citra lansat delta mahakam.pdf
TRANSCRIPT
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
1/57
DETEKSI PERUBAHAN PENUTUPAN HUTAN MANGROVE
MENGGUNAKAN DATA LANDSAT
DI DELTA SUNGAI MAHAKAM, KALIMANTAN TIMUR
MOH. DIMAS ARIF WICAKSONO
E14101015
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
2/57
DETEKSI PERUBAHAN PENUTUPAN HUTAN MANGROVE
MENGGUNAKAN DATA LANDSAT
DI DELTA SUNGAI MAHAKAM, KALIMANTAN TIMUR
MOH. DIMAS ARIF WICAKSONO
E14101015
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen HutanFakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
3/57
Judul Penelitian : DETEKSI PERUBAHAN PENUTUPAN HUTANMANGROVE MENGGUNAKAN DATA LANDSATDI DELTA MAHAKAM, KALIMANTAN TIMUR
Nama Mahasiswa : MOH. DIMAS ARIF WICAKSONO
NIM : E14101015Program Studi : MANAJEMEN HUTAN
Menyetujui :
Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,
Ir Soedari Hardjoprajitno, MSc. Ratna Sari Dewi, SPi. NIP.130256399 NIP. 370000846
Mengetahui :Dekan Fakultas Kehutanan,
Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS. NIP. 131430779
Tanggal Lulus:
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
4/57
RINGKASAN
Moh. Dimas Arif Wicaksono (E14101015). Deteksi Perubahan Penutupan Hutan Mangrove
Menggunakan Data Landsat Di Delta Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Dibawah
bimbingan Ir Soedari Hardjoprajitno, MSc. dan Ratna Sari Dewi, Spi.
Hutan mangrove merupakan salah satu jenis sumberdaya alam hutan dan obyek alami
yang memiliki peranan penting bagi daerah atau kawasan pesisir. Secara ekologis, jenis hutan ini
berfungsi sebagai pencegah abrasi pantai dan intrusi air laut, sebagai peredam gelombang dan
badai, penahan lumpur dan perangkap sedimen. Secara biologis, hutan mangrove merupakan
tempat berlindungnya biota laut, terutama berfungsi sebagai tempat pemijahan (spawning ground ),
tempat asuhan (nursery ground ) dan tempat mencari ikan ( feeding ground ). Dan ditinjau dari segi
ekonomis, hutan mangrove dapat berfungsi sebagai penghasil tanin untuk bahan baku penyamak
kulit, penghasil kayu bakar, arang dan kayu pertukangan serta bahan baku kertas.
Keberadaan hutan mangrove dimuka bumi umumnya terletak diantara 250 Lintang Utara
dan 250 Lintang Selatan, pada wilayah pasang surut, pantai berlumpur dan lingkungan anaerob. Di
Indonesia , sebagian besar wilayah pantainya ditempati oleh tegakan hutan mangrove yang luas
keseluruhannya kurang lebih 2,3 juta hektar (Bengen, 2002) dan 95.000 hektar diantaranya
terdapat di delta sungai Mahakam, Kalimantan Timur.
Perubahan situasi dan kondisi alam, serta perkembangan teknologi, kebudayaan manusia
dan pertambahan jumlah penduduk merupakan faktor penyebab terjadinya perubahan situasi dan
kondisi sumberdaya alam umumnya dan khususnya sumberdaya alam hutan mangrove tersebut.
Guna mendeteksi perubahan ini, maka penginderaan jauh antariksa (differential remote sensing)
merupakan sistem atau cara deteksi yang dianggap efektif dan efisien.Sehubungan dengan hal di atas, maka penelitian yang dilakukan bertujuan untuk
mengetahui perubahan penutupan hutan mangrove di delta sungai Mahakam terutama luasannya
dengan menggunakan citra satelit Landsat. Data utama yang digunakan berupa data citra Landsat
TM tahun 1997 dan citra Landsat ETM+ tahun 2001 daerah delta sungai Mahakam yang
digunakan untuk mendeteksi perubahan lahan dalam kurun waktu tersebut terutama untuk kawasan
mangrove. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap dan klasifikasi yang digunakan adalah
klasifikasi tak terbimbing (unsupervised classification). Pertama yaitu penerapan teknik
penginderaan jauh melalui analisis data secara visual dan analisis data secara digital untuk melihat
perubahan hutan mangrove. Kedua yaitu analisa dari hasil klasifikasi dan data pendukung untuk
mengetahui faktor penyebab peristiwa tersebut.
Perubahan lahan dianalisis dengan menggunakan metode perbandingan pasca klasifikasi
( post classification analysis) antara dua citra yang direkam dalam waktu yang berbeda. Metode ini
menuntut klasifikasi setiap citra yang digunakan secara terpisah, dimana analisis akhir perubahan
lahan dilakukan dengan membandingkan dua klasifikasi, yang kemudian ditumpang tindih
(overlay).
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
5/57
Berdasarkan pengamatan secara visual dan pengamatan dari Peta Rupa Bumi Indonesia,
diperoleh 7 macam kelas penutupan lahan yang terdapat di delta sungai Mahakam, yaitu laut,
mangrove, hutan lahan kering, semak belukar, lahan terbuka, pemukiman dan tambak. Perubahan
terjadi pada semua kelas penutupan lahan dimana terlihat adanya kelas yang mengalami penurunan
maupun peningkatan luasan. Kelas penutupan lahan yang mengalami peningkatan luasan antaratahun 1997 dan 2001 adalah kelas laut, kelas hutan lahan kering, kelas lahan terbuka, kelas
pemukiman dan kelas tambak. Hasil klasifikasi penutupan lahan tahun 1997 dan 2001 terlihat
bahwa daerah delta sungai Mahakam didominasi oleh mangrove. Luasan mangrove tahun 1997
adalah sebesar 94.929,00 Ha, sedangkan untuk tahun 2001 adalah sebesar 66.130,75 Ha. Dari data
tersebut terlihat bahwa dalam jangka waktu empat tahun, telah terjadi pengurangan luasan hutan
mangrove sebesar 28.789,25 Ha. Dari hasil analisis, penyebab terbesar dari berkurangnya luasan
hutan mangrove adalah pembukaan tambak, baik secara intensif maupun tradisional.
Secara keseluruhan dalam rentang waktu 4 tahun delta sungai Mahakam yang memiliki
luasan 260.982,495 hektar, sedikitnya telah terjadi perubahan lahan 43.343,968 hektar atau kurang
lebih 31,163 % dari luasan total dan sisanya 95.744,202 hektar (sekitar 68,837 %) tetap atau tidak
mengalami perubahan penutupannya.
Berkurangnya luas tegakan hutan mangrove tersebut menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan sekitar, yaitu terganggunya ekosistem perairan karena kawasan pemijahan
dan pembesaran beragam jenis ikan menjadi berkurang sehingga produksi perikanan di pesisir
delta Mahakam merosot tajam, terjadinya abrasi pantai karena berkurangnya mangrove sebagai
pelindung dari hantaman gelombang dan terjadinya pencemaran laut oleh bahan pencemar yang
sebelumnya tertahan di ekosistem hutan mangrove. Kerusakan mangrove juga menimbulkan
dampak buruk bagi penduduk sekitar kawasan delta sungai Mahakam karena terjadinya intrusi air
laut sehingga penduduk sekitar mengalami kesulitan air bersih.
Dampak tersebut jelas menimbulkan masalah bagi ekosistem lingkungan dan juga bagi
masyarakat sekitar delta sungai Mahakam. Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya untuk
mencegah atau mengurangi kerusakan-kerusakan yang lebih besar lagi.
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
6/57
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kabupaten Tulungagung, Jawa Timur
pada tanggal 10 Juli 1983, putra dari pasangan AyahandaWiyarsono dan Ibunda Supri Hartatik.
Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1988 di TK Abbasiyah III
Pare, Kediri, kemudian penulis melanjutkan pendidikan sekolah dasar di SDN
Gedangsewu 1 Pare, Kediri, dan lulus pada tahun 1995. Sekolah menengah
pertama dilalui penulis di SLTPN 2 Pare, dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun
yang sama penulis melanjutkan ke sekolah lanjutan atas di SMUN 2 Pare, dan
lulus tahun 2001. Selanjutnya penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada
Fakultas Kehutanan Jurusan Manajemen Hutan melalui jalur USMI (Undangan
Seleksi Masuk IPB) pada tahun yang sama.
Selama kuliah penulis aktif di beberapa organisasi antara lain Forest
Manajemen Student Club (FMSC) pada tahun 2002 – 2003, aktif di organisasi
kedaerahan yaitu KAMAJAYA (Keluarga Mahasiswa Jaya Baya Kediri) sebagai
Ketua Umum.
Kegiatan praktek yang pernah dilakukan oleh penulis adalah praktek
magang di KPH Kedu Selatan, BKPH Gombong Utara, Jawa Tengah pada bulan
Juni-Juli 2003, Praktek Umum Kehutanan (PUK) di Sancang-Kamojang, Garut,
Jawa Barat, Praktek Umum Pengelolaan Hutan (PUPH) di KPH Kuningan,
Kuningan, Jawa Barat dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Musi Hutan
Persada (MHP), Muara Enim, Palembang. Pada bulan Oktober-Desember 2005,
penulis mengikuti magang kerja di Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan
Nasional (BAKOSURTANAL) bagian Pusat Survei Sumberdaya Alam Laut.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dalam
rangka penyusunan skripsi dengan judul penelitian “Deteksi Perubahan
Penutupan Hutan Mangrove Menggunakan Data Landsat di Delta Sungai
Mahakam, Kalimantan Timur” dibawah bimbingan Ir Soedari Hardjoprajitno,
MSc. dan Ratna Sari Dewi, SPi.
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
7/57
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
Sholawat beserta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
suri tauladan bagi seluruh umat manusia.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kehutanan Institut Pertanian Bogor, yang berjudul “Deteksi Perubahan Penutupan
Hutan Mangrove Menggunakan Data Landsat di Delta Sungai Mahakam,
Kalimantan Timur”. Permasalahan yang dihadapi oleh Delta Sungai Mahakam
dan pesisir lainnya di Indonesia adalah terjadinya degradasi sumberdaya alam dan
lingkungan karena aktivitas manusia dan alam. Kegiatan penelitian ini bertujuan
untuk menyediakan data dan informasi spasial, terutama tentang luasan mangrove
dan perubahannya.
Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak.
Untuk itu penulis menyampaikan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terutama
kepada keluarga tercinta atas ketulusan dan keikhlasan doa, kasih sayang dan
motivasi, Bapak Ir Soedari Hardjoprajitno, MSc dan Ibu Ratna Sari Dewi, SPi,
selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar memberikan bimbingan,
nasehat, masukan dan pengarahan selama penelitian dan penyusunan skripsi, serta
Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) sebagai
instansi yang telah memberi tempat penelitian, serta semua pihak yang telah
membantu, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
kritik dan saran membangun sangat diharapkan oleh penulis. Akhirnya semoga
skripsi ini dapat bermanfaat.
