city development index.pdf
TRANSCRIPT
CITY DEVELOPMENT INDEX
Oleh: Widya Damayanti (21040112120008), Apri Zulmi Hardi (21040112120010), Irham Abidurrahman
(21040112120014), Muh. Rifki Ananda (21040112130030), Atyadhisti Anantisa (21040112130042),
Dorojatun Ikhwan L H (21040112130072), Deslei Aulianti (21040112130076), Divya Liantina
(21040112130082), Santi Mardhotilah (21040112130084), Hajar Annisa A (21040112130092), Satyarsa
Wienuri W (21040112130104), Fajriati Syntha Alfa E (21040112140052), Yuki Riswandha
(21040112140102), Yuanta Bima A (21040112140114), Any Fitrianingrum (21040112140116), Octasya
Yusnindita D (21040112140120), dan Yustinus Rimas (21040112140128).
Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
Jalan Prof. Soedarto, SH., Kampus Undip Tembalang, Semarang
ABSTRAK
Indeks Pembangunan Kota (City Development Index) atau disingkat CDI adalah
suatu metoda penilaian kondisi pembangunan kota yang digunakan untuk
mengevaluasi kebijakan tingkat keberhasilan pembangunan suatu kota. Indeks ini
tersusun dari sejumlah variabel sektor yang dianggap mewakili kualitas pelaksanaan
pembangunan suatu kota, yaitu penyediaan infrastruktur, kualitas penyediaan fasilitas
pendidikan, persampahan, dan produk ekonomi suatu kota secara keseluruhan. CDI
merupakan suatu alat yang dirumuskan oleh salah satu badan di bawah naungan PBB,
yaitu UN-Habitat yang digunakan untuk membuat perbandingan kinerja kota-kota di
dunia. CDI mengukur tingkat kinerja suatu kota dalam bentuk indeks berdasarkan
skala pembangunan di suatu kota. Skala pembangunan kota ini menitikberatkan pada
skala kesejahteraan penduduk. Kesejahteraan penduduk kota dapat ditinjau
berdasarkan aspek ekonomi, sosial, dan aksesibilitas untuk memperoleh pelayanan
infrastruktur yang berkembang di wilayah kota tersebut. CDI merupakan suatu
perhitungan yang mengukur hasil pembangunan kota, baik secara sosial-ekonomi
penduduk maupun secara fisik melalui penyediaan infrastruktur. CDI ini juga dapat
mengukur skala pembangunan manusia dan modal fisik yang ada di suatu kota.
Terdapat lima variabel yang menjadi sub-indeks dalam perhitungan CDI, yaitu
infrastruktur, persampahan, kesehatan, pendidikan, dan produk Kota (City Product)
dimana seluruh sub-indeks memiliki rentang nilai dari 0 hingga 100.
Kata Kunci: City Development Index, Infratsruktur, Persampahan, Kesehatan,
Pendidikan, Produk Kota
Pendahuluan
City Develoment Index adalah
salah satu program yang
dikembangkan pada United Nations
Conference on Human Settlements
yang kedua pada tahun 1996 dan
menjadi ukuran untuk mengetahui
tingkat perkembangan suatu kota. CDI
juga dapat diartikan sebagai metode
penilaian kondisi pembangunan kota
yang digunakan untuk mengevaluasi
kebijakan tingkat keberhasilan
pembangunan suatu kota. Indeks ini
tersusun dari sejumlah variabel sektor
yang dianggap mewakili kualitas
pelaksanaan pembangunan suatu kota,
yaitu penyediaan infrastruktur, kualitas
penyediaan fasilitas pendidikan,
persampahan, dan produk ekonomi
suatu kota secara keseluruhan.
CDI merupakan suatu alat yang
digunakan untuk membuat
perbandingan kinerja kota-kota di
dunia. CDI mengukur tingkat kinerja
suatu kota dalam bentuk indeks
berdasarkan skala pembangunan di
suatu kota. Skala pembangunan kota
ini menitikberatkan pada skala
kesejahteraan penduduk.
