abstract the efect of acidity of the paddy-field … · dermatitis kontak iritan pada pekerja sawah...
TRANSCRIPT
1
ABSTRACT
THE EFECT OF ACIDITY
OF THE PADDY-FIELD LAND AND THE INCIDENT OF DERMATITIS
IRITAN CONTACT IN THE PADDY-FIELD WORKER IN THE
WATESKROYO VILLAGE THE BESUKI SUBDISTRICT
THE TULUNGAGUNG REGENCY
By: Indasah
Dermatitis Iritan Contact was the non specific response skin towards direct
chemical damage that released mediators inflamasi that most came from the cell
epidermis. The cause of the emergence Dermatitis Iritan Contact was the material that
was iritan, for example the material of solvent, detergent, lubricating oil, acid, wood
dust, the material abrasive, the enzyme, the solution to concentrate salt, heavy plastic
the low molecule or the chemical higroskopik.
The plan of research in this research was analytical with the appoarch cross
sectional. The population totalling 200 paddy-field workers and the sample who were
researched by as many as 30 respondents by using the technique Simple Random
Sampling. The independent variable in this research was the level of the acidity of the
paddy-field land, the dependent variable in this research was the the incident of
Dermatitis Iritan Contact. Whereas the confounding variable in this research was age,
gender, the story of the allergic illness and for a long time the work.
Results of the analysis of the data between the age and the incident of
Dermatitis Iritan Contact by using the test of Correlation Statistics Serial showed had
the connection. And results of the analysis of the data between the level of the acidity
(pH) of the paddy-field land and the incident of Dermatitis Iritan Contact by using the
test of Correlation Statistics Serial showed had the connection.
The conclusion in this research was to have the connection between the level of
the acidity (pH) of the paddy-field land and the incident of Dermatitis Iritan Contact
in the paddy-field worker. Hopefully to the paddy-field worker so that more paid
attention to the health of their skin foot by means of carrying out the early prevention
before beginning to carry out the activity in the paddy-field and early medical
treatment when signs from Dermatitis Iritan Contact began to emerge.
Key word : the level of the acidity (pH) of the paddy-field land, the incident of
Dermatitis Iritan Contact, the paddy-field worker.
2
ABSTRAK
DAMPAK KEASAMAAN TANAH SAWAH TERHADAP KEJADIAN
DERMATITIS KONTAK IRITAN
PADA PEKERJA SAWAH DI DESA WATESKROYO
KECAMATAN BESUKI
KABUPATEN TULUNGAGUNG
Oleh : Indasah
Dermatitis Kontak Iritan merupakan respon non spesifik kulit terhadap
kerusakan kimia langsung yang melepaskan mediator-mediator inflamasi yang
sebagian besar berasal dari sel epidermis. Penyebab munculnya Dermatitis Kontak
Iritan adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak
pelumas, asam, serbuk kayu, bahan abrasif, enzim, larutan garam konsentrat, plastik
berat molekul rendah atau bahan kimia higroskopik.
Rancangan penelitian dalam penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan
cross sectional. Populasi sebanyak 200 pekerja sawah dan sampel yang diteliti
sebanyak 30 responden dengan menggunakan teknik Simple Random Sampling.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah derajat keasaman (pH) tanah sawah,
variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian Dermatitis Kontak Iritan.
Sedangkan variabel perancu dalam penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, riwayat
penyakit alergi dan lama kerja.
Hasil analisa data antara umur dan kejadian Dermatitis Kontak Iritan dengan
menggunakan uji statistik korelasi Serial menunjukkan ada keterkaitan. Dan hasil
analisa data antara derajat keasaman (pH) tanah sawah dan kejadian Dermatitis
Kontak Iritan dengan menggunakan uji statistik korelasi Serial menunjukkan ada
keterkaitan.
Kesimpulan penelitian ini adalah ada keterkaitan antara derajat keasaman
(pH) tanah sawah dengan kejadian Dermatitis Kontak Iritan pada pekerja sawah.
Diharapkan pekerja sawah lebih memperhatikan kesehatan kulit kaki mereka dengan
cara melakukan pencegahan dini sebelum mulai melakukan aktivitas di sawah dan
pengobatan dini ketika tanda-tanda Dermatitis Kontak Iritan muncul.
Kata kunci: derajat keasaman (pH) tanah sawah, kejadian Dermatitis Kontak Iritan,
pekerja sawah
3
Latar Belakang
Dermatitis Kontak Iritan (DKI) merupakan inflamasi pada kulit yang
bermanifestasi sebagai eritema, edema ringan dan pecah-pecah. Dermatitis
Kontak Iritan merupakan respon non spesifik kulit terhadap kerusakan kimia
langsung yang melepaskan mediator-mediator inflamasi yang sebagian besar
berasal dari sel epidermis. Penyebab munculnya Dermatitis Kontak Iritan adalah
bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas,
asam alkali, serbuk kayu, bahan abrasif, enzim, minyak, larutan garam konsentrat,
plastik berat molekul rendah atau bahan kimia higroskopik. Dermatitis Kontak
Iritan sering terjadi di pekerjaan yang melibatkan kegiatan mencuci tangan atau
paparan berulang kulit terhadap air, bahan makanan atau iritan lainnya.
