chapter 21 akuntansi sosialdocx
TRANSCRIPT
BAB 21
AKUNTANSI SOSIAL
KELOMPOK 10 :
1. ZULFIKAR (0901103010110)
2. SADDAM SALEH (0901103010118)
3. YUSMARWANDI (1001103010100)
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
FAKULTAS EKONOMI
DARUSSALAM – BANDA ACEH
2011
AKUNTANSI SOSIAL
DEFINISI DAN RUANG LINGKUP
Akuntansi sosial didenifikasikan sebagai “ penyusunan, pengukuran, dan analisis
terhadap konsekuensi-konsekuensi sosial dan ekonomi dari perilaku yang berkaitan dengan
pemerintah dan wirausahawan.”walaupun akuntansi sosial berfokus baik pada akuntansi
sosial sebagai mana diterapkan pada kegiatan bisnis. Dalam hal ini, akuntansi sosial berarti
identifikasi, mengukur, dan melaporkan hubungan antara bisnis dan lingkungannya.
Lingkungan bisnis meliputi sumber daya alam, komunitas di mana bisnis tersebut beroperasi,
orang-orang yang dipekerjakan, pelanggan, pesaing,dan perusahaan serta kelompok lain yang
berurusan dengan bisnis tersebut. Proses pelaporan dapat bersifat baik internal maupun
eksternal.
Model-model akuntansi dan ekonomi ttadisional berfokus pada produksi dan
distribusi barang dan jasa kepada masyarakat. Akuntasni sosial memperluas model ini dengan
memasukkan dampak-dampak dari aktivitas dari perusahaan terhadap masyarakat. Suatu
pabrik kertas, misalnya, tidak hanya menghasilkan bubur kayu dan produk kertas melainkan
juga limbah padat dan pencemaran udara serta air. Di lain pihak, pabrik tersebut mungkin
memberikan kontribusi kepada komunitas dengan memprbolehkan karyawannya mengambil
waktu luanguntuk pekerjaan sosial atau dengan mendanai beasiswa universitas untuk siswa-
siswa yang berprestasi. Ditinjau dari prspektif ini, akuntasni sosial dapat sebagai pendekatan
yang berguna untuk mengukur dan melaporkan kontribusi suatu perusahaan kepada
komunitas.
Tujuan akuntansi sosial
Adapun tujuan akuntansi sosial menurut Hendriksen (1994) adalah untuk memberikan
informasi yang memungkinkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap masyarakat dapat di
evaluasi. Ramanathan (1976) dalam Arief Suadi (1988) juga menguraikan tiga tujuan dari
akuntansi sosial yaitu : (1) mengidentifikasikan dan mengukur kontribusi sosial neto periodik
suatu perusahaan, yang meliputi bukan hanya manfaat dan biaya sosial yang di
internalisasikan keperusahaan, namun juga timbul dari eksternalitas yang mempengaruhi
segmen-segmen sosial yang berbeda, (2) membantu menentukan apakah strategi dan praktik
perusahaan yang secara langsung mempengaruhi relatifitas sumberdaya dan status individu,
masyarakat dan segmen-segmen sosial adalah konsisten dengan prioritas sosial yang
diberikan secara luas pada satu pihak dan aspirasi individu pada pihak lain, (3) memberikan
dengan cara yang optimal, kepada semua kelompok sosial, informasi yang relevan tentang
tujuan, kebijakan, program, strategi dan kontribusi suatu perusahaan terhadap tujuan-tujuan
sosial perusahaan.
LATAR BELAKANG SEJARAH
Akuntansi sosial berkepentingan dengan identifikasi dan pengukuran manfaat sosial
dan biaya sosial –konsep yang biasanya diabaikan oleh para akuntan tradisional. Untuk
memahami perkembangan akuntansi sosial, seseorang harus mengetahui bagaimana manfaat
dan biaya sosial telah diperlakukan dimasa lalu.
