definisi populasi
TRANSCRIPT
DEFINISI POPULASI
Suatu populasi dapat didefinisikan sebagai suatu kelompok organisme-organisme
sesama spesies yang menempati suatu tempat tertentu pada suatu waktu tertentu. Satuan-satuan
terkecil pembentuk suatu populasi adalah individu-individu organisme itu, yang selain
memperlihatkan variasi antar-sesamanya, juga bersifat inter-fertile, mampu kawin satu dengan
yang lain dan menghasilkan turunan. Batas-batas ruang dan waktu dari suatu populasi tidak
jelas, karena itu dalam praktek batas-batas itu ditentukan secara arbitrer oleh yang meneliti
populasi itu. Selain itu, meskipun menurut definisi sudah jelas bahwa istilah populasi
digunakan untuk individu-individu satu spesies yang sama, dalam prakteknya sehari-hari istilah
populasi itu seringkali digunakan dalam pengertian “heterospesies” (populasi burung di hutan)
atau bahkan sebagian dari spesies (populasi hewan betina ikan seribu; populasi nimfa capung
di suatu kolam dll).
Baik di dalam bidang ekologi maupun genetika, satuan organisme yang diselidiki
adalah praktis selalu populasi, sehingga tidak mengherankan apabila diantara bidang ekologi
populasi dan genetika populasi terdapat banyak keselingkupan. Menurut salah satu asas
fundamental teori evolusi modern, populasi merupakan satuan yang berevolusi di alam dan
fokus ekologi pun populasi.
CIRI-CIRI DASAR POPULASI
Populasi mempunyai ciri-ciri biologi seperti yang dipunyai individu-individu
organisme, dan juga ciri-ciri uniknya sebagai kelompok.
1. Ciri-ciri biologi
Seperti halnya suatu individu organisme, populasi juga :
a. Mempunyai struktur dan organisasi tertentu, yang sifatnya ada yang konstan ada
pula yang berfluktuasi dengan berjalannya waktu
b. Ontogenetik, mempunyai sejarah kehidupan (lahir, tumbuh, berdiferensiasi, menjadi
tua dll)
c. Dapat dikenal dampak lingkungan dan memberikan respons terhadap perubahan
lingkungan
d. Mempunyai hereditas
e. Terintegrasi oleh faktor-faktor herediter (genetik) dan ekologi
2. Ciri-ciri kelompok
Ciri-ciri kelompok merupakan ciri-ciri statistik yang tidak dapat diterapkan pada
individu, melainkan merupakan hasil perjumlahan dari ciri-ciri individu itu, ciri-ciri itu
ialah :
a. Kerapatan atau ukuran besar populasi, berikut paramater utama yang
mempengaruhinya, seperti natalitas, imigrasi dan emigrasi.
b. Sebaran umur
c. Komposisi genetik
d. Dispersi
Penampilan dan kinerja populasi sangat ditentukan oleh berbagai ciri kelompok
tersebut di atas. Cabang ekologi yang khusus membahas masalah dinamika populasi
(ekologi populasi) memusatkan topik-topik bahasannya pada ciri-ciri kelompok itu dan
faktor-faktor (genetik, lingkungan) yang mempengaruhinya.
Struktur Umur Populasi
Untuk menggambarkan sebaran umur dalam populasi, dapat di lakukan dengan
mengatur data kelompok usia dalam bentuk suatu poligon atau piramida umur. Dalam hal ini
jumlah individu atau persentase jumlah individu dari tiap kelas usia di gambarkan sebagai
balok-balok horizontal dengan panjang relatif tertentu. Secara hipotesis, ada tiga bentuk
piramida umur populasi, yakni :
1. populasi yang sedang berkembang
2. populasi yang stabil
3. populasi yang senesens (tua)
Piramida Ekologi
Struktur trofik pada ekosistem dapat disajikan dalam bentuk piramida ekologi. Ada 3
jenis piramida ekologi, yaitu piramida jumlah, piramida biomassa, dan piramida energi.
a. Piramida jumlah
Organisme dengan tingkat trofik masing - masing dapat disajikan dalam piramida
jumlah, seperti kita Organisme di tingkat trofik pertama biasanya paling melimpah,
sedangkan organisme di tingkat trofik kedua, ketiga, dan selanjutnya makin berkurang.
