di pondok pesantren tarbiyatul islam al-falah kota...
TRANSCRIPT
i
IMPLEMENTASI TA’ZIR
DI PONDOK PESANTREN TARBIYATUL ISLAM
AL-FALAH KOTA SALATIGA TAHUN 2017
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam
Oleh:
SITI SIRRIL INAYAH
NIM: 11113036
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2018
ii
iii
iv
v
MOTTO
ا س ثش ا س لا رعس ا س سلن قبل س صل الله عل عي اس عي الج
ا لا رفس
“Dari Anas radhiyaallahu‟anhu dari Nabi shollaallahu „alaihi wa sallam, beliau
bersabdda: Mudahkanlah dan jangan mempersulit, beri berita gembiralah dan
jangan membuat berita jangan menjadikan orang lari.” (HR. Bukhari)
vi
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah Swt. atas limpahan rahmat serta karuniaNya,
skripsi ini penulis persembahkan untuk :
1. Bapak dan ibu penulis, Muh. Nurtontowi dan S. Badriyah yang tak pernah
lelah membimbing, memberi nasehat, mengingatkan, memberi do‟a, dan
cintanya dalam kehidupan penulis.
2. Ketiga saudara penulis, mbak Riya, dek Aim, dan dek Sabar yang selalu
memberikan do‟a dan dukungan terbaiknya.
3. Bapak dan Ibu dosen yang selalu membimbing dengan penuh kesabaran dan
keluar besar IAIN Salatiga.
4. Sahabat-sahabat yang senantiasa membersamai, membantu dan memberi
nasehat di setiap waktu.
5. Keluarga besar Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam Al-Falah Kota Salatiga.
6. Teman-teman seperjuangan di TPQ Darul Amal Salatiga dan teman-teman
KAMMI Salatiga.
7. Sahabat dan adik-adik seperjuangan di wisma Hanan, Najwa, Safira, Zahra,
dan Najma.
8. Seluruh teman penulis di IAIN Salatiga dan dimanapun berada.
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrohim
Segenap rasa syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT yang
selalu memberikan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya kepada penulis, sehinggap
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Implementasi Ta‟zir di
Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam Al-Falah Kota Salatiga Tahun 2017.
Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Baginda Rasulullah
Muhammad SAW, manusia inspiratif penuh keteladanan yang senantiasa
dinantikan syafa‟atnya di hari akhir. Tidak lupa sholawat dan salam juga
disampaikan kepada keluarga, sahabat, dan orang-orang yang senantiasa
istiqomah di jalan kebaikan.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa
motivasi, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan
penuh rendah hati mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Secara khusus, penulis juga
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
IAIN Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua jurusan Pendidikan Agama Islam
(PAI) IAIN Salatiga.
viii
4. Bapak Muh. Hafidz, M.Ag. selaku pembimbing skripsi yang telah
membimbing dengan ikhlas, mengarahkan, dan meluangkan waktunya untuk
penulis sehingga skripsi ini terselesaikan.
5. Bapak Drs. Badwan, M.Ag. selaku dosen pemimbing akademik penulis yang
dengan kesabarannya membimbing penulis dari waktu ke waktu.
6. Bapak dan Ibu dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah membekali
berbagai ilmu pengetahuan, semangat, dan inspirasinya kepada penulis.
7. Bapak dan Ibu tercinta serta kakak dan adik-adik penulis yang selalu
memberikan do‟a dan dukkungan terbaiknya kepada penulis.
8. Keluarga besar PPTI Al-Falah yang telah memberikan kesempatan dan
bantuannya kepada penulis.
9. Keluarga besar TPQ Darul Amal salatiga yang menjadi inspirasi penulis.
10. Sahabat dan adik-adik seperjuangan di wisma Najwa, Hanan, Safira, Najma,
dan Zahra yang telah membersamai dalam setiap waktu.
11. Sahabat perjuangan di Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia
(KAMMI) Salatiga.
12. Sahabat perjuangan teman-teman PAI angkatan 2013, terimakasih kawan.
13. Sahabat-sahabat inspiratif dimasa senang maupun sedih yang senantiasa
memberikan nasehat, semangat dan bantuannya kepada penulis yang tidak
disebut satu per satu oleh penulis
14. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu oleh penulis. Terima
kasih atas dorongan, motivasi, dan inspirasinya.
ix
x
ABSTRAK
Inayah, Siti Sirril. 2018. Implementasi Ta‟zir dalam Menanamkan Kedisiplinn
Santri di Pondok Pesantren Tarbiyaul Islam Al-Falah Kota Salatiga
Tahun 2017. Skripsi, Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Muh.
Hafidz, M.Ag.
Kata Kunci: Implementasi Ta‟zir dan Penanaman Kedisiplinan
Pada saat ini sering muncul keluhan bahwa generasi muda zaman sekarang
sulit diatur. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya penanaman sikap disiplin
pada mereka dan tidak adanya konsekuensi terhadap peraturan-peraturan yang
telah dilanggar. Oleh karenanya, PPTI Al-Falah memiliki peraturan yang harus
ditaati dan menerapkan hukuman ta‟zir (punishment) sebagai salah satu bentuk
konsekuensi bagi santri yang melanggar untuk melatih dan mendidik santrinya
menjadi disiplin. Oleh sebab itu, penulis tertarik meneliti penerapan ta‟zir dalam
menanamkan kedisiplinan di PPTI Al-Falah Kota Salatiga. Pertanyaan utama
yang akan dijawab peneliti adalah (1) Bagaimana penerapan ta‟zir di PPTI Al-
Falah Salatiga? (2) Bagaimana kedisiplinan santri di PPTI Al-Falah Salatiga? (3)
Apa saja kekurangan dan kelebihan dalam penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah
Salatiga?
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitti mendapatkan
data menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi. Tahap-tahap
penelitian meliputi pra lapangan, pekerjaan lapangan, dan analisis data. Teknik
analisis data yang digunakan adalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa (1) Penerapan ta‟zir di PPTI Al-
Falah dilaksanakan sesuai tingkatan pelanggaran yang telah dilakukan. Ta‟zir
yang diterapkan di PPTI Al-Falah ini bentuknya bermacam-macam dan
dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu ringan, sedang, dan berat. (2)
Kedisiplinan santri di PPTI Al-Falah sudah baik, terutama dalam
pelaksananaannya. Santri menaati peraturan yang ada dan melaksanakan kegiatan
pesantren dengan baik. Namun untuk manajemen waktunya masih kurang.
Beberapa masih sering terlambat saat kegiatan pesantren. (3) Terdapat beberapa
kekurangan dalam penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah, yang sangat menonjol
adalah kurang samaratanya pemberian ta‟zir antara santri senior dengan santri
junior. Disamping itu Kelebihannya adalah melatih kedisiplinan santri dan
membantu santri menjadi pribadi yang lebih baik, jujur, dan bertanggung jawab.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................................. ii
PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................................... iii
DEKLARASI ............................................................................................................ iv
MOTTO .................................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ..................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .............................................................................................. vii
ABSTRAK ................................................................................................................. x
DAFTAR ISI ............................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ................................................................................. 1
B. Fokus Penelitian .............................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 5
D. Kegunaan Penelitian ........................................................................ 5
E. Penegasan Istilah ............................................................................. 6
F. Metode Penelitian ............................................................................ 14
G. Sistematika Penulisan ...................................................................... 24
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Ta‟zir (Hukuman) .............................................................................. 25
1. Pengertian Ta‟zir (Hukuman) ...................................................... 25
2. Dasar Hukum Disyari‟atkannya Ta‟zir ...................................... 27
3. Tujuan Ta‟zir atau Hukuman ...................................................... 29
4. Syarat-syarat Ta‟zir atau Hukuman ............................................. 32
5. Macam-macam Hukuman Ta‟zir ................................................. 39
xii
B. Kedisiplinan ...................................................................................... 43
1. Pengertian Kedisiplinan .............................................................. 43
2. Unsur-unsur Perilaku Disiplin ..................................................... 44
3. Kegunaan Disiplin Diri ............................................................... 48
C. Kekurangan dan Kelebihan Ta‟zir .................................................... 50
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Kondisi Umum PPTI Al-Falah Salatiga ........................................... 52
1. Sejarah Berdirinya PPTI Al-Falah .............................................. 52
2. Letak Geografis PPTI Al-Falah .................................................. 53
3. Visi Misi ...................................................................................... 53
4. Dasar dan Tujuan ......................................................................... 53
5. Kelembagaan ............................................................................... 55
6. Sarana Prasarana .......................................................................... 56
7. Struktur Organisasi Kepengurusan .............................................. 57
8. Jadwal Kegiatan .......................................................................... 60
9. Tata Tertib ................................................................................... 61
B. Temuan Data Penelitian ................................................................... 67
1. Implementasi Ta‟zir di PPTI Al-Falah ........................................ 67
2. Kedisiplinan Santri di PPTI Al-Falah ......................................... 74
3. Kekurangan dan Kelebihan dalam Penerapan Ta‟zir di PPTI
Al-Falah ....................................................................................... 79
BAB IV ANALISIS DATA PENELITIAN
A. Penerapan Ta‟zir di PPTI Al-Falah ................................................. 84
B. Kedisiplinan Santri di PPTI Al-Falah .............................................. 88
C. Kekurangan dan Kelebihan dalam Penerapan Ta‟zir di PPTI
Al-Falah............................................................................................ 96
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ..................................................................................... 98
B. Saran ................................................................................................ 99
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 100
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Tahap Pra Lapangan.......................................................... 22
Tabel 1.2 Tahap Pekerjaan Lapangan............................................... 23
Tabel 1.3 Tahap Analisis Data.......................................................... 23
Tabel 1.4 Kegiatan Harian................................................................ 60
Tabel 1.5 Kegiatan Mingguan........................................................... 61
Tabel 1.7 Kegiatan Bulanan.............................................................. 61
Tabel 1.8 Kegiatan Tahunan............................................................. 61
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kode Penelitian
Lampiran 2 Pedoman Wawancara
Lampiran 3 Hasil Wawancara
Lampiran 4 Dokumentasi
Lampiran 5 Surat Keterangan Penelitian
Lampiran 6 Tata Tertib PPTI Al-Falah Kota Salatiga
Lampiran 7 Surat Tugas Pembimbing Skripsi
Lampiran 8 Surat Kredit Kegiatan (SKK)
Lampiran 9 Lembar Bimbingan Skripsi
Lampiran 10 Riwayat Hidup Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu proses mempengaruhi peserta didik agar
mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya dan
menimbulkan perubahan dalam dirinya supaya bermanfaat dalam kehidupan
masyarakat. Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 1 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), disebutkan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
oleh dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan dalam Islam tidak
hanya sekedar mentransfer ilmu, namun juga sebagai wahana pembentuk
karakter bagi peserta didik (Sadulloh, 2014:5).
Pada saat ini sering muncul keluhan bahwa generasi muda zaman
sekarang tidak belajar dengan sungguh-sungguh dan sulit diatur. Mengapa hal
ini bisa terjadi? Pertanyaan ini sebenarnya sulit diberikan jawaban, namun
bisa diduga alasannya, seperti tersedianya berbagai fasilitas yang memadai,
pengaruh lingkungan dan lain sebagainya. Kaum muda dianggap dimanjakan
oleh segala kemudahan yag ada, mereka semakin bebas dan kurang taat
terhadap berbagai peraturan yang ada. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa
hal, salah satu diantaranya karena kurangnya penanaman sikap disiplin dalam
2
diri mereka dan tidak adanya konsekuensi terhadap peraturan-peraturan yang
telah dilanggar.
Sebenarnya banyak bentuk ketegasan yang dapat diberikan kepada
peserta didik sebagai konsekuensi atas apa yang telah dilakukannya, seperti
hadiah dan hukuman. Pemberian hadiah (reward) diberikan kepada anak
sebagai bentuk penghargaan terhadap perilaku baik yang telah dilakukan,
sedangkan hukuman (punishment) diberikan sebagai konsekuensi serta
control terhadap perilaku yag tidak baik. Dalam studi psikologi, pemberian
hadiah hanya dapat dilakukan pada anak usia 3 sampai 10 tahun, sedangkan
hukuman sebaiknya diterapkan pada anak yang berusia lebih dari 10 tahun,
termasuk remaja. Hukuman dalam pendidikan memiliki pengertian yang luas,
mulai dari hukuman yang ringan sampai pada hukuman yang berat, dari
gerakan isyarat hingga pukulan yang agak menyakitkan dalam batasan-batas
pembimbingnya ke arah perilaku yang diharapkan (Izzan, 2012:80).
Sebagian padangan barat sangat anti dengan metode ini dan menolak
mentah-mentah penjatuhan hukuman sebagai metode pendidikan. Sebagian
masyarakat pun masih berpandangan bahwa metode penjatuhan hukuman
dalam pendidikan merupakan hal yang tabu, karena bagi mereka hukuman itu
identik dengan kekerasan. Padahal banyak alternatif lain selain kekerasan
yang dapat diterapkan sebagai hukuman (punishment). Dan bisa jadi
pemberian hukuman dalam pendidikan menjadi obat yang manjur untuk
meluruskan kekeliruan dan melatih kedisplinan anak bila dilakukan dengan
cara dan dosis yang tepat.
3
Metode pemberian sanksi ini dapat juga diterapkan di pendidikan non
formal seperti pondok pesantren. Pondok pesantren merupakan lembaga
pendidikan Islam tertua di Indonesia, pesantren muncul bersamaan dengan
proses Islamisasi yang terjadi di bumi Nusantara pada abad ke-8 dan ke-9
Masehi, dan terus berkembang sampai saat ini. Ketahanan yang ditampakkan
sepanjang sejarahnya dalam menyikapi perkembangan zaman menunjukkan
pesantren sebagai suatu sistem pendidikan yang mampu berdialog dengan
zamannya. Pesantren dapat menjadi lembaga pendidikan alternatif pada saat
ini dan masa depan sekaligus sebagai motor penggerak dan pengawal arus
perubahan sosial. Muhammad Arifin (1995:240) mendefinisikan pondok
pesantren sebagai suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta
diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) di mana
santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau
madrasah yang sepenuhnya berada dibawah kedaulatan dari kepemimpinan
seseorang atau beberapa orang kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat
kharimastik serta independen dalam segala hal. Pesantren memiliki tujuan
untuk menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim yang beriman,
bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi
masyarakat (Muin, 2007:16) .
Hingga kini pondok pesantren masih berperan penting dalam tiga hal,
yaitu: Pertama, pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan pengkaderan
ulama (center of excellence); Kedua, sebagai lembaga pencetak sumber daya
manusia handal (human resources); dan ketiga, sebagai lembaga yang
4
memiliki kekuatan melakukan pemberdayaan pada masyarakat (community
empowerment) (Muin, dkk, 2007:2). Dengan demikian, dapat dipahami
bahwa pondok pesantren merupakan bagian dari proses perubahan sosial
degan tidak hanya menekankan pada salah satu aspek saja, namun pesantren
telah memasuki berbagai lini dalam proses transformasi sosial.
Mengingat peran pesantren yang begitu penting serta besarnya
kontribusi pesantren dalam membangun ilmu pengetahuan agama, karakter
dan kepribadian santri-santrinya sebagai generasi bangsa, maka pesantren
memiliki peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh santri dan seluruh
penghuni pesantren demi terwujudnya tujuan pesantren itu sendiri.
Pendidikan dan peraturan yang diterapkan dalam pondok pesantren sebagai
upaya untuk menanamkan rasa tanggung jawab dan kedisiplinan dalam diri
santri yang tentunya juga diiringi dengan keteladan dari kyai dan para
pengurus.
PPTI Al-Falah Salatiga merupakan sebuah lembaga pendidikan yang
berbasis Islam yang berada di Kota Salatiga. Di pondok pesantren ini tokoh
pemimpinnya disebut dengan kyai, pembantu Kyai di pondok pesantren
disebut dewan pengurus yang terdiri dari asatidz dan pengurus harian yang
terdiri dari santri-santri senior, dan peserta didiknya disebut dengan santri.
Sebagaimana lembaga pendidikan lainnya, pondok pesantren ini memiliki
peraturan yang harus ditaati, untuk melatih dan mendidik santri-santrinya
dalam keteraturan hidup kesehariannya dan memunculkan watak disiplin.
Dan tidak bisa disangkal bahwasannya setiap ada peraturan, pasti ada saja
5
santri yang melanggar. Oleh karena itu, pondok pesantren ini menerapkan
hukuman ta‟zir (punishment) sebagai salah satu bentuk konsekuensinya.
Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkatnya sebagai bahan
menyusun skripsi dengan judul “Implementasi Ta’zir dalam Menanamkan
Kedisiplinan Santri di PPTI Al-Falah Kota Salatiga Tahun 2017”
B. Fokus Penelitian
Kaitannya dengan judul penelitian di atas, maka ada beberapa hal yang
akan diungkap oleh penulis, yaitu:
1. Bagaimana penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah Salatiga tahun 2017?
2. Bagaimana kedisiplinan santri di PPTI Al-Falah Salatiga tahun 2017?
3. Apa saja kekurangan dan kelebihan penerapan ta‟zir di di PPTI Al-Falah
Salatiga tahun 2017?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian yang ada, maka penelitian ini bertujuan
untuk:
1. Mengetahui penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah Salatiga tahun 2017.
2. Mengetahui kedisiplinan santri di di PPTI Al-Falah Salatiga tahun 2017.
3. Mengetahui kekurangan dan kelebihan penerapan ta‟zir di di PPTI Al-
Falah Salatiga tahun 2017.
D. Kegunaan Penelitian
1. Manfaat teoritik
Manfaat yang dicapai dari hasil penelitian adalah sebagai bahan
pengembangan khazanah kajian keilmuan teoritis terkait penerapan ta‟zir
6
dalam menanamkan kedisiplinan santri di kalangan pendidikan, khususnya
pondok pesantren.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi lembaga pendidikan dapat dijadikan sebagai masukan dalam
upaya meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan di lembaga terkait.
b. Bagi para pengembang mutu pendidikan dapat menjadi bahan masukan
dalam meningkatkan kualitas pendidikan selanjutnya untuk
meningkatkan prestasi anak bangsa.
c. Bagi para pendidik bisa dijadikan sebagai bahan acuan untuk terus
berkarya dalam meningkatkan prestasi peserta didik.
d. Bagi siswa/santri sebagai pengalaman yang baru dalam proses belajar
sehingga dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar.
e. Bagi penulis dapat mengembangkan kemampuan meneliti suatu
permasalahan dan menemukan solusinya.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari timbulnya berbagai interpretasi dan membatasi ruang
lingkup pembahasan dalam penelitian ini, maka perlu dijelaskan beberapa
pengertian yang terkandung dalam judul skripsi di atas, yaitu:
A. Implementasi
Kata Implementasi berasal dari bahasa inggris “implementation” yang
berarti pelaksanaan, penggunaan atau pemkaian sebagai alat (Shadily,
1976:207). Kemudian kata ini diserap dalam bahasa Indonesia menjadi
implementasi yang berarti penerapan atau pelaksanaan (KBBI, 2007:427).
7
Menurut Echols (1992:313), implementasi berasal dari kata
“implementation” yang berarti suatu pelaksanaan atau penyelengaraan.
Jadi menurut bahasa, kata implementasi mengandung arti penerapan
suatu alat atau metode untuk mencapai tujuan tertentu.
Implementasi merupakan suatu proses side, kebijakan atau inovasi
dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa
pengetahuan, keterampilan maupun sikap (Mulyas, 2001:93).
Hamalik (2013:237) mengatakan bahwa implementasi merupakan
suatu proses penerapn ide, atau inovasi dalam bentuk tindakan praktis
sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan,
ketrampilan, maupun nilai dn sikap.
Sedangkan menurut Abdul Majid (2014:70), implementasi adalah
usaha untuk mengubah pengetahuan, tindakan, dan sikap individu serta
interaksi proses antara mereka yang menciptakan program dan mereka
yang melaksanakannya.
Pengertian-pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata
implementasi bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau mekanisme
suatu sistem. Implementasi tidak hanya mengandung arti aktivitas, namun
suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan dengan sungguh-sungguh
untuk mencapai tujuan kegiatan. Jadi implemetasi dalam skripsi ini adalah
pelaksanaan hukuman ta‟zir dalam menanamkan kedisiplinan santri PPTI
Al-Falah Salatiga.
8
B. Ta‟zir
Kata ta‟zir berasal dari bahasa arab “‟azzara” yang berarti menegur
atau seseorang yang berarti mengajar (Al-Habsyi, 1991:252).
Menurut bahasa, kata ta‟zir adalah bentuk mashdar dari “„azzara”,
yang berarti menolak (raddu atau man‟u), ar Ramli menambahkan,
menurut ilmu bahasa (lughat), ta‟zir adalah kata nama yang bersifat
kebesaran (asmaul adhdad), karena kata tersebut secara mutlak
menunjukkan kebesaran atau keagungan dan menunjukkan kepada
pengertian pengajaran (takdib), dan pada pukulan yang sangat keras dan
kepada pukulan selain pukulan yang had (Haliman, 1971:458).
Lafaz ta‟zir berasal dari kata ز yang memiliki sinonim عصد ع الس الو (mencegah dan menolak) dan ت Ta‟zir .(mendidik) الزأد
diartikan mencegah dan menolak karena ia dapat mencegah pelaku agar
tidak mengulangi perbuatannya. Ta‟zir diartikan mendidik, karena ta‟zir
dimaksudkan untuk mendidik dan memperbaiki pelaku agar ia menyadari
perbuatan buruknya kemudian meninggalkan dan menghentikannya
(Muslich, 2005:248).
Dalam ranah pesantren, hukuman biasa disebut dengan ta‟zir.
Sedangkan dalam bahasa Indonesia, hukuman diartikan sebagai “siksa dan
sebagainnya” atau “keputusan yang dijatuhkan oleh hakim” . (Muslich,
2006:136) mengatakan bahwa, sesuatu disebut hukuman karena ia
merupakan balasan terhadap perbuatan yang menyimpang yang telah
dilakukannya .
9
Jadi, menurut bahasa pengertian ta‟zir adalah suatu tindakan atau
balasan terhadap perbuatan menyimpang yang telah dilakukan oleh si
pelaku, untuk mendidik pelaku agar ia menyadari perbuatan buruknya dan
mencegah pelaku agar tidak mengulangi dan menghentikannya.
Menurut pegertian hukum syari‟at, ta‟zir berarti pengajaran (takdib)
terhadap kesalahan yang tidak mempunyai ketentuan hukum had. Ta‟zir
dalam hukum syari‟at tidaklah dikhususkan dengan hukuman pemukulan,
tetapi dapat dilakukan dengan penamparan atau dengan menjentik telinga
atau degan perkataan yang keras, tergantung kepada pandangan hakim
mengenai hal ini (Haliman, 1971:458).
Pengertian ta‟zir atau hukuman adalah penderitaan yang diberikan
atau ditimbulkan dengan sengaja oleh seseorang (orang tua, guru, dan lain
sebagainya) sesudah terjadi suatu pelanggaran, kejahatan atau kesalahan.
Dengan demikian hukuman itu pantas, bilamana nestapa yang ditimbulkan
itu mempunyai nilai positif atau mempunyai nilai pedagogis (Izzan,
2012:80).
Menurut istilah ta‟zir adalah hukuman yang belum ditentukan oleh
syara‟ dan untuk penetapan serta pelaksanaannya diserahkan kepada ulil
amri (penguasa) sesuai dengan bidangnya. Menurut hukum Islam
hukuman ta‟zir adalah hukuman yang ketentuannya tidak tercantumkan
dalam nash atau dalam Al-Qur‟an dan as Sunnah, dengan ketentuan yang
pasti dan terperinci. Hukuman ta‟zir dimaksudkan untuk mencegah
kerusakan dan menolak timbulnya bahaya (Muslich, 2006:10).
10
Pengertian ta‟zir sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam Al
Mawardi sebagai berikut:
د ب الحد ة لن رشسع ف ت عل ذ س رأد الزعص
“Ta‟zir itu adalah hukuman pendidikan atas dosa (tindak pidana) yang
belum ditentukan hukumannya oleh syara” (Muslich, 2005:249).
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa istilah ta‟zir merupakan
hukuman yang belum ditetapkan oleh syara‟, melainkan diserahkan kepada
ulil amri, baik penentuannya maupun pelaksanaannya. Yang mana dalam
pondok pesantren ketentuan hukuman dan pelaksanaannya diserahkan
kepada pengurus sebagai pembantu Kyai. Pengurus hanya menentukan
hukuman secara global saja, dari yang seringan-ringannya sampai yang
seberat-beratnya.
C. Kedisiplinan
Kata disiplin berasal dari bahasa Inggris yang berarti ketertiban
(Shadily, 1976:185). Yaitu menertibkan murid yang melanggar peraturan.
Kemudian kata ini diserap dalam bahasa Indonesia yang berarti kepatuhan
pada peraturan (KBBI, 2007).
Menurut bahasa, kedisiplinan berasal dari kata dasar disiplin, kata
disiplin berasal dari bahasa Latin discipulus yang berarti siswa atau murid.
Makna lain dari kata yang sama adalah “seseorang yang mengikuti
pemimpinnya”. Dalam perkembangan selanjutnya, kata ini mengalami
perubahan bentuk dan perluasan arti, antara lain berarti ketaatan, metode
11
pengajaran, mata pelajaran, dan perlakuan yang cocok bagi seorang murid
(Unaradjan, 2003:8).
Jadi, kedisiplinan adalah ketaatan murid terhadap guru atau pemimpin
dan peraturan yang ada.
Menurut istilah disiplin mengandung arti hukuman atau latihan yang
membetulkan serta kontrol yang memperkuat ketaatan. Disiplin juga
berarti latihan watak dan batin agar segala perbuatan seseorang sesuai
dengan peraturan yang ada (Unaradjan, 2003:9).
Marilyn E. Gootman, Ed. D., seoranng ahli pendidikan dari University
of Georgia di Athens, Amerika, berpendapat bahwa disiplin ialah
membantu anak untuk mengembangkan kontrol dirinya, dan membantu
anak mengenali perilaku yang salah lalu mengoreksinya (Nizar, 2009:22).
Untuk mencapai kematangan pribadi, seseorang harus berhasil melalui
beberapa tahapan, salah satunya yaitu disiplin diri. Karena disiplin
merupakan proses melatih watak dan batin untuk berbuat sesuai peraturan
dengan menyadari perbuatan yang kurang benar kemudian mengoreksi dan
mengendalikannya agar tidak tidak terjadi untuk kedua kalinya.
D. Santri
Istilah santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru ngaji
(Dhofier, 1986:18). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia santri adalah
orang yang mendalami agama Islam, orang yang beribadah dengan
sungguh-sungguh, atau orang shaleh (KBBI, 2007:997).
12
Jadi, kata santri memiliki arti seseorang yang bersungguh-sungguh
dalam mempelajari ilmu agama, agar bermanfaat bagi masyarakat dan
selmat dunia akhirat.
Menurut istilah, santri adalah peserta didik yang tinggal menetap di
pesantren (DEPAG, 2003:1). Dhofier mendefinisikan santri sebagai
berikut,”Santri adalah murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh dan
menetap dalam kelompok pesantren” (Dhofier:51).
