contoh informed
TRANSCRIPT
contoh informed choise
{ January 1, 2010 @ 2:15 am } · { 1 }
Contoh Inform Consent:SURAT PERSETUJUAN/PENOLAKAN MEDIS KHUSUS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :Nama : (L/P)Umur/Tgl Lahir :Alamat :Telp :
Menyatakan dengan sesungguhnya dari saya sendiri/*sebagai orang tua/*suami/*istri/*anak/*wali dari :Nama : (L/P)Umur/Tgl Lahir
Dengan ini menyatakan SETUJU/MENOLAK untuk dilakukan Tindakan Medis berupa…………………………………………………………………………….Dari penjelasan yang diberikan, telah saya mengerti segala hal yang berhubungan dengan penyakit tersebut, serta tindakan medis yang akan dilakukan dan kemungkinana pasca tindakan yang dapat terjadi sesuai penjelasan yang diberikan.Jakarta,………………….20……Dokter/Pelaksana, Yang membuat pernyataan,
Ttd ttd
(……………………) (…………………………..)*Coret yang tidak perluINFORMED CONSENTInformasi dalam lingkup medis, ternyata sangat penting. Meski tidak semua pasien menghendaki penjelasan yang sejelas-jelasnya, akurat dan lengkap tahap demi tahap perawatan, tapi langkah penjelasan untuk era saat ini justru diharuskan.Bagi pasien yang menolak penjelasan bisa diminta untuk menandatangani surat penolakan penjelasan perawatan, namun dokter atau dokter gigi tetap memberi kesempatan bila suatu saat pasien berubah pendapat.Kenapa hal ini begitu penting? Sebab tidak semua kejadian dalam pengobatan berlangsung exactly just the way we want to. Dunia kedokteran tidak 2+2=4. Tidak ada kepastian dan garansi dalam dunia kedokteran karena setiap kasus bagaikan teori permutasi kombinasi. Latar belakang setiap orang berbeda, latar
1
belakang kesehatan berbeda, derajat pengobatan yang diberikan berbeda, reaksi tubuh terhadap sesuatu berbeda.Jadi manalah mungkin seorang dokter dan dokter gigi yang juga manusia dapat memenuhi dengan sempurna seluruh kriteria kasus yang ada, sedangkan setiap orang sudah pasti having their own limit.Oleh karena itu selain untuk menjaga kemungkinan ‘terlantar’nya pasien oleh dokter atau dokter gigi yang mempunyai pasien banyak, atau ‘terlantar’nya dokter atau dokter gigi karena harus menghadapi tuntutan hanya karena tidak mengkomunikasikan kemungkinan penyakit maka dibuatlah suatu surat perjanjian hitam di atas putih. Ini yang disebut sebagai inform consent.Seperti apakah surat inform consent itu?Intinya inform consent merupakan surat yang menyatakan bahwa pasien diberitahu perihal penyakit yang dideritanya, kerugian maupun keuntungan dari alternatif perawatan dan pengobatan yang akan diberikan, penjelasan mengenai biaya yang harus dibayar dan pilihan-pilihan lain yang memungkinkan untuk mengatasi penyakitnya.Jadi pada dasarnya semua pasien berhak mendapatkan penjelasan sejelas-jelasnya dari dokter dan dokter gigi yang merawat, langsung dari dokternya atau dari brosur yang dokter dan dokter gigi berikan. Pertanyaan bisa diajukan untuk melengkapi hal-hal yang belum jelas, atau bisa diberi penjelasan tambahan oleh asisten atau perawat dokter dan dokter gigi.Perawatan apa saja yang butuh inform consent?Semua perawatan yang membutuhkan tindakan, bisa dimintakan inform consent. Contohnya dalam kedokteran gigi Perawatan Saluran Akar atau Pencabutan Gigi. Dalam perawatan gigi anak, yang menandatangani surat persetujuan adalah orang tua atau wali.
Informed ConsentInformed consent adalah :Bukti tertulis tentang persetujuan terhadap prosedur klinik suatu metode kontrasepsi yang akan dilakukan pada klien.Harus ditandatangani oleh klien sendiri atau walinya apabila akibat kondisi tertentu klien tidak dapat melakukan hal tersebut.Persetujuan diminta apabila prosedur klinik mengandung risiko terhadap keselamatan klien (baik yang terduga atau tak terduga sebelumnya).Persetujuan tindakan medik (Informed Consent) berisi tentang kebutuhan reproduksi klien, informed choice, dan prosedur klinik yang akan dilakukan; ada penjelasan tentang risiko dalam melakukan prosedur klinik tersebut; standar prosedur yang akan dilakukan dan upaya untuk menghindarkan risiko; klien menyatakan mengerti tentang semua informasi tersebut diatas dan secara sadar memberikan persetujuannya.
2
Informed consent juga dilakukan pada pasangannya dengan alasan sebagai berikut :Aspek hukum, hanya saksi yang mengetahui bahwa pasangannya secara sadar telah memberikan persetujuan terhadap tindakan medik.Suami tidak dapat menggantikan posisi istrinya untuk memberikan persetujuan (atau sebaliknya) kecuali pada kondisi khusus / tertentu.Secara kultural (Indonesia) suami selalu menjadi penentu dalam memberikan persetujuan tetapi secara hukum, hal tersebut hanya merupakan persetujuan terhadap konsekuensi biaya dan pemahaman risiko (yang telah dijelaskan sebelumnya) yang mungkin timbul dari prosedur klinik yang akan dilakukan.a. Informed choise sebagai pencegahan konflik etikDalam pencegahan konflik etik dikenal ada empat butir yang urutannya adalah sebagai bertikut :1 Informed consentDisini informed consen merupakan suatu dialok antara bidan dengan pasien yang didasari keterbukaan dan pikiran dengan suatu penandatanganan formulir.2 NegoisasiBerlangsungnya tawar menawar dengan jalan berunding untuk menbangun atau menerima guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak atau lebih. Dalam pihak ini kesepakatan yang ingin dicapai adalah antara bidan dengan klien atau walinya.3 PersuasiAjakan yang diberikan bidan kepada seorang klien dengan cara memberikan alasan yang meyakinkan klien tersebut.4 Komite etikSekelompok orang yang diberikan tugas tertentu. Segala keputusan yang diawali tidak bisa hanya oleh satu individuan saja tetapi harus berdasarkan organisasi yang dia miliki. Misalnya bidan mempunyai suatu organisasi yaitu IBI. Informed choise merupakan butir yang paling penting kalau informed consent gagal maka butir selanjutnya baru dipergunakan secara berurutan sesuai dengan kebutuhan.b. Dimensi Informed consentDalam proses informed consent terdapat dua dimensi yang tercakup didalamnya, yaitu:1 Dimensi yang menyangkut hukumDalam hal ini inforcement consent merupakan perlindungan bagi ps terhadap bidan yang berprilaki memaksakan kehendak. Proses informed choise sudah memuat:a. Keterbukaan informasi dari bidan terhadap pasienb. Informasi tersebut harus dimengerti pasienc. Memberikan kesempatan kepada pasien untum memberikan kesempatan yang terbaik
3
2 Dimensi yang menyangkut etik.Dari proses informed consent terkandung nilai – nilai etik sebagai berikut:a. Menghargai kemandirian / ototnomi pasienb. Tidak melakukan intervensi melainkan membantu pasien bila dibutuhkan atau diminati sesuai dari informasi yang telah diberikanc. Bidan menggali keingginan pasien baik yang dirasakan secara subjektif maupun sebagai hasil pemikiran yang rasional.
INFORMED CHOICE
• PengertianInformed choice berarti membuat pilihan setelah mendapatkan penjelasan tentang alternatif asuhan yang akan dialaminya. Pilihan (choice) dari persetujuan (consen) perrsetujuan penting dari sudut pandang Bidan, karena itu berhubungan dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk semua prosedure yang akan diberikan oleh Bidan. Sedangkan pilihan (choice) lebih penting dari sudut pandang wanita ( sebagai konsumen penerima jasa asuhan kebidanan ) yang memberikan pemahaman masalah yang sesungguhnya ini adalah aspek etika dalam hubungan dengan otonomi pribadi berarti menentukan sendiriHak dan keinginan wanita harus dihormati. Tujuanya adalah untuk mendorong wanita memilih asuhanya. Peran bidan tidak hanya membuat keputusan dalam manajemen asuhan kebidanan tetapi juga menjamin bahwa hak wanita untuk memilih asuhanya dan keinginan terpenuhi. Ini sesuai dengan Kode Etik Internasional Bidan yang dinyatakan oleh ICM 1993 “Bidan harus menghormati hak wanita setelah mendapatkan penjelasan dan mendorong wanita untuk menerima tanggungjawab untuk hasil dari pilihanya”.Informed (mendapatkan penjelasan) disini maksudnya “informasi yang lengkapsudah diberikan dan dimengerti oleh wanita itu menyangkut risiko, manfaat, keuntungan, hasil yang mungkin dapat diharapkan dari setiap pilihanya”.Choice (pilihan) berarti ada alternatif lain, dan dari satu pilihan dan wanita itu mengeri perbedaannya, sehingga dia dapat menentukan mana yang disukai atau sesuai da kebutuhannya. Dari riwayat yang sudah lama belangsung, petugas kesehatan termasuk bidan sungkan untuk membagikan informasi maupunmembuat keputusan bersama klien. Ini bertentangan dengan aspek hukum dan untuk sikap profesionalisme yang wajib dan bersusah payah untuk menjelaskan kepada klien semua kemungkinan pilihan tindakan dan hasil yang diharapkan dari setiap pilihan.Dinegara manapun ada hambatan dalam memberdayakan wanita mengenai pelaksanaan informed choice ini, misalnya sangat kurang informasi yang diperoleh ketika wanita mulai hamil dan ada prasangka bahwa wanita sendiri enggan mengambil tanggung jawab untuk membuat keputusan yang sulit dalam kehamilan
4
maupun persalinan. Dari hasil penelitian yang prnah dilakukan menunjukkan bahwa wanita ingin membuat pilihan atau informasi yang lengkap agar wanita dapat membuat keputusan, tetapi untuk sebagian besar masih sulit karena berbagai alasan, misalnya alasan sosial ekonomi, kurangnya pendidikan dan masalah kesetan, kesulitan bahasa dan pemahaman sistem kesehatan yang tersedia.• Rekomendasi1. Bidan harus terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam berbagai aspek kehidupan dapat membuat klinis secara teoritis agar dapat memberikan pelayanan yang aman dan memuaskan kliennya.2. Bidan wajib memberikan informasi secara rinci dan jujur dalam bentuk dapat oleh siwanita dengan menggunakan media altematif dan penterjemah kalau perlu, begitu juga tatap muka langsung.3. Bidan dan petugas ks lain perlu belajar untuk membantu wanita melatih diri dalam menggunakan haknya dan menerima tanggung jawab untuk keputusan yang mereka ambil sendiri. Ini tidak hanya dapat diterima secara etika tetapi juga melegakan para persona; kesehatan. Memberikan jaminan bahwa wanita itu sudah diberikan informasi yang lengkap tentang implikasi dari keputusan mereka telah memenuhi tanggung jawab moral mereka4. Dengam memfokuskan asuhan yang berpusat pada wanita dan berdasarkan fakta, diharapkan bahwa konflik dapat ditekan serendah mungkin kompetensinya dalan memberikan pelayanan yang aman. Apabila ada pertentangan maka pertimbangan keamanan bagi ibu, janin dan sipenolong haras rnenjadi prioritas, dan diadakan negoisasi secara terbuka.5. Tidak perlu takut akan konflik tetapi menganggapnya sebagai suatu kesempatan untuk saling memberi dan mungkin suatu penilaian ulang yang objektif, bermitrapda wanita dan sistem asuhan dan suatu tekanan positif terhadap perubahan• Bentuk asuhan yang ada dalam asuhan kebidananAda beberapa jenis pelayanan kebidanan yang dapat dipilih oleh oasien, antara lain:1 Gaya bentuk pemeriksaan antenatal dan pemeriksaan laboratorium / screenting antenatal2 Tempat melahirkan (rumah, polindes, RB, RSB, atau RS), dan kelas perawatan di RS.3 Masuk kamar bersalin pada tahap awal persalinan4 Pendampingan waktu melahirkan5 Klisma dan cukur daerah pubis6 metode monitor denyut jantung janin.7 Percepatan persalinan/augmentasi8 Diet selama proses persalinan9 Mobilisasi selama proses persalinan
5
10 Pemakaian obat penghilang sakit11 Pemecahan ketuban secara rutin12 Posisi ketika melahirkan13 Episiotomi14 Penolong persalinan15 keterlibatan suami waktu bersalin/kelahiran, misalnya pemotongan tali pusat.16 Cara memberikan minuman bayi17 Metode pengontrolan kesuburanSemua di tentukan bidan atas nama atau dengan alasan demi kepentingan pasien. Dalam memberikan pelayanan kebidanan, Bidan harus mengukur
LikeBe the first to like this.