Dapat dikatakan bahwa pada kebanyakan komunitas normal, jumlah tumbuhan selalu
lebih banyak daripada organisme herbivora. Demikian pula jumlah herbivora selalu lebih
banyak daripada jumlah karnivora tingkat 1. Kamivora tingkat 1 juga selalu lebih banyak
daripada karnivora tingkat 2. Piramida jumlah ini di dasarkan atas jumlah organisme di
tiap tingkat trofik.
b. Piramida biomassa
Seringkali piramida jumlah yang sederhana kurang membantu dalam
memperagakan aliran energi dalam ekosistem. Penggambaran yang lebih realistik dapat
disajikan dengan piramida biomassa. Biomassa adalah ukuran berat materi hidup di waktu
tertentu. Untuk mengukur biomassa di tiap tingkat trofik maka rata-rata berat organisme di
tiap tingkat harus diukur kemudian barulah jumlah organisme di tiap tingkat diperkirakan.
Piramida biomassa berfungsi menggambarkan perpaduan massa seluruh organisme di
habitat tertentu, dan diukur dalam gram. Untuk menghindari kerusakan habitat maka
biasanya hanya diambil sedikit sampel dan diukur, kemudian total seluruh biomassa
dihitung. Dengan pengukuran seperti ini akan didapat informasi yang lebih akurat tentang
apa yang terjadi pada ekosistem.
c. Piramida energi
Seringkali piramida biomassa tidak selalu memberi informasi yang kita butuhkan
tentang ekosistem tertentu. Lain dengan Piramida energi yang dibuat berdasarkan
observasi yang dilakukan dalam waktu yang lama. Piramida energi mampu memberikan
gambaran paling akurat tentang aliran energi dalam ekosistem.
Pada piramida energi terjadi penurunan sejumlah energi berturut-turut yang tersedia di tiap
tingkat trofik. Berkurang-nya energi yang terjadi di setiap trofik terjadi karena hal-hal
berikut.
1. Hanya sejumlah makanan tertentu yang ditangkap dan dimakan oleh tingkat trofik
selanjutnya.
2. Beberapa makanan yang dimakan tidak bisa dicemakan dan dikeluarkan sebagai
sampah.
3. Hanya sebagian makanan yang dicerna menjadi bagian dari tubuh organisme.
Ukuran dan kerapatan populasi
Besar kecilnya ukuran populasi suatu spesies hewan di suatu area, adalah tiada lain dari
banyak sedikitnya jumlah individu hewan itu atau tinggi rendahnya tingkat kelimpahan
populasi spesies hewan di area tersebut. Ukuran populasi acapkali dinyatakan atas dasar satuan
ruang tertentu, misalnya jumlah individu persatuan luas area yang ditempati, per satuan volume
atau persatuan berat dari medium lingkungan yang ditempati. Jika ukuran tubuh spesies hewan
yang diselidiki sangat bervariasi, sering digunakan kerapatan biomassa (B) dalam satuan berat
per satuan ruang). Dalam hal ini B =∑ b atau B = n x b ( n = jumlah individu; B= berat
individu; b = berat rata-rata individu).
Dalam hal-hal tertentu satuan ruang dinyatakan dalam satuan ukuran, melainkan dalam
satuan lingkungan yang ditempati, misalnya, kerapatan ulat per buah mangga, kerapatan afid
per daun, dan sebagainya.
Dalam suatu studi ekologi satuan ruang perlu dikaitkan dengan tujuan studi itu, dan
terutama sekali angka kerapatan yang dihasilkan lebih memberikan arti. Bagi suatu serangga
hama seperti wereng misalnya, kerapatannya per rumpun padi di sawah akan lebih memberikan
arti daripada kerapatannya per meter kuadrat area persawahan, kerapatan lalat buah (Dacus sp)
per buah jambu lebih berarti daripada per kebun atau pun perpohon jambu. Contoh-contoh di
atas menunjukkan bahwa sebenarnya ada dua macam kerapatan kasar dan kerapatan spesifik.
Kerapatan kasar didasarkan atas satuan ruang total sedang kerapatan spesifik (kerapatan
ekologi) adalah dihitung atas dasar satuan ruang dalam habitat yang benar-benar ditempati.
