dermatitis kontak iritan

15
Dermatitis Kontak Iritan A. Definisi Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan kulit sebagai respon agen eksternal atau iritan tanpa keterlibatan sel T, jadi kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi (Sularsito & Djuanda, 2007; English, 2004). B. Etiologi dan Faktor Risiko Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu (Sularsito & Djuanda, 2007). Berikut adalah tabel penyebab dermatitis kontak iritan : Tabel 1. Penyebab DKI (Bourke, Coulson, & Englisht, 2009)

Upload: matthew-harrison

Post on 20-Jan-2016

75 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dermatitis Kontak Iritan

Dermatitis Kontak Iritan

A. Definisi

Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan kulit

sebagai respon agen eksternal atau iritan tanpa keterlibatan sel T, jadi

kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi (Sularsito &

Djuanda, 2007; English, 2004).

B. Etiologi dan Faktor Risiko

Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat

iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan

serbuk kayu (Sularsito & Djuanda, 2007). Berikut adalah tabel penyebab

dermatitis kontak iritan :

Tabel 1. Penyebab DKI (Bourke, Coulson, & Englisht, 2009)

Faktor yang mempengaruhi dermatitis kontak iritan yaitu lama kontak,

kekerapan (terus menerus atau berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit

lebih permeable, demikian pula gesekan dan trauma fisis. Suhu dan

kelembapan lingkungan juga berperan (Sularsito & Djuanda, 2007).

Faktor individu juga ikut berpengaruh pada DKI, misalnya perbedaan

ketebalan kulit, usia (anak di bawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah

teriritasi), ras (kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih), jenis kelamin

Page 2: Dermatitis Kontak Iritan

(insidensi DKI lebih banyak pada wanita), dan penyakit kulit yang pernah atau

sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun), misalnya

dermatitis atopik (Sularsito & Djuanda, 2007).

C. Epidemiologi

Dermatitis kontak iritan merupakan penyakit yang sering dijumpai

sebagai occupational skin disease (Sularsito & Djuanda, 2007; English, 2004).

Namun angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain

oleh banyak penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat, atau

bahkan tidak mengeluh. Diperkirakan angka kejadiannya kurang lebih 40%

dari seleuruh penyakit akibat kerja (Hogan, 2013).

Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai

golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Pada pekerja, umumnya pekerjaan

yang berhubungan dengan kerja basah. Dermatitis kontak iritan juga dapat

meningkatkan risiko terkena dermatitis kontak alergi.

D. Diagnosis

Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan

gambaran klinis. Onset gejala terjadi dalam menit sampai jam pada akut

dermatitis kontak iritan. Acute delayed irritant dermatitis kontak iritan

dikarakteristikan dengan iritan, seperti benzalkonium chloride (8-24 jam

setelah eksposur).

Pada dermatitis kontak iritan kumulatif, onset gejala baru dapat

muncul dalam minggu. Dermatitis konstak iritan merupakankonsekuensi dari

multiple kerusakan kulit, yang anatara waktu paparan terlalu pendek untuk

resolusi penuh. Pasien dengan kulit sensitif (atopic) mempunyai ambang iritan

Page 3: Dermatitis Kontak Iritan

yang lebih rendah atau waktu restorasi yang panjang. Pada pasien ini didapati

gatal, nyeri, yang disebabkan oleh kulit hiperkeratotik. nyeri, rasa terbakar,

atau tidak nyaman mendahului rasa gatal.

Dua kriteria subjektif yang dapat digunakan untuk mendiagnosis

dermatitis kontak iritan adalah paparan dalam 2 minggu dan adanya keluarga

atau teman kerja yang mempunyai keluhan sama.

Selain itu, perlu ditanyakan mengenai riwayat pekerjaan. Dermatitis

kontak iritan merupakan penyakit akibat kerja, kurang lebih 40%. Dermatitis

kontak iritan umumnya terdapat pada pekerja yang baru bergabung atau yang

tidak menggunakan pelindung diri.

Dalam menegakan diagnosis sangatlah penting untuk membedakan

antara dermatitis kontak dan eksema endogen dan antara dermatitis kontak

alergi dengan iritan. Anamnesis yang cermat mengenai pekerjaan merupakan

salah satu factor yang penting.

Pada dermatitis kontak iritan, lokasi tersering terkena adalah dorsum

manus, interdigiti, dan digiti dibandikan palmar manus. Pada eksema endogen

lebih sering ditemukan pada palmar dan bagian lateral digiti. Pada eksema

endogen dan kontak alergi umumnya melibatkan bagian dorsal digiti and

manus. Pada dermatitis kontak iritan yang kumulatif iritan juga dapat

mempunyai gambaran yang sama (Bourke, Coulson, & Englisht, 2009).

