compromised medis

64
LAPORA TUTORIAL BLOK KURATIF DAN REHABILITATIF III “Perawatan Compromised Medic” Oleh : KELOMPOK TUTORIAL 3 Tutor : drg. Ekyantini Widyowati FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

Upload: dyah-kurnia-aulia

Post on 29-Dec-2015

259 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

gjfgjnfgb

TRANSCRIPT

Page 1: Compromised Medis

LAPORA TUTORIAL

BLOK KURATIF DAN REHABILITATIF III

“Perawatan Compromised Medic”

Oleh :

KELOMPOK TUTORIAL 3

Tutor :

drg. Ekyantini Widyowati

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS JEMBER

2014

Page 2: Compromised Medis

ANGGOTA KELOMPOK TUTORIAL 3:

Ketua : Alifah Sarah D 111610101020

Scriber Papan : Yuntari Daniyati 111610101028

Scriber Meja : Dyah Kurnia Aulia 111610101016

Anggota :

1. Mila Aditya Zeni 111610101017

2. Ni Putu Inda 111610101018

3. Tatit Fitri Pusparani 111610101033

4. Ira Laila O.A.A 111610101037

5. Afif Surya Adena 111610101059

6. Benny Santoso 111610101076

2

Page 3: Compromised Medis

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat,

taufik dan hidayahnya sehingga penyusunan laporan tutorial “Perawatan

Compromised Medic” ini dapat terselesaikan dengan baik. Laporan tutorial ini

merupakan syarat untuk memenuhi tugas yang diberikan pada Blok Kuratif dan

Rehabilitatif.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. drg. Ekyantini Widyowati selaku selaku tutor pembimbing dalam

kelompok tutorial III yang telah banyak memberikan dukungan,

bimbingan dan pengarahan dalam menyelesaikan tutorial.

2. Para dosen pemateri Blok Kuratif dan Rehabilitatif III yang telah

memberikan ilmu.

3. Teman-teman kelompok tutorial 3 dan semua pihak yang telah membantu

dalam menyelesaikan laporan ini.

Tiada gading yang tak retak, bagitu pula kami sangat menyadari bahwa dalam

pembuatan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami

sangat mangharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan

laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat di kemudian hari, khususnya

dalam bidang kedokteran gigi di kalangan Universitas Jember.

Jember, Februari 2014

Penulis

3

Page 4: Compromised Medis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................ 1

KATA PENGANTAR......................................................................................... 3

DAFTAR ISI........................................................................................................ 4

Skenario........................................................................................................... 5

Clarifying Unfamiliar terms............................................................................ 5

Menetapkan Permasalahan.............................................................................. 4

Brainstorming.................................................................................................. 5

Mapping........................................................................................................... 14

Learning Onjective.......................................................................................... 15

Reporting/generalization................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 42

4

Page 5: Compromised Medis

I. Skenario

Seorang anak laki-laki, umur 8 tahun mengeluhkan gigi belakang kanan

bawah sakit sejak 3 hari yang lalu. Rasa sakit muncul tanpa sebab ketika sedang

bermain maupun belajar, sehingga tidak bisa masuk sekolah. Dari anamnesa

diketahui bahwa apabila terluka, perdarahannya sulit dihentikan sehingga harus

dibawa ke dokter. Pada pemeriksaan klinis terlihat gigi 75 karies profunda

disebelah oklual yang mengarah ke distal. Gigi tersebut masih vital. Gambaran

ronsenologis terlihat atap pulpa sudah perforasi, bifurkasi dan akar gigi baik, dan

benih gigi pengganti masih dibawah tulang alveolaris crest. Dokter gigi

mendiagnosis pulpitis irreversible pada gigi 75. Oleh karena mempunyai riwayat

pada perdarahannya, maka dilakukan konsul supaya compromised medic yang

dilakukan berhasil dengan baik.

II. Clarifying Unfamiliar Terms

II.1Compromised medic

Secara harfiah, arti dari compromised ialah beresiko/berbahaya dan medic

ialah medikasi.

Pasien dengan kondisi medik kompromais adalah seseorang dengan

kondisi medis ataupun perawatan medis yang rentan terhadap infeksi maupun

komplikasi serius (Marsh & Martin, 1999). Pasien medis kompromais adalah

seseorang yang mengidap satu ataupun lebih penyakit dan sedang menjalani satu

atau lebih medikasi sebagai perawatan penyakitnya tersebut (Ganda, 2008). Aspek

khusus yang perlu diperhatikan adalah efek obat anestesi terhadap kondisi

tersebut, potensi interaksi obat, serta kegawatdaruratan medis (Coulthard, et al.,

2003).

III. Menetapkan Permasalahan

III.1 Apa tujuan dari compromised medic?

III.2 Apa saja penyakit yang tergolong compromised medic?

III.3 Apa tindakan yang harus dilakukan dokter gigi sebelum

perawatan?

5

Page 6: Compromised Medis

III.4 Apa Rencana Perawatan yang harus dilakukan dokter gigi pada

gigi 75 dengan diagnosa pulpitis irreversible pada pasien tersebut yang

mengalami gangguan perdarahan?

III.5 Bagaimana cara mengetahui tes laboratorium dari pasien pada

skenario?

IV. Brainstorming

IV.1 Tujuan Compromised Medic

1. Memberikan pertolongan pertama pada pasien.

2. Menstabilkan keadaan pasien.

3. Memberi perawatan yang sesuai agar dokter gigi dapat bertindak dengan

hati-hati terhadap kondisi sistemik pasien sehingga tidak terjadi komplkasi.

4.Mengantisipasi dan mengendalikan situasi pada saat pemeriksaan dan

perawatan.

5.Agar pasien mendapatkan pelayanan yang holistik, komperhensif dan

professional.

IV.2 Penyakit Compromised Medic di bagi menjadi 8 kategori:

Endocrine disorder

Cardiovaskular disorder

Penyakit jantung mempunyai hubungan penting dengan praktek

kedokteran gigi karena banyak alasan, termasuk resiko bahwa

pengobatan oral bisa mengakibatkan endokarditis bakterialis, penjalaran

nyeri insufisiensi koroner ke wajah bagian bawah dan mandibulum, dan

bahaya anestesi umum dan anestesi lokal dengan adrenalin pada pasien

demikian.

Respiratory disease

Haematological disorder

Klasifikasi Kelainan Perdarahan:

Ada beberapa macam kelainan perdarahan, yaitu sebagai berikut (Rose,

Louis F.1997):

6

Page 7: Compromised Medis

I.Nonthrombocytopenic purpuras

a. Vascular wall alterations :

(1) Scurvy

(2) Infection

(3) Chemicals

(4) Allergy

b. Disorders of platelet function

(1) Genetic defects (Bernard-Soulier disease)

(2) Drugs:

(a) Aspirin

(b) NSAIDs

(c) Alcohol

(d) Beta-lactam antibiotics

(e) Penicillin

(f) Cephalothins

(3) Allergy

(4) Autoimmune disease

(5) von Willebrand's disease (secondary factor VIII deficiency)

(6) Uremia

II. Thrombocytopenic purpuras

a. Primary—idiopathic

b. Secondary :

(1) Chemicals

(2) Physical agents (radiation)

(3) Systemic disease (leukemia)

(4) Metastatic cancer to bone

(5) Splenomegaly

(6) Drugs

7

Page 8: Compromised Medis

NSAIDs, Nonsteroidal antiinflammatory drugs.

(a) Alcohol

(b) Thiazide diuretics

(c) Estrogens

(d) Gold salts

(7) Vasculitis

(8) Mechanical prosthetic heart valves

(9) Viral or bacterial infections

III. Disorders of coagulation

a. Inherited

(1) Hemophilia A (deficiency of factor VIII)

(2) Hemophilia B (deficiency of factor IX)

(3) Others

b. Acquired

(1) Liver disease

(2) Vitamin deficiency :

(a) Biliary tract obstruction

(b) Malabsorption

(c) Excessive use of broad-spectrum antibiotics

(3) Anticoagulation drugs :

(a) Heparin

(b) Coumarin

(c) Aspirin and NSAIDs

(4) Disseminated intravascular coagulation (DIC)

(5) Primary fibrinogenolysis

Klaasifikasi gangguan perdarahan menurut, Lockhart ;

8

Page 9: Compromised Medis

Liver disease

Renal disease

Allergies

Obat-obatan dan substansi lain yang dapat memicu reaksi alergi antara

lain: anestetik lokal, antibiotik, analgesik, obat-obatan anxiolitik, serta berbagai

bahan atau produk-produk dental lainnya.. Reaksi alergi, yang terjadi selama atau

9

Page 10: Compromised Medis

setelah perawatan gigi, merupakan salah satu masalah serius yang mungkin

terjadi.