(http://citrajourney.blogspot.com)
Menurut data dasar profil desa Wateskroyo tahun 2006, desa Wateskroyo
adalah salah satu desa di Kecamatan Besuki. Mayoritas penduduk desa
Wateskroyo bermatapencaharian sebagai petani, yaitu sebanyak 1.313 orang dari
jumlah penduduk 2.725 orang pada tahun 2006. Dan luas lahan pertanian sawah
yang ada di desa ini adalah 96 hektar. Berdasarkan data awal Laporan Bulanan
(LB1) tentang data kesakitan di puskesmas pembantu desa Wateskroyo untuk
bulan Januari dan Februari 2008, diketahui penderita penyakit kulit gatal-gatal
adalah sebanyak 9 orang (7,96%) dan 6 orang (4,7%) serta menduduki peringkat
ke-5.
4
Berdasarkan hasil wawancara 10 orang pekerja sawah, 8 orang pekerja
sawah di desa Wateskroyo saat melakukan aktivitas di sawah tidak memakai alat
pelindung kaki, mereka langsung kontak pada tanah sawah. Apalagi saat musim
tanam padi, mereka langsung kontak dengan lumpur sawah tanpa memakai alat
pelindung kaki selama berjam-jam. Akibatnya banyak yang menderita gangguan
kesehatan kulit seperti gatal-gatal pada kaki, kadang kutu air, kulit kaki pecah-
pecah.
Peradangan hanya merupakan salah satu aspek sindrom Dermatitis Kontak
Iritan (DKI). Apabila terpajan dengan konsentrasi suboptimal maka reaksi yang
terjadi langsung kronik (www2.kompas.com). Sehingga apabila hal tersebut
terjadi pada pekerja sawah, maka proses produksi pangan di Indonesia ini akan
terganggu. Menurut Sularsito dan Djuanda dalam Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin 2005, upaya pengobatan Dermatitis Kontak Iritan yang terpenting adalah
menghindari pejanan bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis maupun
kimiawi, serta menyingkirkan faktor yang memperberat. Pemakaian alat
pelindung diri yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan
iritan, sebagai salah satu upaya pencegahan. (Djuanda dkk, 2005)
Berdasarkan data yang diperoleh tersebut, penulis tertarik untuk meneliti
tentang Dampak Keasaman Tanah Sawah terhadap Kejadian Dermatitis Kontak
Iritan pada Pekerja Sawah di Desa Wateskroyo, Kecamatan Besuki, Kabupaten
Tulungagung.
5
.
METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian dalam penelitian ini adalah analitik dengan
pendekatan cross sectional, yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika
korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan,
observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach).
Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran
dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan.
Hal ini tidak berarti bahwa semua subjek penelitian diamati pada waktu yang
sama. (Notoatmodjo, 2005)
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pekerja sawah di Desa
Wateskroyo, yaitu sejumlah 200 orang dan semua tanah sawah yang ada di
Desa Wateskroyo yaitu seluas 96 ha yang terbagi dalam 6 kelompok atau 6
lokasi.
Sampel adalah sebagian dari populasi yang merupakan wakil dari
populasi. (Ircham Machfoeds,2006).Dalam penelitian ini peneliti mengambil
sampel 15% dari jumlah populasi. Jadi, jumlah sampel petani dalam penelitian
ini adalah sebanyak 30 orang dan untuk jumlah sampel tanah sawah
menyesuaikan jumlah sampel petani.
6
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Simple
Random Sampling, karena pengambilan anggota sampel dari populasi
dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi
itu. (Sugiyono, 2008)
Definisi Operasional
Perumusan definisi operasional dalam penelitian ini akan diuraikan dalam
table berikut ini:
Variabel Definisi
Operasional Indikator Alat Ukur Skala Skor
Variabel
independen:
Derajat
keasaman
(pH) tanah
sawah.
Variabel
dependen:
Kejadian
Dermatitis
Kontak
Iritan
Adalah suatu
nilai yang
menentukan
apakah tanah
sawah tersebut
bersifat asam,
basa ataupun
netral.
Adalah salah
satu jenis
penyakit kulit
akibat kerja
yang
disebabkan
oleh adanya
interaksi
langsung
antara kulit
dengan bahan
toksik pada
lingkungan
kerja.
Asam = < 7
Natral = 7
Basa = > 7
Ada rasa
gatal
Ada eritema
Ada edema
Skuama
Kulit tebal
Difus
Kulit retak
Ada vesikel
Ada pustula
Ada erosi
-
pH Meter
Checklist
observasi
terstruktur
Dermatitis
Kontak
Iritan
Rasio
Ordinal
-
1. 0%-20%=
sangat lemah
2. 21%-40%=
lemah
3. 41%-60%=
cukup
4. 61%-80%
=kuat
5. 81%-
100%=
sangat kuat
(Riduwan,
2005)
7
Variabel
perancu:
1. Umur
2. Jenis
Kelamin
3. Lama
kerja
4. Riwayat
penyakit
alergi
Adalah
lamanya waktu
dari seseorang
lahir ke dunia
sampai dengan
ulang tahun
yang terakhir.
Adalah
penentuan sifat
manusia atau
pembagian dua
jenis kelamin
manusia yang
ditentukan
secara biologis
yang melekat
pada jenis
kelamin
tertentu.
Adalah
lamanya waktu
dari seseorang
mulai menjadi
pekerja sawah
sampai dengan
tahun terakhir
di mana
seseorang
tersebut masih
menjadi
pekerja sawah.