Kesejahteraan penduduk kota dapat
ditinjau berdasarkan aspek ekonomi,
sosial, dan aksesibilitas untuk
memperoleh pelayanan infrastruktur
yang berkembang di wilayah kota
tersebut. CDI merupakan suatu
perhitungan yang mengukur hasil
pembangunan kota, baik secara sosial-
ekonomi penduduk maupun secara fisik
melalui penyediaan infrastruktur. CDI
dapat menggambarkan urban poverty
dan urban governance.
City Development Index terdiri
dari 5 sub indeks yaitu:
1. Infrastruktur
Indeks Infrastruktur ini terdiri dari
empat indikator sebagai presentasi
rumah tangga yang terhubung pada air
bersih, sanitasi, listrik dan jaringan
telepon. Keempat indikator tersebut
adalah indikator yang dapat
menunjukkan tingkat pembangunan
dari sebuah kota. Cara yang digunakan
untuk mendapatkan indeks infrastruktur
yaitu dengan menjumlahkan
persentase rumah tangga yang
memiliki akses air bersih, sanitasi, listrik
dan jaringan telepon. Sebelum
dijumlahkan, masing-masing nilai
persentase dibobot dengan nilai 25
terlebih dahulu. Semakin tinggi nilai
indeks infrastruktur pada suatu kota
menandakan bahwa pembangunan
kota tersebut juga semakin baik.
Indeks Infrastruktur = (25 x Air Bersih)
+ (25 x Sanitasi) + (25 x Listrik) + (25 x
Jaringan Telepon)
2. Sampah
Indeks persampahan merupakan
salah satu komponen yang
menunjukkan tingkat kinerja suatu kota
dalam mengolah limbah. Terdapat dua
hal yang di nilai dalam indeks ini yaitu
kemampuan kota untuk menangani
timbunan sampah hasil aktivitas
masyarakat dan bagaimana rumah
tangga membuang limbah rumah
tangganya.
Indeks Limbah = (50 x (timbunan
sampah/ timbunan sampah yang
diangkut)) + (50 x %limbah cair)
3. Kesehatan
Indeks kesehatan merupakan
salah satu komponen CDI yang
mempersentasikan pelayanan di bidang
kesehatan. Dengan adanya indeks ini
diharapkan mampu mengetahui tingkat
kemiskinan suatu kota. Indeks ini
memperhitungkan harapan hidup dan
angka kematian bayi.
Indeks Kesehatan = [( Angka Harapan
Hidup – 25) x 50/60] + [(32 – Angka
Kematian Bayi) x 50/31]
4. Pendidikan
Tingkat pendidikan suatu kota
biasanya lebih tinggi dibandingkan
wilayah pedesaan. Dari indeks
pendidikan ini dapat diketahui tingkat
kesejahteraan penduduk kota dalam
bidang pendidikan. Indeks ini dapat
dihitung dengan menambahkan
presentasi dari angka melek huruf dan
partisipasi sekolah.
Indeks Pendidikan = (Melek Huruf x
25)+ (Partisipasi sekolah x 25)
5. Produk Kota
Suatu Kota merupakan pusat
ekonomi dari wilayah sekitarnya dan
juga menjadi penyedia utama layanan
publik. Produktivitas suatu kota dapat
diukur dengan produk kota yang
memberikan ukuran tingkat
pembangunan ekonomi kota dan
menginformasikan tingkat investasi,
efisiensi perusahaan publik dan swasta
dan generasi produktif pekerjaan.
Indeks ini berdasarkan nilai logaritma
dari GDP suatu kota.
Indeks Produk Kota = [log (PDRB) –
4,61] x 100/5,99
Sub indeks kesehatan,
pendidikan dan infrastruktur merupakan
variable yang cukup baik untuk
menggambarkan tingkat kemiskinan.
