242395769-sinusitis -3
DESCRIPTION
aTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sinusitis merupakan penyakit yang sangat lazim diderita di seluruh dunia, hampir
menimpa kebanyakan penduduk Asia. Penderita sinusitis bisa dilihat dari ibu jari bagian atas yang
kempot. Sinusitis dapat menyebabkan seseorang menjadi sangat sensitif terhadap beberapa bahan,
termasuk perubahan cuaca (sejuk), pencemaran alam sekitar, dan jangkitan bakteri. Gejala yang
mungkin terjadi pada sinusitis adalah bersin-bersin terutama di waktu pagi, rambut rontok, mata
sering gatal, kaki pegal-pegal, cepat lelah dan asma. Jika kondisi ini berkepanjangan akan
meimbulkan masalah keputihan bagi perempuan, atau ambeien (gangguan prostat) bagi laki-laki.
Menurut Lucas seperti yang di kutip Moh. Zaman, etiologi sinusitis sangat kompleks,
hanya 25% disebabkan oleh infeksi, sisanya yang 75% disebabkan oleh alergi dan
ketidakseimbangan pada sistim saraf otonom yang menimbulkan perubahan-perubahan pada
mukosa sinus. Suwasono dalam penelitiannya pada 44 penderita sinusitis maksila kronis
mendapatkan 8 di antaranya (18,18%) memberikan tes kulit positif dan kadar IgE total yang
meninggi. Terbanyak pada kelompok umur 21-30 tahun dengan frekuensi antara laki-laki dan
perempuan seimbang. Hasil positif pada tes kulit yang terbanyak adalah debu rumah (87,75%),
tungau (62,50%) dan serpihan kulit manusia (50%).
Sebagian besar kasus sinusitis kronis terjadi pada pasien dengan sinusitis akut yang tidak
respon atau tidak mendapat terapi. Peran bakteri sebagai dalang patogenesis sinusitis kronis saat
ini sebenarnya masih dipertanyakan. Sebaiknya tidak menyepelekan pilek yang terus menerus
karena bisa jadi pilek yang tak kunjung sembuh itu bukan sekadar flu biasa.
Oleh karena faktor alergi merupakan salah satu penyebab timbulnya sinusitis, salah satu
cara untuk mengujinya adalah dengan tes kulit epidermal berupa tes kulit cukit (Prick test, tes
tusuk) di mana tes ini cepat, simpel, tidak menyakitkan, relatif aman dan jarang menimbulkan
reaksi anafilaktik. Uji cukit (tes kulit tusuk) merupakan pemeriksaan yang paling peka untuk
reaksi-reaksi yang diperantarai oleh IgE dan dengan pemeriksaan ini alergen penyebab dapat
ditentukan. ( kompas.com )
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi/peradangan pada satu atau lebih dari sinus
paranasal. Sinus merupakan suatu rongga atau ruangan berisi udara dengan dinding yang terdiri
dari membran mukosa. ( Brunner and Sudart , 2010)
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktik dokter sehari-hari,
bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia.
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu
oleh rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya adalah selesma (common
cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.
Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua
sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus etmoid dan maksila,
sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus sphenoid lebih jarang lagi. Sinus maksila disebut
juga antrum Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah menyebar
ke sinus, disebut sinusitis dentogen.
Sinusitis dapat berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intracranial,
serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati.
B. JENIS SINUSITIS
Sinusitis sendiri dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu
1. Sinusitis akut : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3 minggu.
Macam-macam sinusitis akut, yaitu sinusitis maksila akut, sinusitis emtmoidal
akut, sinus frontal akut, dan sinus sphenoid akut.
2. Sinusitis kronis : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3-8 minggu
tetapi dapat juga berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
C. ANATOMI SINUS
1. SINUS PARANASAL
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit
dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat
pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila,sinus frontal,
sinus etmoid dan sinus sfenid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil
pneumatisasi tulang – tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang.
Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga
hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus
sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi lahir,
sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang
berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10
tahun dan berasal dari bagian posterosuperior rongga hidung. Sinus – sinus ini
umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.
2. SINUS MAKSILA
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus
maksila bervolume 6-8 ml,sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya
mencapai ukuran maksimal,yaitu 15 ml saat dewasa.
