cr hamil mioma
TRANSCRIPT
Case Report
G2P0A1 Hamil 35-36 minggu dengan Mioma Uteri Inpartu Kala I Fase Laten
Janin Tunggal Hidup Presentasi Kepala
Diajukan Oleh :
Giadefa Imam Cesyo
0718011059
Pembimbing :
Dr. Taufiqurrahman R, Sp.OG (K)
SMF ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
DESEMBER 2011
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Definisi
Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi padat
kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau
multipel. Tumor ini juga dikenal dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri,
atau uterinefibroid. Mioma uteri bukanlah suatu keganasan dan tidak juga
berhubungan dengan keganasan.
1.2. Epidemiologi
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun
mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih
banyak. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20 – 30% dari seluruh wanita.
Di Indonesia mioma uteri ditemukan pada 2,39 – 11,7% pada semua penderita
ginekologi yang dirawat. Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita umur 35
– 45 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post
menopause. Wanita yang sering melahirkan akan lebih sedikit kemungkinan untuk
berkembangnya mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil
atau hanya 1 kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang
pada wanita yang tak pernah hamil atau hanya hamil 1 kali. Prevalensi meningkat
apabila ditemukan riwayat keluarga, ras, kegemukan dan nullipara.
1.3. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga
merupakan penyakit multifaktorial. Dipercaya bahwa mioma merupakan sebuah
tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik
tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom lengan 12q13-15. Ada
beberapa faktor yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma
uteri, yaitu :
1
1. Umur : mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan
sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering
memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun.
2. Paritas : lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil,
tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah infertil menyebabkan mioma uteri
atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertil, atau apakah kedua
keadaan ini saling mempengaruhi.
3. Faktor ras dan genetik : pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit
hitam, angka kejadiaan mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian
tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma.
4. Fungsi ovarium : diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan
pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang
setelah kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause.
1.4. Patofisiologi
Mioma merupakan monoclonal dengan tiap tumor merupakan hasil dari
penggandaan satu sel otot. Etiologi yang diajukan termasuk di dalamnya
perkembangan dari sel otot uterus atau arteri pada uterus, dari transformasi
metaplastik sel jaringan ikat, dan dari sel-sel embrionik sisa yang persisten.
Penelitian terbaru telah mengidentifikasi sejumlah kecil gen yang mengalami
mutasi pada jaringan ikat tapi tidak pada sel miometrial normal. Penelitian
menunjukkan bahwa pada 40% penderita ditemukan aberasi kromosom yaitu
(12;14)(q15;q24).
Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell Nest atau teori genioblast.
PercobaanLipschultz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan
ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada
tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan
pemberian preparat progesteron atau testoster. Pemberian agonis GnRH dalam
waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma.
Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon
mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat
2
bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal
dan insulinlike growth factor 1 yang distimulasi oleh estrogen.
Anderson dkk, telah mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh
estrogen lebih banyak pada mioma daripada miometrium normal dan mungkin
penting pada perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih kurang
meyakinkan karena tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah
menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadang-
kadang berkembang setelah menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada
usia dini.(3)
1.5. Klasifikasi mioma uteri
Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena.(3)
1. Lokasi
· Cerivical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi.
· Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus
urinarius.
· Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan seringkali tanpa
gejala.
2. Lapisan Uterus
Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasi dibagi menjadi 3 jenis,
yaitu :
· Mioma Uteri Submukosa
Mioma submukosa dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian
dilahirkan melalui saluran serviks disebut mioma geburt. Hal ini dapaat
menyebabkan dismenore, namun ketika telah dikeluarkan dari serviks dan
menjadi nekrotik, akan memberikan gejala pelepasan darah yang tidak regular
dan dapat disalahartikan dengan kanker serviks.
Dari sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting
dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun
3
intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan
keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya
kecil selalu memberikan keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit
untuk dihentikan sehingga sebagai terapinya dilakukan histerektomi.
· Mioma Uteri Subserosa
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat
pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai.
Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan
disebut sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi
rongga peritoneal sebagai suatu massa. Perlengketan dengan usus, omentum
atau mesenterium di sekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil
alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus,
sehingga mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas
dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik.
· Mioma Uteri Intramural
Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila masih
kecil tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan uterus
berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma
sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak
karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadang kala tumor
tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma
submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan),
lunak (jaringan otot rahim dominan). Secara makroskopis terlihat uterus
berbenjol-benjol dengan permukaan halus. Pada potongan, tampak tumor
berwarna putih dengan struktur mirip potongan daging ikan.
Tumor berbatas tegas dan berbeda dengan miometrium yang sehat, sehingga
tumor mudah dilepaskan. Konsistensi kenyal, bila terjadi degenerasi kistik
maka konsistensi menjadi lunak. Bila terjadi kalsifikasi maka konsistensi
menjadi keras.
