case oes ad

18
Laporan Kasus OTITIS EKSTERNA SIRKUMKRIPTA Oleh: Muhammad Syahid, S.Ked Pembimbing: dr. Denny Satria Utama, Sp.THT-KL, M.Si.Med

Upload: syahidunsri

Post on 12-Jul-2016

217 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

case

TRANSCRIPT

Laporan Kasus

OTITIS EKSTERNA SIRKUMKRIPTA

Oleh:

Muhammad Syahid, S.Ked

Pembimbing:

dr. Denny Satria Utama, Sp.THT-KL, M.Si.Med

BAGIAN IKTHT-KL FK UNSRI/

DEPARTEMEN IKTHT-KL RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN

PALEMBANG

2016

PENDAHULUANOtitis eksterna merupakan suatu peradangan atau infeksi pada kanalis

auditorius eksternal dan atau daun telinga. Kondisi ini merupakan salah satu

kondisi medis yang paling umum yang biasanya terjadi. Individu dengan kondisi

alergi, seperti eczema, rhinitis alergi, atau asma, memiliki risiko lebih tinggi untuk

terkena otitis eksterna. Otitis eksterna diperkirakan mengenai 10% orang pada

tahap tertentu dan dapat terjadi akut, kronik atau bentuk nekrosis. Beberapa faktor

lain terjadinya otitis eksterna antara lain adalah absen serumen, kelembaban yang

tinggi, kemasukan air pada kanalis auditorius eksterna, perubahan pH telinga,

cuaca panas, dan trauma lokal (misalnya penggunaan cotton swabs atau alat bantu

pendengaran).1,2

Otitis eksterna akut dapat muncul sekali atau mungkin terjadi

kekambuhan, hal ini menyebabkan nyeri dengan aural discharge dan berkaitan

dengan gangguan pendengaran. Otitis eksterna akut adalah peradangan pada

kanalis auditorius eksternal yang disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur dan virus.

Kondisi ini ditandai dengan nyeri, nyeri tekan, kemerahan, dan pembengkakan

pada saluran telinga eksternal dan terkadang ada eksudat purulen. Otitis eksterna

akut dikaitkan dengan paparan air (kegiatan rekreasi air, mandi, dan berkeringat

berlebihan), trauma lokal, keadaan yang hangat dan lingkungan lembab.1,3

KEKERAPAN

Hasil analisis menunjukkan pada tahun 2007, diperkirakan 2,4 juta

penduduk di AS (8,1 kunjungan per 1.000 penduduk) didiagnosis otitis eksterna

akut. Data tahunan rawat jalan untuk pasien otitis eksterna akut selama tahun

2003-2007 adalah anak usia 5-9 tahun (18,6%) dan 10-14 tahun (15,8%), dan 53%

terjadi pada orang dewasa berusia ≥ 20 tahun. Insiden memuncak selama musim

panas dan pada terbanyak di daerah selatan. Di Amerika Serikat sekitar 98%

disebabkan oleh bakteri, pathogen yang paling umum Pseudomonas aeruginosa

(20%-60%) and Staphylococcus aureus (10%-70%).4,5

2

ANATOMI TELINGA

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran

timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga

berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,

sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya

kira-kira 2,5-3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak

kelenjar serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada

seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga kulit bagian dalam hanya sedikit

djumpai kelenjar serumen.1

Gambar 1. Anatomi telinga1

Jaringan subkutan aurikula bagian superior sangat tipis, terutama di

permukaan anterior, sehingga kulit langsung menempel pada tulang rawan. Makin

ke bawah lapisan subkutan bertambah dan berakhir di lobulus yang tidak

mempunyai rangka tulang rawan. Vaskularisasi aurikula bagian posterior berasal

dari cabang posterior arteri karotis eksterna yang menvaskularisasi juga sebagian

kecil permukaan depan aurikula. Sebagian permukaan belakang aurikula terutama

divaskularisasi oleh arteri oksipitalis. Permukaan depan aurikula terutama

3

divaskularisasi oleh cabang anterior arteri temporalis superfisial anterior.

