determinan hipertensi pada supir bus akap (antar...
TRANSCRIPT
DETERMINAN HIPERTENSI PADA SUPIR BUS AKAP
(ANTAR KOTA ANTAR PROVINSI) DI TERMINAL
WILAYAH KOTA JAKARTA TIMUR TAHUN 2017
Skripsi
Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat (SKM)
Oleh :
Dzul Faridah Arinal Haq
NIM : 1113101000043
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
1439 H / 2017
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata (S-1) Program Studi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, September 2017
Dzul Faridah Arinal Haq
iii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
Skripsi, September 2017
Dzul Faridah Arinal Haq, NIM : 1113101000043
DETERMINAN HIPERTENSI PADA SUPIR BUS AKAP (ANTAR
KOTA ANTAR PROVINSI) DI TERMINAL WILAYAH KOTA
JAKARTA TIMUR TAHUN 2017
xvi + 142 halaman, 18 tabel, 3 bagan, 3 lampiran
ABSTRAK
Latar Belakang : Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat. Supir bus AKAP adalah salah satu kelompok yang berisiko
mengalami hipertensi. Hipertensi pada supir bus AKAP dapat disebabkan
banyak faktor risko diantaranya gaya hidup, status gizi dan pola kerja.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui determinan hipertensi pada
supir bus AKAP di terminal wilayah Kota Jakarta Timur Tahun 2017.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain
studi cross sectional. Pengambilan data dilakukan pada Februari – Juni
2017 dengan jumlah sampel sebanyak 129 supir bus AKAP. Analisis data
dilakukan dengan menggunakan analisis multivariat dengan uji regresi
logistik berganda.
Hasil : Proporsi hipertensi pada supir bus AKAP sebesar 25,6%. Faktor
yang memiliki hubungan signifikan terhadap hipertensi pada supir bus
AKAP adalah riwayat hipertensi keluarga (Pvalue = 0,024) dengan
Adjusted Odds Ratio (AOR) 3,412 (CI 95% ; 1,177-9,889), konsumsi
rokok (Pvalue = 0,022) dengan AOR 3,816 (CI 95% ; 1,335-10,907) dan
indeks massa tubuh (Pvalue = 0,029) dengan AOR 2,683 (CI 95% ;
1,108-6,494).
Simpulan : Faktor dominan yang berhubungan terhadap hipertensi pada
supir bus AKAP adalah konsumsi rokok. Oleh karena itu, pencegahan
hipertensi pada supir bus AKAP dapat dilakukan dengan mengurangi
dan/atau berhenti konsumsi rokok dan mengubah gaya hidup.
Kata Kunci : hipertensi, supir bus, faktor risiko
Daftar Bacaan : 87 Bacaan (2000-2016)
iv
ISLAMIC STATE UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULLAH
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
EPIDEMIOLOGY CONCETRATION
Undergraduate Thesis, September 2017
Dzul Faridah Arinal Haq, NIM : 1113101000043
DETERMINANT OF HYPERTENSION AMONG AKAP (ANTAR
KOTA ANTAR PROVINSI) BUS DRIVERS IN TERMINAL
REGIONAL EAST JAKARTA CITY 2017
xvi + 142 pages, 18 tables, 3 charts, 3 attachments
ABSTRACT
Background: Hypertension is still a public health problem. AKAP bus
drivers is a group that having to hypertension. Many risk factors cause the
hypertension such as lifestyle, nutritional status and work patterns. The
purpose of this research is to know the determinant of hypertension of
AKAP bus driver 2017.
Method: This research is a quantitative research with cross sectional study
design. The data was collected from February - June 2017 with 129
samples of AKAP bus drivers. Data analysis used multivariate analysis
with multiple logistic regression test.
Result: Prevalence of hypertension among AKAP bus drivers is 25,6%.
Factors associated with hypertension of AKAP bus drivers are family
history of hypertension (Pvalue = 0,024) with Adjusted Odds Ratio (AOR)
3,412 (CI 95% ; 1,177-9,889), cigarette consumption (Pvalue = 0,022)
with AOR 3,816 (CI 95% ; 1,335-10,907) and body mass index (Pvalue =
0,029) with AOR 2,683 (CI 95% ; 1,108-6,494).
Conclusion: The dominant factor associated with hypertension of AKAP
bus drivers is cigarette consumption. Therefore, prevention of
hypertension among AKAP bus drivers can be implemented by reducing
and/or quitting cigarette consumption and lifestyle modifications.
Keywords : hypertension, bus driver, risk factor
Reading list : 87 (2000-2016)
v
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan Judul
DETERMINAN HIPERTENSI PADA SUPIR BUS ANTAR KOTA ANTAR
PROVINSI DI TERMINAL WILAYAH KOTA JAKARTA TIMUR
TAHUN 2017
DISUSUN OLEH
DZUL FARIDAH ARINAL HAQ
1113101000043
Telah disetujui, diperiksa, dan untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji
Sidang Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Tangerang Selatan, 22 September 2017
Mengetahui,
Pembimbing
vi
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
Tangerang Selatan, September 2017
Penguji I
Dr. M.Farid Hamzens, Msi
NIP.19630621 199403 1 001
Penguji II
Narila Mutia Nasir S.KM, M.KM, Ph.D
NIP. 19800604 200312 2 017
Penguji III
Dr. Tria Astika E.P, M.KM
NIP. 0306088303
vii
RIWAYAT HIDUP PENULIS
DATA DIRI
Nama : Dzul Faridah Arinal Haq
Tempat Tanggal Lahir : Lamongan, 18 Juli 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Kewarganegaraan : Indonesia
Suku : Jawa
No.HP : 085888581913
Alamat email : [email protected]
Alamat : Jalan Tipar Cakung Gg.H.Pitang RT 014/06 No.25
Kelurahan Sukapura Kecamatan Cilincing Jakarta
Utara
Nama orang tua : M.Amir Khoiri MA
Sri Suhartatik
Riwayat Pendidikan
2001 – 2002 TK Islam Manba’ul Hikmah
2006 - 2007 SD Islam Manba’ul Hikmah
2010 - 2011 SMP Negeri 30 Jakarta
2013 - 2014 MAN Tambakberas Jombang
2017 Peminatan Epidemiologi Program Studi Kesehatan
Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Pengalaman Organisasi
2009 – 2010 Bendahara ROHIS SMP Negeri 30 Jakarta
2012 – 2013 Sekretaris Badan Pengurus Pondok Pesantren al
Fathimiyyah Tambakberas Jombang
viii
2014 – 2015 Staff PSDM Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat Indonesia Daerah Jakarta Raya
2015 – 2016 Koordinator Advokasi Ikatan Senat Mahasiswa
Kesehatan Masyarakat Indonesia Wilayah II (DKI
Jakarta, Jawa Barat, Banten, dan Kalimantan)
2015 - 2016 Staff Public Relation Himpunan Mahasiswa Prodi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2016 – 2017 Ketua Epidemiology Student Association (ESA) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
2016 - 2017 Pengurus Nasional / Staff Keilmuan dan Penelitian
Pengembangan Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat Indonesia
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas
berkah dan rahmat-Nya, skripsi dengan judul “Determinan Hipertensi pada Supir
Bus Antar Kota Antar Provinsi Di Terminal Wilayah Kota Jakarta Timur Tahun
2017” dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini penulis susun dalam rangka
memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada :
1. Kedua orang tua Ayahanda M.Amir Khoiri MA dan Ibunda Sri Suhartatik
serta keluarga besar yang telah memberikan dukungan penuh dan motivasi
serta do’a yang tiada henti.
2. Ibu Yuli Amran S.KM, M.KM selaku pembimbing skripsi yang telah
banyak memberikan arahan dan bimbingannya dalam penyusunan skripsi
ini sehingga terselesaikan dengan baik.
3. Ibu Hoirun Nisa PhD selaku pembimbing II yang sempat memberikan
saran dan masukan sebelum berangkat ke luar negeri untuk penelitian.
4. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan persetujuan dalam
permohonan izin penelitian di tempat penelitian.
x
5. Ibu Fajar Ariyanti M.Kes, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat sekaligus Pembimbing Akademik yang telah memberikan
saran, arahan dan persetujuan mengikuti sidang skripsi.
6. Ibu Minsarnawati Tahangnacca, SKM, M.Kes selaku Ketua Peminatan
Epidemiologi yang memberikan motivasi kepada penulis walaupun sedang
studi S3 di Makassar.
7. Seluruh teman – teman seperjuangan epidemiologi 2013 yang selalu
memberikan dukungan semangat dan doa selama penyusunan skripsi ini.
8. Seluruh teman – teman angkatan 2013 program studi Kesehatan
Masyarakat yang juga memberi dukungan semangat dalam penyusunan
skripsi ini.
9. Rekan-rekan enumerator dan tenaga medis yang sudah membantu dalam
pengumpulan data.
10. Gilang Adhi Prabowo, S.KM yang telah memberikan saran, perhatian dan
dukungan semangat selama penyusunan skripsi ini. Akhirnya SKM di
tahun yang sama.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran apabila ada kesalahan
dalam penulisan sehingga penulis dapat memperbaiki. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat. Aamiin.
Jakarta, September 2017
Dzul Faridah Arinal Haq
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. ii
ABSTRAK ............................................................................................................ iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ....................................................................... v
RIWAYAT HIDUP PENULIS ........................................................................... vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiv
DAFTAR BAGAN .............................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 5
1.3 Pertanyaan Penelitian ............................................................................... 7
1.4 Tujuan ....................................................................................................... 7
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 9
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................ 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 10
2.1 Hipertensi ............................................................................................... 10
2.2 Pengukuran Tekanan Darah ................................................................... 12
2.3 Gejala Klinis Hipertensi ......................................................................... 13
2.4 Epidemiologi Hipertensi ......................................................................... 14
2.5 Determinan Hipertensi ........................................................................... 14
2.5.1 Karakteristik Supir Bus AKAP ....................................................... 14
2.5.1.1 Umur ......................................................................................................... 14
2.5.1.2 Riwayat Hipertensi Keluarga ................................................................. 16
2.5.2 Gaya Hidup ..................................................................................... 18
2.5.2.1 Konsumsi Rokok ..................................................................................... 18
2.5.2.2 Konsumsi Alkohol .................................................................................. 19
2.5.2.3 Konsumsi Kopi ........................................................................................ 20
2.5.2.4 Kebiasaan Makan Makanan Asin ......................................................... 21
xii
2.5.2.5 Kebiasaan Makan Makanan Tinggi Lemak ......................................... 22
2.5.2.6 Kebiasaan Makan Buah .......................................................................... 23
2.5.2.7 Kebiasaan Makan Sayur ......................................................................... 23
2.5.3 Status Gizi ............................................................................................. 24
2.5.3.1 Indeks Massa Tubuh .............................................................................. 24
2.5.4 Pola Kerja .............................................................................................. 26
2.5.4.1 Lama Bekerja Sebagai Supir .................................................................... 26
2.5.4.2 Lama Mengemudi ...................................................................................... 27
2.5.4.3 Lama Tidur ................................................................................................ 27
2.6 Kerangka Teori ........................................................................................ 28
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ............ 31
3.1 Kerangka Konsep ................................................................................... 31
3.2 Definisi Operasional ................................................................................ 32
3.3 Hipotesis Penelitian ................................................................................ 35
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 36
4.1 Desain Penelitian .................................................................................... 36
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 36
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................. 36
1. Populasi .................................................................................................. 36
2. Sampel .................................................................................................... 37
4.4 Pengumpulan Data ................................................................................. 39
4.5 Instrumen Data ....................................................................................... 41
4.6 Uji Validitas dan Reabilitas .................................................................... 46
4.7 Manajemen Data ..................................................................................... 47
BAB V HASIL .................................................................................................... 51
5.1 Analisis Univariat ................................................................................... 51
5.1.1 Distribusi Hipertensi pada Supir Bus AKAP .................................. 51
5.1.2 Distribusi Karakteristik Supir Bus AKAP ...................................... 52
5.1.3 Distribusi Gaya Hidup Supir Bus AKAP ........................................ 53
5.1.4 Distribusi IMT Supir Bus AKAP .................................................... 55
5.1.5 Distribusi Pola Kerja Supir Bus AKAP .......................................... 56
xiii
5.2 Analisis Bivariat ..................................................................................... 58
5.2.1 Karakteristik Supir Bus AKAP dengan Hipertensi ......................... 58
5.2.2 Gaya Hidup dengan Hipertensi pada Supir Bus AKAP .................. 59
5.2.3 IMT dengan Hipertensi pada Supir Bus AKAP .............................. 62
5.2.4 Pola Kerja dengan Hipertensi pada Supir Bus AKAP .................... 63
5.3 Analisis Multivariat ................................................................................ 64
BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................... 70
6.1 Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 70
6.2 Hipertensi pada Supir Bus AKAP di Terminal Wilayah Kota Jakarta
Timur .............................................................................................................. 71
6.3 Determinan Hipertensi pada Supir Bus AKAP di Terminal Wilayah Kota
Jakarta Timur ................................................................................................. 72
6.3.1 Karakteristik Supir Bus AKAP ............................................................. 72
6.3.2 Gaya Hidup ........................................................................................... 77
6.3.3 IMT ....................................................................................................... 94
6.3.4 Pola Kerja .............................................................................................. 96
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 102
7.1 Simpulan ................................................................................................ 102
7.2 Saran ..................................................................................................... 103
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 106
LAMPIRAN 1 .................................................................................................... 114
LAMPIRAN 2 .................................................................................................... 115
LAMPIRAN 3 .................................................................................................... 120
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi pada Orang Dewasa .......................................... 10
Tabel 2.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) Populasi Asia Menurut WHO 25
Tabel 3.1 Definisi Operasional ............................................................................. 32
Tabel 4.1 Besar Sampel......................................................................................... 38
Tabel 4.2 Kode Variabel ....................................................................................... 48
Tabel 5.1 Distribusi Hipertensi Pada Supir Bus AKAP di Terminal Wilayah Kota
Jakarta Timur Tahun 2017.....................................................................................51
Tabel 5.2 Distribusi Karakteristik Supir Bus AKAP di Terminal Wilayah Kota
Jakarta Timur Tahun 2017.....................................................................................52
Tabel 5.3 Distribusi Gaya Hidup Supir Bus AKAP di Terminal Wilayah Kota
Jakarta Timur Tahun 2017 .................................................................................... 53
Tabel 5.4 Distribusi IMT Supir Bus AKAP di Terminal Wilayah Kota Jakarta
Timur Tahun 2017................................................................................................. 56
Tabel 5.5 Distribusi Pola Kerja Supir Bus AKAP di Terminal Wilayah Kota
Jakarta Timur Tahun 2017 .................................................................................... 57
Tabel 5.6 Karakteristik Supir Bus AKAP dengan Hipertensi pada Supir Bus
AKAP di Terminal Wilayah Kota Jakarta Timur ................................................. 58
Tabel 5.7 Gaya Hidup dengan Hipertensi pada Supir Bus AKAP di Terminal
Wilayah Kota Jakarta Timur Tahun 2017 ............................................................. 59
Tabel 5.8 Hubungan antara IMT dengan Hipertensi pada Supir Bus AKAP di
Terminal Wilayah Kota Jakarta Timur Tahun 2017 ............................................. 62
Tabel 5.9 Pola Kerja dengan Hipertensi pada Supir Bus AKAP di Terminal
Wilayah Kota Jakarta Timur Tahun 2017 ............................................................. 63
Tabel 5.10 Hasil Analisis Bivariat antara Variabel Independen dengan Variabel
Dependen............................................................................................................... 65
Tabel 5.11 Hasil Analisis Multivariat Uji Regresi Logistik Berganda antara
Variabel Independen dan Variabel Dependen....................................................... 66
xv
Tabel 5.12 Tabel Analisis Multivariat Pembuatan Model antara Riwayat
Hipertensi Keluarga, Konsumsi Rokok dan IMT dengan Hipertensi pada Supir
Bus AKAP di Terminal Wilayah Kota Jakarta Timur tahun 2017 ....................... 67
Tabel 5.13 Tabel Analisis Multivariat Pembuatan Model antara Riwayat
Hipertensi Keluarga, Konsumsi Rokok dan IMT dengan Hipertensi pada Supir
Bus AKAP di Terminal Wilayah Kota Jakarta Timur Tahun 2017 ...................... 68
xvi
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Patofisiologi Tekanan Darah ............................................................... 12
Bagan 2.2 Kerangka Teori .................................................................................... 30
Bagan 3.1 Kerangka Konsep ................................................................................. 31
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat secara
global. Hipertensi membunuh hampir 8 juta orang setiap tahun di seluruh
dunia dan hampir 1,5 juta orang setiap tahun berada di Asia Tenggara
(WHO, 2011). Indonesia adalah negara dengan prevalensi hipertensi
tertinggi kedua setelah Myanmar di kawasan Asia Tenggara yaitu sebesar
41% (WHO, 2013). Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013
menunjukkan prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di
Indonesia mencapai 25,8% (Kemenkes, 2013). Tahun 2020 diproyeksikan
bahwa penyakit tidak menular termasuk hipertensi, akan melebihi penyakit
menular sebagai penyebab utama kematian (Kearney PM dkk., 2004).
Supir merupakan salah satu kelompok yang berisiko mengalami
hipertensi (Borle dan Jadhao, 2015; Erhiano dkk., 2015; Satheesh dan
Veena, 2013). Profil Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan
Pemberantasan Penyakit Jakarta tahun 2015 menunjukkan tingginya
persentase hipertensi pada supir bus AKAP (Antar Kota Antar Propinsi) di
wilayah kerja BBTKLPP Jakarta tahun 2013 hingga tahun 2014
(BBTKLPP, 2015a). Persentase hipertensi pada supir bus AKAP tahun 2013
sebesar 40,4% dan tahun 2014 sebesar 37,44 % (BBTKLPP, 2015b).
Penelitian dengan desain studi cross sectional dengan sampel 194 supir bus
dan 121 bukan supir bus menunjukkan bahwa memiliki risiko lebih tinggi
dibandingkan dengan pekerjaan lainnya (Nasri dan Moazenzadeh, 2006).
2
Penelitian dengan desain studi case control dengan sampel 219 supir bus
dan 219 pekerja kantor tahun 2002 di Iran menunjukkan bahwa pekerjaan
sebagai supir memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan pekerjaan kantor
(G.H. Sadri, 2002). Penelitian dengan desain studi cross sectional dengan
sampel 444 supir bus di Bangkok Thailand menunjukkan bahwa hipertensi
lebih tinggi pada supir bus dibandingkan dengan masyarakat yaitu 23 %
sistolik dan 18,2% hipertensi diastol (Kaewboonchoo dkk., 2010).
Penelitian lain dengan desain studi yang sama dengan sampel 167 supir bus
di Kota Sokoto Nigeria tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi
hipertensi pada supir bus cukup tinggi yaitu sebesar 33,5% (Erhiano dkk.,
2015). Dapat dikatakan bahwa kelompok pekerja supir bus banyak yang
mengalami hipertensi dibandingkan pekerjaan lainnya.
Faktor kesehatan supir berperan penting dalam hal keselamatan
penumpang. Pemeriksaan kesehatan termasuk pemeriksaan tekanan darah
pada supir penting dilakukan untuk mengurangi kecelakaan di jalan raya.
Hal ini juga mendukung kegiatan Dekade Aksi Keselamatan Jalan dengan
target global tahun 2020 menurunkan angka morbiditas dan mortalitas dari
kecelakaan lalu lintas darat (Kemenkes, 2016). Berdasarkan hasil
RISKESDAS 2013 menunjukkan kecenderungan peningkatan proporsi
cedera transportasi darat dari tahun 2007 sebesar 25,9% dan tahun 2013
sebesar 47,7% (Kemenkes, 2013). Sedangkan berdasarkan data kecelakaan
di Indonesia selama triwulan terakhir dari KORLANTAS POLRI
menunjukkan adanya peningkatan kejadian kecelakaan yaitu pada tahun
3
2015 sebanyak 24.580 kejadian dan pada tahun 2016 sebanyak 25.578
kejadian (KORLANTAS POLRI, 2016). Salah satu faktor risiko kecelakaan
lalu lintas adalah hipertensi. Penelitian dengan studi case control dengan
sampel 219 supir bus dan 219 pekerja kantor tahun 2002 di Iran
menunjukkan ada hubungan antara risiko kecelakaan bus dengan status
hipertensi pada supir bus (Sadri, 2002). Supir bus AKAP seringkali
berkendara lebih dari empat jam atau mempunyai rute yang padat dan sering
(Kemenkes, 2015). Oleh karena itu, apabila supir bus mengalami hipertensi
yang berisiko menimbulkan kecelakaan dan dapat merugikan perusahaan
dan penumpang.
Hipertensi pada supir dipengaruhi oleh banyak faktor seperti gaya
hidup, status gizi, kebiasaan makan, pola kerja dan aktivitas fisik (Yang
dkk, 2006). Penelitian dengan desain studi cross sectional dengan sampel
167 supir bus di Kota Sokoto Nigeria tahun 2013 menunjukkan bahwa ada
hubungan antara umur supir bus diatas 40 tahun dengan hipertensi dengan
risiko 4,189 kali lebih tinggi dibandingkan umur supir dibawah 40 tahun
(Erhiano dkk., 2015). Penelitian lain dengan sampel 90 supir bus
Transjakarta tahun 2012 menunjukkan bahwa ada hubungan riwayat
keluarga dengan hipertensi dengan risiko lebih tinggi 5,188 kali lebih tinggi
dengan yang tidak memiliki riwayat keluarga (Rizkawati, 2012).
Penelitian dengan desain studi cross sectional dengan sampel 30
supir bus di India menunjukkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan
merokok dengan hipertensi pada supir bus (Josephine dan P.Thenmozhi,
4
2016). Penelitian juga dilakukan pada sampel 229 supir bus di Seoul Korea
menunjukkan bahwa hipertensi pada kelompok peminum alkohol 2,92 kali
lebih tinggi risikonya dibandingkan kelompok non-peminum alkohol
(Young-Jun Ahn dkk., 2015). Penelitian dengan desain studi kohort dengan
sampel 2985 laki-laki dan 3383 perempuan yang diikuti selama 6 dan 11
tahun menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara konsumsi
kopi dengan hipertensi (Uiterwaal dkk., 2007). Penelitian dengan desain
studi cross sectional dengan sampel 150 pekerja di kota Agra India
menunjukkan bahwa ada hubungan makan makanan asin yang berlebih
dengan hipertensi (Lata Arya dkk., 2015). Penelitian dengan desain studi
yang sama dengan sampel 78 orang di kota Padang menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara konsumsi tinggi lemak dengan hipertensi
(Herwati dan Sartika, 2013). Penelitian dengan desain studi kohort dengan
sampel 13.633 wanita profesional kesehatan menunjukkan bahwa ada
hubungan antara asupan sayur dan buah dengan hipertensi (Wang dkk.,
2012).
Penelitian yang didapatkan dari data pemeriksaan medis supir
komersial berbasis web di 48 negara tahun 2005-2012 menunjukkan bahwa
adanya hubungan yang signifikan antara pengukuran indeks massa tubuh
dengan hipertensi pada supir komersial (Thiese dkk., 2012). Penelitian lain
dengan desain studi cross sectional dengan sampel 414 supir komersial di
Nigeria juga menunjukkan adanya hubungan antara status obesitas dengan
hipertensi (Oyeniyi dan Ajayi, 2016). Faktor lain yang mempengaruhi
5
hipertensi pada supir adalah pola kerja yang meliputi lama bekerja sebagai
supir dan lama mengemudi. Penelitian dengan desain studi cross sectional
pada 60 supir bus antar kota menunjukkan adanya hubungan antara lama
kerja dan shift kerja dengan tekanan darah supir bus kota baik tekanan darah
sistolik maupun diastolik (Kantata JN, 2016). Penelitian dengan desain
studi yang sama dengan sampel 84 supir bus diketahui bahwa ada hubungan
lama bekerja sebagai supir dengan hipertensi (Pop dkk., 2015). Dalam
penelitian lain dengan desain studi yang sama dengan sampel 587 supir bus
di kota Nagpur menunjukkan adanya hubungan lama mengemudi dengan
hipertensi (Borle dan Jadhao, 2015). Hasil penelitian dengan desain studi
cross sectional dengan sampel 1499 pasien menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara lama tidur dengan hipertensi (Priou dkk.,
2014).
Kota Jakarta Timur merupakan salah satu kota administrasi di
provinsi DKI Jakarta yang paling banyak memiliki terminal pemberhentian
dan pemberangkatan bus AKAP. Sehingga penelitian ini dilakukan di
terminal wilayah Kota Jakarta Timur. Oleh karena itu, berdasarkan
penelitian sebelumnya dan dampak dari hipertensi membuat peneliti tertarik
untuk mengetahui determinan hipertensi pada supir bus AKAP di terrminal
wilayah Kota Jakarta Timur tahun 2017.
1.2 Rumusan Masalah
Hipertensi merupakan penyakit yang tidak diketahui penyebabnya
dan bersifat silent killer. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, salah
6
satu kelompok yang berisiko menderita hipertensi adalah kelompok pekerja
supir bus. Dikarenakan faktor supir bus berperan penting dalam hal
keselamatan penumpang. Selain itu, hipertensi merupakan salah satu fakor
risiko kecelakaan lalu lintas. Penelitian dengan studi case control dengan
sampel 219 supir bus dan 219 pekerja kantor tahun 2002 di Iran
menunjukkan ada hubungan antara risiko kecelakaan bus dengan status
hipertensi pada supir bus (Sadri, 2002).
Diketahui bahwa apabila terjadi masalah kesehatan khususnya
penyakit tidak menular sebesar 10% maka penyakit tidak menular tersebut
menjadi prioritas dan harus segera ditanggulangi. Berdasarkan hasil deteksi
dini hipertensi yang dilakukan oleh BBTKLPP Jakarta diketahui bahwa
presentase hipertensi pada supir bus AKAP di wilayah kerja BBTKLPP
Jakarta khususnya DKI Jakarta cukup tinggi pada tahun 2016 yaitu
hipertensi stage 1 sebesar 25,5% dan hipertensi stage 2 sebesar 8,5%
(BBTKLPPP, 2016). Oleh karena itu, hipertensi pada supir bus AKAP dapat
dikatakan menjadi masalah kesehatan yang harus segera ditanggulangi.
Supir bus AKAP yang bertugas di terminal Jakarta Timur
kemungkinan merupakan kelompok yang berisiko menderita hipertensi
yang dapat membahayakan ketika mengemudikan bus. Sehingga peneliti
tertarik ingin mengetahui determinan hipertensi pada supir bus AKAP di
terminal wilayah Kota Jakarta Timur tahun 2017.
7
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Berapa proporsi hipertensi pada supir bus AKAP di terminal wilayah
Kota Jakarta Timur tahun 2017?
2. Bagaimana distribusi karakteristik supir bus AKAP (umur dan riwayat
hipertensi keluarga), gaya hidup (konsumsi rokok, konsumsi alkohol,
konsumsi kopi, kebiasaan makan makanan asin, kebiasaan makan
makanan tinggi lemak, kebiasaan makan buah dan kebiasaan makan
sayur), status gizi (IMT) dan pola kerja (lama bekerja sebagai supir,
lama mengemudi dan lama tidur) pada supir bus AKAP di terminal
wilayah Kota Jakarta Timur tahun 2017?