Sinus maksila berbentuk pyramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os
maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-
temporal mkasila, dinding medialnya ialah dinding dinding lateral rongga hidung,
dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus
alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding
medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah 1)
dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar
(P1 dan P2), molar (M1 danM2), kadang – kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar
M3,bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi
gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis; 2) Sinusitis maksila dapat
menimbulkan komplikasi orbita; 3) Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari
dasar sinus, sehingga drenase hanya tergantung dari gerak silia, lagi pula dreanase
juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus
etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat
menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.
3. SINUS FRONTAL
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat
fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid.
Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan
mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun.
Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari lainya dan
dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa
hanya mempunyai satu sinus frontal dan kuran lebih 5% sinus frontalnya tidak
berkembang.
Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya
2 cm. sinus fronta biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Taidak
adanya gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen
menunjukan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relative
tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus fronta mudah
menjalar ke daerah ini.
Sinus frontal berdrenase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal, yang
berhubungan dengan infundibulum etmoid.
4. SINUS ETMOID
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-
akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan focus bagi sinus-sinus
lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti pyramid dengan dasarnya di
bagian posterior. Ukuran dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya
0,5 cm dibagian anterior dan 1,5 cm dibagian posterior.
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang
tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak diantar
konka media dan dinding dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi.
Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang
bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus
medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus
etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di depan lempeng yang
menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding lateral ( lamina
basalis), sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih
sedikit jumlahnya dan terletak diposterior dari lamina basalis.
Dibagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut
resesus frontal, yang berhubungan sinus frontal. Selo etmoid yang terbesar disebut
bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang di sebut
infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau
peradangan diresesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan
di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila.
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina
kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan
membatasi sinus etmoid darirongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior
berbatasan dengan sinus sfenoid.
5. SINUS SFENOID
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior.
Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya
adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. volumenya bervariasi
dari 5 sampai 7,5 ml. saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus dibagian
lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak
sebagai indensitasi pada dinding sinus sfenoid.
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan
kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan
dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan
disebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior didaerah pons.
6. KOMPLEKS OSTIO-MEATAL
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada
muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior.
Daerah ini rumit dan sempit, dan dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM), terdiri
dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus
frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus
maksila.
7. SISTEM MUKOSILIAR
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia
dan palut lendir diatasnya. Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk
mengalirkan lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah
tertentu polanya.
Pada dinding lateral hidung terdapat 2 aliran transport mukosiliar dari sinus.
Lendir yang berasal dari kelompok sinus anterior yang bergabung di infundibulum
etmoid dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba Eusthacius. Lendir yang berasal
dari kelompok sinus posterior bergabung diresesus sfenoetmoedalis, dialirkan ke
nasofaring di posterior-superior muara tuba. Inilah sebabnya pada sinusitis di dapati
secret pasca-nasal (post nasal drip), tetapi belum tentu ada secret di rongga hidung.
D. ETIOLOGI
Pada Sinusitis Akut, yaitu
1. Infeksi virus
Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran pernafasan bagian
atas (misalnya Rhinovirus, Influenza virus, dan Parainfluenza virus).
2. Bakteri
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan normal
tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae,Haemophilus
influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat
akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak
berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi
infeksi sinus akut.
3. Infeksi jamur
Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan sistem
kekebalan, contohnya jamur Aspergillus.
4. Peradangan menahun pada saluran hidung
Pada penderit. a rhinitis alergi dan juga penderita rhinitis vasomotor.
5. Septum nasi yang bengkok
6. Tonsilitis yg kronik
8. Pada Sinusitis Kronik, yaitu
1. Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh.
2. Alergi
3. Karies dentis ( gigi geraham atas )
4. Septum nasi yang bengkok sehingga menggagu aliran mucosa.
5. Benda asing di hidung dan sinus paranasal
6. Tumor di hidung dan sinus paranasal.
E. PATHOFISIOLOGI
F. PATHWAY
G. MANIFESTASI KLINIS
Infeksi Kuman Iritasi Eksudat purulen pilek bau
Kuman menyebar ke
saluran pernafasan Tekanan pada sinus meningkat
Batuk batuk Nyeri
1. Sinusitis maksila akut
Gejala : Demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat,m nyeri tekan, ingus
mengalir ke nasofaring, kental kadang-kadang berbau dan bercampur darah.
2. Sinusitis etmoid akut
Gejala : Sekret kental di hidung dan nasofaring, nyeri di antara dua mata, dan pusing.
