dian andriani ratna dewi
TRANSCRIPT
TESIS
PENAMBAHAN SACCHARIDE ISOMERATES 5% DALAM FORMULASI PELEMBAB
MENINGKATKAN HIDRASI KULIT LEBIH TINGGI DIBANDINGKAN PELEMBAB BIASA
DIAN ANDRIANI RATNA DEWI
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2010
TESIS
PENAMBAHAN SACCHARIDE ISOMERATES 5% DALAM FORMULASI PELEMBAB
MENINGKATKAN HIDRASI KULIT LEBIH TINGGI DIBANDINGKAN PELEMBAB BIASA
DIAN ANDRIANI RATNA DEWI
NIM 0790761030
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2010
PENAMBAHAN SACCHARIDE ISOMERATES 5% DALAM FORMULASI PELEMBAB
MENINGKATKAN HIDRASI KULIT LEBIH TINGGI DIBANDINGKAN PELEMBAB BIASA
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik
(Kekhususan Anti-Aging Medicine) Program Pascasarjana Universitas Udayana
DIAN ANDRIANI RATNA DEWI
NIM 0790761030
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2010
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL
Pembimbing I Pembimbing II
Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila, dr. AAGP Wiraguna, Sp.KK(K) Sp.And.FAACS NIP: 195609121984121001 NIP: 194612131971071001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana Universitas Udayana
Prof. Dr.dr.Wimpie Pangkahila, Prof. Dr. dr. A.A.Raka Sudewi, Sp.And.FAACS Sp. S (K) NIP : 194612131971071001 NIP : 195902151985102001
Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai Oleh Panitia Penguji pada
Program Pascasarjana Universitas Udayana Pada Tanggal 28 Desember 2010
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana, No : 254/ H 14.4.9/DT/2010
Ketua (Pembimbing I) : Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila, Sp.And.FAACS
Sekretaris (Pembimbing II): dr. A.A.G.P Wiraguna, Sp.KK(K)
Anggota :
1. Prof. Dr.dr. J Alex Pangkahila, M.Sc.,Sp.And.
2. Prof. dr. I Gusti Made Aman, SpFK
3. Prof. Dr. dr. N Adiputra, M.OH
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamu alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.
Pertama-tama penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah
SWT, karena hanya atas berkah dan karuniaNya tesis ini dapat diselesaikan.
Tesis yang berjudul Penambahan Saccharide Isomerates 5% Dalam
Formulasi Pelembab Meningkatkan Hidrasi Kulit Lebih Tinggi
Dibandingkan Pelembab Biasa ini diselesaikan dalam rangka untuk
memperoleh Gelar Magister pada Program Magister Program Studi Ilmu
Kedokteran Biomedik (Kekhususan Anti-Aging Medicine), Program Pascasarjana
Universitas Udayana.
Selama penelitian ini, penulis mendapat banyak pengalaman yang dapat
memperkaya wawasan serta menjadi pengalaman berharga dalam proses
pembelajaran hidup penulis, baik dari segi ilmiah maupun aspek nilai sosial.
Semua ini tidak lepas dari peran serta orang-orang di sekitar penulis yang
senantiasa mendukung dan selalu ada pada saat-saat yang sulit. Pada kesempatan
ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat, penghargaan dan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS selaku pembimbing I
dan selaku ketua Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik Universitas
Udayana dan penguji yang telah memberikan banyak masukan dan tak
henti-hentinya memicu semangat penulis dengan bimbingan yang
diberikan.
2. Dr. AAGP Wiraguna, Sp.KK (K) selaku pembimbing II yang selalu
memberikan dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan
penyusunan tesis ini.
3. Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK, selaku pembing akademik yang
dengan penuh perhatian telah banyak sekali memberikan dorongan,
bimbingan dan masukan yang sangat bermanfaat selama penyusunan tesis
ini.
4. Prof. Dr. dr. J Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And selaku penguji yang
dengan sabar telah memberikan dorongan dan semangat serta masukan
pada penulis selama penyusunan tesis ini.
5. Prof. Dr. dr. N Adiputra, M.OH, selaku penguji yang sangat bersemangat
membimbing dan mengoreksi penyusunan tesis ini dan sangat dirasakan
manfaatnya oleh penulis.
6. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT, M.Kes., selaku Ketua Komisi Etik
Penelitian FK Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar yang telah
memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian ini sehingga memudahkan
penulis dalam pelaksanannya.
7. Dr. dr. Dewa Made Sukrama, SpMK, M.Si., selaku Ketua Unit Penelitian
dan Pengembangan FK Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar
yang juga memberikan ijin penelitian dan menilai penelitian ini Laik Etik
yang sangat membantu penulis memperlancar pelaksanaan penelitian ini.
8. Drs. Ketut Tunas yang telah membantu penulisan tesis ini terutama dalam
analisis statistik dan telah rela kehilangan waktunya untuk membimbing
dan memberikan masukan.
9. Drs. Sunardi selaku Direktur perusahaan PT. Merapi yang telah
mengijinkan penggunaan alat pengukur hidrasi kulit serta melakukan
kaliberasinya ke Malaysia sehingga memudahkan pelasanaan penelitian
ini. Di samping itu juga tak henti-hentinya memberikan semangat dan
dorongan kepada penulis.
10. Drs. James selaku Manager marketing perusahaan PT Merapi yang juga
tak henti-hentinya meluangkan waktu untuk membantu memudahkan
pelaksanaan penelitian ini.
11. Ibu Tri Andari selaku Manager PT DCM beserta stafnya Dra. Kurnia Eka
Maya, Apt. dan seluruh karyawan yang telah memberikan bantuannya
untuk menyediakan bahan penelitian berupa lotion yang mengandung
saccharide isomerates 5% dan lotion pelembab biasa.
12. Kolonel Ckm dr. Douglas S. Umboh, MARS, selaku Kepala RS Tk. II.
Moh. Ridwan Meuraksa periode 2007-2009 yang telah memberikan ijin
melaksanakan pendidikan hingga penyelesaian penelitian ini.
13. Kolonel Ckm drg. Normadyanto, MARS, selaku Kepala RS Tk. II Moh
Ridwan Meuraksa periode tahun 2009 - saat ini yang memberikan ijin
menyelesaikan pendidikan dan melaksanakan penelitian ini di RS Tk. II
Moh. Ridwan Meuraksa, Jakarta yang sangat membantu memperlancar
penyelesaian penelitian ini.
14. Kolonel Ckm dr. Bagus Tjahyono M.P.H, selaku Kakesdam Jaya yang
memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan pendidikan dan
penyusunan tesis ini.
15. Para karyawan dan perawat RS Tk. II Moh. Ridwan Meuraksa yang telah
bersedia membantu penelitian ini dengan menjadi subyek penelitian baik
pada saat penelitian pendahuluan maupun saat penelitian lanjutannya.
16. Karyawan di bagian poliklinik Kulit dan Kelamin RS Tk. II Moh. Ridwan
Meuraksa yang banyak membantu menyiapkan penelitian ini.
17. Rahma Afiati, Indra Dewi dan seluruh staf Komite Medik RS Tk. II Moh.
Ridwan Meuraksa yang telah membantu penulis dalam hal administrasi
dan penyiapan pelaksanaan penelitian ini.
Selanjutnya terimakasih dan penghargaan untuk keluarga tercinta,
Ibunda Hj. Nanik Soebandriyo yang senantisa memberikan dorongan
kepada penulis dan dengan sabar selalu menjadi tumpuan keluh kesah saat
penulis menghadapi hambatan. Suami tercinta Ir. Sri Wahono yang selalu
setia mendampingi dan rela kehilangan waktu bersama saat penulis harus
menyelesaikan pendidikan dan menyusun penelitian ini. Kepada ananda
tercinta Nabila Arkania dan Farrasila Nadhira, terimakasih atas
pengertiannya karena Mama kadang tidak ada di dekatmu saat kalian
membutuhkan kehadiran Mama.
Terimakasih yang tulus kepada dr. Rita Lahirin dan teman-teman
sejawat peserta program studi Ilmu Biomedik (Kekhususan Anti-Aging
Medicine) Universitas Udayana, Angkatan 2007-2008 atas
kebersamaannya selama menempuh pendidikan.
Kepada seluruh guru-guru yang telah membimbing penulis
mengucapkan terimakasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-
tingginya.
Kepada teman-teman dan semua pihak yang namanya tidak dapat
disebutkan satu-persatu yang telah membantu penyelesaian tesis ini,
penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya. Semoga Allah
SWT membalas budi baik serta senantiasa melimpahkan rahmat dan
hidayah Nya.
Akhir kata, semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan. Amin ya robbal alamiin.
Denpasar, Desember 2010
Penulis,
dr. Dian Andriani, Sp.KK
“You recognize birds from their singing, you do people from their talks”
ABSTRAK
PENAMBAHAN SACCHARIDE ISOMERATES 5% DALAM FORMULASI PELEMBAB
MENINGKATKAN HIDRASI KULIT LEBIH TINGGI DIBANDINGKAN PELEMBAB BIASA
Kekeringan kulit merupakan masalah bagi jutaan orang dan seringkali
menyebabkan rasa tidak nyaman bahkan stres psikologis. Kulit kering
menggambarkan abnormalitas pada stratum korneum epidermis. Peningkatan
kadar air pada stratum korneum dapat dilakukan dengan mengoleskan pelembab
secara rutin dan teratur karena akan memperbaiki kadar lipid dan menghidrasi
epidermis. Dengan berkembangnya peran karbohidrat dalam bentuk
Glycosaminoglycans dalam komunikasi antar dan inter sel, maka berkembanglah
cabang ilmu Glycobiology yang mempelajari struktur, biosintesis, biologi dan
evolusi dari saccharides (rantai gula atau glycan). Saccharide isomerates (SI)
merupakan salah satu jawaban bagi perkembangan Glycobiology. SI akan
membentuk glycans berupa hialuronan (HA) yang mampu mengikat air dalam
epidermis, oleh karena itu maka SI dapat berfungsi mempertahankan hidrasi kulit
dengan meningkatkan kandungan air dalam stratum korneum. Berdasarkan
fenomena ini maka hipotesis pada penelitian ini adalah penambahan saccharide
isomerates 5% dalam formulasi pelembab lebih meningkatkan hidrasi kulit dan
dapat mempertahankan hidrasi tetap kulit lebih tinggi sekalipun telah dihentikan
pengunaannya dibandingkan dengan pelembab biasa.
Subyek penelitian adalah 30 orang wanita berusia 30-45 tahun yang belum
menopause. Secara random dibagi menjadi kelompok kontrol (15 orang) dan
kelompok perlakuan (15 orang) secara double blind. Bahan penelitian adalah
pelembab dengan SI 5% dan pelembab biasa yang diproduksi oleh PT. DCM,
Bekasi. Pelembab digunakan selama 2 minggu berturut-turut lalu dihentikan
penggunaannya. Pengukuran hidrasi kulit dilakukan 3 kali seminggu pada minggu
awal penelitian selama penggunaan pelembab dan pada minggu setelah pelembab
dihentikan penggunaannya. Alat pengukur yang digunakan adalah Multi Skin Test
Center® MC 750 buatan Jerman yang mengukur hidrasi kulit secara non-invasif.
Dari 30 orang subyek penelitian, didapatkan bahwa faktor risiko berupa
kondisi atopik dan kebiasaan merawat kulit tidak bermakna mempengaruhi hidrasi
kulit (p>0,05). Pemberian pelembab pada kedua kelompok memberikan hasil
peningkatan hidrasi kulit setelah 2 minggu penggunaan (p<0,05). Analisis
terhadap efek penggunaan pelembab berdasarkan lokasi pengukuran setiap
minggu penelitian, menunjukkan lokasi lengan atas, lengan bawah dan tungkai
bawah setelah 2 minggu perbandingan hidrasi kulit kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan memberikan nilai p<0,05. Pada lokasi tungkai atas minggu 1
sudah menunjukkan perbedaan hidrasi kulit yang bermakna (p<0,05). Setelah
penghentian pemberian pelembab, pada keempat lokasi menunjukkan terdapat
perbedaan hidrasi kulit yang bermakna (p<0,05). Dengan membandingkan hasil
pengukuran hidrasi kulit pada tiap lokasi pengukuran setiap minggu didapatkan
perbedaan yang bermakna (p<0,05) sejak awal penelitian. Untuk mencegah
penuaan kulit, sebaiknya kebiasaan merawat kulit dengan pelembab dilakukan
sejak dini terutama pada lokasi yang terpajan sinar matahari.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Penambahan
saccharide isomerates 5% dalam formulasi pelembab dapat meningkatkan
hidrasi kulit lebih tinggi dan dapat mempertahankan hidrasi kulit tetap lebih
tinggi pula setelah pemberiannya dihentikan dibandingkan dengan pelembab
biasa. Berdasarkan penelitian ini didapatkan hasil bahwa saccharide isomerates
merupakan salah satu formula yang dapat digunakan dalam mencegah penuaan
kulit. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme kerja saccharide
isomerates terutama dalam hal transmisi sinyal antar sel dalam mekanisme
pelembaban kulit.
Kata kunci: Kulit kering, Hidrasi kulit, Pelembab, Saccharide isomerates,
Hialuronan, Glycobiology
ABSTRACT
ADDITION OF SACCHARIDE ISOMERATES 5% IN MOISTURIZER FORMULATION HIGHLY INCREASE SKIN
HIDRATION COMPARED WITH COMMON MOISTURIZER
Dry skin is an important problem for million people and moreover can
bring to sense of discomfort and psychological stress. Dry skin showed
abnormality in epidermal stratum corneum. Water content in stratum corneum can
be increased by applying moisturizer routinely and regularly, this can improve the
lipid content and hidrate the epidermal. By recognition of the biological role of
carbohydrate as Glycosaminoglycans in information flows inter and intracellular,
the science branch of Glycobiology is developed. Glycobiology study the
structure, biosynthesis, biology an evolution of saccharides (sugar chain or
glycans). Saccharide isomerates (SI) is one of the answer for Glycobiology
developing. SI form a glycan which is similar to hyaluronan (hyaluronic acid/HA)
that can bind water in epidermal. So that SI can maintain skin hydration by
increasing water content in stratum corneum. Based on this phenomenon, this
study was conducted with hypothesis that addition of saccharide isomerates 5% in
moisturizer formulation highly increase skin hydration and can maintain higher
skin hydration compared with common moisturizer even after stop applying them.
In this study, 30 participants of 30-45 years old and not menopause
healthy women were studied. Randomly and double blind they were divided in
two groups. 15 participants served as control and the others were the treated
group. Material in this study were moisturizer with SI 5% and without SI 5%
(common moisturizer) produced by PT. DCM, Bekasi. All of the participants
applied moisturizer two times daily after bathing on both the upper and lower
arms skin and upper and lower legs skin for two weeks. Afterwards the use of
moisturizer was stopped. Skin hydration was evaluated by using non-invasive
corneometer in Multi Skin Test Center® MC 750 made in Germany.
Measurements were done at the beginning of study and 3 times a week in all
location along the study.
In both groups it was found that the risk factors such as atopic condition
and skin care habitual among the participants not significantly influence skin
hydration (p>0,05). The results obtained from this study showed: After using
both of moisturizer for 2 weeks found the skin hydration was significantly
increased in both groups (p<0,05). The effect of applying moisturizer on upper
and lower arms and also on lower legs showed significantly difference (p<0,05)
between two groups after 2 weeks moisturizer application. Whereas on the upper
legs showed significantly difference since 1 week moisturizer application
(p<0,05). There were significantly differences (p<0,05) of measurements skin
hydration on all location compared between two groups after stopping moisturizer
application. Among all location there were significantly differences skin hydration
(p<0,05) in each weeks measurement since the beginning of study. For
preventing aging skin, application of moisturizer should be done earlier especially
on exposed areas.
From this study, it is concluded that addition of saccharide isomerates 5%
in moisturizer formulation highly increase skin hydration compared with common
moisturizer and maintain higher skin hydration even after stopping the use of
them. According to this result it was obtained that SI is one of the formulae used
for preventing and treating aging skin. Its needed continuing study for knowing
the SI mechanism of action in skin hydration especially in intercellular
transmission signal.
Key words: Dry skin, Skin hydration, Moisturizer, Saccharide isomerates,
Hyaluronan, Glycobiology
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM………………………………………………….. i
PRASYARAT GELAR…………………………………………….. ii
LEMBAR PERSETUJUAN………………………………………… iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI………………………………… iv
UCAPAN TERIMAKASIH………………………………………… v
ABSTRAK…………………………………………………………… ix
ABSTRACT………………………………………………………… xi
DAFTAR ISI………………………………………………………… xiii
DAFTAR TABEL…………………………………………………… xvii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………… xix
DAFTAR SINGKATAN ATAU TANDA………………...………… xxi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………… xxii
BAB I
PENDAHULUAN………………………………………………….
1
1.1 Latar Belakang………………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah……………………..……………………….... 6
1.3 Tujuan Penelitian……………………..………………………..… 6
1.4 Manfaat Penelitian…………………………………….…………. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………
8
2.1 Kekeringan pada Kulit…………………….…………………...… 8
2.2 Epidemiologi……………………….……………………………. 9
2.3 Etiologi Kulit Kering……………………………………………. 11
2.4 Struktur dan Fungsi Epidermis……………………………….…. 16
2.4.1 Sel Basal ………………………………..………………. 17
2.4.2 Sel Spinosum …………………………..………………... 17
2.4.3 Sel Granulosum …………………….…………………… 18
2.4.4 Sel Transisional ………………………………………… 19
2.4.5 Sel Kornifikasi…………………………………………... 20
2.4.6 Struktur Lipid pada Epidermis …………………………. 22
2.4.7 Biosintesis Lipid pada Sel hidup………………………… 23
2.4.8 Transformasi Biokimia dan Translokasi Lipid Selama
Diferensiasi Epidermis………………………………..…. 24
2.4.9 Intercellular lamellae………………..…………………... 25
2.4.10 Lipid envelope pada Korneosit………………………… 26
2.5 Transformasi Lipid pada Stratum Korneum………………….… 27
2.6 Lipid Epidermal dan Fungsi Barrier…………………………… 28
2.6.1 Corneocyte Lipid Envelope………………………...…… 29
2.7 Struktur dan Fungsi Dermis……………………..…………..…… 30
2.7.1 Kolagen………………………..………………………….. 31
2.7.2 Tipe Kolagen pada Dermis……………………………… 32
2.7.3 Elastin ………………………………….……………….. 33
2.7.4 Glycosaminoglycan……………………………………… 33
2.8 Filagrin dan Kulit Kering……………...……………………… 39
2.8.1 Genotip Filagrin sebagai Penentu Utama Kecenderungan
Kulit Kering……..………………………………………..
39
2.8.2 Filagrin dan Natural Moisturizing Factor……………… 40
2.8.3 Fungsi Filagrin……………….…………………….…… 41
2.9 Proses Deskuamasi………………………………………………. 42
2.10 Kadar Air pada Stratum Korneum dan Hidrasi Kulit….........… 44
2.10.1 Hidrasi Kulit………………..…………………………. 45
2.10.2 Transepidermal Waterloss…………..………………… 47
2.11 Penuaan pada Kulit…………………………………………..…. 48
2.11.1 Perubahan Struktur pada Penuaan kulit…………….…. 48
2.11.2 Perubahan Fisiologis ………………………..…………. 52
2.12 Pelembab………………………………………..…………..…. 57
2.12.1 Bahan-Bahan Pelembab…………..…………………… 60
2.12.2 Mekanisme Aksi Pelembab…………………………….. 61
2.13 Saccharide Isomerates (SI)…………………………………….. 63
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
PENELITIAN……………………………………….…………….
66
3.1 Kerangka Berpikir…………………………….………….…….. 66
3.2 Kerangka Konsep……………………………………………… 70
3.3 Hipotesis Penelitian………………………………………….…. 71
BAB IV METODE PENELITIAN…………………………….…….
72
4.1 Rancangan Penelitian…………………………..………………... 72
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian……………….…..………..…..…. 73
4.3 Populasi dan Sampel …………………….…….……………….. 73
4.3.1 Populasi Penelitian…………………..…….….…………. 73
4.3.2 Kriteria Subyek …………………………….……………. 74
4.3.2.1 Kriteria Inklusi…………………………….…….…..…. 74
4.3.2.2 Kriteria Drop out…………………………………….….. 74
4.4 Penentuan Besar dan Cara Pengambilan Sampel……………… 74
4.4.1 Penentuan Besar Sampel Minimal ……………………..… 74
4.4.2 Cara Pengambilan Sampel………………….……….…..... 76
4.5 Variabel …………………………………………………….….... 76
4.5.1 Identifikasi……………………………….………………. 76
4.5.2 Klasifikasi……………………………….………….……. 76
4.5.3 Hubungan Antar Variabel.…….………………………….. 76
4.5.4 Definisi Operasional……………………………………… 77
4.6 Bahan Penelitian…………………….…………….……………. 80
4.7 Instrumen Penelitian…………………..………………………… 83
4.8 Prosedur Penelitian………………………………………………. 86
4.9 Alur Penelitian……………………………………..….………… 90
4.10 Analisis Data……………………………….…………………… 91
BAB V HASIL PENELITIAN……………………………………….
93
5.1 Uji Normalitas Data…………………….…………..……….…… 93
5.2 Uji Homogenitas…………………………….………………….. 93
5.3 Karakteristik Subyek……………………………….……………. 94
5.4 Faktor yang Mempengaruhi Hidrasi Kulit pada Subyek Penelitian 94
5.5 Efek Penggunaan Pelembab pada Hidrasi Kulit………………… 96
5.6 Efek Penggunaan Pelembab pada Minggu 0 sampai Minggu 3… 97
5.7 Perbedaan Hidrasi Kulit antar Lokasi pada Minggu 0–Minggu 3 100
5.8 Analisis Kemaknaan dengan Uji One Way Anova……………….. 105
BAB VI PEMBAHASAN……………………………………………
107
6.1 Subyek Penelitian……………………………………………… 107
6.2 Bahan Penelitian………………….….………………………….. 110
6.3 Karakteristik Dasar Subyek Penelitian………………………… 111
6.4 Faktor yang Mempengaruhi Hidrasi Kulit pada Subyek Penelitian 111
6.5 Efek Penggunaan Pelembab pada Masing-masing Lokasi Penelitian 113
6.5.1 Efek Pelembab Biasa dan SI 5% pada Hidrasi Kulit Setelah
Pemakaian Selama 2 Minggu…..………….………….….
115
6.5.2 Efek Penggunaan Pelembab Berdasarkan Lokasi………… 116
6.6 Perbedaan Hidrasi Kulit antar Lokasi pada Minggu 0 – Minggu 3 120
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN………………….……………
123
DAFTAR PUSTAKA……………………………….…….………….
125
LAMPIRAN…………………………………………………..
136
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Perubahan pada Struktur Kulit Menua……………. 50
Tabel 2.2 Perubahan Fisiologis pada Kulit Menua…………... 57
Tabel 4.1 Komposisi Bahan I pada Pembuatan Lotion Pelembab 81
Tabel 4.2 Komposisi Bahan II pada Pembuatan Lotion Pelembab 82
Tabel 4.3 Formulasi Pelembab dengan SI 5% pada Pembuatan
Lotion Pelembab………………………..…………….
82
Tabel 4.4 Pelembab Biasa (Pelembab Tanpa Campuran SI 5%)
pada Pembuatan Lotion Pelembab……………….……
83
Tabel 4.5 Interpretasi Hasil Pemerikasaan Hidrasi Kulit
Berdasarkan Petunjuk Manual Multi Skin Test Center
MC 750……………………………………………….
86
Tabel 5.1 Karakteristik Dasar yang Meliputi Umur, Tinggi Badan
dan Berat Badan………………………………….…..
94
Tabel 5.2 Distribusi Faktor yang Mempengaruhi Hidrasi Kulit
pada Masing-masing Kelompok.………………………
95
Tabel 5.3 Rerata Hidrasi Kulit Sebelum dan Sesudah Penggunaan
Pelembab Biasa Selama 2 Minggu…………………….
96
Tabel 5.4 Rerata Hidrasi Kulit Sebelum dan Sesudah Penggunaan
Pelembab SI 5% Selama 2 Minggu………………..…..
97
Tabel 5.5 Perbedaan Rerata Hidrasi Kulit Lengan Atas Kelompok
Kontrol dan Perlakuan………............................……….
98
Tabel 5.6 Perbedaan Rerata Hidrasi Kulit Lengan Bawah
Kelompok Kontrol dan Perlakuan..………..………….
98
Tabel 5.7 Perbedaan Rerata Hidrasi Kulit Tungkai Atas Kelompok
Kontrol dan Perlakuan…………………….……………
99
Tabel 5.8 Perbedaan Rerata Hidrasi Kulit Tungkai Bawah
Kelompok Kontrol dan Perlakuan.………....……….
100
Tabel 5.9 Rerata Hidrasi Kulit Keempat Lokasi Pengukuran Setiap
Minggu pada Kelompok Kontrol…………………….
105
Tabel 5.10 Rerata Hidrasi Kulit Keempat Lokasi Pengukuran Setiap
Minggu pada Kelompok SI 5%……………………….
106
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Corneodesmosome………………………………….. 18
Gambar 2.2 Lamellar bodies…………………………………….. 19
Gambar 2.3 Stratum Korneum ………………………..………… 21
Gambar 2.4 Proses pembentukan double-bilayer……..………… 25
Gambar 2.5 Struktur Kulit Landmann………………………..… 26
Gambar 2.6 Cornified Envelope………………………………... 27
Gambar 2.7 Natural Moisturizing Factor……………………… 28
Gambar 2.8 Intercellular lipid………………………………..… 29
Gambar 2.9 Cornified Envelope Lipid……………………..…… 30
Gambar 2.10 Kompleks Molekul Gula dan Glycan……………….... 35
Gambar 2.11 Jalur Komunikasi Glycan…………………………... 37
Gambar 2.12 Biosintesis HA……………………………………… 38
Gambar 2.13 Filagrin…………………………………………….. 42
Gambar 2.14 Proses Deskuamasi……………………………….... 44
Gambar 2.15 Pengukuran Hidrasi Kulit dengan Korneometer…… 46
Gambar 2.16 Perubahan Ketebalan Kulit pada Penuaan………… 48
Gambar 2.17 UVA Menginduksi Stres Oksidatif dan Kerusakan Kulit 53
Gambar 2.18 Hidrasi Kulit Sangat Dipengaruhi oleh Kadar GAG dan
Proteoglycan…………………………………………..
62
Gambar 2.19 Rumus Bangun dari Di Saccharide isomerate…….….. 64
Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep Penelitian……………..…….. 70
Gambar 3.2 Disain Penelitian………………………………..……... 72
Gambar 4.1 Multi Skin Test Center® MC 750………………… 83
Gambar 4.2 Cara Penggunaan Multi Skin Test Center® MC 750 84
Gambar 4.3 Gambar Alur Penelitian………………………………… 89
Gambar 5.1 Faktor yang Mempengaruhi Hidrasi Kulit pada Subyek
Penelitian…………………………………………...…
95
Gambar 5.2 Rerata Hidrasi Kulit Lengan Atas Minggu 0-Minggu 3 101
Gambar 5.3 Rerata Hidrasi Kulit Lengan Bawah Minggu 0-Minggu 3 101
Gambar 5.4 Rerata Hidrasi Kulit Tungkai Atas Minggu 0-Minggu 3… 102
Gambar 5.5 Rerata Hidrasi Kulit Tungkai Bawah Minggu 0-Minggu 3 102
Gambar 5.6 Rerata Persentase Peningkatan Hidrasi Kulit pada
Kelompok SI 5% dibandingkan Kelompok Kontrol…….
103
Gambar 5.7 Perbandingan Hidrasi Kulit pada Tiap Lokasi Pengukuran
Kelompok Kontrol………………………………………..
104
Gambar 5.8 Perbandingan Hidrasi Kulit pada Tiap Lokasi Pengukuran
Kelompok SI 5%..…………………………………………
104
DAFTAR SINGKATAN ATAU TANDA
AC : Air Conditioned
AHA : Alpha Hydroxy Acid
DA : Dermatitis Atopik
DEJ : Dermo-epidermal junction
DNA : Deoxyribonucleic acid
GlcN : N-acetylglucosamine
GlcA : Glucuronic acid
GAG : Glycosaminoglycan
HA : Hyaluronic acid, Hyaluronan
HAS : Hyaluronic acid synthase
MES : Matriks ekstraseluler
NMF : Natural Moisturizing Factor
PUVA : Psoralen dikombinasi dengan Ultra Violet A
RH : Relative Humidity
ROS : Reactive Oxygen Species
RNS : Reactive Nitrogen Species
SCCE : Stratum Corneum Chymotriptyc Enzyme
SI : Saccharide isomerates
TEWL : Transepidermal Waterloss
UDP : Uridine Diphosphate
UV : Ultra violet
UVA : Ultra Violet A
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Informasi untuk Subyek Penelitian………….….. 136
Lampiran 2 Persetujuan Tindak Medik…………………..…... 137
Lampiran 3 Status Penelitian…………………………….…... 138
Lampiran 4 Kriteria Dermatitis Atopik dari Hanifin dan
Lobitz, 1977………………………………….…...
142
Lampiran 5 Uji Normalitas Hidrasi Kulit……………………. 144
Lampiran 6 Uji Chi-Square Atopik dan Kebiasaan Merawat
Kulit…………………........................................
147
Lampiran 7 Uji Paired-Sample t Test Setelah Penggunaan
Pelembab Selama 2 Minggu..……………..…
150
Lampiran 8 Uji Homogenitas dan Uji Beda Independent-
Sample t Test antara Kelompok Kontrol dengan
Perlakuan Berdasarkan Lokasi …..………..……
156
Lampiran 9 Uji One Way Anova Lokasi Pengukuran Hidrasi
Kulit………………………………………………
161
Lampiran 10 Keterangan Kelaikan Etik (Ethical Clearance)…. 167
Lampiran 11 Surat Ijin Melaksanakan Penelitian di RS Tk. II
MRM …………………………………………….
168
Lampiran 12 Foto-foto penelitian……………………………… 169
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semua orang tidak ingin menjadi tua karena penuaan merupakan penurunan
kondisi dan ketidakmampuan. Dengan bertambahnya usia makhluk hidup akan
diikuti pula dengan proses hilangnya fungsi berbagai jaringan tubuh. Penuaan
adalah akumulasi dari perubahan pada organisme dengan berjalannya waktu
(Atwood, 2004). Terdapat dua macam penuaan, penuaan kronologis yaitu penuaan
berdasarkan perhitungan usia yang dimulai dari saat kelahiran seseorang sampai
dengan waktu penghitungan usia dan penuaan biologis yaitu penuaan berdasarkan
kondisi sel dan jaringan tubuh yang dimiliki oleh seseorang (Stuart-Hamilton and
Ian, 2006).
Berbagai teori menjelaskan tentang proses terjadinya penuaan, di antaranya
teori radikal bebas, dan teori wear and tear. Menurut teori radikal bebas, suatu
organisme menjadi tua karena akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel
sepanjang waktu. Radikal bebas akan merusak molekul yang elektronnya ditarik
oleh radikal bebas tersebut, sehingga menyebabkan kerusakan sel, gangguan
fungsi sel, bahkan kematian sel. Molekul utama di dalam tubuh yang dapat
dirusak oleh radikal bebas adalah deoxy nucleic acid (DNA), lemak dan protein
(Goldman and Klatz, 2007).
Menurut teori wear and tear, yang pertama kali dikenalkan oleh Dr. August
Weismann, seorang ahli biologi dari Jerman pada tahun 1882 menyatakan bahwa
tubuh dan selnya menjadi rusak karena terlalu sering digunakan dan
disalahgunakan. Sel somatik normal mempunyai kemampuan normal untuk
replikasi dan fungsi terbatas (Troy, 1968).
Organ tubuh seperti hati, lambung, ginjal, kulit dan lainnya, menurun karena
toksin di dalam makanan dan lingkungan, konsumsi berlebihan lemak, gula,
kafein, alkohol, nikotin, radiasi sinar ultraviolet, stres fisik dan emosional.