3. Bagaimana hubungan karakteristik supir bus AKAP (umur dan riwayat
hipertensi keluarga), gaya hidup (konsumsi rokok, konsumsi alkohol,
konsumsi kopi, kebiasaan makan makanan asin, kebiasaan makan
makanan tinggi lemak, kebiasaan makan buah dan kebiasaan makan
sayur ), status gizi (IMT) dan pola kerja (lama bekerja sebagai supir,
lama mengemudi dan lama tidur) dengan hipertensi pada supir bus
AKAP di terminal wilayah Kota Jakarta Timur tahun 2017?
4. Apa faktor dominan determinan hipertensi pada supir bus AKAP di
terminal wilayah Kota Jakarta Timur tahun 2017?
1.4 Tujuan
a. Tujuan umum
Untuk mengetahui determinan hipertensi pada supir bus AKAP di
terminal wilayah Kota Jakarta Timur tahun 2017.
8
b. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui proporsi hipertensi pada supir bus AKAP di
terminal wilayah Kota Jakarta Timur tahun 2017.
2. Untuk mengetahui distribusi karakteristik supir bus AKAP (umur
dan riwayat hipertensi keluarga), gaya hidup (konsumsi rokok,
konsumsi alkohol, konsumsi kopi, kebiasaan makan makanan asin,
kebiasaan makan makanan tinggi lemak, kebiasaan makan buah
dan kebiasaan makan sayur), status gizi (IMT) dan pola kerja
(lama bekerja sebagai supir, lama mengemudi dan lama tidur)
pada supir bus AKAP di terminal wilayah Kota Jakarta Timur
tahun 2017.
3. Untuk mengetahui hubungan karakteristik supir bus AKAP (umur
dan riwayat hipertensi keluarga), gaya hidup (konsumsi rokok,
konsumsi alkohol, konsumsi kopi, kebiasaan makan makanan asin,
kebiasaan makan makanan tinggi lemak, kebiasaan makan buah
dan kebiasaan makan sayur), status gizi (IMT) dan pola kerja
(lama bekerja sebagai supir, lama mengemudi dan lama tidur)
dengan hipertensi pada supir bus AKAP di terminal wilayah Kota
Jakarta Timur tahun 2017.
4. Untuk mengetahui faktor dominan determinan hipertensi pada
supir bus AKAP di terminal wilayah Kota Jakarta Timur tahun
2017.
9
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
a. Dinas Perhubungan Terminal Pulogebang dan Kampung Rambutan
serta perusahaan otobus AKAP di terminal wilayah Kota Jakarta
Timur
Sebagai bahan masukan dalam upaya pencegahan hipertensi pada supir
bus AKAP yang bekerja di terminal dan perusahaan otobus.
b. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur, Puskesmas Cakung dan
Puskesmas Ciracas
Sebagai bahan masukan dalam upaya pencegahan hipertensi pada supir
bus AKAP di wilayah Kota Jakarta Timur.
c. Peneliti selanjutnya
Sebagai bahan referensi terkait studi epidemiologi mengenai
determinan hipertensi pada supir bus AKAP.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian epidemiologi analitik
dengan desain studi cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui
determinan hipertensi pada supir bus AKAP di terminal wilayah Kota
Jakarta Timur tahun 2017. Responden dalam penelitian ini adalah supir bus
AKAP yang bekerja dan bertugas di wilayah Kota Jakarta Timur. Analisis
yang akan digunakan adalah analisis univariat, bivariat dan multivariat.
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari - Juni tahun 2017.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi
Hipertensi atau yang dikenal tekanan darah tinggi adalah suatu
kondisi dimana pembuluh darah mengalami peningkatan tekanan secara terus
menerus (WHO, 2016). Hipertensi terjadi adanya peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah lebih dari 90 mmHg pada
dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahat atau tenang (Kemenkes, 2014). Peningkatan tekanan darah yang
berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan
kerusakan ginjal, jantung dan otak apabila tidak dideteksi secara dini dan
mendapat pengobatan yang memadai (Kemenkes, 2014).
Menurut JNC (Joint National Comittee) on the prevention, detection,
evaluation and treatment of high blood pressure di Amerika Tahun 2004,
mengklasifikasikan hipertensi pada orang dewasa menjadi empat yaitu :
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi pada Orang Dewasa
Klasifikasi Tekanan
Darah
Tekanan Darah Sistol
(mmHg)
Tekanan Darah Diastol
(mmHg)
Normal ≤ 120 ≤ 80
Prehipertensi 121 - 139 81 – 89
Hipertensi Stage 1 140 - 159 90 – 99
Hipetensi Stage 2 ≥ 160 ≥ 100
Sumber : Joint National Comittee (JNC), 2004
11
Pengaturan tekanan darah adalah proses yang kompleks menyangkut
pengendalian ginjal terhadap natrium dan retensi air serta pengendalian
sistem saraf terhadap tonus pembuluh darah. Ada dua faktor utama yang
mengatur tekanan darah yaitu darah yang mengalir dan tahanan pembuluh
darah perifer. Darah yang mengalir ditentukan oleh volume darah yang
dipompakan oleh ventrikel kiri setiap kontraksi dan kecepatan denyut
jantung. Tahanan vaskular perifer berkaitan dengan besarnya lumen
pembuluh darah perifer. Makin sempit pembuluh darah makin tinggi tahanan
terhadap aliran darah, makin besar dilatasinya makin kurang tahanan terhadap
aliran darah. Jadi makin menyempit pembuluh darah, makin meningkat
tekanan darah. Dilatasi dan kontriksi pembuluh-pembuluh darah dikendalikan
oleh sistem saraf simpatis dan sistem renin angiotensin. Apabila sistem saraf
simpatis dirangsang katekolamin, seperti epinefrin dan norepinefrin akan
dikeluarkan. Kedua zat kimia ini menyebabkan konstriksi pembuluh darah,
meningkatnya curah jantung dan kekuatan kontraksi ventrikel. Sama halnya
pada sistem renin-angiotensin, yang apabila distimulasi juga menyebabkan
vasokontriksi pada pembuluh - pembuluh darah (Baradero dkk., 2005).
Kedua faktor tersebut berkontribusi terhadap tinggi rendahnya tekanan
darah. Oleh karena itu, sebagian besar hipertensi lebih dari 90% tidak
diketahui penyebabnya. Berikut mekanisme yang berperan dalam kontrol
tekanan darah (Kaplan dan Ronald G. Victor, 2010).
12
Bagan 2.1 Patofisiologi Tekanan Darah
2.2 Pengukuran Tekanan Darah
Pengukuran tekanan darah dilakukan sesuai dengan standar British
Society of Hypertension, menggunakan alat spigmomanometer air raksa,
digital atau anaeroid. Dalam proses pengukuran tekanan darah hendaknya
diperhatikan beberapa hal : (Kemenkes, 2013)
1. Lakukan pemeriksaan setelah pasien duduk tenang selama 5 menit
dengan kaki menempel di lantai.
2. Lengan disangga dan letakkan tensimeter setinggi jantung.
3. Gunakan manset yang sesuai, sedikitnya melingkari 3/4 lengan dan
lebar manset 2/3 panjang lengan atas.
4. Letakkan bagian bawah manset 2 cm di atas daerah lipatan lengan atas
untuk mencegah kontak dengan stetoskop.
5. Pengukuran dilakukan minimal dua katt setiap kunjungan dengan
13
selang waktu 5 sampai 20 menit pada lengan kanan dan kiri.
6. Sebaiknya orang yang akan diperiksa tidak merokok, tidak melakukan
olahraga atau mengonsumsi kopi 30 menit sebelum pengukuran
tekanan darah.
7. Bila perlu dapat dilakukan dua kali pengukuran.
Selain cara pengukuran, alat pengukuran tekanan darah menjadi
penting. Spigmomanometer merkuri sejauh ini masih menjadi gold
standar dalam pengukuran tekanan darah. Namun, penggunaan
spignomanometer ini dapat mengontaminasi lingkungan. Oleh karena itu,
belum ada pengganti yang berlaku untuk spignomanometer ini maka
penggunaanya masih diperbolehkan dengan syarat harus dilakukan
pemeliharaan yang baik untuk menghindari kontaminasi merkuri ke
lingkungan (Pickering dkk, 2005).
2.3 Gejala Klinis Hipertensi
Hipertensi biasanya tidak menimbulkan gejala. Nyeri kepala atau sakit
kepala dan gangguan penglihatan terjadi pada hipertensi berat atau progresif
(Rubenstein dkk., 2003). Gejala lain yaitu pusing, palpitasi (berdebar-debar),
dan mudah lelah. Namun, gejala-gejala tersebut kadang tidak muncul pada
beberapa penderita, bahkan pada beberapa kasus penderita tekanan darah
tinggi biasanya tidak merasakan apa-apa. Peningkatan tekanan darah
merupakan satu-satunya gejala. Bila demikian, gejala baru akan muncul
setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak atau jantung (Nurrahmi,
2012).
14
2.4 Epidemiologi Hipertensi
Hipertensi merupakan penyakit epidemi kesehatan masyarakat.
Dampak dari peningkatan tekanan darah diperkirakan menyebabkan 9,4 juta
kematian dan 162 juta tahun hidup yang hilang pada tahun 2010. Sebesar 50%
dari penyakit jantung, stroke dan gagal jantung. Sebesar 13% kematian secara
keseluruhan dan lebih dari 40% kematian pada orang dengan diabetes. Sekitar
4 dari 10 orang dewasa di atas usia 25 memiliki hipertensi dan di banyak
negara 1 dari 5 orang dewasa memiliki pre hipertensi. Diperkirakan 9/10
dewasa yang tinggal 80 tahun akan mengalami hipertensi. Dua pertiga dari
mereka dengan hipertensi berada di negara-negara ekonomi berkembang.
Penyakit jantung dan stroke terjadi pada orang muda di negara-negara
ekonomi berkembang. Diperkirakan 10% dari pengeluaran perawatan
kesehatan secara langsung berkaitan dengan peningkatan tekanan darah dan
komplikasinya (ISH, 2014).
2.5 Determinan Hipertensi
2.5.1 Karakteristik Supir Bus AKAP
2.5.1.1 Umur
Kejadian hipertensi makin meningkat seiring dengan
pertambahan umur. Dikarenakan adanya pengurangan elastisitas
pembuluh darah arteri. Hal ini dipengaruhi oleh adanya
penumpukan kolagen dan hipertofi sel otot halus yang tipis,
berfragmen dan patahan dari serat elastin. Selain itu, seiring
pertambahan umur terjadi abnormalitas struktural berupa
15
disfungsi endotel sehingga meningkatkan kekakuan pada
pembuluh darah arteri orang tua (Black, H.R dan Elliot W.J.,
2007).
Penelitian dengan desain studi cross sectional pada 165
pramudi bus Transjakarta pada tahun 2013 menunjukkan bahwa
pramudi bus yang memiliki umur (>40 tahun) lebih tinggi
mengalami hipertensi dibandingkan dengan pramudi bus yang
memiliki umur (<40 tahun) (Sangadji dan Nurhayati, 2014).
Penelitian lain dengan desain studi yang sama dengan sampel
500 supir bus di kota Bangalore India menunjukkan pula bahwa
ada hubungan yang signifikan antara pertambahan umur dengan
hipertensi (Satheesh dan Veena, 2013). Penelitian lain dengan
desain yang sama juga menunjukkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara umur supir bus dengan hipertensi (Borle dan
Jadhao, 2015; Erhiano dkk., 2015; Lakshman dkk., 2014).
Dalam penelitian (Borle dan Jadhao, 2015) juga menunjukkan
bahwa supir bus yang berumur >35 tahun lebih berisiko 12,8
kali mengalami hipertensi dibandingkan dengan supir bus yang
berumur ≤ 35 tahun. Namun dalam penelitian dengan desain
studi yang sama dengan sampel 82 pengemudi Transjakarta
menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan
antara umur dengan hipertensi (Rizkawati, 2012).
16
2.5.1.2 Riwayat Hipertensi Keluarga
Faktor genetik dalam keluarga dapat menyebabkan
seseorang memiliki risiko menderita hipertensi. Hal itu
disebabkan ada beberapa gen yang berhubungan dengan
hipertensi yang menurun pada dirinya (Waikar dkk., 2008).
Tingkat tekanan darah menunjukkan hubungan familial kuat
yang tidak bisa dianggap hanya disebabkan oleh lingkungan
yang sama. Namun faktor genetik dan lingkungan menyebabkan
hipertensi yang mungkin sangat beragam, sehingga
membaurkan pencarian gen penyebab. Secara prinsip perhatian
dipusatkan pada identifikasi kandidat gen. Yang termasuk
diantaranya adalah gen yang terlibat dalam sistem renin-
angiotensin, bersama dengan sejumlah substansi vasokontriktor
dan vasodilator penting yang ditemukan baru-baru ini
(Rubenstein dkk., 2003). Faktor genetik adalah salah satu faktor
terjadinya hipertensi. Gen-gen yang berperan dalam mekanisme
hipertensi yaitu gen yang mempengaruhi homeostasis natrium di
ginjal, termasuk polimorfisme I/D (insersi/delesi) gen ACE
(angiotensin converting enzyme), dan gen yang mempengaruhi
metabolisme steroid. Studi menyatakan polimorfisme I/D gen
ACE dapat menghasilkan 3 genotip : II homozigot, ID
heterozigot dan DD Homozigot. Individu dengan DD
homozigot mempunyai konsentrasi ACE yang lebih tinggi
17
dibandingkan dengan yang lain. Dengan konsentrasi ACE yang
lebih tinggi maka konsentrasi angiotensin II juga meningkat.
Angiotensin II yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan
tekanan darah secara progresif melalui 2 mekanisme :
vasokontriksi di arteri perifer dan penurunan ekskresi garam dan
air oleh ginal (Ehret GB dan Caulfield MJ, 2013; Sayed-
Tabatabaei FA dkk., 2006). Penelitian lain dengan desain studi
cross sectional dengan sampel 330 pada penduduk Mlati,
Sleman, Yogyakarta, Indonesia orang diketahui bahwa untuk efek
dominan dari alel D terhadap hipertensi menunjukkan hubungan
yang signifikan secara statistik (Aziza dkk., 2010).
Penelitian dengan desain studi cross sectional pada
pengemudi Transjakarta menunjukkan ada hubungan yang
signifikan antara hipertensi dengan riwayat hipertensi keluarga.
Diketahui pula bahwa orang dengan riwayat hipertensi keluarga
memiliki risiko 5 kali lebih tinggi mengalami hipertensi
dibandingkan yang tidak memiliki riwayat hipertensi keluarga
(Rizkawati, 2012). Beberapa penelitian lain dengan desain studi
yang sama menunjukkan pula hubungan yang signifikan antara
riwayat hipertensi keluarga dengan hipertensi (Borle dan
Jadhao, 2015; Oyeniyi dan Ajayi, 2016). Namun dalam
penelitian dengan desain studi cross sectional dengan 179 supir
bus di India Selatan menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
18
yang signifikan antara riwayat hipertensi keluarga dengan
hipertensi (Lakshman dkk., 2014).
2.5.2 Gaya Hidup
2.5.2.1 Konsumsi Rokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon
monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam
aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah
arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan tekanan
darah tinggi. Merokok juga meningkatkan denyut jantung dan
kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung.
Merokok pada penderita tekanan darah tinggi semakin
meningkatkan risiko pada pembuluh darah arteri (Kemenkes
RI, 2015).
Beberapa penelitian lain dengan desain studi cross
sectional dengan sampel supir bus menunjukkan bahwa ada
hubungan merokok dengan hipertensi pada supir bus (Borle
dan Jadhao, 2015; Josephine dan P.Thenmozhi, 2016).
Penelitian dengan desain studi pada 165 pramudi Transjakarta
menunjukkan bahwa kelompok pramudi Transjakarta yang
memiliki kebiasaan merokok mempunyai prevalensi hipertensi
lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok pramudi yang
bukan perokok dan mantan perokok (Sangadji dan Nurhayati,
2014). Namun dalam penelitian lain dengan desain studi
19
cross sectional dengan sampel 179 supir bus di Kerala Utara
India Selatan menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
merokok dengan hipertensi (Lakshman dkk., 2014).
2.5.2.2 Konsumsi Alkohol
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah
telah dibuktikan, namun mekanismenya masih belum jelas.
Diduga alkohol dapat menyebabkan adanya peningkatan kadar
kortisol, peningkatan volume sel darah merah dan peningkatan
kekentalan darah yang berperan dalam menaikkan tekanan
darah (Kemenkes, 2013). Dalam penelitian Ohira (2009) pada
studi populasi yang besar insiden hipertensi meningkat apabila
seseorang minum alkohol lebih dari 3 cangkir dalam sehari
(Kaplan dan Ronald G. Victor, 2010)
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan
antara konsumsi alkohol dengan hipertensi diantaranya adalah
penelitian dengan desain studi cross sectional menggunakan
data sekunder Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa proporsi
mengonsumsi alkohol 1 bulan terakhir ditemukan lebih tinggi
pada kelompok hipertensi (4,0%) daripada kontrol (1,8%),
risiko hipertensi bagi kelompok yang mengonsumsi alkohol 1
bulan terakhir ditemukan bermakna, yaitu sebesar 1,12 kali
(Rahajeng dan Tuminah, 2009). Penelitian lain dengan desain
studi yang sama dengan sampel 926 supir bajaj di kota Nagpur
20
India menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
konsumsi alkohol dengan hipertensi (Chaudhary dkk., 2014).
Namun, dalam penelitian lain dengan desain studi cross
sectional dengan sampel 179 supir bus di Kerala Utara, India
Selatan menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
konsumsi alkohol dengan hipertensi (Lakshman dkk., 2014).
2.5.2.3 Konsumsi Kopi
Orang yang sering mengonsumsi kopi lebih berisiko
memiliki kecenderungan untuk menderita hipertensi. Hal ini
dikarenakan kandungan terbesar dalam kopi yaitu kafein
memiliki efek terhadap tekanan darah secara akut. Peningkatan
tekanan darah ini terjadi melalui mekanisme biologi antara
lain kafein yang mengikat reseptor adenisin, mengaktifasi
sistem saraf simpatik dengan meningkatkan konsentrasi
cathecolamines dalam plasma dan menstimulasi kelenjar
adrenalin serta meningkatkan produksi kortisol. Sehingga hal
ini berdampak pada vasokontriksi dan peningkatan total
resistensi perifer yang akan mengakibatkan tekanan darah naik
(Klag dkk., 2002).
Dalam penelitian dengan desain studi kohort dengan
sampel 2985 laki-laki dan 3383 perempuan yang diikuti selama
6 dan 11 tahun menunjukkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara konsumsi kopi dengan hipertensi (Uiterwaal
21
dkk., 2007). Namun dalam penelitian lain dengan desain studi
cross sectional dengan sampel 45 pengemudi Transjakarta
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
konsumsi kopi dengan hipetensi (Rizkawati, 2012).
2.5.2.4 Kebiasaan Makan Makanan Asin
Asupan natrium yang berlebihan, terutama dalam
bentuk natrium klorida, dapat menyebabkan gangguan
keseimbangan cairan tubuh, sehingga menyebabkan edema
atau asites (Musbyarini dkk., 2010). Dalam penelitian dengan
desain studi cross sectional dengan sampel 150 pekerja
administratif di kota Agra menunjukkan bahwa ada hubungan
antara konsumsi makanan asin berlebih dengan hipertensi (Lata
Arya dkk., 2015). Penelitian lain dengan desain studi yang
sama pada 30 supir bus yang bekerja di Universitas Saveetha
India juga menunjukkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara konsumsi makanan asin berlebih dengan
hipertensi (Josephine dan P.Thenmozhi, 2016). Namun dalam
penelitian dengan desain studi yang sama dengan sampel 82
pengemudi Transjakarta menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara kebiasaan makan makanan
natrium atau asin dengan hipertensi (Rizkawati, 2012).
22
2.5.2.5 Kebiasaan Makan Makanan Tinggi Lemak
Konsumsi makanan berlemak secara berlebihan akan
menyebabkan hiperlipidemia. Hiperlipidemia akan
menyebabkan peningkatan kadar kolesterol total, trigliserida,
kolesterol LDL dan/atau penurunan kolesterol HDL dalam
darah. Kolesterol diperoleh dari makanan dan disintesis di
dalam sebagian besar sel tubuh. Kolesterol adalah komponen
membran sel dan prekursor hormon steroid serta garam-garam
empedu yang digunakan untuk menyerap lemak. Konsentrasi
kolesterol dalam darah yang tinggi, terutama kolesterol dalam
partikel lipoprotein yang disebut yang disebut lipoprotein
densitas rendah (LDL), berperan menyebabkan terbentuknya
plak aterosklerosis. Plak atau endapan lemak pada dinding
arteri ini dikaitkan dengan serangan jantung dan stroke. Kadar
lemak jenuh yang tinggi dalam makanan cenderung
meningkatkan kadar kolesterol LDL dalam darah dan berperan
menyebabkan terbentuknya aterosklerosis. Kemudian
menghambat aliran darah sehingga tekanan darah menjadi
tinggi (Marks dkk., 2000).
Penelitian dengan desain studi cross sectional dengan
sampel 78 orang di kota Padang menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara konsumsi tinggi lemak
dengan hipertensi (Herwati dan Sartika, 2013). Namun, dalam
23
penelitian dengan desain studi yang sama dengan sampel 82
pengemudi Transjakarta menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara kebiasaan makan makanan
tinggi lemak dengan hipertensi (Rizkawati, 2012).
2.5.2.6 Kebiasaan Makan Buah
Buah mengandung potasium yang berfungsi dapat
menurunkan tekanan darah (Dalimartha dkk., 2008). Dalam
sebuah penelitian meta analisis menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara konsumsi potasium yang
lebih tinggi dengan penurunan tekanan darah pada populasi
hipertensi (Aburto dkk., 2013). Penelitian lain dengan desain
studi kohort dengan sampel 13.633 wanita profesional
kesehatan menunjukkan bahwa ada hubungan antara asupan
buah dengan hipertensi. Dalam penelitian tersebut juga
diketahui bahwa asupan tinggi buah merupakan faktor yang
dapat mencegah hipertensi (Wang dkk., 2012). Namun dalam
penelitian dengan desain studi cross sectional menggunakan
data sekunder Riset Kesehatan Dasar 2013 menunjukkan
bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan antara konsumsi
buah dengan hipertensi (Amu, 2015).
2.5.2.7 Kebiasaan Makan Sayur
Dari aspek gizi, kandungan sayur dapat menstabilkan
dan menurunkan tekanan darah. Sayur mengandung kalium,
24
magnesium dan serat (Dalimartha dkk., 2008). Mekanisme
kalium dapat mempengaruhi tekanan darah dan bukti
menunjukkan bahwa interaksi antara kedua zat gizi tersebut
memainkan peran dominan dalam hipertensi khususnya
hipertensi primer (Adrogué HJ dan Madias NE, 2007).
Penelitian lain dengan desain studi kohort dengan
sampel 13.633 wanita profesional kesehatan menunjukkan
bahwa ada hubungan antara asupan sayur dengan hipertensi.
Dalam penelitian tersebut juga diketahui bahwa asupan tinggi
sayur merupakan faktor yang dapat mencegah hipertensi
(Wang dkk., 2012). Namun dalam penelitian dengan desain
studi cross sectional menggunakan data sekunder Riset
Kesehatan Dasar 2013 menunjukkan bahwa tidak adanya
hubungan yang signifikan antara konsumsi sayur dengan
hipertensi (Amu, 2015).
2.5.3 Status Gizi
2.5.3.1 Indeks Massa Tubuh
Obesitas adalah persentase abnormalitas lemak yang
dinyatakan dalam Indeks Masa Tubuh (IMT) yaitu
perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat
dalam meter. Berat badan dan indeks masa tubuh berkorelasi
langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah
sistolik. Obesitas bukan penyebab hipertensi. Namun
25
prevalensi hipertensi pada obesitas lebih besar dibandingkan
yang tidak obesitas atau normal. Orang yang obesitas 5 kali
lebih berisiko mengalami hipertensi dengan orang yang tidak
obesitas atau normal (Kemenkes, 2013).
Nilai IMT dihitung dengan rumus :
Klasifikasi IMT orang Indonesia berdasarkan rekomendasi
WHO pada populasi Asia Pasifik tahun 2000 adalah sebagai
berikut.
Tabel 2.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) Populasi
Asia Menurut WHO
Indeks Massa Tubuh
(kg/cm²)
Kategori
< 18 Berat badan kurang
18 – 22,9 Normal
≥ 23 Berat badan lebih
23 – 24,9 Berisiko
25 – 29,9 Obesitas derajat 1
≥ 30 Obesitas derajat 2
Sumber : The Asia Pasific Perspective, 2000
Banyak penelitian yang menunjukkan adanya hubungan
IMT dengan hipertensi. Beberapa penelitian dengan desain
studi cross sectional menunjukkan ada hubungan yang
IMT = Berat Badan (kg)
Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)
26
signifikan antara IMT dengan hipertensi (Josephine dan
P.Thenmozhi, 2016; Oyeniyi dan Ajayi, 2016; Satheesh dan
Veena, 2013). Penelitian lain dengan desain studi yang sama
dengan sampel 75 supir bus di Brazil menunjukkan bahwa
supir bus yang memiliki IMT dengan berat badan lebih
berisiko 4,32 kali dibandingkan supir bus yang memiliki IMT
normal (Smolarek dkk., 2013).
2.5.4 Pola Kerja
2.5.4.1 Lama Bekerja Sebagai Supir
Penelitian dengan desain studi cross sectional ada 165
pramudi Transjakarta proporsi responden yang bekerja lebih dari
18 bulan cenderung memiliki prevalensi hipertensi lebih tinggi
dibandingkan dengan proporsi responden yang bekerja kurang dari
18 bulan (Sangadji dan Nurhayati, 2014). Penelitian dengan
desain studi sama pada Pramudi Transjakarta menunjukkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara hipertensi dengan
lama bekerja sebagai supir. Diketahui pula bahwa kelompok
supir yang sudah lama bekerja sebagai supir memiliki peluang 3
kali menderita hipertensi dibandingkan dengan kelompok supir
yang baru bekerja sebagai supir (Rizkawati, 2012). Penelitian lain
dengan desain studi cross sectional dengan sampel 587 supir bus di
kota Nagpur menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara hipertensi dengan lama bekerja. Dalam penelitian tersebut
27
diketahui pula bahwa supir bus yang memiliki lama bekerja sebagai
supir >15 tahun berisiko 4,17 kali menderita hipertensi
dibandingkan dengan supir yang lama bekerja sebagai supir ≤ 15
tahun (Borle dan Jadhao, 2015). Penelitian lain dengan desain studi
yang sama dengan sampel 100 supir bus menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara lama bekerja dengan hipertensi
(Rao dkk., 2015).