IV.3 Dental Management Pada Pasien Dengan Kelainan Perdarahan

1. Pengidentifikasian Pasien

Ada empat metode atau cara yang dapat digunakan seorang dokter gigi

untuk dapat mengidentifikasi pasien yang mempunyai masalah pada

perdarahannya. Dibutuhkan keahlian untuk pengaplikasian seberapa baik seorang

dokter gigi dapat menjaga pasien-pasien tersebut dari bahaya perdarahan hebat

setelah perawatan bedah kedokteran gigi. Empat metode tersebut yaitu sebagai

berikut (Rose, Louis F.1997):

• Pemeriksaan riwayat medis pasien

Riwayat penyakit pasien harus dibuat selengkap mungkin. Pertanyaan-

pertanyaan hendaknya disusun secara berurutan dimulai dari pengalaman-

pengalaman pasien terdahulu. Beberapa penyakit gangguan perdarahan dapat

diturunkan, sehingga pertanyaan juga perlu diarahkan ke anggota keluarga yang

lain. Pengelompokan pertanyaan dilakukan sesuai dengan jenis-jenis penyakit

gangguan perdarahan yang mungkin dapat terjadi. Adapun pertanyaan tersebut

meliputi: apakah ada anggota keluarga yang mengalami gangguan perdarahan,

apakah pernah mengalami perdarahan yang cukup lama setelah dilakukan

tindakan pembedahan seperti operasi dan cabut gigi, apakah pernah terjadi

perdarahan yang cukup lama setelah mengalami trauma, apakah sedang meminum

obat-obatan untuk pencegahan gangguan koagulasi atau sakit kronis, riwayat

penyakit terdahulu, dan apakah pernah mengalami perdarahan spontan.

• Pemeriksaan Fisik

Penderita dengan gangguan pembekuan darah akan jelas terlihat pada kulit

dan membran mukosa sesaat setelah terjadi trauma ataupun tindakan invasif lain.

Terlihat adanya jaundice, spider angiomas, ecchymosis, dan sedikit tremor saat

memegang sesuatu akan didapatkan pada penderita liver. Kira-kira 50% penderita

liver akan mengalami penurunan jumlah platelet oleh karena terjadi

10

Page 11: Compromised Medis

hipersplenisme akibat efek hipertensi portal sehingga didapatkan adanya ptechiae

pada kulit dan mukosa.

a b

Gambar 1. a. Jaundice dan b. Spider Angioma

a b

c d

Gambar 2. a. Ecchymosis, b. Hiperplasi Gusi, c. Ptechiae pada Tangan,dan d. Ptechiae pada Palatum

11

Page 12: Compromised Medis

• Screening clinical laboratory tests

PT, aPTT, TT, PFA-100, Jumlah Platelet

• Pengawasan terhadap perdarahan hebat setelah prosedur bedah

2. Modifikasi Rencana Perawatan

Persiapan yang baik disajikan untuk pasien-pasien dengan berbagai macam

masalah perdarahan. Pasien dengan cacat congenital pembekuan darah harus

didukung untuk meningkatkan dan menjaga kesehatan rongga mulut pasien, karena

sebagian besar perawatan kedokteran gigi pada pasien sekarang disulitkan dengan

kebutuhan untuk mengembalikan faktor yang hilang. Perawatan kedokteran gigi

sering membutuhkan rawat inap di rumah sakit untuk pasien dengan cacat yang

parah. aspirin dan jenis NSAID lainnya sebaiknya tidak digunakanuntuk

menghilangkan sakit pada pasien yang sedang menerima medikasi antikoagulan.

Berbagai senyawa yang terdapat di aspirin antara lain: Anacin, Synalgos-DC,

Fiorinal, Bufferin, Alka-Seltzer, Empirin dengan Codeine, dan Excedrin (Rose,

Louis F.1997).

3. Komplikasi dan Manifestasi

Pasien dengan kelainan perdarahan pernah mengalami perdarahan gingival

secara spontan (spontaneous gingival bleeding). Jaringan rongga mulut (seperti

soft palate, lidah, mukosa pipi) kemungkinan terdapat petechiae, ecchymoses,

jaundice, pallor, dan ulser. Spontaneous gingival bleeding dan petechiae biasanya

ditemukan pada pasien yang menderita trombositopenia.

Hemarthrosis pada TMJ jarang ditemukan dengan kelainan perdarahan dan

tidak ditemukan pada pasien yang menderita trombositopenia. Pembesaran

kelenjar parotid glands bisa dihubungkan dengan penyakit hati kronis yang paling

sering ditemukan pada para pecandu alcohol. Individu penderita leukemia bisa

ditandai dengan adanya general gingival hiperplasi (Rose, Louis F.1997).

Pada skenario, penatalaksanaan pasien dengan kelainan perdarahan dapat

dilakukan dengan cara;

1. medikasi untuk menghilangkan rasa sakitnya. Dihindari pemberian

analgesik berupa aspirin dan jenis NSAID lainnya. Oleh karena

pemberian obat ini dapat menimbulkan penghambatan agregasi platelet.

12

Page 13: Compromised Medis

2. Pada pasien dengan gangguan perdarahan di konsul pada dokter spesialis

untuk memantau keadaan dan dokter gigi dapat menentukan perawatan

yang akan dilakukan.

3. Pemeriksaan laboratotorium harus dilakukan pasien dengan gangguan

perdarahan.

IV.4 Rencana Perawatan

Pada pemeriksaan klinis terlihat gigi 75 karies profunda perforasi dan benih

gigi pengganti masih dibawah tulang alveolar crest setelah itu dokter gigi

mendiagnosa pulpitis irreversible pada gigi 75, jadi perawatan yang dapat

dilakukan yaitu pulpotomi devital, karena perawatan dengan pulpotomi devital

diindikasikan untuk pasien dengan gangguan perdarahan. Pasta yang digunakan

yaitu; ZOE, formokresol, CaOH2.

IV.5 Pemeriksaan Laboratorium

Beberapa pemeriksaan laboratoris yang dilakukan bagi penderita dengan

gangguan perdarahan adalah partial thromboplastin time (PTT), prothrombin time

(PT), platelet count, ivy bleeding time, platelet function analyzer 100 (PFA-100),

dan thrombin time. Partial thromboplastin time (PTT) digunakan untuk

memeriksa sistem intrinsik (faktor VIII, IX, XI, dan XII) dan jalur utama (faktor

V dan X, protrombin, dan fibrinogen). Tes ini juga merupakan tes terbaik untuk

screening gangguan koagulasi. Prothrombine time digunakan untuk memeriksa

jalur ekstrinsik (faktor VII) dan jalur utama (faktor V dan X, prothrombin, dan

fibrinogen). Platelet count digunakan untuk memeriksa penyebab-penyebab

gangguan perdarahan akibat trombositopenia. Angka normal platelet count adalah

140.000-400.000/mm3 dari keseluruhan jumlah darah. Ivy bleeding time

digunakan untuk melihat gangguan fungsi platelet dan trombositopenia. Platelet

function analyzer 100 (FA-100) merupakan pemeriksaan invitro untuk mendeteksi

disfungsi platelet. Trombine time menunjukkan jumlah fibrinogen yang ada di

dalam darah.

13

Page 14: Compromised Medis

V. Mapping

14

Pemeriksaan Klinis Riwayat Medis

Diagnosa

Rencana Perawatan

Rencana Perawatan

Page 15: Compromised Medis

VI. Learning Objective

1. Mampu mengetahui dan menjelaskan mengenai macam-macam penderita

dengan Compromised medic.

2. Mampu mengetahui dan menjelaskan dental management pada pasien

dengan compromised medic.

3. Mampu mengetahui dan menjelaskan prosedur perawatan pada skenario.

VII.Reporting/Generalization

VII.1 Macam–macam penderita dengan Compromised medic

a. Gangguan perdarahan

Tabel 1. Perawatan Medis pada Penderita Gangguan Perdarahan

Jenis Penyakit Defek Tindakan Medis

Von Willebrand’s disease Defisiensi atau kelainan vWF yang

menyebabkan kerusakan adhesi platelet, defisiensi

faktor VIII

DDAVP, EACA, mengganti faktor VIII

yang dirusak oleh vWF

Hemofilia A Defisiensi atau defek pada faktor VIII

DDAVP, EACA, faktor VIII; porcine faktor VIII, PCC, aPCC, faktor VIIa,

dan atau pemberian steroids

Hemofilia B Defisiensi atau defek pada faktor IX

Pemberian faktor IX

Trombositopeni primer Platelet mengalami kerusakan akibat proses autoimun

Pemberian prednisone, IV gamma globulin; dan

platelet transfusionTrombositopeni sekunder Defisiensi platelet yang

Menyebabkan terjadinya percepatan

destruksi platelet, berkurangnya produksi

platelet, dan platelet

abnormal

Tranfusi platelet

Bernard-Soulier Defek genetik pada membran

Tranfusi platelet

15

Page 16: Compromised Medis

platelet; tidak terdapatglicoprotein Ib (GP-Ib)

yang menyebabkan gangguan pada adhesi

plateletPenyakit Liver Defek pada faktor

koagulasi multipelPemberian vitamin K,

pemberian terapi pengganti hanya bila ada perdarahan serius setelah

tindakan pembedahanDIC Defek faktor koagulasi

multipel yang menimbulkan

degradasi fibrin dan fibrinogen

sehingga terjadi fibrinolisis dantrombositopeni

Pemberian heparin, cryoprecipitate atau

pemberian fresh frozenplasma sebagai pengganti

fibrinogen, transfusi

platelet

- Penatalaksanaan Di Bidang Kedoketran Gigi

Metode pemeriksaan yang sebaiknya dilakukan oleh dokter gigi saat

mengidentifikasi pasien dengan kelainan perdarahan adalah membuat riwayat

penyakit secara lengkap, pemeriksaan fisik, skrining laboratoris, dan observasi

terjadinya perdarahan yang luas setelah tindakan pembedahan.

