determinan kualitas sdm melalui keterkaitan...
TRANSCRIPT
Conference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Oktober 2019
ISSN NO: 2541-3406 e-ISSN: 2541-285x
122
DETERMINAN KUALITAS SDM MELALUI KETERKAITAN
SIMULTAN IPM DENGAN KESENJANGAN KEMISKINAN
Yohana Cahya Palupi Meilani1)
1)Pelita Harapan University, Banten, Indonesia
Email : [email protected]
ABSTRACT: This study wants see the simultaneous determinants of the Index of Human Development (HDI) with
Indonesia's poverty gap in 33 provinces based on BPS data from 2006-2013. Factors that connect each
equation are analyzed based on previous studies that have been empirically tested, such as the
percentage of poverty, below the poverty line, electricity, literacy, life expectancy, per capita expenditure,
number of workers, number of people working, people those who do not work, openunemployment,
provincial minimum wages (UMP). Panel data processing was analyzed using the twostage least square
(2SLS) method. The results showed that there was a significant relationship between HDI and the poverty
gap when the percentage of poverty, below the poverty line, electricity, literacy, life expectancy, per
capita expenditure, number of workers, number of people employed, unemployed people, open
unemployment, and UMP were variables which is important to explain the relationship between HDI and
the poverty gap.
Keywords: HDI, Poverty Gap, Indonesia
ABSTRAK: Tujuan penelitian ini untuk melihat determinan keterkaitan simultan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
dengan kesenjangan_kemiskinan 33 provinsi di Indonesia berdasarkan data BPS pada tahun 2006-2013.
Faktor yang menghubungkan masing-masing persamaan dianalisis dengan berbasis pada penelitian-
penelitian terdahulu yang sudah diuji secara empirik, seperti prosentase kemiskinan, di bawah garis
kemiskinan, listrik, literasi, harapan hidup, pengeluaran perkapita, jumlah tenaga kerja, jumlah orang
yang bekerja, pengangguran terbuka, Upah Minimum Propinsi (UMP). Data panel dianalisis dengan
metode 2 SLS. Hasil studi menunjukkan terdapat hubungan IPM dengan kesenjangan kemiskinan ketika
persentase kemiskinan, di bawah garis kemiskinan, listrik, literasi, harapan hidup, pengeluaran perkapita,
jumlah tenaga kerja, jumlah orang yang bekerja, pengangguran terbuka, UMP merupakan varibel yang
penting untuk menjelaskan keterkaitan IPM dan kesenjangan kemiskinan.
Kata Kunci: IPM, Kesenjangan kemiskinan, Indonesia
PENDAHULUAN
Sumber Daya Manusia (SDM) penting bagi suatu negara Karena SDM adalah
investasi yang berharga yang disebut sebagai intelektual kapital dalam mencapai tujuan
merupakan pelaku yang penting. Tantangan globalisasi mengharapkan SDM yang
berkualitas, agar tidak tertinggal dalam era percepatan teknologi (Schemerhorn, 2015;
Dessler, 2016). Sesuai Undang-Undang Dasar 1945 pada bagian pembukaan yang
mengarahkan pada visi masyarakat Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera. Dalam
pencapaian visi tersebut, faktor determinan keberhasilan suatu bangsa tidak lepas dari
pembangunan manusia. Pengelolaan sumber daya yang tepat dan kapasitas sumber daya
yang tepat akan memengaruhi keberhasilan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi,
sosial, budaya, politik, bahkan pertahanan dan keamanan. Kualitas manusia dalam
masyarakat atau bangsa diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Melalui IPM terlihat bagaimana masyarakat dapat mengakses hasil
pembangunan yang dicirikan dari perolehan pendapatan yang layak, kesehatan dengan
Conference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Oktober 2019
ISSN NO: 2541-3406 e-ISSN: 2541-285x
123
tingkat harapan hidup yang baik, akses atas pendidikan dengan salah satu indikator
melek huruf, dan masih banyak lagi. Indonesia melalui Badan Pusat Statistik juga
menilik pada tiga faktor meliputi kesehatan, pendidikan yang dicapai dan standar
kehidupan atau ekonomi. Faktor tersebut menjadi penentu kemampuan meningkatkan
nilai IPM (BPS, 2018). Salah satu tantangan dalam kesejahteraan dan kualitas SDM,
yang perlu diperhatikan di Indonesia saat ini adalah tingkat pendidikan termasuk literasi, harapan hidup dan daya beli (Prasetyoningrum dan Sukmawati, 2018). Yang
disebut kemiskinan sebagai ketidakmampuan individu memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari baik makanan, pakaian atau tempat tinggal layak (Mirza, 2012). Pernyataan
tersebut selaras dengan Jhingan (2012) dan Soebagyo (2015) bahwa pembangunan
SDM bukan sekedar hasil pertumbuhan ekonomi, namun merupakan faktor penting
pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, terdapat fenomena pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan manusia harus berjalan beriringan. Maka IPM dan kesenjangan
kemiskinan penting diketahui dalam perancangan dan strategi pembangunan
berkelanjutan bangsa. Banyak penelitian IPM dan kesenjangan kemiskinan, Namun
belum banyak yang melakukan uji simultan dalam konteks Indonesia pada 33 propinsi
di Indonesia (Prasetyoningrum dan Sukmawati, 2018) terlebih menggunakan data panel
melalui pengolahan data simultan two-Stage least squares (2SLS) dengan program e-
views.
Perumusan Masalah
Dari uraian di atas dapat diformulasikan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Faktor determinan yang berpengaruh terhadap IPM di Indonesia?
2. Faktor determinan apa yang berpengaruh terhadap kesenjangan kemiskinan di
Indonesia?