Kerapatan ikan dalam perairan secara keseluruhan tampak makin berkurang dengan makin
turunnya permukaan, namun kerapatan ekologinya, dalam genangan-genangan air akan
bertambah dengan berkumpulnya ikan-ikan itu pada tempat-tempat demikian. Hal ini
menunjukkan bahwa pada saat anak-anak bangau lebih mudah menangkap ikan-ikan itu untuk
makanan anak-anaknya.
Kerapatan populasi suatu spesies hewan dapat bervariasi sekali namun sampai batas-
batas tertentu. Batas atas kerapatan ditentukan oleh aliran energi atau produktivitas ekosistem
yang ditempati, serta tingkatan trofik, ukuran tubuh dan laju metabolisme spesies hewan itu.
Penentu batas bawah kerapatan populasi tidak diketahui dengan jelas, namun dalam ekosistem-
ekosistem yang stabil diketahui bahwa mekanisme-mekanisme homeostatik yang beroperasi
dalam populasi memegang peranan penting dalam menentukan batas bawah tersebut.
Tabel 1. Beberapa contoh kerapatan populasi hewan yang berbeda-beda ukuran
tubuhnya.
Jenis Hewan Kerapatan populasi
(A) (B) per m2
Arthropoda Tanah 500.000/m2 500.000
Balanoid dewasa 20/100 cm2 2.000
Tikus padang rumput semak 247/ha 0,049
Tikus semak 12/ha 0,001
Rusa 4/km2 0,0000004
(A)Dalam satuan konvensional
Adanya hubungan antara kelimpahan atau kerapatan populasi dengan ukuran
tubuh hewan dapat dilihat pada tabel 1. Hewan-hewan yang berukuran tubuh kecil akan
lebih berlimpah dan memperlihatkan kerapatan yang lebih tinggi dari hewan-hewan
yang berukuran tubuh besar
Kelimpahan intensitas dan prevalensi
Pentingnya masalah kelimpahan populasi, sebagai bahasan pokok para
ekologiwan tergambar dari definisi ekologi krebs. Masalahan kelimpahan populasi
yang terlalu tinggi dari suatu spesies dapat menjadikannya hama yang secara ekonomi
merugikan, selain itu kelimpahan populasi yang terlalu rendah dapat menyebabkan
terancam bahaya kepunahan. Masalah-masalah tersebut memang sering dihadapi
sebagai tantangan dan tanggung jawab manusia kini. Masalah kelimpahan suatu spesies
ditinjau secara lebih luas, mencakup dua aspek yaitu intensitas dan prevalensi.
Intensitas menunjukan kerapatan populasi dalam area yang dihuni oleh spesies tersebut
dan prevalensi menunjukkan jumlah dan ukuran area yang ditempati dalam konteks
daerah yang lebih luas. Suatu spesies hewan yang prevalensinya tinggi dapat lebih
sering dijumpai, karena daerah penyebaran luas maka lebih mudah dijumpai dimana-
mana. Berbeda halnya dengan suatu spesies yang prevalensinya rendah, karena daerah
penyebarannya sempit hanya dapat dijumpai pada tempat-tempat tertentu saja.dengan
memperhatikan kedua aspek tersebut maka pengertian ‘spesies umum’ dan ‘spesies
jarang atau langka’ akan menjadi lebih jelas. Informasi demikian merupakan acuan
penting dalam menentukan prioritas upaya pelestarian suatu spesies hewan yang
termasuk kategori jarang atau langka.
Sehubungan dengan kedua aspek kelimpahan itu, maka sesuatu spesies hewan dapat
dikategorikan sebagai : (a) prevalensi dan intensitas tinggi (b) prevalensi dan intensitas
rendah (c) terlokasikan dan intensitas tinggi (d) terlokasikan dan intensitas rendah.
Badak jawa, Rhinoceros sondaicus yang secara alami hanya dapat dijumpai di ujung
kulon-jawa barat dan menurut taksiran populasinya hanya sekitar 100 ekor atau kurang
dari itu, jelas termasuk kategori (d) dan terdapat prioritas utama untuk dijaga
kelestariannya, demikian pula halnya jalak bali , Leucopsar rotsehildi dan sejumlah
spesies lainnya, yang dihimpun dalam red data ecok I.U.C.N (international union for
the conservation of nature and natural resouces) sebagai spesies langka yang terancam
punah.