- Tindakan Pencegahan Di Bidang Kedokteran Gigi

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan bagi pasien kelainan perdarahan pada

prinsipnya sama dengan pasien normal, yaitu menyikat gigi sehari dua kali dengan

menggunakan pasta gigi dengan kandungan fluor 1 ppm untuk anak di bawah usia

tujuh tahun dan 1,4 ppm untuk anak di atas usia tujuh tahun, sikat gigi yang

digunakan sebaiknya memiliki texture medium, menggunakan alat-alat interdental

seperti dental floss, tape, dan sikat inter dental, pemberian tambahan fluor melalui

cairan, tablet, aplikasi topikal, obat kumur yang mengandung fluor, memakan

makanan yang sehat untuk gigi, mengkonsumsi pemanis buatan, dan mengunjungi

dokter gigi setiap tiga hingga enam bulan sekali.

1. Perawatan Periodontal

Perawatan periodontal dapat menjadi salah satu pencetus terjadinya

perdarahan. Pemberian periodontal dressing dengan atau tanpa topical

antifibriolytic agents dapat merupakan cara dalam menghentikan perdarahan.

16

Page 17: Compromised Medis

Pemakaian obat kumur yang mengandung chlorhexidine gluconate dapat menjaga

kebersihan mulut. Pemberian penerangan secara lengkap bagi pasien sebelum

tindakan merupakan langkah awal yang baik, sehingga pasien akan mengerti

kemungkinan komplikasi-komplikasi yang akan terjadi.

2. Penambalan

Pemakaian matrix dan wedges saat penambalan perlu diperhatikan dengan benar.

Luka yang diakibatkan karena pemakaian yang salah dapat menjadi masalah saat

melakukan penambalan.

3. Anastesi dan Penanggulangan Rasa Sakit

Rasa sakit pada gigi dapat ditanggulangi dengan memberikan parasetamol

atau asetaminofen. Penggunaan aspirin harus dihindari oleh karena dapat menjadi

menimbulkan penghambatan agregasi platelet. Apabila akan memberikan NSAID

hendaknya melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan ahli hematologi oleh

karena golongan obat ini dapat menimbulkan penghambatan agregasi platelet.

Anastesi lokal dengan cara infiltrasi pada daerah bukal, intra papilary, dan

intraligamen tidak memerlukan obat anti hemostatik namun anesthesi dengan cara

blok mandibula dan infiltrasi lingual harus diberikan anti hemostatik.

b. Infark Miokard

- Definisi

Infark miokard adalah akibat dari cedera iskemik berkepanjangan pada

jantung. Alasan yang paling sering bagi seseorang yang terkena infark miokard

adalah penyakit arteri koroner progresif sekunder akibat aterosklerosis.

- Gejala

Pasien biasanya mendapat nyeri dada berat pada area substernal atau

prekordial kiri. Nyeri bisa menjalar ke lengan kiri atau ke rahang dan bisa

berhubungan dengan nafas pendek, palpitasi, mual atau muntah. Nyeri biasanya

mirip dengan angina namun lebih panjang dan lama.

- Komplikasi

Komplikasinya termasuk artimia dan gagal jantung kongestif. Komplikasi

bergantung pada sejauh mana infark miokard. Pasien dengan infark kecil biasanya

17

Page 18: Compromised Medis

sembuh dengan morbiditas minimal. Pasien dengan area cedera luas lebih

mungkin menderita gagal jantung dan aritmia yang membahayakan-jiwa.

- Perhatian Bagi Dokter Gigi Dalam Menangani Pasien dengan Infark

Miokard

Perhatian utama adalah gangguan iskemik jantung atau timbulnya aritmia

selama prosedur gigi. Resiko ini lebih mungkin terjadi semakin dekat dalam

waktu prosedur gigi ke infark miokard. Resiko ini juga meningkat dengan

peningkatan kompleksitas prosedur gigi dan dengan penggunaan vasokonstriktor

pada anestesi lokal.

- Resiko Pada Pasien dengan Riwayat Infark Miokard

Resiko tertinggi selama 6 bulan pertama setelah infark miokard

Resiko menengah selama periode 6-12 bulan setelah infark miokard

Resiko terendah setelah 12 bulan

- Evaluasi Gigi

Evaluasi gigi harus termasuk daftar riwayat lengkap seluruh tanggal infark

miokard yang dialami pasien. Infark terbaru sangat menarik, karena sebagian

besar menentukan kelayakan terapi gigi elektif. Dokter gigi terutama harus

waspada terhadap infark miokard selama satu tahun terakhir karena kondisi

tersebut meningkatkan bahaya prosedur pembedahan.

Anamnesa juga harus mendata komplikasi setelah infark miokard. Riwayat

nyeri dada substernal juga harus menjadikan dokter gigi waspada terhadap

kemungkinan angina. Dispnoe, ortopnea, dispnoe nokturnal paroksismal, dan

edema perifer bisa mengindikasikan gagal jantung kongestif. Palpitasi atau sinkop

harusnya mengesankan kemungkinan aritmia atau kelainan kondiksi. Evaluasi

gigi juga harus termasuk diskusi singkat dengan dokter pribadi pasien, jika

dibutuhkan, untuk mendefinisikan status medis pasien. Pemeriksaan fisik terbaru,

EKG, dan roentgenogram dada semuanya sumber informasi yang penting dimiliki

sebelum terapi gigi awal. Abnormalitas apapun harus dialamatkan dengan tepat.

- Managemen Gigi

Manajemen gigi pada pasien dengan infark miokard sebelumnya

bergantung pada keparahan dan arah infark. Pasien yang mengalami infark

18

Page 19: Compromised Medis

miokard akut tanpa komplikasi bisa mentolerir prosedur-prosedur (tipe I sampai

IV) durasi singkat setiap saat mengikuti kejadian. Prosedur yang menimbulkan

tekanan lebih baik ditunda sampai 6 bulan setelah infark. Konsultasi dengan

dokter disarankan. Tampaknya tidak terdapat kontraindikasi pada penggunaan

epinefrin dalam konsentrasi 1:100.000 pada anestesi lokal pada pasien-pasien ini.

Namun, protokol untuk meminimalkan penggunaan vasokonstriktor harus

dilaksanakan. Komunikasi yang baik antara pasien-dokter gigi, mengurangi stres,

dan pemantauan adalah penting untuk manajemen tepat pada pasien paska infark.

Pasien yang mengalami komplikasi infark miokard atau yang

penyembuhannya tidak stabil membutuhkan pendekatan konservatif selama 6

bulan pertama setelah infark. Pasien-pasien ini bisa menjalani pemeriksaan gigi

tanpa protokol khusus (prosedur-prosedur tipe I) dan mendesak, prosedur-

prosedur operatif sederhana (tipe II) setelah konsultasi dengan dokter pasien

Semua pengobatan gigi lainnya harus ditunda sampai pasien stabil selama

setidaknya 6 bulan. Pasien pada kelompok dengan kedaruratan gigi ini harus

ditangani sekonservatif mungkin. Namun, jika ekstraksi atau pembedahan

dibutuhkan, dokter pasien harus berkonsultasi. Protokol meminimalkan stres harus

digunakan. Jika memungkinkan, prosedur-prosedur tersebut terbaik dilakukan di

sebuah rumah sakit, dengan pengawasan terus menerus.

- Pendekatan Medis Pada Pasien Dengan Infark Miokard

Dalam 6 bulan pertama

Karena tingginya resiko rekurensi infark miokard dan aritmia pada pasien

ini, pekerjaan dokter gigi harus dibatasi pada perawatan paliatif saja. Pengobatan

gigi emergensi harus dibebaskan terkontrol, lingkungan dipantau. Penggunaan

vasokonstriktor pada anestesi lokal relatif dikontraindikasikan.

Dalam periode 6-12 bulan

Prosedur bedah sederhana dan non-bedah harus dilaksanankan dengan

penggunaan bijaksana anestesi lokal. Lidocaine 2% dengan lidokain 1:100.000,

dan mepivacaine 2% dengan levonordefrin 1:20.000, harus dibatasi sampai 2

Carpule untuk masing-masing pekerjaan. Prosedur elektif kompleks, restoratif dan

bedah, masih relatif dikontraindikasikan.

19

Page 20: Compromised Medis

Periode > 1 tahun yang lalu

Penting untuk diingat bahwa pasien-pasien ini masih memiliki penyakit

arteri koroner yang penting meskipun mereka stabil sepanjang tahun sebelumnya.

Mereka mampu, walaupun, lebih siap mentolerir prosedur pembedahan non-gigi

dibandingkan pasien-pasien dengan infark miokard yang lebih baru terjadi. Jika

pasien memiliki komplikasi infark miokard dengan gejala sisa seperti aritmia dan

gagal jantung kongestif, perencanaan gigi harus diubah pada kenyataannya.

Sebagai contoh pembuatan gigi palsu parsial yang mudah dilepas akan lebih

disukai dibandingkan protese tanam periodontal kompleks. Lagi, pembatasan

vasokonstriktor hingga 2 Carpule anestesi lokal konvensional dengan epinefrin

1:100.000 atau levonordefrin 1:20.000 atau yang sebanding masih

direkomendasikan.

Pasien dengan infark miokard 6-12 bulan sebelum diusulkan perawatan gigi

Pasien-pasien ini bisa menjalani pemeriksaan gigi (prosedur tipe I) tanpa

protokol khusus. Prosedur non-bedah (tipe II-III) dan prosedur bedah sederhana

(tipe IV) dapat dilakukan setelah konsultasi dengan dokter pasien. Dengan

pasien seperti ini, perhatian harus dilakukan untuk meminimalkan stres.