2.5.4.2 Lama Mengemudi
Supir bus memliki keterpaparan yang tinggi terhadap polusi
udara saat berkendara seperti karbomonoksida (CO), kebisingan
suara dan lainnya yang dapat meningkatkan stres kerja pada supir
(Kaewboonchoo dkk., 2010). Seringkali supir berkendara lebih
dari empat jam atau mempunyai rute yang padat dan sering
(Kemenkes, 2015). Penelitian dengan desain studi cross sectional
dengan sampel 587 supir bus di kota Nagpur menunjukkan adanya
hubungan lama mengemudi dengan hipertensi. Dalam penelian
tersebut juga menunjukkan bahwa lama mengemudi >60
jam/minggu berisiko 1,93 kali dengan lama mengemudi ≤ 60
jam/minggu (Borle dan Jadhao, 2015).
2.5.4.3 Lama Tidur
Dalam penelitian dengan desain studi cross sectional
dengan sampel 1499 pasien menunjukkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara lama tidur dengan hipertensi (Priou dkk.,
28
2014). Hasil penelitian lain dengan desain studi yang sama dengan
sampel 1741 orang dewasa pada Penn State Cohort juga
menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara lama
tidur pendek dengan hipertensi (Fernandez-Mendoza dkk., 2012).
Dalam penelitan tersebut juga menunjukkan bahwa orang dewasa
yang memiliki lama tidur <6 jam/hari lebih berisiko 3,8 kali
menderita hipertensi dibandingkan dengan orang dewasa yang
memiliki lama tidur ≥6 jam/hari. Namun dalam penelitian lain
dengan desain studi cross sectional dengan sampel 179 supir bus
di Kerala Utara, India Selatan menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara lama tidur dengan hipertensi (Lakshman dkk.,
2014). Penelitian lain dengan desain studi sama dengan sampel 100
supir bus menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara lama tidur dengan hipertensi (Rao dkk., 2015).
2.6 Kerangka Teori
Menurut Lalonde (1974) gaya hidup akan mempengaruhi status
kesehatan. Salah satu status kesehatan adalah hipertensi. Selain gaya hidup,
hipertensi pada supir dipengaruhi oleh banyak faktor lain seperti kebiasaan
makan, status gizi, pola kerja dan aktivitas fisik (Yang dkk., 2006 dan Young-
Jun Ahn dkk., 2015). Faktor genetik pun mempengaruhi hipertensi (Waikar
dkk, 2008).
Gaya hidup dipengaruhi oleh faktor sosiodemografis (Rahajeng dan
Tuminah, 2009). Faktor sosiodemografis tersebut meliputi umur dan jenis
29
kelamin. Faktor genetik dapat dilihat dari genetik dan riwayat hipertensi
keluarga. Sedangkan gaya hidup meliputi konsumsi rokok, konsumsi alkohol,
konsumsi kopi, kebiasaan makan makanan asin, kebiasaan makan tinggi
lemak, kebiasan makan sayur dan kebiasaan makan buah. Status gizi meliputi
IMT. Pola kerja meliputi lama bekerja sebagai supir, lama mengemudi dan
lama tidur. Namun faktor- faktor tersebut tidak langsung menyebabkan
hipertensi, maka disebut sebagai faktor risiko.
30
Bagan 2.2 Kerangka Teori
Sumber :
Modifikasi dari (Kaplan dan Ronald G. Victor, 2010), (Black, H.R dan Elliot W.J., 2007), (Waikar dkk., 2008), (Kemenkes RI,
2015), (Klag dkk., 2002), (Musbyarini dkk., 2010), (Marks dkk., 2000), (Adrogué HJ dan Madias NE, 2007), (Kaewboonchoo dkk.,
2010)
Hipertensi
Pelepasan adrenalin dan
peningkatan saraf
simpatik Pengurangan elastisitas
pembuluh darah Retensi cairan
Konsumsi asin
berlebih
Penyempitan
diameter arteri
Konsumsi
lemak
berlebih
Peningkatan TD
Merokok
Kebiasaan
minum
allkohol
Peningkatan kortisol
Peningkatan
volume darah
Pengentalan
darah
Lama tidur
Hiperlipidemia
Stress kerja
Lama
bekerja
Lama
Mengemudi
Kurang
konsumsi
buah sayur
Hipertrofi
pembuluh darah
IMT (Obesitas) Umur
Hiperinsulinemia
Riwayat Hipertensi
Keluarga
Kebiasaan
minum
kopi
Genetik
31
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPRERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
didapatkan kerangka konsep untuk mendeskripsikan variabel–variabel yang
diteliti. Kerangka konsep terdiri dari variabel dependen dan variabel
independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah hipertensi pada
supir bus AKAP. Variabel independen terdiri dari karakteristik responden
(umur dan riwayat hipertensi keluarga), gaya hidup (konsumsi rokok,
konsumsi alkohol, konsumsi kopi, kebiasaan makan makanan asin, kebiasaan
makan makanan tinggi lemak, kebiasaan makan buah dan kebiasaan makan
sayur), status gizi (IMT) dan pola kerja (lama bekerja sebagai supir, lama
mengemudi dan lama tidur).
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Gaya Hidup
Konsumsi rokok
Konsumsi alkohol
Konsumsi kopi
Kebiasaan makan makanan asin
Kebiasaan makan makanan
tinggi lemak
Kebiasaan makan buah
Kebiasaan makan sayur
Hipertensi pada
Supir Bus AKAP
Status Gizi
Indeks massa tubuh
Pola Kerja
Lama bekerja sebagai supir
Lama mengemudi
Lama tidur
Karakteristik Supir Bus
AKAP
Umur
Riwayat hipertensi keluarga
32
3.2 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara
Pengambilan
Data
Hasil Ukur Skala
Ukur
Variabel Dependen
1. Hipertensi Hasil rata-rata dari dua kali pengukuran tekanan
darah sistolik dan tekanan darah diastolik pada
supir bus AKAP dengan selang waktu lima
menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang.
Sphygmom
anometer
Pengukuran
dilakukan setelah
supir bus AKAP
beristirahat ± 5
menit dan
dilakukan dalam
posisi duduk
1. Hipertensi, TD
sitolik ≥ 140 mmHg
dan TD diastolik ≥ 90
mmHg
2. Tidak Hipertensi,
TD sistolik < 140
mmHg, dan TD
diastolik < 90 mmHg
(Joint National
Comittee (JNC), 2004)
Ordinal
Variabel Independen
1. Umur Lama hidup supir bus AKAP yang dihitung
dalam tahun berdasarkan ulang tahun terakhir
saat wawancara dilakukan.
Kuesioner Wawancara
Terstruktur
1. ≥ 44 tahun
2. < 44 tahun
Ordinal
2. Riwayat
hipertensi
keluarga
Riwayat keluarga kandung/terdekat supir bus
AKAP yang pernah didiagnosis menderita
hipertensi oleh tenaga medis (dokter, perawat,
atau bidan).
Kuesioner Wawancara
Terstruktur
1. 1. Ya
2. 2. Tidak
(Borle dan Jadhao,
2015; Oyeniyi dan
Ajayi, 2016)
Ordinal
33
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara
Pengambilan
Data
Hasil Ukur Skala Ukur
3. Konsumsi
rokok
Banyaknya batang rokok yang dihisap supir bus
AKAP dalam satu hari
Kuesioner Wawancara
Terstruktur
3. 1. ≥ 12 batang/hari
4. 2. 1-11 batang/hari
Ordinal
4. Konsumsi
alkohol
Banyaknya alkohol yang diminum supir bus
AKAP dalam satu hari
Kuesioner Wawancara
Terstruktur
5. 1. Ya (1-3
cangkir/hari)
6. 2. Pernah konsumsi
7. 3. Tidak konsumsi
Ordinal
5. Konsumsi kopi Banyaknya kopi dalam cangkir yang dikonsumsi
dalam sehari oleh supir bus AKAP.
Kuesioner Wawancara
Terstruktur
8. 1. 4 - 6 cangkir/hari
9. 2. 1 - 3 cangkir/hari
10. 3. Tidak konsumsi
11. (Uiterwaal dkk.,
2007)
Ordinal
6. Kebiasaan
makan
makanan asin
Frekuensi kebiasaan supir bus AKAP dalam
mengonsumsi makanan asin atau yang
mengandung tinggi natrium dalam sehari.
FFQ Wawancara 12. 1. ≥ 1 kali/hari
13. 2. < 1 kali/hari
Ordinal
7. Kebiasaan
makan
makanan
tinggi lemak
Frekuensi kebiasaan supir bus AKAP dalam
mengonsumsi makanan yang mengandung lemak
jenuh dalam sehari.
FFQ Wawancara 14. 1. ≥ 2 kali per hari
15. 2. < 2 kali per hari
Ordinal
8. Kebiasaan
makan buah
Rata-rata porsi buah yang dikonsumsi dalam
sehari.
Kuesioner Wawancara
Terstruktur
16. 1. < 2 porsi/hari
17. 2. ≥ 2 porsi/hari
18. (Wang et al., 2012)
Ordinal
9. Kebiasaan
makan sayur
Rata-rata porsi sayur yang dikonsumsi dalam
sehari.
Kuesioner Wawancara
Terstruktur
19. 1. < 2 porsi/hari
20. 2. ≥ 2 porsi/hari
21. (Wang dkk., 2012)
Ordinal
34
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara
Pengambilan
Data
Hasil Ukur Skala Ukur
2.2.1. 10. 2.2.2. IMT Hasil perbandingan antara rata-rata berat badan
(kg) dengan rata-rata tinggi badan (meter)
dikuadratkan.
Timbangan
digital dan
microtoise
dengan
ketelitian
0,1 cm
Mengukur berat
badan dan tinggi
badan supir bus
AKAP kemudian
dihitung dalam
rumus IMT
1. ≥ 25 kg/m²
2. < 25 kg/m²
Ordinal
11. Lama bekerja
sebagai supir
Lama mulai bekerja sebagai supir bus AKAP di
PO atau terminal hingga penelitian dilakukan.
Kuesioner Wawancara
Terstruktur
1. ≥ 16 tahun
2. < 16 tahun
Ordinal
12. Lama
mengemudi
Lama mengemudi bus AKAP yang dinyatakan
dalam jam per minnggu.
Kuesioner Wawancara
Terstruktur
1. ≥ 36 jam/minggu
2. < 36 jam/minggu
Ordinal
13. Lama tidur Durasi tidur supir bus AKAP dalam sehari. Kuesioner Wawancara
Terstruktur
4. 1. < 6 jam/hari
5. 2. ≥ 6 jam/hari
6. (Fernandez-
Mendoza dkk.,
2012)
Ordinal
35
3.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Ada hubungan antara faktor karakteristik responden (umur dan riwayat
hipertensi keluarga) dengan hipertensi pada supir bus AKAP di terminal
wilayah Kota Jakarta Timur tahun 2017.
2. Ada hubungan antara faktor gaya hidup (konsumsi rokok, konsumsi
alkohol, konsumsi kopi, kebiasaan makan makanan asin, kebiasaan makan
makanan tinggi lemak, kebiasaan makan buah dan kebiasaan makan sayur)
dengan hipertensi pada supir bus AKAP di terminal wilayah Kota Jakarta
Timur tahun 2017.
3. Ada hubungan antara faktor status gizi (IMT) dengan hipertensi pada supir
bus AKAP di wilayah terminal Kota Jakarta Timur tahun 2017.
4. Ada hubungan antara pola kerja (lama bekerja sebagai supir, lama
mengemudi dan lama tidur) dengan hipertensi pada supir bus AKAP di
terminal wilayah Kota Jakarta Timur tahun 2017.
36
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat penelitian kuantitatif dengan menggunakan
penelitian epidemiologi analitik dengan desain studi cross sectional yaitu
proses pengambilan seluruh variabel yang diteliti dilakukan dalam satu waktu.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di terminal wilayah Kota Jakarta Timur yaitu
Terminal Pulo Gebang dan Terminal Kampung Rambutan. Penelitian ini
dilakukan di terminal wilayah Kota Jakarta Timur dikarenakan salah satu kota
di provinsi DKI Jakarta yang memiliki terminal bus AKAP. Kedua terminal
tersebut memiliki klinik kesehatan terminal binaan puskesmas Suku Dinas
Kesehatan Jakarta Timur yaitu puskesmas Cakung dan puskesmas Ciracas.
Sedangkan penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari – Juni 2017.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh supir bus AKAP di terminal
wilayah Kota Jakarta Timur. Namun peneliti memiliki keterbatasan data
jumlah keseluruhan supir utama atau cadangan PO bus AKAP di seluruh
terminal Kota Jakarta Timur. Berdasarkan Data Badan Pengelola
Transportasi Jabodetabek tahun 2016 hanya diketahui jumlah kendaraan
bus AKAP. Diantaranya adalah sebanyak 65 bus di Terminal Pulo Gebang
dan sebanyak 834 bus di Terminal Kampung Rambutan.
37
2. Sampel
Sampel penelitian ini adalah supir bus AKAP yang masih bekerja
dan bertugas di terminal wilayah Kota Jakarta Timur pada saat penelitian
dilakukan. Jumlah sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini
dihitung menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi :
Keterangan :
N = Jumlah/besar sampel minimal yang dibutuhkan
Z1-α/2 = Nilai Z pada derajat kepercayaan (1-α/2) uji dua arah (1,96)
Z1-β = Nilai Z pada kekuatan uji 80% 1-β = 0.84
P1 = Proporsi hipertensi pada kelompok berisiko
P2 = Proporsi hipertensi pada kelompok tidak berisiko
P = (P1 + P2) / 2
Penentuan besar sampel minimal dilihat berdasarkan perhitungan
besar sampel menggunakan nilai P1 dan P2 dari hasil penelitian
sebelumnya. Adapun besar sampel minimal pada tiap-tiap variabel adalah
sebagai berikut.
38
Tabel 4.1 Besar Sampel
Variabel Penelitian
sebelumnya
P1 P2 P N n x
2
n
total
Umur (Borle and
Jadhao,
2015)
0,37 0,04 0,205 23 46 51
Riwayat
Hipertensi
Keluarga
(Borle dan
Jadhao,
2015)
0,82 0,48 0,65 30 60 63
Konsumsi
merokok
(Oyeniyi
dan Ajayi,
2016)
0,78 0,22 0,5 12 24 27
Konsumsi kopi (Uiterwaal
dkk., 2007)
0,77 0,23 0,5 13 26 29
Kebiasaan
makan makanan
asin
(Rahajeng
dan
Tuminah,
2009)
0,49 0,25 0,37 63 126 139
Kebiasaan
makan makanan
tinggi lemak
(Rahajeng
dan
Tuminah,
2009)
0,125 0,435 0,38 36 72 80
Konsumsi sayur
dan buah
(Rahajeng
dan
Tuminah,
2009)
0,94 0,6 0,77 29 58 64
Konsumsi sayur
dan buah
(Rahajeng
dan
Tuminah,
2009)
0,94 0,6 0,77 29 58 64
IMT (Oyeniyi
dan Ajayi,
2016)
0,16 0,83 0,5 8 16 18
Lama bekerja
sebagai supir
(Rizkawati,
2012)
0,67
0,41 0,54 32 64 71
Lama
mengemudi
(Borle dan
Jadhao,
2015)
0,32
0,68
0,5 30 60 66
Lama tidur
(Lakshman
dkk., 2014)
0,72 0,43 0,57 45 90 99
39
Berdasarkan perhitungan hasil besar sampel pada setiap variabel,
maka jumlah sampel yang paling banyak dibutuhkan sebanyak 126 orang.
Untuk menghindari terjadinya drop out atau missing maka jumlah sampel
ditambah 10% sehingga keseluruhan sampel menjadi sebanyak 139 orang.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah systematic random
sampling. Dikarenakan adanya keterbatasan data supir bus AKAP di
terminal wilayah Kota Jakarta Timur. Maka peneliti akan membuat frame
sampling pada saat pengumpulan data. Adapun kriteria inklusi sampel
penelitian ini adalah supir yang berjenis kelamin laki-laki dan supir bus
utama AKAP atau supir cadangan AKAP yang akan mengemudikan bus
atau yang sedang istirahat di terminal wilayah Kota Jakarta Timur.
Sedangkan kriteria eksklusi adalah supir bus yang memiliki riwayat
hipertensi karena penyakit lainnya seperti ginjal, kelainan hormon dan
sebagainya.
Dalam penelitian ini didapatkan sebanyak 129 responden
dikarenakan adanya missing data sebanyak 10 responden. Responden
tersebut diperoleh dari dua terminal yaitu Terminal Pulogebang dan
Terminal Kampung Rambutan. Diantaranya adalah 52 supir bus AKAP
Terminal Pulogebang dan 77 supir bus AKAP Terminal Kampung
Rambutan.
4.4 Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer. Data primer diperoleh dari
pengukuran langsung dan wawancara kepada supir bus AKAP di terminal
40
wilayah Kota Jakarta Timur. Pengumpulan data dilakukan melalui pos
kesehatan yang dibuat oleh peneliti pada masing-masing tempat penelitian.
Sebelum pengukuran dan wawancara, peneliti meminta persetujuan supir bus
AKAP untuk berpartisipasi dengan sukarela dalam penelitian. Persetujuan
dilakukan dengan memberikan informed consent dan menjelaskan kepada
supir bus AKAP mengenai maksud dan tujuan penelitian. Ketika supir bus
AKAP memberikan persetujuan maka supir menandatangani informed
consent tersebut pada kolom yang telah disediakan peneliti.
Pengukuran langsung dilakukan untuk memperoleh informasi terkait
tekanan darah, berat badan dan tinggi badan untuk menentukan indeks massa
tubuh responden. Pengukuran tekanan darah dilakukan oleh tenaga medis
yaitu satu perawat/bidan yang sudah memiliki kompetensi dan keahlian
dalam mendiagnosis hipertensi. Sedangkan pengukuran berat badan dan
tinggi badan dilakukan oleh peneliti dan beberapa mahasiswa kesehatan
masyarakat. Sebelum petugas melakukan pengukuran berat badan dan tinggi
badan, peneliti memberikan arahan terkait cara pengukuran berat badan dan
tinggi badan oleh peneliti.
Metode pengumpulan data kedua adalah wawancara. Wawancara
dilakukan dengan menggunakan kuesioner untuk memperoleh informasi
terkait umur, riwayat hipertensi keluarga, konsumsi rokok, konsumsi alkohol,
konsumsi kopi, kebiasaan makan makanan asin, kebiasan makan makanan
tinggi lemak, kebiasaan makan buah, kebiasaan makan sayur, lama bekerja
41
sebagai supir, lama mengemudi dan lama tidur. Waktu pengumpulan data
untuk setiap responden dilakukan selama 5-10 menit.
4.5 Instrumen Data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner,
spigmomanometer, timbangan digital dan microtoise. Instrumen ini dibuat
hasil adopsi dari penelitian-penelitian sebelumnya.
Berikut penjelasan cara pengukuran masing-masing variabel yang
digunakan dalam penelitian ini.
1. Hipertensi
Variabel ini diukur melalui pengukuran tekanan darah dengan
menggunakan spigmomanometer. Untuk memastikan supir bus AKAP
yang mengalami hipertensi, tenaga medis melakukan pengukuran
sebanyak dua kali. Kemudian hasil dari pengukuran tekanan darah
dirata-ratakan.
Dalam menjamin kevalidan data maka cara pengukuran dipastikan
harus benar. Posisi duduk supir bus AKAP dibuat tenang. Responden
diharuskan tidak melakukan aktivitas fisik, merokok dan makan
minimal 30 menit sebelum pengukuran tekanan darah. Tenaga medis
yang mengukur tidak mengajak responden berbicara atau tertawa saat
pengukuran tekanan darah berlangsung. Hal ini dilakukan oleh peneliti
dengan memberikan arahan kepada petenaga medis agar sesuai dengan
ketentuan yang ada.
42
2. Umur
Variabel ini diukur dengan metode wawancara yang dilakukan
peneliti. Umur ditanyakan langsung pada responden dan dihitung
dengan pembulatan ke bawah atau ulang tahun yang terakhir. Umur
responden dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu ≥ 44 tahun dan < 44
tahun.
3. Riwayat hipertensi keluarga
Variabel ini diukur dengan metode wawancara yang dilakukan
peneliti. Riwayat hipertensi keluarga ditanyakan langsung kepada
responden. Variabel ini menanyakan garis keturunan keluarga dekat
yang pernah didiagnosis hipertensi oleh tenaga kesehatan. Keluarga
dekat yang dimaksud adalah orang tua, kakek, nenek, paman, bibi atau
saudara kandung dari responden. Hipertensi yang dialami keluarga
dengan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg. Riwayat hipertensi keluarga
dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu ya dan tidak.
4. Konsumsi rokok
Variabel ini diukur dengan metode wawancara yang dilakukan
peneliti. Statsus merokok ditanyakan langsung kepada responden.
Variabel ini menanyakan kebiasaan responden dalam menghisap
rokok. Hasil ukur dari variabel ini ada 3 kategori yaitu ≥ 12
batang/hari, 1-11 batang/hari dan tidak merokok.
43
5. Konsumsi alkohol
Variabel ini diukur dengan metode wawancara yang dilakukan
peneliti. Status minum alkohol ditanyakan langsung kepada responden.
Variabel ini menanyakan kebiasaan responden dalam mengonsumsi
alkohol. Hasil ukur dari variabel ini ada 3 kategori yaitu konsumsi
alkohol (1-3 cangkir/hari), pernah dan tidak pernah.
6. Konsumsi kopi
Variabel ini diukur dengan metode wawancara yang dilakukan
peneliti. Kebiasaan minum kopi ditanyakan langsung kepada
responden. Variabel ini menanyakan kebiasaan responden dalam
mengonsumsi kopi. Hasil ukur dari variabel ini dikategorikan menjadi
3 kategori yaitu 4 - 6 cangkir/hari, 1 - 3 cangkir/hari dan tidak
konsumsi.
7. Kebiasaan makan makanan asin
Variabel ini diukur dengan metode wawancara yang dilakukan
peneliti. Kebiasaan makan makanan asin ditanyakan langsung kepada
responden. Variabel ini menanyakan kebiasaan responden dalam
makan makanan asin atau mengandung garam. Makanan asin yang
ditanyakan seperti telur asin, ikan asin, sayur asin, keripik kentang,
daging kaleng/kornet, kecap asin, saos dan lain-lain. Hasil ukur dari
variabel ini dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu ≥ 1 kali/hari dan
< 1 kali/hari.
44
8. Kebiasaan makan makanan tinggi lemak
Variabel ini diukur dengan metode wawancara yang dilakukan
peneliti. Kebiasaan makan makanan tinggi lemak ditanyakan langsung
kepada responden. Variabel ini menanyakan kebiasaan responden
dalam makan makanan tinggi lemak. Makanan tinggi lemak yang
ditanyakan seperti sop buntut, makanan bersantan/kare/gulai,
gorengan, sate kambing, jerohan, bebek, kulit, kuning telur dan lain-
lain. Hasil ukur dari variabel ini dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu
≥ 2 kali/hari dan < 2 kali/hari.
9. Kebiasaan makan buah
Variabel ini diukur dengan metode wawancara yang dilakukan
peneliti. Kebiasaan makan buah ditanyakan langsung kepada
responden. Variabel ini menanyakan kebiasaan responden dalam
makan buah dalam sehari. Hasil ukur dari variabel ini dikategorikan
menjadi 2 kategori yaitu < 2 porsi/hari dan ≥ 2 porsi/hari.
10. Kebiasaan makan sayur
Variabel ini diukur dengan metode wawancara yang dilakukan
peneliti. Kebiasaan makan sayur ditanyakan langsung kepada
responden. Variabel ini menanyakan kebiasaan responden dalam
makan sayur dalam sehari. Hasil ukur dari variabel ini dikategorikan
menjadi 2 kategori yaitu < 2 porsi/hari dan ≥ 2 porsi/hari.
45
11. Indeks massa tubuh
Variabel ini diukur melalui pengukuran berat badan dan tinggi
badan dengan menggunakan timbangan digital dan microtoise. Untuk
menjamin kevalidan data maka pengukuran dilakukan dua kali
pengukuran kemudian kedua hasil pengukuran dirata-ratakan. Hasil
ukur dari variabel ini dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu tidak
normal (≥ 25 kg/m²) dan normal (< 25 kg/m²).
12. Lama bekerja sebagai supir
Variabel ini diukur dengan metode wawancara yang dilakukan
peneliti. Lama bekerja sebagai supir ditanyakan langsung kepada
responden. Variabel ini menanyakan berapa tahun mulai bekerja
sebagai supir sampai penelitian dilakukan dan dinyatakan dalam tahun.
Lama bekerja sebagai supir dikategorikan menjadi ≥ 16 tahun dan < 16
tahun.
13. Lama mengemudi
Variabel ini diukur dengan metode wawancara yang dilakukan
peneliti. Lama mengemudi ditanyakan langsung kepada responden.
Variabel ini menanyakan lama bekerja yang dinyatakan dalam jam per
hari. Hasil ukur variabel ini dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu
kategori ≥ 36 jam/minggu dan < 36 jam/minggu.
14. Lama tidur
Variabel ini diukur dengan metode wawancara yang dilakukan
peneliti. Lama mengemudi ditanyakan langsung kepada responden.
46
Variabel ini menanyakan lama tidur atau beristirahat responden yang
dinyatakan dalam jam per hari. Hasil ukur variabel ini dikategorikan
menjadi 2 kategori yaitu kategori < 6 jam/hari dan ≥ 6 jam/hari.
Alat ukur spigmomanometer digunakan oleh tenaga medis untuk
mengetahui status hipertensi. Spigmomanometer yang digunakan
adalah spigmomanometer aneroid. Sedangkan timbangan digital dan
microtoise digunakan untuk mengetahui berat badan dan tinggi badan
dengan ketelitian 0,01 kg dan 0,1 cm.
4.6 Uji Validitas dan Reabilitas
Pengujian validitas dan reabilitas dilakukan kepada subjek yang
memiliki karakteristik hampir sama dengan populasi supir bus AKAP di
terminal wilayah Kota Jakarta Timur yaitu supir bus AKAP di Terminal Bus
Kalideres Kota Jakarta Barat.
1. Uji Validitas
Pada penelitian ini, kuesioner dan lembar FFQ tidak dilakukan
uji validasi dengan menggunakan statistik dikarenakan pertanyaan
pada kuesioner dan lembar FFQ tidak menggunakan skala likert
maupun skala guttman. Selain itu, kolom pengisian pada lembar FFQ
bersifat terbuka.
Uji validitas tetap dilakukan dengan uji empiris atau uji
validitas yang berhubungan dengan kriteria, jika supir bus AKAP di
Terminal Bus Kalideres bisa menjawab kuesioner dan lembar FFQ
47
dengan benar dan mudah, tidak mengalami kebingungan, maka
dinyatakan lulus uji validitas empiris/kriteria.
2. Uji Reabilitas
Uji reabilitas digunakan untuk melihat sejauh mana konsistensi
pengukuran apabila dilakukan berulang kali. Sama halnya dengan uji
validasi, pada penelitian tidak dilakukan uji realibilitas pada kuesioner
dan lembar FFQ dengan menggunakan statistik.
4.7 Manajemen Data
Manajemen data tetap dilakukan untuk penelitian ini dengan rincian
sebagai berikut.