Adalah segala
macam gejala
alergi yang
pernah diderita
atau dialami.
-
-
Pernah
biduran
Selalu
Keluar
ingus pada
pagi hari
Wawancara
terstruktur
Observasi
terstruktur
Wawancara
terstruktur
Wawancara
terstruktur
Rasio
Nominal
Rasio
Nominal
-
1. Laki-laki
2. Perempuan
(Riduwan,
2005)
-
1. Ya
2. Tidak
(Riduwan,
2005)
8
Penentuan derajat keasamaan
a. Derajat keasaman (pH) tanah sawah:
1) Sebelum menggunakan pH meter terlebih dahulu alat tersebut
dikalibrasi.
2) Setelah pH meter dikalibrasi, kemudian peneliti membawa alat
tersebut ke lokasi penelitian yaitu sawah untuk mulai melakukan
pengukuran derajat keasaman (pH) tanah sawah di mana sampel dalam
penelitian ini melakukan aktivitasnya.
3) Pengukuran derajat keasaman (pH) tanah sawah dimulai dengan
membuka tutup pH meter.
4) Menghidupkan pH meter dengan menggeser tombol on-off.
5) Kemudian kocok pH meter seperti mengocok termometer mercuri.
6) Celupkan ke tanah sawah yang ada airnya sampai pada batas yang ada
pada pH meter.
7) Tunggu beberapa menit sampai angka yang ditunjukkan pada layar pH
meter berhenti, kemudian catat. Angka tersebut merupakan angka
derajat keasaman (pH) tanah sawah.
b. Kejadian Dermatitis Kontak Iritan:
1) Peneliti pergi ke lokasi penelitian yaitu sawah pada jam 10.00 WIB, di
mana pada jam-jam tersebut biasanya pekerja sawah istirahat siang
dari aktivitasnya di sawah.
9
2) Peneliti mendatangi pekerja sawah tersebut satu persatu kemudian
menjelaskan tentang tujuan penelitian kepada pekerja sawah, bila
pekerja sawah tersebut bersedia menjadi sampel penelitian, maka
peneliti mempersilahkan pekekerja sawah untuk menandatangani
lembar persetujuan.
3) Kemudian peneliti mulai melakukan wawancara terstruktur untuk
mengetahui umur, lama menjadi pekerja sawah dan riwayat penyakit
Alergi pada pekerja sawah dan juga dilakukan observasi terstruktur
untuk mengetahui tanda-tanda kejadian Dermatitis Kontak Iritan pada
pekerja sawah dan observasi terstruktur untuk mengetahui jenis
kelamin pekerja sawah. Dan pencatatan dilakukan pada saat itu juga
oleh peneliti.
1. Cara Analisis Data
Data yang telah diperoleh diolah dengan membuat tabulasi dan
didistribusikan menurut kategorinya. Sebelumnya setiap item pertanyaan
diberi skor sebagai berikut:
a. Pengukuran derajat keasaman (pH) tanah sawah
1) Untuk nilai < 7, maka asam.
2) Untuk nilai =7, maka netral.
3) Untuk nilai > 7, maka basa. (Hanifah, 2007)
b. Cheklist Dermatitis Kontak Iritan
Untuk jawaban Ya = 1.
10
Untuk jawaban Tidak = 0.
Kemudian jawaban masing-masing responden diprosentasekan dengan
cara: nilai
nilai
tertinggi
observasi × 100%
Setelah prosentase diketahui, hasilnya diinterpretasikan menggunakan
skala ordinal dengan skoring sebagai berikut:
1) 0% - 20% = sangat lemah
2) 21% - 40% = lemah
3) 41% - 60% = cukup
4) 61% - 80% = kuat
5) 81% - 100% = sangat kuat (Riduwan, 2005)
c. Jenis kelamin
1) Laki-laki
2) Perempuan (Riduwan, 2005)
d. Umur
Data umur yang telah diperoleh berskala rasio jadi tidak perlu diberi skor.
e. Lama menjadi pekerja sawah
Data lama menjadi pekerja sawah yang telah diperoleh berskala rasio jadi
tidak perlu diberi skor.
f. Riwayat penyakit Alergi
1) Ya = 1
2) Tidak = 0 (Riduwan, 2005)
11
Selajutnya data yang telah terkumpul dianalisis menggunakan:
a. Uji Korelasi Serial untuk mencari keterkaitan antara:
1) derajat keasaman (pH) tanah sawah dengan kejadian Dermatitis
Kontak Iritan pada pekerja sawah dengan kejadian Dermatitis Kontak
Iritan pada pekerja sawah
2) lama menjadi pekerja sawah dengan kejadian Dermatitis Kontak Iritan
pada pekerja sawah
3) umur pekerja sawah dengan kejadian Dermatitis Kontak Iritan pada
pekerja sawah
b. Uji koefisien Eta-Kuadrat untuk mencari keterkaitan antara:
1) jenis kelamin dengan kejadian Dermatitis Kontak Iritan pada petani
2) riwayat penyakit Alergi dengan kejadian Dermatitis Kontak Iritan
pada petani
HASIL PENELITIAN
12
1. Karakteristik Responden
Berdasarkan data menunjukkan bahwa jumlah penduduk Desa
Wateskroyo yang bermatapencaharian sebagai petani adalah 1.313 orang,
tetapi yang aktif sebagai pekerja sawah yaitu sebanyak 200 orang. Dan karena
dalam penelitian ini besar sampel yang diambil sebesar 15% dari jumlah 200
pekerja sawah, maka jumlah sampel atau responden dalam penelitian ini
adalah 30 orang pekerja sawah. Berikut ini merupakan karakteristik sampel
atau responden yang meliputi:
a. Umur Responden
Berdasarkan data dari penelitian tentang umur responden didapatkan
gambaran sebagai berikut :
40%
23%20%
17%
Umur 20-45 tahun
Umur 46-54 tahun
Umur 55-64 tahun
Umur >=65 tahun
Gambar Diagram pie distribusi responden berdasarkan kelompok umur di
Desa Wateskroyo Kecamatan Besuki Kabupaten
Tulungagung
13
Diagram pie di atas menunjukkan bahwa umur responden dalam
penelitian ini yang berumur 20-45 tahun sebanyak 7 orang (23%), umur
46-54 tahun sebanyak 12 orang (40%), umur 55-64 tahun sebanyak 5
orang (17%) dan umur ≥60 tahun sebanyak 6 orang (20%).