Penyebab kepunahan
Kepunahan dalam biologi berarti hilangnya keberadaan dari sebuah spesies atau
sekelompok takson. Kelangkaan suatu spesies dapat disebabkan oleh banyak faktor, dan
penyebab langkanya sesuatu spesies adalah berbeda dengan penyebab langkanya
spesies lain. Secara umum dapat digambarkan bahwa suatu spesies menjadi langka
karena salah satu atau beberapa hal berikut :
(a) Area yang dapat dihuni spesies jarang atau sempit. Suatu lingkungan dengan
kondisi fisika kimia yang tak umum biasanya dihuni oleh tumbuhan dan hewan
yang teradaptasi khusus untuk kondisi demikian. Seperti itu pula halnya penyebaran
suatu serangga yang terspesialisasi untuk hidup pada dan dari satu spesies
tumbuhan tertentu (monofag ; monosius). Apabila tumbuhan inangnya itu menjadi
langka, maka akan demikian pula jadinya hewan-hewan spesialis yang tersosialisasi
dengan tumbuhan itu.
(b) Tempat-tempat yang dapat dihuni spesies hanya cocok untuk dihuni dalam waktu
yang sangat singkat atau tempat-tempat itu letaknya di luar jangkauan daya
menyebar spesies hewan itu.
(c) Tempat-tempat yang secara potensial dapat dihuni menjadi tidak ditempati akibat
kehadiran spesies lain, misalnya spesies hewan menjadi punah di tempat itu oleh
ekslusif persaingan atau akibat laju pemangsaan yang tinggi ataupun akibat laju
parasitisme yang tinggi.
(d) Dalam tempat yang dapat dihuni ketersediaan sumber daya penting seperti
makanan, tempat yang aman dan sebagainya rendah
(e) Variasi genetik spesies relatif sempit sehingga kisaran tempat yang dapat dihuninya
pun terbatas.
(f) Individu-individu spesies hewan itu plastisitas fenotipiknya rendah sehingga
membatasi kisaran tempat yang dapat dihuni.
(g) Kehadiran populasi-populasi spesies pesaing, predator dan parasit menekan tingkat
kelimpahan populasi spesies hewan jauh di bawah tingkat yang dimungkinkan oleh
ketersediaan sumber dayanya, peranan manusia kolektor hewan langka dalam hal
ini cukup penting karena makin langka suatu spesies maka spesies itu makin dicari
oleh para kolektor tersebut, sehingga dapat menyebabkan punahnya spesies yang
langka tersebut.
Contoh Hewan
Populasi Rusa Timor (Cervus timorensis) di Desa Poo, Tomer dan Sota
dalam Taman Nasional Wasur.
Gambar 2. Rusa Timor Betina
Populasi adalah kelompok organisme yang terdiri dari individu-individu suatu spesies
yang saling berinteraksi dan melakukan perkembangbiakan pada suatu tempat tertentu.
Populasi dapat dijumpai pada suatu wilayah yang memenuhi segala kebutuhannya. Kebutuhan
dasar populasi adalah berlindung, berkembangbiak, makan, minum serta bergerak pada suatu
kawasan yang memenuhi semua kebutuhan dasarnya.
Rusa timor merupakan salah satu jenis satwa yang termasuk dalam orgo Artiodactyla,
sub-ordo Rumenansia dan famili cervidae. Di indonesia jenis rusa yang dapat dijumpai adalah
rusa Sambar (Cervus unicolor), rusa bawean (Axis Kuhlii) dan rusa Totol (Axis axis). Rusa
timor dapat dijumpai di Kalimantan, Jawa dan Irian Jaya serta beberapa pulau kecil di sekitar
Indonesia Bagian Timur. Secara alami rusa menyukai daerah yang berbukit dengan variasi
topografi lainnya serta daerah yang berada dekat naungan. Untuk wilayah Irian Jaya rusa
umumnya ditemukan pada hutan terbuka, raa, pedalaman dan padangan.
Rusa Timor berwarna Bulu coklat kemerah-merahan hingga Abu-abu kecoklatan,
dengan tekstur bulu sedikit lebih halus dibandingkan rusa sambar. Bobot Badan Berkisar antara
70-85 kilogram untuk betina dan 120-160 kilogram untuk jantan kisaran berat lahir antara 4-5
kilogram. Panjang badan berkisar antara 1,95- 2,10 meter, tinggi badan 1-1,1 m dan tinggi
gumba 0,29-0,35 cm. Umumnya sistem perkawinan rusa timor adalah poligamus yaitu
mengawini betina lebih dari satu dan melahirkan lebih dari setahun dengan rata-rata jumlah
anak yang lahir adalah satu ekor.
