contoh bab 2 kajian teoritis disertasi

76
 12 I. KAJIAN TEORETIK A. Deskrip si Kon sept ual 1. Variab el Terikat (Dependent Variable) Efektivitas Manajerial Keberhasilan seorang manajer yang paling utama terletak dalam mencapai tujuan organisasi melalui upaya terkoordinasi dari anggota organisasi. Efektivitas Manajerial adalah sejauh mana seorang manajer bisa mencapai persyaratan output yang diinginkan . Efektivitas manajerial harus didefinisikan dalam hal output daripada input dengan apa seorang manajer capai bukan oleh apa yang dia lakukan. Efektivitas bukanlah hanya bertumpu pada kualitas seorang manajer. Efektivitas yang terbaik bila manajer bisa menghasilkan yang terbaik dari situasi yang sulit dengan mengelola sumberdaya secara wajar. Manajer harus berpikir dalam hal kinerja, bukan kepribadian. Efektivitas manajerial memilik i tiga variabel fungsi, yaitu manaj er, organisas i dan lingkungan (Aarti Sharma And Pooja Gupta, 2011) 1 Pada saat ini, banyak perusahaan ataupun lembaga menghadapi masalah manajerial dikarenakan kurangnya kemampuan manajemen (Azeem & Fatima, 2012). Drucker, P.F. (1974) di dalam bukunya yang berjudul The Effective Executive menyatakan bahwa para eksekutif mempunyai peran untuk membuat situasi menjadi efektif. 2 Banyak peneliti telah menyelidiki konsep efektivitas 1  Aarti Sharma dan Pooja Gupta, “The Changing Role Of Managerial Excellence In Current Scenario,” International Journal of Multidisciplinary Research, Vol.1 (2), June 2011. 2 Peter F. Drucker, The Effective Executive (London: Pan Book Co.Ltd., Cavage Place, 1974).

Upload: hijab-holic-selangor

Post on 03-Nov-2015

83 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

contoh disertasi

TRANSCRIPT

  • 12

    I. KAJIAN TEORETIK

    A. Deskripsi Konseptual

    1. Variabel Terikat (Dependent Variable)

    Efektivitas Manajerial

    Keberhasilan seorang manajer yang paling utama terletak dalam

    mencapai tujuan organisasi melalui upaya terkoordinasi dari anggota organisasi.

    Efektivitas Manajerial adalah sejauh mana seorang manajer bisa mencapai

    persyaratan output yang diinginkan. Efektivitas manajerial harus didefinisikan

    dalam hal output daripada input dengan apa seorang manajer capai bukan oleh

    apa yang dia lakukan. Efektivitas bukanlah hanya bertumpu pada kualitas

    seorang manajer. Efektivitas yang terbaik bila manajer bisa menghasilkan yang

    terbaik dari situasi yang sulit dengan mengelola sumberdaya secara wajar.

    Manajer harus berpikir dalam hal kinerja, bukan kepribadian. Efektivitas

    manajerial memiliki tiga variabel fungsi, yaitu manajer, organisasi dan lingkungan

    (Aarti Sharma And Pooja Gupta, 2011)1

    Pada saat ini, banyak perusahaan ataupun lembaga menghadapi masalah

    manajerial dikarenakan kurangnya kemampuan manajemen (Azeem & Fatima,

    2012). Drucker, P.F. (1974) di dalam bukunya yang berjudul The Effective

    Executive menyatakan bahwa para eksekutif mempunyai peran untuk membuat

    situasi menjadi efektif.2 Banyak peneliti telah menyelidiki konsep efektivitas

    1 Aarti Sharma dan Pooja Gupta, The Changing Role Of Managerial Excellence In Current Scenario,International Journal of Multidisciplinary Research, Vol.1 (2), June 2011.

    2 Peter F. Drucker, The Effective Executive (London: Pan Book Co.Ltd., Cavage Place, 1974).

  • 13

    manajerial selama bertahun-tahun (Mohan, 1985).3 Efektivitas dihubungkan

    dengan pencapaian tujuan, sedangkan efisiensi mengandung pengertian

    perbandingan antara biaya dan hasil. Steers dan Sergovani yang di kutip Aan

    Komariah & Cepi Triatna (2005) menyatakan bahwa keefektifan menekankan

    perhatian pada kesesuaian hasil yang dicapai organisasi dengan tujuan yang

    akan dicapai.4

    Mendefinisikan dan mengukur efektivitas, khususnya dalam lingkup

    manajerial tidak langsung dapat terlihat seperti ruang lingkup lain pada

    umumnya. Walau demikian, hal ini tetap dapat dilakukan. Efektivitas merupakan

    suatu standar pengkuran untuk menggambarkan tingkat keberhasilan suatu

    lembaga atau organisasi dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan

    sebelumnya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sedarmayanti (2001),

    Efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh

    target dapat tercapai.5 Hal serupa dikatakan oleh Black and Edward (1979),

    Cara terbaik mengukur efektifitas adalah dengan melihat perbedaan antara

    jumlah yang dihasilkan dengan jumlah yang direncanakan.6

    Aarti Sharma And Pooja Gupta (2011) menyatakan bahwa penggunaan

    konstruktif dari otoritas memerlukan kemampuan untuk merumuskan tujuan yang

    jelas dan menentukan langkah-langkah apa yang diperlukan untuk mencapai

    tujuan yang diharapkan, termasuk membuat orang untuk melakukan apa yang

    3 J Mohan, A comparitive Study of Executive Personality Social Science Research Journal, Vol. 1 (2),1985, hh. 93-102.

    4 Aan Komariah dan Cepi Triatna, Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif (Jakarta: PT BumiAksara, cetakan ke-1, 2005), h. 7.

    5 Sedarmayanti, Produktivitas Kerja Karyawan (Bandung: Mandar Maju, 2001), h. 59.6 Homer A. Black and James D. Edward, The managerial and cost accountants handbook (Illinois:

    Dow Jones-Irwin, 1979).

  • 14

    diperlukan untuk mencapai target.7 Manajer yang ideal yaitu, seorang manajer

    yang memimpin kelompoknya menuju pencapaian tujuan dan mempertahankan

    stabilitas sosial. Ada kontroversi dan banyak argumen yang dikemukakan bahwa

    seorang pemimpin yang baik harus memiliki karakteristik tertentu, argumen yang

    sama yang ada untuk efektivitas manajerial. Ada banyak peneliti yang

    berdasarkan temuan mereka telah mengidentifikasi bahwa manajer yang efektif

    memiliki set tertentu karakteristik seperti pengetahuan pekerjaan, komunikasi

    yang baik, ketajaman bisnis dan hubungan antar sesama tetapi memiliki

    karakteristik ini tidak cukup untuk menjadi manajer yang efektif. Faktor-faktor

    penunjang efektivitas manajerial menekan tiga aspek penting yaitu: kegiatan

    posisinya , mencapai hasil , dan mengembangkan potensi lebih lanjut (Aarti

    Sharma And Pooja Gupta, 2011).8

    Para peneliti menyoroti pentingnya sebuah efektifitas manajerial secara

    tepat. Beliau menyatakan bahwa Bahkan bisnis yang paling efisien sekalipun

    tidak dapat bertahan hidup apalagi berhasil jika efisien dalam melakukan hal

    yang salah, yaitu, jika bisnis tersebut tidak memiliki efektivitas". Bergantung

    kepada kekuatan dan pelaksanaan manajemen dalam mencapai tujuan akhir

    sebuah lembaga atau perusahaan membuktikan bahwa efektifitas sama sekali

    bukan urusan jangka pendek (Morris and Pinto, 2010).9

    Efektivitas manajerial tidak lebih dari hasil akhir, dan itu berkaitan dengan

    posisi seseorang dalam sebuah organisasi atau lembaga. Beliau menekankan

    7 Aarti Sharma dan Pooja Gupta, op. cit.8 Ibid.9 Peter Morris dan Jeffrey K. Pinto, The Wiley Guide to Project, Program, and Portfolio Management

    (John Wiley & Sons, 2010).

  • 15

    pada hasil tanpa menyebutkan moral dan kepuasan anggota kelompok. situasi

    yang kurang krusial sekalipun menentukan efektivitas manajerial. Menurutnya

    hal terpenting adalah kebiasaan seorang manajer dalam mengatasi sebuah

    masalah dengan cara tertentu. Apabila kebiasaan ini berkembang, maka apa

    pun situasinya seorang manajer akan selalu melakukan tindakan dengan baik

    (Aarti Sharma And Pooja Gupta, 2011).10

    Tsui, Anne S, Ashford, Susan J (1994) mengidentifikasi bahwa seorang

    manajer dapat mencapai efektivitas manajerial melalui adaptive self-regulation.11

    Hal ini mengindikasikan bahwa seorang manajer harus dapat menetapkan

    tujuan, memonitor perilaku, serta mengevaluasi diri, dan memberikan

    penghargaan atau hukuman terhadap dirinya sendiri sesuai tindakan atau

    pencapaian yang diraih.

    Balaraman (1989) mendefinisikan:

    efektivitas manajerial dengan mengevaluasi para manajer dengankriteria pekerjaan yang berorientasi seperti komunikasi, kesadaran biaya,delegasi kerja, hubungan kerja, perencanaan dan penjadwalan, pengamanankerjasama antar departemen, pelatihan anggota dan pemanfaatan kapasitas.12

    Flanagan dan Spurgeon (1996) melihat dengan lebih luas lagi bahwa

    efektivitas manajemen adalah:

    hal yang kontingen, ia berasal dari apa yang orang lain harapkan atauapa yang harus dilakukan oleh seorang manajer dan menyimpulkan bahwaefektivitas tidak harus diterapkan sebagai tujuan mutlak bagi semua pekerjaanmanajerial di semua organisasi akan tetapi hanya dalam hal situasional saja.13

    10 Aarti Sharma dan Pooja Gupta, op. cit.11 Anne S. Tsui and Susan J. Ashford, Adaptive self-regulation: A process view of managerial

    effectiveness Journal of Management, Vol. 20, Spring 1994, hh. 93-121.12 Balaraman, S., Are Leadership Styles Predictive of Managerial Effectiveness, Indian Journal of

    Industrial Relations, Vol.24, April 1989, hh. 399-415.13 Hugh Flanagan dan Peter Spurgeon, Public sector managerial effectiveness: theory and practice

    In the National Health Service (Buckingham: Open University Press, 1996), hh.41-42

  • 16

    Namun, mereka berpendapat bahwa penilaian masing-masing bawahan,

    rekan, atasan dan manajer tentang apa yang merupakan perilaku manajerial

    yang efektif sering berbeda. Pandangan ini didukung oleh Pengirim (2000) yang

    berpendapat efektivitas manajerial harus diperiksa dari perspektif kedua atasan

    dan bawahan.

    Banyak penelitian terdahulu menemukan bahwa penilaian dari tiap

    bawahan, rekanan, atasan dan manajer mengenai perilaku manajerial yang

    efektif berbeda antar satu dan lainnya. Hal ini dudukung oleh Shipper (2000)

    yang berpendapat bahwa efektivitas manajerial harus diperiksa dari kedua

    perspektif yaitu perspektif atasan dan bawahan.

    Penelitian yang dilakukan Mott, Paul (1972) menyatakan terdapat

    hubungan yang kuat antara integrasi fungsional dengan efektifitas. Ia membagi

    faktor-faktor penentu efektivitas sebuah organisasi atau lembaga menjadi dua

    kategori besar: (1) Karakteristik Organisasi; (2) Karakteristik perilaku.14

    Efektivitas manajerial suatu lembaga, sangat dekat hubungannya dengan

    efektifitas organisasi lembaga tersebut. Katz dan Kahn (dalam Steers, 1985)

    mengatakan bahwa untuk memastikan keberhasilan akhir suatu lembaga harus

    dapat memenuhi tiga persyaratan perilaku penting yaitu:

    a. Suatu lembaga harus mampu membina dan mempertahankan suatu armadakerja yang mantap terdiri dari personil trampil.

    b. Suatu lembaga harus dapat menikmati prestasi peranan yang dapat diandalkandari para personilnya, dalam hal ini setiap personil bukan saja dituntut untukbersedia berkarya, tetapi juga harus melaksanakan tugas khusus yang menjaditanggung jawab utamanya.