Kata santri mempunyai arti orang-orang yang tahu buku-buku suci,
buku agama, atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan (Dhofier,
1986:18).
Dalam bukunya yang berjudul “Dinamika Tentang Pendidikan Islam”,
Muhammad Tolhah Hasan menyebutkan bahwa santri merupakan salah
satu komponen yang ada dalam pesantren yang memiliki arti pencari ilmu
agama dan pendamba bimbingan kyai (Hasan, 2006).
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kata santri mengandung
arti seseorang yang tinggal/menetap di pondok pesantren untuk
mempelajari ilmu agama.
E. PPTI Al-Falah Salatiga
Kata Pesantren berasal dari kata santri dengan awalan “pe” dan
akhiran “an” yang berarti tempat tinggal santri (Muin, 2007:17). Para
peserta didik pada pesantren disebut santri yang umumnya menetap di
pesantren. Lingkungan pesantren disebut dengan istilah pondok. Dari
sinilah timbul istilah pondok pesantren (DEPAG, 2003:1).
13
Pondok pesantren merupakan sebuah asrama pendidikan Islam
tradisional di mana para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah
bimbingan seseorang (atau lebih) guru yang lebih dikenal dengan sebutan
“kyai” (Dhofier:44).
Pengertin pondok pesantren adalah suatu komunitas tersendiri, di
dalamnya hidup bersama-sama sejmlah orang yang dengan komitmen hati
dan keikhlasan atau kerelaan mengikat diri dengan kyai, tuan guru, buya,
abu, atau nama lainnya, untukhidup bersama dengan standard moral
tertentu, membentuk kultur atau budaya tersendiri (DEPAG, 2003:7).
Pada dasarnya pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan
Islam yang dilaksanakan dengan sistem asrama (pondok), kyai (encik,
ajengan atau tuan guru sebagai tokoh utama), dan masjid atau mushola
sebagai pusat lembaganya (Haryanto, 2012:39).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pondok
pesantren merupakan tempat tinggal santri, yaitu tempat para santri belajar
dan mengaji. Atau suatu tempat pendidikan yang menekankan pada
pelajaran agama Islam serta didukung dengan asrama, sebagai tempat
tinggal santri yang bersifat permanen.
PPTI Al-Falah Salatiga merupakan sebuah lembaga pendidikan yang
berbasis Islam yang berada di Kota Salatiga. Pondok Pesantren yang
diasuh oleh KH. Zoemri RWS dan istri beliau Hj. Nyai Latifah ini
diresmikan pada tahun 1986 Departemen Agama daerah Salatiga.
Menimbang objek penelitian yang akan diteliti oleh penulis, maka penulis
14
akan melakukan penelitian di PPTI Al-Falah. Karena santri yang tinggal di
Pondok tersebut berkisar sekitar 400 sampai 450 orang dan terdiri dari
anak usia SD sampai usia remaja. Yang mana di usia tersebut anak-anak
mengalami masa pubertas, pencarian jati diri, keingintahuan yang luar
biasa, dan tak jarang melanggar peraturan yang ada. Sehingga
diterapkannya ta‟zir (hukuman) bagi santri yang tidak menaati peraturan.
Hal ini bertujuan untuk melatih kedisiplinan dan pengendalian diri pada
diri santri.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan karena meneliti
fenomena yang ada di lapangan atau masyarakat dan memusatkan
perhatian pada suatu kasus secara intensif dan terperinci mengenai latar
belakang keadaan sekarang yang dipermasalahkan (Asmani, 2011:66).
Sebagaimana yang terjadi dalam PPTI Al-Falah, pondok pesantren ini
memiliki lebih dari 400 santri dengan karakter yang bermacam-macam.
Jadi tidak dielakkan, apabila tidak semua santri dapat menaati peraturan
sesuai yang telah disepakati. Sehingga, pondok pesantren ini menerapkan
ta‟zir untuk meminimalisir santri-santri yang kurang disiplin.
Selanjutnya, penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan cara
15
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus
yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Penelitian kualitatif mengunakan pendekatan naturalistik untuk mencari
dan menemukan pengertian atau pemahaman tentang fenomena dalam
suatu layar yang berkonteks khusus (Moleong, 2008:5). Untuk mengetahui
lebih lanjut tentang fenomena ta‟zir yang terjadi di PPTI Al-Falah, peneliti
terjun langsung untuk mendiskripsikan apa yang terjadi dilapangan.
2. Kehadiran Peneliti
Jadi pada penelitian kualitatif ini, kehadiran peneliti mutlak
diperlukan. Hal ini dikarenakan instrumen penelitian dalam penelitian
kualitatif adalah peneliti itu sendiri. Moleong (2008:168) mengemukakan
kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit, ia sekaligus
merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis penafsiran
data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya. Dalam
penelitian ini, peneliti merencanakan, melaksanakan penelitian dengan
terjun langsung ke dalam PPTI Al-Falah untuk mengamati, melakukan
pendekatan naturalistik, dan mengumpulkan beberapa data yang
diperlukan kemudian menganalisisnya sebagai bahan laporan.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada santri PPTI Al-Falah Salatiga. Penelitian
dilakukan dalam rentang waktu Oktober 2017-Februari 2018.
16
4. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini meliputi:
a. Data utama atau data primer yakni data yang diperoleh langsung dari
tempat penelitian. Menurut Lofland dan Lofland (dalam Moleong,
2011:157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata
dan tindakan. Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau
diwawancarai. Data utama dalam penelitian ini didapatkan peneliti dari
pengasuh, asatidz, pengurus, wali santri dan santri PPTI Al-Falah
Salatiga.
b. Data ke dua atau data sekunder yakni data tambahan yang berasal dari
sumber tertulis, buletin pondok pesantren dan berbagai sumber lainnya
yang berkaitan dengan PPTI Al-Falah Salatiga. Data ke dua ini
digunakan peneliti untuk memperkuat dan melengkapi informasi yang
didapat dari data utama.
5. Metode Pengumpulan Data
Salah satu tahapan yang penting dalam penelitian adalah alat
pengumpulan data (instrumen penelitian). Karenanya diperlukan istrumen
pengumpulan data yang sesuai dengan jenis penelitian yang akan
dilakukan. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
a. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer)
17
yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewer) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2004:186).
Wawancara yang digunakan peneliti adalah wawancara terstruktur
yakni peneliti melakukan wawancara dengan membawa sederetan
pertanyaan yang lengkap dan terperinci sesuai dengan informasi yang
ingin didapatkan.
Pada penelitian ini, peneliti akan memberikan wawancara kepada
pengasuh Pondok Pesantren, asatidz (dewan keamanan pusat dan
dewan penasehat), pengurus bagian keamanan dan diklat, wali santri
dan beberapa santri untuk mendapatkan informasi terkait fenomena
ta‟zir dan kedisiplinan yang ada di PPTI Al-Falah.
b. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data yang dilakukan secara
sistemik terhadap gejala sosial maupun psikologik melalui penglihatan
dan pencatatan secara langsung (Sabari, 2010:380).
Untuk mengetahui pengembangan sikap disiplin santri PPTI Al-
Falah, peneliti menggunakan observasi nonpartisipan karena peneliti
tidak ikut dalam kegiatan pondok pesantren atau kelompok komunitas
sasaran penelitian. Namun, peneliti terjun langsung ke pondok
pesantren untuk mengamati beberapa fenomena yang berkaitan dengan
ta‟zir dan kedisiplinan.
18
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2010: 274).
Dalam penelitian kualitatif, dokumentasi dilaksanakan untuk
memperoleh data tambahan, seperti profil pondok pesantren, brosur
pondok pesantren, visi misi, gambar, dan lain sebagainya.
6. Analisis data
Menurut Bogdan dan Briklen (dalam Moleong, 2011:248) analisis
data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan
apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain.
Adapun tujuan utama analisis data dalam penelitian kualitatif ialah
mencari makna di balik data melalui pengakuan subyek pelakunya
(Kasiram, 2010:355).
Ada tiga macam kegiatan dalam analisis data kualitatif menurut Miles
dan Huberman (dalam Emzir, 2011:129), yaitu:
a. Reduksi Data
Reduksi data merupakan pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang
muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Dalam penelitian ini
19
reduksi data dapat dilakukan dengan cara menyusun ringkasan,
membuang yang tidak perlu, memberi kode bagian yang penting dan
sebagainya hingga laporan penelitian ini selesai. Langkah ini
dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan
mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya.
Pada tahap ini, peneliti akan mengumpulkan semua data yang
berkaitan dengan ta‟zir dan kedisiplinan yang diperoleh selama
penilitian di PPTI Al-Falah, menyusunnya secara ringkas, kemudian
memilih dan mengambil data yang akan digunakan, menambahkan
beberapa deskripsi agar lebih jelas hingga laporan penelitian selesai.
b. Penyajian Data
Penyajian data adalah kegiatan menyusun sekumpulan data dan
informasi, sehingga memberi kemungkinan akan adanya penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Peneliti harus menyusun data secara teliti, agar tepat dalam
memberikan kesimpulan dan mengambil langkah selanjutnya.
c. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi
Penarikan kesimpulan merupakan bagian dari satu kegiatan
konfigurasi yang utuh. Upaya penarikan kesimpulan dilakukan peneliti
secara terus menerus selama proses penelitian. Sehingga verifikasi
kesimpulan yang pada mulanya belum jelas meningkat menjadi lebih
jelas.
20
Peneliti akan memberikan kesimpulan secara bertahap, sesuai
dengan data sementara yang didapat. Sehingga, peneliti dapat
memberikan kesimpulan yang jelas dan tepat mengenai fenomena ta‟zir
dan kedisiplinan di PPTI Al-Falah seiring terkumpulnya seluruh data
penelitian.
7. Pengecekan Keabsahan data
Pengecekan keabsahan data (Moleong, 2011:324) merupakan upaya
agar hasil penelitian yang disajikan valid dan dapat
dipertanggungjawabkan. Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan
teknik pemeriksaan yang didasarkan atas sejumlah kriteria yaitu derajat
kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan
(dependability), dan kepastian (comfirmability). Dalam penelitian ini
penulis menggunakan teknik ketekunan pengamatan peneliti dan
triangulasi.
a. Ketekunan Pengamatan Peneliti
Ketekunan pengamatan bertujuan untuk menemukan ciri-ciri dan
unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau
isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal
tersebut secara rinci. Teknik ini menuntut agar peneliti mampu
menguraikan secara rinci bagaimana proses penemuan secara tentatif
dan penelaahan secara rinci tersebut dapat dilakukan. Melalui teknik
ini, peneliti berusaha setekun mungkin untuk mengamati setiap unsur
yang relevan dengan penelitian untuk dapat ditelaah secara rinci dan
21
berkesinambungan. Misalnya peneliti sering ke lokasi penelitian untuk
mendapatkan data-data yang dibutuhkan.
b. Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data-data itu untuk pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data-data yang ada. Dalam penelitian
ini menggunakan teknik triangulasi dengan sumber data, yakni
membandingkan dan mengecek baik derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam
metode kualitatif. Hal itu dicapai dengan:
1) Membandingkan data hasil wawancara dengan hasil wawancara
informan lain. Misalnya membandingkan hasil wawancara kepala
sekolah dengan kaur kesiswaan.
2) Membandingkan data hasil wawancara dengan hasil pengamatan.
Misal membandingkan hasil wawancara guru kesiswaan dengan
pengamatan yang dilakukan peneliti.
3) Membandingkan data wawancara dengan dokumen. Peneliti
membandingkan hasil wawancara dengan dokumen yang didapat.
Melalui teknik triangulasi setiap data yang didapatkan akan
dibandingkan dengan data-data lainnya sehingga menjadi suatu data
yang valid dan bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
22
8. Tahap-Tahap Penelitian
Tahap penelitian secara umum terdiri atas tahap pra lapangan, tahap
pekerjaan lapangan, dan tahap analisis data (Moleong, 2011:127).
a. Tahap Pra-lapangan
Tahap pra lapangan adalah tahap di mana ditetapkannya apa saja
yang harus dilakukan sebelum seorang peneliti masuk ke lapangan
obyek studi (Kasiram, 2010:281). Ada tujuh hal yang harus dilakukan
dan dimiliki peneliti dalam tahap pra lapangan yakni:
1. Menyusun rancangan penelitian.
2. Memilih lapangan penelitian.
3. Mengurus perijinan.
4. Menjajaki dan menilai keadaan lapangan.
5. Memilih dan memanfaatkan informan.
6. Menyiapkan perlengkapan penelitian.
7. Persoalan etika penelitian.
Tabel 1.1 Tahap Pra Lapangan
Waktu Kegiatan
Juli Menyusun proposal penelitian
September Mengurus perijinan
Oktober Observasi
Oktober Memilih dan memanfaatkan informan
23
b. Tahap Pekerjaan Lapangan
Pada tahap pekerjaan lapangan, peneliti mempersiapkan dirinya
untuk menghadapi lapangan penelitian dengan mamahami latar
penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan, berperan sambil
mengumpulkan data.
Tabel 1.2 Tahap Pekerjaan Lapangan
Waktu Kegiatan
Oktober Memasuki lapangan
Februari Mengumpulkan data
c. Tahap Analisis Data
Tahap analisis data bermaksud mengorganisasikan data dalam hal
ini mengatur urutan data, memberikan kode, dan mengkategorikannya.
Analisis ini bertujuan untuk menemukan tema dan hipotesis kerja yang
akhirnya diangkat menjadi konsep, proposisi, kategori atau variabel
yang berguna untuk membangun teori subtantif.
Tabel 1.3 Tahap Analisis Data
Waktu Kegiatan
Februari Menemukan dan menyajikan data
Februari Menarik kesimpulan
24
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penjelasan, pemahaman dan penelaahan terhadap
pokok-pokok permasalahan yang akan dikaji maka perlu adanya sistematika
penulisan sehingga pembahasan akan lebih sistematis dan runtut.
Bab I : Pendahuluan
Berisi tentang latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian,
kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian dan sistematika
penulisan skripsi.
Bab II : Kajian Pustaka
Berisi tentang pembahasan mengenai penerapan ta‟zir dalam
menanamkan kedisiplinan.
Bab III : Paparan Data dan Temuan Penelitian
Bab ini berisi tentang kondisi umum PPTI Al-Falah Salatiga dan
penyajian data.
Bab IV: Pembahasan
Bab ini berisi pembahasan tentang penerapan ta‟zir, penanaman
kedisiplinan, kekurangan dan kelebihan dari penerapan ta‟zir dalam
menanamkan kedislipinan di PPTI Al-Falah Salatiga.
Bab V : Penutup
Penulisan skripsi ini diakhiri kesimpulan dan saran.
25
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Ta’zir (Hukuman)
1. Pengertian Ta’zir (Hukuman)
Dalam kamus Arab Indonesia yang ditulis oleh Mahmud Yunus, kata
ta‟zir berasal dari bahasa Arab "ز "عص yang berarti memukul (Yunus,
2007:267). Munawwir (1997:925) menuliskan bahwa, kata ta‟zir berasal
dari kata dasar „azzara yang berarti menghukum. Secara bahasa kata ta‟zir
adalah bentuk mashdar dari „azzara, yang berarti menolak (raddu atau
man‟u). Menurut ilmu bahasa (lughat), ta‟zir adalah kata nama yang
bersifat kebesaran (asmaul adhdad), karena kata tersebut secara mutlak
menunjukkan kebesaran atau keagungan dan menunjukkan kepada
pengertian pengajaran (takdib), dan pada pukulan yang sangat keras dan
kepada pukulan selain pukulan yang had.
Menurut pegertian hukum syari‟at ta‟zir berarti pengajaran (takdib)
terhadap kesalahan yang tidak mempunyai ketentuan hukum had. Kata
ta‟zir dalam hukum syari‟at tidaklah dikhususkan degan hukuman
pemukulan, tetapi dapat dilakukan dengan penamparan atau dengan
menjetik telinga atau dengan perkataan yang keras, tergantung kpd
pandangan hakim mengenai hal ini (Haliman, 1971:458).
26
Lafaz ta‟zir berasal dari kata ز د yang memiliki sinonim عص ع الس الو
(mencegah dan menolak) dan ت Ta‟zir diartikan .(mendidik) الزأد
mencegah dan menolak karena ia dapat mencegah pelaku agar tidak
mengulangi perbuatannya. Ta‟zir diartikan mendidik, karena ta‟zir
dimaksudkan untuk mendidik dan memperbaiki pelaku agar ia menyadari
perbuatan buruknya kemudian meninggalkan dan menghentikannya
(Muslich, 2005:248).
Menurut Muslich juga, ta‟zir adalah hukuman yang belum ditentukan
oleh syara‟ dan untuk penetapan serta pelaksanaannya diserahkan kepada
ulil amri (penguasa) sesuai dengan bidangnya. Menurut hukum Islam
hukuman ta‟zir adalah hukuman yang tidak tercantumkan nash atau
ketentuannya dalam Al-Qur‟an dan as Sunnah, dengan ketentuan pasti dan
terperinci. Hukuman ta‟zir dimaksudkan untuk mencegah kerusakan dan
menolak timbulnya bahaya (2006:10).
Menurut hukum pidana Islam, pengertiaan hukuman adalah:
ز لوصلحخ الجوبعخ عل عصبى أهس السبزع الجصاء الوقس ثخ العق
“Hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk memelihara
kepentingan masyarakat, karena adanya pelanggaran atas ketentun-
ketentuan syara‟” (Muslich, 2005:252).
Muhammad (2012:1150) mengatakan bahwa, ta‟zir adalah hukuman
yang tidak ditentukan kadarnya terhadap orang yang berbuat kemaksiatan
yang tidak mempunyai hukuman had dan kafaratnya.
27
Hukuman tiada lain adalah pengahan hati atau membangkitkan kata
hati. Hukuman yang baik dapat menampar diri orang yang dihukum
terutama mengeni moralnya, dan dapat dirasakannya sebagai duka cita
karena ia berbuat demikian kemudian menyesal (Purwanto, 2007:193).
Hukuman dalam pengertian pendidikan Islam adalah hukuman yang
memiliki tujuan mendidik dan mengarahkan. Jadi, tujuan dari hukuman
bukanlah pembalasan terhadap pelaku kesalahan, atau menimpakan bahaya
terhadapnya (Muhammad, Raqith, 2011:220).
Istilah ta‟zir juga diartikan sebagai suatu pelajaran atau pendidikan
dalam bentuk hukuman tertentu terhadap peserta didik/santri, karena suatu
sebab. Sesuatu disebut hukuman karena ia merupakan pemberian
pengajaran terhadap perbuatan yang menyimpang yang telah
dilakukannya, ia mengiringi perbuatan dan dilaksanakan setelah perbuatan
itu dilakukan. Dalam makna lain, hukuman adalah penderitaan, atau
nestapa atau akibat yang tidak menyenangkan yang diberikan dengan
sengaja oleh seseorang yang berwenang kepada murid/santri yang telah
melanggar peraturan untuk memelihara ketertiban dan kepentingan
masyarakat, sekaligus juga untuk melindungi kepentingan individu.
Demikian juga dengan ta‟zir, hukuman ta‟zir dapat berupa hukuman
badan/pukulan, hukuman harta, atau hukuman jiwa. Dalam pondok
pesantren hukuman ini digunakan untuk mencengah santri yang
melakukan pelanggaran untuk mengulangi perbuatannya dan memberikan
28
pengajaran agar dirinya menyadari kesalahannya kemudian bertekad untuk
menghentikannya.
2. Dasar Hukum Disyari’atkannya Ta’zir
Hukum ta‟zir diwajibkan bagi tiap kemaksiatan yang tidak ada sanksi
dan kafaratnya, baik berupa tindakan melakukan hal yang haram atau
meninggalkan kewajiban. Allah SWT mensyari‟atkan berbagai jenis
hukuman dengan kadar tertentu, tidak boleh ditambah atau dikurangi
karena perbuatan tersebut dapat merusak pilar-pilar keamanan umat,
seperti konsep melindugi agama, jiwa, harta, kehormatan dan akal.
Hukum-hukum tersebut mempunyai syarat dan aturan main, terkadang
hukum tersebut tidak bisa diterapkan, sehingga beralih dari hukuman yang
telah ditentukan kadarnya menjadi hukuman yang tidak ditentukan
kadarnya.
Di dalam Al-Qur‟an hukuman biasanya disebutkan dalam berbagai
bentuk kata lain, seperti lafadz „iqab, „adzab, rijz ataupun keterangan
lainnya. Hukuman merupakan akibat dari suatu perbuatan manusia sendiri,
sebagaimana firman Allah SWT:
كرلك لن أسسف هي جص ذ ؤهي ثأ لعراة زث أشد الأخسح أثق
“Dan Demikianlah Kami membalas orang yang melampaui batas dan
tidak percaya kepada ayat-ayat Tuhannya. dan Sesungguhnya azab di
akhirat itu lebih berat dan lebih kekal.”(Qs. At-Thahaa:127)
29
Begitu juga dalam surah An-Najm ayat 31:
لل د ف هب هب السو الأزض ف جص ي ل ــئاثوب الر ـ اعول أســ
جص ي ا الر ثبلحس أحس
“Dan hanya kepunyaan Alah-lah apa yang ada di langit dan apa yang
ada di bumi, supaya Dia memberikan balasan kepada orang-orang yang
berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberikan
balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih
baik (surga).” (QS. An-Najm:31)
Hukum disyari‟atkannya ta‟zir juga terdapat dalam hadist Nabi saw, yang
berbunyi:
ح هثقبل عول فوي سا ذز هي ﴾7﴿ س خ ح هثقبل عول ا ذز ﴾8﴿ س شس
“(7)Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya
dia akan melihat (balasan)nya. (8) Dan barangsiapa yang mengerjakan
kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya
pula.”(Qs. Al-Zalzala:7-8)
Berdasarkan ayat-ayat di atas dapat dipahami bahwasannya setiap
perbuatan pasti ada konsekuensinya, baik itu perbuatan baik maupun
perbuatan buruk. Akibat perbuatan baik atau perbuatan buruk yang
dilakukan seseorang pasti akan merugikan dirinya sendiri, bahkan
terkadang dapat merugikan orang lain juga.
3. Tujuan Ta’zir atau Hukuman
Hukuman ta‟zir merupakan tindakan edukatif dari orang
dewasa/pendidik yang dilakukan secara sadar kepada anak didiknya
dengan memberikan peringatan/pelajaran kepadanya atas pelanggaran
yang dilakukannya sesui dengan prinsip-prinsip keislaman. Sehingga anak
30
didik menjadi menyadari kesalahannya dan menghentikan perbuatan
buruknya serta berhati-hati dalam setiap melakukan sesuatu.
Menurut Durkheim (1961:126), hukuman dapat memberi otoritas pada
peraturan, sehingga hukuman diterapkan untuk mencegah agar peraturan
tidak kehilangan otoritasnya yang akan digerogoti oleh pelanggaran sehari-
hari. Hukuman juga diterapkan sebagai pendidikan kepada anak agar
mencegah (tidak mengulangi) kesalahannya lagi.
Menurut Hurlock (1978:152), hukuman memiliki 3 tujuan, yaitu:
a Sebagai Penghalang/Pencegahan
Hukuman diharapkan dapat menghalangi pengulangan tindakan
yang tidak diinginkan oleh masyarakat.
b Sebagai Pendidikan
Peserta didik dapat menyadari perbuatan salahnya dan segera
memperbaikinya.
c Sebagai motivasi
Hukuman dapat menjadi motivasi bagi anak untuk menghindari
perilaku yang tidak diterima oleh masyarakat.
Pendapat tersebut hampir sama dengan tujuan utama dari penerapan
ta‟zir atau hukuman yang dikemukakan oleh Muslich (2006: 137), antara
lain:
a Pencegahan
Penerapan ta‟zir atau hukuman bertujuan untuk pencegahan, yaitu
menahan orang yang berbuat buruk agar ia menghentikan perbuatannya
31
dan tidak mengulanginya lagi. Disamping itu, ta‟zir atau hukuman juga
dapat mencegah orang lain agar tidak ikut-ikutan melakukan perbuatan
buruk tersebut. Karena ia mengetahui bahwa ta‟zir atau hukuman
tersebut akan dikenakan juga kepada mereka yang melakukan perbuatan
yang sama. Sehingga, kegunaan pencegahan ini adalah menahan si
pelaku untuk tidak mengulangi perbuatan buruknya dan menahan orang
lain untuk tidak melakukan hal yang sama serta menjauhkan dari
lingkungan yang tidak baik.
b Perbaikan dan Pendidikan
Tujuan kedua dari penerapan tazir atau hukuman adalah mendidik
pelaku agar menyadari kesalahannya dan menjadi orang baik. Dengan
adanya ta‟zir atau hukuman, diharapkan dapat menimbulkan suatu
kesadaran dalam diri pelaku bahwa ia menjauhi perbuatan buruk bukan
karena takut hukuman, melainkan karena kesadaran diri dan
kebenciannya pada perbuatan tersebut serta dengan mengharap ridha
Allah SWT.
Pada hakikatnya, melanggar peraturan merupakan perbuatan buruk
yang dapat merugikan banyak pihak dan tidak disenangi. Ta‟zir atau
hukuman merupakan salah satu cara menyatakan reaksi terhadap perbuatan
buruk santri. Hal ini dimaksudkan untuk pemberian pelajaran kepada santri
sebagai konsekuensi dan imbangan atas perbuatan buruk yang telah
dilakukannya.
32
Dari uraian tersebut, jelaslah bahwa tujuan diadakannya ta‟zir adalah
untuk kepentingan pribadi santri (si pelaku) dan masyarakat sekitarnya.
Untuk pribadi diri santri, dengan adanya ta‟zir, ia tercegah dari perbuatan
buruk dan terhindar serta selamat dari penderitaan hukuman, sedangkan
untuk masyarakat sekitarnya, tercegahnya pelaku dari perbuatan buruk
dapat membuat masyarakat sekitar menjadi tenteram dan damai, sehingga
terbentuk lingkungan pondok yang baik yang diliputi rasa saling
menghormati dan menghargai antara sesama dengan mengetahui batas-
batas hak dan kewajibannya.
4. Syarat-syarat Ta’zir atau Hukuman
Manusia diciptakan untuk hidup dalam lingkungan tertentu, hampir
seluruh kegiatan hidupnya melibatkan orang lain dan ditujukan pada
penyesuaian diri terhadap kebutuhan hidup dan lingkungannya. Begitu
juga tingkah lakunya, hal ini untuk mendukung terciptanya lingkungan
nyaman dan damai. Untuk membantu mengendalikan sesuatu yang tidak
diinginkan agar tidak terjadi, maka digunakanlah beberapa alat/metode
untuk mencegahnya, salah satunya adalah hukuman. Beberapa lembaga
pendidikan pun menerapkan hukuman untuk membantu peserta didik
dalam mengontrol perilakunya. Namun, ada beberapa pihak yang kurang
setuju dengan diadakannya hukuman (ta‟zir) dalam dunia pendidikan,
karena mereka menganggap bahwa hukuman identik dengan kekerasan.
Sebenarnya, penerapan hukuman dalam dunia pendidikan memiliki
33
beberapa ketentuan dan syarat-syarat yang harus dipenuhi layaknya
hukuman ta‟zir.