Persarafan aurikula disuplai oleh cabang-cabang aurikularis magnus dan

oksipitalis minor dari pleksus servikalis, juga dari cabang aurikulotemporal saraf

trigeminal serta cabang aurikular nervus vagus.1,3

Pada kulit yang normal di meatus akustikus eksternus, ada bakteri flora

seperti Micrococcus dan Corynebacterium sp. Infeksi pada meatus akustikus

eksternus oleh bakteri patogen dipengaruhi kondisi pejamu misalnya adanya

trauma lokal, adanya perubahan sifat serumen, dermatitis, dan perubahan pH pada

meatus akustikus eksternus. Kulit yang melapisi bagian kartilaginosa lebih tebal

daripada kulit bagian tulang, selain itu meatus akustikus eksternus juga

mengandung folikel rambut yang banyaknya bervariasi antar individu. Anatomi

meatus akustikus eksternus bagian tulang sangat unik karena merupakan satu-

satunya tempat dalam tubuh dimana kulit langsung terletak di atas tulang tanpa

adanya jaringan subkutan. Dengan demikian daerah ini sangat peka, dan tiap

pembengkakan akan sangat nyeri karena tidak terdapat ruang untuk ekspansi.1,3

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun

telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melali udara atau tulang ke

koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga

tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran

melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas

membrane timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini

akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa

pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang

mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran

basilaris dan membran tektokria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang

menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion

terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini

menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan

neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada

saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks

pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.1,3

4

ETIOLOGI

Individu dengan kondisi alergi, seperti eczema, rhinitis alergi, atau asma,

memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena otitis eksterna. Otitis eksterna

diperkirakan mengenai 10% orang pada tahap tertentu dan dapat terjadi akut,

kronik atau bentuk nekrosis. Beberapa faktor lain terjadinya otitis eksterna antara

lain adalah absen serumen, kelembaban yang tinggi, kemasukan air pada kanalis

auditorius eksterna, perubahan pH telinga, cuaca panas, dan trauma lokal

(misalnya penggunaan cotton swabs atau alat bantu pendengaran). Fungsi utama

serumen adalah melindungi CAE dari infeksi. Bila terlalu sering dibersihkan,

efektivitas serumen akan berkurang dan dapat meningkatkan risiko pertumbuhan

bakteri. Hal ini sering terjadi juga pada perenang yang sering terpajan air sehingga

terjadi cerumen removal dan kekeringan CAE.1,3

Otitis eksterna sering dijumpai, didapati 4 dari 1000 orang, kebanyakan

pada usia remaja dan dewasa muda. Berenang dalam air yang tercemar merupakan

salah satu cara terjadinya otitis eksterna. Bentuk yang paling umum adalah bentuk

boil (furunkulosis) salah satu dari satu kelenjar sebasea 1/3 liang telinga luar. Pada

otitis eksterna difusa disini proses patologis membatasi kulit sebagian kartilago

dari otitis liang telinga luar, konka daun telinga penyebabnya idiopatik, trauma,

iritan, bakteri atau fungal, alergi dan lingkungan. Kebanyakan disebabkan alergi

pemakaian topikal obat tetes telinga. Alergen yang paling sering adalah antibiotik

topikal, contohnya neomisin, benzokain, glikol propilen, framisetin, gentamicin,

polimiksin, dan anti histamin. Sensitifitas poten lainnya adalah metal dan

khususnya nikel yang sering muncul pada kertas dan klip rambut yang mungkin

digunakan untuk mengorek telinga. Selain itu, keadaan dermatologik seperti

psoriasis dan dermatitis atopik juga dapat menyebakan otitis eksterna.1,5,6

Penyebab otitis eksterna sirkumskripta yang tersering adalah

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus albus. Faktor lainnya adalah maserasi

kulit liang telinga akibat sering berenang atau mandi dengan shower, trauma,

reaksi terhadap benda asing, dan akumulasi serumen. Sering terjadi superinfeksi

oleh bakteri piogenik (terutama Pseudomonas atau Staphylococcus) dan jamur. 1,7,8

KLASIFIKASI

5

Berikut adalah klasifikasi pada otitis eksterna, yaitu: (1) Bakteri gram (+):

furunkel, impetigo, pioderma, ektima, sellulitis, erisipelas; (2) Bakteri gram (-):

otitis eksterna diffusa, otitis eksterna bullosa, otitis eksterna granulosa,

perikondritis; (3) Bakteri tahan asam: tuberkulosis; (4)Jamur dan ragi

(otomikosis): saprofit atau patogen; (4) Meningitis bullosa, herpes simplek, herpes

zoster, moluskum kontangiosum, variola dan varicella; (5) Parasit

PATOGENESIS

            Otitis eksterna sirkumskripta merupakan infeksi folikel rambut, bermula

sebagai folikulitis kemudian biasanya meluas menjadi furunkel. Kadang-kadang

furunkel disebabkan oleh tersumbat serta terinfeksinya kelenjar sebasea di liang

telinga. Panas dan lembab dapat menurunkan daya tahan kulit liang telinga,

sehingga frekuensi penyakit ini agak meningkat pada musim panas.1

Pada kasus dini, dapat terlihat pembengkakan dan kemerahan difus di

daerah liang telinga bagian tulang rawan, biasanya posterior atau superior.