TINJAUAN LITERATUR
Pengembangan Sumber Daya Manusia
Schultz & Schultz (2017) berpandangan bahwa SDM adalah modal intelektual
berupa pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki dalam bekerja. Sementara itu,
Dessler (2016) lebih lanjut menjelaskan SDM mempunyai manfaat: (1) kemampuan
adaptasi; (2) peningkatan kualitas individu; (3) kompetensi; (4) hasil kualitas kerja
individu. Tanpa SDM yang unggul maka suatu bangsa dapat mengalami ketertinggalan
dan berat untuk melepaskan kemiskinan. Demikian juga dengan Indonesia, investasi
pengembangan SDM ini haruslah seharusnya dibuat dengan perencanaan seksama
sesuai kebutuhan nasional. Hal ini perlu diupayakan agar terjadi keseimbangan
permintaan dan penawaran SDM dalam pasar tenaga kerja demi mengurangi
pengangguran (Sutrisno, 2010). Pengembangan SDM dapat difokuskan pada
pembelajaran, pertumbuhan, kinerja dan efektifitas (Dessler, 2016; Akhyadi, 2015).
Indeks Pembangunan Manusia
Pembangunan SDM merupakan penentu yang mendorong pertumbuhan
ekonomi. Dalam menilik kualitas SDM, United Nations Development Program (UNDP)
menyampaikan pengukuran kualitas SDM disebut Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
(Baeti, 2013; Dewi dan Yusuf, 2017). Dimana tingkat pembangunan SDM yang tinggi
menunjukkan kemampuan masyarakat menyerap dan mengelola teknologi maupun
pertumbuhan ekonomi yang lebih baik (Prasetyoningrum & Sukmawati, 2018).
Kemiskinan
Conference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Oktober 2019
ISSN NO: 2541-3406 e-ISSN: 2541-285x
124
Kuncoro (2013) menyampaikan bahwa kemiskinan dapat menghambat
pertumbuhan ekonomi suatu daerah atau bangsa. Karena dengan adanya penduduk
miskin tidak memberikan nilai tambah bagi kemakmuran suatu wilayah. Strategi dalam
pengentasan kemiskinan adalah peningkatan kualitas SDM melalui pengukuran IPM.
Salah satu ukuran dalam kemiskinan adalah ketersediaan dalam mengakses listrik.
Listrik merupakan sumber energi siap pakai, yang dikonversi dari bentuk energi primer dengan teknologi, menunjang dalam menjalankan kehidupan manusia. Mayoritas
penduduk miskin mempunyai tingkat pendidikan rendah, kemampuan mencukupi
kebutuhan pokok terbatas dan mengakses fasilitas pembangunan termasuk masalah
kesehatan (Mirza, 2012; Eren, Mirac dkk., 2014; Eren, 2014; Pradnyadewi dan
Purbadharmaja, 2017; Prasetyoningrum & Sukmawati, 2018).
Faktor Determinan dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Pembangunan SDM adalah faktor yang tidak bisa diabaikan dalam pertumbuhan
ekonomi. Pembangunan manusia dapat diukur melalui IPM. Penelitian terdahulu
menyebutkan bahwa IPM dipengaruhi beberapa faktor determinan seperti kualitas
kesehatan yang dicerminkan dengan angka harapan hidup, pendidikan yang dikarenakan
perbedaan standar nasional Indonesia diwakili oleh tingkat literasi, serta standar hidup
layak yang dapat dicerminkan dalam kesenjangan kemiskinan, persentase kemiskinan,
garis kemiskinan dan penggunaan listrik (Mirza, 2012; Eren, Mirac dkk., 2014; Eren,
2014; Pradnyadewi dan Purbadharmaja, 2017; Prasetyoningrum dan Sukmawati, 2018).
Ha: Terdapat pengaruh faktor determinan (kesenjangan kemiskinan, tingkat
kemiskinanm garis kemiskinan, listrik, literasi, harapan hidup) terhadap IPM.
Faktor Determinan Dalam Kesenjangan kemiskinan
Apabila jumlah penduduk miskin banyak menimbulkan dampak yang tidak
sederhana bagi Negara. Hal ini dikarenakan bila penduduka miskin semakin banyak,
maka menurunkan daya beli penduduk maka akan susah membeli kebutuhan pokok
bahkan kebutuhan lain seperti keseharan atau pendidikan (Adelfina, 2016). Penelitian
terdahulu juga menyampaikan bahwa kesenjangan kemiskinan dapat dipengaruhi oleh
nilai IPM, jumlah orang yang bekerja, jumlah tenaga kerja di pasar tenaga kerja, jumlah
orang yang termasuk pengangguran terbuka, pengeluaran perkapita dan UMP
(Sugiyarto, 2015; Fajriyah dan Rahayu, 2016; Dewi dan Yusuf, 2017).
