chf e.c. cad- surya & harvin

43
BAB I PENDAHULUAN Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10%. Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Hanya sebagian kecil hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder). Sampai saat ini hipertensi masih tetap menjadi masalah karena beberapa, antara lain meningkatnya prevalensi hipertensi, masih banyaknya pasien hipertensi yang belum mendapatkan pengobatan maupun yang sudah diobati, tetapi tekanan darahnya belum mencapai target, serta adanya penyakit penyerta dan komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Salah satu dari komplikasi hipertensi adalah penyakit jantung hipertensi yang dapat berujung pada gagal jantung kongestif. 1 Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan. Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10%.Seiring dengan pertambahan prevalensi hipertensi, kasus penyakit jantung hipertensi makin banyak dijumpai. Penyakit ini menimbulkan dampak yang cukup berat, seperti hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas atrium kiri, yang akhirnya

Upload: sarah-smith

Post on 26-Dec-2015

104 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

CAD

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10%.

Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai

hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Hanya sebagian kecil

hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder). Sampai saat

ini hipertensi masih tetap menjadi masalah karena beberapa, antara lain

meningkatnya prevalensi hipertensi, masih banyaknya pasien hipertensi yang

belum mendapatkan pengobatan maupun yang sudah diobati, tetapi tekanan

darahnya belum mencapai target, serta adanya penyakit penyerta dan komplikasi

yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Salah satu dari komplikasi

hipertensi adalah penyakit jantung hipertensi yang dapat berujung pada gagal

jantung kongestif.1

Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan

dampak sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan

berkepanjangan. Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara

5-10%.Seiring dengan pertambahan prevalensi hipertensi, kasus penyakit jantung

hipertensi makin banyak dijumpai. Penyakit ini menimbulkan dampak yang cukup

berat, seperti hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas atrium kiri, yang akhirnya

berujung pada gagal jantung.2

Gagal jantung kongestif merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi

miokardium. Jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme jaringan dan/atau kemampuannya hanya ada kalau disertai

peninggian volume diastolik secara abnormal.3

Angka kejadian gagal jantung kongestif semakin meningkat dari tahun ke

tahun tercatat 1,5% sampai 2% orang dewasa di Amerika Serikat menderita CHF

dan 700.000 diantaranya harus dirawat di rumah sakit per tahun. Faktor resiko

terjadinya gagal jantung yang paling sering adalah usia lanjut. Sekitar 75% pasien

yang dirawat dengan gagal jantung kongestif berusia antara 65-75 tahun dan

sekitar 2 juta pasien gagal jantung dirawat jalan secara rutin setiap tahun dengan

biaya yang dikeluarkan diperkirakan 10 miliar dollar per tahun.4

Dengan data perkembangan tingginya insidensi dan angka kematian pada

gagal jantung kongestif,penyakit jantung kongestif adalah kelainan jantung akan

menyebabkan permasalahan yang signifikan bagi masyarakat global dan bukan

tidak mungkin dalam kurun beberapa tahun ke depan angka statistik ini akan

bergerak naik jika para praktisi medis khususnya tidak segera memperhatikan dan

memberi perhatian khusus pada faktor risiko utama yang menjadi awal mula

penyakit ini.

Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinis yang sering dijumpai dalam

praktik sehari-hari.Diperkirakan hampir 30% kasus pada praktik umum dan 60 %

pada praktik gastroenterologis merupakan kasus dispepsia ini.Dispepsia

merupakan keluhan umum yang dapat dialami oleh seseorang.Berdasarkan

penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15-30% orang dewasa pernah

mengalami hal ini dalam beberapa hari.Angka insidens dispepsia diperkirakan

antara 1-8%. Keluhan dispepsia ini sering kali mengganggu aktivitas sehari-hari

penderitanya.5

Dengan demikian, perlu adanya penanganan dari segala aspek baik secara

biomedik maupun biopsikososial.dan untuk itu kasus ini diangkat sebagai salah

satu bentuk tanggung jawab sebagai praktisi medis agar dapat mengenal penyakit

ini lebih rinci sebelum benar-benar mengaplikasikan pengobatan yang rasional.

2

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTIFIKASI

Nama : Ny. R

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 50 tahun

Alamat : Dusun III Tanjung Raja, Muara Enim

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Status perkawinan : Kawin

Agama : Islam

MRS : 6 April 2012

ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Sesak napas yang bertambah hebat sejak ± 1 hari sebelum masuk rumah sakit

(SMRS)

Keluhan Tambahan:

Nyeri ulu hati, mual, dan muntah yang bertambah hebat sejak ± 1 hari sebelum

masuk rumah sakit (SMRS)

Riwayat Perjalanan Penyakit :

Sejak ± 1 bulan yang lalu, os mengeluh sesak napas. Sesak napas timbul

saat beraktivitas berat, seperti naik tangga dan berjalan jauh dan berkurang saat

beristirahat. Sesak napas tidak disertai bunyi mengi dan tidak dipengaruhi oleh

debu dan cuaca. Os masih dapat tidur dengan 1 bantal. Pasien masih bisa

mengerjakan aktivitas sehari-hari seperti mandi, makan, dan berjalan.Os juga

merasakan nyeri dada di bagian kiri yang menjalar ke lengan kiri dan bahu.Nyeri

dirasakan seperti diremas-remas. Nyeri timbul dipengaruhi oleh aktivitas berat

3

dan emosi serta berkurang saat beristirahat. Nyeri timbul hanya sekitar 5 menit,

kemudian hilang. Os juga mengeluh nyeri ulu hati disertai mual, namun muntah

dan perut penuh (-). Keluhan nyeri ulu hati dan hanya timbul sementara dan hanya

di saat-saat tertentu saja, nafsu makan baik. Buang air besar dan buang air kecil

normal. Os kemudian berobat ke puskesmas sebanyak 2 x dan diberi obat, namun

os tidak tahu nama obatnya. Keluhan nyeri dada, nyeri ulu hati, dan mual hilang,

namun sesak napas masih tetap dirasakan walaupun sesak napas berkurang.

