chapter ii 5jj

Upload: galih-lidya-rahmawati

Post on 08-Mar-2016

220 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

JBJBJJNHJ

TRANSCRIPT

  • BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Anatomi Telinga Dalam Telinga dalam berada pada bagian petrosus tulang temporal yang bertanggung

    jawab pada proses pendengaran dan keseimbangan. Telinga dalam atau labirin

    terdiri dari bagian membran dan bagian tulang. Labirin bagian membran berisi

    cairan endolimfe yang tinggi kalium dan rendah natrium, sedang labirin bagian

    tulang berisi cairan perilimfe yang tinggi natrium dan rendah kalium (Moller 2006;

    Dhingra 2007; Gacek 2009).

    2.1.1 Koklea Koklea merupakan struktur tulang yang berbentuk spiral menyerupai rumah siput

    dengan 2,5 sampai 2,75 kali putaran. Aksis dari spiral tersebut dikenal sebagai

    modiolus. Dasar dari modiolus secara langsung menuju telinga bagian dalam dan

    terdapat pembuluh darah dan saraf.

    Bagian atas adalah skala vestibuli berisi cairan perilimfe dan dipisahkan dari

    duktus koklearis oleh membran Reissner yang tipis. Bagian bawah adalah skala

    timpani juga mengandung cairan perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh

    lamina spiralis oseus dan membran basilaris (Gambar 2.1). Cairan perilimfe pada

    kedua skala berhubungan pada apeks koklea spiralis tepat setelah ujung buntu

    duktus koklearis melalui suatu celah yang dikenal sebagai helikotrema. Rongga

    koklea dibagi menjadi tiga bagian oleh duktus koklearis yang panjangnya 35 mm

    dan berisi cairan endolimfe (Moller 2006; Dhingra 2007; Gacek 2009).

    Serabut saraf kemudian berjalan menerobos

    suatu lamina tulang yaitu lamina spiralis oseus untuk mencapai sel-sel sensorik

    organ Korti (Hall & Antomelli 2006; Moller 2006; Dhingra 2007; Gacek 2009).

    Terletak di atas membran basilaris dari basis ke apeks adalah organ Korti, yang

    mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran.

    Organ Korti terdiri dari satu baris sel rambut dalam (3000 sampai 3500), tiga baris

    sel rambut luar (12000) dan sel penunjang (Gambar 2.1). Pada permukaan sel-sel

    rambut terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung di atasnya yang

    Universitas Sumatera Utara

  • cenderung datar, bersifat gelatinosa, dikenal sebagai membran tektoria (Hall &

    Antomelli 2006; Moller 2006; Dhingra 2007; Gacek 2009).

    Di bagian tengah membran tektoria disokong oleh limbus, suatu lempeng sel

    yang tebal yang terletak pada lamina spiralis oseus. Limbus ini juga bertindak

    sebagai tempat perlengkatan membran Reissner. Tepi bebas membran tektoria

    melekat erat dengan sel-sel Hansen, membentuk suatu ruang diantara sel-sel

    rambut dengan membran tektoria yang berisi silia sel-sel rambut (Liston & Duvall

    1996; Gacek 2009).

    Sel-sel rambut menerima beberapa ujung-ujung neuron yang membentuk suatu

    anyaman disekitar basis. Dijumpai dua tipe ujung saraf, satu berfungsi eferen dan

    yang lain aferen. Satu neuron akan membagi diri dan berakhir pada sejumlah sel-

    sel rambut. Neuron-neuron berjalan melalui kanalikuli pada lamina spiralis oseus

    (Liston & Duvall 1996; Moller 2006; Gacek 2009).

    Setiap bagian disepanjang koklea memiliki struktur dasar yang sama, namun

    didapati perbedaan karakter berdasarkan fungsinya yang berkembang mulai dari

    basis koklea sampai apeks. Yang pertama, bagian yang kira-kira sepuluh kali lebih

    lebar pada basis dibandingkan di apeks. Kedua, bagian yang memiliki massa lebih

    banyak di basis dibandingkan di apeks dan berfungsi untuk meningkatkan ukuran

    dan jumlah sel penunjang di organ Korti. Terakhir, bagian dimana basis lebih kaku

    dibanding dengan apeks, lebih besar oleh karena sifat yang dimiliki membran

    basilaris (Liston & Duvall 1996; Hall & Antomelli 2006).

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar 2.1. Koklea, penampang melintang koklea dan organ Korti (Arch1

    Design,2010)

    2.1.2 Fisiologi pendengaran Getaran suara dihantarkan lewat liang telinga dan telinga tengah ke telinga

    dalam melalui footplate dari stapes, menimbulkan suatu gelombang yang berjalan di

    sepanjang cairan koklea yang akan menggerakkan membran basilaris dan organ

    Korti. Puncak gelombang yang berjalan di sepanjang membran basilaris yang

    panjangnya 35 mm tersebut, ditentukan oleh frekuensi gelombang suara. Hal ini

    berakibat melengkungnya stereosilia, dengan demikian menimbulkan depolarisasi

    sel rambut dan menciptakan potensial aksi pada serabut-serabut saraf pendengaran

    yang melekat padanya. Di sinilah gelombang suara mekanis diubah menjadi energi

    elektrokimia agar dapat ditransmisikan melalui saraf kranialis ke-8 (Moller 2006;

    Gacek 2009).

