242395769-sinusitis -3

26
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sinusitis merupakan penyakit yang sangat lazim diderita di seluruh dunia, hampir menimpa kebanyakan penduduk Asia. Penderita sinusitis bisa dilihat dari ibu jari bagian atas yang kempot. Sinusitis dapat menyebabkan seseorang menjadi sangat sensitif terhadap beberapa bahan, termasuk perubahan cuaca (sejuk), pencemaran alam sekitar, dan jangkitan bakteri. Gejala yang mungkin terjadi pada sinusitis adalah bersin-bersin terutama di waktu pagi, rambut rontok, mata sering gatal, kaki pegal-pegal, cepat lelah dan asma. Jika kondisi ini berkepanjangan akan meimbulkan masalah keputihan bagi perempuan, atau ambeien (gangguan prostat) bagi laki-laki. Menurut Lucas seperti yang di kutip Moh. Zaman, etiologi sinusitis sangat kompleks, hanya 25% disebabkan oleh infeksi, sisanya yang 75% disebabkan oleh alergi dan ketidakseimbangan pada sistim saraf otonom yang menimbulkan perubahan-perubahan pada mukosa sinus. Suwasono dalam penelitiannya pada 44 penderita sinusitis maksila kronis mendapatkan 8 di antaranya (18,18%) memberikan tes kulit positif dan kadar IgE total yang meninggi. Terbanyak pada kelompok umur 21-30 tahun dengan frekuensi antara laki-laki dan perempuan seimbang. Hasil positif pada tes kulit yang terbanyak adalah debu rumah (87,75%), tungau (62,50%) dan serpihan kulit manusia (50%). Sebagian besar kasus sinusitis kronis terjadi pada pasien dengan sinusitis akut yang tidak respon atau tidak mendapat terapi. Peran bakteri sebagai dalang patogenesis sinusitis kronis saat ini sebenarnya masih dipertanyakan. Sebaiknya tidak

Upload: eno

Post on 08-Dec-2015

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

Page 1: 242395769-Sinusitis -3

BAB 1

PENDAHULUAN

 

A. Latar Belakang

Sinusitis merupakan penyakit yang sangat lazim diderita di seluruh dunia, hampir

menimpa kebanyakan penduduk Asia. Penderita sinusitis bisa dilihat dari ibu jari bagian atas yang

kempot. Sinusitis dapat menyebabkan seseorang menjadi sangat sensitif terhadap beberapa bahan,

termasuk perubahan cuaca (sejuk), pencemaran alam sekitar, dan jangkitan bakteri. Gejala yang

mungkin terjadi pada sinusitis adalah bersin-bersin terutama di waktu pagi, rambut rontok, mata

sering gatal, kaki pegal-pegal, cepat lelah dan asma. Jika kondisi ini berkepanjangan akan

meimbulkan masalah keputihan bagi perempuan, atau ambeien (gangguan prostat) bagi laki-laki.

Menurut Lucas seperti yang di kutip Moh. Zaman, etiologi sinusitis sangat kompleks,

hanya 25% disebabkan oleh infeksi, sisanya yang 75% disebabkan oleh alergi dan

ketidakseimbangan pada sistim saraf otonom yang menimbulkan perubahan-perubahan pada

mukosa sinus. Suwasono dalam penelitiannya pada 44 penderita sinusitis maksila kronis

mendapatkan 8 di antaranya (18,18%) memberikan tes kulit positif dan kadar IgE total yang

meninggi. Terbanyak pada kelompok umur 21-30 tahun dengan frekuensi antara laki-laki dan

perempuan seimbang. Hasil positif pada tes kulit yang terbanyak adalah debu rumah (87,75%),

tungau (62,50%) dan serpihan kulit manusia (50%).

Sebagian besar kasus sinusitis kronis terjadi pada pasien dengan sinusitis akut yang tidak

respon atau tidak mendapat terapi. Peran bakteri sebagai dalang patogenesis sinusitis kronis saat

ini sebenarnya masih dipertanyakan. Sebaiknya tidak menyepelekan pilek yang terus menerus

karena bisa jadi pilek yang tak kunjung sembuh itu bukan sekadar flu biasa.