Kerusakan tidak terbatas pada organ, melainkan juga terjadi di tingkat sel. Teori
ini menyakini bahwa pemberian suplemen yang tepat dan pengobatan yang tidak
terlambat dapat mengembalikan proses penuaan. Mekanismenya dengan
merangsang kemampuan tubuh untuk melakukan perbaikan dan mempertahankan
organ tubuh dan sel (Pangkahila, 2007).
Proses penuaan mengakibatkan penipisan epidermis, dermis dan lemak
subkutan. Kulit menjadi kering, tipis dan elastisitasnya berkurang sehingga mudah
mengalami kerusakan (Forbes, 2008).
Kekeringan kulit merupakan masalah bagi jutaan orang dan seringkali
menyebabkan rasa tidak nyaman bahkan stres psikologis. Gejala klinis kulit
kering di antaranya permukaan kulit terasa kencang dan kaku, kasar, kusam,
bersisik, gatal, kemerahan bahkan nyeri. Kulit kering terutama menggambarkan
abnormalitas pada stratum korneum epidermis (Egelrud, 2000). Sebenarnya belum
ada definisi yang dapat diterima secara internasional tentang kulit kering. Karena
kulit kering hanyalah kurangnya air hanya pada 2-3 lapis permukaan stratum
korneum, tetapi pada bagian bawahnya tetap normal (Kligman, 2000).
Pada kondisi normal, stratum korneum mengandung sekitar 30% air. Kulit
kering ditandai dengan menurunnya kapasitas retensi air pada stratum korneum
dengan kandungan air kurang dari 10%, pada keadaan ini fungsi kulit akan
terganggu dan kulit menjadi dehidrasi (Tagami and Yoshikuni, 1985).
Kulit kering bukanlah merupakan diagnosis tunggal karena sering
berhubungan dengan keadaan endogen dan eksogen.
Keadaan endogen yang mempengaruhi di antaranya adalah iktiosis, psoriasis,
dermatitis atopik atau dermatosis endogen yang kronik (Vahlquist, 2000;
Takahashi and Ikezawa, 2000), bertambahnya usia serta perubahan hormonal
(Hashizume, 2004).
Keadaan eksogen yang berpengaruh antara lain cuaca, dermatitis yang dipicu
oleh faktor lingkungan seperti pajanan bahan kimia, kelembaban yang rendah dan
radiasi sinar ultraviolet, iritasi kronik, dermatitis kontak alergik, penuaan kulit
akibat sinar matahari (photoaged) dan lain-lain (Kligman, 2000). Kehidupan
modern seperti halnya penggunaan Air Conditioned (AC), bepergian dengan
pesawat udara juga dapat menyebabkan kulit dehidrasi (Finnegan et al., 1984).
Dengan ekstrapolasi statistik berdasarkan data di Amerika Serikat, United
Kingdom dan Australia, diperkirakan penduduk Indonesia yang menderita
kekeringan kulit sebesar 7.392.041 pada tahun 2004 (Health Grade, 2009).
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, jumlah wanita berusia di atas 50
tahun pada tahun 2020 diperkirakan jumlahnya akan meningkat menjadi 30,0 juta
atau 11,5% dari total penduduk (Lembaga Demografi FE-UI. 2009). Keadaan ini
menunjukkan bahwa masalah kekeringan kulit akan semakin bertambah setiap
tahunnya.
Hidrasi kulit menurun akibat menurunnya fungsi sawar stratum korneum dan
meningkatnya kehilangan air secara difusi melalui epidermis atau transepidermal
water loss (TEWL) (Black et al., 2005). Pada orang tua terjadi penurunan
berbagai lipid barrier utama sehingga fungsi barrier juga menurun (Fore, 2009).
Anti-aging medicine menganggap dan memperlakukan penuaan sebagai suatu
penyakit yang dapat dicegah, dihindari dan diobati, sehingga dapat kembali ke
keadaan semula. Dengan demikian manusia tidak lagi harus membiarkan begitu
saja dirinya menjadi tua dengan segala keluhan dan bila perlu mendapatkan
pengobatan atau perawatan yang belum tentu berhasil (Pangkahila, 2007).
Berbagai penelitian dilakukan untuk mendapatkan penatalaksanaan kulit
kering yang optimal. Salah satunya adalah dengan memproduksi pelembab yang
efektif meningkatkan kandungan air dalam stratum korneum dan menghidrasinya.
Bahkan pasar produk pelembab di Amerika Serikat menduduki peringkat
penjualan kosmetik terbesar yaitu sebesar 1 bilyun dollar per tahun (Bauman,
2002a).
Pelembab bekerja dengan komposisi yang bersifat oklusif dan atau humektan
seperti halnya komponen pada Natural Moisturizing Factor (NMF). Komposisi
yang bersifat oklusif secara fisik memblokir kehilangan air dari permukaan kulit
sedangkan komposisi yang bersifat humektan bekerja dengan menarik air ke
dalam kulit. Kulit yang dijaga kelembabannya dapat mempertahankan diri
terhadap kerusakan akibat proses penuaan (Warner and Boissy, 2000).
Dengan berkembangnya peran karbohidrat/Glycosaminoglycans dalam
komunikasi antar dan inter sel, maka berkembanglah cabang ilmu Glycobiology
yang mempelajari struktur, biosintesis, biologi dan evolusi dari saccharides
(rantai gula atau glycan) (Varki and Sharon, 2009).
Pada tahun 2008, industri farmasi Pentapharm di Swiss memproduksi bahan
aktif Saccaride isomerates (SI) yang merupakan kompleks karbohidrat
mukopolisakarida (glycan) yang sama dengan yang terdapat pada stratum
korneum kulit manusia. Sehingga di dalam epidermis akan membentuk hialuronan
atau hyaluronic acid. SI merupakan salah satu jawaban bagi perkembangan
Glycobiology (Pentapharm, 2009).
Sesuai dengan fungsi hialuronan pada epidermis, maka SI dapat berfungsi
mempertahankan kelembaban dengan meningkatkan kandungan air dalam stratum
korneum sekalipun dalam kelembaban udara yang rendah. SI juga dapat berikatan
dengan kulit sekalipun dalam kondisi pH yang sangat rendah (Pentapharm, 2009).
Belum ada penelitian yang dipublikasikan mengenai efek penggunaan SI
pada formulasi pelembab. Penelitian yang pernah dilakukan adalah penelitian dari
pihak produsen produk SI yang menunjukkan SI memiliki kapasitas retensi
kelembaban kulit yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan gliserin
(Pentapharm, 2009).
Dengan penambahan SI pada formulasi pelembab, maka diharapkan dapat
diperoleh formulasi pelembab yang efektif mengatasi masalah kekeringan kulit.
Sehingga dapat menjadi pelembab ideal yang mampu meremajakan kekeringan
kulit akibat penuaan tanpa menimbulkan efek iritasi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang diuraikan di atas, maka
dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut:
1. Apakah penambahan saccharide isomerates 5% dalam formulasi
pelembab dapat meningkatkan hidrasi kulit lebih tinggi dibandingkan
dengan pelembab biasa?
2. Apakah penambahan saccharide isomerates 5% dalam formulasi
pelembab dapat mempertahankan hidrasi kulit tetap lebih tinggi
dibandingkan dengan pelembab biasa setelah pemberiannya dihentikan?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui peningkatan hidrasi kulit setelah pemberian formulasi
pelembab yang ditambahkan saccharide isomerates 5% dan mengetahui
perubahan hidrasi kulit setelah penggunaan pelembab dihentikan.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui penggunaan formulasi pelembab yang ditambahkan
saccharide isomerates 5% dapat meningkatkan hidrasi kulit lebih tinggi
dibandingkan dengan pelembab biasa.
2. Mengetahui penggunaan formulasi pelembab yang ditambahkan
saccharide isomerates 5% dapat mempertahankan hidrasi kulit tetap lebih
tinggi dibandingkan dengan pelembab biasa setelah pemberiannya
dihentikan.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Ilmiah
Dari hasil penelitian diharapkan akan diperoleh informasi ilmiah tentang
efektivitas penambahan saccharide isomerates 5% dalam formulasi pelembab
terhadap hidrasi kulit dibandingkan dengan pelembab biasa. Data ini dapat
menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya.
1.4.2 Manfaat Aplikatif
Hasil penelitian dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mengatasi
masalah kekeringan kulit dan peremajaan kulit pada penuaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kekeringan pada Kulit
Kulit kering ditandai dengan menurunnya kapasitas retensi air pada stratum
korneum dengan kandungan air kurang dari 10% sedangkan pada kondisi normal
mengandung 30% air (Tagami and Yoshikuni, 1985). Kehilangan air terjadi akibat
penurunan fungsi sawar stratum korneum dan peningkatan TEWL (Black et al.,
2005).
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh kondisi kulit kering sangat bervariasi dari
sangat ringan sehingga diabaikan tetapi dapat menjadi sangat berat sehingga
mengakibatkan kulit pecah-pecah dan terinfeksi. Pada umumnya kulit kering
ditandai dengan keadaan kulit yang bersisik dan pecah-pecah, seringkali disertai
rasa gatal (Wildauner et al., 1971).
Kulit kering pada orangtua berhubungan dengan pruritus, gatal yang sering
mengganggu tidur dan penurunan kualitas hidup. Garukan akan merusak struktur
kulit sehingga dapat mengakibatkan infeksi kuman piogenik (Kligman, 2000).
Kulit yang kering dapat menyebabkan masalah yang serius bahkan dapat
menjadi prekursor dekubitus pada pasien rawat inap yang tidak berubah posisi
berbaringnya (Allman et al., 1995)
Kekeringan kulit dapat terjadi pada semua orang dengan berbagai penyebab
baik eksogen maupun endogen dan bukanlah merupakan diagnosis tunggal
(Kligman, 2000).
Stratum korneum berperan sebagai sawar yang memiliki fungsi proteksi.
Sawar kulit mampu melindungi terhadap bahan kimia, fisik dan mekanik, serta
pelindung terhadap infeksi bakteri, jamur, juga sebagai storage untuk obat-obatan
topikal yang bersifat lipofilik. Fungsi proteksi lain adalah melindungi kulit dari
kekeringan (Kligman, 2000).
Pelembaban kulit terjadi karena pada ruang di antara ikatan sel junctional
bridges atau desmosomes dipenuhi oleh substansi yang mengandung lemak lipid
rich. Lemak ini adalah ceramide, kolesterol dan asam lemak berperan sebagai
sawar utama terhadap kehilangan air (water loss). Kulit yang sehat memiliki rasio
lipid rich yang proporsional (Downing and Stewart, 2000).
Perubahan konfigurasi komposisi lipid menyebabkan barrier pada lapisan
terluar menjadi lebih lemah. Kadar ceramide yang tinggi menjaga ikatan antar sel,
sebaliknya kadar ceramide yang rendah menyebabkan kulit menjadi kering dan
bersisik (Downing and Lazo, 2000).
Untuk mengetahui hal yang mendasari terjadinya kulit kering maka perlu
pemahaman tentang struktur dan fungsi stratum korneum (Egelrud, 2000).
2.2 Epidemiologi
Menurut US Census Bureau, Population Estimates 2004, diperkirakan di
Amerika Serikat tahun 2004, terdapat 3,1% atau 8,4 juta penduduk yang
menderita kekeringan kulit. Diperkirakan penduduk Indonesia yang menderita
kekeringan kulit sebesar 7.392.041 pada tahun 2004. Data ini didapat dengan
ekstrapolasi statistik berdasarkan data di Amerika Serikat, United Kingdom, dan
Australia (Health Grade, 2009).
Perubahan hormonal dan penuaan berhubungan erat dengan menopause pada
wanita. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, jumlah wanita berusia di atas
50 tahun akan meningkat dua kali lipat menjadi 30,0 juta atau 11,5% dari total
penduduk pada tahun 2020 (Lembaga Demografi FE-UI, 2009). Keadaan ini
menunjukkan bahwa masalah kekeringan kulit akan semakin bertambah setiap
tahunnya.
Sekalipun stratum korneum membentuk lapisan yang mencegah terjadinya
difusi air, tetapi pajanan yang berulang terhadap surfactant dapat menyebabkan
dermatitis kontak iritan yang mengakibatkan kekeringan kulit (Schwindt et al.,
1998).
Dermatitis kontak iritan timbul pada 80% dari seluruh penderita dermatitis
kontak dan dermatitis kontak alergik kira-kira hanya 20%. Insiden dermatitis
kontak alergik terjadi pada 3-4% dari populasi penduduk. Bila dibandingkan
dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih
sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya hipersensitif (Sularsito and
Soebaryo, 1994).
Kekeringan kulit didapatkan juga pada penderita psoriasis. Insidens psoriasis
adalah 78.9 per 100,000 pada tahun 2000, jumlah penderita psoriasis sekitar 4,5
juta di Amerika Serikat dan diderita lebih banyak oleh laki-laki dibandingkan
wanita (Icen et al., 2009). Sedangkan Iktiosis vulgaris autosomal dominan dan
iktiosis vulgaris X-linked recessive memiliki frekuensi 1/300 dan 1/2500 dalam
populasi (Traupe, 1989).
2.3 Etiologi Kulit Kering
Etiologi kulit kering didasari oleh berkurang dan atau adanya
ketidakseimbangan lipid termasuk perubahan komposisinya dalam kulit (Schûrer,
2006). Lipid ekstraseluler pada stratum korneum yang berperan sebagai sawar air
disusun oleh >40% ceramide, 25% asam lemak dan 20% kolesterol. Perubahan
kadar komposisinya akan mengakibatkan gangguan fungsi sawar kulit (Laudanska
et al., 2003).
Banyak perubahan yang sangat kompleks yang mendasari terjadinya
kekeringan pada kulit. Faktor yang dapat mempengaruhi komposisi lipid dalam
hidrasi dan sawar kulit adalah:
1. Faktor internal:
a. Genetik:
Ditemukan adanya pewarisan genetik untuk gen yang berpengaruh
terhadap protein filagrin yang unik yang merupakan penentu dominan
apakah seseorang akan menderita kekeringan kulit atau tidak (Scott,
2005).
Pada penderita iktiosis vulgaris terdapat peningkatan produksi
korneosit yang menunjukkan adanya kelambatan proses deskuamasi.
(Simon, 2002). Pada iktiosis vulgaris juga terdapat kekurangan NMF
memberikan gambaran kulit yang kering dan bersisik (Sybert et al.,
1985).
Psoriasis adalah keadaan inflamasi pada kulit akibat adanya defek
pada sistem imun. Kulit akan tumbuh secara cepat, kering dan
mengelupas (Icen et al., 2009).
b. Riwayat atopik :
Dermatitis atopik, merupakan gangguan kulit dengan ciri khas
kekeringan kulit. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pada
dermatitis atopik terdapat kekurangan ceramide (Imokawa et al.,
1991). Tetapi pada pasien yang menderita kekeringan kulit dan kadar
air yang sangat menurun dapat saja tanpa disertai penurunan kadar
ceramide (Akimoto et al., 1993). Oleh karena itu diduga bahwa
kekeringan kulit berhubungan dengan struktur lamellar dan lipid
intraseluler dalam stratum korneum (Bauman, 2002a).
c. Jenis Kelamin:
Secara visual kulit pada laki-laki berbeda dibandingkan dengan kulit
wanita. Perbedaan yang utama adalah ketebalannya karena
penyebaran rambut pada laki-laki lebih banyak. Keadaan ini juga
yang menyebabkan kulit laki-laki lebih terlindung dari kerusakan
akibat aktivitas enzim kolagenase dengan adanya radiasi sinar ultra
violet (UV) (Draelos, 2006).
Selain karena kulit wanita lebih tipis, wanita juga lebih sering
mengalami dermatitis kontak alergik maupun iritan akibat seringnya
mengoleskan bahan-bahan iritatif untuk perawatan kulit dibandingkan
laki-laki (Schûrer, 2006).
Wanita lebih sering mengoleskan bahan anti aging topikal yang dapat
menyebabkan kerusakan barier kulit seperti halnya tretinoin, asam
glikolat, asam laktat dan lain-lain. Wanita juga lebih sering menjalani
prosedur perawatan seperti peeling wajah, mikrodermabrasi, spa
treatment dan lain-lain (Draelos, 2006).
Keseimbangan hormon testosteron, estrogen dan progesteron pada
wanita dan laki-laki juga berbeda. Testosteron dan estrogen keduanya
mempengaruhi produksi sebum (Hashizume, 2004).
d. Usia :
Sebelum pubertas produksi sebum dan kelenjar ekrin masih minimal.
Hal ini yang mendasari seringnya terjadi kekeringan kulit dan
dermatitis pada anak-anak. Pada usia pubertas, keluhan alergi dan
kekeringan kulit menurun karena fungsi kelenjar sebasea, dan ekrin
serta apokrin berfungsi dengan baik (Hashizume, 2004).
e. Menopause (hormonal):
Pada wanita usia 40 an, produksi sebum mulai menurun dan lipid
interselular berkurang terutama pada kondisi menopause. Dengan
menurunnya produksi estrogen, maka kualitas kulit juga menurun,
menjadi mudah rusak dan kering karena menurunnya kolagen pada
dermis. Proses keratinisasi melambat, mudah gatal karena pelindung
pada akhiran saraf juga menurun (Hashizume, 2004).
f. Penyakit kronik:
Kondisi kronik yang juga menyebabkan kekeringan kulit di antaranya
adalah Diabetes melitus, penyakit ginjal, uremia, hipotiroidisme,
defisiensi vitamin A, dan keganasan (Health Grade, 2009).
2. Faktor eksternal:
a. Bahan kontak dan iritasi kronik:
Kulit kering dapat disebabkan oleh kerusakan akibat polusi, bahan
kimia dan surfactant. Kulit yang teriritasi fungsinya akan terganggu
sama halnya dengan kondisi penyakit kulit. Sekalipun stratum
korneum membentuk lapisan yang mencegah terjadinya difusi air,
tetapi pajanan yang berulang terhadap surfactant dapat menyebabkan
dermatitis kontak iritan yang mengakibatkan kekeringan kulit
(Pedersen and Jemec, 2006).
b. Cuaca dan iklim:
Perubahan mendadak pada kelembaban udara akan mempengaruhi
kelembaban kulit. Lingkungan dengan kelembaban yang rendah akan
merusak sawar kulit, sehingga terdapat respons peningkatan sintesis
DNA (Deoxyribonucleic acid) epidermis (Denda et al., 1998).
Penelitian terhadap hewan menunjukkan, TEWL menurun sekitar
30% pada hewan yang dipajankan pada udara yang kering (<10%
RH). Hal ini terjadi karena terdapat peningkatan biosintesis lipid,
peningkatan lamellar bodies dan penebalan stratum korneum.
Sedangkan pada hewan yang dipajankan udara yang lembab (80%
RH) akan menginduksi penurunan biosintesis lipid. Setelah
dipindahkan dari lingkungan yang lembab (80% RH) ke lingkungan
yang kering (10%RH), terdapat peningkatan TEWL 6 kali lipat (Sato
et al., 2001).
c. Gaya hidup (Lifestyle):
Sekalipun tanpa memiliki kelainan kulit, kondisi kulit kering dapat
saja terjadi akibat pengaruh lifestyle. Akhir-akhir ini semakin
meningkat dengan kebiasaan mandi dengan shower dan air panas
yang terlalu sering dilakukan atau berendam dalam air yang
ditambahkan bath salt dan busa sabun.
Berbagai kondisi yang dapat mempengaruhi ikatan air dalam stratum
korneum dan menyebabkan kekeringan kulit di antaranya (Bauman,
2002a):
(1) Mandi dengan air panas: berendam dengan air panas dalam
waktu yang lama akan mengakibatkan lipid natural pada kulit
mudah hilang.
(2) Gesekan pakaian
(3) Kebiasaan bepergian dengan pesawat udara
(4) Berada di ruang ber AC dalam waktu lama
d. Photoaged :
Secara garis besar penuaan terbagi atas, penuaan akibat usia dan
photoaging. Penuaan akibat usia hanya disebabkan oleh kondisi yang
dipengaruhi dengan bertambahnya usia saja, sedangkan photoaging
disebabkan oleh pajanan kronik dan kumulatif terhadap sinar ultra
violet (UV). Pada umumnya penuaan terjadi akibat kedua hal di atas.
Photoaged ditandai dengan kondisi kulit yang kasar, kering, berkerut
dan hiperpigmentasi yang tidak beraturan. Kondisi yang lebih berat
dapat disertai kulit yang hipertrofik atau atrofik, purpura, dan lesi
prakanker (Christina et al., 2010).
Perubahan histologis yang terjadi pada photoaged, adalah epidermal
dysplasia dan atypia, meningkatnya jumlah sel Langerhans, dermal
elastosis (deposit serabut elastin yang abnormal) serta menurunnya
respons imunologis dan antiinflamasi (Schûrer, 2006).
2.4 Struktur dan Fungsi Epidermis
Kulit tersusun atas 3 lapisan primer: epidermis, dermis dan subkutan. Tiap
lapisan memiliki karakter dan fungsi masing-masing. Sekalipun merupakan
struktur dan jaringan yang menyatu, epidermis merupakan lapisan terluar dan
sangat penting perannya dalam segi kosmetik, karena memberikan kelembaban
dan tekstur kulit (Bauman, 2002a).
Penelitian tentang struktur dan fungsi epidermis memerlukan pembesaran
dengan mikroskop elektron agar dapat secara jelas mengetahui struktur lamellar
granules pada sel spinosum dan granulosum serta gambaran struktur sel lainnya
(Madison et al., 1987).
Keratinosit atau dikenal dengan korneosit adalah sel utama pada epidermis.
Diproduksi oleh stem cells yang disebut sel basal. Stem cells akan membelah dan
memproduksi sel anakan yang secara perlahan bergerak ke bagian atas epidermis.
Proses maturasi dan pergerakan sel anakan menuju sel di atasnya disebut
keratinisasi (Kimyai-Asadi et al., 2003).
Selama pergerakan, sel akan mengalami perubahan karakteristik. Lapisan
paling bawah adalah sel basal, di atasnya adalah sel spinosum karena memiliki
banyak penghubung sel yang berbentuk seperti duri disebut desmosom.
Desmosom merupakan struktur kompleks adhesi molekul dan protein. Lapisan di
atasnya lagi adalah sel granulosum karena mengandung granula keratohialin, dan
lapisan paling luar adalah sel kornifikasi atau stratum korneum, merupakan massa
sel padat yang sudah kehilangan inti dan granulanya. Stratum korneum dilapisi
material protein yang disebut cell envelope yang mempertahankan kadar air dan
absorpsi (Bauman, 2002a).
2.4.1 Sel basal
Sel basal adalah bagian sel paling bawah yang berfungsi meregenerasi sel
dengan cara membelah (Kimyai-Asadi et al., 2003). Tiap sel saling melekat
karena ada desmosom dan hemidesmosom, sel basal melekat ke dermis dengan
bantuan anchoring fibril (Chu et al., 2003).
2.4.2 Sel spinosum
Merupakan anakan sel dari hasil pembelahan sel basal yang memiliki duri,
saling melekat antar sel dengan diperantarai desmosom (Gambar 2.1) Terdapat
bundle serabut keratin yang menyeberangi tiap sel yang menguatkan perlekatan
desmosom dan nukleus. Bila sel spinosum matur, akan mengakumulasi organel
yang disebut “Oldland bodies”, membrane-coating granule, lamellar bodies dan
lamellar granules (Oldland, 1991).
Gambar 2. 1 Corneodesmosome
Paku yang melekatkan korneosit satu sama lain adalah struktur protein spesial
yang disebut corneodesmosomes. Struktur ini juga merupakan bagian dari analogi
"mortar" pada "brick and mortar" analogy. Corneodesmosomes merupakan
struktur utama yang harus rusak agar kulit dapat mengelupas dalam proses
deskuamasi (Brannon, 2007).
2.4.3 Sel granulosum
Sel ini memiliki granul yang merupakan deposit keratohialin yang dapat
terlihat dengan mikroskop cahaya, berbeda dengan lamellar granule yang hanya
biasa terlihat dengan mikroskop elektron karena ukurannya sangat kecil. Biasanya
terdapat 2-4 lapis sel granulosum dan granula keratohialin ukurannya semakin
bertambah (McGrath et al., 2004).
2.4.4 Sel transisional
Bagian atas sel granulosum menjadi sel mati dan lebih datar, sel transisional
ini secara bertahap kehilangan struktur organ subselulernya termasuk nukleus dan
struktur membran sitoplasma. Selama proses ini granula keratohialin bergabung
dengan bundle filamen keratin sehingga gambaran sel yang bergranul menjadi
hilang. Lamellar granule keluar dari sel dan masuk ke dalam ruang interseluler di
atasnya dengan cara berfusi dengan membran sel, diikuti dengan keluarnya granul
yang mengandung lamellar disk (Gambar 2.2) (Downing and Lazo, 2000).
Gambar 2. 2 Lamellar Bodies
Lamellar bodies dibentuk dalam keratinosit pada stratum spinosum dan stratum
granulosum. Pada saat keratinosit matur, enzim pada stratum korneum akan
merusak bagian luar envelope lamellar bodies dan membebaskan lipid tipe asam
lemak bebas dan ceramides (Brannon, 2007).
2.4.5 Sel kornifikasi
Stratum korneum terdiri atas sel yang tidak memiliki inti dan DNA sehingga
tidak dapat mensintesis apapun, tetapi sel ini ternyata tetap hidup (Steinert and
Freedberg, 1991).
Setelah lamellar granule keluar sampai berada di ruang interseluler, sel
transisional berubah menjadi datar dengan diameter 30 µm dan tebal 0,3 µm.
Proses ini akan menjadikan sel kehilangan organel subselulernya sehingga hanya
memiliki keratin fibril yang tersusun paralel pada panjang sel (Gambar 2.3). Di
antara keratin fibril terdapat matriks keratohialin yang tersisa (McGrath et al.,
2004).
Protein pada matriks ini tampaknya berdegradasi dengan susunan material
yang berat molekulnya rendah, termasuk asam amino. Selama proses kornifikasi,
protein envelope pada korneosit selalu ditambahkan di antara permukaan internal
membran sel dan melekat pada serabut keratin (Polakowska and Goldsmith,
1991).
Gambar 2. 3 Stratum Korneum
Stratum korneum merupakan lapisan terluar dari epidermis. Lapisan pada epidermis
memiliki peran penting dalam fungsi sawar kulit yang vital. Sebelum pertengahan tahun
1970 stratum korneum diduga inert secara biologis seperti lapisan plastik tipis yang
melindungi lapisan di bawahnya yang lebih aktif. Dalam 30 tahun terakhir terutama 5
tahun terakhir para ilmuwan telah menemukan bahwa aktivitas biologis dan kimiawi
stratum korneum sangat kompleks (Brannon, 2007).
Keratin envelope terutama mengandung protein yang membentuk ikatan iso
peptida antara residu glutamine dan lysine. Protein envelope sulit dicernakan oleh
enzim dan substrat dimana lipid eksternal melekat secara kimiawi (Wertz et al.,
1987a).
Keratin merupakan material yang sangat hidrofilik yang dapat mengikat
substansi yang mengandung air. Struktur korneosit yang merupakan sawar kulit
tersusun atas dua komponen utama. Terdapat substansi hidrofobik (water
repellent) merupakan sawar lipid dan komponen hidrofilik (water-attracting)
(Wertz et al., 1989).
Sawar lipid terutama mengandung lipid netral (asam lemak dan kolesterol)
serta ceramides yang berfungsi mengontrol dan membatasi transpor air melalui
kulit (Wertz et al., 1987a). Difusi air melalui keratinosit tidak dapat terjadi secara
bebas karena keratin membatasinya (Bodde et al., 1990).
2.4.6 Struktur lipid pada epidermis
Lipid termasuk dalam struktur anatomi sel epidermis dan memiliki fungsi
serta struktur yang bermakna pada jaringan. Lipid epidermis di antaranya terdapat
pada membran plasma sel, membran sitoplasma internal, retikulum endoplasma,
badan Golgi dan bounding membrane pada lamellar granule serta lipid pada
struktur intercellular lamellae di antara sel kornifikasi (Wertz et al., 1988).
Lipid pada jaringan kulit yang dapat diekstraksi adalah: fosfolipid, kolesterol
dan glycosylceramides, sedikit asam lemak bebas, trigliserida dan ceramide.
Glycosylceramides di dapat dari lamellar granule sel spinosum dan sel
granulosum (Swartzendruber et al., 1988 ; Downing, 1992).
Selama 2-3 minggu pembelahan, sel basal akan kehilangan sel anakan dari
permukaan kulit tetapi komposisi lipid akan tetap konstan. Biosintesis,
transformasi dan translokasi lipid epidermal dalam tiap sel akan terus berlanjut
dan berubah tiap waktu (Wertz and Downing, 1987b ; Downing and Stewart,
2000).
2.4.7 Biosintesis lipid pada sel hidup
Sel basal mengandung sedikit lipid dibandingkan dengan membran sel
permukaan dan sitoplasmanya. Pada membran sel permukaan terutama terdapat
fosfolipid dan kolesterol. Fosfolipid banyak mengandung linoleic acid sehingga
dapat diduga bahwa kulit mendapat lipid dari darah (Monger et al., 1988). Tetapi
terdapat bukti bahwa sel yang telah bermigrasi dari sel basal tidak mampu lagi
mengabsorpsi lipid dari sirkulasi dan harus mensintesisnya sendiri dengan
menggunakan prekursor berat molekul rendah, yaitu glukosa (Doering,et al.,
2002).
Hal di atas menunjukkan bahwa biosintesis epidermis berdiri sendiri dan
tidak bergantung pada glukosa dalam sirkulasi (Feingold and Elias, 2000). Lipid
yang disintesis harus mampu membentuk lamellar granule pada sel spinosum dan
sel granulosum (Robson et al., 1994).
Biosintesis lipid pada epidermis sangat bergantung pada adanya matriks
ekstraseluler hyaluronic acid (HA) yang memegang peranan penting dalam
aktivitas sel. HA merupakan mukopolikasarida yang secara kovalen berikatan
dengan protein. Molekul HA mengikat air dalam jumlah besar sekalipun dalam
konsentrasi yang sangat rendah. HA memiliki viskositas yang sangat tinggi. HA
dalam matriks ekstraseluler dermis berperan mengatur keseimbangan kadar air,
tekanan osmotik, mengatur aliran ion dan sebagai lubrikan pada permukaan sel
(Neudecker et al., 2004). Fungsi dan peran HA akan dijelaskan kemudian.
2.4.8 Transformasi biokimia dan translokasi lipid selama diferensiasi
epidermis
Lamellar granule dikeluarkan dari sel granulosum sebelum sel berubah
menjadi stratum korneum. Sel granulosum hanya mengandung glucosylceramides
sedangkan sel kornifikasi hanya mengandung ceramides. Hal ini menunjukkan
bahwa setelah berdiferensiasi menjadi sel kornifikasi, glucocylceramides
mengalami deglikosilasi dan berubah menjadi ceramides (Lavker, 1970).
Membran akan berikatan melekat dengan lamellar granule dan menjadi
bagian membran sel (Wertz and Downing, 1987b).
2.4.9 Intercellular lamellae
Isi lamellar disk akan keluar dari lamellar granule kemudian terdistribusi ke
dalam ruang interseluler, melekat edge to edge dan bergabung membentuk
intercellular lamellae. Lamellar disk akan membentuk double lipid bilayers
dengan membuat liposome menjadi datar (Downing and Lazo, 2000). Proses
pembentukan double–bilayer tampak pada Gambar 2.4.
Gambar 2. 4 Proses Pembentukan Double–Bilayer
Skema hipotesis formasi double lipid bilayer dalam lamellar disks, lamellar
granules dan intercellular lamellae dari stratum korneum (Downing and Lazo,
2000).
Lamellar bilayer pada stratum korneum membentuk pola yang unik terdiri
atas struktur electron-lucent dan electron-dense yang disebut unit Landmann.