    Serabut-serabut serabut saraf koklearis berjalan menuju inti koklearis dorsalis

    dan ventralis. Sebagian besar serabut inti melintasi garis tengah dan berjalan naik

    menuju kolikulus inferior kontralateral, namun sebagian serabut tetap berjalan

    Universitas Sumatera Utara

  • ipsilateral. Penyilangan selanjutnya pada inti lemnikus lateralis dan kolikulus inferior.

    Dari kolikulus inferior jaras pendengaran berlanjut ke korpus genikulatum dan

    kemudian ke korteks pendengaran pada lobus temporalis (Moller 2006).

    2.1.3 Mekanisme aktif koklea Koklea yang terletak pada telinga dalam memiliki mekanisme aktif yang dapat

    kita bagi menjadi 3 langkah yang terpisah sebagai berikut:

    Langkah pertama: tekanan pada dinding ovale menimbulkan getaran

    terhadap perilimfe, menghasilkan pergerakan membran basilaris dan organ

    Korti. Pergerakan ini menggeser stereosilia yang berhubungan dengan

    membran tektorial. Stimulasi ini merupakan stimulasi yang tergantung

    terhadap frekuensi, getaran membran basilaris berbeda pada frekuensi tinggi

    (puncak getaran terjadi dekat pada basal koklea) dan frekuensi rendah

    (puncak getaran terjadi pada apeks koklea). Pergerakan dari stereosilia

    membuka channel potassium pada membran sel, menghasilkan potensial

    reseptor elektrik atau potensial cochlear microphonic (Al-mana et al. 2008).

    Langkah kedua: potensial yang dihasilkan menciptakan perubahan

    konsentrasi secara cepat pada sel rambut luar sesuai dengan stimulus

    frekuensinya. Mekanisme kontraksi yang cepat adalah proses awal dari

    amplifikasi aktif koklea, getaran pada sel-sel yang menghubungkan antara

    membran basilaris dan tektoria mengakibatkan amplifikasi dari frekuensi

    sumber bunyi (Al-mana et al. 2008).

    Langkah ketiga: getaran sel rambut luar yang teramplifikasi dari gerakan

    membran basilaris dan tektorial juga menggerakkan longer silia (yang

    berhubungan dengan membran tektoria) dari sel rambut dalam yang terletak

    sesuai dengan frekuensinya. Pergerakan ini menimbulkan potassium masuk

    ke dalam sel, menghasilkan sebuah potensial reseptor yang membebaskan

    neurotransmitter, membentuk stimulus listrik yang berhubungan dengan

    pesan suara. Informasi tersebut kemudian diteruskan kepada saraf akustikus

    dan ke sistem saraf pusat (Al-mana et al. 2008).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.2 Kehamilan 2.2.1 Defenisi Kehamilan adalah suatu keadaan fisiologis yang terjadi pada wanita usia subur, yang disertai adanya bukti presumtif kehamilan, bukti kemungkinan kehamilan dan

    tanda positif kehamilan.

    Bukti presumtif kehamilan umumnya didasarkan pada gejala subyektif kehamilan,

    berupa :

    1. Mual dengan atau tanpa muntah

    2. Ganggguan berkemih

    3. Fatigue

    4. Persepsi adanya gerakan janin

    Yang termasuk tanda presumtif adalah :

    1. Terhentinya menstruasi

    2. Perubahan warna mukosa vagina

    3. Perubahan pada payudara

    Tanda-tanda kemungkinan kehamilan mencakup :

    1. Pembesaran abdomen

    2. Perubahan bentuk, ukuran dan konsistensi uterus

    3. Perubahan anatomi serviks

    4. Kontraksi Braxton Hicks

    5. Ballotement

    6. Kontur fisik janin

    7. Adanya gonadotropin korionik di urin atau serum

    Tiga tanda positif kehamilan adalah :

    1. Identifikasi kerja jantung janin yang terpisah dan tersendiri dari kerja jantung

    wanita hamil

    2. Persepsi gerakan janin oleh pemeriksa

    Universitas Sumatera Utara

  • 3. Pengenalan mudigah dan janin setiap saat selama kehamilan dengan teknik

    sonografik atau pengenalan janin yang lebih tua secara radiografis pada paruh

    kedua kehamilan (Cunningham et al. 2004).