b. Jenis Kelamin
Berdasarkan data dari penelitian tentang umur responden didapatkan
gambaran sebagai berikut :
47%53% Laki-laki
Perempuan
Gambar Diagram pie distribusi responden berdasarkan jenis kelamin di
Desa Wateskroyo Kecamatan Besuki Kabupaten
Tulungagung
Diagram pie di atas menunjukkan bahwa jenis kelamin responden
dalam penelitian ini terdiri dari laki-laki sebanyak 14 orang (47%) dan
perempuan sebanyak 16 orang (53%).
c. Lama menjadi Pekerja Sawah
Berdasarkan data dari penelitian tentang lama kerja responden
didapatkan gambaran sebagai berikut :
14
30%
10%
13%7%20%
20%
1-10 tahun
11-20 tahun
21-30 tahun
31-40 tahun
41-50 tahun
51-60 tahun
Gambar Diagram pie distribusi responden berdasarkan lama kerja sebagai
pekerja sawah di Desa Wateskroyo Kecamatan Besuki
Kabupaten Tulungagung
Diagram pie di atas menunjukkan bahwa lama kerja responden
dalam penilitian ini terdiri dari 1-10 tahun sebanyak 4 orang (13%), 11-20
tahun sebanyak 3 orang (10%), 21-30 tahun sebanyak 9 orang (30%), 31-
40 tahun sebanyak 6 orang (20%), 41-50 tahun sebanyak 6 orang (20%),
51-60 tahun sebanyak 2 orang (7%).
d. Riwayat Penyakit Alergi Responden
Berdasarkan data dari penelitian tentang riwayat penyakit alergi
responden didapatkan gambaran sebagai berikut:
10%
90%
Ya Tidak
15
Gambar Diagram pie riwayat penyakit alergi responden di Desa
Wateskroyo Kecamatan Besuki Kabupaten Tulungagung
Diagram pie di atas menunjukkan bahwa riwayat penyakit alergi
responden dalam penelitian ini terdiri dari responden yang memiliki
riwayat penyakit alergi sebanyak 3 orang (10%) dan responden yang tidak
memiliki riwayat penyakit alergi sebanyak 27 orang (90%).
B. Karakteristik Variabel
1. Derajat Keasaman (pH) Tanah Sawah
Berdasarkan data dari penelitian tentang derajat keasaman (pH) tanah
sawah di Desa Wateskroyo didapatkan gambaran sebagai berikut:
No. pH Tanah Sawah Jumlah Sampel Tanah Prosentase
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
5,4
5,6
5,7
5,8
5,9
6,0
6,1
6,2
6,6
1
4
2
6
3
9
1
3
1
3,3%
13,3%
6,7%
20%
10%
30%
3,3%
10%
3,3%
Total 30 100%
Tabel Derajat keasaman (pH) tanah sawah di Desa Wateskroyo kecamatan
Besuki Kabupaten Tulungagung
16
Tabel di atas menunjukkan hasil penelitian derajat keasaman (pH) tanah
sawah, di mana 1 sampel tanah sawah (3,3%) mempunyai pH sebesar 5,4 , 4
sampel tanah sawah (13,3%) mempunyai pH sebesar 5,6 , 2 sampel tanah
sawah (6,7%) mempunyai pH sebesar 5,7 , 6 sampel tanah sawah (20%)
mempunyai pH sebesar 5,8 , 3 sampel tanah sawah (10%) mempunyai pH
sebesar 5,9 , 9 sampel tanah sawah (30%) mempunyai pH sebesar 6,0 , 1
sampel tanah sawah (3,3%) mempunyai pH sebesar 6,1 , 3 sampel tanah
sawah (10%) mempunyai pH sebesar 6,2 , 1 sampel tanah sawah (3,3%)
mempunyai pH sebesar 6,6.
2. Kejadian Dermatitis Kontak Iritan
Berdasarkan data dari penelitian tentang kejadian Dermatitis Kontak
Iritan pada pekerja sawah di Desa Wateskroyo didapatkan gambaran sebagai
berikut:
No. Kejadian Dermatitis
Kontak Iritan
Jumlah
responden Prosentase
1.
2.
3.
4.
5.