    14 Paul E. Mott, The Characteristics of Effective Organization (New York: Harper ans Row, 1972), h.34.

  • 17

    c. Para personil harus mengusahakan bertingkah laku yang spontan dan inovatif,dengan demikian setiap personil jangan hanya bertingkahlaku secara pasifsaja.15

    Bila pendapat tersebut diperhatikan, maka syarat pertama yang diajukan berkisar

    pada masalah keterikatan pada organisasi, sedangkan persyaratan kedua dan

    ketiga berhubungan dengan tingkat dan kualitas prestasi kerja dalam organisasi.

    Aspek-aspek tersebut merupakan suatu proses yang didasarkan pada perilaku

    dan struktur organisasi dan kemudian diarahkan pada pencapaian hasil yang

    diinginkan.

    Dari kacamata administrasi dan manajemen, dalam suatu organisasi

    selalu ada seseorang atau beberapa orang yang bertanggungjawab untuk

    mengkoordinasikan sejumlah orang untuk bekerjasama dengan segala aktivitas

    dan fasilitasnya, dan organisasi itu sendiri terdiri dari individu-individu dan

    kelompok karena efektivitas Suatu lembaga juga terdiri dari individu dan

    kelompok, tetapi efektivitas suatu lembaga lebih sekedar penjumlahan efektivitas

    individu dan kelompok melalui efek sinergi, suatu lembaga mendapatkan tingkat

    efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan penjumlahan bagian-bagiannya.

    Berdasarkan Ensiklopedi Umum Administrasi, Efektivitas berasal dari kata kerja

    Efektif, berarti terjadinya suatu akibat atau efek yang dikehendaki dalam

    perbuatan. Setiap pekerjaan yang efektif belum tentu efisien, karena mungkin

    hasil dicapai dengan penghamburan material, juga berupa pikiran, tenaga,

    waktu, maupun benda lainnya.

    15 Richard M. Steers, Efektivitas Organisasi (Jakarta: Erlangga, 1985), h. 135.

  • 18

    Kata efektivitas sering diikuti dengan kata efisiensi, dimana kedua kata

    tersebut sangat berhubungan dengan produktivitas dari suatu tindakan atau hasil

    yang diinginkan. Suatu yang efektif belum tentu efisien, demikian juga sebaliknya

    suatu yang efisien belum tentu efektif. Dengan demikian istilah efektif adalah

    melakukan pekerjaan yang benar dan sesuai serta dengan cara yang tepat untuk

    mencapai suatu tujuan yang telah direncanakan. Sedangkan efisien adalah hasil

    dari usaha yang telah dicapai lebih besar dari usaha yang dilakukan.

    Dari pengertian diatas, efektivitas dapat dikatakan sebagai keberhasilan

    pencapaian tujuan suatu lembaga dari 2 (dua) sudut pandang. Sudut pandang

    pertama, dari segi hasil maka tujuan atau akibat yang dikehendaki telah

    tercapai. Kedua dari segi usaha yang telah ditempuh atau dilaksanakan telah

    tercapai, sesuai dengan yang ditentukan. Dengan demikian pengertian

    efektivitas dapat dikatakan sebagai taraf tercapainya suatu tujuan tertentu, baik

    ditinjau dari segi hasil, maupun segi usaha yang diukur dengan mutu, jumlah

    serta ketepatan waktu sesuai dengan prosedur dan ukuranukuran tertentu

    sebagaimana yang telah digariskan dalam peraturan yang telah ditetapkan.

    Gibson et al. (1984) mengemukakan masing-masing tingkat efektivitas

    dapat dipandang sebagai suatu sebab variabel oleh variabel lain (ini berarti

    sebab efektivitas).16 Sesuai pendapat Gibson tersebut diatas dapat dijelaskan

    bahwa pada efektivitas individu terdiri dari sebab-sebab antara lain kemampuan,

    ketrampilan, pengetahuan, sikap, motivasi dan stress.

    16 James L.Gibson, John M. Ivancevich, James H. Donnelly, Organisasi dan Manajemen (Jakarta:Erlangga, 1984), h. 30.

  • 19

    Terdapat 3 perspektif yang utama didalam menganalisis apa yang disebut

    efektivitas manajemen organisasi (Richard M. Steers, 1985), yaitu:

    a. Perspektif optimalisasi tujuan, yaitu efektivitas dinilai menurut ukuran seberapa

    jauh suatu organisasi berhasil mencapai tujuan yang layak dicapai. Pemusatan

    perhatian pada tujuan yang layak dicapai secara optimal, memungkinkan

    dikenalinya secara jelas bermacam-macam tujuan yang sering saling

    bertentangan, sekaligus dapat diketahui beberapa hambatan dalam usaha

    mencapai tujuan.

    b. Perspektif sistem, yaitu efektivitas organisasi dipandang dari keterpaduan

    berbagai faktor yang berhubungan mengikuti pola, input, konversi, output dan

    umpan balik, dan mengikutsertakan lingkungan sebagai faktor eksternal. Dalam

    perspektif ini tujuan tidak diperlakukan sebagai suatu keadaan akhir yang statis,

    tetapi sebagai sesuatu yang dapat berubah dalam perjalanan waktu. Lagipula

    tercapainya tujuan-tujuan jangka pendek tertentu dapat diperlakukan sebagai

    input baru untuk penetapan selanjutnya. Jadi tujuan mengikuti suatu daur yang

    saling berhubungan antar komponen, baik faktor yang berasal dari dalam (faktor

    internal), maupun faktor yang berasal dari luar (faktor eksternal).

    c. Perspektif perilaku manusia, yaitu konsep efektivitas organisasi ditekankan pada

    perilaku orang-orang dalam organisasi yang mempengaruhi keberhasilan

    organisasi untuk periode jangka panjang. Disini dilakukan pengintegrasian antara

    kemampuan individu maupun kelompok sebagai unit analisis, dengan asumsi

    bahwa cara satu-satunya mencapai tujuan adalah melalui kemampuan orang-

    orang yang ada dalam organisasi tersebut.17

    Sementara itu, Moore (Sutarto, 1991) mengatakan bahwa

    faktor-faktor atau azaz-azas yang berpengaruh terhadap efektivitas

    organisasi yaitu (1) unit kerjaisasi, (2) rentangan control, (3) control, (4)

    17 Richard M. Steers, op. cit., hh. 5-7.

  • 20

    kepemimpinan, (5) pendelegasian wewenang, (6) ide-ide bawahan, (7) motivasi

    dan (8) spesialisasi.18

    .Robbins (1996) mengemukakan empat fungsi manajemen yang berpengaruh

    terhadap efektivitas organisasi, yaitu perencanaan, pengorganisasian,

    kepemimpinan dan pengendalian.19 Perencanaan mencakup penetapan tujuan,

    penegakan strategi dan pengembangan rencana untuk mengkoordinasikan

    kegiatan. Pengorganisasian mencakup penetapan tugas-tugas apa yang harus

    dikerjakan, siapa yang harus mengerjakan, bagaimana tugas-tugas itu

    dikelompokkan, siapa melapor kepada siapa dan dimana keputusan harus

    diambil. Kepemimpinan mencakup hal motivasi bawahan, mengarahkan orang

    lain, menyeleksi saluran-saluran komunikasi yang paling efektif, dan

    memecahkan konflik-konflik. Pengendalian merupakan kegiatan-kegiatan untuk

    memastikan kegiatan itu dicapai sesuai dengan yang direncanakan dan

    mengoreksi setiap penyimpangan yang terjadi.

    Gulick dan Urwick (Johnson, 2006) mengatakan bahwa:

    .faktor atau azas organisasi yang berpengaruh terhadap efektivitas

    organisasi yaitu (1) penempatan orang pada struktur, (2) kepemimpinan, (3)

    kesatuan perintah, (4) staf khusus dan umum, (5) unit kerja, (6) pelimpahan dan

    pemakaian azas pengecualian, (7) kesimbangan tanggung jawab dan wewenang

    serta (8) rentangan control.20

    18 Sutarto. Dasar-dasar Kepemimpinan Administrasi (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,1998).

    19 Stephen P. Robbins, Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, aplikasi (Jakarta: Prenhallindo, 1996).20 David Johnson, Thinking Government: Public Sector Management in Canada. (Canada:University of

    Toronto Press, 2006).

  • 21

    Pendapat tersebut menggambarkan bahwa dalam penempatan seseorang

    dalam struktur organisasi harus benar-benar selektif, sesuai dengan kemampuan

    yang dimiliki, karena hal ini akan berpengaruh terhadap kinerja seseorang dan

    produktivitas organisasi. Mengenai kepemimpinan merupakan salah satu faktor

    yang mempengaruhi efektivitas organisasi, karena kepemimpinan berkait dengan

    proses mempengaruhi dan menggerakkan seluruh anggota organisasi agar

    mereka bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam organisasi juga perlu

    ada kesatuan perintah, karena tanpa adanya kesatuan perintah akan

    menimbulkan kebingungan, keraguan dan menimbulkan pula tidak jelasnya

    tanggung jawab. Garis-garis satuan perintah harus jelas menunjukkan dari siapa

    saeseorang menerima perintah dan kepada siapa dia bertanggung jawab. Staf

    khusus dan umum diperlukan dalam organisasi karena pekerjaan dan aktivitas

    organisasi bermacam-macam jenisnya dan ada yang perlu penanganan secara

    khusus, yang memerlukan keahlian tertentu. Sedangkan unit kerja dilakukan

    karena dalam organisasi terdapat aktivitas untuk menyusun satuan satuan

    organisasi yang akan diserahi bidang kerja tertentu atau fungsi tertentu. Dengan

    pelimpahan setiap pejabat dari pucuk pimpinan sampai pejabat paling bawah

    memiliki wewenang tertentu dalam bidang tugasnya, sehingga tiap-tiap

    pekerjaan dapat diselesaikan pada jenjang yang tepat. Faktor keseimbangan

    diperhatikan, dimana satuan-satuan organisasi hendaknya ditempatkan pada

    struktur organisasi sesuai dengan perannya, satuan organisasi yang memiliki

    peranan sama penting ditempatkan pada jenjang organisasi yang setingkat.

    Sedangkan rentangan kontrol dimaksudkan untuk menentukan jumlah bawahan

  • 22

    langsung yang ideal yang dapat dipimpin dengan baik oleh seorang atasan

    tertentu.

    Dari berbagai pendapat para ahli tersebut diatas jika diteliti, berbagai

    pendekatan efektivitas, kelihatannya hampir semua bertumpu pada pencapaian

    tujuan organisasi. Walaupun ada sejumlah kecil model yang tidak mengakui

    dasar semacam ini dan sering menggunakan istilah-istilah yang unik, namun bila

    dianalisis lebih jauh ternyata bermuara juga pada konsep tujuan. Kelebihan

    utama dari pendekatan ini adalah bahwa sukses organisasi diukur menurut

    maksud organisasi dan menurut pertimbangan orang luar mengenai apa yang

    seharusnya dilakukan organisasi tersebut. Karena setiap organisasi memiliki

    tujuan-tujuan tersendiri, maka masuk akal kiranya untuk mengetahui keunikan

    yang terjadi dalam usaha mengadakan evaluasi yang bersifat obyek.

    Keseluruhan penjelasan dan pemahaman tentang konsep efektivitas organisasi

    dari para ahli tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa efektivitas

    organisasi adalah kemampuan atau keberhasilan organisasi dalam menjalankan

    tugas dan fungsinya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

    2. Variabel Bebas

    a. Profesionalitas Manajerial

    Profesi diperoleh melalui proses pendidikan dan sosialisasi. Seorang

    profesional akan berperilaku dengan berorientasi pada pengembangan

  • 23

    profesinya (Abernethy dan Stoelwinder, 1990).21 Yamin (2007), profesi

    mengandung arti seseorang yang menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian,

    kemampuan teknik, dan prosedur berdasarkan intelektualitas.22 Berdasarkan

    pengertian ini tersirat makna bahwa di dalam suatu pekerjaan profesional

    diperlukan teknik serta prosedur yang bertumpu pada landaan intelektual

    yang mengacu pada pelayanan yang ahli. Selanjutnya Tilaar (2002),

    menjelaskan pula bahwa seorang yang profesional menjalankan pekerjaanya

    sesuai dengan tuntutan profesi atau dengan kata lain memiliki kemampuan

    dan sikap sesuai dengan tuntutat profesinya.23 Profesional menunjuk pada

    dua hal yaitu (1) orang yang menyandang suatu profesi, (2) penampilan

    seseorang dalam melakukan pekerjaannya yang sesuai dengan profesinya

    (Satori, 2007).24

    Puspa dan Bambang (1998) mengatakan bahwa perilaku seseorang

    yang berorientasi secara profesional akan konsisten dengan organisasinya

    dengan menjaga norma, etika dan kemandirian profesional, sehingga konflik

    peran tidak terjadi.25 Menurut Sianipar (2001) dalam Sundarso dkk (2006)

    yang dikutip oleh Asrariyah (2013), untuk menjadi seorang professional dalam

    memberikan pelayanan, seorang profesional harus memiliki kemampuan dan

    21 Margareth A. Abernethy and Johannes U. Stoelwinder. Physicians And Resource Management InHospitals: An Empirical Investigation Financial Accountability & Management, Vol.6 (1), Spring 1990,hh. 17-31.