    2.2.2 Fisiologi kehamilan Adaptasi anatomis, fisiologis dan biokimiawi terhadap kehamilan sangat besar.

    Banyak dari perubahan-perubahan tersebut segera terjadi setelah fertilisasi dan

    berlanjut sepanjang kehamilan, sebagian besar adaptasi yang luar biasa ini terjadi

    sebagai respon terhadap rangsangan fisiologis yang ditimbulkan oleh janin.

    A. Perubahan metabolik

    Sebagai respon terhadap pertumbuhan janin yang cepat dan plasenta serta

    kebutuhannya yang semakin meningkat, wanita hamil mengalami perubahan

    metabolik yang banyak dan intens. Perubahan tersebut berupa:

    1. Pertambahan berat badan

    Pertambahan berat badan selama kehamilan sebagian besar diakibatkan oleh

    uterus dan isinya, payudara dan peningkatan volumme darah serta cairan

    ekstraseluler ekstravaskular.

    2. Metabolisme air

    Peningkatan retensi air adalah suatu perubahan fisiologis yang normal pada

    kehamilan. Hal ini diperantarai, sekurang-kurangnya sebagian, oleh penurunan

    osmolalitas plasma sebesar kurang lebih 10 mOsm/ kg yang diinduksikan oleh

    pengaturan kembali ambang osmotik untuk rasa haus dan sekresi vasopresin

    (Lindheimer & Davidson 1995).

    3. Metabolisme protein

    Dari penelitian mengenai balans protein pada wanita hamil, tampak bahwa

    penggunaan nitrogen yang sebenarnya hanya 25 persen. Karena itu, kebutuhan

    harian asupan protein selama kehamilan meningkat cukup besar untuk mengoreksi

    hal ini.

    4. Metabolisme karbohidrat

    Meningkatnya kadar insulin basal dalam plasma yang ditemui pada kehamilan

    normal berhubungan dengan beberapa respon unik terhadap ingesti glukosa.

    Universitas Sumatera Utara

  • Tujuannya adalah memastikan suplai glukosa postprandial ke janin yang terus-

    menerus atau dipertahankan.

    5. Metabolisme lemak

    Pada penelitian terdahulu ditemukan korelasi positif antara konsentrasi lipid

    dengan konsentrasi estradiol, progesteron dan laktogen plasenta.

    6. Metabolisme mineral

    Kebutuhan besi selama kehamilan cukup besar dan sering melebihi jumlah yang

    tersedia. Selain itu, sepanjang kehamilan, kadar kalsium dan magnesium plasma

    menurun. Pada kehamilan, ambang ekskresi fosfat inorganik diginjal meningkat

    berdasarkan peningkatan kalsitonin.

    7. Keseimbangan asam-basa

    Pada kehamilan dapat terjadi alkalosis respiratorik, dimana ditandai dengan

    penurunan PCO2

    8. Elektrolit plasma

    akibat meningkatnya ventilasi permenit. Penurunan sedang

    bikarbonat plasma mengkompensasi alkalosis respiratorik secara parsial.

    Pada kehamilan normal, hampir 1000mEq natrium dan 300 mEq kalium tertahan

    pada tubuh. Meskipun filtrasinya oleh glomerulus meningkat, ekskresi natrium dan

    kalium tidak berubah selama kehamilan. Dengan demikian. Ekskresi fraksional

    elektrolit-elektrolit ini menurun, dan telah dianggap bahwa progesteron melawan

    efek natriuretik dan kaliuretik dari aldosteron (Cunningham et al. 2004; Sulin 2008).

    B. Perubahan hematologis

    1. Volume darah

    Volume darah ibu meningkat secara nyata selama kehamilan. Pada penelitian

    sebelumnya, terjadi peningkatan 40-45 persen diatas volume sewaktu tidak hamil.

    Selain itu juga terjadi peningkatan eritropoiesis, namun konsentrasi hemoglobin dan

    hematokrit sedikit menurun. Akibatnya, viskositas darah menurun.

    2. Fungsi leukosit dan imunologis

    Kehamilan dianggap berkaitan dengan supresi berbagai macam fungsi

    imunologis yang diperantarai secara humoral dan selular untuk menyesuaikan diri

    dengan tandur janin semialogenik asing.

    Universitas Sumatera Utara

  • Selain itu, pada kehamilan normal, kaskade koagulasi berada dalam keadaan

    teraktifasi. Ini ditandai dengan adanya peningkatan konsentrasi seluruh faktor

    pembekuan darah, kecuali faktor XI dan XIII, disertai peningkatan kadar kompleks

    fibrinogen berberat molekul tinggi. Kehamilan juga mengakibatkan perubahan

    berupa ukuran dan volume pada trombosit (Koos & Moore 2003; Cunningham et al.

    2004; Sulin 2008).

    C. Perubahan sistem kardiovaskular

    1. Jantung

    Karena diafragma semakin terangkat selama kehamilan, jantung tergeser ke kiri

    dan ke atas, dan pada saat yang sama juga sedikit terputar.