Bogor, Mei 2006
Penulis
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
8/57
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................... iDAFTAR ISI ................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... iv
PENDAHULUAN
Latar Belakang ......................................................................................... 1
Tujuan ...................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA
Vegetasi Mangrove .................................................................................. 3
Kerusakan Mangrove yang Berpengaruh pada Perubahan Luasan .......... 4
Penggunaan Teknologi Penginderaan Jauh ............................................. 7
Karakteristik Citra Landsat ...................................................................... 9
Analisis Digital Citra Lansat ...................................................................... 11
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. 14
Alat dan Perlengkapan ............................................................................. 14
Metode Penelitian .................................................................................... 14
Analisis Data Penginderaan Jauh ............................................................... 15
KONDISI UMUM LOKASI
Wilayah Pesisir Kalimantan Timur ............................................................ 21
Posisi Geografi .......................................................................................... 21
Geologi ...................................................................................................... 22
Bentuk Lahan ............................................................................................ 22
Tanah ......................................................................................................... 23
Iklim .......................................................................................................... 24
Vegetasi ..................................................................................................... 24
Kondisi Sosial Ekonomi ............................................................................ 24
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Citra Secara Visual ...................................................................... 26
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
9/57
Analisis Citra Secara Digital ..................................................................... 27
Klasifikasi Citra ........................................................................................ 32
Perubahan Penutupan Lahan ...................................................................... 36
Dampak Kerusakan Mangrove ................................................................... 41
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ............................................................................................... 44
Saran ........................................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 45
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
10/57
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
Dampak Kegiatan Manusia terhadap Ekosistem Mangrove .................... 62. Karaktersitik Band/Kanal pada Landsat TM ............................................ 10
3. Rekapitulasi Ground Control Point (GCP) pada Citra Landsat ETM+
Tahun 2001 ............................................................................................... 29
4. Luasan Penutupan Lahan Tahun 1997 dan Tahun 2001 .......................... 34
5. Hasil Klasifikasi Penutupan Lahan di Delta Sungai Mahakam ................. 37
6. Matrik Perubahan Penutupan Lahan .......................................................... 38
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
11/57
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Tahapan Analisis Citra Secara Digital ......................................................... 162. Diagram Alir Langkah Kerja Penelitian ...................................................... 20
3. Lokasi Penelitian, Delta Sungai Mahakam .................................................. 22
4. Posisi Ground Control Point (GCP) pada Citra ............................................ 28
5. Citra Asli Landsat Hasil Penajaman Komposit 542 (a) 1997 (b) 2001......... 31
6. Citra Asli Landsat Komposit 453 (a) 1997 (b) 2001..................................... 31
7. Citra Hasil Klasifikasi Penutupan Lahan Delta Sungai Mahakam Tahun
1997 ............................................................................................................... 33
8. Citra Hasil Klasifikasi Penutupan Lahan Delta Sungai Mahakam Tahun
2001 ............................................................................................................... 34
9. Potret Mangrove di Delta Sungai Mahakam (Ambarwulan et al., 2003) .... 39
10. Kenampakan Penutupan Lahan Tambak pada Beberapa Lokasi
(Ambarwulan et al., 2003) ........................................................................... 40
11. Grafik Perubahan Luasan Penutupan Lahan Delta Sungai Mahakam .......... 41
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
12/57
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17.500
pulau dengan panjang garis pantai diperkirakan lebih dari 81.000 km. Secara fisik,
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan luas laut sekitar
3,1 juta km2 (0,3 juta km2 perairan teritorial dan 2,8 juta km
2 perairan nusantara)
atau 62% dari luas teritorialnya (Dahuri et al., 2002). Keberadaan hutan mangrove
di suatu kawasan pesisir merupakan ciri khas vegetasi laut tropis dan sub tropis.
Hutan mangrove biasanya terdapat antara 25º LU dan 25º LS dimana suhu relatif
konstan. Uniknya tumbuhan ini mampu tumbuh dan berkembang pada daerah
pasang surut, pantai berlumpur dan lingkungan anaerob.
Peranan mangrove dapat dilihat baik dari segi ekologis maupun ekonomis.
Secara ekologis, daun mangrove merupakan penghasil bahan organik, akarnya
merupakan tempat berlindung invertebrata yang menempel, sebagai peredam
gelombang dan badai, pelindung pantai dari abrasi, penahan lumpur dan juga
sebagai perangkap sedimen. Selain itu akar mangrove juga merupakan tempat
pemijahan (spawning ground ), asuhan (nursery ground ) dan tempat mencari
makan ( feeding ground ) biota laut. Secara ekonomis kulit kayu mangrove dapat
diambil taninnya yang digunakan untuk obat, batang pohonnya dapat digunakanuntuk bahan bakar dan bahan baku produksi arang. Selain itu, kayunya dapat
digunakan untuk bahan baku pembuatan rumah, kertas dan kayu bantalan rel
kereta api. Kayu pohon dari jenis mangrove dikenal sangat kuat sebagai pondasi
suatu bangunan. Hal ini dikarenakan tumbuhan tersebut hidup di daerah yang
tergenang air, sehingga kayunya tahan air dan tidak mudah lapuk.
Aspek pemanfaatan mangrove secara ekonomis yang berlebihan dan tidak
mengindahkan kelestariannya, mengakibatkan semakin berkurangnya luas
vegetasi mangrove. Hutan mangrove mengalami pergeseran fungsi menjadi
pemukiman, tambak dan bahkan tanah kosong akibat penebangan secara besar-
besaran. Akibatnya terjadi abrasi pantai, banjir, sedimentasi dan berkurangnya
keanekaragaman sumber daya alam laut.
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
13/57
2
Penginderaan jauh antariksa telah membawa dimensi baru untuk mengerti
dampak manusia terhadap kerapuhan bumi dan basis sumberdaya yang saling
berhubungan, serta tidak hanya untuk mengetahui keajaiban alam dan proses
operatif planet kita (Lillesand dan Kiefer, 1990). Kawasan mangrove merupakan
salah satu objek alam yang mempunyai peranan penting di daerah pesisir. Akan
tetapi sulit dicapai dan dilalui karena luasannya yang besar dan struktur
komunitasnya yang kompleks. Sistem penginderaan jauh menawarkan metode
dengan berbagai keunggulan diantaranya biaya yang murah dan dalam memetakan
luas vegetasi mangrove dapat diperoleh sesuai dengan kebutuhan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan penutupan hutan
mangrove di delta sungai Mahakam terutama luasannya dengan menggunakan
citra satelit Landsat.
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
14/57
3
TINJAUAN PUSTAKA
Vegetasi Mangrove
Mangrove merupakan tumbuhan yang dapat hidup di daerah pasang surut
dan membentuk suatu komunitas vegetasi tersendiri. Mangrove juga didefinisikan
sebagai formasi tumbuhan daerah litoral yang khas dan terlindung di pantai tropis
dan sub tropis. Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh pada tanah lumpur
aluvial di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air
laut. Jenis-jenis mangrove antara lain: Avicenia sp , Sonneratia sp , Rhizophora sp ,
Bruguiera sp , Lumnitzera sp , Excoecaria sp , Xylocarpus sp , Aegirecas sp , Nypa
sp , Scyphyphora sp dan Ceriops sp (Noor et al., 1999).
Menurut Bengen (2002), hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi
pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu
tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.
Karakteristik hutan mangrove antara lain:
- Umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya
berlumpur, berlempung atau berpasir.
- Dapat tumbuh di daerah tergenang air laut secara berkala, baik setiap
hari maupun yang hanya tergenang pada saat pasang purnama.
Frekuensi genangan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove.- Menerima pasokan air tawar dari darat.
- Melindungi pantai dari gelombang dan arus pasang surut. Mampu
hidup pada air bersalinitas payau (2-22 ‰) hingga asin (38 ‰).
- Banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, esturi, delta
dan daerah pantai yang terlindung.
Vegetasi hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis
yang tinggi, tercatat sebanyak 202 jenis yang terdiri atas 89 jenis pohon, 5 jenis
palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit dan 1 jenis sikas. Namun demikian hanya
terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan spesifik hutan mangrove (Bengen, 2002).
Pohon mangrove memiliki struktur anatomi yang unik untuk beradaptasi
dengan lingkungan hidupnya. Menurut Bengen (2002), ada beberapa adaptasi
yang dilakukan pohon mangrove:
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
15/57
4
- Adaptasi terhadap kadar O2 yang rendah, terdapat pada bentuk
perakaran tipe cakar ayam yang mempunyai pneumatophora (misalnya
pada Avicennia spp, Xylocarpus spp dan Sonneratia spp) untuk
mengambil O2 dari udara dan tipe penyangga/tongkat yang mempunyai
lentisel (misalnya Rhizophora spp).
- Adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi, ditunjukkan dengan
adanya sel-sel khusus dalam daun untuk menyimpan garam, struktur
daun yang tebal dan kuat banyak mengandung air untuk mengatur
keseimbangan garam dan adanya stomata khusus untuk mengurangi
penguapan.
- Adaptasi terhadap tanah yang kurang stabil dan adanya pasang surut
dilakukan dengan mengembangkan struktur akar yang ekstensif danmembentuk jaringan horizontal yang lebar.
Kerusakan Mangrove yang Berpengaruh pada Perubahan Luasan
Adapun proses berkurangnya lahan hutan mangrove di beberapa provinsi
bisa disebabkan oleh faktor-faktor berikut ini (Kusmana, 1995):
- Konversi hutan mangrove menjadi bentuk lahan penggunaan lain
seperti tambak, pemukiman, industri, pertambangan dan lain-lain.
- Kegiatan eksploitasi hutan yang tidak terkendali oleh perusahaan-
perusahaan HPH serta penebangan liar dan bentuk perambahan hutan
lainnya.
- Polusi di perairan estuari, pantai dan lokasi-lokasi perairan lainnya
dimana tumbuhnya mangrove seperti tumpahan minyak.
- Terjadinya pembelokan aliran sungai maupun proses sedimentasi dan
abrasi yang tidak terkendali.
Faktor-faktor penyebab kerusakan ekosistem mangrove yaitu:
1. Gangguan fisik-mekanis
- Abrasi pantai atau pinggir sungai
- Sedimentasi dengan laju yang tak terkendali
- Banjir yang menyebabkan melimpahnya air tawar
- Gempa bumi (tsunami)
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
16/57
5
2. Gangguan chemist (kimia)
- Pencemaran air, tanah dan udara
- Hujan asam
3. Gangguan biologis
- Konversi mangrove untuk pemukiman, industri, pertambangan, sarana
angkutan dan penggunaan lahan non kehutanan
- Penebangan pohon yang tidak memperhitungkan azas kelestarian
hutan
- Invasi Piay ( Acrostichum aureum) dan jenis semak belukar lainnya
Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam pesisir yang mempunyai
peranan penting bagi kelangsungan hidup ekositem lainnya, dimana secara garis
besar mempunyai dua fungsi utama yaitu fungsi ekologis dan fungsi ekonomis.a. Fungsi ekologis
Perakaran yang kokoh dari mangrove ini memiliki kemampuan untuk
meredam pengaruh gelombang, menahan lumpur dan melindungi pantai dari
erosi, gelombang pasang dan angin topan (Dahuri et al., 2002).
b. Fungsi ekonomis
Masyarakat sekitar kawasan hutan mangrove banyak memanfaatkan pohon
mangrove untuk berbagai tujuan. Menurut Saenger et al. (1983) dalam Bengen
dan Adrianto (1998), lebih dari 70 macam kegunaan pohon mangrove bagi
kepentingan umat manusia yang telah teridentifikasi, baik produk langsung
seperti: bahan bakar, bahan bangunan, alat penangkap ikan, pupuk pertanian,
bahan baku kertas, makanan, obat-obatan, minuman dan tekstil, maupun
produk tidak langsung seperti tempat rekreasi dan sumber bahan makanan.