1. Editing
Proses editing ini meliputi pemeriksaan isian kuesioner yang
dilakukan selama proses pengumpulan data yang bertujuan untuk
memastikan semua variabel, baik variabel dependen (hipertensi pada
supir bus AKAP) dan variabel independen. Selama proses tersebut
dilakukan penyuntingan data oleh peneliti agar data yang salah, kurang
jelas terbaca atau meragukan dapat langsung ditelusuri kembali kepada
petugas yang bersangkutan.
2. Coding
Proses pengkodean dilakukan terhadap setiap variabel yang ada
dalam penelitian ini untuk memudahkan peneliti dalam mengolah data.
48
Berikut ini merupakan kode variabel penelitian :
Tabel 4.2 Kode Variabel
Variabel Kode
Umur A4
Riwayat hipertensi keluarga A9
Konsumsi merokok B1 – B3
Konsumsi alkohol B4 – B6
Konsumsi kopi B7 – B8
Kebiasaan makan makanan asin FFQ
Kebiasaan makan makanan tinggi
lemak
FFQ
Kebiasaan makan buah B9 - B10
Kebiasaan makan sayur B11 - B12
Lama bekerja sebagai supir C1
Lama mengemudi C2 – C3
Lama tidur C4
Hipertensi D1 – D6
IMT E3
3. Entry
Proses enrtry proses memasukkan data yang sudah dikode
menggunakan salah satu software pengolahan data statistik untuk
dilakukan analisis data.
4. Cleaning
Proses cleaning merupakan pembersihan atau pengecekan
kembali data yang sudah di entry untuk memastikan tidak ada
kesalahan dalam melakukan pengkodean ataupun pada saat
melakukan entry data. Proses ini dilakukan dengan cara melakukan
49
tabulasi frekuensi dari setiap variabel baik variabel independen
maupun dependen.
5. Analisa Data
Analisa data penelitian ini akan diawali dengan analisis
univariat terhadap variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini
yaitu variabel hipertensi, umur, riwayat hipertensi keluarga,
kebiasaan merokok, kebiasaan minum alkohol, kebiasaan minum
kopi, kebiasaan makan makanan asin, kebiasaan makan makanan
tinggi lemak, kebiasan makan buah, kebiasaan makan sayur, IMT,
lama bekerja sebagai supir, lama mengemudi dan lama tidur. Semua
variabel akan ditampilkan dalam satu tabel yang memuat jumlah dan
proporsi dari masing-masing variabel. Selain itu, klasifikasi
tingkatan hipertensi dibedakan menjadi hipertensi dan tidak
hipertensi. Pengelompokan hipertensi didapatkan dari klasifikasi
menurut Joint National Comittee (JNC) (2004) yaitu hipertensi stage
1 dan stage 2 sedangkan kelompok tidak hipertensi didapatkan dari
klasifikasi normal dan pre hipertensi.
Selanjutnya, analisis bivariat dilakukan untuk melihat
kecenderungan antara variabel umur, riwayat hipertensi keluarga,
konsumsi rokok, konsumsi alkohol, konsumsi kopi, konsumsi makan
makanan asin, konsumsi makan makanan tinggi lemak, konsumsi
buah, konsumsi sayur, IMT, lama bekerja sebagai responden, lama
mengemudi dan lama tidur dengan hipertensi pada supir bus AKAP.
50
Selain analisis univariat dan analisis bivariat, peneliti
melakukan analisa multivariat dalam penelitian ini. Dalam analisa
mulitavariat diketahui faktor dominan dari hipertensi pada supir bus
AKAP. Analisa multivariat yang digunakan adalah uji regresi
logistik berganda. Dalam analisis multivariat ini menggunakan
model prediksi dan didapatkan nilai koefisien B dan AOR.
51
BAB V
HASIL
5.1 Analisis Univariat
5.1.1 Distribusi Hipertensi pada Supir Bus AKAP
Pada penelitian ini hipertensi pada supir bus AKAP di terminal
wilayah Kota Jakarta Timur tahun 2017 didapatkan dari hasil rata-rata
pengukuran tekanan darah responden yang dilakukan oleh tenaga
medis. Diketahui bahwa dari 129 responden, didapatkan rata-rata
tekanan darah sistolik (TDS) responden adalah 126,43 ± 18,585 mmHg
dengan nilai TDS terendah 80 mmHg dan nilai TDS tertinggi 185
mmHg. Rata-rata tekanan darah diastol (TDD) responden adalah 83,91
± 11,524 mmHg dengan nilai TDD terendah 50 mmHg dan nilai TDD
tertinggi 115 mmHg. Hasil distribusi hipertensi pada supir bus AKAP
di terminal wilayah Kota Jakarta Timur tahun 2017 dapat dilihat pada
tabel 5.1.
Tabel 5.1Distribusi Hipertensi Pada Supir Bus AKAP di Terminal
Wilayah Kota Jakarta Timur Tahun 2017
Hipertensi n %
Hipertensi 33 25,6
Tidak hipertensi 96 74,4
Total 129 100
Berdasarkan tabel 5.1, diketahui bahwa proporsi hipertensi pada
supir AKAP di terminal wilayah Kota Jakarta Timur hanya sebanyak 33
orang (25,6%) dari 129 responden. Kelompok hipertensi pada supir bus
AKAP terdapat 2 klasifikasi hipertensi menurut (JNC,2004) yaitu
52
hipertensi stage 1 sebanyak 19 orang (14,7 %) dan hipertensi stage 2
sebanyak 14 orang (10,9%). Sedangkan kelompok tidak hipertensi pada
supir bus AKAP terdapat 2 klasifikasi yaitu normal sebanyak 59 orang
(49,7%) dan prehipertensi sebanyak 37 orang (28,7%). Diketahui
bahwa proporsi supir bus AKAP yang tidak mengalami hipertensi lebih
tinggi dibandingkan proporsi supir bus AKAP yang mengalami
hipertensi.
5.1.2 Distribusi Karakteristik Supir Bus AKAP
Karakteristik yang berkaitan dengan hipertensi pada supir bus
AKAP di terminal wilayah Kota Jakarta tahun 2017 terdiri dari dua
variabel yaitu umur dan riwayat hipertensi keluarga. Hasil analisis
distribusi variabel umur dan riwayat hipertensi keluarga pada supir bus
AKAP di wilayah Kota Jakarta Timur tahun 2017 dapat dilihat pada
tabel 5.2.
Tabel 5.2 Distribusi Karakteristik Supir Bus AKAP di Terminal
Wilayah Kota Jakarta Timur Tahun 2017
Variabel Kategori Frekuensi Persentase
Umur ≥ 44 tahun 65 50,4
< 44 tahun 64 49,6
Riwayat
Hipertensi
Keluarga
Ya
Tidak
28
101
21,7
78,3
1. Umur
Berdasarkan tabel 5.2, diketahui bahwa supir bus AKAP yang
memiliki umur ≥ 44 tahun hampir sama dengan supir bus AKAP yang
memiliki umur < 44 tahun. Berdasarkan analisis diketahui pula bahwa
53
rata-rata umur supir bus AKAP adalah 44 ± 9,354 tahun. Sedangkan
umur termuda adalah 17 tahun dan umur tertua adalah 67 tahun.
2. Riwayat Hipertensi Keluarga
Berdasarkan tabel 5.2, diketahui bahwa supir bus AKAP yang
memiliki riwayat hipertensi keluarga hanya sebanyak 28 orang (21,7%)
dari 129 orang. Diketahui pula bahwa supir bus AKAP lebih banyak
yang tidak memiliki riwayat hipertensi keluarga dibandingkan supir bus
AKAP yang memiliki riwayat hipertensi keluarga yaitu sebanyak 101
orang (78,3%) dari 129 orang.
5.1.3 Distribusi Gaya Hidup Supir Bus AKAP
Gaya hidup yang berkaitan dengan hipertensi supir bus AKAP
di terminal wilayah Kota Jakarta Timur tahun 2017 terdiri dari tujuh
variabel yaitu konsumsi rokok, konsumsi alkohol, konsumsi kopi,
kebiasaan makan makanan asin, kebiasaan makan makanan tinggi
lemak, kebiasaan makan buah dan kebiasaan makan sayur. Hasil
analisis distribusi gaya hidup pada supir bus AKAP dapat dilihat pada
tabel 5.3.
Tabel 5.3 Distribusi Gaya Hidup Supir Bus AKAP di Terminal
Wilayah Kota Jakarta Timur Tahun 2017
No. Variabel Kategori Frekuensi Persentase
1. Konsumsi rokok ≥ 12 batang/hari
1 – 11 batang/hari
Tidak merokok
75
24
30
58,1
18,6
23,3
2. Konsumsi
alkohol
Ya
(1-3 cangkir/hari)
Pernah
Tidak Pernah
7
46
76
5,4
35,7
58,9
54
No. Variabel Kategori Frekuensi Persentase
3. Konsumsi kopi 4 - 6 cangkir/hari 11 8,5
1 - 3 cangkir/hari 76 58,9
Tidak konsumsi 42 32,6
4. Kebiasaan makan
makanan asin
≥ 1 kali/hari 79 61,2
< 1 kali/hari 50 38,8
5. Kebiasaan makan
makanan lemak
≥ 2 kali/hari 31 24
< 2 kali/hari 98 76
6. Kebiasaan makan
buah
< 2 porsi/hari 64 49,6
≥ 2 porsi/hari 65 50,4
7. Kebiasaan makan
sayur
< 2 porsi/hari 35 27,1
≥ 2 porsi/hari 94 72,9
1. Konsumsi rokok
Berdasarkan tabel 5.3, diketahui bahwa supir bus AKAP yang
mengonsumsi rokok ≥ 12 batang/hari lebih banyak dibandingkan
daripada supir bus AKAP yang mengonsumsi 1 - 11 batang/hari dan
tidak merokok yaitu sebanyak 75 orang (58,1%) dari 129 orang.
2. Konsumsi alkohol
Berdasarkan tabel 5.3, diketahui bahwa supir bus AKAP yang
tidak pernah mengonsumsi alkohol lebih banyak dibandingkan supir bus
AKAP yang mengonsumsi alkohol dan pernah mengonsumsi yaitu
sebanyak 76 orang (58,9%) dari 129 orang.
3. Konsumsi kopi
Berdasarkan tabel 5.3, diketahui bahwa supir bus AKAP yang
mengonsumsi kopi 1 - 3 cangkir/hari lebih banyak daripada supir bus
AKAP yang mengonsumsi kopi 4 - 6 cangkir/hari dan tidak
mengonsumsi kopi yaitu sebanyak 76 orang (58,9%) dari 129 orang.
55
4. Kebiasaan makan makanan asin
Berdasarkan tabel 5.3, diketahui bahwa supir bus AKAP yang
memiliki kebiasaan makan makanan asin ≥ 1 kali/hari lebih banyak
daripada supir bus AKAP yang memiliki kebiasaan makan makanan
asin < 1 kali/hari yaitu sebanyak 79 orang (61,2%) dari 129 orang.
5. Kebiasaan makan makanan tinggi lemak
Berdasarkan tabel 5.3, diketahui bahwa supir bus AKAP yang
memiliki kebiasaan makan makanan tinggi lemak < 2 kali/hari daripada
supir bus AKAP yang memiliki kebiasaan makan makanan tinggi lemak
≥ 2 kali/hari yaitu sebanyak 98 orang (76%) dari 129 orang.
6. Kebiasaan makan buah
Berdasarkan tabel 5.3, diketahui bahwa supir bus AKAP yang
memiliki kebiasaan makan buah ≥ 2 porsi/hari hampir merata dengan
supir bus AKAP yang memiliki kebiasaan makan buah < 2 porsi/hari
yaitu sebanyak 65 orang (50,4%) dari 129 orang.
7. Konsumsi sayur
Berdasarkan tabel 5.3, diketahui bahwa supir bus AKAP yang
memiliki kebiasaan makan sayur ≥ 2 porsi/hari lebih banyak daripada
supir bus AKAP yang memiliki kebiasaan makan sayur < 2 porsi/hari
yaitu sebanyak 94 orang (72,9%) dari 129 orang.
5.1.4 Distribusi IMT Supir Bus AKAP
Indeks Massa Tubuh (IMT) berkaitan dengan hipertensi pada
supir bus AKAP di wilayah Kota Jakarta Timur. IMT didapatkan dari
56
hasil perhitungan rumus berat badan dibagi tinggi badan kuadrat.
Distribusi IMT dibagi menjadi dua yaitu tidak normal (≥ 25 kg/m²) dan
normal (< 25 kg/m²). Hasil analisis distribusi IMT pada supir bus
AKAP dapat dilihat pada tabel 5.4.
Tabel 5.4 Distribusi IMT Supir Bus AKAP di Terminal Wilayah
Kota Jakarta Timur Tahun 2017
No. Variabel Kategori Frekuensi Persentase
1. IMT ≥ 25 kg/m² 66 51,2
< 25 kg/m² 63 48,8
Berdasarkan tabel 5.4, diketahui bahwa supir bus AKAP paling
banyak memiliki IMT tidak normal yaitu sebanyak 88 orang (51,2%)
dari 129 orang. Kelompok supir bus AKAP yang memiliki IMT tidak
normal dibagi menjadi 2 kategori yaitu obesitas stage 1 sebanyak 49
orang (38%) dan obesitas stage 2 sebanyak 17 orang (13,2%).
Sedangkan kelompok supir bus AKAP yang memiliki IMT normal
dibagi menjadi 3 kategori yaitu normal sebanyak 37 orang (28,7%),
berat badan berlebih atau berisiko sebanyak 25 orang (19,4%) dan berat
badan kurang sebanyak 1 orang (0,8%). Didapatkan pula bahwa rata –
rata IMT supir bus AKAP adalah 25,55 kg/m². IMT terendah adalah
16,22 kg/m² dan IMT tertinggi adalah 41,17 kg/m².
5.1.5 Distribusi Pola Kerja Supir Bus AKAP
Pola kerja yang berkaitan dengan hipertensi pada supir bus
AKAP di terminal wilayah Kota Jakarta Timur tahun 2017 terdiri dari
57
lama bekerja supir, lama mengemudi dan lama tidur. Hasil analisis
distribusi pola kerja pada supir bus AKAP dapat dilihat pada tabel 5.5.
Tabel 5.5 Distribusi Pola Kerja Supir Bus AKAP di Terminal
Wilayah Kota Jakarta Timur Tahun 2017
No. Variabel Kategori Frekuensi Persentase
1. Lama bekerja
sebagai supir
≥ 16 tahun 52 40,3
< 16 tahun 77 59,7
2. Lama
mengemudi
≥ 36 jam/minggu
< 36 jam/minggu
69
60
53,5
46,5
3. Lama tidur < 6 jam/hari
≥ 6 jam/hari
75
54
58,1
41,9
1. Lama bekerja sebagai supir
Berdasarkan tabel 5.5, diketahui bahwa supir bus AKAP yang
memiliki lama bekerja sebagai supir selama < 16 tahun lebih banyak
dibandingkan supir bus AKAP yang memiliki lama bekerja sebagai
supir selama ≥ 16 tahun yaitu sebanyak 77 orang (59,7%) dari 129
orang.
2. Lama mengemudi
Berdasarkan tabel 5.5, diketahui bahwa supir bus AKAP yang
memiliki lama mengemudi selama ≥ 36 jam/minggu lebih banyak
dibandingkan supir bus AKAP yang memiliki lama memgemudi
selama < 36 jam/minggu yaitu sebanyak 69 orang (53,5%) dari 129
orang.
3. Lama tidur
Berdasarkan tabel 5.5, diketahui bahwa supir bus AKAP yang
memiliki lama tidur < 6 jam/hari lebih banyak dibandingkan dengan
58
supir bus AKAP yang memiliki lama tidur ≥ 6 jam/hari yaitu
sebanyak 75 orang (58,1%) dari 129 orang.
5.2 Analisis Bivariat
5.2.1 Karakteristik Supir Bus AKAP dengan Hipertensi
Karakteristik supir bus AKAP yang meliputi umur dan
riwayat hipertensi merupakan faktor yang diduga berpengaruh
terhadap hipertensi pada supir bus AKAP. Hasil analisis antara
umur dan riwayat hipertensi keluarga terhadap hipertensi pada
supir bus AKAP di wilayah Kota Jakarta Timur tahun 2017 dapat
dilihat pada tabel 5.6.
Tabel 5.6 Karakteristik Supir Bus AKAP dengan Hipertensi
pada Supir Bus AKAP di Terminal Wilayah Kota Jakarta Timur
Tahun 2017
No. Variabel Kategori
Hipertensi
Total Hipertensi Tidak
Hipertensi
n % n % N %
1. Umur ≥ 44 tahun 21 32,3 44 67,7 65 100
< 44 tahun 12 18,8 52 81,2 64 100
2. Riwayat
hipertensi
keluarga
Ya 10 37 17 63 27 100
Tidak 23 22,5 79 77,5 102 100
1. Umur dengan Hipertensi pada Supir Bus AKAP
Berdasarkan tabel 5.6, diketahui bahwa dari 129 supir bus
AKAP yang mengalami hipertensi sebanyak 21 orang (32,3%) memiliki
umur ≥ 44 tahun dan 12 orang (18,8%) memiliki umur < 44 tahun.
59
2. Riwayat Hipertensi Keluarga dengan Hipertensi pada Supir Bus
AKAP
Berdasarkan tabel 5.6, diketahui bahwa dari 129 supir bus
AKAP yang mengalami hipertensi sebanyak 10 orang (37%) memiliki
riwayat hipertensi keluarga dan 23 orang (22,5%) tidak memiliki
riwayat hipertensi keluarga.
5.2.2 Gaya Hidup dengan Hipertensi pada Supir Bus AKAP
Gaya hidup merupakan faktor yang diduga berpengaruh
terhadap hipertensi pada supir bus AKAP di wilayah Kota Jakarta
Timur tahun 2017 yang terdiri dari tujuh variabel yaitu konsumsi rokok,
konsumsi alkohol, konsumsi kopi, kebiasaan makan makanan asin,
kebiasaan makan makanan lemak, kebiasaan makan buah dan
kebiasaan makan sayur. Hasil analisis gaya hidup dengan hipertensi
pada supir bus AKAP dapat dilihat pada tabel 5.7.
Tabel 5.7 Gaya Hidup dengan Hipertensi pada Supir Bus AKAP di
Terminal Wilayah Kota Jakarta Timur Tahun 2017
No. Variabel Kategori
Hipertensi
Total Hipertensi Tidak
Hipertensi
n % n % n %
1. Konsumsi rokok ≥ 12
batang/hari
13 17,3 62 82,7 75 100
1-11
batang/hari
8 33,3 16 66,7 24 100
Tidak
merokok
12 40 18 60 30 100
2. Konsumsi alkohol Ya 2 28,6 5 71,4 7 100
Pernah 7 15,2 39 84,8 46 100
Tidak
Pernah
24 31,6 52 68,4 76 100
60
No. Variabel Kategori
Hipertensi
Total Hipertensi Tidak
Hiperetnsi
n % n % n %
3. Konsumsi kopi 4 - 6
cangkir/hari
2 18,2 9 81,8 11 100
1 - 3
cangkir/hari
17 22,4 59 77,6 76 100
Tidak
konsumsi
14 33,3 28 66,7 42 100
4. Konsumsi makan
makanan asin
≥ 1 kali/hari 21 26,6 58 73,4 79 100
< 1 kali/hari 12 24 38 76 50 100
5. Konsumsi makan
makanan lemak
≥ 2 kali/hari
< 2 kali/hari
8 25,8 23 74,2 31 100
25 25,5 73 74,3 98 100
6. Konsumsi buah < 2
porsi/hari
11 17,2 53 82,8 64 100
≥ 2
porsi/hari
22 33,8 43 66,2 65 100
7. Konsumsi sayur < 2
porsi/hari
7 20 28 80 35 100
≥ 2
porsi/hari
26 27,7 68 72,3 94 100
1. Konsumsi Rokok dengan Hipertensi pada Supir Bus AKAP
Berdasarkan tabel 5.7, diketahui bahwa dari 129 supir bus
AKAP yang mengalami hipertensi sebanyak 13 orang (17,3%)
mengonsumsi rokok ≥ 12 batang/hari, sebanyak 8 orang (33,3%)
mengonsumsi rokok 1 - 11 batang/hari dan sebanyak 12 orang (40%)
tidak merokok.
2. Konsumsi Alkohol dengan Hipertensi pada Supir Bus AKAP
Berdasarkan tabel 5.7, diketahui bahwa dari 129 supir bus
AKAP yang mengalami hipertensi sebanyak 2 orang (28,6%)
mengnsumsi alkohol sebanyak 1 - 3 cangkir/hari, sebanyak 7 orang
(15,2%) pernah mengonsumsi alkohol dan sebanyak 24 orang (31,6%)
tidak pernah mengonsumsi alkohol.
61
3. Konsumsi Kopi dengan Hipertensi pada Supir Bus AKAP
Berdasarkan tabel 5.7, diketahui bahwa dari 129 supir bus
AKAP yang mengalami hipertensi sebanyak 2 orang (18,2)
mengonsumsi kopi 4 - 6 cangkir/hari, sebanyak 17 orang (22,4%)
mengonsumsi kopi 1 - 3 cangkir/hari dan sebanyak 14 orang (33,3%)
tidak mengonsumsi kopi.
4. Kebiasaan Makan Makanan Asin dengan Hipertensi pada Supir
Bus AKAP
Berdasarkan tabel 5.7, diketahui bahwa dari 129 supir bus
AKAP yang mengalami hipertensi sebanyak 21 orang (26,6%) memiliki
kebiasaan makan makanan asin ≥ 1 kali/hari, dan sebanyak 12 orang
(24%) memiliki kebiasaan makan makanan asin < 1 kali/hari.
5. Kebiasaan Makan Makanan Tinggi Lemak dengan Hipertensi
pada Supir Bus AKAP
Berdasarkan tabel 5.7, diketahui bahwa dari 129 supir bus
AKAP yang mengalami hipertensi sebanyak 8 orang (25,8%) memiliki
kebiasaan makan makanan tinggi lemak ≥ 2 kali/hari dan sebanyak 25
orang (25,5%) memiliki kebiasaan makan makanan tinggi lemak < 2
kali/hari.
6. Kebiasaan Makan Buah dengan Hipertensi pada Supir Bus
AKAP
Berdasarkan tabel 5.7, diketahui bahwa dari 129 supir bus
AKAP yang mengalami hipertensi sebanyak 11 orang (17,2%) memiliki
62
kebiasaan makan buah < 2 porsi/hari, dan sebanyak 22 orang (33,8%)
memiliki kebiasaan makan buah ≥ 2 porsi/hari.
7. Kebiasaan Makan Sayur dengan Hipertensi pada Supir Bus
AKAP
Berdasarkan tabel 5.7, diketahui bahwa dari 129 supir bus
AKAP yang mengalami hipertensi sebanyak 7 orang (20%)
mengonsumsi sayur ≥ 2 porsi/hari, dan sebanyak 26 orang (27,7%)
mengonsumsi sayur < 2 porsi/hari.
5.2.3 IMT dengan Hipertensi pada Supir Bus AKAP
Indeks Massa Tubuh (IMT) diduga berkaitan dengan hipertensi
pada supir bus AKAP di terminal wilayah Kota Jakarta Timur tahun
2017. Hasil analisis IMT dengan hipertensi pada supir bus AKAP dapat
dilihat pada tabel 5.8.
Tabel 5.8 Hubungan antara IMT dengan Hipertensi pada Supir Bus
AKAP di Terminal Wilayah Kota Jakarta Timur Tahun 2017
No. Variabel Kategori
Hipertensi
Total Hipertensi Tidak
Hipertensi
n % n % n %
1. IMT ≥ 25 kg/m² 23 34,8 43 65,2 66 100
< 25 kg/m² 10 15,9 53 84,1 63 100
1. IMT dengan Hipertensi pada Supir Bus AKAP
Berdasarkan tabel 5.8, diketahui bahwa dari 129 supir bus
AKAP yang mengalami hipertensi sebanyak 23 orang (34,8%) memiliki
IMT tidak normal dan sebanyak 10 orang (15,9%) memiliki IMT
normal.
63
5.2.4 Pola Kerja dengan Hipertensi pada Supir Bus AKAP
Pola kerja responden merupakan faktor yang diduga
berpengaruh terhadap hipertensi pada supir bus AKAP di wilayah Kota
Jakarta Timur tahun 2017 yang terdiri dari tiga variabel yaitu lama
bekerja sebagai supir, lama mengemudi dan lama tidur. Hasil analisis
pola kerja dengan hipertensi pada supir bus AKAP dapat dilihat pada
tabel 5.9.
Tabel 5.9 Pola Kerja dengan Hipertensi pada Supir Bus AKAP di
Terminal Wilayah Kota Jakarta Timur Tahun 2017
No. Variabel Kategori
Hipertensi
Total Hipertensi Tidak
Hipertensi
n % n % n %
1. Lama bekerja
sebagai supir
≥ 16 tahun 17 32,7 35 67,3 52 100
< 16 tahun 16 20,8 61 79,2 77 100
2. Lama
mengemudi
≥ 36
jam/minggu
21 30,4 48 69,6 69 100
< 36
jam/minggu
12 20 48 80 60 100
3. Lama tidur < 6 jam/hari 18 24 57 76 75 100
≥ 6 jam/hari 15 27,8 39 72,2 54 100
1. Lama Bekerja Sebagai Supir dengan Hipertensi pada Supir Bus
AKAP
Berdasarkan tabel 5.9, diketahui bahwa dari 129 supir bus
AKAP yang mengalami hipertensi sebanyak 17 orang (32,7%) memiliki
lama bekerja sebagai supir selama ≥ 16 tahun dan sebanyak 16 orang
(20,8%) memiliki lama bekerja sebagai supir selama < 16 tahun.
64
2. Lama Mengemudi dengan Hipertensi pada Supir Bus AKAP
Berdasarkan tabel 5.9, diketahui bahwa dari 129 supir bus
AKAP yang mengalami hipertensi sebanyak 21 orang (30,4%) memiliki
lama mengemudi ≥ 36 jam/minggu dan sebanyak 12 orang (20%)
memiliki lama mengemudi < 36 jam/minggu.
3. Lama Tidur dengan Hipertensi pada Supir Bus AKAP
Berdasarkan tabel 5.9, diketahui bahwa dari 129 responden yang
mengalami hipertensi sebanyak 18 orang (24%) memiliki lama tidur < 6
jam/hari dan sebanyak 15 orang (27,8%) memiliki lama tidur ≥ 6
jam/hari.
5.3 Analisis Multivariat
Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui determinan
yang berpengaruh dan dominan berhubungan dengan hipertensi pada
supir bus AKAP di terminal wilayah Kota Jakarta Timur. Analisis
multivariat dilakukan dengan menggunakan uji statistik regresi logistik
berganda model prediksi meliputi pemilihan kandidat pemodelan dan
pembuatan model analisis multivariat.