    2. Curah jantung

    Selama kehamilan normal, tekanan darah arteri dan resistensi vaskuler menurun,

    sementara volume darah, berat badan ibu dan laju metabolisme basal meningkat.

    Biasanya, curah jantung pada kehamilan lanjut jelas lebih tinggi pada posisi

    terlentang.

    3. Sirkulasi

    Postur wanita hamil mempengaruhi tekanan darah arteri. Biasanya, tekanan

    darah arteri menurun sampai ke titik terendah selama trimester kedua atau ketiga

    awal kemudian meningkat (Cunningham et al. 2004).

    D. Perubahan traktus respiratorius

    Pada semua tahap kehamilan normal, banyaknya oksigen yang dalirkan ke paru

    melalui peningkatan volume tidal melebihi kebutuhan oksigen yang ditimbulkan oleh

    kehamilan. Frekuensi pernapasan hanya mengalami sedikit perubahan selama

    kehamilan tetapi volume tidal, volume napas satu menit dan ambilan oksigen satu

    menit meningkat cukup besar seiring dengan kemajuan masa kehamilan

    Pada kehamilan juga terjadi mekanisme dispnea fisiologis yang diperkirakan

    berupa peningkatan volume tidal yang sedikit menurunkan kadar PCO2. Meningkatkannya usaha untuk bernapas yang berakibat pada berkurangnya PCO2,

    Universitas Sumatera Utara

  • selama kehamilan kemungkinan diinduksi sebagian besar oleh progesteron dan

    sisanya oleh estrogen (Koos & Moore 2003; Cunningham et al. 2004; Sulin 2008).

    E. Perubahan sistem urinaria

    1. Ginjal

    Ukuran ginjal sedikit bertambah besar selama kehamilan. Laju filtrasi glomerulus

    (GFR) dan aliran plasma ginjal (RPF) meningkat pada awal kehamilan, GFR

    sebanyak 50 persen pada awal trimester kedua, dan RPF tidak cukup banyak.

    2. Vesika urinaria

    Thorp et al (1999) pada penelitiannya menemukan bahwa kehamilan berkaitan

    dengan peningkatan inkontinensia urin. Losif et al (1980) pada penelitiannya

    dengan menggunakan uretrosistometri menemukan tekanan kandung kemih pada

    primigravida meningkat dari 8cmH2O pada awal kehamilan menjadi 20cmH2

    F. Perubahan sistem gastrointestinal

    O saat

    aterm (Cunningham et al. 2004).

    Seiring dengan kemajuan kehamilan, lambung dan usus tergeser oleh uterus

    yang membesar. Karena faktor hormonal dan mekanis, terjadi penurunan

    pengosongan lambung dan wakti transit di usus halus pada kehamilan. Pirosis (nyeri

    ulu hati) sering terjadi pada kehamilan dan kemungkinan besar disebabkan oleh

    refluks sekret-sekret asam ke esofagus bagian bawah. Hal yang berperan

    diantaranya kemungkinan adalah perubahan posisi lambung, juga penurunan tonus

    sfingter bawah esofagus.

    Hemorrhoid cukup sering terjadi pada saat kehamilan. Kelainan ini sebagian

    besar disebabkan oleh konstipasi dan peningkatan tekanan vena-vena dibawah

    uterus yang membesar (Cunningham et al. 2004; Sulin 2008).

    G. Perubahan sistem endokrin

    Pada masa kehamilan kelenjar hipofisis membesar 135 persen dibandingkan

    semasa tidak hamil. Namun, kelenjar ini tidak berperan pada pemeliharaan

    kehamilan.

    Universitas Sumatera Utara

  • Terdapat beberapa perubahan pada regulasi tiroid selama kehamilan.

    Diantaranya, sebagai respon atas tingginya kadar estrogen terjadi peningkatan

    kadar protein transpor tiroksin mayor dan globulin pengikat tiroksin dalam sirkulasi.

    Adanya hormon gonadotropin korionik yang berasal dari plasenta dapat menjadi

    perangsang tiroid. Selain itu, dapat terjadi defisiensi iodida dikarenakan

    meningkatnya bersihan ginjal dan ini juga dapat menyebabkan menurunnya asupan

    ke unit fetoplasenta sehingga menyebabkan defisiensi iodida relatif (Cunningham et

    al. 2004; Sulin 2008).

    H. Perubahan sistem lainnya

    1. Sistem muskuloskeletal

    Lordosis progresif merupakan gambaran yang khas pada kehamilan normal.

    Terdapat peningkatan mobilitas sendi sakroiliaka, sakrokoksigeal dan sendi pubis

    selama kehamilan, kemungkinan akibat perubahan hormonal.

    2. Mata

    Tekanan intraokular menurun selama kehamilan, sebagian besar karena

    peningkatan aliran vitreous, sebagian besar karena penignkatan aliran vitreous

    humor. Sensitivitas kornea juga berkurang, dan perubahan terbesar terjadi pada

    kehamilan lanjut.