Sedangkan variable yang
menggambarkan keefektifan suatu
pimpinan dalam suatu kota dapat
dilihat dari sub indeks infrastruktur,
persampahan dan produk kota. Seluruh
sub indeks ini memiliki rentang nilai dari
0 hingga 100.
CDI merupakan alat pengukur
tingkat pembangunan suatu kota yang
menitikberatkan pada kesejahteraan
penduduk. CDI merupakan perhitungan
yang mengukur hasil pembangunan
kota secara sosial-ekonomi dan juga
penyediaan infrastruktur. Jumlah rata-
rata dari kelima sub indeks merupakan
hasil dari City Developing Index.
CDI = (infrastruktur + Sampah +
Kesehatan + Pendidikan + Produk kota)
/ 5
Pembahasan
3.1 Pengertian (City Development
Index) Indeks Pembangunan
Kota
City Development Index (CDI)
atau Indeks Pembangunan Kota
dikembangkan untuk mendukung
adanya Konferensi PBB Kedua tentang
Pemukiman Manusia (Habitat II) pada
tahun 1996 dan mengukur tingkat
pembangunan di kota-kota. Urban
Indicator Program PBB Human
Settlements Programme (UN-Habitat)
mengembangkan indikator ini sehingga
mereka bisa membandingkan kinerja
pembangunan kota-kota dunia sesuai
dengan taraf perkembangan dan
sebagai tampilan indikator. CDI
didefinisikan di tingkat kota dan juga
dapat diambil sebagai ukuran rata-rata
kesejahteraan serta akses menuju
fasilitas perkotaan oleh individu.
Signifikansi statistik yang tinggi dan
kegunaan dari indesks tersebut
menunjukkan bahwa ukuran tersebut
merupakan hal nyata yang dapat
diterapkan. CDI sebenarnya
merupakan ukuran total pengeluaran
yang disusutkan dari waktu ke waktu
yakni pada layanan dan infrastruktur
perkotaan. Teknik yang digunakan
untuk membangun Indeks
Pembangunan kota mirip dengan yang
digunakan oleh UNDP untuk Indeks
Pembangunan Manusia. Sub-indeks
yang dibangun dan dikombinasikan
secara terpisah untuk menciptakan
indeks komposit. Dengan demikian,
CDI didasarkan pada lima sub-indeks
yaitu produk ekonomi suatu kota,
infrastruktur , sampah, kesehatan, dan
pendidikan. Nilai-nilai berkisar dari 0
sampai 100 yakni perbandingan
pembangunan kota dengan
pembangunan manusia. CDI
berkorelasi baik dengan nasional
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
atau Human Development Index (HDI),
tetapi karena ada cukup banyak variasi
antara kota-kota di negara tertentu
maka memberikan ukuran yang lebih
baik dari kondisi kota nyata daripada
HDI tingkat nasional. Jadi CDI adalah
suatu metoda penilaian kondisi
pembangunan kota yang digunakan
untuk mengevaluasi kebijakan tingkat
keberhasilan pembangunan suatu kota.
Indeks Pembangunan Kota
adalah prediktor yang baik dari variabel
pembentuknya. Biasanya merupakan
ukuran yang lebih baik daripada salah
satu produk kota atau HDI nasional
sebagai prediktor dari berbagai variabel
lain di tingkat kota. CDI telah dikutip
sebagai indeks yang baik untuk
mengukur kemiskinan perkotaan dan
tata kota; kesehatan; pendidikan; dan
infrastruktur. Demikian pula
infrastruktur, limbah, dan produk kota
sebagai komponen variabel kunci untuk
mengukur efektivitas pemerintahan di
kota-kota. CDI berhubungan kuat
dengan produk kota, sebuah kota yang
berpenghasilan tinggi akan memiliki
CDI yang lebih tinggi pula daripada
kota lain yang berpenghasilan rendah.