Menurut Purwanto (2007:191) Sarat-syarat hukuman yang pedagogis
adalah sebagai berikut:
a Setiap hukuman hendaklah dapat dipertanggungjawabkan, hukuman
tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang.
b Bersifat memperbaiki.
c Tidak boleh bersifat mengancam atau balas dendam yang bersifat
perseorangan.
d Tidak boleh menghukum dalam kedaan marah.
e Setiap hukuman harus diberikan dengan sadar dan sudah
dipertimbangkan terlebih dahulu.
f Bagi peserta didik, hukuman hendaklah dirasakannya sebagai duka cita
dan penyesalan.
g Jangan melakukan hukuman badan, kecuali disaat hukuman lainnya
sudah tidak mempan lagi.
h Hukuman tidak boleh merusak hubungan baik antara pendidik dengan
peserta didiknya.
i Adanya kesanggupan memberi maaf dari pendidik sesudah memberikan
hukuman dan setelah anak mengakuinya.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Muslich (2006:141), agar ta‟zir
atau hukuman tersebut dapat diterapkan, maka harus memenuhi tiga
syarat, yaitu:
34
a Harus ada dasarnya
Ta‟zir atau hukuman dianggap mempunyai dasar, apabila ia
didasarkan kepada sumber-sumber syara‟, seperti Al-Qur‟an, as
Sunnah, ijma‟, undang-undang atau ketentuan yang ditetapkan oleh ulil
amri. Hukuman yang ditetapkan oleh ulil amri tidak boleh didasarkan
pada kesewenang-wenangan. Hal ini dikarenakan penetapan hukuman
ta‟zir dengan cara menetapkan sekumpulan hukuman, mulai dari yang
paling ringan sampai yang berat. dalam konteks ini, pengurus yang
berwenang diberi keleluasan untuk memilih hukuman mana yang paling
sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan dan kondisi pelaku.
b Hukuman harus bersifat pribadi
Hukuman diisyaratkan harus bersifat pribadi atau perorangan, yaitu
hukuman harus diberikan kepada pelaku yang melakukan perbuatan
buruk atau santri yang melanggar tata tertib sebagai
pertanggungjawaban atas tindakannya, bukan santri lain yang tidak
bersalah.
c Hukuman harus berlaku umum
Selain dua syarat yang telah disebutkan di atas, hukuman juga
harus berlaku umum. Yaitu hukuman harus berlaku untuk semua santri
tanpa memandang status, kedudukan, jabatan orangtua dan lain halnya.
Namun hukuman ta‟zir berlaku untuk santri sesuai dengan peraturan
yang telah dilanggar.
35
Adapun hukuman fisik, Al Hamd dan Raqith (2011:224) memberikan
ketentuan sebagai berikut:
a Telah diterapkan sarana-sarana pendidikan sebelumnya, seperti nasihat,
pengarahan, bermuka masam, pencegahan, pemboikotan, dan celaan.
b Pukulan hendaknya sesuai dengan hukuman.
c Seorang pendidik hendaknya tidak memukul lebih dari sepuluh
pukulan. Berdasarkan riwayat Bukhari sebagaimana berikut ini:
، انه سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم عن ابى بردة ال نصارى
يقول : ل يجلد احد فوق عشرة اسواط. ال فى حد من حدود الله.
“Dari Abu Burdah Al Anshari; sesungguhnya dia pernah mendengar
Rasulallah shollaallahu „alaihi wa sallam bersabda: Seseorang tidak
akan didera sampai di atas sepuluh cambukan kecuali dalam hukuman-
hukuman Allah.”(HR. Muslim)
d Sebagaimana yang dikatakan pada ulama, alat pemukul harus:
1) Berukuran sedang, tidak terlalu kecil atau terlalu besar.
2) Dengan tingkatkan kebasahan sedang, sehingga terasa di kulit karena
berat bobotnya.
3) Tidak dalam satu bentuk tertentu, boleh berupa cambuk, ranting
pohon dan lain-lain.
e Para ulama berpendapat berpendapat tentang tata cara pemukulan
sebagai berikut:
1) Memukul pada tempat-tempat terpisah.
2) ada jeda waktu antara dua pukulan, sehingga rasa sakit akibat
pukulan pertama berkurang.
36
3) Pemukul hendaknya mengangkat tangannya dalam membawa alat
pukul, lalu mengangkat lengan atasnya hingga terlihat putih
ketiaknya, tidak boleh lebih dari itu, agar pukulannya tidak
menimbulkan sakit yang berlebihan.
f Hendaknya seorang pendidik menghindari dari memukul wajah,
kemaluan, kepala dan organ vital. Di dalam hadits yang diriwayatkan
bu Daud disebutkan:
سلن قبل: اذا ضسة أحدكن صل الله عل سح, عي الج س عي أث
ج. ق ال فلز
“Dari Abu Hurairah radhiyaallahu‟anhu, dari Nabi shollaallahu
„alaihi wa sallam, beliau bersabda: Jika seseorang di antara kalian
memukul, maka hindarilah bagian wajah (muka)” (HR. Abu Daud).
Para ahli berpendapat, bagian tubuh yang paling tepat untuk pemukulan
adalah dua tangan dan kedua kaki.
g Para ulama berpesan agar ketika memukul hendaknya seseorang
menjauhkan diri dari kata-kata kotor.
Choiriyah dan al-Atsary juga mengemukakan dalam bukunya bahwa
Rasulullah saw tidak pernah memukul anak (2010:220) . Selanjutnya
beliau menjelaskan kepada kita prinsip dan kaidah dalam memukul anak:
a Tidak dilakukan sebelum anak berusia 10 tahun.
b Meminimalisir pukulan, sehingga laksana garam bagi makanan.
c Pukulan itu hanya mengenai kulit luarnya saja, tidak boleh sampai ke
daging menyebabkan luka.
37
d Alat yang digunakan untuk memukul tidak boleh dari jenis yang keras
atau tajam, ataupun dari benda-benda yang menghinakan seperti sandal,
sepatu, dan lain sebagainya.
e Ketika memukul, tidak boleh mengangkat tangan tinggi-tinggi sehingga
pukulan itu tidak melukai, tidak terlalu keras.
f Menghentikan pukulan bila anak meminta pertolongan kepada Allah
SWT.
g Tidak boleh memukul pada bagian tubuh yang vital seperti kepala,
wajah, leher, dada, perut, ataupun kemaluan.
h Jangan memukul ketika marah, Sebagaimana hadis yang diriwayatkan
oleh Al-Bukhori dan Ahmad:
صل الله : أى زجل قبل للج الله ع سح زض س عي أث عل
ص. قبل: لا رغضت. فسدد هسازا, قبل: لا رغضت. سلن: أ
“Dari Abu Hurairah radhiyaallahu‟anhu: bahwa seorang lelaki
berkata kepada Nabi shollaallahu „alaihi wa sallam, “Berilah aku
nasihat.” Beliau pun bersabda, “Janganlah engkau marah.” Orang itu
berkata lagi beberapa kali, beliau pun (tetap) berkata, “Janganlah
engkau marah”(HR. Bukhari).
sebab dapat menimbulkan hal-hal sebagai berikut:
1) Hukuman menjadi kurang terpuji
2) Dapat melahirkan kebencian pada diri anak
3) Dalam kondisi marah, pukulan bukan lagi sebagai pendidikan tapi
sebagai pelampiasan yang akan menimbulkan rasa dendam di hati
anak
4) Dalam keadaan marah, sering kali setan menguasai jiwa manusia.
38
Dari beberapa pendapat di atas, dapat kita pahami bahwa ada beberapa
syarat yang harus dipenuhi dalam menerapkan hukuman/ta‟zir kepada
anak didik agar hukuman yang diberikan sesuai dengan porsinya dan tidak
melewati batas. Jadi, dalam menerapkan hukuman ada beberapa syarat
yang harus dipenuhi, diantaranya adalah:
a Ada landasannya (nash Al-Qur‟an, hadits, atau ketetapan ulil amri).
b Berlaku bagi seluruh anak didik yang berbuat salah dan tidak diberikan
secara sewenang-wenang.
c Bersifat mendidik.
d Tidak boleh menghukum dalam keadaan marah.
e Hukuman melalui pukulan hanya boleh diberikan setelah hukuman
lainnya sudah tidak mempan lagi.
f Tidak memutus hubungan baik antara pendidik dengan anak didiknya.
Adapun syarat-syarat pemberian pukulan adalah sebagai berikut:
a Pukulan hanya boleh diberikan setelah hukuman lainnya sudah tidak
mempan lagi.
b Tidak boleh memukul lebih dari 10 kali.
c Alat yang digunakan untuk memukul tidak boleh tajam, terlalu ringan,
terlalu berat, atau dengan benda-benda yang menghinakan.
d Tidak memukul pada bagian organ vital.
e Tidak boleh mengangakat tangan terlalu tinggi saat memukul.
39
f Tidak boleh memukul saat marah.
g Menghentikan pukulan bila anak meminta pertolongan kepada Allah
SWT.
Itulah beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam menerapkan
hukuman. Sebagaimana hukuman ta‟zir di PPTI Al-Falah diterapkan
sesuai hasil mufakat ulil amri dan para pengurus, hukuman ini hanya
diberikan kepada santri yang melanggar aturan. Seberapa besar tingkat
kesalahannya, maka hukuman yang diberikan sesuai dengan tingkat
kesalahannya, hal ini berlaku bagi seluruh santri putri yang melanggar
peraturan pondok.
5. Macam-macam Hukuman Ta’zir
Mengingat hukuman ta‟zir tidak boleh diberikan secara sewenang-
wenang dan harus sesuai dengan kesalahan yang diperbuat oleh anak
didik. Maka ada beberapa bentuk hukuman ta‟zir dari hukuman yang
ringan sampai yang berat, hal tersebut dimaksudkan agar hukuman yang
diberikan atas kesalahan yang diperbuat peserta didik sesuai dengan
porsinya.
Menurut Muslich (2005:255), hukuman ta‟zir ini jenisnya beragam,
secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu:
a Hukuman ta‟zir yang mengenai badan, seperti hukuman push up, lari
dan lain-lain.
b Hukuman ta‟zir yang berhubungan dengan kemerdekaan seseorang,
seperti hukuman penjara dan pengasingan.
40
c Hukuman ta‟zir yang berkaitan dengan harta, seperti denda, penyitaan
dan penghancuran barang.
d Hukuman-hukuman lain yang ditentukan oleh ulil amri demi
kemaslahatan umum.
Hukuman hanyalah salah satu sarana diantara sekian banyak sarana
pendidikan Islam, tujuannya utuk kebaikan dan kesalihan anak. Dalam
penerapannya, hukuman dilakukan secara bertahap, dimulai dengan
hukuman yang lebih ringan, kemudian meningkat hingga yang lebih berat
(Mhammad, Raqith, 2011:220). Hukuman juga memiliki beberapa bentuk
sebagai berikut:
a Nasihat, arahan dan peringatan
Rasulullah saw pernah menggunakan metode ini terhadap salah
seorang anak yang melakukan kesalahan. Suatu kali beliau melihat
seorang anak yang tangannya bergerak ke sana ke mari pada makanan,
lalu beliau bersabda kepadanya untuk mengajarkan tata cara makan:
صل الله ج الج اثي أم سلوخ ش سلوخ ) عي عوس ثي أث عل
سلن ف سلن ) ذ غل هب ف حجس زس ل الله صل الله عل ل ك ق
اخ: كبذ د رطش ز جخ عوس ثي أث سلوخ( هع زث ثطعبم ر أ
اخ: فجعلذ اكل هي ف ز ل الله ف ) حفخ فقبل ل زس اح( الص
ب لك فوب صل الله عل كل هو وك كل ث سلن ب غلم سن الله شالذ رلك طعوز ثعد.
“Dari Umar bin Abu Salamah (ia adalah anak dari Ummu
Salamah, istri Rasulullah shollaallahu „alaihi wa sallam) ia berkata,
“Aku adalah seorang anak kecil pada waktu berada dalam asuhan
Rasulullah shollaallahu „alaihi wa sallam (Dalam riwayat lain: Suatu
ketika, Nabi shollaallahu „alaihi wa sallam diberi makanan, saat itu
beliau sedang bersama anak asuhan beliau yaitu Umar bin Abu
41
Salamah), tanganku bergerak kesana kemari pada (Dalam riwayat
lain: Kemudian aku segera makan dari beberapa arah) nampan.
Rasulullah shollaallahu „alaihi wa sallam kemudian bersabda, “Hai
nak, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan
makanlah apa yang ada di sisimu. “Setelah itu, aku pun selalu makan
dengan cara yang diajarkan oleh Rasulullah shollaallahu „alaihi wa
sallam itu” (HR. Bukhari)
b Berpaling
Berpaling dapat juga dijadikan salah satu bentuk hukuman. Dengan
memalingkan muka atau pandangan dari orang yang berbuat salah dapat
menimbulkan kesadaran pada dirinya, sehingga orang tersebut dapat
mengoreksi dan memperbaiki kesalahannya.
c Bermuka masam
Terkadang hal ini berpengaruh pada sebagian orang, sehingga
dapat membuat mereka jera dari kesalahan yang mereka perbuat.
d Pencegahan
Contohnya saat Rasulullah saw mencegah Hasan bin Ali as
sebagaimana yang diriwiyatkan oleh Bukhari:
د الله ثي جس، حدثب عج د هعبذ الع حدثب أث، حدثب شعجخ عي هحو
ل: أخر الحسي ثي عل روسح هي سح، ق س اثي شبد، سوع أثب
سلن: ل الله صل الله عل ، فقبل زس ب ف ف دقخ، فجعل روسالص
دقخ؟ ))كخ ب علوذ أب لا أكل الص ب، أه كخ، ازم ثـ
“Telah menceritakan kepada kami (Ubaidullah bin Mu‟adz Al „Anbari)
telah menceritakan kepada kami (bapakku) telah menceritakan kepada
kami (Syu‟bah) dari (Muhammad bin Ziyad) ia mendengar (Abu
Hurairah) berkata; suatu ketika Al Hasan bin Ali mengambil sebuah
kurma dari tumpukan kurma sedekah lalu meletakkannya di mulutnya.
Maka Rasulullah shollaallahu „alaihi wa sallam pun bersabda:
42
“Kikh...kikh..., buanglah itu. Tidakkah kamu tahu, bahwa kita memakan
dari harta sedekah?” (HR. Bukhari)
e Pemboikotan (mendiamkan)
Dilakukan bila seorang pendidik membutuhkannya. Misalnya,
seorang anak meninggalkan sholat, atau mengucapkan kata-kata yang
tidak sopan. Batas pemboikotannya adalah tiga hari.
f Celaan
Kata-kata keras yang diucapkan seorang pendidik kepada anak
yang tidak mau menerima nasehat.
g Memajang tongkat
Dianjurkan bagi pendidik, baik ayah maupun pengajar, untuk
memajang cambuk di dinding agar dilihat anak-anak, sehingga
diharapkan mereka menahan diri dari berbuat salah.
Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa hukuman ta‟zir
terbagi menjadi 3 bentuk, yaitu:
a Hukuman yang mengenai badan seperti pukulan.
b hukuman yang mengenai jiwa seperti nasehat
c hukuman mengenai harta seperti penyitaan barang-barang terlarang.
Sebagaimana yang diterapkan dalam Pondok Pesantren, sesuai
kesalahan yang diperbuat maka hukuman ta‟zir yang diberikan dapat
berbentuk macama-macam. Apabila tingkat kesalahannya ringan, maka
hukuman ta‟zir yang diberikan pun masih di tingkat ringan, seperti
berjemur sambil mujadahan, membaca Al-Qur‟an sambil berdiri dan lain
sebagainya. semakin besar tingkat kesalahan yang dilakukan, maka
43
hukuman ta‟zir yang diberikan semakin berat, seperti sidang, diskors, dan
drop out.
B. Kedisiplinan
1. Pengertian Kedisiplinan
Dalam bahasa Perancis, kata “discipline” mengandung arti aturan
keras yang mesti dipatuhi. Sebenarnya, kata disiplin berasal dari bahasa
Inggris “dicipline” yang berarti ketertiban (Shadily, 1976: 185). Yaitu
menertibkan murid yang melanggar peraturan. Kemudian kata ini diserap
dalam bahasa Indonesia menjadi “disiplin” yang berarti kepatuhan pada
peraturan (KBBI,2007).
Dalam perkembangan selanjutnya, kata ini mengalami perubahan
bentuk dan perluasan arti, antara lain berarti ketaatan, metode pengajaran,
mata pelajaran, dan perlakuan yang cocok bagi seorang murid (Unaradjan,
2003: 8).
Menurut istilah disiplin mengandung arti hukuman atau latihan yang
membetulkan serta kontrol yang memperkuat ketaatan. Disiplin juga
berarti latihan watak dan batin agar segala perbuatan seseorang sesuai
dengan peraturan yang ada (Unaradjan, 2003: 9).
Nizar (2009:22) mengemukakan pendapat bahwa disiplin ialah
membantu anak untuk mengembangkan kontrol dirinya, dan membantu
anak mengenali perilaku yang salah lalu mengoreksinya.
Jadi, kedisiplinan adalah ketaatan murid terhadap guru atau pemimpin
dan peraturan yang ada dengan kesadaran penuh (tanpa paksaan). Untuk
44
mencapai kematangan pribadi, seseorang harus berhasil melalui beberapa
tahapan, salah satunya yaitu disiplin diri. Sesungguhnya disiplin
merupakan pembatasan, namun batas-batas ini diadakan agar seseorang
tidak melalui batas ketika berperilaku dan tidak menyalahi norma. Bahkan
untuk mencapai kebahagiaan pun seseorang harus berdisiplin diri. Karena
disiplin merupakan proses melatih watak dan batin untuk berbuat sesuai
peraturan dengan menyadari perbuatan yang kurang benar kemudian
mengoreksi dan mengendalikannya agar tidak terjadi untuk kedua kalinya.
Dengan menerapkan hidup disiplin juga, lingkungan aman dan tenteram
yang dicita-citakan dapat terwujud.
2. Unsur-unsur Perilaku Disiplin
Pada hakikatnya disiplin merupakan suatu pengekangan atau
pembatasan pada perilaku, baik itu melalui fisik maupun jiwa seseorang.
Namun, bukan berarti pembatasan pada perkembangan seseorang.
Mengingat aktifitas seseorang senantiasa melibatkan orang lain, maka
perlu ditentukan batas-batas yang adil dalam bertindak agar tidak terjadi
konflik yang tidak diinginkan. Di balik keteraturan hidup manusia,
terdapat beberapa hal yang merupakan dambaan setiap manusia, seperti
keberhasilan, kedamaian dan kebahagiaan. Keadaan dan kebutuhan seperti
inilah yang mendorong manusia untuk berdisiplin diri.
Ada beberapa unsur penting dalam disiplin yang perlu diterapkan oleh
pendidik baik di rumah dan di sekolah (Hurlock, 1978:152), yaitu:
45
a Peraturan
Peraturan adalah ketentun-ketentuan yang telah ditetapkan untuk
menata tingkah laku seseorang dalam kelompok, institusi, atau
komunitas.
b Kebiasaan
Kebiasaan sehari-hari perlu diperhatikan sebagai unsur penting
dalam membentuk kedisiplinan.
c Hukuman
Hukuman merupakan suatu bentuk kerugian dan kesakitan yang
dijatuhkan pada seseorang yang berbuat kesalahan atau pelanggaran
sebagai ganjaran.
d Konsistensi
Konsistensi menunjukkan kesamaan dalam isi dan penerapan
dalam sebuah aturan. Hal tersebut berlaku bagi seluruh peserta didik,
meskipun mereka memiliki latar belakang, etnis, ekonomi, maupun
perkembangan usia yang berbeda-beda.
Unaradjan (203:15) mengatakan bahwa ada beberapa hal penting yang
harus dipertimbangkan dalam menanamkan kedisiplinan, antara lain:
a Pengaturan (Rule)
Peraturan digambarkan sebagai pola berperilaku di rumah, di
sekolah, ataupun di masyarakat. Peraturan tersebut memiliki nilai
pendidikan dan membantu anak untuk menahan perilaku yang tidak
diinginkan oleh masyarakat.
46
Biasanya, peraturan tersebut terdapat dalam lingkungan sekolah,
karena kelompok sekolah lebih besar daripada kelompok lainnya.
Aturan tersebut penting diterapkan agar sekolah tidak menjadi kacau
balau.
b Hukuman (Punishment)
Beberapa fungsi hukuman dalam menanamkan disiplin adalah
sebagai berikut:
1) Bersifat membatasi
Hukuman akan menghalangi pelaku untuk mengulangi perilaku
yang tidak diinginkan oleh masyarakat.
2) Bersifat mendidik
Anak-anak belajar tentang hal baik dan buruk melalui
pemberian/tidak diberikannya hukuman kepada mereka ketika
bertindak tidak sesuai dengan standar sosial yang berlaku.
3) Sebagai motivasi untuk menghindari perilaku yang tidak baik.
4) Konsistensi
Konsistensi berarti suatu derajat kesesuaian atau stabilitas
(uniformity or stability) konsistensi harus menjadi ciri khas seluruh
segi dalam penanaman disiplin. Fungsi konsistensi yang penting
dalam disiplin, adalah sebagai berikut:
a) Konsistensi dapat meningkatkan proses belajar untuk berdisiplin.
47
b) Konsistensi memiliki nilai motivasional yang kuat untuk
melakukan tindakan yang baik di masyarakat dan menjauhi
tindakan yag buruk.
c) Konsistensi membantu perkembangan anak untuk hormat pada
aturan-aturan dan masyarakat sebagai otoritas. Anak-anak yang
telah berdisiplin secara konsisten mempunyai motivasi yang lebih
kuat untuk berperilaku sesuai dengan standar sosial yang berlaku
dibanding dengan anak-anak yang berdisiplin secara tidak
konsisten.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terciptanya lingkungan
yang tenteram, tentu tak lepas dari usaha-usaha yang dilakukan oleh
masyarakat di lingkungan tersebut. Salah satunya adalah dengan kebiasaan
berdisiplin. Dalam menerapkan kedisiplinan, ada beberapa hal yang harus
dipertimbangkan, yaitu:
a Peraturan, sebagai batas bagi seseorang dalam berperilaku.
b Hukuman, sebagai pengendali perilaku yang tidak baik.
c Konsistensi, konsistensi sangat diperlukan agar tidak terjadi
kesetimpangan dalam menerapkan kedisiplinan.
Demikian pula dengan PPTI Al-Falah, demi terciptanya lingkungan
yang disiplin, maka di pondok pesantren ini terdapat peraturan-peraturan
yang harus ditaati. Berbagai bentuk ta‟ziran diadakan utuk mengontrol dan
mengendalikan perilaku santri yang tidak sesuai, semua ini dilakukan
secara continuoue dan konsisten.
48
3. Kegunaan Disiplin Diri
Manfaat praktis dari pembatasan yang dikenakan oleh disiplin tidak
langsung tampak jelas, pembatasan selalu tampak sebagai perkosaan atas
sifat manusia. Seperti yang dikutip Durkheim (1990:36) dalam bukunya
yang berjudul “Pendidikan Moral”, ia beranggapan bahwa disiplin jelas-
jelas memperkosa hakikat manusia, tetapi tidak dapat disimpulkan juga
bahwa perkosaan terhadap hakikat manusia itu sebagai suatu keburukan.
Sebaliknya, hal tersebut merupakan tindakan baik karena hakikat manusia
itulah yang buruk. Oleh karena itu, pembatasan tersebut merupakan syarat
untuk meraih kebahagiaan dan kesuksesan.
Jika seorang dididik agar bisa mengatur dirinya sendiri, tidak
menyerah pada kebingungan dan kemalasan sebagaimana biasanya terjadi,
maka tujuannya bukan semata-mata agar ia melakukan kewajiban dengan
baik agar menjadi kebanggaan, namun supaya ia memiliki budaya yang
dapat digunakannya di kemudian hari, kebiasaan melatih diri sendiri, yang
diperlukan oleh seseorang agar dapat menyesuaikan dan mendapat tempat
baik dalam masyarakatnya.
Menurut Durkheim (1990:36) kegunaan disiplin bukan hanya untuk
kepentingan masyarakat, tapi juga untuk kesejahteraan individu itu sendiri.
Melalui disiplin seseorang belajar mengendalikan keinginan, membatasi
dan membatasi diri untuk mencapai kesuksesan dan kebahagiaan.
49
Di sisi lain, manusia adalah makhluk individual dan sosial, maka
manfaat disiplin diri dapat dirasakan oleh banyak pihak, antara lain
(Unaradjan, 2003:19):
a Diri sendiri
Disiplin diri memungkinkan seseorang dalam mencapai
keberhasilan usaha. Pengendalian diri dari berbagai kecenderungan
yang dapat menghambat kelancaran usaha tersebut atau pengaturan
waktu sangatlah penting. Jadi, dapat dikatakan bahwa keinginan untuk
mencapai keberhasilan dapat mendorong seseorang untuk berdisiplin
diri.
Terkadang dorongan untuk berdisiplin diri berasal dari minat,
bakat, atau hobi orang yang bersangkutan dalam bidang-bidang
tertentu. Kemudian disiplin diri ini menjelma dalam bentuk ketekunan
dan kerja keras yang akhirnya membuahkan keberhasilan.
Setiap pribadi yang mampu mengontrol dan mengendalikan diri
akan dihargai oleh masyarakat. Penghargaan merupakan salah satu
kebutuhan psikologis yang wajib diakui oleh manusia. Wujud
penghargaan ini antara lain berupa pengakuan akan hak dan kewajiban
manusia. Oleh karena itu, pengaturan dan pengontrolan diri yang sadar
dari setiap pribadi sangatlah berguna.
b Orang lain
50
Hakikat manusia sebagai makhluk individu dan sosial menjadikan
disiplin diri berfungsi ganda. Pola hidup disiplin seseorang akan ditiru
oleh orang lain, terutama orang-orang yang telah mengalami efek
positif dari cara hidup ini.
Menurut Mustaqim (2005:108), disiplin dapat berguna sebagai
upaya untuk memberikan pelajaran tentang empati kepada anak.
Misalnya, orangtua melarang anak melakukan suatu tindakan dengan
menjelaskan bahwa tindakan tesebut dapat mencelakakan orang lain.
Anak pun kemudian bisa memahami perasaan orang lain dan terasah
empatinya kepada orang lain dalam bertindak.
Banyak manfaat yang di dapat dari disiplin diri, baik bagi si pelaku
maupun lingkungannya. Ketika seseorang memiliki kedisplinan yang
baik, maka ia dapat menjadi panutan bagi lingkungannya. Begitu pula
dalam suatu lembaga, apabila dapat menciptakan lingkungan yang
disiplin, tujuan yang telah ditetapkan lebih mudah untuk dicapai. Dapat
dikatakan bahwa disiplin diri berkaitan erat dengan disiplin nasional.
Ketika setiap orang mengkhayati disiplin diri dengan baik, maka
disiplin nasional akan terjamin. Sehingga tujuan pembangunan yang
menjadi aspirasi seluruh rakyat dapat tercapai.
