case pneumothoraks
DESCRIPTION
PneumothoraksTRANSCRIPT
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI
SMF PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
Nama Mahasiswa : Nadya Yuniarti D.H.P
NIM : 030.07.173
Dokter Pembimbing : dr. Sukaenah S.A, Sp.P
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap/CM : Tn. Ian Eka Tiara/89.99.30 Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 24 tahun Suku bangsa : Betawi
Status perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Pemilik showroom motor Pendidikan : SMA
Alamat : Jl.Cipinang Bali, Jakarta Tanggal masuk RS : 13-06-2014
A. ANAMNESIS
Diambil secara autoanamnesis, tanggal 14 Juni 2014, pada pukul 10:00 WIB
Keluhan Utama : sesak nafas sejak 2 hari SMRS
Keluhan Tambahan : batuk berdahak sejak > 2bulan, nafsu makan berkurang dan
penurunan berat badan
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan sesak nafas yang timbul tiba-
tiba dan dirasakan semakin lama semakin berat sejak 2 hari SMRS. Sesak lebih dirasakan pasien
jika berbaring, posisi yang nyaman untuk pasien adalah duduk dengan badan condong ke arah
depan. Sakit atau nyeri di dada disangkal pasien. Selain sesak pasien juga mempunyai keluhan
lain yaitu batuk berdahak cair dan berwarna putih selama kurang lebih 2 bulan tetapi
frekuensinya tidak terlalu sering. Pasien juga merasa bahwa berat badannya semakin menurun
1
yang kemungkinan disebabkan karena nafsu makan pasien yang menurun. Ternyata 1 tahun yang
lalu pasien pernah dirawat di rumah sakit karena menderita TBC dan hanya meneruskan
pengobatan selama 2 bulan saja dikarenakan kesibukan pasien. Selama dirawat di rumah sakit
karena TBC, pasien juga mempunyai keluhan sesak hebat kemudian didiagnosis pneumothoraks
spontan ec TBC oleh dokter dan dilakukan penatalaksaan dengan WSD. Alergi makanan atau
obat-obatan disangkal pasien. Kencing manis, darah tinggi dan asma disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Os pernah memiliki riwayat dirawat karena TBC dan pneumothoraks spontan
Riwayat Keluarga :
Os mengaku tidak terdapat anggota keluarga yang pernah mengalami keluhan yang sama.
Riwayat kencing manis, darah tinggi, dan alergi disangkal karena pasien.
Riwayat kebiasaan :
Os mengaku merokok 3 bungkus/hari dan sering minum kopi, kurang lebih 3 gelas/hari.
Penggunaan narkoba, free sex dan minum alcohol disangkal oleh pasien.
Riwayat sosioekonomi :
Os bekerja sebagai pemilik showroom motor (jual beli motor bekas). Rumah di lingkungan padat,
cahaya dan ventilasi kurang baik.
Riwayat pengobatan :
Os mengaku selama ini hanya mengkonsumsi obat TBC selama 2 bulan. Obat-obatan lain atau
jamu-jamuan tidak pernah diminum oleh pasien.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : tampak sesak dan sakit berat
Kesadaran : compos mentis
Tanda – tanda vital :
Tekanan darah : 100/ 70
Nadi : 100x/ menit
2
Suhu : 37 ºC
RR : 38x/ menit
BB : 40 kg
TB : 160 cm
Kesan Gizi : 15,62 : Gizi kurang
Sianosis : -
Ikterik : -
Odem anasarka : -
Habitus : Astenikus
Mobilitas : aktif
Umur sesuai taksiran : sesuai dengan usia sebenarnya
Kulit
Warna : sawo matang, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianotik, ptechiae (-)
Lembab/ kering : kering
Keringat : Umum
Pertumbuhann rambut : Merata
Suhu raba : dingin
Turgor : Baik
Ikterus : (-)
Oedem : (-)
Efloresensi : (-)
Jaringan parut : (-)
Kelenjar Getah Bening
Preaurikuler : tidak teraba membesar
Retroaurikuler : tidak teraba membesar
Submandibula : tidak teraba membesar
Submental : tidak teraba membesar
Sepanjang M. Sternokleidomastoideus : tidak teraba membesar
Supraklavikula : tidak teraba membesar
Infraklavikula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak dilakukan pemeriksaan
3
Inguinal : tidak dilakukan pemeriksaan
Kepala
Ekspresi wajah : tampak sakit berat
Simetri muka : simetris
Rambut : rambut hitam dengan distribusi merata
Mata
Eksophtalmus : (-)
Endophtalmus : (-)
Kelopak : oedem (-)
Konjungtiva : anemis (-)
Sklera : ikterik (-)
Lapang penglihatan : baik
Nistagmus : (-)
Lensa : jernih
Visus : normal
Gerak bola mata : aktif ke segala arah
Telinga
Daun telinga : normotia
Liang telinga : lapang/lapang
Serumen : +/+
Sekret :-/-
Membran timpani : intak/ intak
Hidung
Deformitas : negatif
Nafas cuping hidung : Positif
Cavum nasi : lapang/ lapang
Concha : eutrofi/ eutrofi
Septum deviasi : -/-
Sekret : -/-
Mulut
Bibir : kering
4
Lidah : normoglosia, tidak terdapat kelainan
Mukosa ` : Tidak hiperemis
Gigi geligi : caries (-), Oral hiegiene baik
Tonsil : T2-T2, tidak hiperemis, detritus -/-, kripta melebar (-)
Dinding faring posterior: Tidak hiperemis, tidak terdapat massa
Bau pernafasan : halitosis (-)
Trismus : (-)
Leher
Tekanan vena jugular (JVP) : 5+2 cmHg
Kelenjar tiroid : tidak teraba membesar
Kelenjar limfe : tidak teraba membesar
Thoraks
Inspeksi :
Tidak simetris lapang paru kanan dan kiri pada keadaan statis maupun dinamis, efloresensi -
bermakna (-), jejas (-), kesan dada kiri lebih cembung, retraksi sela iga (-), gerak nafas tertinggal
pada dada sebalah kiri, sela iga melebar, tipe pernafasan abdomino-torakal
Palpasi :
Tidak simetris lapang paru kanan dan kiri pada keadaan statis dan dinamis, vocal fremitus
melemah pada lapang paru sebelah kiri
Perkusi :
Hipersonor pada lapang paru sebelah kiri. Batas paru dan hepar : setinggi ICS 5 linea
midklavikula kanan dengan suara redup. Batas atas jantung kanan setinggi ICS 3-5 garis
sternalis kanan dengan suara redup. Batas kiri jantung setinggi ICS 5, 1 cm medial
midklavikularis kiri dengan suara redup. Batas atas jantung setinggi ICS 3 garis parasternal kiri
dengan suara redup.
Auskultasi
Cor : BJI, BJ II reguler murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler melemah -/+, Rh basah +/+, Wh +/+
Abdomen
Inspeksi :
5
Abdomen rata, sagging of the flank (-), smilling umbilicus (-), caput medusae (-), spider nevy (-),
hernia umbilicalis (-)
Auskultasi :
BU (+) 2x/ menit
Palpasi :
Supel, nyeri tekan (-), defense muscular (-), organomegali (-), ascites (-)
Perkusi :
Timpani diseluruh lapang abdomen.
Anggota gerak
Lengan Kanan Kiri
Otot
Tonus normal normal
Massa normal normal
Sendi ke segala arah ke segala arah
Gerakan ke segala arah ke segala arah
Kekuatan 5 5
Oedem (-) (-)
Ptechiae (-) (-)
Palmar eritema (-) (-)
Tungkai dan kaki Kanan Kiri
Luka (-) (-)
Varises (-) (-)
Otot
Tonus normal normal
Massa normal normal
Sendi ke segala arah ke segala arah
Gerakan ke segala arah ke segala arah
Kekuatan 5 5
Oedem (-) (-)
Ptechiae (-) (-)
Hematom (-) (-)
6
Refleks
Pemeriksaan Kanan Kiri
Refleks tendon + +
Refleks biceps + +
Refleks triceps + +
Refleks Patella + +
Refleks Achilles + +
Refleks patologis - -
C. LABORATORIUM
Tanggal 13/06/2014
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal
Leukosit 18,0 ribu/µL 3,8-10,6
Eritrosit 6,0 juta/µL 4,4-5,9
Trombosit 397 ribu/µL 150-440
Hemoglobin (Hb) 11,5 g/dL 13,2-17,3
Hematokrit 37 % 40-52
MCV 62,0 fl 80-100
MCH 19,2 pg 26-34
MCHC 30,7 g/dL 32-36
RDW 16,8 % <14
Tanggal 14/06/2014
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai normal
pH 7.28 7,35-7.45
pCO2 63 mmHg 35-45
pO2 77 mmHg 80-100
Bicarbonat (HCO3) 30 mmol/L 21-28
Total CO2 32 mmol/L 23-27
Saturasi O2 92% 95-100
Kelebihan Basa (BE) 2,7 mEq/L -2.5 – 2.5
7
SGOT 15 <33
SGPT 10 <50
Glukosa Darah Sewaktu 164 <110
Ureum 14 13-43
Kreatinin 0,58 <1,2
Na 140 135-155
K 4,3 3,6-5,5
Klorida 102 98-109
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Rontgen Thorax PA
8
Foto Rontgen thorax PA (13/06/14) :
CTR < 50 %, gambaran hiperluscent > ½ hemitoraks sinistra, tidak ada corakan
bronkovaskuler di > ½ lapang pulmo sinistra, difragma kiri turun, sudut costophrenicus
tumpul di kedua sisi, trakhea tertarik ke sisi kanan dan jantung sedikit terdorong ke sisi
kanan, tampak bercak infiltrat di bagian apeks pulmo dextra
Kesan : Pneumothoraks spontan pulmo sinistra, TB pulmo dextra
E. DIAGNOSIS
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang dapat diambil kesimpulan diagnosis
kerja saat ini adalah Pneumothoraks spontan II dengan TB putus obat.
F. RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan sesak nafas yang timbul tiba-
tiba dan dirasakan semakin lama semakin berat sejak 2 hari SMRS. Sesak lebih dirasakan pasien
jika berbaring, posisi yang nyaman untuk pasien adalah duduk dengan badan condong ke arah
depan. Sakit atau nyeri di dada disangkal pasien. Selain sesak pasien juga mempunyai keluhan
lain yaitu batuk berdahak cair dan berwarna putih selama kurang lebih 2 bulan tetapi
frekuensinya tidak terlalu sering. Pasien juga merasa bahwa berat badannya semakin menurun
yang kemungkinan disebabkan karena nafsu makan pasien yang menurun. Ternyata 1 tahun yang
lalu pasien pernah dirawat di rumah sakit karena menderita TBC dan hanya meneruskan
pengobatan selama 2 bulan saja dikarenakan kesibukan pasien. Selama dirawat di rumah sakit
karena TBC, pasien juga mempunyai keluhan sesak hebat kemudian didiagnosis pneumothoraks
spontan ec TBC oleh dokter dan dilakukan penatalaksaan dengan WSD. Alergi makanan atau
obat-obatan disangkal pasien. Kencing manis, darah tinggi dan asma disangkal oleh pasien.
Pasien biasa merokok 3bungkus/hari, bekerja sebagai pemilik showroom motor dan tinggal di
perumahan padat penduduk dengan pencahayaan dan ventilasi yang kurang baik.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital nadi dan pernafasan meningkat,
terlihat sesak, dan pada thorax didapatkan adanya gerak nafas yang tertinggal pada dada sebelah
kiri, vocal fremitus yang melemah, hipersonor dan suara nafas melemah pada lapang paru
sebelah kiri. Kepala, leher, abdomen, ekstremitas dalam batas normal. Hasil pemeriksaan syaraf
pasien juga tidak didapatkan adanya kelainan.
9
Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya anemia mikrositik hipokrom
dengan adanya kenaikan leukosit. Sedangkan dari hasil analisa gas darah didapatkan asidosis
respiratorik yang telah terkompensasi. Hasil pemeriksaan rontgen thoraks didapatkan kesan
Pneumothoraks spontan pulmo sinistra dengan TB pulmo dextra.
G. Follow Up
Tanggal Subjektif Objektif Assessment Penatalaksanaan
14/06/14 Sesak terus
menerus dan tidak
ada perbaikan
dengan O2, tidak
bisa tidur dan
berbaring
terlentang karena
sesaknya
Berkeringat di
sekujur tubuhnya
Kesadaran : CM
KU : tampak sesak
dan sakit berat
Suhu : 36,7ºC
TD : 100/ 70
N : 100x/menit
RR:40x/menit,
pernafasan cuping
hidung
Thoraks
Inspeksi :
Tidak simetris
lapang paru kanan
dan kiri pada
keadaan statis
maupun dinamis,
gerak nafas
tertinggal pada
dada sebelah kiri
Palpasi :
vocal fremitus
melemah pada
lapang paru
Pneumothoraks
spontan II
TB paru putus
obat
IVFD Asering +
Lasal 2cc
+etapilin 5cc/8jam
Inj. Ceftazidim
2x1gr
Inhalasi Ventolin
4x/hari
R 1x450mg
H 1x300mg
E 1x1000mg
Z 1x1000mg
Melact 2x200mg
WSD
Post WSD
-Ro thoraks ulang
-ganti verban
WSD/hari
-lihat undulasi
-Kalese 1 amp
drip selama 2 hari
-As.mefenamat
3x1
-Ganti plabot/hari
10
sebelah kiri
Perkusi :
Hipersonor pada
lapang paru
sebelah kiri.
Auskultasi
Cor
S1 S2 reguler,
murmur -, gallop -
Pulmo:
SN vesikuler +/-,
Rh -/-, Wh -/-
Abdomen
Supel, BU +, NT -
Ekstremitas
Akral dingin di ke-
4 ekstremitas
15/06/14 Sesak +
Batuk sejak 1 hari
yang lalu, batuk
semakin sering
sehingga
mengganggu tidur
Nyeri di tempat
tusukan trochar
WSD
Kesadaran : CM
KU : tampak sesak
dan sakit sedang
Suhu : 37ºC
TD : 100/ 70
N : 104x/menit
RR:20x/menit
Thoraks
Inspeksi :
Tidak simetris
lapang paru kanan
Pneumothoraks
spontan II
TB paru putus
obat
IVFD Asering +
Lasal 2cc
+etapilin 5cc/8jam
Inj. Ceftazidim
2x1gr
Inhalasi Ventolin
4x/hari
R 1x450mg
H 1x300mg
E 1x1000mg
Z 1x1000mg
Melact 2x200mg
11
dan kiri pada
keadaan statis
maupun dinamis,
gerak nafas
tertinggal pada
dada sebelah kiri
Palpasi :
vocal fremitus
melemah pada
lapang paru
sebelah kiri
Perkusi :
Hipersonor pada
lapang paru
sebelah kiri.
Auskultasi
Cor
S1 S2 reguler,
murmur -, gallop -
Pulmo:
SN vesikuler +/-,
Rh -/-, Wh -/-
Abdomen
Supel, BU +, NT -
Ekstremitas
Akral hangat di
ke-4 ekstremitas
Undulasi WSD -
Kalese 1 amp drip
As.mefenamat
3x1
12
16/06/14 Sesak dan batuk
sudah banyak
berkurang
Kesadaran : CM
KU : tampak sesak
dan sakit sedang
Suhu : 37ºC
TD : 100/ 80
N : 104x/menit
RR:20x/menit
Thoraks
Inspeksi :
Simetris lapang
paru kanan dan
kiri pada keadaan
statis maupun
dinamis
Palpasi :
vocal fremitus
masih sedikit
lemah pada lapang
paru sebelah kiri
Perkusi :
Hipersonor masih
sedikit pada lapang
paru sebelah kiri.
Auskultasi
Cor
S1 S2 reguler,
murmur -, gallop -
Pulmo:
SN vesikuler +/+,
Rh -/-, Wh -/-
Pneumothoraks
spontan II
TB paru putus
obat
IVFD Asering +
Lasal 2cc
+etapilin 5cc/8jam
Inj. Ceftazidim
2x1gr
Inhalasi Ventolin
4x/hari
R 1x450mg
H 1x300mg
E 1x1000mg
Z 1x1000mg
Melact 2x200mg
As.mefenamat
3x1
13
Abdomen
Supel, BU +, NT -
Ekstremitas
Akral hangat di
ke-4 ekstremitas
Undulasi WSD +
17/06/14 Sesak sudah
berkurang
Batuk +, dahak
putih cair +
Masih terasa
sedikit sakit
akibat WSD
Kesadaran : CM
KU : tampak sakit
sedang
Suhu : 36,8ºC
TD : 120/ 80
N : 88x/menit
RR:22x/menit
Thoraks
Inspeksi :
Simetris lapang
paru kanan dan
kiri pada keadaan
statis maupun
dinamis
Palpasi :
vocal fremitus
sama kuat pada
lapang paru
sebelah kiri
maupun kanan
Perkusi :
Sonor pada kedua
Pneumothoraks
spontan II
TB paru putus
obat
IVFD Asering +
Lasal 2cc
+etapilin 5cc/8jam
Inj. Ceftazidim
2x1gr
Inhalasi Ventolin
4x/hari
R 1x450mg
H 1x300mg
E 1x1000mg
Z 1x1000mg
Melact 2x200mg
As.mefenamat
3x1
Fisioterapi/hari di
tempat
14
lapang paru.