Model akuntansi dasar menggunakan teori ekonomi mikro untuk menentukan apa yang
harus dimasukkan atau dikeluarkan dari perhitungan akuntansi. Manfaat dan biaya sosial,
karena itu, telah diabaikan secara tradisional oleh teoretikus dan praktisi akuntansi.
Beberapa gerakan massa pada tahun 1960-an, terutama yang ditujukan untuk membuat
pemerintah dan bisnis lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat, memiliki andil dalam
memfokuskan perhatian pada biaya dan manfaat sosial. Gerakan-gerakan tersebut antara lain
adalah civil rights movement, women’s movement, environmental movement, dan consumer
rights movement. Dengan menetapkan undang-undang di bidang-bidang ini, pemerintah
memaksa individu dan para pelaku bisnis untuk menjadi lebih responsif terhadap kebutuhan
sosial.
1) Tanggapan Perusahaan
Secara keseluruhan, tingkat tanggung jawab sosial yang diterima oleh perusahaan
memerlukan keputusan yang aktif. Manajemen harus memutuskan seberapa banyak
polusi yang akan dihasilkan dan seberapa banyak yang akan dibersihkan, siapa yang
akan direkrut, seberapa baik kondisi kerja akan ditingkatkan, dan seberapa banyak
sumbangan yang akan diberikan kepada kegiatan sosial. Jika manajemen menerima
tanggung jawab sosial semata-mata demi laba jangka pendek, tidak mungkin bahwa
suatu perusahaan akan melakukan lebih dari apa yang diharuskan oleh undang-undang.
Filosofi manajerial adalah faktor utama dalam menentukan hubungan suatu bisnis
dengan komunitasnya.
2) Pendapat Profesi Akuntan
Pada tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an banyak orang memerhatikan kebutuhan
akan akuntansi sosial perusahaan. Robert Beyer, yang menjadi partner pengelola dari
Touche Ross di New York, menulis:
“Pembatasan pada penggunaan udara dan air yang “bebas” juga merupakan akuntansi
sosial. Masyarakat kini menguji biaya-biaya yang selalu ada. Biaya dalam hal
kehidupan dan kematian, bangunan dan benda seni yang hancur, pantai yang
tercemar, daun-daunan yang rusak, dan berbagai dampak berbahaya lainnya dari
polusi. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa biaya-biaya ini ditransfer sejauh
mungkin –dari komunitas secara luas kepada pihak-pihak yang menimbulkannya dan
memperoleh keuntungan darinya.” (Beyer, 1972)
Secara ringkas, literatur awal dari akuntansi sosial menyatakan bahwa para akuntan
diperlukan untuk menghasilkan data mengenai tanggung jawab perusahaan dan bahwa
ada pihak-pihak lain yang berkepentingan (selain perusahaan) yang akan tertarik dengan
data-data ini. Literatur awal ini, bahkan tidak berkaitan dengan identifikasi pengukuran,
dan pelaporan data-data sosial.
Selanjutnya, literatur tersebut mengembangkan suatu kerangka kerja teoretis untuk
akuntansi sosial, termasuk skema pelaporan dan audit sosial aktual. Akuntansi sosial
tidak diterima secara universal sebagai suatu bidang oleh para akademisi atau praktisi,
dan tidak semua orang percaya bahwa perusahaan harus menghasilkan data akuntansi
sosial.
MANFAAT DAN BIAYA SOSIAL
Dasar bagi kebanyakan teori akuntansi sosial datang dari analisis yang dilakukan oleh
A.C Pigou terhadap biaya dan manfaat sosial. A.C Pigou adalah seorang ekonom neo-klasik
yang memperkenalkan pemikiran mengenai biaya dan manfaat sosial ke dalam ekonomi
mikro pada tahun 1920. Titik pentingnya adalah bahwa optimalitas Pareto (titik dalam
ekonomi kesejahteraan di mana adalah mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan
seseorang tanpa mengurangi kesejahteraan dari orang lain) tidak dapat dicapai selama produk
sosial neto dan produk pribadi neto tidak setara. Pada dasarnya, argumen Pigou adalah
sebagai berikut: “Seorang produsen menciptakan suatu produk dari mana ia memperoleh
manfaat pribadi tertentu (yang mana oleh akuntan disebut pendapatan).” Pigou menyatakan
seluruh manfaat dari produksi suatu produk–tanpa memedulikan siapa yang menerimanya–
sebagai manfaat sosial. Perbedaan antara manfaat pribadi (manfaat sosial yang tidak dibagi)
dapat dibagi menjadi ekonomi eksternal dan elemen surplus konsumen (selisih antara harga
yang dibayarkan konsumen secara aktual dengan harga yang sebenarnya rela dibayarkan oleh
konsumen).