    22 Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP (Jakarta: Gaung Persada Press,2007), h.3.

    23 Tilaar, H.A.R., Membenahi Pendidikan Nasional (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002).24 Djaman Satori, Profesi Keguruan (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007).25 Dwi Fitri Puspa dan Bambang Riyanto LS, Tipe Lingkungan Pengendalian Organisasi, Orientasi

    Profesional, Konflik Peran, Kepuasan Kerja dan Kinerja: Suatu Penelitian Empiris Jurnal RisetAkuntansi Indonesia, Vol. (2) 1, Januari 1999, hh. 117-135.

  • 24

    pengetahuan tentang bidang tugas masing-masing sebagaimana dinyatakan

    bahwa pelayanan professional adalah kemampuan seseorang yang miliki

    profesi melayani kebutuhan orang lain atau professional menanggapi

    kebutuhan orang lain atau professional menanggapi kebutuhan khas orang

    lain.26

    Sikap seorang yang beroerientasi professional disebut dengan

    profesionalitas. Profesionalitas menyangkut kecocokan (fitness) antara

    kemampuan yang dimiliki oleh birokrasi (bureaucratic-competence) dengan

    kebutuhan tugas (task-requirement). Terpenuhinya kecocokan antara

    kemampuan dengan kebutuhan tugas merupakan syarat terbentuknya

    sebuah system manajerial yang profesional. Artinya keahlian dan

    kemampuan para manajer merefleksikan arah dan tujuan yang ingin dicapai

    oleh sebuah organisasi atau lembaga.

    Prof.dr Mirko Noordegraaf (2006) Profesionalitas manajer, The

    professionalization of managers, then, can be seen as ambivalent; the

    field of managerial control representing a certain mode of control is

    organized by a certain mode of control, namely professional control. In that

    sense, the rise of managerial professionalism is contradictory; managers

    follow strategies which they borrow from other professionals, in order to

    constrain these other professionals.27

    Kemudian, dapat dilihat sebagai ambivalen, bidang manajerial kontrol

    mewakili mode kontrol tertentu yang diselenggarakan oleh mode tertentu

    kontrol, yaitu profesional kontrol. Dalam hal ini, munculnya profesionalisme

    26 Sitti Asrariyah, Profesionalisme Aparatur Dalam Pelayanan Publik di Kantor Camat Samarinda UluKota Samarinda eJournal Ilmu Pemerintahan, Vol. 1 (1), 2013, hh. 149-164

    27 Mirko Noordegraaf, Boundaries of Professionalism-The Institutionalization of ManagerialProfessionalism in Public Sectors 5th International Critical Management Studies Conference, (TheNetherlands: University of Utrecht, June 2006), h. 6.

  • 25

    manajerial bertentangan; manajer mengikuti strategi yang mereka pinjam dari

    para profesional lainnya, untuk membatasi profesional lainnya (Mirko

    Noordegraaf, 2006).

    Another key element of professionalism involves cultivating and managing

    working relationships with others. Effectiveness in delivering and receiving

    constructive feedback is a hallmark of professionalism. Andrew N. Garman

    (Journal of Healthcare Management 51:4 July/August 2006)28

    Unsur kunci lain dari profesionalisme melibatkan penanaman dan

    pengelolaan hubungan kerja dengan orang lain. Efektivitas dalam

    memberikan dan menerima umpan balik yang konstruktif merupakan ciri dari

    profesionalisme (Andrew N. Garman, 2006).

    Menurut Martin Seidenfeld, Ph.D. (2010)29

    Professionalism refers to a set of attitudes and behaviors that arerelevant no matter what sort of work you do. There is a lot of confusion aboutprofessionalism. Ask different people about what being a professional meansand here are some of the answers youll get:Being a professional means: Speaking clearly, using proper English, and acting reserved. Striving for accuracy in all you do, following the rules of your organization. Focusing on your work, not just on the money you earn. Being conscientious, discreet, informed, and respectful. Keeping your private life out of your job. Being able to work independently, responsibly, and always meeting

    commitments. Being able to deal with an uncomfortable situation in a healthy and

    productive way.Professionals are not born; they are individuals who consciously choose tobecome the best they can, at whatever they do.

    28 Andrew N. Garman, R. Evans, M. K. Krause, and J. Anfossi, Competencies: ProfessionalismJournalof Healthcare Management, Vol. 51 (4), 2006.

  • 26

    Profesional tidak dilahirkan, mereka adalah orang-orang yang secara

    sadar memilih untuk menjadi yang terbaik yang mereka bisa, pada apa pun

    yang mereka lakukan ( Martin Seidenfeld, Ph.D, 2010).29

    Penelitian mengenai ciri manajer yang professional menemukan bahwa

    tingkat energi, stamina fisik, dan toleransi terhadap stress, berhubungan

    dengan profesionalitas manajerial yang pada akhirnya akan menghasilkan

    efektifitas manajerial. Tingkat energi yang tinggi dan toleransi terhadap stress

    membantu para manajer menanggulangi tingkat kecepatan yang tinggi, Ciri

    manajer lain yang kelihatanya relevan bagi professionalitas manajerial

    disebut orentasi pada locus of control. Orang dengan orentasi ini (disebut

    internal) percaya bahwa peristiwa-peristiwa dalam hidup mereka lebih banyak

    ditentukan oleh tindakan-tindakan mereka sendiri dari pada suatu kebetulan

    atau oleh kekuatan-kekuatan yang tidak dapat di control (Saima Munir and

    Mehsoon Sajid, 2010).30

    Orang yang secara emosional matang dapat menyesuaikan diri dengan

    baik dan tidak menderita kekacauan psikologis yang berat, mempunyai

    kesadaran yang lebih tepat mengenai kekuatan dan kelemahan mereka, dan

    mereka berorentasi kearah perbaikan diri dari pada menolak adanya

    kelemahan dan memfantasikan keberhasilan, juga tidak terlalu egosentris,

    mereka lebih banyak memiliki kontrol terhadap diri sendiri. Hasilnya para

    pemimpin yang mempunyai kematangan emosional yang tinggi mempunyai

    29 Martin Seidenfeld, Ph.D, Managerial Professionalism, ALN Online;http://www.alnmag.com/articles/2010/02/managerial-professionalism (diakses 26 Desember 2013).

    30 Saima Munir and Mehsoon Sajid, Examining Locus of Control (LOC) as a Determinant ofOrganizational Commitment among University Professors in Pakistan, Journal of Business StudiesQuarterly, Vol. (1) 3, 2010, hh. 78-93

  • 27

    lebih banyak hubungan kerja sama dengan para bawahanya, kerabat, dan

    dengan para atasanya (Maddocks, 2013).31

    Integritas berarti bahwa perilaku seseorang konisten dengan niai- nilai

    yang menyertainya, orang tersebut bebrsifat jujur, etis, dan dapat dipercaya.

    Berbagai jenis perilaku berhubungan dengan integritas, sebuah indikasi

    penting tentang integritas adalah sejauh mana orang itu jujur dan dapat di

    percaya dari pada memperdaya. Para pemimpin akan kehilangan kredibilitas

    bilamana orang mendapatkan bahwa mereka telah berbohong atau telah

    membuat klaim yang menyimpang secara berlebihan dari pada yang

    sebenarnya, indikator lain mengenai integritas adalah menepati janji. (Jos G.

    Vargas-Hernndez, 2011).32

    Seorang manajer professional dituntut memiliki ketrampilan teknis,

    ketrampilan konseptual dan ketrampilan antar personal dalam menjalankan

    fungsinya sebagai manajer. Dalam ketrampilan teknis termasuk pengetahuan

    mengenai metode-metode, proses-proses, prosedur, serta teknik-teknik untuk

    melakukan kegiatan-kegiatan yang khusus dari unit suatu organisasi.

    Ketrampilan-ketrampilan tersebut di pelajari selama pendidikan formal dalam

    bidang- bidang yang terspesialisasi. Kecermelangan teknis yang dimiliki oleh

    seorang manajer berhubungan dengan efektifitas dan kemajuan ditingkat

    manajemen yang lebih rendah, namun ia secara relatif menjadi kurang

    31 Jo Maddocks, A decade of Emotional Intelligence: Trends and implications from the EmotionalIntelligence Profile (EIP) Virtual Conference On Moral Leadership: Jca (Occupational Psychologists)Limited, 2011.

    32 Jos G. Vargas-Hernndez, Management Education for Professional Integrity: The Case ofUniversity Centre for Economic and Managerial Sciences, University of Guadalajara The ClassicVirtues in Organizational Leadership, Regent University School of Global Leadership &Entrepreneurship, 2011.

  • 28

    penting pada tingkat manajemen yang lebih tinggi. Tidaklah cukup untuk

    mempunyai pengetahuan yang mendalam mengenai produk-produk dan

    prose-proses yang untuknya seorang manajer yang bertanggung jawab.

    Perencanaan yang strategik kemungkinan tidak akan efektif kecuali bila

    seseorang manajer memahami kekuatan dan kelemahan yang relatif dari

    produk-produk (atau jasa-jasanya) sendiri dibanding dengan yang diberikan

    oleh para pesaing (Bahaudin G. Mujtaba and Belal A. Kaifi, 2010).33

    Ketrampilan antar pribadi seperti empati, pemahaman sosial, daya tarik,

    taktis dan diplomatis, dapat persuasif, serta kemampuan untuk berkomunikasi

    secara lisan bersifat penting unyuk mengembangkan dan mempertahankan

    hubungan kerja sama dengan para bawahan, atasan, sejawat, dan orang

    luar. Seorang manajer yang memahami orang lain dan ia sangat menarik,

    sangat taktis, dan diplomatis akan mempunyai hubungan kerja sama dari

    pada mereka yang tidak berperasaan dan menyerang yang pada akhirnya

    akan menimbulkan hubungan yang harmonis antara manajer dan

    bawahannya, sehingga terciptanya lingkungan kerja yang kondusif (Flannes,

    2004;34 Bahaudin G. Mujtaba and Belal A. Kaifi. 2010).35

    Ketrampilan konseptual penting bagi perencanaan yang efektif,

    mengorganisasi, serta pemecahan masalah, sebagai tanggung jawab

    administratif utama adalah koordinasi yang efektif, seorang manajer perlu

    33 Bahaudin G. Mujtaba and Belal A. Kaifi., Management skills of Afghan respondents: a comparison oftechnical, human and conceptual differences based on gender Journal of International Business andCultural Studies, Vol. 4, November 2010, h. 1.

    34 Steven Flannes, Effective People Skills for the Project Manager: A Requirement for Project Successand Career Advancemen SUGI 29 Proceding, Canada: Montral, May 9-12, 2004.

    35 Bahaudin G. Mujtaba and Belal A. Kaifi., op.cit.

  • 29

    untuk memahami bagaimana berbagai bagian dari organisasi tersebut saling

    berhubungan satu sama yang lainya dan bagaimana perubahan-perubahan

    pada satu bagian dari sistem tersebut berdampak pada bagian yang lain.