Potensi lain dari hutan mangrove yang belum dikembangkan secara
optimal adalah sebagai kawasan wisata alam/ekoturisme. Di negara lain, seperti
Malaysia dan Australia, kegiatan ekoturisme di kawasan hutan mangrove sudah
berkembang lama dan menguntungkan, padahal Indonesia memiliki hutan
mangrove lebih luas dibanding dengan negara lain (Bengen dan Adrianto, 1998).
Dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi dan pesatnya kegiatan
pembangunan di pesisir untuk berbagai peruntukan (pemukiman, perikanan,
pelabuhan dll), mengakibatkan tekanan ekologis terhadap ekosistem pesisir,
khususnya ekosistem hutan mangrove semakin meningkat pula. Meningkatnya
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
17/57
6
tekanan ini tentunya berdampak terhadap kerusakan ekosistem hutan mangrove
baik secara langsung (misalnya kegiatan penebangan atau konversi lahan) maupun
secara tidak langsung (misalnya pencemaran oleh limbah berbagai kegiatan
pembangunan) (Bengen, 2002).
Secara ringkas berbagai ancaman terhadap ekosistem hutan mangrove
sebagai dampak dari kegiatan manusia disajikan dalam tabel di bawah ini:
Tabel 1. Dampak Kegiatan Manusia terhadap Ekosistem Mangrove
Kegiatan Dampak Potensial
− Tebang habis. − Berubahnya komposisi tumbuhan mangrove.
− Tidak berfungsinya daerah mencari makanan
dan pengasuh berbagai biota.
− Pengalihan aliran air
tawar, misalnya pada pembangunan irigasi.
− Peningkatan salinitas ekosistem hutan
mangrove.− Menurunnya tingkat kesuburan tanah dan
perairan.
− Konversi menjadi
lahan pertanian,
perikanan,
pemukiman, dan lain-
lain.
− Mengancam regenerasi stock sumberdaya ikan
di perairan lepas pantai yang memerlukan
hutan mangrove.
− Terjadi pencemaran laut oleh bahan pencemar
yang sebelumnya tertahan di ekosistem hutan
mangrove.
− Pendangkalan perairan pantai.
− Erosi garis pantai dan intrusi garam.
− Pembuangan sampah
cair.
− Penurunan kandungan oksigen terlarut
memungkinkan timbulnya gas H2S.
− Pembuangan sampah
padat.
− Kemungkinan terlapisnya pneumatophora yang
mengakibatkan matinya pohon mangrove.
− Perembesan bahan – bahan pencemar dalam
sampah padat.
− Pencemaran minyak
tumpahan.
− Kematian pohon mangrove.
− Penambangan dan
ekstraksi mineral,
baik di dalam hutan
maupun di daratan
sekitar hutan
mangrove.
− Kerusakan total ekosistem hutan mangrove,
sehingga memusnahkan fungsi ekologis hutan
mangrove (daerah mencari makanan asuhan
dan pemijahan).
− Pengendapan sedimen yang dapat mematikan
pohon mangrove.
Sumber: Bengen (2002)
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
18/57
7
Penggunaan Teknologi Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh adalah ilmu, teknik dan seni untuk memperoleh
informasi tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang
diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau
fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990). Sistem ini didasarkan pada
prinsip pemanfaatan gelombang elektromagnetik yang dipantulkan dan
dipancarkan obyek dan diterima sensor. Alat penginderaan jauh ditempatkan pada
suatu wahana yang dioperasikan pada suatu ketinggian tertentu yang disebut
sebagai platform.
Lebih lanjut Lillesand dan Kiefer (1990) menjelaskan bahwa proses dan
elemen yang terkait di dalam sistem penginderaan jauh meliputi dua proses utama
yaitu pengumpulan data dan analisis data. Elemen proses pengumpulan data
meliputi (a) sumber energi, (b) perjalanan energi melalui atmosfer, (c) interaksi
antara energi dengan kenampakan di muka bumi, (d) sensor wahana pesawat
terbang dan satelit, dan (e) hasil pembentukan data dalam bentuk piktorial dan
bentuk numerik. Proses analisis data meliputi:
1. Pengujian data dengan menggunakan alat interpretasi dan alat pengamatan
untuk menganalisis data piktorial, dan/atau komputer untuk menganalisis
data sensor numerik.
2. Penyajian informasi dalam bentuk peta, tabel dan suatu bahasan tertulis
atau laporan.
3. Penggunaan data untuk proses pengambilan keputusan.
Teknik penginderaan jauh merupakan suatu cara atau metoda yang sangat
efektif untuk memantau sumberdaya alam, karena memiliki beberapa keuntungan
antara lain:
1. Menghasilkan data sinoptik (meliputi wilayah yang luas dalam waktu yang
hampir bersamaan) dalam dua dimensi dengan resolusi tinggi dan mampu
menghasilkan data deret waktu (time series data) dalam frekuensi yang
rendah.
2. Mempunyai kemampuan untuk mendeteksi dan memberikan informasi
tentang lapisan yang terpenting yaitu lapisan permukaan.
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
19/57
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
20/57
9
dimana klorofil mengabsorbsi spektrum radiasi merah dan biru serta memantulkan
spektrum radiasi hijau.
Karakteristik Citra Landsat
Landsat merupakan Satelit Sumberdaya Bumi yang pada awalnya bernama
ERTS-1 ( Earth Resource Technology Satellite) yang diluncurkan pertama kalinya
tanggal 23 Juli 1972 yang mengorbit hingga 6 Januari 1978. Tepat sebelum
peluncuran ERTS-B tanggal 22 Juli 1975, NASA ( National Aeronatics and Space
Administration) secara resmi menangani program ERTS menjadi program
Landsat, untuk membedakan program oseanografi ”seasat ” sehingga ERTS-1
menjadi Landsat 1 dan Landsat 2. Peluncuran Landsat 3 dilakukan pada tanggal 5
Maret 1978 (Paine, 1992).
Landsat 1, Landsat 2 dan Landsat 3 mempunyai dua sensor yaitu RBV
( Return Beam Vidicon) dan MSS ( Multi Spectral Scanner ). Landsat 4 diluncurkan
Juli 1982, Landsat 5 diluncurkan pada Maret 1984 dan Landsat 6 diluncurkan
pada Februari 1993, namun Landsat 6 tidak mencapai orbit dan jatuh ke laut.
Landsat 4 dan 5 merupakan pengembangan sensor pada sistem Landsat
sebelumnya dengan peningkatan resolusi spasial, resolusi radiometrik dan resolusi
spektral. Landsat 1, 2 dan 3 membawa empat saluran sensor MSS, sedangkan
Landsat 4 dan 5 membawa empat saluran sensor MSS dan sensor TM (Thematic
Mapper ) memiliki 7 saluran dan ETM ( Enhanced Thematic Mapper ) pada
Landsat 6 dengan menambahkan saluran thermal (10,24-12,6) µm. Landsat 7
diluncurkan pada tanggal 15 april 1999 dengan membawa satu sensor yaitu
( Enhanced Thematic Mapper plus) (Purwadhi, 2001).
Menurut Paine (1992), Citra Landsat dirancang untuk meliput daerah yang
luas untuk pandangan secara keseluruhan. Keberadaan atau ciri-ciri geologi yang
besar tertentu dapat nampak secara jelas pada citra Landsat tetapi mudah
diabaikan pada fotografi konvensional karena dibutuhkan foto udara yang banyak
untuk meliput suatu kawasan yang sama. Sebagai contoh, dibutuhkan sebanyak
7.000 foto udara dengan skala 1:12.000 tanpa tumpang tindih untuk meliput
daerah yang sama luasnya dengan yang diliput oleh sebuah gambar Landsat
digital. Frekuensi yang tinggi dalam ulangan pengambilan liputan yang dilakukan
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
21/57
10
oleh Landsat lebih dari cukup untuk mendapatkan peta tahunan yang terbaru dan
untuk mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi sepanjang waktu.
Karakteristik spektral Landsat TM dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Karaktersitik Band/Kanal pada Landsat TM
BandPanjang
Gelombang
Resolusi
SpasialAplikasi
1 2 3 4
1 (0,45-0,52)
μm
30 m Dirancang untuk menghasilkan peningkatan
penetrasi ke dalam tubuh air dan juga untuk
mendukung analisis sifat khas penggunaan
lahan, tanah dan vegetasi.
2 (0,52-0,60)
μm
30 m Dirancang untuk mengindera puncak pantulan
vegetasi pada spektrum hijau yang terletak di
antara dua saluran spektral serapan klorofil.
Tanggapan pada saluran ini dimaksudkan
untuk menekankan pembedaan vegetasi dan
penilaian kesuburan.
3 (0,63-0,69)
μm
30 m Saluran terpenting untuk memisahkan
vegetasi. Saluran ini berada pada salah satu
bagian serapan klorofil dan memperkuat
kontras antara kenampakan vegetasi dan
bukan vegetasi, juga menajamkan kontras
antara kelas vegetasi.4 (0,76-0,90)
μm
30 m Saluran yang peka terhadap akumulasi
biomassa vegetasi yang terdapat pada daerah
kajian. Hal ini akan membantu identifikasi
tanaman dan akan memperkuat kontras antara
tanaman-tanah dan lahan-air.
5 (1,55-1,75)
μm
30 m Saluran yang penting untuk penentuan jenis
tanaman, kandungan air pada tanaman dan
kondisi kelembaban tanah.
6 (2,08-2,35)
μm
30 m Saluran yang penting untuk pemisah formasi
batuan.7 (10,0-12,50)
μm
120 m Saluran inframerah thermal yang dikenal
bermanfaat untuk klasifikasi vegetasi, analisis
gangguan vegetasi, pemisahan kelembaban
tanah dan sejumlah gejala lain yang
berhubungan dengan panas.