C. Kekurangan dan Kelebihan Ta’zir
Hukuman harus diberikan kepada pelaku pelanggaran sesuai dengan
porsinya, begitu pula dengan ta‟zir. layaknya garam yang dimasukkan ke
dalam sayur, jika garam yang dimasukkan sesuai takaran maka sayur akan
51
terasa sedap, namun lain halnya jika garam yang dimasukkan terlalu sedikit
atau terlalu banyak. Apabila ta‟zir yang diberikan terlalu ringan atau terlalu
berat maka akan menyebabkan beberapa hal sebagai berikut ini:
a Menjadi tidak jera atau dapat menjadi racun. Ibarat obat, apabila diberikan
terlalu sedikit maka tidak bisa menyembuhkan, apabila terlalu banyak
dapat menjadi racun bagi pasiennya.
b Dapat melukai badan/hatinya.
c Dapat menimbulkan trauma bagi anak.
d Dapat menjadi contoh kekerasan bagi anak.
Namun, apabila ta‟zir yang diberikan sesuai dengan porsinya, maka dapat
menimbulkan beberapa hal sebagai berikut:
a Kesadaran bagi pelaku
b Mencegah dan menghentikan perbuatan yang tidak dikehendaki
c Kedisiplinan, melatih anak bertanggung jawab dan mengatur waktu
dengan baik
d Keamanan dan ketertiban
Oleh karena itu, dalam menerapkan ta‟zir harus memenuhi syarat-
syaratnya terlebih dahulu dan diberikan sesuai pelanggaran yang telah
dilakukan oleh anak didik tanpa berlebihan. Ta‟zir tidak boleh diberikan
semata-mata hanya untuk balas dendam, tapi ta‟zir diberikan dengan maksud
dan tujuan tertentu yang lebih baik.
52
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Kondisi Umum PPTI Al-Falah (PPTI AL-FALAH) Salatiga
1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam Al-Falah
Salatiga
Pada awalnya banyak anak kampung sekitar yang mau mengaji di
Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam Al-Falah, mereka datang pada sore hari
dan pulang pada pagi harinya. Seiring berjalannya waktu, santri di pondok
pesantren tersebut semakin banyak, baik santri dari daerah sekitar maupun
santri dari luar daerah. Kemudian pada tahun 1986, Departemen Agama
daerah Salatiga meresmikan Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam Al-Falah,
yang diasuh oleh KH. Zoemri RWS bersama istri beliau Hj. Nyai Latifah.
Seiring berkembangnya zaman, masyarakat membutuhkan
pendidiksan yang lebih mapan. Maka pada tahn 1990, KH. Zoemri RWS
mendirikan madrasah diniyah dengan materi khusus pelajaran agama,
dengan jangka waktu 6 tahun. Kegiatan madrasah diniyah ini dimulai
ba‟da asar (15.30 WIB) sampai pukul 17.00 WIB, ba‟da magrib sampai
isya‟, ba‟da isya‟ sampai pukul 21.00 WIB, dan ba‟da subuh sampai jam 6
pagi.
Selanjutnya pada tahun 1995, Pondok Pesantren Tarbiyatul Islami Al-
Falah menambahkan kurikulum pembelajaran dalam pendidikannya,
berupa ekstra pesantren, antara lain: Kaligrafi, Khitobah, Qiro‟atul Qur‟an,
Bahasa Arab dan Menjahit. Kegiatan ekstra ini diadakan agar santri dapat
53
berkreasi dan memiliki skill untuk terjun dalam masyarakat. Sehingga
santri dapat mengubah masyarakat yang terbelakang menjadi berkembang.
Seiring tuntuntan zaman, pada tanggal 2 Mei 2005 Pondok Pesantren
Tarbiyatul Islam Al-Falah mendirikan SMK Al-Falah yang diresmikan
oleh Wali Kota Salatiga, dengan dua jurusan yaitu jurusan otomotif dan
tata busana.
2. Letak Geografis PPTI Al-Falah
Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam Al-Falah terletak di ujung barat
kota Salatiga, lebih tepatnya di jalan Bima No. 02, Kelurahan Dukuh,
Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga, berdekatan dengan Kab. Semarang.
3. Visi Misi
a Visi
Santri yang berfikir dan bergerak bagi bangsa
b Misi
1. Menumbuhkan santri yang berakhlakul karimah.
2. Menumbuhkan santri yang komprehensif.
3. Menumbuhkan santri yang multifungsi.
4. Menumbuhkan santri yang cerdas & kreatif.
4. Dasar dan Tujuan
a Dasar
Landasan dasar yang digunakan oleh PPTI Al-Falah dalam
menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran adalah Al-Qur‟an dan
As-Sunnah, sehingga fitrah yang dimiliki semakin terjaga dari berbagai
54
kemungkinan peradaban umat manusia dan lebih terarah. Pemahaman
terhadap Al-Qur‟an dan As-Sunnah tersebut dapat dilihat dari sikap dan
perilaku santri, dasar tersebut adalah sebagai berikut:
1) Dasar atau asas yang akan memberi ruh di Pondok Pesantren
Tarbiyatul Islam Al-Falah Salatiga adalah Al-Qur‟an dan As-
Sunnah.
2) Al-Qur‟an dan As-Sunnah digunakan sebagai neraca dan ukuran
dalam segala pelaksanaan pendidikan dan pengajaran.
3) Dengan dasar dan pengertian tersebut, maka sikap dan perilaku
sehari-hari yang dilaksanakan di PPTI Al-Falah Salatiga harus
mencerminkan suatu pelaksanaan disiplin, yaitu disiplin terhadap
diri sendiri dan disiplin terhadap Allah SWT.
b Tujuan
Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam Al-Falah memiliki tujuan yang
sangat signifikan, yaitu:
1) Tujuan Umum
Membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang
berkepribadian Islam yang sanggup dengan ilmu agamanya menjadi
mubaligh dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya.
2) Tujuan Khusus
a) Pembinaan suasana hidup dalam Pondok Pesantren sebaik
mungkin sehingga berkesan pada jiwa anak didiknya (santri).
55
b) Memberikan perngertian keagamaan melalui pengajaran Ilmu
Agama Islam.
c) Mengembangkan sikap beragama praktek-praktek ibadah.
d) Mewujudkan ukhuwah islamiyah dalam pondok pesantren dan
sekitarnya.
e) Memberikan pendidikan dan keterampilan civic dan kesehatan
olahraga kepada anak didik.
f) Mengusahakan perwujudan segala aktivitas dalam pesantren yang
mungkin pencapaian tujuan umum tersebut.
g) Membantu sumber daya santri yang memiliki nilai dan sikap
agamawan, pengetahuan, kecerdasan, dan keterampilan
kemampuan komunikasi dan kecerdasan akan ekologi
lingkungan.
h) Memahirkan dan menciptakan alumni pesantren yang figure
keilmuwan yang begitu tangguh dan mampu memainkan
propertinya pada masyarakat secara umum.
i) Menciptakan santri yang berbasis IMTAQ dan IPTEK.
5. Kelembagaan
Upaya-upaya yang dilakukan Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam Al-
Falah dalam melayani masyarakat dari berbagai masalah keagamaan dan
pendidikan, antara lain mendirikan Madrasah Diniyah di Pondok
Pesantren, dengan jangkau waktu 6 tahun. Pendidikan ini wajib diikuti
oleh seluruh santri. Kemudian, pada tahun 2015 didirikan SMK Al-Falah
56
dengan dua jurusan, yaitu Otomotif dan Tata Busana dengan menggunakan
kurikulum pendidikan Nasional.
6. Sarana Prasarana
Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam Al-Falah dan SMK Al-Falah
terletak di Jl. Bima No.2 Dukuh, Sidomukti, Salatiga. Adapun sarana dan
prasarana yang tersedia antara lain:
a Asrama komplek A ada 5 ruang
b Asrama komplek B ada 10 ruang
c Asrama koplek C ada 10 ruang
d Asrama komplek D ada 2 lokal
e Asrama komplek E ada 3 lokal
f Asrama komplek F ada 8 lokal
g Musholla.
h Gedung Madrasah:
1) Lantai I ada 2 lokal
2) Lantai II ada 2 lokal
3) Lantai III ada 3 lokal
i Sarana-sarana yang lain:
1) Kamar mandi ada 15 lokal
2) WC
3) Dapur
4) Kantin
5) Aula Utama
57
6) Kolam wudhu
7) Tempat cuci
8) Jemuran
9) Kamar mandi & WC
10) Ruang makan putri & putri
7. Struktur Organisasi Kepengurusan
KH. Zoemri R.W.S wafat pada tanggal 3 Oktobet 2015, kemudian
Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam (PPTI) Al-Falah dipimpin oleh Ny. H.
Latifah Zoemri R.W.S. Adapun struktur PPTI Al-Falah terdiri dari
pengurus dan pelindung yang membwahi langsung pengurus harian.
Pengurus harian berkewajiban melaksanakan kebijaksanaan dari
pengasuhnya. Baik tentang pengelolaan pondok, yaitu masalah pendidikan
maupun masalah di luar pondok.
Para pengurus tersebut dipilih oleh seluruh santri, kemudian disetujui
pengasuh/pelindung. Pengurus di PPTI AL-Falah terdiri dari ketua umum
(lurah), sekretaris, bendahara, diklat, keamanan, kebersihan, rumah tangga,
kesehatan, ketua komplek, logistik, dan pengembangan. Adapun struktur
kepengurusan PPTI Al-Falah adalah sebagai berikut:
Pengasuh : Nyai. Hj. Latifah Zoemri
Dewan Penasehat : Kyai Maksum, S.Pd.
: Kyai Kholilul Rohman
Dewan Keamanan Pusat : Ust. Najib Tafrichan
Dewan Asatidz : Ust. Gunawan Laksono Aji, S. PdI.
58
Ketua Pondok Putra : Muhammad Irfan
Mochtar Syarif
Ketua Pondok Putri : Istriyani
Ulfah Mahmudah
Sekretaris Putra : Taufik Setiawan
Ikhsan Maulana
Sekretaris Putri : Mufidatul Latifah
Dina Arini Fitri
Bendahara Putra : Ihya‟ Ulumuddin
M. Wahyu C.
Bendahara Putri : Nur Fandhilah
Lina Muslikhah
Diklat Putra : Azkal Murtadho
Bagus Pambudi
M. Habib Alwi
Ganang F.
Diklat Putri : Vani Listianti
Fathimah
Hanifatul M.
Keamanan Putra : Denis Wiki P.
Mas Rukan I.
Ainul Yakin
Hastomo
59
Keamanan Putri : Zuni Ma‟rifah
Sopiya Nur R.
Masruroh
Uswatun Fitriyah
Inna Nur H.
Kebersihan Putra : Ahmad Marhabban
Habib Solikhudin
Ahmad Nur Khakim
Abdul Haris Susilo
Kebersihan Putri : Aini Murtofi‟ah
Ida Fitriyah
Meila Sari
Rodziatus S.
Naryanti
Kesehatan Putra : M. Abdu Yazid
Kesehatan Putri : Dwi Mayawati
Siti Izzatul Umah
Ketua Komplek Putra : Jihan Abdillah
Yasin Al Amin
Ahmad Muhlasin
Ketua Komplek Putri : Novita Intan P.
Indah Sutanti
Rohmaul Ummah
60
Logistik Putra : Hastomo W. K.
M. Tsabit Bil Ch.
Munzilin
Fatwah Abdul m.
Logistik Putri : Anida Kumalasari
Lathifah
Afra Fadhilah
Pengembangan : Aji Ervanto (Jurnalistik Insantri)
Nadhila Cahyaning (Perpustakaan)
Rohman Amrullah (Koppontren)
8. Jadwal Kegiatan
Tabel 1.4 Kegiatan Harian
No. Waktu Kegiatan
1. 03.00-04.00 Sholat tahajud & sahur bagi yang berpuasa
sunnah
2. 04.00-04.30 MCK (Persiapan jama‟ah sholat shubuh)
3. 04.30-05.00 Sholat shubuh
4. 05.00-06.00 Ngaji kitab
5. 06.00-07.00 Sarapan, persiapan & berangkat sekolah/
kuliah
6. 12.00-12.30 Sholat dhuhur
7. 15.00-15.30 Sholat Asar
8. 15.30-16.00 Persiapan ngaji sore
9. 16.00-17.00 Ngaji sore (ngaji kitab)
61
10. 17.00-17.45 Persiapan jama‟ah sholat maghrib & berbuka
11. 18.45-18.10 Jama‟ah sholat maghrib
12. 18.10-18.40 Sorogan Al-Qur‟an
13. 18.40-19.00 Makan malam
14.
19.00-19.30 Jama‟ah sholat Isya‟
15. 19.30-20.00 Persiapan ngaji
16. 20.00-21.00 Ngaji kitab
17. 21.00-22.00 Mengerjakan tugas kuliah/sekolah
18. 22.00-03.00 Tidur
Tabel 1.5 Kegiatan Mingguan
No. Waktu Kegiatan
1. Malam Jum‟at Tahlilan & Al-Barjanji/ Khitobah/Mujahadah &
Praktek perawatan jenazah
2. Jum‟at pagi Ziarah kubur & Kultum
3. Jum‟at sore Ro‟an kubro
Tabel 1.6 Kegiatan Bulanan
No. Waktu Kegiatan
1. Minggu pertama Rapat pengurus
2. Minggu kedua Rapat ketua kamar
Tabel 1.7 Kegiatan Tahunan
No. Waktu Kegiatan
1. 12 Rabi‟ul awwal Maulud Nabi saw
2. 27 Rajab Isra‟ Mi‟raj
3. 11 Sya‟ban Ziarah ke Waliullah
62
4. 17 Sya‟ban Haflah Akhirusanah
5. 17 Sya‟ban Haul simbah Sulaiman
6. 1 Syawal Idul Fitri
7. 17 Syawal Halal bihalal santri
8. 30 Syawal Halal bihalal wali santri
9. 9 Dzulhijah Pemotongan hewan qurban
9. Tata Tertib
a Kewajiban
1) Setiap orang yang akan mendaftar menjadi santri harus diantar orang
tua/wali
2) Setiap santri wajib menjaga nama baik Pondok Pesantren dan
berakhlakul karimah
3) Setiap santri wajib menghormati ahlul bait, dewan Asatidz, dan
pengurus
4) Setiap santri wajib mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dan
seluruh kegiatan yang diselenggarakan Pengurus dan Pengasuh
5) Setiap santri wajib mengikuti sholat 5 waktu secara berjamaah
6) Setiap santri wajib melaksanakan piket sesuai ketentuan yang
berlaku
7) Selain untuk pergi ke sekolah, setiap santri wajib meminta izin
kepada Pengasuh bila akan bepergian dan meninggalkan Kegiatan
Belajar Mengajar (KBM)
8) Setiap santri yang memiliki tamu wajib melapor kepada Pengurus
63
9) Setiap santri wajib memakai pakaian yang baik dan sopan
b Larangan
1) Setiap santri dilarang mengambil barang milik orang lain dengan
cara tidak sah
2) Setiap santri putra dilarang memasuki komplek santri putri, begitu
juga sebaliknya
3) Setiap santri yang belum mencapai sekolah menengah atas (SMA)
atau sederajat dilarang merokok
4) Setiap santri dilarang merokok di dalam kamar
5) Setiap santri dilarang pacaran
6) Setiap santri dilarang berboncengan dengan orang yang bukan
mahrom
7) Setiap santri dilarang ngendong
8) Setiap santri dilarang ngiras di sekitar Pondok Pesantren
c Pasal I (Jika melanggar dikeluarkan atau sesuai kebijakan pengasuh)
1) Pencurian
2) Mengedarkan dan atau memakai miras dan sejenisnya
3) Mengedarkan dan atau memakai narkoba dan sejenisnya
d Pasal II (Jika melanggar digebyur)
1) Percintaan(hubungan laki-laki dan perempuan bukan mahrom, baik
antar santri, maupun antara santri dengan orang di luar Pondok
Pesantren.) yang tidak sesuai dengan syari‟at islam dan atau adat
kesopanan.
64
2) Boncengan dengan lain mahrom
3) Merokok bagi santri putri
e Pasal III (Jika melanggar berdiri di halaman dan membaca Al-Qur‟an)
1) Meninggalkan ngaji tanpa izin
2) Meninggalkan pondok tanpa izin
3) Keluar malam
4) Ngiras
5) Merokok bagi anak SMP sederajat
6) Perkelahian (di luar atau di dalam pondok)
f Pasal IV (Jika melanggar bersih-bersih)
1) Meninggalkan jama‟ah tanpa izin
2) Ngendong
3) Tidak mengikuti acara pondok
4) Bermain kartu remi dan sejenisnya
g Pasal V (Jika melanggar akan didenda)
1) Merokok di dalam kamar
2) Telat kembali ke pondok
h Pasal VI (Jika melanggar akan disita)
1) Melanggar penggunaan barang elektronik
2) Penyalahgunaan sepeda motor
3) Membawa barang-barang yang tidak patut berada di pondok (gitar,
kartu remi, dan sejenisnya)
65
4) Pakaian yang tidak patut
i Tata cara perizinan
1) Meninggalkan pondok (menginap)
Mengambil buku izin dikantor keamanan dengan membayar
Rp.1000,- /santri putra dan Rp.2000,- /santri putri (sowan untuk izin
pulang hanya di buka pada malam jum‟at)
Prosedur perizinan:
a) Menulis keperluan
b) Meminta ttd Keamanan
c) Meminta ttd Lurah
d) Meminta ttd (sowan) Pengasuh
e) Berpamitan kepada Ibu Nyai
f) Memberikan (menyerahkan) surat zin pulang kepada keamanan
untuk dibuatkan surat izin mengaji
g) Pulang dengan Meminta ttd Orang tua
h) Ketentuan 1 bulan 1 X (1 hari 2 malam)
Dengan keperluan umum :
a. Walimatul Ursy
b. Walimatul Khitan
c. Sakit
d. Kepentingan keluarga
e. Lelayu
f. Kegiatan Pendidikan (observasi)
66
g. KKN,Magang,PPL
2) Izin ngaji harian
a) Menemui keamanan dengan alasan yang tepat
b) Membawa uang sejumlah Rp.1000,-/santri.
c) Izin santri sebab sakit tidak membayar (gratis)
d) Hari ahad tidak mengeluarkan surat izin mengaji sore dengan
alasan apapun
e) Izin tetap Rp.2000,- /santri
f) Bukti KRS (mahasiswa)
g) Bukti kegiatan resmi (sekolah)
3) Surat izin bersama
a) Menemui sekretaris
b) Menulis keperluan Bersama
c) Meminta ttd keamanan dengan menyertakan surat resmi kegiatan
atasnama ttd pihak organisasi
d) Meminta ttd (sowan) pengasuh
e) Kembali ke keamanan untuk dibuatan surat izin mengaji dengan
membayar Rp.1000,-/santri
4) Keterangan
a) Apabila perijinan tidak sesuai dengan ketentuan diatas maka
santri dianggap meninggalkan pondok tanpa izin
b) Apabila buku dan kartu izin santri tidak lengkap administrasinya,
maka tidak boleh izin
67
c) Santri pulang dijemput orang tua
d) Perizinan hanya dibuka pada malam jum‟at sebelum kegiatan
rutinan dimulai.
Catatan tambahan, Hal-hal yang belum tercantum dalam tata tertib,
diserahkan kepada kesepakatan pengasuh/ahlul bait dan pengurus. Santri
yang sering melanggar akan diberi SP (surat pernyataan) sampai maksimal
3 kali, setelah itu keputusan akan diserahkan pengasuh.
B. Temuan Data Penelitian
1. Implementasi Ta’zir di PPTI Al-Falah
Pengadaan ta‟zir dalam suatu lembaga pendidikan dimaksudkan untuk
membangun kedisiplinan peserta didik di lembaga tersebut. Begitu pula di
PPTI Al-Falah, Implementasi Ta‟zir dalam menanamkan kedisiplinan
santri di PPTI Al-Falah dapat peneliti ketahui dari hasil wawancara dengan
beberapa pihak pesantren. salah satunya dengan ustadz Kholilurrohman di
rumah Kyai Zoemri:
“Penerapan ta‟zir disesuaikan dengan tingkatan pelanggaran yang
dilakukan, jadi tidak sama. Misal jika sampai diguyur itu berarti telah
melakukan pelanggaran yang berat, seperti pacaran atau mencuri. Kalau
yang tidak jama‟ah, tidak ngaji itu tidak diguyur kecuali kalau sering dan
disengaja, karena sama saja mereka tidak mempunyai rasa ta‟dzim/ tidak
menghormati ustadz atau Kyainya.” (K/IT/S/5-2-2018/13.10WIB)
Jadi ta‟zir di PPTI Al-Falah diterapkan sesuai dengan tingkatan
pelanggaran yang telah dilakukannya. Hal tersebut hampir serupa dengan
jawaban Uswatun Fitriyah selaku pengurus bagian keamanan, Azkal
Murtadho selaku pengurus bagian Diklat dan Istriyani selaku ketua pondok
putri di PPTI Al-Falah:
68
“Ta‟zir diterapkan sesuai pelanggarannya. Contohnya jika terlambat
jama‟ah ta‟zirannya berdiri sampai do‟a selesai atau hitungan 5 menit.
Jika tidak jama‟ah maka ta‟zirannya ngaji sambil berdiri di depan ndalem
selama 30 menit. Kalau tidak ngaji ditindak dengan pendekatan,
pemanggilan, dan pernyataan ta‟ziran. Ada aturan umum tidak boleh
membawa Hp, laptop/elektroik di kamar, menggunakannya pun harus
sesuai jam-jam yang telah ditentukan, kalau sudah wajib dikembalikan ke
pondok lagi. Setiap ada kegiatan pondok, ada petugas yang keliling nge-
cek kamar, kalau ada santri di kamar langsung dicatat dan dilaporkan,
kemudian dita‟zir.” (UF/IT/R/04-10-2017/18.26WIB)
“Ta‟zir diberikan kepada santri yang melanggar peraturan,
ta‟zirannya juga bermacam-macam, karena disesuaikan dengan
pelanggarannya agar menjadi seimbang. Kalau ta‟zirannya terlalu berat
bisa jadi mereka keberatan dan kesannya berlebihan, tapi kalau terlalu
ringan mungkin tidak akan pernah memberikan efek jera, jadi harus
disesuaikan.” (AM/IT/K/05-10-2017/23.05WIB)
“penerapan ta‟ziran di PPTI Al-Falah ini, pertama untuk kategori
yang masih ringan kalau ada santri yang melangar, dia dipanggil,
kemudian dinasehati. Apabila dia masih mengulangi lagi baru ditindak
dengan ta‟zir, tapi ta‟zirannya dimusywarahkan terlebih dahulu oleh
keamanan dengan acuan pasal-pasal yang sudah ada.” (I/IT/S/03-10-
2017/18.37WIB)
Penerapan ta‟zir disesuaikan dengan tingkat pelanggarannya, apabila
pelanggaran yang dilakukan termasuk dalam kategori ringan maka ta‟zir
yang diberikan juga ringan, namun apabila santri melakukan pelanggaran
berat maka akan mendapat ta‟zir yang berat. Oleh karena itu, ta‟zir yang
diterapkan di PPTI Al-Falah bentuknya bermacam-macam. Sebagaimana
yang disampaikan oleh ustadz Kholilurrohman di rumah Kyai Zoemri:
“Bentuk ta‟ziran yang ada di pesatren ini bermacam-macam, sesuai
tingkatan pelanggarannya. Jika pelanggarannya berat maka akan diguyur
air kotor, tapi sebelum diguyur diberi nasehat terlebih dulu. Kalau
pelanggarannya ringan seperti telat jama‟ah, tidak ngaji maka
ta‟zirannya juga lumayan ringan seperti berdiri sambil baca Al-Qur‟an
dan bersih-bersih lingkungan pondok.”(K/MT/S/5-2-2018/13.10WIB)
69
Berbagai macam ta‟zir yang diterapkan di PPTI Al-Falah tersebut
dikelompokkan menjadi 3, yaitu ringan, sedang dan berat. sebagaimana
yang disampaikan oleh Istriyani selaku ketua pondok putri dan Khalid
Anwar sebagai santri putra:
“Ta’zirannya ada yang ringan, sedang, dan berat. kalau yang ringan
disuruh mengaji atau disuruh menulis astagfirrullah 100x atau
kelipatannya. Kalau yang sedang, misalnya disuruh bersih-bersih kamar
mandi atau disuruh berdiri sampai dalam beberapa jam. Kalau yang berat
diguyur dengan menggunakan air comberan, kalau putra ditambah lagi
dengan dicukur.”(I/MT/S/03-10-2017/18.37WIB)
“Ada bermacam-macam ta‟zirannya, pelanggaran yang termasuk
dalam kategori ringan seperti tidak ikut jama‟ah, tazirannya berdiri.
Kemudian tidak mengaji ta‟zirannya membaca Al-Qur‟an sambil berdiri,
kalau tidak ikut ziarah Jum‟at pagi, ta‟zirannya tahlilan di depan ndalem,
kalau terlambat masuk ngaji harus ngaji di luar. Sedangkan kategori
sedang seperti nonbar di luar pondok, tazirannya diguyur air bersih. Yang
terakhir kategori berat, seperti mencuri ta‟zirannya digundul, kemudian
pacaran dan berboncengan dengan lawan mahromnya ta‟zirannya
diguyur air jamban.”(KA/MT/J/06-10-2017/21.09WIB)
Kategori pelanggaran ringan, ta‟zirannya membaca Al-Qur‟an sambil
berdiri. Untuk kategori pelanggaran yang sedang, ta‟zirannya
membersihkan tempat-tempat tertentu di pesantren. Kemudian untuk
pelanggaran yang berat akan mendapat ta‟zir diguyur dengan air kotor,
dan lain sebagainya. Meskipun ta‟zir yang diterapkan bermacam-macam
bentuknya, tidak ada ta‟zir yang berbentuk kekerasan seperti memukul.
