daftar lampiranetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66880/potongan/s1...3 terjadi banjir terutama...

25
xxiii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner penelitian ..................................................................... xxiii Lampiran 2 Normalisasi indikator Household’s Adaptive Capacity Index ...... xxx

Upload: lamngoc

Post on 23-Apr-2018

222 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: DAFTAR LAMPIRANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66880/potongan/S1...3 terjadi banjir terutama pada puncak musim hujan bulan januari dan puncak musim kemarau bulan Agustus. Berdasarkan

xxiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner penelitian ..................................................................... xxiii

Lampiran 2 Normalisasi indikator Household’s Adaptive Capacity Index ...... xxx

Page 2: DAFTAR LAMPIRANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66880/potongan/S1...3 terjadi banjir terutama pada puncak musim hujan bulan januari dan puncak musim kemarau bulan Agustus. Berdasarkan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki beberapa kota

besar yang rata-rata terletak di tepi air atau biasa disebut waterfront

city.Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dalam Pedoman Kota

Pesisir (2006) mengemukakan bahwa kota pesisir atau waterfront city

merupakan suatu kawasan yang terletak berbatasan dengan air dan menghadap

ke laut, sungai, danau dan sejenisnya. Waterfront city juga dapat diartikan suatu

proses dari hasil pembangunan yang memiliki kontak visual dan fisik dengan

air dan bagian dari upaya pengembangan wilayah perkotaan yang secara fisik

alamnya berada dekat dengan air dimana bentuk pengembangan pembangunan

wajah kota yang terjadi berorientasi ke arah perairan.

Kota tepi air/pesisir menampung kurang lebih 43 % dari penduduk di

Indonesia saat ini (Tanuwidjaja dan Widjaya ,2010). Kondisi ini disebabkan

karena secara historis Indonesia yang merupakan negara kepulauan mulai

berkembang dari wilayah-wilayah di pesisir, dimana dalam perkembanganya

wilayah pesisir menjadi pusat pertumbuhan karena potensi sumberdaya alam

yang mudah dieksplorasi dan potensi aksessibilitas yang tinggi. Potensi tersebut

mengakibatkan kota pesisir memiliki kecenderungan lebih cepat berkembang

baik secara demografis maupun secara ekonomis daripada kota-kota di wilayah

lain.

Salah satu kota pesisir di Indonesia adalah Surabaya yang mulai

berorientasi pada pengembangan Waterfront. Hal ini dapat dilhat dari beberapa

dokumen kebijakan Pemerintah Kota Surabaya seperti RPJM Kota Surabaya

2010 – 2015, Draft Rencana Tata Ruang Wilayah kota Surabaya 2010-2030,

Page 3: DAFTAR LAMPIRANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66880/potongan/S1...3 terjadi banjir terutama pada puncak musim hujan bulan januari dan puncak musim kemarau bulan Agustus. Berdasarkan

2

RDTRK Unit Pengembangan XI Tambak Osowilangon tahun 2007-2017,

Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Kota Surabaya tahun 2011-230. Perencanaan

pengembangan Waterfront tersebut meliputi beberapa wilayah yaitu Kecamatan

Asemrowo, Benowo, Tandes, dimana terletak pada kawasan strategis Unit

Pengembangan XI Tambak Oso Wilangun. Perencanaan pengembangan

tersebut akan membuat konsentrasi pembangunan semakin tinggi pada

beberapa kawasan pengembangan waterfront Kota Surabaya termasuk

kemungkinan reklamasi dan alih fungsi lahan yang berorientasi ke arah laut.

Terlebih lagi, wilayah ini terintegerasi dengan pembangunan Pelabuhan Teluk

Lamong yang merupakan perluasan pengembangan Pelabuhan Tanjung Perak.

Pengembangan Kawasan Waterfront city atau Kota tepi air memiliki

tantangan yang tinggi baik bagi pemerintah, swasta maupun masyarakat. Kota

tepi air merupakan wilayah yang rentan terhadap berbagai bencana seperti

tsunami, badai, banjir, hingga kenaikan muka air laut yang akan menyebabkan

kerentanan baik ekonomi, infrastruktur, maupun korban jiwa yang seketika

terjadi. Hal ini sesuai dengan laporan PBB bahwa lebih dari 2/3 kota besar yang

ada di dunia rentan terhadap kenaikan muka air laut dan jutaan masyarakat

dunia beresiko terhadap banjir dan badai di wilayah pesisir (Dircke, dkk ,

2010). Kerentanan dan level risiko tersebut akan terus meningkat sejalan

dengan pertumbuhan penduduk dan pembangunan di kawasan waterfront city.

Surabaya yang merupakan Kota pesisir terletak di daerah dengan kondisi

topografi landai dimana dominasi ketinggian daerah Surabaya terhadap

permukaan laut berkisar antara 0-3m. Berdasarkan analsis dan proyeksi

kenaikan muka air laut dan cuaca ekstrim yang dilakukan Badan Perencanaan

dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) tahun 2010 memprediksi bahwa

level subsidens di Surabaya sebesar 2.5cm/tahun dan rata-rata kenaikan muka

air laut di kota Surabaya sekitar 10 mm/tahun. Kondisi ini membuat sebagian

wilayah di Kota Surabaya yang berbatasan dengan wilayah pesisir berpotensi

Page 4: DAFTAR LAMPIRANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66880/potongan/S1...3 terjadi banjir terutama pada puncak musim hujan bulan januari dan puncak musim kemarau bulan Agustus. Berdasarkan

3

terjadi banjir terutama pada puncak musim hujan bulan januari dan puncak

musim kemarau bulan Agustus.

Berdasarkan laporan media dinyatakan bahwa kecamatan yang berbatas

langsung dengan laut di bagian utara Kota Surabaya seperti Asemrowo dan

Benowo, mulai merasakan adanya genangan air di wilayah tersebut. Kejadian

tersebut merupakan fenomena baru bagi beberapa wilayah yang terdampak oleh

genangan banjir, dimana kenaikan muka air laut menjadi salah satu isu yang

mencul selain penurunan muka tanah dan intensitas pembangunan yang terus

berkembang di pesisir utara Kota Surabaya.

Usaha pemerintah dan masyarakat di wilayah pesisir dalam mengatasi

bencana akibat kenaikan muka air laut yang dapat seketika terjadi merupakan

proses mitigasi dan adaptasi terhadap bencana wilayah pesisir itu sendiri.