Sumber: Lillesand dan Kiefer (1990)
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
22/57
11
Analisis Digital Citra Landsat
Menurut Lo (1995) pendekatan pada interpretasi citra dapat dilakukan
dengan dua pendekatan yaitu pendekatan manual (visual) dan pendekatan dengan
bantuan komputer (digital). Menurut Jensen (1986) analisis visual memiliki
kekurangan antara lain: (1) kesulitan dalam hal mendeteksi perbedaan warna,
terutama pada warna abu-abu, (2) pada analisis visual umumnya kegiatan
interpretasi tidak bisa diulang-ulang dalam waktu yang singkat, (3) analisis visual
dirasakan kurang dalam hal kemampuan menyimpan data dalam jumlah yang
besar. Menurut Soesilo (1994) keunggulan analisis secara digital adalah
interpretasi citra dapat dilakukan secara cepat, efisien dan sistematik. Namun hal
ini tidak selalu berarti bahwa analisis digital selalu lebih baik dari analisis visual.
Dalam rangka analisis digital, Lillesand dan Kiefer (1990),
mengkelompokkan menjadi tiga tahap, yaitu (1) pemulihan citra (image
restoration), (2) penajaman citra (image enhancement ), (3) klasifikasi citra (image
classification).
Pemulihan Citra (image restoration)
Restorasi citra (image restoration) didefinisikan sebagai kegiatan yang
berkaitan dengan koreksi distorsi, degradasi dan noise yang terjadi akibat
kesalahan pada saat perekaman (imaging). Kegiatan dari restorasi citra ini
nantinya akan menghasilkan citra yang telah dikoreksi baik radiometrik maupun
geometrik (Jaya, 2002).
Lebih lanjut Jaya (2002) menjelaskan untuk mengoreksi data, sumber dan
macam kesalahan data eksternal dan internal harus ditentukan terlebih dahulu.
Kesalahan internal terjadi karena kesalahan sensor itu sendiri, yang umumnya
sistematis (dapat diprediksi) dan konstan, dan dapat ditentukan sebelum
peluncuran satelit/sensor atau kalibrasi pada saat dalam penerbangan. Kesalahan
eksternal diakibatkan oleh gangguan platform dan modulasi karakteristik bentang
alam yang sifat-sifatnya sangat bervariasi (tidak sistematis). Kesalahan yang tidak
sistematis ini dapat ditentukan dengan membuat korelasi antara titik-titik kontrol
lapangan dengan sensor. Kesalahan radiometrik dan geometrik adalah kesalahan
yang umum terjadi dan perlu dikoreksi dalam sistem penginderaan jauh.
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
23/57
12
Koreksi radiometrik merupakan perbaikan akibat kesalahan pada sistem
optik, kesalahan karena gangguan energi radiasi elektromagnetik pada atmosfer
dan kesalahan karena pengaruh sudut elevasi matahari (Purwadhi, 2001).
Sedangkan koreksi geometrik (rektifikasi) adalah suatu proses
memproyeksikan data pada suatu bidang sehingga mempunyai proyeksi yang
sama dengan proyeksi peta (Jaya, 2002). Koreksi geometrik mempunyai tiga
tujuan, yaitu (1) melakukan rektifikasi (pembetulan) atau pemulihan (restoration)
citra agar koordinat citra sesuai dengan koordinat geografi, (2) registrasi
(mencocokkan) posisi citra dengan citra lain atau mentransformasikan sistem
koordinat citra multispektral atau citra multitemporal dan (3) registrasi citra ke
peta atau transformasi sistem koordinat citra ke peta, yang menghasilkan citra
dengan sistem proyeksi tertentu (Purwadhi, 2001).
Pemotongan Citra ( cropping/masking area)
Sebelum memulai mendigitasi untuk cropping area mangrove, perlu
dilakukan interpretasi citra terlebih dahulu. Hal ini penting dalam interpretasi citra
ini yaitu pengenalan atau identifikasi obyek mangrove. Untuk itu seorang
interpreter harus memiliki pengetahuan dasar interpretasi visual citra dan mengerti
karakterustik tempat tumbuh dan sebaran mangrove (Arsjad et al., 2005).
Pada pemetaan mangrove, daerah yang di-cropping adalah area mangrove
itu sendiri. Teknis cropping area mangrove dilakukan dengan mendigitasi area
mangrove untuk menghasilkan file vektor (region) yang selanjutnya digunakan
untuk memotong area mangrove. Cropping dilakukan mendasarkan pada logika
Boolean sebagaimana formula tersebut dibawah ini (Arsjad et al., 2005):
Dimana, Region 1 (r1) = file vektor area mangrove yang telah didigitasiInput 1 (i1) = band i
Penajaman Citra (image enhancement)
Sebelum menampilkan data citra untuk analisis visual, teknik penajaman
dapat diterapkan untuk menguatkan penampakan kontras di antara kenampakan
IF (INREGION(r1)) THEN Input1 ELSE NULL
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
24/57
13
dalam scene. Pada berbagai penerapan langkah ini banyak meningkatkan jumlah
informasi yang dapat diinterpretasi secara visual (Lillesand dan Kiefer, 1990).
Tiga teknik penajaman citra yang dapat dilakukan, yaitu memanipulasi
kontras citra (contrast manipulation), manipulasi kenampakan secara spasial
(spatial feature manipulation) dan manipulasi multi citra (multi image
manipulation) (Purwadhi, 2001).
Klasifikasi Citra (image classification)
Klasifikasi adalah proses mengelompokkan piksel-piksel ke dalam kelas-
kelas atau kategori-kategori yang telah ditentukan berdasarkan nilai kecerahan
(brightness value/BV atau digital number /DN) piksel yang bersangkutan (Jaya,
2002).Menurut Purwadhi (2001), teknik klasifikasi dapat dilakukan dengan tiga
cara, yaitu klasifikasi secara terbimbing (supervised classification), klasifikasi
secara tidak terbimbing (unsupervised classification) dan klasifikasi pengkelasan
hibrida (hybrid classification) dengan menerapkan model restorasi dan teknik
penajaman di dalam klasifikasi. Lebih lanjut Purwadhi (2001) menyatakan
klasifikasi tidak terbimbing menggunakan algoritma untuk mengkaji atau
menganalisis sejumlah besar piksel yang tidak dikenal dan membaginya dalam
sejumlah kelas berdasarkan pengelompokan nilai digital citra. Kelas yang
dihasilkan dari klasifikasi tidak terbimbing adalah kelas spektral.
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
25/57
14
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Jangka waktu penelitian dilaksanakan selama 5 bulan (September 2005 –
Januari 2006) dengan lokasi penelitiannya adalah daerah delta sungai Mahakam,
Kalimantan Timur. Pengolahan data dilakukan di laboratorium Pusat Survei
Sumberdaya Alam Laut, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
(BAKOSURTANAL).
Alat dan Perlengkapan
Alat dan perlengkapan yang dipakai dalam penelitian ini terutama
digunakan untuk pengolahan data citra dengan perangkat lunak ER MAPPER
versi 6.3 dan ARC VIEW versi 3.3, yang terdiri dari :
1. Seperangkat komputer pribadi (Personal Computer).
2. Printer untuk mencetak hasil pengolahan citra.
3. Media penyimpanan data, berupa CD dan disket 3.5 inch.
4. Citra satelit Landsat delta sungai mahakam perekaman 3 Agustus 1997
dan 27 Februari 2001 (path/row 116/60).
5. Peta Rupa Bumi Indonesia (1:250.000) lembar 1915 daerah Samarinda.
6. Data penunjang lain.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Pertama dengan menerapkan
teknik penginderaan jauh melalui analisis data secara visual dan analisis data
secara digital untuk melihat terjadinya perubahan hutan mangrove. Kedua dengan
proses analisis dari hasil klasifikasi dan data pendukung untuk mengetahui faktor
penyebab peristiwa tersebut.
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
26/57
15
Analisis Data Penginderaan Jauh
Analisis data penginderaan jauh melalui dua cara, yaitu analisis data secara
visual dan analisis data secara digital. Analisis data secara visual dilakukan
terhadap citra visual dan analisis data secara digital dilakukan terhadap citra
numerik. Analisis data secara visual berupa pengenalan obyek dan elemen yang
tergambar pada citra serta disajikan dalam bentuk peta tematik, tabel atau grafik
dan membandingkannya dengan data sekunder.
Analisis data secara digital dilakukan dengan menggunakan Personal
Computer (PC) dengan software ER Mapper versi 6.3 dan ARC View versi 3.3. ER
Mapper digunakan dalam analisis secara digital citra yang diperoleh. ARC View
digunakan untuk overlay citra dan tampilan citra. Perubahan penutupan lahan
dapat dilihat dengan membandingkan citra hasil klasifikasi
Analisis citra secara visual
Analisis secara visual meliputi dua kegiatan yaitu penyadapan data citra
dan penggunaan data tersebut untuk tujuan tertentu (Sutanto, 1986).
Penyadapan data citra berupa pengenalan obyek dan elemen yang
tergambar pada citra serta penyajiannya ke peta tematik, tabel atau grafik.
Langkah-langkah proses ini adalah:
- Menguraikan atau memisahkan obyek berbeda rona atau warnanya diikuti
dengan delineasi atau penarikan garis bagi obyek yang wujud
rona/warnanya sama.
- Setiap obyek yang diperlukan dikenali berdasarkan karakteristik spektral
atau unsur interpretasi yang tergambar pada citra.
- Diklasifikasikan sesuai dengan tujuan interpretasinya.
- Digambarkan ke dalam peta sementara.
- Untuk meningkatkan hasil ketelitian diperlukan pekerjaan medan.
- Dilakukan interpretasi ulang atau interpretasi akhir dalam pengkajian atas
pola atau susunan keruangan obyek yang menjadi tujuan penelitian.
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
27/57
16
Analisis Citra Secara Digital
Tujuan dari analisis data citra secara digital adalah untuk mengekstrak
informasi yang terkandung dari hasil rekaman citra satelit. Analisis citra secara
digital terdiri atas pemulihan citra (image restoration), penajaman citra (image
enhancement ) dan pengklasifikasian citra (image classification). Tahapan-tahapan
yang dilakukan dalam analisis citra secara digital terdapat pada Gambar 1.
Gambar 1. Tahapan Analisis Citra Secara Digital.
a. Pemulihan Citra (image restoration)
Pemulihan citra (image restoration) berfungsi untuk memulihkan citra
yang mengalami distorsi atau terdegradasi, ke arah gambaran yang sebenarnya
atau ke arah yang lebih sesuai dengan keadaan yang sebenarnya di bumi, sehingga
citra dapat lebih bermanfaat untuk kegiatan analisis. Langkah yang dilakukan
yaitu dengan melakukan koreksi geometrik.
Koreksi geometrik dilakukan untuk memperbaiki kesalahan distorsi citra.
Koreksi ini dilakukan dengan menggunakan metode berdasarkan titik kontrol
lapangan (ground control point /GCP) dengan tahapan sebagai berikut:
- Pemilihan titik kontrol lapangan (GCP) secara tersebar merata di seluruh
citra pada obyek yang relatif permanen dan tidak berubah dalam kurun
waktu pendek (jalan, jembatan, sudut bangunan dan sebagainya).
- Perhitungan root mean squared error (RMSE) setelah GCP terpilih,
sebaiknya RMSE bernilai kurang dari 0,5 piksel.