Sangat lemah
Lemah
Cukup
Kuat
Sangat kuat
1
10
18
1
0
3,3%
33,3%
60%
3,3%
0%
Total 30 100%
17
Table Kejadian Dermatitis Kontak Iritan pada pekerja sawah di Desa
Wateskroyo Kecamatan Besuki Kabupaten Tulungagung
Table di atas menunjukkan hasil penelitian kejadian Dermatitis Kontak
Iritan pada pekerja sawah, di mana 1 orang (3,3%) mengalami kejadian
dermatitis Kontak Iritan dengan kriteria sangat lemah, 10 orang (33,3%)
mengalami kejadian Dermatitis Kontak Iritan dengan kriteria lemah, 18 orang
(60%) mengalami kejadian Dermatitis Kontak Iritan dengan kriteria cukup
dan 1 orang (3,3%) mengalami kejadian Dermatitis Kontak Iritan dengan
kriteria kuat.
E. Hasil Uji Statistik
1. Keterkaitan antara Umur dengan Kejadian Dermatitis Kontak Iritan
pada Pekerja Sawah
Berdasarkan uji statistik korelasi Serial melalui perhitungan secara
manual didapatkan nilai korelasi serial (rser) sebesar 0,698 dan nilai koefisien
korelasi “r” pada table Product Moment dengan taraf signifikansi 0,05 (5%)
sebesar 0,361. Dengan demikian pada hasil penelitian ini nilai korelasi serial
(rser) sebesar 0,698 lebih besar dari nilai korelasi pada table (rtab), yang berarti
ada keterkaitan antara umur dengan kejadian Dermatitis Kontak Iritan.
18
2. Keterkaitan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Iritan pada Pekerja Sawah
Hasil uji statitstik koefisien Eta Kuadrat menggunakan bantuan SPSS
11.5, dengan α= 0,05 didapatkan hasil signifikansi sebesar 0,938 (lebih besar
dari 0,05) dan nilai Eta Squared sebesar 0,000 , yang berarti keeratan
hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian Dermatitis Kontak Iritan pada
pekerja sawah dalam penelitian ini sangat lemah dan dikatakan tidak ada
keterkaitan.
3. Keterkaitan antara Riwayat Penyakit Alergi dengan Kejadian Dermatitis
Kontak Iritan pada Pekerja Sawah
Hasil uji statitstik koefisien Eta Kuadrat menggunakan bantuan SPSS
11.5, dengan α= 0,05 didapatkan hasil signifikansi sebesar 0,382 (lebih besar
dari 0,05) dan nilai Eta Squared sebesar 0,027 , yang berarti keeratan
hubungan antara riwayat penyakit alergi dengan kejadian Dermatitis Kontak
19
Iritan pada pekerja sawah dalam penelitian ini sangat lemah dan dikatakan
tidak ada keterkaitan.
4. Keterkaitan antara Lama Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Iritan pada Pekerja Sawah
Hasil uji statistik korelasi Serial melalui perhitungan secara manual
didapatkan nilai korelasi serial (rser) sebesar 0,105 dan nilai koefisien korelasi
“r” pada table Product Moment dengan taraf signifikansi 0,05 (5%) sebesar
0,361. Dengan demikian pada hasil penelitian ini nilai korelasi serial (rser)
sebesar 0,105 kurang dari nilai korelasi pada table (rtab), yang berarti tidak ada
keterkaitan antara lama kerja dengan kejadian Dermatitis Kontak Iritan.
5. Keterkaitan antara Derajat Keasaman (pH) Tanah Sawah dengan
Kejadian Dermatitis Kontak Iritan pada Pekerja Sawah
Hasil uji statistik korelasi Serial melalui perhitungan secara manual
didapatkan nilai korelasi serial (rser) sebesar 3,386 dan nilai koefisien korelasi
“r” pada table Product Moment dengan taraf signifikansi 0,05 (5%) sebesar
0,361. Dengan demikian pada hasil penelitian ini nilai korelasi serial (rser)
sebesar 0,386 lebih besar dari nilai korelasi pada table (rtab), yang berarti ada
20
keterkaitan antara derajat keasaman (pH) tanah sawah dengan kejadian
Dermatitis Kontak Iritan.
PEMBAHASAN
A. Derajat Keasaman (pH) Tanah Sawah
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dari 30 sampel tanah
sawah yang diukur derajat keasamannya, semua tanah sawah tersebut bersifat
asam dengan pH < 7. Menurut Guyton dan Hall 1997, Asam adalah molekul yang
mengandung atom-atom hidrogen yang dapat melepaskan ion-ion hidrogen. Satu
contoh adalah asam hidroklorida (HCl), berionisasi dalam air membentuk ion-ion
hidrogen (H+) dan ion klorida (Cl
-).
Bila tanah alkalis aerobik digenangi, maka dalam beberapa hari pertama pH
turun hingga minimum, kemudian beberapa minggu berikutnya pH naik sampai
stabil 6,5-7,0 dalam larutan tanah. Pengaruh penggenangan secara keseluruhan
pada tanah masam menyebabkan kenaikan pH, sedangkan pada tanah alkalis
menyebabkan penurunan pH. Penggenagan menyebabkan pH semua tanah
mendekati 6,5-7,0 kecuali gambut masam atau tanah dengan kadar Fe aktif (Fe2+
)
rendah. (Hardjowigeno & Rayes, 2005). Sehingga nilai derajat keasaman (pH)
tanah sawah yang telah diukur pada penelitian ini sesuai dengan teori yang telah
ada.