Mitigasi meliputi pencarian cara-cara untuk memperlambat kemungkinan

bencana atau menahannya. Sementara adaptasi merupakan cara-cara

menghadapi kenaikan air laut dengan melakukan penyesuaian yang tepat dan

bertindak untuk mengurangi berbagai pengaruh negatifnya, atau memanfaatkan

efek-efek positifnya (UNDP,2010). Kedua kegiatan penanggulangan tersebut

harus direncanakan dan dilakukan secara berkesinambungan baik kegiatan

mitigasi maupun adaptasi, karena meskipun penyebab bencana akibat kenaikan

muka air laut dapat diatasi, namun pemerintah dan masyarakat harus tetap dapat

beradaptasi terdapat dampak kenaikan muka air laut yang sudah berlangsung

lama sebelumnya. Kenaikan muka air laut dan intensitas penggunaan lahan di

wilayah pesisir Kota Surabaya yang semakin tinggi menjadi tanda bahwa

kepada masyarakat di wilayah pesisir untuk mampu merespon kenaikan muka

air laut dengan lebih baik, sehingga beradaptasi pada dasarnya adalah strategi

masyarakat untuk merespon secara efektif dan menjadi lebih tangguh terhadap

berbagai tekanan ekonomi, sosial, dan lingkungan akibat perubahan yang

terjadi.

Page 5: DAFTAR LAMPIRANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66880/potongan/S1...3 terjadi banjir terutama pada puncak musim hujan bulan januari dan puncak musim kemarau bulan Agustus. Berdasarkan

4

Adaptasi masyarakat di dalam menghadapi bencana dan kenaikan muka

air laut disetiap daerah berbeda-beda. Kearifan lokal dan tingkat pengetahuan

serta kapasitas masyarakat akan risiko perubahan iklim dan dampak yang

ditimbulkan seperti kenaikan muka air laut mempengaruhi kerentanan mereka

terhadap bencana yang akan ditimbulkan, dimana diketahui bahwa kerentanan

merupakan fungsi berkebalikan dari kapasitas adaptasi. Hal inilah yang akan

dikaji lebih dalam berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dengan melihat

kapasitas, persepsi, respon, dan strategi adaptasi masyarakat di kota Surabaya

terhadap kenaikan muka air laut dalam urgensinya terhadap pengembangan

kawasan waterfront. Dengan judul penelitian yaitu “ Adaptasi Masyarakat

Terhadap Kenaikan muka Air Laut Di Kawasan Pengembangan Waterfront

Kota Surabaya”.

1.2. Perumusan Masalah

Proyeksi yang dilakukan oleh BAPPENAS dalam dalam laporan basis

saintifik Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR) menyatakan

bahwa kenaikan muka air laut di Kota Surabaya sebesar 0,7 cm/tahun dengan

level land subsidence sebesar 2,5 cm/tahun, membuat Kota Surabaya rentan

terhadap bencana akibat kenaikan muka air laut. Sementara itu, studi dalam

RDTRK Unit Pengembangan Tambak Osowilangon Tahun 2007-2017,

Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Kota Surabaya tahun 2011-230 dan draft

RTRW Kota Surabaya tahun 2010 – 2030 menunjukkan bahwa pesisir utara

Surabaya yang terletak di Kecamatan Asemrowo & Benowo direncanakan

sebagai kawasan pengembangan Waterfront Kota Surabaya. Isu strategis

tersebut menjadi ruang penelitian yang menarik terkait adaptasi masyarakat

terhadap kenaikan muka air laut di Kawasan Pengembangan Waterfront Kota

Surabaya.

Adaptasi masyarakat di dalam menghadapi bencana dan kenaikan muka

air laut disetiap daerah berbeda-beda. Kearifan lokal, tingkat pengetahuan serta

Page 6: DAFTAR LAMPIRANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66880/potongan/S1...3 terjadi banjir terutama pada puncak musim hujan bulan januari dan puncak musim kemarau bulan Agustus. Berdasarkan

5

kapasitas masyarakat akan risiko perubahan iklim dan dampak yang

ditimbulkan seperti kenaikan muka air laut mempengaruhi kerentanan mereka

terhadap bencana yang akan ditimbulkan. Di sisi lain, perencanaan

pembangunan wilayah yang ditentukan saat ini juga mempengaruhi kerentanan

terhadap risiko perubahan iklim di masa mendatang di Kawasan Pengembangan

Waterfront Kota Surabaya. Hal tersebut merupakan faktor penting untuk dapat

mengkaitkan respon dan strategi adapatasi yang dilakukan dengan

pembangunan infrastruktur yang sedang berlangsung dan perencanaan tata

ruang, serta menggambarkan secara detail perkiraan keuntungan yang akan

didapat dari kegiatan adaptasi tersebut (Dircke, dkk , 2010). Berdasarkan

masalah tersebut, maka timbul beberapa pertanyaan penelitian dibawah ini yang

akan digunakan dalam penelitian ini.

1. Bagaimanakah potensi bencana yang dapat terjadi akibat kenaikan muka

air laut di Kawasan Pengembangan Waterfront Kota Surabaya?

2. Bagaimanakah kapasitas adaptasi masyarakat pesisir di Kawasan

Pengembangan Waterfront Kota Surabaya dalam menghadapi kenaikan

muka air laut?

3. Bagaimana adaptasi dan strategi yang diterapkan oleh masyarakat pesisir

serta langkah antisipasi pemerintah lokal di Kawasan Pengembangan

Waterfront Kota Surabaya dalam menghadapi kenaikan muka air laut ?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi potensi bencana yang dapat terjadi akibat kenaikan muka

air laut di Kawasan Pengembangan Waterfront Kota Surabaya

2. Mengidentifikasi kapasitas adaptasi masyarakat pesisir di Kawasan

Pengembangan Waterfront Kota Surabaya terhadap kenaikan muka air laut.

3. Mengidentifikasi adaptasi dan strategi masyarakat pesisir serta langkah

antisipasi pemerintah lokal di Kawasan Pengembangan Waterfront Kota

Surabaya dalam menghadapi kenaikan muka air laut.

Page 7: DAFTAR LAMPIRANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66880/potongan/S1...3 terjadi banjir terutama pada puncak musim hujan bulan januari dan puncak musim kemarau bulan Agustus. Berdasarkan

6

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Pemerintah Kota Surabaya

- Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan dan

referensi pengembangan bagi pemerintah Kota Surabaya dalam

mengembangkan kawasan waterfront.

- Penelitian ini dapat digunakan sebagai inventarisasi adaptasi yang telah

dilakukan oleh masyarakat dan antisipasi pemerintah lokal terhadap

kenaikan muka air laut di Kawasan Pengembangan Waterfront Kota

Surabaya.

2. Masyarakat Kota Surabaya

- Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi masyarakat

terkait posisi dan potensi kerentanaan mereka terhadap kenaikan muka

air laut.

- Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi masyarakat

dalam melakukan perencanaan dan aplikasi adaptasi yang lebih adaptaif

terhadap kenaikan muka air laut

3. Perkembangan keilmuan dalam bidang Geografi

Penelitian ini diharapkan menjadi salah satu sumbangan keilmuan positif

pada berbagai perkembangan penelitian terkait adaptasi masyarakat

terhadap kenaikan muka air laut.