Citra SatelitPemulihan Citra
(koreksi geometrik)
Penajaman CitraKlasifikasi
Citra Terkoreksidan Terklasifikasi
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
28/57
17
- Resampling yaitu proses penerapan alih ragam geometrik terhadap data
asli. Tahapan ini merupakan proses yang dilakukan secara otomatis oleh
komputer untuk menghasilkan keluaran berupa citra yang posisi
geometriknya telah terkoreksi.
Koreksi geometrik dilakukan untuk menanggulangi distorsi yang
disebabkan faktor gerakan bumi dan kelengkungan bumi biasanya telah dilakukan
oleh stasiun penerima (koreksi sistematis), sedangkan koreksi akibat ketidak-
stabilan sensor dan satelit dilakukan tranformasi koordinat (tranformation
geometric). Tranformasi koordinat data citra Landsat TM meliputi penyiapan
data, pengambilan titik kontrol bumi (ground control point ) antara citra landsat
dengan peta, karena citra yang didapat telah terkoreksi maka tahap ini tidak
dilakukan lagi. Penentuan titik kontrol dilakukan dengam sistem UTM (universaltransverse mercator ) karena daerah penelitian relatif kecil. Dengan koreksi ini
didapatkan citra yang sesuai dengan posisi sebenarnya di muka bumi
b. Pemotongan Citra (image cropping)
Pemotongan citra dilakukan untuk membatasi citra sesuai dengan lokasi
yang kita teliti. Pemotongan dilakukan setelah citra tersebut dikoreksi. Citra hasil
pemotongan tersebut akan digunakan dalam proses selanjutnya. Cropping
dilakukan berdasarkan logika Boolean pada formula dibawah ini:
Dimana, Region 1 (r1) = file vektor area mangrove yang telah didigitasi
Input 1 (i1) = band i
c. Penajaman Citra (image enhancement)
Penajaman citra dilakukan untuk menguatkan tampakan kontras diantarakenampakan pada citra, sehingga meningkatkan jumlah informasi yang dapat
diinterpretasikan secara visual pada citra. Teknik penajaman citra yang dilakukan
adalah dengan teknik perentangan linier. Teknik ini baik untuk mempertajam
kenampakan obyek tertentu. Penajaman citra dengan teknis perentangan ini dapat
dilakukan dengan melihat distribusi nilai piksel citra asli terlebih dahulu (nilai
IF (INREGION(r1)) THEN Input1 ELSE NULL
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
29/57
18
minimum maksimim), kemudian nilai minimum tersebut ditarik ke titik menjadi
bernilai nol, dan nilai maksimum ditarik ke titik menjadi bernilai 255. Dimana
citra yang dihasilkan memiliki rentang nilai piksel 0 – 255. metode ini biasa
disebut sebagai perentangan linier minimum maksimum. Teknis perentangan
dilakukan masing-masing terhadap band merah, hijau dan biru dalam komposit
warna RGB sehingga dapat menajamkan garis pada citra seperti jalan, patahan
lingkungan air dan tanah dan batasan wilayah mangrove. False colour composite
(FCC) merupakan penajaman dengan menggunakan warna dalam meningkatkan
kontras atau kualitas citra dengan menggabungkan tiga warna primer, yaitu biru,
hijau dan merah.
Pada citra Landsat, FCC yang digunakan untuk menentukan komposisi
penutupan lahan digunakan kombinasi dari band 5, 4 dan 2 pada komposit RGB,sedangkan untuk mendeteksi atau membedakan secara visual hutan mangrove dan
hutan darat digunakan citra komposit warna semu RGB dari kombinasi band 4, 5
dan 3. Untuk memperoleh kenampakan yang lebih jelas, dapat dilakukan
penajaman terhadap citra warna tersebut atau dapat juga dilakukan penajaman
pada tiap-tiap kanal kemudian dikompositkan.
d. Klasifikasi Citra (image clasification)
Dalam penelitian ini klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi tidak
terbimbing (unsupervised classification). Banyaknya kelas klasifikasi disesuaikan
dengan banyaknya pola yang timbul dari proses penajaman. Klasifikasi tidak
terbimbing merupakan klasifikasi tanpa menggunakan daerah contoh (training
area) yang ditetapkan. Klasifikasi dilakukan berdasarkan nilai piksel secara
statistik dan kelas yang diperoleh merupakan kelas yang abstrak. Untuk dapat
mendeterminasi identitas dan nilai informasi dari kelas spektral maka data hasil
klasifikasi harus dibandingkan dengan data referensi atau rujukan
Jumlah kelas citra Landsat tahun 1997 sama dengan jumlah kelas tahun
2001. Citra klasifikasi yang sebelumnya memiliki format data raster (*.ers)
dikonversi menjadi format data vektor (*.shp) pada ARC VIEW 3.3 untuk
mengetahui jumlah luasan penutupan lahan. Setelah format diseragamkan citra
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
30/57
19
dapat dianalisis di ARC VIEW dan hasilnya dapat digunakan untuk analisis
perubahan lahan.
e. Analisis perubahan lahan
Pemantauan perubahan lahan adalah proses mengidentifikasi perubahan suatu
obyek atau fenomena dengan mengamatinya pada waktu yang berbeda. Registrasi
yang akurat dari sedikitnya dua citra sangat diperlukan dalam mendeteksi
perubahan. Berdasarkan hasil dari klasifikasi citra multi waktu, dilakukan analisis
perubahan penutupan lahan.
Analisis perubahan ini dapat dilakukan dengan melakukan tumpang tindih
(overlay) terhadap dua citra yang telah diolah sehingga dapat diketahui perubahan
luasan obyek yang diamati. Cara lain untuk melakukan analisis perubahan
penutupan lahan adalah penutupan lahan pada citra dilakukan secara terpisah,
kemudian dilakukan perbandingan ( post classification comparison). Dengan
kedua cara ini selain bisa mengetahui luas perubahan lahan yang terjadi, juga bisa
mengetahui bentuk perubahan yang terjadi terutama untuk hutan mangrove.
f. Data lapangan
Data lapangan yang dipergunakan merupakan data sekunder hasil-hasil penelitianterdahulu, yang berupa :
1. Data kondisi umum lapangan.
2. Data hasil pengecekan lapangan.
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
31/57
20
Gambar 2. Diagram Alir Langkah Kerja Penelitian.
Citra Landsat TM
Tahun 1997
Citra Landsat
ETM+ Tahun 2001
Koreksi Geometrik
Pemotongan Citra
Penajaman Citra
Klasifikasi Tak Terbimbing
InformasiPendahuluan
Overlay
Komposit Kanal 453 untukDeteksi Hutan Mangrove
Citra Hasil Klasifikasi
Koreksi Geometrik
Pemotongan Citra
Penajaman Citra
Komposit Kanal 453 untukDeteksi Hutan Mangrove
Klasifikasi Tak Terbimbing
Citra Hasil Klasifikasi
Penyiapan danPencarian Data
Analisis PerubahanHutan Mangrove
Analisis Data Pendukung
Data PerubahanPenutupan Lahan
Peta RBI
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
32/57
21
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Wilayah Pesisir Kalimantan Timur
Kalimantan Timur (Kaltim) adalah provinsi dengan penduduk yang relatif
jarang. Provinsi ini juga memiliki berbagai variasi sistem pesisir, yang umumnya
dipengaruhi oleh tekanan aktivitas manusia. Di sebagian wilayah pesisir Provinsi
Kalimantan Timur banyak dijumpai eksplorasi minyak dan gas bumi, meskipun di
bagian lain masih dijumpai ekosistem pantai yang masih alami. Sungai-sungai di
Kalimantan Timur memiliki daerah aliran sungai yang luas, panjang sungai dapat
mencapai 400 km. Sebagai perbandingan, sungai-sungai di Jawa Barat hanya
mempunyai panjang maksimal sekitar 60 km. Sejak zaman tertier, sungai-sungai
di Kalimantan Timur telah berkembang membentuk sistem delta dan proses ini
masih terus berlangsung hingga sekarang. Delta yang terbentuk bervariasi mulai
dari delta prograding deltas (seperti delta sungai Mahakam) sampai pada delta
yang lebih didominasi oleh pasang surut seperti Delta Berau. Terbentuknya
berbagai ekosistem dengan berbagai keanekaragaman hayatinya (terumbu karang,
padang lamun, mangrove dan ikan) sangat dipengaruhi oleh kondisi abiotik
seperti kandungan sedimen tersuspensi (kekeruhan air), ketersediaan nutrisi,
dinamika arus dan pasang surut. Di perairan delta sungai Mahakam tidak dijumpai
habitat laut seperti terumbu karang dan lamun karena kondisi kualitas air danfaktor oseanografinya yang tidak mendukung (Ambarwulan et al., 2003).
Posisi Geografi
Delta sungai Mahakam terletak di pantai Timur Pulau Kalimantan
(Gambar 3) pada koordinat 117,5° E dan 0,5° S. Sungai Mahakam adalah sungai
terpanjang di Indonesia dengan panjang 920 km. Luas Daerah Aliran Sungai
(DAS) Mahakam adalah 98.194 km2. Delta sungai Mahakam termasuk dalam
wilayah administrasi Kabupaten Kutai Kartanegara yang meliputi lima wilayah
kecamatan, yaitu Kecamatan Muara Jawa, Kecamatan Samboja, Kecamatan
Muara Badak, Kecamatan Sanga-Sanga dan Kecamatan Anggana.
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
33/57
22
Gambar 3. Lokasi Penelitian, Delta Sungai Mahakam (Ambarwulan et al., 2003).
Geologi
Secara geologis, Kalimantan Timur umumnya didominasi oleh batuan
sedimen berumur Tertier. Formasi geologi demikian mempunyai nilai ekonomi
yang sangat besar karena umumnya mempunyai potensi sebagai sumber dan
reservoir untuk minyak dan gas alam. Bentang alam Provinsi Kalimantan Timur
didominasi oleh perbukitan dan dataran bukan aluvial yang dilalui oleh sungai-
sungai. Delta-delta dan dataran aluvial terdiri dari sedimen muda dan gambut.
Pada bagian daratan, bentang alamnya berupa pegunungan dengan strukturgeologi didominasi oleh adanya plate margin yang terdiri dari stuktur tektonik
chaos dan wilayah vulkanik. Pada daerah ini banyak dijumpai beberapa bahan
tambang seperti emas dan perak (Ambarwulan et al., 2003).