21
Berdasarkan teori telah disebutkan bahwa pengaruh penggenangan secara
keseluruhan pada tanah masam menyebabkan kenaikan pH, sedangkan pada tanah
alkalis menyebabkan penurunan pH. Apabila dilihat dari hasil pengukuran derajat
keasaman (pH) tanah sawah dalam penelitian ini yaitu
mengalami penurunan dari pH normal maka dapat dikatakan bahwa tanah sawah
tersebut termasuk tanah alkalis. Namun perlu penelitian lebih lanjut tentang jenis
tanah sawah secara laboratorium dan lebih spesifik.
B. Kejadian Dermatitis Kontak Iritan pada Pekerja Sawah
Berdasarkan data dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada 30 pekerja
sawah, di mana 18 orang (60%) mengalami kejadian Dermatitis Kontak Iritan
dengan kriteria cukup, 10 orang (33,3%) mengalami kejadian Dermatitis Kontak
Iritan dengan kriteria lemah, 1 orang (3,3%) mengalami kejadian Dermatitis
Kontak Iritan dengan kriteria kuat, 1 orang (3,3%) mengalami kejadian Dermatitis
Kontak Iritan dengan kriteria sangat lemah.
Menurut Marwali Harahap dalam Ilmu Penyakit Kulit 2000, Dermatitis
Kontak Iritan terjadi karena kulit berkontak dengan bahan iritan. Bahan iritan
adalah bahan yang pada kebanyakan orang dapat mengakibatkan kerusakan sel
bila dioleskan pada kulit pada waktu tertentu. Bahan iritan ini dapat merusak kulit
dengan cara menghabiskan lapisan tanduk secara bertahap melalui denaturasi
keratin sehingga mengubah kemampuan kulit untuk menahan air.
22
Menurut Adhi Djuanda dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin 2005,
gejala klasik Dermatitis Kontak Iritan kumulatif berupa kulit kering, eritema,
skuama, lambat laun kulit tebal (hiperkeratosis) dan likenifikasi, difus. Bila
kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur).
Hasil penelitian ini menunjukkan semua pekerja sawah mengalami kejadian
Dermatitis Kontak Iritan kumulatif. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi
tanda-tanda Dermatitis Kontak Iritan pada pekerja sawah yang menunjukkan
bahwa tanda-tanda yang meliputi skuama, kulit tebal dan kulit retak-retak dialami
oleh semua pekerja sawah. Meskipun gejala dari jenis Dermatitis Kontak Iritan
lainnya juga muncul namun ketiga gejala di atas merupakan gejala yang paling
kuat.
C. Keterkaitan antara Umur dengan Kejadian Dermatitis Kontak Iritan pada
Pekerja Sawah
Berdasarkan hasil uji statistik korelasi Serial melalui perhitungan secara
manual didapatkan nilai korelasi (rser) sebesar 0,698 dan nilai koefisien korelasi
“r” pada table Product Moment dengan taraf signifikansi 0,05 (5%) sebesar 0,361.
Dengan demikian dalam penelitian ini rser sebesar 0,698 lebih besar dari rtab
sebesar 0,361 maka kesimpulannya adalah terima hipotesis penelitian, artinya
bahwa ada keterkaitan antara umur dengan kejadian Dermatitis Kontak Iritan
pada pekerja sawah.
23
Menurut Adhi Djuanda dkk dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin 2005,
factor-faktor yang mempengaruhi Dermatitis Kontak Iritan yaitu faktor individu
(misalnya ras, usia, lokasi, atopi, penyakit kulit lain) dan faktor lingkungan
(misalnya suhu dan kelembaban udara).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kejadian Dermatitis Kontak Iritan
dengan kriteria cukup paling tinggi terjadi pada pekerja sawah dengan golongan
umur 46-54 tahun yang termasuk pra usia lanjut dini dan yang terendah terjadi
pada golongan umur ≥65 tahun yang termasuk usia lanjut. Akan tetapi pada
golongan usia lanjut tersebut terdapat kejadian Dermatitis Kontak iritan dengan
kriteria kuat padahal pada golongan umur lainnya kriteria tersebut tidak muncul.
Hal tersebut terjadi karena pada golongan umur 46-54 tahun memiliki
kuantitas kontak pada tanah sawah lebih lama dari pada pekerja sawah dengan
golongan umur di bawahnya yaitu golongan umur 20-45 tahun. Dan apabila
dibandingkan dengan golongan umur di atasnya yaitu golongan umur 55-64 tahun
dan ≥65 tahun yang mana lama kerjanya jauh lebih lama akan tetapi pekerja
sawah dengan golongan umur 46-54 tahun tetap lebih tinggi angka kejadian
Dermatitis Kontak Iritan dengan kriteria cukup kemungkinan dikarenakan pada
golongan umur di atas 46-54 tahun kuantitas kontak dengan tanah sawah atau
aktivitas di sawah telah berkurang dan tidak sebanyak pakerja sawah dengan
golongan umur 46-54 tahun, karena faktor usia yang sudah semakin tua di mana
kondisi badan dan kesehatan mereka sudah tidak seperti pekerja dengan golongan
umur di bawahnya.