Bagi Pigou, biaya sosial terdiri atas seluruh biaya untuk menghasilkan suatu produk,
tanpa memedulikan siapa yang membayarnya. Biaya yang dibayarkan oleh produsen disebut
sebagai biaya pribadi. Selisih antara biaya sosial dan biaya pribadi (biaya sosial yang tidak
dapat dikompensasikan) dapat disebabkan oleh banyak faktor.
Menurut Pigou, optimalitas Pareto hanya dapat dicapai jika manfaat sosial marjinal
sama dengan biaya sosial marjinal. Perbedaan antara model Pigou dengan model ekonomi
tradisional –di mana pendapatan marjinal serta dengan biaya marjinal –berasal dari perbedaan
antara manfaat sosial dan pribadi dengan biaya sosial dan pribadi. Dengan demikian, ketika
akuntan mengukur manfaat pribadi (pendapatan) dan biaya pribadi (beban) serta
mengabaikan yang lainnya, mereka bersikap konsisten dengan teori ekonomi tradisional.
1. Teori Akuntansi Sosial
Berdasarkan analisis Pigou dan gagasan mengenai suatu “kontrak sosial”, K.V.
Ramanathan (1976) mengembangkan suatu kerangka kerja teoretis untuk akuntansi atas
biaya dan manfaat sosial. Dalam pandangan Ramanathan, perusahaan memiliki suatu
kontrak tidak tertulis untuk menyediakan manfaat sosial neto kepada masyarakat.
Manfaat neto adalah selisih antara kontribusi suatu perusahaan kepada masyarakat
dengan kerugian yang ditimbulkan oleh perusahaan tersebut terhadap masyarakat.
Meskipun ia menggunakan bahasa yang berbeda, Ramanathan pada dasarnya
mengatakan, menggunakan istilah Pigou, bahwa manfaat sosial sebaiknya melampaui
biaya sosial dan oleh karena itu perusahaan sebaiknya memberikan kontribusi neto
kepada masyarakat.
Terdapat dua masalah utama dengan pendekatan Ramanathan. Pertama, untuk
menentukan kontribusi neto kepada masyarakat, beberapa jenis sistem nilai harus
ditentukan. Masalah utama kedua adalah berkaitan dengan pengukuran. Teramat sulit
untuk menguantifikasi jumlah pos yang akan dimasukkan dalam laporan kontribusi neto
kepada masyarakat.
2. Pengukuran
Pengukuran akuntansi social
Dalam pertukaran yang terjadi antara perusahaan dan lingkungan sosialnya
terdapat dua dampak yang timbul yaitu dampak positif atau yang disebut juga dengan
manfaat social (Social benefit) dan dampak negatif yang disebut dengan pengorbanan
sosial (Social Cost). Masalah yang timbul adalah bagaimana mengukur kedua dampak
tersebut. Menurut Harahap (1993), masalah pengukuran akuntansi sosial memang
rumit, karena jika dibandingkan dengan transaksi biasa yang langsung dapat dicatat
dan mempengaruhi posisi keuangan, maka dalam akuntansi sosial terlebih dahulu
harus diukur dampak positif dan dampak negatif yang ditimbulkan oleh perusahaan
Salah satu alasan utama dari lambatnya kemajuan akuntansi sosial adalah kesulitan
dalam mengukur kontribusi dan kerugian. Proses tersebut terdiri atas tiga langkah, yaitu:
1. Menentukan apa yang menyusun biaya dan manfaat sosial.
2. Mencoba untuk menguantifikasi seluruh pos yang relevan.
3. Menempatkan nilai moneter pada jumlah akhir.
3. Menetapkan Biaya dan Manfaat Sosial
Sistem nilai masyarakat merupakan faktor penentu utama dari manfaat dan biaya
sosial. Dengan mengasumsikan bahwa masalah nilai dapat diatasi dengan menggunakan
beberapa jenis standar masyarakat, masalah berikutnya adalah mengidentifikasikan
kontribusi dan kerugian secara spesifik. Sejumlah skema untuk menggolongkan
peristiwa-peristiwa yang menyebabkan timbulnya biaya dan manfaat sosial telah dibahas
dalam literatur.
Cara lain untuk mengidentifikasikan asal dari biaya dan manfaat sosial adalah dengan
memeriksa proses distribusi dan produksi perusahaan individual guna
mengidentifikasikan bagaimana kerugian dan kontribusi serta menentukan bagaimana hal
tersebut terjadi.
4. Kuantifikasi terhadap Biaya dan Manfaat
Ketika aktivitas yang menimbulkan biaya dan manfaat sosial ditentukan dan kerugian
serta kontribusi tertentu didefinisikan, maka dampak pada manusia dapat dihitung.
Dampak tersebut dapat digolongkan sebagai langsung atau tidak langsung.
Untuk mengukur suatu kerugian dibutuhkan informasi mengenai variabel-variabel
utama, yaitu waktu dan dampak.
Waktu. Beberapa peristiwa yang menghasilkan biaya sosial membutuhkan waktu
beberapa tahun untuk menimbulkan suatu akibat. Periode waktu antar paparan
awal dengan peristiwa yang menimbulkan kerugian serta manifestasi dari dampak
yang buruk disebut dengan periode “persiapan”. Dalam hal pengukuran, penting
untuk menentukan lamanya waktu tersebut. Dampak jangka panjang sebaiknya
diberikan bobot yang berbeda dengan dampak jangka pendek.
Dampak. Orang-orang dapat dipengaruhi secara ekonomi, fisik, psikologis, dan
sosial oleh berbagai kerugian. Untuk mengukur biaya sosial tersebut perlu untuk
mengidentifikasikan kerugian-kerugian tersebut dan menguantifikasinya.
Dalam contoh asbes yang telah dijelaskan, kerugian adalah dampak dari biaya terkena
penyakit yang terkait dengan asbes dikurangi dengan kompensasi apapun yang diperoleh
pekerja dari perusahaan. Biaya tersebut dapat diklasifikasikan sebagai kerugian biaya
ekonomi, fisik, psikologis, atau sosial.
Secara ringkas, kesulitan untuk mengukur kontribusi atau kerugian yang sebenarnya
dari suatu aktivitas sering kali mengarahkan orang untuk mengukur apa yang mudah
untuk dikuantifikasi dan untuk menggunakan angka tersebut sebagai pengganti dari biaya
atau manfaat yang sebenarnya.
PELAPORAN KINERJA SOSIAL
Kerangka kerja akuntansi sosial belum secara penuh dikembangkan dan terdapat
masalah pengukuran yang serius mengenai biaya dan manfaat. Berbagai pendekatan
pelaporan telah dibahas dalam literatur akuntansi sosial. Pendekatan-pendekatan tersebut
meliputi audit sosial, laporan sosial yang terpisah, dan pengungkapan sosial dalam laporan
tahunan.
1. Audit Sosial
Audit sosial mengukur dan melaporkan dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan dari
program-program yang berorientasi sosial dan operasi perusahaan yang reguler. Ada
beberapa cara untuk melakukan hal tersebut. Salah satu strategi yang berhasil dimulai
dengan mengembangkan inventaris dan aktivitas yang memiliki dampak sosial.