Struktur ini tersusun dalam stratum korneum pada bagian dalam, tengah dan luar
(Gambar 2.5). Unit Landmann bagian tengah dan dalam tidak konstan karena
dipengaruhi oleh usia dan penyakit, sedangkan yang terletak pada stratum
korneum bagian luar sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan (Warner and
Boissy, 2000).
Pada usia muda struktur unit Landmann tersusun teratur dengan ruang
interseluler yang sempit, sedangkan pada usia di atas 40 tahun struktur ini tidak
penuh lagi dan pada kulit kering susunannya tidak beraturan disertai pelebaran
ruang interseluler (Warner and Boissy, 2000).
Pemakaian sabun yang mengeringkan kulit akan membuat struktur unit
Landmann ini menjadi rusak, dan membaik dengan pemakaian pelembab yang
teratur (Warner and Boissy, 2000).
Gambar 2. 5 Struktur Unit Landmann
(a) Morfologi unit Landmann pada stratum korneum bagian luar tampak teratur
pada kulit wanita 24 tahun yang normal, sedangkan (b) gambaran unit Landmann
yang tidak teratur pada stratum korneum bagian luar disertai material amorf pada
ruang interseluler pada kulit seorang wanita 28 tahun yang kering (Warner and
Boissy, 2000).
2.4.10 Lipid envelope pada korneosit
Bila stratum korneum diekstraksi maka didapatkan 2% ω hydroxyceramides.
Lipid ini cukup untuk membentuk monomolecular layer lipid pada seluruh
permukaan sel kornifikasi (Polakowska and Goldsmith, 1991). Struktur lipid
envelope dapat dilihat pada Gambar 2. 6.
Gambar 2. 6 Cornified Envelope
Tiap korneosit dikelilingi oleh selubung protein yang disebut cell envelope. Cell
envelope tersusun dari terutama 2 protein loricrin dan involucrin. Protein ini
memiliki ikatan yang kuat satu sama lain sehingga membuat cell envelope
menjadi struktur pada korneosit yang paling sulit larut. Sub tipe dari cell envelope
dapat "rigid" atau "fragile" bergantung pada interaksi lamellar bilayer dengan cell
envelope (Brannon, 2007).
2.5 Transformasi Lipid pada Stratum Korneum
Natural Moisturizing Factor (NMF) terdapat dalam stratum korneum
sehingga bersifat humektan (mampu mengikat air) (Gambar 2.7). NMF
merupakan senyawa kimia yang sangat larut dalam air (water soluble), sangat
mudah keluar dari sel bila berkontak dengan air. Itulah sebabnya kontak dengan
air yang berulang justru akan mengeringkan kulit (Bauman, 2002a).
NMF terdiri atas asam amino dan metabolitnya dibebaskan oleh lamellar
granules dengan memecah filagrin. Pada kulit normal apabila sering terpajan
sabun, maka kadar NMF permukaan kulitnya akan menurun dibandingkan dengan
yang tidak sering terpajan sabun. Dengan bertambahnya usia, maka kadar NMF
juga akan menurun (Scott and Harding, 2000).
Gambar 2. 7 Natural Moisturizing Factor (NMF)
Natural moisturizing factor (NMF) merupakan kumpulan substansi water-soluble
yang hanya didapatkan pada stratum korneum, kadarnya sekitar 20-30%. Lapisan
lipid yang mengelilingi korneosit menyelubungi dan mencegah hilangnya NMF
(Brannon, 2007).
2.6 Lipid Epidermal dan Fungsi Barrier
Lipid pada stratum korneum memiliki “melting point” dan polaritas yang
tinggi sehingga dapat membentuk lipid bilayer yang kuat, diperkuat lagi dengan
adanya intercellular lamellae dan corneocyte lipid envelope yang meningkatkan
efektivitas fungsi sawar lipid (Linberg and Forslind, 2000).
Intercellular lamellae adalah barrier terhadap air dan molekul polar lainnya
dengan adanya multiple lipid lamellae dalam tiap intercellular space akan
meningkatkan sawar (Gambar 2. 8) (Guy et al., 1994).
Gambar 2. 8 Intercellular Lipid
Asam lemak bebas dan ceramides yang dibebaskan dari lamellar bodies akan
berfusi bersama dalam stratum korneum untuk membentuk continuous layer
lipids. Karena terdapat dua tipe lipid, maka lapisan ini juga disebut lamellar lipid
bilayer. Lipid bilayer berperan penting dalam memelihara sawar kulit dan analog
dengan "mortar" pada model brick and mortar (Brannon, 2007).
2.6.1 Corneocyte lipid envelope
Corneocyte envelope membentuk bagian yang penting dalam sawar
permeabilitas epidermis. Strukturnya terdiri atas dua bagian: (1) bagian yang tebal
yang melekat pada sitoplasma tersusun oleh protein dan (2) bagian yang tipis
merupakan bagian yang menyusun sisi luar protein yang tersusun dari lipid. Ikatan
lipid pada corneocyte lipid envelope sama dengan lipid pada intercellular
lamellae (Bauman, 2002a).
Corneocyte lipid envelope dapat menahan asam amino dengan berat molekul
rendah dan berperan penting dalam sawar permeabilitas epidermis
(Swartzendruber et al., 1987 ; Lévêque, 2002).
Gambar 2. 9 Cornified Envelope Lipid
Lapisan lipid ceramides melekat pada cell envelope dan menolak air. Karena
lamellar lipid bilayer juga menolak air, maka molekul air akan berada di antara
cell envelope lipid dan lipid bilayer. Ini akan memelihara keseimbangan kadar air
dalam stratum korneum dengan memerangkap molekul air dibandingkan dengan
membiarkannya terabsorpsi ke dalam lapisan epidermis yang lebih dalam
(Brannon, 2007).
2.7 Struktur dan Fungsi Dermis
Dermis terdapat di antara epidermis dan lemak sub kutan dan berperan
terhadap ketebalan kulit. Ketebalan kulit bervariasi pada bagian tubuh yang
berbeda dan dipengaruhi oleh usia. Pada penuaan lapisan basal akan menurun
ketebalan dan kelembabannya (Bauman, 2002b).
Pada dermis terdapat saraf, pembuluh darah, kelenjar keringat dan kolagen.
Pada bagian terluar dermis di bawah epidermis disebut dermis papila dan bagian
bawahnya disebut dermis retikuler. Struktur pada dermis retikuler lebih padat
dibandingkan pada dermis papila. Sel yang dominan pada dermis adalah fibroblas
yang memproduksi kolagen, elastin dan protein matriks lain serta enzim. Bagian
yang terdapat di antara epidermis dan dermis disebut dermal-epidermal junction
(DEJ) (McGrath et al., 2004).
Pada mulanya perhatian terhadap struktur kulit ditujukan pada sel yang
menyusun lapisan epidermis, dermis dan subkutan. Saat ini yang menjadi pusat
perhatian adalah material yang berada di antara sel. Ternyata komponen matriks
ekstraseluler (MES) memiliki peran yang sangat besar terhadap aktivitas sel.
Dengan mikroskop elektron komponen MES ini tampak sebagai massa yang
amorf. Struktur ini terdiri atas glycosaminoglycan (GAG), proteoglycan,
glycoprotein, growth factor peptide dan struktur protein kolagen serta elastin.
Komponen yang paling dominan pada kulit adalah HA (Neudecker et al., 2004).
2.7.1 Kolagen
Kolagen merupakan salah satu dari protein natural yang paling kuat dan
berperan terhadap kekuatan dan kelenturan kulit. Berbagai produk maupun
prosedur peremajaan kulit memiliki target kerja pada kolagen. Seperti halnya
produk kosmetik yang mengandung asam glikolat dan asam askorbat yang
diklaim dapat meningkatkan sintesis kolagen (Bauman, 2002b).
Kolagen merupakan protein kompleks, yang terutama terdapat pada dermis.
Letak serabut kolagen tersusun tegak lurus dengan serabut elastin. Serabut yang
imatur terdapat pada dermis superfisial, sedangkan yang matur terdapat pada
lapisan yang lebih dalam pada dermis (McGrath et al., 2004).
Tiap tipe kolagen tersusun atas 3 rantai. Kolagen disintesis pada fibroblas
dalam bentuk prekursor prokolagen. Residu prolin pada rantai prokolagen berubah
menjadi hidroksiprolin dengan adanya enzim prolyl hydroxylase. Proses ini
membutuhkan Fe ++, vitamin C dan α-ketoglutarate. Demikian juga dengan
residu lisin, berubah menjadi hidroksilisin dengan adanya enzim lysil hydroxylase.
Proses ini juga membutuhkan Fe ++, vitamin C dan α-ketoglutarate. Kekurangan
vitamin C akan menurunkan produksi kolagen (McGrath et al., 2004).
2.7.2 Tipe kolagen pada dermis
Kolagen tipe I merupakan tipe kolagen yang terbanyak dan 80-85% terdapat
pada dermis, berpengaruh pada kekuatan dan kelenturan dermis. Jumlah kolagen
tipe I menurun pada photoaged dan merupakan kolagen yang sangat
mempengaruhi penuaan kulit (Kimyai-Asadi et al., 2003).
Kolagen tipe III terdapat pada matriks dermis 10-15%, diameternya lebih
kecil dibandingkan kolagen tipe I. Dikenal juga dengan istilah “fetal collagen”,
karena ditemukan terbanyak pada masa embrional. Terutama didapatkan di sekitar
pembuluh darah di bawah epidermis (Kimyai-Asadi et al., 2003).
Kolagen tipe IV terdapat pada basement membrane zone. Kolagen tipe V
tersebar secara difus pada dermis sekitar 4-5%. Tipe VII membentuk anchoring
fibril pada DEJ. Sedangkan kolagen tipe XII terdapat pada hemidesmosom
(Kimyai-Asadi et al., 2003).
2.7.3 Elastin
Serabut elastin terdapat di perifer serabut kolagen, tersusun dalam bentuk
mikrofibril yang merupakan gabungan fibrilin. Fibrilin merupakan tempat elastin
dideposit. Bila sering terpajan sinar matahari elastin menjadi substansi yang amorf
pada dermis dan rusak (Kimyai-Asadi et al., 2003).
2.7.4 Glycosaminoglycans
Glycosaminoglycans (GAG) adalah rantai polisakarida yang tersusun oleh
unit disakarida yang berulang dan berikatan secara kovalen dengan protein inti.
GAG merupakan senyawa yang mampu mengikat air dan berperanan dalam
pelembaban kulit (Jung et al., 1997).
Proteoglycans merupakan makromolekul kompleks yang terdiri atas protein
utama dan satu atau lebih rantai GAG yang terikat secara kovalen. GAG terutama
didapatkan dalam matriks ekstraseluler tetapi terutama disintesis oleh apparatus
Golgi yang terdapat dalam sel (Jung et al., 1997).
Bagian utama dari GAG adalah gula yang berupa konjugat molekul kompleks
yang disebut glycan. Glycan terdapat dalam berbagai bentuk dan ukuran dari
rantai linier (polisakarida) sampai molekul dengan banyak cabang. Glycan
merupakan bagian terbesar yang menempati ekstraselular matriks dan berperan
penting dalam transmisi sinyal biokimia ke dalam dan antar sel (Tzellos et al.,
2009).
Dermatan sulfate adalah GAG yang terutama didapat dalam kulit tetapi juga
pada pembuluh darah, katup jantung, tendon dan paru. Dermatan sulfate berperan
dalam koagulasi, penyakit jantung, karsinogenesis, infeksi, penyembuhan luka dan
fibrosis (Tzellos et al., 2009).
Chondroitin sulfate adalah GAG yang tersulfatasi tersusun atas rantai
gula ((N-acetyl-galactosamine dan glucuronic acid). Biasanya melekat pada
proteoglycan. Rantai chondroitin dapat memiliki 100 gula dalam berbagai variasi
posisi dan jumlah. Chondroitin sulfate merupakan struktur komponen utama dari
kartilago dan berfungsi melindungi dari regangan dan benturan (Bertozzi and
Rabuka, 2009).
Struktur kompleks molekul gula dari glycan, disajikan pada Gambar 2.10
yang menggambarkan permukaan sel dan matriks ekstraseluler di antara sel.
Gambar 2.10 Kompleks Molekul Gula dari Glycan Merupakan diversi dari struktur yang membentuk permukaan sel dan matriks
ekstraseluler yang berada di antara sel. Polisakarida ini tampak tersusun seperti
manik-manik yang berwarna-warni yang melekat pada protein (berwarna biru)
dengan ikatan kovalen. Glycan dapat merupakan rantai linier (GAG) atau
memiliki cabang molekul gula. Glycan dibentuk dalam Golgi. Terdapat vesikel
lipid yang mengangkut glycan yang sudah dimodifikasi menjadi protein ke
permukaan sel (Bertozzi and Rabuka, 2009).
Perkembangan teknologi terbaru untuk mengeksplorasi struktur rantai gula
dipelajari dalam cabang ilmu yang disebut Glycobiology. Istilah ini pertamakali
dikenalkan oleh Rademacher, Parekh, dan Dwek pada tahun 1988 untuk
menunjukkan pengetahuan modern tentang kimia karbohidrat dan biokimia serta
biologi molekuler dari glycan. Sampai saat ini istilah tersebut tetap digunakan
(Rademacher et al., 1988).
Ilmu ini terutama mempelajari tentang struktur, biosintesis dan biologi dari
saccharide (rantai gula atau glycan). Saat ini merupakan dasar ilmu bagi
perkembangan bioteknologi, farmasi dan laboratorium. Glycobiology sangat
bergantung pada disiplin ilmu genetika molekuler, biologi sel, fisiologi dan kimia
protein (Bertozzi and Rabuka, 2009).
Dalam perkembangan Glycobiology akan dibahas lebih jauh tentang peran
utama molekul kompleks karbohidrat dalam komunikasi sel. Paradigma sentral
dari biologi molekuler modern adalah tentang alur informasi dari DNA ke RNA.
Konsep utama dari informasi ini bukan hanya presisi dalam template-driven tetapi
juga kemampuan memanipulasi tiap kelas molekul berdasarkan pengetahuan
tentang pola urutan homologi dan hubungannya dengan fungsi dan evolusi.
Dengan selesainya urutan genom manusia (human genom project) dan
pengetahuan berbagai model organisme akan menjadi salah satu pengetahuan
yang sangat berharga bagi perkembangan sistem biologi (Bertozzi and Rabuka,
2009).
2.11 Jalur Komunikasi Glycan
Merupakan petunjuk komunikasi yang penting bagi
perkembangan sel dan jaringan serta fungsi fisiologisnya (Bertozzi
and Rabuka, 2009)
Untuk menunjukkan peran glycan dalam komunikasi sel dapat digambarkan
dengan salah satu contoh sebagai berikut. Salah satu interaksi protein dan GAG
adalah fibroblast growth factor akan menerima sinyal dari GAG sehingga
fibroblast growth factor dapat berinteraksi dengan reseptornya pada permukaan
sel. Pengikatan growth factor pada reseptornya merupakan gerakan akibat sinyal
kaskade yang berakhir dalam nukleus sel dan memicu gen yang memodulasi
proliferasi sel. Untuk mempercepat sinyal bertingkat ini reseptor pada permukaan
sel harus berubah struktur yaitu dengan melekat pada reseptor kedua (glycan)
secara simultan (Esko and Linhardt, 2009). Jenis GAG yang terbanyak pada
dermis adalah hyaluronic acid (HA) atau hyaluronan (Gambar 2.12) (Varki, et al.
2009).
Volume HA yang besar berhubungan dengan kandungan air dan hidrasi kulit,
kemampuan memelihara kegiatan sel. Kadarnya meningkat pada aktivitas
proliferasi, regenerasi dan penyembuhan luka (wound healing). Dengan demikian
HA memiliki potensial sebagai anti penuaan. HA terutama diproduksi dalam
mesenkim jaringan konektif dan paling banyak oleh fibroblas. Dapat mencapai
sirkulasi darah melalui saluran limfatik (Neudecker et al., 2004).
Gambar 2. 12 Biosintesis HA
Biosintesis HA oleh HA synthase (HAS) terjadi dengan penambahan gula (N-
acetyl-glucosamine/GLcN and glucuronic acid/GlcA) pada akhir polimer. M++
adalah metal ion cofactor, UDP= Uridine Diphosphat (Varki and Sharon, 2009).
HA terdiri atas disakarida yang berulang yang disusun oleh N-
acetylglucosamine (GlcN) dan glucuronic acid (GlcA) dan membentuk matriks
yang menghidrasi. Berperan pada pertumbuhan sel, berfungsi sebagai reseptor
membran dan adhesi sel. Dalam produk kosmetik, HA berfungsi sebagai
humektan (Neudecker et al., 2004).
HA terutama terdapat ekstraselular pada lapisan stratum spinosum dan
stratum granulosum. Sedangkan pada lapisan basal HA didapatkan terutama
intraselular (Tammi et al., 1991). HA pada dermis lebih banyak dibandingkan
dengan pada epidermis. HA total terutama didapatkan pada kulit sekitar 50 %.
Kadarnya lebih banyak pada dermis papila dibandingkan pada dermis retikuler
(Neudecker et al., 2004).
Perkembangan genetika molekuler dan kemajuan dalam human genom
project disempurnakan dengan pengetahuan tentang metabolisme HA. HA
disintesis oleh HA syntases (HAS), sedangkan enzim yang memiliki peran dalam
reaksi katabolik adalah hyaluronidase. HA memiliki reseptor yang mengontrol
sintesis HA, deposisi, menyusun sel dan protein tertentu dan kemudian
mendegradasinya (Varki and Sharon, 2009).
2.8 Filagrin dan Kulit Kering
Di luar mekanisme kompleks yang disebutkan di atas, terdapat beberapa
orang yang menderita kekeringan kulit sekalipun terlepas dari pengaruh stres
lingkungan, udara dingin, kering, angin, kerusakan akibat detergen dan lain-lain.
Hal ini menunjukkan terdapat juga peranan intrinsik dalam menentukan terjadinya
kekeringan kulit (Irvine and Mc Lean, 2006).
Filagrin merupakan protein yang penting dalam kulit dan mempunyai efek
dominan terhadap resistensi stres. Kadar filagrin dalam kulit menjadi penentu
terjadinya kekeringan kulit.
2.8.1 Genotip filagrin sebagai penentu utama kecenderungan kulit kering
Filagrin dikode oleh gen profilagrin yang terletak pada kompleks diferensiasi
epidermal lokus 1q21 pada kromosom 1 bersama dengan gen yang terlibat dalam
proses diferensiasi epidermal lainnya. Gen ini mengkode sejumlah protein
prekursor yang disebut profilagrin terdiri atas 10-12 protein filagrin yang
bergabung dengan ikatan peptida (Scott, 2005).
Profilagrin disintesis dalam jumlah besar pada permukaan luar epidermis,
33% diproduksi dalam stratum granulosum. Filagrin memiliki komposisi asam
amino histidin dan arginin. Profilagrin berkumpul di dalam sel membentuk granul
keratohialin dan merupakan salah satu protein yang sensitif terhadap protease
(Irvine and Mc Lean, 2006).
2.8.2 Filagrin dan Natural Moisturizing Factor
Pada saat stratum korneum bergerak ke permukaan kulit, maka akan terpajan
dengan kondisi yang kering. Aktivitas air akan menurun di bawah 95%. Pada saat
ini protease dalam stratum korneum menjadi aktif dan secara lengkap akan
mendegradasi filagrin menjadi asam amino individual. Proses ini dipicu oleh
peningkatan konsentrasi ion karena sel kehilangan air. Asam amino bebas hasil
pembongkaran filagrin akan mengalami berbagai perubahan. Glutamine akan
kehilangan ammonia dan berubah menjadi pyrrolidone carboxylic acid melalui
reaksi non enzimatik, histidine kehilangan ammonia akibat pengaruh enzim
histidine ammonia lyase kemudian akan memproduksi urocanic acid (Scott,
2005).
Proses ini sangat penting bagi stratum korneum, pyrolidone carboxylic acid
bersifat sangat higroskopik sehingga dapat menarik air dalam kondisi kering
sekalipun. Pembentukan kompleks asam amino yang disebut sebagai NMF ini
membuat stratum korneum tetap terhidrasi (Irvine and Mc Lean, 2006).
2.8.3 Fungsi filagrin
Dalam proses keratinisasi, filagrin mempunyai fungsi (Irvine and Mc Lean,
2006) :
a. Mengagregasi keratin sehingga menjadi struktur matriks yang close-
packed
b. Mengkatalisa ikatan disulfida di antara keratin
c. Membentuk NMF
d. Membentuk acid mantle kulit
e. Memproduksi urocanic acid yang berperan dalam imunomodulator
dan sebagai tabir surya
Gambar 2. 13 Filagrin
Akibat mutasi homozigot, kulit tidak memiliki filagrin. Immunostaining dengan
filaggrin repeat domain mAb 15C10 (Novocastra, Newcastle upon Tyne, United
Kingdom) menunjukkan granula keratohialin pada kulit normal (kiri) berbeda
kontras dengan hilangnya lapisan granulosum pada individu homozigot yang
kehilangan filagrin (kanan). Pasien remaja ini menderita iktiosis vulgaris dan
dermatitis atopik yang sedang sampai berat sejak bayi (Irvine and Mc Lean,
2006).
2.9 Proses Deskuamasi
Proses deskuamasi yang normal merupakan hal yang penting dalam menjaga
fungsi stratum korneum yang normal, kohesi stratum korneum dan peran enzim
proteolitik mempengaruhi proses ini (Chu et al., 2003).
Bagian yang mengendalikan proses deskuamasi adalah intercellular space
dari stratum korneum karena didalamnya mengandung campuran lipid complex
yang menyusun struktur protein, enzim, dan nonstructural protein, substansi
dengan berat molekul rendah dan berbagai derajat hidrofilik yang berinteraksi
dengan rendahnya kadar air (Egelrud, 2000).
Pada kondisi menurunnya kadar air dalam stratum korneum, maka enzim
yang merusak desmosom menurun sehingga proses deskuamasi terganggu.
Permukaan kulit akan tampak kasar dan dan kering (Orth and Appa, 2000).
Desmosom memperantarai kontak antar sel stratum korneum bentuknya bulat
oval dengan diameter 0,2 – 1 mm. Berikatan dengan intracellular keratin filament
dan glycoprotein. Corneodesmosome berikatan dengan intercellular keratin
filament yang lebih padat, degradasi corneodesmosome akibat reaksi enzim
proteolitik stratum corneum chymotriptyc enzyme (SCCE) akan menyebabkan
terjadinya proses deskuamasi karena menurunkan kohesi stratum korneum (Simon
et al., 2002).
Kegagalan desmosom menyelesaikan program self destruction pada proses
deskuamasi akan mengakibatkan kulit bersisik. Bila stratum korneum mengalami
penurunan water-binding capacity, maka elastisitas kulit akan menurun (Scott,
2005).
Gambar 2. 14 Proses Deskuamasi.
Deskuamasi atau eksfoliasi merupakan proses pada stratum korneum yang sangat
kompleks dan sampai saat ini baru sebagian yang terungkap. Telah diketahui
beberapa enzim yang merusak corneodesmosomes dengan pola spesifik, tetapi
belum diketahui sifat alami dari enzim ini dan bagaimana mulai mengaktivasi
proses eksfoliasi ini sekalipun diketahui bahwa air dan pH berperan penting
terhadap aktivitas enzim ini (Brannon, 2007).
2.10 Kadar Air Pada Stratum Korneum dan Hidrasi Kulit
Pengukuran hidrasi stratum korneum untuk meneliti biofisik dan fungsi sawar
kulit sangatlah penting artinya. Dengan memonitor parameter ini dapat secara
efisien menjadi dasar dalam mencegah kambuhnya penyakit kulit dan membantu
mengevaluasi efektivitas pengobatan kulit (Primavera et al., 2005).
2.10.1 Hidrasi kulit
Selain sebagai sawar yang melindungi dari pengaruh luar, stratum korneum
juga mencegah hilangnya molekul endogen termasuk kehilangan air dari lapisan
dalam epidermis. Kulit kering tidak berarti berlawanan dengan kulit berminyak,
lawan dari kulit kering adalah kulit yang tidak kering sedangkan kulit berminyak
lawannya adalah kulit yang tidak berminyak, sehingga pengukuran produksi
sebum tidak dapat mengukur kekeringan kulit (Kligman, 2000).
Sejak tahun 1980 dikenal alat korneometer yang dapat mengukur kadar air
dalam kulit. Prinsip pengukuran korneometer berdasarkan kapasitans dari media
dielektrik. Setiap perubahan pada dielektrik yang diakibatkan variasi hidrasi kulit
akan mengubah kapasitans pada kapasitor pengukur. Keunggulan prinsip
pengukuran ini adalah tidak dipengaruhi oleh kondisi permukaan kulit di luar
hidrasi kulit, dan dapat mengukur perubahan tingkat hidrasi kulit serta hanya
membutuhkan waktu yang singkat dalam pengukuran. Pengukuran ini secara tidak
langsung mengukur fungsi sawar kulit (Heinrich et al., 2003)
Kulit yang menua ditandai dengan perubahan histopatologi dan biologi. Hal
yang mempengaruhi keadaan ini adalah peningkatan ukuran korneosit,
peningkatan ketebalan stratum korneum akibat akumulasi korneosit yang
disebabkan gangguan deskuamasi. Dengan bertambahnya usia, berbagai lipid
barrier utama menurun sehingga fungsi sawar kulit juga menurun dan terjadilah
kekeringan kulit (Fore, 2009).
Gambar 2. 15 Pengukuran Hidrasi Kulit dengan Korneometer
Probe yang digunakan merupakan bahan elektronik yang berkualitas dan stabil
terhadap perubahan temperatur serta tidak dipengaruhi oleh fluktuasi sumber
listrik. Adanya pegas pada probe membuat penekanan pada permukaan kulit tetap
konstan. Luas permukaan probe 49 mm2 memudahkan pengukuran pada semua
bagian tubuh dan mudah dibersihkan. Seluruh kaliberasi data ada pada probe
(Heinrich et al., 2003).
Hidrasi kulit dan TEWL merupakan pengukuran non invasif yang penting
dalam dermatologi dan kosmetologi karena nilai pengukuran TEWL dan kadar air
stratum korneum dapat digunakan untuk menilai dan membandingkan efikasi
berbagai produk yang dioleskan pada kulit terutama pelembab (Pedersen and
Jemec, 2006). Pengukuran kelembaban kulit dengan korneometri lebih mudah dan
lebih reliabel dibandingkan dengan pengukuran TEWL (Heinrich et al., 2003).
2.10.2. Transepidermal water loss (TEWL)
TEWL mencerminkan penguapan dari permukaan kulit. Salah satu
karakteristik kulit yang sehat adalah perbandingan yang proporsional antara
TEWL dan hidrasi kulit (Primavera et al., 2005).
Pengukuran TEWL hanya valid di dalam batas lapisan yang mengalami difusi
pada tubuh manusia yang kedalamannya sekitar 10 -30 µm pada kondisi normal.
Sensitivitas instrumen juga dapat mengganggu hasil pengukuran TEWL (Black et
al., 2005).
Usia tidak terlalu banyak mempengaruh TEWL, tetapi pada periode
kehidupan tertentu dapat terjadi perubahan yang bermakna, misalnya pada bayi
prematur dengan kehamilan kurang dari 30 minggu akan mengalami gangguan
sawar epidermal tetapi dalam beberapa hari setelah kelahiran akan terjadi maturasi
sawar kulit (Primavera et al., 2005).
Pengukuran TEWL menggunakan evaporimeter. Alat ini mempunyai probe
yang mengukur tekanan penguapan air parsial pada dua lokasi di atas permukaan
kulit, 3 mm dan 9 mm dengan bantuan dua pasang humidity transducer dan
thermistor. Perbedaan tekanan penguapan air parsial pada kedua lokasi tersebut
kemudian dikalkulasi dan dinyatakan sebagai gr/m2 per jam. Nilai TEWL normal
adalah antara 2-5 gr/m2 per jam. Nilainya dapat mencapai 90-100 gr/m2/ jam
setelah stripping kulit atau pada keadaan adanya lesi dermatitis atopik (Black et
al., 2005).
2.11 Penuaan pada kulit
2.11.1 Perubahan struktur pada penuaan kulit
Proses penuaan akan berlangsung heterogen pada tingkat struktur jaringan,
sel dan subseluler. Penuaan secara global terjadi pada seluruh tubuh dimulai pada
usia 30-45 tahun. Terdapat berbagai variasi regional dalam seluruh tubuh.
Berbagai organ akan menunjukkan manifestasi penuaan yang berbeda
tingkatannya. (Gerald et al., 2010)
Perubahan ketebalan dan karakteristik lain pada kulit tampak pada gambar di
bawah ini.
Gambar 2.16 Perubahan Ketebalan Kulit pada Penuaan (Farage et al., 2007)
Kulit dewasa akan menipis secara progresif dengan berjalannya waktu. Kulit
yang tidak terpajan sinar matahari akan menipis sampai 50% antara usia 30-80
tahun. Tetapi yang paling mencolok adalah penipisan kulit pada area yang
terpajan yaitu, pada wajah, leher, bagian atas dada, tangan dan lengan. Penipisan
epidermis terjadi 6,4% per 10 tahun. Penipisan kulit lebih cepat terjadi pada
wanita dibandingkan pria (Farage et al., 2010).
Penipisan vaskuler dan seluler lapisan dermis juga berlangsung sesuai usia.
Penurunan lapisan kolagen dan elastin adalah hal yang paling utama menipiskan
kulit secara total. Pada postmenopause penipisan ketebalan kulit terjadi 1,1 % per
tahun paralel dengan penurunan kolagen 2% per tahun. Sedangkan pada membran
basal justru akan meningkat dengan penuaan (Vázquez et al., 1996).
1. Epidermis
Jumlah sel epidermis dan turn over epidermal rate akan menurun.
Perubahan karakteristik akan terjadi pada setiap tipe sel epidermis. Sel
basal ukurannya menjadi hampir tidak sama sekalipun rata-rata ukuran sel
justru meningkat. Keratinosit menjadi lebih pendek dan datar, korneosit
menjadi lebih besar akibat penurunan turn over epidermal (Brégégère et
al., 2003). Berbagai perubahan yang terjadi pada struktur kulit yang menua
ditampilkan pada tabel 2.1 (Farage et al., 2010)
Tabel 2.1 Perubahan pada Struktur Kulit Menua
Lapisan kulit Efek pada kulit yang menua Penurunan kadar lipid Epidermis Pendataran dermal-epidermal junction Jumlah melanosit yang aktif secara enzimatik menurun 8-
20% per 10 tahun Penurunan jumlah sel Langerhans Penurunan kapasitas reepitelisasi
Peningkatan jumlah pori-pori Dermis Atrofi (penipisan kulit) Penurunan vaskularitas dan elastisitas Penurunan sintesis kolagen Degenerasi korpuskulum Meissner dan Paccini Perubahan struktur kelenjar keringat dan jumlah kelenjar
yang berfungsi menurun Penurunan serabut elastin Penurunan jumlah pembuluh darah Penurunan jumlah akhiran syaraf Hipodermis Perubahan distribusi lemak subkutan Penurunan volume secara keseluruhan Lain-lain Penurunan pigmen rambut Penipisan rambut Penurunan kelenjar minyak Abnormalitas kuku Produksi sebum menurun (Sumber: Farage at al,. 2010)
Sel Langerhans menjadi heterogen dan jumlah serta dendritnya berkurang
sehingga imunitas kulit berkurang. Sekalipun jumlah kelenjar sebasea
tidak berkurang tetapi produksi sebum menurun. Dengan demikian maka
kadar air dalam stratum korneum kulit menua akan lebih rendah
dibandingkan kulit yang muda. Sesuai dengan bertambahnya usia maka
komposisi asam amino juga berubah dan mengakibatkan NMF berkurang
disertai penurunan water binding capacity. Keadaan inilah yang juga
memperlambat terjadinya proses deskuamasi dan menyebabkan
permukaan kulit menjadi kering dan kasar. Sawar kulit sangat bergantung
pada kandungan dan susunan lipid pada stratum korneum. Total lipid akan
berkurang sampai 65% pada kulit yang menua. Kadar ceramide terutama
linoleat sangat menurun. Demikian juga sterol ester pada lipid kulit.