    Seorang manajer yang mempunyai cognitive complexity yang tinggi akan

    mampu untuk mengembangkan sebuah model yang implisit dari organisasi

    tersebut untuk membantu pemahaman dari kebanyakan faktor-faktor kritis

    dan hubungan di antara mereka. Seorang manajer harus mampu untuk

    memahami bagaimana perubahan-perubahan dalam lingkungan eksternal

    akan membawa dampak terhadap organisasi (Bahaudin G. Mujtaba and Belal

    A. Kaifi. 2010).

    Djaman Satori (2007), menjelaskan profesionalitas mengacu kepada

    sikap para anggota profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan

    dan keahlian yang mereka miliki dalam rangka melakukan pekerjannya. Hal

    ini mengindikasikan bahwa seorang profesonal tidak akan mau mengerjakan

    sesuatu yang memang bukan bidangnya.36

    Hakekat ciri seorang manajer yang profesional merunjuk kepada

    sejumlah atribut individual, termasuk aspek-aspek kepribadian, kebutuhan,

    motivasi, serta nilai-nilai, ciri kepribadian adalah watak yang secara relatif

    stabil yang beprilaku dalam suatu cara tertentu, contohnya rasa percaya diri,

    kedewasaan emosional, tingkat energi, dan toleransi terhadap stres.

    Sedangkan hakekat ketrampilan (skill) menunjuk kepada kemampuan

    seseorang untuk melakukan berbagai jenis kegiatan kognitif atau keprilakuan

    dengan suatu cara yang efektif, ketrampilan didefinisikan secara sangat

    36 Djaman Satori, op. cit., h.13.

  • 30

    umum misalnya cerdas, ketrampilan dalam hubungan antar prbadi,

    ketrampilan dalam administrasi sampai pada istilah yang lebih sempit dan

    spesifik, misalnya ketrampilan membuat rencana, ketrampilan berkomunikasi

    sacra persuasif, dan ketrampilan mendengarkan (Pavic, and Vojinic, 2012).37

    b. Pengetahuan Manajemen Ketenagakerjaan

    1) Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management)

    Terminologi Pengetahuan (Knowledge) pertama kali diperkenalkan

    oleh Henry pada tahun 1974 yang mengungkapkan adanya perbedaan

    makna dan adanya transisi dari data, informasi hingga menjadi knowledge

    (Wallace, 2007).38 Adapun istilah manajemen pengetahuan (knowledge

    management) yang dikenal luas di dunia bisnis adalah suatu pengelolaan

    sumber daya untuk dapat menangkap, menyimpan, menyebarluaskan dan

    menggunakan pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki organisasi untuk

    menjadikan organisasi lebih baik dari waktu ke waktu (Dalkir, 2013;39

    Nonaka dan Takeuchi, 1995).40

    McInerney and Koenig (2011), menyatakan knowledge

    management ialah rangkaian proses yang melingkupi penciptaan,

    penyebaran, dan pemanfaatan dari pengetahuan. Knowledge

    37 Ipan Pavic and Perica Vojinic, The Influence of Demographical and Professional Characteristics onManagers Risk Taking Propensity Advances in Management & Applied Economics, vol. (2) 4, 2012,hh. 171-184.

    38 Danny P. Wallace, Knowledge Management: Historical and Cross-Disciplinary Themes (Westport:CT: Libraries Unlimited, 2007), 227 pages.

    39 Kimiz Dalkir, Knowledge Management in Theory and Practice (Google eBook, 2013), Routledge.40 Nonaka, I. and Takeushi, H. (1995), The Knowledge-Creating Company, New York: Oxford University

    Press.

  • 31

    management mencakup proses dari penciptaan pengetahuan, dan

    memfasilitasi transformasi pengetahuan implisit ke dalam pengetahuan

    eksplisit yang dapat diakses dan dapat dimanfaatkan untuk memecahkan

    masalah yang relevan.41 Skenario dari knowledge management dimulai

    dari penciptaan pengetahuan untuk diterapkan, digunakan, dan

    bagaimana pengaruhnya terhadap kehidupan. Pengetahuan tersebut

    kemudian ditangkap untuk dapat disimpan, disusun dan

    ditransformasikan ke dalam bentuk yang dapat disebarkan, dan dipakai

    bersama.

    Siregar (2005) menyatakan Knowledge Management adalah suatu

    disiplin yang mempromosikan suatu pendekatan terintegrasi terhadap

    pengidentifikasian, pengelolaan dan pendistribusian semua asset

    informasi suatu organisasi.42 Zawiyah et al. (2012) melihat knowledge

    management sebagai kemunculan baru, sebuah model bisnis yang

    menghubungkan antara cabang cabang disiplin ilmu yang ada yang

    mempunyai pengetahuan dalam kerangka kerja sebuah organisasi

    sebagai fokusnya.43 Dengan kata lain, Knowledge Management dianggap

    sebagai organisasi yang mempunyai kegiatan terstruktur untuk

    membenahi kemampuan perusahaan. Manajemen pengetahuan sangat

    erat kaitannya dengan budaya perusahaan, dimana hal yang dimaksud

    41 Claire R. McInerney and Michael E. D. Koenig, Knowledge Management (KM) Processes inOrganizations: Theoretical Foundations and Practice (Morgan & Claypool Publishers, 2011).

    42 A. Ridwan Siregar, Manajemen Pengetahuan: Perspektif Pustakawan Pustaha: Jurnal StudiPerpustakaan & Informasi, Vol. 1 (1), Juni 2005, hh. 1-6.

    43 Zawiyah M. Yusof, Mohd. Bakhari Ismail, Kamsuriah Ahmad, Maryati M. Yusof, (2012), Knowledgesharing in the public sector in Malaysia: a proposed holistic model Information Development vol. (28)1, February 2012, hh. 43-54.

  • 32

    adalah kebutuhan perusahaan akan SDM yang kompeten dan mau

    belajar. SDM yang ada diharapkan mampu mentransformasikan

    pengetahuannya untuk kemajuan sebuah perusahaan. Knowledge

    Management juga difungsikan sebagai perbaikan komunikasi antara pihak

    manajemen puncak dan para karyawannya sebagai perbaikan proses

    kerja.

    Pengertian manajemen pengetahuan menurut Garner Group

    (Koina, 2003), manajemen pengetahuan adalah

    suatu disiplin yang mempromosikan suatu pendekatan terintegrasi

    terhadap pengidentifikasian, pengelolaan dan pendistribusian semua

    asset informasi suatu organisasi. Selanjutnya disebutkan bahwa informasi

    yang dimaksud meliputi database, dokumen, kebijakan, dan prosedur dan

    juga keahlian dan pengalaman yang sebelumnya tidak terartikulasi yang

    terdapat pada pekerja perorangan.44

    Ralph dan Ellis (2009) mendefinisikan manajemen pengetahuan

    sebagai

    suatu proses yang dapat menolong organisasimenemukan,

    memilih, menyebarkan, dan memindahkan informasi yang penting dan

    diperlukan untuk berbagai aktivitas seperti penyelesaian masalah, proses

    pembelajaran yang dinamis, serta strategi perencaaan dan pengambilan

    keputusan.45

    44 Cathie Koina, Librarians are the ultimate knowledge managers? Australian Library Journal, Vol. 52,2003, hh.269-272.

    45 Lynette L. Ralph and Timothy J. Ellis, An Investigation of a Knowledge Management Solution forReference Services Journal of Information, Information Technology, and Organizations, Vol. (4),annual 2009.

  • 33

    Manajemen pengetahuan (knowledge management) menurut

    Popesko, et al. (2012), adalah

    proses dimana organisasi dapat mendayagunakan nilai-nilai yang

    berasal dari intelektual aset-aset yang dimiliki. Knowledge management

    adalah kegiatan kritikal perusahaan yang memebutuhkan perhatian

    khusus, keampuan untuk menyebarkan knowledge dan keahlian, dapat

    meningkatkan efektifitas organisasi.46

    Knowledge management bertujuan menghasilkan value dari asset

    tidak berwujud (intangible assets) yang bisa di kelompokkan menjadi;

    External structure, Internal structure, dan Competence of people. (Dalkir,

    2013).47

    2) Kompetensi Pegawai (Competence of People)

    Collin (2010), menyatakan bahwa Competence of people adalah

    asset yang berasal dari knowledge yang dimiliki SDM baik yang

    menyangkut potensi kemampuan (tacit), kemampuan implementasi

    (explisit), kemampuan saling mendistribusi pengetahuan (sharing), dan

    kemauan belajar untuk meningkatkan pengetahuannya (learning). Hal ini

    bisa diperoleh dengan cara membuat sistem SDM berdasarkan

    knowledge management (create careers based on knowledge

    management), menciptakan iklim kerja yang mendorong adanya transfer

    knowledge kepada pegawai yang berpotensi (create micro environments

    for tacit knowledge transfer), dan mendukung program pendidikan dengan

    teknologi komunikasi (support education with communication technology),

    dan belajar dari berbagai uji coba dan simulasi program/kebijaksanaan

    perusahaan (learn from simulations and pilot installations).48

    46 Popesko, B., Tuscoma, Z., and Kadak, T., Key Factors influencing the performance of healthcareorganizations Proceedings of the 9th International Conference on Intellectual Capital, knowledgeManagement and Organisational Learning: ICICKM, 2012.

    47 Kimiz Dalkir, op. cit.48 Harry Collin, Tacit and Explicit Knowledge (Chicago: University of Chicago Press, Jun 2010).

  • 34

    3) Manajemen Ketenagakerjaan BNP2TKI

    Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk meningkatkan akses

    terhadap keadilan bagi TKI dengan mengembangkan berbagai

    mekanisme di Indonesia untuk menyelesaikan pengaduan dan

    menyediakan kompensasi. Salah satu mekanisme tersebut adalah

    penyelesaian sengketa administratif yang memberdayakan aparat

    pemerintah di tingkat daerah, propinsi atau nasional yang dikenal dengan

    BNP2TKI. Dalam menyelesaikan penyelesaian masalah inilah,

    pengetahuan pihak manajerial mengenai manajemen ketenagakerjaan

    beserta landasan-landasan hukumnya berperan. Pengetahuan dapat

    membentuk keyakinan tertentu, sehingga seseorang berperilaku sesuai

    dengan keyakinannya tersebut (Istiari, 2000).49

    Akan tetapi dalam penyelesaian permasalahan tersebut sering

    terjadi tumpang tindih wewenang dan fungsi yang dijalankan oleh

    BNP2TKI dan Kementerian Tenaga Kerja yang menimbulkan

    kebingungan antar staf pada kedua lembaga tersebut. Hal ini

    dimungkinkan terjadi karena lemahnya pengetahuan pihak manajerial

    terhadap prosedur manajemen ketenagakerjaan di masing-masing

    lembaga. Wah (1999) mengatakan berdasarkan laporan yang diterima,

    99% dari kerja yang dilakukan seseorang adalah berdasarkan

    pengetahuan.50

    49 Tinuk Istiarti, Menanti Buah Hati, Kaitan Antara Kemiskinan dan Kesehatan (Yogyakarta: Mediapresindo, 2000).

    50 Louisa Wah, Making knowledge stick Management Review Journal, Vol (88) 5, May 1999, h. 24.

  • 35

    Pengetahuan seseorang dapat diperoleh dari pengalaman yang

    berasal dari berbagai macam sumber seperti, undang-undang, poster,

    kerabat dekat, media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas

    kesehatan, dan sebagainya. Pengetahuan (Knowledge) adalah suatu

    proses dengan menggunakan pancaindra yang dilakukan seseorang

    terhadap objek tertentu dan dapat menghasilkan pengetahuan dan

    keterampilan (Hidayat, 2007).51

    Dalam menangani sebuah lembaga atau organisasi seorang

    pemimpin atau manajer dituntut untuk memilki pengetahuan manajemen

    terutama manajemen tenaga kerja atau dikenal dengan manajemen

    sumber daya manusia. Dari pendapat ini terlihat bahwa pengalaman,

    pendidikan dan latihan sangat diperlukan untuk meningkatkan

    kemampuan pejabat. Karena pendidikan atau tingkat pendidikan sangat

    erat hubungannya dengan (1) rasionalitas pemikiran, (2) mengambil

    kebijaksanaan/keputusan yang bijaksana, (3) pengetahuan yang lebih

    akan merangsang untuk menciptakan pembaharuan dalam bidang tehnis.