4
Secara histologik tumor ditandai oleh gambaran kelompok otot polos yang
membentukpusaran, meniru gambaran kelompok sel otot polos miometrium.
Fokus fibrosis, kalsifikasi, nekrosis iskemik dari sel yang mati. Setelah
menopause, sel-sel otot polos cenderung mengalami atrofi, ada kalanya diganti
oleh jaringan ikat. Pada mioma uteri dapat terjadi perubahan sekunder yang
sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya
pemberian darah pada sarang mioma. Perubahan ini terjadi secara sekunder
dari atropi postmenopausal, infeksi, perubahan dalam sirkulasi atau
transformasi maligna.
1.6. Gejala klinis
Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala yang timbul sangat
tergantung pada tempat sarang mioma ini berada (serviks, intramural, submukus,
subserus), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala tersebut
dapat digolongkan sebagai berikut :
1) Perdarahan abnormal
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenorea, menoragia
dan dapat juga terjadi metroragia. Beberapa faktor yang menjadi penyebab
perdarahan ini, antara lain adalah :
- Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium sampai
adenokarsinoma endometrium.
- Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasa.
- Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
- Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma
diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang
melaluinya dengan baik.
2) Rasa nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan
sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan
peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan, pula
5
pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan juga
dismenore.
3) Gejala dan tanda penekanan
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan pada
kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan
retensio urine, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada
rectum dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan
pembuluh limfe dipanggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
4) Infertilitas dan abortus
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars
intertisialis tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan terjadinya
abortus oleh karena distorsi rongga uterus. Rubin (1958) menyatakan bahwa
apabila penyebab lain infertilitas sudah disingkirkan, dan mioma merupakan
penyebab infertilitas tersebut, maka merupakan suatu indikasi untuk dilakukan
miomektomi
1.7. Diagnosis
1. Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya, faktor
resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri dapat diduga
dengan pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk yang tidak teratur,
gerakan bebas, tidak sakit.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Akibat yang terjadi pada mioma uteri adalah anemia akibat perdarahan uterus
yang berlebihan dan kekurangan zat besi. Pemeriksaaan laboratorium yang perlu
dilakukan adalah Darah Lengkap (DL) terutama untuk mencari kadar Hb.
Pemeriksaaan lab lain disesuaikan dengan keluhan pasien
b. Imaging
6
1) Pemeriksaaan dengan USG akan didapat massa padat dan homogen pada
uterus. Mioma uteri berukuran besar terlihat sebagai massa pada abdomen bawah
dan pelvis dan kadang terlihat tumor dengan kalsifikasi.
2) Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang tumbuh ke
arah kavum uteri pada pasien infertil.
3) MRI lebih akurat untuk menentukan lokasi, ukuran, jumlah mioma uteri,
namun biaya pemeriksaan lebih mahal.
1.8 Mioma dan kehamilan
Kehamilan dengan mioma merupakan kehamilan dengan resiko tinggi yang dapat
menyebabkan berbagai komplikasi. Didapatkan presentasi kehamilan dengan
mioma sekitar 1% diantara seluruh kehamilan. Angka yang kecil ini diperkirakan
akibat mioma dalam kehamilan ini tidak menunjukan gejala ataupun luput dari
deteksi.
Mioma dengan kehamilan dan persalinan dapat memberikan pengaruh secara
timbal balik. Mioma dapat memengaruhi kehamilan dan persalinan antara lain
mengurangi kemungkinan wanita menjadi hamil terutama pada mioma uteri sub
mukosum, meningkatkan kemungkinan abortus dan kelahiran prematur, kelainan
letak janin dalam rahim terutama pada mioma yang besar, menghalangi jalan lahir
terutama pada mioma letaknya di serviks, inversia uteri dan atonia uteri terutama
pada mioma yang letaknya dalam rahim atau apabila terdapat banyak mioma, dan
mempersulit lepasnya placenta terutama pada mioma submukosum dan
intramural.
Sebaliknya, kehamilan dan persalinanpun dapat memengaruhi mioma uteri
tersebut, antara lain tumor akan bertambah lebih cepat akibat hipertropi oedema
terutama pada trimester pertama karena pengaruh hormonal (setelah kehamilan 4
bulan tumor tidak bertambah besar lagi). Tumor menjadi lebih lunak dapat
berubah bentuk dan mudah terjadi gangguan sirkulasi didalamnya sehingga terjadi
perdarahan dan nekrosis (ditengah tumor dan tumor tampak seperti daging) yang
menyebabkan rasa nyeri yang disertai gejala-gejala peradangan. Pada mioma uteri
7
subserosum yang bertangkai dapat terjadi puntiran akibat desakan uterus yang
makin membesar. torsi dapat menyebabkan gangguan sirkulasi sehinnga terjadi
nekrosis dan dapat menimbulkan gejala akut abdomen.