Page 4: Dermatitis Kontak Iritan

Gambar 1. DKI pada dorsum manus et digiti (Bourke, Coulson, &

Englisht, 2009)

DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat

sehingga penderita pada umumnya masih mengingat penyebabnya.

Sebaliknya, DKI kronis timbulnya lambat serta mempunyai variasi gambaran

klinis yang luas sehingga adakalanya sulit dibedakan dengan dermatitis kontak

alergik. Oleh sebab itu, perlu dilakukan uji temple dengan bahan yang

dicurigai (Sularsito & Djuanda, 2007).

Page 5: Dermatitis Kontak Iritan

Gambar 2. Dermatitis kontak alergi (perbedaan pridileksi dengan DKI)

Rietschel dan Fowler mengajukan penegakan diagnosis untuk

dermatitis kontak iritan sebagai berikut:

1. Macula eritematosa, hyperkeratosis, atau fisura mendominasi vesikulasi

2. Kering atau glazed pada epidermis

3. Proses penyembuhan dimulai dengan penghindaran agen

4. Hasil negative pada tes patch (Hogan, 2013)

Kriteria objektif minor dermatitis kontak iritan, yaitu

1. Pempunyai gambaran lesi dermatitis

2. Dripping effect

3. Tidak mempunyai kecenderungan untuk menyebar

4. Perubahan morfologikal menggambarkan perbedaan konsentrasi atau

kontak dengan waktu kerusakan kulit (Hogan, 2013).

Beberapa gambaran dermatitis kontak iritan

Page 6: Dermatitis Kontak Iritan

1. Napkin dermatitis

2. Kelainan kulit disekitar mulut atau leher bayi atau anak-anak yang

disebabkan oleh saliva yangmana bersifat basa.

3. Dermatitis pada ibu rumah tanggan disebabkan oleh oleh zat kimia seperti

deterjen dan sabun

4. Sarung tangan dari lateks atau bedak dan keringat dalam sarung tangan

dapat menjadi iritan secara langsung

5. Kosmetik dapat sebagai iritan pada kulit yng sensitive

6. Zat kimia seperti asam dan bassa

7. Dermatitis pada jari dikeliling oleh cincin.

Gambar 3. a .DKI pada tangan b. DKI oleh karena saliva

E. Klasifikasi Dermatitis Kontak Iritan

1. Dermatitis Kontak Iritan (DKI) akut, yaitu yang terjadi oleh karena bahan

iritan kuat dengan menimbulkan reaksi cepat 12-24 jam pasca kontak

iritan tersebut.

Contoh: podofilin, antralin, bulu serangga

2. Dermatitis Kontak Iritan (DKI) kronik, yaitu iritan kumulatif yang terus

berulang terjadi pada kulit, karena biasanya berkaitan dengan pekerjaan

pasien yang terus kontak dengan bahan iritan tersebut.

a b

Page 7: Dermatitis Kontak Iritan

Contoh: deterjen, semen, bahan kimia

(Sumantri, Hertanti, Sriwahyuni. 2010)

F. Patogenesis Dermatitis Kontak Iritan

Kerusakan yang ditimbulkan akibat kontak bahan iritan akan

menimbulkan dua mekanisme pada kulit. Bahan iritan akan merusak secara

langsung melalui kerja kimiawi atau fisis dengan merusak lapisan tanduk atau

lapisan keratin. Bahan iritan ini akan menyingkirkan lemak pada lapisan

tanduk dan mengubah daya ikat air pada kulit. Banyaknya bahan iritan yang

mengiritasi kulit akan merusak membrane lemak keratinosit, tetapi sebagian

dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau

komplemen inti. Mekanisme kedua dari bahan iritan ini akan mengaktifasi

respon peradangan dengan jalur fosfolipid yang akan melepaskan asam

arakhidonat, memicu pengeluaran prostaglandin sebagai mediator inflamasi

sehingga terjadi peradangan (Khuntie, James. 2004)

Peradangan yang terjadi akan menimbulkan gejala mulai dari

vasodilatasi pembuluh darah dengan timbul eritem pada bagian kulit yang

teriritasi, gatal yang ditimbulkan akibat dari reaksi peradangan yang memicu

pengeluaran kinin, histamin (Nosbaum, Vocanson, Rozieres. 2009).

G. Penatalaksanaan

Pengobatan dermatitis kontak iritan dapat dibedakan menjadi dua,

yaitu menangani kasus aktif dan pencegahan (Hogan, 2013).