Bentuk Lahan
Secara umum daerah penelitian dibentuk oleh beberapa bentukan asal
struktural, bentukan asal denudasional, bentukan asal aluvial, dan bentukan asal
marine yang menyebar dari bagian daratan hingga bagian pesisir. Bentukan
struktural seperti landform lipatan bergelombang dan berbukit, perbukitan
struktural serta dataran tektonik umumnya dijumpai pada bagian daratan dari
Provinsi Kalimantan Timur. Delta sungai Mahakam merupakan tipikal delta dunia
yang dikenal dengan istilah delta kaki burung. Tipe delta ini terbentuk karena
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
34/57
23
adanya endapan sedimen dalam jumlah besar yang dibawa oleh sungai Mahakam
dan dipengaruhi oleh pasang surut yang berasal dari Selat Makasar. Secara
geologis, Allen and Chambers (1998) membagi kawasan delta ini ke dalam 3
bagian yaitu:
1. Delta plain (dataran delta)
Dataran delta terbagi menjadi dataran delta fluvial dan dataran delta
pasang surut. Dataran delta fluvial dicirikan oleh tanah kompak yang berdrainase
baik dan ditutupi oleh pohon berkayu keras. Luas dari bagian ini adalah 10 - 20
km2. Sedangkan dataran delta pasang surut dicirikan oleh elevasi rendah dan
sering mengalami banjir. Tanaman yang menutupi bagian ini adalah Nipah dan
vegetasi mangrove. Dataran delta pasang surut yang mempunyai lebar antara 20 –
30 km ini terbagi menjadi dataran-dataran dipisahkan oleh band-band pasangsurut dan sungai distributaries. Dataran delta merupakan dataran lumpur delta,
yang hampir keseluruhannya berawa-rawa. Bagian dari kawasan berlumpur yang
berada di mulut sungai dinamakan upper delta plain, sedangkan bagian yang
menjorok ke laut dinamakan lower delta plain.
2. Delta front
Delta front merupakan kawasan pasang surut berpasir atau bisa juga
disebut paparan delta. Lebarnya antara 8 sampai 10 km. Topografinya ber-
undulasi tegak lurus terhadap pantai membentuk bar dan shoal.
3. Prodelta
Prodelta merupakan kawasan yang tersusun dari batu lempung yang
menghunjam ke arah laut terbuka dan selalu tergenang air laut. Topografi bersifat
datar kearah laut, dengan bagian tengah dapat berlereng, dengan isobath 5 m.
Bagian luar memiliki kedalaman antara 60 – 70 m isobath. Lebar prodelta
menunjukkan bentuk asimetri sebagai akibat dari aktivitas ombak. Pada bagian
selatan, sistem ini mempunyai lebar 30 km, akan tetapi pada bagian tengah dan
utara lebarnya hanya berkisar antara 5 sampai 15 km.
Tanah
Secara garis besar jenis tanah yang umum dijumpai pada delta sungai
Mahakam adalah asosiasi Sulfaquents dan Endoaquepts. Kedua tanah tersebut
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
35/57
24
merupakan jenis-jenis tanah fluvial muda yang sangat dipengaruhi oleh air.
Sedangkan pada bagian daratannya, umumnya didominasi oleh tanah-tanah yang
telah berkembang lebih lanjut yaitu tanah Ultisol, terutama dari great-group
Hapludults, Plunthudults, dan Paleudults.
Iklim
Kalimantan Timur mempunyai iklim tropis yang termasuk dalam
klasifikasi Afw pada sistem klasifikasi Köppen (Bremen et al., 1990 dalam
Ambarwulan et al., 2003). Tipe iklim ini termasuk iklim tropis hujan isothermal
dengan suhu relatif panas (bulan terpanas mencapai lebih dari 22º C), tidak ada
musim kering (presipitasi pada bulan terkering dapat mencapai lebih dari 60 mm)
dan ada dua musim hujan maksimum yaitu pada bulan April-Mei dan Desember-
Januari. Rata-rata presipitasi tahunan bervariasi antara 2000 mm di bagian timur
(pesisir) sampai 4000 mm di bagian Barat (pegunungan).
Vegetasi
Vegetasi alami Kalimantan Timur didominasi oleh hutan hujan tropis.
Pada dataran rendah dan daerah perbukitan dijumpai hutan hujan tropis dataran
rendah. Vegetasi pada daerah delta didominasi oleh vegetasi mangrove. Pada Peta
Rupabumi, tampak sangat sedikit dijumpai daerah pertanian, wilayah umumnya
didominasi oleh hutan sekunder. Hutan hujan tropis di Kalimantan Timur menjadi
subyek penggundulan hutan (deforestation). Kayu merupakan komoditi ekspor
utama dari pulau Kalimantan umumnya dan terutama Kalimantan Timur. Hutan
hujan sering sekali dibakar untuk pembukaan lahan bagi pertanian. Kebakaran
hutan terjadi setiap tahun dan umumnya masih terkendalikan oleh adanya hujan.
El Nino seringkali berdampak pada musim kering, melalui kebakaran hutan yang
dapat terjadi pada daerah yang luar biasa luasnya dan berlangsung selama beberapa minggu. Pada kejadian El-Nino pada tahun 1997-1998, kebakaran hutan
menghasilkan asap yang mencapai Singapura.
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
36/57
25
Kondisi Sosial Ekonomi
Kawasan delta sungai Mahakam mempunyai peranan yang penting dilihat
dari sisi ekonomis dalam skala lokal, regional maupun nasional. Hal ini
disebabkan adanya sektor migas di kawasan ini yang telah dikembangkan sejak
zaman penjajahan Belanda dahulu. Berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) Kabupaten Kutai Kartanegara, peranan migas terhadap perekonomian
daerah ternyata sangat besar, yang besarnya dapat mencapai 70 % PDRB atau
sekitar Rp 10,65 trilyun pada tahun 2000 (Bappeda Kutai Kartanegara, 2002).
Karena itu, sektor migas merupakan sektor yang paling diandalkan di wilayah
Kalimantan Timur ini. Sektor perikanan merupakan sektor lainnya yang
peranannya perlu diperhatikan. Sektor ini banyak mendukung kelangsungan
kehidupan ekonomi masyarakat kelas bawah. Bagi pemerintah daerah,
keuntungan ekonomis yang diperoleh dari sektor perikanan ini sudah jelas terdata.
Dari ekspor udang saja selama 5 tahun (1999 – 2002) nilai ekspor udang yang
diperoleh berkisar 8.648.900 USD (dari pelabuhan Balikpapan) dan 52.331.278
$USD dari pelabuhan Samarinda. Sayangnya, keberhasilan ekonomis yang
diperoleh dari perikanan ini tidak diikuti dengan perencanaan wilayah yang baik,
yang tercermin dari terjadinya perambahan hutan mangrove untuk usaha budidaya
udang. Antara sektor migas dan perikanan ini terjadi eksternalitas negatif. Para
nelayan menuding migas sebagai penyebab kegagalan panen udang mereka atau
sebagai penyebab rusaknya fishing ground mereka. Sebaliknya, pengusaha migas
kerap mengeluh terhambatnya usaha produksi karena ulah nelayan setempat.
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
37/57
26
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Citra Secara Visual
Hal pertama yang perlu dilakukan sebelum interpretasi citra adalah
pengenalan identitas obyek. Hal ini dilakukan untuk mengetahui dan mengenali
identitas obyek didasarkan pada karakteristik spektral suatu obyek yang terekam
pada citra. Citra Landsat TM yang dipergunakan untuk analisis secara visual
memiliki kenampakan obyek sebagai berikut (pada komposit citra 542):
- Laut
Warna air laut pada citra bervariasi dari hitam sampai biru tua. Semakin
terang warna air laut, menunjukkan bahwa air tersebut banyak
mengandung material tersuspensi yang berasal dari sungai di sekitarnya,
material tersuspensi ini lama-kelamaan akan mengendap dan dapat
menambah luas daratan.
- Mangrove
Mangrove termasuk vegetasi berwarna hijau yang lebih gelap
dibandingkan dengan vegetasi lainnya.
- Tambak
Warna daerah tambak mirip dengan warna untuk daerah laut karena
memiliki permukaan yang sama (tergenang air). Tambak berwarna hitamsampai biru gelap karena merupakan genangan air yang keruh. Posisi
tambak biasanya terletak dipinggir delta maupun di tengah delta dan
mengelompok.
- Lahan terbuka
Pada citra, lahan terbuka maupun lahan kosong tampak berwarna
kecoklatan.
- Pemukiman
Pemukiman pada citra hampir sama dengan lahan terbuka dengan warna
coklat kemerahan yang lebih terang.
- Hutan lahan kering
Keberadaan hutan lahan kering ditunjukkan dengan warna hijau, bila
warna hijau semakin tua maka dapat diduga adanya tingkat vegetasi yang
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
38/57
27
cukup tinggi didaerah itu. Sedangkan warna hijau semakin muda maka
mempunyai kerapatan yang rendah dan biasanya merupakan semak
belukar.
- Awan dan bayangan
Awan ditunjukkan dengan warna putih dengan bentuk gumpalan-
gumpalan, sedangkan bayangan awan berwarna hitam terjadi karena ada
efek cahaya matahari.
Analisis Citra Secara Digital
Pemulihan Citra
Pemulihan citra merupakan kegiatan perbaikan/koreksi citra yang masih
memiliki beberapa kesalahan (distorsi). Perbaikan citra ini penting dilakukan
sebelum pengolahan citra lebih lanjut untuk memperoleh informasi yang
diperlukan dari citra tersebut.
Data citra Landsat-TM digital daerah delta sungai Mahakam tahun 1997
dan tahun dan 2001 diperoleh dari BAKOSURTANAL masih memiliki beberapa
kesalahan (distorsi), sehingga untuk memperoleh informasi yang diinginkan perlu
dilakukan perbaikan terlebih dahulu. Kesalahan pada citra tersebut merupakan
kesalahan geometrik.
Pengolahan citra Landsat digital didahului dengan koreksi geometrik
terhadap citra tersebut, hal ini dilakukan karena citra tersebut belum memiliki
sistem koordinat yang sama dengan koordinat geografis yang sebenarnya
dilapangan. Koreksi geometrik bertujuan untuk memperbaiki kesalahan
posisi/letak obyek yang terekam pada citra yang disebabkan oleh distorsi
geometris. Distorsi geometris ini dapat disebabkan beberapa hal yaitu: terjadinya
rotasi bumi pada waktu perekaman, pengaruh kelengkungan bumi, efek
panoramik (sudut pandang), pengaruh topografi, pengaruh gravitasi bumi yang
menyebabkan tejadinya perubahan kecepatan dan ketinggian satelit dan
ketidakstabilan platform (Jaya, 2002).
Citra Landsat TM daerah delta sungai Mahakam tahun 1997 yang
didapatkan dari BAKOSURTANAL merupakan citra yang telah terkoreksi
sedangkan citra landsat ETM+ tahun 2001 belum terkoreksi sehingga koreksi
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
39/57
28
geometrik hanya dilakukan pada citra tahun 2001. Citra landsat ETM+ tahun
2001 dikoreksi dengan data acuan citra tahun 1997 yang telah terkoreksi. Sistem
koordinat yang digunakan dalam sistem ini adalah proyeksi UTM (universal
tranverse mercator ) zone 50 selatan, dengan datum WGS 84. koreksi geometrik
dilakukan dengan cara memilih titik kontrol lapangan (ground control point /GCP)
yang tersebar merata pada citra. Titik kontrol lapangan yang dipilih merupakan
titik-titik yang permanen seperti perpotongan jalan, jembatan, sudut bangunan dan
titik-titik lain yang dianggap tidak berubah posisi dalam jangka waktu yang relatif
lama.