1. Pemilihan Kandidat Model
Sebelum dilakukan analisis multivariat, terlebih dahulu
dilakukan analisis bivariat terhadap masing-masing variabel independen
dan variabel dependen yang bertujuan untuk mengetahui variabel mana
yang dapat dijadikan kandidat model yang akan dimasukkan dalam
analisis multivariat. Apabila hasil uji bivariat memiliki Pvalue < 0,25,
65
maka variabel tersebut dapat dimasukkan ke dalam pemodelan
multivariat dan sebaliknya. Hasil analisis bivariat antara variabel
independen dan variabel dependen dapat dilihat pada tabel 5.10.
Tabel 5.10 Hasil Analisis Bivariat antara Variabel Independen
dengan Variabel Dependen
No. Variabel Pvalue
1. Umur 0,118*
2. Riwayat Hipertensi Keluarga 0,198*
3. Konsumsi rokok 0,035*
4. Konsumsi alkohol 0,131*
5. Konsumsi kopi 0,358
6 Kebiasaan makan makanan asin 0,904
7. Kebiasaan makan makanan
tinggi lemak
1,00
8. Kebiasaan makan buah 0,049*
9. Kebiasaan makan sayur 0,509
10. IMT 0,023*
11. Lama bekerja sebagai supir 0,188*
12. Lama mengemudi 0,249*
13. Lama tidur 0,779
*masuk ke dalam permodelan multivariat
Berdasarkan tabel 5.10, diketahui bahwa tidak semua variabel
memiliki nilai Pvalue < 0,25. Dari 13 variabel, yang memiliki nilai
Pvalue < 0,25 hanya 8 variabel yaitu umur, riwayat hipertensi keluarga,
konsumsi rokok, konsumsi alkohol, kebiasaan makan buah, IMT, lama
bekerja sebagai supir dan lama mengemudi. Oleh karena itu, variabel -
variabel tersebut dapat menjadi kandidat model dalam analisis
multivariat.
66
2. Pembuatan Model Faktor Penentu Variabel yang Paling
Dominan Berhubungan dengan Hipertensi pada Supir Bus
AKAP
Pada tahap ini, dilakukan analisis multivariat dengan tujuan
untuk mendapatkan model terbaik dalam menentukan determinan
(faktor penentu) hipertensi pada supir bus AKAP di terminal wilayah
Kota Jakarta Timur. Analisis multivariat yang digunakan adalah uji
regresi logistik berganda model prediksi. Apabila hasil uji menunjukkan
bahwa terdapat variabel yang memiliki nilai Pvalue > 0,05, maka
variabel tersebut harus dikeluarkan dari pemodelan. Variabel yang
dikeluarkan dari permodelan dilakukan secara bertahap sesuai dengan
nilai Pvalue tertinggi. Setelah dikeluarkan dilakukan uji regresi logistik
kembali hingga tidak terdapat variabel yang memiliki nilai Pvalue >
0,05. Hasil pembuatan model faktor penentu dapat dilihat pada tabel
5.11.
Tabel 5.11 Hasil Analisis Multivariat Uji Regresi Logistik
Berganda antara Variabel Independen dan Variabel Dependen
No. Variabel Model
1
Model
2
Model
3
Model
4
Model
5
Model
6
1. Lama mengemudi 0,258 0,267 0,254 - - -
2. Riwayat hipertensi
keluarga
0,050 0,053 0,041 0,025 0,042 0,024
3. Lama bekerja sebagai
supir
0,768 - - - - -
4. Alkohol 0,120 0,121 0,077 0,080 - -
5. Umur 0,507 0,550 - - - -
6. Kebiasaan makan
buah
0,041 0,042 0,044 0,058 0,116 -
7. Konsumsi rokok 0,074 0,070 0,050 0,059 0,051 0,022
8. IMT 0,077 0,078 0,068 0,034 0,028 0,029
67
Berdasarkan tabel 5.11, dapat diketahui bahwa terdapat 3
variabel yang memiliki Pvalue < 0,05 meliputi riwayat hipertensi
keluarga sebesar 0,024, konsumsi rokok sebesar 0,022 dan IMT sebesar
0,029. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel-variabel tersebut
memiliki hubungan yang signifikan terhadap terjadinya hipertensi pada
supir bus AKAP di terminal wilayah Kota Jakarta Timur. Hasil
pembuatan faktor penentu dapat dilihat pada tabel 5.12.
Tabel 5.12 Tabel Analisis Multivariat Pembuatan Model antara
Riwayat Hipertensi Keluarga, Konsumsi Rokok dan IMT dengan
Hipertensi pada Supir Bus AKAP di Terminal Wilayah Kota Jakarta
Timur tahun 2017
-2Log likelihood = 129,860
Pvalue 0,011
Nagelkerke R square = 0,180
3. Uji Interaksi
Setelah diperoleh model faktor penentu untuk menjelaskan
determinan hipertensi pada supir bus AKAP di terminal wilayah Kota
Jakarta Timur, tahap selanjutnya adalah memeriksa apakah terdapat
No. Variabel Kategori B Wald Pwald AOR 95% CI
1. Riwayat
Hipertensi
Keluarga
Ya 1,227 5,108 0,024 3,412
(1,177-9,889)
Tidak 1
2. Konsumsi
rokok
> 12 batang/hari 1,339 6,249 0,012 3,816
(1,335-10,907)
1 - 11 batang 0,055 0,008 0,927 1,056
(0,328-3,398)
Tidak konsumsi 1
3. IMT ≥ 25 kg/m² 0,987 4,787 0,029 2,683
(1,108-6,494)
< 25 kg/ m² 1
Constant 6,394 0,011
68
interaksi antar variabel independen dalam model uji interaksi. Uji
interaksi dilakukan pada variabel independen yang diduga secara
substansi terdapat interaksi dalam model multivariat tersebut. Apabila
nilai Pvalue < 0,05, berarti terdapat interaksi antara kedua variabel
independen tersebut. Apabila terdapat interaksi, maka pemodelan akhir
yang digunakan adalah pemodelan multivariat dengan interaksi dan
begitu pula sebaliknya. Namun, berdasarkan variabel yang masuk ke
dalam model multivariat, ketiga variabel tersebut secara substansi tidak
berinteraksi. Oleh karena itu, uji interaksi dalam pemodelan multivariat
pada penelitian ini tidak dilakukan sehingga model yang digunakan
adalah model akhir tanpa uji interaksi, dapat dilihat pada tabel 5.13.
Tabel 5.13 Tabel Analisis Multivariat Pembuatan Model antara
Riwayat Hipertensi Keluarga, Konsumsi Rokok dan IMT dengan
Hipertensi pada Supir Bus AKAP di Terminal Wilayah Kota Jakarta
Timur Tahun 2017
-2Log likelihood = 129,860
Pvalue 0,011
Nagelkerke R square = 0,180
No. Variabel Kategori B Wald Pwald AOR 95% CI
1. Riwayat
Hipertensi
Keluarga
Ya 1,227 5,108 0,024 3,412
(1,177-9,889)
Tidak 1
2. Konsumsi
rokok
> 12 batang/hari 1,339 6,249 0,012 3,816
(1,335-10,907)
1 - 11 batang 0,055 0,008 0,927 1,056
(0,328-3,398)
Tidak konsumsi 1
3. IMT ≥ 25 kg/m² 0,987 4,787 0,029 2,683
(1,108-6,494)
< 25 kg/ m² 1
Constant 6,394 0,011
69
Berdasarkan tabel 5.13, diketahui bahwa riwayat hipertensi
keluarga, konsumsi rokok dan IMT memiliki hubungan yang signifikan
terhadap terjadinya hipertensi pada supir bus AKAP di terminal wilayah
Kota Jakarta Timur. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh nilai koefisien
B dan Adjusted Odds Ratio (AOR), dimana variabel konsumsi rokok
memiliki nilai koefisien B sebesar 1,339 dan AOR sebesar 3,816 (CI
95% ; 1,335-10,907) paling tinggi dibandingkan dengan variabel
lainnya. Hasil ini menunjukkan bahwa konsumsi rokok merupakan
variabel yang paling dominan berhubungan dengan hipertensi pada
supir bus AKAP di terminal wilayah Kota Jakarta Timur. Nilai AOR
pada konsumsi rokok menunjukkan bahwa supir bus AKAP
mempunyai peluang 3,816 kali untuk terjadinya hipertensi pada supir
bus AKAP dibandingkan dengan supir yang tidak memiliki
mengonsumsi rokok dan konsumsi rokok 1- 11 batang/hari. Selain itu,
nilai AOR tersebut juga menunjukkan bahwa semakin banyak batang
rokok yang dikonsumsi oleh supir bus AKAP maka semakin tinggi
risiko terjadinya hipertensi pada supir bus AKAP.
70
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan yang berpengaruh terhadap hasil
penelitian. Adapun keterbatasan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Desain studi yang digunakan adalah desain studi cross sectional sehingga
tidak dapat menentukan hubungan sebab akibat. Namun, penelitian ini
sudah dapat mengetahui distribusi hipertensi dan determinan hipertensi
pada supir bus AKAP.
2. Pada pengukuran tekanan darah hanya dilakukan pada satu kali kunjungan
dengan dua kali pengukuran sehingga validitas dalam penentuan hipertensi
kurang. Namun, tenaga medis yang bertugas sudah memiliki kompetensi
dalam diagnosis hipertensi dan sebelum pengukuran sudah dilakukan
arahan agar sesuai ketentuan yang sudah ditentukan oleh peneliti. Selain
itu, alat pengukuran tekanan darah menggunakan spigmomanometer
aneroid. Namun, tenaga medis menjamin kevalidan dengan menanyakan
kepada responden terkait riwayat hipertensi dan tekanan darah
sebelumnya.
3. Pada variabel riwayat hipertensi keluarga, hanya diketahui berdasarkan
ingatan responden saja dan tidak disertai bukti rekam medik dari keluarga
responden. Namun, saat wawancara petugas melakukan probing kepada
responden untuk mengingat riwayat hipertesi keluarga dengan
menyebutkan penyakit yang berkaitan dengan hipertensi misalnya stroke,
jantung dan diabetes melitus.
71
4. Daftar jenis makanan asin dan makanan tinggi lemak dalam lembar FFQ
hanya beberapa makanan saja yang ditanyakan sehingga kemungkinan
adanya bias dalam variabel kebiasaan makan makanan asin dan kebiasaan
makan makanan tinggi lemak. Namun, jenis makanan yang terdapat dalam
FFQ sudah disesuaikan dengan kondisi supir bus AKAP dan sesuai dengan
literatur jenis makanan yang mengandung natrium tinggi dan lemak tinggi.
5. Dalam pengumpulan data, sebagian responden terburu-buru untuk
berangkat mengemudi busnya sehingga ada beberapa variabel yang tidak
dijawab oleh responden sehingga adanya missing data. Selain itu,
enumerator kurang teliti dalam memberikan pertanyaan dan memeriksa
kuesioner kembali setelah wawancara. Namun, missing data yang
diperoleh tidak lebih dari 10% sehingga tidak banyak mempengaruhi hasil
penelitian.
6.2 Hipertensi pada Supir Bus AKAP di Terminal Wilayah Kota Jakarta
Timur
Hipertensi atau yang dikenal tekanan darah tinggi adalah suatu kondisi
dimana pembuluh darah mengalami peningkatan tekanan secara terus menerus
(WHO, 2016). Hipertensi terjadi adanya peningkatan tekanan darah sistolik
lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah lebih dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat
atau tenang (Kemenkes, 2014).
Berdasarkan hasil pengukuran oleh tenaga medis dalam penelitian ini
didapatkan 25,6 % supir bus AKAP yang mengalami hipertensi. Angka
72
proporsi tersebut dapat dikatakan cukup tinggi dikarenakan sudah lebih dari
10%. Diketahui pula bahwa kelompok hipertensi pada supir bus AKAP
terdapat dua klasifikasi hipertensi yaitu hipertensi stage 1 sebanyak 19 orang
(14,7 %) dan hipertensi stage 2 sebanyak 14 orang (10,9%). Hal tersebut tidak
jauh beda dengan penelitian yang dilakukan oleh BBTKLPP Jakarta.
Diketahui bahwa proporsi hipertensi pada supir bus AKAP di wilayah kerja
BBTKLPP Jakarta khususnya DKI Jakarta cukup tinggi pada tahun 2016 yaitu
hipertensi stage 1 sebesar 25,5% (BBTKLPPP, 2016). Hipertensi yang dialami
oleh supir bus AKAP dapat disebabkan banyak faktor. Faktor tersebut seperti
gaya hidup, status gizi, kebiasaan makan, pola kerja dan aktivitas fisik (Yang
dkk, 2006).
Hipertensi biasanya tidak diketahui gejalanya, sehingga supir bus
AKAP sebaiknya melakukan pemeriksaan rutin tekanaan darah. Pemeriksaan
tekanan darah bagi supir bus AKAP yang memiliki tiga atau lebih faktor risko
sebaiknya dilakukan setiap bulan. Apabila kurang dari tiga faktor risiko cukup
setiap tiga bulan sekali, kecuali bagi supir yang memiliki riwayat hipertensi
atau diabetes melitus maka dianjurkan setiap bulan walaupun tidak ditemukan
fakor risiko lainnya (Kemenkes, 2010).
6.3 Determinan Hipertensi pada Supir Bus AKAP di Terminal Wilayah Kota
Jakarta Timur
6.3.1 Karakteristik Supir Bus AKAP
Karakteristik responden yang meliputi umur dan riwayat
hipertensi keluarga dengan hipertensi pada supir bus AKAP di terminal
73
wilayah Kota Jakarta Timur tahun 2017 dijelaskan pada pembahasan di
bawah ini.
1. Umur
Umur diduga salah satu determinan hipertensi pada supir bus
AKAP. Hipertensi makin meningkat seiring dengan pertambahan umur.
Dikarenakan adanya pengurangan elastisitas pembuluh darah arteri. Hal
ini dipengaruhi oleh adanya penumpukan kolagen dan hipertofi sel otot
halus yang tipis, berfragmen dan patahan dari serat elastin. Selain itu,
seiring pertambahan umur terjadi abnormalitas struktural berupa
disfungsi endotel sehingga meningkatkan kekakuan pada pembuluh
darah arteri orang tua (Black, H.R dan Elliot W.J., 2007).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa supir bus AKAP yang
mengalami hipertensi memiliki rata-rata umur 44 tahun. Diketahui pula
bahwa supir bus AKAP yang mengalami hipertensi cenderung terjadi
pada supir yang memiliki umur ≥ 44 tahun. Hal ini sejalan dengan
penelitian (Christanty, 2014) bahwa supir bus AKAP yang mengalami
hipertensi, memiliki rata-rata umur 44 tahun. Selain itu, hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian pada 165 pramudi bus Transjakarta pada
tahun 2013 yang menunjukkan bahwa pramudi bus yang memiliki umur
> 40 tahun lebih tinggi mengalami hipertensi dibandingkan dengan
pramudi bus yang memiliki umur < 40 tahun (Sangadji dan Nurhayati,
2014). Dalam penelitian lain diketahui pula bahwa proporsi kelompok
usia 45 - 54 tahun dan lebih tua selalu lebih tinggi pada kelompok
74
hipertensi dibandingkan kelompok kontrol (Rahajeng dan Tuminah,
2009).
Berdasarkan hasil analisis multivariat yang sudah dikontrol
dengan variabel lain, diperoleh tidak ada hubungan antara umur dengan
hipertensi pada supir bus AKAP di terminal wilayah Kota Jakarta
Timur. Hasil penelitian ini berbeda dan tidak sejalan dengan teori dan
beberapa hasil penelitian sebelumnya. Teori menyebutkan bahwa
semakin tinggi umur maka risiko menderita hipertensi akan semakin
meningkat (Sani, 2008). Berbeda dengan beberapa penelitian
sebelumnya yaitu penelitian (Borle a dan Jadhao, 2015; Erhiano dkk.,
2015; Lata Arya dkk., 2015) yang menunjukkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara umur supir bus dengan hipertensi pada supir bus.
Selain itu, tidak sejalan juga dengan penelitian lain bahwa ada
hubungan yang signifikan antara pertambahan umur dengan hipertensi
pada 500 supir bus di kota Bangalore India (Satheesh dan Veena, 2013).
Namun, penelitian ini ditemukan sejalan dengan penelitian pada 82
pengemudi Transjakarta yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
yang signifikan antara umur dengan hipertensi (Rizkawati, 2012).
Menurut asumsi peneliti, hasil penelitian yang menunjukkan
tidak adanya hubungan umur dengan hipertensi pada supir bus AKAP
di terminal wilayah Kota Jakarta Timur, diduga karena responden
dalam penelitian ini sebagian besar memiliki rata-rata umur 44 tahun.
Artinya, tidak ada perbedaan antara kelompok umur tua (≥ 44 tahun)
75
dengan kelompok umur muda (< 44 tahun) pada supir bus AKAP
dengan terjadinya hipertensi. Dapat dikatakan pula bahwa hipertensi
pada supir bus AKAP dapat terjadi pada semua kelompok umur. Hal ini
sejalan dengan penelitian data sekunder RISKESDAS 2013 (Amu,
2015) bahwa penyakit hipertensi saat ini dapat terjadi pada semua
golongan umur. Oleh karena itu, upaya pencegahan dan pengendalian
hipertensi pada supir bus AKAP dapat dilakukan melalui deteksi dini
tekanan darah baik kelompok umur tua maupun pada kelompok umur
muda supir bus AKAP.
2. Riwayat Hipertensi Keluarga
Riwayat hipertensi keluarga diduga salah satu determinan hipertensi
pada supir bus AKAP. Faktor genetik dalam keluarga dapat
menyebabkan seseorang memiliki risiko menderita hipertensi. Hal itu
disebabkan ada beberapa gen yang berhubungan dengan hipertensi
yang menurun pada dirinya (Waikar dkk., 2008). Tingkat tekanan darah
menunjukkan hubungan familial kuat yang tidak bisa dianggap hanya
disebabkan oleh lingkungan yang sama. Namun faktor genetik dan
lingkungan menyebabkan hipertensi yang mungkin sangat beragam,
sehingga membaurkan pencarian gen penyebab. Secara prinsip
perhatian dipusatkan pada identifikasi kandidat gen. Yang termasuk
diantaranya adalah gen yang terlibat dalam sistem renin-angiotensin,
bersama dengan sejumlah substansi vasokontriktor dan vasodilator
penting yang ditemukan baru-baru ini (Rubenstein dkk., 2003).
76
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa supir bus AKAP yang
mengalami hipertensi cenderung terjadi pada supir yang tidak memiliki
hipertensi keluarga. Hal ini sejalan dengan penelitian (Lakshman dkk.,
2014) bahwa dari 179 supir bus yang mengalami hipertensi cenderung
terjadi pada supir yang tidak memiliki hipertensi. Namun, jika dilihat
dari hasil analisis multivariat yang sudah dikontrol dengan variabel lain
diperoleh bahwa ada hubungan antara riwayat hipertensi keluarga
dengan hipertensi pada supir bus AKAP. Hasil penelitian ini sejalan
dengan teori dan penelitian sebelumnya. Teori (Waikar dkk., 2008)
menyatakan bahwa faktor genetik dalam keluarga dapat menyebabkan
seseorang memiliki risiko menderita hipertensi. Sedangkan penelitian
sebelumnya yaitu penelitian (Oyeniyi dan Ajayi, 2016; Rao dkk., 2015;
Shah dkk., 2015) bahwa riwayat hipertensi keluarga memiliki hubungan
yang bermakna dengan hipertensi pada supir komersial.
Penelitian ini diperoleh hasil AOR sebesar 3,412. Hal tersebut
menunjukkan bahwa supir bus AKAP yang memiliki riwayat hipertensi
keluarga lebih berisiko 3,412 kali dibandingkan dengan supir bus
AKAP yang tidak memiliki riwayat hipertensi keluarga. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan
bahwa supir yang memiliki riwayat hipertensi keluarga lebih berisiko
4,1 kali mengalami hipertensi dibandingkan supir yang tidak memiliki
riwayat hipertensi keluarga (Oyeniyi dan Ajayi, 2016). Hal ini juga
sejalan dengan penelitian (Rizkawati, 2012) bahwa pengemudi yang
77
memiliki riwayat hipertensi keluarga memiliki risiko 5 kali lebih tinggi
mengalami hipertensi dibandingkan yang tidak memiliki riwayat
hipertensi keluarga.
Dapat disimpulkan bahwa salah satu determinan hipertensi yang
dialami oleh supir bus AKAP disebabkan oleh faktor riwayat hipertensi
yang diturunkan dari keluarga kandung supir bus AKAP. Gen-gen
yang mungkin berperan dalam mekanisme hipertensi yaitu gen yang
mempengaruhi homeostasis natrium di ginjal, termasuk polimorfisme
I/D (insersi/delesi) gen ACE (angiotensin converting enzyme) dan gen
yang mempengaruhi metabolisme steroid (Ehret GB dan Caulfield MJ,
2013; Sayed-Tabatabaei FA dkk., 2006). Walaupun faktor riwayat
hipertensi keluarga yang diturunkan secara gen tidak dapat diubah atau
dikontrol, tetapi dapat dikontrol oleh gaya hidup untuk mencegah
terjadinya hipertensi (Zheng, L dkk., 2010). Oleh karena itu, sebaiknya
supir bus AKAP yang memiliki riwayat hipertensi keluarga dapat
mencegah hipertensi dengan gaya hidup sehat diantaranya adalah tidak
merokok, tidak minum alkohol, tidak makan makanan asin yang
berlebih, tidak makan makanan tinggi lemak yang berlebih, banyak
mengonsumsi sayur dan buah, istirahat yang cukup dan olahraga.
6.3.2 Gaya Hidup
Gaya hidup yang dapat mempengaruhi hipertensi meliputi
konsumsi rokok, konsumsi alkohol, konsumsi kopi, kebiasaan makan
makanan asin, kebiasaan makan makanan lemak, kebiasaan makan
78
buah dan kebiasaan makan sayur dengan hipertensi pada supir bus
AKAP di terminal wilayah Kota Jakarta Timur tahun 2017 dijelaskan
pada pembahasan di bawah ini.
1. Konsumsi Rokok
Konsumsi rokok diduga salah satu determinan pada hipertensi
pada supir bus AKAP. Zat yang terdapat dalam rokok dapat merusak
lapisan dinding arteri berupa plak yang menyebabkan penyempitan
pembuluh darah arteri yang dapat meningkatkan tekanan darah.
Kandungan nikotin dalam rokok bisa meningkatkan hormon epinefrin
yang bisa menyempitkan pembuluh darah arteri. Karbon monoksida
dalam rokok juga menyebabkan jantung bekerja lebih keras untuk
menggantikan pasokan oksigen ke jaringan tubuh. Kerja jantung yang
lebih berat tersebut yang dapat meningkatkan tekanan darah (Marliani
dan Tantan S, 2007). Risiko bergantung pada jumlah rokok yang
dikonsumsi per hari, bukan pada lamanya seseorang merokok
(Muttaqin, 2009).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa supir bus AKAP yang
mengalami hipertensi cenderung mengonsumsi rokok sebanyak ≥ 12
batang/hari. Berdasarkan temuan lapangan, diketahui bahwa dalam satu
bungkus biasanya terdapat 12 - 15 batang. Hal ini sejalan dengan teori
(Muttaqin, 2009) bahwa seseorang yang merokok lebih dari satu
bungkus atau ≥ 12 batang/hari berisiko mengalami hipertensi.
Berdasarkan hasil analisis yang sudah dikontrol dengan variabel
79
lainnya, diperoleh bahwa konsumsi rokok memiliki hubungan yang
signifikan dengan hipertensi pada supir bus AKAP di wilayah terminal
Kota Jakarta Timur. Hasil penelitian ini sejalan penelitian sebelumnya
bahwa ada hubungan merokok dengan hipertensi pada supir bus di
India (Borle dan Jadhao, 2015; Josephine dan P.Thenmozhi, 2016).
Analisis keeratan hubungan didapatkan nilai AOR pada
konsumsi rokok ≥ 12 batang/hari sebesar 3,816. Hal tersebut
menunjukkan bahwa supir yang mengonsumsi rokok ≥ 12 batang/hari
lebih berisiko 3,816 kali dibandingkan supir yang tidak konsumsi rokok
dan supir yang mengonsumsi rokok 1 - 11 batang/hari. Artinya,
semakin banyak batang rokok yang dikonsumsi oleh supir bus AKAP
maka semakin banyak zat dalam rokok yang masuk untuk merusak
lapisan dinding arteri sehingga tekanan darah meningkat. Kandungan
nikotin dan karbon dioksida dalam rokok mempengaruhi naik turunnya
tekanan darah (Cahyono, J.B.S.B, 2008).
Jika dilihat dari nilai koefisien B, konsumsi rokok ≥ 12
batang/hari menunjukkan paling besar nilainya dibandingkan variabel
lainnya. Oleh karena itu, konsumsi rokok merupakan faktor dominan
terjadinya hipertensi pada supir bus AKAP di terminal wilayah Kota
Jakarta Timur. Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya bahwa
faktor dominan terjadinya hipertensi pada supir bus AKAP di Jawa
Barat, DKI Jakarta dan Banten adalah konsumsi alkohol (Christanty,
2014).
80
Dapat disimpulkan bahwa konsumsi rokok menjadi salah satu
determinan hipertensi supir bus AKAP di terminal wilayah Kota Jakarta
Timur. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar supir bus AKAP
memiliki kebiasaan merokok yang berlebihan. Namun, ternyata rokok
yang dikonsumsi supir bus AKAP dapat menyebabkan terjadinya
hipertensi. Selain itu, responden dalam penelitian ini keseluruhannya
adalah berjenis kelamin laki-laki, sehingga sebagian besar
mengonsumsi rokok. Diketahui pula bahwa jenis rokok yang paling
banyak konsumsi oleh supir bus AKAP adalah rokok putih (rokok
filter). Rokok putih mengandung 5 mg nikotin (Alamsyah, 2009).
Kandungan nikotin dalam rokok dapat menyebabkan hipertensi. Zat
tersebut dapat merusak lapisan dinding arteri sehingga tekanan darah
meningkat (Cahyono, J.B.S.B, 2008). Oleh karena itu, sebaiknya supir
bus AKAP mengurangi dan berhenti untuk merokok untuk mencegah
terjadinya hipertensi.
2. Konsumsi Alkohol
Konsumsi alkohol diduga salah satu determinan hipertensi pada
supir bus AKAP. Alkohol dapat menyebabkan adanya peningkatan
kadar kortisol, peningkatan volume sel darah merah dan peningkatan
kekentalan darah berperan dalam menaikkan tekanan darah
(Kemenkes, 2013). Alkohol mengandung ethanol yang dapat
menyebabkan efek vasodilator dalam jangka panjang dapat
meningkatkan tekanan darah (Fuchs dkk., 2001). Konsumsi alkohol
81
meningkatkan katekolamin dalam air seni dan meningkatkan kadar
epinefrin dan norepinefrin dalam plasma (Baradero dkk., 2005;
Joewana, 2005). Katekolamin memiliki efek pada jantung dan
pembuluh darah yaitu dengan meningkatkan curah jantung dan
perubahan tekanan darah (Marks dkk., 2000).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar supir bus
AKAP yang mengalami hipertensi cenderung tidak pernah
mengonsumsi alkohol. Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa tidak
ada hubungan yang signifikan antara konsumsi alkohol dengan
hipertensi pada supir bus AKAP di wilayah Kota Jakarta Timur. Hasil
penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa ada
hubungan yang signifikan antara konsumsi alkohol dengan hipertensi
pada supir di India (Chaudhary dkk., 2014; Rao dkk., 2015; Satheesh
dan Veena, 2013). Namun, penelitian ini sejalan dengan penelitian pada
sampel 179 supir bus di Kerala Utara, India Selatan yang
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara konsumsi alkohol
dengan hipertensi (Lakshman dkk., 2014).