24
D. Keterkaitan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Iritan pada Pekerja Sawah
Berdasarkan uji statitstik koefisien Eta Kuadrat menggunakan bantuan SPSS
11.5, dengan α= 0,05 didapatkan hasil signifikansi sebesar 0,938 (lebih besar dari
0,05) dan nilai Eta Squared sebesar 0,000. Maka kesimpulannya adalah tolak
hipotesis dalam penelitian ini, artinya tidak ada keterkaitan antara jenis kelamin
dengan kejadian Dermatitis Kontak Iritan pada pekerja sawah. Dan nilai Eta
Squared sebesar 0,000 menunjukkan bahwa keeratan hubungan antara jenis
kelamin dan Dermatitis Kontak Iritan dalam penelitian ini termasuk dalam
kategori hubungan yang sangat lemah sehingga dikatakan tidak ada korelasi.
Faktor individu juga ikut berpengaruh pada Dermatitis Kontak Iritan,
misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan
permeabilitas; usia (anak di bawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi);
ras (kulit hitam lebih tahan dari pada kulit putih); jenis kelamin (Insiden DKI
lebih banyak pada wanita); penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami
(ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun), misalnya dermatitis atopik.
(Djuanda, 2005)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada keterkaitan antara jenis
kelamin dengan kejadian Dermatitis Kontak Iritan pada pekerja Sawah padahal
secara teori insiden Dermatitis Kontak Iritan lebih banyak pada wanita. Hal
tersebut dikarenakan pekerja sawah yang berjenis kelamin perempuan dalam
25
penilitian ini cenderung lebih memperhatikan kesehatan kulit kaki mereka,
misalnya seperti mengoleskan minyak tanah dicampur dengan buah Pinang yang
disangrai yang mereka yakini bisa mencegah terjadinya penyakit kulit seperti
gatal-gatal setelah melakukan aktivitas di sawah seharian. Sehingga angka
kejadian Dermatitis Kontak Iritan pada pekerja sawah perempuan tidak terdapat
perbedaan yang signifikan bila dibandingkan dengan angka kejadian Dermatitis
Kontak Iritan pada pekerja sawah laki-laki.
E. Keterkaitan antara Riwayat Penyakit Alergi dengan Kejadian Dermatitis
Kontak Iritan pada Pekerja Sawah
Berdasarkan uji statitstik koefisien Eta Kuadrat menggunakan bantuan SPSS
11.5, dengan α= 0,05 didapatkan hasil signifikansi sebesar 0,382 (lebih besar dari
0,05) dan nilai Eta Squared sebesar 0,027. Maka kesimpulannya adalah tolak
hipotesis dalam penelitian ini, artinya tidak ada keterkaitan antara riwayat
penyakit alergi dengan kejadian Dermatitis Kontak Iritan pada pekerja sawah.
Dan nilai Eta Squared sebesar 0,027 menunjukkan bahwa keeratan hubungan
antara jenis kelamin dan Dermatitis Kontak Iritan dalam penelitian ini termasuk
dalam kategori hubungan yang sangat lemah sehingga dikatakan tidak ada
korelasi.
Menurut Adhi Djuanda dkk dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin 2005,
faktor individu yang juga mempengaruhi Dermatitis Kontak Iritan yaitu ras, usia,
lokasi, atopi, penyakit kulit lain. Dalam penelitian ini riwayat penyakit alergi
dimasukkan sabagai salah satu dari jenis penyakit kulit.
26
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada keterkaitan antara riwayat
penyakit alergi dengan kejadian Dermatitis Kontak Iritan pada pekerja Sawah.
Hal tersebut terjadi karena penentuan riwayat penyakit alergi pada pekerja sawah
dalam penelitian ini kurang akurat dan hanya berdasarkan riwayat biduran dan
riwayat ingusan pada pagi hari saja. Seharusnya dalam menentukan riwayat
penyakit alergi dengan menggunakan diagnosa yang lebih akurat.
F. Keterkaitan antara Lama Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak Iritan
pada Pekerja Sawah
Berdasarkan hasil uji statistik korelasi Serial melalui perhitungan secara
manual didapatkan nilai korelasi (rser) sebesar 0,105 dan nilai koefisien korelasi
“r” pada table Product Moment dengan taraf signifikansi 0,05 (5%) sebesar 0,361.
Dengan demikian dalam penelitian ini rser sebesar 0,105 kurang dari rtab sebesar
0,361 maka kesimpulannya adalah tolak hipotesis penelitian, artinya bahwa tidak
ada keterkaitan antara lama kerja dengan kejadian Dermatitis Kontak Iritan pada
pekerja sawah.
Kelainan kulit yang terjadi pada Dermatitis Kontak Iritan selain ditentukan
oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, juga dipengaruhi
oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu lama kontak dan kekerapan.
(Djuanda dkk, 2005)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada keterkaitan antara lama
kerja dengan kejadian Dermatitis Kontak Iritan pada pekerja sawah. Pekerja
27
sawah yang mempunyai lama kerja lebih lama dan yang mempunyai lama kerja
belum lama tidak mempunyai perbedaan yang berarti dalam hal kejadian
Dermatitis Kontak Iritan. Hal tersebut dikarenakan pekerja sawah yang telah lebih
lama bekerja menjadi pekerja sawah mempunyai tingkat toleransi yang lebih
tinggi terhadap Dermatitis Kontak Iritan, kulit kaki mereka telah terbiasa dengan
kondisi tanah sawah.