Karena kadar air yang menurun pada stratum korneum maka TEWL juga
ikut menurun (Gunin et al., 2010)
2. Dermis
Komponen utama dermis adalah komponen ekstraseluler berupa kolagen,
elastin dan asam hialuronat. Kolagen akan menurun kadarnya seiring
dengan meningkatnya enzim metalloproteinase yang menghancurkan
kolagen. Sintesis kolagen dan enzim yang mensintesis kolagen akan
menurun. Susunan kolagen menjadi tidak beraturan dan elastin mengalami
kalsifikasi. Komposisi GAG menurun sehingga water binding capacity
juga menurun. Jumlah sel mast dan fibroblas yang menurun
mengakibatkan penyembuhan luka terhambat (Farage et al., 2010).
3. Subkutan
Secara umum volume lemak subkutan menurun dengan penuaan sekalipun
proporsi lemak subkutan pada bagian tubuh tertentu meningkat sampai
usia 70 tahun. Distribusi lemak menurun pada wajah, tangan dan kaki
sedangkan pada paha perut dan pinggang relatif meningkat. Secara
fisiologis fungsi termoregulasi pada organ internal akan meningkat
(Farage et al., 2010).
2.11.2 Perubahan Fisiologis
Secara fisiologis terdapat berbagai perubahan pada kulit yang menua sebagai
berikut:
1. Perubahan biokimia
Sintesis vitamin D berkurang akibat berkurangnya sintesis prekursor 7-
dehydrocholesterol menurun. Kondisi pH kulit tetap konstan 5,5 sampai
usia 70 tahun kemudian meningkat dengan menurunnya sirkuasi darah
(Tuohimaa, 2009). Keadaan pH yang asam akan mencegah kolonisasi
bakteri. Peningkatan pH kulit meningkatkan risiko infeksi, alergi dan
iritasi (Gerber et al., 1979).
Penuaan intrinsik sangat dipengaruhi oleh kadar berbagai hormon. Pada
klimakterium dan awal timbulnya penuaan intrinsik berjalan seiring
dengan menurunnya kadar estrogen (Hashizume, 2004).
Peningkatan radiasi UV akibat penipisan lapisan ozon dapat meningkatkan
risiko kerusakan fotooksidatif yang diinduksi oleh Reactive Oxygen
Species (Tetrahedron, 2010).
Gambar 2.17 UVA Menginduksi Stres Oksidatif dan Kerusakan Kulit
Eritema solaris, fotodermatitis, fotoaging dan kanker kulit merupakan efek
dari radiasi sinar UV. WHO memperkirakan antara 2-3 juta kanker kulit
non melanoma dan 130.000 melanoma maligna terjadi setiap tahunnya
(WHO, 2008).
Radiasi UV merupakan generator dari ROS dan reactive nitrogen species
(RNS) yang memegang peranan dalam menimbulkan efek biologis.
Dibawah kontrol antioksidan endogen, spesies ini akan terlibat dalan
pengaturan redox dependent metabolism dalam sel akibat stress UV, tetapi
tidak seimbang sehingga akan menginduksi kerusakan oksidatif yang
terakumulasi dan merupakan faktor risiko fotoaging, fotoimunosupresi dan
fotokarsinogenesis (Setlow et al., 1993).
Yang pertama kali terlibat dalam produksi ROS adalah singlet oxygen
(1O2), superoxide anion (O2•¯) dan hydrogen peroxide (H2O2). singlet
oxygen memegang peranan penting pada jalur ini dan jumlahnya akan
meningkat dalam kulit akibat radiasi UVA. Oksigen ini akan semakin
banyak dengan transfer fotoenergi dari lO2 ( Wood et al., 2006).
Modifikasi akibat ROS dan RNS akan menghasikan mutasi gen dan
perubahan membran sehingga akan menunjukkan ekspresi dari tumor
suppressor gene p53 dan pembebasan ceramide (Grether-Beck et al.,
2000).
2. Permeabilitas
Permeabilitas akan menurun diikuti dengan penurunan absorpsi stratum
korneum pada epidermis dan papilla dermis. Hal ini terjadi akibat
penurunan kadar lipid dan mikrosirkulasi (Davis et al., 1997).
Kemampuan absorpsi perkutan berhubungan dengan komponen hidrofobik
relatif dari lipid kulit sehingga bahan yang bersifat hidrofobik lebih mudah
diabsorpsi dengan kadar lipid kulit yang tinggi. Sebagai contoh, wajah
memiliki kadar lipid kulit 12-15% akan mudah menerima komponen
hidrofobik. Sedangkan telapak kaki memiliki kadar lipid kulit 1-2%
sehingga lebih mudah mengabsorpsi bahan hidrofilik (Wohlrab et al.,
2010).
3. Vaskularisasi dan termoregulasi
Kapiler dan pembuluh darah kecil pada kulit menua mulai kurang
beraturan dan berkurang jumlahnya sehingga reaksi vasokonstriksi otonom
akan menurun. Kemampuan berkeringatpun akan berkurang. Suhu pada
wajah akan lebih rendah dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya
(Farage et al., 2008).
4. Respons terhadap bahan iritan
Respons inflamasi terhadap bahan eksogen menurun pada usia di atas 70
tahun, oleh sebab itu kerusakan kulit dapat terjadi tanpa tanda-tanda klinis
yang jelas. Bahkan tes sensitisasi alergik dapat tidak berarti. Manifestasi
iritasi kulit menurun, uji tempel akan menghasilkan tanda eritematosa,
vesikel, pustul dan edema yang menurun di samping penurunan TEWL
(Farage et al., 2008).
5. Respons imun
Respons imun pada penuaan menurun, jumlah sel Langerhans pada
epidermis menurun 50% pada usia 25-70 tahun. Limfosit total yang
bersirkulasi menurun baik limfosit T maupun limfosit B sehingga
kapasitas fungsionalnyapun menurun. Reaksi terhadap berbagai tes alergi
menurun. Kadar autoantibodi yang bersirkulasi justru akan meningkat
(Sunderkötter et al., 1997).
6. Kapasitas regenerasi dan respons terhadap luka
Pada kulit sehat, satu lapis korneosit akan mengalami deskuamasi setiap
hari. Artinya seluruh stratum korneum akan berganti dalam 2 minggu.
Pada penuaan akan membutuhkan waktu 2 kali lipat. Reaksi perbaikan
memerlukan komposisi 3 lipid kulit utama dengan kadar yang
proporsional. Selain reaksi yang lebih lambat, penyembuhan luka juga
berlangsung dalam waktu yang lebih panjang. Misalnya luka berukuran 40
cm pada usia 20 tahun akan menurun dalam waktu 40 hari sedangkan
pada usia 80 tahun akan menyembuh dalam waktu 2 kali lipatnya.
(Worley, 2006).
Penyembuhan luka operasi meningkat 600% pada usia 80 tahun
dibandingkan usia 30 tahun. Hasil penyembuhan luka juga kehilangan
elastisitasnya pada usia di atas 70 tahun. Proses yang menurun pada
penyembuhan luka adalah: remodeling kolagen, proliferasi sel dan
metabolisme sel (Farage et al., 2010).
7. Persepsi neurosensor
Gatal dilaporkan lebih sering dikeluhkan oleh orangtua, sedangkan
persepsi nyeri dan tekanan menurun pada usia lebih dari 50 tahun. Oleh
sebab itu risiko terjadinya luka pada jaringan akan meningkat, karena
sinyal peringatan untuk terjadinya luka adalah nyeri, eritema dan edema
berjalan lambat. Hal tersebut dapat mengakibatkan meningkatnya
morbiditas pada kulit yang menua (Farage et al., 2008).
Berbagai perubahan fisiologis pada kulit yang menua dapat dilihat pada
Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Perubahan Fisiologis pada Kulit Menua
Fungsi Perubahan
Sawar kulit TEWL menurun Persepsi nyeri dan perabaan
Menurunnya sensitivitas sampai usia 50 tahun Mudah gatal-gatal
Termoregulasi Penurunan kelenjar keringat Respons terhadap trauma
Repons inflamasi menurun (edema dan eritema) Penurunan penyembuhan luka Penurunan reepitelisasi Mudah terjadi trauma
Permeabilitas Penurunan absorpsi perkutan Penuruan kelenjar minyak Penurunan vaskularisasi Penurunan chemical clearance Fungsi imun Penurunan jumlah thymus-derived lymphocyte yang
bersirkulasi Penurunan risiko terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe
lambat Lain-lain Penurunan produksi vitamin D Penurunan elastisitas (Sumber: Farage et al., 2010)
2.12 Pelembab
Menurut Gabard (1994), pelembab adalah emulsi yang mengandung substansi
aktif yang dioleskan pada kulit dengan tujuan untuk rehidrasi atau regenerasi kulit
kering, kasar dan bersisik akibat xerosis, iritasi atau oleh sebab lain. Sediaan
pelembab adalah, lotion, krim, salep dan bath oil. Pelembab bekerja dengan
komposisi yang bersifat oklusif dan atau humektan seperti halnya komponen pada
NMF.
Komposisi yang bersifat oklusif secara fisik memblokir kehilangan air dari
permukaan kulit (Hannon and Maibach, 2005).
a. Substansi hidrofobik ini akan membentuk lapisan oklusif pada kulit yang
akan menurunkan TEWL dengan mencegah penguapan air.
b. Menjaga kadar lipid barrier kulit.
c. Contoh : petrolatum, beeswax, lanolin.
Komposisi yang bersifat humektan bekerja dengan menarik air ke dalam kulit
(Hannon and Maibach, 2005).
a. Air yang diambil untuk mempertahankan kelembaban kulit berasal dari
lapisan epidermis yang lebih dalam, jarang dari lingkungan.
b. Hidrasi stratum korneum akan menormalkan lipid interselular dan proses
deskuamasi alami
c. Kulit menjadi lebih resisten terhadap kondisi kekeringan.
d. Humektan akan berperan seperti halnya natural hydrophilic humectants
dalam stratum korneum.
e. Yang termasuk humektan antara lain: asam amino, asam laktat, alpha
hydroxy acids, propylene glycol, glycerine dan urea.
f. Beberapa substansi di atas merupakan komponen NMF.
Selain komponen oklusif dan humektan, pelembab juga dapat mengandung:
a. Komposisi bahan aktif lain yang dapat memperbaiki kelembutan kulit
dengan melubrikasi dan mengisi celah antar sel di antara sel yang kering,
yaitu bahan yang bersifat emolien (Simion and Story, 2005).
b. Bahan inaktif yang membantu melarutkan, menstabilkan, mengemulsi
sehingga didapatkan bentuk produk yang nyaman dipakai (Black, et al.
2005).
c. Pada umumnya pelembab mengandung 65-85% air dalam lotion. Air
berfungsi sebagai pelarut bagi bahan aktif dan inaktif. Banyaknya kadar
air juga memudahkan absorpsi dan evaporasi beberapa komponen
pelembab di samping berperan sebagai hydrating agent (Simion and Story,
2005).
d. Pelembab yang berbentuk krim mengandung sedikit air dan lebih banyak
minyak atau bahan oklusif (Black et al., 2005).
e. Salep dengan bahan dasar minyak kadar airnya yang sangat kecil atau
tidak ada akan sangat berlemak dan oklusif (Black et al., 2005).
Dengan mengoreksi rasio 3 komponen utama lipid interseluler (ceramides,
kolesterol, dan asam lemak) pada kulit akan memperbaiki kekeringan. Perlu
penelitian yang lebih lanjut untuk menetapkan rasio yang tepat. Pada kulit yang
menua, terdapat defisiensi kolesterol sehingga perlu formulasi kolesterol yang
lebih banyak untuk formula pelembab pada orangtua (Warner and Boissy, 2000).
Hidrasi yang adekuat bergantung pada adanya campuran intrinsic
hydroscopic water soluble material atau NMF (Irvine and Mc Lean, 2006).
2.11.1 Bahan-Bahan Pelembab
Bahan-bahan dalam formulasi pelembab antara lain:
a. Vaselin: berfungsi oklusif dan emolien, tidak bersifat komedogenik, jarang
menyebabkan alergi, tetapi bila digunakan tanpa campuran akan terasa
lengket, sehingga sebaiknya dicampur dengan bahan lain (Black et al.,
2005).
b. Lanolin: bekerja baik dengan lipid stratum korneum, karena lanolin
mengandung kolesterol yang merupakan bahan penting untuk
pembentukan lipid stratum korneum serta keduanya dapat bergabung pada
suhu kamar. Dapat terjadi sensitisasi terhadap lanolin (Black et al., 2005).
c. Gliserin: bersifat humektan kuat, mempunyai kemampuan menyerap air
(NMF), terbuat dari asam amino, berfungsi menstabilkan dan memberi air
pada membran sel (Black et al., 2005).
d. Urea : Termasuk humektan, mempunyai efek antipruritus ringan, dengan
kadar 3% dan 10% dalam bentuk krim. Sering digunakan dalam terapi
topikal pada penyakit kulit lain misalnya psoriasis, iktiosis, dan dermatitis
atopik. Terdapat efek samping berupa kemerahan, rasa tersengat dan rasa
terbakar terutama pada lesi ekskoriasi yang baru (Black et al., 2005).
e. Propilenglikol : sebagai humektan dan bahan oklusif, tidak berbau,
berbentuk cairan, serta larut dalam air, alkohol dan minyak, mempunyai
efek keratolitik, antimikrobial, dan meningkatkan penetrasi. Efek samping
berupa terjadi dermatitis alergi, iritasi dan rasa terbakar (Yu and Van
Scott, 2005).
f. Kolagen dan Polipeptida lain : kolagen yang mampu melakukan penetrasi
ke dalam stratum korneum adalah kolagen yang mempunyai berat molekul
< 5000 dalton, yang akan melekat pada permukaan kulit sehingga
permukaan menjadi lebih rata dan halus, dan setelah kering akan
memberikan efek mengencangkan kulit yang bersifat sementara (Yu and
Van Scott, 2005).
g. Asam hidroksi alfa maupun beta dapat memudahkan pengelupasan kulit.
Asam alfa hidroksi membantu sintesis lipid interselular terutama sintesis
ceramide (Yu and Van Scott, 2005).
2.11.2 Mekanisme Aksi Pelembab
Pelembab bekerja pada berbagai lokasi pada epidermis, dengan pengolesan
moisturizer akan meningkatkan kandungan air karena terjadi peningkatan absorpsi
per kutan terhadap air. Peningkatan ini terjadi karena adanya substansi yang
mampu menahan air (humektan) sehingga konsentrasi air pada permukaan kulit
meningkat (Johnson and Anthony, 2005).
Gambar 2.18 Hidrasi Kulit Sangat Dipengaruhi oleh Kadar GAG dan Proteoglycans Proteoglycans, Glycoproteins dan Glycosaminoglycans merupakan regulator yang mengaktifkan fungsi sel. Berinteraksi dengan matriks ekstrasel dan memiliki peran biologi yang penting dalam proliferasi (Kligman, 2000).
Mekanisme pelembaban kulit tidak terlepas dari sinyal kaskade yang
memerlukan HA sebagai salah satu reseptor untuk membawa sinyal pada
permukaan kulit agar mempertahankan kelembaban kulit (Bertozzi and Rabuka,
2009).
Pelembab digunakan untuk melembabkan kulit sehingga gejala dan tanda
kekeringan kulit, bersisik, permukaan yang kasar menjadi lembut dan halus.
Pelembab berbeda dengan “barrier cream” yang digunakan untuk melindungi
pajanan bahan kontak yang menyebabkan dermatosis (Kligman, 2000).
Pelembab memiliki manfaat yang tidak saja melembabkan kulit, tetapi juga
dapat mengobati dermatosis kronik seperti dermatitis atopik dan psoriasis karena
dapat memperbaiki kerusakan sawar kulit. Pelembab sering digunakan sebagai
antiinflamasi pada pasien yang diterapi dengan psoralen yang dikombinasi dengan
UVA (PUVA) (Kligman, 2000). Pelembab yang digunakan selama lebih dari 6
bulan sangat efektif untuk mengurangi photodamaged pada kulit wajah (Johnson
and Anthony, 2005).
2.12 Saccharide Isomerates (SI)
SI diproduksi sebagai salah satu jawaban dari perkembangan Glycobiology
untuk mendapatkan mekanisme pelembaban kulit yang efektif. SI merupakan
molekul gula yang dibentuk sedemikian rupa agar menyamai kondisi glycan pada
kulit.
Untuk mendapatkan efek pelembaban kulit yang optimal dengan
menggunakan bahan pelembab topikal, maka barrier-repairing yang dikandung
dalam lipid pada pelembab diupayakan sama dengan lipid intraseluler pada kulit.
Kombinasi asam lemak, ceramide dan kolesterol pada pelembab dapat
memperbaiki kerusakan lipid bilayers akibat sabun, cairan yang iritatif, kondisi
lingkungan yang sangat kering, cuaca dingin dengan mengganti komponen lipid
yang berpengaruh (Warner and Boissy, 2000).
SI merupakan kompleks karbohidrat yang sama dengan yang ada pada
stratum korneum kulit manusia. Berfungsi mempertahankan kelembaban
sekalipun dalam kelembaban udara yang rendah. SI dapat berikatan dengan kulit
sekalipun dalam kondisi pH yang sangat rendah sehingga sangat ideal bila
digunakan bersama dengan bahan pelembab yang mengandung Alpha hydroxy
acid (AHA) (Pentapharm, 2009). Rumus bangun molekul disaccharide
isomerate disajikan pada Gambar 2.19.
Gambar 2.19 Rumus Bangun dari Disaccharide Isomerates
Komposisi SI yang sesuai dengan HA berperan sebagai pelembab yang
efektif mengendalikan kelembaban kulit dengan berikatan pada grup asam amino
lisin yang ada pada keratin stratum korneum. Karena ikatannya sangat kuat, maka
akan tetap efektif sekalipun berada pada udara yang kering dan kelembabannya
rendah. SI memiliki ikatan yang kuat dengan stratum korneum yang hanya bisa
terlepas dengan proses deskuamasi, oleh karena itu sangat efektif melembabkan
kulit, di samping itu juga dapat membuat kulit menjadi lebih halus dan tidak gatal
(Pentapharm, 2009).
SI dapat bersifat sebagai komponen oklusif dan humektan. Dalam bahan
pelembab juga dapat mengandung bahan aktif lain yang dapat memperbaiki
kelembutan kulit dengan melubrikasi dan mengisi celah antar sel di antara sel
yang kering, yaitu bahan yang bersifat emolien (Simion and Story, 2005).
Kombinasi SI dan berbagai bahan pelembab berperan mengefektifkan
kelembaban kulit dengan berikatan pada grup asam amino lisin yang ada pada
keratin stratum korneum. Karena ikatannya sangat kuat, maka akan tetap efektif
sekalipun berada pada udara yang kering dan kelembabannya rendah
(Pentapharm, 2009).
Pelembab juga ditambahkan bahan yang mengandung bahan inaktif yang
membantu melarutkan, menstabilkan, mengemulsi sehingga didapatkan bentuk
produk yang nyaman dipakai (Warner and Boissy, 2000).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan produsen Saccharide Isomerate,
sebelum dipasarkan, didapatkan hasil bahwa ikatan SI dengan dengan stratum
korneum. Oleh karena itu hanya bisa terlepas dengan proses deskuamasi, oleh
karena itu sangat efektif melembabkan kulit, di samping itu juga dapat membuat
kulit menjadi lebih halus dan tidak gatal (Pentapharm, 2009).
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka berpikir
Seiring dengan proses penuaan akan terjadi penipisan epidermis, dermis dan
lemak subkutan. Kulit menjadi kering, dan elastisitasnya berkurang sehingga
mudah mengalami kerusakan, bersisik, gatal dan pecah-pecah (Forbes, 2008).
Etiologi kulit kering didasari oleh berkurang dan atau adanya
ketidakseimbangan lipid termasuk perubahan komposisinya dalam kulit (Schûrer,
2006). Lipid ekstraseluler pada stratum korneum yang berperan sebagai sawar air
disusun oleh >40% ceramide, 25% asam lemak dan 20% kolesterol (Laudanska et
al., 2003).
Kekeringan kulit merupakan masalah bagi jutaan orang dan seringkali
menyebabkan rasa tidak nyaman bahkan stres psikologis (Egelrud, 2000).
Penderita kulit kering akan bertambah dari waktu ke waktu (Health Grade, 2009).
Faktor yang dapat mempengaruhi komposisi lipid dalam hidrasi dan sawar
kulit adalah:
1. Faktor internal:
a. Genetik: kekurangan protein filagrin menentukan apakah seseorang
akan menderita kekeringan kulit atau tidak (Scott, 2005). Kondisi
lainnya adalah iktiosis vulgaris dan psoriasis (Sybert et al., 1985).
b. Riwayat atopik : Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pada
dermatitis atopik terdapat kekurangan ceramide (Imokawa et al.,
1991).
c. Jenis Kelamin: Perbedaan yang utama antara kulit pada pria dan
wanita adalah ketebalannya karena penyebaran rambut pada laki-laki
lebih banyak. Keadaan ini juga yang menyebabkan kulit laki-laki
lebih terlindung dari kerusakan akibat aktivitas enzim kolagenase
dengan adanya radiasi sinar ultra violet (UV) (Draelos, 2006). Kadar
hormon testosteron, estrogen dan progesteron pada wanita dan laki-
laki juga berbeda. Testosteron dan estrogen keduanya
mempengaruhi produksi sebum (Hashizume, 2004).
d. Usia : Sebelum pubertas produksi sebum dan kelenjar ekrin masih minimal.
Hal ini yang mendasari seringnya terjadi kekeringan kulit dan dermatitis
pada anak-anak. Kulit mulai menjadi kering sering dengan berjalannya
proses penuaan (Hashizume, 2004).
e. Menopause (hormonal): Pada usia 40 an, produksi sebum mulai
menurun dan lipid interselular berkurang terutama pada kondisi
menopause. Estrogen yang menurun akan menurunkan kualitas kulit,
menjadi mudah rusak dan kering (Hashizume, 2004).
f. Penyakit kronik: kondisi kronik yang juga menyebabkan kekeringan
kulit di antaranya adalah Diabetes Melitus, penyakit ginjal, uremia,
hipotiroidisme, defisiensi vitamin A, dan keganasan (Health Grade,
2009).
2. Faktor eksternal:
a. Bahan kontak dan iritasi kronik:
Kulit kering dapat disebabkan oleh kerusakan akibat polusi, bahan
kimia dan surfactant. Kulit yang teriritasi fungsinya akan terganggu
sama halnya dengan kondisi penyakit kulit. (Pedersen and Jemec,
2006).
b. Cuaca dan iklim:
Perubahan mendadak pada kelembaban udara akan mempengaruhi
kelembaban kulit (Denda et al., 1998).
c. Gaya hidup (Lifestyle):
Sekalipun tanpa memiliki kelainan kulit, kondisi kulit kering dapat
saja terjadi akibat pengaruh lifestyle. Akhir-akhir ini semakin
meningkat dengan kebiasaan mandi dengan shower dan air panas
yang terlalu sering dilakukan atau berendam dalam air yang
ditambahkan bath salt dan busa sabun. Kondisi lainnya akibat:
gesekan pakaian, kebiasaan bepergian dengan pesawat udara atau
berada di ruang ber AC dalam waktu lama
d. Photoaged :`
Penuaan akibat usia hanya disebabkan oleh kondisi yang
dipengaruhi dengan bertambahnya usia saja, sedangkan photoaging
disebabkan oleh pajanan kronik dan kumulatif terhadap sinar ultra
violet (UV) (Christina et al., 2010).
e. Kebiasaan merawat kulit: kulit yang dijaga kelembabannya dapat
mempertahankan diri terhadap kerusakan akibat proses penuaan
dibandingkan dengan kulit yang kering
Penggunaan pelembab merupakan salah satu upaya untuk menjaga
kelembaban kulit dan mencegah serta mengobati penuaan kulit. Penggunaan
pelembab yang mengandung bahan aktif SI yang merupakan kompleks
karbohidrat mukopolisakarida yang sama dengan hialuronan atau hyaluronic acid
yang ada pada stratum korneum kulit manusia (Pentapharm, 2009). Oleh karena
itu diharapkan dapat memperbaiki kekeringan kulit lebih baik dibandingkan
dengan pelembab biasa.
3.2 Kerangka Konsep
Berdasar rumusan masalah dan tinjauan pustaka, maka dapat disusun
kerangka konsep sebagai berikut. Hidrasi kulit dipengaruhi oleh faktor internal
dan eksternal. Faktor internal meliputi genetik, riwayat atopik, usia, menopause
(hormonal), penyakit kronik. Faktor eksternal meliputi iklim dan cuaca, suhu,
kelembaban udara, bahan kontak dan iritasi kronik, lifestyle, photoaged, dan
penggunaan pelembab dalam perawatan kulit.
Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep Penelitian
Faktor Internal : - Genetik - Riwayat atopik - Usia - Menopause (hormonal) - Penyakit kronik
Faktor Eksternal : - Iklim dan cuaca - Suhu - Kelembaban udara - Bahan kontak dan Iritasi
kronik - Lifestyle - Photoaged
AGING SKIN
KULIT KERING
PELEMBAB dengan :
saccharide isomerates 5 %
HIDRASI KULIT
3.2 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan Kerangka Konsep penelitian di atas ditetapkan hipotesis
penelitian sebagai berikut:
1. Penambahan saccharide isomerates 5% dalam formulasi pelembab
meningkatkan hidrasi kulit lebih tinggi dibandingkan dengan pelembab
biasa.
2. Penggunaan formulasi pelembab yang ditambahkan saccharide isomerates
5% dapat mempertahankan hidrasi kulit tetap lebih tinggi dibandingkan
dengan pelembab biasa setelah pemberiannya dihentikan.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode True experimental dengan
menggunakan rancangan “Pretest-posttest Control Group Design” Campbell &
Stanley, 1963 (Hammersley, 1991).
P0
P1
Gambar 3.2 Disain penelitian
Pada subyek penelitian yang telah dilakukan pembagian sampel secara random menjadi kelompok kontrol dan kelompok perlakuan secara double blind. O1 : Pengamatan kelompok kontrol setelah dibebaskan dari pemberian lotion
apapun selama 1 minggu O2 : Pengamatan kelompok kontrol setelah menggunakan lotion pelembab
biasa selama 2 minggu dan setelah bebas 1 minggu O3 : Pengamatan kelompok perlakuan setelah dibebaskan dari pemberian
lotion apapun selama 1 minggu O4 : Pengamatan kelompok perlakuan setelah menggunakan lotion
pelembab dengan SI 5% selama 2 minggu dan setelah bebas 1 minggu P0 : Kelompok kontrol (lotion pelembab biasa) P1 : Kelompok perlakuan (lotion pelembab dengan SI 5%)
Populasi Sampel
O1
O3
O2
O4
Random
Bentuk dan ukuran kemasan lotion sama dengan penjelasan cara pemakaian
yang sama. Pengukuran hidrasi kulit dilakukan sebelum penggunaan pelembab
dan selama pemakaian pelembab. Pengukuran dilakukan 3 kali seminggu.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat penelitian
RS Tk. II Moh. Ridwan Meuraksa,
Jln. Kramat Raya 174, Jakarta.
b. Waktu penelitian
Penelitian dilakukan mulai bulan Agustus-Oktober 2010.
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi penelitian
Karyawan wanita RS Moh. Ridwan Meuraksa (MRM), Jakarta yang berusia
30-45 tahun.
Populasi karyawan di RS MRM memiliki kesamaan dalam jadual kerja dan
kegiatan sehari-hari selama menjalankan pekerjaan. Dengan demikian diharapkan
adanya kondisi yang sama pada pemukaan kulit yang akan diteliti.
4.3.2 Kriteria subyek
Karyawan wanita RS Tk. II MRM, Jakarta yang berusia 30-45 tahun, yang
memenuhi kriteria inklusi.
4.3.2.1 Kriteria inklusi
a. Karyawan wanita RS Tk. II MRM, Jakarta berusia 30-45 tahun dan
belum menopause.
b. Memiliki kulit yang sehat, tidak sedang menderita dermatitis.
c. Tidak menderita penyakit kronis.
d. Bersedia mengikuti penelitian sampai selesai dan bersedia dilakukan
pengukuran hidrasi kulit selama penelitian berlangsung serta
menandatangani persetujuan tindakan medik.
4.3.2.2 Kriteria drop out
a. Terjadi efek-efek yang tidak diinginkan seperti alergi terhadap bahan
yang dioleskan.
b. Tidak dapat melanjutkan prosedur penelitian karena sakit atau
berbagai alasan yang lain.
4.4. Penentuan Besar dan Cara Pengambilan Sampel
4.4.1 Penentuan besar sampel minimal :
Penentuan besar sampel minimal subyek penelitian dengan menggunakan
rumus Pocock (2008) :
),( x 2
212
2
fn
n = Besar sampel
μ1 = Rerata hasil pada kelompok kontrol
μ2 = Rerata hasil pada kelompok perlakuan
= Simpang baku
α = Tingkat kesalahan I (α=0,05)
β = Tingkat kesalahan II (β=0,1)
Sehingga f (αβ) = 10,5 (Tabel 9.1)
Telah dilakukan penelitian pendahuluan pada 10 orang subyek penelitian
(Dewi, 2009).
Pada penelitian pendahuluan ini didapatkan hasil rerata hidrasi kulit pada
kelompok kontrol sebelum menggunakan pelembab (μ1) dan rerata hidrasi kulit
pada kelompok SI 5% sesudah seminggu menggunakan pelembab (μ2) sebagai
berikut:
μ1 = 28,7
μ2 = 40,2
= 8,6
2(8,6)2 n = __________ x 10,5
(40,2-28,7)2
n = 11,74
Berdasarkan rumus di atas didapatkan sampel minimal tiap kelompok sebesar
11,74. Untuk antisipasi adanya sampel drop out maka ditambahkan 20%,
sehingga jumlah sampel 14,10 masing-masing kelompok. Dengan demikian
sampel minimal adalah 15 orang per kelompok
4.4.2 Cara pengambilan sampel
Sampel diambil dari populasi total yang memenuhi kriteria penerimaan
subyek penelitian.
4.5. Variabel
4.5.1 Identifikasi
1. Variabel internal : Genetik, Riwayat atopik
2. Variabel eksternal : Perawatan kulit, Gaya hidup
4.5.2 Klasifikasi
1. Variabel bebas : Pemberian pelembab dengan saccharide isomerate 5%
2. Variabel tergantung: Peningkatan hidrasi kulit
3. Variabel kendali : Genetik, riwayat atopik, gaya hidup, perawatan kulit
4.5.3 Hubungan antar variabel
(variabel kendali)
Peningkatan Hidrasi Kulit
(Variabel tergantung)
Pelembab dengan SI 5%
(variabel bebas)
Internal
Genetik
Riwayat atopik
Eksternal
Perawatan kulit
Gaya hidup
4.5.4 Definisi operasional
a. Pelembab dengan saccaride isomerates 5% : lotion pelembab yang
mengandung saccharide isomerates 5% diproduksi oleh PT. DCM,
Bekasi.
b. Pelembab biasa: lotion pelembab tanpa penambahan SI 5% diproduksi
oleh PT. DCM, Bekasi.
c. Kulit kering : ditandai dengan menurunnya kandungan air kurang dari
10% pada stratum korneum. Bila di ukur dengan Multi skin test center
MC 750, Germany, maka kriteria kulit kering disesuaikan dengan
petunjuk manual alat ukur, satuannya adalah persen (%).
d. Hidrasi atau kelembaban kulit: kandungan air dalam stratum korneum
yang diukur dengan alat Multi skin test center MC 750, Germany
satuannya adalah persen (%).
e. Tinggi badan : ukuran tinggi badan dalam centimeter dengan pengukur
tinggi badan Microtoise Staturmeter 200 cm.
f. Berat badan : ukuran berat badan dalam kilogram dengan timbangan
berat badan digital merk Camry EB 9005.
g. Usia: masa hidup mulai dari tanggal lahir dengan pembulatan ke atas
bila melebihi 6 bulan, sesuai dengan yang tertulis pada Kartu Tanda
Penduduk.
h. Menopause: tidak adanya menstruasi selama lebih dari 1 tahun tanpa
adanya kelainan biologi dan fisiologi.
i. Genetik : Kondisi genetik yang mempengaruhi kekeringan kulit seperti
halnya iktiosis, psoriasis, dermatitis atopik dan lain-lain.
j. Kelembaban udara: persentase kandungan uap air dalam udara diukur
dengan alat higrometer dengan satuan RH %.
k. Suhu : suhu ruangan tempat bekerja diukur dengan thermometer suhu
ruangan.
l. Cuaca dan iklim: cuaca adalah kondisi sesaat dari keadaan atmosfer,
pengamatan secara rutin jangka panjang, menghasilkan suatu seri data
cuaca yang disebut iklim. Cuaca meliputi penerimaan radiasi matahari
dan lama penyinarannya, suhu serta curah hujan yang mempengaruhi
kekeringan kulit.
m. Riwayat atopik : riwayat atopik pada diri subyek penelitian dan
keluarganya yang ditandai dengan adanya dermatitis atopik, rhinitis
alergik atau asma bronkiale.
n. Perawatan kulit: kebiasaan rutin merawat kulit memakai pelembab.
o. Penyakit kronis : adanya penyakit yang menetap pada diri subyek
penelitian dalam jangka waktu lama dan dapat memburuk dengan
berjalannya waktu (Diabetes Melitus, hipertensi, dan lain-lain).