Sejak ± 1 minggu SMRS, os mengeluh sesak nafas. Sesak napas timbul

saat beraktivitas ringan sehari-hari, seperti mandi dan berkurang saat berbaring.

Sesak makin bertambah saat malam hari dan sering muncul tiba-tiba, kadang-

kadang os terbangun dari tidur akibat sesak napas. Os susah tidur. Os hanya dapat

tidur dengan 2-3 bantal. Nyeri dada tidak dirasakan lagi. Os masih merasakan

keluhan nyeri ulu hati dan mual yang bertambah berat, namun perut kembung dan

muntah (-). BAB biasa, BAK agak terganggu, volume urin berkurang dengan

frekuensi BAK 1-2 x/hari, nafsu makan berkurang. Namun, keluhan dirasakan

berkurang dibandingkan 1 bulan yang lalu. Os berobat ke puskesmas, diberi obat,

namun os tidak tahu nama obatnya. Keluhan dirasakan tidak berkurang.

Sejak 1 hari SMRS, os mengeluh sesak makin bertambah. Sesak napas

masih tetap dirasakan saat berbaring. Os hanya dapat tidur dengan 3-4 bantal. Os

masih terbangun pada malam hari karena sesak napas. Os merasakan nyeri ulu

hati disertai mual dan muntah (+), os memuntahkan isi apa yang dimakan, BAB

biasa, volume urin saat BAK dirasakan makin berkurang dengan frekuensi 1

x/hari, nafsu makan berkurang.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat darah tinggi (+) sejak 1 tahun yang lalu, tidak kontrol rutin ke

puskesmas dan tidak minum obat rutin

Riwayat kolesterol tinggi (+) sejak 1 tahun yang lalu

Riwayat sakit maag (+), sejak muda

Riwayat penyakit jantung disangkal

4

Riwayat kencing manis disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat darah tinggi dalam keluarga ada

Riwayat penyakit jantung dalam keluarga disangkal

Riwayat kencing manis dalam keluarga disangkal

Riwayat kolesterol tinggi dalam keluarga disangkal

Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal

Riwayat kebiasaan

Riwayat minum jamu-jamuan dan obat rematik (+)

Riwayat minum obat-obatan penghilang nyeri (+)

Riwayat makan tidak teratur (+)

Riwayat minum alkohol disangkal

Riwayat merokok disangkal

PEMERIKSAAN FISIK (5 September 2011)

Keadaan Umum

Keadaan umum : tampak sakit

Keadaan sakit : sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Dehidrasi : (-)

Tekanan Darah : 150/90 mmHg

Nadi : 82 kali per menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Pernafasan : 24 kali per menit, torakoabdominal, cepat dangkal.

Suhu : 36,8o C

Berat badan : 58 kg

Tinggi badan : 152cm

IMT : 58/(1,52)2 = (58/2,3104) = 25,1 kg/m

Gizi : kelebihan berat badan (overweight)

5

Keadaan Spesifik

Kulit

Warna sawo matang, efloresensi (-), scar (-), pigmentasi normal, ikterus (-),

sianosis (-), spider nevi (-), telapak tangan dan kaki pucat (-), pertumbuhan

rambut normal.

Kelenjar Getah Bening

Kelenjar getah bening di submandibula, leher, aksila, inguinal tidak teraba, nyeri

tekan (-).

Kepala

Bentuk lonjong, simetris, warna rambut hitam, rambut mudah rontok (-),

deformitas (-).

Mata

Eksophtalmus (-), endophtalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva palpebra

pucat (+), sklera ikterik (-), pupil isokor, reflek cahaya (+), pergerakan mata ke

segala arah baik, mata cekung (-).

Hidung

Bagian luar hidung tak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan

baik, selaput lendir dalam batas normal, epistaksis (-).

Telinga

Pendengaran baik.

Mulut

6

Pembesaran tonsil(-), gusi berdarah(-), tepi lidah hiperemis(-), stomatitis(-), bau

pernapasan khas(-).

Leher

Pembesaran kelenjar tiroid (-), JVP (5+0) cmH2O.

Dada

Bentuk dada normal, retraksi (+), nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-).

Paru

Inspeksi : statis dan dinamis kanan = kiri, pergerakan dinding dada tidak ada

yang tertinggal, dada simetris kanan dan kiri, sela iga tidak

melebar.

Palpasi : stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor di kedua lapangan paru, batas paru hati ICS VII

Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronki(-), wheezing (-)

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis tidak teraba, thrill (-)

Perkusi : batas atas ICS II, batas kanan linea sternalis dekstra, batas kiri linea

aksilaris anterior sinistra

Auskultasi : HR 82 x/menit, reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : lemas, datar, venektasi (-)

Palpasi : lemas, nyeri tekan(-), heparteraba 1 jari di atas arcus costae, lien

tidak teraba

Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-), nyeri ketok (-)

7

Auskultasi : bising usus (+) normal

Genital

Tidak diperiksa

Ekstremitas

Ekstremitas atas : gerakan bebas, edema (-), jaringan parut (-), pigmentasi

normal, telapak tangan pucat (+), jari tabuh (-), turgor < 2

detik, palmar ikterus (-).