Oleh karena faktor alergi merupakan salah satu penyebab timbulnya sinusitis, salah satu

cara untuk mengujinya adalah dengan tes kulit epidermal berupa tes kulit cukit (Prick test, tes

tusuk) di mana tes ini cepat, simpel, tidak menyakitkan, relatif aman dan jarang menimbulkan

reaksi anafilaktik. Uji cukit (tes kulit tusuk) merupakan pemeriksaan yang paling peka untuk

reaksi-reaksi yang diperantarai oleh IgE dan dengan pemeriksaan ini alergen penyebab dapat

ditentukan. ( kompas.com )

Page 2: 242395769-Sinusitis -3

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi/peradangan pada satu atau lebih dari sinus

paranasal. Sinus merupakan suatu rongga atau ruangan berisi udara dengan dinding yang terdiri

dari membran mukosa. ( Brunner and Sudart , 2010)

Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktik dokter sehari-hari,

bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia.

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu

oleh rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya adalah selesma (common

cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.

Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua

sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus etmoid dan maksila,

sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus sphenoid lebih jarang lagi. Sinus maksila disebut

juga antrum Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah menyebar

ke sinus, disebut sinusitis dentogen.

Sinusitis dapat berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intracranial,

serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati.

B. JENIS SINUSITIS

Sinusitis sendiri dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu 

1. Sinusitis akut     : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3 minggu.

Macam-macam sinusitis akut, yaitu sinusitis maksila akut, sinusitis emtmoidal

akut, sinus frontal akut, dan sinus sphenoid akut.

2. Sinusitis kronis : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3-8 minggu

tetapi dapat juga berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

Page 3: 242395769-Sinusitis -3

C. ANATOMI SINUS

1. SINUS PARANASAL

Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit

dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat

pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila,sinus frontal,

sinus etmoid dan sinus sfenid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil

pneumatisasi tulang – tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang.

Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.

Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga

hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus

sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi lahir,

sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang

berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10

tahun dan berasal dari bagian posterosuperior rongga hidung. Sinus – sinus ini

umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.

2. SINUS MAKSILA

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus

maksila bervolume 6-8 ml,sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya

mencapai ukuran maksimal,yaitu 15 ml saat dewasa.

Sinus maksila berbentuk pyramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os

maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-

Page 4: 242395769-Sinusitis -3

temporal mkasila, dinding medialnya ialah dinding dinding lateral rongga hidung,

dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus

alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding

medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.

Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah 1)

dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar

(P1 dan P2), molar (M1 danM2), kadang – kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar

M3,bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi

gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis; 2) Sinusitis maksila dapat

menimbulkan komplikasi orbita; 3) Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari

dasar sinus, sehingga drenase hanya  tergantung dari gerak silia, lagi pula dreanase

juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus

etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat

menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.

3. SINUS FRONTAL

Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat

fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid.

Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan

mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun.

Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari lainya dan

dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa

hanya mempunyai satu sinus frontal dan kuran lebih 5% sinus frontalnya tidak

berkembang.

Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya

2 cm. sinus fronta biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Taidak

adanya gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen

menunjukan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relative

tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus fronta mudah

menjalar ke daerah ini.

Sinus frontal berdrenase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal, yang

berhubungan dengan infundibulum etmoid.

4. SINUS ETMOID

Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-

akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan focus bagi sinus-sinus

lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti pyramid dengan dasarnya di

Page 5: 242395769-Sinusitis -3

bagian posterior. Ukuran dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya

0,5 cm dibagian anterior dan 1,5 cm dibagian posterior.

Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang

tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak diantar

konka media dan dinding dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi.

Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang

bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus

medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus

etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di depan lempeng yang

menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding lateral ( lamina

basalis), sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih

sedikit jumlahnya dan terletak diposterior dari lamina basalis.

Dibagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut

resesus frontal, yang berhubungan sinus frontal. Selo etmoid yang terbesar disebut

bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang di sebut

infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau

peradangan diresesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan

di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila.

Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina

kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan

membatasi sinus etmoid darirongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior

berbatasan dengan sinus sfenoid.

5. SINUS SFENOID  

Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior.

Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya

adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. volumenya bervariasi

dari 5 sampai 7,5 ml. saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus dibagian

lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak

sebagai indensitasi pada dinding sinus sfenoid.

Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan

kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan

dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan

disebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior didaerah pons.

6. KOMPLEKS OSTIO-MEATAL

Page 6: 242395769-Sinusitis -3

Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada

muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior.

Daerah ini rumit dan sempit, dan dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM), terdiri

dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus

frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus

maksila.

7. SISTEM MUKOSILIAR

Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia

dan palut lendir diatasnya. Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk

mengalirkan lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah

tertentu polanya.

Pada dinding lateral hidung terdapat 2 aliran transport mukosiliar dari sinus.

Lendir yang berasal dari kelompok sinus anterior yang bergabung di infundibulum

etmoid dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba Eusthacius. Lendir yang berasal

dari kelompok sinus posterior bergabung diresesus sfenoetmoedalis, dialirkan ke

nasofaring di posterior-superior muara tuba. Inilah sebabnya pada sinusitis di dapati

secret pasca-nasal (post nasal drip), tetapi belum tentu ada secret di rongga hidung.

D. ETIOLOGI

Pada Sinusitis Akut, yaitu

1. Infeksi virus

Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran pernafasan bagian

atas (misalnya Rhinovirus, Influenza virus, dan Parainfluenza virus).

2. Bakteri

Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan normal

tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae,Haemophilus

influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat

akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak

berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi

infeksi sinus akut.

3. Infeksi jamur

Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan sistem

kekebalan, contohnya jamur Aspergillus.

4. Peradangan menahun pada saluran hidung

     Pada penderit. a rhinitis alergi dan juga penderita rhinitis vasomotor.

5. Septum nasi yang bengkok

Page 7: 242395769-Sinusitis -3

6. Tonsilitis yg kronik

 

8. Pada Sinusitis Kronik, yaitu

1. Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh.

2. Alergi

3. Karies dentis ( gigi geraham atas )

4. Septum nasi yang bengkok sehingga menggagu aliran mucosa.

5. Benda asing di hidung dan sinus paranasal

6. Tumor di hidung dan sinus paranasal.

E. PATHOFISIOLOGI

F. PATHWAY

G. MANIFESTASI KLINIS

Infeksi Kuman Iritasi Eksudat purulen pilek bau

Kuman menyebar ke

saluran pernafasan Tekanan pada sinus meningkat

Batuk batuk Nyeri

Page 8: 242395769-Sinusitis -3

1. Sinusitis maksila akut

Gejala : Demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat,m nyeri tekan, ingus

mengalir ke nasofaring, kental kadang-kadang berbau dan bercampur darah.

2. Sinusitis etmoid akut

Gejala : Sekret kental di hidung dan  nasofaring, nyeri di antara dua mata, dan pusing.

3. Sinusitis frontal akut

Gejala : Demam,sakit kepala yang hebat pada siang hari, tetapi berkurang setelah sore

hari, sekret kental dan penciuman berkurang.

4. Sinusitis sphenoid akut  

Gejala : Nyeri di bola mata, sakit kepala, dan terdapat sekret di nasofaring

5. Sinusitis Kronis

Gejala  : Flu yang sering kambuh, ingus kental dan kadang-kadang berbau,selalu terdapat

ingus di tenggorok, terdapat gejala di organ lain misalnya rematik, nefritis, bronchitis,

bronkiektasis, batuk kering, dan sering demam.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan naso-

endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah

adanya pus di meatus medius (pada sinusistis maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau di

meatus superior (pada sinusitis etmoid posterior dan sphenoid). Pada rinosinusitis akut,

mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan di daerah

kantus medius. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.

Pemerikasaan pembantu yang penting adalh foto polos atau CT scan. Foto polos

posisi Waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar

seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara, cairan

(air fluid level) atau penebalan mukosa.

CT scan sinus merupakan golg standard diagnosis sinusitis karena mampu manila anatomi

hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secacra keseluruhan dan

perluasannya. Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusistis

kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator

saat melakukan operasi sinus.

Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.