Audit sosial bermanfaat bagi perusahaan dengan membuat para manajer menyadari
konsekuensi sosial dari beberapa tindakan mereka. hal ini dapat dicapai bahkan jika
dampaknya tidak dapat dikuantifikasi. Selain itu, audit semacam itu dapat menyebabkan
manajer mencoba untuk memperbaiki kinerja mereka dalam bidang-bidang sosial dengan
cara mengembangkan rencana kinerja sosial dan ukuran kinerja yang didasarkan pada
rencana itu.
2. Laporan-laporan Sosial
Laporan eksternal terpisah yang menggambarkan hubungan perusahaan dengan
komunitasnya telah dikeluarkan oleh banyak perusahaan.
David Linowes telah mengembangkan Laporan Operasi Sosio-Ekonomi untuk
digunakan sebagai dasar untuk melaporkan informasi akuntansi sosial. Linowes
membagi laporannya dalam tiga kategori: 1) hubungan dengan manusia, 2) hubungan
dengan lingkungan, dan 3) hubungan dengan produk. Pada setiap kategori, ia membuat
daftar mengenai kontribusi sukarela perusahaan dan kemudian mengurangkannya dengan
kerugian yang disebabkan oleh aktivitas perusahaan itu. Linowes memonetisasi segala
sesuatunya dalam laporan tersebut dan sampai pada saldo akhir yang disebutnya sebagai
tindakan sosio-ekonomi neto untuk tahun tersebut. Dalam laporan Linowes, seluruh
kontribusi dan kerugian harus dihitung secara moneter –sesuatu yang telah terbukti sulit
untuk dilakukan. Pendekatan Linowes tidak digunakan oleh perusahaan mana pun.
3. Pengungkapan dalam Laporan Tahunan
Banyak perusahaan menerbitkan laporan tahunan kepada pemegang saham yang
berisi beberapa informasi sosial. Ernst & Ernst melakukan suatu survei atas
pengungkapan sosial yang dibuat oleh 500 perusahaan industri terkenal dalam laporan
tahunannya dari tahun 1971 sampai tahun 1978. Ditemukan bahwa secara umum, jumlah
perusahaan yang mengungkapkan informasi sosial dan jumlah pengungkapan meningkat
dengan stabil. Sekitar 90 persen dari perusahaan yang termasuk dalam laporan tahun
1978 telah membuat suatu bentuk pengungkapan sosial. Akan tetapi, karena kebanyakan
informasi sosial yang diungkapkan oleh perusahaan dalam laporan tahunan bersifat
sukarela dan selektif, dapat diargumentasikan bahwa informasi tersebut memiliki nilai
yang dipertanyakan dan seseorang tidak dapat menilai kinerja sosial dari perusahaan
tersebut berdasarkan laporan tahunannya.
4. Perkembangan Luar Negeri
Perusahaan-perusahaan Eropa sudah mempelopori pengungkapan informasi sosial,
baik dalam laporan khusus maupun laporan tahunan. Prancis, misalnya, telah
mengeluarkan undang-undang yang mengharuskan perusahaan-perusahaan dengan
jumlah karyawan yang banyak untuk melaporkan pos-pos hubungan karyawan. Terlibat
dalam laporan-laporan ini adalah:
a) lapangan pekerjaan,
b) gaji dan perubahan sosial,
c) kesehatan dan jaminan kerja,
d) kondisi kerja lainnya,
e) pelatihan,
f) hubungan industri, dan
g) pengaturan sosial lainnya yang relevan.
Bentuk pelaporan model Eropa yang telah digunakan oleh sejumlah perusahaan
adalah bentuk yang dikembangkan serta digunakan oleh Deutsche Shell (perusahaan
minyak Shell di Jerman). Serupa dengan laporan dari perusahaan-perusahaan di Perancis,
laporan Deutsche Shell menekankan pada hubungan perusahaan dengan karyawannya.
Akan tetapi, laporan tersebut juga memberikan informasi mengenai sejumlah bidang
lainnya yang berurusan dengan tanggung jawab sosial perusahaan.