Menurut US National center for Health Statistic kurang lebih 3 bulan.
p. Photoaged: penuaan yang disebabkan oleh faktor eksternal akibat
sinar matahari. Ditandai dengan kondisi kulit yang kasar, kering,
berkerut dan hiperpigmentasi yang tidak beraturan. Kondisi yang
lebih berat dapat disertai kulit yang hipertrofik atau atrofik, purpura,
dan lesi prakanker
q. Gaya hidup : kebiasaan yang menjadi gaya hidup dan dapat
mengeringkan kulit seperti : merokok, mengkonsumsi kopi, alkohol,
sering berada di ruang ber AC, berjemur di pantai, melakukan
aktivitas di udara terbuka, sering bepergian dengan pesawat udara,
mandi dengan air panas, dan lain-lain.
r. Iritasi kronik: bahan kontak iritan yang dapat menyebabkan kekeringan
kulit karena berkontak secara terus-menerus.
4.6 Bahan Penelitian
Bahan Penelitian adalah:
Kelompok perlakuan : Pelembab dengan saccharide isomerates 5%
Kelompok kontrol : Pelembab biasa (tanpa saccharide isomerates 5%)
Saccharide isomerate yang dipakai adalah :
Nama Dagang : Pentavitin
Kode Produksi : 180-01
Nama Kimia : Aqueous solution of carbohydrates
INCI name : Saccharide isomerates
EU-Labelling name: Saccharide isomerates
Produksi : Pentapharm Ltd, Engelgasse 109, Switzerland
Bentuk fisik : Cairan jernih, kekuningan hampir kecoklatan dan agak
kental
pH :4,0-5,0
Kedaluwarsa : 3 (tiga) tahun
Komposisi :
a. Solvent: air
b. Buffer: citric acid
c. Preservative: none
d. Pewarna/antioksidan: none
Konsentrasi SI yang direkomendasi adalah 3-6% dan penelitian yang
dilakukan produsen menggunakan SI 5%, maka pada penelitian ini juga
menggunakan konsentrasi yang sama.
Pelembab yang dipakai merupakan produksi dari PT. DCM dengan
komposisi: campuran bahan I dan bahan II dikombinasi dengan SI 5%.
Tabel 4. 1
Komposisi Bahan I pada Pembuatan Lotion Pelembab
No. Bahan Baku % Kadar (gram)
Paraf Penimbangan Produksi
Fase I
1 Lipowax 3,5 175
2 Emulium Delta 3,5 175
3 Isostearyl Isostearate 3 150
4 DC 200 0,6 30
5 Nipasin 0,16 8
6 Nipasol 0,08 4
7 Octyl
methoxycinnamate
5 250
8 Cetyl Alcohol 4 200
9 Benzphenon 0,5 25
10 TZ 0,38 24
Fase II :
1 Propylene Glycol 3 150
2 Gylcerin 1 50
3 Aqua DM 75,18 3759
Tabel 4. 2
Komposisi Bahan II pada Pembuatan Lotion Pelembab
No. Bahan Baku % Kadar (gram)
Paraf Penimbangan Produksi
Fase I
1 Lipowax 6 300
2 Cetyl Alcohol 3 150
3 White Oil 3 150
Fase II
1 Natrosol 0,04 2
2 Propylene Glycol 3 150
3 Uniphen 0,5 25
4 Aquadest 75,36 3.768
Fase II
1 DC 200 1 50
2 DC 345 1 50
3 Polyquarternium 39 1 50
4 Vit E 0,1 5
5 Lactic Acid 4 200
6 Glycolic Acid 2 100
Tabel 4. 3
Formulasi Pelembab dengan SI 5% pada Pembuatan Lotion Pelembab
No. Bahan Baku % Kadar (gram)
Paraf Penimbangan Produksi
1 Bahan I 20 1000
2 Bahan II 40 2000
3 Aquadest 33,6 1680
4 Parfum White Musk 0,4 20
5 Aloe Vera 1 50
6 Pentavitin
(saccharide
Isomerates)
5 250
Tabel 4. 4
Pelembab biasa (pelembab tanpa campuran SI 5%)
pada Pembuatan Lotion Pelembab
No. Bahan Baku % Kadar (gram)
Paraf Penimbangan Produksi
1 Bahan I 20 1000
2 Bahan II 40 2000
3 Aquadest 38,6 1930
4 Parfum White Musk 0,4 20
5 Aloe Vera 1 50
4.7 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur hidrasi kulit adalah
Multi Skin Test Center® MC 750 buatan Jerman. Alat ini dapat mengukur hidrasi
kulit secara non-invasif.
Gambar 4.1 Multi Skin Test Center® MC 750
Instrumen penelitian buatan Jerman yang digunakan pada penelitian ini.
Prinsip kerja alat ini adalah: pengukuran korneometer berdasarkan kapasitans
dari media dielektrik. Setiap perubahan pada dielektrik yang diakibatkan variasi
hidrasi kulit akan mengubah kapasitans pada kapasitor pengukur. Keunggulan
prinsip pengukuran ini adalah tidak dipengaruhi oleh kondisi permukaan kulit di
luar hidrasi kulit, dan dapat mengukur perubahan tingkat hidrasi kulit serta hanya
membutuhkan waktu yang singkat dalam pengukuran. Pengukuran ini secara tidak
langsung mengukur fungsi sawar kulit (Heinrich et al., 2003)
Gambar 4.2 Cara penggunaan alat Multi Skin Test Center® MC 750
Cara penggunaan alat Multi Skin Test Center® MC 750:
a. Disiapkan ruangan untuk melakukan pengukuran yang dilengkapi dengan
AC dengan suhu optimum 20 C̊ untuk mencegah penguapan air dari
permukaan kulit (TEWL) yang berlebihan. Kelembaban udara diupayakan
agar selalu sama dengan melakukan pengukuran pada waktu yang sama.
b. Subyek penelitian yang akan diukur hidrasi kulitnya, berkumpul di
ruangan ini setelah melaksanakan apel pagi. Beristirahat dalam ruangan
selama 5-10 menit sebelum pengukuran.
c. Pengukuran tidak dilakukan di bawah sinar lampu secara langsung.
d. Alat dihubungkan dengan komputer/Laptop dengan meng “install” driver
yang ada.
e. Pengukuran hidrasi kulit dilakukan dengan menggunakan probe
korneometer berukuran 49 mm2. Probe diletakkan pada bagian kulit yang
akan diukur hidrasinya. Selama pengukuran probe tidak boleh bergerak.
Penekanan pada permukaan kulit juga harus sama karena terdapat pegas
yang akan berpengaruh pada hasil pengukuran bila ditekan terlalu dalam.
Sekalipun probe yang digunakan merupakan bahan elektronik yang
berkualitas dan stabil terhadap perubahan temperatur serta tidak
dipengaruhi oleh fluktuasi sumber listrik. Seluruh kaliberasi data ada pada
probe.
f. Permukaan probe selalu dijaga agar tetap kering dan bebas dari kotoran,
air maupun alkohol.
g. Pengukuran diulang-ulang pada tiap lokasi pengukuran dengan jarak 5
detik. Pembacaan hasil akan tertera pada monitor komputer dalam 15 detik
h. Interpretasi hasil pengukuran menyesuaikan dengan petunjuk manual
(Courage and Richter, 2005). Tetapi hasilnyapun dapat bervariasi.
Tabel 4.5 Interpretasi Hasil Pemeriksaan Hidrasi Kulit Berdasarkan Petunjuk
Manual Multi Skin Test Center® MC 750:
Kriteria Dahi, kulit kepala, pipi, kelopak mata, sudut bibir, bagian tubuh atas, punggung, leher
Lengan, tangan, tungkai, siku
Sangat kering < 50 <35
Kering 50-60 35-50
Lembab >60 >50
(Sumber: Courage and Richter, 2005)
4.8 Prosedur Penelitian
a. Mengumpulkan populasi sampel penelitian
Populasi sampel adalah karyawan wanita RS Tk. Moh. Ridwan
Meuraksa (MRM), Jakarta yang berusia 30-45 tahun dan belum
menopause. Subyek penelitian dipilih dari populasi sampel penelitian
yang memenuhi kriteria inklusi. Diberikan penjelasan kepada populasi
sampel penelitian tentang prosedur pelaksanaan penelitian.
b. Pengisian persetujuan tindak medis
Populasi sampel penelitian yang bersedia mengikuti penelitian
diminta untuk menandatangani informed concent. Persetujuan tindak
medis (informed concent) merupakan pernyataan persetujuan subyek
untuk ikut serta dalam penelitian setelah diterangkan maksud, tujuan,
cara, keuntungan, dan kemungkinan kerugian bila subyek ikut dalam
penelitian. Tindak medis yang dilakukan meliputi pemeriksaan fisik,
pemakaian lotion pelembab setiap hari sampai penelitian berakhir dan
pengukuran hidrasi kulit dengan instrument multi skin test center MC
750.
c. Pengisian status penelitian
Status penelitian meliputi: anamnesis, pemeriksaan fisis, diagnosis:
Anamnesis meliputi :
1) Identitas :
(a) Nama :
(b) Tempat/tanggal lahir :
(c) Alamat :
(d) No. telp : Rumah : HP :
(e) Status perkawinan :
(f) Suku :
(g) Jenis pekerjaan :
2) Anamnesis tentang :
(a) Ada tidaknya keluhan kekeringan kulit
(b) Kebiasaan merawat kulit: penggunaan pelembab, sabun
mandi, dan lain-lain.
(c) Riwayat pajanan dengan bahan iritan: sabun cuci,
alkohol, bahan kontak lain.
(d) Ada tidaknya gejala klinis kekeringan kulit
(e) Riwayat Penyakit Dahulu : Kekeringan kulit, gatal-gatal
yang sering berulang, status atopikus : Dermatitis
atopik, Rhinitis alergik, Asma bronkiale, Diabetes
melitus, Hipertensi, kelainan kelenjar tiroid dan lain-
lain.
(f) Riwayat Penyakit Keluarga : Status Atopikus:
Dermatitis atopik, Rhinitis alergik, Asma bronkiale,
Diabetes melitus, Hipertensi dan lain-lain
3) Pemeriksaan :
a) Status Generalis
b) Status Dermatologikus
4) Diagnosis :
(a) Apakah didapatkan kekeringan kulit
(b) Apakah didapatkan diagnosis penyakit kulit yang lain
5) Subyek penelitian yang menderita penyakit kulit diobati terlebih
dahulu hingga menyembuh baru diikutkan dalam penelitian.
d. Pengambilan foto dokumentasi.
e. Pengukuran hidrasi kulit sebelum pemakaian pelembab setelah
seminggu sebelumnya tidak mengoleskan bahan apapun pada kulit dan
menggunakan sabun mandi yang telah diberikan serta mandi dengan air
dingin.
f. Pemberian pelembab kepada subyek penelitian
1) Kelompok penelitian : mendapat lotion pelembab dengan
saccharide isomerate 5%.
2) Kelompok kontrol : mendapat lotion pelembab biasa.
3) Cara pemakaian: pelembab dioleskan ke permukaan kulit lengan
dan tungkai dua kali sehari setiap habis mandi secara merata
selama 14 hari.
4) Pemeriksaan hidrasi kulit dilakukan 3 kali seminggu di ruang
Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Tk. II MRM. Lokasi pengukuran
hidrasi kulit adalah lengan atas, lengan bawah, tungkai atas dan
tungkai bawah.
g. Penghentian pemberian pelembab
Pemberian pelembab pada kedua kelompok dihentikan dan tetap
dilakukan pengukuran hidrasi kulit pada keempat lokasi pengukuran
selama 3 kali dalam seminggu.
h. Analisis data penelitian
Dilakukan analisis data hasil pengukuran hidrasi kulit sebelum
pemberian pelembab, pada saat pemberian pelembab selama 2 minggu
dan pada saat pemberian pelembab dihentikan.
4.9. Alur Penelitian
Gambar 4.3 Gambar Alur Penelitian
Karyawan wanita RS Tk. II MRM
(30-45 tahun)
Data
Pengukuran hidrasi kulit selama pemakaian pelembab 3x seminggu dalam 14 hari
Penentuan subyek penelitian
Pelembab biasa (+)
Mengisi informed consent Mengisi data penelitian
Anamnesis Pemeriksaan fisis
Diagnosis
Pelembab dengan SI 5% (+)
Analisis
Data
Pengukuran hidrasi kulit sebelum penelitian
Pelembab biasa (-) Pelembab dengan SI 5% (-)
Pengukuran hidrasi kulit selama tanpa pelembab 3x seminggu dalam 7 hari
4.10 Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Analisis deskriptif untuk data karakteristik dasar subyek penelitian yng
meliputi umur, berat badan, tinggi badan.
b. Dari anamnesis subyek penelitian didapatkan faktor internal yang
mempengaruhi kelembaban kulit adalah kondisi atopik dan faktor
eksternal yang berpengaruh adalah kebiasaan merawat kulit. Dilakukan uji
Chi-Square (tabulasi silang 2x2) agar dapat diketahui perbedaan
penyebarannya pada masing-masing kelompok.
c. Dilakukan uji normalitas Shapiro-Wilk terhadap data hasil pengukuran
hidrasi kulit dan didapatkan data berdistribusi normal (p>0,05).
d. Dilakukan uji homogenitas dengan menggunakan uji Levene’s test terhadap
data hasil pengukuran hidrasi kulit pada kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan. Hasilnya menunjukkan data homogen (p > 0,05).
e. Untuk mengetahui apakah terdapat efek penggunaan pelembab pada
keempat lokasi pengukuran terhadap hidrasi kulit pada masing-masing
kelompok, dilakukan uji komparatif dengan paired-sample t test.
f. Untuk uji hipotesis, dilakukan uji komparatif dengan independent-sample t
test terhadap persentase hidrasi kulit kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan.
g. Dari hasil pengukuran hidrasi kulit pada keempat lokasi pengukuran
didapatkan perbedaan sejak awal penelitian. Untuk itu dilakukan analisis
kemaknaan dengan uji One Way Anova untuk membandingkan persentase
hidrasi kulit pada keempat lokasi pengukuran tersebut. Analisis dilakukan
baik pada kelompok kontrol maupun kelompok SI 5%.
h. Data diolah dengan Program Statistic Base SPSS 13.0 for Windows
(Trihendadi, 2005)
BAB V
HASIL PENELITIAN
Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 30 orang sebagai sampel, 15 orang di
antaranya sebagai kelompok kontrol (menggunakan pelembab biasa) dan 15 orang
sebagai kelompok perlakuan (menggunakan pelembab yang mengandung Saccharide
Isomerate 5% (SI 5%). Dalam pembahasan ini akan diuraikan uji normalitas data, uji
homogenitas data dan uji komparabilitas.
5.1 Uji Normalitas Data
Data hasil pengukuran hidrasi kulit diuji normalitasnya dengan menggunakan uji
Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan data berdistribusi normal (p>0,05), disajikan pada
Lampiran 5.
5.2 Uji Homogenitas
Data hasil pengukuran hidrasi kulit pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan diuji homogenitasnya dengan menggunakan uji Levene’s test. Hasilnya menunjukkan data homogen (p > 0,05), disajikan pada Lampiran 8.
5.3 Karakteristik Subyek
Pada bagian ini dipaparkan karakteristik dasar, yang meliputi umur, tinggi badan,
dan berat badan. Data di atas disajikan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1
Karakteristik Dasar yang Meliputi Umur, Tinggi Badan, dan Berat Badan
Karakteristik
Pelembab Biasa
(Kontrol)
SI 5%
(Perlakuan)
Umur (tahun)
37,60 ± 5,51
39,27 ± 5,75
Tinggi badan(cm)
154,87 ± 4,09
156,67 ± 4,42
Berat badan (kg)
61,40 ± 9,65
61,67 ± 10,49
Tabel 5.1 di atas menunjukkan rerata umur subyek penelitian pada kelompok
kontrol dan SI 5%, rerata tinggi badan serta rerata berat badan.
5.4 Faktor yang Mempengaruhi Hidrasi Kulit pada Subyek Penelitian
Dari hasil anamnesis didapatkan beberapa faktor yang mempengaruhi hidrasi kulit.
Disajikan pada Gambar 5.1.
Gambar 5.1 Faktor yang Mempengaruhi Hidrasi Kulit pada Subyek Penelitian
Untuk mengetahui peran faktor yang berpengaruh tersebut terhadap kelembaban
kulit dipakai uji Chi-Square (tabulasi silang 2x2) agar dapat diketahui perbedaan
penyebarannya pada masing-masing kelompok. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.2.
Data disajikan pada Lampiran 6.
Tabel 5.2
Distribusi Faktor yang Mempengaruhi Hidrasi Kulit
pada Masing-masing Kelompok
Faktor yang berpengaruh
Kelompok
2
P Kontrol SI 5%
Merawat Kulit Ya 12 13
0,240
0,624 Tidak 3 2
Atopik Ya 4 8
27%
53%
80% 87%
0
5
10
15
Kontrol SI 5%
JUMLAH
KELOMPOK PENELITIAN
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HIDRASI KULIT
Atopik
Merawat kulit
Tidak 11 7 2,22 0,136
Berdasarkan hasil pada Tabel 5.2 di atas didapatkan bahwa kebiasaan merawat kulit
dan kondisi atopik pada masing-masing kelompok tidak berbeda (p > 0,05). Nilai p pada
kebiasaan merawat kulit adalah 0,624, nilai p pada kondisi atopik adalah 0,136. Hal ini
berarti bahwa faktor tersebut tidak berpengaruh terhadap perubahan hidrasi kulit dalam
penelitian ini.
5.5 Efek Penggunaan Pelembab pada Hidrasi Kulit
Pada bagian ini dipaparkan persentase hidrasi kulit kulit sebelum dan sesudah
penggunaan pelembab selama 2 minggu. Untuk mengetahui apakah terdapat efek
pelembab terhadap hidrasi kulit pada masing-masing kelompok, dilakukan uji paired-
sample t test. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.3 dan Tabel 5.4. Data disajikan pada
Lampiran 7.
1. Kelompok pelembab biasa (Kontrol)
Tabel 5.3
Rerata Hidrasi Kulit Sebelum dan Sesudah Penggunaan Pelembab Biasa
Selama 2 Minggu
Lokasi
Rerata hidrasi kulit (%)
t
p
Minggu 0 Minggu 2 Lengan atas 26,20±3,21 62,80±6,56 23,557 0,000 Lengan bawah
25,63±2,27
54,67±5,49
19,443
0,000
Tungkai atas
23,73±3,27
49,07±6,36
14,681
0,000
Tungkai bawah
22,00±2,12
49,77±10,21
10,417
0,000
Tabel 5.3 di atas menunjukkan rerata hidrasi kulit kelompok kontrol pada keempat
lokasi pengukuran sebelum dan sesudah menggunakan pelembab biasa selama 2
minggu. Hasil uji kemaknaan dengan paired-sample t test menunjukkan nilai p <
0,05. Hal ini berarti bahwa rerata hidrasi kulit setelah penggunaan pelembab biasa
selama 2 minggu menunjukkan perbedaan secara bermakna.
2. Kelompok SI 5%
Tabel 5.4
Rerata Hidrasi Kulit Sebelum dan Sesudah Penggunaan Pelembab SI 5%
Selama 2 Minggu
Lokasi
Rerata hidrasi kulit (%)
t
p
Minggu 0 Minggu 2 Lengan atas
28,47±4,80
71,30±10,79
19,835
0,000
Lengan bawah
26,63±2,68
63,93±9,24
18,503
0,000
Tungkai atas
24,20±5,72
60,60±14,71
10,099
0,000
Tungkai bawah
22,00±2,13
41,57±6,95
11,144
0,000
Tabel 5.4 di atas menunjukkan rerata hidrasi kulit kelompok SI 5% (perlakuan) pada
keempat lokasi pengukuran sebelum dan sesudah menggunakan pelembab yang
mengandung SI 5% selama 2 minggu. Hasil uji kemaknaan dengan paired-sample t
test menunjukkan nilai p < 0,05. Hal ini berarti bahwa rerata hidrasi kulit setelah
penggunaan pelembab dengan SI 5% selama 2 minggu menunjukkan perbedaan
secara bermakna.
5.6 Efek Penggunaan Pelembab pada Minggu 0 sampai Minggu 3
Pada bagian ini dipaparkan persentase hidrasi kulit sesudah penggunaan pelembab.
Penyajian hasil berdasarkan pada lokasi. Berdasarkan hasil uji normalitas dan uji
homogenitas, didapatkan data berdistribusi normal dan data antar kelompok juga
homogen, sehingga digunakan uji parametrik yaitu uji independent–sample t test untuk
analisis perbedaan antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan. Hasil analisis
disajikan pada Tabel 5.5 sampai dengan Tabel 5.12. Data disajikan pada Lampiran 8.
1. Lengan Atas
Tabel 5.5
Perbedaan Rerata Hidrasi Kulit Lengan Atas Kelompok Kontrol dan Perlakuan
Waktu penelitian
Kontrol
(%)
SI 5%
(%)
t
p
Minggu 0 26,20 ± 3,21
28,47 ± 4,80 1,520 0,140
Minggu 1 39,77 ± 5,28
43,13 ± 7,06 1,479 0,150
Minggu 2 61,80 ± 6,56
71,30 ± 10,79 2,913 0,007
Minggu 3 42,07 ± 6,22 57,43 ± 9,39 5,280 0,000
Dari Tabel 5.5 di atas didapatkan bahwa, pada lokasi lengan atas terdapat perbedaan
rerata hidrasi kulit secara bermakna pada 2 kelompok dengan uji independent-
sample t test setelah 2 minggu menggunakan pelembab (minggu 2) dan setelah
seminggu menghentikannya (minggu 3) (p < 0,05).
2. Lengan Bawah
Tabel 5.6
Perbedaan Rerta Hidrasi Kulit Lengan Bawah Kelompok Kontrol dan Perlakuan
Waktu penelitian
Kontrol
(%)
SI 5%
(%)
t
p
Minggu 0 25,63 ± 2,27
26,63 ± 2,68 1,102 0,280
Minggu 1 37,33 ± 4,52
41,87 ± 8,24 1,868 0,072
Minggu 2 54,66 ± 5,49
63,93 ± 9,23 3,340 0,002
Minggu 3 37,93 ±6.01
53,13 ± 7,88 5,937 0,000
Tabel 5.6 di atas, menunjukkan bahwa:
Pada lokasi lengan bawah terdapat perbedaan rerata persentase hidrasi kulit secara
bermakna pada 2 kelompok dengan uji independent-t test setelah 2 minggu
menggunakan pelembab (minggu 2) dan setelah seminggu menghentikannya
(minggu 3) (p < 0,05).
3.Tungkai Atas
Tabel 5.7
Perbedaan Hidrasi Kulit Tungkai Atas Kelompok Kontrol dan Perlakuan
Waktu
Penelitian
Kontrol
(%)
SI 5%
(%)
t
P
Minggu 0 23,73 ± 3,27
24,20 ± 2,72 0,424 0,674
Minggu 1 33,40 ± 5,68
40,37 ± 14,71 2,864 0,008
Minggu 2 49,07 ± 6,36
60,60 ± 9,23 2,787 0,009
Minggu 3 34,87 ±4,22
47,63 ± 8,45 5,234 0,000
Tabel 5.7 di atas, menunjukkan bahwa:
Pada lokasi tungkai atas terdapat perbedaan rerata hidrasi kulit secara bermakna
pada 2 kelompok dengan uji independent-t test setelah 1 minggu menggunakan
pelembab (minggu 1), 2 minggu menggunakan pelembab (minggu 2) dan setelah
seminggu menghentikannya (minggu 3) (p < 0,05).
4.Tungkai Bawah
Tabel 5.8
Perbedaan Rerata Hidrasi Kulit Tungkai Bawah Kelompok Kontrol dan Perlakuan
Waktu penelitian
Kontrol
(%)
SI 5%
(%)
t
P
Minggu 0 22,00±2,13
22,60±3,23 0,600 0,553
Minggu 1 31,43±3,90
34,10±5,91 1,460 0,156
Minggu 2 41,57±6,95
49,77±10,21 2,570 0,016
Minggu 3 30,53±4,30
42,33±7,69 5,190 0,000
Tabel 5.8 di atas, menunjukkan bahwa:
Pada lokasi tungkai bawah terdapat perbedaan rerata hidrasi kulit secara bermakna
pada 2 kelompok dengan uji t-independent test setelah 2 minggu menggunakan
pelembab (minggu 2) dan setelah seminggu menghentikannya (minggu 3) (p < 0,05).
5.7 Perbedaan Hidrasi Kulit antar Lokasi pada Minggu 0 – Minggu 3
1. Lengan Atas
Berdasarkan data pengukuran, rerata hidrasi kulit lengan atas pada minggu 0 –
minggu 3 pada kelompok kontrol dan kelompok SI 5% disajikan pada Gambar 5.2 di
bawah ini.
Gambar 5.2 Rerata Hidrasi Kulit Lengan Atas Minggu 0 – Minggu 3
28.5
43.1
71.3
57.4
26.239.8
61.8
42.1
Nilai Awal Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
Lengan AtasPerlakuan Kontrol
2. Lengan Bawah
Rerata hidrasi kulit lengan bawah pada minggu 0 – minggu 3 pada kelompok kontrol
dan kelompok SI 5% disajikan pada Gambar 5.3 di bawah ini.
Gambar 5.3 Rerata Hidrasi Kulit Lengan Bawah Minggu 0 – Minggu 3
3. Tungkai Atas
Rerata hidrasi kulit tungkai atas pada minggu 0 – minggu 3 pada kelompok kontrol
dan kelompok SI 5% disajikan pada Gambar 5.4 di bawah ini.
26.6
41.9
63.9
53.1
25.6
37.3
54.7
37.9
Nilai Awal Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
Lengan BawahPerlakuan Kontrol
Gambar 5.4 Rerata Hidrasi Kulit Tungkai Atas Minggu 0 – Minggu 3
4. Tungkai Bawah
Rerata hidrasi kulit tungkai bawah pada minggu 0 – minggu 3 pada kelompok
kontrol dan kelompok SI 5% disajikan pada Gambar 5.5 di bawah ini.
Gambar 5.5 Rerata Hidrasi Kulit Tungkai bawah Minggu 0 – Minggu 3
23.733.4
49.1
30.524.3
40.4
60.647.7
Nilai awal Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
Tungkai AtasPerlakuan Kontrol
22.6
34.1
49.842.3
22.031.4
41.6
30.5
Nilai Awal Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
Tungkai BawahPerlakuan Kontrol
Dari data di atas didapatkan persentase peningkatan hidrasi kulit pada kelompok SI
5% dibandingkan dengan kelompok kontrol setiap minggu pengukuran pada tiap lokasi,
sebagai berikut (Gambar 5.6):
Gambar 5.6 Rerata Persentase Peningkatan Hidrasi Kulit pada Kelompok SI 5% Dibandingkan Kelompok Kontrol
Sejak awal pengukuran (sebelum penggunaan pelembab) terdapat perbedaan hidrasi
kulit pada tiap lokasi pengukuran. Disajikan pada Gambar 5.7 dan 5.8.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
8
15
36
1216
40
2024
36
8
19
38
Persentase peningkatanhidrasi kulit
Waktu Pengukuran
Lengan Atas
Lengan Bawah
Tungkai Atas
Tungkai Bawah
Gambar 5.7 Hidrasi Kulit pada Lokasi Pengukuran Kelompok Kontrol
Gambar 5.8 Hidrasi Kulit pada Lokasi Pengukuran Kelompok SI 5%
26.2
39.8
61.8
42.1
25.6
37.3
54.7
37.9
23.7
43.449.1
34.9
22.031.4
41.6
30.5
Nilai Awal
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
Pelembab BiasaLengan Atas Lengan bawahTungkai Atas Tungkai Bawah
28.5
43.1
71.3
57.4
26.6
41.9
63.9
53.1
24.2
40.4
60.6
47.6
22.6
34.1
49.842.3
Nilai Awal Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
Saccharide isomerate 5%Lengan Atas Lengan bawahTungkai Atas Tungkai Bawah
5.8 Analisis Kemaknaan dengan Uji One Way Anova
Dari hasil pengukuran hidrasi kulit pada keempat lokasi pengukuran didapatkan
perbedaan sejak awal penelitian. Untuk itu dilakukan analisis kemaknaan terhadap
perbedaan persentase hidrasi kulit pada tiap lokasi pengukuran dengan uji One Way
Anova. Analisis dilakukan baik pada kelompok kontrol maupun kelompok SI 5% sejak
awal penggunaan pelembab (minggu 0-minggu3) sampai saat seminggu menghentikan
penggunaan pelembab. Data disajikan pada Lampiran 9.
1. Pelembab biasa (Kontrol)
Tabel 5.9
Rerata Hidrasi Kulit Keempat Lokasi Pengukuran Setiap Minggu
pada Kelompok Kontrol
Source of variation
SS
df
SB
F
P
Minggu 0
Between Groups
164,479
3
54,826
7,139
0,000
Within Groups 430,067 56 7,680 Total 594,546 59
Minggu 1
Between Groups
637,683
3
212,561
8,868
0,000
Within Groups 1342,300 56 23,970 Total 1979,983 59
Minggu 2
Between Groups
3306,112
3
1102,037
27,216
0,000
Within Groups 2267,600 56 40,493 Total 5573,712 59
Minggu 3
Between Groups
1068,317
3
356,106
12,809
0,000
Within Groups 1556,833 56 27,801 Total 2625,150 59
Tabel 5.9 di atas menunjukkan bahwa: rerata hidrasi kulit kelompok kontrol pada
setiap lokasi dan setiap minggu pengukuran dianalisis dengan uji One Way Anova
menunjukkan perbedaan secara bermakna (p < 0,05).
2. Pelembab dengan SI 5%
Tabel 5.10
Rerata Hidrasi Kulit Keempat Lokasi Pengukuran Setiap Minggu
pada Kelompok SI 5%
Source of variation
SS
df
SB
F
P
Minggu 0
Between Groups
302,746
3
100,915
8,385
0,000
Within Groups 673,967 56 12,035 Total 976,712 59
Minggu 1
Between Groups
722,633
3
240,878
4,606
0,006
Within Groups 2928,300 56 52,291 Total 3650,933 59
Minggu 2
Between Groups
3603,033
3
1202.011
9,204
0,000
Within Groups 7313,367 56 130,596 Total 10919,400 59
Minggu 3
Between Groups
1940.700
3
646,900
9,207
0,000
Within Groups 3934,733 56 70,207 Total 5875,433 59
Tabel 5.9 di atas menunjukkan bahwa: rerata hidrasi kulit kelompok SI 5% pada
setiap lokasi dan setiap minggu pengukuran dianalisis dengan uji One Way Anova
menunjukkan perbedaan secara bermakna (p < 0,05).