Prosedur yang lebih lama harus dibagi menjadi beberapa prosedur pendek dan

teknik sedasi tambahan harus digunakan. Janji pagi mungkin diperlukan.

Meskipun tidak terdapat data spesifik tentang gigi yang tersedia,

morbiditas dan mortalitas sehubungan dengan pembedahan non-gigi masih

meningkat selama periode ini. Karenanya, mungkin bijaksana untuk menunda

prosedur pembedahan gigi menengah sampai lanjut (tipe IV-V) sampai pasien

stabil selama lebih kurang 12 bulan setelah infark miokard.

Pasien dengan infark miokard terakhir lebih dari satu tahun yang lalu

Penting untuk diingat bahwa pasien-pasien ini masih memiliki penyakit

arteri koroner yang penting meskipun mereka stabil sepanjang tahun sebelumnya.

Mereka mampu, walaupun, lebih siap mentolerir prosedur pembedahan non-gigi

dibandingkan pasien-pasien dengan infark miokard yang lebih baru terjadi.

Mereka dapat menjalani pemeriksaan gigi (prosedur tipe I) dan prosedur non-

20

Page 21: Compromised Medis

bedah dan bedah sederhana (tipe II-IV) dengan perhatian khusus terhadap teknik

sedasi dan minimalisasi stres. Prosedur bedah menengah dan lanjut (tipe V-VI)

hasur dilakukan hanya setelah konsultasi cermat dengan dokter mereka.

Hospitalisasi elektif yang membolehkan pemantauan memadai harus

dipertimbangkan untuk semua pembedahan gigi lanjut (prosedur tipe IV) dan

menjadi wajib jika dibutuhkan anestesi umum.

- Tindakan Perawatan Gigi

a. Tindakan Non-Bedah

Tipe I : Pemeriksaan radiografi, tindakan oral hygiene dan pengambilan

cetakan model

Tipe II : Tindakan operatif dentistry sederhana, profilaksis supra-

ginggival dan ortodontik

Tipe III : Tindakan operatif dentistry yang lebih dalam, pembersihan

karang gigi yang lebih dalam dan tindakan endodontik

b. Tindakan Bedah

Tipe IV : Ekstraksi gigi, kuretase atau ginggivoplasti

Tipe V : Ekstraksi gigi yang multipel, ginggivektomi dan tindakan

bedah dengan membuka flap

Tipe VI : Ekstraksi gigi untuk seluruh rahang, flap surgery, orthognatic

atau implant dan bedah rahang.

c. Congenital Heart Disease

- Komplikasi dan Penatalaksanaan Congenital Heart Disease (CHD)

Kelainan jantung pada anak yang umumnya terjadi adalah penyakit

jantung bawaan atau Congenital Heart Diseases /CHD. Congenital Heart

Diseases adalah kelainan jantung bawaan yang terjadi pada anak dan merupakan

salah satu jenis medically compromised patient yang sering datang ke praktek

dokter gigi. Salah satu peran dari dokter gigi anak mengkoordinir penanganan

anak dengan medically compromised. Sering digunakan istilah medically

compromised untuk mengingatkan klinisi bahwa anak-anak ini mempunyai

kondisi medis juga dapat mempengaruhi perawatan dental atau dapat juga disertai

21

Page 22: Compromised Medis

dengan tanda dental/ oral yang spesifik. Berdasarkan manifestasi klinis, CHD

terdiri dari 2 tipe yaitu tipe sianosis dan asianosis. Tipe sianosis seperti pulmonary

stenosis, tetralogy of fallot (TOF). Manifestasi klinis tipe sianosis;sianosis

sistemik, clubbing finger, dyspnea dan heart murmur. Adapun prognosisnya

tergantung dari berat ringannya malformasi. Pada tipe sianosis aliran adalah right

to leftt shunt. Tidak ada tanda oral spesifik pada pasien dengan CHD, manifestasi

klinis tergantung dari anomaly struktur yang diderita. Manifestasi oral dari CHD

adalah sianosis gusi dan stomatitis, glositis, defek email terutama pada gigi

sulung, meningkatnya risiko karies dan penyakit periodontal.

a. sianosis pada gingival

b. Sianosis Bibir pada pasien CHD

22

Page 23: Compromised Medis

c. Clubbing finger

- Hal-Hal yang Perlu Di Perhatikan Selama Perawatan Dental

1. Pencegahan endokarditis bakterialis di rumah.

Pertimbangan penting dalam merencanakan perawatan gigi adalah

mencegah penyakit gigi dan mulut. Pasien dengan CHD termasuk ke dalam

kelompok yang berisiko terkena karies terutama pada periode gigi sulung. Drg

harus membuatintruksi home care yang baik pada orang tua dan pasien agar

memelihara kesehatan gigi dan mulutnya dengan baik karena bakteriaemia dapat

terjadi/ diperberat oleh kebersihan mulut yang buruk. Demikian juga pada

pemakaian dental floss dan alat bantu kebersihan gigi harus hati-hati karena

pemakaian dental floss, semprot air bertekanan tinggi dapat berisiko bakteriemia.

2. Prosedur preventif.

Yang penting dalam perawatan anak dengan CHD adalah pencegahan

penyakit gigi dan mulut yang meliputi pemberian fluor baik sistemik ataupun

lokal, penutupan fisur yang dalam, yang dilanjutkan dengan melibatkan

pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut di rumah (home care). Prosedur ini dapat

mencegah terjadinya endokarditis bakterialis.

3. Pencegahan Endokarditis bakterialis pada perawatan dental.

Pencegahan Endokarditis bakterialis meliputi pemberian profilaksis

antibiotic pada prosedur dental yang dapat mengakibatkan perdarahan mukosa,

gusi/pulpa seperti ekstraksi, perawatan pulpa. Sebaiknya perawatan gigi invasiv

seperti ekstraksi, perawatan endodontic dihindari karena dapat menyebabkan

23

Page 24: Compromised Medis

bakteriaemia bila tidak dilakukan dengan hati-hati. Bila diperlukan sekali

perawatan ekstraksi ataupun perawatan endodontic maka harus dilakukan

pemberian profilaksis antibiotik dan pasien sebaiknya kumur dengan mouth wash.

4. Mouth Preparation.

Mouth preparation penting dilakukan apabila akan dilakukan pembedahan

pada anak dengan CHD.

- Penanganan Dental Pasien Dengan Kelainan Jantung

Penanganan pasien dengan kelainan jantung harus dilakukan secara

interdisciplinary approach dengan dokter spesialis jantung anak/cardiologist anak

dan spesialis lainnya seperti anastesi. Pemeriksaan dan konsultasi yang harus

dilakukan adalah :

1. Riwayat medis meliputi riwayat kesehatan lampau dan saat sekarang, obat-

obatan yang dikonsumsi, riwayat opname.

2. Pemeriksaan oral dengan terapi komprehensif.

3. Profilaksis antibiotik. Hal ini dilakukan bila defek belum menutup dan

pasien akan dilakukan perawatan saluran akar gigi, ekstraksi dengan pendekatan

konvensional. Hal ini dapat dilakukan bila defek sudah ditutup atau menutup

spontan, dengan sebelumnya selalu berkonsultasi dengan cardiologist anak.

Amoxicillin merupakan drug of choice antibiotic untuk profilaksis antibiotic

dalam pencegahan endokarditis bakterialis.

4. Pada kasus rampan karies dengan kasus kelainan jantung berat (TOF) maka

harus dilakukan koordinasi perawatan dengan dokter spesialis lain yang terkait

(cardiolog anak, anesthetist, dokter gigi anak ) dan perawatan dental dilakukan

dengan pendekatan farmakologi taitu di bawah anestesi umum, karena perawatan

dapat selesei dalam satu sesi. Dalam hal ini dirujuk ke bagian Special Care

Dentistry dan dirawat secara interdisiplin. Selalu berkonsultasi dengan dokter

jantung yang merawat, harus diingat bahwa tipe sianosis merupakan kelompok

yang berisiko saat akan dilakukan anestesi umum.

24

Page 25: Compromised Medis

5. Rencana perawatan pada pasien dengan kelainan jantung dibawah anestesi

umum adalah: premedikasi, profilaksis antibiotic, anesthesia, dan pertimbangan

bedah.

6. CHD tipe sianosis tertentu berisiko untuk mengalami hipoksia, polisitemia,

koagulasi intravascular, disfungsi hati, oleh karena itu harus hati-hati agar

meminimalisir bahaya.

7. Merupakan kontra indikasi prosedur dental elektif pada pasien gangguan

jantung tertentu seperti infark myocardial, aritmia yang tidak terkontrol, dan

congesti heart failure .

8. Perawatan dental dapat dilakukan baik dengan pendekatan

konvensional/non farmakologi maupun dengan pendekatan farmakologi

tergantung berat ringannya kasus.

d. Hipertensi

- Perawatan gigi dan mulut pada pasien hipertensi

a. Periodonsia

Hiperplasia Gingiva merupakan pembesaran gingival noninflamatori yang

disebabkan oleh meningkatnya jumlah sel penyusunnya. Gambaran klinis

hiperplasia gingiva yaitu gingiva sensitive, tidak mudah berdarah, berstippling,

dan bergranular. Calcium channel blocker sering menyebabkan hiperplasia

gingiva dan berdasarkan survei 12-20% disebabkan oleh nipedifine. Hiperplasia

ginggiva dilaporkan muncul setelah 2 bulan terapi hipertensi. Diagnosis

ditegakkan berdasarkan riwayat pengguna nifedipine dengan jangka waktu relatif

lama. Pembesaran ginggiva dapat mengecil dalam waktu 1 minggu atau lebih

setelah pemberhentian obat, namun juga tergantung pada lamanya pemakaian

nifedipine dan kebersihan oral penderita. Maka jika bertemu pasien yang

didiagnosa hiperplasia ginggiva dan menderita hipertensi, periksa kembali riwayat

pemakaian obat antihipertensinya, jika mengkonsumsi nifedipin hentikan

pemakaian.