1.9. Penatalaksanaan
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah. Penanganan mioma
uteri tergantung pada umur, status fertilitas, paritas, lokasi dan ukuran tumor,
sehingga biasanya mioma yang ditangani yaitu yang membesar secara cepat dan
bergejala serta mioma yang diduga menyebabkan fertilitas. Secara umum,
penanganan mioma uteri terbagi atas penanganan konservatif dan operatif.
Penanganan konservatif bila mioma berukuran kecil pada pra dan post menopause
tanpa gejala. Cara penanganan konservatif ialah observasi dengan pemeriksaan
pelvis secara periodic setiap 3-6 bulan, pemberian tablet Fe untuk mencegah
anemia, dan pemberian NSAID untuk pengobatan nyeri.
Pengobatan operatif meliputi miomektomi dan histerektomi. Miomektomi adalah
pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Tindakan ini dapat
dikerjakan misalnya pada mioma submukoum pada myom geburt dengan cara
ekstirpasi lewat vagina. Pengambilan sarang mioma subserosum dapat mudah
dilaksanakan apabila tumor bertangkai. Apabila miomektomi ini dikerjakan
karena keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan
adalah 30-50%.
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya tindakan terpilih.
Histerektomi dapat dilaksanakan perabdominan atau pervaginam. Yang akhir ini
jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari telor angsa dan tidak ada
perlekatan dengan sekitarnya. Adanya prolapsus uteri akan mempermudah
prosedur pembedahan. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan
mencegah akan timbulnya karsinoma servisis uteri. Histerektomi supravaginal
hanya dilakukan apabila terdapat kesukaran teknis dalam mengangkat uterus.
8
Terdapat juga beberapa alternative seperti tindakan myolisis dengan laparoskopi
untuk pasien dengan simtomatik mioma yang membutuhkan pembedahan seperti
perdarahan uterus abnormal, nyeri, dan menekan organ-organ sekitar. Tindakan
ini dapat dipertimbangkan pada wanita yang tidak menginginkan anak lagi dengan
mioma kurang dari 4 buah dengan diameter kurang dari 5 cm atau jika mioma
terbesar memiliki diameter kurang dari 10 cm.
Oklusi arteri uterine merupakan salah satu alternative yang ada untuk pasien
denagn simtomatik mioma yang kontraindikasi dengan tindakan lainnya.
Tindakan paling popular dalam oklusi arteri uterine ini ialah dengan kateterisasi
dan embolisasi, namun tindakan ini memiliki beberapa efek samping seperti nyeri
panggul, sindrom post embolisasi, infeksi, histerektomi, atau kematian.
Penatalaksanaan kehamilan dengan mioma uteri umumnya dilakukan dengan
persalinan perabdominam, dimana pada penelitian di Pakistan didapatkan 73%
pasien dengan mioma uteri ditatalaksana dengan persalinan perabdominam.
Umumnya persalinan perabdominam ini dilakukan atas indikasi persalinan tidak
maju, gawat janin, dan malpresentasi (presentasi bokong, letak lintang, dan
prolaps tali pusat).
Penatalaksanaan mioma dengan terapi bedah dalam kehamilan sebaiknya ditunda
hingga setelah persalinan. Sebaiknya hanya diberi terapi suportif dan penghilang
rasa nyeri jika menimbulkan nyeri. Tidak disarankan untuk melakukan
miomektomi, dikarenakan dapat melukai uterus dan menyebabkan terjadinya
perdarahan hebat. Kecuali pada mioma subserosa simtomatik bertangkai dengan
tebal kurang dari 5 cm. Histerektomi sesaria mungkin dapat dipertimbangkan jika
terdapat mioma multiple pada wanita yang telah memiliki cukup anak, namun
tindakan ini memiliki angka morbiditas yang tinggi dan sebaiknya hanya
dilakukan pada keadaan gawat darurat.
9
1.10. Komplikasi
Perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat
degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang
mioma. Perubahan sekunder tersebut antara lain : (6)
1. Atrofi : sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri
menjadi kecil.
2. Degenerasi hialin : perubahan ini sering terjadi pada penderita berusia
lanjut. Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat
meliputi sebagian besar atau hanya sebagian kecil dari padanya seolah-
olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.
3. Degenerasi kistik : dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana
sebagian dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan
yang tidak teratur berisi agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang
luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma. Dengan
konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan dari kista ovarium atau
suatu kehamilan.
4. Degenerasi membatu (calcereus degeneration) : terutama terjadi pada
wanita berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi.
Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka
mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen.
5. Degenerasi merah (carneus degeneration) : perubahan ini terjadi pada
kehamilan dan nifas. Patogenesisnya diperkirakan karena suatu nekrosis
subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat
sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah disebabkan pigmen
hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila
terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam,
kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan.
Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium atau
mioma bertangkai.