Auskultasi
Cor
S1 S2 reguler,
murmur -, gallop -
Pulmo:
SN vesikuler +/+,
Rh -/-, Wh -/-
Abdomen
Supel, BU +, NT -
Ekstremitas
Akral hangat di
ke-4 ekstremitas
Undulasi WSD +
18/06/14 Sesak –
Batuk +, dahak
putih cair +
Dada masih terasa
sakit akibat WSD
Kesadaran : CM
KU : tampak sakit
sedang
Suhu : 36,8ºC
TD : 110/ 80
N : 88x/menit
RR:22x/menit
Thoraks
Inspeksi :
Simetris lapang
paru kanan dan
kiri pada keadaan
statis maupun
dinamis
Pneumothoraks
spontan II
TB paru putus
obat
IVFD Asering +
Lasal 2cc
+etapilin 5cc/8jam
Inj. Ceftazidim
2x1gr
Inhalasi Ventolin
4x/hari
R 1x450mg
H 1x300mg
E 1x1000mg
Z 1x1000mg
Melact 2x200mg
As.mefenamat
3x1
15
Palpasi :
vocal fremitus
sama kuat pada
lapang paru
sebelah kiri
maupun kanan
Perkusi :
Sonor pada kedua
lapang paru.
Auskultasi
Cor
S1 S2 reguler,
murmur -, gallop -
Pulmo:
SN vesikuler +/+,
Rh -/-, Wh -/-
Abdomen
Supel, BU +, NT -
Ekstremitas
Akral hangat di
ke-4 ekstremitas
Undulasi WSD +
Fisioterapi/hari di tempat
19/06/14 Keluhan sudah
banyak berkurang
Ngilu sedikit di
bagian
pemasangan
WSD
Kesadaran : CM
KU : tampak sakit
sedang
Suhu : 36,5ºC
TD : 120/ 80
N : 88x/menit
Pneumothoraks
spontan II
TB paru putus
obat
IVFD Asering +
Lasal 2cc
+etapilin
5cc/12jam
Inj. Ceftazidim
2x1gr
16
RR:22x/menit
Thoraks
Inspeksi :
Simetris lapang
paru kanan dan
kiri pada keadaan
statis maupun
dinamis
Palpasi :
vocal fremitus
sama kuat pada
lapang paru
sebelah kiri
maupun kanan
Perkusi :
Sonor pada kedua
lapang paru.
Auskultasi
Cor
S1 S2 reguler,
murmur -, gallop -
Pulmo:
SN vesikuler +/+,
Rh -/-, Wh -/-
Abdomen
Supel, BU +, NT -
Ekstremitas
Akral hangat di
ke-4 ekstremitas
Inhalasi Ventolin
4x/hari
R 1x450mg
H 1x300mg
E 1x1000mg
Z 1x1000mg
Melact 2x200mg
As.mefenamat
3x1
Fisioterapi/hari di
tempat
Ro thoraks ulang
WSD diklem (bila
sesak, klem
dibuka kembali)
17
Undulasi WSD +
20/06/14 Keluhan sudah
tidak ada
Pemasangan
klem, pasien tidak
merasa sesak
Kesadaran : CM
KU : tampak sakit
ringan
Suhu : 36,5ºC
TD : 110/ 80
N : 81x/menit
RR:22x/menit
Thoraks
Inspeksi :
Simetris lapang
paru kanan dan
kiri pada keadaan
statis maupun
dinamis
Palpasi :
vocal fremitus
sama kuat pada
lapang paru
sebelah kiri
maupun kanan
Perkusi :
Sonor pada kedua
lapang paru.
Auskultasi
Cor
S1 S2 reguler,
murmur -, gallop -
Pulmo:
SN vesikuler +/+,
Pneumothoraks
spontan II
TB paru putus
obat
IVFD Asering +
Lasal 2cc
+etapilin
5cc/12jam
Inj. Ceftazidim
2x1gr (stop)
Inhalasi Ventolin
4x/hari
R 1x450mg
H 1x300mg
E 1x1000mg
Z 1x1000mg
Melact 2x200mg
As.mefenamat
3x1
Fisioterapi/hari di
tempat
WSD diklem (bila
sesak, klem
dibuka kembali)
H2TL ulang
18
Rh -/-, Wh -/-
Abdomen
Supel, BU +, NT -
Ekstremitas
Akral hangat di
ke-4 ekstremitas
Undulasi WSD +
21/06/14 Keluhan sudah
tidak ada
Pemasangan
klem, pasien tidak
merasa sesak
Kesadaran : CM
KU : tampak sakit
ringan
Suhu : 36,5ºC
TD : 110/ 80
N : 88x/menit
RR:23x/menit
Thoraks
Inspeksi :
Simetris lapang
paru kanan dan
kiri pada keadaan
statis maupun
dinamis
Palpasi :
vocal fremitus
sama kuat pada
lapang paru
sebelah kiri
maupun kanan
Perkusi :
Pneumothoraks
spontan II
TB paru putus
obat
IVFD Asering +
Lasal 2cc
+etapilin
5cc/12jam
Inj. Streptomycin
1x3/4
Inhalasi Ventolin
4x/hari
R 1x450mg
H 1x300mg
E 1x1000mg
Z 1x1000mg
Melact 2x200mg
As.mefenamat
3x1
Fisioterapi/hari di
tempat
WSD diklem
selama 3 hari
19
Sonor pada kedua
lapang paru.
Auskultasi
Cor
S1 S2 reguler,
murmur -, gallop -
Pulmo:
SN vesikuler +/+,
Rh -/-, Wh -/-
Abdomen
Supel, BU +, NT -
Ekstremitas
Akral hangat di
ke-4 ekstremitas
Undulasi WSD +
22/06/14 Tidak ada
keluhan
Kesadaran : CM
KU : Baik
Suhu : 36,5ºC
TD : 110/ 80
N : 81x/menit
RR:22x/menit
Thoraks
Inspeksi :
Simetris lapang
paru kanan dan
kiri pada keadaan
statis maupun
dinamis
Pneumothoraks
spontan II
TB paru putus
obat
IVFD Asering +
Lasal 2cc
+etapilin
5cc/12jam
Inj. Streptomycin
1x3/4
Inhalasi Ventolin
4x/hari
R 1x450mg
H 1x300mg
E 1x1000mg
Z 1x1000mg
Melact 2x200mg
20
Palpasi :
vocal fremitus
sama kuat pada
lapang paru
sebelah kiri
maupun kanan
Perkusi :
Sonor pada kedua
lapang paru.
Auskultasi
Cor
S1 S2 reguler,
murmur -, gallop -
Pulmo:
SN vesikuler +/+,
Rh -/-, Wh -/-
Abdomen
Supel, BU +, NT -
Ekstremitas
Akral hangat di
ke-4 ekstremitas
Undulasi WSD +
As.mefenamat
3x1
Fisioterapi/hari di
tempat
WSD diklem
selama 3 hari
23/06/14 Tidak ada
keluhan
Kesadaran : CM
KU : tampak sakit
ringan
Suhu : 36,5ºC
TD : 110/ 80
N : 84x/menit
TB paru putus
obat
Lepas WSD
BLPL :
R 1x450mg
H 1x300mg
E 1x1000mg
Z 1x1000mg
21
RR:24x/menit
Thoraks
Inspeksi :
Simetris lapang
paru kanan dan
kiri pada keadaan
statis maupun
dinamis
Palpasi :
vocal fremitus
sama kuat pada
lapang paru
sebelah kiri
maupun kanan
Perkusi :
Sonor pada kedua
lapang paru.
