat bahwa rendemen pemotongan
kayu strategi usulan jauh lebih tinggi dibanding dengan metode yang digunakan
perusahaan yang hampir mencapai dua kali lipat. Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat pembedayagunaan kayu pada strategi usulan jauh lebih baik.
Strategi perusahaan,
34.8%
Strategi usulan, 56.2%
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
60.0%
Rendemen
Pe
rse
nta
se
Gambar 5.3 Perbandingan rendemen kayu
3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-7
5.4 Analisis Perolehan Potongan
Pada pemotongan dengan strategi perusahaan, operator melakukan
pembelahan berdasarkan perkiraan jumlah pemenuhan kebutuhan secara sugesti.
Pada prakteknya, pemenuhan komponen kayu RST dapat dipenuhi dengan
pemakaian log yang berlebih karena tidak ada keputusan resmi pemakaian jumlah
log yang harus dibelah yang menyebabkan banyaknya komponen RST non
demand yang dihasilkan. Hal ini dipengaruhi langsung oleh pola pemotongan dan
urutan pemotongannya. Strategi perusahaan, pemotongan tidak didasarkan pada
ketebalan papan standar melainkan langsung pada pemotongan sesuai tebal
demand. Sehingga keputusan ini menyebabkan pemotongan kayu yang terus
menerus sampai batas demand terpenuhi, karena pemenuhan komponen RST
demand harus memperhatikan kualitas. Dampaknya, banyak log yang terlanjur
terbelah dengan ukuran yang berupa RST non demand, yang nilai jual kayu non
demand ini jauh lebih rendah. Komponen non demand ini tidak dapat dijual
dengan harga yang menguntung sebelum diproses lebih lanjut.
Berbeda dengan strategi usulan, pemotongan dilakukan melalui tahapan
perolehan papan standar terlebih dahulu, sehingga dimungkin kualitas yang tidak
sesuai dapat disimpan langsung atau dijual ke pasar karena masih mempunyai
nilai jual tinggi, tanpa harus ada perlakuan khusus. Dengan urutan semacam ini,
batasan log yang harus dipotong menjadi lebih fleksibel. Papan yang kualitasnya
tidak sesuai dengan demand, tidak dipotong ke tahapan selanjutnya melainkan
dijadikan stok atau dijual ke pasar. Sehingga, perusahaan tidak terlampau
terbebani dengan pemakaian log yang berlebih terlebih hasilnya kurang bisa
termanfaatkan.
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa hasil belahan strategi belah
jeblos sangat dimungkinkan menghasilkan RST non demand. Berbeda dengan
strategi belah jeblos, strategi usulan menghasilkan belahan papan yang semuanya
dapat difungsikan secara langsung baik sebagai bahan pemenuhan order maupun
dijual dalam bentuk papan, karena tidak ada papan yang non demand melainkan
menjadi stok papan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-8
5.5 Analisis Perbandingan Sisa Pemotongan
Sisa pemotongan merupakan salah satu faktor yang digunakan untuk
menunjukkan baik buruknya strategi pemotongan yang digunakan. Berdasarkan
perhitungan, pemotongan dengan menggunakan strategi usulan, dihasilkan sisa
pemotongan sebesar 43,79% yang nilainya lebih sedikit dibandingkan strategi
perusahaan yaitu sebesar 65,22 % dari total log yang digunakan.
Metode usulan yang dibuat berdasarkan pemilihan pola terbaik pada setiap
tahapan pemotongan merupakan indikasi utama kecilnya nilai sisa yang
dihasilkan. Selain itu, faktor sistem pembelahan yang melalui tahapan papan, jauh
lebih fleksibel dalam pemilihan kualitas kayu yang akan dipotong tanpa harus
membelahnya semua menjadi bentuk RST. Secara visual, perbandingan keduanya
dapat dilihat pada gambar 5.4 yang menunjukkan bahwa strategi usulan lebih
sedikit menghasilkan sisa dibandingkan dengan strategi yang digunakan oleh
perusahaan saat ini.
Strategi perusahaan,
65.2%
Strategi usulan, 43.8%
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
60.0%
70.0%
Persentase sisa
Pe
rse
nta
se
Gambar 5.4 Perbandingan sisa pemotongan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
VI-1
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Berikut kesimpulan dari penelitian minimasi scrap pada pemotongan log
menjadi RST beserta saran untuk pengembangan pada penelitian selanjutnya.
Secara khusus terinci pada masing-masing poin di bawah ini.
6.1 Kesimpulan
Hasil penelitian mengenai optimasi pemotongan log dapat disimpulkan,
sebagai berikut:
1. Strategi usulan yaitu strategi belah papan standar dilakukan dengan tiga
tahapan utama yaitu pembelahan log menjadi papan standar, pembelahan
papan standar menjadi balok kayu panjang dan terakhir pembelahan balok
panjang menjadi RST. Berbeda dengan strategi belah jeblos yang
dimungkinkan menghasilkan banyak RST non demand, strategi usulan
menghasilkan belahan papan yang semuanya dapat difungsikan secara
langsung baik sebagai bahan pemenuhan order maupun dijual dalam bentuk
papan, karena tidak ada papan yang non demand melainkan menjadi stok
papan.
2. Aturan pemotongan usulan secara garis besar adalah mengelompokkan
masing-masing ukuran demand berdasar tebal dan lebarnya kemudian dicari
kombinasi panjang yang meminimasi scrap sehingga diperoleh potongan
balok panjang yang sudah mewakili dimensi panjang. Selanjutnya dipilah
berdasar tebal yang sama untuk dicari kombinasi lebar yang meminimasi
scrap sehingga diperoleh kebutuhan papan standar yang sudah mewakili
dimensi panjang dan lebar. Terakhir dicari jumlah kebutuhan log berdasar
jumlah papan standar yang dibutuhkan.
3. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa perbedaan pola
pemotongan log berpengaruh terhadap RST dan scrap yang dihasilkan. Model
pemotongan usulan dengan tahapan papan standar secara matematis lebih baik
dibanding dengan model strategi perusahaan yaitu strategi belah jeblos.
Strategi usulan menggunakan model programa linier dengan meminimasi
scrap yaitu sebesar 43,79% dari log awal. Nilai ini jauh lebih kecil dibanding
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
VI-2
scrap yang dihasilkan pada pemotongan dengan menggunakan strategi
perusahaan yang mencapai 65,22 %.
4. Pola pemotongan usulan diputuskan berdasarkan minimasi sisa pada setiap
tahap, dengan mempertimbangkan jumlah demand yang diterima secara
langsung sehingga pola pemotongan yang dihasilkan adalah pola terpilih
karena menghasilkan sisa yang paling sedikit dengan jumlah perolehan
potongan sesuai dengan permintaan (demand). Berikut tabel pemakaian pola
dari masing-masing pemotongan untuk setiap tahapnya:
Tabel 6.1 Pola pemotongan tahap I
kategori lebar
tebal ke-
pola yang
digunakan pola ke-
jumlah
kandidat pola
1 1 1
2 2,3,4 50
3 1 1
4 1, 4, 12,13,14 19
5 1 1
6 1,2,3 9
7 1 1
8 1 1
9 1 1
10 1,2,4 20
11 2 4
12 3 4
13 1 1
14 1 1
15 1,3,4 4
16 1,2,3 3
17 1 1
18 1 1
19 1 1
20 1,5,7,11 11
21 1 1
22 1 1
23 4 5
24 1 1
25 3,5 6
26 1,2 5
27 1 1
28 1,2 3
29 9,11,17,22,24 69
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
VI-3
Tabel 6.2 Pola pemotongan tahap II dan III
Tebal (mm) Lebar (mm)
63 117 4,8,9,10,11,14,18 18
68 187 1,3 3
78 280 1
73 206 57,58,59
78 178,5 7
68 281,5 68,69,76,77
Papan standarDiameter
log mm)
Pola pemotongan yang
digunakan pola ke-
68
77
Jumlah
kandidat
250
280
370
5. Jumlah log yang dibutuhkan untuk pemenuhan demand bulan Mei dengan
menggunakan strategi usulan jauh lebih sedikit yaitu kurang dari 34 m3.
Sedangkan dengan strategi perusahaan, log yang dibutuhkan mencapai 53 m3
6.2 Saran
Berikut beberapa saran untuk penelitian selanjutnya agar lebih bermanfaat
dan lebih mendekati sistem nyata:
1. Adanya kajian kualitas, secara langsung serta pertimbangan faktor waktu dan
biaya pada proses optimisasi pemotongan log kayu.
2. Sebaiknya mempertimbangkan persediaan RST serta kemungkinan persediaan
ukuran bahan baku log di pasaran.
3. Mengembangkan model pemotongan 3 dimensi secara langsung pada satu
level bukan secara bertahap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
OPTIMISASI CUTTING STOCK PROBLEM PADA LOG MENJADI ROUGH SAW TIMBER (RST) DENGAN
METODE PROGRAMA LINIER Studi kasus di CV. Valasindo Sentra Usaha
Skripsi
PRATIWI I 0306052
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
OPTIMISASI CUTTING STOCK PROBLEM PADA LOG MENJADI ROUGH SAW TIMBER (RST) DENGAN
METODE PROGRAMA LINIER Studi kasus di CV. Valasindo Sentra Usaha
Skripsi
Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
PRATIWI I 0306052
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR PUSTAKA
Aminudin. 2005. Prinsip-prinsip Riset Operasi. Jakarta: Erlangga.
Taha A. H. 1996. Riset Operasi Suatu Pengantar. Jakarta: Binarupa Aksara
Bakrie, A. 2003. Key-Note Speech: Pada Pembukaan Seminar Technopreneurship
Dalam Konvensi Kelistrikan Indonesia “Technopreneurship, Daya saing
dan Kemandirian Bangsa”.
Gamal MDH, dan Bahri, Zaiful. 2003. Pendekatan Program Linear untuk
Persoalan Pemotongan Stok (Pola Pemotongan Satu Dimensi). Jurnal
Natur Indonesia 5(2): 113-118.
Gilmore, P.C. and Gomory, R. E. 1963. 1. A linear programming approach to
the cutting tock problem-part I, Vol 11. New York: IBM Corporation.
Ginoga, B. 1995. Sifat Permesinan Enam Jenis Kayu Indonesia. Jurnal Penelitian
Hasil Hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial
Ekonomi Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Bogor. Vol. 13 (16): 246-251
Habibi, S. R., 2006. Penggunaan Bilangan Bulat untuk Menyelesaikan Masalah
Pemotongan Kayu di PT. Indo Veneer Utama Surakarta. UNS. Unpublised
Hillier, F. S., and Gerald J. L. 1994. Introduction To Operations Research, Fifth
Edition. New York : McGraw-Hill, Inc.
Sarker, R. A dan Newton C. S. 2007. Optimization Modelling A Practical
Approach. CRC Press. United States of America
Zulianti, R. 2005. Optimasi Pemotongan Bahan Dua Dimensi dengan
Menggunakan Program Linier di PT Port Rush Semarang. UNDIP.
Unpublised.