detektor kelompok 8
DESCRIPTION
Detektor HPLCTRANSCRIPT
DETEKTOR PADA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)
Ditujukan untuk memenuhi tugas analisis fisikokimia obat
DETEKTOR PADA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)
Detektor pada HPLC dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu:
1. detektor universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak
bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks bias
dan detektor spektrometri massa;
2. detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik
dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan
elektrokimia.
1. Detektor Fotometer (UV-Vis)
Detektor UV-tampak berada di antara detektor pertama digunakan untuk
kromatografi cair dan tetap yang paling populer. Lebih dari 70% dari semua
detektor dalam KCKT menggunakan detektor absorbansi UV. Ada 3 jenis
detector UV-Vis, yaitu:
a. Detektor : Fotometer filter
Sensitifitas (g/ml) : 5 x 10-10
Kisaran linier : 104
b. Detektor : Spektrofotometer
Sensitifitas (g/ml) : 5 x 10-10
Kisaran linier : 104
c. Detektor : Spektrometer photodiode array
Sensitifitas (g/ml) : > 2 x 10-10
Kisaran linier : 105
Karakteristik : sensitivitas bagus, paling sering digunakan,
selektif terhadap gugus-gugus dan struktur-struktur
yang tidak jenuh.
2. Detektor Indeks Bias (Refraksi Indeks)
Sensitifitas (g/ml) : 5 x 10-7
Kisaran linier : 104
Karakteristik : hampir bersifat universal akan tetapi sensitivitasnya
sedang. Sangat sensitif terhadap suhu, dan tidak dapat
digunakan pada elusi bergradien.
3. Detektor Fluorosensi
Sensitifitas (g/ml) : 10-12
Kisaran linier : 104
Karakteristik : sensitifitas sangat bagus, selektif. Tidak peka terhadap
perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak.
Fluorosensi merupakan fenomena luminisensi yang terjadi ketika suatu
senyawa menyerap sinar UV atau visibel lalu memisikannya pada panjang
gelombang yang lebih besar. Tidak semua obat memiliki sifat flourosens sehingga
detektor fluorosensi ini sangat spesifik dan lebih sensitif dibanding detektor UV.
Kelemahan detektor ini adalah terkait dengan rentang linieritasnya yang sempit
yakni antara 10-100.
4. Detektor Elektrokimia
a. Konduktimetri
Sensitivitas : 10-8
Kisaran linier : 104
b. Amperometri
Sensitivitas : 10-12
Kisaran linier : 105
Karakteristik : peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak, tidak
dapat digunakan pada elusi bergradien. Hanya mendeteksi solut-
solut ionik. Sensitivitas sangat bagus, selektif tapi timbul masalah
dengan adanya kontaminasi dengan elektroda.
5. Detektor Reaksi Kimia
Detektor reaksi kimia merupakan detektor yang jarang digunakan karena
melibatkan reagen kimia dalam mendeteksinya. Detektor ini menggunakan reagen
kimia dalam membaca suatu analit yang diidentifikasi sehingga dalam prosesnya
melibatkan proses reaksi kimia.
Dari pandangan sekilas pada teknik deteksi yang populer sudah dibahas,
jelas ada banyak kelas senyawa penting yang tidak ada detektor yang sensitif.
Untuk alasan ini, banyak jenis kimia postcolumn telah dirancang untuk
derivatisasi zat untuk membentuk spesies terdeteksi.
Reaksi derivatisasi dapat dilakukan baik pra atau postcolumn.
Sebagaimana digariskan oleh Brinkman, ada keuntungan penting untuk
menggunakan teknik postcolumn bila memungkinkan.
a. Pertama, analit dapat dipisahkan dalam bentuk aslinya, pemisahan
berdasarkan prosedur yang sudah ada.
b. Kedua, postcolumn umumnya bukan masalah serius, berbeda dengan
precolumn derivatisasi, di mana ia meningkatkan kesulitan pemisahan
dan menyebabkan masalah dengan kuantisasi.
c. Ketiga, reaksi tidak perlu lengkap dan produk-produk reaksi tidak
perlu stabil; satu-satunya persyaratan adalah reprodusibilitas. Beberapa
prinsip reaksi telah banyak diterapkan. Salah satunya derivatisasi
kimia seperti dengan dansil klorida atau o-phthalaldehyde; Iradiasi
UV, yang dapat mengkonversi analit dari bunga menjadi lebih mudah
dideteksi; Reaksi fase padat, termasuk reaksi katalitik seperti dengan
penggunaan enzim immobilized; dan teknik chemiluminescence.
DAFTAR PUSTAKA
Brown, Phyllis and Katrhyn DeAntonis. 1997. Handbook of Instrumental
Techniques for Analytical Chemistry-High Performance Liquid
Chromatography. UK: Prentice Hall International.
Gholib Gandjar, Ibnu. Prof. Dr & Abdul Rohman, M.Si., Apt. 2011. Kimia
Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Stout, Thomas H and John G. Dorsey. 2002. Handbook of Pharmaceutical
Analysis- High Performance Liquid Chromatography. New York: Marcel
Dekker, Inc.
Watson, David G. 1999. Pharmaceutical Analysis- A Textbook for Pharmacy
Students and Pharmaceutical Chemists. UK: Churcill Livingstone.