Sebagaimana yang disampaikan oleh ustadz Ma‟sum dan ustadz Najib
Tafrikhan:
“Ta‟zirannya bermacam-macam, diantaranya membaca Al-Qur‟an
sambil berdiri, bersih-bersih, menghafalkan nadhoman, dan tentunya tidak
ada ta‟zir yang berbentuk memukul. Ta‟zir diberikan dengan melihat
kasusnya terlebih dahulu.”(M/MT/S/3-2-2018/13.36WIB)
70
“Ada berbagai bentuk ta‟zir yang diberikan kepada santri yang
melanggar dan saya kira semua ta‟ziran yang ada di Al-Falah sifatnya
mendidik. Seperti yang tertera di tata tertib, jika melanggar pasal
pacaran ta‟zirannya diguyur air comberan dan saat eksekusi saya selalu
mengingatkan untuk tidak main tangan. Ada juga yang disuruh bersih-
bersih ruang makan, kamar mandi, dan menyapu halaman pondok. Hal
tersebut dimaksudkan untuk mendidik santri agar membersihkan hatinya
sebagaimana ia membersihkan tempat-tempat tersebut. Kemudian, berdiri
diatas kursi sambil membaca Al-Qur‟an dan masih banyak lagi, tapi
intinya sifatnya mendidik.”(NT/MT/M/4-2-2018/17.08WIB)
Adanya berbagai macam bentuk ta‟zir di PPTI Al-Falah dimaksudkan
agar ta‟zir dapat diberikan sesuai dengan porsinya (adil). Dan sejauh ini
ta‟zir yang diberikan kepada santri sudah sesuai dengan porsinya atau
adil. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Dewan Keamanan, ustadz Najib
Tafrikhan di rumah beliau:
“Ta‟zir yang diberikan sudah adil, sesuai dengan pelanggaran yang
dilakukan santri. Tapi keamanan juga tidak boleh kaku, kita harus tahu
situasi santri yang akan dita‟zir, misanyal saat ta‟ziran ada santri yang
sedang sakit, maka kita kurangi jam ta‟zirannya. Jadi menyesuaikan, tapi
tetap tegas. Kita tetap jeli dan teliti dalam mengawasi santri-santri yang
melanggar. Pengurus juga mengadakan rapat setiap 1 bulan sekali untuk
evaluasi. Sebagai keamanan pusat saya selalu tahu santri yang melanggar
karena ada datanya.”(NT/A/M/4-2-2018/17.08WIB)
Hal tersebut hampir serupa dengan yang disampaikan oleh ustadz
Kholilurrohman dirumah Kyai Zoemri:
“Saya kira ta‟zirannya sudah adil, anak yang bandel itu biasa, tapi
tingkat kebandelannya berbeda-beda. Jadi ta‟zir diberikan sesuai
pelanggaran yang telah dilakukan oleh santri. Dari dulu sudah
disampaikan bahwa ta‟zir yang diberikan tidak boleh melebihi batas,
diukur dan dilihat kondisi santrinya terlebih dahulu.”(K/A/S/3-2-
2018/13.10WIB)
Pengurus putra, Azkal Murtadho dan Kholid Anwar, santri putra di
PPTI Al-Falah juga mempunyai pendapat yang sama:
71
“Kalau ukuran adil dan tidaknya, menurut saya pribadi sudah adil.
Karena dengan berbagai macam pengadilan itu, keamanan sudah
musyawarah dengan seluruh rekan-rekan pengurus dan keamanan pusat.
Jadi ya porsi-porsi dari ta‟ziran itu tentunya sudah dibuat sebijak
mungkin. Yang namanya alpa ngaji dan jama‟ah, tidak mengikuti kegiatan
itu sudah dipasrahkan kepada keamanan.”(AM/A/K/05-10-
2017/23.05WIB)
“Menurut saya ta‟zirannya sudah adil, Karena diberlakukan untuk
semua santri.” (KA/A/J/06-10-2017/21.09WIB)
Namun ada sumber lain yang menyatakan kurang adil karena faktor
tertentu, sebagaimana berikut ini:
“Kalau untuk adil belum bisa, terutama yang besar-besar. Karena
kebanyakan yang menjadi keamanan itu lebih muda daripada yng dita‟zir.
Jadi ada kesan rikuh gitu, segan. Jadi belum bisa menyamaratakan antara
yang kecil dengan yang besar.”(JA/S/A/05-10-2017/22.34WIB)
“Kadang kurang adil, misal kalau kita yang bolos kita dita‟zir, kalau
sama yang besar-besar kadang tidak, tapi itu jarang terjadi.”(INA/A/08-
10-2017/20.16WIB)
Akan tetapi sejauh ini penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah mampu
memberikan dampak positif kepada santri, sebagaimana yang disampaikan
oleh pengurus bagian Keamanan, Uswatun Fitriyah di Pondok Pesantren:
“Dampaknya santri menjadi tertib, yang tadinya sering bolos jadi giat
ngaji, yang tadinya sering telat jadi rajin.”(UF/DT/R/04-10-
2017/18.26WIB)
Selain menjadi tertib, santri juga merasa malu dan menyadari
perbuatan buruk yang telah dilakukannya. Sehingga dapat menimbulkan
rasa jera dalam diri santri, sebagaimana yang dijelaskan oleh Kholid
Anwar, santri putra di PPTI Al-Falah dan Ibu Uswatun Khasanah selaku
wali santri:
“Ya pastinya malu kalau mendapat ta‟zir, karena dilihat banyak
orang. Tapi itu juga buah dari kesalahan kita sendiri, jadi mau tidak mau
72
ya harus menerima konsekunsinya supaya kedepannya tidak melakukan
lagi hal-hal yang tidak baik tersebut. Jadi dapat dikatakan bahwa ta‟zir
mampu membuat santri jera.”(KA/DTS/J/06-10-2017/21.09WIB)
“Seumpama santri melanggar kemudian dita‟zir, hal tersebut dapat
membuat santri tidak mengulanginya lagi.”(UK/DT/M/4-2-
2018/13.29WIB)
Oleh karena itu, ta‟zir dapat mengendalikan perilaku santri yang tidak
dikehendaki dan dapat membawa perubahan yang lebih baik pada diri
santri. Sebagaimana penjelasan dari Ika Nur Anggita, santri putri di PPTI
Al-Falah Siti Saidah selaku wali santri:
“Saat dita‟zir kadang terbesit pikiran dan ada keinginan untuk
berubah. Kalau buat saya ta‟zir itu penting. Karena kalau tidak ada
ta‟ziran, anak itu terlalu bebas. Jika anak terlalu bebas juga tidak baik.
Jadi dampaknya, anak dapat terkontrol dan terkendali.” (INA/DTS/M/08-
10-2017/20.16WIB)
“Ta‟zir dapat membuat santrinya menjadi lebih baik, misal santri
lebih semangat untuk jama‟ah dan ngaji. Jika dita‟zir terus santri menjadi
malu, disaat itulah pada diri santri muncul keinginan untuk lebih rajin
lagi, jadi ada perbedaannya.”(SS/DT/M/4-2-2018/13.03WIB)
Ta‟zir juga memberikan dampak positif bagi lingkungan PPTI Al-
Falah, hal tersebut disampaikan oleh saudara Jihan Abdillah sebagai
asatidz sekaligus pengurus bagian Diklat di kelas:
“Pertama, Pondok menjadi kondusif, nyaman dan teratur, jadi tidak
ada yang mengganggu kegiatan belajar mengajar di pondok. Andaikan
tidak ada ta‟ziran, kegiatan Pondok dapat menjadi berantakan. Dengan
adanya ta‟zir juga dapat membawa perubahan bagi santri-santri, ada
santri yang masih terus mengulangi perbuatan buruknya, tapi ada juga
yang berubah menjadi lebih baik.”(JA/KP/K/05-10-2017/22.34WIB)
Berbagai dampak dari penerapan ta‟zir tersebut sesuai dengan tujuan
awal diadakannya ta‟zir di PPTI Al-Falah, salah satu tujuannya adalah
73
untuk membuat santri jera. Sebagaimana penjelasan dari ustadz Ma‟sum di
rumah beliau:
“Tujuannya agar santri tidak mengulangi perbuatannya lagi. Dalam
bahasa jawa ta‟zir itu memiliki arti “ngapokake” atau untuk membuat
santri jera.”(M/TT/S/3-2-2018/13.36WIB)
Penjelasan tersebut hampir sama dengan jawaban yang disampaikan
oleh ustadz Najib Tafrikhan di rumah beliau:
“Tujuannya untuk membuat santri jera dan tidak mengulangi
pelanggarannya lagi. Saya kira ta‟zir di AL-Falah itu sudah sesuai
dengan tingkatan pelanggarannya. Misalnya berdiri sambil membaca Al-
Qur‟an, jika belum jera maka diulang kembali ta‟zirannya.”(NT/TT/M/4-
2-2018/17.08WIB)
Begitu pula dengan jawaban pengurus bagian keamanan di Pondok
Pesantren:
“Tujuannya agar santri jera, mendidik santri menjadi mandiri dan
melatih disiplin.”(UF/TT/R/04-10-2017/18.26WIB)
Disamping itu tujuan penerapan ta‟zir tidak hanya untuk membuat
santri jera, tapi juga untuk mengarahkan santri menjadi pribadi yang lebih
baik, jujur, disiplin, dan bertanggung jawab seperti penjelasan dari Ibu
Nyai Hj. Latifah di kantor pengurus dan ustadz Kholilurrohman di rumah
Kyai Zoemri (Alm):
“Penerapan ta‟zir itu bertujuan untuk mendisiplinkan santri. Santri di
sini berasal dari berbagai kalangan, jadi untuk menatanya kami membuat
peraturan & ta‟zir bagi yang melanggar/melewati batas.”(LZ/PT/S/30-9-
2017/13.02WIB)
“Tujuannya untuk mengarahkan santri menjadi lebih baik, terutama
batiniahnya. Juga untuk melatih kejujuran, kedisiplinan, tanggung jawab,
dan kesederhanaan. Seumpama besok menjadi tokoh dalam masyarakat
bisa mengemban amanah dengan baik. Penerapan ta‟zir ini dapat
dikatakan berhasil ketika santri faham akan tugasnya, selalu merasa
74
diawasi oleh Allah sehingga tidak perlu selalu diawasi, dan mengamalkan
ilmunya.”(K/TT/S/5-2-2018/13.10WIB)
Hal tersebut hampir sama dengan penjelasan dari Istriyani, ketua
pondok putri di PPTI Al-Falah:
“Ta‟ziran itu gambarannya untuk membuat jera itu yang pertama,
yang kedua untuk menertibkan dan mendisiplinkan santri. Santri
dimasukkan disini agar ada perubahan, yang tadinya buruk bisa menjadi
baik, yang tadinya baik jadi lebih baik.” (I/TT/S/03-10-2017/18.37WIB)
Selain itu kegiatan Pondok dapat berjalan dengan lancar dan
pelanggaran yang terjadi semakin berkurang setiap harinya, sebagaimana
penjelasan dari pengurus putra, Azkal Murtadho di kelas:
“Ya tentunya adanya ta‟zir itu untuk meminimalisir pelanggaran,
juga menertibkan santri-santri di sini, jadi seluruh kegiatan dapat
terkondisikan.”(AM/TT/K/05-10-2017/23.05WIB)
2. Kedisiplinan Santri di PPTI Al-Falah
Kedisiplinan di PPTI Al-Falah mengalami penurunan setelah KH.
Zoemri RWS wafat, namun untuk tahun ini sudah mulai membaik
meskipun santri bersekolah atau kuliah di luar pesantren, sebagaimana
penjelasan ustadz kholilurrohman:
“Untuk tahun ini alhamdulillah kedisiplinannya sudah lumayan baik.
Memang berbeda jauh tingkatan kedisiplinan antara pondok salaf murni
dan semi murni, seperti PPTI Al-Falah ini. Karena banyak santri PPTI Al-
Falah yang sekolah di luar pesantren dan lain sebagainya, untuk tahun
ini alhamdulillah tidak ada pelanggaran yang berat-berat.”(K/KS/S/5-2-
2018/13.10WIB)
Hal tersebut hampir sama dengan penjelasan Uswatun Fitriyah,
pengurus bagian keamanan di PPTI Al-Falah, sebagai berikut:
“Namanya kedisiplinan di pondok mana pun sama saja, pondok
pesantren manapun pasti ada aturannya. Alhamdulillah untuk masalah
kedisiplinan, santri menaati peraturan dan melaksanakan kegiatan pondok
dengan baik. Misalnya saat yang wajib-wajib seperti jama‟ah, ngaji,
ro‟an, alhamdulillah santri sudah paham dan menjalankannya dengan
75
baik. Kalau masalah pelanggaran yang paling sering adalah terlambat,
tapi tetap ada konsekuensinya sendiri. Kalau untuk kedisiplinan dalam hal
ngaji, terus pulang pondok, semua itu sudah sesuai
aturannya.”(UF/K/R/04-10-2017/18.26WIB)
Penjelasan tersebut hampir sama dengan jawaban Ibu Siti Saidah, wali
santri dari saudara Muhammad Tohir di PPTI Al-Falah:
“Kalau menurut saya kedisiplinannya sudah baik. Beberapa cucu
saya yang lain mondok dimana-mana, jadi dibandingkan pondok lain di
sini sudah lebih baik.”(SS/KS/M/4-2-2018/13.03WIB)
Kholid Anwar, santri putra di PPTI Al-Falah juga memiliki pendapat
yang hampir sama:
“Kalau dalam ketertiban sudah baik. Kalau pun ada yang melanggar
itu wajar karena disini santri yang mondok hampir semuanya masih
sekolah dan kuliah, jadi kalau pun melanggar sepertinya masih dalam hal
yang wajar terkait dengan kesibukan pelajar itu sendiri.”(KA/KS/J/06-10-
2017/21.09WIB)
Untuk mendukung terwujudnya kedisiplinan pada diri santri, PPTI Al-
Falah mengadakan peraturan pesantren, sebagaimana penjelesan dari ketua
pondok putri, Istriyani di PPTI Al-Falah:
“Untuk kedisiplinan di sini seperti pada pondok umumnya kami
menetapkan tata tertib, peraturan disampaikan pada seluruh santri baik
kepada santri baru saat awal mereka masuk ataupun melalui
pengumuman setelah kegiatan pada malam jumat.” (I/P/S/03-10-
2017/18.37WIB)
Dan tentunya peraturan tersebut tidak dibuat secara sewenang-
wenang. Sebagaiman penjelasan ustadz Najib tafrikhan di rumah beliau:
“Dalam membuat peraturan biasanya kita mencari tempat yang jauh
dari pondok untuk mengadakan sidang pleno, dibentuk perdevisi untuk
merancang dan merapatkan peraturan sesuai landasan yang sudah ada
dan disesuaikan dengan keadaan sekarang. Kemudian dipresentasikan
dan dikoreksi oleh saya, sebagai keamanan pusat dan ahlul bait. Setelah
terjadi mufakat, langsung kita sosialisasikan ke santri. kita belum bisa
menindak jika hasil yang telah disepakati belum diumumkan kepada
76
santri. Sebenarnya lahirnya praturan di Pesantren disebabkan karena
adanya pelanggaran.”(NT/P/M/4-2-2018/17.08WIB)
Penjelasan tersebut hampir sama dengan jawaban Uswatun Fitriyah,
pengurus bagian keamanan di PPTI Al-Falah:
“Peraturan Pesantren dibuat melalui kesepakatan pengurus, lurah,
jajarannya, asatidz dan ahlul bait. Tentunya dengan mempertimbangkan
porsi-porsi hukuman dari berbagai sisi. Kalau ada ta‟ziran yang tidak
tercantum dalam pasal-pasal, itu menjadi wewenang keamanan dan
pengurus. Setelah sepakat, kemudian mengadakan pertemuan dengan
semua santri di aula untuk orasi/dijelaskan.”(UF/P/R/04-10-
2017/18.26WIB)
Sebenarnya sejak awal pendaftaran, pihak pesantren sudah
mensosialisasikan peraturan-peraturan yang ada di pesantren kepada wali
santri dan saat TASPONA ada sesi pengenalan peraturan yang ada di PPTI
Al-Falah kepada santri baru. Sebagaimana penjelasan ustadz
Kholilurrohman di rumah Kyai Zoemri:
“Saat pendaftaran santri dan wali santri sudah diberitahu mengenai
peraturan yang ada di Pondok Pesantren ini, jadi wali santri sudah
menyerahkan anaknya secara penuh. Pada saat awal TASPONA pun ada
pengenalan peraturan yang ada di Pondok Pesantren ini atau sosialisasi
peraturan, anjuran, larangan, dan hukuman-hukuman. Pada masa awal
adaptasi santri juga belum dita‟zir sebagai keringanan. Sebenarnya ada 3
kompenen penting dalam mendidik, yaitu keseriusan dan kesungguhan
pembimbing/pendidik, santri, dan orang tua. Terutama dukungan orang
tua, baik secara moril (do‟a) maupun materil (rizki yang halal). 3
komponen tersebut harus saling bersinergi.” (K/P/S/5-2-2018/13.10WIB)
Menurut Ibu Uswatun Khasanah, wali santri dari Nurul Aini di PPTI
Al-Falah, peraturan yang ada di PPTI Al-Falah ini sudah baik.
Sebagaimana berikut ini:
“Peraturan di Pondok ini lumayan ketat, tapi tetap ada waktu
luangnya. Sehingga santri tidak mudah jenuh. Jadi menurut saya
peraturan di sini sudah bagus dan sudah sejalan dengan pemikiran wali
santri”(UK/P/M/4-2-2018/13.29WIB)
77
Ada beberapa faktor yang menyebabkan santri sering melanggar
peraturan, salah satunya karena kuliah atau sekolah di luar pesantren, hal
tersebut sesuai dengan penjelasan dari saudara Azkal Murtadho, pengurus
bagian Diklat di kelas:
“Menurut pengamatan saya pribadi, setiap pondok pasti ada saja
santri yang melakukan pelanggaran. Kalau saya lihat, di sini didominasi
oleh santri yang masih sekolah, sehingga hampir 50% santri berinteraksi
dengan dunia luar tanpa pengawasan secara maksimal, jadi rawan akan
terjadinya pelanggaran.”(AM/FP/K/05-10-2017/23.05WIB)
Jawaban tersebut hampir sama dengan yang disampaikan oleh ustadz
Kholilurrohman di rumah KH. Zoemri:
“Penghambat kedisiplinan, misalnya punya kenalan di luar
lingkungan Pondok. Setelah itu di Pondok menularkan budaya luar ke
teman-temannya. Jadi santri tersebut sudah terkontaminasi dengan
budaya luar dan sejauh ini kami belum bisa memfilternya secara
sempurna.”(K/FP/S/4-2-2018/13.10WIB)
Faktor lain penghambat kedisiplinan santri PPTI Al-Falah adalah
kurangnya kemampuan santri dalam mengatur waktu, seperti penjelasan
Khoirul Anwar, santri putra di PPTI Al-Falah:
“Karena ini adalah pertama kalinya saya mondok, jadi belum bisa
mengatur waktu dengan baik dan juga belum terbiasa dengan kegiatan
yang ada.”(KA/FP/J/06-10-2017/21.09WIB)
Hal tersebut juga disampaikan oleh ustadz Ma‟sum di rumah beliau:
“Saya kira ketaatan dan ketawadhu‟an santri itu sudah lebih baik
daripada anak-anak pada umumnya. Mungkin ketika melakukan
pelanggaran, santri memiliki alasan tersendiri. Misalnya tidak mengaji
karena ada tugas lain, sehingga tidak bisa membagi waktu dengan
baik.”(M/FP/S/3-2-2018/13.36WIB)
Selain itu kurangnya kesadaran dari diri santri dan kurangnya
komunikasi antar pengurus, santri senior dan santri junior juga menjadi
78
salah satu faktor terjadinya pelanggaran, hal ini dapat menyebabkan krisis
tauladan bagi santri baru. Sebagaimana penjelasan dari Uswatun Fritia,
pengurus bagian keamanan dan Jihan Abdillah, ustadz sekaligus pengurus
bagian Diklat di PPTI Al-Falah:
“Faktor yang menghambat kedisiplinan adalah kurangnya kesadaran
dari santri. kemudian di Pondok itu dikejar-kejar waktu, jadi santri
dituntut untuk mengatur waktu sebaik mungkin.”(UF/P/R/04-10-
2017/18.26WIB)
“Yang sering menghambat kedisiplinan itu, salah satunya adalah
kurangnya komunikasi antar pengurus, kemudian santri yang besar
belum bisa memberi contoh yang baik kepada santri yang lebih muda.
Hambatan lainnya, santri yang sering melakukan pelanggaran adalah
santri senior, sedangkan biasanya pengurus bagian keamanan itu lebih
muda, sehingga segan ketika hendak mena‟zir.“(JA/P/K/05-10-
2017/22.34WIB)
Kurangnya kesadaran dari diri santri menjadi faktor penghambat
kedisiplinan juga disampaikan oleh Rodhiyatun, pengurus santri putri di
PPTI Al-Falah:
“Cuma satu faktornya, kesadaran diri santri. Kurangnya kesadaran dari
santri, menjadi kendala dalam kedisiplinan..”(R/KP/K/05-10-
2017/06.26WIB)
Dari pihak keamanan sebenarnya sudah berusaha sebaik mungkin
dalam menegakkan kedisiplinan di PPTI Al-Falah, sebagaimana yang
disampaikan oleh ustadz Najib Tafrikhan selaku Dewan Keamanan PPTI
Al-Falah di rumah beliau:
“Untuk kedisiplinan saat ini sebenarnya kita sudah semaksimal
mungkin dalam mengatasi santri-santri yang melanggar peraturan, namun
masih ada saja santri yang susah diberi nasehat. Misalnya para kakak
senior yang notabene lebih besar daripada tim keamanan. Maka dari itu
saya sering mengingatkan keamanan, jangan sampai peraturan itu tajam
ke bawah dan tumpul ke atas. Kalau untuk kegiatan pesantren sehari-hari
sudah berjalan dengan baik. Dulu saat masih ada muazis (pendiri pondok)
lebih keras dan tegas, santri takut melanggar peraturan karena beliau
juga memiliki kharismatik tersendiri, namun setelah beliau tiada, kami
79
menata santri dengan menjalankan sistem. Karena sistem tetap berjalan
meski tanpa ditunggui, tentunya juga tetap ada tonggak pertama figur
pesantren bagi santri, yaitu ahlul bait.”(NT/U/M/4-2-2018/17.08WIB)
Cara lain yang dilakukan oleh pengurus keamanan adalah dengan
peringatan-peringatan dan mengelompokkan pelanggaran-pelanggaran dari
yang berat sampai yang ringan. Seperti penjelasan dari Uswatun
Khasanah, pengurus bagian keamanan di PPTI Al-Falah:
“Cara mengatasinya dengan peringatan-peringatan,
mengklasifikasikan pelanggaran antara yang besar dan kecil, antara
pelanggaran yang berat dengan ringan.”(UF/U/R/04-10-2017/18.26WIB)
Penerapan ta‟zir merupakan salah satu upaya dalam mengatasi faktor
penghambat kedisiplinan santri di PPTI Al-Falah. Sebagaimana penjelasan
dari ustadz Kholilurrohman di rumah KH. Zoemri:
“Diatasi dengan ta‟zir sesuai dengan tingkatan pelanggarannya
masing-masing. Ta‟zirannya pun dibatasi oleh pengasuh dan keamanan
dengan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati bersama.”(K/U/S/5-2-
2018/13.10WIB)
Hal tersebut hampir sama dengan jawaban Rodhiyatun, pengurus
santri putri di PPTI Al-Falah:
“Diatasi dengan ta‟zir, misal ketua komplek bertugas mengabsen, siapa
yang tidak ada di kamar. Kemudian catatannya diberikan ke keamanan,
kemudian dita‟zir membaca Al-Qur‟an selama 2 jam, itu pun biasanya
masih ditambah dengan piket kamar mandi selama 1 minggu atau berapa
hari. Sesuai dengan beratnya pelanggaran anak tersebut.”(R/KP/K/05-10-
2017/06.26WIB)
Siti Saidah dan Uswatun Khasanah, wali santri di PPTI AL-Falah juga
memiliki pendapat yang sama:
“Apabila santri salah, maka memang harus dita‟zir sebagai pelajaran
dan supaya santri tidak mengulanginya lagi. Jika masih melanggar, maka
tetap dita‟zir terus agar santri sadar dan jera. Sehingga santri menjadi
lebih disiplin.”(SS/U/S/4-2-2018/13.03WIB)
80
“Untuk mengatasi hal-hal yang menghambat ketertiban di Pondok,
sebaiknya lebih dipertegas saja keadaannya, misal waktunya ta‟ziran ya
ta‟ziran tapi tidak perlu terlalu berat yang penting bisa membuat santri
jera, jadi santri memiliki kesadaran untuk bertanggung jawab pada ngaji
dan sekolahnya.”(NA/U/M/4-2-2018/13.29WIB)
Ketua pondok putri, Istriyani berpendapat bahwa cara mengatasi
faktor yang menghambat kedisiplinan adalah dengan memberikan contoh
yang baik kepada yang lain:
“Dari kami semaksimal mungkin untuk terus mensosialisasikan tata
tertib dan juga harus bisa memberi contoh yang baik. Misalkan, larangan
untuk menggosob, maka kita tidak memberi contoh untuk meminjam
barang oran lain tanpa izin.” (I/U/S/03-10-2017/18.37WIB)
Selain itu, ustadz Ma‟sum mempunyai pendapat yang sedikit berbeda
dalam mengatasi faktor penghambat kedisiplinan. Salah satu diantaranya
yaitu dengan memberi nasehat pada diri sendiri bagi santri. Sebagaimana
yang disampaikan oleh ustadz Ma‟sum di rumah beliau:
“Caranya tidak hanya dengan ta‟zir saja, tentunya dengan diskusi
dan nasehat, sebenarnya nasehat paling bagus adalah nasehat dari diri
sendiri.”(M/U/S/3-2-2018/13.36WIB)
Dan sebenarnya timbul keinginan dalam diri santri untuk membantu
menciptakan kedisiplinan di PPTI Al-Falah, seperti penjelasan dari
saudara Kholid Anwar selaku santri putra di PPTI Al-Falah:
“Selaku santri biasa (bukan pengurus) upaya yang bisa saya lakukan
ya saling mengingatkan dan mengikuti kegiatan sebagai mana
mestinya.”(KA/U/J/06-10-2017/21.09WIB)
3. Kekurangan dan Kelebihan dari Penerapan Ta’zir di PPTI Al-Falah
Setiap alat atau metode pendidikan pasti memiliki kekurangan dan
kelebihan. Begitu pula dengan penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah ini dalam
menanamkan kedisiplinan santri. Salah satu kekurangannya adalah tidak
81
stabilnya semangat antar pengurus terutama bagian keamanan dan
perlakuan yang kurang sesuai antara santri senior dengan santri junior.
Seperti yang disampaikan oleh ustadz Najib Tafrikhan di rumah beliau:
“Kekurangan dari penerapan ta‟zir pasti ada, namun yang terpenting
adalah koordinasi antar pengurus tetap berjalan. Masalahnya tidak
jarang semangat tim keamanan 100% selalu on. Adakalanya semangat tim
keamanan pada awal, tengah, dan akhir sangat semangat, kurang
semangat, atau bahkan tidak semangat karena ada masalah internal.
Tetapi bagaimanapun juga keadaannya keamanan dan peraturan tetap
harus ada untuk mengantisipasi pelanggaran. Keamanan juga dilarang
pilih kasih apalagi ketika yang kecil menjadi korban. Ketika mau
mengeksekusi anak yang melanggar, keamanan harus memberikan
informasi yang benar dan bukti yang nyata kepada saya, setelah itu baru
saya izinkan untuk bertindak.”(NT/KT/M/4-2-2018/17.08WIB)
Tidak samaratanya ta‟zir yang diberikan kepada santri senior dan
junior sekaligus kurangnya tauladan dari santri-santri senior juga
disampaikan oleh saudara Jihan Abdillah, asatidz sekaligus pengurus di
PPTI Al-Falah:
“Kekurangan dalam penerapan ta‟zir yaitu belum bisa
meyamaratakan antara yang kecil dengan yang besar, karena dari tahun
ke tahun keamanan itu lebih muda daripada santri senior. Selain itu,
santri yang besar-besar belum bisa memberi contoh yang baik kepada
santri yang kecil. Sedangkan biasanya santri baru itu mencontoh kakak-
kakaknya yang sudah besar.”(JA/KT/K/05-10-2017/22.34WIB)
Ketidak jeraan santri dan tidak samaratanya pengurus dalam
memberikan ta‟zir karena faktor usia yang lebih muda daripada santri
senior juga disampaikan oleh saudara Azkal Murtadho sebagai pengurus
di PPTI Al-Falah:
“kekurangannya mungkin karena yang memberikan ta‟ziran adalah
teman-teman kita sendiri atau bahkan lebih muda daripada santri yang
mendapat ta‟zir, sehingga santri yang mendapat ta‟zir kurang hormat.