3.2 Cara Penghitungan City
Development Index (CDI) /
Indeks Pembangunan Kota
Indeks Pembangunan Kota
dihitung menurut rumus pada tabel di
bawah. Rumus tersebut memiliki sub-
indeks terpisah untuk produk kota,
Infrastruktur, sampah, kesehatan, dan
pendidikan yang dirata-ratakan untuk
membentuk CDI. Setiap sub-indeks
merupakan gabungan dari beberapa
indikator yang telah dinormalisasi untuk
memberikan nilai antara 0 dan 1.
Karena variabel yang digunakan untuk
membuat CDI sangat terkait satu sama
lain, ada sejumlah cara untuk
menghitung CDI yang memberikan
hasil hampir identik. Perumusan indeks
pada umumnya menggunakan formula
yang sama seperti UNDP Human
Development Report, untuk sub-indeks
kesehatan, ppndidikan dan Produk
kota.
Untuk melakukan pemeringkatan
kota, memerlukan data yang lengkap,
kuat dan tepat sehingga tidak banyak
variabel yang cocok. Semua data yang
mendasari harus diperiksa untuk
akurasi dan kelengkapan. Dimana ada
data yang hilang atau berdasarkan
perkiraan yang sangat akurat , mereka
dapat digantikan oleh data dari kota
nasional lain dengan ukuran yang
sama. Pembuangan limbah formal atau
limbah juga sebagai nol jika tidak
disediakan. Bila produk kota tidak
disediakan, perhitungan dilakukan
dengan rumus Produk kota x Ukuran
rumah tangga = 0,45 x berarti
Pendapatan Rumah Tangga (yang
mirip dengan rumus estimasi utama).
Untuk sebagian besar negara-negara
transisi (0,35 x pendapatan rumah
tangga) digunakan dalam ekonomi
transisi, banyak PDB masuk ke layanan
langsung dan subsidi. Produk yang
dihasilkan kota harus di suatu tempat di
sekitar PDB Nasional per orang, jika
pendapatan rumah tangga dianggap
tidak benar dan disesuaikan. Berikut
merupakan rumus penghitungan CDI:
Tabel III. 1
Formula Perhitungan City
Development Index
Sub-Indeks Formula
Infrastruktur
25 x Pelayanan Air
Bersih + 25 x Saluran
Sanitasi + 25 x
Jaringan Listrik + 25 x
Jaringan Telepon
Persampahan
50 x Pengelolaan
Limbah Cair + 50 x
Pengelolaan Sampah
Kesehatan
(Angka Harapan Hidup-
25) x 50/60 + (32-
Angka Kematian Bayi)
x 50/ 31,92
Pendidikan
25 x Angka Melek
Huruf + 25 x Partisipasi
Sekolah
Produk Kota (log Produk Kota-4,61)
x 100/5,99
CDI
(Sub-Indeks
Infrastruktur + Sub-
Indeks Persampahan +
Sub-Indeks Pendidikan
+ Sub-Indeks
Kesehatan + Sub-
Indeks Produk Kota) / 5
Sumber: UN-Habitat, 2005
3.3 Contoh Kondisi Kota dengan
Penghitungan CDI
Kota-kota di Indonesia saat ini
berkembang cukup pesat, selama
kurun waktu 10 tahun terakhir muncul
kurang lebih 31 kota baru dari hasil
pemekaran beberapa kabupaten.
Sementara itu, kota-kota lainnya yang
sudah terlebih dahulu terbentuk juga
mengalami perkembangan penduduk
yang cukup tinggi akibat urbanisasi.