Pembengkakan itu dapat menyumbat liang telinga. Setelah terjadi lokalisasi dapat

timbul pustula. Pada keadaan ini terdapat rasa nyeri yang hebat sehingga

pemeriksaan sukar dilakukan disertai demam. Biasanya tidak terdapat sekret

sampai absesnya pecah. Toksisitas dan adenopati muncul lebih dini karena sifat

organisme penyebab infeksi.1,3

Kulit liang telinga tidak mengandung jaringan longgar dibawahnya

sehingga rasa nyeri timbul pada penekanan perikondrium. Rasa nyeri juga dapat

timbul pada waktu membuka mulut (sendi temporomandibular).1

MANIFESTASI KLINIK

Gejala yang dikeluhkan pasien yang mengalami otitis eksterna

sirkumkripta diantaranya nyeri hebat yang tidak sesuai dengan besarnya bisul dan

diikuti otore purulen, meatus nyeri tekan, tampak pembengkakan, nyeri tekan

pada tragus dan pada tarikan daun telinga, nyeri saat membuka mulut, dapat

disertai demam, gangguan pendengaran bila furunkel besar dan menyumbat liang

telinga, membran timpani biasanya intak.1,3

6

PENATALAKSANAAN

Prinsip-prinsip penatalaksanaan yang dapat diterapkan pada semua tipe

otitis eksterna antara lain:

1. Membersihkan liang telinga dengan pengisap atau kapas dengan berhati-hati

2. Penilaian terhadap sekret, edema dinding kanalis, dan membran timpani

3. Pemilihan pengobatan lokal

Otitis eksterna sirkumskripta harus diterapi sejak dini untuk mengurangi

edema yang menutupi lumen kanal dengan cara memasukkan kapas yang berisi

obat. Tampon berukuran kecil yang baik digunakan, karena ujung tampon tidak

mendesak dan menekan lumen kanal. Tampon dimasukkan secara perlahan yang

sebelumnya dibasahi obat. Pasien diinstruksikan untuk mengaplikasikan obat cair

menggunakan kapas/kassa sekali atau dua kali sehari. Selama 48 jam tampon

diletakkan di kanal untuk melebarkan ukuran lumen. Kemudian obat dapat

diaplikasikan langsung ke dalam kanal.1,3

Pengobatan ditujukan untuk menjaga agar linga telinga tetap bersih dan

kering dan melindunginya dari trauma. Kotoran harus dibersihkan dengan dari

liang telinga dengan irigasi secara lembut. Antibiotika topikal yang

dikombinasikan dengan kortikosteroid dalam bentuk tetes telinga sangat penting.

Pada terapi keadaan furunkel, dapat dilakukan aspirasi steril untuk mengeluarkan

pus. Lalu diberikan antibiotik topikal salep (polimiksin B atau bacitracin,

ofloksasin, ciprofloxacin (golongan fluorokuinolon), gentamisin 0,3%) dan

antiseptik (asam asetat 2-5% dalam alkohol atau larutan iodium povidone 5%)

selama 3-5 hari. Pemberian antibiotik golongan aminoglikosida harus dihindari

pada pasien dengan perforasi membran timpani. Selain itu, antiseptik seperti asam

asetat atau alumunium asetat dapat berguna untuk mencapai kembali pH asam

CAE.7,8

Antibiotika sistemik (misalnya ciprofloxacin) dalam dosis penuh dapat

diberikan dalam 10 hari jika terdapat tanda-tanda penyebaran infeksi di luar kulit

liang telinga seperti demam, adenopati, atau selulitis daun telinga. Kalau dinding

furunkel tebal dapat dilakukan insisi, kemudian dipasang salir (drain) untuk

7

mengalirkan nanahnya. Selama fase akut, hindari berenang bila memungkinkan.