Pada kasus aktif, kortikosteroid topical, pelembab, sabun merupakan terapi

yang diterima untuk dermatitis kontak (English, 2004). Dalam mengatasi

peradangan dapat diberikan kortikosteroid topical, misalnya hidrokortison,

Page 8: Dermatitis Kontak Iritan

atau untuk kelainan yang kronis dapat diawali dengan kortikosteroid yang

lebih kuat Beberapa penelitian menyatakan terdapat keuntungan dalam

penggunaan kombinasi kortikosteroid topikal atau kombinasi antibiotic, pada

pasien dengan infeksi (Bourke, Coulson, & Englisht, 2009).

Pada keadaan tertentu, sering ditemukan kolonisasi Staphylococcus

hominis, Staphylococcus aureus, bakteri gram negative, Enterococci, dan

candida. Penggunaan sabun dan air untuk mencuci tangan ditemukan tidak

efektif untuk menurunkan kontaminasi organisme pada tangan yang terkena.

Pada keadaan ini penggunaan lotion atau krim untuk mengatasi iritasi

direkomendasikan. Hal ini dikarenakan penggunaan lotion dan krim dapat

meningkat hidrasi kulit dan menggantikan lemak stratum korneum (Visscher,

Davis, & Wickett, 2009).

Pengobatan lini kedua diantaranya adalah PUVA topical, azathiprone,

dan siklosporin digunakan untuk dermatitis kronik resisten (Visscher, Davis,

& Wickett, 2009; Bourke, Coulson, & Englisht, 2009).

Pencegahan merupakan penanganan yang penting dalam dermatitis

kontak iritan, pencegahan dapat dilakukan dengan:

1. Mengeliminasi dan mengganti eksposur termasuk, prioritas, substitusi

kimia dengan yang kurang iritan.

Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari

pajanan bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis maupun kimiawi,

serta menyingkirkan factor yang memperberat. Bila hal ini dapat

dilaksanakan dengan sempurna, dan tidak terjadi komplikasi, maka DKI

Page 9: Dermatitis Kontak Iritan

tersebut akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan topikal cukup

dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering.

2. Penggunaan proteksi personal

Pemakaian alat pelindung diri yang adekuat diperlukan bagi

mereka yang bekerja dengan bahan iritan sebagai salah satu pencegahan.

Penggunaan alat proteksi dini, seperti sarung tangan harus memperhatikan

zat kimia dan resistensi fisik.

3. Barrier Cream

Penggunaan barrier cream masih menuai kontroversi.

4. Krim setelah bekerja

Penggunaan pelembab dapat mengurangi insidensi dan prevalensi

dermatitis kontak.

5. Kebersihan dan penggunaan Bahan pembersih

Menjaga kebersihan dan penggunaan pembersih muka harus dijaga

(Visscher, Davis, & Wickett, 2009).

H. Komplikasi

1. Infeksi sekunder oleh baktei, seperti Staphylococcus aureus

2. Neurodermatitis

3. Postinflammatory hyperpigmentasi atau hipopigmentasi (Hogan, 2013)

I. Prognosis

Beberapa penelitian menyatakan bahwa dermatitis kontak iritan-

okupasional mempunyai prognosis yang buruk. Pada penelitian di Swedia,

didapatkan bahwa hanya 25% dari 555 pasien selama periode 10 tahun yang

Page 10: Dermatitis Kontak Iritan

sembuh secara komplit. Sisanya mempunyai gejala periodic ataupun gejala

permanen (English, 2004).

Bibliography

Bourke, J., Coulson, I., & Englisht, J. (2009). Guidelines for the Management of Contact

Dermatitis: an Update. Britsh Journal of Dermatology, 946-954.

English, J. (2004). Current Concepts of Irritant Contact Dermatitis. Occupational

Environment Medical , (61) 722-726.

Hogan, D. J. (2013). Irritant Contact Dermatitis Clinical Presentation. Medscape.

Sularsito, S. A., & Djuanda, S. (2007). Dermatitis. In Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Visscher, M., Davis, J., & Wickett, R. (2009). Effect of topical treatments on irritant hand

dermatitis in health care workers. American Journal of Infection Control, 1-11.

Sumantri, Muhammad Agung; Hertanti, Trias Febriani; Sriwahyuni, T Musa.

2010. Dermatitis Kontak. Diunduh dari www.respositoryusu.ac.id

Khuntia, Annie; James, Baldwin. 2004. Contact Dermatitis. Diunduh dari

www.med.umich.edu

Nosbaum; Vocanson; Rozieres. 2009. Allergic and Irritant Contact Dermatitis.

Diunduh dari www.ncbi.nlm.nih.gov