Ekstremitas bawah : gerakan bebas, jaringan parut (-),turgor kembali lambat (-)

pigmentasi normal, telapak kaki pucat (+), jari tabuh (-),

edema pretibial (+) minimal.

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

1. Hematologi

7 April 2012

PEMERIKSAAN HASIL BATAS NORMAL

Hemoglobin

Laju Endap Darah

Hematokrit

Leukosit

Trombosit

Golongan Darah

Faktor Rhesus

Hitung Jenis

- Basofil

- Eosinofil

- Batang

- Segmen

7,1 gr/dl

105 mm/jam

22 vol%

6.800 /mm3

165.000 /mm3

B

(+) positif

0

2

4

68

12-16 gr/dl

< 15 mm/jam

37-42 vol%

5.000-10.000 /mm3

150.000-400.000/mm3

0-1

1-3

2-6

50-70

8

- Limfosit

- Monosit

21

5

20-40

2-8

2. Kimia Klinik

7 April 2012

PEMERIKSAAN HASIL BATAS NORMAL

BSS 146 mg/dl 76-110 mg/dl

12 April 2012

PEMERIKSAAN HASIL BATAS NORMAL

BSS

Cholesterol Total

Trigliserida

Cholesterol HDL

As.Urat

Ureum

Creatinin

Protein Total

Albumin

Globulin

102 mg/dl

142 mg/dl

267 mg/dl

31 mg/dl

11 mg/dl

175 mg/dl

8,0 mg/dl

4,8 mg/dl

2,5 mg/dl

2,3 mg/dl

76-110 mg/dl

< 200 mg/dl

< 200 mg/dl

35-39 mg/dl

5,7 mg/dl

10-50 mg/dl

0,6-1,1 mg/dl

6,6-8,7 mg/dl

3,8-5,8 mg/dl

1,3-2,7 mg/dl

Foto toraks PA

9

Pada pemeriksaan foto toraks PA,didapatkan:

CTR > 50% dengan apeks tertanam

Trakea di tengah. Mediastinum superior tidak melebar.

Kedua hilus tidak menebal.

Corakan bronkovaskuler tidak meningkat.

Tak tampak infiltrat maupun nodul di kedua lapangan paru.

Hemidiafragma kanan mendatar, kiritertutup bayangan opasitas jantung, sudut

costophrenicus kanan-kiritumpul.

Tulang-tulang dan jaringan lunak baik.

Kesan:

Cardiomegali dengan LVH (Left Ventricular Hypertrophy)

Diagnosis Banding

CHF fungsional NYHA IV e.c.HHD dengan sindrom kardiorenal + sindrom

dispepsia + angina pektoris stabil

CHF fungsional NYHA IV e.c. CAD dengan sindrom kardiorenal + hipertensi

stage 2 + sindrom dispepsia

Diagnosis Sementara:

10

CHF fungsional NYHA IV ec HHD dengan sindrom kardiorenal + sindrom

dispepsia + angina pektoris stabil

Penatalaksanaan :

Non Farmakologis

- Istirahat posisi ½ duduk

- Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab, dan bagaimana mengenal serta

upaya jika timbul keluhan, dan dasar pengobatan

- O22 liter/menit

- Diet Jantung II, rendah garam dan air, rendah lemak kaya serat

- Balance cairan negatif

Farmakologis

- IVFD RL gtt X/ menit (mikro)

- Furosemid 1 x 20 mg i.v.

- Spironolakton tab 1 x 25 mg p.o.

- Captopril tab 3 x 6,25 mg p.o.

- ISDN tab 1 x 20 mg sublingual(jika timbul nyeri dada)

- Aspilet tab 1 x 80 mg p.o.

- Omeprazol tab 1 x 20 mg p.o.

- Ranitidininj. 50mg i.v.

- Ondansentron inj. 4 mg i.v.

- Rencana transfusi darah

- Rencana ferrous sulfat tab 1 x 350 mg

- Rencana asam folat tab1 x 1 mg

Rencana pemeriksaan

11

- Elektrokardiografi

- Ekokardiografi

- Urinalisis

- Pemeriksaan enzim jantung (CK-MB, CK-NAK, LDH, Troponin T)

- Pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht, trombosit, leukosit, hitung jenis, LED) dan

kimia klinik (BSS, Na, K, ureum, kreatinin, kolesterol total, kolesterol HDL,

kolesterol LDL, trigliserida, protein total, albumin, globulin).

- USG traktus urogenitalia (USG ginjal)

- Endoskopi

Prognosis

Quo ad vitam : malam

Quo ad functionam : malam

Follow Up

Tanggal 13 Maret 2012

S Sesak nafas (+), mual (+), muntah (+)

O : Keadaan umum Tampak sakit sedang

Kesadaran Compos mentis

Tekanan darah 160/100 mmHg

Nadi 89x/menit

Pernafasan 24x/menit

Temperatur 36,7 C

Keadaan Spesifik

Kepala Conjungtiva palpebra pucat (-/-)

Sklera ikterik (-/-)

Leher JVP (5+0) cmH2O

Pembesaran KGB dan tiroid (-)

Thorax :

12

Pulmo I : statis: dada simetris kanan dan kiri

dinamis : pergerakan dinding dada

sama, sela iga tidak melebar

P : stem fremitus kanan kiri sama

P : sonor pada kedua lapang paru

A : vesikuler (+) normal, ronki (-),

wheezing (-)

Jantung I : iktus kordis tidak terlihat

P : iktus kordis tidak teraba, thrill (-)

P : batas atas ICS II, batas kanan linea

parasternalis dextra, batas kiri linea

aksilaris anterior sinistra

A: HR: 89 x/menit, regular, murmur (-),

gallop(-)

Abdomen I : Datar, lemas

P : Lemas, nyeri tekan (-), hepar teraba

1 jari di bawah arcus costae, tepi

tumpul, konsistensi kenyal, lien tidak

teraba

P : Timpani

A : BU (+) N.