Dapat pula diberikan kombinasi steroid seperti suspensi hidrokortison,

prednisolon 1%, atau deksametason 0,1%. Pemberian glukosteroid dapat

membantu mengurangi edema pada CAE dan pemberian nonsteroidal anti-

inflammatory drugs (NSAID) juga perlu untuk mengurangi rasa nyeri.1,7

          Pada otomikosis, dapat diberikan nistatin atau klotrimazol. Antibiotik tetes

tidak boleh digunakan lebih dari 2-3 minggu karena berisiko terjadi dermatitis

kontak. Pasien harus diberitahu untuk kembali apabila telinga masih belum

sembuh setelah pengobatan sehingga tidak terjadi infeksi yang lebih parah.1,7

PENCEGAHAN

           Edukasi juga penting dalam mencegah otitis eksterna. Hal ini bertujuan

untuk meminimalkan trauma kanal telinga dan menghindari paparan air. Hindari

membersihkan liang telinga terlalu sering maupun menggunakan alat pembersih

yang tidak sesuai karena dapat menyebabkan trauma.2,7

KOMPLIKASI

Pada otitis eksterna yang tidak diobati, dapat terjadi selulitis periaurikular

dan otitis eksterna malignan (necrotizing) yang umumnya terjadi pada pasien

dengan diabetes dan keadaan imunosupresi. Infeksi bakteri paling banyak yang

menyebabkan otitis eksterna malignan adalah golongan Pseudomonas. Otitis

eksterna malignan diklasifikasikan menjadi 3 tahap, yaitu (1) otore purulen,

otalgia, dan jaringan granulasi; (2) perluasan infeksi ke jaringan lunak dan tulang

tengkorak yang juga melibatkan nervus kranialis; dan (3) perluasan

intrakranial.2,9,10

PROGNOSIS

Otitis eksterna adalah suatu kondisi yang dapat diobati biasanya sembuh

dengan cepat dengan pengobatan yang tepat. Otitis eksterna kronik yang mungkin

memerlukan perawatan lebih intensif. Otitis eksterna biasanya tidak memiliki

komplikasi jangka panjang atau serius .

8

LAPORAN KASUSSeorang laki-laki berusia 21 tahun beralamat dalam kota pada tanggal 30

Januari 2016 pukul 22.00 WIB datang ke Instalasi Gawat Darurat RSMH dengan

keluhan nyeri pada telinga kanan yang bertambah hebat sejak 3 jam yang lalu.

Sejak 1 hari yang lalu pasien mengeluh nyeri di telinga kanan. Penderita juga

merasakan telinga berdengung dan keluar cairan putih berbau dari telinga kanan.

Tidak ada penurunan pendengaran. Pasien tidak demam, tidak batuk dan pilek.

Tidak ada nyeri menelan, tidak ada sulit menelan, tidak ada perubahan suara.

Tidak ada masalah pernapasan dan penciuman. Pasien menyangkal riwayat alergi,

darah tinggi dan kencing manis. Pasien menyangkal riwayat trauma pada telinga

dan sering berenang. Pasien mengaku sering mengorek telinga setiap pagi dengan

cotton bud.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan status generalikus dalam batas normal.

Pada pemeriksaan telinga ditemukan nyeri tarik aurikula dan nyeri tekan tragus

pada telinga kanan. Pada pemeriksaan liang telinga kanan didapatkan kavum

akustikus eksternus sempit, terdapat nodul pada arah jam 8, diskret, hiperemis,

berdiameter 0,2 cm, serumen tidak ada, sekret tidak ada, membran timpani sulit

dinilai. Liang telinga kanan tidak ada kelainan. Pemeriksaan hidung tidak ada

kelainan. Pemeriksaan tenggorokan tidak ada kelainan. Tidak dilakukan

pemeriksaan tambahan

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat disimpulkan, pasien

didiagnosa otitis eksterna sirkumkripta auris dekstra. Pasien ditatalaksana dengan

tetes telinga antibiotik 3 kali sehari 1 tetes untuk telinga kanan dan tablet natrium

diklofenak 2 kali sehari 1 tablet. Pasien diedukasi untuk menjaga kebersihan

telinga dan cara membersihkan telinga yang baik. Pasien diminta untuk kontrol ke

klinik THT RSMH 3 hari lagi jika keluhan masih dirasakan. Prognosis pasien

adalah bonam.

DISKUSI

9

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan, dapat

disimpulkan bahwa diagnosis kerja pasien ini adalah otitis eksterna sirkumsripta

auris dekstra (AD). Diagnosis ini ditegakan berdasarkan keluhan benjolan pada

1/3 luar liang telinga kanan yang berbatas tegas, hiperemis, nyeri tarik tragus dan

nyeri tarik aurikula (+), serta CAE yang menyempit. Diagnosis banding pasien ini

adalah otitis eksterna difusa dan otomikosis. Tetapi, pada otitis eksterna difusa,

terdapat edema dengan batas tidak tegas yang hiperemis dan biasanya meliputi

seluruh liang telinga (CAE). Sedangkan pada otomikosis, biasanya terdapat

gambaran berupa serbuk putih/sisik/ketombe yang merupakan hifa disertai

keluhan gatal.

