deponeering pascaputusan kasusskpppustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/06/...mengenai...

2
SUARAKARYA Selasa o Rabu o Kamis o Jumat o Sabtu o Minggu 2 3 4 5 6 7 CD 9 10 11 12 13 14 15 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 OPeb o Mar OApr OMei eJun OJul OAgs OSep OOkt ONov ODes Deponeering Pascaputusan Kasus SKPP P asca putusan Pengadilan Tinggi (PT) OKI Jakarta ten tang penolakan memo- ri perlawanan kejaksaan atas putusan praperadilan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menim- bulkan dikursus tertentu. Pertama, apakah kasasi atas putusan PT OKI dimungkinkan. Kedua, apakah deponeering (pengesampingan perkara demi kepentingan umum) merupakan solusi yang tepat. Dan ketiga, apakah mungkin dikeluarkan SKPP (surat ketetapan penghentian penuntutan) jilid II. Kemungkinan pertama, dari sudut normatif Pasal 83 ayat (2) KUHAP, putusan PT OKI meru- pakan putusan akhir sehingga tidak mungkin dilakukan upaya kasasi sekalipun demi kepen- tingan hukum, dan norma ini dikuatkan oleh pernyataan Ketua Mahkamah Agung (MA)di beberapa media nasional. Mengenai kemungkinan kedua, dari sudut normatif sesuai de- ngan UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, Pasal 35 huruf c, Jaksa Agung dapat mengesampingkan perkara demi 'kepentingan umum' (baca: bukan kepentingan hukum). Penjelasan pasal tersebut me- nerangkan bahwa, yang dimak- sud dengan 'kepentingan umum' adalah kepentingan bangsa dan negara danj atau kepentingan masyarakat luas. Mengesampingkan perkara dalam ketentuan ini merupakan pelaksanaan as as oportunitas setelah memperhatikan (bukan mempertimbangkan!) saran dan pendapat (bukan rekomendasi!) badan-badan kekuasaan negara (bukan kekuasaan kehakiman!) yang mempunyai hubungan dengan masalah tersebut. Penjelasan Pasal 35 huruf c ter- diri dari tiga 'kata kunci', yaitu 'kepentingan bangsa danj atau kepentingan masyarakat luas', 'memperhatikan', dan 'badan kekuasaan negara'. Ketiga kata kunci dalam penjelasan Pasal 35 huruf c mencerminkan bahwa deponeering merupakan diskresi mutlak Jaksa Agung sebagai Penuntut Umum Tertinggi berdasarkan UU Kejaksaan. Inti penjelasan pasal tersebut bahwa seorang Jaksa Agung tidak terikat oleh saranjpenda- pat lembaga negara lain. Jika Jaksa Agung memilih opsi me- ngeluarkan deponeering dengan penjelasan pasal terse but seharusnya juga Jaksa Agung mempertimbangkan dua pilar negara hukum. Pertama, asas kesamaan di muka hukum (equality before the law). Dan, kedua, asas peradilan yangjujur dan adil (fair trial) yang juga telah diakui secara universal. Korupsi sudah diakui dan diklaim di dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001, sebagai tindak pidana luar biasa (extra ordinary crimes) sebanding dengan klaim mengenai pelanggaran HAM (hak asasi manusia), dan tidak ada imunitas bagi siapa pun ter- masuk pemangku jabatan pub- lik jika diduga telah melakukan perbuatan pelanggaran kedua jenis tindak pidana tertentu. Atas dasar pertim bangan terse- but maka tanpa izin presiden, Kliping Humas Unpad 2010 Oleh Romli Atmasasmita dengan wewenang luar bias a, dapat melakukan penangkapan, penahanan dan penuntutan ter- hadap pejabatj penyelenggara negara. Efek yang sama dari keluar- biasaan tindak pidana korupsi dan wewenang luar biasa terse- 'but juga seharusnya berlaku ter- hadap pimpinan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) vyang terlibat dalam tindak pidana. Kejaksaan juga perlu mengkaji hasil kajian tim 8 yang menyim- pulkan telah terjadi 'rekayasa' terhadap kasus BC (Bibit- Chandra) dikuatkan dengan bukti elektronik berupa reka- man. Bukti rekaman dan kesim- pulan serta rekomendasi Tim 8 bukan alat bukti yang kuat (strong evidence), apalagi mereka yang disebutkan di dalam rekaman semuanya membantah pertaliannya dengan