Page 8: DAFTAR LAMPIRANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66880/potongan/S1...3 terjadi banjir terutama pada puncak musim hujan bulan januari dan puncak musim kemarau bulan Agustus. Berdasarkan

7

1.5. Tinjauan Pustaka

1.5.1. Adaptasi Masyarakat

Adaptasi merupakan kata yang biasa digunakan untuk menjelaskan suatu

bentuk penyesuaian yang dilakukan ketika menghadapi suatu kondisi di lokasi

atau waktu tertentu. Pengertian adaptasi sendiri banyak digunakan dan diartikan

oleh para penelti atau institusi tertentu sesuai dengan kepentingannya. Adaptasi

dalam arti luas adalah setiap upaya manusia dalam memodifikasi sistem alami

atau buatan dalam bereaksi terhadap pengaruh perubahan iklim saat ini dan

proyeksi perubahan iklim di masa depan dalam rangka mengurangi kerusakan

atau meningkatkan peluang untuk mendapatkan keuntungan dari perubahan

iklim (Stern, 2007).

Adaptasi memang telah jamak digunakan dalam merespon isu perubahan

iklim. IPCC (2007) yang merupakan pertemuan antar pemerintah di dunia yang

fokus pada pembahasan perubahan iklim mendefinisikan adaptasi sebagai

kemampuan suatu sistem (termasuk ekosistem, sosial-ekonomi, dan

kelembagaan) untuk menyesuaikan dengan dampak perubahan iklim,

mengurangi kerusakan, memanfaatkan kesempatan, dan mengatasi

konsekuensinya. Di sisi lain, adaptasi merupakan hasil akhir sikap masyarakat

yang muncul berdasarkan persepsi dan pengetahuan mereka dalam menghadapi

banjir pasang surut (Hardoyo, dkk, 2011).

UNDP (2007) mendefinisikan adaptasi sebagai upaya dalam mengatasi

dampak dari perubahan iklim. adaptasi dan mitigasi memang telah jamak

digunakan untuk merespon isu perubahan iklim global. Namun kesalahan

penafsiran antara dua kata ini sering terjadi karena keduanya biasa digunakan

dalam merespon adanya isu perubahan iklim. Padahal dalam konteks perubahan

iklim, mitigasi adalah tindakan-tindakan untuk mengurangi penyebab dari

perubahan iklim tersebut.

Page 9: DAFTAR LAMPIRANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66880/potongan/S1...3 terjadi banjir terutama pada puncak musim hujan bulan januari dan puncak musim kemarau bulan Agustus. Berdasarkan

8

Kelebihan dari pendekatan adaptasi dibandingkan dengan mitigasi adalah

hasil upaya adaptasi dapat diperolah lebih cepat dibandingkan dengan hasil

yang diperoleh dari upaya mitigasi, disamping itu hasil usaha adaptasi dapat

dirasakan langsung oleh masyarakat setempat. Meskipun demikian, adaptasi

tidak dapat menggantikan peran mitigasi dalam menghadapi dampak perubahan

iklim. Adaptasi berperan dalam mengurangi dampak yang segera muncul akibat

perubahan iklim yang tidak dapat dilakukan oleh mitigasi. Namun, tanpa

komitmen mitigasi yang kuat, biaya adaptasi akan meningkat, serta kapasitas

adaptasi akan berkurang baik individu maupun pemerintah (UNDP, 2007).

Sementara itu, dalam konteks dimensi manusia atas perubahan global

adaptasi diartikan sebagai sebuah proses, tindakan, dan hasil dalam sebuah

sistem baik itu rumah tangga, komunitas, grup, sektor, wilayah hingga negara

agar supaya sistem tersebut lebih baik dalam mengatasi, mengelola dan

menyesuaikan diri terhadap beberapa perubahan kondisi, tekanan, bencana,

risiko maupun kesempatan (Smit dan Wadel, 2006). Adaptasi yang dilakukan

manusia terhadap lingkungan menunjukkan adanya hubungan antara manusia

dan lingkungan. Dalam konteks ini, pendekatan human ecology

menekankan/menunjukan adanya hubungan saling terkait antara lingkungan

fisik dan sistem-sistem sosial/budaya.

Hardoyo, dkk (2011) menyatakan bahwa peran adaptasi dalam perubahan

iklim dibagi menjadi dua yaitu sebagai bagian dari penilaian dampak dengan

kata kunci yaitu (1) adapatasi yang dilakukan, dan (2) respon kebijakan dengan

kata kunci rekomendasi adaptasi. Kerangka dalam mendefiniskan adaptasi

adalah dengan mempertanyakan: (1) adaptasi terhadap apa?; (2) siapa atau apa

yang beradaptasi?; dan (3) bagaimana adaptasi berlangsung?. Hal ini berarti

bahwa adaptasi adalah proses adaptasi dan kondisi yang diadaptasikan

Berdasarkan beberapa definisi mengenai adaptasi tersebut dapat dilihat

bahwa asosiasi adaptasi lebih menekankan terhadap perubahan. Dalam konteks

Page 10: DAFTAR LAMPIRANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66880/potongan/S1...3 terjadi banjir terutama pada puncak musim hujan bulan januari dan puncak musim kemarau bulan Agustus. Berdasarkan

9

perubahan iklim memang adaptasi menjadi sebuah langkah utama selain

mitigasi karena sikap yang cepat yang sudah harus diambil terkait dampak dari

perubahan iklim yang terjadi.

Kementerian Lingkungan Hidup, dkk (2010) berpendapat bahwa potensi

dampak yang timbul oleh ancaman kenaikan muka air laut sangat tergantung

pada tingkat bahaya serta tingkat kerentanan di suatu wilayah, yang sangat

terkait dengan kondisi pemanfaatan wilayah pesisir, fisiografi, morfologi,

demografi dan sosial-ekonominya, termasuk kemampuan manusia untuk

beradaptasi terhadap bahaya tersebut. Hal ini menjadi alasan untuk diketahui

strategi adaptasi di setiap wilayah di seluruh dunia untuk dapat saling

menguatkan keberlanjutan pembangunan dalam menghadapi perubahan iklim

yang sedang terjadi.

1.5.2. Risiko, Kerentanan, dan Kapasitas Adaptif

Risiko. kerentanan dan kapasitas adaptasi merupakan kata yang tidak

dapat dipisahkan dari penelitian perubahan iklim. Kata-kata tersebut biasa

dipakai untuk menggambarkan kondisi, gambaran dan respon terhadap suatu

wilayah terhadap fenomena perubahan iklim. Berdasarkan PP No. 21 Tahun

2008 Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana didefinisikan sebagai potensi

kerugian yang ditimbulkan akibat bencana suatu wilayah dan kurun waktu

tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa

aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan

masyarakat.