G. Keterkaitan antara Derajat Keasaman (pH) Tanah Sawah dengan Kejadian
Dermatitis Kontak Iritan pada Pekerja Sawah
Berdasarkan hasil uji statistik korelasi Serial melalui perhitungan secara
manual didapatkan nilai korelasi (rser) sebesar 3,386 dan nilai koefisien korelasi
“r” pada table Product Moment dengan taraf signifikansi 0,05 (5%) sebesar 0,361.
Dengan demikian dalam penelitian ini rser sebesar 3,386 lebih besar dari rtab
sebesar 0,361 maka kesimpulannya adalah terima hipotesis penelitian, artinya
bahwa ada keterkaitan antara derajat keasaman (pH) tanah sawah dengan kejadian
Dermatitis Kontak Iritan pada pekerja sawah.
Menurut Adhi Djuanda dkk dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin 2005,
penyebab munculnya Dermatitis Kontak Iritan adalah bahan yang bersifat iritan,
misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali dan serbuk kayu.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara derajat
keasaman (pH) tanah sawah dengan kejadian Dermatitis Kontak Iritan pada
28
pekerja sawah. Semakin asam derajat keasaman (pH) suatu tanah, cenderung
semakin tinggi resiko untuk terkena Dermatitis Kontak Iritan pada pekerja sawah
tersebut. Karena semakin asam tanah sawah, sifat iritan dari tanah sawah tersebut
akan semakin kuat. Sehingga akan semakin banyak pula kandungan asam (bahan
iritan) tersebut masuk pada kulit kaki pekerja sawah saat melakukan aktivitas di
sawah yang dapat menyebabkan terjadinya Dermatitis Kontak Iritan.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Tanah sawah yang diukur derajat keasamannya, semua bersifat asam dengan
pH < 7.
2. Ada keterkaitan antara derajat keasaman (pH) tanah sawah dengan kejadian
Dermatitis Kontak Iritan pada pekerja sawah.
B. SARAN
Bagi peneliti selanjutnya apabila ingin meneliti tentang riwayat penyakit
alergi pada pekerja sawah sebaiknya menggunakan diagnosa yang lebih akurat
dalam menentukan riwayat penyakit tersebut dan diperlukan penelitian lebih
lanjut tentang jenis tanah sawah secara laboratorium dan lebih spesifik. Selain itu
apabila ingin meneliti lebih lanjut mengenai derajat keasaman (pH) tanah sawah
29
dengan kejadian Dermatitis Kontak Iritan sebaiknya waktu penelitian benar-benar
disesuaikan dengan musim di mana pekerja sawah banyak melakukan aktivitas di
sawah seperti pada musim tanam padi. Serta bagi peneliti selanjutnya, diharapkan
dapat mengembangkan panelitian ini menjadi lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Hanafiah, Kemas. (2005). Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta
Citra. (2008). Laporan Kasus Dermatitis Kontak Iritan. [Internet]. Bersumber
dari: <http://citrajourney.blogspot.com/2008/08/laporan-kasus-dermatitis-
kontak-iritan.html>
[Diakses tanggal 31 Januari, jam 09.31 WIB]
Departemen Pertanian. (2000). Potensi Sumberdaya Manusia (SDM) Pertanian.
[Internet]. Bersumber dari:
<http://www.deptan.go.id/setjen/roren/ragam/pug_dlm_pemb.htm>
[Diakses tanggal 23 Desember 2008, jam 10.15 WIB]
Djuanda, Adhi dkk. (2005). Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Harahap, Marwali. (2000). Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates
30
Hartono. (2004). Statisitik untuk Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Machfoedz, Ircham. (2006). Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan.
Keperawatan, dan Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya
Mukono, H.J. (2005). Toksikologi Lingkungan. Surabaya: Airlangga University
Press
Mul Mulyani Sutedjo & Kartasapoetra, A.G. (2005). Pengantar Ilmu Tanah
Terbentuknya Tanah dan Tanah Pertanian. Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta
Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Riduwan. (2005). Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung:
Alfabeta
Sandjaja & Albertus Heriyanto. (2006). Panduan Penelitian. Jakarta: Prestasi
Pustakaraya
Sarwono Hardjowigeno & Luthfi Rayes. (2005). Tanah Sawah Karakteristik,
Kondisi, dan Permasalahan Tanah Sawah di Indonesia. Malang:
Bayumedia
Sastrawijaya, Tresna. (2000). Pencemaran Lingkungan. Jakarta : Rineka Cipta
Soemirat, Juli. (2003). Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Suhadi, Untung. (2002). Produksi Padi Dan Pemanasan Gobal: Tanah Sawah
Bukan Sumber Utama Emisi Metan. [Internet]. Bersumber dari:
<http://tumoutou.net/702_04212/untung_sudadi.htm>
[Diakses tanggal 28 Oktober 2008. Jam 09.30]
Sugiyono. (2007). Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Sugiyono, (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
31
Trihapsoro, Iwan. (2003). Dermatits Kontak Alergik pada Pasien Rawat Jalan di
RSUP Haji Adam Malik Medan. [Internet]. Bersumber dari:
<library.usu.ac.id/download/fk/kulit-iwan>
[Diakses tanggal 6 desember 2008, Jam 16.55]
Wikipedia. (2008). pH. [Internet]. Bersumber dari: <http://id.wikipedia.org/wiki/PH>
[Diakses tanggal 12 Januari 2009, jam 10.00 WIB]