6. Degenerasi lemak : jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin.
10
Komplikasi yang terjadi pada mioma uteri : (6)
1. Degenerasi ganas: Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan
hanya 0,2-0,6% dari seluruh mioma; serta merupakan 50-75% dari semua
sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan
histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus
apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran
sarang mioma dalam menopause.
2. Torsi (putaran tangkai): Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami
torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis.
Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi
perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi.
3. Nekrosis dan infeksi: Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan
infeksi yang diperkirakan karena gangguan sirkulasi darah padanya
11
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 STATUS OBSTETRI
Tgl. Masuk RSAM : 04 Desember 2011
Pukul : 21.30 WIB
Anamnesa (Autoanamnesis)
1. Identifikasi
Nama : Ny. S
Umur : 39 tahun
Jenis Kelamin: Perempuan
Alamat :Desa Rejo Mulyo RT :20/03, Jati Agung, Lampung Selatan
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Status : Menikah
Suku Bangsa: Jawa
2. Keluhan
Utama : Mau melahirkan dengan benjolan di perut bagian bawah
RPP : Pasien datang ke RSAM dengan keluhan mau melahiran.
Riwayat mules-mules yang menjalar ke pinggang dirasakan pasien sejak 15
jam sebelum masuk RS. Riwayat keluar darah lendir (+) sejak 6 jam SMRS.
Riwayat keluar air-air (-).
OS juga mengeluh adanya benjolan dan pernah diperiksa USG saat usia
kehamilan 5 bulan dengan hasil terdapat myoma di rahim.
Pasien mengaku hamil cukup bulan dan gerakan anak masih dirasakan
3. Riwayat Haid
- Menarche : 13 tahun
- Siklus hadi : 28 hari, teratur
- Jumlah : 7 hari, teratur, jumlah darah normal, tidak nyeri
12
- HPHT : 6 Maret 2011
- TP : 13 Desember 2011
4. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali, lamanya 2 tahun.
5. Riwayat Kehamilan Persalinan dan Nifas Terdahulu
Anak 1 : abortus
Anak 2 : hamil ini
6. Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien mengaku tidak pernah menderita penyakit seperti kencing manis, darah
tinggi, penyakit jantung, ginjal dan asma.
7. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku di dalam keluarga tidak ada yang menderita mioma uteri,
darah tinggi, penyakit jantung, ginjal, asma maupun kencing manis.
8. Riwayat Kontrasepsi
Pasien mengaku tidak mempunyai riwayat menggunakan KB
9. Riwayat Imunisasi
Selama hamil, pasien mendapatkan imunisasi TT 2 kali.
Pemeriksaan Fisik
1. Status Present
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- TD : 130/80 mmHg
- N : 82x / menit
- Rr : 22x / menit
- Suhu : 36,7 C
- Gizi : Cukup
13
2. Status Generalis
- Kulit : Cloasma gravidarum (-)
- Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
- Mammae : tegang dan membesar
- Thoraks : Batas jantung tidak membesar, pernapasan
vesikuler, BJ I – II normal, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen : Membuncit, hepar dan lien sulit dinilai, striae
gravidarum (+), teraba massa dengan batas atas 2 jari
di bawah pusat, bawah: 2 jari diatas simfisis, kiri dan
kanan pada linea parasternal. Melekat pada uterus,
ukuran 3 x 4 cm, konsistensi padat kenyal dan
bersifat mobile.
- Ekstremitas : Oedem (-)
3. Status Obstetrik
Pemeriksaan Luar
Leopold I : Tinggi fundus uteri 3 jari di bawah processus
Xiphoideus (32 cm), teraba bagian tidak bulat, lunak,
tidak melenting, kesan bokong
Leopold II : Teraba tahanan terbesar janin pada sebelah
kanan, bagian – bagian kecil sebelah kiri, kesan
punggung kanan
Leopold III : Bagian terbawah janin teraba bagian bulat,
keras, kesan kepala
Leopold IV : Bagian terbawah janin sudah masuk PAP,
penurunan 4/5
Letak anak : Memanjang, presentasi kepala
DJJ : 138 x/m HIS : 2x/10’/25”
- Pemeriksaan Dalam
Vaginal Toucher : Portio lunak, medial, eff. 50%, pembukaan 3cm,
ketuban (-), jernih, bau (-), terbawah kepala,
penurunan HI-II, penunjuk belum dapat dinilai.
14
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
Hb : 10,8 g% (12-16 gr/dl)
Ht : 35 % (38-47 %)
Leukosit : 12.500/ mm3 (4500-10.700)
Diff count : 0/0/2/78/17/3
Trombosit : 232.000/ mm3
Diagnosa Klinis
G2P0A1 Hamil Aterm Dengan Mioma Uteri Inpartu Kala I Fase Laten Janin
Tunggal Hidup Presentasi Kepala.