Sementara kerangka kajian risiko secara umum dilakukan dengan

mengintegrasikan antara bahaya, kerentanan, dalam suatu hubungan tertentu

yang saling terkait dan saling mempengaruhi. Affeltranger (2006) menjelaskan

keterkaitan elemen-elemen risiko (bahaya dan kerentanan) diformulasikan

dalam hubungan: risiko (Risk, R) adalah pertemuan (yang dinotasikan dengan

Page 11: DAFTAR LAMPIRANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66880/potongan/S1...3 terjadi banjir terutama pada puncak musim hujan bulan januari dan puncak musim kemarau bulan Agustus. Berdasarkan

10

tanda kali) antara bahaya (Hazards; H) dan kerentanan (Vulnerability, V),

sebagaimana dirumuskan dalam hubungan berikut:

R = H x V

(1.1)

Dimana bahaya dirumuskan sebagai fungsi dari perilaku (karakter),

besaran (magnitude), dan laju (rate) dari perubahan iklim dan variasi perubahan

iklim, beserta pengaruhnya terhadap parameter atmosfer dan parameter

osenografi. Sedangkan Kerentanan (vulnerability, V) adalah fungsi dari

keterpaparan (exposure, E), sensitivitas (sensitivity, S) dan kapasitas adaptasi

(adaptive capacity, AC) sebagaimana dirumuskan dalam suatu hubungan

berikut:

V = (E x S) / AC

(1.2)

Dari rumusan di atas memperlihatkan variabel kapasitas adaptasi

berbanding terbalik terhadap nilai tingkat risiko. Oleh sebab itu dalam

mengurangi kerentanan perlu menurunkan tingkat keterpaparan dan sensitivitas

dan dibarengi dengan peningkatan kapasitas adaptasi atau ketahanan. Jika suatu

komunitas memiliki tingkat kerentanan yang lebih tinggi dibandingkan nilai

kapasitas adaptasinya, maka nilai tingkat risikonya menjadi tinggi. Sebaliknya

bila tingkat kapasitas komunitas lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat

kerentannya maka tingkat risikonya menjadi rendah. Berikut kerangka kerja

yang telah dibuat oleh Dolan dan Walker (2004) terkait hubungan antara risiko,

kerentanan, dan kapasitas adaptasi dalam menghadapi perubahan iklim seperti

pada Gambar1.1.

Page 12: DAFTAR LAMPIRANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66880/potongan/S1...3 terjadi banjir terutama pada puncak musim hujan bulan januari dan puncak musim kemarau bulan Agustus. Berdasarkan

11

Gambar 1. 1. Kerangka kerja Dolan & Walker terkait risiko, kerentanan, dan

kapasitas adaptasi dalam menghadapi perubahan iklim (Dolan dan Walker, 2004)

Dalam pelaksanakan kegiatan adaptasi, diperlukan suatu kemampuan

yang adaptif (adaptive capacity), yaitu kemampuan dari suatu sistem

menyesuaikan diri atau beradaptasi terhadap keragaman dan perubahan iklim

sehingga potensi kerusakan akibat perubahan iklim dapat berkurang dan

peluang yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dapat dimanfaatkan dan

konsekuensi yang timbul akibat perubahan iklim dapat diatasi (IPCC, 2007).

Menurut Asian Development Bank (2012) kapasitas masyarakat dalam

merespon terhadap perubahan iklim secara langsung berhubungan dengan asset

penghidupan (livelihood assets). terdapat 5 variabel asset peghidupan yang

digunakan yaitu yaitu modal sumberdaya manusia, alam, sosial, finansial dan

fisik.

Dalam pembangunan kawasan waterfront perlu untuk dilihat bagaimana

kapasitas adaptasi di wilayah pembangunan. Nilai tersebut akan

memperlihatkan apakah wilayah tersebut akan mengalami pembangunan

Page 13: DAFTAR LAMPIRANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66880/potongan/S1...3 terjadi banjir terutama pada puncak musim hujan bulan januari dan puncak musim kemarau bulan Agustus. Berdasarkan

12

kawasan waterfront yang berkelanjutan jika dihubungkan dengan isu perubahan

iklim saat ini.

1.5.3. Perubahan Iklim dan Kenaikan Muka Air Laut

Perubahan iklim global merupakan salah satu isu utama di dunia yang

menjadi kekahwatiran masyarakat di dunia. Kementerian Lingkungan Hidup

(2010) menyatakan bahwa kajian IPCC pada tahun 2007 menyimpulkan bahwa

adanya bukti yang baru dan lebih kuat bahwa pemanasan global yang terjadi 50

tahun terakhir adalah akibat dari kegiatan manusia.

Sebagaimana disimpulkan dari berbagai rujukan bahwa perubahan iklim

menyebabkan perubahan pola curah hujan, kenaikan temperatur air laut,

kenaikan muka air laut, dan kejadian iklim ekstrim. Dampak perubahan iklim

tersebut lebih lanjut akan memberikan bahaya yang mengancam keberlanjutan

kehidupan manusia. IPCC (2007) menambahkan bahwa kenaikan air laut

merupakan konsekuensi jangka panjang dari terus meningkatnya gas rumah

kaca dan mengancam kebutuhan hidup jutaan manusia.

Banyak orang membayangkan bahwa kenaikan muka air laut akan terus

meningkat secara perlahan, seperti air yang terus meningkat dalam bak mandi.

Namun sayangnya, air pada kawasan pesisir akan terus terdampak oleh

gelombang ekstrem, badai dan hantaman gelombang yang akan bertambah

parah di semua tempat sebagai akibat dari perubahan iklim. Efek kombinasi

dari kenaikan air laut dan perubahan iklim yang ekstrem akan menghasilkan

risiko besar di kawasan pesisir terutama pada wilayah kota pesisir (waterfront

city).

Menurut Kementerian Lingkungan Hidup, dkk. (2010), dampak dari

kenaikan muka air laut di wilayah pesisir mengakibatkan banjir rob di pesisir

dan lahan basah, terendamnya permukiman, terendamnya infrastruktur dan

fasilitas, dan peningkatan intrusi air laut pada massa air sungai dan air tanah.

Page 14: DAFTAR LAMPIRANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66880/potongan/S1...3 terjadi banjir terutama pada puncak musim hujan bulan januari dan puncak musim kemarau bulan Agustus. Berdasarkan

13

Lebih lanjut Departemen Perubahan Iklim Australia (2009) menyatakan bahwa

kenaikan muka air laut tidak hanya merubah pola arus, juga dapat

mengakibatkan peningkatan terjadinya erosi, perubahan garis pantai dan

mereduksi daerah wetland (lahan basah) di sepanjang pantai. Ekosistem lahan

basah di daerah pantai mungkin akan mengalami kerusakan jika tingkat

kenaikan tinggi dan suhu muka air laut melebihi batas maksimal dari kapasitas

adaptasi biota pantai. Disamping itu kenaikan muka air laut juga mempertinggi

tingkat laju intrusi air laut terhadap aquifer daerah pantai.