Auskultasi
Cor
S1 S2 reguler,
murmur -, gallop -
Pulmo:
SN vesikuler +/+,
Rh -/-, Wh -/-
Abdomen
Supel, BU +, NT -
Ekstremitas
Akral hangat di
ke-4 ekstremitas
Undulasi WSD +
Melact 2x200mg
As.mefenamat
3x1
22
Tanggal 18/06/14
Sediaan BTA 3x (sputum) Hasil Nilai normal
BTA 1 1+ Negatif
BTA 2 1+ Negatif
BTA 3 1+ Negatif
Tanggal 20/06/14
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal
Leukosit 8,4 ribu/µL 3,8-10,6
Eritrosit 5,6 juta/µL 4,4-5,9
Trombosit 398 ribu/µL 150-440
Hemoglobin (Hb) 10,6 g/dL 13,2-17,3
Hematokrit 34 % 40-52
MCV 61,0 fl 80-100
MCH 18,9 pg 26-34
MCHC 31,1 g/dL 32-36
RDW 17,7 % <14
23
Foto rontgen thoraks PA (15/06/14) Post WSD :
CTR < 50 %, gambaran hiperluscent di ½ hemitoraks sinistra, tidak ada corakan
bronkovaskuler di ½ lapang pulmo sinistra, difragma kiri turun, sudut costophrenicus sangat
tumpul di sisi kiri, trakhea tertarik ke sisi kanan dan jantung terdorong ke sisi kanan, tampak
gambaran paru kiri yang kolaps, tampak bercak infiltrat di bagian apeks pulmo dextra
Kesan : Pneumothoraks spontan pulmo sinistra belum teratasi, TB pulmo dextra
24
Foto Rontgen PA (20/6/14) :
CTR < 50 %, tampak bercak infiltrat di apeks paru kanan
Kesan : TB paru dextra
H. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : ad malam
Ad fungsionam : ad malam
25
LATAR BELAKANG
Paru-paru merupakan unsur elastis yang akan mengempis seperti balon dan
mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada kekuatan untuk mempertahankan
pengembangannya. Paru-paru dapat dikembang-kempiskan melalui dua cara : (1) dengan
gerakan naik turunnya diafragma untuk memperbesar atau memperkecil rongga dada, dan (2)
dengan depresi dan elevasi tulang iga untuk memperbesar atau memperkecil diameter antero-
posterior rongga dada.1
Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara atau gas dalam rongga pleura, yaitu,
di ruang potensial antara pleura viseral dan parietal paru-paru. Hasilnya adalah kolaps dari paru-
paru pada sisi yang terkena.Udara bisa masuk ruang intrapleural melalui komunikasi dari dinding
dada (yaitu, trauma) atau melalui parenkim paru-paru di pleura viceralis.
Hasil dari terapi pada 480 penderita dengan fraktur multiple costa dan dihubungkan
pada trauma dada yang telah dianalisa. Berdasarkan dari trauma; 55 (25,5%) pasien
pneumotoraks yang berkembang menjadi 71 (32,8%) - hemathorax, 90 (41,7% -
hemopneumotoraks. Terapi konservatif dari pneumo dan hemotoraks dalam beberapa kasus
kebanyakan (biasanya dilakukan tusukan pada rongga pleura, jarang dilakukan drainage). Pada
47 penderita yang berkaitan dengan trauma yang dengan forced position (posisi setengah
duduk), Bertujuan untuk kateterisasi pada cavum pleura dengan menggunakan stiletto trocar
melengkung dibawah sudut 60 derajat. Pada terapi clotting hematothoraks digunakan
streptokinase yang tercatat berefek positif pada 6 dari 7 pasien.Indikasi untuk torakotomi dibatasi
pada pasien dengan trauma dada yang berhubungan dengan shock dan kehilangan darah akut.
(Rebecca B, 2011).
26
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi dan fisiologi sistem respiratorius
Dinding Thorax
Dinding thorax terdiri atas kulit, fascia, saraf, otot, dan tulang.Kerangka dinding thorax
membentuk sangkar dada osteokartilaginous yang melindungi jantung, paru-paru, dan beberapa
organ rongga abdomen.Kerangka thorax terdiri dari vertebra thoracica dan discus
intervertebralis, costae dan cartilago costalis, serta sternum. Beberapa otot pernafasan yang
melekat pada dinding dada antara
lain :
Otot-otot inspirasi : M. intercostalis externus, M. levator costae, M. serratus posterior
superior, dan M. scalenus
Otot-otot ekspirasi : M. intercostalis internus, M. transversus thoracis, M. serratus posterior
inferior, M. subcostalis
27
Traktus Respiratorius
Traktus respiratorius dibedakan menjadi dua, yaitu traktus respiratorius bagian atas dan
bagian bawah.Traktus respiratorius bagian atas terdiri dari cavum nasi, nasofaring, hingga
orofaring.Sementara itu, traktus respiratorius bagian bawah terdiri atas laring, trachea, bronchus
(primarius, sekundus, dan tertius), bronchiolus, bronchiolus respiratorius, ductus alveolaris, dan
alveolus.Paru-paru kanan terdiri atas 3 lobus (superior, anterior, inferior), sementara paru-paru
kiri terdiri atas 2 lobus (superior dan inferior).2
Rongga thoraks atau cavitas thoracis berisi organ vital paru dan jantung. Paru-paru dan
pleura mengisi sebagian besar rongga thoraks dengan jantung di antaranya, sedangkan aorta
descendens serta oeshophagus terletak di belakang jantung. Pleura terbagi atas 2 lapisan, yaitu:
pleura parietalis dan pleura visceralis. Pleura parietalis merupakan selaput tipis dari membrana
serosa yang melapisi rongga pleura. Pada daerah yang menghadap mediastinum, pleura ini
beralih meliputi paru-paru sehingga disebut pleura visceralis atau pleura pulmonalis. Pleura
visceralis ini membugkus paru-paru dan melekat erat pada permukaannya. Ruangan potensial
antara kedua lapisan pleura ini disebut cavitas pleuralis yang hanya berisi lapisan tipis cairan
untuk lubrikasi.2
Volume dan kapasitas paru-paru dapat diukur dengan menggunakan alat yang disebut
spirometer. Dengan menggunakan alat ini, volume paru diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:
- Volume tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi setiap kali bernapas
normal; besarnya kira-kira 500 mililiter pada laki-laki dewasa.
- Volume cadangan inspirasi adalah volume udara ekstra yang dapat diinspirasi setelah dan di
atas volume tidal normal bila dilakukan inspirasi kuat; biasanya mencapai 3000 mililiter.
- Volume cadangan ekspirasi adalah volume udara ekstar maksimal yang dapat diekspirasi
melalui ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi tidak normal; jumlah normalnya adalah sekitar
1100 mililiter.
- Volume residu yaitu volume udara yang masih tetap berada dalam paru setelah ekspirasi
paling kuat; volume ini besarnya kira-kira 1200 mililiter.
28
Pernapasan berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena
gerak otot pernapasan yaitu m.intercostalis dan diafragma yang menyebabkan rongga dada
membesar sehingga udara akan terhisap masuk melalui trakea dan bronkus .3
Jaringan paru dibentuk oleh jutaan alveolus mengembang dan mengempis bergantung
pada membesar atau mengecilnya rongga dada. Dinding dada yang membesar akan akan
menyebabkan paru-paru mengembang sehingga udara akan terhisap ke dalam alveolus.
Sebaliknya bila m.intercostalis melemas maka dinding dada akan mengecil sehingga udara akan
terdorong keluar. Sementara itu, karena adanya tekanan intraabdominal maka diafragma akan
terdorong ke atas apabila tidak berkontraksi. Ketiga faktor ini yaitu lenturnya dinding thoraks,
kekenyalan jaringan paru, dan tekanan intraabdominal menyebabkan ekspirasi jika
m.intercostalis dan diafragma kendur dan tidak mempertahankan keadaan inspirasi.Dengan
demikian ekspirasi merupakan kegiatan yang pasif.3
Jika pernapasan gagal karena otot pernapasan tidak bekerja, ventilasi paru dapat dibuat
dengan meniup cukup kuat agar paru mengembang di dalam thoraks bersamaan dengan
mengembangnya thoraks.Kekuatan tiupan harus melebihi kelenturan dinding dada, kekenyalan
jaringan paru, dan tekanan intraabdominal. Hal ini dilakukan pada ventilasi dengan respirator
atau pada resusitasi dengan bantuan napas dari mulut ke mulut
Adanya lubang di dinding dada atau di pleura viseralis akan menyebabkan udara masuk
ke rongga pleura sehingga pleura viseralis terlepas dari pleura parietalis dan paru tidak lagi ikut
dengan gerak napas dinding thoraks dan diafragma. Hal ini terjadi pada pneumotoraks. Jika
dipasang penyalir tertutup yang diberikan tekanan negatif maka udara ini akan terhisap dan paru
dapat dikembangkan lagi.3
PNEUMOTORAKS
29
Definisi
Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam pleura yang
menyebabkan kolapsnya paru yang terkena.4
(Dikutip
dari no.5)
Pneumotoraks merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara pada kavum
pleura.Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru dapat leluasa
mengembang terhadap rongga dada. Udara dalam kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh5 :
1. Robeknya pleura viseralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari alveolus akan
memasuki kavum pleura. Pneumotoraks jenis ini disebut sebagai closed pneumotoraks.