Prognosis
Ibu
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Janin
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Penatalaksanaan
- R/ partus pervaginam
- Observasi DJJ, TVI, dan his
- IVFD RL 20 tetes / menit
- Laboratorium : darah rutin, kimia darah, urin rutin, cross match
- R/ USG konfirmasi
15
2.2 FOLLOW UP
Tanggal / jam Perjalanan Penyakit Instruksi dokter
05-12-2011
00.00 WIB
(VK)
Kel : mau melahirkan dengan mioma uteri
Status Present
KU : Tampak sakit sedang
Ksdrn : CM TD: 120 / 80 mmHg
Nadi : 76 x/mnt RR: 20 x/mnt
Suhu : 36,8ºC
Status Obstetrikus
PL : Tifut 3 jbPX (32cm), memanjang, puka,
terbawah kepala, penurunan 3/5, HIS
2x/10’/30”, DJJ 144x/’, TBJ : 3100gr
VT : portio lunak, posterior, eff 80%, 4 cm,
ketuban (-), terbwh kepala, HII,
Dx/ : G2P0A1 Hamil Aterm Dengan Mioma Uteri
Inpartu Kala I Fase aktif Janin Tunggal
Hidup Presentasi Kepala.
- R/ partus pervaginam
- Observasi DJJ, HIS dan TVI
- IVFD gtt XX/’
- Evaluasi partograf WHO
05-12-2011
05.00 WIB
(VK)
Kel : mau melahirkan dengan mioma uteri dan
semakin mules
Status Present
KU : Tampak sakit sedang
Ksdrn : CM TD: 130/90 mmHg
Nadi : 76 x/mnt RR: 20 x/mnt
Suhu : 37ºC
Status Obstetrikus
PL : Tifut 2 jbPX (32cm), memanjang, puka,
terbawah kepala, penurunan 3/5, HIS
3x/10’/40”, DJJ 132x/’, TBJ : 3100gr
VT : portio lunak, medial, eff 100%, 8 cm,
ketuban (-), terbwh kepala, HII
Dx/ : G2P0A1 Hamil Aterm Dengan Mioma Uteri
Inpartu Kala I Fase aktif Janin Tunggal
Hidup Presentasi Kepala.
- R/ partus pervaginam
- Observasi DJJ, HIS dan TVI
- IVFD gtt XX/’
- Evaluasi partograf WHO
16
05-12-2011
10.00 WIB
(VK)
Kel : mau melahirkan dengan mioma uteri
Status Present
KU : Tampak sakit sedang
Ksdrn : CM TD: 130/80 mmHg
Nadi : 76 x/mnt RR: 20 x/mnt
Suhu : 37ºC
Status Obstetrikus
PL : Tifut 2 jbPX (32cm), memanjang, puka,
terbawah kepala, penurunan 4/5, HIS
3x/10’/40”, DJJ 132x/’, TBJ : 3100gr
VT : portio lunak, medial, eff 100%, 10 cm,
ketuban (-), terbwh kepala, HIII, UUK kiri
depan
Dx/ : G2P0A1 Hamil Aterm Dengan Mioma Uteri
Inpartu Kala I fase aktif menyentuh
garis bertindak Janin Tunggal Hidup
Presentasi Kepala.
- R/ partus pervaginam
- Observasi DJJ, HIS dan TVI
- IVFD gtt XX/’
- Kosongkan kandung kemih
- Oksigenisasi 4l/m
- Evaluasi partograf WHO
05-12-2011
11.00 WIB
(VK)
Kel : mau melahirkan dengan mioma uteri
Status Present
KU : Tampak sakit sedang
Ksdrn : CM TD: 130/80 mmHg
Nadi : 76 x/mnt RR: 20 x/mnt
Suhu : 37ºC
Status Obstetrikus
PL : Tifut 2 jbPX (32cm), memanjang, puka,
terbawah kepala, penurunan 4/5, HIS
3x/10’/40”, DJJ 132x/’, TBJ : 3100gr
VT : portio lunak, medial, eff 100%, 10 cm,
ketuban (-), terbwh kepala, HIII-IV, UUK
kiri depan
Dx/ : G2P0A1 Hamil Aterm Dengan Mioma Uteri
Inpartu Kala II menabrak garis bertindak
Janin Tunggal Hidup Presentasi Kepala.
- R/ partus pervaginam
- Observasi DJJ, HIS dan TVI
- IVFD gtt XX/’
- Kosongkan kandung kemih
- Oksigenisasi 4l/m
- Drip Oxytocyn 10 gtt
- Evaluasi partograf WHO
05-12-2011
11.30
LAPORAN PARTUS
Pembukaan lengkap tampak ibu ingin mengedan
Dilakukan pemasangan forceps
Bayi lahir dengan extraksi forceps, menangis setelah
- Oxitocyn 1 drip + larutan
RL 500 L
17
11.45
12.15
(VK)
dirangsang, jenis kelamin perempuan, AS 7/8, BB
3000 gr, Panjang 50cm, anus (+), tidak cacat
ibu langsung dapat 1 drip oxitocyn im
Plasenta lahir dengan cara manual, kesan lengkap.