Berdasarkan laporan BAPPENAS (2010) kenaikan muka air laut secara

global bervariasi antara 0.4cm/tahun sampai 1.2cm/tahun, dengan kenaikan

tinggi muka air laut terendah di Darwin dan tertinggi di Manila. Sementara itu,

nilai rata-rata kenaikan muka air laut di perairan Indonesia berkisar antara

0.7cm/tahun sampai 0.8cm/tahun. Proyeksi kenaikan muka air laut pada tahun

2030 diperkirakan mencapai 16 - 24 cm relatif terhadap tinggi muka air laut di

tahun 2000. Selanjutnya muka air laut akan bergerak naik seiring dengan

peningkatan suhu permukaan laut. Muka air laut akan naik sebesar 20 - 40 cm

dan 32 – 56 cm, masing-masing pada tahun 2050 dan 2080. Pada akhirnya

muka air laut akan naik sebesar 40 – 80 cm di tahun 2100.

1.5.4. Banjir Rob

Banjir merupakan salah satu fenomena bencana alam yang menyebabkan

kerugian yang dialami suatu wilayah terdampak baik lingkungan, fisik maupun

sosial-ekonomi masyarakat. Terdapat 3 kategori penyebab banjir secara umum

yang terjadi di dunia (Smith dalam Marfai, 2003) :

1. Kejadian klimatologis, seperti curah hujan yang tinggi menyebabkan

limpasan sungai yang menyebabkan banjir. Sementara banjir di wilayah

pesisir biasa terjadi dari kombinasi antara tingginya arus, naiknya pasang

Page 15: DAFTAR LAMPIRANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66880/potongan/S1...3 terjadi banjir terutama pada puncak musim hujan bulan januari dan puncak musim kemarau bulan Agustus. Berdasarkan

14

air laut, tingginya gelombang yang berasosiasi dengan badai, dimana

merupakan hasil dari anomali sistem sikonik cuaca.

2. Perubahan penggunaan lahan dan peningkatan populasi, perubahan

dari area pedesaan menjadi wilayah terbangun berpotensi mengakibatkan

banjir. Dataran pesisir, wilayah estuari dan dataran banjir merupakan

lokasi yang sering digunakan sebagai kawasan industri, komersial, dan

perumahan. Pertumbuhan urbanisasi, kerapatan bangunan dan kerapatan

penduduk memiliki pengaruh terhadap kapasitas drainase dan kapasitas

resapan air suatu wilayah sehingga menyebabkan peningkatan aliran

permukaaan yang menyebabkan banjir.

3. Penurunan muka tanah (Land Subsidence), penurunan muka tanah

merupakan proses dimana permukaan tanah menjadi lebih rendah dari

elevasi sebelumnya yang dimiliki. Ketika gelombang arus datang dari laut

atau limpasan air sungai, bagian terendah suatu wilayah yang disebabkan

oleh land subsidence akan tergenang. Land subsidence di wilayah pesisir

atau dataran banjir menyebabkan genangan banjir yang luas

Banjir rob merupakan salah satu bentuk bencana banjir yang biasa

dikenali oleh masyarakat lokal di pesisir Pulau Jawa sebagai banjir yang

diakibatkan oleh pasang air laut. Rob merupakan kejadian / fenomena alam

yang dimana air laut masuk ke wilayah daratan, pada waktu permukaan air laut

mengalami pasang. Intrusi air laut tersebut dapat masuk melalui sungai, saluran

drainase atau aliran air bahwa tanah (Wahyudi, 2007).

Secara umum banjir rob merupakan fenomena alam yang terjadi saat

bulan purnama. Air laut akan menggenangi lahan ketika terjadi arus laut mulai

meninggi. Hal ini semakin diperparah ketika muka air laut tertinggi terjadi

(Harwitasari, 2009). Lebih lanjut, Marfai dan King (2007) menjelaskan bahwa

beberapa proses seperti tingginya arus akibat fenomena astronomis, gelombang

tinggi akibat pengaruh angin, tinggi muka air laut yang ditambah dengan

Page 16: DAFTAR LAMPIRANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66880/potongan/S1...3 terjadi banjir terutama pada puncak musim hujan bulan januari dan puncak musim kemarau bulan Agustus. Berdasarkan

15

tingginya aliran sungai, serta hubungan antara kenaikan muka air laut akibat

pemanasan global berperan penting dalam peningkatan banjir di wilayah

pesisir.

Genangan banjir akibat tingginya arus serta adanya penurunan muka

tanah merupakan salah satu ancaman besar bagi masyarakat perkotaaan di

Indonesia. Banjir dari laut dapat menyebabkan aliran yang melebihi dan

merusak tanggul penahan banjir di pesisir baik alam mapun buatan. Hal ini

menyebabkan lahan dibelakang tanggul penahan banjir di pesisir memugkinkan

untuk tergenang bahkan dapat rusak (Marfai dan King, 2007). Sementara itu,

efek yang akan ditimbulkan oleh banjir di wilayah pesisir berkaitan dengan

kenaikan muka air laut terhadap akitifitas sosial ekonomi masyarakat menurut

McLean, et. al. dalam Harwitasari (2009) adalah :

- Peningkatan kerugian akibat kehilangan properti dan penduduk pesisir.

- Peningkatan potensi korban jiwa.

- Kerusakan bangunan keamanan pesisir dan infrastruktur lain

- Kehilangan sumberdaya penghidupan dan yang dapat diperbaharui.

- Kehilangan fungsi rekreasi, transportasi dan turisme.

- Kehilangan nilai dan sumberdaya budaya yang tidak ternilai.

- Dampak terhadap pertanian dan perikanan akibat penurunan kualitas air

dan tanah.

1.5.5. Waterfront City

Kawasan tepi air atau yang lebih dikenal dengan waterfront merupakan

lahan atau area yang terletak berbatasan dengan air seperti kota yang

menghadap laut, sungai, danau atau sejenisnya (Giovinazzi, 2008). Kota dan

waterfront merupakan dua hal yang selalu digunakan secara bersamaan didalam

berbagai penelitian dan konsep pembangunan kota dimana tidak dapat

dipisahkan pengertiannya. Hal ini karena waterfront tidak dapat di artikan

Page 17: DAFTAR LAMPIRANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66880/potongan/S1...3 terjadi banjir terutama pada puncak musim hujan bulan januari dan puncak musim kemarau bulan Agustus. Berdasarkan

16

hanya sebatas daerah yang berbatasan dengan muka perairan, namun lebih

daripada itu juga harus dipertimbangkan sebagai keterkaitan antar wilayah,

fungsi, keterkaitan antara wilayah pesisir dan kota itu sendiri. Suatu waterfront

city dapat dibayangkan sebagai pusat konsentarasi dari produktivitas ekonomi,

budaya, hubungan antar wilayah, rekreasi maupun permukiman (Giovinazzi,

2008).