Pemeriksaan ini sudah jarang digunakan karena sangat terbatas kegunaannya. Pemeriksaan

mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil secret dari meatus

medius/superior, untuk mendapat antibiotic yang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil

secret yang keluar dari pungsi sinus maksila. Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus

Page 9: 242395769-Sinusitis -3

dinding medial sinus maksila melalui meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat

kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.

I. PENGOBATAN

Tujuan terapi sinusitis ialah:

1. Mempercepat penyembuhan

2. Mencegah komplikasi

3. Mencegah perubahan menjadi kronik

Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehinggan drenase dan

ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.

Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bacterial, untuk

menghilangkan infeksi dan pembengkakan maukosa serta membuka sumbatan ostium sinus.

Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksilin. Jika diperkirakan kuman

telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan amoksilin-klavulanat

atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis antibiotic diberikan selama 10-14 hari

meskipun gejala klinik sudah hilang. Pada sinusitis kronik diberikan antibiotic yang sesuai

untuk kuman negative gram dan anaerob.

Selain dekongestan oral dan topical, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan,

seperti analgetik, mukolitik, teroid oral/topical, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau

pemanasan (diatermi). Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat antikolinergiknya dapat

menyebabkan secret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin

generasi ke-2. Irigasi sinus maksila atau Proetz displacement therapy juga merupakan terapi

tambahan yang bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita

kelainan alergi yang berat.

Tindakan operasi. Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan

operasi terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah

menggantikan hampir semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih

memuaskan dan tindakan ringan dan tidak radikal. Indikasinya berupa: sinusitis kronik yang

tidak membaik setelah terapi adekuat; sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang

irreversible, polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.

J. KOMPLIKASI

Komplikais sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotic.

Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik dengan

eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intracranial.

Kelainan orbita disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata

(orbita). Yang paling sering adalah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila.

Page 10: 242395769-Sinusitis -3

Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat

timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, asbes subperiostal, abses orbita dan selanjutnya

dapat terjadi thrombosis sinus kavernosus. Kelainan Intrakranial. Dapat berupa meningitis,

abses ekstradural atau subdural, abses otak dan thrombosis sinus kavernosus.

Komplikasi juga dapat terjadi padasinusitis kronis berupa:  Osteomielitis dan abses

suberiostal. Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-

anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi.

Kelainan paru, seperti bronchitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus

paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga

menyebabkan kambuhnya asma bronchial yang sukar dihilangkan sebalum sinusitisnya

disembuhkan.

K. PENATALAKSANAAN

a. Drainage

- Medical :

* Dekongestan lokal : efedrin 1%(dewasa) ½%(anak)

* Dekongestan oral :Psedo efedrin 3 X 60 mg

- Surgikal : irigasi sinus maksilaris.

b. antibiotik diberikan dalam 5-7 hari (untk akut) yaitu :

- ampisilin 4 X 500 mg

- amoksilin 3 x 500 mg

- Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet

- Diksisiklin 100 mg/hari.

c. Simtomatik

- parasetamol., metampiron 3 x 500 mg.

d. Untuk kromis adalah :

- Cabut geraham atas bila penyebab dentogen

- Irigasi 1 x setiap minggu ( 10-20)

- Operasi Cadwell Luc bila degenerasi mukosa ireversibel (biopsi)

L. PENGKAJIAN ( POLA GORDON )

1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,,

2. Riwayat Penyakit sekarang :

3. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus, tenggorokan.

4. Riwayat penyakit dahulu :

Page 11: 242395769-Sinusitis -3

- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma

- Pernah mempunyai riwayat penyakit THT

- Pernah menedrita sakit gigi geraham

5. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang

lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.

6. Riwayat spikososial

a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0

b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.

7. Pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan tata laksanahidup sehat

- Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat tanpa

memperhatikan efek samping

b. Pola nutrisi dan metabolisme :

- biasanya nafsumakan klien berkurang karena terjadi gangguan pada

hidung

c. Pola istirahat dan tidur

- selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering

pilek

d. Pola Persepsi dan konsep diri

- klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan

konsepdiri menurun

e. Pola sensorik

- daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek

terus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).

8. Pemeriksaan fisik

a. status kesehatan umum : keadaan umum , tanda viotal, kesadaran.

b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi

(mukosa merah dan bengkak).