    Kemudian untuk memperoleh pendidikan itu dapat dilakukan

    melalui, Pertama pendidikan informal, adalah pendidikan yang diperoleh

    seseorang melalui pengalaman sehari-hari dengan sadar ataupun tidak

    sadar sejak seseorang lahir sampai mati di dalam keluarganya,

    pekerjaanya atau dalam pergaulannya sehari-hari. Kedua pendidikan

    formal, adalah pendidikan yang dikenal dengan pendidikan sekolah yang

    51 Aziz Alimul Hidayat, Metodologi Penelitian Kebidanan Teknik Analisa Data (Jakarta: SalembaMedika, 2007).

  • 36

    teratur bertingkat dan mengikuti peraturan yang syarat-syaratnya jelas

    dan ketat, ketiga, pendidikan non formal adalah pendidikan yang teratur

    dengan sadar dilakukan, tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan yang

    tetap dan jelas. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa pendidikan

    itu sangat mutlak diperlukan untuk meningkatkan kemampuan seseorang

    dalam melaksanakan tugasnya dengan baik.

    Selanjutnya dalam penelitian ini kualitas pengetahuan juga diukur

    dengan latihan-latihan (diklat) yang pernah diikuti. Dengan latihan

    diharapkan aparat dapat meningkatkan pengetahuannya dalam

    pelaksanaan tugas. Latihan dapat meningkatkan keterampilan kerja, hal

    ini dikemukakan oleh Barber dalam Situmorang (1982) bahwa timbulnya

    pekerja terampil kemungkinan besar dapat melakukan pekerjaan dengan

    sangat memuaskan setelah mendapatkan latihan.52 Pernyataan senada

    dikemukakan oleh Siagian (1996) yang mengemukakan bahwa latihan

    pegawai dimaksudkan untuk meningkatkan kerja seseorang.53

    Selanjutnya Indrawijaya (1983) mengemukakan bahwa pengetahuan

    seorang pegawai/aparat dalam melaksanakan tugas yang dibebankan

    sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas latihan yang telah

    dialami.54 Latihan memang tidak didapatkan dari pendidikan formal dan

    non formal melainkan didapatkan pada suatu lapangan kerja

    (pengalaman).

    52 David Barber, Penerapan Managemen Personalia terjemahan Sitor Situmorang (Jakarta Erlangga,1982).

    53 Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta: Penerbit Bumi Aksara, 1996).54 Adam Ibrahim Indrawijaya, Perilaku Organisasi (Bandung: Sinar Baru, 1983).

  • 37

    Apabila konsep-konsep tersebut dihubungkan, maka terlihat jelas

    bahwa pengetahuan pejabat pelaksana menjadi syarat mutlak dalam

    mencapai efektivitas suatu lembaga. Pada tataran ini, efektivitas

    organisasi BNP2TKI dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya

    jelas akan dipengaruhi oleh pengetahuan yang ada.

    Adapun pengetahuan manajemen ketenagakerjaan yang harus di

    miliki sesuai yang diamanatkan oleh Undang Undang Nomor 39 Tahun

    2004, Pasal 95 ayat (1), menyebutkan bahwa BNP2TKI mempunyai fungsi

    pelaksanaan kebijakan di bidang penempatan dan perlindungan TKI di

    luar negeri secara terkoordinasi dan terintegrasi, lebih lanjut ayat (2)

    BNP2TKI bertugas: a. melakukan penempatan atas dasar perjanjian

    secara tertulis antara pemerintah dengan pemerintah negara pengguna

    TKI atau pengguna berbadan hukum di negara tujuan penempatan

    sebagaimana Pasal 11 ayat (1), b. memberikan pelayanan,

    mengkoordinasikan, dan melakukan pengawasan mengenai: 1) dokumen;

    2) Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP); 3) penyelesaian masalah;

    4) sumber sumber pembiayaan; 5) pemberangkatan sampai pemulangan;

    6) peningkatan kualitas calon TKI; 7) informasi; 8) kualitas pelaksanaan

    penempatan TKI; dan 9) peningkatan kesejahteraan TKI dan keluarganya.

    Sah-sah saja meletakkan fungsi BNP2TKI sebagai lembaga penempatan

    pemerintah semata, jika memperhatikan konstruksi Pasal 95 yang terdiri

    dari 2 (dua) ayat dan penulisan dalam satu pasal, hal ini karena ada

  • 38

    kesamaan materi antara ayat (1) dan ayat (2) dan rangkaian materi yang

    tidak dapat dipisahkan (Undang Undang Nomor 10 Tahun 2004).

    c. Komitmen Profesi

    Komitmen professional diartikan sebagai intensitas identifikasi dan

    keterlibatan individu dengan profesinya. Identifikasi ini membutuhkan

    beberapa tingkat kesepakatan antara individu dengan tujuan dan nilai-nilai

    yang ada dalam profesi termasuk nilai moral dan etika (Krausert, 2009).55 Di

    dalam diri seorang profesional terkandung suatu idealisme yang tercermin

    dari komitmen yang dia berikan seperti komitmen pada pelayanan atau

    pekerjaan, komitmen pada peningkatan mutu dan komitmen pada suatu

    merek dan termasuk komitmen terhadap organisasi tempat dia bekerja

    (Madiha shah, 2012).56

    Seseorang yang memiliki komitmen profesi yang tinggi akan lebih

    mudah berkomitmen terhadap organisasinya. Mereka akan melakukan

    pekerjaan dengan tepat waktu, senang hati, serta dengan antusiasme yang

    tinggi. Komitmen profesi yang tinggi membuat diri seseorang bertanggung

    jawab dan loyal kepada organisasi di mana dia bekerja (Davey, 2013).57

    Restuningdiah (2009) menyatakan bahwa komitmen profesi adalah (1)

    Sebuah kepercayaan dan penerimaan terhadap tujuan dan nilai-nilai profesi;

    55 Achim Krausert, Performance Management for Different Employee Groups: A Contribution toEmployment Systems Theory, (Physica-Verlag A Springer Company: 2009).

    56 Madiha Shah, Teacher Collegiality and Commitment in High- and Low-achieving SecondarySchools in Islamabad, Pakistan Journal of Studies in Education, Vol. (2) 2, 2012.

    57 Ronnie Davey, The Professional Identity of Teacher Educators: Career on the Cusp? (Oxon:Routledge, 2013).

  • 39

    (2) Sebuah kemauan untuk menggunakan usaha yang sungguh-sungguh

    guna kepentingan profesi; (3) Sebuah keinginan untuk memelihara

    keanggotaan dalam profesi.58

    Gunawan dan Arifin (2003) menyatakan Komitmen profesi diartikan

    sebagai intensitas identifikasi dan keterlibatan kerja individu dengan profesi

    tertentu. Identifikasi ini membutuhkan beberapa tingkat kesepakatan dengan

    tujuan dan nilai profesi termasuk nilai moral dan etika.59 Komitmen profesi

    terjadi jika individu merasa yakin dengan nilai dan tujuan profesi, sanggup

    mengutamakan kepentingan profesi dan menjaga keanggotaan dalam profesi

    sehingga individu yang komitmen dengan profesi akan melaksanakan tugas

    berdasar pedoman norma dan aturan yang berlaku. Komitmen profesi adalah

    sebuah kepercayaan dan penerimaan terhadap tujuan dan nilai-nilai profesi,

    sebuah kemauan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh guna

    kepentingan profesi, dan sebuah keinginan untuk menjaga dan

    mempertahankan keikutsertaan dalam profesi (Aranya dkk. (1982) dalam

    Restuningdiah (2009)).60

    Teng et.al. (2007) mendefinisikan komitmen profesional sebagai:

    1) Penerimaan dan kepercayaan kepada tujuan profesional dan nilai-nilai

    profesionalisme.

    2) Bersedia berupaya yang efektif dan maksimal untuk profesi.

    58 Nurika Restuningdiah, Pengaruh Komitmen Profesional Terhadap Kepuasan Kerja AkuntanPendidik Melalui Komitmen Organisasional. Jurnal Ekonomi Bisnis, Tahun 2014, No.3, November2009.

    59 Gunawan Aji dan Arifin Sabeni, Pengaruh Etika Kerja Islam Terhadap Komitmen Organisasidengan Komitmen Profesi sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris Terhadap Internal AuditorBank di Jawa Tengah) Simposium Nasional Akuntansi VI, 2003.

    60 Nurika Restuningdiah, op. cit.

  • 40

    3) Sebuah keinginan untuk mendapatkan keanggotaan dalam sebuah profesi

    dan mengidentifikasi bahwa komitmen profesional memberikan pengaruh

    antara kepuasan kerja dengan tingkat stress dalam pekerjaan.61

    Meyer et al. (1993) menjelaskan tiga dimensi komitmen profesi yaitu;

    1) Affective Proffesional Commitment: keinginan individu untuk tetap setia

    pada profesinya karena tujuan hidupnya dan tujuan profesional mereka

    memiliki kesamaan.

    2) Continuance Professional Commitment : perasaan individu untuk tetap

    tinggal dalam profesi mereka karena kurangnya alternatif yang lebih baik

    dari pada profesi tersebut.

    3) Normative Professional Commitment : Keinginan individu untuk tetap setia

    pada profesi mereka karena rasa kewajiban atau tekanan dari keluarga

    dan kolega mereka.

    Komitmen profesi mengacu pada kekuatan identifikasi individual dengan

    profesi. Individual dengan komitmen profesional yang tinggi dikarakterkan

    memiliki kepercayaan dan penerimaan yang tinggi dalam tujuan profesi,

    keinginan untuk berusaha sekuatnya atas nama profesi, dan keinginan yang

    kuat untuk mempertahankan keanggotanya dalam profesi. (Dyah Sri Rahayu

    dan Faisal, 2005).62 Pendapat yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh

    Larkin (1990), komitmen profesi adalah tingkat loyalitas individu pada

    61 Ching-I Teng, Yea-Ing Lotus Shyu, Hao-Yuan Chang, Moderating effects of professionalcommitment on hospitals in Taiwan Journal of Professional Nursing, Vol. 23(1), hh.47-54.

    62 Dyah Sri Rahayu dan Faisal, Pengaruh Komitmen Terhadap Respon Auditor Atas Tekanan Sosial:Sebuah Eksperimen Jurnal Akuntansi & Auditing Indonesia Vol. (9) 1, Juni 2005, hh.1322.

  • 41

    profesinya seperti yang dipersepsikan oleh individu tersebut.63 Orientasi

    profesional atau komitmen profesi merupakan dasar pemikiran untuk

    menemukan sikap dan arah secara tepat dan benar yang harus dimiliki

    seorang profesional.

    Komitmen profesi dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya, factor

    yang berhubungan dengan lingkungan kerja dan dipengaruhi oleh

    pekerjaannya itu sendiri, semakin tinggi level tanggung jawab dan otonomi

    yang berkaitan dengan pekerjaan tersebut seemakin rendah repetitive, dan

    semakin menarik pekerjaan tersebut akan lebih tinggi tingkat komitmen yang

    diperlihatkan oleh individu (Mowday, Steer, Porter, 1979).64

    Komitmen profesi mengacu pada dedikasi seseorang, pengabdian,

    sepenuh hati dalam upaya menuju terwujudnya tujuan organisasi,

    keterlibatan dan rasa memiliki pekerjaan, pencampuran atau perpaduan

    antara tujuan pribadi dengan tujuan organisasi, upaya maksimal untuk

    memenuhi persyaratan kerja dan penyerapan total dalam pekerjaan

    (Umender Malik & Dinesh Kumar Sharma 2013).65

    Komitmen pejabat eselon III dala melakukan tugasnya dapat tercermin

    dengan mengacu pada enam dimensi berikutnya, peran / kewajiban yaitu

    komitmen terhadap masyarakat, komitmen terhadap institusi, komitmen

    terhadap pekerjaan, komitmen untuk mencapai keunggulan, dan komitmen

    terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

    63 Joseph M. Larkin, Does Gender Affect Auditor CPAs Performance? The Women CPA, Spring1990, hh. 20-21.

    64 Richard T. Mowday, Richard M. Steers, L.W. Porter. The measurement of organizationalcommitment Journal of Vocational Behavior, Vol. (14) 2, 1979, hh. 224-247.

    65 Umender Malik & Dinesh Kumar Sharma, Teaching Effectiveness of Secondary School Teachers inRelation to their Professional commitment International Educational E-Journal, Vol. (2) 4, Oct-Nov-Dec 2013, h.149.