Leave a Reply
6
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kehilangan gigi biasa disebabkan oleh beberapa hal, antara lain trauma,
karies, penyakit periodontal dan iatrogenik. Kehilangan gigi akan menyebabkan
gangguan fungsi fonetik, mastikasi, dan estetik serta menyebabkan perubahan
lingir alveolar.1
Tanggalnya gigi dapat mengakibatkan kemampuan menelan dan mencerna
makanan berkurang. Kelemahan dan tidak adanya koordinasi dari lidah akan
menyebabkan terjadinya retensi makanan di bagian bukal mulut. Sisa makanan
yang terus tertimbun dapat mengakibatkan bau mulut, kerusakan gigi, penyakit
periodontal, bone loss, dan jika tidak segera diganti dengan gigitiruan maka dapat
menyebabkan bergesernya gigi alami ke ruang bekas gigi yang hilang. Dan bila
keadaan ini terus berlanjut, akan terjadi disorientasi dari sendi temporomandibula
yang dapat menimbulkan rasa nyeri. Kelainan yang mungkin timbul akibat
7
hilangnya gigi yang tidak segera diganti adalah resorbsi tulang alveolar, perubahan
dimensi vertikal, dan status kesehatan gigi dan mulut.
Dengan terjadinya kehilangan beberapa gigi alami dari lengkung gigi,
maka gigi yang telah hilang itu harus digantikan dengan menempatkan gigitiruan
pada bagian dari lengkung gigi yang telah kehilangan gigi
8
Telah dikembangkan beberapa jenis gigitiruan sehubungan dengan
perbaikan fungsi kunyah dan kenyamanan untuk mengunyah bagi pasien. Secara
umum gigitiruan dapat dibedakan atas gigitiruan lepasan dan gigitiruan cekat.
Dewasa ini, penggunaan gigitiruan cekat (GTC) di kalangan masyarakat
sudah sangat populer untuk menggantikan gigi yang hilang. Hal ini dikarenakan
GTC memiliki konstruksi yang baik dan hanya menutupi sedikit jaringan
penyangga sehingga lebih nyaman untuk digunakan serta terpasang secara cekat di
dalam mulut.
Tujuan utama perawatan gigi geligi dengan GTC adalah mempertahankan
dan memelihara kesehatan gigi geligi yang masih ada beserta seluruh sistem
pengunyahan supaya dapat berfungsi dengan baik dan tetap sehat. Oleh karena itu,
agar suatu GTC dapat bertahan untuk jangka waktu yang lama di dalam mulut,
maka pemeliharaan jaringan periodontal harus dilakukan agar gigi alami yang
digunakan sebagai gigi penyangga juga dapat dipertahankan.2,3
Agar perawatan GTC berhasil, maka yang harus dipertimbangkan
diantaranya pertimbangan faktor periodontal dari gigi-gigi penyangga. Jaringan
penyangga gigi terdiri dari gingiva, tulang alveolar, ligamentum periodontal dan
sementum. Kenyataan ini mutlak harus diperhatikan oleh para dokter gigi untuk
membuat diagnosis dan rencana perawatan yang tepat untuk gigi dan jaringan
penyangganya dengan restorasi cekat pada umumnya dan GTC pada khususnya.2
Masalah yang banyak dijumpai adalah masih ditemukannya ketidakpuasan
dari pasien; pasien merasa tidak nyaman dalam pemakaian GTC tersebut dan
adanya kerusakan pada jaringan pendukungnya. Hal ini karena kurang
2
maksimalnya upaya pengguna GTC untuk membantu menjaga kesehatan jaringan
mulutnya setelah pemakaian GTC. Faktor lain yang timbul dari awal prosedur
perawatan GTC serta kemungkinan dari pembuatannya yang tidak memenuhi
syarat-syarat biologis. Sementara pada pemasangan GTC yang tidak sesuai,
menyebabkan timbulnya karies atau kelainan-kelainan jaringan penyangga seperti
kelainan pada ligamentum periodontal, tulang alveolar, sementum, dan kelainan
pada gingiva.
Pulau Kodingareng ialah pulau yang terletak di Kelurahan Kodingareng,
Kecamatan Ujung Tanah, Kota Makassar. Sebanyak 90% penduduknya
bermatapencaharian sebagai nelayan, dan sisanya usaha lainnya. Saat ini,
pelayanan kesehatan di Pulau Kodingareng belum berjalan maksimal, karena
institusi pelayanan kesehatan di sana masih berstatus puskesmas pembantu.
Tenaga medisnya pun tidak memperoleh suatu tempat tinggal berupa asrama yang
dimaksudkan agar tenaga medis dapat menetap di sana dan tidak harus bolak-balik
jika terdapat waktu senggang, sehingga pelayanan kesehatannya pun siaga dan
berkesinambungan. Khusus pelayanan kesehatan gigi dan mulut, di Pulau
Kodingareng tidak terdapat sarana pelayanan gigi dan mulut, sehingga masyarakat
hanya mengandalkan tukang gigi untuk melayani kebutuhan dalam hal yang
mencakup gigi dan mulut.4
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti
pelayanan kesehatan gigi dan mulut masyarakat di Pulau Kodingareng, khususnya
kesehatan gingiva pada pengguna GTC di Pulau Kodingareng. Karena jika terjadi
3
kelainan kesehatan jaringan periodontal pada penggunaan GTC, akan lebih terlihat
pada daerah gingiva.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah
penelitian ini yaitu bagaimanakah kesehatan jaringan gingiva pada pengguna GTC
pada masyarakat Pulau Kodingareng.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Tujuan Umum.
Untuk mengetahui kesehatan jaringan periodontal pada pengguna GTC
masyarakat di Pulau Kodingareng.
1.3.2 Tujuan Khusus.
1. Untuk mengetahui jumlah pengguna GTC di Pulau kodingareng
2. Untuk mengidentifikasi jenis keluhan pada pengguna GTC di Pulau
Kodingareng
3. Untuk mengetahui kesehatan jaringan gingiva pada pengguna GTC di Pulau
Kodingareng.
4
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1.4.1 Manfaat Ilmiah.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah bagi
pembacanya dan tentang keadaan kesehatan jaringan gingiva pada penggunaan
GTC di Pulau Kodingareng.
1.4.2 Manfaat Praktis.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
Pulau Kodingareng khususnya pada pemakai GTC tentang pemeliharaan kesehatan
gingiva selama penggunaan GTC
1.4.3 Manfaat bagi Peneliti.
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan penulis untuk meneliti khususnya tentang keluhan-keluhan
yang dialami masyarakat Pulau kodingareng yang berkaitan dengan
penggunaan GTC.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 GIGITIRUAN CEKAT
Gigitiruan cekat merupakan piranti prostetik permanen yang melekat pada
gigi yang masih tersisa, yang menggantikan satu atau lebih kehilangan gigi. Jenis
restorasi ini telah lama disebut dengan gigitiruan jembatan.5
2.1.1 Komponen-komponen Gigitiruan Cekat6
Gigitiruan cekat terdiri dari beberapa komponen, yaitu pontik,
retainer, konektor, abutment, dan sadel, yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Pontik, adalah gigi buatan pengganti dari gigi atau gigi-geligi yang hilang.
Dapat dibuat dari porselen, akrilik atau logam, atau gabungan dari bahan-
bahan ini.
2. Retainer, adalah restorasi tempat pontik dicekatkan. Retainer dapat dibuat
intrakoronal atau ekstrakoronal.
3. Konektor, adalah bagian yang mencekatkan pontik ke retainer. Konektor
dapat berupa sambungan yang disolder, struktur cor (alumina derajat tinggi,
jika terbuat dari porselen seluruhnya).
6
4. Abutment, adalah gigi penyangga dapat bervariasi dalam kemampuan untuk
menahan gigitiruan cekat dan tergantung pada faktor-faktor seperti daerah
membran periodontal, panjang serta jumlah akar.
5. Sadel, adalah daerah diantara gigi-gigi penyangga, yang terutama adalah
tulang alveolar yang ditutupi oleh jaringan lunak. Tulang alveolar akan
berubah kontur selama beberapa bulan setelah hilangnya gigi. Kontur dan
tekstur sadel akan mempengaruhi desain pontik.
2.1.2 Macam-macam Desain GTC.7
Adapun 5 macam desain dari GTC yang perbedaannya terletak pada
dukungan yang ada pada masing-masing ujung pontik. Kelima desain ini
adalah:
a. Fixed-fixed bridge
Suatu gigitiruan yang pontiknya didukung secara kaku pada kedua sisi oleh
satu atau lebih gigi penyangga. Pada bagian gigi yang hilang yang terhubung
dengan gigi penyangga, harus mampu mendukung fungsional dari gigi yang
hilang. GTC merupakan restorasi yang kuat dan retentif untuk menggantikan
gigi yang hilang dan dapat digunakan untuk satu atau beberapa gigi yang
hilang. Indikasi dari perawatan dengan menggunakan fixed-fixed bridge yaitu
jika gigi yang hilang dapat terhubung dengan gigi penyangga yang mampu
mendukung fungsional dari gigi yang hilang. Seperti pada gambar 1, Fixed-
fixed bridge dengan menggunakan bahan porselen pada gigi insisivus sentralis.
7
8
Gambar 1. Gambaran fixed-fixed bridge pada gigi Insisivus sentralis (Sumber : Barclay CW, Walmsley AD. Fixed and removable prosthodontics. 2nd ed. Tottenham: Churchill livingstone;2001.p. 115)
b. Semi fixed bridge
Suatu gigitiruan yang didukung secara kaku pada satu sisi, biasanya pada
akhir distal dengan satu atau lebih gigi penyangga. Satu gigi penyangga akan
menahan perlekatan intracoronal yang memungkinkan derajat kecil
pergerakan antara komponen rigid dan penyangga gigi lainnya atau gigi
Gambar 2. Gambaran semi-fixed bridge (Sumber : Barclay CW, Walmsley AD. Fixed and removable
9
prosthodontics. 2nd ed. Tottenham: Churchill livingstone;2001.p.118)
10
c. Cantilever bridge
Suatu gigitiruan yang didukung hanya pada satu sisi oleh satu atau lebih
abutment. Pada cantilever bridge ini, gigi penyangga dapat mengatasi beban
oklusal dari gigitiruan.