    3. Sistem saraf pusat

    Wanita hamil sering melaporkan adanya masalah pemusatan perhatian,

    konsentrasi, dan memori selama kehamilan dan masa nifas awal. Namun, penelitian

    yang sistematis tentang memori pada kehamilan masih terbatas dan sering kali

    bersifat anekdot. Keenan et al (1998) pada penelitiannya mendapatkan adanya

    penurunan memori pada kehamilan pada trimester ketiga (Cunningham et al. 2004).

    2.2.3 Pengaruh kehamilan terhadap sistem pendengaran Selama kehamilan kedua hormon estrogen dan progesteron lebih tinggi daripada

    biasanya, dan terdapat perubahan fisiologis lainnya (Hadley 2000). Perubahan ini

    dapat menyebabkan retensi cairan dan sirkulasi hiperdinamik, yang mana dapat

    Universitas Sumatera Utara

  • memberi dampak pada sirkulasi koklea dan homeostasis cairan koklea (Al-Mana et

    al. 2008).

    Gejala gangguan pendengaran seperti telinga terasa penuh, penurunan

    pendengaran dan tinnitus telah dilaporkan pada beberapa penelitian (Al-Mana et al.

    2008).

    Retensi garam dan cairan yang berlebihan merupakan hal yang biasa terjadi

    pada kehamilan, ketidakseimbangan elektrolit dapat menyebabkan peningkatan

    volume cairan intraselular, yang berdampak pada terbentuknya edema perineural

    (Sennaroglu & Belgin 2001). Peningkatan tekanan perilimfatik selalu dihubungkan

    dengan variasi kadar hormon pada menstruasi yang tidak teratur, kehamilan dan

    menopause serta anggapan terhadap patensi duktus koklearis (Reid, Cottingham &

    Marchbanks 1993).

    Fluktuasi hormon mengubah pengaturan komposisi kimiawi dari perilimfe dan

    endolimfe pada telinga dalam, dan proses transport ion. Hubungan antara perilimfe

    dan endolimfe diatur oleh tekanan hidrostatik melalui duktus koklearis. Oleh karena

    itu, patensi duktus koklearis merupakan kunci, apakah efek pendengaran akan

    meningkat atau menurun, dengan adanya perubahan komposisi dan tekanan cairan

    serebrospinal selama kehamilan (Kenny, Patil & Considine 2010).

    Selain itu, peningkatan kadar hormon estrogen selama kehamilan dapat

    menimbulkan perubahan lainnya seperti, adanya resiko thrombosis, dimana

    meningkatnya aktivasi koagulasi darah dan fibrinolisis. Ini dapat memberikan

    dampak oklusi vaskular pada mikrosirkulasi telinga dalam (Kenny, Patil & Considine

    2010; Hou & Wang 2011).

    Perubahan juga terjadi pada sistem kardiovaskular, dimana terjadi deformabilitas

    eritrosit, peningkatan viskositas plasma, begitu juga agregasi eritrosit akibat dari

    peningkatan fibrinogen. Wang & Young (2006), pada penelitiannya mendapatkan

    adanya perbaikan ambang dengar pada wanita hamil yang diberikan plasma

    expander. Dimana tujuannya adalah untuk menurunkan viskositas darah dan

    mengurangi terjadinya hipoksia koklea dengan meningkatkan sirkulasi mikro.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.3 Audiometri Nada Murni

    Audiometri nada murni adalah suatu pemeriksaan sensitivitas/ ketajaman

    pendengaran dengan menggunakan stimulus nada murni (hanya satu frekuensi

    bunyi). Secara umum ada 3 metode yang digunakan yaitu (a) manual audiometry

    (conventional audiometry); (b) automatic audiometry (Bekesy audiometry); dan (c)

    computerized audiometry (ASHA 2005; Margolis & Morgan 2008).

    Prinsip dari suatu audiometer memberikan siynal bunyi pada intensitas yang

    bervariasi dengan frekuensi yang berbeda (250Hz, 500Hz, 1000Hz, 2000Hz,

    4000Hz, dan 8000Hz) ke dalam headphones yang digunakan untuk pemeriksaan

    pendengaran (HSA 2007). Hal yang harus diperhatikan adalah kalibrasi peralatan,

    dan digunakan pada ruangan yang sesuai sehingga didapat hasil tes yang akurat

    (ASHA 2005).

    2.3.1 Penentuan ambang dengar Persiapan

    Pasien perlu diberitahu terlebih dahulu rencana pemeriksaan audiometri,

    sehingga pasien dapat memiliki waktu istirahat untuk menghindari lingkungan bising

    (kelab malam, konser musik dan lain-lain) minimal 16 jam sebelum pemeriksaan.

    Tetapi pada kenyataannya hal ini sulit dilakukan. Sebelum melakukan tes audiometri

    secara umum dilakukan wawancara ada tidaknya riwayat kelainan pada telinga,

    kemudian pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan dimulai pada telinga yang lebih baik

    pendengarannya (ASHA 2007).

    Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terhadap penilaian ambang dengar

    manual antara lain (a) instruksi kepada pasien, (b) respon terhadap arahan, dan (c)

    interpretasi audiologis terhadap sikap respon pasien selama pemeriksaan.

    2.3.2 Prosedur pemeriksaan ambang pendengaran Prosedur dasar untuk menentukan ambang terdiri dari:

    (a) familiarisasi (membiasakan diri) terhadap signal pemeriksaan.

    Universitas Sumatera Utara

  • Hal ini bertujuan untuk memastikan pemeriksa bahwa pasien mengerti dan dapat

    merespon arahan yang diberikan dengan cara memberikan sinyal dengan intensitas

    yang cukup menimbulkan respon yang jelas (ASHA 2005).

    (b) Penentuan ambang dengar

    Prosedur standar yang direkomendasikan pada pemeriksaan dengan

    menggunakan audiometri nada murni secara adalah bertahap yang dimulai dengan

    signal yang tidak dapat didengar. Stimulus nada murni diberikan selama 1 2 detik.

    Ambang dengar didapat dengan menentukan bunyi nada murni yang terlemah pada

    frekuenasi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga pasien (ASHA 2005).

    Derajat gangguan pendengaran dihitung dengan menggunakan indeks Fletcher

    yaitu:

    Ambang dengar (AD) =

    4

    AD 500 Hz + AD 1000 Hz + 2000 Hz + 4000 Hz

    Dalam menentukan derajat gangguan pendengaran (Tabel 2.1), yang dihitung

    hanya ambang dengar hantaran udaranya (AC) saja (Soepardi 2007).

    Tabel 2.1 Derajat gangguan pendengaran menurut ISO (Soepardi 2007):

    Ambang dengar Derajat gangguan pendengaran 0-25 dB Normal >25-40 dB Tuli ringan >40-55 dB Tuli sedang >55-70 dB Tuli sedang berat >70-90 dB Tuli berat >90 dB Tuli sangat berat

    2.4 Timpanometri

    Timpanometri adalah suatu metode pemeriksaan yang digunakan untuk

    mengevaluasi fungsi telinga tengah. Dimana hasil dari pengukuran ini berupa grafik

    yang menggambarkan hubungan antara tekanan udara pada liang telinga luar

    terhadap impedans ( ketahanan dalam bergerak) dari gendang telinga dan sistem

    Universitas Sumatera Utara

  • telinga tengah. Pengukuran impedans ini dapat menilai ketahanan akustik dari

    telinga tengah. Ketika gendang telinga terpapar oleh suara, sebagian suara tersebut

    akan diabsorbsi dan dikirim melalui telinga tengah ke telinga dalam sementara

    sebagian suara lainnya direfleksikan. Informasi yang dapat diperoleh dari hasil

    timpanometri adalah mengenai fungsi dari telinga tengah pasien(Mikolai, Duffey &

    Adlin 2006).

    Mekanisme kerja timpanometri adalah dengan memberikan tekanan yang

    berubah-ubah dengan rentang +200mmH2O sampai dengan -400mmH2O pada

    liang telinga luar, kemudian menilai perubahan compliance gendang telinga,

    tekanan telinga tengah (Mean Ear Pressure) dan ear canal volume, digambarkan

    dalam bentuk grafik (Katz 1994). MEP (Mean Ear Pressure) atau tekanan telinga

    tengah dinyatakan dalam mmH2O maupun dalam deka Pascal (daPa). Satu deka

    Pascal = 1,02 mmH2O. Jerger menyampaikan postulatnya bahwa nilai rentang

    normal untuk telinga tengah adalah -100 mmH2O sampai +100 mmH2

    Kelenturan (compliance) membran timpani mencapai nilai maksimum saat

    tekanan udara pada kedua sisi membran timpani sama, puncak dari grafik pada

    posisi 0 mmH

    O, diluar

    rentang tersebut dianggap kondisi yang patologis (Katz 1994).

    2

    O. Artinya pada telinga yang sehat, transmisi bunyi mencapai

    tekanan di telinga tengah negatif, puncak grafik akan berada di daerah negatif dari

    timpanogram. Begitu juga jika tekanan telinga tengah positif, artinya puncak dari

    suatu grafik akan mengindikasikan tekanan di telinga tengah (Katz 1994).