Proses koreksi geometris dimulai dengan pemilihan sejumlah titik ikat
atau GCP. Penentuan GCP-GCP ini secara otomatis akan dapat diketahui nilai
root mean square error /RMSE-nya sehingga dapat dilihat GCP mana yangmemiliki nilai kesalahan yang terbesar dan dapat dihitung kesalahan rata-rata
(RMSE rata-rata) dari semua GCP. Dengan demikian dapat ditentukan apakah
nilai rata-rata RMS tersebut melebihi atau tidak dari limit kesalahan maksimum.
A BGambar 4. Posisi Ground Control Point (GCP) pada Citra.
Keterangan:A : Citra tahun 2001 yang belum terkoreksi
B : Citra tahun 1997 yang sudah terkoreksi
Proses koreksi geometris dilakukan pada citra landsat ETM+ 2001. GCP
pada mulanya ditentukan sebanyak 30 titik dengan posisi yang menyebar merata.
Dari ke-30 titik tersebut dilakukan evaluasi nilai kesalahan (RMSE). Transformasi
RMSE pertama memiliki kesalahan yang sangat besar, sehingga diperlukan
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
40/57
29
pembuangan GCP yang menyebabkan nilai RMSE yang besar. Pembuangan GCP
dilakukan hingga diperoleh nilai RMSE yang dapat diterima.
Tabel 3. Rekapitulasi Ground Control Point (GCP) pada Citra Landsat ETM+Tahun 2001
GCP Cell X Cell Y To Easting To Northing RMSE1 1275,00 442,99 117,52E -0,44N 0,36
2 500,50 1316,42 117,31E -0,68N 0,30
3 1167,03 904,11 117,49E -0,56N 0,46*
4 996,13 673,05 117,44E -0,50N 0,16
5 902,12 4224,59 117,42E -0,43N 0,13
6 418,10 803,08 117,39E -0,54N 0,25
7 783,14 1336,14 117,39E -0,68N 0,17
8 789,14 1386,06 117,39E -0,70N 0,14
9 1250,97 697,93 117,51E -0,51N 0,17
10 886,02 819,99 117,41E -0,54N 0,04**
11 893,02 832,12 117,42E -0,55N 0,1912 1099,54 58,63 117,47E -0,33N 0,15
13 914,55 152,20 117,42E -0,36N 0,29
14 1032,72 471,76 117,45E -0,45N 0,15
15 418,86 1756,00 117,29E -0,80N 0,34
16 1582,19 593,01 117,60E -0,48N 0,17
17 1084,94 207,58 117,47E -0,38N 0,28
18 930,59 381,21 117,43E -0,42N 0,30
19 275,30 1125,19 117,25E -0,63N 0,31
20 1536,98 506,93, 117,25E -0,46N 0,36
21 1277,55 770,02 117,52E -0,53N 0,15
22 784,04 1380,08 117,38E -0,63N 0,18
Average 0,23Keterangan : * : Nilai RMSE paling besar
** : Nilai RMSE paling kecil
Jumlah GCP terakhir setelah dikurangi beberapa titik yang memiliki nilai
RMSE besar untuk mendapatkan nilai yang diinginkan (RMSE
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
41/57
30
Penajaman Citra
Penajaman citra dilakukan untuk meningkatkan kemampuan analisis citra
dengan mempertajam kontras antar objek dalam suatu kenampakan. Proses ini
dimulai dengan teknik stretching, dimana dilakukan perentangan kontras sampai
256 level tingkat keabuan (grey level) sehingga daerah yang berwarna cerah akan
tampak lebih cerah dan daerah yang berwarna gelap akan tampak lebih gelap.
Citra yang digunakan adalah citra komposit yang merupakan hasil
penajaman (image enhancement ) dengan menggunakan teknik komposit warna
semu. Citra komposit warna semu yang dipakai adalah tiga kanal citra landsat
berdasarkan susunan warna merah, hijau dan biru (RGB) berturut-turut kanal 5,4
dan 2 (Gambar 5). Tujuan dari penggabungan citra ini adalah untuk menghasilkan
citra yang komposit dan informatif sehingga memudahkan dalam prosesklasifikasi.
Penampakan citra pada masing-masing kanal memiliki karakteristik
tertentu pada kanal 2 sensitif terhadap pantulan vegetasi yang terletak pada
spektrum biru dan merah. Kenampakan antar tanah, air dan vegetasi lebih
memperlihatkan perbedaan dibandingkan kanal 1. Rona yang diberikan oleh
vegetasi akan lebih gelap dibandingkan dengan rona daratan atau tanah. Badan air
yang dalam dan jernih akan memberikan pantulan yang minimum, sehingga
kelihatan gelap. Sedangkan air yang keruh akan memberikan rona yang lebih
cerah, sehingga terlihat daerah sedimentasi di sekitar delta sungai lebih cerah
dibanding dengan perairan yang lebih dalam karena air keruh lebih banyak
memantulkan gelombang dari pada air yang dalam.
Kanal 4 sangat baik untuk menunjukkan badan air. Panjang gelombang
infra merah dekat hanya menembus sedikit kedalaman air. Air akan lebih banyak
menyerapnya dan hanya sedikit yang dipantulkan sehingga permukaan badan air
ronanya gelap. Kanal 5 bekerja pada daerah infra merah menengah. Pada kanal ini
batas-batas antar obyek terlihat jelas, antara badan air, vegetasi maupun tanah
sangat besar sehingga antar obyek bisa dibedakan dengan jelas.
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
42/57
31
(a) (b)
Gambar 5. Citra Asli Landsat Hasil Penajaman Komposit 542 (a) 1997 (b) 2001.
(a) (b)
Gambar 6. Citra Asli Landsat Komposit 453 (a) 1997 (b) 2001.
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
43/57
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
44/57
33
Proses klasifikasi yang telah dilakukan masih terdapat kesalahan-
kesalahan dalam mengkategorikan suatu objek kedalam kelas tertentu. Kesalahan
tersebut meliputi adanya kelas laut yang masuk kekelas tambak, kelas mangrove
masuk ke kelas laut, kelas lahan terbuka yang masuk ke kelas tambak dan juga
meniadakan kelas awan dan banyangan awan. Kesalahan-kesalahan tersebut dapat
diperbaiki dengan melakukan editing, sehingga kita dapat memperoleh luasan
penutupan yang benar. Editing dapat dilakukan dengan membuat poligon pada
daerah yang ingin dirubah dan memberinya rumus tertentu yang ada pada
software ER mapper .
Pengklasifikasian ulang (reclassification) dengan meleburkan kelas-kelas
yang salah dalam pengkelasan menjadi kelas yang sebenarnya. Reclass dari kelas-
kelas tersebut menghasilkan 7 kelas yang sama seperti pada saat pengklasifikasianawal tetapi lebih mirip dengan keadaan asli delta sungai Mahakam.
Pengklasifikasian difokuskan hanya pada daerah penelitian yang dikaji, sehingga
untuk daerah di luar lokasi penelitian tidak ikut terklasifikasi (lihat Gambar 7 dan
Gambar 8).
Gambar 7. Citra Hasil Klasifikasi Penutupan Lahan Delta Sungai MahakamTahun 1997.
non data
PETA KLASIFIKASI
PENUTUPAN LAHAN
DELTA SUNGAI
MAHAKAM
TAHUN 1997
Sumber Data:1. Citra Landsat TM Th. 19972. Peta Rupa Bumi Indonesia
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
45/57
34
Gambar 8. Citra Hasil Klasifikasi Penutupan Lahan Delta Sungai Mahakam
Tahun 2001.
Perubahan terjadi pada semua kelas penutupan lahan dimana terlihat
adanya kelas yang mengalami penurunan maupun peningkatan. Kelas penutupan
lahan yang mengalami peningkatan antara tahun 1997 dan 2001 adalah kelas laut,
kelas hutan lahan kering, kelas lahan terbuka, kelas pemukiman dan kelas tambak.
Sedangkan yang mengalami penurunan luasan adalah kelas mangrove dan kelas
semak belukar. Luasan penutupan lahan masing-masing obyek hasil klasifikasi
ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Luasan Penutupan Lahan Tahun 1997 dan Tahun 2001
No.
ObyekKlasifikasi 1997 (ha)
Persentase
(%)2001 (Ha)
Persentase
(%)
1 Laut 135.518,509 51,926 139.088,170 53,294
2 Mangrove 94.929,000 36,374 66.130,746 25,339
3Hutan lahan
kering13.388,400 5,130 14.617,453 5,601
4Semak
belukar924,005 0,354 377,594 0,145
5Lahanterbuka
9.539,312 3,655 13.463,276 5,159
6 Pemukiman 827,035 0,317 1.074,008 0,412
7 Tambak 5.856,234 2,244 26.231,248 10,051
Total 260.982,495 100,000 260.982,495 100,000
non data
PETA KLASIFIKASI
PENUTUPAN LAHAN
DELTA SUNGAI
MAHAKAM
TAHUN 2001
Sumber Data:1. Citra Landsat ETM+ Th. 20012. Peta Rupa Bumi Indonesia
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
46/57
35
Hasil klasifikasi penutupan lahan tahun 1997 dan 2001 terlihat bahwa
daerah delta sungai Mahakam didominasi oleh mangrove (laut tidak disertakan).
Hutan lahan kering menempati urutan kedua terluas setelah mangrove untuk citra
tahun 1997, sedangkan pada citra tahun 2001 kelas tambak menempati urutan
kedua terluas. Pada citra tahun 1997, lahan terbuka menempati urutan ketiga
terluas sedangkan untuk citra tahun 2001 kelas hutan lahan kering menempati
urutan ketiga terluas. Kelas tambak menempati urutan keempat terluas untuk citra
tahun 1997, sedangkan kelas lahan terbuka menempati urutan keempat terluas
untuk citra tahun 2001. Urutan kelima terluas ditempati oleh kelas semak belukar
untuk citra tahun 1997, sedangkan kelas pemukiman menempati urutan kelima
terluas untuk citra tahun 2001. Pada citra tahun 1997 kelas pemukiman
merupakan penutupan lahan yang memiliki luasan paling kecil sedangkan padacitra tahun 2001 kelas semak belukar memiliki luasan paling kecil di kawasan ini.
Perkiraan luasan dari citra hasil klasifikasi, terlihat adanya peningkatan
luasan pada kelas laut dimana pada tahun 1997 luas laut sebesar 135.518,509
hektar menjadi sebesar 139.088,170 hektar pada tahun 2001. Hal ini disebabkan
semakin meningkatnya eksploitasi mangrove di delta sungai Mahakam dan juga
abrasi pantai.