Penduduk perkotaan dewasa ini sudah
mencapai lebih dari 50% penduduk
Indonesia. Tahun 2008 ini merupakan
tahun yang bersejarah karena jumlah
penduduk kota melampaui jumlah
penduduk perdesaan. Kenyataan
tersebut tentu akan membebani kota-
kota kita ke depan. Dengan makin
banyaknya penduduk yang tinggal di
perkotaan, maka tuntutan akan
kawasan-kawasan hunian baru juga
akan meningkat. Kawasan-kawasan
hunian tersebut dalam kenyataannya
membutuhkan prasarana dan sarana
dasar permukiman seperti fasilitas
pendidikan, air bersih, sanitasi,
persampahan, listrik dan
telekomunikasi dan sebagainya. Pada
tataran sosial-ekonomi, tambahan
jumlah penduduk juga menuntut
tersedianya lapangan pekerjaan yang
memadai. Terbatasnya lapangan
pekerjaan di sektor-sektor formal
seperti perdagangan dan jasa tentu
harus diimbangi dengan penyediaan
ruang-ruang bagi aktivitas ekonomi
sektor informal. Perkembangan kota
yang tidak terkelola dengan baik akan
cenderung tidak terkendali dan
mengakibatkan berbagai persoalan
turunan seperti kemacetan lalu lintas,
tumbuhnya kawasan-kawasan kumuh
perkotaan, dan kualitas kesejahteraan
masyarakat yang rendah. Sehingga
muncul apa yang disebut
sebagai urban paradox, dimana kota
yang diharapkan menciptakan
kesejahteraan sebagai engine-of
growth justru melahirkan kantong-
kantong kemiskinan baru. Untuk itu,
dalam upaya menyusun strategi
penanganan kawasan perkotaan yang
lebih baik, dibutuhkan adanya data dan
informasi perkotaan yang akurat dan
mutakhir, yang menggambarkan
mengenai kondisi kota-kota yang ada di
Indonesia. Hal ini penting ketika kita
ingin membandingkan kondisi kota-kota
yang ada di Indonesia untuk dapat
menetapkan bench mark bagi kota-kota
yang dapat menjadi contoh.
Kota metropolitan adalah kota
dengan penduduk lebih dari 1 juta jiwa.
Saat ini terdapat 10 kota yang masuk
kategori metropolitan di Indonesia.
Tujuh kota metropolitan terletak di
Pulau Jawa, yaitu Jakarta, Surabaya,
Bandung, Bekasi, Tangerang,
Semarang, dan Depok. Sedangkan dua
lainnya terletak di Pulau Sumatera yaitu
Medan dan Palembang. Dan satu kota
di Pulau Sulawesi yaitu kota Makassar.
Di antara kota-kota metropolitan
tersebut tujuh kota merupakan ibukota
provinsi sedangkan 3 lainnya
merupakan bagian dari Kawasan
Metropolitan Jabodetabek, yaitu Kota
Tangerang, Kota Bekasi, dan Kota
Depok. Rata-rata luas wilayah kota
metropolitan adalah 29.659 Ha. DKI
Jakarta yang terdiri dari 5 kota
administrative, yaitu: Jakarta Selatan,
Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta
Timur, dan Jakarta Utara yang
merupakan kota metropolitan terluas,
yaitu sekitar 66.000 ha. Sedangkan
Kota Bandung merupakan kota
metropolitan dengan luas wilayah
terkecil, yaitu 15.745 ha. Jumlah
penduduk kota-kota metropolitan pada
tahun 2005 secara keseluruhan
mencapai 24,5 juta jiwa. Jumlah
penduduk kota metropolitan ini
merupakan 55% dari total penduduk
kota-kota di Indonesia. Rata-rata
jumlah penduduk kota metropolitan
adalah 1,72 juta jiwa. Rata-rata laju
pertumbuhan penduduk kota
metropolitan per tahun (2000-2005)
adalah 1,66 %. Kota dengan laju
pertumbuhan tertinggi adalah Kota
Bekasi, yaitu 3,99 %. Sedangkan
Palembang adalah kota dengan laju
pertumbuhan terendah, yaitu -1,41 %.
Rata-rata kepadatan penduduk kota
metropolitan adalah 81 jiwa/ha.
