css 3 - sinusitis
DESCRIPTION
sinusitis cssTRANSCRIPT
ANATOMI, HISTOLOGI, DAN FISIOLOGI SINUS PARANASAL
1.1 Anatomi Sinus Paranasal
Sinus paranasal merupakan organ yang sulit dideskripsi karena bentuknya
yang bervariasi pada setiap individu. Terdapat empat pasang sinus paranasal mulai
dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus ethmoid dan sinus sfenoid
kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala
sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Secara embriologik sinus paranasal
berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada
fetus usia 3-4 bulan kecuali sinus sfenoid dan frontal. Sinus frontal berkembang dari
sinus ethmoid anterior pada anak yang berusia sekitar 8 tahun. Sinus sfenoid mulai
mengalami pneumatisasi antara usia 8-10 tahun dan berasal dari rongga hidung
bagian posterosuperior. Semua sinus mempunyai muara ke dalam rongga hidung.
Sinus maksila, ethmoid anterior dan frontal bermuara ke meatus media dan sinus
ethmoid posterior bermuara ke meatus superior. Sinus sfenoid bermuara ke ressesus
sfenoethmidalis.
Sinus maksila merupakan sinus paranasal terbesar. Sinus ini memiliki volume
sekitar 6-8 ml saat lahir dan berkembang maksimal saat dewasa hingga mencapai 15
ml. Sinus ini berbentuk segitiga dan dibatasi di bagian anterior oleh permukaan fasial
os maksila (fosa canina), bagian posterior permukaan infratemporal maksila, dinding
medialnya dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya dasar orbita dan bagian
inferiornya adalah prosessus alveolaris serta palatum. Ostium sinus maksila berada di
1
2
sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui
infundibulum ethmoid. Secara klinis yang perlu diperhatikan dari sinus maksila
adalah : 1) dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas yaitu
premolar (P1, P2) molar (M1, M2) kadang-kadang gigi taring (C) atau gigi molar M3.
Bahkan akar gigi-gigi tersebut dapat menonjol ke rongga sinus sehingga infeksi gigi
dapat menyebabkan sinusitis 2) sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi ke
orbita 3) ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus sehingga drainase
kurang baik. Infundibulum merupakan bagian dari sinus ethmoid anterior bila terjadi
peradangan atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan
menyebabkan sinusitis.
Sinus frontal terbentuk sejak bulan keempat fetus berasal dari sel-sel resesus
frontal atau dari sel-sel infundibulum ethmoid. Sinus frontal kanan dan kiri biasanya
tidak simetris, dipisahkan oleh sekat berupa tulang yang relatif tipis dari orbita dan
fosa cerebri anterior sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menyebar ke daerah
ini. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang
lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang. Sinus frontal biasanya tidak bersekat-
sekat tapi berlekuk-lekuk, tidak adanya gambaran lekuk-lekuk dinding sinus pada
foto rontgen menunjukkan adanya infeksi. Kurang lebih ukurannya adalah lebar 2,4
cm tinggi 2,8 cm dan dalamnya 2 cm.
Sinus ethmoid bentuknya paling variatif dari semua sinus paranasal dan akhir-
akhir ini dianggap penting karena menjadi fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya.
Pada orang dewasa bentuknya seperti piramid dengan ukuran dari anterior ke
posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5 cm di bagian anterior serta 1,5 cm di
3
bagian posterior. Sinus ethmoid berongga-rongga terdiri-dari sel-sel menyerupai
sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak
diantara konka media dan dinding medial orbita. Sel ini berjumlah antara 4-17 sel
(rata-rata 9 sel). Sel-sel sinus ethmoid anterior biasanya lebih kecil dan lebih padat
dibandingkan di bagian posterior sinus. Berdasarkan letaknya sinus ethmoid dibagi
menjadi sinus ethmoid anterior yang bermuara ke meatus media dan sinus ethmoid
posterior yang bermuara di meatus superior. Bagian terdepan sinus etmoid anterior
ada bagian yang sempit disebut resesus frontal yang berhubungan dengan sinus
frontal. Sel etmoid terbesar disebut bula etmoid. Terdapat infundibulum
(penyempitan) pada etmoid anterior tempat muaranya ostium sinus maksila. Atap
sinus ethmoid yang disebut fovea ethmoidalis berbatasan dengan lamina cribosa.
Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus
ethmoid dari rongga orbita. Bagian belakang sinus ethmoid posterior berbatasan
dengan sinus sfenoid.