Kelas yang mengalami penurunan adalah kelas mangrove yaitu sebesar
94.929,000 hektar pada tahun 1997 menjadi 66.130,746 hektar pada tahun 2001.
hal ini didorong oleh makin pesatnya pembangunan tambak, pemukiman dan
pembukaan lahan yang banyak tarjadi pada lahan mangrove. Apabila dihitung dari
persentase keseluruhan kelas yang ada, maka dari sekitar 36,374 % luas daerah
mangrove yang ada pada tahun 1997 menurun menjadi sekitar 25,339 % pada
tahun 2001.
Pada kelas hutan lahan kering terjadi peningkatan dari 13.388,400 hektar
pada tahun 1997 menjadi 14.617,453 hektar pada tahun 2001. Sedangkan pada
kelas semak belukar terjadi penurunan luasan dari 924,005 hektar menjadi
377,594 hektar. Untuk kelas lahan terbuka terjadi peningkatan dari 9.539,312
hektar pada tahun 1997 menjadi 13.463,276 hektar pada tahun 2001. Hal ini
disebabkan terjadinya pembukaan lahan daerah mangrove. Pembukaan areal
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
47/57
36
tersebut untuk dijadikan pertambakan dan juga areal yang ditinggalkan
(abandoned area).
Kelas pemukiman terjadi peningkatan luasan dari 827,035 hektar pada
tahun 1997 menjadi 1.074,008 hektar pada tahun 2001. Peningkatan luasan areal
pemukiman dikarenakan bertambahnya jumlah penduduk di sekitar delta sungai
Mahakam dan juga bertambahnya bangunan-bangunan milik perusahaan yang
mengelola tambak maupun perusahaan lainnya seperti minyak dan pertambangan.
Pada daerah tambak terjadi peningkatan luasan, dimana pada tahun 1997
luas daerah tambak sebesar 5.856,234 hektar bertambah menjadi sebesar
26.231,248 hektar pada tahun 2001. Apabila dihitung dari persentase keseluruhan
kelas yang ada, maka dari sekitar 2,244 % luas daerah tambak yang ada pada
tahun 1997 meningkat sekitar 10,051 % pada tahun 2001. Berdasarkan hasiltersebut terlihat adanya fenomena yang selama ini umum terjadi yakni penurunan
luas daerah mangrove diikuti oleh meningkatnya luas daerah tambak.
Perubahan Penutupan Lahan
Berdasarkan hasil klasifikasi citra Landsat tahun 1997 dan tahun 2001
diperoleh luasan dari masing-masing penutupan lahan serta perubahannya pada
rentang waktu 4 tahun di delta sungai Mahakam dapat dilihat pada Tabel 5.
Perubahan lahan dapat dideteksi dengan melakukan pendekatan spasial
menggunakan metode perbandingan citra hasil klasifikasi ( post classification
comparison) antara dua citra yang direkam dalam dua waktu yang berbeda.
Dengan menggunakan metode ini diharapkan dapat mengidentifikasi setiap
perubahan penutupan lahan secara detail. Dengan demikian penutupan lahan
penutupan lahan yang telah berubah dan lahan yang tetap akan dapat diketahui.
Analisis perubahan penutupan lahan didasarkan pada matriks perubahan
lahan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6. Matriks perubahan ini menghasilkan
informasi perubahan luas serta perubahan bentuk penutupan dan penggunaan
lahan dari satu kelas menjadi kelas lain.
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
48/57
37
Tabel 5. Hasil Klasifikasi Penutupan Lahan di Delta Sungai Mahakam
No. Kelas
Luas Penutupan Lahan
Tahun 1997 Tahun 2001 Perubahan
Luas (Ha) % Luas (Ha) % Luas (Ha) %
1 Laut 135.518,509 51,926 139.088,170 53,294 3.569,661 1,368
2Mangrove 94.929,000 36,374 66.130,746 25,339 -28.798,254
-11,035
3 Hutan lahankering
13.388,400 5,130 14.617,453 5,601 1.229,053 0,471
4 Semak belukar
924,005 0,354 377,594 0,145 -546,411 -0,209
5 Lahanterbuka
9.539,312 3,655 13.463,276 5,159 3.923,964 1,504
6 Pemukiman 827,035 0,317 1.074,008 0,412 246,973 0,095
7 Tambak 5.856,234 2,244 26.231,248 10,051 20.375,014 7,807
Total 260.982,495 100 260.982,495 100
Berdasarkan Tabel 5 dan Tabel 6 dapat diketahui perubahan dan bentuk-
bentuk perubahannya. Secara keseluruhan wilayah laut dikawasan ini mengalami
peningkatan sebesar 3.569,661 hektar dalam rentang waktu 4 tahun tersebut. Dari
matriks perubahan dapat dilihat bahwa hutan mangrove paling banyak berubah
menjadi tambak diikuti lahan terbuka dan lahan terbuka dengan total perubahan
4.373,81 hektar. Sedangkan wilayah laut yang berubah menjadi bentuk lahan lain
sebesar 804.149 hektar.
Hutan mangrove di delta sungai Mahakam merupakan salah satu
penutupan lahan yang mengalami penurunan luasan paling besar yaitu sebesar
28.798,254 hektar dalam jangka waktu 4 tahun tersebut. Hal ini menunjukkan
degradasi hutan mangrove yang terlihat dengan jelas secara multi temporal. Dari
matriks perubahan dapat dilihat bahwa hutan mengrove mengalami deforestasi
sebesar 31.825,596 hektar. Luas mangrove yang berkurang tersebut berubah
menjadi tambak, lahan terbuka, laut, pemukiman dan semak belukar.
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
49/57
Tabel 6. Matriks Perubahan Penutupan Lahan
Perubahan PenutupanTh 2001 (hektar)
Laut MangroveHutan lahan
keringSemak
belukarLahanterbuka
Pemuk
Th 1997(hektar)
Laut 134.714,360 735,206 0 0 20,658
Mangrove 4.351,260 63.103,404 0 7,950 10.672,228 832
Hutan lahan kering 0,078 0 12.883,940 217,000 287,382
Semak belukar 0 0,474 668,373 52,820 183,607 18
Lahan terbuka 9,538 2.233,580 1065,14 95,568 1.532,867 96
Pemukiman 0 2,830 0 4,256 211,208 122
Tambak 12,934 55,253 0 0 555,326 4
Total 139.088,170 66.130,747 14.617,453 377,594 13.463,276 1.074
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
50/57
39
Tambak merupakan penyebab terbesar berkurangnya hutan mangrove
yang dilakukan oleh perusahaan tambak udang besar secara intensif maupun
tambak tradisional. Penyebab terbesar kedua berkurangnya hutan mangrove
setelah tambak adalah lahan terbuka. Hal ini berarti adanya aktifitas pembukaan
lahan hutan mangrove untuk dikonversi menjadi areal tambak dan juga areal
tambak yang sudah mengering.
Selain terjadi deforestasi hutan mangrove juga terjadi reforestasi yaitu
sebesar 3.027,253 hektar yaitu penghutanan kembali areal yang semula
merupakan lahan terbuka, laut, tambak, pemukiman dan semak belukar.
Reforestasi dari lahan terbuka menjadi mangrove adalah yang terbesar.
Kondisi mangrove di delta sungai Mahakam yang diambil dari pemotretan
dengan pesawat terbang maupun teristris pada tahun 2002 disajikan pada Gambar9. Pada gambar tersebut disajikan contoh-contoh kondisi mangrove yang belum
terganggu (kanan), yang sudah mulai dibuka untuk tambak dan vegetasi mangrove
pada sekitar alur sungai. Dari foto tahun 2002 (kiri) terlihat bahwa di sebagian
daerah, vegetasi mangrove hanya menempati area berupa jalur tipis, yang
diperkirakan sangat rentan terhadap erosi.
Gambar 9. Potret Mangrove di Delta Sungai Mahakam (Ambarwulan et al.,2003).
Secara keseluruhan wilayah hutan lahan kering di wilayah ini mengalami
pertambahan luas sebesar 1.229,053 hektar. Jika dilihat dari matriks perubahan,
pertambahan luasan hutan lahan kering ini disebabkan adanya pertambahan dari
areal semak belukar dan lahan terbuka.
Berbeda dengan hutan lahan kering, areal semak belukar mengalami
penurunan luasan sebesar 546,411 hektar. Jika dilihat pada matriks perubahan,
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
51/57
40
penurunan luasan tersebut disebabkan adanya konversi lahan lain mejadi hutan
lahan kering, lahan terbuka dan pemukiman.
Lahan terbuka di delta sungai Mahakam mengalami penambahan luasan
dalam kurun waktu 4 tahun, dari tahun 1997 sampai 2001. Perubahan luasan lahan
terbuka adalah sebesar 3.923,964 hektar. Hal ini berarti telah terjadi konversi dari
penutupan lahan lain menjadi lahan terbuka. Lahan yang terkonversi tersebut
adalah mangrove, tambak, hutan lahan kering, pemukiman, semak belukar dan
laut.
Seperti halnya lahan terbuka, areal pemukiman juga mengalami
pertambahan luasan yaitu sebesar 246,973 hektar. Lahan terbangun disini juga
termasuk areal pemukiman. Jika dilihat dari matrik perubahan, penambahan
luasan ini berasal dari perubahan penutupan lain yaitu mangrove, lahan terbuka,semak dan tambak. Pemukiman diperkirakan akan selalu meningkat seiring
dengan meningkatnya jumlah penduduk.
Gambar 10. Kenampakan Penutupan Lahan Tambak pada Beberapa Lokasi(Ambarwulan et al., 2003).
Tambak mengalami pertambahan luasan yang pesat dalam rentang waktu
4 tahun yaitu sebesar 20.375,014 hektar. Kenampakam tambak dapat dilihat pada
Gambar 10. Jika dilihat pada matriks perubahan penutupan lahan, konversi hutan
-
8/18/2019 citra lansat delta mahakam.pdf
52/57
41
mangrove manjadi tambak adalah yang paling besar yaitu sebesar 15.962,078
hektar. Selain itu, ada juga yang terkonversi menjadi tambak yaitu lahan terbuka,
pemukiman dan tambak.
Secara keseluruhan dalam rentang waktu 4 tahun delta sungai Mahakam
yang memiliki luasan 260.982,495 hektar, sedikitnya telah terjadi perubahan lahan
43.343,968 hektar atau kurang lebih 31,163 % dari luasan total.dan sisanya
95.744,202 hektar (sekitar 68,837 %) tetap atau tidak mengalami perubahan
penutupannya. Grafik perubahan luasan penutupan secara keseluruhan dapat
dilihat pada Gambar 11. Grafik tersebut memperlihatkan degradasi paling banyak
terjadi pada hutan mangrove. Sedangkan pertambahan luasan terbanyak terjadi
pada areal tambak.
Perubahan Luasan Penutupan Lahan
0,00
20.000,00
40.000,00
60.000,00
80.000,00
100.000,00
120.000,00
140.000,00
160.000,00
L a u t
M a n
g r o v e
H u t a
n l a h a
n k e
r i n g
S e m a k
b e l u k a r
L a h a
n t e
r b u k a
P e m u k i m
a n
T a m b a
k
Jenis Penutupan Lahan
L u a s
( H