25

Page 26: Compromised Medis

b. Penyakit Mulut (Oral Medicine)

Xerostomia adalah mulut kering akibat aliran air ludah yang berkurang.

Xerostomia dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara dan mengkonsumsi

makanan. Xerostomia juga merupakan penyebab utama nafas yang bau dan

munculnya banyak karies(lubang gigi) dalam rongga mulut. Hal ini dikarenakan,

saliva (air ludah) dalam mulut yang berfungsi sebagai buffer dan pendorong

terjadinya remineralisasi produksinya menjadi berkurang, sehingga menyebabkan

rongga mulut lebih rentan terhadap infeksi. Ketika kuman masuk ke dalam darah,

bisa melalui pembuluh darah yang terbuka akibat gusi berdarah, jenis-jenis bakteri

tertentu akan menempel pada platelet, dan menyebabkan sel-sel ini menggumpal

dalam pembuluh sehingga menyumbat dan mengganggu alirah darah ke jantung

sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan tekanan darah. Perawatan untuk

mencegah xerostomia lebih berat dapat berupa menghindari konsumsi obat-obatan

yang mengandung dekongestan dan antihistamin, mengisap-isap permen atau

permen karet non-gula/mengandung xylitol secara teratur, dan menggunakan air

ludah sintetis (karboksimetil selulosa). Penderita hipertensi yang mengkonsumsi

clonidine dalam dosis besar (>0,6 mg/hari) harus digganti obat antihipertensinya

jika ingin melakukan bedah gigi, dan tidak boleh meminum obat-obatan selama 1

hari.

c. Bedah Mulut

Penderita Hipertensi yang masuk dalam stage I dan stage II masih

memungkinkan untuk dilakukan tindakan pencabutan gigi karena resiko

perdarahan yang terjadi pasca pencabutan relatif masih dapat terkontrol (Little,

1997). Pada penderita hipertensi dengan stage II sebaiknya di rujuk terlebih

dahulu ke bagian penyakit dalam agar pasien dapat dipersiapkan sebelum

tindakan. Pengobatan pada pasien hipertensi biasanya digunakan lebih dari satu

macam golongan obat, misalnya: golongan obat anti hipertensi (mis: captopril)

dan golongan obat diuretik.

- Resiko-resiko yang dapat terjadi pada pencabutan gigi penderita hipertensi,

antara lain :

26

Page 27: Compromised Medis

a. Resiko akibat Anestesi lokal pada penderita hipertensi:

Larutan anestesi lokal yang sering dipakai untuk pencabutan gigi adalah

lidokain yang dicampur dengan adrenalin dengan dosis 1:80.000 dalam setiap cc

larutan. Konsentrasi adrenalin tersebut dapat dikatakan relatif rendah, bila

dibandingkan dengan jumlah adrenalin endogen yang dihasilkan oleh tubuh saat

terjadi stres atau timbul rasa nyeri akibat tindakan invasif. Tetapi bila terjadi

injeksi intravaskular maka akan menimbulkan efek yang berbahaya karena dosis

adrenalin tersebut menjadi relatif tinggi. Masuknya adrenalin ke dalam pembuluh

darah bisa menimbulkan: takikardi, stroke volume meningkat, sehingga tekanan

darah menjadi tinggi. Resiko yang lain adalah terjadinya ischemia otot jantung

yang menyebabkan angina pectoris, bila berat bisa berakibat fatal yaitu infark

myocardium. Adrenalin masih dapat digunakan pada penderita dengan hipertensi

asal kandungannya tidak lebih atau sama dengan 1:200.000. Dapat juga digunakan

obat anestesi lokal yang lain, yaitu Mepivacaine 3% karena dengan konsentrasi

tersebut mepivacaine mempunyai efek vasokonstriksi ringan, sehingga tidak perlu

diberikan campuran vasokonstriktor.

b. Resiko akibat ekstraksi gigi pada penderita hipertensi:

Komplikasi akibat pencabutan gigi adalah terjadinya perdarahan yang sulit

dihentikan. Perdarahan bisa terjadi dalam bentuk perdarahan hebat yang sulit

berhenti saat dilakukannya tindakan pencabutan gigi, atau bisa berupa oozing

(rembesan darah) yang membandel setelah tindakan pencabutan gigi selesai.

e. Diabetes Melitus

Diabetes mellitus ditandai dengan adanya peningkatan kadar glukosa

dalam darah dan abnormalitas metabolisme lipid protein yang terinduksi oleh

kadar insulin yang berkurang ataupun tidak ada sama sekali. Sebagai tambahan,

aspek vaskuler diabetes mellitus yang berkaitan dengan atherosklerosis dan

mikroangiopati, terutama ginjal dan mata. Dari semua penyakit sistemik yang

telah diketahui, diabetes adalah penyakit yang paling dipersalahkan sebagai agen

risiko penyakit periodontal dan kelainan patologis di rongga mulut lainnya.

27

Page 28: Compromised Medis

Oleh karena itu, semua dokter gigi sebaiknya mempunyai pemahaman

dasar mengenai insidensi, etiologi, implikasi sistemik dan temuan di rongga mulut

terkait diabetes lainnya.

- Komplikasi Rongga Mulut

Komplikasi oral yang paling telihat pada diabetes baik tipe 1 maupun 2 dapat

diamati pada pasien diabetes tak terkontrol. Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa ketika hiperglikemia terkontrol baik, manifestasi oral minimal dan

manifestasi tersebut bahkan tidak terlihat pada beberapa pasien. Penemuan

intraoral antara lain penyakit periodontal yang prevalensinya lebih parah dan lebih

tinggi terlihat dibandingkan dengan pada pasien non-diabetes, xerostomia,

burning mouth syndrome (BMS), candidiasis, penyembuhan luka yang tertunda

dan abnormal, peningkatan kecenderungan infeksi, penurunan aliran saliva dan

pembesaran glandula saliva. Beberapa komplikasi ini dapat seara langsung

berhubungan dengan peningkatan cairan yang berkaitan dengan urinasi berlebihan

pada pasien diabetes tak terkontrol sedangkan lainnya, terutama zerostomia, dapat

dipengaruhi atau secara langsung tergantung pada tipe medikasi yang diperoleh

pasien.

Xerostomia, yang merupakan konsekuensi menurunnya aliran saliva, dapat

memacu burning mouth syndrome (BMS) dan karies, yang juga memfasilitasi

perkembangan candidiasis. Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan

prevalensi karies pada pasien diabetes sedangkan penelitian lain menunjukkan

kebalikannya. Perkembangan karies dapat dipengaruhi oleh kenaikan tingkat

glukosa pada sekresi saliva, terutama pada pasien diabetes tak terkontrol,

sedangkan pada pasien yang terkontrol hal tersebut dapat minimal karena asupan

karbohidrat yang rendah.

Secara statistik telah dibuktikan bahwa diabetes merupakan salah satu

faktor predisposisi perkembangan penyakit periodontal. Inflamasi gingiva,

meskipun dengan kadar plak yang rendah, lebih prevalen pada pasien diabetes tak

terkontrol daripada pasien non-diabetes. Penderita diabetes terkontrol mempunyai

prevalensi gingivitis yang sama dengan pasien non-diabetes. Penderita diabetes

dewasa muda dan remaja mempunyai prevalensi inflamasi gingiva hipertrofi yang

28

Page 29: Compromised Medis

lebih tinggi dan penyakit periodontal daripada pasien non-diabetes. Abses

periodontal rekuren juga termasuk penemuan tipikal pasien diabetes. Manifestasi

klinis panyakit periodontal pada pasien dewasa dan dewasa muda lebih parah

daripada yang diamati pada populasi non-diabetes. Penemuan ini telah

didokumentasikan dengan baik pada populasi India Pima yang mempunyai

prevalensi diabetes mellitus tipe 2 paling tinggi diantara kelompok etnis lainnya.

Pasien dengan diabetes mempunyai prevalensu attachment loss dan bone loss

paling tinggi dibandingkan dengan kontrol usia yang sama. Pasien diabetes juga

mempunyai kemungkinan peningkatan kerusakan periodontal dengan subjek

berusia 15 – 34 tahun berisiko dua kali lebih besar mengalami kerusakan

periodontal dibandingkan dengan subjek normal.

Peningkatan prevalensi penyakit gingiva dan periodontal pada pasien

diabetes diasumsikan mempunyai etiologi multifaktorial. Deposisi AGE pada

dinding kapiler gingiva, kolagen ligamen periodontal dan matriks tulang alveolar,

peningkatan kadar LDL dengan pembentukan atheroma, hiperglikemia

mempengaruhi penyembuhan luka periodontal normal, perubahan respon imun,

peningkatan oksidasi, perubahan fungsi leukosit polimorfonuklear (PMN) dan

faktor genetik adalah faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan

penyakit periodontal pada paien diabetes mellitus. Beberapa faktor tersebut dapat

dimengerti dengan baik sedangkan lainnya perlu dievaluasi lebih jauh. Salah satu

faktor yang paling penting adalah hiperglikemia. Seperti yang telah dijabarkan di

atas, makin buruk kontrol glukosa, makin parah penyakit periodontal yang terjadi.