Ekstremitas Edema pretibial (-)

Akral dingin (-)

A CHF e.c. CAD dengan sindrom

kardiorenal akut + sindrom dispepsia

e.c. susp. gastropati NSAIDs

P - Istirahat posisi ½ duduk

- Edukasi O2 2 liter/menit

- Diet Jantung II, rendah garam dan

13

air, rendah lemak kaya serat

- IVFD RL gtt X/ menit (mikro)

- Furosemid 1 x 20 mg i.v.

- Spironolakton tab 1 x 25 mg p.o.

- Captopril tab 3 x 6,25 mg p.o.

- ISDN tab 1 x 20 mg sublingual (jika

timbul nyeri dada)

- Aspilet tab 1 x 80 mg p.o.

- Omeprazol tab 1 x 20 mg p.o.

- Ranitidin inj. 50mg i.v.

- Ondansentron inj. 4 mg i.v.

- Rencana transfusi

- Rencana ferrous sulfat tab 1 x 350

mg

- Rencana asam folat tab1 x 1 mg

Rencana Pemeriksaan - Elektrokardiografi

- Ekokardiografi

- Urinalisis

- Pemeriksaan enzim jantung

- Pemeriksaan hematologi dan kimia

klinik

- USG traktus urogenitalia (USG

ginjal)

- Endoskopi

Tanggal 14 Maret 2012

S Sesak nafas (+) berkurang, mual,

14

muntah berkurang, pusing (+)

O : Keadaan umum Tampak sakit sedang

Kesadaran Compos mentis

Tekanan darah 180/100 mmHg

Nadi 84x/menit

Pernafasan 24x/menit

Temperatur 36,5 C

Keadaan Spesifik

Kepala Conjungtiva palpebra pucat (-/-)

Sklera ikterik (-/-)

Leher JVP (5+0) cmH2O

Pembesaran KGB dan tiroid (-)

Thorax :

Pulmo I : statis: dada simetris kanan dan kiri

dinamis : pergerakan dinding dada

sama, sela iga tidak melebar

P : stem fremitus kanan kiri sama

P : sonor pada kedua lapang paru

A : vesikuler (+) normal, ronki (-),

wheezing (-)

Jantung I : iktus kordis tidak terlihat

P : iktus kordis tidak teraba, thrill (-)

P : batas atas ICS II, batas kanan linea

parasternalis dextra, batas kiri linea

aksilaris anterior sinistra

A: HR: 89 x/menit, regular, murmur (-),

gallop(-)

Abdomen I : Datar, lemas

P : Lemas, nyeri tekan (-), hepar teraba

1 jari di bawah arcus costae, tepi

15

tumpul, konsistensi kenyal, lien tidak

teraba

P : Timpani

A : BU (+) N.

Ekstremitas Edema pretibial (-)

Akral dingin (-)

A CHF e.c. CAD dengan sindrom

kardiorenal akut + sindrom dispepsia

e.c. susp. gastropati NSAIDs

P - Istirahat posisi ½ duduk

- Edukasi O2 2 liter/menit

- Diet Jantung II, rendah garam dan

air, rendah lemak kaya serat

- IVFD RL gtt X/ menit (mikro)

- Furosemid 1 x 20 mg i.v.

- Spironolakton tab 1 x 25 mg p.o.

- Captopril tab 3 x 6,25 mg p.o.

- ISDN tab 1 x 20 mg sublingual (jika

timbul nyeri dada)

- Aspilet tab 1 x 80 mg p.o.

- Omeprazol tab 1 x 20 mg p.o.

- Ranitidin inj. 50mg i.v.

- Ondansentron inj. 4 mg i.v.

- Rencana transfusi

- Rencana ferrous sulfat tab 1 x 350

mg

- Rencana asam folat tab1 x 1 mg

- Elektrokardiografi

16

- Ekokardiografi

- Urinalisis

- Pemeriksaan enzim jantung

- Pemeriksaan hematologi dan kimia

klinik

- USG traktus urogenitalia

- Endoskopi

17

BAB III

ANALISIS KASUS

Seorang perempuan berusia 50 tahun datang ke rumah sakit H.M. Rabain

dengan keluhan sesak napas yang bertambah hebat sejak satu hari sebelum masuk

rumah sakit. Sejak ± 1 bulan yang lalu, os mengeluh sesak napas. Sesak napas

timbul saat beraktivitas berat, seperti naik tangga dan berjalan jauh dan berkurang

saat beristirahat. Sesak napas tidak disertai bunyi mengi dan tidak dipengaruhi

oleh debu dan cuaca. Os masih dapat tidur dengan 1 bantal.

Secara umum, sesak napas dapat disebabkan oleh kelainan jantung, paru,

hati, ginjal, metabolik, dan anemia. Sesak napas pada pasien timbul saat

beraktivitas berat dan berkurang saat beristirahat (dispneu d’effort) ini mengarah

pada kelainan jantung dan kurang khas pada kelainan paru, hati, ginjal, metabolik,

dan anemia.6 Sesak napas tidak disertai bunyi mengi dan tidak dipengaruhi oleh

debu dan cuaca menyingkirkan adanya kemungkinan asma bronkial. Os masih

dapat tidur dengan 1 bantal menunjukkan bahwa gejala sesak napas masih ringan

dan perkembangan penyakit masih ringan.