  • 42

    Komitmen profesi didefinisikan sebagai keyakinan dalam penerimaan

    tujuan dan nilai-nilai profesi, kemauan untuk untuk menggunakan usaha yang

    tulus untuk kepentingan profesi, keinginan untuk mempertahankan

    keanggotaan dalam profesi (Aranya et al. 1984).66

    Komitmen profesi pada dasarnya adalah persepsi bahwa loyalitas inti,

    tekad dan harapan seseorang dengan dituntun oleh sistem nilai atau norma

    yang mengarahkan seseorang untuk bekerja sesuai prosedur (Larkin

    1990).67 Individu dengan komitmen profesional yang tinggi ditandai dengan

    memiliki keyakinan dan penerimaan tujuan profesi yang kuat, kemauan untuk

    mengerahkan upaya atas nama profesi, dan keinginan yang kuat untuk

    mempertahankan keanggotaan dalam profesi (Vincent Cho and Xu Huang,

    2012).68

    Lima konsep profesionalisme dari Restuningdiah (2009) adalah sebagai

    berikut:

    1) Afiliasi komunitas (community affiliation) yaitu menggunakan ikatan profesi

    sebagai acuan, termasuk di dalamnya organisasi formal dan kelompok-

    kelompok kolega informal sumber ide utama pekerjaan. Melalui ikatan

    profesi ini para profesional membangun kesadaran profesi.

    2) Kebutuhan untuk mandiri (Autonomy demand) merupakan suatu

    pandangan bahwa seseorang yang profesional harus mampu membuat

    keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain (pemerintah, klien,

    mereka yang bukan anggota profesi). Setiap adanya campur tangan

    (intervensi) yang datang dari luar, dianggap sebagai hambatan terhadap

    66 Nissim Aranya and Kenneth R. Ferris, A Reexamination of Accountant Organizational-ProfessionalConflict The Accounting Review, Vol. (49) 1, January, 1984, hh. 1-15.

    67 Joseph M. Larkin, op. cit.68 Vincent Cho and Xu Huang, Professional Commitment, Organizational Commitment, And The

    Intention To Leave For Professional Advancement: An Empirical Study On It Professionals Journalof Information Technology & People, Vol. 25 (1), 2012, hh. 31-54.

  • 43

    kemandirian secara profesional. Banyak yang menginginkan pekerjaan

    yang memberikan hak-hak istimewa untuk membuat keputusan dan

    bekerja tanpa diawasi secara ketat.

    3) Rasa kemandirian dapat berasal dari kebebasan melakukan apa yang

    terbaik menurut karyawan yang bersangkutan dalam situasi khusus.

    Dalam pekerjaan yang terstruktur dan dikendalikan oleh manajemen

    secara ketat, akan sulit menciptakan tugas yang menimbulkan rasa

    kemandirian dalam tugas.

    4) Keyakinan terhadap peraturan sendiri/profesi (belief self regulation)

    dimaksud bawah yang paling berwenang dalam menilai pekerjaan

    profesional adalah rekan sesama profesi, bukan orang luar yang tidak

    mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka.

    5) Dedikasi pada profesi (dedication) dicerminkan dari dedikasi profesional

    dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki.

    Keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan

    ekstrinsik berkurang. Sikap ini merupakan ekspresi dari pencurahan diri

    yang total terhadap pekerjaan.69

    Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi

    komitmen pribadi, sehingga kompensasi utama yang diharapkan ari

    pekerjaan adalah kepuasan rohani dan setelah itu baru materi.

    Kewajiban sosial (social obligation) merupakan pandangan tentang

    pentingnya profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat

    maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut.

    Dari konsep tersebut bisa disimpulkan bahwa suatu karakteristik yang

    istimewa dari seorang profesional adalah dia bisa membuat hal-hal yang

    biasa menjadi hal yang lebih baik meskipun dalam pelaksanaannya banyak

    69 Nurika Restuningdiah, op.cit.

  • 44

    tekanan dari luar yang menghambat dan memaksanya untuk mundur. Sikap

    yang gigih ini merupakan percampuran yang kental antara disiplin pribadi

    (self discipline) dengan kekuatan dari dalam (internal force) (Restuningdiah,

    2009).70

    B. Hasil Penelitian yang Relevan

    Dalam sub bab ini akan diuraikan beberapa hasil penenlitian terdahulu yang

    pada umumnya meneliti tentang efektifitas manajerial, profesionalitas manajerial,

    pengetahuan manajemen ketenagakerjaan, serta komitmen profesi, sehingga dapat

    memberikan gambaran dan dapat dipakai sebagai dasar dalam penyusunan

    penelitian ini.

    Penelitian Terdahulu

    Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan permasalahan dalam

    penelitian ini dipaparkan dalam tabel 2.1 sebagai berikut:

    Tabel 2.1

    Ringkasan Penelitian Terdahulu

    No. Peneliti Variabel Temuan Penting dan Alat Analisis yangDigunakan

    1. Mohammed

    abdul azeem

    dan saneem

    Efektifitas

    Managerial,

    Persepsi

    Faktor terpenting yang mempengaruhi

    efektifitas manajerial adalah leadership,

    attrition management, image building,

    70 Nurika Restuningdiah,op.cit.

  • 45

    No. Peneliti Variabel Temuan Penting dan Alat Analisis yangDigunakan

    fatima, (2012) Manajer delegation and decentralization, job

    enrichment, entrepreneurship, resource

    management dan lain-lain.

    2. Rongga et al.

    (2001)

    Efektivitas

    Organisasi,

    Kemampuan

    Personal,

    Penelitian tersebut memberikan bukti

    empiris bahwa semakin baik kemampuan

    personal maka organisasi akan semakin

    efektif. Hubungan antara kemampuan

    personal dan efektivitas organisasi didasari

    atas pemikiran bahwa kinerja organisasi

    merupakan akumulasi dari kinerja pegawai.

    3. Hamlin et al.

    (2006)

    Efektivitas

    Manajemen,

    Pengetahuan,

    Penelitian ini mengkaji pengaruh

    pembinaan/training terhadap para manajer

    untuk meningkatkan efektifitas manajemen.

    Dalam penelitan yang dilakukan ditemukan

    bahwa pembinaan memberi pengaruh yang

    baik terhadap efektivitas manajemen

    perusahaan

    4. Banerjee,

    (2012)

    Efektifitas

    Manajerial,

    Posisi Manajer,

    Personalitas

    Pengaruh utama posisi manajer, dan type

    personalitas berpengaruh secara signifikan

    dan saling mempengaruhi antara posisi

    manajer dengan type personalitas manajer.

  • 46

    No. Peneliti Variabel Temuan Penting dan Alat Analisis yangDigunakan

    5. Suyanto

    (2009)

    Profesionalisme,

    Efektifitas Kerja,

    Penelitian yang dilakukan terhadap guru ini

    juga menyatakan bahwa seseorang yang

    dikatakan professional apabila melakukan

    pekerjaan sesuai dengan keahliannya

    sehingga dapat meningkatkan efektifitas

    kerjanya

    6. Wroom (1964) Profesionalisme,

    Motivasi Kerja,

    Kinerja

    Karyawan

    Penelitian ini mengemukakan bahwa kinerja

    karyawan dipengaruhi oleh profesionalisme

    dan motivasi kerja merupakan kemauan

    individu untuk menggunakan usaha yang

    tinggi dalam upaya mencapai tujuan-tujuan

    perusahaan dan memenuhi kebutuhan-

    kebutuhannya.

    7. Schroeder dan

    Imdieke

    (1977)

    Profesionalisme,

    Kepuasan Kerja

    Profesional tidak berhubungan dengan

    besarnya perusahaan tetapi berhubungan

    negatif dengan kepuasan kerja

    8. Hasting dan

    Hining (1970

    Nilai-Nilai

    Profesionalitas

    Nilai-nilai profesional lebih sedikit

    dinyatakan oleh para akuntan manajemen

    daripada akuntan publik

    9. Schroeder,

    Reinstein,

    Komitmen

    Profesional

    Komitmen profesional tidak berhubungan

    dengan ukuran perusahaan atau kedudukan

  • 47

    No. Peneliti Variabel Temuan Penting dan Alat Analisis yangDigunakan

    Schwartz

    (1991)

    dalam perusahaan dan secara positif

    berhubungan dengan komitmen

    organisasional

    10. Aranya dan

    Ferris (1984)

    Komitmen

    Profesional

    Komitmen Profesional lebih tinggi pada

    akuntan publik. Komitmen profesional

    berhubungan dengan komitmen

    organisasional dan komitmen profesional

    mempunyai hubungan negatif dengan

    kepuasan dan turnover

    11. Harrel,

    Chewning,

    dan Taylor

    (1986)

    Komitmen

    Profesional

    Komitmen profesional mempunyai

    hubungan negatif dengan keinginan

    berpindah

    12. Morro dan

    Goetz (1988)

    Profesionalisme,

    Komitmen Kerja

    Dimensi profesionalisme penting untuk

    dijelaskan Profesionalisme sebagai bentuk

    lain dari komitmen kerja

    13. Argo D.S.

    (2009)

    Sikap

    Profesionalitas,

    Efektifitas

    Sistem

    Pengendalian

    Hasil penelitan menunjukan bahwa sikap

    profesionalitas internal auditor mempunyai

    pengaruh signifikan terhadap penerapan

    sistem pengendalian intern perusahaan.

    Walau demikian, besarnya kontribusi

  • 48

    No. Peneliti Variabel Temuan Penting dan Alat Analisis yangDigunakan

    Internal

    Perusahaan

    profesionalime yang langsung

    mempengaruhi efektivitas pengendalian

    intern perusahaan ini hanya sebesar 5.2%

    yang berarti diantara dua variabel tersebut

    memiliki hubungan yang rendah.

    14. Sorensen

    (1967)

    Orientasi

    Profesional

    Orientasi profesional berhubungan positif

    dengan ketidakpuasan dan turnover, serta

    berhubungan negatif dengan orientasi

    organisasi

    15. Aranya,

    Pollack dan

    Armenic

    (1981)

    Komitmen

    Profesional

    Komitmen profesional merupakan variabel

    dari komitmen organisasi, tapi lebih mirip

    dengan komitmen organisasi daripada

    kepuasan

    16. Pei dan Davis

    (1989)

    Komitmen

    Profesional

    Adanya pertentangan antara komitmen

    profesional dan komitmen organisasional

    adalah hubungan dengan konflik peran dan

    ketidakjelasan peran

    17. Saragih (2009)Knowledge

    Management,

    Kompetensi,

    dan Kinerja

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa

    adanya pengaruh secara positif dan

    signifikan antara variabel learning

    organization dan kompetensi terhadap

  • 49

    No. Peneliti Variabel Temuan Penting dan Alat Analisis yangDigunakan

    Karyawan kinerja karyawan baik secara parsial mau

    pun bersama-sama. Hasil uji t menunjukkan

    bahwa learning organization berpengaruh

    lebih dominan terhadap kinerja karyawan.

    18. Natalia dan

    Razak (2011)

    Knowledge

    Management,

    Job Procedure

    and Technologi,

    Kinerja

    Karyawan.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa

    personal knowledge, job procedure dan

    technology secara simultan berpengaruh

    signifikan terhadap kinerja, sedangkan

    technology berpengaruh secara parsial dan

    dominan terhadap kinerja.

    19. Novealdi

    (2012)

    Knowledge

    Management,

    Kinerja

    Karyawan

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa

    personal knowledge, job procedure dan

    technology secara parsial berpengaruh

    signifikan terhadap kinerja karywawan.

    Personal knowledge berpengaruh signifikan

    secara langsung terhadap job procedure.

    20. Evi Lestari dan

    Dwi Cahyono

    (2003)

    Komitmen

    Organisasi,

    Hubungan

    Profesional

    Internal Auditor yang mempunyai tingkat

    profesionalisme lebih tinggi (untuk dimensi

    affiliasi lomunitas, untuk dimensi kebutuhan

    otonomi, untuk dimensi profesionalisme

  • 50

    No. Peneliti Variabel Temuan Penting dan Alat Analisis yangDigunakan

    kewajiban sosial) akan lebih puas dalam

    pekerjaannya. Alat analisis yang digunakan

    SEM

    C. Kerangka teoretik

    Berdasarkan telaah teoritis diatas, maka model penelitian atau kerangka

    pemikiran teoritis yang dibangun adalah terdapat dalam Gambar 2.1 yang

    menjelaskan kerangka pemikiran teoritis yang menggambarkan pengaruh

    profesionalitas manajerial, pengetahuan ketenagakerjaan dan komitmen profesi

    terhadap efektivitas manajerial dilingkungan BNP2TKI.