Data subyektif :

1. Observasi nares :

a. Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset, frekwensinya

b. Riwayat pembedahan hidung atau trauma

c. Penggunaan obat tetes atau semprot hidung : jenis, jumlah, frekwensinyya ,

lamanya.

Page 12: 242395769-Sinusitis -3

2. Sekret hidung :

a. warna, jumlah, konsistensi secret

b. Epistaksis

c. Ada tidaknya krusta/nyeri hidung.

3. Riwayat Sinusitis :

a. Nyeri kepala, lokasi dan beratnya

b. Hubungan sinusitis dengan musim/ cuaca.

4. Gangguan umum lainnya : kelemahan

Data Obyektif

1. Demam, drainage ada : Serous

Mukppurulen

Purulen

2. Polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada hidung dan sinus yang

mengalami radang Pucat, Odema keluar dari hidng atau mukosa sinus

3. Kemerahan dan Odema membran mukosa

4. Pemeriksaan penunjung :

a.Kultur organisme hidung dan tenggorokan

Pemeriksaan rongent sinus.

M. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d sekresi berlebihan sekunder akibat proses

inflamasi.

2. Nyeri b/d iritasi jalan napas atas sekunder akibat infeksi.

3. Gangguan komunikasi verbal b/d iritasi jalan napas atas akibat infeksi atau

pembengkakan.

4. Defisit volume cairan b/d peningkatan kehilangan cairan akibat diaforesis yang

berkaitan dengan demam.

5. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi tentang penyakit yang diderita dan

pengobatannya.

N. INTERVENSI

Bersihan jalan napas tidak efektif b/d sekresi berlebihan sekunder akibat proses inflamasi.

Tujuan: Potensi jalan napas dengan cairan sekret mudah dikeluarkan.

Intervensi:

Tingkatkan masukan cairan. Tawarkan air hangat daripada dingin

Page 13: 242395769-Sinusitis -3

R/ Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret.

Ciptakan lingkungan yang lembab dengan vaporizer ruangan atau menghirup uap.

R/ Mengencerkan sekresi dan mengurangi inflamasi membran mukosa.

Instruksikan posisi yang terbaik, mis: posisi tegak.

R/ Meningkatkan drainase dari sinus.

1. Nyeri b/d iritasi jalan napas atas sekunder akibat infeksi

Tujuan: Nyeri teratasi atau berkurang.

Intervensi:

Kaji tingkat nyeri dengan skala 0-10.

R/ Memudahkan perawat dalam menentukan tingkat nyeri dan alat untuk

evaluasi keefektifan analgesik, meningkatkan kontrol nyeri.

Catat lokasi dan faktor-faktor pencetus nyeri.

R/ Membantu dalam menentukan penanganan/manajemen nyeri dan

keefektifan asuhan.

Sarankan pasien untuk istirahat.

R/ Membantu menghilangkan rasa tidak nyaman umum atau demam.

Dorong pasien untuk menggunakan analgesik, seperti asetaminofen (Tylenol)

dengan kodein, sesuai yang diresepkan.

R/Mempertahankan kadar obat lebih konstan menghindari ‘puncak’ periode

nyeri dan kenyamanan/koping emosi.

2. Gangguan komunikasi verbal b/d iritasi jalan napas atas akibat infeksi atau

pembengkakan.

Tujuan: Menyatakan kebutuhan dalam cara yang efektif.

Intervensi:

Tentukan apakah pasien mempunyai gangguan komunikasi lain, contoh

pendengaran, penglihatan, literasi.

R/ Adanya masalah lain akan mempengaruhi rencana untuk pilihan

komunikasi.

Berikan cara-cara yang cepat dan kontinu untuk memanggil perawat, contoh

lampu/bel pemanggil.

R/ Pasien memerlukan keyakinan bahwa perawat waspada dan akan berespon

terhadap panggilan.

Berikan pilihan cara berkomunikasi yang tepat bagi kebutuhan pasien,

mis:papan dan pensil, magic slate, papan alfabet/gambar, bahasa isyarat.

R/ Memungkinkan pasien untuk menyatakan kebutuhan/masalah.

Instruksikan pasien untuk tidak berbicara / menghindari pembicaraan sedapat

mungkin.