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Subyek Penelitian
Untuk menguji efektivitas hidrasi kulit dengan pengolesan lotion pelembab
baik yang mengandung Sacharide isomerate maupun pelembab biasa, dilakukan
penelitian pada wanita berusia 30-45 tahun.
Penelitian dilakukan pada wanita karena di samping lebih koperatif, pada
wanita proses penipisan kulit dan pengeringan lebih cepat terjadi dibandingkan
pria (Farage et al., 2010). Keseimbangan hormon testosteron, estrogen dan
progesteron pada wanita dan pria juga berbeda. Testosteron dan estrogen
keduanya mempengaruhi produksi sebum (Hashizume, 2004).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gerald et al. 2010, didapatkan
bahwa proses penuaan secara global mulai berlangsung pada usia 30-45 tahun
sekalipun heterogen pada tingkat struktur jaringan, sel maupun subseluler. Pada
usia di atas, kadar lipid epidermis mulai menurun yang akan mempengaruhi
hidrasi kulit dan menimbulkan keluhan kekeringan.
Subyek penelitian adalah karyawan wanita RS Tk. Moh. Ridwan Meuraksa
(MRM), Jakarta yang berusia 30-45 tahun dan belum menopause. Karena pada
postmenopause penipisan dan kekeringan kulit berlangsung lebih cepat 1,1 % per
tahun paralel dengan penurunan kolagen 2% per tahun (Vázquez et al., 1996).
Rata-rata subyek penelitian telah bekerja lebih dari 5 tahun dengan jadual
kerja yang hampir sama. Dengan demikian diharapkan memiliki kondisi yang
homogen sehingga tidak akan mempengaruhi variabel tergantung pada penelitian
ini.
Sebelum berlangsungnya penelitian ini, dilakukan penelitian pendahuluan
pada 10 orang subyek penelitian pendahuluan dan dilakukan uji tempel terhadap
bahan penelitian. Tujuan dari penelitian pendahuluan ini adalah untuk
mendapatkan jumlah subyek penelitian minimal yang sesuai berdasarkan rumus
Pocock dan untuk memastikan bahwa subyek penelitian tidak alergi dan iritasi
terhadap bahan yang akan diteliti pengaruhnya.
Berdasarkan penelitian pendahuluan di atas, maka subyek penelitian yang
berjumlah 30 orang dibagi dalam kelompok kontrol (pelembab biasa) dan
kelompok perlakuan (SI 5%) masing-masing 15 orang.
Penelitian dilakukan selama 5 minggu dengan perincian:
1. Kegiatan pada 1 minggu pertama adalah:
a. Memberikan penjelasan tentang prosedur penelitian dari awal
sampai selesai dan menandatangani persetujuan penelitian.
b. Melakukan pengisian status penelitian, anamnesis dan
pemeriksaan adanya faktor predisposisi kekeringan kulit yang
lain.
2. Satu minggu kedua untuk menyamakan kondisi kulit pada awal
penelitian dengan menasehatkan hal-hal di bawah ini:
a. Menggunakan sabun mandi yang telah ditetapkan oleh peneliti
selama penelitian.
b. Tidak menggunakan pelembab selama penelitian.
c. Tidak mengoleskan bahan-bahan tertentu pada kulit selama
penelitian.
d. Mengurangi atau menghindari kegiatan yang terpajan sinar
matahari berlebihan.
Dengan demikian diharapkan pada awal penelitian pengaruh faktor
predisposisi kulit kering dapat dihindarkan.
3. Minggu ketiga dan keempat adalah masa penggunaan lotion pelembab
baik pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan.
4. Minggu kelima, baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan
menghentikan pemberian lotion pelembab, kemudian dilakukan
pengukuran hidrasi selama 3 kali dalam seminggu.
Pemberian pelembab selama 2 minggu didasarkan pada penelitian yang telah
dilakukan oleh perusahaan Pentapharm, penghasil produk SI (Pentapharm, 2009).
Pengukuran hidrasi kulit dilakukan pada lengan atas dan bawah serta tungkai
atas dan bawah karena lokasi ini dapat mewakili lokasi kulit yang tertutup dan
terpajan matahari. Penipisan kulit dewasa berlangsung secara progresif seiring
dengan berjalannya proses penuaan. Kulit yang tidak terpajan sinar matahari akan
menipis sampai 50% antara usia 30-80 tahun. Tetapi yang paling mencolok adalah
penipisan kulit pada area yang terpajan yaitu, pada wajah, leher, bagian atas dada,
tangan dan lengan (Farage et al., 2010).
6.2 Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah lotion pelembab biasa dan yang
mengandung SI 5%. Pemberian persentase sejumlah 5% didasarkan pada
penelitian yang dilakukan oleh Pentapharm (Pentapharm, 2009).
Penulis tidak menemukan kepustakaan tentang penelitian terhadap SI yang
dipublikasikan kecuali hanya yang dilakukan oleh perusahaan farmasi
penghasilnya. Meskipun penelitian penggunaan SI sangat terbatas tetapi
penggunaannya dalam berbagai produk terutama produk kosmetik sudah cukup
luas.
Anti-aging medicine menganggap dan memperlakukan penuaan sebagai
suatu penyakit yang dapat dicegah, dihindari, dan diobati, sehingga dapat kembali
ke keadaan semula. Perkembangan ilmu ini memicu perkembangan berbagai
disiplin ilmu lain seperti genetika molekuler, biologi sel, fisiologi dan kimia
protein (Bertozzi and Rabuka, 2009).
Setelah diketahui bahwa komunikasi dalam sel dalam bentuk transmisi
sinyal biokimia ke dalam dan antar sel sangat dipengaruhi oleh matriks
ekstraseluler, maka peran penting dari GAG menarik perhatian ilmu pengetahuan
biologi sel (Tzellos et al., 2009). Glycan merupakan bagian terbesar yang
menempati ekstraselular matriks sehingga ilmu yang mempelajari tentang
struktur, biosintesis dan biologi dari saccharide (rantai gula atau glycan) disebut
Glycobiology. Glycobiology merupakan dasar ilmu bagi perkembangan
bioteknologi, farmasi dan laboratorium (Rademacher et al., 1988).
SI diproduksi sebagai salah satu jawaban dari perkembangan Glycobiology
untuk mendapatkan mekanisme pelembaban kulit yang efektif. SI merupakan
molekul gula yang dibentuk sedemikian rupa agar menyamai kondisi glycan pada
kulit. Komposisi SI yang sesuai dengan HA (glycan yang terbanyak didapatkan
pada kulit dan memiliki fungsi mengikat air) berperan sebagai pelembab yang
efektif mengendalikan kelembaban kulit dengan berikatan pada grup asam amino
lisin yang ada pada keratin stratum korneum (Pentapharm, 2009).
6.3 Karakteristik Dasar Subyek Penelitian
Karakteristik dasar subyek penelitian yang didapat dari anamnesis dan
pemeriksaan meliputi umur, tinggi badan, dan berat badan. Tabel 5.1
menunjukkan rerata umur pada kelompok kontrol adalah 37,60 tahun dengan SB
± 5,1 , sedangkan pada kelompok SI 5% adalah 39,27 tahun dengan SB ± 5,75 ,
rerata tinggi badan pada kelompok kontrol 154,87 cm dengan SB ± 4,09 , dan
pada kelompok SI 5% adalah 156,67 cm dengan SB ± 4,42. Rerata berat badan
pada kelompok kontrol 61,40 kg dengan SB ± 9,65 dan pada kelompok SI 5%
61,67 kg dengan SB ± 10,49.
6.4 Faktor yang Mempengaruhi Hidrasi Kulit pada Subyek Penelitian
Dari hasil anamnesis didapatkan beberapa faktor yang mempengaruhi
ketidakseimbangan lipid termasuk perubahan komposisinya dalam kulit yang akan
mengakibatkan gangguan fungsi sawar kelembaban kulit (Gambar 5.1).
1. Faktor Internal
a. Tidak ditemukan kelainan genetik kekeringan kulit.
b. Riwayat atopik didapatkan pada 4 orang (27%) kelompok kontrol
dan 8 orang (53%) pada kelompok SI 5%.
Anamnesis riwayat atopik didasarkan pada adanya keluhan Dermatitis
atopik, Asma bronkiale dan Rhinitis alergi pada diri subyek penelitian
dan atau keluarganya. Keluhan kekeringan kulit dan sering menderita
gatal dikonfirmasi dengan anamnesis menggunakan kriteria Dermatitis
atopik menurut Hanifin dan Lobits, 1977.
Dermatitis atopik merupakan gangguan kulit dengan ciri khas
kekeringan kulit. Berbagai penelitian menunjukkan terdapat
kekurangan ceramide pada kondisi ini (Imokawa et al., 1991). Diduga
kondisi ini akan mempengaruhi pelembaban kulit dibandingkan dengan
kondisi kulit yang normal.
Dari hasil uji Chi-Square (tabulasi silang 2x2) pada tabel 5.2
didapatkan untuk kondisi atopik nilai p= 0,136. Hal ini menunjukkan
bahwa faktor kondisi atopik tidak berperan dalam mempengaruhi
hidrasi kulit pada penelitian ini (p > 0,05).
2. Faktor Eksternal
a. Tidak didapatkan kebiasaan mengoleskan bahan-bahan tertentu pada
kulit baik pada kelompok kontrol maupun SI 5%.
b. Hampir semua subyek penelitian memiliki kebiasaan merawat kulit.
Didapatkan pada 12 orang (80%) kelompok kontrol dan 13 orang
(87%) pada kelompok SI 5%. Dari hasil uji Chi-Square (tabulasi
silang 2x2) pada tabel 5.2 didapatkan untuk kebiasaan merawat kulit
nilai p= 0,624. Hal ini menunjukkan bahwa pada penelitian ini
faktor kebiasaan merawat kulit tidak berperan dalam mempengaruhi
hidrasi kulit pada penelitian ini (p > 0,05).
6.5 Efek Penggunaan Pelembab pada Masing-masing Lokasi Penelitian
Pelembab adalah emulsi yang mengandung substansi aktif yang dioleskan
pada kulit dengan tujuan untuk rehidrasi atau regenerasi kulit kering, kasar dan
bersisik akibat xerosis, iritasi atau oleh sebab lain. Sediaan pelembab adalah,
lotion, krim, salep dan bath oil (Gabard, 1994). Pelembab bekerja seperti halnya
komponen pada Natural Moisturizing Factor (NMF).
Natural Moisturizing Factor terdapat dalam stratum korneum sehingga
bersifat humektan (mampu mengikat air). Pada kulit normal apabila sering
terpajan sabun, maka kadar NMF permukaan kulitnya akan menurun
dibandingkan dengan yang tidak sering terpajan sabun. Dengan bertambahnya
usia, maka kadar NMF juga akan menurun (Scott and Harding, 2000).
Di dalam pelembab terdapat komposisi yang bersifat oklusif secara fisik
memblokir kehilangan air dari permukaan kulit (Hannon and Maibach, 2005).
Pada lotion pelembab yang digunakan mengandung bahan oklusif lipowax yang
bersifat hidrofobik dan akan membentuk lapisan oklusif pada kulit sehingga
menurunkan TEWL dengan mencegah penguapan air. Dengan demikian kadar
lipid barrier kulit akan terjaga.
Komposisi yang bersifat humektan bekerja dengan menarik air ke dalam kulit
(Hannon and Maibach, 2005). Air yang diambil untuk mempertahankan
kelembaban kulit berasal dari lapisan epidermis yang lebih dalam, jarang dari
lingkungan. Dengan demikian hidrasi stratum korneum akan menormalkan lipid
interselular dan proses deskuamasi alami. Dalam stratum korneum terdapat
natural hydrophilic humectants. Bahan pelembab yang bersifat humektan di
antaranya: asam amino, asam laktat, alpha hydroxy acids, propylene glycol,
glycerine dan urea. Humektan pada pelembab akan berperan seperti halnya
natural hydrophilic humectants dalam stratum korneum. Dengan demikian kulit
menjadi resisten terhadap terhadap kondisi kekeringan. Beberapa substansi
humektan juga merupakan komponen NMF (Black et al., 2005).
Pada pelembab yang digunakan penelitian ini menggunakan bahan humektan
di antranya adalah alpha hydroxy acids, propylene glycol (mempunyai efek
keratolitik, antimikrobial, dan meningkatkan penetrasi), dan glycerine (dari asam
amino, berfungsi menstabilkan dan memberi air pada membran sel).
Pelembab juga mengandung komposisi bahan aktif lain yang dapat
memperbaiki kelembutan kulit dengan melubrikasi dan mengisi celah antar sel di
antara sel yang kering, yaitu bahan yang bersifat emolien (Simion and Story
2005). Pada pelembab yang digunakan juga mengandung asam hidroksi alfa yang
dapat memudahkan pengelupasan kulit serta membantu sintesis lipid interselular
terutama sintesis ceramide (Yu and Van Scott, 2005).
Selain itu juga mengandung bahan inaktif yang membantu melarutkan,
menstabilkan, mengemulsi sehingga didapatkan bentuk produk yang nyaman
dipakai (Black et al., 2005). Bahan inaktif yang digunakan pada pelembab ini
adalah DC 200, DC 345, natrosol, yang merupakan pengemulsi.
Air pada pelembab berfungsi sebagai pelarut bagi bahan aktif dan inaktif.
Banyaknya kadar air juga memudahkan absorpsi dan evaporasi beberapa
komponen pelembab di samping berperan sebagai hydrating agent (Simion and
Story, 2005).
Mekanisme pelembaban kulit tidak terlepas dari sinyal kaskade yang
memerlukan HA sebagai salah satu reseptor untuk membawa sinyal pada
permukaan kulit agar mempertahankan kelembaban kulit.
6.5.1 Efek Pelembab Biasa dan SI 5% pada Hidrasi Kulit Setelah Pemakaian
Selama 2 Minggu
Pada Tabel 5.3 dan Tabel 5.4 menunjukkan setelah pemakaian pelembab
selama 2 minggu baik pada kelompok kontrol maupun SI 5% memberikan hasil
analisis uji paired–sample t test yang berbeda bermakna jika dibandingkan dengan
kondisi awal penelitian (p < 0,05).
Lamellar bilayer pada stratum korneum membentuk pola yang unik terdiri
atas struktur electron-lucent dan electron-dense yang disebut unit Landmann.
Struktur ini tersusun dalam stratum korneum pada bagian dalam, tengah dan luar
(Gambar 2.5 pada tinjauan pustaka). Unit Landmann bagian tengah dan dalam
tidak konstan karena dipengaruhi oleh usia dan penyakit, sedangkan yang terletak
pada stratum korneum bagian luar sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan
(Warner and Boissy, 2000).
Pada usia muda struktur unit Landmann tersusun teratur dengan ruang
interseluler yang sempit, sedangkan pada usia di atas 40 tahun struktur ini tidak
penuh lagi dan pada kulit kering susunannya tidak beraturan disertai pelebaran
ruang interseluler (Warner and Boissy, 2000).
Keadaan ini menunjukkan bahwa pelembab yang digunakan secara rutin
selama 2 minggu akan memperbaiki hidrasi kulit sehingga dapat memperbaiki
sawar kulit yang rusak (Warner and Boisy, 2000)
6.5.2 Efek Penggunaan Pelembab Berdasarkan Lokasi
Persentase hidrasi kulit sesudah penggunaan pelembab pada lokasi
pengukuran disajikan pada Tabel 5.5 sampai dengan Tabel 5.12. Berdasarkan
hasil uji normalitas dan uji homogenitas, didapatkan data berdistribusi normal dan
data antar kelompok juga homogen. Hasil uji parametrik dengan uji independent-
sample t test untuk analisis perbedaan antara kelompok kontrol dengan kelompok
perlakuan adalah sebagai berikut.
1. Lokasi Lengan Atas:
Pada lokasi lengan atas (Tabel 5.5) tampak setelah satu minggu (minggu
1) penggunaan pelembab didapatkan rerata hidrasi kulit kelompok kontrol
adalah 39,77 ± 5,28 rerata kelompok perlakuan adalah 43,13 ± 7,06 nilai t
= 1,479 dan p = 0,150. Analisis kemaknaan dengan uji independent-
sample t test menunjukkan tidak ada perbedaan rerata hidrasi kulit yang
bermakna antar kedua kelompok setelah 1 minggu penggunaan pelembab
(p > 0,05).
Sekalipun didapatkan perbedaan nilai hidrasi kulit pada masing-masing
kelompok pada minggu 1 tetapi masa penggunaan selama 1 minggu
pertama masih merupakan fase awal pelembaban dari nilai awal yang
sama sekali tidak menggunakan pelembab apapun.
Perbedaan bermakna antar 2 kelompok pada lokasi lengan atas didapatkan
pada pengukuran setelah penggunaan pelembab selama 2 minggu. Rerata
hidrasi kulit kelompok kontrol pada minggu 2 adalah 61,80 ± 6,56. Rerata
kelompok perlakuan adalah 71,30 ± 10,79. Pada minggu 2 nilai t = 2,913
dan p = 0,007. Analisis kemaknaan dengan uji independent-sample t test
menunjukkan p < 0,05. Perbedaan ini dapat disebabkan karena SI 5%
adalah karbohidrat yang diperlukan dalam sintesis lipid. Dengan demikian,
maka proporsi lipid dapat terjaga dan SI mampu meningkatkan serta
mempertahankan hidrasi kulit dengan meningkatkan pengikatan air dalam
stratum korneum dibandingkan dengan pelembab biasa.
Setelah penghentian penggunaan pelembab selama 1 minggu, hasil
pengukuran menunjukan, rerata hidrasi kulit kelompok kontrol pada
minggu 3 adalah 42,07 ± 6,22. Rerata kelompok perlakuan adalah 57,43 ±
9,39. Pada minggu 3 menunjukkan bahwa nilai t = 5,280 dan nilai p =
0,000. Analisis kemaknaan dengan uji independent-sample t test
menunjukkan terdapat perbedaan rerata hidrasi kulit yang bermakna antar
kedua kelompok setelah 3 minggu penelitian (p < 0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa sekalipun sudah tidak menggunakan pelembab lagi
tetapi kondisi lengan atas yang mendapat SI 5% masih dapat
mempertahankan kelembabannya lebih baik dibandingkan dengan
kelompok kontrol karena pengikatan SI dengan stratum korneum
merupakan ikatan alami seperti halnya ikatan hyaluronan dalam stratum
korneum (Pentapharm, 2009).
2. Lokasi Lengan Bawah
Sama halnya dengan lokasi lengan atas, pada lengan bawah juga
memberikan perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dan perlakuan
setelah penggunaan pelembab selama 2 minggu. Setelah penggunaan
pelembab dihentikan selama 1 minggu masih didapatkan perbedaan yang
bermakna (Tabel 5.6).
3. Lokasi Tungkai Atas
Pada Tabel 5.7, tampak analisis kemaknaan dengan uji independent-
sample t test menunjukkan sudah terdapat perbedaan rerata hidrasi kulit
yang bermakna antar kedua kelompok pada minggu 1 penelitian (p <
0,05). Hal ini mungkin disebabkan karena lokasi tungkai atas merupakan
lokasi yang tidak terpajan sinar matahari dan TEWL nya juga lebih rendah
sehingga proses penuaan pada lokasi ini berlangsung lebih lambat
dibandingkan lokasi lainnya (Farage et al., 2010).
4. Lokasi Tungkai Bawah
Pada Tabel 5.8 menunjukkan hasil analisis kemaknaan dengan uji
independent-sample t test sama dengan lokasi lengan atas dan lengan
bawah yang menunjukkan perbedaan bermakna pada penggunaan
pelembab selama 2 minggu dan setelah penghentian pemakaian pelembab
(p < 0,05).
Dari hasil analisis uji independent-sample t test ternyata penggunaan
pelembab yang mengandung SI 5% memberikan efek hidrasi yang lebih kuat
dibandingkan pelembab biasa. Pada penghentian pemakaian pelembab, kelompok
SI 5% secara bermakna menunjukkan hidrasi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan kelompok kontrol. Hidrasi kulit pada masing-masing lokasi pengukuran
menunjukkan persentase yang bervariasi. Pada lokasi yang tertutup dan tidak
terpajan matahari (tungkai atas) menunjukkan pelembab yang mengandung SI 5%
memberikan nilai hidrasi yang lebih tinggi baik pada saat pemakaian maupun saat
sudah dihentikan.
Belum ada penelitian yang dipublikasikan mengenai efek penggunaan SI
pada formulasi pelembab. Penelitian yang pernah dilakukan adalah penelitian dari
pihak produsen produk SI yang meneliti 6 orang wanita yang menggunakan krim
yang mengandung 5% SI dibandingkan dengan penggunaan 5% gliserin selama
14 hari. Dilakukan pengolesan 2 kali sehari di lokasi volar lengan bawah pada
kelompok kulit kering dan kulit normal. Peningkatan kelembaban kulit pada
kelompok kulit kering menunjukkan peningkatan sebesar 43% setelah 2 minggu
dan pada kelompok kulit normal menunjukan peningkatan kelembaban sebesar
42%. SI memiliki kapasitas retensi kelembaban kulit yang jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan gliserin (Pentapharm, 2009).
Pada penelitian ini persentase peningkatan hidrasi kulit berdasarkan lokasi
penggunaan pelembab disajikan pada Gambar 5.6. Setelah penggunaan selama 2
minggu tampak peningkatan persentase hidrasi kulit pada lokasi lengan atas
sebesar 15%, lengan bawah 16%, tungkai atas 24% sedangkan pada tungkai
bawah 19%. Setelah penghentian pemberian pelembab, maka terdapat perbedaan
kelembaban kulit pada lengan atas 36%, lengan bawah 40%, tungkai atas 36% dan
tungkai bawah 38%. Sejak awal penggunaan pelembab daerah tungkai bawah
sudah menunjukan peningkatan kelembaban kulit 20%. Kondisi ini berhubungan
dengan lokasi tersebut adalah daerah yang tidak terpajan sinar matahari sehingga
penguapan (TEWL) pada daerah tungkai atas lebih rendah dibandingkan lokasi
pengukuran lainnya.
6.6 Perbedaan Hidrasi Kulit antar Lokasi pada Minggu 0 – Minggu 3
Terdapat hasil pengukuran hidrasi kulit yang berbeda pada tiap lokasi sejak
awal penelitian. Untuk mengetahui apakah perbedaan hidrasi kulit pada keempat
lokasi pengukuran bermakna secara statistik setiap minggu, maka dilakukan uji
statistik One Way Anova baik pada kelompok kontrol maupun kelompok SI 5%.
1. Kelompok Pelembab Biasa
Pada Tabel 5.9 menunjukkan hasil analisis kemaknaan dengan uji One
Way Anova nilai p < 0,05 yang berarti bahwa rerata hidrasi kulit pada
keempat lokasi pengukuran berbeda bermakna sejak awal penelitian,
pemakaian pelembab, maupun saat penghentian penggunaan pelembab.
Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova pada minggu awal
penelitian (minggu 0) menunjukkan bahwa nilai F = 7,139 dan nilai p =
0,000. Pada minggu 1 nilai F = 8,868 dan nilai p = 0,000. Pada minggu 2
nilai F = 9,204 dan nilai p = 0,000. Sedangkan pada saat penghentian
pemberian pelembab nilai F = 27,216 dan nilai p = 0,000.
Perbedaan kelembaban kulit pada lokasi pengukuran menunjukkan
perbedaan yang bermakna karena pada lokasi yang terpajan sinar matahari
memiliki risiko kehilangan kadar air yang lebih tinggi akibat penguapan
(TEWL). TEWL mencerminkan penguapan dari permukaan kulit. Salah
satu karakteristik kulit yang sehat adalah perbandingan yang proporsional
antara TEWL dan hidrasi kulit (Primavera et al., 2005). Sehingga pada
kulit yang terpajan sinar matahari berlebihan sebaiknya dilakukan hidrasi
yang lebih sering untuk memperbaiki kerusakan akibat radiasi UV.
2. Kelompok SI 5%
Pada tabel 5.10 juga didapatkan hasil analisis kemaknaan dengan uji One
Way Anova pada keempat lokasi nilai p < 0,05. Pada minggu awal
penelitian (minggu 0), menunjukkan bahwa nilai F = 8,385 dan nilai p =
0,000. Pada minggu 1 nilai F = 4,606 dan nilai p = 0,006. Pada minggu 2
nilai F = 9,204 dan nilai p = 0,000. Pada minggu 3 nilai F = 9,207 dan
nilai p = 0,000. Hal ini juga berarti bahwa rerata hidrasi kulit pada
keempat lokasi pengukuran pada kelompok SI 5% berbeda secara
bermakna sejak awal penelitian hingga penghentian pemberian pelembab.
Perbedaan hidrasi kulit pada masing-masing lokasi pengukuran pada
kelompok kontrol dan kelompok SI 5% disajikan pada Gambar 5.2 sampai
5.5. Baik pada kelompok pelembab biasa maupun kelompok SI 5%,
tampak lokasi pengukuran yang memberikan nilai hidrasi kulit yang paling
rendah adalah tungkai bawah, karena merupakan lokasi yang terpajan sinar
matahari. Lokasi yang nilai hidrasinya paling tinggi adalah lengan atas
karena merupakan lokasi yang tidak terpajan sinar matahari sehingga efek
penguapan (TEWL) yang mengakibatkan kekeringan kulit serta pengaruh
photoaged pada lokasi ini lebih kecil dibandingkan ketiga lokasi
pengukuran yang lain.
Pengaplikasian pelembab pada kulit secara rutin dapat mempertahankan
hidrasi kulit sehingga mencegah penuaan dan memberikan tampilan kulit
yang sehat karena dapat mempertahankan turgor kulit. Untuk mencegah
penuaan kebiasaan merawat kulit dengan menggunakan pelembab
sebaiknya diakukan sejak dini. Terutama pada bagian tubuh yang terpajan
sinar matahari. Berbagai keluhan yang ditimbulkan oleh kekeringan kulit
dapat diatasi dengan pelembab, sehingga selain sebagai bahan yang dapat
memperindah kulit pelembab juga dapat digunakan untuk mencegah dan
mengobati kelainan kulit. Kulit yang sehat dan indah akan meningkatkan
kualitas hidup karena akan meningkatkan rasa nyaman dan percaya diri.
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan didapatkan simpulan
sebagai berikut :
1. Penambahan saccharide isomerates 5% dalam formulasi pelembab dapat
meningkatkan hidrasi kulit lebih tinggi dibandingkan dengan pelembab
biasa.
2. Penambahan saccharide isomerates 5% dalam formulasi pelembab dapat
mempertahankan hidrasi kulit tetap lebih tinggi dibandingkan pelembab
biasa setelah pemberiannya dihentikan.
7.2 Saran
Sebagai saran dalam penelitian ini adalah :
1. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui berapa lama pelembab yang
mengandung saccharide isomerates 5% mampu mempertahankan
kelembaban kulit setelah dihentikan pemakaiannya.
2. Perlu dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar dengan
karakteristik yang lebih bervariasi.
3. Pada penderita penyakit kronis yang mengakibatkan kekeringan kulit perlu
diteliti sejauh mana pengaruh penggunaan pelembab terhadap pemulihan
kondisi kulitnya.
4. Perlu penelitian lebih lanjut untuk megetahui mekanisme kerja saccharide
isomerates terutama dalam hal transmisi sinyal antar sel pada mekanisme
pelembaban kulit.
5. Masyarakat dapat menggunakan pelembab yang mengandung saccharide
isomerates sebagai alternatif baru dalam meremajakan kulit yang menua
dan mempertahankan hidrasi kulit.
DAFTAR PUSTAKA
Akimoto, K., Yoshikawa, N., Nigaki, Y., et al. 1993. Quantitative analysis of stratum corneum lipids in xerosis and asteatotic eczema. J Dermatol. 20:1.
Allman, R.M., Goode, P.S., Patrick, M.M. 1995. Pressure Ulcer Risk Factors
Among Hospitalized Patients With Activity Limitation. JAMA, 273(11): 865–870.
Atwood, C.S. 2004. Living and dying for sex. A theory of aging based on the
modulation of cell cycle signaling by reproductive hormones. Gerontology 50 (5): 265–90.
Bauman, L. 2002a. Basic Science of the Epidermis. In: Baumann, L. and
Weisberg, editors. Cosmetic Dermatology: Principles and Practice. New York: The McGraw-Hill Companies, p. 3-8.
Bauman, L. 2002b. Basic Science of the Dermis. In: Baumann, L. and Weisberg,
editors. Cosmetic Dermatology: Principles and Practice. New York: The McGraw-Hill Companies, p. 9-12.
Bertozzi, C.R., Rabuka, D. 2009. Structural Basis of Glycan Diversity. In: Varki,
A., Cummings, R.D., Esko, J.D., editors. Essentials of Glycobiology. 2nd edition. Cold Spring Harbor (NY).
Black, D., Josse, G., Rouvrais, C., Lagarde, J.M. 2005. Skin care products for
normal, dry and greasy skin. In : Baran, R., Maibach, H.I., Taylor and Francis, editors. Textbook of Cosmetic Dermatology. Third Ed. Boca Raton USA: Tailor and Francis. p. 203-223.
Bodde, H., Van Den Brink, I., Koerten, H.K. and De Haan, F.H.N. 1990.
Visualization in Vitro Penetration of Mercuric Chloride: Transport Through Intercellular Space vs. Cellular Uptake Through Desmosomes. J Controlled Release, 15:227-237.
Brannon, H.L. 2007. About.com: Dermatology, [ cited 2009 Jun, 5] Available
from URL: http://dermatology.about.com/bio/Heather-Brannon.htm.
Brégégère, F., Soroka, Y., Bismuth, J., Friguet, B., Milner, Y. 2003 Cellular senescence in human keratinocytes: unchanged proteolytic capacity and increased protein load. Exp. Gerontology Jun; 38(6):619-29.
Christina, A., Maria, G.K., Alexandros, J.S., Andreas, K.D. 2010. Photoaging:
Prevention and Topical Treatments. Am J Clin Dermatol. 11:95-102.
Chu, D.H., Haake, A.R., Holbrook, K., Loomis, C.A. 2003. The Cell Proliferation
Kinetics of the Epidermis, In: Freedberg, I.M., Eisen, A.Z., Wolff, K., Austen, K.F., Goldsmith, L.A., and Katz, S.I., editors. Fitzpatrick Dermatology in General Medicine, Sixth Edition. New York: McGraw-Hill. Medical Publishing Division. p. 58-88.
Courage, W and Richter, S. 2005. Information gebrauchsanweisung zum multi
skin test center MC 750, Courage + Khazaka electronic GmbH, Germany.
Davis, D.A., Kraus, A.L., Thompson, G.A, Olerich, M., Odio, M.R. 1997. Percutaneous absorption of salicylic acid after repeated (14-day) in vivo administration to normal, acnegenic or aged human skin. Aug;86(8):896-9
Denda, M., Sato, J., Tsuchiya, T., Ellias, P.M. and Feingold, K.R. 1998. Low
Humidity stimulates epidermal DNA synthesis and amplifies the hyperproliferative response to barrier disruption: Implication for seasonal exacerbations of inflammatory dermatoses. J Invest Dermatol. 111:873-878.
Dewi, A.R.D. 2009. Penelitian pendahuluan: Penambahan saccharide isomerate
5% dalam formulasi pelembab meningkatkan hidrasi kulit lebih tinggi dibandingkan dengan pelembab biasa, Jakarta.
Doering, T., Brade, H. and Sandhoff, K. 2002. Sphingolipid Metabolism During
Epidermal Barrier Development in Mice. J Lipid Res, 43:1727-1733.
Downing, D.T. 1992. Lipid and Protein Structures in the Permeability Barrier of Mammalian Epidermis. J Lipid Res, 33: 301.
Downing, D.T. and Stewart, M.E. 2000. Epidermal Composition. In : Loden, M.,
Maibach, H.I., editors. Dry Skin and Moisturizer, Chemistry and Function. Boca Raton, London, New York, Washington, DC. : CRC Press. p. 13-26.