Bandung merupakan kota metropolitan
terpadat dengan kepadatan bruto 137
jiwa/ha dan Palembang adalah kota
dengan kepadatan terendah dengan
kepadatan bruto hanya 34 jiwa/ha.
Metode yang digunakan dalam
perhitungan Indeks Pembangunan Kota
di Indonesia menggunakan dasar
perhitungan seperti yang telah
dirumuskan oleh UN-Habitat dengan
sedikit penyesuaian, terkait dengan
ketersediaan data perhitungan CDI
untuk kota-kota Indonesia
menggunakan sub-indeks yang sama
namun terdapat beberapa perubahan
dan penyederhanaan dalam
penggunaan variabel-variabel di setiap
sub-indeksnya. Adanya perubahan
sejumlah variabel pada sub-
indeks CDI yang digunakan untuk
menghitung kinerja kota-kota Indonesia
disebabkan oleh terbatasnya data
statistik kondisi kota sesuai dengan
variabel yang ditentukan pada formula
yang asli. Oleh karena itu, dilakukan
sejumlah penyesuaian dan
penyederhanaan terhadap formula
CDI tersebut tanpa mengubah nilai
dasar yang harus dimiliki oleh setiap
subindeks, yaitu pada rentang 0 hingga
100. Formulasi hasil penyesuaian untuk
perhitungan CDI di Indonesia dapat
dilihat pada Tabel III. 2.
Tabel III. 2
Formula Perhitungan City
Development Index Indonesia
Sub-Indeks Formula
Infrastruktur
33,3 x Pelayanan Air
Bersih + 33,3 x Saluran
Sanitasi + 33,3 x
Jaringan Listrik
Persampahan Pengelolaan Sampah x
100
Kesehatan
(Angka Harapan Hidup-
25) x 50/60 + (32-
Angka Kematian Bayi)
x 50/ 31,92
Pendidikan
25 x Angka Melek
Huruf + 25 x Partisipasi
Sekolah
Produk Kota (log PDRB Kota-4,61) x
100/5,99
CDI
(Sub-Indeks
Infrastruktur + Sub-
Indeks Persampahan +
Sub-Indeks Pendidikan
+ Sub-Indeks
Kesehatan + Sub-
Indeks Produk Kota) / 5
Sumber: Buletin Tata Ruang, 2009
Tabel III. 3
Variabel Perhitungan CDI Kota
Indonesia
Variabel
Sub-
Indeks
Data yang
digunaka
n
Keterangan
Pelayanan
Air Bersih
Rumah
tangga
yang
mengakse
s air
bersih dari
PAM
Saluran
Sanitasi
Rumah
tangga
yang
memiliki
jamban
sendiri
Tidak ada
kategori
kepemilikan
jamban
yang ‘layak’
atau ‘tidak
layak’
Jaringan
Listrik
Rumah
tangga
pelanggan
PLN
Pengelolaa
n Sampah
Rumah
tangga
yang
terlayani
pelayanan
sampah
sistemik
Angka
Harapan
Hidup
Harapan
hidup
penduduk
Variabel
Sub-
Indeks
Data yang
digunaka
n
Keterangan
saat lahir
Angka
Kematian
Bayi
Angka
kematian
bayi
Jumlah
kematian
bayi per
1000
kelahiran
Angka
Melek
Huruf
Angka
melek
huruf
penduudk
dewasa
Partisipasi
Sekolah
Angka
partisipasi
Sekolah
Dasar dan
Sekolah
Menengah
Angka
partisipasi
Sekolah
Kasar (tidak
dikategorika
n
berdasarkan
usia
penduduk)
Produk
Kota
PDRB
KOta
PDRB
dibagi
dengan kurs
$ pada akhir
tahun 2005
Sumber: Buletin Tata Ruang, 2009
Produk kota yang dimaksud pada
formula di atas merupakan pendapatan
kota secara total berupa PDRB. Total
pendapatan kota ini dapat merupakan
penjumlahan dari pendapatan per
kapita maupun pendapatan rumah
tangga rata-rata di kota tersebut.