3. Sinusitis frontal akut
Gejala : Demam,sakit kepala yang hebat pada siang hari, tetapi berkurang setelah sore
hari, sekret kental dan penciuman berkurang.
4. Sinusitis sphenoid akut
Gejala : Nyeri di bola mata, sakit kepala, dan terdapat sekret di nasofaring
5. Sinusitis Kronis
Gejala : Flu yang sering kambuh, ingus kental dan kadang-kadang berbau,selalu terdapat
ingus di tenggorok, terdapat gejala di organ lain misalnya rematik, nefritis, bronchitis,
bronkiektasis, batuk kering, dan sering demam.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan naso-
endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah
adanya pus di meatus medius (pada sinusistis maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau di
meatus superior (pada sinusitis etmoid posterior dan sphenoid). Pada rinosinusitis akut,
mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan di daerah
kantus medius. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Pemerikasaan pembantu yang penting adalh foto polos atau CT scan. Foto polos
posisi Waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar
seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara, cairan
(air fluid level) atau penebalan mukosa.
CT scan sinus merupakan golg standard diagnosis sinusitis karena mampu manila anatomi
hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secacra keseluruhan dan
perluasannya. Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusistis
kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator
saat melakukan operasi sinus.
Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.
Pemeriksaan ini sudah jarang digunakan karena sangat terbatas kegunaannya. Pemeriksaan
mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil secret dari meatus
medius/superior, untuk mendapat antibiotic yang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil
secret yang keluar dari pungsi sinus maksila. Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus
dinding medial sinus maksila melalui meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat
kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.
I. PENGOBATAN
Tujuan terapi sinusitis ialah:
1. Mempercepat penyembuhan
2. Mencegah komplikasi
3. Mencegah perubahan menjadi kronik
Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehinggan drenase dan
ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bacterial, untuk
menghilangkan infeksi dan pembengkakan maukosa serta membuka sumbatan ostium sinus.
Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksilin. Jika diperkirakan kuman
telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan amoksilin-klavulanat
atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis antibiotic diberikan selama 10-14 hari
meskipun gejala klinik sudah hilang. Pada sinusitis kronik diberikan antibiotic yang sesuai
untuk kuman negative gram dan anaerob.
Selain dekongestan oral dan topical, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan,
seperti analgetik, mukolitik, teroid oral/topical, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau
pemanasan (diatermi). Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat antikolinergiknya dapat
menyebabkan secret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin
generasi ke-2. Irigasi sinus maksila atau Proetz displacement therapy juga merupakan terapi
tambahan yang bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita
kelainan alergi yang berat.
Tindakan operasi. Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan
operasi terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah
menggantikan hampir semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih
memuaskan dan tindakan ringan dan tidak radikal. Indikasinya berupa: sinusitis kronik yang
tidak membaik setelah terapi adekuat; sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang
irreversible, polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.
J. KOMPLIKASI
Komplikais sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotic.
Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik dengan
eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intracranial.
Kelainan orbita disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata
(orbita). Yang paling sering adalah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila.
Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat
timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, asbes subperiostal, abses orbita dan selanjutnya
dapat terjadi thrombosis sinus kavernosus. Kelainan Intrakranial. Dapat berupa meningitis,
abses ekstradural atau subdural, abses otak dan thrombosis sinus kavernosus.
Komplikasi juga dapat terjadi padasinusitis kronis berupa: Osteomielitis dan abses
suberiostal. Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-
anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi.
Kelainan paru, seperti bronchitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus
paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga
menyebabkan kambuhnya asma bronchial yang sukar dihilangkan sebalum sinusitisnya
disembuhkan.
K. PENATALAKSANAAN
a. Drainage
- Medical :
* Dekongestan lokal : efedrin 1%(dewasa) ½%(anak)
* Dekongestan oral :Psedo efedrin 3 X 60 mg
- Surgikal : irigasi sinus maksilaris.
b. antibiotik diberikan dalam 5-7 hari (untk akut) yaitu :
- ampisilin 4 X 500 mg
- amoksilin 3 x 500 mg
- Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet
- Diksisiklin 100 mg/hari.
c. Simtomatik
- parasetamol., metampiron 3 x 500 mg.
d. Untuk kromis adalah :
- Cabut geraham atas bila penyebab dentogen
- Irigasi 1 x setiap minggu ( 10-20)
- Operasi Cadwell Luc bila degenerasi mukosa ireversibel (biopsi)
L. PENGKAJIAN ( POLA GORDON )
1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,,
2. Riwayat Penyakit sekarang :
3. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus, tenggorokan.