Ha: Terdapat pengaruh faktor determinan (IPM, bekerja, angkatan kerja, pengangguran
terbuka, pengeluaran perkapita, UMP) terhadap kesenjangan kemiskinan
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data Data Data digunakan merupakan data sekunder bersumberkan laporan BPS, tahun 2006-
2013. Jenis data digunakan data panel yaitu gabungan dari time series yaitu periode
2006-2013 dan cross section 33 provinsi di Indonesia (propinsi tidak digunakan
Kalimantan Utara dikarenakan ketidaksediaan kelengkapan data BPS yang dibutuhkan
dari periode 2006-2013). Pemilihan time series 2006-2013 dilakukan karena (1)
kelengkapan data pada semua variabel yang dibutuhkan untuk periode tersebut; (2)
tahun 2006 angka kemiskinan 17.75% dan jumlah penduduk miskin 39.3 juta orang
tergolong tinggi. Variabel diteliti meliputi: Indeks Pembangunan Manusia, Kesenjangan
kemiskinan, Persentase kemiskinan, Garis Kemiskinan, Listrik, Literasi, Harapan
Hidup, JumlahTenaga Kerja, Orang Bekerja, Pengangguran Terbuka, Upah Minimum
Provinsi
Conference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Oktober 2019
ISSN NO: 2541-3406 e-ISSN: 2541-285x
125
Persamaan 1:
m= IPM dan Kesenjangan Kemiskinan = 2
k= Tingkat Kemiskinan, Garis Kemiskinan, Listrik, Literasi, Harapan Hidup = 5
Sehingga Persamaan 1: k > (m – 1) = 5 > (2 – 1) overindentified
Persamaan 2:
m = Kesenjangan Kemiskinan, IPM= 2
k= Bekerja, Angkatan Kerja, Pengangguran Terbuka, Pengeluaran Perkapita, UMP= 5
Sehingga Persamaan 2: k > (m – 1) = 5 > (2 – 1) overindentified
Maka perkiraan model persamaan simultan penelitian menggunakan
persamaan overidentified dengan metode two Stage least square. Sesuai Gujarati dan Porter (2012) yang menyatakan metode two Stage least square (2SLS) merupakan salah
satu metode regresi yang termasuk kelompok analisis persamaan struktural. Setelah
ditentukan two Stage least square (2SLS), maka akan menerapkan regresi terhadap
persamaan 1 dan persamaan 2 dengan menggunakan Eviews, dimana:
Specification:
IPM c kesenjangan_kemiskinan tingkat_kemiskinan garis_kemiskinan listrik
literasi harapan_hidup
Instruments:
tingkat_kemiskinan garis_kemiskinan listrik literasi harapan_hidup bekerja
angkatan_kerja pengangguran_terbuka pengeluaran_perkapita ump
Regresi Data Panel Data panel Dalam penelitian menggunakan pendekatan efek random karena asumsi variasi
dalam nilai dan arah hubungan antar variabel. Sehingga sesuai dalam mengestimasi data
paner yang diduga variabel residualnya punya keterkaitan antar waktu dan antar
variabel. Dan setelah dilakukan Hausman tes nilai probabilitas corss section random
harus > 0.05. Data panel mempunyai kemungkinan kecil terjadi multikolinearitas.
Kemudian, Kuncoro (2013) menegaskan bahwa deteksi autokorelasi dapat dilihat
melalui uji Durbin Watson. Jika K = 8 (tahun) dan T= 33 (propinsi) maka pada tabel
durbin Watson du = 1.99057dan dl=0.99402. Dengan asumsi bahwa model data panel
mengalami heteroskedastisitas tanpa autokorelasi, maka penelitian ini menggunakan uji
model Cross-section Weight (Gujarati, 2012). Spesifikasi Model
Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi,
persentase kemiskinan, dan tingkat pengangguran terhadap indeks pembangunan
manusia adalah analisis regresi data panel. Adapun model simultan yang digunakan
sebagai berikut:
Persamaan 1:
Persamaan 2:
Keterangan:
dan : Konstanta i : Cross Section t : time series periode ke- t
Conference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Oktober 2019
ISSN NO: 2541-3406 e-ISSN: 2541-285x
126
e : error term Variabel Eksogen (Variabel Terikat) :IPM dan Kesenjangan
Kemiskinan
Varibel Endogen (Variabel Bebas) :Tingkat kemiskinan, Di bawah Garis Kemiskinan,
Listrik, Literasi, Harapan Hidup, Bekerja, Angkatan Kerja, Pengangguran Terbuka,
Pengeluaran Perkapita, UMP.
Persamaan sudah menunjukkan simultan karena K – k > m – 1 adalah > 1 (m = jumlah variabel endogen dalam persamaan; K= jumlah variabel predetermined). Model
yang digunakan dalam analisis ini ialah model simultan dari persamaan (1) dan (2)
melalui uji spesifikasi dan uji F statistik. Pendekatan model menggunakan model
random (random effect) karena:
a. Estimasi dapat dilakukan dengan tanpa pembobot (no weighted).
b. Jika data panel mempunyai t (jumlah waktu 2006-2013= 8 tahun) < N (jumlah
variabel pengamatan = 12 variabel).
Karena pada model simultan yang menggunakan data panel, diduga terdapat
pelanggaran asumsi klasik berupa heteroskedastis, cross dependency sehingga pada
pengolahan data menggunakan pendekatan Cross-section random effects test equation
(Gujarati, 2012). Didukung pernyataan Peterson (2008) bahwa pada model random
effect akan mengestimasi data panel dimana variabel gangguan mungkin saling
berhubungan antar waktu dan antar individu. Perbedaan antar individu dan antar waktu
diakomodasi lewat error. Karena adanya korelasi antar variabel gangguan maka metode
model random effect tidak dapat menggunakan OLS tetapi lebih tepat menggunakan
metode 2 SLS pendekatan Cross-section random effects test equation.
Uji kelayakan model
a. Uji F, secara bersama-sama mengintepretasikan pengaruh variabel bebas terhadap
variabel terikat. Dengan cara apabila: F hitung > F tabel atau nilai prob. F-statistik <
taraf signifikansi, maka tolak H0 atau yang berarti bahwa variabel bebas secara
bersama-sama mempengaruhi variabel terikat. Hipotesis yang dapat dirumuskan:
b. Uji satu arah (uji t) jika t hitung > t tabel α 0.05 = 1.65 atau nilai prob. t-statistik <
taraf signifikansi, maka tolak H0 atau yang berarti bahwa variabel bebas secara parsial
berpengaruh di dalam model terhadap variabel terikat.
Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi merefleksikan seberapa besar variasi dari variabel terikat Y
dijelaskan variabel bebas X. Model akan dikatakan baik jika nilai R2 mendekati satu.
R2 memiliki kelemahan yaitu semakin banyak variabel bebas yang dimasukkan dalam
model maka nilai R2 semakin besar. Dengan kelemahan bahwa nilai R2 tidak
pernah menurun maka disarankan menggunakan adjusted R2 karena nilai koefisien determinasi lebih relevan (Widarjono, 2013).