Downing, D.T. and Lazo, N.D. 2000. Lipid and Protein Structures in the
Permeability Barrier. In: Loden, M., Maibach, H.I., editors. Dry Skin and Moisturizer, Chemistry and Function. Boca Raton, London, New York, Washington, DC. : CRC Press. p. 39-44.
Draelos, Z.D. 2006. Formulation for special Populations, In: Draelos, Z.D., Thaman, L.A., editors, Cosmetic Formulation of Skin Care Product, Cosmetic Science and Technology Series, Vol. 30. New York, London: Taylor & Francis. P. 27-29.
Egelrud, T. 2000. Desquamation. In: Loden. M., Maibach, H.I., editors. Dry Skin and Moisturizer, Chemistry and Function. Boca Raton, London, New York, Washington, DC. : CRC Press. p. 109-117.
Esko, J.D., Linhardt, R.J. 2009. Proteins that Bind Sulfated Glycosaminoglycans. In: Varki, A., Cummings, R.D., Esko, J.D., editors. Essentials of Glycobiology. 2nd edition. Cold Spring Harbor (NY).
Farage, M.A., Miller, K.W., Maibach, H.I. 2007. Structural Characteristics of aging Skin: A review. Journal of Cutaneous and Ocular Toxicology 26:343-357.
Farage, M.A., Miller, K.W., Elsner, P., Maibach, H.I. 2008. Functional and
physiological characteristics of the aging skin. Aging Clin. Exp. Res. Jun;20(3):195-200.
Farage, M.A., Miller, K.W., Maibach, H.I. 2010. Degenerative Changes in Aging
Skin. In: Miller, K.W., Maibach, H.I., editors. Textbook of Aging Skin. Berlin Heidelberg, Springer-Verlag. P.25-36.
Feingold, K.R. and Elias, P.M. 2000. The Environtmental Interface: Regulation of
Permeability Barrier Homeostasis. In: Loden, M., Maibach, H.I., editors. Dry Skin and Moisturizer, Chemistry and Function. Boca Raton, London, New York, Washington, DC. : CRC Press. p. 45-58.
Forbes, P.D. 2008. Moisturizers, Vehicle Effects, and Photocarcinogenesis. J
Invest Dermatol, 129: 261-262.
Fore, J. 2009. A Review of Skin and the Effect of Aging on Skin Structure and Function, Ostomy Wound Management, Issue 9, Vol 52.
Finnegan, M.J., Pickering, C.A. and Burge, P.S. 1984. The sick building
syndrome: prevalence studies. Br Med J (Clin Res Ed). 289(6458): 1573–1575.
Gabard, B. 1994. Testing the efficacy of moisturizer. In: Elsner, P., Berardesca,
E., Maibach, H.I., editors, Bioengineering of the skin: Water and the Stratum Corneum. Boca Raton, FL : CRC Press. p.147-170.
Gerald, E.P., Paquet, P., Xhauflare-Uhoda, E., Quatrezoos, P. 2010. Physiological Variations During Aging. In: Farage, M.A., Miller, K.W., Maibach, H.I., editors. Textbook of Aging Skin. Berlin Heidelberg, Springer-Verlag. P.45-54.
Gerber, D., Mathews-Roth, M., Fahlund, C., Hummel, D., Rosner, B. 1979. Effect of Frequent Sun Exposure on Bacterial Colonization of Skin. Int J Dermatol. 18;7, p.571–574.
Goldman, R. and Klatz, R. 2007. The New Anti-Aging Revolution. Malaysia:
Printmate Sdn. Bhd. p. 19-25. Grether-Beck, S., Bonizzi, G., Schmitt-Brenden, H., Felsner, I., Timmer, A., Sies,
H., Johnson, J.P., Pi, J. and Krutmann, J. 2000. Non-enzymatic triggering of the ceramide signalling cascade by solar UVA radiation. The EMBO J, vol. 19, no 21, p. 5793-5800).
Gunin, A.G., Kornilova, N.K., Vasilieva, O.V., Petrov, V.V. 2010. Age-Related
Changes in Proliferation, the Numbers of Mast Cells, Eosinophils, and cd45-Positive Cells in Human Dermis. J Gerontol A Biol Sci Med Sci. Nov 24).
Guy, C.L., Guy, R.H., Goden, G.M., Mak, V.H.W. and Francouer, M.L. 1994.
Characteristic of Low Temperature (i.e < 65C) Lipid Transition in Human Stratum Corneum. J Invest Dermatol, 102:233-239.
Hammersley, M. 1991. Quality and Quantity: A note on Campbell’s distinction
between internal and external validity. Netherlands: Kluwer Academic Publishers. 25: p. 381-387.
Hanifin, J.M., Lobitz, W.C. 1977. Newer Concept af Atopic dermatitis. Arch
Dermatol, vol.113;663-670. Hannon, W.C. and Maibach, H.I. 2005. Eficacy of Moisturizers Assessed
Through Bioengineering Techniques. In : Baran, R., Maibach, H.I., Taylor and Francis, editors. Textbook of Cosmetic Dermatology. Third Ed. Boca Raton USA: Tailor and Francis. p. 573-592.
Hashizume, H. 2004. Skin Aging and Dry Skin. J Dermatol, 31(8):603-609. Health Grade. 2009. Wrong Diagnosis: Prevalence and Incidence of Dry Skin.
[cited, 2009 Nov. 25]. Available at URL: http / www.wrongdiagnosis.com/d/dry_skin/prevalence.htm.
Heinrich, U., Koop, U., Leneveu-Duchemin, M-C., Osterrieder, K., Bielfeldt, S.,
Chkarnat, C., Degwert, J., Häntschel, D., Jaspers, S., Nissen, H-P., Rohr, M., Schneider, G., Tronnier, H. 2003, Multi center comparison of skin hydration in terms of physical, physiological and product dependent parameters by the capacitive method (Corneometer CM 825). International Journal of Cosmetic Science, 25:45-53).
Icen, M., Crowson, C.S., McEvoy, M.T., Dann, F.J., Gabriel, S.E. 2009. Trends in
incidence of adult-onset psoriasis over three decades : A population-based study. J Am Acad Dermatol. 60: 394-401.
Imokawa, G., Abe, A., Jin, K. et al. 1991. Decreased level of ceramides in stratum
corneum of atopic dermatitis: An etiologic factor in atopic dry skin? J Invest Dermatol. 96: 523.
Irvine, A.D. and Mc Lean, W.H.I. 2006. Breaking the (Un)Sound Barrier:
Filaggrin Is a Major Gene for Atopic Dermatitis, J Invest Dermatol. 126:1200–1202.
Johnson and Anthony. 2005. "Cosmeceuticals: Function and the Skin Barrier. In:
Draelos, Z.D., editor. "Procedures in Cosmetic Dermatology - Cosmeceuticals. New York: Elsevier, p. 11-17.
Jung, J.W., Cha, S.H., Lee, S.C., Chun, I.K., Kim, Y.P. 1997. Age-related
changes of water content in the rat skin. Dermatol Sci. Jan;14(1):12-9. Kimyai-Asadi, A., Jih, M.H. and Freedberg, I.M. 2003. Biology and Function of
Epidermis and Appendages: Epidermal Cell Kinetic, Epidermal Differentiation, and Keratinization, In: Freedberg, I.M., Eisen, A.Z., Wolff, K., Austen, K.F., Goldsmith, L.A. and Katz, S.I., editors. Fitzpatrick Dermatology in General Medicine, Sixth Edition. New York: McGraw-Hill. Medical Publishing Division. p. 89-98.
Kligman, A. 2000. Introduction: Dry Skin and Moisturizer. In: Loden, M.,
Maibach, H.I., editors. Dry Skin and Moisturizer, Chemistry and Function. Boca Raton, London, New York, Washington, DC. : CRC Press. p. 3-9.
Laudanska, H., Reduta, T. and Szmitkowska, D. 2003. Evaluation of Skin Barrier
Function in Allergic Contact Dermatitis and Atopic Dermatitis Using Method of the Continuous TEWL Measurement. Rocz Akad Med Bialymst, 48:123-7.
Lavker, R.L. 1970. Membrane Coating Granules : The Fate of the Discharge
Lamellae. J Ultrastruct Res, 55:79. Lembaga Demografi FE-UI. 2009. Data Statistik Indonesia Terjadi pergeseran
umur menopause. [cited, 2009 Nov. 24]. Available from: URL: http://www.datastatistik-indonesia.com/component/option,com_staticxt/ staticfiledepan.php/Itemid,17/.
Lévêque, J.L. 2002. Lipid Organization and Barrier Function. In: Marks, R., Lévêque, J.L., Voegeli, R., editors. The Essentials Stratum Corneum. London: Martin Dunitz Ltd. p. 111-117.
Linberg, M. and Forslind, B. 2000. The Skin as a Barrier. In: Loden, M.,
Maibach, H.I., editors. Dry Skin and Moisturizer, Chemistry and Function. Boca Raton, London, New York, Washington, DC. : CRC Press. p. 27-37.
Madison, K.C., Swartzendruber, D.C., Wertz, P.W. and Downing, D.T. 1987
Presence of Intact Intercellular Lipid Lamellae in the Upper Layers of the Stratum Corneum, J Invest Dermatol, 88:714–718.
McGrath, J.A., Eady, R.A.J. and Pope, F.M. 2004. Anatomy and Organization of
Human Skin. In : Burns, T., Breathnach, S., Cox, N., Griffiths, C., editors. Rook’s Textbook of Dermatology. Seventh Edition. Oxford, United Kingdom: Blackwell Publishing: p. 1-15.
Monger, D.J., Williams, M.L., Feingold, K.R., Brown, B.E. and Elias, P.M. 1988.
Localization of Sites of Lipid Biosynthesis in Mammalian Epidermis. J Lipid Res, 29: 603-612.
Neudecker, B.A., Maibach, H.I., Stern, R. 2004. Hyaluronan: The Natural Skin
Moisturizer. Cosmetic Science and Technology Series 27:373-406. Odland, G.F. 1991. Structure of the Skin. In: Goldsmith, L.A., editor. Physiology,
Biochemistry and Molecular Biology of the Skin, Second Edition. New York: Oxford University Press. p.3-62.
Orth, D., Appa, Y. 2000. Glycerine: Natural ingredient for moisturizing skin. In:
Loden, M., Maibach, H.I., editors. Dry Skin and Moisturizer, Chemistry and Function. Boca Raton, London, New York, Washington, DC. : CRC Press. p. 214.
Pangkahila, W. 2007. Anti Aging Medicine : Memperlambat Penuaan,
Meningkatkan Kualitas Hidup. Cetakan ke-1. Jakarta : Penerbit Buku Kompas. Hal : 8-17.
Pedersen, L. and Jemec, G.B.E. 2006. Investigative Report: Mechanical
Properties and Barrier Function of Healthy Human Skin, Acta Derm Venereol. 86:308-311.
Pentapharm. 2009. Pentavitin, [cited 2009 Jun. 5] Available at URL:
http://www.centerchem.com/PDFs/PENTAVITIN%20product%20description.pdf .
Pocock, S.J. 2008. Clinical Trials, A Practical Approach, Chichester, John Wiley
& Sons. Polakowska, R.R. and Goldsmith, L.A. 1991. The Cell Envelope and
Transglutaminases, In: Goldsmith, L.A., editor. Physiology, Biochemistry and Molecular Biology of the Skin, Second Edition. New York: Oxford University Press. p.168-201.
Primavera, G., Berardesca, E., Maibach, H.I. 2005. Stratum Corneum Water
Content and Transepidermal Water Loss. In : Baran, R., Maibach, H.I., Taylor and Francis, editors. Textbook of Cosmetic Dermatology. Third Ed. Boca Raton USA: Taylor and Francis. p.547-551.
Rademacher, T.W., Parekh, R.B. and Dwek, R.A. 1988. "Glycobiology". Annu.
Rev. Biochem. 57: 785–838. Robson, K.J., Stewart, M.E., Michelsen, S., Lazo, N.D. and Downing, D.T. 1994.
6 Hydroxysphingosine in Human Epidermal Ceramides, J. Lipid Res., 35: 2060.
Sato, J., Katagiri, C., Nomura, J., Denda, M. 2001. Drastic decrease in
environmental humidity decreases water-holding capacity and free amino acid content of the stratum corneum. Arch Dermatol Res. 293:477-480.
Schwindt, D.A., Wilhelm, K.P., Miller, D.I. and Maibach, H.I. 1998. Cumulative
Irritation in Older and Younger Skin : A Comparison, Acta Derm Venereol (Stockh): 78: 279-283.
Schǜrer, N.Y. 2006. Dry skin. In: Ring, J., Przybilla, B., Ruzicka, T., editors.
Handbook of atopic eczema, Second edition. Berlin: Springer Berlin Heidelberg. P 157-165.
Scott, I., Harding, C.R. 2000: Physiologycal Effect of occlusion-fillagrin
retention. Dermatology 2000:773. Scott, I. 2005. Filaggrin and Dry Skin. In : Baran, R., Maibach, H.I., Taylor and
Francis, editors. Textbook of Cosmetic Dermatology. Third Ed. Boca Raton USA: Taylor and Francis. p.149-154.
Setlow, R.B., Grist, E., Thompson, K. and Woodhead, A.D. 1993. Wavelengths
effective in induction of malignant melanoma. PNAS, vol. 90, p. 6666-6670.
Simion, F.A., Story, D.C. 2005. Hand and Body Lotion. In : Baran, R., Maibach, H.I., Taylor and Francis, editors. Textbook of Cosmetic Dermatology. Third Ed. Boca Raton USA: Taylor and Francis. p. 319-339.
Simon, M., Bernard, D., Caubet, C., Guerrin, M., Egelrud, T., Schmidt, R. and
Serre, G. 2002. Corneodesmosomal Proteins are Proteolysed in Vitro by Both SCTE and SCCE- two Proteases Which are Thought to be Involved in Desquamation. In: Marks, Lévêque, J.L., Voegel, R., editors. The Essentials Stratum Corneum. London: Martin Dunitz Ltd. p.. 50-61.
Steinert, P.M. and Freedberg, I.M. 1991. Epidermal Structural Protein. In:
Goldsmith, L.A., editor. Physiology, Biochemistry and Molecular Biology of the Skin, Second Edition. New York: Oxford University Press. p. 113.
Stuart-Hamilton, A. and Ian, B. 2006. The Psychology of Ageing: An Introduction.
London: Jessica Kingsley Publishers.) Sularsito, S.A. and Subaryo, R.W.R. 1994. Dermatitis kontak alergik. Pada:
Soebono H., Rikyanto, editor. Kumpulan makalah seminar dermatitis kontak Yogyakarta: FK UGM, 1-5.
Sunderkötter, C., Kalden, H., Luger, T.A. 1997. Aging and the Skin Immune
System Arch Dermatol ;133(10):1256-1262. Swartzendruber, D.C., Wertz, P.W., Madison and Downing, D.T. 1988. Evidence
that the corneocyte has a chemically bound lipid envelope. J Invest Dermatol, 88:709.
Swartzendruber, D.C., Kitko, D.J., Wertz, P.W. and Downing, D.T. 1988.
Isolation of Corneocyte Envelopes from Porcine Epidermis. Arch Dermatol Res. 123: 1538.
Sybert, V.P., Dale, B.A., Holbrook, K.A. 1985. Ichtyosis vulgaris: Identification
of a defect in synthesis of fillagrin correlated with an absence of keratohyaline granules. J Invest Dermatol. 84:191.
Takahashi, M. and Ikezawa, Z. 2000. Dry Skin in Atopic Dermatitis and Patients
on Hemodialysis. In: Loden, M., Maibach, H.I., editors. Dry Skin and Moisturizer, Chemistry and Function. Boca Raton, London, New York, Washington,DC. : CRC Press. p. 135-146.
Tagami, H. and Yoshikuni, K. 1985. Interrelationship Between Water-Barrier and
Reservoir Functions of Pathologic Stratum Corneum. Arch Dermatol: 121:642-645.
Tammi, R., Seaeameanen, A.M., Maibach, H.I., Tammi, M. 1991. Degradation of newly synthesized high molecular mass hyaluronan in the epidermal and dermal compartments of human skin in organ culture. J Invest Dermatol. 97:126.
Tetrahedron. 2010. Natural and Novel Antioxidants .[cited 2010 Des.2] Available
at: http://www.tetrahedron.fr/page4/page8/photoprotection. htm Traupe, H. 1989. The Ichthyoses: A Guide to Clinical Diagnosis, Genetic
Counselling and Therapy. New York: Springer-Verlag. p. 139-153. Trihendadi, C. 2005. Step by step SPSS 17 Analisis Data Statistik. Yogyakarta:
Andi Offset. Troy, W.R. 1968. Changes in Human Skin in the Light of Current Theories of
Aging, J Soc Cosmetic Chemists, 19,829-840. Tuohimaa, 2009. Vitamin D and aging. Steroid Biochem Mol Biol Mar;114(1-
2):78-84. Tzellos, T.G., Klagas, I., Vahtsevanos, K., Triaridis, S., Printza, A., Kyrgidis, A.,
Karakiulakis, G., Zouboulis, C.C., Papakonstantinou, E. 2009. Extrinsic ageing in the human skin is associated with alterations in the expression of hyaluronic acid and its metabolizing enzymes. Exp Dermatol Dec; 18(12):1028-35.
Vahlquist, A. 2000. Ichtyosis-an Inborn Dryness of the Skin. In: Loden, M.,
Maibach, H.I., editors. Dry Skin and Moisturizer, Chemistry and Function. Boca Raton, London, New York, Washington, DC. : CRC Press. p. 121-133.
Varki, A. and Sharon, N. 2009. Historical Background and Overview. In: Varki,
A., Cummings, R.D., Esko, J.D., et al, editors. Essentials of Glycobiology. 2nd edition. Cold Spring Harbor (NY): Cold Spring Harbor Laboratory Press.
Varki, A., Esko, J.D., Colley, K.J. 2009. Cellular Organization of Glycosylation.
In: Varki, A., Cummings, R.D., Esko, J.D., et al., editors. Essentials of Glycobiology. 2nd edition. Cold Spring Harbor (NY): Cold Spring Harbor Laboratory Press.
Vázquez, F., Palacios, S., Alemañ, N., Guerrero, F. 1996, Changes of the
basement membrane and type IV collagen in human skin during aging. Maturitas. Nov;25(3):209-15).
Warner, R.R. and Boissy, Y.L. 2000. Effect of Moisturizing Product on the Structure of Lipid in the Outer Stratum Corneum of Human. In : Loden, M., Maibach, H.I., editors. Dry Skin and Moisturizer, Chemistry and Function. Boca Raton, London, New York, Washington, DC. : CRC Press. p. 349-369.
Wertz, P.W., Madison, K.C. and Downing, D.T. 1989. Covalently Bound Lipids of
Human Stratum Corneum. J Invest Dermatol, 92:109. Wertz, P.W., Swartzendruber, D.C., Kitko, D.J., Madison, K.C. and Downing,
D.T. 1987a. Composition and Morphology of Epidermal Cyst Lipids, J Invest Dermatol, 89: 419.
Wertz, P.W. and Downing, D.T. 1987b. Covalently Bound ω-
hydoxyacylsphingosine in the Stratum Corneum. Biochim. Biophys. Acta., 917: 108.
Wertz, P.W., Downing, D.T., Freinkel, R.K. and Traczyck, T.N. 1988.
Sphingolipids of the Stratum Corneum and Lamellar Granules of Fetal Rat Epidermis, J Invest Dermatol, Res 123:1538.
Wildauner, R.H., Bothwell, J.W., Douglass, A.B. 1971. Stratum corneum
biomechanical properties: Influence of relative humidity on normal and extracted human stratum corneum. J Invest Dermatol, 56:72.
WHO. 2008. Health effects of UV radiation. available at www.who.int/uv/health/en (consulted on april 2008).
Wohlrab, J., Klapperstück, T., Reinhardt, H.W., Albrecht, M. 2010. Interaction of epicutaneously applied lipids with stratum corneum depends on the presence of either emulsifiers or hydrogenated phosphatidylcholine. Skin Pharmacol Physiol. 23(6):298-305. Epub 2010 Jun 3.
Wood, S.R., Berwick, M., Ley, R.D., Walter, R.B., Setlow, R.B. and Timmins,
G.S. 2006. UV causation of melanoma in Xiphophorus is dominated by melanin photosensitized oxidant production PNAS, vol. 103, no 11, p. 4111-4115.
Worley, C.A. 2006 . Wound Assesment and Evaluation : Aging skin and wound
healing. Dermatology nursing; vol. 18:3 p. 265-266. Yu, R.J. and Van-Scott, E.J. 2005. -hydoxyacids, Polyhydroxy Acids, Aldobionic
Acids and Their Topical Actions. In : Baran, R., Maibach, H.I., Taylor and Francis, editors. Textbook of Cosmetic Dermatology. Third Ed. Boca Raton USA: Taylor and Francis. p. 77-93.
Lampiran 1. INFORMASI UNTUK SUBYEK PENELITIAN
PENAMBAHAN SACCHARIDE ISOMERATES 5% DALAM FORMULASI PELEMBAB
MENINGKATKAN HIDRASI KULIT LEBIH TINGGI DIBANDINGKAN DENGAN PELEMBAB BIASA
Kekeringan kulit merupakan masalah bagi jutaan orang dan seringkali menyebabkan rasa tidak nyaman bahkan stres psikologis. Kulit kering bukanlah merupakan diagnosis tunggal karena sering berhubungan dengan keadaan endogen dan eksogen. Keadaan endogen di antaranya, herediter seperti halnya iktiosis, dermatitis atopik atau dermatosis endogen yang kronik, bertambahnya usia, dan perubahan hormonal. Keadaan eksogen yang mempengaruhi antara lain akibat pengaruh cuaca, dermatitis akibat faktor lingkungan seperti terpajan bahan kimia, kelembaban yang rendah dan radiasi sinar ultraviolet, iritasi kronik, dermatitis kontak alergik, penuaan kulit akibat sinar matahari (photoaged) dan lain-lain.
Pada kondisi normal, stratum korneum mengandung sekitar 30% air. Kulit kering ditandai dengan menurunnya kandungan air kurang dari 10%, pada keadaan ini fungsi kulit akan terganggu dan kulit dehidrasi. Kulit akan terasa kencang, permukaan menjadi kasar, bersisik serta sensitif. Sering didapatkan gambaran histopatologi berupa hiperkeratosis, skuama yang abnormal dan hiperplasia epidermis disertai keratinisasi yang abnormal.
Pada kulit yang kering kandungan air (hidrasi) dalam stratum korneum sangat rendah dan penguapan (TEWL= transepidermal water loss) meningkat. Berbagai formula pelembab dikembangkan untuk mengefektifkan pelembaban kulit. Salah satunya adalah formula pelembab yang mengandung saccharide isomerates 5% yang diharapkan dapat lebih efektif melembabkan kulit dan mempertahankannya.
Pada penelitian ini, subyek akan diberikan sebotol lotion pelembab yang di antaranya dapat dengan saccharide isomerates 5% maupun tanpa saccharide isomerates 5%.
Cara pemakaian: dioleskan secara merata pada lengan (di mulai dari pangkal lengan hingga jari-jari tangan) dan (tungkai dimulai dari pangkal paha hingga jari-jari kaki) sehari dua kali setelah mandi selama 14 hari.
Akan dilakukan pengukuran hidrasi kulit sebelum pengolesan lotion pelembab dan selama pemakaian lotion tiga hari dalam seminggu di Poliklinik Kulit RS Moh Ridwan Meuraksa Jakarta selama 21 hari.
Bila saudara kehendaki, saudara berhak untuk menolak ikut dalam penelitian atau sewaktu-waktu dapat menarik diri dari penelitian ini dan pada saudara tidak akan diberikan sangsi apapun, serta tetap mendapatkan pelayanan/pengobatan sebagaimana mestinya bila terjadi kelainan kulit.
Apabila terjadi hal yang kurang menyenangkan akibat pemberian lotion pelembab ini dapat menghubungi nama dan alamat di bawah ini untuk mendapatkan penjelasan.
dr. Dian Andriani, SpKK Kantor: Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Moh. Ridwan Meuraksa Jakarta. Jl. Kramat Raya 174 Jakarta Pusat. Tlp 021-31907870 atau Rumah: Jl. Bandung D-602 Duren Jaya, Bekasi Telp. 021-8806365 HP. 0818993426
Lampiran 2.
PERSETUJUAN TINDAK MEDIK
Setelah mendapat penjelasan, saya yang bertandatangan di bawah ini :
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Alamat :
Menyatakan secara sukarela setuju untuk mengikuti penelitian “Penambahan
Saccharide Isomerates 5% dalam formulasi pelembab meningkatkan hidrasi kulit lebih
tinggi dibandingkan dengan pelembab biasa”.
Saya bersedia menggunakan pelembab yang diberikan sesuai dengan anjuran cara
pemakaian dan bersedia melakukan pemeriksaan hidrasi kulit selama penelitian
berlangsung.
Demikian surat persetujuan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tanpa
paksaan.
Jakarta, . . . . . . . . . . .
Dokter pemeriksa. Yang memberi pernyataan,
(. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .) ( . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .)
Lampiran 3.
STATUS PENELITIAN
1. IDENTITAS
Nama :
Tempat/tanggal lahir :
Alamat :
No. telp : HP :
Status perkawinan :
Suku :
Jenis pekerjaan :
2. ANAMNESIS
a. Apakah ada keluhan tentang kekeringan kulit
□ Ada □ Tidak ada
b. Kebiasaan merawat kulit dengan pelembab:
□ Ada □ Tidak ada
Bila ada, seberapa sering menggunakan pelembab sehari-
hari:
□ 2 kali sehari setelah mandi
□ Sehari sekali
□ Seminggu dua kali
□ Seminggu sekali
□ Tidak tentu
c. Jenis sabun mandi yang digunakan saat mandi:
□ Sabun antiseptik
□ Sabun pelembab
□ Sabun bayi
□ Tidak tentu
4) Apakah ada bahan kontak selain pelembab yang dioleskan pada
kulit:
□ Ada □ Tidak ada
Bila ada, sebutkan jenis bahan kontak tersebut:
□ Minyak telon/kayu putih
□ Balsam
□ Lain-lain:……..
5) Riwayat pekerjaan:
□ Jenis pekerjaan sekarang :
□ Lama bekerja:………..tahun…….bulan
□ Jam kerja :………. Jam sehari
6) Lingkungan tempat bekerja:
□ Ber AC
□ Tidak ber AC tetapi ventilasi baik
□ Ventilasi kurang baik
7) Riwayat Penyakit Dahulu :
□ Kekeringan kulit,
□ Gatal-gatal yang sering berulang,
□ Status atopik :
Dermatitis atopik
Rhinitis alergik
Asma bronkiale,
□ Penyakit kronik
Diabetes Melitus
Hipertensi
Kelainan kelenjar tiroid
Penyakit lain : …………
1) Riwayat Penyakit Keluarga :
□ Status Atopik:
Dermatitis atopik
Rhinitis alergik
Asma bronkiale
□ Penyakit kronik
□ Lain-lain
3.PEMERIKSAAN FISIS
a. Status generalis:
Tinggi Badan: cm, Berat badan: kg
Tekanan darah :
Nadi :
Pernafasan :
Keadaan umum :
Status gizi :
Kepala: konjungtiva: anemis/ tidak anemis
Dada :
Abdomen :
Ekstremitas :
b. Status dermatologikus:
□ Tanda klinis kekeringan kulit:
□ Lokasi:
4. DIAGNOSIS
5. PENATALAKSANAAN
Lampiran 4.
Kriteria diagnosis dermatitis atopik dari Hanifin dan Lobitz, 1977
Kriteria mayor ( > 3) Pruritus
Morfologi dan distribusi khas :
dewasa : likenifikasi fleksura
bayi dan anak : lokasi kelainan di daerah muka dan ekstensor
Dermatitis bersifat kronik residif
Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya
Kriteria minor ( > 3) Xerosis
Iktiosis/pertambahan garis di palmar/keatosis pilaris
Reaktivasi pada uji kulit tipe cepat
Peningkatan kadar IgE
Kecenderungan mendapat infeksi kulit/kelainan imunitas selular
Dermatitis pada areola mammae
Keilitis
Konjungtivitis berulang
Lipatan Dennie-Morgan daerah infraorbita
Keratokonus
Katarak subskapular anterior
Hiperpigmentasi daerah orbita
Kepucatan/eritema daerah muka
Pitiriasis alba
Lipatan leher anterior
Gatal bila berkeringat
Intoleransi terhadap bahan wol dan lipid solven
Gambaran perifolikular lebih nyata
Intoleransi makanan
Perjalanan penyakit dipengaruhi lingkungan dan emosi
White dermographism/delayed blanch
Lampiran 5 Uji Normalitas Hidrasi Kulit
Tests of Normalityb
Kelompok_3 Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig. Minggu_0 Kelompok saccharide
isomerate 5% .192 15 .141 .914 15 .158
Kelompok pelembab biasa .147 15 .200* .955 15 .603
Minggu1 Kelompok saccharide isomerate 5% .146 15 .200* .946 15 .471
Kelompok pelembab biasa .118 15 .200* .952 15 .561
Minggu2 Kelompok saccharide isomerate 5% .104 15 .200* .970 15 .857
Kelompok pelembab biasa .125 15 .200* .976 15 .939
Minggu3 Kelompok saccharide isomerate 5% .133 15 .200* .938 15 .358
Kelompok pelembab biasa .162 15 .200* .965 15 .781
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. b. Kelompok_4 = Lengan Atas
Tests of Normalityb
Kelompok_3
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Minggu_0 Kelompok saccharide
isomerate 5% .124 15 .200* .958 15 .653
Kelompok pelembab biasa .097 15 .200* .968 15 .829
Minggu1 Kelompok saccharide isomerate 5% .123 15 .200* .958 15 .663
Kelompok pelembab biasa .103 15 .200* .976 15 .934
Minggu2 Kelompok saccharide isomerate 5% .117 15 .200* .976 15 .933
Kelompok pelembab biasa .118 15 .200* .978 15 .954
Minggu3 Kelompok saccharide isomerate 5% .169 15 .200* .948 15 .492
Kelompok pelembab biasa .105 15 .200* .973 15 .903
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. b. Kelompok_4 = Lengan Bawah
Tests of Normalityb
Kelompok_3 Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig. Minggu_0 Kelompok saccharide
isomerate 5% .185 15 .181 .918 15 .178
Kelompok pelembab biasa .141 15 .200* .974 15 .911
Minggu1 Kelompok saccharide isomerate 5% .198 15 .117 .882 15 .051
Kelompok pelembab biasa .195 15 .131 .909 15 .130
Minggu2 Kelompok saccharide isomerate 5% .157 15 .200* .952 15 .553
Kelompok pelembab biasa .182 15 .193 .938 15 .357
Minggu3 Kelompok saccharide isomerate 5% .134 15 .200* .958 15 .657
Kelompok pelembab biasa .094 15 .200* .958 15 .664
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. b. Kelompok_4 = Tungkai Atas
Tests of Normalityb
Kelompok_3 Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig. Minggu_0 Kelompok saccharide
isomerate 5% .171 15 .200* .959 15 .670
Kelompok pelembab biasa .147 15 .200* .944 15 .441
Minggu1 Kelompok saccharide isomerate 5% .149 15 .200* .885 15 .057
Kelompok pelembab biasa .173 15 .200* .943 15 .421
Minggu2 Kelompok saccharide isomerate 5% .128 15 .200* .965 15 .775
Kelompok pelembab biasa .106 15 .200* .970 15 .863
Minggu3 Kelompok saccharide isomerate 5% .140 15 .200* .929 15 .264
Kelompok pelembab biasa .166 15 .200* .949 15 .508
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. b. Kelompok_4 = Tungkai Bawah Lampiran 6. Uji Chi-Square atopik dan kebiasaan merawat kulit
Merawat_kulita
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid Ya 13 86.7 86.7 86.7
Tidak 2 13.3 13.3 100.0 Total 15 100.0 100.0
a. Kelompok = Saccharide isomerate 5%
Merawat_kulita
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid Ya 12 80.0 80.0 80.0
Tidak 3 20.0 20.0 100.0 Total 15 100.0 100.0
a. Kelompok = Pelembab biasa
Atopika
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid Ya 8 53.3 53.3 53.3
Tidak 7 46.7 46.7 100.0 Total 15 100.0 100.0
Atopika
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid Ya 8 53.3 53.3 53.3
Tidak 7 46.7 46.7 100.0 a. Kelompok = Saccharide isomerate 5%
Atopika
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid Ya 4 26.7 26.7 26.7
Tidak 11 73.3 73.3 100.0 Total 15 100.0 100.0
a. Kelompok = Pelembab biasa
Lingk_kerja_ACa
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid Ya 15 100.0 100.0 100.0 a. Kelompok = Saccharide isomerate 5%
Lingk_kerja_ACa
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid Ya 15 100.0 100.0 100.0 a. Kelompok = Pelembab biasa
Kelompok * Atopik
Kelompok * Atopik Crosstabulation Atopik
Total Ya Tidak Kelompok Saccharide isomerate 5% Count 8 7 15
Expected Count 6.0 9.0 15.0
% within Kelompok 53.3% 46.7% 100.0% Pelembab biasa Count 4 11 15
Expected Count 6.0 9.0 15.0 % within Kelompok 26.7% 73.3% 100.0%
Total Count 12 18 30 Expected Count 12.0 18.0 30.0 % within Kelompok 40.0% 60.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig.