Apabila kebocoran pleura viseralis berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saat
inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara
semakin lama semakin banyak sehingga mendorong mediastinum kearah kontralateral dan
menyebabkan terjadinya tension pneumotoraks.5
2. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara kavum pleura
dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3 diameter trakea, maka
udara cenderung lebih melewati lubang tersebut dibanding traktus respiratorius yang
seharusnya.Pada saat inspirasi, tekanan dalam rongga dada menurun sehingga udara dari luar
masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada paru ipsilateral.Saat
30
ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui
lubang tersebut. Kondisi ini disebut sebagai open pneumotoraks.5
Epidemiologi
Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak
diketahui.Namun dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa
pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun. Laki-
laki lebih sering daripada wanita, dengan perbandingan 5 : 1.6
Pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi pneumotoraks spontan dan
traumatik.Pneumotoraks spontan merupakan pneumotoraks yang terjadi tiba-tiba tanpa atau
dengan adanya penyakit paru yang mendasari.Pneumotoraks jenis ini dibagi lagi menjadi
pneumotoraks primer (tanpa adanya riwayat penyakit paru yang mendasari) maupun sekunder
(terdapat riwayat penyakit paru sebelumnya).5
Insidensinya sama antara pneumotoraks primer dan sekunder, namun pria lebih banyak
terkena dibanding wanita dengan perbandingan 6:1. Pada pria, resiko pneumotoraks spontan
akan meningkat pada perokok berat dibanding non perokok. Pneumotoraks spontan sering terjadi
pada usia muda, dengan insidensi puncak pada dekade ketiga kehidupan (20-40 tahun).5
Sementara itu, pneumotoraks traumatik dapat disebabkan oleh trauma langsung
maupun tidak langsung pada dinding dada, dan diklasifikasikan menjadi iatrogenik maupun non-
iatrogenik. Pneumotoraks iatrogenik merupakan tipe pneumotoraks yang sangat sering terjadi .5
Umur : Biasanya terjadi pada orang yang ber usia 20-40 tahun
Seks : Lebih sering pada pria
Pneumotoraks spontan primer
Biasanya terjadi pada anak laki-laki yang tinggi, kurus dan usia 10-30 tahun
Incidens pada usia tertentu: 7,4-18 kasus per 100.000 orang per tahun pada laki-
laki 1,2-6 kasus per 100.000 orang per tahun pada perempuan
Pneumotoraks spontan sekunder
Umur : Puncak kejadian di usia 60-65 tahun insidensi 6,3 kasus per 100.000 orang per tahun
pada laki-laki 2,0 kasus per 100.000 orang per tahun pada perempuan 26 per 100.000 pasien
dengan penyakit paru obstruktif kronik per tahun.
31
Kejadian pneumotoraks spontan primer adalah 18 per 100.000 orang per tahun dan 6 per
100.000 perempuan per tahunnya.
Hal ini terjadi paling sering di usia 20-an, dan pneumotoraks spontan primer jarang
terjadi di atas usia 40.
Pneumotoraks spontan sekunder biasanya terjadi antara usia 60 dan 65.
Antara Tahun 1991 dan 1995 tingkat MRS di UK Hospitalbaik untuk pneumotoraks
spontan primer dan sekunder adalah 16,7 per 100.000 orang per tahun dan 5,8 per
100.000 perempuan per tahun.
Rekurensiakan terjadi pada sekitar 30% dari 45% primer dan sekunder pneumotoraks.
Hal ini sering terjadi dalam 6 bulan, dan biasanya dalam waktu 3 tahun.7
Di Amerika Serikat, insidens pneumotoraks spontan primer pada laki-laki adalah 7,4 kasus
per 100.000 orang tiap tahunnya sementara pada wanita insidensnya adalah 1,2 kasus per
100.000 orang. Sedangkan insidens pneumotoraks spontan sekunder pada laki-laki adalah 6,3
kasus per 100.000 orang dan wanita 2,0 per 100.000 orang. Pneumotoraks traumatik lebih sering
terjadi daripada pneumotoraks spontan dengan laju yang semakin meningkat.Pneumotoraks
spontan primer terjadi pada usia 20 – 30 tahun dengan puncak insidens pada usia awal 20-an
sedangkan pneumotoraks spontan sekunder lebih sering terjadi pada usia 60 – 65 tahun.6
Klasifikasi
Pneumotoraks spontan
1. Pneumotoraks Spontan Primer
Pneumotoraks ini merupakan pneumotoraks yang terjadi pada paru-paru yang sehat
dan tidak ada pengaruh dari penyakit yang mendasari. Angka kejadian pneumotoraks spontan
primer (PSP) sekitar 18-28 per 100.000 pria pertahun dan 1,2-6 per 100.000 wanita pertahun
Umumnya, kejadian ini terjadi pada orang bertubuh tinggi, kurus, dan berusia antara 18-40
tahun. Mekanisme yang diduga mendasari terjadinya PSP adalah ruptur bleb subpleura pada
apeks paru-paru.Udara yang terdapat di ruang intrapleura tidak didahului oleh trauma, tanpa
disertai kelainan klinis dan radiologis.Namun banyak pasien yang dinyatakan mengalai PSP
mempunyai penyakit paru-paru subklinis. Riwayat keluarga dengan kejadian serupa dan
kebiasaan merokok meningkatkan resiko terjadinya pneumotoraks ini.8
32
Faktor yang saat ini diduga berperan dalam mekanisme PSP adalah terdapat sebagian
parenkim paru-paru yang meningkat porositasnya.Peningkatan porositas menyebabkan
kebocoran udara viseraldengan atau tanpa perubahan emfisematous paru-paru.Hubungan tinggi
badan dengan peningkatan resiko terjadinya PSP adalah karena gradien tekanan pleura
meningkat dari dasar ke apeks paru. Akibatnya, alveoli pada apeks paru-paru orang bertubuh
tinggi rentan terhadap meningkatnya tekanan yang dapat mendahului proses pembentukan kista
subpleura 9
PSP umumnya dapat ditoleransi dengan baik oleh penderitanya karena tidak adanya
penyakit paru-paru yang mendasari Pada sebagian besar kasus PSP, gejala akan berkurang atau
hilang secara spontan dalam 24-48 jam. Kecepatan absorpsi spontan udara dari rongga pleura
sekitar 1,25-1,8% dari volume hemitoraks per hari, dan suplementasi oksigen sebesar 10 lpm
akan meningkatkan kecepatan absorpsi sampai dengan empat kali lipat Beberapa macam terapi
yang dapat dilakukan pada pasien PSP antara lain observasi, drainase interkostal dengan atau
tanpa pleurodesis, dan video-assisted thoracoscopic surgery (VATS).8,9
Panduan terapi untuk PSP dikeluarkan oleh British Thoracic Society (BTS) dan
American College of Chest Physician (ACCP).Terdapat perbedaan untuk besar-kecilnya
pneumotoraks dan jenis terapi untuk PSP kecil simtomatik dan PSP simtomatik yang stabil di
antara keduanya.Berikut adalah ringkasan gabungan panduan terapi menurut BTS dan ACCP .9
a. Clinically stable small pneumotoraks
Kedua panduan menyatakan terapi untuk pasien stabil dengan pneumotoraks kecil (<2 cm,
BTS; <3 cm, ACCP) dan gejala minimal adalah dengan melakukan observasi.Panduan
ACCP menyarankan dilakukannya observasi sekitar 3-6 jam, foto rontgen paru-parudan
pasien diminta untuk kontrol dalam dua hari berikutnya.9
b. Large pneumotoraks and symptomatic small pneumotoraks
Pasien yang tergolong dalam PSP ini membutuhkan intervensi.BTS merekomendasikan
aspirasi sederhana sebagai terapi lini pertama pada PSP luas dengan kondisi stabil dan
pneumotoraks kecil simtomatis.CXR dilakukan setelah aspirasi untuk menentukan apakah
terdapat perbaikan. Apabila tidak ada perbaikan atau pasien masih simtomatis dan jumlah
aspirasi awal kurang dari 2,5 liter aspirasi ulangan dapat dilakukan. Apabila aspirasi
33
pertama sudah lebih dari 2,5 liter atau aspirasi ulangan tidak berhasil maka pemasangan
drain interkostal harus dilakukan.9
c. Clinically unstable patients with a large pneumotoraks
Pada pasien yang termasuk dalam kategori ini sebaiknya dilakukan pemasangan drain
interkostal dan di-MRS-kan. Paru-paru harus dapat mengembang sepenuhnya 24 jam
sebelum drain dilepas.CXR dilakukan setiap 24 jam.9
d. Surgical intervention
Terapi pembedahan harus mulai dipikirkan apabila terdapat kebocoran udara persisten atau
paru-paru gagal melakukan re-ekspansi setelah 3-5 hari.Indikasi dilakukannya operasi
meliputi terjadinya pneumotoraks ipsilateral yang kedua, pneumotoraks kontralateral yang
pertama, dan adanya reiko pekerjaan seperti penyelam atau pilot. Pasien dengan profesi
tersebut sebaiknya menjalani tindakan operasi bilateral. Pilihan terapi pembedahan yang
dapat dilakukan seperti VATS, pleural abrasion, surgical talc pleurodesis, pleurectomy,
dan open thoracostomy.9
Pada pemasangan drain interkostal, ukuran kateter pleura tidak mempengaruhi
efektivitas drain pada terapi PSP. Selain itu, tidak ada korelasi antara ukuran drain dan tingkat
komplikasi, rekurensi, dan lamanya pasien dirawat. Namun kateter dengan diameter kecil tidak
dapat digunakan apabila terdapat cairan pleura (karena dapat menyumbat) dan adanya
kebocoran udara (menyebabkan reekspansi yang tidak adekuat). Suction hanya dapat
dipertimbangkan 48 jam setelah pemasangan drain untuk mengurangi resiko terjadinya edema
re-ekspansi paru-paru dan harus dikonsulkan kepada dokter ahli paru-paru. BTS
merekomendasikan sistem suction dengan volume besar dan tekanan rendah (-10 to -20 cm
H2O). Drain sebaiknya tidak diklem kecuali diminta oleh ahli paru atau spesialis bedah TKV.