Interpretasi model
Interpretasi model yang terbentuk merupakan tahap menunjukkan bagaimana
rumusan model setelah melakukan pengujian regresi. Interpretasi model meliputi
besaran koefisien regresi dan tanda arah hubungan yang searah (positif) maupun
berlawanan arah (negatif) (Widarjono, 2013).
Conference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Oktober 2019
ISSN NO: 2541-3406 e-ISSN: 2541-285x
127
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Hausman
Uji Hausman, merupakan pengujian statistik untuk memilih apakah model fixed effect
atau random effect yang paling tepat digunakan. Tabel 1 menunjukkan hasil uji
Hausman.
Tabel 1. Hasil Uji Hausman Pada Fomula Simultan 1 dan 2
Nampak bahwa chi squares statistik 0.00 < chi squares tabel (12,59) pada α= 5%
atau seluruh nilai probabilitas chi squares > taraf signifikansi 0.05, maka penelitian ini
menggunakan pendekatan random effect. Jika model pilihan merupakan random effect
pada model 2SLS maka tidak perlu dilakukan uji asumsi klasik (Gujarati, 2012).
Didukung Peterson (2008) bila model simultan menggunakan data panel diduga terdapat
pelanggaran asumsi klasik berupa heteroskedastis dan cross dependency sehingga
pengolahan data menggunakan pendekatan Cross-section random effects test equation.
Hasil Estimasi Regresi Data Panel
Regresi Faktor Determinansi Terhadap IPM
Untuk mengetahui hasil regresi atas variabel terikat IPM terhadap variabel bebas
kesenjangan kemiskinan, tingkat kemiskinan, garis kemiskinan, listrik literasi, harapan
hidup dilakukan regresi dengan menggunakan cross section weight dengan asumsi
karena kemungkinan adanya pelanggaran asumsi cross sectional dependency dan
heteroskedastisitas (Peterson, 2008).
Data menunjukkaan pada nilai durbin Watson adalah 2.20 sehingga dapat
disimpulkan bila du < d < (4 – dl) yaitu 1.99 < 2.20< 4-0.99, berarti tidak
terdapat autokorelasi sesuai Gujarati (2012). Dapat dijelaskan nilai Prob(F-Stat)
memenuhi persyaratan bernas karena nilai signifikansi Prob(Fstatistik)0,0000<0,05.
Atau pada uji kelayakan model pada uji F hitung menunjukkan 92.05>Ftabel= 2.47
(df1=6 variabel bebas, df2=33 propinsi-6-1=26) berarti menolak H0 atau yang berarti
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob. Cross-section random 0.000000 6 1.0000
Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob. KESENJANGAN_KEMISKINAN 3.871001 1.030323 3.786479 0.1443
TINGKAT_KEMISKINAN -1.077628 -0.320747 0.249710 0.1299
DIBAWAH_GARIS_KEMISKINAN -0.000001 -0.000005 0.000000 0.5554
LISTRIK -0.067479 0.056326 0.004278 0.0584
LITERASI -0.355431 0.204412 0.082797 0.0517
HARAPAN_HIDUP 1.644988 0.703431 0.591869 0.2210 IPM -0.674375 -0.559838 0.020579 0.4246
BEKERJA 0.000002 0.000002 0.000000 0.7258
ANGKATAN_KERJA -0.000001 -0.000002 0.000000 0.2025
PENGANGGURAN_TERBUKA -0.000001 -0.000001 0.000000 0.9024
PENGELUARAN_PERKAPITA 0.000000 0.000000 0.000000 0.2527
UMP -0.000003 -0.000002 0.000000 0.6054
Conference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Oktober 2019
ISSN NO: 2541-3406 e-ISSN: 2541-285x
128
bahwa semua variabel bebas (kesenjangan kemiskinan, tingkat kemiskinan, garis
kemiskinan, listrik literasi, harapan hidup) bersama-sama mempengaruhi variabel terikat
(IPM).
Selanjutnya dilakukan pengujian parsial dengan uji t dimana nilai t tabel pada
df(n-2) atau df (31) taraf signifikansi α=0.05 dan uji satu arah maka t tabel = 1.697. H0
diterima jika t hitung < t tabel dan Ha diterima jika t hitung > t tabel: Hipotesis pertama: nilai probabilitas F 0.0591 > 0.05 tidak signifikan pada α 0.05 namun
signifikan pada α 0.10. Dan t hitung = 1.896 > 1.697 (t tabel, α 0.05), artinya tolak H0
atau variabel kesenjangan kemiskinan berpengaruh positif terhadap IPM atau hipotesis
pertama diterima. Hipotesis kedua: nilai probabilitas F 0.0137 < 005 signifikan. Dan t
hitung= -2.481002 < 1.697 (t tabel, α 0.05), artinya terima H0 atau variabel tingkat
kemiskinan tidak berpengaruh positif terhadap IPM atau hipotesis kedua tidak diterima.
Hipotesis ketiga: nilai probabilitas F 0.0621 > 0.05 tidak signifikan pada α 0.05 namun
signifikan pada α 0.10. Dan t hitung= -1.873485 < 1.697 (t tabel, α 0.05), artinya terima
H0 atau variabel dibawah garis kemiskinan tidak berpengaruh positif terhadap IPM atau
hipotesis ketiga tidak diterima. Hipotesis keempat: nilai probabilitas F 0.0005 < 0.05
signifikan. Dan t hitung=3.512687 > 1.697 (t tabel, α 0.05), artinya tolak H0 atau
variabel listrik berpengaruh positif terhadap IPM atau hipotesis keempat diterima.
Hipotesis kelima: nilai probabilitas F 0.000 < 0.05 signifikan. Dan t hitung= 6.612634>
1.697 (t tabel, α 0.05), artinya tolak H0 atau variabel literasi berpengaruh positif
terhadap IPMatau hipotesis kelima diterima. Hipotesis keenam: nilai probabilitas F
0.000 < 0.05 signifikan. Dan t hitung= 14.04074> 1.697(t tabel, α 0.05), artinya tolak
H0 atau variabel harapan hidup berpengaruh positif terhadap IPM atau hipotesis keenam
diterima.