    Jerger-Liden mengklasifikasikan gambaran timpanogram sebagai tipe A,B, dan

    C. Tipe A ditemukan pada keadaan telinga tengah normal, memiliki puncak kurva

    dengan ketelitian normal, pada atau sekitar tekanan atsmosfer yaitu 0 daPa

    (Gambar 2.2). Tipe ini memiliki variasi yaitu tipe Ad dan As (Mikolai, Duffey & Adlin

    2006)

    Tipe A.

    d (d = discontinuity), bentuk kurva menyerupai gambaran tipe A tetapi

    dengan puncak yang lebih tinggi dari nilai normal, misalnya ditemukan pada keadan

    disartikulasi tulang pendengaran, segala sesuatu yang menyebabkan rangkaian

    Universitas Sumatera Utara

  • tulang pendengaran menjadi sangat lentur akan menyebabkan masuknya energi

    bunyi secara berlebihan (Gambar 2.2). Tipe As

    Tipe B memiliki gambaran kurva dengan puncak yang menghilang atau sedikit

    melengkung bahkan sampai datar (Gambar 2.2) misalnya pada otitis media efusi

    atau oklusi akibat serumen (Mikolai, Duffey & Adlin 2006).

    (s= stiffness atau shallowness)

    memiliki kelenturan membran timpani dibawah nilai normal (Gambar 2.2) misalnya

    ditemukan pada keadaan fiksasi tulang pendengaran sehingga terjadi penurunan

    aliran energi bunyi yang melewati telinga tengah. Bentuk kurva menyerupai

    gambaran tipe A, tetapi dengan puncak yang lebih rendah (Mikolai, Duffey & Adlin

    2006).

    Tipe C juga puncak kurva berada pada daerah tekanan negatif (Gambar 2.2),

    ditemukan pada keadaan disfungsi tuba auditiva, yaitu saat tuba tidak membuka,

    maka udara yang terperangkap di telinga tengah akan diserap oleh mukosa telinga

    tengah. Hal ini akan mengakibatkan turunnya tekanan udara di telinga tengah

    terhadap tekanan di liang telinga luar. Perbedaan tekanan yang terjadi akan

    menyebabkan membran timpani retraksi dan terdorong ke medial dan pengaruh

    terhadap gambaran timpanometri adalah puncak grafik akan terdorong ke area

    negatif menjauhi nilai 0 (Mikolai, Duffey & Adlin 2006).

    Gambar 2.2 Gambaran timpanogram (Redeyespy,2011)

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.5 Otoacoustic Emission(OAE)

    Otoacoustic emission pertama kali ditemukan oleh Gold pada tahun 1948 dan diperkenalkan oleh Kemp pada tahun 1978. Otoacoustic emission adalah suara yang terdapat pada kanalis akustikus eksternus dimana merupakan suatu proses

    yang terjadi didalam koklea. Selain menerima suara, koklea juga menghasilkan

    suara dalam intensitas yang rendah. Otoacoustic emission dihasilkan hanya bila

    organ korti dalam keadaan mendekati normal, dan hanya dapat timbul dengan jelas

    bila telinga tengah berfungsi dengan baik (Robinette & Glattke 1997; Kemp 2002;

    Campbell 2006).

    Hal yang penting dalam OAE adalah stimulus bunyi tertentu yang diberikan

    melalui probe dan tidak memerlukan elektroda, dimana yang digunakan adalah

    mikrofon untuk mendeteksi OAE kemudian diubah menjadi elektrik sehingga lebih

    mudah diproses (Kemp 2002).

    Otoacoustic emission dibentuk dari transmisi yang berasal dari koklea baik

    secara spontan atau dengan stimulus ke telinga tengah sehingga terjadi getaran

    pada membran timpani. Menutup liang telinga merupakan bagian yang sangat

    penting agar pergerakan membran timpani efisien lebih padat, dan sedikit udara

    yang bisa keluar masuk liang telinga (Robinette & Glattke 1997; Kemp 2002).

    2.5.1 Tujuan pemeriksaan Tujuan utama pemeriksaan otoacoustic emission adalah untuk menilai keadaan

    koklea, khususnya fungsi sel rambut luar telinga dalam. Hasil pemeriksaan dapat

    berguna untuk (Campbell 2006)

    a. Skrining pendengaran (khususnya pada neonatus, infan atau individu dengan

    gangguan perkembangan).

    :

    b. Memperkirakan sensitivitas pendengaran dalam rentang tertentu.

    c. Membedakan gangguan sensori dan neural pada gangguan pendengaran

    sensorineural.

    d. Pemeriksaan pada gangguan pendengaran fungsional (berpura-pura).

    Universitas Sumatera Utara

  • Pemeriksaan dapat dilakukan pada pasien yang sedang tidur, bahkan pada

    keadaan koma, karena hasil pemeriksaan tidak memerlukan respon tingkah

    laku.

    2.5.2 Syarat syarat untuk menghasilkan otoacoustic emission

    a. Tidak ada obstruksi pada liang telinga

    b. Menutup rapat-rapat liang telinga dengan probe

    c. Posisi optimal dari probe

    d. Tidak ada penyakit telinga tengah

    e. Sel rambut luar masih berfungsi

    f. Pasien kooperatif

    g. Lingkungan sekitar tenang (Campbell 2006)

    Pemeriksaan otoacoustic emission sering digunakan untuk skrining menentukan

    ada atau tidaknya fungsi koklea, meskipun sebenarnya pemeriksaan dapat

    dilakukan pada daerah koklea dengan frekuensi tertentu. (Robinette & Glattke 1999;

    Campbell 2006).