Sejak ± 1minggu SMRS, os mengeluh sesak nafas. Sesak napas timbul

saat beraktivitas ringan sehari-hari, seperti mandi dan berkurang saat berbaring

menunjukkan bahwa perkembangan penyakit yang bertambah berat. Sesak makin

bertambah saat malam hari dan sering muncul tiba-tiba, kadang-kadang os

terbangun dari tidur akibat sesak napas menandakan adanya dispnea nokturnal

paroksismal. Os susah tidur dan hanya dapat tidur dengan 2-3 bantal menandakan

progresivitas penyakit yang makin memberat.

Sejak ± 1 hari SMRS, os mengeluh sesak makin bertambah. Sesak napas

masih tetap dirasakan saat berbaring menunjukkan adanya ortopnea. Os hanya

dapat tidur dengan 3-4 bantal menandakan progresivitas penyakit yang bertambah

18

berat. Os masih terbangun pada malam hari karena sesak napas menandakan

dispnea paroksismal yang menetap.

Pada pemeriksaan fisik, dijumpai adanya peningkatan tekanan vena

jugularis, pelebaran batas jantung kiri (kardiomegali), hepar teraba 1 jari di atas

arcus costae (hepatomegali), dan edema ekstremitas minimal. Berdasarkan gejala-

gejala di atas, dijumpai 3 gejala major kriteria Framingham berupa dispnea

nokturnal paroksismal, kardiomegali, dan peningkatan tekanan vena jugularis

serta 3 gejala minor kriteria Framingham berupa dispnea d’effort, hepatomegali,

dan edema ekstremitas. Sesuai dengan kriteria Framingham, pasien didiagnosis

menderita gagal jantung di mana diagnosis gagal jantung ditegakkan dari 2

kriteria mayor; atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor harus pada saat yang

bersamaan.4,7

Kriteria Gagal Jantung Framingham4,7

Kriteria Major Kriteria Minor

Dispnea nokturnal paroksismal Edema ekstremitas

Distensi vena leher Batuk malam hari

Ronki paru Dispneu d’effort

Kardiomegali Hepatomegali

Edema paru akut Efusi pleura

Gallop S3 (irama derap S3) Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3

maksimum

Peningkatan tekanan vena jugularis Takikardi (> 120x/menit)

Refluks hepatojugular.

Pada kasus ini, pasien menderita gagal jantung kongestif, yaitu gagal

jantung kiri dan gagal jantung kanan. Pada pasien, gagal jantung kiri ditandai

oleh dyspneu d’effort, ortopnea, dispnea nokturnal paroksismal, dan pembesaran

jantung.7Kesemua bentuk sesak disebabkan oleh kegagalan jantung kiri dengan

elemen backward failure sehingga timbul bendungan pasif sirkulasi paru dan

peningkatan tekanan hidrostatik pada pembuluh darah paru, kemudian terjadi

19

kebocoran ke paru (edema paru) yang termanifestasi dalam bentuk sesak napas

akibat penurunan compliance paru akibat edema dan kongesti paru dan oleh

peningkatan aktivitas reseptor regang otonom di dalam paru.Dispnea paling jelas

sewaktu aktivitas fisik (dyspnea d’effort)karena meningkatnya kebutuhan

konsumsi O2 yang juga meningkatkan beban kerja paru-paru yang telah

mengalami edema.Dispnea juga jelas pada saat pasien berbaring (ortopnea)

karena meningkatnya jumlah darah vena yang kembali ke toraks dari ekstremitas

bawah dan karena posisi ini diafragma terangkat. Dispnea nokturnal paroksismal

adalah bentuk dispnea yang dramatik; pada keadaan tersebut pasien terbangun

dengan sesak napas hebat mendadak disertai batuk, sensasi tercekik,dan

mengi.8Kardiomegali timbul sebagai respons adaptif jantung sehingga timbul

hipertrofi dan dilatasi ventrikel dan atrium.4Pada pasien, gagal jantung kanan

ditandai oleh edema ekstremitas, tekanan vena jugularis meningkat, dan

hepatomegali disebabkan oleh gagal jantung kanan di mana bendungan vena

sistemik dan edema jaringan lunak.8

Untuk penilaian fungsional New York Heart Association (NYHA), pasien

termasuk pada gagal jantung kongestif fungsional NYHA IV, yang berarti pasien

tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus tirah baring.4

Klasifikasi fungsional New York Heart Association (NYHA)4

Kelas 1 Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan

Kelas 2 Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas

sehari hari tanpa keluhan

Kelas 3 Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa

keluhan

Kelas 4 Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun

dan harus tirah baring

Pada kasus ini, gagal jantung disebabkan penyakit jantung hipertensi

akibat hipertensi yang tidak terkontrol dan adanya gambaran kardiomegali dengan

hipertrofi ventrikel kiri.Hipertensi telah dibuktikan meningkatkanrisiko terjadinya

gagal jantung pada beberapapenelitian.Hipertensi dapat menyebabkan

20

gagaljantung melalui beberapa mekanisme, termasukhipertrofi ventrikel kiri.