Berikutnya melakukan interpretasi model yang terbentuk. Interpretasi yang
dilakukan terhadap model yang terbentuk meliputi dua hal yaitu besaran koefisien
regresi dan tanda yang menunjukkan arah hubungan yang searah (positif) maupun
berlawanan arah (negatif). Model
Sesuai nilai coefficient pada tabel 1 menjadi:
IPM = 1.929163 + 1.030323kesenjangan_kemiskinan -
0.320747tingkat_kemiskinan -
0.00000503dibawahgaris_kemiskinan+0.056326listrik+ 0.204412literasi +
0.703431 harapan_hidup
Dinyatakan layak mengintepresikan pengaruh kesenjangan kemiskinan, tingkat
kemiskinan, garis kemiskinan, listrik literasi, harapan hidup terhadap IPM. Nilai
koefisien determinasi dapat dilihat dari adjusted R-Squared sebesar 65,82 % artinya
menunjukkan pengaruh semua variabel bebas terhadap IPM. Sisanya 34.18%
dijelaskan oleh variabel di luar model tersebut seperti kualitas fasilitas kesehatan,
angka kematian bayi, lama pendidikan, jenjang tamat pendidikan. Chin (1998 dalam
Ghozali dan Latan, 2015) berpendapat bahwa jika R-square lebih dari 0.6 dinyatakan
bahwa model adalah kuat.
Regresi Faktor Determinansi Terhadap Kesenjangan kemiskinan
Conference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Oktober 2019
ISSN NO: 2541-3406 e-ISSN: 2541-285x
129
Untuk mengetahui hasil regresi atas variabel terikat kesenjangan kemiskinan
terhadap variabel bebas IPM, bekerja, angkatan kerja, pengangguran, pengangguran
terbuka, pengeluaran perkapita, UMP dilakukan regresi dengan menggunakan cross
section weight dengan asumsi karena kemungkinan adanya pelanggaran asumsi cross
sectional dependency dan heteroskedastisitas (Peterson, 2008).
Data menunjukkaan pada nilai durbin Watson adalah 2.21 sehingga dapat
disimpulkan bila du < d < (4 – dl) yaitu 1.99 < 2.21< 4-0.99, berarti tidak
terdapat autokorelasi sesuai Gujarati (2012). Dapat dijelaskan bahwa nilai Prob(F-Stat)
telah memenuhi persyaratan bernas karena dibawah nilai 0.05. Atau pada uji kelayakan
model pada uji F hitung menunjukkan 35.82> F tabel=2.47 (df1=6 variabel bebas,
df2=33 propinsi-6-1=26) berarti menolak H0 atau yang berarti bahwa semua variabel
bebas (IPM, bekerja, angkatan kerja, pengangguran terbuka, pengeluaran perkapita,
UMP) secara bersama-sama mempengaruhi variabel terikat (kesenjangan kemiskinan).
Selanjutnya akan dilakukan pengujian secara parsial dimana nilai t tabel pada
df(n-2) atau df (33-2=31) dengan taraf signifikansi α=0.05 dan uji satu arah maka t
tabel=1.697. Hipotesis pertama: nilai probabilitas F 0.000 < 0.05 signifikan. Dan t
hitung= -5.350989 < 1.697(t tabel, α 0.05), artinya terima H0 atau variabel IPM tidak
berpengaruh positif terhadap kesenjangan kemiskinan. Maka hipotesis pertama tidak
diterima. Hipotesis kedua: nilai probabilitas F 0.0102 <0.05 signifikan. Dan t hitung=
2.589549 < 1.697(t tabel, α 0.05), artinya tolak H0 atau variabel bekerja berpengaruh
positif terhadap kesenjangan kemiskinan. Maka hipotesis kedua diterima.
Hipotesis ketiga: nilai probabilitas F 0.0131 < 005 signifikan. Dan t hitung= 2.498337< 1.697(t tabel, α 0.05), artinya tolak H0 atau variabel angkatan kerja berpengaruh positif
terhadap kesenjangan kemiskinan. Maka, hipotesis ketiga diterima. Hipotesis keempat:
nilai probabilitas 0.0417 < 005 signifikan. Dan t hitung= -2.046501< 1.69 (t tabel, α
0.05), artinya terima H0 atau variabel pengangguran terbuka tidak berpengaruh positif
terhadap kesenjangan kemiskinan. Maka, hipotesis keempat tidak diterima. Hipotesis
kelima: nilai probabilitas F 0.0181 < 0.05 signifikan. Dan t hitung= 2.378607< 1.697 (t
tabel, α 0.05), artinya tolak H0 atau variabel pengeluaran perkapita berpengaruh positif
terhadap kesenjangan kemiskinan. Maka, hipotesis kelima diterima. Hipotesis keenam:
nilai probabilitas F 0.005 < 0.05 signifikan. Dan t hitung= 5.287122< 1.697(t tabel, α
0.05), artinya tolak H0 atau variabel UMP berpengaruh positif terhadap kesenjangan
kemiskinan. Maka, hipotesis keenam diterima.
Berikutnya melakukan interpretasi model yang terbentuk. Interpretasi yang
dilakukan terhadap model yang terbentuk meliputi dua hal yaitu besaran koefisien
regresi dan tanda yang menunjukkan arah hubungan yang searah (positif) maupun
berlawanan arah (negatif). Model terbentuk persamaan regresi data panel persamaan 2:
Kesenjangan_Kemiskinan = 44,56248 - 0.559838IPM + 1.950006Bekerja + 1.550006
Angkatan_Kerja - 1.140006pengangguran_terbuka +
0.009281pengeluaran_Perkapita + 0.002202 UMP
Model dikatakan layak mengintepresikan pengaruh IPM, bekerja, angkatan
kerja, pengangguran terbuka, pengeluaran perkapita, UMP terhadap kesenjangan
kemiskinan. Nilai koefisien determinasi dapat dilihat dari adjusted R-Squared sebesar
45.32 % artinya menunjukkan pengaruh semua variabel bebas terhadap kesenjangan
kemiskinan. Sisanya 54.68% dijelaskan oleh variabel di luar model tersebut seperti
Conference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Oktober 2019
ISSN NO: 2541-3406 e-ISSN: 2541-285x
130
pendapatan domestik bruto, akses fasilitas, tingkat konsumsi per individu dan lainnya.