Gambar 3. Gambaran cantilever bridge (Sumber : Barclay CW, Walmsley AD. Fixed and removable prosthodontics. 2nd ed. Tottenham: Churchill livingstone;2001.p. 120)
d. Spring cantilever bridge
Suatu gigitiruan yang didukung oleh sebuah bar yang dihubungkan ke
gigi atau penyangga gigi. Lengan dari bar yang berfungsi sebagai penghubung
ini dapat dari berbagai panjang, tergantung pada posisi dari lengkung gigi
penyangga dalam kaitannya dengan gigi yang hilang. Lengan dari bar
mengikuti kontur dari palatum untuk memungkinkan adaptasi pasien. Jenis
gigitiriruan ini digunakan pada pasien yang kehilangan gigi anterior dengan
satu gigi yang hilang atau terdapat diastema di sekitar anterior gigi yang
hilang.
11
Gambar 4. Gambaran spring cantilever bridge (Sumber : Barclay CW, Walmsley AD. Fixed and removable prosthodontics. 2nd ed. Tottenham: Churchill livingstone;2001.p. 122)
e. Compound bridge
Ini merupakan gabungan atau kombinasi dari dua macam gigitiruan cekat
dan bersatu menjadi suatu kesatuan.
2.1.3 Indikasi dan Kontraindikasi Pemakaian GTC.1
Adapun indikasi dan kontraindikasi dari GTC, yaitu :
1. Kehilangan satu atau lebih gigi
2. Kurangnya celah karena pergeseran gigi tetangga ke daerah edentulus
3. Gigi di sebelah daerah edentulus miring
4. Splint bagi gigi yang memiliki ketebalan email yang cukup untuk dietsa.
Kontraindikasi pemakaian GTC :
1. Pasien yang tidak kooperatif
2. Kondisi kejiwaan pasien kurang menunjang
12
3. Kelainan jaringan periodonsium
4. Prognosis yang jelek dari gigi penyangga
5. Diastema yang panjang
6. Kemungkinan kehilangan gigi pada lengkung gigi yang sama
7. Resorbsi lingir alveolus yang besar pada daerah anodonsia.
2.2 JARINGAN PERIODONTAL
Normalnya, jaringan periodontal yang memberikan dukungan yang
diperlukan untuk mempertahankan fungsi gigi terdiri dari empat komponen
utama, yaitu gingiva, ligamentum periodontal, sementum, dan tulang
alveolar. Masing-masing komponen dari jaringan periodontal berbeda
lokasi, tekstur jaringan, komposisi biokimia, dan komposisi kimianya.8
Gambar 5. Diagram anatomi gingiva (Sumber: Itoiz ME, Carranza FA. The gingival. In: Newman MG, takei HH, Carranza FA, editors. Clinical periodontology. 9th ed. Philadelphia : WB Saunder Co; 2002. p.17)
2.2.1. Gingiva.
Gingiva adalah bagian dari mukosa mulut yang melapisi tulang alveolar dari
rahang atas dan rahang bawah serta di sekeliling leher gigi. Gingiva secara
13
anatomi dibagi menjadi marginal gingiva (tepi gusi), sulkus gingiva, attached
gingiva (bagian dari yang melekat), serta interdental gingiva atau interdental
papilla.
1. Marginal gingiva
Marginal gingiva atau unattched gingiva adalah sambungan tepi atau pinggiran
dari gingiva yang mengelilingi gigi berbentuk seperti lingkaran. Dalam 50%
kasus, marginal gingiva dibatasi dengan attached gingiva oleh depresi linear
yang dangkal disebut free gingiva groove. Biasa lebarnya sekitar 1 mm dari
dinding jaringan lunak sulkus gingiva. Marginal gingiva dapat dipisahkan dari
permukaan gigi dengan probe periodontal.9
2. Sulkus gingiva
Sulkus gingiva adalah celah dangkal atau ruang di sekitar gigi yang dibatasi
oleh permukaan gigi pada satu sisi dan lapisan epitel margin bebas dari sisi
lain gingiva. Sulkus ini berbentuk V dan hanya sedikit saja yang dapat
dimasuki oleh probe periodontal. Determinasi klinik dari kedalaman sulkus
gingiva merupakan parameter diagnostik yang penting. Dalam kondisi benar-
benar normal atau ideal, maka kedalaman sulkus gingiva dapat mencapai 0.9
3. Attached gingiva.
Attached gingiva merupakan suatu lanjutan dari marginal gingiva. Attached
gingiva berbatas tegas, elastik dan melekat erat pada periosteum dari tulang
14
alveolar. Aspek permukaan dari attached gingiva meluas ke mukosa alveolar
dibatasi oleh mucogingiva junction. Lebar dari attached gingiva merupakan
parameter klinik penting lainnya. Yang dapat diukur sesuai jarak antara
mucogingiva junction dan proyeksi dari permukaan dasar luar dari sulkus
dengan menggunakan probe periodontal.8
Lebar dari attached gingiva dari aspek fasial berbeda pada tiap daerah dalam
rongga mulut. Attached gingiva pada daerah insisivus rahang atas 3,5-4,5 mm
dan pada insisivus rahang bawah sebesar 3,3-3,9 mm dan lebih sempit pada
daerah posterior ( 1,9 mm pada rahang atas dan 1,8 pada rahang bawah).
Mucogingiva junction tetap tidak bergerak hingga dewasa, perubahan lebar
attached gingiva disebabkan oleh perubahan posisi coronal end. Lebar dari
attached gingiva meningkat sesuai umur dan pada gigi yang supraerupsi. Dari
aspek lingual alveolar, akhir dari attached gingiva dihubungkan oleh mukosa
membran dasar mulut.10
4. Papila Interdental
Gingiva interdental menempati embrasure gingiva yang terletak pada daerah
interproksimal di bawah daerah kontak gigi. Interdental gigi dapat berbertuk
piramida atau berbentuk kol. Bentuk ruang interdental gingiva tergantung dari
titik kontak antara gigi dan ada tidaknya resesi gingiva.10
Permukaan fasial dan lingual lonjong ke daerah kontak proksimal dan
berbentuk cembung pada daerah mesial dan distal. Ujung lateral dari
interdental gingiva dibentuk oleh kontibuitas marginal gingiva ke gigi
15
sebelahnya. Jika terjadi diastem, gingiva berbentuk datar membulat di atas
tulang interdental dan halus tanpa papila interdental.10
2.2.2. Ligamentum Periodontal.
Ligamentum periodontal adalah jaringan ikat yang mengelilingi akar dan
terhubung ke tulang. Ligamentum periodontal akan terus berlanjut dengan jaringan
ikat pada gingiva dan kemudian berhubungan dengan ruang sumsum melalui
pembuluh darah dalam tulang. Fungsi dari ligamentum periodontal adalah sebagai
fisik formatif dan perubahan bentuk, nutrisi dan sensoris.9
2.2.3. Sementum.
Jaringan mesensim yang membentuk dan melapisi bagian luar akar anatomi
gigi. Terdapat dua macam sementum, yaitu sementum aselular atau primer dan
sementum selular atau sementum sekunder. Kedua sementum tersebut terdiri dari
kalsifikasi matriks interfibril dan fibril kolagen.9
2.2.4. Tulang alveolar.
Tulang alveolar dibentuk selama pertumbuhan janin oleh proses ossifikasi
intramembranous dan terdiri dari kalsifikasi matriks dengan osteosit tertutup
dalam suatu ruang atau celah yang disebut lacuna.9
2.3 Dampak Desain GTC yang Buruk
16
Desain gigitiruan yang tidak memenuhi syarat dapat menimbulkan
pengaruh buruk pada beberapa jaringan di rongga mulut, terutama pada jaringan
gingiva, misalnya :
a. Tidak adanya rest, dan rest yang jelek atau patah karena preparasi yang tidak
cukup, umumnya dapat mengakibatkan migrasi dari komponen-komponen
logam ke apikal sehingga terjadi gingivitis hiperplasia. Jika migrasi dibiarkan
berlanjut, maka dapat terjadi dehiscence dan penetrasi akar..11
b. Celah antara lengan cengkram dan tepi gingiva menyebabkan makanan
terperangkap dan meningkatkan kemungkinan besar pembusukan makanan
dan gingivitis.11
c. Penempatan cengkram atau konektor yang terlalu cepat ke tepi gingiva.11
d. Adanya penimbunan sisa makanan diantara pinggiran basis gigitiruan dan gigi
alami. Timbunan sisa makanan akan mendorong tepi gingiva keluar dari
perlekatannya terhadap inflamasi jaringan akibat toksin yang dibentuk oleh
mikroorganisme yang berinkubasi.11
e. Penekanan atau penutupan basis yang terlalu menekan pada tepi gingiva dapat
mengakibatkan trauma mekanik, respon inflamasi dan jika dalam keadaan
kronik, dapat mempercepat terbentuknya poket.11
f. Kontrol plak yang kurang dari pasien11
g. Kurangnya perawatan di rumah, baik pada kebersihan gigitiruan cekat
maupun kebersihan mulut yang menyebabkan respon tidak menguntungkan
karena makanan terperangkap. Dengan berkurangnya perawatan di rumah,
17
maka masalah jaringan periodontal sering mengikuti gingivitis dan karies
gigi.11
h. Konstruksi GTC yang tidak benar mempengaruhi kondisi kesehatan rongga
mulut, menghambat kemampuan saliva sebagai self-cleaning, trauma mekanis
pada gingiva, mengalami kesulitan dalam membersihkan rongga mulut yang
dapat menimbulkan bau mulut.12
2.4 Gingivitis
Gingivitis adalah penyakit yang paling sering terjadi, baik dalam
bentuk akut maupun kronis, dan biasanya disebabkan oleh plak bakteri.
Peradangan jaringan periodontal yang disebut periodontitis dapat
disebabkan karena masuknya kuman melalui tepi gingiva langsung atau
merupakan kelanjutan dari peradangan gusi yang tidak dirawat. Selain dari
peradangan gingiva, trauma oklusi, atropi periodontal dan manifestasi
penyakit sistemik juga dapat terjadi. Trauma oklusi hampir selalu terjadi
bersamaan dengan peradangan gusi. Trauma oklusi menghasilkan 2 macam
gejala klinis, yaitu meningkatnya pergerakan gigi dan melebarnya ruang
periodontal. Poket periodontal merupakan suatu penyakit unit perlekatan
periodontal yang disebabkan oleh pembesaran jaringan gingiva dan
pergerakan perlekatan epitel ke arah apikal sampai kehilangan perlekatan
jaringan ikat dan kadang-kadang sampai kehilangan dukungan tulang
alveolar.3
18
2.4.1. Tahap-tahap Gingivitis13
Urutan perkembangan gingivitis terjadi dalam tiga tahap yang berbeda.