Pemeriksaan laboratorium yang paling dapat diandalkan untuk evaluasi

kontrol diabetes adalah uji hemoglobin terglikosilasi. Glukosa secara permanen

terikat pada hemoglobin menjadi AGE (hemoglobin terglikosolaso), senyawa

stabil ini terus bertahan di dalam darah selama kurang lebih 90 hari. Terdapat dua

macam tes hemoglobin terglikosolasi tetapi yang paling sering digunakan adalah

hemoglobin A1c (HbA1c). Hasil tes ini menunjukkan persentase hemoglobin

terglikosilasi yang berada dalam sirkulasi.

Nilai yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:

Normal 4 – 6 %

29

Page 30: Compromised Medis

Baik terkontrol < 7%

Sedang terkontrol 7 – 8%

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kesehatan

periodontal pada pasien diabetes dapat meningkatkan status sistemik pasien

tersebut. Hubungan ini berdasarkan pada pengurangan AGE yang dapat diamati

pada sirkulasi darah setelah terapi periodontal yang memadai dilakukan.

- Penatalaksanaan Dental Pasien dengan Diabetes

Kuesioner yang disusun secara teliti dapat memberikan beberapa indikasi

bahwa pasien dapat mempunyai risiko diabetes ataupun diabetes yang tidak

terdiagnosis, terutama tipe 2. Dengan demikian, jika jawaban positif terhadap

pertanyaan seperti: apakah anda seing buang air kecil terutama pada malam hari?

Atau apakah anda seing merasa haus? Pasien sebaiknya ditanya lebih lanjut

mengenai riwayat pribadi dan keluarga mengenai diabetes. Temuan berikut juga

merupakan indikasi kemungkinan diabetes: hilang berat badan, iritabilitas, mulut

kering, sering infeksi, riwayat penyembuhan luka yang lama, pada perempuan

yang melahirkan biasanya bayinya beratnya lebih dari 10 pon atau memiliki

riwayat aborsi spontan. Pasien obesitas lebih dari 40 tahun juga sebaiknya

ditanyai akan adanya risiko diabetes. Jika satu atau lebih penemuan sistemik

berkaitan dengan satu atau lebih penemuan intraoral berikut ini maka pasien harus

dites mengenai ada tidaknya diabetes: penyakit periodontal nyata, riwayat adanya

penyakit periodontal rekuren, abses multipel, riwayat adanya penundaan

penyembuhan luka intraoral setelah ekstraksi gigi, sindroma mulut kering (dry

mouth), candidiasis intraoral dan hilang berat badan juga menjadi penemuan

utama pasien AIDS. Dengan demikian, diagnosis diferensial yang teliti harus

dilakukan.

Dokter gigi dapat menggunakan glukometer yang tersedia secara komersial

untuk mengkonfirmasi kecurigaan pasien mempunyai diabetes.

Direkomendasikan bahwa jika pasien dicurigai diabetes, ia sebaiknya dirujuk ke

dokter untuk evaluasi dan diagnosis secara tepat. Baru-baru ini, parameter untuk

menentukan konsentrasi diagnostik FPG telah diturunkan dari 140 menjadi 126

30

Page 31: Compromised Medis

mg/dL, tetapi modifikasi ini masih dalam penelitian dan beberapa jurnal yang

dipublikasikan berpendapat kontra terhadap validitasnya.

1. Pasien diabetes tipe 1 dan 2 terkontrol biasanya dapat menerima semua

tindakan perawatan dental tanpa pencegahan tertentu.

2. Dokter gigi harus mengetahui tipe dan dosis insulin, termasuk medikasi

lainnya yang diminum pasien.

3. Dokter gigi sebaiknya mengetahui apakah pasien mempunyai riwayat

serangan hipoglikemik dan tanda dan gejala yang menyertai. Kemungkinan

serangan hipoglikemik meningkat jika telah terjadi serangan sebelumnya (lihat

tanda dan gelana hipoglikemia di bawah).

4. Dalam rangka menghindari episode hipoglikemia ketika mendapatkan

perawatan dental, dianjurkan untuk menjadwalkan pasien berdasarkan waktu

aktivitas insulin tertinggi yang bervariasi dari 30 menit hingga 8 jam setelah

injeksi tergantung tipe insulinnya. Dengan demikian, kunjungan tidak haruse

selalu di pagi hari.

5. Pasien harus disarankan untuk tidak mengganti dosis dan waktu

administrasi insulin, serta tidak mengganti dietnya.

6. Disarankan untuk menyediakan jus jeruk di tempat praktik atau bentuk lain

glukosa, yang diberikan pada pasien yang menunjukkan tanda-tanda awal

hipoglikemia. Biasanya, dosis 6 oz semua jus buah atau minuman lain

mengandung karbohidrat dapat membalik gejala hipoglikemi.

7. Jika pasien menerapkan monitoring glukosa darah mandiri, ia dianjurkan

untuk membawa glukometernya sendiri.

8. Tekanan emosi dan fisik meningkatkan jumlah kortisol dan epinefrin yang

disekresikan sehingga menginduksi hiperglikei. Dengan demikian, jika pasien

terlihat gelisah, sedasi pratindakan dapat dipertimbangkan.

9. Jika prosedur jangka panjang, terutama bedah, hendak dilakukan, sebaiknya

berkonsultasi dengan dokter pasien.

31

Page 32: Compromised Medis

10. Konsultasi dengan dokter pasien diwajibkan jika:

a) Pasien mempunyai komplikasi sistemik diabetes seperti penyakit

jantung atau ginjal,

b) Pasien kesulitan untuk mengontrol diabetes atau sedang mengonsumsi

dosis besar insulin,

c) Pasien mempunyai infeksi oral akut seperti abses periapikal atau abses

periodontal.

11. Hospitalisasi mungkin diperlukan pada pasien poin 10a atau 10b di atas.

12. Antibiotika sebaiknya diresepkan bagi pasien poin 10 di atas untuk

mencegah infeksi sekunder atau komplikasi infeksi pra-eksis dan untuk

mempercepat penyembuhan luka.

13. Perawatan kasus-kasus parah penyakit periodontal pada pasien diabetes,

bersamaan dengan prosedur bedah, mungkin memerlukan penggunaan tetrasiklin

sistemik. Tetrasiklin dapat membantu tidak hanya kondisi periodontal, tetapi juga

dapat mengontrol hiperglikemia.

f. Anemia

Dalam menentukan apakah akan mempertahankan atau mencabut gigi tanpa

pulpa, harus diingat bahwa:

(1) gigi tanpa pulpa pada umumnya bukan penyebab atau menambah

sebab penyakit sistemik,

(2) pada pasien dengan penyakit sistemik yang parah, seperti anemia berat,

gigi tanpa pulpa dan terinfeksi tidak mudah bereaksi terhadap perawatan.

Pada semua kasus dengan resiko, perawatan endodontik, terutama

instrumentasi saluran akar, harus dilakukan setelah pemberian premedikasi

antibiotika, sbb : 2 g penicillin V satu jam sebelum operasi dan 1 g enam jam

setelah operasi ; atau erythromicyn satu jam sebelum operasi dan 500 mg 6 jam

setelah operasi sebagai anjuran dari American Heart Association.

32

Page 33: Compromised Medis

- Anemia defisiensi besi

Penyembuhan luka mungkin melambat, yang menyebabkan terlambatnya

penyembuhan setelah ekstraksi gigi atau prosedur bedah oral lainnya. Prosedur

dental elektif tidak tidak boleh dilakukan sampai kadar hemoglobin lebih dari 10

mg/dl.

Terapi anemia defisiensi besi mungkin mencakup pemakaian ferrous sulfate

cair, yang menyebabkan pewarnaan hitam pada gigi dan lidah. Keadaan ini dapat

dikurangi dengan minum larutan melalui sedotan dan berkumur setelah tiap kali

minum.

- Anemia pernisiosa

Lesi oral menyembuh dengan cepat jika diberikan terapi vitamin B12. Tidak

ada kontraindikasi untuk terapi dental pada pasien yang menggunakan vitamin

B12 untuk anemia pernisiosa. Tetapi pasien tidak boleh diberikan analgesia

nitrogen oksida karena terbukti mengganggu metabolisme vitamin B12 dan dapat

mencetuskan neuropati yang sedang sampai parah.

g. Alergi

Obat-obatan dan substansi lain yang dapat memicu reaksi alergi antara lain:

anestetik lokal, antibiotik, analgesik, obat-obatan anxiolitik, serta berbagai bahan

atau produk-produk dental lainnya.. Reaksi alergi, yang terjadi selama atau setelah

perawatan gigi, merupakan salah satu masalah serius yang mungkin terjadi.

1. Anestetik lokal.

Alergi yang disebabkan oleh penggunaan anestetik lokal biasanya dipicu oleh

bahan pengawet dalam ampul, yang berperan sebagai germisida. Bahan pengawet

yang sering digunakan antara lain derivat paraben (metil-, etil-, propil-, dan butil-

paraben). Saat ini, sebagian besar anestetik lokal tidak mengandung bahan

pengawet untuk menghindari timbulnya reaksi alergi, yang mempersingkat waktu

penyimpanan larutan anesteik.