Menurut asumsi peneliti, tidak ada hubungan antara konsumsi
alkohol dengan hipertensi pada supir bus AKAP dikarenakan sebagian
supir bus AKAP tidak pernah mengonsumsi alkohol atau sebaliknya
bahwa hanya sebagian kecil yang pernah dan masih aktif mengonsumsi
alkohol. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa supir yang
mengonsumsi alkohol hanya 1-3 cangkir/hari, tidak ada yang
82
mengomsumsi > 3 cangkir/hari atau supir yang pencandu alkohol.
Menurut Sesso (2010) dalam (Rizkawati, 2012) konsumsi alkohol dalam
jumlah sedikit dan sedang justru memberikan efek yang bagus terhadap
tubuh terutama aliran darah. Dalam penelitian Ohira (2009) pada studi
populasi yang besar insiden hipertensi meningkat apabila seseorang
minum alkohol lebih dari 3 cangkir dalam sehari (Kaplan dan Ronald
G. Victor, 2010). Hal inilah yang menyebabkan tidak ada hubungan
antara konsumsi alkohol dengan hipertensi pada supir bus AKAP. Oleh
karena itu, untuk mencegah terjadinya hipertensi supir bus AKAP tidak
boleh mengonsumsi alkohol apalagi saat akan mengemudikan bus.
3. Konsumsi Kopi
Konsumsi kopi diduga salah satu determinan hipertensi pada
supir bus AKAP. Orang yang sering mengonsumsi kopi lebih berisiko
memiliki kecenderungan untuk menderita hipertensi. Hal ini
dikarenakan kandungan terbesar dalam kopi yaitu kafein memiliki efek
terhadap tekanan darah secara akut. Peningkatan tekanan darah ini
terjadi melalui mekanisme biologi antara lain kafein yang mengikat
reseptor adenisin, mengaktifasi sistem saraf simpatik dengan
meningkatkan konsentrasi cathecolamines dalam plasma dan
menstimulasi kelenjar adrenalin serta meningkatkan produksi kortisol.
Sehingga hal ini berdampak pada vasokontriksi dan peningkatan total
resistensi perifer yang akan mengakibatkan tekanan darah naik (Klag
dkk., 2002).
83
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa supir yang mengalami
hipertensi cenderung mengonsumsi kopi sebanyak 1 - 3 cangkir/hari
dibandingkan dengan supir yang tidak mengonsumsi kopi. Hal ini
sejalan dengan penelitian (Sangadji dan Nurhayati, 2014) bahwa
pengemudi bus yang mengalami hipertensi cenderung lebih banyak
pada supir yang mengonsumsi kopi dibandingkan pengemudi bus yang
tidak mengonsumsi kopi. Selain itu, penelitian ini juga sejalan dengan
penelitian kohort pada 2985 laki-laki dan 3383 perempuan bahwa
orang yang mengalami hipertensi cenderung mengonsumsi kopi
sebanyak 3 - 6 cangkir/hari (Uiterwaal dkk., 2007).
Namun berdasarkan hasil analisis yang sudah dikontrol dengan
variabel lainnya, menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan
signifikan antara konsumsi kopi dengan hipertensi pada supir bus
AKAP. Hasil penelitian ini tidak sejalan penelitian sebelumnya yang
menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara konsumsi
kopi dengan hipertensi (Uiterwaal dkk., 2007). Namun, penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara konsumsi kopi dengan hipertensi pada
45 pengemudi Transjakarta (Rizkawati, 2012).
Menurut asumsi peneliti, tidak adanya hubungan antara
konsumsi kopi dengan hipertensi pada supir bus AKAP dikarenakan
sebagian besar supir bus AKAP mengonsumsi kopi hanya 1 - 3
cangkir/hari. Asupan kafein yang tinggi atau sebanyak lebih dari 6
84
cangkir dalam sehari dapat menyebabkan hipertensi (Morton, 2005).
Oleh karena itu, konsumsi kopi pada supir bus AKAP masih dalam
batas normal sehingga kemungkinan tidak menyebabkan terjadinya
hipertensi.
Berdasarkan temuan lapangan, supir bus AKAP mengonsumsi
kopi yang beragam jenis seperti kopi hitam, kopi susu, kopi putih atau
luwak dan sebagainya. Namun, dalam penelitian ini jenis kopi tersebut
tidak diteliti oleh peneliti. Perbedaan jenis kopi tersebut memiliki
perbedaan pula pada kandungan kopi termasuk kandungan kafein.
Kandungan kafein pada kopi berbeda-beda tergantung pada jenis kopi,
asal kopi, iklim daerah kopi dibudidayakan dan proses pengolahan kopi
(Belitz dkk., 2009). Kopi instan mengandung setidaknya 60 - 100 mg
kafein. Sedangkan latte, macchiatos dan cappucino mengandung 63 mg
kafein setiap 30-50 ml (Anonim, 2016). Berdasarkan FDA (Food Drug
Administration) yang diacu dalam (Liska, 2004) dosis kafein yang
diizinkan 100-200 mg/hari, sedangkan menurut SNI 01-7152-2006
batas maksimum kafein dalam makanan dan minuman adalah 150
mg/hari dan 50 mg/sajian. Sedangkan menurut Food Standards Agency
(FSA), minum kopi dengan jumlah sedang tidak mengganggu kesehatan
dan dianjurkan untuk mengonsumsi kafein tidak lebih dari 300 mg/hari
atau lebih kurang setara dengan 3 cangkir kopi (Anonim, 2008). Oleh
karena itu, kemungkinan kopi yang dikonsumsi oleh supir bus AKAP
85
memiliki kandungan kafein yang rendah sehingga tidak berkontribusi
terjadinya hipertensi pada supir bus AKAP.
Sebagian besar supir bus AKAP menyukai kopi baik supir bus
yang mengalami hipertensi maupun yang tidak mengalami hipertensi.
Kopi tidak hanya menyebabkan hipertensi, kopi juga memiliki dampak
positif. Berdasarkan wawancara peneliti, alasan supir bus AKAP
mengonsumsi kopi setiap hari agar mereka tidak mengantuk dalam
mengemudikan busnya. Hal ini sesuai dengan teori (Khomsan, 2005)
bahwa minum kopi dapat membuat tubuh seseorang menjadi terjaga
sehingga dapat memacu aktivitasnya. Dalam penelitian (Dewi dkk.,
2009) kandungan kafein dalam kopi lebih tinggi dibandingkan teh,
sehingga responden lebih memilih minum kopi sebagai minuman
penghilang rasa kantuk. Penelitian di New England menunjukkan
bahwa peminum kopi yang minum kopi sebanyak 2 - 3 cangkir/hari
mengalami penurunan risiko kematian sebesar 10% - 30% (Kristina,
2014). Oleh karena itu, sebaiknya supir bus AKAP mengonsumsi kopi
dalam batas normal atau tidak berlebihan.
4. Kebiasaan Makan Makanan Asin
Kebiasaan makan makanan asin diduga salah satu determinan
hipertensi pada supir bus AKAP. Asupan asin atau natrium yang
berlebihan, terutama dalam bentuk natrium klorida, dapat menyebabkan
gangguan keseimbangan cairan tubuh, sehingga menyebabkan edema
atau asites (Musbyarini dkk., 2010). Hasil penelitian menunjukkan
86
bahwa sebagian besar supir bus AKAP yang mengalami hipertensi
cenderung memiliki kebiasaan makan makanan asin ≥ 1 kali/hari. Hal
ini sejalan dengan penelitian (Rizkawati, 2012) bahwa pengemudi bus
yang mengalami hipertensi cenderung sering makan makanan asin.
Namun, berdasarkan hasil analisis yang sudah dikontrol dengan
variabel lainnya, diketahui bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara kebiasaan makan makanan asin dengan hipertensi pada supir bus
AKAP di wilayah Kota Jakarta Timur. Hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan penelitian bahwa analisis multivariat menunjukkan ada
hubungan antara konsumsi makan asin dengan hipertensi (Indrawati
2009). Hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan teori bahwa sering
makan makanan asin ≥ 1 kali/hari merupakan salah satu faktor risiko
dari penyakit jantung dan pembuluh darah termasuk hipertensi pada
penduduk umur 18 tahun ke atas (Kemenkes, 2010). Namun, hasil
penelitian ini ditemukan sejalan dengan penelitian sebelumnya yang
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
konsumsi makanan asin berlebih dengan hipertensi pada pekerja
administrasi dan supir bus India (Lata Arya dkk., 2015; Satheesh dan
Veena, 2013).
Menurut asumsi peneliti, tidak ada hubungan kebiasaan makan
makanan asin dengan hipertensi pada supir AKAP dalam penelitian ini
dikarenakan berdasarkan temuan lapangan, diketahui bahwa supir bus
AKAP jarang menjumpai makanan asin yang terdapat dalam lembar
87
FFQ. Jenis makan tersebut mengikuti dalam buku Deteksi Dini Faktor
Risiko Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah diketahui bahwa jenis
makanan asin meliputi telur asin, ikan asin, sayur asin, kecap asin,
kripik kentang, keju, daging kaleng, saos tomat dan sebagainya
(Kemenkes, 2010). Diketahui bahwa sebagian dari supir bus AKAP
dalam bekerja mendapatkan makanan dari rumah makan atau restoran
yang sudah bekerjasama dengan perusahaan otobus. Makanan yang
disediakan oleh rumah makan atau restoran tersebut jarang ditemui
makanan asin.
Dalam penelitian ini menggunakan metode frekuensi makanan
asin sehingga tidak diketahui porsi atau banyaknya makanan asin yang
dikonsumsi. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian hanya untuk
mengetahui kebiasaan makanan asin dari supir bus AKAP. Selain itu,
keterbatasan dalam penelitian ini adalah jenis makanan asin dalam
lembar FFQ penelitian ini hanya beberapa makanan saja, sehingga
kemungkinan masih banyak makanan asin lainnya yang dikonsumsi
oleh supir bus AKAP. Hal inilah yang mungkin mempengaruhi hasil
penelitian. Oleh karena itu, agar hasil penelitian lebih valid sebaiknya
penelitian selanjutnya menggunakan metode pengukuran konsumsi
makanan lainnya seperti metode food recall 24 jam, metode estimated
food records, metode penimbangan makanan (food weighing) dan
metode dietary history. Masing-masing metode pengukuran konsumsi
88
mempunyai keunggulan dan kelemahan sehingga tidak ada satu metode
yang paling sempurna (Supariasa dkk., 2002).
5. Kebiasaan Makan Makanan Tinggi Lemak
Kebiasaan makan makanan tinggi lemak diduga salah satu
determinan terjadinya hipertensi pada supir bus AKAP. Kadar lemak
jenuh yang tinggi dalam makanan cenderung meningkatkan kadar
kolesterol LDL dalam darah dan berperan menyebabkan terbentuknya
aterosklerosis (Marks dkk., 2000). Plak yang terbentuk akan
mengakibatkan aliran darah menyempit sehingga volume darah dan
tekanan darah akan meningkat (Morell, 2005). Kebiasaan mengonsumsi
makanan tinggi lemak juga berhubungan dengan peningkatan berat
badan yang dapat berisiko terjadinya hipertensi (Sheps, 2005).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa supir bus AKAP yang
mengalami hipertensi cenderung memiliki kebiasaan jarang makan
makanan tinggi lemak hanya sebanyak < 2 kali/hari. Hal ini tidak
sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa pengemudi bus yang
mengalami hipertensi cenderung sering mengonsumsi lemak (Sangadji
and Nurhayati, 2014). Namun penelitian ini juga sejalan dengan
penelitian (Amu, 2015) bahwa masyarakat kota dan desa di Indonesia
yang mengalami hipertensi cenderung jarang mengonsumsi makan
tinggi lemak yaitu sebanyak < 1 kali/hari. Jenis makanan tinggi lemak
yang diteliti mengikuti jenis makanan tingi lemak dalam buku Deteksi
Dini Faktor Risiko Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah seperti sop
89
buntut, kare, gulai, gorengan, sate kambing, jerohan, bebek, kulit ayam,
kuning telur dan sebagainya (Kemenkes, 2010).
Berdasarkan hasil analisis yang sudah dikontrol variabel lainnya
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
kebiasaan makan makanan tinggi lemak dengan hipertensi pada supir
bus AKAP di wilayah Kota Jakarta Timur. Hasil penelitian ini tidak
sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara kebiasaan makan makanan tinggi
lemak dengan hipertensi (Herwati and Sartika, 2013). Namun
penelitian ini sejalan dengan penelitian pada 82 pengemudi
Transjakarta yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara kebiasaan makan makanan tinggi lemak dengan
hipertensi (Rizkawati, 2012).
Menurut asumsi peneliti, tidak adanya hubungan kebiasaan
makan makanan tinggi lemak dengan hipertensi dikarenakan sebagian
besar supir bus AKAP jarang makan makanan tinggi lemak. Diketahui
pula bahwa sebagian supir bus AKAP yang memiliki riwayat hipertensi
sudah mengurangi makan makanan tinggi lemak sebelum penelitian
dilakukan. Menurut Hull (1996) dalam (Ismuningsih, 2013), penurunan
konsumsi lemak jenuh terutama lemak dalam makanan yang bersumber
dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya
yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang
90
dapat menurunkan tekanan darah . Oleh karena itu, adanya faktor lain
yang lebih berkontribusi terjadinya hipertensi pada supir bus AKAP.
Keterbatasan penelitian ini hanya diketahui kebiasaan makan
makanan tinggi lemak oleh supir bus AKAP, tidak diketahuinya porsi
makan makanan tinggi lemak. Sama halnya dengan faktor kebiasaan
makan makanan asin, daftar jenis makanan tinggi lemak pada lembar
FFQ terbatas hanya jenis makanan tinggi lemak tertentu sehingga
kemungkinan supir bus AKAP mengonsumsi makanan tinggi lemak
dengan jenis makanan lainnya. Oleh karena itu, sebaiknya penelitian
selanjutnya mengggunakan metode pengukuran konsumsi makanan
lainnya seperti metode food recall 24 jam, metode estimated food
records, metode penimbangan makanan (food weighing) dan metode
dietary history.
6. Konsumsi Buah
Konsumsi buah diduga salah satu determinan hipertensi pada supir
bus AKAP. Buah mengandung potasium yang berfungsi dapat
menurunkan tekanan darah (Dalimartha dkk., 2008). Hasil
RISKESDAS 2010 - 2013 menunjukkan bahwa secara nasional
perilaku penduduk umur > 10 tahun yang kurang mengonsumsi sayur
dan buah masih di atas 90% (BALITBANGKES, 2014). Sedangkan
hasil analisis lanjut Survei Konsumsi Makanan Individu (SKMI) 2014
menunjukkan bahwa penduduk Indonesia sedikit yang mengonsumsi
buah yaitu hanya sebesar 33,2% (Hermina dan Prihatini S, 2016).
91
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa supir bus AKAP yang
mengalami hipertensi cenderung mengonsumsi buah ≥ 2 porsi/hari.
Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian (Amu, 2015) bahwa
masyarakat kota maupun desa yang mengalami hipertensi cenderung
mengonsumsi buah < 2 porsi/hari. Konsumsi buah yang dianjurkan
dalam DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) adalah
sebanyak 4 - 5 porsi/hari (Grodner, 2004). Hal ini dapat disimpulkan
bahwa supir bus AKAP sudah memenuhi standar dalam mengonsumsi
buah untuk mencegah terjadinya hipertensi.
Berdasarkan hasil analisis yang sudah dikontrol variabel lainnya
menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi
buah dengan hipertensi pada supir bus AKAP di wilayah Kota Jakarta
Timur. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya
menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara konsumsi buah
dengan penurunan tekanan darah pada populasi hipertensi (Aburto dkk.,
2013). Selain itu, penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian
(Lata Arya dkk., 2015) bahwa ada hubungan antara konusumsi buah
dengan hipertensi pada pekerja. Namun, penelitian ini sejalan dengan
penelitian (Rahajeng dan Tuminah, 2009) analisis lanjut data
RISKESDAS 2007 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara konsumsi buah dengan hipertensi.
Menurut asumsi peneliti, tidak ada hubungan konsumsi buah
dengan hipertensi pada supir bus AKAP dikarenakan sebagian besar
92
supir bus AKAP sudah memenuhi dalam mengonsumsi buah. Dalam
penelitian (Amu, 2015) menunjukkan bahwa konsumsi buah menjadi
faktor protektif atau menurunkan risiko hipertensi pada masyarakat di
wilayah perkotaan maupun pedesaan. Oleh karena itu, supir bus AKAP
perlu meningkatkan konsumsi buah minimal 4 - 5 porsi/hari sebagai
upaya pencegahan hipertensi.
7. Konsumsi Sayur
Sayur mengandung kalium, magnesium dan serat (Dalimartha
dkk., 2008). Mekanisme zat tersebut dapat mempengaruhi tekanan
darah dan bukti menunjukkan bahwa interaksi antara kedua zat gizi
tersebut memainkan peran dominan dalam hipertensi khususnya
hipertensi primer (Adrogué HJ dan Madias NE, 2007). Selain itu, sayur
mengandung serat yang resisten terhadap ennzim pencernaan manusia.
Serat berperan mengurangi tingkat insulin, dimana hiperinsulinemia
menyebabkan intoleransi glukosa yang dapat menyebabkan hipertensi
(Lin dan Laura, 2012).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa supir bus AKAP yang
mengalami hipertensi cenderung mengonsumsi sayur ≥ 2 porsi/hari.
Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa masyarakat
kota dan desa di Indionesia yang mengalami hipertensi cenderung
mengonsumsi sayur < 3 porsi/hari (Amu, 2015). Konsumsi sayur yang
dianjurkan dalam DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension)
adalah sebanyak 4 - 5 porsi/hari (Grodner, 2004). Oleh karena itu, dapat
93
disimpulkan bahwa supir bus AKAP sudah memenuhi standar dalam
mengonsumsi sayur.
Berdasarkan hasil analisis yang sudah dikontrol dengan variabel
lainnya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
konsumsi sayur dengan hipertensi pada supir bus AKAP di wilayah
Kota Jakarta Timur. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian
sebelumnya pada sampel 13.633 wanita profesional kesehatan
menunjukkan bahwa ada hubungan antara asupan sayur dengan
hipertensi (Wang dkk., 2012). Namun, penelitian ini sejalan dengan
penelitian (Rahajeng dan Tuminah, 2009) analisis lanjut data
RISKESDAS 2007 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara konsumsi sayur dengan hipertensi.
Menurut asumsi peneliti, tidak ada hubungan antara konsumsi
sayur dengan hipertensi dikarenakan supir bus AKAP yang mengalami
hipertensi maupun yang tidak mengalami hipertensi sudah memenuhi
dalam mengonsumsi sayur. Dalam penelitian (Amu, 2015)
menunjukkan bahwa konsumsi sayur menjadi faktor protektif atau
menurunkan risiko hipertensi pada masyarakat di wilayah perkotaan
maupun pedesaan. Oleh karena itu, sebaiknya supir bus AKAP
meningkatkan konsumsi sayur sebanyak 4 - 5 porsi/hari sebagai upaya
pencegahan hipertensi.
94
6.3.3 IMT
Indeks Masa Tubuh (IMT) tidak normal didiuga salah satu
determinan hipertensi. IMT yaitu perbandingan antara berat badan dengan
tinggi badan kuadrat dalam meter (Kemenkes, 2013). Curah jantung dan
sirkulasi volume darah pada penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi
dibandingkan berat badan normal. Semakin besar ukuran tubuh, semakin
banyak pula darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan
ke jaringan-jaringan tubuh. Oleh karena itu, volume darah yang beredar
melalui pembuluh darah meningkat sehingga menyebabkan tekanan darah
meningkat (Marliani dan Tantan S, 2007).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar supir bus
AKAP yang mengalami hipertensi cenderung memiliki IMT tidak normal.
Diketahui pula bahwa supir bus AKAP yang memiliki IMT tidak normal
dibagi menjadi 2 kategori yaitu obesitas stage 1 sebanyak 49 orang (38%)
dan obesitas stage 2 sebanyak 17 orang (13,2%). Hal ini sejalan dengan
penelitian sebelumnya bahwa prevalensi hipertensi pada obesitas atau
tidak normal lebih besar dibandingkan yang tidak obesitas atau normal
(Kemenkes, 2013). Penelitian ini juga sejalan dengan (Marliani dan
Tantan S, 2007) bahwa seseorang yang memiliki ukuran tubuh yang besar
cenderung memiliki risiko terjadinya hipertensi.
Berdasarkan hasil analisis yang sudah dikontrol dengan variabel
lainnya, diketahui bahwa IMT memiliki hubungan yang signifikan dengan
hipertensi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya
bahwa hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa IMT memiliki
95
hubungan yang bermakna dengan hipertensi pada 389 supir komersial di
Jabi Park Abuja, Nigeria (Oyeniyi dan Ajayi, 2016). Selain itu, penelitian
juga sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya bahwa IMT tidak
normal memiliki hubungan yang signifikan dengan hipertensi pada supir
bus (Borle dan Jadhao, 2015; Lata Arya dkk., 2015; Rao dkk., 2015).
Analisis keeratan hubungan diketahui nilai AOR sebesar 2,683.
Hal tersebut menunjukkan bahwa supir yang memiliki IMT tidak normal
lebih berisiko 2,683 kali dibandingkan supir yang memiliki IMT normal.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan
bahwa supir yang memiliki IMT tidak normal atau obesitas lebih berisiko
6,2313 kali dibandingkan dengan supir yang memiliki IMT normal
(Oyeniyi dan Ajayi, 2016).
Menurut asumsi peneliti, IMT tidak normal yang menyebabkan
terjadinya hipertensi dapat disebabkan karena sebagian besar supir bus
AKAP memiliki perilaku sedentari. Dalam penelitian (Arundhana dkk.,
2013) diketahui bahwa perilaku sedentari memiliki hubungan yang
signifikan dengan IMT tidak normal. Berdasarkan temuan lapangan,
diketahui bahwa supir bus AKAP memiliki rata-rata lama mengemudi
yang cukup lama yaitu 8 jam dalam sehari dan 36 jam dalam seminggu.
Akibatnya, supir bus AKAP jarang sekali beraktivitas berat atau olahraga
selain mengemudi bus AKAP. Oleh karena itu, sebaiknya supir bus AKAP
melakukan aktivitas fisik dan olahraga sebagai upaya pencegahan
hipertensi yang dapat dilakukan pada saat hari libur kerja.
96
6.3.4 Pola Kerja
1. Lama Bekerja Sebagai Supir
Lama bekerja sebagai supir diduga salah satu determinan
hipertensi pada supir bus AKAP. Semakin lama responden bekerja
sebagai supir maka semakin tinggi keterpaparan responden terhadap
polusi udara maupun polusi udara yang berasal dari kendaran bermotor
serta berbagai faktor risiko hipertensi lainnya. Tingginya pencemaran
udara akibat kendaraan bermotor yang terhirup saat bernapas
selanjutnya akan terakumulasi di dalam tubuh sehingga lama kelamaan
dapat menyebabkan terjadinya gangguan proses metabolisme di dalam
tubuh termasuk tekanan darah (Rizkawati, 2012).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar supir
bus AKAP yang mengalami hipertensi cenderung memiliki lama
bekerja sebagai supir selama ≥ 16 tahun. Hal ini sejalan dengan
penelitian (Rizkawati, 2012) bahwa pengemudi Transjakarta yang
mengalami hipertensi cenderung pada pengemudi yang memiliki lama
bekerja sebagai supir selama ≥ 16 tahun. Selain itu, penelitian ini juga
sejalan dengan penelitian (Borle dan Jadhao, 2015) bahwa supir bus
yang mengalami hipertensi cenderung memiliki lama bekerja sebagai
supir selama > 15 tahun.
Namun, berdasarkan hasil analisis yang sudah dikontrol dengan
variabel lainnya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara lama bekerja sebagai supir dengan hipertensi pada
97
supir bus AKAP di wilayah Kota Jakarta Timur. Hasil penelitian ini
tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara hipertensi dengan lama bekerja
sebagai supir pada supir bus di India (Borle dan Jadhao, 2015; Rao
dkk., 2015).
Menurut asumsi peneliti, tidak adanya hubungan lama bekerja
sebagai supir dengan hipertensi pada supir bus AKAP di terminal
wilayah Kota Jakarta Timur dikarenakan supir yang sudah lama bekerja
dan yang baru bekerja sebagai supir tidak memiliki perbedaan untuk
mengalami dan mendapatkan risiko hipertensi. Dalam pembahasan
sebelumnya diketahui bahwa umur pada supir bus AKAP tidak
memiliki hubungan terhadap terjadinya hipertensi. Berdasarkan temuan
lapangan, supir yang memiliki umur lebih tua cenderung sudah lama
bekerja sebagai supir. Begitupun sebaliknya, supir yang memiliki umur
lebih muda cenderung baru bekerja sebagai supir bus AKAP. Supir
yang sudah lama bekerja sebagai supir akan sering terpapar polusi yang
dapat menyebabkan perubahan tekanan darah (Rizkawati, 2012).
Namun, dalam penelitian ini diketahui bahwa mayoritas fasilitas bus
AKAP yang terdapat di terminal wilayah Kota Jakarta Timur
menggunakan AC (Air Conditioner) sehingga saat mengemudi
kendaraan dalam kondisi tertutup. Hal ini yang mungkin menyebabkan
tidak ada hubungan antara lama bekerja sebagai supir dengan terjadinya
hipertensi. Namun untuk mencegah terjadinya hipertensi, sebaiknya
98
supir bus AKAP yang sudah lama bekerja memeriksakan dan
memastikan kondisi kesehatannya termasuk pemeriksaan rutin tekanan
darah.
2. Lama Mengemudi
Lama mengemudi diduga salah satu determinan hipertensi pada
supir bus AKAP. Supir bus memliki keterpaparan yang tinggi terhadap
polusi udara saat berkendara seperti karbomonoksida (CO), kebisingan
suara dan lainnya yang dapat meningkatkan stres kerja pada supir
(Kaewboonchoo dkk., 2010). Seringkali supir berkendara lebih dari
empat jam atau mempunyai rute yang padat dan sering (Kemenkes,
2015).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar supir
bus AKAP yang mengalami hipertensi, memiliki lama mengemudi ≥ 36
jam/minggu. Hal ini sejalan dengan penelitian (Borle dan Jadhao, 2015)
bahwa supir bus yang mengalami hipertensi cenderung pada supir bus
yang memiliki lama mengemudi ≤ 60 jam/minggu. Dalam penelitian ini
diketahui bahwa lama mengemudi yang ditanyakan rata-rata lama
mengemudi dalam keadaan lancar dan keadaan macet.