Pengekleman drain dapat berbahaya dan tidak ada bukti yang menunjukkan peningkatan angka
keberhasilan atau penurunan resiko rekurensi. Indikasi klem drain adalah apabila terdapat
kebocoran udara terus menerus karena berpotensi menyebabkan tension pneumotoraks.9
2. Pneumotoraks Spontan Sekunder
PSS merupakan pneumotoraks yang terjadi pada pasien dengan penyakit paru yang
mendasari.Umumnya PSS terjadi sebagai komplikasi COPD, fibrosis kistik, tuberkulosis,
34
pneumocystits pneumonia, dan menstruasi.PSS juga dapat terjadi ada penyakit intersisial paru
seperti sarcoidosis, lymphangioleiomyomatosis, langerhans cell histiocytosis and tuberous
sclerosis.Secara umum udara pada PSS memasuki rongga pleura melalui alveoli yang melebar
atau rusak.Perburukan klinis dan sequelae biasanya terjadi akibat adanya kondisi komorbid.8
Causa terbanyak PSS adalah COPD, khususnya COPD sedang-berat.Apabila
pneumotoraks terjadi pasien COPD gejala sesak napas yang progresif muncul dan biasanya
bersamaan dengan nyeri pleuritik.PSS merupakan penanda signifikan untuk mortalitas pasien
COPD.Setiap kejadian pneumotoraks meningkatkan resiko kematian sampai dengan empat kali
lipat. Sekitar 40-50% pasien akan mengalami PSS yang kedua apabila pleurodesis tidak
dilakukan.8
Untuk penangan PSS, ACCP merekomendasikan pemasangan chest tube untuk setiap
pasien PSS, dan pleurodesis pada episode pertama PSS guna mencegaj rekurensi. Sedangkan
rekomendasi BTS merekomendasikan aspirasi dengan syringe dan kateter untuk pasien
pneumotoraks kecil dengan penyakit paru yang mendasari ringan. Sebagian besar pasien
membutuhkan drainase melalui chest tube.Pelepasan chest tube dilakukan setelah terjadi re-
ekspansi paru dan resolusi kebocoran udara. Pleurodesis merupakan terapi pilihan terakhir dan
dilakukan pada pasien dengan kebocoran udara yang tidak teratasi dan mengalami pneumotoraks
rekuren.9
Pneumotoraks Traumatik
1. Pneumotoraks Traumatik Iatrogenik
Pneumotoraks iatrogenik merupakan pneumotoraks yang terjadi akibat pembukaan
rongga paru secara paksa saat tindakan diagnosis atau terapi invasif dilakukan.Tindakan seperti
thoracocentesis, biopsi pleura, pemasangan kateter vena sentral, biopsi paru perkutan,
bronkoskopi dengan biopsi transbronkial, aspiasi transtoracic, dan ventilasi tekanan positif dapat
menjadi etiologinya. Akibatnya, pasien perlu lebih lama dirawat di rumah sakit.10
Penyebab utama terjadinya pneumotoraks iatrogenik adalah aspirasi jarm halus
transthoracic.Dua faktor yang memegang perang penting adalah ukuran dan kedalaman lesi.Apa
bila lesi kecil dan dalam maka resiko pneumotoraks meningkat. Penyebab kedua terbanyak
adalah pemasangan kateter vena sentral. Penyebab lainnya antara lain akupuntur transthoracic,
resusitasi jantung-paru, dan penyalahgunaan obat melalui vena leher.10
35
2. Pneumotoraks Traumatik Non Iatrogenik
Pneumotoraks jenis ini terjadi akibat trauma tumpul atau tajam yang merusak pleura
viseralis atau parietalis.Pada trauma tajam, luka menyebabkan udara dapat masuk ke rongga
pleura langsung ke dinding toraks atau memenuju pleura viseralis melalui cabang-cabang
trakeobronkial.Luka tusuk atau luka tembak secara langsung melukai paru-paru perifer
menyebabkan terjadinya hemothoraks dan pneumotoraks di lebih dari 80% lesi di dada akibat
benda tajam.10
Pada trauma tumpul pneumotoraks terjadi apabila pleura viseralis terobek oleh fraktur
atau dislokasi costa.Kompresi dada tiba-tiba menyebabkan peningkatan tekanan alveolar secara
tajam dan kemudian terjadi ruptur alveoli.Saat alveoli ruptur udara masuk ke rongga intersisiel
dan terjadi diseksi menuju pleura viseralis atau mediastinum.Pneumotoraks terjadi saat terjadi
ruptur pada pleura viseralis atau mediastinum dan udara masuk ke rongga pleura.Manifestasi
klinisnya dapat berupa Fallen lung sign/peptic lung sign di mana hilus paru terletak lebih rendah
dari normal atau terdapat pneumotoraks persisten dengan chest tube terpasang dan berfungsi
dengan baik.10
Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik juga dapat terjadi akibat barotrauma. Pada
suhu konstan, volume massa udara berbanding terbalik dengan tekanannya, sehingga apabila
ditempatkan pada ketinggian 3050 m, volume udara yang tersaturasi pada tubuh meningkat 1,5
kali lipat daripada saat di ketinggian permukaan laut. Pada peningkatan tekanan tersebut, udara
yang terjebak dapat mengalami ruptur dan menyebabkan pneumotoraks.Hal ini biasanya terjadi
pada kru pesawat terbang. Sedangkan pada penyelam, udara yang terkompresi dialirkan ke paru-
paru harus melalui regulator dan sewaktu naik ke permukaan barotrauma dapat terjadi seiring
dengan penurunan tekanan secara cepat sehingga udara yang terdapat di paru-paru dapat
menyebabkan pneumotoraks.10
Klasifikasi Pneumotoraks Berdasarkan Jenis Fistulanya
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding
dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar.Tekanan di dalam rongga pleura
awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh
jaringan paru disekitarnya.Pada kondisi tersebut paru belum mengalami reekspansi,
36
sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali
negatif.Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap
negatif. Misal terdapat robekan pada pleura viseralis dan paru atau jalan nafas atau
esofagus, sehingga masuk vakum pleura karena tekanan vakum pleura negatif .11
2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax)
Pneumotoraks terbuka yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara
rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar karena terdapat luka
terbuka pada dada. Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara
luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini
sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan.Pada saat
inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi positif.Selain
itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi
mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking wound) .11
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Pneumotoraks ventil adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif
dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat
ventil.Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan
selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka.Waktu ekspirasi udara di
dalam rongga pleura tidak dapat keluar. Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin
lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer.Udara yang terkumpul dalam rongga
pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas.11
37
(Dikutip dari no.11)
Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu11:
1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil paru (<
50% volume paru).
2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (> 50%
volume paru).
38
Derajat kolaps paru pada pneumothorak totalis dapat dinyatakan dalam persen dengan
rumus sebagai berikut:
Rumus mengukur volumenya :(A x B) – (a x b) X 100%
(A x B)
Patofisiologi
Pneumotoraks diklasifikasikan atas pneumotoraks spontan, traumatik,
iatrogenik.Pneumotoraks spontan dibagi lagi menjadi pneumotoraks spontan primer dan
sekunder.Pneumotoraks traumatik disebabkan oleh trauma pada organ paru dan pneumotoraks
iatrogenik merupakan komplikasi dari intervensi diagnostic ataupun terapeutik.
Pneumotoraks spontan primer terjadi tanpa kelainan atau penyakit paru yang
mendasarinya, namun pada sebuah penelitian dilaporkan bahwa bula subpleural ditemukan pada
76-100% pasien pneumotoraks spontan primer dengan tindakan video-assisted thoracoscopic
surgery dan torakotomi. Kasus pneumotoraks spontan primer sering dihubungkan dengan faktor
resiko merokok yang mendasari pembentukan bula subpleural, namun pada sebuah penelitian
dengan komputasi tomografi (CT-scan) menunjukkan bahwa 89% kasus dengan bula subpleural
adalah perokok berbanding dengan 81% kasus adalah bukan perokok.