Kawasan Kota tepi air pesisir merupakan kawasan yang lebih potensial

dikembangkan dibandingkan jenis waterfront city lain seperti kota tepi sungai,

kota tepi danau (Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, 2006).

Potensi aksesibilitas yang tinggi pada kawasan pesisir mengakibatkan kota

pesisir memiliki kecenderungan lebih cepat berkembang baik secara demografis

maupun secara ekonomis daripada kota-kota di wilayah lain. Sebagai tempat

bertemunya pendatang dari berbagai daerah, kota pesisir menjadi mosaik sosial

dan budaya.

Berkembangnya aktifitas baik permukiman, industri, pariwisata dan

kegiatan sosial ekonomi lain yang terkonsentrasi di wilayah pesisir

memungkinkan adanya potensi dinamika wilayah yang besar di kawasan

pesisir. Hal ini disebabkan oleh tingginya sumberdaya di kawasan pesisir yang

akan memunculkan potensi konflik kepentingan di masa mendatang, dimana

akan memunculkan kerugian baik ekonomi dan ekologi jika tidak ada

pengelolaan kawasan yang baik.

Menurut Giovinazzi (2008), bila dihubungkan dengan pembangunan kota,

maka kawasan tepi air adalah area yang dibatasi oleh air dari komunitasnya

yang dalam pengembangannya mampu memasuki nilai manusia yaitu melihat

kebutuhan manusia akan ruang-ruang public dan nilai alami. Oleh karena itu,

pembangunan atau penataan kawasan tepi air berkaitan dengan berbagai

aktivitas yang berkaitan dengan tepi dan badan air.

Page 18: DAFTAR LAMPIRANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66880/potongan/S1...3 terjadi banjir terutama pada puncak musim hujan bulan januari dan puncak musim kemarau bulan Agustus. Berdasarkan

17

Lebih lanjut (NOAA, 2009) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan

waterfront adalah suatu usaha penataan dan pengembangan bagian atau

kawasan kota dengan skala kegiatan dan fungsi yang sangat beragam atau mix

land use dengan intensitas tinggi sebagai kegiatan perkotaan baik untuk fungsi

perumahan, pelabuhan dan perdagangan komersial dan industry hingga

kawasan wisata untuk menciptakan sistem pertumbuhan kawasan pesisir yang

cerdas atau biasa dikenal dengan konsep smarth growth.

Dari beberapa pengertian tersebut maka definisi dari waterfront adalah

suatu wilayah yang secara spasial terletak di dekat/berbatasan dengan kawasan

perairan baik laut,sungai, danau dan sejenisnya dimana terdapat satu atau

beberapa kegiatan dan aktivitas pada area pertemuan tersebut.

Berdasarkan tipe pengembangan kawasan waterfront, Tsukio (1984)

membedakannya menjadi 3 jenis, yaitu konservasi, pembangunan kembali

(redevelopment), dan pengembangan atau revitalisasi

(development/revitalization). Konservasi adalah penataan tepian air kuno atau

lama yang masih ada sampai saat ini dan menjaganya agar tetap dinikmati

masyarakat. Sebagai contoh, bila pada pesisir Surabaya dilakukan penanganan

kebijakan seperti apa adanya (as usual), hanya dilakukan penjagaan agar tetap

dinikmati masyarakat.

Pembangunan kembali (redevelopment) adalah upaya menghidupkan

kembali fungsi tepian air lama yang sampai saat ini masih digunakan untuk

kepentingan masyarakat dengan mengubah atau membangun kembali fasilitas-

fasilitas yang ada (Tsukio, 1984). Sebagai contoh, bila pada pesisir Surabaya

dilakukan penanganan kebijakan dimana disamping penjagaan agar tetap

dinikmati masyarakat, juga dilakukan usaha-usaha evaluasi, pembenahan,

penataan dan menghidupkan kembali potensi fungsi-fungsi tepian air (reboisasi

mangrove, penanaman terumbu karang, budidaya rumput laut, pembangunan

Page 19: DAFTAR LAMPIRANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66880/potongan/S1...3 terjadi banjir terutama pada puncak musim hujan bulan januari dan puncak musim kemarau bulan Agustus. Berdasarkan

18

struktur pelindung sederhana, pengolahan limbah untuk menciptakan badan air

yang bersih).

Pengembangan atau revitalisasi adalah usaha dalam menciptakan tepian

air yang memenuhi kebutuhan kota saat ini dan masa depan dengan cara

mereklamasi pantai (Tsukio, 1984). Sebagai contoh, bila pada pesisir Surabaya

dilakukan penanganan kebijakan pemasangan dam lepas pantai yang

membentang dari Gresik hingga Kota Surabaya.

Menurut Breen dan Rigby (1996) waterfront berdasarkan fungsinya dapat

dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu tepian air pemanfaatan terpadu (mixed-used

waterfront), tepian air rekreasi (recreational waterfront), tepian air tempat

tinggal (residential waterfront), dan tepian air untuk kerja (working

waterfront). Tepian air pemanfaatan terpadu adalah tepian air yang merupakan

kombinasi dari perumahan, perkantoran, restoran, pasar, rumah sakit, dan atau

tempat-tempat kebudayaan. Tepian air rekreasi adalah adalah semua kawasan

tepian air yang menyediakan saranasarana dan prasarana untuk kegiatan

rekreasi, seperti taman, arena bermain, tempat pemancingan, dan fasilitas untuk

kapal pesiar. Tepian air tempat tinggal adalah perumahan, apartemen dan resort

yang dibangun di pinggir perairan.

Lebih lanjut (NOAA, 2009) mengembangkan 10 elemen yang dibutuhkan

dalam pengembangan kawasan waterfront city yang cerdas atau biasa disebut

smart growth waterfront, diantaranya adalah:

1. Penggunaan lahan campur (Mix-land uses), termasuk penggunaan kebutuhan

air bersih.

2. Memanfaatkan desain masyarakat yang kompak untuk memperkuat,

memelihara dan memberikan akses terhadap sumberdaya di kawasan

watertfont.

3. Memberikan berbagai peluang dan pilihan perumahan untuk memenuhi

kebutuhan penduduk tetap dan tidak tetap / musiman.

Page 20: DAFTAR LAMPIRANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66880/potongan/S1...3 terjadi banjir terutama pada puncak musim hujan bulan januari dan puncak musim kemarau bulan Agustus. Berdasarkan

19

4. Menciptakan lingkungan yang dapat dijangkau dengan berjalan kaki baik

fisik maupun visual pada kawasan waterfont untuk kepentingan umum.