Tentu, dari satu tahap akan berkembang ke tahap selanjutnya.
a. Tahap 1. Initial Lesion
Manifestasi pertama dari inflamasi gingiva adalah perubahan konsistensi
vaskular, terutama dilatasi kapiler dan peningkatan aliran darah. Perubahan
inflamasi awal ini terjadi sebagai respon dari leukosit terhadap aktivitas
mikrobial dan stimulasi subquent sel endotel. Secara klinis, respon awal
gingiva terhadap plak bakteri tidak terlihat.
b. Tahap II. Early Lesion
Dengan berjalannya waktu, tanda klinis eritema mungkin akan muncul,
terutama karena proliferasi kapiler dan peningkatan pembentukan loop kapiler
antara rete pegs atau ridge. Perdarahan saat probing mungkin akan terlihat
jelas.
c. Tahap III. Established Lesion
Pada gingivitis kronik (tahap III), pembuluh darah membesar dan padat, vena
terganggu, dan aliran darah menjadi lamban. Hasilnya adalah anoksemia lokal
gingiva yang superimposif berwarna kebiruan pada gingiva.
Kesehatan gigi dan gingiva serta pencegahan seperti kerusakan gigi dan
penyakit periodontal memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan umum dan
19
kesejahteraan penduduk. Meskipun telah terjadi penurunan yang signifikan dalam
peningkatan kerusakan gigi di 30 tahun terakhir, namun terus terjadi peningkatan
kerusakan gigi antara rentan populasi, karena terdapat perbedaan akses terhadap
perawatan gigi dikalangan penduduk. Di Australia, ketersediaan dokter gigi sangat
rendah di luar kota besar. Pada saat yang sama, mereka yang tinggal di daerah
terpencil dan masyarakat adat, sering memiliki tingkat kerusakan gigi dan
edentulous yang lebih tinggi daripada populasi metropolitan. Kurangnya kesadaran
kesehatan gigi menjadi faktor utama dalam tingginya kerusakan gigi yang
terjadi.14,15
Pulau Kodingareng merupakan salah satu pulau di Kota Makassar
dengan jumlah penduduk sekitar 4170 jiwa, dengan mata pencaharian 90%
sebagai nelayan, dan sisanya usaha lainnya. Warga menggunakan listrik
dengan generator yang beroperasi selama 12 jam, dengan fasilitas
kesehatan berupa 1 buah Puskesmas pembantu, pos obat desa (POD)
melalui program NGO Plan Internasional. Namun demikian, pelayanan
kesehatan di Pulau Kodingareng masih belum maksimal, karena faktor dari
Puskesmas pembantu yang belum naik statusnya menjadi Puskesmas,
selain itu fasilitas seperti pembangunan asrama untuk staf kesehatan masih
dalam perencanaan.4,16
Pelayanan kesehatan yang ada di Pulau Kodingareng dapat
berpengaruh terhadap kesehatan gigi dan mulut masyarakat serta
perawatan-perawatan yang dilakukan berhubungan dengan pelaksanaan
20
perawatan gigi dan mulut. Dengan demikian, maka pelayanan kesehatan
bagi masyarakat yang menggunakan gigitiruan tidak dapat dilaksanakan
dengan baik jika tingkat pelayanan kesehatannya pun masih kurang.
Sehingga salah satunya berdampak pada pelaksanaan perawatan
gigitiruan terutama GTC. Peradangan yang dapat terjadi pada jaringan
periodontal akibat pemakaian GTC dikarenakan syarat-syarat dari suatu
restorasi tidak terpenuhi. Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam suatu
restorasi cekat yaitu syarat biologis, syarat mekanis, dan syarat estetis. Di
antara ketiga syarat tersebut yang sangat berhubungan dengan jaringan
penyangga gigi adalah faktor biologis. Banyak faktor yang harus
diperhatikan pada pembuatan restorasi cekat dalam hal ini adalah restorasi
mahkota tiruan dan gigitiruan jembatan , antara lain yaitu faktor adaptasi
tepi restorasi sangat berhubungan dengan jaringan gingiva, karena itu tepi
tersebut tidak boleh menekan atau mengiritasi jaringan gingiva. Hal
penting lainnya yaitu tepi restorasi yang tidak berlebihan (over hanging),
karena akan menyebabkan mudahnya terjadi retensi plak penyebab utama
timbulnya peradangan. Sehingga faktor yang paling penting untuk
mengendalikan dampak dari restorasi terhadap kesehatan gigi adalah
lokalisasi dari tepi mahkota relatif terhadap tepi gingiva. 3,17
Preparasi tepi servikal merupakan tahap preparasi yang paling
penting yang menentukan keberhasilan perawatan GTC, karena pada tahap
preparasi ini ditempatkan pada daerah pertemuan antara jaringan gigi
penyangga dengan tepi restorasi. Letak akhiran servikal di sekitar leher 21
gigi yang berbatasan dengan gingiva, sehingga plak mudah terakumulasi
dan hal ini merupakan tahap awal terjadinya penyakit periodontal.
Preparasi tepi servikal dapat diletakkan di supragingiva, subgingiva,
atau setinggi puncak gingiva. Namun dari beberapa ahli bidang
prostodonsia dan periodonsia menganjurkan penempatan tepi preparasi di
supragingiva, karena batas preparasinya cukup jelas terlihat, lebih mudah
dibersihkan dan dikontrol serta tidak mengiritasi gingiva.4
Selain itu, pemeliharaan dari pengguna GTC sangat berperan dalam
kesehatan jaringan periodontal. Agar pemeliharaan gigitiruan cekat
dilakukan pada pasien, maka pertama dokter gigi harus memberikan dental
health education (DHE) kepada pasien bagaimana cara menjaga kebersihan
mulut pada umumnya dan GTC pada khususnya dengan cara menggosok
gigi yang benar dan melakukan kontrol plak secara teratur.3
Keterbatasan sarana pelayanan kesehatan terutama pada pelayanan
kesehatan gigi dan mulut di Pulau Kodingareng, berdampak pada
masyarakat yang mengandalkan jasa tukang gigi. Menurut peraturan
Menteri Kesehatan No. 339/Menkes/Per/V/1989 tentang pekerjaan Tukang
Gigi, tukang gigi adalah mereka yang melakukan pekerjaan di bidang
penyembuhan dan pemeliharaan kesehatan gigi dan tidak mempunyai izin
untuk melakukan pekerjaannya.
Berdasarkan keputusan Dirjen Yanmed Depkes RI No. 234/
Yanmed/ KG/5/1991, wewenang tukang gigi antara lain :
1) Membuat gigitiruan lepasan dari akrilik, sebagian atau penuh.22
2) Memasang gigitiruan lepasan, tidak menutupi sisa akar
3) Merujuk ke saran kesehatan yang terdekat
Sedangkan larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan dalam
pelaksanaan praktek tukang gigi yaitu :18
1) Melakukan penambalan gigi dengan bahan tambalan apapun.
2) Melakukan pembuatan dan pemasangan GTC/mahkota/tumpatan tuang dan
sejenisnya.
3) Menggunakan obat-obatan yang berhubungan dengan bahan tambahan gigi,
baik sementara ataupun tetap.
4) Melakukan pencabutan gigi, baik dengan suntikan maupun tanpa suntikan.
5) Melakukan tindakan-tindakan secara medik termasuk pemberian obat-obatan
6) Mewakili pekerjaannya kepada siapapun.
23
BAB III
KERANGKA KONSEP
Gigitiruan Cekat adalah suatu gigitiruan yang menggantikan satu atau
lebih gigi alami yang hilang, yang dilekatkan secara permanen dengan
menggunakan semen ke gigi penyangga yang telah dipreparasi. Tujuan utama dari
perawatan GTC adalah memelihara gigi dan jaringan di sekitarnya yang masih ada
agar tetap sehat. Dengan tujuan tersebut, maka yang harus dipertimbangkan agar
menghasilkan keberhasilan perawatan dari GTC diantara pertimbangan faktor
periodontal dari gigi-gigi penyangga. Jaringan periodontal terdiri dari tulang
alveolar, ligamentum periodontal, sementum, dan gingiva.
Dengan melihat pertimbangan faktor periodontal dalam perawatan GTC,
maka upaya terbaik untuk mencapai tujuan dari perawatan dengan menggunakan
GTC, yaitu dilakukan tindakan pencegahan dari pemeriksaan awal secara teratur,
serta pembuatannya memenuhi syarat-syarat biologis, dalam hal ini dokter gigi
yang berperan. Selain itu, pengguna GTC juga memiliki peran dalam pemeliharaan
GTC setelah pemasangan.
Hal-hal di atas sangat penting untuk diperhatikan selama perawatan
penggunaan GTC. Hal ini karena dalam penggunaan GTC rentan untuk terjadinya
gangguan kesehatan pada jaringan periodontal atau dengan kata lain dapat terjadi
kelainan pada jaringan periodontal. Kelainan jaringan periodontal ini dapat
22
Masyarakat Kodingareng
Edentulus
Gigitiruan Cekat
Kesehatan Jaringan Gingiva
mengakibatkan ketidaknyamanan bagi pasien, pasien merasa nyeri pada bagian
gingiva nya dan masih banyak keluhan-keluhan yang dapat dirasakan pasien akibat
dari faktor-faktor tersebut.
Adapun gambaran kerangka konsep dari penelitian ini :
23
BAB IV
BAHAN METODE
4.1 RANCANGAN PENELITIAN
4.1.1 Ruang lingkup penelitian : Lapangan
4.1.2 Jenis Penelitian : Observasional
4.1.3 Hubungan antar variabel : Deskriptif
4.1.4 Rancangan penelitian : Cross sectional study
4.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
4.2.1 Tempat Penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Kodingareng, Kelurahan Kodingareng,
Kecamatan Ujung Tanah, Makassar
4.2.2 Waktu Penelitian.
Penelitian ini dilakukan pada 29 April - 01 Mei 2011
4.3 POPULASI DAN SAMPEL
4.3.1 Populasi.
Populasi penelitian ini adalah seluruh penduduk Pulau Kodingareng yang
sedang menggunakan GTC.
24
4.3.2 Sampel Penelitian.
Populasi penelitian ini adalah seluruh penduduk Pulau Kodingareng yang
berusia di atas 18 tahun yang sedang menggunakan GTC
4.3.3 Kriteria sampel.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
1. Semua masyarakat Pulau Kodingareng pengguna gigitiruan cekat dan berusia
di atas 18 tahun.
2. Masyarakat yang bersedia untuk mengikuti seluruh kegiatan penelitian dengan
adanya persetujuan dan tanda tangan informed consent.
3. Gigitiruan cekat pada penelitian ini adalah gigitiruan yang terpasang tetap
sebagai pengganti gigi yang hilang, yang dibuat di tukang gigi dan dokter gigi
Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah:
Semua masyarakat Pulau Kodingareng yang tidak menggunakan gigitiruan
cekat.
4.4 METODE PEMILIHAN SAMPEL
Akan dilaksanakan survei awal untuk mengetahui penduduk yang sedang
menggunakan GTC. Metode pemilihan sampel yang dilakukan yaitu dengan
purposive sampling
25
Populasi dan subjek Penggunaan Instrumen :Kuisioner,Indeks gingiva, Probe, alat diagnostik
Rumusan MasalahPengumpulan Data :
Kuisioner Pemeriksaan klinis
Olah / Analisis Data
Penyajian Data dalam bentuk tabel dan narasi
Simpulan dan Saran
4.5 ALUR PENELITIAN
4.6 VARIABEL PENELITIAN
26
4.6.1. Identifikasi Variabel.
Variabel dari penelitian ini ada dua yaitu gingiva dan gigitiruan
cekat.