Upload: vucong

Post on 25-May-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Deponeering Pascaputusan KasusSKPPpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/06/...mengenai pelanggaran HAM (hak asasi manusia), dan tidak ada imunitas bagi siapa pun ter-masuk pemangku

SUARAKARYA• Selasa o Rabu o Kamis o Jumat o Sabtu o Minggu

2 3 4 5 6 7 CD 9 10 11 12 13 14 1519 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31

OPeb oMar OApr OMei eJun OJul OAgs OSep OOkt ONov ODes

Deponeering PascaputusanKasus SKPP

Pasca putusan PengadilanTinggi (PT) OKI Jakartaten tang penolakan memo-

ri perlawanan kejaksaan atasputusan praperadilan olehPengadilan Negeri JakartaSelatan (PN Jaksel) menim-bulkan dikursus tertentu.Pertama, apakah kasasi atasputusan PT OKI dimungkinkan.Kedua, apakah deponeering(pengesampingan perkara demikepentingan umum) merupakansolusi yang tepat. Dan ketiga,apakah mungkin dikeluarkanSKPP (surat ketetapanpenghentian penuntutan) jilid II.

Kemungkinan pertama, darisudut normatif Pasal 83 ayat (2)KUHAP, putusan PT OKI meru-pakan putusan akhir sehinggatidak mungkin dilakukan upayakasasi sekalipun demi kepen-tingan hukum, dan norma inidikuatkan oleh pernyataanKetua Mahkamah Agung (MA)dibeberapa media nasional.Mengenai kemungkinan kedua,dari sudut normatif sesuai de-ngan UU Nomor 16 Tahun 2004tentang Kejaksaan, Pasal 35huruf c, Jaksa Agung dapatmengesampingkan perkara demi'kepentingan umum' (baca:bukan kepentingan hukum).Penjelasan pasal tersebut me-nerangkan bahwa, yang dimak-sud dengan 'kepentingan umum'adalah kepentingan bangsa dannegara danj atau kepentinganmasyarakat luas.

Mengesampingkan perkaradalam ketentuan ini merupakanpelaksanaan as as oportunitassetelah memperhatikan (bukanmempertimbangkan!) saran danpendapat (bukan rekomendasi!)badan-badan kekuasaan negara(bukan kekuasaan kehakiman!)

yang mempunyai hubungandengan masalah tersebut.Penjelasan Pasal 35 huruf c ter-diri dari tiga 'kata kunci', yaitu'kepentingan bangsa danj ataukepentingan masyarakat luas','memperhatikan', dan 'badankekuasaan negara'. Ketiga katakunci dalam penjelasan Pasal 35huruf c mencerminkan bahwadeponeering merupakan diskresimutlak Jaksa Agung sebagaiPenuntut Umum Tertinggiberdasarkan UU Kejaksaan.

Inti penjelasan pasal tersebutbahwa seorang Jaksa Agungtidak terikat oleh saranjpenda-pat lembaga negara lain. JikaJaksa Agung memilih opsi me-ngeluarkan deponeering denganpenjelasan pasal terse butseharusnya juga Jaksa Agungmempertimbangkan dua pilarnegara hukum. Pertama, asaskesamaan di muka hukum(equality before the law). Dan,kedua, asas peradilan yangjujurdan adil (fair trial) yang jugatelah diakui secara universal.

Korupsi sudah diakui dandiklaim di dalam UU Nomor 31Tahun 1999 jo UU Nomor 20Tahun 2001, sebagai tindakpidana luar biasa (extra ordinarycrimes) sebanding dengan klaimmengenai pelanggaran HAM(hak asasi manusia), dan tidakada imunitas bagi siapa pun ter-masuk pemangku jabatan pub-lik jika diduga telah melakukanperbuatan pelanggaran keduajenis tindak pidana tertentu.Atas dasar pertim bangan terse-but maka tanpa izin presiden,

Kliping Humas Unpad 2010

Oleh Romli Atmasasmita

dengan wewenang luar bias a,dapat melakukan penangkapan,penahanan dan penuntutan ter-hadap pejabatj penyelenggaranegara.