Hipertrofi ventrikel kiridikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolikdan

diastolik dan meningkatkan risiko terjadinyainfark miokard, serta memudahkan

untuk terjadinyaaritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmiaventrikel.9,10

Pada pasien ini, juga ditemukan adanya sindrom kardiorenal.Terkait gagal

jantung kongestif, pompa jantung menjadi lemah (pump failure) dan stroke

volume menurun, akibatnya terjadi kelebihan cairan dalam pembuluh darah

(volume overload). Bila fungsi ginjal masih baik, ginjal akan membantu dengan

meningkatkan diuresis dan ekskresi natrium. Tetapi, pada kondisi klinik ini telah

terjadi juga gangguan fungsi ginjal sehingga mekanisme normal tidak berjalan

sebagaimana mestinya. Akibat proses inflamasi, aterosklerosis atau

mikroangiopati terjadi gangguankeseimbangan neurohormonal dengan akibat

gangguan ekskresi cairan dan elektrolit dengankonsekuensi volume cairan tubuh

bertambah yang menyebabkan sesak nafas yang bertambah berat dan resisten

terhadap pengobatan diuretik.11,12Keadaaan ini diperberat dengan adanya

hipertensi sebelumnya. Pada kasus ini, sindrom kardiorenal termasuk sindrom

kardiorenal kronik (sindrom kardiorenal tipe 2) berat karena laju filtrasi

glomerulus pasien < 15 cc/menit/1,73 m2(9,0625 cc/menit/1,73 m2), dengan

perhitungan sebagai berikut.

GFR = (140 – umur)x berat badan 13

72 x kreatinin plasma

GFR = (140 – 50) x 58

72 x 8

GFR = 5220

576

GFR = 9,0625 cc/menit/1,73 m2

Klasifikasi Sindrom Kardiorenal12

Tipe Sindrom Patofisiologi

1 Kardiorenal akut Penurunan fungsi jantung akut (acute cardiogenic

21

shock atau ADHF) yang menyebabkan gangguan

ginjal akut

2 Kardiorenal kronik Penurunan fungsi jantung kronis (gagal

jantung kongestif) yang menyebabkan

penyakit ginjal kronik

3 Renokardiak akut Penurunan fungsi ginjal akut (iskemia atau

glomerulonefritis) menyebabkan gangguan

jantung akut (aritmia, iskemik, infark)

4 Renokardiak kronik Penurunan fungsi ginjal kronis (iskemi atau

glomerulonefritis kronik fungsi) menyebabkan

gangguan ginjal kronik (hipertrofi ventrikel kiri,

gagal jantung, penyakit kardiovaskular lainnya)

5 Kardiorenal sekunder Kondisi sistemik (diabetes mellitus, sepsis)

menyebabkan gangguan kedua organ

Derajat Keparahan Sindrom Kardiorenal14

Derajat Keparahan Keterangan

Ringan Gagal jantung + eGFR 30-59 cc/menit/1,73 m2

Sedang Gagal jantung + eGFR 15-29 cc/menit/1,73 m2

Berat Gagal jantung + eGFR < 15 cc/menit/1,73 m2

Rencana terapi pada pasien dengan gagal jantung kongestif adalah istirahat

posisi 1/2 duduk, pemberian oksigen 2 liter/menit, diet jantung II (rendah garam

dan lemak, kaya serat), pemberian captopril (golongan ACE inhibitor), furosemid

dan spironolakton (golongan diuretik), dan aspilet.

Istirahat dengan posisi ½ duduk dan pemberian oksigen 2 liter/menit

diberikan untuk mengurangi sesak napas yang dialami oleh pasien.Diet jantung II

diberikan dalam bentuk makanan saring atau lunak.Diet diberikan sebagai

perpindahan Diet Jantung I atau setelah fase akut dapat diatasi. Diet ini rendah

energi, protein, kalsium, dan tiamin.15 Pada pasien, dijumpai adanya hipertensi

22

dan dislipidemia, pasien diberikan diet rendah garam dan lemak, kaya

serat.2,16Pemberian captoril yang sangat baik untuk hipertensi dengan hipertrofi

ventrikel kiri. Captopril menghambat perubahan Angiotensin I menjadi

Angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron.

Selain itu, degradasi bradikin juga dihambat sehingga kadar bradikinin dalam

darah meningkat dan berperan dalam vasodilatasi. Vasodilatasi secara langsung

akan menurunkan tekanan, sedangkan berkurangnya aldosteron akan

menyebabkan ekskresi cairan dan natrium serta retensi kalium yang juga

bermanfaat untuk mengatasi sindrom vena kava superior. Selain itu, captopril

dapat mengurangi progresivitas proses maladaptif remodelling jantung yang

progresif dan hipertrofi ventrikel kiri. Selain itu, captopril bersifat renoprotektor