4.6.2. Definisi Operasional.
a. Gigitiruan cekat adalah gigitiruan yang terpasang secara tetap atau tidak dapat
dilepas oleh pemakainya sebagai pengganti gigi yang telah hilang.
b. Gingiva adalah salah satu bagian dari jaringan periodontal yang secara normal
terlihat berwarna merah pucat dan tidak terjadi perdarahan pada saat di-probe.
Warna dan perdarahan yang terjadi, ditentukan dengan menggunakan Indeks
gingiva, dengan kriteria sebagai berikut :19
Skor 0 : Kondisi periodontal sehat / tidak ada inflamasi
Skor 1 : Terdapat inflamasi ringan, yaitu terjadi perubahan warna
gingiva dan sedikit edema; tidak ada perdarahan saat di-probe
Skor 2 : Inflamasi moderat, yaitu terjadi kemerahan, edema dan
mengkilat, serta berdarah saat dilakukan probing.
Skor 3 : Inflamasi berat, yaitu berwarna merah yang jelas dan edema;
ulserasi, tendensi perdarahan spontan.
4.7 TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Persiapan, meliputi mengurus surat izin untuk dilakukannya penelitian,
menyiapkan kuesioner yang akan diberikan dan diisi pada penduduk sekitar tempat
penelitian, dan menyiapkan instrumen lainnya untuk pemeriksaan langsung antara
lain probe dan alat diagnostik.
27
Tahap pelaksanaan, meliputi mengumpulkan responden pada suatu aula,
kemudian diadakan pengisian kuisioner dengan didampingi oleh peneliti. Setelah
kuisioner tersebut terisi, kemudian mengadakan pemeriksaan langsung pada
gingiva dengan menggunakan probe dan kaca mulut dengan panduan pada indeks
gingiva. Setelah pemeriksaan selesai, kemudian diadakan penyuluhan tentang
kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat yang telah berpartisipasi sebagai
responden pada penelitian ini. Setelah seluruh rangkaian penelitian dan
penyuluhan selesai, dilakukan penghitungan kuisioner yang mengkhususkan pada
pengguna gigitiruan, baik pengguna GTC, GTP, maupun GTSL.
4.8 ANALISIS DATA
Data yang telah dikumpulkan akan ditabulasi kemudian dianalisis secara
deskriptif. Analisis deskriptif meliputi tabel distribusi frekuensi dan persentasi
4.9. INSTRUMEN PENELITIAN
a. Kuisioner
b. Probe
c. Alat diagnostik
28
BAB V
HASIL PENELITIAN
Setelah dilakukan penghitungan kuisioner yang mengkhususkan
pada pengguna gigitiruan, baik pengguna GTC, GTP, maupun GTSL,
maka didapatkan data yaitu terdapat 103 responden yang menggunakan
gigitiruan di Pulau Kodingareng, dan diantara 103 responden tersebut,
terdapat 12 responden yang menggunakan GTC.
Terkhusus pada pengguna GTC, setelah dilakukan observasi umum,
wawancara, dan pemeriksaan dengan menggunakan indeks gingiva
terhadap 12 orang responden , maka hasil penelitian dikelompokkan dalam
tabel-tabel berikut ini.
TABEL V.1. Distribusi frekuensi dan persentase pengguna GTC pada masyarakat Pulau Kodingareng.
Pengguna GTC Frekuensi PersentaseJenis Kelamin
Laki-laki 3 25Perempuan 9 75
Tingkat PendidikanSD 12 100SMP - -SMA - -
PekerjaanIRT 7 58,3Nelayan 4 33,3Pedagang 1 8,3
Total 12 100 Sumber: Andhira AD. Data primer. 2011
29
Pada penelitian ini, persentase penggunaan GTC lebih banyak pada
perempuan yaitu 75% dan pada laki-laki 25%, dengan tingkat pendidikan terakhir
pada semua responden yaitu sekolah dasar. Persentase responden lebih banyak
bekerja sebagai ibu rumah tangga sebanyak 58,3%, nelayan 33,3% dan paling
sedikit bekerja sebagai pedagang yaitu 8,3%.
TABEL V.2 Distribusi jumlah kehilangan gigi dan lama pemakaian GTC pada masyarakat pengguna GTC di Pulau Kodingareng.
Pengguna GTC Frekuensi Persentase
Jumlah Kehilangan Gigi1-5 8 66,76-10 4 33,3
Usia Pertama kali pencabutan Gigi≤ 20 tahun 7 58,321-30 tahun 3 2531-40 tahun 2 16,7
Lama Pemakaian GTC1-5 bulan 2 16,76-10 bulan 1 8,31-5 tahun 7 58,36-10 tahun 2 16,7
Total 12 100
Sumber : Andhira AD. Data primer. 2011
Pada penelitian ini, responden lebih banyak mengalami kehilangan 1-5 gigi
dengan persentase 66,7%. Persentase usia pertama kali pencabutan gigi lebih besar
pada usia ≤ 20 tahun, dengan lama pemakaian GTC 1-5 tahun yaitu sebanyak
58,3%
30
TABEL V.3. Distribusi jenis kesulitan penggunaan GTC pada masyarakat pengguna GTC di Pulau Kodingareng
Pengguna GTC Frekuensi Persentase
Kesulitan Pembersihan GTC Ya 5 41,7
Tidak 7 58,3
Kenyamanan Penggunaan GTCNyaman 6 50Kurang Nyaman 4 33,3
Tidak Nyaman 2 16,7
Menempelnya Sisa MakananYa 7 58,3Kadang-kadang 2 16,7Tidak 3 25
Total 12 100
Sumber : Andhira AD. Data primer. 2011
Dari 12 orang responden pengguna GTC, umumnya mengeluhkan
menempelnya sisa makanan setelah menggunakan GTC. Pada umumnya sisa
makanan menempel pada bagian interdental dan palatal.
31
TABEL V.4. Distribusi tempat pembuatan GTC pada masyarakat pengguna GTC di Pulau Kodingareng
Pembuatan GTC Frekuensi Persentase
Tempat pembuatan GTC Puskesmas Pembantu - -Rumah Sakit - -Praktek Dokter Gigi - -Rumah Pasien 1 8,3Rumah Tukang Gigi 11 91,7
Pembuat GTCDokter Gigi - -Tukang Gigi 12 100
Mahasiswa - -Puskesmas Pembantu - -
Lama Pembuatan GTCPada saat itu 2 16,71-2 hari - -3-5 hari - -1 minggu - -2 minggu 10 83,3
Total 12 100
Sumber : Andhira AD. Data primer. 2011
Dari hasil penelitian ini, diketahui bahwa masyarakat Pulau Kodingareng
lebih banyak membuat GTC di rumah tukang gigi yaitu 91,7%, dan yang membuat
GTC tersebut adalah tukang gigi itu sendiri dengan lama pembuatan berkisar
hingga 2 minggu yaitu 83,3%. Berdasarkan hasil pengamatan, bentuk GTC yang
dibuat oleh tukang gigi yang digunakan oleh responden tidak cukup bervariasi,
karena dari 12 responden yang menggunakan GTC, hanya terdapat satu responden
yang menggunakan GTC yang terbuat dari perak. Namun kebanyakan pengguna
32
GTC di Pulau Kodingareng menggunakan GTC yang terbuat dari akrilik yang
hanya direkatkan ke gigi dengan melalui proses self-curing.
TABELV.5. Distribusi instruksi pemakaian GTC pada masyarakat pengguna GTC di Pulau Kodingareng
Pengguna GTC Frekuensi Persentase
Pemberian Nasehat atau InstruksiYa, jelas 1 8,3
Ya, tidak jelas - -Tidak ada 11 91,7
Total 12 100
Sumber : Andhira AD. Data primer. 2011
Pada pembuatan GTC, umumnya pengguna tidak mendapatkan instruksi
yang jelas dalam pemakaian GTC. Dari 12 orang responden, terdapat satu orang
yang mendapatkan instruksi berupa cara makan saat menggunakan GTC.
TABEL V.6. Distribusi kesehatan rongga mulut pada masyarakat pengguna GTC di Pulau Kodingareng.
Pengguna GTC Frekuensi Persentase
Sariawan sebelum menggunakan GTC Sering 2 16,7Pernah - -Kadang-kadang 5 41,7Tidak pernah 5 41,7
Sariawan,semenjak menggunakan GTCYa 3 25Tidak 9 75
Gusi Kemerahan Sejak penggunaan GTCYa 3 25Tidak 9 75
Total 12 100 Sumber : Andhira AD. Data primer. 2011
33
Dari 12 responden yang menggunakan GTC, terdapat dua orang yang
sering mengalami sariawan pada daerah gingiva dan lidah. Selain itu, terdapat 5
orang pengguna GTC yang kadang-kadang mengalami sariawan pada daerah lidah
dan mukosa. Umumnya responden yang mengalami sariawan, menanganinya
dengan menggunakan obat alami ataupun membiarkannya begitu saja hingga
sembuh.
TABELV.7. Distribusi indeks gingiva pada pengguna GTC masyarakat Pulau Kodingareng
Indeks gingiva Frekuensi Persentase
0 2 16,71 9 752 1 8,33 - -
Total 12 100
Sumber : Andhira AD. Data primer. 2011
Hasil pemeriksaan dari 12 orang pengguna GTC di Pulau Kodingareng,
terdapat 2 orang yang kondisi gingiva yang sehat atau tidak ada inflamasi, 9 orang
yang mengalami inflamasi ringan, 1 orang yang mengalami inflamasi moderat.
34
BAB VI
PEMBAHASAN
Tujuan utama perawatan gigi-geligi dengan restorasi cekat terutama
mahkota tiruan dan gigitiruan cekat adalah memelihara gigi-gigi yang masih ada
dan seluruh sistem pengunyahan. Perawatan ini akan berhasil bila pertimbangan
faktor periodontal dari gigi penyangga dan restorasi cekat diperhatikan. Restorasi
cekat dan kesehatan jaringan penyangga gigi mempunyai ikatan yang tidak
terpisahkan. Adaptasi tepi dan kontur restorasi, kehalusan permukaan, embrasure,
dan disain pontik gigitiruan cekat, mempunyai dampak biologis pada jaringan gusi
dan jaringan periodontal. Restorasi cekat mempunyai peranan yang jelas dalam
mempertahankan kesehatan jaringan gingiva dan jaringan periodontal. Kontrol
plak harus dilakukan secara teratur dan oklusi harus diperiksa secara teratur pula,
setelah pemasangan restorasi cekat.2
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian dengan melakukan
penghitungan jumlah kuisioner yang mencakup tentang pengguna gigitiruan baik
yang menggunakan GTC, GTP, maupun GTSL, tampak bahwa dari 103
masyarakat Pulau Kodingareng yang memakai gigitiruan, hanya terdapat 12 orang
sampel yang menggunakan GTC. Dari penelitian ini tampak bahwa bahwa lebih
banyak perempuan yang menggunakan GTC dibanding laki-laki (tabel 1). Data ini
menunjukkan bahwa perempuan lebih cenderung mementingkan
estetik dibandingkan pada laki-laki. Ini sesuai dengan hasil penelitian yang
mendapatkan bahwa laki-laki kurang peduli terhadap edentulus mereka, dan kecil
kemungkinannya untuk mengunjungi dokter gigi dibandingkan wanita.20 Maka
dapat dikatakan bahwa perempuan lebih mementingkan estetik dibandingkan pada
laki-laki.