Laporan Deutsche Shell berisi beberapa pos yang tidak umum. Selain laporan
keuangan yang umum, terdapat laporan akun-akun sosial dan laporan nilai tambah yang
keduanya berkaitan dengan kontribusi perusahaan terhadap masyarakat. Laporan akun-
akun sosial melaporkan aktivitas-aktivitas perusahaan yang memengaruhi para
pemangku kepentingan perusahaan, seperti karyawan, investor, komunitas, dan
perusahaan itu sendiri. Pada dasarnya, laporan akun-akun sosial adalah pandangan yang
lebih ekstensif terhadap berbagai pos-pos pelaporan yang telah dilaporkan dalam laporan
keuangan lainnya.
Laporan tahunan Deutsche Shell juga memasukkan penjelasan terhadap tujuan
perusahaan yang beberapa di antaranya melampaui kepentingan terhadap laba dan
pangsa pasar.
ARAH RISET
Riset dalam akuntansi sosial telah cukup ekstensif dan berfokus pada berbagai subjek
yang berkisar dari pengembangan kerangka kerja teoretis sampai menyurvei pengguna
potensial dari data akuntansi sosial.
Studi mengenai kegunaan informasi sosial bagi investor dapat dibagi menjadi dua bidang
utama, yaitu: 1) survei atas investor potensial, 2) pengujian empiris terhadap dampak pasar
dari pengungkapan akuntansi sosial.
Riset masih perlu untuk dilakukan dalam bidang-bidang yang telah dibahas dan dalam
aspek-aspek lainnya dari akuntansi sosial seperti menentukan pengguna potensial dari
informasi akuntansi sosial ( selain investor). Suatu kerangka teoretis yang melanjutkan karya
Ramanathan (1976) harus dikembangkan. Format pelaporan sebaiknya dipraktikan dan karya
Bauer dalam audit sosial sebaiknya diperluas.
Dari susut pandang membuat kemajuan utama dalam akuntansi sosial, biudang masalah
utama yang paling penting dan masih belum terselesaikan mungkin adalah bidang
pengukuran. Riset teoretis, empiris, dan pragmatis perlu dilakukan mengenai subjek-subjek
ini
KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan uraian tentang akuntansi sosial dan
penerapannya di Indonesia diuraikan sebagai berikut :
1. Akuntansi Sosial masih menjadi pro dan kontra di dunia akuntansi sampai saat ini
mengingat masih terdapatnya pro dan kontra tentang sejauh mana perusahaan harus
bertanggung jawab kepada lingkungan sosialnya
2. Akuntansi Sosial didefinisikanoleh para pakar akuntansi sebagai proses untuk
mengukur,mengatur dan melaporkan dampak interaksi antara perusahaan dengan
lingkungan sosialnya
3. Untuk mengukur manfaat social (social Benefit) maupun pengorbanan social (Social
Cost) dapat dipergunakan cara penilaian pengganti, teknik survey dan keputusan dari
pengadilan, dan beberapa teknik lainnya yang direkomendasikan oleh para ahli dan
bukti-bukti empiris praktik akuntansi sosial di Amerika.
4. Pelaporan dan pengungkapan sosial di beberapa negara maju sudah lazim dilakukan
oleh perusahaan-perusahaan besar untuk mendeskripsikan kepedulian sosialnya
kepada para pemakai laporan keuangan
5. Penerapan akuntansi sosial di negara Indonesia masih mengalami kendala-beberapa
kendala, diantaranya kesadaran dunia bisnis yang masih rendah dan kurangnya
penegakan aturan tentang tanggungjawab sosial perusahaan di Indonesia.
6. Praktik pengungkapan sosial perusahan-perusahaan di Indonesia juga masih sangat
rendah karena diduga perusahaan masih berorientasi kepada para Shareholder dan
debtholders saja.
7. Peran dan penerapan akuntansi sosial perlu dikembangkan di Indonesia untuk dapat
mendorong terciptanya tanggungjawab sosial perusahaan yang diharapkan mampu
meminimalisir permasalahan-permasalahan sosial yang dihadapi oleh entitas bisnis di
Indonesia, sehingga terjadinya iklim investasi yang sehat dan stabilitas ekonomi yang
tangguh.