4. Riwayat penyakit dahulu :
- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
- Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
- Pernah menedrita sakit gigi geraham
5. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang
lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
6. Riwayat spikososial
a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
7. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksanahidup sehat
- Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat tanpa
memperhatikan efek samping
b. Pola nutrisi dan metabolisme :
- biasanya nafsumakan klien berkurang karena terjadi gangguan pada
hidung
c. Pola istirahat dan tidur
- selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering
pilek
d. Pola Persepsi dan konsep diri
- klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan
konsepdiri menurun
e. Pola sensorik
- daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek
terus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).
8. Pemeriksaan fisik
a. status kesehatan umum : keadaan umum , tanda viotal, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi
(mukosa merah dan bengkak).
Data subyektif :
1. Observasi nares :
a. Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset, frekwensinya
b. Riwayat pembedahan hidung atau trauma
c. Penggunaan obat tetes atau semprot hidung : jenis, jumlah, frekwensinyya ,
lamanya.
2. Sekret hidung :
a. warna, jumlah, konsistensi secret
b. Epistaksis
c. Ada tidaknya krusta/nyeri hidung.
3. Riwayat Sinusitis :
a. Nyeri kepala, lokasi dan beratnya
b. Hubungan sinusitis dengan musim/ cuaca.
4. Gangguan umum lainnya : kelemahan
Data Obyektif
1. Demam, drainage ada : Serous
Mukppurulen
Purulen
2. Polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada hidung dan sinus yang
mengalami radang Pucat, Odema keluar dari hidng atau mukosa sinus
3. Kemerahan dan Odema membran mukosa
4. Pemeriksaan penunjung :
a.Kultur organisme hidung dan tenggorokan
Pemeriksaan rongent sinus.
M. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d sekresi berlebihan sekunder akibat proses
inflamasi.
2. Nyeri b/d iritasi jalan napas atas sekunder akibat infeksi.
3. Gangguan komunikasi verbal b/d iritasi jalan napas atas akibat infeksi atau
pembengkakan.
4. Defisit volume cairan b/d peningkatan kehilangan cairan akibat diaforesis yang
berkaitan dengan demam.
5. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi tentang penyakit yang diderita dan
pengobatannya.
N. INTERVENSI
Bersihan jalan napas tidak efektif b/d sekresi berlebihan sekunder akibat proses inflamasi.
Tujuan: Potensi jalan napas dengan cairan sekret mudah dikeluarkan.
Intervensi:
Tingkatkan masukan cairan. Tawarkan air hangat daripada dingin
R/ Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
Ciptakan lingkungan yang lembab dengan vaporizer ruangan atau menghirup uap.
R/ Mengencerkan sekresi dan mengurangi inflamasi membran mukosa.
Instruksikan posisi yang terbaik, mis: posisi tegak.
R/ Meningkatkan drainase dari sinus.
1. Nyeri b/d iritasi jalan napas atas sekunder akibat infeksi
Tujuan: Nyeri teratasi atau berkurang.
Intervensi:
Kaji tingkat nyeri dengan skala 0-10.
R/ Memudahkan perawat dalam menentukan tingkat nyeri dan alat untuk
evaluasi keefektifan analgesik, meningkatkan kontrol nyeri.
Catat lokasi dan faktor-faktor pencetus nyeri.
R/ Membantu dalam menentukan penanganan/manajemen nyeri dan
keefektifan asuhan.
Sarankan pasien untuk istirahat.
R/ Membantu menghilangkan rasa tidak nyaman umum atau demam.
Dorong pasien untuk menggunakan analgesik, seperti asetaminofen (Tylenol)
dengan kodein, sesuai yang diresepkan.
R/Mempertahankan kadar obat lebih konstan menghindari ‘puncak’ periode
nyeri dan kenyamanan/koping emosi.
2. Gangguan komunikasi verbal b/d iritasi jalan napas atas akibat infeksi atau
pembengkakan.
Tujuan: Menyatakan kebutuhan dalam cara yang efektif.
Intervensi:
Tentukan apakah pasien mempunyai gangguan komunikasi lain, contoh
pendengaran, penglihatan, literasi.
R/ Adanya masalah lain akan mempengaruhi rencana untuk pilihan
komunikasi.