Tingkat pendidikan erat kaitannya terhadap tuntutan masyarakat untuk
memperoleh pelayanan kesehatan. Banyak penelitian mengatakan bahwa semakin
tinggi tingkat pendidikan, maka makin tinggi pula tuntutannya untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang bermutu.21 Selain itu, menurut Green dan Pincus yang
dikutip oleh Situmorang, ditemukan korelasi kuat antara pendidikan dengan
kesehatan serta pendidikan dengan perilaku sehat.22 Hasil penelitian ini
mendukung pernyataan di atas, yaitu semua sampel menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan hanya pada tingkat sekolah dasar (tabel 1). Dengan melihat hasil
penelitian bahwa tingkat pendidikan masyarakat Pulau Kodingareng yang rendah,
maka hal ini berhubungan dengan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap
pentingnya kesehatan terutama kesehatan gigi dan mulut.
Salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap pelayanan
kesehatan adalah pendapatan.21 Golbert menemukan bahwa makin rendah tingkat
pendapatan, makin tinggi proporsi yang mempunyai keluhan mulut. Pada
penelitian ini, pendapatan yang diperoleh berkaitan dengan pekerjaan yang
dilakukan oleh responden, menunjukkan bahwa sebagian besar mata pencaharian
masyarakat Pulau Kodingareng , yaitu sebagai nelayan dan selebihnya bekerja
sebagai pedagang (tabel 1). Rendahnya tingkat pendapatan merupakan kebanyakan
alasan masyarakat Pulau Kodingareng untuk tetap menggunakan jasa tukang gigi
yang notabene lebih murah walaupun dengan kualitas yang dipertanyakan.
Menurut Pelton dkk yang dikutip oleh Lesmana, memperlihatkan bahwa
setelah usia 15 tahun, kira-kira 50%, jumlah kehilangan gigi disebabkan karena
penyakit periodontal, 37% hilang karena karies, sedangkan 13% oleh akibat lain
misalnya trauma.2 Hasil penelitian ini mendukung pernyataan di atas, bahwa ≤ 20
tahun merupakan persentase tertinggi yang menunjukkan telah mengalami
pencabutan gigi (tabel 2). Dari hasil penelitian ini, masyarakat Kodingareng
mengalami pencabutan gigi pada usia yang relatif muda. Selain usia, hasil
penelitian ini juga menunjukkan bahwa kebanyakan jumlah kehilangan gigi pada
masyarakat Pulau Kodingareng yaitu 1-5 gigi (tabel 2).
Hasil penelitian pada tabel 4 menunjukkan bahwa hampir semua responden
membuat GTC di rumah tukang gigi itu sendiri, dan selebihnya membuatnya di
rumah responden masing-masing. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa tampak kepercayaan masyarakat Pulau Kodingareng terhadap tukang gigi
untuk membuat gigitiruannya. Ada tiga faktor yang mempengaruhi individu atau
masyarakat mencari pelayanan kesehatan. Adapun faktor tersebut diantaranya
adalah sebagai berikut, (1) faktor predisposisi, meliputi pengetahuan individu,
sikap kepercayaan, nilai atau pandangan/persepsi, tradisi, normal sosial,
pendapatan, pendidikan, umur, dan status sosial; (2) faktor pendukung yang
meliputi fasilitas, personal, pelayanan kesehatan, dan kemudahan untuk
mencapainya; (3) faktor pendorong, meliputi sikap perilaku petugas kesehatan,
dorongan yang berasal dari keluarga, atau masyarakat disekitarnya. Berdasarkan
37
faktor-faktor tersebut, maka salah satu faktor yang berperan sehingga masyarakat
Pulau Kodingareng memilih untuk membuat GTC pada tukang gigi, yaitu faktor
pendukung yang meliputi fasilitas, pelayanan kesehatan, dan kemudahan untuk
mencapainya. Faktor pendukung yang dimaksudkan disini merupakan tingkat
kemudahan masyarakat Pulau Kodingareng untuk mendapatkan fasilitas kesehatan
dalam bidang kedokteran gigi. Fasilitas kesehatan di Pulau Kodingareng berupa 1
buah puskesmas pembantu, pos obat desa (POD) melalui program NGO Plan
Internasional, dan 1 buah balai pengobatan gigi dan mulut. Pelayanan kesehatan di
Pulau Kodingareng masih belum maksimal, karena faktor dari puskesmas
pembantu yang belum naik statusnya menjadi puskesmas, selain itu fasilitas
seperti pembangunan asrama untuk staf kesehatan masih dalam perencanaan.16
Dengan keterbatasan pelayanan kesehatan khususnya pada bidang kesehatan gigi
dan mulut, maka menunjukkan bahwa kurangnya sosialisasi tentang kesehatan gigi
dan mulut yang mendukung pemilihan masyarakat Pulau Kodingareng untuk lebih
mempercayakan perawatan yang dilakukan oleh tukang gigi. Berdasarkan hasil
pengamatan, bentuk GTC di Pulau Kodingareng tidak cukup bervariasi, karena
dari 12 responden yang menggunakan GTC, hanya terdapat satu responden yang
menggunakan GTC yang terbuat dari perak. Namun kebanyakan pengguna GTC di
Pulau Kodingareng menggunakan GTC yang terbuat dari akrilik. GTC yang dibuat
oleh tukang gigi tersebut merupakan gigitiruan yang hanya direkatkan ke gigi
melalui proses self-curing tanpa melalui prosedur pembuatan GTC yang
seharusnya dilakukan. Awalnya, peneliti cukup heran melihat GTC seperti itu,
38
karena GTC-nya terkesan seperti sebuah gigitiruan lepasan tetapi gigitiruan
tersebut terpasang mati.
Menurut peraturan Menteri Kesehatan No. 339/Menkes/Per/V/1989 tentang
pekerjaan Tukang Gigi, tukang gigi adalah mereka yang melakukan pekerjaan
dibidang penyembuhan dan pemeliharaan kesehatan gigi dan tidak mempunyai
izin untuk melakukan pekerjaannya.18 Tukang gigi melaksanakan pekerjaannya
tanpa izin, mungkin inilah yang mendorong tukang gigi untuk melakukan suatu
perawatan yang hanya berlandaskan dengan pengetahuan terbatas dan memiliki
pemikiran bahwa yang terpenting adalah kepuasan dari masyarakat yang meminta
jasa tukang gigi tersebut tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi yang akan
dialami oleh pengguna jasanya. Salah satu hal yang penting yang tidak dijangkau
oleh pemikiran tukang gigi yaitu pemberian instruksi bagi pengguna GTC. Hal ini
bertentangan dengan ketentuan bahwa harus ada pemberian instruksi setelah
insersi gigitiruan. Dari pemaparan tersebut, ini berhubungan dengan hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa hampir semua responden yang membuat
GTC di tukang gigi tidak mendapatkan instruksi setelah pemakaian GTC, dan
selebihnya menyatakan bahwa tukang gigi tersebut memberi instruksi atau
pengarahan setelah pemakaian GTC, dengan pengarahan yaitu cara makan saat
menggunakan GTC (tabel 5).
Hasil penelitian pada tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar
pengguna GTC merasa nyaman dengan pemakaian GTC-nya, dan selebihnya
merasa kurang nyaman. Pada hasil tersebut, dapat dilihat bahwa masyarakat Pulau
39
Kodingareng yang menggunakan GTC masih merasa nyaman, meskipun pada
tabel 2 menunjukkan bahwa pengguna GTC yang telah menggunakan gigitiruan
nya selama 1 sampai 5 tahun memiliki persentase tertinggi. Selain itu jika dilihat
dari persentase menempelnya sisa makanan, maka menunjukkan bahwa lebih
banyak pengguna GTC mengeluhkan menempelnya sisa makanan dibandingkan
dengan persentase yang tidak mengeluhkan menempelnya sisa makanan. Pada
umumnya, pengguna mengeluhkan sisa makanan tersebut menempel pada bagian
interdental dan palatal. Kenyamanan yang dirasakan pengguna GTC tersebut
mungkin dikarenakan kurangnya mengalami kesulitan dalam hal pembersihan
gigitiruannya. Seperti pada hasil penelitian tentang kesulitan dalam membersihkan
GTC, menunjukkan bahwa sebagian besar pengguna GTC tidak mengalami
kesulitan dalam membersihkan GTC. Meskipun pada hakikatnya, penggunaan
GTC seharusnya akan merasa tidak nyaman yang dikarenakan menempelnya sisa
makanan, tetapi selain karena faktor tidak mengalami kesulitan dalam
pembersihan GTC, faktor tingkat pendidikan masyarakat Pulau Kodingareng yang
dapat berpengaruh terhadap perilaku sehat sehingga pengguna GTC masih merasa
keadaan itu nyaman untuk mereka. Selain tingkat pendidikan, kesibukan atau
pekerjaan sehari-hari dari masyarakat pengguna GTC yang membuat rasa nyaman
dan menganggap seperti hal yang biasa dalam menggunakan GTC tersebut.
Dari hasil penelitian pada tabel 6 menunjukkan bahwa sebelum
menggunakan GTC, sebagian besar responden tidak sering mengalami sariawan ,
namun tidak sedikit pula responden yang tidak pernah mengalami sariawan
sebelum menggunakan GTC-nya. Pada tabel ini juga, dapat dilihat bahwa
40
persentase pengguna GTC yang tidak mengalami sariawan sejak pemakaian GTC
lebih tinggi dibandingkan dengan persentase pengguna GTC yang mengalami
sariawan sejak pemakaian GTC. Jika dilihat dari hasil penelitian tentang
pengalaman sariawan semenjak menggunakan GTC, maka dapat dilihat bahwa
terdapat sedikit perubahan antara frekuensi terjadinya sariawan sebelum
pemakaian GTC dan setelah memakai GTC. Begitupun dengan gusi kemerahan
sejak penggunaan GTC, persentase responden yang merasa gusinya tidak menjadi
kemerahan sejak penggunaan GTC lebih tinggi dibandingkan dengan responden
yang merasa gusinya menjadi kemerahan. Sehingga dari hasil pada tabel ini,
menunjukkan bahwa tidak terjadi gangguan yang berarti di dalam rongga mulut
pengguna GTC. Hal ini dapat terjadi karena faktor makanan yang dikonsumsi
masyarakat Pulau Kodingareng dalam kesehariannya. Meskipun demikian tidak
dapat dikatakan pula, bahwa konsumsi makanan yang sudah baik tidak dapat
memicu terjadinya sariawan, karena terdapat faktor lain yang dapat memicu
terjadinya sariawan yaitu trauma akibat tergigit, faktor sistemik ataupun faktor
hormonal.
Dari hasil penelitian pada tabel 7, tampak bahwa setelah dilakukan
pemeriksaan gingiva secara langsung dengan menggunakan probe dan
menggunakan kriteria pada indeks gingiva pada pengguna GTC masyarakat Pulau
Kodingareng, maka terlihat bahwa responden yang mengalami inflamasi ringan
(skor 1) dengan tanda terjadinya perubahan ringan pada warna gingiva dan sedikit
edema, serta tidak ada perdarahan saat diprobe, memiliki presentase tertinggi,
sedangkan hanya sebagian kecil responden yang mengalami inflamasi moderat
41
(skor2) dengan tanda kemerahan, edema, dan mengkilat serta berdarah saat
diprobe serta responden yang tidak mengalami tidak mengalami inflamasi pada
jaringan gingivanya yang dapat dikatakan sehat (skor 0).