Menurut Chin (1998 dalam Ghozali dan Latan, 2015) bahwa nilai R square 45%
menunjukkan model adalah moderat dalam menjelaskan variabel terikat yaitu
kesenjangan kemiskinan. Dapat dintepretasikan bahwa tanpa variabel bebas IPM,
bekerja, angkatan kerja, pengangguran terbuka, pengeluaran perkapita, UMP maka
kesenjangan kemiskinan yang diperoleh adalah 44.56%. Dengan asumsi variabel lain bernilai nol maka IP naik sebesar 1% membuat kesenjangan kemiskinan turun sebesar
0.56% ; bekerja naik 1 % membuat kesenjangan kemiskinan akan naik sebesar 1.95% ;
angkatan kerja naik 1% membuat kesenjangan kemiskinan akan naik 1.55% ;
pengangguran terbuka naik 1 % membuat kesenjangan kemiskinan turun sebesar
1.145% ; pengeluaran perkapita naik 1% membuat kesenjangan kemiskinan naik 0% ;
UMP naik 1% membuat kesenjangan kemiskinan naik 0 %.
Pembahasan Keterkaitan IPM Dengan Kesenjangan kemiskinan di Indonesia
Faktor Determinan dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Secara bersama-sama (Uji F) kesenjangan kemiskinan, tingkat kemiskinan, garis
kemiskinan, listrik, literasi, harapan hidup berpengaruh terhadap IPM. Dan secara
parsial (uji t) hipotesis diterima adalah kesenjangan kemiskinan, listrik, literasi, harapan
hidup. Sehingga dijelaskan hasil penelitian mendukung penelitian sebelumnya oleh
Mirza, 2012; Eren, Mirac dkk., 2014; Eren, 2014; Pradnyadewi dan Purbadharmaja,
2017; Prasetyoningrum dan Sukmawati, 2018). IPM tidak dapat meningkat apabila
terjadi kesenjangan kemiskinan yang semakin buruk. Dimana kemiskinan merupakan
dimensi ketidakmerataan menerima hasil pembangunan sehingga berdampak
peningkatan kualitas manusia (Annim dkk, 2012). Data yang digunakan adalah tahun
2006-2013 dimana pada masa tersebut salah satu kebijakan pemerintah keberpihakan
pada orang miskin, penurunan angka kemiskinan terhitung lambat (Fajriyah dan
Rahayu, 2016).
Jadi meskipun konsep tentang pembangunan manusia bukan hal baru, Indonesia
tetap harus membuat strategi yang tepat dalam peningkatan kualitas SDM dan
mengutamakan SDM dalam pembentukan investasi manusia. Investasi manusia menjadi
pokok yang perlu diperhartikan bukan hanya sebagai faktor produksi belaka. Dan
menilik hipotesis yang ditolak adalah tingkat kemiskinan dan di bawah garis
kemiskinan bahwa belum adanya pemerataan hasil pembangunan membuat sebagian
masyarakat tidak dapat menikmati kesempatan lepas dari jerat kemiskinan karena
konsumsi barang atau jasa bagi orang miskin masih di bawah standar internasional.
Sesuai pernyataan Prasetyoningrum dan Sukmawati (2018) bahwa kebijakan dan
strategi pengentasan kemiskinan belum tepat sasaran mengurangi angka kemiskinan
secara gradual untuk meningkatkan IPM. Diharapkan peningkatan kualitas SDM
melalui pembangunan manusia dapat memberikan kemampuan masyarakat menjadi
lebih produktif, mempunyai kesehatan tercermin dalam angka harapan hidup dan
kemampuan melewati garis kemiskinan.
Hipotesis tidak diterima adalah tingkat kemiskinan dan garis kemiskinan
terhadap IPM. Dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada tahun
2006-2013 masih belum terjadi perubahan secara gradual dan masif. Garis kemiskinan
tersebut membuat masyarakat miskin tidak dapat melalukan konsumsi lebih pada
komoditi makanan dan non makanan. Sebagai contoh pada tahun 2011 terjadi
perdebatan penentuan garis kemiskinan dimana Menteri Keuangan mengusulkan Rp.
Conference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Oktober 2019
ISSN NO: 2541-3406 e-ISSN: 2541-285x
131
7.000.,- per hari sedangkan BPS menyebutkan Rp. 12.000,- per hari sehingga batas garis
kemiskinan adalah Rp. 360.000,-. (Kompas, 2011). Meskipun demikian sejak 2006
sesuai INPRES RI Nomer 5 tahun 2006 dimulai gerakan nasional percepatan
penuntasan wajib belajar pendidikan dasar Sembilan tahun dan pemberantasan buta
aksara (simpuh.go.id, 2012). Kemudian pada data BPS tahun 2006 dicanangkan
program program pemberdayaan kesehatan. Maka melalui program pemerintah di atas sebagai kinerja pemerintah, membuat tingkat kemiskinan dan garis kemiskinan tidak
memberikan pengaruh pada pembangunan manusia yaitu IPM.
Faktor Determinan Dalam Kesenjangan kemiskinan
Secara bersama-sama (Uji F) IPM, bekerja, angkatan kerja, pengangguran terbuka,
pengeluaran perkapita, UMP terhadap kesenjangan kemiskinan. Dan secara parsial (uji
t) hipotesis diterima adalah bekerja, angkatan kerja, pengeluaran perkapita, UMP.