    Rumusan hipotesis yang diajukan yaitu:

    Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

    X1

    X2

    X3 Y

  • 51

    Dimana:

    X1 : Profesionalitas Manajerial

    X2 : Pengetahuan Manajemen Ketenagakerjaan

    X3 : Komitmen Profesi

    Y : Efektivitas Manajerial

    1. Pengaruh Profesionalitas dengan Efektifitas Manajerial

    Wroom (1964) mengemukakan bahwa kinerja karyawan dipengaruhi oleh

    profesionalisme dan motivasi kerja merupakan kemauan individu untuk

    menggunakan usaha yang tinggi dalam upaya mencapai tujuan-tujuan

    perusahaan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.71 Jika setiap manajer

    memiliki kinerja yang baik, maka akan meningatkan efektifitas manajerial

    dilingkungan BNP2TKI. Dengan demikian memiliki Rumusan hipotesis yang

    diajukan dalah sebagai berikut:

    H1 : Profesionalitas Manajerial berpengaruh positif secara langsung terhadap

    efektifitas manajerial pejabat eselon III BNP2TKI.

    2. Pengaruh Pengetahuan Manajemen Ketenagakerjaan terhadap efektivitas

    manajerial

    Kemampuan personal didefinisikan sebagai kemampuan yang dimiliki

    secara individu untuk melakukan suatu pekerjaan, dalam hal ini untuk

    melaksanakan beban tugas secara professional. Kualitas kemampuan personal

    71 Victor H. Vroom, Work and motivation (New York: Wiley, 1964), h. 331.

  • 52

    ditentukan melalui pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui

    pendidikan, latihan dan pengalaman. Apabila aparat / pegawai BNP2TKI memiliki

    kemampuan personal yang memadai maka kinerja yang dihasilkanpun akan

    optimal, karena kemampuan personal aparat menjadi syarat mutlak dalam

    mencapai efektivitas manajerial organisasi. Dengan demikian memiliki Rumusan

    hipotesis yang diajukan dalah sebagai berikut:

    H2 : Pengetahuan Manajemen Ketenagakerjaan berpengaruh positif secara

    langsung terhadap efektifitas manajerial pejabat eselon III BNP2TKI.

    3. Pengaruh Komitmen Profesi Terhadap Efektifitas Manajerial

    Kinerja berkaitan erat dengan tujuan, sebagai suatu hasil perilaku kerja

    seseorang (Davis, 1985 dikutip dalam Wayan, 2000).72 Perilaku kinerja dapat

    ditelusuri hingga ke faktor-faktor spesifik seperti kemampuan, upaya dan

    kesulitan tugas (Timpe, 1988). Kinerja sebagai hasil pola tindakan yang

    dilakukan untuk mencapai tujuan sesuai dengan standar prestasi, kualitatif

    maupun kuantitatif, yang telah ditetapkan oleh individu secara pribadi maupun

    oleh perusahaan tempat individu bekerja. Kinerja juga sering kali identik dengan

    kemampuan seorang auditor bahkan berhubungan dengan komitmen terhadap

    suatu profesi (Larkin dan Seweikart, 1992).

    Albanese (1981) seperti dikutip oleh Wayan (2000) mengatakan bahwa

    kinerja yang ditunjukkan karyawan dalam suatu perusahaan berkaitan dengan

    perilaku-perilaku karyawan yang diungkapkan pada pelaksanaan tugas-tugas

    72 I Wayan Suartana, Anteseden dan Konsekuensinya Job Insecurity dan Intensi Keluar pada InternalAuditor Tesis Program Pasca Sarjana UGM (Tidak dipublikasikan), 2000.

  • 53

    yang diberikan, termasuk didalamnya berkaitan dengan aspek sosialisasi,

    pelatihan, motivasi dan minat-minat individu.73 Wroom (1964) mengemukakan

    bahwa kinerja karyawan dipengaruhi oleh profesionalisme dan motivasi kerja

    merupakan kemauan individu untuk menggunakan usaha yang tinggi dalam

    upaya mencapai tujuan-tujuan perusahaan dan memenuhi kebutuhan-

    kebutuhannya.74 Apabila tuntutan kerja yang dibebankan pada individu tidak

    sesuai dengan kemampuannya (ability) maka kinerja yang diharapkan akan sulit

    tercapai.

    H3 : Komitmen Profesi berpengaruh positif secara langsung terhadap efektifitas

    manajerial pejabat eselon III BNP2TKI.

    4. Pengaruh Profesionalitas Manajerial Terhadap Pengetahuan

    Ketenagakerjaan

    Penelitian terkait dengan interaksi pengalaman, pengetahuan dan

    judgment telah banyak dilakukan. Bonner (1990) meneliti tentang faktor-faktor

    yang menentukan professional expertise yang mengeksplorasi bagaimana

    pengalaman dan training dapat menghasilkan pengetahuan dan pengetahuan

    yang dikombinasikan dengan ability dalam melaksanakan tugas.75 Hasil

    penelitian menunjukkan bahwa seseorang staf yang lebih berpengalaman secara

    rata-rata melakukan tugasnya lebih baik daripada yang kurang berpengalaman

    dan memiliki pengetahuan dan ability yang lebih rendah. Libby dan Luft (1993)

    73 Ibid.74 Victor H. Vroom, op.cit.75 Sarah E. Bonner, Experience Effect in Auditing : The Role of Task-Specific Knowledge, The

    Accounting Review, Vol. (65) 1, hh. 72-92.

  • 54

    merepresentasikan bahwa profesionalitas secara langsung dipengaruhi oleh

    pengetahuan dan secara tidak langsung dipengaruhi oleh pengalaman dan juga

    ability.76

    Pengalaman membentuk seseorang menjadi terbiasa dengan situasi dan

    keadaan dalam setiap penugasan karena pengalaman dapat membantu

    sesesorang mengembangkan struktur pengetahuan yang lebih komprehensif

    sehingga pengalaman akan meningkatkan kemampuan dan professionalitas

    seseorang. Pengetahuan yang dimiliki seseorang dapat membantu untuk

    melakukan penilaian dan pengambilan keputusan yang tepat dengan membobot

    bukti-bukti yang mereka peroleh. Dengan demikian, apabila seorang pekerja

    mempunyai pengalaman maka akan meningkatkan pengetahuan yang pada

    akhirnya akan berpengaruh terhadap professionalitas yang dihasilkannya.

    Berdasarkan landasan teori dan paparan diatas, maka dapat dirumuskan

    hipotesisnya sebagai berikut:

    H4: Pengetahuan Manajemen Ketenagakerjaan berpengaruh positif secara

    langsung terhadap Profesionalitas Manajerial pejabat eselon III BNP2TKI

    5. Pengaruh Profesionalitas Manajerial Terhadap Komitmen Profesi

    Komitmen Profesional merupakan tingkat loyalitas individu pada

    profesinya, seperti yang dipersepsikan oleh individu tersebut. (Larkin, 1990

    76 Robert Libby and Joan Luft, Determinants of Judgments Performance in Accounting Settings:Ability, Knowledge, Motivation and Environment, Accounting, Organization and Society Journal ofAccounting Research Vol. 18 (5), hh. 425-450

  • 55

    dalam Trisnaningsih (2003)77, sedangkan Aranya dkk (1982) dalam Restuningdiah

    (2009) menyatakan bahwa Komitmen Profesional adalah: (1) Sebuah

    kepercayaan pada dan penerimaan terhadap tujuan dan nilai-nilai profesi, (2)

    Sebuah kemauan untuk menggunakan usaha yang sungguh-sungguh guna

    kepentingan profesi, (3) Sebuah keinginan untuk memelihara keanggotaan

    dalam profesi.78 Hasil penelitan yang dilakukan oleh Lekattompessy (2003)

    menunjukkan adanya pengaruh positif dan signifikan antara profesionalisme

    dengan komitmen profesional.79 Selain dari pada itu, penelitian yang dilakukan

    oleh Norris dan Neibuhr (1984)80, Kalbers dan Fogarty (1995)81, Rahmawaty

    (1997)82, dan Lekatompessy (2003)83 terhadap akuntan publik dan auditor

    internal menunjukkan bahwa profesionalisme mempunyai hubungan positif

    dengan kepuasan kerja. Semakin tinggi profesionalisme, maka semakin tinggi

    pula kepuasan kerja akuntan yang pada akhirnya akan memperkuat komitmen

    profesinya. Berdasarkan paparan diatas maka hypothesisnya adalah:

    H5: Profesionalitas Manajerial berpengaruh positif secara langsung terhadap

    Komitmen Profesional pejabat eselon III BNP2TKI.

    77 Sri Trisnaningsih, Pengaruh Komitmen terhadap Kepuasan Auditor : Motivasi sebagai VariabelIntervening (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah) Jurnal Riset AkuntansiIndonesia, Vol. (6) 2, Mei 2003.

    78 Nurika Restuningdiah, op.cit.

    79 Jantje Eduard Lekattompessy, Analisis Variabel-variabel Anteseden dan KonsekuensiOrganizational Professional Conflict Akuntan di KAP dan Industri The Indonesian Journal ofAccounting Research Vol. (8) 2, 2005.

    80 Dwight R. Norris, Robert E. Niebuhr, Professionalism, Organizational Commitment and JobSatisfaction in Accounting Organization Accounting, Organizations and Society, Vol. 9 (1), 1984, hh.49-58.

    81 Lawrence P. Kalbers and Timothy J.Fogarty, Professionalism and Its Consequences: A Study ofInternal Auditors, Auditing A Journal of Practice & Theory, Vol. 14 (1), Spring 1995, hh. 65-86.

    82 Rahmawati, Hubungan antara profesionalisme internal auditor dengan kepuasan, komitmen dankeinginan untuk pindah Thesis Fakultas Ekonomi, Universitas Sebelas Maret, 1997, h.120.

    83 Jantje Eduard Lekattompessy, op. cit.

  • 56

    6. Pengaruh Pengetahuan Manajemen Ketenagakerjaan Terhadap Komitmen

    Profesi

    Jeffrey dan Weatherholt (1996) mengatakan bahwa komitmen

    professional diartikan sebagai sosialisasi dalam profesi, sehingga ketika

    seseorang telah lama di sebuah organisasi kemungkinan memiliki komitmen

    profesi yang lebih tinggi daripada seseorang yang baru masuk dalam profesi

    tersebut.84 Hall, et al. (2005) menunjukkan bahwa job level, dalam hal ini

    pengetahuan auditor merupakan antecedent dari komitmen profesi.85 Mereka

    juga mengatakan bahwa penelitian-penelitian sebelumnya telah membuktikan

    bahwa akuntan senior akan memiliki komitmen profesi yang lebih tinggi karena

    mereka akan memiliki pengalaman proses sosialisasi yang lebih tinggi

    dibandingkan dengan akuntan junior. Meyer dan Allen (1991) mengatakan bahwa

    komitmen berkembang karena pengalaman dan pengetahuan individu dimana

    profesi tersebut memenuhi kebutuhan individu dan selaras dengan nilai-nilai

    mereka. 86 Individu ingin tetap tinggal di sebuah profesi yang memberikan

    mereka pengetahuan yang positif karena keselarasan nilai-nilai dan

    mengharapkan mereka untuk melanjutkan bekerja dalam profesi tersebut.

    Manajer yang berpengalaman akan memiliki komitmen yang lebih tinggi

    karena mereka memiliki pengetahuan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan

    84 Cynthia Jeffrey,and Nancy Weatherholt, Ethical Development, Professional Commitment, and RuleObservance Attitudes: A Study of CPAs and Corporate Accountants Behavioral Research inAccounting, Vol. (8), 1996, hh. 8-31

    85 Matthew Hall, David Smith, and Kim LangfieldSmith, Accountants Commitment to TheirProfession: Multiple Dimensions of Proffessional Commitment and Opportunities for FutureResearch Behavioural Research in Accounting, Vol. (17) 1, February, 2005, hh. 89-109.

    86 John P. Meyer and Natalie J. Allen. A Three-Component Conceptalization of OrganizationalCommitment Human Resource Management Review, Vol. 1 (1), 1991, hh. 61-89.