Jika dilihat dari hasil penelitian pada tabel ini, menunjukkan bahwa
keadaan gingiva pada pengguna GTC masyarakat Pulau Kodingareng masih dalam
keadaan yang relatif sehat, karena terlihat dari hasil pemeriksaan gingiva bahwa
lebih besar pengguna GTC mengalami inflamasi ringan, dan hanya terdapat satu
responden dari 12 responden yang mengalami inflamasi moderat. Keadaan ini
terjadi karena tingkat kebersihan mulut pengguna GTC cukup baik, misalnya pada
kebiasaan penyikatan gigi yang dilakukan secara teratur dalam sehari. Menurut
Wyatt yang dikutp oleh Lesmana, bila semua syarat dalam pembuatan GTC
dipenuhi, yaitu syarat biologis, syarat mekanis, dan syarat estetis, maka gigi-gigi
yang menyangga suatu GTC tidak terbukti secara signifikan akan kehilangan
tulang lebih daripada gigi bukan penyangga, dengan catatan semua subyek bebas
dari penyakit periodontal dan kontrol plak dipertahankan selama observasi.2
Namun penelitian ini terdapat kekurangan, yaitu pada pembuatan GTC yang
dilakukan oleh tukang gigi tidak melalui proses-proses pembuatan GTC yang
selayaknya dilakukan sebagai syarat dari perawatan GTC, misalnya pada tahap
preparasi gigi. Pada tahap preparasi gigi menurut Silness dan Ohm yang dikutip
oleh Lesmana, menunjukkan bahwa reaksi peradangan pada tepi gusi lebih sering
dan lebih berat bila preparasi dilakukan di bawah tepi gingiva.2 Tukang gigi yang
membuat GTC tidak melakukan tahap preparasi gigi, yang menurut pernyataan di
atas bahwa tahap ini memiliki ruang untuk menimbulkan peradangan pada tepi
42
gusi jika tidak dilakukan dengan baik. Dalam hal ini, tukang gigi dan pengguna
GTC di Pulau Kodingareng hanya memiliki dasar pemikiran bahwa gigitiruan
cekat yang mereka maksud adalah gigitiruan yang dipasang mati.
Berdasarkan uraian di atas, jumlah pengguna GTC pada masyarakat Pulau
Kodingareng sangat sedikit dengan sebagian besar wanita yang menggunakan
GTC. Dari hasil penelitian, masyarakat Kodingareng membuat gigitiruannya
dengan menggunakan jasa tukang gigi. Kenyataan ini terjadi karena masih terdapat
keterbatasan dalam hal fasilitas kesehatan, khusunya fasilitas kesehatan gigi dan
mulut. Selain faktor keterbatasan fasilitas kesehatan, faktor yang ikut mendukung
pemilihan pembuatan GTC pada tukang gigi, yaitu faktor ekonomi masyarakat
Kodingareng yang sebagian besar bekerja sebagai nelayan serta pedagang.
Rendahnya pendapatan ini dapat merupakan alasan sehingga masyarakat lebih
memilih jasa tukang gigi yang diyakini bahwa tukang gigi lebih memasang tarif
yang lebih murah dengan kualitas yang dipertanyakan. Kualitas hasil kerja dari
tukang gigi perlu dipertanyakan dapat ditinjau dari tidak didapatkannya izin untuk
melakukan pekerjaan, sehingga inilah yang mendorong tukang gigi untuk
melakukan suatu perawatan sesuai pengetahuan yang terbatas tanpa
memperhatikan dampak-dampak yang akan ditimbulkan terhadap keadaan rongga
mulut yang akan merugikan pengguna gigitiruan. Menurut hasil penelitian yang
didapatkan menunjukkan bahwa GTC yang dibuat oleh tukang gigi, tidak
memenuhi syarat prosedural dalam pembuatan GTC. Bentuk GTC yang dibuat
oleh tukang gigi tersebut yaitu gigitiruan yang hanya direkatkan ke gigi melalui
proses self-curing tanpa melalui prosedur pembuatan GTC yang seharusnya
43
dilakukan. Awalnya, peneliti cukup heran melihat GTC seperti itu, karena GTC-
nya terkesan seperti sebuah gigitiruan lepasan tetapi gigitiruan tersebut terpasang
mati. Banyak pengguna GTC yang mengeluhkan menempelnya sisa makanan
dibandingkan dengan persentase yang tidak mengeluhkan menempelnya sisa
makanan. Meskipun demikian, pengguna GTC sebagian besar masih merasa
nyaman dalam penggunaan gigitiruannya. Kenyamanan yang dirasakan mungkin
dikarenakan pengguna tidak mengalami kesulitan dalam hal pembersihannya,
selain itu faktor kesibukan atau pekerjaan sehari-hari dari masyarakat pengguna
GTC yang membuat merasa nyaman dan menganggap seperti hal yang biasa
dalam menggunakan GTC.
Setelah dilakukan pemeriksaan keadaan gingiva pada pengguna GTC,
maka didapatkan hasil bahwa keadaan gingiva masih dalam keadaan relatif sehat,
karena dalam hasil pemeriksaan menunjukkan lebih besar pengguna GTC
mengalami inflamasi ringan, dan hanya satu dari 12 responden yang mengalami
inflamasi moderat. Keadaan ini terjadi karena tingkat kebersihan mulut pengguna
GTC yang cukup baik, misalnya pada kebiasaan penyikatan gigi yang dilakukan
secara teratur dalam sehari. Ini juga dapat terlihat dari hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa terdapat sedikit perubahan antara frekuensi terjadinya
sariawan sebelum pemakaian GTC dan setelah pemakaian GTC. Selain faktor
kebersihan mulut, faktor makanan yang dikonsumsi sehari-hari juga dapat ikut
berperan terhadap kesehatan rongga mulut khususnya pada kesehatan gingiva.
Kekurangan nutrisi diketahui dapat memberi efek terhadap fungsi imun dan
kemungkinan memberi pengaruh terhadap kemampuan host untuk melindungi diri
44
melawan berbagai efek yang merugikan.23 Dengan demikian, faktor nutrisi
memiliki peran dalam kesehatan rongga mulut terkhusus pada kesehatan gingiva.
Adapun kelemahan-kelemahan yang terdapat pada penelitian ini, antara
lain :
1. Penggunaan kuisioner sebagai instrumen penelitian. Dengan menggunakan
kuisioner, terdapat kemungkinan besar bahwa responden tidak menjawab
pertanyaan sesuai yang dialaminya. Hal ini dapat terjadi karena faktor
privasi dari responden yang tidak ingin diketahui oleh orang lain.
2. Perilaku sehat masyarakat Pulau Kodingareng. Perilaku sehat ini
berhubungan dengan tingkat pendidikan masyarakat Pulau Kodingareng
yang sebagian besar hanya sampai pada tingkat sekolah dasar, sehingga
berhubungan dengan rendahnya tingkat pengetahuan tentang pentingnya
kesehatan gigi dan mulut. Selain tingkat pendidikan, perilaku sehat juga
dapat berhubungan dengan mata pencaharian masyarakat Pulau
Kodingareng yang sebagian besar sebagai nelayan dengan tingkat
kesibukan yang tinggi serta kerasnya hidup yang dijalani. Sehingga dari
faktor-faktor tersebut, masyarakat Pulau Kodingareng menganggap hal-hal
yang seharusnya perlu diperhatikan dalam kesehatan gigi dan mulut,
dianggap menjadi suatu hal yang biasa. Salah satu contoh, yaitu pada
pertanyaan tentang rasa nyaman saat penggunaan GTC, banyak responden
yang mengatakan bahwa gigitiruan tersebut masih nyaman untuk
digunakan, walaupun penggunaan GTC seharusnya akan tidak nyaman
karena seringnya menempel sisa makanan.
45
BAB VII
PENUTUP
7.1 KESIMPULAN
1. Pengguna GTC pada masyarakat Pulau Kodingareng sangat sedikit, dengan
jumlah wanita yang memakai GTC lebih banyak dibandingkan pada pria
dengan alasan faktor estetiknya.
2. Pengguna GTC yang membuat gigitiruannya di tukang gigi, kebanyakan masih
merasa nyaman dengan pemakaian gigitiruannya, meskipun banyak pula yang
mengeluhkan seringnya menempel sisa makanan. Pengguna GTC merasa tidak
terganggu dengan keadaan tersebut dalam menjalankan kegiatan sehari-
harinya. Kesibukan serta faktor pendidikan yang mendukung tidak adanya
keluhan ketidaknyamanan terhadap pemakaian GTC.
3. Kesehatan jaringan gingiva pada pengguna GTC di Pulau Kodingareng
menunjukkan bahwa sebagian besar mengalami inflamasi ringan yang ditandai
dengan terjadinya perubahan ringan pada warna gingiva dan sedikit edema,
serta tidak ada perdarahan saat di-probing. Hanya terdapat satu responden
diantara 12 responden yang mengalami inflamasi moderat. Sehingga dapat
dilihat bahwa GTC yang responden gunakan tidak signifikan berdampak pada
kesehatan jaringan gingivanya.
4. Penelitian ini tidak bisa mencakup seluruh masyarakat Pulau Kodingareng
karena adanya keterbatasan penelitian.
7.2 SARAN
Dari pembahasan yang telah dipaparkan, maka penulis menyarankan :
1. Diadakan penyuluhan yang membahas tentang pentingnya pemakaian
gigitiruan untuk menggantikan gigi yang hilang, terkhususnya penggunaan
GTC untuk memperoleh konstruksi yang baik dan hanya menutupi sedikit
jaringan penyangga sehingga lebih nyaman untuk digunakan serta terpasang
cekat di dalam mulut.
2. Pengguna GTC tidak menggangap keluhan yang dialami sejak penggunaan
GTC merupakan suatu hal yang biasa, karena akan menimbulkan dampak yang
buruk terhadap kesehatan rongga mulut.
3. Meskipun penggunaan GTC yang dibuat oleh tukang gigi tidak berdampak
secara signifikan terhadap kesehatan gingiva, namun terjadinya perubahan
ringan pada warna gigi serta sedikit edema, tidak dapat diabaikan begitu saja,
karena lama-kelamaan jika dibiarkan, status dari inflamasi ringan akan berubah
menjadi inflamasi yang lebih berat, sehingga pengguna GTC memeriksakan
keadaan jaringan gingiva pada tenaga medis, terkhususnya dokter gigi.
4. Melakukan persiapan dengan sebaik-baiknya sebelum melaksanakan
penelitian, seperti memastikan bahwa semua masyarakat Pulau Kodingareng
telah mengetahui akan diadakannya kegiatan penelitian didaerah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Jubhari EH. Upaya untuk mengurangi preparasi gigi : Fung shell bridge. Jurnal Kedokteran Gigi Dentofasial 2007;6(1):27-9.
2. Lesmana RA. Faktor-faktor periodontal dengan gigitiruan cekat. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 1999;6(3):35-40.
3. Machmud E. Desain preparasi gigitiruan cekat mempengaruhi kesehatan jaringan periodontal. Jurnal Kedokteran Gigi Dentofasial 2008;7(1):13-4.