A. Kepadatan Populasi Rusa Timor
Hasil penelitian Andoy (2002) tentang kepadatan populasi rusa di Padang Rumput Desa
Poo, Tomer dan Sota Taman Nasional Wasur Merauke terdapat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2. Kepadatan Populasi Rusa Timor berdasarkan Hasil Survei di Desa Poo, Tomer dan
Sota dalam Taman Nasional Wasur.
Desa Poo mempunyai kisaran populasi lebih tinggi bila dibandingkan dengan Desa
Tomer dan Sota, disebabkan karena letak ketiga pada rumput berbeda. Desa Poo berada pada
daerah penyangga, dan memiliki kondisi vegetasi sabana yang luas. Desa Tomer berada pada
daerah pantai, kondisi vegetasi yang banyak ditumbuhi pohon-pohon dan Desa Sota berada
pada daerah tengah dengan kondisi vegetasi jarang.
Total dugaan populasi secara keseluruhan adalah sebesar 2920 (584 ekor/km2) atau 5-6
ekor/ha. Habitat rusa di Desa Poo tidak terganggu oleh aktivitas manusia dan umumnya
masyarakat adalah penduduk asli yang melakukan perburuan dengan menggunakan alat-alat
tradisional. Desa Tomer luas padang rumput alam dengan kondisi jalan yang belum diaspal
menyebabkan desa ini sulit dijangkau terutama pada saat musim hujan keadaan tersebut
menyebabkan habitat rusa tidak terganggu oleh aktivitas manusia. Didesa Sota padang rumput
alam sangat berdekatan dengan pemukiman penduduk. Sebagian besar padang rumput
digunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana seperti bangunan kantor, perumahan serta
jalan trans Irian sepanjang 110 km yang telah dipergunakan sejak tahun 1985 yang membelah
kawasan menjadi dua bagian. Jalanan ini dipergunakan setiap tahun tanpa mengenal musim,
menyebabkan penyempitan habitat rusa. Disamping itu adanya suara bising dari pesawat
terbang dan kendaraan bermotor menyebabkan rusa beremigrasi meninggalkan habitatnya dan
mencari habitat baru yang aman.
Hasil penelitian populasi rusa di desa Poo Tomer dan Sota diperoleh jumlah kepadatan
populasi rusa sekitar 584 ekor/km2, berbeda dengan hasil survei oleh Ridarso dkk., (1998)
pada tahun 1997 (juni-oktober) dan 1998 (Januari-Februari) menyatakan bahwa rata-rata
populasi rusa di daerah Mar dan Kamnum di dalam Taman Nasional Wasur sebesar 12,2 ekor/
km2. Perbedaan hasil penelitian Ridarso dkk., (1998) karena adanya perbedaan musim dan
lokasi pada saat pelaksanaan penelitian. Survei tersebut dilakukan pada musim kemarau dan
awal musim hujan serta pada lokasi yang memiliki habitat dan vegetasi berbeda. Sedangkan
penelitian Andoy (2002) dilakukan pada saat puncak musim hujan. Pada saat musim kemarau
rusa menyebar secara merata dan memiliki wilayah teritorial yang luas sehingga kepadatan
populasi rusa pada tempat-tempat dilakukan penelitian kecil.
Pada puncak musim hujan rusa akan cenderung untuk berkumpul pada daerah yang
tidak tergenang air (dataran tinggi). Keadaan ini menyebabkan kepadatan populasi pada
daerah-daerah tersebut tinggi. Selain dugaan tersebut, pada saat penelitian dilakukan telah ada
peraturan bahwa kegiatan perburuan hanya boleh dilakukan oleh masyarakat lokal di Kawasan
Taman Nasional dengan menggunakan alat berburu tradisional. Selain itu adanya gejolak
politik yang mengarah pada gangguan keamanan di kabupaten Merauke juga menyebabkan
aktivitas berburu yang dilakukan baik oleh penduduk lokal maupun luar kawasan Taman
Nasional Wasur sehingga perkembangan populasi rusa meningkat.