2. Antibiotik.

Antibiotik yang harus diperhatikan oleh dokter gigi (untuk menghindari

alergi) adalah penisilin, karena merupakan antibiotik pilihan dalam sebagian besar

kasus prosedur dental. Frekuensi reaksi alergi akibat penggunaan penisilin

33

Page 34: Compromised Medis

berkisar antara 2% sampai 10% dan reaksi bermanifestasi sebagai reaksi ringan,

parah, atau, fatal.

3. Analgesik.

Analgesik yang berperan dalam reaksi alergi, meskipun jarang terjadi, antara

lain narkotik (kodein atau fetidin), dan asam asetilsalisilat (aspirin). Diantara

berbagai jenis analgesik, aspirin dinyatakan sebagai obat yang berperan dalam

sebagian besar reaksi alergi, yang berkisar antara 0,2% sampai 0,9%. Reaksi

alergi akibat konsumsi aspirin bervariasi mulai dari urtikaria biasa sampai syok

anafilaktik. Kadang-kadang, timbul gejala asma atau edema angioneurotik.

4. Obat-obatan anxiolitik.

Barbiturat merupakan obat-obatan anxiolitik yang paling sering menyebabkan

reaksi alergi. Biasanya menyerang individu yang memiliki riwayat urtikaria,

edema angioneurotik, dan asma. Reaksi alergi biasanya bersifat ringan dan hanya

berupa reaksi pada kulit (urtikaria).

5. Berbagai bahan dan produk kedokteran gigi.

Resin akrilik, antiseptik tertentu, larutan prosesing radiograf, dan sarung

tangan dapat memicu alergi. Reaksi alergi biasanya bersifat ringan dan berupa

stomatitis (eritema inflamasi) dan urtikaria kulit.

- Jenis-jenis reaksi alergi

Manifestasi klinis alergi tidak selalu sama. tergantung pada reaksi tubuh,

gejala-gejala klinis yang timbul dan keparahannya bervariasi mulai dari ruam

biasa sampai kedaruratan medis. Berupa:

1. Anafilaksis. Ini merupakan tipe reaksi alergi yang paling berbahaya,

yang dapat menyebabkan kematian pasien dalam waktu beberapa menit. Dapat

mengakibatkan kerusakan sistem pernapasan dan sirkulasi akut, yang ditandai

dengan suara serak, disfagia, kecemasan, ruam, rasa terbakar, sensasi nyeri,

pruritus, dispnea, sianosis pada tungkai, bersin-bersin akibat bronkospasme, mual,

diare, kecepatan denyut jantung tidak beraturan akibat hipoksia, hipotensi, dan

kehilangan kesadaran. Anafilaksis dapat berakibat fatal dalam waktu 5-10 menit.

2. Urtikaria. Ini merupakan tipe alergi yang umum terjadi dan ditandai

dengan munculnya vesikel dalam berbagai ukuran, akibat sekresi histamin dan

34

Page 35: Compromised Medis

serotonin, yang menyebabkan peningkatan permeabilitas struktur vaskuler.

Vesikel akan menginduksi terjadinya pruritus dan sensasi terbakar pada kulit.

Reaksi tersebut dapat bersifat lokal atau menyebar ke seluruh tubuh. Reaksi yang

parah dapat menyebabkan penurunan volume darah, sehingga terjadi anafilaksis.

3. Edema angioneurotik (Quincke’s edema). Reaksi ini timbul secara

mendadak, dan ditandai dengan pembengkakan berbatas tegas pada jaringan

lunak, terutama pada bibir, lidah, mukosa bukal, kelopak mata, dan epiglotis.

Hidup pasien berada dalam bahaya karena terjadi kerusakan saluran pernapasan

bagian atas, yang menyebabkan dispnea dan kesulitan menelan, jika tidak segera

dirawat, dapat mengakibakan kematian.

4. Asma alergi. Ini merupakan reaksi alergi terisolasi dan berupa

bronkospasme dan dispnea pernapasan.

- Langkah-langkah pencegahan umum yang harus dilakukan jika pasien

memiliki riwayat alergi jenis apapun antara lain:

Bertanya tentang tipe alergi dan obat-obatan atau substansi yang

menyebabkan reaksi

Merujuk pasien ke ahli alergi untuk pemeriksaan, jika riwayat

menunjukkan bahwa pasien alergi terhadap anestetik local

Hindari administrasi obat-obatan yang dapat menimbulkan

hipersensitivitas pasien. Misalnya, dalam kasus alergi aspirin, dapat diberikan

asetaminofen (Tylenol), atau dalam kasus alergi penisilin, dapat diberikan

makrolid.

Pasien yang memiliki riwayat penyakit-penyakit atopik, seperti rhinitis

alergi, asma, dan eksema harus diberi perhatian khusus

Dokter gigi harus mempersiapkan diri untuk menghadapi pasien yang

alergi terhadap obat-obatan tertentu (adrenalin, hidrokortison, antihistamin, dan

oksigen)

35

Page 36: Compromised Medis

h. Asma

Salah satu keadaan gawat darurat yang mungkin dijumpai di klinik gigi adalah

asma. Asma merupakan suatu keadaan paroksismal dari hiper reaktifitas saluran

tracheo-bronchial. Ketika alergen eksternal menyebabkan spasme bronkus yang

diperantarai antibodi, kejadian tersebut dikategorikan sebagai asma ekstrinsik,

sedangkan asma yang disebabkan oleh faktor-faktor non alergika seperti stress,

infeksi saluran pernafasan, uap iritatif atau aktifitas fisik dapat dikategorikan

sebagai asma intrinsik. Asma intrinsik umum terjadi pada orang dewasa

sedangkan asma ekstrinsik umum terjadi pada anak-anak.

Serangan asma yang terjadi pada praktek kedokteran gigi dapat dihindari

dengan mengetahui secara lengkap riwayat kesehatan pasien. Sangat penting

untuk menanyakan kepada pasien beberapa hal seperti frekuensi serangan serta

derajat keparahan ketika serangan asma terjadi dan apa yang sering memicu

serangan tersebut. Petunjuk lain yang dapat digunakan untuk mengetahui

keparahan penyakit tersebut adalah dengan menanyakan berapa jumlah obat serta

jenis obat yang diminum pasien, demikian juga dengan mengetahui seberapa

sering pasien tersebut mendapat perawatan gawat darurat di rumah sakit serta

riwayat rawat inap pasien akibat serangan asma. Apabila pasien mendapat

perawatan dengan inhaler bronkodilator seperti albuterol atau metaproterenol dan

digunakan apabila diperlukan, dapat diindikasikan bahwa pasien menderita asma

yang ringan. Pada kasus yang lebih berat pasien dirawat dengan pemberian obat-

obatan profilaksis seperti kortikosteroid, cromolyn, beta-2 agonists dan leukotrien

modifiers. Gejala yang biasa terjadi diantaranya adalah nafas yang berbunyi,

terutama pada saat ekspirasi (mengik), sesak nafas, batuk-batuk dan dyspnea.

Pasien biasanya akan berusaha duduk untuk mencoba mengambil nafas. Gejala

yang lebih berat diantaranya adalah cemas, detak jantung cepat,sianosis pada

jaringan di bawah kuku dan penggunaan otot-otot aksesorius pernafasan seperti

muskulus SCM, muskulus trapezius dan muskulus abdominalis.

- Penanganan apabila terjadi gejala-gejala asma, maka:

menghentikan segala jenis perawatan dental yang sedang dilakukan

36

Page 37: Compromised Medis

menempatkan pasien pada posisi yang paling nyaman (biasanya menegakkan

tubuh pasien dengan kedua lengan terlentang)

pemberian inhaler bronkodilator serta diikuti dengan pemberian oksigen.

- Jika gejala tidak mereda dan cenderung memburuk:

segera dilakukan tindakan Sistem Gawat darurat Medis (SGM)/Medical

Emergency System (MES)

pemberian epinephrine (0,3 mg)

pemberian inhaler yang dapat diulang setiap dua menit dan epinephrine

setiap 10 menit Apabila serangan asma diakibatkan oleh alergen eksogen dapat

diberikan hidrokortison (100 mg) intramuskular atau intravena.

Dari segi teknis untuk mengurangi kecemasan akibat perawatan yang

diberikan, dapat dilakukan kontrol nyeri dan teknik sedasi. Dengan demikian

pemicu serangan asma yang diakibatkan oleh faktor intrinsik dapat dikurangi.

Dokter gigi hendaknya juga memastikan apakah pasien sudah meminum obat

asma sebelum tindakan perawatan gigi dilakukan. Pasien sebaiknya juga sudah

menyiapkan obat pribadi yang khusus digunakan apabila sewaktu-waktu terjadi

serangan asma. Apabila pasien sering mengalami serangan asma, maka

penggunaan inhaler profilaksis hendaknya dipertimbangkan untuk dilakukan

beberapa saat sebelum dilakukan tindakan perawatan gigi.

Pengenalan: Pasien sadar kepayahan nafas akut, memperlihatkan adanya

wheezing, retraksi supraklavikula dan interkosta.