39
Mekanisme pembentukkan bula masih merupakan spekulasi namun sebuah teori
menjelaskan bahwa terjadi degradasi serat elastin paru yang diinduksi oleh rokok yang kemudian
diikuti oleh serbukan neutrofil dan makrofag. Proses ini menyebabkan ketidakseimbangan
protease-antiprotease dan sistem oksidan-antioksidan serta menginduksi terjadinya obstruksi
saluran nafas akibat proses inflamasi. Hal ini akan meningkatkan tekanan alveolar sehingga
terjadi kebocoran udara ke jaringan interstitial paru menuju hilus dan menyebabkan
pneumomediastinum. tekanan di mediastinum akan meningkat dan pleura parietalis pars
mediastinum ruptur sehingga terjadi pneumotoraks.
Rongga pleura memiliki tekanan negatif, sehingga bila rongga ini terisi oleh udara
akibat rupturnya bula subpleural, paru-paru akan kolaps sampai tercapainya keseimbangan
tekanan tercapai atau bagian yang ruptur tersebut ditutup. Paru-paru akan bertambah kecil
dengan bertambah luasnya pneumotoraks. Konsekuensi dari proses ini adalah timbulnya sesak
akibat berkurangnya kapasitas vital paru dan turunnya PO2.
Sebuah penelitian lain menunjukkan bahwa faktor genetik berperan dalam patogenesis
terjadinya pneumotoraks spontan primer. Beberapa kasus pneumotoraks spontan primer
ditemukan pada kelainan genetik tertentu, seperti: sindrom marfan, homosisteinuria, serta
sindrom Birt-Hogg-Dube.
Pneumotorakas spontan sekunder terjadi akibat kelainan/penyakit paru yang sudah ada
sebelumnya.Mekanisme terjadinya adalah akibat peningkatan tekanan alveolar yang melebihi
tekanan interstitial paru. Udara dari alveolus akan berpindah ke interstitial menuju hilus dan
menyebabkan pneumomediastinum. Selanjutnya udara akan berpindah melalui pleura parietalis
pars mediastinal ke rongga pleura dan menimbulkan pneumotoraks. Beberapa penyebab
terjadinya pneumotoraks spontan sekunder adalah:
Penyakit saluran napas
o PPOK
o Kistik fibrosis
o Asma bronchial
Penyakit infeksi paru
40
o Pneumocystic carinii pneumonia
o Necrotizing pneumonia (infeksi oleh kuman anaerobik, bakteri gram negatif atau
staphylokokus)
Penyakit paru interstitial
o Sarkoidosis
o Fibrosis paru idiopatik
o Granulomatosis sel langerhans
o Limfangioleimiomatous
o Sklerosis tuberus
Penyakit jaringan penyambung
o Artritis rheumatoid
o Spondilitis ankilosing
o Polimiositis dan dermatomiosis
o Sleroderma
o Sindrom Marfan
o Sindrom Ethers-Danlos
Kanker
o Sarkoma
o Kanker paru
Endometriosis toraksis
41
Pneumotoraks traumatik dapat disebabkan oleh trauma penetrasi maupun non-
penetrasi.Trauma tumpul atau kontusio pada dinding dada juga dapat menimbulkan
pneumotoraks. Bila terjadi pneumotoraks, paru akan mengempes karena tidak ada lagi tarikan ke
luar dnding dada. Pengembangan dinding dada pada saat inspirasi tidak diikuti dengan
pengembangan paru yang baik atau bahkan paru tidak mengembang sama sekali. Tekanan pleura
yang normalnya negatif akan meningkat hingga menyebabkan gangguan ventilasi pada bagian
yang mengalami pneumotoraks.
Pneumotoraks iatrogenik merupakan komplikasi dari prosedur medis atau bedah.Salah
satu yang paling sering adalah akibat aspirasi transtorakik (transthoracic needle aspiration),
torakosentesis, biopsy transbronkial, ventilasi mekanik tekanan positif (positive pressure
mechanical ventilation).Angka kejadian kasus pneumotoraks meningkat apabila dilakukan oleh
klinisi yang tidak berpengalaman.
Pneumotoraks ventil (tension pneumotoraks) terjadi akibat cedera pada parenkim paru
atau bronkus yang berperan sebagai katup searah.Katup ini mengakibatkan udara bergerak searah
ke rongga pleura dan menghalangi adanya aliran balik dari udara tersebut.Pneumotoraks ventil
biasa terjadi pada perawatan intensif yang dapat menyebabkan terperangkapnya udara ventilator
(ventilasi mekanik tekanan positif) di rongga pleura tanpa adanya aliran udara balik.
Udara yang terperangkap akan meningkatkan tekanan positif di rongga pleura
sehingga menekan mediastinum dan mendorong jantung serta paru ke arah kontralateral. Hal ini
menyebabkan turunnya curah jantung dan timbulnya hipoksia. Curah jantung turun karena
venous return ke jantung berkurang, sedangkan hipoksia terjadi akibat gangguan pertukaran
udara pada paru yang kolaps dan paru yang tertekan di sisi kontralateral. Hipoksia dan turunnya
curah jantung akan menggangu kestabilan hemodinamik yang akan berakibat fatal jika tidak
ditangani secara tepat.
Diagnosis
a. Anamnesis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah12 :
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan
mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek,
dengan mulut terbuka.
42
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi yang
sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya pada
jenis pneumotoraks spontan primer.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan6,11:
1. Inspeksi :
a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiperekspansi dinding dada)
b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
2. Palpasi :
a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar
b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura
tinggi
4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
43
b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negative
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Thoraks
Untuk mendiagnosis pneumotoraks pada foto thoraks dapat ditegakkan dengan
melihat tanda-tanda sebagai berikut :
- Adanya gambaran hiperlusen avaskular pada hemitoraks yang mengalami
pneumotoraks. Hiperlusen avaskular menunjukkan paru yang mengalami
pneumothoraks dengan paru yang kolaps memberikan gambaran radiopak. Bagian
paru yang kolaps dan yang mengalami pneumotoraks dipisahkan oleh batas paru
kolaps berupa garis radioopak tipis yang berasal dari pleura visceralis, yang biasa
dikenal sebagai pleural white line.
Gambar 1.Tanda panah menunjukkan pneumothorax line.
(Dikutip dari no.13)
44
Gambar 2. Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah
merupakan bagian paru yang kolaps.
(Dikutip dari no.13)
- Untuk mendeteksi pneumotoraks pada foto dada posisi supine orang dewasa maka
tanda yang dicari adalah adanya deep sulcus sign.Normalnya, sudut kostofrenikus
berbentuk lancip dan rongga pleura menembus lebih jauh ke bawah hingga daerah
lateral dari hepar dan lien. Jika terdapat udara pada rongga pleura, maka sudut
kostofrenikus menjadi lebih dalam daripada biasanya. Oleh karena itu, seorang klinisi
harus lebih berhati-hati saat menemukan sudut kostofrenikus yang lebih dalam
daripada biasanya atau jika menemukan sudut kostofrenikus menjadi semakin dalam
dan lancip pada foto dada seri. Jika hal ini terjadi maka pasien sebaiknya difoto ulang
dengan posisi tegak. Selain deep sulcus sign, terdapat tanda lain pneumotoraks
berupa tepi jantung yang terlihat lebih tajam. Keadaan ini biasanya terjadi pada posisi
supine di mana udara berkumpul di daerah anterior tubuh utamanya daerah medial.14
45
Gambar 4. Deep sulcus sign (kiri) dan tension pneumotoraks kiri disertai deviasi
mediastinum kanan dan deep sulcus sign (kanan).
(Dikutip dari no.13)
- Jika pneumotoraks luas maka akan menekan jaringan paru ke arah hilus atau paru
menjadi kolaps di daerah hilus dan mendorong mediastinum ke arah kontralateral.
Jika pneumotoraks semakin memberat, akan mendorong jantung yang dapat
menyebabkan gagal sirkulasi. Jika keadaan ini terlambat ditangani akan menyebabkan
kematian pada penderita pneumotoraks tersebut. Selain itu, sela iga menjadi lebih
lebar.15
46
Gambar 5. Pneumotoraks kanan (kiri) dan tension pneumotoraks (kanan).