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid yang terpisah menjadi dua oleh sekat
septum intersfenoid. Ukurannya kurang lebih tinggi 2 cm, dalamnya 2,3 cm dan
lebarnya 1,7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7, 5 ml. Sebelah superior dibatasi fossa
cerebri media dan kelenjar hipofise, sebelah inferior atap nasofaring, lateralnya
dibatasi sinus cavernosus dan arteri carotis interna (sering tanpak sebagai indentasi)
dan sebelah posterior terdapat fossa cerebri posterior di daerah pons.
Pada sepertiga tengah dinding lateal hidung yaitu di meatus medius, ada
muara-muara saluran dari sunis maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior.
Daerah ini rumit dan sempit, dan dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM), terdiri
4
dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus
frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus
maksila.
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan
palut lendir diatasnya. Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan
lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.
Sampai saat ini belum ada kesepakatan pendapat mengenai fisiologi sinus
paranasal bahkan ada pendapat sinus-sinus ini tidak mempunyai fungsi apapun.
Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus adalah sebagai pengatur
kondisi udara, penahan suhu, membantu keseimbangan kepala, membantu resonansi
suara, peredam perubahan tekanan udara dan membantu produksi mukus untuk
membersihkan rongga hidung.
5
Gambar 2.1 Paranasal Sinuses
Diambil dari : www.octc.kctcs.edu
6
Gambar 2.2 Schematic representation of the lateral wall of the nasal cavity,
with the turbinates removed to expose the sinus ostia.
Diambil dari Adult Rhinosinusitis Diagnosis and Management –
January 1, 2001 - American Family Physician
1.2 Histologi Sinus Paranasal
Pada sinus paranasalis terdapat :
- Epitel respirasi (epitel bertingkat silidris bersilia) yang lebih tipis yang
mengandung sedikit sel goblet
- Lamina propria mengandung beberapa kelenjar kecil dan berhubungna langsung
dengan periosteum dibawahnya
1.3 Fisiologi Sinus Paranasal
Fungsi sinus paranasal adalah :
- Sebagai pengatur kondisi udara (air conditoning) : sebagai ruang tambahan untuk
memanaskan dan mengatur kelembaban inspirasi.
- Sebagai penahan suhu (Thermal Insulators): Sinus paranasal berfungsi sebagai
penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan fosa serebri dari suhu rongga
hidung yang berubah-ubah.
- Membantu keseimbangan kepala, karena mengurangi berat tulang muka.
- Membantu resonansi suara
7
- Sebagai peredam perubahan tekana udara. Fungsi ini berjalan apabila ada
perubahan tekanan yang besar dan mendadak, misalnya ketika bersin atau
membuang ingus.
- Membantu produksi mukus
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil
dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan
partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar melalui
meatus media.
8
SINUSITIS
2.1 Definisi
Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi atau
infeksi virus, bakteri maupun jamur. Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari
keempat sinus yang ada (maksilaris, etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis). Sinusitis
bisa bersifat akut (berlangsung selama 3 minggu atau kurang) maupun kronis
(berlangsung selama 3-8 minggu tetapi dapat berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun). Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila
mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Dari semua jenis sinusitis, yang
paling sering ditemukan adalah sinusitis maksilaris dan sinusitis ethmoidalis.
2.2 Klasifikasi
Secara klinis sinusitis dibagia atas :
Sinusitis akut, bila infeksi beberapa hari sampai beberapa minggu.
Sinusitis subakut, bila infeksi beberapa minggu hingga beberapa
bulan.
Sinusitis Kronis, bila infeksi beberapa bulah hingga beberapa tahun.
9
Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis
Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala
sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan
sinusitis. Contohnya rinitis akut (influenza), polip, dan septum deviasi
Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering
menyebabkan sinusitis infeksi adalah pada gigi geraham atas (pre
molar dan molar). Bakteri penyebabnya adalah Streptococcus
pneumoniae, Hemophilus influenza, Steptococcus viridans,
Staphylococcus aureus, Branchamella catarhatis
2.3 Etiologi
Terdapat 2 faktor yaitu infeksius dan nonifeksius yang dapat memberikan
kontribusi dalam terjadinya obstruksi akut ostia sinus atau gangguan pengeluaran
cairan oleh silia, yang akhirnya menyebabkan sinusitis. Penyebab nonifeksius antara
lain adalah rinitis alergika, barotrauma, atau iritan kimia. Penyakit seperti tumor nasal
atau tumor sinus (squamous cell carcinoma), dan juga penyakit granulomatus
(Wegener’s granulomatosis atau rhinoskleroma) juga dapat menyebabkan obstruksi
ostia sinus, sedangkan konsisi yang menyebabkan perubahan kandungan sekret
mukus (fibrosis kistik) dapat menyebabkan sinusitis dengan mengganggu
pengeluaran mukus. Pada dasarnya patofisiologi dari sinusitis dipengaruhi oleh 3
faktor yaitu obstruksi drainase sinus (sinus ostia), kerusakan pada silia, dan kuantitas
dan kualitas mukosa
10
2.4 Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan ancarnya
klirens mukosiliar di dalam komplek ostium-meatal (KOM). Mukus juga
mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme
pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan.
Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi
edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat
bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga
sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa
dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasaya sembuh dalam beberapa hari
tanpa pengobatan.
Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan
media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen.
Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi
antibiotik.
Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi), inflamasi
berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin
membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya
perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipod atau pembentukan polip
dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan operasi.
11
2.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis sinusitis sangat bervariasi. Keluhan utama yang paling
sering ditemukan adalah rasa tekanan pada muka dan inguss purulen, yang seringkali
turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat disertai gejala sistemik seperti demam
dan lesu. Sinusitis kronik keluhan tidak khas sehingga sulit didiagnosis.
2.6 Diagnosa
Gejala mayor Gejala minor
Nyeri atau rasa tertekan pada wajah Sakit kepala
Sekret nasal purulen Batuk
Demam Rasa lelah
Kongesti nasal Rasa lelah
Obstruksi nasal Halitosis
Hiposmia atau anosmia Nyeri gigi
Diagnosis memerlukan dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dengan dua
kriteria minor pada pasien dengan gejala lebih dari 7 hari.
12
2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan transluminasi.
Pada pemeriksaan transluminasi, sinus yang sakit akan tampak suram atau
gelap. Hal ini lebih mudah diamati bila sinusitis terjadi pada satu sisi wajah, karena
akan nampak perbedaan antara sinus yang sehat dengan sinus yang sakit.
2. Pencitraan
Dengan foto kepala posisi Water’s, PA, dan lateral, akan terlihat
perselubungan atau penebalan mukosa atau air-fluid level pada sinus yang sakit. CT
Scan adalah pemeriksaan pencitraan terbaik dalam kasus sinusitis.
3. Kultur
Karena pengobatan harus dilakukan dengan mengarah kepada organisme
penyebab, maka kultur dianjurkan. Bahan kultur dapat diambil dari meatus medius,
meatus superior, atau aspirasi sinus.
4. Rontgen gigi
Dilakukan untuk mengetahui apakah sudah timbul abses atau belum
2.8 Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan sinusitis adalah:
1. Mempercepat penyembuhan
13
2. Mencegah komplikasi
3. Mencegah perubahan menjadi kronik.
Sinusitis akut dapat diterapi dengan pengobatan (medikamentosa) dan
pembedahan (operasi). Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien sinusitis
akut, yaitu:
1. Antibiotik. Berikan golongan penisilin selama 10-14 hari meskipun gejala
klinik sinusitis akut telah hilang.
2. Dekongestan lokal. Berupa obat tetes hidung untuk memperlancar drainase
hidung.
3. Analgetik. Untuk menghilangkan rasa sakit.
4. Irigasi Antrum. Indikasinya adalah apabila terapi diatas gagal dan ostium
sinus sedemikian edematosa sehingga terbentuk abses sejati. Irigasi antrum
maksilaris dilakukan dengan mengalirkan larutan salin hangat melalui fossa
incisivus ke dalam antrum maksilaris. Cairan ini kemudian akan mendorong
pus untuk keluar melalui ostium normal.
5. Menghilangkan faktor predisposisi dan kausanya jika diakibatkan oleh gigi
Pembedahan (operasi) pada pasien sinusitis akut jarang dilakukan kecuali
telah terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial. Selain itu nyeri yang hebat
akibat sekret yang tertahan oleh sumbatan dapat menjadi indikasi untuk
melakukan pembedahan
14
2.9 Komplikasi
Kelainan pada orbita : abses orbita
Kelainan intrakranial : meningitis akut, abses dura, abses otak
Kelainan pada tulang : osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang
frontalis adalah infeksi sinus frontalis
Kelainan pada paru: Bronkitis kronik dan Bronkhiektasis
Mukokel dan piokel
Otitis media
Toxic shock syndrome