B. Struktur Populasi Rusa Timor
Struktur Populasi Rusa Timor berdasarkan rasio jenis kelamin di padang rumput desa
Poo, Tomer dan Sota Taman Nasional Wasur dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3. Persentase Populasi Rusa Timor berdasarkan jenis kelamin di padang rumput desa
Poo, Tomer dan Sota dalam Taman Nasional Wasur.
Keterangan : D = Dewasa ; M = Muda ; A = Anak
Tabel diatas menunjukkan bahwa keseluruhan persentase komposisi umur paling tinggi
yaitu rusa jantan dewasa (25,07%) dan rusa betina dewasa (18,42%). Sedangkan komposisi
umur yang paling rendah adalah rusa betina anak 12,08% dan rusa jantan anak 12,08%.
Persentase ini menunjukkan bahwa seluruh stratum didominasi oleh rusa yang telah berumur
dewasa.
Perbandingan jenis kelamin antara rusa jantan dan betina (rasio seks) secara
keseluruhan di seluruh stadium adalah 1 : 0,56. Perbandingan antara jenis kelamin ini tidak
sesuai dengan perbandingan normal untuk rusa indonesia yaitu 1 : 2-3. Hal ini disebabkan
karena banyaknya perburuan yang dilakukan pada rusa betina menyebabkan rusa betina banyak
yang terbunuh.
Tanduk dalam penelitian ini digunakan sebagai indikator apakah rusa yang terlihat itu
jantan atau betina. Rusa jantan yang telah mencapai umur muda dan dewasa selalu meiliki
tanduk yang bervariasi jumlahnya dari satu pasang hingga sembilang pasang. Sedangkan yang
betina tidak memiliki tanduk selama hidupnya.
Gambar 3. Piramida Struktur Populasi Rusa Timor berdasarkan Struktur umum di desa Poo,
Tomer dan Sota dalam Taman Nasional Wasur.
Struktur populasi diatas membentuk piramida terbalik yang jarang ditemui pada
populasi mamalia lainnya. Struktur populasi satwa liar yang umumnya selalu membentuk
piramida atau kerucut normal, yang berarti jumlah fase anak lebih banyak daripada yang muda,
demikian pula halnya individu fase muda lebih banyak daripada yang dewasa. Struktur
populasi ini tidak sesuai dengan rasio seks, yang menunjukkan tingginya populasi rusa jantan
dibandingkan rusa betina. Populasi diatas perlu ditindak lanjuti untuk menjaga keseimbangan
populasi agar tetap berada dalam keadaan struktur populasi yang normal. Untuk itu perlu
pengurangan populasi rusa jantan agar dapat diperoleh rasio seks yang sesuai 1:2-3. Keadaan
struktur populasi ini dapat mengakibatkan rendahnya perkembangan populasi didaerah
penelitian seperti halnya yang tergambar diatas. Untuk mempertahankan struktur umur dengan
jalan menjaga agar perburuan sebaiknya diperuntukkan untuk rusa jantan sehingga rusa betina
dapat melakukan perkembangbiakan dengan baik, sehingga populasi akan membentuk
piramida normal atau kerucut.
Kesimpulan
1. populasi dapat didefinisikan sebagai suatu kelompok organisme-organisme sesama
spesies yang menempati suatu tempat tertentu pada suatu waktu tertentu
2. Populasi mempunyai ciri-ciri biologi seperti yang dipunyai individu-individu
organisme, dan juga ciri-ciri uniknya sebagai kelompok.
3. Kerapatan kasar didasarkan atas satuan ruang total sedang kerapatan spesifik (kerapatan
ekologi) adalah dihitung atas dasar satuan ruang dalam habitat yang benar-benar
ditempati.
4. Masalah kelimpahan suatu spesies ditinjau secara lebih luas, mencakup dua aspek yaitu
intensitas dan prevalensi. Intensitas menunjukan kerapatan populasi dalam area yang
dihuni oleh spesies tersebut dan prevalensi menunjukkan jumlah dan ukuran area yang
ditempati dalam konteks daerah yang lebih luas.
5. Kepunahan dalam biologi berarti hilangnya keberadaan dari sebuah spesies atau
sekelompok takson. Kelangkaan suatu spesies dapat disebabkan oleh banyak faktor, dan