Bp +/- 500gr, panjang 50cm o/16/18 T 2cm
dilanjutkan hecting perineum L/D: jelujur (perineum
di episiotomy)
Kontraksi uterus baik
Perdarahan kala III/IV +/- 150cc
- Observasi TVI
05-12-2011
14.00 WIB
(VK)
Kel : Setelah melahirkan dgn mioma uteri
Status Present
KU : Tampak sakit ringan
Ksdrn : CM TD: 110/80 mmHg
Nadi : 80 x/mnt RR: 20 x/mnt
Suhu : 36,7ºC
Status Obstetrikus
PL : tifut 2 jb pusat, benjolan tidak teraba,
kontraksi sedang, perdarahan aktif (-),
lokia rubra (+)
Dx/ : P1A1 pasca EF
- obs. Perdarahan & TTV ibu
- kateter menetap
- IVFD D5 + piton-S 20 IU gtt
X/’
- cefadroxyl 3 x 500mg
- paracetamol 3 x 500 mg
- hemobion 1 x 1 tablet
06-12-2011
08.30 WIB
(Ruangan)
Kel : -
KU : Tampak sakit ringan
Ksdrn : CM TD: 120/90 mmHg
Nadi : 100 x/mnt RR : 20 x/mnt
Suhu : 36,7ºC
Status Obstetrikus
PL : tifut 2 jb pusat, benjolan tidak teraba,
kontraksi baik, perdarahan aktif (-), lokia
rubra (-), NT (-), TCB (-), massa (-)
Dx/ : P1A1 pasca EF
- IVFD RL gtt X/mnt
- cefadroxyl 3 x 500mg
- paracetamol 3 x 500 mg
- hemobion 1 x 1 tablet
07-12-2011
08.30
(ruangan)
Kel : -
Status Present
KU : Tampak sakit ringan
Ksdrn : CM TD: 120/80 mmHg
Nadi : 76 x/mnt RR: 20 x/mnt
Suhu : 36,7ºC murmur : (-)
- cefadroxyl 3 x 500mg
- paracetamol 3 x 500 mg
- hemobion 1 x 1 tablet
- pasien boleh pulang
18
Status Obstetrikus
PL : tifut ½ simfisis- pusat, benjolan tidak
teraba, kontraksi baik, perdarahan aktif
(-), lokia rubra (+)
Dx/ : P1A1 pasca EF
Pasien pulang tanggal 7 desember 2011 dan disarankan untuk kembali control 2
bulan kemudian untuk mengevaluasi mioma uteri.
2.3 ANALISIS KASUS
1. Apakah anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan obstetric, dan
pemeriksaan penunjang yang dilakukan sudah tepat dan lengkap untuk
menegakkan diagnosis G2P0A1 hamil 35-36 minggu dengan mioma uteri
inpartu kala I fase laten JTH preskep?
Pada dasarnya diagnosis pada pasien ini sudah tepat namun pada
anamnesis tidak ditanyakan gejala – gejala mioma uteri dan sejak kapan
pasien merasa terdapat benjolan tersebut. Diagnosa mioma uteri dapat
ditegakan berdasarkan gejala yang timbul, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang ada. Gejala yang timbul sangat tergantung
pada tempat sarang mioma ini berada (serviks, intramural, submukus,
subserus), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala-
gejala tersebut antara lain gangguan haid berupa menoragia, rasa penuh,
nyeri dan berat pada perut bagian bawah serta gangguan BAK berupa
retensio urine. Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri
sehingga menimbulkan gejala dan tanda penekanan.
Pada palpasi abdomen teraba massa dengan batas atas 2 jari di bawah
pusat, bawah: 2 jari diatas simfisis, kiri dan kanan pada linea parasternal.
Melekat pada uterus, ukuran 3 x 4 cm, konsistensi padat kenyal dan
bersifat mobile. Konsistensi dari mioma bervariasi dari keras seperti batu
19
hingga lembek, walaupun sebagian besar memiliki konsistensi kenyal
seperti karet.
Pemeriksaan penunjang dengan USG konfirmasi kembali seharusnya
dilakukan. Pada pasien ini akan didapatkan gambaran massa padat dan
homogen pada uterus. Mioma uteri berukuran besar terlihat sebagai massa
pada abdomen bawah dan pelvis dan kadang terlihat tumor dengan
kalsifikasi.