Perhitungan CDI untuk kota-kota di
Indonesia menggunakan data-data
yang bersumber dari Badan Pusat
Statisitk, baik data yang tercatat pada
statistik dalam angka maupun data
hasil rekapitulasi Potensi Desa dengan
tahun dasar minimal adalah tahun
2005. Variabel data yang digunakan
untuk setiap sub-indeks adalah
sebagaimana tercantum pada Tabel
III.3.
Perhitungan CDI untuk Kota
Metropolitan DKI Jakarta diparsialkan
ke dalam batas administrasi 5 kota
otonom yang menjadi wilayah bagian
DKI Jakarta, yaitu Jakarta Selatan,
Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta
Timur, dan Jakarta Utara. Rata-rata
nilai CDI kota metropolitan adalah
86,33. Kota Jakarta Utara memiliki
nilai CDI tertinggi diantara kota-kota
metropolitan lainnya, yaitu 92,71.
Berdasarkan nilai-nilai sub-indeksnya,
Kota Jakarta Utara memiliki nilai
tertinggi pada sub-indek persampahan,
yaitu 100 dan nilai terendah pada sub-
indeks Produk kota, yaitu 76,18.
Sedangkan Kota Depok memiliki
nilai CDI terendah diantara kota-kota
metropolitan Indonesia, yaitu 72,88.
Berdasarkan nilai-nilai sub-indeksnya,
Kota Depok memiliki nilai tertinggi pada
sub-indeks Pendidikan, yaitu 95,8 dan
nilai terendah pada sub-indeks
Infrastruktur, yaitu 64,61. Surabaya
merupakan kota dengan CDI tertinggi di
luar Jakarta, diikuti oleh kota Makassar,
Bandung dan kota Palembang.
Sedangkan kota-kota Medan,
Tangerang, Bekasi dan Depok
merupakan kota metropolitan dengan
nilai CDI yang terendah.
Sumber: Buletin Tata Ruang, 2009
Gambar 3. 1
Hasil Perhitungan CDI Kota
Metropolitan
Kota Denpasar memiliki
nilai CDI tertinggi diantara kota-kota
besar lainnya, yaitu 88,25. Berdasarkan
nilai-nilai sub-indeksnya, Kota
Denpasar memiliki nilai tertinggi pada
sub-indeks Persampahan, yaitu 100
dan nilai terendah pada sub-indeks
Produk kota, yaitu 60,34. Sedangkan
Kota Tasikmalaya memiliki nilai CDI
terendah diantara kota-kota besar
Indonesia, yaitu 70,15. Berdasarkan
nilai-nilai sub-indeksnya, Kota
Tasikmalaya memiliki nilai tertinggi
pada sub-indeks Pendidikan, yaitu 96,9
dan nilai terendah pada sub-indeks
persampahan, yaitu 52,79.
Kota Balikpapan memiliki
nilai CDI tertinggi diantara kota-kota
sedang lainnya, yaitu 89,47.
Berdasarkan nilai-nilai sub-indeksnya,
Kota Balikpapan memiliki nilai tertinggi
pada sub-indeks Pendidikan, yaitu 97
dan nilai terendah pada subindeks
Produk kota, yaitu 67,43. Sedangkan
Kota Tomohon memiliki nilai CDI
terendah diantara kotakota sedang
Indonesia, yaitu 61,63. Berdasarkan
nilai-nilai sub-indeksnya, Kota
Tomohon memiliki nilai tertinggi pada
sub-indeks Kesehatan, yaitu 90 dan
nilai terendah pada subindeks
Persampahan, yaitu 13,4. sub-
indeksnya,
Sumber: Buletin Tata Ruang, 2009
Gambar 3. 2
Hasil Perhitungan CDI Kota Besar
Sumber: Buletin Tata Ruang, 2009
Gambar 3. 3
Perhitungan CDI Kota Sedang
Kota Sibolga memiliki nilai
tertinggi pada sub-indeks Pendidikan,
yaitu 97,7 dan nilai terendah pada
subindeks Produk kota, yaitu 47,42.