Adapun mekanisme terjadinya otitis eksterna sirkumskripta pada pasien ini

dapat terjadi akibat seringanya mengorek kuping sendiri. Faktor risiko tersebut

dapat mengubah pH telinga sehingga bakteri mudah tumbuh. Sesuai anatomi kulit

1/3 luar CAE mengandung adneksa kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea,

dan kelenjar serumen, dan apabila terjadi infeksi dapat menyebabkan

terbentuknya furunkel. Bakteri penyebab furunkel biasanya adalah S. aureus atau

S. albus.

Kulit pada CAE tidak mengandung jaringan ikat longgar dibawahnya

sehingga timbul nyeri pada penekanan perikondrium. Selain itu, nyeri juga dapat

timbul saat membuka mulut disertai gangguan pendengaran dan rasa penuh jika

benjolan menutupi seluruh CAE. Penatalaksanaan pada pasien ini adalah tetes

telinga antibiotik 3 kali sehari 1 tetes untuk telinga kanan sebagai antiobiotik

topikal untuk mengatasi infeksi yang menyebabkan furunkel, dan tablet natrium

diklofenak 2 kali sehari 1 tablet sebagai anti-inflamasi untuk mengurangi rasa

nyeri yang dikeluhkan pasien. Pasien diberikan edukasi mengenai penyakit,

rencana pemeriksaan, pengobatan, komplikasi serta kontrol 3 hari lagi ke klinik

THT-KL. Edukasi pencegahan yang diberikan adalah menghindari trauma dari

mengorek telinga yang terlalu dalam/kuat serta menghindari telinga kemasukan

air. Prognosis pada pasien ini adalah bonam.

DAFTAR PUSTAKA

10

1. Soepardi, Efiaty Arsyad. Iskandar, Nurbaiti. Bashiruddin, Jenny. Restuti,

Ratna Dwi. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala

& Leher. Edisi ketujuh. Cetakan ke-1. Jakarta: Balai Penerbit FK UI;

2012: 58-60.

2. Koch, Karen. Managing Otitis Externa. South Africa: SA Pharmaceutical

Jounal; 2012, Vol. 79 (8): 17-22. Diunduh melalui:

http:// www.sapj.co.za/index.php/sapj/article/download/1290/2064 pada

tanggal 31 Januari 2016.

3. Adams G. L., Boies L. R., Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT.

Edisi 6. Cetakan Ketiga. Jakarta : EGC; 2012: 27-31, 76-80.

4. CDC. Mortality and Morbidity Weekly Report: Estimated Burden of

Acute Otitis Externa in United States, 2003–2007. Centers for Disease

Control and Prevention; 2011: 60-61. Diunduh melalui:

http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/mm6019a2.htm pada

tanggal 31 Januari 2016.

5. Scott, Kim. Quick Reference for Otolaryngology. New York: Springer

Publishing Company; 2014: 136-145.

6. Harvey, Richard. Paterson, Sue. Otitis Externa: An Essential Guide to

Diagnosis and Treatment. Boca Raton: CRC Press; 2014: 45-65.

7. Mosges, R. Samani, Nematian. Eichel, A. Treatment of Acute Otitis

Externa with Ciprofloxacin Otic 0,2% Ear Solution. Theurapetics and

Clinical Risk Management. US: National Library of Medicine, Dovepress;

2011 (7): 325-336. Diunduh melalui:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3150478/ pada tanggal 31

Januari 2016.

8. Schaefer, Paul. Baugh, Reginald F. Acute Otitis Externa: An Update.

American Family Physician; 2012, Vol. 86 (1): 1055-1061.

9. Illing, E. Olaleye, Oladejo. Malignant Otitis Externa: A Review of

Aetiology, Presentation, Investigations, and Current Management

Strategies. United Kingdom: Web Med Central; 2011, Vol. 2 (3): 1-6.

11

10. Liu, Po Yu. Shi, Zhi Yuan. Malignant Otitis Externa in Patients with

Diabetes Mellitus. Formos Journal for Endocrine; 2012, Vol. 3 (1): 7-13.

Diunduh melalui: www.endo-dm.org.tw/db/jour/2/301/3.pdf pada tanggal

31 Januari 2016.

12