5. Menjebatani perbedaan masyarakat yang atraktif dengan memberikan nilai

lingkungan yang kuat pada suatu tempat yang berperan besar pada budaya di

lokasi waterfront tersebut.

6. Preservasi ruang terbuka, lahan pertanian, keindahan alam, dan kawasan

lindung yang mencirikan dan menunjang masyarakat kawasan waterfront.

7. Penguatan dan pembangunan langsung terhadap kebutuhan masyarakat asli

dan mendorong revitalisasi kawasan waterfront.

8. Menyediakan berbagai variasi pilihan transportasi baik air maupaun darat.

9. Membuat kebijakan pembangunan yang dapat diperkirakan, adil, dan efektif

dalam penggunaan biaya hingga kebijakan yang konsisten dan proses

perijinan terkoordinasi.

10. Mendorong kolaborasi masyarakat dan stakeholder dalam pengembangan

kebijakan, memastikan keinginan publik di dalamnya dan memastikan hak

masyarakat untuk mengakses air bersih di kawasan waterfront.

Berdasarkan draft RTRW Kota Surabaya 2010-2030 disebutkan bahwa

pengembangan kawasan waterfront Kota Surabaya yang akan dikembangkan

adalah kawasan mix-used waterfront dimana akan memgembangkan sempadan

pantai pesisir utara Surabaya sebagai kawasan perdagangan jasa, perkantoran

& pergudangan yang terintegerasi dengan ruang terbuka hijau.

1.6. Keaslian Penelitian

Penelitian terkait pemanasan global dan kenaikan muka air laut menjadi

topik yang sedang banyak dibahas oleh berbagai peneliti. Kota Surabaya

menjadi salah satu obyek lokasi penelitian terkait kenaikan muka air laut

dengan berbagai fokus kajian yang cukup bervariasi. Di sisi lain, Kota Surabaya

dengan topografi datar dan terletak di kawasan pesisir menjadi daerah dengan

intensitas bencana banjir baik akibat limpasan air sungai maupun akibat

Page 21: DAFTAR LAMPIRANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66880/potongan/S1...3 terjadi banjir terutama pada puncak musim hujan bulan januari dan puncak musim kemarau bulan Agustus. Berdasarkan

20

kenaikan muka air laut (rob) sehingga kajian terkait banjir di Kota Surabaya

telah banyak dilakukan. Dalam melihat ruang peneltian yang masih terbuka

terkait banjir rob akibat kenaikan muka air laut di Kota Surabaya, penelitian ini

secara umum lebih menekankan pada kajian terhadap persepsi, respon, strategi

serta kapasitas adaptasi masyarakat terhadap kenaikan muka air laut. Dimana

hasil kajian adaptasi masyarakat tersebut dikaitkan dengan urgensi dan

tantangan pengembangan Kawasan Waterfront Kota Surabaya. Penelitian ini

juga menggunakan skripsi, thesis, dan beberapa jurnal baik yang dipublikasikan

dalam skala nasional dan internasional sebagai bahan rujukan dan

perbandingan.

Penelitian ini akan menggunakan metode triangulasi dalam pengumpulan

data yaitu melalui Wawancara semi terstruktur, observasi semi partisipatif serta

analsis Tabel dan Peta. Dalam penelitian ini, analisis persepsi, respon dan

strategi adaptasi masyarakat dilakukan dengan deskriptif kualitatif dan

kuantitatif berdasarkan data yang terkumpul. Penelitian ini juga mencoba untuk

menilai kapasitas adaptasi masyarakat di Kawasan Pengembangan Waterfront

Kota Surabaya berdasarkan Household Adaptive Capacitiy Index (HACI).

Keaslian penelitian dapat dibandingkan dengan riwayat penelitian sejenis baik

berdasarkan tema maupun lokasi penelitian pada Tabel 1.1.

Page 22: DAFTAR LAMPIRANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66880/potongan/S1...3 terjadi banjir terutama pada puncak musim hujan bulan januari dan puncak musim kemarau bulan Agustus. Berdasarkan

21

Tabel 1. 1. Riwayat Penelitian Sejenis Terkait Adaptasi Masyarakat Terhadap Banjir Rob dan Kenaikan Muka Air laut

Judul Penelitian Nama Penulis &

Tahun Penulisan

Data Metode Analisis Data Hasil Penelitian

Studi Kerentanan Penduduk

Pesisir Kota Surabaya

Terhadap Ancaman Sea

Level Rise (Studi Kasus

Kecamatan Benowo –

Kecamatan Kenjeran

Surabaya)

Ridho Kusuma

Budiarto ; Kriyo

Sambodho;

Mahmud

Musta’in (2011)

- Data trend pasang surut

1984-2004

- Data sosial ekonomi

masyarakat

- Peta topografi Surabaya

- Analisis Regresi Logistik

Multinominal untuk mengetahui

potensi kejadian banjir dan rob

akibat kenaikan muka air laut

- Skoring digunakan untuk

mengetahui indeks kerentanan

akibat kenaikan muka air laut di

wilayah studi

- Peta prediksi daerah

tergenang 2010

- Peta prediksi daerah

tergenang 2100

- Peta Kerentanan Fisik,

Sosial dan Ekonomi

Adaptasi masyarakat di

Kawasan Pesisir Terhadap

Banjir Rob di Kecamatan

Sayung, Kabupaten Demak,

Jawa Tengah

Bayu Trisna

Desmawan

(2012)

- Wawancara kuesioner

masyrakat

- Peta Pemodelan Banjir Rob

- Peta administarasi

- Analisis Data sekunder yang

diperoleh yang digunakan untuk

mengetahui daerah yang terkena

banjir rob.

- Analisis data primer dari

wawancara kuesioner

menggunakan analisis deskriptif

dan kuantitatif untuk

menjelaskan adaptasi yang

dilakukan masyarakat pesisir

terhadap dampak yang

ditimbulkan oleh banjir rob

tersebut

- Deskripsi kondisi

masyarakat, dampak

dan adaptasi yang

dilakukan terhadap

banjir rob

Coastal Community

Adaptation To Tidal Flood

Inundation (Case Study in

Tegal Municipality)

Riswan

Septriayadi

(2012)

- Data Sekunder

(Penggunaan lahan,

administrasi, peta titik

tinggi, data monografi),

- Geo-Eye (Google earth)

- Data wawancara

- Kuesioner

- Indepth Interview

- Observasi lapangan

- Operasi Iterasi (ILWIS)

- Persepsi rumah tangga

dan Pemerintah

terhadap genangan rob

- Risiko terkini rumah

tangga terhadap

genangan rob

- Model genangan rob

- Rekomendasi terkait

adaptasi rumah tangga

dan pemerintah di

masa depan

Page 23: DAFTAR LAMPIRANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66880/potongan/S1...3 terjadi banjir terutama pada puncak musim hujan bulan januari dan puncak musim kemarau bulan Agustus. Berdasarkan

22

Lanjutan Tabel 1. 2. Riwayat Penelitian Sejenis Terkait Adaptasi Masyarakat Terhadap Banjir Rob dan Kenaikan Muka Air laut Adaptive Capacity Of

Households, Community

Organization And

Institutions For Extreme

Climate Events In The

Philippine

Linda M.