Berikan cara-cara yang cepat dan kontinu untuk memanggil perawat, contoh
lampu/bel pemanggil.
R/ Pasien memerlukan keyakinan bahwa perawat waspada dan akan berespon
terhadap panggilan.
Berikan pilihan cara berkomunikasi yang tepat bagi kebutuhan pasien,
mis:papan dan pensil, magic slate, papan alfabet/gambar, bahasa isyarat.
R/ Memungkinkan pasien untuk menyatakan kebutuhan/masalah.
Instruksikan pasien untuk tidak berbicara / menghindari pembicaraan sedapat
mungkin.
R/ Regangan pita suara lebih lanjut dapat menghambat pulihnya suara dengan
sempurna.
3. Defisit volume cairan b/d peningkatan kehilangan cairan akibat diaforesis yang berkaitan
dengan demam.
Tujuan: Menunjukkan keseimbangan cairan dengan parameter individual yang
tepat, mis: membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat,
tanda vital stabil.
Intervensi:
Kaji perubahan tanda vital, contoh: peningkatan suhu/demam memanjang,
takikardia, hipotensi ortostatik.
R/ Peningkatan suhu/memanjangnya demam meningkatkan laju metabolik
dan kehilangan cairan melalui evaporasi. TD ortostatik berubah dan
peningkatan takikardia menunjukkan kekurangan cairan sistemik.
Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).
R/ Indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran
mukosa mulut mungkin kering karena napas mulut dan oksigen tambahan.
Pantau masukan dan haluaran, catat warna, karakter urine. Hitung
keseimbangan cairan. Waspadai kehilangan yang tak tampak.
R/ Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan
penggantian.
Anjurkan pasien untuk minum 2 sampai 3 liter cairan sehari (kecuali ada
kontraindikasi).
R/ Pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan risiko dehidrasi.
4. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi tentang penyakit yang diderita dan
pengobatannya.
Tujuan: Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program
pengobatan.
Intervensi:
Berikan penjelasan pada pasien tentang proses penyakitnya.
R/ Menambah pengetahuan pasien tentang penyakit yang dideritanya.
Tekankan pentingnya perawatan oral / kebersihan gigi.
R/ Menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut, dimana dapat menimbulkan
infeksi saluran napas atas.
Instruksikan pasien tentang pentingnya tindakan kesehatan yang baik, diet
yang bergizi, olahraga yang sesuai, istirahat serta tidur yang cukup.
R/ Mendukung daya tahan tubuh dan mengurangi kerentanan terhadap infeksi
pernapasan.
Instruksikan pasien tentang cara mencegah infeksi silang pada anggota
keluarga ataupun orang lain.
R/ Mencegah penyebaran infeksi.
IV. EVALUASI
1. Potensi jalan napas dengan cairan sekret mudah dikeluarkan.
2. Nyeri teratasi atau berkurang.
3. Menyatakan kebutuhan dalam cara yang efektif.
4. Menunjukkan keseimbangan cairan dengan parameter individual yang tepat, mis: membran
mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil.
5. Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Sinusitis merupakan penyakit inflamasi mukosa sinus paranasal yang sering ditemukan dalam
praktik dokter sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan
tersering di seluruh dunia. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus
maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Semua sinus mempunyai muara
(ostium) ke dalam rongga hidung. Infeksi virus ini, dapat dipengaruhi oleh lingkungan yang berpolusi,
udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan
mukosa dan merusak silia. Dalam Consensus International tahun 1995 membagi sinusitis hanya akut
dengan batas sampai 8 minggu yang kebanyakan disebabkan oleh streptococcus pneumonia (30-
50%) dan kronik yang lebih disebabkan oleh bakteri gram negative dan anaerob jika lebih dari 8
minggu.
Saran
Banyak komplikasi yang terjadi pada penderita sinusitis, yakni menyebabkan komplikasi ke
orbita dan intracranial, juga dapat menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati.
Namun komplikasi ini dapat menurun dengan pemberian antibiotic dan dekongestan sejak dini (awal
terjangkitnya sinusitis) untuk mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi, dan perubahan
menjadi kronik.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 1. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
Charles, J.Reeves, dkk. 2001. Buku 1 Keperawatan Medikal Bedah Ed. I. Salemba Medika. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 1. Media Aesculapius. Jakarta.
Kompas.com (di unduh tanggal 16 Maret 2013 )
LEMBAR KONSULTASI
TANGGAL KONSULTASI PARAF