Posisi: Posisi yang nyaman, biasanya tegak lurus. A, B, C: Dianggap adekuat,

karena pasien sadar dan dapat berbicara.

a. Pemberian bronkodilator

b. Pemberian oksigen, baik dengan masker wajah atau kanula hidung

sebanyak 3-5 liter per menit

c. Memanggil EMS, jika orangtua pasien meminta atau jika episode

bronkospasme tidak berakhir setelah pemberian dua dosis bronkodilator.

37

Page 38: Compromised Medis

- Compromized medis pada penderita asma

Mengi biasanya disebabkan oleh karena bronkospasme (asma) dan berbeda

dengan batuk, keadaan ini cepat membaik dengan pemberian obat yang cocok.

Adanya mengi mengharuskan pasien dirujuk terlebih dahulu sebelum dirawat,

karena perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya serangan asma akut. Baik

narkotik maupun barbiturat sebaiknya dihindari karena merangsang serangan

asma. Meskipun demikian banyak serangan asma yang bisa diatasi sendiri oleh

pasien, biasanya dengan menggunakan inhaler isoproterenol. Apabila hal tersebut

gagal, atau tidak dapat digunakan, maka diberikan epinefrin 1:1000, 0,3-0,5 ml

secara subkutan pada pasien dewasa yang mempunyai tekanan darah normal.

Konsultasi media selalu diperlukan dalam menghadapi pasien asma.

i. Epilepsi

- Gejala Klinis Epilepsi

Epilepsi terbagi atas dua bentuk yang umum, yaitu:

a. Grand mal

Biasanya mengakibatkan kekejangan dengan hilangnya koordinasi.

b. Petit mal

Mengakibatkan hilangnya kesadaran tetapi tanpa kekejangan dan

kehilangan kontrol yang nyata. Pasien dalam keadaan berdiri, bahkan tidak akan

kehilangan keseimbangan, hanya kelihatan memeiliki ekspresi kosong selama

beberapa saat.

Kedua bentuk epilepsi ini umumnya berakhir dengan sendirinya dan yang

dibutuhkan hanyalah menunggu sampai kesadaran muncul kembali.

- Tanda-tanda Klinis

a. Hilangnya kesadaran petit mal

b. Kontraksi otot-otot secara umum (tahap kronis)

c. Kejang-kejang tubuh yang tidak dapat dikontrol (tahap kronis)grand mal

d. interkontinen

38

Page 39: Compromised Medis

- Pencegahan serangan

a. Penderita epilepsi yang dikontrol dengan baik dapat dirawat sama seperti

pasien-pasien lain tanpa pencegahan yang khusus.

b. Edukasi mengenai perawatan yang dilakukan kepada pasien.

c. Mengkondisikan ruangan senyaman mungkin agar pasien tidak nervous, karena

nervous dapat memicu kambuhnya epilepsi.

d. Perawatan diberikan 90 menit setelah pasien makan.

e. Harus selalu menyedikan sendok atau handuk .

f. Jikan pasien sangat nervous, sebaiknya diberikan obat penenang tambahan

sebelum tiba di rumah sakit.

- Penatalaksanaan

Proses penyembuhan pada serangan petit mal berlangsung cepat, dan tidak ada

pencegahan khusus yang perlu dilaksanakan. Jika perawatan gigi sudah dimulai,

maka dapat dilanjukan kembali dan semua peralatan disekitar penderita harus

disingkirkan.

Penanganan pada serangan grand mal adalah seperti pada pasien tidak

sadar. Sangat penting untuk mengangkat seluruh benda-benda yang lepas dari

dalam mulut, terutama geligi tiruan penuh, dan melindungi lidah dari kerusakan.

Semua peralatan disekitar penderita harus disingkirkan. Dapat memberikan alat

bantu pernafasan Brook. Tahap klonik/ kejang jarang berakhir lebih dari beberapa

menit dan diikuti dengan keadaan mengantuk yang akan berlangsung selama

beberapa menit sampai beberapa jam, dimana selama masa tersebut pasien akan

berbicara dengan ucapan yang tidak jelas, mengeluh sakit kepala dan umumnya

merasa tidak sehat. Jika perawatan gigi sudah dimulai, maka sebaiknya

dipersingkat.

Kadang-kadang pada epilepsi yang tidak stabil, serangan mungkin

berlangsung lama atau diikuti dengan serangan lain dalam waktuy yang cepat.

Apabila hal ini terjadi, dengan fase klonik berlangsung lebih dari 10 menit, maka

diperlukan advis medis dari dokter ahli atau bantuan ambulans. Jika bantuan yang

diharapkan belum datang, persediaan benzodiazepines pada praktik dapat

diberikan secara intravena. Diazepam atau midazolam 10mg yang diberikan

39

Page 40: Compromised Medis

secara intravena, secara perlahan dapat menggagalkan serangan. Kadang-kadang

bila dibutuhkan dosis yang lebih besar, mintalah advis medis dari dokter ahli

sebelum memberikan dosis yang melebihi jumlah ini.

VII.2 Prosedur Perawatan Pada Skenario

Kunjungan I :

Relief of pain ( menghilangkan rasa sakit).

Tindakan yang dapat dilakukan pada kunjungan pertama adalah

menghilangkan rasa sakit atau rasa nyeri pada gigi. Obat analgesik topikal yang

sering digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri gigi yaitu eugenol. Caranya

dengan meneteskan eugenol pada cotton pelet kemudian meletakannya di kavitas

gigi. Kemudian dilakukan penumpatan sementara dengan menggunakan caviton.

- pasien dikonsul kepada dokter spesialis untuk dilakukan pemeriksaan lebih

lanjut mengenai riwayat gangguan perdarahan yang diderita.

- Pasien juga harus melakukan pemeriksaan laboratorium.

Kunjungan II

Setelah hasil laboratorium dan pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter

spesialis menunjukkan hasil yang memungkinkan atau bisa untuk dilakukan

perawatan, dokter gigi dapat melakukan perawatan pada gigi yang telah

didiagnosa. Rencana perawatan pada kasus di skenario dengan diagnosa pulpitis

irreversible pada gigi 75 ialah pulpotomi devital.

Pulpotomi Devital (Mumifikasi = Devitalized Pulp Amputation) adalah

pengembalian jaringan pulpa yang terdapat dalam kamar pulpa yang sebelumnya

di devitalisasi, kemudian dengan pemberian pasta anti septik, jaringan dalam

saluran akar ditinggalkan dalam keadaan aseptik. Untuk bahan devital gigi sulung

dipakai pasta para formaldehid.

Indikasi :

1) Gigi sulung dengan pulpa vital yang terbuka karen karies atau trauma.

2) Pada pasien yang tidak dapat dilakukan anestesi.

3) Pada pasien yang perdarahan yang abnormal misalnya hemofili.

40

Page 41: Compromised Medis

4) Kesulitan dalam menyingkirkan semua jaringan pulpa pada perawatan

pulpektomi terutama pada gigi posterior.

5) Pada waktu perawatan pulpotomi vital 1 kali kunjungan sukar dilakukan

karena kurangnya waktu dan pasien tidak kooperatif.

Pemberian TKF ( Tri Kresol Formalin) juga dapat dilakukan dengan

dikombinasikan eugenol (sebagai sedative, digunakan untuk mengurangi rasa

sakit) pada saat dilakukan devitalisasi. Kemudian dilakukan penumpatan

sementara.

Kunjungan III

Pengecekan apakah devitalisasi berhasil apabila sudah diketahui non vital,

buka atap pulpa kemudian singkirkan jaringan yang mati dalam kavum pulpa, Tutup

bagian yang diamputasi dengan campuran ZnO / eugenol pasta atau ZnO dengan

eugenol / formokresol dengan perbandingan 1:1, Tutup ruang pulpa dengan semen

zinc Phosphate/semen polycarboxilate kemudian pada kunjungan berikutnya kontrol

dan dilakukan restorasi.

41

Page 42: Compromised Medis

DAFTAR PUSTAKA

Marsh P,MV Martin. 1999. Oral Microbiology, 4th edition. London: Wright.

Coulthard P, K Horner, P Sloan, and E Theaker. 2003. Master Dentistry, Vol 1.

Edinburgh: Churchill Livingstone

Ganda KM. 2008. Dentist’s Guide to Medical Conditions and Complications.

Ames: Wiley-Blackwell

Pedersen, Gordon W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (Oral Surgery) alih

bahasa, Purwanto, Basoeseno; editor, Lilian Yuwono. Jakarta: EGC

Grossman, dkk. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Jakarta : EGC.

Rose, Louis F. & Donald Kaye. 1997. Buku Ajar Penyakit Dalam untuk

Kedokteran Gigi.

Little, J. W., Falace, D. A., Miller, C. S., Rhodus, N. L. Dental management of the

medically compromised patient. 7th ed. Canada: Mosby Elsevier; 2008 p. 396-

432.

Lockhart, P. B., Gibson, J., Pond, S. H., and Leitch, J. Dental management

considerations for the patient with an acquired coagulopathy. Part I

coagulopathies from systemic disease. British Dent Jour (serial on internet). 2003

October 25; [ cited 2008 December 12 ]; 195:439-445:[about 7 screen]. Availabel

from: http:/ /

www.nature.com/bdj/journal/v195/n8/abs/4810593a.html.

Moreno, G. G., Soriano, A. C., Arana, C., Scully, C. Hereditary blood coagulation

disorders: mangement and dental treatment. J Dent Res (serial on internet). 2005

June 20;[cited 2008 October 21]; 84(11):1978-985:[about 8 screen]. Available

from:jdr.iadrjournals.org/cgi/content/full/84/11/978

42