  • 57

    manajer yang kurang berpengalaman. Manajer senior memiliki komitmen profesi

    yang lebih tinggi dibandingkan dengan Manajer junior. Manajer senior akan

    berperilaku untuk kepentingan publik dan menghindari perbuatan yang dapat

    merusak profesi. Dengan demikian, pengalaman dan pengetahuan tentang suatu

    pekerjaan akan berpengaruh secara langsung terhadap komitmen profesi.

    Berdasarkan ulasan tersebut, maka dihipotesiskan sebagai berikut:

    H6: Pengetahuan Manajemen Ketenagakerjaan berpengaruh positif secara

    langsung terhadap Komitmen Profesional pejabat eselon III BNP2TKI.

    D. Hipotesis

    Hipotesisi dalama penelitian ini adalah :

    1. Profesionalitas Manajerial berpengaruh positip secara langsung terhadap

    efektifitas manajerial pejabat eselon III BNP2TKI.

    2. Pengetahuan Manajemen Ketenagakerjaan berpengaruh positip secara

    langsung terhadap efektifitas manajerial pejabat eselon III BNP2TKI.

    3. Komitmen Profesi berpengaruh positip secara langsung terhadap efektifitas

    manajerial pejabat eselon III BNP2TKI.

    4. Profesionalias Manajerial berpengaruh positip secara langsung terhadap

    Pengetahuan Manajemen Ketenagakerjaan pejabat eselon III BNP2TKI.

    5. Profesionalitas Manajerial perubahan organisasi berpengaruh positip secara

    langsung terhadap Komitmen Profesi pejabat eselon III BNP2TKI.

    6. Pengetahuan Manajemen Ketenagakerjaan berpengaruh positip secara

    langsung terhadap Komitmen Profesi pejabat eselon III BNP2TKI.

  • 58

    II. METODOLOGI PENELITIAN

    A. Tujuan Penelitian

    Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan dengan BNP2TKI

    sebagai unit analisis, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

    untuk mengetahui apakah terdapat:

    1. Apakah profesionalitas manajerial, berpengaruh langsung terhadap efektifitas

    manajerial pejabat eselon III BNP2TKI.

    2. Apakah pengetahuan manajemen ketenagakerjaan berpengaruh langsung

    terhadap efektifitas manajerial pejabat eselon III BNP2TKI.

    3. Apakah komitmen profesi berpengaruh langsung terhadap efektifitas manajerial

    pejabat eselon III BNP2TKI.

    4. Apakah profesionalitas manajerial berpengaruh langsung terhadap komitmen

    profesi.

    5. Apakah pengetahuan manajemen ketenagakerjaan berpengaruh langsung

    terhadap komitmen profesi.

    6. Apakah profesionalitas manajerial berpengaruh langsung terhadap pengetahuan

    manajemen ketenagakerjaan.

    B. Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di BNP2TKI Jln. MT Haryono Kav 52, Pancoran,

    Jakarta Selatan 12770, Jakarta, Indonesia. Waktu penelitian akan dimulai pada

    bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2014, dengan melalui beberapa tahap, yakni

  • 59

    dimulai dengan pra survey berupa konsultasi dengan pimpinan BNP2TKI,

    dilanjutkan dengan uji coba instrumen yang dilaksanakan pada awal bulan Maret

    2014 dan pengumpulan data (survey) selama dua bulan yaitu pada bulan April dan

    Mei 2014.

    C. Metode Penelitian

    Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei dengan

    pendekatan analisis jalur (path analysis). Cara untuk mengumpulkan data yang

    diperlukan dalam penelitian ini dilakukan melalui kuesioner dan tes yang telah

    disusun terlebih dahulu. Penelitian ini mengkaji keterkaitan antar variabel penelitian,

    serta mengukur pengaruh variabel yang satu dengan variabel lainnya dengan unit

    analisis pejabat eselon III sebagai responden. Dalam penelitian ini terdapat empat

    variabel yang dikaji, variabel independen/ bebas yaitu :

    X1 : Profesionalitas Manajerial

    X2 : Pengetahuan Manajemen Ketenagakerjaan

    X3 : Komitmen Profesi

    dengan variabel dependen/ terikat yaitu Y : Efektivitas Manajerial

    Model Teoritik Analisis Jalur

    Model teoritik dari variabel penelitian terlihat pada gambar berikut ini;

  • 60

    Gambar 3.1 Model Teoritik Variabel Penelitian

    Dimana:

    X1 : Profesionalitas Manajerial

    X2 : Pengetahuan Manajemen Ketenagakerjaan

    X3 : Komitmen Profesi

    Y : Efektivitas Manajerial

    D. Populasi dan Sampel

    Populasi penelitian merupakan individu yang menjadi sumber data penelitian.

    Menurut Azwar (2003) populasi merupakan sekelompok subjek yang hendak dikenai

    generalisasi hasil penelitian.87 Sekelompok subjek yang akan dikenai generalisasi

    tersebut terdiri dari sejumlah individu yang setidaknya mempunyai satu ciri atau

    karakteristik yang sama. Populasi merupakan seluruh kumpulan elemen yang dapat

    87 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2003).

    X1

    X2

    X3 Y

  • 61

    digunakan untuk membuat beberapa kesimpulan. Populasi penelitian ini adalah

    semua pejabat eselon III di BNPTKI.

    Sampel adalah bagian dari populasi yang memiliki karakteristik yang relatif

    sama dan dianggap bisa mewakili populasi (Sugiyono, 1999).88 Sedangkan

    sampling adalah metode yang digunakan untuk memilih dan mengambil sejumlah

    individu dari anggota populasi untuk digunakan sebagai sampel yang representatif.

    Jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan cara total sampling, yaitu

    teknik pengambilan sampel dengan mengambil semua populasi sebagai sample

    (Arikunto, 2002).89

    E. Teknik Pengumpulan Data

    Pada bagian ini diuraikan tentang instrumen penelitian untuk setiap variabel

    penelitian yang diamati, meliputi definisi konseptual, definisi operasional, indikator,

    kisi-kisi instrumen, uji validitas dan reliabilitas instrumen. Untuk mengumpulkan

    informasi yang diperlukan dalam penelitian dilakukan dengan menggunakan tes dan

    kuesioner. Kuesioner yang digunakan untuk dependent dan independen variabel

    yang akan diuji. Semua instrumen dibuat melalui tahapan, yaitu mengkaji teori yang

    berkaitan dengan variabel penelitian, mengembangkan indikator-indikator dari setiap

    variabel, membuat kisi-kisi, menyusun butir pernyataan atau pertanyaan, melakukan

    ujicoba instrumen, melakukan analisis butir melalui pengujian validitas instrumen

    dan dilanjutkan perhitungan reliabilitas instrumen.

    88 Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis (Bandung: Penerbit Alfabeta, 1999).89 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian (Yogyakarta: Rineka Cipta, 2002).

  • 62

    Butir-butir dalam kuesioner instrumen penelitian disusun dalam bentuk

    pernyataan atau pertanyaan positif atau negatif. Penilaian yang diberikan

    responden adalah pilihan yang diberikan atas pilihan penilaian yang tersedia pada

    masing-masing butir pernyataan dalam instrumen penelitian. Butir-butir pernyataan

    atau pertanyaan pada kuesioner disusun menggunakan skala lima.

    Instrumen yang digunakan terlebih dahulu diujicobakan. Pengujian instrumen

    dilakukan untuk melihat tingkat keabsahan (validity) dan keandalan (reliability).

    Butir-butir instrumen yang tidak valid (sahih) akan dibuang dan tidak digunakan

    sebagai penjaring data penelitian.

    1. Instrumen Variabel Terikat

    Efektifitas Manajerial

    Dalam penelitian ini hanya ada satu variable terikat yaitu Efektifitas

    Manajerial (Y). Efektivitas manajerial tidak lebih dari hasil akhir, dan itu berkaitan

    dengan posisi seseorang dalam sebuah organisasi atau lembaga (Reddin,

    1970). Beliau menekankan pada hasil tanpa menyebutkan moral dan kepuasan

    anggota kelompok.

    Balaraman (1989) mendefinisikan efektivitas manajerial dengan

    mengevaluasi para manajer dengan kriteria pekerjaan yang berorientasi seperti

    komunikasi, kesadaran biaya, delegasi kerja, hubungan kerja, perencanaan dan

    penjadwalan, pengamanan kerjasama antar departemen, pelatihan anggota dan

    pemanfaatan kapasitas.90

    90 S. Balaraman, Are Leadership Styles Predictive of Managerial Effectiveness Indian Journal ofIndustrial Relations, Vol. (24) 4, April 1989, hh. 399-415.

  • 63

    Flanagan dan Spurgeon (1996) melihat dengan lebih luas lagi bahwa

    efektivitas manajemen adalah hal yang kontingen, ia berasal dari apa yang orang

    lain harapkan atau apa yang harus dilakukan oleh seorang manajer dan

    menyimpulkan bahwa efektivitas tidak harus diterapkan sebagai tujuan mutlak

    bagi semua pekerjaan manajerial di semua organisasi akan tetapi hanya dalam

    hal situasional saja.91

    a. Definisi Konseptual

    Efektivitas manajerial tingkat pecapaian hasil akhir yang ditetapkan dari

    kinerja para pejabat eselon III di BNP2TKI terkait dengan tujuan manajemen

    yang diinginkan oleh lembaga, dengan indikator a. Managing and Leading, b.

    Interpersonal Relationships, c. Knowledge and Initiative, d. Succes Oriented

    dan e. Contextually adept. Jean Brittain Leslie et. al. (2002)92

    b. Definisi operasional

    Efektifitas manajerial adalah suatu kemampuan seseorang pejabat

    eselon III BNP2TKI dalam melaksanakan pekerjaannya untuk

    merencanakan, meggerakan, mengarahkan, mengawasi unit organisasinya

    dalam rangka mencapai tujuan organisasi (hasil akhir) dengan indikator

    mencapai tujuan unit organisasi secara tepat yang diukur dengan instrumen

    angket diisi oleh oleh pejabat eselon III, yang mencakup indikator : a.

    Managing and Leading, b. Interpersonal Relationships, c. Knowledge and

    91 Hugh Flanagan dan Peter Spurgeon, op. cit.92 Jean Brittain Leslie, Maxine Dalton, Chris Ernst, Jennifer Deal, Managerial Effectiveness In A

    Global Context Center For Creative Leadership Greensboro, 2002.

  • 64

    Initiative, d. Succes Oriented dan e. Contextually adept dengan skala

    pengukuran butir (5) Sangat Setuju; (4) Setuju; (3) Normal; (2) Tidak Setuju;

    (1) Sangat Tidak Setuju.

    c. Kisi-kisi Instrumen

    Instrumen disusun berdasarkan indikator yang diuraikan menjadi butir

    pernyataan atau pertanyaan, untuk mendapatkan data tentang Efektifitas

    Manajerial digunakan instrumen dengan skala Likert yaitu skala 5 sampai 1

    jika pernyataan positif akan tetapi jika pernyataan negatif maka digunakan

    nilai 1 sampai 5.

    Berdasarkan indikator-indikator yang ada pada definisi konseptual,

    selanjutnya dibuat kisi-kisi instrumen yang mengukur variabel Efektifitas

    Manajerial. Kisi-kisi ini disajikan dengan maksud untuk memberikan

    gambaran penyebaran butir-butir dalam proses uji coba. Butir-butir yang tidak

    valid akan didrop setelah dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas sedangkan

    yang dianggap memiliki keabsahan atau valid dijadikan alat pengumpul data

    penelitian. Instrumen penelitian untuk mengukur efektifitas manajerial ini di

    adopsi dan diadaptasikan dari Jean Brittain Leslie et al (2002).93 Adapun kisi-

    kisi instrumen dapat dilihat pada tabel berikut ini:

    Tabel 3.1.

    Kisi-kisi Instrumen Efektifitas Manajerial

    93 Ibid.

  • 65

    Variabel Indikator Butir Jumlah

    EfektifitasManajerial

    Managing and Leading 1- 8 8

    Interpersonal Relationships 9 - 12 4

    Knowledge and Initiative 13 - 18 6

    Succes Oriented 19 - 22 4

    Contextually adept 23 - 25 3

    Jumlah 25

    Instrumen Efektifitas Manajerial terdiri dari 25 butir pernyataan dengan lima

    alternatif jawaban yaitu: Sangat Re