Berdasarkan hasil analisis yang sudah dikontrol dengan variabel
lainnya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
lama mengemudi dengan hipertensi pada supir bus AKAP di wilayah
Kota Jakarta Timur. Hasil penelitian tersebut tidak sejalan dengan
penelitian sebelumnya yang menunjukkan ada hubungan lama
99
mengemudi dengan hipertensi pada 587 supir bus di kota Nagpur (Borle
dan Jadhao, 2015).
Menurut asumsi peneliti, tidak ada hubungan lama mengemudi
dengan hipertensi pada supir bus AKAP dikarenakan responden tidak
memiliki keterpaparan polusi udara saat berkendara seperti
karbomonoksida (CO). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian
(Kaewboonchoo dkk., 2010) dikarenakan mayoritas bus AKAP
menggunakan air conditioner (AC) sehingga saat mengemudi dalam
keadaan tertutup. Selain itu, berdasarkan temuan lapangan sebagian
besar terutama yang perjalanan jauh seperti tujuan Jawa Tengah , Jawa
Timur dan Sumatra, ada sistem pergantian supir utama dengan supir
cadangan rata-rata setiap 6 jam sekali, sehingga supir bus AKAP dapat
berisitirahat selama pergantian supir. Dalam Peraturan Pemerintah No.
44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan pengemudi sudah diatur bahwa
harus adanya pengemudi cadangan pada bus yang mempunyai trayek
300 km dan atau lebih dari 6 jam perjalanan. Dalam Undang-Undang
Lalu Lintas No, 22 tahun 2009 pun menyatakan bahwa waktu kerja bagi
pengemudi adalah 8 jam sehari dan pengemudi kendaraan umum
setelah mengemudikan kendaraan selama 4 jam berturut-turut, wajib
diberikan istirahat sekurang-kurangnya setengah jam. Sebagian
responden dalam penelitian ini sudah memenuhi ketentuan tersebut,
sehingga ada faktor lain yang menyebabkan terjadinya hipertensi pada
supir bus AKAP. Namun, untuk mencegah terjadinya hipertensi pada
100
supir bus AKAP, sebaiknya supir memeriksakan atau memastikan
kondisi kesehatannya sebelum mengemudikan bus.
3. Lama Tidur
Lama tidur diduga salah satu determinan hipertensi pada supir
bus AKAP. Kebiasaan tidur sangat mempengaruhi tekanan darah
(Kowalski, 2010). Kondisi kurang tidur biasanya disebabkan oleh
kesulitan untuk jatuh tidur atau kurangnya waktu tidur. Gangguan tidur
yang menyebabkan kantuk berlebih diantaranya adalah sindroma
tungkai gelisah, sleep apnea dan narkolepsi. Khsusus bagi penderita
sleep apnea, bahaya yang ditimbulkan berlipat ganda karena gangguan
ini merupakan salah satu penyebab hipertensi (Prasadja, 2009). Tidur
yang kurang dapat membawa kepada perkembangan hipertensi yaitu
dengan cara meningkatkan aktivitas simpatis, meningkatkan stressor
fisik dan psikis dan meningkatkan retensi garam (Gangwisch, 2006).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar supir
bus AKAP yang mengalami hipertensi cenderung memiliki lama tidur
selama < 6 jam/hari. Hal ini sejalan dengan penelitian (Rao dkk., 2015)
pada 100 supir bus yang bekerja di Kota Visakhapatnam, India yang
menunjukkan bahwa supir yang mengalami hipertensi cenderung
memiliki lama tidur < 6 jam/hari.
Berdasarkan hasil analisis yang sudah dikontrol dengan variabel
lainnya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
lama tidur dengan hipertensi pada supir bus AKAP di wilayah Kota
101
Jakarta Timur. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian
sebelumnya bahwa ada hubungan yang signifikan antara lama tidur
dengan hipertensi (Fernandez-Mendoza dkk., 2012; Priou dkk., 2014).
Namun hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lainya yang
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara lama
tidur dengan hipertensi pada 100 supir bus di (Rao dkk., 2015).
Menurut asumsi peneliti, tidak ada hubungan antara lama tidur
dengan hipertensi dikarenakan supir bus AKAP baik yang mengalami
hipertensi maupun yang tidak mengalami hipertensi, memiliki lama
tidur < 6 jam/hari. Hal tersebut dikarenakan ada faktor lain yang
menyebabkan terjadinya hipertensi. Walaupun faktor lama tidur tidak
memiliki hubungan dengan hipertensi. Namun, gangguan tidur ini
sangat menganggu aktivitas supir bus AKAP. Kurangnya tidur dapat
membahayakan apabila harus berkendara atau mengoperasikan mesin.
Berkendara saat mengantuk jauh lebih berbahaya dibanding berkendara
setelah minum alkohol ringan (Prasadja, 2009). Menurut data BPS pada
tahun 2013 , faktor penyebab kecelakaan yaitu kesalahan pengemudi
atau human error. Salah satu faktor yang dimaksud adalah mengantuk
(Syahlefi dkk., 2014). Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya
hipertensi dan kecelakaan lalu lintas pada bus AKAP, sebaiknya supir
bus AKAP memiliki tidur atau istirahat yang cukup minimal 6 jam
sehari.
102
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Proporsi hipertensi pada supir AKAP di terminal wilayah Kota Jakarta
Timur cukup tinggi yaitu sebesar 25,6%.
2. Berdasarkan hasil analisis univariat disimpulkan bahwa :
a. Distribusi karakteristik supir bus AKAP lebih dari setengah memiliki
umur ≥ 44 tahun dan tidak memiliki riwayat hipertensi.
b. Distribusi gaya hidup pada supir bus AKAP lebih dari setengah
mengonsumsi rokok ≥ 12 batang/hari, tidak pernah mengonsumsi
alkohol, mengonsumsi kopi 1 - 3 cangkir/hari, kebiasaan makan
makanan asin ≥ 1 kali/hari, kebiasaan makan makanan tinggi lemak < 2
kali/hari, konsumsi buah dan sayur ≥ 2 porsi/hari.
c. Distribusi IMT supir bus AKAP lebih dari setengah memiliki IMT tidak
normal.
d. Distribusi pola kerja supir bus AKAP lebih dari setengah memiliki lama
bekerja sebagai supir < 16 tahun, lama mengemudi ≥ 36 jam/minggu
dan lama tidur < 6 jam/hari.
3. Berdasarkan hasil analisis bivariat disimpulkan bahwa :
a. Supir bus AKAP yang mengalami hipertensi cenderung memiliki umur
≥ 44 tahun dan tidak memiliki riwayat hipertensi.
103
b. Supir bus AKAP yang mengalami hipertensi cenderung mengonsumsi
rokok ≥ 12 batang/hari, tidak pernah mengonsumsi alkohol,
mengonsumsi kopi 1 - 3 cangkir/hari, kebiasaan makan makanan asin
≥ 1 kali/hari, kebiasaan makan makanan tinggi lemak < 2 kali/hari,
konsumsi buah ≥ 2 porsi/hari, konsumsi sayur ≥ 2 porsi/hari.
c. Supir bus AKAP yang mengalami hipertensi cenderung memiliki IMT
tidak normal.
d. Supir bus AKAP yang mengalami hipertensi cenderung memiliki lama
bekerja sebagai supir ≥ 16 tahun, lama mengemudi ≥ 36 jam/minggu
dan lama tidur < 6 jam/hari.
4. Berdasarkan hasil analisis multivariat disimpulkan bahwa faktor yang
paling berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi pada supir bus AKAP
adalah riwayat hipertensi keluarga, IMT dan konsumsi rokok. Sedangkan
faktor yang paling dominan berhubungan terhadap hipertensi pada supir
bus AKAP adalah konsumsi rokok ≥ 12 batang/hari.
7.2 Saran
1. Supir Bus AKAP di Terminal Wilayah Kota Jakarta Timur
Dalam upaya pencegahan hipertensi sebaiknya supir bus AKAP
melakukan pola hidup sehat terutama supir bus AKAP yang memiliki
riwayat hipertensi keluarga yaitu dengan berhenti merokok dan
mengurangi konsumsi rokok < 12 batang/hari serta menjaga berat badan
dengan mengatur pola makan dengan banyak makan sayur dan buah
104
minimal 4 - 5 porsi/hari serta banyak melakukan aktivitas fisik dan
olahraga saat hari libur kerja.
2. Dinas Perhubungan Terminal Pulogebang dan Kampung Rambutan serta
Perusahaan Otobus AKAP di Terminal Wilayah Kota Jakarta Timur
Dalam upaya pencegahan hipertensi pada supir bus AKAP,
sebaiknya Dinas Perhubungan dan Perusahaan Otobus memaksimalkan
pos kesehatan terminal yang sudah ada dengan bekerjasama Suku Dinas
Kesehatan Jakarta Timur atau puskesmas setempat untuk melakukan
deteksi dini atau pemeriksaan tekanan darah secara rutin minimal sebulan
sekali terhadap seluruh supir bus AKAP yang masih aktif mengemudi.
3. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur, Puskesmas Cakung dan Puskesmas
Ciracas
Dalam upaya pencegahan hipertensi pada supir bus AKAP,
sebaiknya Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur bersama Puskesmas
Cakung dan Puskesmas Ciracas melakukan pemeriksaan deteksi dini atau
monitoring terhadap tekanan darah supir bus AKAP secara rutin minimal
sebulan sekali.
4. Peneliti Selanjutnya
Dalam penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan desain studi
yang dapat melihat hubungan sebab akibat seperti desain studi case
control atau cohort untuk studi epidemiologi mengenai faktor determinan
hipertensi pada supir bus AKAP. Dalam melihat variabel gaya hidup yang
berkaitan dengan pola makan sebaiknya mengggunakan metode
105
pengukuran konsumsi makanan lainnya seperti metode food recall 24 jam,
metode estimated food records, metode penimbangan makanan (food
weighing) dan metode dietary history yang disesuaikan dengan tujuan
penelitian.
106
DAFTAR PUSTAKA
Aburto, N.J., Hanson, S., Gutierrez, H., Hooper, L., Elliott, P., Cappuccio, F.P.,
2013. Effect of increased potassium intake on cardiovascular risk factors
and disease: systematic review and meta-analyses. BMJ 346.
Adrogué HJ, Madias NE, 2007. Sodium and Potassium in the Pathogenesis of
Hypertension. N. Engl. J. Med. 356, 1966–1978.
Amu, D.A., 2015. Faktor-Faktor yang Berhubungan Hipertensi di Wilayah
Perkotaan dan Pedesaan Indonesia Tahun 2013.
Anonim, 2016. Kafein : Pengertian - Sumber Kafein - Manfaat - Efek Kelebihan
dan Kekurangan.
Anonim, 2008. High Caffeine “Energy” Drinks and Other Foods Containing
Caffeine.
Arundhana, A.I., Hadi, H., Julia, M., 2013. Perilaku Sedentari sebagai Faktor
Risiko Kejadian Obesitas pada Anak Sekolah Dasar di Kota Yogyakarta
dan Kabupaten Bantul. J. Gizi Dan Diet. Indones. 1, 71–80.
Aziza, L., Sja’bani, M., Haryana, S.M., Soesatyo, M.H., Sadewa, A.H., 2010.
Hubungan Polimorfisme Gen Angiotensin-Converting Enzyme
Insersi/Delesi dengan Hipertensi pada Penduduk Mlati, Sleman,
Yogyakarta, Indonesia. Maj. Kedokt. Indones. 60, 156–162.
BALITBANGKES, 2014. Survei Konsumsi Makanan Individu dalam Buku
Survei Diet Total Indonesia. Balai Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Jakarta.
Baradero, M., Dayrit, M.W., Siswadi, Y., 2005. Seri Asuhan Keperawatan :
Klien Gangguan Kardiovaskular. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
BBTKLPP, 2015a. Profil Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan
Pemberantasan Penyakit. Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan
Pemberantasan Penyakit Dirjen P2P Kementrian Kesehatan RI, Jakarta.
BBTKLPP, 2015b. Laporan Tahunan Surveilans Faktor Risiko PTM pada Supir
Bus AKAP. Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan Pemberantasan
Penyakit, Jakarta.
107
BBTKLPPP, 2016. Laporan Tahunan BBTKL PP 2016. Balai Besar Teknik
Kesehatan Lingkungan Pemberantasan Penyakit Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta Timur.
Belitz, D., Grosch Werner, Schieberle Peter, 2009. Food Chemistry. Springer,
Jerman.
Black, H.R, Elliot W.J., 2007. Hypertension : A Companion to Braunwald’s
Heart Disease. Elsevier, USA.
Borle, A.L., Jadhao, A., 2015. Prevalence and Associated Factors of Hypertension
among Occupational Bus Drivers in Nagpur City, Central India- A Cross
Sectional Study. Natl. J. Community Med. 6, 423–428.
Cahyono, J.B.S.B, 2008. Hidup dan Penyakit Modern. Kanisius, Yogyakarta.
Chaudhary, Nagargoje, Kubde, 2014. Prevalence and Factors Affecting
Hypertension among Auto-Rickshaw Drivers Working in Nagpur city of
Maharashtra. MRIMS J. Health Sci. 2, 78–80.
Christanty, H., 2014. Faktor Dominan Kejadian Hipertensi pada Supir Bus AKAP
di Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten Tahun 2013. Fakultas kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.
Dalimartha, S., Basuri T. Purnama, Sutarina, N., B.Mahendra, Darmawan, R.,
2008. Care Your Self Hipertensi. Penebar Plus, Jakarta.
Dewi, F.I., Anwar, F., Amalia, L., 2009. Persepsi terhadap Konsumsi Kopi dan
Teh Mahasiswa TPB-ITB Tahun Ajaran 2007-2008. J. Gizi Dan Pangan 4,
20–28.
Ehret GB, Caulfield MJ, 2013. Genes for Blood Pressure: An Opportunity to
Understand Hypertension. Eur. Heart J. 34, 51–61.
Erhiano, E.., Igbokwe, Okolo, R.., Awosan, 2015. Prevalence of Hypertension
among Commercial Bus Drivers in Sokoto, Sokoto State Nigeria. Int.
Invent. J. Med. Med. Sci. Vol. 2(3), 34–49.
Fernandez-Mendoza, J., Vgontzas, A.N., Liao, D., Shaffer, M.L., Vela-Bueno, A.,
Basta, M., Bixler, E.O., 2012. Insomnia with Objective Short Sleep
Duration and Incident Hypertension: the Penn State Cohort. 60, 929–935.
108
Fuchs, F.D., Chambless, L.E., Whelton, P.K., Nieto, F.J., Heiss, G., 2001.
Alcohol Consumption and the Incidence of Hypertension the
Atherosclerosis Risk in Communities Study. Hypertens. Ahajournals 37,
1242–1250.
Gangwisch, J.E., 2006. Short Sleep Duration as a Risk Factor for Hyperetnsion :
Analysis of The First National Health and Nutrition Examination Survey.
Am. Heart Assoc. 47, 833–839.
Sadri.G.H., 2002. A Model of Bus Drivers’ Diseases: Risk Factors and Bus
Accidents. Iran. J. Med. Sci. Vol 27 No. 1.
Grodner, 2004. Foundations and Clinical Applications of Nutrition Nursing
Approach, Third. ed. Missouri, Mosby.
Hermina, Prihatini S, 2016. Gambaran Konsumsi Sayur dan Buah Penduduk
Indonesia dalam Konteks Gizi Seimbang : Analisis Lanjut Survei
Konsumsi Makanan Individu (SKMI) 2014. Bul. Penelit. Kesehat. 44,
205–218.
Herwati, Sartika, W., 2013. Terkontrolnya Tekanan Darah Penderita Hipertensi
Berdasarkan Pola Diet Dan Kebiasaan Olah Raga Di Padang Tahun
2011. Jumal Kesehat. Masy. 8.
ISH, 2014. High Blood Pressure: Why Prevention and Control are Urgent and
Important. A 2014 Fact Sheet from the World Hypertension League and
the International Society of Hypertension (Fact Sheet). International
Society of Hypertension.
Ismuningsih, R., 2013. Pengaruh Konsumsi Lemak Terhadap Tekanan Darah
Penderita Hipertensi Rawat Jalan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Surakarta. Universitas Muhammdiyah Surakarta, Surakarta.
Joewana, S., 2005. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zar
Psikoaktif : Penyalahgunaan NAPZA/Narkoba. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Josephine, L., P.Thenmozhi, 2016. Assess the Level of Hypertension and Its
Determinants among Bus Drivers. Int. J. Health Sci. Res. 6.
109
Kaewboonchoo, O., Morioka, I., Saleekul, 2010. Blood Lead Level and
Cardiovascular Risk Factors among Bus Drivers in Bangkok, Thailand.
Ind. Health Natl. Inst. Occup. Saf. Helath 48, 61–65.
Kaplan, N.M., Ronald G. Victor, 2010. Clinical Hypertension. Lippincott
Williams & Wilkins, USA.
Kemenkes, 2016. Pemeriksaan Kesehatan Kurangi Faktor Risiko Kecelakaan.
Kementrian Kesehatan RI, Jakarta.
Kemenkes, 2014. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan :
Hipertensi. Kementrian Kesehatan, Jakarta.
Kemenkes, 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan, Jakarta.
Kemenkes, 2010. Deteksi Dini Faktor Risiko Penyakit Jantung dan Pembuluh
Darah. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Kemenkes 2015, 2015. Petunjuk Teknis Pemeriksaan Deteksi Dini Faktor Risiko
Kecelakaan Lalu Lintas Bagi Pengemudi. Direktorat Jenderal PP & PL
Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Jakarta.
Kemenkes RI, 2015. Pedoman Pengengdalian Hipertensi. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta.
Kemenkes RI, 2013. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Hipertensi.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Pengendalian
Penyakit Tidak Menular Subdit Pengendalian Penyakit Jantung Dan
Pembuluh Darah, Jakarta.
Khomsan, A., 2005. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan, Kedua. ed. Rajagrafindo
Persada, Jakarta.
Klag, Michael J, Nae Yuh Wang, Lucy A.Meoni, Fredrick LKlag, Michael J,
Nae Yuh Wang, Lucy A.Meoni, Fredrick L. Bracanti, Lisa A. Cooper,
Lisa A. Cooper, Kung Yae Liang, Hunter Young, Daniel E Ford, 2002.
Coffee Intake and Risk of Hypertension. Arch Intern Med 162.
110
KORLANTAS POLRI, 2016. Kecelakaan di Indoensia Selama Triwulan
Terakhir. Korp Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia,
Jakarta.
Kowalski, R.E., 2010. Terapi Hipertensi, 1st ed. Qanita, Bandung.
Kristina, S.A., 2014. Minum Kopi Baik Untuk Kesehatan. Trib. Jogja 15.
Lakshman, A., Manikath, N., Rahim, A., Anilakumari, V.P., 2014. Prevalence and
Risk Factors of Hypertension among Male Occupational Bus Drivers in
North Kerala, South India: A Cross-Sectional Study. ISRN Prev. Med.
Lata Arya, M., Pallavi, A., Vikas, K., 2015. Correlation Of Dietary Habits,
Physical Activity and Hypertension in Administrative Officers in Western
Uttar Pradesh. J. Evol. Med. Dent. Sci. 4, 11493–11499.
Lin, P.H., Laura, 2012. Nutrition, Lifestyle Factors and Blood Pressure. Taylor &
Francis Group, United State.
Liska, K., 2004. Drugs and The Body with Implication for Society, 7th ed.
Perason, New Jersey.
Marks, D.B., Marks, A.D., Colleen M. Smith, 2000. Biokimia Kedokteran
Dasar : Sebuah Pendekatan Klinis. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Marliani, L., Tantan S, 2007. 100 Questions & Answer Hipertensi. Elex Media
Komputindo, Jakarta.
Morell, 2005. Kolesterol. Erlangga, Jakarta.
Morton, P.G., 2005. Panduan Pemeriksaan Kesehatan dengan Dokumentasi
SOAPIE. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Musbyarini, K., Anwar, F., Dwiriani, C.M., 2010. Gaya Hidup Dan Status
Kesehatan Sopir Bus Sumber Alam Di Kabupaten Purworejo, Jawa
Tengah. J. Gizi Dan Pangan 5, 6–14.
Muttaqin, A., 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Salemba Medika, Jakarta.
Nasri, Moazenzadeh, 2006. Coronary Artery Disease Risk Factors in Drivers
Versus People In Other Occupations. ARYA J. 1, 75–78.
111
Nurrahmi, U., 2012. Stop ! Hipertensi. Familia (Grup Relasi Inti Media),
Yogyakarta.
Oyeniyi, O.S., Ajayi, O.Si.O., 2016. Prevalence of Hypertension and Associated
Risk Factor Among Interstate Comercial Drivers in Jabi Park Abuja. Int. J.
Med. Med. Sci. 8, 75–83.
Pickering T.G dkk, 2005. Recommendation for Blood Presure Measurement in
Human and Experimental Animal : Part 1 Blood Pressure Measurement
in Humans : A Statement for Professional from the Subcommitee of
Professional and Public Health of the American Heart Association Council
on High Blood Presure Research Hypertension. J. Hypertens. 45, 142–161.
Pop, C., Manea, V., Matei, C., Trambitasu, R., Mos, L., 2015. Work stress
hypertension and obesity among professional bus drivers: results of a
cross-sectional study conducted in an urban Romanian company of
transport. J. Hypertens. Res. 1, 27–32.
Prasadja, A., 2009. Ayo Bangun dengan Bugar karena Tidur yang Benar, 1st ed.
Penerbit Hikmah, Jakarta.
Priou, P., Vaillant, M.L., Meslier, N., Paris, A., Pigeanne, T., Nguyen, X.-L.,
Alizon, C., Bizieux-Thaminy, A., Leclair-Visonneau, L., Humeau, M.-P.,
Gagnadoux, F. de´ ric, 2014. Cumulative Association of Obstructive Sleep
Apnea Severity and Short Sleep Duration with the Risk for Hypertension.
J. Pone 9.
Rahajeng, E., Tuminah, S., 2009. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di
Indonesia. Maj. Kedokt. Indones. 59.
Rao, S.B., Bhavani, G.G., Madhavi, B.D., 2015. A Study on Hypertension and It’s
Determinants Among Male Bus Drivers in State Road Transport
Corporation, Visakhapatnam, Andhra Pradesh. J. Evid. Based Med.
Healthc. 2, 7324–7329.
Rizkawati, D., 2012. Indeks Massa Tubuh, Lama Bekerja, Kebiasaan Makan, dan
Gaya Hidup Hubungannya dengan Hipertensi pada Pramudi (Pengemudi)
Bus Transjakarta Tahun 2012. Fakultas Kesehatan Masyarakat Univeristas
Indonesia, Depok.
112
Rubenstein, D., Wayne, D., Bradley, J., 2003. Kedokteran Klinis, Keenam. ed.
Erlangga, Jakarta.
Sangadji, N.W., Nurhayati, 2014. Hipertensi Pada Pramudi Bus Transjakarta di
PT. Bianglala Metropolitan Tahun 2013. Berk. Ilm. Mhs. Kesehat. Masy.
Indoensia 2 No.2.
Sani, A., 2008. Hypertension Current Perspective. Medya Crea, Jakarta.
Satheesh, Veena, 2013. A Study of Prevalence of Hypertension Among Bus
Drivers in Bangalore City. Int. J. Curr. Res. Rev. 5.
Sayed-Tabatabaei FA, Isaacs A, Van Duijn CM, Witteman JCM, 2006. ACE
Polymorphisms. Circ. Res. 98, 1123–1133.
Shah, S.M., Loney, T., Hussein, M.S., Sadig, M.E., Dhaheri, S.A., Barazi, I.E.,
Marzouqi, L.A., Aw, T.-C., Ali, R., 2015. Hypertension prevalence,
awareness, treatment, and control, in male South Asian Immigrants in the
United Arab Emirates: a cross-sectional study. BMC Cardiovasc. Disord.
15.
Sheps, S.G., 2005. Mayo Clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah Tinggi.
Jakarta.
Smolarek, G.M., Erivelton Fontana André de Camargo, Dellagrana, R.A.,
Campos, W. de, Mascarenhas, G., Laat, E.F. de, Michael Pereira da Silva,
2013. Overweight as hypertension risk prediction in bus drivers.
Reasearch Gate 35, 285–289.
Supariasa, I.D.N., Bakri, B., Fajar, I., 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Syahlefi, M.R., Sinaga, M.M., Salmah, U., 2014. Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kelelahan Pengemudi Bus di CV.Makmur Medan
tahun 2014. J. USU Lingkung. Dan Kesehat. Kerja.
Thiese, M., Moffitt, G., Hanowski, M.J., Kales, S.N., Porter, R.J., Hegmann, K.T.,
2012. Commercial Driver Medical Exams: Relationships Between Body
Mass Index And Comorbid Conditions. Proceddings Eight Int. Driv.
Symp. Hum. Factors Driv. Assesment Train. Veh. Des. 261–267.
113
Uiterwaal, C.S., Verschuren, W.M., Bueno-de-Mesquita, H.B., Ocké, M.,
Geleijnse, J.M., Boshuizen, H.C., Peeters, P.H., Feskens, E.J., Grobbee,
D.E., 2007. Coffee intake and incidence of hypertension. Am. J. Clin.
Nutr. 85, 718–723.
Waikar, S.S., Liu, K.D., Chertow, G.C., 2008. Diagnosis, Epidemiology and
Outcomes of Acute Kidney Injury. Clin J Am Soc Nephrol 3, 844–861.
Wang, L., Manson, J.E., Gaziano, J.M., Buring, J.E., Howard D. Sesso, 2012.
Fruit and Vegetable Intake and the Risk of Hypertension in Middle-Aged
and Older Women. Am. J. Hypertens. 25, 180–189.
WHO, 2016. Health Topics : Hypertensi. WHO. diakses dari
http://www.who.int/topics/hypertension/en/ pada 16 November 2016
WHO, 2013. World Heath Day 2013 : High Blood Pressure Global and Regional
Overview. WHO Regional Office of South East Asia. World Health
Organization.
WHO, 2011. Hypertension Fact Sheet. Dep. Sustain. Dev. Healthy Environ.
Yang, H., et al, 2006. Work Hours and Self Reported Hypertension Among
Working People in California. Hypertension 48, 744–750.
Young-Jun Ahn, Yong-Hee Jang, Jin-Yong Ju, Song-Hun Cho, Seung-Heon Han,
2015. Relationship between Prevalence of Hypertension and Lifestyle in
Male Bus Drivers in Some Areas in Seoul. Korean J. Fam. Pract.
Zheng, L, Zhang, Sun, Z, Li, J, Zhang, X, Xu, C, Hu, D, Sun, Y, 2010. The
Assosiation Between Body Mass Index in Incident Hypertension in Rural
Women in China. J. Clin. Nutr. 64, 769–775.