Hal ini juga menyebabkan rasa jera pada diri santri kurang
maksimal.”(AM/KT/K/05-10-2017/23.05WIB)
82
Itulah beberapa kekurangan dari penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah.
Selanjutnya kelebihan dari penerapan ta‟zir, beberapa diantaranya dapat
membantu terbentuknya kedisiplinan santri sekaligus membantu
mengarahkan santri menjadi pribadi yang lebih baik. Seperti penjelasan
dari saudara Uswatun Fitryah selaku pengurus bagian keamanan, ustadz
Kholilurrohman selaku Dewan Penasehat dan ustadz Najib Tafrikhan
selaku Dewan Keamanan di PPTI Al-Falah:
“Kelebihannya, kedisiplinan santri semakin meningkat meskipun
belum bisa istiqomah, serta santri dapat mengambil pelajaran dari apa
yang telah dilakukannya dan tidak mengulangi pelanggarannya
lagi.”(UF/KT/R/04-10-2017/18.26WIB)
“kelebihannya dapat mengajarkan kesederhanaan, ketawadhu‟an,
kedisiplinan, dan tanggung jawab kepada santri.”(K/KT/S/5-2-
2018/13.10WIB)
“kelebihannya, kita bisa mengawal santri menjadi anak yang
sholih/sholihah.”(NT/KT/M/4-2-2018/ 17.08 WIB)
Penerapan ta‟zir ini juga dapat membantu kelancaran kegiatan belajar
mengajar di PPTI Al-Falah, sebagaimana berikut ini:
“Kelebihannya adalah dapat mengurangi jumlah pelanggaran yang
terjadi. Sehingga KBM dan kegiatan-kegiatan lainnya dapat dikondisikan
dengan baik.”(AM/KKT/K/05-10-2017/23.05WIB)
Selain itu, kelebihan dari usia pengurus yang lebih muda dapat
menjadi regenerasi untuk periode berikutnya, sebagaimana penjelasan dari
saudara Jihan Abdillah di kelas:
“Ketika keamanannya lebih muda, sebenarnya bagus untuk
regenerasi kedepannya. Kalau kelebihan ta‟zir bagi pesatren dapat
membuat lingkungan pondok menjadi kondusif.”(JA/KKT/K/05-10-
2017/22.34WIB)
83
Selain dari hasil wawancara, peneliti juga melakukan observasi lapangan
untuk mengetahui aktivitas dan penerapan ta‟zir dalam menanamkan
kedisplinan santri di PPTI Al-Falah. Observasi peneliti lakukan pada hari
Selasa 3 Oktober 2017 sampai hari Minggu 8 Oktober 2018 di PPTI Al-Falah
sebagaimana berikut ini:
Pada dini hari santri-santri mulai melakukan aktivitasnya, dari sholat
berjama‟ah, ngaji sampai aktivitas masing-masing. Pukul 17.15 santri
kembali ke pesantren dari aktivitas luarnya. Tiba saat Maghrib bel berbunyi
keras, pertanda waktunya untuk sholat berjama‟ah. Santri-santri berlarian
mengambil air wudhu dan cepat-cepat menuju mushola. Setelah selesai
sholat, dilanjutkan membaca dzikir bersama, di samping itu di bagian
belakang beberapa santri berdiri karena terlambat sholat berjama‟ah. Pada
hari Jum‟at, 6 Oktober 2018 setelah sholat Isya‟, bagian keamanan
membacakan nama-nama santri yang mendapat ta‟zir. Kemudian santri-santri
tersebut berkumpul, melaksanakan ta‟ziran masing-masing yang didapat
sesuai dengan pelanggaran yang telah dilakukannya.
84
BAB IV
ANALISIS DATA PENELITIAN
A. Penerapan Ta’zir di PPTI Al-Falah
Ta‟zir adalah hukuman yang tidak ditentukan ukurannya oleh syari‟at,
pendidiklah yang menentukan hukuman tersebut sesuai dengan kesalahan
yang telah dilakukan sebagai pendidikan yang mengandung kemaslahatan
bagi umat. Berdasarkan temuan penelitian, penerapan ta‟zir di PPTI Al-
Falah dilaksanakan sesuai tingkatan pelanggaran yang telah dilakukan.
Apabila pelanggaran yang dilakukan termasuk dalam pelanggaran ringan
maka ta‟zir yang diberikanpun ringan, tapi apabila santri telah melakukan
pelanggaran berat maka ta‟zir yang akan diberikan juga berat. Seperti yang
disampaikan oleh ustadz Kholilurrohman di rumah Kyai Zoemri.
“Penerapan ta‟zir disesuaikan dengan tingkatan pelanggaran yang
dilakukan, jadi tidak sama. Misal jika sampai diguyur itu berarti telah
melakukan pelanggaran yang berat, seperti pacaran atau mencuri. Kalau
yang tidak jama‟ah, tidak ngaji itu tidak diguyur kecuali kalau sering dan
disengaja, karena sama saja mereka tidak mempunyai rasa ta‟dzim/ tidak
menghormati ustadz atau Kyainya.” (K/IT/S/5-2-2018/13.10WIB)
Agama Islam memiliki cara khusus dalam mendidik anak, seandainya
dengan cara yang lembut dapat memberi manfaat maka dengan nasihat.
Seorang pendidik tidak boleh menyegerakan pola kekerasan, namun jika
ancaman dan kekerasan lebih bermanfaat maka tetap tidak boleh dengan
memukul. Apabila semua cara telah ditempuh, baik dengan kelembutan
85
maupun kekerasan, tapi belum berhasil maka tidak apa melakukan
pemukulan tanpa menyakiti.
Oleh karena itu, ta‟zir yang diterapkan di PPTI Al-Falah ini
bentuknya bermacam-macam dan dikelompokkan menjadi 3 kategori,
yaitu:
1) Kategori ringan
Porsi ta‟zir di sini masih dalam tahap ringan, ta‟zir ini diberikan
kepada santri-santri yang melakukan pelanggaran ringan. Contohnya
seperti terlambat sholat berjama‟ah, maka akan dikenai ta‟ziran berdiri
di tempat sampai selesai do‟a. Kemudian tidak mengaji, maka akan
mendapat ta‟ziran membaca Al-Qur‟an sambil berdiri.
2) Kategori Sedang
Porsi ta‟ziran ini berada dalam tahap sedang dan diberikan kepada
santri yang melakukan pelanggaran secara berulang-ulang. Seperti tidak
mengikuti sholat berjama‟ah selama beberapa hari tanpa alasan, maka
ta‟zirannya membersihkan kamar mandi pesantren atau lingkungan
pesantren lainnya selama beberapa hari dan lain sebagainya.
3) Kategori berat
Porsi ta‟ziran ini sudah mencapai titik berat, dimana santri akan
mendapat ta‟ziran ini ketika melakukan pelanggaran berat seperti
mencuri, berboncengan dengan lawan mahrom, memakai miras dan lain
sebagainya. Maka ta‟ziran yang diberikan dapat berupa diguyur dengan
air kotoran atau bahkan dikeluarkan dari pondok.
86
Adanya berbagai bentuk ta‟ziran tersebut dimaksudkan untuk
memberi pelajaran kepada santri sesuai dengan porsinya. Sejauh ini pihak
pesantren mengakui bahwa ta‟zir yang diberikan kepada santri sudah
sesuai dengan porsinya, sebagaimana yang disampaikan oleh ustadz
Kholilurrohman.
“Saya kira ta‟zirannya sudah adil, anak yang bandel itu biasa, tapi
tingkat kebandelannya berbeda-beda. Jadi ta‟zir diberikan sesuai
pelanggaran yang telah dilakukan oleh santri. Dari dulu sudah
disampaikan bahwa ta‟zir yang diberikan tidak boleh melebihi batas,
diukur dan dilihat kondisi santrinya terlebih dahulu.”(K/A/S/3-2-
2018/13.10WIB)
Hal tersebut didukung oleh pernyataan dari santri putra, Kholid Anwar
sebagai berikut ini.
“Menurut saya ta‟zirannya sudah adil, Karena diberlakukan untuk
semua santri.” (KA/A/J/06-10-2017/21.09WIB)
Namun ada sedikit catatan yang menyatakan bahwa penerapan ta‟zir
kurang adil karena santri senior mendapat perlakuan yang berbeda dari
pengurus. Sebagaimana pernyataan dari salah satu santri putri, Ika Nur
Anggita sebagai berikut ini:
“Kadang kurang adil, misalnya kalau kita yang bolos kita dita‟zir,
kalau sama yang besar-besar kadang tidak, tapi itu jarang
terjadi.”(INA/A/08-10-2017/20.16WIB)
Hal tersebut didukung oleh penjelasan dari Jihan Abdillah, ustadz
sekaligus pengurus di PPTI Al-Falah sebagai berikut:
“Kalau untuk adil belum bisa, terutama untuk yang besar-besar.
Karena kebanyakan yang menjadi keamanan itu lebih muda daripada yng
dita‟zir. Jadi ada kesan rikuh, segan. Sehingga belum bisa
menyamaratakan antara yang kecil dengan yang besar.”(JA/S/A/05-10-
2017/22.34WIB)
87
Disamping itu, penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah ini mampu
memberikan dampak positif bagi santri dan lingkungan pesantren.
Dampak positif bagi santri adalah:
1) Santri menjadi jera
2) Menyadari kesalahannya dan menghentikan perbuatan buruknya
3) Melatih kedisiplinan, kesederhanaan, dan tanggung jawab
4) Membawa perubahan pada santri menjadi pribadi yang lebih baik
Selanjutnya dampak positif bagi lingkungan pesantren adalah pesantren
menjadi lebih kondusif, nyaman dan teratur, serta kegiatan belajar
mengajar (KBM) di pesantren berjalan dengan lancar. Seperti yang
disampaikan oleh pengurus putra, Jihan Abdillah sebagai berikut ini.
“Dampaknya, pondok menjadi kondusif, nyaman dan teratur, jadi
tidak ada yang mengganggu kegiatan belajar mengajar di pondok.
Andaikan tidak ada ta‟ziran, kegiatan Pondok dapat menjadi berantakan.
Dengan adanya ta‟zir juga dapat membawa perubahan bagi santri-santri,
ada santri yang masih terus mengulangi perbuatan buruknya, tapi ada
juga yang berubah menjadi lebih baik.”(JA/KP/K/05-10-2017/22.34WIB)
Dampak positif dari penerapan ta‟zir tersebut sesuai dengan tujuan
awal diadakannya ta‟zir di PPTI Al-Falah, yaitu untuk membuat santri
menjadi jera sekaligus mengarahkan santri menjadi pribadi yang lebih
baik, jujur, disiplin, dan bertanggung jawab. Sebagaimana yang dijelaskan
oleh ketua pesantren putri, Istriyani.
“Ta‟ziran itu gambarannya untuk membuat jera, itu yang pertama.
Yang kedua untuk menertibkan dan mendisiplinkan santri. Santri
dimasukkan disini agar ada perubahan, yang tadinya buruk bisa menjadi
baik, yang tadinya baik jadi lebih baik.” (I/TT/S/03-10-2017/18.37WIB)
88
B. Kedisiplinan Santri di PPTI Al-Falah
Pada tanggal 3 Oktober 2015, pengasuh PPTI Al-Falah yaitu KH.
Zoemri RWS wafat. Sebelumnya PPTI Al-Falah ini merupakan pesantren
yang terkenal ketat, kedisiplinan di PPTI Al-Falah ini mengalami
penurunan setelah KH. Zoemri wafat. Namun untuk tahun ini sudah mulai
membaik meskipun beberapa aktifitas santri masih berada di luar
pesantren, sebagaimana penjelasan ustadz kholilurrohman.
“Untuk tahun ini alhamdulillah kedisiplinannya sudah lumayan baik.
Memang berbeda jauh tingkatan kedisiplinan antara pondok salaf murni
dan semi murni, seperti PPTI Al-Falah ini. Karena banyak santri PPTI Al-
Falah yang sekolah di luar pesantren dan lain sebagainya, untuk tahun
ini alhamdulillah tidak ada pelanggaran yang berat-berat.”(K/KS/S/5-2-
2018/13.10WIB)
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan santri putra, Kholid Anwar di
PPTI Al-Falah.
“Kalau dalam ketertiban sudah baik. Kalau pun ada yang melanggar
itu wajar karena disini santri yang mondok hampir semuanya masih
sekolah dan kuliah, jadi kalau pun melanggar sepertinya masih dalam hal
yang wajar terkait dengan kesibukan pelajar itu sendiri.”(KA/KS/J/06-10-
2017/21.09WIB)
Pengurus bagian keamanan, Uswatun Fitriyah juga memberikan
penjelasan yang hampir sama, sebagaimana berikut ini:
“Namanya disiplin di pondok mana pun sama saja, pondok pesantren
manapun pasti ada aturannya. Alhamdulillah untuk masalah kedisiplinan,
santri menaati peraturan dan melaksanakan kegiatan pondok dengan baik.
Misalnya saat yang wajib-wajib seperti jama‟ah, ngaji, ro‟an,
alhamdulillah santri sudah paham dan menjalankannya dengan baik.
Kalau masalah pelanggaran yang paling sering adalah terlambat, tapi
tetap ada konsekuensinya sendiri. Kalau untuk kedisiplinan dalam hal
ngaji, terus pulang pondok, semua itu sudah sesuai
aturannya.”(UF/K/R/04-10-2017/18.26WIB)
89
Jadi kedisiplinan di PPTI Al-Falah sudah baik, terutama dalam
pelaksanaannya. Santri melaksanakan kegiatan dan mematuhi peraturan
pesantren, namun dari sisi manajemen waktunya masih kurang.
Sebagaimana saat peneliti melakukan observasi pada tanggal 03 Oktober
2017. Saat sholat magrib berjama‟ah masih ada beberapa santri yang
berdiri dibelakang sampai do‟a selesai karena terlambat mengikuti sholat
berjama‟ah. Begitu pula saat ziarah ke makam KH. Zoemri (alm), santri
yang datang terlambat, berdiri hingga do‟a dan kultum selesai.
Untuk mendukung kedisiplinan santri di PPTI Al-Falah, maka
diadakan peraturan-peraturan yang harus ditaati. Dan tentunya peraturan
tersebut tidak dibuat secara sewenang-wenang, namun dipertimbangkan
dengan sebaik-baiknya. Hal ini disampaikan oleh ustadz Najib Tafrikhan
selaku Dewan Keamanan Pusat saat di rumah beliau.
“Dalam membuat peraturan biasanya kita mencari tempat yang jauh
dari pondok untuk mengadakan sidang pleno, dibentuk perdevisi untuk
merancang dan merapatkan peraturan sesuai landasan yang sudah ada
dan disesuaikan dengan keadaan sekarang. Kemudian dipresentasikan
dan dikoreksi oleh saya, sebagai keamanan pusat dan ahlul bait. Setelah
terjadi mufakat, langsung kita sosialisasikan ke santri. kita belum bisa
menindak jika hasil yang telah disepakati belum diumumkan kepada
santri. Sebenarnya lahirnya praturan di Pesantren disebabkan karena
adanya pelanggaran.”(NT/P/M/4-2-2018/17.08WIB)
Jadi peraturan di PPTI Al-Falah dibuat melalui musyawarah antara
pengurus, asatidz, dan ahlul bait. Setelah menemui mufakat, peraturan
tersebut segera disosialisasikan kepada santri. Namun tak dapat dipungkiri,
meskipun adanya peraturan merupakan akibat dari terjadinya pelanggaran,
setelah diterapkan peraturan masih ada saja santri yang melakukan
90
pelanggaran, meskipun pelanggaran yang terjadi jumlahnya berkurang.
Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah:
1. Beberapa aktifitas santri yang berada di luar pesantren, seperti sekolah
atau kuliah.
Salah satu faktor keberhasilan dalam mendidik adalah lingkungan
dimana ia melakukan aktifitas sehari-hari. Ketika di dalam pesantren,
santri mendapat pengawasan penuh dari ahlul bait, asatidz dan
pengurus. Namun, ketika santri berada di luar pesantren, pihak
pesantren terbatas dalam melakukan pengawasan. Sehingga beberapa
perilaku santri sulit dikendalikan dan membawa pengaruh kurang baik
di dalam pesantren, sebagaimana yang disampaikan oleh ustadz
Kholilurrohman di rumah KH. Zoemri:
“Penghambat kedisiplinan, misalnya punya kenalan di luar
lingkungan Pondok. Setelah itu di Pondok menularkan budaya luar ke
teman-temannya. Jadi santri tersebut sudah terkontaminasi dengan
budaya luar dan sejauh ini kami belum bisa memfilternya secara
sempurna.”(K/FP/S/4-2-2018/13.10WIB)
2. Usia pengurus yang tidak terpaut tidak jauh dengan usia santri senior.
Usia pengurus yang relatif hampir sama atau bahkan lebih muda
dari santri senior dapat menyebabkan perlakuan yang berbeda anatara
santri senior dengan santri junior. Sebagaimana pernyataan dari santri
putri, Ika Nur Anggita bahwa santri senior mendapat perlakukan khusus
dari pengurus.
91
“Kadang kurang adil, misal kalau kita yang bolos kita dita‟zir,
kalau sama yang besar-besar kadang tidak, tapi itu jarang
terjadi.”(INA/A/08-10-2017/20.16WIB)
Pernyataan tersebut di dukung oleh Jihan Abdillah, yang
menjelaskan bahwa usia pengurus yang notebene lebih muda daripada
santri senior, hal tersebut membuat pengurus terkadang sungkan untuk
mena‟zir mereka.
“Kalau untuk adil belum bisa, terutama yang besar-besar. Karena
kebanyakan yang menjadi keamanan itu lebih muda daripada yng
dita‟zir. Jadi ada kesan rikuh gitu, segan. Jadi belum bisa
menyamaratakan antara yang kecil dengan yang besar.”(JA/S/A/05-
10-2017/22.34WIB)
3. Krisis tauladan.
Tauladan merupakan faktor penting dalam mewujudkan
kedisiplinan, namun santri senior di PPTI Al-Falah ini belum bisa
memberi tauladan yang baik kepada sanri yang lebih muda, hal tersebut
menjadi hambatan tersendiri dalam mewujudkan kedisiplinan santri.
Penjelasan tersebut di dukung oleh Jihan Abdillah, ustadz sekaligus
pengurus di PPTI Al-Falah:
“Yang sering menghambat kedisiplinan itu, salah satunya adalah
kurangnya komunikasi antar pengurus, kemudian santri yang besar
belum bisa memberi contoh yang baik kepada santri yang lebih muda.
Hambatan lainnya, santri yang sering melakukan pelanggaran adalah
santri senior, sedangkan biasanya pengurus bagian keamanan itu
lebih muda, sehingga segan ketika hendak mena‟zir.“(JA/P/K/05-10-
2017/22.34WIB)
4. Kurangnya kesadaran dari diri santri.
Kurangnya kesadaran santri merupakan salah satu pemicu
terhambatnya kedisiplinan santri. Apabila pihak pesantren berupaya
92
semaksimal mungkin dalam menanamkan kedisiplinan pada diri santri
tanpa adanya kesadaran dari diri santri, maka kedisiplinan santri sesuai
dengan yang diharapkan tidak akan terwujud. Oleh karena itu,
kurangnya atau bahkan tidak adanya kesadaran pada diri santri dapat
menjadi penghambat dalam menanamkan kedisiplinan pada santri di
PPTI Al-Falah. Hal tersebut didukung oleh penjelasan dari Uswatun
Fitriyah, pengurus bagian keamanan di PPTI Al-Falah:
“Faktor yang menghambat kedisiplinan adalah kurangnya
kesadaran dari santri. kemudian di Pondok itu dikejar-kejar waktu,
jadi santri dituntut untuk mengatur waktu sebaik
mungkin.”(UF/P/R/04-10-2017/18.26WIB)
5. Kurangnya keahlian santri dalam mengatur waktu.
Manajemen waktu dalah faktor penting dalam menentukan
keberhasilan seseorang. Jika seseorang tidak dapat mengatur waktu
dengan baik, maka aktifitas sehari-harinya dapat menjadi berantakan
dan semakin jauh dari tujuan yang ingin dicapai. Oleh karena itu,
kurangnya keahlian santri dalam mengatur waktu dapat menjadi
penghambat kedisiplinan. Kurangnya keahlian dalam mengatur waktu
juga diakui oleh Kholid Anwar, santri putra di PPTI Al-Falah:
“Karena ini adalah pertama kalinya saya mondok, jadi belum bisa
mengatur waktu dengan baik dan juga belum terbiasa dengan kegiatan
yang ada.”(KA/FP/J/06-10-2017/21.09WIB)
Pihak pesantren, terutama pengurus bagian keamanan melakukan
berbagai upaya untuk mengatasi faktor-faktor penghambat kedisiplinan
tersebut, diantaranya adalah:
93
1. Mengklafisikasikan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi mulai dari
yang ringan sampai yang berat.
Pengklasifikasian pelanggaran merupakan langkah awal dalam
mengatasi faktor-faktor yang menghambat kedisiplinan. Hal ini
dilakukan agar hukuman yang diberikan sesuai dengan porsinya.
Pengklasifikasian pelanggaran di PPTI Al-Falah ini dimulai dari
pelanggaran yang ringan sampai yang berat, sebagaimana penjelasan
dari Uswatun Fitriyah, pengurus bagian keamanan di PPTI Al-Falah:
“Cara mengatasinya dengan peringatan-peringatan,
mengklasifikasikan pelanggaran antara yang besar dan kecil, antara
pelanggaran yang berat dengan ringan.”(UF/U/R/04-10-
2017/18.26WIB)
2. Menerapkan ta‟ziran sesuai dengan tingkatan pelanggaran yang telah
dilakukan.
Ta‟zir diterapkan secara bertahap, mulai dari yang ringan sampai
yang berat. Mulai dari menegur atau mengingatkan, memberi pukulan
tanpa menyakiti, dan pukulan yang menimbulkan rasa sakit. Di PPTI
Al-Falah ini tidak ada ta‟zir yang berbentuk memukul meski beberapa
ta‟zir juga termasuk dalam hukuman badan, seperti membaca Al-
Qur‟an sambil berdiri, gundul dan lain sebagainya. Penerapan ta‟zir
sesuai dengan pelanggarannya sebagai cara untuk mengatasi faktor
penghambat kedisiplinan ini juga didukung dengan pernyataan dari
ustadz Kholilurrohman di PPTI Al-Falah:
94
“Diatasi dengan ta‟zir sesuai dengan tingkatan pelanggarannya
masing-masing. Ta‟zirannya pun dibatasi oleh pengasuh dan keamanan
dengan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati bersama.”(K/U/S/5-
2-2018/13.10WIB)
3. Memberi teguran/peringatan kepada santri.
Teguran atau peringatan merupakan pencegahan pelanggaran yang
lebih berat. peraturan dan ta‟ziran di PPTI Al-Falah disosialisasikan
saat Ta‟aruf Santri Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam Al-Falah
(TASPONA), pada masa-masa awal santri mondok diberi keringan
tidak mendapat ta‟zir selama beberapa hari, saat itu jika ada santri yang
melakukan pelanggaran hanya diberi peringatan saja. Maka dari itu
salah satu cara untuk mengatasi faktor penghambat kedisiplinan adalah
dengan memberi peringatan kepada santri, sebagaimana yang
disampaikan oleh Uswatun Fitriyah, pengurus bagian keamanan di
PPTI Al-Falah:
“Cara mengatasinya dengan peringatan-peringatan,
mengklasifikasikan pelanggaran antara yang besar dan kecil, antara
pelanggaran yang berat dengan ringan.”(UF/U/R/04-10-
2017/18.26WIB)
Santri-satripun ikut membantu dalam mewujudkan kedisiplinan di
PPTI Al-Falah, salah satunya dengan saling mengingatkan,
sebagaimana pernyataan dari santri putra, Kholid Anwar di PPTI Al-
Falah:
“Selaku santri biasa (bukan pengurus) upaya yang bisa saya
lakukan ya saling mengingatkan dan mengikuti kegiatan sebagai mana
mestinya.”(KA/U/J/06-10-2017/21.09WIB)
95
4. Menimbulkan nasehat dari diri santri dan untuk dirinya sendiri.
Cara ini pernah dilakukan oleh ustadz Ma‟sum saat mengajar kitab
di PPTI Al-Falah pada santri yang tidak mengaji tanpa izin. Yaitu
dengan memberikan hukuman disuruh membuat puisi tentang ibu,
kemudian dibacakan di depan kelas oleh santri tersebut. Hal tersebut
mampu mengubah santri menjadi lebih baik, karena nasehat paling baik
adalah nasehat dari diri sendiri. Sebagaimana yang disampaikan oleh
ustadz Ma‟sum di PPTI Al-Falah:
“Caranya tidak hanya dengan ta‟zir saja, tentunya dengan diskusi
dan nasehat, sebenarnya nasehat paling bagus adalah nasehat dari diri
sendiri.”(M/U/S/3-2-2018/13.36WIB)
5. Memberikan contoh yang baik kepada yang lain.
Memberikan tauladan yang baik dapat dilakukan oleh siapa saja,
baik pengurus, santri senior ataupun antar santri junior. Hal ini dapat
menjadi sarana dalam menebarkan kebaikan kepada orang lain baik
secara sengaja maupun tidak sengaja. Oleh karena itu, memberikan
tauladan yang baik dapat menjadi salah satu cara untuk mengatasi
faktor penghambat kedisiplinan, sebagaimana penjelasan dari Istriyani,
ketua pondok putri PPTI Al-Falah:
“Dari kami semaksimal mungkin untuk terus mensosialisasikan
tata tertib dan juga harus bisa memberi contoh yang baik. Misalkan,
larangan untuk menggosob, maka kita tidak memberi contoh untuk
meminjam barang oran lain tanpa izin.” (I/U/S/03-10-2017/18.37WIB)
96
C. Kekurangan dan Kelebihan dalam Penerapan Ta’zir di PPTI Al-Falah
Setiap alat atau metode pendidikan pasti memiliki kekurangan dan
kelebihan. Begitu pula dengan penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah ini
dalam menanamkan kedisiplinan santri. Diantara kekurangannya adalah:
1. Tidak stabilnya semangat pengurus.
2. Perlakuan yang kurang adil antara santri junior dengan santri senior
dalam menerapkan ta‟ziran.
3. Kurangnya tauladan dari santri-santri senior.
4. Kurang memberikan efek jera.
Dari beberapa kekurangan dalam penerapan ta‟zir diatas, yang sangat
menonjol adalah tidak samaratanya pemberian ta‟zir kepada santri antara
santri senior dengan santri junior. Hal tersebut dinyatakan oleh Ika Nur
Anggita, santri putri di Al-Falah:
“Kadang kurang adil, misal kalau kita yang bolos kita dita‟zir, kalau
sama yang besar-besar kadang tidak, tapi itu jarang terjadi.”(INA/A/08-
10-2017/20.16WIB)
Hal tersebut juga diakui oleh Jihan Abdillah selaku pengurus di PPTI Al-
Falah sebagai berikut ini:
“Kalau untuk adil belum bisa, terutama yang besar-besar. Karena
kebanyakan yang menjadi keamanan itu lebih muda daripada yng dita‟zir.