Pada penegakan diagnosis kehamilan dan persalinan sudah tepat. Riwayat
obstetric didapatkan dari anamnesa yakni pasien hamil yang kedua, belum
pernah melahirkan dan pernah keguguran. Penentuan usia kehamilan
didapatkan dari perhitungan HPHT 6 Maret 2011, tafsiran persalinan 13
Desember 2011. Sedangkan saat masuk rumah sakit tanggal 4 desember
2011, maka perkiraan kehamilan 35-36 minggu. Diagnose inpartu kala I
fase laten didapatkan dari hasil anamnesis yaitu rasa mulas yang menjalar
hingga pinggang dan riwayat keluar lendir darah didukung juga dari
pemeriksaan dalam, dimana pembukaan 3 cm dan penurunan kepala pada
HI-II.
Janin tunggal hidup presentasi kepala karena pada pemeriksaan leopold
dirasakan hanya terdapat 1 sisi bagian besar janin dan sisi yang lain
merupakan bagian kecil. Kemudian pada palpasi bagian yang terdapat
fundus adalah bagian yang tidak keras sehingga diasumsikan bahwa itu
adalah bokong, kemudian letak bayi memanjang dan bagian paling bawah
teraba keras dan lenting sehingga diasumsikan sebagai kepala. Kemudian
denyut jantung janin masih terdengar dengan menggunakan Doppler di
daerah bawah pusat ibu sebelah kanan.
Dapat ditarik kesimpulan diagnosis pasien tersebut cukup tepat, yaitu
kehamilan dengan mioma uteri melalui hasil anamnesis, pemeriksaan fisik
yang dilakukan.
20
2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat ?
Penatalaksanaan awal :
o R/ partus pervaginam
o Observasi DJJ, TVI, dan his
o IVFD RL 20 tetes / menit
o Laboratorium : darah rutin, kimia darah, urin rutin, cross match
o R/ USG konfirmasi
Kemudian karena menabrak garis bertindak dan his yang kurang baik
dilakukan Oksigenisasi 4 l/m dan akselerasi dengan drip oxytocyn 5u, 10
gtt/m. Lalu dievaluasi kembali 30 menit kemudian dan didapatkan
pembukaan lengkap, dilakukan tindakan untuk mengakhiri kala II yaitu
ekstraksi forcep.
Rencana partus pervaginam cukup tepat walaupun pada kehamilan dengan
mioma uteri dapat meningkatkan resiko terjadinya seksio sesaria hingga
±70%. Seksio sesaria kebanyakan dilakukan karena persalinan tidak maju,
gawat janin, dan malpresentasi. Namun pada kasus ini tidak terdapat
factor-faktor yang sering menyebabkan seksio sesaria pada mioma uteri
seperti diatas, dimana pada kasus ini presentasi janin ialah kepala, keadaan
janin baik, dan persalinan maju. Benjolan juga teraba di luar sehingga
diperkirakan mioma tersebut mioma subserosum dan tidak menghalangi
jalan lahir. Karena posisinya di rahim bagian bawah, mioma ini juga
diperkirakan tidak mengganggu kontraksi uterus. Sehingga diprediksi
dapat melahirkan pervaginam.
Rencana USG konfirmasi dilakukan untuk mengetahui posisi, ukuran,
jenis mioma uteri, dan menentukan apakah dapat melahirkan pervaginam
atau perabdominam namun tidak dilaksanakan.
21
Oksigenisasi 4 l/m dilakukan untuk memperbaiki keadaan ibu dan
mencegah terjadinya gawat janin. Drip Oksitosin 5 Iu, 10 gtt/m, tindakan
di atas sudah tepat dilakukan karena telah menabrak garis bertindak dan
his yang kurang adekuat. Dilakukan akselerasi dengan drip definitive dan
dievaluasi 30 menit kemudian.
Ekstraksi forcep, tindakan ini dilakukan atas indikasi relative yakni ibu
kesakitan dan kelelahan sehingga tidak dapat mengedan. Selain itu syarat
ekstraksi forcep juga telah terpenuhi yakni pembukaan telah lengkap,
penurunan kepala pada hodge III-IV, ketuban telah pecah, dan janin hidup.
3. Apakah sikap terhadap mioma uteri tersebut telah tepat?
Sikap terhadap mioma uteri pada kasus ini telah tepat, karena mioma pada
kasus ini tidak menimbulkan gejala, tidak menghalangi jalan lahir, dan
tidak besar. Selain itu tindakan pada mioma sebaiknya menunda hingga
setelah persalinan. Tindakan miomektomi selama kehamilan atau saat
seksio sesaria tidak disarankan karena dapat melukai uterus dan
menyebabkan perdarahan hebat. Histerektomi sesaria juga tidak dapat
dilakukan karena persalinan pada kasus ini pervaginam dan pasien baru
memiliki satu anak.
22
KESIMPULAN
1 Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan obsterik pada kasus ini sudah
tepat untuk diagnosis G2P0A1 hamil 35-36 minggu dengan Mioma Uteri
Inpartu Kala 1 Fase Laten JTH Preskep namun sebaiknya anamnesa lebih
dipertajam dan dilakukan pemeriksaan USG untuk menegakkan diagnosis
ini.