Page 14: 242395769-Sinusitis -3

R/ Regangan pita suara lebih lanjut dapat menghambat pulihnya suara dengan

sempurna.

3. Defisit volume cairan b/d peningkatan kehilangan cairan akibat diaforesis yang berkaitan

dengan demam.

Tujuan: Menunjukkan keseimbangan cairan dengan parameter individual yang

tepat, mis: membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat,

tanda vital stabil.

Intervensi:

Kaji perubahan tanda vital, contoh: peningkatan suhu/demam memanjang,

takikardia, hipotensi ortostatik.

R/ Peningkatan suhu/memanjangnya demam meningkatkan laju metabolik

dan kehilangan cairan melalui evaporasi. TD ortostatik berubah dan

peningkatan takikardia menunjukkan kekurangan cairan sistemik.

Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).

R/ Indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran

mukosa mulut mungkin kering karena napas mulut dan oksigen tambahan.

Pantau masukan dan haluaran, catat warna, karakter urine. Hitung

keseimbangan cairan. Waspadai kehilangan yang tak tampak.

R/ Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan

penggantian.

Anjurkan pasien untuk minum 2 sampai 3 liter cairan sehari (kecuali ada

kontraindikasi).

R/ Pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan risiko dehidrasi.

4. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi tentang penyakit yang diderita dan

pengobatannya.

Tujuan: Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program

pengobatan.

Intervensi:

Berikan penjelasan pada pasien tentang proses penyakitnya.

R/ Menambah pengetahuan pasien tentang penyakit yang dideritanya.

Tekankan pentingnya perawatan oral / kebersihan gigi.

R/ Menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut, dimana dapat menimbulkan

infeksi saluran napas atas.

Instruksikan pasien tentang pentingnya tindakan kesehatan yang baik, diet

yang bergizi, olahraga yang sesuai, istirahat serta tidur yang cukup.

R/ Mendukung daya tahan tubuh dan mengurangi kerentanan terhadap infeksi

pernapasan.

Page 15: 242395769-Sinusitis -3

Instruksikan pasien tentang cara mencegah infeksi silang pada anggota

keluarga ataupun orang lain.

R/ Mencegah penyebaran infeksi.

IV. EVALUASI

1. Potensi jalan napas dengan cairan sekret mudah dikeluarkan.

2. Nyeri teratasi atau berkurang.

3. Menyatakan kebutuhan dalam cara yang efektif.

4. Menunjukkan keseimbangan cairan dengan parameter individual yang tepat, mis: membran

mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil.

5. Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.

BAB III

PENUTUP

Simpulan

Sinusitis merupakan penyakit inflamasi mukosa sinus paranasal yang sering ditemukan dalam

praktik dokter sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan

tersering di seluruh dunia. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus

maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Semua sinus mempunyai muara

(ostium) ke dalam rongga hidung. Infeksi virus ini, dapat dipengaruhi oleh lingkungan yang berpolusi,

udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan

mukosa dan merusak silia. Dalam Consensus International tahun 1995 membagi sinusitis hanya akut

dengan batas sampai 8 minggu yang kebanyakan disebabkan oleh streptococcus pneumonia  (30-

50%) dan kronik yang lebih disebabkan oleh bakteri gram negative dan anaerob jika lebih dari 8

minggu.

 

Saran

Banyak komplikasi yang terjadi pada penderita sinusitis, yakni menyebabkan komplikasi ke

orbita dan intracranial, juga dapat menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati.

Namun komplikasi ini dapat menurun dengan pemberian antibiotic dan dekongestan sejak dini (awal

Page 16: 242395769-Sinusitis -3

terjangkitnya sinusitis) untuk mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi, dan perubahan

menjadi kronik.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 1. Penerbit Buku Kedokteran

EGC. Jakarta.

Charles, J.Reeves, dkk. 2001. Buku 1 Keperawatan Medikal Bedah Ed. I. Salemba Medika. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 1. Media Aesculapius. Jakarta.

Kompas.com (di unduh tanggal 16 Maret 2013 )

Page 17: 242395769-Sinusitis -3

LEMBAR KONSULTASI

TANGGAL KONSULTASI PARAF