Jadi ada kesan rikuh gitu, segan. Jadi belum bisa menyamaratakan antara
yang kecil dengan yang besar.”(JA/S/A/05-10-2017/22.34WIB)
Hal tersebut dapat menimbulkan kesenjangan antar santri. Sebaiknya
pengurus tidak memberikan perlakuan yang berbeda antara santri senior
dengan santri junior, baik karena usia santri yang lebih tua ataupun hal
lainnya. Sejk awal Dewan keamanan pusat PPTI Al-Falah sudah
memberikan himbauan kepada seluruh pengurus bagian keamanan agar
tidak tajam ke bawah dan tumpul ke atas, sebagaimana berikut ini:
97
“Untuk kedisiplinan saat ini sebenarnya kita sudah semaksimal
mungkin untuk mengatasi santri-santri ini, namun masih ada saja santri
yang susah diberi nasehat. Misalnya para kakak senior yang notabene
lebih besar daripada tim keamanan. Maka dari itu saya sering
mengingatkan, jangan sampai keamanan itu tajam ke bawah dan tumpul
ke atas, saya tegas soal itu. Kalau yang masalah umum beberapa persen
sudah berjalan dengan baik. Dulu saat masih ada muazis (pendiri pondok)
lebih keras dan tegas, santri takut melanggar peraturan karena beliau
juga memiliki kharismatik tersendiri, namun setelah beliau tiada, kami
menata santri dengan menjalankan sistem. Karena sistem tetap jalan
meski tidak ditunggui, tentunya juga tetap ada figurnya sebagai tonggak
pertama, yaitu ahlul bait.”(NT/KS/M/4-2-2018/17.08WIB)
Itulah kekurangan dalam penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah.
Disamping itu, kelebihan dalam penerapan ta‟zir ini adalah:
1. Melatih kedisiplinan santri.
2. Mengarahkan santri menjadi pribadi yang lebih baik.
3. Membantu kelancaran kegiatan belajar mengajar di pesantren.
4. Usia pengurus yang masih muda dapat menjadi regenerasi pengurus
pada periode berikutnya.
5. Menciptakan lingkungan yang kondusif, nyaman dan bersahabat di
pesantren.
Masih ada beberapa kekurangan dan kelebihan dalam penerapan
ta‟zir ini, namun tak dapat dipungkiri bahwa dengan menerapkan ta‟zir
anak tercegah dan tertahan dari akhlak yang buruk dan sifat tercela. Tanpa
hal tersebut, anak akan terus terdorong untuk berbuat keburukan dan
terbiasa dengan kemungkaran.
98
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan pembahasan dan analisis mulai bab I sampai bab IV
ada beberapa hal yang menjadi titik tekan sebagai kesimpulan dalam
skripsi ini guna menjawab pokok permasalahan dalam penelitian yang
dilakukan.
1. Penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah dilaksanakan sesuai tingkatan
pelanggaran yang telah dilakukan. Ta‟zir yang diterapkan di PPTI Al-
Falah ini bentuknya bermacam-macam dan dikelompokkan menjadi 3
kategori, yaitu ringan, sedang, dan berat.
2. Kedisiplinan santri di PPTI Al-Falah sudah baik, terutama dalam
pelaksananaannya. Santri menaati peraturan yang ada dan
melaksanakan kegiatan pesantren dengan baik. Namun untuk
manajemen waktunya masih kurang. Beberapa masih sering terlambat
saat kegiatan pesantren.
3. Terdapat beberapa kekurangan dalam penerapan ta‟zir di PPTI Al-
Falah, yang sangat menonjol adalah kurang samaratanya pemberian
ta‟zir antara santri senior dengan santri junior. Disamping itu
Kelebihannya adalah melatih kedisiplinan santri dan membantu santri
menjadi pribadi yang lebih baik, jujur, dan bertanggung jawab.
99
B. Saran
Berdasarkan permasalahan yang peneliti bahas dalam skripsi ini yaitu
menegenai kedisiplinan santri di PPTI Al-Falah Kota Salatiga tahun 2017,
maka peneliti hendak menyampaikan saran sebagai berikut:
1. Hendaknya semua tenaga pendidik yang ada di PPTI Al-Falah
memberikan tauladan yang baik bagi santri, agar tidak terjadi
pengelakan dalam diri santri.
2. Ta‟zir hendaknya juga berlaku bagi pengurus secara terbuka, agar tidak
terjadi kesalahpahaman antara santri dengan pengurus. Dan sebaiknya
pengurus menjalin hubungan yang baik dengan para santri, begitu juga
sebaliknya.
3. Bagi wali santri hendaknya percaya penuh dan mampu menjalin
kerjasama dengan pihak pesantren (asatidz, pengurus dan ahlul bait).
Agar santri dapat menjadi pribadi yang bertaqwa, berilmu dan
berakhlakul karimah dengan sempurna.
4. Bagai masyarakat di lingkungan pesantren hendaklah ikut mengawasi
santri dan mendukung terciptanya kedisiplinan di PPTI Al-Falah.
5. Bagi peneliti selanjutnya, hendaknya diadakan penelitian lanjutan untuk
mengetahui lebih dalam mengenai hukuman ta‟zir dalam Islam. Agar
kita dapat mengenal, memahami, menghargai anak/peserta didik dan
membimbingnya menjadi pribadi yang lebih baik sesuai dengan
harapan masyarakat.
100
DAFTAR PUSTAKA
Al Albani, M. Nashiruddin. 2012. Mukhtashar Shahih Al Imam Al Bukhari.
Diterjemahkan oleh: Amir Hamzah Fachrudin, Hanif Yahya. Jakarta:
Pustaka Azzam.
Al Albani, M. Nashiruddin. 2013. Mukhtashar Shahih Al Imam Al Bukhari.
Diterjemahkan oleh: Rahmatullah, dkk. Jakarta: Pustaka Azzam.
Al Albani, M. Nashiruddin. 2013. Mukhtashar Shahih Muslim. Diterjemahkan
oleh: Imron Rosadi. Jakarta: Pustaka Azzam.
Al Albani, M. Nashiruddin. 2013. Shahih Sunan Abu Daud. Diterjemahkan oleh:
Ahmad Taufik Abdurrahman. Jakarta: Pustaka Azzam.
Arifin, M. 1995. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum). Jakarta: Bumi
Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Al Bukhari, Abu Abdullah Muhammad bin Ismail. 1992. Shahih Bukhari Juz 1.
Diterjemahkan oleh: Achmad Sunarto. Semarang: CV. Asy Syifa‟.
Choiriyah, U. Ihsan dan Al-Atsary, A. Isan. 2010. Mencetak Generasi Rabbani.
Bogor: Pustka Darul Ilmi.
Dahri, Harapandi. 2007. Modernisasi Pesantren. Jakarta Timur: Balai Penelitian
dan Pengembangan Agama Jakarta.
Departemen Agama RI. 2003. Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah. Jakarta.
Departemen Agama RI. 2012. Al-Qur‟an dan Terjemahnya. Surabaya: CV
Penerbit Fajar Mulya.
Dhofier, Zamakhsari. 1986. Tradisi Pesantren Studi Pandangan Hidup Kyai.
Jakarta: LP3ES.
Durkheim, Emile. 1961. Pendidikan Moral. Jakarta: Erlangga.
Elizabeth, H. Hurlock. 1978. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.
Emzir. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif. Jakarta:
Rajwali Press.
Hafidhuddin, Didin. 2014. Pendidikan Karakter Bebasis Al Qur‟an. Jakarta:
Rajawali Press.
101
Hamalik, Oemar. 2013. Dasar-dasar Pengembangaan Kurikulum. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya Offset.
Hasan, Tolhah. (2006). Dinamika Pemikiran Tentang Pendidikan Islam. Jakarta:
Lantabora Press.
Izzan, Ahmad dan Saehudin. 2012. Tafsir Pendidikan (Studi Ayat-ayat Berdimensi
Pendidikan). Jakarta: Pustaka Media Aufa.
Kasiram, Moh. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif-Kuantitatif. Malang: UIN
Maliki Press.
Majid, Abdul. 2012. Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
M, Abd. Muin, dkk. 2007. Pesantren dan Pengembangan Ekonomi Umat.
Jakarta: CV. Prasasti.
Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi Pnelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Muin, Abd. M, dkk. 2007. Pesantren dan Pengembangan Ekonomi Umat. Jakarta
Pusat: CV. Prasasti.
Mulyasa. 2012. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara.
Muslich, A. Wardi. 2005. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
2006. Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam. Jakarta:
Sinar Grafika.
An Naisabury, Abi Husein Muslim Ibnu Hajjaj As Syairy. 1992. Shahih Muslim
Juz 1. Diterjemahkan oleh: Adib Bisri Musthofa. Semarang: CV. Asy
Syifa‟.
Nizar, I.A. Ibnu. 2009. Membentuk & Meningkatkan Disiplin Anak Sejak Dini.
Jogjakarta: DIVA Press.
Sadulloh, Uyoh. 2014. Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabeta.
Tim Penyusun Kamus. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2007. Jakarta: Balai
Pustaka.
„Ulwan, Abdullah Nashih. 2017. Pendidikan Anak dalam Islam. Sukoharjo: Insan
Kamil.
102
Unaradjan, Dolet. 2003. Manajemen Disiplin. Jakarta: PT Grasindo.
Yunus, H. Sabari. Metodologi Penelitian, Wilayah Kontemporer. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
1
Kode Penelitian
Penerapan Ta’zir dalam Menanamkan Kedisiplinan Santri di Pondok
Pesantren Tarbiyatul Islam Al-Falah Kota Salatiga Tahun 2017
1. Informan
a Bapak Najib Tafrikhan (Dewan Keamanan) : NT
b Bapak Kholilurrohman (asatidz) : K
c Jihan Abdillah (asatidz) : JA
d Istriyani (Ketua Pondok Putri) : I
e Uswatun Fitriyah (Keamanan) : UF
f Rodhiyatun (Pengurus Santri Putri) : R
g Kholid Anwar (Santri Putra) : KA
h Ika Nur Anggita (Santri Putri) : INA
i Siti Saidah (Wali Santri) : SS
j Uswatun Khasanah (Wali Santri) : UK
2. Kategori
a Implementasi Ta‟zir : IT
b Macam-macam Ta‟zir : MT
c Adil : A
d Dampak Ta‟zir : DT
e Tujuan Ta‟zir : TT
f Kedisiplinan Santri : KS
g Peraturan : P
h Faktor Penghambat : FP
i Upaya : U
j Kekurangan atau kelebihan Santri : KT
2
Pedoman Wawancara
Penerapan Ta’zir dalam Menanamkan Kedisiplinan Santri di Pondok
Pesantren Tarbiyatul Islam Al-Falah Kota Salatiga Tahun 2017
A. Daftar Pertanyaan untuk ahlul bait, asatidz, pengurus dan santri
1. Bagaimana penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah?
a Apa tujuan dari penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah?
b Apa saja macam-macam ta‟zir yang ada di PPTI Al-Falah?
c Apakah ta‟zir yang diberikan sudah bersifat adil?
d Bagaimana dampak dari penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah?
2. Bagaimana kedisiplinan santri di PPTI Al-Falah?
a Apa saja faktor-faktor yang menghambat kedisiplinan santri?
b Bagaimana cara mengatasi faktor-faktor penghambat
kedisiplinan santri?
3. Apa saja kekurangan dan kelebihan dari penerapan ta‟zir di PPTI Al-
Falah?
B. Daftar Pertanyaan untuk Santri
1. Bagaimana kedisiplinan santri di PPTI Al-Falah?
a Apa saja faktor-faktor yang menghambat kedisiplinan santri?
b Apa upaya yang anda lakukan untuk membantu kedisiplinan di
sini?
2. Apa saja macam-macam ta‟zir yang ada di PPTI Al-Falah?
a Apakah ta‟zir yang diberikan sudah bersifat adil?
b Bagaimana dampak dari penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah?
C. Daftar Pertanyaan untuk wali santri
a Bagaimana pendapat ibu mengenai ta‟zir yang diberikan kepada
santri yang melanggar?
b Apakah menurut ibu ta‟zir tersebut membawa pengaruh kepada
santri?
c Menurut ibu bagaimana kedisiplinan di pondok ini?
d Adakah ada saran agar pondok ini bisa lebih maju lagi?
3
Hasil Wawancara
Kode Responden : NT
Hari/ Tanggal : Ahad, 04 Februari 2018
Tempat : Magelang, rumah ustadz Najib
Waktu : 17.08 WIB
1. Bagaimana penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah?
“Penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah tahun 2017/2018 ini saya kira sudah
relevan dengan keadaan santri sekarang. Ta‟zir itu memiliki arti jera, jadi
maksudnya untuk membuat santri jera dan tidak melakukan pelanggaran
lagi. Saya kira ta‟ziran di AL-Falah juga tidak memberatkan.”
a Apa tujuan dari penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah?
“Tujuannya untuk membuat santri jera dan tidak mengulangi
pelanggarannya lagi. Saya kira ta‟zir di AL-Falah itu sudah sesuai
dengan tingkatan pelanggarannya. Misalnya berdiri sambil membaca Al-
Qur‟an, jika belum jera maka diulang kembali ta‟zirannya.”
b Apa saja macam-macam ta‟zir yang ada di PPTI Al-Falah?
“Saya kira semua ta‟ziran di Al-Falah sifatnya mendidik, misal yang
tertera di tata tertib kalau melanggar pasal pacaran ta‟zirannya
digebyur air comberan, mereka jongkok di depan ndalem, di lihat 1
pondok dan sebelumnya diberi nasehat terlebih dahulu. Ada juga yang
disuruh bersih-bersih ruang makan, kamar mandi, menyapu halaman
pondok, hal tersebut dimaksudkan untuk mendidik santri untuk
membersihkan hatinya sebagaimana ia membersihkan tempat-tempat
tersebut. Kemudian, berdiri diatas kursi sambil membaca Al-Qur‟an dan
masih banyak lagi, tapi intinya sifatnya mendidik.”
c Apakah ta‟zir yang diberikan sudah bersifat adil?
“Ta‟zir yang diberikan sudah adil, sesuai dengan pelanggaran yang
dilakukan santri. Tapi keamanan juga tidak boleh kaku, kita harus tahu
situasi santri yang akan dita‟zir, misanyal saat ta‟ziran ada santri yang
4
sedang sakit, maka kita kurangi jam ta‟zirannya. Jadi menyesuaikan,
tapi tetap tegas. Kita tetap jeli dan teliti dalam mengawasi santri-santri
yang melanggar. Pengurus juga mengadakan rapat setiap 1 bulan sekali
untuk evaluasi. Sebagai keamanan pusat saya selalu tahu santri yang
melanggar karena ada datanya.”
d Bagaimana dampak dari penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah?
“Harus ada ketegasan, Jika santri tidak jera maka porsi ta‟zirannya
ditambah sesuai prosedur di kemanan, jika tidak mempan maka
dipanggilkan orang tuanya, dan terakhir jika masih tidak mempan kami
serahkan kembali ke orang tuanya. Kita selalu menjalin kerjasama
dengan para wali santri, seperti tadi ada kumpulan wali santri setiap 3
bulan sekali.”
2. Bagaimana kedisiplinan santri di PPTI Al-Falah?
“Untuk kedisiplinan saat ini sebenarnya kita sudah semaksimal mungkin
untuk mengatasi santri-santri ini, namun masih ada saja santri yang susah
diberi nasehat. Misal para kakak senior yang notabene lebih besar daripada
tim keamanan. Maka dari itu saya sering mengingatkan, jangan sampai
keamanan itu tajam ke bawah dan tumpul ke atas, saya tegas soal itu. Kalau
yang masalah umum beberapa persen sudah berjalan dengan baik. “
a Apa saja faktor-faktor yang menghambat kedisiplinan santri?
“Banyak faktornya, misal waktu untuk KBM ngaji asar jamnya molor
beberapa menit karena mungkin ada tugas dari sekolah atau kuliah.”
b Bagaimana cara mengatasi faktor-faktor penghambat kedisiplinan santri?
“Untuk kedisiplinan saat ini sebenarnya kita sudah semaksimal mungkin
dalam mengatasi santri-santri yang melanggar peraturan, namun masih
ada saja santri yang susah diberi nasehat. Misalnya para kakak senior
yang notabene lebih besar daripada tim keamanan. Maka dari itu saya
sering mengingatkan keamanan, jangan sampai peraturan itu tajam ke
bawah dan tumpul ke atas. Kalau untuk kegiatan pesantren sehari-hari
sudah berjalan dengan baik. Dulu saat masih ada muazis (pendiri
pondok) lebih keras dan tegas, santri takut melanggar peraturan karena
5
beliau juga memiliki kharismatik tersendiri, namun setelah beliau tiada,
kami menata santri dengan menjalankan sistem. Karena sistem tetap
berjalan meski tanpa ditunggui, tentunya juga tetap ada tonggak
pertama figur pesantren bagi santri, yaitu ahlul bait.”
3. Apa saja kekurangan dan kelebihan dari penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah?
“Kalau masalah kelebihannya, kita bisa mengawal santri menjadi anak yang
sholih/sholihah. Kalau masalah kekurangannya pasti ada, masalahnya
semangat tim keamanan tidak 100% selalu on, tim keamanan pada saat awal,
tengah, akhir adakalanya sangat semangat atau semangatnya turun mungkin
karena masalah internal. Tetapi yang penting keamanan dan peraturan tetap
harus ada untuk mengantisipasi pelanggaran. Keamanan juga jangan pilih
kasih sehingga yang kecil yang menjadi korban. Bagaimanapun juga
keadaannya, keamanan tetap harus berdiri tegak untuk meminimalisir
pelanggaran yang terjadi.”
6
Hasil Wawancara
Kode Responden : K
Hari/Tanggal : Senin, 05 februari 2018
Tempat : PPTI Al-Falah
Waktu : 13.10 WIB
1. Bagaimana penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah?
“Penerapan ta‟zir disesuaikan dengan tingkatan pelanggaran yang
dilakukan, jadi tidak sama. Misal jika sampai diguyur itu berarti telah
melakukan pelanggaran yang berat, seperti pacaran atau mencuri. Kalau
yang tidak jama‟ah, tidak ngaji itu tidak diguyur kecuali kalau sering dan
disengaja, karena sama saja mereka tidak mempunyai rasa ta‟dzim/ tidak
menghormati ustadz atau Kyainya.”
a Apa tujuan dari penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah?
“Tujuannya untuk mengarahkan santri menjadi lebih baik, terutama
batiniahnya. Juga untuk melatih kejujuran, kedisiplinan, tanggung
jawab, dan kesederhanaan. Seumpama besok menjadi tokoh dalam
masyarakat bisa mengemban amanah dengan baik. Penerapan ta‟zir ini
dapat dikatakan berhasil ketika santri faham akan tugasnya, selalu
merasa diawasi oleh Allah sehingga tidak perlu selalu diawasi, dan
mengamalkan ilmunya.”
b Apa saja macam-macam ta‟zir yang ada di PPTI Al-Falah?
“Bentuk ta‟ziran yang ada di pesatren ini bermacam-macam, sesuai
tingkatan pelanggarannya. Jika pelanggarannya berat maka akan
diguyur air kotor, tapi sebelum diguyur diberi nasehat terlebih dulu.
Kalau pelanggarannya ringan seperti telat jama‟ah, tidak ngaji maka
ta‟zirannya juga lumayan ringan seperti berdiri sambil baca Al-Qur‟an
dan bersih-bersih lingkungan pondok.”
c Apakah ta‟zir yang diberikan sudah bersifat adil?
“Saya kira ta‟zirannya sudah adil, anak yang bandel itu biasa, tapi
tingkat kebandelannya berbeda-beda. Jadi ta‟zir diberikan sesuai
7
pelanggaran yang telah dilakukan oleh santri. Dari dulu sudah
disampaikan bahwa ta‟zir yang diberikan tidak boleh melebihi batas,
diukur dan dilihat kondisi santrinya terlebih dahulu.”(K/A/S/3-2-
2018/13.10WIB)
d Bagaimana dampak dari penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah?
“Untuk ta‟ziran Alhamdulillah tetap ada dampaknya. Misal setelah
dita‟zir tetap masih melanggar maka ditambah lagi ta‟zirannya. Seperti
40 hari istiqomah ngaji dan sekolah yang dibuktikan dengan tanda
tangan ustadz/gurunya setiap hari. Kalau dikarantina khusus seperti itu
tetap tidak ada efeknya, maka diberi surat pernyataan pindah ke pondok
lain dan diserahkan ke orang tuanya.”
2. Bagaimana kedisiplinan santri di PPTI Al-Falah?
“Untuk tahun ini alhamdulillah kedisiplinannya sudah lumayan baik.
Memang berbeda jauh tingkatan kedisiplinan antara pondok salaf murni dan
semi murni, seperti PPTI Al-Falah ini. Karena banyak santri PPTI Al-Falah
yang sekolah di luar pesantren dan lain sebagainya, untuk tahun ini
alhamdulillah tidak ada pelanggaran yang berat-berat.”
a Apa saja faktor-faktor yang menghambat kedisiplinan santri?
“Penghambat kedisiplinan, misalnya punya kenalan di luar lingkungan
Pondok. Setelah itu di Pondok menularkan budaya luar ke teman-
temannya. Jadi santri tersebut sudah terkontaminasi dengan budaya luar
dan sejauh ini kami belum bisa memfilternya secara sempurna.”
b Bagaimana cara mengatasi faktor-faktor penghambat kedisiplinan santri?
“Diatasi dengan ta‟zir sesuai dengan tingkatan pelanggarannya masing-
masing. Ta‟zirannya pun dibatasi oleh pengasuh dan keamanan dengan
ketentuan-ketentuan yang telah disepakati bersama.”
3. Apa saja kekurangan dan kelebihan dari penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah?
“Kekurangannya belum ada sesepuh yang apabila memberikan wawasan
atau nasehat menuju keberhasilan belajar langsung bisa diterima, jadi
kurangnya figur di PP ini. Karena figur itu berpengaruh dalam hal apapun,
termasuk ta‟zir. Harapan muazis kalau di sini itu ngaji sambil sekolah/kuliah,
8
bukan sebaliknya. Karena kecerdasan akhlak itu sangatlah utama. Tapi
harapannya juga santri menjadi cerdas dan memiliki tata krama/sopan
santun. Masjid pada zaman Nabi saw tidak beratap dan tidak beralas, rumah
beliau pun hanyan 4X6 meter, jadi jiwa juang untuk kebaikannyalah yang
utama, sempurnanya iman itu dibuktikan dengan memperjuangkan kebaikan.
Jadi kelebihannya, mengajarkan kesederhanaan, ketawadhu‟an, kedisiplinan,
dan tanggung jawab.”
9
Hasil Wawancara
Kode Responden : JA
Hari/Tanggal : Kamis, 05 Oktober 2017
Tempat : PPTI Al-Falah
Waktu : 22.34 WIB
1. Bagaimana penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah?
“Kalau di putra yang tidak ngaji ya ta‟ziran membaca Al-Qur‟an gitu, terus
kadang membersihkan kamar mandi, terus kalau yang pacaran digebyur air
comberan itu, kalau maling digundul sama digebyur air.”
a Apa tujuan dari penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah?
“Dari tujuan pertama ta‟ziran itu untuk membuat santri jera, tapi jera di
sini menjurus kepada mendidik anak, lebih ke pendidikannya itu aja.”
b Apa saja macam-macam ta‟zir yang ada di PPTI Al-Falah?
“Kalau di putra ya ta‟ziran membaca Al-Qur‟an itu, terus membersihkan
kamar mandi, terus kalau yang pacaran digebyur air comberan itu,
kalau maling digundul sama digebyur air.”
c Apakah ta‟zir yang diberikan sudah bersifat adil?
“Kalau untuk adil belum bisa, terutama yang besar-besar. Karena
kebanyakan yang menjadi keamanan itu lebih muda daripada yng
dita‟zir. Jadi ada kesan rikuh gitu, segan. Jadi belum bisa
menyamaratakan antara yang kecil dengan yang besar.”
d Bagaimana dampak dari penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah?
“Pertama, Pondok menjadi kondusif, nyaman dan teratur, jadi tidak ada
yang mengganggu kegiatan belajar mengajar di pondok. Andaikan tidak
ada ta‟ziran, kegiatan Pondok dapat menjadi berantakan. Dengan
adanya ta‟zir juga dapat membawa perubahan bagi santri-santri, ada
santri yang masih terus mengulangi perbuatan buruknya, tapi ada juga
yang berubah menjadi lebih baik.”
10
2. Bagaimana kedisiplinan santri di PPTI Al-Falah?
“Menurut saya setelah meninggalnya pak Nyai itu tambah menurun.
Contohnya dulu saat pak Nyai masih sehat itu tidak boleh bawa HP dan
motor. Yang boleh pakai motor itu hanya yang sekolah di SMP 6 dan SMA 2.
Tapi sekarang sudah mengikuti zaman, kebanyakan yang kuliah, khususnya
yang di kampus 3 diperbolehkan. Karena transportnya susah. Trus seperti
HP sekarang diperbolehkan, tapi dititipkan. Terus masalah ngaji semakin
menurun.”
a Apa saja faktor-faktor yang menghambat kedisiplinan santri?
“Yang sering menghambat itu, kurangnya komunikasi antar pengurus,
terus yang besar-besar itu belum bisa memberi contoh yang baik pada
yang kecil-kecil. Terus hambatannya, saya termasuk masih muda, lebih
banyak yang tua-tua. Nah, yang sering melakukan pelanggaran itu yang
tua-tua, kalau saya mau mena‟zir jadinya sungkan.”
b Bagaimana cara mengatasi faktor-faktor penghambat kedisiplinan santri?
“Yang pertama saya mengumpulkan semua santri, khususnya santri
putra. Ada kritik saran dan keluhan-keluhan gitu, saya minta maaf
kepada santri-santri bahwasannya saya juga masih belajar. Kalau
masalahnya lebih berat itu saya sowankan ke ndalem. Langsung minta
solusi yang terbaik itu bagaimana. Terus saya juga ngajar, saya bilang
gini, kamu sekalian jangan mencontoh kakak-kakak kamu yang jeleknya
tapi yang baik-baik saja.”
3. Apa saja kekurangan dan kelebihan dari penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah?
“Kekurangannya pengurus di sini juga masih tahap anak kuliah yang harus
mengikuti KBM juga, hal ini kadang membuat alokasi waktu untuk ta‟ziran
berubah sewaktu-waktu. Kelebihannya sendiri, selain mengatur kedisiplinan
santri, di situ juga ditanamkan sikap tanggung jawab, ketika melanggar ya
harus siap menerima resikonya.”