Sehingga penelitian ini mendukung penelitian Sugiyarto, 2015; Fajriyah dan Rahayu,
2016; Dewi dan Yusuf, 2017. Dapat dijelaskan bahwa pengukuran kesenjangan
kemiskinan di banyak negara termasuk Indonesia masih bertumpu pada ukuran mampu
memenuhi kebutuhan pokok. Artinya hanya diukur dari kemampuan membeli dan
mengkonsumsi makanan dan bukan makanan. Maka melalui kesempatan mengakses
kesempatan kerja lebih baik maka, jumlah angkatan kerja meningkat dan membuat daya
beli menjadi meningkat karena UMP juga disesuaikan dengan kebutuhan hidup layak
maka pengeluaran perkapita meningkat yang berdampak pada kesenjangan kemiskinan
juga berkurang. Sesuai dengan Yacoub (2012) bahwa kemiskinan merupakan persoalan
pokok tentang bagaimana memenuhi kebutuhan pokok, sehingga kemiskian masih
merupakan masalah penting yang dihadapi di 33 provinsi di Indonesia pada tahun
periode pengamatan 2006-2013. Hipotesis tidak diterima IPM, pengangguran terbuka.
Hal ini dikarenakan meskipun IPM tinggi jika permasalahan utama seperti penyediaan
kesempatan kerja dan memampukan secara ekonomi belum dapat teratasi, maka kualitas
pembangunan manusia (IPM) belum dapat maksimal.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kondisi IPM di Indonesia pada 2006-2013 mengalami peningkatan. Demikian juga
dengan kesenjangan kemiskinan yang semakin diperbaiki dari tahun ke tahun.
Secara bersama-sama terdapat keterkaitan simultan IPM dan kesenjangan
kemiskinan. Dapat disampaikan bahwa kesenjangan kemiskinan dapat menimbulkan
dampak pada peningkatan kualitas SDM Indonesia di 33 provinsi pada tahun
pengamatan penelitian. Dua formula simultan IPM dan kesenjangan kemiskinan
signifikan. Kesenjangan kemiskinan dipengaruhi jumlah orang yang bekerja, jumlah
angkatan kerja pada pasar tenaga kerja, pengeluaran perkapita, UMP. Menimbulkan
kesenjangan ekonomi karena adanya ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan.
Sehingga menimbulkan pengaruh pada kemampuan mengakses fasilitas kesehatan
untuk meningkatkan angka harapan hidup dan tingkat literasi sebagai bentuk
pengetahuan dasar yang dimiliki. Maka terlihat bahwa kualitas pembangunan
manusia (IPM) dipengaruhi oleh kesenjangan kemiskinan, listrik, literasi, harapan
hidup.
Faktor determinan yang memengaruhi IPM adalah kesenjangan kemiskinan, tingkat
kemiskinan, garis kemiskinan, listrik literasi, harapan hidup dengan nilai Adjusted
R-squared 65,82 % sebagai pengaruh variabel bebas terhadap IPM. Sisanya 34.18%
Conference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Oktober 2019
ISSN NO: 2541-3406 e-ISSN: 2541-285x
132
dijelaskan oleh variabel di luar penelitian seperti infrastruktur, putus sekolah dan
pertumbuhan ekonomi. Faktor determinan memengaruhi kesenjangan kemiskinan adalah IPM, bekerja,
angkatan kerja, pengangguran terbuka, pengeluaran perkapita, UMP terhadap
kesenjangan kemiskinan adjusted R-Squared sebesar 45.32 % sebagai pengaruh
variabel bebas terhadap IPM. Sisanya 54.68% dijelaskan oleh variabel di luar penelitian seperti pendapatan domestik bruto, laju pertumbuhan daerah, kebijakan
pemerintah. Saran dan Keterbatasan Penelitian
Kesenjangan kemiskinan harus diatasi oleh pemerintah Indonesia melalui aspek
pendidikan untuk meningkatkan kemampuan dan keahlian SDM yang lebih baik.
Membuat SDM menjadi lebih berdaya dalam mengadopsi teknologi dan mampu
mengurangi pengangguran terbuka dengan penciptaan lapangan kerja baru.
Pemerintah Indonesia harus membuat pemerataan pembangunan di 33 provinsi
melalui implementasi kebijakan yang berpihak pada rakyat. Sehingga pengentasan
program kemiskinan dilakukan dengan sinergi pemerintah, pihak swasta,
masyarakat luas. Dengan demikian terjadi pertumbuhan ekonomi dan dapat
membantu pembangunan manusia yang meningkat.
Data panel yang digunakan berbasis pada data SUSENAS BPS hanya pada periode 2006-2013. Penelitian selanjutnya dapat menambahkan data tahun 2014 ke atas
untuk melihat kondisi IPM dan kesenjangan kemiskinan di Indonesia yang lebih
terbaru.
Menggunakan 33 provinsi di Indonesia dengan metode simultan IPM dan Kesenjangan Kemiskinan, dengan variabel endogen Tingkat kemiskinan, Garis
Kemiskinan, Listrik, Literasi, Harapan Hidup, Jumlah Tenaga Kerja, Orang Bekerja,
Pengangguran Terbuka, Pengeluaran Perkapita, UMP. Penelitian selanjutnya dapat
menambahkan variabel endogen di luar penelitian ini. Pada pengolahan data
menggunakan program E-views disarankan menggunakan program lain seperti Stata
untuk melihat perbandingan hasil.
DAFTAR PUSTAKA
Adelfina, dan Jember. (2016). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, dan
Belanja Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Kota
Provinsi Bali Periode 2005-2013. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol 5. No. 10,
2016. ISSN: 2303-0178. Universitas Udayana, Bali.
Annim, S. K., Mariwah, S., & Sebu, J. (2012). Spatial inequality and household poverty
in Ghana. Economic Systems, 36(4): 487-505.