114
LAMPIRAN 1
Inform Consent
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Perkenalkan, nama saya Dzul Faridah Arinal Haq, mahasiswa semester 8
peminatan Epidemiologi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang
melakukan penelitian untuk menyelesaikan skripsi tentang determinan hipertensi
(tekanan darah tinggi) pada supir bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) di
terminal wilayah Jakarta Timur. Apabila Bapak menyetujui, maka saya meminta
kesediaan Bapak untuk mengisi kuesioner dengan jujur dan bersedia mengikuti
pengukuran tekanan darah dan status gizi. Saya selaku peneliti akan merahasiakan
jawaban Bapak dan penelitian ini akan sangat bermanfaat apabila Bapak
berkenan. Atas perhatian dan kerjasamanya saya ucapkan terimakasih.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Form Persetujuan sebagai Responden Penelitian
Saya yang bertandatangan dibawah ini :
Nama :
No.HP :
Bersedia mengkuti proses pengambilan data dalam penelitian ini secara sukarela
dan tanpa paksaan.
Jakarta, Februari 2017
Peneliti Responden
(Dzul Faridah Arinal Haq) ( )
115
LAMPIRAN 2
KUESIONER PENELITIAN
DETERMINAN HIPERTENSI PADA SUPIR BUS ANTAR KOTA ANTAR
PROVINSI DI TERMINAL WILAYAH KOTA JAKARTA TIMUR
TAHUN 2017
Pewawancara :
Hari/Tanggal Wawancara :
Isilah jawaban dari pertanyaan berikut pada kolom jawaban. Jika jawaban
berupa pilihan, lingkari pada jawaban yang sesuai.
A. Karakteristik Responden
No. Pertanyaan Jawaban Koding
(Diisi
petugas)
A1 Nama lengkap ...
A2 No. KTP/NIK ...
A3 Tanggal lahir ...
A4 Umur ... tahun
A5 Terminal ...
A6 Tempat tugas/PO ...
A7 Pekerjaan 1. Pengemudi Utama
2. Pengemudi Cadangan
A8 Apakah Bapak memiliki
riwayat penyakit hipertensi
sebelumnya?
1. Ya
2. Tidak
A9 Apakah keluarga Bapak ada
yang memiliki riwayat
hipertensi atau pernah
didiagnosis menderita
hipertensi (tekanan darah
tinggi) oleh tenaga medis
(dokter,perawat, bidan) ?
1. Iya
(pilih boleh lebih dari satu)
a. Ayah
b. Ibu
c. Kakek/nenek
d. Saudara Kandung
e. Lainnya ...
f. Tidak ada
116
B. Gaya Hidup
No. Pertanyaan Jawaban Koding
(Diisi
petugas)
B1 Apakah Bapak merokok dalam 1
bulan terakhir?
1. Ya
2. Pernah
3. Tidak pernah (lanjut B4)
B2 Berapa batang rokok yang
dihisap dalam sehari ?
... batang/hari
B3 Sejak kapan berhenti merokok ? ... hari/bulan/tahun yang lalu
B4 Apakah Bapak minum alkohol
dalam 1 bulan terakhir?
1. Ya
2. Pernah
3. Tidak pernah (lanjut
B7)
B5 Berapa banyak Bapak minum
alkohol per hari?
1. 0 cangkir/hari
2. 1-3 cangkir/hari
3. >3 cangkir/hari
B6 Sejak kapan berhenti minum
alkohol?
... hari/bulan/tahun yang lalu
B7 Apakah Bapak mengonsumsi
kopi ?
1. Ya
2. Tidak (lanjut B9)
B8 Berapa banyak kopi yang
dikonsumsi ?
1. 0 cangkir/hari
2. 1-3 cangkir/hari
3. 4-6 cangkir/hari
4. > 6 cangkir/hari
B9 Apakah Bapak mengonsumsi
buah?
1. Ya
2. Kadang-kadang
3. Tidak (lanjutB11)
B10 Berapa rata-rata porsi buah yang
dikonsumsi dalam sehari ?
... porsi/hari
B11 Apakah Bapak mengonsumsi
sayur?
1. Ya
2. Kadang-kadang
3. Tidak (lanjut C1)
B12 Berapa rata-rata porsi sayur
yang dikonsumsi dalam sehari ?
... porsi/hari
117
C. Pola Kerja
No. Pertanyaan Jawaban Koding
(Diisi
petugas)
C1 Berapa lama Bapak bekerja
sebagai supir bus AKAP ?
... bulan/tahun
C2 Berapa hari Bapak mengemudi
dalam semingu ?
... hari/minggu
C3 Berapa rata-rata waktu Bapak
dalam mengemudi ?
... jam/hari
C5 Berapa lama Bapak tidur dalam
sehari?
... jam/hari
D. Tekanan Darah
No. Pertanyaan Jawaban Koding
(Diisi
petugas)
D1 Apakah Bapak pernah
didiagnosis menderita hipertensi
(tekanan darah tinggi) oleh
tenaga kesehatan
(dokter/perawat/bidan) ?
1. Ya
2. Tidak (Lanjut D3)
D2 Kapan didiagnosis pertama kali
?
Tahun ... Bulan ...
D3 Apakah Bapak saat ini sedang
minum obat medis untuk
tekanan darah tinggi?
1. Ya
2. Tidak
D4 Berapa besar tekanan darah
terakhir Anda?
... mmHg
Nama petugas pengukuran :
No. Kategori TD Pengukuran 1 Pengukuran 2 Rata-Rata
D5 Sistolik
D6 Diastolik
118
E. Status Gizi
Nama petugas pengukuran :
No. Status Gizi Pengukuran 1 Pengukuran 2 Rata-Rata
E1 Berat Badan (kg)
E2 Tinggi Badan (m)
E3 IMT (Indeks Massa
Tubuh)
119
Form Food Frequency Questionnaire (Pola Makan)
No. Bahan Makanan Hari
(.. kali)
Minggu
(.. kali)
Bulan
(... kali)
Tahun
(.. kali)
Tidak
pernah
Makanan asin
1. Telur asin
2. Ikan asin
3. Sayur asin
4. Kripik asin
5. Daging kaleng
6. Kornet
7. Kecap asin
8. Saos
9. Lainnya ..
Makanan tinggi lemak
1. sop buntut
2. Kare
3. Gulai
4. Gorengan
5. Sate kambing
6. Jerohan
7. Bebek
8. Kulit
9. Kuning telur
10. Lainnya ...
120
LAMPIRAN 3
HASIL ANALISIS DATA
A. Analisis Univariat
1. Hipertensi
hipertensi_supir
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid hipertensi 33 25.6 25.6 25.6
tidak hipertensi 96 74.4 74.4 100.0
Total 129 100.0 100.0
2. Umur
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Umur 129 17 67 43.56 9.534
Valid N (listwise) 129
umur_baru
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid >= 44 tahun 65 50.4 50.4 50.4
< 44 tahun 64 49.6 49.6 100.0
Total 129 100.0 100.0
3. Riwayat Hipertensi Keluarga
riwayatkeluarga_hipertensi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 28 21.7 21.7 21.7
Tidak 101 78.3 78.3 100.0
Total 129 100.0 100.0
121
4. Konsumsi rokok
rokok_baru1
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid >= 12 batang 75 58.1 58.1 58.1
1-11 batang 24 18.6 18.6 76.7
0 batang 30 23.3 23.3 100.0
Total 129 100.0 100.0
5. Konsumsi alkohol
alkohol
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 7 5.4 5.4 5.4
Pernah 46 35.7 35.7 41.1
Tidak Pernah 76 58.9 58.9 100.0
Total 129 100.0 100.0
6. Konsumsi kopi
kopi_baru1
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid >4 cangkir/hari 11 8.5 8.5 8.5
1-3 cangkir/hari 76 58.9 58.9 67.4
0 cangkir/hari 42 32.6 32.6 100.0
Total 129 100.0 100.0
7. Kebiasaan makan makanan asin
makan_asinbaru
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid >= median 79 61.2 61.2 61.2
< median 50 38.8 38.8 100.0
122
makan_asinbaru
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid >= median 79 61.2 61.2 61.2
< median 50 38.8 38.8 100.0
Total 129 100.0 100.0
8. Kebiasaan makan makanan tinggi lemak
makan_lemakbaru
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid >= median 31 24.0 24.0 24.0
< median 98 76.0 76.0 100.0
Total 129 100.0 100.0
9. Konsumsi makan buah
buah_baru
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid < median 64 49.6 49.6 49.6
>= median 65 50.4 50.4 100.0
Total 129 100.0 100.0
10. Konsumsi makan sayur
sayur_baru
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid < median 35 27.1 27.1 27.1
>= median 94 72.9 72.9 100.0
Total 129 100.0 100.0
123
11. IMT
IMT_baru
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid >= 25 66 51.2 51.2 51.2
< 25 63 48.8 48.8 100.0
Total 129 100.0 100.0
12. Lama kerja
lamakerja_baru
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid >= mean (>=16 tahun) 52 40.3 40.3 40.3
< mean (<16 tahun) 77 59.7 59.7 100.0
Total 129 100.0 100.0
13. Lama mengemudi
lama_mengemudi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid >= median (>=36 jam) 69 53.5 53.5 53.5
< median (<36 jam) 60 46.5 46.5 100.0
Total 129 100.0 100.0
14. Lama tidur
tidur_baru
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid < 6 jam 75 58.1 58.1 58.1
>= 6 jam 54 41.9 41.9 100.0
Total 129 100.0 100.0
124
B. Analisis Bivariat
1. Umur
umur_baru * hipertensi_supir Crosstabulation
hipertensi_supir
Total Ya Tidak
umur_baru >= 44 tahun Count 21 44 65
% within umur_baru 32.3% 67.7% 100.0%
< 44 tahun Count 12 52 64
% within umur_baru 18.8% 81.2% 100.0%
Total Count 33 96 129
% within umur_baru 25.6% 74.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 3.114a 1 .078
Continuity Correctionb 2.442 1 .118
Likelihood Ratio 3.146 1 .076
Fisher's Exact Test .106 .059
Linear-by-Linear Association 3.090 1 .079
N of Valid Casesb 129
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,37.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for umur_baru
(>= 44 tahun / < 44 tahun) 2.068 .915 4.672
For cohort hipertensi_supir =
Ya 1.723 .927 3.202
For cohort hipertensi_supir =
Tidak .833 .679 1.023
125
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for umur_baru
(>= 44 tahun / < 44 tahun) 2.068 .915 4.672
For cohort hipertensi_supir =
Ya 1.723 .927 3.202
For cohort hipertensi_supir =
Tidak .833 .679 1.023
N of Valid Cases 129
2. Riwayat keluarga responden
riwayatkeluarga_hipertensi * hipertensi_supir Crosstabulation
hipertensi_supir
Total Ya Tidak
riwayatkeluarga_hipertensi Ya Count 10 17 27
% within
riwayatkeluarga_hipertensi 37.0% 63.0% 100.0%
Tidak Count 23 79 102
% within
riwayatkeluarga_hipertensi 22.5% 77.5% 100.0%
Total Count 33 96 129
% within
riwayatkeluarga_hipertensi 25.6% 74.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 2.354a 1 .125
Continuity Correctionb 1.654 1 .198
Likelihood Ratio 2.224 1 .136
Fisher's Exact Test .141 .101
Linear-by-Linear Association 2.336 1 .126
N of Valid Casesb 129
126
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,91.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
riwayatkeluarga_hipertensi
(Ya / Tidak)
2.020 .814 5.013
For cohort hipertensi_supir =
Ya 1.643 .893 3.021
For cohort hipertensi_supir =
Tidak .813 .598 1.106
N of Valid Cases 129
3. Konsumsi rokok
rokok_baru1 * hipertensi_supir Crosstabulation
hipertensi_supir
Total Ya Tidak
rokok_baru1 >= 12 batang Count 13 62 75
% within rokok_baru1 17.3% 82.7% 100.0%
1-11 batang Count 8 16 24
% within rokok_baru1 33.3% 66.7% 100.0%
0 batang Count 12 18 30
% within rokok_baru1 40.0% 60.0% 100.0%
Total Count 33 96 129
% within rokok_baru1 25.6% 74.4% 100.0%
127
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 6.714a 2 .035
Likelihood Ratio 6.604 2 .037
Linear-by-Linear Association 6.449 1 .011
N of Valid Cases 129
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 6,14.
Variables in the Equation
B S.E. Wald Df Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a rokok 4.148 2 .126
rokok(1) .976 .635 2.361 1 .124 2.653 .764 9.211
rokok(2) .116 .759 .023 1 .879 1.122 .253 4.972
Constant .336 .586 .330 1 .566 1.400
a. Variable(s) entered on step 1: rokok.
4. Konsumsi alkohol
alkohol * hipertensi_supir Crosstabulation
hipertensi_supir
Total Ya Tidak
alkohol Ya Count 2 5 7
% within alkohol 28.6% 71.4% 100.0%
Pernah Count 7 39 46
% within alkohol 15.2% 84.8% 100.0%
Tidak Pernah Count 24 52 76
% within alkohol 31.6% 68.4% 100.0%
Total Count 33 96 129
% within alkohol 25.6% 74.4% 100.0%
128
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 4.064a 2 .131
Likelihood Ratio 4.301 2 .116
Linear-by-Linear Association 2.139 1 .144
N of Valid Cases 129
a. 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 1,79.
Variables in the Equation
B S.E. Wald Df Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a alkohol 3.904 2 .142
alkohol(1) .143 .872 .027 1 .870 1.154 .209 6.377
alkohol(2) .944 .479 3.889 1 .049 2.571 1.006 6.574
Constant .773 .247 9.817 1 .002 2.167
a. Variable(s) entered on step 1: alkohol.
5. Konsumsi kopi
kopi_baru1 * hipertensi_supir Crosstabulation
hipertensi_supir
Total Ya Tidak
kopi_baru1 >4 cangkir/hari Count 2 9 11
% within kopi_baru1 18.2% 81.8% 100.0%
1-3 cangkir/hari Count 17 59 76
% within kopi_baru1 22.4% 77.6% 100.0%
0 cangkir/hari Count 14 28 42
% within kopi_baru1 33.3% 66.7% 100.0%
Total Count 33 96 129
% within kopi_baru1 25.6% 74.4% 100.0%
129
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 2.054a 2 .358
Likelihood Ratio 2.016 2 .365
Linear-by-Linear Association 1.895 1 .169
N of Valid Cases 129
a. 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 2,81.
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for EXP(B)
Lower
Up
per
Step 1a kopi_baru1 2.024 2 .363
kopi_baru1(1) .811 .847 .916 1 .339 2.250 .427 11.846
kopi_baru1(2) .551 .428 1.661 1 .197 1.735 .750 4.013
Constant .693 .327 4.484 1 .034 2.000
a. Variable(s) entered on step 1: kopi_baru1.
6. Konsumsi asin
makan_asinbaru * hipertensi_supir Crosstabulation
hipertensi_supir
Total Ya Tidak
makan_asinbaru >= median Count 21 58 79
% within makan_asinbaru 26.6% 73.4% 100.0%
< median Count 12 38 50
% within makan_asinbaru 24.0% 76.0% 100.0%
Total Count 33 96 129
% within makan_asinbaru 25.6% 74.4% 100.0%
130
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .107a 1 .743
Continuity Correctionb .014 1 .904
Likelihood Ratio .108 1 .743
Fisher's Exact Test .837 .455
Linear-by-Linear Association .106 1 .744
N of Valid Casesb 129
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,79.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
makan_asinbaru (>= median
/ < median)
1.147 .506 2.600
For cohort hipertensi_supir =
Ya 1.108 .599 2.048
For cohort hipertensi_supir =
Tidak .966 .787 1.185
N of Valid Cases 129
7. Konsumsi lemak
makan_lemakbaru * hipertensi_supir Crosstabulation
hipertensi_supir
Total Ya Tidak
makan_lemakbaru >= median Count 8 23 31
% within makan_lemakbaru 25.8% 74.2% 100.0%
< median Count 25 73 98
% within makan_lemakbaru 25.5% 74.5% 100.0%
Total Count 33 96 129
% within makan_lemakbaru 25.6% 74.4% 100.0%
131
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .001a 1 .974
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .001 1 .974
Fisher's Exact Test 1.000 .573
Linear-by-Linear Association .001 1 .974
N of Valid Casesb 129
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,93.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
makan_lemakbaru (>=
median / < median)
1.016 .403 2.558
For cohort hipertensi_supir =
Ya 1.012 .509 2.009
For cohort hipertensi_supir =
Tidak .996 .785 1.263
N of Valid Cases 129
8. Konsumsi buah
buah_baru * hipertensi_supir Crosstabulation
hipertensi_supir
Total Ya Tidak
buah_baru < median Count 11 53 64
% within buah_baru 17.2% 82.8% 100.0%
>= median Count 22 43 65
% within buah_baru 33.8% 66.2% 100.0%
Total Count 33 96 129
% within buah_baru 25.6% 74.4% 100.0%
132
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.701a 1 .030
Continuity Correctionb 3.867 1 .049
Likelihood Ratio 4.774 1 .029
Fisher's Exact Test .043 .024
Linear-by-Linear Association 4.664 1 .031
N of Valid Casesb 129
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,37.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for buah_baru (<
median / >= median) .406 .177 .928
For cohort hipertensi_supir =
Ya .508 .269 .959
For cohort hipertensi_supir =
Tidak 1.252 1.018 1.539
N of Valid Cases 129
9. Konsumsi sayur
sayur_baru * hipertensi_supir Crosstabulation
hipertensi_supir
Total Ya Tidak
sayur_baru < median Count 7 28 35
% within sayur_baru 20.0% 80.0% 100.0%
>= median Count 26 68 94
% within sayur_baru 27.7% 72.3% 100.0%
Total Count 33 96 129
% within sayur_baru 25.6% 74.4% 100.0%
133
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .786a 1 .375
Continuity Correctionb .435 1 .509
Likelihood Ratio .814 1 .367
Fisher's Exact Test .497 .258
Linear-by-Linear Association .780 1 .377
N of Valid Casesb 129
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,95.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for sayur_baru (<
median / >= median) .654 .255 1.680
For cohort hipertensi_supir =
Ya .723 .345 1.514
For cohort hipertensi_supir =
Tidak 1.106 .899 1.361
N of Valid Cases 129
10. IMT
IMT_baru * hipertensi_supir Crosstabulation
hipertensi_supir
Total Ya Tidak
IMT_baru >= 25 Count 23 43 66
% within IMT_baru 34.8% 65.2% 100.0%
< 25 Count 10 53 63
% within IMT_baru 15.9% 84.1% 100.0%
Total Count 33 96 129
% within IMT_baru 25.6% 74.4% 100.0%
134
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 6.096a 1 .014
Continuity Correctionb 5.140 1 .023
Likelihood Ratio 6.236 1 .013
Fisher's Exact Test .016 .011
Linear-by-Linear Association 6.049 1 .014
N of Valid Casesb 129
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,12.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for IMT_baru (>=
25 / < 25) 2.835 1.218 6.595
For cohort hipertensi_supir =
Ya 2.195 1.138 4.236
For cohort hipertensi_supir =
Tidak .774 .630 .952
N of Valid Cases 129
135
11. Lama bekerja sebagai supir
lamakerja_baru * hipertensi_supir Crosstabulation
hipertensi_supir
Total Ya Tidak
lamakerja_baru >= mean (>=16 tahun) Count 17 35 52
% within lamakerja_baru 32.7% 67.3% 100.0%
< mean (<16 tahun) Count 16 61 77
% within lamakerja_baru 20.8% 79.2% 100.0%
Total Count 33 96 129
% within lamakerja_baru 25.6% 74.4% 100.0%
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 2.314a 1 .128
Continuity Correctionb 1.730 1 .188
Likelihood Ratio 2.285 1 .131
Fisher's Exact Test .152 .095
Linear-by-Linear Association 2.296 1 .130
N of Valid Casesb 129
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,30.
b. Computed only for a 2x2 table
136
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
lamakerja_baru (>= mean
(>=16 tahun) / < mean (<16
tahun))
1.852 .833 4.118
For cohort hipertensi_supir =
Ya 1.573 .876 2.824
For cohort hipertensi_supir =
Tidak .850 .681 1.060
N of Valid Cases 129
12. Lama mengemudi
lama_mengemudi * hipertensi_supir Crosstabulation
hipertensi_supir
Total Ya Tidak
lama_mengemudi >= median (>=36 jam) Count 21 48 69
% within lama_mengemudi 30.4% 69.6% 100.0%
< median (<36 jam) Count 12 48 60
% within lama_mengemudi 20.0% 80.0% 100.0%
Total Count 33 96 129
% within lama_mengemudi 25.6% 74.4% 100.0%
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.836a 1 .175
Continuity Correctionb 1.328 1 .249
Likelihood Ratio 1.857 1 .173
Fisher's Exact Test .226 .124
Linear-by-Linear Association 1.821 1 .177
N of Valid Casesb 129
137
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,35.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
lama_mengemudi (>=
median (>=36 jam) / <
median (<36 jam))
1.750 .775 3.951
For cohort hipertensi_supir =
Ya 1.522 .819 2.826
For cohort hipertensi_supir =
Tidak .870 .711 1.063
N of Valid Cases 129
13. Lama Tidur
tidur_baru * hipertensi_supir Crosstabulation
hipertensi_supir
Total Ya Tidak
tidur_baru < 6 jam Count 18 57 75
% within tidur_baru 24.0% 76.0% 100.0%
>= 6 jam Count 15 39 54
% within tidur_baru 27.8% 72.2% 100.0%
Total Count 33 96 129
% within tidur_baru 25.6% 74.4% 100.0%
138
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .235a 1 .628
Continuity Correctionb .079 1 .779
Likelihood Ratio .234 1 .628
Fisher's Exact Test .685 .388
Linear-by-Linear Association .234 1 .629
N of Valid Casesb 129
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,81.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for tidur_baru (<
6 jam / >= 6 jam) .821 .370 1.822
For cohort hipertensi_supir =
Ya .864 .479 1.557
For cohort hipertensi_supir =
Tidak 1.052 .854 1.296
N of Valid Cases 129
C. Analisis Multivariat
Model 1
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 22.855 8 .004
Block 22.855 8 .004
Model 22.855 8 .004
139
Step
-2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 123.853a .162 .239
a. Estimation terminated at iteration number 5 because
parameter estimates changed by less than ,001.
Variables in the Equation
B S.E. Wald Df Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a lama_mengemudi .590 .486 1.472 1 .225 1.804 .696 4.678
riwayatkeluarga_
hipertensi .841 .553 2.313 1 .128 2.319 .784 6.853
lamakerja_baru -.199 .543 .135 1 .713 .819 .283 2.374
alkohol -.614 .437 1.971 1 .160 .541 .230 1.275
umur_baru .457 .518 .778 1 .378 1.579 .572 4.355
buah_baru -.925 .479 3.738 1 .053 .396 .155 1.013
rokok_baru1 -.605 .299 4.086 1 .043 .546 .304 .982
IMT_baru .825 .472 3.049 1 .081 2.282 .904 5.759
Constant 1.292 2.141 .364 1 .546 3.641
a. Variable(s) entered on step 1: lama_mengemudi, riwayatkeluarga_hipertensi, lamakerja_baru, alkohol,
umur_baru, buah_baru, rokok_baru1, IMT_baru.
Model 2
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 22.719 7 .002
Block 22.719 7 .002
Model 22.719 7 .002
140
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 123.989a .161 .238
a. Estimation terminated at iteration number 5 because
parameter estimates changed by less than ,001.
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a lama_menge
mudi .573 .484 1.401 1 .236 1.774 .687 4.579
riwayatkeluarg
a_hipertensi .821 .550 2.230 1 .135 2.273 .774 6.679
alkohol -.589 .430 1.880 1 .170 .555 .239 1.288
umur_baru .382 .476 .646 1 .422 1.466 .577 3.723
buah_baru -.914 .477 3.672 1 .055 .401 .157 1.021
rokok_baru1 -.567 .280 4.107 1 .043 .567 .328 .982
IMT_baru .825 .473 3.044 1 .081 2.281 .903 5.760
Constant 1.000 1.978 .255 1 .613 2.717
a. Variable(s) entered on step 1: lama_mengemudi, riwayatkeluarga_hipertensi, alkohol, umur_baru,
IMT_baru.
Model 3
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 22.071 6 .001
Block 22.071 6 .001
Model 22.071 6 .001
141
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 124.636a .157 .231
a. Estimation terminated at iteration number 5 because
parameter estimates changed by less than ,001.
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a lama_menge
mudi .590 .482 1.498 1 .221 1.804 .701 4.638
riwayatkeluarg
a_hipertensi .874 .543 2.585 1 .108 2.396 .826 6.950
alkohol -.678 .417 2.652 1 .103 .507 .224 1.148
buah_baru -.893 .473 3.571 1 .059 .409 .162 1.034
rokok_baru1 -.614 .274 5.015 1 .025 .541 .316 .926
IMT_baru .854 .469 3.319 1 .068 2.349 .937 5.886
Constant 1.683 1.785 .889 1 .346 5.382
a. Variable(s) entered on step 1: lama_mengemudi, riwayatkeluarga_hipertensi, alkohol, buah_baru, rokok_baru1,
IMT_baru.
Model 4
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 20.542 5 .001
Block 20.542 5 .001
Model 20.542 5 .001
142
Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 126.165a .147 .217
a. Estimation terminated at iteration number 5 because
parameter estimates changed by less than ,001.
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a riwayatkeluarg
a_hipertensi .978 .534 3.351 1 .067 2.659 .933 7.575
alkohol -.629 .413 2.322 1 .128 .533 .237 1.197
buah_baru -.803 .464 3.002 1 .083 .448 .180 1.111
rokok_baru1 -.576 .269 4.578 1 .032 .562 .331 .953
IMT_baru .985 .458 4.630 1 .031 2.678 1.092 6.571
Constant 1.828 1.765 1.073 1 .300 6.222
a. Variable(s) entered on step 1: riwayatkeluarga_hipertensi, alkohol, buah_baru, rokok_baru1, IMT_baru.
Model 5
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 18.022 4 .001
Block 18.022 4 .001
Model 18.022 4 .001
Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 128.686a .130 .192
143
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a riwayatkeluarg
a_hipertensi .975 .532 3.365 1 .067 2.652 .935 7.519
buah_baru -.706 .452 2.438 1 .118 .494 .203 1.198
rokok_baru1 -.590 .267 4.869 1 .027 .554 .328 .936
IMT_baru .982 .453 4.709 1 .030 2.671 1.100 6.485
Constant .074 1.334 .003 1 .956 1.077
a. Variable(s) entered on step 1: riwayatkeluarga_hipertensi, buah_baru, rokok_baru1,
IMT_baru.
Model 6
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 16.847 4 .002
Block 16.847 4 .002
Model 16.847 4 .002
Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 129.860a .122 .180
a. Estimation terminated at iteration number 5 because
parameter estimates changed by less than ,001.
144
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a riwayatkeluarga_hipertensi 1.227 .543 5.108 1 .024 3.412 1.177 9.889
rokok_baru1 7.657 2 .022
rokok_baru1(1) 1.339 .536 6.249 1 .012 3.816 1.335 10.907
rokok_baru1(2) .055 .596 .008 1 .927 1.056 .328 3.398
IMT_baru .987 .451 4.787 1 .029 2.683 1.108 6.494
Constant -3.202 1.266 6.394 1 .011 .041
a. Variable(s) entered on step 1: riwayatkeluarga_hipertensi, rokok_baru1, IMT_baru.