11
Hasil Wawancara
Kode Responden : I
Hari/Tanggal : Selasa, 03 Oktober 2017
Tempat : PPTI Al-Falah
Waktu : 18.37 WIB
1. Bagaimana penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah?
“penerapan ta‟ziran di PPTI Al-Falah ini, pertama untuk kategori yang
masih ringan kalau ada santri yang melangar, dia dipanggil, kemudian
dinasehati. Apabila dia masih mengulangi lagi baru ditindak dengan ta‟zir,
tapi ta‟zirannya dimusywarahkan terlebih dahulu oleh keamanan dengan
acuan pasal-pasal yang sudah ada.”
a Apa tujuan dari penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah?
“Ta‟ziran itu gambarannya untuk membuat jera itu yang pertama, yang
kedua untuk menertibkan dan mendisiplinkan santri. Santri dimasukkan
disini agar ada perubahan, yang tadinya buruk bisa menjadi baik, yang
tadinya baik jadi lebih baik.”
b Apa saja macam-macam ta‟zir yang ada di PPTI Al-Falah?
“Ta‟zirannya ada yang ringan, sedang, dan berat. kalau yang ringan
disuruh mengaji atau disuruh menulis astagfirrullah 100x atau
kelipatannya. Kalau yang sedang, misalnya disuruh bersih-bersih kamar
mandi atau disuruh berdiri sampai dalam beberapa jam. Kalau yang
berat diguyur dengan menggunakan air comberan, kalau putra
ditambah lagi dengan dicukur.”
c Apakah ta‟zir yang diberikan sudah bersifat adil?
“Kalau di sini disesuaikan, contohnya kalau misalkan untuk anak SMP
itu kan kadang yang melanggar la itu misalkan dia nggak ngaji atau
tidak ikut kegitan, dia langsung disuruh membaca aja di depan atau
12
langsung disuruh dia bersih-bersih saja. Jadinya ya tetap kami beri
ta‟ziran tapi sesuai porsinya.”
d Bagaimana dampak dari penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah?
“Setelah adanya ta‟ziran, lingkungan pesantren menjadi lebih stabil dari
sebelumnya. Terus selain itu santri pun juga akan berpikir, untuk tidak
seenaknya sendiri bahwa di sini juga ada ketentuan dan peraturannya.
Jadi kedisiplinan juga lebih meningkat. Ya sedikit banyaknya tetep
memberi dampak, ada santri yang dihukum, tetep masih mengulangi lagi,
tapi ada juga yang dia itu dihukum langsung sadar, tergantung
kesadaran santri juga. Pengurus hanya membantu pengasuh.”
2. Bagaimana kedisiplinan santri di PPTI Al-Falah?
“Untuk kedisiplinan di sini seperti pada pondok umumnya kami menetapkan
tata tertib, peraturan disampaikan pada seluruh santri baik kepada santri
baru saat awal mereka masuk ataupun melalui pengumuman setelah kegiatan
pada malam jumat.”
a Apa saja faktor-faktor yang menghambat kedisiplinan santri?
“Yang mghambat, bagi saya itu santri yang melanggar itu beruntun, terus-
terusan kadang kan ada yang sdh melanggar ini, belum sepat kita
menindak dia sudah melanggar lagi. Apalagi kalau pelanggarannya berat.
Kekurangan kami itu tdk bisa fokus langsung pada pondok. Sebagian
besar pengurus juga aktivis, kuliahan, belum lagi dengan tugas-tugas
yang lain.”
b Bagaimana cara mengatasi faktor-faktor penghambat kedisiplinan santri?
“Dari kami semaksimal mungkin untuk terus mensosialisasikan tata
tertib dan juga harus bisa memberi contoh yang baik. Misalkan,
larangan untuk menggosob, maka kita tidak memberi contoh untuk
meminjam barang oran lain tanpa izin.”
3. Apa saja kekurangan dan kelebihan dari penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah?
“Kalau untuk kekurangannya, karena ini bagian dari kekurangan pengurus
juga, pengurus belum bisa fokus pada tugasnya jadinya ketika menjalankan
ta‟ziran itu kadang belum bisa istiqomah, maksudnya belum bisa rutin,
13
misalkan ketika ada santri yang melanggar nggak ngaji itu kita belum bisa
istiqomah mena‟zir santri apa bolos ngaji gitu, jadikan itu masih menjadi
kendala kami. Kalau untuk kelebihannya dari adanya ta‟ziran ini, santri
menjadi lebih “tidak seenaknya sendiri”, kalau kita lihat kan kadang ada
santri yang kalau tidak ada peraturan jadi seenaknya sendiri. Karena nggak
ada yang ditakuti.”
14
Hasil Wawancara
Kode Responden : UF
Hari/Tanggal : Rabu, 04 Oktober 2017
Tempat : PPTI Al-Falah
Waktu : 18.26 WIB
1. Bagaimana penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah?
“Ta‟zir diterapkan sesuai pelanggarannya. Contohnya jika terlambat
jama‟ah ta‟zirannya berdiri sampai do‟a selesai atau hitungan 5 menit. Jika
tidak jama‟ah maka ta‟zirannya ngaji sambil berdiri di depan ndalem selama
30 menit. Kalau tidak ngaji ditindak dengan pendekatan, pemanggilan, dan
pernyataan ta‟ziran.”
a Apa tujuan dari penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah?
“Tujuannya agar santri jera, mendidik santri menjadi mandiri dan
melatih disiplin.”
b Apa saja macam-macam ta‟zir yang ada di PPTI Al-Falah?
“Ta‟ziran itu intinya hukuman, nah di sini memang kalau melanggar
harus dihukum. Tapi tidak tiba-tiba melanggar langsung dihukum,
karena hukumannya ada macam-macam. Ada yang membaca Al-Qur‟an
sambil berdiri, ada yang meringkas pelajaran, bersih-bersih kamar
mandi, bersih-bersih dalem (rumahnya bu Nyai), bersih-bersih
lingkungan pondok, itu macam-macamnya.”
c Apakah ta‟zir yang diberikan sudah bersifat adil?
“Di sini ta‟ziran diberikan dilihat dari kesalahannya, jadi sudah adil.
Banyak sudut pandang yang menilai sejauh ini kami terapkan sesuai
aturan dan sudah berjalan.”
d Bagaimana dampak dari penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah?
“Dampaknya santri menjadi tertib, yang tadinya sering bolos jadi giat
ngaji, yang tadinya sering telat jadi rajin.”
15
2. Bagaimana kedisiplinan santri di PPTI Al-Falah?
“Namanya kedisiplinan di pondok mana pun sama saja, pondok pesantren
manapun pasti ada aturannya. Alhamdulillah untuk masalah kedisiplinan,
santri menaati peraturan dan melaksanakan kegiatan pondok dengan baik.
Misalnya saat yang wajib-wajib seperti jama‟ah, ngaji, ro‟an, alhamdulillah
santri sudah paham dan menjalankannya dengan baik. Kalau masalah
pelanggaran yang paling sering adalah terlambat, tapi tetap ada
konsekuensinya sendiri. Kalau untuk kedisiplinan dalam hal ngaji, terus
pulang pondok, semua itu sudah sesuai aturannya.”
a Apa saja faktor-faktor yang menghambat kedisiplinan santri?
“Faktor yang menghambat kedisiplinan adalah kurangnya kesadaran
dari santri. kemudian di Pondok itu dikejar-kejar waktu, jadi santri
dituntut untuk mengatur waktu sebaik mungkin.”
b Bagaimana cara mengatasi faktor-faktor penghambat kedisiplinan santri?
“Cara mengatasinya dengan peringatan-peringatan, mengklasifikasikan
pelanggaran antara yang besar dan kecil, antara pelanggaran yang
berat dengan ringan.”
3. Apa saja kekurangan dan kelebihan dari penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah?
“Kekurangannya, kadang santri juga menyepelekan karena ta‟zirannya
kurang berat, kalau terlalu ringan santri menjadi kebal, ada juga yang suka
ditegur, ya macam-macam tapi kalau dari sini kebanyakan agak susah.
Kelebihannya, pengurus dan santri sama-sama lega, kedisiplinannya semakin
meningkat meski belum bisa istiqomah, santri juga menjadi disiplin,
kemudian santri yang benar-benar niat nyantri menjadi berubah dan
mengambil pelajaran serta tidak mengulangi pelanggarannya lagi.”
16
Hasil Wawancara
Kode Responden : R
Hari/Tanggal : Kamis, 05 Oktober 2017
Tempat : Ruang Tamu PPTI Al-Falah
Waktu : 06.26 WIB
1. Bagaimana penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah?
“Semisal tidak ngaji, maka baca Al-Qur‟an berapa jam gituh di depan
ndalem atau pondok putra sambil berdiri. Kalau terlambat jama‟ah, ya
berdiri beberapa menit itu, terus semisal pacaran nanti gebyuran pakai air
kotor. Tapi alhamdulillah untuk yang berat-berat sekarang sudah tidak ada
lagi.”
a Apa tujuan dari penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah?
“Agar anak menjadi teratur. Begini mba, sekolah aja ada peraturan
untuk dilaksanakan supaya kondisinya efektif dan kondusif.”
b Apa saja macam-macam ta‟zir yang ada di PPTI Al-Falah?
“Kalau ada yang mencuri, ta‟zirannya gundulan itu kalau laki-laki. Tapi
kalau perempuan ada konsekuensinya dari keamanan sendiri. Kalau
pacaran itu gebyuran pakai air jamban (air kotor) gitu. Nah ta‟ziran
yang memberatkan seperti itu. Soalnya dilihat santri putra dan putri
jadikan malu. Kalau tidak gebyuran, bersih-bersih pondok, juga masih
baca Al-Qur‟an di depan ditulisi pacaran, jadi biar mereka jera.”
c Apakah ta‟zir yang diberikan sudah bersifat adil?
“In syaa Allah sudah adil mbak, karena kita tidak memandang itu anak
kecil atau anak kuliah gitu. Kita juga berpikir bahwa ta‟zirannya harus
sesuai dengan apa yang dia lakukan, baik itu anak kecil maupun yang
besar ta‟zirannya sama, biar tidak ada kesenjangan sosial.”
17
d Bagaimana dampak dari penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah?
“Ya kalau pondok pesantren itu ada ta‟ziran pasti lingkungan pondok itu
semakin tertib ya mbak. Kalau masalah yang ta‟zirannya berat itu
alhamdulillah sekarang sudah tidak ada, tapi kalau yang kecil-kecil
masih ada saja, seperti bolos ngaji, terlambat jama‟ah, dan lain-lain,
karena ta‟zirannya dianggap ringan.“
2. Bagaimana kedisiplinan santri di PPTI Al-Falah?
“Kalau menurut saya kedisiplinan Pondok Pesantren ini mulai menurun.
Bukannya gimana-gimana, saya kan sudah 6 tahun disini jadi tahu
kedisiplinan yang dulu sama yang sekarang itu beda banget, apalagi setelah
bapak tidak ada menurut saya menjadi lebih parah lagi. Namun tambahnya
santri membuat proses kedisiplinannya juga sulit. Jadi dari tahun ke tahun
santri mulai banyak tapi kedisiplinannya menurun.”
a Apa saja faktor-faktor yang menghambat kedisiplinan santri?
“Cuma satu faktornya, kesadaran diri santri. Dimana kurangnya
kesadaran diri santri menjadi kendala kedisiplinan pesantren.”
b Bagaimana cara mengatasi faktor-faktor penghambat kedisiplinan santri?
“Diatasi dengan ta‟zir, anak yang bolos itu ada ta‟zirannya. Tapi nanti
urusannya sama keamanan, kebersihan, dan ketua komplek. Misal ketua
komplek bertugas mengabsen, siapa yang nggak ada di kamar. Terus
catatannya diberikan ke keamanan, kemudian dita‟zir sesuai dengan
beratnya pelanggaran santri tersebut.”
3. Apa saja kekurangan dan kelebihan dari penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah?
“Kalau kekurangannya, sosialisanya kurang, baik dari pihak pengurus ke
anak maupun sebaliknya. Kadang kurang telitilah, kadang ada anak bolos
tapi kita tidak tahu. Terus permasalahan dari dulu itu yaitu kesadaran diri,
itulah kunci utamanya mbak, ketika anak-anak itu sadar in syaa Allah semua
berjalan dengan baik. Kelebihannya, anak-anak bisa lebih teratur, bisa lebih
mengikuti peraturan dengan baik, anak juga memiliki rasa jera.”
18
Hasil Wawancara
Kode Responden : KA
Hari/Tanggal : Jum‟at, 06 Oktober 2017
Tempat : PPTI Al-Falah
Waktu : 21.09 WIB
1. Bagaimana kedisiplinan santri di PPTI Al-Falah?
“Kalau dalam ketertiban sudah baik. Kalau pun ada yang melanggar itu
wajar karena disini santri yang mondok hampir semuanya masih sekolah dan
kuliah, jadi kalau pun melanggar sepertinya masih dalam hal yang wajar
terkait dengan kesibukan pelajar itu sendiri.”
a Apa saja faktor-faktor yang menghambat kedisiplinan santri?
“Karena ini adalah pertama kalinya saya mondok, jadi belum bisa
mengatur waktu dengan baik dan juga belum terbiasa dengan kegiatan
yang ada.”
b Apa upaya yang anda lakukan untuk membantu kedisiplinan di sini?
“Selaku santri biasa (bukan pengurus) upaya yang bisa saya lakukan ya
saling mengingatkan dan mengikuti kegiatan sebagai mana mestinya.”
2. Apa saja macam-macam ta‟zir yang ada di PPTI Al-Falah?
“Ada bermacam-macam ta‟zirannya, pelanggaran yang termasuk dalam
kategori ringan seperti tidak ikut jama‟ah, tazirannya berdiri. Kemudian
tidak mengaji ta‟zirannya membaca Al-Qur‟an sambil berdiri, kalau tidak
ikut ziarah Jum‟at pagi, ta‟zirannya tahlilan di depan ndalem, kalau
terlambat masuk ngaji harus ngaji di luar. Sedangkan kategori sedang
seperti nonbar di luar pondok, tazirannya diguyur air bersih. Yang terakhir
kategori berat, seperti mencuri ta‟zirannya digundul, kemudian pacaran dan
berboncengan dengan lawan mahromnya ta‟zirannya diguyur air jamban.”
19
a Apakah ta‟zir yang diberikan sudah bersifat adil?
“Saya kira ta‟zirannya sudah adil, anak yang bandel itu biasa, tapi
tingkat kebandelannya berbeda-beda. Jadi ta‟zir diberikan sesuai
pelanggaran yang telah dilakukan oleh santri. Dari dulu sudah
disampaikan bahwa ta‟zir yang diberikan tidak boleh melebihi batas,
diukur dan dilihat kondisi santrinya terlebih dahulu.”
b Bagaimana dampak dari penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah?
“Ya pastinya malu kalau mendapat ta‟zir, karena dilihat banyak orang.
Tapi itu juga buah dari kesalahan kita sendiri, jadi mau tidak mau ya
harus menerima konsekunsinya supaya kedepannya tidak melakukan lagi
hal-hal yang tidak baik tersebut. Jadi dapat dikatakan bahwa ta‟zir
mampu membuat santri jera.”
:
20
Hasil Wawancara
Kode Responden : INA
Hari/Tanggal : Minggu, 08 Oktober 2017
Tempat : PPTI Al-Falah
Waktu : 20.16 WIB
1. Bagaimana kedisiplinan santri di PPTI Al-Falah?
“Kalau mengenai peraturan untuk mahasiswa sudah lumayan ketat, tapi
menurut saya kalau buat anak sekolah itu belum apa-apa (masih kurang).
Kalau buat mahasiswa sudah ketat, karena mahasiswa memutuhkan alat
elektronik dan sebagainya, dan disini sudah dibatasi. Tapi kalau buat anak
sekolah alat elektronik dan segala macamnya itu belum terlalu
membutuhkan.”
a Apa saja faktor-faktor yang menghambat kedisiplinan santri?
“Kegiatan santri yang ada diluar pesantren, seperti sekolah dan lain
sebagainya.”
b Apa upaya yang anda lakukan untuk membantu kedisiplinan di sini?
“Selaku santri biasa (bukan pengurus) upaya yang bisa saya lakukan
saling mengingatkan dan mengikuti kegiatan sebagai mana mestinya.”
2. Apa saja macam-macam ta‟zir yang ada di PPTI Al-Falah?
“Kalau berpacaran, boncengan sama lawan jenis itu ada gebyuran, nanti
laki-laki dan perempuan di tonton sama anak sepondok di tengah lapangan,
nanti di gebyur sekali pakai air comberan sama pengurus. Itu sudah pasal
satu, yang paling berat. Kalau yang paling ringan itu kalau telat jama‟ah, itu
berdiri 5 menit atau kadang kemarennya dia bolos, terus dihukum sama
ustadznya. Kalau hukuman dari ustadznya langsung. Kalau dari pengurus
seminggu sekali absen dikumpulkan, nah kemudian diakumulasi.”
21
a Apakah ta‟zir yang diberikan sudah bersifat adil?
“Kalau menurut saya kurang adil, kalau sama yang sudah besar itu
kadang kurang tegas, misalnya kalau kita bolos kita dita‟zir, kalau sama
yang besar-besar kadang tidak, tapi itu jarang terjadi.”
b Bagaimana dampak dari penerapan ta‟zir di PPTI Al-Falah?
“Kalau buat saya ta‟zir itu penting. Karena kalau nggak ada ta‟ziran,
anak itu terlalu bebas. Anak kalau terlalu bebas juga tidak bagus. Nah,
itu dampaknya, anak jadi terkontrol/terkendali.”
22
Hasil Wawancara
Wali santri : Siti Saidah
Santri : Muhammad Tohir
Hari tanggal : Ahad, 04 Februari 2018/ 13.03 WIB
Tempat : Kamar Santri putri
1. Bagaimana pendapat ibu mengenai ta‟zir yang diberikan kepada santri yang
melanggar?
“Kalau saya setuju, yang penting bermanfaat seperti membaca Al-Qur‟an,
itu malah baik. Asal meyakiti fisik atau menggunakan kekerasan seperti
memukul, itu tidak baik, malah dapat membuat santrinya tidak betah.”
2. Apakah menurut ibu ta‟zir tersebut membawa pengaruh kepada santri?
“Iya, membuat santrinya menjadi lebih baik, misal santri lebih semangat
untuk jama‟ah, ngaji. Kalau dita‟zir terus jadi malu, jadi punya keinginan
untuk lebih rajin lagi, jadi ada perbedaannya”
3. Menurut ibu bagaimana kedisiplinan di pondok ini?
“Kalau menurut saya sudah baik. Cucu saya kan mondok dimana-mana, jadi
dibandingkan pondok lain di sini sudah lebih baik.”
23
Hasil Wawancara
Wali santri : Uswatun Khasanah
Santri : Nurul Aini
Hari tanggal : Ahad, 04 Februari 2018/13.29 WIB
Tempat : Kamar Santri
1. Bagaimana pendapat ibu mengenai ta‟zir yang diberikan kepada santri yang
melanggar?
“Saya setuju, karena untuk kelancara KBM. Juga supaya santri tertib dan
disiplin, kalau tidak ada ta‟zir santri jadi seenaknya sendiri dan tidak
tanggung jawab dengan ngaji dan sekolahnya.”
2. Apakah menurut ibu ta‟zir tersebut membawa pengaruh kepada santri?
“Seumpama santri melanggar, kemudian dita‟zir dapat membuat santri tidak
mengulanginya lagi.”
3. Menurut ibu bagaimana kedisiplinan di pondok ini?
“Sudah bagus, yang sering terjadi masalah kehilangan. Kalau menurut saya
seumpama ada yang kehilangan, santri tersebut yang dinasehati karena
biasanya anak-anak juga ceroboh. Kalau masalah ketat, dimana-mana lebih
ketat. Pondok sini juga ketat tapi ada waktu luangnya, sehingga santri tidak
jenuh. Jadi menurut saya peraturan di sini sudah bagus dan sudah sejalan
dengan pemikiran wali santri.”
4. Adakah ada saran agar pondok ini bisa lebih maju lagi?
“Dipertegas saja keadaannya, misal ta‟ziran ya ta‟ziran tapi tidak perlu
terlalu berat yang penting bisa membuat santri jera, jadi santri memiliki
kesadaran untuk bertanggung jawab pada ngaji dan sekolahnya.”
24
Wawancara dengan ustadz Najib Tafrikhan
Wawancara dengan ustadz Ma‟sum
25
26
Wawancara dengan Ibu Siti Saidah (Wali Santri)
Wawancara dengan Ibu Uswatun Khasanah (Wali Santri)
Wawancara dengan pengurus putri
27
Kegiatan mujahadah dan khitobah pada malam Jum‟at
Wawancara dengan pengurus putra
28
29
PONDOK PESANTREN TARBIYATUL ISLAM (PPTI)
“AL FALAH” Jl.Bima No.02Ngemplak, Dukuh. Sidomukti, Salatiga Telp (0298) 341 9427 Web.
pptialfalahsalati.ga
TATA TERTIB
PONDOK PESANTREN TARBIYATUL ISLAM AL-FALAH SALATIGA
b KEWAJIBAN
10) Setiap orang yang akan mendaftar menjadi santri harus diantar
orang tua/wali
11) Setiap santri wajib menjaga nama baik Pondok Pesantren dan
berakhlakul karimah
12) Setiap santri wajib menghormati ahlul bait, dewan Asatidz, dan
pengurus
13) Setiap santri wajib mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)
dan seluruh kegiatan yang diselenggarakan Pengurus dan Pengasuh
14) Setiap santri wajib mengikuti sholat 5 waktu secara berjamaah
15) Setiap santri wajib melaksanakan piket sesuai ketentuan yang
berlaku
16) Selain untuk pergi ke sekolah, setiap santri wajib meminta izin
kepada Pengasuh bila akan bepergian dan meninggalkan Kegiatan Belajar
Mengajar (KBM)
17) Setiap santri yang memiliki tamu wajib melapor kepada Pengurus
18) Setiap santri wajib memakai pakaian yang baik dan sopan
30
2. LARANGAN
9) Setiap santri dilarang mengambil barang milik orang lain dengan cara
tidak sah
10) Setiap santri putra dilarang memasuki komplek santri putri, begitu
juga sebaliknya
11) Setiap santri yang belum mencapai sekolah menengah atas (SMA)
atau sederajat dilarang merokok
12) Setiap santri dilarang merokok di dalam kamar
13) Setiap santri dilarang pacaran
14) Setiap santri dilarang berboncengan dengan orang yang bukan
mahrom
15) Setiap santri dilarang ngendong
16) Setiap santri dilarang ngiras di sekitar Pondok Pesantren
3. PASAL I (JIKA MELANGGAR DIKELUARKAN ATAU SESUAI
KEBIJAKAN PENGASUH)
4) Pencurian
5) Mengedarkan dan atau memakai miras dan sejenisnya
6) Mengedarkan dan atau memakai narkoba dan sejenisnya
7) PASAL II (JIKA MELANGGAR DIGEBYUR)
31
a Percintaan(hubungan laki-laki dan perempuan bukan mahrom, baik antar
santri, maupun antara santri dengan orang di luar Pondok Pesantren.) yang
tidak sesuai dengan syari‟at islam dan atau adat kesopanan
b Boncengan dengan lain mahrom
c Merokok bagi santri putri
5. PASAL III (JIKA MELANGGAR BERDIRI DI HALAMAN DAN
MEMBACA AL-QUR’AN)
a Meninggalkan ngaji tanpa izin
b Meninggalkan pondok tanpa izin
c Keluar malam
d Ngiras
e Merokok bagi anak SMP sederajat
f Perkelahian (di luar atau di dalam pondok)
6. PASAL IV (JIKA MELANGGAR BERSIH-BERSIH)
a Meninggalkan jama‟ah tanpa izin
b Ngendong
c Tidak mengikuti acara pondok
d Bermain kartu remi dan sejenisnya
7. PASAL V (JIKA MELANGGAR AKAN DIDENDA)
a Merokok di dalam kamar
b Telat kembali ke pondok
8. PASAL VI (JIKA MELANGGAR AKAN DISITA)
a Melanggar penggunaan barang elektronik
32
b Penyalahgunaan sepeda motor
c Membawa barang-barang yang tidak patut berada di pondok (gitar, kartu
remi, dan sejenisnya)
d Pakaian yang tidak patut
9. TATA CARA PERIZINAN
a Meninggalkan pondok (menginap)
Mengambil buku izin dikantor keamanan dengan membayar Rp.1000,-
/santri putra dan Rp.2000,- /santri putri (sowan untuk izin pulang hanya di
buka pada malam jum‟at)
Prosedur perizinan:
Menulis keperluan
Meminta ttd Keamanan
Meminta ttd Lurah
Meminta ttd (sowan) Pengasuh
Berpamitan kepada Ibu Nyai
Memberikan (menyerahkan) surat zin pulang kepada keamanan untuk
dibuatkan surat izin mengaji
Pulang dengan Meminta ttd Orang tua
Ketentuan 1 bulan 1 X (1 hari 2 malam)
Dengan keperluan umum :
h. Walimatul Ursy
i. Walimatul Khitan
33
j. Sakit
k. Kepentingan keluarga
l. Lelayu
m. Kegiatan Pendidikan (observasi)
n. KKN,Magang,PPL
b Izin ngaji harian
h) Menemui keamanan dengan alasan yang tepat
i) Membawa uang sejumlah Rp.1000,-/santri.
j) Izin santri sebab sakit tidak membayar (gratis)
k) Hari ahad tidak mengeluarkan surat izin mengaji sore dengan alasan
apapun
l) Izin tetap Rp.2000,- /santri
m) Bukti KRS (mahasiswa)
n) Bukti kegiatan resmi (sekolah)
c Surat izin bersama
f) Menemui sekretaris
g) Menulis keperluan Bersama
h) Meminta ttd keamanan dengan menyertakan surat resmi kegiatan
atasnama ttd pihak organisasi
i) Meminta ttd (sowan) pengasuh
j) Kembali ke keamanan untuk dibuatan surat izin mengaji dengan
membayar Rp.1000,-/santri
d Keterangan
34
Apabila perijinan tidak sesuai dengan ketentuan diatas maka santri
dianggap meninggalkan pondok tanpa izin
Apabila buku dan kartu izin santri tidak lengkap administrasinya, maka
tidak boleh izin
Santri pulang dijemput orang tua
Perizinan hanya dibuka pada malam jum‟at sebelum kegiatan rutinan
dimulai.
NB:
1. Hal-hal yang belum tercantum dalam tata tertib, diserahkan kepada
kesepakatan pengasuh/ahlul bait dan pengurus.
2. Santri yang sering melanggar akan diberi SP (surat pernyataan) sampai
maksimal 3 kali, setelah itu keputusan akan diserahkan pengasuh.
35
36
37
38
39
40
41
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Siti Sirril inayah
Tempat Tanggal Lahir : Surakarta, 22 Juli 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Semenromo Rt. 06/XVII No. 22 Cemani Grogol
Sukoharjo
Pendidikan :
SD Al-Amin lulus tahun 2007
Mts Sunan Pandanaran lulus tahun 2010
MA Sunan Pandanaran lulus tahun 2013
Pengalaman Organisasi :
Mahkamah Bahasa Sunan Pandanaran 2007
KAMMI Salatiga 2014