Baeti, N. (2013). Pengaruh Pengangguran, Pertumbuhan Ekonomi, dan Pengeluaran
Pemerintah terhadap Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Tengah tahun 2007- 2011. Economics Development Analysis Journal,
Volume 2, No.3: 85-98. Basri, F. dan Munandar, H. (2009). Lanskap Ekonomi Indonesia: Kajian dan Renungan
Terhadap Masalah-masalah Struktural, Transformasi Baru, dan Prospek
Perekonomian Indonesia. Jakarta: Kencana.
Dewi, L.N.S.; I Ketut S. (2014). Pengaruh Komponen Indeks Pembangunan Manusia
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Bali. E-Jurnal Ekonomi
Pembangunan Universitas Udayana: Vol.3, No.3. ISSN: 2303-0178
Conference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Oktober 2019
ISSN NO: 2541-3406 e-ISSN: 2541-285x
133
Dewi, N.; Yusuf, Y.; Iyan, R.Y. (2017). Pengaruh Kemiskinan dan Pertumbuhan
Ekonomi terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Riau. Jurnal
JOM, FEKON Volume 4 No 1. Februari 2017:870-882.
Dessler, G. (2016). Fundamental HRM 4th edition. Pearson.
Eren, Mirac; Ali Kemal Çelik & Arif Kubat. (2014). Determinants of the Levels of
Development Based on the Human Development Index: A Comparison of Regression Model for Limited Dependen Variables. Canadian Center of
Sciences and Education, Volume: 6, No.1:10-22.
Fajriyah, N dan Rahayu,S. P. (2016). Pemodelan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kemiskinan Kabupaten/Kota di Jawa Timur Menggunakan Regresi Data Panel.
Jurnal Sains dan Seni ITS Vol. 5, No.1, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print):
45-50.
Ghozali, Imam; Latan, Hengky. (2015). Smart PLS Untuk Penelitian Empiris. UNDIP.
Semarang
Gujarati, D.N. (2012). Dasar-dasar Ekonometrika. Terjemahan Mangunsong. R.C.,
Salemba Empat. buku 2. Edisi 5. Jakarta.
Gujarati, D.N. dan D.C. Porter. (2010). Dasar-Dasar Ekonometrika, Edisi 5. Jakarta:
Salemba Empat Jhingan, M.L. (2010). Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan.
Jakarta: Rajawali Pers.
Kuncoro, Mudrajad. (2013). Dasar-dasar Ekonomika Pembangunan. UPP STIM YKPN
Yogyakarta.
Mirza, D. S. (2012). Pengaruh Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Modal
terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Jawa Tengah tahun 2006-2009.
Economics Development Analysis Journal, Volume 1, No.1: 102-113.
Pradnyadewi T. D. ; Purbadharmaja, I.B.P. (2017). Pengaruh IPM, Biaya Infrastruktur,
Investasi dan pertumbuhan Ekonomi Terhadap Ketimpangan Distribusi
Pendapatan di Provinsi Bali. E-JURNAL EKONOMI PEMBANGUNAN
UNIVERSITAS UDAYANA Vol.6, No.2 Februari 2017: 255-285.
Peterson, M. (2008). Estimating Standard Error in Finance Panel Data Sets: Comparing
Approaches. Oxford Journal. Doi:10.1093/rfs/hhn053.
Prasetyoningrum, A. K.; Sukmawati; U.S.(2018). Analisis Pengaruh Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran
Terhadap Kemiskinan di Indonesia. Jurnal EQUILIBRIUM, Volume 6,
Nomor 2, 2018: 217-240.
Schultz, D., Schultz, S E. (2017). Psychology & Work Today Ninth Edition. New Jersey:
Pearson Education. Inc
Schemerhorn, John Jr., Bachrach, Daniel G. (2015). Introduction to Management.
Wiley.
Soebagyo, Daryono. (2015). Perkembangan Indonesia: Perkembangan Beberapa
Indikator Ekonomi dan Kajian Empiris. Cetakan Pertama, Februari 2015.
CV Jasmine, Surakarta
Sutrisno. Edy. (2010). Manajemen Sumber Daya Manusia. Kencana Jakarta
Sugiyarto; Mulyo, H.; Seleky, R.N. (2015). Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan
Rumah Tangga di Kabupaten Bojonegoro. Agro Ekonomi Vol. 26/No. 2, Des
2015: 115- 120.
Sutrisno. Edy. (2010). Manajemen Sumber Daya Manusia. Kencana Jakarta.
Conference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara, Jakarta, 23 Oktober 2019
ISSN NO: 2541-3406 e-ISSN: 2541-285x
134
Triariani, Endah Ernany. (2013). Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah
Pengangguran dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap Jumlah
Penduduk Miskin di Kabupaten Berau. Jurnal Ekonomi:1-20.
Widarjono, Agus. (2013). Ekonometrika Pengantar Dan Aplikasinya. Ekonosia. Jakarta.
Yacoub, Yarlina. (2012). Pengaruh Tingkat Pengangguran terhadap Tingkat
Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal Ekonomi Sosial. Pontianak Universitas Tanjungpura. Pontianak.
https://ipm.bps.go.id/page/ipm Diakses 15 Mei 2019
http://jdih.pom.go.id/uud1945.pdf. Diakses 12 Mei 2019
https://nasional.kompas.com/read/2011/07/02/02154882/Batas.Kemiskina%20%20%20
n.Versi.BPS.Naik?page=all. Diakses 23 Mei 2019
http://narasiindonesia.id/angka-kemiskinan-satu-digit/ Diakses 15 Mei 2019
https://www.bps.go.id/subject/26/indeks-pembangunan-manusia.htm Diakses: 12 Mei
2019
http://simpuh.kemenag.go.id/regulasi/inpres_05_06.pdf/ Diakses 27 Mei 2019.