Sedangkan Kota Tidore Kepulauan
memiliki nilai CDI terendah diantara
kota-kota kecil Indonesia, yaitu 54,76.
Berdasarkan nilai-nilai subindeksnya,
Kota Tidore Kepulauan memiliki nilai
tertinggi pada sub-indeks Pendidikan,
yaitu 90 dan nilai terendah pada sub-
indeks persampahan, yaitu 7,73.
Sumber: Buletin Tata Ruang, 2009
Gambar 3. 4
Hasil Perhitungan CDI Kota Kecil
Kesimpulan
Indeks Pembangunan Kota
(City Development Index) CDI adalah
suatu metoda penilaian kondisi
pembangunan kota yang digunakan
untuk mengevaluasi kebijakan tingkat
keberhasilan pembangunan suatu kota.
Indeks ini tersusun dari sejumlah
variabel sektor yang dianggap mewakili
kualitas pelaksanaan pembangunan
suatu kota, yaitu penyediaan infra-
struktur, kualitas penyediaan fasilitas
pendidikan, persampahan, dan produk
ekonomi suatu kota secara keselu-
ruhan. CDI dirumuskan oleh UN-Habitat
di bawah naungan PBB, digunakan
untuk membuat perbandingan kinerja
kota-kota di dunia. Namun, seiring
perkembangan, produk ekonomi dapat
disesuaikan dan diganti dengan produk
ekonomi lainnya sebagai dasar.
Pada masing-masing variabel,
terdapat cara dalam menghitung
indeks, seperti misalnya variabel
fasilitas dihitung melalui penjumlahan
persentase rumah tangga yang
memiliki akses air bersih, sanitasi, listrik
dan jaringan telepon. Hasil dari kelima
perhitungan variabel dirata-rata, maka
hasil tersebut adalah nilai CDI.
Semakin tinggi nilai CDI suatu kota,
mengindikasikan bahwa infrastruktur di
kota tersebut baik.
Pada bagian pembahasan telah
dicantumkan hasil perhitungan CDI
pada kota-kota di Indonesia. Hasil CDI
yang didapatkan pada kota-kota
tersebut bervariasi mulai dari kota
metropolitan, kota besar, kota sedang,
hingga kota kecil. Semisal Kota
Metropolitan Jakarta dengan sub-sub
kota yang terbagi menjadi lima bagian,
hasil perhitungan menyatakan nilai CDI
di 5 sub kota metropolitan merupakan 5
rerata tertinggi diantara kota
metropolitan lainnya.
Hal ini menunjukkan bahwa
kondisi pembangunan kota-kota di
Indonesia mengalami masing-masing
perbedaan keberhasilannya diukur
melalui CDI. Setelah adanya
perhitungan CDI maka diharapkan
pembangunan suatu kota untuk
semakin ditingkatkan agar penyediaan
fasilitas terhadap masyarakat dapat
terpenuhi.
Referensi:
United Nations Centre For Human
Settlements (Habitat) UNCHS.
“The State Of The World’s Cities,
2001”. 2002. Nairobi, Kenya : UN-
Habitat
United Nations Centre For Human
Settlements (Habitat) UNCHS .
“The Challenge Of Slums Global
Report On Human Settlement”.
2003. Nairobi, Kenya : UN-Habitat
Bohringer, Christoph dan Patrick
Jochem. Tanpa Tahun.
“Measuring the immesurable : A
survey of Sustainability Indices”.
ZEW Centre European Economic
Research, Europe.
Arifianto, Eko. 2010. “ Mengukur
Kinerja”. Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, Depok