karena dapat memperbaiki fungsi glomerulus ginjal dan mengurangi proteinuria.17

Penggunaan diuretik berupa furosemid dan spironolakton ini dapat

mengurangi gejala klinis berupa retensi cairan pada pasien dengan gagal jantung

kongestif.Selain itu, diuretik dapat menurunkan tekanan vena jugular, kongesti

pulmonal, dan edema perifer.Pengukuran berat badan diperlukan untuk

mengevaluasi respon tubuh terhadap pemberian diuretik.Pemberian diuretik ini

mampu mengurangi gejala dan memperbaiki fungsi jantung maupun toleransi

aktifitas terhadap penderita gagal jantung. Pemberian kombinasi spironolakton

yang merupakan golongan diuretik hemat kalium dilakukan untuk menghindari

efek samping hipokalemia yang disebabkan oleh furosemid.18

Pemakaian aspilet diindikasikan sesuai dengan petunjuk CHADS2 pada

pasien gagal jantung kongestif, hipertensi, umur lebih dari 75 tahun, diabetes

mellitus, dan adanya riwayat stroke/mengalami stroke untuk mencegah timbulnya

aritmia, tromboemboli dan penyakit jantung koroner. Pasien ini memenuhi dua

skor CHAD, yaitu 1 poin untuk gagal jantung kongestif dan 1 poin untuk

hipertensi dengan risiko stroke 4%.19

Pada pemeriksaan laboratorium, pasien ini mengalami anemia.Anemia ini

disebabkan oleh kelainan jantung dan kelainan pada ginjal. Gagal jantung

kongestif menyebabkan disfungsi ventrikel kiri, penurunan curah jantung, dan

23

hipoperfusi renal yang menyebabkan aktivasi sistem renin-angiotensin dan sistem

saraf simpatis yang menimbulkan ekspansi volume plasma akibat retensi air dan

garam sehingga terjadi hemodilusi yang berdampak pada penurunan hematokrit

dan anemia serta peningkatan laju endap darah. Hal ini juga menimbulkan jejas

inflamasi yang meningkatkan laju endap darah dan sekresi sitokin-sitokin

proinflamasi, seperti TNF-α yang sekaligus menurunkan respons sumsum tulang

dan produksi eritropoeitinhingga berujung ke anemia.11Anemia ini diperberat oleh

adanya penurunan sekresi eriteropoeitin akibat gagal ginjal kronik yang

ditunjukkan oleh peningkatan ureum dan kreatinin dengan rasio lebih dari 20:1

(175:8) serta trias gagal ginjal, yaitu hipertensi, anemia, dan oliguria (pada

anamnesis, pasien mengeluh volume urin berkurang saat buang air kecil sejak 1

bulan yang lalu).13Untuk penanganan anemia, pasien direncanakan transfusi darah

karena Hb pasien telah turun < 8 gr/dl (7,1 gr/dl), selanjutnya direncanakan

pemberian asam folat dan ferrous sulfat.

Os juga merasakan nyeri dada di bagian kiri yang menjalar ke lengan kiri

dan bahu.Nyeri dirasakan seperti diremas-remas. Bentuk nyeri merupakan nyeri

yang khas tipikal pada angina pektoris.Nyeri timbul hanya sekitar selama 5 menit

dipengaruhi oleh aktivitas berat dan emosi serta berkurang saat beristirahat

menunjukkan angina pektoris stabil kelas I sesuai dengan gradasi dari Canadian

Cardiovascular Society. Angina pektoris ini merupakan nyeri dada yang

disebabkan oleh iskemia miokardium yang reversibel dan sementara, yang

biasanya disebabkan oleh penyempitan aterosklerostik tetap (biasanya 75% atau

lebih) satu atau lebih arteria koronia.Untuk terapi angina pektoris stabil, pasien

diedukasi untuk beristirahat dan diberi isosorbid dinitrate (ISDN) jika timbul

angina pektoris stabil serta dilakukan terapi preventif berupa simvastatin pada

pasien karena pasien mengalami dislipidemia.20

Gradasi Berat Nyeri Dada dari Canadian Cardiovascular Society20

Kelas Deskripsi

I Aktivitas sehari-hari, seperti jalan kaki, berkebun, naik tangga

1-2 lantai dan lain-lain tidak menimbulkan nyeri dada. Nyeri

24

dada baru timbul pada saat latihan yang berat, berjalan cepat

serta terburu-buru waktu kerja atau berpergian

II Aktivitas sehari-hari agak terbatas, misalnya Angina Pektoris

(AP) timbul bila melakukan aktivitas lebih berat dari biasanya,

seperti jalan kaki 2 blok, naik tangga lebih dari 1 lantai atau

terburu-buru, berjalan menanjak atau melawan angina, dan

lain-lain

III Aktivitas sehari-hari nyata terbatas. AP timbul bila berjalan 1-2

blok, naik tangga 1 lantai dengan kecepatan yang biasa.

IV AP bisa timbul waktu istirahat sekalipun. Hampir semua

aktivitas dapat menimbulkan angina, termasuk mandi,

menyapu, dan lain-lain.

Os juga merasakan nyeri ulu hati disertai mual dan muntah (+), os

memuntahkan isi apa yang dimakan, nafsu makan berkurang, perut kembung,

serta perut penuh menunjukkan kumpulan gejala yang mengarah pada sindrom

dispepsia. Sindrom dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang

terdiri atas nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh atau cepat kenyang

dan sendawa. Sindrom dispepsia pada pasien ini terkait dengan ketidakteraturan

pola makan pasien dan penggunaan obat-obatan, seperti obat-obatan rematik yang

umum merupakan golongan antiinflamasi non-sterois (NSAIDs) serta pemakaian

jamu-jamuan yang umumnya mengandung kortikosteroid yang menyebabkan

gastropati NSAIDs.Untuk penanganan sindrom ini, pasien diminta untuk

menghentikan konsumsi obat-obat rematik dan jamu-jamuan serta mengatur pola

makannya agar lebih teratur.5 Untuk mengatasi gejala simtomatik, pasien

diberikan ranitidin dan omeprazol untuk mengatasi keluhan nyeri ulu hati dan

mual serta ondansentron untuk mengatasi keluhan muntah. Ranitidin mengurangi

lebih dari 90% sekresi asam lambung akibat rangsangan makanan atau rangsangan

histamin pada malam hari.Omeprazol mempunyai mekanisme kerja memblok

sekresi asam lambung yang unik karena mempunyai tempat kerja dan bekerja

25

langsung menghambat pompa asam (H+/K+ ATPase) dalam membran sel

parietal.21 Ondansentron memblok stimulasi perifer (yang berasal dari perifer)