Efek yang sama dari keluar-biasaan tindak pidana korupsidan wewenang luar biasa terse-'but juga seharusnya berlaku ter-hadap pimpinan KPK (KomisiPemberantasan Korupsi) vyangterlibat dalam tindak pidana.Kejaksaan juga perlu mengkajihasil kajian tim 8 yang menyim-pulkan telah terjadi 'rekayasa'terhadap kasus BC (Bibit-Chandra) dikuatkan denganbukti elektronik berupa reka-man.

Bukti rekaman dan kesim-pulan serta rekomendasi Tim 8bukan alat bukti yang kuat(strong evidence), apalagi merekayang disebutkan di dalamrekaman semuanya membantahpertaliannya dengan

Page 2: Deponeering Pascaputusan KasusSKPPpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/06/...mengenai pelanggaran HAM (hak asasi manusia), dan tidak ada imunitas bagi siapa pun ter-masuk pemangku

persekongkolan untukmerekayasa kasus BC. Buktirekaman tersebut merupakanpetunjuk sebagaimana dite-gaskan dalam UU Nomor 20tahun 2001 (Pasa126 A).

Sekalipun demikian, buktirekaman dan hasil tim 8 dapatdigunakan sebagai bahanmasukan untuk pembelaan BC-di muka sidang pengadilan. Jikakejaksaan berniat memberikandeponeeringseharusnyalangkahtersebut dilakukan sejak jauhhari ketika Kejaksaan harusmen'gambil sikap atas pascatemuan Tim 8. Akan tetapi,kejaksaan (jampidsus) telahtelanjur mengumumkan secaraluas kepada mass media, bahwaperkara BC telah P21, yangberarti telah ada bukti lengkapuntuk penuntutan dandilimpahkan perkara ke peng-adilan.

. Menakar kasus BC pascaPutusan PT DKI, bukan masalahmudah bagi Kejaksaan karenasecara yuridis, keputusan kejak-saan at as kasus BC denganSKPP adalah batal demi hukum,dan secara sosiologis, citrakejaksaan selaku penuntutumum tertinggi di dalam NegaraHukum RI, telah menimbulkandistrust dalam penegakanhukum.

Pemulihan yuridis menyikapiputusan PT OKI dilontarkanRudy Satrio di beberapa hariannasional, antara lain perlu diper-timbangkan SKPP jilid kedua.Opsi yang diusulkan meskipunsecara yuridis tidak dilarang

akan tetapi tidak pernah terjadisejak pembentukan lembagaKejaksaan di negara ini danbelum ada padanannya dalam ,praktik penegakan hukum dinegara lain, kecuali plea bar-gaining system atau sistemmediasi (out of court settlement).

Jika opsi terakhir yang dipi-Iih oleh Kejaksaan maka lang-kah hukum terse but bertentang-an dengan nilai-nilai kesusilaanmasyarakat atau secara khususbertentangan dengan etika lern-baga negara penegak hukum.Oikhawatirkan opsi ini menarn-bah buruk citra kejaksaan yangpada gilirannya kewibawaankejaksaan terancam secarasosial psikologis di hadapanpublik dan lembaga negara lain.

Solusi hukum yang saat inidipandang tepat dengan mencer-mati uraian di atas, bagiKejaksaan, tiada ada pilihan lainselain melanjutkan perkara BCke pengadilan dengan risikomenang atau kalah. Tetapi,sikap ini justru merupakanpilihan terbaik dan terakhiruntuk memberikan kesempatankepada kejaksaan membuktikanbahwa kedua asas hukum seba-gai pilar, negara hukum padaawal uraian di atas tetap dijun-jung tinggi dan memberikankesempatan kepada pengadilanuntuk bekerja sebagai lembagapemutus yang seharusnya men-jalankan fair and impartial tri-bunal dalam Negara Hukum RI.Sikap kejaksaan ini adalah lebihterhormat daripada sekedarsebagai lembaga negara penjagacitra pemerintah semata. ***

Penulis adalah Guru BesarHukum Pidana Intemasional

Unpad, Bandung