(2-sided) Exact Sig. (2-
sided) Exact Sig. (1-
sided) Pearson Chi-Square 2.222a 1 .136 Continuity Correctionb 1.250 1 .264 Likelihood Ratio 2.256 1 .133 Fisher's Exact Test .264 .132 Linear-by-Linear Association 2.148 1 .143
N of Valid Casesb 30 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.00. b. Computed only for a 2x2 table Kelompok * Merawat_kulit
Kelompok * Merawat_kulit Crosstabulation Merawat_kulit
Total Ya Tidak Kelompok Saccharide isomerate 5% Count 13 2 15
Expected Count 12.5 2.5 15.0 % within Kelompok 86.7% 13.3% 100.0%
Pelembab biasa Count 12 3 15 Expected Count 12.5 2.5 15.0 % within Kelompok 80.0% 20.0% 100.0%
Total Count 25 5 30 Expected Count 25.0 5.0 30.0 % within Kelompok 83.3% 16.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .240a 1 .624 Continuity Correctionb .000 1 1.000 Likelihood Ratio .241 1 .623 Fisher's Exact Test 1.000 .500 Linear-by-Linear Association .232 1 .630
N of Valid Casesb 30 a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.50. b. Computed only for a 2x2 table Lampiran 7. Uji Paired-sample t Test Setelah Penggunaan Pelembab Selama 2 Minggu Kelompok SI
Paired Samples Statisticsa
Mean N Std. Deviation Std. Error
Mean Pair 1 Minggu_0 28.4667 15 4.80129 1.23969
Minggu2 71.3000 15 10.79319 2.78679 a. Kelompok_4 = Lengan Atas
Paired Samples Correlationsa N Correlation Sig. Pair 1 Minggu_0 &
Minggu2 15 .671 .006
Paired Samples Correlationsa N Correlation Sig. Pair 1 Minggu_0 &
Minggu2 15 .671 .006
a. Kelompok_4 = Lengan Atas
Paired Samples Testa Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean Std.
Deviation Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper Pair 1
Minggu_0 - Minggu2
-4.2833
3E1 8.36375 2.15951 -47.46503 -38.20164 -
19.835 14 .000
a. Kelompok_4 = Lengan Atas
Paired Samples Statisticsa
Mean N Std. Deviation Std. Error
Mean Pair 1 Minggu_0 26.6333 15 2.68239 .69259
Minggu2 63.9333 15 9.23670 2.38491 a. Kelompok_4 = Lengan Bawah
Paired Samples Correlationsa N Correlation Sig. Pair 1 Minggu_0 &
Minggu2 15 .637 .011
a. Kelompok_4 = Lengan Bawah
Paired Samples Testa Paired Differences t df Sig. (2-
Mean Std.
Deviation Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
tailed)
Lower Upper Pair 1
Minggu_0 - Minggu2
-3.7300
0E1 7.80751 2.01589 -41.62365 -32.97635 -
18.503 14 .000
a. Kelompok_4 = Lengan Bawah
Paired Samples Statisticsa
Mean N Std. Deviation Std. Error
Mean Pair 1 Minggu_0 24.2000 15 2.72423 .70339
Minggu2 60.6000 15 14.70811 3.79762 a. Kelompok_4 = Tungkai Atas
Paired Samples Correlationsa N Correlation Sig. Pair 1 Minggu_0 &
Minggu2 15 .360 .187
a. Kelompok_4 = Tungkai Atas
Paired Samples Testa
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean Std.
Deviation Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper Pair 1
Minggu_0 - Minggu2
-3.6400
0E1 13.95938 3.60430 -44.13045 -28.66955 -
10.099 14 .000
a. Kelompok_4 = Tungkai Atas
Paired Samples Statisticsa
Mean N Std. Deviation
Std. Error Mean
Pair 1 Minggu_0 22.6000 15 3.23596 .83552 Minggu2 49.7667 15 10.21006 2.63623
a. Kelompok_4 = Tungkai Bawah
Paired Samples Correlationsa N Correlation Sig. Pair 1 Minggu_0 &
Minggu2 15 .192 .493
a. Kelompok_4 = Tungkai Bawah
Paired Samples Testa Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean Std.
Deviation Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper Pair 1
Minggu_0 - Minggu2
-2.7166
7E1 10.10068 2.60799 -32.76024 -21.57309 -
10.417 14 .000
a. Kelompok_4 = Tungkai Bawah
Kelompok Pelembab Biasa
Paired Samples Statisticsa
Mean N Std. Deviation Std. Error
Mean Pair 1 Minggu_0 26.2000 15 3.21159 .82923
Minggu2 61.8000 15 6.55689 1.69298 a. Kelompok_4 = Lengan Atas
Paired Samples Correlationsa N Correlation Sig.
Pair 1 Minggu_0 & Minggu2 15 .452 .090
a. Kelompok_4 = Lengan Atas
Paired Samples Testa
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean Std.
Deviation Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper Pair 1
Minggu_0 - Minggu2
-3.5600
0E1 5.85296 1.51123 -38.84126 -32.35874 -
23.557 14 .000
a. Kelompok_4 = Lengan Atas
Paired Samples Statisticsa
Mean N Std. Deviation Std. Error
Mean Pair 1 Minggu_0 25.6333 15 2.27146 .58649
Minggu2 54.6667 15 5.49242 1.41814 a. Kelompok_4 = Lengan Bawah
Paired Samples Correlationsa N Correlation Sig. Pair 1 Minggu_0 &
Minggu2 15 .074 .793
a. Kelompok_4 = Lengan Bawah
Paired Samples Testa Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean Std.
Deviation Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper Pair 1
Minggu_0 - Minggu2
-2.9033
3E1 5.78627 1.49401 -32.23766 -25.82900 -
19.433 14 .000
Paired Samples Testa
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean Std.
Deviation Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper Pair 1
Minggu_0 - Minggu2
-2.9033
3E1 5.78627 1.49401 -32.23766 -25.82900 -
19.433 14 .000
a. Kelompok_4 = Lengan Bawah
Paired Samples Statisticsa
Mean N Std. Deviation Std. Error
Mean Pair 1 Minggu_0 23.7333 15 3.27254 .84497
Minggu2 49.0667 15 6.36359 1.64307 a. Kelompok_4 = Tungkai Atas
Paired Samples Correlationsa N Correlation Sig. Pair 1 Minggu_0 &
Minggu2 15 .157 .576
a. Kelompok_4 = Tungkai Atas
Paired Samples Testa
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean Std.
Deviation Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper Pair 1
Minggu_0 - Minggu2
-2.5333
3E1 6.68331 1.72562 -29.03443 -21.63224 -
14.681 14 .000
a. Kelompok_4 = Tungkai Atas
Paired Samples Statisticsa
Mean N Std. Deviation Std. Error
Mean Pair 1 Minggu_0 22.0000 15 2.12972 .54989
Minggu2 41.5667 15 6.95102 1.79475 a. Kelompok_4 = Tungkai Bawah
Paired Samples Correlationsa N Correlation Sig. Pair 1 Minggu_0 &
Minggu2 15 .223 .424
a. Kelompok_4 = Tungkai Bawah
Paired Samples Testa Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean Std.
Deviation Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper Pair 1
Minggu_0 - Minggu2
-1.9566
7E1 6.80039 1.75585 -23.33259 -15.80074 -
11.144 14 .000
a. Kelompok_4 = Tungkai Bawah
Lampiran 8. Uji Homogenitas dan Uji Beda Independent-Sample t Test antara Kelompok Kontrol dengan Perlakuan Berdasarkan Lokasi Lengan Atas
Group Statisticsa Kelompok_3 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Minggu_0 Kelompok saccharide
isomerate 5% 15 28.4667 4.80129 1.23969
Kelompok pelembab biasa 15 26.2000 3.21159 .82923 Minggu1 Kelompok saccharide
isomerate 5% 15 43.1333 7.06214 1.82344
Kelompok pelembab biasa 15 39.7667 5.28092 1.36353 Minggu2 Kelompok saccharide
isomerate 5% 15 71.3000 10.79319 2.78679
Kelompok pelembab biasa 15 61.8000 6.55689 1.69298 Minggu3 Kelompok saccharide
isomerate 5% 15 57.4333 9.39769 2.42647
Kelompok pelembab biasa 15 42.0667 6.22457 1.60718 a. Kelompok_4 = Lengan Atas
Independent Samples Testa Levene's Test
for Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed)
Mean Differe
nce
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper Minggu_0
Equal variances assumed 1.768 .194 1.52
0 28 .140 2.26667 1.49146 -.78844 5.32178
Equal variances not assumed
1.520
24.438 .141 2.26667 1.49146 -.80863 5.34196
Minggu1
Equal variances assumed .609 .442 1.47
9 28 .150 3.36667 2.27687 -1.29729 8.03062
Equal variances not assumed
1.479
25.927 .151 3.36667 2.27687 -
1.31414 8.04747
Minggu2
Equal variances assumed 2.958 .097 2.91
3 28 .007 9.50000 3.26073 2.82069 16.17931
Equal variances not assumed
2.913
23.095 .008 9.50000 3.26073 2.75619 16.2438
1 Minggu3
Equal variances assumed 2.103 .158 5.28
0 28 .000 15.36667 2.91046 9.40485 21.3284
8 Equal variances not assumed
5.280
24.301 .000 15.3666
7 2.91046 9.36370 21.36963
a. Kelompok_4 = Lengan Atas Lengan Bawah
Group Statisticsa Kelompok_3 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Minggu_0 Kelompok saccharide
isomerate 5% 15 26.6333 2.68239 .69259
Kelompok pelembab biasa 15 25.6333 2.27146 .58649 Minggu1 Kelompok saccharide
isomerate 5% 15 41.8667 8.24072 2.12775
Kelompok pelembab biasa 15 37.3333 4.52243 1.16769 Minggu2 Kelompok saccharide
isomerate 5% 15 63.9333 9.23670 2.38491
Kelompok pelembab biasa 15 54.6667 5.49242 1.41814 Minggu3 Kelompok saccharide
isomerate 5% 15 53.1333 7.88187 2.03509
Kelompok pelembab biasa 15 37.9333 6.01743 1.55370 a. Kelompok_4 = Lengan Bawah
Independent Samples Testa Levene's
Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean Differen
ce
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper Minggu_0
Equal variances assumed .252 .620 1.102 28 .280 1.00000 .90755 -.85904 2.85904
Equal variances not assumed
1.102 27.260 .280 1.00000 .90755 -.86131 2.86131
Minggu1
Equal variances assumed 4.496 .043 1.868 28 .072 4.53333 2.42710 -.43835 9.50501
Equal variances not assumed
1.868 21.732 .075 4.53333 2.42710 -.50376 9.57043
Minggu2
Equal variances assumed 4.396 .045 3.340 28 .002 9.26667 2.77469 3.58298 14.95036
Equal variances not assumed
3.340 22.800 .003 9.26667 2.77469 3.52400 15.00933
Minggu3
Equal variances assumed .233 .633 5.937 28 .000 15.20000 2.56038 9.95530 20.44470
Equal variances not assumed
5.937 26.182 .000 15.20000 2.56038 9.93884 20.46116
a. Kelompok = Lengan Bawah Tungkai Atas
Group Statisticsa Kelompok_3 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Minggu_0 Kelompok saccharide
isomerate 5% 15 24.2000 2.72423 .70339
Kelompok pelembab biasa 15 23.7333 3.27254 .84497 Minggu1 Kelompok saccharide
isomerate 5% 15 40.3667 7.51300 1.93985
Kelompok pelembab biasa 15 33.4000 5.68582 1.46807 Minggu2 Kelompok saccharide
isomerate 5% 15 60.6000 14.70811 3.79762
Kelompok pelembab biasa 15 49.0667 6.36359 1.64307 Minggu3 Kelompok saccharide
isomerate 5% 15 47.6333 8.45464 2.18298
Kelompok pelembab biasa 15 34.8667 4.21505 1.08832 a. Kelompok_4 = Tungkai Atas
Independent Samples Testa Levene's Test
for Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed)
Mean Differen
ce
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper Minggu_0
Equal variances assumed .376 .545 .424 28 .674 .46667 1.09942 -
1.78540 2.71873
Equal variances not assumed
.424 27.108 .675 .46667 1.09942 -
1.78874 2.72207
Minggu1
Equal variances assumed 2.529 .123 2.864 28 .008 6.96667 2.43275 1.98341 11.9499
2 Equal variances not assumed
2.864 26.076 .008 6.96667 2.43275 1.96679 11.9665
4 Minggu2
Equal variances assumed 5.878 .022 2.787 28 .009 11.5333
3 4.13782 3.05739 20.00928
Equal variances not assumed
2.787 19.064 .012 11.5333
3 4.13782 2.87473 20.19193
Minggu3
Equal variances assumed 3.562 .070 5.234 28 .000 12.7666
7 2.43923 7.77013 17.76320
Equal variances not assumed
5.234 20.555 .000 12.7666
7 2.43923 7.68731 17.84603
a. Kelompok = Tungkai Atas Tungkai Bawah
Group Statisticsa Kelompok_3 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Minggu_0 Kelompok saccharide
isomerate 5% 15 22.6000 3.23596 .83552
Kelompok pelembab biasa 15 22.0000 2.12972 .54989 Minggu1 Kelompok saccharide
isomerate 5% 15 34.1000 5.91064 1.52612
Kelompok pelembab biasa 15 31.4333 3.89994 1.00696 Minggu2 Kelompok saccharide
isomerate 5% 15 49.7667 10.21006 2.63623
Kelompok pelembab biasa 15 41.5667 6.95102 1.79475 Minggu3 Kelompok saccharide
isomerate 5% 15 42.3333 7.68967 1.98546
Kelompok pelembab biasa 15 30.5333 4.29895 1.10998 a. Kelompok_4 = Tungkai Bawah
Independent Samples Testa Levene's
Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T df Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper
Minggu_0
Equal variances assumed 2.602 .118 .600 28 .553 .6000 1.00024 -1.4489 2.64889
Equal variances not assumed
.600 24.21 .554 .6000 1.00024 -1.4634 2.66343
Minggu1
Equal variances assumed 1.456 .238 1.46 28 .156 2.667 1.82839 -1.0786 6.41196
Equal variances not assumed
1.46 24.25 .158 2.667 1.82839 -1.1049 6.43824
Minggu2
Equal variances assumed 1.621 .213 2.57 28 .016 8.200 3.18917 1.6673 14.7327
Equal variances not assumed
2.57 24.68 .017 8.200 3.18917 1.6275 14.7725
Minggu3
Equal variances assumed 1.639 .211 5.19 28 .000 11.80 2.27467 7.1406 16.4594
Equal variances not assumed
5.19 21.97 .000 11.80 2.27467 7.0823 16.517
a. Kelompok_4 = Tungkai Bawah
Lampiran 9 Uji One Way Anova Lokasi Pengukuran Hidrasi Kulit Kelompok saccharide isomerate 5%
Descriptivesa
N Mean Std.
Deviation Std.
Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum
Maximum
Lower Bound
Upper Bound
Minggu_0
Lengan Atas 15 28.467 4.80129 1.2397 25.8078 31.1255 21.50 41.00 Lengan Bawah 15 26.633 2.68239 .69259 25.1479 28.1188 21.00 30.50 Tungkai Atas 15 24.200 2.72423 .70339 22.6914 25.7086 20.00 31.00 Tungkai Bawah 15 22.600 3.23596 .83552 20.8080 24.3920 16.50 27.50 Total 60 25.476 4.06872 .52527 24.4239 26.5261 16.50 41.00
Minggu1
Lengan Atas 15 43.133 7.06214 1.8234 39.2225 47.0442 32.50 56.00 Lengan Bawah 15 41.867 8.24072 2.1277 37.3031 46.4302 30.50 59.50 Tungkai Atas 15 40.367 7.51300 1.9398 36.2061 44.5272 32.50 55.00 Tungkai Bawah 15 34.100 5.91064 1.5261 30.8268 37.3732 27.50 50.00 Total 60 39.867 7.86640 1.0155 37.8346 41.8988 27.50 59.50
Minggu2
Lengan Atas 15 71.300 10.79319 2.7867 65.3229 77.2771 54.00 95.50 Lengan Bawah 15 63.933 9.23670 2.3849 58.8182 69.0484 48.50 80.00 Tungkai Atas 15 60.600 14.70811 3.7976 52.4549 68.7451 39.00 92.00 Tungkai Bawah 15 49.767 10.21006 2.6362 44.1125 55.4208 34.00 70.00 Total 60 61.400 13.60421 1.7563 57.8857 64.9143 34.00 95.50
Minggu3
Lengan Atas 15 57.433 9.39769 2.4264 52.2291 62.6376 43.50 81.50 Lengan Bawah 15 53.133 7.88187 2.0350 48.7685 57.4982 35.50 66.00 Tungkai Atas 15 47.633 8.45464 2.1829 42.9513 52.3154 35.00 63.50 Tungkai Bawah 15 42.333 7.68967 1.9854 38.0749 46.5917 30.00 62.00 Total 60 50.133 9.97916 1.2883 47.5554 52.7112 30.00 81.50
a. Kelompok_3 = Kelompok saccharide isomerate 5%
Test of Homogeneity of Variancesa Levene Statistic df1 df2 Sig. Minggu_0 2.026 3 56 .121 Minggu1 .932 3 56 .431 Minggu2 .983 3 56 .408 Minggu3 .311 3 56 .818 a. Kelompok_3 = Kelompok saccharide isomerate 5%
ANOVAa
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Minggu_0 Between Groups 302.746 3 100.915 8.385 .000 Within Groups 673.967 56 12.035 Total 976.712 59
Minggu1 Between Groups 722.633 3 240.878 4.606 .006 Within Groups 2928.300 56 52.291 Total 3650.933 59
Minggu2 Between Groups 3606.033 3 1202.011 9.204 .000 Within Groups 7313.367 56 130.596 Total 10919.400 59
Minggu3 Between Groups 1940.700 3 646.900 9.207 .000 Within Groups 3934.733 56 70.263 Total 5875.433 59
a. Kelompok_3 = Kelompok saccharide isomerate 5% Post Hoc Tests
Multiple Comparisonsa LSD
Dependent Variable
(I) Kelompok_4 (J) Kelompok_4
Mean Differenc
e (I-J) Std.
Error Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound
Upper Bound
Minggu_0
Lengan Atas Lengan Bawah 1.83333 1.26676 .153 -.7043 4.3710 Tungkai Atas 4.26667* 1.26676 .001 1.7290 6.8043 Tungkai Bawah 5.86667* 1.26676 .000 3.3290 8.4043
Lengan Bawah
Lengan Atas -1.83333 1.26676 .153 -4.3710 .7043 Tungkai Atas 2.43333 1.26676 .060 -.1043 4.9710 Tungkai Bawah 4.03333* 1.26676 .002 1.4957 6.5710
Tungkai Atas Lengan Atas -4.26667* 1.26676 .001 -6.8043 -1.7290
Lengan Bawah -2.43333 1.26676 .060 -4.9710 .1043 Tungkai Bawah 1.60000 1.26676 .212 -.9376 4.1376
Tungkai Bawah
Lengan Atas -5.8667* 1.26676 .000 -8.4043 -3.3290 Lengan Bawah -4.0333* 1.26676 .002 -6.5710 -1.4957 Tungkai Atas -1.6000 1.26676 .212 -4.1376 .9376
Minggu1 Lengan Atas Lengan Bawah 1.2667 2.64048 .633 -4.0229 6.5562 Tungkai Atas 2.7667 2.64048 .299 -2.5229 8.0562 Tungkai Bawah 9.033* 2.64048 .001 3.7438 14.3229
Lengan Bawah
Lengan Atas -1.26667 2.64048 .633 -6.5562 4.0229 Tungkai Atas 1.50000 2.64048 .572 -3.7895 6.7895 Tungkai Bawah 7.76667* 2.64048 .005 2.4771 13.0562
Tungkai Atas Lengan Atas -2.76667 2.64048 .299 -8.0562 2.5229 Lengan Bawah -1.50000 2.64048 .572 -6.7895 3.7895 Tungkai Bawah 6.2667* 2.64048 .021 .9771 11.5562
Tungkai Bawah
Lengan Atas -9.0333* 2.64048 .001 -14.3229 -3.7438 Lengan Bawah -7.7667* 2.64048 .005 -13.0562 -2.4771 Tungkai Atas -6.2667* 2.64048 .021 -11.5562 -.9771
Minggu2 Lengan Atas Lengan Bawah 7.3667 4.17286 .083 -.9926 15.7259 Tungkai Atas 10.7000* 4.17286 .013 2.3408 19.0592 Tungkai Bawah 21.5333* 4.17286 .000 13.1741 29.8926
Lengan Bawah
Lengan Atas -7.36667 4.17286 .083 -15.7259 .9926 Tungkai Atas 3.33333 4.17286 .428 -5.0259 11.6926 Tungkai Bawah 14.1667* 4.17286 .001 5.8074 22.5259
Tungkai Atas Lengan Atas -10.7000* 4.17286 .013 -19.0592 -2.3408
Lengan Bawah -3.3333 4.17286 .428 -11.6926 5.0259 Tungkai Bawah 10.8333* 4.17286 .012 2.4741 19.1926
Tungkai Bawah
Lengan Atas -21.533* 4.17286 .000 -29.8926 -13.1741 Lengan Bawah -14.167* 4.17286 .001 -22.5259 -5.8074 Tungkai Atas -10.833* 4.17286 .012 -19.1926 -2.4741
Minggu3 Lengan Atas Lengan Bawah 4.3000 3.06079 .166 -1.8315 10.4315 Tungkai Atas 9.8000 3.06079 .002 3.6685 15.9315 Tungkai Bawah 15.100* 3.06079 .000 8.9685 21.2315
Lengan Bawah
Lengan Atas -4.300 3.06079 .166 -10.4315 1.8315 Tungkai Atas 5.500 3.06079 .078 -.6315 11.6315 Tungkai Bawah 10.800* 3.06079 .001 4.6685 16.9315
Tungkai Atas Lengan Atas -9.800* 3.06079 .002 -15.9315 -3.6685 Lengan Bawah -5.500 3.06079 .078 -11.6315 .6315 Tungkai Bawah 5.3000 3.06079 .089 -.8315 11.4315
Tungkai Bawah
Lengan Atas -15.100* 3.06079 .000 -21.2315 -8.9685 Lengan Bawah -10.800* 3.06079 .001 -16.9315 -4.6685 Tungkai Atas -5.300 3.06079 .089 -11.4315 .8315
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
a. Kelompok_3 = Kelompok saccharide isomerate 5%
Kelompok pelembab biasa
Descriptivesa
N Mean Std.
Deviation Std.
Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum
Maximum
Lower Bound
Upper Bound
Minggu_0
Lengan Atas 15 26.200 3.21159 .82923 24.4215 27.9785 19.50 31.00 Lengan Bawah 15 25.633 2.27146 .58649 24.3754 26.8912 22.00 29.50 Tungkai Atas 15 23.733 3.27254 .84497 21.9211 25.5456 18.00 31.00 Tungkai Bawah 15 22.000 2.12972 .54989 20.8206 23.1794 18.50 25.00 Total 60 24.392 3.17444 .40982 23.5716 25.2117 18.00 31.00
Minggu1
Lengan Atas 15 39.767 5.28092 1.36353 36.8422 42.6911 31.00 48.00 Lengan Bawah 15 37.333 4.52243 1.16769 34.8289 39.8378 30.50 46.50 Tungkai Atas 15 33.400 5.68582 1.46807 30.2513 36.5487 25.00 42.00 Tungkai Bawah 15 31.433 3.89994 1.00696 29.2736 33.5930 24.00 37.00 Total 60 35.483 5.79302 .74788 33.9868 36.9798 24.00 48.00
Minggu2
Lengan Atas 15 61.800 6.55689 1.69298 58.1689 65.4311 47.50 74.00
Lengan Bawah 15 54.667 5.49242 1.41814 51.6251 57.7083 43.50 64.00 Tungkai Atas 15 49.067 6.36359 1.64307 45.5426 52.5907 39.50 60.00 Tungkai Bawah 15 41.567 6.95102 1.79475 37.7173 45.4160 29.50 53.00 Total 60 51.776 9.71955 1.25479 49.2642 54.2858 29.50 74.00
Minggu3
Lengan Atas 15 42.067 6.22457 1.60718 38.6196 45.5137 29.00 55.00
Lengan Bawah 15 37.933 6.01743 1.55370 34.6010 41.2657 28.50 48.50 Tungkai Atas 15 34.867 4.21505 1.08832 32.5324 37.2009 26.00 40.50 Tungkai Bawah 15 30.533 4.29895 1.10998 28.1527 32.9140 24.00 39.50 Total 60 36.350 6.67039 .86114 34.6269 38.0731 24.00 55.00
a. Kelompok_3 = Kelompok pelembab biasa
Test of Homogeneity of Variancesa Levene Statistic df1 df2 Sig. Minggu_0 .545 3 56 .654 Minggu1 .972 3 56 .413
Minggu2 .333 3 56 .802 Minggu3 .840 3 56 .478 a. Kelompok_3 = Kelompok pelembab biasa
ANOVAa Sum of
Squares df Mean Square F Sig. Minggu_0 Between Groups 164.479 3 54.826 7.139 .000
Within Groups 430.067 56 7.680 Total 594.546 59
Minggu1 Between Groups 637.683 3 212.561 8.868 .000 Within Groups 1342.300 56 23.970 Total 1979.983 59
Minggu2 Between Groups 3306.112 3 1102.037 27.216 .000 Within Groups 2267.600 56 40.493 Total 5573.712 59
Minggu3 Between Groups 1068.317 3 356.106 12.809 .000 Within Groups 1556.833 56 27.801 Total 2625.150 59
a. Kelompok_3 = Kelompok pelembab biasa Post Hoc Tests
Multiple Comparisonsa LSD
Dependent Variable
(I) Kelompok_4 (J) Kelompok_4
Mean Differenc
e (I-J) Std.
Error Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound
Upper Bound
Minggu_0
Lengan Atas Lengan Bawah .56667 1.01191 .578 -1.4604 2.5938 Tungkai Atas 2.46667* 1.01191 .018 .4396 4.4938 Tungkai Bawah 4.20000* 1.01191 .000 2.1729 6.2271
Lengan Bawah
Lengan Atas -.56667 1.01191 .578 -2.5938 1.4604 Tungkai Atas 1.90000 1.01191 .066 -.1271 3.9271 Tungkai Bawah 3.63333* 1.01191 .001 1.6062 5.6604
Tungkai Atas Lengan Atas -2.46667* 1.01191 .018 -4.4938 -.4396 Lengan Bawah -1.90000 1.01191 .066 -3.9271 .1271 Tungkai Bawah 1.73333 1.01191 .092 -.2938 3.7604
Tungkai Bawah
Lengan Atas -4.20000* 1.01191 .000 -6.2271 -2.1729 Lengan Bawah -3.63333* 1.01191 .001 -5.6604 -1.6062 Tungkai Atas -1.73333 1.01191 .092 -3.7604 .2938
Minggu1 Lengan Atas Lengan Bawah 2.43333 1.78772 .179 -1.1479 6.0146 Tungkai Atas 6.36667* 1.78772 .001 2.7854 9.9479 Tungkai Bawah 8.33333* 1.78772 .000 4.7521 11.9146
Lengan Bawah
Lengan Atas -2.43333 1.78772 .179 -6.0146 1.1479 Tungkai Atas 3.93333* 1.78772 .032 .3521 7.5146 Tungkai Bawah 5.90000* 1.78772 .002 2.3188 9.4812
Tungkai Atas Lengan Atas -6.36667* 1.78772 .001 -9.9479 -2.7854 Lengan Bawah -3.93333* 1.78772 .032 -7.5146 -.3521 Tungkai Bawah 1.96667 1.78772 .276 -1.6146 5.5479
Tungkai Bawah
Lengan Atas -8.33333* 1.78772 .000 -11.9146 -4.7521 Lengan Bawah -5.90000* 1.78772 .002 -9.4812 -2.3188 Tungkai Atas -1.96667 1.78772 .276 -5.5479 1.6146
Minggu2 Lengan Atas Lengan Bawah 7.13333* 2.32359 .003 2.4786 11.7880 Tungkai Atas 12.73333* 2.32359 .000 8.0786 17.3880 Tungkai Bawah 20.23333* 2.32359 .000 15.5786 24.8880
Lengan Bawah
Lengan Atas -7.13333* 2.32359 .003 -11.7880 -2.4786 Tungkai Atas 5.60000* 2.32359 .019 .9453 10.2547 Tungkai Bawah 13.10000* 2.32359 .000 8.4453 17.7547
Tungkai Atas Lengan Atas -12.7333* 2.32359 .000 -17.3880 -8.0786 Lengan Bawah -5.6000* 2.32359 .019 -10.2547 -.9453 Tungkai Bawah 7.5000* 2.32359 .002 2.8453 12.1547
Tungkai Bawah
Lengan Atas -20.2333* 2.32359 .000 -24.8880 -15.5786 Lengan Bawah -13.1000* 2.32359 .000 -17.7547 -8.4453 Tungkai Atas -7.5000* 2.32359 .002 -12.1547 -2.8453
Minggu3 Lengan Atas Lengan Bawah 4.1333 1.92529 .036 .2765 7.9902 Tungkai Atas 7.2000* 1.92529 .000 3.3432 11.0568 Tungkai Bawah 11.5333* 1.92529 .000 7.6765 15.3902
Lengan Bawah
Lengan Atas -4.1333* 1.92529 .036 -7.9902 -.2765 Tungkai Atas 3.0667 1.92529 .117 -.7902 6.9235 Tungkai Bawah 7.4000* 1.92529 .000 3.5432 11.2568
Tungkai Atas Lengan Atas -7.2000* 1.92529 .000 -11.0568 -3.3432
Lengan Bawah -3.0667 1.92529 .117 -6.9235 .7902 Tungkai Bawah 4.3333* 1.92529 .028 .4765 8.1902
Tungkai Bawah
Lengan Atas -11.5333* 1.92529 .000 -15.3902 -7.6765 Lengan Bawah -7.4000* 1.92529 .000 -11.2568 -3.5432 Tungkai Atas -4.3333* 1.92529 .028 -8.1902 -.4765
*. The mean difference is significant at the 0.05 level. a. Kelompok_3 = Kelompok pelembab biasa
Lampiran 12 Foto-foto penelitian
Penimbangan bahan baku pelembab Bahan-bahan baku pada formulasi pelembab
Pencampuran bahan Pelabelan kemasan
Uji tempel pada penelitian pendahuluan
Menunjukkan tidak ada tanda iritasi atau alergi
Lokasi pengukuran hidrasi kulit pada lengan atas dan bawah serta tungkai atas dan bawah