pusat muntah.22

Prognosis secara keseluruhan (quo ad vitam dan quo ad fungtionam)

adalah malam. Disfungsi ginjal merupakan faktor prognostik independen yang

kuat pada gagal jantung, baik pada penderita dengan disfungsi sistolik atau

disfungsi diastolik. Setiap penurunan 1 ml/menit klirens kreatinin akan

meningkatkan mortalitas 1%.Outcome yang lebih buruk juga tampak pada

penderita gagal jantung yang mengalami perburukan fungsi ginjal selama

perawatan di rumah sakit. Sebuah penelitian retrospektif yang mencakup lebih

dari 1000 penderita gagal jantung mendapatkan sebanyak 27% mengalami

perburukan fungsi ginjal selama perawatan. Perburukan fungsi ginjal tersebut

berhubungan dengan peningkatan 7,5 kali risiko kematian selama perawatan,

terjadinya berbagai komplikasi, dan perawatan di rumah sakit yang lebih lama.

Selain itu, pasien dengan kombinasi gagal jantung kongestif dan gagal ginjal

kronik (sindrom kardiorenal) memiliki angka harapan hidup selama 5 tahun

sekitar 10% dan angka harapan hidup selama 10 tahun sekitar 5%.11 Secara

fungsional (quo ad fungtionam), kerusakan jantung dan ginjal cenderung bersifat

irreversibel sehingga fungsi jantung dan ginjal tidak akan kembali normal dan

cenderung akan tetap menurun.

26

DAFTAR PUSTAKA

1. Yogiantoro, Mohammad. Ed.: Aru W. Sudoyo, dkk. 2006. Hipertensi Esensialdalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 599-603.

2. Panggabean, Marulam M. Ed. Aru W. Sudoyo. 2006. Penyakit Jantung Hipertensidalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta :Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 1639-1640.

3. Ghanie, Ali. Ed: Aru W. Sudoyo, dkk. 2006. Gagal Jantung Kronik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 1511-1514.

4. Supanto, Hariadi. 2010. Gagal Jantung Kongestif (http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=GAGAL+JANTUNG+KONGESTIF+%28ILMU+PENYAKIT+DALAM%29, diakses pada tanggal 12 April 2012).

5. Djojoningrat, Dharmika. Ed. Aru W. Sudoyo, dkk. 2006. Dispepsia Fungsional dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 352-353.

27

6. Bahar, Asril dan Aryanto Suwondo. Ed: H.M.S Markum. 2007. Pemeriksaan Fisis Paru dalam Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis. Halaman 104-105.

7. Siregar, R. E. 2011. Gagal Jantung Kongestif. (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24518/4/Chapter%20II.pdf, diakses pada tanggal 12 April 2012)

8. Burns, Dennis K. dan Vinay Kumar. Ed. Brahm U. Pendit. 2007. Gagal Jantung Kongestif dalam Buku Ajar Patologi Edisi 7 Jilid 1. Halaman 407-408.

9. O'Brien, Terrence. Congestive Heart Failure. South Carolina: Medical University of South Carolina: 2006. Available from URL: http://www.emedicinehealth.com/congestive_heart_failure/article_em.htm. Diakses pada tanggal 12 April 2012.

10. Mariyono, Harbanu H. dan Anwar Santoso. 2007. Gagal Jantung. J Peny Dalam, Volume 8 Nomor 3 Bulan September 2007. Halaman 87.

11. Rully MA Roesli, A.Hadi Martakusumah. 2009. Sindrom Kardiorenal. (http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/sindroma_kardio_renal.pdf, diakses pada tanggal 17 April 2012)

12. Ronco C, A. House A, Haapio M. 2008. Cardiorenal and renocardic syndromes: the need for acomprehensive classification and consensus. Nature Publishing Group 2008.

13. Suwitra, Ketut. Ed. Aru W. Sudoyo. 2006. Penyakit Ginjal Kronik dalamBuku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 570.

14. Liang KV, Williams AW, Greene EL,et.el. Acute decompensated heart failure and the cardiorenal syndrome. Crit Care Med 2008; 36(1) S75-S86.

15. Almatsier. 2005. Penuntun Diet. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.16. Adam, John MF. Ed. Aru W. Sudoyo. 2006. Dislipidemia dalam Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 1930.

17. Nafriadi. 2009. Antihipertensi dalam Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 345, 354-355.

18. Yodhian, Leilani F. dan Sutomo Tanzil. 2009. Diuretika dalam Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi 2. Jakarta: EGC. Halaman 157-158.

19. Anonim. 2011. Rivaroxaban untuk Pencegahan Stroke Sekunder pada Pasien AF. (http://www.kalbemedical.org/Portals/6/27_187Berita%20terkini_Rivaroxa%20pencegahan%20stroke%20sekunder%20pada%20pasien%20AF.pdf, diakses pada tanggal 16 April 2012)

20. Rahman, A. Muin. Ed. Aru W. Sudoyo. 2006. Angina Pektoris Stabil dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan

28

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 1611.

21. Munaf, Sjamsuir. 2009. Obat-obat yang Mempengaruhi Saluran Cerna dalam Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi 2. Jakarta: EGC. Halaman 88, 90.

22. .2009. Antiemetikdalam Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi 2. Jakarta: EGC. Halaman 114.

29