    Otoacoustic emission dapat terjadi spontan sebesar 40-60% pada telinga normal,

    tetapi secara klinis yang memberikan respon baik adalah evoked otoacoutic

    emissions (Mainley, Ray & Popper 2008).

    2.5.3 Pembagian otoacoustic emission Otoacoustic emission dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu: a. Spontaneous otoacoustic emissions (SOAEs), merupakan emisi suara tanpa

    adanya rangsangan bunyi ( secara spontan).

    b. Transient otoacoustic emission (TOAEs) atau Transient evoked otoacoustic

    emissions (TEOAEs), merupakan emisi suara yang dihasilkan oleh rangsangan

    bunyi menggunakan durasi yang sangat pendek, biasanya bunyi click, tetapi

    dapat juga tone-bursts.

    c. Distortion product otoacoustic emission (DPOAEs), merupakan emisi suara

    sebagai respon dari dua rangsang yang berbeda frekuensi.

    Universitas Sumatera Utara

  • d. Sustained-frequncy otoacoustic emission (SFOAEs), merupakan emisi suara

    sebagai respon dari nada yang berkesinambungan (kontinyu) (Robinette &

    Glattke 1999; Campbell 2006; Mainley, Ray & Popper 2008).

    2.5.4 Transient evoked otoacoustic emission (TEOAEs)

    Stimulus pada TEOAEs adalah click yang onsetnya sangat cepat (milidetik)

    atau toneburst, yang dapat merangsang seluruh partisi koklea sehingga

    menghasilkan respons yang melibatkan beberapa frekuensi. Stimulus diberikan

    sekitar 60-80 dB. Secara spontan akan diperiksa 4 sampai 6 jenis frekuensi.

    Spektrum frekuensi (Gambar 2.3) yang dapat diperiksa TEOAEs adalah 500 sampai

    4500 Hz untuk orang dewasa dan 5000 sampai 6000 Hz pada bayi (Prieve &

    Fitzgerald 2002).

    Beberapa penelitian menunjukkan level TEOAEs pada neonatus lebih besar dari

    pada anak dan pada anak lebih besar dari pada orang dewasa. Level TEOAEs juga

    menunjukkan adanya perbedaan pada jenis kelamin dan sisi kedua telinga kanan

    atau kiri. Perempuan cenderung memliki level TEOAEs yang lebih besar

    dibandingkan laki-laki dan telinga kanan cenderung memiliki level TEOAEs yang

    lebih besar dibanding telinga kiri (Prieve & Fitzgerald 2002).

    Gambar 2.3 Gambaran hasil pemeriksaan TEOAE (Interacoustics, 2012).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.5 Kerangka Teori

    Gambar 2.4 Kerangka Teori

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.6 Kerangka Konsep

    = variabel penelitian

    Gambar 2.5. Kerangka Konsep

    KEHAMILAN Telinga

    viskositas l

    Perubahan Fisiologis

    koagulasi darah dan fibrinolisis

    Gangguan keseimbangan natrium dan cairan

    Gangguan mekanisme aktif koklea

    Hipoksia koklea

    Regulasi estrogen

    Gangguan pendengaran

    Audiometri Timpanometri

    OAE

    Gangguan Fungsi Koklea

    Universitas Sumatera Utara

  • Pada kehamilan, sebagai adaptasi terhadap pertumbuhan janin menyebabkan

    adanya peningkatan hormon estrogen sehingga terjadi perubahan fisiologis

    terhadap setiap sistem didalam tubuh wanita. Salah satu sistem yang diduga

    mengalami perubahan adalah sistem auditori terutama pada telinga dalam, dimana

    terjadi beberapa perubahan berupa gangguan keseimbangan natrium dan cairan

    yang berdampak pada gangguan mekanisme aktif koklea. Selain itu, peningkatan

    fungsi koagulasi darah dan fibrinolisis dan peningkatan viskositas plasma dapat

    memberi dampak adanya hipoksia pada koklea. Kedua dampak ini diperkirakan

    dapat menyebabkan terjadinya gangguan fungsi koklea dan jika keadaan ini

    bertambah berat dapat menyebabkan adanya gangguan pendengaran, dimana

    gangguan fungsi ini dapat diketahui berdasarkan pemeriksaan audiometri dan

    TEOAE (dengan syarat hasil pemeriksaan timpanometri dilakukan sebelumnya

    adalah normal atau dengan grafik tipe A).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.7 Hipotesa Penelitian

    Terdapat hubungan antara kehamilan dengan gangguan pendengaran dan fungsi koklea berdasarkan pemeriksaan audiometri nada murni dan transient evoked otoacoustic emission (TEOAE).

    Universitas Sumatera Utara