4. Pemkot rehabilitasi puskesmas di Pulau Kodingareng. Available from:http://www.antara-sulawesiselatan.com/berita/22838/pemkot-rehabilitasi-puskesmas-di-pulau-kodingareng. Accessed on: Desember 20, 2010
5. Shilingburg H, Hobo S, Whitsett L, Richard J, Brackett S. Fundamentals of fixed prosthodontics. 3rd Ed. North Kimberly Drive: Quintessence Publishing Co, Inc; 1997.p.1
6. Allan DN, Foreman PC. Mahkota dan jembatan (crown and bridge prosthodontics:an illustrated handbook). Alih bahasa: Djaya A. Editor; Juwono L. Jakarta : Hipokrates, 1994; p.81
7. Barclay CW, Walmsley AD. Fixed and removable prosthodontics. 2nd ed. Tottenham: Churchill livingstone;2001.p. 115-22
8. Fiorellini JP, Kim DM, Ishikawa SO. The tooth-supporting structures. In: Newman MG, Takei HH, Carranza FA, editors. Carranza’s clinical periodontology. 10th Ed. Philadelphia: WB Saunder Co;2005. p.68
9. Fiorellini JP, Kim DM, Ishikawa SO. The gingival. In: Newman MG, takei HH, Carranza FA, editors. Clinical periodontology. 9th ed. Philadelphia: WB Saunder Co; 2002. p.46.
10. Itoiz ME, Carranza FA. The gingival. In: Newman MG, takei HH, Carranza FA, editors. Clinical periodontology. 9th ed. Philadelphia : WB Saunder Co; 2002. p.16-7.
11. Manhold, John A, Balbo MP. Ilustrated dental terminology with spansh, French, and german correlation. 7th ed. Philadelphia: JB Lippincott;1985.p.76
12. Zigurs G, Vidzis A, Brinkmane A. Halitosis manifestation and prevention means for patients with fixed teeth dentures. J Stomatologija, Baltic Dental and Maxillofacial 2005;7:3-6
13. Carranza FA, Rapley JW, Haake SK. Gingival inflammation. In : Newman MG, Takei HH, Carranza FA, editors. Clinical periodontology.9th ed. Philadelphia: WB Saunder Co;2002.p.263-4
14. Public dental services in Australia:whose responsibility. Available from : http://nrha.ruralhealth.org.au/cms/uploads/publications/public%20dental%20services%20in%20australia.pdf. Accessed on: Mei 18, 2011
15. Dental public health. Available from: http://www.vch.ca/media/Performance_Plan_Dental.pdf. Accessed on: Mei, 18 2011
16. Pulau Kodingareng Lompo. Available from : http://griyawisata.com/ Accessed on: Desember 20, 2010
17. Padburg Jr A, Eber R, Wang H-L. Interactions between the gingiva and the margin of restorations. J Clin Periodontal 2003;30:379-85
18. Hubungan karakteristik pengguna gigi palsu dengan pemanfaatan jasa tukang gigi. Available from : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14734/1/09E00980.pdf. Accessed on: Mei, 18 2011
19. Beck JD, Arbes SJ. Epidemiology of gingival and periodontal diseases. In: Newman MG, Takei HH, Carranza FA, editor. Carranza’s clinical periodontology. 10 th ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company; 2005.p.115.
20. Pan S, Awad M, Thomason JM, Dufresne E, Kobayashi T, Kimoto S, et all. Sex differences in denture satisfaction. Journal of Dentistry 2008;36:302.
21. Situmorang N. Perilaku sakit: suatu tinjauan sosial cultural. Dentika Dent J 2003;2(8):265
22. Fabiola I. Faktor-faktor yang berhubungan dengan angka kunjungan masyarakat ke klinik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gajah Mada. Jurnal Persatuan Dokter Gigi Indonesia 2006;56(1):37-8.
23. Novak MJ. Classification of diseases and conditions affecting the periodontium. In : Newman MG, Takei HH, Carranza FA, editors. Clinical periodontology.9 th ed. Philadelphia: WB Saunder Co;2002.p.65-6
……………….. Fisiologi Pengunyahan, Penelanan, dan BicaraI. Mekanisme Mastikasi
48
Pe rge rakan yg t e rkon t ro l da r i mand ibu l a d ipe rgunakan da l am mengigit, mengunyah, dan menelan makanan dan cairan, serta dalamberbicara. Aktivitas yang terintegrasi dari otot rahang dalam meresponaktivitas dari neuron eferen pada saraf motorik di pergerakan mandibular y a n g m e n g o n t r o l h u b u n g a n a n t a r a g i g i r a h a n g a t a s d a n b a w a h . Pergerakan rahang adalah suatu pergerakan yang terintegrasi dari lidahdan otot lain yang mengontrol area perioral, faring, dan laring.Pergerakan otot rahang, terhubung pada midline. Pengontrolan ototrahang bukan secara resiprokal seperti pergerakan limb, tapi terorganisir s e c a r a b i l a t e r a l . J a d i , d a p a t d i s i m p u l k a n b a h w a p e m b u k a a n d a n penutupan rahang selama penguyahan yang secara relatif merupakanpergerakan sederhana dengan pengaturan pada limb sebagai penggerak.Bagaimanapun, pergerakan dalam mastikasi adalah suatu yang kompleksdan tidak hanya berupa mekanisme pergerakan menggerinda simple yangmana merupakan pengu rangan uku ran makanan . Se l ama mas t i ka s i , makanan dikurangi ukurannya dan dicampur dengan saliva sebagai tahapawal dari proses digesti..1 Pergerakan PengunyahanPemahaman mengenai pola pergerakan rahang telah menjadi topicyang menarik dalam hal klinis di kedokteran gigi, terutama dalam bidangorthodonti dan prostodonti. Salah satu tujuan memugar bentuk oklusaladalah untuk memastikan kontak gigi terintegrasi dengan pola pergerakanr a h a n g . O l e h k a r e n a i t u , b e b e r a p a p e n e l i t i a n d i m a k s u d k a n u n t u k m e n j e l a s k a n b a g i a n m a n d i b u l a s e l a m a p e n g u n y a h a n d a n u n t u k mengidentifikasikan posisi mandibula setelahnya. Dokter gigi mencariposisi stabil mandibula untuk menfasilitasi penelitian tentang rahang padaalat yang bernama simulator atau artikulator.
…………………..
A smile can last a lifetime – if you take care of it
21 Desember, 2008
Manfaat Mengunyah Makanan Lebih Lama
49
Makanan yang telah hancur lembut saat dimasak, tentu saja amat memudahkan kerja pencernaan lambung. Ibarat mesin, jika kerjanya relatif ringan, mesin itu akan lebih awet. Begitu juga lambung. Lambung bekerja keras jika makanan itu berasal dari bahan nabati yang seratnya lebih keras dan padat. Namun, kini sudah banyak makanan yang tidak perlu dikunyah puluhan kali sebelum ditelan. Dengan kata lain, cukup langsung ditelan. Memang, jenis makanan seperti itu meringankan kerja lambung. Akan tetapi, bagaimana halnya dengan kesehatan gigi? Ini yang perlu dipertanyakan.
Para arkeolog mencatat bahwa keadaan gigi fosil-fosil nenek moyang manusia pada umumnya baik, padahal... hampir dapat dipastikan bahwa saat ini cara merawat dan memelihara gigi belum selengkap sekarang. Selain sarananya belum memadai, teknologi di bidang kesehatan gigi pun belum semaju sekarang. Lalu, di mana letak rahasianya? Jawaban yang paling bias diterima adalah pada jenis makanannya.Manusia zaman dahulu sebagian besar makanannya berasal dari bahan nabati, termasuk buah-buahan. Untuk itu, mereka biasa mengunyah kuat dan dalam waktu lama. Dugaan bukannya tanpa alasan dan dukungan yang kuat.Para pakar kesehatan di Amerika sejak lama mengumumkan hasil penelitiannya, yakni anak-anak yang biasa mengunyah lebih lama, cenderung memiliki gigi yang lebih bersih dan kuat.Risiko terserang penyakit gigi bagi mereka relatif kecil. Ditambahkan pula bahwa mengunyah dalam waktu yang lama makanan dari nabati, khususnya buah-buahan, akan menunjang kesehatan gigi.Secara umum, orang berpendapat bahwa buah-buahan berguna sebagai pencuci mulut sehabis makan. Selain menambah kandungan karbohidrat dan vitamin pada makanan pokok, juga membersihkan sisa-sisa makanan di celah gigi. Namun, hasil penelitian pakar tersebut menunjukkan lebih dari itu. Setiap melakukan kunyahan, berarti pula merangsang timbulnya air liur. Semakin banyak mengunyah, semakin banyak pula air liur yang keluar. Dalam lima menit mengunyah, air liur yang tertinggal di mulut jumlahnya ratusan kali lebih banyak dibandingkan saat diam (tidak mengunyah).Air liur mengandung beberapa zat, termasuk kalsium yang dapat membentengi email gigi dari kerusakan. Dengan begitu, kesehatan gigi akan lebih terjaga. Bahkan, ada sebagian pakar kesehatan gigi yang berpendapat mengunyah buah-buahan selama lima menit, lebih baik dan efektif daripada menggosok gigi. Tentunya anggapan pakar kesehatan itu bukan bermaksud yang sudah mengunyah buah-buahan
50
tidak perlu menggosok gigi.Keadaan masyarakat sekarang tidak sama dengan masyarakat nenek moyang kita di zaman batu. Oleh karenanya, tidaklah cukup mengunyah buah-buahan saja untuk memperoleh kesehatan gigi yang baik. Ada estetika pergaulan yang sepertinya menuntut semua orang untuk biasa tersenyum cerah dengan gigi sehat. Aromanya yang senantiasa harus segar sepanjang waktu.Kesehatan gigi tidak dapat tercipta dalam sekejap. Itu sebabnya, orang harus membiasakan diri menjaga kesehatan gigi. Sejak dini, anak-anak mesti diajarkan mengunyah makanan, khususnya makan buah-buahan dalam frekuensi kunyahan yang cukup. Selain itu, selalu mengingatkan mereka jika lupa menggosok gigi. Orang tua dahulu pernah berkata, ”Kunyahlah makanan 28 kali.” Pesan ini memang terasa manfaatnya sampai kini.
………………
FUNGSI GIGI PALSU
MENGAPA HARUS MENGGANTI GIGI-GIGI YANG HILANGSetelah gigi Anda dicabut, maka pertama-tama yang paling dirasakan adalah ketidaknyamanan saat mengunyah yang timbul karena ruangan kosong akibat pencabutan gigi tersebut. Untuk jangka panjang akan timbul masalah pergerakan gigi-gigi yang bergeser ke tempat kosong. Kontak antara gigi menjadi renggang sehingga timbul food impaksi (mudah terselip makanan). Selanjutnya timbul lubang dan infeksi gusi di daerah terselipnya makananDengan hilangnya satu gigi saja dapat menimbulkan efek domino pada gigi-gigi lain yaitu gigi yang berkontak / lawannya untuk mengunyah makanan.
Sebagai illustrasi, dengan hilangnya 4 gigi berarti ada 8 gigi yang sudah tidak berfungsi untuk pengunyahan. Jika jumlah gigi 32 maka kita sudah kehilangan efisiensi pengunyahan 25%. Sehingga gigi geligi sisanya mempunyai beban yang lebih berat. Pada banyak orang akan menimbulkan sakit kepala karena hubungan kontak gigi geligi yang tidak baik ini yang mempengaruhi otot pengunyahan, otot muka dan temporomandibular joint ( sendi TMJ).Kesimpulannya, kehilangan gigi akan mempengaruhi fungsi kunyah, fungsi bicara serta kesehatan tubuh dan tentunya juga kecantikan.Karena itu gigi yang hilang sebaiknya diganti sesegera mungkin dengan:1. Mahkota & Jembatan (Crown & Bridge)2. Gigi Palsu Lepasan ( Removeable partial denture)
51
3. Dental Implant Anda dapat mendiskusikan pilihan gigi palsu yang tepat dengan dokter gigi Anda
52