(Dikutip dari no.6)
Besarnya kolaps paru bergantung pada banyaknya udara yang dapat masuk ke
dalam rongga pleura.Pada pasien dengan adhesif pleura (menempelnya pleura parietalis
dan pleura viseralis) akibat adanya reaksi inflamasi sebelumnya maka kolaps paru
komplit tidak dapat terjadi. Hal yang sama juga terjadi pada pasien dengan penyakit paru
difus di mana paru menjadi kaku sehingga tidak memungkinkan kolaps paru komplit.
Pada kedua pasien ini perlu diwaspadai terjadinya loculated pneumothoraxatau encysted
pneumothorax. Keadaan ini terjadi karena udara tidak dapat bergerak bebas akibat adanya
adhesif pleura.Tanda terjadinya loculated pneumothorax adalah adanya daerah hiperlusen
di daerah tepi paru yang berbentuk seperti cangkang telur.
47
Gambar 6. Loculated Pneumotoraks.
(Dikutip dari no.16)
Foto dada pada pasien pneumotoraks sebaiknya diambil dalam posisi tegak sebab
sulitnya mengidentifikasi pneumotoraks dalam posisi supinasi. Selain itu, foto dada juga
diambil dalam keadaan ekspirasi penuh.14
Gambar 3.Pneumotoraks kanan yang berukuran kecil dalam keadaan inspirasi (kiri) dan
dalam keadaan ekspirasi (kanan).
(Dikutip dari no.6)
48
Ekspirasi penuh menyebabkan volume paru berkurang dan relatif menjadi lebih
padat sementara udara dalam rongga pleura tetap konstan sehingga lebih mudah untuk
mendeteksi adanya pneumotoraks utamanya yang berukuran lebih kecil. Perlu diingat,
pneumotoraks yang terdeteksi pada keadaan ekspirasi penuh akan terlihat lebih besar
daripada ukuran sebenarnya.14
Pneumotoraks yang berukuran sangat kecil dapat dideteksi dengan foto lateral
dekubitus. Pada posisi ini, udara yang mengambil tempat tertinggi pada hemitoraks (di
daerah dinding lateral) akan lebih mudah terlihat dibandingkan pada posisi tegak.14
Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan ini
- Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung mulai dari
basis sampai ke apeks.
Gambar 7. CT-Scan thoraks yang menunjukkan pneumomediastinum.
(Dikutip dari no.17)
- Emfisema Subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam di bawah kulit.
49
Gambar 8. Emfisema subkutan.
(Dikutip dari no.18)
- Bila ada cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak permukaan cairan
sebagai garis datar di atas diafragma; yang biasa ditemui pada kasus
Hidropneumotoraks.
Gambar 9. Hidropneumothoraks.
(Dikutip dari no.19)
Dalam kasus pneumotoraks ini kita juga perlu mengetahui bagaimana cara menghitung
luas pneumothoraks.Perhitungan luas pneumotoraks ini berguna terutama dalam penentuan
50
jenis kolaps, apakah bersifat parsialis ataukah totalis. Ada beberapa cara yang bisa dipakai
dalam menentukan luasnya kolaps paru, antara lain :
1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks, dimana masing-
masing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai volume kubus 12.
Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan diameter kubus rata-rata
paru-paru yang kolaps adalah 8cm, maka rasio diameter kubus adalah :
83 512______ =________ = ± 50 %
103 1000
2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal, ditambah dengan
jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal, ditambah dengan jarak terdekat
antara celah pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi tiga, dan dikalikan sepuluh (2).
3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan luas hemitoraks
51
% luas pneumotoraks
A + B + C (cm)= __________________ x 10
3
2. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan
pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk
membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.13
Gambar 10. CT-Scan pneumothoraks.
(Dikutip dari no.13)
Tatalaksana
52
(L) hemitorak – (L) kolaps paru(AxB) - (axb)_______________ x 100 % AxB
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari rongga
pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan
pneumotoraks adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah menutup,
maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi
tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O2. Observasi dilakukan dalam
beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari.Tindakan ini
terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka 11.
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang
luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra
pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara 12:
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan
demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif
karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut 12
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura,
kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan
dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan
tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di
dalam botol 11,12
2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan
kanula.Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding toraks
sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap
53
ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set.
Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah
klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari
ujung infuse set yang berada di dalam botol 11,12
3) Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura
dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit.Pemasukan
troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan
insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris
posterior.Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula.
Setelah trokar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke
rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks
yang masih tertinggal di rongga pleura.Selanjutnya ujung kateter toraks
yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik
lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm
di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah
keluar melalui perbedaan tekanan tersebut 6,11
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap
positif.Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar
10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru
telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif
54
kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu
dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam
rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut.
Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi
maksimal 12
55
3. Torakoskopi
Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks dengan alat
bantu torakoskop.
4. Torakotomi
5. Tindakan bedah
a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari lubang yang
menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit
b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan paru
tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi.
c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau
terdapat fistel dari paru yang rusak
d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian kedua
pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.11
56
Pengobatan tambahan
1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap
penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT, terhadap bronkhitis
dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan bronkodilator
2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat 11
Rehabilitasi
1. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan pengobatan secara tepat
untuk penyakit dasarnya.
2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin terlalu keras.
3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah laksan ringan.
4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk, sesak napas.11
Prognosis
Pasien dengan pneumotoraks spontan hampir separuhnya akan mengalami kekambuhan,
setelah sembuh dari observasi maupun setelah pemasangan tube thoracostomy. Kekambuhan
jarang terjadi pada pasien-pasien pneumotoraks yang dilakukan torakotomi terbuka. Pasien-
pasien yang penatalaksanaannya cukup baik, umumnya tidak dijumpai komplikasi. Pasien
pneumotoraks spontan sekunder tergantung penyakit paru yang mendasarinya, misalkan pada
pasien PSS dengan PPOK harus lebih berhati-hati karena sangat berbahaya.
Daftar Pustaka
57
1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Ventilasi paru. Dalam :Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Edisi 11. Jakarta : EGC; 2007. P. 495-500.
2. Wibowo, Daniel, S. Paryana, Widjaja. Rongga thorax. Dalam : Anatomi Tubuh Manusia.
Yogyakarta : Graha Ilmu. 2009. P. 209-220.
3. Sjamsuhidajat, R. Dinding toraks dan pleura. Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta :
EGC. 2005. P.404-419.
4. Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed Lung). Cited :
[2 1 June 201 4 ] . Available from : http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm
5. Berck, M. 2010. Pneumothorax. http://nefrologyners.com/2010/11/03/pneumothorax-2/.
Diakses tanggal 23 June 2014
6. Bascom, R. Pneumothorax. Cited on [26 September 2011]. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/827551
7. Korom S, Conyurt H, Missbach A, et al. 2011.
Pneumothorax.http://www.patient.co.uk/doctor/Pneumothorax.htm. Diakses tanggal 23
June 2014.
8. Heffner, JE and Huggins, JT. 2004. Management of Secondary Spontaneous
Pneumthorax: Thers’s Confusion in the Air. Chest Journal; 125; 190-1192.
9. Mackenzie, SJ, and Gray, A. 2007. Primary Spontaneous Pneumothorax: why all the
confusion over first-line treatment?. Journal of Royal College of Physicians of
Edinburgh; 37:335-338
10. Yılmaz, A, Bayramgürler, B, Yazıcıoğlu, O, Ünver, M, Ertuğrul, M, Güngör, N, Baran,
R. 2002. Iatrogenic Pneumothorax: Incidence and Evaluation of the Therapy. Turkish
Respiratory Journal, August 2003, Vol.3, No.2
11. Alsagaff H, Mukty HA. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga
University Press
58
12. Hisyam, B. Budiono, Eko. Pneumothoraks spontan. Dalam : Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi,
Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati, Siti(editor). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006. P. 1063-1068.
13. Alhameed, F.M. Pneumothorax imaging. Cited on [23 June 2014]. Available from
www.emedicine.com
14. Ketai, L. H. Pleura and diaphragm. In: Fundamentals of 9 Radiology Second Edition.
China. Elsevier Saunders. 2006. P.172-177.
15. Ekayuda, I. Pneumotoraks. Dalam : Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Jakarta :Balai
Penerbit FKUI. 2005. P.119-122.
16. Gaillard, Frank. Loculated pneumothorax. Cited on [23 June 2014]. Available from
http://www.radiopedia.org/cases/loculated-pneumothorax
17. Radswiki. Pneumomediastinum. Cited on [22 June 2014]. Available from
http://www.radiopedia.org/cases/pneumomediastinum-4
18. D’Souza, Donna. Subcutannous emphysema. Cited on [28 September 2011]. Available
from http://www.radiopedia.org/cases/subcutanous-emphysema
19. Rao, K, K. Loculated hydropneumothorax. Cited on [23 June 2014]. Available from
http://www.radiopedia.org/cases/loculated-hydropneumothorax-1
59