Penalba Dan

Dulce D.

Elazegui (2011)

- Data primer (FGD,

wawncara rumah tangga)

- Data sekunder

(Data sosial, ekonomi,

biofisik, dan karakteristik

geografis dan pengalaman

dampak thypoon ,data

kebijakan adaptasi).

- Analisis Deskriptif hasil FGD,

Indepth Interview, dan data

sekunder

- Household adaptive capacity

index (HACI) digunakan untuk

menilai kapasitas adaptasi

masyarakat.

- Hasil analisis Strategi

adaptasi yang dilakukan

pemerintah lokal

terhadap thypoon

milenyo

- Hasil analisis kapasitas

adaptasi rumah tangga

terhadap thypoon

milenyo

- Hasil analisis strategi

adaptasi yang dilakukan

masyarakat dan

komunitas lokal lokal

terhadap thypoon

milenyo

Adaptation Responses To

Tidal Flooding In

Semarang, Indonesia

Dian Harwitasari

(2009)

- Data primer melalui studi

observasi, kuesioner, dan

wawancara semi terstruktur

(pemerintah)

- Data sekunder (adaptasi

dan respon yang telah

dilakukan pemerintah

Semarang, Data statistic

kejadian banjir rob, Data

prediksi kejadian banjir

Kota Semarang)

- Analisis tabel, grafik

danfrekuensi untuk analisis data

kuantitatif

- Analisis financial digunakan

untuk analisis dampak banjir rob

- Analisis kualititaif digunakan

untuk menilai dampak banjir rob

dan stategi adaptasi masyarakat

dan pemerintah

- Hasil analisis dampak

dan strategi adaptasi

yang dilakukan

masyarakat lokal

terhadap banjir rob

- Prediksi kondisi banjir

rob dan masyarakat di

wilayah rawan

tergenang banjir rob di

masa depan.

Page 24: DAFTAR LAMPIRANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66880/potongan/S1...3 terjadi banjir terutama pada puncak musim hujan bulan januari dan puncak musim kemarau bulan Agustus. Berdasarkan

23

1.7. Kerangka Pemikiran

Iklim Global

Perubahan Iklim

Global

Prediksi Perubahan Iklim Global menjadi salah

satu faktor penyebab kenaikan muka air laut

Dampak potensial, Contoh:

Banjir rob / pasang air laut

Adaptasi terhadap dampak kenaikan permukaan air laut

Mitigasi

Mereduksi dampak yang ditimbulkan

Peningkatan Efek Rumah kaca

Kenaikan Suhu Udara

Keterangan:

R : Risiko : Hubungan

H : Bencana

V : Kerentanan : Pengaruh

E : Tingkat kepaparan

S : Sensitivitas : Fokus Kajian

AC: Kapasitas Adaptasi

Faktor Geomorfologi

dan Hidrogeografis

Wilayah

Pengembangan

Waterfront City

Proses tekanan ekonomi dan sosial

Perubahan Penggunaan lahan

Degradasi SDA di wilayah Waterfront City

Wilayah Waterfront City yang beresiko

( R= H x V) Dimana:

( V = (ExS)/AC))

Penurunan Daya

dukung wilayah

Kegiatan manusia

Page 25: DAFTAR LAMPIRANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66880/potongan/S1...3 terjadi banjir terutama pada puncak musim hujan bulan januari dan puncak musim kemarau bulan Agustus. Berdasarkan

24

1.8. Pertanyaan Penelitian

Tabel 1. 3. Pertanyaan Dan Sub Pertanyaan Penelitian

Tujuan Penelitian Pertanyaan Penelitian Sub Pertanyaan

Penelitian

Data Yang Diperlukan Teknik pengumpulan

Mengidentifikasi potensi bencana

yang dapat terjadi akibat kenaikan

muka air laut di Kawasan

Pengembangan Waterfront Kota

Surabaya

Bagaimanakah potensi bencana

yang dapat terjadi akibat kenaikan

muka air laut di Kawasan

Pengembangan Waterfront Kota

Surabaya

-

1. Peta Kerawanan

Banjir Kota Surabaya

Saat ini

2. Peta Proyeksi Banjir

rob tahun 2100 di

Kota Surabaya oleh

BAPPENAS

Pengumpulan Data

Sekunder Dari

BAPPEKO Kota

Surabaya dan

BAPPENAS

Mengidentifikasi kapasitas adaptasi

masyarakat di Kawasan

Pengembangan Waterfront Kota

Surabaya terhadap kenaikan muka air

laut.

Bagaimanakah kapasitas adaptasi

masyarakat di Kawasan

Pengembangan Waterfront Kota

Surabaya terhadap kenaikan muka

air laut.?

-

1. Data Livelihood

Assets Mayarakat di

Kelurahan Greges

dan Tambak

Osowilangon

2. Data Podes Kota

Surabaya 2011

Metode triangulasi

(Kuesioner semi

terstruktur, observasi,

interpretasi tabel &

peta)

Mengidentifikasi adaptasi dan

strategi masyarakat serta antisipasi

pemerintah lokal di Kawasan

Pengembangan Waterfront Kota

Surabaya dalam menghadapi

kenaikan muka air laut.

Bagaimana persepsi, respon dan

strategi adaptasi masyarakat dan

langkah antisipasi pemerintah lolal

dalam menghadapi kenaikan muka

air laut di kawasan pengembangan

waterfront?

1. Apa yang masyarakat

ketahui tentang fenomena

kenaikan muka air laut?

2. Bagaimana masyarakat

dan pemerintah lokal

menyikapi resiko kenaikan

muka air laut?

3. Apa strategi adaptasi

masyarakat dalam

menghadapi kenaikan

muka air laut di kawasan

pengembangan Waterfront

Kota Surabaya?

1. Data persepsi

masyarakat

2. Data respon

masyarakat dan

pemerintah

3. Data strategi adaptasi

masyarakat dan

pemerintah local

4. RZWP Kota

Surabaya 2011-2030

5. RDTRK Unit

Pengembangan XI

Tambak

Osowilangon

3. Peta kerentanan

kawasan pesisir kota

Surabaya terhadap

banjir rob dan

kenaikan muka air

laut

Metode triangulasi

( Wawancara semi

terstruktur, observasi,

interpretasi peta)