1. Penatalaksanaan pada kasus diatas telah tepat yaitu dengan persalinan
pervaginam karena tidak terdapat komplikasi dan ekstraksi forcep atas
indikasi relative dan telah memenuhi syarat dilakukan forcep.
2. Tatalaksana terhadap mioma pada kasus ini telah tepat karena tidak
menimbulkan gejala, tidak menghalangi jalan lahir, dan ukurannya tidak
besar.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Suwiyoga K. et all., 2003. Mioma Uterus dalam Buku Pedoman Diagnosis-
Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. SMF Obsgin FK UNUD RS
Sanglah, Denpasar.
2. Sutoto J. S. M., 2005. Tumor Jinak pada Alat-alat Genital dalam Buku Ilmu
Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo, Jakarta
3. Stovall et all., 1992. Benign Diseases of the Uterus – Leiomyoma Uteri and
the Hysterectomy. Clinical Manual Gynecology, Second Edition, Mc. Graw-
Hill International, Singapore.
4. Anonim, 2000. Gynecology by Ten Teachers 17th Edition. Editor :
Campbell,S.C.,Monga, A.
5. Quyang DW. Norvitz ER. Management of Pregnant Women with
lieomyomas. Available at:
http://www.uptodate.com/patients/content/topic.do?
topicKey=~eWppcY0Kn3sfR0e.com
6. Bromberg JV, Goldberg J, Rychlak K, Weinstein L. The effects of uterine
fibroid on pregnancy outcomes. Available at:
http://orwh.od.nih.gov/health/39-Bromberg.pdf.
7. Umezurike C, Feyi-Waboso P. Successful myomectomy during pregnancy : a
case report. Reprod health 2005;2(1):6. Published online 2005 August 16.
doi10.1186/1742-4755-2-6.
8. Cornforth T. 10 things to know about uterine fibroid tumours. Available at:
http://womenshealth.about.com/od/ fibroidtumors/ a/knowabtfibroids.htM
9. Qidwai GI, Caughey AB, Jacoby AF. Obstetric outcome in women with
somographically identified uterine leiomyoma at obstetric Obstet Gynecol.
2006 Feb;107(2 Pt 1):376–82.
10. Quyang DW: Economy KE. Norwitz ER. Obstetric complications of fibroids.
Obstet Gynaecol Clin North Am 2006;33(1):153–69
11. Mason TC. Red Degeneration of a leiomyoma masquerading as retained
products of conception. J Natl Med Assoc 2002;94(2):124–6.
24
12. Andrew J. Freidman leiomyomate uteri. In: Edward J. Quilligan, Frederick P.
Zuspan. Current therapy in obstetrics and gynaecology. 5th ed. Philadelphia:
1LB. Saunders Company; 1999.p. 97–107.
13. Kokab H, Elahi N, Shaheen T. Pregnancy associated with fibroids.
Complications and pregnancy outcome. J Col Physicians Surg Pak
2002;12:731–4.
14. Exacoustos C, Rosati P. Ultrasound diagnosis of uterine myomas and
complications in pregnancy. Obstet Gynecol 1993;82:97–101.
15. Muram D, Gillieson M, Walters JH. Myomas of uterus in pregnancy,
ultrasonographic follow up. Am J Obstet Gynecol 1980;138:16-19.
16. Vollenhoven BJ, Lawrence AS, Healy DL. Uterine fibroids: A Clinical
Review. Br J Obstet Gynaecol 1990;97:285–98.
17. West GP. Uterine fibroids. In: Robert W, Shaw W, Patrick Soutter, Stuart L.
Stanton. Gynaecology. Second ed. United States: Churchill Livingstone
(NJ/IL);2003.p. 441–56.
18. Youssef A, Ben Aissia N, Gara MF. Association fibromyoma and pregnancy.
About 23 cases. Tunis Med. 2005;83(4):194–7.
19. Benson C, Chow J, Chang-Lee W, Hill J, Doubilet P. Outcome of pregnancies
in women with uterine leiomyomas identified by sonography in the first
trimester. J clin Ultrasound 2001;29(5):261–4.
20. Walker WJ, McDowell SJ. Pregnancy after uterine artery embolization for
leiomyomata. a series of 56 completed pregnancies. Am J Obstet Gynecol
2006;195:1266–71.
21. Coronado GD, Marshall LM, Schwartz SM. Complications in pregnancy,
labor and delivery with uterine leiomyomas. A population based study. Obstet
Gynecol 2000;95:764–9
22. Liu WM, Wang PH, Tang WL, Wang IT, Tzeng CR. Uterine ligation for
treatment of pregnant women with uterine leiomyomas who are undergoing
caesarean section. Fertil Steril. 2006;86:423–8.
23. Lefebvre G, Vilos G, Allaire C, Jeffrey J, Arneja J, Birch C, Fortier M, et al.
The management of uterine leiomyomas. J Obstet Gynaecol Can
2003;25:396–418.
25